Ceritasilat Novel Online

Bulan Dan Bintang 4

Bulan Dan Bintang Karya Thelapislazuli Bagian 4


membatalkan pernikahannya. Neona memang belum tahu itu dan Reno berharap Radith tak benar-benar mewujudkan keinginan biadab Sandi ini.
"Cukup Sandi! Apapun yang terjadi aku akan tetap menikah dengan Mas Radith! Kau jahat San! Bajingan!" Neona terisak dan berteriak.
"Kita lihat saja, Ibu Guru. Kau sudah membuat Sandra tersiksa dalam pernikahannya, maka kamu juga harus merasakkannya! Kamu harus merasakannya!" Sandi
masih berteriak, saat polisi membawanya kembali ke sel. Bahkan di hari itu, motif perbuatan Sandi barulah menjadi jelas. Polisi mengucapkan terima kasih
pada Neona. Kini Neona dan Reno sudah dalam perjalanan pulang menuju rumah Neona. Ia berharap semuanya tidak seburuk apa yang dikatakan Sandi.
"Ren, mungkin ngga Mas Radith membatalkan pernikahannya dengan, Mba?" Tanya Neona saat ia dan Reno sudah ada di dalam mobil. Mobil yang dulu ia gunakan
bersama Radith untuk kondangan bersama. Neona kangen dengan Radith beserta seluruh momen indah mereka.
"Mba jangan berpikir yang tidak-tidak. Kita harus tetap berdoa Mba." Alih-alih menjawab iya atau tidak, Reno menjawabnya dengan jawaban normatif. Untungnya
Neona tidak bertanya lagi dan memilih diam.
Sesampainya di depan rumah Neona, hatinya berdebar. Ada mobil Radith di sana. Berbeda dengan Neona, Reno justru menegang. Memikirkan kemungkinan apa yang
akan terjadi. Ada mobil Ayah bersama Mang Darman di sana. Neona bergegas masuk dengan wajah yang mendadak ceria. Ia bisa melihat Radith.
Keceriaannya memudar, saat semua tatapan tegang menyambut Neona. Sudah ada Ayah, Bunda, Radith, Bapak, Ibu bahkan ada Mas Lendra.
"Assalammualaikum.." Neona mengucap salam dengan susah payah. Mencoba menerka apa yang sedang terjadi.
"Waalaikumsalam" Jawab semua orang kompak. Bunda langsung menerjang Neona dengan pelukkan. Bunda menangis dan mengucapkan maaf dalam lirihannya.
"Pak, Bu, Ayah, Bunda, ini ada apa?" Neona bertanya, Reno sudah ikut bergabung bersama Neona dan yang lainnya.
"Sini dulu kamu, Na.." Bapak memanggil putri bungsunya dan Neona melepas pelukkan Bunda. Ayah menarik nafas panjang dan kasar. Ibu tidak seceria dan bersemangat
seperti biasanya. "Ini sebenarnya bukan kapasitas kami untuk mengatakkannya. Karena ini hubungan kalian. Jadi Saya persilahkan biar Radith yang menjelaskan pada Neona."
Ayah membuka pembicaraan dengan buangan nafas yang kasar. Aura ketegangan sudah sangat terasa. Tatapan tajam milik Lendra juga sudah mengintimidasi siapapun
di ruangan itu. "Na.. Mas sudah berketetapan. Maaf kalau kamu tidak setuju. Semua Mas putuskan untuk kebaikkan kamu. Mas mau, pernikahan kita dibatalkan. Mas, mau kamu
bahagia Na. Jangan sama Mas. Kamu tidak akan bahagia dengan pria seperti ini. Lupakan janji yang pernah kita ucapkan. Maaf, karena Mas melepas kamu, Na."
Radith melepaskan cincin pertunangannya. Lendra sudah siap membunuh Radith namun tangannya ditahan Reno. Ibu dan Bunda berpelukkan dan menangis bersama.
Sedangkan Bapak dan Ayah tampak menyimpan semuanya dalam diam.
"Mas, Mas yakin? Coba lihat mata Neona! Bilang sekali lagi." Tantang Neona
"Iya, Mas yakin Na." Radith menatap mata Neona sekilas, Hatinya saat ini sakit dan rasanya dunianya akan runtuh.
"Mas, tadi Mas bilang ini buat kebaikkan aku? Kebaikkan macam apa maksudnya? Mas bilang aku akan bahagia? Bahagia yang seperti apa? Mas juga bilang, aku
tidak akan bahagia jika bersama pria seperti Mas, lantas aku bahagia jika aku mendapat pria seperti apa? Mas egois! Mas Radith jahat! Seenaknya melepasku.
Mas tahu, aku tidak bisa bahagia tanpa Mas, tidak bisa bersinar tanpa matahari, dan akan sepi tanpa bintang di langit malam. Kenapa Mas melepasku semudah
ini? Apa alasannya Mas?" Neona sudah menangis. Itu menyakitkan hati Radith. Radith pun mengeluarkan air matanya. Semua yang melihat adengan itu, tahu bahwa
ada cinta yang besar diantara mereka.
"Karena Mas sekarang sudah buruk rupa dengan luka-luka ini, Na. Kamu ngga pantes, punya suami yang seperti Mas." Radith menjawab dengan suara getir.
"Omong kosong Mas! Dulu Mas bilang, cinta itu ngga memandang fisik. Mas pilih Neona bukan karena fisik, kenapa harus Neona memikirkan hal itu Mas? Bagi
Neona Mas adalah segalanya." Neona kembali terisak.
"Mas, asal Mas tahu, tadi aku sama Reno baru dari kantor polisi. Sandi berhasil melakukkan ini. Kita batal nikah adalah tujuan Sandi. Jadi Mas sudah ikut
menyukseskan rencana Sandi membuatku terluka atas kesalahan yang tidak pernah aku lakukan. Sandi balas dendam karena Sandra yang ia cintai lebih memilih
Yolly yang katanya masih memilih aku. Coba kasih tahu aku, adakah kesalahan yang aku buat? Tapi kenapa aku yang harus menanggung semuanya? Mas yang dulu
selalu bilang cinta itu harus diperjuangin bersama, justru mensukseskan tujuan Sandi? Terima kasih Mas Bintang Radithya." Neona menarik nafasnya dalam.
"Kalau sudah ini keputusan final Mas Radith, maafin Neona juga karena melanggar janji Neona. Neona melepas Mas Radith juga." Neona melepas cincin yang
langsung disambut dengan isakkan dari Bunda dan Ibu.
Neona pergi ke kamar dan menangis keras di dalam. Sedangkan Radith yang baru mengetahui motif perbuatan Sandi, merasa dihantam palu godam. Namun semuanya
sudah menjadi keputusannya, bukan? Radith tahu ia salah dan egois, tapi ini untuk kebaikkan Neona, yakin Radith.
"Dith, Gue pernah bilang kan, jangan bikin adek Gue nangis. Lo lihat! Lo lihat sekarang! Lo egois Dith. Gue ngga bisa maafin Lo!" Lendra meninggalkan ruang
keluarga dan menyusl Neona.
Sedangkan Ayah, Bunda, Ibu dan Bapak meninggalkan Radith di ruang keluarga sendirian. Membiarkan Radith berpikir. Radith tidak membiarkan otaknya berpikir.
Ia menolak untuk berpikir, karena ada rasa sakit yang begitu menghantam dirinya. 'Ini adalah keputusan yang terbaik, Na, percayalah' gumam Radith dalam hati.
*** BAB 30 Tahun ajaran baru sudah dimulai dari hari ini. Sudah sepekan dari kejadian pembatalan nikah itu terjadi. Neona menjalani hidupnya bagaikan boneka tanpa
nyawa. Matahari dan bintangnya sudah tidak ada. Semester ini, Neona menjadi wali kelas X.. Akhirnya ia dipercaya oleh pihak sekolah. Hal ini terkait prestasi
yang sudah dilakukan Neona semester lalu.
Waktu istirahat, Neona memilih memakan bekalnya di mejanya. Tidak ada sms selamat makan siang dan sudah tidak ada jadwal les privat yang selalu ia tunggu
itu. Neona memang sudah bisa membeli motor, jadi sekarang dirinya sudah tak menggunakan jasa ojek on-line lagi.
Kalau saja pernikahannya jadi, pekan depan, Neona sudah menikah dan menjadi istri dari pria yang namanya enggan ia sebutkan. Bukan karena ia benci. Namun
Neona masih terlalu cinta dan sayang pada matahari dan bintangnya itu.
"Selamat siang Bu" suara remaja laki-laki menginterupsi makan siang Neona.
"Selamat siang, Reno. Ada yang bisa Ibu bantu?" Neona menahan tangis saat ia harus bertemu dengan murid spesialnya ini. Bagaimanapun Reno berjasa dalam
hal mengenalkan Neona pada cinta.
"Apakah saya mengganggu makan siang Ibu? Saya mau berbicara." Reno merasa kedatangannya salah waktu. Jelas Neona sedang makan siang, meski yang Reno lihat,
Neona hanya melamun, bukan makan. Neona memperhatikan sekitar. Beritanya yang gagal menikah, sudah menyebar di sekolah ini. Meski demikian, Neona memilih
untuk tidak peduli. "Kamu tidak mengganggu kok. Kita berbicara di luar saja. Tunggu." Neona menutup kotak makannya dan mengajak Reno keluar ruangan.
"Kenapa Reno?" Neona bertanya saat mereka sudah duduk di meja ruang tamu sekolah.
"Reno mau minta maaf Bu. Reno dapat prestasi, hadiah bahkan beasiswa karena Ibu. Tapi..." Reno tak kuat meneruskan perkataannya. Ia tahu, sejak keputusan
bodoh kakaknya, rumahnya kini tak lagi sama. Bunda tak mau berbicara pada Radith, Ayah apalagi. Sedangkan Reno juga enggan bercakap dengan Kakaknya.
"Reno, tidak ada salah apapun. Semua sudah ketetapan takdir. Kalau memang belum jodoh, ya seperti itu. Kamu kan yang bilang sendiri. Apapun yang terjadi
antara saya dengan keluarga kamu, saya juga minta maaf ya Ren. Kamu tetap murid spesial saya kok. Kamu jangan merasa bersalah. Semua sudah ketetapanNya."
Neona menarik nafas dengan cepat. Ia tak mau air matanya kembali turun di depan Reno.
Reno hanya mengangguk sedih. Bagaimanapun, ia turut andil dalam hubungan Neona dan Radith. Sehingga kandasnya hubungan ini pun, menjadi beban dalam dirinya.
Ia pun berniat menemui seseorang yang menurutnya akan membuat semuanya clear. Iya, Reno harus bertemu dengan orang ini.
******* Seusai kelas, Reno tak langsung pulang. Dia sudah tidak punya jadwal pelatihan olimpiade yang sangat ia rindukan. Reno merindukan Neona yang mengajarkannya
dan membuatnya bersemangat karena harus menggoda gurunya itu, dan ia juga merindukkan masa pelatihan itu, karena wanita pilihannya ada di sana bersama
dia di masa itu. Semua sudah berakhir dan semuanya menghilang. Clarissa menghilang tanpa jejak, dan Neona sudah dilepas oleh kakaknya.
"Selamat sore Pak Yolly saya boleh masuk dan berbicara dengan Bapak?" Reno mengetuk ruang kesenian. Tampak sang guru sedang merapikkan alat lukis, bekas
praktik siswa kelas XI. "Oh, silahkan Moreno." Ada perasaan bersalah yang terlihat dari wajah Yolly. Bagaimana pun, adiknya adalah pelaku usaha pembunuhan kakak dari Reno.
"Ada yang mau saya bicarakan Pak. Ini tentunya tentang kakak saya." Reno duduk dekat dengan Pak Yolly.
"Sebelumnya saya minta maaf pada kamu, keluargamu dan terutama kakakmu ya Moreno." Yolly menampakkan wajah bersalahnya.
"Saya tidak masalah dengan hal itu Pak. Namun ada yang paling menderita atas perbuatan adik Bapak. Sepertinya apa yang direncanakan Adik Bapak sudah terwujud."
Reno membuka topik pembicaraannya dan Yolly tampak terperangah.
"Maksud kamu apa Reno? Siapa yang kamu maksud paling menderita di sini?" Yolly mendekatkan duduknya ke arah Reno.
"Ibu Neona, Pak. Ibu Neona adalah yang paling menderita dengan perbuatan adik Bapak. Saya bisa mengatakan ini, karena akhirnya adik Bapak mengungkapkan
motif perbuatannya. Mungkin selama ini orang mengetahui motifnya adalah perampokkan dsb. Namun jauh di dalamnya, terjadi hal yang kompleks antara Bapak,
adik Bapak dan istri Bapak yang mengakibatkan Bu Neona, orang yang berada di luar cerita kalian, kini menderita dengan keadaan Mas Radith. Bapak sudah
tahu kan, kalau Bu Neona tidak jadi menikah? Secara tidak langsung itulah akibat dari apa yang adik Bapak lakukan dan itulah tujuannya Pak." Reno menjelaskan
dengan tenang dan datar, namun tatapannya yang tajam mampu menembus hati Yolly. Hatinya sakit kala mendengar Neona menderita karena ulah adiknya.
"Bahkan saya tidak pernah tahu, apa yang terjadi dengan saya, adik saya dan Sandra. Kamu bisa jelasin kepada saya?" Yolly bertanya dan Reno mengangguk.
Reno menceritakan semua hal yang ia tahu bahkan dari mulut Sandi. Yolly tampak kehabisan nafas dan wajahnya memerah menahan amarah. Entah pada siapa, Reno
hanya ingin menyampaikan kebenaran, yang bahkan menurutnya ini tidak di ketahui oleh Yolly dan Sandra.
"Saya menyampaikan ini, sekaligus meminta bantuan Bapak. Meski Bapak bukan pelaku yang membuat kakak saya kecelakaan dan batalnya pernikahannya dengan
Bu Neona, namun secara tidak langsung, Bapak adalah alasan atas semua hal yang terjadi ini. Saya mohon, Bapak bisa membujuk Kakak saya dan Bu Neona untuk
kembali bersama Pak. Saya tidak tega melihat mereka berdua." Reno menahan emosinya. Ia tahu, bahwa menangis juga bisa dilakukan seorang pria, namun tidak
kali ini dan di depan orang lain.
"Saya akan coba berbicara dengan Kakakmu, sekaligus meminta maaf atas semua yang terjadi. Terima kasih Reno atas semua hal yang baru saya ketahui ini.
Selain kamu adalah murid terbaik di sini, kamu juga adik yang hebat. " Yolly memuji Reno, sedangkan Reno hanya tersenyum tipis. Baginya semua pujian itu
tidak ada lagi gunanya. Ia hanya ingin semua kembali seperti sebelum ia juara OSN.
****** "Mas Radith.. Mas.." suara Mbok Lastri menganggu Radith yang sedang duduk merenung di kamarnya. Tangannya memegang foto-foto yang menampilkan sepasang
manusia dengan pakaian senada di tengah taman bunga.
"Iya Mbok, masuk saja ngga dikunci." Radith menjawab panggilan Mbok, dan tangannya memasukkan semua foto-foto tersebut.
"Mas, maaf. Mbok mau ngasih tahu, di bawah ada tamu yang mau ketemu sama Mas Radith. Katanya gurunya Den Reno, ini laki-laki Mas." Mbok Lastri tampak mencoba
mengingat nama sang tamu, namun gagal.
"Ya sudah Mbok, Radith nanti ke bawah. Terima kasih yaa." Radith memberikan senyum tipisnya. Mbok Lastri mengangguk dan kembali ke dapur. Dalam hatinya,
ia sedih melihat keadaan Radith yang kini penuh luka bakar, dan yang paling membuatnya sedih adalah suasana rumah ini. Tidak ada lagi gurauan, canda tawa
dan suasana kekeluargaan seperti dahulu.
Sebelum keluar kamar, Radith melihat dirinya ke arah cermin. Ia mengembuskan nafasnya kasar. Ia mengutuk apa yang terjadi padanya. Bagaimanapun. Luka bakar
ini membuat dirinya tak pantas bersanding dengan Neona.
"Selamat sore Radith. Saya.."
"Ada apa? Langsung saja." Radith memotong kalimat Yolly. Ia kaget saat mendapati sosok Yolly duduk di ruang tamunya. Apa lagi maunya sang kakak pelaku
kejahatannya. "Dith, saya minta maaf dengan yang telah saya lakukan. Saya tidak tahu semua itu berakibat fatal pada kamu dan Neona. Saya tahu, saya punya perasaan pada
Neona. Bahkan sampai detik ini. Saya minta maaf, jika itu membuat kamu cemburu. Saya tahu itu salah, karena bagaimana pun keadaannya status saya sudah
menjadi suami orang. Saya melatih diri saya, untuk menerima keadaan ini semua dan sedang belajar menerima Sandra dan cintanya. Tapi begitu menyakitkan
ketika saya yang sudah tidak mendapatkan kesempatan dari Neona, justru tahu kalau Neona sedang menderita seperti ini." Yolly berkata dengan tenang. Radith
mengepalkan tangannya. Bagaimana bisa, pria ini mengaku menjadi suami orang, tapi menyatakan dirinya sakit saat tahu keadaan Neona, yang bahkan tidak di
ketahui Radith. "Tahu apa kamu dengan keadaan Neona? Itu bukan lagi tanggung jawabmu!" Radith menaikkan nada bicaranya. Yolly tersenyum karena rencananya untuk menyentil
ego Radith berhasil. "Apakah keadaan Neona masih menjadi tanggung jawab Kamu? Setelah Kamu mencampakkan Neona seperti itu?" Yolly tetap berkata dengan nada tenang. Radith yang
biasanya bisa mengontrol emosinya, kini sudah tidak bisa lagi. Ia marah ketika mendengar perkataan Yolly yang seakan mengkambing hitamkan dirinya. Padahal
semua terjadi juga karena Yolly.
"Apa yang sekarang kau inginkan, hah?! Apa kini kamu akan menceraikan istrimu, lantas mengambil tanggung jawab atas keadaan Neona? Menjadi pahlawan bagi
Neona? Iya?!" Radith membentak Yolly.
"Bukankah itu maumu? Menyuruh Neona berbahagia dengan pria lain, yang bukan sepertimu? Saya masih berpikir, bahwa saya adalah pria terbaik yang bisa menjadi
pria yang kamu maksudkan itu." Yolly memberikan tatapan mantap dan itu melukai harga diri Radith. Ia memang menyuruh Neona mencari pria yang lebih baik
dari dirinya, tapi bukan dengan pria bersuami yang notabenenya adalah penyebab semua kekacauannya ini terjadi.
"Kau! Brengsek!!!" Radit mengepalkan tangannya dan tangannya menggantung di udara saat suara Bunda menginterupsi keadaan panas di ruang tamu sore itu.
"Radith! Cukup kamu melukain Neona, sekarang kamu mau melakukan tindakan kriminal, iya? Pernah Bunda mengajarkan Kamu hal seperti itu?" Bunda membentak
Radith. Radith kaget dan ia terdiam. Selama ini, ia tak pernah mendapatkan Bunda dalam keadaan seperti itu.
"Buat apa kamu marah sama gurunya Reno ini? Dia masih lebih baik, karena ia peduli dengan keadaan Neona sekarang. Kamu buat apa masih melindungi Neona?
Bukannya sudah kamu melepaskannya? Bunda bahkan lebih setuju jika Neona bersama suami orang daripada sama kamu, pria yang tidak tahu terima kasih dan perasaan
seperti ini." Bunda menurunkan emosinya dan nada bicaranya.
Radith merasa harga dirinya hancur. Bagaimana bisa, Bunda lebih menyetujui Neona dengan pria beristri, sedangkan ada dirinya yang begitu mencintai Neona
namun takut dengan ekspektasi yang tumbuh di dalam kepalanya.
"Kalau kamu cinta dengan Neona, bukan dengan melepasnya Radith. Kalau keadaanmu menghalangi cintamu, bukan berarti kamu pantas menyerah. Cinta terlalu
luas dan dalam untuk mengalah pada keadaan yang bahkan tidak pernah menjadi masalah bagi Neona. Kamu tahu, dia bahkan melupakan semua hal, hanya karena
ia berpikir tentang keadaanmu. Ia menangis setiap waktu, saat kamu tidak sadarkan diri. Ia selalu meminta keyakinan pada kami semua, bahwa suatu hari kamu
akan kembali dengan senyum dan rencana indah hidupnya berjalan dengan baik bersama kamu Radith." Bunda menceritakan semua hal yang membuat hati Radith
teriris dan sakit. "Maaf Bu Herlina jika Saya memotong. Radith, Saya memang pernah menyukai dan mencintai Neona, meski ternyata rasa Saya kalah dengan ketakutan atas penolakkannya.
Saya belajar dengan baik atas kesalahan Saya itu. Kini saya belajar untuk menerima Sandra dan cintanya, karena saya tidak mau semuanya terlambat. Jangan
menentang ketetapan takdir, hanya karena itu tidak sesuai dengan keinginan kita Dith. Saya tidak mau, Kamu menyesal seumur hidup, jika Kamu melepas wanita
yang sangat kamu cintai. Bahkan saya bisa melepaskan rasa saya pada Neona, karena saya melihat cintamu bahkan lebih besar dari Saya, begitupun cinta Neona
padamu." Yolly menjelaskan semua yang sebenarnya terjadi. Ia memang sedang belajar menerima cinta Sandra sebagai takdirnya. Bukan terus menyesali kesalahannya
dan berharap Neona menjadi miliknya. Ia hanya melakukan apa yang diminta Reno. Menyadarkan Radith atas kebohodannya. Yolly tidak mau jika Radith seperti
dirinya. Menyesal karena telah menyia-nyiakan kesempatan.
"Apakah kesempatan itu masih ada?" Radith berkata lirih. Air matanya mulai menggenang di ujung matanya.
"Kalau kesempatan itu tidak ada, maka kamu bisa menciptakannya Dith. Kamu belum terlambat." Yolly menjawab dan Bunda mengangguk.
Bunda sudah tahu jika Yolly akan datang sore ini. Bahkan sebelum bertemu dengan Radith, Yolly sudah menceritakan semuanya pada Bunda. Bunda mendukung niat
baik Yolly, karena Bunda ingin Radith kembali bersama dengan Neona.
"Kamu harus minta maaf sebelum semuanya terlambat, Radith. Kejar cintamu. Jangan Kamu lepaskan. Iyakah Kamu akan bahagia, jika Neona bersama pria lain,
selain dirimu? Iyakah kamu akan bahagia, jika Neona hidup dengan pria yang tidak ia cintai?" Bunda menambahi apa yang dikatakan Yolly.
Radith bangkit dari duduk dan memeluk Bundanya. Radith menangis keras di bahu wanita yang melahirkannya. Ia harus mengakui, semua ini terjadi akibat keegoisannya
dalam berpikir. Bunda pun menangis. Ia menyadari, akhir-akhir ini ia menjauhi putra sulungnya ini, guna memberi pelajaran. Meski hati kecilnya menangis.
Tidak pernah ia seperti ini pada anaknya, terutama pada Radith yang ia tahu selalu menurut dan tidak pernah berulah seperti Reno.
Radith beranjak lalu memeluk Yolly. Ia harus mengakui semua yang dikatakan Yolly itu benar. Meski ia terbakar cemburu dengan perkataan Yolly di awal, namun
ia sadar, perkataan itu yang justru membuat Radith mengakui bahwa dirinya tidak akan mampu melepaskan Neona. Tidak untuk kapanpun.
Kini Radith berpikir tentang cara mendapatkan maaf dan hati Neona lagi. Ia pernah berhasil, jadi ia percaya kali ini pun harus berhasil. Ia tahu ini akan
lebih berat, namun ia percaya, cintanya pada Neona adalah yang utama. Dirinya lebih baik dihajar hingga mati daripada harus hidup dan mendapati Neona hidup
dengan pria lain. *** BAB 31 Suasana sekolah seperti biasa. Tidak ada yang istimewa untuk Neona. Meski dirinya sudah tidak pernah menangis di setiap malam, namun Neona masih merasa
sebagian dirinya terlepas. Hilang dan hampa. Neona sudah melakukan berbagai cara untuk mengisi kehampaannya, namun hasilnya tetap nihil. Hati dan pikirannya
masih berpusat pada Bintang Radithya Trisdiantoro. Sang bintang dan matahari kehidupannya.
"Neona, Saya bisa bicara dengan Kamu?" suara Bu Laras menginterupsi lamunan Neona.
"Eh iya, Bu Laras. Ada apa ya?" Neona menegakkan duduknya.
"Saya mau ngomongin anak kelas kamu, yang tidur di jam pelajaran Saya. Tapi Saya tidak mau berbicara di sini. Saya kasian sama siswanya, nanti jadi gunjingan
guru-guru." Bu Laras tampak mengajak Neona untuk keluar dari ruang guru.
Neona mengangguk setuju, mengingat guru-guru di sini sangat senang sekali bergunjing, meski salah satu sumber gunjingan berasal dari mulut, guru yang kini
sudah duduk di depannya. Kini mereka ada di ruang bimbingan konseling yang cenderung sepi.
"Sebenarnya yang dilakukan murid Kamu yang tidur di kelas Saya tidak penting. Selama 18 tahun Saya mengajar, Saya tahu kelakuan murid-murid. Saya mau membahas
hal lain, Na." Bu Laras menggeser duduknya mendekat ke arah Neona yang tampak mengernyitkan dahi.
"Saya minta maaf sebesar-besarnya sama Kamu. Saya pernah punya niat buruk sama Kamu. Saya pernah ingin membatalkan pernikahan Kamu dengan Radith. Saya
ngga nyangka semua terjadi seperti ini, Na. Saya minta maaf." Bu Laras justru menangis keras dan memeluk erat Neona.
Bahkan Neona hanya terdiam. Ia teringat pada Sandi yang juga menginginkan dirinya batal menikah dengan Radith. Jadi berapa orang yang menginginkannya?
Dan sepertinya takdir berpihak pada mereka yang menginginkannya, bukan?
"Saya sudah dengar semuanya dari Yolly dan Sandra kemarin." Bu Laras menambahi.
"Pak Yolly? Bu Sandra? Maksudnya Bu?" Neona hampir kehabisan nafas. Apakah batalnya ia menikah ini sudah menjadi perbincangan semua orang?
"Sandra itu keponakan saya juga, sama seperti Irish. Irish adalah anak dari kakak saya sedangkan, Sandra adalah anak dari kakak suami saya. Saya tahu tentang
Irish yang dekat dengan Radith sejak dulu. Meski saya tahu, cinta keponakkan saya pada suaminya sangatlah besar. Saya hanya ingin membuatmu panas waktu
itu. Saya minta maaf, Na. Itu semua Saya lakukan karena Saya selalu melihat Sandra menangis sejak menikah dengan Yolly. Saya menghubungkan semuanya disebabkan
oleh Kamu. Makanya Saya mau membuat Kamu ribut dan batal nikah dengan Radith. Meski nyatanya, Sandi melakukan hal yang lebih kejam. Yolly menceritakan
pada Saya. Sandra bahkan menangis mendengarkan semuanya." Bu Laras menjelaskan berita yang baru ia terima dari Yolly. Ia lega karena akhirnya ia bisa meminta
maaf pada Neona. Perempuan yang menjadi korban dari perbuatan yang tidak pernah ia lakukan.
"Saya tidak marah dan dendam dengan Ibu dan siapapun itu. Semua sudah terjadi Bu. Saya bisa apa, jika takdir sudah berketetapan? Saya hanya makhluk biasa
yang tidak bisa menentang garis takdir. Saya hanya seorang Neona." Neona berkata lirih. Matanya kembali berkaca-kaca. Ia butuh kekuatan yang sudah tidak
ia bisa dapatkan. Karena kekuatannya bersumber pada pria yang sudah melepaskannya.
"Na, Ibu minta maaf ya Sayang. Ibu doakan semoga semuanya segera membaik. Jangan menyerah dengan keadaan. Perjuangkan apapun yang membuatmu bahagia, meski
itu terasa sulit. Sandra sudah mencobanya dan Ibu rasa saat ini Yolly sudah mulai bisa? membalas semua usaha Sandra." Bu Laras memeluk Neona. Dalam hati
Neona, ia bersyukur mendengar Yolly sudah menerima cinta Sandra yang nyatanya lebih besar daripada rasanya dulu pada Yolly. Pantas saja, Tuhan menakdirkan
Yolly dengan Sandra bukan dengan dirinya.
****** "Lo mau ngapain lagi ke sini Ha!?" suara lantang seorang Sailendra Andrusha Bagaskara memecahkan kesunyian malam.
Radith datang ke rumah Lendra saat Kakak Neona ini baru pulang dari kantornya. Lala masih menyambutnya dengan baik, namun tidak dengan Lendra.
"Mas, suara kamu bisa bangunin Fakhri. Jangan begitu Mas. Apa yang mau Radith omongin, kita dengerin dulu." Lala mengelus lengan suaminya. Meski Lendra
adalah sosok jenaka yang sering sekali bertindak konyol dan usil, namun kemarahannya adalah perkara lain. Lendra tampak dengarkan kata Lala dan duduk di
depan Radith. "Cepet ngomong mau ngapain Lo dateng ke rumah Gue? Ini sudah malam Bintang." Lendra memutuskan memanggil Radith dengan sapaan awalnya lagi. Yang menunjukkan
dirinya bukan orang yang cukup kenal dengan Radith. Radith pun meringis dalam hatinya, namun ia yakin niat baiknya akan menghasilkan jalan terbaik.
"Maafkan Saya Mas. Maafkan Saya sudah mengecewakan Mas, mengecewakan Ibu, Bapak, Mba Lala dan terutama Saya menyakiti Neona." Radith memilih tetap menyapa
Lendra dengan sapaan Mas, seperti kesepakatan yang pernah mereka lakukan dulu.
"Gue ngga sudi Lo manggil Gue Mas. Lupain kesepakatan bodoh kita dulu! Tadi Lo bilang apa Tang? Maaf? Setelah semua yang telah Lo lakuin? Lo bikin keluarga
Gue malu. Bukan masalah uang yang selama ini Lo punya dengan jumlah yang tak terkira itu. Ini soal harga diri. Ditambah lagi, Lo ngancurin hati adek Gue.
Adek yang paling Gue sayangin Tang! Gue ngga pernah jadi bajingan yang nyakitin hati perempuan karena Gue ngga mau adik Gue disakitin sama pria bajingan.
Ternyata Lo bajingan yang pandai bertopeng ya!" Suara Lendra masih membahana dan membuat Lala semakin kewalahan menenangkan suaminya.
"Mas, Saya tahu Saya salah. Bahkan Saya adalah manusia terbodoh yang pantas dipersalahkan atas semua yang terjadi. Saya hanya manusia biasanya yang punya
perasaan, harga diri dan spekulasi Mas. Saat kecelakaan itu menimpa Saya, semua hal menjadi satu. Saya mencintai Neona dengan sangat, namun di sisi lain,
Saya merasa tidak pantas dengan keadaan Saya. Saya sudah menjadi pria buruk rupa dengan luka-luka bakar ini Mas. Namun, satu hal yang Saya yakini selama
ini. Saya tidak akan bisa berhenti mencintai Neona, meski Saya yang lemah ini sempat kalah dengan ketakutan Saya sendiri. Saya mengaku lemah Mas. Mohon
maafkan Saya." Radith menunduk dan bahunya bergetar. Lala yang melihat keadaan itu, memberikan tissue ke arah Radith. Lala memperhatikan suaminya yang
sedang memandang arah lain. Lendra mengingat masa lalu yang pernah terjadi pada dirinya. Iya, Lendra juga pernah terjebak dalam rasa takut yang teramat,
sehingga ia pernah melakukan hal bodoh yang untungnya tidak sefatal Radith.
"Maaf dari Gue akan turun jika Neona mau memaafkan Lo. Gue tahu semua orang punya salah, bahkan Gue juga pasti punya banyak salah. Gue hanya mau Lo buktiin
apapun yang Lo katakan. Maaf dari Neona adalah maaf dari Gue." Lendra menjawab datar.
"Dith, maaf bukannya Aku ikut campur. Coba Kamu temuin Neona lagi. Kamu jelasin semuanya. Kalian saling mencintai bukan? Menurutku, cinta tidak akan kalah
dengan keadaan seperti ini. Lawan ketakutan apapun yang sedang kamu rasakan. Sudah seharusnya cinta yang menang di atas rasa takut dan hal buruk lainnya."
Lala menggenggam tangan Lendra. Ia pernah berkata hal yang sama pada Lendra.
"Makasih Mba Lala atas masukkannya. Saya akan buktikan Mas, Mba, kalau Saya akan mendapatkan maaf dan hatinya Neona kembali. Meski ini akan jauh lebih
susah dari sebelumnya. Izinkan Saya juga untuk tetap memanggil Mas dan Mba dengan sapaan itu. Saya ingin semua rencana itu tidak batal. Saya menyesal karena
pernah melepas Neona." Radith sudah membersihkan bekas air matanya. Meski Lendra begitu dingin padanya, Radith tahu, jika Lendra memberikan dukungan pada
dirinya sama seperti Lala. Radith bisa melihat itu dari mata Lendra.
Sudah saatnya ia meminta maaf pada Bapak dan Ibu seperti yang sudah ia lakukan pada Bunda dan Ayah, meski akhirnya gamparan dari sang Ayah benar-benar
ia dapatkan. Kalau seandainya Bapak memberikan gamparan atau apapun yang lebih buruk, Radith tetap akan terima, asalkan Neona kembali menjadi cahaya bulan
dalam kehidupannya.? *** BAB 32 Jumat sore Neona pulang dengan motor yang sudah ia kendari selama sepekan ini. Sudah sepekan juga kegiatan KBM berlangsung di tahun ajaran baru. Harusnya
akhir pekan depan menjadi akhir pekan terindah untuk dirinya. Namun, lagi-lagi tulisan hidupnya berkata lain. Ada sedikit penyesalan di dalam hti Neona,
karena ia tidak menuruti kriteria pria idamanya dan justru percaya pada bisikkan hatinya untuk menerima pria seperti Radith yang ternyata hanya membuat
hatinya sakit dan terjebak dalam drama hidup.
Akhirnya semua ketakutannya menjadi nyata dan Neona rasakan sakitnya sekarang. Neona mengakui, bahwa cinta meluluh lantakkan semuanya. Bahkan kalau boleh
jujur, sampai detik ini ia masih menyebutkan nama Radith dalam doanya. Dia juga sangat menyesali pemikiran Radith yang menjadikan alasan fisik untuk melepaskan
dirinya. "Assalammualaikuuumm.. Bu, Pak, Neona pulang." Neona mengucapkan salam dan masuk ke dalam rumah. Langkahnya terhenti, tubuhnya membeku dan jantungnya berdegup
kencang. Matanya mendadak panas dan hatinya sakit.
"Walaaikumsalam Na.." Suara itu milik pria yang selalu ia pikirkan. Itu suara Radith. Neona melihat orang-orang yang duduk di sebelah Radith. Ada Yolly
dan Sandra di sana. Duduk di seberang Ibu dan Bapaknya. 'Ada apa ini?' tanya Neona dalam hati.
"Bu, Pak.. Ada apa ini?" Neona mendekat dan mencium kedua tangan dan pipi orang tuanya.
"Duduk sini Na. Mereka baru selesai ngomong sama Bapak dan Ibu, jadi sekarang giliran mereka ngomong sama Kamu." Bapak menerangkan dan Neona memilih duduk
di antara Ibu dan Bapak dan berhadapan langsung dengan wajah Radith.
"Silahkan Nak Yolly, apa yang ingin disampaikan, di sampaikan." Bapak menyilahkan.
"Baik Pak, terima kasih. Sebelumnya ini sudah Saya ceritakan semuanya pada orang tua kamu, Na. Semua hal yang bahkan pernah terjadi di antara kita, gossip
kita, bahkan dosaku pada Sandra. Perlu Kamu ketahui, sekarang Saya sudah menerima semuanya menjadi pelajaran dan berjanji untuk benar-benar membahagiakan
calon ibu yang sedang mengandung anak kami ini." Yolly merangkul Sandra dan hati Neona bahagia melihatnya.
"Hari ini, Saya dan Sandra punya tujuan menjelaskan semuanya. Semua hal yang terjadi yang tidak sepatutnya kita tutupi, karena kita akan belajar tentang
kehidupan secara utuh. Saya tidak mau, ada orang yang tidak tahu apa-apa, menjadi korban lagi." Yolly mengambil nafas dalam dan Sandra menggenggam tangang
Yolly memberikan kekuatan.


Bulan Dan Bintang Karya Thelapislazuli di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Saat sudah tahu motif perbuatan adik Saya. Saya malu dan menyesal. Saya merasa gagal menjadi kakak dan menjadi pria. Saya mempunyai rasa pada wanita yang
sudah pasti bukan jodoh Saya lalu rasa itu berujung pada keadaan yang fatal untuk Kamu, Na. Saya bajingan karena egois dan sempat mempertahankan rasa yang
salah. Saya minta maaf Neona. Saya tidak tahu, keegoisan Saya di awal akan berakibat penderitaan. Padahal Kamu tidak tahu apa-apa." Yolly masih melanjutkan
penjelasannya. "Na, Saya juga minta maaf karena sejak awal sikap Saya seakan mengibarkan bendera perang pada Kamu. Itu semua semata-mata Saya lakukan untuk melindungi
apa yang Saya cintai. Katakan Saya kekanakan, tapi bukankah kita harus berjuang untuk cinta yang kita miliki? Bahkan jika satu dunia ini lawannya. Saya
sudah merasakan bagaimana mempertahankan dan memperjuangkan cinta itu. Hingga Saya yakin Mas Yolly bisa belajar mencintai Saya. Saya minta maaf karena
kelakuan Bi Laras dan Sandi membuat Kamu seperti ini, Na. Saya tidak berpikir akibat dari curhat kepada mereka tentang keadaan rumah tangga kami akan begini
efeknya pada Kamu, Na. Padahal Kamu tidak pernah mengganggu hubungan kami. Saya tahu, bahkan Kamu menjaga jarak dengan baik dengan Mas Yolly semenjak kami
menikah. Kamu mau memaafkan Saya dan Mas Yolly kan Na? Memaafkan karena rasa yang pernah Mas Yolly miliki dan memaafkan Saya yang menceritakan masalah
rumah tangga Saya pada orang lain, hingga semuanya bermuara pada penderitaan kamu. Mau kan Na?" Mata Sandra sudah basah dengan air mata. Ia tidak menyangka
dampak menceritakan rumah tangganya pada orang lain akan sefatal ini. Bahkan yang menjadi korban bukan suaminya yang ia ceritakan sebagai sosok kejam,
melainkan orang lain yang tidak pernah melakukan apa-apa.
"Mba Sandra dan Kak Yolly . Saya tidak berhak untuk tidak memberikan maaf pada manusia, karena Saya juga manusia. Hal yang terpenting adalah kita bisa
mengambil setiap hikmah yang terjadi. Pasti ada pelajaran yang bisa dijadikan modal perbaikkan diri untuk masa depan Mba, Kak. Saya memaafkan kalian. Maafkan
Saya jika ada salah yaa.." Neona memberikan senyum tulusnya.
Baginya, melihat Sandra dan Yolly yang sudah mesra seperti ini adalah hal yang terindah. Ia tidak menyalahkan siapa-siapa atas apa yang terjadi. Neona
dan Sandra pun berpelukkan. Radith memperhatikan dalam tatapan penuh kekaguman dan harapan. Semoga dirinya juga mendapatkan maaf dari Neona.
Setelah selesai dengan perbincangannya, Yolly dan Sandra pamit pulang pada Ibu, Bapak, Radith dan Neona. Mereka mengatakan semua tujuannya sudah tercapai.
Yakni menjelaskan semuanya dan meminta maaf atas apa yang sudah terjadi.
"Ibu dan Bapak mau masuk dulu. Kami sudah berbicara dengan Radith, sebelum Kamu sampai. Jadi kami pikir, ini saatnya kalian berbicara." Ibu mengajak suaminya
meninggalkan Neona dan Radith berdua dalam suasana canggung.
"Naa.." Radith memanggil lirih wanita di depannya. Neona menaikkan pandangannya dan mencoba menatap Radith. Hanya sebentar, karena ia tak kuat memandang
pria yang ia cintai itu. "Na.. Mas minta maaf. Maafin kebodohan dan kekhilafan Mas. Mas sadar dan yakin ngga akan bisa memaafkan diri Mas, kalau Mas tidak dapat maaf dari Kamu.
Mohon maafkan Mas ya Na.." Radith berpindah duduk di sebelah Neona.
"Mas, Neona tidak akan bisa dendam dengan Mas. Neona sudah memaafkan apapun kesalahan Mas. Maafin Neona juga yaa.." Neona berkata lirih, mencoba menahan
air matanya. Dadanya terasa sesak. Ia berkata jujur tentang memaafkan Radith, namun rasa sakit itu muncul lagi.
"Kamu ngga salah Naa, di sini yang paling salah dan parah itu Mas. Terima kasih karena Kamu mau memaafkan Mas, Na." Radith menghapus bulir air matanya
dan Neona sudah menangis.
Saat Radith akan mengulurkan tangannya untuk menghapus jejak air mata, Neona menghindar. Ia harus sadar bahwa pria di depannya sudah melepaskan dirinya.
Sekali pria itu melepas dirimu, lalu kamu memberikan kesempatan untuk kembali, maka pria itu akan melepaskan dirimu lagi, suatu hari nanti.
"Kamu kenapa, Na?" Radith kaget dengan penolakkan Neona.
"Maaf Mas, kita ngga sebaiknya begitu. Neona bisa jaga dan perhatian sama diri sendiri kok. Hingga nanti akhirnya Neona bertemu dengan pasangan hidup Neona
yang akan menjaga Neona." Neona berkata dengan nada datar. Nada yang pertama kali Radith dengar dari mulut Neona saat pertemuannya dulu. Mendengar itu,
ada petir yang menyambar hati Radith. 'Ini pertanda burukkah?' tanya Radith dalam hati.
"Maksud kamu, kita ngga akan bisa balik lagi, Na? Kamu sudah memaafkan Mas kan?" Radith bertanya dengan nada frustasi.
"Neona memang sudah memaafkan Mas, namun bukan berarti kita bisa kembali seperti dulu. Bukankah Mas yang melepaskan Neona? Bahkan saat itu, Neona sudah
bertanya, apakah Mas yakin dan Mas menjawabnya dengan yakin. Jadi Neona terima semua keputusan Mas." Neona menjawab dengan wajah tenang namun hatinya sakit.
"Naa.. kamu tahu keadaan Aku saat itu kan? Semuanya keegoisan dan ketakutanku Na, bodohnya Aku lampiaskan padamu yang sangat aku cintai. Aku takut.. takut.."
"Takut kalau aku akan menolak keadaan fisik Mas sekarang? Ini lucu ya.. Mas. Dulu Mas yang mati-matian ngajarin Neona untuk mencintai bukan karena apa
yang dilihat, melainkan dengan apa yang dirasa. Tapi Mas menuduh Neona sedangkal itu dalam cinta. Kalau Mas mau tahu, yang Neona pikirin hanyalah kesadaran
Mas. Mau Mas cacat, tidak bisa jalan, bicara, melihat dan mendengar pun Neona tidak peduli. Neona hanya minta dan berdoa atas kehadiran Mas dengan cinta
Mas. Nyatanya doa Neona tidak dikabulkan." Neona kembali meneteskan air mata. Hati Radith seakan diiris dan disiram dengan cairan asam lagi. Ia menyaksikan
wanita yang dicintainya, mencintainya sedalam dan seluas itu. Bahkan Radith mengutuk dirinya yang menyangsingkan cinta Neona pada dirinya.
"Na, Mas.." "Kalau Mas mau minta maaf, Neona sudah memaafkan. Karena menerima kembali dan memaafkan adalah dua hal berbeda. Semoga Mas mendapatkan wanita yang mencintai
dan menerima Mas apa adanya yaa.. Doakan juga Neona mendapatkan pria seperti apa yang Mas doakan pada Neona dulu." Neona tersenyum pahit.
Radith tidak menyangka, perkataannya dulu memang begitu menyakitkan saat didengar. Bayangkan, jika Anda disuruh mencari orang lain, oleh orang yang nyatanya
Anda cintai dengan rasa paling dalam, apakah itu adil?
Radith tahu bagaimana rasa sakit yang Neona rasakan dan ia semakin membenci dirinya sendiri. Ia paham mengapa Ayah menggamparnya, Bunda mendiaminya, serta
Lendra yang membentaknya. Nyatanya semua kesalahan besar memang berada padanya. Hanya Bapak dan Ibu yang masih memberikan dukungan padanya dan maaf yang
luas. Bahkan tanpa diduga, Bapak justru memeluk Radith dan memberikan semangat dan restu untuk meminta maaf pada Neona. Meski Ibu diam saja dan tidak banyak
bicara. "Na, kalau Mas minta kesempatan kedua sama Kamu, itu mungkin ngga?" Tanya Radith dengan tatapan nanar. Neona berpikir. Dalam hatinya ingin memberikan itu,
karena dirinya pun masih sangat mencintai pria di depannya kini. Namun, otaknya mengingatkan bahkan sekali seseorang melepasmu dengan mudahnya, maka suatu
hari dia akan melepasmu dengan mudahnya dan sakitnya akan jauh lebih parah.
"Neona bukan Tuhan yang bisa ngasih kesempatan kedua Mas. Kalau Mas, mau kesempatan kedua, coba minta sama Tuhan." Jawab Neona.
Radith frustasi dengan jawaban Neona. Akibat ketakutannya, Neona sudah kembali menjadi guru Reno yang dingin dan teguh prinsip. Neona merasa sudah waktunya
mengakhiri percapakannya dengan Radith. Ia tidak mau hatinya menguasai akal sehatnya kembali. Ia tak mau sakit untuk kedua kalinya, meski maaf sudah ia
berikan pada pria yang masih sangat ia cintainya ini.
Radith terduduk lesu saat Neona masuk ke dalam kamarnya. Dirinya pun pamit pulang, saat Mang Darman sudah menjemputnya.
"Kami akan bantu Kamu. Kalau Kamu bersungguh-sungguh mendapatkan hati Neona kembali. Ibu dan Bunda tidak akan tinggal diam Dith, percaya pada kami. Karena
kami percaya padamu. Kamu yang terbaik untuk Neona. Ibu mengerti posisi kamu." Tak disangka, Ibu yang sedari tadi diam, justru memberikan penguatan pada
Radith. Dalam hatinya, ia berjanji, apapun akan ia lakukan, asalkan Neona kembali pada dirinya. Ia harus meminta semua orang membantunya. Semesta harus mengizinkan
Bintang bertemu dengan Bulannya. Semesta harus mendukungnya. Mendukung dan menyatukan Bulan dan Bintang, meski langit gelap dan pekat membutakan mereka.
*** Bab 33 Setelah pekan lalu Radith datang untuk meminta maaf pada Neona, kini hidup Neona justru terasa semakin berat. Katakanlah bahwa Neona munafik. Bibirnya
menolak kehadiran Radith, namun hatinya berkata sebaliknya. Bagaimana pun Neona pun sama seperti wanita lainnya. Kata tidak adalah kata iya yang tidak
terucap. Saat kemarin ia menolak ada sedikit keinginan, bahwa Radith akan meminta dan memaksa dirinya. Namun kenyataannya Radith hanya diam tanpa kata.
'Memangnya kamu mau apa Na? Mau melihat adegan Radith memohon padamu? Bukankah kamu sendiri yang menolaknya?' kini sisi dirinya menyalah-nyalahkan kebimbangan
hatinya. Neona pun menghembuskan nafas dengan kasar.
Jam pulang sekolah bordering. Saatnya pulang dan memanjakan tubuh serta pikiran bagi Neona. Saat ia sedang berjalan menuju parkiran motor, ia mendengar
namanya dipanggil. "Naaa.. naaa!" Suara seorang wanita cantik tertangkap oleh indera pendengaran Neona.
"Mba Sandra? Kenapa lari-lari?" Neona bingung melihat wanita cantik yang tampak semakin seksi itu berlari-lari apalagi Neona ingat kalau Sandra sedang
hamil muda. "Kamu sudah tahu kalau Reno tadi ke rumah sakit? Reno bilang Bundanya masuk rumah sakit, makanya tadi dia pulang di tengah Saya mengajar." Sandra menyampaikan
berita yang membuat jantung Neona berhenti berdetak. Meski hubungannya dengan Radith sudah kandas, namun Bunda tetaplah sosok wanita yang sudah ia anggap
sebagai ibunya sama seperti Ibu.
"Serius Mba? YaAllah.. terus gimana? Mba ke sana?" Neona terlihat panik.
"Iya, Saya ke sana nanti. Saya kan wali kelas Reno. Cuma masih nunggu Mas Yolly. Kamu duluan aja Na, ini ruangan Bunda Reno." Sandra menyerahkan sebuah
memo berisikan blok dan nomor ruangan pasien atas nama Herlina Trisdiantoro.
"Baiklah Mba, saya duluan yaa, saya langsung ke rumah sakit." Neona tidak menunggu Sandra menjawabnya, kini Neona sudah memacu motornya dengan kecepatan
yang tinggi. Tak butuh waktu lama, kini dirinya sudah berada di lorong rumah sakit, menuju block tempat Bunda dari pria yang masih ia cintai itu. Mendadak hati Neona
terasa sakit, ia mengingat bahwa seharusnya akhir pekan ini, wanita bernama asli Herlina Oktavia Arifin sudah resmi menjadi ibu mertuanya. Tapi rasanya
takdir sedang berjalan tanpa mendengarkan doanya sehingga semua harapan terasa sia-sia.
Neona berada di depan ruangan yang tertulis di selembar memo yang diberikkan Sandra. Sejak Neona mengenal keluarga Trisidiantoro, rasanya rumah sakit adalah
tempat yang sering ia datangi kedua setelah sekolah.
Neona membuka pintu setelah tidak mendapat sautan dari dalam. Suster di bagian resepsionis juga hanya mengatakan silahkan masuk tanpa berpesan apa-apa.
Ia sempat mencari keberadaan Reno atau bahkan Radith. 'Ah bodohnya! Apalagi yang kau harapkan Na?' tegur otaknya pada hatinya yang suka kurang ajar dalam
berharap. "Bundaa?" Neona mendekat ke arah ranjang. Ia mendapati seseorang yang sedang berbaring di ranjang pasien. Dengan selimut yang menutupi hampir seluruh tubuhnya.
Pikiran Neona jadi liar, mungkinkah? Mungkinkah Bunda?
"Bunda!" kini Neona memanggil dengan pekikkan yang memilukkan. Ia membuka selimut itu untuk memastikan pikirannya. Setelah Neona berhasil membuka selimut
itu, kini dirinya lemas. Ia merasa semua kepanikkannya berujung rasa yang bercampur menjadi satu. Di keluar kendali, air mata Neona justru turun dengan
derasnya. Ia lelah menanggung derita batin ini. Ia lelah dengan semuanya ini. Apa maksudnya ini?
"Ssttsss... Kamu jangan nangis, Na." Suara orang yang ada di balik selimut membuat tangisan Neona semakin keras.
"Mas ngapain di sini? Mana Bunda? Mana Reno? Mana Ayah?" Neona memukul-mukul dada Radith yang kini sudah memeluk dirinya.
"Kamu nyari mereka? Padahal orang yang paling mau mati karena ngga ketemu Kamu, itu Aku. Kalau dulu Aku iri sama Reno, boleh ngga sekarang Aku iri sama
semua anggota keluarga Aku yang nyatanya lebih kamu cintai?" Radith tidak mau melepaskan pelukkannya. Setelah sekian lama, baru kinilah ia berhasil memeluk
wanita yang sangat ia cintai.
Neona pun merasakan pelukkan yang selama ini dirindukannya, pelukkan yang mampu membuat dirinya kuat dan dunianya bersinar. Katakan Neona mengkhianati
pikirannya, namun hatinya merasa bahagia atas pelukkan itu.
"Makasih yaa Na.. Makasih Kamu sangat sayang sama keluarga Mas. Mas sayang kamu Na. Mas cinta sama Kamu. Mas ngga mau Kamu bahagia, kalau alasan bahagia
Kamu, bukan Mas. Cuma Mas, pria yang pantas mendampingi Kamu. Ngga ada pria lain! Mas ngga akan ngizinin pria manapun mendampingi Kamu sampai kapanpun."
Radith mengatakan semua hal yang ia rasakan. Neona melepaskan pelukkan Radith dan menatap Radith.
"Percaya diri banget kalau Mas yang paling pantas." Neona memukul dada Radith.
"Biarin, Mas harus percaya diri." Radith menggenggam tangan Neona.
"Posesif, pemaksa, nyebelin!" Neona berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Radith.
"Harus! Semua harus Mas lakuin, biar hati dan cintanya seorang Jyotika Neona Bagaskara hanya untuk Bintang Radithya Trisdiantoro." Radith menatap dalam
mata Neona. "Tahu ngga, Mas itu manusia paling nyebelin, egois, dan paling modus yang pernah Aku kenal!" Neona memberikan ekspresi cemberut dan itu membuat Radith
gemas. "Tapi, Kamu suka kan Mas modusin dan dibikin kesel? Mas ngaku Mas egois dan juga bodoh. Bodoh karena karena memenangkan ketakutan Mas untuk menatap masa
depan. Padahal ketakutan Mas yang utama adalah kehilangan Kamu, Na. Jadi, tolong terima dan kasih kesempatan kedua buat Mas. Kalau pun Kamu harus melepaskan
Mas hanya kematian yang boleh memisahkan kita, Na." Radith masih menatap dalam mata Neona. Neona tidak mungkin menutupi semua rasa yang ia rasakan pada
Radith, sang pusat hidupnya.
"Mas Radith denger Neona. Sejak awal, Mas adalah sosok pria yang paling Neona hindarin. Karena pesona Mas itu sebanding dengan kemungkinan membuat hati
wanita itu patah dan sakit. Namun semenjak entah kapan rasa ini tumbuh di hati ini, yang Aku pikirkan adalah bagaimana cara untuk mencintai Mas lebih dari
cinta Mas pada Neona. Mas yang membuktikan bahwa cinta itu bukan hanya tentang memilih fisik dan bukan hanya tentang rasa yang sama. Namun ada komitmen
dan perjuangan bersama di sana. Aku sepakat dan menerima Mas jadi calon pendamping Aku. Makanya Aku sedih dan sakit saat Mas melapaskan Aku begitu saja.
Aku merasa gagal mencintai Mas. Bahkan mendengar alasan Mas yang mengatakan bahwa fisik Mas yang tidak seperti dahulu, membuatku terluka Mas. Aku bahkan
tidak peduli dengan apapun keadaan Mas. Buat Neona, selama Mas masih berada di sampingku, apapun tidak akan menjadi masalah." Neona lalu terdiam dan menatap
mata Radith dalam. Ia mencoba menjelaskan tanpa kata tentang semua hal yang sedang ia rasakan dan pikiran pada Radith melalui matanya.
"Mas tahu Na. Mas tahu bahwa Mas adalah pria beruntung yang mendapatkan cinta sebesar itu dari Kamu. Wanita yang tidak melihat pria dari harta dan tahtanya
serta seorang wanita cerdas yang baik hatinya. Jadi, Jyotika Neona Bagaskara, maukah Kamu memberikan kesempatan kedua bagi pria bodoh ini? Memberikan hati
dan cinta kamu hanya untuk Mas? Dan menjadi teman hidup Mas sampai nanti ajal memisahkan kita? Maukah Na?" Radith menggenggam tangan Neona, membuat Neona
menarik nafas dan itu membuat Radith menahan nafas.
"Mas, kalau bulan di takdirkan untuk bersama bintang di malam hari dan hanya bersinar karena memantulkan cahaya matahari, maka Neona hanya bisa hidup kalau
Mas Radith ada di samping Neona. Neona mau dan bersedia menerima Mas menjadi imam Neona. Tolong bimbing Neona untuk menggapai Surga Allah Mas." Neona mengatakan
semuanya dengan senyum yang sangat indah. Radith bahkan meneteskan air mata harunya. Ia tak menyangka kesempatan kedua ini akhirnya ia dapatkan. Mereka
berpelukkan hingga suara ribut-ribut mengusik kesyahduan mereka.
" Cut cut cut! Sudah adegan sinetron yang ngga bakal tayang dimana-mana dihentikan!" suara Reno memenuhi ruangan tempat Neona dan Radith berada.
Neona terkaget, ia belum sempat bertanya, bagaimana keadaan Bunda, mana Reno yang katanya pulang untuk melihat Bunda, semua itu terjawab dengan masuknya
Bunda, Ibu, Sandra dan Yolly ke ruangan itu.
"Aaaaa welcome back Neona Sayang!" Bunda terpekik dan memeluk Neona hingga dirinya terdorong beberapa langkah ke belakang.
"Bunda? Ini maksudnya gimana yaa? Bunda katanya kritis? Terus.." Neona mencoba mencari kebenaran yang justru mendapatkan paduan ketawa. Jadi semua bermain
naskah? "Salahkan Reno yang membuat scenario itu. Bundanya kok dibikin kritis. Dia mau doain Bunda kayaknya." Bunda membuka cerita di belakang panggung.
"Maaf Bun, soalnya Reno sudah pernah masuk rumah sakit, terus kalau Mas Radith yang masuk ke rumah sakit lagi, Mba Neona bisa ngga dateng. Karena Mba Neona
itu sayang Bunda, Reno pikir yaa Bunda yang paling pas jadi pemerannya. Toh berhasilkan?" Reno terkekeh melihat wajah Neona yang cemberut.
"Jadi Mba Sandra juga bantuin Reno?" Neona mengarahkan pandangannya pada Sandra dan Yolly yang ikut tertawa.
"Bantuin Aku, bukan Reno. Lagian ngapain bantuin Reno?" Suara posesif Radith sudah kembali.
"Maksudnya Mas apa?" Neona menyipitkan matanya ke arah Radith.
"Biar Kamu mau ketemu sama Mas. Lagian kalau Mas pikir cuma rumah sakit, tempat yang bisa membuat kamu dan Mas jujur dengan apa yang kita rasakan. Ingat
waktu Reno kecelakaan dulu kan?" alis Radith naik dan itu ekspresi menggoda yang paling membuat Neona kesal. Ia teringat adegan tidur saling memegang tangan
Radith dulu. "Mas Radith tuh sampai bikin rapat dadakan loh Mba. Kita semua dipanggil." Reno masih membongkar rahasia dapur Radith.
"Semua? Maksud kamu?" Neona terus menggali kebenaran.
"Mari kita absen ya Mba Neona. Semua itu.. Ayah, Bunda, Ibu, Bapak, Aku, Bu Sandra, Pak Yolly, Mas Lendra dan Mba Lala juga." Jawab Reno.
Neona yang mendengarkan semua hal dari Reno, kini mengalihkan pandangannya ke arah Radith dengan tatapan minta keterangan.
"Kalau bulan sama bintang mau bersatu, maka harus melibatkan semesta, Na. Itu alasan kenapa dulu Aku rajin banget deketin orang tua Kamu. Karena Mas butuh
dukungan semesta untuk hubungan kita ini." Jawab Radith.
Neona tersenyum bahagia karena ternyata Radithnya masih seperti dulu. Seorang pria yang selalu memberikannya kejutan dengan perencanaan yang matang.
"Jadi Mas sama Mas Lendra sudah baikkan? Kalian kapan ketemuannya?" Neona teringat hubungan Kakaknya dengan Radith memburuk sejak pembatalan pernikahannya.
"Sejak Mas yakin, bahwa Kamu harus Mas kejar. Mas minta maaf sama Lendra. Mas ke rumahnya. Ibu yang kasih alamatnya. Mas dibentak abis-abisan. Cuma Lendra
bilang, maaf dari dia tergantung dari maaf Kamu. Karena Kamu sudah memaafkan, jadi Lendra dipihak Mas. Ayah juga sudah memaafkan Mas, meski Mas digampar."
Radith memegang pipinya dan itu membuat Neona meringis membayangkan pria setenang Ayah bisa menggampar anak yang notabenenya kalem dan penurut seperti
Radith. Clek... "Jadi gimana? Minggu ini kita jadi pesta? Makan enak?" Suara Lendra terdengar bersamaan dengan sosoknya dan Lala.
"Hah? Siapa yang mau nikah Mas?" Neona bertanya.
"Ya Kamu lah. Masa si Reno. Mau nikah sama siapa dia?" Lendra mengacak rambut Reno yang sudah ia anggap sebagai adik barunya. Akhirnya keinginan Lendra
memiliki adik pria, diijabah Allah, meski hanya adik ipar.
"Neona mau nikah sama siapa?" Radith kini terlihat panik. Bukankah dirinya sudah memutuskan pernikahan itu dan baru saja mendapatkan kesempatan untuk memiliki
hati Neona kembali, kenapa Neona sudah akan dinikahkan? Sama seperti Radith, Neona juga bingung.
"Ternyata Mas sama Mba Neona kalau lagi oon sama yaa.." Reno berucap dan mendapat cubitan dari Bunda.
"Reno, ngomongnya dijaga itu kakak dan calon kakak ipar kamu." Bunda memperingatkan.
"Tapi memang gitu kok Bun kenyataannya. Iya ngga Ren?" Lendra membela Reno. Sejak saat itu, Neona bisa melihat bahwa Reno adalah versi Lendra lebih muda.
Mereka sama-sama menyebalkan namun tindakkannya sering membantu menyelesaikan masalah.
"Yang mau nikah sama Radith yaaa Neona, yang mau nikah sama Neona yaa Radith. Kalau kalian lupa, Minggu ini hari pernikahan kalian?" Lendra menjelaskan
dengan wajah kesal karena sepasang manusia di depannya menatapanya dengan pandangan bodoh.
"Kenapa bisa? Maksudnya Radith kan sudah membatalkannya. Bukannya semua harus dimulai dari awal lagi?" Radith mewakilkan pertanyaan Neona.
"Kamu pikir Bunda bodoh? Ngikutin mau Kamu? Sejak Kamu mengatakan seperti itu, kami semua sudah melakukkan rapat siaga Dith. Isinya Bunda, Ayah, Bapak,
Ibu, Lendra, Lala dan Reno. Kami tidak mungkin mengikuti semua mau Kamu. Kami tahu Kamu terlalu emosi, sehingga kehilangan akal sehat. Neona dan Kamu saling
mencintai. Kami hanya ingin Kamu berpikir dan menyadari kesalahan kamu Radith." Kini Bunda membuka scenario di belakang Radith dan Neona.
"Tunggu! Jadi kemarahan Lendra sama Radith?" Radith menatap Lendra meminta penjelasan.
"Awalnya Gue memang marah Dith. Kakak siapa coba yang mau lihat adeknya nangis? Namun Gue tahu Lo emosi dengan keadaan tertekan. Sorry Gue ngomong kasar.
Itu ngga acting kok, Gue memang beneran marah biar Lo sadar. Jadi pria sejati itu bukan cuma yang bisa ngasih kado ini itu tapi juga bisa mengaku atas
kesalahannya dan minta maaf." Lendra menjawab dan kini mereka berpelukkan.
"Thanks ya Mas Len.. calon kakak ipar terbaik Gue!" Radith kembali menyapa Lendra dengan kata Mas. Membuat Lendra tertawa-tawa.
"Ayah gampar Radith juga begitu Bun?" Radith mengingat betapa marah Ayahnya hingga gamparan keras ia terima.
"Semuanya Dith. Bunda mendiamkan Kamu, semata-mata agar membuat Kamu sadar. Kami mau kamu jujur atas apa yang kamu rasakan. Jangan bersembunyi dalam ketakutan
yang berujung Kamu kehilangan semuanya." Bunda memeluk Radith dan Radith pun tersenyum haru menatap semua orang yang menjadi semestanya.
"Nak Radith, sejak awal Ibu sudah suka kamu. Meski saat itu Neona belum mengakui perasaannya sama Kamu, tapi Ibu sudah yakin Kamu yang terbaik untuk putri
Ibu. Ibu kaget saat mendengar Mba Lina ngabarin keputusan Kamu. Hanya saja Bapak mengingatkan kondisi kejiwaan Kamu. Makanya Ibu tidak jadi kecewa. Kalau
Ibu kemarin diam saja, Ibu itu tidak bagus berakting. Jadi daripada mengacaukan semuanya, mendingan Ibu diam." Ibu menjelaskan. Radith dan Neona membenarkan
dalam hati mereka. Bahwa Ibu memang lebih seram ketika diam daripada marah.
"Tapi Ibu ngga tega melihat wajah frustasimu. Makanya ibu kasih clue kalau kami akan membantumu. Dan beginilah cara kami membantumu. Tidak ada pembatalan.
Semua masih berjalan sampai saat ini. Sisa 5 hari sebelum hari bahagia kalian dan semua masih disiapkan. Kalian akan fitting terakhir besok. Untung saja
semua waktu dicukupkan, sehingga tidak ada yang terlewatkan. Dan mulai besok juga Neona dan Radith tidak boleh bertemu." Ibu menambahkan.
Radith dan Neona saling memandang. Memang seharusnya mereka menjalani masa pingitan selama 2 pekan. Namun dengan keadaan seperti ini, masa pingitan mereka
dilalui dengan pengembaraan perasaan yang tak menentu. Mereka hampir kehilangan satu sama lainnya.
"Baru juga balikkan sudah di suruh ngga ketemu." Radith protes dan semua orang tertawa.
"Nanti kalau sudah sah juga sampai bosen, Dith." Lendra berceletuk.
"Jadi, Mas bosen sama Aku?" Lala merengut dan itu tanda bahaya bagi Lendra.
"Eeeh.. ngga gitu maksudnya, duh mati Gue!" Lendra sibuk merajuk Lala dan ini membuat semua tertawa. Reno ikut berbahagia melihat semua orang bisa tertawa
lepas. Meski dalam hatinya ia berharap, tawa itu segera datang padanya. Tawa yang entah sudah pergi kemana bersama hatinya. Karena tidak mau merusak kebahagiaan,
Reno pun ikut tertawa sore itu. 'Semoga kebahagiaan selalu hadir untuk keluarga dan dirinya.' Doa Reno dalam hati.
*** Bab 34 Ijab qobul sudah diucapkan lantang oleh Radith tadi pagi. Kini status calon pada dirinya dan Neona sudah hilang. Mereka akhirnya sudah sah di mata agama
dan hukum sebagai sepasang suami dan istri.
Resepsi digelar di sebuah hotel di Jakarta. Radith dan Neona tampak sangat serasi dengan balutan bernuansa merah muda dan hitam. Dua warna kontras yang
menjadi warna pilihan dua mempelai yang berbahagia di hari itu.
Radith tampak sempurna tanpa cela. Luka bakar yang ada di sepanjang pelipisnya mampu ditutup sempurna dengan make-up. Meski menurut Neona, luka itu tidaklah
menjadi masalah. Selama dua pekan, obat yang mujarab sudah membuat luka itu mengering dan membuat lapisan baru pada kulit Radith. Beruntung luka bagian
wajahnya hanyalah luka bakar ringan. Radith benar-benar egois dan bodoh kan, jika hanya mempermasalahkan luka itu pada wajahnya? Tapi perlu diingat, Radith
adalah sosok pria tampan yang bagaimanapun ia terbiasa tampil memukau dan sempurna di depan orang lain. Jadi perasaan takutnya ini bisa dipahami.
"Mas kamu tampan, dan selalu tampan." Puji Neona saat mereka sudah selesai melakukan resepsi yang melelahkan. Selama resepsi, tak henti-hentinya Neona
mendengar kata 'akhirnya Dith, nikah juga Lo ya' dari teman-teman Radith.
"Kamu juga sangat cantik, Na. Akhirnya kita resmi jadi suami istri ya." Radith memuji Neona dengan tulus. Neona hari ini tampil begitu cantik dan anggun.
Kini mereka masuk ke dalam kamar hotel yang memang sudah mereka pesan, satu paket dengan ballroom yang tadi menjadi tempat resepsi mereka.
"Nanti kita ada makan malam sama keluarga besar ya, Na?" Radith bertanya pada Neona yang sedang mengeringkan rambutnya. Hair spray yang diberikkan pada
rambutnya cukup membuat rambutnya kaku dan kering. Untungnya pakaian dan riasan sudah dilepas dan dihapus oleh pihak penata rias, jadi ia tidak mengalami
kejadian susah buka resleting seperti yang ada di novel-novel.
"Iya Mas, jam 7, di restoran bawah." Neona menjawab. Selain dirinya dan Radith, Bunda-Ayah, Ibu-Bapak dan Lendra-Lala berada di kamar lain di hotel ini.
"Kalau kita ngga dateng aja, bisa ngga ya? Mas males ah keluar kamar." Radith duduk di kasur memperhatikan Neona yang masih sibuk dengan hair dryer nya.
"Mas capek ya? Kalau capek, tidurnya sekarang aja. Kita harus ikut makan malam Mas, ngga enak sama yang lain." Neona menanggapi Radith yang kini justru
senyum-senyum memandang Neona.
"Bukannya capek, Sayang. Mas cuma mau berduaan sama Kamu saja di kamar. Apalagi kita sudah sah kan?" Radith memeluk tubuh Neona dan itu membuat tubuh Neona
menegang. Mereka memang sering berpelukkan, namun entah mengapa hari ini terasa berbeda.
"Mas... bisa lepas dulu ngga? Rambut Neona belum kering nih." Neona berkilah, sebenarnya ia hanya ingin jantungnya diam, tidak berdetak secepat ini.
"Ngapain dikeringin sih, nantikan basah lagi Na." kini Radith membalikkan tubuh Neona. Radith memajukkan wajahnya dan itu membuat Neona menahan nafasnya.
"Na, jangan lupa nafas, Sayang. Kamu jangan takut begitu. Mas ngga nakutin kan?" suara bisikan Radith justru meremangkan bulu kuduk Neona.
"Na, May I?" Radith melihat mata Neona dan berganti ke arah bibir tipis milik Neona. Neona pun hanya mengangguk pelan.
Selama pacaran dengan Radith, interaksi mereka hanyalah berpegangan tangan dan berpelukkan. Ini kali pertama Neona akan merasakan bibir Radith bahkan langsung
di bibirnya. Bahkan setelah mereka sah, Radith hanya mencium kening Neona yang sontak membuat para tim heboh pimpinan Lendra dan Bunda kecewa.
Sebuah ciuman dalam dan lembut sedang dinikmati Neona dan Radith. Mereka mencoba mengatakan bahwa ada cinta yang begitu dalam yang mereka rasakan. Hingga
suara telepon menginterupsi aktivitas intim mereka berdua. Radith merasa kesal dan Neona tertawa. Ternyata telepon Bunda yang mengingatkan acara makan malam.
Acara makan malam justru membuat Radith kesal. Seluruh orang hanya menggodanya dalam perbincangan tiada akhir ini. Neona juga tampak tidak terganggu, malah
sibuk berbincang dengan Bunda. Selalu Radith kalah dengan anggota keluarganya yang lain.
"Yah, Pak, Bun, Bu, Mas Lendra, Mba Lala, Ren. Radith sama Neona izin duluan ke kamar ya, sudah jam 9." Radith akhirnya meminta izin yang justru mengundang
semua orang yang tadi ia absen untuk tambah menggodanya.
"Asyiik deh, bentar lagi Reno jadi Om-om.. Eh jangan deh, panggilnya Uncle aja jangan Om. Geli dengernya." Reno berkomentar
"Nah Bapak sepakat sama Reno, geli rasanya denger panggilan Om. Makanya pas Radith dulu manggil Om, ya Bapak protes." Bapak teringat moment perkenalan
dengan pria yang sudah menjadi anak menantunya kini.
"Dith, jangan kasih kendor kalau mau segera punya anak. Jangan lupa sholat dulu Lo sana. Jangan asal tancep aja!" Lendra ikut berkomentar dan dirinya mendapat
tatapan horror dari Lala dan cubitan dari Neona.
"Jadi daritadi merengut, karena kita ganggu rencana malam pertamanya? Ya sudah, masuk sana. Jangan lupa kasih cucu pertama buat keluarga Trisdiantoro ya
Dith." Bunda kini memberikan wejangan khas ibu mertua masa kini. Radith dan Neona menghela nafas bersama. Baru berapa jam mereka sah, mengapa cucu sudah
ditagih? Radith dan Neona akhirnya bisa keluar dari acara makan malam yang sebenarnya sudah selesai sejak lama. Meski harus menerima semua godaan, Radith mengandeng
tangan Neona memasukki ke kamar mereka lagi.
"Kita lanjutin apa yang tadi diinterupsi Bunda. Tapi sebelumnya kayak kata Mas Lendra, kita sholat sunnah dulu yuk." Radith berkata dengan lembut tanpa


Bulan Dan Bintang Karya Thelapislazuli di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

intimidasi. Neona bukannya manusia polos yang tidak tahu kemana arah pembicaraan Radith. Hanya saja, kini jantungnya semakin tidak bisa terkontrol kala
Radith berada hampir tiada jarak dengannya.
Setelah sholat, Radith membawa Neona dalam pelukkannya, ia mencium puncak kepala Neona dan membacakkan doa pada Neona. Neona sudah tidak bisa mengontrol
gejolak dalam dirinya. Ada rasa takut, bahagia, malu semuanya menjadi satu.
"Na, sebelumnya Mas minta kamu jangan jijik dan lari yaa." Wajah Radith berubah menjadi sedih saat mereka sudah ada di atas ranjang mereka.
"Kenapa Mas?" Neona bertanya dan Radith tidak menjawab. Ia membuka kaos yang ia gunakan. Neona menahan nafasnya.
"Lihat, tubuh Mas penuh luka bakar. Kamu ngga jijik, kan?" Radith menunjukkan tubuh sebelah kirinya penuh dengan luka bakar. Neona melihat dan menggeleng
dengan cepat. "Ngapain harus jijik? Kan aku sudah bilang, apapun yang terjadi sama Mas, yang terpenting cinta dan hati Mas ngga terbagi untuk siapapun." Neona memeluk
Radith dan mengusap luka itu dengan tangannya.
"Mas tahu ngga, luka-luka ini justru jadi penjaga Mas. Mana mungkin perempuan lain mau ngeliat Mas kayak gini? Jadi memang Mas cuma buat Neona." Neona
berkata dengan nada manja yang membuat Radith gemas. Hilang sudah semua kekhawatiran Radith. Luka bakar ini nyatanya tidak menjadi penghalang cintanya.
Bahkan Neona bisa menunjukkan keposesifan meski dengan pemikiran liarnya itu.
"Mas ngga punya luka bakar, juga badan ini cuma punya kamu, Na. Jadi kita lanjutkan?" Radith memberikan senyuman yang menggoda. Neona mengangguk dan memalingkan
wajahnya karena malu ditatap dengan tatapan yang baru ia lihat dari seorang Radith.
Mereka pun bersatu di malam itu dengan penuh cinta dan kelembutan. Baik Radith maupun Neona mereka mengucapkan syukur pada sang pencipta yang telah menuliskan
takdir yang begitu baik untuk mereka. Akhirnya Bulan dan Bintang bersatu, di malam yang penuh cinta ini dan akan selalu begitu sampai maut yang memisahkan
mereka. ***** Pagi hari, setelah mereka melaksanakan ibadah wajib, Radith memeluk tubuh istrinya. Ia mengucap syukur dalam hati, bahwa dulu doanya meminta Neona yang
menjadi makmum dalam sholatnya akhirnya terkabul.
"Mas, kenapa senyum-senyum? Hayo mikirin apa?" Neona tampak curiga melihat suaminya senyum-senyum ke arahnya. Ia jadi malu, apalagi kenangan semalam masih
sangat segar di ingatannya dan sakit pada bagian inti tubuhnya.
"Kok jadi kamu yang senyum-senyum sekarang? Hayo mikirin semalem ya?" Radith menggoda Neona yang langsung memerah pipinya.
"Iiih Mas Radith kenapa usil banget sih, godain Neona melulu. Mas yang kenapa senyum-senyum?" Neona sewot dan Radith terkekeh geli.
"Mas lagi inget, pas kamu dulu sholat di rumah, hari pertama ngajar Reno. Mas dengan gilanya, berdoa kalau kamu jadi makmum Mas sampai akhir tutup usia
Mas." Radith membelai kepala sang istri. Neona melongo tak percaya, jadi sejauh itukah Radith meminta takdir baik ini terjadi?
"Makasih ya Mas, sudah memilih Neona." Neona memeluk Radith.
"Mas yang terima kasih karena kamu mau menerima Mas. Eh, Na, Mas kan sudah jujur tentang alasan kenapa tadi senyum-senyum, kalau kamu kenapa, hmm?" Radith
menaik turunkan alisnya dan itu membuat Neona kesal.
"Ngga tahu ah, kesel. Jangan gitu kenapa alisnya." Neona memalingkan wajah yang langsung ditangkap Radith, tanpa meminta izin seperti sebelumnya, Radith
mendaratkan ciuman panasnya di bibir Neona yang kini menjadi candu baru bagi Radith.
"Maaas... ciumnya jangan dadakan, jantung Aku ngga kuat nih." Neona pura-pura protes, padahal jelas dirinya senang Radith demikian pada dirinya.
"Jangan protes! Mas tahu kamu suka. Kalau Kamu ngga mau jawab kenapa Kamu tadi senyum-senyum, Mas anggap jawabannya adalah Kamu keingetan kenangan kita
semalem, iya kan?" Radith masih setia menggoda Neona yang sudah merah padam.
"Jadi gimana rasanya ' diservice' sama montir tampan nan atletis kayak Mas? Ngga nyeselkan?" Radith terkekeh dan menangkap tangan Neona yang sudah mulai
memukul dadanya. "Mesum! Neona baru tahu kalau Mas mesum!" Neona membalikkan badannya, memunggungi Radith.
"Mesumnya kan sama istri sendiri, kalau Mas mesum-in mesin mobil, emang Kamu ngebolehin?" Radith memeluk Neona dari belakang.
"Ngga! Mas ngga boleh mesum selain sama aku. Bahkan sama mesin mobil sekalipun. Awas kalau berani!" Neona membalik tubuhnya.
"Jadi Nyonya Radithya sudah mulai posesif, hmm? Baiklah Nyonya, Tuanmu ini tidak akan melihat wanita manapun kecuali dirimu. Tidak akan pernah." Radith
mengucapkan janjinya secara lantang, dimana ia sudah mengucapkan janjinya di dalam hatinya dan sesaat sesudah ia mengucapkan janji di depan Allah kemarin.
Neona memeluk Radith dan meletakkan kepalanya di dada bidang Radith yang kini menjadi tempat ternyaman yang baru baginya. Mereka kembali melakukan aktivitas
semalam yang membuat keduanya mendapat godaaan sepanjang hari, karena tidak ikut sarapan bersama yang lain.
*** BAB 35 Bukan seorang Bintang Radithya Trisdiantoro namanya, jika tidak memberikan kejutan dengan rapi dan sempurna. Setelah membawa Neona berbulan madu di Swedia-negara
impian Neona yang Radith tahu setelah mewawancarai Ibu dan Lendra selama sepekan, kini Radith menunjukkan sebuah rumah yang akan menjadi tempat tinggal
mereka yang baru. Sebuah rumah di kawasan elit yang berada di antara sekolah dan bengkel milik Radith. Sangat strategis dan indah.
"Ini rumah kita, Sayang. Rumah yang nantinya akan berisi kita dan anak-anak kita." Radith merangkul bahu Neona. Neona takjub dengan semua hal yang disiapkan
Radith. Tanpa ragu, Neona mencium pipi Radith dengan cepatnya.
"Jangan di pipi dong ciumnya, tapi di sini." Radith protes dan menunjuk bibir sebagai tempat yang sangat ia ingini. Neona tidak membantah. Jika Radith
bisa memberikan semua kebahagiaan untuk dirinya, ciuman belumlah hal yang sebanding.
"Makasih atas ciumannya, Sayang." Radith mengusap kepala Neona yang masih bergerak naik turun mencari udara yang habis karena ciuman mereka tadi.
Sebenarnya di kepala Neona sedang berpikir, tentang surprise party untuk suaminya ini. Ia harus memberikan kejutan seperti apa yang biasa diberikan oleh
Radith padanya sejak dulu. Ulang tahun Radith akan berlangsung dua pekan lagi. Namun Neona belum berpikir, kado apa yang bisa ia berikan. Radith sudah
memiliki semuanya bukan? ****** "Bu, kalau dulu Bapak ulang tahun, Ibu kasih kado apa?" Neona bertanya pada Ibunya, ia menyempatkan ke rumah orang tuanya, sebelum Radith menjemputnya
untuk kembali ke rumah mereka.
"Hmm.. Bapak itu kan suka makan, jadi pas lagi ulang tahun, Ibu pasti masakin semua yang Bapak mauin. Sama yaa, servis istri lah yaa.." Ibu dengan bahasa
vulgarnya membuat Neona memerah malu.
"Mba, Kalau Mas Lendra ulang tahun, ngasih apa?" Neona menelepon Mba Lala saat Radith sedang mandi.
"Radith mau ulang tahun yaa, Na? Kalau Lendra sih, ngga macem-macem. Mba pake lingerie seksi dan membahagiakan dia sepanjang malam juga sudah seneng."
Suara kikikan Mba Lala membuat Neona menyatukan alis. 'Ternyata Mas Lendra mesum juga.' Batin Neona.
Neona semakin bingung dengan kado apa yang akan ia berikan pada suaminya yang sudah memiliki semuanya itu. Radith bukan pria kantoran yang bisa diberikan
dasi, kemeja dan sepatu. Iya berkonsultasi dengan Irish dan Sandra juga jawabannya tidak jauh beda dengan Ibu dan Mba Lala. Mungkin harus bertanya pada
Bunda atau bahkan Reno (?)
"Bundaa.. Neona boleh nanya ngga?" Neona berlari menghampiri Bunda yang sedang sibuk menonton acara gossip.
"Sini Sayang, Kamu mau nanya apa, hmm?" Bunda memeluk Neona.
"Kalau Ayah ulang tahun, Bunda kasih apa?" tanya Neona
"Kamu lagi mikirin kado buat Radith ya? Duuh so sweet banget sih, Kamu. Kalau kado buat Ayah, Bunda biasa memberikan kebahagiaan batin yang beda dari biasanya,
Na." Bunda senyum-senyum malu.
"Kenapa semua istri bilang, kalau ngasih kado suami ngga jauh dari situ Bun? Maksudnya Neona, itukan sebuah kewajiban, yang tiap malem biasa dilakukan."
Neona baru sadar telah membuka rahasianya. Bunda tersenyum mendengar pengakuan tidak langsung dari Neona.
"Duh seneng deh, kalian usaha tiap malem, biar cucu Bunda segera hadir yaa.. Eh tapi gini Sayang. Seorang istri itu memang harus bisa manjain perut dengan
masak yang enak-enak dan manjain suami di ranjang. Meski itu kewajiban kita, ada kok saat-saatnya kamu bisa melakukan itu tidak seperti biasanya. Jadi
suami bisa senang." Bunda memberikan nasihatnya tentang hal yang sudah pantas dibicarakan Neona. Neona sudah dewasa, dan kini sudah menjadi istri.
Setelah berbincang dengan Bunda, Neona pun menghampiri adik iparnya yang sedang sibuk dengan laptopnya.
"Ren, Mba boleh nanya ngga?" Neona duduk di sofa belakang Reno.
"Loh, tumben Mba mau nanya pake izin dulu. Mau tanya apa Mba? Hmm.. ini pasti tentang Mas Radith deh, Reno suka heran deh, Mas Radith nanya tentang Mba
ke Reno, Mba nanya tentang Mas Radith ke Reno juga." Reno membalik tubuhnya dan menghadap Neona dan memasang wajah kesal.
"Kalau yang ini nanya sama Mas kamu, jadi ngga kejutan Reno. Mba mau bikin hal kejutan yang buat Mas kamu kaget gitu loh. Selama ini Mas Radith mulu yang
buat Mba terkejut dan bahagia." Neona menjelaskan tujuannya.
"Oh iya, Mas Radith mau ulang tahun. Heem sebentar Reno mau mikir dulu." Reno mengerutkan dahi dan Neona sabar menunggu.
"Mba.. Mba bisa merajut ngga?" Reno tiba-tiba bertanya dan Neona mengangguk.
"Bisa, kenapa Ren?" Neona bertanya balik,
"Nah.. bentar tunggu sini yaaa.." Reno berlari ke kamarnya. Tak berapa lama, ia membawa sebuah sweater rajutan berwarna hitam. Warna yang mendominasi pakaian
Radith. Meski kata Radith, kalau dia boleh memilih, warna merah muda lebih terasa indah di matanya. Pria yang suka dengan merah muda bukan berarti tak
jantan loh, tanya Neona bagaimana kejantanan Radith. Jadi kalau dulu pernikahan mereka bernuansa merah muda dan hitam, sudah tahu siapa yang suka hitam
dan merah mudanya kan? "Nah, jadi tuh, pas Reno kecil, pernah dengan bodohnya bikin sweater kesayangan Mas Radith ini robek kayak gini Mba. Ini dari Eyang, dan ini sweater kesayangannya
Mas Radith. Setelah robek kayak gini, Mas Radith ngga pernah pake lagi dan Aku masih nyesel sih. Cuma bingung cara benerinnya gimana?" Reno membentangkan
sweater yang lebih pas di sebut lap dapur.
"Itu Kamu apain sih Ren?" Neona juga bingung bagaimana membetulkan sweater milik Radith itu. Robekkannya membelah garis rajutan.
"Nah, dulu Reno masih kecil banget Mba, bahan rajutan itu bikin geli di kulit. Jadi Reno gunting-gunting. Untungnya Mas Radith sabar dan baik banget, dia
ngga marah, meski mukanya sedih." Wajah Reno berubah sedih, Neona justru tertawa. Astaga Reno memang sudah berulah sejak kecil.
"Yasudah siniin. Mba mau modifikasi. Makasih ya Ren atas idenya." Neona mengambil sweater dari tangan Reno dan memasukkan ke dalam tas nya. Tak berapa
lama Radith datang dan melihat interaksi adik dan istrinya.
"Ini Reno les lagi?" Radith bertanya sambil mencium kening istrinya,
"Kalau mau mesra-mesraan masuk kamar Mas, Reno mau belajar." Reno sewot dengan romantis yang ditunjukkan kakak dan gurunya itu. Radith dan Neona hanya
tertawa dan meninggalkan Reno yang misuh-misuh melihat kemesraan Radith dan Neona. Reno mengakui, bahwa kakaknya juga mempunyai kadar romantis yang bisa
mematikan wanita meski tak diumbar seperti dirinya.
Saat makan malam di rumah Bunda hari ini, Radith jadi mengingat saat pertama ia berdoa bahwa nantinya Neona lah yang melayaninya saat makan. Ternyata doa-doanya
dikabulkan. Kini ia menatap dengan cinta saat Neona mengambilkan dirinya nasi dengan semua pelengkapnya.
"Jadi inget dulu ya Bun.." Si setan kecil Reno membuyarkan kenangan indah Radith.
"Iya Ren.. iyaa.. semua memang kayak dulu. Untung doanya dikabulin." Radith menanggapi datar celetukkan adik yang disambut tawa dari Bunda dan Neona.
Kini Radith dan Neona sudah sampai di rumah mereka dan sedang bersiap untuk tidur. Neona menghadap suaminya dan bertanya.
"Mas, Neona mau nanya, hal apa aja dari diri Neona yang Mas jadiin doa?" Neona teringat ucapan Radith saat menanggapi Reno tadi.
"Semua tentang kamu adalah doa Mas, Na. Menemukan wanita yang tidak melihat harta dan tahta, memilih wanita yang sabar, lembut, cerdas dan gesit, serta
mendapatkan wanita yang mencintai Mas dengan besar dan dalam dan semua itu satu jawabannya. Kamu jawaban atas doa Mas." Radith menjawab dengan memberikan
kecupan di dahi Neona yang reflek memejamkan matanya.
"Makasih Mas, makasih karena telah menyebutkan nama Neona dalam doa Mas. Sekarang dan sampai kapanpun, sertakan kita dalam setiap doa-doa kita ya Mas."
Neona memeluk tubuh suaminya. Kepalanya ia benamkan ke dalam tubuh Radith dan diletakkan di atas dada empuk dan hangat milik suaminya. Mereka pun tertidur dengan posisi saling berpelukkan, berbagi kehangatan dan cinta satu sama lain.
*** BAB 36 Sore ini, Neona sudah ada dirumah. Menyiapkan makan malam romatis dan bersiap dengan semua kejutan dari dirinya. Sengaja ia meminta Bunda tidak merayakan
ulang tahun Radith, biarkan kini Neona yang merayakannya berdua dengan Radith.
Sejak pagi, Neona hanya mengatakan selamat ulang tahun dan perkataan 'aku tunggu di rumah malam ini ya' yang membuat Radith penasaran setengah mati. Sudah
sejak siang, kerjaannya hanya bolak-balik melihat jam yang menurutnya lama sekali. Satrio hanya tersenyum melihat kelakuan Radith yang terlihat lebih bersemangat
dan bahagia sejak menikah.
Akhirnya Radith sampai ke rumahnya. Sepi dan tidak ada yang berubah jika dilihat dari luar. Radith pun masuk dan mendapati istrinya sedang duduk di sofa
dengan santainya. 'Mana kejutannya?' tanya Radith dalam hati.
"Mas kamu sudah pulang? Mandi dulu yaa, sudah aku siapin air hangat sama bajunya. Kamu pake yang aku pilihin yaa." Neona mendorong tubuh Radith agar segera
masuk ke kamar tanpa banyak bertanya padanya. Dalam hati Radith bertanya, apa yang istimewa dengan ini semua? Setiap sore, Neona juga seperti ini padanya.
Saat keluar dari kamar mandi, Radith sempat bingung, kenapa sebuah meja merah muda baru yang dipilihkan Neona untuk dipakai? Ia pun memakainya dan mencari
sosok Neona. "Naa.. kamu dimana sayang? Ini kok ruang tengah gelap gini?" Radith meraih saklar dan dirinya terkaget. Detik itu juga, ia menyesal karena menuduh tidak
adanya kejutan untuknya dari Neona.
Nyatanya, kini Neona sudah berdiri di tengah ruangan dengan dress hitam yang membuat kesan seksi dan elegan menyapanya dengan senyum. Meja dibuat se indah
mungkin, dengan makanan buatan Neona yang merupakan makanan kesukaan Radith. Sebuah kue kecil yang juga buatan Neona berada di sana.
"Sayang.. kamu.." Radith tidak mampu meneruskan kalimatnya dan menerjang tubuh Neona. Ia memeluk dan mengucapkan terima kasih berkali-kali.
"Iiissh,,, jangan gitu, nanti riasan aku berantakkan. Selamat ulang tahun suami tampanku! Suami seksi dan hot kesayangan Neona. Selamat bertambah menjadi
tua. Kamu tetap tampan, bahkan semakin tampan dengan luka di pelipis kananmu itu. Semoga menjadi suami yang baik untuk aku dan selamat karena sebentar
lagi menjadi Daddy yang hebat untuk anak kita." Neona mengucapkan doanya dengan tulus. Radith mengerjap dan mencoba menangkap sebuah informasi dari doa
Neona. "Na.. kamu tadi bilang apa? Maksud aku.." Radith mencari kebenaran dari perkataan Neona.
"Coba kamu buka ini." Neona memberikan kotak kecil yang memang ia simpan.
"Kamu hamil sayang? Aaah kamu hamil?" Radith tak bisa membendung tangis harunya. Ia memeluk Neona dengan erat.
"Iya Mas, aku baru mengeceknya 3 hari yang lalu, karena mens aku telat, terus aku cek ke dokter, ternyata sudah 4 pekan." Neona memberikan informasi yang
ia tahan selama tiga hari ini.
"Ini kado ulang tahun yang terbaik yang pernah Mas terima sayang dan semua karena Kamu!" Radith mencium bibir Neona.
"Mas, makan dulu yuk. Semua Neona yang masak. Semoga Mas suka yaa.." Neona membawa Radith ke meja makan mereka yang kini seperti meja makan hotel berbintang
dengan chef special karena dialah pemilih hati dan pikiran Radith.
"Masakan kamu selalu enak, Sayangku. Ini kuenya juga enak." Radith memuji masakan Neona saat mereka sudah selesai makan.
"Makasih Mas, Neona senang kalau Mas suka. Oh iyaa, ada satu lagi kado buat Mas. Tunggu yaa.." Neona mengambil sebuah kotak yang lebih besar. Radith merasa
istrinya adalah kotak Pandora yang penuh kejutan untuk dirinya.
"Coba dibuka ya Mas, semoga suka." Neona memberikan sebuah kotak berwarna hitam dengan pita merah muda.
"Ini.... Inikan? Loh kok bisa?!" Radith dibuat tak bisa berkata-kata dengan apa yang dilihatnya. Sweater kesayangannya yang sudah hancur karena ulah Reno
kini utuh tanpa cela. "Kamu bisa merajut, Na? Ini sweaternya jadi indah banget. Ini bukan lagi Mas suka, tapi sangat suka, Sayang. Makasih Neonaku." Radith beranjak dan memeluk
Neona yang menurutnya paket lengkap yang diberikan untuknya. Untung saja, keinginannya untuk melepas Neona tidak pernah terjadi.
"Awalnya aku bingung mau gimana sama sweater yang kayak gitu, tapi terinsipirasi sama nama kita, akhirnya aku menambal bagian sobek itu dengan rajutan
pola. Berbentuk bulan, bintang dan matahari. Kenapa warnanya merah muda, karena itu warna kesukaan Mas. Sweater ini jadi berwarna hitam dan merah muda
seperti warna kesukaan kita." Neona menjelaskan filosofi hasil karyanya pada Radith. Radith tidak bisa berkata-kata lagi dengan semua ini. Baginya mendapatkan
Neona dalam hidupnya adalah kado terbaik dari Tuhan. Ternyata di dalamnya masih menyimpan kado-kado terbaik lainnya. Betapa beruntungnya dia?
Kini mereka sudah ada di kamar. Neona merasa sedikit kesal, karena kini dirinya sedang hamil muda. Rencana memberikan hadiah spesial bagi suaminya pun
harus batal dilaksanakan.
"Kok wajahnya ditekuk, kenapa Sayang?" Radith membelai wajah istrinya dan mulai teringat omongan orang-orang bahwa hormon bisa membuat mood ibu hamil berubah-ubah.
Neona malah menangis terisak dan membuat Radith panic.
"Sayang,, eeh kok nangis? Aku salah ngomong ya? Atau kamu kenapa?" Radith panik dan mencoba mengingat apakah tadi dia salah bicara pada Neona.
"Mas ngga salah, aku yang salah. Maafin aku yaa mas.." Neona masih terisak dan Radith membawa Neona dalam pelukkannya.
"Kamu salah kenapa sayang? Coba jelasin sama Mas." Radith mengusap punggung istrinya.
"Ta..tadinya, aku mau kasih hadiah penutup yang spesial buat Mas. Biar Mas bahagia malam ini. Ta..tapi aku hamil muda, jadi ngga bisa. Kata dokter ngga
boleh dulu. Maafin aku ya Mas." Neona membenamkan wajahnya di dada Radith, dalam hatinya ia mengutuk mengapa dirinya jadi mudah menangis?
"Ohh yaampun Sayangkuu.. Mas jadi gemes deh sama kamu. Berita kehamilan kamu itu jauuh lebih membahagiain daripada kita olah raga ranjang puluhan jam."
Radith tertawa dan membuat Neona mencubit perut kerasnya.
"Aaaw..! Jangan dicubit dong, Sayang. Bener ya kata Mas Lendra, cubitan kamu panas." Radith mengusap bekas cubitan Neona.
"Makanya jangan gitu ngomongnya. Lagi sedih juga." suara Neona terdengar manja. Neona sebenarnya kesal dengan dirinya yang berubah seperti ini, namun Radith
justru bahagia. "Dengerin Mas. Kita bisa melakukan itu kapanpun, Sayang. Bahkan sampai hari tua kita. Tapi kamu mengandung anak Mas, adalah anugerah yang belum tentu datang
di waktu lain. Jadi kamu justru sudah memberikan kado terbaik buat Mas. Kebahagiaan rumah tangga kan bukan hanya tentang melakukan hubungan intim, Na."
Radith memang pria yang bisa menahan nafsu dan emosinya dengan baik. Pembawaannya yang tenang dan sabar, ia tunjukkan pada caranya mengontrol nafsu atas
kebutuhan biologis pria. Saat Neona sedang dalam periodenya, Radith tidak pernah terlihat uring-uringan dan Radith tidak pernah memaksa untuk dilayani
seperti yang ditakutkan Neona sebelumnya.
"Tapi kata Bunda, Ibu, Mba Lala, Mba Irish, Mba Sandra ngasih kado gitu sama suaminya pas lagi ulang tahun." Neona memaparkan hasil wawancaranya dan itu
membuat Radith terbahak. "Kamu sudah tanya Ayah, Bapak, Mas Lendra, Satrio sama Yolly tentang lebih bahagia mana, dikasih servis semalam suntuk atau mendapat kabar istrinya mengandung
hasil cintanya, belum?" Radith memandang Neona dan Neona menggeleng.
"Kalau begitu, percaya sama Mas, kalau kita sebagai para suami akan lebih bahagia mendapatkan kabar kehamilan istrinya, Na. Kamu hamil itu kayak raport
yang isi nilainya bagus semua. Sedangkan kamu memberikan Mas itu, kayak kamu ngasih latihan soal yang gampang. Belum tentu dinilai dan belum tentu nilainya
bagus." Radith mengambil analogi yang tidak jauh dari profesi Neona. Neona tersenyum dan memeluk Radith. Ia beruntung memiliki suami seperti Radith. Ini
adalah anugerah yang terbaik untuknya dari sang pencipta. Neona berucap syukur dalam hati dan dirinya pun tertidur dalam pelukkan suaminya yang nyaman
dan hangat itu. *** Bab 37 Kehamilan Neona menjadi berita menghebohkan sejagad keluarga Neona dan Radith. Sudah pasti semua kehebohan di sponsori Bunda dan Ibu. Setiap hari mereka
membawakan buah-buahan dan makanan untuk Neona. Kehamilan Neona tidak merepotkan semuanya. Tidak ada ngidam yang aneh-aneh, bahkan morning sickness nya
juga tidak mengkhawatirkan.
"Sayang, kamu ngga mau makan apa gitu?" Tanya Radith yang baru pulang dari Bengkel. Neona memeluk erat yang suami. Aroma keringat Radith yang bercampur
dengan parfum menjadi aroma therapy baru baginya.
"Ngga kok, dedek bayinya ngga rewel Mas." Neona mengusel kepalanya pada dada bidang Radith, yang membuat Radith tersenyum senang.
"Na, Mas mandi dulu yaa... Bau nih seharian keringetan." Radith melepaskan Neona, meski dirinya juga tidak rela. Neona menolak melepas suaminya.
"Aku kan ngga ngidam macem-macem, cuma mau meluk Mas setiap pulang ngebengkel, jadi biarin yaa.." Neona menatap sekilas dan menenggelamkan wajahnya di
tubuh Radith lagi. Sudah pasti Radith tidak menolak.
"Kamu ngga apa-apa bau keringet gini, Na?" Radith bertanya dan Neona menggeleng keras.
Sekitar setengah jam, Radith dan Neona saling berpelukkan. Hingga Neona menyuruh Radith mandi. Neona pun pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Hari
ini Bunda mengirimkan masakan udang saus madu untuk Neona.
Saat mereka makan malam, Radith melihat ada udang di piring Neona dan dirinya pun tergiur. Ia berpikir tentang cara memakan udah itu tanpa diketahui Neona.
Radith tahu, jika dirinya alergi dengan udang, namun kalau udang itu buatan Bundanya, ia sering diam-diam memakannya.
Maka saat Neona lengah, Radih mengambil satu udang dan memasukkan ke dalam mulutnya. Neona tidak tahu sama sekali kelakuan suaminya itu. Hingga saat mereka
sedang duduk bersama di ruang baca. Neona dan Radith memiliki hobi yang sama, membaca buku bersama ditemani segelas cokelat panas dan music klasik yang
mengalun menenangkan jiwa.
Tiba-tiba Radith merasa perutnya mual. Ini sudah tanda jika tubuhnya bereaksi dengan udang. Ia mencoba keluar dari ruang baca dengan tenang seolah ia hanya
ingin pergi ke kamar mandi. Neona curiga dengan dahi Radith yang penuh dengan keringat. Neona tahu, itu adalah ciri saat Radith mengalami alergi. Saat
dulu sedang makan acara keluarga, Radith yang lolos pantauan dirinya, makan udang dan berujung Radith muntah-muntah.
Neona mengikuti suaminya, hingga semua dugaan Neona benar. Ia pun mengilangkan tangan di depan dadanya dan menunggu sang suami keluar dari kamar mandi.
"Mas tadi makan udangnya Neona?" tanya Neona datar dan itu membuat Radith tak dapat berkelit.
"Mas, kenapa sih.. kan sudah tahu udang itu bikin Mas kayak gini. Jangan dimakan dong. Neona ngga mau Mas sakit, jangan bikin Neona khawatir." Neona memeluk
Radith, ia tak mau melihat Radith kesakitan lagi seperti waktu itu. Radith pun kaget. Tadinya ia berpikir istrinya itu akan marah, ternyata Neona begitu
sayang kepadanya. "Maafin Mas yaa Na.. tadi makannya cuma satu kok. Sudah muntah semua tadi. Jadinya sekarang lemes." Aku Radith pada Neona.
"Ya sudah, Mas tiduran di kamar dulu. Neona bikinin teh mint ya." Neona bergegas ke dapur, dan Radith menurut. Ia sudah membuat istrinya khawatir akibat
keinginannya yang tidak bisa ditahan pada udang.
"Mas ini tehnya, aku juga ada biskuit asin, buat ganjel perut. Kan tadi keluar semua makanannya." Neona meletakkan biscuit dan teh mint resep Ibunya.
"Mas jadi malu, harusnya yang muntah-muntahkan kamu, ini malah Mas. Sudah begitu, malah Mas yang minum teh mint dan makan biskuitnya." Radith menggenggam
tangan Neona. "Makanya, Daddy jangan gitu lagi yaa.. jangan bikin Mommy sama dedek khawatir." Neona berkata dengan manja pada Radith. Tangan yang tidak digenggam Radith,
ia gunakan untuk mengusap perutnya. Radith pun bangkit dari duduknya dan mendekat ke arah perut Neona yang sudah memasuki usia kandungan 5 bulan.
"Hai Dek, ini Daddy. Maafin Daddy yaa, tadi karena makan udang, Mommy kamu jadi khawatirin Daddy. Kamu di dalam sana sehatkan Nak? Cepat keluar yaa, Nanti
kita bongkar mobil bareng. Daddy ajarin kamu, biar jadi montir tampan kayak Daddy." Radith mencium perut Neona. Neona sangat senang dengan interaksi Radith
dengan bayi yang sebenarnya belum ia ketahui jenis kelaminnya. Semua sepakat bahwa mereka ingin mengetahui pada hari H, Neona melahirkan.
"Kalau anak kita perempuan, kamu bikin jadi montir juga Mas?" Neona bertanya dan membayangkan perkataan Radith.
"Oh tentu. Biar jadi cewe mesin yang strong, tangguh tapi tetap anggun. Kamu tahu ngga Na, sebutan buat cewe mesin?" Radith menegakkan kembali duduknya.
"Apa Mas?" Neona tampak antusias mendengarkan cerita kehidupan Radith sebagai anak teknik mesin. Satu dari 3 jurusan teknik yang merupakkan jurusan idaman
para mertua. Kata Radith, para mertua berburu menantu dari jurusan Teknik Sipil, Arsitektur dan Teknik Mesin. Bahkan Neona baru tahu tentang hal demikian.
Dulu, ia memang tahu, jika anak-anak Teknik sedang berlaga di lapangan, teman-teman fakultasnya akan berkhianat dan mendukung pria-pria dari fakultas yang
minim sentuhan wanita itu.
"Mereka dipanggil bidadari mesin, Na. Bayangin aja, dulu seangkatan Mas isinya 180, dan total perempuannya cuma 15." Radith menerangkan dan membuat Neona
melongo. Bagaimana bisa, hidup dengan pria sebanyak itu. Apalagi, salah satu bidadari mesin yang ia ketahui, adalah wanita secantik Irish.
"Diantara bidadari mesin itu, ngga ada yang ngangkut di hati Mas?" Neona bertanya dengan nada cemburu. Radith peka dan tersenyum geli.
"Kalau ada yang nyangkut, bukan kamu yang lagi sama Mas sekarang. Dari dulu Mas bertekad ketemu sama wanita yang tepat, ngga mau main-main. Sejauh mata
memandang, ngga ada yang tepat, jadi yaa Mas baru pertama kali ngerasain jatuh cinta ya sama kamu." Radith mengakui semuanya. Ia juga heran, karena sebanyak
apapun wanita memberikan perhatian padanya, nyatanya hatinya tidak tertarik apa-apa.
"Kalau yang datang ke bengkel, ada cewe-cewe cantik yang bohay-bohay gitu ngga?" tanya Neona masih dengan nada cemburu,
"Kamu lagi cemburu yaa Na? Ihh bikin Mas gemes deh. Yaa ada yang kayak gitu-gitu. Yang goda-godain montir Mas dan modus doang ke bengkel juga banyak. Cuma
balik lagi, Mas ngga nanggepin. Kamu jangan kayak Irish ya, yang waktu itu salah paham sama Satrio pas dia lagi ngecek mobil customer kami yang memang
cantik dan menggoda. Satrio jadi nginep di bengkel waktu itu karena Irish ngambek." Radith tertawa begitu pula dengan Neona.
"Aku heran deh Mas, aku itu ngga cantik, badan juga begini. Tapi kenapa bisa menangin hati Mas sih?" Neona masih bertanya.
"Kamu percaya ngga Na, kalau orang sudah memilih, yaa alasannya bisa sesederhana karena aku memilih. Kamu tidak perlu paling cantik, paling baik, paling
sexy dan paling-paling yang lain untuk mendapatkan hati seseorang. Kalau memang kamu yang dipilih, apapun keadaannya dia kana memilih. Makanya aku sudah
miris, wanita atau pria jaman sekarang banyak yang mengubah diri demi jadi yang begini dan begitu biar dipilih. Buat apa merekayasa keadaan biar diterima?"
Radith mengutarkan pendapatnya. Ia sangat menyukai sesi diskusi dengan istrinya ini. Neona mengangguk mengerti. Ia bersyukur menjadi wanita yang dipilih
oleh Radith, sosok pria dewasa yang matang.
"Sayang, kita istirahat yuk. Kamu kan besok ngajar. Jangan capek-capek kasian dedek bayinya." Radith merengkuh tubuh Neona dan membawanya dalam pelukkannya.
Neona sangat senang dengan posisi seperti ini.
"Tunggu belum cium Mas," Neona bangkit dan mencium luka bakar di pelipis Radith, yang menurutnya membuat Radith semakin macho. Ia berlanjut dengan mencium
bekas luka di dada dan perut kiri Radith.
"Kamu kenapa seneng banget cium luka Mas, sih? Padahal ada bibir dan pipi yang lebih enak buat dicium." Radith protes dengan nada merajuk yang membuat
Neona tertawa.

Bulan Dan Bintang Karya Thelapislazuli di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Karena luka itu, mengingatkan aku tentang ujian cinta yang membuat kita yakin akan perasaan kita Mas. Kalau kita ngga diuji waktu itu, kita ngga pernah
tahu, sedalam itu cinta kita dan ngga akan pernah paham, sepenting itu kehadiran satu sama lainnya. Aku mencintai Mas apa adanya, luka di wajah dan tubuh
Mas malah bikin Mas semakin tampan dan bikin Neona cinta." Neona memuji sang suami dan membuat Radith mendaratkan ciuman di kening dan bibir Neona hingga
akhirnya mereka tertidur pulas.
***** "Na, kamu tuh ngga ngidam aneh-aneh ya?" Ibu bertanya pada anaknya yang sudah mengandung dalam usia 8 bulan.
"Ngga Bu, kayaknya malah Neona ngga pernah mau apa-apa. Yang ngidam itu Mas Radith." Neona mengingat, pernah suatu malam, Radith mengatakan ingin makan
soto ayam panas-panas. Pernah di kesempatan lain, saat ia dan Radith menginap di rumah Bunda, Reno kena suruh Radith mengambil jambu di halaman belakang
rumah mereka. "Semoga anaknya ngga nyusahin orang tuanya yaa.. Semoga semuanya baik-baik aja yaa Na. Jangan lupa, kamu harus semakin rajin beribadah." Ibu mengingatkan
dan Neona mengangguk. "Mas Radith selalu ngaji buat Dedek kok Bu. Jadi kalau sebelum tidur, Mas Radith ngajak ngomong dedek, dan di-ngajiin. Dedeknya langsung tenang gitu."
Neona menceritakan kebiasaan Radith yang menurutnya adalah hal terindah yang terjadi dalam hidupnya, Impian yang menjadi kenyataan dan semua itu ia wujudkan
bersama Radith. Bunda pun ikut heran dengan Neona yang tidak pernah meminta apapun pada Radith. Bahkan Bunda yang mengenal sikap Neona yang tidak enakkan dan tidak ingin
merepotkan, menuduh Neona menutupi hasrat ngidamnya.
"Na, kamu jangan nahan loh yaa, kalau mau makan apa bilang. Kalau Radith ngga bisa, ada Reno." Suara Bunda di meja makan seusai mereka makan malam bersama.
"Siap Bunda siaap.. Reno selalu siap membantu Mas Radith dan Mba Neona kapanpun dan apapun." Reno dengan senyum jenakanya membuat gerakkan hormat pada
Bundanya. Neona baru ingat. Dulu ia berjanji akan membantu Reno mencari Clarissa yang bahkan hampir setahun tak ada kabarnya.
"Ren, Mba boleh ngomong sama kamu ngga?" Neona mengajak Reno berbicara, saat mereka sudah di ruang keluarga. Radith dengan setia, menuntun istrinya.
"Kenapa Mba? Silahkan ada yang bisa Reno bantu?" Reno menatap dua kakaknya bergantian.
"Kami mau ngucapin makasih banyak sama kamu. Ngga akan ada jalan buat Mba sama Mas kamu ini, kalau kamu ngga minta Mba ngajar les kamu." Neona mengucapkan
terima kasih yang belum pernah ia sampaikan secara langsung.
"Bahkan, kami hampir saling melepaskan dan bisa benar-benar bersatu karena kamu Ren. Jadi Mas juga mengucapkan terima kasih yaa sama kamu." Radith menambahi
perkataan Neona. "Tunggu deh, pada terima kasih begini kenapa ya? Mas sama Mba kalau mau minta bantuan yang lain, bilang aja. Jangan bikin Reno jadi was-was begini." Reno
menggaruk kepalanya, bingung dengan ucapan kedua kakaknya.
Neona dan Radith saling berpandangan sejenak dan Neona melanjutkan.
"Mba dulu punya janji, buat bantuin kamu nyari Clarissa, maaf ya Ren, Mba belum nyari dia. Mba coba tanya sama Bu Rina yang dulu wali kelas, dan Bu Dewi,
guru BKnya juga ngga ada yang tahu." Neona tampak menyesal dan bersedih. Ia merasa gagal membantu pahlawan hubungannya dengan Radith. Radith yang melihat
Neona bersedih, mengusap punggung istrinya, dirinya lebih merasa tidak enak, karena adiknya sudah sangat membantu dirinya, namun untuk menemukan Clarissa
saja, Radith tak mampu. "Mba, Mas. Jangan merasa bersalah dengan hal tidak kalian perbuat. Aku memang sedih dan putus asa dengan kepergian Clarissa. Tapi aku percaya cinta selalu
tahu jalan pulang. Reno percaya, Clarissa akan datang suatu hari nanti. Kami punya perjanjian yang belum selesai." Reno menjelaskan dan berusaha menghilangkan
kesedihan di wajah Neona dan Radith.
"Hey, Mba.. jangan sedih! Nanti keponakanku sedih juga. Ayolah Mas, jangan mellow-mellow. Reno ngga apa-apa kok. Apalagi kalau mobil Mas yang Lamborgini
bisa jadi punya Reno, hehe" Reno mudah mengganti suasana menjadi ceria, meski dalam hatinya menangis dan kecewa. Ia bersedih akan kepergian Clarissa yang
tidak pamit padanya. Kepergian akan menyakitkan ketika tanpa pamit, bukan? Namun, bukan Reno jika ia tidak bisa menutupi rasa hatinya. Radith dan Neona
sepertinya menganggap dirinya baik-baik saja, dan justru terbawa oleh alihan topik yang dibawa Reno.?
*** Bab 38 Hari ini rumah Radith kedatangan tamu Mas Lendra, Mba Lala, Fakhri dan baby Zahra. Lendra dan Lala tampak semakin bahagia dengan kelahiran putri bungsu
yang melengkapi kebahagiaan mereka. Lendra memang menginginkan dua anak dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan seperti saat ini.
"Perkiraan lahirannya kapan, Na?" Lendra bertanya pada Neona yang sudah mulai kesusahan duduk maupun berjalan.
"Sepertinya dua pekan lagi, Mas. Duh Neona jadi deg-degan ngomongin lahiran." Neona menunjukkan wajah panik yang langsung memancing reaksi Radith untuk
merangkul Neona lebih erat.
"Dulu Mba mu itu juga ketakutan setengah mati. Dia malah nangis pas mau ngelahirin. Tapi ya, pas sudah dijalanin biasa saja. Coba kamu tanya nih sama Lala."
Lendra menjawab dengan terkekeh. Melihat wajah adiknya yang panik seperti ini, mengingatkannya pada kejadian saat Lala akan melahirkan Fakhri dulu.
"Siapa yang biasa aja? Tetap saja sakit ya, Mas. Na, pokoknya nanti kamu harus minta Radith nemenin ke ruangan. Cakar aja tangannya kalau kamu ngerasa
kesakitan. Mba dulu gitu. Tangan Masmu sampai habis." Lala tertawa dan membuat Lendra memucat mengingat tangannya seperti terkena cakaran macan betina
cantik yang sedang kelaparan.
"Sakit tapi mau hamil lagi, kan? Ngaku sini sama Mas.." Lendra menggoda sang istrinya.
"Mas kamu ini loh! Untung anak-anak lagi tidur siang." Lala memukul manja lengan suaminya.
"Rencana nambah lagi Mas?" kini Radith yang bertanya pada kakak iparnya.
"Maunya sampai 11, tapi Lala ngga mau nih Dith. Kamu merencanakan berapa anak sama Neona?" Lendra bertanya balik.
"Terserah Allah mau kasih berapa Mas. Aku ngga ngerencanain soal jumlah anak. Kasihan juga lihat Neona hamil sampai susah jalan dan duduk gini." Radith
berkata sambil memperhatikan Neona yang semakin susah melakukan aktivitasnya.
"Wajar Dith, justru itu ibadah bagi wanita yang sudah menjadi Ibu. Mengandung selama 9 bulan itu berpahala loh. Jadi pahala juga buat suami yang memperhatikan,
menjaga dan menyayangi istrinya." Lala memberikan pandangannya pada Radith.
Radith dan Neona mengangguk setuju dengan perkataan Lala. Kedatangan Lendra dan keluarga kecilnya hari itu, untuk mengecek keadaan adiknya. Mereka memang
saling mengunjungi satu sama lain. Terlebih setelah Neona hamil, Neona sering berdiskusi dengan Lala mengenai apapun yang berkaitan dengan bayi, ibu dan
persalinan. Lala menjadi panutan Neona sejak wanita cantik itu berhasil melahirkan kedua anaknya dengan jalur normal.
Malam hari, setelah seharian Lendra dan keluarga berkunjung ke rumah pasangan muda nan romantis itu, kini Neona dibimbing Radith masuk ke kamar.
"Mas, pokoknya aku mau lahir normal yaa." Neona memandang serius pada suaminya.
"Mas dukung apapun yang kamu mau. Tapi lihat kondisi juga ya, Sayang. Kadangkan kita ngga tahu. Bukannya berencana untuk mendapat kondisi buruk, tapi bisa
jadi, keadaan ngga memungkinkan. Apapun kita serahin sama Allah ya. Biar kamu sama dedek selamat. Ya sudah, Mas mau ambil Al-qur'an dulu. Mau ngajiin dedek."
Radith pun beranjak mengganti bajunya dengan koko putih, sarung dan peci hitam. Melantunkan ayat-ayat yang menenangkan sang bayi dan Neona.
"Mas, wajah tampan kamu semakin bertambah kalau lagi pakai peci dan mengaji. Suara kamu indah, Mas." Puji Neona dengan tulus, setelah suaminya sudah selesai
mengaji. "Makasih ya Sayang, I love you and our baby." Radith mencium kening Neona, dan Neona pun memejamkan mata meresapi arti ciuman Radith.
"I love you more, Mas. Suami aku dan Daddynya dedek." Neona memberanikan diri mencium bibir Radith. Membuat Radith kaget namun dengan cepat ia membalas
ciuman istri yang begitu ia cintai itu.
***** Hari yang ditunggu oleh Neona dan Radith pun datang. Sejak pagi, Neona sudah merasakan mulas yang teramat sangat. Radith panik melihat keadaan Neona. Ia
membawa Neona ke rumah sakit, lalu menelepon seluruh pasukkan. Tak berapa lama, Ibu datang disusul Bunda dan Mbok Lastri. Sedangkan Bapak dan Ayahnya masih
berada di kantor karena ada meeting dengan klient dan Reno masih di sekolah.
Proses melahirkan normal akhirnya mengantarkan seorang bayi laki-laki tampan ke muka bumi. Meski Neona harus berjuang selama 14 jam dan membuat Radith
berjanji tidak akan membuat Neona hamil lagi. Ia tidak tega melihat Neona begitu kesakitan seperti tadi.
"Selamat Pak Bintang, anaknya laki-laki. Mari Pak ikuti saya, untuk mengadzankannya." Suster mengajak Radith untuk mengadzankan putra sulungnya. Radith
melantunkan adzan dalam suasana terharu. Bagaimanapun, bayi yang sedang ia gendong adalah darah dagingnya yang berwajah sangat mirip dengannya namun bermata
indah dan berbibir tipis seperti milik Neona.
"Mas.. anak kita namanya siapa? Mas sudah siapin nama?" Neona bertanya pada Radith yang sudah kembali dari ruang bayi. Neona masih sangat lemah akibat
proses melahirkan yang begitu menguras energi dan emosinya. Beruntungnya Radith selalu menemani dirinya dalam keadaan apapun.
"Sudah sayang. Nama anak kita Davendra Nadhitya Trisdiantoro." Radith mengucapkan dengan mantab.
"Artinya apa Mas?" tanya Neona.
"Davendra itu artinya alam semesta, sedangkan Nadithya itu gabungan nama kita, Neona dan Radithya dan yang terakhir nama keluarga aku Na. Harapannya anak
kita menjadi alam semesta pasangan Neona dan Radith di dalam keluarga Trisidiantoro." Radith menjelaskan pada Neona dan Neona tersenyum dengan manisnya.
Senyum yang selalu membuat Radith jatuh cinta pada istrinya ini.
"Mas, terima kasih karena sudah tercipta menjadi Bintang dan Matahari bagi Neona. Aku bahagia karena menjadi bagian dari ketetapan takdirnya Mas yang indah
ini. Neona sayang dan cinta Mas, Bintang Radithya Trisdiantoro." Neona merasakan pipinya basah oleh air mata dan langsung dihusap oleh ibu jari hangat
milik suaminya. "Terima kasih karena kamu telah menjadi bulan yang melengkapi takdirku Na. Aku tanpamu, tidak ada gunanya, sama sepertimu padaku. Karena kita adalah dua
asing yang ditetapkan takdir untuk bersatu. Kini Davendra hadir di tengah-tengah kita dan itu membuat cinta kita harus semakin kuat. Aku, kamu dan kini
ditambah Davendra akan bersama menjalani ketetapan takdir yang telah dituliskan pencipta kita. Mas sayang dan cinta kamu, Jyotika Neona Bagaskara." Radith
mengucapkan semua hal yang ia rasakan pada istrinya.
Aktivitas saling pandang dengan aura penuh cinta harus terganggu saat suara Bunda dan ibu menginterupsi mereka. Terlebih suara tangisan Davendra yang sedang
dibawa suster. Sudah saatnya Neona memberikan asinya untuk anak mereka. Radith terharu melihat pemandangan Neona dan putra pertamanya, meski dalam hati
kecilnya, ia merasa resah karena kini Radith harus berbagi perhatian Neona dengan putranya. Radith tersenyum geli. Ia pernah iri dengan Reno, Bunda dan Ayahnya dan kini dengan anaknya. Ini konyol!
*** EPILOG Davendra menjadi cucu pertama di keluarga Radith dan menjadi cucu ketiga di keluarga Neona. Ayah yang selama ini tidak begitu ikut campur dengan kehidupan
Neona dan Radith, mendadak berubah menjadi Opa siaga untuk cucu pertamanya itu. Ayah merasa flashback ke masa dimana Radith baru hadir di tengah-tengah
keluarganya. "Daveeee ayo mau main apa lagi sama Opa?" Ayah mengajak berbicara cucunya yang sudah berusia 3 tahun.
"Paa.. Obil..obil.." Dave menunjukkan sebuah mainan berbentuk mobil. Sebenarnya itu miniatur mahal berbentuk mobil milik Reno. Namun dengan baiknya Reno
memberikan pada sang keponakkan.
"Dave itu kayak Radith banget yaa Na." Bunda memandangi interaksi suaminya dengan cucu pertamanya. Neona juga tersenyum mengangguk setuju dengan perkataan
Bunda. "Sayang..." suara Radith yang baru keluar dari kamar membuat Neona menoleh.
"Daddy sini deh, lihat Dave lagi main sama Opa" Neona menarik lengan suaminya dan mengapitnya.
"Itu bukannya punya Reno?! Astaga.. miniatur itu kan harganya...." Radith melotot melihat miniatur mobil milik adiknya sudah diketuk-ketuk dengan keras
ke lantai oleh anaknya. "Reno yang ngasih kok Mas. Buat Dave apasih yang engga?" Suara Reno tiba-tiba bergabung diantara mereka.
"Loh sudah pulang Ren? Bagaimana pengajuan proposal skripsinya sudah di acc?" Bunda bertanya.
"Sudah kok Bunda, bisa cepat sidang proposal lah ini." Reno berkata dengan nada sombong.
"Kok bisa Ren? Bukannya kamu masih semester 6?" Neona bertanya.
"Mba, kalau orang sudah melihat seorang Langit Moreno Trisdiantoro berkata dan tersenyum, semua pasti akan luluh. Pesona ini terlalu susah untuk ditolak."
Reno dengan tampang tengilnya kembali.
"Pesona kuat kok sampai sekarang ngga ada yang dikenalin ke Bunda." Bunda protes.
"Yaah si Bunda. Mas Radith saja, ngga pernah bawa perempuan buat dikenalin ke Bunda. Tapi akhirnya Mba Neona datang sendiri ke sini." Reno berkata yang
membuat semuanya tertawa.
"Ngeles aja kamu! Eh, kamu jangan nebar cinta kemana-mana, Awas yaa!" Radith mengancam adiknya yang terkenal pria penebar cinta itu.
"Reno ngga pernah bilang suka, cewenya aja yang kebaperan. Yang salah siapa? Pesona ini memang terlalu kuat buat ditolak, Mas. Kalau saja dulu usia Reno
sudah 27 tahun saat Mas deketin Mba Neona, sudah pasti Mba Neona milih aku, daripada Mas. Secara, deketin Mba Neona saja, Mas Radith nanya-nanya Reno mulu."
Reno membongkar cerita lama itu.
Neona dan Bunda terbahak sedangkan Radith cemberut. Sudah 4 tahun rumah tangga Radith dan Neona berlangsung. Asam, manis, asin dan pahitnya rumah tangga
sudah mulai mereka cicipi. Empat tahun bersama bukan berarti hanya dipenuhi oleh adegan mesra nan romantis. Pernah dalam kurun waktu itu, kesetian, kepercayaan
mereka diuji satu sama lain.
Bahwa sesunggunya rumah tangga yang tentram tanpa cela adalah yang salah. Karena ketika ada dua orang yang berpikir menjalin hubungan maka perbedaan pendapat
itu wajib ada. Jika itu tidak ada, pertanyakan kembali hubungan apa yang sedang terjadi.
Malam hari, Neona dan Radith pun membaringkan tubuh Dave yang sudah terlelap. Setelah memberikan kecupan pada Dave, mereka berdua pergi ke kamar untuk
tidur. Saat mereka akan tidur, Radith mengusap rambut Neona.
"Na, Mas mau nanya, kalau dulu kamu ketemu Mas sama Reno yang usianya ngga jauh sama kamu, kamu pilih siapa?" Radith bertanya dengan wajah kecut, Neona
yang sudah mengantuk, matanya mendadak segar. 'Pertanyaan konyol macam apa ini?' tanyanya dalam hati.
"YaAllah Mas, perkataan Reno tadi sore masih Mas pikirin? Mas sudah jadi suami aku selama 4 tahun ini. Sudah jadi Daddy buat Dave kenapa masih mikirin
yang ngga mungkin kayak gitu?" Neona habis pikir dengan kelakuan suaminya yang posesif. Beberapa kali, dirinya ribut dengan Radith karena ia berebut perhatian
Neona dengan Dave. "Jawab aja Sayang... kamu pilih siapa?" Radith merajuk dan Neona menggeleng namun tertawa. Di depannya seorang pria berusia 32 tahun namun berkelakuan
seperti abg yang sedang merajuk pada pacarnya.
"Denger ya Suamiku, Daddynya Dave, bayi besarku, matahari dan bintangku. Mau ada pria setampan, sekaya, seromantis apapun yang lebih dari Mas, Neona ini
hanya butuh seorang Mas Radith. Jangan pernah berpikir pria lain yang akan aku pilih, seperti diriku yang percaya tidak ada wanita lain yang Mas pilih
selain aku. Mau Reno kayak apa kek waktu itu, Neona akan tetap pilih Mas. Dulu aja Mas deketin Neona susah kan? Belum tentu Reno bisa meluluhkan Neona."
Neona memberikan jawaban terbaik dan terjujur pada suaminya.
"Tapi.." suara Radith terpotong karena Neona mencium bibir suaminya.
"Sudah ya Mas Radith, kita tidur yuk. Jangan berpikir yang aneh-aneh. Apapun itu, Bulan dan Bintang adalah sebuah ketetapan takdir yang tidak bisa dipungkiri.
Semua sudah terbukti. Seberusaha apapun kita saling melepas, kita ngga akan pernah sanggup. Tuhan melalui takdir, sudah menetapkan kita bersama. Aku cinta
Mas Radith." Neona memeluk suaminya.
"Kalau kamu cinta sama Mas, boleh dong bahagiain Mas malam ini? Kamu tadi nyium Mas sih." Wajah Radith berubah jahil dan membuat Neona melolot. Meski demikian,
ia lebih senang Radith dalam mode seperti ini, daripada Radith dengan keposesifannya itu.
Malam itu berakhir dengan aktivitas dua manusia yang saling mencintai. Mereka hanya terus berdoa dan berjuang untuk mempertahankan cinta yang mereka rasa
dan miliki serta menghargai ketetapan takdir yang telah tertulis pada mereka. Menghargai dengan menjaganya hingga maut lah yang nantinya memutuskan ketetapan
takdir itu. Bagi Neona, Radith adalah pria terbaik yang membuat Neona tak bisa hidup tanpa Radith meskipun dulu, Radith adalah pria yang sangat Neona hindari.
Bagi Radith, Neona adalah wanita yang berbeda yang membuat Radith selalu menyelipkan nama Neona dalam doa-doa pada Tuhan agar dimasukkan dalam ketetapan
takdirnya dan Tuhan mengabulkan doa Radith dan mengubahnya menjadi sebuah ketetapan takdir.
-The End- *** Rinduku Pada Rimba Papua 4 Arok Dedes Karya Pramoedya Ananta Toer Dinding 1

Cari Blog Ini