Wajah Wajah Setan Karya Abdullah Harahap Bagian 3
'Apakah aku tidak" Miranti tersenyum
"Kuragukan. . ' Ratno menggoda
"Astagaa. kau' Miranti mendelik. pura pura marah lantas tanpa pemberitahuan ia langsung menyergap pundak suaminya dengan terkaman gigi giginya. yang menghunjam. Tak keras. tentu saja. melainkan. manja. Ratno memeluk kaget. kemudian tertawa tawa. Saking gembiranya mengetahui Miranti telah menemukan pribadinya kembali. Ratno sampai tidak menyadari bahwa Miranti tidak ikut tertawa dengannya. Pada saat itu. Miranti tengah menatap belakang telinga suaminya dengan nafas yang tertahan tiba tiba.
Ia melihat bundaran kehitam hitaman. semacam tattoo.
Sebuah tanda yang aneh, dan belum pernah ia lihat sebelumnya di belakang telinga Ratno. Tetapi rasanya ia pernah melihat di belakang telinga orang lain.... Miranti menempel ketat di punggung suaminya. sambil ber usaha naik dibantu Ratno. Kaki-kakinya gemetar.
Jantungnya, apalagi! Di atas, bu Endah menyambut mereka dengan bahagia.
'Aduhai, nak Mira '. ia hampir menangis karena gembira ketika ia membimbing anak semangnya pulang ke rumah. "Seharusnya tak kubiarkan kau keluar sendirian. Bagaimana kalau kau sampai tergelincir jatuh dan.... Hiii, tak berani aku membayangkannya Apa kata dia. kalau kalau kau sampai celaka.
"Dia?" Miranti mendesah.
Bu Endah tertegun sejenak. Setelah beradu pandang dengan Ratno. ia tersenyum, menjawab:
"Suamimu. tentu. Ia begitu panik. ketika pulang ke rumah dan melihat tempat tidurmu kosong"."
Bu Endah kemudian ikut membantu memandikan Miranti, Mengenakan pakaian tidur yang terbaik ke tubuh anak semangnya yang cantik molek, ramping dan kulitnya halus mulus itu, Mulutnya tidak henti-hentinya mengagumi keberuntungan Ratno memperoleh isteri seperti Miranti. yang pasti menjadi idaman banyak lelaki.
Tetapi, betapapun ia berkicau berkepanjangan untuk mengelak, toh akhirnya Miranti memperoleh kesempatan juga untuk bertanya .
"Menyedihkan". ujar Miranti mula mula. "Ia tidak selayaknya dikubur dalam ceruk. Apa salahnya menggali sebuah kubur di sekitar sini" Tanah-tanah yang kosong masih cukup banyak...."
Bu Endah menelan ludah. Berulang-ulang.
Kemudian' 'Tak ada salahnya. nak. Soalnya. kita harus mematuhi amanat'
Amanat. uh" Apa pula yang menarik hati Supardi di ceruk itu?"
Masa lalunya nak Mira" bu Endah lantas bercerita tentang sedikit yang ia ketahui mengenai Supardi. Tentu saja hanya terbatas pada saat Supardi menikah dengan perempuan yang ia cintai. Dari perempuan yang bersama Sutiningsih itu. lahir seorang anak perempuan. Sayang meninggal dunia ketika masih perawan, begitu dituturkan bu Endah dengan hati hati. "isteri dan anak perawannya itu dikuburkan sendiri oleh Supardi. bukan ditempat yang semestinya. Melainkan dalam ceruk. Juga tidak ditanam dalam tanah. karena kata Supardi, ia ingin melindungi jenazah jenazah itu sampai hancur dimakan cacmg. "
'Ia memang sedikit tidak waras, kalau kau ingin tahu" kata bu Endah, polos. Untuk meyakinkan pendengarannya. ia menambahkan. "Lihat saja. kelakuannya sebelum meninggal. Naik ke puncak. mengenakan topeng, dan menakut-nakutimu di tengah malam buta...."
'Untuk apa ia menakut nakuti aku. bu Endah?"
'Siapa yang tahu" Yang jelas, kudengar si Pardi itu pernah bersekutu dengan roh jahat Ah. tak usah tanya, roh jahat macam apa. Sudah kubilang. hanya desas desus. Hem. apa tidak sebaiknya kau minum susu itu" Oh ya telah kupersiapkan lalap segar untuk makan malammu. Tentu saja. kau boleh makan sedikit nasi.. . Perlu
kuambilkan pel tidurmu. nak Mira?"
Perempuan tua itu begitu memperhatikan dan mengasihinya.
Miranti sampai tak dapat menolak. Ia tidak lapar, tetapi ia harus makan, demi kesehatannya demi jabang bayinya. Tetapi begitu banyak susu yang dibasikan pula. Begitu banyak maru kering. Begitu banyak lalap mentah. dan hanya sedikit nasi putih Ia makan tanpa selera, hanya untuk menyenangkan induk semang dan suaminya.
Baru menjelang tengah malam, ia merasa lapar.
Yakin Ratno telah tertidur. ia berjingkat jinqkat ke dapur. membuka lemari makan. Thermos berisi nasi yang masih hangat. ia keluarkan. Sisa lalap tidak ia sentuh. Karena tidak ada lauk. ia membuka kulkas. Ia ingat ada ikan segar dan tahu. Ikan dapat ia panggang. dan telur disayur asem. Mendadak, ia tertegun
Dalam kulkas. terletak di atas sebuah piring tampak sepotong besar daging mentah yang masih segar. Tumben, pikirnya, Retno membelikan daging sepulang dari kantor sore ini. Tetapi apa perduli Miranti" Ambil daging itu. Lebih nikmat dari ikan. Bakar, beri bumbu kecap. selada dan saos. Ia menutup pintu dapur dengan hati hati. agar kalau ia membakar daging, baunya tidak tercium sampai ke kamar tidur.
Pelan pelan. ia iris daging segar itu
Rupanya belum begitu beku setelah disimpan di dalam kulkas. Tak heran. dari bagian dalam irisan daging, tampak meleleh butir-butir darah. Merah, segar, merangsang. Seketika, bayangan daging besar lenyap dari pikiran Miranti. Takut takut ia menatap irisan irisan daging bercampur darah segar itu. Ada suatu kekuatan gaib yang mendorong tangannya untuk mendekati seiris daging tadi ke mulutnya
Dengan kelopak mata terpejam. la cicipi daging itu.
Bau hanyir membuat perutnya mengulah sesaat. Tetapi kekuatan aneh yang mempengaruhi dirinya. mendorong tangannya untuk memasukkan irisan daging itu lebih masuk ke mulutnya lantas dengan setengah terpaksa setengah bernafsu, daging mentah itu ia kunyah kunyah. kemudian ditelan. Nikmat sekali....
Tanpa terasa ia menghabiskan tiga iris daging yang paling banyak darahnya. Selain itu. baru ia merasa kenyang, dan menyimpan sisa daging ke dalam kulkas. Masih diliputi keheranan oleh nikmat yang ia capai. Miranti lantas berjingkat jingkat kembali ke kamar tidur. rebah di sebelah suaminya. dan mendengkur dalam sekejap.
Tak lama setelah ia mendengkur. suaminya membuka mata .
Ratno bangkit perlahan mengawasi Miranti. la betulkan letak selimut perempuan itu, agar isterinya cukup hangat dan terlindung Kemudian. ia turun dari tempat tidur. pergi ke dapur. berjingkat-jingkat sebagaimana yang dilakukan Miranti sebelumnya. Thermos nasi masih terletak di atas meja. Ratno memasukkan thermos itu ke lemari makan. Lalu ia berjalan mendekati kulkas. dan membukanya.
Daging yang ia beli tadi sore. masih terletak di piring yang sama. Tetapi sudah tidak utuh. Tampak telah diiris iris, dan sebagian sudah lenyap tentu ke dalam perut Miranti. Darah merah segar masih menetes netes di permukaan piring
Ratno menutup kulkas hati hati.
Mulutnya tersenyum. Puas. *** Suara cekikikan bergema di pojok ruang tamu.
Rupanya seorang perempuan muda terpancing oleh tingkah polah dan cerita pak Kutil yang nakal. setelah salah seorang tamu lainnya bertanya asal usul namanya yang ganjil. Seraya berseru, 'Begini"!" perempuan muda yang gatal tangan itu dengan sengaja mendaratkan telapak tangan di pantat orang tua itu. Meng usap usap. Karuan saja pak Kutil blingsatan. karena reaksi tak terduga itu. Mana dilakukan di hadapan banyak orang. .
Dari tengah tengah sekelompok perempuan tua yang sedang asyik berceloteh di pojok lainnya, bu Endah meneriaki si suami dengan kesal:
"Awas. pak Kusilet kutilmu nanti. Biar tahu rasa!"
Dasar pak Kutil. Kepalang basah ia balas berteriak:
'Alaaa. bu. Ngaku sajalah. Mana tega kau membeset kutil kesayanganmu!"
'Oh ya" _ bu Endah bangkit dari duduknya.
Diperhatikan belasan pasang mata yang ingin tahu. perempuan tua itu berjalan tertimpang timpang menuju rak. la buka salah satu sebuah laci. Mencari cari. Tidak lama, ia telah mengacungkan sepotong silet yang tajam berkilat kilat di antara ibu jari dan telunjuknya. Dengan silet itu ia kembali ke tempat duduknya semula, meletakkan dengan gaya kalem dipermukaan meja. Lalu kembali berceloteh dengan teman temanya, seolah olah tidak terjadi apa apa
Pak Kutil nyengir seketika.
Buru buru ia minta maaf pada tamunya yang masih muda-muda itu. lantas bergabung dengan tamu lain. Tetangga tetangga, yang sebaya dengan dirinya sendiri. Sementara tamu-tamu yang muda dihinggapi perasaan kuatir. maka tamu tamu yang sudah pada lanjut usia. tertawa berderai-derai. Pak Kutil mencak-mencak. Marah
pada salah seorang temannya yang ketawa paling keras. Umpatnya:
"Mau kupindahkan kutil dipantatku ke puncak hidungmu ya?"
Geeeer' suara tertawa bertambah ramai, Kali ini pak Kutil mau tak mau Ikut ketawa. Malah tawanya paling keras. Membahak. Di bagian lain ruang tamu mereka yang terang benderang itu. sang isteri hanya dapat cemberut.
Kelompok orang orang muda yang tadi ngobrol dengan pak Kutil. saling bertukar pandang. Heran.
'Orang orang pikun yang aneh". salah satu dari mereka. berbisik perlahan sambil mengawasi kelompok kakek kakek yang meneruskan permainan bridge mereka yang sempat terhenti oleh insiden kecil tadi.
"Pikun dan menakutkan". bisik yang lain. "Terutama itu tuh' ia menuding. ' .. yang sedang mengatakan sesuatu ke telinga pak Kutil. Ketika bersalaman tadi, entah mengapa aku gemetar. Berkeringat dingin! la menggenggam kuat sekali. Telapak tangannya kasar. Jari jemarinya apalagi. Tebal hitam, berbulu!"
"Apa sih anehnya! perempuan yang tadi mengusap pantat pak Kutil. berkata acuh tak acuh. Sambil lalu ia menyambar segelas minuman dari baki yang diantarkan oleh seorang pelayan berkeliling. Dua temannya mengikuti. Sesudah pelayan itu menjauh. perempuan tadi me neruskan: 'Aku juga disalam. Tetapi tidak merasa apaapa
"Tidak kau lihat sinar matanya. Lola?"
Yang dipanggi Lola. angkat bahu.
Sahutnya: "Kulihat. dong"
'Dan?" "Biasa biasa saja. Seperti mata kita. Apalagi" Cuma
yaaah, jauh lebih tua. tentu"
"Benar. Denny. Berhentilah menakut nakuti kami. Lihat. isterimu sampai pucat pasi". Kasihanilah dia."
"Dia memang penakut. Mau kencingpun harus ditemani" runggut laki laki bernama Denny sambil melirik isterinya dengan pandangan menyesali. la kemudian beralih pada teman temannya yang lain. lantas berbisik dengan jengkel "Aku berani sumpah. Ada hal hal yang gaib di sini. Naluriku berkata. sejak kita datang. kita terus diperhatikan"
"Oleh siapa. Denny?"
"Roh roh jahat dan terkutuk'"
Mana" nyeletuk Margono. orang gemuk yang dari tadi diam saja. Ia belalakkan mata kian kemari. Mengejek.
"Roh jahat' tak berwujud. Gono' desah Denny tak perduli. Tetapi aku dapat merasakan wujut yang terkutuk itu. Di sana!" sekali lagi ia menuding dengan cara sembunyi-sembunyi agar tidak terlihat oleh orang yang ia maksud. Semua mata otomatis ikut menatap. Memperhatikan kelompok kakek kakek yang main bridge. tertuju pada salah satu yang duduk menonton permainan itu
'Pak Abu bisa naik pitam kalau ia dengar hasutanmu. Denny' Lola bergumam seraya tersenyum.
Yang ditegur. malah senang.
'Haaa'" ia setengah berseru. sehingga salah seorang yang tua tua itu menoleh. Dan orang itu justru orang yang mereka perbincangkan. Denny cepat-cepat berpaling kearah lain dengan nafas tertahan. Untunglah. Lola menganggukkan kepala disertai seulas senyuman manis yang seolah memintakan maaf atas kelancangan kawannya yang berseru terlalu keras. dengan segera dibalas orang tua itu dengan senyuman pula. Lalu kem
bali menekuni permainan kartu kawan kawannya. Suara suara lumrah dalam permainan bridge terus saja ber kumandang di meja yang mereka kerubungi. diselang seling bunyi botol minuman beradu dengan bibir gelas.
Lola menarik nafas panjang.
"Suamimu baru saja lolos dari marabahaya. Ningrum..." ia berbisik pada isteri Denny yang dari tadi telah pucat gemetaran. Yang dibisiki. berterimakasih lewat anggukan kepala. Dengan mata liar ia menggamit lengan suaminya. Berbisik lirih. malu malu: '
"Denny, 'Hem"' Denny mendekatkan telinga ke mulut isterinya. Serius. 'Apa"'
"Aku... aku mau kencing!"
"Jadah sialan!' Denny meluruskan tegaknya. dengan hentakan nyaring. yang seketika membuat suasana meriah di ruang tamu rumah pak Kutil itu mendadak sepi menyentak. Semua mata tertuju kepada Denny. yang gelagapan sendiri. Ia berusaha tersenyum. manggut manggut pada semua orang, lantas mendengus resah; "Perut isteriku mules. Siapa yang tahu letaknya kamar mandi?"
Bu Endah mau bangkit. Tetapi diluar dugaan semua orang. pak Abu sendiri yang bergerak lebih dahulu. Ia menyongsong Ningrum. mengulurkan tangan dengan sopan ke arah tamu tuan rumah yang bertubuh kecil mungil dan sangat pucat pasi itu. Ningrum ternganga sekejap. dan setelah merasa kakinya disepak Lola diam diam di bawah meja, dengan enggan ia terpaksa menerima uluran tangan laki laki berkulit hitam legam dengan tubuh tinggi kekar menyeramkan itu.
"Mari kuantar. nyonya" pak Abu bergumam. lembut menawan.
Suatu pesona yang kuat membuat Ningrum terjengah. Dari enggan dan terpaksa. ia dengan senang hati dan ikhlas bersedia dibimbing orangtua yang mendadak sangat menarik hatinya itu. menuju ke kamar mandi. diiringi pandangan cemburu sang suami, pandangan cemas teman temannya. dan pandangan mengerti dari bu Endah serta tetangga tetangga .
Ningrum buang hajat dengan leluasa.
Ketika ia keluar dari kamar mandi, pak Abu masih menunggu. laki laki itu berdiri membelakanginya. dengan kepala sadikit tengadah, matanya menatap lurus ke rembulan yang pucat di langit biru. Seekor kelelawar menggelepar lewat di wuwungan atap rumah, mencicit cicit ribut. Tanpa berpaling, laki-laki itu bergumam:
"Merasa lebih enak sekarang" '
Ningrum mengangguk. Lalu sadar anggukannya tidak terlihat, ia menambahkan dengan kaa kata"
'Ya. Terimakasih Dengan ucapan itu ia berharap dapat segera masuk untuk bergabung dengan teman-temannya di ruang dalam. Namun sikap laki laki itu. yang berdiri diam tak bergerak-gerak, menahan langkahnya. Ia tidak perlu menunggu berlama lama. Karena pak Abu telah berujar tanpa basa-basi lagi.
'salah seorang teman kalian. menghilang dari tadi. Ia tidak muncul sampai makan malam selesai. Siapa namanya, kalau boleh saya tahu. nyonya Ningrum?"
"Eko...." "Eko?" ' Benar. Eko Prasetyo' Apa pekerjaannya" Wartawan. Ia memang tidak pernah mau diam kalau berkunjung ke suatu tempat. Ada saja yang ia cari.
Selagi kami berencana untuk memperolok-olokkan dia. tahu tahu saja ia sudah memperoleh berita besar yang membuat majalah tempat ia bekerja semakin laris. si Eko 'itu. pak Abu.. ."
Patut di puji ' desah pak Abu. tanpa alamat. "Nyonya tahu ia orang mana?"
'Maksud anda?" "Daerah asalnya..." pak Abu membalik dengan tiba tiba. Matanya bersinar-sinar aneh dalam jilatan lampu koridor, namun seulas senyum di bibirnya memberi daya tarik tersendiri dalam hati Ningrum yang lemah. 'Si Eko itu. apakah ia orang dari pesisir selatan?"
Kudengar demikian, pak Abu" Ningrum mengangguk heran. 'Ada apa?"
Hem . 'pak Abu melebarkan senyumannya. "Bukan apa apa. Aku hanya tertarik memperhatikan orang yang dengan ulet memanfaatkan setiap kesempatan yang ia peroleh. Tanpa pandang waktu. Tak pandang tempat..." di telinga Ningrum. dua kalimat tajam yang ditujukan kepada teman mereka yang memang batang hidungnya tak tampak lagi begitu ramah tamah sebelum makan malam, selesai. Sudah lama menikah?" pak Abu mengalihkan persoalan sambil mereka kembali ke ruang dalam. .
'Empat tahun. pak" 'Kalian tentunya berbahagia"
Terimakasih. Kuharap demikian. Hanya suamiku sedikit nakal. dan tak dapat menjaga mulut...."
Ucapan yang ini. di telinga pak Abu jelas sebagai pernyataan minta maaf yang tidak langsung atas kelancangan suami si perempuan. yang sempat membuat Ningrum hampir terkencing kencing di tempat duduknya tadi
'Tak aneh" orangtua itu tertawa. lunak. 'ia orang
yang bersemangat "Senang mendengarkannya" Ningrum mengangguk. terharu, sekaligus bangga. ia akan mempunyai cerita yang menarik untuk disampaikan kepada Denny, tetapi kemudian berpikir, cerita itu lebih baik ia simpan untuk dirinya sendiri. Kalau sampai ke telinga Denny, suaminya bakal makin lancang dan tidak tahu diri. Atau seperti kata pak Abu tadi; tak pandang tempat. tak pandang waktu.
Berpikir sampai di situ. ia minta maaf pada pak Abu.
"Saya mau menengok Miranti sebentar .' katanya. lalu menghilang lewat pintu penghubung ke pavilyun. Tepat pada waktu bersamaan. ia melihat Eko Prasetyo masuk lewat pintu depan pavilyun dengan wajah bersimbuh peluh dan kaki celananya kotor berlumpur. Memahami kearah mana Ningrum memandang. pemuda tegap tampan dengan wajah sedang-sedang itu. tersenyum manis
"Aku terjatuh di luar sana' ia berkata. "Sudah makan"'
Kau kehabisan!" timpal Ningrum,
"Tak apa. Aku sendiri sudah merasa kenyang dan puas dengan apa yang kuperoleh malam ini....'
"Boleh nguping?"
"Baca saja nanti. kalau majalahku terbitan bulan depan bersedia dipinjam Lola untukmu"
"Menyindir, eh?" Ningrum menyeringai, dan sekaligus membalas dengan kata-kata yang pedas. Uang sih punya. Tetapi mubazir kalau dipakai membeli majalah gossip!"
Yang disindir hanya angkat bahu. Tak acuh.
"Apakah Mira sudah baikan?"
"Aku justru mau melihat dia"
Mereka berjalan bersama sama masuk ke kamar tidur. Sebelum Eko keluar rumah hampir Satu jam lebih. ia sempat melihat Miranti limbung mau jatuh. Ia ingin menolong. tetapi kesibukan orang orang akibat perubahan kondisi Miranti buat dia jelas merupakan kesempatan baik untuk menyingkir diam diam.
Ratno keluar bersama seorang laki-laki berumur dari kamar tidur, dan berpapasan dengan kedua temannya itu. Wajah Ratno tampak layu. sebaliknya wajah teman nya berjalan kelihatan berseri seri. Ia menyapa kedua tamu. dan sebelum menghilang ke rumah induk semangnya sempat memberi kata kata hiburan untuk Ratno:
"Kegelisahanmu berlebihan. Tenang sajalah. Isterimu hanya terserang gangguan pencernaan...."
'Ia dokter yang menghandel Mira' Ratno bergumam seraya mengiringi teman-temannya masuk ke kamar. "Subagio" jawabnya. atas pertanyaan yang diajukan Eko sambil lalu.
Miranti duduk di tempat tidur.
Kurus. pucat dan jelas tampak sakit. Ia tersenyum kepada tamu tamunya. dan minta maaf bahwa ia telah mengecewakan kegembiraan mereka malam ini.
'Jabang bayiku rupanya berbakat jadi pemain sepakbola' katanya. tertawa. "Aku lupa bertanya. Ningrum. Sudah berapa anakmu sekarang"
"Dua 'Terakhir kita bertemu "Yang kedua baru lahir tiga bulan yang lalu". potong Ningrum, tersenyum. "Kalau kau sudah lebih sehat. aku mau pamit dengan suamiku. Kau tahu. bayiku mencret kalau diberi susu kaleng Lihat susuku sudah keras dan sakit rasanya..." ia memijiti payudaranya sendiri, yang memang menggembung. kenyal dan kuat.
Pada saat itu. angin dingin merembes masuk ke kamar.
Miranti menggigil. "Barangkali aku lupa menutup pintu depan" ujar Eko lalu berlalu. Tetapi Ratno mendahului,
'Biar aku yang menutupkan" katanya, lalu pergi. diiringi oleh Ningrum yang lebih dulu pamit sambil mencium kedua belah pipi Miranti dan mendo'akan kesehatan dan harapannya untuk mendapatkan turunan.
"Aku mencium bau busuk di sini" Eko nyeletuk. setelah ia tinggal berdua saja dengan Miranti. "Ah, dingin sekali. Mestinya kau tidak tinggal di kamar yang kelewat sejuk seperti ini"
Kamar ini tertutup dan selalu hangat. Eko" jawab Miranti. 'Udara begini. belum pernah kualami"
Eko Prasetyo menatap kesekeliling kamar.
Lampu bergoyang-goyang tanpa sebab.
'Mira'"' 'Hem . ' "Kau bilang. berapa bulan sudah kandunganmu?"
'Tiga Atau empat. kata dokter Subagio. Tetapi rasanya seperti sudah enam atau tujuh bulan. Coba lihat. begini besarnya...." Miranti mengusap usap perutnya yang menggunung
"Pasti ada kelainan' desah Eko kuatir. "Dan, hai. Tidakkah kau sadar betapa kurusnya kau sekarang" Pernah mengukur timbanganmu?"
"Kata dokter tak perlu. Hanya menambah risau saja. Dan soal kelainan yang kau sebut sebut. aku juga berpikir sama dengan suamiku.Tetapi tadi dokter bilang cuma gangguan pencernaan. Bayiku tumbuh pesat. namun katanya masih dalam ukuran wajar...."
"Kembar, barangkali?"
"Menurut pemeriksaan dokter, tidak'
"Gangguan pencernaan, eh?" Eko manggut manggut. sambil menatap lampu yang sudah berhenti bergoyang goyang. Udara tetap dingin, menusuk sampai kesumsum. Miranti sampai berselimut. dan Eko gelisah. "Aku mencium bau busuk di sini'. gumamnya lagi. sambi menatap lurus ke pojok kamar. Apakah ada sesuatu yang kehitam-hitaman di pojok itu" Sesuatu yang tinggi besar dan ah. seperti bertanduk" Sesuatu berupa makhluk yang menyebarkan udara dingin dan bau busuk"
Eko Prasetyo kumat kamit.
Kata-katanya ganjil dan simpang siur berbaur dengan ayat ayat kitab suci yang terpotong potOng. lalu sambil menyebut: "Allah, Allah, Allah! ', Eko terus melangkah ke pojok yang menjadi tumpuan perhatiannya.
Ada desiran aneh ketika ia meraba tembok.
Dan udara dingin berbau busuk itu. mendadak sontak. lenyap begitu saja.
*** SEMBILAN "He, hangat lagi' berseru Miranti, heran. Ia tanggalkan selimut yang menutupi tubuhnya. Dan menatap bingung pada laki laki yang tegak kaku di pojok kamar dengan mata membelalak. tak berkedip."
'Apa kerjamu di situ"'
Eko Prasetyo tidak meniawab.
Ia bergidik. Perubahan suhu udara yang tiba tiba itu sama sekali tidak menyenangkan hatinya. Mungkin cuma ilusi. ia berpikir Tetapi jelas tadi matanya menangkap bayangan hitam yang samar-samar berdiri di tempatnya sekarang. Ketika Miranti menegur, ia cepat berpaling. Ia tidak melihat Miranti, tetapi melihat ke pintu. lurus-lurus. Sesuatu yang hitam berkelebat keluar.
"Diam di tempatmu! Eko berbisik tajam pada Miranti yang berniat bangkit. untuk bergabung dengan teman temannya di rumah induk. Eko bergegas melewati tempat tidur. keluar dari kamar. Koridor menuju dapur sepi menganga. Ruang tamu pavilyun demikian pula. Gelas gelas minuman berserakan di atas meja. Ada botol tergelimpang di lantai. dan puntung rokok menghitam di serap cairan bening yang menggenang dekat kaki kursi. Kegelapan yang hitam pekat mengintai dari luar jendela depan.
Eko tertegun di depan pintu terusan ke rumah induk.
Seingatnya. tadi pintu itu terbuka. Siapa yang telah menutupnya" Ningrum" Atau Ratno" Kedua orang itu tengah tertawa ngakak di salah satu sudut ruang tamu rumah induk. bersama teman temannya yang lain. Rupanya pak Kutil sudah mulai berseloro lagi. tanpa mengaCUhkan isterinya yang mendelik dari sudut lain.
Mata Eko yang waspada. berputar ke sudut yang
berlawanan. Sekelompok pria pria tua bangka. masih menekuni kartu kartu di tangan mereka. Dan di belakang kelompok orang-orang tua itu. berdiri tegak sosok tubuh yang ia cari. Besar, hitam. tinggi kekar dan perkasa. Orang itu. pak Abu Lahuba Purwadijaya . ia akan mencatat nama itu di benaknya. menoleh ke pintu terusan. waktu melihat Eko, ia angkat gelas minuman Lalu menganggukkan kepala disertai senyuman ramah.
Eko membalas anggukkan itu.
Dan mencoba membalas senyuman yang tampaknya bersahabat itu. Lalu dengan bulu kuduk pada tegak berdiri. ia kembali ke kamar tidur. Miranti duduk gelisah memandangi Eko yang wajahnya tampak serius. Baru saja mulut Miranti terbuka untuk bertanya, Eko Prasetyo sudah mendahului:
"Jiwamu tertekan!" ia menuduh langsung.
"Kau menyembunyikan sesuatu untuk dirimu sendiri. Sesuatu yang berharga, yang menghancurkanmu dari dalam. Mengapa tidak berterus terang saja?" .
Miranti menganga. Ketika tamu tamunya datang berkunjung ia telah membulatkan tekad untuk menutup mulut rapat rapat. Tetapi ketika di antara mereka ia lihat Eko Prasetyo. ia mulai ragu akan pendiriannya. ia tak dapat menyimpan rahasia terhadap orang yang satu ini. Tak pernah dapat. ia lebih suka membohongi suaminya sendiri. ketimbang menyakiti hati Eko Prasetyo.
Laki laki itu pernah jatuh cinta pada Miranti ketika mereka masih sama sama satu kelas di sekolah lanjutan. Tetapi Ratno Tanudireja memotong mereka di tengah tengah. Ratno lebih agressip, sehingga Eko terpaksa mundur teratur. ia tahu diri. ia dan Ratno masih terhitung saudara sepupu. dan keluarga kedua belah pihak semenjak dari jaman nenek moyang tetap bersahabat.
tetapi saling lindung melindungi biarpun salah seorang keluarga telah menghina anggota keluarga yang lain. "Itu hanya kekhilafan'. demikian petuah yang di turunkan dari generasi ke generasi. Eko ingin memper tahankan tradisi itu. lebih dari mempertahankan cintanya yang rapuh
Kesibukannya bekerja di sebuah penerbitan yang oplahnya besar dan tersebar luas ke mana mana. banyak menolong. Gadis gadis model yang cantik ganti berganti menempel punggungnya Tetapi ia lebih menekuni tugasnya. mengejar berita berita berbau skandal. dan belakangan lebih suka menuruti bakatnya sebagai seorang penulis cerita-cerita misteri. Paling tidak. ia masih memiliki garis keturunan dari seorang moyangnya yang pernah mencapai usia satu setengah abad hidup menyendiri dan menghabiskan waktunya untuk menyembuhkan orang orang sakit dengan ilmunya yang ajaib "Aku telah didatangi malaikat elmaut." kata moyangnya itu pada suatu hari 'Besok aku akan pergi. Tetapi tak perlu kalian menangisiku. Dan tak perlu kalian gali kuburan untukku '
Moyangnya itu mengunci diri dalam kamarnya. semalam suntuk.
Pagi pagi benar. bau harum menebar di sekeliling rumah. Pintu masih tertutup rapat. demikian pula jendela. Setelah bau harum itu lenyap dua hari kemudian. pintu yang terkunci didobrak dari luar. Di dalam. orang hanya menemukan sarung. pakaian dan peci yang dikenakan orangtua ajaib itu. sebelum ia mengunci diri .Tetapi jasadnya raib. tak meninggalkan bekas. Eko selalu merenungi kisah yang ganjil itu. dan kemudian menekuni kisah kisah ganjil yang kemudian ia temui sepanjang hidupnya.
Miranli sadar akan hal itu.
?" aku memang membutuhkan perlindungan," ia berbisik. parau. dengan sudut sudut mata yang basah. "Jangan menuduh aku seorang isteri yang tidak setia. Eko. Kucintai Ratno seperti aku mencintai diriku." Ia melihat Eko mengangguk setuju. kemudian meneruskan. aku meragukan. perlindungan itu tidak akan kuperoleh lagi dari Ratno."
"Aku menerima uluran tanganmu." Eko tersenyum. "Sayang sekali. kalian tidak memberitahu sebelumnya. ketika kalian memutuskan untuk pindah ke tempat ini. Itulah sebabnya aku kaget ketika menerima undangan Ratno. Banyak kisah kisah berbau busuk sampai ke telingaku. dan bau busuk itu telah kucium begitu Ratno menyebut tempat tinggal kalian yang baru
' Baiklah... ' berdesah Miranti. gugup. 'Apa yang ingin kau ketahui"'
"Semuanya! ' *** Denny sudah lama menghilang bersama enam orang sahabat dalam mobil Denny yang besar. Sudah hampir tengah malam sekarang. dan jalan menurun yang curam menuju kota. tampak gelap menyeramkan. Eko Prasetyo duduk diam diam di belakang setir. melamun kan Miranti yang mereka tinggalkan di atas bukit. Eko kuatir. sangat kuatir. meski ia cukup puas dengan persetujuan Miranti untuk mengikuti petunjuk petunjuknya. apabila dalam tempo satu minggu. Eko tidak muncul menemui Miranti sebagaimana yang mereka janjikan tadi di kamar tidur bekas kekasihnya itu.
Di jok belakang. Margono yang bertubuh gemuk padat, langsung mendengkur begitu tadi masuk ke mobil
isterinya yang bertubuh ramping kecil. mengomeli suaminya panjang pendek. Mengatakan Margono karung nasi sialan. ia makan begitu banyak, minum lebih banyak lagi. begitu sang isteri yang sedang diliputi perasaan malu itu berkata kepada Lola, yang duduk di samping Eko. "Kalau tak kupelototi. si karung nasi ini tentulah sudah menyikat semua yang terhidang di atas meja makan'
ia kemudian berkicau pula tentang pengetahuannya yang baru .Bahwa Miranti dan Ratno telah maju sangat pesat dalam tempo yang demikian singkat. Punya mobil baru perabotan rumah yang baru, sudah membeli tanah yang segera akan dibangun pula. Dan lain lain dan lain lain. yang rupanya ia dapat nguping di atas sana. Diakhiri dengan omelan memelas ' Sedangkan si karung nasi ini, makin lamban saja bekerja Makan. tidur. makan. tidur. itu saya yang ia pikirkan"
Lola hanya memberi komentar satu dua. Ia tahu suami isteri itu senang memaki maki satu sama lain, tetapi keduanya tetap mencintai. Caci maki, pikir Lola. ternyata bisa juga jadi bumbu penyedap ketimbang sebuah sebuah perkawinan yang berjalan terlalu lancar . terlalu adem kalem. sehingqa terasa hambar. Ia tidak ingin rumah tangganya kelak dengan Eko. hambar. tetapi juga ia tidak ingin kebahagiaan mereka dipenuhi caci maki.
Dan yang penting Eko belum melamarnya juga'
Suami isteri itu mereka antarkan pulang lebih dulu ke rumahnya. Betapa sukar dan merepotkan membangunkan si karung nasi, yang tetap mendengkur sampai pintu mobil dibuka. Setelah didamprat isterinya dengan suara keras. barulah Margono membuka matanya. Setengah mengantuk ia mengikuti isterinya masuk ke dalam rumah. lupa mengucapkan terimakasih.
Dari pintu tertutup. masih terdengar omelan sang isteri.
Lola geleng geleng kepala. setelah Eko duduk kembali di belakang setir.
'Heran." bisiknya. "Mereka dapat bertahan sepuluh tahun!'
Mereka hanya dapat dipisahkan oleh sakit jantung Margono." tambah Eko acuh tak acuh. dan kembali menelusuri jalan di depannya. Lola diam saja. Ia agak tersinggung dengan sikap tunangannya. namun ia masih dapat menahan hati. Sayang. mulutnya tidak:
"Telah berapa tahun kita bertunangan. Eko?"
'Lupa." "Astagaaaa...."
'Jangan marah. Lola. Aku tengah memikirkan sesuatu. Kukira. sesuatu itu membuatku takut?"
'Miranti. ya?" "He eh. Kau seperti si Denny saja. Percaya kepada adanya roh-roh jahat yang gentayangan di sekeliling kita. Sudahlah, Eko. Desas-desus mengenai orangorang di atas bukit itu. kukira terlalu berlebihan. Mengapa tidak kita pikirkan mengenai diri kita sendiri" Misalnya, mengingatkan kau. Pernah kau berjanji. untuk menemui orangtuaku akhir bulan ini .. " '
' Maaf. Terpaksa kutunda."
'Apa"!" 'Ada yang harus kukerjakan "
"Eko. ampun. Aku sudah bosan jadi perawan tua. Bosan ditanya terus oleh mama, mengenai banyak lamaran yang harus kutolak. Bekerja jadi sekretaris memang enak sebagai pengisi waktu. Eko. Tetapi aku kuatir. lama-lama aku tidak kuat menghadapi godaan yang datang bertubi tubi."
"'Hanya satu minggu." bisik Eko. lirih.
"Hanya satu...." Lola terkesiap. "Maksudmu, kau di tugaskan lagi keluar kota?"
"Aku menugaskan diriku sendiri. Lola. Dan kali ini, tidak untuk di badan orang."
"Miranti lagi."
"He-eh.. .' "Kau masih mengingat dia. ya?"
'Sebagai isteri Ratno. isteri sepupuku." pelan-pelan Eko melingkarkan lengannya yang bebas ke pundak Lola, menarik perempuan itu supaya mendekat. dan mencium ubun ubun Lola dengan penuh kasih sayang. "Cintaku hanya untukmu."
"Aku tak yakin."
Eko menghentikan mobil di pinggir jalan yang gelap.
"Kau ingin kita menikah?" ia bertanya. sungguhsungguh.
"Tentu saja. Siapa bilang aku .
"Oke. Kita akan menikah. begitu aku pulang..." tanpa memperdulikan kegembiraan yang tampak samar samar di wajah Lola, ia meneruskan: 'Dengar."
"Apa?" "Sekali lagi kudengar kau meragukan cintaku. kita putus!"
"Astaga. Eko...."
"Mau menciumku?"
Lola maju ke depan Mencium bibir Eko. Mereka kemudian berpelukan. Erat, hangat. kuat. Bibir mereka saling berpagut, saling menggapai. disertai nafas yang berdesah desah. seolah itu adalah Cium perpisahan. dan yang tak boleh mereka akhiri.
Jantung Lola berdegup kencang. ketika mobil melaju kembali.
"Kemana kau akan pergi. kalau boleh aku tahu?" _ ".?" ."0
Eko menggenggam erat tangan kekasihnya Menjawab: 'Pesisir selatan...."
Sebagaimana yang dinasihatkan Eko Prasetyo, selama satu minggu itu Miranti bersikap wajar dan biasa biasa saja. Baik terhadap suaminya. terhadap pak Kutil dan isteri, tetangga tetangganya yang aneh aneh. mau pun terhadap pak Abu. ketua erte yang hampir tak pernah terlihat keluar dari rumahnya yang terletak me nyendiri dan dikelilingi semak belukar itu. Meski berpendapat bahwa dokter Subagio benar benar merawat kandungannya. Miranti tetap saja heran mengapa Eko mengatakan agar Miranti berusaha menyempatkan diri menemui dokter kandungan yang lain. Eko menyebut sebuah nama. yang menjabat sebagai kepala sebuah rumah sakit swasta terkenal. yang dengan mudah dapat diingat Miranti, dan berjanji akan mengunjungi suatu hari
Beruntung. susu basi itu boleh ia lupakan. Hari hari berikutnya ia sudah boleh minum susu kambing, murni, hanya baunya yang sangat berbeda dengan susu sapi saja yang masih membuat perutnya suka mengulah. Nasi ia hentikan. bukan karena menurut nasihat dokter. melainkan karena suatu dorongan yang kuat untuk melahap semakin banyak lalap mentah. Pernah ia sampai tertarik mengunyah rerumputan yang subur di bibir bukit, tetapi setelah melihat seekor anjing tetangga kencing di tempat itu. keinginannya dapat ia tahan. Menu lain yang diam diam ia turuti dengan perkiraan tanpa setahu suami .. adalah daging mentah. dan darah segar.
Aku membeli seekor ayam gemuk di pasar, suatu hari Ratno berkata. "Kupotong untuk makan malam kita "
Biar olehku saja," jawab Miranti. 'Bukankah kau harus melihat tanah yang baru kita beli itu?"
Malamnya, Ratno kelihatan murung karena Miranti tidak tertarik dengan gule dan ayam goreng yang terhidang. Tak enak melahapnya sendirian. katanya. begitu lezat begitu gurih. Aku sudah puas dengan daun-daun segar ini. Miranti. memperlihatkan lalap yang bertumpuk di piringnya. Ratno menyuruh isterinya makan sedikit nasi. yang dipatuhi saja oleh Miranti. Tetapi kemudian muntah muntah.
"Bayiku tak mau nasi." katanya kemudian kepada suaminya, terengah-engah dan pucat sekeluar dari kamr mandi.
Maka. Ratno membiarkan saja selera makan Mira itu yang ganjil. Ia malah menyingkir diam diam. ketika suatu hari ia pergoki Miranti menghirup darah ayam segar yang ia potong. dan melahap potongan paha ayam yang bulunya belum dibersihkan.
Miranti tidak tahu suaminya mengintip.
ia juga tidak tahu. suaminya kemudian pergi menemui induk semang mereka untuk menyatakan perasaan kuatir. Kepada induk semangnya Ratno mengeluh. Menu Miranti membuat tubuh isterinya semakin kurus dan lemah, bukan semakin kuat, sebagaimana yang mereka katakan. Dijawab induk semangnya dengan kata kata menghibur: "Tak lama lagi, anakku. Semua itu akan berakhir, dan isterimu akan pulih, sehat dan lebih cantik dari biasa. Oh. ya apakah kau kemarin mengatakan kau menemui kesulitan untuk memperoleh pinjaman dibank" Hem. temui saja seseorang. Namanya... . '
*** Banyak nama nama yang harus ditemui Eko Prasetyo selama satu minggu itu. Ia juga membuka lembaran lembaran surat kabar tua yang pernah terbit tetapi kemudian mati karena kurang pasaran di daerah pesisir selama itu. Dari pamannya yang punya hobby mengumpulkan buku buku bersejarah sebagai koleksi. ia juga memperoleh sebuah buku tebal yang sisi sisinya hampir habis dimakan rayap.
ia hanya membuka beberapa halaman dari isi buku itu. tetapi ia memerlukan keterangan dari banyak orang orang tua mengenai istilah istilah yang kurang ia mengerti. Pada hari yang kelima. dengan semua pengetahuan yang telah ia peroleh dengan susah payah. Eko Prasetyo pergi menemui kakeknya yang hidup menyendiri di sebuah rumah apung yang terletak di tepi pantai.
Apabila Tuhan mengijinkan. tahun depan kakeknya akan genap berusia satu abad. "Aku lahir di rumah ini. dan ingin mati di rumah ini," kakeknya berkata seraya memandang ombak yang memecah di tiang tiang pancang yang terbenam kokoh jauh ke dalam pasir keras. "Kesepian" Mana mungkin orang yang hidup dengan laut. pernah merasa kesepian?" Dan cucu-cucuku memang senang pula berkunjung. karena menyukai ikan ikan laut yang khusus ditangkap kakek dari celah celah batu karang jauh di bawah permukaan air.
Setelah menghabiskan beberapa cangkir kopi. sebakul penuh nasi. ikan bakar dan ganggang laut yang diasap. barulah mereka sampai kepada pokok persoalan. Mereka berbicara sepanjang sore dan sepanjang malam, tidur sebentar menjelang subuh. bangun lagi. sembahyang. kemudian menunggu sampai hari siang sambil ngobrol ngalor ngidul. Namun Eko sudah demikian tidak sabarnya untuk pamit sehingga ia langsung saja mencium kening kakeknya begitu bias bias matahari" mulai menjilati butir butir pasir yang putih kemilau.
Satu nasihatku. Eko." kata kakeknya sebelum berpisah. 'Orang itu bukan manusia biasa seperti kita. Ia pernah tinggal di daerah ini jauh sebelum aku sendiri lahir. Hanya karena tradisi dan kepercayaan rakyat di sini yang begitu teguh yang mampu menyingkirkan dia. Konon ia telah berpindah pindah tempat setelah meninggalkan pesisir ini. Dan itu sudah berlalu hampir dua ratus tahun. tetapi ia tetap bertahan. Banyak orang orang berilmu telah mati. tetapi ia tetap hidup. Kau tak dapat menghadapi dia sendirian. Hanya Tuhan dengan segala kebesaranNya yang dapat menjatuhkan dia, Karena itu. cucuku. kunasihatkan, lupakan dia. Dan pikirkan masa depanmu bersama Lola..."
"Aku tidak bermaksud melawan orang itu kek."
"Jadi?" Aku hanya bermaksud menolong seorang manusia yang terperangkap. '
"Biarkan ia menolong diri sendiri."
"Aku tak mungkin, kek. Aku pernah mempunyai ikatan bathin dengan dia. Dan sampai sekarang ikatan bathin itu semakin kuat, melalui hubungan darah dengan suaminya. Lebih-lebih, kek. kalau kubayangkan iabang bayi yang ia kandung...'
"Nasihatku yang kedua: ujar orang tua renta itu dengan wajah masygul "Begitu lahir. bayi itu harus dibunuh."
Eko Prasetyo ngebut seperti orang gila.
Ia hanya singgah untuk mendinginkan mesin dan makan di tengah jalan selama bermobil hampir dua puluh jam penuh. Ganggang laut yang dihidangkan kakeknya sebagai sarapan pagi benar-benar obat pelawan kantuk
yang yang sangat menta'jubkan. Ia juga tetap merasa sehat dan fit setiba di kota, sebagaimana yang di ramalkan sang kakek.
Eko tiba di rumah tempatnya kost menjelang pukul empat pagi. Setelah mandi air hangat. sembahyang. ia kemudian langsung tidur. Tetapi matanya tidak mau terpejam. Apa yang ia dengar. ia baca ia selidiki, benar benar membuat ia takut. Jauh lebih takut dari Miranti. ketika perempuan itu menceritakan bahwa Ratno memiliki tanda yang ganjil di belakang telinganya.
"Tanda dari pengikut setan jahanam! Eko mengigau dalam tidurnya yang setengah sadar. "Tinggalkan suamimu, Mira. Jauhi orang orang murtad itu sekarang juga!"
Wajah Wajah Setan Karya Abdullah Harahap di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
la bangun dengan kepala pusing pukul delapan Pagi
Selintas ia ingin berkunjung sebentar ke rumah Lola. untuk memberitahu gadisnya kalau ia telah tiba untuk merencanakan hari perkawinan mereka. Tetapi ingatan pada Miranti. mengurungkan niatnya 'Bayi itu akan lahir setelah berada dalam rahim ibunya setengah dari tempo yang dibutuhkan oleh bayi bayi manusia yang normal.." terngiang ngiang ucapan kakeknya.
Berapa bulan usia kandungan Miranti. . pikir Ratno gelisah seraya menjalankan mobilnya di tengah tengah lalu lintas yang padat. Tiga, atau empat bulan menurut dokter Subagio. Mungkin enam atau tujuh. menurut perasaan Miranti. Eko menghitung-hitung. dan memutuskan untuk mengambil jalan tengah. Tiga dan enam.
Jumlahkan angka-angka itu. kemudian bagi dua.
Empat setengah bulan. Dan bayi normal lahir setelah sembilan bulan dalam kandungan ibunya.
"Tuhanku! ' Eko pucat pasi, ketika ia bunyikan klakson berulang-ulang untuk minta jalan. Tetapi mobil di
depannya ngantri cukup panjang. berderet deret pula, menunggu lampu merah. Jangan! Jangan lahir hari ini, bayi terkutuk!" Eko menyumpah serapah dan merasa lega begitu lampu menyala hijau dan mobil mobil di depannya merangkak maju satu persatu.
Apakah ia akan berhadapan dengan orang itu?"
Abu Lahuba Pumadijaya. Dari terjemahan kata kata kuno yang terdapat pada lembaran buku yang mulai dimakan ngengat itu, kata Abu Lahuba Purwadijaya mempunyai satu arti yang mutlak: Abu Lahuba". puing puing gaib Purwadijaya. mungkin nama turunan. Mungkin pula simbolik dari masa lalu raja jaman dahulu kala. Jadi, Abu lahuba Purwadijaya sama artinya dengan "Turunan penguasa alam gaib dari masa silam!"
"Turunan Penguasa Alam Gaib Dari Masa Silam ' Eko mengeja kata demi kata dengan suara bergetar kering dan nafas sesak "Abu. Lahuba. . Purwa. . di. jaya .. turunan... penguasa" alam gaib dari _'
Jalanan di depannya tampak lengang
ia telah berada di pinggiran kota. Dalam setengah jam ia akan tiba di perumahan yang terletak di atas bukit, menemui Miranti. berdo'a Ratno sudah pergi ke kantor, dan ia akan melarikan Miranti langsung ke rumah sakit. Kepada pak Kutil, atau isterinya. yang mungkin menjaga Miranti. akan ia terangkan sebuah cerita bohong. Katakan saja. salah seorang teman Miranti yang hadir pada makan malam minggu yang lalu. mendadak meninggal dunia karena kecelakaan.
"Bohong yang jahat. tapi manis' kata Eko sambi tancap gas. ?"Seorang teman baik Miranti. Meninggal karena kecelakaan.. " mendadak ia sendiri merasa iba dan bersalah' 'Astaga. Tuhan ku, ini bukan do a. bukan keinginan yang tulus Ampunilah hamba-Mu !
Sebuah titik kecil tampak di kaca mobil.
Warnanya hitam. Mungkin debu. Atau potongan daun kering. Tetapi titik itu makin lama makin besar. kemudian menjauhi kaca depan mobilnya. Ternyata seekor burung yang melesat dengan cepat dari daerah perbukitan. langsung menyongsong mobil yang dikendarai Eko. ia baru saja bernafas lega tidak jadi bertabrakan dengan burung yang nekad itu. ketika disadari Eko adanya perubahan suhu di dalam mobil. Dingin, membeku, berbau busuk
"Apa ini" Eko mencium-cium dengan hidung. Mungkin sampah busuk di pinggir jalan. "Hei ! ia tersen tak. ketika mendengar suara sayap berkepak mula mula samar. kemudian jelas dan semakin jelas. Lalu. burung yang tadi berkelebat di samping mobil. tahu tahu saja telah menerobos masuk ke dalam. hinggap didashboard.
"Astaga. Kelelawar?" Eko mengucap. kaget dan sekaligus terkesiap. 'Siang-siang begini. Apakah kesasar dan... tetapi mengapa...."
Tidak. Burung jenis kelelawar itu tidak kesasar. Besarnya melebihi ukuran kelelawar yang normal. hampir mencapai ukuran seekor ayam kampung. Sayapnya terkembang menutupi permukaan dashboard mobil dengan salah satu ujungnya menyentuh setir. Cakar-cakarnya panjang. runcing dan mengerikan. Lalu satu hal yang membuat Eko terpesona. adalah matanya. Matanya yang biasa berwarna merah menyala kalau muncul di kegelapan malam. tampak putih. kosong dan mati.
Lonceng tanda bahaya berdentang di benak Eko.
Sayang terlambat .ia bereaksi Dengan tangan yang satu tetap memegang setir. ia kibaskan tangan yang lain ke arah burung kelelawar yang aneh itu. sambil berteriak mengusir:
"Enyah! Enyah!' Kibasan tangannya bergerak lebih lamban dari gerakan burung itu. Kelelawar berbulu hitam legam dengan sayap coklat kemerah-merahan itu melayang dengan cepat.langsung menerkam wajah Eko Prasetyo. Cakar cakarnya yang runcing menqqaruk garuk pipi Eko dengan ganas. dan paruhnya yang tajam mengerikan. mematuk matuk ke mata Eko.
Eko memukul. Bahkan menendang Histeri. dan benar-benar gila sekarang. Perlawanan yang membabi buta itu tidak mengurangi cengkeraman dan patukan si kelelawar yang makin kejam saja. Darah mulai mengalir. Secara naluriah, Eko menjerit. kakinya menginjak rem. Ban mobil itu berdecit decit dengan kecepatan yang menurun dengan mendadak.
Dengan mata yang hampir buta dan sakit luar biasa. Eko terus saja menarik burung itu dari wajahnya. Ia tidak mengetahui. mobilnya berhenti begitu tiba tiba. arahnya pun tidak terkendali. Supir sebuah mobil tangki dari arah berlawanan, tidak keburu menginjak rem dan membanting setir.
Supir Itu menjerit 'Babi !Menyingkir dari jalanku! Babi. menyingkir cepat"
Tetapi tubrukan tidak lagi dapat dihindarkan. Suara hingar bingar meledak seperti bom waktu di jalan raya yang lengang itu. Supir truk tangki sampai terlempar keluar pintu mobilnya. jatuh di jalan aspal dengan suara berdebum. pingsan seketika. dengan tulang rusuk dan kaki yang patah.
Api kemudian berkobar-kobar. menjilat-jilat kian kemari. seperti lidah lidah api neraka
Dan. di sebuah rumah tua yang terletak di atas bukit.
dalam sebuah kamar sempit berbau pepak. sesosok tubuh besar dan kekar. duduk berjuntai di kursi goyang. Dalam jilatan lampu kamar yang redup, tampak kedua telapak tangannya terbuka. memperlihatkan kulit yang hitam pekat. dengan jari-jari yang tebal berbau.
Telapak-telapak tangan hitam itu. menyatu.
Dua ibu jarinya, mencuat lurus ke atas. kemudian ujung-ujungnya disatukan. Ada getaran-getaran samar dari perpaduan ujung ujung ibu jari itu, dan kursi goyang mendadak berhenti bergerak.
Dalam kegelapan. terdengar suara serak, berbisik tajam:
meninggal karena kecelakaan. eh?"
Sepi. menggigit. beberapa detik.
Lalu: 'Keinginanmu terpenuhi!"
Kursi bergoyang-goyang lagi. lambat, tetapi mantap. Penanda orang yang duduk di atasnya. penuh rasa keyakinan diri.
*** SEPULUH Bayangan itu sangat samar. Hitam. hampir hampir tanpa wujut. Tetapi kehadirannya terasa begitu dekat Begitu nyata. Miranti bergidik. Uap dingin terasa menerpa sekujur tubuhnya. menusuk-nusuk. tajam. Ia mencoba melarikan diri dari bayangan samar tetapi menakutkan itu. Namun punggungnya entah mengapa lekat menjadi satu dengan batu yang keras dan licin. mencengkeramkannya demikian kuat
Ketika bayangan hitam itu kian mendekat. dengan ketakutan Miranti melihat sepasang kaki berbulu berbentuk aneh. Kaki kaki itu menggapai ke depan. menjelajahi sekujur tubuh Miranti yang terkapar lunglai. Miranti meronta ronta melepaskan diri. Ia merasa sakit luar biasa. Sengsara. tersiksa dan kemudian menjerit putus asa.
Tak ada suara jeritan lepas dari mulut Miranti .
Tetapi usahanya yang setengah putus asa itu dengan ajaib telah membangkitkan tubuhnya yang terkUlai. Ia merentak duduk. dan hampir gila oleh kegelapan yang menyengat di sekelilingnya. Terdengar suara igauan samar. setengah merintih setengah marah Lalu gerakan halus di sampingnya, menyebabkan Miranti sadar mendadak. Ia rupanya tengah bermimpi buruk. dan terbangun dalam kegelapan yang menyiksa.
Gemetar. tangannya menggapai tombol lampu.
"Kletak!" Dan kamar tidurnya yang gelap berubah jadi terang berderang. Disebelahnya. Ratno masih tertidur. Tidur yang resah. tampaknya. karena Ratno sebentar sebentar menggeliat. Sudut sudut matanya basah. dan lewat mulutnya yang bergetar. terdengar igauan memelas:
Jangan" jangan Eko! Oh. jangan dia. mengapa"!"
Seketika Miranti melupakan mimpi buruknya.
Ia guncang guncang pundak suaminya.
'Ratno'" He. Ratno! Bangunlah. bangun ..!"
Laki laki itu berhenti mengigau. Lalu pelan pelan membuka matanya. Ia menatap liar kian kemari. dan ketika mengetahui dimana ia berada. Ratno langsung terduduk. Ia meringkuk di pojok tempat tidur. dan menatap isterinya dengan pandangan ganjil.
Tadi sore. ia pulang jauh lebih lambat dari biasa. Begitu Miranti membuka pintu untuknya. Ratno menatap lurus ke mata Miranti. Pandangan matanya sama seperti saat ini. Ganjil. mengkhawatirkan ! Tanpa bicara sepatahpun juga. ia terus saja masuk kamar. meringkuk di tempat tidur. Sampai larut malam Ratno tak juga terpejam. Anehnya. tidak pula ia menaruh perhatian atas pertanyaan-pertanyaan Miranti mengapa ia bersikap begitu ganjil tampak lesu dan pucat. Ia hanya berujar. "Jangan mengganggu aku. Mira" dan lewat tengah malam barulah ia tertidur. disusul oleh Miranti yang rebah dengan perasaan gelisah.
'Kau bermimpi. sayang" Miranti berbisik. kecut. Ia ingin mengatakan bahwa ia juga bermimpi buruk. namun menelan keinginan itu dalam hatinya. Lantas. dengan bingung ia melanjutkan 'Kau menyebut nyebut Eko...."
Sesaat. pundak Ratno terguncang.
Matanya berubah panik. Apa yang terjadi. Ratno"''. Miranti berbisik, tajam. Perasaan tak enak yang menyelimuti benaknya semenjak Ratno pulang malam tadi. menimbulkan kecurigaan dalam hati. Lama Ratno tak menjawab. Ia hanya menatap Miranti dengan pandangan matanya yang ganjil. dan linangan air matanya yang jatuh satu persatu
Miranti semakin gelisah. Ratno'"' ia mengusap pipi suaminya.
Ratno mengelak "Hai. Apa...." "Kau menanti kedatangan Eko bukan. Mira?" potong Ratno tiba tiba.
"Maksudmu" '. Miranti terkejut.
"Aku... aku tak ada janji dengannya. Tetapi ia tadi pagi dalam perjalanan ke sini. ketika... ketika ia...' Ratno menjilati bibirnya yang kering. dan bertanya gugup: "Kau menanti dia. bukan?"
"Sebentar. Ratno!" Miranti kini mencengkeram lengan suaminya kuat kuat. Dadanya mendadak terguncang tanpa sebab. "Tadi kau katakan ia dalam perjalanan ke sini. ketika ia... Ketika ia apa. Ratno?"
Mata Ratno terpejam. Ia mengisak. menangis seperti anak kecil. Meski terheran heran. Miranti memeluk suaminya. membelai pipinya. mengusap air matanya. mencoba tersenyum. ketika ia mendesak dengan hati hati'
"Katakanlah Aku akan tabah
Tetapi toh Miranti terpukul dengan hebat, manakala ia dengar jawaban Ratno yang terbata bata:
'Ia.. ia maaati. !' Ia sama sekali tidak mendengar lagi penuturan Ratno berikutnya. Yang menerangkan. bagaimana da lam perjalanan pulang dari kantor Ratno melihat sisa sisa kecelakaan lalu lintas di bawah bukit. Kedua mobil yang bertubrukan dengan hebat pagi itu telah disingkirkan ke tepi jalan. Dari keterangan seorang pemilik warung di pinggir jalan. Ratno kemudian mengetahui apa yang terjadi. Tanpa sengaja, matanya tertubruk pada plat nomor mobil yang terbakar hangus. dan setelah memperhatikan dengan teliti jenis dan tahun dirakitnya mobil tua yang bentuknya sudah tidak karuan itu. Ratno tertegun. Ia kemudian pergi ke pos polisi terdekat. dan dari petugas piket di situ ia tak syak lagi: Eko PraSetyo meninggal dalam keadaan yang sangat sengsara.
"... Aku kemudian pergi ke rumah sakit" Ratno berujar dengan pandangan kosong dan getir "Di sana aku bertemu Lola dan keluarganya. Mayat Eko hampir tidak dapat dikenali. Hancur. hangus mengerikan dan...."
"Tidak...". Miranti mengerang "Tidaaaak'", menjerit lebih keras. dan kemudian jatuh tidak sadarkan diri
Miranti tidak menaruh perhatian sedikitpun ketika ia dan Ratno turun bukit ditemani bu Endah. Ia percaya saja ketika Ratno sambil lalu mengatakan. dari pemakaman ia bermaksud terus pergi ke kantor untuk menyelesaikan satu dua urusan penting. kemudian akan menjemput Miranti di rumah Lola. Kuatir ada apa apa dan Miranti ingin pulang sebelum suaminya datang menjemput. maka ia mengajak serta bu Endah.
"Sekalian aku ingin melayat. ' induk semang mereka itu menambahkan dengan nada gundah
Rumah yang mereka tuju hampir penuh oleh tamu tamu yang datang melayat. meski sudah sama sama mendengar kabar jenazah Eko Prasetyo tidak akan dibawa ke rumah itu. melainkan terus saja ke pemakaman dari rumah sakit. Setelah menurunkan isterinya dan bu Endah. Ratno berbincang-bincang sejenak dengan beberapa sanak keluarga tuan rumah dalam suasana kaku. kemudian pergi ke rumah sakit
Miranti tidak begitu intim dengan keluarga Lola.
Ia mendengar isak tangis di sana-sini. mencoba menjawab tegur sapa seorang dua kenalan dan keluarga jauh suaminya. dan langsung saja menuju kamar Lola setelah lebih dilu mendapat janji dari bu endah yang akan menunggu di ruang depan bersama tamu tamu yang lain. ia diantarkan deh ayah gadis itu ke kamar.
*** Mata laki-laki setengah umur itu merah bekas menangis. dan terbata-bata ia menceritakan bagaimana ia telah berusaha sehati hati mungkin menyampaikan kabar buruk itu kepada anaknya.
"Lola tidak menangis." kata orang tua itu. tanpa nada gembira. "Ia terus saja masuk ke kamar dan tidak mau ditemui siapa siapa. Bahkan ibunya sendiri juga tidak." Sebelum ayah yang malang itu mengetuk pintu kamar anak gadisnya ia sempat berpesan lebih dahulu kepada Miranti.
'Kuharap kau dapat berbicara dengan dia, nak Mira. Bukannya kami mau merendahkan almarhum. Tetapi... yah. Tolong ingatkan Lola. bahwa akan sia-sia saja memikirkan orang yang telah meninggal. Dan satu hal..." orang tua itu mencoba tersenyum, kecut dan masam. "Si Eko itu toh belum jadi suaminya"
Lolita Suparjan memang tidak menangis
Namun ia duduk di pojok tempat tidur seperti pertapa yang tiba tiba hilang ingatan. Bersila diam. lengan lengan terkulai layu di kedua lutut. bibir terkatup rapat rapat. Sebaliknya, sepasang matanya yang biasa berSinar cerah dan hidup. tampak kosong dan mati meski terbuka lebar-' lebar. Sekilas pandang. Miranti sudah dapat menangkap apa yang tersirat dibalik sinar mata yang dingin dan pudar itu. Duka yang dalam dari hati seorang perempuan yang terluka.
Ia mendekat bimbang ke tempat tidur.
Lolita Suparjan melihatnya. tetapi matanya tidak menggambarkan apa apa. Miranti menggigit bibir. menelan ludah berkali kali, dan tibatiba ia ingin menangis ingin menjerit, ingin bersatu dengan penderitaan sahabatnya itu. Eko Prasetyo seorang yang bersifat pembosan. termasuk soal perempuan. Itu sebabnya suatu ketika Miranti mengingatkan sepupu iparnya itu "Umurmu kian bertambah. Terlambat kawin, kau akan kehilang an kesempatan yang ingin diraih oleh setiap orang manusia dewasa. Kecuali, kau merasa kau masih seorang bocah tolol dan sedikit tidak waras!" Lalu Eko datang, memperkenalkan Lolita Suparjan pada Miranti. dan menjawab tantangannya: "ia yang terbaik. Demi kau, ia akan kuperisteri!"
Dan tujuh tahun lebih berlalu dengan sisa-sisa.
Kesetiaan Lolita Suparjan. ternyata sia-sia Miranti menyadari hal itu ketika ia dengar bisikan Lola yang parau.
"Apa yang mesti kuperbuat, Mira" Menangis?"
Pertanyaan tak terduga itu membuat Miranti gugup sendiri. Tak tahu apa yang akan ia jawab. Dan aneh, mendadak Lolita melahirkan seulas senyum di bibirnya yang pucat. Sayang. senyum itu demikian kaku, demikian dingin dan hambar, sehingga Miranti merasa tertekan.
rasanya seperti baru kemarin terjadinya." bisik Lolita lagi. "Ia menjanjikan untuk pertama kali Menjanjikan mau melamarku pada orangtuaku, dan matanya berkilat tajam, berapi-api. 'Waktu yang ia janjikan. Mira, justru hari ini!"
"Tuhanku!" Miranti bergidik, menghambur ke tempat tidur. Namun ia seketika tertegun, dan mengurungkan niatnya untuk memeluk dan menangis bersama sahabat nya itu, manakala Lolita justru menjauhkan diri. Senyum getirnya lenyap. la menatap Miranti dengan gusar. kemudian bersungut sungut setengah sadar:
" Lalu ia pergi, Mira. Pergi. Bukan untukku. Ia pergi Untukmu. Dan ia... ia mati, juga hanya untukmu. Mengapa, Miranti. mengapa?"
"Lola. aku." Miranti menggigit bibir, menahan tangis dan shock yang tiba-tiba melanda dadanya. Ia sadari
betapa benarnya kata kata Lolita. Eko pergi ke pesisir selatan, untuk Miranti, dan untuk jabang bayi dalam kandungan Miranti. Tanpa sengaja ia mengelus perutnya sendiri. dan merasakan hentakan hentakan halus pada kandungannya .
Lolita merintih. 'Kau tahu. Mira" Tujuh tahun aku bersabar. Tujuh tahun lebih aku mempersetankan laki laki lain. Malah" malah aku pernah bersumpah Aku hanya mau dijamah Eko seorang. Untuk dia, keperawananku kupertahankan. Kau tidak tahu itu. bukan" Papa juga tidak. Mama tidak. Eko sendiri bahkan tidak pernah mengetahui sumpah yang kuucapkan diam diam di sanubariku yang kuanggap kokoh dan cukup ampuh mempertahankannya. Kukira. Mira, aku tak akan pernah rapuh. Tak akan pernah! Katakan itu pada orangtuaku. dan pergilah._" gemetar. Lolita menuding ke pintu. "Enyahlah. Mira Kau telah merenggut kesetiaan yang kudambakan sekian lama. Enyah lah, sebelum aku mencabik cabikmu Dengar?"
Miranti terpukau Ia masih terpukau ketika sesaat kemudian ibu Lolita menghambur masuk ke kamar meloncat ke tempat tidur, memeluk anaknya kuat kuat seraya menangis meratap ratap'
"Apa apa yang kau katakan. anakku" Ya Tuhan. jangan katakan kau telah bersumpah sejahat itu. Jangan jangan. ' .
Miranti tidak tahu kapan ia meninggalkan runah Lolita. Tahu-tahu saja ia telah duduk di jok belakang sebuah taksi yang sengaja dipesan oleh bu Endah. induk semangnya itu duduk diam-diam disebelahnya. tidak tega mengusik miranti .Ia hanya mampu mengusap usap pergelangan lengan anak semangnya itu. berusaha memperlihatkan senyum dan tatap mata seorang ibu yang bijaksana.
Baru setelah Miranti tampak sedikit terang. bu Endah berujar:
'Apakah kau ingin kuantar pulang" Aku bermaksud belanja sebentar ke pasar. Kalau kau mau ikut..."
Bawalah aku kemana saja. bu. Kemana saja..." Miranti mendesah lirih.
"Bagus ! Aku sudah cemas. kalau kalau kau telah melupakan dirimu sendiri. Aku tak tahu bagaimana hubunganmu sebenarnya baik dengan Lolita maupun dengan Eko. Tetapi kunasihatkan. nak. Kau tengah mengandung. Pikirkanlah dirimu sendiri. Dan jabang bayimu, yang sama sama kita rindukan..." bu Endah tersenyum manis. Lalu seolah melupakan sesuatu ia meralat ajakannya semula: "Hem. Kalau tak salah. tempat praktek pak Subagio tak jauh dari pasar. Selagi aku berbelanja. apa salahnya kau konsultasi sebentar dengan dia" Kau begitu pucat. begitu kurus dan..."
Dokter Subagio' Pesan Eko Prasetyo sebelum meninggalkan Miranti beberapa waktu yang lalu. mendadak terngiang ngiang kembali.
'Jangan temui dia lagi. Temuilah dokter yang lain. Seorang dokter yang telah berpengalaman. yang akan merawatmu sebagaimana ia telah merawat isteri-isteri hamil yang lain dengan wajar. Bukan menurut caracara kerja dokter Subagio yang aneh itu.." Eko benar. Subagio yang aneh. Pel-pelnya yang aneh. Susu basi. maru. ramu ramuan yang memualkan, yang entah mengapa menimbulkan selera Miranti yang ganjil terhadap daging dan darah mentah!
Miranti membasahi bibirnya yang kering.
Ia tidak akan menemui dokter Subagio. Tetapi bagaimana ia harus mengatakannya kepada bu endah" Dan ah, ya! Mengapa Ratno mengajak bu Endah untuk
menyertainya" Menyertai Miranti" Atau mengawasi" Tahukah mereka apa yang telah Eko dan Miranti rencanakan"
Semakin dekat ke pasar. semakin gelisah Miranti .
Namun akhirnya pikiran cemerlang menjelma di otaknya yang butek.
Ia menarik nafas panjang, berusaha agar tetap tampak wajar ketika ia mendengus acuh tak acuh:
"Aku pucat" Dan kurus?" ia memberanikan diri menatap mata induk semangnya yang terheran heran oleh ucapannya. 'Kukira ibu benar. Dan yah. Beberapa hari ini rambutku rontok terus-terusan. Ibu tentunya berpura pura. Ibu ingin mengatakan. aku tampak jelek dan menyedihkan..."
"Astaga. anakku! Apa yang kau bicarakan ini"' bu Endah terkejut.
Sebagai jawabannya, Miranti yang kini tersenyum manis.
ia telan kedukaannya di dalam hati. Lalu berkata lebih manis lagi:
"Aku senang ibu mengingatkan keadaanku. Aku jadi 'malu sendiri. Pantas belakangan ini Ratno kurang memperhatikan diriku. Tidak seperti biasanya ia begitu mesra. kadang-kadang begitu bernafsu... Ah. bu. jangan tertawa. Aku cuma bermaksud menjelaskan. bahwa aku ingin tampak cantik kembali. Ingin merayu Ratno sebagai seorang mempelai wanita yang ketagihan?" Miranti entah mengapa dapat tertawa oleh leluconnya yang kasar itu. lantas berkata dengan sungguh sungguh: "Jangan ke dokter Subagio. Antarkan saja aku ke salon."
Mendengar itu. mau tidak mau bu Endah tertawa
"Anakku cantik." katanya, bernafas lega. "Syukurlah kau telah menemukan dirimu sendiri sekarang. Jadi ke
salon. eh" Mau yang mana" Ibu sudah lama tak masuk salon. Maklum... ah. si Kutil itu suka cemberut. Katanya. kakiku yang timpang tak akan pernah dapat di .."
"Itu!' potong Miranti. seraya menuding ke depan. dimana kebetulan tampak wave salon yang cukup mentereng juga. ia belum pernah ke salon ini, dan sebelumnya cukup hati hati memilih tempat perawatan kecantikan yang sesuai dengan seleranya. Tetapi sekarang. . . .
Bu Endah menyuruh supir berhenti di depan salon termaksud.
Tetapi ia tidak langsung meninggalkan Miranti begitu saja. Ia menunggu sampai giliran Miranti tiba. dan anak semangnya itu siap untuk dirawat. dan ahli kecantikan yang menerimanya mengatakan akan makan tempo sekitar tiga jam untuk perawatan permulaan.
"Cukup lama. Di pasar aku paling paling setengah jam. Aku akan segera menemanimu lagi. anakku. bu Endah membelai pipi Miranti dengan penuh kasih." Kau akan memesan apa"''
Miranti berpikir sebentar
Pura-pura saja. dan menyebutkan satu dua keperluan dapur yang ia minta tolong dibelikan induk semangnya dan dibayar nanti setiba di rumah. ia kemudian duduk di kursi yang tersedia. bersandar santai dengan mata terpejam seakan ingin tidur. Bu Endah tersenyum puas. masuk kembali ke taksi dan meluncur ke pasar.
Ia tidak membutuhkan setengah jam seperti yang ia katakan.
Setelah membeli apa apa yang dipesan Miranti. perempuan itu masuk ke toko perlengkapan anak anak dan bayi. Ia keluarkan secarik kertas pada pelayan toko. dan membaca pesanannya ranjang bayi, komplit. Keperluan
bersalin. komplit. Sejumlah popok. gurita, pakaian bayi... Ia membayar harga semua pesanan itu. dan mengingatkan agar semuanya dikirimkan langsung ke alamat Abu Lahuba di perumahan yang terletak di atas bukit.
Sepuluh menit sebelum waktu yang ia janjikan, bu Endah telah kembali ke salon. Ia tidak melihat Miranti. Orang yang tadi merawat anak semangnya itu. dengan sikap terang terangan tersinggung menceritakan bahwa begitu bu Endah meninggalkan salon. Miranti langsung melepaskan diri dari kursi kelihatan gugup ketika mengatakan ada sesuatu yang penting ingin ia katakan pada bu Endah, kemudian tergopoh gopoh meninggalkan salon dan tak pernah kembali. .
Bu Endah terhenyak dan pucat seketika.
Menit berikutnya ia telah terbang dengan taksi yang sama langsung ke atas bukit. Tiba di depan rumah Abu Lahuria ia turun dari taksi dengan wajah kecut dan sikap takut takut. lalu mengetuk pintu dengan tangan gemetar
Orangtua bertubuh tinggi besar. berkulit hitam pekat dan berbulu tebal pada punggung tangannya itu yang membuka pintu. Wajahnya tampak datar dan dingin. Sebelum tamunya sempat mengatakan sesuatu. Abu telah berujar lebih dulu
"Jadi ia berhasil minggat, bukan"''
Bu Endah mengangguk. "Aku telah mencoba mengikuti jalan pikiran anak itu. Tetapi aku tidak begitu berhasil " kata Abu Lahuba. kecewa namun tampak tetap tenang tenang saja. Ia melanjutkan dengan suara getir 'Jabang bayi yang ia kandung seperti berkomplot dengan dia. Kekuatan pikiran ibu dan bayi itu tidak dapat kutembus. Tetapi. kau pulanglah. Kukira ia tidak akan pergi jauh jauh..." Sebelum ia menutup pintu di depan batang hidung bu
Endah yang masih tetap diliputi perasaan bersalah. Abu Lahuba sempat Mendengus: "Sudah kau pesan barang barang yang kita perlukan."
Abu Lahuba Purwadijaya tidak keliru.
Dari salon Miranti langsung naik taksi ke sebuah klinik bersalin milik swasta yang punya nama besar. Perawat jaga yang ia temui memberitahu bahwa dokter kepala klinik yang ingin ia temui baru saja selesai menolong kelahiran seorang bayi kembar. dan saat itu tengah bersiap siap untuk pulang. Miranti disuruh menunggu sebentar. dan kemudian dipersilahkan masuk ke sebuah ruangan sejuk dan menyenangkan susunan perabotannya.
Dokter Hasudungan masih muda belia.
Ia menyambut Miranti dengan ramah tamah. dan gembira ketika Miranti mengatakan alamat dokter itu ia peroleh dari Eko Prasetyo. Seorang sahabat lama. kata Hasudungan. lalu dengan wajah berduka ia meneruskan: "Sayang. ia terlalu cepat pergi. Aku justru baru saja akan pergi melayat... ah. itu bisa ditunda." ia menarik nafas panjang. Lalu: 'Nyonya tampaknya gugup dan ketakutan" Mengenai kandungan nyonya. tentunya?"
"Benar. dokter."
"Ada kelainan?"
"Ya." "Mari kita periksa. Sementara berbaring. ceritakanlah apa saja yang nyonya anggap tidak pada tempatnya?"
Miranti menceritakan semuanya dengan bernafsu. terkadang setengah menangis. terkadang menggigil ketakutan, dan paling akhir ia mencucurkan air mata ketika
mengemukakan isi hatinya;
'Semuanya terlalu ganjil dan mengerikan, dokter. Obat obat yang lain dari biasa. efek efek yang membingungkan. Saya kira dokter... saya tengah terperangkap suatu komplotan jahat. atau saya mulai mengidap peyakit gila!"
'Nyonya berlebihan." jawab dokter, menghibur Miranti. Setelah selesai memeriksa kandungan pasiennya, ia sendiri bingung dan bertanya tak percaya: "Anda katakan, empat bulan?"
"Empat atau lima. dokter. Saya tak tahu pasti!"
"Tetapi..." dokter berkata degan susah payah" "Anak nyonya tampaknya akan lahir dalam tempo satu dua hari lagi. Paling lambat. empat hari!"
"Prematur?" Miranti berubah pucat"
"Lebih dari itu..." Hasudungan berpikir keras. dan seperti teringat sesuatu, ia bertanya dengan sungguh sungguh' 'Kau katakan kau tinggal di atas bukit itu?"
"Ya. dokter " 'Dan yang merawatmu, dokter Subagio?"
"Benar." "Hem"' Hasudungan mengerutkan dahi. Kemudian ia memperlihatkan senyuman ramah, mempersilahkan Miranti duduk kembali di tempat semua. "Tunggulah sebentar," ia berkata. lalu keluar dari ruang periksa. Tak sampai lima menit kemudian. ia telah kembali. Wajahnya telah cerah pula seperti semula. dan senyuman lebarnya menyenangkan hati.
"Nyonya sehat dan kandungan nyonya normal" ia berujar. "Tetapi sebelum kita mempersoalkannya lebih terperinci, mengapa tidak kita bicarakan mengenal hal hal yang lain. Misalnya. mengenai keinginan nyonya untuk dirawat di klinik ini sampai bayi nyonya lahir. dan setelah itu.... Oh ya. setelah itu. apa yang dapat saya
bantu" Dan mengenai suami nyonya. apakah harus kami beritahu"
"Jangan'" Miranti mendengus. takut.
Tanpa memperlihatkan perasaan heran. Hasudungan mengangguk
"Saya mengerti; katanya 'Omong omong. bagai mana dengan kelahiran anak anak nyonya sebelum ini'?"
Miranti berusaha menceritakan secara ringkas. Tetapi dokter Hasudungan terus saja bertanya ini itu. sehingga cerita Mrranti berkembang meniadi panjang dan memakan tempo yang lama. didengarkan oleh dokter Hasudungan dengan tekun dan penuh perhatian. Kadang kadang ia mencatat sesuatu di buku notesnya. dan beberapa kali dengan halus ia mengalihkan persoalan tiap kali Miranth mengingatkan. "Aku ingin dirawat di sini tanpa seorangpun yang tahu!"
Lama kelamaan, Miranti mulai curiga. Pembicaraan yang berlangsung tampaknya disengaja. seperti mengulur ulur waktu Tetapi mengapa" Terhadap apa" Jawabannya muncul hampir satu beberapa menit kemudian. ketika pintu ruang praktek dibuka orang. dan ke dalam ruangan itu berturut turut muncul dokter Subagio. Ratno suaminya. dan bu Endah. Saking terkejut dan kecewa. Miranti terhenyak lunglai. bersimbah keringat dingin.
Ia diam saja tidak bereaksi ketika bu Endah memeluknya dan pura-pura menangis terharu ketika berkata penuh suka cita
'Aduhai. nak .Kau membuat kami cemas. Syukur, syukur kau baik-baik saja Aduh' Kau akan tertawa kalau kuceritakan bagaimana marahnya pemilik salon itu dan...."
Ratno memegang tangannya dan berbisik lembut:
Bangunlah. Kita pulang ke rumah
Dan dokter Subagio menjabat tangan dokter
Hasudungan. seraya berujar dengan ikhlas:
"terimakasih. kau menelepon kami. Pasienku tentu bercerita yang bukan bukan. benar" Tetapi biarlah. Biasa. kalau orang sedang shock. Maklum. baru saja ditinggal mati salah seorang keluarga dekat. Hem. dengar-dengar Anda juga kenal wartawan yang bernama Eko Prasetyo"
Seakan lumpuh. Miranti menurut saja ketika dibimbing suaminya dan bu Endah menuju pintu keluar. Tetapi di ambang pintu. ia menemukan sisa sisa semangatnya. mengumpulkannya dengan susah payah. lantas mem balikkan tubuh, menghadap lurus ke dokter Hasudungan. Katanya, memohon panik.
"Demi Tuhan. Tolongah lepaskan aku dari manusia manusia ini"
Lantas ia menangis melolong lolong. meronta ronta liar ketika diseret Ratno yang dibantu bu Endah dan dokter Subagio masuk dengan paksa ke mobil yang menunggu di depan klinik. dibawah pandangan mata beberapa orang suster. pasien dan pengunjung yang terheran-heran dan kebingungan Karena didalam mobil ia masih terus juga berontak sambil menjerit jerit setengah gila. dokter Subagio menyuntik lengan kirinya dengan hati hati. Miranti jatuh tertidur dalam perjalanan pulang ke atas bukit. Tidur yang tersiksa. tidur yang hambar, kosong tanpa mimpi.
Di klinik yang mereka tinggalkan. seorang suster masuk ke ruang kerja dokter Hasudungan. la meletakkan sejumlah berkas untuk ditandatangani. Dan sebelun keluar. bertanya sambil lalu
"Pasien tadi. dokter. Apa yang terjadi?"
Dokter Hasudungan terjengah. Lalu sambil tersenyum kecut. ia meletakkan jari telunjuk dalam posisi miring pada jidatnya. Suster melongo. kemudian manggut-manggut mengerti. Ketika menandatangani
berkas-berkas itu. dokter Hasudungan merasa telinganya gatal gatal. Ia garuk-garuk bagian yang gatal itu. Belakang telinga. hampir tertutup oleh rambutnya yang tebal dan bersinar sinar oleh polesan minyak kelas satu. tepat pada sebuah lingkaran samar-samar. merah kehitam hitaman
*** Akhirnya Miranti terbangun setelah mengalami serangkaian mimpi buruk yang sangat menyiksa. Mula mula terlihat warna hijau lumut, luas dan samar samar, sehingga ia sempat berperasaan dirinya terperangkap di tengah rimba belantara. Tetapi ketika matanya menangkap bentuk lemari pakaian dan jendela kaca yang tirainya tersingkap. sadarlah ia warna tadi berasal dari wall paper yang melapisi tembok kamar tidurnya.
Ia memaling manakala ia menangkap gerakan halus disamping kirinya.
'Hai, Mira ini aku Ratno " seorang menyapa Lembut. penuh sayang
Miranti mengerjap Berulang ulang. Lantas pandangan matanya menangkap segala sesuatu semakin jelas. Dan benarlah. Ia melihat suaminya, Ratno. Bukan Ratno yang sempat menyiksanya dalam mimpi mimpi buruk itu. Melainkan Ratnonya yang dulu Ratno yang penuh rasa cinta, Ratno yang setia. Ratno yang berusaha tetap melindunginya. Ratno yang senantiasa menghiburnya" "Demi kau sayangku apapun akan kulakukan'
"Ratno?" ia berbisik. Getir.
ya, Mira.' Ratno menggapai tangannya. mengusapnya mesra.
"Peluklah aku, kekasih ." Ratno memeluknya, dan Ratno mengecup bibir Miranti, mengulumnya berlama lama. sampai Miranti merasa sesak nafas dan Ratno menyadari ciuman panjang yang memabukkan itu sudah saatnya diakhiri.
'Kau baik-baik saja, Ratno"
Aku" Oh. aku baik baik saja. Mira." mata Ratno
membesar. "Justru aku harus mengajukan pertanyaan itu padamu.:
"Rasanya sakit sekali. Ratno." Miranti menarik nafas Kemudian terpejam. "Sakit sekali. Dan mengerikan luar biasa?" ia genggam tangan Ratno kuat-kuat. tak ingin ditinggalkan, terbaur dengan hasrat ingin dilindungi. "Aku terumbang ambing dalam menit menit yang penuh kesengsaraan. Aku melihat petir, Ratno. Menyambar perutku... ah, ah. ah! Lalu... lalu di antara suara topan badai yang riuh rendah. aku merasa tubuhku terangkat tinggi. terbang ke langit yang gelap. pekat. yang menjepitku kuat-kuat. Sesuatu... sesuatu bagai dibetot dari tubuhku. Kasar dan kejam! Kemudian... kemudian .. rasanya aku melayang lagi. Terhempas. Jatuh ke bumi. Hancur berkeping-keping...."
"Mimpimu sudah berakhir, Mira ku '
"Ya. Ya. Berakhir sudah. Tetapi Ratno...' Miranti menatap suaminya. minta penjelasan "Mengapa rasanya begini pusing" Semuanya berputar putar.-Aku melihat banyak orang. Dengan wajah wajah yang aneh. Penuh corat-morat. menyeringai. tertawa. menari nari, liar tak terkendali, kadang-kadang menjerit-jerit menyeramkan. Dan... dan di antara mereka . aku melihat kau. Ratno. Melihat kau mengenakan topeng hitam, bertaring. bermoncong panjang. mirip... mirip babi. itu tidak benar. bukan Ratno" Kau tidak ikut bersama mereka. bukan" Kau tidak turut menari-nari di atas tubuhku yang hancur, dan... dan:
"Tentu saja tidak. Mira." Ratno memeluknya Demikian rupa. sehingga tubuh Miranti setengah terangkat dari kasur. "Kau sendiri bilang, kau hanya bermimpi buruk saja"
"Tunggu, Ratno!" bisik Miranti. tajam.
"Hem?" Miranti mencoba duduk. Dengan susah payah dan menahankan keperihan yang amat sangat seolah beberapa bagian tubuhnya diiris-iris sembilu. akhirnya ia berhasil. Ia duduk dengan sikap waspada. seolah seekor induk beruang yang mencium adanya bahaya mendekati sarang anak anaknya. "Aneh! Rasanya begitu ringan..." Miranti bergidik, seram. Lalu mengerang; Ada.. ada sesuatu yang hilang...!"
Wajah Ratno berubah pucat.
Sekejap cuma. Wajahnya berubah wajar dan biasa kembali, ketika Miranti berpaling dan dua pasang mata mereka bertemu.
"Benarkah?" desis Miranti.
"Ya. Mira?" "Di sini..." Miranti meraba perutnya. Mala-mula ragu. kemudian lebih mantap. lebih keras menekan. Kosong. Rata, tanpa isi. Ia gemetar. Berpetuh dingin, lalu: "Apakah... apakah dia.. dia sudah iahir. Ratno" gagapnya. kecut.
Tak ada sahutan. Miranti mengawasi suaminya. Semakin kecut. Karena ia lihat Ratno yang menderita ketika bayi pertama mereka. . laki laki, meninggal. Ratno yang putus asa ketika harus menerima kenyataan. anak perampuan'mereka. akhirnya juga meninggal. Pundak Ratno terkulai Layu. Lehernya bagai patah. dengan sorot mata hampa. kehilangan semangat.
Lalu Miranti tahu . Seketika. ia menjerit. rebah terhempas.
Pingsan. *** Dokter Subagio menutup tasnya dengan tenang, meski hatinya sedang tertekan. Sebelum berlalu. matanya sempat mencuri lirik Miranti yang duduk mematung di pojok tempat tidur. Wajah perempuan itu teramat sukar digambarkan. Kurus. pucat. dengan tulang tulang pipi menonjol nyata. Garis garis bibirnya begitu tajam. seolah mengguratkan penderitaan yang tidak kunjung habis. Mata terbuka nyalang, hampir tidak pernah berkedip dari tadi. Begitu kelam. Pudar. Dan mati
Subagio semakin tertekan.
Belasan tahun yang silam, sumpah kedokteran telah ia buang ke tong sampah bersama botol botol obat yang sudah tidak terpakai. Namun bagaimanapun Subagio tetaplah seorang manusia biasa. dengan segala kelemahan-kelemahannya. Dua kali Miranti menghadapi kematian anak anaknya. Dan hari ini. ia terpaksa menghadapkan Miranti pada kematian yang ketiga. Meski menyatakan keguguran tidak dapat diartikan sama dengan menyatakan kematian, Subagio tetap yakin bahwa Miranti ingin yang terakhir tetap hidup.
Andaikata perempuan itu tahu
Subagio menelan ludah "ia perlu istirahat, itu juga" katanya gundah pada Ratno yang mengantarnya sampai ke pintu. "Pel pel yang kuberikan harus diminum..." Subagio mengawasi Miranti lagi, lantas mengakhiri kalimatnya dengan suara getir "Kalau ia mau'"
Sampai malam jatuh, tak sebutir pun pel itu yang diminum Miranti. Jangankan pel. sebutir nasi atau bahkan setetes air pun tidak. Miranti seakan akan telah menyatu dengan tempat tidurnya. meraih penderitaan dan kesengsaraan agar tidak meninggalkannya begitu saja. sendirian dalam kesepian. Bu Endah tidak dapat membujuknya bicara. pak Kutil kehilangan humor-humornya
yang biasa. dan tetangga-tetangga lainnya. begitu melihat Miranti, begitu memutuskan mundur teratur dan melupakan keinginan menyatakan simpati yang dalam.
Wajar. apabila Ratno Tanudireja terperanjat tatkala
menjelang dinihari Miranti membuka mulut juga. Apalagi. kalimat pertama yang muncul adalah kalimat yang perlu dipertimbangkan dengan hati hati sebelum dijawab
'Ratno?" desah Miranti, tanpa berpaling pada suaminya yang duduk dengan sabar mengawasinya dengan
melupakan perasaan letih, ngantuk dan kecewa.
'Ya. sayang." 'Apakah sesungguhnya yang telah terjadi?"
Lama, dengan jantung gedebak gedebuk. baru Ratno dapat menyahut:
"Maksudmu" "Semua omong kosong kalian itu
'Ka.. . kami"' "Ya Subagio, pak Kutil suami isteri tetangga tetangga. Dan kau. tentu saja. Bukankah kau yang tadi siang lebih dulu mengatakan. kita akan memulai kembali dari semula" Perkataanmu itu dapat kuartikan sebagai pernyataan. harapan kita yang ketiga toh sia sia juga"
Mira Bukankah ' "Ia tidak mati. bukan"
Ratno terkesima. dengan bulu punduk pada meremang. Susah payah ia menyembunyikan kaget dan kuatir yang melanda dirinya tiba tiba. lalu tergagap menyahuti
"Dokter sudah bilang bahwa"
Lagi lagi Miranti menukas. tandas
"Aku tanya kau!"
"Mira ." rasanya Ratno lebih baik minggat Melarikan diri ke mana saja. asal ia tidak diharuskan menjawab tuduhan itu 'Mengapa kau berpikir yang bukan bukan"'
Aku memikirkan yang sebenarnya. Bahwa anakku
masih hidup." "Mustahil. Mira...' "Naluriku mengatakan tidak. Naluri seorang ibu. Ratno. Bukan naluri seorang laki-laki yang mendadak kehilangan pendirian!"
' Kau mencurigai aku." Ratno memperlihatkan wajah angker, meski jauh dalam hati. ia terpukul. Kalah mutlak.
"Aku bukan curiga."
"Jadi?" "Aku malah yakin. Kau. Ratno dengan komplotanmu. telah membual yang bukan bukan. Hem. Apa saja yang telah kalian jejalkan ke benakku" Bahwa aku shock begitu keluar dari rumah Lola. Bahwa di mobil. aku terhempas hempas karena kematian Eko. Kemudian" Miranti menyeringai dingin. "Aku tiba-tiba seperti hilang ingatan. Bukannya pulang. tapi minta diantarkan ke salon. Lucu. bukan" Ditengah suasana berkabung. justru aku pergi ke salon. Dan apalagi kegilaan yang kuperbuat atau seperti kalian buatkan?"
Miranti menggigil sesaat.
Lalu: . . entah setan apa yang merasuki diriku. tahu-tahu saja aku melarikan diri dari salon. Sakit peruu kata kalian, eh" Mual. ingin muntah. kemudian terjerembab di pinggir jalan" Lantas bu Endah yang membatalkan niatnya pergi ke pasar. menemuiku terlunta lunta dibantu oleh beberapa pejalan kaki yang kebetuan lewat " Aku ditawan secepatnya ke rumah. Subagio dipanggil.Malang menimpa. Anakku keguguran. masih dalam kandungan. Karena kegilaanku. karena gerakanku yang tidak terkendali. Manis sekali kisah yang kalian bikin bikin. Ratno." Miranti tersenyum, tetapi senyuman itu sebenarnya tidak enak untuk dinikmati.
"Itu kenyataan. Mira!" bantah Ratno. "Kau keterLaluan kalau menyangka kami memperdayaimu. Kau?"
Wajah Wajah Setan Karya Abdullah Harahap di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kalian tidak saja memperdayakan aku Kalian juga memotong bagian kisah yang lain. Bahwa, Ratnoku yang manis. dari salon. aku langsung pergi ke klinik yang dikepalai dokter Hasudungan. Ia menanyakan identitasku. keluar sebentar, menelepon. lalu menemuiku lagi. Bicara panjang lebar. Mengulur ulur waktu. sampai kalian datang.... Ataukah bagian kisah yang ini, hanya sebuah mimpi buruk belaka?"
"Mira..." Ratno maju. mencoba merangkul Miranti sebagai pertanda ia cukup bersabar dan mengerti perasaan isterinya. Tetapi Miranti menjauh. seolah jijik.
"Baiklah," Ratno mulai kesal. "Kalau kau tak percaya. mari kubantu kau pergi ke rumah terdekat. Kau dapat menelepon klinik itu. Atau. barangkali kubopong kau ke mobil dan kau langsung saja menemui dokter... dokter apa tadi kau bilang?"
"Hem" Miranti tersenyum Mengejek. "Semua sudah diatur. bukan" Hasudungan toh menelepon salah seorang dari kalian. Jadi mudah ditebak. kalau aku bertanya. ia akan bilang: nyonya siapa" Nama nyonya tak tercatat sebagai pasien kami" Saya belum pernah melihat nyonya. Dan sebagai-nya. dan sebagainya?" bibir Miranti menggurat tajam. "Apa yang sesungguhnya terjadi. Ratno" Dan anakku. Kalian apakan anakku"! '
"Anak itu mati. Mira. la.
"Ia masih hidup!"
"He. Dengarkan..." Ratno mulai panik.
"Kau yang harus mendengarkan. Ratno. Dadaku sakit sekali. lni, coba, coba raba," lantas Miranti merenggut pergelangan suaminya. menekankan telapak tangan Ratno ke dadanya "Keras. bukan" Susuku mengeras! Kau dengar" Susuku mengeras!"
Dan dengan menahan perih dan sengsara. telapak tangan suaminya terus saja ia tekankan, ia putar-putarkan begitu keras. begitu kejam. tanpa Ratno yang terpesona. sempat berpikir, sempat menghambur tangannya. Lalu perlahan lahan tetapi pasti. bagian depan baju tidur Miranti. tepat pada bagian puting susunya terletak. mulai lembab. basah
Berapa lama aku kalian buat tidak sadarkan diri. Ratno" Dan kapan anakku lahir. Kemarin.Dua hari yang lalu" Dimana 'ia sekarang" Di mana" Ia ingin menyusu! Anakku ingin menyusu!" Miranti berteriak teriak histeris, menekankan telapak tangan suaminya menghambur keluar, mengalir seperti anak sungai. membasahi dadanya. membasahi perutnya pinggangnya. rahimnya
"Bawa aku kepadanya. Ratno! Kumohon bawa aku pada anakku. Aku dengar ' kepalanya ia telengkan ke kiri. ke kanan. ke kiri lagi, lantas menjerit setengah gila 'Anakku menangis! Anakku minta disusui. Ya Tuhan. Tuhan Yang Maha Pengasih! Benar aku telah mengabaikan Engkau selama ini Tetapi aku tetap percaya akan kekuatan dan kekuasaanMu yang besar. Bawa aku kepada anakku, Tuhan. bawa aku pada anakku ..!'
*** Bu Endah pada saat itu menoleh ke box bayi Terbungkus dalam kantong tidur yang hangat. wajah bayi yang merah itu tampak semakin merah. dan dari mulutnya yang mungil terdengar jerit tangis yang menyayat hati. Tiga orang perempuan lain di dekat box, ikut menoleh. Dua laki laki di sudut ruangan tertegun. Keduanya menghentikan pekerjaan memaku topeng topeng karet ke tembok. Langit langit ruangan yang dihias dengan cat warna warni berubah terang, seolah ada sinar gaib yang memantul di ruangan yang remang remang itu.
"Beri dia minum . ' terdengar seseorang.
Bu Endah mencelupkan kapas ke cangkir air hangat dan dengan kapas yang basah itu ia lepaskan air itu ke mulut bayi. Mulut mungil itu terbuka sekedar, bergerak anak liar, kemudian memuntahkan apa yang barusan ia Cerna
"Ia tidak mau. Dari tadi ia menolak ' kata bu Endah. putus asa
"Andai susuku Terisi" salah seorang perempuan di dekatnya mengeluh.
'Susu kempot begitu. mana bisa. Paling paling yang mengucur cuma keringat ' Salah seorang dari laki laki itu mencoba tertawa. "Hayo. mengapa tidak kalian temui saja. pak Abu. "
'Ia benar' Bu Endah manggut manggut 'Tolong awasi anak ini dan usahakan agar ia mau minum . '
Bu Endah kemudian menjauhi box. Berjalan melewati ruangan yang perabotannya telah disusun sedemikian rupa sehingga tampak siap untuk menerima kehadiran puluhan orang tamu. Baru saja tangannya akan mengetuk sebuah pintu kayu besar. tinqgi dan bercat hitam, sudah terdengar suara parau dari dalam:
' masuk !" Bu Endah mendorong pintu begitu terbuka matanya tak dapat menangkap apapun di kamar yang ia akan masuki kecuali kegelapan yang memekat hitam. terdengar suara tombol diputar, dan lampu baca di sudut sebuah meja setinggi pinggang menyala. Redup namun cukup untuk menerangi sosok tubuh kekar yang saat itu duduk terbadai lemah lunglai di tempat duduk. Kamar itu terasa pengap, hampa udara. bukan sebuah tempat yang menyenangkan untuk dimasuki orang lain. namun merupakan kamar abadi yang teramat disukai penghuninya
Bu Endah melangkah masuk. beberapa tindak.
"Anakku tidak mau minum. benar'?" wajah hitam dari kegelapan yang samar-samar itu. berujar lembut.
"Benar, pak Abu."
"Jangan dipaksa."
"Tetapi..." "Tak seorangpun kalian yang sanggup mengatasi dia. Tak seorangpun. Bahkan juga tidak aku sendiri. ayahnya"."
'Apa yang harus kami perbuat?"
'Susu ibunya." Abu Lahuba Purwadiiaya bergumam parau dari kegelapan. "Ia menghendaki susu ibunya. Aku tak dapat menolaknya. kalian apalagi."
"Jadi?" "Usahakan mendapatkan susu yang ia kehendaki. Tanpa kehadiran perempuan itu. ingat?"
"Baiklah..." Seorang diri bu Endah pulang ke rumahnya. la menemukan pak Kutil. suaminya. setengah membungkuk di dekat pintu penghubung ke pavilyun. Nguping. Cepat ia berdiri lalu berjalan berjingkat-jingkat mendekati isterinya yang baru masuk. lantas berbisik cemas:
"Apa yang kita kuatirkan telah terjadi." .
'Maksudmu?" "Ia tahu anaknya masih hidup!"
"Astaga!" "Coba dengarkan..."
Dari pavilyun, samar-samar terdengar suami isteri muda anak semang mereka. tengah bertengkar hebat. Seraya membantah anak mereka masih hidup. dan marah oleh tuduhan-tuduhan isterinya. Ratno berteriak-teriak meminta agar tangannya dilepaskan. Sebaliknya. Miranti rupanya tetap menahan telapak tangan suaminya pada dadanya, menekan dan memutar mutarkannya
makin keras. sambi meratap histeri:
"Peraslah, Ratno. Peraslah. Dan persetan. dimana pun anak itu kini. berikanlah susuku padanya sekarang juga!"
Di rumah induk. pak Kutil bertukar pandang dengan isterinya
"Tunggu apalagi?" ia berbisik. rendah.
Sang isteri manggut-manggut ia pergi ke dapur dan kembali dengan sebuah gelas porselen antik yang mengkilat bersih. Setelah menatap suaminya. ragu-ragu ia mendekati pintu penghubung, lantas memberanikan diri untuk mengetuk. Pertengkaran di dalam terus saja berlangsung. Kemudian terdengar suara hempasan keras. disusul jerit tertahan Miranti. Seketika itu juga. tahu pintu penghubung tidak terkunci. bu Endah segera membukanya dan menerobos masuk ke pavilyun, berlari lari memasuki kamar tidur anak semangnya. Ratno sedang terduduk lemas di pinggir tempat tidur. Dan Miranti terkulai di lantai. Menangis.
'Ya ampun" bu Endah pura pura terkejut dan marah. 'Kau apakan Miraku yang manis, Ratno?"
Ratno menoleh. "Aku tak ia lepaskan, ' sahutnya, muak "Jadi kutampar!"
"Oh oh. Sampai begitu parah. Apa yang terjadi di sini?"
"Apa yang terjadi?" Miranti bergidik. mengangkat kepalanya dan menatap bu Endah dengan marah ber campur jijik. "Kau tahu. Kau perempuan busuk terkutuk, kau pasti tahu! Lihat apa di tanganmu. Bukan susu basi untukku isinya. bukan" Gelas itu
"Oh." bu Endah terkesiap. "Tadinya memang akan kuisi minuman untukmu. "tetapi ketika kudengar..."
"Puih!" Miranti meludah ke lantai. "Omongan setan."
Katakan saja, gelas itu ingin kau isi dengan susu lain. Susu segar. Susu murni. Susu seorang ibu. Air susuku sendiri!"
"Miranti..." bu Endah gugup.
"Apakah kalian akan memukuliku sekarang"' Miranti berdiri tegak. ketika dibelakang bu Endah ia lihat pak Kutil mengintip "Kalian akan memaksaku rebah, mengikatku. kalau perlu membiusku pula. Demi Tuhan, akan kuberitahu kalian semua. Anakku. aku bersumpah. tidak akan mau menerima apapun lewat tangan tangan kalian yang kotor terkutuk" Demi Tuhan, anakku hanya akan mau menerimanya dari puting susuku!"
Setengah jam berikutnya setelah bu Endah pulang pergi dari rumahnya ke rumah Abu Lahuba Purwadijaya, berbicara dengan orang tua yang tampaknya tengah sekarat itu, memberitahu itu sebentar kepada teman temannya, lalu pulang kembali ke rumah. Sementara teman temannya yang lain pergi mengetuk pintu lain pintu rumah. ia sendiri pergi menemui Miranti. lalu ber kata dengan nada kuatir _
Anakmu menunggu" *** Rumah tua itu tampak gelap gelap saja dari luar. Demikian pula ruang depan. yang pintunya terbuka untuk menerima sejumlah tamu tamu. Semua sudah berusia lanjut. mengenakan pakaian parlente dengan berbagai corak dan warna kesukaan masing masing. untuk menunjukkan kebolehan diri bila nanti saling bercerita: anakku yang senator itu .. Ponakanku dicalonkan jadi menteri... meski sudah tua begitu. aku masih berpengaruh di kalangan atas .. isteriku bermaksud membuka
bank baru yang lebih besar... kalian tahu apa usulku mengenai sistim pemerintahan dalam kongres partai ' yang akan datang"
Miranti mengenali mereka sebagai tetangga tetangganya yang semua tinggal di perbukitan itu. tak bernafsu untuk membalas anggukan atau sapaan satu dua yang menyapa dan menegur. Ia segera masuk ke ruang dalam dibimbing bu Endah. Kakinya gontai. tetapi hatinya berapi api, Suasana ruangan yang kontras dibanding ketika di luar sama sekali tidak menarik perhatiannya. Tidak pada banyaknya tamu. tidak kepada hiasan hiasan dinding yang ganjil, patung patung yang aneh, lukisan yang seram, lampu lampu antik yang terang benderang. Tidak juga pada pintu hitam yang tertutup rapat di salah satu tembok
Di belakangnya. berjalan tertunduk. Ratno suaminya.
laki laki ini telah gagal membujuk Miranti, agar ia mau menerima kenyataan. Ia telah bersusah payah menceritakan rencananya akan segera pindah dari atas bukit. membangun rumah mewah di tanah mereka yang baru. dan mungkin mampu melahirkan anak anak yang lain. Kalau perlu, memungut bayi dari rumah sakit, asal mereka tetap bersatu. saling cinta dan setia satu sama lain seperti dulu. Penuh pengertian dan mau menerima kekalahan. Tak sepatahpun isterinya menyahuti, Perempuan itu terus saja berjalan dengan kepala tegak, sampai di rumah yang mereka tuju.
Dan saat ini. Miranti tetap berjalan dengan kepala tegak, langsung menuju box bayi di tengah tengah ruangan yang dibuat seperti mimbar. Beberapa langkah sebelum mencapai box itu. Miranti tertegun. dan berdo'a dengan tulus: ,
'Tabahkan hatiku. Tuhan ! Dan tunjukkan aku jalan yang lurus " ' Langkah langkah berikutnya. begitu berat. begitu menakutkan.
Lalu ia melihatnya. Melihat bayinya yang merah. yang mungil. montok dan sehat. terbungkus rapat dalam kantong tidur yang hangat. ia hanya dapat melihat wajah bayi itu saja. sampai sebatas leher. Selebihnya hanya terlihat topi yang menutupi kepala bayinya. Topi itu lebih panjang dan lebih menonjol dari topi bayi yang biasa. seolah olah ada sesuatu yang tidak patut untuk diperlihatkan pada orang lain. meskipun orang itu ibunya sendiri.
Keajaiban lain muncul di sekeliling box.
Semacam cahaya. kuning kebiru biruan memantul pada kisi-kisi box. membuat warna kantong tidurnya seperti pelangi di senja hari. Cahaya itu tidak berasal dari cat gemerlap. tidak pula dari sinar lampu. melainkan. mengambang begitu saja di sekeliling bayi, seperti embun mengambang di permukaan rerumputan.
Miranti mengerjap. terpejam lama.
Sanubarinya menjerit: "Ia anakku." dan dalam kegelapan pandang yang hanya sekejap itu. ia bukan melihat cahaya kuning kebiruan... melainkan cahaya kilat. Cahaya petir yang menyambar-nyambar, disertai hujan badai yang seperti dicurahkan dari langit. Ia dengar suara Ratno yang sayup sayup. tetapi yang ia lihat adalah gambaran sosok tubuh. tinggi kekar. hitam berbulu. berkuku keras. dengan tanduk kembar di kepala. Makhluk itu menindih tubuhnya di altar batu yang dingin. lembab dan basah....
Miranti gemetar Masih dengan mata terpejam. ia berbisik:
"Boleh aku melihat keseluruhan wujud anakku?"
Sepi menyentak dalam ruangan yang penuh sesak
oleh tamu-tamu itu. Semua orang saling bertukar pandang Lalu bisikan parau terdengar di telinga bu Endah:
'Perlihatkan padanya "
Bu Endah menganggukkan kepala.
"Demi kau, pak Abu.' ia menjawab samar, lalu membungkuk. Kantong tidur anak itu ia lepaskan kancing kancingnya. demikian pula selimut. pakaian dan topi. Bayi itu diam, tidak memperlihatkan protes, tidak menangis justru mulutnya yang merah mungil. tersenyum. dan sepasang matanya bersinar sinar hidup. Memang bukan orang yang menelanjanginya. melainkan orang yang tegak dengan punggung lurus dan mata terpejam.
Orang Itu, Miranti, merasakan goncangan yang dahsyat di jantungnya.
ia hampir lumpuh, dan pasti Jatuh kalau tidak berpegang pada bagian atas kisi-kisi box. dan bertanya dalam bisikan lirih
'Sudah" Bu Endah mengangguk. Sadar anggukkannya.
Sudah ingin memangkunya"'"
Ya . Semua yang hadir. serempak berdiri tegak dari kursinya. Yang tengah berjalan, menatap tertegun. Yang Sibuk mengedarkan minuman, meletakkan kaki, lalu berputar menghadap mimbar. Pintu hitam di sudut dinding ruangan. pelan pelan terbuka. memancarkan bau aneh namun tanpa sesuatu keluar lewat pintu terbuka itu untuk memperlihatkan bahwa ia juga hadir di antara mereka semua .
'Perlu kubantu. nak Mira?"
Bisikan ramah bu Endah. menggugah Miranti.
'Tidak terimakasih" sahut Miranti, seraya mengumpulkan kekuatannya. Ia meluruskan punggung. lalu pelan pelan mengembangkan kedua lengan ke depan. siap
menerima bayinya. Sesaat, ia hanya merasakan tubuh kecil berkulit halus. hangat dan menyenangkan. Ada geliat samar samar. lalu erangan lirih, lembut menggetarkan
Miranti membuka matanya Sedikit tunduk, menatap . '
Benar!. Yang ia tatap. adalah sesosok tubuh bayi mungil, merah dan montok sehat. Tetapi ada bulu-bulu pirang yang samar samar di seluruh permukaan kulit. Tangan tangannya gemuk. Tetapi tiap tangan tidak berjari lima. melainkan berjari . tepatnya. berkuku tunggal. Demikian pula kedua kakinya. Telinganya begitu lucu dan manis tetapi tak jauh dari tiap telinga itu, mencuat daging daging berkulit keras, menyembul kemerahan di antara helai helai rambutnya yang hitam pekat.
Bagai lolos jantung Miranti seketika.
Matanya nanap. Ia ingin menjerit. Ingin melemparkan bayi itu sesaat itu juga. Tetapi mendadak puting susunya mengeras. Pada saat bersamaan, sepasang mata bayi itu menatapnya. Begitu lemah begitu tidak berdaya. Bayi itu seakan minta dilindungi. dan satu satunya yang dapat melindungi dirinya dari tangan tangan kotor yang terkutuk, hanyalah ibu kandungnya. Mulutnya yang merah mungil, terbuka sedikit, lantas terdengar suara erangnya yang lembut. lirih dan menyedihkan. Erangan seorang anak telanjang yang terperangkap di tengah derasnya hujan.
". . anakku.' Miranti mendesah, penuh iba
Segenap perasaan takut dan ngeri, lenyap dalam satu tarikan nafas, ketika ia sebutkan perkataan yang menyentuh itu. Lalu. dengan segenap kasih sayang seorang ibu, bayi itu ia dekap, mulut mungilnya didekatkan ke puting susunya sendiri .Tak ubahnya pengelana sengsara yang terdampar di tengah gurun, bayi itu merahup
air susu ibunya dengan rakus Gejolak aneh. penuh pesona. nikmat dan menyenangkan, menjalari tubuh Miranti di setiap detik yang berlalu. selama bayinya menyusu. dengan kedua lengannya yang kecil dan bentuknya aneh itu tampak mendekap susu sang ibu. Erat. kuat. tak mau dilepaskan.
*** Pagi tiba Lidah matahari menerobos masuk lewat ventilasi jendela, menjilati wajah wajah kaku dan dingin di ruang tengah rumah tua itu Tidak seorangpun yang bergerak. Tidak satupun suara yang terdengar, Kecuali bunyi mulut kecil mendecap decap menikmati air susu ibunya. sesekali diselang helaan nafas bahagia sang ibu.
Betapa tidak . Dalam kesunyian yang mencengkam itu. jiwanya telah memohon petunjuk
"Apapun yang kau kehendaki. akan kulakukan demi anakku. yang Penguasa, seluruh alam dan seolah mendengar jawaban yang kalaulah seorang nabi. tentulah berupa sebuah wahyu. Miranti manggut-manggut puas seraya berbisik di hati "Ya.. Ya ..Aku tak akan berpisah dengan anakku " tak seorangpun dari makhluk makhluk terkutuk di rumah ini boleh menjamah nya."
Kemudian ia berputar. Menghadap semua yang hadir. Sekilas. senyuman ramah dan manis bermain di bibirnya yang pucat. Dengan bayi itu melihat dalam pelukannya. ia tiba tiba memperoleh kekuatan gaib, dan tahu apa yang harus ia perbuat.
Ia tidak memandang suaminya seujung rambutpun.
Ia langsung menghadap lurus ke arah pintu hitam yang sudah terbuka itu. Seolah ia menyadari ada sesuatu yang mengawasinya dari sana. Lalu ia berkata hati-hati:
'Bayiku membutuhkan cahaya matahari! '
Dari kegelapan kamar itu. terdengar erangan lemah.
'Tunggu. Aku belum . "
"Tidak. Bayiku tak dapat menunggu." jawab Miranti. teguh. Bagaimanapun aku berhak. Karena aku adalah ibunya!"
"Tetapi waktuku telah tiba. Aku akan mati. Dan dia. penggantiku. pewarisku. penerus keturunan dan kekuasaanku, harus ada didekatku "
"Keluarlah Temui dia. ' Miranti memberanikan diri
Tak ada sahutan. Semua yang hadir menatap ke pintu. Dari kegelapan di dalamnya. terasa kesunyian yang mengerikan, kesunyian yang hanya dapat kau temukan di liang kubur Kemudian. disertai helaan nafas berat dan tertahan tahan. terdengar suara derit tempat tidur. disusul langkah langkah kaki Satu-satu. Tertegun tegun
Sebuah tangan hitam menggapai bendul pintu
Terdengar suara kaki menyeret sesosok tubuh berat. lalu Abu Lahuba Purwadijaya muncul dihadapan semua orang. Jelas ia berusaha mati matian agar tampak kokoh dan berwibawa. Berdiri tegak kekar tinggi. hitam. dengan sepasang mata menyorot merah. melambangkan api neraka. Di setiap langkahnya. terjadi perubahan yang nyata pada penampilannya. Kulitnya yang hitam. tersembunyi di balik pakaian tidur. Penampilan wajar dan tidak asing dari seorang laki-laki tua yang keletihan. Apabila. kedua lengannya tidak ditumbuhi bulu-bulu hitam. dan ujung lengan itu seolah membentuk kepalan. padahal itu adalah kuku tunggal dari makhluk yang disebut kuda. Kakinya tidak beralas .Tentu saja. karena kaki kuda. kalaupun punya atas. adalah apa yang disebut ladam. Dan Abu Lahuba tidak memerlukan ladam kuda untuk berjalan mendekati Miranti dan anak yang akan mewarisi segala yang ia miliki.
Miranti membelalak sebentar.
Kemudian. mundur ke pintu
"Biarkan aku dan anakku pergi sendirian." ia berbisik. parau.
"Ayahnya harus ikut," desah Abu Lahuba. "Hampir seribu tahun aku menunggu. Kini, setelah ia lahir, aku harus pergi seperti orang orang sebelum aku. juga telah pergi . . Dan kau tidak berhak. perempuan! Kalau kau ingin mendampingi sebagai ibunya. kau boleh berdiri di dekatku. dan biarkan aku yang memangku anak itu di bawah karunia matahari...."
Abu Lahuba melompat ke depan.
Tetapi ia segera terhumbalang. jatuh terjerembab di lantai. Bumi mendadak tergoncang. dan di luar, matahari seakan telah keliru memilih waktu. sehingga tanpa dapat ditahan. tahu tahu telah menyembunyikan diri dibalik awan pekat. mendung yang hitam legam yang tahu tahu muncul entah dari mana. Ketika Abu Lahuba mampu berdiri. Miranti telah mencapai pintu keluar.
'Tahan dia! ' teriak Abu. parau. kepada orang orang dibelakangnya
Tidak ada yang bergerak Semua diam. Mematung "Tuhan tidak menghendaki mereka menjamah anak ku!" jerit Miranti
"Perempuan! Tunggu!"
'Tidak! ' Guruh menggelegar lagi di langit kelam. Petir menyambar dari selatan. Disusul tiupan angin badai, sehingga Miranti terpaksa setengah merangkak ketika berlari lari menuju bibir bukit. ke arah tumpukan batu-batu hitam yang menjulang samar dalam kegelapan. Tiba disana. hujan deraspun jatuh. dengan butir butir sebesar kerikil.
"Perlihatkan kekuasaanmu. Tuhan!" Miranti tegak di altar. berteriak lantang ke langit kelam berhujan.
Semakin keras guruh menggelegar. semakin keras bumi terguncang guncang seolah makhluk penunggu bumi yang selama ini tidur. mendadak bangkit untuk mengetahui siapa yang mengusiknya. Semakin banyak pula petir yang menyambar. Sebuah pohon besar. terhumbalang. hangus. menimpa rumah di dekatnya. Rumah itu terbakar dalam sekejap. Api neraka menjilat kian kemari, menggapai apa saja yang terjamah. menelan habis sehingga daerah perumahan di atas bukit dari kejauhan tampak seperti puncak gunung berapi yang menyemburkan lahar berwarna merah kuning. biru ber kilauan.
Setelah sekian ribu tahun, alam tiba tiba mengamuk dengan marah!
*** PENUTUP Beberapa hari kemudian, udara pag" begitu cerah
menyenangkan. Matahari menjilati pinggiran sebuah
kota, di mana pernah bukit terpencil yang telah berdiri
selama ratusan tahun, seakan goyah dan kini ambruk
seperti puing puing bangunan berpondasi lemah, dilanda gempa yang dahsyat.
Getatan gempa.. menurut jawatan yang berwenang, menunjukkan 6,7 skala richter. Belasan desa
desa di dekatnya ikut hancur, dan sebagian penduduk
kota terpaksa mengungsi dari rumah mereka yang
rusak. Korban jiwa mencapai ratusan orang. dan penghuni perumahan bukit tak satupun yang tinggal
hidup. Jauh di bawah bukit. air sungai mengalir tenang.
Bening, berkilau-kilauan.
Seorang penduduk desa yang tengah memancing.
tertegun mendengar rengek tangis bayi. Orang itu sebenarnya tengah gundah gulana karena rumah dan ladangnya yang hancur, dengan memancing.
dia berharap pancingnya tersangkut kopor penuh
berisi uang. Isterinya yang setengah gila, menunggu di
tengah-tengah puing reruntuhan rumah mereka, dan
Isterinya itu juga berharap suaminya pulang membawa
harta karun yang terseret arus dari reruntuhan perumahan mewah di atas bukit.
Terkesima, ia lemparkan pancingnya.
Ia kemudian mendekati semak belukar yang dilanda
reruntuhan batu karang. Tercium bau busuk, yang membuatnya takut. Tetapi setelah melihat sesosok tubuh kecil
mungil. telanjang menyedihkan dalam pelukan mayat
seorang perempuan, hatinya tergugah.
Jerit tangis bayi itu berhenti, ketika orang itu mendekat.
'Hai. nak, 'Ia menegur. "Apa kerjamu di sini?"
Bayi yang normal, bersih. gemuk dan sehat itu. tersenyum.
Inilah rupanya yang ditunggu isterinya selama ini'
catatan : Buat pembaca Novel Wajah Wajah Setan ini... jangan lupa gabung di GROUP FB KOLEKTOR E-BOOK ya... untuk mendapatkan ebook ebook menarik lainnya.
dan yang suka baca cerita silat dan novel secara online bisa juga kunjungi http://ceritasilat-novel.blogspot.com
Situbondo,18 Juli 2018 Sampai Jumpa di lain kisah ya !!!
Terimakasih TAMAT Geger Dunia Persilatan 11 Antara Budi Dan Cinta Hu Die Jian Karya Gu Long Pusaka Gua Siluman 16
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama