Ceritasilat Novel Online

Noktah Hitam Pernikahan 2

Noktah Hitam Pernikahan Karya Rara El Hasan Bagian 2


wanita soleha secantik istriku ini. Kalau Alm. Ust. Jefri Umi pipi? adalah bidadari syurganya., kalau bagiku Syaira Arianggono-lah bidadari syurgaku.
" Oh ya, kalau kamu tahu aku akan menyakitimu kenapa kamu tidak marah?"
" Aku juga punya misi Mas, sama sepertimu."
" Misi? Misi ?apa?"
" Kalau kamu punyak misi menyakitiku, aku punya misi membuatmu mencintaiku."
" Dan misimu sukses besar Rara."
" Tidak perlu waktu lama kan, membuat orang se-egois Hasan jatuh cinta, cukup dengan kelembutan hati."
Kuciumi bibirnya berkali-kali, menyalurkan perasaan cinta yang kami miliki. Malam ini kami akhiri dengan percintaan panas diatas ranjang.
??????????????????????????????????????????????????????????????????????? ****
AUTOR POV? Rara sedang mengepel lantai saat Hasan datang dengan alas kaki penuh lumpur dan mondar mandir didepannya, membuat Rara kesal karena ulah suaminya yang
menyebalkan itu. " Mas! Kan kotor lagi lantainya."
" Hehehe.." Hasan meninggalkan Rara yang sedang cemberut karena kegiatan mengepelnya terganggu dengan tingkah Hasan, bukan membantu Hasan malah membuat istrinya harus
bekerja dua kali. Setelah puas dengan aksinya, dia mendaratkan tubuhnya diatas sofa ruang tamu dan menyalakan televisi flat 32 inch seraya mencari saluran
acara yang disukainya. Rara telah menyelesaikan kegiatan mengepelnya kemudian beralih kedapur membuatkan green tea dan memindahkan pancake yang dibuat
tadi pagi kedalam piring. Rara melangkah menuju ruang tamu meletakkan green tea dan pancake diatas meja kemudian mendaratkan tubuhnya disamping suaminya.
"Terimakasih." Ujar Hasan sambil monyomot pancake dari dalam piring.
" Sama-sama." "Humm enak banget pancakenya.
" Bener? Terimakasi kalau begitu."
" Sama-sama." " Mas Hasan ambil cuti kerja hari ini."
" Iya sayang, aku butuh istirahat, beberapa bulan ini banyak operasi. Apa kabar hasan junior pagi ini ?"
Hasan merendahkan posisinya hingga wajahnya berada didepan perut Rara, menciumnya beberapa kali dan mengelusnya lembut. Kehamilan Rara ?kini menginjak
bulan kedua membuat Hasan semakin melipahkan kasih sayang pada ibu dan calon anaknya itu.
" I love you Syaira."
" Me to pak dokter, hehehe"
Hasan mendekatkan wajahnya ke wajah Rara memeperpendek jarak diantara mereka, sebuah gumpalan daging kenyal menempel dibibir Rara ?menyalurkan sengatan
listrik dan perasaan saling memiliki. Bibir mereka saling berpanggut mesra membuat pelakunya terhanyut dalam kesyaduhan cinta
"AAAAAAAA." Suara teriakan kencang menghentikan aktifitas ciuman mereka, didapati seorang wanita berdiri dengan kedua tangan menutupi wajahnya, menyembunyikan rasa
malu yang menjalari tubuhnya.
" Ciuman jangan sembarangan dong."
" Lani!." Ujar Rara penuh aura kekagetan.
Hasan beranjak berdiri dari tempat duduknya, menciup kening Rara sekilas dan beranjak pergi menuju kamar.
" Duh Ra, kamu bikin aku pengen nikah aja." Sembari duduk disebelah Rara dan mencium pipi sahabatnya itu kanan dan kiri.
" Kalau mau masuk itu ketok pintu dulu, kebiasaan nyelonong seenaknya."
" Ye, siapa suruh pintu Apartement dibiarkan terbuka."
" Iya kah?" " Jadi jangan salahin aku dong, kalau aku langsung nyelonong masuk gitu aja."
" Mungkin Mas Hasan lupa nutup pintunya tadi."
" Eh, apa kabar nich ibu Model? Tapi pasti sehat dan bahagia, secara aku habis melihat adegan yang tidak boleh aku tonton, kan umurku masih 17 tahun.
" Ye 17+4 tahun yang ada mah."
" Iya dech yang mentang-mentag sudah dewasa, coba tadi aku gak dateng pasti sudah." Lani mengedip-ngedipkan matanya kearah Rara.
" Hust! Ngeres aja omongannya, malu tuh sama hijab."
" Astagfirullah, hilaf Ra."
" Hilaf Palsu."
" Eh ya Ra, Nich dapat undangan jadi tutor hijab class." Sembari menyerahkan undangan pada Rara.
" Di atrium Pakuwon city ya acaranya?"
" Yap bener banget, sebenarnya tadi Tommy yang mau ganterin kesini, tapi aku ngelarang."
" Apa kamu juga diundang?"
" Iya, aku jadi pendamping kamu."
" Undangan apa Rara?" Sahut Hasan tiba-tiba
Rara dan Lani menoleh kearah sumber suara, Teryata Hasan mendengarkan pembicaraan mereka. Sebenarnya tadi Hasan berniat mengambil air putih didapur, tapi
saat menuju dapur dia? tanpa sengaja mendengar pembicaraan dua wanita itu,
" Ini mas undangan buat jadi Tutor Hijab, apa boleh aku terima?"
" lokasinya dimana?"
" Pakuwon city Mas, hari sabtu depan."
" Terima aja, nanti aku yang nganterin."
" Bener Mas, terima kasih ya"
Setelah selesai berkangen-kangen ria dengan Rara, Lani pamit pulang karena dia ada session pemotretan setelah ini. Setelah sahabatnya itu pulang, Rara
segera menuju balkon kamar menemui suaminya yang sedang asyik menikmati pemandangan Surabaya dari atas ketinggian. Dipegangnya pundak Hasan yang sedang
mengenakan baju pollo putih dan celana jeans hitam dibawah lutut.
" Lagi apa Mas?"
" Lagi menikmati pemandangan kota Surabaya." Hasan meraih pinggang Rara memperpendek jarak diantara mereka "Aku bersyukur, Allah telah menyatukan kita
dalam ikatan suci pernikahan."
" Insyaallah Rara akan berusaha menjadi istri yang berbakti pada suami Mas."
Mereka menikmati pemandangan kota Surabaya bersama, merasakan hangatnya sinar mentari yang menyelubungi sekujur tubuh, seperti hangatnya cinta mereka yang
menjadi kekuatan dalam melewati batu krikir yang menggangu dalam mahligai rumah tangga mereka.
**** AUTHOR POV? " Mas mau pakek kemeja yang warna apa?"
" Terserah kamu aja."
" Warna putih aja ya, biar senada dengan baju yang aku pakai."
" Huumb" Hari ini Rara dan Hasan bersiap-siap pergi ke Pakuwon City Mall, Karena ini akhir pekan Hasan memutuskan untuk menemani Rara menghadiri acara Tutorial
Hijab dan kebetulan Rara diminta menjadi tutor untuk hijab classnya. Seyum manis terlihat selalu terkebang dari bibir Rara, wanita itu bahagia karena baru
kali ini sang-suami menemaninya bekerja, dengan lihainya dia mempercantik penampilanya dengan make up, tidak lupa parfum green tea disemprotkan ketubuhnya
yang menimbulkan aroma khas dirinya. Sedangkan suaminya sibuk membubuhkan gel rambut di kepalanya membentuk helaian-helaian rambutnya yang Hitam, Kemeja
putih slim fit melekat sempurna ditubuhnya, membentuk lekukan-lekukan tubuh atletisnya yang membuat wanita manapun menoleh dua kali untuk melihatnya untuk
pulasan terakhir sebuah kaca mata hitam melekat diwajahnya menambah kadar ketampanan pemiliknya. Rara yang telah menyelesaikan aktifitas berdandannya beranjak
menuju lemari penyimpana sepatu mengambil flat shoe putih dengan batu-batu berkilau diujung sepatunya dan tali yang melekat dipergelangan kakinya.
" Sudah?" ujar Hasan mempertanyakan kesiapan Rara.
" Sudah Mas, ayo."
Mereka berjalan beriringan meninggalkan Apartement, menuju bastman menghampiri mobil Audi R8 yang terparkir disana.
" Lho ganti mobil Mas?"
" Mobil satunya untuk kamu, biar kalau kemana-mana gak perlu naik taxi."
" Tapi kan, aku belum mahir mengemudikan mobil Mas."
" Siapa yang suruh kamu nyetir sendiri, Aku sewa supir untuk kamu."
Rara mengakhiri obrolan didalam mobil dengan anggukan kepala, Mobil itu melaju dengan kecepatan sedang dijalanan kota Surabaya, sedangkan para penumpangnya
hanya berdiam diri asyik dengan pemikiran masing-masing. Setelah menempuh perjalanan satu jam sampailah mereka di Pakuwon City Mall, dengan segera mereka
berjalan menuju atrium Pakuwon city Mall tempat berlangsungnya acara yang berada dilantai teratas. Sesampainya didepan atrium, Rara disambut oleh beberapa
Panitia acara yang langsung mendampinginya menuju kursi VIP didepan panggung. Raut wajah cemburu sedikit tertampilkan dari ekspresinya ketika seluruh wanita
yang hadir didalam acara itu memandangi suaminya dengan ekspresi memuja, dia juga sedikit memaklumi karena penampilan suaminya hari ini lebih mencerminkan
seorang Model pria dibandingkan dengan seorang dokter yang berkutat dengan jantung manusia. Sesampainya dideretan kursi VIP, Rara melihat Lani dan Tommy
berada disana. Senyum sapa tersaji untuk dua sahabatnya yang dibalas dengan senyuman yang sama dari keduanya, tapi tidak dengan Hasan alih-alih tersenyum
dia malah semakin mengeratkan tanganya dipinggang Rara, membuat Tommy yang melihatnya mengeratkan rahang menandakan pemiliknya sedang menahan emosi. Melihat
keadaan yang mulai tidak nyaman Lani berusaha berceloteh untuk mencairkan suasana.
" Sejak kapan kamu jadi menyukai Flat Shoes Ra?"
" Sejak aku dinyatakan Hamil Lan, Mas Hasan melarang keras memakai High hells."
" Bener juga sich Ra, demi kebaikan calon keponakankun juga, Hahaha."
" Sungguh sangat disayangkan calon baby-ku punya tante macam kamu."
" Ya, sayang lah Ra, masak ada gadis secantik aku udah jadi tante diusia mudah sich."
"Cantik kalau Mario yang lihat. Ngomong ? ngomong Mario mana?"
"Dia ada kerjaan di Malaysia Ra, biasa pemotretan iklan jam tangan disana."
Rara sedikit melirik Tommy yang memandang kedepan panggung dengan ekspresi yang menurut Rara bukan seperti Tommy biasanya, setelah pertemuan terakhirnya
dengan Tommy yang kurang baik beberapa bulan lalu, Rara tidak pernah berhubungan lagi dengan sahabat sekaligus orang yang pernah dicintainya itu. Rara
merasa sedih dengan keadaan Tommy saat ini , Tommy yang dia kenal selalu berwajah ceria , Laki-laki yang tidak cuek akan penampilan tapi Tommy yang dilihatnya
hari ini adalah Laki-laki yang kacau, dengan calon kumis yang tidak beraturan diatas bibir dan janggutnya.
" Tommy kacau Ra." Ujar Lani membuatnya memandang sahabatnya itu dengan penuh pertanyaan. " Setelah pertengkaran kalian terakhir kali, aku sering denger
pegawainya pada ngomongin sifat Tommy yang berubah jadi pemarah dan dingin." Perkataan Lani membuat Rara merasa bersalah.
" Dia bukan jadi urusan istriku." Sahut Hasan dengan penekanan disetiap katanya, membuat Rara dan Lani bergidik ngeri mendengarnya. Lani yang merasa topik
pembahasanya salah segera menggantik topik pembicaraan.
" Eh, omong-omong. Suami kamu itu lebih cocok jadi model dari pada dokter Ra."
" Bisa aja kamu Lani."
" Beneran, kan dia punyak wajah eropa tuh kan ya, cobak dech pasti laku."
" Ogah ah, nanti malah semakin banyak yang naksir."
Mereka terhanyut dengan percakapan seru hingga suara pembawa acara mempersilahkan mereka untuk menaiki panggung dan memulai acara tutorial Hijab. Dengan
anggunnya Rara menaiki panggung menyapa para tamu yang hadir dan memulai keahlianya mengotak-atik hijab dikepala model. Hasan yang melihat penampilan istrinya
sering kali mengembangkan senyum simpul
Membalas tatapan istrinya yang terkadang terarah padanya.
" Dia semakin cantik ya?" Ujar suara disampingnya yang membuatnya mengeratkan rahang menahan amarah akibat pujian laki-laki itu pada istrinya. "Lama tidak
bertemu, terakhir kali saat kau menghadiahkan pukulan diwajahku."
" Berhenti mengikuti Istriku dan mencampuri urusan pribadiku." Hasan mengalihkan pandangan kearah Tommy yang entah sejak kapan sudah duduk disebalahnya.
" Kenapa? Takut semua kelakuan busukmu diketahui istrimu eh?" senyum mengejek terukir dibibir Tommy. " Aku Rasa mata Rara sudah tertutup, Mau-maunya dia
menikah dengan laki-laki penuh tipu muslihat sepertimu."
" Sadar Bung, wanita yang kamu incar itu istriku. Jadi bisa kupastikan kau kalah telak disini." Kini giliran Hasan yang menyungingkan senyum mengejek dan
membuat Tommy diam sejenak, aura mengintimidasi Hasan menyeruak membuat siapapun yang mendekatinya pasti akan ketakutan.
" Berhenti mengejekku Prahardi, dan pikirkan apa yang bisa Riani lakukan saat ini dengan ?kehamilan Rara."
" Riani bukan ancaman bagiku!"
" Kudengar dia tipe wanita psycopat? dan kudengar juga dari managernya dia beralih mencintaimu? Jika ada apa-apa dengan Rara, kamu orang pertama yang aku
habisi!" Tommy berdiri dengan angkuhnya memandang kearah Rara memberikan kode bahwa ia harus meninggalka acara terlebih dulu dan pergi meninggalkan Hasan yang masih
duduk dikursinya dengan beribu pemikiran.
" Ada apa Mas?" Rara yang melihat Hasan dengan ekspresi marah bercampur ketakutan tersirat diwajahnya, setelah acara selesai segera menghampiri suaminya
dan menanyakanya. " Kita pulang." Sentak Hasan segerah meraih tangan Rara dan membawanya pergi meninggalkan acara.
Dia memacu mobilnya dengan perasaan tidak tenang, apakah benar Riani bisa membahayakan keselamatan Rara dan juga keselamatan bayi yang berada didalam perut
istrinya itu.? Mobil Audi R8 diparkirannya dibasmant Apartement, Diraihnya pinggang Rara seraya melingkarkan tanganya disana dengan posesif, Rara yang
melihat ekspresi Hasan ?tidak berubah sejak dari acara tadi menempelkan tanganya didepan dahi suaminya kemudian mengusapnya perlahan berharap bisa ?menghilangkan
guratan pemikiran dan mengembalikan keadaan hati suaminya seperti semula.
"Apa yang kamu lakukan?"
" Mengembalikan lagi wajah ceria Hasanku."
Hasan segera membuka pintu Apartement kemudian menuju ruang kerjanya dan meninggalkan Rara yang terlihat Khawatir dengan kondisinya. Rara melangkah perlahan
kearah dapur dengan pikiran melayang memikirkan suaminya,? Ada apa dengan Suaminya itu? Kenapa dia berubah menjadi diam dan dingin seperti dulu lagi? Rara
semakin sibuk dengan pemikiranya sendiri dan tidak memperhatikan? jalannya sehingga membuatnya jatuh tersungkur karena menginjak Roknya sendiri yang panjang
menjuntai. " Awww" Pekik Rara kaget karena terjatuh
Hasan yang mendengar pekikan Rara ketika keluar dari ruang kerja segera menghampiri Rara dan membantunya berdiri. Ekspresi kekhawatiran jelas terlihat
diwajah tampanya. " Belajarlah untuk tidak ceroboh, kamu membawa dua nyawa bersamamu, bagaiman kalau terjadi apa-apa dengan bayi kita!" suara keras dan frustasi dilemparkanya
pada wanita yang begitu ceroboh didepannya ini.
" Mas." Panggil Rara dengan mata berkaca-kaca, tiba-tiba saja suaminya itu terlihat sangat marah, Rara tahu memang dia salah karena kecerobohannya hingga
membuat dirinya terjatuh tapi tidak perlu juga Hasan harus semarah itu.
Rara melepas pegangan Hasan dibahunya dan beranjak pergi menuju dapur untuk mengambil air minum.
HASAN POV? " Kudengar dia tipe wanita psycopat? dan kudengar juga dari managernya dia beralih mencintaimu? Jika ada apa-apa dengan Rara, kamu orang pertama yang aku
habisi!" ??????????? Perkataan Tommy itu memenuhi otakku, apa benar Riani akan menyakiti Istriku, aku mengenal Riani wanita itu memang bisa menghalal kan segara
cara untuk memenuhi ambisinya, selama sisa acara berlangsung, aku tidak memeperdulikanya, perhatianku diambil alih oleh pemikiran-pemikiran negative di
otakku dan tidak menyadari kehadiran Rara didepanku.
" Ada apa Mas?" pertayaan bodoh itu terlontar dari mulutnya, apa dia tidak sadar? bahaya kapanpun bisa mengancamnya dan dia masih bisa menanyakan padaku
ada apa? Tapi bukan salah Rara juga, dia tidak mengenal dengan baik pribadi Riani jadi sekarang tugaskulah untuk ekstra melindungi wanita yang sangat kucintai
ini. Tanpa menghiraukan acara yang masih berlangsung akau segera mengajak Rara pulang, Bagiku semua tempat umum tidak aman untuknya saat ini. Hingga sampai
di Apartement-pun aku masih berkutat dengan kemungkinan-kemungkunan buruk yang bisa dilakukan Riani, kulangkahkan kakiku menuju ruang kerjaku menghubungi
Ardi dan meninggalkan Rara sendirian di Ruang tamu. Beberapa menit setelahnya aku tetap menyibukan diri dengan gadget-ku hingga kuputuskan keluar dari
ruang kerjaku ?dan pergi ke dapur untuk mengambil air putih sekedar membasahi kerongkongan yang mengering karena? rasa haus yang kurasakan.
" Ya Ar, terus awasi Riani laporkan apapun yang mencurigakan dari wanita itu."
".." " Buka, dia ancaman bagiku sekarang."
"AWWW"? Suara teriakan mengaggetkanku, kulihat Rara yang terduduk dilantai dengan ekspresi Kesakitannya.
" Nanti kuhubungi lagi Ar."
?Aku memutus sambungan telepon seraya berlari mendekati Rara dan membantunya berdiri.
" Belajarlah untuk tidak ceroboh, kamu membawa dua nyawa bersamamu, bagaiman kalau terjadi apa-apa dengan bayi kita!" Kata-kata itu? lolos begitu saja
dari mulutku, meluapkan segala kekhawatiranku sedari tadi ditambah kecerobohan wanitaku yang tak hilang-hilang sehingga membuatnya bisa terjatuh. Apa dia
tidak tahu keselamatannya nomer satu bagiku sekarang, harusnya dia lebih hati-hati, buah cinta kami yang masih lemah bergantung padanya.
"Mas." Jawaban pendek dengan mata berkaca-kaca tersaji didepanku. Hah! Aku merutuki diriku sendiri, tidak sepatutnya aku melampiskan kekesalan dan kekhawatiranku
dengan cara memarahiya. Dia melepas pegangan tanganku dibahunya dan beranjak pergi menuju dapur, aku yang merasa bersalah telah memarahinya mengikutinya
kedapur, meraih tangannya lagi dan membawanya kedalam kamar. Aku duduk dibawahnya yang sedang duduk ditepi ranjang dengan wajah sedih.
" Hai? Maafin aku ya."
"." ?Tidak ada jawaban keluar dari bibirnya, yang kulihat dia malah membuang muka tidak mau melihatku.
" Maafin aku sudah memarahimu, aku hanya khawatir dengan kamu dan bayi kita. Berhentilah untuk berbuat ceroboh sayang.? aku tidak mungkin bisa selalu menjagamu
dan bayi kita, ?jadi tugasmulah untuk menjaga malaikat kecil kita hingga dia lahir kedunia."
Setelah mendengarkan penjelasan kenapa akau marah padanya tadi. Rara kembali melihaku dan langsung menghabur memelukku, suara tangis kencangya pecah memenuhi
seisi ruangan kamar. " Ma-af-in a-k-u Ma-s, aku memang ceroboh." Ujarnya dengan terbatah-batah akibat isak tangis yang menyulitkan ia bernapas. " Tapi jangan di marahi lagi,
aku takut. Mas juga aneh dari tadi aku dicuekin."
Kurenggangkan pelukanya dan meraih punggung kepalanya seraya mencium keningya dengan cukup lama. Istri dan Anakku lah kekuatan terbesarku saat ini.
" Sudah nangisnya."
" Huumb." Aku mengajaknya berdiri kemudian menggengam pergelangan tanganya dengan erat dan mengajaknya keluar kamar.
" Kita mau kemana Mas?"
" Nanti juga tahu."
*** AUTHOR POV? Disebuah ruangan yang didominasi warna coklat berlantaikan keramik putih wanita itu menyesap rokok yang menempel dibibirnya dan menghembuskan asapnya ke
udara, disudut lain masih didalam ruangan yang sama seorang laki-laki bertubuh kekar dengan tattoo dilengannya berdiri didepan wanita itu dan menunggunya
berbicara. " Jadi wanita itu sudah hamil." Ucapnya dengan suara tenang yang menakutkan.
" Iya boss, usia kandunganya menginjak 2 bulan lebih. Apa yang harus saya lakukan bos."
" Tidak ada, tetap awasi dia laporkan semua perkembangan tentangnya, untuk urusan bayi tengil itu biar menjadi urusanku. Sekarang pergilah."
" Baik bos." Laki-laki itu pergi meninggalkan ruangan, senyum jahat terkembang dibibir wanita itu " Nikmati kebahagianmu saat ini Rara.. Hahahahahaha." Dia terkekeh
dengan begitu mengerikkan, Diraihnya gelas yang berisi sampanye dan meneguknya hingga tandas kemudian melemparkan gelas itu kelantai hingga pecah.
*** AUTHOR POV Mobil Audi berwarna putih itu melaju dengan kecepatan sedang menuju daerah mayjen sungkono, kemudian berbelok? memasuki area? Graha Family yang terkenal
dengan deretan rumah-rumah elit berdiri kokoh disana.
" Mas kita mau kemana sih, sampai mataku ditutup seperti ini."
" Nanati juga tahu."
Mobil mereka berhenti disebuah rumah bercat putih berlantai dua, bangunan rumah yang beraksitetur semi yunani itu berdiri dengan megahnya ditegah-tega
deretan rumah-rumah megah lainnya. Hasan membimbing istrinya keluar dari mobil dan mengajaknya memasuki rumah megah itu, langkah kaki mereka terhenti diruang
tamu besar yang ditopang pilar-pilar besar semakin menambah nilai plus rumah ini.
"Aku lepas penutup matanya ya sayang, nanti buka matanya pelan-palan."
" Mas ini main rahasia-rahasiaan."
Hasan membuka kain hitam yang menutupi mata Rara, dan membiarkan wanita itu membuka matanya perlahan. Mata Rara yang kini terbuka sempurna langsung terbelalak
dengan pemandangan yang tersaji didepannya, mulutnya yang kecil membulat dan ekspresi kekaguman terpancar dari binar matanya.
" Mas ini rumah siapa?"
" Ini rumah kita sayang, aku rasa Apartement kita terlalu sempit untuk keluarga kecil kita nanti."
" Mas ini bagus banget, rumahnya bagus banget."
" Seneng?" " Banget Mas." Rara membalikkan badan dan memeluk suaminya dengan begitu erat, limpahan kebahagiaan memenuhi hari-harinya saat ini. Suami yang baik, calon bayi yang sedang
dikandungnya semua itu anugrah Tuhan yang paling sempurna.
" Kita bisa pindah kerumah ini besok."
" Mas, terima kasih ya atas semua perhatian yang begitu melimpah untukku."
" Harusnya aku yang berterimakasih. Terima kasih sudah mau jadi istri Hasan Prahardi yang penuh dosa ini."
" Semua orang tidak luput dari dosa Mas, tidak terkecuali kita."
" Benar sekali."
Hasan memeluk istrinya dengan erat, berharap mereka tetap seperti ini membiarkan waktu mengerogoti usia mereka, sampai saat mereka menutup mata dan meninggalkan
kehidupan dunia ini. **** RARA POV? Aku berdiri disebuah taman yang begitu cantik penuh dengan ?bunga berwarna-warni, langit biru dengan gumpalan-gumpalan awan putih bersih dan udara yang
sangat segar menembus rongga hidungku. Aku berjalan menyusuri taman bunga ini, decak kagum selalu menyeruak dariku. Kulihat sebuah ayunan kayu menggantung
dibawah pohon besar yang rindang dengan bunga-bunga berbagai jenis mempercantik disekitarnya. Kudekati ayunan itu dan mendapati seorang gadis kecil berusia
3 tahun sedang berayun disana dengan tawa ceria terdengar dari mulutnya, gadis kecil itu sangat cantik dengan perpaduan wajah eropanya. Senyum manis terlukis
diwajah? polosnya saat dia melihatku, kaki kecilnya ?melangkah mendekatiku dan membuatku berjongkok mengimbangi tinggi badanya, lagi-lagi senyum Manis
mengembang dari bibirnya untukku. Tangan kecilnya terulur menyentuh pipiku kemudian membelainya dengan jari-jari mungilnya.
" Mama cantik sekayi." Gadis itu berbicara dengan suara cadelnya.
" Mama? Aku bukan Mamamu sayang."
Gadis itu menggelengkan kepala, meraih jemari tanganku dan menggenggamnya erat
" Mama, aku hayus peygi. Nanti kalau aku sudah peygi, Mama tidak boleh menangis. Aku akan datang lagi cuatu saat."
Air mata menetes dari pelupuk mataku, aku merasa ada sesuatu yang diambil dari hatiku dan menyisahkan ruang kosong saat gadis kecil itu mengatakan hal
itu padaku. " Memang kamu mau pergi kemana? Tanyaku padanya.


Noktah Hitam Pernikahan Karya Rara El Hasan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Kecana." Ujarnya sambil menunjuk seberkas cahaya terang diatas langit.
" Kenapa pergi?" tanyaku kembali.
" Nanti aku datang lagi Mama, aku cayang Mama dan Papa."
Gadis kecil itu mencium pipi kiriku kemudian berjalan dengan ceria menjauhiku, tiba-tiba dia membalikan badannya lagi dan menatap kearahku menampakkan
senyum manisnya. Senyum yang baru kusadari seperti senyum yang dimiliki suamiku, mata itu juga mata yang mirip dengan mata suamiku. Tunggu! apa dia anakku?
" Aku mencintaimu Mama." Teriaknya dan akhirnya menghilang kedalam cahaya terang yang dia tunjuk tadi.
" TUNGGU!" Aku terbangun dari tidurku, peluh mengucur deras dari dahiku dan air mata yang mengering meninggalkan bekas disudut mataku. Mimpi Ini lagi, mimpi yang
datang disetiap tidurku akhir-akhir ini. Siap gadis kecil itu, kenapa dia mirip sekali dengan Hasan. Kurasakan tangan kokoh membelai punggungku dengan
halus menyalurkan ketenangan padaku, kegiatan yang kuyakini cukup berhasil membuatku sedikit tenang.
HASAN POV? " TUNGGU!" Aku tersentak kaget mendengar teriakan Rara, aku segera bangun dan mendapati Rara yang sudah terduduk dengan keringan deras dan sisah air mata yang sudah
mengering dipelupuk matanya. Akhir-akhir ini aku merasa tidur Istriku tidak terlalu tenang, beberapa malam aku mendapati istriku terbangun dengan kondisi
yang sama seperti sekarang ini. Apa karena mimpi itu? Dia bercerita padaku bahwa disetiap mimpinya ?seorang gadis kecil selalu hadir dan memanggilnya Mama,
kemudian menghilang dibalik cahaya terang. Aku yang menyadari ketenangan istriku terusik segera mengelus pundaknya halus, berusaha menyalurkan ketenangan
untuknya. " Mimpi yang sama?" Tanyaku memastikan
" Iya Mas, tapi bedanya aku melihat cerminan dirimu diwajah anak itu. Apa dia anak kita ya mas?"
Kulihat Rara mengusap perutnya perlahan, raut kekhawatiran terpancar jelas di wajahnya.
" Mungkin Hanya bunga tidur saja saya."
" Kalau dia memang anak kita, kenapa dia mau pergi? Ini bukan Cuma mimpi Mas, aku merasa anak itu berusaha menenangkanku, entah menenangkanku untuk apa."
Raut? khawatir semakin terpatri jelas diwajah istriku. Apa mungkin karena kita tidur dikamar yang berbeda? Sudah satu minggu ini kami pindah dari Apartement
dan menempati Rumah baru dan mimpi itu hadir dari hari pertama kami pindah kesini.
" Jangan berpikiran yang buruk-buruk sayang, tidak akan terjadi apa-apa pada anak kita. Percaya padaku."
" Mudah-mudahan Mas, semoga anak kita tumbuh dengan sehat."
" Amin. Aku ambilkan minum ya."
" Iya Mas." Aku beranjak pergi menuju meja didalam kamar, menuangkan air putih kedalam gelas dan menyodorkan padanya.
**** JANGAN BUNUH ANAKKU! Kandungan Rara yang menginjak tiga bulan membuat perut datarnya sedikit membuncit, perhatian baik dari Hasan, Orang tuanya dan Orang tua Hasan sangat ekstra
padanya, begitu juga penjagaan Hasan yang berubah menjadi ekstra luar biasa. Hari ini Rara dan Mama Tania ibunda Hasan sedang berbelanja kebutuhan bulanan
disupermarket yang tidak jauh dari Rumahnya. Keakraban mertua dan menantu membuat orang yang melihatnya iri ditunjukkan oleh mereka, Tania memperlakukan
Rara sudah seperti putrinya sendiri. Satu troli penuh belanjaan mengiringi mereka keluar dari supermarket, Pak Rama supir pribadi yang menemani Rara kemanapun
dia pergi membukakan bagasi mobil dan memasukan kantong-kantong belanjaan majikanya itu.
" Ma, Rara pingin makan soto ayam didepan situ dech."
" Ayo, kebetulan Mama juga sudah laper banget."
Rara dan Tania memutuskan untuk mencicipi kuliner soto ayam didepan supermarket, mereka berdiri ditepi jalan raya berusaha mencari cela diantara kendaraan
yang lalu lalang untuk menyebrang kesebrang jalan.
" Aduh, gula rendah lemak Mama tertinggal di kantong plastic belanjaan tadi. Mama ambil dulu ya."
" Ya udah Ma, Rara tunggu di warung soto ya, Rara pesanin juga buat Mama."
" Boleh dech, sebentar ya."
Tania pergi menuju mobil meninggalkan Rara ditepi jalan seorang diri. Dilihatnya jalanan cukup lengang, Rara memutuskan menyebrang jalan dengan hati-hati.
Hingga, dilihatnya Mobil sport berwarna hitam melaju dari arah Kiri dengan kencang.
" BRUKK." Mobil hitam itu menabrak tubuh Rara hingga terpental cukup jauh dari tempatnya berdiri, Suara riuh orang-orang disekitar sempat terdengar ditelinga Rara
yang semakin mendenging, dirasakannya sesuatu yang basah mengalir keluar dari celana dalamnya dan mengalir melalui kedua pangkal pahanya, darah segar juga
didapatinya keluar dari pelipis dan kedua sikunya, kemudian rasa sakit yang sangat mencekeram perutnya itu hadir, Rasa sakit yang semakin lama merengut
tingkat kesadarannya dan membawanya terlelap kedalam kegelapan.
HASAN POV Beberapa jam yang lalu Nita mengirimkan pesan lewar BBM agar aku keruanganya dan disinilah aku sekarang, diruangan dokter kandungan sekaligus sahabatku
di Rumah Sakit selain Lucky,
Nita adalah kekasih Lucky dan akulah orang terakhir yang tahu perihal deklarasi cinta mereka. Nita memberikanku hadiah satu set peralatan makan bayi ada
sendok, mangkok kecil, garpu dan yang lainya.
" Itu hadiah dari aku San, karena kita belum tahu jenis kelamin calon anakmu ya aku kasih hadiah yang bisa dipakek sama bayi cowok atau cewek."
" Haha gak kecepetan nich, tapi terima kasih ya."
" Gak masalah Hasan, kemarin aku jalan-jalan sama Lucky ke Mall, ketika lewat didepan baby shop aku lihat ini dech. Aku langsung suka terus? aku beli aja
buat? kado calon anak kamu."
Aku terlibat obrolan dengan Nita, obrolan tentang ibu hamil pastinya. Aku harus mulai belajar menjadi suami siaga buat Rara, ya walaupun usia kandunganya
baru tiga bulan. " Drrt.. Drtt."
Suara dering telepon membuatku menghentikan sesi percakapanku dengan Riani seraya mengangkat gadget.ku yang terus saja bergetar tanpa putus asa.2
" Iya Mama ada apa?"
" Hallo Hasan.. Hallo Istrimu kecelakaan!."
Sontak pikiranku bekerja keras mencerna perkataaan Mama, keringat dingin mengalir dari dahiku, tiba-tiba badanku menegang dan bergetar hebat. Istriku kecelakaan?
Bayiku? Bagaimana keadaan bayiku.
"Mama ada dimana sekarang?"
"Ini Mama sudah deket Rumah Sakit kita."
Aku segera memutus sambungan telepon dan menatap Nita dengan wajah frustasiku.
"Ada apa Hasan?" Tanya Nita tidak kalah khawatirnya.
"Aku membutuhkanmu Nit, Rara kecelakaan."
"Astagfirullah."
"Mereka sudah deket rumah sakit."
"Ayo kita tunggu mereka diluar San."
Aku dan Nita segera berlali menuju loby Rumah sakit, ketika aku sampai diloby kulihat mobilio milikku terparkir didepan. Aku segera menghampiri, membuka
pintunya dan mendapati kenyataan yang menohok hatiku, istriku sudah tidak sadarkan diri dengan luka dibeberapa bagian tubuhnya dan darah segar yang terus
mengalir diantara kedua pahanya. Tanpa pikir panjang aku mengangkat istriku kemudian memindahkanya keatas Ranjang dorong dan membawanya keruang IGD. Perasaan
sedih, takut bercambur jadi satu didalam benakku, istriku terkulai lemas dihadapanku, wajahnya terlihat memucat mungkin sebelumnya dia sempat menahan sakit
yang berlebihan. Kini kami berada didepan ruang IGD aku langsung membawanya kedalam dan membiarkan Mamaku yang tidak kalah paniknya menunggu duluar, ekspresi
ketakutan terlihat jelas di wajah mamaku yang tidak lagi muda karena dialah yang menyaksikan lagsung insiden tabrak lari yang menimpa Rara. Aku, Nita dan
beberapa suster berada didalam ruang IGD untuk melakukan penanganan, segala alat penunjang kehidupan segera kupasang, kuperiksa detak jantungnya yang stabil
membuatku sedikit tenang.
" San, Rara pendarahan hebat, aku takut bayinya tidak bisa bertahan."
" Lakukan apapun semampumu Nita."
Keadaan ruang IGD semakin menegangkan saat kulihat darah dari selangkangan Rara semakin mengalir deras.
" Suster pasangkan Elektrokardiograf, pantau EKGnya." Ujarku kepada suster yang ada disana
" Baik dok." " Nit, tolong selamatkan bayiku."
" Akan aku usahakan San, karena pendarahanya cukup fatal." Ujar Nita sembari memberi penanganan.
Aku membelai kepala istriku yang terbalut hijab berwarna ?hijau, baju putih yang dikenakanya kini telah berubah menjadi warna merah karena darah.
" Kamu harus bertahan sayang" ?bisikku ditelinganya
Aku memperhatikan ekspresi wajah Nita yang tiba-tiba berubah menjadi sedih, ekspresi yang membuatku semakin takut. Kulihat Nita menarik napas dalam kemudian
menatapku dengan beribu-ribu rasa penyesalan.
" San, maaf bayimu tidak terselamatkan."
Tubuhku bergetar seketika, Istriku dinyatakan keguguran! Kenyataan yang semakin meremas-remas hatiku, malaikat kecilku yang belum sempat dilahirkan kedunia
harus pergi meninggalkan kami. Air mata yang tidak pernah keluar dari mataku, kini mengalir dengan deras menemani raut wajahku yang memucat. Bagaimana
aku mengatakanya setelah ini pada Rara, aku tidak ingin dia bersedih dan tertekan. " Ya Allah kenapa harus kau ambil titipanmu sebelum dia lahir kedunia,
apa kah hikmah yang ingin kau paparkan pada kami dengan kejadian ini ya Allah." Teriaku dalam hati. Aku memeluk tubuh Rara yang belum sadarkan diri dengan
erat. " Aku akan tetap mencintaimu apapun yang terjadi? sayang." Bisikku didalam telinganya.
?" San kita harus mengeluarkanya, kita harus melakukan pembedahan karena ada masalah dengan keadaan janin diperut Rara. "
"Iya Nit, Suster siapakan alat bedah." Perintahu pada suster.
Aku beralih mengambil alat-alat bedah kemudian memakai sarung tangan, hal yang sama yang juga dilakukan oleh Nita. Kami melakukan proses pembedahan untuk
mengeluarkan janin yang ada didalam perut Rara. Sayatan cukup lebar dilakukan di perut Rara memudahakan untuk mengambil janin yang sudah tidak bernyawa
didalam perutnya? " T I I I I T" Bunyi dari elektrokadiograf membuatku tersentak kaget kulihat EKG menunjukun garis lurus berkepanjangan. Seketika tubuhku mematung, wajahku memucat dan
keringat dingin mengalir deras dari keningku. Apa aku harus kehilangan dua orang yang kucintai sekaligus?!
?????????????????????????????????????????????????????????????? ****
RARA POV? Aku duduk diatas ayunan disebuah taman bunga yang sangat indah, tempat ini? aku pernah kesini ?sebelumnya, Tempat ini tempat dimana aku bertemu gadis kecil
yang sangat cantik itu. Aku berayun pelan, menikmati hembusan angin yang begitu segar, suara harum bunga-bunga disekelilingku menyeruak menyusup rongga
hidungku membawa sensasi nyaman dalam diriku, Rasanya aku ingin tinggal disini saja.
" Mama." Panggil suara merdu dibelakangku yang membuatku seketika menoleh kebelakang dan mendapati gadis kecil itu sedang berdiri disana dan tersenyum dengan manisnya
kearahku. Benar saja,? wajahnya mirip sekali dengan wajah Hasan, jika Hasan ada disini dan melihat gadis ini mungkin dia merasa seperti bercermin, semua
bagian wajah gadis ini duplikat dari Hasanku.
" Keynapa Mama ada dicini?"
" Tante lagi main sayang."
" Mama ikut aku main dicana ya." Ujar gadis itu seraya menunjuk cahaya yang ada diatas langit.
" Tante harus pulang sayang."
" Mama hayus ikut, aku mau cama mama teyus."
" Nanti suami Tante nyariin tante."
" Tidak papa tidak akan nyariin mama."
" Ya sudah tante temenin main tapi sebentar saja ya."
Gadis kecil itu menjawab pertanyaanku dengan anggukan kepala, dia meraih tanganku menggemanya dan mengajakku berdiri. Aku segera berdiri dan berjalan berdampingan
dengannya melewati hamparan bunga-bunga yang indah dan mengaggumkan. Cahaya itu semakin dekat denganku, cahaya yang begitu terang dan menyilaukan pandanganku.
Anak tangga yang berlapis bunga-bunga dan daun-daun menjalar menjadi akses menuju cahaya itu.
" Ayo Mama." Ajak gadis kecil itu semakin menarik tanganku, aku hanya melemparkan senyuman tulusku dan anggukan kepala seraya mengikuti tarikan tangannya menaiki setiap
anak tangga yang menjadi jalan satu-satunya mencapai cahaya itu.
" Berhenti Rara!"
Suara yang sangat familiar terdengar memanggilku, aku segera membalikkan badan mencari arah sumber suara yang baru saja kudengar. Kudapati Hasan suamiku
sedang berdiri ditengah taman bunga yang tidak jauh dari tempatku berdiri, wajahnya sangat khawatir dan penuh kesedihan. Apa yang terjadi pada suamiku?
" Ayo kita pulang sayang." Ajaknya seraya mengulurkan tangan kearahku.
" Iya nanti aku pasti pulang Mas, aku hanya mau menemani gadis kecil ini." Jawabku seraya memandangi gadis kecil yang tetap saja menggenggam tanganku dengan
erat. " Jangan pergi sayang, pulanglah bersamaku, jangan tinggalkan aku." Ujar Hasan lagi yang membuatku bingung, emangnya aku mau pergi kemana, aku hanya pergi
untuk menemani gadis kecil ini. Ucapanya seakan aku akan pergi jauh dan tak kembali lagi.
"Iya Mas, nanti aku pasti pulang. Mas tunggu aku dirumah aja."
" Aku mohon sayang, aku tidak akan bisa hidup tanpa kamu." Kali ini ucapan Hasan semakin aneh. Kulihat setetes air lolos dari matanya, apakah suamiku menangis.
Pemandangan yang tidak pernah kusaksikan, setahuku suamiku adalah laki-laki yang anti menitihkan air mata walau serumit apapun masalah yang dia hadapi,
tidak sepertiku yang sedikit-sedikut menangis. Melihatnya menangis membuat hatiku juga ikut sedih, apa lebih baik aku ikut pulang saja ya dengan Hasan?
Aku mengalihkan pandangan dari suamiku dan menatap gadis kecil yang berada disampingku dengan memperlihatkan raut wajah sedih di wajahku. Gadis itu menatapku
tajam, sedetik kemudian menampilkan senyuman yang sangat menenangkan hati, ditariknya tanganku memintaku untuk duduk dan mensejajarkan tinggi badanku denganya.
Tangan mungilnya mengelus pipiku menyalurkan rasa yang entah kenapa tiba-tiba hadir dihatiku, rasa yang sangat amat kehilangan membuatku menitihkan air
mata tanpa kuinginkan. " Mama puyang aja sama Papa, nanti saja kita mainnya ya."
Aku hanya menganggukan kepala dan mengalirkan air mata yang semakin deras dari mataku.
" Mama jangan menangis, aku nanti main lagi kok."
?Gadis itu memelukku dengan erat, kemudian mencium kedua pipiku dan keningku.
" Aku sayang Mama dan juga Papa." Ucap gadis itu kemudian melangkah menaiki tangga meninggalkanku yang mematung menatapnya.
" Dach - Dach Mama." Ujarnya sambil melambaikan tangan ke arahku dan hilang dibalik cahaya itu.
Setelah melihat gadis kecil itu benar-benar telah pergi, aku membalikkan badan menatap suamiku yang telah mengulurkan kedua tangannya? dengan lebar dan
membuatku berlari kearahnya dengan perasaan penuh kerinduan. Setelah aku sampai didepanya aku menghentikan langkahku mengamati tiap jengkal wajah suamiku
yang masih membuka kedua tanganya dengan lebar dan menyajikan dada bidangnya untuk kupeluk. Sisah air mata itu, benar tadi suamiku memang benar-benar menangis.
" Ayo kita Pulang." Ajaknya, dan tanpa harus kupikir dua kali aku mengahambur kepelukannya dan sebuah cahaya terang menebus kornea mataku membuatku menyipitkan
mata akibat cahaya yang terlalu menyilaukan dan belum terbiasa dengan? keadaan mataku, kulihat samar-sama ruangan yang berwarna serba putih yang tak pernah
kukenal sebelumnya, ????????????????????????????????????????? kuedarkan pandanganku dan mendapati seorang laki-laki duduk disampingku.
" Mas." Panggilku ke arah laki-laki itu.
**** HASAN POV? Aku memasuki ruang rawat VIP di Rumah Sakit ini, beberapa jam yang lalu Rara sudah bisa dipindahkan dari IGD? ke ruang rawat untuk manjalani pemulihan.
Kulihat Rara yang masih terbaring tidak sarakan diri diatas ranjang, jika mengingat kejadian beberapa jam yang lalu, aku tidak yakin apakah aku bisa bertahan
untuk hidup didunia ini tanpanya.
FlashBack* " San, detak jantungnya berhenti." Ujar Nita kepadaku.?
" Nit, aktifkan alat pacu jantung sekaran."
" Baik San." Nita mengaktifkan alat pacu jantung dan menyerahkanya padaku, aku menempelkan dua lempengengan besi dari kedua sisi alatnya, menggosoknya berlawanan arah,
menunggunya beberapa saat dan menempelkanya ke dada Rara. Sentakan pertama terjadi ditubuh Rara dan tidak menghasilkan rekasi apa-apa, kutempelkan lagi
alat itu didadanya tubuh Rara tersentak tetapi tidak ada respon yang berarti. Kini tanganku bergetar semakin hebat, air mata lolos dari pelupuk mataku,
kenangan-kenangan indahku saat bersama Rara berputar-putar bagaikan video dikepalaku. Kuangkan lagi alat itu kugosok lagi kedua lempengnya dan kutempelkan
kedada Rara menyalurkan aliran listrik yang bisa memacu kerja jantungya lagi, tubuh Rara tersentak hebat, aku sedikit menahan napas berharap detak jantungnya
kembali pulih tetapi semuanya nihil. Seperti tidak putus asa kutempelkan lagi alat itu berkali-kali.
"Ayo sayang bangun, bangun, jangan tinggalkan aku." Ujarku ditengah-tengah kekalutan yang kualami karena tidak ada tanda-tanda kehidupan dari tubuh Rara.
" Hasan, sabar."? Nita mendekatiku menenangkan diriku yang sudah menjatuhkan kepalaku didada Rara yang tidak berdetak sama sekali. Aku menangis tersedu-sedu,
rasanya sungguh menyesakkan. Kenapa dia harus pergi secepat ini.
" Nit, Ra-ra Nit." Ujarku sambil terbatah batah.
" Kamu harus kuat Hasan, pulanglah dulu. Makamkan dulu jenaza anakmu biar jenaza Rara aku yang mengurusnya."
" Tit Tit..Tit"
Suara dari elektrograf kembali berbunyi, menampilkan EkKG yang kembali ada.
" Dok, detak jantungnya normal lagi." Ujar suster diruangan ini dengan kelegaan yang tersirat di wajahnya."
??????????? Aku segera bangun dari dada Rara, mengambil Stetoskop dan memeriksa detak jantungnya. Rasa lega menjalar ditubuhku, detak jantung itu ada dan
stabil, kemudian aku memeriksa pergelangan tanganya memeriksa denyut nadinya. Nita menyerahkan senter padaku dan kuterima kemudian memeriksa mata Rara.
" Alhamdullilah ya Allah." Rasa syukur itu meluncur dari mulutku.
" Setelah ini sayangi istrimu dengan sepenuh hatimu." Ujar Nita disampingku, kutatap dirinya ada sisah air mata disana, segerah kupeluk tubuh sahabat baikku
itu.1 " Terima kasih Nita."
" Sudah tugas kita sebagai dokter Hasan, sekarang kamu pulang dan makamkan jenazah anakmu dengan layak. Biar Rara aku yang urus disini."
" Sekali lagi terima kasih Nita." Nita tersenyum padaku dan mengusap bahuku.
Flashback End*? Aku duduk di diatas ranjang disamping tubuh Rara yang masih belum sadarkan diri, kubelai lembut rambutnya yang terurai panjang, wajahnya yang terlihat
damai mungkin akan berubah saat dia tahu dia telah kehilangan anak yang dikandungnya, aku memejamkan mataku berusaha menghilangan rasa lelah yang kurasakan
saat ini. " Mas." Suara panggilan itu seketika membuatku membuka mata, kudapati Rara yang sudah membuka mata enatap kearahku dan kemudian beralih menatap langit-langit ruangan
dengan tatapan kosong, bibirnya yang masih terlihat pucat membuat ?kekhawatiranku muncul lagi.
" Alhamdullilah sayang, kamu sudah sadar." Ujarku dan tidak ada respon berarti darinya, dia tetap menatap langit-langit ruangan kemudian kulihat tangannya
mengelus perutnya beberapa kali dan berhenti setelahnya dengan ekspresi wajah memucatnya. Apa Rara tahu kalau banyinya sudah tidak ada didalam perutnya?
Pikirku dalam hati.Aku memanggil namanya, tetapi tidak ada respon, dia tetap diam dengan tatapan kosongnya, hanya beberapa butir air mata yang turun dari
sudut matanya. " Mungkin Allah belum mempercayakan kita untuk merawat dia." Ujarku membuka pembicaraan.
" Saat aku bangun, aku merasa kehidupan didalam perutku hilang. Kenapa harus Aku Mas yang mengalami ini?"
" Percayalah sayang ada hikmah dibalik ini semua."
" Gadis kecil yang hadir dimimpiku dia anakku Mas, dia pamit ke aku."
??????????? Istriku yang ceria dan kuat kini terlihat Rapuh dan Lemah. Aku membaringkan tubuhku disampingnya seraya memeluknya erat,? isak tangis yang
kurasakan semakin menggema diselah-selah pelukanku menjadi pondasi dihatiku. Aku harus kuat dan menguatkan istriku setelah ini. Kudekatkan wajah istriku
kedadaku mengusap punggungnya menenangkan kemudian memintanya untuk beristirahat bersamaku setelahnya.1
Aku terlelap beberapa saat disamping istriku, hingga suara pintu dibuka membangunkanku dan juga memangunkan istiku yang sebelumya tertidur pulas didekapanku.
Orang tua Rara tengah berdiri didepan pintu dengan ekspresi kesedihan yang begitu mendalam, Mama Rahayu menghampiri kami yang membuatku bertukar posisi
denganya, kini Mama Rahayu duduk ditepi ranjang sembari membelai kepala Rara dengan penuh sayang. Aku menghampiri Papa Anggono dan mencium punggung tanganya
" Yang sabar ya San." Telapak tangan Papa menepuk-nepuk pundaku memberikan kekuatan.
" Insya Allah Pa."
Aku dan Papa duduk di sofa didepan tempat tidur Rara dan memandangi wajah wanita yang sangat berharga bagi kami berdua.
" Bagaimana keadaanmu sayang." Mama bertanya pada Rara penuh kesedihan.
" Ma, Aku keguguran. Aku sudah jadi istri dan ibu yang buruk karena tidak bisa menjaga kandunganku."
" Apa yang kamu bicarakan Ra!" Sahutku dengan kecewa, kenapa dia harus menyalakan dirinya sendiri.
?" Ini semua memang salahku Mas, coba aku lebih hati-hati pasti tidak akan jadi seperti ini."
" Cukup Ra!" Bentakku lagi.
" Sudah-sudah kok malah bertengkar. Rara, semua ini sudah takdir yang kuasa sayang, kamu tidak perluh menyalahkan diri." Ujar Mama menyakinkan.
" Ma, anak ini sangat diinginkan oleh Mas Hasan."
" Rara! rahim kamu sehat. Hanya? butuh pemulihan dan kita masih bisa punya anak lagi."?
Ruangan? tiba-tiba berubah menjadi hening, kulihat Rara yang tidak mau melihatku dan memilih menatap Mama yang berada disebelahnya. Aku cukup pengertian
mungkin perasaan hatinya sedang sensitive, hingga giliran Papa yang membuka percakapan dan menghilangkan keheningan diantara kami.
" Apa pelakunya sudah ditemukan San?"
" Polisi masih berusaha mencarinya Pa, kurangnya saksi jadi kendalanya."
" Semoga saja cepat tertangkap dan bisa kita proses."
" Mudah-mudahan Pa."
Aku yang sedang terikat jam kerja tidak bisa menjaga Rara 24 jam penuh, dengan sangat terpaksa aku harus meninggalkan Rara dengan orang tuanya dan melanjutkan
pekerjaanku. **** Nasi goreng yang berada didepanku hanya jadi tontonan bagiku, aku tidak napsu makan sama sekali. Perkataan istriku sesaat lalu cukup menggangu pikiranku,
Rara seakan menyalahkan dirinya sediri karena telah membuat kehamilanya keguguran.
" Makan San." " Iya Luck." " Sindrom orang keguguran ya seperti itu San." Nita menimpali
" Nanti juga membaik seiring waktu Bro. Sekarang Loe yang harus kuat demi istri Loe." Lucky memberi nasihat dengan logat jakartanya. Lucky dokter mutasi
dari Jakarta beberap tahun lalu, dan logat Loe Gue masih sering digunakanya dalam berkomunikasi denganku.
" Terima Kasih Luck, Nit."
" Kuat ya Hasan." Ujar Nita menyemangati.
**** HONEY MOON Rara dan Hasan sedang menikmati sore hari di gazebo dekat kolam renang dibelakang rumah, beberapa minggu yang lalu Rara sudah diperbolehkan pulang dan
istrirahat dirumah, tapi sampai saat ini tidak ada perubahan yang berarti, Rara tetap saja murung dan jarang bicara. Hasan yang tidak ingin istrinya itu
berlarut-larut dalam kesedihan berinisiatif untuk mengajak istrinya berlibur.
Hasan sedang memeluk Rara didalam tubuhnya, membiarkan wanita itu mencari ketenangan didekapannya. Setelah pulang dari Rumah Sakit, istrinya itu senang
sekali memeluknya dan betah dipeluk olehnya berjam-jam.
" Sayang?" "Humb."

Noktah Hitam Pernikahan Karya Rara El Hasan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Inget? trip Singapura yang diberikan Mama Ra?"
" Humb." " Bagaimana kalau kita liburan kesana."
" Gak." " Kok, Gak?" "? Gk aja." Hasan melepaskan pelukanya seraya menegakkan tubuhnya dan memandang Rara lekat-lekat. Rara yang ditatap dengan intens hanya bisa mengeryitkan dahi.
" Apa?" Tanya Rara dengan Nada malas.
" Sejak kapan kamu jadi irit bicara begini."
" Apa sich Mas?"
" Mau tidak mau besok lusa kita berangkat ke Singapura."
" Tukang Paksa!"
Rara menekuk mukanya ketika mendengar kemauan Hasan yang tidak bisa dibantah. Mau tidak mau lusa mereka akan pergi untuk berlibur ke singapura, Tapi jika
dipikir-pikir liburan memang dibutuhkan oleh Rara untuk menata kembali Hatinya akibat peristiwa keguguran beberapa waktu lalu.
Ketika melihat Rara cemberut, dengan ide jahilnya Hasan mengendong Rara dengan gaya bridal membuat Rara meronta-meronta ketika berada digendongannya.
" Turunkan Mas, turunkan!"
Hasan melangkahkan dirinya ketepi kolam renang, ?? menceburkan Rara yang ada didalam gendonganya ?kedalam kolam Renang. Teriakan dari mulut Rara ketika
dijatuhkan ke air dan Kekehan Hasan karena berhasil menceburkan Rara kekolam renang menjadi senandung disore hari ini.
" Mas! nyebeleni banget sich."
" Salah sendiri melawan perkataanku.
" Iya,ya lusa kita ke Singapura. Puas!"
" Puas sekali."
Rara melangkah keluar dari kolam renang dengan keadaan baju yang sudah bahas kuyub, dengan ?segerah dia berlari ke kamar meninggalkan Hasan yang masih
tertawa penuh kemenangan ditepi kolam renang.
**** RARA POV? Koper-koper besar sudah berjajar didalam mobil, hari ini aku dan Hasan akan pergi berlibur ke Singapura. Sebenarnya liburan seperti ini sangat kubutuhkan
untuk menghilangkan bayang-bayang kejadian saat aku kehilangan bayiku. Aku melihat Hasan yang sangat tampan dengan kaos hitam dan celana jeans biru gelap
melekat ditubuhnya, lengan kekarnya melingkar dipinggangku dan menuntunku memasuki mobil. Pak Rama mengantarkan kami ke bandara juanda untuk kemudian terbang
ke Singapura. Kusandarkan punggungku dikursi pesawat, pramugari pesawat berlalu-lalang menawarkan minuman kepada para penumpang tanpa kenal lelah. Perjalanan
dari Surabaya ke Singapura memakan waktu bebrapa jam sampai akhirnya kami sampai di Changi Airport. Mama dan Papa sudah menunggu kami di pintu kedatangan
luar negri, aku segera menghambur memeluk Mama dan Papa ketika kulihat mereka berjalan mendekati kami.
"Mama, Kangen." Ujarku sambil menciumi pipi Mama.
"Malu itu sama suamimu, udah gede? masih aja manja."
"Biarin ah Ma."
Hasan yang melihat tingkah manjaku pada Mama hanya bisa terkekeh pelan.
"Kalian sudah disini. Tidak boleh ada wajah sedih sama sekali." Ujar Papa menimpali.
"Tujuan kita kesini agar tu muka Rara gak ditekuk terus Pa." Kata Hasan yang berhasil membuat bibirku manyun sepuluh centimeter. Kupalingkan wajahku menatapnya
dengan berkaca pinggang dan mata melotot sempurna.
" Udah-udah kok malah berantem disini, ayo pasti capek kan? Istirahat dulu nanti malam baru jalan-jalan." Ajak Mama sembari menggandeng tangan kiriku,
sedangkan Papa menggandeng tangan kananku, untuk saat ini biarlah orang tuaku yang menggandengku dan menyalurkan rasa kerinduan yang mereka rasakan padaku
selama ini. Kami menaiki Mobil sedan BMW milik Papa dan mulai membelah jalanan Singapura, selama perjalanan aku tidak mau melewatkan satu kesempatanpun untuk menikmati
keadaan Singapura dari balik kaca mobil, gedung-gedung pencakar langit, jalanan yang ramai tapi tetap lancar tidak seperti di Surabaya yang sering macet,
Tata kota yang begitu apik dan membuat siapapun yang pernah datang kemarin pasti menginginkan untuk kembali lagi, semua tersaji dengan sempurna memanjakan
mataku. Ketika sedang asyik mengagumi jalanan Singapura, sebuah daging kenyal mendarat dipipiku meninggalkan bekas basah dan berhasil membuat pipiku bersemu
merah. " Jangan ditekuk lagi ya mukanya." Ujar Hasan membuatku tersipu malu dan Aku hanya membalasnya dengan anggukan kepala.
Mobil kami berhenti di salah satu bungalow di? Sentosa cove, Papa membeli bungalow ini karena mereka berencana tinggal lama di singapura untuk mengembangkan
bisnis property-nya. Aku memasuki bungalow besar dengan jendela kaca dimana-mana membuat kondisi ruangan sangat segar dan terang, ?pantas saja Mama dan
Papa betah disini serasa Honney Moon kedua pikirku dalam hati.
Aku dan Hasan menempati salah satu kamar di bungalow ini. Kamar besar dengan gaya modern sangat mencerminkan pribadi Mama, Ranjang ukuran king size dengan
seprai crem menambah kesan istimewa kondisi kamar. Aku melihat Hasan yang sedang berkutat dengan gadget ditelinganya, beberapa menit kemudian kembali menghampiriku
yang sedang meletakan baju-baju kedalam lemari.
" Telepon siapa Mas?"
" Telepon Papa, aku mintak tolong Papa untuk mengambil alih Rumah Sakit selama kita disini."
" Ooo Ya udah Mas mandi dulu gih habis itu kita sholat Dhuhur sama-sama."
" Iya sayang." Hasan meninggalkanku dan menghilang dibalik pintu kamar mandi, aku yang sudah berpindah tempat menuju sudut kamar, menyiapkan sajadah untuk persiapan sholat
dhuhur berjamaah. Setelah menunaikan sholat dhuhur berjamaah aku membaringkan tubuhku ke atas ranjang dan terlelap kedalam dunia mimpi? setelahnya
??????????? Aku terbangun dati tidurku ketika kurasakan benda dingin menempel dibibirku, kubuka mata perlahan dan mendapati suamiku sedang menciumku, segera
kudorong tubunya menjauh membuat ciumanya seketika terlepas.
." Aku membangunkamu ya sayang."
" Iya Mas, tapi tidak apa-apa.."
" Nanti malam aku mau mengajakmu dinner, jadi dandan yang cantik ya."
" Memang sebelumnya aku gak cantik ya?"
"Cantik, udah gak usah banyak tanya. Ya udah tidur lagi gih sayang, aku jagain."
Aku kembali memejamkan mata dan terlelap dipelukan suamiku.
AUTHOR POV? Malam ini mereka akan pergi makam malam disalah satu restoran terkenal di Singapura. Rara tampak cantik dengan baju brokat perpaduan hitam dan pink dengan
aksen bordir dibagian dada di imbangi dengan make up natural? menambah keanggunan penampilannya. Sedangkan Hasan tampak formal dengan? jas berwarna abu-abu
dipadukan dengan celana kain senada dan kemeja putih sebagai dalaman dari jasnya.
Mobil mereka melaju menembus suasana malam Singapura menuju Sentosa resort, Hasan sengaja menyewa mobil pribadi selama di Singapura dan tidak memakai mobil
keluarga Rara. Setelah menempuh beberapa jam ?perjalanan sampailah mereka di Sentosa Resort, Hasan yang sudah turun terlebih dulu, segera menghampiri sisi
pintu mobil yang lainnya kemudian membukakan pintu dan membantu Rara untuk turun menuju tempat yang masih dirahasiakannya.
" Kita makan disini?"
" Tidak, kita makan di jewel box dan kita harus naik kereta gantung itu dulu untuk sampai kesana, ayo." ?Sambil menunjuk dermaga kereta gantung yang tidak
jauh dari tempatnya berdiri.
Hasan menggengam tangan Rara erat dan mengajaknya menuju dermaga tempat transit kereta gantung. Mereka harus menaiki kereta gantung terlebih dulu untuk
sampai ke jewel box, sebuah restoran yang berada diatas permukaan laut yang dikelilingi hamparan kebun bunga dan pohon-pohon hijau menambah keindahan tempat
yang akan menjadi tempat dinner mereka. Rara menikmati pemandangan malam Singapura ?dari atas kereta gantung, pengalaman pertama sekaligus pengalaman?
paling? romantis baginya, dari atas sini dia bisa melihat lampu-lampu gedung yang begitu banyak seakan menjadi bintang diatas tanah yang dipadu padankan
dengan hamparan laut lepas dsekitarnya.
" Singapura terlihat indah dari atas sini."
" Sangat indah, ini pengalaman pertamaku Mas, romantis sekali."
" Setelah ini akan lebih romantis lagi."
" Apakah kau akan membuatku tidak bisa tidur malam ini."
" Mungkin? aku akan membawamu ketempat-tempat yang bahkan tidak ingin membuatmu tidur setelahnya."
" Sejak kapan kamu berubah menjadi pria Romantis."
" Sejak matamu selalu memandangku dengan rasa bersalahmu itu."
" Mas, aku bisa bilang apa, terlalu banyak kamu mebuatku bahagia."
" Jika yang terlalu itu bisa membuatmu terus tersenyum, tidak masalah bagiku."
Senyum bahagia terukir dibibir Rara, dia menghambur kepelukan Hasan dan membenamkan wajahnya didada laki-laki yang sangat dicintainya itu. Setelah? menempuh
perjalanan beberapa menit dengan kereta gantung, tibalah mereka di ?sebuah pulau bernama Mt. Faber dan segera menuju Jewel Box restorant tempat yang akan
mereka gunakan untuk menghabiskan waktu makan malam. Kali ini Hasan berhasil membuat Rara tidak mengedipkan mata untuk beberapa saat ketika melihat bagunan
jewel box yang sangat indah dengan latar lampu berwarna biru menyambut kedatangan mereka. Setelah puas mengagumi tampilan awal restoran ini, Hasan segera
mengajak wanita yang dicintainya itu masuk, lagi-lagi tampilan dalam restoran ini membuat Rara terperanjat. Restoran yang dipenuhi dengan kursi dan meja
kayu tertata rapi ?dengan sebuah lilin cantik dan beberapa gelas kaca bertengger diatasnya, lampu-lampu menempel cantik diatap restorant yang terbuat dari
kayu sangat ?menyatu dengan arsitektur ruangan, kemudian seluruh dinding ruangan yang ?ditutupi kaca bening membuat kita dapat menikmati hamparan laut
lepas dari balik kacanya, sungguh sangat sempurna untuk menghabiskan malam dengan cara Romantis. Rara menatap kearah Hasan dan menampilkan wajah kekagumannya
yang membuat Hasan menyunggingkan senyum kepuasan karena memilih tempat ini sebagai tempat dinnernya. Seorang pelayan laki-laki terlihat menghampiri Hasan
seraya menyapanya. "Excuse me Sir, can I help You?"?
"I?ve booked a table here this afternoon."?
" on behalf of?"?
"Hasan Prahardi."?
" Come with me Sir."?
Mereka mengikuti pelayan restaurant ?menuju tempat yang telah di siapkan untuk mereka, sebuah ruangan outdoor dilantai dua restaurant dengan meja-meja
berbentuk bulat terlapis penutup meja putih menjulai panjang dengan sebuah lilin cantik dan dua buah gelas kaca disetiap mejanya, terdapat pohon-pohon
buatan dibeberapa sisi ruangan dengan lampu-lampu kecil memenuhi ?badan pohon menjadi satu-satunya penerangan disana, yang lebih menambah special, kita
bisa mengakses secara langsung langit malam yang berbintang dan kereta-kereta gantung dengan badan kereta dipenuhi lampu-lampu bercahaya sedang melaju
dari sini. Tidak ketinggalan alunan piano dan cello yang mengalun merdu menambah keromantisan Susana tempat ini. Dengan tidak sabar Mereka menuju salah
satu meja dan duduk disana.
" What you want to order food Sir?"2 ?
" I want tortellini, milk coffe with cream and pancakes."?
" And you, Mis?"?
" elbow macaroni, lemonade and fruit salad."?
" Thank you, good night sir."?
Setelah mencatat pesanan mereka pelayan itu segera pergi dan membiarkan dua sejoli yang sedang larut dengan keindahan malam itu mengobrol ringan.
" Dari mana Mas tahu tempat sebagus ini?"
" Aku sudah berkali-kali kesini."
" Dengan Riani?"
" Iya dengan Riani dan kenapa harus bahas Riani disini."
" Karena aku takut disini penuh kenangan antara kamu dan Riani."
" Sayangnya aku harus membuatmu kecewa. Tidak ada suasana romantis saat aku kesini dengan Riani, yang ada hanya pembahasan tentang Tommy."
" Begitu cintanya Riani sama Tommy."
" Dan begitu gilanya aku mencintai dan mengorbankan apapun untuknya selama ini."
" Mungkin jika kamu tidak menikahiku pasti kamu masih jadi laki-laki gila."
" Jika tidak menikahimu, aku tidak akan jatuh cinta padamu dan tidak akan membuat Riani menyadari pentingnya aku dihidupnya seperti sekarang ini."
" Riani menyatakan cintanya padamu?"
" Dia mengatakan bahwa dia mulai kehilanganku."
" Mas ingin kembali padanya?"
" Tentu saja Tidak! Jangan bicara hal-hal yang akan membuatmu menyesal nantinya Rara."
" Lebih baik kita hentikan pembahasan tentang Riani."
" Usul yang sangat aku terima."
Kemudian mereka tertawa bersama, seakan mentertawakan kebodohan mereka. Harusnya yang mereka bahas adalah hal-hal yang indah bukan malah membahasa Riani.
Dasar pasangan yang aneh. Beberapa saat kemudian pelayan datang membawa dan menata pesanan mereka diatas meja kemudian mereka menikmati hidangan makan
malam itu dengan keadaan diam. Setelah selesai makan mereka terlibat obrolan ringan kembali hingga? Hasan mengeluarkan kotak panjang belapis beludru berwarna
merah dari dalam saku jasnya, dan menaruhnya didepan Rara. Rara yang sedari tadi memandangi Hasan merubah ekspresi bahagianya menjadi ekspresi penasaran
saat kotak merah itu diletakkan didepanya.
" Apa ini Mas?" sembari mengambil kotak merah yang berada didepanya.
" Buka aja." Dengan perlahan Rara membuka kotak itu dan mendapati sebuah gelang cantik berlapis emas putih dengan Kristal plum bunga menjadi ornamenya. Seketika senyum
keharuan mengembang dari bibirnya, dilihatnya wajah suaminya dengan beribu-ribu pancaran kasih sayang terpancar disana. Hasan yang memandangi wajah bahagia
istrinya, sedetik kemudian mengambil gelang itu dari dalam kotak.
" Siniin tangannya." Ujar hasan meminta Rara untuk mengulurkan tanganya dan memasang gelang cantik itu di pergelangan tangan kiri wanita itu kemudian mencium
punggung tanganya cukup lama.?
" Terima kasih Mas, ini cantik banget."
" Sama-sama sayang."
Tiba-tiba Rara tersentak kaget ketika mendengar seseorang wanita menyebutkan namaya.
" A song for Mis Syaira Arianggono Like I'm Gonna Lose You from Meghan Trainor"?
Dilihatnya kearah panggung yang tadinya iringan instrument cello dan piano, sekarang berubah menjadi mini band dengan vocalis perempuan dan laki-laki disana,
Rara mengeryitkan dahi kearah Hasan dengan penuh pertanyaan dan dibalas dengan senyum manis di wajah suaminya.
" Dia tahu namaku?." Rara bertanya pada Hasan dan dibalas dengan anggukan kepala.
" Mau berdansa denganku?"
Rara menganggukan kepala tanda persetujuan, Hasan berdiri mengulurkan tanganya dan disambut oleh Rara. Kemudian mereka berjalan ketengah lantai dansa saling
melempar senyum bahagia, Rara melingkarkan kedua tangannya keleher Hasan dan Hasan melingkarkan lenganya kepinggang Rara, mereka berdua melangkah mengikuti
alunan musik menikmati dansa ringan yang mereka lakukan.
" Kenapa mereka tahu namaku Mas, dan kenapa disini hanya ada kita?"
" Lantai dua restaurant ini sudah aku pesan tadi pagi Ra, jadi steril dari pengunjung lain."
" Ini terlalu berlebihan Mas."
" Sudahlah dinikmati saja."
Setelah beberapa menit berdansa akhirnya mereka memutuskan untuk pulang karena malam semakin larut dan tidak baik bagi kesehatan Rara yang masih dalam tahap pemulihan.?
**** DINNER! Hari ini hari ke-enam mereka di Singapura dan akan menjadi hari terakhir, karena besok mereka harus pulang ke Indonesia dan melanjutkan rutinitas pekerjaan
yang sudah menunggu, beberapa hari sebelumnya mereka sudah menghabiskan waktu untuk jalan-jalan mengunjungi tempat-tempat menarik seperti universal studio
Singapura, kemudian mereka juga pergi ke Sentosa Tanjong Beach, sebuah teluk di singapura dengan air lautnya yang jernih, pasir pantainya yang berwarna
keemasan dan banyak pohon-pohon palem rindang disepanjang pantai, mereka menghabiskan waktu seharian disana untuk menikmati sunrise dan sunsite dengan
penuh keromantisan. Dihari keempat mereka pergi ke Spa Botanica-A World of Serenity yang merupakan tempat terfavorit bagi Rara dari semua tempat yang telah
mereka kunjugi, sebuah taman spa tropis yang dipenuhi bunga dan pohon-pohon yang begitu indah, disana Rara menghabiskan waktu memanjakan diri dengan melakukan
spa setelah itu mandi lumpur dan mandi uap galaxy. Taman Mount Faber merupakan tujuan kelima mereka untuk mencecap keromantisan Singapura, ditaman mount
faber mereka dapat menikmati matahari tenggelam ditemani cahaya terang dari lampu-lampu pelabuhan yang tersaji disekitar taman, Mount Faber merupakan Taman
tertua di Singapura dan menjadi tempat favorit bagi pasangan muda-mudi menghabiskan malam, sedangkan hari keenam hanya mereka habiskan dengan berdiam diri
didalam rumah, Rara mengeluh kelelahan dan meminta untuk beristirahat di Bungalow saja.1
" Bener mau dirumah aja?" Tanya Hasan pada Rara.
" Iya Mas aku capek banget."
" Bagaiman gak capek, tiap malem minta terus."
" Mas, malu didengar Papa Mama."
Saat ini mereka sedang berada di meja makan menghabiskan makan siang bersama Mama dan Papa Rara.
" Hahaha, Papa juga pernah muda Ra, jadi santai aja." Ujar Papa membuat Rara malu.
" Papa aja ngerti sayang." Ujar Hasan semakin membuat Rara memerah.
" Ma, Pa Rara ke kamar dulu ya mau istirahat." Ujar Rara sembari bangkit dari tempat duduk, Hasan yang melihat istrinya akan pergi kekamar juga megikuti
langkah Rara meninggalkan meja makan.
" Hasan juga mau kekamar dulu Pa, Ma."
" Silahkan, cepet kasih cucu lagi ya." Ujar Mama setengah berteriak ketika Rara dan Hasan menaiki tangga.
HASAN POV' Aku sedang mengekori istriku menuju kamar setelah beberapa saat yang lalu kami berkumpul dengan orang tua Rara dimeja makan, setelah masuk kedalam kamar
kulihat dia menuju lemari pakaian mengambil sesuatu dan membawanya kekamar mandi. Aku tahu apa yang diambilnya, sebuah alat untuk mengecek kehamilan, aku
sangat bersyukur istriku itu sudah kembali ceria dan sedikit melupakan kejadian yang cukup menguncang batin kami berdua beberapa waktu lalu, tapi kini
istriku memiliki hobby baru yang sangat aku sukai, selama di sini setiap malam dia memintaku untuk bercinta denganya dan hebatnya kami bisa melakukanya
berkali-kali dalam satu malam, mungkin karena desakan Mama yang ingin dia segera hamil lagi membuatnya gencar untuk mengabulkan keinginan Mamanya itu.
Kulihat Rara keluar dari kamar mandi dengan wajah sedihnya, wajah sedih yang salalu ditunjukkanya selama dua hari ini setiap kali selesai menggunakan test
pack. " Bagaimana?" Ujarku seraya menghampirinya yang berdiri didepan kamar mandi.
" Satu garis merah terang dan satu garis merah samar."1
" Sudahlah sayang, kita akan terus berusaha nanti." Kupeluk dirinya yang begitu kecewa.
Aku melepaskan pelukanku kemudian menggendongnya dengan gaya bridal menuju Ranjang, tidak ada penolakan darinya yang berarti kami akan melakukanya lagi
setelah ini. Kurebahkan tubuhnya diranjang seraya mencium bibirnya dengan lembut dan bergairah.
"Siap tempur?" Anggukan kepala menjadi jawaban dari pertanyaanku, segera kutunaikan kewajibanku sebagai seorang suami. Kami terhanyut dalam indahnya cinta yang kami miliki,
berusaha merengkuh kebahagiaan yang sangat diinginkan oleh setiap pasangan suami istri, semoga setelah ini harapan itu menjadi kenyataan dan kembali membuat
senyum istriku semakin ceria lagi.
**** AUTHOR POV' Rara dan Hasan keluar dari pintu kedatangan luar negri di Bandara Juanda, mereka mendarat di indonesia ketika waktu menunjukkan pukul Sembilan malam. pak
Rama sudah menunggu mereka di parkir Bandara dan segera melajukan mobil menyusuri keindahan kota Surabaya yang penuh dengan bangunan-banguna megah dan
lampu-lampu yang berwarna-warni. Mobil mereka merapat di area parkir Spazio Bulding, Mereka memilih Krevy City Socialife yang berada di area Spazio Bulding
Jl. Mayjen yono suwoyo untuk acara dinner mereka, resto yang memiliki interior mewah dan klasik itu menyajikan makanan yang sangat menggugah selera. Rara
dan Hasan menempati salah satu meja menunggu weathers menghampiri dan mencatat pesanan mereka.1
" Selamat malam Sir, silahkan ini buku menunya." Seorang weathers laki-laki menyodorkan buku menu pada Rara dan Hasan.
" Brasato al Barolo, Kamu apa sayang? Ujar Hasan menyebutkan makanan yang dia pesan.
" Yakin mau Brasato al Barolo?" jawab Rara menanyakan.
" Kenapa? terlalu besar ya porsinya?"
" Iya, kuat tu perut?" Hasan menjawab pertanyaan Rara dengan kedipan Mata. " Aku Salmon papillote Saja Mas." Ujar Rara setelahnya pada weathers
" Baik, satu porsi Brasato al Barolo dan Salmon papillote, Minumnya?
" Mc Punch." Ujar Hasan lagi pada weathers
" Aku juga Mc puch" timpal Rara menyamai pesanan minuman Hasan.
" Baik, mohon tunggu sebentar ya Sir."
Weathers itu meninggalkan mereka berdua yang sedang asyik mengobrol sambil menunggu pesanan.
" Porsi makanmu besar juga ya Mas?"
" Haha... tapi tetap bagus kan bentuk badanku."
" Coba kalau gak ke gym, pasti besar juga tu perut."
" Itu gunanya gym sayang."
Setelah menyelesaikan acara makam malam, mereka segera pulang kekediaman mereka untuk beristirahat dan menyambut hari esok. Yang mereka tidak tahu ancaman
besar akan menghampiri mereka. Ancaman yang menguji kekokohan cinta mereka setelah ini.
**** ANCAMAN BARU Rara berdiri didepan pintu sebuah ruangan yang sangat gelap, dia melihat samar-samar dua orang sedang berbincang-bincang dengan penuh aura menakutkan terpancar
dari keduanya.????????????????????????????????????????????????????????
?" Apa!" ?sambil memukul meja dengan keras.
" Iya, bos. Wanita itu selamat, hanya bayinya yang lenyap."
" Yang terpenting bayi itu lenyap."
" Terus apa yang harus aku lakukan lagi Bos."
" Ajak anak buahmu, culik dia dan bawa kemari."
" Baik bos akan segera saya lakukan."
" Bikin rumah tanganya hancur!"
Rara menutup mulutnya dengan kedua tangan ?menahan agar dia tidak berteriak, mereka sangat menakutkan, membuat Susana saat ini sungguh mencekam. Rara memundurkan
tubuhnya berusaha agar menjauh dari ruangan itu, dia semakin melangkah perlahan agar tidak menghasilkan suara derap kaki sedikitpun. Hingga dirasanya tubuhnya
menabrak sebuah tubuh seseorang yang sedang berdiri ?dibelakangnya dan berhasil membuat raut wajahnya semakin memucat. Dia membalikan badan mencari tahu
siapa pemilik tubuh yang berdiri kokoh dibelakangnya.
" Riani!" Rara mendapati sebuah tubuh milik orang yang dia kenal. Riani sedang berdiri debelakangnya dengan wajah yang sangat menyeramkan dan sebuah pistol teracung
kearahnya. Rara merasakan pistol menempel didahinya sejurus kemudian Riani menarik pelatuk pistolnya menghasilkan suara gesekan besi ?membuat Rara semakin
menegang. " Selamat tinggal Rara."
"DORRRR" Suara bunyi pistol ditembakkan terdengar nyaring, sejurus kemudian tubuh Rara ambruk kelantai dengan peluru menembus dahinya membuat darah segar mengalir
deras dari sana. Setelah itu suara Riani tertawa terbahak-bahak mengemah keseluruh ruangan yang pengap dan gelap, setelahnya dia membersihkan sisah darah
yang menempel diwajahnya dan pergi meninggalkan tubuh Rara yang sudah tidak bernyawa disana.


Noktah Hitam Pernikahan Karya Rara El Hasan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

?????????????????????????????????????????????????????????????????? ****???????????????????????????????????????????
?"Astagfirullah!" Ujar Rara dengan cukup kencang
Wanita itu terbangun dengan wajah ketakutan dan peluh yang mengalir deras dari dahinya. Dia mengelus? dadanya berkali-kalai berusaha meredakan detak jantungnya
yang berdebar dengan sangat kencang. Hasan yang tengah berbaring disebelahnya juga ikut terbangun mendengar teriakan istrinya itu, diraihnya pundak Rara
membawanya merapat kedadanya dan mengelus rambut istrinya dengan lembut berusaha meredakan ketakutan yang menyelimuti tubuh orang yang dicintainya itu.
" Kenapa Ra?" " Aku mimpi buruk Mas, buruk banget."
" Mimpi Apa?" " Aku mimpi Riani membunuhku Mas."
" Riani!" Hasan memelototkan mata menanggapi ucapan Rara, Dia tidak menyangka mimpi yang dirasakan Rara baru saja dapat membuat dirinya sekhawatir ini. dia merenggangkan
pelukannya meraih gadget yang berada diatas nakas dan menghubungi seseorang.
" Hallo Ardi." " ya Bos." "Bagaimana, apa Riani mulai membahayakan."
"Saya rasa tidak Bos, setiap hari saya mengikuti Riani tetapi tidak ada yang mencurigakan."
"Tetap awasi, selalu kabari jika ada hal-hal yang mencurigakan."
"Baik Bos." Hasan menutup teleponnya, kembali memeluk Rara dengan erat seraya mencium kening istrinya itu dan merasakan kondisi tubuh Rara yang mulai sedikit menenang.
" Mas, aku takut banget."
" Tenang sayang, ada aku disini." Ujar Hasan sambil mengusap punggung Rara.
" Jangan pernah tinggalin aku ya Mas."
" Pasti Sayang, bobok lagi ya?"
" Huumb Mas." Hasan membaringkan Tubuh Rara seraya memeluknya dan mengusap punggungnya halus membuat Rara merasa tenang dan? kembali memejamkan mata.
?????????????????????????????????????????????????????????? ****
RARA POV? Mimpi tadi malam terus saja menghantuiku, kenapa bisa Riana hadir di dalam mimpiku. Mimpi yang sangat menyeramkan bagiku, pertanda apa sebenarnya ini?dan
apa sangkut pautnya dengan Riani? Tapi semoga saja hanya bunga tidur yang tidak membawa pertanda apa-apa. Aku melangkahkan kakiku keluar rumah, berniat
menyirami bunga-bunga yang kutanam dan kulihat mulai bermekaran menambah asri halaman rumahku. Kutarik gagang pintu dan kubuka dengan lebar, berniat agar
udara segar dapat masuk kedalam rumah dan menganti udara kotor yang berada didalamnya. Aku tersentak kaget saat kudapati sebuah kardus tergeletak didepan
pintu, dengan didorong rasa penasaran yang tinggi kuberanikan diri membuka kardus itu.
" AAAAAAAAAAAAAAAA"
Teriakan kencang lolos dari mulutku. Kujauhkan tubuhku menjauhi kardus itu, kulihat sebuah boneka yang terpotong-potong dibeberapa bagian tubuhnya, darah
segar melumuri tubuh boneka itu menimbulkan bau yang begitu anyir dan yang lebih menakutkan lagi terdapat banyak ulat dan belatung saling berebutan memenuhi
tubuh boneka yang terpotong-potong itu. Pak Rama sopir pribadiku yang sedang membersihkan mobil dibelakang rumah segera berlari kedepan rumah ketika mendengar
teriakanku, pak Rama mendekatiku dan menanyakan alasan kenapa aku berteriak begitu kencang.
" Kenapa Nyonya?"
" Itu pak." Aku menunjuk kardus itu membuat pak Rama mendekat dan melihatnya.
" Masya allah, siapa yang mengirim ini nyonya."
" Saya juga tidak tahu pak, tadi waktu membuka pintu kardus itu sudah ada disini."
" Biar saya buang ya nyonya."
" Silahkan pak."
Kulihat pak Rama mengangkat kardus itu berniat membuangnya, tetapi kemudian dia mengambil sesuatu dari dalam kardus itu.
" Nyonya ini ada kertasnya." Sambil menyerahkan kertas itu padaku.
Aku menerima kertas itu dan membaca tulisan yang ditulis dengan darah sebagai pengganti tintanya
" TINGALKAN SUAMIMU ATAU DIA MATI!!"?
Aku melemparkan kertas itu kelantai, ancaman yang tertulis didalam kertas itu membuatku menggigil ketakutan. Ada apa sebenarnya ini?? Kenapa ada lagi masalah
baru yang hadir? Tiba-tiba air mata mengalir dipipiku, hidup suamiku terancam aku tidak mau terjadi apa-apa dengannya. Aku melihat pak Rama yang sudah
kembali dari membuang kardus tadi, aku memanggilnya dan memintanya membuang kertas yang berisi ancaman itu juga.
"ini ancaman nyonya." Pak Rama mengambil kertas itu dan membacanya.
"iya pak, jangan kasih tahu Bapak ya, takut bapak makin khawatir."
"Iya nyonya, kalau begitu saya izin melanjutkan mencuci mobil lagi. Lebih baik nyonya masuk kedalam rumah."
Aku menganggukan kepala segera masuk rumah mengunci pintu dan berlari menuju kamar. Aku mendengar suara notification BBM dari smartphone-ku saat aku baru
saja masuk kedalam kamar.
Prahardi: Lagi apa? Syaira_Rara: Lagi dikamar.? Prahardi: Aku dapet jamu dari lucky, katanya ces pleng.
Nanti kita coba ya? J? Syaira_Rara: Ada tamu Mas? Prahardi: Yah ?gak bisa coba dong malam iniL?
nanti aku pulang cepet.? Syaira_Rara: Aku masak lebih awal kalau begitu?
Prahardi: Gak perlu, aku bawa makanan dari restaurant ?
Syaira_Rara: Mang lagi dimana? Prahardi: Restaurant Syaira_Rara: Kok di restaurant? Prahardi: Nemenin papa ketemu temen dokter dari jerman, udah ya sayang.
Papa udah melotot ini.? Syaira_Rara: Oke.? Aku meletakan kembali Smartphoneku diatas nakas, benar!? Hasan tidak boleh tau tentang surat ancaman itu. Aku merasakan tubuhku mulai lelah, setelah aku
keguguran aku sedekit membatasi tawaran kerja sebagai model dan sesekali hanya menerima tawaran sebagai narasumber. Setelah kejadian itu juga aku sekarang
cepat merasa lelah, kuputuskan merebahkan kepalaku diatas bantal memejamkan mata dan larut dalam dunia mimpi.
?" Apa!"? aku melihat laki-laki itu berteriak sambil memukul meja
" Iya, bos. Wanita itu selamat, hanya bayinya yang lenyap."
" Yang terpenting bayi itu lenyap."
" Terus apa yang harus aku lakukan lagi Bos."
" Ajak anak buahmu, culik dia dan bawa kemari."
" Baik bos akan segera saya lakukan."
" Bikin rumah tanganya hancur!"
Aku menutup mulut, kejadian ini lagi ditempat yang sama pula. Pasti setelah ini Riani ada dibelakangku. Benar saja, tubuhku menabrak tubuh seseorang, tapi
kali ini kurasakan tubuh itu lebih keras dibandingkan tubuh orang yang pernah kutabrak sebelumnya, aku memberanikan diri membalikkan badan, membuat napas
seakan? tertahan dikatup hidungku. Kudapati laki-laki berwajah aksen eropa dengan ekspresi sangat khawatir berdiri dibelakangku.
"Mas Hasan!" ujarku kaget ketika kudapati laki-laki yang berdiri dibelangku adalah suamiku bukan Riani.
Rasa lega menyelimuti tubuhku, aku ingin memeluk suamiku ketika suara tembakan keras itu membuatku berhenti. Kulihat Hasan memandangku dengan mata lembutnya
seraya mengembangkan senyum yang membuatnya terlihat tampan " I lo-ve y-ou Ra-ra" kalimat itu yang kudengar keluar dari bibirnya dengan terbatah-batah
setelahnya tubuh kekar itu jatuh terkulai kelantai dengan darah yang keluar dari perutnya.
" MAS HASSSAAAAN"
HASAN POV? Aku pulang cepat hari ini dan sudah menghubungi istriku untuk memberitahunya agar tidak perlu memasak karena aku membawa takoyaki untuk makan malam. Tadi
aku hanya sebentar di Rumah Sakit kemudian pergi ke restaurant jepang bersama Papa untuk menemui rekan dokternya yang datang dari jerman. Setelah memarkir
mobil digarasi belakang rumah aku segera berjalan menuju pintu dan membukanya. "Kok dikunci." Aku mendapati pintu rumahku terkunci, tidak biasanya pintu
ini terkunci kalau Rara sedang ada dirumah, aku berjalan menuju belakang Rumah dan menemui pak Rama yang sedang membersihkan kolam renang.
" Ibu kemana Pak?"
" Nyonya dirumah kok tuan."
" Tumben pintunya dikunci"
" Tuan masuk lewat pintu belakang aja tidak dikunci."
Aku melangkah meninggalkan pak Rama dan masuk kedalam rumah lewat pintu belakang, kupanggil istriku berkali kali tapi tak ada jawaban. Aku segera berjalan
menuju kamar membuka pintun dan mendapati Rara sedang tidur. Aku mendekati ranjang dan mendapati istriku yang tertidur dengan tidak tenang.
" MAS HASSSAAAAN"
Aku tersentak kaget saat Rara meneriakkan namaku dalam tidurnya, segerah kuraih tubuhnya dan kugoncangkan perlahan berusaha membangunkanya, dengan perlahan
Rara membuka mata, menatapku dengan mata berkaca-kaca dan segera memelukku, kini isak tangisnya pecah membuatku semakin bingung apa yang terjadi dengan
istriku sebenarnya. " Kenapa Ra?!" " Mimpi itu lagi mas."
Kini kecemasanku terjawab sudah, teryata Rara mendapatkan mimpi yang sama seperti mimpinya tadi malam. Aku beranjak dari tempat tidur mengambilkan air
putih dan menyerahkanya pada Rara.
" Diminum dulu."
Rara meraih gelas yang kusodorkan dan meminum isinya hingga tandas.
" Maaf Mas aku ketiduran dan tidak membukakan pintu."
" Gak apa-apa sayang aku tahu kamu pasti capek."
" Setelah keguguran itu kondisi fisikku cepat capek Mas.
" Harus banyak minum vitamin dan makan sayur buah juga."
" Mas bawa apa itu." Sambil menunjuk bungkusan yang kutaruh diatas meja didekat ranjang.
" Takoyaki, ayo makan." Ajakku padanya
" Biar aku bawa kebawah ya, kita makan di meja makan aja. Aku juga suda bikinin kamu jus alpukat."
" Iya cantik." Sambil kukecup keningnya kemudian menggandengnya keluar kamar dan menuju meja makan.
Aku memandangi wajah istriku seakan menyimpan banyak ketakutan disana. mungkin mimpi itu cukup mempengaruhinya. Rara menatapku dengan penuh pertanyaan
saat dia mengalihkan pandangaan dari makananya ke arahku.
" Ada apa Mas?"
" Tidak ada apa-apa."
" Kok belum dimakan sama sekali."
" Iya, ini aku makan." Sembari ku masukan takoyaki kedalam mulutku.
Rara tersenyum kearahku dan melanjutkan kembali aktifitas makannya.
??????????????????????????????????????????????????????????????????????? ****
AUTHOR POV? Hari ini Hasan dan Rara pergi menghadiri pernikahan Nita dan Lucky, ?sahabat Hasan itu memutuskan untuk segera menikah walau mereka baru saja berpacaran.
Malam ini Rara memakai baju berwarna soft pink dari zoya, sedangkan Hasan memakai taksedo putih yang sangat cocok ditubuhnya. Mereka berjalan menaiki pelaminan
dan memberi selamat pada kedua pengantin.
" Selamat ya Bro, Berhenti suka main-main ke club Malam." Ujar Hasan membuat Lucky melotot mengigatkan.
" Memang Lucky sering ke club Malam?" sahut Nita penuh rasa ingin tahu.
" Buka Cuma sering, tapi suka." Ujar Hasan Lagi dan berhasil membuat Lucky makin melotot.
"Jangan percaya omongan orang ini Sayang." Sahut Lucky berusaha meyakinkan Nita
" Siap-siap Malam pertama sama nyamuk ya bro." celetuk Hasan membuat Lucky memukul bahunya.
" Selamat ya mas Lucky mbk Nita." Ujar Rara sambil menjabat tangan mereka.
" Terima kasih ya Ra." Jawab Nita seraya memeluk Rara
" Ya udah kami? duluan ya, selamat sekali lagi buat kalian. Oh ya Nita, jangan langsung percaya kalau ini laki-laki pulang malam" Ujar Hasan sambil menunjuk
Lucky yang berhasil membuat Lucky menerjangnya dengan pelan dan sedetik kemudian mereka terkekeh bersama.
Hasan Dan Rara kini sedang menikmati Hidangan pernikahan Lucky. Hingga, Rara meminta izin pada Hasan untuk pergi ke kamar mandi. Rara berjalan menuju kamar
mandi seorang diri, entah kenapa lorong menuju kamar mandi ini terlihat sedikit menakutkan. Rara melangkahkan kakinya panjang-panjang berharap segera sampai
ke kamar mandi hingga dia menghentikan langkahnya ketika dirasakanya ada seseorang yang sedang mengikutinya, dia memberanikan diri menoleh kebelakang tapi
tidak menemukan siapapun disana, diamatinya setiap sudut lorong tetap tidak menampakkan hal mencurigakan. Rara kembali melanjutkan jalannya hingga dirasakanya
lagi ada orang yang mengikutinya. Lagi-lagi dia menoleh dan tidak mendapati siapa-siapa. Karena merasa semakin mengkhawatirkan Rara mempercepat langkahnya
menuju kamar mandi. Setelah sampai didepan kamar mandi, dengan segera dia membuka pintunya kemudian melangkah masuk dan mendapati seauatu hal yang membuatnya
kaget dan semakin ketakutan. ?
" SEGERA TINGGALKAN SUAMIMU! JIKA MAU SELAMAT SYAIRA"
RARA POV? " SEGERA TINGGALKAN SUAMIMU! JIKA MAU SELAMAT SYAIRA"
Ancaman yang ditulis dikaca kamar mandi dengan tinta merah itu memintaku untuk ?meninggalkan Hasan suaminku. Ancama yang sama dengan ancaman beberapa hari
yang lalu didepan rumahku, sebenarnya siapa yang melakukannya. Kenapa pelaku itu menerorku, apa mungkin Riani pelakunya?. Jika iya dia pelakunya, berarti
dia ada disini? Pikirku lagi. Menyadari kenyataan itu? aku berniat meninggalkan kamar mandi, ketika tiba-tiba lampu kamar mandi padam dan membuat semuanya
menjadi gelap gulita. Tubuhnku menegang seketika, napas cepat berhebus dari hidungku menyesakkan rongga dadaku, keringat dingin mengalir deras dari keningku
dan Tangaku bergetar dengan kencangnya hingga tak bisa kukuasai.
" Ya Allah, lindungi hamba." Aku berusaha tidak panic dan tetap tenang
Aku berjalan perlahan? berusaha meraih apapun yang bisa kuraih, sukur-sukur jika yang kuraih adalah gagang pintu kamar mandi. Tanganku bergerak melayang, di dalam keadaan gelap gulita seperti ini tidak ada yang bisa kuandalkan selain instingku. Tanganku berhasil meraih benda dingin dan keras yang kuyakini sebagai pintu kamar mandi, perasaan sedikit lega meringankan kerja paru-paruku yang sedari tadi berdegub dengan sangat kencang. Aku berusaha menarik gagang pintu itu hingga tiba-tiba kurasakan sebuah lengan melingkar di perutku dan mencekeramnya dengan sangat keras sontak membuatku berteriak kencang dan meronta-ronta meminta dilepaskan, semakin aku meronta-ronta semakin kurasakan perutku amat sangat sakit karena cekalannya. Aku terus saja berteriak-teriak hingga kurasakan suaraku semakin serak, sebuah kain tiba-tiba menutupi hidungku yang membuatku terdiam, kuhirup aroma yang keluar dari kain itu, aroma yang membuatku semakin lelah dan pusing hingga aku memejamkan mata dan terlelap tidak sadarkan diri setelahnya.
*** KAMU! HASAN POV? Sudah setegah jam Rara pergi kekamar mandi tapi belum juga kembali membuatku menjadi Khawatir, segera kutinggalkan ruangan tempat ?acara berlangsung dan
melangkahkan kakikku menuju kamar mandi. Awalnya aku hanya berjalan santai hingga kulihat lampu didekat lorong kamar mandi padam, merasakan sesuatu yang
tidak wajah telah terjadi, ?aku segera berlari kearah kamar mandi dan membuka pintunya. Sesuai dengan dugaanku lampu kamar mandi juga padam, segera kulangkahkan
kakiku masuk dengan jantung yang berdegup kencang, kupangil nama istriku berkali-kali tetapi tidak ada respon sama sekali ?hingga kurasakan kakiku menginjak
sesuatu, kurendahkan tubuhku mengambil benda yang sempat kuinjak tadi. Karena keadaan ruangan yang gelap gulita ?membuat mataku ?tidak bisa mendeteksi
benda apa yang berada ditanganku ini, kuputuskan untuk keluar sebentar dari kamar mandi dan ?mencari sedikit cahaya diluar. Betapa terkejutnya aku ketika
mendapati benda yang kupegang adalah gelang milik istriku yang kuhadiahkan padanya saat kami berbulan madu di Singapura. Aku mencium bau tidak beres sekarang,
kulangkahkan kakiku? masuk kedalam kamar mandi lagi ketika suara gadgetku berdering nyaring, kuambil gadget itu dari dalam saku celanaku dan melihat siapa
orang yang meneleponku. Nama Rara tertera disana, dengan segera aku mengangkatnya.
" Ada dimana kamu sekarang sayang?"
" Hallow Prahardi." Suara seorang laki-laki menggemah dari balik telepon, membuat keningku mengerenyit.
" Kamu siapa! Dimana istriku?!"
" Istrimu aman bersamaku, jika mau istrimu selamat datanglah ketempat yang akan aku kirimkan setelah ini."
" Hei! Tu-." " Tut.Tut.Tut."
Telepon itu tiba-tiba terputus, tanpa banyak pikir aku berlari meninggalkan gedung tempat acara berlangsung dan menuju mobilku yang terparkir di area parkir
gedung. Aku melajukan mobilku dengan kencang, banyangan keadaan Rara dalam bahaya saat ini menghantui pikiranku " Riani! Sialan, apa yang kamu mau." Ujarku
sambil memukul setir kemudi. Sebuah pesan masuk ke gadgetku, kubuka dan kudapati alamat tempat mereka menculik Rara, segera ku kirim lagi alamat itu kepada
Ardi lewat massage . Ardi adalah agen rahasia yang kusewa untuk mengawasi Riani, setelah itu gadgetku berdering lagi bedanya kali ini Ardi yang meneleponku.
" Ar, bawa anak buahmu menuju lokasi yang aku kirimkan."
" Segera bos." " Bergeraklah halus, nyawa istriku taruhanya."
" Siap Bos." Kulemparkan gadget kekursi mobil disebelahku dan kulajukan lagi mobilku dengan kencang. Jika terjadi sesuatu pada Rara aku tidak akan memaafkan diriku
sendiri, sudah cukup Rara menderita karenaku " Riani, wanita itu harus segera dibinasakan."
**** RARA POV? Kubuka mataku perlahan, kurasakan tubuhku begitu sakit dan pergelangan tanganku terasa nyeri. Kuedarkan pandanganku kesekeliling ruangan, aku bertanya-tanya
dalam hati dimana aku sekarang? ruangan ini bukan kamarku yang ada dirumah mama, bukan juga kamarku dan Hasan, terus kamar siapa ini? Kugerakkan badanku
perlahan berusaha untuk bangun tetapi tidak bisa karena kurasakan tanganku terikat diatas ranjang dengan sangat erat. Jadi rasa nyeri yang kurasakan dipergelangan
tanganku karena ikatan ini. Ikatan? Tanganku terikat? Kukumpulkan kesadaranku, kembali kulambungkan ingatanku kekejadian saat aku berada dikamar mandi
dan seseorang membekap mulutku dengan sebuah sapu tangan yang membuatku pingsan. Diculik? Aku diculik? Setelah menyadari keadaanku saat ini ,aku meronta-ronta
dan berteriak meminta dilepaskan. Kutendangkan kakiku yang bebas kepenjuruh arah sehingga membuat kain yang menutupi tubuhku sedikit bergeser. Tunggu!
Kain!? Kuhentikan rontahanku seraya menatap arah bawah tubuhku dan mendapati tubuhku yang hanya tertutup kain, napas serasa hilang dari paru-paruku, mataku
yang sudah lebar kini makin melebar dan hampir copot dari kelopaknya ketika mendapati kondisi tubuhku saat ini. Karena merasa diriku semakin terancam aku
kembali meronta-ronta meminta dilepaskan, hingga berhasil membuat kain yang menutupi tubuhku turun sampai pinggang menampilkan Bra hitam yang menutupi
salah satu organ intimku. Air mata lolos dari mataku saat kurasakan semua usahaku untuk terlepas ?sia-sia saja.
"Sudah bangun sayang." Ujar suara yang membuaku tercekat.
Aku memutar kepalaku menghadap sisi kiriku dan mendapati sosok pria yang sangat kukenal keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan celana boxer menutupi
bagian intim ditubuh kekarnya.
" Tommy!" Nama itu yang berhasil kuucapkan ketika mengenali laki-laki yang sedang berjalan kearahku sekarang sebagai Tommy sahabat sekaligus laki-laki yang pernah
kucintai. " Apa yang kamu lakukan Tom." Tanyaku padanya dengan wajah ketakutan.
Kini kulihat Tommy naik keatas ranjang dan berhenti diatas tubuhku.
" Hallow sayang, lama tidak bertemu cantik." Sembari membelai pipiku dengan tangannya.
" Kenapa kamu menculikku?"
" Aku sudah memperigatkanmu untuk meninggalkan suamimu, tapi kamu tetap saja tidak melakukannya."
" Jadi kamu yang mengirim surat ancaman itu."
" betul sekali, dirumahmu dan juga di kaca kamar mandi."?
Tommy mendekatkan wajahnya keleherku menciumi leherku yang bebas tanpa terbalut hijab, kemudian mejilatinya dengan lidahnya dan meninggalkan kissmark disana.
" Lepaskan aku Tommy, aku mohon? Kenapa kamu jadi seperti ini?"
" Ini juga kesalahanmu sendiri, kenapa tetap menikah dengan laki-laki berengsek itu dan meninggalkanku."
" Tommy sadarlah!"
" Banyak omong kamu Rara, inilah kesadaranku yang sebenarnya."
Tommy semakin menindih tubuhku dan membuatku semakin meronta-ronta dibawah tubunya, dia menciumi pipiku dengan kasar kemudian beralih mencium bibirku dengan
bernapsu dan melumatnya dengan bersemangat membuatku sangat jijik. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku kekanan dan kekiri berusaha agar ciumanya terlepas,
aku sedikit bersyukur usahaku itu cukup berhasil, kini bibirnya sudah terlepas sempurna ?dari bibirku.
" Kamu menolakku eh!" ujar Tommy dengan emosi.
Tommy mencekal rahang mulutku dengan keras memaksaku untuk menghadapnya. Cekalan tanganya dirahangku berhasil membuatku tidak berdaya tenaganya bukan tandinganku,
aku hanya bisa berdoa semoga Hasan meyadari aku diculik dan segera membebaskanku. Tommy kembali mendekatkan bibirnya ke bibirku, menciuminya dengan tidak
kalah bernapsunya dengan ciumannya? yang pertama. Kurasakan lidahnya menyapu bibirku kemudian memaksa mulutku yang terkatup sempurna untuk membuka, merasa
tidak dapat lampu hijau untuk mengakses kedalam mulutku, dia kembali melumat bibirku dengan penuh kehalusan kemudian mengigit bibirku dengan cukup keras
sehingga membuatku memekik menahan sakit, tentu saja perbuatanya itu berhasil membuat bibirku terbuka dan memberi jalan bagi lidahnya untuk menjelajahi
rongga mulutku kemudian bermain-main dengan lidahku, kurasakan darah segar keluar dari bibirku akibat gigitannya bercambur dengan air liurnya membuatku
merasa sangat berdosa, aku kotor sekarang! laki-laki lain berhasil menguasai tubuhku. Tanpa sengaja kusebutkan nama " Hasan" diselah-selah ciuman yang
dilakukannya. Mendengar aku menyebut nama orang yang sangat dibencinya itu dia melepaskan ciumanya, menjauhkan tubuhnya dari tubuhku kemudian menampar
pipiku dengan sangat keras sehingga membuahkan sebuah robekan di sudut bibirku, membuat darah segar keluar dari sana.
" Kurang ajar! Bisa-bisanya kamu menyebutkan nama laki-laki brengsek itu saat bercumbu denganku!"
Aku hanya diam tidak menanggapi peryataanya itu dan lebih memilih membuang muka. Mungkin karena merasa aku tidak memperdulikanya, lagi-lagi Tommy mencekal
rahangku dan membawa wajahku menghadapnya.
"Kamu merindukan suamimu eh? sebentar lagi dia akan datang kesini."
"Hasan tahu aku disini." Aku kembali membuka mulut ketika dia memberitahukan bahwa Hasan telah mengetahui keberadaanku.
"Iya, aku akan membunuhnya tepat didepan matamu." Aku membelalak sempurna mendengar ucapanya, apakah tommy yang kukenal selama ini adalah seorang psychopath.
"Hust! jangan menangis calon istriku. Aku tidak akan membunuhnya perlahan-lahan aku akan langsung membunuhnya biar dia tidak terlalu kesakitan." Ucapanya
behasil membuat tubuhku bergetar dan menangis terisak.
" Aku mohon jangan Tom!"
" Atau kamu punya ide bagus bagaimana cara untuk membunuhnya?"
" Tom, jangan sakiti suamiku."
" Ouwh, so sweet sekali! Atau? ?bagaimana jika aku menampilkan adegan kita sedang bercinta didepan suamimu sebelum aku membunuhnya, pasti akan sangat seru."


Noktah Hitam Pernikahan Karya Rara El Hasan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Jangan gila kamu Tom!!"
" Kamu sudah membuatku gila sejak lama Rara." Tommy membawa tangannya kedepan leherku, mengusapnya lembut dan membawa usapan tanganya turun kebelahan dadaku
kemudian keperutku, mengusapnya dengan cara memutar dan terakhir turun ke pahaku membelainya dengan halus. "Tubuh mulusmu ini yang selalu membuatku gila,
aku ingin memiliki tubuhmu untukku, bagaimanapun caranya."
" Jangan bermimpi!"
" Siapkan dirimu sayang, sebentar lagi benih cinta kita akan tertanam dirahimmu dan menggantikan benih yang telah hilang milik laki-laki brengsek itu dari
rahim-mu ini, Hahahaa." ?Mendengar perkataan Tommy itu, ?membuat tubuhku seperti ditimpa batu berkilo-kilo ton, Rasa sakit yang sempat terobati akibat
kehilangan itu kini menyeruak lagi dan semakin menyesakkan hati.
" Jadi kamu orang yang telah membunuh bayiku?!"
" Aku orang yang telah menabrakmu dan aku sangat bersyukur bayi sialan itu hilang dari rahimmu."
"psychopath kamu Tom!"
" Hahaha Tunggu kehadiran laki-laki bodoh-mu itu sayang."
Tommy turun dari atas tubuhku kemudian menuruni ranjang dan berlalu menuju kamar mandi. Aku menangis dengan sangat kencang melampiaskan segala perasaan
yang sedang kurasakan sekaligus menangisi keadaanku yang tidak bisa berbuat apa-apa. Apakah yang diucapkan Tommy tadi akan dia lakukan? Jika memang iya
lebih baik aku bunuh diri dari pada aku harus berzinah dengan laki-laki lain. Aku terus saja meronta kesegalah arah, berusaha melepaskan pergelangan tanganku
yang tetap terikat diatas ranjang,? sebuah usaha yang kurasa sia-sia saja bukan melepas ikatanku? malah ?membuat tenagaku habis dan membuatku semakin merasa
lemas. " Kreeet" Suara pintu berderit membuatku menegang, apakah Tommy sudah kembali dari kamar mandi? Kuedarkan pandanganku kesekeliling ruangan dan kudapati seorang laki-laki
masuk dari arah pintu kamar, dia tersenyum padaku seraya meletakkan jari telunjuknya didepan bibir mengisyaratkan agar aku tetap diam. Aku yang melihat
kehadiran seorang laki-laki dan teryata laki-laki itu ?adalah Hasan suamiku, hanya bisa menggelengkan kepala memberi tanda agar dia meninggalkan tempat
ini. Aku harus memberitahunya bahwa ini adalah jebakan yang disiapkan Tommy untuknya. Hasan mendekat kearah ranjang dan seketika berhenti ditepi? ranjang
ketika melihat kondisi tubuhku yang hanya terbalut pakaian dalam. Dia terdiam dengan ekspresi yang tidak terbaca ketika melihat kondisiku membuat perasaa
khawatir muncul dibenakku, tapi sesaat kemudian senyum terkembang di bibirku saat kulihat dia tersenyum dan menganggukan kepalanya seakan berkata " Apapun
kondisiku sekarang dia akan tetap mencintaiku." Hasan melangkah keatas ranjang berdiri dengan betumpuk pada lututnya dan membuka ikatan tali yang membelit
pergelangan tanganku dengan cepat.
"Mas, tinggalkan aku dan pergila ini hanya jebakan."
" Itu tidak akan Ra."
Setelah Hasan berhasil melepas ikatan ditanganku, dia membantu mendudukan tubuhku seraya mengusap bekas darah disudut bibirku dengan ekspresi penuh penyesalan.
Kugelengkan kepalaku seakan berkata " Tidak apa-apa." membuatnya mengangguk seketika.
Tanpa banyak bicara lagi dia melepas jas yang dipakainya dan memakaikannya padaku membuat tubuhku yang hanya terbalut pakaian dalam tertutupi sempurna.
Hasan menuntunku menuruni ranjang kemudian mamapahku berjalan perlahan menuju pintu kamar, belum sampai ke pintu kamar kurasakan tubuh Hasan terhuyun kedepan
dan tumbang kelantai ?akibat pukulan keras dikepala belakangnya sedetik kemudian kurasakan tarikan keras ditanganku membuatku bergeser dan menghimpit tubuh
seseorang yang teryata itu Tommy. Wajahku memucat seketika ketika kulihat ?sebuah pisto teracung di tanganya dan terarah ke tubuh suamiku yang sedang berusaha
untuk menegakkan kembali tubuhnya.
" Selamat datang Prahardi."
" Brengsek! Teryata kamu pelakunya."
" Kejutan Bagimu eh? Kenapa? Kamu pikir Riani yang melakukannya?"
" Lepaskan istriku! apa yang kamu mau?"
" Kematianmu!" Kulihat Tommy menarik pelatuk pistolnya bersiap untuk membidik tubuh korban yang berada tidak jauh didepanya. Aku yang melihat nyawa suamiku terancam,
segera menerjang tangan Tommy yang siap untuk? menembak dan membuat pistol yang dipegangnya terlepar kelantai, sebuah penyelamatan yang bisa kulakukan
ketika hanya cara itu yang terbersit di otakku. Melihat misinya dikacaukan, tommy menatapku dengan aura kemarahan yang sangat menakutkan, tanpa belas kasihan
dia melempar tubuhku dengan kasar hingga tubuhku terpental dan ?jatuh diatas meja kaca membuat kaca meja itu pecah berkeping-keping. Kurasakan tubuhku
remuk dan sakit dibeberapa bagian, pecahan kaca menempel dibeberapa bagian tubuhku dan membuat darah keluar dari sana, aku berusaha bernapas tapi saat
aku menarik napas hanya rasa sakit yang kurasakan, mungki tulang rusukku ada yang patah. Aku berusaha untuk bangkit ketika kulihat suamiku berjalan kearahku,
mungkin dia ingin menolongku. Aku juga melihat Tommy berdiri dibelakang tubuh suamiku dengan pistol yang sudah berada ditanganya kembali dan teracung sempurna
kearahnya, Pelatuk pistol itu bergerak perlahan diakibatkan gaya dorong dari ?jari telunjuknya yang membuatku bergidik ngeri tidak bisa membayangkan apa
yang terjadi setelahnya. Tanpa pikir panjang kutegakkan tubuhku yang terasa remuk ini dan berlari memeluk Hasan erat ?seraya memutar tubuhnya dengan sisah
tenaga yang kumiliki. " DORR" Suara tembakkan itu terdengar nyaring ditelingaku, seketika kurasakan rasa nyeri yang teramat sangat di punggungku, aku mengangkat kepalaku dari bahu Hasan,
menatap ?wajahnya yang terlihat kaget dan tidak percaya, kusunggingkan wajah bahagia kearahnya seraya membelai rahang kokoh yang pasti akan kurindukan
setelah ini.Wajah tampan yang sangat membuatku tergila-gila, aku bersyukur masih bisa mencintainya sampai hari ini, walau aku harus meregang nyawa hanya
untuk melindunginya. " Aku mencintaimu suamiku."
Kalimat terakhir yang bisa kuucapkan hingga ?kurasakan semuanya berubah menjadi gelap.
HASAN POV" Aku melihat pistol itu teracung kearahku, sungguh sangat tidak kusangka dalang dari semua ini adalah Tommy, ingatkan aku untuk meminta maaf pada Riani
jika semua ini sudah berakhir. Aku melihat Rara yang terbalut kemejaku sedang berada dicekeraman Tommy, tadi saat aku menemukannya istriku itu hanya ?memakai
pakaian dalam seketika membuatku tidak bisa berkata apa-apa lagi karena emosi. Kubuka kedua telapak tanganku dan kuarahkan kedepan dadaku berusaha berkompromi
dengan Tommy tapi sepertinya sia-sia saja, dia memang berniat membunuhku bukan berkompromi denganku. Tapi untuk apa juga aku berkompromi dengan laki-laki
yang sudah menyentuh tubuh suci istriku. Tiba-tiba kulihat Rara menerjang tangan Tommy membuat pistol yang dipegang laki-laki ?itu jatuh kelantai. Aissh!
Istriku ini sok-sokan jadi pahlawan, gak tau apa yang dilakukanya itu berbahaya, ingatkan aku juga setelah ini untuk mencubit hidung mancunya itu. Melihat
Rara yang berani mengganggunya Tommy mendorong tubuh istriku cukup keras hingga terpental dan jatuh ke atas meja kaca. Aku yang melihat secara langsung
kejadian itu, mengeratkan rahangku hingga terdengar geletukan gigiku menahan amarah yang semakin membuncah, segera kularikan kakiku menghampiri Rara yang
berusaha berdiri dengan pecahan kaca yang menempel dibeberapa bagian tubuhnya. Belum sampai aku ditempat dia jatuh, dia sudah berdiri dan berlari kearahku
kemudian memelukku erat dan memutarkan tubuhku hingga aku bisa melihat Tommy yang berdiri didepanku, berarti tadi Laki-Laki itu berdiri dibelakangku sebelum
Rara memutar tubuhku. " DORR" Tommy menembakkan peluru dari pistolnya menimbulkan suara khas peluru terlepas dari pistolnya, kejadian itu berlangsung begitu cepat tanpa bisa terelakkan.
Tommy menembakkan peluru dipistolnya ?berbarengan dengan Rara memutar tubuhku. kulihat ekspresi Tommy tidak jauh berbeda dengan ekspresiku saat ini, Tidak
percaya! Kurasakan sesuatu yang basah merembes dari jas yang di kenakan istriku, kuletakan telapak tanganku disana dan kudapati darah segar memenuhi telapak
tanganku. Seketika tubuhku mematung dan memucat Karena perasaan tidak percaya. Rara mangangkat kepalanya dari bahuku seraya memberikan senyuman yang sangat
mengiris-iris hatiku, dia tersenyum dengan begitu tenang. Diletakannya tangan kurusnya yang mulai bergetar dipipiku, dia mengusap pipiku perlahan, tidak
ada air mata yang keluar dari pelupuk matanya yang ada hanya wajah bahagia.
" Aku mencintaimu suamiku."
Sebuah kalimat yang mengiringi tubuhnya yang semakin lemah dan tumbang? seketika didadaku. Wanita ini, lagi-lagi wanita ini mengorbankan nyawanya untukku.
Rasa marah, tidak percaya, kecewa menyelimutiku. Kulihat Tommy berdiri mematung didepanku dengan wajah penyesalanya yang memuakan, aku mulai menggelap,
Rasa frustasi dan marah membuatku berpikir tentang hal yang tak pernah terpikirkan? sebelumnya. ?Laki-laki itu harus merasakan sakit yang sama dengan yang
dirasakan wanitaku. Aku merogoh saku jas yang dipakai Rara dan mengambil sebuah revolver dari sana, ?kemudian mengarahkannya kearah laki-laki biadab itu.
" DOOR" " DOOR" "DOOR"
Tiga buah sosong peluru lolos dari revolverku, menembus kepala, dada dan kaki laki-laki itu. Seketika kulihat tubuhnya tumbang ke lantai dengan bersimbah darah
**** Menggebrak Kotaraja 1 Taiko Karya Eiji Yoshikawa Pedang Naga Kemala 9

Cari Blog Ini