Medal Of Love Karya Thelapislazuli Bagian 1
?Medal Of Love By: thelapislazuli BAB 1 Suasana Minggu pagi di kediaman Bintang Radithya, putra sulung keluarga Trisdiantoro, begitu hangat dan penuh kasih sayang. Tampak seorang anak berusia
7 tahun sedang duduk menikmati sarapan pagi bersama kedua orang tuanya.
Radith sedang membuka sebuah majalah bisnis yang isinya menarik perhatiannya. Dave, putra Radith tampak memperhatikan sang Daddy dan ikut melihat majalah
tersebut. "Daddy, itu Uncle Renoo!!! Woow kenapa Uncle Reno ada di majalah?" Dave memandang Radith dengan tatapan penasaran.
"Karena Uncle Kamu berprestasi, Sayang. Kamu kalau berprestasi juga bisa begitu kok." Radith mengusap rambut anaknya dan melempar senyum pada sang istri
yang memperhatikan interaksi anak-bapak itu dengan mata berbinar.
"Berprestasi yang bisa masuk majalah itu seperti apa Mommy?" Kini giliran Dave bertanya pada Neona, sang Mommy.
"Berprestasinya harus dengan tindakan yang Kamu senangi, namun membawa kebermanfaatan untuk orang banyak, Sayang." Neona mengusap rambut putra semata wayangnya
itu dengan penuh kasih sayang.
"Jadi Uncle Reno hebat dong yaa! Dave mau kayak Uncle Reno kalau sudah besar." Dave mengambil susu di meja dan menengguknya sampai habis.
"Kamu ngga mau kayak Daddy kalau sudah besar nanti? Jadi Daddy kan keren, Dave." Radith tampak tidak suka jika anaknya lebih memilih adiknya daripadanya.
Sejak dulu, ia memang begitu. Bahkan Radith pernah sangat iri pada adiknya yang begitu dekat dengan istrinya yang notabenenya adalah murid privatnya dulu.
"Hmm.. jadi Daddy susah aah! Mainannya sama oli gitu. Kotor" Dave memang tidak suka bermain dengan oli dan mengotak-atik mesin seperti sang Daddy. Radith
yang mendengarnya pun cemberut.
Apalagi setelah sarapan, Dave mengatakan akan menunggu Reno yang berjanji padanya akan datang untuk bermain bersamanya hari ini. Dave pun meninggalkan
kedua orang tuanya karena ia mau menunggu Reno di ruang tamu sambil memperhatikan ikan-ikan hias pemberian Pakde Lendra. Kakak Mommynya.
"Daddy kok masih suka saingan gitu sih, sama Reno." Neona yang sudah hafal dengan kelakuan suaminya hanya bisa tertawa geli. Selama 8 tahun mereka hidup
sebagai sepasang suami istri, tidak jarang Radith masih cemburu jika Neona dan Dave lebih dekat dengan Reno.
"Habisnya, ngga kamu, ngga Dave semua senengnya sama Reno. Pantesan semua wanita ngantri buat jadi istrinya Reno." Radith cemberut dan membuat Neona gemas.
Ia mengusap wajah sang suami yang tampak bertambah tampan dengan berjalannya usia. Neona lantas mendekatkan wajahnya ke wajah Radith.
"Eiitss... woow! Ada anak kecil kakak-kakakku, kalau mau mesra-mesraan jangan di sini dong." Suara Reno menghentikan aktivitas Neona dan Radith. Radith
semakin cemberut sedangkan Neona menjadi salah tingkah. Reno memang selalu menangkap moment mesra antara Neona dan Radith.
"Masuk itu ketuk pintu dulu, salam dulu.. Ini langsung masuk ke dapur." Radith protes dan Reno justru tertawa.
"YaAllah Mas, sewot banget sih.. Sudah ketuk pintu, sudah salam juga. Coba tanya sama Dave. Untung Dave ngga ikut aku ke dapur, bisa tercemar matanya.
Dia lagi ganti baju, karena hari ini Reno mau ajak jalan-jalan." Reno menjelaskan semuanya dan Radith pun berdecak.
"Kalau bawa anak Mas, bilang sama wartawan. Itu anak kakak Saya. Mas ngga mau ya, kayak bulan lalu, Dave dijadiin berita di sebuah artikel gossip." Radith
geram dengan kelakuan adiknya ini. Reno ini pembisnis namun karena dekat dengan para model dan artis, kehidupannya pun menjadi sorotan media. Dave bahkan
pernah dijadikan objek gossip kehidupan Reno.
Moreno Trisdiantoro menggendong seorang anak laki-laki dengan penuh kasih sayang. Siapakah ibu dari anak ini?
Begitulah headline yang membuat Radith marah pada Reno, dan membuat Bunda ikut bertindak pada pihak media gossip tersebut. Reno memang sangat sayang pada
anak Radith. Maka tak heran, jika Reno sering tertangkap media sedang bersama anaknya.
"Siap Mas Radith ganteng... Semua awak media juga sudah tahu kan. Sejak aku buka jumpa pers, mereka sudah tahu kalau Davendra Nadithya Trisdiantoro adalah
anaknya Mas, dan Mba Neona adalah istrinya Mas." Reno menjawab dengan tertawa yang keras. Ia teringat, istri kakanya pernah menjadi obyek gossip para wartawan
usil. Saat itu Reno mengantar Neona dan Dave ke rumah sakit. Seorang wartawan menangkap moment itu dan membuat berita seakan Neona adalah ibu dari anak
Reno. Radith berang, dan Bunda ikut marah. Sehingga terjadilah jumpa pers itu.
"Uncle Reno!! Ayoo pergi! Dave sudah ganteng." Dave menginterupsi tawa dari Reno.
"Anaknya Daddy sudah ganteng dan wangi yaa. Mau kemana hari ini?" Radith mengangkat anaknya dan mencium pipi Dave.
"Daddy, stop! Aku sudah ganteng dan besar. Jangan dicium-cium dan digendong." Dave protes pada Radith. Radith berdecak sebal, sedangkan Neona dan Reno
tertawa-tawa melihat tingkah Radith.
"Mommy, Dave pergi sama Uncle Reno dulu ya, Dadah Mommy." Dave menghampiri Neona dan mencium tangan Neona lalu mencium pipi kiri dan kanan Neona.
"Daddy ganteng, Dave pergi dulu yaa.. sama Uncle Reno yang lebih ganteng. Dadah Daddy. Jangan cemberut, nanti jadi jelek." Dave mencium tangan dan kedua
pipi Radith. "Mas, Mba, Reno jalan dulu yaaa... Tuh Reno baik, bawa Dave. Jadi aktivitasnya bisa dilanjut. Bye!" Reno berlari menyusul Dave dengan tawa yang masih bisa
didengar Radith dan Neona.
"Jadi, Aku tuh kalah terus sama Reno ya? Bahkan di depan Dave. Masa tadi dia bilang Reno lebih ganteng." Radith mencurahkan kekesalannya.
"Reno kan masih muda, jelas lagi ganteng-gantengnya. Wajar Dave menilai begitu. Kalau Daddy kan sudah punya buntut satu. Lagian itukan kata Dave. Kata
Mommy, Daddy lebih ganteng, hot dan seksi kok." Neona mengusap lengan suaminya. Radith menyeringai senang.
"Ayoo Na.." Radith menarik tangan Neona tiba-tiba.
"Mau kemana?" Neona bingung dengan perubahan ekpresi suaminya.
"Mau ngebuktiin ke Kamu kalau Aku hot dan seksi. Seperti kata Reno. Saatnya kita melanjutkan aktivitas yang diganggu sama dia tadi." Radith tidak menunggu
persetujuan Neona, ia pun sudah melanjutkan aktivitas yang terganggu karena Reno tadi. Usia pernikahan boleh 8 tahun, tapi romantisme harus seperti pengantin
baru. Begitu prinsip Radith dan Neona selama ini.
*** BAB 2 "Raaa... artikel baru sudah Gue kirim ke email Lo yaa, jangan lupa deadlinenya besok." Suara perempuan berusia 25 tahun bernama Winny membuat Rara tersadar
dari lamunannya. "Eh, iya Win, langsung Gue cek yaa." Rara pun mengecek apa yang baru saja Winny kirimkan padanya. Sebagai editor di sebuah majalah terkenal di Jakarta,
beginilah pekerjaan Rara.0
"Kenapa artikelnya tentang Moreno lagi sih? Dalam sebulan kita sudah memuat dia diberbagai macam rubrik loh." Rara protes pada Winny sang reporter.
"Eh Jeng Rara.. Jangan protes sama Gue. Selama pemimpin redaksi kita masih terobsesi sama Moreno, kita masih harus memuat berita tentang dia. Lagian ngga
apa-apa kali Ra. Moreno kan tampan, jadi Lo ngeditnya juga seneng kan." Jawab Winny, reporter khusus berita hobi dan gaya hidup dari majalah ini.
"Ini ngomongin tentang hobi Moreno? YaAllah ngga penting banget sih." Rara masih menggerutu sambil mengedit naskah tersebut.
"Ra, tinggal ngedit doang masih protes." Winny kesal dengan gerutuan sahabatnya ini yang entah mengapa, selalu menjadi editor semua artikel tentang Moreno.
"Bukan protes, tapi enek gue. Lagian Mba Lyra kenapa sih maunya cuma Gue yang ngedit artikel tentang Moreno?" Rara mempertanyakan pertanyaan yang sama
dengan Winny. "Soalnya editan Lo di artikelnya Moreno bagus Ra. Lo tuh bahkan lebih bisa menyampaikan daripada Kami yang habis ngobrol langsung sama Morenonya." Suara
Adi menjawab pertanyaan Rara. Adi adalah reporter khusus berita bisnis. Jelas dia pernah mewawancarai Moreno secara langsung.
"Mba Lyra juga ngomong gitu sih. Ya sudah, Gue mau ngedit dulu deh. Besokkan deadlinenya?" Rara mengambil headset dan mulai mengedit naskah tersebut.
Hanya butuh satu jam kurang, artikel Winny sudah berubah menjadi artikel layak cetak. Rara mengirimkan hasil editingnya ke ruangan Mba Lyra. Pimpinan redaksinya.
Harusnya ia mengirim naskah itu pada Mba Rina, selaku redaktur pelaksana atau lebih mudah dikenal segai kepala editor. Namun karena ini artikel tentang
pria yang menjadi idola sang pemred, maka semua artikel tentang Moreno harus langsung masuk ke meja Mba Lyra.
"Siang Mba, artikel tentang Moreno sudah selesai Saya edit. Silahkan dibaca Mba, nanti berikan ke Saya, kalau misalkan ada yang harus direvisi." Rara memberikan
hasil pekerjaannya. "Duuh.. Mas Moreno kenapa ganteng banget sih di foto ini." Lyra justru berkomentar dengan hasil foto Mas Rendi dan Rara sudah maklum dengan kelakuan Lyra
ini. "Oh ya sudah, Ra. Sepertinya artikel Kamu layak cetak. Kirim ke Mba Rina ya, sudah Saya acc." Lyra menyerahkan berkas lantas sibuk memandangi foto Moreno
yang tampak menggunakan kaos putih celana training hitam di depan sebuah papan target panahan. Memang foto yang menarik, Rara mengakuinya.
"Baik Mba, Saya kirim segera ke Mba Rina. Terima kasih Mba."
Di dalam hatinya, Rara cukup kesal dengan kelakuan Lyra yang tidak professional. Rara yakin dengan sepenuh hati, kalau dirinya membuat artikel yang menjelek-jelekkan
Moreno, pasti Lyra tidak akan tahu. Lyra memang tak pernah membaca artikel editannya dan hanya sibuk memandangi foto-foto Moreno dalam berbagai gaya.
"Ra, tunggu." Lyra menghentikan langkah Rara.
"Iya Mba?" Rara berbalik dan bertanya.
"Kamu dapat salam dari Mas Rion. Katanya kalau tidak sibuk, dia mau ngajak makan siang hari ini." Lyra menyampaikan salam dari kakaknya yang memang menaruh
hati pada Rara. "Makasih Mba, salam balik buat Mas Rion. Tapi maaf, Saya ada kerjaan siang ini." Rara menolak dengan cara halus. Ini bukan kali pertama dirinya diajak
makan oleh Orion Sastra Wilaga, Kakak kandung Lyra.
"Ra, Kamu ngga mau kasih kesempatan sekali saja untuk Mas Rion?" Lyra tahu Rara menghindar dari kakaknya.
"Saya tidak mau memberikan harapan yang tidak bisa Saya pertanggung jawabkan Mba. Saya tidak mau membuat kesalahan." Rara menunduk. Bagaimanapun di depannya
adalah atasannya yang bisa memecatnya kapanpun. Sebenarnya ia takut, jika harus kehilangan pekerjaan ini, apalagi jika alasannya karena menolak Orion.
Namun ia cukup percaya, Lyra tidak akan melepas dirinya, selama Moreno masih menjadi obsesinya dan Rara adalah editor khususnya.
"Makan siang bersama sepertinya tidak masalah besar, Ra." Lyra tampak kukuh membujuk Rara.
"Tidak masalah besar bagi yang tidak memiliki perasaan lebih Mba. Maaf bukannya Saya terlalu percaya diri, namun Saya tahu itu dari cara Mas Orion menatap
Saya Mba." Rara menjawab dengan tenang. Lyra menghela nafas. Ia mengerti, wanita yang menjadi incaran kakaknya ini adalah wanita yang berbeda. Wanita sederhana,
jujur, pekerja keras dan cerdas.
"Baiklah.. tapi kalau Mas Rion yang datang ke Kamu, jangan salahkan Saya yaa." Lyra akhirnya menyerah. Rara mengangguk dan pamit untuk keluar dari ruangan
Lyra. ***** "Raaaa gue pulang duluan yaa, sudah dijemput Mas Akbar nih, bye bebskuu" suara Winny menyadarkan Rara jika ini sudah jam pulang kantor. Rara memang karyawan
teladan di sini. Sebagai editor senior. Rara terkenal tidak pernah telat memberikan hasil pekerjaannya dengan hasil yang sempurna. Semua artikel yang terkena
editan tangannya akan menjadi artikel yang luar biasa.
"Okeey Wiiin, hati-hati di jalan yaa!" jawab Rara sambil melambaikan tangannya. Sedetik kemudian ia kembali berkutik dengan komputernya. Matanya sedang
menekuni sebuah artikel yang pernah edit. Artikel itu memuat kehidupan percintaan seorang Langit Moreno Trisdiantoro pada rubriks gossip.
Pria lajang berusia 25 tahun ini, dikabarkan dekat dengan model yang sedang naik daun. Mereka terlihat duduk mesra di sebuah caf?. Meskipun demikian, Moreno
mengatakan mereka hanya teman biasa. Teman semasa mereka kuliah, begitu terangnya. Saat ditanya ciri-ciri wanita idamannya, pria yang merupakan putra bungsu
keluarga Trisdiantoro itu mengatakan bahwa,
"Saya mencari wanita yang sederhana, cerdas dan jujur. Saya sebenarnya sudah bertemu dengan dirinya, namun dirinya hilang entah kemana. Meskipun demikian,
Saya masih menunggunya sampai saat ini dan hingga kapanpun."
Saat dimintai keterangan lanjutan tentang siapa wanita beruntung yang telah ditunggu oleh pria tampan itu, Moreno hanya tersenyum dan tidak mau memberikan
keterangan lebih lanjut. Jadi benarkah, Moreno single hingga seperempat abad ini karena masih terjebak nostalgia? Melihat kasus Moreno, ini sedikit membuktikan
masalah terjebak nostalgia masih menjadi fenomena menjamur di Indonesia. Semoga Moreno segera move on ya readers! 1
"Kamu memang harus move on. Harus. Kamu pasti bertemu dengan wanita terhormat yang mencintai kamu apa adanya. Kamu hanya melewatkannya," Rara berucap menanggapi
artikelnya itu. "Hai Raa.." suara bariton menginterupsi aktivitasnya. Ternyata langit sudah gelap, dan di ruangan ini hanya tinggal Rara seorang.
"Selamat sore Mas Rion." Rara bangkit dari duduknya. Ini dia kakak dari Lyra.
"Kamu belum mau pulang? Lagi mengedit artikel tentang Moreno lagi?" Rion melihat ke arah komputer Rara yang sedang menampilkan artikel Moreno.
"Iya, tapi itu artikel lama. Lagi baca-baa aja Mas." Rara menjawab dengan wajah dan nada datar.
"Saya heran sama Lyra, kenapa sih suka banget sama Moreno? Well, dia kaya, tampan, gagah, tapi buat apa suka sama yang seperti itu. Pria yang tidak pernah
move on dari masa lalunya." Rion berkomentar tentang Moreno yang memang menjadi rekanan bisnisnya. Papanya dan Abimanyu adalah rekanan bisnis, sedangkan
dia dan Moreno adalah teman semasa kuliah S2 di London. Meskipun, Rion lebih tua 4 tahun dari Moreno
"Ada yang bisa saya bantu, Mas?" Rara menghentikan Rion berkomentar.
"Hmm,, Iya. Saya minta bantuan Kamu untuk temani Saya makan malam. Bisa bantuin kan? Kalau Kamu punya deadline, nanti Saya yang minta izin sama Lyra."
Rara menelan ludah dengan kasar. Rion memang arogan untuk kasus ini. Sering sekali menyalahi peraturan untuk mendapatkan keinginan pribadinya.
"Itu artinya Saya tidak bisa menolakkan, Mas?" tanya Rara.
"Tepat. Saya rasa Kamu memang wanita yang cerdas dan hal itu yang membuat Saya semakin yakin untuk mendekati Kamu." Rion tersenyum dan menatap Rara yang
tampak jengah pada perkataannya. Rion memang sudah berkali-kali memberikan tanda pada Rara. Namun sepertinya tanda itu hanya dibaca oleh Rara tanpa ada
keinginan untuk membalas. Maka, Rion pun berkeputusan untuk menggunakan kekuasaannya seperti saat ini.
Kini keduanya sudah berada di sebuah restoran yang menurut Rara sangat mahal. Rion tampak bahagia namun tidak dengan Rara.
Rion yakin, sekeras apapun batu, jika terkena air sedikit demi sedikit, akan membuat batu itu hancur. Sama seperti perasaan Rara, jika Rion sabar dan terus
berusaha, bukan mustahil jika Rara akan meliriknya dan jatuh hati padanya.
"Tadi siang kata Lyra Kamu ada deadline, lagi ngurus artikel apa Ra?" Rion membuka pembicaraan.
"Hmm.. artikel dari rubriks Moms and Kids, Mas." Rara menanggapi dengan santai.
"Kamu ngurus artikel tentang ibu dan anak, Kamu kapan jadi seorang ibu?" Rion memancing reaksi Rara.
"Kalau sudah waktunya Mas." Rara menjawab dengan datar.
"Kalau tidak dicari, nanti waktunya terlewat." Rion menanggapi.
"Lebih baik terlewat, daripada buru-buru tapi gagal." Jawab Rara lagi.
Rion geram dengan jenis interaksi seperti ini. Rara memang pendebat ulung yang bisa membuat emosi dan cintanya naik secara bersamaan. Rara tampak tidak
peduli dengan wajah geram Rion. Baginya hari ini ia hanya menemani makan malam paksaan dan segera ingin pulang ke kostannya.
Sesampainya di kostan, Rion yang tampak ingin menahan Rara, karena ingin mengucapkan salam perpisahan seperti orang pdkt lainnya, mengurungkan niatnya.
Rara memang sangatlah dingin dan tertutup padanya. Hanya ucapan terima kasih yang keluar dari bibir ranum gadis itu. Rion menghela nafas dengan kasar.
'Kamu harus semangat Yon!' seru Rion dalam hatinya.?
*** BAB 3 Bunda dan Mbok Lastri tampak sedang sibuk menyiapkan makanan di meja makan. Hari ini semua anggota Keluarga Trisdiantoro berkunjung ke rumahnya. Sejak
Radith menikah dan Reno tinggal di apartemen, rumahnya yang besar itu tampak sangat sepi.
"Assalammualaikum Omaaa cantik, Dave sudah datang!" Suara anak kecil, kesayangan keluarga ini terdengar nyaring dari arah pintu masuk. Disusul sepasang
suami istri yang sangat romantis dan mesra.
"Waalaikum salam Dave sayang, sini peluk Oma." Bunda memeluk cucu kesayangan dan satu-satunya itu.
"Assalammualaikum Bunda.." ucap Radith dan Neona berbarengan.
"Waalaikum salaam sayang-sayangku." Bunda memeluk Neona dan Radith bergantian.
"Oma, Uncle Reno sama Opa mana?" Dave bertanya pada Bunda.
"Opa lagi di kamar, baru pulang. Kalau Uncle Reno di kamar juga, kayaknya lagi tidur deh." Bunda menjawab dengan mengelus kepala Dave.
"Hmm.. Aku nemuin siapa yaa?" Ekspresi bingung dari Dave membuat semua yang melihatnya menjadi gemas.
"Bangunin Uncle Reno aja sana Dave.." Radith bersuara menjawab kebingungan anaknya.
"Oh okeey Daddy!" Dave berseru dan berlari.
"Dave jangan lari-lari nanti jatuh, sayang." Neona mengingatkan anaknya yang sudah berlari secepat tokoh flash.
"Uncleeee Renoooooo!! Banguun!" Dave masuk tanpa mengetuk pintu dan langsung berteriak.
Reno tampak pulas dan tidak mendengar suara teriakkan Dave. Dave kesal lantas naik ke kasur Reno. Saat Dave berdiri di atas kasur, ia baru sadar ada sebuah
benda berwana emas yang tergantung di dinding tepat di bagian atas kepala ranjang Reno.
"Ini apa yaa? Kok ditaruh di sini?" Dave bergerak mendekat. Ia berhati-hati karena jika tidak, tubuh Reno akan menjadi sasaran injakkannya. Benda itu tidak
terlalu tinggi, sehingga Dave bisa memegang benda berbentuk medali itu. Reno yang merasa kasurnya tertekan di bagian kepala, membuka matanya.
"Daveeee! Kamu ngapain pegang-pegang itu, hah?!" Reno bangun dan langsung duduk dengan mata yang merah akibat baru bangun tidur. Suaranya sangat keras,
membuat anak yang baru duduk di bangku kelas 2 SD ini pun menangis.
"Dave.. eeh eeh, jangan nangis. Maafin Uncle. Tadi Uncle kaget terus ngga sengaja jadi teriak." Reno memeluk Dave. Bahaya kalau sampai anak kakaknya ini
menangis. Ia bisa kena hajar Radith yang terkenal posesif itu.
"Hiks hiks.. Maafin Dave Uncle,. Jangan marah sama Dave hiks" Dave masih terisak. Reno panik, apalagi terdengar derap langkah kaki menuju kamarnya.
"Davee, kamu kenapa Sayang? Ren?" Suara Radith membuat jantung Reno seakan berhenti berdetak. Wajah Dave masih berlinangan air mata.
"Daddyy.... Huaa" Dave berlari memeluk Radith yang sudah berada di depan pintu kamar. Radith kaget melihat anaknya sudah bersimbah air mata. Ia memeluk
dan mengendong Dave. Untung Dave sedang menangis, kalau tidak, pasti dia akan protes.
"Tadi Dave nakal. Dave ngga ketuk pintu, terus teriak bangunin Uncle, karena Uncle ngga bangun. Dave naik ke kasur. Pas naik, Dave baru lihat itu. Terus
Dave mau pegang, Uncle kebangun dan marah sama Dave." Dave menceritakan semuanya dan tangannya menunjuk sebuah sebuah medali yang tergantung di tembok.
"Kalau Dave merasa nakal dan salah, sekarang minta maaf sama Uncle Reno." Radith menurunkan anaknya dan Dave langsung menghampiri Reno yang terduduk dengan
wajah bersalah. "Uncle, maafin Dave. Tadi Dave nakal. Dave janji ngga akan ganggu Uncle lagi, apalagi pegang-pegang itu." Dave memberikan ekspresi yang menggemaskan nan
penuh penyesalan. Hal itu membuat Reno merasa bersalah. Bagaimana bisa ia membentak dan marah pada keponakkan yang lucu dan cerdas ini.
"Dave, maafin Uncle yaa sudah bentak kamu. Uncle ngga marah tapi kaget, jadi Uncle teriak. Maafin Uncle juga yaa." Reno memeluk Dave dan mereka pun saling
memeluk. Radith menghela nafasnya. Setelah acara maaf memaafkan itu selesai dengan janji Reno membelikan lego seri terbaru untuk Dave, Radith meminta Dave
keluar karena ia ingin berbicara pada adiknya.
"Mas, maafin Reno. Tadi Reno ngga sengaja bentak Dave. Sumpah Mas," Reno menunduk takut pada kakaknya.
"Ren.. Mas ngga marah. Kamu tahu, mana bisa Mas marah. Paling maksimal juga protes dan cemberut. Mas cuma mau tanya, kamu kenapa sampai se marah itu, pas
Dave pegang medali?" Radith melihat medali emas OSN Matematika yang Reno dapatkan karena kerja keras dan dibantu oleh Neona. Medali itu bukti usaha Reno
dan juga bentuk lain dari awal mula cerita Radith dan Neona.
"Mas, medali itu masih jadi yang terberharga buat Reno. Well, itu sudah terjadi 8 tahun yang lalu. Tapi Reno belum bisa mengikhlaskannya. Reno masih mau
cari dia Mas." Mata Reno berkaca-kaca dan itu membuat hati Radith sedih. Ia tahu, sejak medali itu didapatkan Reno, saat itu pula Reno kehilangan cinta
masa remajanya. "Sampai kapan Ren? Usia kamu sudah 25. Ya, meski Mas dulu nikahnya juga usia 28, tapi kamu jangan menutup hati dan memainkan hati wanita seperti sekarang."
Radith menasihati adiknya.
"Mas, Reno ngga bisa bohong dan mainin perasaan. Kalau wanita-wanita yang mengaku disakitin Reno, coba tanya sama mereka, Reno pernah bilang suka ngga?
Pernah bilang cinta ngga? Ngga pernah Mas. Reno cuma baik sewajarnya dan itu dinilai lain sama mereka. Reno cuma mau dia Mas dan medali ini adalah syaratnya.
Syarat hatinya buat Reno. Meski nyatanya, dia pergi setelah Reno punya syarat ini." Reno kembali mengingatkan Radith tentang penantian hatinya. Penantian
atas janji seorang perempuan yang membuatnya berubah menjadi seperti ini.
"Ren, sebagai kakak, Mas ngga bisa mencampuri terlalu jauh. Mas cuma berpesan. Kejar apa yang paling kamu yakinin. Jangan ngabisin waktu. Jangan lupa berdoa
sama Allah, minta ditunjukkin jalannya." Radith memberikan nasihat pada adik kesayangannya itu. Reno mengangguk dan membenarkan nasihat kakaknya tersebut.
"Jadi Reno harus kasih batas waktu buat nyari?" Reno bertanya pada Radith dan kakaknya mengangguk.
"Jangan larut sama hal yang ngga pasti Ren. Kalau kamu ngerasa itu yang pasti, ya kamu cari kepastian. Hilang itu bisa dicari. Kecuali, kehilangan itu
disebabkan kepergiannya menghadap sang pencipta." Perkataan Radith membuat dada Reno sesak. Ia melupakan kemungkinan cinta yang selama ini ia tunggu sudah
pergi sejauh mungkin karena menghadap sang pencipta.
'Semoga aku belum terlambat dan cinta menemukan jalan pulangnya, Aamiin.' Doa Reno dalam hati saat obrolan bersama kakaknya sudah berakhir.
***** "Ayah itu heran sama anak-anak Ayah. Kenapa ngga ada yang mau ngurus perusahaan sih? Ayah kan semakin tua. Mau istirahat juga." Ayah membuka obrolannya
dengan kedua putranya. Mereka sudah selesai makan malam bersama, Bunda dan Neona sedang asyik bermain dengan Dave, sedangkan Ayah memang memanggil Radith
dan Reno. "Hmm.. dari awalkan Radith sudah bilang Yah, kalau buat bengkel adalah impian Radith. Radith ngga bisa kalau harus kerja sama kertas-kertas." Radith sebenarnya
sadar bahwa Ayahnya memang sudah tua untuk mengurus perusahaan keluarga Trisdiantoro. Meskipun, perusahaan itu dikelola bersama dengan anggota keluarga
Trisdiantoro yang lain. Hanya saja, posisi Ayah yang anak pertama dan satu-satunya anak laki-laki, membuat dirinya berkedudukan menjadi presiden direktur.
Eyang mereka berpesan, bahwa perusahaan yang bergerak dalam ekspedisi itu, harus dilanjutkan oleh anak laki-laki yang berdarah Trisdiantoro. Pilihannya
ada dua. Radith atau Reno.
Reno paham bahwa kakaknya bukan tipikal pria yang mau menghabiskan waktunya di meja rapat dengan berkas-berkas yang bertumpuk. Maka demi baktinya pada
sang Ayah, Reno pun mengajukkan diri.
"Yah, Reno mau gantiin Ayah. Tapi ngga mau langsung jadi Presiden Direktur. Kalau Reno jadi asisten Ayah dulu bagaimana? Reno mau jadi Presiden Direktur
kalau Reno sudah menikah." Reno berucap dengan mantap dan justru membuat Ayah dan Radith kaget.
"Bisnis kamu gimana Ren? Bukannya kamu baru buka restoran ya?" Ayah bertanya pada Reno. Reno memang pembisnis ulung dengan membuka banyak cabang bisnisnya.
Awal mula, ia hanya menggabungkan modal dengan para sahabatnya membuka jasa travel, lalu Reno yang baru-baru ini, Reno membuka restoran. Selain dua usaha
itu, Reno menanamkan modalnya pada beberapa perusahaan sektor property. Jadi kalau ada wanita yang menolak menikah dengan Reno, coba tolong ambil dulu
kalkulator untuk memastikan berapa total kekayaan Reno.
"Restoran itu bisa dipegang sama orang-orang Reno kok Yah. Kalau Ayah ya, tanggung jawab Reno. Reno ngga mau Ayah sakit." Reno tersenyum yang disambut
dengan anggukan sang kakak dan pelukkan sang Ayah. Ayah tahu, meski Reno terlihat lebih santai dari Radith, namun Reno adalah anak yang bertanggung jawab
dan ulet dalam bekerja. Mulai pekan depan, Reno akan ikut bersama Ayahnya. Sebagai asisten presiden direktur yang segera berganti jika, dirinya sudah menikah. Apakah itu mungkin?
Reno sendiri meragu. ***** "Selamat pagi semuanya. Terima kasih untuk kehadiran semua jajaran direksi. Hari ini, saya akan memperkenalkan asisten saya yang baru. Langit Moreno Trisdiantoro.
Dia akan membantu dan sering menggantikan saya dalam beberapa urusan bisnis kita ke depannya. Saya harap, kita semakin meningkatkan performa kerja kita
bersama demi perusahaan ini lebih baik." Suara lantang dan tegas dari Abimanyu, membuat Reno bangga. Meski Ayahnya sudah berusia, dirinya masih terlihat
gagah dan berwibawa. Seusai rapat direksi, Reno masuk ke ruangan yang sama dengan miliknya. Ayahnya punya sekertaris pribadi seorang pria bernama Mas Andre. Dari dulu sang
Ayah tidak mau memiliki seorang sekertaris perempuan.
"Hai Ren, senang lihat kamu bergabung di sini. Jangan lupa ya, Pak Abi ada rapat sama klient jam 10 ini, sama nanti sore ada orang TV yang mau liputan
perusahaan." Andre membacakan jadwal Ayah Reno. Dalam surat yang ditanda tangani Reno, tugasnya adalah membantu, menemani dan menggantikan Ayahnya dalam
rapat saat Ayahnya menyuruh. Sebenarnya hanya statusnya saja menjadi asisten, padahal semua pekerjaan Ayahnya sudah mulai perlahan pindah ke tangan Reno.
Rapat perdana yang diikuti Reno dengan klient membuat dirinya menyetujui perkataan Radith. Ternyata rapat itu menjemukan dan melelahkan. Reno beristirahat
sejenak dan teringat ada jadwal kunjungan dari TV sore ini.
"Ren, kalau nanti bagian TV nya wawancarain, kamu saja yaa yang maju. Kamu kan sudah biasa di depan kamera. Ayah duduk diam saja di samping kamu. Latihan
tampil sebagai pemimpin perusahaan ini, meskipun kamu masih muda. Tunjukkan kamu yang terbaik. Bukan karena nama belakangmu, tapi semua karena kamu." Reno
pun mengangguk dan bersiap untuk liputan yang dijanjikan pukul 3 sore itu.
Peliputan itu dilakukan oleh sebuah program Inspirasi Modern yang mengangkat hidup dari orang-orang yang dinilai memiliki life goals. Dalam catatan masyarakat,
keluarga Trisdiantoro adalah keluarga kaya raya yang bersih dari berita skandal apapun. Termasuk kasus perjodohan yang sering terjadi di kalangan atas.
Meskipun sejak Reno bergaul dengan para artis dan model yang ia gunakan untuk mempromosikan jasa travelnya, keluarga ini jadi sedikit disorot.
Peliputan terjadi selama 1. jam. Kesempatan itu digunakan untuk mengenalkan Reno pada dunia, sebagai calon pemimpin perusahaan yang bernama Delivery Express
itu. Tentu saja, arah peliputan jadi lebih kepada sosok Reno dibandingkan keluarga Trisdiantoro dan perjalanan perusahaan itu didirikan. Memang perlu diakui,
pesona Reno terlalu kuat untuk diabaikan. Bahkan pesona Radith kalah dengannya.
"Ren, yang punya Studio TVnya temen Ayah dulu. Namanya Armando. Dia tuh punya Studio TV yang sekarang dipegang sama anak pertamanya, sama punya kantor
majalah Beraneka Kisi yang dipegang sama anak keduanya." Ayah menerangkan informasi saat mereka sudah dalam perjalanan pulang.
"Majalah Beraneka Kisi? Itu majalah sering banget muat tentang Reno. Hampir setiap rubriknya Reno masuk. Itu karena Ayah temennya Pak Armando?" Reno bertanya
soal keanehan yang ia rasakan. Sejak kepulangannya dari London, dua tahun yang lalu, dan memulai semua bisnisnya, reporter-reporter dari majalah itu mendatanginya
dengan berbagai topik. Karena Reno berpikir ini bagus untuk bisnisnya, makanya dirinya tidak pernah menolak untuk diwawancarai.
Medal Of Love Karya Thelapislazuli di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ayah malah ngga tahu kalau kamu sering masuk majalah itu. Pernah waktu itu Bunda nunjukkin, cuma ya Ayah ngga mikir sering. Lagian bagus juga kan buat
perkembangan bisnis kamu?" Ayah mencoba berpendapat.
"Tapi, kalau nanti ada yang tahu, kalau Pak Armando sahabat Ayah, terus akunya sering masuk, bisa dianggap nepostisme ini. Berita skandal lagi nanti."
Reno mulai mengerti bahwa dunia pembisnis kalau sudah dekat dengan awak media akan menjadi mimpi buruk.
"Makanya Ayah bilang, kamu harus tunjukkin versi terbaik dari diri kamu. Biar bayang-bayang Ayah hilang. Jadi yang dilihat semua orang adalah diri kamu.
Oh iya, Ayah juga berpesan, kamu harus mengurangi berita bersama para artis dan model itu ya Ren. Kamu sudah dikenal sebagai calon pemimpin perusahaan
yang selama ini Ayah jaga dari berita buruk apapun." Ayah mengingatkan putra bungsunya yang memang lebih sering berulah daripada Radith sejak kecil.
"Siap Bapak Komandan! Reno akan tunjukkan bahwa, Langit Moreno ini pantas dilihat dan dihormati." Reno mengatakan dengan mantap. Ia tidak mau, para direksi
melihatnya dengan tatapan sebelah mata, seperti tadi pagi. Reno yakin, diantara mereka sedang ada kasak-kusuk yang membahas kehadiran anak dari Pak Bos
yang erat dikaitkan dengan isu nepotisme tanpa kualitas. Maka Reno berjanji akan membuktikan dirinya lebih dari kualitas yang pernah orang pikirkan tentangnya.?
*** BAB 4 "Raa.. Raa, Lo sudah tahu belum sih, kalau Moreno sekarang masuk perusahaan Bapaknya? Ah gila ya, kekayaannya Moreno kalau ditotal, air bah kalah banyak
kayaknya." Winny menghampiri kubikel Rara. Sang pemilik kubikel tampak sedang menekuni sebuah artikel yang sedang ia edit.?
"Issh.. Ra! Gue ngomong sama Lo! Ampun deh." Winny kesal karena merasa diabaikan dan akhirnya Rara memalingkan wajahnya dari layar computer dan memandang
Winny.? "Dear Winny The Poohku, Gue sudah tahu. Lo ngga inget, tadi pagi Mba Lyra bahas apaan? Ya bahasnya Moreno lagi, termasuk berita tentang dia sudah masuk
ke perusahaan Bapaknya." Rara mengambil gelas yang berisi air jahe kesukaannya.?
"Haaa iya deng. Mba Lyra tuh obsesi banget ya sama Moreno? Heran Gue sampe segitunya. Eh Ra, Gue balik?ke meja deh. Baru inget ada yang harus Gue kerjain."
Winny pun bergegas kembali ke mejanya sedangkan Rara merenggangkan otot.?
Tangannya mengklik portal berita on-line yang menyajikan berita yang sudah ia dengar dua kali di pagi ini. Rara tampak membayangkan betapa banyaknya tugasnya
setelah status Moreno yang masuk ke dalam perusahaan milik keluarganya. Jelas, seperti kata Mba Lyra, akan rubrik khusus secara ekslusif yang membahas
serba-serbi Moreno salama 3 bulan penuh. Sudah dipastikan, editor rubrik itu adalah dirinya.?
*****? "Ra, lagi sibukkah?" suara pria bertubuh tinggi dengan kulit putih itu terdengar di di depan kubikel Rara.
"Eh.. oh Mas Rion. Hmm, biasa kerjaan lagi ada deadline." Rara menjawabnya dengan nada datar seperti biasa.?
"Bisa temenin makan siang?" Rion menawarkan sesuatu yang entah berapa kali terjadi di bulan ini.?
"Makan siang. Nanti pesan ojek on-line aja Mas." Rara memang tidak bohong. Tadi ia sudah janjian dengan Winny untuk memesan sop iga.?
"Kita cobain restaurantnya Moreno yuk. Lyra ngajak ke sana. Mau ya?" Mas Rion dengan wajah penuh harapnya membuat hari Rara sedikit tidak tega. Namun,
yang ia permasalahkan adalah tempat makan yang dituju pria ini.?
?Kenapa harus ke restaurant Moreno?? Tanya Rara dalam hati.?
"Saya mau, tapi Saya ajak Winny ya Mas. Kan ada Mba Lyra juga, jadi Saya ajak Winny." Rara mengajukkan penawarannya juga. Rion tampak kesal. Jelas Lyra
yang mengajak dirinya adalah karangan Rion yang nanti akan dibuat, Lyra tidak jadi ikut dan mereka mencari restaurant yang lain. Tapi Rion salah. Wanita
impiannya ini sungguh wanita cerdas.?
"Hmm.. baiklah. Kamu boleh ajak Winny. Saya mau ke ruangan Lyra dulu. Jam 11. Kamu siap-siap." Rion melangkahkan kakinya ke ruangan adiknya dan Rara
tersenyum menang.? ?Jangan pernah membohongi kelas Jendral, Mas!? seru Rara dalam hati.
Sejak berangkat dari kantor hingga sampai di restoran, Rara merapalkan doa yang berkebalikkan dengan Lyra dan Winny. Kalau mereka berdua berdoa akan bertemu
dengan Morena, tidak dengan Rara. Ia hanya berdoa acara makan siang ini segera berakhir.?
"Kamu kenapa Ra? Ngga suka menu makanannya?" Rion bertanya pada Rara yang tampak gelisah.?
"Oh bukan Mas, cuma keingetan deadline aja." Rara berbohong.
"Kamu tuh bisa ngga sih, ngga ngomongin deadline mulu, Bos Kamu aja sibuk pakai kutek baru, Kamu kerja mulu." Perkataan Rion menghentikan kegiatan mengulas
kutek yang dilakukan Lyra.?
"Dengerin nasihat Mas Rion tuh, Ra. Santai aja sih, pekerjaan akan selesai pada waktunya kok. Ya, ngga Win?" Lyra melempar pertanyaan pada Winny yang sedang
sibuk celingak celinguk. "Eeh.. eh iya Mba Lyra benar." Winny tampak bingung dengan apa yang ia jawab. Sedangkan Lyra dan Rion tersenyum menang.?
"Mas, Morenonya ada?" tanya Lyra pada pelayan yang mengantar makanan.?
"Wah, Mas Moreno sudah jarang mampir ke sini Bu. Apalagi sekarang ngurus perusahaan Bapaknya. Tapi kemarin Mas Moreno makan ke sini, malah bersama Mas
Radithya dan keluarga kecilnya." Sang penyaji menjelaskan sambil sibuk menata makanan.?
Mendengar apa yang dikatakan pria dengan nama Edin yang tertulis di name tag nya, Rara pun merasa sedikit lega.? Namun awan mendung terlihat jelas di wajah
Lyra dan Winny. ?Dasar Winny! Padahal Mas Akbar sudah tampan, namun masih saja cuci mata.? Ucap Rara dalam hati.?
******? Jam pulang kantor kini menjadi hal yang paling dibenci Rara kedua setelah jam makan siang. Bayangkan setelah membuatnya makan siang bersama selama sepekan
ini, Rion selalu memaksa Rara untuk menerima dirinya diantar oleh Rion sampai depan kostan. Pandangan Ibu Kostan dan para penghuni kostan lainnya membuat
Rara tidak nyaman. Ia jadi teringat kenangan masa lalunya yang kelam.?
"Ra, dulu sebelum kamu pindah ke Jakarta, kamu tinggal di mana?" Rion membuka pembicaraan di mobilnya sore ini.?
"Di Jogja Mas." Jawab Rara singkat.?
"Oh, orang tua asli sana?" Rion kembali bertanya.?
"Bukan Pak. Itu rumah Budhe saya." Jawab Rara
"Orang tua kamu tinggal di mana?" tanya Rion dengan wajah yang antusias.?
"Orang tua saja sudah meninggal Mas." Jawab Rara dengan wajah yang berubah mendung. Rion terkaget dan merasa bersalah.
"Maaf Ra, Saya ngga tahu. Tapi kalau boleh tahu sejak kapan, Ra?" Rion masih tampak penasaran dengan latar belakang gadis pujaannya ini. Mamanya adalah
wanita ningrat yang selektif memilih calon menantu. Untuk mengantisipasi hal tersebut, jelas Rion harus mengetahui asal usul Rara dengan baik.?
"Bapak meninggal sejak Saya lahir. Sedangkan Ibu saat saya SMA kelas 2." Rara tampak sudah tak dapat menahan air matanya. Detik itu juga, air bening itu
meluncur bebas dari ujun matanya. Ini kali pertama Rion melihat seorang gadis tangguh dan kuat yang terkenal mandiri dan cerdas, menangis dan itu karenanya.
3 ?Bodoh kau Rion!? umpat Rion dalam hati.?
"Ra, maafin Saya. Saya ngga bermaksud buat Kamu nangis. Maafin yaa." Rion meminta maaf dengan tulus, ia memberikan tissue yang langsung diterima Rara.
Dalam hati Rara, ia mengutuk air mata yang turun tanpa bisa ditahan ini. Karena pembicaraan yang berujung turunnya air mata dari Rara, perjalanan mereka
menjadi senyap dan canggung. Rion takut salah berbicara, sedangkan Rara hanyut dalam kenangan masa lalunya.
?Ini buruk? bathin Rion. *** BAB 5 Minggu ini terasa berbeda untuk Reno. Badannya pegal-pegal dan ia merasa kurang enak badan. Ia harus ikut rapat sana sini dan mengerjakan ini itu. Dalam
hatinya meringis, membayangkan Ayahnya mengalami kelelahan seperti ini di usia yang sudah tidak muda lagi.?
Meski lelah, Reno tetap bangkit dari kasurnya dan menuju meja makan. Setiap akhir pekan ia selalu pulang ke rumah orangtuanya. Tampak sudah ada Bunda dan
Ayah di meja makan.? "Ren, kamu sakit?" Bunda bertanya dengan nada khawatir.?
"Iya Bun, rada ngga enak badan. Tapi nanti juga baikkan kok. Palingan habis sarapan, Reno tidur dulu, terus nanti baru jalan sama Dave." Reno duduk di
samping Bundanya.? "Kamu kalau sakit, ngga usah jadi aja jalan-jalan sama Davenya." Neona keluar dari dapur membawa nasi goreng buatannya. Di susul Radith dan Dave yang baru
selesai mandi.? "Biasa Mba, capek gitu. Kaget kali yaa ngga pernah rapat seserius itu, terus ini rapat mulu." Reno mengeluh pada Kakak iparnya.?
"Makanya punya istri Ren, biar ada yang mijitin dan ngurus kalau lagi sakit." Radith menggoda adiknya.?
"Yeeuh ini lagi yang sombong karena sudah menikah. Sebentar lagi Reno menikah." Reno mengucapkannya dengan nada cuek sambil sibuk mengambil nasi goreng
untuk dirinya sendiri.? "Aamiin yaAllah!" seru semua orang kecuali Dave dan Reno.?
"Uncle Reno mau nikah? Kapan Dad? Sama siapa Dad?" Dave bertanya pada Radith.?
"Coba tanya sama Uncle Reno, Daddy ngga tahu sayang." Radith menerima piring yang diberikan sang istri dan membalasnya dengan senyuman pada Neona.?
"Uncle mau nikahnya kapan?" Dave beneran bertanya pada Reno dan membuat Reno tertawa.?
"Didoain dong Dave. Biar Uncle segera nikah. Biar kamu punya sepupu, bisa main bareng deh." Reno mengusap kepala keponakkan kesayangannya.?
"Oh oke, Dave akan berdoa, semoga Uncle Reno segera menikah dengan Aunty cantik yang baik hati. Biar nanti di pesta pernikahannya kayak putri dan pangeran
di buku temen Dave." Doa tulus Dave membuat Reno berkaca-kaca. Semua orang mengamini doa Dave.
?Kata orang, doa anak kecil itu dikabul karena dia suci, kalau doa Dave dikabul, aku mau, kamu yang jadi Aunty cantik itu Rissa.. Bisa kan?? ucap Reno
dalam hati. ***** Minggu sore adalah waktu yang sering digunakan Rara untuk pergi ke mall. Sekedar untuk melihat-melihat atau membeli sesuatu yang ia butuhkan. Seperti hari
ini, sejak pukul 3 dirinya sudah berada di mall berkelliling dan menikmati es krim cokelat favoritnya.?
Hingga saat ia akan melangkahkan kakinya untuk pulang, ia melihat seorang anak kecil menangis di depan toko buku.
?ini pasti anak hilang? simpul Rara dalam hati. Ia mendekat dan bertanya pada sang anak.?
"Hai adik, kamu kenapa nangis?"Rara bertanya dengan senyum terbaiknya. Sang anak menghentikan tangisannya dan memperhatikan wajah perempuan yang mensejajarkan
tinggi mereka dengan berlutut.?
"Uncle hilang hiks hiks tadi ngajak Dave jalan-jalan, Terus tadi banyak orang-orang jadi tangan kami terlepas. Dave sekarang ngga tahu Uncle dimana."
Dave menceritakan semuanya pada wanita yang menurutnya cantik seperti Mommynya.?
"Ya sudah, tante bantu cari yaa? Kita ke ruang informasi saja sekarang. Tante orang baik kok. Yuk." Rara mengandeng tangan anak kecil ini. Dave menggenggam
tangan Rara dengan erat, seakan ia takut hilang untuk kedua kalinya jika tangan mereka terlepas.?
Rara dan Dave kini sudah berada di ruangan informasi. Dave memperhatikan Rara yang tampak gelisah, karena sudah 20 menit tapi belum ada orang yang mencari
anak yang ada di sampingnya.?
"Aunty namanya siapa? Namaku Dave." Dave mengulurkan tangannya.?
"Namanya Aunty ini Rara. Hai Dave, salam kenal yaa" Rara menyambut tangan Dave dengan senyum yang manis. Ia menyebut dirinya aunty seperti panggilan Dave
untuknya.? "Dave, kamu mau cokelat? Aunty buat cokelat sendiri loh. Dijamin enak." Rara mengeluarkan sekotak cokelat buatannya sendiri. Mata Dave langsung berbinar.
Ia mengambil satu cokelat berbentuk hati lalu memakannya.?
"Ini enak banget. Aunty pintar buatnya. Bahkan ini lebih enak dari buatan Mommy. Hmm.. Dave boleh minta lagi ngga Aunty? Mau Dave kasih ke Daddy. Mommy,
Opa, Oma, Eyangti dan Eyangkung, Pakde, Bude dan Uncle." Dave mengabsen semua anggota keluarganya.
Rara tertawa mendengarkan permintaan Dave. Bagi Rara, Dave adalah anak cerdas yang baik hati. ?Uncle macam apa yang tega meninggalkan keponakan yang lucu
dan pintar seperti ini?? tanya Rara dalam hati.?
"Tentu dong sayang. Sekotak ini buat kamu. Nih, Aunty punya tas nya juga. Jadi nanti kamu bawa ya." Rara menyerahkan tas kertas yang ia simpan di dalam
tasnya. Dave tampak sangat bahagia, bahkan sepertinya Dave lupa ia masih belum bertemu dengan unclenya.?
"Aunty, Aunty mau ngga kalau menikah sama Unclenya Dave? DIa tampan baik hati, sama kayak Aunty. Tadi pagi, Uncle minta didoain sama Dave, biar ketemu
sama aunty cantik yang baik hati. Biar Uncle cepat nikah, terus nanti Dave punya sepupu. Dave anak tunggal, jadi sepi di rumah." Dave menceritakan apapun
dengan jelas dan lengkap.
Rara menjadi gemas dengan anak yang baru ia temui. Jujur, Rara senang dan ada rasa sayang yang tumbuh di dalam hatinya, meski ia baru bertemu. Hatinya
memang melembut, jika dihadapkan dengan anak kecil yang polos dan lucu seperti Dave.?
"Hmm sayang, dengerin Aunty. Aunty belum kenal sama uncle kamu, jadi ngga mungkin aunty menikah sama Uncle kamu." Rara tersenyum lembut, namun Dave cemberut.?
"Kalau ngga kenal, kata Daddy harus kenalan. Nanti Dave kenalin yaa.. pokoknya kalau kita ketemu Uncle, Dave bakal kenalin. Biar Aunty kenal terus nikah
sama Uncle." Dave dengan kekukuhan dan kepolosannya membuat Rara tertawa geli.
Dave membayangkan nikah semudah kenal lantas menikah. Bahkan Rara sampai detik ini belum bisa merasakan hatinya berdebar untuk orang lain, kecuali pada
pria cinta masa SMAnya dulu.
Tak berapa lama setelah pembicaraan pernikahan, sosok yang ditunggu pun datang. Pria dengan kulit kuning langsat, kumis tipis, rambut belah pinggir yang
acak-acak pun menghampiri Rara dan Dave.?
"Daveee!! yaAllah akhirnya ketemu. Kamu kemana aja sih? YaAllah selamat gue dari hukum pancung Mas Radith." Reno mendekati Dave dan wanita yang diduga
penolong Dave.? "Uncle yang kemana? Dave dari tadi nungguin di sini sama Aunty cantik. Nah Aunty cantik, ini Unclenya Dave. Namanya Uncle Reno dan ini namanya Aunty"
"Rissa? Kamu Clarissa kan?" Reno terpekik kaget, begitupun Rara. Tubuhnya membeku di tempat. Bagaimana bisa uncle dari anak yang ia tolong ini adalah pria
yang ia cintai sekaligus ia hindari.
"Maaf, nama saya Rara." Jawab Rara dengan senormal mungkin. Reno menggeleng keras.?
"No! Kamu Rissa. Aku tahu ini kamu! Kamu ngga bisa bohongin aku. Well, penampilan kamu sudah berubah, tapi aku tahu ini kamu Sa. Kamu kemana aja." Reno
masih memaksa wanita yang ia yakini sebagai Clarissa, untuk mengakuinya. Rara tetap kukuh menyembunyikan dan hal itu membuat Dave bingung.?
"Uncle, nama aunty ini Rara, bukan siapa itu tadi. Uncle jangan marah-marah. Nanti Aunty Rara nangis."Dave melerai dua dewasa yang tampak sama-sama penuh
emosi.? "Hmm, saya rasa, karena Dave sudah bertemu dengan Anda, saya pamit pulang. Dave, Aunty pulang dulu yaa.. Kamu hati-hati. Jangan sampai hilang lagi." Rara
mengusap rambut Dave dan berlari meninggalkan kedua pria keturunan Tridiantoro yang sedang bingung.?
Secepat itu Rara melarikan diri, hingga saat Reno sadar dari kebekuannya dan mengejarnya, Rara sudah di luar jangkauannya. ?Sial!? maki Reno dalam hati.?
"Dave ayo kita pulang." Reno dengan nada dinginnya membuat Dave menurut tanpa berani bertanya macam-macam. Tangan kanannya menggandeng erat tangan Reno
sedangkan tangan kirinya membawa paper bag dari Rara.?
"Kamu bawa apa itu Dave? Perasaan tadi kita belum beli apa-apa." Reno akhirnya memecahkan suasana sepi di dalam mobilnya. Dave mencoba memperhatikan wajah
Reno. Ia takut jika Reno masih dalam keadaan emosi.?
"Hei boy, Uncle tanya loh, kok diam?" Reno melembutkan suaranya. Ia sadar, tadi baru kelepasan emosi dan pasti itu membuat Dave takut. Dave pasti jarang
melihat orang marah, karena Radith adalah sosok tersabar di muka bumi yang pernah Reno temuin.?
"Uncle beneran ngga marah? Kalau sudah ngga marah, Dave baru mau jawab. Kata Daddy, kalau kita marah, jangan ngomong. Nanti yang diomongin jadi salah dan
menyakiti." Dave mengingat ajaran Radith dan membuat Reno malu dengan Dave yang ternyata lebih dewasa darinya.?
"Ngga kok, Uncle ngga marah. Jadi itu apa dan dari siapa?" Reno memberikan senyum dan membuat Dave mengambil isi dari paper bag itu.?
"Ini dari Aunty Rara, tadi Dave dikasih satu, tapi Dave bilang, ini enak dan mau bagi-bagi sama semua orang. Jadi dikasih sekotak. Cokelat ini enak Uncle."
Dave menunjukkan cokelat berbentuk hati buatan tangan itu pada Reno.
"Uncle boleh ambil satu? Kamu yang suapin ya Dave, Uncle lagi nyetir soalnya."Reno meminta dan Dave mengambilkannya.?
"Enakkan? Aunty Rara itu cantik, baik dan cokelatnya enak." Dave memuji dengan polosnya.
Sedangkan Reno, merasa tenggorokannya serat dan hatinya sakit secara bersamaan. Cokelat ini berasa sama dengan buatan Clarissa yang sering diberikkannya
pada Reno dulu. Colekat yang pertama dia rasakan saat dirinya harus masuk rumah sakit karena kecelakaan dan menjadi cokelat yang menemani dirinya di pelatihan
OSN dulu.? "Iya cokelatnya enak." Reno berkata lirih. Dave mengoceh dengan cokelat dan cerita lainnya yang semakin membuat Reno yakin itu adalah Clarissa, gadis yang
menjadi cinta yang ia tunggu selama 8 tahun ini.
?Inikah jawaban doaku?? tanya Reno dalam hati.
*** BAB 6 "Jadi bagaimana ceritanya Dave sampai hampir hilang?" Radith bertanya dengan nada datar. Neona duduk di samping Radith dan mengusap lengan suaminya.?
"Maaf, Mas. Maafin Reno. Tadi tuh ada anak-anak abg yang minta foto sama Reno, karena banyak banget, gandengan tangan kita kelepas dan Dave sudah hilang
dari jangkauan Reno." Reno menjelaskan dengan wajah menyesal dan takut.?
"Jadi gara-gara anak abg, Dave kesayangan Mas mau hilang?" Tanya Radith dengan nada super dingin yang membuat Reno membeku di tempat.
"Iya, mereka fans-fans alay Reno gitu, Mas. Heboh dorong-dorong sampai Dave mau hilang." Reno sudah pasrah kalau kakaknya akan memukulnya sekalipun. Meskipun
itu tidak mungkin. "Fans kamu keterlaluan." Tanggap Radith yang emosinya sudah turun. Ini pasti karena tangannya selalu diusap oleh sang istri. Usapan Neona memang selalu
berhasil menghilangkan amarah seorang Radith.
"Kalau Dave bisa dapat sekotak cokelat?" Neona bertanya dengan senyum yang menenangkan sedikit hati Reno.?
"Itu.. dari Clarissa Mba. Meskipun dia bilang namanya Rara, tapi Reno yakin itu Clarissa yang selama ini Reno cari." Reno menerangkan dengan semangat seakan
melupakan kesalahan yang baru ia perbuat pada sang kakak.
"Kenapa kamu ngga kejar kalau itu Clarissa?" Neona masih bertanya.?
"Sudah Mba, tanya Dave deh. Tapi Clarissa larinya cepat banget, jadi ngga ketemu." Reno mengusap wajahnya dengan kasar. Ada nada frustasi yang terdengar
dari ucapannya tadi, membuat Radith dan Neona saling memandang dan tersenyum.?
"Mas ngga marah dengan kecerobohan kamu. Toh hal buruk, Alhamdulillahnya tidak terjadi. Tapi Mas minta kamu berjanji, kejadian tadi adalah yang terakhir
ya Ren. Untungnya Dave ketemu dengan orang baik. Bayangkan kalau Dave hilang, diculik dan.." Radith bahkan tidak mau meneruskan kata-katanya. Baginya ucapan
layaknya doa. Ia takut, ucapannya ini bisa menjadi kenyataan suatu hari nanti.?
"Iya, Mas. Reno berjanji. Maafkan Reno yaa Mas, Mba." Reno dengan wajah menyesalnya meminta maaf dengan tulus.?
"Mba maafin kok Ren. Tapi ada syaratnya." Neona tersenyum ke arah Reno dan membuat Reno membelalakan mata tak percaya, sejak kapan Neona meminta syarat
dalam soal maaf memaafkan?
"Apa Mba syaratnya?" Reno bertanya dengan lemas dan pasrah.
"Syaratnya kamu harus temuin Clarissa dan bawa ke keluarga ini. Biar Dave seneng. Sejak kalian pulang, Dave menceritakan Aunty cantik yang bernama Rara
itu." Neona menyampaikan keinginannya dan membuat Reno menggaruk tengkuknya bingung.?
"Mba.. kalau itu sih juga kemauan Reno, tapi emang bisa?" Reno meragukkan dirinya sendiri.
"Dulu aja ngatain Mas yang ngga bisa deketin Neona. Sekarang kamu juga cupu banget. Kamu punya banyak duit, sewa detektif emang susah, Ren? Jangan sok
jagoan buat nyari sendiri. Selama 8 tahun sudah bukti, kamu gagal mencarinya. Saatnya menggunakan fasilitas yang kamu punya. Masa seorang Langit Moreno
yang mukanya selalu ada di surat kabar dan majalah, mencari satu wanita saja gagal? Kamu bisa taruh informasi pencarian bahkan di majalah yang mengkontrak
ekslusif kamu selama 3 bulan itu." Radith memberikan semua ide yang pernah ia pikirkan. Reno bahkan baru engeh, betapa bodohnya ia tak pernah berpikir
ide-ide yang Radith baru berika padanya. Ia jadi meringis malu. Reno pernah tertawa, mengejek dan mengatai Radith karena kelemahannya menghadapi cinta.
Nyatanya kini, semua itu berbalik padanya.?
*****? Reno baru saja selesai rapat penandatangan kontrak dengan sebuah perusahaan penghasil produk rumah tangga yang menggunakan jasa pengiriman dari perusahaannya.
Reno izin pada Ayah dan Mas Andre karena hari ini dirinya akan bertemu dengan Yudi, detektif terkenal yang dulunya sama-sama mengurus BEM bersama Reno.?
Kini Reno sudah berada di tempat mereka sepakati. Seorang pria berkulit sawo matang dan alis tebal tampak sudah duduk dan menunggu kehadiran Reno.?
"Hay Bro! So long time no see! Jadi apa nih, yang membuat Langit Moreno sang pembisnis sukses memanggil gue ke sini?" Yudi merangkul Reno. Mereka memang
dekat, meskipun mereka berbeda fakultas.?
"Aiih, biasa aja gue, Bro. Cuma bantu-bantu Ayah sama yaa, join modal sama temen-temen. Eh lo kabar gimana nih? Lagi nanganin kasus apa?" Reno membuka
topic utamanya.? "Kasus gue baru selesai sih. Terakhir ngurus kasus pembunuhan berantai. Zaman sekarang tuh, semakin banyak kasus yang pelakunya orang terdekat dan motifnya
ngga jauh dari asmara, tahta, dan kekayaan." Yudi menceritakan kasus yang baru ia tangangi kepada Reno dan Reno mendengarkan dengan seksama.?
"So, gue bisa bantu Lo apa Ren?" Yudi bertanya to the point dan Reno pun tersenyum miring.?
"Lo tahu aja gue butuh bantuan. Gue lagi nyari seseorang Yud. Seorang wanita. Dia cinta mati gue sejak SMA. Dia hilang sejak kita kelas 2 dan beberapa
hari yang lalu, gue ketemu dia, tapi dia bilang kalau namanya bukan Clarissa. Bahkan dia menolak mengenal gue. Makanya gue minta bantuan lo. Gue bayar
berapapun yang lo mau." Bukannya Reno sombong, ia tahu berapa biaya untuk membuat seorang detektif sekelas Yudi Pratama mengusut kasus.?
"Woow, jadi seorang Reno yang digilai banyak wanita hanya terpaut pada seseorang dari masa lalu dan wanita itu hilang sampai saat ini? Kenapa lo baru nyari
sekarang sih, Ren?" Yudi meminum kopi hitamnya.?
"Bahkan gue sudah mencarinya selama 8 tahun. Gue ngga kepikiran untuk meminta bantuan orang, karena gue berpikir ini cinta gue yang harus diperjuangin
sendirian." Reno mengusap wajah mengingat kepercayaan dirinya yang nyatanya tidak ada hasil hingga saat ini.?
"Dengan senang hati gue bantu. Gue ngga mau Ketua Divisi gue dulu masih single di saat gue yang cuma wakil lo sudah mau punya anak satu." Yudi tersenyum
ke arah Reno.? "Congrats Bro! Jadi Irma sudah hamil berapa bulan?" Reno bahkan baru tahu, jika temannya ini sudah menjadi calon bapak.?
"Jalan 5 bulan. Makanya Ren, lo harus segera menikah, biar anak gue punya teman main. Gue bantu Ren. Ngga usah mikirin biaya. Kita itu teman. Lagian gue
sudah lama ngga dapat kasus nyari orang. Bosen sama kasus pembunuhan mulu." Yudi pun sepakat membantu Reno. Ia memulai penyelidikkan dengan mendatangi
pihak Mall untuk meminta rekaman cctv yang memuat wajah Clarissa. Reno yang mengikuti Yudi merasa yakin bahwa saran Radith adalah yang terbaik dan Yudi
adalah jalan menemukan Clarissa. Cinta yang hilang.?
"Data awal sudah gue punya, nanti gue kabarin setiap ada perkembangan ya, Ren. Lo banyak-banyak berdoa dan kalau bisa lo juga cari. Inget, kepekaan akan
lingkungan sekitar adalah kunci menemukan sesuatu. Kita kadang mencari sejauh ufuk, padahal dia sedekat nadi." Yudi menutup pertemuannya dengan Reno.
Reno pun tersenyum optimis. Ia bersyukur mempunyai orang-orang yang membantunya. Mungkin ini balasan kebaikkannya dulu menyatukan Radith dan Neona. Reno
pun pulang dengan langkah ringan.
?Clarissa, dimanapun kamu, aku akan menemukanmu dan tidak akan melepaskan kamu sampai kapanpun!? janji Reno dalam hati.
*** BAB 7 Hari Kamis pekan ini akan diadakan pesta ulang tahun Lyra. Sebagai pemimpin redaksi sekaligus anak pemilik kantor majalah ini, Lyra mengadakan sebuah perayaan
untuk pertambahan usianya. Pesta ulang tahun ini rencananya akan mengundang figur idola dari Lyra. Iya, Lyra yang sudah menyukai Langit Moreno sejak lama,
ingin di hari ulang tahunnya kali ini ada Moreno di sana. Undangan untuk Moreno pun diserahkannya pada Winny yang sedang bertugas meliput hobi Moreno dalam
mengoleksi mobil mewah. "Raa, temenin gue dong. Tadi Mba Lyra titip undangan ulang tahun buat Moreno. Yuuk Ra, biar lo ketemuan sama dia. Masa seumur hidup lo, cuma ngedit artikel
tentang Moreno doang." Winny sudah merajuk di depan kubikel Rara. Kalau permintaan yang lain, Rara jelas bisa mengabulkan, namun jika ini tentang Moreno,
maka Rara menolak dengan keras.
Sejak pertemuannya dengan Moreno akhir pekan lalu, dirinya kembali menangis. Menahan semua rasa yang selama ini coba Ia tutupi bahkan hilangkan. Bukan
hal yang mudah melupakan satu-satnya sosok yang dicintai. Apalagi sosok itu tidak punya salah apapun. Pertemuannya kemarin, membuat Rara kembali menangis
dan sedikit menyalahkan takdir. Mengapa takdir ini harus datang ke dirinya? Mengapa harus dirinya yang menjadi korban. Padahal Rara tidak tahu apa-apa.
"Raaa.. ish malah bengong. Please temenin yaa.." Winny dengan puppy eyes nya masih mencoba menggoyahkan penolakkan Rara.
"Mungkin Rara ngga bisa, karena dia mau makan siang sama saya, Win." Suara yang selalu datang tiba-tiba itu membuat penolakkan yang Rara berikan agak sedikit
goyah. "Iya Win, gue anterin." Putus Rara. Lebih baik ikut dengan Winny lalu nantinya ia berasalan sakit dan hanya di dalam mobil, daripada harus bersama Rion.
"Yeaaay, terima kasih bebskuu! Okey deh, nanti kalau gue mau jalan, gue kabarin ya." Winny berjalan riang ke kubikelnya sedangkan Rion mendengus kesal
dan pergi meninggalkan kubikel Rara.
***** Rara dan Winny sudah berada di parkiran gedung Delivery Express yang dimiliki keluarga Trisdiantoro. Rara menjalankan aksinya dengan berpura-pura sakit,
sehingga ia hanya diam di mobil menunggu bersama Mas Endang, supir kantor.
Winny menaikki lantai demi lantai menggunakan lift dan akhirnya ia sampai pada ruangan milik presiden direktur, tempat dimana Moreno berada. Sebenarnya
ini kali pertama untuk Winny datang ke kantor Moreno. Selama ini liputan dilakukan di rumah, restoran milik Moreno atau di sebuah tempat yang dijanjikan.
Setelah dipersilahkan oleh Mas Andre, sekertaris presdir, Winny masuk ke ruangan dan Moreno sedang mengerjakan sesuatu di mejanya.
Medal Of Love Karya Thelapislazuli di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ren, ada wartawan dari Majalah Beraneka Kisi datang." Mas Andre menginterupsi pekerjaan Reno. Ketika mendengar nama majalah itu disebut, ada perasaan
aneh menjalar pada diri Reno. Ia tidak habis pikir, mengapa dirinya selalu dimuat majalah itu, hingga dikontrak ekslusif selama 3 bulan.
"Oh iya Mas, disuruh duduk saja. Reno selesaiin beberapa berkas dulu." Reno bergerak lincah untuk segera mengerjakan hal yang menurutnya tanggung jika
ditinggalkan. Kini Winny sudah duduk di sofa tunggu. Mengamati sosok idolanya yang sedang serius bekerja. Ia jadi teringat dengan Rara yang dengan bodohnya
menolak melihat pemandangan surgawi ini.
"Ehem.. dari majalah Beraneka Kisi?" Reno membuat Winny menghentikan lamunannya. Winny malu karena terlihat melamun. Untung saja, apa yang tadi dalam pikirannya
tidak ia ucapkan. Berada dekat pria tampan, memang membuat kecerdasan berkurang ya?
"Eh iya Mas Moreno, saya Winny yang dulu mewawancarai tentang hobi panahan Mas. Sekarang bahasannya hobi Mas yang ngoleksi mobil mewah itu, sama mau ngasih
ini Mas. Undangan ulang tahun dari kepala redaksi kami. Mba Lyra ulang tahun dan dia mau Mas datang." Reno memandang sekilas undangan yang diberikan Winny.
"Okey, nanti saya lihat jadwal dulu ya, tapi terima kasih dan salam untuk kepala redaksi kamu." Reno tersenyum manis meski nada bicaranya bisa dikatakan
datar. "Kamu ke sini sendiri Win? Biasanya bareng fotografer gitu?" Reno bertanya setelah mereka selesai melakukan wawancara.
"Oh, karena ini bahasannya tentang hobi ngoleksi mobil mewah, nanti fotografer kami menghubungi Mas buat janjian foto Mas beserta mobil-mobil Mas. Saya
tidak sendiri sebenarnya, hanya saja teman saya sakit, jadi dia di mobil bersama supir." Winny menjelaskan dan Reno mengangguk.
Winny pun meninggalkan ruangan Reno dan kembali ke mobilnya. Ia melihat Moreno hari ini agak berubah. Tak biasanya dingin dan sedikit bicara.
'Mungkin jaga image karena ia sudah menjadi pemimpin perusahaan kali ya?' Tanya Winny dalam hati.
***** "Jadi Moreno bilang dia belum tentu datang?" Lyra bertanya pada Winny dengan wajah dan nada yang sangat kecewa.
"Katanya gitu Mba, dia mau lihat jadwal dulu." Jawab Winny sesuai kata Moreno.
"Duh, My lovely brondong itu kenapa sibuk sekali sih? " Lyra mengeluh dan sebenarnya hal ini membuat Winny menahan tawa. Pimpinan yang paling disegani
di kantor ini, akan bertingkah layaknya abg baru menetas, kalau sudah berkaitan dengan Moreno. Lyra menyebut Moreno brondong karena memang dirinya lebih
tua dari Moreno 2 tahun. "Mba, saya permisi dulu yaa.." Winny merasa tidak kuat untuk menahan tawa. Untungnya Lyra tidak menahannya. Winny lantas keluar dari ruangan dan menuju
kamar mandi untuk tertawa dengan puas.
"Lo sarap ya Win? Setelah dari ruangan Mba Lyra ngakak-ngakak di kamar mandi. Kenceng banget lagi." Rara sebenarnya kaget mendengar suara tawa dari sahabatnya
ini. "Lo yang gila! Moreno tampannya sampai luber-luber malah ngga mau lihat. Eh lo tahu ngga? Tadi Mba Lyra sedih loh pas gue bilang, Moreno belum tentu dateng.
Ya Moreno sibuk kali. Lagian Mba Lyra kenapa ngga sama Pak Ramon aja sih? Yang sudah ketahuan dari dulu suka sama Mba Lyra, terus usia lebih mateng." Winny
mengeluarkan semua pendapatnya.
"Jangan gossip mulu lo Win. Muji-muji Moreno lagi. Gue bilangin Mas Akbar loh." Ancam Rara dengan gelengan kepala.
"Iissh.. lo belum lihat secara langsung sih, Moreno kayak apa. Kalau sudah lihat lo bakal mau terus di sampingnya deh Ra. Percaya sama gue." Perkataan
WInny membuat Rara tersenyum tipis, meski dalam hatinya ia berkata,
'Bahkan gue yang lari dari Reno, Win. Tapi lo memang benar tentang keinginan selalu di sampingnya kalau sudah ketemu. Gue juga begitu, Win. Tapi keadaan
gue ini yang bikin gue ngga bisa di sampingnya.' Rara berkata dalam hatinya dengan hati yang pedih.
*** BAB 8 Hari ini ulang tahun Lyra Anjani Wilaga dan akan dilaksanakan pada pukul 5 sore. Sudah sejak pagi suasana kantor majalah ini hiruk pikuk. Acara ulang tahunnya
tidak di adakan di sebuah hotel, melainkan menggunakan fasilitas ruang pertemuan yang luasnya setengah lapangan sepak bola di gedung ini.
Ruangan itu biasanya digunakan untuk rapat tahunan seluruh crew yang terlibat tanpa terkecuali. Sore ini, ruangan itu sudah dihias dengan tema semesta
alam. Nama Lyra sendiri diambil dari nama rasi bintang berbentuk Harpa, sehingga tidak heran, Lyra sangat menyukai semua hal tentang luar angkasa dan semesta.
"Ra, lo pake baju kantor pas nanti ke acara Mba Lyra?" Tanya Winny yang sudah selesai dengan deadline artikelnya.?
"Ya enggalah! Masa iya gue pake seragam. Bawa dress kok." Jawab Rara sambil mengunyah cokelat buatannya. Ia sedang sibuk mengedit sebuah artikel yang baru
masuk padanya.? "Oh gue pikir begitu.. Eh kira-kira Moreno datang ngga ya?" Winny bertanya dan sontak membuat Rara membeku. Ia melupakan kemungkinan hal itu akan terjadi.
Pertanyaan Winny diabaikan Rara begitu saja. Dalam hati. Rara berdoa agar pria itu tak datang. Dalam otaknya, Rara merancang rencana kabur dari pesta itu,
jika Reno benar-benar datang.?
*******? "Hallo Yud, ada berita apa nih?" Reno mengangkat telepon dari Yudi dengan tergesa. Ia tahu pasti ada up-datean kabar tentang Clarissa.?
"........." "Demi apa lo? Sumpah?! Teori lo bener yaa.. oke sip sip." Reno menutup telepon dengan tangan yang bergetar. Ia tak menyangka Clarissa berada sedekat itu
dengan dirinya. Reno tahu apa yang harus ia lakukan. Reno pun tersenyum membayangkan sebentar lagi dirinya akan bertemu dengan cinta matinya yang hilang
itu.? Maka di sinilah Reno. Berada di parkiran gedung Majalah Beraneka Kisi yang banyak memuat tentang dirinya. Informasi dari Yudi membuat sebuah senyum terbit
di bibirnya. Ia tidak menyangka sedekat itu dirinya dengan Clarissa.?
Reno melangkahkan kaki dengan ringan dan menebarkan senyum. Berdasarkan saran dari Radith, ia harus tetap terlihat tenang dan kalem, karena wanita akan
penasaran dengan pria macam itu. Kadang Reno harus mengakui Kakaknya benar, meski cara Radith sering juga ia hina. Karena terlalu lambat dan kuno.?
"Loh, Mas Moreno datang?" Winny kaget melihat sosok tampan dengan tuxedo berwarna biru navy berada di tengah-tengah ruangan. Rara yang sedang meminum jus,
membalikkan badannya. Ia kaget dan mengutuk doanya yang tidak dikabulkan itu.?
"Saya kan diundang, jadi saya harus datang ke sini. Terima kasih ya Win, sudah mengirimkan undangan ke saya." Reno tersenyum dan membuat Winny merasa melumer.
Ia terus merapalkan nama Akbar dalam hatinya. Pesona Reno memang sangatlah kuat. Winny berpikir untuk membagi pesona Moreno dengan Rara yang tampak membelakangi
mereka.? "Raa lo sini dong! Ini ada Mas Moreno. Mas Moreno ini Rara dia.."
"Yang jadi editor khusus semua artikel tentang saya?" sambung Reno yang membuat Rara semakin membeku. Winny pun kaget mendengar perkataan Reno.?
"Mas tahu dari mana?" Winny bertanya.?
"Saya kan baca artikel kalian. Di sana ada kode reporter dan editor. Saya perhatikan semua artikel tentang saya diedit oleh RR. Itu maksudnya Rara kan?"
Reno mengatakannya dengan setenang mungkin.
Bolehkan hari ini Reno meminjam ekspresi Radith yang sungguh menyusahkan ini. Dingin dan santai bukanlah Reno. Untung saja, ia sempat membuka majalah yang
rutin dikirimkan padanya dan menemukan bukti yang dikatakan Yudi. Jujur, selama ini, Reno tidak pernah membaca apa yang artikel majalah itu tulis tentangnya.
"Wah, Mas baca majalah kita toh." Winny memandang kagum pada Moreno. Ia tidak menyangka, objek artikel mau membaca artikel yang memuat dirinya. Rara hanya
memandangi Reno dengan dada yang semakin sesak. Sebenarnya Rara bingung. Reno hadir di sana seakan mereka tidak pernah bertemu di mall dan dirinya hanyalah
editor yang Reno ketahui dari kode namanya di artikel.?
?Memangnya kamu mau Reno menganggapmu apa Ra?? tanya bathinnya.
Rara menggeleng dan sosok Reno sudah mendekat ke arah Lyra yang tampak sangat bahagia dengan kedatangan Reno. Rara bisa melihat kebahagiaan terpancar dari
mata Lyra. Senyum Reno juga menghiasi wajahnya. Berjuta kamera mengabadikan moment saat Lyra berada diantara Kedua orang tuanya, Rion dan Reno. Seperti
sebuah keluarga yang bahagia.
Hati Rara sesak saat melihat apa yang ia inginkan kini benar terjadi. Ia memang menginginkan Reno mendapatkan wanita dari keluarga terhormat yang mencintai
Reno lebih dari dirinya. Namun, menyaksikan itu dengan mata kepala sendiri, membuat Rara tak sanggup.?
Reno yang berdiri di depan bersama Lyra dan keluarga Wilaga, sebenarnya tak mengalihkan pandangan sedetik pun pada sosok Rara. Sosok yang sangat ingin
ia peluk dan tidak akan ia lepas lagi sampai kapanpun.
Sosok yang berubah dingin dan seakan tidak mengenalinya. Hingga saat Reno melihat pergerakkan wanita yang ia cintainya itu meninggalkan ruangan. Reno pun
meminta izin untuk ke kamar mandi. Ia mengikuti gadis impiannya yang ternyata pergi menuju kamar mandi juga. Reno memutuskan untuk menunggunya di depan
dan ini adalah momen yang pas baginya.
Rara meminta izin pada Winny yang tampak sibuk mencoba kue yang tersaji di sana. Rara mengatakan kepalanya agak pusing dan kemungkinan akan pulang ke rumah.
Winny tampak cemas, namun setelah Rara memastikan semua baik-baik saja, Rara pun bisa pergi dar ruangan menyesakkan itu.?
Rara berlari ke kamar mandi dan terisak di sana. Mengapa harus sesakit ini? 8 tahun ia berlari dan mencari ketenangan, nyatanya takdir membawanya bertemu
dengan pria yang amat ia cintai. Setelah membasuh muka dan mengganti dress nya dengan pakaian kantor, Rara keluar dari kamar mandi dengan cepat.?
"Mau kemana Clarissa Aurora Pradipta? Atau harus aku panggil kamu Rara, hmm?" suara Reno terdengar dari belakang punggung Rara. Air mata Rara kembali meluncur
bebas. Ia belum bisa menengok ke belakangan, karena itu akan membuat Reno tahu apa yang sedang terjadi padanya saat ini.
Reno melangkahkan kakinya mendekat dan kaget saat melihat guncangan kecil pada bahu wanita itu. Ia tahu bahwa Clarissa menangis. Reno pun merangkulkan
lengannya menuntun Rara pergi dari kamar mandi dan membawanya ke dalam mobilnya. Ia tak mau ada awak media yang melihat dirinya dan Rara saat ini. Apalagi
gedung ini adalah sarang para awak media.?
Rara yang seperti terhipnotis hanya pasrah saat Reno membawanya masuk ke dalam mobil dan entah membawanya kemana. Selama itu, Reno dan dirinya hanya berdiam
diri. Reno hanya fokus membawa Clarissa ke rumah kakaknya seperti yang sudah ia janjikan.?
Saat mobil Reno memasukki pekarangan rumah Mas Radith, barulah Rara mengeluarkan suaranya.
"Ini rumah siapa?" Rara melemparkan pandangannya sedangkan Reno hanya diam. Ia tak mau berbicara apapun. Ia tahu, emosinya sedang ada diubun-ubun. Emosi
rindu, kesal, marah, cinta dan semua menjadi satu saat ini.?
Reno memarkirkan mobilnya dan membukakan pintu untuk Rara. Awalnya Rara ragu untuk keluar, namun setelah melihat ekspresi dingin dari wajah Reno, ia akhirnya
pasrah dan ikut turun. Suasana sore yang mulai berubah menjadi malam pun membuat aura terasa sangat mencekam.?
"Assalammualaikum Mba Mas" Reno akhirnya bersuara.?
"Waalaikumsalam Ren, masuk." Suara wanita menyaut dari dalam. Rara hanya mengikuti langkah Reno tanpa bertanya siapa yang menjawab salamnya tadi.?
"Clarissaa??! YaAllah itu kamu, Nak?" Neona berseru saat sosok Reno dan Rara masuk ke dalam rumah.?
"Bu Neona? Iyaa Bu! Ini Clarissa." Rara berlari lalu memeluk guru yang ia kagumi itu.
"Kamu baru ngaku kalau kamu itu Clarissa kalau Mba Neona yang tanya yaa?" Suara Reno akhirnya keluar. Ia kesal dengan kebohongan yang dilakukan Clarissa.
Rara sendiri baru sadar kalau ia baru saja mengakui hal yang ia tutupi selama ini.?
"Reno, jangan begitu. Biarin coba Mba yang ngomong dulu yaaa.. Kamu bersih-bersih aja dulu. Sholat bareng sama Mas Radith sama Dave tuh. Mba lagi ngga
sholat soalnya. Kamu lagi sholat, Nak?" Neona mengalihkan perhatian Reno dan bertanya pada Rara. Neona tahu, Rara pasti baru menangis.?
"Saya lagi ngga sholat juga Bu." Jawab Rara tanpa mau melihat Reno yang berlalu ke ruangan ibadah rumah kakaknya.?
"Ya sudah kamu ngobrol sama Mba dulu yaa.." Neona meminta Clarissa tidak memanggilnya dengan sapaan Bu. Pertama, Ini bukan sekolah. Kedua, ada kemungkinan
besar kalau Clarissa ini akan menjadi adik iparnya kan?
"Iya.. Bu, eh Mba." Rara mengikuti Neona duduk di sofa. Awalnya ia ragu menceritakan kemana dirinya selama ini, namun Neona membujuk dan akhirnya semua
diceritakan oleh Rara dengan simbahan air mata.?
"Loh kok ada Aunty cantik? Waaah hai Aunty cantik! Masih inget sama Dave kan? Kata semua orang, cokelat Aunty enak. Kita nanti bikin lagi yaa." Dave yang
masih sangat polos malah membuat senyum hadir di bibir Rara. Ia merasa diterima dengan baik oleh sebagian keluarga Reno.?
"Hai sayang, masih inget dong. Oke kita nanti buat cokelat bareng yaa." Rara tersenyum dan menyambut tangan Dave yang menciumnya.?
"Mas Radith, selamat malam Mas." Rara menyapa kakak reno, yang sekarang terlihat sudah semakin matang, termasuk gurunya yang sekarang justru terlihat semakin
cantik.? "Malam, Clarissa. Kamu apa kabar?" Radith bertanya dengan ramah dan dijawab normatif oleh Rara.?
"Kok Aunty kenal sama Mommy dan Daddy?" Dave bertanya.?
"Soalnya Aunty dulu muridnya Mommy.."
"Dan temannya Uncle." Reno menambahkan keterangan Rara.?
"Reno.." Neona mencoba memperingati.
"Loh.. tapi waktu itu kenapa ngga kenal?" Dave memang cukup cerdas dan teliti untuk anak seumurannya.?
"Dave, ngerjain pr sama Daddy yuk. Kamu punya pr kan? Yuk sayang." Radith membujuk anaknya agar tidak memperkeruh suasana. Bahkan Neona bangkit dari duduknya
dan ikut membujuk Dave. "Sayang, biar Uncle dan Auntynya bisa ngobrol kayak dulu lagi, kita pindah dulu yuk. Mommy punya agar cokelat kesukaan kamu, mau?" Dave tetaplah anak kecil
yang mudah lupa dengan sesuatu jika ia menemukan hal menarik lainnya. Radith dan Neona memberikan kode pada Reno dan Rara untuk berbicara 4 mata.?
Dave sudah menggandeng tangan Radith dan Neona dengan berceloteh tentang pr matematika dan bertanya tentang bentuk agar apa yang dibuat Neona. Melihat
pemandangan itu, hati Rara menghangat dan berharap suatu saat ia juga bisa seperti Neona.
*** BAB 9 Setelah 15 menit Rara dan Reno hanya saling berpandangan tanpa sepatah katapun. Akhirnya Reno mengakhiri kebisuan itu dengan pertanyaan yang membuat Rara
justru tak bisa menahan tangisannya.?
"Kamu bisa jelasin semuanya? Tanya Reno.
"Maaf Ren. Maafkan aku." Rara hanya bisa mengatakan itu disela-sela isakkannya.?
Melihat air mata itu turun dari mata indah Rara, membuat hati Reno terasa tertancap ribuan pisau lalu direndam dalam larutan asam. Ia pun bangkit dan memeluk
tubuh mungil Rara.? "Aku yang minta maaf sama kamu. Aku minta maaf, karena baru sekarang bisa nemuin kamu. Maafin aku yang dengan percaya dirinya mencari kamu sendirian selama
ini." Reno memeluk Rara dengan erat, begitupun Rara. Hatinya merasa senang dan sakit dalam satu waktu yang bersamaan. Ia tak menyangka selama 8 tahun ini,
Reno benar-benar mencarinya.
?Selama ini artikel gossip itu benar ternyata.? Ucap Rara dalam hati.?
"Aku yang minta maaf Ren. Semua salahnya di aku. Maaf aku yang pergi tanpa pamit sama kamu. Aku.. akuu" Rara tak mampu melanjutkan ceritanya. Padahal
tadi ia menceritakan dengan lancar pada Neona.?
"Kamu jangan menyalahkan diri kamu. Aku ada di sini buat dengerin kamu. Semua tindakan pasti ada alasannya Sa, aku yakin kamu punya alasan melakukkan ini."
Reno masih memeluk Rara yang terisak di dadanya. Kemeja kerjanya sudah basar dengan air mata wanita yang ia cintai itu.?
Reno sebenarnya sudah tahu semua hal yang terjadi pada Rara. Namun ia ingin tahu langsung dari mulut gadis yang ia cintai.?
"Kamu ngga usah takut, aku ngga akan pergi ninggalin kamu, Sa. Aku justru menderita karena kamu pergi, mana mungkin aku tinggalin kamu." Reno melanjutkan
perkataannya. Ia ingin Rara jujur dengan apapun keadaannya dan Reno ingin menghapuskan pemikiran yang salah dalam pikiran Rara.?
"Aku ngga pantes buat kamu Ren. Kamu itu tampan, kaya, terkenal dan berasal dari keluarga terhormat. Sedangkan, aku hanya wanita sederhana, yang sudah
tidak punya siapa-siapa kecuali Budheku. Yang terburuknya adalah aku ngga pernah tahu siapa Bapakku, Ren." Rara mengeluarkan semua hal yang ia tutupi dari
siapapun. Rara menangis lebih keras dan itu membuat hati Reno semakin sakit. Ia memeluk dan mencium puncak kepala Rara berharap mengurangi rasa sakit dan
air mata yang keluar.? "Sa.. dengerin aku. Please denger dan percaya. Aku, Langit Moreno Trisdiantoro mencintai kamu, karena itu kamu. Bukan karena siapa orang tua kamu dll.
Aku mencintai seorang Clarissa Aurora Pradipta tanpa jeda dan tanpa tapi. Kamu aurora yang mengindahkan langitku, Sa." Reno mengeluarkan kata-kata tulus
yang justru semakin membuat air mata Rara meluncur bebas.
"Aku anak haram Ren. Kamu calon presiden direktur perusahaan Ayah kamu. Aku ngga mau kamu kehilangan nama baik karena kamu sama aku." Rara masih mengungkapkan
alasannya.? "Ngga pernah ada anak haram, Sa!" Suara Reno naik lagi. Ia benci dengan istilah itu. Semua kesalahan itu dari orang tua yang melakukannya bukan dari bayi
yang baru lahir tanpa dosa.?
"Aku ngga peduli apapun alasan kamu. Aku hanya mau kamu yang jadi istri aku. Aku cuma mau punya anak dari rahim seorang Clarissa my lovely rival." Reno
berkata dengan tegas. Rara menghapus air matanya dan melihat wajah Reno yang memerah karena emosi. Ia tahu bahwa Reno mencintainya sama dengan ia mencintai Reno. Namun keadaan
Rara yang tidak berbapak ini jelas tidak bisa dihapuskan atau ditutupi.
Reno mengatakan semua hal untuk meyakinkan Rara akan prinsip dan rasa hatinya. Sayangnya, Reno masih melihat adanya keraguan di wajah Rara. Walaupun mata
Rara mengatakan cinta yang begitu dalam padanya dan Reno tahu itu.?
"Kalau kamu ngga percaya, besok kamu ke rumah orang tuaku. Kita minta izin dan restu dari mereka. Kalau Bunda sama Ayah setuju, kita langsung nikah, tapi
kalau mereka ngga setuju, kita akan berjuang untuk restu mereka." Tandas Reno, membuat Rara membelalakan mata tak percaya. Pria yang dulu menjadi rivalnya
tetap sama. Arogan, spontanitas dan kadang seenak dirinya sendiri.?
"Kamu mau kan, Sa?" Reno melembut dan menatap wajah cantik Rara. Rara memandang Reno, pria yang ia cintai dan sangat ia rindukan ini. Meski sangat halus
dan pelan, gerakan mengangguk Rara ditangkap Reno.?
"Okey, besok kita ke rumah Bunda sama Ayah yaa." Reno mengusap rambut Rara.
Mendengar kata besok Rara pun kaget dan merengut. Dirinya bahkan masih memikirkan semua ucapan Reno yang menyebabkan gerak reflek kepalanya tadi. Sejujurnya
itu adalah bentuk pengkhinatan anggota tubuh Rara terhadap otaknya.?
"Besok? Kamu tuh seenaknya aja sih! Aku kerja Ren." Rara kembali dengan nada judesnya.
"Tuh kan sudah balik lagi judesnya! Biarin, semakin cepat minta restu, semakin bisa ngurung kamu di kamar." Reno mengeluarkan seringai jahilnya yang dibalas
dengan pukulan oleh Rara.?
"Aku belum reda dari sedih, shock, kamu sudah bercanda aja sih!" Rara merengut dan Reno sudah berubah menjadi ceria. Semarah-marahnya ia tadi, itu hanya
luapan emosi yang dipendamnya selama ini.?
"Yang penting kamu sudah mau, apapun itu urusan belakang. Lagian aku tahu kamu juga cinta sama aku dan mau jadi istriku kan?" Reno menggoda Rara dan membuat
Rara harus memalingkan wajahnya.?
"Aku ngga bilang ya kalau aku cinta dan mau jadi istri kamu. Aku cuma bilang mau ke rumah orang tua kamu. Kalau orang tua kamu setuju kan? Kalau ngga ya
sudah anggap kita ngga pernah ada." Rara mengutarakan logikanya. Mana ada keluarga terhormat yang merelakan putra bungsunya menikah dengan anak seorang
wanita tanpa suami?? Reno yang mendengar perkataan Rara pun kembali berang. Ia baru sadar kalau sejak tadi Rara memang tidak mengucapkan kata cinta padanya. Reno terlalu percaya
diri dan cepat menyimpulkan.
Reno pun teringat kata Radith, selama perkataan cinta itu belum keluar dari mulut seorang wanita, itu tandanya cinta itu memang belum ada.
'Jangan terlalu percaya diri Ren!? Maki batinnya.?
Reno terbiasa hidup di antara wanita yang mengilai dirinya. Ia lupa bahwa wanita yang ia cintai adalah Rara. Wanita tertutup yang hobinya belajar dan cuek
dengan keadaan sekitar. Perempuan yang berbeda dari lainnya namun sudah berhasil menawan hati Reno selama 8 tahun ini.
"Meski kamu ngga cinta, aku akan bikin kamu cinta sama aku. Sejuta wanita di luaran sana ngejar aku. Tapi kamu malah lari dari aku. Bener kata Winny ya,
kamu itu aneh. Kamu selalu jadi editor artikel aku, tapi seakan paling ngga kenal aku. Perlu kamu sadari bahwa artikel tentang aku jadi hidup dan dapet
feelnya itu karena diedit sama kamu yang terlalu kenal aku, Sa. Kamu musuh aku, tapi kamu sayang sama aku. Aku bener kan?" Reno menatap mata Rara dengan
intens dan dalam. Sampai membuat yang punya menjadi gelisah.?
Rara mengakui semua perkataan Reno benar di dalam hatinya. Ia bahkan pergi karena ia mencintai Reno. Bahkan sangat mencintainya. Rara berpikir, ia harus
pergi untuk kebahagiaan cintanya, meski hatinya yang harus berkorban. Demi tidak merusak karir Reno, dirinya berlatih untuk merelakkan pria tampan di depannya
ini bersama wanita lain. Meski baru melihat Lyra dan Reno saja hatinya sudah sakit.?
"Kamu ngga usah jawab. Aku tahu jawabannya dari mata kamu dan aku janji akan berhasil buat kamu jawab cinta aku dengan bibir kamu ini." Reno mengecup dengan
cepat pipi Rara. Membuat Rara terkejut dan merona sempurna sedangkan Reno berdiri dengan santai seakan tidak terjadi apa-apa. Reno si tengil kembali lagi.?
"Jadi kalian sudah baikkan atau malah jadi rival lagi kayak dulu?" suara Neona menginterupsi adegan pemukulan yang dilakukan Rara pada Reno.
"Jadi suami istri Mba!! Biar bisa kayak Mas Radith sama Mba Neona. Biar punya anak 5. Kalau Mas Radith kan cemen, masa cuma punya 1 biji." Reno dengan
mulutnya sudah kembali.? "Siapa yang cemen? Mas bukan cemen. Tapi melihat Mba kamu ini kesakitan pas ngelahirin, Mas ngga sanggup. Lagian Dave juga sudah segalanya. Kamu kalau
mau anak 5, nikahnya dari sekarang. Kasian itu Clarissa kalau harus melahirkan di kepala 3." Radith balik menggoda Reno dan Clarissa pun sudah merah padam
karena perkataan Radith. Dimana lagi bisa menemukan orang seperti Langit Moreno? Delapan tahun tak jumpa, tanpa pembukaan apapun, dirinya dengan percaya diri mengajak mantan musuhnya
ini untuk menjadi istrinya.
"Besok juga mau minta restu sama Ayah dan Bunda." Reno menjawab godaan kakaknya dengan santai.?
"Serius Ren!!? Aaaa Mba seneng banget! Akhirnya bakal punya adik ipar perempuan. Biar bisa diajak ngobrol bareng berbagi ini itu." Neona berseru dan memeluk
Rara. "Doain ya Mba biar Rissa mau nerima Reno." Reno menyindir Rara dan Rara jadi semakin salah tingkah.?
"Harus kamu buat mau, Ren. Mba kamu itu awalnya juga ngga mau sama Mas. Mas sampe jungkir balik bahkan sampai kebakar dulu, baru Mba kamu dan Mas jadi
kayak sekarang." Radith menimpali adiknya.?
"Daddy, aku sayang dan cinta Daddy sebelum Daddy kebakar yaa! Enak aja setelah kebakar." Neona mengoreksi perkataan Radith yang dramatis tadi. Radith memeluk
sang istri karena ia tahu istrinya adalah manusia detail yang tidak boleh diremehkan.?
"Iya sayangku, maaf-maaf salah ngomong." Radith spontan mencium bibir Neona yang terlihat manyun karena suaminya salah berkata.?
"Aiih, jadi pinginkan aku.. Sa, kita cepet resmi yuk. Biar bisa kayak gitu." Reno yang sudah biasa melihat kemesraan kedua kakaknya itu pun menggoda Rara
yang tampak shock melihat mantan guru dan kakak dari rivalnya berciuman seperti layaknya tidak ada orang.?
Neona sebenarnya kaget dan malu dengan tindakan suaminya yang mendadak seperti tadi. Namun, ia sadar apa yang dilakukan Radith bisa ia gunakan untuk membantu
Reno.? "Makanya Ren, usaha yang keras buat dapetin Rissa. Kamu ngga Mba maafin loh, kalau ngga bisa menikah sama Clarissa. Inget kamu masih punya salah sama kami,
karena Dave hampir hilang." Muka Neona berubah menjadi galak. Ia sengaja mengalihkan pembicaraan dari ciuman dadakan Radith tadi.
Rara jadi tertawa saat mendengar ucapan Neona dan melihat ekpresi sang mantan gurunya itu. Bagaimana bisa, dirinya menjadi syarat agar Reno dimaafkan kedua
orang tua Dave ini? "Kayaknya dulu syaratnya cari Rissa dan bawa ke sini deh? Kok nambah sih?" Reno protes.?
"Oh jadi ngga mau nikah sama Clarissa?" tembak Radith,
"Ya mauuu! Malam ini kalau bisa." Reno menjawab asal dan mendapat sebuah pukulan di lengan oleh Rara.
"Kamu kalau ngga ditantang tuh nggga jalan, Ren. Neona sudah hafal kelakuan kamu, kan kamu muridnya." Radith membeberkan alasan mengapa Neona menjadikan
Clarissa sebagai pemberian maafnya. Semua hanya akal-akalan Neona.?
"Lah iya juga! Kenapa nantangnya ngga pas abis Rissa ilang saja Mba? Biar ngga usah sewindu gini, kayak lagu." Reno menampakkan wajah kesal pada Neona.
Ia baru sadar, kalau tidak karena syarat itu, mungkin saat ini Reno masih belum menemukan Rara.?
"Kamu harus tahu rasanya kehilangan, agar menghargai kehadiran Reno. Kamu harus tahu mana cinta yang harus diperjuangkan dan mana yang tidak. Selama 8
tahun ini, Mba sama Mas kamu selalu memantau kamu. Hingga pas kamu marah karena Dave pegang medali kamu, di situ kami sadar. Cinta kamu bukan sekedar gejolak
remaja tapi sebuah perjanjian hati. Apa yang Mba katakan benar kan Reno dan Rissa?" Suara Neona kini lebih terdengar seperti seorang guru yang menangkap
muridnya lantas membuat murid tersebut tak bisa mengelak dan berkutik. Seperti Reno dan Rissa yang hanya bisa saling pandang dan menjawab pertayaan Neona
dengan bahasa kalbu. 'Bener Mba...' Begitu jawab keduanya dalam hati.
*** BAB 10 Setelah melalui perdebatan panjang akhirnya diputuskan di hari Sabtu ini lah, Rara akan bertemu dengan Bunda dan Ayah dari Reno. Sebelum hari ini, sebenarnya
Reno sudah menceritakan semua hal pada Bunda dan Ayah. Mulai dari pertemuannya dengan Rara yg ternyata Clarissa, alasan kepergiannya hingga latar belakang
keluarga dari wanita bernama lengkap Clarissa Aurora Pradipta itu.
Untungnya, Bunda dan Ayah tampak tidak mempermasalahkan background keluarga Rara dan bahkan sangat mendukung rencana Reno terhadap Rara. Hal ini tentu
membuat Reno merasa lega dan sangat bahagia. Sebentar lagi, semua hal yang ia inginkan akan terwujud.?
"Sa, tangan kamu kok dingin gini? Tumben. Dulu mana pernah kamu panik?" Reno mengenggam tangan Rara sambil menyetir. Mereka berdua dalam perjalanan menuju
kediaman keluarga Reno. "Gimana ngga dingin begini? Kamu tuh, kalau sudah punya kemauan, maunya sekarang juga! Aku kaget Ren. Aku ngga tahu nanti harus bilang apa. Aku malu."
Rara menatap wajah Reno yang sangat tampan dan tenang itu.?
"Kamu ngga usah ngomong apa-apa. Aku yang bakal ngomong semuanya. Kamu cuma perlu jawab kalau aku yang tanya." Reno menoleh ke arah wajah gadis yang akhirnya
ia temukan itu. Reno sempat geram namun juga merasa gemas di waktu yang bersamaan saat mengetahui alasan Clarissa merubah nama sapaan dan mengubah penampilannya yang menurut
Reno, justru membuat Rara terlihat semakin cantik.?
Medal Of Love Karya Thelapislazuli di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku ganti nama panggilan dengan nama kecil dan ngubah penampilan biar kamu ngga ngenalin aku, kalau kita ketemu."?
"Mana bisa aku ngga ngenalin kamu? Apalagi cuma dengan berubah gaya rambut sama panggilan. Kamu ngga bisa lari dan sembunyi dari aku, Sa."
Reno pun tersenyum saat mengingat pembicaraannya dengan Rara kemarin.
"Kamu kenapa senyum-senyum gitu sih? Memangnya nanti kamu mau nanya apa sama aku?" Tanya Rara yang tampak sedikit merasa takut karena membayangkan apa
yang akan terjadi nanti. "Aku senyum-senyum karena keingetan kemarin, pas kamu bilang ngubah panggilan kamu jadi Rara biar ngga ada yang kenal kalau kamu itu Clarissa. Kamu lupa
kau dunia itu sempit, Sa dan aku yakin bisa nemuin kamu, dimanapun itu. Untung saja, selama ini kamu juga nunggu aku." Ucap Reno dengan kepercayaan diri
maksimal.? "Siapa yang bilang aku nungguin kamu?" Rara sewot dengan kepercayaan diri Reno yang tampak menyebalkan di telingat dan matanya.?
"Kalau kamu ngga nunggu aku, kenapa kamu masih single sampai sekarang?" Reno melemparkan pertanyaan yang membuat Rara bungkam. Rara menyakui dalam hatinya
bahwa hanya Renolah yang membuat hatinya bergetar.?
"Kamu ngga usah jawab. Aku sudah tahu jawabannya. Kita itu sama. Sekarang kamu ngga usah panik dan takut. Kita hadapi bersama ya."
Tiba-tiba Reno melepaskan genggaman tangannya dari Rara. Rara pun kaget dan merasa ada yang hilang dari tangannya namun tidak ia tunjukkan kepada pria
yang sudah senyum-senyum di sampingnya itu.
"Nanti aku genggam lagi. Sabar ya, ini jalanannya sempit terus belokkannya tajam. Kebiasaan orang jaman sekarang punya mobil sampe keluar garasi dan menuhin
jalan kayak gini." Reno melempar seringai jahilnya yang membuat Rara merasa malu karena Reno bisa membaca pikirannya.?
Setelah mobil terparkir sempurna di garasi besar milik keluarga Trisdiantoro, Reno pun kembali menggengam tangan Rara dan membawanya masuk ke dalam. Hari
ini, Radith, Neona beserta Dave juga ada di rumah ini.?
"Aunty cantiiiiik!!!!!" itu suara Dave yang sudah sangat bahagia melihat sosok Rara bersama Reno.?
"Sekarang Uncle Reno ngga disapa lagi yaa." Reno menampilkan wajah cemberutnya kepada Dave yang kini sedang memeluk Rara dengat sangat erat. Rara pun tertawa
melihat ekspresi wajah Reno tersebut.?
"Maaf Uncle, Dave cuma mau menyapa aunty cantik ini duluan. Baru kali ini Dave lihat aunty di rumah Oma." Ucap Dave yang sudah memiliki kemampuan berkomunikasi
dengan baik. Persis Neona kecil, kalau kata Lendra.?
"Davee, sayang! Yuk sama Mommy dan Daddy dulu! Biarin Aunty sama Uncle ngobrol sama Oma dan Opa ya." Neona memanggil anaknya dan Dave pun menurut. Kini
Neona, Radith dan Dave menuju halaman belakang. Sedangkan Rara dan Reno menemui Bunda dan Ayah di ruang keluarga.?
"Bunda, Ayah. Assalammualaikum." Reno mengalihkan perhatian kedua orang tuanya dari koran dan televisi.
"Waalaikumsalam, Nak." Bunda menjawab dengan penuh semangat sedangkan Ayah menjawab dengan nada yang lebih tenang.
"Ini Clarissa yang kamu ceritain itu ya? Yaampuuun, sudah lama sekali kita ngga ketemu! Kamu tambah cantik loh. Pantas saja Reno maunya sama kamu." Bunda
memperhatikan semua yang ada pada diri Rara.
Menurut Bunda, Rara itu sosok wanita sederhana yang tidak jauh berbeda dengan Neona. Nyonya Trisdiantoro itu pun bersyukur karena kedua anaknya tidak mencintai
wanita penggila harta yang selalu ia takutkan selama ini.?
"Iya.. Tan.." "Jangan panggil Tante, Sayang. Panggil Bunda." Bunda menyela Rara. Rara pun tersenyum kikuk dan membuat Bunda melebarkan senyumannya. Ia tahu, perempuan
di depannya ini pemalu dan sangat bertolak belakang dengan Reno yang lebih sering memalukkan.?
"I..iya Bundaa.." suara Rara bergetar. Ia sudah lama tak memanggil sapaan itu pada seorang wanita.?
"Nah kan kedengerannya enak kalau gitu. Yuk, duduk." Bunda menyilahkan Reno dan Rara duduk bersama mereka.
"Nak Clarissa?" Sang Ayah yang biasanya hanya diam dan mengamati, kali ini justru yang membuka suara terlebih dahulu.
"Iya Om.. eh.." Rara tampak bingung menyapa Ayah Reno.?
"Panggil Ayah juga ya." Ayah pun menyuruh Rara seperti suruhan istrinya tadi.
Rara mengangguk dan tersenyum pada kedua sosok bersahaja di depannya ini. Rara semakin merasa dirinya kecil di tengah keluarga terhormat yang sangat baik
padanya ini.? "Nak Clarissa, Ayah dan Bunda sebenarnya sudah tahu tentang apa yang akan kita bahas kali ini. Maaf jika Ayah langsung membahasnya tanpa berbasa-basi."
Ayah dengan wibawanya justru semakin membuat Rara menciut takut. Kini di kepala Rara bermunculan berbagai kemungkinan tanggapan dari sang Ayah.?
"Ayah dan Bunda beneran sudah tahu semuanya?" Rara memberanikan diri untuk bertanya. Ia tak kaget karena ia yakin, Reno pasti sudah menceritakan semuanya
pada Bunda dan Ayah. Meskipun demikian, Rara ingin menceritakan semuanya dari awal lagi. Ia mau semua informasi yang diterima orang lain yang mengetahui tentang siapa dirinya
mendapatkan informasi itu langsung dari mulutnya. ?
"Kamu mau menceritakan ulang dan langsung kepada kami, Nak?" Bunda bertanya dengan lembutnya. Melihat dan mendengar pertanyaan Bunda, rasanya Rara ingin
menghamburkan diri kepelukkan Bunda saat ini juga.?
Bunda tampak mengerti apa yang dirasakan dan dipikirkan Rara saat ini. Ia pun meminta Reno untuk berpindah duduk.
Meski awalnya Reno protes, namun akhirnya Bunda lah yang menang. Bunda kini berada di samping Rara lantas merangkul bahu wanita cantik itu dengan erat.
"Iya Bunda, Rara mau cerita langsung ke Bunda dan Ayah." Rara menjawab dan menggeser duduknya agar melihat Bunda yang ada di sampingnya ini.
Bunda, Ayah dan Reno pun mengangguk dan menyilahkan Rara untuk bercerita.?
"Begini Bunda, Ayah Waktu di akhir kelas 2 SMA. Pas Reno lagi olimpiade dulu, Rara mengalami musibah. Ibu sakit keras dan keadaannya tidak ada yang mau
menolong kami. Semua orang yang awalnya sudah antipati kepada kami semakin menunjukkan kebenciannya di saat keadaan Ibu seperti itu." Rara memang baru
memulai ceritanya. Namun ujung matanya sudah dipenuhi dengan cairang bening. Membuat Bunda menggenggam tangan Rara dan mengusap lengannya.?
"Mereka semua mengatakan bahwa itu ganjaran bagi wanita murahan. Wanita tuna susila yang hamil anak haram."
Kini Rara sudah tidak mampu menahan air matanya lagi. Cairan bening itu pun sudah meluncur deras dari mata indahnya. Reno yang melihat air mata Rara ikut
merasakan sakit yang begitu menyiksa di hatinya. Bunda memeluk Rara dengan erat mencoba memberikan kehangatan dan ketenangan yang sudah lama tidak pernah
Rara dapatkan.? "Sa.. saat itu, akhirnya Budhe telepon dan ngajak kami pindah ke Jogja. Karena ngga ada pilihan lain, kami pun mengikuti saran Budhe. Kami pergi tepat
di saat Reno akan berangkat untuk berjuang di OSN. Rara mengundurkan diri dari sekolah dan mengurusnya secepat yang Rara bisa lalu tinggal di Jogja. Rara
meninggalkan Jakarta dan semuanya karena Rara merasa tidak pantas. Rara hanya anak haram dari wanita murahan yang bahkan sampai saat ini, Rara tidak tahu
siapa Bapak Rara." Rara membuka kronologis kepergiannya. Ini yang bahkan baru Reno ketahui. Yudi, detektif sewaan Reno hanya menceritakan latar belakang
Rara berdasarkan penelurusan ke alamat terakhi Rara.
"Rara tinggal di bersama Budhe yang sudah menjadi Janda karena suami dan anaknya sudah meninggal akibat kecelakaan saat mudik lebaran belasan tahun yang
lalu. Rara akhirnya berhasil menamatkan SMA dan mendapat beasiswa untuk mengambil jurusan jurnalistik. Setelah lulus, Rara bekerja di kantor surat kabar
di Jogja. Alhamdulillahnya, atasan Rara merekomendasikan Rara ke Majalah Beraneka Kisi di Jakarta. Awalnya Rara tidak mau, namun Budhe memaksa dan akhirnya
Rara kembali ke Jakarta ini." Rara menjelaskan semuanya dan detik itu juga dirinya berubah menjadi was-was menanti reaksi kedua orang tua Reno.?
Bunda menarik tubuh Rara dan memeluknya dengan erat. Rara terbelalak kaget dengan pelukkan tiba-tiba ini.?
"Kamu anak baik, Sayang. Kamu itu anak yang cerdas dan membanggakan. Kamu bukan anak haram, karena istilah itu salah. Maafkan kami yang tidak tahu masalah
kamu. Sampai-sampai kami tidak bisa membantu kamu apapun saat itu." Bunda mulai mengeluarkan air matanya. Hatinya terenyuh dan merasa sedih mendengar kisah
hidup Rara.? "Clarissa, dengerin Bunda. Kalau yang kamu takutkan adalah asal-usul kamu yang nantinya akan mengganggu nama baik keluarga ini, maka kamu harus mulai membuang
rasa takut itu. Bunda tidak pernah memikirkan masa lalu yang bahkan kamu sendiri tidak tahu apa-apa. Bagi kami yang terpenting adalah apa yang kamu lakukan
sekarang dan di masa depan. Kamu pantas ada dan menjadi anggota keluarga ini kok." Bunda tersenyum hangat kepada Rara yang kini terbelalak kaget.
"Maksud Bunda?" tanya Rara melepaskan pelukkan Bunda.?
"Kami berdua merestui kamu dan anak kami, Sayang. Clarissa tidak usah memikirkan nama baik keluarga kami. Nama baik keluarga Trisdiantoro tidak akan hancur
hanya karena memiliki anak menantu dengan masa lalu yang kamu ceritakan tadi. Ayah selalu tekankan pada Radith dan Reno untuk menjaga nama baik keluarga
ini dengan tutur kata dan tindakan yang benar dan baik. Jadi selama tidak ada yang salah dari kedua hal itu, maka tidak akan ada yang bisa menghancurkan
nama baik keluarga ini." Ayah mewakili Bunda dalam mengeluarkan restunya pada sang putra bungsu dan Rara.
Reno pun mencium tangan dan memeluk sang Ayah dengan sangat erat. Begitupun Rara yang memeluk Bunda dengan erat.?
"Mulai sekarang, kamu punya Bunda dan Ayah. Kami semua adalah keluarga kamu. Apalagi setelah kamu sama Reno resmi, kita akan benar-benar menjadi keluarga
yang utuh." Bunda sudah membayangkan keindahan keluarga yang selalu ia idam-idamkan itu.
Ternyata keputusannya untuk membiarkan anak-anaknya mencari jodohnya masing-masing membuat dirinya memiliki Neona dan menyusul Rara sebagai anak menantunya.?
"Terima kasih Bunda, terima kasih telah menerima Clarissa dengan baik bahkan merestui hubungan kami." Rara mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya.
Ia memang masih takut tanggapan orang lain terhadap dirinya di keluarga ini. Namun melihat bagaimana Bunda dan Ayah menerima dirinya, membuat hati kecil
Rara merasakan bahagia dan menghangat.
"Eheem.. Bunda sudah dong, peluk-peluknya." Reno menginterupsi aktivitas syahdu antara Rara dan Bunda. Bunda berdecak kesal melihat kelakuan anaknya itu
dan Rara pun ikut merengut.?
"Gini-gini maksudnya Kan Ayah sama Bunda sudah ngasih restu buat Reno sama Rissa. Sekarang giliran Reno yang menegaskan hubungan ini. Kemarin pas Reno
tanya, Rissa itu mempermasalahkan restu dari Bunda dan Ayah. Sekarang kan sudah dapat nah saatnya Reno yang bertanya ulang. Tunggu yaa.." Reno pun berlari
menuju kamarnya di lantai atas.?
Rara, Bunda dan Ayah saling memandang. Mereka sedang menebak-nebak apa yang akan dilakukan Reno kemudian. Radith dan keluarga kecilnya pun ikut bergabung ke ruang keluarga Trisdiantoro. Rara, Bunda, Ayah, Radith, Neona dan Dave sedang menunggu dan menebak-nebak apa yang akan dilakukan seorang Langit Moreno Trisdiantoro kali ini.
*** BAB 11 Reno menuruni tangga dengan gagah dan wajah penuh senyum. Kedua tangannya terlipat ke belakang sehingga membuat Dave ingin berkomentar dan bertanya. Namun
anak lucu nan cerdas itu menahan diri karena melihat wajah orang-orang di sekitarnya tampak sangat serius.
"Sa, kamu ke sini deh." Reno meminta Rara keluar dari tengah-tengah lingkaran keluarganya.
Posisi Rara memang sedang diapit Neona dan Bunda sedangkan di depannya ada Radith, Dave dan Ayah. Rara pun mendekati Reno yang tangannya masih setia berada
di belakang tubuhnya yang besar nan atletis itu.
"Sa, inget ngga dulu kamu bilang apa sama aku?" Reno mulai berbicara dengan wajah serius yang justru membuat semua orang kaget lantas tersenyum. Hal ini
termasuk kejadian langka yang layak untuk diabadikan.
"Tentang juara olimpiade?" Rara menebak arah pembicaraan Reno. Reno pun mengangguk mantap.
"Iya, tentang itu. Waktu aku mau karantina OSN, aku ngajak kamu pacaran tapi kamu nolak dan malah ngasih syarat kalau aku mau jadi pacar kamu, aku harus
juara OSN dengan bawa pulang medali emas." Reno berhasil membuat Rara takjub karena nyatanya ia masih mengingat semua perkataan Rara dengan sangat baik.
"Saat itu, sewindu yang lalu, aku belum mempertanyakan ini sama kamu. Padahal aku sudah punya syarat yang kamu minta, Sa. Maka dari itu, hari ini aku mau
nanya sama kamu." Reno menjeda kalimatnya lantas menarik nafas dalam dan menghembuskannya dengan perlahan. Ia pun menatap mata Rara dengan intens.
"Clarissa Aurora Pradipta, Ini medali emas yang kamu syaratkan dulu. Aku, Langit Moreno Trisdiantoro sudah membawakannya untukmu. Sekarang jawab pertanyaanku.
Maukah kamu menerima aku, cintaku dan menjadi istriku?" Reno menyelesaikan kalimat lamarannya dengan baik.
Di tangan kanan Reno ada sebuah medali emas yang selama ini ia gantung di kamar sedangkan di tangan kirinya ada kotak beludru berisikan sebuah cincin bermata
berlian untuk Rara. Rara terharu hingga menangis dengan apa yang baru ia dengar dan lihat. Rara membayangkan jika pertanyaan itu terjadi di delapan tahun yang lalu, pertanyaannya
pasti hanya sebatas "maukah kamu menjadi pacarku?". Namun kali ini Reno meminta Rara untuk menjadi istrinya. Menjadi seorang pendamping hidup dari pewaris
terakhir Keluarga Trisdiantoro.
"Sa?" Reno tampak mulai khawatir karena wanita di depannya masih menangis tanpa sepatah kata pun. Semua wajah anggota keluarga Reno pun ikut tegang penuh
penasaran. Bunda bahkan sampai membekap mulutnya sendiri. Neona memeluk lengan Radith dengan mesra sedangkan Ayah dan Dave saling berpelukkan.
"Ren.. Aku ngga tahu harus ngomong apa. Aku yang salah ninggalin kamu. Delapan tahun berlalu dan ternyata kamu masih nyari aku. Perasaan kamu juga masih
sama. Sekarang kamu bertanya dengan sebuah pertanyaan yang bahkan ngga pernah aku bayangkan sebelumnya." Rara mengusap air matanya dan menatap Reno.
"Ngga usah dibayangin, Sa. Kita jalanin bareng-bareng. Masa lalu biarlah berlalu. Kamu ngga salah sama sekali. Jadi jawab pertanyaan aku ya, Sa." Reno
menatap mata sang gadis yang ia cintai selama sewindu ini tanpa jeda.
Rara pun mengambil medali dari tangan Reno dan merentangkannya.
"Ren, aku terima syarat yang kamu bawa ini untuk aku. Terima kasih telah menjaga syarat dan perasaan kamu selama 8 tahun ini untuk aku. Sekarang.." Rara
menggantung perkataannya. Reno lantas melolot dengan wajah yang semakin menegang.
"Sekarang apa, Sa? Kamu jangan buat aku panik! Sa? Jawabannya apa, Sa?" Reno memberondong Rara dengan pertanyaannya.
"Kamu tuh ya! Masih sama aja kayak dulu. Tukang maksa dan ngga sabaran. Denger yaa, sekarang kamu kalungin medali ini di leher aku, terus pasangin cincinnya
di tangan aku. Aku menerima syarat kamu, perasaan, cinta dan kamu menjadi suami aku, Langit Moreno Trisdiantoro. Iya aku mau." Rara menjawab pertanyaan
Reno dengan nada judes dan mata yang memicing tajam. Meski demikian, Rara tersenyum pada Reno yang kini sudah berteriak penuh kebahagiaan.
Neona yang mendengar jawaban Rara pun memeluk sang Bunda yang membuat Radith jadi merengut. Dave teriak-teriak bahagia juga Ayah yang mengangguk-angguk
dan tersenyum melihat kelakuan putra bungsunya.
"Hai, calon Nyonya Moreno. Ini medalinya aku kalungin buat kamu. Ini medali emas meski aku ngga tahu itu asli apa engga. Yang jelas itu syarat yang susah
banget loh aku dapetin. Kamu terima ya." Reno mengalungkan medali itu di leher Rara. Rara pun tersenyum bangga melihat medali milik Reno.
"Kalau yang ini adalah tanda kalau kamu sudah aku pilih. Kalau nanti ini berpindah ke jari di tangan kanan, itu artinya kamu sudah sah dan tak boleh diganggu
gugat oleh siapapun. Karena kamu hanya boleh jadi milik aku." Ucap Reno dengan nada penuh keposesifan.
Rara tertawa dan menyilahkan Reno memakaikan cincin indah itu di tangan kirinya. Di dalam hati, Rara sebenarnya sangat ingin Ibunya ikut menyaksikan peristiwa
mengharukan dan membahagiakan ini.
"Kamu kok nangia, Sa? Maaf kalau aku posesif, aku.."
"Bukan karena itu, Ren. Aku cuma keingetan Ibu. Aku maunya Ibu ada di sini dan nyaksiin ini." Rara jadi menangis lagi karena ia mengingat Ibunya yang meninggal
setelah mereka tinggal di Jogja selama 2 pekan.
"Ssttss.. Jangan nangis ya. Kita pasti ke Jogja sebelum menikah. Kita minta restu sama Budhe dan ziarah ke makan Ibu kamu yaa." Reno mengusap bahu Rara.
Andai saja tidak ada Ayah dan Bunda sudah pasti ia memeluk Rara dengan erat dan memberikan ciuman menenangkan di kening cantiknya itu.
"Yeaaaay akhirnya Uncle Reno mau nikah sama Aunty Rara cantik!! Yeaaay!" suara Dave menghancurkan kesedihan Rara. Rara memang sedih dengan keadaannya yang
sudah tidak mempunyai Ibu dan tidak tahu siapa Bapaknya. Namun dengan adanya Reno dan keluarganya ini, Rara bisa merasakan kehangatan dari sebuah keluarga.
"Tuh kan.... Ternyata Dave bisa bikin kamu senyum lagi." Reno cemberut dan menggerutu saat Rara kini sudah dimonopoli oleh Dave.
"Itu hukuman karena dulu kamu selalu dapat perhatian Neona! Mas selama ini ngalah ya, Ren." Radith merasa puas karena bisa menggoda adiknya. Reno pun meninju
lengan kakaknya. Bunda tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan kedua putranya. Neona memeluk Rara dengan erat. Ia tidak menyangka, feelingnya dulu tentang
Reno dan rivalnya ini akan menjadi kenyataan hari ini.
"Jadi, My Lovely Rival is going to be My lovely wife?" goda Neona pada Reno yang masih bergulat sayang dengan Radith.
"Ah, Bu Neona emang paling tahu murinya!" Reno melemparkan bercandaan pada Neona. Sudah lama rasanya Reno tidak memanggil kakak iparnya itu dengan sapaan
Bu. "Jadi dulu yang ngasih cokelat di rumah sakit itu, Clarissa kan Ren?" Radith menambahi. Rara bingung dengan pertanyaan Radith.
"Ya Allah Mas! Itu sudah lama banget. Iyaa iyaa itu dari Rissa." Reno tak habis pikir. Kakaknya masih saja ingat kejadian dimana dirinya mendapatkan cokelat
dari Rara. Dulu dirinya tidak mau bercerita kalau itu dari Rara. Tapi ternyata cokelat itu yang membuatnya yakin kalau perempuan yang ngotot bernama Rara
itu adalah Clarissanya. "Waaah cokelat! Dave mau cokelat. Aunty nanti bikin cokelat ya. Bikinnya sama Dave saja. Jangan sama Uncle nanti cokelatnya dimakanin. Kemarin saja, cokelat
Dave dimakan sama Uncle banyak banget." Dave mengadu pada Rara, membuat Rara tertawa gemas dan Reno menggeram.
"Dasar anaknya Mas Radith banget ih! Posesif dan memonopoli. Belum juga ngajak kencan, dinner romantis, nonton dsb. Rissa sudah di tag buat bikin cokelat."
Reno misuh-misuh sedangkan Radith tertawa keras.
"Jadi sudah tahukan rasanya jadi Mas dulu? Meski terdengar konyol karena saingan sama anak kecil tapi memang begitu, Ren. Makanya gerak cepet ngajak kencannya.
Masa kalah sama Dave?" Radith membalas ejekkan adiknya dulu pada dirinya.
"Mas jahat! Sekarang bisa bales yaa, dulu aja nangis-nangis jungkir balik plus meraung-raung di kamar Reno." Reno dengan hiperbolanya membuat Neona mendekat
dan memasang wajah curiga.
"Mba dari dulu masih penasaran. Kalian tuh suka ngomongin Mba apa saja sih?" Neona bertanya pada Reno.
"Jangan dengerin mulutnya Reno, Sayang. Dia berlebihan emang." Radith panik karena Neona dengan mode penasarannya akan susah dijinakkan. Radith pun memilih
memeluk Neona dengan mesra.
"Ini kenapa jadi peluk-peluk sih? Daddy nyembunyiin sesuatu deh pasti. Apa coba bilang?" Neona meronta melepaskan pelukkan hangat suaminya itu.
"Sssttss.. ngga ada, Sayang. Gini deh, kalau kamu mau tahu, ikut aku ke kamar yaa. Bunda titip Dave yaaa!" Radith membawa istrinya ke kamar dan semua penonton
berdecak melihat kelakuan pasangan suami istri itu.
Dave tidak memedulikan kelakuan kedua orang tuanya karena ia sedang mengobrol asyik dengan Rara. Kini Reno lah yang geram dan kesal setengah mati.
Jadi karma baik dan karma buruk itu ada ya?
Bertemu Rara karena Dave, anak dari kakak yang dulu ia tolong dalam menemukan cinta. Tapi kini dirinya juga cemburu karena Dave. Persis seperti dirinya
yang dulu membuat Radith cemburu.
'Haah hidup!' geram Reno dalam hati.
*** BAB 12 Setelah kemarin Reno kesal setengah hidup karena Dave berhasil mengambil seluruh perhatian Rara darinya, hari ini Reno mengajak Rara untuk berkencan. Ini
bahkan kencan pertama kali untuk keduanya.
Rara pun sudah bersiap sejak pagi dan kini dirinya sedang menunggu sang kekasih yang berjanji akan menjemputnya.
Saat Rara sedang mematut-matut wajahnya di cermin, sebuah pesan masuk ke dalam handphonenya. Sudah pasti itu dari Reno yang mengabarkan bahwa dirinya sudah
berada di depan kostan Rara. Rara pun mengambil tasnya dan benda yang diberikan Neona kemarin.?
"Morning my lovely.." Sapa Reno saat Rara sudah duduk di sampingnya. Reno tampak takjub dengan penampilan Rara hari ini. Meski dengan riasan tipis dan
natural namun wajah Rara justru semakin terlihat sempurna.?
"Biasa aja lihatnya!" Rara mencubit lengan kekar Reno sehingga membuat si empunya meringis.?
"Bukannya dibales sapaannya, malah dicubit." Reno cemberut dan Rara tertawa. Sebenarnya Rara malu dipandangi tanpa kedip seperti tadi oleh Reno.
Hari ini Reno tampil tak kalah sempurna dari Rara. Hanya dengan kaos polo berwarna biru muda dan celana jeans, penampilan Reno di mata Rara sudah seperti
malaikat turun dari surga.
"Jadi sekarang gampang ngambek ya? Mana tuh Moreno yang tengil dan nyebelin dulu?" Rara menanggapi aksi cemberut nan menggemaskan Reno dengan ejekannya.
Reno yang diejek pun semakin cemberut lantas menatap sang kekasih yang sedang tertawa lepas. Dalam hati dan kepala Reno, ia menyadari satu hal. Bahwa hanya
pada Rara dan keluarganya lah ia berani menunjukkan sifat aslinya yang manja itu.?
Bumi Cinta 5 Sebelas Patriot Karya Andrea Hirata Wajah Wajah Setan 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama