Ceritasilat Novel Online

Perintah Maut 11

Perintah Maut Karya Buyung Hok Bagian 11


"Tentu. Aku memang tidak membutuhkan berkabungnya Sam Kiongcu. Tentang lanjutan adu pedang, setiap waktu bisa kuterima." Berkata Lie Siauw San angkuh. Tanpa menunggu reaksi si Topeng Perunggu, si pemuda melejitkan kaki, menghilang di malam gelap.
Sam Kiongcu menjerit, ia menutup muka dan menangis ditempat itu.
*** Bab 59 GAMBAR didepan kita adalah kampung Lie-kee-khung, tempat Datuk Utara Lie Kong Tie bersemayam.
Menyusuri perumahan dikampung ini dan kita mengintip ke salah satu bangunan termegah, itulah rumah keluarga Lie.
Lie Kong Tie terbaring disebuah tempat tidur, ia mengenakan pakaian warna biru, wajahnya pucat pasi, napasnya sering ngadat kuda.
Inilah akibat dari keracunan.
Sungguh kasihan, sebagai salah satu dari empat Datuk Persilatan yang ternama, keadaan Lie Kong Tie ini sangat mengenaskan. Makan dan tidur harus dibawah perawatan orang.
Seorang perempuan cantik yang masih muda mengurut2 Lie Kong Tie, perempuan ini adalah istri muda sang datuk, namanya Sim Nio.
Sedari Lie Kong Tie diterima pulang dari tangan orang2 partay Ngo-hong-bun, keadaannya seperti ini. Tiga bulan tanpa perubahan.
Lie Wie Neng tidak berdaya sama sekali, ia belum berhasil, bagaimana harus menghadapi orang2 dari golongan Perintah Maut itu. Sejak peristiwa Pek-yun-koan, hatinya was2 tidak keruan. Musuh sudah menerima kembali ayahnya yang palsu dan menyerahkan kembali ayahnya yang asli, dengan tuntutan balik. Tunduk dan patuh kepada partay.
Lie Wie Neng tidak segera menerima tuntutan tadi.
Tidak lupa. Mereka juga menyertai dengan hadiah obatnya. Obat bukan sembarang obat, khusus digunakan kalau penyakitnya Lie Kong Tie memberat, setiap 10 hari pasti terjadi sekali, dan pemberian obat mereka hanya 9 butir, berarti hanya bisa menyambung 90 hari jiwa sang Datuk Utara. Itulah batas hari terakhir, kalau Lie Wie Neng belum mau menyerah berarti kehilangan jiwa ayahnya.
Sebelum obat2 itu habis, Lie Wie Neng diharuskan menerima saran mereka, tunduk dan takluk di bawah kekuasaan Ngo-hong-bun.
Waktu yang ditetapkan itu hanya tinggal sepuluh hari lagi.
Lie Wie Neng masih gelisah, ia belum mengemukakan kesulitan kepada sang ayah.
Lie Wie Neng berusaha mencari jejak Thian-hung Totiang, dengan maksud meminta bantuannya.
Tidak berhasil ! Selama ini, Thian-hung Totiang tidak berhasil ditemukan.
Lie Wie Neng mencari gurunya, juga nihil. Entah bagaimana, si Pendekar Kipas Wasiat turut lenyap.
Hidup Lie Wie Neng seperti disiksa. Kerjanya hanya bisa menjenguk sang ayah yang kian lama kian melemah itu. Hari ini tidak terkecuali, ia memasuki kamar sang ayah untuk melihat perubahan situasi.
Cepat2 si ibu tiri Sim Nio bangun dari pembaringan, menyambut Lie Wie Neng dan berkata : "Kongcu, silahkan duduk."
Lie Wie Neng memandang sang ayah dengan air mata dikelopak, untuk menolong Lie Kong Tie memang tidak terlalu sulit, asal saja ia bersedia membuat surat pernyataan, takluk dan tunduk di bawah kekuasaan Ngo hong-bun, obat penawar racun luar biasa itu segera diangsurkan datang.
Titik tolaknya berpangkal kepada Lie Kong Tie, Lie Wie Neng lebih kenal kepada sifat2 kepribadian ayahnya, tidak mungkin ayah itu mau tunduk kepada kejahatan, pasti sang ayah memarahinya, atau besar kemungkinan mengusir den tidak mengaku anak lagi.
Kecuali menyerah dan meminta obat penawar racun apa pula yang bisa dilakukan olehnya ?
Kian lama, keadaan ayah itu kian memberat, betapa pedih hati seorang anak, kalau menyaksikan ayahnya yang tercinta menderita seperti itu?
Beberapa kali Lie Wie Neng hendak memberitahu duduknya perkara. Beberapa kali pula dibatalkan niatnya itu, kalau sampai terjadi sang ayah gusar, mungkin bisa mati langsung.
Karena itu, Lie Wie Neng belum pernah mengutarakan perasaannya didepan ayah itu.
Lagi2 napas Lie Kong Tie sengal2, cepat-cepat si bini muda Sim Nio membantu dengan urutannya. "Kongcu," teriaknya kolokan. "Duduklah disebelah ayahmu sini. Jangan berdiri seperti itu. Kakimu akan letih karena itu."
Lie Wie Neng menghampiri ayahnya, dengan suara sember bertanya : "Bagaimana keadaanmu, ayah?"
"Uh......Aduh......." Datuk utara Lie Kong Tie sudah lenyap kegagahannya.
"Krisis penyakitnya kambuh lagi," Sim Nio menalangi menjawab.
Soal itu sudah dimaklumi oleh Lie Wie Neng, setiap 10 hari sekali, keadaan sang ayah memang meningkat krisis. Lie Kong Tie memandang putra dan bini mudanya, ia berkata gelagap gelugup: "Sim Nio....tolong.......kau ambilkan.....obat....yang terakhir itu."
?Obat yang terakhir' itu sangat menusuk Lie Wie Neng.
Seperti baru ingat, atau sengaja diingatkan didepan Lie Wie Neng, si bini muda Sim Nio ber-lari2 gopoh, membawakan obat penawar racun aneh suaminya.
Lie Kong Tie menelan obat tersebut. Di dalam sekejap mata, perasaannya agak lega, napasnya tidak sengal2 lagi. Ia memeramkan mata, memulihkan tenaga.
"Ayah....."Lie Wie Neng memanggil perlahan.
Datuk Utara Lie Kong Tie membuka mata.
"Ayah......." Lie Wie Neng ragu2. "Ayah, ada sesuatu yang kusembunyikan." Akhirnya ia tokh bercetus juga hati yang terpendam kusut itu. "Banyak sekali yang tidak kuceritakan."
Lie Kong Tie memandang beberapa saat. "Aku....Aku....tahu...." Ia berkata susah. "Bibimu telah menceritakan segalanya."
Yang diartikan ?Bibi? oleh Lie Kong Tie adalah bini mudanya yang bernama Sim Nio.
"Ayah......" "Penyakit yang kuderita.....adalah racun dari..... Ngo-hong-bun....." Berkata Lie Kong Tie. "Ketahuilah....Nasib berada di tangan Tuhan..... Tapi.....Pelaksanaannya tetap ditangan kita..... Aku telah......mendapat gelar Datuk Utara.Yah.....Datuk Utara Lie Kong Tie.... Akh....Apa artinya nama kosong itu?...Kecuali Datuk Selatan Kang Sang Fung....Adalah orang menilai baik kepada ketiga datuk lainnya ? Huh !...Mereka menyebut datuk karena segan kepada ilmu silatku....tapi"
"Maksud ayah ?" Lie Wie Neng tidak mengerti dari kata2 ayahnya itu.
"Loya," Sim Nio turut bicara. "Kau baru mendingan, jangan banyak bicara."
"Tidak apa." Berkata Lie Kong Tie. "Mereka menempatkan kedudukanku dibawah Kang Sang Fung......Mereka menganggap diriku.....sebagai tokoh setengah sesat ....Huh...."
Hati Lie Wie Neng tercekat, pikirnya : "Ayah dihinggapi penyakit terlalu lama, sehingga pendiriannyapun agak berubah."
Bini muda Sim Nio turut bicara : "Loya, mengapa takut dikatakan setengah sesat ? Peduli apa dengan obrolan mereka."
"Kau mana tahu ?"
(Bersambung 17) *** Jilid 17 "AYAH." Mengetengahi Lie Wie Neng, "Urusan itu bisa diselesaikan sesudah kau sembuh."
"Sembuh ? Ha, ha, ha" Lie Kong Tie tertawa. "Apa kau kira aku bisa sembuh ? Tanpa pertolongan mereka ?"
Betul. Bisakah ayah sembuh? Tanpa bantuan Ngo-hong-bun? Inilah yang mengacau pikiran Lie Wie Neng.
Kecuali ia berdiri dibawah panji partay Ngo-hong-bun, mungkin mendapat kedudukan wakil Lengcu Panji Hijau itu.
"Ayah.." "Mungkinkah kau tega membiarkan aku hidup seperti ini ?"
"Maksud ayah ?"
"Keadaan...Keadaan bisa berubah menurut situasi."
Lie Wie Neng menatap ayahnya. Betul2 telah terjadi perubahan atas pendirian ayah itu, sesudah mengalami sakit lama.
"Ayah," berkata Lie Wie Neng. "Aku meminta diri. Esok hari akan kujengukmu lagi."
Lie Wie Neng meninggalkan ayahnya.
*** DISAAT ITU.... Diruang tamu dari rumah Datuk Utara, di tempat duduk yang tersedia sedang bercokol dua orang. Seorang laki laki setengah umur dan seorang kakek berjenggot putih. Laki2 setengah umur adalah keponakan Yen Yu San yang bernama Yen Siu Hiat, dan kakek berjenggot putih adalah samaran Goan Tian Hoat, ia sedang membawakan misi luar biasa.
Lie Wie Neng segera diberitahu akan kunjungannya kedua tamu itu. Mengingat kedudukan Yen Siu Hiat yang mempunyai kedudukan lumayan didalam Benteng Penganungan Jaya, segera putra datuk ini menerima tamu.
Pengurus keluarga Datuk Utara, yang bernama Khong Bun Hui segera memperkenalkan kedua tamu2 itu. Peranan Goan Tian Hoat adalah seorang 'tabib' pandai yang sudah lama mengasingkan diri.
"Selamat datang." Menyambut Lie Wie Neng. "Bagaimana keadaan paman Yen Yu San, apa didalam keadaan sehat2 saja?"
"Terima kasih. Paman juga menanyakan kesehatan paman Lie Kong Tie. Disini ada sepucuk surat untuk Saudara."
Lie Wie Neng menerima surat dari Yen Yu San, dimana tercantum nama Goan Tian Hoat sebagai Cio Tay Hu, seorang tabib pandai yang bisa sanggup menyembuhkan segala macam penyakit, khusus ditugaskan untuk menolong Lie Kong Tie.
Hampir semua tabib terkenal sudah diminta bantuannya, belum pernah ada yang berhasil, apa lagi hanya seorang tabib yang Lie Wie Neng belum kenal, tentu saja kurang meyakinkan, ia berkerut alis.
Sudah berada didalam perhitungan Goan Tian Hoat akan adanya reaksi seperti itu, langkah berikutnya harus dimainkan bersama, Yen Siu Hiat berkata :
"Saudara Lie, kedatanganku atas perintah paman Yen Yu San, ada urusan sangat penting yang mau dibicarakan."
"Oh ?!" Nama pejabat ketua Penganungan Jaya Yen Yu San memang bukan nama biasa, Lie Wie Neng mulai tertarik. "Baiklah. Mari kita bicara diruang dalam."
Datuk Muda Utara Lie Wie Neng mengajak kedua tamunya ke ruang yang lebih aman. Seorang dayang perempuan membawakan minuman baru.
Ruang ini terpisah dari ruang2 lainnya, disediakan Datuk Utara untuk merundingkan sesuatu yang teramat penting.
Sesudah gadis pelayan meletakkan minuman-minuman kepada tamu2nya, Lie Wie Neng berkata : "Silahkan jiwie minum."
Yen Siu Hiat dan Goan Tian Hoat menghirup minuman mereka, tapi tidak sepatah kata yang keluar dari mulut mereka.
Lie Wie Neng menunggu dengan tidak sabaran, akhirnya ia mendesak : "Pesan apa yang hendak disampaikan oleh paman Yen Yu San ?"
"Satu bulan yang lalu, paman Yen Yu San bertemu dengan ketua Hay yang-pay Kuo Se Fen."
"Aaa.Apa yang diceritakan ?"
Rahasia keracunan Lie Kong Tie sangat dirahasiakan. Lie Wie Neng menjaga nama baik ayahnya. Kecuali rombongan Kuo See Fen yang bisa men-duga2, rahasia itu masih diusahakan tertutup terus. Kini Yen Yu San mengatakan kalau pamannya pernah bertemu dengan Kuo Se Fen, tentu menyangkut urusan itu. Bagaimana ia tidak menjadi kaget ?
Yen Siu Hiat berkata : "Kuo Se Fen menceritakan pengalamannya yang membawa Kang Han Cing meminta pengobatan, sesudah mereka tiba di kelenteng Pek-yun-koan, kebetulan Lengcu Panji Hijau mengadakan penyerangan dan cerita tentang ada yang berani memalsukan paman Lie Kong Tie ..."
Lagi2 wajah Lie Wie Neng berubah.
Yen Siu Hiat menyambung pembicaraan : "Mendengar cerita itu, paman Yen Yu San kurang yakin. Mungkinkah ada orang yang bisa menukar wajah ayah saudara tanpa sepengetahuan siapa pun juga ? Kalau bukan seorang ketua partai yang bercerita dan melihat dengan mata sendiri, besar kemungkinan berita sensasi belaka. Apa lagi tidak ada angin selentingan yang bisa dihubungkan dengan hal itu. Untuk meminta kepastian, paman Yen Yu San hendak berkunjung datang, sayang berhalangan. Benteng Penganungan Jaya juga sedang menghadapi problem pengacauan, karena itulah aku disuruh datang, serta mengajak Bapak Tabib ini, beliau adalah ahli racun2an, racun Kang Han Cing juga berhasil ditolongnya. Siapa tahu, kalau kami bisa membantu menghilangkan racun2 yang diderita oleh ayah saudara itu ? Sebelumnya, bisakah saudara menceritakan secara terperinci, memberi penjelasan secara mendetail ?"
Sedari tadi Lie Wie Neng menggigit bibir, akhirnya ia dapat mengambil putusan, katanya :
"Sebetulnya aku hendak merahasiakan kejadian ini. Apa boleh buat. Hah ! Apa mau dikata ? Betul2 keluarga kami sedang diserang malapetaka, entah bagaimana, ayahku bisa keracunan seperti itu. Dan yang lebih aneh lagi, disaat kami istirahat dikelenteng Pek yun koan, secara ajaib mereka bisa menyelundupkan seseorang yang memalsukan wajah ayah, entah bagaimana ayah lenyap mendadak. Disaat kejadian itulah yang Kuo Se Fen tayhiap lihat. Lengcu Panji Hijau muncul dan menyatakan adanya pemalsuan berani itu, mereka bersedia mengembalikan ayah, sesudah kita membuat pernyataan takluk. Aku mengulur waktu dan mereka hanya mengembalikan ayah dengan menyertai 9 butir obat penyambung nyawa, menunggu sampai kita betul2 tunduk, baru bersedia menyembuhkannya betul2. Kalau betul terjadi, Datuk Utara harus mengundurkan diri dari kancah rimba persilatan."
"Inilah yang dikhawatirkan oleh paman Yen Yu San." Berkata Yen Siu Hiat. "Untuk membongkar rahasia musuh, kami ditugaskan untuk mengisiki sesuatu."
"Rahasia musuh ? Apakah rahasia musuh itu ?"
"Sebelumnya aku meminta maaf kalau sampai terjadi menyinggung sesuatu."
"Tidak apa. Katakanlah."
"Paman Yen Yu San hendak tahu, paman Lie Kong Tie yang diantar oleh Lengcu Panji Hijau itu mempunyai ciri yang bagaimana ?"
"Tidak ada ciri2 yang luar biasa."
"Apa bukan mustahil seorang imitasi pula ?"
Lie Wie Neng membuka matanya lebar2. Ia terpaku di tempatnya. Inilah kisikan halus yang wajib dicamkan.
"Dengan alasan apa paman Yen Yu San bisa terpikir sampai kesitu ?" bertanya Lie Wie Neng.
"Terlalu banyak kecurigaan2 yang hendak dikemukakan."
"Tunggu dulu !" tiba2 Lie Wie Neng berteriak keluar. "Ceng Hong." Ia memanggil dayang pelayannya. Ceng Hong adalah nama perempuan itu.
Gadis pelayan yang membawakan air minum tadi berlari cepat, memberi hormat kepada sang Datuk muda.
"Segera panggil Lie Pa menghadap." Perintah Lie Wie Neng.
Tidak lama seorang laki2 berewok berlari datang, inilah orang yang bernama Lie Pa. Salah satu dari Empat Jendral Keluarga Lie yang ternama. Orang kepercayaan yang berkepandaian silat tinggi dan boleh dipercayai.
Memandang kearah Lie Pa, Lie Wie Neng memberi perintah :
"Segera bikin pemeriksaan di sekitar ruangan ini. Siapapun dilarang datang atau mendekati, kecuali kalian empat saudara saja !"
"Baik." Lie Pa menerima perintah. Mengajak Tiga Jendral Keluarga Lie lainnya, mereka membuat perondaan, mengawasi keadaan tempat itu. Tidak mungkin ada mata2 yang bisa menangkap pembicaraan Lie Wie Neng beserta kedua tamunya. Termasuk si pelayan Ceng Hong juga.
Yen Siu Hiat menganggukkan kepala, di dalam hati berpikir:
"Melihat caranya yang seperti ini, tentu ia pun sudah lama menaruh curiga kepada mata2 pihak musuh."
Menunggu sampai Ceng Hong dan Lie Pa keluar, Lie Wie Neng berkata :
"Nah, sekarang saudara Yen boleh bercerita secara aman."
Menurut apa yang sudah dirundingkan, Yen Siu Hiat mengemukakan adanya ketidak-mungkinan dari apa yang diceritakan sebagai Lie Kong Tie palsu yang terbaring di kelenteng Pek-yun-koan. Sebagai seorang Datuk rimba persilatan, siapakah yang bisa mengelabui mata Lie Kong Tie ? Siapa yang bisa membokong dirinya tanpa disadari ? Kecuali ada mata2 musuh yang diselundupkan ke dalam keluarga datuk itu, kecuali salah seorang dari keluarga Lie yang sudah berkhianat kepada musuh.
Ketidak-mungkinan kedua : Keracunan Lie Kong Tie bukan keracunan sekaligus. Itu artinya diberi sedikit demi sedikit, kecuali menyampurinya didalam makanan setiap hari, tidak ada analisa kedua.
Ketidak-mungkinan ketiga : Bagaimana Lie Kong Tie yang terbaring ditempat tidur kelenteng Pek-yun-koan bisa ditukar orang ? Sedang Empat Jendral dan Lie Wie Neng membuat penjagaan yang begitu ketat ? Mudahkah mengangkut Lie Kong Tie palsu yang dibaringkan ditempat Lie Kong Tie tertidur ? Mudahkah mengangkat Lie Kong Tie asli yang dijaga ketat itu?
Kesimpulannya : Lie Kong Tie yang di ?suguh'kan kepada Lengcu Panji Hijau adalah Lie Kong Tie asli.
Lie Kong Tie yang sekarang adalah Lie Kong Tie palsu.
Lie Wie Neng belum bisa menerima kenyataan ini, ia berkata :
"Sudah kuperiksa betul2, nyatanya orang itu hanya menggunakan kedok kulit tipis yang berbentuk wajah ayah."
Yen Siu Hiat menoleh kearah Goan Tian Hoat. Orang yang belakangan kita sebut tidak mengeluarkan reaksi, peranannya dihari ini adalah seorang tabib tua, tidak layak dan bukan waktunya ia bicara, lebih2 tidak wajib turut campur.
Yen Siu Hiat memberi keterangan yang lebih jelas, Lie Kong Tie diracuni oleh orang dalam, atau se-tidak2nya orang yang diselundupkan musuh ke dalam keluarga Lie. Musuh belum yakin bisa menguasai Datuk Utara beserta keluarganya, secara diam2 pula mengubah wajah Lie Kong Tie, dilapisi pula oleh selembar topeng kulit tipis yang berupa Lie Kong Tie, sengaya mengutus Lengcu Panji Hijau untuk memberitahu akan adanya pemalsuan itu. Tentu saja pemalsuan yang kedua, Lie Wie Neng masuk perangkap, menarik topeng kulit tipis, didalam kemarahan dan kerisauan, Lie Wie Neng tidak banyak menaruh curiga lagi, tidak memperhatikan wajah sang ayah dibalik topeng tipis itu masih ada wajah lagi, demikian di?suguh?kan saja ayah itu kepada musuh.
Rencana Perintah Maut yang luar biasa !
Semua cerita diatas adalah cerita lama dikelenteng Pek-yun-koan.
Mendapat pengilmiahan itu, Lie Wie Neng bertepuk kepala, teriaknya keras : "Aku sudah masuk kedalam perangkap mereka !"
Kalau Yen Siu Hiat dan Goan Tian Hoat datang lambat, bukan perangkap itu saja yang menjebloskan Lie Wie Neng, karena harus menolong jiwa 'ayah'nya, mungkin ia bersedia bertekuk lutut dibawah kaki partay Ngo-hong-bun.
Kedatangan Yen Siu Hiat tepat pada waktunya.
Lie Wie Neng mengucurkan keringat dingin, kemarahannya melonjak mendadak, ia ditipu mentah2, sesudah mengetahui kalau jiwa sang ayah masih terancam, ia bertanya :
"Kalau begitu ayah yang terbaring disini adalah manusia imitasi ?"
"Tenang ! Sabar !" Cegah Yen Siu Hiat. "Hanya mengilmiah dari jarak jauh, belum tentu tepat. Kita harus bisa membuktikannya."
"Baik. Segera kuseret orang itu ke tempat ini," Berkata Lie Wie Neng siap meninggalkan ruangan itu.
"Lie Kongcu," cegah Yen Siu Hiat. "Kita harus menghadapinya dengan rencana masak2."
"Rencana apa lagi ?"
"Sebelumnya paman Yen Yu San sudah bisa menghitung akan adanya yang seperti ini. Maka didatangkannya juga Bapak Tabib ini." Ia menunjuk Goan Tian Hoat.
"Tabib Ciok Tay Hu ? Bukankah dia seorang akhli pengobatan ?"
"Akhli pengobatan dan juga akhli ber-make-up, seorang akhli mengubah wajah dan bisa membedakan wajah asli serta wajah imitasi."
"Saudara Yen Siu Hiat terlalu memuji." Goan Tian Hoat memegang peranannya dengan baik dan merendah diri.
"Baiklah." Berkata Lie Wie Neng. "Mari jiwie turut ke tempat kamar ayah."
"Tunggu dulu." Cegah Yen Siu Hiat.
"Sebaiknya kita rundingkan baik2, bagaimana harus menghadapinya. Pesan paman Yen Yu San seperti ini."
"Apa lagi pesan paman Yen Yu San ?" bertanya Lie Wie Neng. Ia yakin dan sangat percaya kepada pejabat ketua Penganungan Jaya itu.
"Sebelumnya kami hendak tahu, adakah seseorang di dalam keluarga lain yang mempunyai bentuk tubuh bersamaan dengan paman Lie Kong Tie ?" bertanya Yen Siu Hiat.
"Dedak perawakan Yo Su Kiat agak mirip dengan dedak perawakan ayah."
"Bagaimana kepercayaan Kongcu kepada Yo Su Kiat ini ?"
"Sebagai salah seorang dari Yen-san Siang kiat, kami percaya penuh akan kesetiaannya."
"Bagus. Bisakah kita bertemu dengan Yo Su Kiat ?"
Permintaan ini tidak keterlaluan, segera Lie Wie Neng memanggil orang yang bersangkutan.
Yo Su Kiat adalah sepasang jagoan keluarga Lie, mengabdikan diri kepada Datuk Utara karena pernah menerima budinya, meninggalkan gunung Yen-san dan menetap di perkampungan Lie-ke-khung itu. Kedudukannya hanya berada dibawah Khong Bun Hui. Tentu saja memiliki ilmu silat tinggi.
Mengetahui bahaya apa yang mau mengarungi Lie-ke-khung, tanpa ragu2 Yo Su Kiat menyediakan tenaganya. Diberitahu tentang rencana mereka, bagaimana menghadapi pemalsuan musuh yang berani.
*** Bab 60 LIE WIE NENG berkunjung ke kamar Lie Kong Tie, inilah kunjungan yang kedua kalinya. Hal tadi sangat mengejutkan si bini muda Sim Nio. "Ada apa yang membuat Kongcu ter-buru2 ?" Tanyanya penuh selidik.
"Apa ayah sudah tidur ?" Balik tanya Lie Wie Neng.
Nada suara ?ayah? itu sangat kaku dan canggung, hal ini membuat Sim Nio semakin was2. "Loya baru saja tidur." Jawabnya segera.
Lie Wie Neng menghampiri pembaringan Lie Kong Tie.
"Wie Neng yang datang?" Terdengar suara sang Datuk Utara.
"Ayah..." Berkata Lie Wie Neng.
"Ada apa ?" "Pejabat ketua Penganungan Jaya Yen Yu San mengutus keponakannya mengirim seorang tabib pandai yang bernama Ciok Thay Hu untuk menjenguk keadaan ayah."
"Mengapa mengundang tabib lagi?" berkata Lie Kong Tie. "Mau apa mereka itu? Katakan saja kepada mereka, penyakitku sudah baik. Tidak perlu tabib lagi."
Didalam hati Lie Wie Neng tertawa dingin, setengah mendesak ia berkata :
"Hubungan ayah dengan Yen Yu San bukan hubungan biasa, mengapa menolak maksud baiknya ? Apa lagi mengingat racun yang sulit dikeluarkan itu, siapa tahu sang tabib betul2 pandai dan bisa menyembuhkannya ?"
Mengetahui ia terlalu mengumbar emosinya, cepat Lie Kong Tie batuk2, membawakan sikap yang masih lemah, ia berkata: "Tabib pandai dari mana yang bisa menyembuhkan penyakitku ? Sampai Thian hung Totiang yang terkenal jago itupun tidak berdaya, bukan? Ambil saja beberapa keping uang, hadiahkan kepadanya. Biar dia senang dan balik ke kampungnya."
Membawakan sikapnya yang sesabar mungkin, Lie Wie Neng berkata :
"Ayah, tabib undangan Yen Yu San tentu bukan tabib biasa, mungkin dia bisa marah kalau kita terlalu memandang rendah. Sudah kuperintahkan mereka menunggu didepan, tinggal meminta persetujuanmu saja."
Bini mudanya, Sim Nio turut bicara : "Betul2 loya hampir berubah ingatan, mana boleh menolak kebaikan hati orang. Biar saja ia mencoba2, siapa tahu kalau berhasil, bukan ?"
"Baiklah." Lie Kong Tie mengalah.
Lie Wie Neng keluar kamar, tidak lama balik kembali dengan iring2an, Yen Siu Hiat, si Bapak Tabib, Khong Bun Hui dan Yo Su Kiat. Mereka memberi hormat kepada sang Datuk.
"Kau yang bernama Yen Siu Hiat ?" Berkata Lie Kong Tie kepada Yen Siu Hiat yang berada dipaling depan. "Sudah cukup besar, he ? Lama aku tidak bertemu dengan kalian."
"Lima tahun yang lalu, boanpwe pernah ikut paman Yen Yu San berkunjung kemari, mungkinkah paman sudah lupa ?" Berkata Yen Siu Hiat.
"Oh...Ya...OhYa....Aku lupa." Berkata Lie Kong Tie. "Hampir saja aku lupa. Bagaimana keadaan pamanmu itu ? Apa masih baik2 saja ?"
"Lupa batok kepalamu." Memaki Yen Siu Hiat didalam hati. Sengaja ia menarik persoalan yang bukan2. Tidak pernah ada kejadian pada 5 tahun yang lalu. Itu waktu ia masih berada digereja Siauw-lim-sie, bagaimana bisa turut Yen Yu San berkunjung ke Lie-ke-khung?
Pecahlah kebohongan orang ini ! Yen Siu Hiat tidak mengutarakannya diluar, dengan hormat ia menjawab :
"Terima kasih. Paman berada didalam keadaan segar bugar. Tadinya paman hendak datang sendiri, berhubung ada halangan, maka mengutus boanpwe mengajak Bapak Tabib ini, tabib Ciok Thay Hu mahir didalam pengobatan segala macam racun khususnya ilmu tusuk jarum."
"Oh.Silahkan duduk.Silahkan duduk..." Berkata Lie Kong Tie. Sampai disini, tidak perlu diragukan lagi Lie Kong Tie ini adalah Lie Kong Tie palsu.
"Kami datang atas permintaan tuan Yen Yu San, khusus melihat penyakit loya. Silahkan loya membaringkan diri, biar kami periksa jalannya urat nadi."
Lie Kong Tie itu menjulurkan sebelah tangan. Dan sang Bapak Tabib memeriksa urat nadinya. Hanya menggunakan tiga jari, bertiarap lama dipergelangan tangannya sambil memeramkan mata.
Beberapa saat kemudian, Bapak Tabib kita Goan Tian Hoat melepaskan pegangannya dan meminta lain tangan Lie Kong Tie.
Orang itu menyerahkan tangan sebelah kiri. Seperti juga keadaan tadi, lama sekali Goan tian Hoat memeriksa urat nadi.
Selesai memeriksa, Goan Tian Hoat melihat lidah orang itu.
Sandiwara mulai dimainkan, Lie Wie Neng mengajukan pertanyaan : "Penyakit apa yang kami derita ?"
Si Bapak Tabib membawakan sikapnya yang agung, per-lahan2 berkata :
"Kekuatan khungcu ini memang hebat, terbukti dari obat2nya yang melebihi orang biasa, peredaran darahnya lebih deras. Sayang ada sedikit gangguan nadi, jalannya endut2an, kelancarannya agak tidak normal. Inilah tanda2 dari keracunan."
"Tepat !" Berteriak Lie Wie Neng girang. "Ayah memang terkena racun yang bekerja lambat. Bapak sudah bisa melihat adanya tanda2 itu, tentu bisa mengobatinya bukan ?"
"Setiap tabib bisa mengobati para pasiennya sesudah mengetahui penyakit apa yang diderita oleh pasien itu," Berkata Bapak Tabib kita berdiplomasi. "Bisakah Kongcu memberitahu, racun apa yang dimakan ?"
"Iyaaa..." Turut berkata Sim Nio. "Semua tabib juga berkata seperti itu. Buktinya, penyakit loya ini seperti sediakala, belum sembuh juga."
Lie Kong Tie itu menghela napas berkata :
"Wie Neng, ajaklah Bapak Tabib ini ke kamar istirahat. Jangan terlalu memusingkan penyakitku."
Bapak Tabib mengurut jenggotnya yang putih dan panjang, tertawa berkata :
"Motto tabib adalah menghilangkan penderitaan-penderitaan rakyat jelata. Selama pengalaman2ku belum terlupa, walau tidak bisa menyebut nama bisa racun yang loya derita, cara2 untuk menghilangkan keracunan itu tetap ada."
"Bapak bisa menghilangkan racun itu ?" Bertanya Lie Wie Neng.
"Mengapa tidak ?" Berkata sang tabib tua menantang.
"Tolonglah. Tolong keluarkan racun yang mengeram didalam tubuh ayahku itu," Berkata lagi Lie Wie Neng.
"Ada dua jalan yang bisa kutempuh.."
"Dua jalan ?" Tanpa menghiraukan Lie Wie Neng, tabib itu berkata terus :
"Cara pertama adalah cara pengobatan racun tradisionil, meracuni si racun jahat memberikan obat beracun kepada penderita agar bisa mengusir racun pertama. Waktu ini cepat dan sederhana, tapi resikonya besar."
"Aaaaa.." Berteriak Sim Nio melengking. "Bagaimana kalau mematikan orang ? Bukankah sangat berbahaya ?"
"Tentu saja berbahaya." Berkata si Bapak Tabib kita. "Karena itu kukatakan mempunyai resiko berat. Tapi jangan khawatir, sebelumnya tentu kusiapkan sesuatu, kalau sampai terjadi krisis yang seperti itu, bisa ditambah dengan lain obat penawar racun."
"Kongcu," berkata Sim Nio. "Kukira sangat berbahaya."
Bapak Tabib berkata : "Cara lain ialah: Menggunakan keakhlianku, menusuk jarum mengeluarkan sisa racun. Cara ini membutuhkan waktu sangat lama. Mungkin memakan waktu belasan hari."
"Bagaimana hasilnya," Bertanya Lie Wie Neng.
"Hasilnya sama juga." Jawab si Bapak Tabib.
"Lebih baik Bapak gunakan cara menusuk jarum itu," Lie Wie Neng memberi keputusan.
Dari dalam bundelannya Bapak Tabib itu mengeluarkan kotak jarum, dibariskannya satu persatu, dari yang paling besar sehingga paling kecil, berjajar menyeramkan orang.
"Cara penggunaan tusuk jarum harus menggunakan ruangan tertutup, agar jangan sampai masuk angin, ini berbahaya, tolong menutup semua pintu dan jendela." Tabib itu masih mainkan lidah.
Lie Wie Neng segera menitahkan Yo Su Kiat menutup semua pintu dan jendela2. Hal mana sudah dijalankan segera.
Langkah berikutnya, si Bapak Tabib memandang kearah Sim Nio, beralih kearah Lie Wie Neng.
"Kongcu," katanya, "Disaat aku menggunakan jarum2 memberi pengobatan, sangat pantang didampingi atau dihadiri oleh kaum wanita."
Wajah Sim Nio menjadi merah, ia mengajukan protes :
"Aku adalah nyonyanya. Kukira Bapak tidak perlu ragu2. Dimisalkan terjadi sesuatu, bukankah lebih baik didampingi olehku ?"
Suaranya penuh rayu dan menggiurkan, hal ini jamak saja, mengingat Sim Nio sebagai istri muda Lie Kong Tie, umurnya sebaya dengan Lie Wie Neng.
"Agaknya sulit mengubah kebiasaanku." Berkata si Bapak Tabib. "Kalau sampai terjadi sesuatu, tanggung jawab tetap berada ditanganku, bukan ? Kalau hal ini menyulitkan nyonya, aku bersedia mengundurkan diri saja."
Lie Wie Neng menengahi persoalan itu, katanya :
"Kalau betul Bapak Tabib tidak bisa didampingi kaum wanita, baik juga kalau bibi menyingkir kebelakang. Ada kita disini, keselamatan ayah pasti terjamin."
Sim Nio memandang Lie Kong Tie sebentar, akhirnya ia menerima kenyataan, menganggukkan kepala dan meninggalkan kamar.
Yo Su Kiat mengantarkan kepergian nyonya muda itu, kemudian menutup pintu.
Gerak Goan Tian Hoat bagaikan kilat, mengetahui Sim Nio sudah meninggalkan kamar, ber-pura2 hendak membuat pengobatan, secepat itu ia menotok jalan darah Lie Kong Tie palsu. Tanpa bisa dielakkan oleh orang yang bersangkutan.
Orang yang memang sudah terbaring itu betul2 terbaring terus.
Yen Siu Hiat, Lie Wie Neng, Khong Bun Hui dan Yo Su Kiat adalah satu komplotan, mereka tidak mengganggu usaha Goan Tian Hoat.
Goan Tian Hoat masih bekerja, ia mengeluarkan benda pencairannya, di-oles2kan disekitar permukaan wajah orang yang disamarkan menjadi Lie Kong Tie itu. Detik2 tegang berlalu
Goan Tian Hoat maklum, tentunya Sim Nio tidak terlalu jauh dari ruang itu, untuk melenyapkan kecurigaan orang, ia wajib membuat lain permainan, membesarkan suaranya, se-olah2 berbicara dengan 'Lie Kong Tie?, ia bicara : "Bagaimana perasaan loya ?"
Dan melagukan suara Lie Kong Tie, Goan Tian Hoat menyahut sendiri :
"Tidak merasakan sesuatu. Apa belum dimulai ?"
Membawakan lagi suara 'Bapak Tabib? berkata : "Sebentar lagipun selesai."
Lie Wie Neng, Khong Bun Hui dan Yo Su Kiat saling pandang, mereka tidak menyangka kalau tabib gadungan Yen Yu San itu memiliki banyak keakhlian, tanya jawab dengan nada2 suara yang tidak sama dan logat suara Lie Kong Tie bisa dimainkan baik sekali. Kalau tidak melihat dengan mata sendiri, tentu kurang percaya kepada pendengarannya.
Ter-lebih2 Lie Wie Neng, selama hidupnya, suara sang ayah sudah ia dengar jutaan kali, dan lagi2 ia mendengar suara sang ayah yang berada di dalam tahanan partay Ngo-hong bun itu.
Permainan Goan Tian Hoat belum selesai, ia masih mengupasi wajah penyamaran orang itu, dan untuk menghilangkan kecurigaan Sim Nio di luar, lagi2 ia bicara :
"Loya, 21 jarum sudah berada di-tempat2 penting. Ada baiknya jangan bicara lagi. Gunakanlah pernapasan yang agak lancar, ini bisa membantu usaha pengobatan."
"Uh..." Lidah Goan Tian Hoat menyuarakan suara Lie Kong Tie.
Sampai disini Lie Wie Neng mengerti, apa tujuan si bapak Tabib memainkan dua suara itu, tentunya agar nyonya muda Lie Kong Tie tidak menaruh curiga.
Goan Tian Hoat berhasil merusak penyamaran sang korban, wajah Lie Kong Tie sudah hancur, disana berubah menjadi wajah seorang laki2 bermuka kuning. Ini dia manusianya yang menyamar menjadi Datuk Utara.
Selesai dengan tugasnya, Goan Tian Hoat menoleh kepada orang2 dengan satu anggukkan kepala, artinya, bagaimana ? Betulkan dugaanku ?
Yen Siu Hiat memuji kepintaran Goan Tian Hoat, memuji dengan setulus hati. Lie Wie Neng mendapat kepastian, nyata2 ia merawat seorang yang tidak dikenal, hatinya tersiksa sehingga beberapa lama. Rasa dendamnya begitu mendalam, ia berjanji kepada diri sendiri, akan menuntut balas kepada Lengcu Panji Hijau yang berani memainkan dirinya.
Tangan Goan Tian Hoat bergerak lincah, mengoles dan memupuk wajah laki2 kuning itu, kini mengubah menjadi wajah Yo Su Kiat.
Lie Wie Neng dan Khong Bun Hui segera membantu Yo Su Kiat buka baju, digantikan dengan baju laki2 berbaju kuning itu dan Lie Kong Tie palsu sudah diseret dari pembaringan, digantikan dengan baju Yo Su Kiat.
Terjadi pertukaran orang. Yo Su Kiat dengan wajah Lie Kong Tie terbaring di tempat tidur.
Kalau partay Ngo-hong-bun menyiapkan si laki2 berwajah kuning memalsukan Lie Kong Tie, Goan Tian Hoat dkk menggunakan cara itu pula. Dengan cara dan bentuk yang sama.
Mereka selesai membuat persiapan, Yen Siu Hiat yang sudah menyiapkan tiga jarum rahasia, melempar dengan satu bentakan, "Awas ! Ada serangan gelap !"
Tiga jarum rahasia itu menancap ditempat beberapa senti dari tempat pembaringan Lie Kong Tie.
Lie Wie Neng juga berteriak : "Jangan lari !"
Meja dan bangku dijungkir-balikan, inilah rangkaian berikutnya dari sandiwara mereka.
Khong Bun Hui sudah memecahkan jendela dan menerjang keluar.
Terdengar suara benturan2 senjata. Tidak lama terdengar teriakan seseorang : "Oh, Yo Su Kiat terluka !"
Tentu saja berita bohong ! Isapan jempol !
Suara gaduh itu segera memanggil Sim Nio, si istri muda segera bertanya kepada anak tirinya : "Kongcu, apa yang terjadi ?"
"Ada penyerangan gelap," jawab Lie Wie Neng.
Sim Nio lari menghampiri ?Lie Kong Tie?, tentu saja tidak terganggu, dengan tenang Goan Tian Hoat merapikan jarum2 demonstrasinya dan bebenah. "Selesai." Katanya lega.
Disaat itu, datang berlari seorang yang memberi laporan : "Semua pintu dan jalan sudah terjaga."
"Bagus," berkata Lie Wie Neng. "Bikin pengejaran terus."
Mengajak Yen Siu Hiat, si Bapak Tabib, Khong Bun Hui dan ?Yo Su Kiat?, Lie Wie Neng meninggalkan kamar ayahnya. Sim Nio diberi tugas jaga, mengawasi dan menungkuli ?Lie Kong Tie?.
*** Bab 61

Perintah Maut Karya Buyung Hok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

KLIK ! Lie Wie Neng sudah berada di ruang rahasia, mereka menotok bangun laki-laki berwajah kuning itu. Tentu saja wajah pinjaman yang berupa wajah Yo Su Kiat sudah dicabut kembali.
Laki2 berwajah kuning itu sadar dan mendapatkan dirinya terbungkus seperti lepat, memandang Lie Wie Neng dan membentak : "Wie Neng, apa artinya permainan ini ?"
Sangkanya ia masih menggagahi wajah Datuk Utara Lie Kong Tie.
Khong Bun Hui mengeluarkan suara bentakan : "Tutup mulutmu !"
Orang itu memancarkan sinar mata kemarahan, menoleh dan memandang Khong Bun Hui, kegalakannya belum mereda, ia membentak :
"Khong Bun Hui, seperti inikah kau bicara kepada seorang majikan ?"
"Majikan siapa ?" Mengejek Khong Bun Hui. "Lihatlah cecongormu !" Ia menyodorkan sebuah kaca perunggu.
Menyaksikan wajahnya dibalik kaca perunggu itu, wajah asli yang sudah dikembalikan ke undang2 asalnya, laki2 berwajah kuning itu kehilangan galaknya. Bagaimana harus mengatasi situasi baru ? Teringat Lie Kong Tie asli yang masih berada dibawah kekuasaan Ngo-hong-bun, keangkuhannya timbul kembali.
"Jangan kalian berani kurang ajar," katanya. "Ingatlah kalau Lie Kong Tie masih berada di tangan kami."
"Siapa namamu ?" Bertanya Goan Tian Hoat.
Memperhatikan kakek berjenggot putih ini, sinar mata laki2 itu berubah menjadi liar. "Kau yang mengerjakan hasil ini ?" Ia segera menduga hasil karya buah tangan Goan Tian Hoat.
"Kira2 begitu." Jawab jago cerdik kita. "Kedatanganku ditugaskan Yen Yu San tayhiap untuk menghadapi dirimu. Siapa dan sebutkan asal usulmu."
"Apa kalian kira, kalian bisa berhasil mengorek keterangan?" Laki2 itu menantang.
Bapak Tabib Goan Tian Hoat melirik ke arah Lie Wie Neng, kongcu muda Datuk Utara melirik ke arah Khong Bun Hui, maka orang terakhir mendekati tawanannya dengan wajah beringas, siap menggunakan kekerasan.
"Kawan." katanya geram. "Jangan kira kita tidak bisa membikin pengompasan, he ? Untuk menjaga dirimu dari permakan, lebih baik berterus terang, siapa namamu ?"
Wajah laki2 itu berubah, tiba2 ia menggertak gigi, digigitkannya keras2, maksudnya bunuh diri dengan racun yang sudah tersedia di dalam geraham.
Cara yang sama dengan cara Lengcu Panji Hitam yang menyamar sebagai Kang Puh Cing, sesudah penyamarannya terbongkar, untuk mengelakkan siksaan2, ia bunuh diri.
Laki2 yang menyamar menjadi Lie Kong Tie ini juga mau bunuh diri...
Goan Tian Hoat yang menyamar sebagai tabib tua tertawa, ia mengurut jenggot, dan merogoh saku mengeluarkan sebuah gigi palsu yang masih utuh, diperlihatkannya kepada laki2 berwajah kuning itu serta berkata : "Sudah berada disini, kawan."
Laki2 itu gagal bunuh diri, karena obat beracunnya sudah dicomot Goan Tian Hoat, manakala ia tertotok tidak sadarkan dirinya. Kemarahannya meluap2, apa daya ia sudah jatuh kedalam tangan mereka. Haruskah menunggu siksaan2 ?
Didalam keadaan seperti ini, Lie Wie Neng cs mendapat kemenangan, dari laki2 itulah, mereka mendapat informasi dari keadaan2 partay Ngo-hong bun.
Laki2 itu bernama Thio Kee Cong, menjabat kedudukan hu-huat pengawal panji dari rombongan Panji Hijau, mendapat tugas menyamar sebagai Lie Kong Tie.
Golongan Perintah Maut adalah organisasi tersendiri, sesudah menyatukan kekuatan dan bernaung dibawah partay Ngo-hong-bun, kekuatan mereka bertambah pesat, dibagi menjadi 4 regu, setiap regu dipimpin oleh orang yang ditunjuk partay. Masing2 Panji Merah, Panji Hijau, Panji Hitam dan Panji Putih.
Keterangan yang diperoleh hanya keterangan-keterangan itu.
Komplotan Ngo hong-bun yang diselundupkan masuk ke dalam keluarga Lie bukan hanya Thio Kee Cong, sebenarnya masih ada konco-konconya, tapi Thio Kee Cong tidak mau memberi tahu dengan alasan betul2 tidak tahu.
Thio Kee Cong juga tidak bisa menyebut markas besar Ngo-hong-bun, dikatakan kedudukannya tidak seimbang, ia hanya salah satu anak buah Perintah Maut.
Yang Thio Kee Cong tunjuk hanya markas sementara Ngo-hong-bun cabang Kang lam, itulah bangunan Ban Cen San yang sudah tua. Sedangkan tempat itu sudah dilepas, karena drama pembunuhan Yen Siu Lan dan terlepasnya Kang Han Cing dari situ.
Ketika ditanya dimana markas sementara cabang Kang lam yang baru, Thio Kee Cong bergeleng kepala.
Pemeriksaan tahap pertama ditunda sampai disitu.
Lie Wie Neng, Yen Siu Hiat, Goan Tian Hoat, dan Khong Bun Hui mengadakan perembukan lain dan mengurung Thio Kee Cong disebuah kamar tahanan.
Rencana bagaimana pula untuk menghadapi Ngo-hong-bun ? Mari kita mengikuti kejadian-kejadian berikutnya.
*** TAMPAK bayangan Lie Wie Neng meninggalkan kamar perundingan, langsung menuju kamar ayahnya. Inilah kunjungan sang datuk muda yang ke 3 kalinya.
Dua pelayan yang biasa merawat Lie Kong Tie berada didepan pintu mereka memanggil dengan suara keras : "Kongcu..."
Lie Wie Neng sudah berlari pesat, mendorong kedua gadis pelayan ?tu tanpa menunggu panggilan lagi, ia nyelonong masuk.
"Kongcu menjenguk loya lagi." Berteriak dua gadis pelayan.
Inilah code pemberitahuan tentang kedatangannya, Lie Wie Neng mengeluarkan suara dengusan dari hidung.
Didalam kamar keadaan tenang seperti biasa, tidak ada perubahan.
Betulkah tidak ada perubahan ?
Yang jelas 'Lie Kong Tie? yang terbaring sudah terganti, bukan manusia selundupan Thio Kee Cong, dibalik 'Lie Kong Tie? itu adalah badan asli Yo Su Kiat.
Pemalsuan Yo Su Kiat hanya diketahui oleh orang2 yang jumlahnya terbatas, hanya Lie Wie Neng, Yen Siu Hiat 4 orang, karena itu untuk memudahkan tulisan jalan cerita, kita anggap saja Lie Kong Tie.
Lie Kong Tie itu tertidur ditempat pembaringan, sesudah mengalami 'pengobatan?, keadaannya agak lumayan.
Nyonya muda Lie Kong Tie baru selesai makan, duduk dimeja rias, ia sedang bersolek.
Lie Wie Neng menghampiri pembaringan ayahnya. "Apa ayah sudah bangun ?" ia bertanya perlahan.
"Uh.." Lie Kong Tie berkeluh.
Nyonya muda Lie Kong Tie sudah bangkit dan menghampiri dibelakang putra suaminya, ia menalangi menjawab : "Baru saja tidur lagi. Sesudah ditusuk jarum oleh Bapak Tabib tadi, keadaannya mendingan, tidak lama ia bangun dan meminta makan. Sesudah itu tidur kembali."
Lie Kong Tie berkelap-kelip mata, ia menepuk tempat di sebelahnya dan berkata :
"Wie Neng duduklah didekatku."
Lie Wie Neng duduk ditempat yang sudah disediakan, menutup dan menyelak di antara sinar mata ibu tirinya.
"Ayah, bagaimana keadaanmu ?" Bertanya sang kongcu.
"Agak segeran." Mulut Lie Kong Tie yang terbaring ini berkemak-kemik, melalui saluran gelombang tekanan tinggi, melaporkan rahasia yang baru didapat.
Tentu saja karena adanya tubuh Lie Wie Neng yang membelakangi ibu tirinya, maka nyonya muda Lie Kong Tie itu tidak bisa melihat gerakan bibir orang yang terbaring.
Selebar wajah Lie Wie Neng berobah marah sesudah mendengar cerita Yo Su Kiat.
Ter-sengal2 mulut dari bentuk wajah Lie Kong Tie berkata :
"Liok Ie, tolong ambilkan aku air minum."
Liok Ie adalah nama kecil nyonya muda Lie Kong Tie yang sering dipanggil Sim Nio itu. Karena sudah menjadi kebiasaan Lie Kong Tie memanggilnya dengan sebutan nama kecil, Yo Su Kiat harus turut menggunakan panggilannya.
Nyonya muda Lie Kong Tie menuju ke arah meja dan menuangkan teh.
Menggunakan kesempatan ini, ber-gerak2 lagi bibir dengan wajah Lie Kong Tie.
Lie Wie Neng menganggukkan kepala tanda setuju.
Nyonya muda Lie Kong Tie sudah balik kembali, menyediakan air minum untuk sang suami dan menyediakan juga kepada Lie Wie Neng.
"Kongcu, silahkan minum," Katanya dengan suara merdu, suara itu bisa menggetarkan kalbu laki2 yang mendengarnya.
Lie Wie Neng bangkit, menghadapi sang ibu tiri, wajahnya keren, dengan sungguh2 ia berkata : "Bibi, baru saja kita berhasil menangkap seorang mata2 musuh."
"Oh ...! Mata2 musuh ?" Reaksinya nyonya muda itu biasa saja.
"Mata2 dari partay Ngo-hong bun." Berkata Lie Wie Neng.
"Dirumah kita ada mata2 Ngo-hong-bun ?" Balik tanya nyonya muda itu.
"Orang itu tidak tahan siksaan," berkata Lie Wie Neng. "Dia sudah mengaku kesalahannya. Dan menyebut beberapa nama dari komplotannya..."
Sang nyonya muda mundur selangkah, melirik ke arah Lie Kong Tie. "Siapa orang yang disebut?" Tanyanya berubah. "Kongcu percaya ?"
"Itulah." berkata Lie Wie Neng. "Mana boleh sembarang mendengar gosokan orang? Kedatangan ini khusus ditujukan untuk meminta pendapat bibi."
"Pendapatku ?" Bertanya nyonya muda itu. Hatinya semakin was2, "Mengapa harus meminta pendapatku ?"
"Karena orang itu menyebut nama bibi." Berkata Lie Wie Neng.
Hati si nyonya muda agak kalut, didalam keadaan seperti itu, panik berarti maut, kedudukannya hanya berada dibawah Lie Kong Tie, mengapa harus takut ? Mengandalkan kekuasaan suaminya, apakah yang berani dilakukan oleh sianak tiri ? Mengingat tadi itu semua, ia berdengus dingin : "Kongcu dihasut orang."
"Dihasut ? Bibi mengatakan."
Lie Wie Neng menghadapi Sim Nio Liok Ie, tapi ia lupa membelakangi seseorang, itulah Lie Kong Tie yang sedang terbaring, secepat kilat tubuh orang tadi mencelat, menotok Lie Wie Neng.
"Aaaa." Lie Wie Neng jatuh ngeloso.
"Thio Kee Cong, kau hebat." Nyonya muda Lie Kong Tie adalah musuh selundupan, ia memuji kecerdikannya orang sakit. Dengan gerakannya yang gesit, mendupak anak tirinya.
Nyonya muda Lie Kong Tie yang biasanya tidak pandai silat, kali ini berubah mendadak, lincah dan gesit, galak dan menghadapi Datuk Utara. "Kebetulan," katanya. "Orang ini juga termasuk salah seorang yang partay kehendaki."
Ternyata Ngo-hong-bun juga mengincar Lie Wie Neng !
"Bagaimana kita mempernahkannya ?" Bertanya orang yang dianggap Thio Kee Cong.
"Bawa ke markas sementara." Perintah si nyonya muda, kedudukannya berada diatas Thio Kee Cong.
"Bagaimana bisa membawa orang ? Sedang seluruh kampung sudah terjaga ketat ?"
"Nanti kusuruh Cun Lan dan Cun Bwee." Berkata si nyonya muda. Cun Lan dan Cun Bwee adalah nama2 pelayan perempuan. Nyata2 sudah menjadi komplotan Ngo-hong bun semua.
"Cun Bwee...Cun Lan." si nyonya memanggil keluar kamar.
Dua dayang itu tampil segera. Siap menerima perintah. Disaat ini Sim Nio Liok Ie membelakangi Lie Wie Neng memberi perintah : "Lekas bikin persiapan. Kita segera meninggalkan tempat ini. Disertai oleh Lie Wie Neng."
Tiba2 saja Lie Wie Neng meletik, secara cepat menyerang ibu tirinya. "Tidak perlu kalian merepotkan diri. Semua jangan harap bisa lari."
Sim Nio mempunyai ilmu silat lumayan, diserang dari belakang, ia masih bisa mengelakkannya, tubuhnya dibuang kesamping menghindari serangan Lie Wie Neng, berbareng mulutnya berteriak2 : "Lekas tangkap lagi... Lekas tangkap ! Jangan kasih kesempatan lari ..."
Lie Wie Neng sudah mengeluarkan kipasnya, menyerang Sim Nio secara ber-tubi2, Sim Nio menangkis datangnya serangan2 itu dengan senjata pedang.
Perubahan mendadak membuat Cun Lan dan Cun Bwee ter-sipu2 mengeluarkan senjata, mereka siap mengeroyok.
'Lie Kong Tie? menyodorkan tangan ke arah mereka : "Beri pinjam pedang kepadaku. Kalian menunggu dipintu, agar tidak ada orang masuk."
Cun Bwee tidak berani membantah, menyerahkan pedangnya kepada 'Thio Kee Cong?.
Si ?Thio Kee Cong? menerima pemberian pedang, secepat itu pula menotok jalan darah Cun Bwee.
Aslinya adalah manusia Yo Su Kiat !
Dan dengan pedang pemberian Cun Bwee tadi, Yo Su Kiat menaklukkan Cun Lan.
Terlalu panjang diceritakan, kejadiannya hanya berlangsung didalam beberapa kali kedipan mata. Sebagai salah seorang Yen-san Siang-kiat, Yo Su Kiat mempunyai kelebihan istimewa, didalam waktu yang terlalu singkat menundukkan Cun Bwee dan Cun Lan. Sesudah itu, ia menjepit keadaan Sim Nio Liok Ie.
"Lebih baik nyonya menyerah saja," Katanya penuh ancaman.
Ilmu kepandaian Sim Nio Liok Ie juga bukan ilmu silat kampungan, terbukti dari cara2 tadi ia mengelakkan dan menangkis serangan kipas Lie Wie Neng. Walau demikian, bukan berarti ia bisa menandingi Lie Wie Neng, hanya bisa bertahan untuk beberapa waktu saja. Kini ditambah dengan tenaga Yo Su Kiat, bagaimana tidak kewalahan ? Sebentar kemudian ia mandi keringat.
"Thio Kee Cong, berani kau berkhianat?" Sangkanya orang yang menggunakan kedok kulit wajah Lie Kong Tie itu masih badan Thio Kee Cong.
"Ha, ha.Thio Kee Cong sudah di-Rumah Kamarkan." Yo Su Kiat tertawa.
Cesss...Kipas Lie Wie Neng berhasil menotok ibu tiri itu.
Kretekk.Bersamaan dengan itu Sim Nio Liok Ie sudah menggigit pecah gigi palsunya yang berisikan racun keras, didalam waktu yang singkat, ia kelejotan dan mati keracunan. Bunuh diri !
"Ohhh.." Yo Su Kiat tercengang. "Dia keracunan ?"
"Ya." Lie Wie Neng melipat kipasnya. Ia bersikap lebih tenang. "Dia bunuh diri. Menggigit gigi palsu yang diisi oleh cairan beracun. Semua orang Ngo hong bun sudah menyiapkan bahan lari dari penderitaan."
*** Bab 62 LlE WIE NENG mengajak Yo Su Kiat meninggalkan kamar ayahnya. Mereka disambut oleh Khong Bun Hui.
"Bagaimana ?" Bertanya Khong Bun Hui.
"Betul2 musuh didalam selimut." Lie Wie Neng menghela napas.
"Dia sudah mengaku ?"
"Seperti apa yang Bapak Tabib Ciok Thay Hu duga, ia sudah mengkeremus racun di gigi, sudah bunuh diri."
"Ohh.." "Eh, di mana sekarang Ciok Thay Hu ? Dia betul-betul hebat." Lie Wie Neng memuji.
"Istirahat didalam kamarnya." Jawab Khong Bun Hui.
"Ajak aku ke tempatnya." Berkata Lie Wie Neng. Dengan mengajak Khong Bun Hui dan Yo Su Kiat, mereka mendatangi kamar Goan Tian Hoat dan Yen Siu Hiat menetap.
Goan Tian Hoat masih menggunakan nama Ciok Thay Hu, seorang tabib pandai yang mengasingkan diri.
Di antara keempat Datuk persilatan, masing-masing hendak mempertahankan gengsi dan kedudukan, satu dan yang lain tidak mau menyerah kalah, kalau Lie Wie Neng tahu orang yang membantu dirinya dari pihak Datuk Selatan, mungkin bisa terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Karena itulah Goan Tian Hoat menyembunyikan dirinya yang asli.
Ia menyambut kedatangan putra Datuk Utara. "Kukira kongcu sudah berhasil." ia bicara tenang.
Lie Wie Neng mengangkat tangan memberi hormat. "Atas petunjuk Bapak tabib yang berharga, atas nama seluruh keluarga Lie, aku mengucapkan banyak terima kasih."
"Sama-sama." "Kalau tidak ada petunjuk Bapak Tabib, entah bagaimana kita bisa mengelakkan malapetaka itu." Lie Wie Neng mengajak Khong Bun Hiu dan Yo Su Kiat memasuki kamar.
"Semua berkat usaha kongcu sendiri." Berkata Goan Tian Hoat.
"Bapak Tabib." berkata Yo Su Kiat turut bicara. "Tolong kau kembalikan wajahku." Ia masih menggunakan wajah Lie Kong Tie. Adak perasa sekali menggunakan dan memalsukan wajah sang majikan. Sebelumnya, karena keadaan membutuhkan, ia rela dan siap melakukan apa saja. Kini sudah waktunya kembali ke undang2 yang semula.
Goan Tian Hoat mengeluarkan obat peluntur diserahkan kepada Yo Su Kiat dan berkata : "Gunakanlah obat ini untuk mencuci muka. Pasti bersih kembali."
Yo Su Kiat menerima pemberian itu.
Goan Tian Hoat memandang Lie Wie Neng. "Kongcu," katanya: "Bagaimana usaha selanjutnya ?"
Lie Wie Neng memandang Khong Bun Hui, segala sesuatu sudah diserahkan kepada pengurus keluarga ini, ia bertanya : "Bagaimana ? Apa sudah dirundingkan baik2 dengan Ciu Goat ?"
"Sudah, tinggal menunggu perintah kongcu saja."
"Baiklah. Panggil Ciu Goat datang."
Ciu Goat adalah dayang perempuan dari keluarga Lie yang dipercayakan urusan besar dan kecil, mendapat panggilan itu, segera ia berlari datang.
"Ciu Goat." Berkata Lie Wie Neng. "Sudah kau pikir masak2 tentang apa yang tuan pengurus beritahu?"
"Hamba mengerti dan hamba akan menunaikan tugas itu dengan seluruh kekuatan hamba yang ada."
"Bagus. Nah ! Kau boleh bersiap2."
*** JAM dua pagi. Keadaan bangunan keluarga Lie diliputi kegelapan.
Sesosok tubuh menyelinap diantara bangunan-bangunan ditempat itu, bayangan ini langsing dan kecil, bentuk seorang wanita.
Tujuannya adalah kamar tahanan yang mengekang kebebasan Thio Kee Cong.
Sesudah gagal didalam penyamarannya sebagai Lie Kong Tie, Thio Kee Cong menjadi orang tawanan kampung Datuk Utara. Ia dijaga oleh dua orang laki-laki berbadan tegap.
Sekarang, bayangan wanita itu sudah berada didepan kamar tahanan, mengeluarkan tabung kecil. ditiupkannya kedalam. Itulah pembiusan.
Dua orang penjaga kampung Datuk Utara jatuh ngeloso, mereka kena bius.
Bayangan langsing itu meletik masuk, mencomot tubuh Thio Kee Cong dan segera dibawa lari.
Thio Kee Cong dibawa lari meninggalkan kampung Datuk Utara. Ditengah jalan ia bisa melihat jelas penolong itu. "Nyonya," katanya. "Terima kasih."
Yang menolong Thio Kee Cong adalah Sim Nio Liok Ie !
Membebaskan Thio Kee Cong dari segala belengguan, Sim Nio Liok Ie berkata : "Mari kita berangkat."
"Kemana ?" Bertanya Thio Kee Cong.
"Tentu saja ke markas sementara."
"Nyonya tidak kembali ke kampung Datuk Utara lagi ?"
"Huh ! Kau kira mereka begitu tolol ? Tidak mudah mengelabui mereka lagi."
Disaat ini, sayup2 terdengar suara hiruk pikuk didalam kampung Datuk Utara, tentunya sudah mengetahui akan larinya orang tawanannya.
"Nah." Berkata Sim Nio Liok Ie. "Mereka segera membikin pengejaran. Apa kau hendak menunggu kedatangannya orang2 itu? Masih belum mau berangkat ?"
Tubuh Thio Kee Cong melejit menuju ke arah utara. Diikuti dan direndengi oleh Sim Nio Liok Ie. Mereka pulang ke markas sementara cabang Kang lam.
Tidak berapa lama, mereka memasuki sebuah rimba, tiba2 dihadang oleh dua orang berseragam hijau.
"Siapa ?" Bentak kedua orang itu berbareng.
"Apa kalian tidak mempunyai mata ?" Bentak Thio Kee Cong.
"OhThio hu-huat." Berkata seorang, mereka adalah anak buah Perintah Maut. Kini sudah menggabungkan kekuatan dibawah panji Ngo-hong-bun.
Pernyataan Thio Kee Cong yang mengatakan tidak tahu markas sementara cabang Kang-lam adalah penipuan besar. Kini mereka sudah berada ditempat itu.
Begitu mudah menipu Goan Tian Hoat ?
Salah terka ! Sim Nio Liok Ie adalah samaran Ciu Goat khusus ditugaskan untuk mencari tahu dimana letaknya kandang Lengcu Panji Hijau. Kini mereka sudah berada didaerah yang menjadi tujuan mereka, Goan Tian Hoat membisiki sesuatu kepada Lie Wie Neng. Dan putra Datuk Utara ini membawa orang2nya mengintil, kini menampilkan diri secara mendadak, dengan kipas ditangan, menotok jatuh dua orang berseragam hijau yang menyambut Thio Kee Cong.
Thio Kee Cong mundur dengan mata terbelalak, lupalah kalau dibelakangnya itu ada seorang manusia tetiron, secepat itu pula, Ciu Goat mengeluarkan jarumnya menusuk Thio Kee Cong.
"Aaaaa." Thio Kee Cong tidak luput dari kematian !
Lie Wie Neng, Ciu Goat, Sepasang jago dari daerah Yen-san dan Empat Jendral Keluarga Lie menggabungkan diri. Mereka mengadakan razia disekitar rimba itu. Kreek...Kreek...
Mereka berjalan maju. Pantang mundur.
Rimba itu adalah tempat terjadinya kontak Thio Kee Cong dan anak buah. Tentu daerah basis cabang Kang-lam. Tentu saja terjaga, dua orang berseragam hijau sudah dibunuh mati, bukan berarti tidak ada penjagaan lainnya. Disaat ini terdengar bentakan lagi : "Siapa yang datang ?"
"Aku." jawab Lie Wie Neng. Didepannya berdiri seorang berbaju hijau. "Katakan kepada pemimpinmu, aku Lie Wie Neng sudah datang."
"Ha, ha, ha, ha.." Terdengar lain suara tertawa, disana bertambah seorang berkerudung hijau dan berseragam hijau, inilah Lengcu Panji Hijau. "Hebat, hebat !" pujinya. "Kongcu memang hebat."
"Hmm.." Dengus Lie Wie Neng. "Diluar dugaanmu, bukan ? Kalau aku bisa menemukan sarang persembunyianmu ?"
"Memang berada diluar dugaan." Jawab Lengcu Panji Hijau. "Bagaimana kongcu bisa mencapai tempat ini ? Mungkinkah salah satu anak buahku melakukan kesalahan, dikuntit sampai disini ?"
"Tepat." "Kukira patut diberi peringatan, kalau ayah kongcu itu masih berada di markas besar. Kalau saja kongcu bersedia menyatukan kekuatan Datuk Utara..."
"Tutup mulut !" Bentak Lie Wie Neng. "Permintaan kalian itu tidak bisa diterima. Kedatangan kami ke tempat ini adalah meringkus kalian !"
"Ha, ha.Mungkinkah ada itu kemampuan ?"
"Mengapa tidak ?" Tiba2 saja Lie Wie Neng memberi code tanda perintah, didalam sekejap mata sepasang jago dari daerah Yen san, Empat Jendral Keluarga Lie dan lain2nya sudah mengurung daerah itu: "Lihatlah !" Berkata Lie Wie Neng bangga. "Apa belum cukup dengan kemampuan ini ?"
"Apa mereka didatangkan khusus untuk diriku ?" Lengcu Panji Hijau menantang.
"Mereka akan menghadapi orang2mu dan kau...Kau langsung berhadapan secara pribadi dengan kipasku ini." Lie Wie Neng mengacungkan senjata istimewanya.
"Oh...sayang sekali....Orang2ku tidak berada ditempat ini." Berkata Lengcu Panji Hijau.
"Sama saja." "Tidak semudah seperti apa yang kau kirakan." Berkata Lengcu Panji Hijau. Tangannya terayun, menyerang ke arah Lie Wie Neng.
Tinggg.. Lie Wie Neng menangkis datangnya serangan pedang, senjata kipas juga senjata luar biasa yang pernah menggemparkan rimba persilatan, didapat dari Pendekar Kipas Wasiat Sin San Cu.
Lengcu Panji Hijau menyerang terlebih dahulu, akibatnya tidak sama, kini Lie Wie Neng yang menggencarkan kipasnya bertubi-tubi.
Tingg....Lagi. Kedua orang itu terpisah.
Hati Lengcu Panji Hijau tergetar, ilmu kepandaian lawannya tidak berada dibawah Kang Han Cing. Teringat wajah tampannya Kang Jie kongcu, wajahnya terasa menjadi merah.
Menggunakan kesempatan yang begitu baik, Lie Wie Neng memainkan kipasnya, lipatan kipas tidak ubahnya sebagai belati tajam, merangsek dari jarak dekat.
Disaat itu, orang2 Datuk Utara sudah meringkus semua anak buah Panji Hijau. Seperti apa yang sudah dikatakan oleh Lengcu Panji Hijau, sebagian besar orang2nya tidak berada ditempat itu, yang ada hanya beberapa penjaga biasa saja, hal mana tidak banyak menyulitkan Khong Bun Hui dkk.
Khong Bun Hui, Yo Su Kiat, Goan Tian Hoat dan Yen Siu Hiat menonton jalannya pertandingan itu. Dibawah sorotan mata bercahaya yang begitu banyak, keadaan Lengcu Panji Hijau semakin krisis.
Kipas Lie Wie Neng semakin lincah ber-kilat2 mengejar tempat2 berbahaya lawannya.
Didalam waktu yang sangat singkat, Lengcu Panji Hijau bisa ditekuk-lututkan. Kalau tidak adanya bantuan mendadak.
Dan cerita memang begitu kebetulan, disaat itulah muncul satu bayangan hitam, itulah seorang berbaju hitam dengan kerudung warna hitam, itulah Lengcu Panji Hitam.
Lie Wie Neng membalikkan kipas, ting ... memukul pergi datangnya senjata gelap yang dilepas oleh Lengcu Panji Hitam.
Bayangan hitam itu bergerak gesit, sesudah menyerang Lie Wie Neng, ia berada di sebelah Lengcu Panji Hijau, satu kali seretan tangan, kedua bayangan itu lenyap di balik semak-semak gelap.
Suatu kejadian yang membuat Lie Wie Neng penasaran, siapakah Lengcu Panji Hitam ? Begitu gesit ! Bisa menolong orang dari depan hidungnya. Mengikuti kedua bayangan hijau dan hitam tadi Lie Wie Neng lari mengejar.
Dibelakang Lie Wie Neng turut serta kedua Pasang jago dari gunung Yen-san dan Empat Jendral Keluarga Lie, baru diikuti oleh Yen Siu Hiat dan Goan Tian Hoat.
Mereka memeriksa seluruh rimba, tapi tidak berhasil menemukan jejak kedua Lengcu dari golongan Perintah Maut itu.
Kemanakah larinya Lengcu Panji Hitam dan Lengcu Panji Hijau ? Menyembunyikan diri ? Mengapa tidak bisa ditemukan ? Lari pergi ? Mengapa begitu cepat sekali ? Inilah yang membingungkan rombongan dari Datuk Utara.
Yang sudah menjadi kenyataan, mereka tidak berhasil !
*** Bab 63 MENYUSUL kedua lengcu.. "Terima kasih sutee," berkata Lengcu Panji Hijau. "Kedatanganmu tepat pada waktunya."
"Inilah perintah." Jawab Lengcu Panji Hitam. "Eh, kemana kita harus pergi ?"
Lengcu Panji Hijau tertegun, memandang wajah sang rekan, tentu saja ia tidak bisa membedakan bentuk wajah itu, karena masing2 menggunakan tutup kerudung muka, hanya warnanya saja yang tidak sama, kalau ia mengenakan pakaian warna hijau, sipenolong itu mengenakan warna hitam. Yang mengherankan Lengcu Panji Hijau ialah mengapa si hitam tidak tahu maksud tujuannya ?
"Tentu saja pulang ke Piau shia." Jawab Lengcu Panji Hijau.
"Sucie, kau memusatkan markas sementara di Piau-shia, mengapa tidak mengajak orang-orangmu ?"
Ia menggunakan panggilan sucie. Artinya mereka adalah saudara seperguruan. Mengapa ?
Untuk jelasnya boleh kita ungkapkan sedikit, diantara kedua lengcu itu mempunyai hubungan perguruan, mereka anak murid Toa Kiongcu, inti kekuatan Ngo hong-bun. Dari ke empat lengcu panji berwarna, Lengcu Panji Hijau Suto Lan menduduki urutan ketiga dan Lengcu Panji Hitam menduduki urutan ke empat.
Agar tidak memusingkan kepala, sekalian kita bongkar rahasia Lengcu panji Hitam. Seperti apa yang kita ketahui dibagian cerita yang terdahulu, Lengcu Panji Hitam bunuh diri, karena penyamarannya sebagai Kang Puh Cing mengalami kegagalan, dan Lengcu Panji Hitam yang sekarang ini adalah samaran Kang Han Cing. Maka ia tidak tahu, kalau markas sementaranya berada di sebuah tempat yang bernama Piau shia.
(Bersambung 18) *** Jilid 18 LAGI-LAGI Lengcu Panji Hijau Suto Lan menoleh. "Orang2 kita belum tentu bisa menerima sergapan mereka. Ketahuilah, Lie Wie Neng itu mudah ditipu, tapi belum tentu bisa mengelabui Khong Bun Hui, kalau saja seperti kejadian tadi, bukankah orang2 kita habis disergap? Maksudku meninggalkan basis Pian-shia dan menggunakan tempat tadi adalah menjaga kalau2 sampai terjadi perubahan mendadak. Disini masih berada dibawah kekuasaan Datuk Utara, setiap waktu harus menjaga pengurungan, maka menggunakan tempat yang bisa mudah ditinggalkan."
"Ouw.Begitu." Mereka melanjutkan perjalanan, maksud Kang Han Cing menyamar menjadi Lengcu Panji Hitam berpokok tujuan menyelundup masuk kedalam markas Ngo hong bun. Tidak disangka, rencana lawan juga hebat, sengaja memilih tempat sementara, maka tugas Goan Tian Hoat tidak berhasil menumpas sampai ke-akar2nya. Muncul Lengcu Panji Hitam Kang Han Cing memberi pertolongan, tokh ia hanya bisa mendatangi markas Suto Lan.
Mereka tiba disebuah mulut lembah. Keadaan malam masih gelap, tidak jelas berapa dalam lembab itu. Kang Han Cing segera menduga tempat yang baru disebut Pian-shia.
Dugaan Kang Han Cing tidak salah. Mereka tiba dimulut lembah yang bernama Pian-shia itu. Suatu tempat yang strategis. Kedatangan mereka disambut oleh dua gadis berbaju hijau, mereka adalah Siauw Hoa dan Siauw Hiang, dua pelayan Suto Lan.
Kang Han Cing diajak memasuki lorong panjang dari lembah itu, jalan hanya bisa dilalui oleh seekor kuda, cukup jauh dan panjang. Tempat pilihan Suto Lan untuk mempernahkan anak buahnya, dimisalkan terjadi perubahan atau penghianatan Thio Kee Cong yang diperintah menyamar sebagai Lie Kong Tie, tempat ini bisa membendung penyerangan total.
Kang Han Cing mengikuti Suto Lan memasuki lembah itu, kini mereka sudah berada didataran rendah, disana terdapat beberapa bangunan, itulah markas Panji Hijau. Menuju ke salah satu dari bangunan2 tadi Suto Lan berkata : "Sutee, silahkan masuk."
"Silahkan." Kang Han Cing memasuki rumah itu dengan hati berdebar2an, bagaimana kalau Suto Lan mengetahui penyamarannya ?
Kecurigaan Kang Han Cing bisa ditenangkan, mengingat ia memakai wajah Kang Puh Cing. Lebih tenang lagi setelah mereka duduk dan pasang omong, masing2 tidak membuka tutup kerudung mukanya.
"Sutee." berkata Lengcu Panji Hijau Suto Lan. "Bagaimana kesanmu dari tempat ini ?"
"Luar biasa," berkata Kang Han Cing. "Sungguh tempat yang sangat luar biasa. Strategis sekali. Bagaimana sucie mendapatkan tempat ini ?"
"Ie hu-huat yang menemukan." Jawab Suto Lan bangga. "Daerah utara berada dibawah kekuasaan keluarga Lie, banyak mata2 mereka. Sengaja memilih tempat ini, agar tidak mudah ditemukan mereka. Dan betul2 tidak mudah ditemukan mereka."
Ie hu-huat bernama Ie Cen Yap, pembantu Suto Lan yang bisa dipercaya.
Siauw Hiang membawakan dua cawan teh, diletakan dimeja.
"Silahkan minum." berkata Sato Lan. "Terima kasih." Kang Han Cing harus berani mengambil resiko, kalau saja Suto Lan mencurigai penyamarannya dan memberi obat bius didalam minuman tadi, dirinya bisa celaka, inilah tanggung jawab seorang mata-mata.
Suto Lan belum menaruh curiga, sesudah mengeringkan cawan memandang Siauw Hiang dan memberi perintah : "Nyalakan lampu merah. Dan beri panggilan kepada Ie hu-huat."
Siauw Hiang menerima perintah dan mengundurkan diri, mengganti beberapa lampu dengan warna merah, itulah tanda bahaya.
Sesudah ber-cakap2, lagi2 Lengcu Panji Hijau bertanya :
"Bagaimana hasil penyelidikan dari jejak2 Kang Han Cing ? Apa ada berita baru?"
Tentu saja Suto Lan tidak tahu kalau Lengcu Panji Hitam inilah yang bernama Kang Han Cing.
"Sesudah adikku bertemu Jaksa Bermata satu Tan Siauw Tian, muncul seorang pemuda berpakaian putih, ber-sama2 pemuda itu adikku berjalan pergi, sedari saat itulah adikku tidak ada berita lagi."
"Ha hasebentar2 sebutan 'adikku?, se-olah2 kau betul2 menjadi engkohnya."
"Sudah kebiasaan." Berkata Kang Puh Cing. Ia memegang peranan Kang Puh Cing, didalam hal ini harus mendapat reaksi tepat. "Kalau tidak, bagaimana aku bisa menyelinap didalam gedung keluarga Kang tanpa diketahui mereka ? Inilah berkat bantuan wajah Kang Puh Cing."
Ini waktu Siauw Hiang datang masuk memberi laporan :"Ie Tien Yap hu-huat sudah berada di depan."
"Silahkan masuk." Berkata Lengcu Panji Hijau Suto Lan tanpa membuka tutup kerudungnya, ternyata pimpinan Ngo-hong-bun menerima bawahannya dengan wajah tetap tertutup. Pantas saja misterius.
Hu-huat kelas tiga dari Ngo hong-bun Ie Cen Yap datang menghadap. Sesudah memberi hormat, ia berdiri disisi, menunggu perintah pimpinannya.
Suto Lan berkata : "Datuk Utara berhasil membongkar orang-orang kita yang berada ditempatnya. Menurut info, mereka sudah mengeluarkan surat edaran bantuan kepada konco2 mereka. Keadaan kita tidak begitu optimis, mulai saat ini kita harus membatasi gerakan2, juga warna pakaian, sedapat mungkin mengelakkan warna hijau, dan kalau berada didalam keadaan terpaksa, jangan sekali2 menggunakan seragam. Tambah penjagaan, perkuat kewaspadaan. Baik2 camkan pesan2ku tadi."
"Baik," Ie Cen Yap menerima dengan penuh kesadaran.
"Bagaimana keadaan selama aku tidak berada ditempat ini ?"
"Tidak ada kejadian yang luar biasa." Ie Cen Yap memberi laporan. "Tapi belum lama markas mengirim burung berita, karena Lengcu tidak berada disini burung berita itu diterbangkan ke arah Cun-kek koan. Apa Lengcu sudah.?"
"Aaaa..." Berteriak Suto Lan. "Sudah dikirim ke Cun-kek-koan ? Celaka ! Bisa2 jatuh kedalam tangan mereka."
Cun-kek-koan adalah tempat rimba yang dijadikan pos pertemuan, sengaja Suto Lan meninggalkan Pian-shia, menongkrongi Cun-kek-koan, mengingat mereka berada di bawah kekuasaan Datuk Utara, dan taktik pindah pos sementara ini betul2 tepat, Thio Kee Cong dilepas dan dibuntuti, berada di Cun-kek-koan, sangka Lie Wie Neng cs, mereka sudah berada di markas Panji Hijau, mereka membunuh Thio Kee Cong dan dua orang berseragam hijau, hanya itu yang mereka dapat, kekuatan Panji Hijau yang berada di Pian-shia tidak mengalami kerusakan.
Berita pusat Ngo hong bun dikirim ke Cun kek-koan tentu jatuh ke tangan orang2 Datuk Utara itu.
Suto Lan menjadi khawatir, berpikir beberapa saat, ia bertanya : "Apa isi berita ?"
"Hamba tidak berani membuka," Jawab Ie Tien Yap. "Surat tertutup dengan tanda penting."
Disaat ini, jendela kamar terdengar suara sesuatu. Suto Lan berteriak girang, ia berkata : "Siauw Hiang, lekas lihat, mungkinkah burung berita balik kembali ?"
Siauw Hiang berlari dan tidak lama ia balik kembali dengan seekor burung pos yang berwarna mulus. "Burung berita kita balik kembali," teriaknya girang.
Suto Lan menerima burung itu, dari sebuah tabung kecil, ia mengeluarkan isi surat, dibacanya sebentar, kemudian menoleh ke arah Kang Han Cing.
"Sam susiok memberi tugas baru, kita berdua mendapat panggilan, ditunggu di kota Hang ciu. Untuk sementara urusan Datuk Utara boleh ditangguhkan. Biar Ie hu-huat yang menjaga keamanan disini."
Yang diartikan Sam susiok adalah wanita bertopeng perunggu menyeramkan Sam Kiongcu.
Kang Han Cing masih ber-pikir2, tugas apa lagi yang menunggu di kota Hang-ciu ?
Ie Cen Yap bertanya : "Bila Lengcu hendak berangkat ?"


Perintah Maut Karya Buyung Hok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sekarang juga." Berkata Lengcu Panji Hijau Suto Lan.
"Sutee," menoleh ke arah Kang Han Cing, Suto Lan berkata : "Mari kita berangkat."
Kedua lengcu berwarna meninggalkan Pian-shia menuju ke kota Hang-ciu, dimana menunggu tugas baru.
Perjalanan kedua orang itu tidak perlu diceritakan. Kang Han Cing selalu memperhatikan cerita Suto Lan, sayang kesan Suto Lan kepada Lengcu panji Hitam tidak terlalu baik, karena itu jarang bicara. Kang Han Cing tidak berdaya mengorek lebih banyak rahasia tentang Lengcu Panji Hitam yang harus dimainkannya baik2.
Perjalanan disiang hari sangat menyolok mata, Suto Lan membuka tutup kerudungnya, begitu juga si Lengcu panji Hitam palsu, mengingat wajah Kang Puh Cing yang bisa menimbulkan ekor panjang, Suto Lan memberinya sehelai kedok kulit, itulah wajah seorang laki2 setengah umur, dengan wajah ini Kang Han Cing berjalan siang.
Mereka keluar dari lembah dan sering berpapasan dengan tokoh2 silat2, rata2 menuju ke kampung Datuk Utara, seperti apa info yang didapat Suto Lan. Lie Wie Neng mengundang kawan kerabatnya. Suatu bukti kalau daerah utara itu masih berada di bawah kekuasaan keluarga Lie.
Tiba didepan kota Hang-ciu, baru Suto Lan bertanya : "Sutee, kau pernah mengunjungi kota Hang-ciu ?"
"Satu tahun yang lalu, ber-sama2 dengan Hu Cun Cay mengurus sesuatu." Jawab Kang Han Cing.
"Kalau begitu, kau lebih kenal kepada kota ini, bukan ?"
"Hanya satu kali kunjungan mana bisa mengenal selurug jalan ? Bersama2 sucie tentu harus tunduk dibawah perintahmu."
"Tapi aku belum pernah ke kota ini," Berkata Suto Lan.
"Apa sam susiok tidak menyebut tempat tertentu ?" Bertanya Kang Han Cing.
Yang diartikan Sam susiok adalah Sam Kiongcu, panggilan itu memang lazim.
"Seperti apa yang kau lihat, surat perintah tidak menyebut nama tempat pertemuan." Berkata Suto Lan. "Kukira kau sudah tahu tempat yang dikehendaki Sam susiok, tidak tahunya sama2 buta tempat. Bagaimana kita bisa menjalankan perintah ?"
Kang Han Cing selalu bercuriga kalau penyamarannya itu diketahui orang, selalu mengambil sikap yang ber-hati2, berpikir sejenak, ia berkata :
"Lebih baik kita memilih rumah penginapan dahulu. Disana berpikir sambil menunggu perintah selanjutnya."
"Baik juga. Eh, dimana dahulu kau menginap ?"
"Dirumah penginapan Cao-hian-khung."
"Mari kita ke rumah penginapan itu." Suto Lan mengakhiri pembicaraan.
Tiba di rumah penginapan Cao-hian-khung, seorang pelayan menghampiri mereka, "Jiwie berdua hendak bermalam ?" Tanyanya. "Apa sudah memesan tempat lebih dahulu ?"
"Memesan tempat ?" Kang Han Cing menoleh kearah Suto Lan. Permainan apa lagi yang akan dihadapi ? Jauh2 mereka datang kemari, bagaimana ada waktu membuat pesanan tempat ?
"Kami baru saja sampai," Berkata Kang Han Cing.
"Oh....." Pelayan itu berkata. "Semua kamar sudah dipesan. Bukan kami menolak tamu tapi betul2 kenyataan, sangat menyesal sekali, kalau jiwie berdua belum pesan kamar, rumah penginapan kami sudah tidak ada kamar lagi."
"Tahun dulu aku juga pernah menginap disini, belum ada peraturan pesan tempat itu," berkata Kang Han Cing.
"Oh...jiwie berdua langganan lama. Sayang sekali, betul2 menyesal sekali, sungguh, bukan maksud kami untuk."
"Baiklah," Berkata Kang Han Cing. "Kalau disini sudah tidak ada tempat, biar kita memilih rumah penginapan yang lain."
Ia siap mengajak Suto Lan meninggalkan rumah penginapan itu.
"Tunggu dulu." Tiba2 si pelayan rumah penginapan berkata. "Biar kami rundingkan dengan tuan pengurus."
Tidak lama pelayan itu balik kembali dengan disertai oleh seorang kakek kurus berkaca mata, tentunya pengurus rumah penginapan, kakek kurus itu memberi hormat kepada Kang Han Cing dan Suto Lan, ia mengajukan pertanyaan : "Jiwie berdua datang dari kota Kim-leng ?"
Hati Kang Han Cing tergerak, cepat menganggukkan kepala berkata : "Betul !"
"Kalau begitu," berkata lagi pengurus rumah penginapan itu. "Tentunya hendak bayar kaul di gunung Hong-hong-san ?"
Bayar kaul ke gunung Hong-hong-san ? Lagi2 Kang Han Cing kemekmek, kini ia tidak sembarang kasih keputusan, menoleh ke arah Suto Lan, meminta jawaban rekan itu.
Suto Lan tidak memberi jawaban yang sportif, ia balik mengajukan pertanyaan : "Bagaimana kau tahu, kalau kami hendak membayar kaul ke gunung Hong-hong-san ?"
"Beberapa hari yang lalu, seorang pesuruh kalian datang memesan tempat, dikatakan olehnya, kedua majikannya yang datang dari kota Kim-leng hari ini tiba, dikatakan juga jiwie berdua hendak bayar kaul ke kelenteng Sin-ko di gunung Hong-hong-san."
"Begitu ?" berkata Suto Lan. "Apa pelayan kami itu menyebut nama2 majikannya ?"
Memandang Suto Lan dan Kang Han Cing beberapa waktu, kakek berkaca mata itu berkata : "Tentunya salah satu dari jiwie menggunakan she Suto dan satunya lagi she Lauw, bukan ?"
Lengcu Panji Hijau memang Suto Lan, tepat dengan apa yang dikatakan oleh pengurus rumah penginapan. Bagaimana dan siapa nama Lengcu Panji Hitam? Baru sekarang Kang Han Cing mengetahui sedikit, ternyata ia harus menggunakan she Lauw.
Memperlihatkan wajahnya yang se-olah2 tidak mengerti, Kang Han Cing memandang Suto Lan dengan mata terbelalak.
Cara Kang Han Cing memperlihatkan mata terbelalak mengandung dua macam kemungkinan. Kemungkinan pertama ialah kalau kakek tua itu menyebut nama she yang betul, terbelalak, bagaimana orang yang belum mereka kenal bisa menyebut dua she itu? Kalau menyebut salah, bagaimana membuat kesalahan itu hanya kesalahan sebelah? Sengaja menyebut she Lengcu Panji Hijau yang tepat dan menyebut she Lengcu Panji Hitam yang salah?
Tampak wajah Suto Lan berubah girang, gadis ini berkata : "Betul. Kami berdualah yang dimaksudkan oleh pembantu cabang kota Hangciu itu."
Ternyata she Lengcu Panji Hitam adalah she Lauw ! baru saat ini Kang Han Cing bisa tahu she dirinya sendiri. Dia she Lauw ? Lauw siapa? Inilah yang harus dicari terus.
"Syukurlah.syukurlah." berkata kakek berkaca mata. "Jiwie berdua hampir pergi lagi."
Ia menoleh ke arah pelayannya dan berteriak : "Lekas antarkan tamu2 kita ini ke kamar yang sudah dipesan. Kamar nomor 3 dan kamar nomor 5."
Terbungkuk2 pelayan itu mengantar dua tamunya, kamar nomor 3 dan kamar nomor 5 adalah dua kamar yang bersambung, teraling oleh selembar pintu saja, cukup besar dan bersih.
Sesudah itu pelayan mengantarkan air cuci muka, sambil mempernahkan baskom itu, ia berkata: "Kami juga bisa menyediakan makanan kalau jiwie perlu, boleh pilih dan panggil hamba."
"Baiklah," Berkata Suto Lan menggebah. "Nanti, kalau ada keperluan, kita bisa memanggil dirimu lagi."
Pelayan itu mengundurkan diri.
Kang Han Cing memandang Suto Lan dan bertanya : "Heran, mengapa mereka menyebut2 diriku she Lauw saja ?"
"Mengapa tidak ?" Jawab Suto Lan. "Hari ini, kau tidak menggunakan kedudukan Kang Puh Cing, tentu saja menyebut she lamamu."
Sampai disini, keragu2an Kang Han Cing lenyap. Betul2 dia she Lauw. "Masih ada sesuatu yang sulit dimengerti," ia bertanya lagi.
"Apa yang tidak dimengerti ?" Bertanya Suto Lan.
"Mereka mengatakan kita hendak berkaul di kelenteng Sin-ko diatas gunung Hong-hong-san?"
"Tentunya Sam susiok menghendaki pertemuan ditempat itu."
"Kapan kita pergi ? Sebentar malam ?"
"Sam susiok sudah menyediakan dua kamar disini. Tentunya memberi isyarat agar kita menetap dan istirahat. Lebih baik jangan terburu2. Tunggu saja panggilan berikutnya."
"Baiklah." Malam itu Kang Han Cing tidur disebelah kamar Suto Lan.
Hari berikutnya, sesudah membersihkan diri dan mengisi perut dengan makanan pagi, meminta petunjuk penduduk setempat, mereka menuju ke arah kelenteng Sin-ko-sie di gunung Hong-hong-san.
Hong-hong-san terletak diluar kota Hang-cie, berupa tempat rekreasi juga, kecuali danau See-ouw, tempat itu termasuk salah satu yang banyak dikunjungi orang. Di gunung ini terdapat sebuah kelenteng yang bernama kelenteng Sin-ko-sie.
Perjalanan dilakukan dengan berjalan kaki, kanan kiri jalan pegunungan itu ditumbuhi oleh pohon2 rindang, angin sepoi2 bertiup diantaranya.
Bukan Kang Han Cing dan Suto Lan saja yang berkunjung ke kelenteng Sin-ko-sie, beberapa penganut agama yang patuh kepada pelajaranNya berkunjung datang, bersembahyang dan berkaul kepada Tuhan.
Mereka tiba di depan kelenteng Sin-ko-sie. Pemandangan pertama adalah asap dupa yang mengepul keatas, tempat pembakaran hio tepat berada didepan pintu.
Dua orang hweeshio melayani segala kebutuhan dari penganut agama Budha.
Disaat Kang Han Cing dan Suto Lan datang, seorang diantara hweeshio itu menyongsong datang. "Jiwie siecu juga hendak sembahyang?" hweeshio ini bertanya.
"Kami sedang ber-jalan2 dan tertarik kepada kemegahan kelenteng," jawab Kang Han Cing.
"Oh, tidak apa. Silahkan masuk." Berkata hweeshio itu. "Kelenteng kami selalu siap melayani semua tamu."
Kang Han Cing dan Suto Lan memasuki ruangan depan dan menuju ke ruang belakang.
Hweeshio itu mengintil di belakang mereka. Hal ini membuat hati Kang Han Cing tergerak, menghentikan langkah dan bertanya: "Bagaimana gelar taysu ?"
"Siauwceng bernama Tu-in." jawab hweeshio itu.
"Tu-in taysu," berkata Suto Lan. "Bagaimanakah caranya untuk bertemu dengan ketua kelenteng kalian? Bisakah kita menjumpainya?"
"Setiap orang berhak untuk bertemu dengan ketua kelenteng kami," jawab Tu-in taysu. "Khusus untuk para pengikut aliran agama. Tapi bukan berarti menolak kunjungan para tamu dari lain aliran. Boleh juga pinceng sampaikan maksud tujuan jiwie siecu. Mungkin ketua kelenteng kami bersedia bertemu dengan jiwie siecu."
"Tolong taysu beritahu akan maksud kami itu," berkata Suto Lan.
"Baik. Silahkan jiwie siecu tunggu sebentar." Berkata Tu-in sambil memberi hormatnya, kemudian ia berjalan masuk.
Tidak lama seorang padri berjubah hijau keluar dari pintu bulat, diiringi oleh Tu-in hweeshio.
Suto Lan dan Kang Han Cing menduga kepada ketua kelenteng, segera mereka memberi hormat.
Hweeshio berjubah hijau membalas hormat itu, ia berkata : "Selamat datang dikelenteng kami."
"Kami dari Kim-leng," Berkata Suto Lan. "Aku she Suto dan saudaraku itu she Lauw..."
"Oh..." Berkata hweesio berjubah hijau itu. "Suto dan Lauw siecu sudah datang ? Tunggu sebentar, biar kami beritahu kepada ketua kelenteng."
Ternyata hweeshio jubah hijau itupun bukan ketua kelenteng, kedudukannya hanya diatas Tu-in taysu. Untuk urusan yang begitu besar, ia tidak berani mengambil putusan.
Hweeshio jubah hijau sudah masuk ke bagian dalam, tidak lama ia balik kembali, berkata :
"Maksud kedatangan jiwie siecu sudah pinceng beritahu kepada ketua kelenteng, untuk sementara jiwie siecu dipersilahkan kembali dahulu. Dua hari kemudian, mungkin ketua kelenteng kami bisa menjumpai jiwie siecu."
Hati Suto Lan berpikir : "Mungkinkah Sam susiok belum datang ? Ketua kelenteng ini tidak berani mengambil putusan ?"
Dan ia berkata : "Baiklah, sampai bertemu dua hari lagi."
"Sampai bertemu."
Mengajak Kang Han Cing, Suto Lan meninggalkan kelenteng Sin-ko-sie.
Ditengah perjalanan pulang, Kang Han Cing mengajukan pertanyaan : "Sucie, mengapa mereka tidak mau menerima kedatangan kita ?"
Suto Lan berkata : "Kukira atas instruksi Sam susiok. Tunggu saja dua hari, kita balik kembali."
Untuk kembali ke rumah penginapan, didalam waktu yang seperti itu, sangatlah dirasakan sekali terlalu pagi, atas usul Suto Lan, mereka mengunjungi beberapa tempat pesiar ternama.
Mereka kembali ke rumah penginapan manakala matahari terbenam. Suto Lan merasa letih, langsung kembali ke kamarnya dan tidur. Kang Han Cing mengambil kamar disebelahnya.
Menjelang tengah malam.. Kang Han Cing memanjangkan telinganya, suara dengusan Suto Lan terdengar samar2, si gadis sudah tidur pulas, per-lahan2 ia bangkit dari tempat tidur dan berganti pakaian ringkas, diselimutinya bantal guling, se-olah2 seorang yang sedang tidur, hal ini untuk mengelabui kalau2 Suto Lan melongok ke kamarnya, sedang dia sendiri dengan melalui jendela meluncur pergi.
Kang Han Cing menyamar sebagai Lengcu Panji Hitam, maksudnya menyelidiki keadaan pihak Ngo-hong bun. Dan disini adalah kesempatannya, mungkin kelenteng Sin-ko-sie yang menjadi sasaran, untuk mengetahui pasti, ia memberanikan diri meninggalkan Suto Lan dan menyatroninya.
Meninggalkan rumah penginapan, langsung Kang Han Cing menuju ke arah gunung Hong-hong-san.
Perjalanan ke arah kelenteng Sin-ko-sie di gunung Hong-hong-san tidak terlalu jauh, sekejap mata kemudian, Kang Han Cing sudah berada ditempat itu.
Gelap.. Keadaan kelenteng Sin-ko-sie juga gelap, tidak ada api penerangan, tidak terdengar para hweeshio yang membaca doa2. Hal ini semakin menambah kecurigaan Kang Han Cing, ia membuka kedok penyamarannya sebagai anak buah Ngo hong-bun dan memakai kedok kulit manusia pemberian Tong Jie Peng, itulah wajah Lie Siauw San !
Kehadiran Lie Siauw San didalam sarang Ngo-hong-bun sudah selayaknya !
Dengan gerakannya yang lincah, secara ber-hati2 Lie Siauw San mendekati kelenteng Sin-ko-sie. Ia tidak berani lengah, mengingat bahaya kepergok musuh.
Pasti ! Pasti sekali. Kelenteng Sin-ko-sie adalah markas gelap Ngo-hong-bun, mengingat kata2 rahasia si pengurus rumah penginapan yang me-nyebut2 code 'hendak membayar kaul' di kelenteng Sin-ko-sie.
Dan kini Kang Han Cing yang menyelidikinya. Dari satu wuwungan lompat ke lain wuwungan kelenteng, kecuali para hweeshio yang tidur, ia tidak menemukan lain kecurigaan.
Bagaimana hal ini bisa terjadi? Mungkinkah salah terka ? Tidak mungkin. Karena gelapnya lampu2 pelita itulah yang membuat Kang Han Cing bertambah curiga, kelenteng non politik tidak mungkin menggelapkan lampu penerangan !
Bagaikan gumpalan asap yang melepus, Kang Han Cing meluncur ke belakang, disana adalah ruangan ketua kelenteng, seorang hweeshio berjubah kuning duduk bersila, agaknya sedang mengheningkan cipta. Diperhatikannya terus hweeshio ini, tidak ada tanda2 yang menyatakan ia berkepandaian silat lihay, terbukti tidak tahu akan Kang Han Cing.
Kang Han Cing tidak menemukan sesuatu yang mencurigai, dengan penuh rasa kecewa, ia meninggalkan kelenteng Sin-ko-sie.
Kalau kepergian Kang Han Cing sangat berhati2 menyatroni markas Ngo-hong bun, kini ia kembali dengan hati tenang. Ia tidak menemukan bukti kalau kelenteng Sin-ko sie itu dijadikan markas Ngo hong bun, maka anggapnya sudah bebas dari intaian bahaya. Berjalan pulang dengan lenggang.
Tiba-tiba.. "Hi, hi, hi..." Terdengar satu suara wanita, sangat merdu dan sedap, seperti keluar dari mulut seorang gadis remaja.
"Siapa ?" Cepat2 Kang Han Cing berbalik badan. Didepannya berdiri seorang gadis cantik, mengenakan pakaian warna hijau, gerakannya indah gemulai, berilmu silat tinggi. Ia tidak kenal gadis cantik ini.
Mereka saling hadap berhadapan. "Kukira siapa." berkata gadis cantik itu. "Tidak tahunya Lie Siauw San kongcu."
Suara ini tidak asing bagi Kang Han Cing, inilah suara manusia bertopeng perunggu Sam Kiongcu.
Ternyata wajah Sam Kiongcu yang selalu terkurung dibalik topeng perunggu itu sangat cantik sekali !
"Kau Sam Kiongcu ?" Bertanya Kang Han Cing meminta kepastian.
"Ingatan saudara Lie Siauw San memang sangat tajam, kau bisa membedakan suaraku." Berkata Sam Kiongcu. Tiba2 saja wajahnya berubah bersemu dadu.
Kang Han Cing hampir terpikat oleh wajah ini. Berbeda kalau mengenakan topeng perunggunya, Sam Kiongcu bicara secara adem dan dingin, tidak ada seni kehidupan, kini Sam Kiongcu berbicara penuh gelora.
Kalau menggunakan kedudukan Lengcu Panji Hitam, Kang Han Cing harus memanggil Sam susiok.
Kedudukannya sekarang sebagai Lie Siauw San, ia tidak perlu gentar, dihadapinya Sam Kiongcu dan bertanya : "Ada urusan apa yang membuat Sam Kiongcu harus menghadang ditengah jalan ?"
"Sudah kuperhitungkan kehadiranmu di tempat ini." Berkata Sam Kiongcu perlahan. "Yang berada diluar perhitungan, adalah kedatanganmu terlalu pagi. Bagaimana kau mendapat info secara cepat ? Dari mana kau dapat ?"
Wah ! Penyamarannya sebagai Lengcu Panji Hitam bisa diterka orang, kalau Sam Kiongcu mengetahui kedatangannya kesini ber-sama2 dengan Suto Lan, datang atas perintahnya Sam Kiongcu pribadi, karena itulah, dengan sikapnya yang acuh tak acuh, Kang Han Cing berkata :
"Bagaimana Sam Kiongcu bisa berada ditempat ini, begitu pulalah aku berada ditempat ini."
Artinya sangat jelas dan gamblang, ia bisa berada digunung Hong-hong san karena membuntuti Sam Kiongcu.
Wajah Sam Kiongcu memperlihatkan bentuk yang sangat serius, dengan penuh bujuk rayu berkata : "Betul2 aku tidak mengerti, bisakah kau berterus terang untuk menjawab pertanyaan yang hendak kuajukan ?"
"Pertanyaan apa ?"
"Saudara mempunyai permusuhan dalam dengan partay Ngo-hong-bun ?"
"Tidak," Jawaban Kang Han Cing sangat cepat.
"Atau mempunyai ganjelan sakit hati ?"
"Juga tidak." "Inilah yang membuat orang betul2 tidak mengerti, mengapa saudara memusuhi Ngo-hong-bun ?"
"Apa betul2 aku memusuhi Ngo-hong-bun ?" Balik tanya Kang Han Cing.
"Betul2 tidak memusuhi Ngo-hong bun ?" Tampak sekilas cahaya terang pada sinar mata Sam Kiongcu. "Seharusnya kau tidak bermusuhan dengan Ngo-hong bun."
"Begitu juga untuk pihak Ngo hong bun, tidak seharusnya memusuhi kawan sesama rimba persilatan."
"Maksudmu ?" "Kita memberi kebebasan beridiologi, memberi kesempatan hidup kepada semua partay2 silat, dengan syarat tidak merugikan masyarakat dan tidak menyimpang dari azas2 prikemanusiaan, bukan berarti menyuruh dan menganjurkan sesuatu partay saja yang memonopoli kekuasaan, tidak mengharapkan adanya sesuatu golongan yang mau menang sendiri, disinilah letak kesalahan Ngo-hong bun, hanya hendak berkuasa didalam rimba persilatan, tidak segan2 menurunkan tangan jahat mem-bunuh2i mereka yang menentang idiologinya, hanya hendak duduk diatas takhta pemimpin rimba persilatan, merusak tata peraturan yang ada..."
"Saudara Lie Siauw San, lebih baik kita tidak berdebat didalam arena politik itu." Berkata Sam Kiongcu.
"Maksud Sam Kiongcu?"
"Jangan panggil aku Sam Kiongcu, karena aku tidak mengenakan topeng perunggu hijau itu." Berkata gadis cantik itu.
"Maksud nona, Sam Kiongcu adalah lambang salah seorang pemimpin Ngo-hong-bun dikala ia mengenakan topeng perunggu yang menyeramkan ?"
"Kira2 begitu. Hari ini aku menghadapi dirimu dengan wajah asli, suatu hal yang belum pernah terjadi untuk menghadapi laki-laki yang baru kukenal. Kau boleh menjadi bangga atas pengecualian ini."
"Betul2 boleh bangga bagi kaum pria yang mendapat pengecualian dari seorang gadis manis."
Wajah Sam kiongcu menjadi merah, ditundukkannya kebawah rendah2. "Aku sudah mengetahui namamu sebagai Lie Siauw San," katanya. "Mengapa kau tidak mau menanyakan namaku ?"
Kang Han Cing menggunakan kedok Lie Siauw San dan menggunakan nama Lie Siauw San, sangka Sam Kiongcu betul2 seorang Lie Siauw San.
Kang Han Cing geli sendiri. Ia sedang me-nimbang2 pantaskah menanyakan nama seorang gadis yang belum lama dikenal ? Mengingat hubungan mereka yang tidak segaris, pandangan idiologinya yang tidak sama, ia berat mengajukan tawaran tadi.
"Hei, kau tidak sudi mengetahui namaku ?" Berkata lagi Sam Kiongcu.
Didesak seperti itu, merasa tidak ada kerugiannya, Kang Han Cing tertawa dan berkata :
"Senang sekali kalau mengetahui nama nona."
"Aku Sun Hui Eng."
"Suatu nama yang indah dan bagus sekali." Puji Kang Han Cing. "Pantas saja nona berkepandaian tinggi. Mungkin mempunyai hubungan erat dari nama nona tadi !"
"Terima kasih atas pujianmu." Berkata Sam Kiongcu Sun Hui Eng. "Ilmu kepandaianmu juga tinggi, jago silat kuat yang pernah kutemukan."
"Ilmu kepandaianku memang tidak rendah bukan ? Karena itulah aku berani menantang Ngo-hong-bun."
Wajah Sun Hui Eng berubah, ditatapnya dan diperhatikannya pemuda kita, menghela napas dan berkata : "Apa tidak ada jalan lain, kalau tidak bersitegang dengan Ngo hong-bun ?"
"Harus dinilai dari tindak-tanduk berikutnya." Berkata Kang Han Cing. "Kalau partay Ngo-hong-bun bersedia mengganti haluan, mungkin tidak sampai terjadi ketegangan."
"Oh. Kau membuat aku kecewa."
"Seharusnya perguruan nonalah yang membuat kecewa, ada baiknya kalau nona memberi anjuran kepada kawan nona, agar melenyapkan keangkara-murkaan, buang jauh2 ambisi tinggi yang mau menjadi raja rimba persilatan."
"Sudahlah ! Kau tidak bisa memahami." Berkata Sam Kiongcu Sun Hui Eng menyudahi perdebatan. "Maksudku menemuimu untuk menyampaikan sesuatu."
"Apakah pesan yang nona hendak sampaikan itu ?"
"Kedudukan kita memang bukan segaris," berkata Sam Kiongcu Sun Hui Eng. "Tapi tetap aku mengagumi dirimu, tidak baik kalau memaksa bersatu dengan Ngo-hong bun. Pendirianmu kukuh tidak bisa dirubah, idiologi partay lebih sulit ditentang. Biar bagaimana perkembangan berikutnya, aku masih mempunyai cara baik untuk menghadapi perkembangan itu, yang kuharapkan ialah agar janji dua hari itu bisa dihapuskan. Dua hari kemudian, jangan kau datangi kelenteng Sin-ko-sie lagi."
Nada dan suara Sam Kiongcu penuh perhatian.
Kang Han Cing mengeluh, ternyata Sun Hui Eng sudah mengetahui kalau dirinya menyamar sebagai Lengcu Panji Hitam, maka ia mengharapkan tidak balik lagi. Tentu ada sesuatu perangkap yang terbentang dihadapannya.
Sesudah memberi pesan tadi tubuh Sam Kiongcu Sun Hui Eng melejit meninggalkan Kang Han Cing.
"Selamat berjumpa dilain kali." Suara si gadis berkumandang dari jarak jauh.
Kang Han Cing harus berpikir panjang, dari gerak-gerik dan tanda2 yang diberikan oleh Sun Hui Eng, samarannya sudah diterka musuh, mungkin hanya Sun Hui Eng seorang yang tahu ? Kalau hanya gadis itu, ia tidak perlu takut, mengingat kesan si gadis yang agak lumayan.
Kang Han Cing pulang ke rumah penginapan dengan hati yang penuh kebimbangan. Beruntung Suto Lan belum bangun, si pemuda menyingkap guling dan membaringkan diri.
Dua hari kemudian Lengcu Panji Hijau dan Lengcu Panji Hitam meninggalkan tempat penginapan mereka, menuju ke arah kelenteng Sin-ko-sie di gunung Hong hong-san.
Mereka disambut oleh Tu-in hweeshio, langsung diajak ke tempat ketua kelenteng. Itulah tempat yang pernah Kang Han Cing satroni diwaktu malam pertama.
"Hongtiang," berkata Tu-in hweeshio dengan suara lantang. "Mereka sudah datang."
"Suruh masuk." Terdengar satu suara dari dalam ruangan.
Suto Lan dan Kang Han Cing berjalan masuk, didepannya terbentang ruangan yang luas, sangat bersih dan rapi, dua hweeshio berjubah kuning duduk di depan mereka, seorang berwajah putih dan seorang lagi agak ke-pucat2an. Yang berwajah putih adalah ketua kelenteng Sin-ko-sie yang pernah Kang Han Cing intip dimalam hari, dan yang berwajah ke-pucat2an adalah Hian-keng hweeshio, hu-huat kelas satu Ngo hong-bun yang pernah mengirim serangan gelap di Yen-cu-kie.
Bulu tengkuk Kang Han Cing terasa berkirik kalau mengingat kejadian lama itu.
"Silahkan duduk." Berkata hweeshio berjubah kuning yang berwajah putih itu.
"Jangan malu2." Berkata Hian-keng hweeshio. "Sesama orang sendiri, mari kuperkenalkan. Inilah suhengku yang bernama Hui-keng. Juga menjadi hu-huat kelas satu."
Suto Lan dan Kang Han Cing memberi hormatnya.
Ketua kelenteng Sin-ko-sie Hui-keng hweeshio membalas hormat itu dengan anggukkan kepala.
Tidak lama, terdengar lagi suara Tu-in hweeshio :
"Hongtiang, Lengcu Panji Merah Phoa An Siu dan Lengcu Panji Putih Liok Kok sudah tiba."
"Silahkan masuk." Berkata Hui-keng hweeshio.
Ber-turut2 masuk pula dua laki2, mereka berpakaian preman, kedua manusia inilah yang sering menjelma sebagai Lengcu Panji Merah dan Lengcu Panji Putih.
"Teecu memberi hormat kepada hu-huat taysu," Lengcu Panji Merah bernama Phoa An Siu dan Lengcu Panji Putih bernama Liok Kok, mereka memberi hormat kepada Hian-keng dan Hui-keng.
Hian-keng dan Hui-keng membalas hormat, mereka tertawa.
Suto Lan dan Kang Han Cing bangkit dari tempat duduknya, "Toa suheng, dan Jie suheng." Ia menyapa.
"Toa suheng. Jie suheng." Kang Han Cing turut membeo.
"Sam sumoay dan Su sutee datang lebih pagi dari pada kita." Berkata Lengcu Panji Merah Phoa An Siu.
Dari keempat Lengcu Panji berwarna, Lengcu Panji Merah yang tertua, urutan berikutnya ialah Lengcu Panji Putih, Panji Hijau dan Panji Hitam. Mereka langsung dididik oleh Toa Kiongcu. Rata2 memiliki ilmu silat tinggi. Sesudah golongan Perintah Maut menggabungkan kekuatan dengan Ngo-hong-bun, Empat Lengcu Berwarna yang mengurus wadah gabungan itu.
Hui-keng memandang Hian-keng dan berkata kepada sang sutee :
"Sutee, 4 lengcu panji berwarna sudah hadir komplit, ajaklah mereka ke tempat Toa Kiongcu."
"Oh.Suhu sudah datang ?" Berteriak Lengcu Panji Merah girang.
"Bersama2 Sam Kiongcu." Berkata Hian keng. "Mari kalian ikut aku."
Bukan Toa Kiongcu saja yang sudah datang, Sam Kiongcu juga berada di tempat itu !
Melewati pintu bulat, Hian-keng mengajak keempat Lengcu Panji Berwarna ke bagian belakang, ditempat itulah tokoh-tokoh Ngo hong-bun menunggu.
Kedatangan mereka segera disambut oleh dua pelayan Sam Kiongcu, mereka adalah : A Wan dan Bu Lan.
"Kedatangan kalian sudah ditunggu," Berkata Bu Lan, mengajak mereka memasuki tempat pemandangan yang indah.
Kang Han Cing melirik kedepan, disana, tidak jauh di depan mereka berduduk dua orang, yang satu mengenakan topeng emas yang berkeredepan, inilah Toa Kiongcu. Duduk disebelah Toa Kiongcu adalah Sam Kiongcu Sun Hui Eng, tetap menggunakan topeng perunggu.
Dibawah pimpinan Lengcu Panji Merah Phoa An Siu, keempat panji berwarna memberikan hormat mereka.
"Duduk." Toa Kiongcu memberi perintah. Juga suara seorang wanita.
Lengcu Panji Merah, Putih, Hijau dan Hitam duduk ditempat yang sudah tersedia, terdengar lagi suara petuah dari guru mereka :
"Kekalahan Ngo-hong bun untuk daerah Kang lam tidak bisa menyalahkan kalian berempat"
Kang Han Cing mengeluarkan keluhan napas lega, ternyata Ngo-hong-bun didaerah Kang lam mengalami kekalahan total, inilah berita baru.
Terdengar lagi suara si topeng emas Toa Kiongcu berkata : "Entah bagaimana Datuk Timur Kho See Ouw bisa mendapat bantuan Siauw lim-pay dan Ngo-bie-pay. Yang berada diluar dugaan, Benteng Penganungan Jaya mau membantunya. Kalau bukan Hian-keng taysu turut serta, seluruh Panji Merah bisa hancur karenanya."
"Untuk menghadapi Datuk Timur, Lengcu Panji Merah mengalami kegagalan total. Seperti juga keadaan Panji Hitam yang menghadapi Datuk Selatan, Panji Hijau yang bertugas menghadapi Datuk Utara dan Panji Putih yang menghadapi Datuk Barat, tidak satupun yang berhasil."
"Betul2 menjengkelkan." Berkata lagi Toa Kiongcu. "Aneh sekali. Kang Han Cing bisa berguru kepada Pendekar Bambu kuning ! Lie Wie Neng berguru kepada Pendekar Kipas Wasiat ! Mengapa Datuk2 persilatan ini rela menyerahkan putra2 mereka dididik oleh tokoh aliran lain ? Tentu saja dengan ilmu kepandaian yang kalian sekarang miliki belum bisa menandingi mereka....."
Kang Han Cing yang disebut2 oleh si Topeng Emas sudah berada didepan matanya, tapi ia tidak tahu kalau pemuda itu sudah menyamar sebagai salah satu muridnya.
Rasa kagetnya Kang Han Cing tidak kepalang, karena Toa Kiongcu bisa menyebut nama perguruannya, ia berguru kepada Pendekar Bambu Kuning tanpa ada orang yang tahu, telinga Ngo-hong-bun ini betul2 panjang, rahasia itupun sudah tidak bisa ditutupi lagi.
"Suhu," berkata Kang Han Cing. "Maafkan teecu, betul2 teecu tidak tahu kalau Kang Han Cing itu berkepandaian silat sedari kecilnya, ia berpenyakitan, mungkin ia berguru secara diam2 ! Sehingga ayah dan engkohnya sendiripun tidak tahu."
Kang Han Cing membawakan lagu suara Lengcu Panji Hitam yang menyamar sebagai Kang Puh Cing.
"Aku tidak menyalahkan dirimu." Berkata Toa Kiongcu. "Menurut cerita Sam susiokmu, Kang Sang Fung betul2 sudah meninggal dunia. Kau lebih kenal baik tentang keadaan keluarga itu, bagaimana penilaianmu ?"
Lagi2 ada orang yang meragukan kematian Kang Sang Fung !
Kang Han Cing menganggukkan kepala berkata : "Teecu telah melihat dengan mata sendiri bagaimana dipantek didalam peti mati. Kejadian ini tidak salah lagi."
"Sesudah kematian Kang Sang Fung, mengapa peti mati kedapatan kosong ?" Bertanya Toa Kiongcu.
"Mungkin ada sesuatu golongan lain yang mencuri jenazahnya."
"Apa kau sudah berhasil menyelidiki orang yang mencuri jenazah Kang Sang Fung itu ?"
"Teecu belum berhasil."
"Inilah tugasmu. Sesudah kau kembali, segera membikin penyelidikan yang lebih teliti, tahu ?"
"Baik." Dari dalam saku bajunya, si Topeng Emas Toa Kiongcu mengeluarkan dua carik lembaran yang penuh dengan aneka catatan, memandang 4 murid didikannya dan berkata :
"Untuk menghadapi 4 Datuk Persilatan, kalian harus mempelajari ini, sudah kuminta Sam susiok kalian mewakili diriku menurunkan kepada kalian. Tiga Jurus Pukulan Burung Maut adalah inti kekuatan silat kita, baik2 kalian mempelajari. Dengan ilmu silat inilah, kalian akan menghadapi para datuk2 persilatan itu."
Kemudian diserahkannya dua carik catatan ilmu silat yang dikatakan bernama Tiga jurus Pukulan Burung Maut, tentu saja, Sam Kiongcu menyambuti dari tangan sang sucie.
Sam Kiongcu Sun Hui Eng memandang kepada keempat keponakan muridnya, ia berkata :
"Mulai esok hari, kalian berempat boleh mempelayari Tiga Jurus Pukulan Burung Maut ini kepadaku."
Toa Kiongcu dan Sam Kiongcu mengundurkan diri.
Hui-keng menjamu keempat Panji berwarna itu di kelentengnya.
"Mengapa harus hari esok memberi pelajaran Tiga Jurus Pukulan Burung Maut itu ?" Di-tengah2 perjamuan, Lengcu Panji Merah Phoa An Siu bertanya.
"Mereka masih ada urusan," Berkata Hui-keng penuh arti.
"Hian-keng taysu juga turut serta ?"
"Hian-keng sutee juga turut serta," berkata Hui-keng. "Apa kalian tahu, apa maksudnya mengundang kalian keempat ini ?"
Tujuan Kang Han Cing hendak menyelidiki rahasia2 Ngo hong bun, pertanyaan Hui keng tepat mengenai lubuk hatinya. Diantara keempat lengcu berwarna, panji hitam mendapat urutan keempat, karena inilah, hak pertanyaan Kang Han Cing tidak bisa dikeluarkan. Ia mengharapkan Lengcu Panji Merah yang menjawab.
Betul2 Lengcu Panji Merah membuka mulut !
"Kami sebagai murid2nya mana tahu maksud tujuan mulia guru kami."
"Hal ini penting untuk diketahui," berkata Hui keng. "Menyangkut hubungan dengan kalian. Untuk daerah Kang-lam, kita mendapat lawan terberat."
"Perlawanan bersama dari keempat datuk persilatan ?" bertanya Lengcu Panji Putih.
"Lebih kuat dari kekuatan 4 Datuk Persilatan."
"Kekuatan Siauw lim pay dan Ngo bie-pay ?"
"Kalau hanya Siauw lim-pay dan Ngo-bie-pay, Sam Kiongcu seorang sudah cukup untuk menghadapinya."
"Kekuatan darimana lagi yang bisa menandingi kekuatan kita ? Lebih kuat dari 4 Datuk Persilatan, Siauw-lim-pay dan Ngo bie-pay ?"
"Kekuatan Lembah Baru."
"Kekuatan Lembah Baru ?" Lengcu Panji Merah Phoa An Siu baru mendengar nama kekuatan ini.
"Ya." Hui-keng menganggukkan kepala. "Satu kekuatan baru yang munculnya hampir sama dengan kekuatan kita. Menurut laporan terakhir, beberapa partay ternama sudah menggabungkan diri kedalam kekuasaan Lembah Baru itu. Perkembangannya lebih pesat dari apa yang kita capai."
Lengcu Panji Hijau Suto Lan mengajukan pertanyaan : "Taysu menyebut2 nama Lembah Baru, kekuatan yang bagaimanakah yang bernama kekuatan Lembah Baru ini ? Sesuatu golongan atau partay baru ?"
"Tidak ada yang tahu. Entah golongan atau partay. Mereka menggunakan sesuatu tempat tersembunyi. Disebut saja Lembah Baru. Maka berbondong2lah kekuatan yang mengekor dibelakang mereka."
"Taysu bisa mengira2, dimanakah adanya tempat yang bernama Lembah Baru itu ?"
"Kalian berempat juga boleh men-duga2, dimanakah adanya Lembah Baru itu ?"
"Teecu belum pernah dengar," Berkata Lengcu Panji Merah Phoa An Siu.
"Mungkin disuatu tempat yang terasing," berkata Lengcu Panji Putih.
"Teecu kira tidak jauh," Berkata Lengcu Panji Hijau Suto Lan.
"Tempat yang berdekatan dengan kita." Berkata Kang Han Cing sebagai Lengcu Panji Hitam.
"Tepat !" Berteriak Hui-keng girang. "Salah satu cabang kekuatan Lembah Baru berada di daerah Kang lam."
"Didaerah Kang-lam ?" Serentak Empat Lengcu Panji Berwarna mementang lebar-lebar mata.
Ketua kelenteng Sin-ko sie Hui-keng memberi keterangan :
"Dua orang hu-huat kelas dua dari golongan kita baru saja memberi laporan, kalau gerak-gerik kita sudah dibayangi oleh beberapa tokoh silat pensiunan, tentunya jago2 dari Lembah Baru yang mereka maksudkan, sesudah itu kedua hu-huat itu lenyap tanpa bekas. Pasti jatuh ke tangan mereka."
"Lembah Baru mengambil sikap yang bermusuhan dengan Ngo hong-bun ?"
"Mereka bukan kawan kita." Jawab Hui-keng tegas. "Kemarin dulu malam, seorang mata2nya berani menyatroni kelenteng Sin-ko sie, kubiarkan saja ia tergantung di atasku, sesudah itu ia ragu2 dan pergi lagi."
Hati Kang Han Cing tertawa geli, kedatangannya dianggap sebagai mata2 dari Lembah Baru.
"Mengapa taysu tidak menjegalnya ?" Bertanya Lengcu Panji hijau Suto Lan.


Perintah Maut Karya Buyung Hok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Maksud Sam Kiongcu, lebih baik menyembunyikan kelenteng Sin-ko sie dari incaran orang2 Lembah Baru. Mereka mempunyai banyak jago lihay."
"Tentunya Sam susiok membuntuti orang itu, bukan ?" Bertanya Lengcu Panji Merah Phoa An Siu.
"Dugaanmu tepat," berkata Hui-keng. "Itulah maksud tujuan utama Sam Kiongcu, sayang musuh keliwat tajam, ditengah jalan, ia berhasil melepaskan diri dari bayangannya Sam susiok kalian."
Hati Kang Han Cing gejolak-gejolak, mengikuti cerita dirinya dibayangi oleh Sun Hui Eng.
"Ilmu meringankan tubuh Sam susiok belum pernah menemukan tandingan," berkata Lengcu Panji Hijau Suto Lan. "Mungkinkah tidak bisa mengejarnya ? Apa kata Sam susiok tentang mata2 itu ?"
Hati Kang Han Cing semakin kebat-kebit. Apa yang diceritakan oleh Sun Hui Eng tentang dirinya ?
Ketua kelenteng Sin-ko-sie Hui-keng berkata :
"Sam Kiongcu menggambarkan orang itu sebagai seorang laki-laki tua yang tidak dikenal.
Kang Han Cing mengeluarkan keluhan napas lega, ternyata Sam Kiongcu Sun Hui Eng tidak menyebut nama Lie Siauw San.
Memandang Lengcu Panji Merah dan Panji Putih, Hui-keng meneruskan keterangannya.
"Menurut keterangan Tu-in, disaat kalian berdua memasuki kelenteng, ada seorang tamu kelenteng membelakangi dibelakang."
"Dimana orang itu?"
"Dia sudah pergi lagi."
"Taysu ada suruh orang membuntutinya ?"
"Bukan dia seorang yang sudah berada dibawah pengawasan kita. Selama beberapa hari belakangan ini, Kelenteng Sin-ko-sie banyak mendapat kunjungan tamu2 misterius." Berkata Hui-keng. "Maka lekas2lah kalian bebenah dan tinggal disini saja."
"Perintah suhu ?"
"Ya. Inilah perintah Toa Kiongcu. Kalau tidak instruksi dirinya mana aku berani berbuat lancang. Lebih dari pada itu, dipesan juga agar kalian tidak memperlihatkan diri dimuka umum. Apapun yang terjadi jangan kalian ikut campur. Para hweeshio Sin-ko-sie masih mempunyai kemampuan untuk mempertahankan diri dari gangguan2 itu. Nah, kalian boleh pulang ke tempat rumah penginapan masing2 dan pindah kedalam kelenteng, mencampurkan diri ber-sama2 tamu2 lain yang menginap disini."
Perjamuan ditutup sampai disitu. Keempat lengcu panji berwarna meninggalkan kelenteng Sin ko-sie.
*** Bab 66 MENGIKUTI perjalanan Lengcu Panji Hijau Suto Lan dan Lengcu Panji Hitam, mereka kembali ke rumah penginapan Couw-hian-khung. Masing2 kembali ke kamarnya untuk membenahi perbekalan mereka.
Kang Han Cing sudah siap membuntal pakaiannya yang hanya beberapa potong itu, tiba2 tampak Suto Lan menyelinap masuk, menutup daun pintu, memperhatikan dengan sikap yang aneh.
Kang Han Cing bisa melihat ketidak-serasian itu: "Sam sucie," ia memanggil. "Ada sesuatu terjadi ?"
"Apa betul2 kau mau pindah masuk ke dalam kelenteng Sin-ko-sie ?" Bertanya Lengcu Panji Hijau Suto Lan.
"Eh, apa Sam sucie tidak mau pindah kesana ?" Balik tanya Kang Han Cing.
"Bagiku, tentu saja tidak keberatan. Tapi bagaimana dengan keadaanmu ?"
"Maksud Sam sucie, aku tidak pantas memasuki kelenteng Sin-ko-sie ?"
"Sudahlah. Kukira sudah waktunya kau membuka kartu." Berkata Suto Lan tenang perlahan.
Kulit Kang Han Cing dirasakan mau meledak, berkelojotan sendiri. Mungkinkah penyamarannya sudah diketahui orang ?
"Kartu apa yang harus dibuka ?" Kang Han Cing masih mau menyangkal.
"Aku memuji ketenanganmu." Berkata Suto Lan. "Betul2 luar biasa."
"Aku tidak mengerti."
"Didalam keadaan situasi yang seperti ini ada lebih baik kalau kita berterus terang," Berkata Suto Lan. "Jangan mencoba menyembunyikan sesuatu."
"Apa ada sesuatu yang sudah kusembunyikan kepada Sam sucie ?" Balik tanya Kang Han Cing.
"Coba katakan, apa maksud kedatanganmu ke tempat ini ?" Bertanya Suto Lan.
"Akh, Sam sucie ada2 saja. Bukankah kita datang atas panggilan Sam susiok ?"
Lengcu Panji Hijau Suto Lan tertawa dingin, katanya :
"Jangan kau kira penyamaranmu itu lihay. Ketahuilah, kau bisa mengelabui suhu dan Sam susiok, tapi tidak mungkin kau mengelabui diriku."
"Maksud sam sucie ?"
"Sampai dimana hubunganku dengan Lauw Keng Sin, setiap hari aku bisa menilai kelakuannya. Dan sesudah kuperhatikan baik2, walau banyak persamaan yang bisa kau lakukan, tidak semuanya itu masuk diakal. Kau bukan Lauw Keng Sin asli !"
Wah ! Pecahlah samaran Kang Han Cing ! Ternyata Suto Lan sudah bisa melihat perbedaan si Lengcu Panji Hitam palsu itu.
Baru sekarang Kang Han Cing tahu, kalau orang yang dipalsukan itu bernama Lauw Keng Sin. Tapi apa guna ? Penyamarannya sudah terbuka, untuk menutupi keadaan itu, ia harus menyingkirkan Lengcu Panji Hijau.
Suto Lan membawakan sikapnya yang tidak mengambil permusuhan, hal ini membuat Kang Han Cing ragu2.
"Ya ! Aku memang bukan Lengcu Panji Hitam yang asli." Akhirnya ia membuka kartu dan mengakui penyamarannya.
"Maka lebih baik kau segera pergi." Berkata Suto Lan. "Jangan datangi lagi kelenteng Sin-ko-sie."
"Maksud nona." "Kalau dugaanku tidak salah, kau tentunya Kang Jie kongcu Kang Han."
Suto Lan tidak meneruskan pembicaraannya, telinganya yang tajam bisa menangkap sesuatu, gesit laksana kilat ia berbalik badan, membuka pintu kamar, sesudah pintu itu terjeblak, disana berdiri pelayan rumah penginapan yang baru saja bangkit dari jongkoknya, keadaan itu sangat lucu, mengingat ia tertangkap basah, mencuri dengar pembicaraan orang.
"Masuk !" Suto Lan menyeret pelayan itu, dan menutup kembali pintu kamar.
Darah Pendekar 22 Dewa Linglung 22 Dedemit Rimba Dandaka Durjana Dan Ksatria 12

Cari Blog Ini