Ceritasilat Novel Online

Pedang Amarah 7

Pedang Amarah Serial Pendekar Sejati Karya Wen Rue An Bagian 7


perempuan itu sudah menjadi pasangan terkutuk dimata orang
lain. Padahal kalau mau dihitung yang benar, mungkin pasangan
selingkuh jauh lebih banyak jumlahnya ketimbang pasangan
serasi. Memang betul tujuan kedatangan Kwa Siau-ho memberi ucapan
selamat kepada Hoa Ku?hoat terdorong oleh alasan lain, dia
ingin menggunakan kesempatan itu untuk bertemu dengan Pat?toathian?ong. Akhirnya mereka memang bertemu dan alhasil, lagi?lagi Pat?toathian?ong berusaha menghindar.
Namun setelah Hong Put?pat membuat keonaran, semua orangpun
menjadi tahu duduknya persoalan, Kwa Siau-ho makin sedih karena
itu hingga akhirnya berlalu sambil menangis.
Melihat gadis itu menangis sedih, Pat?toa?thian-ong pun jadi
teringat kembali dengan semua cinta dan kemesraan yang pernah
dia nikmati, tanpa terasa hatinya jadi lembek.
Hati yang lembek membuat perasaannya tergerak, perasaan yang
bergerak akan menumbuhkan kembali bibit cinta.
Pat?toa?thian-ong segera mengejar Kwa Siau-ho.
Begitu meninggalkan gedung keluarga Hoa, Kwa Siau?ho berputar
melewati dua jalanan, dari kejauhan dia saksikan ada sebuah
kebun terbengkalai, dia pun menerobos masuk ke dalam.
Ketika Pat?toa?thian-ong mengejar keluar, dari kejauhan dia
saksikan bayangan tubuh Kwa Siau?ho yang mungil menyelinap
masuk ke balik puing yang berserakan.
Cepat dia ikut masuk. Sepanjang pandangan terlihat rumput
ilalang tubuh lebar, puing bangunan berserakan dimana mana.
Sudah dua putaran Pat?toa?thian-ong mengelilingi bangunan itu,
namun bayangan Kwa Siau?ho belum terlihat juga, terpaksa ia
mulai berteriak memanggil:
"Siau-ho . . . . . .. Siau?ho . . . . . . ..
Tiba-tiba dia merasa tengkuknya panas, ketika diraba, terasa
basah. Air apa itu? Masa turun hujan? Dia menengadah, melihat sebatang
pohon besar dengan dedaunan yang lebat.
II Terlihat seseorang berada disana, Kwa Siau?ho.
Ternyata Kwa Siau-ho bersembunyi diatas pohon, hatinya jadi
amat sedih ketika melihat Pat-toa?thian-ong sedang mencarinya
dengan wajah bingung, tanpa terasa air mata jatuh berlinang.
Butiran air mata itulah yang membasahi tengkuk Pat?toathian?ong. Begitu mendongakkan kepalanya, Pat?toa?thian-ong segera
menjumpai gadis itu. Begitu melihat wajah ketolol tololan dari
kekasihnya, Kwa Siau?ho jadi geli, tak tahan diapun tertawa
cekikikan. Orang yang gampang menangis biasanya suka tertawa, begitu Kwa
Siau?ho tertawa, Pat?toa?thian-ong memandang makin dungu,
dengan mulut ternganga bisiknya:
"Ternyata kau.... kau berada diatas?"
"Ternyata kau.... kau berada dibawah?" menirukan lagak Pat?toathian-ong, Kwa Siau?ho berseru pula.
"Boo.... bolehkah aku . . . . . . . .." Pat?toa?thian-ong semakin
tergagap. "Kau... kau boleh apa?"
Begitu menyaksikan gadis itu tidak marah, Pat?toa?thian-ong
baru berani berkata lagi:
"Mau . . . . .. maukah kau turun?"
"Kenapa aku harus turun?" seru Kwa Siau?ho cemberut.
Pat?toa?thian-ong garuk garuk kepalanya yang tidak gatal, dalam
bingungnya mendadak satu ingatan melintas lewat, segera serunya
lagi: "Boleh..... bolehkah aku naik?"
Menyaksikan tingkah lakunya yang ketolol?to1olan, sekali lagi
Kwa Siau?ho tertawa cekikikan.
Pat?toa?thian-ong kegirangan setengah mati, Kwa Siau-ho segera
menggeser kesamping dan menepuk dahan disisinya.
Pat?toa?thian-ong tanggap dan segera melompat naik.
Baru akan berbicara, Kwa Siau?ho telah mencegahnya sambil
berbisik: "Sstt, kali ini kita bakal menikmati tontonan menarik."
Baru akan bertanya lagi, mendadak terdengar suara suitan
nyaring yang berkumandang dari berapa sadut kebun, menyusul
kemudian terlihat beberapa sosok bayangan manusia bermunculan
dari balik puing bangunan.
Yang muncul ada delapan orang, delapan orang dengan sembilan
bilah golok. Begitu melihat siapa yang hadir, hampir saja Pat?toa?thian-ong
menjerit kaget. Dia kenal dengan ke delapan orang itu, karena mereka berdelapan
mempunyai julukan yang hampir mirip dengan julukan sendiri:
Pat?toa?to?ong delapan raja golok.
Pat?toa?thian-ong bukannya tak pernah berjumpa dengan Pat?toato?ong, hanya saja selama ini belum pernah ia saksikan ke
delapan orang itu muncul bersama?sama.
Ke sembilan bilah golok itu adalah sembilan golok yang nama
besarnya menggemparkan kotaraja, menggetarkan kolong langit.
Diam-diam dia mencuri lihat wajah Kwa Siau-ho, ia merasa mimik
muka gadis itu sedikit tegang, penuh luapan rasa gembira dan
agak terguncang emosinya.
Tiba tiba kecurigaan muncul dalam benaknya, apa yang sebenarnya
terjadi? Mau apa orang orang itu muncul disana?
Tiba tiba saja Pat?toa?thian-ong merasa Kwa Siau?ho yang lemah
lembut berubah jadi seseorang yang amat asing: mengapa dia
harus bersembunyi disini? Siapa pula gadis ini sebenarnya?
"Peduli siapapun dia," terdengar Beng Khong?khong berkata
dengan suara dalam, "jika berani menghalangi aksi yang kita
lakukan, bunuh semua tanpa ampun."
"Baik." Tujuh orang raja golok lainnya serentak menyahut.
Pada saat itulah, kembali muncul dua sosok manusia, seorang
tua, seorang muda. Mereka adalah Liam Lau dan Liam Wan.
Liam Wan menyapu sekejap wajah semua orang yang hadir, kemudian
tanyanya lembut: "Semuanya sudah siap?"
"Semuanya sudah siap!" jawab Liam Lau.
"Apakah racun sudah dilepas?" kembali Liam Wan bertanya.
Dengan sikap yang hormat sekali sahut Liam Lau:
"Rahasia besar Thio Sun?thay sudah terjatuh ke tangan kita,
lagipula dia hampir gila karena ingin jadi ketua. Aku yakin dia
tak akan berani tidak melaksanakan tugas ini secara baik."
"Bagus sekali." Liam Wan mengangguk berulang kali.
Kemudian setelah menarik napas panjang, katanya lagi:
"Sekarang kita tinggal menunggu kedatangannya.."
Satu perubahan aneh terlintas diatas wajahnya:
"Dialah pemeran utama dalam.pertunjukkan ini, yang dia bawakan
adalah lagu top, tanpa dia, percuma kita ikut berperan selama
ini." Bab 35. Kuda terbang naik pohon.
"Aah, sudah datang."
Tiba tiba saja Beng Khong?khong mengucapkan perkataan itu.
Padahal ketika menyampaikan perkataan itu, dia sama sekali tak
punya firasat apa apa. semua orang tidak tahu kalau ada orang lain yang telah datang
lebih dulu, dari mimik wajah Beng Khong?khong pun mereka semua tak
bisa menebak apa arti dari perkataan itu, perkataan yang
disampaikan begitu tenang, datar dan mantap.
Hal ini membuat rasa tak senang dihati Liam Wan semakin menebal,
keadaannya saat ini seperti seseorang yang baru habis meneguk arak
Li?ji?ang, harus menghabiskan lagi seguci arak kasar.
Dia mulai menilai kemampuan sebenarnya yang dimiliki Beng Khongkhong. selama ini Beng Khong?khong hanya membiarkan orang tahu kalau dia
adalah salah satu anggota delapan raja golok, meski sebagai
pemimpin namun tiada keistimewaan apapun.
Kalau tak punya keistimewaan, bagaimana mungkin bisa menjadi
seorang pemimpin? Akan tetapi Beng Khong?khong belum pernah
memperlihatkan keistimewaan tersebut.
Mungkin saja inilah keistimewaan dari Beng Khong?khong.
seringkali tanpa harus mengerdipkan mata atau keluar meninggalkan
pintu rumah, Beng Khong?khong sudah tahu peristiwa apa yang telah
terjadi, bahkan diapun dapat mengetahui semua kejadian dengan
jelas sekali. Jika hal semacam ini diterapkan dalam.menghadapi musuh, maka dia
bisa meraih keuntungan besar karena bisa meraih kemenangan secara
mndah. Atau dengan perkataan lain Beng Khong?khong bukanlah hanya "Beng
Khong?khong" saja, yang diperlihatkan dia selama ini hanya sebuah
bayangan, sebab Beng Khong?khong yang sesungguhnya sukar diraba.
Ada kejadian dalam dunia persilatan yang mirip dengan
penampilannyaz ketika Lui Sun, ketua tongcu Lak?hun-poan?tong
hendak menjatuhkan perkupulan Kim?hong-si-yu?lou, sikap serta
penampilan yang ditunjukkan adalah begitu lemah, begitu takut dan
begitu bimbang. Sementara Kimrhong?si?yu?lou sendiri, ketika bersiap siap
menghadapi serbuan dari Lak?hun-poan?tong, penampilan loucu
mereka, So Bong?seng justru mirip orang sakit yang lemah dan
mengenaskan. Kesemuanya itulah yang membuat Liam.Wan saat ini merasa sangat tak
tenang. Seandainya Beng Khong?khong adalah musuhnya, dia bisa langsung
membunuh dan melenyapkan orang ini.
Tapi Beng Khong?khong bukan.
Lebih disayangkan lagi Beng Khong?khong bukan musuhnya, kalau dia
musuh, urusan lebih gampang untuk diselesaikan.
Tapi Beng Khong?khong adalah orang yang bekerja dibawah bendera
"majikan" yang sama, disinilah letak kesulitan baginya untuk
"membereskan" persoalan ini.
Kadangkala, teman jauh lebih menakutkan daripada musuh, sebab
kawan sejati susah dicari, seringkali dia baru muncul disaat
paling kritis. Bila ditemukan pada saat yang paling kritis. biasanya keadaan
sudah terlambat, terlepas untuk balas budi atau balas dendam,
biasanya sudah terlambat sekali.
Liam Wan adalah orang yang tak pernah berpikir bahwa suatu ketika
dia akan bertemu orang yang datang terlambat.
Oleh sebab itulah dia nyaris tak punya teman.
Tapi sayangnya, diapun tak bisa berbuat apa apa terhadap Beng
Khong?khong. Ini dikarenakan Beng Khong?khong meski bukan sahabatnya, paling
tidak dia adalah rekan kerjanya.
Hingga kini dia tidak berhasil menemukan alasan untuk
II "melenyapkan dirinya, sekalipun ditemnkan, belu tentu atasannya
mengijinkan. selama ini, Liam Wan memang selalu pegang ketat prinsipnya:
bawahan yang pintar tak akan melakukan perbuatan yang tidak
disetujui atasan. Maka dari itu, hingga detik ini Beng Khong?khong masih menjadi
"sahabat"nya. Sekarang Beng Khong?khong menemukan ada orang telah menyusup
masuk, tapi dia sendiri tidak menemukan akan hal tersebut.
Apakah hanya lantaran masalah ini, dia ingin segera "melenyapkan"
Beng Khong?khong? Niatan itu tiba tiba membara. Hanya saja,
sebelum itu dia harus mencari tahu dulu hingga jelas, sebenarnya
siapa yang datang? orang itu bukannya sama sekali tak bersuara, selama dia adalah
manusia hidup, gerak geriknya pasti akan menimbulkan suara, hanya
masalahnya suara yang ditimbulkan mampukah memancing perhatian
orang lain. Suara yang ditimbulkan sang pendatang kecil sekali, gerakan
tubuhnya sangat cepat, tapi suara yang ditimbulkan tak akan lebih
keras dari suara seekor nyamuk. Orangnya pun kecil, sekecil
nyamuk, dialah si nyamuk kecil Siang Ko-ji.
Begitu sampai, dengan nada terburu Siang Ko?ji segera berseru:
"Rencana telah sedikit dirubah."
"Maksudu?" tanya Liam Wan sambil menahan sabar.
"Sam loucu kamipun sedang ikut pesta."
"Ong Siau?sik maksudmu?" tanya Liam Lau.
"Kenapa dia bisa muncul disini?" tanya Liam Wan dengan kening
berkerut. "Aku sendiripun kurang jelas." Siang Ko?ji menerangkan, "bukankah
siang-ya telah serahkan tugas berat kepadanya? Tapi dia justru
menghadiri pesta ulang tahun disini."
"Kenapa bisa begitu kebetulan?" gumam Beng Khong?khong.
"Memangnya kenapa kalau dia ikut datang?? sela Liam.Wan tak
sependapat, "asal sekalian dibunuh, bukankah urusan beres?"
"Tidak bisa, tidak bisa," potong Siang Ko?ji cepat, "Pek hu?loucu
telah berpesan, sam?tangkeh masih harus selesaikan tugas besar,
siangya tak ingin merusak semua rencana sebelum tugas itu
terselesaikan." Ucapan tersebut segera membuat Liam Wan mengendalikan emosinya.
"Lantas harus bagaimana?" tanyanya kemudian.
"Karena Ong Siau-sik datang, maka Pek loucu hanya bisa muncul
sedikit lebih lambat, kini siangya sedang mengirim orang untuk
memancingnya meninggalkan tempat itu."
"Lantas mau apa kita sekarang berkumpul disini?" tanya Liam Wan
lagi. Siang Ko?ji tidak langsung menanggapi pertanyaan itu, kembali
ujarnya: "Nanti, sewaktu kita semua melakukan penyiksaan, minta tolong Liam
sauhiap untuk sedikit mengulur waktu, Pek hu?loucu hanya merasa
leluasa untuk tampil setelah Ong sam?1oucu pergi jauh."
Liam Wan tertawa dingin. "Bagaimana pun kita toh berperan jadi orang yang paling jahat,
orang kejam yang dikutuk dan disumpahi semua orang, apa susahnya?"
Kemudian dengan suara tajam.bentaknya:
"siapa?" "Ouyang Ih?ih yang datang." Jawab Beng Khong?khong.
orang yang muncul bergerak bagai selapis awan, awan tak pernah
menimbulkan suara. Gerakan tubuh orang itu seakan sedang "melayang", tapi mirip juga
sedang "terapung".
Dia memang Ouyang Ih?ih. Tak ada yang menaruh perhatian kalau paras muka Liam Wan tiba tiba
berubah jadi merah. Dia memang pandai sekali berpura pura muka merah. muka merah sudah


Pedang Amarah Serial Pendekar Sejati Karya Wen Rue An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menjadi warna pelindungnya; karena orang selalu percaya, bila
wajah seseorang masih bisa berubah jadi merah, sejahat apapun
hatinya, tak mungkin dia akan jahat sekali.
Itulah sebabnya paras muka Liam Wan seringkali berubah jadi merah.
Begitu dia tutup pernapasannya, paras mukanya segera akan berubah
jadi merah. Begitu wajahnya merah. seringkali pihak lawan akan menaruh
kepercayaan kepadanya. Diapun tahu, ada sebagian pertarungan yang bisa dia menangkan
tanpa harus turun tangan.
Padahal sekalipun dia sedang minum arak, wajahnya hanya akan
berubah jadi hijau atau pucat, tak pernah berubah jadi merah.
Tapi kini, dengan jelas dia tahu kalau wajahnya terasa sedikit
panas. Karena disaat dia baru menangkap ada suara orang yang sedang
mendekat, ternyata Beng Khong-khong sudah tahu siapa yang datang.
Siapa kuat siapa lemah, kini sudah diperoleh jawabannya.
Liam Wan tak bisa menahan hal ini, tapi diapun tak dapat mengubar
hawa amarahnya. Yang bisa dilakukan sekarang hanya sabar, menahan diri.
Terdengar Ouyang Ih?ih berkata:
"Ong Siau?sik sudah meninggalkan ruang pesta."
"Bukankah pesta baru saja dimulai, kenapa dia bisa tinggalkan
tempat itu?" "Dia bersama Thio Tan dan Tong Po?gou terburu buru meninggalkan
tempat itu." " . . . . .. Thio Tan bajingan cilik itu belakangan dekat sekali dengan
si halilintar, gerak geriknya agak aneh."
"Sekarang arak telah dihidangkan, aku rasa sudah saatnya bagi
kalian semua untuk mengendalikan situasi."
"Hmm, kesempatan kita untuk mencetak nama busuk selama ribuan
tahun akhirnya tiba juga." Kata Liam Wan.
"Kalau kudengar dari logat bicara Liam.sauhiap, tampaknya kau
merasa tidak puas dengan segala yang telah diatur siang-ya?"
sindir Ouyang Ih?ih mendadak.
Bergidik hati Liam Wan mendengar sindiran itu, bulu kuduknya
hampir saja bangun berdiri, tergopoh?gopoh serunya:
"Ouyang?heng jangan berkata begitu, aku hanya bermaksud ingin
melaksanakan tugas ini dengan sungguh sungguh, apapun resikonya,
aku akan bekerja dengan sepenuh tenaga."
"Nah begitu baru bagus." Ouyang Ih?ih tertawa ewa.
Kepada Siang Ko?ji kembali katanya:
"Siapa yang tidak memahami maksudnya . . . . . . .."
Mereka segera saling berpandangan dan tertawa terbahak bahak.
Merasa ditertawakan orang, Liam Wan bencinya setengah mati. Dia
benci kerena melihat keakraban hubungan kedua orang itu.
seringkali, ada sementara orang yang kelewat suka menggunakan
bahasa yang hanya mereka sendiri yang mengerti untuk berbicara
didepan orang lain, tidak jelas tindakan semacam ini hanya sebatas
untuk memperlihatkan keakraban mereka atau mengandung maksud lain.
Bila kau tak senang berhubungan dengan orang, mending tak usah
berhubungan, kalau memang sudah berkumpul, tapi tidak menganggap
orang lain sebagai teman, malah bicara dengan bahasa sendiri,
terhitung hubungan pertemanan macam apa itu?
Liam Wan tidak punya teman, karena itu dia paling tak suka melihat
orang lain memiliki sahabat karib, apalagi ketika orang lain
sebagai sahabat karib, sementara dirinya sudah dianggap orang
asing. Tapi dia tak berani bertindak gegabah, dia sangat jelas, hidup
didunia ini, ada sementara omongan dan tulisan yang lebih baik
tidak dibicarakan atau dibahas, apalagi menyinggung orang lain,
khususnya terhadap perempuan cantik yang sedang naik daun.
Cewek cantik seringkali bisa berubah menjadi atasanmu, naik
pangkat dalam waktu singkat, bila kau pernah menyakiti hatinya,
maka dalam waktu sekejap orang itu akan menjadi malaikat pencabut
nyawamu. Oleh karena itulah Liam Wan segera berkata:
"Apakah sudah saatnya kami bergerak?"
"Kami masih harus menunggu kedatangan Pek loucu didepan pintu
gedung keluarga Hoa," sahut Ouyang Ih?ih acuh tak acuh, "kalian
mau menunggu apa lagi?"
Tanpa banyak bicara delapan orang raja golok, Liam Lau dan Liam
Wan segera berlalu dari situ.
Mereka bersama sama meninggalkan kebun yang terbengkalai itu.
Operasi sudah dimulai, mereka pun segera melaksanakan tugas
masing-masing. Pat?toa?thian?ong saling bertukar pandangan dengan Kwa Siau?ho,
mimpipun mereka tidak menyangka kalau bakal mendengar rahasia
besar dunia persilatan ditempat itu, rahasia sebuah intrik, sebuah
rencana besar yang keji. Mereka berdua segera sadar, tempat ini tak bisa dipertahankan
lagi, tak mungkin mereka bisa tetap tinggal disitu.
Diapun tak ingin menyaksikan sobat dan rekan rekannya terjerumus
dalam perangkap jahat ini.
Karena itu, diapun segera melakukan tindakan.
Belum sempat dia melakukan suatu tindakan, dia segera menemukan
kalau keadaan sudah terlambat.
Terlambat karena pihak musuh sudah mengambil tindakan terlebih
dulu. Selama kau adalah seorang yang berkelana dalam dunia persilatan,
bertemu musuh merupakan kejadian yang jamak, sebab sekalipun kau
tak ingin bermusuhan dengan orang, kau pasti dapat merasakan kalau
ada orang akan memusuhi dirimu.
Hidup senagai seorang persilatan, mustahil bila ingin hidup dalam
suasana damai. Ada musuh berarti ada menang kalah.
Menentukan seorang enghiong atau bukan, tak bisa dilihat dari
menang kalah seseorang, juga tidak pas untuk menilai apakah dia
memiliki kemampuan mengendalikan masa dalam jumlah yang banyak
atau tidak. Menghadapi musuh: siapa yang turun tangan lebih dulu, asal masih
dalam norma mentaati aturan, yang roboh lebih duluan itulah yang
paling penting, karena itulah kunci yang sebenarnya dalam
menentukan menang kalah. Pat?toa?thian?ong pun sedang menghadapi saat penentuan.
Dia ambil keputusan untuk datang dulu ke gedung keluarga Hoa dan
memberitahukan rahasia ini kepada rekan persilatan, agar mereka
tingkatkan kewaspadaan sehingga tidak sampai terperangkap oloeh
intrik busuk yang sedang dijalankan Liam Lau, Liam Wan serta Pek
Jau?hui. Sekonyong?nyong . . . . . .. baru saja dia hendak melompat turun dari
atas pohon, dari arah depan terbang datang sesosok benda, sesososk
makhluk yang tak pernah dibayangkan sebelumnya.
Seekor kuda! Apa mungkin kuda bisa terbang?
Tapi kuda ini benar benar sudah "terbang
II keatas pohon, bahkan langsung menumbuk tubuhnya.
Padahal waktu itu dia sudah siap siap melompat ke bawah.
Paling tidak dia mempunyai sebelas cara agar dirinya bisa meluncur
ke bawah lebih Cepat hingga terhindar dari sergapan kuda terbang.
Namun dia tak boleh berbuat begitu, karena dia tak bisa tidak
memikirkan keselamatan Kwa Siau?ho.
Sampai detik itu, Kwa Siau?ho masih berada diatas dahan pohon,
tepat dibelakangnya. Kalau ditinjau dari terjangan "kuda terbang" itu, seandainya
menumbuk diatas pohon, dapat dipastikan pohon besar itu akan
segera tumbang. Pat?toa?thian?ong tak punya pilihan lain.
Cepat dia menghimpun hawa murni, memperkuat kuda kuda, lalu
sepasang telapak tangannya didorong ke muka menyongsong datangnya
terjangan kuda terbang itu.
Sudah tentu kuda itu bukan kuda beneran.
Patung kuda yang terbuat dari tanah liat, kekar, gagah dan indah
ukirannya. Namun ukiran yang demikian seni dan indah itu seketika hancur dan
berubah jadi leburan tanah liat ketika termakan pukulan dahsyat
dari Pat?toa?thian?ong. Hancuran tanah liat jatuh berguguran, berserakan ditanah yang
gersang. "Kraaak!" sebuah batang pohon sebesar lengan tak tahan menerima
pukulan dahsyat Pat?toa?thian?ong, diiringi suara keras seketika
patah jadi dua. Menyusul kemudian Pat?toa?thian?ong meluncur ke bawah dengan
kecepatan tinggi. Tubuhnya memang meluncur ke bawah, tapi wajahnya mendongak keatas,
dia saksikan seorang pelajar berbaju hijau sedang bertarung sengit
melawan Kwa Siau?ho. Serangan yang dilancarkan kedua orang itu sangat ganas dan
telengas, tapi gerakan mereka sewaktu melancarkan serangan justru
mirip orang sedang menari. seolah olah dari balik lebatnya
dedaunan mendadak muncul dua orang dewi.
sebenarnya Pat?toa?thian?ong ingin mencari dulu tempat pijakan
kemudian melompat naik lagi untuk bantu Kwa Siau?ho memukul mudur
musuh, siapa tahu belum Sampai kakinya menginjak tanah, mendadak
dari balik semak muncul berapa ekor makhluk kecil sebangsa
belalang yang menerjang dari pelbagai sudut, menyerang pinggang,
iga, paha dan ketiaknya. Makhluk makhluk itu bentuknya tidak lebih besar dari seekor lalat,
tapi kekuatan yang terhimpun paling tidak sama sebanding dengan
kekuatan dua ekor kerbau sekaligus.
Bahkan kekuatan itu terhimpun pada satu titik, menyerang satu
titik dan semuanya merupakan titik kematian ditubuhmu.
Yang lebih parah adalah titik kelemahan yang diserang justru
merupakan bagian tubuh yang tidak terduga dan susah dilindungi.
Ketika tubuh seseorang sedang meluncur ke bawah, ada sebagian
tempat ditubuhnya yang susah dilindungi.
Apalagi setiap serangan yang menyergap tiba nyaris memanfaatkan
setiap kesempatan yang muncul dan terarah ke bagian tubuhnya yang
mematikan. "Brakkkk!" Pat?toa?thian?ong roboh terjungkal ke tanah, ada tujuh
buah jalan darah pentingnya yang jebol dan kena terjangan.
Cepat Cepat dia melompat bangun lagi.
Saat itulah Kwa Siau?ho dan pelajar berbaju hijau itu sudah
meluncur pula ke bawah. Mereka masih bertarung sengit. Kwa Siau?ho seperti sedang menari.
Tarian yang indah. Sementara pelajar berbaju hijau itu seperti
sedang menulis syair. Syair yang dibuat setelah mabok.
Pada saat dia masih memandang dengan termangu, mendadak terlihat
sebuah benda kecil mencelat dari belakang Kwa Siau?ho dan pelajar
berbaju hijau itu. Sebelum Pat?toa?thian?ong sempat melihat jelas benda apakah itu,
tahu tahu benda asing itu sudah menyergap jidatnya.
Dengan Cepat tangan Pat?toa?thian?ong menyambar ke depan, dengan
telapak tangannya dia sambut kedatangan benda berbentuk bulat itu.
sungguh dahsyat tenaga sambitan benda bulat itu, ketika menumbuk
di telapak tangannya, tangan itu segera memental ke belakang
hingga menghantam jidat sendiri.
Kontan saja Pat?toa?thian?ong merasa kepalanya pusing tujuh
keliling, matanya berkunang dan nyaris jatuh tertelungkup.
Meski begitu, dia tetap menggenggam kencang benda yang berhasil
diraihnya itu. Ketika diperiksa, ternyata benda bulat itu tak lebih hanya sebiji
catur. Diatas buah catur itu tak ada ukiran tulisan, hanya ukiran sebuah
benda: sebuah meriam, moncong meriam.terarah ke tubuh kuda
terbang. Masih untung "meriam" itu tidak langsung diarahkan ke tubuh
Pat?toa?thian?ong, seandainya diarahkan secara langsung, maka
dengan tubuh kebal yang telah dilatihnya selama puluhan tahun pun,
belum tentu dia sanggup menghadapi serangan tersebut.
Untungnya benda itu dilancarkan dari balik tubuh Kwa Siau?ho serta
pelajar berbaju hijau itu sehingga Pat?toa?thian?ong menyangka
benda itu hendak mengancam.tubuh perempuan kekasihnya.
Dia ingin sekali maju ke depan, berusaha menolong Kwa Siau?ho. Dia
berusaha keras agar tubuhnya tidak roboh. Apalagi ketika tubuhnya
sedang gontai sempoyongan, tiba tiba dia menemukan satu hal.
Bab 36. Sang nyamuk terbang ke pucuk ranting.
Ketika Kwa Siau?ho menemukan keanehan pada diri Pat?toa?thian?ong,
sebenarnya dia sudah ingin mencegah. Sebab Siang Ko?ji dan Ouyang
Ih?ih belum pergi terlalu jauh.
Menurut apa yang dia ketahui, kedua orang ini memiliki kedudukan
serta kekuatan yang tak boleh dipandang enteng.
Sayang sekali sebelum dia sempat menghalangi, Pat?toa?thian?ong
sudah menghadapi sergapan.
Kwa Siau?ho pengen sekali membantu Pat?toa?thian?ong, sayang dia
sendiripun menghadapi sergapan. dia harus menghadapi serangan maut
dari pelajar itu. "Kalau burung sudah punah, saatnya gendawa disimpan, kalau kelinci
sudah mati, lebih baik anjing dimasak untuk dimakan."
Begitu menyergap maju, pihak lawan langsung melancarkan empat
serangan mematikan kearah Kwa Siau?ho: punah, simpan, mati, masak.
Keempat serangan tersebut dilancarkan menggunakan kecepatan
terbang seekor burung, daya penghancur sebuah gendawa, kelincahan
seekor kelinci dan ketajaman hidung seekor anjing.
Yang muncul adalah seorang pelajar berbaju hijau. Sambil tiada
hentinya melancarkan serangan, orang itu bersenandung terus dengan
nada rendah. Apa yang dia senandungkan juga tak lebih dari kata kata diatas,
membantai hingga tuntas manusia yang lupa budi.
Sewaktu mengucapkan kata senandungnya, pelajar berbaju hijau itu
bersikap seperti orang mabuk.
Dia bersenandung sambil menatap wajah Kwa Siau?ho. Sinar matanya
memancarkan perasaan sayang dan sedih.
Sekalipun begitu, serangan yang dilancarkan sama sekali tak ada
welas asih, diapun tidak berniat memberi peluang kepada lawannya
untuk kabur. Dia seperti sedang memanjatkan doa untuk Kwa Siau?ho, menghantar
arwah Kwa Siau?ho menuju ke langit barat.
Sayang Kwa Siau?ho enggan menyerah dengan begitu saja, dia
memberikan perlawanan, serangan balasan yang dilancarkan bagaikan
sebuah tarian. Tarian balas dendam. Sebuah tarian yang sangat indah, semakin
indah daya pembunuhnya semakin besar. Terkadang kecantikan dan
keindahan memang merupakan ancaman yang paling berbahaya.
Semua yang kelewat cantik biasanya merupakan sumber bencana.
Tarian yang dilakukan Kwa Siau?ho sewaktu melancarkan serangan
sedemikian indah, sedemikian cantiknya sehingga bisa menimbulkan
perasaan iba orang lain, yang membuat orang lain rela memaafkan


Pedang Amarah Serial Pendekar Sejati Karya Wen Rue An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dirinya. Ketika kau memaafkan semua perbuatan yang telah dilakukan orang
lain kepadamu, bukan berarti kau akan melepaskan dirinya dengan
begitu saja. Ini dikarenakan tak ada orang yang percaya kalau kau
bakal melupakannya. Tak ada ingatan berarti tiada cinta dan dendam, tanpa ingatan maka
siapapun bisa tak menyesal. Tarian dari Kwa Siau?ho bukan membuat
orang tak menyesal. tapi menggiringnya untuk mati.
Sambil menari, tiada hentinya dia melancarkan serangan bahkan
berulang kali melepaskan anak panah, panah panah kecil yang sama
sekali diluar dugaan, bahkan dibalik panahnya setiap saat bisa
meletup dan menyemburkan panah kecil lainnya, dari dalam panah
yang kecil akan meletupkan lagi panah panah selembut bulu kerbau.
Anak panah andalannya memang terbagi jadi tiga jenis:
Bisa merobohkan orang, bisa melukai orang dan bisa menyebabkan
kematian. Panah yang digunakan Kwa Siau?ho sekarang adalah "panah yang
mematikan", panah kematian.
Sayang dia telah berjupa dengan musuh ini, musuh yang kelewat
tangguh . . . . . . . .. Musuhnya seperti orang yang sedang menulis naskah, semakin menulis
semakin bersemangat, makin menulis makin terbuka imajinasinya.
Hawa sastra semacam ini seketika menyubat seluruh gerakan Kwa
Siau?ho. Bahkan memaksa dia tak sanggup melepaskan anak panahnya,
bahkan sedikit demi sedikit namun pasti, mendesaknya ke jalan
buntu, jalan kematian. sebenarnya bagaimana rasa orang yang terdesak hingga ke jalan
buntu? 00000 Ujung dari sebuah jalan buntu tak lebih adalah kematian.
Kwa Siau?ho tidak mati. Pat?toa?thian?ong pun tidak sampai roboh.
Ini semua dikarenakan batu kerikil.
Lagi lagi muncul dua biji catur mengancam sepasang mata Pat?toathian-ong. Waktu itu Pat?toa?thian?ong belum sempat berdiri tegak, oleh
karena menyaksikan Kwa Siau?ho terancam bahaya, dia jadi panik
bercampur cemas, matanya terbelalak lebar, tubuhnya mematung.
Dan kini, musuh sedang mengarah sepasang matanya yang terbelalak,
berniat membutakan matanya kemudian baru menjebol pertahanannya.
Bila rencana itu berhasil, untuk mecabut nyawanya, hal ini bisa
dia lakukan segampang membalikkan tangan.
Beruntung sekali ada batu kerikil. Sebutir batu kerikil melesat ke
udara, menumbuk buah catur pertama, catur "menteri".
Catur "menteri" itu terpental balik, kebetulan menghantam diatas
buah catur "gajah". Sang "gajah" pun mencelat mengarah tenggorokan
pelajar berbaju hijau itu.
Dengan kening berkerut pelajar berbaju hijau itu mengebaskan ujung
bajunya, menyimpan kembali catur gajahnya, lalu dengan gusar
menghardik: "Apa apaan ini . . . . . . . .."
Kemudian diapun melihat sang pendatang.
Dia kenal sekali dengan orang itu. Target yang mereka buru hari
ini. Padahal tujuan utama dari operasi yang mereka lakukan saat ini
adalah memancing keluar orang ini.
Rencana semula, sebenarnya mereka ingin menghabisi lebih dulu
nyawa kedua orang yang berhasil mengetahui rahasia intrik mereka,
kemudian baru melaksanakan tugas itu.
"Pancing dia untuk meninggalkan ruang pesta!" itulah perintah dari
atasan. Tapi pelajar berbaju hijau dan rekannya masih mempunyai satu
tujuan lain, tujuan yang sifatnya pribadi.
Mereka ingin menjajal kemampuan orang itu, karena mereka tak puas.
Bila seseorang merasa tak puas. maka pelbagai perbuatan bisa
dilakukan, perbuatan untuk melampiaskan ketidak puasannya.
Sasaran mereka tak lain adalah Ong Siau?sik.
Ong Siau?sik merasa keheranan ketika melihat Kwa Siau?ho memasuki
sebuah kebun terbengkalai yang kemudian disusul oleh Pat?toathian-ong, dia semakin tercengang ketika melihat kedua orang itu
bersembunyi diatas pohon.
Maka dia bersama Tong Po?gou dan Thio Tan segera mencari tempat
untuk menyembunyikan diri.
Karena itulah dia telah mendengar segala sesuatunya, juga sudah
menyaksikan segala sesuatunya.
Diam diam ia berpesan kepada Tong Po?gou dan Thio Tan agar
meninggalkan tempat itu terlebih dulu dan memberitahukan intrik
busuk itu kepada para jago dalam gedung keluarga Hoa.
Pada saat yang bersamaan, dia pun menjumpai ada dua orang telah
memasuki kebun itu, bahkan merupakan dua orang jago tangguh.
Dua orang jagoan berilmu silat tinggi.
Menyusul kemudian, diapun yakin kalau kedua orang jagoan berilmu
tinggi itu sudah tahu kalau Pat?toa?thian?ong serta Kwa Siau?ho
bersembunyi diatas pohon.
Dapat dipastikan mereka tak akan melepaskan begitu saja orang yang
sudah mengetahui rahasia mereka.
Maka dari itu Ong Siau?sik tetap tinggal disitu, bahkan tangannya
menggenggam berapa butir batu kerikil.
Batu kerikil pertama digunakan untuk menolong kedua orang itu,
bersamaan itu mengagetkan pula ke dua orang jagoan tangguh itu:
seorang pelajar berbaju hijau dan seorang jagoan berkopiah tinggi
berbaju bulu. Begitu Ong Siau?sik tampilkan diri, jagoan berbaju bulu itu segera
berseru: "Ooh, rupanya kau telah datang."
Tiba tiba Ong Siau?sik merasakan sesuatu: sudah jelas tujuan utama
kedua orang itu adalah menunggu kedatangannya.
Atau dengan perkataan lain, "sasaran utama" dari mereka berdua
adalah dirinya. Dengan cepat dia tahu kalau persoalan tak bisa diselesaikan secara
damai, bahkan urusan itu pasti merupakan masalah luar biasa.
Tentu Ong Siau?sik tidak takut.
Masalah yang sudah muncul didepan mata, harus dihadapi secara
nyata, harus dicarikan penyelesaiannya hingga tuntas, dia tak
pernah merasa takut. Yang dia takuti justru persoalan yang bakal terjadi selanjutnya.
Sudah jelas hal ini merupakan sebuah tekanan, tekanan batin yang
berat. Apa mau dikata persoalan belum tentu benar-benar terjadi, jadi
mustahil untuk menghadapi secara jantan dan menyelesaikan hingga
tuntas, keadaan seperti inilah yang membuat orang jadi tak tenang,
paling tidak membuat orang merasa tak nyaman.
Bab 37. Patung tembaga yang bisa berjalan.
Tong Po?gou membentak keras, batang pohon berikut akarnya dicabut
keluar kemudian diputar kencang.
Tapi si nyamuk kecil Siang Ko?ji seperti menempel diatas pohon,
biarpun Tong Po?gou sudah menggunakan segenap kekuatan yang
dimiliki untuk mengobat-abitkan batang pohon itu ke sana kemari,
namun Siang Ko?ji seolah sudah tertempel lekat dibatang pohon itu.
Setelah memperhatikan sekejap, Thio Tan pun menghela napas
panjang, katanya: "Mungkin inilah yang disebut dengan tenaga empat tahil mengangkat
beban ribuan kati?" Dia sedang berbicara dengan seseorang.
Dari balik hutan kurma, seseorang menjawab dengan suara yang lunak
dan rendah: "Tong Po?gou benar benar memiliki tenaga sebesar kerbau, mampu
menjebol bukit dan gunung cadas."
"Aaai, tapi sayangnya terakhir harus mengalami nasib yang
mengenaskan." Sahut Thio Tan dengan nada apa boleh buat.
"salah, semestinya mengalami nasib pahit." Suara lembut itu
kembali bergema, "tampaknya kau senang sekali membicarakan
kejelekan sahabat sendiri?"
"Menjelekan biasanya disampaikan dibelakang yang bersangkutan,
tapi aku bicara blak blakan," seru Thio Tan, "aku berani bicara
dihadapannya karena sudah menduga kalau dia sudah tak memiliki
kemampuan lagi untuk membantah."
Tong Po?gou meraung keras, seluruh batang pohon itu sudah tercabut
seakarnya dan dibuang ke dalam sungai salju.
Permukaan sungai sudah membeku dan dilapisi es yang tipis,
termakan bantingan pohon itu, permukaan segera merekah dan muncul
lubang besar. Suara benturan pohon berikut akar yang menumbuk permukaan sungai,
ditambah benturan es yang pecah segera menimbulkan gaung suara
yang aneh. Kini Tong Po?gou sudah membanting pohon itu ke dalam sungai, akan
tetapi Siang Ko?ji masih melayang mengelilingi tubuhnya, seakan
sedang menanti kesempatan untuk melancarkan serangan.
Sebuah serangan yang mematikan.
Tong Po?gou segera menggunakan segenap kekuatannya untuk
melindungi diri, dia tidak membiarkan lawannya mendapat kesempatan
untuk melancarkan sergapan.
Kondisinya sekarang mirip dengan seekor nyamuk ditengah hujan
guntur. Hujan guntur sanggup merobohkan sebatang pohon berikut akarnya,
namun belum tentu mampu mematahkan sayap seekor nyamuk.
Siang Ko?ji seperti tergenjet ditengah amukan angin puyuh hingga
terancam jiwanya, namun dalam kenyataan, walau berada ditengah
hembusan topan, dia masih bergerak bebas, sama sekali tidak
mengeluarkan tenaga. Sedahsyat apapun angin taupan, suatu ketika akan berhenti juga.
Akhirnya Tong Po?gou kehabisan tenaga dan mulai terasa letih.
Keadaan seperti ini sudah makin mendekat, dengan cepat akan
terjadi. Thio Tan dapat mengikuti semua kejadian itu dengan jelas,
betapapun santai dan entengnya dia bersikap, sorot matanya tetap
memancarkan kekuatiran yang luar biasa.
"Ada apa? Kau ingin membantu Tong Po-gou?" suara yang lembut itu
bertanya lagi. Thio Tan menggeleng. "Kenapa? Apakah dia bukan sahabatmu?" nada suara orang itu mulai
agak berubah. Mula mula Thio Tan menggeliat, lalu berjongkok memijat kaki
sendiri, setelah itu memutar badan kian kemari sembari berkata:
"Tapi Siang Ko?ji adalah sahabatmu. Biar aku ingin membantu pun
belum tentu kau biarkan aku ke situ."
"Tapi kaupun sahabatku." Ucap orang itu.
"Sahabatpun ada yang berdiri disatu garis, ada yang berada dilain
garis," Thio Tan memutar otot tengkuknya kuat kuat, "Sementara kau
dan aku adalah sahabat yang berdiri pada garis yang berbeda."
"Ooh, jadi kau sedang membuat pemanasan, mengendorkan otot,
kemudian menyingkirkan aku dan setelah itu pergi menolong
sahabatmu?" Thio Tan menekuk badannya, tapi sepasang mata tak pernah bergeser
dari posisi dimana suara itu berasal, kembali ujarnya:
"Aku rasa hal ini jauh lebih baik daripada sekarang juga aku
melakukan pertolongan, tapi akhirnya mati oleh ular terbang tanpa
ekor mu." "Benar juga perkataanmu."
"Aku amat ragu." Thio Tan menghela napas panjang.
"Ragu apa? ragu siapakah aku?" tanya suara itu rendah.
Sekali lagi Thio Tan menghela napas.
"Kau pastilah Ouyang Ih-ih, aku sudah tak perlu meragukannya
lagi." Dia berkata, "yang membuat aku ragu sekarang adalah apakah
kita mempunyai keharusan untuk bertarung hanya dikarenakan suatu
masalah yang kita sendiripun tak jelas?"
Suara lembut itu hening berapa saat, setelah itu baru katanya:
"seringkali medan pertarungan yang harus dihadapi manusia dalam
hidupnya adalah pertempuran terpaksa, pertempuran yang tak bisa
kita pungkiri dan hindari.
"Persis seperti apa yang kau katakan tadi, biarpun kita
bersahabat, tapi berdiri pada garis yang berbeda, sementara kau
berniat pergi ke gedung keluarga Hoa untuk memperingatkan dan
menolong teman?temanmu, sedang kami bakal kena hukuman bila
membiarkan kau berbuat begitu, bahkan akan lebih sulit lagi bila
berhadapan dengan Pek Hu-loucu. Tampaknya kita tak bisa
menghindari pertarungan kali ini."
Thio Tan menghela napas panjang.
"Dulu, aku sangat lemah dan penakut. Hanya senang belajar silat,
rakus dengan pengetahuan, tapi setelah dipelajari akupun takut
untuk bertarung. Berapa kali, menghadapi situasi mati hidup yang
mengancam rekan rekanku, aku selalu egois, hanya mementingkan diri
sendiri, takut urusan. Sering aku hanya berpangku tangan, tidak
berani maju. Yang pada akhirnya menciptakan penyesalan besar bagi
kehidupanku." Sesudah tertawa paksa, lanjutnya:
"Penyesalan tak mungkin bisa dibenahi, kalau tidak bukan
penyesalan namanya. Maka aku putuskan harus turun tangan Setiap
kujumpai masalah yang memerlukan aku untuk turun tangan. Setiap
berjumpa dengan pertarungan yang harus dijalani, akupun tak akan
menghindar." "Aku cukup memahami maksudu." Suara lembut dibalik hutan kembali
berkumandang. Pada saat itulah tatapan mata Thio Tan berputar: menghadapi musuh
tangguh, kecuali ada hal yang lebih penting, kalau tidak lebih
baik pusatkan seluruh konsentrasimu disatu titik.
Tapi dia tak bisa menahan rasa kuatirnya, menguatirkan keselamatan
Tong Po?gou. Hanya dalam satu lirikan, ia saksikan Siang Ko?ji sudah melakukan
serangan balik. Si nyamuk kecil Siang Ko?ji sedang mengeluarkan semacam benda,
sejenis benda yang sangat mungil, teramat kecil.
Menggunakan benda sekecil, semungil itu sebagai senjata andalan?
Sebuah kenyataan yang tak masuk diakal.
Benda itu mirip sekali dengan sebatang duri ikan.
Sementara Tong Po?gou bagaikan sebuah bukit, sewaktu bergerak, tak
ubahnya seperti patung tembaga yang bisa berjalan.
Dia begitu kekar, begitu gagah, ibarat sebuah dinding tembaga
tembok baja, tapi justru takut sekali dengan duri ikan itu,
sebatang duri ikan yang kecil, lembut dan berada dalam genggaman
Siang Ko?ji. Batang duri itu sanggup membunuh orang seribu kali, juga bisa
menghabisi nyawa seribu orang.
Tak disangkal lagi, duri yang berada ditangan Siang Ko?ji
merupakan duri yang paling menakutkan.
Begitu melihat benda tersebut, Thio Tan terkesiap.
Baru dia terkejut, Ouyang Ih?ih sudah bergerak duluan.
Ketika musuh tak dapat memusatkan konsentrasinya, memang tak salah
lagi, saat itulah merupakan saat paling baik untuk melancarkan
serangan. Bagi "jago kawakan berusia muda" macam Thio Tan, harus "melihat"


Pedang Amarah Serial Pendekar Sejati Karya Wen Rue An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

baru mengetahui "apa yang terjadi", sesungguhnya merupakan semacam
penghinaan. Mereka seharusnya bisa andalkan perasaan untuk mengetahui apa yang
sedang dilakukan lawan, apa yang sebenarnya telah terjadi
disekelilingnya. Thio Tan termasuk orang yang menguasahi "delapan jenis ilmu dunia
persilatan", seharusnya dia adalah seorang jagoan ampuh.
Padahal perhatiannya sudah pecah sejak tadi, semenjak awal.
Ini dikarenakan dia sangat menguatirkan pertarungan antara Tong
Po?gou melawan Siang Ko?ji.
Karena itu pecahnya perhatian sekarang sesungguhnya hanya tipuan,
sengaja, pura pura. Tujuannya adalah untuk memancing agar Ouyang Ih?ih segera
melancarkan sergapan. Ternyata Ouyang Ih?ih masuk perangkap, benar benar menyerang.
Thio Tan sangat memahami tentang Ouyang Ih?ih, dia tahu: ular
terbang tanpa ekor, Ouyang Ih?ih.
Pemahaman orang persilatan tentang Ouyang Ih?ih pun terbatas hanya
kalimat tersebut. Atau dengan perkataan lain, hal yang paling berharga untuk
diperhatikan dan diwaspadai dari Ouyang Ih-ih adalah senjata
andalannya: ular terbang tanpa ekor.
Yang membuat orang mengawasi dengan perasaan tegang dan bikin
orang persilatan berubah wajah pun hanya: ular terbang tanpa
sayap. sebenarnya senjata macam apakah itu? Berbentuk senjata atau amgi?
Semuanya bukan! Bukan senjata, juga bukan amgi, tapi manusia.
Manusia adalah senjata. Ouyang Ih?ih melontarkan seluruh badannya kearah lawan.
Kepala dan kakinya membentuk sebuah sudut yang sangat indah,
seluruh badannya terbang bagaikan sebuah gurni, gurdi terbang.
Thio Tan segera melangkah mundur.
Dia tak mau menyambut serangan itu, dia tidak berani menyambutnya.
Bila seseorang berani menggunakan tubuh sendiri sebagai "senjata",
kalau bukan kepandaiannya hebat, tak mungkin dia begitu bernyali
besar. Karena bernyali besar terkadang harus dibayar dengan nyawa, paling
tidak gampang membuat nyawa sendiri terancam bahaya.
Ditinjau dari gerak serangan yang dilakukan Ouyang Ih?ih, pada
hakekatnya bisa dibilang sempurna, sama sekali tak ada cacat.
Pada dirinya sudah begitu sempurna tanpa cacat, tapi terhadap
lawan dia justru mengembangkan serangan yang paling ganas, biar
Thio Tan berusaha berkelit pun sama sekali tak berguna.
Bila Ouyang Ih?ih melepaskan senjata rahasia, begitu targetnya
meleset, serangan itu akan mengenai sasaran kosong, biarpun masih
dapat digunakan untuk melukai orang lagi, namun mustahil bisa
menyerang secara terbuti?tubi.
Akan tetapi bicara dari pihak Ouyang Ih?ih, dia sanggup
melakukannya: sebelum.mengenai sasaran, dia tak akan berhenti.
Karena senjata rahasianya adalah dirinya, senjata pamungkasnya
adalah tubuhnya. Thio Tan betu1?betul dibuat tak bisa mnndur lagi, berkelitpun tak
mungkin, terpaksa dia harus maju perang, maju menyambut datangnya
ancaman. Dia melompat maju sambil melepaskan pukulan, kemudian secara tiba
tiba badannya mencelat keluar, jatuh sejauh berapa tombak sambil
memegangi dada sendiri, wajahnya yang semula hitam pekat, kini
berubah jadi putih pucat.
Sudah jelas dia menderita kerugian, kerugian yang tidak kecil.
Pertarungan Thio Tan dan Tong Po?gou melawan Ouyang Ih?ih dan
Siang Ko?ji sudah mulai tampak hasilnya, kelihatannya kedua orang
itu sudah berada dibawah angin.
Melihat situasi yang sangat tidak menguntungkan ini, Kwa Siau?ho
bermaksud minta Pat?toa?thian?ong pergi dulu ke gedung keluarga
Hoa, sementara dia akan membantu Thio Tan dan Tong Po?gou terlebih
dulu. Namun pada saat itulah Pek Jau?hui munculkan diri.
Disamping Pek Jau-hui mengikuti seorang kakek berambut putih yang
disanggul dengan sepasang mata yang tajam.
Menyaksikan kemunculan Pek Jau-hui, dengan amarah yang memuncak
umpat Pat?toa?thian-ong: "Bagus sekali perbuatanmu."
Pek Jau?hui hanya melirik sekejap kearahnya dengan pandangan
dingin. "Siapa kau?" Pat?toa?thian?ong tertawa keras, jawabnya:
"Hahahaha, aku adalah orang yang khusus akan merusak semua rencana
busukmu." Kakek berambut putih yang berdiri disampingnya tiba tiba menyela:
"Kalian beberapa orang kasak kusuk berusaha mencari tahu urusan
dari Pek Loucu kami, sebenarnya apa maksud dan tujuannya?"
"Kalau dia tidak melakukan perbuatan busuk, kenapa takut kami
selidiki? Jangan dianggap kami punya cukup waktu untuk mencampuri
urusan orang lain yang tak berguna."
"Kalau suka mencampuri urusan orang, seringkali dia harus mati
secara mengenaskan." Kata Pek Jau?hui sambil bergendong tangan.
"Hahaha, beruntung aku adalah orang yang tak pernah takut
mati."sahut Pat?toa?thian?ong sambil tertawa terbahak bahak.
"Tak ada orang yang tidak takut mati, yang ada hanya orang yang
tak tahu mati." Ucapan Pek Jau?hui amat ringan dan santai.
"Hahahaha, sayangnya sehebat apapun kemampuanmu, masih belum cukup
mampu untuk membuat mereka yang tak takut mati untuk takut
kepadamu." Perlahan?1ahan Pek Jau?hui membalikkan badan, menatap tajam
Pat?toa?thian?ong. Mendadak . . . . . . .. tidak jelas kenapa, Pat?toa?thian?ong merasakan
sesuatu perasaan aneh. Suatu perasaan yang belu pernah dirasakan sebelumnya, perasaan
ngeri, takut. Ternyata dia bisa merasakan rasa takut yang luar biasa.
Pek Jau?hui hanya memandangnya sekejap, namun dia merasa sekujur
tubuhnya merinding. Jangan lagi orang lain, dia sendiripun nyaris tak percaya kalau ia
bisa merasakan hal itu. Hampir saja dia mundur selangkah, tapi dengan keraskan hati dia
justru maju selangkah, serunya sambil membusungkan dada:
"Paling banter kau hanya mampu membunuhku. Jangan harap bisa
membuat aku takut kepadamu."
Pek Jau?hui tertawa hambar.
Padahal dengan mengucapkan perkataan itu, Pat?toa?thian?ong sudah
menunjukkan kalau dia sudah mulai pecah nyali.
Atau dengan perkataan lain, dia sudah mengakui bukan tandingan Pek
Jau-hui, sudah punya perhitungan bakal mati ditangan lawan.
Pek Jau?hui mendengus dingin, ujarnya hambar:
"Aku hanya tahu membunuh orang, tak pernah menakut nakuti orang."
"Kalau didengar dari nada pembicaraanmu, seolah hari ini kau
berniat menghabisi nyawa kami semua?" tanya Kwa Siau-ho tiba tiba.
Pek Jau?hui melirik sekejap kearah Kwa Siau?ho, setelah memandang
kearah lain, lagi lagi dia memandangnya sekejap, kemudian pujinya:
"Bagus sekali . "
"Ehm?" Kwa Siau?ho sedikit tak mengerti, matanya terbelalak
lebar. Dengan nada agak menyesal ujar Pek Jau?hui:
"seorang gadis yang begini cantik dan menarik, tidak sepantasnya
mati kelewat awal." Kemudian dengan nada dingin dan hambar. terusnya:
"Tapi sayang hal ini tak akan merubah keinginanku untuk
membunuhmu, niatku untuk mencabut nyawamu."
Kwa Siau?ho jelas mulai tegang, sepasang matanya yang bening mulai
diliputi perasaan ngeri dan takut, namun perawakan tubuhnya yang
kecil kurus justru menampilkan sebuah tekad yang tak terlukis
dengan perkataa . "Aku tahu apa sebabnya kau ingin membunuh kami." Katanya.
"ova?" "Karena kau takut kami sudah mengetahui rahasiamu."
Pek Jau?hui terbungkam, tidak menjawab.
"Kau lebih takut bila kami sampai membocorkan rahasia kebusukanmu
itu." Lanjut si nona.
"Rahasia?" Pek Jau?hui meraba dagunya sambil tertawa,"aku
mempunyai rahasia apa?"
"Aku sudah mengetahui dengan jelas," kata Kwa Siau?ho, "kau
menginginkan kekuasaan yang lebih besar dalam perkampungan
Kimrhong-si?yu-lou."
"Sekarang pun aku sudah menjadi orang yang memegang kekuasaan
besar dalam perkumpulan Kim:hong?si?yu-lou."
"Kau ingin menjadi satu satunya orang yang memegang kekuasaan
itu." Pek Jau?hui tertawa hambar. ujarnya:
"Kekuasaan sama seperti uang, asal mulai bisa menggunakannya,
siapa pun pasti berharap makin lama uangnya semakin banyak."
"Karena itu kau berencana setelah berhasil menguasahi seluruh
perkumpulan Kimrhong-si?yu?1ou, maka kau akan gunakan kekuasaan
itu sebagai modal dasar untuk bergabung dengan komplotan Coa King,
menggunakan kekuatan kau serigala dan anjing untuk membuat
kekacauan disana sini dan memproklamirkan diri sebagai orang nomor
satu di dunia." Berbicara sampai disitu, kembali Kwa Siau?ho menambahkan:
"Ambisi mu kelewat besar."
Pek Jau?hui menatap tajam Kwa Siau?ho. Sinar matanya kali ini sama
sekali berbeda. Bila sinar mata bisa membunuh orang, sepasang matanya yang tajam
itu mungkin sudah membunuh Kwa Siau?ho tiga puluh delapan kali.
Terdengar Kwa Siau?ho berkata lebih lanjut:
"Untuk mewujudkan ambisi itu, kau berulang kali mencoba membuat
pahala didepan Coa thaysu dan Po siangya dengan niat merebut
simpatiknya. Dan sekarang kau ingin meringkus seluruh jago yang
ada di kota kayhong berikut perkumpulan keluarga Hoa dan keluarga
Bong serta paksa mereka bergabung dalam.wadahmu, dengan begitu kau
akan jadi boss mereka serta menancapkan kuku di kotaraja."
Bicara sampai disitu Kwa Siau?ho berhenti sejenak, berapa waktu
kemudian ia baru bertanya:
"Benar bukan apa yang kukatakan?"
Kemudian dia mengerling kearah Pek Jau-hui, mengerling dengan
sinar mata memabukkan. Bila kerlingan mata bisa memabukkan, mungkin delapan belas orang
Pek Jau?hui pun segera akan jadi mabuk.
Sayang Pek Jau?hui tidak mabuk, bahkan tanda tanda mabuk pun tak
ada, sambil angkat bahu dia malah berkata:
"Sedikit mirip....."
"Mirip apa?" tanya Kwa Siau?ho seraya berpaling.
"Kau rada mirip....."
"Mirip apa?" tanya Kwa Siau?ho lagi.
"Mirip Cu Siau?yau."
"Apa? Cu Siau?yau?" Kwa Siau?ho tertegun.
Pek Jau?hui tertawa, tertawa begitu santai.
"Pokoknya semua wanita didunia itu sama saja, sama
seperti . . . . . . . .."
Sengaja dia berhenti sejenak, setelah itu baru meneruskan:
"Apalagi setelah menanggalkan semua pakaian yang dikenakan,
hahaha..... semuanya sama."
Sehabis mengucapkan perkataan itu, dia mulai bergendong tangan,
mungkin ingin melihat bagaimana Kwa Siau?ho melampiaskan
amarahnya. Hanya saja, bila dia benar benar berniat membuat sakit hati
perempuan itu, bila ucapan itu disampaikan dengan santai, mengapa
jari tangannya bukan saja berubah jadi putih pucat, bahkan sedikit
gemetar? Bab 38. Jari malaikat. Kwa Siau?ho menggigit bibirnya.
?Apakah dia sedang marah? Apakah amarahnya sudah dimulai?
Apakah dia sanggup menahan diri?
Demi mempertahankan hidup, apakah seharusnya dia menahan diri?
Menahan sabar? Tiada jawaban! Sebab memang tak sempat lagi memberi jawaban apapun.
Pat-t0a?thian-ong sudah naik pitam, bukan hanya marah, kegusaran
mereka sudah mendekati kalap.
00000 Pat?toa?thian?0ng sudah sangat marah, mereka melancarkan serangan
dalam keadaan yang sangat gusar.
00000 Mungkin dia tidak terlalu menyukai Kwa Siau?ho.
Mungkin juga rasa cintanya kelewat mendalam namun tidak dia sadar,
disangkanya setiap saat dirinya dapat tinggalkan dia begitu saja,
namun justru tak mampu dilakukan.
Namun dia tak bisa menahan diri lagi, lelaki lain telah menghina
dan mencemoohnya dihadapan Kwa Siau?ho.
Dia tak bisa menerima hinaan dan cemoohan seperti ini.
Pat?t0a?thian?0ng melancarkan serangan dengan penuh amarah,
menyerang dengan sepenuh tenaga, tapi tujuan utamanya adalah
membiarkan Kwa Siau?ho bisa meloloskan diri, kabur untuk
memberitahu dan minta bantuan orang orang dalam gedung keluarga
Hoa. Pat-t0a?thian-ong memang jarang mengemukakan pendapat dan jalan
pemikirannya kepada orang lain, kalau tidak begitu, tempo hari
diapun tak akan berlagak jadi orang mabok untuk memenangkan
perhatian dari 10-thian?ya.
Ada sementara orang pandai berpura pura marah, ada yang pandai
berpura pura mabok, ada juga yang berlagak sok sibuk, bahkan ada
yang pandai berlagak lemah, kecil tak berkemampuan.
Asalkan segala sesuatu sudah dibubuhi kata "berlagak" maka semua
kelemahan yang ditunjukkan bisa berubah jadi senjata ampuh,
senjata pamungkas yang mematikan. Karena itu jangan menilai
seseorang dari penampilannya.
Bersamaan waktu dikala Pat?t0a?thian?0ng melancarkan serangan,
situasi ditengah arena pun telah terjadi perubahan yang amat
besar. Tampaknya Tong Po-gou sudah kehabisan tenaga.
orang ini memang ibarat segumpal bara api, bara api yang sudah
hampir padam, sebaliknya Siang Ko?ji justru lemah lembut bagai
aliran air, terkadang airpun bisa mengalir deras.
II Begitu "bara api Tong Po-gou mulai melemah, tiba tiba saja
senjata duri ikan ditangan Siang Ko?ji berubah jadi dua, lalu dari
dua berubah jadi empat, empat jadi delapan, delapan jadi enam
belas, enam belas jadi tiga puluh dua. Dengan kecepatan bagaikan
sambaran petir ke tiga puluh dua tusukan itu langsung menghujam ke
ulu hati lawan. Inilah jurus pertama yang dilancarkan Siang Ko?ji.


Pedang Amarah Serial Pendekar Sejati Karya Wen Rue An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

selama ini dia memang selalu menunggu, dia memiliki keyakinan dan
rasa percaya diri yang kuat, seseorang harus mampu menunggu bila
menginginkan hasil. Semakin kau sanggup menunggu, semakin besar hasil yang bisa
diperoleh. Tentu terkadang tak membuahkan hasil, nasib orang
memang tak bisa dikendalikan, tapi yang pasti bila seseorang sabar
menunggu, maka kemungkinan besar, besar pula hasil yang bisa
diraih. Teori ini tidak jauh berbeda dengan teori "berusaha".
Yang dia tunggu adalah saat Tong Po-gou mulai lelah, mulai
kehabisan tenaga. Sekarang Tong Po-gou sudah kehabisan tenaga, sekalipun dia
termasuk seseorang yang memiliki kekuatan luar biasa, namun disaat
kelelahan, keadaannya tidak jauh berbeda dengan seekor ular
berbisa yang kehilangan taring racunnya.
Oleh karena itu dia mulai melancarkan serangan balik. Ingin
membunuhnya dalam gempuran yang dilancarkan. Dia yakin Tong Po-gou
tak akan mampu menghindarkan diri.
00000 Tong Po-gou memang tak mampu meloloskan diri, duri ikan telah
menusuk ditubuhnya. Tiba tiba saja lelaki tinggi besar itu merangsek maju, duri ikan
yang menusuk diatas dadanya ternyata gagal menembusi kulit tubuh
lelaki ini. Ketika Tong Po-gou menekan lebih ke depan, duri ikan itu patah
seketika, bahkan hancur berkeping.
Tong Po-gou meraung keras, dia tangkaap tubuh Siang Ko?ji kemudian
merangkulnya kuat kuat, tubuh berikut hancuran duri ikan ditekan
keatas tubuh lawan, perawakan badannya yang tinggi besar langsung
menindihnya. Baginya, ujung senjata yang ketajamannya mampu membelah kayu itu
hanya mendatangkan rasa geli dan gatal saja diatas kulit tubuhnya.
Tong Po-gou yang pada awalnya sudah berada diujung tanduk, kini
berubah posisi dengan Siang Ko?ji.
Andaikata orang itu berhasil digencet tubuhnya yang besar, bagi
Tong Po-gou mungkin hanya akan menimbulkan sedikiit luka karena
tusukan senjata lawan, namnn bagi Siang Ko?ji, dia sama halnya
seperti memasuki penggilingan daging.
Sekarang Siang Ko?ji baru sadar kalau dia salah menilai. Dia
kelewat pandang rendah kemampuan Tong Po-gou.
Dengan mengandalkan ilmu Cap-sah?thay-p0, Tong Po-gou dijuluki
orang sebagai manusia kulit besi tulang baja, selama empat belas
tahun nama besar itu bukanlah sebuah nama kosong.
Ketika seseorang mengetahui kesalahan yang telah dilakukan,
terkadang saat itu merupakan awal dari kesalahan lain, bahkan
kesalahan yang dilakukan sudah mencapai taraf tidak terkendali,
taraf tak bisa diperbaiki lagi, bahkan kesalahan itu seringkali
harus dibayar mahal. Bagaimana dengan Siang Ko?ji? Apakah kesalahan yang dia lakukan
masih dapat diperbaiki? 00000 Salah besar! Pada saat yang bersamaan, Tong Po-gou sendiripun
menemukan kesalahan yang telah dilakukan, dia salah menilai
kemampuan Siang Ko?ji. Tentu saja kesalahan itu baru disadari setelah dia peluk dan
rangkul musuhnya. Dia sadar, ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Siang Ko?ji sama
sekali tidak berada dibawah kemampuan Pui Heng?sau.
Dia tidak kuatir menubruk tempat kosong, tapi kuatir Siang Ko?ji
melancarkan bokongan dari sudut yang sama sekali tak terduga
disaat dia tidak waspada.
Maka dari itu tiba tiba saja dia membentak nyaring. Dia ingin
menggetarkan tubuh Siang Ko?ji.
Harapannya, paling tidak ia mampu menggetar tubuh lawan sehingga
peroleh kesempatan untuk mengatur napas dan mendapatkan kembali
kekuatannya untuk perlawanan berikut.
Teriakan nyaring itu ibarat sebuah pukulan keras ditubuh Siang
Ko?ji, seketika itu juga tubuhnya terpental keluar.
serangan awal yang dilancarkan Tong Po-gou sama sekali sudah
terkendali, kini raut mukanya berkerut kencang, alis matanya
berkerut dan kendang telinga mendengung.
Suara raungan yang luar biasa kerasnya, sedemikian kuat getaran
itu membuat serangan ular terbang dari Ouyang Ih-ih turut
tergetar. Waktu itu, ular terbang dari Ouyang Ih-ih memang sedang diarahkan
ke tubuhnya. Belum habis rasa tertegunnya, pukulan Huan-huan?kun dari Thio Tan
sudah menyerang bagaikan amukan ombak ditengah samudra.
Begitu ilmu pukulan Huan-huan?kun dilontarkan, pihak lawan segera
kehilangan kesempatan untuk melancarkan serangan balasan.
Kalau bisa menunggu, kau baru akan peroleh hasil. Sudah cukup lama
dia menunggu. Bila ingin mengalahkan lawan, selain seseorang bisa menunggu,
diapun harus pandai merebut posisi yang menguntungkan,
memanfaatkan peluang yang muncul.
Thio Tan segera ambil keputusan untuk melancarkan sergapan, dia
maju sambil melancarkan serangan balasan.
Sayang posisi yang menguntungkan bukan berpihak kepada mereka,
sebab yang mengendalikan arena bukan mereka.
Orang yang benar benar bisa mengambil keputusan untuk menyerang
dari empat penjuru pun bukan mereka berdua, melainkan Pek Jau-hui.
00000 Serangan maut dari Pat?toa?thian?ong sudah cukup menggetar langit
dan bumi, cukup membuat setan iblis menjerit. Ini dikarenakan daya
kemampuan mereka yang luar biasa.
Dia sendiri sesungguhnya menyerupai sebuah gunung besar yang
bergerak, pernahkah kau saksikan sebuah "gunung" melancarkan
serangan? Sang gunung sudah tak perlu turun tangan lagi, sebab bisa tak
bergerak bagai sebuah gunung pun sudah merupakan satu kondisi yang
sukar digempur. Paling banter sebuah gunung hanya bisa mengumbar amarahnya,
mengeluarkan ingus dan paling banter terjadi letusan lahar.
Bagi sebuah gunung, dia hanya cukup melemaskan pinggang, maka akan
terjadi gempa bumi dan tanah merekah, menyebabkan kerusakan yang
parah. Pat?toa?thian?ong sangat bertenaga, dia selalu mengandalkan
kekuatan untuk menangkan pertarungan. Yang lebih hebat lagi,
kecuali tenaga dan kekuatan, serangan yang dilancarkan termasuk
gesit dan cekatan. Dia hanya menubruk ke muka, tapi dalam waktu singkat telah
berganti delapan macam gerakan, dari "burung nuri diatas sangkar"
yang paling ringan, sampai "bayangan terang cahaya membias" yang
rumit sampai bobot seribu yang paling bebal, hampir semuanya
digunakan secara lancar dan sempurna.
Serangan yang dilancarkan kelihatan seperti satu jurus saja, namun
mengandung delapan perubahan, seakan terdapat delapan tubuh yang
muncul dari delapan penjuru yang berbeda.
Ke delapan bagian tubuh yang diserang meliputi jari tangan, mata
kepalan, pergelangan, sikut, pangkal kaki, telapak kaki, tumit
sampai lutut. Setiap bagian dia serang secara tepat.
Kini gabungan dari seluruh serangan itu tertuju ke tubuh
seseorang, dia menyerang Pek Jau?hui habis habisan.
Disaat semua serangan yang maha dahsyat itu tinggal satu inci dari
tubuh Pek Jau-hui, mendadak terdengar....."Sreet!"segu1ung
desingan tajam.meluncur masuk ke dadaPat Toa-thian?0ng lalu tembus
keluar dari punggungnya bercampur darah.
Ini menunjukkan kalau punggung Pat?toa?thian?ong telah bertambah
dengan sebuah lubang, lubang kecil.
Tentu tak mungkin tanpa sebab tanpa mnsabab, punggung seseorang
bisa bertambah dengan sebuah lubang, ini menunjukkan kalau
punggung Pat?toa?thian?ong sudah termakan satu sodokan jari.
Sesaat sebelum Pat?toa?thian?ong menyarangkan serangannya, Pek
Jau?hui telah melukai dadanya terlebih dulu dengan sodokan jari
tangannya, dan bersamaan waktu mamatahkan seluruh serangan yang
dilancarkan. Keadaan ini mirip sekali dengan seseorang yang tiba tiba memotong
pita suara seseorang disaat dia sedang membawakan nyanyian bernada
tinggi. Mungkin saja mulutnya masih bisa ternganga, namun tiada suara yang
bisa dikeluarkan. Pada saat yang bersamaan, lagi-lagi "Creeet!", kalau jari tengah
tangan kanan Pek Jau?hui menyerang Pat?toa?thian?ong, maka jari
manis tangan kirinya justru menghajar Kwa Siau?ho yang baru saja
menyusup masuk ke dalam gedung keluarga Hoa hingga roboh.
Mimpipun Kwa Siau?ho tidak menyangka akan hal itu. Dia bukannya
tidak menduga kalau dirinya bukan tandingan Pek Jau-hui, tapi
terlebih tak menyangka dengan kemampuan yang dimiliki sekarang,
ternyata satu sentilan jari dari Pek Jau?hui pun tak mampu dia
hadapi. Serangan jari tangan dari Pek Jau?hui itu tampaknya tidak
bermaksud membunuhnya, beda dengan dua serangan berikut, semuanya
mengandung ancaman yang mematikan.
Sudut serangan yang dilepaskan kedua jari tangan itu terlebih aneh
dan istimewa, Pek Jau?hui melepaskan sambil berbaring dilantai.
Ibu jari tangan kirinya menyerang Thio Tan, jari kelingking tangan
kanannya mengancam Tong Po?gou. Namun sepintas lalu, kedua
serangan tersebut seolah ditujukan pula kearah Ouyang Ih?ih serta
Siang Ko-ji. Ini dikarenakan Siang K0-ji sedang berhadapan dengan Tong Po?gou,
sementara Ouyang Ih?ih berhadapan dengan Thio Tan.
Dengan cepat dua desingan angin tajam itu menyambar lewat melalui
samping Ouyang Ih?ih dan Siang Ko-ji, kemudian kekuatan serangan
meningkat, menanti Thio Tan dan Tong Po?gou sadar akan datangnya
ancaman, keadaan sudah terlambat, mereka tak sempat lagi untuk
berkelit. Ketika terkena sentilan, tubuh Thio Tan segera melejit dan
menerkam kearah Pek Jau?hui.
Dengan ringan Pek Jau?hui berkelit ke samping, gagal dengan
terkamannya, tubuh Thio Tan terjatuh lalu roboh lemas ditanah.
Tong Po?gou yang terkena serangan langsung meraung keras, dia
masih menggerakkan kaki dan tangannya, namun sudah tak beraturan
lagi. Dengan satu sapuan manis, Siang Ko-ji segera menggaet kakinya,
sementara Ouyang Ih?ih menghantam jalan darah Giok-hang?hiat di
kepalanya keras keras, tak ampun Tong Po?gou ikut roboh
terjerembab. Dalam satu jurus Pek Jau?hui telah merobohkan empat musuh. Dia
hanya menyerang satu kali, menggunakan ke empat jari tangannya.
Satu jari satu korban, tidak banyak pun tidak kurang. Dan itulah
ilmu jari pengejut dewa yang membuat Pek Jau?hui jadi tersohor.
00000 Pek Jau?hui bangkit berdiri, menepuk bajunya membersihkan debu
yang menempel, dia kelihatan sangat bangga, serangan ke empat jari
tangannya jauh lebih indah daripada lukisan pelukis manapun,
jangankan orang lain, dia sendiripun ingin bersorak memuji.
Itulah jari malaikat andalannya.
Bila seseorang berhasil menorehkan sebuah hasil karya yang
gemilang, tentu dia akan merasa bangga sekali. Karena itulah
dengan wajah bangga dia tepuk tepuk bajunya yang kotor, lalu
bertanya kepada Kwa Siau?ho sambil tertawa:
"Apakah kau mulai merasa agak menyesal? Ehm?"
Setelah menarik alis matanya keatas, kembali tambahnya:
"Apakah kau mulai merasa takut?"
Tiba tiba Gan Hok-hoat melangkah maju sambil serunya:
"Loucu, tampaknya beberapa orang ini tak bisa dibiarkan hidup."
"Siapa bilang aku ingin membiarkan mereka hidup?" Pek Jau?hui
balik bertanya dengan wajah serius.
Buru buru Gan Hok-hoat tundukkan kepalanya.
"Benar, benar, maafkan hamba yang kelewat cerewet, rupanya
pandangan Loucu lebih jauh ke depan, bisa menduga semua masalah
bagai dewa." Berkilat sepasang mata Pek Jau?hui, sambil melirik sekejap kearah
Siang Ko-ji dan Ouyang Ih?ih, katanya:
"Tenaga dalam kalian kurang sempurna, harus dilatih lagi . . . . . . .."
Belum selesai pembicaraan itu, dari kejauhan terlihat sesosok
bayangan manusia berkelewat mendekat.
Ketika semua orang melihat ada bayangan manusia berkelebat, tahu
tahu orang itu sudah berjalan mendekat dan muncul didepan mata.
Paling tidak "kecepatannya mencapai titik luar biasa", ini menurut
pendapat dan kesan Gan H0k?h0at.
Gerakan tubuh orang itu memang cepatnya bukan kepalang, sedemikian
cepatnya hingga tak bisa melihat dengan jelas siapa dia.
Kalau bukan karena orang itu berhenti secara tiba tiba karena
ingin mengetahui lebih jauh apa yang terjadi disana, sudah pasti
semua orang tak bisa melihat dengan jelas siapakah dia.
Ternyata yang muncul bukan hanya satu orang.
Tapi hanya seorang yang menggunakan ilmu meringankan tubuhnya.
Dipunggung orang itu masih ada seseorang yang lain.
seseorang yang menderita luka amat parah, seseorang yang sudah
sekarat, nyaris mendekati ajalnya.
Bab 39. Baju langit yang sekarat.
Yang muncul tentu saja Pui Heng-sau dan si penjahit baju langit.
Pui Heng-sau yang sedang melarikan diri dengan tergopoh gopoh
serta penjahit baju langit yang nyaris sekarat.
Setelah melihat jelas situasi ditempat itu, Pui Heng-sau menjerit
tertahan sambil serunya keheranan:
"Kenapa kalian semua berada disini!"
Tong Po?gou, Thio Tan, mereka semua adalah sahabatnya, sahabat
karib. Ketika menyaksikan sahabat karibnya terkapar semua dilantai, mau
tak mau dia harus berhenti.
Tapi dia seperti lupa kalau dipunggungnya masih ada seorang
sahabat lain, diapun sahabat karibnya.
sahabat karib yang digendong sudah terluka parah, seharusnya dia
tak boleh berhenti. Pek Jau?hui ikut berseru tertahan:
"Hei! Kenapa anggota Lak?hun?poan?tong ikut datang kemari?"
"Ooh, jadi semua ini hasil karya mu?" seru Pui Heng-sau gusar.
"Boleh dibilang begitu." Sahut Pek Jau?hui bergendong tangan
sambil memandang langit. "Apanya yang boleh dibilang begitu?" tanya Pui Heng-sau tertegun.
"Sudah lama aku punya keinginan untuk melenyapkan kalian beberapa
orang yang selalu menjadi penghalangku, apa mau dikata Ong
Siau-sik justru menganggap kalian sebagai saudara. Nah sekarang
jadi kebetulan, aku memang ingin menjaring habis kalian semua.
Kelihatannya, orang yang sanggup melukai penjahit baju langit jadi
begini rupa hanya Thian?he?tit-jit seorang!"
"Ternyata kau dan Thian?he?tit-jit memang satu komplotan,
II

Pedang Amarah Serial Pendekar Sejati Karya Wen Rue An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seru Pui Heng-sau marah, "bisanya membokong disaat orang tak siap,
terhitung enghiong macam apa itu! Kalau memang hebat dan bernyali,
mari kita bersama-sama ke markas perkumpulan Hoa untuk menolong
orang!" Pek Jau?hui mengernyitkan alis matanya, sinar mata berkilat dan
kelihatan agak tak sabar, katanya:
"Oooh, ternyata kalian baru kabur dari pestanya Hoa
Ku?hoat . . . . . .."
Penjahit baju langit yang berada dalam gendongan Pui Heng-sau
segera berbisik lemah: "Dia . . . . .. dialah si perencana intrik busuk kali ini."
"Kau . . . . . . .." sambil menuding, Pui Heng-sau berteriak gusar.
Pek Jau?hui tertawa, katanya:
"Dalam dunia ini, kecuali orang yang terkena musibah serta orang
yang lemah karena penyakitan bakal berumur pendek, masih ada tiga
macam.manusia lagi yang gampang beruur pendek."
Timbul rasa ingin tahu dihati kecil Pui Heng-sau, ditengah
amarahnya tak tahan dia bertanya:
"Tiga macam.manusia apa saja?"
"Kesatu, orang yang suka mencampuri urusan orang lain dan tidak
tahu diri," kata Pek Jau?hui, "kedua adalah orang yang begitu
bodoh hingga tak bisa menyesuaikan diri dalam lingkungan dimana
kuat makan yang lemah."
Pui Heng-sau mendengarkan dengan serius.
"Masih ada sejenis orang lagi adalah orang pintar yang gampang
memancing kedengkian orang lain, membuat orang ingin menyingkirkan
dia dengan cara apapun," kata Pek Jau?hui sambil menuding kearah
penjahit baju langit, "kau adalah manusia dari jenis ketiga. Sejak
kau memasuki kotaraja, aku sudah tahu kalau perhatianmu tidak
terpusat ke perkumpulan Lak?hun?poan?tong, melainkan mempunyai
tujuan lain." "Tunggu sebentar." Tiba tiba Pui Heng-sau menukas.
Dengan kening berkerut Pek Jau?hui berpaling menatap wajahnyha.
Sambil menuding ujung hidung sendiri, tanya Pui Heng-sau:
"Lantas aku termasuk manusia jenis mana?"
"Kau? Kau punya bagian pada manusia jenis pertama dan kedua!"
Pui Heng-sau berpikir sejenak, tiba tiba ia jadi sangat gusar.
Saat itulah penjahit baju langit berbisik lemah:
"oleh karena itu kau tidak membiarkan aku hidup terus...?"
Pek Jau?hui segera menyatakan persetujuannya:
"Manusia semacam kau hanya boleh hidup bila dapat kumanfaatkan,
kalau tidak, kau hanya membuat aku makan tak kenyang tidur tak
nyenyak, jadi harus dibunuh!"
Untuk sesaat Pui Heng-sau lupa marah, selama setengah tahun
terakhir, dia sering berkupul dengan penjahit baju langit, dan
selama ini dia tidak merasa sesuatu yang mencurigakan pada
rekannya, kenapa Pek Jau?hui begitu alergi dengan orang ini?
Maka diapun bertanya: "Apa tujuannya? selama ini dia hanya melindungi Un-ji secara diam
diam." Pek Jau?hui menatapnya sekejap kemudian menggeleng.
"Kalau begitu aku salah ."
Ucapan tersebut segera membuat semua orang yang hadir tercengang.
"Asal tahu salah dan menyesal, masih ada harapan untuk
II diperbaiki, sedikit rikuh ucap Pui Heng-sau, "orang suci saja
bisa melakukan kesalahan, apalagi kau sebagai manusia."
II "Aku salah menilaimu, ujar Pek Jau?hui lagi, Setelah berhenti
sejenak lanjutnya, "ternyata kau murni masuk manusia jenis kedua,
begitu goblok hingga tak layak hidup terus."
Pui Heng-sau marah sekali. Tapi belu sempat bicara, kembali Pek
Jau?hui berkata: "Sudah berapa lama penjahit baju langit bersamamu, tapi kau sama
sekali tak berhasil mengetahui latar belakangnya, kalau bukan
manusia goblok lalu apa?"
"Baik, coba jelaskan siapa dia? Mau apa datang ke kotaraja?" tanya
Pui Heng-sau sambil menahan marah.
"Dia adalah seorang jenderal dibawah Un Wan dari Lok-yang."
"Siapapun sudah mengetahui akan hal ini." Dengus Pui Heng-sau.
"Tahukah kau siapa Un Wan itu?" Pek Jau?hui balik bertanya.
Pui Heng-sau tertegun kemudian serunya:
"Dia..... dia adalah seorang pembesar, juga seorang jago
persilatan yang sudah mengasingkan diri."
"Baik berada dalam pemerintahan maupun dalam pergaulan dunia
persilatan, orang yang selalu menjadi pendukungnya adalah Cukat
sianseng." Kata Pek Jau?hui.
Belum pernah Pui Heng-sau mendengar tentang hal ini, tapi sekarang
dia harus tebalkan muka sambil mendengarkan dengan seksama.
"Sekalipun benar begitu juga tidak aneh," katanya kemudian,
"pendekar kenamaan tentu membantu pendekar besar, pembesar baik
tentu melindungi pembesar bersih, mana mungkin mau berkomplot
dengan manusia manusia kotor macam kalian?"
Pek Jau?hui tidak menanggapi perkataan itu, kepada Penjahit baju
langit tanyanya: "Tujuanmu tidak untuk membantu perkupulan Lak?hun?poan?tong, juga
bukan melulu ingin melindungi Un-ji, apakah tujuanmu membaur dalam
perkumpulan Lak?hun?poan?tong karena ingin membawa perkumpulan
tersebut berada dalam rangkulan Cukat sianseng?"
Penjahit baju langit ingin tertawa, namun senyuman baru dikulum,
darah sudah menyembur keluar dari tenggorokannya. Sampai berapa
lama kemudian ia baru berkata:
"Sama seperti komplotan Coa King, bukankah mereka pun ingin
mengadu domba kekuatan Lak?hun?poan?tong, Kim?hong?si-yu?1ou dan
Mi-thian-jit-seng agar saling gontok gontokan sementara mereka
menjadi nelayan beruntung yang tinggal pungut hasil . . . . . ..
bukankah kau sendiripun sudah diperalat mereka, membantu mereka
melakukan pelbagai kejahatan?"
"Selain itu semua, kau masih ada rencana apa lagi?" desak Pek
Jau?hui dengan sorot mata makin tajam.
"Aku masih mempunyai rencana apa? coba kau katakan." Kata penjahit
baju langit. "Kau gagal membujuk Ti Hui-keng agar mau bergabung dengan Cukat
sianseng, semestinya sejak dulu kau sudah paksa Un-ji untuk pulang
ke Lok-yang dan tidak mencampuri urusan disini lagi, tapi kau
tetap tinggal di Kay-hong, apakah . . . . .."
"Oya?" tampaknya penjahit baju langit malah tertarik untuk
mengetahui masalah itu. " . . . . . .. bukankah kau sedang menyelidiki satu kasus?" desak Pek
Jau?hui dengan suara keras.
"Menurut pendapatmu?"
"Kau sedang menyelesaikan sebuah kasus."
"Betul sekali," penjahit baju langit membenarkan, "aku memang
sedang menyelidiki kasus berdarah yang menimpa perkumpuan
Boan?liong?po (naga menggeliat) serta partai Tiang?khong?pang."
"Ternyata dugaanku benar." Tiba tiba paras muka Pek Jau-hui
berubah. Lalu dengan setengah membentak, teriaknya:
II "Jadi kau memang sedang menyelidiki . . . . . . ..
Nada suara penjahit baju langit yang semula lemah tak bertenaga,
tiba tiba berubah setajam golok:
\\Kau . . I - . . . . II Pek Jau-hui mendongakkan kepala, tertawa keras.
Menyaksikan hal itu, Pui Heng?sau nyelutuk:
"Apakah semua orang licik, semua orang munafik, sebelum bicara,
sebelum kelicikannya membuahkan hasil selalu memperdengarkan suara
tertawa busuknya untuk menunjukkan kebusukan hati dirinya?"
Sudah barang tentu Pek Jau-hui tak akan menanggapi perkataan
semacam ini. Dalam pada itu penjahit baju langit sudah tak punya tenaga untuk
menjawab. Thio Tan yang tergeletak ditanah tak mampu bergerak segera
berseru: "Pek Jau-hui masih belum cukup busuk."
"Oya?" seru Pui Heng?sau keheranan.
"Kapan kau pernah bertemu seseorang yang benar benar licik dan
busuk, membiarkan kau mengetahui semua kelicikan dan
kebusukannya?" Biarpun Thio Tan tergeletak ditanah seperti seorang gembel yang
mengenaskan, namun semangatnya justru melebihi seorang pendekar,
seorang jagoan yang sedang memberikan penilaian atas jagoan lain.
"Apalagi masalah tertawa licik, tertawa dia sedikitpun tidak
nampak tulus dan sungguh sungguh, mending tak usah tertawa saja.
Mau dianggap manusia laknat? Dia? Hehehe.... masih ketinggalan
jauh." Pek Jau-hui sedikit pun tidak marah, hanya katanya:
"Kalian salah besar."
"Barusan kau baru mengaku salah, masa sekarang malahan kami yang
salah?" ujar Pui Heng?sau.
"Kalian sengaja mengalihkan pokok pembicaraan untuk mengulur
waktu, ingin menunggu datangnya bala bantuan? Hmm, hanya membuang
waktu saja, mengulur waktu justru tidak menguntungkan bagi
kalian." Pada saat itulah terdengar suara seseorang yang sama sekali tidak
mencerminkan kehidupan menyambung:
"Memang sangat tidak menguntungkan."
orang itu berada dibalik hutan kurma.
Bergidik perasaan hati Pui Heng?sau begitu mendengar suara itu,
bisiknya kepada penjahit baju langit yang berada dalam
bopongannya: "Apakah dia.... dia datang?"
Yang dimaksud sebagai dia tak lain adalah Thian?he?tit?jit,
manusia nomor tujuh dari kolong langit.
Tak ada yang menjawab. Pui Heng?sau merasa punggungnya semakin bertambah basah, cairan
darah yang meleleh keluar makin lama semakin bertambah banyak.
Sebenarnya penjahit baju langit sudah kehilangan tenaga untuk
berbicara? Atau sudah tak sadarkan diri? Atau bahkan sudah mati?
Pui Heng?sau mnlai menyesal, menyesal kenapa dia harus berhenti.
Begitu dia berhenti, kemungkinan besar penjahit baju langit bakal
mati. Bukan begitu saja, bahkan keselamatan diri pun tak ada jaminan.
Thian-he?tit?jit seorang saja sudah cukup menakutkan, apalagi
ditambah dengan Pek Jau-hui.
Akan tetapi, ketika Pui Heng?sau menyaksikan Thio Tan dan Tong
Po?gou tergeletak disitu, bagaimana mungkin dia tidak berhenti
untuk memberikan pertolongannya?
Bisa saja seseorang demi kepentingan pribadi, demi keegoisannya,
membiarkan teman dan saudara saudaranya menghadapi ancaman maut
bahkan kematian, bisa saja dia tak perlu kuatir, tak perlu
mempedulikannya, tapi, apakah orang semacam ini pantas disebut
saudaranya? Sahabatnya? Biasanya, para enghiong hohan dalam dunia persilatan menyebut
manusia semacam ini sebagai telur busuk cucu kura kura. Tentu Pui
Heng?sau tak sudi menjadi manusia semacam ini.
Dia selalu berpendapat, teman boleh digoreng, boleh direbus, boleh
digodok, tapi tidak boleh dijual, tak boleh dihianati.
Dihari biasa, kau boleh mengumpat, boleh memukul sahabatmu, namun
ketika ia sedang menghadapi kesulitan, jangan sekali kali kau
tinggalkan. Sebab dalam sejarah hidupmn, mungkin saja kau bisa berkenalan
dengan orang sejagad, tapi ada berapa orang sahabat karib yang
bersedia susah senang bersama, mati hidup bersama?
Atas dasar hal ini, biarpun dia sadar, asalkan orang yang
digendong ditinggalkan begitu saja, mengandalkan ilmu silat yang
dimiliki, masih ada harapan besar baginya untuk lolos dari kejaran
Thian?he?tit?jit, bahkan Pek Jau-hui sendiripun belum tentu mampu
menghalanginya. Akan tetapi dia tak bisa meninggalkan bebannya itu dengan begitu
saja. Karena persoalan ini menyangkut masalah setia kawan, masalah
moral, masalah liangsim.yang sesungguhnya dimiliki setiap insan
manusia. Selain itu, diapun tak bisa meninggalkan orang orang yang
tergeletak ditanah. Mereka semua adalah saudaranya, sahabat karibnya, sobat yang
melebihi tangan dan kaki sendiri.
Hanya sekarang, tinggal dia seorang yang masih memiliki daya
tempur. Rekan rekan lainnya sudah kehilangan daya tempur. kehilangan
segenap kekuatannya untuk melakukan pertarungan.
Akan tetapi musuh yang harus dihadapi adalah: Thian?he?tit?jit
serta Pek Jau-hui. Jangan lagi kedua orang itu, untuk menghadapi Ouyang Ih-ih serta
Siang Ko?ji pun dia merasa belum tentu sanggup menangkan mereka.
Berada dalam kondisi dan situasi seperti ini, bagi Pui Heng?sau
boleh dibilang tak ada harapan lagi.
Bahkan dia sendiripun menyadari akan hal itu.
Dia adalah orang sekolahan, namun bukan orang sekolahan yang pergi
ke kotaraja ikut ujian negara, selama ini baca buku membuat syair
hanya digunakan sebagai kesenangan, terhadap orang lain pun dia
selalu berjiwa besar dan suka berteman.
Tapi kini, setelah dihadapkan pada situasi seperti ini, semangat
juangnya segera muncul, sambil menggulung ujung bajunya dan
menyiapkan senjata kipas andalannya, dia berseru:
"Bagus, bila kalian memang bernyali, silahkan maju bersama, aku
orang she?Pui kalau sampai takut, mulai hari ini tidak bermarga
Pui lagi." Pek Jau-hui tidak menyangka seorang pelajar yang lemah bukan saja
memiliki nyali besar bahkan sangat setia kawan, tanpa terasa dia
memuji sambil manggut?manggut:
"Punya semangat, sayangnya untuk meraih kemenangan dan menentukan
mati hidup sendiri harus mengandalkan kekuatan, bukan hanya
semangat." orang yang berada dalam hutan kurma tiba tiba berkata:
"Nyawa kedua orang itu milikku, siapapun tak boleh menyentuh."
Pek Jau-hui angkat sepasang tangannya pertanda dia tak ingin
berebut membunuh kedua orang itu, sahutnya:
"Baik, baik, kalau kau ingin bunuh mereka, kuserahkan
kepadamu . . . . . .."
Mendadak tergerak hatinya, cepat dia menambahkan:
"Atau begini saja, ke empat orang yang lain pun kuserahkan kepada
loko." Suara yang dingin dasar itu hening sesaat, setelah itu baru
sahutnya kaku: "Bagaimana pun membunuh satu dua orang memang kurang mantab, apa
salahnya membunuh berapa orang lebih banyak."
"Baik, kalau begitu merepotkan anda." Kata Pek Jau-hui sambil


Pedang Amarah Serial Pendekar Sejati Karya Wen Rue An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tertawa. Dalam hati kecilnya, dia tahu dengan jelas bahwa beberapa orang
yang berada dihadapannya harus dibunuh, harus dibungkam.mulut
mereka untuk selamanya, tapi Tong Po?gou dan Thio Tan mempunyai
hubungan yang cukup akrab dengan dirinya, lagipula kedua orang itu
polos dan menyerangkan, secara egonya, dia menaruh kesan baik
terhadap mereka. Jadi kalau suruh dia yang membunuh mereka, perasaan sedikit tidak
tega. Mnmpung sekarang bisa meminjam tangan orang lain, bila dikemudian
hari Ong Siau?sik menanyakan hal ini, dia bisa cuci tangan bersih
bersih. Maka Cepat serunya: "Kalau begitu aku berangkat duluan."
Cepat dia memberi tanda kepada Siang Ko?ji dan Ouyang Ih?ih lalu
berangkat menuju ke markas keluarga Hoa.
Pui Heng?sau sadar, dia bakal mati dalam pertarungan kali ini,
biarpun tahu kalau bukan tandingan Thian?he?tit?jit, namun setelah
melihat kepergian Pek Jau?hui, semangat juangnya malah timbul,
kontan teriaknya: "Thian?he?tit?jit, kau si mayat hidup yang manusia tidak setanpun
bukan, Cepat menggelinding keluar dari persembunyianmu, ayoh
bertarung dulu melawan yaya mu sebanyak dua ratus gebrakan!"
'II C "Hmm, siapa kesudian bertarung melawanmu terdengar orang itu
menyahut. Hampir saja Pui Heng?sau tidak percaya dengan pendengaran sendiri,
disangka pihak lawan sedang mencemooh dirinya, kembali dia
berseru: "sejak awal aku sudah tahu kalau kau tak bernyali, tidak berani."
Mendadak suara itu menghardik:
"Sst, jangan berisik!"
Pui Heng?sau mendengar juga ada suara orang sedang berjalan, suara
itu bahkan makin lama semakin mendekat, kemudian berubah jadi
suara seseorang: "Kenapa tidak segera mendekat untuk membebaskan jalan darah kami!"
ternyata suara Thio Tan. Kontan saja Pui Heng?sau tertawa terbahak, tak tahan teriaknya
kegirangan: "Rupanya kau." Wajah Thio Tan masih menempel diatas tanah, bentaknya:
"Hei, kenapa kau harus teriak teriak? Memangnya ingin si setan
menyebalkan itu balik lagi menengokmu?"
Sekarang Pui Heng?sau baru mengerti, ternyata Thio Tan yang selama
ini menyamar jadi suara Thian?he?tit?jit dan bersembunyi dibalik
pohon kurma, akhirnya dia berhasil memancing Pek Jau?hui
meninggalkan tempat itu. Kontan serunya sambil tertawa tergelakz
"Hahaha, takut apa? Kalau melihat setan menyebalkan itu pergi
dengan terburu buru, tidak mungkin dia akan balik lagi."
Biarpun begitu, dihati kecilnya dia tetap merasa terkesiap, karena
bagaimana pun Thian?he?tit?jit, si manusia bukan manusia, setan
bukan setan itu selain berilmu tinggi, juga amat kejam dan
menakutkan. Tiba tiba penjahit baju langit berbicara, suaranya lirih dan
lemah. "Be.....bebaskan dulu ja..... jalan darah mereka . . . . . ..
II suaranya lirih dan terputus putus, "ilmu totok keng?sin?ci milik Pek
Jau-hui sangat istimewa . . . . .. lakukan menurut petunjukku . . . . ..
asal gunakan memukul kerbau dari balik pintu.... kau akan bebaskan
totokan mereka . . . . .."
"Aah, ternyata kau be1um.mati!" teriak Pui Heng?sau kegirangan.
Maka penjahit baju langit pun menurunkan ilmunya kepada Pui
Heng?sau untuk menotok bebas jalan darah dari Thio Tan, Tong
Po?gou, Kwa Siau-ho dan Pat?toa?thian-ong.
sambil bekerja keras, ujar Pui Heng?sau lagi:
"Hei batu bara hitam, tak disangka ilmnmu cukup hebat, kenapa
suara mu bisa dipantulkan dari balik hutan Kurma bahkan mirip
sekali dengan suara Thian?he?tit?jit sehingga si setan durjana
itupun berhasil kau tipu."
"Masih banyak yang bisa kukelabuhi," sahut Thio Tan bangga,
mukanya bersinar karena senang, "memang kau sangka delapan ilmu
simpananku hanya isapan jempol? Suara perutku dapat kupantulkan
dari sudut yang berbeda, tanggung kau pun akan kagum."
Padahal sewaktu dia dikejar wangwee pembunuh hingga sampai gunung
Lu?san, hampir saja dia menderita kerugian besar.
Beruntung waktu itu Lui Tun menyamar logat bicara ketua
perkampungan tho?hoa?ceng sehingga berhasil membuat kabur sang
wangwee pembunuh dan selamatkan jiwanya.
sejak peristiwa itu, dia semakin tekun melatih ilmu bicara
perutnya. Beruntung pula dia pernah bertarung melawan Thian?he?tit?jit
ketika bertemu di rumah makan, secara diam diam dia hapalkan logat
bicara orang itu, dengan demikian hari ini kepandaian tersebut
dapat digunakan untuk selamatkan nyawa semua orang.
Mendengar dari perkataannya seakan dia masih mempunyai ilmu lain,
kembali Pui Heng?sau bertanya:
"Gertakan apa lagi yang telah kau gunakan tadi?"
"Menggertak dia mah tidak gampang." Ujar Thio Tan.
Diantara ke empat orang itu, hanya Tong Po?gou seorang yang tidak
tertotok jalan darahnya, dia hanya terhajar hingga pingsan,
sesudah diurut jalan darahnya, tak lama kemudian ia sudah
tersadar. Begitu buka mata, dia melompat bangun, lalu sambil menampar Pui
Heng?sau, umpatnya: "Neneknya, kalau ingin berkelahi, berkelahi saja, main bokong
bukan perbuatan lelaki sejati."
Pui Heng?sau yang nyaris kena digampar segera menghela napas
panjang, kepada Thio Tan dia berkata dengan nada tak berdaya:
"Kelihatannya tadi dia bukan jatuh pingsan, melainkan hanya
tertidur." Kini, Tong Po?gou baru tersadar kembali, setelah berpikir berapa
saat, dia baru berkata agak tersipu sipu:
"Maaf, maaf, rupanya aku salah pukul, tadi aku masih mengira
diriku sedang bertempur ditengah ribuan pasukan musuh . . . . . ..
Semua orang tertawa geli, hanya Thio Tan yang tak sanggup tertawa,
karena dia menjumpai luka yang diderita Pat?toa?thian-ong sangat
II parah. Begitu terbebas dari pengaruh totokan, Pat?toa?thian-ong segera
melompat bangun dan duduk bersila mengatur pernapasan.
Sayang luka yang dideritanya berada di bagian yang mematikan.
Serangan jari tangan Pek Jau-hui telah menembusi dadanya.
Coba kalau bukan lantaran Pat?toa?thian-ong berperawakan tinggi
besar dan kekar, mungkin sejak tadi nyawanya sudah melayang.
Menghadapi keadaan seperti ini, Kwa Siau?ho malah tak bisa
menangis keras, ketika air matanya meleleh ke pipi, air mata
berikut sudah tak berani meleleh lagi.
Dengan amarah yang berkobar tanya Thio Tan kepada penjahit baju
langit: "Sebenarnya bajingan itu terlibat dalam kasus apa? Dia . . . . ..
Akhirnya dia dapat melihat dengan jelas keadaan luka dari penjahit
baju langit. II Luka semacam ini sudah bukan luka biasa lagi, tapi luka yang
mematikan. Penjahit baju langit sudah sekarat!
Menyaksikan keadaan rekannya yang begitu parah, dia tak sanggup
lagi melanjutkan pertanyaannya.
Dengan susah payah ujar penjahit baju langit:
"Biar kujelaskan kepada kalian, harap kalian bantu aku untuk
menyelidikinya." "Pasti!" jawab Thio Tan lantang.
"Perkataanmu kurang tepat!" Tong Po?gou mendorong Thio Tan hingga
mundur ke samping. setelah bergaul cukup lama, Tong Po?gou tahu kalau Thio Tan meski
setia kawan, namun tindak tanduknya kurang terbuka dan gampang
memberi janji. Maka dengan mata mendelik, janjinya dihadapan penjahit baju
langit: "Aku pasti akan mewakilimu untuk menghadapi Pek Jau-hui!"
Baru selesai dia berkata, mendadak dari arah hutan kurma
berkumandang suara seseorang yang dingin menyeramkan:
"Menghadapi? Selamatkan dulu nyawa kalian Sekarang sebelum
bicara." Bab 40. Terjang! Begitu mendengar suara itu, perasaan hati Pui Heng?sau jadi dingin
setengah. Jelas suara itu suara Thian?he-tee?jit, si nomor tujuh
dari kolong langit. Kali ini, bahkan paras muka Thio Tan pun ikut berubah aneh.
Wajahnya memang sudah hitam sekarang berubah makin hitam, tapi mau
berubah seperti apapun, wajah hitam yang tidak memberi kesan baik
itu masih tetap seorang yang jujur dan polos, apa gunanya berwajah
putih kalau tidak jujur? "Kau bopong penjahit baju langit, si kerbau tuntun Pat?toa?
thian?ong, Kwa Siau?ho melindungi kalian semua." Dengan suara
paling rendah, yang hanya bisa didengar Kwa Siau?ho, Pui
Heng-sau,m Pat?toa?thian?ong dan penjahit baju langit, Thio Tan
memberikan perintahnya. "Begitu aku mengatakan serbu, segera akan kuhadang kejaran Thianhe?tit?jit, sementara kalian segera lari, temukan Ong Siau?sik,
cari So Bong?seng, Cari Ti Hui-keng, beritahu semua orang kalau
Pek Jau-hui adalah dalang dari semua rencana busuk ini."
"Baik!" serentak para jago mengiakan.
Kini, Thio Tan merasa sedikit tenang dan terhibur. Dia merasa
tindakannya luar biasa, walaupun mungkin harus dibayar mahal. Tapi
situasi yang dihadapi sudah tidak memberi waktu baginya untuk
berpikir lebih jauh. Maka diapun busungkan dadanya.
Thio Tan bukan seonggok kayu, tapi begitu membusungkan dada, dia
merasa dirinya jadi besar, sebesar raksasa.
Sebenarnya dia tersohor dalam dunia persilatan karena mengandalkan
ke delapan ilmu saktinya seperti mencopet, menyaru dan lain
sebagainya. Tapi sekarang dia sudah menghimpun tenaga sakti
Huan-huan sinkang andalannya.
Maka kepada manusia yang berada dibalik hutan kurma, dia mengejek
sambil tertawa angkuh: "Jadi engkau adalah manusia nomor tujuh yang setan bukan manusia
pun bukan itu? Aku tahu kenapa kau disebut Thian?he?titII jit . . . . . .. Tidak menunggu pihak lawan menanggapi, kembali Thio Tan berkata
lebih lanjut: "Ini dikarenakan kau takut kepada Pat?toa?thian?ong, Kwa Siau?ho,
Pui Heng?sau, Tong Po?gou, penjahit baju langit ditambah aku Thio
Tan, Thio loya. Oleh sebab itulah kau hanya berani menempatkan
diri nomor tujuh." Kali ini, belu selesai dia berkata, Thian?he?tit-jit sudah muncul
dihadapannya. Tujuan Thio Tan memang ingin Thian?he?tit-jit tampilkan diri.
Tujuan utama yang dilakukan selama ini adalah membangkitkan amarah
manusia nomor tujuh ini. Membuat gusar Thian?he?tit-jit agar mau menghadapinya, dengan
begitu memberi kesempatan kepada rekan rekannya untuk melarikan
ndiri. Dia memang manusia seperti itu.
Maksudnya "manusia seperti ini" adalah diwaktu biasa, dia bisa
saja bersitegang dengan orang lain hingga saling pukul dan saling
maki, tapi begitu ancaman bahaya muncul di depan mata, dia akan
segera tampil untuk melindungi rekan rekannya, sampai mati pun tak
mau mundur. Dulu, dia pernah berkenalan dengan seorang teman, seorang jago
tangguh dari tujuh partai delapan perkumpulan sembilan
persekutuan, orang itu bernama Hwe?hay-ji si anak api Coa
Sui?coan. Dalam pergaulan sehari hari, mereka makan bersama, mabuk bersama,
gembira bersama. Namun ketika dia bergabung dengan para pejuang
untuk berperang di luar perbatasan demi membela negara dan bangsa,
sahabatnya itu justru hanya berpeluk tangan sambil menonton mereka
berjuang habis habisan. Bukan saja tidak memberi bantuan disaat rekan rekannya terancam
bahaya, dukungan semangat pun sama sekali tidak.
Saat itulah dia memahami akan satu hal, ingin berubah seperti Coa
Sui-coan yang begitu pandai menjaga diri, tidak mencampuri urusan
lain, menjadi orang yang pandai memanfaatkan kesempatan untuk
meningkatkan posisi dan keuntungan pribadi, dia tak mau menjadi
Thio Tan yang bodoh tapi punya rasa setia kawan dan rela berkorban
demi nusa dan bangsa. Pada akhirnya dia tetap mengambil keputusan untuk:menjadi Thio Tan
yang sekarang. Karena dia tak bisa menjadi orang lain, tidak sesuai dengan
karakternya. Dia pernah terpengaruh ooleh sahabatnya itu, mejadi cucu kura kura
untuk jangka waktu tertentu, namun hal itu tidak membuatnya
gembira. Bagaimana pun Thio Tan sudah mati banyak tahun, sudah mati
berulang kali, tapi akhirnya dia bangkit dari kematian, lebih baik
menjadi Thio Tan yang Sebenarnya.
Dengan demikian andaikata benar benar matipun, paling tidak dia
pernah melakukan satu perbuatan yang sangat menyenangkan diri,
jadi berkorban pun tak bakal menyesal.
Kalau seorang manusia bisa berpandangan begitu, perbuatan apa lagi
yang tak bisa dia lakukan?
Ada. Dengan ilmu silat dari Thio Tan yang masih bukan tandingan Thianhe?tit-jit, sekalipun dia ingin bertarung habis habisan pun, tak
mnngkin bisa kalahkan mnsuhnya.
Dan terakhir dia hanya bisa mati.
Dalam dunia persilatan, tidak ada berapa orang yang benar benar
berdarah dingin, bagi dirinya, semakin tinggi ilmu silat musuhnya,
semakin bersemangat dirinya untuk bertarung, bahkan kalau bisa dia
ingin menjatuhkan musuh yang ilmu silatnya lima, enam kali lipat
lebih hebat dari dirinya.
Thio Tan bukan orang yang takut mati.
Ketika seseorang sudah tidak takut menghadapi kematian, ancaman
sebesar apapun tak akan memadamkan semangat juangnya.
Bagi dia, kematian merupakan hasil yang diperoleh untuk menuntut


Pedang Amarah Serial Pendekar Sejati Karya Wen Rue An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keadilan. Begitu melihat Thian?he?tit-jit berjalan keluar dari hutan kurma,
cepat dia susupkan sebuah benda ke tangan Tong Po?gou sambil
berbisik: "Ingat, bawa benda itu ke gedung keluarga Hoa."
Tong Po?gou kebingungan, tak habis mengerti, belum sempat
bertanya, tiba tiba dia sudah tertawa terpingkal, tertawa sambil
bungkukkan badan dan hampir saja tak sanggup bangkit berdiri
Thio Tan jadi bingung, tapi setelah diperhatikan dengan seksama,
tak kuasa diapun ikut tertawa terpingkal pingkal.
Ternyata yang muncul memang Thian?he?tit-jit.
Thian?he?tit-jit yang asli, manusia nomor tujuh yang tulen.
Thian?he?tit-jit yang dingin, menakutkan, licik dan membuat bulu
kuduk orang pada berdiri.
Tapi Thian?he?tit-jit yang sekarang sudah tak punya batang hidung,
dengan begitu tampang menakutkan dari si manusia nomor tujuh itu
jadi hancur berantakan. Thian?he?tit-jit dengan balutan kain putih pada batang hidungnya
membuat penampilan dia mernyerupai seorang badut, badut berhidung
putih. Siapapun dapat melihat, luka yang diderita Thian?he?tit-jit
terhitung tidak enteng. Perlahan?1ahan Thian?he?tit-jit melepaskan kain buntalannya,
buntalan yang berat, kuning, kuno dan sudah usang.
Begitu dia melepaskan buntalan kainnya, senyuman diwajah semua
orang pun langsung membeku.
Hanya tersisa suara tertawa satu orang, suara tertawa yang lirih.
semua orang baru tahu, rupanya yang sedang tertawa adalah Penjahit
baju langit. Suara tertawa Penjahit baju langit kelihatan sedikit susah, bahkan
napasnya tersengkal. Melihat penjahit baju langit tertawa, Thian?he?tit-jit malah tidak
marah, perasaan kagum justru memancar dari balik matanya.
Luka dihidung serta pancaran sinar matanya. membuat Thianhe?tit?jit untuk pertama kalinya kelihatan seperti seorang
manusia. Thian?he?tit-jit menjadi orang yang punya perasaan, punya luapan
emosi. seseorang yang tidak mempunyai perasaan, tidak punya luapan emosi,
memang lebih baik tidak jadi seorang manusia.
"Kau masih bisa tertawa?" tegurnya.
"Sebagai manusia, masa harus menangis terus?" jawab penjahit baju
langit tertawa lirih, "disaat manusia bisa tertawa, apa salahnya
kalau tertawa lebih sering?"
"Betul, mati sambil tertawa jauh lebih baik daripada mati sambil
menangis." "Hanya saja, daripada menemani tertawa sambil berjongkok, jauh
lebih enak mati tertawa sambil berbaring."
"Peduli mau menangis atau tertawa, toh kau harus mati hari ini."
"Sampai waktunya, siapa yang bisa lolos dari masalah kematian?"
"Tapi kematian pun ada yang cepat ada yang lambat, menang kalah
pun menentukan kematian."
"Kedatanganmu kelewat awal." Ujar penjahit baju langit tiba tiba.
"Ketika si batu arang sedang berbohong tadi, aku sudah tiba
disini, apapun yang dia katakan sudah kudengar semua, kalau tidak,
mana mungkin Pek Jau-hui bisa percaya dan segera pergi dari sini?
Ini dikarenakan dia sudah tahu akan kehadiranku di kebun kurma."
"Kenapa kau baru tampil diri setelah kepergian Pek Jau?hui?"
"Pertama, aku tak suka membunuh orang yang sama sekali tak punya
kekuatan untuk melawan, kedua, aku tidak suka dengan manusia dari
marga Pek itu." Berkilat sorot mata penjahit baju langit, muncul keraguan dan tak
habis mengerti diwajahnya.
"Kau tidak suka membunuh orang yang sama sekali tak punya kekuatan
untuk melawan . . . . . . . .. jadi kau.... kau tak ada sangkut pautnya
dengan persoalan itu?"
Tiba tiba sorot mata Thian?he?tit?jit berubah jadi sangat sedih,
katanya: "Kau adalah orang yang hampir mati, tak seorang pun yang hadir
disini bisa hidup, buat apa aku harus membohongi dirimu?"
"Apa mungkin aku..... salah . . . . . . . ..? gumam.penjahit baju langit.
"Bagi seseorang yang sudah hampir mati, buat apa kau ributkan soal
salah?" "Hei, sebenarnya kalian sedang main teka teki apa?" Tong Po?gou
tidak tahan, dia segera berteriak.
Thian?he?tit?jit segera tertawa, katanya:
"Perkataan umu bagi orang pintar, selalu akan jadi teka teki bagi
pendengaran kaum goblok."
"Memangnya kau pintar?" teriak Tong Po?gou semakin naik pitam.
Dengan angkuh Thian?he?tit?jit manggut manggut.
Tong Po?gou semakin gusar, sambil menuding hidung sendiri,
teriaknya: "Aku bodoh?" Thian?he?tit?jit tidak mempedulikan dia lagi.
Dengan amarah yang meluap seru Tong Po?gou lebih jauh:
"Baiklah, kau pintar aku bodoh; kalau kau memang benar?benar
pintar, jawab semua pertanyaanku."
Kemudian tanpa berhenti, terusnya:
"Kalau gendakan gundik kakek ayahmu kawin dengan adik angkat cucu
kakek luar ibuku dan kemudian diambil menantu oleh keluargaku,
maka dia memanggil kau dan aku sebagai apa?"
Kali ini Thian?he?tit?jit benar benar terperangah. Terperangah
sampai setengah harian tanpa bisa memberikan jawaban.
Sampai lama kemudian dia baru bertanya:
"Jadi harus panggil apa?"
Kali ini Tong Po?gou benar benar bergaya, dia tertawa terbahak
bahak lalu sambil bergendong tangan memandang langit, gayanya
sombong dan jual mahal. Pui Heng-sau maupun Thio Tan yang tidak menemukan jawaban pun
segera bertanya: "Memanggil apa?"
"Cepat katakan . . . . . .."
Didesak kiri kanan, Tong Po?gou garuk garuk kepala, lalu sambil
angkat tangan sahutnya: "Pertama, aku tak tahu jawabannya. Kedua, aku bilang lupa yaa
lupa. Ke tiga, antara keluarganya dan keluarga ku tak pernah punya
hubungan apa apa. Ke empat, melihat tampangnya yang seram seperti
mayat, memang pantas punya hubungan dengan keluargaku? Kelima, aku
sedang bertanya kepadanya, siapa suruh kalian ikut berpikir? Ke
enam, kalau kalian bertanya aku, lantas aku harus bertanya siapa?
Ketujuh, lebih baik kalian bertanya langsung kepada Thianhe?tit-jit." Ucapan dari Tong Po?gou ini tak disangkal sedang mempermainkan
Thian?he?tit?jit dan mengajaknya berputar tanpa tujuan.
Kontan Thian?he?tit?jit tertawa dingin, tukasnya:
"Bagus, sudah cukup permainanmu?"
"Sudah cukup." Jawab Tong Po?gou serius.
"Sudah selesai?"
"sudah selesai." Kembali Tong Po?gou menjawab dengan wajah sungguh
sungguh. sambil membuka buntalannya, kembali Thian?he?tit?jit berkata:
"Kalau begitu sudah saatnya kalian harus mati."
Begitu dia berkata begitu, Thio Tan segera meraung keras:
"Terjang!" Terjang! Gerakan kali ini adalah Terjang.
Harus ada tindakan baru bisa menerjang. Tapi hasil dari menerjang,
akibat dari tindakan seringkali hanyalah kematian.
sebenarnya Thian?he?tit?jit ingin membunuh Thio Tan lebih dahulu.
Ini dikarenakan Thio Tan secara tiba tiba menerobos maju dan
sasaran yang diincar bukan dia melainkan buntalan miliknya.
Dia tak suka orang lain menyentuh buntalannya. Thian?he?tit?jit
tak akan mengijinkan siapapun menyentuh buntalan miliknya.
oleh karena itu dia ingin membunuh Thio Tan.
Kalau memang ingin membunuh Thio Tan, kenapa yang diterjang justru
Pui Heng-sau? Betapa kagetnya Pui Heng-sau menghadapi serangan musuh.
Dia kaget karena gerakan lawan.
Gaya serangan Thian?he?tit?jit sewaktu menerjang maju membuat
nyalinya pecah, merasa sangat ngeri. Cepat dia melangkah ke
samping, ingin menghindarkan diri.
Sayangnya, Thian?he?tit?jit memang menerjang kearahnya, tapi bukan
mengancam tubuhnya. Yang diancam justru penjahit baju langit.
Dia telah melancarkan serangan yang mematikan kearah penjahit baju
langit. Ribuan matahari memancarkan sekilas cahaya, cahaya pedang.
Ujung pedang mengancam penjahit baju langit, tapi penjahit baju
langit sudah luka parah, sudah tak sanggup bergerak lagi, saat itu
penjahit baju langit sudah menjadi lingkaran paling lemah diantara
mereka. Dengan mengalihkan sasarannya menyerang penjahit baju langit,
Thian?he?tit?jit telah membuyarkan semangat tempur semua orang.
Mereka jadi kalang kabut, jadi kacau balau karena semua orang
berebut ingin menolong penjahit baju langit.
Biarpun Pui Heng?sau memiliki ilmu langkah yang aneh, sayang orang
orang itu tak bisa bergandeng tangan untuk menggalang persatuan,
semua orang hanya tahu panik dan berebut ingin memberi
pertolongan. Semua orang kalang kabut, lari kesana kemari, celingukan, mencari
jejak musuh, kekacauan membuat mereka kehilangan kemampuan untuk
melancarkan serangan. Ditengah kekalutan inilah Thian?he?tit?jit telah menemukan orang
pertama yang ingin dibunuh, dia mulai melepaskan "kekuatan
pedang"nya. Sekarang orang pertama yang ingin dia bunuh adalah Thio Tan.
Diapun ingin membunuh penjahit baju langit, namun sudah berubah
menjadi sasaran terakhir. Sama seperti kebanyakan orang, selalu
senang menyisakan hidangan yang paling enak untuk dimakan paling
belakangan. Begitu pedang dicabut, Thio Tan sudah kehilangan kesempatan.
Kesempatan untuk menghindar, kesempatan untuk berkelit, kesempatan
untuk melancarkan serangan, tentu tiada kesempatan pula untuk
melakukan serangan balasan.
Disinilah letak keistimewaan dari "kekuatan pedang". Ketika pedang
sudah bergerak, pihak lawan pasti terkena serangan. Thio Tan pasti
kena tusukan dan akibat bila terkena tusukan adalah kematian.
Thio Tan tidak mati. Dia tidak mati karena disana masih hadir
penjahit baju langit. Sewaktu semua orang kalut, penjahit baju langit tidak ikut kalut,
dia justru mengeluarkan "hawa pedang" andalannya.
Hawa pedang itu muncul dari jarum ditangannya, bahkan tusukan demi
tusukan yang dilancarkan ibarat kapak raksasa yang membelah
angkasa, membacok ke depan diiringi deruan angin topan dan hujan
badai. Inilah hawa pedang yang disebut Luan?ciam?gip?siu, jarum liar
menyulam kilat. Hawa murni penjahit baju langit sudah lemah bahkan kalut. Yang dia
gunakan sekarang adalah hawa pedang yang dikerahkan secara terburu
buru dengan daya pembunuh sebisanya.
Thian?he?tit?jit yang menghadapi serangan brutal tiba tiba membentak
keras, dia buka buntalannya dan diarahkan ke tubuh penjahit baju
langit. Entah mengapa, penjahit baju langit menjerit keras, seperti
terhantam sesuatu, tiba tiba segumpal darah menyembur keluar, darah
panas. Tak ada yang sempat melihat benda apa yang berada dalam buntalan,
yang melihat hanya penjahit baju langit seorang.
Saat itu penjahit baju langit sudah merosot turun dari punggung Pui
Heng-sau dan terkapar ditanah.
Kini Thian?he?tit?jit sudah berganti sasaran, kali ini dia mencari
Thio Tan, orang kedua yang ingin dia bunuh adalah Thio Tan.
Belum sempat melancarkan sergapan mautnya, pada saat itulah tiba
tiba terdengar seseorang membentak nyaring:
"Tahan! " Kemudian mereka pun menyaksikan kehadiran seseorang.
Ong Siau-sik! Ong Siau-sik yang selama ini tak pernah menampakkan diri.
Ong Siau-sik yang berbaju kusut, berambut kalut, berbadan bau dan
kotor dan mungkin hatinya pun sangat kacau.
00000 Tentu saja Ong Siau-sik tidak kotor.
Ada sejenis orang yang sejak dilahirkan sudah memiliki tampilan
khas, selalu bersih dan rapi.
Biar dia sudah tiga hari tidak cuci muka, enam.hari tidak mandi, dua
belas hari tidak berganti kaus kaki, yang diminum pun air sungai,
yang dimakan adalah hidangan kaki lima, tidur dibawah pohon ditepi
jalan, namun dia jauh lebih bersih dan rapi ketimbang orang yang
sehari mandi tiga kali, sehari berganti baju empat kali.
Manusia semacam inilah Ong Siau-sik.
Tentu diapun mandi setiap hari, seandainya tidak leluasa atau sedang
malas, tidak mandi selama satu dua haripun bukan kejadian aneh.
Hampir semua hidangan kenamaan dari rumah makan terkenal pernah
dicicipi, namun dia lebih suka makan di warung kaki lima, suka
menggosok mukanya menggunakan handuk bekas orang lain, pakaian yang
dikenakan pun baru dicuci setelah dikenakan selama tujuh delapan
hari, tapi kesan yang ditampilkan justru tetap bersih, kulitnya
tetap putih. berkilat, bajunya tetap rapi dan harum, dandanannya
tetap rapi dan tampan, sebersih serapi sebatang teratai putih.
Bila dia adalah teratai, maka Pek Jau-hui ibarat awan putih.
Ong Siau-sik berasal dari lapisan lumpur tapi tak pernah
mengotorinya, sedang Pek Jau-hui berasal dari lapisan bersih yang
tak pernah ternoda debu. Tentu saja Ong Siau-sik pun tidak kalut.
Ada semacam orang yang dihari biasa selalu hahahihi macam kanak
kanak, tapi begitu menghadapi kejadian besar, orang lain semakin
kalut dan kacau, dia justru semakin tenang, semua langkah dilakukan
dengan tenang, tidak bingung, setenang bukit, sekekar karang.
Kesulitan dan ancaman bahaya justru semakin menampilkan kekuatan
yang sebenarnya. Ong Siau-sik adalah manusia semacam ini.
Bahkan terkadang, penampilannya mungkin bisa setakut dan sengeri
orang lain, tapi dihati kecilnya justru telah menyiapkan cara jitu
untuk mengatasi masalah. Rasa "takut" hanya semacam.kamuf1ase nya, untuk menutupi kekuatan
yang sejati. Dia termasuk orang bernyali, dibalik penampilannya yang lembut,
tersimpan hati yang lebih keras daripada batu karang.
Bila semangat dan tekadnya bagai karang. maka Pek Jau-hui bagaikan
sebuah gunung tinggi. Tekad dan semangat Ong Siau-sik tak pernah mengusik perasaan orang,
tapi keteguhan hati Pek Jau-hui bikin hati orang bergidik.


Pedang Amarah Serial Pendekar Sejati Karya Wen Rue An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dan kini, Ong Siau-sik sangat kalut, benar benar sangat kalut.
Pada hakekatnya dia sudah dibikin kalut luar biasa.
Tentu saja, siapapun dia orangnya, bila tampilannya tetap tenang,
baju tidak kusut, rambut tidak kalut dan nyawa pun tidak lenyap
setelah menghadapi gempuran gabungan dari Yap Ki-ngo dan Ki Bun-lak,
mungkin didalam.dunia persilatan, apalagi di kotaraja jumlahnya tak
ada berapa orang. Diantara berapa orang itu, sama sekali tidak tercantum nama Ong
Siau-sik. Tapi setelah pertempuran hari ini, nama Ong Siau-sik pasti akan
masuk dalam urutan. Sejak dulu, orang yang punya kemampuan selalu berusaha untuk
tampilkan diri. berharap kemampuan yang dimiliki semakin berkembang,
bahkan mendapat perhatian banyak orang.
Bila ingin menarik perhatian, kau harus berani tampil di panggung
opera, bahkan membiarkan cahaya lentera menyoroti wajahmu, agar
perhatian semua penonton tertuju pada dirimu seorang.
Kalau tidak, biarpun tampilanmu dan akting mu lebih bagus pun, tak
bakal orang mengenali dirimu.
Maka kau harus membuat dirimu tenar.
Membuat dirimu jadi tenar mempunyai berapa Cara: ada yang
menggunakan tingkah laku aneh dan tidak banyak bicara untuk menarik
simpatik orang, ada yang menggabungkan diri dengan kelompok
pembaharu, ada pula yang mengandalkan kekerasan untuk menancapkan
pengaruh dan kekuasaan, bahkan ada yang tak ingin memperlihatkan
kemampuannya meski sudah terdesak keadaan.
Tak disangkal Ong Siau-sik termasuk golongan yang terakhir.
Dia bukan berharap bisa bertarung melawan Ki Bun?1ak serta Yap
Ki?ngo. Dia dipaksa untuk menghadapi kedua orang jago itu.
Sebab pelajar berbaju hijau itu sudah mencabut pedang miliknya.
Pedang yang berada dalam genggaman seorang jago pedang merupakan
ancaman paling serius untuk mencabut nyawanya.
Begitu mencabut pedang miliknya. pelajar berbaju hijau itu langsung
berusaha menghabisi nyawanya.
Ong Siau-sik tak ingin mati, kalau tak mau mati berarti harus
memberikan perlawanan. Begitu meloloskan pedang, pelajar berbaju hijau itu langsung
menyerang, sambil merangsek, katanya:
"Aku akan menggunakan seni menulis untuk mengajar ilmu pedang
kepadamu!" Sebuah tusukan langsung mengancam tenggorokan Ong Siau-sik.
Lelaki berkopiah tinggi berbaju bulu itu menonton dari samping
sambil ikut berteriak: "Bulan purnama menyinari bangunan loteng."
Tiba tiba Ong Siau-sik membalik telapan tangannya, menangkis
datangnya tusukan. Dalam genggaman Ong Siau-sik tiada pedang, darimana dia bisa
melancarkan tangkisan? Ternyata dia menggunakan tangan sebagai pengganti pedang,
menggunakan Leng?khong?siau-hun?kiam, ilmu pedang pencabut nyawa.
Pelajar berbaju hijau itu berseru tertahan, pedangnya dikembangkan,
tampaknya seperti melebar ke samping, tapi sasarannya tetap
tenggorokan lawan. "Bagus!" puji lelaki berkopiah itu lagi, "dari bulan purnama
menyinari bangunan loteng, kini berubah jadi bulan purnama menyinari
lapisan salju." Ong Siau-sik sadar, pihak lawan bukan saja memiliki ilmu silat yang
tinggi, ilmu pedangnya bagus, yang lebih menakutkan adalah ketatnya
perubahan jurus yang dia lakukan.
Cepat dia gunakan Li?kh0ng?siang?sit?t0, ilmu g010k penuh kenangan
untuk menangkis datangnya ancaman.
Pelajar berbaju hijau itu mendengus dingin.
"Hmm, bagus sekali, coba yang ini."
sambil menyerang dia mulai bersenandung, dalam sekejap mata enam
jurus serangan telah digunakan.
Didalam ke enam jurus itu, terselip dua ratus lima belas gerakan.
Nyaris seluruh tubuh Ong Siau-sik sudah terkurung ditengah jurus
serangan lawan, hampir saja pemuda itu tak sanggup mematahkan
ancaman itu. Dia tahu senandung yang dibaca pelajar berbaju hijau itu adalah
Sin-si?pian (bab pemikiran) karya Lau Gan.
Sin-si?pian merupakan Sebuah kitab yang secara khusus membahas Cara
melatih pikiran agar tenang, mengupas benturan pikiran dengan materi
duniawi. Tapi kitab pembahasan tersebut ketika digunakan oleh pelajar berbaju
hijau itu justru berubah menjadi jurus silat yang mematikan.
Ditengah kurungan cahaya pedang yang seakan jaring langit
membelenggu bui, Ong Siau-sik tak sanggup menjebolnya, tak mampu
menerjangnya, tak sanggup meronta untuk melepaskan diri.
Dengan pedang ditangan kiri, golok ditangan kanan, sekaligus dia
telah menggunakan tehnik "jejak, jebol, sodok, menghadang, membacok
dan menggulung" untuk menghadapi lawannya.
Biarpun ke enam.tehnik itu sudah digunakan, namun dia tetap gagal
menjebol jaring pedang lawan, gagal berkelit dari ancaman musuh.
Lagi-lagi dia gunakan enam.tehnik pedang untuk melabrak kurungan
musuh. Diikuti tangan kanannya menggunakan pula enam tehnik golok untuk
membacok. Gabungan golok dan pedang segera mengembangkan dua puluh empat
gerakan, dari itu berkembang lagi jadi tiga puluh enam tusukan.
"Bagus!" teriak pelajar berbaju hijau itu, dia merangsek lebih ke
depan, serangan pedangnya dimainkan tiada batas.
Jurus yang tiada batas membentuk persilangan yang menghambat jalan
pedang, membentuk jalan mati.
Biarpun dimainkan secara indah bagai tulisan seorang seniman, namun
Misteri Elang Hitam 2 Pengecat Langit Malam Karya Mochammad Asrori Dendam Bidadari Bercadar 3

Cari Blog Ini