Ceritasilat Novel Online

Pusaka Dalam Kuburan 2

Pusaka Dalam Kuburan Karya Siau Dji Bagian 2


Kalau ada, mungkin juga sudah digondol orang lain lebih dulu.
Lalu seharusnya Say Ing akan keluar kembali dengan cepat. Apalagi
Say Wi sejak tadi masuk kedalam, sampai kini juga tiada
kedengaran suaranya? Kalau berdasarkan ketajaman pendengarannya, diwaktu malam
sunyi seperti sekarang ini, sekalipun orang berjalan sejauh setengah
li umpamanya, akan kedengaran juga dengan jelas. Kenapa Say Ing
baru masuk sejauh satu-dua tombak kedalam kuburan itu lantas
sunyi lelap tiada suara lagi? Jangan-jangan Giok-chiu-kay atau jago
Pusaka Dalam Kuburan 53 lihay lainnya bersembunyi didalam situ, siapa yang coba-coba
masuk kedalam lantas kena dirobohkannya?
Setelah menimang-nimang sekian lamanya, masih Chiu Si belum
dapat menarik kesimpulan yang pasti. Dasar licik, ia tak berani
gegabah ikut masuk kedalam kuburan itu, ia pikir kenapa tidak coba
hamburkan dulu beberapa senjata rahasia? Maka cepat ia jemput
beberapa buah jarum Ceng-ling-ciam yang terserak ditanah situ,
dengan tenaga jari yang kuat, ia timpukkan kedalam lubang
kuburan itu. Namun masuknya jarum-jarum itu kedalam kuburan bagai batu
kecemplung laut saja, kecuali suara mendesing ketika mula-mula
ditimpukannya itu, lalu sekejap saja tiada sesuatu suara lagi.
Kalau ditaksir kuburan ini tentu sudah ribuan tahun lamanya,
boleh jadi ada sebangsa setan atau memedi didalamnya! Tanpa
terasa So Chiu Si bergidik. Dasar orang jahat dan ganas, terhadap
jiwanya sendiri dipandang berat melebihi segala-galanya. Maka
lekas-lekas ia enjot tubuh keatas pohon lagi, dan dengan mata tak
berkesip, ia mengamat-amati terus kearah lubang kuburan itu.
Disitulah, diatas pohon ia menanti dan menanti terus hingga
larut malam. Itu waktu kira-kira sudah dekat tengah malam, sedari
Say Ing masuk kedalam kuburan sudah berselang 1-2 jam, tapi
masih tidak kedengaran sedikit suara atau perubahanpun.
Walaupun dalam hati Chiu Si sangat kesemsem oleh kecantikan
Say Ing, tetapi semata-mata ia hanya mempermainkan orang untuk
menyenangkan hatinya saja, tidak setulus hati ia mencintai Say Ing.
Sekarang, ia menyaksikan Say Ing dan Say Wi susul menyusul
masuk kedalam kuburan, dan selama itu belum kelihatan keluar,
maka ia menduga mereka tentu menjumpai dua kemungkinan.
Pusaka Dalam Kuburan 54 Kesatu: Mendapat celaka. Tak peduli Giok-chiu-kay Go Bok atau lain
orang yang berkepandaian tinggi yang mengumpet didalam
kuburan untuk membokong setiap orang yang masuk kesitu, atau
mungkin sekali Giok-chiu-kay sendiri juga mengalami nasib serupa
itu. Kedua: Mungkin dalam kuburan itu memang betul ada barang
sesuatu yang sangat menarik hati orang, maka dari itu, kakak
beradik berdua menahan diri tak mau keluar.
Setelah dipikirkan masak-masak, So Chiu Si berpendapat, tidak
perduli Say Ing dan Say Wi mati ataupun hidup, dengan dirinya tak
ada sangkut pautnya. Yang paling penting, jika betul dalam kuburan
itu ada harta pusakanya, bagaimana dan dengan akal apa, barang
itu bisa didapatkannya ? Hanya sesaat ia memikir, segera dalam benaknya sudah
mendapatkan suatu tipu muslihat, yaitu tetap tidak masuk, hanya
menanti saja diluar, jika Say Ing dan Say Wi sudah mendapatkan
dan membawa keluar pusaka itu, segera ia hendak membokong
mereka dan membawa kabur pusaka itu. Dan jika mereka berdua
tidak keluar, biar melihat gelagat dulu.
Maksud hatinya itu, boleh dikata sangat keji dan licik. Tetapi
sayang Say Ing tidak pernah memikirkan sampai disitu. Ketika
masuk kedalam kuburan, yang dipikirkan hanyalah adiknya saja,
walau ia tidak melihat So Chiu Si mengikuti masuk, ia tidak
memikirkan lagi, walaupun hatinya ingin senantiasa bisa
berdampingan dengan pemuda ganteng itu.
Kiranya sesudah sigadis menerobos masuk, ternyata didalam
kuburan itu sangat gelap hingga jarinya sendiripun tidak kelihatan.
Sebab mendengar So Chiu Si mengatakan bahwa sudah lama Say
Wi memasuki kuburan itu, dan belum juga keluar. Dalam hati ia
percaya tentu sang adik lebih banyak celaka dari pada selamatnya.
Pusaka Dalam Kuburan 55 Ketika ia menginjak tanah didalamnya, ia merasa walaupun sangat
gelap, tapi tempat dimana berada itu, kosong melompong, sedikit ia
bergerak walaupun sangat perlahan, semua itu menimbulkan gema
didalam situ. Maka dapatlah diketahui, tempat itu nyata sangat luas.
Untuk berjaga-jaga, Say Ing memutar-mutarkan cakar bajanya
bagaikan kitiran. "Ser. ser" Dengan menggunakan gerak
"Koay-bong-cut-tong" atau ular sanca keluar gua, ia maju mencari
jalan. Rantai baja halus pengikat cakar itu, kira-kira 2?3 meter
panjangnya, tapi sudah diulur penuh masih belum cakar itu
membentur apapun juga. Maka teranglah ruangan itu sangat luas.
Pelan-pelan dan berhati-hati ia bergerak, tak lama, terasa
punggungnya menyentuh sesuatu yang dingin, ternyata itulah
dinding batu dibelakangnya.
Kiranya tadi So Chiu Si yang berada diluar lubang itu sebentar
saja tak kedengaran lagi derap kaki Say Ing, sebab Say Ing begitu
merasa dalam situ sangat luas, segera berhenti membelakangi
dinding sambil siap waspada.
Ia berdiam sejenak waktu masuk tadi, gelapnya hingga jari
sendiripun tidak kelihatan, tetapi sekarang samar-samar sudah bisa
kelihatan sedikit keadaan seputarnya. Pantasnya, walau waktu itu
tengah malam, tetapi diluar sana bulan dan bintang-bintang sedang
memancarkan sinarnya yang terang benderang, dari lubang
kuburan itu, seharusnya ada cahaya bulan yang menembus masuk,
tapi sekarang sedikitpun tidak ada. Sewaktu tadi ia merosot masuk,
terasa tubuhnya menurun kebawah, mungkin sekali sekarang
sudah jauh dari lubang kuburan itu ?
Pusaka Dalam Kuburan 56 Setelah diteliti keadaan tempat sekitarnya adalah sebuah
ruangan yang luas sekali, langit-langit ruangan merata kira-kira
dua-tiga tombak tingginya, samar-samar kelihatan diatas dindingdinding itu ada ukiran-ukiran. Selain ditengah-tengah ruangan
samar-samar kelihatan ada sebuah meja bundar dan beberapa buah
kursi, didalam situ tak ada lain perabot lagi. Ya sebuah meja bundar
dan empat buah kursi maka setelah Say Ing menegasi, tak terasa
lagi bulu tengkuknya berdiri semua, tubuhnyapun menggigil !.
Ternyata setiap kursi itu kelihatan ada orangnya yang sedang
duduk. Jika tidak ingat Say Wi yang tekah masuk kekuburan ini, dan
telah lama tak diketahui arah parannya itu, sedang dalam kuburan
ini mungkin ada orangnya, maka ketika melihat pemandangan yang
menakutkan ini mungkin ia sudah berteriak sekuat-kuatnya.
Coba pikirkan, didalam kuburan kuno yang sudah beribu tahun
lamanya itu, bisa ada orang yang enak-enakan duduk didalamnya.
Waktu dirinya menerobos masuk tadi, sangat mungkin dirinya
sudah dekat dengan "orang-orang" itu, sekarang walau terpaut satu
tombak lebih jauhnya, tapi jika diingat, tentu saja ia merinding.
Tetapi mendingan juga ia masih bisa menahan teriakannya itu,
tak urung keringat dinginnya mengucur juga. Walau ia mengikuti
ibunya belajar silat, kepandaiannya pun tidak lemah, namun kini,
dirinya merasa serba susah, harus bagaimana ia bertindak
selanjutnya? Ingin ia keluar dulu mencari So Chiu Si, lalu berdua
kembali masuk lagi, tapi melihat seputamya, ia tidak bisa
membedakan lagi dari mana ia masuk tadi. Apabila yang duduk
mengitari meja itu, betul-betul adalah orang hidup, maka sekali
dirinya bergerak, bukankah akan diketahui mereka, mungkin
mereka lantas mengeroyok padanya? Dan kalau mereka
Pusaka Dalam Kuburan 57 berkepandaian tinggi dan dirinya bukan tandingan sang lawan,
bukankah akan terkubur dalam kuburan ini?
Maka sedikitpun ia tidak berani bergerak, ia berdiri tegak. Terasa
seluruh badannya mendingin, ia tidak menyadari kalau dirinya tadi
sudah mengucurkan keringat dingin, sekarang rasanya didalam
ruangan besar ini, seakan-akan ada angin dingin sepoi-sepoi
menghembus kearah dirinya, begitu keringatnya menguap hilang,
terasa basah-basah lembab baju dalamnya melekat pada tubuh dan
terasa dingin meresap ketulang sungsunmya.
Setelah berdiri setengah harian, sekonyong-konyong ia sadar
dan diam-diam menyesali dirinya yang biasanya tidak begitu
goblok, mengapa hari ini bisa berbalik begini tolol. Sekarang dirinya
takut diketahui mereka jika bergerak, tapi sewaktu masuk tadi
bukankah orang sudah tahu? Mengapa sudah berselang begitu lama
masih tiada suatu reaksi, maka dapatlah diketahui, bayanganbayangan diatas kursi itu walaupun kelihatannya seperti orang,
tetapi rasanya bukan, hanya dalam keadaan bingung seram dirinya
mempunyai perasaan demikian.
Begitu ia berpikir, segera nyalinya pulih kembali, tetapi masih
tak berani ia gegabah. Dengan hati-hati ia memegang erat-erat
cakar baja dan maju setindak demi setindak, dari baju ia
mengeluarkan sebatang obor yang biasa dibawa orang-orang dalam
kalangan Kang-ouw terus dinyalakan. Segera Say Ing merasa
matanya silau oleh sinar beraneka warna. Sejenak kemudian, baru
terlihat dalam ruangan itu, didinding, langit-langit dan
sekelilingnya seluruhnya penuh dengan gambar-gambar yang
beraneka warna macamnya, ada orang, ada burung, bunga dan
sebagainya. Malah diantaranya masih bertaburkan batu-batu giok
Pusaka Dalam Kuburan 58 dan mutiara dan lain-lain benda berharga terkena sinar api hingga
menimbulkan sinar membalik yang menyilaukan mata.
Say Ing sudah agak lama berada ditempat gelap, sekonyongmelihat sinar api, maka tidaklah heran jika kesilauan, ditambah
dalam situ banyak bertaburkan mutiara dan batu-batu giok yang
jika terkena sinar api terus menimbulkan refleksi. Mimpipun ia
tidak menyangka kuburan yang dilihat dari luar begitu tua dan
sudah lumutan tetapi dalamnya ada ruangan yang begitu indah
serba mewah. Maka hingga lama ia masih merasa matanya silau
tidak jelas dengan pemandangan didepannya.
Apalagi sewaktu ia menyalakan api, dan matanya terganggu oleh
sinar yang menyilaukan, pertama-tama yang menarik hatinya ialah
sebuah gambar ajaib yang terletak dilangit-langit ruangan itu.
Tampak gambaran itu dibagi tiga warna, yaitu merah, putih dan
hitam. Diantara tiga warna ini ada garis yang berlingkar-lingkar.
Garis berlingkar-lingkar itu, setelah lama dilihat, tampak seperti
bisa bergerak-gerak menyebabkan orang yang melihat pusing
kepala. Walau jika dilihat bisa kabur pandangan, tetapi hatinya
malah ingin melihat dan menyebabkan badan tambah segar.
Lama juga Say Ing termenung baru tersadar, tujuannya
menyalakan api ialah guna memeriksa barang-barang apa yang
duduk mengitari meja itu, tetapi tanpa mengawasi gambar-gambar
itu saja. Ketika ia berpaling lagi kearah meja itu, mendadak keringat
dinginnya membasahi tubuhnya lagi.
Ternyata sedikitpun tidak salah, disekeliling meja itu betul-betul
duduk empat orang, apalagi tiap orang menghadap kearah Say Ing.
Pusaka Dalam Kuburan 59 Muka orang-orang itu, boleh dikata sangat aneh dan banyak
ragamnya. Orang pertama yang duduk paling ujung adalah seorang
bermuka bundar hitam laksana pantat kuali, sepasang alis
gombyoknya menyondol keluar, ia duduk menyandar diatas kursi,
matanya melihat kelangit-langit. Sedang dua orang yang duduk
dikanan kirinya, semua bermuka putih tidak begitu jelek, tapi seram
menakutkan, tidak menunjuk adanya perasaan manusia hidup.
Sepasang matanya juga memandang keatas, tapi biji matanya yang
putih lebih banyak dari yang hitam seperti orang mendelik. Orang
terakhir sebaliknya bermuka merah seperti Koan Kong, wajahnya
kurus kering, sedikit dagingpun tidak ada, orang itu sedang
membuka mulut tertawa, tapi tertawa yang kaku, rupanya sukar
dilukiskan, dua matanya menatap kearah Say Ing, sebelah
tangannya diangkat menunjuk kearah Say Ing, seperti ketemukan
sesuatu yang menggelikan dibadan Say Ing, dan baru tertawa lantas
segera kaku tak bergerak.
Rupa dan wajah keempat orang itu memang sangat aneh,
ditambah terkena sinar refleksi dari seputarnya yang ajaib, maka
lebih-lebih menambah seram dan menakutkan.
Setelah termenung sejenak, segera ia membuka serangan lebih
dulu, cakar bajanya yang memang sudah siap sedia itu, sekarang
tidak ragu-ragu lagi segera diayunkan dengan gerak "Hong-hongsam-tian-thauw" atau Burung Hong memanggutkan kepalanya tiga
kali, beruntun ia menyerang tiga kali. Pertama-tama cakarnya
menyambar kearah orang berwajah merah yang sedang tertawa
menakutkan itu. Ketika cakarnya menyerang, takut kalau tiga orang lainnya itu
mungkin bisa mengepung, maka segera ia mundur pula
Pusaka Dalam Kuburan 60 membelakangi dinding, supaya jika terkepung tidak
terbokong dari belakang. Maka dilain saat "Plok"
terdengar cakar bajanya dengan tepat telah mengenai
batok kepala simuka merah,
sampai ambles 2-3 senti. Tetapi aneh, simuka merah sedikitpun tidak bergeming dari tempat duduknya, mukanya masih unjuk tertawa sedangkan tangan yang
menunjuk kearah Say Ing juga tidak diturunkan.
Dalam terkejutnya cepat Say Ing timpukan cakar-bajanya dan tepat menancap di
kepala simuka merah hingga ambles sampai 2-3 senti dalamnya.
Dua orang berwajah putih dan simuka hitam, juga masih tetap
menengadah menatap keatas, sedikitpun tidak menghiraukan.
Dalam terkejutnya Say Ing berpikir, ilmu kepandaian dari
golongan manakah itu, mengapa cakar bajanya menembusi
kepalanya, tapi orang masih tidak mati dan tidak bergeming?
Setelah ia meneliti lagi, barulah menemukan rahasianya. Diatas
baju simuka merah, sudah tambah dengan selapis debu kotoran,
sedang kepalanya yang terkena cakarpun tampak ada beberapa
lubang cakar itu. Hanya dari luka ini tidak kelihatan ada darah
mengucur keluar, tetapi debu-debug diatas kepala itu rontok
berhamburan. Sampai disini Say Ing baru menghela napas lega, ternyata empat
orang yang persis betul dengan manusia itu, bukan lain adalah
patung yang terbuat dari lempung. Tepat pada waktu itu, obornya
pun hampir padam, maka ia mengeluarkan pula dahan pohon


Pusaka Dalam Kuburan Karya Siau Dji di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kering dari dalam bajunya dan terus disumbatkan pula, sambil
Pusaka Dalam Kuburan 61 membiarkan cakar bajanya yang masih menancap diatas kepala
simuka merah. Setelah dahan itu menyala betul baru Say Ing padamkan
obornya. Dahan pohon itu sebetulnya bukan sembarangan dahan
tetapi adalah semacam rotan yang mengandung banyak minyak.
Suku bangsa Biau di Hunlam, banyak yang memetik dan menjemur
hingga kering, supaya dapat dibuat obor penerangan. Bukan saja
bisa tahan lama, dahan yang 30 senti panjangnya saja bisa menyala
terus selama satu malaman lebih, terhembus anginpun tidak bisa
padam, namanyapun sangat sederhana yaitu "Teng Tien" atau oyot
rotan. Waktu ia akan meninggalkan ibunya, Sam-hoa-nio-cu Kiong
Siang Lan, Say Ing telah diberinya sebatang dan baru sekarang ia
gunakan itu. Dan setelah ia menyalakan, lantas ia mendekati
keempat patung tadi, setelah dekat baru terang kalau patungpatung itu memang asli terbuat dari tanah liat, dalam hatinya diamdiam ia memuji orang yang membuat patung-patung itu, buatannya
begitu halus dan hidup. Dari itu, setelah ia melihat-lihat patung-patung itu, lantas
mengulurkan tangan mencabut cakar baja yang menancap masuk,
tempatnya sudah tidak bisa dibedakan. Karena itu, jika Say Wi betul
masuk kedalam kuburan ini, lalu dimana ia berada?
Begitulah ia memanggil-manggil hingga beberapa kali, tapi tak
terdengar orang menyahut. Say Ing menjadi ingat tentang desasdesus adanya barang berharga dalam kuburan ini, sekarang ia
masuk membuktikan sendiri dan dalamnya ternyata begini mewah
dan menakjubkan, kabar cerita itu tentu tidak bohong. Hanya batubatu giok dan mutiara yang bertaburkan diantara lukisan-lukisan
diatas langit-langit dan dinding itu jika satu persatu dikorek keluar,
Pusaka Dalam Kuburan 62 harganya sudah susah dinilai. Apalagi barang itu hanya yang berada
diluarnya saja, mungkin masih ada barang pusaka lain yang lebih
berharga, tersembunyi ditempat yang terahasia dan sangat sukar
dicari. Maka dapatlah diketahui kalau desas-desus itu bukan bohong
belaka. Tetapi pada waktu itu ia tidak ada minat lagi mencari pusaka
lainnya, ia hanya memperhatikan diri adiknya, Say Wi.
Lama ia mencari masih belum melihat bayang-bayangnya.
Saking kesal dan jengkelnya ia duduk dipinggir meja, kiranya meja
itu adalah meja bersegi delapan, sekelilingnya juga terdapat delapan
kursi, empat orang-orangan tadi menduduki empat diantaranya,
sedang empat lainnya masih kosong, maka Say Ing segera duduk
dipinggir salah seorang simuka pucat.
Anggapnya apabila Say Wi tidak muncul pula, jika ia menanti
terus disitu, So Chiu Si tentu akan menyusul masuk.
Sudah tentu ia tidak tahu bahwa diluar So Chiu Si sedang
mengatur tipu muslihat yang keji.
So Chiu Si yang selama itu masih menanti diatas pohon diluar
kuburan, ia lihat sang bulan pelan-pelan telah melaju ke arah barat,
hari kira-kira sudah jam 3 pagi, tetapi tunggu punya tunggu masih
belum kelihatan Say Ing dan Say Wi keluar. Dari lubang masuk itu
ia coba memandang kedalam, yang tampak hanya kegelapan,
sedikitpun tak tampak ada sinar menyorot keluar, sedikit suara pun
tidak kedengaran. So Chiu Si tidak sabar lagi menunggu, segera ia hendak
mengambil batu dan coba menimpuk kedalam. Mendadak
terdengar ada orang berjalan malam sedang mendatangi kearah
kuburan ini dengan cepat. Ia cukup cerdik, segera ia mengumpet
Pusaka Dalam Kuburan 63 dirumpun pohon-pohon sambil tangannya meraup beberapa Cengling-ciam dari digenggamnya.
Disini baru saja ia mengumpet, tiga bayangan orang dengan
cepat laksana terbang sudah datang. Setelah sampai didepan lubang
kuburan, mereka hentikan langkahnya. Dengan tegas So Chiu Si
melihat ketiga orang itu semuanya terdiri dari pengemis.
Diantaranya yang seorang punggungnya menggendong 9 helai
karung, sewaktu tangannya bergerak-gerak tampak sangat putih
laksana batu giok, itulah Giok-chiu-kay Go Bok atau Si-tangan
kumala. Dua orang lainnya usianya juga sudah lanjut,
dipunggungnya menggendong 7 helai karung, kelihatannya tingkat
derajatnya juga tidak rendah.
Melihat Giok-chiu-kay Go Bok tidak berada dalam kuburan,
sebaliknya datang dari tempat jauh, hati Chiu Si merasa heran juga.
Pikirnya: "Apakah pada waktu dirinya menyamar jadi tabib
pengembara mengobati Say Wi dan memincuk hati Say Ing, dalam
tempo sesingkat itu ada orang lain yang berkepandaian tinggi telah
mengalahkan Giok-chiu-kay, dan menemukan jalan rahasia dari
kuburan itu?" Sedang ia berpikir, Giok-chiu-kay telah berkata perlahan pada
kedua kawan pengemis yang datang bersama itu: "Diantara kamu
berdua, siapa yang mau melopori masuk dulu, jika nanti aku
mendapatkan pusaka didalamnya, tentu kubagi sama rata!??
Mendengar itu kedua orang saling berpandangan, hingga lama
tak dapat menjawab, diantaranya yang satu celingak-celinguk
mengamat-amati kearah lubang itu sambil goyang kepala, terus
berkata kepada Giok-chiu-kay: "Go-toako, bagaimanakah kau bisa
menemukan lubang masuk ini ?"
Pusaka Dalam Kuburan 64 Melihat kedua orang ini bersangsi dan menanya ini-itu hanya
untuk mengulur waktu saja, kelihatannya tidak mau bekerja
untuknya, hati Giok-chiu-kay merasa tidak senang, sambil
mengerutkan kening ia berkata dengan sungguh-sungguh : "Mau
atau tidak mau, boleh kalian tetapkan sendiri. Kan bukan akau yang
memaksa kalian datang kemari, tapi kalian yang gagah-gahan
mengajukan diri sendiri. Setelah sampi disini takut ini, takut itu,
sedang rahasianya sudah kalian ketahui, mana bisa aku
membiarkan kalian menyiarkan diluaran nanti!"
Kata-katanya itu makin lama makin keren, diam-diam So Chiu
Si mencemooh sipengemis tua yang lihay ini. Tetapi dalam hati ia
mengharapkan orang mengatakan, bagaimana menemukan lubang
masuk itu, agar bila dirinya perlu masuk kedalam kuburan, supaya
bisa sedia sebelumnya. Melihat Giok-chiu-kay marah-marah dengan kata-kata
mengancam, hati mereka merasa takut dan menyesal mengapa bisa
terpincuk oleh bujukan upah besar? Dan melupakan kalau Go Bok
ini terkenal keji dan ganas? Maka kata mereka sambil unjuk
senyum: "Ah! Go-toako jangan kau mengatakan demikian. Kita
berdua mana bisa tidak sekuat tenaga membantu kau? Andaikata
tidak ada hasilnya nanti, kami juga tidak menyesal, apalagi tadi Gotoako sudah menyanggupi akan membagi sama rata bukan?
Maksud kami menanyakan dulu keadaan disini, supaya bisa siap
waspada terlebih dahulu, dan tidak menggagalkan pekerjaan besar
Go-toako ini.!" Serangkaian kata-kata yang mengandung arti itu, sebenarnya
beralasan juga. Maka jawab Giok-chiu-kay sambil tertawa dingin:
"Itulah haru perkataan yang enak didengar!" ? Mengulurkan
tangan menunjuk pada bangkai-bangkai yang malang-melintang itu
Pusaka Dalam Kuburan 65 katanya pula: "Setelah Ceng-ling-cu sihidung kerbau kuusir, tak
lama pula kumenanti, datang lagi 2-3 orang yang tidak kenal matihidup dan melayang jiwanya ditanganku. Paling akhir, datang
seorang Suseng (Pemuda Pelajar) kepandaiannya sangat rendah,
begitu aku turun tangan lantas kubekuk batang lehernya, dia
meminta-minta ampun, katanya tahu dirinya berkepandaian
rendah, maka sengaja malam datang kesitu mencari untung, tentu
ada harapan pikirnya. Kiranya buku-buku yang ia baca terlalu
banyak, tidak sengaja disalah satu buku ia melihat ada catatan
bahwa dibawah gunung Thian-peng-san ada satu kuburan tua
peninggalan dynasti Han yang banyak harta pusaka dan pintu
terahasia. Ia mohon, aku mengampuni jiwanya ia akan memberi
tahu rahasianya itu. Melihat perkataannya itu memang tidak
bohong, segera aku tutuk jalan darah kematiannya, selang satu jam
kemudian, tentu ia akan mati konyol. Sikutu buku menyangka
jiwanya sudah terhindar dari kematian, ha-ha, mana dia tahu
kelihayanku Giok-chiu-kay."
Berkata sampai disini, matanya dengan tajam menyapu kemuka
dua pengemis itu, hingga dua-duanya bergidik sendirinya.
Giok-chiu-kay masih meneruskan ceritanya: "Dan betul sikutu
buku itu menuturkan cara membuka pintu masuknya itu, menuruti
tuturnya itu lantas kubekerja, sedang dia mengambil kesempatan
itu lari meloloskan diri. Tapi sekarang kuduga ia sudah menggeletak
ditegalan! Begitu pintu kuburan kubuka, dari dalamnya yang gelap
gulita itu segera menyambar keluar tiga batang panah dengan cepat
bagaikan kilat, tetapi selain itu tak ada lagi tanda-tanda yang
mencurigakan. Sedang aku memang tidak berminat mengangkangi
sendiri harta itu, aku meletakkan sebuah tanda ciriku disini, orang
yang melihat dan tahu kelihayanku, tentu tidak berani berdiam
Pusaka Dalam Kuburan 66 lama-lama disekitar sini, baru setelah itu aku segera palik pulang
kekota dan kututurkan kepada kalian dan kawan-kawan, barang
siapa berani melopori masuk kedalam, setelah mendapatkan harta
pusaka itu, boleh kami bagi sama rata. Dan kalian majukan diri, tapi
sekarang pekerjaan sudah mata malah kalian hendak
mengundurkan diri. Aku Giok-chiu-kay bukan anak berumur tiga
yang bisa kalian permainkan !"
So Chiu Si yang diam-diam mendengar itu, hatinya merasa
sangat geli, pikirnya : "Giok-chiu-kay sendiri jeri tidak berani masuk
lalu pergi mencari orang untuk memelopori masuk dulu, sebaliknya
malah pura-pura mengatakan tidak berminat mengangkangi
sendiri, sekarang dua pengemis itu, rasanya sudah mengetahui
maksud kejinya. Kedua orang itu dapat menggendong 7 helai
karung, rupanya ilmu kepandaiannya tidak rendah. Jika Giok-chiukay Go Bok terlalu memaksa, tentu mereka akan melawan. Dan aku
boleh menonton tiga ekor harimau yang sedang bertempur." ? Tapi
ia heran juga oleh perkataan Giok-chiu-kay bahwa ia pernah
meninggalkan tanda cirinya disitu, untuk merintangi orang lain
masuk kesitu. Mengapa sesudah dirinya mengobati Say Wi untuk
kedua kalinya balik kesitu, tidak melihat tanda ciri itu, sedang waktu
itu tak ada orang lain kecuali dirinya?
Walau ia merasa curiga, tetapi sesudah dipikir, anggapnya itu
hanya obrolan Giok-chiu-kay melulu, maka tidak lagi ia perhatikan.
Dilain pihak, sesudah kedua orang itu mendengar perkataan
Giok-chiu-kay, mereka memanggut-manggutkan kepala, salah satu
lantas berkata: "Kalau begitu, baiklah aku masuk terlebih dahulu!"
"Aku dulu!" ternyata yang lain tidak mau ketinggalan. Tadi
keduanya saling silah menyilahkan, tetapi sekarang sebaliknya ribut
tidak mau mengalah. Pusaka Dalam Kuburan 67 Dalam ribut-ribut itu, salah seorang diantaranya dengan sebat
meloncat kearah lubang atau pintu masuk kuburan itu, tetapi yang
lainpun tidak mau ketinggalan menyusul merintangi jalan orang
sambil serunya: "Hai! aku dulu! Jangan kau merebut bagianku!"
Begitulah mereka saling rintang-meringtangi, jambret-menjambret
akhirnya mereka berdua saling bergumul ditanah, tindih menindih,
yang satu tidak mau mundur dan yang lain pun tidak mau
mengalah. Mula-mula Giok-chiu-kay Go Bok senang melihat gertakannya berhasil. Tetapi
kemudian melihat mereka bergumul ditanah seperti pura-pura berkelahi saja,
hatinya merasa curiga. Pikirnya kepandaian dua orang ini lumayan juga, mengapa berkelahi cara begini? Jangan-jangan hanya tipu daya saja. Maka
bentaknya: "Hai, lekas
Sekonyong-konyong kedua pengemis itu melompat bangun terus merangsang
kearah Giok-chiu-kay Go Bok
berhenti, siapa yang masuk
sama saja, jangan .."
Belum perkataan "ribut" keluar dari mulutnya, dengan cepat kedua
orang itu menggelinding kearahnya. Sesudah dekat, kedua-duanya
mendadak loncat bangun berbareng terdengar "Crang! cring!" dua
kali. Yang satu mengeluarkan Liu-cap-to, yang tipisnya laksana
kertas dan yang satu lagi mengeluarkan Poan-koan-pit. Dari kiri
kanan secepat kilat mereka merangsek Giok-chiu-kay.
Pusaka Dalam Kuburan 68 Jika tadinya Gi Bok tidak mencurigai, serangan dari dua pihak
secepat kilat itu, tentu sukar menghindari. Maka walau serangan
dua pengemis itu begitu cepat, tapi sukar dapat melukai Giok-chiukay yang sudah waspada itu. Maka cepat ia mengkeretkan badan
terus tubuhnya melejit mundur hingga satu tombak lebih jauhnya.
Kedua pengemis yang menyerang dengan sekuat tenaga itu,
mimpipun sukar menyangka Giok-chiu-kay bisa bergerak begitu
cepat. Dalam detik-detik itu pula mereka mau menarik serangannya
itu tapi sudah tidak keburu. Maka "trang!" terdengar dua senjata
Liu-yap-to dan Poan-koan-pit telah berbentur hingga menerbitkan
bunga api. Ketika kedua pengemis itu insaf bisa celaka tapi sudah terlambat.
Terdengarlah jeritan ngeri, salah satu yang bersenjata Liu-yap-to
sudah kena dicekal punggungnya oleh Go Bok, maka sekali remas
saja tulang punggungnya patah dan menemui ajalnya.
Pengemis lainnya melihat kawannya sudah binasa, jika berdiam
lama-lama disitu, tentu sukar terhindar dari kematian, maka sekali
enjot, segera ia loncat jauh hendak merat.
Diantara para pengemis dalam kota Soh-ciu, tingkat kedua
pengemis ini sudah tidak rendah lagi. Pada waktu Giok-chiu-kay
memperbincangkan urusan besar itu pada para pengemis, sudah
terang ia tidak mengatakan akan gunakan orang lain jadi pelopor.
Dan dua orang ini sebab hendak mengambil hati Giok-chiu-kay,
maka dengan tidak menanya lagi segera mereka mengikuti Go Bok
datang kemari. Ketika mereka tahu pekerjaan yang harus mereka
lakukan itu, adalah pekerjaan yang Go Bok sendiripun tidak berani
melakukannya, mau mengundurkan diri, sudah terlambat. Selain
nekad membunuh Giok-chiu-kay tak ada jalan lain untuk
meloloskan diri. Tapi siapa duga baru satu gebrak saja, satu mati
Pusaka Dalam Kuburan 69 dan yang satu hendak melarikan diri. Mana Giok-chiu-kay mau
melepaskan begitu saja? Dengan bentakan keras laksana geledek, ia
mengejar di belakang orang itu.
So Chiu Si yang melihat ilu sudah tahu pengemis itu takkan dapat
lolos dari tangan Giok-chiu-kay. Betul juga, baru Go Bok menyusul
dekat, orang itu segera membalikkan badan, dengan tipu ?Sian-jinki-lo? atau Sang dewata menunjuk jalan. Dengan cepat Poan-koanpitnya menusuk kearah jalan darah ?Hoa-kai-hiat? didada Go Bok.
Dalam detik-detik bahaya itu, dengan tenang Go Bok menghantam


Pusaka Dalam Kuburan Karya Siau Dji di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

miring Poan-koan-pit lawan dengan Pek-kong-ciangnya. Sambil
tubuhnya menyelonong maju merampas senjata lawan. Sementara
itu, tangan kirinya menggaplok kearah batok kepala orang itu.
Tanpa bersuara lagi, kontan kepala pengemis itu pecah dan jiwa
melayang. Melihat kejadian semua itu diam-diam So Chiu Si kebat-kebit.
Lubuk hatinya memuji nama Giok-chiu-kay yang tenar itu bukan
kabar bohong belaka. Kepandaiannya begitu tinggi, tak tahu dirinya
bisa menandingi tidak ? Maka baiklah sementara waktu jangan
keluar dulu. Tampak setelah Giok-chiu-kay memukul mati orang itu, lantas
menyeretnya kedepan kuburan itu, katanya dengan dingin: "Masih
hidup tidak mau bekerja untukku, sudah mati juga, tidak luput dari
tugas itu !" Segera ia menjinjing mayat salah seorang pengemis itu terus
dilemparkan kedalam kuburan. "Blummm" terdengar suara keras
tergetar keluar dari dalam kuburan itu, tapi dilain saat tak
kedengaran apa-apa lagi. Sejenak setelah Giok-chiu-kay
mendengarkan dengan teliti, dengan cara yang sama pula ia
melempar mayat yang lain kedalam kuburan itu. Tetapi sama
Pusaka Dalam Kuburan 70 dengan yang dulu, setelah dinanti pula tetap tak ada tanda-tanda
yang mencurigakan. Sementara itu, berulang-ulang Giok-chiu-kay memperdengarkan tertawa dinginnya, sekali badannya bergerak, ia hendak
menerobos masuk kekuburan itu. Tapi tiba-tiba rupanya ia ingat
sesuatu, maka ia loncat mundur pula, sekali jumpalitan, dengan
ringan dan tangkasnya, ia sudah meloncat keatas kuburan itu.
Begitu kakinya menginjak diatas kuburan. Lantas So Chiu Si
mendengar orang berseru kaget. Dibawah sinar bulan ia dapat
melihat muka orang yang berpaling kearahnya itu mengunjukkan
gusar tak terhingga. Melihat kelakuan orang, So Chiu Si yang cerdas segera ingat
perkataan Giok-chiu-kay pada dua orang yang telah mati tadi,
bahwa telah meninggalkan tanda cirinya diatas kuburan, tapi
selama itu ia tak pernah melihat tanda ciri itu, mungkin sebelum
dirinya tiba, sudah diambil orang lain yang berkepandaian lebih
tinggi. Kini tentu Giok-chiu-kay gusar karena kehilangan tanda ciri
yang ia andalkan itu. Kalau ditaksir dari ilmu silatnya, walau aku
menyembunyikan diri terus, akhirnya tentu akan konangan juga.
Kalau demikian halnya bukankah ia akan menjadi terdakwa utama?
Chiu Si jadi menyesal, berdiam lama disitu. Kalau ia bisa
mengalahkan orang, itulah baik, jika sebaliknya, maka harta pusaka
dalam kuburan itu untuk selamanya ia takkan dapat
menyentuhnya! Dan jika sekarang ia merat, itulah lebih tidak
menguntungkan. Tidak ada jalan lain, apa boleh buat, terpaksa
mengawasi Giok-chiu-kay dan menanti perubahan selanjutnya
sambil memegang gagang pedangnya siap-siap menjaga diri.
Memang betul juga dugaannya, ketika Giok-chiu-kay ingat tanda
cirinya diatas kuburan, segera ia hendak mengambil kembali. Tanda
Pusaka Dalam Kuburan 71 cirinya itu adalah sepasang tangan, satu kiri dan satu kanan. Duaduanya terbuat dari batu giok asli yang dipahat oleh tukang yang
kenamaan, dan disambung dengan lengan yang panjang. Itu adalah
gegamannya yang paling ia andalkan. Senjata ini ia sembunyikan
dalam lengan bajunya, sewaktu menghadapi lawan, sekonyongkonyong bisa diulurkan diluar dugaan lawan. Lima jari tangan giok
itu merupakan sebuah cakar binatang, warnanya sama dengan
sepasang tangannya yang putih itu. sedikit orang berlaku alpa
sukarlah terhindar dari kematian. Maka senjatanya ini sangat ia
sayang. Tetapi kini telah hilang tak karuan parannya, tentu saja ia
murka. Maka dengan matanya yang awas jeli melebihi mata binatang
diwaktu malam itu, ia menyapu keseputar situ. Tampak ditengahtengah semak rumpun pohon sana, sepasang benda bersinar
berkilauan Dengan sekali lihat saja tahulah sudah Giok-chiu-kay
bahwa itu adalah sepasang mata manusia.
Semua orang yang mempelajari ilmu silat, yang paling sukar
dapat ngelabui orang adalah sepasang matanya. Ilmu lwekangnya
makin tinggi, sorot matanya semakin terang.
So Chiu Si menyembunyikan diri dirumpun pohon, jika ia
memejamkan mata, tentu Giok-chiu-kay sukar dapat melihatnya.
Tetapi ia tidak berpikir panjang sebegitu, apalagi takut Giok-chiukay mendadak datang membokong, ia harus selalu waspada. Karena
ini, ia tidak berani memejamkan mata sedetikpun.
Meskipun tahu ditempat berdekatan situ ada orang sembunyi,
Giok-chiu-kay berlaku tenang-tenang saja sambil memasang
kuping. Tetapi ia tidak mendengar ada sesuatu yang mencurigakan.
Maka tahulah ia bahwa kepandaian orang itupun tidak rendah.
Hatinya diam-diam mentertawakan orang menaksir rendah tanda
Pusaka Dalam Kuburan 72 cirinya itu, dan berani bermain kayu dihadapannya. Maka dengan
wajah dan tingkah laku yang wajar, ia perlahan-lahan turun dari
atas kuburan. Matanya tidak ia tunjukkan kearah So Chiu Si.
Tiba-tiba ia berkata sendiri; "Haha, entah kawan dari manakah
yang sudah berguyon denganku, sampai alat peminta nasiku
sipengemis tua saja, dibuat main-main" ? Lalu ia berjalan kearah
So Chiu Si. Melihat Giok-chiu-kay mendekati, perasaan So Chiu Si mulai
tegang. Kalau mendengar perkataannya, seperti tanda cirinya Go
Bok itu telah dipindahkan orang kelain tempat. Maka iapun tidak
ambil perhatian. Sementara itu, setelah maju berapa tombak jauhnya, Giok-chiukay Go Bok pura-pura membungkukkan badan sambil menjatuhkan
tangan batu gioknya dan mengambilnya. Berbareng dengan itu,
tangan kanannya sudah menggenggam secomot jarum Ceng-lingciam.
Walau bagaimanapun So Chiu Si berhati-hati pada waktu itu ia
telah dikelabui oleh Giok-chiu-kay. Apalagi memang ia melihat
orang memungut tangan batu gioknya dari tanah. Dua-duanya
sama jahat dan liciknya. Tetapi dalam mengadu kepintaran
sekarang ini, So Chiu Si ternyata dapat dikelabui lawannya.
Setelah pura-pura mengambil tanda cirinya, mata Giok-chiu-kay
diam-diam melirik kearah So Chiu Si. Melihat benda yang menyorot
berkilat-kilat itu masih disitu tak bergerak sedikitpun, hatinya
sangat girang, maka gumamnya pula: "Beruntung masih berada
disini, kalau tidak, bagaimana aku sipengemis tua harus mencari
makan?" Pusaka Dalam Kuburan 73 Dalam pada itu, So Chiu Si menjadi curiga mendengar dia
menggumam pula, ia kuatir jangan-jangan persembunyiannya telah
dapat diketahui sang lawan. Baru ia berpikir sampai disini,
mendadak Giok-chiu-kay sudah meloncat menyergap kearahnya.
Belum orangnya sampai, daun rumpunan pohon disekitarnya sudah
seperti terhembus angin ribut membelah ke pinggir, maka
terbukalah sekarang tempat sembunyi So Chiu Si.
Bukan hanya begitu saja Giok-chiu-kay membuka serangan, berbareng pula tangan kanannya diayunkan
dan berpuluh-puluh jarum Ceng-ling-ciam secepat kilat
menyambar keluar. Ditambah dengan kekuatan Pek-kong-ciang, ia menyusuli sekali kebutan supaya Ceng-ling-ciam itu
lebih cepat meluncur kesasarannya. Tanpa berpikir lagi, Giok-chiu-kay Go Bok melesat keatas pohon tempat
sembunyi orang Semua itu terjadi dalam sekejapan saja, Giok-chiukay maju menyergap, menyambitkan jarum dan dengan Pek-kongciangnya ia memukul, semua gerakkan itu sekaligus ia lakukan.
Walau So Chiu Si kaget dan mengetahui, belum pedangnya
dikeluarkan, sinar hijau sudah bertebaran didepan matanya.
Lagipula dengan rambut dan jenggot yang berjengat karena
marahnya itu, badan Giok-chiu-kay sudah menyergap kearahnya,
dan tidak jauh lagi jaraknya.
Pusaka Dalam Kuburan 74 Tapi So Chiu Si bisa berlaku tenang. Pikirnya dengan
mengandalkan daging kodok buduk keluaran lembah pegunungan
Hunlam yang dapat mengobati keracunan, ia tak usah kuatir. Dalam
detik itu pula ia sudah mendapat jalan yang paling baik untuk
menghadapi serangan berbahaya ini.
Maka sambil membentak keras, berbareng ia mengeluarkan
pedangnya dan tanpa menghindarkan lagi jarum-jarum Ceng-lingciam, hanya menahan napas menutup jalan darah, badan dan
pedang terus memapaki Giok-chiu-kay, dengan tipu ?Thong-cuhian-tho atau Si-anak kecil mempersembahkan buah Tho,
pedangnya yang berkilau-kilauan itu cepat menusuk ke lambung
Giok-chiu-kay. Giok-chiu-kay juga terlalu mengandelkan dirinya, ia mengira
secomot Ceng-ling-ciam kepunyaan Ceng-ling-cu yang sudah
termasyur itu. Setiap batangnya sudah terendam dalam 10 macam
racun selama 49 hari. Racunnya sangat jahat, selain obat pemunah
dari Ceng-ling-cu sendiri sukar cari obat yang dapat menolong.
Giok-chiu-kay tidak tahu kalau So Chiu Si kebetulan mendapat
sepasang kodok buduk yang dapat mengobati luka racun berbisa
dari Thian-peng-sam-kay. Maka sedikitpun ia tidak berkelit, nekad
menerima luka sambil memutar pedang menerjang.
Giok-chiu-kay melihat orang yang memperlihatkan diri adalah
seorang pemuda berwajah tampan. Sekali bertemu, berpuluh Cengling-ciam sudah mengenai badannya. Terang sudah mati lebih
banyak dari pada hidup. Walau serangan lawan itu sangat gencar,
tetapi kiam-hoatnya sangat rendah, maka serangannya sendiri tidak
ia tarik kembali, yaitu telapak tangan kirinya diayun menggaplok
kepala So Chiu Si. Pusaka Dalam Kuburan 75 Siapa tahu, baru saja serangannya ia lakukan, mendadak
matanya kabur dan lawannya sudah menghilang. Ternyata So Chiu
Si yang pundaknya tertancap sepuluh lebih jarum Ceng-ling-ciam,
sebentar saja linu nyeri menjalar dibadannya. Ia takut terlambat
mengobati racun itu. Apalagi selamanya berkelana dikangouw,
mana pernah mendapat kerugian yang begini besar? Maka sebat
sekali, tidak menanti tangan Giok-chiu-kay sampai, sekali
membungkukkan badan, ia mengeluarkan kiam-hoatnya yang
kelihatannya rendah, tetapi sukar dimengerti perubahannya!
Dengan tangan sedikit digentak dan jurus tipu tidak berubah, tibatiba tubuhnya menyelonong maju. Dalam gugup dan terkesimanya
Giok-chiu-kay merasa paha kirinya sakit luar biasa. Ternyata sudah
tergores sebagian dagingnya oleh pedang So Chiu Si yang tajam luar
biasa. Maka darah bercucuran keluar membasahi celananya.
Sebetulnya Giok-chiu-kay juga sudah lama malang-melintang
dikangouw, namanya pun sudah sangat tenar, tapi ia merasa walau
pemuda ini usianya masih sangat muda, tetapi ilmu silatnya tinggi
juga. Dibandingkan dengan Ceng-ling-cu terpaut sangat jauh dan
lebih berat. Apalagi, entah mengapa orang tidak takut Ceng-lingciam yang beracun. Karuan hatinya bercekat, ditambah pahanya
tergores luka, maka timbullah kemurkaannya. Sekali memutar
tubuh, beruntun tiga kali ia balas menyerang dengan telapak
tangannya secepat kilat. Tetapi dia cepat, So Chiu Si lebih cepat lagi.
Begitu jurus pertama berhasil melukai lawannya, jurus kedua sudah
ia siapkan pula. Ialah jurus ?It-ho-ciong-thian? atau Burung bangau
menjulang kelangit, dari bawah, ujung pedangnya secepat kilat
menusuk tenggorokan. Cepat Giok-chiu-kay melompat mundur terus bentaknya: "Hai!
Siapa kau? Badanmu sudah terkena berpuluh-puluh jarum beracun,
Pusaka Dalam Kuburan 76 selain obat pemunahku sendiri tak dapat menolong. Lekas
beritahukan namamu, supaya jangan kita saling bunuh membunuh
diantara orang sendiri!"
So Chiu Si juga takut dalam waktu singkat tak dapat merobohkan
Giok-chiu-kay, sedang menjalarnya racun susah ditahan. Maka
begitu turun tangan serangannya cepat dan ganas. Tetapi
kepandaian Giok-chiu-kay yang terlatih berpuluh-puluh tahun itu,
masakan dalam dua-tiga gebrak saja dapat menamatkan
riwayatnya? Maka ketika mendengar perkataannya yang terakhir
mengandung bersahabat itu. hatinya girang, dalam pada itupun
dalam benaknya sudah mendapatkan suatu muslihat. Maka katanya
sambil tertawa tawar: "Ping Kang Hahap adalah guruku, dapatkah
aku mengetahui nama kawan yang mulia?"
Tidak nanti Giok-chiu-kay jeri pada Ping Kang Hahap segala.
Melihat So Chiu Si yang masih muda, saat itu ia sudah mengatur
siasat busuknya, maka pura-pura ia menyesal dan katanya: "Okh!
Jadi saudara sekawan adanya, mari-mari, biar aku mengobatimu!"
Mendengar perkataan yang cocok dengan maksud hatinya itu.
segera So Chiu Si berjalan mendekati Giok-chiu-kay. Sebaliknya
sambil berkata, Giok-chiu-kay juga mendekati So Chiu Si. Dalam
sekejap saja dua orang itu sudah saling mendekat, mendadak dua
bayangan orang bergumul menjadi satu dibarengi menggerungnya
dua suara kemarahan, dilain saat, secepat kilat keduanya berbareng
melompat mundur. Pundak Giok-chiu-kay sudah tambah satu luka yang panjang dan
dalam, darah mengucur keluar laksana mata air. Sebaliknya badan
So Chiu Si juga sudah bertambah lagi sepuluh batang lebih jarum
Ceng-ling-ciam. Pusaka Dalam Kuburan 77 Ternyata dalam tanya-jawab kedua orang itu, luarnya saja
mengunjuk ingin bersahabat, tetapi sebetulnya masing-masing
bermaksud jahat untuk mencelakai lawannya. Begitu saling
berdekatan, tangan Giok-chiu-kay diayunkan, maka sepuluh batang
lebih jarum Ceng-ling-ciam sudah menancap lagi dipundak So Chiu
Si. Sedang pedang So Chiu Si tepat pada waktu itu pula sudah
menikam lawannya keduanya hampir bersamaan waktunya
mendapat luka. Sesudah itu masing-masing tahu sudah masuk
perangkap tipu muslihat lawannya. Maka sambil mengeluarkan
gerengan, tubuh mereka sama-sama melejit mundur kebelakang.
Beruntun Giok-chiu-kay mendapat luka, hatinya sudah
membenci tujuh turunan kepada So Chiu Si. Melihat Chiu Si
melompat mundur, padahal tahu luka orang lebih enteng dari luka
yang ia derita, melihat gelagatnya orang hendak lari
menyelamatkan diri, maka jelaslah sudah orang tidak takut Cengling-ciam sebab mempunyai obat mustajab untuk memunahkan
racun itu. Maka sambil tertawa terkekeh-kekeh sekuat tenaga ia
menubruk maju pula, tangan kanannya menutuk dua kali
dipundaknya untuk menghentikan keluarnya darah, sementara itu,
tangan kirinya beruntun dua kali menjotos dada dan muka lawan.
Terpaksa Chiu Si melintangkan pedang menangkis serangan itu.
Begitulah dalam sekejap saja pertempuran itu berjalan 7-8 jurus
pula. Makin lama pertempuran itu makin seru dan berbahaya.


Pusaka Dalam Kuburan Karya Siau Dji di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sekuat tenaga masing-masing berusaha merobohkan lawannya,
tipu lawan tipu, mereka saling serang menyerang. Dalam pada itu,
sambil bertempur, tak henti-hentinya Giok-chiu-kay sambil tertawa
menggertak: "Bangsat keparat, hanya terkena sebatang Ceng-ling-ciam saja,
orang bisa mati luluh menjadi darah, sekarang kau sudah terkena
Pusaka Dalam Kuburan 78 30 batang lebih Ceng-ling-ciam. Jika aku tidak membiarkan kau
meloloskan diri, mau kulihat sampai kapan kau bisa hidup!"
So Chiu Si tahu perkataan lawannya itu tidak bohong, lama
kelamaan dirinya tentu tidak tahan. Tetapi hatinya sangat
mengharap sebelum dirinya roboh sudah dapat menewaskan
lawannya terlebih dahulu. Sebab walaupun serangan Giok-chiu-kay
sangat ganas, tetapi pada dua lukanya itu darah tak henti-hentinya
meleleh keluar, lama kelamaan tentu akan roboh juga karena
kehabisan darah. Pertempuran kali ini, bukan saja tergantung pada
ilmu silat masing-masing,
juga tergantung pada kedua
belah pihak siapa yang bisa
bertahan lebih lama, barang
siapa tidak tahan lebih dulu,
tentu akan menemui ajalnya
dengan mengenaskan. Dalam keadaan sama-sama terluka, So Chiu Si terus bertahan mati-matian sebelum
racun Ceng-ling-ciam menjalar dalam tubuhnya.
Sudah tentu keduanya mengetahui bahaya itu, maka mereka bertempur makin cepat, yang kelihatan hanya
bergulung-gulungnya pedang dan berkelebatnya tangan putih Giokchiu-kay itu. Dalam sekejap saja, pertempuran sudah berlangsung
40 jurus. Lama kelamaan So Chiu Si merasa pukulan Giok-chiu-kay
mulai berkurang tenaganya. Tetapi kedua pundaknya tidak
berkurang sakitnya, malah rasa linu nyeri makin menjalar
kejantungnya. Apalagi terasa badannya sangat letih dan mengantuk.
Hatinya makin bercekat, tetapi sekuat tenaga ia mempertahankan
diri, sebelum menemui ajalnya.
Pusaka Dalam Kuburan 79 Sementara itu Say Ing yang lagi duduk dipinggir meja didalam
kuburan itu, walau ia tahu keempat patung-patung itu terbuat dari
tanah liat, tetapi adiknya Say Wi tak diketahui jejaknya. Hatinya
sangat kuatir dan gugup, ketika ia hendak berdiri dan mencari jalan
keluarnya untuk menemui So Chiu Si, kemudian masuk lagi berdua,
baru saja ia berpaling, sekonyong-konyong merasa pundaknya ada
orang menggaplok. Kagetnya Say Ing bukan alang kepalang, tanpa berpaling lagi,
segera ia melompat pergi terus memutar tubuh sambil ayunkan
cakar bajanya dengan kencang untuk melindungi badannya. Tapi
dalam ruangan, selain ia sendiri, tak kelihatan ada orang lain.
Setelah dicari-cari ternyata tidak ada orang lain, ia merasa
sangat heran. Diam-diam ia bertanya pada dirinya sendiri. Apakah
mataku mungkin kabur, tapi masakan perasaan pundakku bisa
salah? Tadi terang-terangan ada orang menggaplok dengan keras
dipundakku, sampai sekarang masih merasa sakit. Mengapa dalam
sekejap saja, lantas tidak kelihatan orangnya? Apa mungkin empat
patung ini bisa bergerak dan memukul orang? Maka ia coba
mengamat-amati pula keempat patung itu.
Betul saja ia menemukan patung simuka putih yang bermula
kepalanya menengadah melihat keatas, kini sudah menundukkan
kepala, sekali ia melihat, tiba-tiba simuka putih juga memalingkan
muka memandang padanya, tetapi itu terjadi dalam sekejap saja,
tahu-tahu kepala simuka putih menengadah lagi melihat keatas,
balik pada asalnya. Gerak kepala simuka putih tadi kelihatan sangat kaku, tetapi
semua gerakkan dengan tegas dilihat Say Ing sendiri. Setelah
tertegun sejenak, lantas Say Ing bertanya perlahan: "Eh, sobat muka
putih, sebetulnya kau ini dewa atau setan ?"
Pusaka Dalam Kuburan 80 Habis pertanyaan itu diucapkan, tiba-tiba terdengar simuka
putih tertawa, tetapi suara tertawa itu terdengar dari dalam perut.
Sebab simuka putih yang dingin seperti mayat itu tak pernah
bergerak-gerak. Dalam herannya, segera cakar bajanya terbang
melayang kearah batok kepala simuka putih. Dan "Plok" terdengar
cakar baja itu dengan tepat ambles dikepala simuka putih sama
seperti ia menyerang simuka merah tadi, hingga debu kotoran
berhamburan. Bersamaan dengan amblesnya cakar baja dikepala
simuka putih, dari perutnya mendadak terdengar ada suara jeritan:
"Aduh, mati aku !"
Mendengar suara itu, segera Say Ing memaki: "Wi-te, dimana
kau, berani berguyon lagi, nanti pulang kulaporkan ibu. Tiga tahun
lamanya tidak izinkan kau keluar rumah !"
"Hahaha.." terdengar dari perut simuka putih ada orang tertawa
gelak-gelak. "Cici, aku sudah ditelan bulat-bulat oleh setan tanah ini,
kau masih tega melaporkan ibu untuk menghukum aku?" ? Dan
habis perkataan itu, simuka putih bergerak-gerak terus berdiri dan
dari perutnya menerobos kelaur seseorang yang bukan lain Say Wi
adanya. Salam jengkel dan girangnya, Say Ing terus menarik tangan Say
Wi sambil tanyanya: "Wi-te, berapa lama sudah kau sembunyi
disini?" Sambil tertawa-tawa Say Wi menggoda: "Sewaktu aku masuk,
juga sangat terkejut melihat empat patung ini, tapi nyaliku masih
lebih besar dari nyalimu, hanya sebentar aku terkejut, lalu
kuketahui patung-patung ini hanya kepalanya saja terbuat dari
tanah liat, sedang badannya, kosong melompong. Aku tahu kau
dengan Cihu.." Pusaka Dalam Kuburan 81 "Wi-te!" sentak Say Ing dengan muka bersemu merah. Sambil
ngambek Say Wi berkata lagi: "Tidak boleh kupanggil, baiklah aku
tidak bercerita lagi !"
Say Ing gugup dan ingin betul mendengar ceritanya itu, maka
katanya cepat: "Lekaslah ceritakan, sebutlah sesukamu, jangan
ayal-ayalan !?? Maka dengan wajah mengunjuk kemenangan Say Wi
meneruskan ceritanya: "Aku tahu dan menduga, kalau kau dan Cihu
mendadak tidak melihat bayanganku tentu akan masuk kekuburan
ini mencari aku, maka aku terus bersembunyi diperut simuka putih,
untuk menggoda dan membuat takut padamu. Lama juga aku
menanti disitu, baru kau betul-betul masuk kesini mencari aku.
Kulihat cici yang biasanya begitu pemberani, kali ini menjadi
bernyali begitu kecil, takut ini takut itu. Kemudian sempat aku
menggaplok pundakmu. Haha, hanya sekali gaplok saja kau sudah
kaget setengah mati!"
Dalam hati Say Ing diam-diam merasa curiga. Kuburan tua ini
boleh dikata sudah beratus-ratus tahun lamanya, pakaian yang
dipakai empat patung itu mana bisa tidak jadi rusak? Segera ia maju
meneliti, ternyata empat jubah yang dipakai patung-patung itu,
dilihat luarnya sama dengan sebangsa kain sutera, malah masih
banyak disulam bunga-bunga yang beraneka. Tapi diraba rasanya
sangat berat, dan kalau dibalik, ganda-gandanya sangat kencang
keras dan berkilau-kilauan. Tidak tahu dianyam dari bahan apa,
dengan sekuat tenaga ia coba menyobeknya, tapi sedikitpun tidak
bergeming. Sekarang tahulah ia bahwa itu adalah empat "Joan Kak"
yang sangat berharga. Untuk "Joan Kak" ini kalangan Bu-lim sudah
bergolak saling bunuh membunuh entah sudah berapa banyak jiwa
orang melayang karenanya.
Pusaka Dalam Kuburan 82 Sementara itu, dari samping Say Wi menyeletuk: "Cici sangat
jeli, itulah memang ?Joan Kak? adanya. Kebetulan disini ada empat,
selain aku dan kau masing-masing sepotong, yang lain kita boleh
berikan ibu dan calon cihuku, haha! Maka kelak kemudian hari, kau
dan ibu harus menyamai berpakaian laki-laki. Kalau tidak, ?Joan
Kak? yang sekian besar dan panjang, bagaimana kau memakainya
nanti ?" Sambil berkata demikian kedua tangannya bekerja hendak
menyopoti empat "Joan Kak". Melihat itu, Say Ing segera mencegah,
serunya: "Wi-te, jangan kau sentuh dulu!"
Lalu dengan menyontoh simuka putih satunya, ia mengangkat
dan meletakkan kembali simuka putih ketempat asalnya seperti
semula, kemudian tanyanya: "Wi-te ketiga patung yang lain itu,
pernahkah kau menyentuhnya?"
"Tidak pernah aku menyentuhnya!" jawab Say Wi sambil goyang
kepala. Ketika Say Ing menengadahkan pula, melihat gambaran yang
berlingkar-lingkar membuat pening kepala itu diam-diam berpikir
pula: "Ketiga patung ini semua menengadah memandang keatas,
entah apakah artinya ini?" Tengah ia berpikir, mendadak terdengar
suara keras gedubrakan, cepat ia angkat kepala melihat kearah itu.
tampak dinding didepan sana yang sebenarnya bergambarkan
seorang gadis cantik berjalan kedalam taman melalui pintu yang
berbentuk bulan sabit. Sedang disisinya bergambarkan seorang
gadis remaja tengah membuka jendela memandang keluar,
mendadak jendela itulah membuka dan dari situ terlempar masuk
seorang manusia. Pusaka Dalam Kuburan 83 Melihat ada orang jatuh masuk kesitu, cepat Say Wi melompat
maju dan menggerakkan cambuknya memecut. "Tarr!" tepat
cambuknya melibat badan orang terus ditarik, ternyata itulah mayat
seorang yang sudah lama mati.
Kiranya itulah mayat pengemis yang oleh Giok-chiu-kay telah
dilempar kedalam kuburan itu. Say Wi tidak tahu peristiwa diluar
itu. Melihat mayat bisa menerobos sendiri kesitu hatinya terkejut.
Dalam pada itu, untuk kedua kalinya jendela itu membuka pula,
suatu bayangan meluncur kearah kepalanya....... !
Walau Say Wi usianya masih muda, tetapi ilmu silatnya tinggi
juga. Apalagi sedari kecil ia sudah melatih mata-telinga sedemikian
tajam. Segera bisa membedakan bayangan hitam itu adalah seorang
manusia pula. Maka sekali Liong-ling-piannya menyambar, dengan
tipu Tiang-coa- jiau-jiu atau Ular panjang membelit pohon, dengan
tepat pula, ia berhasil melibat sasarannya dengan cambuknya terus
digentak kearah samping, hingga mayat itu terpental jauh. Lalu ia
mencemooh dan maki: "Menyebalkan! Mengapa aku beruntun
bertemu mayat gelandangan? Bagaimana ini bisa kejadian?"
Saat itu, Say Ing sudah loncat maju melihat keadaan dua mayat
itu, katanya heran: "Agaknya kedua orang ini konco-konconya
Thian-peng-sam-kay. Mengapa sudah mati bisa masuk kesini?"
"Hm, perduli apa! Tapi kedua orang mati ini malahan telah
menunjukan jalan keluar bagi kita!" kata Say Wi sambil tertawa.
Ketika Say Wi masuk tadi, ia merasa dirinya mendadak merosot
kebawah, tahu-tahu sudah berada dalam ruangan itu. Tetapi tidak
tahu dari jalan mana mereka masuk. Giok-chiu-kay mimpipun tidak
akan menyangka, untuk melampiaskan marahnya melempar dua
mayat itu kedalam kuburan, berbalik menunjukkan jalan keluar
Pusaka Dalam Kuburan 84 bagi Say Ing dan Say Wi. Kalau tidak, walau mereka bisa mencari
sendiri jalan keluarnya, juga tidak bisa tepat pada waktunya
menolongi jiwa So Chiu Si.
Maka kini setelah tahu letak jalan keluarnya, segera mereka
membuka jendela bergambar itu. Pertama-tama Say Wi mendahului
loncat keluar, sedang Say Ing mengikuti dibelakang. Dengan
mengandel penerangan obornya mereka meneliti keadaan
sekitarnya. Tampak pintu masuk kuburan itu, terletak diatas
kepalanya kira2 4-5 tombak tingginya. Mengapa sewaktu dirinya
masuk tadi sedikitpun tidak merasa. Tengah mereka heran, tempat
mereka berdiri mendadak mumbul keatas. Rasanya itulah hasil
pekerjaan pesawat rahasia yang dipasang disitu, kalau kena barang
berat, otomatis dapat bergerak sendiri. Kedua orang hanya merasa
terbawa naik, tahu-tahu sudah berada dipintu keluar kuburan.
Lantas Say Wi melongok keluar, pikirnya hendak mengagetkan So
Chiu Si. Mana tahu sekali ia melihat, tampak So Chiu Si sedang
sempoyongan menghadapi seorang pengemis tua yang sekujur
badannya berlepotan darah, keduanya lagi bertempur mati-matian.
Masih Say Wi tidak mengetahui martabat So Chiu Si yang jahat
ganas itu, sebaliknya ia berterima kasih padanya yang telah
menolong dirinya. Melihat keduanya sama-sama hampir tidak
tahan. Dengan bentakan keras mendadak ia loncat keluar, sedang
Liong-ling-piannya dengan jurus ?Sin-mo-toat-beng? atau Malaikat
elmaut mencabut nyawa, secepat kilat ia menyabet kearah Giokchiu-kay Go Bok.
Dan baru cambuk Say Wi digerakkan menyerang, Say Ing pun
sudah menyusul keluar, melihat pujaan hatinya dalam bahaya, ia
terkejut, segera ia loncat maju menubruk. Belum orangnya sampai,
cakar bajanya sudah mencakar lebih dulu.
Pusaka Dalam Kuburan 85 Giok-chiu-kay dan So Chiu Si tengah mati-matian bertempur, ia
sudah diatas angin, sebab racun Ceng-ling-ciam dalam badan So
Chiu Si sudah mulai bekerja. Apalagi ia sedang bertempur,
perjalanan darahnya lebih keras. Sebab itu perhatiannya
menghadapi Giok-chiu-kay sedikit berkurang, karena disamping itu
iapun harus mencegah menjalarnya racun dalam tubuhnya. Dilain
pihak, Go Bok sendiri terlalu banyak mengeluarkan darah,
badannya sudah lemas tidak bertenaga, mana dapat menahan
serangan Say Ing dan Say Wi yang bertenaga baru dan datang dari
dua jurusan? Belum sempat ia hindari cambuk Say Wi, cakar baja
Say Ing sudah menyusul mengarah batok kepalanya. Sonder
mengeluarkan suara lagi, seketika nyawanya menghadap Giam-loong.
Ketika mendadak So Chiu Si melihat Say Ing kakak beradik susul
menyusul keluar dari kuburan, hatinya sudah sangat girang,
ditambah sekali turun tangan, keduanya telah dapat menamatkan
riwayat Giok-chiu-kay, segera ia mendoprok ditanah. serunya:
"Lekas! Lekas ambilkan daging kodok didalam bajuku, untuk
memunahkan racun dalam tubuhku!"
Melihat dikedua pundaknya penuh dengan Ceng-ling-ciam, Say
Ing kaget tak terkira. Mendengar perkataannya, segera dari dalam
baju orang ia mengambil kodok buduk dan satu persatu Ceng-lingciam dicabut semua, lalu mengobatinya. Baru kini So Chiu Si merasa
lega, dengan bersandar pada pohon, ia duduk diam mengatur
pernapasan. Dengan tidak berkesip, Say Ing terus mengawasinya. Setelah
menanti setengah harian, baru pelan-pelan So Chiu Si membuka
mata dan berkata pada Say Ing sambil tertawa: "Ah, beruntung
Pusaka Dalam Kuburan 86 kalian datang lebih cepat, kalau tidak tentu aku sudah menjadi setan


Pusaka Dalam Kuburan Karya Siau Dji di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ditangan tua bangka itu!"
Melihat orang sudah siuman dan segar kembali, Say Ing merasa
sangat terhibur. Hatinya entah berapa banyak kata-kata mesra yang
hendak ia ucapkan, tetapi melihat Say Wi berada disitu, ia merasa
rikuh untuk mengusir pergi sang adik, maka sepasang matanya saja
yang menatap pada Say Wi.
Say Wi dapat menangkap isi hati cicinya itu, maka katanya
sambil tertawa: "Cici, jika aku menjadi halangan bagimu disini,
baiklah aku menyingkir saja."
Tanpa menunggu jawaban orang, Say Wi lalu melesat kearah
lubang kuburan tadi, ketika So Chiu Si yang nyawanya terancam,
satu-satunya yang ia harap asal bisa panjang umur. Tentang harta
pusaka yang terpendam dalam kuburan itu sudah dilupakan
olehnya. Kini setelah jiwanya selamat, hati jahatnya timbul pula.
Melihat Say Wi melesat kearah kuburan, segera ia berseru
mencegah: "Wi-te tahan!"
"Hahaha! Yang satu menyuruh aku pergi, yang lain menyuruh
aku kembali, sebetulnya bagaimana ini. Baiklah, kalian berunding
dahulu, kalau sudah ada ketentuan, nanti aku kembali lagi!"
demikian kata Say Wi sambil menoleh pada kedua orang itu.
"Wi-te, berani kau mengatakan lagi?" bentak Say Ing. Segera So
Chiu Si memegang tangan Say Ing, dengan pura-pura bersenyum
katanya perlahan: "Ing-kohnio, waktu kita bercakap-cakap masih
sangat banyak, jangan kau menyuruh ia pergi, masih ada yang
harus kutanyakan." Say Ing menundukkan kepala tak menjawab. Sedang So Chiu Si
menggapai pada Say Wi. Siapa terpaksa mendekati pula dan duduk
Pusaka Dalam Kuburan 87 ditanah. Kata So Chiu Si dengan tertawa : "Wi-te, nanti setelah
lukaku sembuh seluruhnya, akan kubawa kau pergi pesiar
kepelbagai tempat !?? "Kau bawalah cici saja, aku bisa pergi sendiri!?? jawab Say Wi.
Chiu Si tidak menghiraukan lagi padanya, ia tanya pada Say Ing
tentang keadaan dalam kuburan itu, tapi belum Say Ing menjawab.
Say Wi sudah mendahului menceritakan keadaan dalam kuburan
situ kepada So Chiu Si. Mendengar ditubuh keempat patung itu semuanya memakai
"Joan Kak??, tidak tahan lagi Chiu Si berseru kaget, dan girang: "Ahh,
kabar cerita di kangouw temyata tidak bohong. Itulah barang
peninggalan pada jaman dynasti Han yang bernama Su Ling Kak."
Masih belum sadar Say Ing kakak beradik akan lagi perkataan
orang penuh rasa tamak itu. Sebaliknya berbareng mereka
bertanya: "Bagaimana kau bisa tahu?"
So Chiu Si menyesal sudah telanjur berkata. Ia mengetahui
tentang Su Ling Kak yang menurut kabarnya adalah dianyam dari
otot binatang semacam trenggiling yang hidup dibawah laut. Tidak
mempan barang tajam. Untuk orang yang belajar ilmu silat, itulah
sebuah barang pusaka berharga yang tak ternilai.
Maka cepat jawabnya: "Aku juga hanya mendengar dari orang,
belum tentu betul bernama Su Ling Kak. Mungkin itu hanya ?Joan
Kak? biasa saja." Sampai saat itu, kedua kakak beradik itu masih belum
mencurigai So Chiu Si yang mempunyai rencana sendiri, malah
keadaan lainnya mereka ceritakan pula semua sejelas-jelasnya.
Setelah tutur Say Wi selesai, masih Say Ing beri tambahan:
"Diantara ampat patung itu, yang tigamenengadah kepala
Pusaka Dalam Kuburan 88 memandang keatas, sedang gambar yang tertera diatas langit-langit
itupun sangat aneh dan mentajubkan. Menurut pandanganku,
barang yang berada dalam kuburan bukan hanya terdiri dari
mutiara atau batu giok dan keempat potong Su Ling Kak itu saja!"
Dengar cerita ini, So Chiu Si tambah terkejut. Ternyata sesudah
mendengar tutur Say Wi, siang-siang ia sudah menduga bila Su Ling
Kak yang begitu berharga sembarangan saja ditaruh begitu, apalagi
dalam kuburan dipasang pesawat rahasia. Tentu masih ada barang
lain yang lebih berharga dan berguna yang disembunyikan
dikuburan itu. Maka cepat So Chiu Si berkata: "Ya, dalam kuburan situ tentu
masih ada lain barang berharga. Tetapi sekarang hari mulai terang,
mungkin akan ada orang datang kemari lagi, pula sebentar racun
dalam tubuhku akan hilang, maka Wi-te menjaga dilubang pintu
sini, sedang aku dan cicimu masuk mencari pusaka. Bagaimanakah
pendapatmu?" Sejenak Say Wi terdiam, lalu ia melulusi. Diam-diam So Chiu Si
bergirang dapat memisahkan kakak beradik itu. Satu didalam dan
yang lain diluar kuburan. Apalagi Say Ing tak nanti menaruh curiga
pada dirinya. Melihat gelagatnya, tidak perduli dalam kuburan itu
ada barang apa saja, semua itu sudah ditakdirkan akan menjadi
miliknya. Sementara fajar sudah menyingsing, segera So Chiu Si lompat
bangun, katanya bersemangat: "Hayo, sekarang mari kita mulai!"
Lalu dengan menggandeng tangan Say Ing terus melesat kearah
pintu masuk kuburan itu. Ingin benar Say Wi ikut masuk melihat keramaian. Tapi sebab
dirinya sudah janji pada So Chiu Si untuk berjaga diluar. Apa boleh
Pusaka Dalam Kuburan 89 buat, ia mengeluarkan cambuk Liong-lin-pian, dan berjaga didepan
kuburan. Sesudah So Chiu Si dan Say Ing melangkah masuk kedalam
kuburan, terasa badan mereka menurun ambles kebawah dan tahutahu telah berada dalam ruangan tadi. Sebab sudah satu kali Say Ing
datang kesitu, maka ia tidak rasa takut lagi. Setelah mengeluarkan
obor rotan dan menyulutnya. Sekonyong-konyong mendengar So
Chiu Si bertanya: "Kau tadi bilang bahwa disini ada empat patung???
"Ya, betul!" jawab Say Ing, tapi segera katanya pula dengan
heran: "He! Empat patung itu lari kemana sekarang ?"
So Chiu Si menjadi tegang. Tanyanya segera: "Ing-moay,
ingatlah yang betul, apa sungguh tadi berada disini?"
Dengan hati-hati Say Ing meneliti sekitarnya. Meja kursi masih
utuh, gambar-gambar didinding dan dilangit-langit serupa tak
segarispun berubah. Katanya pasti: "Betul disini, tak salah lagi.
Empat patung itu mengapa mendadak sontak hilang? Apakah ada
orang lain masuk kemari?"
Kata Chiu Si: "Kita bertiga semua berada didepan lubang pintu
itu. Siapa lagi yang bisa masuk tanpa kita ketahui?"
Say Ing membantah: "Mungkin orang kosen berkepandaian
tinggi, siapa tahu?"
Tertawa Chiu Si, katanya: "Bukan aku tekebur, tadi waktu aku
bersemedhi mengatur pernapasan, disekitar sepuluh tombak
persegi, jika ada orang bergerak saja, sukar terhindar dari
pendengaran dan pengawasan mata-kupingku!" Say Ing tahu
memang kepandaian orang lebih tinggi dari dirinya, maka mau ia
percaya perkataan orang, katanya: "Kalau menurut perkataanmu,
masakan patung yang dibuat dari tanah itu bisa berjalan sendiri?"
Pusaka Dalam Kuburan 90 "Sudah tentu tidak bisa. Tapi mungkin disini ada dua ruangan
dan kita masuk ruang kedua. Atau boleh jadi sewaktu kau dan Wite keluar tadi, tak hati-hati menyentuh pesawat rahasianya, hingga
menggeserkan tempat asalnya. Mendingan kau masih ingat letak
tempat keempat patung itu. Yang duduk disana bagaimana gayanya.
coba kau tiru buat aku lihat," kata sipemuda.
Say Ing menurut dan duduk diatas kursi dengan kepala
memandang keatas menatap langit-langit. Melihat itu, tergerak hati
Chiu Si, pikirnya jika hendak membokong, inilah kesempatan yang
paling baik dan gampang. Maka katanya cepat: "Ing-moay,
duduklah kau jangan bergerak, dengan mengikuti pandangan
matamu, aku akan memeriksa keatas langit-langit itu mungkin ada
rahasianya disana!" Sungguh sedikitpun Say Ing tidak menaruh curiga, maka Chiu Si
menggunakan tipu ?Liong-heng-seng-thian? atau naga naik kelangit,
sekali kakinya di encot, segera tubuhnya melesat naik keruangan
yang tingginya kira-kira dua tombak lebih. "Plok!" Dengan
tenaganya yang besar tangannya sudah menggaplok pada atap
kuburan itu. Dengan mengerahkan sekuat tenaga tadi ia berharap
lima jarinya bisa masuk menoblos dan dirinya bisa bergelantungan
diatas. Siapa tahu atap ruangan itu ternyata terbuat dari batu yang
sangat keras. Hanya dapat mengorek hilang gambaran diatas itu
sebagian, terus badannya merosot turun lagi.
Segera So Chiu Si berpoksay diudara, dilihatnya Say Ing masih
duduk tak bergeming sedikitpun. Pikirnya inilah kesempatan yang
paling baik untuk mencelakainya.
Dengan maksud keji itu, menggunakan sedang badannya
berputar, tangannya lantas mengeluarkan sebuah thi-tan (pelor
besi), tapi segera terpikir lagi olehnya: "Itulah tidak sempurna, pada
Pusaka Dalam Kuburan 91 waktu badannya masih berada diudara, sambitannya susah
mengenai jalan darah penting, dilain pihak, setelah mendapat
pusaka itu, begitu Say Wi masuk dan melihat encinya sudah mati,
masa ia mau menyudahi begitu saja?"
Sedang pikirannya bekerja itu, tubuhnya sudah turun diatas
tanah, Say Ing masih duduk menengadah tidak bergerak, malah
terus berseru: "Dengan menyusun tujuh kursi itu diatas meja,
bukankah akan sampai kau mencapai diatap itu?"
Diam-diam So Chiu Sie berseru akal bagus, sahutnya: "Ingmoay, bukan saja kecantikanmu melebihi orang, pikiranmupun
sangat cerdik." Terhadap So Chiu Si, betul-betul Say Ing sudah jatuh cinta,
mendengar dirinya dipuji, hatinya melasa girang. Tetapi pada
waktu itu pula jari So Chiu Si menyentil, thi-tan ditangannya
secepat kilat menyambar kearah Say Ing. Karena takut ketahuan Say
Ing, maka ia menggunakan gerakkan melepas senjata rahasia yang
paling keji. Yaitu yang dinamakan ?Bu-heng-bu-sing? atau Tak ada
bayangan tanpa suara, terus menyambar ?Hun-ki-hiat? dipinggang
Say Ing. Hun-ki-hiat dipinggang itu, bukan termasuk jalan darah
penting, tetapi sekali tertutuk, untuk selama satu jam orang takkan
dapat bergerak. Maka tertampaklah badan Say Ing tergetar sejenak, terus tak
berkutik. Sangkanya tentu sudah terkenan sambitannya, maka
cepat ia menyusun tujuh kursi satu persatu, betul juga ketika dirinya
berdiri diatas sudah cukup untuk memeriksa atap sekelilingnya ada
tidak pesawat rahasianya.
Kala itu betul Say Ing sudah tertotok jalan darahnya. Tetapi
dalam hatinya tidak sedikitpun mencurigai So Chiu Si pernah
Pusaka Dalam Kuburan 92 melepas senjata rahasia mencelakai dirinya. Sebab waktu So Chiu Si
merosot turun ditanah, tiba-tiba Say Ing merasa dalam sekejap saja,
Hun-ki-hiat di pinggang kirinya mendadak terasa linu terus
badannya tak bisa bergerak. Sampai buka suara minta tolong saja
tidak sempat lagi. Sudah tentu So Chiu Si yang turun disebelah kanan, sedang
pinggang kirinya yang tertutuk, terang kecurigaannya tak nanti
ditujukan pada So Chiu Si. Sedang Chiu Si sendiripun tidak tahu
menahu akan peristiwa itu, sangkanya thi-tannya sudah jitu
mengenai Hun-ki-hiat pada pinggang Say Ing. Mana tahu, Hun-kihiat dipinggang kiri Say Ing yang tiba-tiba tertutuk lebih dulu.
Maka kemudian, setelah So Chiu Si menyusun tujuh kursi
dengan baik, dengan mudah saja ia sudah berada diatas tumpukan
kursi itu. Ia lihat gambar yang melingkar-lingkar itu, warnanya
yang begitu elok hingga memeningkan kepala dan mata kabur,
tempat yang telah tercakar oleh tangannya tadi menunjukkan
warna putih, kiranya itulah ukiran dari batu Giok peninggalan
jaman dynasti Han. Setelah So Chiu Si berpikir bolak-balik, akhirnya ia coba
menghantam dan mengusap gambar yang beraneka warnanya itu,
maka bertaburanlah debu-debu dan cat-cat kering dari gambaran
itu. Menurut aturan, Say Ing yang sedang menengadah keatas, akan
ketiban kotoran-kotoran itu pada mukanya. Tetapi tiba-tiba Say Ing
merasa dibelakangnya ada angin bersiur santar tak henti-hentinya
menyambar datang, semua debu-debu itu terhembus pergi dan
jatuh diatas meja. Maka tahulah Say Ing sekarang bahwa dibelakangnya ada
bersembunyi seorang berkepandaian tinggi yang sukar dijajaki.
Buktinya, ia dan So Chiu Si tidak lemah, tapi sedikitpun tak
Pusaka Dalam Kuburan 93 mengetahui akan bayangannya saja? Dan lagi, empat patung itu
tentu juga telah dipindahkan orang itu.
Melihat So Chiu Si masih tekun memeriksa atap ruangan itu,
hanya dalam hatinya berseru-: "Ada orang dalam ruangan! Ada
orang dalam ruangan!" ? Tetapi sayangnya ia tak dapat bersuara
karena tertutuk, karuan ia gugup seperti kebakaran jenggot.
Sementara itu tangan So Chiu Si terus bekerja, hingga gambargambar diatas itu sudah bersih disapu kira-kira satu meter persegi.
Untuk mengetahui tempat itu apa betul tempat yang dipandang oleh
patung simuka merah, maka ia menundukkan kepala memandang
kearah Say Ing. Dalam hati Say Ing sangat girang, pikirnya, dari atas So Chiu Si
memandang kebawah, tentu melihat orang dibelakangnya. Siapa
kira, So Chiu Si hanya berpaling sejenak, lantas angkat kepalanya
pula. Dalam pada itu diatas batu yang putih itu, tertera sebuah
gambar Thay Kek (mata alam), sepasang tangan So Chiu Si tengah
memutar "yang-kek" (positif) dan "im-kek" (negatif) gambar itu.
Tak lama, kedengaran suara berkereketan, gambar Thay-kek itu
sudah berpindah ditangan So Chiu Si, sedang diatas atap itu
terlihatlah sebuah lubang bundar kira-kira setengah meter
lebarnya. So Chiu Si kegirangan atas hasilnya itu, dengan berseru girang
ia melemparkan lukisan Thay-kek batu itu kearah batok kepala Say
Ing. Gambaran itu yang terukir dari batu giok beratnya ada ratusan
kati. Karuan kaget Say Ing bukan alang-kepalang, hendak berteriak
tak bisa, tiada jalan lain ia memejamkan mata menanti ajal.
Mendadak angin dibelakangnya berkesiur pula, begitu ia membuka
mata, dilihatnya ada sepasang tangan diulurkan, hanya sedikit
Pusaka Dalam Kuburan 94 mendorong, lukisan batu itu terbang miring dan jatuh ditanah.
"Pyarr !" pecah berantakan berkeping-keping ditanah.
So Chiu Si hanya sambil lalu saja melemparkan gambar Thaykek itu kebawah, sedikitpun tidak tahu, jika tidak ada orang
menolong, kepala Say Ing sudah pecah, maka mendengar suara
pecahnya batu itu, iapun tidak perhatikan.
Dalam pada itu tangan tadipun segera ditarik kembali. Say Ing
menjadi heran, pikirnya, kekuatan orang ini boleh dikata sangat
besar, batu ratusan kati beratnya itu hanya dengan ringan saja ia
sentuh, sudah jatuh ditempat yang begitu jauh. Apalagi orang itu
terang selalu melindunginya, sampai debu kotoran yang akan
menimpa mukanya, dia juga tidak membiarkan begitu saja. Akan
tetapi, mengapa pula ia menutuk jalan darah diriku? Ini benar
peristiwa yang aneh. Tiba-tiba terdengar pula So Chiu Si berseru girang, tampak ia


Pusaka Dalam Kuburan Karya Siau Dji di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah menyeret keluar dua buah peti dari lubang itu. Sebenarnya,
ruangan ini sudah cukup mentereng dan mewah. Tapi begitu dua
peti itu muncul, lebih-lebih menambah semarak ruangan itu.
Ternyata diatas dua peti itu, bertaburkan bermacam mutiara yang
berharga sebesar buah lengkeng.
Melihat So Chiu Si akhirnya berhasil mendapatkan pusaka
berharga itu, hati Say Ing turut bergirang diluar dugaan, setelah
menyeret keluar dua peti itu, terus Chiu Si loncat turun dan
meletakkannya ditanah, lalu melirik sekali kearahnya sambil
tertawa iblis, terus berjalan kearah lubang pintu tadi.
Melihat itu, baru sekarang hati Say Ing mencelos. Ia tidak
mengerti mengapa So Chiu Si bisa berlaku begitu tega, mengetahui
dirinya ditutuk orang, tapi tidak menolongnya.
Pusaka Dalam Kuburan 95 Tapi tak berapa lama, So Chiu Si kembali kedalam ruangan pula,
lain saat, terdengar suara Say Wi berseru: "Sudahkah kau dapatkan
pusaka itu? Mengapa kau tinggalkan cici sendirian didalam, apakah
ia tidak takut?" Dengan unjuk tertawa iblis, So Chiu Si melirik kearah Say Ing,
jawabnya: "Ia takut apa?" ? saat-saat itulah terlihat Say Wi sudah
loncat masuk kedalam. Mendengar So Chiu Si berkata demikian, pula melihat sinar
matanya dan sikapnya yang dingin itu, mana ada rasa cinta padanya
sedikitpun ? Hati sigadis benar-benar mencelos, katanya dalam hati:
"Dia mengetahui aku tertutuk jalan darahku, tetapi tak mau
menolong. Mengapa? Mengapa?"
Sesudah Say Wi masuk kedalam, ia melihat sang enci duduk
terpaku memandang keatas, sedikitpun tidak bergerak, maka
tanyanya heran: "Cici, sedang apakah kau?" ? Lalu ia mendekati
Say Ing. Tapi baru beberapa tindak, So Chiu Si sudah datang
merintangi dan menyeretnya kembali, katanya: "Wi-te, jangan kau
gegabah! Jangan kau sentuh cicimu!"
"Mengapa?" dengan heran tanya Say Wi.
"Eeeh Tadi ia menemukan sebuah kitab ilmu lwekang, kini
sedang ia yakinkan, maka jangan kau usik-usik dia!" jawab Chiu Si
sambil tertawa. Say Wi setengah percaya setengah tidak, tanyanya pula:
"Masakan melatih lwekang begitu caranya?"
"Dunia begini lebar, segala keanehan mungkin terjadi. Melatih
lwekang dengan cara begitu apanya yang aneh?" ujar Chiu Si.
Semua percakapan itu, dengan terang didengar oleh Say Ing, tapi
sayang dirinya tidak bisa bertanya. Apa boleh buat bisanya hanya
Pusaka Dalam Kuburan 96 menahan napas menonton perubahan-perubahan yang akan
terjadi. Berkali-kali Say Wi melihat Say Ing, makin dipandang makin
heran. Tetapi tak berani pula ia bukan suara bertanya. Waktu ia
memutar tubuh, tiba-tiba tampak So Chiu Si sedang melolos
pedangnya ditangan, maka sapanya heran: "Eh! apa yang hendak
kau perbuat?" Jawab So Chiu Si: "Tidak apa-apa, hanya ingin tahu dalam dua
peti itu, ada barang apanya, baiklah kita buka sebuah masingmasing!" ? Lantas ia menggerakkan pedang terus membacok
keatas peti itu. Say Wi menyangka orang mencabut pedang memang
hendak membuka peti, maka tidak curiga lagi terus bekerja
membuka peti lainnya. Kedua peti itu, walau ada kuncinya yang buatannya begitu halus
dan sukar dibuka, tetapi saking tuanya. maka sudah karatan, sekali
dongkel dan bacok saja dengan mudah terbuka sudah. Setelah
disingkap tutupnya, seketika Say Wi termangu-mangu. Ternyata isi
peti itu, adalah tujuh bilah pedang yang bersinar menyilaukan mata.
Itulah tujuh pedang kecil yang panjangnya kurang-lebih 7 inci,
disisinya, masih ada sejilid kitab kecil tipis, diatas kitab itu tertera
"Khit Siu Kiam Hoat" empat huruf. Sedang tujuh pedang itu, sekali
pandang saja dapatlah diketahui bahwa itulah pedang-pedang
wasiat yang tajamnya susah dilukiskan.
Seketika Say Wi terlongo-longo, saat itulah mendadak terasa
dibelakang kepalanya ada angin berkesiur menyambar kearahnya,
tahu ada bahaya, ia berkelit sebisanya sambil menoleh kebelakang,
ternyata dirinya sudah terkurung oleh sinar pedang So Chiu Si, dan
terdengar suara tertawa iblis. Maka tahulah ia bahwa So Chiu Si
hendak menurunkan tangan jahat kepadanya. Juga cicinya mungkin
Pusaka Dalam Kuburan 97 sudah celaka ditangannya. Pada saat itulah sekonyong-konyong ia
melihat tiga titik sinar senjata rahasia dari dinding sebelah sana
secepat kilat datang menyambar. Sekali lihat, tahulah Say Wi bahwa
itulah senjata rahasia ibunya "toh-hun-sam-hoa" yang telah merajai
dunia. "Trang!" Seketika tampak So Chiu Si terhuyung-huyung
mundur kebelakang, sambil
memegang pedangnya eraterat pemuda itu kelihatan
heran dan kaget. Belum kagetnya itu hilang, sinar
tajam kedua sudah cepat menyusul datang pula. So Chiu Si merasa satu tenaga
yang maha besar membentur pedangnya Sebelum pedang So Chiu Si mengenai Say Wi, tiba-tiba dari samping sana menyambar
datang tiga sinar tajam hingga pedangnya patah terbentur.
hingga hampir-hampir terlepas, maka dengan mengerahkan tenaga ia pegang pedangnya
erat-erat. Siapa tahu, tiba-tiba "pletak!" pedang panjangnya itu,
sudah patah menjadi dua potong.
Baru saja pedangnya itu putus, sinar ketiga sudah melayang
datang. Boleh dikata, waktu untuk ia berpikir saja tidak ada, tahutahu sudah mengenai pedangnya yang buntung itu. Kali ini, tenaga
itu lebih besar dan kuat dari yang sudah-sudah, sampai telapak
tangannya tergetar kesakitan dan darahpun mengalir keluar,
pedang buntungnyapun tidak kuat pula ia pegang, dengan
mengeluarkan suara gemerincing, pedangnya jatuh ditanah.
Waktu Say Wi menoleh, dari lukisan gadis cantik diatas dinding
itu berjalan keluar seorang. Itulah orang yang namanya sudah
menggetarkan Kangouw dengan "toh-hun-sam-hoa" atau tiga
Pusaka Dalam Kuburan 98 bunga pencabut nyawa, yang menggetarkan dunia. Yang diberi
nama julukkan Sam-hoa-nio-cu Kiong Siang Lan.
"Ibu! Kapan kau sudah mengumpet disitu?" tanyak Say Wi
dengan girang. Sam-hoa-nio-cu Kiong Siang Lan tidak menjawab pertanyaan
itu, terlebih dulu ia membebaskan tutukkan Say Ing.
Sampai saat itu, baru Say Ing jelas akan martabat So Chiu Si yang
jahat licik itu. Tamak berhati binatang. Ia merasa jijik memandang
padanya, hanya panggilnya "ibu!"
Dengan berseri-seri Kiong Siang Lan berseru: "Ing-ji" (anak Ing)
kepandaianmu masih terpaut jauh! Kali ini kau turut aku pulang
kegunung, dalam setahun tidak kuijinkan kau keluar berkeliaran!"
Say Ing tak berani berbantah. Dilain pihak, waktu itu Say Wi pun
sudah memeriksa peti yang lain itu. Ternyata dalamnya berisi
delapan gelang bundar yang memancarkan sinar kemilauan dan
mengeluarkan hawa dingin, disisinya juga terletak sejilid kitab,
diatasnya tertulis "Pat Po Kian Gun Jian" lima huruf. Serunya: "Ibu
lihatlah, perjalanan kita kali ini boleh dikata tidak sia-sia, betapa
manfaatnya dua macam pusaka ini !"
Sambil tertawa Sam-hoa-nio-cu Kiong Siang Lan berkata : "Wiji perkataanmu itu salah, Khit-siu-kiam dan Pat-po-kian-gun-jian
ini, kalau termasuk pusaka ampuh dan tak ternilai dalam Bu-lim,
tapi mana dapat menimpali hasil pengalaman kalian yang kenal apa
artinya orang hidup sekarang. Kelak jika kalian harus berkelana di
kangouw, hendaklah gunakan pengalaman ini sebagai cermin.
Terutama Ing-ji yang teledor, bekerja membabi buta, bertemu
dengan orang belum satu hari, hatinya sudah terpincuk. Jika tidak
Pusaka Dalam Kuburan 99 kebetulan sempat aku menyusul datang, siang-siang sudah
terkubur dalam kuburan ini !"
Say Ing hanya menundukan kepala mendengar nasihat ibunya
itu dengan perasaan malu.
Setelah memberi nasehat panjang lebar itu, Sam-hoa-nio-cu
terus mengangkat kepala pula sambil memperdengarkan tertawa
dinginnya, tiba-tiba tangannya diayun, tiga tangkai "toh- hun-hoa."
secepat kilat meluncur. So Chiu Si hanya merasa pandangannya
kabur, disusul terasa kedua belah pipinya kesakitan, waktu
tangannya meraba, ternyata sudah penuh berlepotan darah.
Dilain saat terdengar Sam-hoa-nio-cu Kiong Siang Lan
mendamperat: "Hmmm, manusia berhati binatang yang suka hual
tampang, kalau tidak mengingat kau telah menolongi jiwa Say Wi
dari bokongan orang, masakan jiwamu bisa bertahan hingga
sekarang ? Hayo, lekas enyah dari sini !"
Sekarang baru So Chiu Si insaf, kiranya selalu orang menguntit
padaku, segala pekerjaan yang aku lakukan semuanya tak terhindar
dari pengawasannya. Walau hatinya sangat benci, tetapi tidak
berani lagi bertingkah dan membuka suara, maka lekas-lekas ia
meninggalkan tempat yang apes baginya itu.
Sam-hoa-nio-cu perintahkan Say Wi membawa itu Khit-siukiam dan Pat-po-kian-gun-jian, bergegas-gegas mereka lantas
meninggalkan kuburan itu.
Kala mereka keluar dari kuburan itu, hari sudah mulai terang,
sinar sang surya yang kuning emas warnanya itu menyinari sekitar
kuburan itu dengan mayat-mayat yang bergelimpangan tak ada
yang mengusik-usik. Dilain saat bayangan tiga orang itupun
menjauh ditelan kabut pagi.
? TAMAT ? Pusaka Dalam Kuburan 100 Kisah Si Bangau Putih 14 Claire Karya Phoebe Abigail Sepasang Garuda Putih 3

Cari Blog Ini