Ceritasilat Novel Online

Totokan Jari Tunggal 9

Totokan Jari Tunggal It Yang Cie Karya Sin Liong Bagian 9


"Hahahaha!" Tertawa si pemuda dengan sikap yang benar-benar ceriwis. "Ayo... tariklah....tariklah!!"
Lam San jadi murka bukan main. Dia mengempos semangatnya, menarik lagi. Tetap gagal. Juga di waktu itu tangan kirinya hendak menotok jalan darah di tubuh si pemuda. Namun bisa dihindarkan. Dengan sikap yang ceriwis, pemuda pelajar itu telah memasukkan kipasnya yang terlibat pada ikat pinggangnya, di selipkan, kemudian tangan kanannya mengusap pipi Lam San.
Kaget Lam San, dia hendak menghindar. Namun gagal. Pipinya tetap saja bisa diusap oleh pemuda itu. Dia jadi murka bukan main.
"Sungguh manis... walaupun pakaianmu demikian compang-camping, tokh, kau seorang gadis yang manis sekali, sangat cantik!!" Memuji pemuda pelajar itu.
Kalap Lam San. Sepasang kakinya hendak menendang.
Namun, begitu Lam San menendang dia jadi mengalami kecelakaan yang benar-benar menambah kejengkelan hatinya
Waktu kaki kanannya menendang, justeru tangan si pemuda telah mencekal kakinya. Sekarang tangan kanan dan kaki kirinya tercekal oleh tangan si pemuda.
"Ayo berontaklah manis!" Tantang pemuda itu.
Bukan main kalapnya Lam San, saking marah tapi tidak berdaya seperti itu hampir saja dia mau menangis.
"Lepaskan!" Kata Lam San dengan suara membentak.
"Aku akan melepaskan!" Kata pemuda pelajar itu dengan sikap yang genit sekali. "Tapi ada syaratnya!"
Apa syaratnya?!" "Cium aku!" "Cissssss!!" "Kok cissssss?!"
"Akan kuadu jiwa dengan kau, manusia cabul!!"
"Oooo, jangan!! Jangan! Jangan suka mengadu-ngadu jiwa, nanti kalau kau celaka, bukankah harus disayangkan sekali, seorang gadis cantik harus mati?!"
Setelah berkata begitu, pemuda pelajar itu tertawa bergelak-gelak.
"Ayo lepaskan!!" Teriak Lam San kalap, dia berusaha meronta. Tapi memang sudah dasarnya dia memiliki tenaga yang kalah dari pelajar itu, dia tidak berhasil melepaskan kaki dan tangannya dari cekalan si pemuda pelajar.
Pemuda pelajar itu dengan sikap ceriwis telah bilang dengan sikap yang genit sekali : "Bagaimana? Kalau kau mau menciumku, maka kaki dan tangan akan kulepaskan?!"
Mata Lam San mendelik. "Tidak mau?!"Tanya pemuda pelajar itu.
"Bunuhlah aku!" Teriak Lam San hampir menangis.
"Hahahaha, kau minta aku membunuhmu?? Aduhhh, tentu saja aku tidak berani. Berdosa, terlebih lagi membunuh gadis secantik kau, tentu dosanya jadi berlipat ganda...!"
Benar-benar Lam San kewalahan. Tapi dia tidak tahu harus melakukan apa untuk menghindarkan pemuda ceriwis ini dan juga untuk melepaskan kaki maupun tangannya dari cekalan pemuda itu.
Sedangkan pemuda itu tersenyum tawar. Dia bilang "Apakah kau benar-benar tidak mau menciumku?!"
Lam San menyahuti. "Aku mudah saja untuk melumpuhkan kau, aku bisa menotok jalan darahmu dan kau tidak akan berdaya lagi....!" Mengancam pemuda itu.
Hati Lam San tercekat, dia jadi ketakutan. Apa yang dikatakan pemuda pelajar itu memang benar, sekali saja dia menotok, maka di waktu itu pasti Lam San tidak berdaya lagi dan pemuda pelajar itu bisa saja melakukan apa yang diinginkannya.
"Lepaskan...lepaskan dulu kaki dan tanganku!" Kata Lam San dengan suara tidak segalak tadi.
"Hahahahaha, jadi kau bersedia menciumku?!" Tanya pemuda pelajar itu kepada si gadis.
Si gadis diam membisu. "Bagaimana, kau mau atau tidak menciumku?."
"Ti.....tidak'"
"Baiklah!" Kata pemuda pelajar itu. "Kalau memang demikian, terpaksa aku harus melakukan kekerasan terhadapmu!"
Setelah berkata begitu, dia tertawa keras sekali. Sedangkan Lam San jadi ketakutan serta kuatir.
Waktu itu, tiba-tiba terdengar suara "serrr,. serrr" yang halus sekali.
Lam San heran bukan main. entah suara apa itu. Dia baru pertama kali mendengar suara seperti itu.
Sedangkan muka pemuda pelajar itu berobah.
"Ihhhh, mengapa mereka berada di sini...?!" tanya pemuda pelajar itu.
"Serrr. serir......!" Suara itu terdengar semakin jelas. Tapi aneh bukan main suara itu. "Serrrr.....serrrr.....!"
Lam San melirik. Hatinya tercekat kaget. Dia melihat di bawah sinar rembulan, justeru tampak benda yang meliuk-liuk di tanah, berkilauan. Panjang sekali
Ternyata beberapa ekor ular melata tengah mendatangi. Dan yang lebih mengejutkan Lam San, tampak menyusul puluhan ekor ular lagi, bermacam-macam jenis, tengah melata menghampiri.
Akhirnya jumlah ular ular itu semakin banyak juga, yang melata mendekati si pemuda pelajar.
Anehnya, pemuda pelajar itu tampak tenang-tenang saja. Walaupun tadi dia sempat heran, tokh bukan dia terkejut atau takut pada ular ular itu Malah kemudian pemuda pelajar itu telah tertawa.
"Aha, kalian datang juga?!" Kata pelajar itu seakan juga dia tengah bicara dengan orang.
Lam San semakin heran, dia mengawasi sekelilingnya.
Namun di sekitar mereka tidak terlihat seorang manusiapun juga.
Sedangkan pelajar itu sambil tertawa mengulapkan tangannya. Aneh. Luar biasa sekali. Ular-ular itu, yang jumlahnya telah semakin banyak, tidak melata lebih jauh, melainkan telah mendekam, seperti juga tengah berhadapan dengan sesuatu yang ditakutinya.
Sikap ular-ular itu membuat Lam San jadi heran lagi. Dia tidak mengerti mengapa ular-ular itu mendekam seperti itu. Maiah, Lam San kemudian sudah melihat, banyak sekali ular-ular berukuran besar muncul belakangan. Ular-ular besar itupun telah mendekam, sambil lidahnya tidak henti dijulurkan.
Pelajar itu tertawa. "Bagus... dengan kedatangan kalian, berarti tugasku akan lebih mudah lagi dilaksanakan...!" Menggumam pelajar itu "Nih kalian pergilah!"
Setelah berkata begitu, dia bersiul nyaring. Ular-ular itu seperti baru memperoleh kebebasannya, karena mereka telah memutar arah dan melata pergi. Rapi sekali, walaupun demikian banyak jumlah mereka dan bergerombol, namun ular-ular itu melata sangat rapih sekali. Malah, tampaknya ular-ular itu seperti terlatih.
Sedangkan si pemuda pelajar telah tertawa, sambil melirik kepada Lam San.
"Hemmm.....!" Dia mendengus perlahan dan melepaskan cekalannya pada tangan dan kaki si gadis. "Lihatlah, ular-ular itu demikian banyak jumlahnya! Tapi kau tidak perlu takut, karena ada aku dan ular-ular itu 'menghormati' aku.....Tapi, kalau memang kau membangkang terhadap perintahku, maka tentu tahu akan akibatnya, bukan?!"
Muka Lam San berobah pucat. Dia bisa mengarti apa makna atcaman si pelajar, yang berarti dia akan dijadikan umpan ular ular itu. Betapa mengerikan sekali, membuat bulu tengkuk jadi berdiri. Dan Lam San menggidik sendirinya. Memang diapun sangat jijik sekali melihat jumlah ular ular yang demikian banyak. Pelajar itu telah tertawa.
"Hemmm, sekarang kau tentunya sudah merobah keputusanmu dan mau bersahabat denganku, bukan?! " Tanyanya.
Lam San diam saja. Si pelajar tertawa. Dia melihat muka si gadis yang pucat, juga matanya yang terpentang lebar-lebar, memancarkan rasa takut mengawasi gerombolan ular-ular itu yang telah melata semangkin menjauh.
Waktu itu tampak si pelajar tertawa keras, dia bersiul nyaring. Mendadak sekali, ular-ular yang tengah melata akan pergi, jadi merandek mendengar suara siulan si pelajar, kemudian mereka memutar arah dan kembali melata menghampiri ke arah si pelajar.
Pelajar itu bersiul nyaring, mendadak ular-ular itu jadi ganas semuanya mengangkat kepala mereka dengan lidah yang sebentar-sebentar terjulurkan. Mengerikan sekali. Malah, tidak terduga, ular-ular itu beramat ramai telah melata menghampiri Lam San. Cepat sekali tubuh mereka yang berlendir licin seakan juga telah meluncur di atas permukaan tanah dengan pesat dan menggeleser semakin dekat dengan Lam San.
Karuan saja Lam San merasa takut bukan main, dia sampai melompat mundur. Baginya, menghadapi penjahat bukan apa-apa, namun harus menghadapi ular-ular berbisa yang menjijikkan itu, dia merasa takut dan ngeri sekali.
Pelajar itu tertawa keras.
"Masih ada kesempatan buatmu beberapa detik, guna memutuskan, apakah kau mau bersahabat denganku atau memang ingin dijadikan santapan ular ular itu?!" Tanya si pelajar dengan suara yang dingin.
Lam San jadi terjepit, dia tidak memiliki pilihan lain. Akhirnya Lam San mengangguk.
"Baiklah... aku mau bersahabat denganmu!! Tapi singkirkanlah semua ulur-ular itu!" Kata Lam San terpaksa sekali.
Pelajar itu tertawa. "Bagus...bagus!" Katanya sambil tersenyum dengan wajah berseri serta girang. Dia bersiul nyaring. Memang aneh. Luar biasa benar, ular-ular itu seakan juga mengerti makna siulan itu, yang seperti satu perintah buat mereka, karena ular-ular itu berhenti melata dan kemudian memutar tubuh mereka, buat melata ke jurusan lainnya, meainggalkan Lam San.
Lam San menghela napas dalam-dalam, menyeka keringat dingin yang tadi membanjir ke luar. Dia mendongkol bukan main, pada pelajar itu, yang sengaja mempermainkannya.
Dia mendeliki matanya pada si pelajar tanpa mengucapkan apa-apa.
"Nah, sekarang ini kita telah bersahabat..!" Kata pelajar itu dengan tersenyum senyum. "Siapa namamu.....?!"
Lam San ragu ragu, dia tidak mau memperkenalkan dirinya yang sebenarnya.
"Hemmm, tadi kau berjanji akan bersahabat denganku, tapi sekarang setelah kutolong mengusir ular-ular itu, kau ragu ragu.....tapi belum terlambat kalau memang aku ingin memanggil kembali ular-ular itu kemari!" Itulah ancaman buat Lam San.
Walaupun mendongkol, Lam San tidak bisa mengumbar kemendongkolan hatinya.
"Baik! Aku akan memberitahukan namaku!" Kata Lam San kemudian, karena dia kuatir kalau saja si pelajar membuktikan ancamannya tersebut dan memanggil ular ular itu.
"Siapa namamu?!"
"Aku she Thia.....bernama Lan!"
"Thia Lan?!" "Ya!" "Bohong!" "Aku telah memberitahukan namaku yang sebenarnya!" Kata Lam San "Untuk apa aku membohongimu?!"
"Hemmm, aku tidak yakin kau memberitahukan namamu yang sebenarnya. Pasti kau telah mendustai aku dengan memberikan nama samaran...!"
"Untuk apa?? Bukankah kau tadi minta agar aku memberitahukan namaku?!"
"Tapi aku menghendaki nama yang sebenarnya!"
"Aku sudah memberitahukan nama yang sebenarnya.....!"
"Hemmm, beritahukan siapa namamu yang sebenarnya?!"
Lam San cemberut. ~dewi.kz^aaa~ Jilid 15 "SUDAHLAH! Kalau memang kau sendiri tidak bisa mempercayai aku, buat apa kau menanyakan namaku? Bukankah aku bisa saja memberikan seribu satu nama kepadamu? Aku sudah memberitahukan namaku yang sebenarnya, tapi kau tidak mempercayainya!! Hemm aku apakah harus membohongimu, bahwa aku bernama Thia Hiang Lan atau Thia Kim Liang! Atau akupun bernama Thia Mei Ling? Atau nama-nama yang lainnya....?!" Sambil berkata begitu, si gadis sengaja memperlihatkan muka cemberut, seakan dia mendongkol dan penasaran sekali.
Si pelajar tertawa, "Jadi memang namamu sebenar-benarnya Thia Lan."
"Ya..... terserah padamu mau mempercayai atau tidak!" Kata Thia Lam San dengan sikap mendongkol.
Pelajar itu mengangguk, katanya : "Baiklah, aku mau mempercayai kau, Thia Lan... sebagai seorang sahabat, tentu saja kau jangan memandang aku dengan tatapan mata seperti itu, yang mengandung kebencian dan kemarahan...!"
Lam San tertawa dingin. "Kau ingin meajadi sahabatku, mengajakku agar mengikat tali persahabatan denganmu.....tapi apa yang kau lakukan selama ini hanyalah merupakan tindakan-tindakan yang memuakkan, kau hanya mempermainkan aku saja, kau mengancam menakut-nakuti aku. Apakah sikap sikapmu seperti itu menunjukkan sikap bersahabat?!"
Mendengar perkataan si gadis seperti itu, si pelajar tertawa.
"Bukankah tadi kita belum bersahabat? Justeru sekarang setelah kita bersahabat aku memperlakukan engkau sangat baik, tidak menakut-nakuti kau lagi.. bukankah akupun tidak memanggil ular-ular itu buat manakut-nakuti kau?!"
Waktu itu Lam San tengah berpikir keras, karena dia benar-benar ingin sekali melepaskan diri dari tangan si pelajar Namun dia pun menyadari, tidak akan ada kesempatan buat meloloskan diri dari pelajar ini, yang dari lagak dan sikapnya memperlihatkan dia bukan orang baik-baik.
Lam San menyadarinya, kalau memang dia memperlakukan si pemuda dengsn sikap yang keras, dia akan menderita kerugian sendirinya. Kerenanya juga, dia telah berkata dengan sikap lebih lunak : "Aku telah memberitahukan namaku! Tapi sebagai sahabat, kau justeru belum lagi menu beritahukan namamu!"
"Aku.. aku Phang Sun Kongcu!" Menyahuti si pelajar sambil tersenyum. "Tentunya kau tahu, siapa aku sebenarnya?!"
Si gadis menggeleng. "Sayang aku tidak pernah mendengar namamu....!"
"Kau tidak pernah mendengar namaku?!" Tampaknya si pemuda heran.
Lam San mengangguk. "Ya... sayang sekali kau tidak mendengar namamu itu!! walaupun aku sudah cukup lama berkelana di dalam kalangan Kangouw!"
Si pelajar tersenyum. "Phang Sun Kongcu adalah tokoh yang ditakuti oleh semua orang, dihormati dan juga di sanjung..!" Menjelaskan si pelajar sambil tersenyum, hal ini membuat Lam San memaki di dalam hatinya :"Hemmm, dasar laki-laki tidak tahu malu, memuji diri sendiri....!"
"Kau tidak percaya?!" Tanya Phang Sun Kongcu ketika melihat sikap si gadis yang adem adem saja.
Lam San mengangguk. "Jika kau orang disegani, dihormati dan di sanjung oleh orang orang Kangouw, justeru kau memiliki nama yang terkenal sekali dan aku pasti pernah mendengarnya. Kenyataan yang ada, aku satu kalipun belum pernah mendengar namamu itu.... baru kali ini aku mendengar namamu itu, Phang Sun Kongcu, dari mulut kau sendiri....."
Pelajar itu tertawa. "Bukan karena aku tidak terkenal dan belum memiliki nama besar dalam kalangan Kangouw, justeru pengalamanmu belum lagi cukup, sehingga kau tidak pernah mendengar namaku yang sangat terkenal dan disegani itu....!" Setelah berkata begitu. Phang Sun Kongcu tertawa bergelak-gelak.
Lam San mengawasi adem-adem saja, karena dia menyangka memang sengaja memuji-muji dirinya di depannya, dan ini memang biasa, seorang laki laki memuji muji dirinya di depan wanita, hanya untuk memperoleh perlakuan yang lebih manis dari wanita yang diajaknya berteman atau bersahabat. Tentunya hendak dikagumi dan dihormati.
Tapi, diluar tahu Lam San, apa yang dikatakan Phang Sun Kongcu memang tidak terlalu meleset. Phang Sun Kongcu memang tidak berdusta bahwa dia sebetulnya memiliki nama besar di dalam kalangan Kangouw. Dan juga, dia orang yang disegani dan ditakuti oleh orang orang Kangouw. Hal ini disebabkan seorang yang bertangan telengas, juga memiliki kepandaian yang tinggi dan aneh. Yang lebih hebat lagi, pamannya menjadi andalannya. Dan justeru pamannya itu merupakan salah seorang tokoh terliehay di dalam kalangan Kangouw. Maka, walaupun ada seorang Kangouw yang memiliki kepandaian lebih liehay dari Phang Sun Kongcu, tokh orang Kangouw itu tidak berani mencelakai Phang Sun Kongcu, karena selembar rambut Phang Sun Kongcu terganggu, niscaya pamannya akan turun tangan dan mencari orang yang mencelakai pemuda pelajar ini. Dan itulah ancaman yang tidak tampak oleh mata, namun disadari oleh semua orang Kangouw.
Lam San mengawasi dengan sikap yang dingin.
"Dari mana asalmu?!" tanya Phang Sun Kongcu sambil mengawasi si gadis dengan tatapan yang tajam.
"Kan dulu yang beritahukan asalmu!"
Pelajar she Phang tersenyum.
"Ya... memang boleh juga! Dengarlah!! Aku dari gunung Liong Hong San, dan disana berdiri istana kami dari keluarga Phang, diwilayah Selatan...!"
"Hemmm, kau dari Liong Hong San! Aku belum pernah mendengar ada orang gagah dari Liong Hong San, yang pernah kudengar dan guruku, di gunung itu memang... memang...!"
"Memang kenapa?!"
Si gadis ragu-ragu, namun akhirnya dia melanjutkan kata katanya ;"Justeru yang dari Liong Hong San adalah iblis-iblis jahat belaka, tidak ada manusia berhati putih bersih dan jujur...!"
Muka Phang Sun Kongcu berobah sebentar, namun akhirnya pulih kembali sebagaimana biasa.
"Hemmm.... baiklah! Memang jika kau ingin menyebut aku bukan manusia baik-baik, atau menyebutku sebagai iblis keparat, akupun tidak akan marah. Aku bisa menerima sebutanmu seperti itu... namun perlu kau ketahui, betapapun juga, semua orang jika mendengar Liong Hong San pasti akan menggigil ketakutan dan akhirnya bisa mati dengan sendirinya disebabkan perasaan takutnya itu..!"
Lam San mengawasi pelajar itu seakan juga tidak mempercayai apa yang dikatakan oleh pelajar itu. Dan sikap si gadis ini bisa dilihat oleh Phang Sun Kongcu, yang tertawa dingin.
"Hemmm, sebetulnya dalam sejarah tidak pernah terjadi orang yang bertemu dengan keluarga Phang, yang bisa seenak kau!" Kata si-pemuda pelajar she Phang itu dengan suara yang dingin,
"Enak apanya? Memang kau memberikan sesuatu yang mengasyikkan kepadaku?!" Tanya Lam San dengan suara yang ketus. Tapi setelah dia bicara seperti itu, si gadis teringat sesuatu, yaitu hubungan antara wanita dengan pria, dia jadi bungkam dan mukanya jadi memerah karena jengah.
Si pemuda pelajar tertawa.
"Benar...memang kalau kau bersedia, tidak lama lagi aku memberikan sesuatu yang mengasyikkan kepadamu!" Kata si pelajar tersebut dengan suara yang tawar. "Nah, sekarang dengar dulu penuturanku! Justeru jarang sekali ada orang yang seenak kau, tidak disiksa dan tidak perlu menderita, walaupun kau telah bertemu denganku! Sebetulnya, baru kali ini terjadi ada orang yang bernasib baik seperti kau... biasanya, orang yang bertemu denganku harus dibikin bercacad atau dibinasakan...!"
"Hemm, kalau demikian memang kau bukan sebangsa manusia baik-baik!" Kata Lam San.
Si pemuda pelajar she Phang mengangguk sambil tertawa keras sekali.
"Memang aku bukan sebangsa manusia baik-baik! Asal kau tahu saja!" Kata pelajar itu dengan suara yang dingin. "Hemmm, sekarang kau sudah mengetahui bahwa aku bukanlah sebangsa manusia baik-baik, apakah sekarang kau masih mau bersahabat denganku?!"
Si gadis tertawa dingin. "Kalau kau berlaku kurang ajar padaku, hemmm, akan kepertaruhkan jiwaku!! Aku tidak takut menghadapi kematian, asal tidak terhina!" Ketus sekali waktu Lam San bicara seperti itu.
Si pemuda pelajar mengangguk.
"Sejak melihatmu dan pertama kali bertemu, hemmm, aku sudah mengetahui tabiatmu yang buruk itu, bahwa kau memang bukan sebangsa manusia yang jinak atau mudah dijinakkan, kau liar...dan jika mau dijinakkan, harus memakan waktu yang tidak sedikit!"
Mendongkol si gadis mendengar kata kata Phang Sun Kongcu yang terakhir.
"Hemm. kau kira aku ini binatang yang bisa dijinakkan dan bisa menjadi liar...?!" Suara si gadis melengking nyaring, karena marah dan mendongkol,
Si pemuda pelajar itu tersenyum.
"Sabar...jangan marah marah seperti itu, nanti kau cepat tua dan jadi jelek sekali kalau kau sudah jadi nenek-nenek.. Hemmm, sekarang kau mau mendengarkan penjelasanku lebih jauh?!"
Lam San memang tidak memiliki kata-kata lagi untuk menghadapi si pelajar. Di samping itu, dia pun memang tengah salah tingkah. Maka dari itu, mendengar pertanyaan si pelajar Phang Sun Kongcu tersebut, dia mengangguk saja. Cuma, yang membuat Lam San tidak mengerti, mengapa Phang Sun Kongcu yang tampaknya demikian tampan, bisa menjadi seorang begitu jahat, seperti yang diceritakannya, tiap orang yang bertemu dengannya harus di bikin bercacad atau dibinasakannya.
"Dia begitu tampan... dia menarik sekali, tapi sayangnya, jiwa dan hatinya tampaknya memang tidak bagus...dia bukan manusia baik-baik!" Pikir si gadis.
Cuma saja, karena dia berpikir seperti itu, membuat muka si gadis berobah merah dan panas sekali. Dia jadi menunduk.
Phang Sun Kongcu berkata lagi :"Sahabatku, kau sebetulnya sangat cantik sekali, mukamu menarik bukan main..!"
"Jangan ceriwis, jika kau menghinaku, aku akan membunuh diri!" Bentak Lam San dengan suara yang nyaring.
"Sabar...jangan marah marah dulu..!" Kata si pemuda pelajar dengan sikap yang tenang "Tentu saja aku tidak akan menghinamu! Aku selalu memuji dengan sebenarnya, bahwa kau memang sangat cantik, hanya sayang sekali, kau demikian kumal dan kotor, jika kau mau berpakaian dengan rapi, tentu semua lelaki didunia ini akan jatuh berlutut di hadapanmu, karena?"
Phang Sua Kongcu tidak meneruskan kata-katanya, dia tertawa dengan suara yang panjang.
"Karena apa?!" Bentak Lam San, yang jadi tertarik dan ingin mengetahui kelanjutan kata kata si pemuda.
"Karena mereka semuanya terlanjur jatuh cinta padamu!" Kata Phang Sun Kongcu. disusul dengan tertawanya yang nyaring luar biasa
"Hemm, mulutmu ceriwis sekali!" Membalik Lam San. "Kalau sekali lagi kau menghina aku dengan sikap dan kata-kata kurang ajar seperti itu, hemmm, aku akan mengadu jiwa dengar kau tanpa memperdulikan keselamatan jiwaku!"
"Bagus!" Kata pelajar itu sambil mengangguk. "Aku memang tidak bermaksud menghinamu, juga aku tidak bisa melontarkan kata-kata kotor dan kurang ajar terhadap seorang gadis secantik kau, maka aku malah sekarang merasa lebih yakin dan gembira...tentu percaya...!"
"Hemmm, lebih yakin dan percaya apa?!" Tanya Lam San, dengan siksp yang penuh kemarahan.
"Aku lebih yakin dan percaya bahwa kau memang bersedia menjadi sahabatku karena aku tidak akan melontarkan kata-kata kurang ajar dan kotor terhadapmu Nah...coba kau katakan, kalau aku memperlakukan engkau dengan manis, dengan sikap yang baik, bukankah kau bersedia bersahabat denganku?!"
Mendongkol bukan main Lam San, tapi dia dalam keadaan tidak berdaya. Karenanya, Lam San menyadari, kalau memang dia bersikap keras, malah akan merugikan dirinya sendiri. Itulah sebabnya dia mengangguk.
"Baiklah!" Kata Lam San. "Kalau memang kau mau memperlakukan aku dengan baik dan tidak bersikap kurang ajar, aku akan mempertimbangkan, apakah aku akan menjadi sahabatmu...!"
"Oooo, bukankah tadi kau sendiri yang telah menyatakan, bahwa kau bersedia menjadi sahabatku? Mengapa sekarang kau bilang ingin mempertimbangkan lagi?!" Waktu berkata begitu si pemuda pelajar membuka matanya lebar lebar seakan juga dia penasaran dan mendongkol, Lam San terpaksa jadi tersenyum; "Baiklah! Kita bersahabat, kalau memang kau seorang pemuda yang baik!"Kata Lam San.
"Ooo, itu jelas, memang seorang pemuda yang baik. Mukaku tampan, tubuhku bagus bentuknya, tegap dan gagah, juga memang kepandaianku sangat tinggi, liehay sekali dan jarang ada orang yang bisa menandingi kepandaianku, maka ada kurang apa lagi? Kalau kau tidak mau benar-benar bersahabat denganku maka kau akan menyesal...!" Waktu berkata begitu, Phang Sun Kongcu tersenyum penuh arti.
Lam San rasanya ingin menampar muka si pemuda yang pintar lidahnya ini, yang selah bicara seenaknya dan membuat dia selalu jadi mendongkol.
Waktu itu Phang Sun Kongcu sudah berkata lagi dengan suara yang agak keras : "Pakaianmu harus diganti, dengan yang baik! Wanita cantik seperti kau mengenakan pakaian seperti pengemis jembel, sungguh memalukan sekali, seperti intan permata jatuh kedalam lumpur...!"
Muka Lam San jadi berobah merah. Gadis manakah yang tidak senang kalau dipuji cantik! Karenanya juga, dia telah menunduk dengan hati yang gelisah sekali.
Pemuda pelajar itu telah menepuk tangannya lima kali. Suara tepukannya itu nyaring sekali, seakan juga menggema di sekitar hutan itu.
Itulah tepukan tangan yang disertai Iwekeng, jadi bukan tepukan tangan biasa saja, sebab suara tepukan tangan itu bisa menggema dikirim ketempat yang jaraknya terpisah jauh.
Si gadis mengawasi, tidak urung hatinya kagum melihat hebatnya lwekang pemuda pelajar ini.
"Dia memang bicara benar, wajahnya tampan, kepandaiannya tinggi.... Tapi, sayangnya, dia terlalu berlebihan, jika menyatakan bahwa dia sangat dihormati oleh orang-orang Kangouw, karena sebenarnya, dia seorang pemuda yang jiwanya kurang baik...!" Pikir Lam San, dengan hati semakin tidak tenang. Dia benar-benar berada dalam dua pilihan, bersahabat sesungguhnya dengan pemuda itu atau hanya pura-pura saja.
Hal ini disebabkan si gadis mulai menyukai pemuda itu, yang telah mendatangkan rasa kagum di hatinya, karena kegagahannya, ketampanannya, keliehayannya itu.... justeru dia mulai meragukan, bencinya berangsur kurang. Jika sekarang dia masih bicara dengan muka cemberut dan juga masam, itulah hanya untuk pura-pura saja, sebenarnya dia sudah semakin tertarik....
Atas tepukan tangan si pemuda pelajar telah disambut oleh suara siulan nyaring dari berbagai jurusan.
Lam San heran. Dia menduga-duga, entah apa yang tengah dilakukan Phang Sun Kongcu.
Tengah si gadis keheranan, justeru telah muncul dari beberapa jurusan enam orang gadis cantik-cantik dan semuanya berpakaian serba putih, mereka berusia paling tidak baru dua puluh tahun
Lam San mengawasi heran. Gadis-gadis yang muncul itu tidak kalah cantiknya dari Lam San, dan semua gadis-gadis itu apanya si pemuda pelajar?
Keenam gadis berpakaian serba putih itu, begitu sampai di depan si pemuda pelajar, sejera menekuk kedua lutut mereka, dengan sikap hormat sekali, mengangguk anggukkan kepala mereka memberi hormat kepada Phang Sun Kongcu, sikap mereka seperti pelayan terhadap majikan.
"Ada perintah apakah, Kongcu?!" Tanya ke enam gadis cantik berpakaian serba putih itu dengan suara dan sikap menghormat.
Pelajar itu tersenyum, menunjuk kepada Lam San, katanya : "Kalian uruslah nona Thia itu..... belikan pakaian yang bagus bagus padanya! Dalam satu jam kalian sudah harus membawa nona Thia kehadapanku lagi!"
"Baik Kongcu...!"
Lam San mengeluh. Tampaknya pemuda pelajar ini memang bukan orang sembarangan. Dia tampaknya berpengaruh sekali terhadap ke enam orang gadis berpakaian serba putih itu, yang dari sikapnya bisa diduga mungkin adalah enam orang pelayannya.
Keenam gadis itu mengajak Lam San untuk berlalu. Lam San ragu ragu, tapi hatinya berpikir, berada di tengah-tengah keenam gadis itu jauh lebih baik dibandingkan jika dia harus berada bersama si pemuda she Phang tersebut. Bukankah nanti dia bisa berusaha meloloskan diri dari keenam gadis cantik yang berpakaian serba putih itu.
Lam San segera mengikuti keenam gadis itu. Tapi, keenam gadis itu bukan mengajak Lam San untuk jalan bersama-sama mereka, melainkan, keenam gadis itu bergerak serentak. Maka jari tangan mereka masing-masing, telah menotok jalan darah di tubuh Lam San.
Sebetulnya, walaupun kaget. Lam San masih ingin berkelit. Namun, aneh sekali cara menotok keenam gadis berpakaian putih itu. Walaupun mereka memiliki kepandaian tidak terlalu luar biasa, tokh mereka memiliki ilmu yang aneh. Keanehan ilmu dan cara menotoknya seperti itulah yang membuat Lam San akhirnya tidak bisa mengelakkan diri dari totokan keenan gadis itu, yang membuat dia tertotok tidak berdaya.
Keenam gadis berpakaian serba putih itu telah menggotong Lam San, untuk dibawa ke sebuah tempat.......
~dewi.kz^aaa~ LAM SAN tertotok tidak berdaya di bawa kedalam sebuah rumah yang letaknya tidak terlalu jauh dari situ. Dia direbahkan di sebuah pembaringan. Seluruh pakaiannya telah di lucuti. Ditelanjangi.
Bukan main malunya Lam San. Dia jadi ingin menangis, tapi air matanya tidak keluar.
Untung saja yang menelanjanginya itu adalah enam orang sejenisnya, gadis-gadis yang sama cantiknya. Coba kalau saja yang menelanjanginya si pemuda, niscaya Lam San bisa bunuh diri karenanya.
Untuk mengadakan perlawanan dia tidak sanggup. sebab memang dia tertotok dan tubuhnya tidak bisa bergerak. Karena itu, dia hanya menduga-duga saja, entah apa yang ingin dilakukan oleh keenam orang gadis itu.
Setelah Lam San ditelanjangi, justeru dig dikenakan pakaian baru yang indah sekali. Kemudian juga berbadai perhiasan telah dikenakan pada tangan, telinga maupun pada kedua kakinya. Terakhir, tubuhnya diguyur oleh minyak harum semerbak.
Rambut Lam San kemudian disisir rapi sekali. Mukanya juga telah dibersihkan.
Setelah selesai, keenam gadis itu tertawa dan saling memandang satu dengan yang lainnya. Mereka tidak bisa menyembunyikan perasaan mengiri mereka, yang terpancar dari mata mereka masing-masing.
"Hemmm, dia tentu akan di anak emaskan oleh Kongcu... tentu dia akan disayang sekali.....!" Menggumam salah seorang di antara mereka.
Yang lainnya mengangguk. "Ya... mengapa dia harus muncul di tengah-tengah kita? Bukankah dia merupakan saingan kita?!" Menggumam yang lainnya.
"Tapi perintah Kongcu tidak bisa tidak di laksanakan...!" Menggumam yang lainnya lagi "Sudahlah! Memang sudah kenyataannya bahwa kita ini bukan tandingannya... ya kita terima saja kenyataan ini, bahwa dia akan paling disayang oleh Kongcu...!"
Keenam gadis cantik itu mengawasi Lam San dengan sorot mata mengiri dan muram.
"Hemm, siapa namamu?!" Tanya salah seorang di antara keenam gadis itu.
Lam San diam saja. Dia cuma mengawasi dengan mata yang memancar kebencian.
Padahal, jika memang Lam San hendak menjawab, dia bisa melakukannya, karena dia cuma ditotok jalan darah kaku yang membuat tubuhrya tidak bisa bergerak, namun untuk bicara dia memang bisa.
"Eh., eh, belum apa-apa kau sudah angkuh dan sombong pada kami, ya?!" Kata salah seorang dart keenam gadis itu dengan wajah memperlihatkan kegusaran. Dia melangkah maju. Mungkin juga maksudnya hendak menampar muka Lam San. Namun tangannya sudah keburu dicekal oleh temannya.
"Biarkan... sebelum kita serahkan dia pada Kongcu, kita hajar dulu!" Kata gadis yang seorang itu, yang berusaha meronta dari cekalan temannya, tampaknya dia masih marah dan penasaran.
"Sabar... kau baru ingat, kalau dia kita apa apakan dan dia mengadu pada Kongcu, akirnya kita juga yang celaka.....!" Temannya mengingatkannya.
Gadis itu bisa dibikin sabar kembali, dia cuma mendengus saja beberapa kali.
Lam San segers dapat menduganya, bahwa keenam gadis itu pasti memang enam orang pelayan si pemuda pelajar. Atau gundik-gundiknya. Dan teringat begitu, bulu tengkuk Lam San jadi menggidik. Betapa cabul dan jahatnya pelajar itu, kalau memang benar enam gadis cantik ini adalah gula-gulanya. Bukankah didengar dari perkataannya, tampaknya keenam gadis itu memang merasa iri dan cemburu padanya.
Tapi Lam San diam saja. Cuma otaknya yang bekerja keras, karena dia berusaha untuk mencari akal, dengan cara bagaimana dia bisa untuk meloloskan diri dari keenam orang gadis itu.
Sedangkan gadis seorangnya, yang rupanya menjadi pemimpin dari keenam gadis itu, telah berkata : "Ayo..sudah hampir satu jam. bukankah Kongcu perintahkan kita, di dalam satu jam kita harus membawa dia mecghadap padanya lagi?!"
Yang lainnya mengangguk. Sama seperti tadi cara membawa Lam San yang digotong oleh keenam gadis cantik itu, kali inipun Lam San telah digotong untuk di bawa ketempat dimana Phang Sun Kongcu berada.
Tidak terlalu jauh jarak yang ditempuh, karena tidak lama kemudian keenam gadis itu telah membawa Lam San kehadapan Phang Sun Kongcu kembali.
"Letakkan disitu!" Kata Phang Sun Kongcu sambil tersenyum senang, wajahnya berseri-seri dan matanya bersinar-sinar mengawasi mengagumi kecantikan Lam San.
Tadi, waktu belum dikenakan pakaian yang rapi, dengan pakaian yang compang camping dan mukanya kotor, Lam San sudah tampak cantik. Sekarang setelah Lam Sam di dandani oleh keenam orang gadis itu, di mata Phang Sun Kongcu terlihat seorang dewi yang cantik tiada taranya....
"Hemmm, kalian boleh pergi!!" Kata Phang Sun Kongcu dengan mengibaskan tangannya.
Keenam gadis itu berlutut memberi hormat dan mengiyakan, kemudian mereka berkelebat pergi.
Kini tinggal Phang Sun Kongcu dengan Lam San.
Waktu itu Lam San masih dalam keadaan tertotok, hatinya jadi tergetar sekali.
Bagaimana kalau Paang Sun Kongcu ingin mengganggunya?
"Cepat bebaskan aku!" Bentak Lam San dengan suara mengandung kekuatiran.
Phang Sun Kongcu tidak segera membebaskan dari totokan, dia telah tersenyum senyum mengawasi si gadis.
"Memang tidak salah ada yang kukatakan bahwa kau seorang gadis yang cantik jelita.. seperti dewi...!" Sambil menggumam begitu, Phang Sun Kongcu telah melangkah menghampiri lebih dekat pada gadis she Thia tersebut.
Tentu saja Lam San semakin ketakutan.
"Cepat bebaskan aku!" Bentaknya.
"Jangan terburu-buru, sabar...!" Menyahuti Phang Sun Kongcu sambil tersenyum penuh arti.
Lam San tambah takut. Kalau sampai Phang Sun Kongcu mengandung maksud tidak baik padanya dan mengganggunya, celakakah dia, karena memang dia tidak berdaya dan tidak bisa menggerakkan tangan maupun kaki dan tubuhnya. Bagaimana dia bisa memberikan perlawanan?
Tapi, Lam San juga telah berpikir, kalau sampai Phang Sun Kongcu hendak melanggar kehormatan dirinya, dia akan membunuh diri, atau memberikan perlawanan kalau memang bisa, untuk mengadu jiWa dengannya.
Mata Lam San jadi terbuka lebar-lebar mengawasi Phang Sun Kongcu yang melangkah menghampiri semakin dekat. Dia mengawasi dergan tajam sekali, dia telah melihatnya betapa Phang Sun Kongcu hanya terpisah beberapa kaki lagi dari dia, hati Lam San semakin tsrgoncang keras.
Saking kuatirnya dan takut kalau-kalau pemuda itu nanti melanggar kehormatan dirinya, gadis ini hampir menangis.
Untuk berteriak minta tolong bisa saja di lakukannya, tapi apa gunanya? Di tempat itu sepi sekali! Siapa yang bisa menolonginya? Karena itu, Lam San cuma mengawasi Phang Sun Kongcu dengan mata yang tajam dan hati semakin berdebar keras. Napasnya ditahan dan keringat dingin mengucur deras sekali. Perasaan takut dan kuatir semakin mencekam diri dan atau jiwa gadis ini...
Phang Sun Kongcu sudah berjongkok didekat Lam San sambil tersenyum-senyum.
"Kau memang cantik sekali!" Gumam Phang Sun Kongcu dengan sikap yang ceriwis sekali.
"Kau jangan kurang ajar!!" Bentak Lam San, "Cepat bebaskan aku... atau aku akan mengadu jiwa dengan kau...!"
"Sabar, jangan galak-galak seperti itu! Kau selalu saja bersikap galak kepadaku! Bukankan kita telah bersahabat ?!"
Lam San mendengus ketus. "Kalau benar kau ingin bersahabat denganku, tentu kau tidak memperlakukan aku sepert ini!" Teriak si gadis.
"Perlakukan kau begini bagaimana ?!"
"Kau tidak akan membiarkan aku berada dalam keadaan tenotok terus menerus tanpa kau tolongi!"
"Oooo, itu mudah! Memang aku bermaksud membuka totokan di tubuhmu!" Kata Phang Sun Kongcu.
Lam Sao tidak sabar. "Ayo cepat bebaskan aku!"
"Tapi. aku ada kesulitan!" Kata Phang Sun Kongcu. "Justeru totokan keluarga Phang dari Long Hong San sangat luar biasa. Siapa yang telah tertotok, kalau bukan dibuka dan di bebaskan oleh salah satu keluarga dari Long Hong San, jangan harap dapat membebaskan diri... dan juga, cara membuka totokan itu terpaksa aku harus meraba dirimu...!"
"Apa?!" Menjerit Lam San dengan muka yang pucat.
Phang Sun Kongcu tersenyum.
"Kau keberatan? Kalau kau tidak mengijinkan tanganku menyentuh tubuhmu, maaf, terpaksa aku tidak bisa untuk membebaskan totokan yang menguasai dirimu!"
"Kalau begitu... kau panggil saja enam orang gadis tadi, suruh mereka membuka totokan ini dari tubuhku!" Kata Lam San.
Phang Sun Kongcu menggeleng. "Tadi aku sudah perintahkan mereka pergi, sekarang aku tidak tahu lagi, entah mereka berada di mana....!"
"Bohong!" "Bukankah tadi kau sendiri mendengar bahwa aku sudah perintahkan mereka pergi! Sudahlah! Kau juga berkelana dalam dunia persilatan, sebagai orang Kangouw mengapa masih harus terikat oleh tradisi dan adat istiadat tidak kuno antara pria dan wanita tidak boleh bersentuhan!! Bukankah kita orang Kangouw bisa bersikap lebih bebas?!"
Lam San ragu-ragu. "Bagaimana?!" Desak Phang Sun Kongcu. Ahirnya, dengan muka memerah, Lam San mengangguk. Dia mengangguk begitupun karena saking terpaksa sekali.
"Baiklah! Tapi sekali saja kau berlaku kurang ajar, aku pasti akan mengadu jiwa denga kau! Atau aku akan bunuh diri...!" Mengancam si gadis.
"Aduhhh, jangan mau mati cepat cepat dan muda-muda... usiamu masih begini muda, maukamu demikian cantik, bukankah sayang? Tahuka kau, jika seorang gadis mati muda, maka di neraka dia akan disiksa hebat sekali... dia harus kawin dengan dua puluh ekor babi hutan!"
"Bohong!" Berteriak Lam San, karena hatinya tergetar ngeri mendengar dusta si pemuda tentang neraka, padahal dia tahu bahwa Phang Sun Kongcu cuma menakut-nakutinya. Tapi memang dia tokh jadi ketakutan dan merasa ngeri
"Aku tidak bohong! Nanti kalau kau bertemu dengan orang-orang tua, kau boleh menanyakannya apakah yang telah kuberitahukan itu benar atau tidak!"
"Hemmm!" Lam San cuma mendengus.


Totokan Jari Tunggal It Yang Cie Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah aku sudah boleh mulai?!" Tanya Phang Suu Kongcu.
Lam San ragu-ragu, namun akhirnya mengangguk. Dia memejamkan matanya, mukanya telah berobah jadi merah seperti kepiting di rebus... dia merasa jengah sekali, malu bukan main. Disaat itu dia bingung, entah kemana dia ingin menyimpan mukanya kalau nanti si pemuda menotoki tubuhnya, jari-jari tangannya menyentuh tubuhnya...
~dewi.kz^aaa~ PHANG SUN KONGCU tersenyum waktu melihat lagak si gadis. Dia telah mengulurkan tangannya. Tapi bukan untuk menotok. Melainkan mengusap muka Lam San.
Tentu saja Lam San kaget bukan kepalang, dia seperti di gigit kalajengking, sampai terjengkit dan membuka matanya dengan gusar.
"Kau...?!" Katanya dengan suara tidak lancar, karena napasnya memburu keras diliputi kemarahan yang bukan main.
Tapi Phang Sun Kongcu justeru tersenyum dengan sikap yang tenang sekali, dia tertawa-tawa dengan sikapnya yang ceriwis.
"Tidak apa-apa bukan untuk memegang satu kali saja, untuk menyatakan kekagumanku...,!" Kata Phang Sun Kongcu.
"Aku....aku akan menghabiskan jiwaku jika kau mengganggu kehormatanku.....!" Si gadis hampir menangis, karena dia sangat ketakutan!
Phang Sun Kongcu tertawa.
"Mengapa harus cengeng seperti itu? sudah ingin menangis? Bukankah aku tidak menggangumu?!" Tanya si pemuda.
Saking ketakutan, mau rasarya Lam San menghiba-hiba agar si pemuda bisa membuka totokannya dan tidak mengganggu dirinya. Naman mulutnya tetap saja tertutup rapat, dan sama sekali tidak terbuka.
Waktu itu Phang Sun Kongcu telah meraba muka si gadis lagi dengan sikap yang ceriwis bukan main. Dia telah mengusap dengan berlama-lama, seakan juga dia memang sangat tertarik dengan kecantikan wajah si gadis.
"Baiklah!" Kata Phang Sun Kongcu pada akhirnya. "Aku akan membebaskan totokan di dirimu... tapi ada syaratnya...!"
Lam San semakin ketakutan. Tapi dia tok masih bertanya dengan suara tergetar :"Apa.. apa syaratnya?!"
"Kau harus mau kucium dulu!"
Muka Lam San merah padam.
"Kau bersedia, bukan?"
Lam San mendelik pada si pemuda.
Phang Sun Kongcu tertawa.
"Kalau kau keberatan, ya sudah......" Kata si pemuda. "Aku juga tidak akan memaksa. Kalau memang aku ingin mempergunakan paksaan, bukankah aku bisa saja menciummu sekarang, di saat engkau dalam keadaan tertotok dan tidak berdaya dan tidak bisa memberikan perlawanan? Justeru aku tidak termasuk orang yang mengharapkan sesuatu dengan cara paksa, aku tidak mau mencium kau karena engkau terpaksa. Aku menginginkan kau yang mengijinkan dengan kerelaan hati...! Bagaimana?! Kau bersedia tidak?!'
Si gadis diam. Rasanya dia ingin mewek dan kalau memang pada saat itu dia bisa bergerak, tentu dia akan berusaha membunuh Phang Sun Kongcu buat melampiaskan kemendongkolan dan kemurkaan hatinya.
Tapi apa mau dikata, justeru di saat itu dia tengah tertotok dan tidak berdaya.
Sedangkan otaknya bekerja. Dia rasa memang ada benarnya juga apa yang diucapkan Phang Sun Kongcu.
Kalau pemuda itu mau mencium dengan cara paksa, tentu dia bisa melakukannya, Dia bisa Saja mencium Lam San, di saat itu tengah tertotok. Bukankah gadis itu tidak akan sanggup mengelak atau memberikan perlawanan? Karena itu Lam San jadi bimbang....
"Kau bersedia atau memang mau dalam keadaan tertotok terus seperti itu?!" Tanya Phang Sun Kongcu.
Dengan penuh kemurkaan, Lam San bilang:"Kau bunuhlah aku!"
"Ohhhh, jangan, .jangan... bukankah tadi telah kuberitahukan, kalau kau mati muda, maka dineraka kau akan dikejar-kejar oleh dua puluh ekor babi hutan, yang harus menjadi suamimu karena kau harus kawin dengan dua puluh ekor babi hutan tersebut?!"
Sedangkan si gadis jadi terdiam dengan hati dan pikiran yang kalut sekali.
Waktu itu tampak Phang Sun Kongcu sudah bangun dari jongkoknya, dia berdiri dan menggumam :"Hemm, dalam keadaan kau rebah dengan tertotok seperti itu, kalau kebetulan ular-ular tadi lewat lagi di tempat ini bagaimana nasibmu?!"
Menggidik Lam San mendengar ancaman pemuda itu. Memang pemuda ini bisa saja melakukan hal itu, yaitu dia memanggil ular ular itu! Bukankah ular-ular itu memang jinak sekali dan patuh pada setiap perintahnya?
Karena berpikir begitu, dengan air mata berlinang karena murka dan duka yang tidak terhingga, Lam San bilang :"Ba...baiklah!"
Setelah berkata begitu, dia memejamkan matanya.
Phang Sun Kongcu tampak girang bukan main, dia berjongkok lagi.
"Terima kasih!" Kata pemuda itu. Dia menundukan kepalanya. Dia mengecup bibir si gadis, lembut sekali. Dia menggesekkan pipinya Si gadis menangis terisak-isak. Kemudian setelah menciumnya dengan ciuman panjang, Phang Sun Kongcu menggesekkan pipinya dan bibirnya ke dekat telinga si gadis dia berbisik ; "Terima kasih!"
Sambil menyusut bibirnya, pemuja itu bilang :"Aku tidak akan melupakan seumur hidupku, pernah mencium seorang gadis yang secantik seorang dewi!" Gumam pemuda itu. Dan dia tidak berayal lagi untuk membebaskan Lam San dari segala totokan itu.
Begitu terbebas dari totokan tersebut, Lam San melompat berdiri, tangan kanannya menyambar akan menghantam batok kepala pemuda she Phang itu.
Namun Phang San Kongcu lebih gesit, dia menghindar dengan melompat mundur satu langkah, sedangkan tangan kanannya sudah menangkap pergelangan tangan si gadis. Namun baru sebentar, karena dia melepaskan lagi.
Lam San kalap, dia ingin menerjang terus, tapi, si pemuda she Phang tersebut tertawa.
"Baiklah... aku pergi dulu! Nanti kita bertemu lagi!" Katanya dan tubuh Phang Sun Kongcu telah berkelebat. Benar-benar dia meninggalkan si gadis seorang diri di dalam hutan itu Lam San merasakan tubuhnya tergoncang menggigil keras menahan murka dan penasaran sampai akhirnya melihat pemuda itu telah lenyap dari pandangan matanya, serta tidak bisa mengejarnya, dia jadi menjatuhkan diri di tanah, menangis menggerung-gerung karena sedih yang tidak kepalang.... dia melampiaskan kemurkaannya dengan tangis yang panjang sekali....dengan tubuh yang tergoncang-goncang...
~dewi.kz^aaa~ INI kembali kita tengok Cui Seng yang tengah menyaksikan pertempuran yang terjadi antara dua orang kakek pendek dengan seorang aneh berpakaian seperti wanita tapi kepalanya botak dan memelihara kumis yang kasar.
Pertempuran itu memang berlangsung semakin lama semakin seru, bagaikan ketiga orang itu tengah mengadu jiwa.
Orang berkepala botak itu berulangkali menggerakkan gembreng kecilnya yang melesat ke sana kemari dengan cepat sekali, hal ini membuat kedua kakek pendek itu harus bertempur dengan hati-hati dan waspada benar, agar leher mereka tidak jadi sasaran dari tepi gembreng si botak.
"Tiat Ong Sam Hun!" teriak si kakek pendek jenggot putih dengan suara yang nyaring. "Kau memang memperoleh kemajuan yang pesat, tapi jangan harap bisa menghadapi kami!"
Tiat Ong Sam Kue (Arwah ketiga Raja Besi) telah tertawa bergelak-gelak, dia mengerakkan gembreng ditangan kirinya buat menabas kepala si kakek jenggot putih, yang dikelit dengan lompatan ke samping. Tapi rupanya Tiat Ong Sam Hun tidak menyudahi serangann itu, dia menyusulnya, dia melompat sambil mengayunkan gembrengnya lagi! Hebatnya, kali ini melontarkan gembrengoya itu seperti senjata kicir yang menyambar pesat sekali ke arah kakek jenggot putih.
Bukan main kagetnya kakek pendek jenggot putih, dia berkelit dengan seluruh kekuatan tenaganya. Tapi masih terlambat sedikit, sebab baju pundaknya robek kena dilarggar gembreng kecil itu. Dan anehnya, gembreng kecil itulah menikung dan menyambar balik kepada miliknya.
Si kakek jenggot hitam melompat ke arah tengkuk lawannya. Namun si botak bisa menghindarkannya.
"Hemmmm. tidak seberapa kepandaian Ji Niauw Siang Kun (Dua Ekor Burung dengan sepasang Kepalan)!" Mengejek si botak. Kembali dia mendepak dengan gembrengnya.
Demikianlah, mereka bertiga, tetap saja terlibat pertempuran yang semakin seru.
Sedangkab Souw Cui Seng tiba-tiba teringat Lam San. Dia menepuk-nepuk keningnya.
"Hai! Mengapa aku sampat lupa? Tentu aku akan disemprot Sumoay lagi!" Menggumam si bebal sambil memukuii keningnya. Dia cepat cepat bangkit dan melompat akan pergi. Tapi, si botak justeru melihat Cui Seng hendak pergi, dia membentak "Hai, kau mau kemana?!"
Sambil berseru begitu, si botak juga telah melemparkan gembreng di tangan kirinya, yang terbang menyambar ke arah Cui Seng.
Cui Seng kaget, dia merasakan sambaran angin yang tajam sekali, dia melihat gembreng itu berputar dengan tepiannya yang tajam, terpisah tidak jauh dari lehernya!
Tidak ada kesempatan buat Cui Seng berpikir lagi. Dia membuang dirinya bergulingan di tanah.
Namun, tidak urung rambut di tengkuknya kena tertabas juga, rontok sebagian.
Keringat dingin mengucur keluar membasahi tubuh Cui Seng. Dia menggidik ngeri.
Memang si botak sangat berbahaya sekali. Tapi Memang pada dasarnya dia berdarah muda dan pemberang, dia berteriak murka :"Botak sialan kau! Sudah baik-baik melayani Jiew Locianpwe, mengapa kau mau menyerangku?"
Waktu itu justeru gembreog yang dilemparkan si botak tengah menikung dan menyambarkan kembali ke pemiliknya. Waktu itulah Cui Seng mempergunakan pedangnya menabas gembreng itu. Maksudnya hendak membuat gembreng itu terpental.
Namun kesudahannya, malah Cui Seng yang kaget tidak terhingga, pedang Cui Seng sendiri yang patah, kemudian terlempar terlepas dari cekalannya, karena telapak tangannya telah pecah kulitnya, pedih bukan main. Malah Cui Seng sampai melompat-lompat berjingkrak.
Si botak tertawa. Senang hatinya. Walaupun gembrengan akibat di bentur pedang si pemuda, jadi terpental dan tidak kembali padanya, namun dia senang melihat pedang si pemuda telah kutung dan malah telapak tangannya telah pecah seperti itu.
"Nah, kau terimalah!!" Teriaknya. Dia telah mengelakkan serangan si kakek jenggot putih itu dan melemparkan gembreng satunya lagi Gembreng itu pesat sekali menyambar kepada Cui Seng.
Cui Seng terperanjat, dia mengeluh. Kepandaiannya memang masih terpaut di bawah kepandaian si botak. Maka dari itu, tidak berani dia melayani sambaran gembreng si botak, dia melompat jauh-jauh untuk menghindarkan sambaran gembreng itu.
Tapi Tiat Ong Sam Hun justeru telah memperhitungkan waktu dia akan melempar gembrengnya. Gembreng itu menyambar dengan meliuk-liuk. Waktu Cui Seng melompat buat menjauhi diri, justeru gembreng itu telah menyambar meliuk ke arahnya!
Muka Cui Seng jadi pucat. Dia mempergunakan jurus Tiat Pan Ko, yaitu jembatan besi, dia menjengkangkan tubuhnya. Tapi, dia tidak bisa menghindarkan, dadanya kena diserempet oleh tepian gembreng itu, darah mengucur deras sekali.
Cui Seng tidak berani berayal dan dengan menahan sakit dia menjatuhkan tubuhnya bergulingan di tanah.
Beruntung dia tidak segera bangun, sebab dengan mendadak sekali gembreng itu membelok dan menyambar ke arahnya lagi! Hanya saja, disebabkan Cui Seng masih rebah di tanah. maka gembreng itu melesat di atas batok kepalanya!
Menggidik Cui Seng membayangkan apa yang terjadi kalau tadi dia terlambat.
Untung saja, dia telah terlatih baik sekali. dia melompat berdiri degan sikap bersiap sedia, sedangkan si pendeta yang memang tidak memiliki gembreng lagi, tengah menghadapi si kakek pendek jenggot putih dan jenggot hitam.
Cui Seng murka dan penasaran. Dia memana tahu kepandaiannya tidak bisa menandingi si pendeta aneh itu. namun diapun penasaran sekali. Maka dari itu, dia telah melompat maju.
"Jiewie Locianpwe.. biarlah aku membantui kalian!" Teriak Cui Seng. Dia juga segera menyerang si botak.
Sedangkan Tiat Ong Sam Hun tertawa bergelak.
"Ooooo. pemuda bodoh.... kau mencari mampus?!" Sambil berkata begitu dia menjambret dengan tangan kanannya, baju Cui Seng kena dijambaknya.
Semangat Cui Seng terbang meninggalkan raganya saking kagetnya. Sedangkan si kakek jenggot putih cepat-cepat menghantam kearah biji mata si botak, untuk menolongi Cui Seng, Tiat Ong Sam Hun tidak melepaskan cengkeramannya pada si pemuda, malah dia telah mengangkat tubuh Cui Seng, yang akan di pergunakannya buat menerima totokan jari tangan si kakek pendek pada matanya.
Kaget kakek tua pendek jenggot pulih itu, dia berusaha menarik pulang tangannya, tapi tidak keburu.
Dia menotok tengkuk Cui Seng. karuan saja Cui Seng kesakitan setengah mati. Dia menjerit keras, kemudian pingsan tidak sadarkan diri.
Si botak tertawa bergelak-gelak. "Hemmm, pemuda tidak punya guna!" Sambil menggumam begitu, dia telah melemparkan tubuh si pemuda.
Saat itu si kakek jenggot hitam berulangkali telah menyerang kepada si botak. Dia kuatir tadi si botak mencelakai Cui Seng. Demikian juga si kakek jenggot putih.
"Jie Niauw Siang Kun, kalian menyerah saja!" Kata Tiat Ong Sam Hun dengan suara yang tawar. "Hemm, aku jamin kalian tidak mungkin bisa menghadapi aku!"
Setelah berkata begitu, si botak menggosok kedua tangannya. Dari telapak tangannya mengepul asap yang cukup tebal. Semakin lama semakin tebal.
Kaget kedua kakek pendek itu. Mereka tahu apa arti dari yang dilakukan si botak.
Pasti si botak hendak mempergunakan ilmu andalannya, yaitu ilmu Telapak Tangan Api.
Inilah hebat, kedua kakek pendek itu memang mengetahui akan kehebatan dan keampuhan ilmu itu. Maka kedua kakek pendek itu pun mengempos seluruh tenaga dalam mereka.
Tiat Ong Sam Hun tidak segera membuka serangan, dia berdiri dengan mata mencorong, bengis sekali.
"Hemmm, kalian ingin menyerah tidak?" Bentaknya dengan suara menyeramkan.
Si kakek jenggot putih tertawa dingin.
"Hemmm, mengapa harus rewel seperti itu?!" Katanya dengan sikap bersiap sedia menerima serangan.
"Baik!" Kata si botak, terus saja dia menghantam dengan tangan kanannya. "Terimalah ini!!!"
Dari telapak tangan Tiat Ong Sam Hun menyambar semacam angin yang panas sekali kepada si jenggot putih.
Kakek itu tidak berani menyambuti, dia menghindar dengan melompat ke samping.
Justeru angin pukulan yang panas itu telah menghantam sebatang pohon yang ada dipekarangan rumah itu. Seketika teidengar suara nyaring, dan batang pohon itu menyala, kemudian jadi hangus. Api padam, tapi pohon itu pun jadi mati.
Itulah ilmu yang akan membuat orang menggidik, karena hebatnya ilmu tersebut.
Tiat Ong Sam Hun sekarang bukan menyerang sekali-sekali saja, kedua tandannya bergantian menghantam kedua kakek pendek itu, yang sibuk sekali menghindarkan diri. Karenanya juga, kedua orang kakek tua itu jadi terdesak hebat, terlebih lagi tubuh mereka pun telah basah kuyup oleh keringat yang mengalir deras.
Waktu itu, tampak Tiat Ong Sam Hun memang berusaha merubuhkan kedua orang musuhnya itu dalam waktu secepat-cepatnya. Dia berdiri, mendesak hebat kedua otang kakek pendek tersebut, membuat dia jadi girang dan semangatnya jadi timbul.
Kedua kakek pendek itu sendiri setelah menghindar kesana kemari, akhirnya yang berjenggot hitam berseru "Gunakanlah ilmu Tambur Air!1"
Ilmu yang disebut Tambur Air adalah telapak tangan yang dirangkapkaa, dan dibuka dengan kelingking yang masih melekat satu dengan yang lainnya, saling mengitir.
Begitu si botak menyerang dengan jurusnya jeng hebat itu, kedua kakek pendek itu tidak menghindar. Mereka meenerima serangan itu dengan kekerasan. Girang si botek melihat ketika lawannya hendak menghadapi pukulannya dengan kekerasen. Dia mengempos semangat tenaga dalamnya. Memang keoua kakek itu berhasil menerima pukulan tersebut, cuma saja dari tubuh mereka mengepul asap yang semakin lama semakin tebal.
Kaget kedua kakek tua itu, mereka merasakan seperti dipanggang diatas kobaran api.
Yang membuat semangat mereka seperti hilang, meninggal tubuh mereka, justeru di waktu itu telah menyala api yang semakin lama semakin besar membakar baju mereka!
Keruan saja kedua kakek psodek itu jadi panik. Mereka telah melompat kesana kemari dan kemudian bergulingan di tanah.
Tiat Ong Sam Hun tertawa bergelak geli, kemudian mendesak lagi dengam serangan yang semakin hebat.
Waktu itu tampak betapapun juga, kedua orang kakek pendek itu sudah bukan tanding si botak, karena mereka tengah repot mematikan api yang membakar baju mereka, juga menghindarkan setiap pukulan si botak yang menyambar gencar sekali.
Tiat Ong San Hud yakin, dalam beberapa jurus lagi dia akan dapat merubuhkan kedua orang lawannya itu. Maka dari itu, dia telah menghantam berulangkali dengan mempergunakan telapak tangan Apinya itu, kepada kedua lawannya, tanah banyak yang hangus, karena menjadi saksi bisu dari pukulan telapak tangan si botak, sedangkan si kakek pendek jenggot putih lebih dulu bisa memadamkan api yang menyala di bajunya, dia sudah melompat berdiri. Namun dia tidak berani mengulangi lagi perbuatannya, yaitu menyambuti pukulan si botak dengan kekerasan. Sedangkan kakek pendek berjenggot hitam juga telah berhasil memadamkan api yang membakar bajunya, sikapnya sama seperti si jenggot putih, yaitu dia tidak berani membentur dengan kekerasan setiap pukulan yang dilakukan Tiat Ong Sam Hun.
Waktu itu tampak, si botak semakin bersemangat untuk mendesak kedua orang kakek pendek Itu, yang dirasakan sebentar lagi dia akan bisa mempercundanginya.
Kedua kakek pendek itu mengeluh, kalau memang pertempuran dengan cara seperti itu berlangsung lebih lama, niscaya akan membuat mereka akhirnya rubuh di tangan si botak.
Sedangkan si botak memiliki perhitungan hdiri, dia sudah berhasil menghantam pula kanan si jenggot putih.
Baru saja dia mau menghunjam lagi kepada si jenggot hitam, justeru waktu itu dia mendengar suara "Serrr, serrr, serrr...!" Yang semakin lama semakin jelas.
Muka Tiat Ong Sam hun berubah. Dia menghentikan serangannya kepada kedua kakek pendet itu. Mukanya masih tetap pucat waktu dia menoleh celingukan kekiri ke kanan.
Waktu itulah tampak jelas sekali, si pendek botak dengan pakaian yang aneh bukan main, tengah berkuatir dan ketakutan sekali, seakan juga ada sesuatu yang manakutkannya.
Sedangkan kedua orang kakek jenggot putih dan hitam itu, telah berdiri diam dengan maka yang celingukan pula. Tampaknya memang merekapun tengah diliputi rasa takut dan kuatir.
Suara "serrr, serr, serrr" semakin lama semakin jelas terdengar di sekitar tempat itu.
"Orang she Phang dari Liong Hong San.!" Menggumam Si botak dengan suara perlahan, dia tampaknya benar benar ketakutan.
Suara serrr, serrr, serrr itu ternyata tidak lain adalah suara ratusan ekor ular yang melata menghampiri tempat itu dari segala jurusan.
Muka si botak tambah pucat setelah dia melihat jelas ular ular itu bermunculan dan berdatangan dari berbagai jurusan. Sambil mengeluarkan teriakan nyaring, tanpa memperdulikan kakek pendek jenggot hitam dan putih itu. dia sudah menjejak kedua kakinya, melompat ketengah udara, dia bermaksud akan melarikan diri dari tempat itu tanpa memperdulikan lagi kedua orang lawannya.
Namun, belum lagi turun ke tanah, disaat tubuhnya tengah meluncur di tengah udara, dia merasakan pinggangnya seperti disambar oleh serangkum angin yang kuat sekali.
"Ihhh!"Si botak berseru kaget, dia mengibas dengan tangan kanannya dan menangkis.
Tapi dia tidak berhasil. Begitu tangannya bergerak dengan sikap hendak menangkis angin yang menyambar kepadanya tanpa terlihat ujud nya itu, tubuhnya jadi jungkir balik di tengah udara dan terbanting diatas tanah dengan keras.
Si botak menjerit keras. Kedua kakek pendek itu bertambah pucat muka mereka, karena saat itu mereka sempat menyaksikan si botak yang memang memiliki kepandaian lebih tinggi dari kepandaiannya, ternyata tidak berdaya menghadapi serangan menggelap itu, dari tengah udara tubuhnya telah jatuh ambruk di atas tanah.
Hal ini tentu saja telah membuat kedua kakek itu tambah ragu-ragu dengan sikap berkuatir sekali.
Ular-ular itu telah bermunculan dan dalam waktu singkat di sekitar tempat itu telah di penuhi oleh ular-ular yang jumlahnya ribuan ekor! Tentu saja, keadaan jadi sangat menegangkan.
Muka si botak jadi pucat pias dan tubuhnya menggigil waktu dia merangkak bangun.
"Phang Loya dari Liong Hong San.... ampunilah Sauwjin.!" Berteriak si botak dengan suara sember, tubuh menggigil keras sekali, karena dia ketakutan bukan main. Malah, saking ketakutan sekali, dia tidak segan-segan berlutut melupakan malu dan nama besarnya.
Rupanya orang she Phang dari Liong Hong San yang dimaksudnya itu sangat menakutkannya.
Terdengar suara "Hemmm!" Perlahan sekali, tapi tidak tampak orangnya.
Si botak tambah ketakutan.
"Ijinkanlah Siauwjin angkat kaki.... Siauwjin akan ingat budi kebaikan Phang Loya....!"
"Hemm...." Terdengar orang mendengus lagi. Kemudian disusul dengan suara tertawa tergelak.
Dari balik pohon pohon di samping rumah itu, telah melompat keluar sesosok tnbuh.
Itulah seorang pemuda pelajar yang tampan sekali, yang pakaiannya juga bersulam. Sikapnya angkuh sekali. Ginkangnya sangat tinggi, karena waktu dia hinggap di tanah, dia tidak menimbulkan suara, kakinya bisa hinggap ringan sekali diatas tanah.
Sedangkan si botak memperlihatkan sikap terheran-heran, berkurang rasa takutnya.
"Kau.... kau bukan Phang Loya...!", Kata si botak dengan suara bimbang. "Jadi....jadi siapa kau?!"
Si pemuda pelajar itu tersenyum dengan sikap meremehkan si botak, dia bilang: "Hemm, Phang Loya atau bukan, tetap sama saja! Kami dari Liong Hong San, apakah kau ingin bilang, bahwa sekarang kau sudah tidak takut lagi pada Phang Loya dari Liong Kong San?!"
Si botak cepat-cepat menggelengkan kepalanya.
"Tidak.... tidak.... mana berani Siauwjin berlaku kurang ajar?!" Menyahuti si botak.
"Bagus....! Lalu sekarang mengapa kau masih tidak mau angkat kaki? Apakah kau memang ingin merasakan dulu digigit ular?."
Gemetar tubuh si botak. "Siauwjin akan segera pergi!! Siauwjin akan segera pergi!" Katanya berulangkali. Dia memanggutkan kepalanya beberapa kali, akhirnya dia melompat berdiri, memutar tubuhnya, dia ingin pergi dengan secepatnya.
"Tunggu dulu!" Teriak si pemuda pelajar itu dengan suara yang dingin.
Si botak merandek. Hatinya jadi terkejut sekali:
"Ada apa., ada... ada apa?!" Tanyanya gugup bukan main. dia memutar tubuhnya dengan muka yang pucat dan tubuh menggigil, juga lututnya menggigil.
Pemuda pelajar itu yang tidak lain dari Phang Sun Kongcu, tersenyum. Sikapnya angkuh sekali/
"Apakah kau hendak pergi begitu saja?!" Tegur Phang Sun Kongcu dengan suara yang dingin.
"Maksud... Maksud kongcu?!" Tanya si botak dengan sikap ketakutan.
"Hemm, benar-benar kau belum mengerti?!" Tanya Phang Sun Kongcu dengan suara yang dingin.
Muka si botak tambah pucat.
"Ini...ini..memangg...memang Siauwjin tidak mengerti!" Menyahuti si botak, yang ternyata merasa takut, walaupun yang dihadapinya adalah seorang pemuda. Sebetulnya yang ditakutinya adalah seseorang dari Liong Hong San, yang kepandaiannya memang sangat tinggi dan dulu beberapa tahun lalu dia pernah dihajar babak belur oleh orang itu. Tapi, karena dia mengetahui bahwa pemuda ini adalah orangnya dari orang yang ditakutinya itu, maka membuat dia juga merasa takut dan menghormatinya, dia kuatir kalau nanti pemuda ini melaporkan yang bukan bukan tentang dirinya kepada orang itu! dia akan dicari dan di hukum keras oleh orang itu....
"Ooooo, jadi benar-benar kau demikian mengerti dan bodoh sekali?!" Tanya pula Phang Sun Kongcu dengan suara yang dingin. Kemudian dia memperlihatkan sikap sungguh sungguh : "Kau benar benar tidak mengerti?!"
Si botak, Tiat Ong Sam Hun menggeleng ragu-ragu.
"Be...benar Kongcu...!" Dia menyahut dengan suara tergetar.
"Baiklah!! Aku akan menjelaskan! Mengapa kau demikian bebal?!" Sambil menggumam begitu, Phang Sun Kongcu mendekati si botak. "Sebetulnya yang kuminta adalah tanda mata darimu...!"
"Minta tanda mata?!"
"Ya... untuk kenang kenangan...!" Menyahuti pemuda itu dengan suara yang tawar.
Si botak segera merogoh sakunya, dia mengeluarkan seluruh barang miliknya.
"Silahkan. silahkan Kongcu mengambil" Kata si botak sambil mengangsurkan semua barang dan uangnya.
Justeru Phang Sun Kongcu menggeleng. "Bukan.. bukan itu yang kuinginkan!".
"Habis... hadiah apa Kongcu inginkan?!"
Si pemuda tertawa dingin.
"Kedua biji matamu!" Menyahuti Phang Sun Kongcu dengan suara tawar, sikapnya biasa saja, dingin, tidak berperasaan, seakan juga yang dimintanya itu adalah barang biasa semacam kelereng saja.
Muka si botak jadi pucat pias. "A...apa, Kongcu?!" Tanyanya, karena dia sendiri juga tidak mempercayai apa yang di dengarnya.
Mata Phang Sua Kongcu jadi mendelik.
"Kau tuli dan benar benar tidak mendengar apa yang kuucapkan tadi?!" Bentaknya.
Muka si botak pucat pias dengan tubuh menggigii, sejenak dia tidak bisa bilang apa-apa.
"Kongcu,... aku..aku...." Gugup dan kebingungan sekali si botak ini.
"Hemm... kau belum bilang, apakah kau sudah mendengar atau belum perkataanku yang tadi?!"
"Sudah...sudah, Kongcu...!"
"Aku minta hadiah apa?!"
Muka si botak meringis seperti ingin menangis.
"Kongcu.... kongcu meminta..memin..."
"Minta apa?!" Bentak Phang Sun Kongcu dengan suara yang bengis sekali.
"Minta...minta kedua biji mataku!" Menyahuti si botak, dengan terpaksa.
"Hemm, bagus kalau memang kau sudah mendengarnya dengan baik..." Kata si pemuda. Dia berdiri membelakangi si botak, seakan juga dia tidak mau melihat si botak lagi. Dia telah berdiri diam beberapa saat.
Si botak, Tiat Ong Sam Hun, juga berdiri salah tingkah, dia tidak tahu apa yang harus di lakukannya. Apakah memang dia harus berdiam terus disitu atau sekarang dia harus melarikan diri?
Sedangkan si botak ragu ragu penuh ketakutan dan kebingungan, si pemuda pelajar itu tanpa menoleh lagi, telah berkata : "Hemmm, ngapa sampai kini kau masih belum mau memberikan hadiah itu?!"
Gemetar tubuh si botak. "Kongcu... ampunilah aku... mintalah hadiah lainnya... pasti akan kuberikan asal jangan kedua biji mataku!" Sesambat si botak dengan suara sember dan muka meringis, seakan juga dia hendak menangis.
Malah, saking ketakutan dan kebingunga Tiat Ong Sam Hun, yang tadi waktu menghadapi kedua kakek pendek jenggot putih dan jenggot hitam itu dengan sikap yang sombong, sekarang lenyap kesombongannya. Dia berlutut dan memanggutkan kepalanya berulangkali sambil sesambatan meminta agar pemuda pelajar itu menaruh belas kasihan kepadanya.
"Hemm, kau minta dikasihani dan aku mengganti permintaan hadiah darimu?!" Tanya Phang Sub Kongcu dengan suara yang dingin, dia telah memutar tubuhnya menghadapi si botak dengan sorot mata yang tajam sekali, sikap mengejek.
Si botak mengangguk-anggukkan kepalanya berulangkali kali mengiyakan.
Di saat itu, Phang Sun Kongcu mengangguk, "Baiklah! Aku mengabulkan permintaanmu agar hadiahnya diganti! Tadi kau bilang, asal jangan kedua biji matamu, kau akan memberikan, bukan?!"
"Be..benar Kongcu!" Menyahuti Tiat Ong Saii Hun dengan suara gemetar dan ketakutan, hatinya ragu benar, bingung, karena dia tidak tahu, entah hadiah apa yang akan diminta oleh pemuda uu.
"Baiklah! Kau boleh mengganti kedua biji matamu itu dengan keadaan yang sama besarnya dan juga sama bentuknya dengan kedua biji matamu itu. Barang itu berjumlah dua bulir juga dan berada ditubuhmu! Nah, berikanlah!"
"A...apa?!" Terbelalak mata si botak, dia kaget seperti disambar petir. Memang ditubuhnya masih ada dua butir benda bulat seperti biji mata, sama besarnya, yang ada dibawah perutnya cuma saja, jika kedua butir benda itu diambil, niscaya dia akan terbinasa di saat itu. Sama saja seperti bunuh diri....
Tidak buang waktu lagi, si botak segera berlutut mengangguk-anggukkan kepalanya berulangkali ketakutan sekali.
"Ampun Kongcu... ooooo, ampunilah aku Kongcu..!" Kata si botak.
"Hemmm!" Muka Phang Sun Kongcu dingin sekali. "Tadi kau minta keringanan agar hadiah yang akan kau berikan itu diganti. Sekarang telah kuberitahukan bahws kau boleh menggantinya. Tapi setelah kau diberi keringanan, ternyata kau masih banyak rewel... benar benar menjengkelkan sekali....!"
Sambil berkata begitu, suara Phang Sun Kongcu samakin perlahan dan dingin.
Si botak jadi ketakutan bukan main. Dia tahu, apa arti sikap Phang Sun Kongcu, Sama dan mirip sekali dan kelakuan pemuda ini dengan orang Liong Hong San yang ditakuti si-botak. Karena itu tubuhnya jadi menggigil keras.
Pada saat itu, Phang Sun Kongcu sudah mengibaskan tangannya.
"Sudahlah kau jangan merengek tidak keruan!" Katanya. "Kau akan memilih sendiri hadiah apa yang kuinginkan dari kau!"
Setelah berkata begitu, si pemuda pelajar ini telah melangkah lebar-lebar menghampiri si botak.
Tiat Ong Sam Hun ngesot mundur ke belakang. Mukanya sepucat putih kertas. Tubuhnya juga menggigil keras.
"Kongcu... ampunilah Kongcu.. ampunilah!!" Kepalanya mengangguk-angguk berulangkali dengan cepat sekali, malah sampai keningnya menghamtam tanah keras sekali.
Kedua orang kakek pendek jenggot putih dan hitam jadi heran tidak mengerti, mengapa si botak sampai ketakutan seperti itu.
Tapi, mereka tidak sempat berpikir terlalu lama, karena mereka sendiri telah terpengaruh oleh suasana yang menakutkan itu. Mereka segera dapat menerka, pemuda itu pasti memiliki kepandaian yang tinggi. Bukankah Tiat Ong Sam Hun sebetulnya memiliki kepandaian yang tinggi sekali, malah jadi kedua kakek pendek itu hampir dirubuhkannya?
Karenanya juga, di waktu itu tampak kedua kakek pendek itu berpikir keras. Mereka malah bermaksud hendak meloloskan diri.
Sedangkan si botak semakin ketakutan. Phang Sun Kongcu sudah sampai didepannya.
Dengan cepat si botak akhirnya melompat kebelakang, bangun berdiri. Dia telah melesat cepat sekali, maksudnya hendak melarikan diri.
Tapi, Phang Sun Kongcu tertawa dingin, tangannya telah terulurkan dibarengi tubuhnya melesat menyambar si botak.
Si botak sebetulnya, saking kebingungan, ketakutan dan putus asa, maka dia nekad hendak melarikan diri. Namun siapa tahu, ginkang Phang Sun Kongcu memang hebat sekali, begitu dia melesat dan tangannya diulurkan, sudah mencengkeram kuat sekali baju di puggung si botak. Begitu dia mencengkeram si botak segera menjerit menyayatkan hati. Tangan Phang Sun Kongcu mengangkat tubuh si botak kemudian membantingnya.
Tubuh Tiat Ong Sam Hun terbanting keras, dia merasakan matanya berkunang kunang.
Tapi belum lagi Tiat Ong Sam Hun mengetahui apa yang terjadi, justeru di saat dia merasakan matanya sakit sekali. Mata kiri dan kanannya. Ketika dia meraba dengan tangannya, dia meraba benda cair yang lengket kali. Malah di waktu itu barulah dia merasa kesakitan yang hebat sekali, waktu jari tangannya bisa meraba matanya yang sudah bolong!
Segera terdengar jeritan atau menyeruak jerit kalap si botak, yang berlari ke sana kemari dengan kedua tangan terjulur kedepan, karena dia tidak bisa melihat lagi, kedua biji matanya sudah dikorek keluar oieh Phang Sun Kongcu dengan cara yang luar biasa, sulit diikuti oleh pandangan mata manusia biasa....karena memang tangannya begitu cepat bergerak, mengorek kedua biji mata si botak, sampai si botak sendiri tidak berasa ketika kedua biji matanya dikorek keluar.
Keadaan Tiat Ong Sam Hun begitu mengenaskan sekali, malah Cui Seng yang waktu itu telah tersadar dari pingsannya, jadi menggidik ngeri. Terlebih lagi setelah dia menoleh kekiri kanannya, sekelilingnya penuh dengan ular.
Yang lebih menggidikkan tubuhnya, justeru waktu itu tampak si botak berlari-lari, jeritannya membuat jantung manusia akan bergoncang keras, mengenaskan sekali.
"Kembalikan mataku... kembalikan mataku!" Teriak si botak berulangkali.
Phang Sun Kongcu telah melangkah ketempatnya semula, ditangannya terdapat kedua biji mata si botak yang baru dikorek keluar.
"Nih, kalian makanlah!" Kata si orang she Phang melemparkan dua butir biji mata si botak kepada ularnya yang cukup besar dan berada paling dekat dengannya.
Ular itu lahap sekali memakan kedua mata tersebut.
"Hemmm .!" Mendengus Phang Sun Kongcu sambil menoleh kepada kedua kakek pendek itu.
Kedua kakek pendek itu jadi menggidik ngeri. Mereka berusaha untuk bersikap tenang, namun tidak urung muka mereka pucat dan tubuh mereka menggigil. Waktu itu juga tampak, jika Phang Sun Kongcu mengawasi kearah mereka, kedua kakek pendek itu, tanpa mereka kehendaki telah mundur satu langkah dengan hati yang tergoncang keras.
"Kalian hendak membelikan hadiah apa kepada kami?!" Tanya Phang Sun Kongcu deng suara yang dingin.
Kakek pendek berjenggot hitam menggeleng
"Kami tidak bisa memberikan apa-apa padamu!" Katanya dengan suara yang dingin. Tetapi suaranya agak gemetar.
Phang Sun Kongcu mengawasi Kedua kakek pendek itu bergantian dengan sorot mata yang tajam sekali.
"Hemmmm, benar-benarkah kau tidak mau memberikan hadiah kepadaku?!" Tanyanya sambil mengawasi tajam kepada kakek pendek jenggot hitam.
Hati kakek pendek itu tergetar. Dia menggeleng perlahan.
"Tidak...kami tidak memiliki barang!" Kata si kakek. "Kami tidak bisa memberi hadiah apa-apa kepadamu!"
Setelah berkata begitu, dia menoleh kepada si kakek jenggot putih.
"Bukankah begitu?!"Tanyanya.
Kakek jenggot putih mengangguk.
"Ya...aku tidak mau memberikan hadiah apa-apa kepadamu!" Kata si jenggot putih, walaupun hatinya tergetar gelisah namun dia berusaha untuk bersikap tenang.
Muka Phang Suo Kongcu berobah.
"Hemm, benar benar kalian tidak mau memberikan hadiah kepadaku?!" Menegasinya. Kedua kakek pendek itu mengangguk.
"Ya....!" Menyahuti mereka.
"Sungguh? " "Rewel amat sih kau?!" Bentak si jenggot hitam memberanikan diri.
Phang Sun Kongcu tertawa dingin.
"Baiklah! Kalau memang kalian pelit dan kikir, sehingga tidak mau memberikan hadiah kepadaku, tidak apa apa... aku juga tidak akan memaksa... tetapi tentu saja kalian tidak akan menolak buat memberikan hadiah kepada ular-ular itu, karena biasanya kalau tidak diberikan hadiah, ular-ular itu akan mengambil sendirinya...!"
Muka kedua kakek pendek itu berobah pucat, tubuh mereka menggigil. Mereka adalah orang orang Kangouw yang memiliki nama terkenal, sebetulnya bagi mereka, kematian adalah hal biasa. Namun, justeru sekarang mereka menghadapi manusia berhati iblis seperti Phang Sun Kongcu, dengan sendirinya membuat mereka benar benar jadi gentar. Terlebih lagi sekarang mendengar ancaman dari Phang Sun Kongcu yang pasti bukan ancaman kosong. Di saat itu juga di sekitar mereka telah berkumpul ular-ular berbagai jenis dalam jumlah yang tidak sedikit. Sekali saja ular-ular itu mengamuk dan menyerang mereka, sulit buat mereka mencari tempat menyelamatkan diri, karena mereka seperti telah terkurung oleh ular ular itu.
Walaupun ginkang mereka tinggi, tokh ular ular itu sangat banyak, mereka memang bisa saja melompati ular-ular di bagian depan, namun barisan ular itu dibelalaog tentu akan menyambuti turunnya tubuh mereka.
Karena berpikir begitu, muka kedua kakek pendek itu pucat pias, mereka tampaknya jadi semakin bingung.
"Kami tidak kenal dengan kau, kami tidak bermusuhan, karena dari itu... kami kira, kau tidak selayaknya mendesak kami seperti ini!!" Kata si kakek jenggot hitam pada akhirnya.
~dewi.kz^aaa~ Jilid 16 "HEEMMM, sudah kukatakan, kalau memang kalian, kikir dan tidak mau memberikan hadiah padaku, aku tidak akan memaksa. Aku hanya menyarankan, agar kalian tidak sekikir itu jika menghadapi ular-ular itu, karena ular-ular itu tidak bisa disamakan denganku, mereka tentu tidak akan mau mengerti kalau memang kalian tidak mau memberikan hadiah apa-apa kepada mereka! Nah, silahkan uruslah sendiri!"
Muka kedua kakek pendek itu jadi pucat pias. Mereka murka, penasaran bercampur takut menjadi satu.
"Siapakah kau sebenarnya!" Bentak kakek pendek berjenggot hitam dengan suara penasaran.
"Oooo, kau belum tahu!"
"Tadi kami dengar si pendeta busuk itu menyebut kau sebagai orang dari keluarga Phang!"
"Tidak salah! Benar, memang aku adalah keponakan di dalam keluarga Phang di Liong Hong San!"
"Hemmm, kalau begitu kau memiliki hubungan dengan Phang Tu?!"
"Tidak salah!!" Muka kedua kakek pendek itu semakin pucat. Phang Tu adalah iblis yang paling ditakuti oleh semua orang Kangouw. Selain dia telengas juga ilmunya tidak ada yang bisa menandingi. Hanya lima orang saja yang berimbang kepandaiannya, selain dan kelima orang itu, tidak ada yang bisa mengimbangi kepandaian iblis terbengis didalam kalangan Kangouw itu. Justera Phang Tu memang terkenal senang sekali memelihara ular yang jumlahnya mencapai ratusan ribu ekor. Dan pasukan ularnya itu pun sama berbahaya dengan dirinya.
Karena itu, sekarang setelah memperoleh kepastian bahwa pemuda itu adalah orangnya Phang Tu, kedua kakek pendek itu semakin gentar.
"Kami tidak pernah melakukan kesalahan apapun dengan pihakmu, juga kami selalu akan menjauhi diri dari Liong Hong San, lalu mengapa sekarang kau hendak mengganggu kami?!"
Phang Sun Kongcu tertawa bergelak-gelak.
"Hahhhh, jangan bilang begitu dong, kapan aku mengganggu kalian? Bukankah aku tidak pernah mengganggu kalian? Tadipun aku sudah minta agar diberi hadiah oleh kalian, namun kalian masih keberatan, maka aku tidak memaksanya! Janganlah bilang aku mengganggu kalian....!"
Kedua kakek pendek itu jadi salah tingkah.
Phang Sun Kongcu sudah bilang dengan suara yang nyaring :"Nah, kalian uruslah ular-ular itu....!"
Setelah berkata begitu, Phang Sun Kongcu bersiul dengan suara nyaring, dia mengibaskan tangannya, memutar tubuhnya, melangkah ke-kursi bambu yang tadi di duduki Souw Cui Seng duduk tenang-tenang disitu, sana sekali dia tidak berhasrat untuk menyaksikan apa yang akan dilakukan olah kedua kakek pendek itu terhadap ular-ularnya, karena dia duduk membelakangi,
Ular-ular itu yang jumlahnya ribuan ekor, begitu mendengar suara siulan yang begitu nyaring, segera bergerak-gerak melata maju mendekati kedua kakek pendek itu.


Totokan Jari Tunggal It Yang Cie Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kedua kakek pendek itu jadi bingung bukan main. Tidak mungkin mereka bisa menghadapi ular-ular dengan jumlah begitu banyak.
Sedangkan ular-ular itu telah melata semakin dekat.
Souw Cui Seng telah tersadar dari pingsannya, segera melompat berdiri karena merasa ngeri melihat ular-ular yang datang menghampiri dalam jumlah begitu banyak.
Si botak, Tiat Ong Sam Hun, yang telah buta matanya dan berlari-lari kalap kesana kemari sambil berteriak-teriak :"Kembalikan mataku! Kembalikan mataku....! Ahhhh!" Dia menjerit menyayatkan, karena waktu dia berlari seperti itu, kakinya telah dipagut oleh seekor ular yang sangat besar dan panjang.
Sedangkan saat itu tubuh si botak telah terjungkir rubuh di tanah, bergulingan. Suara jeritannya menyayatkan hati. Cui Seng sendiri menutup telinganya, karena dia tidak kuat mendengarkan terus jeritan menyayatkan hati seperti itu.
Tubuh dan muka si botak membiru kehitam-hitaman. Benar-benar keadaannya mengenaskan sekali.
Jantung kedua kakek pendek itu semakin tergoncang keras, mereka merasa ngeri.
Tapi sebagai orang Kangouw, tentu saja mereka tidak mau menyerah begitu saja, Terlebih lagi memang merekapun merupakan orang-orang ternama di dalam dunia persilatan, maka mereka memutuskan untuk mengadakan perlawanan sampai napas mereka terakhir.
Waktu itu ada seekor ular yang menerjang maju ke arah si kakek jenggot hitam.
Kakek pendek jenggot hitam menghantam dengan telapak tangannya, yang disertai lwekangnya. Maka ular itu terpental keras sekali.
Namun, telah menyusul ular lainnya beruntun menyambar pula kepada kakek pendek itu, berulangkali dan terus menerus kakek berjenggot hitam harus memukul dengan kedua tangannya, bergantian tangan kiri dan tangan kanan. Dengan demikian dia memang bisa menghalau ular-ular yang menyerangnya, akan tetapi, jika keadaan seperti itu berlangsung terus, niscaya akan celakalah dirinya, sebab akhirnya tokh tenaganya akan habis juga, dan ini aksn membuat dia menjadi korban ular ular itu. Keringat dingin telah mengalir deras dari sekujur tubuhnya.
Si kakek pendek jenggot putih sebetulnya melakukan hal yang sama dengan temannya, yaitu menghantam berulangkali dengen tangan kanan dan tangan kirinya. Tapi akhirnya dia terpikir sesuatu, dia merogoh sakunya, meraba segumpal butir-butir beras. Dengan beras itu dia melemparkan memperguaskan Iwekangnya, sehingga butir-butir beras itu ampuh sekali-ular-ular yang menggeletak mati, kalau kepalanya terkena sambaran butir beras tersebut.
Kakek berjenggot hitam juga segera mencontoh perbuatan si kakek jenggot putih.
Malah kemudian kedua kakek pendek itu telah duduk bersila ditanah saling memunggungi. Mereka telah menyerang dengan butir beras, jika ada ular yang mendekati mereka.
Phang Sun Kongcu walaupun duduk memunggungi kedua kakek itu, namun dia seakan mengetahui apa yang terjadi. Dengan muka merah padam karena gusar, dia memutar tubuhnya. Dia menyaksikan apa yang terjadi. Matanya memancarkan sinar yang tajam sekali.
Sebetulnya, pemuda itu hendak melompat ketengah gelanggang, karena dia tidak mau kalau ular peliharaannya itu harus rubuh dan jatuh menjadi korban dalam jumlah yang banyak. Karena dari itu, dia telah berdiri dan melangkah setindak demi setindak.
Namun akhirnya dia menahan langkah kakinya.
"Hemmnm, berapa banyak sih butir-butir beras yang ada dikantong mereka. Nantipun akan habis di pergunakannya!" Pikir Phang Sun Kocgcu pada akhirnya.
Karena berpikir begitu maka dia membatalkan maksudnya untuk melompat ketengah gelanggang.
Malah, Phang Sun Kongcu telah mendengus tertawa dingin, kembali duduk ditempatnya, di bangku bambu.
Waktu itu tampak kedua kakek pendek itu-pun tengah kebingungan, karena persediaan beras merena memang semakin menyusut dan sedikit, sedangkan ular-ular yang mengepung mereka sangat banyak sekali. Begitu beras ditangan mereka habis, habis pula riwayat mereka. Karenanya juga, mereka tengah memutar otak, berpikir keras, entah dengan cara apa mereka bisa mengatasi kesulitan ini, guna menghadapi pasukan ular dan Phang Sun Kongcu itu.... Phang Sun Kongcu tertawa bergelak.
"Demikianlah... jika memang orang kikir, tentu akan mendapat kesulitan...!" Ejek si pemuda dengan suara yang dingin.
Sedangkan Souw Cui Seng pun bukannya tidak mengalami kesulitan. Di waktu itu justeru dia berada di tengah-tengah lingkaran juga. Jika memang dia tidak segera mendekat kepada kedua kakek pendek itu, niscaya siang-siang dia sudah menjadi korban gigitan ular-ular itu.
Hanya saja disebabkan dia menyadari kesulitan kedua kakek pendek tersebut, membuat Cui Seng pun jadi panik ikut bingung, Bagaimana kalau beras di tangan kedua kakek itu habis dipergunakan?
Saat itu tampak kedua kakek pendek itu telah berseru : "Mari kita adu jiwa...kau buka jalan berdarah dengan ular-ular ini, kemudian kita adu jiwa dengan bocah bajingan itu!" Teriakan itu dibarengi dengan lompatan yang gesit sekali, tangannya juga sudah menimpuk mempergunakan dua butir beras dan dia membuat dua ekor ular telah menggelepar.
Waktu itu, tampak dengan gesit sekali kedua kakek itu berusaha menerobos keluar dari kepungan ular-ular itu.
Tapi karena memang jumlah ular-ular itu sangat banyak sekali, tidak mengherankan mereka memperoleh kesulitan.
Souw Cui Seng sendiri telah kelelahan, dia menggerakkan sepasang tangan kiri dan kanannya berulang kali menghajar ular-ular yang mendekatinya. Beruntung dia memegang dua potong baju yang diberikan kedua Kakek pendek itu, sehingga dia mempergunakan kedua potong baju itu buat mengibas kepada ular-ular yang menyambar datang.
Celakanya buat kedua kakek pendek itu, justeru beras di tangan mereka telah habis. Begitu juga persediaan di kantong mereka telah habis. Mereka mengeluh.
Akan celakalah mereka kalau sampai ular itu mendesak terus dan mereka sama sekali tidak memiliki senjata untuk menghalaunya. Malah, mereka pun menyadarinya, tidak lama lagi tentu tenaga mereka akan habis degan sendirinya. Segera mereka berusaha untuk dapat menerobos keluar, hanya saja, disebabkan barisan ular-ular itu sangat lebar, maka mereka tidak mungkin bisa melompati ular-ular itu....
Si kakek berjenggot hitam jadi nekad.
"Mari kita berusaha melompati pasukan ular ini!" Teriaknya. Dia yang mendahului, dia melompati tinggi sekali, sejauh tiga tombak. Waktu tubuhnya tengah meluncur turun, justeru dia mengibas dengan berbareng mempergunakan kedua lengan bajunya; Dia mengibas terpental beberapa ekor ular di bawahnya, maka dia bisa menempatkan kedua kakinya disitu.
Hanya saja sayangnya ular-ular itu terus mengepung dengan rapat sekali, maka walaupun dia sudah melompat berulangkali, malah dia terkepung terus dengan tenaga yang semakin habis, karena dia setiapkali mengibas, memakan tenaga yang tidak sedikit.
Demikian juga dengan kakek jenggot putih. Malah di waktu itu napasnya sudah memburu keras dan pendek-pendek. Dia mengeluh, dalam waktu seperempat jam lagi niscaya dia akan rubuh sendirinya kehabisan tenaga. Di saat itu tentu dia akan jadi santapan ular-ular itu, atau juga dipaguti mati karena keracunan...
Saat saat itu sangat menegangkan sekali, dua kali Souw Cui Seng hampir kena dipagut oleh ular-ular yang menyambar kepadanya. Napas pemuda itu pun sudah hampir habis. Latihan Iwekangnya memang masih kalah dari kedua kakek pendek itu, karenanya dia lebih cepat kehabisan tenaga. Si pemuda jadi berputus asa. Diam-diam dia berpikir :"Habislah aku kali ini dengan sangat kecewa sekali..... kasihan Sumoay..... tentu dia tengah menanti nantikan kembalinya aku di hutan itu.!" Sambil berpikir begitu, si pemuda tambah sedih, hampir saja dia menangis.
Phang Sun Kongcu tengah kegirangan bukan main, dia tahu ketiga orang itu dalam Waktu singkat akan rubuh. Dan dia akan berserak mengejek mereka, karena memang dia memiliki semacam tabiat buruk, yaitu senang sekali menyaksikan penderitaan orang lain... itulah sebabnya, jika dia bertemu dengan orang Kangouw, dia akan menyiksanya, dan jeritan mengenaskan dari korbannya selalu membuat dia puas dan senang.
Di saat yang sangat kritis dan gawat seperti itu, mendadak terdengar suara tertawa, disusul dengan perkataan : "Menghadapi cacing-cacing tanah seperti ini mengapa harus repot-repot?!" Dan bersamaan dengan itu muncul seorang pengemis tua.
Usia pengemis yang mengenakan pakaian compang camping itu mungkin hampir enam puluh tahun. Kumis dan jenggotnya tipis dan jarang. Dia melangkah maju, sama sekali dia tidak takut dengan uiar-ular itu.
Semua orang mengawasi heran. Terutama sekali Phang Sun Kongcu. Walaupun tingginya kepandaian seseorang, kalau menghadapi pasukan seperti itu, niscaya akan gentar.
Tapi pengemis tua ini melangkah dengan senang menghampiri ke arah kedua kakek pendek yang tengah terkepung ular ular itu.
Malah yang lebih aneh lagi, ular-ular itu telah mundur dengan ketakutan dan lidah yang terjulur-julur.
Phang Sun Kongcu jadi gusar, dia bersiul nyaring.
Ular-ular itu, mendengar perintah, sebentar segera jadi kebingungan. Mereka ada yang mau maju, ada yang mundur, akhirnya kacaulah pasukan ular tersebut.
Si pengemis telah dekat dengan kedua kakek pendek itu.
"Kencing!" Bisiknya.
"Apa?:" Tanya kedua kakek pendek itu keheranan dan tercengang karena si pengemis bilang :"Kencing."
"Kencing! Ayo kencing!" Teriak si pengemis lebih keras,
Kedua kakek pendek itu jadi kebingungan. Sedang mereka repot-repot menghadapi pasukan ular itu, mana mungkin mereka bisa kencing?
Justru si pengemis menyuruh mereka untuk kencing! Bukankah ini aneh dan mengherankan sekali? Waktu itu, si pengemis dengan suara yang berbisik telah bilang ;"Kencing, ayo kencing..... basahkan celana kalian... ular-ular itu tidak berani mendekati kalian lagi. karena air kencing itu akan menyiarkan bau yang ditakuti ular-ular itu!"
Tersadarlah kedua kakek pendek tersebut. Girang bukan main hati mereka. Seketika mereka juga bisa menduga mengapa si pengemis tua itu tidak jeri pada pasukan ular ular itu malah ular ular itu yang mundur setiapkali si pengemis melangkah ke bagian mana saja dari tempat itu. Mungkin si pengemis sendiri telah kencing, ngompol dan sengaja membiarkan celananya basah oleh air kencing itu.
Segera kedua kakek ttu berusaha untuk kencing.
Celakanya justeru dalam keadaan seperti itu mereka tidak bisa kencing! Mereka dalam keadaan tegang seperti itu, tentu saja tidak bisa kencing. Kencing memang tidak bisa dipaksa-paksa, tidak bisa disuruh suruh atau diperintah. Terlebih lagi kedua kakek itu harus melompat ke sana kemari menghindarkan ular-ular yang masih ada juga menyambar ke arah mereka.
"Ayo kencing!!" Bentak si pengemis tidak sabar.
Kedua kakek itu tambah gugup.
Justeru mereka semakin gugup, kedua kakek itu tambah sulit untuk kencing.
"Tidak...tidak bisa!" Kata si jenggot putih degan sikap yang gelisah dan gugup.
"Pasti bisa.... ayo kencing!!"
"Tidak bisa... sungguh!"
"Paksakan!" "Paksakan? Bagaimana memaksanya!!"
"Kalian mau celaka?!"
"Tentu saja tidak!!"
"Makanya, ayo kencing...!"
Akhirnya, setelah diusahakan, si jenggot putih bisa juga kencing. Hanya saja si jenggot hitam masih belum bisa. Dia jadi kelabakan dan gugup sekali.
Si jenggot putih justeru telah dijauhi ular-ular. Girang bukan main si kakek jenggot putih. Nasehat yang diberikan si pengemis ternyata memang benar, karena ular-ular itu takut dengan bau kencing.
Sedangkan kakek jenggot hitam berusaha untuk kencing, namun tetap saja dia tidak berhasil. Maka akhirnya dia merapatkan celananya kecelana si jenggot putih, agar tubuhnya juga bau pesing... waktu menempel-nempelkan celananya kecelana si jenggot putih, saat itulah dia baru bisa kencing, karena di saat itu dia tidak perlu lompat-lompat lagi, ular-ular sudah tidak berani mendekati tempat yang bau pesing tersebut.
Si pengemis tua telah menghampiri si pemuda she Souw, kepada Cui Seng dia anjurkan hal yang sama, yaitu menyuruh pemuda itu kencing.
"Kencing?!" Tanya si bebal dengan terheran heran. Dia melihat ulai-ular tidak ada yang mendekati lagi, karena si pengemis berdiri di-dekatnya, ular-ular itu mundur dan kalut dengan ular-ular di bagian belakang yang mau menerjang kedepan.
"Ayo kencing!!" Bentak si pengemis;
Cui Seng bengong. "Ti...tidak bisa!" Jawabnya.
"Ayo... seperti anak kecil saja!" Teriak si pengemis. "Ayo kencing, tidak usah dikeluarkan.... di celana saja!"
Muka Cui Seng memerah, dia malu sekali.
Dia berusaha memaksakan diri untuk kencing, namun Cui Seng tetap saja tidak berhasil.
Malah di waktu itu, biarpun dia sudah ngeden-ngeden, tetap saja tidak bisa kencing.
Hanya saja, disebabkan ngedennya terlalu keras, akhirnya dia cuma bisa buang angin yang bau saja.
Si pengemis tampak mendongkol,
"Bocah dogol!" Bentaknya sambil memukul tengkuk si pemuda.
Justeru dipukul seperti itu, tanpa bisa di tahan lagi, Cui Seng telah kencing, ngompol membasahi celananya!
"Nah, sekarang kau sudah tidak perlu takut pada ular-ular itu!" Kata si pengemis tertawa.
Cui Seng sepat cepat mengucapkan terima kasih.
Waktu itu Phang Sun Kongcu tidak bisa menahan diri, tubuhnya secepat terbang sudah melesat kedepan si pengemis.
"Pengemas bau, apa yang kau lakukan heh?!" Teriaknya dengan bentakan yant bengis sekali. "Terimalah hajaranku, pengemis kurang ujar!!"
Rupanya sambil membentak begitu, Phang Sun Kongcu telah menghantam dengan ujung kipasnya. Hebat sekali serangannya karena dia menghantam dengan kekuatan Iwekang yang tangguh, juga memang jurus ilmu pukulannya sangat aneh sekali.
Si pengemis tertawa mengejek.
"Aduhhb, jangan galak galak sama kakek... nanti tulangku yang sudah rapuh akan berantakan...!" Tapi sambil mengejek seperti itu, si pengemis telah mengelakkan dengan mudah setiap pukulan si pemuda.
Phang Sun Kongcu semakin penasaran. Dia membentak berulangkali, tangannya semakin liehay saja.
Namun, si pengemis itupun tidak kalah lincah dan liehaynya, dia bisa menghindar kesana kemari dengan cepat dan gesit sekali, malah tangannya seperti memiliki mata. Setiapkali tangan Phang Sun Kongcu menghantamnya, dia bisa menangkis dengan tepat.
"Mau apa kalian berdiri bengong disitu!? Nanti kalau bau pesing sudah sudah berkurang, ular-ular itu akan menyerang kalian lagi!" Bentak si pengemis dengan suara nyaring kepada Kakek pendek dan Cui Seng, yang memang tengah menyaksikan pertempuran si pengemis dengan Phang Sun Kongcu dengan tatapan mata bengong.
Tentu saja teriakan si pengemis membuat ketiga Orang itu kaget, mereka cepat-cepat melompat pergi untuk menjauhi tempat itu,
"Terima kasih..,!" Teriak kedua kakek pendek itu, yang pergi dengan cepat.
"Locianpwe, terima kasih atas kebaikanmu!!."Teriak Cui Seng segera juga. pergi meninggalkan tempat itu.
Si pengemis tertawa. "Hahahaha... teman gadismu tengah menungguimu sambil menangis, pemuda dogol!!" Teriaknya "Cepat kau pergi menemuinya."
Cui Seng merandek. "Apa, Locianpwee??"
"Aduhhh, dogolnya!" Teriak si pengemis, "Ayo jangan mandek-mandek! Pergi cepat temui teman gadismu,...!"
Cui Secg tersadar. Tentu yang dimaksudkan si pengemis adalah Lam San. Maka dia berteriak "Terima kasih Locianpwe," dan dia segera berlari secepat mungkin untuk kembali kehutan kecil dimana Lam San ditinggalkannya. Dia hanya heran, mengapa si pengemis mengetahui bahwa Lam San adalah sahabatnya, yang sebetulnya adalah Sumoay? Apakah Lam San telah bertemu dengan pengemis ini?
Sedangkan si pengemis sibuk menghindari serangan yang dilancarkan Phang Sun Kongcu, karena memang pemuda she Phang itu telah mempergencar setiap pukulannya. Dia juga telah menyerang kebagian bagian yang mematikan. Karena dari itu, membuat si pengemis pun tidak berani main- main.
Usia Phang Sun Kongcu masih muda sekali, hanya saja ilmunya memang hebat dan juga setiap jurusnya aneh-aneh.
Waktu itu, setelah menghindarkan lebih dari sepuluh jurus, si pengemis tertawa.
"Sudah cukup..!" Katanya, Dia menghantam beruntun tiga kali kepada Phang Sun Kongcu, Sehingga orang she Phang itu harus mundur menghindarkan hantaman si pengemis.
Kesempatan ini di pergunakan si pengemis buat meloloskan diri. Dia menjejak kedua kakinya, melesat akan pergi..
"Mau kabur kemana kau?!" Bentsk si pemuda she Phang dengan bengis, dia sudah mengempos semangatnya, dia mengejar. Malah, waktu tubuhnya melesat di tengah udara dia telah menghantam dengan mempergunakan sekaligus kedua kepalan tangannya. Tenaga lweekangnya dipergunakan delapan bagian. Maka bisa dibayangkan hebatnya pukulan Phang Sun Kongcu kali ini.
Saat itu si pengemis merasakan sambaran angin pukulan yang kuat sekali, dia merandek dengan mendadak, dia juga terpaksa harus menangkis pukulan si pemuda she Phang itu.
Tangan mereka beradu dengan kuat sekali. Sedangkan saat itu tampak Phang Sun Kongcu sudah mengempos semangatnya, dia membuat si pengemis tidak bisa meloloskan diri, memaksa pengemis itu harus mengadakan perlawanan dan terlibat dalam sebuah pertempuran lagi dengannya. Sedikitpun Phang Sun Kongcu tidak memberikan kesempatan pada si pengemis buat melarikan diri.
Pengemis itu bukan ingin melarikan diri dari Phang Sun Kongcu, dia sama sekali tidak jeri terhadap si pemuda.
Justeru yang ditakutinya adalah ular-ular peliharaan si pemuda she Phang tersebut. Kalau bau pesing kencingnya sudah lenyap atau berkurang, tentu patukan ular si pemuda she Phang akan datang lagi mengepungnya. Kalau sampai terjadi demikian, niscaya dia akan memperoleh kesulitan.
Sedangkan Puang Sun Kongcu sendiri menyadari, bahwa dia harus mendesak terus pengemis itu, karena jika dia terlepas, berarti sulit sekali dia melampiaskan kemarahan hatinya;
Setiap pukulan di lakukannya mengandung maut. Malah suatu kali dia mempergunakan Jurus Harimau Mencari Dinding, kedua tangannya dengan sikap dan posisi mencakar, telah menghantam ke muka si pengemis.
Pengemis tua itu mendongkol, dia melihat cara menyerang Phang Sun kongcu demikian telengas sekali. Maka dia berseru nyaring, dia melompat dengan gesit, kedua kakinya menendang kedua pergelangan tangan Phang Sun Kongcu tendangannya itu bukan tendangan sembarangan karena pengemis itu menendang dengan mempergunakan Iwekang yang kuat sekali.
Phang Sun Kongcu tidak mau kalah kedua tangannya tertendang kaki si pengemis dia menarik pulang tangannya, maka tendangan kaki si pengemis jatuh ditempat kosong.
Saat itu tampak si pengemis tidak mau membuang-buang waktu lagi, dia perlu merubuhkan pemuda ini secepat mungkin. Kalau memang tidak bisa merubuhkannya, sedikitnya mendesaknya, agar dia bisa memiliki kesempatan meninggalkan tempat itu dalam waktu sesingkat-singkatnya.
Kalau sampai dia berlama lama, selain percuma saja dia melayani Phang Sun Kongcu, juga ular-ular itu akan mengancam lagi, untung kalau dia bisa kencing lagi, kalau tidak? Tentu dia akan celaka....
Sambil membentak keras, si pengemis sudah berulangkali merangsek mendesak Phang Sun Kongcu. dia menghantam bertubi-tubi, sama sekali dia tidak menundakan gerakan tangannya, dia tidak mau memberikan kesempatan kepada Phang Sun Kongcu buat bernapas.
Memang Phang Sun Kongcu jadi terdesak hebat, dia juga mengerutkan alisnya, karena pemuda ini jadi heran, entah siapa pengemis yang tangguh ini. Dilihat dari lagak dan kepandaian yang dimilikinya, pengemis itu memang bukanlah pengemis sembarangan, tentunya dia seorang pengemis dari Kaypang yang memiliki kedudukan tidak rendah.
Phang Sun Kongcu tiba-tiba teringat sesuatu dia berseru nyaring, kemudian disusul dengan siulan yang nyaring.
Ular-ularcya telah melata menghampiri, Justeru di waktu itu bau pesing di celana si pengemis telah berkurang sekali, maka ular-ular itu berani mendekatinya.....
Hati si pengemis jadi tercekat kaget, dia jadi bingung juga. Kalau sampai ular-ular itu telah mengepungnya, celakalah dia.
"Selamat tinggal bocah busuk!!" Kata si pengemis kemudian sambil tertawa keras, dia menjejakkan kakinya, bermaksud akan menyingkir.
Namun Phang Sun Kongcu tidak mau melepaskannya, diapun sudah menjejakkan kakinya mengejar dan menyerang si pengemis dengan pukulan beruntun berulangkali.
Waktu itu, tampak ular-ular yang menghampiri semakin banyak juga dan malah telah mengurung si pengemis, semakin lama kurungan ular-ular itu semakin banyak dan meluas, maka sekarang pengemis itu sudah tidak bisa melompati lagi barisan uiar yang sangat lebar itu....
Diam-diam si pengemis tua jadi mengeluh, dia juga memaki kalang kabut :"Bocah hina dina.... Watak busuk sekali, kau pengecut, kau bisa menghadapimu, maka kau mempergunakan pasukan ularmu, suatu perbuatan curang!"
Setelah memaki begitu, dia memperberat setiap serangannya. Malah sambil menyerang, si pengemis juga berusaha untuk kencing lagi. Karena belum lama lalu dia sudah kencing, maka tidak ada air kencing yang bisa dialirkan keluar lagi, dia jadi tambah mengeluh.
Tentunya untuk bisa kencitg lagi, harus menunggu sampai satu atau dua jam... sedangkan pasukan ular itu telah mengepungnya, berarti si pengemis akan kehabisan tenaga dan napas....
Phang Sun Kongcu girang bukan main, dia bersiul nyaring lagi, ular ularnya semakin cepat mendekati si pengemis.
Pengemis itu mempergunakan kakinya menendang beberapa ekor ular yang mendekatinya. Dia menendang dengan keras sekali, sampai ular-ular itu terpental dengan kepala atau tubuh putus. Phang Sun Kongcu semakin murka dia memperketat penyerangannya, membuat si pengemis tidak memiliki kesempatan banyak melayani ular-ularnya. sedangkan ular-ularnya telah mengepung si pengemis semakin sempit.
Phang Sun Kangcu bersiul tagi dengan suara siulan yang nyaring, maka ular-ular itu mengangkat kepalanya, siap untuk mematuk mata kaki dan tumit si pengemis.
Menghadapi seekor atau dua ekor ular saja sudah sulit, apa lagi sekarang memang ular ular itu berjumlah ribuan ekor, malah dia tengah diserang oleh Phang Sun Kongcu. Dengan sendirinya dia jadi sibuk bukan main. Pengemis ini tertawa dingin.
"Hemm, demikian caramu hendak memperoleh kemenangan! Bagus! Bagus!" Katanya. Dia telan membuka tutup buli-buli araknya, menuangkan araknya di sekitar dirinya. Sambil menuangkan araknya itu dia menghindarkan beberapa pukulan Phang Sun Kongcu.
Karena araknya itu arak nomor satu, yang wanginya luar biasa, maka ular-ular itu tidak berani mendekati lingkaran arak tersebut.
Setelah menuangkan araknya itu, tampak si pengemis mengempos semangatnya. Kebetulan waktu itu tangan Phang Sun Kongcu tengah menyambar datang, maka dia menangkisnya.
Satu tangkisan yang keras. Karena, keras dilawan keras oleh si pengemis. Phang Sun Kongcu juga memang telah mempergunakan tenaga yang sangat besar sekali.
Di waktu itu terlihat betapapun juga memang kepandaian Phang Sun Kongcu sebetulnya masih terpaut dibawah satu tingkat dari si pengemis. Hanya saja pemuda itu menang karena napasnya masih kuat, disebabkan usianya masih muda. Hal lainnya yang menguntungkan Phang Sun Kongcu, justeru ilmu silat keturunan keluarga Phang sangat aneh sekali, setiap jurusnya sulit diterka arah sasaran mana yamg diinginkannya.
Karena itu, biarpun si pengemis menang satu tingkat, tokh kenyataannya dia seperti berimbang dengan Phang Sun Kongcu,
Sekarang, tanpa diganggu ular-ular itu, si pengemis memiliki kesempatan untuk secepat mungkin mendesak Phang Sun Kongcu.
Berulangkali Phang Sun Kongcu berusaha mendesak si pengemis keluar dari lingkaran siraman araknya di tanah, namun si pengemis tetap bisa mempertahankan kedudukan didalam lingkaran arak di tanah itu, dan ketika Phang Sun Kongcu berusaha untuk memancing si pengemis maju, dengan ia sendiri mundur perlahan-lahan, seakan terdesak, si pengemis tidak bisa terpancing olehnya, karena pengemis tua itu tetap dengan kedudukannya tanpa berkisar sedikitpun juga, Malah pengemis itu berpikir, kalau sampai Phang Sun Kongcu mundur lebih jauh sedikit lagi, kesempatan itu akan di pergunakan buat melompat mundur dan meloloskan diri dari libatan pemuda yang sangat telengas tangannya.
Di waktu itu terlihat, betapa Phang Sun Kongcu mati-matian berusaha untuk bisa merubuhkan si pengemis. Karena dia yakin walaupun memang dia tidak bisa menangkap si pengemis untuk melampiaskan kemurkaannya, karena si kakek pendek dan si pemuda Souw yang hampir saja menjadi korban ular-ularnys, tokh bisa meloloskan diri.
Si pengemis sendiri merasakan napasnya mulai memburu, peredaran darahnya sudah tidak teratur lagi. Kalau pertempuran seperti itu dilakukan lebih lama lagi, niscaya akhirnya dia akan rubuh sendirinya, dan bisa celaka ditangan Phang Sun Kongcu yang telengas sekali.
Sedangkan ular-ular yang berkumpul diluar garis lingkaran siraman arak di atas tanah, telah menantikan sampai bau arak itu lenyap, akan menyerbu masuk.
Hal ini pun telah disadari si pengemis, kalau memang bau arak itu telah lenyap, niscaya ular ulaar itu akan menerobos masuk. Ini berarti kesulitan untuk dirinya semakia besar.
Sedangkan waktu itu tampak ular-ular itu sudah tidak sabar, bergelinjang-gelinjang, malah ada satu dua ekor yang menerobos masuk dalam lingkaran itu.
Si pengemis mengeluh! Memang waktunya telah habis, merubuhkan dan coba meloloskan diri dari Phang Sun Kongcu, karena sekarang araknya telah mulai lenyap...
Keadaan si pengemis terancam sekali, tegang benar keadaan waktu itu membuat hati si pengemis diliputi murka juga, yang hendak merubuhkan si pemuda she Phang itu secepatnya. Waktu yang dimilikinya tinggal beberapa detik lagi, disaat mana tentu ular-ular lainnya, yang jumlahnya ribuan itu sudah tidak akan takut lagi dengan bau arak dan akan menyerbu kepada si pengemis......
~dewi.kz^aaa~ MARI kita menengok dulu pada Lam San, Gadis itu, yang telah dipermainkan oleh Phang Sun Kongcu, telah menangis melampiaskan kemendongkolan dan kemarahan hatinya. Dia marah tanpa berdaya, karena itu akhirnya dia menangis terisak-isak, menjatuhkan diri duduk ditanah dengan hati yang penasaran bukan main.
Sedangkan Souw Cui Seng, Suhengnya, masih juga belum kembali. Tidak terlihat batang hidungnya. Dia jadi mendongkol sekali.
"Entah kemana perginya si bebal itu!" Pikir Lam San di dalam hatinya waktu dia menyeka air matanya. Benar-benar dia mendongkol sekali, kalau teringat akan kebodohan Suhengnya itu. "Entah dia pergi mutar-muter ke mana?!"
Karena telah puas melampiaskan kemendongkolan hatinya, akhirnya dia bangun berdiri dan keluar dari hutan itu, justetu waktu dia bermaksud pergi mencari Suhengnya, yang memang pemikirannya agak bebal itu, dia melihat sesosok tubuh tengah berlari lari mendatangi. Sebelum dekat, dia mengenali orang yang tengah berlari mendatangi itu tidak lain dari Souw Cui Seng, sang Suheng.
Cui Seng juga sudah melihat Lam San, cuma saja dia tidak bisa segera mengenali. Dia berdiri mematung di depan Lam San, dengan ragu ragu. Matanya mengawasi sekelilingnya, apakah Lam San berada disitu.
Lam San tambah mendongkol campur lucu, karena melihat lagak Suhengnya.
"Apa yang kau cari, Suheng?!" Tegur Lam San.
"Kau.... kau...?!" Cui Seng bingung sekali, memang setelah didandani oleh enam orang gadis anak buah Phang Sun Kongcu, maka keadaan Lam San berobah sekali. Selain dia berpakaian baju bagus dan rapi, juga mukanya telah diberi pupur dan yanci, maka dari itu, dia berobah sekali. Rambutnya pun telah diatur manis diberi hiasan-hiasan.
Tidak terlalu mengherankan bahwa Cui Seng jadi pangling melihat Sumoaynya tersebut. Dia hampir tidak mengenalinya.
"Kau kira aku siapa?!" Tanya Lam San sambil menahan mendelu dan juga rasa ingin tertawanya.
Cui Seng mengawasi Lam San beberapa saat lamanya, sampai akhirnya dia bertanya ragu-ragu :"Apakah, siapakah kau... kau..."
"Aku Thia Lam San, murid Thian San Pay!" Kata si gadis tambah mendelu melihat lagak Suhengnya.
"Oooo, mengapa... mengapa kau tampaknya lain sekali...?!" Kata Cui Seng dengan suara menggumam.
"Lain bagaimana?!"Tanya sang Sumoay sambil tersenyum.
Karena Lam San tersenyum, dia jadi tambah cantik, Cui Seng jadi mengawasi kesima "Tadi... jadi....!"
"Sudah, jangan bengong!!" Bentak Lam San, "Aku Sumoaymu!"
"Jadi...kau benar-benar Lam San Sumoay?!" Tanya Cui Seng seperti ingin memperoleh kepastian.
Lam San mengangguk. "Kalau memang bukan aku, lalu siapa??!"
"Tapi...tapi... kau berobah sekali!"
"Berobah apanya?"
"Pakaianmu itu? Kau peroleh dari mana?!"
"Hemmm, nanti kuceritakan!"
"Tapi....benar-benar kau telah berubah!!"
"Apanya lagi yang berobah?!"
"Mukamu itu...!"
"Kenapa dengan mukaku?!"
"Kau...kau tampak lebih... lebih..."
"Lebih apa? Bicara yang benar, jangan gagap gagap seperti orang bego begitu!!" Bentak Lam San dengan pipi yang memerah, karena dia bisa menduga kata-kata apa yang akan diucapkan oleh Suhengnya.
"Kau tampak lebih cantik, lebih cantik jauh... lebih manis.." Kata Cui Seng pada akhirnya.
"Benarkah?!" Senang hati Lam San, hatinya agak terhibur juga, karena memang dia mengakui, dengan cara berpakaian seperti itu tentu dirinya akan tampak jauh lebih cantik.
"Benar Sumoay... kau semakin cantik saja!" Kata Cui Seng, memuji dengan polos dan hati sejujurnya.
Lam San tiba-tiba menunduk, wajahnya jadi murung.
Cui Seng kaget. "Sumoay... kenapa kau? Apakah aku salah bicara?!" Tanya si bebal dengan kuatir, Lam San menggeleng.
"Kau jahat Suheng...!" Kata si gadis, yang teringat akan pengalaman pahitnya beberapa waktu yang lalu, membuat dia jadi berduka lagi dan telah menitikkan air mata.
Cui Seng kaget seperti digigit kalajengking.
"Aku... aku jahat?!" Tanya si pemuda sambil membentangkan matanya lebar-lebar, karena dia kebingungan dan heran.
Lam San mengangguk, dia menghapus air matanya.
"Ya... kau jahat sekali, kau meninggalkan aku sendirian, sehingga aku ketakutan... ketakutan hebat, mengalami peristiwa hebat...!" Kata si gadis.
Cui Seng tiba-tiba menggampar mukanya.
"Benar! Benar! Memang aku manusia sialan yang tidak ingat waktu! Justeru tadi aku telah berkali-kali ingat kepadamu, bahwa aku juga tahu harus cepat-cepat pulang, untuk memberikan baju ini kepadamu... akh, tapi aku keasyikan menonton keramaian dulu!!"
Setelah berkata begitu, dia menghantami terus mukanya.
Lam San jadi tidak tega. Dia segera memegang tangan Suhengnya tersebut.
"Suheng, jangan mempersakiti dirimu...walaupun kau jahat, tapi kau memang sesungguhnya mau berusaha mencarikan baju untukku! Bukannya, itu ditanganmu terdapat baju yang masih lumayan!"
Cut Seng tersadar. "Benar sumoay... ini baju untukmu... tapi, hai! Kau sendiri sudah berhasil memperoleh baju yang bagus, untuk apa lagi baju ini yang kurang begitu bagus?!"
Sambil menggumam begitu penuh penyesalan, tampak si pemuda telah mengangkat tangannya, tahu-tahu dia telah melemparkan kedua potong baju itu ke tanah. Tampaknya dia kecewa sekali.
Lam San tertawa. "Suheng, tentu saja baju itu masih berguna!!." Kata Lam San "Bukankah kau sendiri harus mengganti bajumu yang tidak keruan??"
Cas Seng baru teringat. Dia tertawa.
"Benar...! Kau benar Sumoay! Hai mengapa aku begitu tolol? Bukankah akupun masih membutuhkannya, walaupun kau sendiri sudah tidak memerlukannya lagi, karena kau sudah memperoleh baju yang sebagus itu?."
Sambil berkata begitu, dia segera berjongkok mengambil satu potong baju, kemudian berlari kedalam hutan untuk ganti pakaiannya.
Tidak lama kemudian Cui Seng telah muncul kembali dengan pakaian yang bersih, hanya mukanya saja yang masih kotor.
"Mukamu belum dicuci!" Kata Lam San sambil tersenyum.
Cui Seng mengangguk. "Nanti kalau sudah bertemu air, pasti bersih!" Kata Cui Seng membalas senyum Sumoay.
"Tentu saja, kalau sudah bertemu air memang mukamu bisa dicuci bersih! Memangnya sudah bertemu air kau tidak mau cuci muka dan membiarkan mukamu kotor??"
Cui Seng tertawa. "Tapi pengemis tua itu... akh, dia begitu liehay dan cerdik sekali, dia mengenakan pakaian compang camping, muka yang kotor, dan ilmunya hebat sekali...!" Memuji Cui Ssng, yang teringat kepada si pengemis tua yang telah menolongi dia serta si kakek pendek jenggot putih dan yang berjenggot hitam.
"Si pengemis mana?!"
"Ya, pengemis tua yang telan menolongiku dan kedua orang kakek pendek itu...!" Menjelas Cui Seng.
"Coba kau cerita pendalamanmu!" Kata Lam San, yang memintanya, karena dia tertarik dan mau tahu apa yang telah dialami oleh Suhengnya, sehingga Suhengnya ini bisa terlambat datang kehutan ini.
"Uuuuh, seram! Mengerikan sekali! Ribuan ekor ular telah mengepung kami..;!"
Tapak Tapak Jejak Gajahmada 6 Pendekar Gila 20 Tragedi Berdarah Diponorogo Terpesona Disidratul Muntaha 3

Cari Blog Ini