Ceritasilat Novel Online

Mencari Busur Kumala 7

Mencari Busur Kumala Karya Batara Bagian 7


minta puteranya bercerita sewaktu masih di sana. Dan
Buci pun lalu bercerita, sang ibu mendengarkan baikbaik.
"Begitulah," sang anak akhirnya menutup.
"Berburu dan menunggang kuda adalah pekerjaanku
sehari-hari, ibu, juga melatih Jouw-sang-hui-teng itu.
Akan tetapi ketika kakek itu memaksa dan menyuruh
aku mempelajari ilmu silatnya maka aku-pun menolak,
berontak. Dan akhirnya aku minggat setelah ayah
Sabulai sendiri menuruti kakek itu!"
39 "Hm, untung sekali, syukur kau tak mempelajari
silatnya. Kakek ini memang jahat dan keji, puteraku,
juga ganas. Dulu muridnya Wi Tok sampai tertimpa
bencana."
"Siapa itu Wi Tok!"
"Putera sri baginda dari selir, akan tetapi
sekarang tewas dan kakek itu rupanya tertarik pada
mu. Hm, untung kau tak menjadi muridnya akan tetapi
bagaimana kau tiba-tiba berada di tempat suku
bangsa itu!"
"Aku tak tahu. Tentu ayah Sabulai dan ibu
Kayima tahu..."
"Hm, ayahmu adalah Tan Hong. Biar lain kali kita
selidiki ini, puteraku, pasti ada apa-apa di balik ini!"
Benar, pasti ada apa-apa. Dan... dan ayahku itu
ada di mana, ibu, kenapa tak kelihatan? Bukankah ia
pun menghuni Liang-san? Dan nenek May-may!" Buci
tiba-tiba teringat. "Siapa nenek ini dan betulkah dia
nenekku!"
Sang ibu tiba-tiba murung dan Buci heran
melihat dua titik air mata mendadak meluncur turun.
Begitu ditanya di mana sang ayah tiba-tiba ibunya ini
menangis. Dan ketika ia terkejut dan merasa heran
40 maka sang ibu tersedu dan menyambar serta
memeluk dirinya.
"Ayahmu, dia... ah, aku berdosa padanya, Kongji. Kami sering bertengkar hebat dan akhirnya ia
meninggalkan tempat ini. Aku setengah mengusirnya.
Dia... dia pria yang baik!"
Buci terkejut. Ibunya segera mengguguk dan
tangis itupun begitu kuat, kedua pundak ibunya
berguncang-guncang. Dan ketika ia berdebar namun
membiarkan saja, ibunya meremas dan mencium
wajahnya berulang-ulang akhirnya tangis itupun
terhenti tinggal sedu-sedan biasa. Buci terbelalak dan
memandang ibunya penuh
"Kau ingin tahu tentang ayahmu, bukan? Dan
kau tentu ingin tahu pula siapa nenek May-may ini?"
"Ya, dan... dan dua wanita tadi. Kenapa ibu
bermusuhan dengan mereka padahal ibu menyebut
nya bibi Ming dan adik Beng Li!"
"Hmmm...!" Kiok Eng menarik napas panjangpanjang. "Peristiwanya lama dan terjadi secara tak
sengaja, Kong-ji, yakni ketika kau baru lahir."
Anak ini berdebar, tiba-tiba merasa tegang.
41 "Bibi Ming adalah ibu tiriku juga sementara
Beng Li adalah adikku satu ayah." Sang ibu
melanjutkan dan Buci mendengarkan penuh
perhatian, begitu serius. Dun ketika ibunya menarik
napas panjang lagi dan mulai bercerita maka Buci
hampir tak mengangkat kakinya dari tempat itu.
"Peristiwa ini dimulai ketika kau lahir. Akan tetapi
ketika tepat bersama itu datanglah mereka maka
kejadian tak diduga membuat ekornya berlarut-larut
dan tanpa sengaja aku membunuh anak di rahim Beng
Li!" Buci pucat, melihat ibunya mengusap air mata
dan tubuh ibunya tiba-tiba tampak menggigil. Sang ibu
berhenti dan anak ini mendengarkan tanpa
memotong, ia benar-benar tertarik. Dan ketika iapun
tidak bertanya sementara sang ibu terisak tertahan
maka ibunya melanjutkan lagi ceritanya itu.
"Awalnya bermula dari kesalahpahaman Beng
Li. Ia... ia mengira ibunya disakiti."
"Hm, siapa yang menyakiti, ibu? Apakah yang
ibu maksud adalah bibi Ming itu?"
"Kau harus menyebutnya nenek, bukan bibi.
Sedangkan Beng Li adikku itu harus kausebut bibi!"
42 "Ya-ya, apakah bibi Beng Li mengira ibunya
disakiti, siapa yang menyakiti!"
"Yang menyakiti adalah ayahku, kakekmu. Akan
tetapi karena kakekmu tak melakukan apa-apa dan
Beng Li hanya salah paham maka bermula dari itulah
semua kejadian berasal."
"Kakekku? Siapa kakekku, ibu? Dia itukah
ayahmu?"
"Benar, ayahku adalah kakekmu. Bibimu Beng Li
mengira ayahku menyakiti ibunya, ia marah-marah
kemudian datang ke sini..."
"Nanti dulu, tadi ibu menyebut bibi Beng Li adik
satu ayah. Kalau begitu apakah kakekku beristeri
dua?"
"Hm, tidak dua, Kong-ji, melainkan tiga."
"Tiga? Mata keranjang sekali. Aku teringat Raja
Sabulai yang isterinya banyak! Apakah dia juga
seorang raja!"
Kiok Eng semburat merah, sejenak tertampar.
Akan tetapi menggeleng dan menarik napas ia berkata
bahwa ayahnya bukanlah raja. "Kakekmu bukanlah
raja, akan tetapi pangeran..."
43 "He, sama dengan calon guruku itu. Paman Fang
juga pangeran!"
"Hm, sebaiknya tak usah bicara ini," sang ibu
mengelak, salah-salah bisa ketahuan. "Yang perlu
kaudengarkan adalah sebab mula permusuhan ibu,
puteraku, kenapa bibimu Beng Li memusuhi habishabisan dan tadi menghendaki kau dibunuh."
"Benar, ia kejam. Tadi aku hendak dibunuhnya!"
Kiok Eng mengerutkan kening. Tiba-tiba
puteranya ini gemar memotong dan membuat ia
jengkel. Maka menegur agar tak banyak dipotong,
Buci mengangguk maka anak itu sadar bahwa ia harus
mendengarkan saja, sang ibu belum selesai bercerita.
"Maaf, aku lupa. Aku tertarik, ibu, akan tetapi
juga penasaran. Baiklah nanti kuajukan pertanyaan
kenapa aku penasaran!"
Sang ibu mengerutkan kening akan tetapi
melanjutkan ceritanya lagi. Peristiwa di Bukit Angsa
dimulai sampai akhirnya ke Liang-san, betapa berkat
kesalahpahaman itu Beng Li marah-marah kepada
ibunya, nenek kandung Buci. Dan ketika Buci tertegun
namun mendengarkan penuh perhatian, anak ini
berdebar dan tak memotong lagi akhirnya tibalah
44 pada peristiwa puncak itu, betapa ibunya menendang
perut Beng Li yang waktu itu hamil muda.
"Aku murah sekali karena nenek kandungmu
diserang dan dimaki-maki bibimu. Dan ketika aku
membentak namun ia tetap gila, kutendang perutnya
maka tewaslah bayi di kandungannya itu. Aku tak
tahu!"
Buci berseru tertahan, sang ibu berhenti dan
mengusap air matanya. Memang pada bagian ini
tampak betapa ibunya menyesal sekali, sang ibu
terisak-isak. Akan tetapi karena itu dilakukan tanpa
sengaja, artinya tak tahu bahwa waktu itu bibi Beng Li
hamil maka Buci mencekal lengan ibunya erat-erat.
Anak ini seakan hendak membela dan berkata bahwa
ibunya tak bersalah.
"Aku... aku menyesal. Akan tetapi itulah awal
petaka permusuhan itu, Kong ji. Itulah sebabnya
bibimu Beng Li memusuhi aku. Dan ini ditambah lagi
dengan hilangnya nenek May-may!"
"Benar, sekarang aku ingin bertanya. Siapa
nenek ini dan kenapa begitu banyak nenek yang
kudengar, ibu. Bukankah nenekku seharusnya satu
orang saja, bagaimana begitu banyak nenek!"
45 "Ia adalah guruku, sekaligus guru bibi Ming.
Akan tetapi karena sebelum aku menjadi muridnya
maka bibi Ming itulah muridnya maka nenek itu
sebetulnya nenek guru bagimu, bukan nenek
kandung!"
"Dan nenek kandungku, masih hidupkah dia,
ibu? Siapa namanya dan di mana pula?"
"Dia bernama Ceng Ceng, hidup namun kini
entah ke mana. Sebab sejak peristiwa itu maka
pecahlah bentrokan keluarga di antara ibuku dan ibu
Ming."
"Jadi nenekku masih hidup? Dan kakek?"
"Ia... ia juga masih hidup, Kong-ji, akan tetapi
tak ada di sini."
Buci berdebar, tiba-tiba rasa ingin tahunya tak
dapat ditahan lagi. Dan ketika ia mendesak di
manakah kakeknya itu, juga sang ayah maka ibunya
mengangkat mukanya memeluk dirinya, terisak-isak.
"Kakekmu... kakekmu adalah orang luar biasa.
Ia berkepandaian tinggi dan tak dapat diikuti jejaknya,
puteraku, sedang ayahmu... ah, harus dicari!"
46 "Bagus, kalau begitu giliran ayah. Keturunan
siapakah ayahku ini dan bagaimana berpisah dengan
ibu!"
Kiok Eng terkejut, merasakan sesuatu yang
aneh. Ia mendorong puteranya mengamati dengan
heran karena tiba-tiba dilihatnya sepasang mata
puteranya itu berkedip-kedip aneh. Ia tertegun dan
mengerutkan kening. Akan tetapi ketika Buci
menunduk dan menyusupkan kepala di dada ibunya,
sadar bahwa sesuatu diamati ibunya maka ia
mendesah bahwa ia penasaran ingin tahu siapa
ayahnya itu, tidak lebih.
"Ayahmu adalah keturunan orang gagah, akan
tetapi kalau ia meninggalkan ibu maka ini adalah
salahku. Aku terlalu keras, dan ia begitu lemah lembut.
Ah, semua ini salahku, Kong-ji. Kalau saja aku tak
merasa kehilangan dan belum menemukan dirimu
maka seumur hidup tak mau aku bertemu ayahmu!"
"Kenapa ibu sekeras itu? Dan bagaimana cerita
nenek May?"
"Hm, nenek ini lenyap dan kutuduh menculik
mu, puteraku. Waktu itu kulihat bayangannya dan
kukejar. Aku dan ayahmu mencari akan tetapi ia
menghilang'"
47 "Coba ibu ceritakan ini, bagaimana mula-mula."
"Waktu itu kau hilang, aku dan ayahmu
mencari. Dan karena nenek inilah yang kulihat
bayangannya, aku begitu yakin maka ia kukejar akan
tetapi ayahmu ragu. Pengejaran menjadi setengah
hati!"
"Nanti dulu, kenapa nenek itu menculikku."
"Eh, bukankah ada hubungannya dengan
bibimu Beng Li? Beng Li adalah cucu muridnya
langsung, Kong-ji. Nenek May marah karena aku
membunuh bayi itu. Dan karena ia lebih dekat dengan
keluarga bibi Ming daripada aku maka tak heran kalau
ia membela dan berusaha membalas sakit hati. Ia ingin
menculik dan membunuhmu agar sakit hati Beng Li
impas!"
"Hm, begitu kiranya," anak ini mengangguk.
"Kalau begitu aku mengerti, ibu, teruskan."
"Aku tak menemukan nenek ini karena ayahmu
yang masih ragu. Dan karena pengejaran menjadi tak
menentu dan sia-sia maka akhirnya kutumpahkan
kemarahan kepada ayahmu!"
"Ibu bertengkar hebat?"
48 "Ya, bahkan bertempur. Akan tetapi ayahmu
mengalah dan akhirnya meninggalkan Liang-san!"
Buci mengangguk-angguk. Ia telah melihat
bahwa ibunya ini seorang wanita yang keras hati dan
keras kemauan. Tak heran kalau sampai bertempur.
Akan tetapi terharu betapa ayahnya seorang yang
lemah lembut, timbullah iba dan rasa kasih maka ia
bergumam dan menyesalkan kenapa ibunya sekeras
itu. "Seharusnya ibu tak boleh berkelahi, di suku
bangsa Mongol tak ada wanita berani terhadap suami
nya."
Kiok Eng merah, semburat tertampar. Akan
tetapi karena suara puteranya bernada penyesalan
bukannya menyalahkan, ia menarik napas dalam
menggigit bibir segera ia berkata bahwa hal itu tak
perlu dibicarakan lagi.
"Kau sudah datang, dan kehadiranmu adalah
segala-galanya. Kini ayahmu harus dicari, Kong-ji, tapi
apa nasihat sahabat barumu itu kepadamu."
"Hm, ia menyuruhku belajar kepandaian," anak
ini tiba-tiba berseri. "Aku mengangkatnya guru akan
tetapi ditolak, ibu. Sebelum menemukan kau atau
ayah tak boleh menjadi muridnya."
49 "Begitukah?" sang
bagaimana sikapmu?"
ibu tersenyum.
"Lalu


Mencari Busur Kumala Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mula-mula keberatan, akan tetapi setelah
bertemu dan tahu siapa ibuku tentu saja menjadi
girang. Dan tak kusangka bahwa Tan Hong adalah
ayahku pula, aneh paman Fang itu!"
"Hush, jangan sebut paman, la orang besar,
Kong-ji, seorang pangeran. Kalau begitu belajarlah
ilmu silat di bawah bimbingan ibu lalu menjadi
muridnya!"
"Tidak, kalau belum menemukan ayah. Aku
harus menepati janji, ibu, tak bisa begitu saja. Justeru
sekarang aku bersemangat bahwa orang-orang yang
kucari adalah ayah ibuku sendiri!"
Sang ibu tertawa, menyambar dan menciumi
puteranya ini. Lalu ketika Buci tertawa dan
mendorong ibunya pula maka ia bertanya bagaimana
dengan luka di be lakang ibunya itu.
"Sembuh, sudah sembuh. Begitu jumpa kau
maka tak kurasakan lagi sakitku, Kong-ji.
Kebahagiaanku lebih besar daripada sakit itu. Marilah,
turun gunung dan cari ayahmu. Kita belajar sambil
jalan!"
50 "Tunggu, bagaimana dengan kakek itu."
"Kakek siapa?"
"Si gundul itu, ibu, Siang Lun Mogal. Apakah ibu
mampu mengalahkannya dan tak takut berhadapan
dengannya!"
Sang ibu tertegun, akan tetapi bertolak
pinggang. Lalu mengedikkan kepala berkata gagah
maka ia berseru bahwa ia tak perlu takut terhadap
segala macam kakek siluman. "Memang ia
berkepandaian tinggi, akan tetapi tak ada kamus takut
di hati ibumu. Kalau ia datang maka ia kulawan, putera
ku, siapa takut!"
"Akan tetapi ibu dapat mengalahkannya?"
"Ini..." sang ibu ragu. "Dulu tak pernah menang,
Kong-ji, akan tetapi sekarang tak tahulah. Paling tidak
dengan bertanding mati-matian kakek keparat itu tak
mudah merobohkan aku!"
"Kalau begitu kalah tinggi dengannya, ibu masih
ragu!"
"Hm, dulu memang begitu, akan tetapi
sekarang belum tentu. Ia bertambah tua dan lemah,
Kong-ji, sementara ibu belajar dan terus meningkat
51 kan kepandaian. Sudahlah tak perlu takut karena tak
mudah ia mengalahkan ibu!"
"Aku tidak takut, hanya tak mau dibawa pulang
ke Mongol. Bagaimana kalau misalnya ayah dan ibu
menghadapi kakek itu berbareng!"
"Maju mengeroyok? Tak mungkin ia menang.
Ayahmu lebih tinggi daripada aku, Kong-ji, pasti ia
roboh!"
"Kalau dibanding paman Fang?"
"Hush, jangan sebut paman!"
"Ya-ya, kalau dibanding pangeran itu mana
lebih tinggi antara ayah dan dia, ibu. Mampukah ayah
mengusir kakek itu hanya dengan mengulapkan
lengannya saja."
"Kau selalu membanding-bandingkan, apa
maksudmu!"
"Aku terlampau kagum, heran dan takjub. la
begitu tinggi dan hebat sekali, ibu. Mampukah kalian
berdua misalnya mengalahkan laki-laki ini!"
Kiok Eng mengerutkan kening, terkejut, tak
menyangka puteranya mengejar dan mencari tahu
siapa lebih hebat antara dirinya dengan "sahabat"
52 puteranya itu. Akan tetapi karena semua ini didorong
rasa kagum dan takjub yang kuat, diam-diam geli dan
tertawa maka ia berkata bahwa dikeroyok duapun
laki-laki itu masih lebih lihai.
"Sudah kukatakan bahwa ia adalah jago di
kolong langit ini. Biarpun berdua ddhgan ayahmu tak
mungkin kami menang, Kong-ji, ia tak sekedar lihai
ikan tetapi sakti. Dan orang sakti tak mungkin kami
lawan!"
"Bagaimana dengan mendiang Dewa Mata
Keranjang."
"Eh, kau tahu itu?"
"Ya, dan... ehh!" Buci tiba-tiba pucat, mukanya
berubah. Dan ketika ia terbelalak dan mengagetkan
ibunya maka anak ini tiba-tiba terhuyung dan roboh,
berseru, "Celaka, kalau begitu kakekku adalah Dewa
Mata Keranjang, ibu. Bukankah ayah adalah
keturunan Dewa Mata Keranjang!"
Kiok Eng terkesiap, mukanya berubah. Ia
melihat puteranya menggigil karena saat itu teringat
lah anak ini akan pembicaraan dengan paman Fang
itu. Terngiang oleh Buci betapa Tan Hong adalah
putera Dewa Mata Keranjang. Dan karena ia putera
ayahnya berarti cucu kakek itu, ia cucu Dewa Mata
53 Keranjang maka anak ini tergetar pucat dan
berdentang hebat. Padahal ia telah memaki dan
bersikap keras kepada Dewa Mati Keranjang, yang
ternyata kakeknya sendiri!
"Kau... apa yang kaurasakan. Kenapa tiba-tiba
kau begini berubah, puteraku, dari siapa kau tahu dan
kenapa kau ini. Bangunlah, jangan mengejutkan ibu!"
"Aku... aku cucunya, ibu? Jadi kakek itu adalah
kakekku?"
"Benar, akan tetapi ia telah meninggal. Orang
meninggal tak usah diingat sepak terjangnya lagi.
Kakekmu yaitu ayah dari ibumu sebagai pengganti.
Inilah kakekmu sekarang. Bangkit dan katakan kenapa
kau seperti ini!" Kiok Eng mengangkat puteranya dan
kaget serta berdebar, juga tidak enak. Puteranya tibatiba bersikap begini aneh dan ada apa! Maka ketika ia
bertanya dan Buci masih terbengong-bengong, antara
kaget dan kecewa maka pertanyaannya tiba-tiba
menyentakkan ibunya itu.
"Ibu, apakah ayah juga mata keranjang? Tidak
kah ia seperti ayahnya?"
"Hm, kalau ia seperti ayahnya tak mungkin ibu
sudi. Ayahmu lain dengan kakekmu, Kong-ji, ia pria
sejati!"
54 "Jadi... jadi ayah hanya beristerikan ibu? Ia tidak
memiliki isteri lain?"
"Tidak, kenapa kautanyakan ini. Ia suami baikbaik dan bangunlah, ibu bisa pusing!"
"Akan tetapi ibu bisa menjamin?"
"Apa maksudmu?"
"Menjamin bagaimana?"
sang ibu tertegun. "Bahwa ia tak akan seperti kakek, bersikap mata
keranjang!"
"Huh, kalau ia mata keranjang bakal bertanding
mati hidup dengan ibumu. Tidak, ia benar pria baikbaik. Ibu berani jamin tak mungkin ayahmu main gila!"
"Akan tetapi ayah sudah meninggalkan ibu
sekian lama, dan ibu selalu memusuhinya pula. Masih
kah ibu berani menjamin?"
"Keparat!" Kiok Eng marah juga. "Kalau ayahmu
beristeri lagi maka kubunuh dia dan isterinya itu,
Kong-ji. Aku bersumpah!"
"Akan tetapi ayah lebih tinggi daripada ibu!"
"Ia tak akan mudah mengalahkan aku begitu
saja. Keparat, kenapa kau bertanya-tanya seperti ini?
Apa maksudmu?"
55 "Aku teringat kehidupan ayah Sabulai dan isteriisterinya," Buci mendadak menangis. "Setiap hari tak
pernah tenang, ibu, terutama di antara anak-anak
mereka, keturunan ayahku itu. Persaingan dan iri hati
selalu ada, hanya karena Sabulai adalah raja maka
para isterinya tak berani ribut di depan. Sedangkan
ayah, ia bukan raja!"
"Hm!" Kiok Eng tergetar juga, mengakui itu. Ia
melihat hal ini di antara ketiga isteri ayahnya, dulu
sering cekcok! Akan tetapi karena ia tak suka
mendengarkan itu dan Tan Hong bukanlah suami mata
keranjang, ia yakin itu maka ia berkata bahwa
puteranya tak usah khawatir.
"Ayahmu lebih banyak mewarisi watak ibunya,
lembut dan penyayang. Kau tak perlu takut atau
khawatir, Kong-ji, percayalah kepada ibu dan ayahmu
tak mungkin beristeri lagi!"
"Baiklah, mudah-mudahan begitu. Sekarang
apa yang hendak ibu lakukan dan benarkah lukamu
sudah sembuh."
"Sudah, tak perlu cemas. Sekarang yang ingin
kulakukan adalah tentu saja mencari ayahmu, Kong-ji,
mari turun gunung dan kita mulai!"
"Dan belajar silat pula..."
56 "Ya, sambil berjalan. Mari kita pergi dan betapa
girang ayahmu kalau ia tahu dirimu masih hidup!"
Buci mengangguk dan iapun disambar ibunya.
Seteluh cukup berbincang-bincang dan memulihkan
tenaganya maka wanita ini pun turun gunung. Ia
berkelebat dan mengerahkan ilmu lari cepatnya itu.
Dan ketika Buci merasa kagum namun ingin
berendeng, Jouw-sang-hui-tengnya ingin diadu
dengan ilmu meringankan tubuh ibunya maka sang ibu
tertawa dan mengabulkan, melepas dan bergerak
seperti terbang akan tetapi terkejut puteranya
mampu mengikuti. Buci menyambar dan berjajar
dengan ibunya ini. Lalu ketika sang ibu tancap gas
namun dikejar pula, barulah setelah mengeluarkan
seluruh ilmu lari cepatnya anak itu sedikit tertinggal
maka wanita ini benar-benar percaya bahwa dalam
hal ginkang puteranya benar-benar luar biasa. Tak
aneh kalau Siang Lun Mogal harus berjuang matimatian menangkap anaknya ini!
"Hi-hik, hebat, mengagumkan. Ginkangmu luar
biasa sekali, Kong-ji, ibu percaya kalau kakek gundul
itu harus bekerja keras mengejarmu. Ayo, mulai ikuti
gerakan-gerakan ibu dan inilah Sin-bian-ginkang
(Ginkang Kapas Sakti)!" wanita itu terbang tak
menginjak tanah lagi dan Buci benar-benar kagum.
57 Tubuh ibunya meluncur bagai segumpal kapas ringan
dan ia harus mati-matian mengejar, betapapun ibunya
lebih matang. Dan ketika dalam perjalanan ini ibunya
mulai memberi petunjuk-petunjuk, juga dasar atau
pelajaran ilmu-ilmu silat maka Buci girang bukan main
dan terlupalah sudah segala hal-hal yang memberat
kan batin. Ia begitu gembira saling kejar dengan
ibunya mencari ayah mereka Tan Hong, tak tahu
sepasang mata memperhatikan mereka di bawah
gunung. Mata Siang Lun Mogal! Dan ketika mereka
lenyap dan mata itupun ikut bergerak, ibu dan anak
tak tahu bahaya maka kakek ini berseri-seri sambil
mengepal tinju!
(Bersambung jilid XII.)
58 COVER 1 =0= "MENCARI BUSUR KUMALA" =0=
Karya : Batara
Jilid XII *** MARILAH kita tinggalkan dulu ibu dan anak
untuk mengetahui atau melihat apa yang sebenarnya
terjadi pada keluarga Liang-san ini, bagaimana Tan
Hong meninggalkan isterinya dan betapa pendekar itu
tertekan berat oleh peristiwa puteranya yang hilang,
juga sepak terjang atau sikap Kiok Eng yang keras.
Sikap yang hampir saja membuat rumah tangga itu
pecah berantakan!
Waktu itu seperti diketahui suami isteri muda
ini gagal mencari nenek May-may. Kiok Eng marahmarah dan memaki suaminya yang masih ragu-ragu.
Dan ketika akhirnya mereka benar-benar kehilangan
jejak karena saat itu nenek ini telah mengikuti Siang
Lun Mogal, jauh di pedalaman bangsa Mongol maka
wanita ini berhenti dan tersedu-sedu di kaki gunung.
3 "Keparat, jahanam terkutuk. Sekarang kita
kehilangan jejak, Hong-ko (kanda Hong), tak tahu lagi
ke mana mencari. Kalau saja kau tak bersikap ayalayalan dan ragu mengejar tentu nenek itu kutangkap.
Apa yang harus kita lakukan dan bagaimana dengan
anak kita!"
Tan Hong menarik napas dalam seraya
mengerutkan kening dengan muka muram. Ia sendiri
masih sangsi benarkah nenek itu menculik puteranya.
Ia tak melihat sendiri dan karena itu selalu menyata
kan ragu. Akan tetapi maklum isterinya marah-marah
dan satu-satunya jalan hanya mengikuti dan mengiya
kan kata-ka tanya maka ia tak menjawab selain
mendekati dan menghibur isterinya ini.
"Aku tak tahu lagi apa yang harus kita lakukan.
Semua penjuru sudah kita tempuh, Eng-moi, akan
tetapi anak kita Cit Kong tak ketemu juga. Terserah
apa yang hendak kaulakukan dan aku mengikut saja."
"Kau tak mau berpikir sedikit juga? Kau hendak
menyerahkan segala-galanya kepadaku?"
"Eh, bukan begitu," pemuda ini terkejut. "Aku
hanya khawatir salah dan tak berkenan di hatimu. Biar
kau saja yang memutuskan dan aku tinggal ikut!"
4 "Bagus!" akan tetapi Kiok Eng tiba-tiba gusar,


Mencari Busur Kumala Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bangkit dan berapi. "Kau sebagai laki-laki ternyata tak
memiliki tanggung jawab, Hong-ko, enak saja
menyerahkan semuanya kepada perempuan. Kalau
begini caramu lebih baik tak usah punya suami!"
"Eng-moi!"
Akan tetapi wanita itu membalik dan meloncat
pergi. Tan Hong jadi terkejut dan pucat bahwa katakatanya berakibat buruk. Ia sama sekali tak
bermaksud begitu akan tetapi sang isteri marah besar.
Ia dianggap tak bertanggung jawab, celaka. Maka
berkelebat dan mengejar isterinya, Kiok Eng menangis
maka pemuda itu berjungkir balik meredakan gugup.
"Tunggu, jangan salah paham. Aku tak
bermaksud menyerahkan segala-galanya kecuali
menjaga kekeliruan semata. Kalau sikapku salah
baiklah bagaimana jika kita ke ibu!"
Kiok Eng berhenti, pemuda itu menyambar dan
menahan pundaknya. Dan ketika ia terbelalak dan
hilang sebagian marahnya, kata-kata ini menghibur
maka pemuda itu sudah memeluk dirinya dan berkata
lagi, kini lebih membujuk, halus namun bernada tegas.
Kiok Eng memang suka kepada pria yang tegas
daripada sekedar mengekor padanya.
5 "Kita kembali dan lapor ke ibu. Kita dapat minta
bantuannya pula, Eng-moi, paling tidak berupa
petunjuk. Marilah kita pulang dan minta nasihat
padanya, syukur kalau ayahmu ada!"
Wanita ini tersedu. Ia membalas dan menubruk
suaminya itu pula dan Tan Hong bernapas lega.
Kemarahan isterinya dapat diredakan. Maka ketika ia
berkata lagi bahwa sebaiknya orang-orang tua diberi
tahu, mereka dapat dimintai bantuan dan tentu lebih
berhasil maka Kiok Eng menurut saja ketika suaminya
mengajaknya pulang.
Mien Nio, sang ibu mertua menarik napas
dalam. Wanita ini terkejut dan gelisah akan tetapi tak
menunjukkan sikap berlebih. Kepada dua anak muda
itu ia berkata sebaiknya mencari dan menemukan
Fang Fang, dia sendiri akan membantu dan mencari
nenek May-may, turun gunung. Dan ketika wanita itu
tak menunda waktu lagi dan segera melakukan
pencarian, diam-diam ragu dan juga tak percaya
bahwa May-may lah penculiknya maka Tan Hong
kembali berdua dan melihat isterinya mengepal tinju.
Wajah wanita ini semakin keras dan berkesan tak
sabar. 6 "Akan kubunuh nenek itu kalau ia berani
mengganggu Cit Kong. Hm, sebaiknya kita berpisah
saja, Hong-ko, kau ke timur aku ke barat. Kita samasama mencari ayah sekalian nenek itu. Aku tak akan
berhenti sebelum kutemukan anakku!"
"Eh, kenapa begitu? Ibu sudah membantu, Engmoi, kita tetap bersama-sama saja. Aku tak setuju
jalan sendiri-sendiri."
"Tidak, kita harus berpisah. Dengan membagi
tugas maka pencarian lebih berhasil, Hong-ko, aku
ingin segera menemu kan Cit Kong atau seumur hidup
tak usah kembali saja!"
"Eng-moi!"
Akan tetapi Kiok Eng benar-benar mengeras. Ia
menggeleng dan berkata sekali lagi bahwa demi anak
mereka harus sendiri-sendiri. Pencarian secara
terpencar tentu lebih berhasil daripada searah saja.
Dan ketika Tan Hong menjadi pucat betapa isterinya
tak dapat ditekuk, mengeluh dan membelalakkan
mata maka isterinya itu berkelebat dan turun gunung.
Ia sama sekali tak diperdulikan dan cinta anak begitu
besar melebihi cinta suami.
7 "Tak ada lagi yang perlu dibicarakan. Kita
berpisah menjalankan tugas masing-masing, Hong-ko,
cari sampai dapat atau aku tak ingin menemuimu!"
Pemuda itu gemetar. Ia tak ingin meninggalkan
isterinya karena beberapa sebab. Pertama karena ia
tak ingin isterinya menjadi ganas dan ringan tangan. Ia
tahu benar siapa isterinya ini, wanita yang dapat
menjadi kejam dan telengas kalau mengamuk. Dan
karena iapun masih sangsi benarkah nenek May-may
penculiknya, ia harus berhati-hati dan menjaga baik
hubungan antar keluarga maka ia tak ingin isterinya
sendirian dan kelak kesalahan tangan!
Sudah cukup peristiwa pengguguran itu, tak
boleh ada korban lagi. Maka ketika ia berkelebat dan
diam-diam menyusul isterinya, mulailah pemuda ini
membayangi dan bergerak dari jauh maka Tan Hong
melihat betapa isterinya sering menangis dan
gangguan di jalan mulai datang.
Kiok Eng adalah wanita yang masih muda dan
cantik menawan. Sebagai ibu satu anak yang berusia
dua puluh dua tahun maka ia justeru menjadi wanita
matang yang penuh daya tarik. Pinggulnya padat berisi
sementara pinggangnya ramping menggairahkan.
Pundaknya putih halus dan lehernya seperti leher
8 angsa, panjang berkulit lembut. Maka ketika ia
membuat mata banyak lelaki melotot penuh kagum,
tak digubris maka suatu hari wanita ini beristirahat di
sebuah hutan dan hampir saja mandi melepas gerah
ketika tiba-tiba saja belasan lelaki kasar berlompatan
dan mengepungnya.
"Heh-heh, silakan mandi kalau mau mandi.
Tempat ini aman, nona, kami menjagamu dan jangan
khawatir diganggu orang. Mandilah, aku Tiauw Jit
Pang pemilik hutan ini. Kau boleh mandi dan kami
akan menonton!"
Kiok Eng kaget dan berubah ketika tiba-tiba saja
tak kurang dari duapuluh orang mengelilinginya. Ia
baru saja masuk hutan itu menghentikan tangis.
Dalam perjalanan lebih banyak merenung dan tak
melihat kiri kanan, itulah sebabnya tak melihat pula
orang-orang kasar ini ketika mereka melihatnya dari
balik persembunyian. Maka ketika ia siap melepas
baju sementara orang-orang ini muncul tertawa-tawa,
air jernih di depannya itu tak menarik perhatiannya
lagi maka wanita ini membalik dan kemarahannya di
balik senyum mengejek itu tak ditangkap orang-orang
bodoh ini.
9 "Kalian siapakah berani main-main denganku.
Aku tak ingin mandi, hanya cuci muka. Pergilah kalau
tak ingin kuhajar."
Tiauw Jit Pang, laki-laki pendek kekar tertawa.
Dialah pimpinan orang-orang kasar ini dan sesungguh
nya mereka adalah sekumpulan perampok yang
menghuni hutan itu. Maka mendengar kata-kata Kiok
Eng dan betapa wanita itu balik mengancamnya, tentu
saja ia tak takut dan merasa geli maka ia melompat
dan tahu-tahu sudah setombak saja di depan wanita
ini. Laki-laki ini semakin kagum dan bergairah betapa
wanita cantik berkulit putih bersih ini semakin
menyilaukan saja di depan matanya.
"Heh-heh, lucu dan menggelikan. Kami adalah
sekelompok pendekar yang menamakan diri Harimau
Emas, nona, penghuni hutan ini dan penarik pajak bagi
sia pa saja yang lewat. Aku jelek-jelek murid Bu-tongpai pula, siapa takut pada gertakan nona manis begini?
Ah, aku hanya ingin menjagamu, tak bermaksud
mengganggu. Kalau kawan-kawanku ini membuat risih
biar kuusir mereka. He, kalian!" serunya membalik
pada kawan-ka wannya. "Pergi dan jauhi nona ini.
Biarkan kami berdua!"
10 Belasan laki-laki itu tertawa. Mereka bersuit
dan bersorak riuh diusir pimpinannya, ada yang malah
mendekat dan coba-coba menampang, berdiri seperti
layaknya ayam jago mengibas-ngibaskan bulu. Akan
tetapi ketika pimpinannya menghardik dan menampar
mereka, jatuh terpelanting barulah orang-orang itu
terkejut sementara Kiok Eng tersenyum lebar, senyum
yang ditangkap salah dan dikira menerima si pendek
kekar ini, yang semakin sok dan gagah-gagahan.
"Kalian keluar dan tinggalkan tempat ini. He,
dengar dan patuhi perintahku, kawan-kawan. Nona ini
risih terhadap kalian dan ingin berdua saja denganku.
Per-gi!"
Orang-orang itu menggerutu. Tadinya mereka
berharap bahwa si cantik jelita yang terkepung ini buat
semuanya. Mereka sudah mengeluarkan air liur dan
nafsu kotor mengganggu pula. Siapa tak akan tertarik
dan bergairah melihat wanita sedenok itu. Akan tetapi
begitu diusir dan pimpinan tampak bersungguhsungguh, menyingkirlah mereka maka tinggallah sang
pimpinan bersama Kiok Eng yang ayu ini, wanita yang
sesungguhnya semakin marah dan buku-buku jarinya
ditekuk memperdengarkan derit-derit kecil tanda siap
melancarkan maut.
11 "Nah, teman-temanku sudah pergi," lelaki itu
tertawa. "Silakan cuci muka kalau ingin cuci muka,
nona, atau mandi sekalian kalau ingin mandi. Aku
menjagamu dan tanggung aman!"
"Hm," senyum Kiok Eng kian melebar, tiba-tiba
balas mendekati lelaki ini. "Kau menyebutkan diri
sebagai murid Bu-tong-pai? Kalau begitu kau kenal
Hoat-Su To-tiang?"
"Tentu saja," laki-laki itu girang. "Ia bekas guru
ku, nona, ia ketua Bu-tong-pai. Kau rupanya kenal dan
kalau begitu kita berdua sahabat. Mari, siapa kau dan
hendak ke mana. Kalau tak jadi cuci muka mari
beristirahat di gubuk itu. Enak!"
Kiok Eng tertawa dan tiba-tiba tawanya ini
membuat lawan kaget. Si pendek kekar yang
menuding gubuk di dekat sungai kecil itu mendadak
kehilangan lawannya. Kiok Eng berkelebat begitu
cepatnya dan tahu-tahu kelima jarinya sudah
mendarat di pelipis lawan. Begitu lawan menyebut
Hoat-Su Totiang sebagai "bekas guru" maklumlah
wanita ini bahwa laki-laki di depannya ini adalah murid
murtad. Tak ada murid baik-baik dari Bu-tong-pai yang
ceriwisan mengganggu wanita. Maka begitu ia
berkelebat dan lenyap mempergunakan Sin-bian12
ginkangnya (Ginkang Kapas Sakti) maka si pendek
kekar yang memang murid murtad Bu-tong-pai itu
menjerit dan mengaduh serta tercebur ke sungai.
"Plak-byurrr!"
Teriakan dan jerit kaget ini membuat yang lainlain bermunculan. Sebagian di antara mereka ada yang
bersembunyi di celah-celah dedaunan mengintai.
Mereka ini terkejut ketika tahu-tahu wanita cantik itu
menghilang. Mereka yang menonton ternyata tak
mampu pula mengikuti bayangan Kiok Eng. Akan
tetapi begitu pimpinan menjerit dan tercebur masuk
sungai, gegerlah orang-orang itu maka si pendek kekar
yang marah ini keluar megap-megap. Ia tak tahu siapa
yang menyerang akan tetapi pastilah wanita itu, siapa
lagi. "Jahanam, keparat terkutuk! Kau... kau berani
memukulku? Kau menyerangku? Ah, kuntilanak
betina, kuberangus kau nanti, kutelanjangi dan
kuhukum! Kawan-kawan, robohkan dan tangkap dia
itu. Tangkap hidup-hidup!" laki-laki ini basah kuyup
dan ia memaki serta menuding-nuding dengan
gemetar. Ia begitu marah dan kaget hingga tak segera
keluar. Ia masih berdiri dan menunjuk-nunjuk, sikap
yang membuat Kiok Eng geli. Akan tetapi begitu ia
13 ditunjuk dan belasan laki-laki ini memang ingin
menangkap dan menjamahnya, mereka sudah
memendam nafsu kotor maka teriakan dan riuh gaduh
disusul tubrukan orang-orang itu ke arah Kiok Eng,
mereka masih mempergunakan kaki tangan untuk
meringkus dan menjamah. Siapapun ingin meremas
dan merasakan tubuh halus lunak wanita menggairah
kan ini. Akan tetapi Kiok Eng lenyap untuk kedua
kalinya. Begitu ditubruk dan orang-orang ini seakan
sekumpulan srigala menubruk seekor kelinci gemuk
maka wanita itu mempergunakan ilmu meringankan
tubuhnya berkelebat ke atas. Ia begitu tinggi di atas
mereka hingga lawan berteriak sendiri, cengkeraman
dan tubrukan luput. Akan tetapi begitu wanita itu
melayang turun dan saat itulah sang pimpinan
berteriak memberi tahu, terlambat maka belasan
orang ini terlempar ketika dagu atau rahang mereka
dicium ujung sepatu Kiok Eng. Wanita ini memperguna
kan sepasang sepatu berujung runcing.
"Pergilah... tak-tak!"
Belasan orang itu roboh dan berguling an
mengaduh-aduh menahan sakit. Rahang atau dagu
mereka kiut-miut sementara sakitnya bukan kepalang.
14 Tulang di bagian itu seakan retak. Dan ketika semua
merintih dan melingkar-lingkar, terkejutlah sang
pimpinan maka laki-laki ini membentak dan mencabut
goloknya. "Serang dan bunuh dia. Bangun!"
Kiok Eng tak mengelak. Ia mendengus melihat
laki-laki itu menerjangnya dari samping, akan tetapi
lengan kirinya berge rak. Ia sudah tadi menahannahan marah dan kini akan dihajarnya laki-laki itu,
lebih keras. Maka ketika golok menyambar dahsyat
akan tetapi bukan apa-apa bagi wanita ini maka
lengan kiri Kiok Eng berdesing dan golok seketika
bengkok bertemu Kiam-ciang (Tangan Pedang) yang
hebat ini.


Mencari Busur Kumala Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Trangg!"
Laki-laki itu seakan tak percaya. Ia berseru keras
ketika terpental dan bengkok goloknya, terbelalak.
Akan tetapi begitu Kiok Eng menggerakkan kakinya
dan tepat menghantam perut maka laki-laki itu
terbanting dan melontakkan darah segar. Isi perutnya
seakan berantakan dihajar kaki indah itu.
"Aduh! Serang dia, bunuh...!" namun laki-laki ini
terkulai dan pingsan. Ia masih sempat berseru pada
teman-temannya untuk kemudian roboh. Usus
15 buntunya pecah. Akan tetapi ketika yang lain-lain
terkejut dan marah, sadar maka mereka yang sudah
hilang rasa sakitnya mencabut senjata dan menerjang.
Mereka ini sama tololnya dengan sang pimpinan.
"Kau membunuh Pang-twako, keparat?"
Kiok Eng tertawa dingin, la tak beranjak dari
tempatnya berdiri ketika empat orang menubruk dan
membacokkan goloknya. Mereka itu benar-benar tak
tahu keadaan. Maka ketika ia menyambut dan senjata
itu patah-patah, barulah orang-orang itu terkejut dan
pucat maka Kiok Eng menggerakkan kakinya lagi dan
orang-orang itupun terbang dan berdebuk dengan
suara menyayat.
"Heii, aduh...!"
Yang lain terkesiap dan ngeri. Baru sekarang
mereka melihat Tangan Pedang itu. Akan tetapi dasar
orang-orang bodoh dan masih mengandalkan jumlah
banyak maka mereka yang sudah berdiri tiba-tiba
menyambar tombak dan melontarkannya kepada
wanita itu.
"Awas dan mundur!"
Enam tombak melayang cepat. Pemiliknya
berseru licik karena cepat menyelinap di balik pohon.
16 Akan tetapi karena Kiok Eng sudah terlanjur marah
dan menangkis tombak-tombak ini, menangkap satu
di antaranya dan mematah-matahkannya maka
potongan tombak ini menyambar pemiliknya dan
enam jeritan terdengar. Enam orang yang
bersembunyi di belakang pohon itu tertancap
dadanya dan terpantek bagai kelinci kena tusuk!
Gegerlah sisanya. Orang-orang itu terkejut dan
pucat dan merekapun berserabutan. Barulah mereka
sadar bahwa wanita di depan mereka ini ganas.
Mereka bisa seperti enam teman itu kalau tak cepat
lari. Maka ketika semua berteriak dan lintang-pukang,
menyambar pula pimpinan mereka yang luka parah
maka Kiok Eng tertawa dingin tapi tak mengejar orangorang itu.
Wanita ini membalikkan tubuh. Semua
perampok telah lari dan ia menghampiri lagi sungai
kecil itu. Gemericik air yang jernih membuat ia
kembali gerah. Sedikit gerakan menghajar orangorang itu membasahi tubuhnya pula, keringat
merembes. Maka ketika ia berlutut dan membasuh
mukanya, menggosok dahi dan pipi sampai kemerahmerahan maka wanita muda ini tak jadi mandi karena
perasaannya yang tajam membuat ia berkerut
merasakan adanya pengintai.
17 Tan Hong! Pemuda ini memang ngamati dan
mengikuti sepak terjang isterinya dari jauh. Tentu saja
ia melihat dihajarnya perampok-perampok tadi,
hampir keluar akan tetapi mengurungkan maksudnya
setelah berpikir masak-masak. Ia tak ingin isterinya
marah-marah melihat keberadaannya di situ, apalagi
para perampok itu telah melarikan diri. Maka ketika ia
kagum akan tetapi juga menghela napas melihat
ketelengasan isterinya ini, enam orang terbunuh maka
ia bersembunyi dan mengintai ketika isterinya hendak
mandi. Ada sesuatu yang membuat ia berdebar. Ia tibatiba begitu bergairah untuk melihat isterinya mandi.
Sudah lama ia tak melihat kemulusan tubuh isterinya
itu, tentu sekarang amat menarik sekali. Akan tetapi
ketika isterinya hanya membasuh muka dan ia cepat
tanggap, mata isterinya yang mengerling ke kiri kanan
menunjukkan kewaspadaan maka ia sadar bahwa
dirinya tak boleh kelihatan. Isterinya tentu menyangka
ia sudah ke timur mencari putera mereka Cit Kong!
Tan Hong harus menjauh cepat kalau tak ingin
diketahui isterinya. Ia harus menyelinap dan
bersembunyi menahan gejolak hati. Dan ketika
perlahan-lahan isterinya bangkit dan meninggalkan
tempat itu, Kiok Eng meneruskan perjalanan maka
18 pemuda ini kecewa juga kenapa sang isteri tak jadi
mandi. Kiok Eng ke barat seperti rencananya. Hanya
kalau malam wanita ini meng hentikan perjalanan dan
tidur di hutan. Ia melompat ke atas pohon dan tidur
tenang, tentu saja setelah merasa tempat itu betulbetul aman. Akan tetapi karena pandang mata dan
getar perasaan Tan Hong selalu mengikuti, wanita ini
berkerut kening maka timbul juga kecurigaan Kiok Eng
bahwa ia dibuntuti.
Akan tetapi wanita ini tersenyum mengejek. Ia
tetap bersikap dingin dan acuh. Sudah beberapa kali ia
melirik kiri kanan akan tetapi tak tampak bayangan
pengintilnya itu. Dan ketika tiga hari ke mudian ia tiba
di kaki gunung Mo-sin maka ia dipaksa berhenti ketika
beberapa bayangan berkelebat dan tahu-tahu
mengurungnya.
"Berhenti, ini kiranya wanita yang melukai
muridku. Heh, sembuhkan dan bayar kembali
kekurangajaranmu, siluman betina. Kau membuat
muridku Jit Pang luka parah. Serahkan obat dan
sembuhkan dia!"
Kiok Eng terkejut. Seorang kakek bermuka
merah, didampingi seorang lain ber-huncwe hitam
19 berdiri tegak menghadang perjalanannya. Di kiri kanan
dua orang ini masih berdiri dua pria tiga puluhan
tahun yang gagah namun bermata licik. Satu di
antaranya berpedang, jelas menyembul di belakang
punggung. Dan ketika terhadap orang-orang inilah dia
terkejut, mundur dan membelalakkan mata maka si
huncwe hitam yang bermata lebar terkekeh. Ia cepat
mengisap huncwenya dan menyemburkan asap ke
depan. Bau keras menyambar hidung Kiok Eng, tidak
sekedar menyambar akan tetapi juga menyerang
karena asap huncwe bergerak bagai ular menusuk
lubang hidung.
"Heh-heh, kiranya Kiok Eng si gadis binal dari
Pak-king. Wah, inilah kuda liar menantu Dewa Mata
Keranjang itu, Wee Yu. Tak heran kalau muridmu
terluka bertemu siluman betina ini. Ia musuhku,
penjilat kaisar!"
Kiok Eng menjadi merah. Ia tiba-tiba begitu
marah dimaki penjilat kaisar.
Ia bukan penjilat! Maka ketika ia membentak
dan menyampok asap huncwe ke arah tuannya,
meledak dan membuat orang-orang itu mundur maka
ia menuding dengan telunjuk yang runcing indah. Jari20 jemarinya memang lentik dan siapa sangka dapat
menjadi Tangan Pedang (Kiam-ciang) bila ia mau.
"Heh, Hung Ji Bak tak tahu malu. Tutup dan
tahan kotoran mulutmu yang bau kalau memaki
orang. Siapa penjilat dan antek kaisar. Aku puteri Fang
Fang seorang Pangeran, berarti jelek-jelek kerabat
istana juga. Kau bekas pemberontak yang mendapat
ampunan itu kini berani bercuap-cuap tidak pantas?
Aku tak takut dan ingin kembali menghajarmu.
Barangkali pelajaran dulu masih kurang. Dan kau!"
wanita ini menuding pula si pedang yang pongah.
"Kalian rupanya masih juga mengekor hartawan yang
bangkrut ini? Kau dan si Kaki Selatan ini rupanya tak
dapat hidup tanpa belas kasihan si tua ini, Wong Sin
Kiam. Sungguh memalukan melebihi seorang budak.
Ada apa kalian ikut-ikutan dan menghadang
perjalananku!"
Dua laki-laki itu merah mukanya. Mereka
memang benar si Pedang Kilat Wong Sin Kiam dan si
Kaki Selatan yang dulu merupakan anak buah kakek
ber-huncwe itu, Hung-wangwe. Sejak Wi Tok binasa
dan usaha Siang Lun Mogal gagal total maka orangorang ini termasuk Hung-wangwe menjadi tawanan.
Hanya berkat kebijaksanaan Fang Fang dan bujukan
nya terhadap kaisar orang-orang ini dibebaskan. Maka
21 ketika tiba-tiba mereka di situ dan Hung-wangwe
menemani seorang kakek bermuka merah, sikap dan
gerak-gerik mereka jelas mengajak bermusuhan maka
Kiok Eng tak tedeng aling-aling la gi memaki kakek
berhunewe itu, juga si Pedang Kilat dan Kaki Selatan.
Orang yang dianggap melebihi budak karena me
nempel di pantat Hung-wangwe.
"Hm!" si Pedang Kilat menjadi marah. "Gaya
dan sikapmu masih saja sama seperti dulu, Kiok Eng,
sombong dan seperti ratu. Aku bersahabat dengan
siapa saja adalah urusanku, kenapa banyak tingkah.
Kalau kami di sini adalah karena kami mendengar
murid sahabat kami dilukai secara keji, tak tahu kaulah
orangnya. Sekarang bersikaplah baik-baik atau kami
membekukmu."
"Benar," si Kaki Selatan menyambung. "Kalau
kau bersikap baik-baik dan menghilangkan
kesombonganmu ini dapatlah kami ampuni, Kiok Eng,
atau kami menangkapmu dan jangan tanya dosa!"
"Heh-heh!" Hung Ji Bak menutup. "Tapi orang
seperti kau rasanya sulit dibujuk Kiok Eng. Kalau kau
tak segera menyembuhkan murid sahabat kami ini
berarti kematian menimpamu... wush!" laki-laki itu
menyembur dan asap beserta tembakau tiba-tiba
22 melayang ke muka wanita ini. Serangan 'itu amat
cepat dan berbahaya karena tiba-tiba kakek bermuka
merah juga meloncat ke depan, ia memegang
sebatang palu besi bermuka dua menderu ketika
menyambar. Dari di saat asap tembakau menghalangi
pandangan, saat itulah si Pedang Kilat dan Kaki Selatan
mendapat aba-aba maka merekapun menyerang Kiok
Eng dan si Pedang Kilat Wong Sin Kiam sudah
mencabut pedangnya. Gerakan itu hampir serentak
karena semburan asap tembakau merupakan isyarat
bagi yang lain untuk menerjang dan tidak memberi
kesempatan wanita ini!
Kiok Eng melengking dan tiba-tiba mencelat ke
atas. Ia sudah tahu benar siapa Hung-wangwe ini, juga
Pedang Kilat dan Kaki Selatan. Maka ketika asap hitam
menyambar disusul semburan tembakau, ia terkejut
oleh asap yang menghalang pandangan maka saat
itulah ia sudah mengerahkan Sin-bian-ginkangnya
untuk mencelat dan berjungkir balik ke atas, tepat di
saat kakek muka merah itu menerjang dengan palu
besinya dan Pedang Kilat serta Kaki Selatan bergerak
menyerang.
"Plak-sing-brett!"
23 Kiok Eng meluncur turun lagi dan di tangannya
telah terdapat saputangan lebar yang biasa melilit
lehernya itu. Dengan cepat dan amat marah ia
meledakkan saputangannya ini menyabet ke bawah,
tangan kiri melakukan Kiam-ciang dan pedang serta
palu besi terpental. Hung-wangwe terhuyung ketika
huncwenya terpental. Dan ketika empat laki-laki itu
terkejut dan Kiok Eng berdiri tegak lagi maka lawan
menjadi kagum betapa wanita itu menjadi merah
namun wajahnya semakin cantik jelita!
"Heh-heh, ia masih hebat. Hati-hati, Wee Yu,
ingat ceritaku dulu. Jangan sembarangan akan tetapi
berusaha tangkap hidup-hidup. la menggairahkan
hatiku!"
Kakek muka merah membelalakkan mata. Ia
adalah Si Palu Besi Wee Yu yang menguasai gunung
Mo-san ini, dulunya seorang perampok namun
akhirnya mengambil murid dan hidup sebagai raja.
Murid-murid itulah yang disuruhnya bekerja dan tiap
bulan menerima upeti. Satu di antara muridnya adalah
Jit Pang itu. Dan karena Kiok Eng melakukan per
jalanan lambat dan kebetulan melewati daerah ini,
anak buah Jit Pang membawa pemimpinnya kepada
kakak muka merah Itu maka Si Palu Besi menjadi kaget
dan marah melihat luka dalam muridnya. Luka seperti
24 itu bakal membuat muridnya cacad, kalaupun sembuh
setiap hari bakal merintih mulas-mulas. Ia harus
membelek dan menjahit usus muridnya itu. Maka
ketika kakek ini menjadi marah dan kebetulan di
tempat itu ada tiga tamunya, yakni Hung-wangwe dan
Pedang Kilat serta Kaki Selatan maka laporan bahwa
wanita itu menuju ke situ segera disambut kakek ini
dengan marah. Hung-wangwe dan dua temannya ikut
dan mereka tentu saja kaget dan heran bahwa tanita
yang disebutkan itu justeru Kiok Eng!
Hung-wangwe bukan bertamu kosong kalau
menjumpai kakek muka merah ini. Dulu ketika ia
masih menjadi hartawan dan pernah dirampok Si Palu
Besi ini maka permusuhan mereka menjadi
persahabatan. Palu Besi tak menyangka bahwa orang
yang dirampok adalah hartawan berkepandaian
tinggi. Ia tak dapat memenangkan hartawan itu
sebaliknya Hung-wangwepun tak dapat mengalahkan
kakek ini. Maka ketika masing-masing menjadi kagum


Mencari Busur Kumala Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan pertandingan itu berhenti menjadi persahabatan
maka sejak itu hartawan ini tak pernah diganggu Si
Palu Besi. Kakek muka merah ini memang perampok
tunggal yang lihai dan menguasai wilayah Mo-san.
Kini tiba-tiba wanita yang dbenci Hung-wangwe
itu muncul. Siapa tak tahu sepak terjang Kiok Eng
25 ketika gadis, yakni betapa ketika masih belum menjadi
isteri Tan Hong wanita ini memporak porandakan
kaum lelaki, menjerat dan mempermainkan mereka
untuk akhirnya ditinggalkan. Dan karena Hungwangwe ini adalah satu di antara mereka, bekas
hartawan yang berusia enam puluhan ini pernah
tergila-gila namun belum sekalipun berhasil
menjamah maka ia menjadi sakit hati dan marah
ketika akhirnya sadar bahwa gadis itu sesungguhnya
hanya main-main dan merendahkan lelaki sebagai
balas dendam kelakuan ayahnya terhadap ibu. Dan
kini hartawan itu bersinar serta bergairah untuk
memiliki sekaligus menangkap hidup-hidup Kiok Eng
yang masih cantik jelita ini, berseru agar Si Palu Besi
sahabatnya mengepung tempat itu dengan anak
buahnya yang memang sudah bermunculan di situ dan
tiba-tiba semakin banyak, yakni mereka yang
merupakan anak buah muridnya ditambah lagi dengan
belasan yang lain yang selama ini melayani nya di atas
gunung! Kini Kiok Eng terkepung oleh tak kurang dari
lima puluh orang. Belasan perampok anak buah Jit
Pang menjadi berani lagi setelah guru dari pimpinan
mereka di situ. Kakek muka merah ini mempunyai
sembilan murid yang bekerja terpencar-pencar.
26 Murid-murid itu pun memiliki anak buah sendirisendiri hingga kalau di gabung tak akan kurang dari
dua ratus orang. Dengan murid sebanyak inilah kakek
itu ditopang hidupnya, tentu saja berlebih dan serba
kecukupan. Maka ketika kakek itu menggereng dan
sejenak kaget dan kagum bahwa senjatanya terpental
oleh sabetan benda lembut, saputangan yang ternyata
berisi tenaga sinkang itu maka kakek ini maklum
bahwa wanita di depannya ini memang bukan
sembarangan. Dan ia telah mendengar siapa itu
keluarga atau pewaris Dewa Mata Keranjang, kakek
yang tak pernah bertemu dengannya akan tetapi
sudah didengar nama besarnya meskipun bukan
berarti ia takut.
"Maju!" kakek ini membentak dan sudah
menerjang lagi. Ia penasaran dan tak percaya bahwa
senjatanya akan dipentalkan lagi. Ia akan menambah
tenaganya dan akan dilihatnya apa yang terjadi, ma sa
kalah kuat. Maka ketika palu itu menderu sementara
Hung-wangwe sudah mengerdip dan memberi abaaba pembantunya maka Kiok Eng kembali menerima
se rangan di kiri kanan dan bahkan belakang. Pedang
Kilat meloncat di belakang untuk kemudian
menusukkan pedangnya ke arah tulang belikat.
27 Akan tetapi wanita ini adalah gemblengan
nenek May-may dan lain-lain. Sebelas guru yang
menggembleng secara berganti-ganti membuat Kiok
Eng bukan wanita sembarang. Dulu dikeroyok sebelas
gurunya saja dia sanggup bertahan, apalagi setelah
bertemu ayahnya, mendapat petunjuk dan tambahan
di sana-sini hingga membuatnya seakan seekor
harimau tumbuh sayap. Kiam-ciang dan Sin-bianginkangnya sesungguhnya bertambah hebat. Maka
ketika ia diserang dan kakek berpalu besi itu
menerjangnya dari depan, di sebelah kanan Hungwangwe mengganggu dan menyemburkan lagi asap
dari tembakau disusul Kaki Selatan yang menendang
dan membabat pinggangnya maka Kiok Eng meliukkan
tubuh dan secepat kilat membalik untuk kemudian me
nyambut sekaligus mendorong tusukan si Pedang Kilat
ke arah lawan-lawannya di depan. Tentu saja Tangan
Pedang dan saputangan itu tak tinggal diam!
"Plak-plak-cringg!"
Bunga api berpijar. Kiok Eng telah membalik dan
menggerakkan tangan kirinya ke belakang untuk
menyambut pedang di tangan si Pedang Kilat. Laki-laki
itu memang luar biasa dan cepat akan tetapi Kiok Eng
lebih cepat lagi. Gerakan kakinya yang lincah dan
putaran pinggang yang begitu mempesona membuat
28 si Pedang Kilat ternganga. Pinggang itu mematah
ketika ditekuk, membuat gerakan pinggang yang
luwes dan pria ini terpesona. Akan tetapi begitu ia
tertegun dan saat itulah Kiam-ciang menyambar,
pedang terpental dan langsung membacok laki-laki ini
maka si Pedang Kilat kaget bukan main dan melempar
tubuh ke belakang, bergulingan!
Pucat dan ngerilah laki-laki itu. Tangan Pedang
mendesing di sisi telinganya dan membacok putus
sebatang dahan sebesar lengan orang, dapat
dibayangkan kalau tadi mengenai kepalanya dan
menyabet telinga. Pasti putus dan kepalapun terbelah.
Maka ketika ia meloncat bangun dan bergoyang di
sana, menggigil maka Kiok Eng sendiri telah membuat
mundur lawan-lawannya karena baik Hung wangwe
maupun kakek muka merah dan Kaki Selatan tak kuat
beradu sinkang dan saputangan lembut halus yang
membentur senjata membuat mereka terhuyung dan
harus mengatur posisi lagi. Mereka bergoyang-goyang
pula seperti halnya si Pedang Kilat Wong Sin Kiam.
"Keparat!" kakek ini menggeram. "Bicaramu
benar, wangwe, siluman betina ini lihai!"
"Hati-hatilah," hartawan itu berseru. "Karena
itu jangan gegabah, Wee Yu, ia benar-benar
29 berbahaya akan tetapi menarik kalau dapat kita
lumpuhkan. Serang dan jangan terlampau bernafsu
dan percayalah kata-kataku!"
Kakek ini mengangguk, ia penasaran dan marah
sekali bahwa untuk kedua kalinya gagal. Wanita di
depannya ini betul-betul lihai dan tangan halus yang
lem but itu ternyata bisa berbahaya sekali. Sinkang
yang terdapat di lengan halus itu dapat membacok
kepala seekor kerbau sekalipun. Maka ketika ia
berhati-hati dan membentak lagi, Hung-wangwe
kembali menyemburkan asap tembakaunya maka
iapun berkelebat sementara Kaki Selatan dan Pedang
Kilat menyerang lagi. Mereka menunggu semburan
asap tembakau untuk menghalangi pandangan Kiok
Eng. Akan tetapi Kiok Eng bukanlah wanita bodoh.
Begitu dibentak dan diserang lagi maka iapun
mengebutkan saputangannya ke depan. Di antara
semua yang ber bahaya itu adalah serangan licik Hung
wangwe ini. Asap tembakau menyembur tebal
menghalang pandangannya, bahkan akhirnya
menyebar ke delapan penjuru membuat udara
menjadi gelap gulita. Ma ka ketika ia membentak dan
mengebutkan saputangannya, Kiam-ciang di tangan
kiri menyabet dan menangkis muka belakang maka
30 selanjutnya ia pun diserang dan dikeroyok lagi. Musuh
berkelebatan dan tahu posisinya yang buruk. Ia selalu
di tengah dan karena itu mudah menjadi sasaran.
Maka ketika ia melengking dan berkelebatan
menyambar-nyambar, asap dibuyarkan dan dipukul
balik maka lawan terhuyung mundur akan tetapi
Hung-wangwe kembali meniupkan asapnya dan kini
pipa cangklong itupun diisi tembakau lagi, tembakau
yang lebih keras dan membuat Kiok Eng tersedak.
"Ha-ha, terbang dan berkeliling saja. Lakukan
satu dua serangan mengecohnya, Wee Yu, jangan
sungguh-sungguh. Ia akan pening!"
Benar saja, Kiok Eng terkejut. Begitu tembakau
diganti yang baru maka ada sesuatu yang dirasanya
tidak beres. Bau menyengat hidung begitu kerasnya
hingga membuat ia berbangkis. Hung-wangwe ter
kekeh dan yang lain geli. Akan tetapi ketika rasa
pening menjalar di kepalanya dan ia baru sadar bahwa
semacam obat bius bercampur dengan asap
tembakau itu maka Kiok Eng menjadi marah dan kaget
akan tetapi terlambat. Ia gemetar dan lemah ketika
mulai mengantuk. Kiam ciang dan saputangannya
mulai membalik dan justeru menyerangnya sendiri!
31 "Ha-ha, lihat!" hartawan itu ngakak dan
tergelak gembira. "Ia terpengaruh asap tembakauku,
Wee Yu, yang ini memang lain dan tak mungkin ia
dapat melawan Hong-sian-bai-hu (Bubuk Dewa
Pelumpuh Syaraf)!"
Kiok Eng marah. Ia melengking dan membentak
akan tetapi kantuk semakin berat. Tenaganya semakin
lemah dan iapun mulai terpelanting. Dan ketika
wanita ini menjadi kaget sekaligus gelisah, ia
terlampau pongah dengan kepandaiannya sendiri
maka Kaki Selatan mulai mendaratkan tendangannya
di pinggangnya, membuat ia terduduk dan Pedang
Kilat menetakkan senjatanya. Untunglah karena
bukan bagian yang tajam dan hanya punggung
pedang, Kiok Eng terjungkal maka wanita ini
mendengar sorak-sorai para perampok.
"Jahanam!" wanita itu bergulingan. "Kau licik
dan tak tahu malu, Hung-wang we, dulu tak pernah
kau berlaku curang!"
"Ha-ha, itu dulu. Sekarang diriku lebih pandai,
Kiok Eng, menyerahlah baik-baik atau aku
merobohkanmu dan meminta semua hutang-hutang
mu!" 32 Kiok Eng pucat. Ia ngeri dan gelisah oleh sikap
dan kata-kata Hung-wangwe ini. Bukannya ia tidak
tahu betapa hartawan ini tergila-gila kepada tubuh
nya. Ia dapat diperlakukan apa saja kalau nanti
tertangkap. Ia akan terhina kalau sampai dirobohkan
hidup-hidup. Akan tetapi karena ia semakin lemah dan
rasa kantuk kian menghebat, ia semakin memperkuat
pengaruh bius bila mengerahkan banyak tenaga
akhirnya wanita ini terguling dan roboh ketika huncwe
menotok pundaknya. Akan tetapi begitu Hungwangwe terkekeh girang dan siap menyentuh tubuh
denok ini tiba-tiba berkelebat bayangan putih dan...
des-dess, terlemparlah hartawan itu oleh bentakan
Tan Hong yang cepat menyambar tubuh isterinya.
"Tak tahu malu, jahat dan licik. Kau
mempergunakan bius, orang she Hung, aku tak dapat
menerima ini dan terimalah pelajaranku!" Tan Hong
tidak berhenti di situ saja akan tetapi membuka
telapaknya dan menyambarlah pasir-pasir hitam ke
hartawan itu dan kawan-kawannya. Bahkan para
perampok yang bersorak dan mendekati pertempuran
menerima sambitan senjata rahasia ini. Pasir-pasir itu
berobah panas bagai api di genggaman Tan Hong.
Pemuda ini mengerahkan tenaga saktinya dan baju
para perampok terbakar, kulit tubuhpun melepuh.
33 Maka ketika semua berteriak dan kaget tergulingguling, Hung-wangwe sendiri mencelos mengelak
pasir berapi itu maka ia melempar tubuh akan tetapi
tiga lubang membuat ia berjengit dan satu di antara
pasir panas tertanam di daging lengannya.
"Augh!"
Jangan tanya yang lain lagi. Palu Besi Wee Yu
berteriak pula disambar pasir-pasir ini. Ia kaget oleh
bayangan putih dan lebih kaget lagi oleh benda-benda
hitam panas itu. Maka ketika ia mengelak dan
menangkis akan tetapi palu di tangannya tergetar dan
merasa pedas, dua di antara pasir panas mengenai
pipinya maka kakek ini berteriak melempar tubuh dan
kaget serta marah sekali. Kaki Selatan dan Pedang Kilat
tak jauh berbe da karena mereka itupun menerima
"hadiah" Tan Hong yang membuat tubuh mereka
berjengit-jengit!
Akan tetapi Tan Hong tak meneruskan serangan
nya. Ia hanya membuat terkejut empat orang itu dan
memukul mundur. Ia cepat menyambar isterinya
meloncat pergi. Maka ketika empat orang itu
bergulingan meloncat bangun akan tetapi ia
berkelebat meninggalkan Mo-san maka kakek itu
merah padam membentak parau. Anak buahnya
34 kocar-kacir dan berteriak-teriak. Tubuh mereka
terbakar oleh pasir-pasir api yang disambitkan Tan
Hong tadi.
"Kejar, bedebah keparat. Siapa pemuda itu!"
Akan tetapi Tan Hong mempergunakan Sinbian-ginkangnya melarikan diri. Ia adalah keturunan
langsung Dewa Mata Keranjang dan karena itu
menguasai benar ilmu meringankan tubuh ini. Kiok
Eng mendapatkannya dari isteri-isteri ayahnya dulu
dan tak heran kalau pemuda ini lebih lihai. Maka
ketika ia menghilang dan sebentar kemudian
meninggalkan lawan-lawannya, Si Palu Besi mencakmencak maka Hung-wangwe tertegun setelah melihat
Tan Hong. "Ia putera Dewa Mata Keranjang. Ia suami
wanita itu!"
"Apa, putera Dewa Mata Keranjang? Keparat,
tak boleh ia lolos. Kejar dan bantu aku, wangwe.
Tangkap dan rampas kembali wanita itu!"
Hung-wangwe mengangguk. Ia gentar dan
pucat akan tetapi mengejar juga. Sahabatnya itu
bergerak duluan. Dan ketika si Pedang Kilat dan Kaki
Selatan juga mengejar ragu-ragu, mereka pernah
35 berhadapan dengan pemuda ini maka Si Palu Besi


Mencari Busur Kumala Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengutuk dan menyumpah-serapah.
Akan tetapi Tan Hong benar-benar lenyap.
Kakek itu dan orang-orang lain heran betapa pemuda
ini tak meninggalkan bekas. Ia begitu cepat melarikan
diri. Dan ketika kakek ini berhenti sementara anak
buahnya melebar di delapan penjuru, Hung-wangwe
diam-diam heran dan terkejut juga maka mereka tak
tahu betapa dalam usahanya menyelamatkan isteri
nya pemuda ini masih berada di Mo-san, di sebuah
guha bersembunyi di balik kerimbunan pohon!
Tan Hong sebenarnya tak meninggalkan jauh
tempat itu. Ia khawatir akan ke selamatan isterinya ini
dan karena itu berhenti memasuki pepohonan lebat,
meletakkan isterinya di sebuah guha dan ada dua
sebab yang membuat ia tak begitu jauh. Pertama, ia
harus menolong dan melihat keadaan isterinya
secepat mungkin. Ia belum tahu benar apakah bius
yang memasuki isterinya beracun. Kalau beracun,
akan dikeluarkannya racun itu. Kalau gagal, dan inilah
sebab kedua maka akan dicari dan dihajarnya orangorang itu. Ia masih dekat! Maka ketika ia meletakkan
isterinya dan cepat melihat keadaan, ditotok dan
dirabanya kening dan dada isterinya maka didapatinya
bahwa isterinya pingsan hanya oleh pengaruh bius,
36 dan bius itu tak beracun, hanya pelumpuh dan
perampas tenaga!
Tan Hong lega. Ia mengurut dan mengompres
air dingin, bagian hidung dipencet dan cepat membuat
napas buatan. Untuk ini ia tak ragu-ragu mencium
mulut isterinya sendiri, menarik sekaligus memberi
napas segar. Dan ketika tak lama isterinya mulai
bergerak, Tan Hong girang maka isterinya mengeluh
dan membuka mata.
"Eng-moi...!"
Kiok Eng serasa mimpi. Ia masih setengah sadar
akan tetapi kejadian terakhir dengan hartawan she
Hung itu diingatnya baik-baik. Wanita ini terkejut dan
meloncat bangun. Akan tetapi ketika ia terjatuh dan
sepasang lengan kokoh menahannya maka ia mengira
itulah Hung wangwe dan tiba-tiba ia melengking dan
melancarkan pukulan maut. Kiok Eng begitu kaget dan
tamparannya membawa desing sebatang pedang.
Kiam-ciang!
"Jahanam, lepaskan aku!"
Untunglah Tan Hong bukanlah pemuda
sembarangan. Ia terkejut dan menangkis sementara
jarinya menekan pundak. Tenaga isterinya lumpuh.
Dan ketika ia melepaskan kembali tekanan jarinya dan
37 berseru bahwa ia bukanlah Hung-wangwe, sang isteri
terbelalak maka terkejut dan heranlah wanita itu
betapa suaminya ada di situ.
"Kau?!"
"Benar, aku. Di sini tak ada Hung-wangwe, Engmoi, hanya kita berdua. Aku menyelamatkanmu."
"Ah, dan jahanam itu!" wanita ini berputar.
"Mana dia, Hong-ko? Dan bagaimana kau di sini pula?"
"Sabar, tenanglah. Aku kebetulan saja
mendengar pertempuran itu, Eng-moi, datang dan
menolongmu dengan tepat. Hartawan itu berbuat
curang."
"Benar, kubunuh dia. Mana jahanam itu dan di
mana kita sekarang!"
Tan Hong memeluk dan mencium isterinya ini.
Ia sudah begitu girang bahwa isterinya sadar, isterinya
selamat dan ia tak khawatir apa-apa lagi. Dan karena
bahaya benar-benar telah lewat dan kembali rindu
berahinya bergolak maka ia mendekap isterinya eraterat seraya sedikit menggigil. Bibirnya sudah mencari
bagian-bagian lembut wajah isterinya ini.
"Eng-moi, kau tak ingin memberikan tanda
terima kasih kepadaku? Kau begini tegang dan selalu
38 ingat orang lain saja? Aku butuh dirimu, isteriku,
sudah berbulan-bulan memendam rindu. Berilah
seteguk kesegaran batin dan jangan biarkan aku
merana!"
Kiok Eng terisak, menggigil juga. Akhirnya
sebagai isteri ia tahu kewajiban juga. Tiba-tiba ia
mengeluh dan merasa berdosa kepada suaminya ini.
Tan Hong berbulan-bulan memang diacuhkan. Maka
ketika ia terangsang dan pemuda itupun sudah
menciumnya lembut, merebahkan tubuhnya dan ia
pun menyambut maka untuk pertama kali Kiok Eng
memberikan segala-galanya kepada suaminya itu.
Bebas dari kekejian Hung-wangwe membuat ia sadar
bahwa suami adalah yang terbaik!
Akan tetapi dalam asyik-masyuk ini Tan Hong
ketahuan. Dalam bisik dan dekap manja Kiok Eng pun
teringat naluri di buntuti orang itu. Ia berkata kepada
suaminya akan tetapi pemuda itu tertawa. Dan ketika
semua selesai dan wanita ini menjadi penasaran,
kebetulan terdengar suara orang mencari-cari mereka
maka Kiok Eng yang membelalakkan mata ini menjadi
curiga, menyambar pakaiannya dan mengenakan itu
dengan cepat, sang suami terkejut.
39 "Kau, kenapa tertawa? Aku sungguh-sungguh,
Hong-ko, jangan ditanggapi main-main. Kalau begini
tiada lain jawabannya bahwa orang itu adalah kau
sendiri. Jawab, betul tidak!".
"Hm," Tan Hong bukanlah pembohong, lagi pula
tak biasa bohong. "Aku, eh... memang benar, Eng-moi.
Akulah yang mengintaimu itu, dan aku menyesali
kenapa kau membunuh enam orang itu."
"Bagus!" wanita ini tiba-tiba berseru lantang.
"Kalau begitu kau tak mencari Cit Kong, Hong-ko, kau
tak memperdulikan anak kita. Kau mementingkan
dirimu sendiri. Ah, aku tak sudi bertemu kau lagi dan
jangan buntuti kedua kali, atau aku membunuhmu!"
lalu ketika wanita ini melengking dan berkelebat
keluar guha, tersedu dengan marah maka Tan Hong
terkejut sekali dan menyambar isterinya itu. Mukanya
pucat. "Tidak, tunggu. Aku tak mementingkan diriku
sendiri, Eng-moi, ada alasan kenapa aku melakukan
itu. Aku tak mau hubungan keluarga antara kita
dengan nenek May-may berantakan. Aku tak mau kau
membabi-buta dan memusuhi Beng Li dan lain-lain.
Aku... dess!" Kiok Eng membalik dan menghentikan
kata-kata pemuda itu dengan serangan kilat. Wanita
40 ini memekik dan melepas Kiam-ciangnya dan pemuda
itu terdorong masuk. Tan Hong mencelat ke guha!
Akan tetapi ketika pemuda itu keluar lagi dan
memanggil isterinya, saat itulah tiga anak buah Palu
Besi menemukan mereka maka kemarahan Kiok Eng
menjadi sesuatu yang mengerikan bagi orang-orang
ini. "Heii, itu wanita ini!"
"Benar, ia di sini!"
Akan tetapi begitu mereka berteriak dan
menuding maka Kiok Eng yang sudah marah bukan
main berkelebat ke arah mereka dan Tangan
Pedangnya membacok orang-orang ini tepat di leher.
Mereka berteriak dan menjerit akan tetapi roboh
mandi darah. Senjata mereka putus dibabat Tangan
Pedang, bahkan Tangan Pedang itu terus membelah
kepala mereka. Dan ketika semuanya roboh dengan
kepala terbacok, ngerilah Tan Hong maka ia melihat
isterinya keluar dan menampakkan diri di antara
rombongan yang se sungguhnya masih mencari-cari
mereka. Tentu saja yang pertama-tama melihat
adalah anak buah Si Palu Besi karena me reka itulah
yang mengepung gunung dan menganggap Tan Hong
telah pergi jauh.
41 Gegerlah akibatnya.
Kemarahan dan kekecewaan ditipu suami membuat wanita ini begitu
ganas. Kiok Eng melengking-lengking dan melabrak
orang-orang ini. Dan ketika tubuh-tubuh segera
bergelimpangan dan ia mencari-cari hartawan she
Hung menantang-nantang lawannya itu maka yang
paling kaget dan pucat adalah Tan Hong.
Pemuda ini sudah memangil meneriaki isterinya
akan tetap tetap Kiok Eng begitu kalap. Ia ngeri oleh
tubuh-tubuh darah. Ia berteriak dan menyuruh orangorang itu mundur. Dan ketika orang-orang itu mundur
akan tetapi sang istri mengejar dan memekik-mekik,
terbanglah nyali anak buah perampok ini maka Hong
Tan tak dapat mendiamkan isterinya lagi dan
menangkis bacokan-bacokannya kepada beberapa di
antara mereka lagi yang jatuh bangun!
Akan tetapi ini membuat isterinya meluap.
Wanita yang sedang kesetanan ini mencabut tusuk
rambutnya yang terbuat giok, menerjang dan
meledakkan sapu tangan dan mainkan seluruh
kepandaian menyerang pemuda itu, suaminya sendiri.
Dan ketika lengkingan demi lengkingan disusul
serangan bertubi-tubi, Sin-bian-ginkang membuat
isterinya berkelebatan menyambar-nyambar maka
42 Tan Hong mengeluh dan saat itulah Hung-wangwe dan
kawan-kawannya muncul
Kiok Eng tak perduli lagi. Ia menyerang
suaminya begitu sengit hingga berkali-kali Tan Hong
terpelanting, bukan karena kalah melainkan pemuda
ini tak ingin bersungguh-sungguh juga ia selalu
membatasi tenaganya agar isterinya tak celaka. Akan
tetapi begitu musuh bermunculan dan ia menjadi
pucat maka pemuda ini berteriak agar Kiok Eng
berhenti. Akan tetapi apa jawab isterinya? Kiok Eng
semakin mata gelap dan menerjang orang-orang itu
pula, padahal Tan Hong bermaksud melarikan diri dan
lebih baik meninggalkan tempat itu saja. Ia cemas
kalau isterinya membuat tempat itu berkubang darah!
Terkejut dan ngerilah orang -orang ini, terutama
Hung-wangwe. Ia sudah meniupkan asap tembakau
nya akan tetapi Kiok Eng mengebutnya terpental.
Saputangan meledak sementara tusuk rambut batu
giok dijentik. Benda kecil ini menyambar
kerongkongan Hung-wangwe! Dan ketika hartawan
itu melempar tubuh bergulingan, kaget dan berteriak
maka Kiok Eng begitu ganas dan tak memberinya
ampun. 43 Akan tetapi Si Palu Besi Wee Yu tentu saja tak
tinggal diam. Ia membentak menghantam gadis itu
dan Kiok Eng membalik, terpaksa menangkis pukulan
berbahaya kakek muka merah ini. Dan ketika senjata
lawan terpental sementara Hung-wangwe menjadi
lega, meloncat bangun maka Tan Hong membujuk
agar isterinya meninggalkan tempat itu saja, gagal.
"Tak usah banyak mulut dan kaulah yang pergi.
Cari anak kita Cit Kong atau bantulah orang-orang ini
dan aku cepat mati!"
Tan Hong menghela napas. Kalau sudah begini
percuma saja membujuk, ia pun segera dikeroyok
anak buah Si Palu Besi. Orang-orang ini ternyata lebih
gentar menghadapi isterinya daripada dirinya, hal ini
dapat dimaklumi karena ia bersikap lunak, tidak ganas
dan telengas seperti isterinya itu. Akan tetapi karena
ia pun menjadi marah dan lama-lama dibuat gusar,
orang-orang itu bangkit dan selalu menyerangnya lagi
maka ia membentak ketika di saat itu isterinya
kembali menerima semburan asap tembakau, tentu
saja asap pembius.
"Kalian tak tahu diri dan perlu dihajar. Roboh
dan minggirlah, tikus-tikus busuk. Aku tak berurusan
dengan kalian dan enyahlah!" Tan Hong mengibas
44 dengan Im-bian-kunnya (Pukulan Kapas Dingin) dan
orang-orang itu tiba-tiba berteriak. Mereka terbanting
dan berdebuk dengan mulut berketrukan, otot dan
tulang-tulang mereka serasa beku. Dan di saat mereka
ini menjerit dan tak mungkin bangkit lagi, orang-orang
itu merintih maka Tan Hong berkelebat ke arah
isterinya akan tetapi dua jeritan terdengar. Pedang
Kilat dan Kaki Selatan terlempar dan putus lengannya.
"Aduh, crak-crok!"
Tan Hong membelalakkan mata. Kiranya di saat
empat orang itu mengeroyok isterinya dan Hungwangwe menyemburkan asap tembakau maka Kiok
Eng melakukan balasan kilat. Ia begitu marah oleh
kelicikan lawan-lawannya ini terutama si orang she
Hung. Hartawan itu terus menyembur-nyemburkan
asap tembakaunya dan asap yang tebal membuat
pandangan terhalang. Bau keras menusuk hidung juga
membuat Kiok Eng hampir berbangkis. Akan tetapi
karena wanita ini telah tahu adanya asap bius dan ia
sudah menahan napasnya, aaat itulah palu besi dan
pedang menyambar di kiri kanannya maka Hungwangwe licik menyerang di belakang sementara Kaki
Selatan berada di depan.
45 Kiok Eng membuat gerakan yang disebut Langtoh-hud-kim (Emas Buddha Memutar Tubuh). Ia sudah
begitu habis sabar oleh keroyokan empat orang ini dan
pandang matanya selalu tertuju kepada Hungwangwe. Akan tetapi karena saat itu hartawan ini
meloncat di belakang dan ia menghadapi tiga yang
lain, membalik dan memutar tubuh maka palu besi
disabet saputangannya sementara Tangan Pedang
alias Kiam-ciang membacok atau menyambut


Mencari Busur Kumala Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tendangan Kaki Selatan dan pedang di tangan Wong
Sin Kiam. Dan hebat akibatnya. Pedang Kilat terpekik
ketika senjatanya terbabat, pedang di tangannya
patah-patah. Dan ketika Kiam-ciang alias Tangan
Pedang menyambar lurus ke kepala, meneruskan
gerakan setelah mematahkan pedang maka laki-laki
ini melempar kepala ke belakang akan tetapi pangkal
lengannya terbacok. Ia menjerit ketika darah
memuncrat dan saat itu Kiok Eng terus memutar
tubuhnya, memapak atau menyambut tendangan Kaki
Selatan ini. Dan ketika lutut orang itu terbacok dan
berteriaklah korban kedua maka Palu Besi terhuyung
sementara huncwe di tangan Hung-wangwe terpental
bertemu pundak yang halus akan tetapi penuh
kekuatan sinkang. Kiok Eng telah melindungi dirinya
sedemikian rupa hingga kekebalannya bekerja.
46 "Tak-buk!"
Dua orang itu terbelalak dan mereka pucat
melihat hasil mengerikan dari balasan wanita ini. Kiok
Eng menarik napasnya lagi setelah asap membuyar.
Pedang Kilat bergulingan mengaduh-aduh kehilangan
sebuah lengannya, sementara temannya, Kaki Selatan
tak keruan pula dengan kesakitannya yang luar biasa.
Lutut itu putus dibacok Tangan Pedang! Dan ketika
wanita ini tertawa dingin sementara Hung-wangwe.
menjadi pucat, ia gentar sekali tiba-tiba lelaki ini
memutar tubuh nya melarikan diri.
Si Palu Besi Wee Yu terkejut. Kakek inipun
gentar setelah melihat kemarahan Kiok Eng. Anak
buahnya kocar-kacir dihajar Tan Hong. Maka melihat
temannya melarikan diri sementara wanita itu masih
begitu ganas, di sana masih ada lagi pemuda itu maka
ia meloncat pula dan terbang melarikan diri.
"Berhenti!" Kiok Eng membentak dan membuat
kakek itu terkesiap. "Bayar dulu dosa-dosamu, orang
she Hung, jangan lari!"
Belasan jarum bersuara halus ketika
menyambar dlan lewat di atas kepala kakek ini. Si Palu
Besi pucat namun bersyukur akan tetapi tiba-tiba
menjerit. Sebatang gin-ciam (jarum perak) menancap
47 di bahunya, ternyata ia pun tak dibiarkan begitu saja!
Akan tetapi karena tujuan Kiok Eng memang hartawan
licik curang itu, itu lah yang dibenci dan membuat
kemarahannya sampai di ubun-ubun maka belasan
jarum yang disambitkannya lebih banyak daripada ke
kakek muka merah ini. Hung-wangwe berteriak ketika
delapan jarum menghajar tubuhnya, tanda jarumjarum itu lebih cepat daripada larinya. Akan tetapi
ketika hartawan itu terjatuh dan bangun lagi, lari
dengan kencang maka siapapun akan kagum bahwa ia
memiliki daya tahan kuat. Namun Kiok Eng meloncat
dan terbang melewati kepalanya.
"Berhenti, serahkan nyawamu!"
Laki-laki ini pucat dan ngeri sekali. Ia baru
meneruskan larinya dua tindak ketika Kiok Eng
berkelebat dan melayang di atas kepalanya. Ia
mengutuk kenapa harus terjatuh tadi. Akan tetapi
karena jelek-jelek ia bukanlah seorang lemah, gadis itu
menggerakkan Tangan Pedangnya maka iapun
membentak menggerakkan huncwenya.
"Trak!" huncwe terpotong dan Tangan Pedang
benar-benar ampuh. Laki-laki ini mengeluh dan
terhuyung sementara Kiok Eng meneruskan gerakan
nya. Ia mengejar lawan yang amat dibencinya ini,
48 lawan yang hampir saja menghina dan mempermain
kan tubuhnya. Akan tetapi ketika Tangan Pedang
bergerak dan hartawan ini pasrah nasib, ia tak
mungkin mengelak lagi maka bayangan putih
menyambar dan Tan Hong menangkis Kiam-ciang
isterinya itu. Pemuda ini benar-benar tak tahan dan
ngeri oleh sepak terjang isterinya.
"Jangan bunuh korban lagi. Cukup!"
Dua lengan beradu dan kalau Tan Hong tak
mengerahkan sinkangnya tentu lengannya putus
terbacok. Kiok Eng mengerahkan seluruh tenaganya
dan hanya pemuda ini yang mampu bertahan, itupun
masih membuat Tan Hong tergetar dan terdorong.
Akan tetapi ketika Kiok Eng terpelanting dan wanita itu
berseru kaget, ia marah sekali maka pemuda ini
menendang hartawan itu untuk menyingkir.
"Pergilah, jangan di sini lagi!"
Hung-wangwe berterima kasih dan heran. Ia
tentu saja cepat angkat kaki dan kabur seribu langkah.
Tak dimengertinya sikap pemuda itu, sikap yang
diwarisi Tan Hong dari ibunya yang lembut dan halus
budi. Akan tetapi ketika Kiok Eng begitu marahnya dan
melengking-lengking,
suaminya benar-benar
melindungi dan mencegah ia membunuh maka
49 pemuda inilah yang diterjang dan selanjutnya Tan
Hong harus mengelak ke kiri kanan sambil mengeluh.
Tak ada jalan bagi pemuda ini kecuali
membiarkan isterinya mengamuk. Ia menangkis dan
mengelak pukulan-pukulan berbahaya saja, yang lain,
termasuk Kiam ciang dibiarkan mendarat beberapa
kali di tubuhnya. Dengan sinkangnya yang sudah
begitu tinggi pemuda ini memasang kekebalannya.
Akan tetapi karena tak mungkin harus selalu mengelak
dan menangkis tanpa membalas, mulailah pukulanpukulan keras diterima pemuda ini akhirnya Tan Hong
mulai terguncang, la menderita luka dalam ringan
akan tetapi masih mampu bertahan. Sehari itu mereka
bertanding hingga malam tiba. Pohon dan batu-batu
beterbangan. Mo-san menjadi saksi bisu. Dan ketika
pertandingan itu melelahkan kedua pihak, Kiok Eng
kehabisan tenaga akhirnya dengan jerit lirih wanita ini
meninggalkan suaminya dan Tan Hong pun terseokseok memanggil isterinya.
Akan tetapi sejak itu Kiok Eng benar-benar tak
mau didekati. Wanita ini lenyap di balik kegelapan
malam dan sejak itupun Tan Hong tak mengejar-ngejar
isterinya lagi. Setahun ketika Kiok Eng menunggu dan
kembali di Liang-san ternyata pemuda itu tak pernah
muncul. Tahun kedua lewat sampai akhirnya tahun ke
50 lima. Tan Hong tak kembali dan tak pernah datang ke
Liang-san. Dan ketika wanita ini menjadi gelisah dan
tersedu-sedu, mulailah kekhawatiran mengganggu
hatinya apakah luka dalam itu membuat suaminya
tewas maka Kiok Eng meninggalkan Liang-san dan
pergi datang namun tak pernah bertemu.
Tan Hong lenyap seperti ditelan bumi dan
penyesalan besar mengganggu wanita ini. Mulailah
terasa betapa ia keterlaluan. Mulailah disadarinya
bahwa ia memang terlampau keras. Dan ketika
akhirnya ia bingung dan menangis sepanjang hari,
datanglah gangguan dari Beng Li dan lain-lain maka
kesengsaraan wanita ini semakin bertambah dan
serasa lengkap, la kehilangan suami dan anak serta
dimusuhi adiknya satu ayah lain ibu. Gara-gara nenek
May-may itu!
Namun ketika hari itu terjadilah pertemuannya
dengan Cit Kong, putera yang selama ini dicari-cari dan
muncul secara aneh maka kebahagiaan wanita ini tak
terperikan lagi dan ia harus mencari suaminya yang
ganti menghilang!
"Demikianlah," Kiok Eng menutup ceritanya
sambil menghapus air mata. "Sejak itu ayahmu tak
pernah muncul lagi, Kong-ji. Ia menghilang dan entah
51 berada di mana. Aku khawatir luka dalam akibat
pukulanku itu membuatnya celaka. Kalau ia sampai
tewas, ah lebih baik kususul ayahmu ke alam baka.
Aku akan memintanya ampun dan tobat!"
Cit Kong berhenti dan memandang ibunya
dengan mata terbelalak. Mereka telah meninggalkan
Liang-san dan kini berada di sebuah bukit kapur.
Dalam perjalanan dan adu ginkang tadi ibunya
menyempatkan bercerita. Dan ketika akhirnya cerita
menjadi begitu serius sampai ibunya terisak-isak, Cit
Kong mengajak berhenti maka di bawah batu besar itu
terlindung dari terik matahari anak laki-laki ini begitu
penasaran dan tak senang betapa ibunya terlampau
kejam! Akan tetapi hubungan batin antara anak dan ibu
cukuplah kuat, apalagi ibunya menyesali perbuatan
nya itu. Maka ketika Cit Kong tertegun dan basah
kedua matanya pula maka ia tiba-tiba menjadi ngeri
kalau ibunya ini menyusul ayahnya ke alam baka!
"Tidak!" anak itu berseru. "Kalau ayah benar
tewas tak boleh kau menyusulnya, ibu, bagaimana
dengan aku masa hendak ditinggalkan begitu saja. Kau
memang terlampau keras, akan tetapi semua itu
sudah kausesali dan biang kesalahan ini sebenarnya
52 berada pada Siang Lun Mogal. Kalau kakek itu tak
menculikku dan menjadi penyebab semuanya ini tak
mungkin kau akan bertengkar dengan ayah. Kakek
gundul itulah biang keladinya. Ia sumber penyakit dan
harus menerima dosa. Kau tak boleh meninggalkan
aku!"
Kiok Eng terharu dan menyambar serta
memeluk puteranya ini. Memang baru saja mereka
bertemu masakah dia akan meninggalkan anaknya.
Itupun kalau betul Tan Hong tewas oleh pukulanpukulannya dulu. Akan tetapi karena suaminya bukan
lah seorang lemah dan dugaan itu hanya sebuah
dugaan saja, betapapun ia berharap suaminya masih
hidup maka ia mencium puteranya ini penuh
kelembutan seorang ibu. Terasa benar oleh Kiok Eng
betapa ia telah memiliki buah hati yang berharga. Cit
Kong adalah segala-galanya!
"Baiklah, ibu hanya mengandai-andai saja.
Akupun tak percaya ayahmu tewas oleh pukulanku,
Kong-ji, ia laki-laki yang hebat. Akan tetapi kenapa ia
tak pernah kembali dan membuat aku penasaran!"
"Kita mulai saja di tempat kejadian itu. Mari ke
Mo-san dan lacak jejaknya, ibu, siapa tahu ketemu!"
"Ke tempat benggol perampok itu?"
53 "Kita bukan menemui kakek itu, ibu, melainkan
mencari dan menemukan jejak ayah. Siapa tahu dari
situ dapat tercium dan kita berhasil."
"Akan tetapi tempat itu menyebalkan. Aku
benci dan tak ingin ke sana karena dari situlah
perpisahan itu terjadi!"
"Salah, dulu ibu masih sendiri. Sekarang ada
aku, masa ibu masih membenci dan tak mau ke sana.
Kalau kupikir-pikir justeru di sanalah kita mulai, siapa
tahu guha di tempat itu merupakan persembunyian
ayah!"
Kiok Eng terkejut, jantungnya tiba-tiba
berdetak. Mukanya seketika menjadi merah dan katakata puteranya ini membuat ia teringat kenangan itu.
Di situlah ia terakhir kali bermesraan dengan
suaminya. Di situlah dulu mereka bercumbu! Maka
ketika ia bersemu dadu namun cepat menenangkan
diri, tentu saja peristiwa di guha itu tak diceritakan
kepada anaknya maka wanita inipun bersinar dan
timbullah harapan baru. Guha itu sesungguhnya
adalah guha yang manis."
"Baiklah," ia berkelebat dan menyambar
puteranya lagi. "Kita teruskan perjalanan kita, Kong-ji,
54 ibu tak pernah berpikir ke sini karena tempat itu
kuanggap malapetaka belaka!"
Cit Kong girang, la tersenyum dan menghapus
air matanya pula. Ibunya tam pak berseri dan penuh
harapan. Akan tetapi begitu mereka meluncur
meninggalkan batu besar sekonyong-konyong
terdengar tawa bergelak dan seutas sinar panjang
menyambar anak ini.
"Ha-ha, cukup cerita kalian. Kembali dan
serahkan dirimu, Buci. Ibumu tak ada artinya bagiku
dan lihat aku datang!"
Bukan main kagetnya anak ini. Ia yang sedang
dibawa lari cepat oleh ibunya mendadak dibelit kain
panjang mengenai pergelangannya. Kain itu
menyentak dan menahannya. Dan ketika Kiok Eng juga
kaget betapa puteranya berteriak keras, seseorang
muncul di situ maka ibu ini membalik dan membetot
serta menarik kuat puteranya yang disentak
seseorang.
"Jahanam!"
Cit Kong ikut mengerahkan tenaga. Bersama
ibunya yang bertindak cepat dan menarik dirinya
maka tali atau kain itu pecah. Benda ini putus dan
terbebaslah dia dari sambaran seseorang itu. Dan
55 ketika Kiok Eng berjungkir balik menyelamatkan
puteranya, berdirilah kakek gundul itu maka ibu dan
anak benar-benar berubah dan terutama sekali Cit
Kong menjadi pucat.
(Bersambung jilid XIII.)
56 COVER 1 =0= "MENCARI BUSUR KUMALA" =0=
Karya : Batara
Jilid XIII


Mencari Busur Kumala Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

*** "SIANG Lun Mogal!"
Kakek itu terkekeh-kekeh. Siapa lagi kalau
bukan kakek ini yang selalu mengejar-ngejar Cit Kong.
Memang benar kakek itulah dan Buci alias Cit Kong
terkejut bukan main. Ia hampir saja tertangkap kakek
ini. Maka ketika anak itu menyambar ibunya dan Kiok
Eng memeluk puteranya erat-erat pula, siapa tak
marah anaknya diganggu orang maka wanita itu
membentak dan Kiok Eng berapi menudingkan
telunjuknya.
"Kau, jahanam tua bangka tak tahu diri. Bagus
sekali kau datang, Siang Lun Mogal, hutang dosamu
harus kaubayar. Terlalu banyak kau berhutang
padaku... wutt!" dan wanita ini yang tak sabar
menahan marahnya lagi tiba-tiba melepaskan putera
nya dan menerjang kakek itu. Rambut meledak
3 sementara kedua tangannya melakukan pukulan
Kiam-ciang (Tangan Pedang).
"Plak-plakk!" kakek itu menangkis akan tetapi
segera terpental dan berseru kaget. Siang Lun Mogal
merasa betapa lengannya linu dan ia terkejut. Dulu
wanita ini tak sehebat itu! Akan tetapi karena ia dibuat
marah dan masih menyombongkan diri, betapapun
wanita itu dipandangnya rendah maka ia terkekeh dan
segera berkelebatan ketika Kiok Eng membentak dan
mengelilinginya serta mengejar dan melepas pukulan
bertubi-tubi. Wanita ini mengandalkan kecepatan dan
Sin-bian-ginkang nya (Ginkang Kapas Sakti) di
pergunakan.
"Wut-plak-plak-plak!"
Empat kali tamparan dan pukulan bertubi-tubi
membuat kakek itu terkejut. Ia kembali terpental dan
semakin kaget. Sinkang (tenaga sakti) wanita ini
ternyata bertambah! Maka melengking dan menjadi
gusar, tentu saja ia tak mau celaka maka kakek itu
membalas dan Jouw-sang-hui-teng alias Terbang Di
Atas Rumput menandingi Sin-bian-ginkang yang
dipergunakan Kiok Eng.
Serulah pertandingan itu. Cit Kong segera
menonton dan iapun menjadi tegang. Ia tahu baik
4 Jouw-sang-hui-teng yang dipergunakan kakek itu.
Iapun memiliki! Akan tetapi ketika sejenak dua
bayangan mereka berkelebatan menyambarnyambar, tak ada yang terdesak atau mendesak maka
anak ini menjadi lega dan ia mulai berseri betapa
ibunya benar-benar wanita lihai yang mampu
menandingi kakek itu. Dan iapun mulai bersorak.
"Bagus, hajar dan tempeleng kepalanya.
Tendang pantatnya, ibu, dorong supaya jatuh. Aih,
luput!"
Kakek itu memaki-maki. Tentu saja Siang Lun
Mogal terkejut karena tiga puluh jurus cepat yang
berlangsung dengan seru ini malah membuat ia
kerepotan. Kiam-ciang di tangan lawannya itu
membuat lengannya tergetar. Sungguh ia terkejut
oleh perubahan ini, atau mungkin tenaganya yang
lemah! Maka ketika kakek itu membentak dan mulai
mengempos semangatnya, mengerahkan tenaga di
perut dan terdengarlah bunyi aneh seperti kokok
ayam jantan maka kedua lengan kakek ini tiba-tiba
berobah kemerahan dan akhirnya ia berjongkok dan
mendorongkan kedua lengannya ke depan. Kiam ciang
atau pukulan wanita itu disambutnya.
"Desss!"
5 Kiok Eng menjerit dan terlempar. Ang-mo-kang
alias Katak Merah menyambut Tangan Pedangnya. Ia
terdorong dan berjungkir balik dan tentu saja
bergulingan menyelamatkan diri. Kakek itu tiba-tiba
seakan bangkit kesaktiannya dan tampaklah Siang Lun
Mogal yang gagah perkasa. Kakek ini memang hebat!
Akan tetapi karena bukan wataknya untuk menjadi
takut atau gentar, justeru wanita ini melengking dan
menerjang lagi maka kakek itu terkekeh dan pukulan
Katak Merahnya kembali menyambut.
"Desss!" dan... wanita itu terlempar lagi. Kiok
Eng menjadi kaget dan marah dan tentu saja pucat.
Dua kali Kiam-ciangnya tertolak. Akan tetapi karena ia
tak hanya memiliki ilmu-ilmu itu, ia memiliki ilmu-ilmu
lain seperti Sin-mauw-kang ataupun Bhi-kong-ciang
(Pukulan Kilat Biru) maka keluarlah ilmu-ilmu ini dan
digabung dengan Sin-bian-ginkang warisan mendiang
Dewa Mata Keranjang maka kakek itu terbelalak dan
meledaklah sinar biru dan Tangan Pedang bergantiganti, juga Sin-mauw-kang (Silat Rambut Sakti) yang
membuat ribuan helai rambut itu berpencar dan
menyabet bagai kawat-kawat baja!
Kakek ini mendelik. Sin-mauw-kang mengingat
kannya akan nenek May-may. Kalau nenek itu yang
mainkan Sin-mauw-kang tentu saja ia tak perlu gentar,
6 bahkan wanita ini pun juga tidak. Akan tetapi karena
wanita itu memiliki bermacam-macam ilmu dan inilah
yang sulit ditebak tepat, silih berganti tiga macam
pukulan itu menghantam dirinya maka Ang-mo-kang
terdesak juga dan sinkang atau tenaga sakti yang
dimiliki wanita ini jauh di atas nenek May-may yang
dulu dibunuhnya!
Kakek itu menggereng. Sadarlah dia bahwa ada
dua hal yang mengganggu.
Pertama adalah karena ia kurang giat berlatih,
harus diakui bahwa sejak berada di perkemahan raja
Sabulai dan dicekoki kesenangan dan kenikmatan
wanita maka ia menjadi lupa diri. Kini ia merasa
betapa tenaganya berkurang sedikit, ia digerogoti
ketuaannya pula. Dan karena wanita itu giat berlatih
dan jauh lebih muda, di samping itu tentu mendapat
tambahan dari suami atau ayahnya sendiri maka kakek
ini memekik gusar dan sadar bahwa ia terlampau
memandang rendah!
"Keparat!"
Siang Lun Mogal meraung panjang dan ia
menjadi marah sekali. Pukulan dan serangan lawan
yang berganti-ganti membuat ia terbakar. Jenggot
kambingnya bergetar keras, wajah memerah api. Dan
7 ketika ia membentak dan menangkis satu pukulan lagi,
menambah dan mendorongkan tangannya kuat-kuat
maka Kiok Eng hampir terbanting ketika betapa tibatiba kakek itu seakan seorang raksasa yang berlipat
tenaganya.
"Desss!"
Wanita ini membanting tubuh bergulingan
mengeluh tertahan. Ia sesak napas akan tetapi bangkit
lagi, melengking dan menerjang sementara puteranya
menjadi pucat. Cit Kong berubah melihat ibunya
terguling-guling. Akan tetapi karena ibunya bangkit
lagi dan menyerang sengit, lebih dari tadi maka anak
ini menonton dan iapun mulai mengepal tinju. Ia siap
maju kalau ibunya terdesak!
Kini Kiok Eng mencabut senjata andalannya.
Sinar putih meledak dan berkelebat ketika saputangan
yang biasa melilit lehernya berpindah cepat. Benda itu
tak lagi membungkus kulit yang halus lunak melainkan
berada di tangan yang penuh sinkang. Sekali kedut
menjadi keras dan tegak seperti toya. Dan ketika
benda aneh ini menderu dan menusuk lawan, juga
mengemplang dan membabat bagai tongkat maka
kakek itu melotot lebar betapa lawan benar-benar
8 menghadapinya mati-matian dan sepenuh tenaga.
Menantu Dewa Mata Keranjang ini memang hebat.
"Bagus, kau tak mungkin mengalahkan aku.
Keluarkan seluruh kepandaianmu, Kiok Eng, setelah
itu kau kurobohkan, ha ha!"
Kiok Eng menggigit bibir. Mula-mula ia merasa
girang dan bangga bahwa ia dapat menghadapi kakek
itu. Semua ini karena gemblengan suaminya dan
ayahnya sendiri. Sejak meninggalkan masa lajangnya
dan menjadi isteri Tan Hong memang ia dapat
tambahan petunjuk-petunjuk berharga, juga ayahnya
yang hebat itu. Akan tetapi setelah kakek itu
mengeluarkan Ang-mo-kangnya dan ia terpental kuat,
diam-diam ngilu dan tergetar maka ia marah sekali
akan tetapi bukannya takut. Ia justeru penasaran dan
ingin mengalahkan kakek ini. Tadi ia dapat mendesak
dan memukul mundur kakek itu! Maka ketika si kakek
mengeluarkan Katak Merahnya dan ia terpaksa
mengeluarkan semua kepandaiannya, menggabung
dan silih berganti mengeluarkan ilmu-ilmu lain sejenak
ia merasa girang bahwa akhirnya ia kembali mampu
bertahan. Akan tetapi kakek ini memang iblis tua yang
amat luar biasa. Bentakannya yang terakhir dan
9 tangkisannya yang dahsyat membuat ia mengeluh. Ia
mengigit bibir sampai hampir pecah. Tangkisan
terakhir ini membuat telapaknya seakan terbeset.
Maka ketika ia melengking dan memaki gusar, sapu
tangan dibelit dan diputar menjadi gulungan toya
maka dengan senjata inilah ia berkelebatan dan
menyambar atau menotok dari kiri kanan, dan kakek
itu sejenak merasa bingung!
Siang Lun Mogal memang bingung ketika
betapa tiba-tiba benda keras yang penuh terisi sinkang
mendadak lembek dan berubah menjadi lemas. Sapu
tangan itu kini berubah-ubah antara kaku dan lemas.
Dan karena perubahan ini tentu saja berbahaya dan
membingungkan, sekali disangka keras akan tetapi
tiba-tiba berubah lemas dan membelit lengannya
maka hampir saja ia tersuruk dan roboh dibetot
wanita itu. Kiok Eng memang cerdik dan pemberani.
"Ha-ha, bagus. Kedut dan totok matanya, ibu,
atau belit dan jerat kakinya. Heii, hampir kena!" Cit
Kong melonjak-lonjak dan anak laki-laki ini girang
berseru kepada ibunya. Ia tentu saja melihat itu dan
kakek ini marah sekali. Siang Lun Mogal hampir
terpelanting. Kakinya nyaris terjerat! Maka ketika ia
memekik dan mulailah bibirnya berkemak-kemik, Cit
10 Kong terkejut maka Hoat-lek-kim-ciong-ko tiba-tiba
dikeluarkan kakek itu, silat berbau sihir.
"Celaka!" anak itu terkejut. "Ia mengeluarkan
Hoat-lek-kim-ciong-ko, ibu. Hati-hati!"
Kiok Eng juga berobah. Ia sedang mendesak dan
membuat kakek itu menari-nari ketika tiba-tiba saja
cahaya kehijauan keluar dari sepasang lengan kakek
ini. Ang-mo-kang lenyap dan sebagai gantinya
keluarlah cahaya hijau itu. Bau amis meluncur pula
dan kakek itu tiba-tiba tertawa ngakak. Tawanya aneh,
mirip kuda sedang birahi. Dan ketika ia mendorongkan
tangan dan kedua matanya tiba-tiba mencorong
menakutkan maka meledaklah asap hitam disusul
bentakan. "Roboh dan menyerahlah. Siluman ini tak kuat
kau tahan, Kiok Eng, senjatamu memukul dirimu
sendiri!"
Wanita itu terkejut. Tiba-tiba ia menjadi silau
ketika dari sepasang lengan kakek itu menyambar
cahaya putih sebesar gentong. Cahaya ini bulat dan
lonjong untuk kemudian tiba-tiba membentuk sebuah
wajah mengerikan. Gigi yang besar-besar dan tajam
menyeringai terlihat di depannya, disusul kemudian
oleh lompatan kaki-kaki berbulu. Dan ketika ia
11 berteriak dan saat itulah senjatanya tertiup, balik
menghantam diri sendiri maka wanita ini kaget bukan
main dan membanting tubuh menyelamatkan diri.
"Plak!" ia luput dari terkaman mahluk
mengerikan itu akan tetapi senjatanya menghantam
pundak. Hampir saja senjata itu mengenai mukanya
dan untung ia membuang kepala. Akan tetapi ketika ia
tak dapat meloncat bangun karena segera mahluk itu
mengejarnya, kekeh mengerikan membuatnya pucat
maka wanita itu dipaksa terus bergulingan dan
sebentar kemudian Hoat-lek-kim-ciong-ko menguasai
dan mengurung dirinya. Tawa kakek ini berubah bagai
tawa hantu yang menyeramkan.
"Ha-ha-heh-heh, menyerahlah anak manis,
menyerahlah!"
Cit Kong menjadi pucat. Ia akhirnya melihat
ibunya bergulingan ke sana ke mari sementara mahluk
itu menerkam dan terus mengejar ibunya. Senjata
digerakkan menangkis akan tetapi berkali-kali
terpental. Kakek itu selalu berseru bahwa senjata itu
memukul balik ibunya. Dan karena yang diserang
kakek itu adalah ibunya, bukan dia maka Hoat-lek-kim
ciong-ko tak begitu berpengaruh terhadap Cit Kong
dan anak ini melihat bahwa sesungguhnya siluman
12 jadi-jadian itu hanya baju luar Siang Lun Mogal yang
dilepas dan kini terbang diisi sihir.
"Lepaskan ibuku!" anak itu tiba-tiba
membentak dan ia tak kuat lagi. Cit Kong berseru dan
menerkam kakek iniyadari belakang dan langsung
menggigit leher. Siang Lun Mogal berteriak. Dan
karena kakek itu menujukan konsentrasinya kepada
lawan, bukan anak ini maka serangan Cit Kong
membuatnya marah dan sekaligus Hoat-lek-kimciong-konya buyar.
"Bedebah!" kakek itu memekik dan mencabut


Mencari Busur Kumala Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

anak ini. Cit Kong menempel bagai lintah dan bukan
main marahnya kakek itu. Jelas ia terganggu, juga
kesakitan. Maka ketika ia mencabut dan membanting
anak itu, Cit Kong berdebuk maka anak itu mengeluh
akan tetapi ibunya melompat bangun di sana. Kiok Eng
terbebas dari pengaruh Hoat-lek-kim-ciong-ko!
"Kong-ji!" Cit Kong disambar ibunya dan wanita
ini sudah menangis melihat anaknya matang biru.
Anak itu kesakitan dan tentu saja meringis. Kalau
bukan dia tentu remuk. Akan tetapi ketika ia berkata
agar ibunya tak usah menghiraukan, kakek itu harus
dilawan lagi maka Kiok Eng terharu betapa puteranya
ini memberinya semangat.
13 "Maju dan tutup telingamu dengan kain. Jangan
dengarkan bentakannya ibu, ia hanya menipu.
Siluman itu hanya baju luarnya yang apek. Lihat!"
Kiok Eng terisak-isak. Tentu saja ia khawatir dan
gelisah sekali betapa kakek itu amat hebat. Melihat
naga-naganya ahirnya pasti roboh dan kalah juga. Ia
masih bukan tandingan. Maka mendorong dan
berseru agar puteranya melarikan diri, saat itu Siang
Lun Mogal membentak kembali maka Cit Kong
terlempar ketika ibunya tiba-tiba menendang.
"Pergilah, kakek ini kuhadapi mati hidup. Kau
lebih diperlukannya, Kong-ji, lari dan jangan di sini!"
Cit Kong membelalakkan mata. Ia melihat
ibunya melengking dan menerjang lagi sementara
kakek itu berkemak-kemik membaca mantra.
Kegagalan Siang Lun Mogal tentu saja tak ingin
diulangi. Maka ketika kakek itu menangkis dan
membentak, suaranya penuh pengaruh maka tiba-tiba
ia berobah menjadi Tan Hong yang memarahi
isterinya. Kiok Eng terkejut.
"Eng-moi, jangan kurang ajar kepadaku. Lihat
siapa aku!"
Wanita itu tertegun. Asap yang aneh
membubung di kepala kakek itu dan semacam bau
14 dupa membuatnya tersentak. Tan Hong tahu-tahu di
situ. Dan ketika ia berhenti dan otomatis terkejut,
menganga maka saat itulah kakek ini menyambar dan
Tan Hong lenyap terganti si kakek gundul.
"Ha-ha!"
Kiok Eng membanting tubuh bergulingan akan
tetapi baju pundaknya robek tertangkap. Ia kaget dan
menjerit setelah kakek itu begitu dekat. Dan ketika ia
memaki dan tentu saja meledak gusar, kakek ini
berbahaya sekali maka Siang Lun Mogal mengejar dan
berseru lagi, Hoat-lek-kim-ciong-konya diperkuat.
"He, lihat, aku suamimu sendiri!"
Aneh, Kiok Eng lagi-lagi terpengaruh. Kakek itu
berubah lagi menjadi Tan Hong dan baru menjadi
aslinya setelah tertawa menyambar. Ia melempar
tubuh dan menjerit dan kini baju punggungnya robek.
Dan ketika empat kali ia melempar diri ke sana ke mari
hingga pakaiannya tercabik-cabik, melototlah kakek
itu maka kakek ini tiba-tiba terserang berahi dan Hoatlek-kim-ciong-konya semakin diperketat. Mata
minyaknya tak tahan melihat punggung atau kulit
pundak yang mulus.
"Heh, jangan lari lagi. Aku suamimu, Eng-moi.
Tan Hong!"
15 Wanita ini menangis. Akhirnya lumpuh lah Kiok
Eng oleh bentakan dan sihir yang berulang-ulang itu.
Kalau saja ia tak begitu memikirkan suami dan rindu
akan pertemuan barangkali ia dapat mengeraskan
hati. Akan tetapi saat itu wajah suami memang
dirindukan. Ia merasa bersalah dan berdosa oleh
peristiwa sepuluh tahun lalu. Maka ketika berulangulang kakek itu membentaknya dan berulang-ulang itu
pula wajah Tan Hong dipergunakan maka wanita ini
menjadi lemas dan akhirnya ia setengah telanjang
dicabik kakek itu. Siang Lun Mogal tiba-tiba begitu
buas dan penuh gairah melihat korbannya yang
hampir tak berdaya Ini.
Akan tetapi Cit Kong tentu saja tak membiarkan
ibunya dimalui. Anak ini juga terkejut betapa ia pun
melihat kakek itu sebagai ayahnya, seorang pria gagah
berusia tiga puluhan yang tampan dan lembut. Akan
tetapi karena ia tak diserang secara langsung dan
wajah ayahpun sesungguhnya tak ia ketahui, lagi pula
ia tak seperti ibunya yang merasa berdosa dan
bersalah maka anak ini tak seberapa kuat dipengaruhi
dan wajah kakek gundul itu lebih banyak terpampang
daripada wajah gagah yang tampan dan lembut itu.
Dan anak ini pun menjadi ngeri betapa wajah kakek Itu
seganas harimau lagi birahi. Matanya mengerikan!
16 "Lepaskan ibuku!"
Cit Kong meloncat dan iapun mempergunakan
Jouw-sang-hui-teng menyambar kakek itu. Gerakan
nya amat ringan dan ia pun tahu-tahu berada di
punggung kakek ini. Dan ketika ia langsung
menancapkan giginya di telinga, putuslah telinga itu
maka Siang Lun Mogal menjerit dahsyat dan nafsu
birahinya seketika buyar.
"Aduhh!" ia membalik dan langsung saja
mencengkeram anak itu. Dicabut dan dibantingnya Cit
Kong hingga anak itu berkeratak. Cit Kong mengeluh
dan seketika pingsan. Akan tetapi karena Hoat-lek
kim-ciong-ko buyar dan Kiok Eng meloncat di sana,
terhuyung maka wanita ini bebas akan tetapi ia pucat
melihat puteranya menggeletak biru. Entah mati atau
hidup. "Kau membunuh putera!" wanita ini histeris
dan melengking menggetarkan. Tentu saja Kiok Eng
menjadi pucat dan tenaganya tiba-tiba bangkit lagi.
Bagai didorong kekuatan raksasa sekonyong-konyong
ia mencelat, sapu tangan yang berubah menjadi toya
menghantam kepala kakek itu. Dan karena saat itu
Siang Lun Mogal sedang kesakitan dan mendelik
17 marah, ia mendesis-desis maka senjata itu mengenai
kepalanya dan kakek ini berteriak.
"Tak!" akan tetapi kakek itu terlalu hebat untuk
dirobohkan sekali saja. Benda itu mental dan ia
terjungkal sejenak, bangkit dan melotot dan sisi
kepalanya yang penuh darah membuat kakek ini
semakin mengerikan. Telinganya putus digigit Cit
Kong. Dan ketika ia sadar dan marah bukan kepalang,
rasa sakitpun menjadikan tenaganya berlipat maka
kakek ini menggerakkan kedua lengannya dan
serangan nyonya itu disambutnya tak kalah gusar.
"Plak!" kakek ini terdorong ukan tetapi lawan
nya terpental. Kiok Eng terkejut bahwa lawannya
menjadi bengis, la yang berlipat mendapat tambahan
tenaga ternyata menghadapi lawan yang sama
bersemangat. Kakek itupun bertambah kekuatannya.
Akan tetapi karena rasa marah membubung di ubunubun, ia menganggap puteranya tewas maka wanita
ini menerjang lagi dan Siang Lun Mogal mendesis dan
tak kalah marah pula, kedua tangannya ditepuk dan
muncratlah bunga api hijau.
"Kau! Kali ini benar-benar kubunuh. Jaga
kematianmu, bocah. Aku tak akan mengampunimu
lagi!" cahaya Hoat-lek-kim-ciong-ko menyambar dan
18 wanita ini menjadi silau oleh sinar terang berbau amis
itu. Ia batuk-batuk dan melempar tubuh akan tetapi
ledakan nyaring terdengar. Kakek itu tiba-tiba menjadi
sepuluh banyaknya. Dan ketika ia terkepung dan
bergulingan ke sana ke mari, dicegat dan disambar
pukulan maka nyonya ini kaget dan pucat akan tetapi
menggigit bibir. Lebih baik menghadapi sepuluh kakek
itu daripada menghadapi bayangan suaminya.
"Haiiitt!" Kiok Eng mengibaskan rambut dan kini
menyambarlah belasan jarum-jarum perak. Inilah Ginciam (Jarum Perak) yang amat berbahaya dan sinarnya
yang berkeredep tak kalah menyilaukan dengan sinar
hijau Hoat-lek-kim-ciong-ko. Bahkan ini lebih
berbahaya karena jarum itu berhamburan ke tubuh
kakek gundul, dari kepala sampai ke kaki. Akan tetapi
karena Siang Lun Mogal sepuluh banyaknya dan yang
asli tak diketahui siapa, ia hanya melempar jarumjarum itu maka sembilan tiba-tiba lenyap dan tawa di
belakang membuat ia kaget bukan main. Sembilan
Siang Lun Mogal palsu ternyata hanyalah rumputrumput kering yang kini runtuh.
"Kutangkap kau!"
Wajah wanita ini menjadi pucat. Yang asli
ternyata di belakangnya dan ia terkejut sekali.
19 Sambaran angin dingin menuju punggungnya. Dan
ketika ia membanting tubuh ke depan namun ikat
pinggangnya putus, nyonya itu menjerit maka kakek
ini terkekeh karena Kiok Eng tak mungkin melompat
bangun karena sekali melompat bangun maka pakaian
bawahnya bakal kedodoran, terlepas, telanjang bulat!
"Ha-ha, kau tak dapat lagi melawan aku. Lihat
diriku menjadi seratus banyaknya!"
Kiok Eng tak dapat lagi mengelak dan mengeluh
dengan air mata bercucuran. Ia benar-benar bakal
terhina hebat dan saat itulah timbul niat membunuh
diri. Ia akan mengayun tangan ke kepalanya. Akan
tetapi ketika kakek itu lebih dulu bergerak dan secepat
kilat menotok, lumpuhlah dia maka Siang Lun Mogal
tertawa bergelak dan langsung menggulingkan tubuh
memeluk wanita ini, menindih dan menciumi.
Akan tetapi saat itu mendesinglah sebuah
panah ke punggung kakek ini. Siang Lun Mogal tak
menyangka dan ia lengah. Akan tetapi karena ia bukan
tokoh sembarangan dan panah itu berjengit di
punggungnya, kakek ini tersentak maka dua bayangan
menyambar dan tiba-tiba sepasang muda-mudi yang
gagah dan mengejutkan mengangkat dan melempar
tubuhnya dari atas tubuh Kiok Eng.
20 "Bedebah, tua bangka busuk!"
Kakek itu kaget bukan main. Ia mengerahkan
tenaga akan tetapi tubuhnya terangkat dan terlempar
bagai daun kering. Kakek itu berteriak dan tentu saja
berubah. Dan ketika ia terbanting dan berdebuk di
sana, terguling-guling maka kakek itu mengeluh
sementara gadis yang cepat menolong Kiok Eng
membebaskan totokan dan kini berdiri berhadapan
dengan pemuda di sebelahnya yang tadi mengangkat
dan melempar kakek itu. Kiok Eng pucat merah akan
tetapi wanita ini lega bukan main bahwa ia selamat
dari noda mengerikan!
"Kau... kalian?" wanita ini tertegun setelah ia
melihat siapa muda-mudi yang menolongnya ini.
Sekilas ia seperti ingat dan ragu-ragu. Gadis berusia
dua puluh lima tahunan itu membawa busur,
rambutnya disanggul sementara ujungnya yang lain
berkibar manis, indah ketika digerakkan ke samping
dan kini tersenyumlah gadis itu. Gadis bermata burung
hong! Dan ketika gadis itu mengangguk dan telah
memberinya mantol bulu, ia nyaris telanjang dicabikcabik kakek itu maka gadis ini berkata,
"Benar, aku. Dan ini Kang Hu, enci Eng, tentu
kau tak lupa kami ketika dulu bertemu di Liang-san."
21 "Ah, benar. Kau Kui Yang! Dan ini Kang Hu! Oh,
terima kasih Kui Yang, kau menyelamatkan aku dari
aib yang lebih mengerikan daripada maut. Kalian
kuingat kini!" Kiok Eng tersedu dan tiba-tiba ia
menubruk dan memeluk gadis itu. Sekarang ingatlah
dia siapa gadis ini, gadis yang dulu pernah dihajar dan
dipukulnya pingsan di Liang-san. Kini gadis itu malah
menolongnya. Maka ketika ia tersedu-sedu sementara
Kang Hu pemuda itu melirik temannya maka kakek
gundul marah bukan main di samping terkejut. Kiok
Eng memeluk ketat Kui Yang sementara gadis itupun
memeluknya dan bersikap hangat.
"Keparat!" kakek itu melengking. "Siapa kalian
dan berani benar mengganggu kumis harimau, anakanak. Kubunuh kalian dan jangan harap mendapat
ampun!"
"Kaulah yang kami hajar dan tak akan diampuni.
Aku Kang Hu dan siapa kau, kakek busuk. Kau hendak
memperkosa wanita secara tak tahu malu!" Kang Hu
pemuda itu melangkah maju dan mencegat kakek ini.
Ia melindungi temannya yang masih berpeluk-pelukan
dan kakek itu tak dapat menahan marahnya lagi. DI
gerakkannya tubuhnya ke depan dan mencelatlah ia
mendorongkan kedua tangannya. Sepuluh jarinya
memerah sementara perutnya mengeluarkan bunyi
22 berkokok. Ia tak perlu mengeluarkan Hoat-lek-kimciong-konya apabila lawannya rendahan saja. Akan
tetapi ketika pemuda itu menangkis dan
menggerakkan pula kedua lengannya ke depan,
menyambut dan berani menghadapinya maka
pukulan beradu dan kakek itu tergetar. Kang Hu
terhuyung akan tetapi sudah tegak kembali.
"Dukk!" pemuda itu terkejut dan menahan
seruannya sementara Kui Yang dan Kiok Eng tiba-tiba
melepaskan diri. Tentu saja dua orang itu marah. Akan
tetapi ketika Kui Yang berseru mengingatkan Kiok Eng,
gadis ini melihat seorang anak laki-laki menggeletak di
situ maka Kiok Eng sadar dan meloncat mendekati
puteranya. Dan saat itu Cit Kong mengeluh.
"Kau masih hidup!" wanita ini girang bukan
main. "Ah, kau masih hidup, Kong-ji. Kakek itu tak
dapat membunuhmu. Akan tetapi kau terluka!"
Kui Yang terkejut dan mengerutkan kening dan
tiba-tiba ia pun meloncat mendekati Kiok Eng. Ia tentu


Mencari Busur Kumala Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saja tak tahu siapa anak laki-laki ini akan tetapi
berubah mendengar panggilan itu. Kiok Eng
menyebutnya Kong-ji (anak Kong), berarti itulah
putera wanita ini, anak yang dulu hilang! Maka ketika
ia berkelebat dan bertanya menegaskan dugaannya,
23 benarkah anak itu Cit Kong maka Kiok Eng tersedusedu mengangguk.
"Benar, ia puteraku Cit Kong. Ia anak yang dulu
hilang itu, Kui Yang, dan kakek jahanam itulah
penculiknya. Ia Siang Lun Mogal!"
"Apa, iblis Mongol itu?"
"Betul, karena itu berhati-hatilah akan tetapi
tunggu sebentar dan nanti kita hajar bertiga. Ia
melukai puteraku!"
Kiok Eng memondong dan membawa puteranya
ke tempat aman dan Kui Yang tentu saja kaget sekali.
Ia mula-mula kaget bahwa anak itu betul Cit Kong,
anak yang hilang. Lalu ketika kakek itu ternyata adalah
Siang Lun Mogal yang amat jahat, iblis Mongol maka
ia membalik dan tiba-tiba menerjang kakek itu. Kang
Hu masih tergetar dan terkejut oleh adu pukulan tadi.
"Keparat, kiranya Siang Lun Mogal. Kau sudah
kelewat banyak dosa, kakek busuk, dan kau pula yang
kiranya menculik Cit Kong. Mampuslah!"
Kakek itu terbelalak. Iapun tak mengenal dua
Belalang Kupu Kupu 7 Sleepaholic Jatuh Cinta Karya Astrid Zeng Misteri Rumah Berdarah 8

Cari Blog Ini