Ceritasilat Novel Online

Mencari Busur Kumala 12

Mencari Busur Kumala Karya Batara Bagian 12


dada maka keduanya tak perduli lagi akan musuh
masing-masing. Mereka tiba-tiba ingin saling bunuh
dan kebencian bertahun-tahun lewat serasa ingin
ditumpahkan. Semua tahu bahwa itu bermula dari
percekcokan akibat kesalah-pahaman, betapa Ming
Ming menangis mendapat ramalan suaminya
sementara Beng Li salah sangka mengira ibunya
dimarahi sang ayah, pilih kasih dan melabrak ibutirinya Ceng Ceng. Dan ketika dalam labrakan itu ia
terkena tendangan Kiok Eng, anak yang dikandung
seketika gugur maka selanjutnya nenek May-may
membalas dendam dan menculik Cit Kong untuk
akhirnya membawanya ke Mongol dan akibatnya
bertahun-tahun dua wanita ini bermusuhan hebat dan
masing-masing menganggap yang lain sebagai biang
bencana. Ceng Ceng mengira cucunya diculik keluarga
Ming Ming sementara Ming Ming menganggap musuh
nya itulah yang membunuh May-may, gurunya.
Kini dua orang itu bertanding hebat. Mereka
tiba-tiba seakan mendapat kesem patan melepas
27 dendam dan kebencian. Kehadiran masing-masing
pihak justeru menyulut cemburu di hati masingmasing. Tentu masing-masing hendak menemui suami
mereka dan minta dicumbu. Bukankah bertahuntahun ini mereka kering dari kasih sayang orang yang
mereka cinta.
Maka ketika bayangan itu membuat keduanya
semakin mendidih dan ingin membunuh yang lain,
yang mengeluh adalah Eng Eng yang mundur dan
tersabet rambut maupun cambuk maka wanita baju
hijau itu akhirnya menangis dan berulang-ulang
melerai. Seruannya tak digubris dan membuat
keduanya justeru semakin sengit.
"Ming Ming, Ceng Ceng, sudahlah. Sudah.
Hentikan pertandingan ini dan mari sama-sama kita
cari suami kita. Fang Fang sudah delapan minggu ini
tak pernah muncul. Hentikan pertempuran dan jangan
saling bermusuhan. Berhenti! Berhenti!"
Akan tetapi dua orang itu justeru semakin
ganas. Mereka memekik dan melengking-lengking dan
senjata atau rambut mereka meledak-ledak. Tiga kali
masing-masing tersabet pundaknya akan tetapi darah
yang mengucur malah membuat keduanya semakin
beringas. Baik Ceng Ceng maupun Ming Ming tersabet
28 pecah, sudah mengerahkan sinkang akan tetapi gagal
juga. Kemarahan dan kebencian masing-masing pihak
menimbulkan tenaga yang berlipat. Maka ketika
mereka memaki-maki dan Eng Eng gagal melerai
pertandingan itu maka keduanya tak dapat ditahan
sampai satu di antaranya roboh, bahkan mungkin
binasa. "Biar, biar kubunuh dan kuhajar dulu wanita ini.
Ia penghasut dan akan kurobek mulutnya nanti, enci
Eng. Lidahnya akan kucabut keluar dan nanti
kupotong-potong!"
"Keparat, tak tahu malu. Kaulah pemfitnah dan
penghasut keji, Ceng Ceng. Aku sama sekali tak
menculik cucumu dan semoga ia diculik iblis. Semoga
ditelan dan menjadi kerak neraka!"
"Jahanam, tutup mulutmu.
tak membunuh nenek May-may!
Keduanya saling terjang lagi dan pertandingan
menjadi kian hebat. Eng Eng menangis dan tersedusedu namun gagal memisah kedua madunya itu.
Mereka sama-sama nekat dan bertempur kian ganas.
Dan ketika pertandingan berjalan me negangkan dan
kini masing-masing pihak berada di tempat sempit di
29 mana jurang menganga di kiri kanan mereka akhirnya
Eng Eng menjadi pucat dan berseru,
"Ceng Ceng, Ming Ming, hati-hati. Ada jurang di
kiri kanan kalian!"
Namun dua wanita itu tak perduli. Mereka
membentak dan terus menyerang satu sama lain dan
masing-masing tak menghiraukan teriakan itu. Lebih
cepat pertarungan itu selesai lebih baik, mereka sudah
sama-sama gelap mata. Dan ke tika satu saat cambuk
meledak namun di tangkis rambut, Ming Ming adalah
murid nenek May-may yang ahli mainkan Sin-mauwkang (Rambut Sakti) maka wanita ini menyambut dan
bahkan membelit serta menarik cambuk lawan.
"Rrt-tar!"
Ceng Ceng terkejut ketika ujung cambuknya
tiba-tiba ditahan dan di belit rambut lawan. Ia adalah
murid nenek Bwee Kiok yang berjuluk Si Cambuk Sakti,
jadi senjatanya adalah cambuk dan biasanya cukup
ditakuti lawan. Akan tetapi karena madunya ini adalah
murid May May dan sesungguhnya tingkat mereka
berimbang, terjadilah tarik-menarik maka rambut dan
cambuk sama-sama menegang dan siapa kalah bakal
tertarik dan jatuh di jurang di belakang lawan mereka.
Eng Eng menjerit tak dapat menahan diri lagi.
30 "Ceng Ceng, Ming Ming, sekali lagi sudahilah
persoalan ini dan mari sama-sama mencari suami kita
di puncak! Awas kalau kalian terlempar di jurang itu!"
"Biarlah, biar dia atau aku mampus. Aku akan
membunuhnya, enci Eng, atau dia yang akan
membunuhku. Aku tak dapat hidup bersamanya lagi
sejak ia mendakwaku membunuh nenek May-may!"
"Dan kau menuduhku menculik Cit Kong.
Akupun tak mau hidup bersamamu, Ceng Ceng. Kau
dan puterimu Kiok Eng, Wanita iblis. Kiok Eng malah
membunuh cucuku yang belum lahir!"
"Salah sendiri, anakmu Beng Li seperti wanita
tidak waras. Ia mengamuk dan melabrak seperti orang
gila. Itu hukuman untuknya!"
"Ah, kau menyalahkan anakku? Kubunuh kau,
kuhajar dan kupotong lidahmu nanti!" Ming Ming
yang gusar tiba-tiba menyentak dan menambah
tenaganya akan tetapi lawanpun berbuat serupa.
Ceng Ceng juga marah teringat peristiwa itu, iapun tak
kalah gusar. Maka ketika ia menarik dan menambah
tenaganya, rambut dan cambuk semakin tegang
mendadak... tas, putuslah keduanya dan dua orang
wanita ini tiba-tiba terjengkang dan terlempar ke
31 dalam jurang di belakang mereka. Masing-masing tak
ada yang kalah atau menang.
"Ceng Ceng! Ming Ming!" yang kaget tentu saja
Eng Eng. Ia melihat betapa ke dua madunya tak dapat
menahan keseimbangan. Mereka terjungkal dan
masuk ke dalam jurang. Dan ketika dua wanita itu
sama terkejut dan mengeluarkan teriakan ngeri, Ceng
Ceng dan Ming Ming terlempar ke jurang di kiri kanan
maka Eng Eng wanita baju hijau ini tak kalah berteriak
ngeri, berkelebat dan melongok ke bibir jurang untuk
kemudian melihat kedua madunya itu melayanglayang dan lenyap di bawah. Ceng Ceng dan Ming
Ming tak mungkin selamat lagi. Dan ketika wanita ini
menjadi histeris dan menangis sejadi-jadinya,
meloncat dan terbang ke puncak akhirnya wanita ini
memanggil-manggil suaminya dengan suara memilu
kan. "Fang Fang, tolong dan selamatkan mereka itu.
Ceng Ceng dan Ming Ming, jatuh ke jurang. Tolong...
tolooongg...!" akan tetapi tak terdengar jawaban dan
puncak Liang-san sunyi-sunyi saja. Hal ini membuat
wanita itu kalap dan akhirnya terbang menembus
hamparan awan putih. Hawa dingin menyusup tulang
akan tetapi tak dihiraukannya. Semua diterjang dan
wanita ini menabrak apa saja, terlempar dan jatuh
32 akan tetapi meloncat bangun untuk kemudian
berteriak-teriak lagi. Liang-san diisi jerit tangisnya
yang menjadi-jadi. Namun ketika sampai di puncak tak
melihat apa-apa, yang ada hanya gumpalan mega
yang diam tak bergeming, wanita ini roboh maka ia tak
tahu bahwa di balik selimut mega yang aneh itulah
pria yang dicari-cari berada.
Entah berapa lama Eng Eng tak sadar iapun tak
tahu. Berkali-kali wanita ini mengigau dan bermimpi
buruk. Dan ketika malam menjelang tiba untuk
kemudian membungkus tubuhnya, mega putih itu
juga masih tak bergerak dan menyembunyikan
tuannya maka keesokannya barulah wanita ini
membuka mata.
"Ceng Ceng... Ming Ming..." keluhan itulah yang
pertama kali keluar dari mulutnya. Eng Eng bangun
dan menangis lagi. Ia berkejap-kejap dan tiba-tiba
merasa aneh. Hawa dingin di tempat itu menggigit
tulang akan tetapi dirinya justeru merasa hangat.
Ganjil sekali. Dan ketika ia terbelalak betapa samarsamar batu hitam itu tampak di depan mata, sinar
matahari mengusir kabut putih maka ia tiba-tiba
menjerit dan meloncat bangun ketika tubuh di atas
batu hitam itu samar-samar terlihat pula.
33 "Fang Fang, suamiku!"
Pendekar ini terguncang. Ia tiba-tiba ditubruk
dan nyaris roboh kalau saja tidak dipeluk. Eng Eng
menciumi dan memanggil-manggil namanya seraya
menangis tersedu-sedu. Dan ketika wanita itu terus
menangis dan mengguncang-guncang, sadarlah sang
pendekar maka Fang Fang membuka matanya
perlahan-lahan dan yang pertama dilakukannya
adalah senyum.
"Eng-moi...!" suara lembut halus itu bagai
menerbangkan semangat wanita ini ke sorga loka. Eng
Eng berteriak dan girang akan tetapi roboh. Ia tersedusedu dan malah menumpahkan semua kesedihannya
di kaki suaminya itu. Dan ketika Fang Fang membelai
rambut isterinya dan bangkit berdiri, sang isteri
meraung-raung mendadak wanita ini meloncat dan
menyambar lengan suaminya itu, dibawa terbang ke
jurang. "Ceng Ceng...Ming Ming, mereka... mereka...!"
wanita ini tak dapat melanjutkan kata-katanya karena
begitu sesak dan penuh kata-kata yang hendak
diucapkan. Ia hanya berlari jatuh bangun sambil
mencekal erat-erat pergelangan suaminya itu. Fang
Fangpun anehnya tak kelihatan gugup, bertanya juga
34 tidak. Dan ketika wanita itu berhenti dan menudingnuding, itulah jurang di mana kedua madunya jatuh
maka Eng Eng tergagap,
"Mereka... Ceng Ceng dan Ming Ming... mereka
jatuh...!"
Aneh, Fang Fang tenang-tenang saja. Pria ini
mengangguk dan memandang tepi jurang dengan
sikap tak penuh khawatir. Ia bahkan menganggukangguk. Dan ketika Eng Eng menjerit dan menampar
suaminya itu maka wanita ini membentak, suara dan
keheranannya membangkitkan kemarahan.
"Kau hanya memandang dan menganggukangguk saja? Kau tak segera menolong mereka?
Keparat, suami macam apa ini. Ceng Ceng dan Ming
Ming jatuh di sini, Fang Fang, dan aku membawamu
bu kan hanya untuk menonton. Mereka terlempar ke
bawah, mungkin mati. Ambil dan bawa mayatnya dan
jangan hanya mengangguk-angguk. Kau suami tak
bertanggung jawab. Kau pertapa pikun yang tak tahu
kewajiban terhadap anak isteri!"
"Hm, sabar dan jangan marah-marah. Aku baru
saja bangun, Eng-moi, kalau kau tak mengganggu
tentu aku masih lelap dalam tapaku."
35 "Mengganggu? Isteri masuk jurang dan minta
tolong kaukatakan mengganggu? Ah, suami macam
apa kau ini, Fang Fang. Kalau kau tak menemukan
mayat mereka akupun tak sudi berdekatan denganmu
lagi. Turun dan ambil mereka atau aku yang terjun ke
bawah!"
"Baik, baiklah. Jangan marah-marah dan biar
kulihat mereka." pria ini tetap tenang-tenang saja dan
sikapnya itu membuat sang isteri hampir menjerit. Eng
Eng sungguh tak sabar, rasanya ia sendiri yang ingin
terjun. Akan tetapi ketika pendekar itu sudah
menggerakkan kakinya dan tahu-tahu masuk begitu
saja, terjun dan melayang ke dalam jurang maka
wanita ini menjerit akan tetapi jeritannya adalah jerit
khawatir, kaget.
"Suamiku!"
Namun wanita itu tiba-tiba menjadi merah.
Sang suami yang sudah terjun dan melayang-layang di
dalam jurang mendadak berhenti. Pendekar itu
terapung-apung dan mendongak ke atas. Entah
kesaktian apa yang dipergunakan pria ini. Akan tetapi
ketika Eng Eng melengos dan membuang muka di tepi
jurang, kagum dan akhirnya girang maka ia malu
berseru dari luar, lirih.
36 "Selamatkan mereka kalau masih hidup, atau
bawa mayatnya secepat mungkin dan kutunggu di
sini!"
Fang Fang tersenyum, turun lagi. Pendekar ini
melayang-layang lagi dan tubuhnya seakan tanpa
bobot. Itulah kesaktian yang sudah mencapai puncak
nya. Dan ketika pendekar itu lenyap dan wanita ini tak
tahu lagi apa yang terjadi, ia menunggu dan berdebar
serta tegang maka di bawah sana sang pendekar
tertegun ketika mendengar seruan di tengah jurang
yang amat dalam.
"Suamiku!" ternyata Ceng Ceng ada di situ.
Menggigil dan bergelayut pada sebatang dahan besar
yang penuh lumut wanita ini menangis terisak-isak.
Yang mengherankan di sekitarnya ada cahaya terang
benderang menyilaukan mata, cahaya yang


Mencari Busur Kumala Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memancar di punggung wanita ini dan otomatis
pendekar itu berhenti. Dan ketika ia melayang dan
akhirnya melompat di sini, di dahan pohon itu maka
Ceng Ceng tersedu dan menubruknya. Di punggung
wanita ini ternyata terdapat sebuah busur yang amat
besar, setinggi tubuh orang dewasa.
"Suamiku!" pertemuan itu disusul sedu sedan
dan Fang Fang pun memeluk dan mendekap isterinya.
37 Ceng Ceng terguncang-guncang dan tangisnya tibatiba menjadi. Dan ketika ia mengguguk dan melupakan
segalanya, pendekar ini membiarkan dan bersinar
memandang benda di belakang tubuh isterinya itu
akhirnya ia menepuk dan menyadarkan isterinya ini.
"Sudahlah, kau Selamat. Bagaimana bisa
selamat dan apa yang terjadi di sini. Apa yang
kaubawa itu."
"Aku, ah... aku terjatuh dan tertahan benda
yang melintang di sini. Ia menolong dan
menyelamatkan aku, suamiku. Inilah busur ajaib yang
entah bagaimana berada di sini. Ia menyelamatkan
jiwaku dan mengembalikan hidupku. Aku masih
selamat!"
"Syukur kepada Thian Yang Agung. Inilah Busur
Kumala, Ceng-moi, sungguh indah dan mentakjubkan.
Akan tetapi bagaimana kau jatuh dan kenapa jatuh."
"Aku bertanding dengan Ming Ming. Dia,
jahanam itu membuat rambutku putus. Ah, tentu ia
mampus karena iapun telah jatuh ke jurang dan tentu
hancur lebur. Rasakan itu!"
"Semoga cinta kasih menyelimuti hatimu. Kalau
begitu mari naik, Ceng-moi, di atas menunggu Eng
Eng."
38 "Enci Eng?"
"Benar."
"Ah, kalau begitu bagaimana kau tiba di sini.
Apakah Eng Eng yang memanggil mu!"
"Tidak salah, mari naik dan duduk di punggung
ku dan biar busur itu kupegang."
"Tidak!" wanita ini tiba-tiba berkelit, sepasang
matanya mendadak bersinar. Lalu ketika kepala itu
dikedikkan dan Fang Fang mengerutkan kening maka
pendekar ini terkejut.
"Kau hendak membawaku segera naik ke atas?
Kau begini saja hendak mempertemukan aku dengan
Eng Eng?"
"Hm, apa maksudmu?"
"Sungguh tak bertanggung jawab!" suara itu
meninggi dan tiba-tiba marah. "Siapakah aku ini atau
kita berdua, suamiku. Beginikah sikap suami yang baik
setelah bertahun-tahun tak mencari isterinya. Aku...
aku benci padamu, plak!" wanita itu melayangkan
tamparan dan tak pelak lagi pipi pendekar ini menjadi
merah. Cap lima jari terdapat di situ. Dan ketika Fang
Fang tertegun akan tetapi tersenyum getir, tangis atau
39 isak isterinya ditangkap jernih maka ia menyambar
lengan itu dengan lembut dan penuh kasih.
"Eng-moi, waktunya tak tepat untuk melepas
semua itu. Nanti saja setelah di puncak."
"Di puncak? Mengganggu dan membuatku
malu terhadap Eng Eng? Kau terlalu, suamiku, tak
punya perasaan. Aku i-ngin tetap di sini dan biar kau
keluar sendiri kalau sikapmu dingin dan kaku terhadap
isteri!"
"Ah, aku harus mencari Ming Ming..."
"Ming Ming? Biarkan jahanam itu mampus, aku
tak perduli dia!"
"Baik, akan tetapi Eng Eng menunggunya.
Apakah kau hendak membiarkan ia gelisah? Baiklah
begini saja, Ceng-moi, kau kulontar ke atas dan Eng
Eng yang akan menerimamu di sana. Hati-hatilah...
cup!" lalu ketika sebuah ciuman mendarat di pipi
wanita itu, manis dan mesra maka Ceng Ceng
tertegun, akan tetapi secepat itu ia berteriak ketika
tubuhnya di lontarkan ke atas, tinggi sekali.
"Fang Fang!"
Teriakan ini mengejutkan Eng Eng di atas jurang.
Wanita itu menoleh dan kaget akan tetapi girang
40 ketika Ceng Ceng terlempar keluar. Bagai didorong
tenaga raksasa wanita ini meluncur ke atas. Dan ketika
ia berjungkir balik dan berteriak memanggil madunya,
saat itulah Eng Eng meloncat dan menghambur maka
dua wanita ini sudah saling sambar dan cengkeram.
Eng Eng girang bukan main melihat madunya masih
hidup. "Ceng Ceng!"
"Enci Eng!"
Dua-duanya sudah sudah berada di tanah.
Mereka saling tubruk dan cengkeram untuk akhirnya
menangis tersedu-sedu. Keharuan dan kegembiraan
tentu saja me menuhi dada mereka. Akan tetapi ketika
terdengar suara batuk-batuk dan suami mereka telah
berdiri di situ, Fang Fang muncul dan sudah di
belakang isteri-isterinya maka Eng Eng melepaskan
madunya menubruk suaminya ini.
"Kau menyelamatkan Ceng Ceng. Kau meng
hidupkan kembali setelah kusangka mati. Terima
kasih, suamiku... ah, terima kasih. Akan tetapi apa
itu!" Eng Eng terkejut dan membelalakkan mata ketika
di belakang punggung suaminya memancar benda
berkilau-kilauan. Inilah Busur Kumala yang dibawa
pendekar itu. Dan ketika Fang Fang tersenyum dan
41 menurunkan benda itu maka ia menyerahkannya
kepada Eng Eng sambil berkata, "Ini temuan Ceng
Ceng. Inilah yang menyelamatkan Ceng Ceng hingga
kita masih dapat berkumpul bersama. Bawa dan
pegang ini, Eng-moi. Sekarang aku akan mencari Mingmoi."
Eng Eng tertegun, masih terpesona. Sinar
gemerlap yang memancar dari busur ini amatlah
memukau perasaannya. Ia bagai orang bengong. Akan
tetapi ketika suaminya lenyap dan busur berada di
tangannya maka ia mengeluh dan Ceng Ceng
menyambar tubuhnya.
"Itu Busur Kumala, busur keramat!"
"Busur Kumala?"
"Demikianlah yang dikatakannya tadi, enci Eng,
akan tetapi kenapa harus mencari Ming Ming. Ia tentu
mampus di dasar jurang, biar saja!"
"Tidak, kalian berdua maduku. Aku sedih dan
sengsara kalau kalian bertengkar Ceng Ceng, dan
seharusnya persoalan yang lalu tak perlu diperpanjang
lagi. Kau telah hidup untuk kedua kalinya!"
"Benar, dan aku berterima kasih. Akan tetapi
Ming Ming..." Ceng Ceng tak dapat melanjutkan kata42
katanya ketika tiba-tiba Eng Eng menutup mulutnya.
Dengan sedih dan amat murung wanita itu
menggelengkan kepalanya, permusuhan harus
diakhiri. Dan ketika wanita itu menangis dan
mendekap madunya maka hal aneh dialami lagi
pendekar ini.
"Suamiku!" Ming Ming ternyata di jurang
sebelah. Akan tetapi kalau Ceng Ceng bergelayut dan
jatuh di atas dahan sebatang pohon maka wanita ini,
Ming Ming terjerat dan meronta-ronta di atas sebuah
busur yang juga gemerlapan dan terang-benderang.
Busur ini berada tepat di tengah-tengah jurang namun
penuh dengan sarang laba-laba. Bahkan akar atau
tetumbuhan lain memenuhi busur itu. Maka ketika
wanita itu jatuh di tengahnya dan terjebak segala
macam akar dan sarang laba-laba, cahaya terang
menembus kegelapan dasar jurang maka Fang Fang
tertegun dan tentu saja berhenti di sini. Ming Ming
dalam posisi rebah dan kepalanya mendongak ke atas
jurang. "Suamiku...!" akhirnya Fang Fang sadar dan
pendekar itu bergerak lembut. Ia turun dan mencabut
atau menyentak busur raksasa ini. Telentang di
dalamnya bagai telentang di sebuah ayunan anak
kecil, ia geli. Akan tetapi ketika ia membebaskan
43 isterinya dan senyum atau tawa ditahan ini dilihat
Ming Ming maka... plak-plak-plak, wanita itu meloncat
bangun menampar suaminya.
"Ada apa kau mentertawakan aku. Memangnya
tontonan atau anak kecil yang lucu!" '
"Hm," Fang Fang menyeringai kecut, tak marah
apalagi memaki isterinya ini. "Aku memang terus
terang ingin tertawa Ming-moi, akan tetapi bukan
bermaksud mempermainkanmu melainkan geli
betapa kau meronta-ronta tak berdaya di tengah talitemali ini. Lihat, justeru keberuntunganmu harus
kausyukuri. Kau mendapatkan Busur Kumala."
"Busur Kumala? Bagus sekali, akan ku berikan
kepada menantuku Franky. Ia mencari-cari busur ini!"
"Tak mungkin kaulakukan. Busur ini milik
kerajaan, Ming-moi, bukan orang asing. Kau harus
mengembalikannya atau menyimpannya baik-baik di
rumah. Akan tetapi bagaimana ada dua."
"Dua?"
"Ya, Ceng-moi menemukannya pula. Iapun
membawa Busur Kumala dan kini ada di atas."
"Ceng Ceng? Ah, ia tidak mampus?"
44 "Ia masih hidup, selamat."
"Dan tentu kau yang menyelamatkannya.
Bagus, kau lebih dulu menolongnya, Fang Fang, aku
belakangan. Begini kiranya cintamu kepadaku dan
kalau begitu lebih baik kau mampus... hyattt!" dan
isteri yang cemburu serta tiba-tiba terbakar ini
mendadak menyerang dan hendak membunuh
suaminya sendiri. Mereka masih di tengah jurang dan
wanita itu tak sadar betapa sesungguhnya mereka di
ceruk yang dangkal. Pendekar itu membawanya ke
situ dan tentu saja tempat ini masih berbahaya. Dan
ketika Fang Fang tak mengelak melainkan menangkis
dan mencekal lengan isterinya itu mendadak wanita
ini melengking dan menyabetkan rambutnya, ganas
sekali. "Prat-prat!" akan tetapi Ming Ming terpelanting
dan jatuh ke bawah. Ia tentu akan celaka kalau
pendekar itu tak menyambar dan menangkap
tubuhnya. Dan ketika dirangkul, dan tiba-tiba dibawa
naik ke atas, melayang-layang maka wanita ini
menjerit-jerit akan tetapi sang pendekar tak perduli.
"Lepaskan... lepaskan aku. Biar aku mampus di
bawah!"
45 Eng Eng dan Ceng Ceng terkejut. Tahu-tahu
mereka itu melihat suami mereka muncul memanggul
Ming Ming. Madu mereka itu meronta-ronta dan
menangis serta menendang-nendang. Akan tetapi ke
tika mereka lebih terkejut oleh busur di tangan
pendekar ini, betapa suami mereka membawa busur
yang mirip busur temuan Ceng Ceng maka Eng Eng
kaget berseru heran. Ceng Ceng lebih terbelalak dan
panas betapa Ming Ming dipanggul suaminya.
"Apa itu, apakah Busur Kumala kembar!"
"Aku tak tahu. Ming-moi mendapatkan nya di
bawah, Eng-moi, mirip seperti Ceng-moi yang juga
diselamatkan busur ini."
"Akan tetapi ia minta mampus, buang dan
lempar saja ke jurang!"
Ceng Ceng meloncat dan marah berseru kepada
suaminya, tentu saja berbeda sikap dengan Eng Eng
dan Eng Eng terkejut. Cepat wanita ini menjadi sadar
dan tahu akan bahaya. Namun belum ia berbuat
sesuatu dan Ming Ming diturunkan ke tanah
mendadak wanita itu menerjang sengit penuh
amarah. Kata-kata Ceng Ceng tadi menusuk
perasaannya.
46 "Kaulah yang sebaiknya dilempar dan dibuang
ke jurang. Mampuslah, Ceng Ceng, mari bertempur
lagi dan jangan harap kali ini selamat lagi... bres-plak!"
Rambut yang meledak dan langsung menyambar Ceng
Ceng dikelit dan ditangkis wanita itu dan Ceng
Cengpun marah membalas lawannya. Baru saja
masing-masing selamat kini keduanya sudah
bertarung lagi, tentu saja lebih hebat dan lebih ganas
karena masing-masing cemburu suami mereka
menolong yang lain. Tentu Ceng Ceng dipanggul dan
dibawa semesra ketika ia dibawa tadi. Maka memekik
dan menerjang bertubi-tubi segera Ming Ming
menjeletarkan rambutnya berulang-ulang.
Akan tetapi Ceng Ceng mencabut senjatanya.
Marah dan membentak lawannya yang penuh nafsu
maka iapun beringas dan berapi-api. Entah kenapa
kecemburuannya meledak. Ia kecewa bahwa di dalam
jurang tadi sang suami tak mau melayaninya. Janganjangan melayani Ming Ming! Maka memaki dan
melengking-leng king, keduanya saling sambar dan
mengeluarkan seluruh dendam kesumat maka Eng
Eng berteriak-teriak sementara Fang Fang tertegun.
Pendekar ini mengerutkan kening namun tak berbuat
apa-apa. 47 "Ceng Ceng, Ming Ming, berhenti! Berhenti
kataku dan jangan membahayakan jiwa sendiri lagi.
Kalian bukan orang-orang bodoh dan lihat suami kita


Mencari Busur Kumala Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di sini!"
Akan tetapi dua wanita itu sudah sama-sama
kesetanan. Ming Ming pun dibakar cemburu dan sejak
peristiwa Cit Kong ia begitu marah kepada madunya
ini. Ia tak menginginkan Ceng Ceng berdekatan
dengan Fang Fang lagi, atau biarlah dia yang roboh dan
tewas meninggalkan dendam terbakar. Maka ketika ke
duanya bertanding dan kian hebat, rambut dan
cambuk meledak-ledak akhirnya kian lama rambut
maupun cambuk sama-sama brodol.
"Tar-tar-brett!" keduanya terlempar dan
bergulingan untuk maju lagi. Mereka tak melihat
betapa wajah mereka begitu buruk, wajah yang bengis
dan layaknya wajah setan yang penuh dendam,
pakaian dan rambut tak keruan. Dan ketika akhir nya
Ming Ming melakukan gerak nekat dengan
menangkap dan membetot cambuk, putuslah senjata
itu tinggal gagangnya mendadak Ceng Ceng berteriak
kalap dan... menyambar Busur Kumala.
"Kau atau aku mampus. Biar kita mengadu
jiwa!"
48 Ming Ming mengelak. Busur menderu di atas
kepala akan tetapi tiba-tiba tubuhnya tertahan. Ada
semacam hawa mujijat ketika busur diayun, hawa gaib
yang membuat wanita itu terpaku. Maka ketika ia
menjerit dan bahunya terhajar, Ming Ming terbanting
maka wanita ini juga menjadi marah dan...
bergulingan menyambar Busur Kumala yang lain.
"Kaulah yang akan kubunuh. Rasakan ini, Ceng
Ceng, mampuslah!"
Ceng Ceng mengelak. Sama seperti lawannya
tadi maka iapun berkelit dan menghindar. Akan tetapi
aneh, tubuhnya berat dan busur di tangan Ming Ming
menyambar. Dan ketika ia menjerit bahunya terpukul,
robek berdarah maka iapun men jadi kalap dan
bergulingan menghantamkan busurnya itu.
"Trak-trakk!" dua busur sama beradu akan
tetapi tiba-tiba melekat. Masing-masing terkejut dan
tarik-menarik namun gagal. Ajaib sekali busur itu
bagaikan besi sembrani, melekat dan tak mau pisah
membuat keduanya terbelalak. Dan ketika masingmasing sama ngotot dan saling dorong untuk akhirnya
mengumpat dan mengutuk maka ketika salah satu
pihak mengalah mendadak yang lain malah tersedot
dan tak mampu menguasai dirinya lagi.
49 "Bresss!"
Ming Ming terbanting dan bergulingan namun
anehnya Ceng Ceng terbawa dan ikut terbanting pula.
Keduanya tiba-tiba terkejut berseru ngeri ketika ada
semacam hawa aneh menyedot mereka. Hawa itu
amat kuat dan mula-mula disangka milik senjata yang
lain, menyedot dan menghisap mereka hingga tibatiba keduanya menjadi pucat. Aneh sekali tenaga
sinkang tersedot. Maka ketika keduanya berteriak dan
menuding-nu ding, saat itulah muncul dua bayangan
berkelebat, maka sepasang, mendadak membetot
atau menarik masing-masing wanita ini.
"Jiwi-hujin (dua nyonya berdua) jangan serangmenyerang dan bermusuhan sendiri... trakk!" aneh
sekali dua muda-mudi itu dapat menarik lepas namun
bersamaan itu masing-masing terhuyung. Ceng Ceng
dan Ming Ming meloncat gemetar namun jatuh lagi,
ditolong dan melihat dua muda-mudi itu, terbelalak
saling pandang, tertawa dan tiba-tiba terguling. Tahi
ketika bayangan putih menyambar dan lengking
seorang anak juga menggetarkan Liang-san maka Fang
Fang seakan sadar dan saat itulah tiga wanita melihat
seorang kakek yang terbang amat cepatnya. Kakek itu
membawa dua muda mudi itu dan jugas sepasang
Busur Kumala kembar.
50 "Heii, kakek itu!"
Akan tetapi Fang Fang menatap kaget anak lakilaki yang berkelebat dan berlutut di depannya ini.
Itulah Buci alias Cit Kong. Anak ini mandi keringat
membawa ibunya, berlutut dan menggigil serta
bercucuran air mata betapa ibunya telah menjadi
mayat. Dan ketika Cit Kong mengguguk dan tak dapat
menahan dirinya lagi, ayahnya telah menyerahkan
ibunya dan meminta agar ia berlari ke Liang-san maka
di tempat ini anak itu gemetar berseru,
"Kong-kong (kakek), ibu tewas dan sehari
semalam aku membawanya ke sini. Musuh akan
datang dan ayah mengejar satu di antara mereka!"
Eng Eng dan dua lainnya terkejut. Mereka tentu
saja tak mengenal Cit Kong atau anak laki-laki ini. Lain
halnya dengan Fang Fang sendiri. Akan tetapi ketika
Ceng Ceng menjerit dan menubruk Kiok Eng, ibu ini
kaget dan pucat maka wanita itu berteriak,
"Kiok Eng!" dnn selanjutnya ia menubruk dan
memeluk mayat itu tersedu-sedu. Ming Ming dan Eng
Eng terbelalak akan tetapi Fang Fang tiba-tiba
bergerak. Pendekar itu meraba dan menyentuh
denyut nadi. Dan ketika ia bangkit dan menjadi lega
maka ia berbalik menghadapi Cit Kong.
51 "Kau, berapa lama ibumu seperti ini. Apakah
lebih tiga hari."
"Tidak, seingatku tak lebih tiga hari. Ibu tewas
dibunuh hwesio jahat, kong-kong, dan ayah mengejar
serta memburunya alam tetapi musuh itu dibantu
yung lain-lain. Kakek Sia-tiauw-eng-jin tampak di situ."
"Siapa anak ini!" Eng Eng tak dapat menahan
keinginan-tahunya lagi dan berkelebat. "Kenapa ia
memanggilmu kong-kong, suamiku. Anak siapa dia!"
"Inilah Cit Kong," Fang Fang tak perlu
menyembunyikan rahasia lagi. "Dialah anak yang
diculik itu, Eng-moi. Aku menemukannya ketika dia
dikejar-kejar Siang Lun Mogal."
"Siang Lun Mogal?"
"Ya, kakek itu."
"Jahanam keparat!" tiba-tiba Ming Ming
memekik dan menyambar ke depan. "Kalau begitu
Kiok Eng memfitnah kelurgaku, dan biar anak ini
mampus. Biar kita sama-sama tak mempunyai cucu!"
Akan tetapi Cit Kong menghindar. Dengan gerak
refleknya anak itu menyelamatkan diri, matanya
terbelalak dan kaget. Akan tetapi ketika Ming Ming
52 melengking dan menyambar lagi, saat itulah suaminya
bergerak maka Fang Fang berseru,
"Ming-moi, tahan dan jangan serang dulu anak
ini. Tak ada yang memfitnah. Ia diculik Siang Lun
Mogal dan justeru kakek itulah pembuat gara-gara.
Ketahuilah bahwa May-may sudah dibunuh kakek ini
pula dan dialah yang bertanggung jawab... duk!"
serangan Ming Ming bertemu lengan pendekar ini dan
wanita itu terpekik. Ia terbanting dan bergulingan dan
ribut-ribut ini menyadarkan Ceng Ceng. Wanita itu
menoleh dan berubah. Dan ketika ia mendengar
semuanya itu dan betapa anak ini adalan Cit Kong
cucunya maka ia mengeluh dan menyambar
"Kau kiranya Cit Kong, cucuku!"
Lalu, sikap garangnya ditunjukkan kepada Ming
Ming. "Hei, kau. Sekali kau mengganggu dan berani
menyentuh cucuku maka kubunuh kau, Ming Ming.
Anak tak berdosa ini tak ada salahnya denganmu. Lihat
dan biarkan aku merawat jenasah puteriku atau aku
mengadu jiwa denganmu di sini sekarang!"
"Tak perlu bertengkar, semuanya jelas dan
berawal dari salah paham. Anak ini dibawa dan diculik
Siang Lun Mogal, Ming-moi, akan tetapi yang
membawa dan merencanakannya pertama kali adalah
53 May-May subo. Dan kau pun tak perlu mendendam
kepada Ceng Ceng karena pembunuh nenek itu adalah
kakek ini. Sekarang bersiaplah kalian di puncak karena
beberapa tamu akan datang mengunjungi kita!"
Fang Fang tiba-tiba bersikap tegas kepada dua
isterinya ini dan Ceng Ceng maupun Ming Ming samasama terbelalak. Mereka tiba-tiba kaget oleh
perubahan yang tak disangka itu. Ceng Ceng menggigil
dan memeluk cucunya Cit Kong. Akan tetapi ketika ia
melihat Kiok Eng dan wajah jenasah itu mendadak ia
menjerit lagi dan berseru, "Eng-ji!"
Keharuan segera menyebar. Ming Ming yang
semula dendam dan bengis terhadap lawannya itu
tiba-tiba meragu. Wajahnya dibayangi kebimbangan.
Dan ketika lolong Ceng Ceng menyayat dan
menggetarkan dinding tebing maka wanita itu
berkelebat dan tiba-tiba memeluk pundak madunya.
"Ceng Ceng, maafkan aku...!"
Ceng Ceng membalik dan tiba-tiba menangkap
madunya ini. Dua wanita itu tiba-tiba saling peluk dan
cengkeram sambil tersedu-sedu. Baru sekaranglah
mereka tahu duduk perkara. Maka mencium dan
saling bertangisan tak dapat dibendung lagi segera
keduanya mengguguk namun Fang Fang bergerak dan
54 menotok pinggang dan punggung Kiok Eng. Tentu saja
ia tahu puterinya mempergunakan Pi-khi-hu-beng
karena dari dialah ilmu itu didapatkan.
"Tak usah menangis dan cepat ke puncak. Kiok
Eng tidak apa-apa."
Dua wanita itu terkejut. Eng Fng juga terkejut
ketika betapa suaminya itu tiba-tiba menotok delapan
belas kali di tubuh Kiok Eng. Lalu ketika perlahan-lahan
tubuh itu bergerak dan dada itu berhembus,
terbelalaklah mereka maka Kiok Eng membuka mata
dan yang kaget serta girang tentu saja adalah Cit Kong,
baru lainnya.
"Ibu!"
Kiok Eng masih melayang-layang dan belum
sadar sepenuhnya. Dua hari dua malam ia mati semu
dan kalau tidak cepat ditemukan ayahnya tentu
nyawanya benar-benar melayang. Pi-khi-hu-beng ada
lah ilmu maut, menghentikan pernapasan untuk
selang waktu tertentu dan biasanya tak lebih dari
tujuh puluh dua jam. Maka ketika ditubruk dan
mendengar panggilan itu, ia masih samar-samar maka
seruan dan jerit yang lain membuat wanita ini lebih
melebarkan matanya lagi.
"Kiok Eng...!"
55 "Eng-ji!"
Kini sadarlah Kiok Eng sepenuhnya. Ia tiba-tiba
diguncang dan ditubruk sana-sini. Otot-ototnya
bekerja kembali. Maka ketika dilihatnya Cit Kong serta
ibunya di situ, juga Ming Ming dan Eng Eng mendadak
ia meloncat bangun dan seruan herannya tak dapat
ditahan fagi.
(Bersambung jilid 21)
56 COVER 1 =0= "MENCARI BUSUR KUMALA" =0=
Karya : Batara
Jilid XXI *** "IBU! Cit Kong!" akun tetapi seruannya segera
terhenti pada wajah bijak yang penuh senyum, wajah
sang ayah. Ma ka ketika Kiok Eng berseru dan
melepaskan diri dari lain-lainnya maka wanita itupun
menubruk dan memeluk ayahnya ini. "Ayah...!!"
wanita itu menangis dan seketika itu juga Kiok Eng
maklum apa yang terjadi.
Tentu saja semua mengikutinya dan kini Cit
Kong maupun neneknya menubruk wanita itu.
Keharuan. dan kegembiraan mereka belum habis. Kiok
Eng hidup lagi dan kebahagiaan nenek serta cu cunya
ini tak terkatakan lagi. Maka ketika keduanya
mengguguk dan Ceng Ceng sampai tersedak-sedak, ia
sungguh tak menyangka maka Fang Fang mengajak
anak islerinya ini ke puncak.
3 "Mari, mari dan tak usah menangis di sini. Kita
ke atas dan tumpahkan semuanya di sana. Masih ada
yang akan kita hadapi dan kalian tak perlu menguras
air mata di sini."
"Akan tetapi ia hidup, Kiok Eng selamat. Mana
mungkin tak kutumpahkan air mataku sekarang juga,
suamiku. Ia datang sudah menjadi mayat akan tetapi
hidup lagi dan sehat serta selamat. Apa yang
sesungguhnya terjadi dan apa yang kaulakukan tadi!"
"Di atas nanti kita bicara, marilah naik semua
dan kita akan kedatangan tamu-tamu besar."
"Tunggu, dua anak muda tadi dibawa kakek
berpakaian putih itu, juga Busur Kumala!"
"Benar, Busur Kumala dibawa lari orang,
suamiku. Itu milikku yang tadi kutemukan di bawah
jurang!"
"Juga
sebuah!"
milikku, akupun mendapatkannya
"Kalian tak perlu ribut dan mengaku pemiliknya.
Busur Kumala adalah milik kerajaan, Ceng-moi,
siapapun harus mengembalikannya kelak ke kerajaan.
Mari kita ke puncak dan sudah kudengar tanda-tanda
kegaduhan itu!" pria ini mendorong dan mengajak
4 isterinya ke puncak dan tiba-tiba saja kebutan lengan


Mencari Busur Kumala Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bajunya membuat siapapun terlempar. Cit Kong
berteriak ketika tubuhnya terangkat dan melayang ke
puncak gunung, ibunya juga menjerit dan berseru
tertahan ketika melayang dan menyusul puteranya
itu. Lalu ketika berturut-turut Ceng Ceng dan lain-lain
mengikuti, pendekar itu melempar keluarganya ke
atas maka pria inipun lenyap berkelebat dan berseru
agar semua berkumpul di puncak.
"Jaga dan lindungi diri kalian baik-baik. Sesuatu
akan terjadi!"
Empat wanita dan satu anak laki-laki itu tak
sempat berpikir banyak. Mereka sudah berjungkir
balik dan melayang di atas, dan karena Kiok Eng sudah
sehat dan dialah yang berkepandaian paling tinggi
maka wanita inilah yang bergerak dan mengatur iniitu. Dan ketika terdengar suitan atau pekikan-pekikan
panjang di kaki gunung, tampuklah bayanganbayangan berkelebat disusul caci-maki maka Liang-san
menjadi gaduh dan bersama an itu awan gelap
mendatangi puncak gunung. Dan ketika sekejap
kemudian kilat dan petir sambar-menyambar, angin
bergemuruh dan bertiup kencang mendadak turunlah
hujan lebat!
5 -OOrang tak dapat melihat lagi puncak Liang-san
yang gelap gulita. Seluruh puncak gunung diselimuti
hujan lebat. Petir dan kilat menyambar-nyambar.
Namun ke tika di antara ledakan petir dan gemuruh
hujan terlihat cemeti berpijar-pijar, juga bentakan dan
bayangan-bayangan orang maka siapapun akan
terkejut betapa di puncak dan tebing-tebing yang licin
berseliweran "burung-burung" besar yang saling*
pukul dan serang satu sama lain.
"Sia-tiauw-eng-jin, serahkan Busur Kumala atau
kau mampus!"
"Benar, serahkan atau kau mampus, tua
bangka. Tak banyak yang kaupilih an tara hidup dan
mati!" tiga "burung" besar itu, yang sambarmenyambar dan ber kelebatan di tebing-tebing licin
terdengar saling bentak dan maki. Mereka ternyata
adalah Sia-tiauw-eng-jin dan dua lawannya yang
semula bersahabat, kakek gundul Siang Lun Mognl dan
pria Nepal berkulit coklat gelap, Omei-hud. Dan ketika
dua orang itu membentak sementara lawannya
terkekeh berkelebatan ke sana ke mari maka tampak
bahwa Sia-tiauw-eng-jin hendak melarikan diri namun
ke mana pun ia pergi selalu dihadang dua orang itu.
6 "Heh-heh, kerbau-kerbau gundul tak tahu malu.
Ayo mana janji dan kata-kata kalian, Omei-hud. Kau
bilang bahwa aku mendapat bagian jika membantu
dan menolongmu dari suhengmu Omei-san. Sekarang
kalian mengejar-ngejar aku, sementa ra akulah yang
lebih berhak atas barang pusaka ini. Ayo pergi dan
minggir atau nanti kupukul pantatmu!"
"Keparat!" Omei-hud berseru menjeletarkan
cemetinya, cambuk baja yang entah dari mana dan
kapan diperolehnya. "Kau berceloteh seenak
perutmu, Sia-tiau eng-jin. Bukankah sudah kukatakan
bahwa bagianmu adalah Perdana Menteri. Serahkan
Busur Kumala dan akulah pemiliknya!"
"Ha-ha, aku tak mau Perdana Menteri dan
memilih busur ini saja. Kaulah yang menjadi Perdana
Menteri dan pergilah ke Nepal!"
"Kau minta mampus?"
"Aku masih ingin hidup dan menguasai dunia
kang-ouw. Ha-ha, kaulah yang ingin mampus dan biar
kulayani senjatamu!...crangg!" kakek itu mencabut
panah di belakang punggungnya dan tiba-tiba Po-siakim atau Panah Emas Sakti menangkis dan
membentur cambuk di tangan lawan. Bunga api
meledak dan berhamburanlah pijarannya ke delapan
7 penjuru, masing-ma sing terpental. Akan tetapi ketika
Siang Lun Mogal menggeram dan melepas pukulan
dari kiri maka kakek itu terbanting namun terkekehkekeh. Hujan dan kilat nyenyambur-nyambar tak
dihiraukan ketiganya yang bertanding sengit, kakek ini
selalu hendak melarikan diri.
"Kau membokongku dengan curang. Bagus, kau
selalu licik dan pengecut, Mogal, di mana-mana
membokong orang. Akan tetapi aku masih kuat, hehheh, aku tak apa-apa!" kakek itu meloncat bangun dan
ia memang tak apa-apa. Sinkangnya melindunginya
dan Siang Lun Mogal marah sekali. Maka ketika ia
menyerang dan Omei-hud juga membentak, mereka
mengepung kakek itu maka Sia-tiauw-eng jin
berkelebatan namun ia mulai terdesak dan napas
tuanya terengah.
"Suhu, serahkan Busur Kumala kepada ku!"
Siauw-toh tiba-tiba muncul dan pemuda itu
menerjang membantu gurunya. Dalam hujan lebat
dan petir sambar-menyambar ia menusuk Siang Lun
Mogal, di tangannya juga terdapat sebatang panah
mencuat cepat. Akan tetapi ketika Siang Lun Mogal
menangkis dan pemuda itu ter huyung maka kakek itu
terbahak dan berseru,
8 "Bocah gendeng, kenapa baru datang. Sambut
Busur Kumala dan larilah!" kakek itu mencabut busur
di belakang punggung nya dan tiba-tiba menghantam
Siang Lun Mogal yang menyerang muridnya. Siauw-toh
sedang bergulingan dan lawan menggeram terbakar.
Maka ketika kakek itu harus mengelak dan pemuda ini
meloncat bangun maka busur ditangkapnya dan
seketika itu juga lari turun gunung.
"Terima kasih. Hati-hati dan cepat su sul aku,
suhu. Kutunggu di bawah gunung!"
"Heh-heh, bagus, akan tetapi lawanmu tak akan
melepasmu. Pergunakan anak-anak panahmu dan usir
keledai gundul ini!" Sia-tiauw-eng-jin melepas panahpanah tangan akan tetapi Omei-hud mem bentak dan
mengejarnya. Ia tadi meninggalkan lawannya ini
ketika menyerang Siang Lun Mogal, kini membalik dan
menangkis akan tetapi kakek itu terhuyung. Dan ketika
Omei-hud merangseknya sementara Siang Lun Mogal
membelalakkan mata maka kakek ini berkelebat dan
mengejar Siauw-toh.
"Bocah siluman, serahkan Busur Kumala
kepadaku!"
9 Pemuda itu melepaskan panah-panah tangan
ke arah Siang Lun Mogal. Kilat menyambar lagi dan
halilintar menggelegar. Siang Lun Mogal mengebut
meruntuhkan panah-panah tangan itu. Lalu
dan ketika ia membentak dan meneruskan pe
ngejarannya, tak perduli hujan lebat maka
pertandingan di antara Sia-tiauw-eng-jin berjalan lagi.
Kakek ini terkekeh-kekeh dan kini berhadapan satu
lawan satu.
"Ha-ha, lihat, Busur Kumala sudah ku serahkan
muridku. Kau tak layak lagi me nyerangku, Omei-hud.
Tak perlu lagi kau memusuhiku dan mendesakku
seperti kam bing kebakaran jenggot!"
"Keparat, tua bangka licik. Kau masih
menyembunyikan yang satu lagi, Sia-tiau-eng-jin,
serahkan itu kepadaku dan baru aku mau sudah!"
"Kau gila? Aku tak membawa apa-apa!"
"Bohong dan jangan dusta. Tadi kau membawa
dua buah dan aKu tahu persis. Serahkan yang itu dan
aku berhenti menyerangmu!"
10 "Ha-ha-heh-heh-heh, kau benar-benar pikun
dan terlampau awas. Boleh percaya boleh tidak aku
tak membawa apa-apa lagi selain yang kuserahkan
muridku itu."
"Berhenti atau aku memukul pantatmu!"
"Tua bangka kurang ajar... cringgg!" dan
cambuk yang bertemu Po-sia-kim a-khirnya beradu
begitu keras hingga kedua nya sama-sama terpental.
Kakek itu terkekeh-kekeh sementara lawan
mengumpat caci. Akan tetapi ketika kakek ini melon
cat bangun dan melihat ke bawah menda dak ia
memutar tubuh dan lari menyusul muridnya.
"Omei-hud, aku tak akan melayanimu lagi. Biar
lain kali kita bertanding dan aku akan melindungi
muridku dulu!"
"Bedebah!" lawan membentak dan meledakkan
cemetinya. "Kau tak usah licik, Sia-tiauw-eng-jin,
jangan lari dan serahkan dulu Busur Kumala!"
Kakek ini mengelak dan menggerakkan
panahnya ke belakang dan cemeti 'terpental dan
iapun lari lagi. Kilat dan petir kembali menggelegar.
Dan ketika kakek itu tertawa lalu meloncat dan
menyelinap di bawah tebing, hilang dan sudah berada
11 di hutan cemara maka wajah-ya berubah ketika
terdengar teriakan n jerit muridnya.
Sia-tiauw-eng-jin tercekat. Dilihatny sebuah
bayangan yang luar biasa cepa tahu-tahu menyambar
Busur Kumala dan sang murid terpelanting. Saat itu
Siang Lun Mogal sudah dekat akan tetapi berteriak
ketika terdorong dan terpelanting pula. Bayangan
yang amat cepat itu mengibas dan membuat kakek ini
kaget, me nangkis namun iapun roboh. Dan ketika
kakek itu bergulingan sementara muridnya juga
bergulingan, bayangan ini lenyap maka Sia-tiauw-engjin tiba di tempat itu namun siapapun tak tahu siapa
orang yang begitu cepat gerakannya itu. Kakek ini
terlalu jauh dan terhalang hujan untuk melihat jelas.
"Keparat, kau bodoh dan amat lemah. Busur
Kumala dicuri orang!"
"Maaf, ia menyambar dan menyerangku dari
samping. Di mana ia sekarang, suhu. Kita harus
merampasnya kembali!"
"Bodoh dan sungguh tolol. Kau tak ha ti-hati dan
mudah diserobot orang, la ke kiri dan mari dicari!"
kakek itu menyambar muridnya akan tetapi diamdiam tiga i bar Siang Lun Mo-Jm|7 Kakek'itu tak
menyangka dan masih tertegun pula, kaget dan gentar
12 siapa ba yangan cepat yang amat luar biasa itu. Maka
ketika diserang dan berteriak setelah panah-panah
begitu dekat, ia memaki maka dua berhasil dikelit akan
tetapi yang satu menancap dan melukai pangkal
lengannya.
"Sia-tiauw-eng-jin jahanam licik busuk. Kau
curang dan berbuat licik pula!"
"Heh-heh, salahmu tak hati-hati. Kau
mengganggu muridku, Mogal, jadi pantas menerima
pelajaran. Kalau aku tak mencari si busuk ini tentu
kupatahkan lehermu dan sekarang juga kau
menghadap Giam-lo-ong!"
Siang Lun Mogal mencaci-maki namun ia tak
berani mengejar guru dan murid. Bayangan Omei-hud
berkelebat datang. Dan ketika kawannya itu
membentak dan bertanya di mana kakek itu, Siang Lun
Mogal menuding maka ia tertegun mendengar dua
Busur Kumala dibawa Sia-tiauw eng-jin.
"Seseorang menyerobot dan merampas Busur
Kumala. Muridnya dibawa dan kakek itu mencari
musuhnya."
"Bodoh, ia masih membawa sebuah lagi. Siatiauw-eng-jin memiliki dua buah, Mogal. Cari dia dan
13 jangan biarkan lolos. Jangan terkecoh yang lain karena
ia masih memiliki sebuah!"
"Ia masih memiliki yang lain?"
"Ia merampasnya dua sekaligus akan tetapi
yang satu disembunyikan. Cari jahanam itu dan jangan
mau ditipu!1*
"Keparat, kalau begitu ia berpura-pura dan
pandai benar lagaknya, la tadi ke sini dan mari kejar!"
kakek itu berkelebat dan kini menjadi berani setelah
temannya datang. Sia-tiauw-eng-jin hanya bersama
muridnya dan ia tentu saja tak takut, tadi telah
dibuatnya terpelanting pemuda itu. Maka ketika dua
orang ini mengejar sementara hujan dan angin masih
menyambar-nyambar maka Liang-san menjadi
semakin gelap dan melihat awan yang hitam gulita
dapat ditaksir bahwa sang badai masih akan terus
menyerang.
Akan tetapi mereka tak menemukan Sia-tiauweng-jin. Justeru ketika mereka bergerak dan semakin
ke dalam tiba-tiba muncullah Tan Hong- Pemuda itu
mencorong dan tahu-tahu berkelebat di depan
mereka, basah kuyup namun pandang matanya
beringas. Tan Hong teringat kematian isterinya. Maka
ketika pemuda itu datang dan Omei-hud tertegun
14 tiba-tiba saja Siang Lun Mogal menyelinap dan
menghilang. Ia dibiarkan sendirian!
"Omei-hud, kau membunuh dan menghilang
kan nyawa isteriku. Serahkan nyawamu dan selesaikan
urusan kita di sini!"
Sang musuh gentar, ngeri. Omei-hud melirik
namun temannya menghilang, ia mengumpat. Dan
ketika pemuda itu maju sementara pandang matanya
demikian mencorong maka tak ada jalan lain kecuali
menerjang dan mendahuluinya.
"Kau atau aku mampus... dukk!"
Tan Hong menangkis dan lawan terjengkang.
Laki-laki ini sudah berkali-kali merasakan tenaga Tan
Hong dan ia selalu kalah, pe muda itu terlampau kuat.
Akan tetapi memekik dan menerjang lagi iapun meng
gerakkan cemetinya yang meledak mengeluarkan
bunga api.
"Tan Hong, aku tak membunuh isteri-mu akan
tetapi susullah dia ke neraka!"


Mencari Busur Kumala Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tan Hong menangkis dan mengelak dan
selanjutnya iapun membalas musuhnya ini. Pemuda
itu tak tahu bahwa isterinya selamat, bahkan berada
di puncak gunung bersama puteranya. Maka
15 mendengus dan mainkan Pek-in-kang serta Im-biankun yang dingin iapun melayani lawannya dan
pukulan-pukulan Awan Putih (Pek-in-kang) membuat
lawan terdorong dan terpental untuk akhirnya
bergulingan. Omei-hud menjadi marah dan keluarlah
kemudian pukulannya yang ganas, Mo-tok ciang.'
Akan tetapi karena pemuda itu te lah hapal pukulan ini
dan sinkangnyapun lebih kuat akhirnya pukulan itu
membalik dan menyambar tuannya sendiri.
"Des-dess!" lawan memaki-maki dan Omei-hud
menjadi pucat. Ia berkemak-ke rnik dan keluarlah Banhwa-sin-hoat-sut-nya (Sihir Selaksa Bunga). Akan
tetapi ke tika pemuda itu membentak dan mengibuskan lengannya buyarlah asap hitam yang hendak
membungkus laki-laki Nepal itu.
?Omei-hud, kau tak dapat mengalahkan aku!"
Laki-laki ini gelisah. Ia memang melihat
kenyataan itu dan mulailah matanya melirik ke kiri
kanan. Cemetinya menyambar dan tangan kiri
melepas Mo-tok ciang, deru pukulan beracun
menghantam. Akan tetapi ketika lawan menangkis
dan bahkan menyambut senjatanya, ujung cam buk
tertangkap maka Tan Hong menyalur kan pukulan
dinginnya ke tubuh lawan. "Roboh dan menyerahlah!"
16 Omei-hud terkejut, kaget cambuknya tertangkap dan
saat itu juga menerima pukulan hawa dingin, la
berteriak dan menarik sekuatnya akan tetapi cambuk
nya putus. Dan ketika ia melempar tubuh bergulingan
sementara petir menggelegar di angkasa maka iapun
melempar tubuh ke semak belukar dan meloncat
bangun lalu melarikan diri.
"Augh-dess!" Tan Hong juga terhuyung oleh
hilangnya keseimbangan dan lawan melarikan diri
sambil melempar tubuh. Ia marah sekali akan tetapi
sayup-sayup ter | dengar suara. Dan ketika pemuda
itu ter tegun miringkan kepala, hujan dan angin
membuat pendengarannya kurang jelas maka pemuda
ini terkejut dan segera mengenal suara itu.
"Sute, biarkan dan pergilah ke atas. Tak perlu
mengejar musuhmu!"
"Suheng!" pemuda itu berseru. "Ia membunuh
isteriku!"
"Biarkan dan jangan kejar, ikuti kata-kataku.
Semua akan berkumpul di atas dan biarkanlah ia
pergi!"
17 "Akan tetapi..." pemuda ini penasaran. "Ia akan
pergi dan menghilang. Ia membunuh Eng-moi!"
Akan tetapi tak ada jawaban dan pemuda itu
bingung. Tentu saja ia mengenal siapa pembicara ini,
suheng sekaligus gak-hunya (ayah mertua). Dan ketika
tak ada jawaban sementara kilat dan petir menyambar
lagi akhirnya pemuda ini mengeraskan dagu dan apa
boleh buat meng ikuti perintah itu. Dan begitu
pemuda itu berkelebat menuju puncak maka di
tempat lain Omei-hud bertemu suheng-nya, Omei-san
yang sakti itu.
"Sute, kembali dan jangan membuat ribut di
sini. Pinceng akan menyelamatkanmu!"
"Ah," laki-laki itu kaget, sang suheng muncul
begitu tiba-tiba. "Kau mengganggu dan merusak
rencanaku, suheng. Aku tak mau pulang sebelum
mencari Busur Kumala!"
"Omitohud, kalau begitu pinceng memaksamu
dan jangan buat malu di rumah orang... wut-dess!"
sang hwesio melancar kan cengkeramannya akan
tetapi Omei-hud melawan dan menangkis. Laki-laki itu
berteriak ketika terbanting dan bergulingan. Akan
tetapi ketika ia meloncat bangun dan meraup pasir18 pasir kecil maka ia menyambitkannya ke muka
suheng-nya itu.
"Kau saudara tua yang tak tahu sayang dan
memaksa orang. Terimalah!"
Omei-san terkejut dan mengebutkan lengan
bajunya. Tentu saja ia berkerut akan tetapi sang sute
lenyap, Omei-hud melarikan diri di kala
menyambitkan pasirnya tadi. Dan ketika kakek ini
bergumam lalu mencari lagi maka dua muda-mudi
terbang di tebing-tebing gunung.
"Itu, hei! Itu kakek gundul itu. Berhenti, Siang
Lun Mogal, mana temanmu si keledai hitam. Kau harus
mempertanggungjawabkan perbuatanmu mencelakai
Tan-hujin (nyonya Tan)!" dua muda-mudi ini, yang
terbang dan berkelebatan di lereng-lereng terjal tibatiba bertemu Siang Lun Mogal yang memisahkan diri
dari te mannya. Kakek ini tak meninggalkan Liang-san
melainkan masih berkeliaran di situ. Maka ketika ia
terkejut dituding dua muda-mudi itu, yang berkelebat
dan berjungkir balik di depannya maka kakek inipun
melotot dan langsung menghantam.
"Bocah siluman, siapa suruh kalian datang!"
"Awas!" sang pemuda, yang menyambar dan
turun dari atas menangkis pukulan kakek itu. "Pukul
19 dan kemplang kepalanya, Kui Yang, biar kuterima dan
kutangkap tangannya... dess!" sang kakek terkejut dan
berteriak ketika pemuda ini, Kang Hu, menyambut dan
berani menerima pukulannya dengan jari-jari terbuka.
Tangannya ditangkap dan pemuda itu meremas,
mengerahkan sinkang sementara itu di sebelah kanan
tiba-tiba membentak mencabut busurnya. Senjata ini
menyambar kepala nya dan deru pukulan dahsyat tak
main-main lagi. Maka ketika kakek itu menendang dan
cepat melepaskan diri dengan jalan membanting
tubuh bergulingan, Kang Hu terbanting dan
bergulingan pula maka kakek ini memaki-maki dan
pandang matanya marah sekali memandang dua
muda-mudi itu, terutama Kang Hu.
"Bedebah, kalian mencari penyakit dan minta
mampus. Aku akan membunuhmu dan merajangmu
menjadi tiga potong... wut!" kakek ini mencabut
tongkat dan tiba-tiba saja tongkatnya menyabet ke
kiri. Batang pohon di sebelahnya putus, terbelah bagai
dibabat pedang dan dua muda-mudi itu terkejut. Akan
tetapi ketika keduanya membentak dan menerjang
lagi maka Kang Hu mencabut busur dan bersama
kekasihnya ia menyerang kakek ini dengan senjata di
tangan. 20 "Trlk-trakk!" tongkat bertemu busur akan tetapi
tak dapat memotong atau membabatnya putus. Kakek
itu terkejut dan kagum namun ia melengking tinggi.
Dari situ terlihatlah bahwa dua muda-mudi ini
memang lihai, harap diketahui saja bahwa mereka
adalah murid Hian-ko si r- kini yang sakti, suheng Siatiauw-eng-jin! Maka ketika dua orang muda itu tak
kenal takut dan membentak serta menye rang kakek
ini lagi maka Siang Lun Mogal melotot dan berkali-kali
tongkatnya tak mampu menyabet atau membabat
putus busur di kedua tangan anak muda itu.
"Cring-trakk!" bunga api malah berpijar den
masing-masing sebenarnya kagum. Dulu dua orang ini
telah bertemu Siang Lun Mogal dan memaksa kakek
itu melarikan diri ketika mengganggu Kiok Eng. Akan
tetapi sekarang setelah kakek itu marah dan tak ada
orang ketiga di situ, Siang Lun Mogal mendelik
akhirnya kakek ini berkemak-kemik dan keluarlah
ilmunya yang berbahaya itu. Hont-lek-kim-ciong-ko!
"Bocah, tongkatku menjadi naga. Lihat, ia
menyambar dan menyerangmu ber sama petir... dar!"
petir kebetulan menyambar dan tongkat di tangan
kakek ini tiba-tiba berobah menjadi naga yang berkoak dan menyambar Kang Hu. Pemuda itu terkejut
betapa seekor naga yang ma rah menyergap mukanya,
21 lidahnya terjulur dan mengeluarkan api pula. Dan
ketika ia menangkis namun busurnya terperi tal, kaget
melempar tubuh maka Siang Lun Mogal membentak
Kui Yang dan naga nomor dua menyerang gadis itu
pula. "Dan kau, lihatlah nagaku yang bengis dan tak
kenal ampun. Buang senjatamu atau pakaianmu akan
dirobek-robek... bret-bret!" Kui Yang menjerit dan
melem par tubuh ketika tiba-tiba saja dengan be gitu
cepat naga ini menyerang dan menyambar dadanya.
Ia menangkis namun terpental dan kuku naga
merobek bajunya. Pakaian luarnya hancur dan
terlihatlah pakaian dalamnya. Dan ketika gadis itu
memekik dan bergulingan meloncat bangun, di sana
temannya juga meloncat bangun maka kakek ini
tergelek-gelak dan mendorongkan kedua tangannya
ke kiri kanan.
"Ha-ha, buang senjata kalian atau mampus.
Menyerah dan buang senjata atau mampus!"
Dua muda-mudi itu berubah dan dalam tenaga
batin mereka kalah kuat. Ka kok ini adalah seorang
sakti dan penga-lamannyapun banyak. Maka ketika
Hout-lek-kim-ciong-ko dikeluarkan dan benar saja dua
muda-mudi itu terdesak maka mereka tak tahu betapa
22 kakek ini hanya mempergunakan sebatang tongkat
dan ranting pohon yang tadi dibabatnya.
Akan tetapi dua muda-mudi itu adalah muridmurid Hian-ko Sin-kun. Boleh jadi batin mereka kalah
kuat namun sin-kang mereka tangguh. Tongkat dan
ranting mendera tubuh mereka namun terpental
bertemu kekebalan. Siang Lun Mo gal kagum. Akan
tetapi setelah ia menggerakkan tangan kiri melepas
Ang-mo-kang, membungkuk dan menyerang dengan
pukulan Katak Merah itu maka dua muda-mudi ini
mengeluh dan Kang Hu menerima hajaran di
pundaknya.
"Des-plak!" pemuda itu terpelanting dan
keadaannya berbahaya. Ang-mo-kang adalah pukulan
beracun dan pundaknya menjadi merah kebiruan.
Rasa panas terbakar menyengat pula. Dan ketika
kakek itu meneken dan mendesaknya sedemikian
rupa akhirnya tengkuknya tersambar lagi dan "naga"
yang dilihatnya hampir saja menjilat hidungnya. Ujung
lidah naga membuat pemuda itu kaget hingga terhan
tam Ang-mo-kang.
"Dess!" Kang Hu merasa nanar dan Kui Yang
menjerit. Pemuda itu roboh dan tengkuknya membiru.
Petir meledak dan saat itulah gadis ini menyerang
23 Siang Lun Mogal menolong temannya. Akan te-j tapi
ketika kakek itu membalik dan terkekeh maka ranting
di tangan kanannya menyontek dan nyaris bagian
tengah dada terkuak lebar.
"Bret-brett!" Kui Yang malu bukan main dan
kaget serta marah. Pakaiannya sudah tak keruan akan
tetapi justeru membuat nafsu kakek itu meninggi.
Harap diketahui saja bahwa kakek ini seorang mata
keranjang, semakin tua sema-| kiri menjadi. Dan
ketika ia terkekeh dan melontarkan tongkatnya
menyambar gadis itu, Kui Yang jatuh terduduk maka
gadis ini mengeluh dan terbelalak tak mungkin
mengelak dari "gigitan" naga yang menuju lehernya.
"Tua bangka tak tahu malu!" akan tetapi
terdengar bentakan dan seorang wanita berkelebat
amat cepat. Ia menangkis dan menghajar "naga" ini
yang seketika patah dan terlempar menjadi dua.
Tongkat itu hancur dan Kui Yang membelalak kan
mata, naga menjadi tongkat. Dan ke tika kakek itu juga
terkejut akan tetapi wanita ini terus menyerangnya,
sebatang suling menyambar dan menusuknya amat
cepat maka saat itu berkelebat bayangan lain yang
bertubuh tinggi besar dan menyerang kakek itu pula.
24 "Keparat tak tahu malu, berani benar
menyerang anak-anak dan menghina wanita!"
Kakek itu semakin terkejut, mengelak dan
melempar tubuh bergulingan. Seorang wanita
bermata biru tahu-tahu menyerangnya dengan ganas.
Wanita itu me-lengking-lengking dan tiba-tiba
berubahlah kakek ini, wajahnya menjadi pucat. Dan
ketika ia berteriak dan berseru kemenggerakkan
ranting di tangan kayunya akan tetapi patah bertemu
suling di tangan wanita itu maka kakek ini bergulingan
memaki-maki ketika laki-laki tinggi besar yang
menyusul wanita itu menghajar dan menghantamnya
pula dengan serangan-serangan cepat.
"Bedebah, keparat terkutuk. Kalian muridmurid Sin-kun Bu-tek tak tahu malu!"
"Tutup mulutmu dan tengok tengkukmu yang
penuh borok. Kau sendiri tak ta hu malu dan licik
serta* curang, Siang Lun Mogal, jangan berlagak dan
sok gagah. Mari kulumatkan tulangmu yang rapuh dan
mampuslah menghadap Giam-lo-ong!"
Kakek ini tak mungkin meladeni setelah wanita
dan pria gagah itu mengeroyoknya. Sebentar saja ia
terdesak dan menyumpah-nyumpah. Inilah suami
isteri lihai Nagi dan Bhopal, cucu dan menantu Sin-kun
25 Bu-tek yang amat lihai itu. Dan ketika di sana Kui Yang
meloncat bangun sementara Kang Hu sempoyongan
berdiri pula maka dua muda-mudi itu terbelalak
namun gadis itu cepat mengeluarkan sebutir pil hijau
penawar racun.
"Telan dan selamatkan dulu dirimu, siapa dua


Mencari Busur Kumala Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang gagah itu!"
"Benar, siapa mereka. Namun kakek itu
menyebut Sin-kun Bu-tek, Kui Yang, berarti
seangkatan suhu. Ah, tengkukku sudah ringan dan
mari kita bantu dua orang itu!"
Kang Hu sudah menelan obat itu dan iu merasa
pulih lagi. Bahunya masih sakit akan tetapi hanya nyeri
otot, ia mampu bertanding lagi. Dan ketika semua ini
didengar kakek itu tak ayal lagi kakek ini merat.
"Anak-anak muda busuk, biar lain kali saju
kulayani kalian!" kakek itu membalik setelah
mendorongkan Ang-mo-kang dan dua orang ini
mengelak dan memaki. Me reka adalah suami isteri
yang tahu bahaya, mengelak dan menyerang lagi
namun kakek itu kabur. Siang Lun Mogal meloncat dan
menghilang di balik hutan. Dan ketika keduanya
hendak pergi namun dua muda-mudi itu meloncat ke
26 depan maka Kang Hu berseru sambil merangkapkan
keduu tangannya.
"Tunggu, kami ingin mengucapkan terima kasih
kepada jiwi-enghiong (dua pendekar) yang gagah
perkasa. Betulkah jiwi murid Sin-kun Bu-tek locianpwe
dan kami adalah Kang Hu dan Kui Yang murid-murid
suhu kami Hian-ko Sin-kun!"
"Eh, kau murid Hian-ko Sin-kun?" wanita itu
berseru. "Kalau begitu pantas, akan tetapi kalian tak
mampu dan terpe-daya oleh Hoat-lek-kim-ciong-ko.
Sinkang kalian kuat akan tetapi tenaga batin kalian
lemah. Seharusnya guru kalian menggembleng kalian
kedua-duartya!"
"Sudahlah," yang pria membungkuk dan
membalas hormat. "Kami suami isteri yang kebetulan
di sini, anak muda, tak usah berterima kasih namun
hati-hati lah bila menghadapi Hoat-lek-kim-ciong-ko
lagi. Kami harus pergi karena kami masih ada urusan.
Kalian berteduh dan cari tempat perlindungan saja,
hujan dan angin menyerang Liang-san!"
"Benar, ada apa kalian keluyuran di sini kalau
tak membawa sesuatu yang penting. Pulang dan
tinggallah di rumah dan jangan mencari bahaya!"
27 Kang Hu dan Kui Yang mengerutkan kening akan
tetapi pria gagah itu menyambar lengan isterinya
diajak pergi. Dua muda-mudi itu berkerut karena katakata wanita itu terkesan ketus. Mereka dianggap
keluyuran! Akan tetapi men-jura dan menguasai
hatinya pemuda ini tak merasa marah.
"Jiwi-enghiong, terima kasih sekali la gi. Akan
tetapi kami tak keluyuran begitu saja. Terima kasih
atas nasihat jiwi dan kami akan mencari musuh kami
itu!"
"Huh!" Kui Yang mendengus. "Orang begitu tak
perlu dikasih hati, Kang Hu, tak perlu dihormat
berlebihan. Enak saja mencap keluyuran dan
menyuruh kita pulang seperti anak kecil!"
"Sudahlah," pemuda ini tersenyum, me mang
lebih sabar. "Orang-orang lihai memang berperangai
macam-macam, Kui Yang, akan tetapi betapapun kita
telah diselamatkannya. Biarlah tak usah diambil hati
dan mari kita cari kakek keparat itu, juga Omei-hud!"
"Tunggu, kau berkesan membelanya? Kau
kesengsem kecantikannya?"
"Apa?"
28 "Ia cantik, Kang Hu, matanya kebiru-biruan. Tak
heran kalau kau membelanya dan menyalahkan aku.
Huh, kau sudah mulai mata keranjang!"
"Hei!" pemuda itu terkejut, temannya memutar
tubuh dan berkelebat pergi. "Apa yang kau omongkan
ini, Kui Yang, mereka suami isteri. Masa aku begitu gila
mengagumi isteri orang. Hei, tunggu dan lihat
pakaianmu yang acak-acakan!"
Gadis itu tak berhenti namun terdengar isaknya
ditahan. Memang tiba-tiba ia marah melihat
kekasihnya bersikap sabar. Masa mereka dianggap
keluyuran. Akan tetapi teringat pakaiannya dan saat
itu pemuda itu berjungkir balik melewati kepalanya
maka Kang Hu melempar sebuntal pakaian dan
memaksa gadis itu berhenti. Teringatlah ia bahwa
tubuhnya nyaris telanjang gara-gara kakek keparat itu.
"Tunggu dan berhenti dan salin dulu pakaianmu
itu. Ini gantinya!"
Kui Yang cemberut namun sinar mata nya tak
galak lagi. la sadar bahwa wanita itu sudah bersuami.
Tadi ia cemburu karena wanita itu tak kalah cantik
dengannya, bahkan memiliki mata yang begitu indah
dan kebiruan. Akan tetapi sadar oleh seruan Kang Hu
ini, disambarnya buntalan itu maka ia lenyap di balik
29 sebatang pohon. Seruannya terdengar galak akan
tetapi nadanya tak keras lagi.
"Kau tunggu aku di situ dan jangan mengintai!"
Kang Hu tersenyum, lega. Kalau sudah begini
maka ia tak usah khawatir, kekasihnya itu memang
kekanak-kanakan. Dan ketika Kui Yang keluar dengan
pakaian baru, cantik dan gagah maka ia memuji dan
membuat temannya kemerah-merahan.
"Hm, kau lebih cantik daripada wanita itu tadi.
Dengan begini kau lebih gagah dan menawan!"
"Sudahlah," gadis itu pura-pura membentak.
"Kita cari lagi kakek keparat itu Kang Hu, akan kuhajar
dan kubunuh dia. Mari pergi dan jangan sampai dia
lolos!"
Pemuda ini mengangguk, kekasihnya ber
kelebat mendahului. Dan ketika ia berendeng dan
menyambar lengan gadis Itu lagi, dibiarkan maka dua
muda-mudi ini menghilang mencari Siang Lun Mogal
dan saat itu berkelebatan bayangan-bayangan lain
mendaki Liang-san.
Mereka tak melihat itu dan bayangan-bayangan
ini semakin banyak, satu di antaranya adalah
kelompok para pengemis. Dan ketika di bawah hujan
30 lebat dan angin kencang bayangan-bayangan ini terus
mendaki, beberapa di antaranya ter gelincir dan jatuh
lagi maka tanpa suara temannya yang lain
mengangkat dan selanjutnya mendaki lagi.
Kilat dan petir masih menyambar. Ge muruh
angin kencang juga mendesau kuat. Akan tetapi ketika
hujan mulai reda namun awan masih gelap gulita
maka Liang-san mulai sunyi akan tetapi kesenyapannya terasa dingin dan mengerikan. Dan ketika
menjelang sore itu jumlah ba yangan yang meluncur
semakin banyak tiba-tiba terdengarlah jerit kematian
dan seluruh bayangan yang mendaki puncak
mendadak berbelok arah menuju timur. Dan di sana
seseorang bermandi darah roboh terkulai.
"Ayah..!!"
Sebuah pekik menggema di lereng timur dan
seorang pemuda berkulit hitam menubruk dan
memanggil orang yang roboh itu. Ia kaget dan
memekik kuat dan suaranya yang dahsyat
mengguncang selu ruh lembah. Tubuhnya tinggi besar
dan kuat berotot, pakaiannya seperti pemburu dan
pemuda ini sudah melengking dan me nubruk laki-laki
itu, seorang pria bertubuh kurus berkulit hitam gelap.
Dan ketika seruan pemuda ini menarik perhatian
31 semua orang, yakni bayangan yang menda ki Liang-san
maka pemuda itu sudah memeluk dan mengguguk
menangisi laki-laki berusia empatpuluh lima tahun ini,
pria Nepal bermata cekung dan yang saat itu tertancap
sebilah pisau di dadanya yang terluka dalam.
"Ayah, siapa yang melakukan ini. Apa yang
terjadi. Siapa jahanam terkutuk yang melukaimu ini. Di
mana dia!" pemuda itu mengguncang-guncang
ayahnya dan laki-laki itu membuka mata sambil
mengeluh. Ia mandi darah dan menyeringai menahan
sakit, lukanya dalam dan jelas berbahaya sekali. Akan
tetapi sebelum m menjawab maka dua bayangan
berkelebat dan Sia-tiauw-eng-jin serta muridnya mun
cul. "Hanlun!" kakek itu terkejut dan seru annya
membuat pemuda tinggi besar menoleh. Sia-tiauweng-jin melayang dan ta hu-tahu mencengkeram lakilaki ini. Dan ketika kakek itu terkejut namun pemuda
ini lebih terkejut lagi, bayangan kedua menyambar
dan sudah berada di sam pingnya maka Siauw-toh,
murid kakek itu tak kalah berubah.
"Ayah!"
Dua pemuda sama-sama memanggil ayah.
Hanlun, laki-laki yang luka parah ini terbelalak. Kakek
32 dan pemuda itu sudah memeluknya. Dan ketika ia
tersedak namun terkejut dan girang sekali mendadak
matanya yang redup berubah bersinar-sinar,
bercahaya.
"Suhu... Siauw-toh!" laki-laki itu bangkit dan
mendekap dadanya dan mendadak ia menemukan
kekuatannya kembali. Dengan girang dan haru ia
memeluk dua orang itu, namun ketika ia roboh dan
terguling lagi maka Sia-tiauw-eng-jin berkerut
memandang muridnya. Siauw-toh menangkap dan
menyandarkan laki-laki ini di dadanya.
"Kau..., kau menyebut muridku sebagai ayah?
Kau anaknya?"
"Dia ayahku, suhu, dan justeru aku tak tahu
kalau ia di sini. Ia terluka parah dan siapa yang
melukainya. Jahanam itu harus kucari!"
"Tunggu, dan siapa pemuda ini!"
"Aku Hanbi, dan siapa locianpwe. Ini ayahku
pula dan ini tentu kakak Han-gi. Kalian datang tepat
pada waktunya akan tetapi mari kita tolong dia. Aku
ha rus mencari keparat itu dan bagaimana kalian
berada di Liang-san!"
33 "Bawa... bawa aku ke puncak..." laki-laki itu
tiba-tiba bersuara dan Sia-tiauw-eng-jin terkejut,
matanya berkilat. "Bawa dan temukan aku ke Fangtaihiap, suhu... bawa aku ke sana!"
"Heh!" kakek itu membentak. "Apa perlunya ke
sana, Hanlun. Siapa yang me lakukan ini kepadamu
dan bagaimana kau di sini. Apa yang kaulakukan!
"Aku ingin menemui Fang-taihiap... aku ingin
menyerahkan Busur Kumala..."
"Tidak usah, kita pergi dan sini dan keadaanmu
harus ditolong. Jawab siapa yang melukaimu dan
bagaimana kau seperti ini!"
"Aku... aku diserang laki-laki bule itu, ular
berbisa itu. Ia menipuku dan menusukku secara
curang!"
"Siapa laki-laki bule itu?"
"Leiker, suhu, akan tetapi sewaktu-waktu
berubah nama. Ia dapat menjadi Tony atau Franky
karena ia adalah si Seribu Muka yang jahat dan keji.
Ia...aduh...!" laki-laki itu tak meneruskan dan wajah
kakek ini berubah. Tiba-tiba saja kakek itu
membentak. Dan ketika ia menyambar dan sudah
memanggul laki-laki ini maka kakek itu bermaksud
34 memutar tubuh akan tetapi puluhan orang
berkelebatan dan telah mengepungnya. Satu di
antaranya adalah Omei-hud!
"Sia-tiauw-eng-jin, serahkan Busur Ku mala atau
orang itu. Kau telah merampasnya!"
Benar, serahkan kepada kami, Sia-tiauw-engjin, atau kalian semua mampus. Siang Lun Mogal
terkekeh-kekeh dan muncul pula dan kakek ini
terbeliak dengan muka merah. Puluhan orang kang
ouw tiba-tiba muncul dan ia serta muridnya dikepung.
Jumlah mereka tak kurang dari enampuluh orang,
padahal dari delapan penjuru masih berkelebatan
bayangan-bayangan lain. Dan ketika kakek itu
menggeram dan berseru kepada muridnya mendadak
ia menyerahkan Hanlun sambil mencabut panah
emasnya. "Siang Lun Mogal, kau keledai gundul keparat!"
Siang Lun Mogal mengelak dan menjauh akan
tetapi rekannya membentak dan menyerang kakek
itu. Omei-hud mem pergunakan cemetinya yang putus
sementara orang-orang kang-ouw lain tiba-tiba
diserukan agar menyerang kakek itu. Dua orang ini
berseru bahwa Sia-tiauw-eng-jin memperoleh Busur
Kumala. Dan ketika orang-orang kang-ouw itu
35 membentak dan menyerang kakek ini, berhamburanlah sen jata dan pukulan dari segala
penjuru maka kakek itu marah bukan main dan mc,Cn%iauw-tohf bawa ayahmu menjauh dan
selamatkan dia. Kulindungi kalian berdua!"
"Awas!" Omei-hud berteriak pada semua orang.
"Jaga dan jangan biarkan anak itu lolos, saudarasaudara. Iapun
kunci Busur Kumala!"
Siauw-toh terkejut dan berubah ketika sebagian
dari orang-orang itu menyerang dan membentaknya.
Gurunya sudah meng hadapi Siang Lun Mogal dan
Omei-hud se mentara dia dikepung dan tak dibiarkan
lari. Tiba-tiba saja delapan orang menyambarnya.
Akan tetapi mencabut senjatanya dan berseru keras
iapun membebatkan busurnya kepada orang-orang
itu. "Keparat, kalian tertipu. Aku tak membawa apaapa dan tak tahu apa-apa. Minggir dan biarkan aku


Mencari Busur Kumala Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membawa ayahku!" |h<
Akan tetapi orang-orang itu menyambut dan
menangkisnya dan busur di tangannya terpental
meskipun pukulan atau senjata di tangan orang-orang
36 itu juga terpental. Mereka menyerang dan
membentak lagi dan terpaksa pemuda itu melayani.
Dan ketika dengan marah orang-orang ini menyuruh
agar pemuda itu menyerah, hal yang membuat
pemuda itu na ik pitam maka Siauw-toh
menggerakkan busurnya dan berkelebatanlah
pemuda itu dengan tangan kiri memanggul ayahnya.
"Kak Han-gi, serahkan ayah kepadaku!" pemuda
kulit hitam tinggi besar tiba-tiba berseru. Iapun
mengeluarkan senjatanya sebuah tombak panjang,
menusuk dan menyerang orang-orang itu dan
gagangnya dipakai menyodok atau mengemplang,
hebat juga. Dan karena ia memiliki tenaga besar dan
membuat senjata la wan mencelat, Siauw-toh kagum
maka pe muda itu melempar ayahnya kepada pemuda
itu. Hanbi adalah adiknya lain ibu, ayahnya kawin lagi
dan karena marah ia meninggalkan ayahnya itu.
"Baik, tangkap dan terimalah ayuh. Awas,
Hanbi, keluar dan kulindungi kau!" Siauw-toh alias
Han-gi berseru dan menerjang membuka jalan keluar.
Adiknya sudah menangkap sang ayah dan iapun
membabatkan busur ke segala penjuru. Deru
busurnya mengakibatkan orang-orang itu mundur dan
dua di antaranya menangkis, terpelanting dan
mencelat sen jatanya dan saat itulah ia meloncat ke
37 dekat adiknya. Dan ketika mengawal dan mendorong
sambil menyuruh adiknya bergerak cepat ia berhasil
membuka kepung an dan dua pemuda itu lari ke
bawah gunung.
Akan tetapi Siang Lun Mogal berseru mencegat.
Kakek gundul itu tiba-tiba ber jungkir balik melayang
di atas kepala anak-anak muda ini, menghantam
melayangkan pukulannya dan Siauw-toh terkejut
menangkis. Dan ketika ia terhuyung kakek itu lebih
kuat, adiknya berhenti dan melotot maka pemuda itu
menggerak kan tombaknya menusuk kakek itu.
"Jangan!" Siauw-toh berseru akan teta pi
terlambat. Tombak menuju dada kakek itu namun
terpental, tertolak bertemu ke kebalan dan kakek ini
terkekeh, ganti mencengkeram dan patahlah badan
tombak. Lalu ketika kakek itu melontarkan
cengkeramannya dan Hanbi pucat maka kakaknya
berkelebat dan Siauw-toh menangkis patahan tombak
Itu. "Plak!" Siang Lun Mogal melotot akan tetapi
kakek itu tertawa, la kagum namun menyerang lagi
dan apa boleh buat pemuda ini melayani. Sang adik
hendak membantu namun Siauw-toh berseru agar
menyelamatkan sang ayah, pemuda itu menahan dan
38 menghadapi Siang Lun Mogal. Dan ketika kakek itu
terbahak menyambut pemuda ini maka Hanbi
melarikan diri namun orang-orang kang-ouw me
ngejar dan berada di belakangnya.
"Bagus, kejar dan tangkap pemuda itu. Biar
yang ini kurobohkan dan jangan biarkan ia lolos, haha!"
Siauw-toh menggigit bibir dan ia marah sekali
terhadap kakek gundul ini. Ia menggerakkan
senjatanya dan menghalau orang-orang itu pula.
Namun karena kakek ini mengikatnya dan selalu
menangkis dan menyambut senjatanya maka ia tak
dupat melindungi adiknya dan dilihat nya orang-orang
itu membentak dan sudah mengejar adiknya.
"Ha-ha, kau tak dapat membantunya. Kau dan
gurumu akan roboh di sini, anak muda, kecuali
menyerahkan Busur Kumala dan menyerah baik-baik.
Ayo di mana busur itu dan nanti aku membantumu."
"Keparat, kau jahanam busuk tengik. Kau
bermuka dua dan licik serta culas, Siang Lun Mogal.
Aku tak tahu Busur Ku mala dan carilah sendiri. Mari
bertanding seribu jurus dan kau atau aku mampus!"
"Heh-heh, bocah keras kepala. Kalau begitu
kurobohkan kau dan baru setelah itu gurumu... des39
plak!" kakek ini menangkis dan berjongkok dan Angmo.-kang alias pukulan Katak Merahnya bekerja. Ia
mendorong dan menangkis busur dan pemuda itu
terpental. Lalu ketika ia terkekeh dan maju lagi maka
tangan kirinya diputar dan Hoat-lek-kim-ciong-ko
meledak disertai bentakannya. Telapak dan sinar
matanya menjadi kehijau-hijauan.
"Bocah, busur di tanganmu sudah kele wat
berat. Ayo lepaskan dan buang di sisi tubuhmu!"
Siauw-toh terkejut, benar saja busur menjadi
berat dan ingin dilepas. Akan tetapi ketika terdengar
bentakan gurunya dan Sia-tiauw-eng-jin mencelat ke
dekat muridnya maka Hoat-lek-kim-ciong-ko dibuyar
kan dan kakek itu berseru,
"Siauw-toh, tutup telingamu dan jangan beradu
mata. Konsentrasikan pikiran mu dan serang bagian
bawah matanya!"
Siang Lun Mogal terkejut, memekik diserang
kakek itu. Ia terlempar dan bergulingan namun Omeihud membentak dan mengejar Sia-tiauw-eng-jin,
lawan membantu muridnya. Dan ketika kakek i** tu
kembali menghadapi lawannya dan orang-orang kangouw mengeroyok pula maka Sia-tiauw-eng-jin
mendesis dan ia berkelebatan menyambar-nyambar.
40 Pukulannya mendorong dan menghalau orang-orang
itu terutama Omei-hud.
"Keparat, kau menggerakkan orang-orang lain
untuk mengeroyokku. Kalau gagah mari satu lawan
satu, Omei-hud, a-tau pergi dan jangan ganggu aku
dulu lain kali kita mengadu jiwa!"
"Ha-ha, jangan berkata seperti anak kecil. Kau
tak dapat melarikan diri, Sia-tiauw-eng-jin, kecuali
menyerahkan baik-baik Busur Kumala. Berikan
kepadaku dan akan kuusir orang-orang ini.
"Aku tak tahu busur itu, kau sendiri melihat
bahwa seseorang merampasnya dari muridku!"
"Ha-ha, kau masih memilikinya sebuah lagi. Ayo
serahkan itu kepadaku dan nan ti kubantu kau."
"Keparat!" kakek itu melengking. "Kau licik dan
curang, Omei-hud, sudah kubilang aku tak membawa
busur itu tapi kau memaksaku. Baik, aku akan
meladeni mu dan lihat siapa yang roboh... wut!"
kakek itu menggerakkan panah em.asnya dan
tiba-tiba tangan kirinya menghantam melepas Hoakut-ciang (Tangan Penghancur Tulang). Kakek ini
sudah begitu marah dan pukulannya tak main-main.
Panah di tangan menusuk tenggorokan lawan dan
41 Omei-hud melempar tubuh bergulingan. Dan ketika
panah itu terus mengejar namun bertemu orangorang kang-ouw yang lain, terdengar jerit mengerikan
maka dua orang tertembus tenggorok annya
sementara pukulan kakek itu meng hantam tujuh
orang di sebelah kiri yang seketika berteriak dan roboh
terbanting.
"Krak-bresss!" Hoa-kut-ciang amat dahsyat dan
tujuh orang itu terlempar de ngan tubuh remuk.
Tulang mereka hancur sementara yang lain
berloncatan mun dur dengan muka pucat, kakek itu
mengamuk. Dan ketika Omei-hud berdiri lagi namun
kakek ini melayang ke arah murid nya maka Siang Lun
Mogal menerima ba giannya dan berteriak melempar
tubuh. "Kaupun kerbau hina yang tak patut hidup.
Mampuslah, Siang Lun Mogal, atau pergi dan jangan
ganggu muridku... krek dess!" batu di belakang kakek
itu hancur dan Siang Lun Mogal bergulingan dengan
muka kaget. Ia sedang tertawa-tawa men desak
lawannya ini ketika sang guru tiba-tiba datang. Untung
ia menyelamatkan diri dengan cepat. Dan ketika kakek
itu menarik muridnya meluncur turun gunung maka
dua orang ini lolos dan Sia-tiauw-eng-jin langsung
42 mengibas roboh orang-orang yang mengeroyok
Hanbi. "Minggir dan kalianpun enyah!"
Orang-orang itu berteriak. Tentu saja mereka
bukan lawan kakek ini dan terlempar bagai tertiup
angin kencang. Sebelas orang patah-patah. Dan ketika
kakek ini menyambar pemuda itu dan lari turun
gunung maka ia bergerak cepat akan tetapi bayanganbayangan lain berkelebatan dari bawah dan seorang
kakek berhuncwe serta puluhan temannya
menghadang.
"Sia-tiauw-eng-jin,
Kumala!"
serahkan dulu Busur Kakek itu terkejut, mendelik. Tiba-tiba saja ia
diserang dan asap tembakau menyembur kuat.
Puluhan orang itu menyerangnya pula dan kakek ini
menggerung, kemarahannya meledak. Dan ketika ia
membentak dan mengibas serta mendo rongkan
kedua tangannya maka asap dan orang-orang itu
buyar. "Bedebah!"
Si huncwe dan teman-temannya terpe lanting.
Itulah Hung Ji Bak alias si hartawan licik, menyembur
43 dengan asap biusnya dan celakanya asap itu tertiup ke
mana-mana, tersedot oleh Hanbi dan juga Siauw-toh.
Dan ketika dua pemuda itu terhuyung merasa pening,
Hanbi malah ro boh maka iapun membuat Sia-tiauweng-jin terkejut.
Akan tetapi dari Liang-san terdengar bentakan
menggeledek. Dua bayangan putih dan hitam
menyambar, cepat dan tahu-tahu berjungkir balik di
tengah orang-orang itu. Dan ketika di belakang bayang
an ini menyambar bayangan-bayangan lain, hijau
merah dan kuning tiba-tiba saja di tempat itu
berkumpul tuan rumah yang gagah perkasa, Tan Hong
dan iste-rinya Kiok Eng.
"Berhenti dan jangan ribut di tempat ini. Siapa
menyuruh kalian datang dan a-pa maksudnya
mengacau di Liang-san!"
"Benar, siapa mencari mati. Kau dan orangorangmu mencari penyakit, Hung Ji Bak. Berani benar
kau datang dan kutun-tut hutangmu kepadaku!" Kiok
Eng, sang nyonya rumah membentak bengis dengan
?lengking dan mata terbakar. Tiba-tiba sa ja suami
isteri itu berkumpul di situ dan siapapun terhenyak,
terutama Siang Lun Mogal dan Omei-hud. Mereka
terbelalak melihat nyonya ini masih hidup, padahal
44 jelas sudah menjadi "mayat" dan tentu sa ja mereka
tak tahu ilmu sakti Pi-khi-hu-beng itu. Maka ketika
keduanya tertegun dan saling pandang, sedetik
berubah dengan bulu kuduk berdiri maka keduanya
menjadi kaget dan heran apalagi ketika nyonya itu
memandang mereka dan mem bentak, seruannya
menggetarkan dinding gunung.
"Dan kalian, tikus-tikus busuk tak tahu malu.
Kalian datang dan mengacau di tempat orang, Siang
Lun Mogal, dan kau menculik puteraku Cit Kong dan
membunuh suboku May-may. Hutangmu terlalu besar
dan kau tak boleh pergi sebelum mempertanggung
jawabkan perbuatanmu itu!"
"Ha-ha!" kakek ini tiba-tiba tergelak. "Kami
datang untuk mencari Busur Kumala, Tan-hujin, bukan
membicarakan urusan pribadi. Kalau kau bicara
tentang itu maka saatnya tak tepat. Berikan kakek itu
kepada kami atau kami menganggapmu hendak
mengangkangi Busur Kumala pula!"
"Benar!" Omei-hud bersinar dan berse ru.
"Kami datang untuk Busur Kumala, hujin, urusan
pribadi ditunda dulu. Sekarang apa maksudmu
menghentikan kami apakah kau hendak menangkap
dan memiliki Sia-tiauw-eng-jin sendiri. Kalau itu
45 maksudmu maka kami akan menentang mu dan kami
yakin semua orang-orang di sini tak takut
melawanmu!"
"Benar, kami tak takut melawan peng huni
Liang-san!" Hung-wangwe tiba-tiba menimpali. "Kalau
dia hendak merampas Busur Kumala biarlah kita bela
Sia-tiauw eng-jin, kawan-kawan. Bantu kakek ini dan
jangan biarkan ia ditangkap!"
"Heh-heh!" kakek itu tergelak dan ter kekehkekeh. "Kalian bodoh dan dikerjai dua orang ini,
kerbau-kerbau dungu. Aku tak membawa Busur
Kumala dan tak tahu tentang itu. Aku tak perduli kalian
membelaku atau tidak, yang jelas biarkan aku pergi
menolong muridku yang luka. Mundur!" kakek itu
tiba-tiba membentak dan semua orang yang sedang
mengamati nya tiba-tiba dikibas! Ia tak mau lagi di situ
apalagi setelah datangnya keluarga Liang-san ini. Tan
Hong membuatnya kha watir dan karena itu ia harus
bergerak cepat. Akan tetapi ketika ia meloncat di kala
orang-orang itu mundur mendadak pemuda itu
berseru, "Locianpwe, kami ingin menolongmu dan tak
perlu khawatir. Pergilah ke atas dan kami jaga orangorang ini!"
46 "Benar," seorang bocah melengking pu la.
"Selamatkan dia di atas, kakek yang baik, ayah tak
akan menangkapmu selain membantu dan tak ingin
kau dikeroyok orang-orang ini!"
Kakek itu tertegun, membalik. Ia ten tu dikejar


Mencari Busur Kumala Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang-orang ini seandainya me luncur turun, la
melihat Siang Lun Mogal dan Omei-hud siap bergerak.
Maka mendengar kata-kata itu dan tahu tawaran ini
lebih menguntungkan mendadak ia terkekeh dan
berkelebat sekaligus menguji. Ia melewati keluarga itu
sambil diam-diam menyiapkan pukulan jika ia
diserang. "Bagus, terima kasih. Budi ini tak akan
kulupakan, bocah, akan tetapi jangan main
terselubung di ^belakang hari!" kakek itu menyambar
dan Tan Hong serta lain-lainnya ternyata diam saja.
Pemuda itu dan isterinya memang turun untuk
membantu kakek ini, kaget dan tak senang melihat
munculnya banyak orang kang-ouw di situ, terutama
Hung Ji Bak dan kawan-kawan yang membuat nyonya
itu mendidih, padahal di situ ada Siang Lun Mogal dan
Omei-hud yang hampir saja membuatnya celaka.
Maka ketika wa nita ini membiarkan kakek itu
sementara pandang matanya panas tertuju lawan47 lawannya maka yang terkejut dan berubah tentu saja
tiga orang ini.
"Heii, ia dilindungi keluarga Liang-san!"
"Benar, ia ke atas dan dibiarkan saja!"
"Serang dan robohkan keluarga ini. Kejar kakek
itu!"
Seruan terakhir mendorong orang-orang kangouw membentak dan menerjang keluarga itu. Tibatiba saja belasan senjata rahasia menyambar, Omeihud dan Siang Lun Mogal diam-diam mendepak batubatu hitam. Dan ketika keluarga itu berkelit dan saat
itulah orang-orang kang-ouw menyerbu maka Kiok
Eng melengking dan wanita gagah ini mencabut ikat
pinggang nya menjeletarkannya sekuat tenaga.
"Berhenti dan jangan kejar atau kau mampus!"
Akan tetapi Siang Lun Mogal berjongkok dan
tiba-tiba menghembuskan Ang-mo-kangnya. Di balik
terjangan orang-orang kang-ouw itu mendadak kakek
ini berbuat licik, menghantam di kala wanita itu
menghadapi orang banyak. Akan tetapi ketika cahaya
putih menyambar dan menangkis pukulannya, Katak
Merah terpental maka kakek ini juga terjengkang dan
48 berteriak kaget karena Tan Hong, pe muda itu tak
membiarkan isterinya dibo-kong.
"Dess!" kakek itu terguling-guling dan teriakan
kagetnya membuat wajahnya berubah. Tentu saja ia
mengenal kelihaian pemuda itu namun Omei-hud tak
tinggal diam. Tiba-tiba kakek ini melepaskan Mo-tokciang. Dan ketika pukulan itu membuat lawan
terdorong dan pemuda itu menoleh maka Tan Hong
menjadi bengis dan sikapnya berubah.
"Omei-hud, kau tak dapat dilayani baik-baik!"
"Ha-ha, minggir dan biarkan aku mengejar
lawanku. Urusan kita dapat dibicarakan nanti, anak
muda. Menyibaklah dan biarkan aku lewat!" akan
tetapi Tan Hong membalik dan menyerang dan lawan
terpaksa menangkis. Tan Hong melepaskan Pek-inkangnya dan pukulan itu bertemu Mo-tok-ciang.
Kalau, saja sin-kang pemuda ini tak kuat tentu ia yang
terdorong, bahkan mungkin terpental dan selanjutnya
diserang balik karena Omei-hud adalah tokoh Nepal
yang berbahaya. Akan tetapi ketika lawan yang
terpental karena pemuda itu telah mempersiapkan
diri maka kakek itu berjungkir balik dan pukulannya
yang membalik malah menyambar dan mengenai
orang-orang di belakangnya.
49 "Bres-bress!" lima orang berteriak dan
mengaduh dan tubuh mereka seketika gosong hangus,
tidak itu saja akan tetapi terbakar dan meleleh. Dan
ketika teriakan ini mengejutkan orang-orang lainnya
dan lima orang itu bergulingan untuk akhirnya
menjerit dan mencakar-cakar tubuh sendiri maka
pemandangan mengerikan terlihat di situ di mana
akhirnya lima orang ini menumbukkan kepala dan
pecah menghantam batu besar. Mereka tak tahan
oleh sakit dan siksaan demikian hebat!
"Keji, manusia busuk!" Tan-hujin me-lengkinglengking akan tetapi ia sudah diserang Siang Lun
Mogal yang licik men cari lawan lemah. Nyonya itu
diterjang orang-orang lain pula akan tetapi sesosok
bayangan kecil menyambar, menampar dan
menendang orang-orang itu dan itulah Cit Kong yang
membantu ibunya. Tentu saja anak ini tak tinggal diam
dan ia bergerak menyambar-nyambar.
Ia mempergunakan Jouw-sang-hui-teng peninggalan
Siang Lun Mogal, membuat kakek itu mendelik dari tak
lama kemudian anak ini sudah merampas dan
mempergunakan sebatang golok lebar beterbangan di
sega la penjuru. Dan ketika dengan golok dan ginkang
itu ia membabat dan melukai lawan-lawannya,
menusuk dan menyerang pula kakek itu maka Siang
50 Lun Mogal menyumpah dan kakek ini melepas Angmo-kang sambil bibir berkemak-kemik. Ia
mengeluarkan Hoat-lek-kim-ciong-ko yang hebat itu.
"Bedebah, anak setan. Lepaskan golokmu dan
turun!" akan tetapi bayangan kuning hijau dan merah
menyambar. Itulah nenek anak ini Ceng Ceng dan
Ming Ming serta Eng Eng. Mereka membentak dan
menyerang kakek itu dan tentu saja tak membiarkan
anak atau cucu mereka celaka. Eng Eng melepas Bhikong-ciang andalan nenek Lin Lin. Ming Ming
meledakkan Sin-mauw-kangnya (Rambut Sakti)
menghajar kakek itu. Dan ketika Ceng Ceng
menyabetkan cambuk kulitnya peninggalan nenek
Bwee Kiok, menerjang dan mengeroyok kakek itu
maka Siang Lun Mogal terkejut dan cepat menggerak
kan orang-orang kang-ouw itu agar cepat
membantunya.
"Licik, curang... kalian tak tahu malu
mengerubut seorang tua bangka. He, bantu aku dan
kita sama-sama mencari Sia-tiauw-eng-jin!"
Orang-orang kang-ouw terutama Hung wangwe
menerjang dan membantu kakek itu. Adalah
keuntungan mengeroyok keluarga Liang-san, apalagi
hartawan ini sakit hati sekali terhadap Kiok Eng sejak
51 wanita itu masih gadis. Maka menyembur kan asap
huncwenya sekaligus menotok dan menyerang
dengan ujung huncwe bergeraklah hartawan itu
dibantu teman-temannya, dan satu di antaranya
adalah Si Palu Besi Wee Yu!
"Trik-trak-plak!" Kiok Eng memutar ikatpinggangnya dan nyonya itu mementalkan semua
senjata lawan. Ia melengking dan marah sekali akan
tetapi nyonya ini tak mundur setapak. Ia justeru besar
hati dibantu ibu dan anaknya. Dan ketika ia
berkelebatan namun orang-orang kang-ouw itu
dibentak dan digerakkan kakek ini akhirnya kepungan
menjadi banyak dan lima orang itu berseliweran di
antara hujan golok dan pukulan.
"Awas kakek busuk pengecut itu. Jangan
biarkan ia di belakang!"
"Ha-ha, aku tak akan mundur. Aku akan di
depan, hujin, dan akan kutangkap anakmu yang licin
itu. He!" Siaijg Lun Mogal membentak Cit Kong.
"Letakkan senjatamu dan berlutut serahkan diri, Bu ci.
Kita pulang ke Mongol dan lihat aku gurumu!"
Anak itu terkejut, merasa pening. Tiba-tiba
goloknya terasa berat dan ingin diletakkan, pandang
matanya membentur kakek itu. Akan tetapi ketika
52 terdengar bentakan dan itulah ayahnya yang berseru
memperingatkan, Hoat-lek-kim-ciong-ko buyar lagi
maka anak ini terbebas da ri pengaruh sihir.
"Tak perlu menganggapmu guru dan orang yang
harus dihormati. Kau menculik dan memaksanya,
Siang Lun Mogal, juga kau membunuh nenek Maymay. Cit Kong adalah anakku dan ia bukan Buci!"
Kakek itu tergetar, menyeringai. Ia marah
kepada pendekar ini namun terkekeh-kekeh
menyerang lagi. Tan Hong menghadapi rekannya
sementara orang lain mengeroyok pula. Maka
membentak dan menyerang lagi ia mengerahkan sihir
nya itu. "Heh-heh, Buci adalah muridku putera raja
Sabulai. Aku memanggilnya sebagai putera Sabulai,
anak muda, bukan putera orang lain. Hayo
kauletakkan senjatamu dan ikut gurumu!" Hoat-lekkim-ciong-ko lagi-lagi mempengaruhi anak itu akan
tetapi bentakan Tan Hong kembali mengusir itu. Akan
tetapi karena kakek ini terus-menerus menyerang lagi
sementara pemuda itu menghadapi lawan tangguh, ia
dikeroyok pula orang-orang kang-ouw yang tak
sampai hati dilukainya maka pe muda yang pada
dasarnya lemah dan murah hati ini sibuk, akhirnya
53 membuat pu-teranya masuk dalam perangkap Hoatlek kim-ciong-ko akan tetapi terdengarlah bentakan
dan lengkingan suling. Dua bayangan menyambar dan
itulah Nagi dan suaminya Bhopal. Siang Lun Mogal
berubah melihat dua orang ini. Dan ketika dua orang
itu meluncur dan akhirnya me nyibak kepungan,
wanita ini menempeleng Cit Kong maka anak itu sadar
sekaligus kaget.
"Kakek itu bukan gurumu atau siapa pun. Ia
bahkan pembunuh nenekmu. Hayo bangun dan
jangan mau dipedayai sihirnya!"
Cit Kong terkejut dan geragapan dan
selanjutnya anak ini menjadi marah. Ia memang tak
suka kepada bekas guru yang kejam ini, membentak
dan menyerang kakek itu ketika bayangan suami isteri
ini menyambar. Maka ketika kakek itu terkejut dan
mengelak namun dikejar juga, mengumpat maka
telapak kirinya menghalau serangan dan golok di
tangan anak itu malah mencelat.
"Pergi dan enyahlah!"
Anak ini terbanting namun bergulingan
meloncat bangun. Ia memekik dan menerjang lagi
akan tetapi sang ibu berseru. Kiok Eng menyuruh anak
itu menghadapi orang-orang lain yang mengeroyok
54 ibunya Ceng Ceng dan Ming Ming, juga Eng Eng. Dan
ketika anak itu tak puas namun mematuhi juga,
menerjang dan membantu ketiga neneknya maka
Ceng Ceng menjadi kagum betapa anak sepuluh
tahunan ini mampu berkelebatan demikian cepat dan
golok yang sudah disambarnya itu membacok dan
menusuk membuat lawan-lawan gentar. Dalam diri
anak ini terlihat kegagahan tokoh-tokoh Liang-san
yang memang amat terkenal!
"Cring-crang-crangg!" orang-orang kang-ouw
mundur dengan sendirinya dan mereka jerih
memandang anak itu. Hanya karena berjumlah banyak
mereka maju lagi. Akan tetapi karena anak itu
memban tu ketiga neneknya dan tiga wanita itu-pun
bertanding gagah perkasa maka orang-orang kangouw sulit mendesak keluarga ini dan tak terasa lagi
suasanapun menjadi gelap. Dan saat itu berkelebat
bayangan-bayangan lain di mana seorang wanita dan
seorang pria asing muncul, juga wanita berambut
pirang dan pemuda berbaju hijau.
"Siapa berani mengganggu Liang-san dan
mencari penyakit!" wanita itu, yang membentak dan
melayang berjungkir balik tiba-tiba meledakkan
rambutnya menyabet orang-orang kang-ouw.
Terdengar jeritan dan mereka yang roboh. Lalu ketika
55 pemuda asing juga membentak dan mendorong ke kiri
kanan maka tenaganya yang besar mencengkeram
dan melempar orang-orang itu.
"Bres-bres-bress!" tanpa tahu ini-itu mendadak
saja belasan orang diangkat dan dibanting. Mereka
berteriak dan terlempar dan masuklah dua bayangan
terakhir itu, seorang wanita asing dan pemuda baju
hijau yang gagah perkasa. Dan ketika dua orang ini
berkelebat dan menyambar sana-sini, melempar dan
membanting pula maka orang-orang kang-ouw
menjadi gaduh dan pecah berantakan.
"Kong Lee!"
"Beng Li...!"
Dua orang muda itu menoleh. Mereka adalah
Beng Li dan Kong Lee putera-puteri Eng Eng dan Ming
Ming. Mereka datang bersama suami dan isteri
mereka di situ, yakni Yuliah dan Franky dua mudamudi asing itu. Akan tetapi ketika kegirangan melanda
dua orang wanita itu dan Ming Ming menengok
mendadak saja Siang Lun Mogal berkelebat dan tahutahu kakek ini menyelinap dan menotok roboh Ming
Ming. 56 "Ha-ha!" kakek itu tertawa bergelak
menangkap tawanannya. "Sekarang ijinkan aku ke
atas, Tan-hujin, atau ibumu kubunuh!"
Jerit dan kemarahan Kiok Eng tak terhingga.
Tiba-tiba wanita itu menerjang akan tetapi terpental,
hendak menyerang lagi akan tetapi terdengar jerit
kedua. Suasana yang gelap harus membuat siapa pun
waspada. Dan ketika Ceng Ceng, ibu kandungnya
ditangkap dan ditotok Omei-hud maka laki-laki Nepal
itupun tergelak dan terbahak-bahak. Ia meninggalkan
Tan Hong dan menyelinap amat cepat meniru
tindakan rekannya itu.
(Bersambung jilid 22)
57 COVER 1 =0= "MENCARI BUSUR KUMALA" =0=
Karya : Batara


Mencari Busur Kumala Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jilid XXII
*** "HA-HA, bagus sekali. Akupun ingin ke atas dan
lihat wanita tangkapanku ini. Kalau ada yang
menggangguku maka dia lebih dulu mampus!" Omeihud yang tergelak-gelak dan mengangkat tinggi-tinggi
tawanannya itu sudah menyammbar di samping
rekannya yang menangkap Ming Ming. MereKa
berdua telah menotok wanita-wanita cantik itu dan
kegembiraan tak dapat disembunyikan lagi.
Pertandingan berhenti dan seru-seru orang menegok.
Dan ketika Tan Hong juga terkejut betapa keluarganya
tertangkap lawan, tak berdaya maka pemuda ini
tertegun dan sejenak tak mampu berkata-kata.
"Lepaskan dan jangan berbuat curang!" akan
tetapi isterinya berseru dan membentak. "Kalian
orang-orang tak tahu malu yang keji dan licik, Siang
Lun Mogal. Lepaskan ibuku dan mari bertanding
3 seribu jurus. Aku menghadapimu satu lawan satu
pengganti mereka!"
"Ha-ha, aku tak perlu kau, yang kuperlukan
adalah Sia-tiauw-eng-jin. Biarkan aku lewat dan
mereka selamat, hu-jin, atau kau menyerangku dan
mereka mampus!"
"Benar, kami ingin ke atas. Biarkan kami lewat
dan mereka selamat!"
"Kami juga!" Hung-wangwe tiba-tiba berteriak.
"Kami tak ingin di sini, Siang Lun Mogal, di atas kami
dapat membantu dan meringankan kalian. Bawa kami
ke atas dan jangan hanya berdua!"
"Tidak boleh!" Kiok Eng membentak dan gusar
memandang hartawan itu. "Kalian tak ada sangkutpautnya dengan ini, orang she Hung. Kami belum
memutuskan mereka itupun boleh ke atas!"
"Ha-ha, benar kata mereka!" Siang Lun Mogal
menyambung. "Mereka adalah teman-teman kami,
Tan-hujin, aku membawa serta sebagai sahabat.
Tanpa mereka tak akan kubebaskan kedua ibumu!"
"Bagus, betul sekali!" Omei-hud terbahak dan
cepat mengerti. "Mereka adalah sahabat kami, hujin,
tanpa mereka ibarat nasi tanpa lauk. Aku sependapat
4 dengan Siang Lun Mogal dan biarkan kami semua naik
ke puncak!"
Kiok Eng marah bukan main akan tetapi
terdengar suara halus yang tiba-tiba menyusup di
telinga wanita ini. Suara ayahnya terdengar sayupsayup sampai, menyuruh wanita itu mengabulkan
permintaan itu dan wanita ini tertegun. Lalu ketika
perlahan-lahan wajahnya berubah dan biasa lagi
mendadak senyumnya timbul dan Siang Lun Mogal
malah heran.
"Baik," kata-kata ini membuatnya curiga.
"Kalian naiklah akan tetapi jangan merusak apapun,
keledai gundul. Juga serahkan ibuku dan keselamatan
nya adalah tanggung jawabmu!"
"Benar," Tan Hong tiba-tiba melompat pula.
"Naik dan bawalah semua orang-orangmu, Siang Lun
Mogal, akan tetapi ke selamatan dua ibuku tanggung
jawab kalian berdua. Sekali kalian mengganggunya
jangan tanya dosa!"
Kakek itu terkejut dan gentar akan tetapi curiga.
Suami isteri ini tiba-tiba memperkenankannya dan
merekapun satu kata. Ia tak fahu bahwa pemuda
itupun baru saja mendapat kisikan yang sama, suara
jarak jauh yang dikirimkan suheng-nya Fang Fang.
5 Maka ketika ia tertegun dan mengerutkan kening,
saling pandang dengan rekannya mendadak
pandangannya tertumbuk Cit Kong.
"Heh-heh," ia berseru dan menuding. "Syaratku
tambah satu, hujin, biarkan anak itu besertaku!"
"Jangan macam-macam!" Kiok Eng hampir tak
kuat lagi. "Tak ada tambahan syarat apapun, setan
gundul, Pergi dan cepat ke atas dan serahkan kedua
ibuku!"
"Heh-heh, nanti dulu!" Omei-hud meloncat dan
berseru. "Mereka kami serahkan setelah Sia-tiauweng-jin kudapat, hujin. Sebelum itu masih menjadi
milik kami berdua."
"Benar, kami serahkan setelah kakek itu kami
temukan. Siapa tahu kalian menyembunyikannya dan
mempersulit kami. Tak boleh ada akal-akalan begini
dan biarkan kami naik, heh-hei!" Siang Lun Mogal
mengangguk-angguk dan ia setuju kata-kata rekannya
tadi. Sebenarnya ia ingin membawa Cit Kong akan
tetapi ditolak, permintaannya berlebihan juga. Maka
ketika ia tak banyak cakap dan berdampingan dengan
rekan akhirnya Tan Hong tampil bicara, menyelesaikan
itu. Pemuda ini memberi isyarat kepada saudara6 saudaranya untuk mundur dan membiarkan orang
lewat. "Kami tak ada tawar lagi dan cepatlah temukan
Sia-tiau-eng-jin, hanya semalam. Setelah itu semua
harus turun dan keluar!"
"Wah, tidak kalau hanya, kami ingin ingin
menemukannya sampai dapat anak muda, tak ada
batas waktu!"
"Kalau ia turun dan meningglakan Liang-san?"
"Tentu saja kami mengejarnya"
"Bagus, dan itu pasti terjadi. Naik dan jangan
banyak cakap lagi, atau aku merobah keputusanku!"
Tan Hong tiba-tiba begitu berwibawa dan pemuda ini
mempersilahkan orang naik. Ia sudah minggir dan
memberi jalan dan seseorang tiba-tiba berteriak. Siatiauw-eng-jin muncul dan lenyap di atas. Dan ketika
Siang Lun Mogal mendongak dan melihat bayangan
itu, juga Omei-hud tiba-tiba dua orang ini berkelebat
dan mengejar.
"Sia-tiauw-eng-jin, jangan lari!"
Semua orang tiba-tiba mengikuti. Orang-orang
kang-ouw yang tak kurang dari seratus orang ini
mendadak berseru satu sama lain, mereka tak mau
7 ditinggal Siang Lun Mogal, atau lebih tepat gentar
berhadapan dengan keluarga Liang-san bila dua orang
itu pergi. Maka berkelebatan dan mengejar dua orang
ini, tiba-tiba saja dua orang itu sudah menjadi
pimpinan mereka maka serentak orang-orang kangouw ini melewati Tan Hong dan lain-lain dan mereka
benar-benar diberi jalan termasuk Hung-wangwe dan
juga si Palu Besi Wee Yu.
"Ha-ha, ucapan orang gagah tak boleh dijilat
kembali. Dijilat berarti mendurhakai leluhur!"
"Benar, kita percaya mereka. Sekali menjilat
semua orang mengutuk, wangwe. Biarlah aku
menikmati keindahan Liang-san sekaligus mencari Siatiauw-eng-jin. Ha-ha!"
Dua orang itu lewat dan tertawa-tawa dan Kiok
Eng tentu saja mendelik namun tak dapat berbuat
apa-apa. Ia telah mengijinkan mereka ini ke atas, ia
hanya dapat melotot dan mengepal tinju. Lalu ketika
semua orang bergerak dan lenyap meninggalkan
tempat itu, juga bersamaan itu mataharipun telah
lenyap di balik gunung maka gelap menyelimuti bumi
dan begitu suaminya mencekal lengannya ia-pun
mendesis dan menyambar Cit Kong mengejar orang8 orang itu terutama Siang Lun Mogal dan Omei-hud si
hwesio licik.
* * * Liang-san gelap-gulita. Seluruh pegunungan ini
diselimuti warna hitam dan ha nya di sana-sini
terdapat kerlap-kerlip le mah. Itulah lampu-lampu
kecil yang entah dipasang siapa, yang jelas di antara
kerlap-kerlip itu terlihat bayangan-bayang an
berkelebat yang menghilang dan muncul bergantiganti. Siapa lagi mereka itu kalau bukan orang-orang
kang-ouw yang mencari Sia-tiauw-eng-jin. Dan ketika
be berapa di antara lampu-lampu kecil ini padam,
keadaan menjadi gelap-gulita maka di puncak tibatiba terlihat sinar benderang dan muncratnya lelatu
api, juga bentakan-bentakan.
"Sia-tiauw-eng-jin, serahkan Busur Kumala atau
tawanan!"
"Benar, atau kau mampus di sini. Serahkan
kepada kami baik-baik, tua bangka, atau kami
membunuhmu dan sekarang kau tak dapat lari lagi...
cring-crangg!" bunga api berpijar lagi dan itulah
beradunya senjata disusul keluhan dan bentakan. Siatiauw-eng-jin, kakek itu tiba-tiba berada di puncak
dikeroyok dua orang yang sudah lama mengincarnya.
9 Itulah Siang Lun Mogal dan Omei-hud, keduanya
mengepung dan melancarkan serangan-serangan
sengit dan busur di tangan kakek ini menghalau atau
menangkis senjata lawannya. Tak tampak murid
tunggalnya itu, kakek ini sendiri. Dan ketika ia meng
elak dan menangkis serta membalas serangan lawan,
Omei-hud mempergunakan batang cambuknya
sementara Siang Lun Mogal menggenggam tongkat
ular yang kering tapi keras maka senjata di tangan
ketiganya berpijar dan kakek itu terhuyung dan
terlihat betapa pundak kirinya berdarah. Kakek ini
kebingungan tapi marah.
"Omei-hud, kalian berdua tak tahu malu. Sudah
kujelaskan berulang-ulang bahwa aku tak tahumenahu Busur Kumala. Kalian sendiri melihat busur itu
dirampas orang. Hayo minggir dan jangan ganggu aku
atau nanti aku mengadu jiwa!"
"Ha-ha, tua bangka sombong dan bohong. Kau
masih menyimpan busur yang lain, Sia-tiauw-eng-jin,
serahkan itu dan jangan berdusta atau kami meng
hajarmu. Aku bukan anak kecil yang percaya begitu
saja kepadamu. Ayo serahkan atau aku melukaimu lagi
dan kau tak dapat berdiri!"
10 "Benar, atau tongkatku menggebukmu
setengah mampus. Serahkan kepada kami atau kau
semakin celaka, Sia-tiauw-eng-jin. Hanya orang bodoh
yang nekat dan tetap tak peduli."
"Aku tak membawa busur itu, dan tak akan
menyerahkannya kalau ada. Daripada bicara sia-sia
baiklah mengadu jiwa dan aku atau kalian mampus
duk-plak!" kakek ini tiba-tiba memindahkan busur
emasnya ke tangan kiri dan telapak tangan kanannya
menghantam atau menyambut serangan Omei-hud.
Laki-laki itulah yang melukainya tadi dan sambil
membentak iapun mengerahkan Hoa-kut-ciang.
Tangan Pengaahancur Tulang ini amat dahsyat apalagi
dilakukan dengan kemaraham meluap, ia dikejar-kejar
dan terjebak di situ. Maka ketika lawan terkejut di
papak pukulan yang ganas, hawa panas mendahului
dan tak mungkin gagang cambuk ditarik lagi maka jarijari kakek itu sudah bertemu senjata lawan dan tanpa
ampun lagi Hoa-kut-kang alias Tenaga Penghancur
Tulang menyambar sekaligus menyerang lewat batang
cambuk. "Cesss!" bagai ari mendidih masuklah pukulan
itu ke jari-jari lawan. Omei-hud terkejut oleh hawa
yang panas namun ia pun mengerahkan sinkang.
Dengan cepat laki-laki ini menolak dan mengerahkan
11 tenaganya, sedetik dua orang itu sama-sama
menegang dan kesempatan ini tak di sia-siakan Siang
Lun Mogal dari samping. Kakek yang biasa curang ini
mengayun tongkat keringnya, tepat ke tengkuk kakek
itu dan Sia-tiauw-eng-jin tertunduk. Tongkat
menghantam dengan kuat akan tetapi mental,
mengejutkan kakek gundul itu karena betapa kuat
lawan melindungi diri. Akan tetapi ketika ia tergelak
dan menghantamkan tongkatnya lagi, Sia-tiauw-engjin tak mungkin mengelak tiba-tiba Omei-hud
berteriak karena dengan cerdik dan tak kalah "licik"
kakek ini menyalurkan hantaman itu untuk
menghantam Omei-hud.
"Desss!" Omei-hud terlempar dan melontarkan
darah segar. Bukan main kagetnya laki-laki itu dan
tentu saja ia memaki-maki Siang Lun Mogal. Kakeg
gundul ini melengak namun tertawa lagi,
menghantamkan tongkatnya untuk ketiga kali di saat
lawan juga sedang terhuyung. Dan ketika Sia-tiauweng-jin menerima tak mungkin mengelak, kakek ini
roboh maka iapun melontakkan darah namun sa at itu
berkelebat bayangan putih mendorong Siang Lun
Mogal. "Cukup, kau tak boleh membunuhnya dan pergilah!"
12 Siang Lun Mogal terkejut, terdorong dan
berseru tertahan, la melihat munculnya seorang kakek
berpakaian serba putih yang sorot matanya lembut.
Kakek itu hanya mengibas namun ia hampir saja
terpelanting. Dan ketika kakek ini terkejut
membelalakkan mata, berkelebat bayangan lain lagi
maka Siauw-toh, pemuda itu membentak dan
menyerangnya.
"Kau mencelakai suhuku!"
Siang Lun Mogal semakin terkejut dan
mengelak. Pemuda itu membawa sebatang busur
yang berkilau-kilauan, besar setinggi orang dewasa.
Dan ketika ia ter henyak tak sempat berkedip, Omeihud bangkit duduk mendadak laki-laki itu berseru
sambil menuding.
"Busur Kumala!"
Siang Lun Mogal terbeliak. Tiba-tiba ia tertawa
bergelak ketika melihat temannya itu terhuyung.
Omei-hud hendak melompat namun ia mendahului,
membentak serta menyerang anak muda itu seraya
tongkat menghantam. Siauw-toh mengelak dan
menangkis akan tetapi tangan kiri kakek itu melepas
Ang-mo-kang, pemuda itu mengeluh. Dan ketika
cahaya gemerlap busur ini menerangi sekitar, kakek


Mencari Busur Kumala Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

13 itu berkelebat maka ia merampas dan telah
memperoleh busur ini.
"Ha-ha, sekarang ini milikku. Selamat tinggal,
Sia-tiauw-eng-jin, muridmu biarlah kuampuni!"
"Tunggu!" Omei-hud meloncat dan telah
bangkit menerjang. "Itu milik kita berdua, Mogal,
bukan milikmu sendiri. Tunggu dan ingat perjanjian
kita!"
"Ha-ha, sekarang milikku. Kau terluka Omeihud, jangan banyak tingkah. Mundur dan jangan kejar
aku dan biarkan aku sendiri... dess!" kakek itu
membalik dan melepas pukulannya dan lawannya
terbanting. Memang laki-laki itu terluka dan gampang
saja Siang Lun Mogal merobohkannya. Akan tetapi
ketika kakek itu turun gunung dan gemerlap Busur
Kumala membuat suasana terang-benderang
mendadak berkelebat bayangan-bayangan lain dan
tahu-tahu keluarga Liang-san mengha dangnya disusul
orang-orang kang-ouw di bawah.
"Siang Lun Mogal, di mana kedua ibuku. Berhenti!"
"Ugh!" kakek itu terkejut, namun tertawa dan
menuding. "Ibumu di sana, hu-jin, akan tetapi yang
satu masih dibawa temanku. Minggir dan biarkan aku
pergi dan ingat perjanjian kita di bawah!"
14 "Tunggu dan berhenti dulu!" Kiok Eng melayang
dan berjungkir balik mengejar kakek ini. "Kalau belum
kulihat dan ku-buktikan sendiri tak boleh kau lari, tua
gundul. Perjanjiannya harus diserahkan kembali baikbaik dan kau baru bebas!"
"Baik!" kakek itu tergelak, melayang dan
kembali ke tempat tadi. "Inilah ibumu, nyonya,
sekarang biarkan aku pergi atau kutuk nenek moyang
mu menimpamu dan jangan salahkan aku!" sesosok
tubuh dilemparkan kakek ini dan Ming Ming, wanita
Istana Kumala Putih 16 Pendekar Rajawali Sakti 62 Tuntutan Gagak Ireng Setan Cabul 2

Cari Blog Ini