Ceritasilat Novel Online

Bukan Cinta Satu Hati 1

Bukan Cinta Satu Hati Karya Rara El Hasan Bagian 1


?Bukan CINTA Satu Hati By: Rara el Hasan Ana Bilqis Adilah Hasan Kalau kehidupan bak seorang princess kalian kira hanya ada didalam film anak-anak atau buku dongeng pengantar tidur adik-adik kalian yang masih kecil.
Hem... kalian salah besar! Kenyataannya kehidupan bak seorang putri raja juga aku miliki, Hahahahaha...... Gak percaya? Ya sudah kalau gak percaya, memang
kenyataanya begitu. Perkenalkan dulu, namaku Bilqis Adilah Hasan, Putri satu-satunya keluarga Hasan dan cucu satu-satunya dari dua keluarga besar juga, tebak siapa? Gak usah
main tebak-tebakkan ya kelamaan. Aku cucu keluarga Hardi dan Anggono. Nah! Sudah pada ngeh belum, Hahaha...... kalau gak tahu berarti gak baca seri sebelumnya,
yah! Sayang sekali, tapi tenang saja karena Bilqis baik hati dan tidak sombong langsung bilqis kasih tahu deh. Nama Ayahku Hasan Prahardi, pemilik rumah
sakit Citra Medika dan Bundaku namanya Syaira Arianggono, mantan model terkenal disurabaya. Hehehe.....
Kembali keceritaku sebelumnya ya! Hidupku bak putri raja, hidup dengan serba kecukupan, mau apa tinggal bilang, butuh apa tinggal beli, barang jelek tinggal
buang... gampang banget kan hidupku, ya iyalah orang Ayah Bundaku sayangnya mati-matian sama aku. Mungkin karena Bunda pernah keguguran kali ya, jadi sayangnya
ke aku berlebihan. Tapi jangan salah juga, ayah juga sering banget marah-marah ke aku, mungkin karena kelakuanku yang Bengal luar biasa, kalau Ayah marah
pasti jurus pembandingnya keluar, katanya aku beda banget sama Bunda lah, bunda itu cantik lah, anggun, alim, sabar bla-bla-bla. Bunda ya Bunda, Bilqis
ya Bilqis ayah. Oh ya mengenai nama, aku sebel bener sama nich nama, apa gak ada nama yang lebih gaulan dikit, misal Rebeca kek Paula kek.. ini nama Bilqis, coba kalian
manggil aku apa? Palingan Bil kalau gak Kis ye kan? Sebel abis aku. Apa lagi anak-anak cowok dikampus, kalau manggil aku dikasih embel-embel "Muach" ih
jijik , jijay. Kalau mereka ganteng sih gak masalah, sayangnya mereka pada imut-imut " Item mutlak" hahaha... ya sudah lach yah, cukup segitu perkenalan
dari aku. Cukup, kan? *** Bukan "KW.an" Bunda
Foto Syaira Arianggono "Merah apa Biru ya." aku sedang? memilih baju untuk kukenakan? kekampus, aku geser satu-satu baju didalam lemari, baju yang begitu banyak, tapi entah kenapa
aku selalu haus akan baju baru, bukan Cuma baju, sepatu mahal, tas mahal juga harus up to date. Aku gak mau julukan trend center dikampus pindah ke orang
lain karena aku telat beli barang baru yang brendid and limited, siapa sih yang gak kenal Bilqis Adilah Hasan, peraih nilai kumlot tiap semester, model
terkenal di Surabaya, Apalagi kecantikan wajah dan body tidak usah diragukan lagi, gitar spanyol saja kalah, cowok mana yang gak mau ngantri kencan sama
aku, Cuma Dodot si tompel yang gak mau, bukan dianya sih yang gak mau, akunya yang ogah. Oh ya satu lagi cowok yang gak mau-mau banget ngelirik aku walaupun
udah aku goda sedemikian rupa, siapa lagi kalau bukan om Lucky temen Ayah di rumah sakit, mungkin karena om Lucky terlalu cinta sama tante Nita kali ya,
jadi? semua cewek cantik didunia ini dianggap jelek kecuali tante Nita, lagian om Lucky sudah tuwir alias Tua, tapi tetep ganteng sih. Eh? ayah lebih ganteng,
ketampanan ayahku tidak tertandingi.1
Baju Merah dengan panjang sebatas lutut dan leher baju berbentuk V lengan pendek membuat penampilanku begitu seksi dan sempurna, pinjem kata milik om demian
sang ilusionis ngaco, Pasti bertanya-tanya putrinya Syaira kok gak pakai Hijab, banyak yang bilang begitu sih, gak Cuma kalian. Ayah saja tiap hari memintaku
berhijab, sampai panas telinga kalau Ayah sudah cuap-cuap, tapi prinsipku no Hijab, biarlah orang berkata apa, hidup-hidup aku, bukan urusan mereka.
Sebelum berangkat tak lupa make up natural aku sapukan kewajahku, mukaku memang sudah cantik, make up ini hanya untuk pemanis, tanpa make up pun aku sudah
memikat, maklum wajah arab warisan Bunda, ada juga darah eropa punya Ayah, Kalau kata orang Blasteran oiy.? Hari ini aku pakai wedges tak terlalu tinggi
warna senada, tas Hermes warna Hitam melingkar cantik dipergelangan tanganku. "Humm so sexy"
" Bilqis!!." Yaelah, si Bunda kagak bisa apa lihat anak gadisnya lagi muter-muter didepan kaca, maklum mak-mak yes, gak tau orang seneng.
" Yes Mom, im coming?" Aku menyemprotkan kesempurnaan terakhir parfum Thierry Mugler Angel favoritku, setelah mematut sekali lagi penampilanku dicermin,
segera kulangkahkan kakiku keluar kamar dan turun kelantai satu menemui Bunda dan Ayah yang sudah menungguku dimeja makan.
Bunda duduk disamping Ayah,walau sudah tidak muda lagi, mereka selalu tampil mesra, yang lebih membuatku tak habis pikir mereka bisa bermesraan didepanku,
oh my god, bikin aku mupeng aja, gak tau apa anak gadisnya yang super duper famous ini umurnya sudah 21 tahun, kalau disuguhi adegan romantis siapa yang
gak pengen. Harus diketahui umurku sudah 21 tahun, tapi my Dad tetap tidak memberikan lampu hijau untuk pacaran, hikz sengsara hidupku. Katanya sih tradisi Ayah dan
Bunda dulu mau diwarisin ke aku, tahu apa? Dijodohin, kayak zamannya datuk maringi sama siti nurbaya saja pakek acara jodoh menjodohkan, mungkin karena
zaman semakin edan, pergaulan semakin bebas, Ayah dan Bunda gak percaya kalau aku bisa cari pendamping hidup sendiri.
Aku berdiri didepan Bunda dan Ayah, tatapan membunuh segera terarah padaku, pasti kali ini kena omel lagi, Ayah memicingkan mata, menelisik penampilanku
dari bawah sampai atas, setelah itu geleng-geleng kepala, tidak berbeda jauh sama Ayah, Bunda mengelus dadanya sembari mengeluarkan napas berat, mampus
aku! Siap-siap uang jajan dipotong.
" Duduk." Ujar Ayah sedikit menaikan nada suaranya, kalau seperti ini ketampanan ayah hilang, jadinya malah seram.
Aku duduk didepan ayah dan Bunda, mereka tetap tidak melepaskan tatapan ke arahku, Cuma bedanya sekarang ekspresi sedih yang tampil, aku menundukkan kepala,
aku tidak akan pernah sanggup melihat ekspresi sedih Bunda.
" Bilqis." Panggil ayah tegas.
" Iya yah." " Kamu itu sudah dewasa, apalagi kejahatan semakin merajalela sekarang. Berapa kali ayah bilang kalau keluar rumah jangan pakai baju kurang bahan seperti
itu." Ayah mulai menasehatiku, tapi Ih si Ayah ini kan trend baju 2015, ayah gak up to date banget.
"Tapi Yah, ini trend baju 2015. Bukan kurang bahan." Ujarku lirih.
"Bilqis!!!! Ayah tidak suka ya, kalau ayah sedang bicara kamu bantah." Ayah sedikit tersulut emosi, duh ini mulut gak ada remnya apa, sudah tahu ayah
punya sifat otoriter masih saja dibantah.
" Bilqis, dengarkan saja nak." Suara halus Bunda sedikit mengendurkan ketegangan diantara kami, ayah juga sediki luluh. Hahaha.. Ayah selalu bertekuk lutut
didepan Bunda. " Ayah tidak mengajari kamu jadi perempuan yang susah di atur seperti ini, contoh Bunda kamu." Humm.. tunggu sebentar Lagi, jurus pamungkas Ayah pasti
keluar. " Lihat penampilan bunda kamu, terlihat sopan, semua laki-laki pasti segan menggoda kamu jika kamu berhijab." Tuh kan bener, ayah ayah.. kenapa
selalu nyamain Bilqis sama bunda.
" Bilqis, ayah dan bunda tidak memaksa Bilqis berhijab, bunda tahu Bilqis belum siap untuk berhijab. Tapi setidaknya baju yang dipakai Bilqis harus tertutup
Nak, tidak seperti yang Bilqis pakai sekarang." Bunda mengeluarkan wejangan-wejangan indah, suara Bunda sangat merdu, halus lagi. Hah, andai aku siap berhijab
seperti bunda pasti Ayah tidak akan ngomel-ngomel lagi.
kepalaku manggut-manggut pertanda mengerti, tidak ada lagi perlawanan, percuma juga Ayah dan Bunda kekeh banget ngebujuk aku buat pakai hijab, tapi akunya
belum siap, karir modelku baru naik, masa aku lepas gitu aja karena hijab, ye malas aja.
Akhirnya Ayah dan Bunda capek juga ngomelin aku, sekarang kami melakukan aktifitas rutin setiap pagi, apalagi kalau bukan sarapan, kalian harus coba satu
hari tinggal dirumahku pasti bakal betah banget, keluarga kecil kami sangat hangat Ayah yang keras tapi penyayang dan Bunda yang lembut penuh cinta, Bunda
pernah cerita ke aku tentang kisah cintanya sama Ayah, kisah cinta penuh perjuangan dan pengorbanan tapi diakhiri dengan Happy ending. Hah, aku juga pengen
nanti kehidupan cintaku sama seperti Ayah dan Bunda Hihihi.. mengkhayal dulu sah sah aja kan ye.
Hari ini bunda masak makanan kesuakaan Ayah ikan gurami bakar, kesukaan aku juga sih. Aku makan dengan lahap, tanpa ba-bi-bu-be-bo kurang dari 15 menit
nasi dan ikan gurami bakar diatas piringku tatas, itu laper apa doyan? Tak lupa susu hangat menjadi pelengkapnya. Hari ini aku kekampus untuk mengambil
ijaza kelulusan, beberapa minggu yang lalu aku resmi diwisuda, pasti kalian ngirannya aku sarjana kedokteran ya? Kan tradisinya kalau anak dokter pasti
jadi dokter juga, eits!hal itu gak berlaku bagi kehidupanku, kalian salah besar kalau mengira aku ambil jurusan kedokteran. Aku lulusan Bisnis, berterima
kasih-lah pada Bunda. Bunda yang sudah bikin ayah memperbolehkan aku kuliah jurusan bisnis.
Aku beranjak dari tempat dudukku, berniat pergi kedepan rumah ketikan suara ayah mengurungkan niatku.
" Kamu berangkat sama ayah, sekalian nanti ikut ayah kerumah sakit."
" Lho, bilqis harus kekampus dulu Yah, ambil ijaza. Ayah gak telat nanti kalau nunggu aku." Sahutku menanyakan.
" Gak masalah, ayah gak ada jadwal operasi hari ini." Tutur ayah meyakinkan.
" Oke, Yah." Sembari kuacungkan jari jempolku ke udara.
" Sebelumnya ganti baju dulu, pakai yang tertutup." Ujar Ayah tegas. Masa? harus ganti sih, mau ganti baju apa. Dressku semuanya diatas lutut. Ya udah
deh pakai rok sama blazer saja. Tanpa berkata apapun aku langsung naik keatas mengganti bajuku dengan yang lebih sopan, ini mah kagak sopan tapi tertutup.
Aku kembali keruang tamu setelah selesai mengganti baju, mencium punggung tangan dan Pipi Bunda setelah itu mengekor dibelakang ayah menuju garasi mobil.
Ayah gak pernah ngijinin aku bawa mobil sendiri, ?kalau mau kemana-mana supir yang selalu nganterin, Pak Romi supir Bunda dulu sekarang beralih jabatan
jadi supirku. Aku lihat Ayah menghampiri Pak Romi yang sedang memanasi mesin Mobilku, mungkin mau bilang kalau aku? berangkat sama Ayah hari ini.1
"Pak Romi, hari ini biar Bilqis berangkat sama saya." Ujar Ayah halus.
"Baik Tuan." Ujar Pak Romi dengan sedikit membungkukan badan.
"Nanti siangan anter Ibu ke seminar ya pak."
"Baik Tuan." "Ya sudah saya berangkat dulu."
"Hati-Hati Tuan."
Ayah hanya menganggukan kepala dan melemparkan senyum simpul seraya berlalu menuju mobil yang sudah terparkir diteras depan,? walaupun ayah sudah gak muda
lagi tapi selera mobil ayah anak muda banget, Honda Civic terbaru, dari dulu Ayah suka mobil-mobil sedan, katanya sih anggun. Hahaha Bisa aja sih Ayah.
Mobil yang kami tumpangi melaju dengan kecepatan sedang menembus jalanan kota Surabaya, macetnya minta ampun. Kalau senin pagi seperti Ini jangan Harap
bisa leluasa melenggang dijalanan ibu kota tanpa macet, mustahil.
Tidak ada obrolan yang terjadi didalam mobil, yang ada hanya? suara mas Afgan lagi nyanyi dari balik tape mobil, dari pada bising ndengerin suara deru
kendaraan lebih baik degerin si mas Afgan yang suaranya oke tawetong.
" Yah, memang nanti siang Bunda ada acara apa?"
" Seminar, Bunda jadi tutor Hijab Sayang."
" Oh, Nanti setelah dari rumah sakit Bilqis ketempat seminar Bunda ya."
" Iya, sekalian temenin bunda peresmian outlet baru disana ya."
" Siap Ayah." Ujarku sembari memposisikan tangan seperti hormat, mau upacara kaleshehe
Perjalanan dari rumah ke kampusku lumayan jauh,? setelah? menempuh perjalanan kurang lebih tiga puluh menit, akhirnya sampai juga dikampus tempatku menimba
ilmu bisnis selama ini, aku kuliah di salah satu kampus terkemuka dikota Surabaya. Suasana kampus cukup ramai, lalu lalang para mahasiswa dan mahasiswi
menjadi pemandangan biasa disini.
Aku berkutat dengan gadgetku, membuat ayah mengeryitkan dahi penuh pertanyaan, tidak segera turun, aku malah tetap duduk didalam mobil dengan gadget ditangan
, jari-jariku dengan lihai menekan huruf-huruf dilayarnya.
" Belum turun juga?" Tanya Ayah, membuatku mengalihkan perhatian dari gadgetku kemudian menatap ayah dengan cengiran kuda.
" Nunggu Lusi ayah." Ujarku menjelaskan, dari tadi aku BBM.an sam Lusi teman baikku dikampus, hari ini aku janjian sama dia buat mengambil ijaza bareng,
Makanya aku gak turun dari mobil nunggu Lusi menghampiri aku dulu, Lusi itu teman baik sekaligus rivalku dikampus, Nilai IPK kami setiap semester selalu
kejar-kejaran. Walaupun terlibat persaingan sengit, kami ini laksana gula dan semut, dimana ada Bilqis disitu ada Lusi dan begitu sebaliknya, Makanya temen-temen
dikelas menyebut kami Twins sister, hehehehehe. Cuma bedanya, Lusi hidup dan dibesarkan dikalangan keluarga sederhana, Ayahnya seorang karyawan biasa
di sala-satu perusahaan milik swasta dan ibunya penjual minuman keliling, dia bisa kuliah di kampus ini karena beasiswa, ya walaupun begitu aku bukan tipe
cewek yang suka pilih-pilih teman, kalau aku merasa nyaman saat jalan dan ngbrol dengan seseorang gak perlu tuh latar belakang pakai dibawa-bawa.
?Oh ya satu lagi yang? membedakan? antara Aku dan Lusi,? sudah sejak SMA Lusi memutuskan memakai Hijab sedangkan aku, sampai saat ini pun belum siap mengenakan
hijab, hahaha...Masih proses, sabar tunggu aja. Aku tersentak kaget saat kudengar kaca mobil diketuk, Ayah yang juga mendengar itu segera menurunkan kaca
mobil disampingku. Memperlihatkan wajah cantik seorang gadis Indonesia dengan gamis pinknya, setelah kaca mobil terbuka sempurna. Lusi berdiri didepan
pintu mobil sembari melemparkan senyum hangat yang tidak ada habisnya.
"Assalamuallaikum Bilqis." Ujar Lusi memberi salam.
"Waalaikum salam Lusi." sahutku menjawab salam Lusi.
"Assalamualaikum Om Hasan."
"Waalaikum salam Lusi."
Aku turun dari mobil,. Eh ya sebelum itu salim dulu sama ayah tercinta plus cipika cipiki..hehehe.
"Yah, ayah tunggu disini sebentar ya." Ujarku yang dijawab anggukan ringan oleh Ayah.
Aku dan Lusi masuk keruang akademik, disana sudah ada bu Nilam staf akademik yang siap melayani kami, bu Nilam itu orangnya rumpi abis, tiap ketemu aku
bawaanya promosi produk jualannya terus, emangnya aku penadah barang apa, satu lagi! Walaupun umurnya sudah kepala tiga jiwanya bung jiwa muda bingiit.
" Bu kita mau ambil Ijaza." Ujarku setelah sampai dimeja pelayanan.
" Eh, Bilqis. Ibu punya produk baru nich, parfum yang biasa dipakai Syahrini sama Nagita clawina." Ujar bu Nilam semangat.
Aku dan Lusi terkekeh pelan mendengar ucapan bu Nilam, dasar bu Nilam tinggi juga jiwa humornya.
" Bu, yang bener itu Nagita slavina bukan clawina."
" Masa?, wah harusnya tuh bagusnya namanya nagita clawina." Ujar bu Nilam tidak mau salah. Aku geleng-geleng kepala mendengarnya.
" Iya terserah ibu aja deh." Ujarku malas.
" Gimana mau parfumnya? ambil dua ibu diskon Qis."
" Gampang dah buk itu, saya kesini mau ambil ijazah, kasihan ayah saya nunggu duluar." Sahutku mulai sebal.
" Astaga ayah kamu yang cakepnya kayak leonardo decaprio itu kan, kok gak diajak kesini juga?" Bu Nilam merapikan rambut dan bajunya. Aku semakin bergidik
ngeri melihat? tingkahnya.
" Bu, maaf, saya butuh segera ijaza saya." Oh god, akhirnya Lusi berbicara juga, gak dari tadi sih neng ngomongnya, kalau sama kamu kan nich bu Nilam langsung
nurut. " Baiklah, tunggu sebentar." Ujar bu Nilam seraya pergi mengambil ijaza kami di lemari penyimpanan.
" kenapa baru buka mulut sih." Ujarku dengan suara amat pelan.
" Sengaja, kan lumayan kamu bisa reuni sama bu Nilam." Jawab Lusi dengan kekehan kecil.
" Ih, ogah bener, rempong abis." Sahutku sembari memainkan rambut kecoklatanku yang panjang.
Bu Nilam kembali dengan dua ijaza ditangannya, sesegera mungkin kuambil ijaza? milikku dan mengucapkan terima kasih pada bu Nilam. Aku segera pergi meninggalkan
ruang akademik bersama Lusi, Tapi! Baru saja aku keluar dari pintu akademik, baru saja aku merasakan perbedaan suhu ruangan, langkahku terhenti oleh sosok
laki-laki jangkuk dengan model rambut belah tengahnya dan baju batik keemasan, menyerahkan sekuntum mawar merah ke arahku.
" Oh, my princess Bilqis, terimalah persembahan bunga mawar merah ini, bunga mawar merah satu tanda cinta, yang berarti bahwa ku cinta padamu." Yah, mulai
dah anehnya tuh orang, tapi sebentar-sebentar, itu bukannya lirik lagu ya? Gak kreatif banget.
" Qis, terima aja, lumayan dapet kembang palsu." Ujar Lusi sembari terkekeh pelan meledekku.
" Apaan sih, kalau kamu mau kamu aja yang terima." Balasku, membuat Lusi segera menggelengkan kepala.
" guci antik belinya dipasar baru, bilqis cantik terimalah cintaku." Laki-laki yang aku tahu bernama sutejo itu melemparkan pantun cintanya padaku.
" Hahaha.. Kreatif banget sih mas Tejo."Ujar Lusi? sembari terkekeh pelan membuatku mencubit pinggangnya.
" perut kenyang, sehabis kerja, mas tejo sayang kelaut saja, Bay!" Sahutku sembari berlalu meninggalkan laki-laki aneh itu.
Lusi mencubit lenganku membuatku mengaduh kesakitan, pelototan mata jadi hadiah untukku. Lusi memang cewek top markotop, kebaikan hatinya itu loh tak ada
duanya. Aku? berhenti berjalan, memandang Lusi dengan mengusap lengan rampingku yang dicubit seenaknya olehnya.
" Sakit tahu neng!" Ujarku cemberut.
" Habis kamu jahat gitu sama Tejo." Sahut Lusi dengan suara halusnya.
" Aku tadi sudah bilang kan! Kalau kamu mau ambil saja." Ujarka lagi sembari membuang muka.
" Tejo ngasihnya buat kamu."
" Aku ilfil sama dia Lusi, penampilannya itu lho.. hiiiii." Ujarku bergidik ilfil.
" Kamu gak ?boleh gitu Bilqis, Allah SWT telah memberikan kesempurnaan fisik untukmu, jadi alangkah baiknya jika kau imbangi dengan pribadi yang cantik
pula." Sahut Lusi menasehatiku.
" Kamu udah seperti mama Dede saja Lus, iye tahu aku salah. Kagak gitu lagi deh." Ujarku sembari membuat symbol Piss dengan dua jari lentikku.
"? Gitu dong itu baru namanya Bilqis." Lusi menarik tangan Bilqis mengajaknya pergi.
Aku dan Lusi berpisah di area parkir kampus, Karena Aku harus ikut Ayah kerumah sakit. ?Aku sempat menawari Lusi untuk kuantar pulang, tapi dia menolak,
katanya masih ada urusan dikampus.
**** Bisnis Oh Bisnis Entah kenapa aku uring-uringan hari ini, males dirumah gak ada kerjaan, paling-paling kerjaanku ke rumah sakit kalau gak ke butik Bunda, mambosankan! Aku
pengen kerja, biar nih ijaza gak jadi pajangan doang dilemari, kerja apa kek, asal kerjannya gak panas-panasan, aku kagak mau kulitku gosong kayak pantat
panci.hihihi. Aku harus merayu ayah buat mencarikan pekerjaan, ide bagus banget itu, punya ayah sukses harus dimanfaatkan.Piss Ayah Hehehe.. kelihatannya Ayah bunda
sudah pulang, siap-siap jadi drama queen, harus pakai ekspresi apa nih? Sedih, melas atau apa? Ah lihat nanti saja deh.
Kularikan kaki rampingku mendekati ayah, ayah lagi istirahat diruang keluarga, kebiasaan ayah kalau pulang dari kerja sukanya nonton televisi, tahu apa
yang ditonton? Apalagi kalau bukan breaking news, berita pembunuhan, perampokan dan lain-lain, pantesan pikirannya khawatir mulu sama aku, yang dilihat
serem-serem gitu, coba yang dilihat film Barbie, Disney pasti lebih so sweet si Ayah.
Aku duduk disamping ayah, mulai memasang wajah sedih, kalau gak gini mana mau ayah nurutin kemauanku, harus extra drama queen dah pokoknya kalau didepan
ayah, baru nanti dipertimbangkan. Lengan kemeja ayah kutarik-tari pelan, berniat mengalihkan perhatian dari kegiatan nonton televisi serunya, sudah beberapa
kali lengan kemejannya kutarik-tarik tapi ayah tetap tak peduli, duh ayah lebih penting berita dari pada aku ya. Digubris sebentar kek nanti dilanjutin
lagi acara nonton televisinya. Merasa usahaku sia-sia saja, karena ayahku tetap pada posisi awal, mantengin televisi tanpa mengedipkan mata, ku ambil remot
disampingku, kutekan tombol merah dan Taram mati deh tuh televisi nyebelin.
Ayah memalingkan perhatian memandangku, kedua tangannya terlipat dibawah dada sembari memasang raut wajah sebal. Maafin Bilqis ya ayah, habis bilqis dicuekin
terus sih sama ayah, jadinya aku matikan saja televisinya.
" Ada apa Bilqis?" Tanya ayah padaku.
" Yah, carikan bilqis lowongan kerja dong." Pintaku memelas.
" Tinggal taruh surat lamaran ke perusahaan-perusahaan beres kan?" Balas ayah membuatku melotot tajam, ih gampang banget ayah tinggal bilang gitu.
" Ayah, kalau kayak gitu gak bisa cepet dong, harus interview, seleksinya lama ayah. Bilqis pengennya bisa langsung kerja." Gerutuku pada ayah.
" Ya, kalau mau kerja harus ikut prosedur penerimaan tenaga kerja." Sahut Ayah sembari menghidupkan lagi televisi yang beberapa saat lalu kumatikan.
"kolega Ayah kan banyak, bantu bilqis kek, atau gak di perusahaan kakek saja gimana?" Ujarku sembari mengedipkan mata berkali-kali, aku lihat ayah seperti
memikirkan sesuatu, tinggal bantu putrinya gitus aja pakai acara mikir, langsung "iya" saja apa susahnya sih. Kolega banyak, perusahaan juga punya, masa?
anak semata wayangnya harus muter-muter naruh lamaran ke perusahaan-perusahaan orang.
"gak bisa gitu sayang, masa? kamu mau mengandalkan Ayah terus, kamu harus belajar mandiri,coba usaha dulu cari kerja nanti kalau sudah mentok baru Bunda
bantu." Bunda melenggang dari arah dapur dengan segelas green tea dan pastry ditangan, teryata bunda mendengar obrolanku dengan Ayah, alhasil ikut nimbrung
deh bundaku sekarang. " Ini ayah tea-nya." Ujar bunda sembari menyodorkan green tea pada ayah.
" Terima kasih Bunda." Jawab ayah sembari menerima cangkit tea dan meneguknya pelan.
" Tapi kan bunda, nanti ujung-ujungnya perusahaan kakek bakal jadi milikku juga." Sahutku sedikit sebal.
" Iya Bunda tahu, tapi belajar mandiri dulu, biar punya tanggung jawab. Nanti kalau sudah tahu susahnya kerja ditempat orang, pasti saat perusahaan kakek
jadi milikmu, kamu akan lebih hati-hati menjalankannya." Ujar Bunda lagi dengan nada lembutnya.
" Ih bunda, gak percayaan banget sama anak sendiri." Protesku, masa? sama anak sendiri gak percaya, Orang tua saja gak percaya apalagi orang lain pasti
lebih gak percaya lagi. " Bener kamu serius mau kerja?" Tanya ayah sembari? meletakkan cangkir green tea di atas meja.
" Iya Yah, pasti Bilqis bakal serius, Lusi saja udah kerja Yah, masa? Bilqis masih nganggur" Sahutku dengan mata berbinar, semoga saja keingginanku bisa
dituruti. " Apapun pekerjaannya?" Tanya Ayah Lagi.
" Iya Ayah." Sahutku yakin.
" Iya sudah, besok kamu berangkat ke jogja, sahabat Ayah butuh karyawan." Ujar Ayah membuatku memelototkan bola mataku yang berwarna brown ini.
" Jauh amat Yah ke jogja." Protesku, duh bakal jauh dari Bunda dan Ayah, padahal aku gak pernah jauh dari mereka apalagi harus meninggalkan karir modelingku.
" Ya sudah kalau gak mau." Ujar ayah sambil beranjak pergi meninggalkan ruang keluarga.
" Iya deh Yah , aku Mau" Teriakku, duh siap-siap deh dikirim ke negri antah berantah, jogja memang ciamik sih tapi jauh dari keluarga apa aku sanggup.
" Kalau begitu besok kamu sudah bisa berangkat, ayah pesankan tiket pesawat nanti." Ujar ayah sembari naik ke lantai dua.
Aku mengalihkan pandanganku dari Ayah kemudian menatap bunda yang duduk disebrangku, mata Bunda berkaca-kaca, ya! Kayaknya bunda mau nangis deh, duh jangan
nangis dong bunda nanti aku ikutan nangis juga. Segera kuhampiri bunda, memeluknya erat, Hah! Lebay kan, gak apa-apa dah, kan wajar orang mau pisah cukup
lama juga, pasti bakalan ?kangen sama suara lembut bunda, ketawa bunda, marah-marahnya bunda pokoknya semua tentang bunda.
" Nanti jaga dirimu baik-baik ya sayang, jangan melakukan hal-hal yang merugikan diri sendiri. Jaga nama baik keluarga." Ujar bunda disela-sela pelukannya.
" Pasti bunda, Bilqis akan jaga diri bilqi baik-baik."
Bunda merenggangkan pelukannya, menatap wajahku lekat-lekat seraya mencium keningku lembut, bulir bening turun dari mataku, Tuh jadi nangis kan, nich air
mata manja bingit,? kelihatan lemahnya kalau kayak gini. Tapi? Ah bunda, bilqis bakal kangen banget sama bunda.
" Bunda bantu bilqis packing ya." Ujarku yang dibalas anggukan kepala oleh bunda, aku dan bunda segera pergi kekamarku untuk packing. Gak tanggung-tanggung
tiga koper besar bertengger disamping ranjang, jangan tanya isinya apa, pastinya baju, tas, sepatu sama make up.. Hahah kayak mau pindahan ya? ? Wajar
dong, aku bakal tinggal cukup lama disana jadi harus preaper, Kalau aku gak bawa barang-barang ini, takut barang-barang yang aku butuhin gak ada disana.2
Setelah membantuku packing, bunda keluar dari kamarku, meninggalkanku seorang diri. Setelah ini aku akan tinggal dijogja, yang ku tahu jogja itu kota pelajar,
kota seni, kota wisata. Biuh banyak banget yang disandang tuh kota. Jogja itu Ibarat bali kedua, kalau mau cari turis, di jogja juga banyak, mau cari yang
rambutnya warna coklat, blonde, pirang sampai warna pink juga ada. Hahaha.
Kata ayah sahabatnya itu sedang merintis usaha yang cukup berpotensi, jadi aku diminta membantu dan mendampingi beliau. Tahu sendiri zaman sekarang banyak
banget penipuan saham. **** Go To Yogyakarta Ini gimana? dasar Ayah masa? semua barang didalam koperku dikeluarin lagi, katanya gak penting. Tinggal satu koper nih yang kuseret, isinya cuma baju sama
make up basic doang, duh nanti kalau ada acara pesta atau pertemuan sama client pakai sepatu apaan? Sandal jepit?,gondok deh! Mana ayah membelikan tiket
pesawat yang take off nya pagi-pagi buta, lihat saja bandara masih sepi, Cuma clining servis plus petugas bandara yang mondar-mandir, mungkin nih si ayah
berangkatin aku pagi-pagi biar bisa bantuin tuh pak clining servis ngepel.
Kemarin aku sempat jengkel sama ayah, ayah main rahasia-rahasiaan, mana ada orang tua melepas anaknya pergi jauh dengan berbekal informasi seadanya, kata
ayah nanti kalau sampai di bandara adisutjipto ada yang jemput, aku tanya alamat sahabatnya dimana gak dijawab, aku tanya lagi wilayah kota atau desa jawabannya
Cuma liat saja nanti, ogah bener aku kalau harus hidup didesa, gak level banget.
Dan yang lebih membuatku bertanya-tanya, sejak kemarin Bunda nangis terus, eh! Tadi pagi bunda malah semangat nyuruh aku segera berangkat, bikin curiga
aja. Sepertinya ada yang disembunyiin Bunda sama Ayah dari aku, Ayah juga gak sedih sama sekali melepas keberangkatanku ke jogja, semakin menambah rasa
curigaku. Kulihat jam tangan dipergelangan tanganku " Jam 7" ujarku, berarti? kurang satu jam lagi pesawatku take off, Aku segera check in setelah itu
menunggu di boarding room. Krik..krik krik hehhee. Bosan juga nunggu boarding, oh ya sambil nunggu boarding, lihat deh penampilanku, menarik perhatian
banget kan? Ya iyalah aku gitu, walaupun Cuma naik pesawat harus total gak boleh acakadut, apalagi jogja banyak turis, gak mau kalah sama turis-turis dong
penampilannya. Akhirnya pesawatku boarding setelah menunggu 30 menit, aku langsung menuju pesawat, tempat dudukku nomer 32, gak Cuma kursi saat ikut festival model saja
yang ada nomernya, kursi pesawat juga ada nomernya, biar gak ada penumpang gelap mungkin ya. Para pramugari cantik memberikan pengarahan take off dan safety
demo. Aku mendengarkan seksama dengan kepala manggut-manggut paham. Kurasakan pesawat mulai take off, setelah mengudara kuputuskan untuk memejamkan mata,
maklum tadi bangunnya kepagian, biasanya habis sholat subuh aku tidur lagi tapi tadi gak, aku langsung siap-siap berangkat.
?Aku tersentak kaget, langsung terbangun saat kurasakan sebuah tangan menepuk bahuku sedikit kencang, oh astaga berani-beraninya membangunkanku dari bobok
cantikku, siapa sih nih manusia, minta disemprot sama suara seksiku ya?
" Kak Bilqis model Surabaya bukan?" Ujar seorang perempuan yang berhasil membangunkanku sekaligus membuatku jengkel.


Bukan Cinta Satu Hati Karya Rara El Hasan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Iya, kamu siapa ya?" Tanyaku sembari mengeryitkan dahi.
" Oh kenalkan saya Ratih." Ujar perempuan itu sembari mengulurkan tangan berharap kujabat.
Kujabat tangannya tanpa suara, hanya senyum hangat sebagai salam perkenalan.
" Aku model baru di Surabaya Kak, freelancer gitu. Aku selalu belajar dari pose-pose Kak Bilqis." Ujarnya lagi dengan antusias tinggi.
" Benarkah? Terimakasih." Sahutku, wah! Aku punya fans nih, gak nyangka ada yang belajar dari pose-poseku didepan kamera, Merasa tersanjung banget.
" Pose-pose Kakak bagus-bagus, terlihat seksi tapi tidak seronok." Tambahnya memujiku, duh mudah-mudahan nih kepala gak membesar terus meletus, mana sekarang
pipiku memerah semerah tomat yang baru dipetik.
" terimakasi." Ujarku singkat.
Lumayan, selama perjalanan aku punya teman ngobrol, jadi gak boring dipesawat, teryata si Ratih ini anaknya cepat akrab sama orang, istilah inggrisnya
friendly, bener kagak? Kalau salah digaris bawahi ya. Hehe.. walaupun wajah bule, tapi lahir dan besar dijawa, iyo toh.
" Kak Bilqis itu stylenya selalu keren ya." Sahutnya kagum.
" Iya kah?" Tanyaku sembari tersenyum ramah. Hahaha.. aku memang selalu berpenampilan total, walaupun didalam kegiatan sehari-hari aku gak mau ada yang
nabrak and gak mecing. Sepatu boath hak tinggi, jacket bulu, celana karet plus kaca mata hitam membuat penampilanku apalah-apalah hari ini.
**** Pengalaman Baru Welcome to Jogjakarta, hah! Akhirnya sampai juga, udara jogja merasuk kerongga hidungku, segar dan alami. Kota seni yang luar biasa indah, ingetin aku
untuk menikmati destinasi belanja disini, aku mau shopping-shopping ke malioboro, ingetin aku juga buat gak melewatkan satupun tempat wisata disini, mau
kujelajahi sampai pegal nih kaki. Aku melenggang keluar dari pintu ketadangan dalam negri, nih mata orang-orang pada ngeliyatin aku, memang gak pernah
liat cewek cantik nan fashionable ya? Aku melangkah bak model di catwalk, ilmu jalanku di catwalk kugunakan saat ini. Kalau melihat dari fisikku, orang-orang
pasti mengira aku turis luar negri, hihihih.. padahal aku uwong jowo lho, Suroboyo tulen.
Mana nih, kata ayah setelah sampai dibandara ada yang jemput, kok gak nonggol tuh orang, mana badan aku mulai pegal-pegal, mataku beratnya mintak ampun,
ngantuk banget, tinggal 5wat kapasitas dayanya. mataku menjelajah kerumunan orang-orang disamping pintu kedatangan, " Bilqis" aku mencari nama bilqis dari
kertas yang diangkat orang-orang. ?Aku terus meneliti satu persatu? hingga ?pandanganku tertuju pada seorang laki-laki paruh baya dengan? baju batik, celana
bakal hitam dan blangkon khas Jogjakarta dikepalanya. Kuhampiri orang itu, tersenyum menyapa kerahnya dan disambut senyuman olehnya, beliau membungkukan
badan sedikit tanda penghormatan.
" Mbak Bilqis?" Tanyanya. Aku tersenyum lebar seraya mengangguk cepat. " Saya Parmin Mbak." Sahutnya mengenalkan diri dengan logat medoknya yang khas.
" Saya Bilqis Adilah Hasan, putri Hasan Prahardi pak." Ujarku juga memperkenalkan diri.
" Mari mbak, bapak sudah menunggu dirumah." Pak Parmin mengangkat koperku, mengajakku menuju mobil, pasti mobilnya bagus bin mahal, minimal sedan BMW-lah.
Hehehe, kata ayah sahabatnya ini orang kaya se Jogjakarta. Bayangan dijemput mobil mewah seketika tersaji diotakku bak video klip, aku sih berharapnya
mobil mazda Mx 5, mobil mewah yang harganya lumayan menguras isi tabungan. Hahaha..Bayangkan betapa beruntungnya jika bisa naik mobil itu, uh berasa millioner.
Apalagi itu mobil atapnya bisa kebuka, nanti aku mau langsung berdiri, dan nonggolin kepala terus melambaikan tangan, kayak Miss universe lagi pawai gitu-gitu.
Gak paham ya? Aku aja bingung mikir apa.. hihihi
" Mana pak mobilnya." Tanyaku setelah sampai di area parkir bandara. Pak Parmin menunjuk salah satu mobil yang berderet rapi disana, oh! my god, seriusan
aku harus naik mobil kayak gitu, apa kata dunia, yang bener aja, GAK AKAN!!! Bisa turun pasaranku kalau naik itu, lebih baik aku naik taxi aja dari pada
naik mobil pick up butut kayak gitu. Haduh nich ayah pasti bohongi aku, katanya orang kaya se Jogjakarta, tapi apa buktinya, mobil aja jadul dul dul. Mana
serasi ma penampilanku, penampilan se keren ini harusnya pakai lamborgini, Honda mobilio atau apalah sekelas mobil-mobil mahal. Kalau naik mobil butut
itu, kesannya aku kayak bule kere.
" Yakin pak kita naik itu." Tanyaku bergidik ngeri.
" Injeh mbk, monggo nanti semakin siang." Ajak pak Parmin padaku, aku menelan ludah berat, memasang wajah gak ikhlas. Oh! sungguh sempurna, belum apa-apa
sudah gini, jangan-jangan nanti aku disuruh tidur dikandang ayam. Mau gak mau deh sekarang, gak ada pilihan lain. Akupun naik kedalam mobil, duduk dengan
tak nyaman, mana bisa nyaman baunya pengap banget, bau khas kendaraan gak pernah dicuci. Mobil butut itu akhirnya melenggang pergi menuju kediaman sahabat ayah.
Ditengah perjalanan tak banyak yang kutanyakan pada Pak Parmin, palingan hanya nama sahabat ayah yang belum kuketahui sampai sekarang, horror kan, mau
tinggal dirumah orang malah gak tahu nama si pemilik rumah. Dibilangin ayahku itu penuh rahasia, setiap ditanya masalah sahabatnya selalu gak mau jawab.
Tapi sekarang aku sudah tahu nama sahabat Ayah itu, namanya pak Rozak, kayak namanya ayahnya ayu ting-ting ya.
Kuputuskan untuk tidur, kata pak Parmin perjalanan dari bandara kerumah Pak Rozak cukup jauh, kira-kira memakan waktu dua jam perjalanan. Dari pada kepalaku
pusing gara-gara naik mobil yang luar biasa bagus ini, lebih baik tidur, bangun-bangun sampai tujuan. Aku terbangun, ketika kurasakan jalanan mulai menanjak,
menanjak? Biasanya kalau jalanan menanjak pasti pegunungan. Aku menegakkan badan melihat jalan dari balik kaca mobil, benar kan dugaanku, naik gunung.
Mulai parno? dah aku, hayalan di otakku juga semakin aneh-aneh. Jangan-jangan aku bakal tinggal di pelosok desa, gak ada kamar mandi, susah air, oh! No.
Kalau sampai itu benar, mending pulang saja.
Astaga! Sepertinya firasatku benar, lihat tuh jalanan didepan, aspalnya mentok yang ada tinggal jalan tanah berbatu, sempurna sudah. Kanan ?kiriku rumah-rumah
kayu dengan pohon-pohon rimbun didepannya.
Sebuah gedung berlantai dua tersaji didepannku, model kontruksi bangunannya memanjang bak gerbong kereta, hijau dan putih mendominasi warna cat ditemboknya.
Mobil kami masuk area parkir gedung, perasaanku semakin was-was sekarang, gimana gak was-was, dari tadi ku lihat semua anak perempuan disini mondar-mandir
dengan busana muslim longgar dan panjang. aku tahu ini tempat apa " Pondok Pesantren" Huaaa Hikz, ayah nyebelin banget, katanya mau dikasih pekerjaan malah
dikirim ke pondok pesantren, tubuhku seketika menegang, keringan dingin mengucur deras dari keningku, aku pengen pulang saja sekarang, pengen kabur!3
" Mbak..mbak.." Suara Pak Parmin menarikku kedunia nyata, membuatku menggeragap tak siap, segera kupusatkan perhatiannku, ?memandang pak Parmin berhenti
mengguncang bahuku. "Eh, iya pak ada apa." Tanyaku sok bego?.
" Dari tadi mbak Bilqis saya panggil tidak menjawab, kita sudah sampai mbak mari turun kita temui Bapak." Ajak pak Parmin, yang kutanggapi dengan anggukan
kepala seraya turun dari mobil.
Semua mata tertuju padaku, mungkin karena penampilanku terkesan salah tempat, jadi semua orang pada ngeliati, gak disini gak disurabaya, aku selalu jadi
pusat perhatian. Ekspresi mereka saat melihatku juga bermacam-macam, ada yang kasak kusuk, ada yang ngetawain, ada yang penasaran tapi gak sedikit juga
yang kagum. Aku berjalan mengekor dibelakang pak Parmin, duh pak Parmin jalannya cepet banget, pelan sedikit dong pak, aku pakai sepatu hak tinggi ini, bisa jatuh
terjungkal? kalau cara jalannya kayak gitu. Mataku tak henti-hentinya memandang kesekitar, pondok ini lumayan asri juga, banyak pohon-pohon hijau, bernapas
disini lebih ringan, udaranya masih bersih dan segar.
Aku masuk kesebuah ruangan didalam pondok, seorang pria paruh baya duduk dibelakang meja kerja, sedang mengerjakan sesuatu. Pak Parmin mengetuk pintu seraya
mengucapkan salam membuat pria itu mendonggak, sejurus kemudian melemparkan senyum simpul kearahku.
Waalaikum salam, masuk-masuk Nduk." Aku masuk kedalam ruangan, duduk di sofa busa. Pria itu beranjak dari kursi kerjanya dan duduk didepanku. Sahabat
?ayah ini sepertinya tipe orang yang ramah, sedari tadi senyum simpul terus mengembang dipipinya.
" Saya Rozak pemilik pondok pesantren ini." Ujarnya mengenalkan diri. " Ayahmu sudah bilang padaku, kamu bersedia membantuku mengembangkan bisnis dan membagi
ilmu bisnismu padaku." Ujar pria itu lagi. Oh jadi ini yang namanya pak Rozak,Ops! Maksudku Kyai Rozak, kelihatannya oangnya baik.
" Iya Pak Kyai, Ayah bilang panjenengan ( Kamu) mau mengembangkan usaha? dipondok pesantren ini?" Tanyaku, walaupun badung-badung gini aku masih punya
tata krama dan sopan santun kalau ngobrol sama orang yang lebih tua, Hmm! Sesuatu banget kan ya.
" Betul Nduk, aku sudah lama bersahabat sama ayahmu, satu minggu yang lalu tiba-tiba saja ayahmu menghubungiku, Itu komunikasi pertamaku dengan ayahmu
setelah satu tahun tidak ada komunikasi. Ayahmu menanyakan padaku apa ada pekerjaan untuk anak gadisnya" Ujarnya lagi, berarti ayah duluan yang menghubungi,
sebenarnya rencana apa sih yang disusun ayah. Ingatkan aku untuk menelepon ayah setelah ini.
" Apa yang harus saya kerjakan pak Kyai?" Tanyaku tanpa mau basa basi, aku ingin cepat kekamar dan istirahat, ngantuk banget.
" Nanti biar Rizal yang memberitahumu." Ujar Kyai Rozak, Rizal? Mungkin anak buahnya, bodoh amat yang penting kerja, yah walaupun lokasi tempat kerjaku
diluar ekspertasiku sebelumnya, dibayanganku mah kantor besar mewah, kenyataannya hanya sebuah pondok pesantren. Tapi siapa tahu pak Kyai punya perusahaan
lain diluar pondok, iya mungkin saja seperti itu.
" Pak Kyai sebelumnya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya, apakah saya sudah boleh melihat dimana kamar saya." Ujarku dengan nada rendah.? Putus, putus
dah urat Maluku, nih mata sudah pada demo minta dipejamkan.
" Astagfirullah hal adzim, monggo nduk biar Parmin yang mengantarmu kekamar, pasti kamu lelah, beristirahatlah.
Aku menganggukan kepala seraya pergi meninggalkan ruangan, lagi-lagi mengekor dibelakang pak Parmin, seperti anak ayam dan induknya saja aku ini, kali
ini pak Parmin jalannya pelan-pelan, mungkin karena jalan yang kami lalui cukup padat dengan orang yang berlalu lalang. Tunggu! dari aku datang sampai
sekarang yang kulihat hanya perempuan, dimana laki-lakinya, jangan-jangan gak ada laki-laki disini, yah gak bisa cuci mata dong.
Kami berhenti didepan ruangan, pak Parmin bilang itu kamarku, Ah! Akhirnya. Tanpa basa basi aku langsung masuk kekamar, sekarang aku gak terlalu kaget
lagi sih ngeliat kondisi kamar yang hanya ada ranjang dan lemari,? maklum lah ini kan Pondok pesantren,? memang fasilitas apa yang aku harapkan, ini saja
sudah untung-untungan. Setelah mengganti baju aku segera merebahkan badan dan terlelap tidur setelahnya.
Suara ketukan nyaring dipintu membuatku terbangun, dengan mata yang masih mengantuk aku membuka pintu kamar. Kudapati seorang gadis muda dengan busana
muslim merah jambunya, wajahnya cantik alami, senyumnya sungguh manis, siap gadis ini? Ujarku dalam hati. Mungkin salah satu santriwati disini.
?Gadis itu membawa nampan berisi nasi dan air putih, aku memiringkan badan, memberi jalan dan mempersilahkannya ?masuk. Wah tahu juga nih orang-orang kalau
aku laper banget, perut udah keroncongan, cacing-cacingnya pada demo minta dikasih makan.
"Mbak Bilqis silahkan dimakan." Ujar gadis itu sembari meletakkan nampan diatas meja.
Aku hanya mengangguk ringan, kududukan tubuhku ditepi ranjang sembari memandang gadis itu? yang mulai beranjak pergi meninggalkan kamar, duh tuh anak gak
boleh pergi aku butuh banyak informasi, mungkin aku bisa tanya-tanya ke dia.
" Hay, kamu tunggu." Panggilku membuat gadis itu berhenti dan memutar badan memandangku.
" Iya Mbak?" " Sini." Pintaku sembari menepuk-nepuk ruang kosong ditepi ranjang bersebelahan denganku. Gadis itu mengangguk seraya melangkah mendekatiku dan duduk disampingku.
" Ada apa mbak." Tanyanya.
" Nama kamu siapa?" Ujarku, sembari mengembangkan senyum tulus.
" Saya Mila khumaira Mbak bilqis." Oh teryata namanya Mila khumaira, nama yang cantik, Secantik orangnya.
" Kalau boleh tahu, disini kenapa Cuma ada perempuan ya gak ada laki-laki?"Tanyaku, pertanyaan bodoh ya, namanya juga gak tahu, menurut pepatah malu bertanya
sesat dijalan. Daripada aku malu nantinya lebih baik tanya sekarang apalagi ada orang yang bisa ngasih informasi pastinya.
" Oh, ada mbak. Cuma tempatnya terpisah, kalau asrama putra ada dibelakang asrama putri."
" Jadi gitu." Sahutku sembari menganggukan kepala paham.
" Semoga Mbak bilqis betah ya di podok Nurul Huda ini, ya beginilah mbak kondisinya, maklum desa."? Ya mudah-mudahan betah, kalau lihat kondisinya kayak
gini, selama disini aku puasa shopping pastinya, mana ada mall diatas gunung begini, yang ada pasar tradisional, ogah kesana becek bin bau.
" Mudah-mudahan." Sahutku singkat.
" Tadi Mila dapat pesan dari Abah kata beliau selama disini mbak bilqis diwajibkan memakai baju tertutup." Seketika mataku mebelalak lebar, gak salah nih,
aku harus pakai hijab, duh ogah, milih pulang saja kalau kayak gitu. Bercanda aja nich orang-orang, gak ada permintaan yang lain apa?
" Hah! Pakai hijab?"
" gak mbak Bilqis, hanya baju tertutup saja." Ujar Mila Lagi, Fiuh! Aku menghembuskan napas lega,teryata Cuma pakai baju tertutup aja toh, ok,ok gak masalah.
"Mbak Bilqis kalau sudah tidak ada yang perlu ditanyakan, aku izin ke masjid dulu ya, sudah mulai masuh waktu sholat Ashar." Ujar? Mila meminta izin untuk
pergi ke masjid, iya sih ini sudah masuk waktu Ashar.
" Ok, nanti aku nyusul deh." Sahutku, Mila berlalu keluar kamar, aku segera mengambil baju ganti dan pergi kekamar mandi cewek didalam asrama putri, jangan
berharap ada kamar mandi pribadi seperti dirumahku, yang ada KMU alias kamar mandi umum, kalau mau mandi harus antri dulu kayak orang mau ambil BLT. Gak
apalah yang penting bisa mandi, tau sendiri nih badan udah lengket banget kayak permen gulali, walau begitu gak ada aroma tak sedap ditubuhku, aku mah
selalu wangi, anti burket ( bau ketek). Setelah beberapa menit mengantri, tiba juga giliranku, aku bisa mengguyur badanku dengan air dingin sepuasnya,
Brrr.. segar luar binasah, eh biasa maksudnya.
**** Pencuri Hatiku Aku dan Mila keluar dari masjid bersama-sama, pintu keluar santri putri dan santri putra dibuat terpisah, walaupun sholat jamaah bersama-sama tetapi tidak
ada akses buat santri putri dan putra bertemu, duh kalau aku gak tahan, hidup tanpa melihat laki-laki serasa sayur kurang garam.
?Badanku serasa membatu, mataku berbinar-binar bak lampu disko saat kulihat laki-laki tampan bak artis Hollywood melintas didepanku, seketika angin surga
serasa menerpa tubuhku,? ini nih yang bikin aku betah lama-lama tinggal disini, disuruh tinggal selamanya disini juga gak apa kalau ada cowok se-ganteng
ini. Aku harus cari informasi siapa cowok yang baru saja lewat didepankku itu, Tuh cowok harus jadi suamiku, Ops. Terlalu cepat, pacar dulu saja deh. Tapi
mingkin gak ya? kelihatannya tuh cowok alim banget, Eits! gak ada istilah gak mungki dikamus cintaku.
?Mila mengajakku ketempat abinya, teryata Mila ini putri Kyai Rozak, pantes cantik bapaknya saja sudah tua tetap kelihatan ganteng. Mila mengetuk pintu
sembari mengucapkan salam saat tiba didepan ruang kerja Kyai Rozak, teryata Kyai Rozak sedang menerima tamu. Seketika Kyai Rozak dan tamu yang duduk dedapannya
menoleh kearah pintu, melihat dua gadis cantik berdiri didepan pintu, salah satunya aku.
?Oh! my god, oksigen dong, nafas aku kembang kempis nih, astaga cowok ganteng itu ada disini, didepanku pula, bibirnya tipis dan merah, hidungnya mancung,
rahangnya kokoh dan bola matanya berwarna coklat muda, Ini mungkin malaikat yang gak sengaja turun kesini. Boleh gak dibawa pulang, aku terpesona!! Rasanya
didalam perutku seperti banyak kupu-kupu sedang berterbangan, diatas? kepalaku puluhan kembang api meledak dar dir dor, jantungku dag dig dug gak karuan.
Bunda Bilqis jatuh cint, jatuh cinta pada pandangan pertama.2
?" Mbak Bilqis, sini." Suara Mila menghancurkan lamunanku, aku melirik kekanan dan kekiri. Lho sudah pada duduk disofa, duh kok ya baru disadarin sih Mila
akunya, jadi kayak orang gila kan, berdiri sendirian dengan wajah mupeng didepan pintu.
" Mari duduk sini Nduk." Ujar Kyai Rozak, membuatku melangkah dan duduk disebelah Mila. Aku menelan ludah berkali-kali, aku berhadapan langsung dengan
cowok ganteng ini, kalau dari dekat seperti ini, gantengnya 100%. Mulai detik ini aku bertekat untuk mendapatkannya, bagaimanapun caranya aku harus miliki
tuh cowok. " Perkenalkan ini Rizal putra saya Bilqis, Rizal ini? Bilqis." Ujar Kyai Rozak memperkenalkan kami. Aku mengulurkan tangan berniat berjabat tangan dengan
Rizal, tapi si Rizal malah gak mau menjabat tanganku, katannya bukan muhrim. duh malu banget aku, langsung aja kutarik tanganku cepat. Hum! Satu tingkah
lakuku yang dinilai minus dimatanya.1
" Rizal, bilqis ini yang nantinya akan membantu mengembangkan bisnis donat ketela hasil kreatifitas santri putri." Ujar Kyai Rozak, Apa donat ketela, jadi
bukan perusahaan property atau apalah, Hanya home industry, Gila nih ayah, aku benar-benar dijebak. Tapi bagaimana lagi, sudah kepalang tanggung, lanjut
saja deh. " Abah yakin? Coba lihat penampilannya, dia sendiri saja tidak bisa menempatkan diri dilingkungan seperti ini," Sahut Rizal sembari memicingkan mata menatap
kearahku, tatapan menilah dilontarkan ketika melihat? penampilanku yang hanya menggunakan kaos lengan panjang dan rok kain panjang, memang sih aku belum
pakai hijab, ribet plus bikin rambutku lepek nanti. Tapi ya gak harus ngomong gitu juga tuh si Rizal, ganteng sih ganteng tapi omongannya pedes kayak cabe.
"Bilqis ini sarjana lulusan dari Universitas ternama di Surabaya." Ujar Kyai Rozak membelaku, terima kasi pak Kyai, pak Kyai baik deh.
"Terserah abah saja lah, sekarang apa yang harus Rizal lakukan abah?" Tanya Rizal, dengan ekspresi wajah yang tak kumengerti, nich cowok ekspresinya datar,
sulit ditebak. " Bimbing Bilqis, dia harus adaptasi dulu dengan lingkungan pondok dan ajak terjun langsung menangani produksi." Jawab Kyai Rozak menjelaskan.
" Baiklah. Kalau begitu saya pamit mengajar dulu abah, Assalamualaikum." Ujar Rizal, sembari berdiri dan mencium telapak tanggan Kyai Rozak.
" Waalaikum salam." Sahur Kyai Rozak, sembari mengantarkan Rizal ke ambang pintu. Kyai Rozak kembali duduk setelah melihat Rizal pergi dari ruangannya.
" Mila antarkan Mbak Bilqis untuk melihat tempat produksi donat ketela ya." Ujar Kyai Rozak menyuruh Mila, yah kok Mila kenapa bukan Mas Rizal saja. Kenapa
aku panggil Mas, kelihatannya tu si Mas-Mas umurnya diatas 25, jadi biar lebih sopan aku panggil Mas saja mulai sekarang.
Setelah mendapat titah langsung dari sang ayahhanda, Mila mengajakku menuju tempat produksi donat ketela yang terletak diluar Pondok pesantren. Aku mengrenyitkan
dahi penuh pertanyaan, bukannya para santriwan santriwati disini gak boleh keluar dari pondok ya, ini kok malah boleh produksinya diluar pondok. Kalian?
denger sendiri kan tadi Pak Kyai bilang apa, para santriwati yang membuat donat ketela itu.
" Apa boleh para santriwati keluar dari pondok?" Tanyaku pada Mila, aku tipe orang yang gak suka menyimpan rasa penasaran dikepala, takut jadi jerawat,
Hahaha. " Pekerja di disini bukan para santri mbak, tapi warga sekitar. Para santriwati hanya menemukan resep donat ketela saja." Ujar Mila menjelaskan, membuatku
manggut-manggut paham. Jadi begitu toh.
" Ayo mbak." Ajak Mila ketika kami sampai disebuh rumah yang tidak terlalu besar. Hmm~ harum, bau donat digoreng menusuk hidungku, membuat air liurku mau
menetes, aku jamin itu donat rasanya enak banget. Nyicip satu dong, hehe.
Didalam rumah itu banyak ibu-ibu sedang bekerja, ada yang menggoreng, ada juga yang lagi bikin adonan. Aku menyomon satu donat coklat matang, menyicipinya.
Buset ini enak pakai banget, teksturnya halus, gurihnya pas dan manisnya ini loh legit banget. Wah kalau promosinya bagus bakal untung besar nih, dasar
jiwa bisnis, apa-apa mikirin untung.? Lho! ya iya dong, Buat apa sekolah bisnis mahal- mahal kalau gak bisa bikin untung usaha.
Setelah puas mencicipi seluruh varian rasa donat ketela, aku dan Mila balik ke pondok. Adzan maghrib berkumandang nyaring, Saatnya kita tinggalkan seluruh
aktifitas dan pergi ke masjid untuk sholat maghrib berjamaah.
**** Sakitnya Tuh di Sini Suara dering telepon membangunkaku, duh, siapa sih telepon malam-malam begini?Kuraih gadget dari atas nakas dan kulihat ID si penelepon. " Bunda." Ujarku sembari menegakkan badan bersandar ke kepala ranjang. Tanpa pikir panjang aku mengangkatnya, terdengar jelas suara merdu seorang wanita dari balik telepon, membuat mataku seketika berkaca-kaca.
Sejak sampai disini lima hari yang lalu, aku belum menghubungi Bunda atau Ayah sekalipun, Gara-gara konsen mengait hati mas Rizal, sampai lupa menghubungi orang rumah. Duh, durhaka banget aku.
" Assalamualaikum, Bunda."
" Waalaikum salam, Sayang. Alhamdulillah, kamu sehat kan, Nak?" Tanya Bunda, membuat air mataku sukses turun membasahi pipi.
" Sehat Bunda, Maaf Bilqis lupa menghubungi Bunda." Ujarku dengan suara bergetar.
" Bunda sama Ayah hampir mau kesana, kamu dihubungi gak bisa-bisa. Tapi kamu gak kenapa-kenapa kan Sayang? betah kan disana?" Bunda memberondongku dengan berbagai pertanyaan, sekarang kudengar suara Bunda mulai bergetar, mungkin Bunda juga menangis.
" Alhamdulillah Bilqis betah disini." Ujarku menyakinkan.
" Hallo Bilqis." Sekarang suara merdu berganti menjadi suara berat Khas laki-laki dewasa.
" Iya Ayah." Jawabku singkat.
" Kemana saja, dihubungi berkali-kali nomermu gak bisa?" Tanya ayah tegas.
" Ayah tahu sendiri kan disini gunung, HP Bilqis gak ada sinyalnya, tadi pagi baru ganti operator."
" Begitu! Bagaimana? sudah mulai kerja?"
" Apaan, ayah bohongin Bilqis, katanya kerja. Ini malah bilqis disuruh bikin donat." Protesku gak tanggung-tanggung.
Kudengar suara ayah tertawa nyaring membuatku semakin jengkel.
" Hahaha... Sekalian belajar Mandiri, katanya mau megang perusahaan Opah."
" Iya, tapi gak dikirim ke pondok juga." Gerutuku, sekarang aku bisa puas ngomel-ngomel ke Ayah, salaha sendiri aku dibohongi.
" Sudah Nikmati saja, suatu saat kamu akan berterima kasih sama Ayah karena sudah mengirimmu kesana."
Haha... sih Ayah, gak perlu nanti sekarang saja Bilqis sudah berterima kasih sama Ayah, coba kalau ayah gak ngirim Bilqis kesini pasti gak akan ketemu Mas Rizal. Oh ya mengenai mas Rizal, aku mulai gencar menarik perhatianya lho, tapi hasilnya tetap saja Nihil. Cueknya minta ampun tuh cowok, Tapi bukan Bilqis namanya kalau mudah menyerah.
" Qis..." Panggila Ayah dari balik telepon, membuatkun keluar dari dunia lamunan. Oh mas Rizal kau membuatku sering melamun. Hehehe.
" Iya Yah." Jawabku menegaskan.
" Sudah ngantuk kamu?" Tanya ayah lagi.
"Belum, Yah Bilqis mau bicara sama bunda dong." Pintaku, setelah beberapa detik, Suara merdu wanita kini terdengar lagi.
" Ada apa Bilqis?" Tanya bunda padaku.
" Anu Bunda, besok pagi kirimin bilqis baju muslim dong, yang bagus-bagus ya." Ujarku dengan senyum merekah.
Haha, mulai besok aku mau berhijab.
Tidak ada jawaban berarti dari Bunda, jangan-jangan Bunda pingsan. " Bunda." Panggilku ketika bunda tak kunjung berbicara.
"Iya..., Iya, sayang. besok Bunda kirim. Ya sudah kamu istirahat.. Sudah malam." Ujar Bunda.
" Iya sudah bunda, bunda juga istirahat. Bilqis sayang bunda. Assalamualaikum." Ucapku, sembari mematikan handphone saat bunda selesai menjawab salamku.
Pikiranku melayang, mulai besok aku mau pakai hijab, misi pertama buat menarik hati Mas Rizal, gak sabar pingin tahu ekspresi mas Rizal saat lihat aku berhijab, Pasti terpesona. Kuletakkan gadgetku di atas nakas, kembali kurebahkan tubuhku, mencoba memejamkan mata dan beusaha tidur lagi, semoga bisa mimpiin Mas Rizal.
*** Pagi-pagi aku disambut paket segede kardus mie goreng, kata yang ngasi paket, ini paket dari Surabaya, Surabaya? Aku tahu ini isinya apaan.
Karena gak sabar, langsung kubuka saja nih paket.
Wow! Isinya baju-baju muslim berbagai model, I love U so much Bunda, bunda selalu bisa diandalkan disituasi seperti ini.
Aku comot satu baju, warna baby pink dengan bahan sifon full payet. Ahay, gak ngebayangin bagaimana ekspresi Mas Rizal setelah ini. Bikin deg-degan saja, Huh!
Kira-kira pujian apa ya yang keluar dari mulut mas Rizal pertama kali ketika melihat perubahanku? " Bilqis kamu cantik banget" atau " Kamu terlihat berbeda dengan berhijab."
Aaaarrg, Mas Rizal kau membuatku gila, Kau menjungkir balikkan duniaku, kau membuat hatiku klepek-klepek. Oh mas Rizal tunggu aku, Im coming Mas.
Tinggal tacap-tacap sedikit, lipstick! mana lipstick? bagusnya warna apa ya? warna pink atau warna peach? pink saja deh biar senada.
Terus aku pakai sepatu apaan? Aku kan gak bawa sepatu-sepatu andalanku, Ah! Aku baru ingat, aku sempat nyelundupin satu sepatu high hills di dalam koper, kok ya bisa lupa begini, padahal usiaku baru 21 lho tapi kok ya sering lupa?
Kupatut wajahku dicermin"Cantik", setelah puas mengagumi diri sendiri, aku segera keluar kamar dan pergi ke tempat produksi, biasanya kalau pagi-pagi begini, Mas Rizal selalu ada ditempat produksi donat Ketela. Hari ini cuaca lumayan panas, duh kecilin sedikit dong mataharinya, nanti luntur make upku, mana belum ketemu Mas Rizal lagi. Tuh bener kan mas Rizal ada disini, mas Rizal mas Rizal, rasanya kayak ketiban durian montong, pagi-pagi sudah bisa lihat parasmu yang aduhai itu.
Aku mendekati Mila yang sedang berdiri disamping mas Rizal, kutepuk bahunya pelan, membuat gadis itu menoleh kearahku, matanya bebinar melihatku.
Nah! Kan ya, Mila saja terpesona apalagi mas Rizal.
" Apa-apaan kamu ini, mau kondangan apa mau bantu proses produksi." Ujar mas Rizal ketus.
" Mas, jangan gitu. Kita harus bersyukur mbak Bilqis sudah mulai memakai hijab." Sahut Mila membelaku, aku gak bisa berkata apa-apa, terlalu kaget dengan respon mas Rizal yang diluar ekspertasiku, Sedih banget deh rasanya, sakitnya tuh disini Mas, ngertiin dikit napa, kalau gak suka ya kagak usah gitu, gak pekah banget sih.
Mas Rizal geleng-geleng kepala sembari melemparkan senyum mencela ke arahku, emang penampilanku aneh ya? Sampai segitunya.
Aku terdiam bak arca candi, bingung dah mau bilang apa, ayo Bilqis jangan kelihatan bodoh. " Heheh.. memang terlihat aneh ya?" Ujarku sekenanya.
" Bukan aneh lagi tapi berlebihan, aku gak suka sesuatu hal yang berlebihan, benar penilaianku, kamu tipe wanita yang tidak bisa menempatkan diri, bagaimana bisa memajukan produksi ini?" Jawabnya sinis, tuh kan makin terlihat bodoh aku. " Satu lagi, sepertinya kamu bukan tipe wanita yang bisa diajak kerja keras, hidupmu terlalu mudah, kamu terbiasa hidup dengan segala hal yang kamu mau selalu terpenuhi, jadi lebih baik kamu pulang saja ke Surabaya." Ujar Mas Rizal menambahi.
Mataku mulai berkaca-kaca, bulir bening sedikit-demi sedikit menetes dari pelupuk mataku. Tak kuasa menahan rasa malu, kularikan kakiku meninggalkan mas Rizal dan kembali ke kamar.
Ku lemparkan tubuhku diatas ranjang, menangis tersedu-sedu, meratapi kebodohanku. Mana mungkin mas Rizal bisa suka sama aku, selera mas Rizal itu tinggi.
Kamu bodoh Bilqis, Mas Rizal pasti ngetawain kamu, lihat penampilanmu kayak badut ancol.
Suara ketukan dipintu kamarku, membuatku berhenti menangis, sambil menghapus sisa air mata di pipiku, aku membuka pintu dan mendapati Mila berdiri didepan pintu dengan raut wajah penuh penyesalan.
Mila masuk kekamarku, meletakan tas plastik diatas meja dan memintaku menghampirinya.
"Mbak Bilqis, maafin mas Rizal ya, memang seperti itu sifat mas Rizal, Mila lupa memberi tahu, mas Rizal suka wanita yang sederhana, apa adanya. Karena bagi mas Rizal, seorang wanita boleh bersolek secara berlebihan jika didepan suaminya." Ujar Mila dengan wajah sedih.
" Memang aku yang salah Mila, mana mungkin Mas Rizal suka sama aku, dari yang penampilanya terbuka, sekejab berubah berhijab." Ujarku pelan.
" Mila yakin mbak Bilqis pasti bisa, mbak sudah berniat memakai hijab walaupun Mila tahu itu karena mbak Bilqis mau menarik hati Mas Rizal." Mila menjelaskan panjang lebar dan aku hanya mengangguk membenarkan. " Kalau mbak Bilqis berhijab dari hati, pasti aura kecantikan yang sesungguhnya terpancar dari kepribadian mbak Bilqis, bukan Mila mau menggurui, tapi seperti itu yang aku ketahui. Sekarang mbak Bilqis pakai baju ini, Kita ditunggu mas Rizal buat pergi ke pasar membeli bahan produksi."
Mila menyerahkan sebuah baju, kuraih baju itu dan segera berlalu pergi ke kamar mandi. Setelah beberapa menit aku kembali ke kamar, kali ini Mila menatapku dengan senyum simpul, aura kekaguman terpancar jelas dari sorot matanya.
" Sini Mbak, biar Mila pakaikan Hijabnya." Ujar Mila sembari menepuk-nepuk tempat kosong disebelahnya.
Aku mendekat seraya duduk disebelah gadis cantik itu, Dengan lihai dia memakaikan Hijab kekepalaku.
" Mbak Bilqis cantik banget ya." Ujar Mila, sembari menyematkan peniti dihijab yang kukenakan.
" Tapi tetap saja mas Rizal gak mandang aku sama sekali." Jawabmu dengan wajah tertunduk.
"Belum, mbak Bilqis, tapi setelah lihat mbak Bilqis yang sekarang, Mila jamin mas Rizal klepek-klepek." Ujar Mila dengan mengedipkan mata berkali-kali, Aku mencubit puncak hidungnya pelan, dia mengadu kesakitan dan mengusap pelan hidungnya yang sedikit memerah. "
"Mbak Bilqis! sakit, mbak!" Jawabnya sembari sok acting kesakitan.
Aku memandang Mila penuh sayang, begini mungkin ya rasanya kalau punyak adik, berasa ada yang nemenin kalau sedih, berasa ada yang mendukung kalau kita punya keinginan.
Tanpa kuduga bulir bening menetes dari pelupuk mataku, Mila yang melihatku menangis, mengeryitan dahi penuh pertanyaan. Hah! Hari ini aku melan kolis banget dikit-dikit nangis, dikit-dikit mewek, namanya juga perempuan, kalau perempuan apa-apa main perasaan.
" Kok mbak Bilqis nangis? Mila bercanda, Mbak. Ini gak sakit kok." Ujar Mila dengan wajah Khawatir.
Aku melebarkan kedua tangan, memberi ruang untuk dipeluk. " Sini" Ujarku pada Mila, seperti mengerti apa mauku, Mila menghanbur kepelukanku.
" Terima kasih ya Mila, kamu sudah baik banget sama Mbak." Ujarku sembari mengelus punggunya halus.
" Sama-sama Mbak, Mila sayang sama Mbak Bilqis." Ujar Mila, membuatku semakin menangis, kebaikan anak ini sungguh tulus, sulit mencari orang setulus ini sekarang.
Aku harus berterima kasih sama Ayah, banyak pengalaman hidup yang kudapat disini.
*** Dari haati Aku dan Mila berjalan beriringan, penampilanku sungguh jauh berbeda dari penampilanku biasanya. rok hitam, baju muslim warna merah maroon dan hijab hitam
yang dipasang sederhana dikepalaku, penampilanku sekarang mirip penampilan Mila, sederhana dan bersahaja. Benar kata Mila, jika kita ingin berhijab berhijablah
dari hati bukan karena ingin mendapatkan sesuatu.?
Para santriwati yang berpapasan denganku, menyapaku seraya mengucapkan salam, ekspresi mereka berbeda dengan saat aku baru saja datang ke pondok pesantren
ini. Kalau dulu mereka mentertawakan penampilanku sekarang mereka tersenyum bahagia melihatku.
Kalau kayak gini aku keinget bunda, Bunda bilqis seperti bunda sekarang, mengenakan hijab. Semoga Bilqis berhijab dari hati ya Bunda.


Bukan Cinta Satu Hati Karya Rara El Hasan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ku lihat mas Rizal berdiri didepan pintu mobil pick up, sepertinya dia menungguku dan Mila. Duh! Kenapa ya hatiku deg-degan banget, rasanya seperti saat
aku menunggu pengumuman juara ?festival putri hijab. Coba deh pegang tanganku, gemeteran nich, keringetan juga, duh gugub banget aku.
Mila menepuk pelan punggung mas Rizal, mas Rizal memalingkan wajah menatap kami. Aku tersenyum manis kearahnya, coba tebak bagaimana ekspresi mas Rizal
saat melihatku, " mematung" hum salah, " terpesona" lebih salah lagi, " Ngiler" gila aja, memang mas Rizal anak bayi apa, pakek acara ngeces segala. Pada
salah semua jawabannya, yang bener adalah.. adalah haha.. penasaran ya. Yang bener adalah " Biasa saja" iya, ekspresi mas Rizal biasa saja, bikin kecewa.
Kalian aja kecewa, apalagi aku, cegek[1] banget.2
Mila mengeryitkan dahi melihat ekspresi mas Rizal yang lempeng-lempeng saja, saat melihat penampilanku yang berubah total, gila bener nich cowok kurang
apa coba. Bilqis cantiknya kinyis-kinyis gitu masih saja dianggap biasa, mungkin karena mas Rizal orangnya alim jadinya membatasi diri, atau mungkin karena
mas Rizal tipe cowok dingin, sedingin kutub utara jadinya gak bisa mengekspresikan diri. Tahu lah! Biar saja, kalau jodoh gak lari kemana.
" Mas Rizal, bagaiman penampilan mbak Bilqis?" Tanya Mila sembari mengedipkan mata berkali-kali.
" sebagai wanita muslim Hijab itu bukan pilihan tapi kewajiban." Ujar mas Rizal singkat, kemudian masuk kedalam mobil.
Aku dan Mila yang terdiam pasif, segera tersadar dan mengikuti mas Rizal masuk kedalam mobil.
Tidak ada obrolan berarti yang terjadi didalam mobil, kami bertiga sibuk dengan pemikiran masing-masing, coba apa yang aku pikirkan? Aku mikirin mas Rizal,
mungkin aku harus lebih natural kali ya, lebih anggun dan bersahaja biar mas Rizal memandang aku. Aku mengerak-gerakan tanganku didepan dada, mengipas-ngipas
tubuhku, duh baru beberaja jam pakai hijab rasanya gerah banget, pingin ku copot aja ini kain, Eits! Bilqis, ingat! Jika berhijab dari hati nanti juga
terbiasa.1 " Rasa gerah itu sesuatu hal yang wajar bagi wanita yang baru memakai hijab." Ujar mas Rizal, membuatku seketika menoleh kearahnya. Eh ya kita bertiga
duduk berjejer lho, tapi aku disebelah pintu, disampingku Mila, baru disebelah Mila mas Rizal. Biasanya kalau ke pasar cukup Mila dan mas Rizal, tapi karena
aku tamu disini dan bertanggung jawab dalam produksi donat Ketela jadi aku ikut juga, sebenernya aku bingung , tugasku disini apa? Aku Cuma mondar-mandir
gak jelas. "Mbak Bilqis harus tau, produksi donat ketela kita start dijalan mbak, jadi gak bisa berkembang." Ujar Mila membuatku mengeryitkan dahi.
"Benarkah Mila, Wah padahal potensi bagus lho, donat ketela belum pernah ada." Sahutku menegaskan.
"Makanya Abah minta tolong ke mbak Bilqis." Ujar Mila membuatku berbangga hati, setidaknya ilmuku bisa bermanfaat untuk orang lain. Aku memalingkan wajah
menatap ke luar jendela, berpikir bagaimana cara agar donat ketela pondok pesantren Nurul Huda bisa berkembang.
Seketika semua pemikiranku buyar ketika kulihat seorang ibu menangis tersedu-sedu ditepi jalan, seorang anak perempuan kira-kira berusia enam tahun tergolek
lemas dipangkuannya, pakaian mereka lusuh. Ya Allah, aku iba melihatnya, kenapa tidak ada orang yang menolong.
" Berhentikan mobilnya mas Rizal." Pintaku cepat, mas Rizal mengenghentikan mobilnya, semua orang didalam mobil mengeryitkan dahi penuh pertanyaan, apa
gerangan yang membuatku menghentikan mobil tiba-tiba. Tanpa banyak bicara, aku segera turun dan menghampiri ibu-ibu tadi.
Benar seperti yang kulihat sebelumnya, Ibu itu menangis tersedu-sedu, bukan! lebih tepatnya tangisan mengiba, anak kecil digendongannya sudah tergolek
lemas tidak sadarkan diri. Aku berjongkok didepan ibu itu, ketakutan dan kesedihan terlihat jelas dari raut wajahnya.
" Ibu, ibu kenapa? Putrinya kenapa? Tanyaku ingin tahu.
" Anak saya sakit dari kemarin mbak." Ujar ibu itu sembari memeluk anaknya. Aku berinisiatif memegang kening anak itu, Astagfirullah hal adzim? panas banget,
ini anak demam, bisa bahaya kalau gak segera dibawa kerumah sakit.
" Ibu, putrinya demam, harus segera dibawa kedokter." Ujarku khawatir.
" Saya tidak punya uang Mbak, dari tadi pagi dagangan ibu belum laku" Ujar ibu itu lagi, air mata semakin megalir deras dari pelupuk matanya, kulirik nampan
besar disebelahnya, benar saja pisang goreng didalam nampan masih banyak banget, jadi ibu ini penjual gorengan.
" Sudah ibu tidak usah mikirin itu dulu, yang terpenting anak ibu dibawa kedokter dulu." Ujarku sembari mengusap lembut rambut anak itu, mukanya pucat
sekali, pasti dia menahan sakit yang berlebihan. Entah kenapa tiba-tiba aku menitihkan air mata, Ya Allah masih ada hambamu yang kekurangan dibalik kenikmatan
yang kurasakan. Aku berdiri, berniat kembali ke mobil, tapi niatku urung ketika kulihat mas Rizal dan Mila sudah berjalan ke arahku.
" Mas Rizal, Mila.. Maaf aku gak bisa ikut ke pasar, aku har-." sebelum aku menyelesaikan perkataanku mas Rizal sudah memotongnya.
" Mas tahu Bilqis." Ujar mas Rizal seraya mengangguk cepat dan melemparkan senyum yang belum pernah kuterima sebelumnya, senyum ketulusan. Ah! Bilqis sekarang
bukan saatnya terlena. ?Aku menggeleng-gelengkan kepala menghilangkan pemikiran-pemikiran konyolku dan segera berlari ke tepi jalan, menghentikan taxi
yang kebetulan lewat, aku membantu ibu itu masuk kedalam taxi, aku sendiripun ikut ke dalam taxi yang sama. Taxi kami melenggang melewati mobil Mas Rizal
yang masih terparkir dipinggir jalan. Setelah beberapa saat taxi kami melaju, aku melihat kebelakang dan mendapati mobil mas Rizal mengikuti dibelakang
kami. "Pak kerumah sakit terdekat ya?" Ujarku pada supir taxi.
"Baik Mbak." Sahut supir taxi menjawab pertanyaanku.. Aku kembali melihat ibu itu, syukurlah sudah mulai tenang rupanya.
"Nama ibu siapa?" Tanyaku halus.
"Nama saya Sumi Mbak."
"Putri Ibu namanya siapa?"
"Sari mbak namanya." Ujar ibu itu. Ibu itu hanya menjawab pertanyaanku sekedarnya saja, mungkin kondisinya masih bingung.
"Ya sudah ibu tenang saja, tak akan terjadi apa-apa sama anak ibu." Aku mengembangkan senyum, seraya mengusap lembut rambut Sari.
Akhirnya kami sampai di RSUD Wonosari, aku langsung mengajak ibu Sumi masuk ke dalam rumah sakit, Para suster yang kebetulan melihat kami segera memindahkan
sari ke ranjang dorong dan membawanya ke ruang perawatan. Aku dan ibu Sumi hanya bisa menunggu diluar, menunggu diperbolehkan masuk. Tak lama kemudian
seorang dokter dengan perawakan tampan tapi sayang sudah agak tua keluar dari kamar rawat Sari. Bilqis! Iya..iya Maaf khilaf.
Kulihat disisi lain, mas Rizal dan Mila mendekatiku, ikut mendengarkan informasi dokter. Oh ya sekedar informasi saja, tadi mobil mas Rizal dan Mila sampai
kerumah sakit ini berbarengan dengan taxi kami.
" Putri ibu terjangkit demam berdarah, untunglah segera dibawa kesini. ?putri ibu harus menginap disini untuk beberapa hari." Ujar dokter itu menjelaskan.
Aku ?mengusap halus punggung Bu Sumi berusaha menenangkan.
" Tapi Dok saya tidak punya uang." Ujar bu Sumi dengan tangis tersedu-sedu.
" Sudah kalau masalah itu, biar saya yang tanggung." Ujarku membuat bu Sumi menatap kearahku tak percaya, aku hanya membalas ketidak percayaannya dengan
anggukan kepala. " Terima kasih ya Mbak." Ujar bu Sumi padaku.
" Sama-sama Bu." Sahutku Ringan.
Setelah itu kami diperbolehkan melihat kondisi Sari, aku mencekal bahu mas Rizal, ketika mas Rizal ingin masuk kekamar Sari. Dia melihat tanganku yang
menempel cantik dibahunya. Menyadari perbuatanku yang salah, aku segera melepas cekalan tanganku dan sedikit memundurkan badan memberi jarak.
" Maaf Mas." Ujarku singkat , semoga saja mas Rizal gak marah ya! Bisa berabe kalau nich si ganteng marah, soalnya kalau marah dia makin kelihatan cakep,
makin ogah aku jauh dari dia. Bilqis! Iya iya ibu Author, ngebayangin orang ganteng sedikit saja masa? kagak boleh. (" Kagak Boleh" " Kembali kecerita"
: Author) siap ibu author, jangan galak-galak.
" Ada apa Bilqis." Tanya mas Rizal, ada apa? Memangnya ada apa? Oh iya, sampai lupa tadi kan aku yang minta dia berhenti, Ibu Author sih, jadi lupa kan.
" Anu, Bilqis mau ke administrasi, titip bu Sumi sama Sari ya mas, kalau ada apa-apa sama Sari mas hubungi aku ya." Ujarku yang hanya dibalas anggukan
kepala oleh mas Rizal. Setelah berkutat di ruang admisnistrasi selama 30 menit, maklum antrinya luar biasa, aku kembali ke kamar rawat inap Sari. Semua orang yang ada didalam
ruangan itu menyambutku dengan senyum manis, ih! Pada habis makan gula ya, kok pada manis-manis sih senyumnya.
" Mbak ibu berterima kasih sekali sama Mbak." Ujar Bu Sumi dengan wajah penuh kelegaan.
" Sekarang ibu gak perlu mikirin biaya atau obat Sari lagi ya." Ujarku menjelaskan.
" Terima kasih mbak, bagaimana ibu bisa membalas kebaikan mbak."
" Doakan saja saya selalu banyak rezeki bu, biar bisa membantu yang lainnya juga." Ujarku tulus.
" Amin" Ujar seluruh orang yang ada diruangan itu mendoakan. Aku maraih tangan bu Sumi, meletakan amplop coklat diatas tangannya yang terbuka lebar.
" Semoga ini bisa membantu ibu ya." Ujarku ikhlas. Bu Sumi menitihkan air mata seraya memelukku dan berulang kali mengucapkan kata terima kasih.
Hari ini banyak pelajaran berharga yang ?bisa kupetik dari kejadian ini, teryata dibalik kenikmatan yang kita miliki, terdapat Hak orang yang membutuhkan.
Entah kenapa rasanya dadaku ini plong dan tenang, dapat meringankan beban orang lain itu rasanya menyenangkan.
Ketika matahari semakin menggelincir, aku, mas Rizal dan Mila memutuskan kembali ke pondok pesantren. Hari ini acara belanjannya gak jadi.hihih Maaf ya
semua gara-gara Bilqis, gak jadi belanja deh.
**** Usaha Cinta "Kewajiban wanita muslim ialah menutup seluruh anggota tubuhnya dengan pakaian muslim, kecuali wajah dan pergelangan tangan. bagaimanakan rupa pakaian
muslim itu? pakaian yang tidak tembus pandang, pakaian yang tidak menampilkan lekuk tubuh dan yang tidak mengumbar aurat. Jika pakaian kita sudah memenuhi
syarat, apa yang kita lakukan selanjutnya, menutup kepala kita dengan jilbab. Menurut hadis penuturan ?Aisyah r.a. menyatakan (yang artinya):Suatu ketika
datanglah anak perempuan dari saudaraku seibu dari ayah ?Abdullah bin Thufail dengan berhias. Ia mengunjungiku, tetapi tiba-tiba Rasulullah saw. masuk
seraya membuang mukanya. Aku pun berkata kepada beliau, "Wahai Rasulullah, ia adalah anak perempuan saudaraku dan masih perawan tanggung." Beliau kemudian
bersabda, "Apabila seorang wanita telah balig, ia tidak boleh menampakkan anggota badannya kecuali wajahnya dan ini." Ia berkata demikian sambil menggenggam
pergelangan tangannya sendiri dan dibiarkannya genggaman telapak tangan yang satu dengan genggaman terhadap telapak tangan yang lainnya). (HR Ath-Thabari)."
.Mas Rizal menyampaikan tausiyahnya dengan apik dan mengena, calon imamku. Hihihi. Semoga saja Allah? ?menjodohkan kita berdua mas.
Aku berada didalam masjid, setelah sholat Isya? biasanya mas Rizal selalu memberikan tausiyah singkat, kali ini temanya tentang kewajiban wanita muslim
untuk berhijab, wah nyindir aku nih mas Rizal.Mila menyenggol bahuku pelan, membuatku menatapnya seraya mengangkat kapala seakan bertanya " Ada apa".
" Setelah ini beberapa santri putri dan putra latihan bajari buat lomba banjari se Jogjakarta, nanti mbk Bilqis ikut ya, ada mas Rizal juga lho." Ujar
Mila sembari mengangkat alis menggodaku.
" Jadi satu putra putri? ?memang boleh?" Tanyaku ingin tahu.
" Ya gak mbak tetap terpisah shofnya, Cuma jarang-jarang kan mbak Bilqis ketemu mas Rizal malam-malam gini."ujar Mila sembari tertawa cekikikan.
" Hust! Gak boleh mikir gitu." Jawabku membuat Mila seketika diam, cie ilah sok alim deh aku, padahal didalam hati ngarep banget.
Akhirnya kelar juga tausiyah mas Rizal, para santri putri yang ikut latihan tetap disitu, begitupun santri putranya. Sekat antara shof putri dan shof putra
hanya dibatasi ?gorden hijau panjang. Aku dengar dari balik shof putra mas Rizal memberi komando pada santri putra untuk mengatur barisan. Perlu diketahui
ini nanti kita mainnya sama-sama, baik putra dan putri kompakan, Cuma nanti saat vocal bergantian.
" Mbak lihat keluar aja terus, mas Rizal pasti lewat sebentar lagi, soalnya gudang penyimpanan alat banjari ada dibelakang sini." Ujar Mila seraya menunjuk
tembok dibelakangku. Benar saja belum lima menit Mila berhenti ngomong, tuh pangeran impianku lewat. Uh, bodyx itu lho tegap, perutnya datar,? proporsional
dah pokoknya. Coba di Surabaya, udah jadi rebutan cewek-cewek tuh. Belum puas mantengin, eh udah ilang saja? sosoknya.
" Mau kemana Lin?" Tanya Mila pada salah satu santri yang hendak pergi meninggalkan tempat.
" Mau ambil alat-alat banjari Mbak."? Ujar santriwati itu.
" Udah duduk saja, biar mbak Bilqis yang ambil." Celetuk Mila yang berhasil membuatku menoleh kearahnya dan menghadiahkan tatapan tajam pada ?gadis cerdik
itu. " Ambil mbk." Ujar Mila menambahi, ketika dirasanya aku tak kunjung berdiri. Aish nih anak pinter banget ya, tau saja moment-moment yang pas. Aku
segera berdiri dan berlalu kegudang penyimpanan, setelah sampai di gudang, kulihat mas Rizal tengah sibuk menata peralatan. Mas Rizal, sehari saja jangan
bikin Bilqis tambah cinta gak bisa apa, hati bilqis sakit mas, seperti pungguk merindukan bulan, seperti terong merindukan sambel, mas Rizal susah banget
diraih. "Bilqis?" Sapa mas Rizal membuatku tersadar dari lamunan, duh bawaannya ngelamun terus sih aku ini. Jangan malu-maluin dong Bilqis, Yang anggun gitu lho.
"Eh, anu mas..anu." Ucapku binggung, aku disuruh apaan ya tadi. Ayo inget Qis, jangan anu-anu saja.
"Anu apa?" Tanya mas Rizal memastikan. Duh anu apa sih! Bu author anu apa?, " Mau ambil alat banjari." Ujar mas Rizal menimpali.
"Nah itu maksudnya mas." Tong sampah dong, mau sembunyi nih malu banget, mau ditaruh mana nih muka.
"Oh, ini ambil saja." Ujar mas Rizal. Aku masuk kedalam gudang mengambil alat-alat yang dibutuhkan. Saat berdiri disamping mas Rizal aku mencium bau wangi,
bau parfum mas Rizal teryata, parfum sea gypsy. Wait! Sea gypsy, aku gak salah cium, ini parfum kan lumayan mahal, disurabaya ?saja yang punya para model
pria berkantong tebal. Kok bisa mas Rizal punya parfum ini?? Ah, mungkin hadiah atau KW.nya. Setelah mengambil alat-alat banjari aku segera kembali ke
dalam masjid, kulihat mas Rizal mengekor dibelakangku dan berjalan terus saat aku masuk ke shof putri.
" Bagaimana?" Tanya Mila, ketika aku selesai meletakan alat yang terakhir.
" Bagaimana apanya?" Ujarku kembali bertanya.
" Itu tuh, tadi." Ujar Mila lagi semakin membuatku bingung.
" Apaan sih Mil?" Jawabku sepahamku saja.
" Ah! Mbak Bilqis ini, PDKT sama mas Rizal." Aku segera menutup mulutnya ketika dia meneriakkan kalimat itu.
" Mila, pelan- pelan dong." Ujarku mengingatkan, Mila hanya tertawa kecil setelahnya.
?Latihan dimulai beberapa saat kemudian, bunyi alat-alat banjari dimainkan terdengar berbarengan, vocal yang merdu semakin menambah harmoni lagu. Sebenarnya
banjari bukan hal baru dihidupku, setiap minggu ibu-ibu pengajian milik Bunda selalu berlatih banjari juga dirumah, tapi ya gitu aku hanya mendengarkan
doang, gak pernah ikut campur.
Mila menyerahkan mic padaku, Ih apa-apaan anak ini, aku disuruh nyanyi? nyanyi apose, aku gak bisa. Aku menggelengkan kepala tanda tak mau, tapi Mila memaksaku,
katanya kalau mau bikin mas Rizal terpesona ya salah satunya dengan ini. Terpaksa deh aku turutin kemauan nih gadis pemaksa.
" Mau lagu apa mbak?" Tanya santri perempuan yang lain. Mikir deh aku, aduh apaan ya, aku gak begitu hafal, biasanya Cuma nyuri buku qosidah? punya Bunda
dan mencoba nyanyi sendiri. Tapi untungnya ada satu lagu yang aku suka banget nadanya, itu aja kali ya.
" Nawarti Ayyami saja." Ujarku singkat.
" Yakin bisa melantunkan lagu itu qis? Nadanya sulit." Sahut suara disebrang sana, tahu gak itu suara siapa? Siapa lagi kalau bukan mas Rizal, Cuma tuh
orang yang selalu ngeremehin aku.
" Insya Allah mas." Jawabku seadanya. Bismillah semoga gak malu-maluin.
Nawarti ayyami Raga'ti ahlamy Ghayyartiloun, wutho, wusyakil
Il khaya Allah Allah Allah Ya Allah Allah gab 'ainak fa'aini [Habibi]
Allah ghama baenak wubaini [Habibi..]
Nawarti ayyami Raga'ti ahlamy Ghayyartiloun, wutho, wusyakil
Il khaya Allah Allah Allah Ya Allah Allah laifara' mala yib 'id nala
Yaharimna youm mimba'dina
Allah gamana sawa amaril hawa
Yighrif uru' naudambina Syuf kunna kin waba'idnafin
Wainta wana Ba'di kulli 'umri da hubbak nadha
Ghaiar thoriqi 'usikiti Inta min wistil basher Kadzabilil adhar tdhul hayati udunyati
Wina harda 'umri bass 'Umriftada Setelah aku selesai menyanyi,? Suara Riuh tepuk tangan terdengar nyaring, , Alhamdullilah lancar gak ada yang salah. Mila memeluk tubuhku seraya berkata
kalau suaraku bagus banget. Aku tersipu malu berkat pujiannya, senang deh bisa membuat diri sendiri bangga.????????????
**** Sinyal Cinta Aku dan Mila berpapasan dengan mas Rizal saat keluar dari masjid, Mila mengehentikan langkah mas Rizal, seraya menarikku dan mensejajarkan langkah kami
dengannya. Malam ini entah kenapa terlihat sangat indah, rembulan bersinar begitu terangnya, langit-langit penuh bintang menambah kesyahduan, sungguh elok tatanan
sang pemilik jagat raya menyempurnakan malam.
Mila, Mila. Harusnya kamu itu dapat award kategori wanita paling cerdik se-indonesia, ada saja idenya, tiba-tiba sakit perut dan nggak bisa ditahan lagi
lah. Alhasil tinggalah aku sendiri dan mas Rizal disini, berjalan menikmati kesyahduan malam yang semakin larut.
Lagi-lagi ini jantung nggak bisa diajak kompromi dag-dig-dug-der, please deh jantung, jangan bikin aku jadi salah tingkah, bisa nggak sih jangan berlebihan
berdetak kalau disamping mas Rizal. Kuremas-remas kedua tanganku, kalau lagi gugup kayak gini memang kebiasaanku. Tarik napas hembuskan, tarik lagi hembuskan.
Lumayan bisa sedikit meredakan kegugubanku.
" Kenapa Bilqis, sakit?" Ujar mas Rizal, sukses membuatku tersentak kaget.
" ee..e.e. Nggak Mas." Jawabku terbatah-batah.
" aku kira kamu sakit, mukamu pucat." Ujar Mas Rizal singkat. Setelah itu suasana kembali hening, tak ada lagi yang memulai percakapan.
" Kalau boleh tahu" ujar kami berbarengan, setelah itu kami diam dan saling berpandangan, sejurus kemudian tawa renyang terdengar nyaring dari mulut kami
masing-masing. " Silahkan, kamu duluan." Ujar mas Rizal mempersilahkan dan kujawab dengan anggukan kepala, kemajuan pesat, mas Rizal tak lagi sinis padaku, Hmmm...seneng
banget rasanya, ya walaupun menuju ke perubahan rasa suka sepertinya masih jauh banget.
" Kalau boleh tahu usia mas Rizal berapa?" Ujarku menanyakan, bodoh banget! pertanyaan yang benar-benar nggak bermutu, hiiiii..... kupukuli kepalaku sendiri
pelan. " Hey, hey, apa yang kamu lakukan." Sergap mas Rizal sembari meraih tanganku membuat aktifitas memukul kepalaku sendiri berhenti. Oh my god,tanganku dipegang,
ha! Cubit aku dong mudah-mudahan ini bukan mimpi. Kalaupun ini mimpi jangan dibangunin dulu deh. " Jangan menyakiti diri sendiri." Ujar mas Rizal menambahi.
Aku membuang muka, berujar pada diri sendiri," Aduh terlihat bodoh kan." Ujarku dengan sangat pelan bahkan hampir terdengar seperti gumaman.
" Kamu, nggak bodoh tapi kamu lucu." Ujar mas Rizal, membuatku menoleh kearahnya dengan mulut terbuka lebar. Gila! mungkin nih cowok keturunan vampire
seperti edwart Cullen, tajam banget pendengarannya.4
" Eh... em...em.." Ujarku salah tingkah, berhasil kan salah tingkah. Gimana ini, gimana, oh astaga seorang Bilqis bisa salah tingkah seperti ini.
" Umurku 28 tahun Bilqis." Ujar mas Rizal singkat sembari menyunggingkan senyum terbaiknya. Memang beda ya antara cowok dan cewek, cowok lebih bisa menguasai
diri. Lagi-lagi hening, pembicaraan kami hanya sekedarnya saja, biasanya kalau cowok-cowok lagi PDKT sama aku, mereka banyak omong, tapi ini beda banget, mas
Rizal irit bicara. Hey! Kamu harus ingat Bilqis, kamu yang tergila-gila padanya.
" Bilqis." Panggil mas Rizal nyaring.
" Iya mas Rizal."Sahutku ringan.
" Kita sudah sampai." Ujar mas Rizal pelan. Sampai? Aku memusatkan pandangan, menatap ruangan didepanku, kamarku? Berarti sedari tadi aku jalan sambil
melamun. " Istirahatlah." Ujar mas Rizal sembari membelai kepalaku lembut. Hay! Ini nggak salah, kenapa perlakuan mas Rizal padaku hari ini manis banget. Ada apa
sih ini?2 " Selamat malam." Ujarku mennggak hiri percakapan dan segera masuk kamar.
Didalam kamar aku meloncat-loncat nggak karuan diatas ranjang sembari berteriak-teriak mirip orang gila, memang aku sudah gila, gila karena mas Rizal.
Aaaa.. Yee..Ye... ah! Berhasil-berhasil, mas Rizal mau nggak mau kamu harus jadi masa depanku. Kujatuhkan tubuhku diatas kasur, memeluk guling dan menciuminya
berulang kali, berasa tuh guling mas Rizal. " Muach" " I love U Mas Rizal Rahendra ujarku genit.
Kupejamkan mata setelah puas menikmati kegilaanku dan terlelap tidur dengan perasaan bahagia luar biasa.
**** Aku berjalan keluar dari pondok pesantren, mencari angkutan umum, biasanya angkutan umum banyak yang lewat didepan sini. Kenapa pada bengong? kaget ya
lihat aku naik angkutan umum, Bilqis yang sekarang bukan Bilqis yang dulu lagi, dulu aku tak begitu menghargai hidupku, kurang bersyukur. Bilqis yang sekarang
kebalikannya, lebih bersyukur atas hidup yang diberikan Allah SWT.
Bau angkutan! kututup hidungku dengan tangan, mohon dimaklumi saja, belum terbiasa, Hihihi. Nih orang-orang juga kenapa pada ngeliyatin aku sih, penampilanku
udah biasa saja nggak ada yang berlebihan, tapi kok ya ngelihatinnya gitu banget.
Oh ya? Pasti pada bertanya-tanya mau kemana sih aku? Aku mau ke pasar, beli baju. Nggak mungkin juga kan aku pinjam baju punya Mila terus. Astaga! Ngomongin
masalah Mila jadi keinget, aku belum ngasih tahu siapapun kalau aku mau kepasar. Ah, nggak mungkin juga mereka nyariin, jadi santai saja, woles mbak bro.
Masih lama ya pasar Wonosari, ini kenapa nggak sampai-sampai, kepalaku mulai pusing. Pak supir jangan kayak siput dong jalannya, keracunan nih aku. Setelah
menempuh perjalanan hampir 30 menit, akhirnya aku bisa bernapas lega, kuhirup dalam-dalam angin segar, menggantikan bau kendaraan yang masih penempel dihidungku.
Ini toh pasar Wonosari, lumayan besar juga plus bersih, jauh dari perkiraanku sebelumnya. Cuz Shopping, pasar wonosari Im coming!!
Dasar perempuan, gara-gara belanja sampai lupa waktu, tapi kalau sudah belanja waktu lima jam terasa lima menit. Hihih, lebay. Percaya nggak percaya aku
sudah menghabiskan waktu lima jam hanya untuk belanja, puluhan kantong belanjaan sudah ditangan, mau tau isinya apa? Busana muslim dan hijab, ada juga
beberapa tas dan sepatu, Nggak jauh-jauh dari itu memang target belanjaku. Eh ya tadi aku dapet selembaran acara pemeran home industry di kota, bagus ini
buat promosi donat ketela, aku kasih tahu mas Rizal, biar bisa ikutan pameran ini.
Untungnya aku pulang naik taxi, nggak pakai angkot lagi. Hee! coba kalau pakai angkot, bisa pingsan aku didalam, parah! angkot yang tadi ku tumpangi memang
bau banget.2 Kulirik jam tangan dipergelangan tanganku, jam 4 sore. Wah untung aku bawa mukenah, jadi nggak ninggalin sholat. Iseng-iseng aku membuka tas-tas belanjaanku,
kuangkat sebuah maxi merah dengan motif sederhana, Kira-kira Mila muat nggak ya sama baju ini, aku tadi beliin baju buat Mila, mas Rizal sama Abah, sekarang
aku manggil Kyai Rozak dengan sebutan abah, lancang kan kedengarannya, tapi memang pak Kyai sendiri yang memintaku memanggilnya abah. Berasa mantunya,
hehehe. Mila sama abah kok berdiri dipintu gerbang pondok, mereka kelihatan bingung, ada apa sebenarnya? Apa terjadi sesuatu sama mas Rizal. Aku segera turun dari
taksi ketika sampai dipintu gerbang, Mila yang melihatku turun dari taksi segera berlari memelukku seraya menangis sesenggukan.
" Alhamdullilah mbak Bilqis baik-baik saja, Mila kira mbak kenapa-kenapa, dihubungi nggak bisa." Ujar Mila masih sesenggukan, oh ya Allah teryata mereka
begitu mengkhawatirkanku, mana gadgetku lobet lagi tadi, jadi nggak bisa mengabari mereka, tapi salahku juga dari awal memang nggak berniat memberi tahu.
" Mbak Cuma kepasar wonosari." Ujarku dengan rasa bersalah yang begitu besar.
" Mas Rizal nyariin mbak bilqis dari tadi siang." Kata Mila, membuatku terdiam, benarkan sampai sebegitunya.
Tak lama suara deru mobil butut mas Rizal terdengar nyaring memekakan telinga, kulihat mas Rizal turun dari mobil dengan tergesar-gesah, rahangnya mengeras,
giginya menggeletuk saling beradu, wajahnya terlihat begitu emosi. Dicekalnya tanganku dan dibawa kedalam pondok dengan cepat, aku mulai takut, baru kali
ini aku melihat emosi mas Rizal yang begitu membuncah, penuh kegelisahan dan kacau, ada apa? Kenapa dia bisa semarah ini? biasanya dia cuek dan tak mau
tahu, lagian aku bukan siapa-siapanya, aku kira reaksinya terlalu berlebihan. Mas Rizal membawaku kedalam kamarku. " Dari mana saja kamu, kamu tahu! Kamu
membuat semua orang yang ada disini bingung dan cemas, kalau mau pergi kemana-mana usahakan untuk memberi tahu, jangan terus-terusan menjadi beban orang
lain, karena kelakuamu kegiatanku terbengkalai semua, kamu juga susah ditemukan!!" Seru mas Rizal dengan geram dan emosi, aku hanya bisa menangis, rasa
sakit dan takut bercampur aduk jadi satu, mas Rizal begitu menakutkan. Aku merapatkan tubuhku kedinding, menundukkan kepala dan menutup telinnggak u dengan
kedua tangan, berusaha menulikan pendengaran.
Setelah beberapa saat, Tak ada lagi suara yang kudengar, sepertinya mas Rizal sudah berhenti berteriak, kurasakan tangan kokoh menarik bahuku, membuatku
terhuyun dan jatuh diatas gundukan daging keras yang berdetak dan menghangatkan. Aku memberanikan diri untuk membuka mata, oh ya Allah mas Rizal memelukku,
merengkuhku dengan sangat erat, rasanya hangat sekali dan nyaman, rasa ketakutanku seketika hilang. Benar-benar hangat, Sepertinya aku pernah merasakan
kehangatan ini? bukan.. bukan Septian, pelukan septian tidak sehangat dan senyaman ini, pelukan ini?Apa aku pernah bertemu mas Rizal sebelumnya, Ah sudahlah
mungkin hanya perasaan saja. 9
" Maaf aku memarahimu, lain kali kalau mau pergi keman-mana jangan lupa kasih tahu." Ujar Mas Rizal sembari mencium kepalaku, eh apa-apaan ini, kok ya


Bukan Cinta Satu Hati Karya Rara El Hasan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dia nyium ubun-ubunku seenaknya. Kudorong tubuh mas Rizal menjauh, membuat pelukannya terlepas dari tubuhku. ekspresi datar ditunjukkan mas Rizal padaku,
aku hanya terdiam, bak patung tak bisa berucap apa-apa.2
" Beristirahatlah." Ujar mas Rizal, seraya keluar dari kamar. Aku merebahkan tubuhku diranjang, mengistirahatkan kaki yang begitu pegal. Hari ini aku merepotkan
banyak orang, membuat banyak orang khawatir Bilqis kau begitu ceroboh dan meremehkan suatu hal.
Tadi mas Rizal memeluk dan menciumku, Perlakuan yang membuat rasa takutku seketika hilang, sebenarnya gimana sih perasaan mas Rizal padaku, dia terlihat
kacau, ada rasa kelegaan dari sorot matanya saat mengetahui aku pulang dengan keadaan baik-baik saja, tapi amarah itu, amarah penuh ketakutan, seperti
orang yang takut kehilang, beberapa hari ini dia juga berubah total, lebih baik dan friendly, tak jarang ucapan yang terlontar dari bibirnya penuh perhatian.
**** " Mila, lihat mas Rizal nggak ?" Tanyaku pada Mila yang sedang menjemur pakaian.
" Mungkin di tempat produksi mbak." Ujar Mila tanpa melihatku, gadis itu terus saja sibuk menjemur pakaian.
" Mila,mulai besok kamu pergi kuliah saja, nggak perlu menemaniku terus. Hampir sebulan lho kamu libur kuliah." Ujarku menambahi, Kasihan Mila, karena
ada aku disini, dia libur kuliah hampir satu bulan.
" Tenang saja mbak, Mila memang sudah nggak kuliah lagi sejak dua bulan yang lalu." Ujarnya, membuatku mengeryitkan dahi penuh pertanyaan." Abah sudah
mulai sakit-sakitan mbak, terkadang penyakitnya suka kambuh tiba-tiba, lebih baik Mila menjaga abah dulu." Ucap Mila dengan perasaan sedih. Aku mendekati
Mila, mengusap punggungnya menenangkan. Sungguh berbakti gadis ini, merelakan pendidikandemi merawat orang tuanya. " Mbak Bilqis katanya mau bertemu mas
Rizal?" Ujar Mila menanyakan
" Oh iya, ya udah mbak ketemu Mas Rizal dulu ya?" sahutku meminta izin, Mila membalas dengan anggukan kepala sembari melanjutkan kembali kegiatan menjemur
pakaian. Langkah kecilku membawa tubuh rampingku keluar pondok pesantren, kegiatan produksi sepertinya sudah mulai berjalan, kecium nih bau donat digoreng, begitu
menggiurkan, ingatkan aku untuk menyomot beberapa donat coklat ya.
" Assalamualaikum." Ujarku menyapa para pekerja didalam tempat produksi.
" Waalaikum salam." Jawab ibu-ibu itu berbarengan.
Mas Rizal melihat kehadiranku dan segera menghampiriku, dengan senyum yang terus merekah dia mengajakku keluar rumah. Aww, bikin moodku semakin bagus saja
nih mas Rizal, andai aku bisa melihat senyum manisnya saat bangun dan akan terlelap tidur lagi dimalam hari pasti sempurna hidupku, Pipiku memerah ketika
membayangkan hal itu, Ih Bilqis nggak boleh mikirin hal-hal jorok. Aku mengekor dibelakang mas Rizal dan duduk diteras rumah berdampingan dengannya.
" Ada apa Bilqis?" Tanya Mas Rizal padaku.
" Anu, aku mau minta maaf mas Rizal." Ujarku dengan wajah penuh penyesalan.
" Sudahlah, yang terpenting jangan pernah diulangi lagi."
" Insya Allah Mas." Ucapku dengan tersipu malu, hah!Mas Rizal selalu bisa membuatku tersipu malu. Oh ya, brosur itu, aku harus ngasih tahu mas Rizal tentang
acara pameran home industri di kota. "Mas ini, mungkin jika donat ketela kita ikuti pameran ini, bisa jadi ajang promosi." Ujarku sembari menyodorkan brosur
yang kudapat kemarin pada mas Rizal. Mas Rizal meraih brosur itu dan membacanya seksama, raut wajahnya serius, tetapi beberapa saat kemudian berubah menjadi
sumringah. " Kamu benar Bilqis, dan pendaftaran ditutup besok pagi, jadi kalau mau ikut pameran industry kreatif Jogjakarta 2015 ini, hari ini juga kita harus mendaftar."
Ujar Mas Rizal sembari melemparkan senyum kekaguman padaku.
" Kalau begitu tunggu apa lagi, ayo berangkat." Ajakku.
Mas Rizal meraih tanganku, mencium punggung tanganku kemudian mengusap kepalaku dan berlalu pergi setelahnya.1
Haha, kalian pasti bisa menebak bagaimana ekspresiku sekarang. Aku bagai orang-orangan sawah, nggak bergerak, diam membisu, tak berkedip sedikitpun. Bertubi-tubi
perlakuan manis ditujukan padaku. Mas Rizal, kamu semakin membuatku bingung dengan perasaanmu padaku, kau membuatku begitu berharap bisa mendapatkanmu.
**** Masalah Hari ini mas Rizal keluar dari rumah sakit, syukurlah kesehatan mas Rizal cepat membaik, hanya dirawat dua hari, mas Rizal sudah diperbolehkan pulang,
tapi mas Rizal tetap harus banyak istirahat dirumah, agar kondisinya benar-benar pulih.
Mila memapah mas Rizal keluar kamar, sedangkan aku membawa tas berisi pakaian ganti, kami segera menuju lobby rumah sakit menemui ?pak Parmin yang menunggu
didalam mobil. Selama diperjalanan mas Rizal terlelap tidur, mungkin ngantuk atau gak capek, yang penting mas Rizal sudah sehat dan bisa berkumpul lagi dengan kami.
Setelah sampai dipondok aku gak langsung balik ke kamar, mampir dulu ketempat abah, sengkem dulu bro, mas Rizal sama Mila juga tujuan langakahnya sama
kayak aku. Pintu kayu ruangan abah terbuka, ada tamu? biasanya kalau pintu ruangan ini terbuka pasti ada tamu didalam. Aku mengetuk pintu, mengucapkan
salam, mendapati tiga orang memandang ke arahku. OH god! Sinyal bahaya diotakku langsung berbunyi memberi peringatan, perang dunia ketiga. Kok ya bisa
Lusi sama septian datang kesini, bukannya gak ada yang tahu aku disini.kecuali bunda sama ayah.
Septian menghampiriku seraya memelukku dengan erat, aku tertegun, tubhku membatu, kulirik mas Rizal disebelahku, Dia terlihat marah, gerahamnya beradu,
apa yang harus kulakukan?. Septian terus saja memelukku, tak berniat sedikitpun melepasnya, walau seluruh mata yang ada diruangan itu memandangnya dengan
beragam ekspresi. Merasa yang dilakukan Septian akan memperburuk keadaan, aku mendorong tubuhnya cukup keras, membuat pelukannya terlepas. Septian memicingkam mata, menelisik
wajahku, mencari jawaban dari penolakan yang baru saja kulakukan. Aku menarik napas berat, menata perasaan dan berusaha meredakan gemuruh hatiku sendiri.
" Kok bisa sampai disini sih kalian?"? Tanyaku, dengan senyum garing.
" om Hasan yang ngasih tahu Qis." Jawab Lusi menghampiriku.
Aku memeluk sahabat baikku itu, lusi membalas pelukanku seraya membisikkan sebuah kalimat yang membuat hatiku sakit.
" Itu siapa Qis, cakep banget" aku melirik kearah mas Rizal, Lusi menanyakanya, menanyakan laki-laki disampingk ini.
Aku melepas pelukan Lusi, seraya memeperkenalkan mereka pada mas Rizal dan Mila, hah! Dari tatapannya sepertinya Lusi naksir mas Rizal, masa iya sama-sama
suka sama orang yang sama.
Setelah puas bercakap-cakap, aku kembali kekamar bersama Lusi, Lusi tidur sekamar denganku. Aku terdiam tanpa kata, pikiranku sibuk memikirkan apa yang
terjadi setelah ini, bagaimana aku harus bersikap pada mas Rizal dan septian secara bersamaan.
" Qis, mas Rizal itu cakep banget ya." Ujar Lusi dengan wajah berbinarnya, tak ada jawaban yang keluar dari mulutku, boro-boro jawab, ndengerin Lusi ngomong
saja kagak. " Qis." Panggil Lusi seraya menepuk bahuku, aku menggeragap, melihat Lusi yang sudah berdiri didepanku, bukanya tadi dia masukin baju kelemari, kok sekarang
udah ada disini. " Ngelamun saja dari tadi, sampai aku tanya gak dijawab." Gerutu Lusi sembari melipat kedua tanganya didepan dada.
" Eh ya? Tanya apaan tadi." Jawabku linglung.
" Tuh kan! berarti dari tadi gak ndengerin aku ngomong apa?" Sahut Lusi sembari duduk disampingku.
" Maaf deh."? Ujarku sembari menampilkan cengir kuda andalan.
" Mas Rizal itu cakep abis ya." Ujar Lily, berhasil membuatku tertegu. Lusi, harusnya kamu pekah dong, aku kan juga suka sama mas Rizal, sakitnya tuh disini
lho Lusi, ya walaupun aku yang salah sih sudah punya pacar main hati.
"Iya." Jawabku singkat.
"Sudah punya pacar belum ya?" Tanya Lusi lagi.
"Belum." Jawabku gak kalah singkat.
"Wah, boleh dunk aku ngedeketin."
"Ya." Ujarku lagi. Lusi menoleh kearahku, mengeryitkan dahi penuh pertanyaan.
"Kamu kenapa sih Qis?" Tanya Lusi, berhasil membuatku menoleh kearahnya juga seketika.
"Kenapa?" Ujarku balik bertanya.
"Dari tadi aku tanya jawabannya singkat-singkat, kenapa? Kamu gak rela aku naksir mas? Rizal?" Ujar Lusi, sembari mengembungkan pipi, menahan tawa. Sepertinya
Lusi ingin menggodaku. " Ih, apaan aku kan udah punya septian." Sahutku dengan senyum palsu, nih senyum benar-benar palsu, rasanya pengen teriak ke kupingnya Lusi mas Rizal itu
milikku. Dateng-dateng mau ngerebut cem-cemman orang, apaan nih cewek, Surabaya kan banyak cowok, kenapa naksirnya sama mas Rizal sih.
Kemelut Tahta Naga 10 Para Ksatria Penjaga Majapahit Karya Arief Sudjana Misteri Lukisan Tengkorak 8

Cari Blog Ini