Ceritasilat Novel Online

Pahala Dan Murka 5

Pahala Dan Murka Karya Liang Ie Shen Bagian 5


dari kalangan lok-lim atau kaum pembesar negeri yang tak kenal
seluk-beluk mereka, dan bermaksud merampas harta benda
mestika mereka, maka akibatnya pasti berbalik akan disiksa
mereka, kemudian baru dibinasakan orangnya.
Sebab itulah oleh kalangan hek-to maupun pek-to, mereka
dipandang sebagai momok. Mengenai sebab apa mereka selalu
membawa harta mestika di badan mereka, hal ini banyak berita
yang simpang siur, ada yang bilang barang itu adalah hasil curianPahala dan Murka - 7 22
mereka, ada pula yang bilang mereka adalah saudagar emas-intan
yang baik, tetapi mana yang betul, tiada seorang pun berani
bertanya kepada mereka.
Padahal mereka berikut segenap anggota keluarganya bukan lagi
maling besar, juga bukan saudagar segala, mereka jusiru
mengadakan perdagangan benda mestika yang berasal dari
perbuatan kejahatan atau barang gelap, artinya kerja mereka hanya
menerima atau membeli barang-barang hasil rampokan dari kaum
begal besar yang melakukan pekerjaannya seorang diri tanpa
pembantu. Hasil pembelian mereka ini kemudian mereka jual ke
negeri Persia atau India.
Pada umumnya begal yang melakukan pekerjaan demikian ilmu
silat mereka pasti lain daripada yang lain, maka kejahatan yang
mereka lakukan boleh dikatakan tidak pernah meleset. Untuk
merampok memang tidak susah, yang sulit adalah menjual barang
rampokannya, jika ada pembeli seperti Mako hitam-putih ini, justru
inilah yang mereka harapkan, apalagi Oh-pek Mako ini menjual
harta mestika ini ke negeri seberang, maka bahaya ketahuan oleh
pemerintah boleh dikatakan tiada sama sekali.
Karena itulah, maka beberapa begal besar di kalangan kangouw
diam-diam ada hubungan dagang dengan Oh-pek Mako, satu
diantaranya ialah Cio Eng, sebaliknya juga hanya Oh-pek Mako saja
yang berani melakukan hubungan dagang semacam ini dengan
mereka.
Keempat saudagar yang dilihat Iri Lui malam itu bukan lain
adalah juru-beli Mako hitam-putih ini, rahasia di belakang layar ini
bukan saja tidak dimengerti In Lui, bahkan Thio Tan-hong pun tidak
tahu.
Kembali tadi, maka begitu Tan-hong melihat keping tulang
tengkorak itu, segera ia kenal itu adalah "tanda pengenal" dari MakoPahala dan Murka - 7 23
hitam-putih, maka diam-diam ia mengisiki agar In Lui melarikan
diri saja.
Di luar dugaannya, bukannya In Lui menurut, sebaliknya dengan
tersenyum ia menjawab, "Bukankah siang tadi kausuruh aku
menjadi pengawalmu? Maka sekarang tidak nanti kutinggalkan
dirimu."
Tan-hong mengira In Lui tidak kenal ilmu silat dan asal-usul Ohpek Mako, sebenarnya ia bermaksud menjelaskan, tetapi ceritanya
terlalu panjang dan tidak bua diterangkan secara singkat saja,
sedang kedua perempuan Persia tadi kadangkala masih menoleh
melihat mereka, maka diam-diam Tan-hong mengeluh, "Ai, kau
belum kenal kelihaian kedua iblis itu."
Sebenarnya bukannya In Lui tidak tahu, soalnya karena dia tidak
tega tinggalkan Tan-hong seorang diri pada waktu menghadapi
bahaya.
Begitulah dengan kedua perempuan Persia sebagai penunjuk
jalan di depan, mereka menyusuri tanah pekuburan kuno yang
penuh dengan batu, selang tak lama, mereka sampai di depan suatu
kuburan kuno yang sangat besar.
"Apa kedua tamu yang datang ini adalah kedua Siau-wa-wa
(bocah cilik) itu?'' segera terdengar suara pertanyaan dari dalam
kuburan.
"Ya, betul, tetapi kedua Siau-wa-wa ini tidak kecil nyalinya!"
sahut kedua perempuan Persia itu dengan tertawa.
"Baiklah, gusur saja mereka masuk ke sini!" berkata pula suara
dalam kuburan.
Ketika perempuan itu menekan tangannya pada pintu kuburan,
seketika juga terdengar pintu kuburan itu berbunyi gemuruh.
Tetapi pada saat itu pula mendadak Tan-hong mengumpulkanPahala dan Murka - 7 24
tenaga terus memukul dengan keras, terdengarlah suara gedebrak
yang hehat, pintu kuburan roboh terbuka.
"Haha, tidak perlu kauundang, biarkumasuk sendiri saja," seru
Tan-hong dengan bergelak tertawa.
Karena robohnya pintu kuburan itu, maka tertampaklah dengan
jelas di dalam kuburan itu komplit terdapat ruangan tamu dan
kamar-kamar dengan pajangan yang mewah laksana istana di
bawah tanah saja, di tengah ruangan tamu terdapat dua belas
batang lilin sebesar lengan manusia, karenanya keadaan di dalam
menjadi terang benderang. Agaknya istana di bawah tanah ini
masih ada jalan angin lainnya, sebab orang di dalamnya sama sekali
tidak merasakan sumpek.
Waktu In Lui tegasi, dilihatnya ruangan besar itu terdapat
sebuah meja batu marmer besar, di tengah duduk dua orang aneh
dengan rambut keriting dan hidung panjang mcmbetet, seorang
hitam dan yang lain putih, hingga tampaknya menyolok sekali dan
lucu. Di samping mereka duduk dua orang Han, mereka bukan lain
adalah keempat saudagar emas-intan itu.
Melihat keempat lelaki ini tahu-tahu sudah berada di dalam
kuburan, diam-diam In Lui membatin, "Rupanya kuburan ini masih
ada jalan rahasia lainnya!"
Sementara itu terdengar Oh-pek Mako telah buka suara.
"Apakah pencuri pusakanya adalah kedua orang ini?" tanya
mereka.
"Tidak semua, hanya yang lebih tua ini," kata keempat saudagar
itu, "yang muda ini anak menantu Cio Eng, ia tidak ikut, malahan ia
yang membebaskan jalan darah kami."
Mendengar penjelasan ini Mako hitam mengangguk-angguk.Pahala dan Murka - 7 25
"Baiklah, kau berdiri di pinggir sana!" katanya kepada In Lui.
"Kenapa harus minggir, aku datang ke sini bersama dia," sahut
In Lui.
Karena jawaban ketus ini, Mako putih berkerut kening.
"Hm, Siau-wa-tva tidak tahu diri," katanya, lalu tutup mulut lagi.
Sementara itu Mako hitam menuding Thio Tan-hong dan
menegur.
"Kau bocah ini betul-betul berani, ke Hek-sek-ceng kau mencuri
pusaka dan melukai orang, sekarang berani pula menghantam
rusak pintu gerbangku, apa kaukira kami ini boleh dibuat mainan?"
Karena damperatan ini, Tan-hong tertawa.
"Sudah berapa lama kalian datang di Tiongkok?" tiba-tiba ia
tanya.
"Apa maksud perkataanmu ini?" sahut Oh-pek Mako dengan
gusar.
"Bukankah kalian pernah dengar pribahasa Tiongkok yang
mengatakan bahwa utang harus bayar dan permusuhan ada
balasnya?" kata Tan-hong, "Jangankan aku tidak pernah mencuri
pusaka, seumpama betul aku mencuri pusaka ke Hek-sek-ceng, apa
hubungannya dengan kalian? Cio Eng sendiri tidak urus, perlu apa
kalian ikut urus?"
Atas damperatan ini seketika berubah air rnuka Oh-pek Mako.
Terdengar Tan-hong melanjutkan lagi, "Kemudian kalian mencuri
kudaku, kenapa sekarang kalian menyalahkanku menghancurkan
pintumu? Lagi pula tempat ini pun bukan milikmu, tempat ini
adalah tempat orang mati!"
"Bagus, mulutmu tajam, berbalik kausalahkan kami," teriak
Mako hitam.Pahala dan Murka - 7 26
"Ya, apa hanya kalian saja yang boleh mengurusi orar.g lain?"
sahut Tan-hong dengan tertawa. "Menurut penglihatanku, paling
baik kalian tutup pintu kuburan saja dan tidak perlu keluar lagi!"
"Apa katamu?" bentak Mako putih.
"Kuburan ini milik seorang pangeran atau raja muda bukan?"
tanya Tan-hong.
"Ya, kuburan Cin-ong dahulu, ada apa?" sahut Mako putih.
"Kata pribahasa, sesudah tutup pintu boleh menjadi raja di
rumah, setelah kalian tutup daun pintu ini, bukankah kalian boleh
menjadi raja juga?" ujar Tan-hong. "Seandainya tidak menjadi raja
sedikitnya boleh menjadi Cin-ong gadungan, cuma menjadi raja
sebenarnya pun tiada artinya."
Berulang diolok-olok Tan-hong, Oh pek Mako menjadi gusar,
tanpa terlihat mereka bergerak atau tahu-tahu sudah melompat
dari tempat duduk mereka, dua orang empat tangan serentak
mencengkeram batok kepala Tan-hong.
Ia Lui menjerit kaget oleh perubahan tiba-tiba ini, tetapi
dilihatnya sinar putih mendadak melintang di tengah ruangan,
kiranya Thio Tan-hong sudah mencabut pedang pusaka, hanya
sedikit bergetar lantas menerbitkan suara nyaring berkilau.
''Bagus!" seru Oh-pek Mako berbareng.
Pada saat lain, di antara sinar pedang dan berkelebatnya
bayangan orang, tiba-tiba terdengar suara robeknya kain.
"Haha, bagus sekali, bagus! Oh-pek Mako berdua hanya mampu
melayani seorang bocah!" Tan-hong berseru.
Habis berkata, mendadak dilihatnya dengan sekali jumpalitan
Mako hitam-putih telah duduk kembali di atas kursinya dengan
wajah serba salah.Pahala dan Murka - 7 27
Kiranya mereka tidak anggap Thio Tan-hong sebagai lawan, tadi
karena naik darah seketika, maka berbareng mereka melompat
maju hendak memberi hajaran kepada pemuda ini, sama sekali
tidak mereka pikirkan tentang peraturan kangouw yang pantang
tua lawan muda dan main keroyok, mereka mengira sekaligus bisa
bereskan "bocah" ini, siapa tahu kesudahannya justru di luar
dugaan mereka.
Dengan tubrukan mereka tadi, Tan-hong cabut pedangnya
dengan cepat, begitu mereka menubruk dari atas, segera sinar
pedang menyambar, untuk menghindarkan diri sudah tak mungkin
lagi, kesudahannya adalah kain baju Tan-hong terbeset robek,
sebaliknya topi mereka kena tertabas, bahkan rambutpun terpapas
sebagian. Malahan mereka dituduh tua memukul muda dan main
keroyok.
"Kiam-hoat bagus, kita perlu bertanding lagi," kata Mako hitam
kemudian sesudah pandang Tan-hong sekejap.
Lagu suaranya sudah berubah, kini ia tidak anggap orang sebagai
"bocah" lagi melainkan memandang Tan-hong sebagai lawan yang
setingkat.
Tan-hong hanya bersenyum.
"Apa kalian berdua hendak maju berbareng atau satu lawan
satu?" katanya kemudian "Coba katakan dahulu bagaima kalau
kalian menang dan bagaimana pula, bila kalah?"
"Tidak perlu mengoceh, kalianpun berdua, tiada satu pihak pun
yang lebih untung," sahut Mako hitam dongan gusar.
Dengan nama Oh-pek Mako yang tersohor mereka bersedia satu
lawan satu bertanding dengan kedua lawannya, suatu tanda mereka
sudah agak jeri terhadap Thio Tan-hong dan In Lui.Pahala dan Murka - 7 28
''Terapi urusan ini tiada sangkut-pautnya dengan saudaraku ini,
hanya aku sendiri yang bertanding dengan kalian," cepat Tan-hong
menerangkan.
"Kalau begitu, pihak kami pun hanya aku yang melayanimu,"
sahut Mako hitam.
Tetapi begitu Oh Mako hitam buka suara, segera pula In Lui
menimbrung, "Tidak, kami datang bersama, dengan sendirinya
bersama pula kami melawan kalian!"
"Bagus, kalau begitu! Jika kalian turun tangan berbareng, aku
pun akan melayani kau," ujar Pek Mako.
"Tidak, tidak, hanya aku sendiri saja yang bertanding dengan
kalian!" seru Tan-hong cepat.
''Kenapa hanya omong saja tak berguna?" teriak Mako hitam
sengit, "Jika aku bertanding dengan kau dan saudaramu tidak ikut
campur, maka saudaraku pun tidak ikut serta, apa ini kurang
sederhana?"
Selagi In Lui hendak buka suara lagi, tiba-tiba Tan-hong berkata
padanya "Adik yang baik, biarlah kucoba mereka dulu, jika tidak
berhasil baru kau ikut turun tangan kini belum lagi terlambat."
Sementara itu tanpa banyak omong lagi Mako hitam telah ulur
tangannya, dari sebuah peti mati batu pualam di ruangan itu
dikeluarkannya sebatang tongkat pualam, tongkat ini bersinar hijau
kemilau, menyusul segera ia melompat ke tengah kalangan.
"Nah marilah sini! Jika aku menang, kau punya kuda dan semua
harta mestika akan menjadi milikku," serunya.
"Dan bila kaukalah?" tanya Tan-hong.
"Jika aku kalah, boleh kau menjadi tuan rumah di tempat ini,"
sahut Oh-Mako dengan mendongkol.Pahala dan Murka - 7 29
Perlu diketahui bahwa kuburan kuno ini adalah salah sebuah gua
penyimpan harta mestikanya Oh-pek Mako. harta benda yang
tersimpan di dalamnya bernilai tak terhitung jumlahnya, Oh Mako
telah taruhkan tempatnya ini, boleh dikatakan sangat adil.
Di luar dugaannya, Tan-hong bergelak tertawa dan berkata,
"Hah, siapa ingin menjadi tuan rumah gua setan ini?"
"Lantas apa kehendakmu?" tanya Mako hitam.
"Tidak perlu lain, cukup sembuhkan kudaku saja," tutur Tanhong.
"Haha, itu gampang," kata Mako hitam dengan gelak tertawa.
"Tetapi aku sudah biasa berdagang, apa yang aku sudah omong
tentu kupenuhi. Kita bertaruh secara adil, aku pun tidak ingin
menarik keuntungan lebih darimu. Mestikamu dan mestikaku
nilainya sukar dibedakan mana yang lebih tinggi, mau atau tidak,
terserah, padamu. Nah, sekarang silakan mulai dulu!"
Baju Tan-hong telah robek oleh seberetan Oh Mako tadi.
"Haha, aku mirip pengemis yang rombeng," kata Tan-hong
dengan tertawa geli sambil pegang bajunya.
Habis ini, sekalian ia tarik bajunya yang sudah robek itu hingga
tanggal seluruhnya, maka tertampaklah pakaian dalamnya yang
sepan, baju kutang yang dipakainya sekarang terdapat sulaman
Sohciu yang terkenal dengan dua ekor naga sedang menari-nari di
atas lautan, benang sutera emas itu tersorot oleh cahaya lilin hingga
makin menunjukkan kebagusan sulamannya yang tiada
bandingannya.
In Lui terpesona oleh sulaman ini, dalam hati ia sangat heran,
"Aneh, kenapa di negeri Mongol terdapat juga sulaman Sohciu
sebagus ini?"Pahala dan Murka - 7 30
Sementara itu Tan-hong telah kencangkan lagi pakaiannya, ia
pegang pedangnya dan membungkuk memberi hormat.
"Silakan kau mulai dahulu!" katanya.
Mako hitam tersenyum atas kelakuan pemuda ini, terhadap
sopan-santun orang rupanya ia sangat senang.
Pada saat lain, terlihat ia sedikit geraki tubuhnya, belum lenyap
senyumnya secepat angin ia mengemplang dengan tongkatnya.
Tan hong pun tidak tinggal diam, ia menangkis dengan
pedangnya, maka tertampaklah sinar putih dan hijau berkilauan
saling belit dan menerbitkan suara nyaring, suara beradunya benda
logam dan batu pualam.
In Lui terperanjat oleh suara benturan itu, pikirnva dalam hati.
''Kiranya tongkat makhluk aneh ini juga semacam benda pusaka
yang hebat!"


Pahala Dan Murka Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Begitulah karena benturan senjata tadi, Mako hitam dan Tanhong saling tahan dengan lwekang masing-masing, pokiam Tanhong seperti menempel di atas tongkat orang dan tak bisa bergerak,
sebaliknya tongkat Mako hitam pun seperti terkurung oleh sinar
pedang lawan hingga tak bisa ditarik kembali. Karenanya mereka
berdua laksana terpantek di tanah saja, saling bertahan sekuat
tenaga, gelang tak lama jidat kedua orang sama mengucurkan
keringat.
"Celaka! Jika begini terus, tentu keduanya akan sama terluka,"
pikir In Lui.
Dalam pada itu, tiba-tiba terdengar suara bentakan, sekonyongkonyong Mako hitam melompat ke atas tetapi tongkatnya tidak
ditarik, kini orangnya bersama tongkatnya laksana tergantung pada
pedang pusaka Tan-hong terus berputar dengan cepat.Pahala dan Murka - 7 31
Menyaksikan cara pertarungan ini, diam-diam In Lui merasa
bingung. "Ilmu silat golongan manakah ini?" demikian ia heran oleh
getek tipu si Mako hitam.
Pada saat lain, tiba-tiba terdengar suara "trang" yang keras,
menyusul mana terdengar Tliio Tan-hong berseru, "Hah, celaka?"
Keruan In Lui terkejut, selagi ia hendak lolos pedang buat maju
membantu, tahu-tahu tertampak kedua orang tadi dengan cepat
memencarkan diri, kemudian terdengar Tan-hong bergelak tertawa
lagi.
"Haha, tidak apa-apa! Kiranya kau tidak lebih hanya seekor
keledai, sudah setengah harian berputar-putar tarik gilingan, tapi
tiada sesuatu hasil."
"Haha, percuma namamu disegani, ternyata tidak mampu
mengalahkan seorang bocah! Haha, hahahaa!"
Demikian Tan-hong tertawa mengejek. Karuan Mako hitam
menjadi murka, belum lagi suara tertawa orang lenyap, segera ia
berteriak, "Bocah yang tak kenal mati-hidup!"
Berbareng ia melompat ke atas lagi, kembali sinar hijau
berkelebat secepat kilat, tiba-tiba ia mengancam batok kepala Tanhong, serangan cepat, gerak tanganpun aneh.
Di samping sana sesudah mendengar ucapan Tan-hong yang
jenaka tadi, sebenarnya In Lui hendak tertawa geli, tapi baru saja
mulutnya mengap, tiba-tiba suara tertawanya seperti terkancing
dan hanya mampu bersuara "ah" saja. Rupanya serangan Mako
hitam yang hebat itu membuatnya melenggong.
"Haha, sekarang si bocah akan menghajar keledai tua!" tiba-tiba
Tan-hong tertawa pula sembari mengejek.Pahala dan Murka - 7 32
Tubuh pemuda ini tidak menggeser, ia hanya sedikit mendoyong
ke belakang, menyusul secepat kilat pedangnya menangkis sambil
menabas.
Gerak tipu ini sangat bagus dan tepat sekali, Mako hitam tak
sempat tarik kembali senjatanya dan segera sebelah tangannya akan
terpotong putus oleh pedang Tan-hong.
Kiranya mereka berdua tadi telah saling gempur dangan lwekang
yang tinggi, Thio Tan-hong tidak berani sembarangan ganti
serangan, sebaliknya Oh Mako telah menggunakan "Mo-pan-kang"
atau kungfu putar gilingan, semacam ilmu dari negeri barat yang
liliai, untuk melepaskan diri.
Kesudahannya meski Tan-hong tidak terluka, tidak urung ia
terkejut juga. Pikirnya : "Aku tak mampu melepatkan diri dalam
keadaan melengket tadi, sebaliknya ia sanggup menarik diri,
sungguh lawan tangguh yang tidak boleh dipandang enteng."
Oleh karena tiada cara lain buat mengalahkan musuh, maka Tanhong sengaja mengejek untuk bikin panas hati orang.
Tadi waktu ia baru masuk pintu kuburan ini, Oh Mako telah
menghinanya dan menyebut dia sebagai "Siau-wa-wa" atau bocah
cilik, kemudian setelah menyaksikan kepandaiannya, segera
berubah sikapnya. Tetapi sekarang Tan-hong sengaja menyebut
dirinya sebagai bocah lagi dan balas dengan kata-kata menghina,
tujuannya tiada lain adalah untuk menimbulkan amarah orang.
Betul juga Oh Mako terjebak oleh tipu daya Tan-hong ini, dalam
gusarnya ia melompat ke atas dan mengeluarkan tipu serangan keji
tadi. Tak terduga ia justru masuk perangkap Tan-hong, tiba-tiba
Tan-hong menabas ke samping dengan pedangnya, sinar perak
menembus sinar hijau, tahu-tahu sudah menyambar sampai di
pinggir lengan Oh Mako, dalam keadaan demikian biarpun tinggiPahala dan Murka - 7 33
kepandaiannya sukar juga menghindarkan bahaya terkutungnya
sebelah lengannya.
Siapa tahu ilmu silat Mako hitam ini berlainan dengan ilmu silat
Tiongkok umumnya, ia melatih ilmu Yoga dari India, seluruh
badannya bisa berubah lemas laksana tak bertulang, otot dagingnya
pun bisa dikendur dan dikeraskan.
Dalam pada itu Tan-hong sedang bergirang karena serangannya
bakal berhasil, diluar dugaan tiba-tiba ujung senjatanya melesat ke
samping, mendadak pula lengan Mako hitam menyampuk ke
belakang disusul dengan sekali berjumpalitan terus berdiri tegak
terjungkir di atas tanah dengan mata mendelik.
"Anak kurang ajar, ayo maju lagi!?? teriaknya kalap. Habis ini
mendadak ia melompat bangun dan mengemplang pula dengan
tongkatnya.
Ketika Tan-hong balas menyerang sekali, kembali Mako hitam
berjumpalitan lagi, ia berdiri terbalik dengan kepala di bawah,
tangan digunakan sebagai kaki dan kakinya sebagai tangan,
tongkatnya menyerang secara hebat ke tempat berbahaya di perut
Tan-hong,
Ilmu permainan tongkat yang aneh, sungguh jarang ada
bandingannya.
Namun Tan-hong putar pedangnya juga secepat angin, dalam
sekejap mata ia balas menggempur musuh beberapa jurus, ia lihat
Mako hitam kadang-kadang meloncat bangun untuk kemudian
lantas jumpalitan dan menyingkir pula, ia gunakan tangan dan kaki
sekaligus dan putar tongkat pusaka sedemikian cepatnya hingga
membawa samberan angin dahsyat, tipu serangannya pun aneh
luar biasa dan daya tekanannya sangat berat.Pahala dan Murka - 7 34
Menyaksikan pertarungan hebat ini, In Lui menarik napas
dingin, dilihatnya ujung mulut Tan-hong menampilkan senyuman,
di bawah kurungan sinar hijau musuh ia menusuk ke timur dan
menuding ke barat, gerak tangannya tampaknya tidak cepat, tapi
tiap-tiap gerak tipunya tidak kurang lihainya dan tepat
mematahkan daya serangan Oh Mako, tampaknya ia menyerang ke
kanan, tahu-tahu sudah mengarah ke kiri, seperti baru bergerak,
tahu-tahu menikam dari jurusan lain lagi, bahkan tiap serangannya
selalu mengincar tempat maut di mana muauh terpaksa harus
menolong diri, sebaliknya menjaga diri rapat bila diserang musuh,
dengan demikian meski Oh Mako melayani dengan serangan gencar
tetap tak berdaya menggeserkan Tan-hong barang setapak saja.
Harus diketahui bahwa ilmu permainan tongkat Mako hitam
adalah ajaran negeri barat dan jarang dijumpai dalam kalangan
persilatan di daerah Tiongkok, yakni ilmu tongkat iblis yang disebut
Thian-mo-tiang-hoat.
Kini meski ratusan jurus sudah lewat, namun sedikitpun ia
belum mendapatkan lubang kelemahan musuh, tak tertahan Mako
hitam menarik napas dingin juga.
Di samping lain Mako putih tengah mengawasi dengan mata
terbelalak, ingin dia maju membantu, namun tadi sudah berjanji
satu lawan satu, maka tidak enak buat membantu begitu saja.
Dalam pada itu kedua orang yang saling labrak dengan tipu
serangan aneh itu masih tetap sama kuatnya, sementara itu
terdengar ayam jago berkokok dan burung berkicau, tanpa terasa
fajar sudah menyingsing.
Sesudah lama Mako Hitam menempur lawannya dan belum bisa
menentukan kalah-menang, ia menjadi gelisah, maka gempurannya
bertambah dahsyat.Pahala dan Murka - 7 35
Tetapi Tan hong tidak pedulikan kegelisahan orang, ia tetap tidak
menggeser seperti terpantek di lantai saja, gerak pedangnya tidak
cepat pun tidak lambat, ia bergerak seenaknya dan secukupnya saja,
pelahan dan santai.
In Lui melenggong oleh cara permainan pedang kawannya ini,
diam-diam ia merasa heran.
Harus diketahui sejak kecil In Lui sudah belajar ilmu pedang
pada Hoa-thian-liong-Ii Yap Eng-eng, meski usianya baru tujuh
belas tahun, tetapi telah sepuluh tahun lamanya berlatih kiam-hoat
atau ilmu pedang,
Sedangkan ilmu pedang Yap Eng-eng di dalangan bu-lim
terhitung kelas satu atau dua, kim-hoat dari berbagai aliran lain
hampir tiada yang tidak dikenalnya, oleh sebab itulah meski usia In
Lui masih muda, namun mengenai ilmu pedang boleh dikatakan
seorang "ahli", asal orang lain sedikit bergerak dan melancarkan
serangan, segera ia tahu orang berasal dari aliran mana.
Akan tetapi malam ini justru lain dari biasanya, sudah sejak tadi
ia mengamati permainan pedang kawannya, namun sedikitpun
tidak kenal asal-usul kiam-hoat Tan-hong, ia hanya merasa ilmu
pedang orang mirip sekali dengan kaim-hoat yang dipelajarinya
sendiri, sama mengandung intisari berbagai cabang silat lainnya,
tetapi gerak tipu dan cara melakukannya sebaliknya berlawanan
dengan apa yang dipelajarinya, karena itulah ia heran dan penuh
tanda tanya.
Setelah diawasi lagi, tiba-tiba terasa pula olehnya ilmu pedang
Thio Tan-hong seperti sudah dikenalnya, tetapi tidak bisa
disebutkan namanya. Dengan tekun In Lui coba mengingatingatnya, terang sekali kiam-hoat orang sudah pernah dilihatnya.
Selama ini pun belum pernah didengarnya cerita dari gurunyaPahala dan Murka - 7 36
tentang kiam-hoat yang aneh ini, tetapi mengapa pada dirinya
timbul semacam perasaan seperti sudah kenal?
Begitulah pikirannya semakin heran dan tambah bingung. Akan
tetapi dirasakan pula olehnya tiap-tiap gerak tipu Tan-hong walau
selalu di luar dugaannya, tetapi sesudah tipu serangan orang
dilancarkan, lalu ia merasa semua tipu serangan itu cocok dengan
jalan pikirannya, seperti suatu perkataan yang hendak diucapkan,
tetapi sebelum tahu cara bagaimana dilontarkannya tiba-tiba sudah
didahului orang mengatakannya, bahkan dikatakan secara tepat
hingga membikin dia kagum, puas dan senang, di luar dugaan tetapi
juga sudah terduga pula.
Begitulah dengan penuh perhatian In Lui mengikuti pertarungan
itu, tiba-tiba terkilas sesuatu pikiran, dirasakannya kiam-hoat Tanhong ini meski berbeda dengan apa yang dipelajarinya, namun
rasanya seperti cocok juga berlawanan dengan apa yang
dipelajarinya, seperti kuali ketemu tutup, laksana pula dua saudara
kembar yang berperasaan satu.
Pikiran In Lui melayang-layang, meski di tengah kalangan
pertarungan sengit antara Tan-hong melawan Mako Hitam masih
berlangsung dengan sengit, namun ia seperti memandang tapi tidak
melihatnya, merasakan tapi tidak mendengarnya. Mendadak
teringat olehnya apa yang diceritakan gurunya pada malam
sebelum ia turun gunung.
Malam itu adalah malam-sebelum tahun baru, di atas puncak
gunung Siau-han-san di utara Sucoan terdapat sebuah rumah batu
dan menyala dua belas lilin yang besar segede lengan bayi dengan
terang benderang, bentuk dan jumlah lilin serupa dengan apa yang
terlihat malam ini. Di tengah lingkaran api lilin berduduk seorang
wanita setengah umur dan seorang gadis remaja, mereka bukan lainPahala dan Murka - 7 37
adalah Hui-thian-liong-li Yap Eng-eng dan murid satu-satunya yang
disayang, ialah In Lui.
Dalam rumah tersedia arak dan santapan, tetapi bukan untuk
perjamuan malaman Sin-cia atau tahun baru, tetapi perjamuan
perpisahan antar guru dan murid ini. Kiranya Yap Eng-eng sedang
menjamu muridnya yang hendak berangkat, ilmu silat In Lui sudah
tamat belajar, ia diperintah gurunya agar pada esok paginya turun
gunung.
Dari gurunya In Lui sudah mendapat tahu drama rumah tangga
dan dendam keluarganya, setiap saat tidak pernah ia lupa dan ingin
lekas turun gunung untuk melaksanakan pembalasan dendam itu,
bahwa gurunya menjamu dia untuk perpisahan malam ini justru
sama sekali di luar dugaannya. Ia heran kenapa tidak dulu dan tidak
kemudian, tetapi justru perjamuan perpisahan diadakan pada
malam Sincia ini?
Begitulah sembari mendengarkan pesan gurunya sambil dalam
hati In Lui merara heran, dari wajahnyapun terunjuk rasa ragu.
Agaknya Yap Eng-eng dapat mengetahui perasaan muridnya ini,
seceguk demi seceguk ia habiskan tiga cawan araknya secara
beruntun, habis itu tiba-tiba ia menghela napas panjang.
"Ai, setahun yang panjang tinggal malam ini, tetapi orang yang
ditunggu-tunggu belum juga tiba," demikian akhirnya terdengar ia
buka suara. "Dua belas tahun yang lalu telah kukirim pergi seorang.
Tidak, kuusir pergi seorang, dan malam ini kembali kukirim kau
pergi lagi."
In Lui menjadi bingung oleh kata-kata gurunya ini, ia tak berani
menjawab.
Hui-thain-liong-li menghela napas, dengan termangu-mangu ia
pandang In Lui, kemudian ia berkata lagi, "Kelak bila sampai diPahala dan Murka - 7 38
Mongol dan bertemu dengan seorang, boleh kausampaikan agar dia
pulang ke sini."
"Siapakah dia?" tanya In Lui.
Hui-thian-liong-li tersenyum, tiba-tiba pipinya bersemu merah
jengah, lalu ia minum secawan arak pula.
"Ialah kau punya Samsupek Cia Thian-hoa," sahutnya kemudian
dengan pelahan.
Keruan In Lui menjadi heran.
"Samsupek Cia Thian-hoa?" ia menegas. "Bukankah beliau ke
Mongol untuk membalaskan sakit hati Engkongku, yakni untuk
membunuh Thio Cong-ciu?"
"Ya, kepergiannya ke Mongol adalah kejadian sepuluh tahun
yang lalu, tetapi ketika ia tinggalkan aku adalah pada malam seperti
ini dua belas tahun yang lalu," tutur Yap Eng-eng. "Ia berilmu silat
tinggi, orangnya pendiam dan cerdik pula, ia bilang hendak
membalaskan sakit hati engkongmu, hal ini pasti akan
dilaksanakannya, pula pasti tidak perlu makan waktu sampai
sepuluh tahun."
"Tetapi kenapa selama sepuluh tahun ini tiada kabar berita
tentang beliau?" tanya In Lui.
Kembali Yap Eng-eng tarik napas panjang.
"Kuduga dia tak sudi kembali ke sini lagi," katanya kemudian.
"Sebab apa??? tanya In Lui pula dengan heran.
"Coba, kiam-hoat dari segala aliran di jagat ini sudah kukenal
semua, hanya ada semacam kiam-hoat lagi, lihat saja aku belum
pernah, lucu bukan?" kata Yap Eng-eng tiba-tiba menyimpang dari
pertanyaan In Lui tadi.Pahala dan Murka - 7 39
Diam-diam In Lui merasa geli, dunia begini luas dan terdiri dari
beraneka macam cabang ilmu silat, kalau hanya satu cabang kiamhoat saja yang belum pernah dilihatnya kenapa harus dibuat heran
dan disesalkan?
Tapi setelah gurunya menyambung lagi, hal ini betul membikin
In Lui terheran-heran.
"Kiam-hoat itu bukan lain adalah ilmu pedang perguruan kita
sendiri," demikian tutur sang guru.
Begitulah meski cahaya lilin bergoyang ditengah ruangan


Pahala Dan Murka Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kuburan kuno itu, namun In Lui sedang termenung-menung
mengenang kejadian dulu, di antara guncangan sinar pelita itu
lamat-lamat seperti tertampak wajah gurunya yang masgul pada
waktu itu,
"Tatkala itu akupun sangat heran, maka segera kutanya Suhu.
Kata Suhu, "Tentu saja kau tidak tahu, kaukira apa yang kau pelajari
sekarang ini sudah dapat berdiri, tetapi sebenarnya tidak lebih
hanya setengah bagian kiam-hoat perguruan".
"Aku menjadi heran, waktu kutanya lagi kemudian baru kutahu,
kiranya Suco (kakek guru) Hian-ki It-su bertabiat rada aneh, ilmu
kepandaian yang dimilikinya terlalu luas dan beraneka ragamnya,
tetapi yang paling menjadi kebanggaannya adalah dua bagian kiamhoat ciptaannya yang disebut ?Ban-liu-tiau-hay Goan-goan-kiamhoat? dan yang lain dinamakan ?Pek-pian-im-yang Hian-ki-kiamhoat, dari kedua macam ilmu pedang ini Suhu dan Samsupek
masing-masing mendapat semacam...... tidak, lebih tepat masingmasing hanya setengah bagian saja.
"Kata Suco pula, ?Kedua bagian ilmu pedang ini diciptakan
dengan mengumpulkan inti rahasia ilmu silat jaman dahulu, maka
sekali-kali tidak boleh diajarkan sekaligus kepada satu orang. JikaPahala dan Murka - 7 40
boleh bikin perumpamaan, maka Goan-goan-kiam-hoat dapat
dianggap seperti naga yang tidur dan Hian-ki-kiam-hoat laksana
burung Hong yang muda, Naga dan Hong tidak boleh berkumpul
menjadi satu, jika bersatu tentu akan terjadi bencana. Oleh sebab
itulah ilmu pedang mereka berdua dilarang keras saling
mengajarkan pada pihak lain!"
Selagi In Lui mengelamun, mendadak terdengar gelak tertawa
Thio Tan-hong disusul dengan suara teriakan Mako Putih.
Seketika lamunan In Lui terputus, waktu dia memandang kesana
kiranya Thio Tan-hong bersama Mako Hitam telah saling menukar
sekali serangan berbahaya. Mako hitam tadi menyerampang dengan
tongkat kemalanya, tak terduga serangannya meleset sebaliknya ia
sendiri hampir saja tertusuk bahunya oleh pedang Tan-hong.
Setelah saling tukar sekali serangan itu, mereka tak berani
gegabah lagi, kembali mereka saling tahan seperti tadi.
Angin menderu mengguncangkan api lilin hingga bergoyang,
tiba-tiba tergerak hati In Lui, teringat olehnya, "Jangan-jangan
Kiam-hoat yang dimainkan Thio Tan-hong ini adalah kiam-hoat
yang selamanya belum pernah dilihat oleh Suhu itu? Mungkin dia
murid Samsupek yang ditemukan di daerah Mongol? Tetapi kalau
melihat kebagusan kiam-hoat dan keuletannya, sekalipun belajar
dari guru pandai, sedikitnya harus berlatih selama sepuluh tahun ke
atas, sedang Samsupek bertujuan membalaskan sakit hati Engkong,
rasanya tidak nanti menerima murid setelah berada di Mongol dan
mendidiknya sepenuh tenaga?"
Segera teringat pula olehnya surat Toa-supeknya yang dikirim
kepada Kim-to-cecu Ciu Kian yang mengatakan, "Kabarnya
Samsupek kena ditawan musuh dan disekap di istana musuh,
tentunya lebih tidak mungkin dia menerima murid di dalam istanaPahala dan Murka - 7 41
raja Mongol. Umpama betul menerima murid, tentu juga bukan
bangsa Han. Lantas bagaimanakah duduknya perkara?"
(Bersambung Jilid ke 8)Pahala dan Murka - 8 0Pahala dan Murka - 8 1
PAHALA DAN MURKA
Oleh : gan k.l.
Jilid ke 8
EMIKIANLAH tambah bingung pikiran In Lui, kemudian
teringat pula olehnya, "Suhu selalu memuji kepandaian
Samsupek, katanya sekali Samsupek berkata pasti
dilakukannya, kalau dia sudah berjanji membalaskan sakit hati
Engkong, tentu pembalasan ini akan dilaksanakan juga, pula tidak
perlu makan tempo sepuluh tahun. Siapa duga Thio Cong-ciu itu
kini masih tetap memerintah dengan segala kekuasaannya di
Mongol, sebaliknya Samsupek malah tidak diketahui nasib mati
hidupnya. Ai, Suhu, engkau betul-betul harus dikasihani!"
Tanpa terasa ia terbayang akan sikap gurunya pada malam
perpisahan dengan dirinya dihulu. Gurunya memang kuat minum
arak, tetapi malam itu setelah menenggak secawan demi secawan,
akhirnya menjadi mabuk juga. Sampai pada satu ketika mendadak
Suhu menggulung lengan bajunya, tertampaklah di atas lengannya
banyak terdapat bekas luka yang simpang silang laksana ukiran
bunga merah diatas lengan.
"Lui-ji," demikianlah Suhunya berkata lagi dengan mara
terputus-putus, "menjadi orang jangan terlalu menuruti nafsu,
kalau terlalu menuruti kemauan keras hati sendiri dan berubat
sesuatu kesalahan, maka pastilah akan menyesal selama hidup. Dua
belai tahun yung lalu, setelah mengusir pergi Si-supekmu,
seterusnya pada tiap malaman Sincia hatiku selalu pedih seperti
diiris-iris, saking tak tahan aku cabut pedang dan menggores
lenganku sendiri. Haha, ini betul-betul resep yang mujarab, meski
lenganku tidak kepalang sakitnya, tapi penderitaan batinku lalu
banyak berkurang. Tiap-tiap kali aku mengiris lengan lntitasPahala dan Murka - 8 2
berwujud seperti daun bunga, coba lihat, bunga merah yang
berlepotan darahku ini indah atau tidak?"
Waktu In Lui memandang dan menghitung, betul juga di lengan
Suhunya seperti ada bunga yang berdaun dua belas, tanpa terasa ia
bergidik Sementara itu ia dengar gurunya berkata lagi, "Sudah
sepuluh tahun kaubelajar padaku, tetapi cerita ini belum pernah
kaudengar dariku. Tahukah kau bahwa tiga belas tahun yang lalu
aku puu serupa dirimu, gadis remaja yang luka bergerak, malahan
aku jauh lebih suka unggul daripadamu, terhadap apa yang aku
tidak tahu pasti berusaha mengetahuinva. Kakek gurumu melarang
keras kami hernia saling memberi pelajaran, sampai waktu berlatih
pun dipisah, tapi justru semakin keras Suco melarang, rasa ingin
tahu lantas bertambah pula, sebenarnya Thian-hoa dengan aku
seperti saudara sekandung saja, namun dalam hal ini ia sangat
kukuh, ia sangat patuh pada larangan itu. sedikitpun ia tidak mau
memberitahu padaku.
"Anak murid Sucomu seluruhnya ada lima orang, kecuali ayah In
Teng yang belum tamat belajar sudah berangkat ke Monggol,
selebihnya kami berempat masing-masing memperoleh semacam
ilmu kepandaian, setelah tamat belajar kami berdiri sendiri. Thian
hoa paling rapat berhubungan denganku, beberapa kali aku
mendesak dia lagi, tetap ia tidak mau unjuk kiam-hoat yang
dipelajarinya, padahal akupun bukan berniat belajar kiam-hoatnya
melainkan cuma ingin tahu saja. Biasanya ia sangat penurut
padaku, melulu hal ini, jika berbicara mengenai kepandaian masingmasing, ia lantas tutup mulut dengan rapat."
"Pada suatu malaman tahun baru, kembali ia menyambangi aku
ke Siau-han-san, aku mendesak pula agar dia suka mengunjukkan
kiam-hoatnya, namun ia tetap seperti biasanya, hanya tersenvum
tanpa berkata. Aku menjadi marah dan mendimperat, "Hm, kiranyaPahala dan Murka - 8 3
apa yang kau katakan betapa cinta padaku tidak lebih hanya palsu
belaka". Karena damperatanku ini, seketika mukanya menjadi
pucat, bibirnya bergerak, seperti mau bicara, tapi akhirnya tetap
tidak sepatah kata pun diucapkannya. Saat itu juga aku melolos
senjataku ?Ceng-beng-po-kam? dan menusuk dadanya.
"Sebenarnya aku cuma bermaksud memancing dia menangkis
seranganku yang mendadak ini, dengan demikian aku bisa
menyaksikan ilmu pedangnya dari perguruan sendiri, siapa duga
sedikit pun ia tidak bergerak dan menangkis, karena tusukanku
yang tiba-tiba itu untuk menariknya kembali tidak keburu lagi, aku
hanya bisa miringkan ujung pedangku dan menggores luka pada
lengannya, segera darah menetes ke atas tanah salju, Sania sekali
aku tidak menduga ia akan bersikap demikian, seketika aku
terkesima, aku pegang pedang dengan melenggong, saat itu aku tak
sanggup mengucapkan sesuatu apapun.
"Pada saat lain, mendadak dia menjerit sambil mendekap
mukanya, tanpa menghiraukan lukanya terus lari pergi secepat
terbang. Selang beberapa hari kemudian, Suco datang ke Siau-hansan, tidak kepalang gusar kakek gurumu ini, harnpir saja aku akan
dibinasakannya, syukur Toasuheng yang datang bersama dia telah
memohonkan ampun bagiku, hasilnya jiwaku diampuni, tapi
dihukum kurung selama lima belas tahun di atas Siau-han-san,
dalam lima belas tahun ini selangkahpun aku tidak diperbolehkan
turun gunung, bahkan aku diharuskan menyelesaikan dua
pekerjaan selama lima belas tahun itu. Periama aku harus melatih
dua macam kepandaian yang sangat sukar. Kedua, aku harus
mendidik seorang murid yang menguasai Hian-ki-kiam-hoat, calon
murid itu akan dicarikan sesama saudara seperguruan atas perintah
kakek guru. Setelah selesai murid itu dididik, Beng-beng-pokiam ini
boleh diturunkan padanya. Kini batas waktu sudah lewat dua belas
tahun, kedua macam ilmu kepandaian itu masih belum berhasilPahala dan Murka - 8 4
kulatih, sebaliknya murid yang paham Hian-ki-kiam-hoat malah
sudah selesai kudidik."
Begitulah sehabis In Lui dengar penuturan gurunya itu baru
diketahui sebabnya Hui-thian-liong h Yap Eng-eng yang menerima
dirinya sebagai murid terdapat latar belakang seperti apa yang
diceritakan tadi.
Dalam pada itu ia dengar gurunya menyambung lagi,
"Toasuheng Tang Gak juga baik sekali padaku, tiga tahun sebelum
terjadi peristiwa itu ia telah diperintahkan kakek gurumu ke tapal
batas antara Mongol dan Tibet untuk melakukan suatu tugas,
tatkala itu ia baru saja kembali dari daerah perbatasan dan segera
ditugaskan ke sana lagi. Sebelum berangkat, ia sengaja
menyambangi aku dahulu, ia suruh aku bersabar saja melatih diri
di atas Siau-han-san, ia bilang mungkin karena bencana berbalik
akan mendapat rejeki. Ia tanya pula padaku, 'Tahukah kau kenapa
Suhu melarang keras kalian berdua saling memberi pelajaran dan
kenapa begitu gusar terhadap urusan ini?
"Aku menjawab, Apa yang Suhu lakukan telalu diluar dugaan
orang, dari mana kutahu maksud tujuannya? Cuma pernah sekali
kudengar beliau memisalkan kedua macam Kiam-hioat kami ini
sebagai Naga dan Hong, katanya antara Naga dan Hong tidak bisa
bertuan satu, jika sampai bersatu berbalik akan membikin celaka.
Kata-katanya seperti sabda yang mengandung arti yang dalam,
sedikitpun aku tidak paham.
"Toasuheng tertawa oleh uraianku yang terakhir itu, katanya
lagi, "Tahukah kau pada dua puluh tahun yang lampau, Suhu
pernah berebut menjadi Bengcu (ketua) dunia persilatan dengan
seorang iblis, mereka bertarung selama 'iga hari tiga malam di atas
Go-bi-san dan tetap belum ketahuan siapa yang unggul dan siapa
yang asor?"Pahala dan Murka - 8 5
"Kujawab tahu. Lalu Toasuheng bercerita lagi, "Iblis itu she
Siangkoan dan bernama Thian-ya, asalnya adalah begal besar
kalangan lok-lim, tetapi sejak pertarungan seru itu sekonyongkonyong ia menghilang entah bersembunyi ke mana. Maka selama
dua puluh tahun ini senantiasa Suhu merasa tidak tenang,
kepergianku ke perbatasan bukan lain adalah menjalankan tugas
buat mencari kabar orang itu."
"Jika iblis itu begitu lihai, kepergianmu ke sana, bila sampai
ketahuan, lantas bagaimana?" aku coba tanya.
"Iblis itu setingkatan dengan Suhu kita, orangnya tinggi hati,
sekalipun ketahuan tidak mungkin ia bikin susah kita yang
tingkatannya lebih rendah daripada dia," demikian sahut
Toasuheng dengan tertawa.
Mendengar penuturan ini baru aku merasa lega, akan tetapi
masih tetap aku tidak mengerti ada sangkut-paut apa urusan ini
dengan larangan tidak boleh saling mengajarkan kiam-hoat
masing-masing? Karenanya aku lantas tanya Toa-suheng lagi.
Toasuheng tertawa dan menjawab, "Kukira maksud tujuan Suhu
ialah hendak menggunakan Thian-hoa dan kau untuk melawan iblis
itu, supaya iblis itu mengalami kekalahan di bawah tangan kalian
berdua, dengan demikian agar diketahui orang gagah di dunia ini
bahwa tidak perlu Suhu turun tangan sendiri cukup anak muridnya
saja sudah mempunyai kekuatan yane ampuh.
"Aku kaget oleh cerita itu, kataku, kepandaian kami kalau
dibandingkan Suhu laksana kunang-kunang dibanding dengan
sinar rembulan, hakikatnya tidak bisa dibuat perbandingan, Suhu
sendiri saja tidak bisa menangkan iblis itu, jika kami yang disuruh
maju, apa ini bukan berarti mengantarkan nyawa.?"Pahala dan Murka - 8 6
"Tetapi Toasuheng tertawa lagi, sahutnya Jika Suhu tidak yakin
betul mana bisa dibiarkan kalian mengantarkan kematian, rahasia
yang terkandung dibalik maksudnya itu, orang pintar macam kau
masa tidak bisa menerkanya?"
"Tetapi aku tetap tidak mengerti meski sudah berpikir pergi
datang, akhirnya terus terang aku bilang tidak paham. Maka
berkatalah Toasuheng, ?Goan-goan-kiam-hoat dan Hian-ki-kiamhoat? adalah dua macam ilmu pedang ciptaan Suhu dari jerih
payahnya selama hidup dengan mengumpulkan intisari berbagai
cabang ilmu pedang Kedua macam kiam-hoat ini kalau bisa
memperoleh satu diantaranya saja sudah cukup menjagoi dunia
kangouw, jika keduanya bergabung menjadi satu, maka tidak akan
ada tandingannya di seluruh jagat ini. Yang lebih hebat lagi ialah
kedua macam kiam-hoat ini timbal-balik tidak perlu berlatih
bersama satu dengan lain, begitu dimainkan, dengan sendirinya
akan bekerja sama dengan rapat tanpa mengunjuk sesuatu lubang
kelemahan
"Oleh sebab itulah kukira ada dua alasan Suhu melarang kau
mengetahui kiam-hoat lainnya. Kesatu, kuatir setelah kaukenal
kiam-hoat yang lain, lalu akan mempelajarinya secara diam-diam.
Maklumlah, tenaga manusia terbatas, sedang kedua kiam-hoat ini
teramat sulit dilatih, untuk belajar semacam saja orang perlu
memusatkan seluruh pikiran dan memakan waktu lebih sepuluh
tahun, jika harus belajar dua macam sekaligus, mungkin susah
berlatih hingga sempurna. Apalagi kedua macam kiam-hoat ini
memang harus dimainkan dua orang bersama baru bisa
menunjukkan keampuhannya, oleh sebab itulah sebenarnya tidak
perlu dipelajari. Dan yang kedua ialah kepandaian Siangkoan Thianya itu sungguh sudah tiada taranya, meski Suhu sudah menciptakan
kiam-hoat yang bisa menaklukkan dia tetap kuatir akan
diketahuinya sebelum bertanding."Pahala dan Murka - 8 7
"Mendengar penuturan Toasuheng itu segera aku sadar,
mungkin Suhu kuatir kami yang masih muda dan suka bergerak jika
mengetahui bergabungnya kedua macam kiam-hoat itu akan tiada
tandingan lagi di seluruh jagat, watak anak muda biasanya akan
menjadi tinggi hati dan tidak kenal takut, bukan mustahil rahasia
ini akan bocor, dan tentu Siangkoan Thian-ya akan berjaga-jaga
sebelumnya. Begitulah sehabis Toasuheng bertutur, esok paginya ia
lantas berangkat ke daerah perbatasan lagi. Dua tahun kemudian
Thian-hoa pun berangkat ke Mongol, meski aku sudah tahu rahasia
bergabungnya kedua kiatn-hoat ini, tapi karena selamanya belum
pernah mencoba, maka Goan-goan-kiam hoat yang Thian-hoa
pelajari selama itu pula belutn pernah kulihat meski hanya satu
jurus saja."
Demikian cerita yang pernah diuraikan Hui-thian-liong-li Yap
Eng-eng itu sekilas teringat kembali dalam sanubari In Lui, berbagai
pertanyaan memenuhi benaknya.
"Dan jika kiam-hoat pemuda ini betul adalah Goan-goan-kiamhoat, bila sekarang aku ikut turun tangan, bukankah kami bisa
segera mengalahkan musuh?" pikir In Lui tiba-tiba.


Pahala Dan Murka Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dalam pada itu ia dengar Mako Hitam kembali berteriak sekali
disusul dengan siulan Thi.o Tan-hong yang panjang, waktu In Lui
mendongak, ia lihat keadaan kalangan pertempuran sudah berubah
lagi.
Mako Hitam kini sudah tidak menghantam dan menggempur
dengan hebat seperti tadi, ia seperti memegangi benda seberat
ribuan kati, tongkat kemalanya yang hijau mengayun ke ti mur dan
menuding ke barat, tampaknya sudah payah sekali.
Sebaliknya air muka Tan-hong pun tampak prihatin, pedangnya
melintang di depan dada, seluruh perhatiannya seperti terpusat
pada ujung tongkat musuh, tiap-tiap sejenak kemudian baruPahala dan Murka - 8 8
mendadak ia menyerang sekali, serangan kedua pihak sama
lambatnya, padahal keduanya lagi saling gempur dengan lwekang
masing-masing yang hebat, tiap gerak serangan merupakan detik
berbahaya.
Walaupun kiam-hoat Tan-hong sangat bagus, tapi sinar
pedangnya hanya bergulung kian kemari dan tiduk mampu
menembus sinar hijau tongkat lawan, begitu melihat segera In Lui
tahu tenaga dalam Tan-hong masih setingkat lebih lemah daripada
lawannya, pemuda ini hanya sanggup menjaga diri saja berkat
pokiamnya.
Tatkala itu matahari pagi sudah menyingsing, pintu kuburan
yang terpentang oleh pukulan Tan-hong tadi masih belum tertutup
kembali, sinar matahari yang menyorot masuk gemerlapan
menyilaukan mata.
Tan-hong berdiri menghadap matahari, karena sinar yang
menyilaukan itu, kedudukannya jadi tidak menguntungkan.
Tertampak Mako Hitam mendesak semakin kencang, tiap kali ia
ayun tongkatnya, sayup-sayup membawa mara gemuruh.
Sebaliknya lingkaran sinar pedang Tan-hong makin lama semakin
ciut, lambat-laun hanya berputar saja di atas kepalanya, pada saat
itu juga mendadak terdengar Mako Hitam membentak sekali,
tongkatnya membawa semberan angin keras mengemplang ke atas
kepala Thio Tan-hong.
"Celaka!" seru In Lui kuatir.
Tanpa pikir lagi tiga buah senjata rahasia "Bwe-hoa-oh-tiappian" dihamburkan.
"Hiante lekas lari!" berbalik Tan-hong berseru kepada In Lui agar
lekas angkat langkah seribu.Pahala dan Murka - 8 9
Dalam pada itu senjata rahasia In Lui yang menyamber secepat
kilat ternyata lenyap tak berbekas dan tak bersuara, laksana tepung
cair di dalam air, agaknya senjata rahasianya tergetar hancur oleh
senjata kedua orang yang sedang bertarung itu.
Di lain pihak. Mako Putih yang memang sedang menantikan
kesempatan baik, segera ikut menyerbu, mendadak ia pun
melompat maju, begitu tangannya terjulur, secepat kilat
mencengkeram kepala In Lui.
Cepat In Lui membaliki tangannya dan menabas dengan
pokiamnya, tetapi mendadak ia rasakan pinggang rada kesemutan,
lekas ia melompat pergi sejauh setombak lebih, ia tarik napas
panjang-panjang, dengan pedang masih terhunus ia menoleh, ia
lihat tangan Mako Putih sudah bertambah dengan sebatang tongkat
kemala putih dan segera meuycrampang lagi dengan ganas.
Kiranya mereka tadi telah saling tukar sekali serangan, Mako
Putih tidak tahu In Lui juga pakai pedang pusaka. maka pundaknya
kena terkupas sedikit kulit dagingnya oleh Ceng-beng-pokim In Lui.
sebaliknya meski nona ini mempunyai ilmu mengentengi tubuh
yang bagus, tidak urung juga tersabet oleh jari tangan Mako Putih
di bagian punggungnya, syukur keduanya sama-sama
menghindarkan tenaga serangan pihak lain, luka mereka hanya
terkena sisa tenaga yang sudah lemah, kalau tidak, pasti mereka
akan sama-sama terbinasa seketika.
Karena itu Mako Putih tidak berani memandang rendah
musuhnya lagi, segera ia lolos tongkat kemala buat melawan
Pokiam In Lui.
Tongkat kemala putih Mako Putih serupa tongkat kemala hijau
Mako Hitam, semuanya terbuat dari batu pualam yang hanya
terdapat di negeri Thian-tiok (India) kerasnya melebihi besi.Pahala dan Murka - 8 10
Kekuatan Mako Putih jauh di atas In Lui, maka begitu ia
serampang dengan tongkatnya, seketika seperti petir menyambar,
tak berani In Lui menyambutnya, dengan gerak tipu "giok-li-tau-so"
atau gadis ayu melempar tali, dengan gesit ia hindarkan ujung
tongkat orang, habis ini secepat kilat ia balas menusuk.
Tetapi Mak Putih sungguh sangat lihay, begitu tongkat berputar,
dengan membawa samberan angin keras ia kurung In Lui di bawah
samberan tongkatnya, panjang tongkat pualam putih hampir tujuh
kaki, begitu diputar, dan dari lingkaran sejauh setombak tidak bisa
terhindarkan dari serangannya.
Terpaksa In Lui andalkan kegesitan, ia meloncat kian kemari di
bawah samberan bayangan tongkat, tampaknya jiwanya terancam
bahaya maut.
Terjunnya In Lui ke kalangan pertempuran sama sekali diluar
dugaan Tan-hong. Meski kepandaian Tan-hong setingkat lebih
rendah daripada Mako Hitam, tapi dengan kiam-hoatnya yang
hebat, ia yakin bisa bertahan. Tadi ia bikin ciut lingkaran pedangnya
untuk menahan rangsakan musuh, karena itu meski Thian-motiang-hoat Mako Hitam sangat lihai, namun tetap belum bisa
mengalahkan Tan-hong, keduanya sudah saling gebrak hampir
setengah malaman, tampaknya masih sama kuat, dengan nama
Mako Hitam-Putih yang tersohor itu, jika terjadi seri atau sama
kuat, hal ini berarti kekalahan bagi mereka.
Siapa duga mendadak In Lui ikut terjang maju sehingga
memancing Mako Putih masuk pula ke kalangan pertempuran,
sungguh perubahan yang mendadak sekali. Keruan diam-diam Tanhong mengeluh, pikirnya, "Dengan diriku sendiri satu lawan satu
saja kececar, sedang kepandaian In Lui masih di bawah diriku,
terang lebih-lebih bukan tandingan Mako Putih."Pahala dan Murka - 8 11
Sementara itu tertampak keadaan In Lu sangat berbahaya, Tanhong menjadi gugup, dengan cepat ia menusuk dua kali, dari
bertahan ia mendahului menyerang, ia terjang keluar dari
rangsakan orang, meski dia sadar dengan kekuatan mereka berdua
masih bukan tan dingan Mako Hitam-putih, tetapi keadaan
mendesak dan tidak bisa tinggal diam lagi, segala jalan harus dicoba,
pikirnya, "In Lui menyerempet bahaya lantaran aku, sudah tentu
aku tidak boleh tinggalkan dia dan lari sendiri."
Dengan pedang berikut orangnya Tan-hong melompat maju
secepat terbatig untuk bantu In Lui. Melihat tindakan Tan-hong ini,
Mako Hitam bergeluk tertawa,
"Haha, kalian ingin melarikan diri ?" demikian ia mengejek.
Ia sendiri memang tidak sabar lagi karena sudah sekian lama
menempur Tan-hong dan belum ada tanda-tanda akan segera
berakhir, waktu mendadak In Lui ikut turun tangan, sekali melihat
serangannya, segera ia tahu meski kiam-hoat In Lui cukup bagus,
tetapi dengan kekuatan kedua bersaudara mereka, dua lawan dua,
mereka pasti menggenggam kemenangan.
Karena itu segera in susul Tan-hong, tongkat kemala segera
menyodok ke punggung anak muda itu.
Di luar dugaannya mendadak terdengar In Lui berseru girang,
begitu dua pedang bergabung, yakni pedang In Lui dengan Tanhong, seketika sinar pedang mereka memanjang, beruntun dua kali
tusukan, tapak kaki Mako Putih segera terluka oleh senjata mereka.
Tatkala tongkat Mako Hitam menyodok datang mendadak juga
tergulung oleh sinar pedang yang membalik terus tertarik pergi.
Keruan Mako Hitam kaget. Lekas ia peringatkan saudaranya agar
berganti tempat dan mengurung kedua orang lagi.Pahala dan Murka - 8 12
Ilmu permainan tongkat Mako Hitam-putih bisa dimainkan
dengan kerja sama yang rapat, setelah mereka mengambil tempat
menurut hitungan pat-kwa dan membuat garis pertahanan yang
kuat, betapapun tangguh pihak musuh tidak nanti bisa menerjang
keluar, lebih-lebih Mako Hitam-putih ini saudara kembar, mereka
seperti dua raga satu perasaan, mereka bisa bertindak berbareng
tanpa janji lebih dahulu, begitu siasat pertempuran mereka sudah
ditentukan, dengan menahan sakit segera Mako Putih mengayun
tongkat ke samping, bersama Mako Hitam mereka lantas
mengepung dari kanan kiri, mereka gempur Thio Tan-hong dan In
Lui secara ganas dan mematikan!
Begitu sengit pertarungan ini hingga keempat saudagar emasintan yang menonton di samping dibikin bingung dengan mata
terbelalak.
Ketika itu In Lui sedang menusuk dengan pedangnya, serangan
ini oleh Mako Hitam telah disampuk kesamping dengan tongkat
pualam hijaunya, segera ia gunakan tipu "Thian-mo-hian-ciu" atau
malaikat iblis menyuguh arak, ujung tongkat menyodok bawah
janggut orang sedang batang tongkat disodokan pula keperut orang,
sekali bergerak tiga serangan betul-betul sangat lihai.
Akan tetapi "Hiam-ki-kiam-hoat" In Lui pun sangat hebat, ilmu
pedang ini mengutamakan gerak perubah yang aneh dan tidak bisa
diduga, begitu anak gadis ini berkelit, dengan tipu 'To-coan-imyang'? atau memutar balik Im-yang, ujung pedang dari bawah
mengarah ke atas, berbalik ia menabas ke depan, ia hindarkan
tonjokan tongkat, berbareng pula dengan tipu serangannya
memaksa Mako Hitam harus tarik tongkatnya.
Sepatunya dengan gerak serangannya ini ia bisa menghindarkan
sodokan tongkat Mako tadi, akan tetapi apapun juga Mako Hitam
memang luas sekali pengalaman tempurnya, ia pun ulet sekali danPahala dan Murka - 8 13
sempurna latihannya, begitu melihat ilmu pedang In Lui yang hebat
ia menduga dua gerak serangannya yang dulu tentu akan gagal,
maka mendadak ia perkencang serangannya yang terakhir, dengan
sepenuh tenaga ia dorong tongkatnya, maka terasalah oleh In Lui
satu kekuatan yang besar mendesak tiba, tampaknya dengan segera
tangkai tongkat musuh akan mengenai perutnya.
Pada saat yang berbahaya itu, tiba-tiba terdengar suara "trang"
yang nyaring disusul dengan muncratnya lelatu api.
Kiranya dari samping Tan-hong keburu menangkis dengan
pedangnya setelah menolak pergi tongkat pualam Mako Putih gerak
pedangnya masih menyelonong terus, maka sekalian dia tabaskan
dan tepat menyamber lewat di samping leher Mako Hitam.
Ketika mendadak merasakan angin tajam menyamber tiba, Mako
Hitam kaget, cepat ia angkat tangannya untuk menangkis, dengan
demikian serangannya pada In Lui menjadi batal.
Cara bertempur Mako Hitam-putih ini berdasarkan hitungan
pat-kwa, begitu Mako Hitam angkat tongkatnya menghantam balik,
segera pula ia menggeser ke samping disusul dengan Mako Putih
juga pindah ke tempat lain dengan tongkat pualam putih
dikemplangkan juga.
"Celaka!" seru Tan-hong yang belum sempat menyerang lagi.
Di luar dugaannya tiba-tiba In Lui ayun pedangnya menyabet ke
tengah sekenanya, gerak tipu ini ternyata tepat sekali, segera
tertampak kedua pedang terpencar ke samping, sedang Mako
Hitam-putih kerepotan berusaha menghindarkan diri.
Beberapa gebrakan tadi terjadi secepat kilat, semuanya
dilancarkan tanpa pikir lebih dulu, tapi ternyata tepat dan bagus
sekali kerja samanya, keruan In Lui sangat girang.Pahala dan Murka - 8 14
"Aha, dua pedang bergabung, sungguh tiada tandingannya!"
serunya gembira.
Menyusul ia keluarkan tipu serangan lagi, ia lihat Tan-hong juga
sedang mengayun pedang dari jurusan yang berlawanan, sinar
kedua pedang berkelebat, kembali Mako Hitam-Putih kena didesak
mundur.
Sudah tentu Tan-hong terkejut dan terheran-heran, ia pun
curiga, waktu ia melirik In Lui, tiba-tiba gadis ini berkata padanya
dengan tertawa, "Lihat, pengawal seperti aku ini masih boleh juga,
bukan? Hayo kawan, terjang lagi bersama?"
Begitulah saking senangnya ia berteriak dengan istilah kangoutv
yang dipelajarinya dari Ciu San-bin, tentu saja Tan-hong tambah
heran dan geli pula, segera ia putar pedangnya merangsak maju
berdampingan dengan In Lui, dalam keadaan demikian meski Mako
Hitam-Putih sudah keluarkan seluruh kemampuan mereka buat
membendung terjangan orang, namun tetap terdesak.
"Haha, memang bngus, bagus sekali!" demikian Tan-hong pun
berseru dengan gelak-tertawa. "Kita berdua bergabung menjadi
satu, betul betul jodoh dan cocok sekali!"
Semaunya Tan-hong berteriak, tapi dalam pendengaran In Lui,
tanpa terasa mukanya menjadi merah. Dilihatnya di tengah gelaktawa Tan-hong, pemuda ini terus ayun pedangnya secepat angin
mencecar musuh dengan ganas, pandangannya terpusat pada Mako
Hitam-Putih, agaknya bukan sengaja berolok-olok padanya.
Dengan bersatu-padunya kedua pedang mereka, daya tekanan
mereka menjadi berlipat ganda, seketika gerak langkah Mako
Hilam-Putih menjadi kacau, mereka yang tadinya menduduki
tempat menurut pat-kwa, sekarang jadi kocar-kacir. Sebaliknya
secara berdampingan Tan-hong dan In Lui putar senjata merekaPahala dan Murka - 8 15
dan menyerang dari kedua samping, atau dari atas dan bawah
menggempur berbareng, serangan satu disusul dengan serangan
yang lain.
Meski Mako Ilitam-putih sangat luas pengalaman dan
pengetahuannya, serba paham pula berbagai ilmu silat dari negeri
Tiongkok maupun tanah barat, tidak urung mereka menjadi
bingung dan heran oleh kiam-boat kedua anak muda yang aneh luar
biasa ini.
Setelah dua puluhan jurus beriaiu pula, kembali Mako Putih kena
ditusuk lagi sekali sedang Mako Hitam pun ditabas kutung gelang
pengikat tambulnya.
"Sudahlah, kakek-kakek jatuh di tangan bocah ingusan!" tibatiba terdengar Mako Hitam berseru sambil menghela napas
panjang, mendadak ia tarik saudaranya melompat keluar kalangan
dengan tongkat melintang segera ia berteriak lagi, "Baiklah, kalian
telah menang, tempat ini kuserahkan padamu!"
Habis berkata ia tarik napas panjang lagi sambil menggeluyur
pergi.
Istri mereka, kedua wanita Persi tadi, dan juru-beli mereka, yaitu
keempat saudagar tadi, semuanya bermuka pucat, merekapun
membisu saja dan diam-diam mengikut Mako Hitam-putih keluar
dari pintu kuburan itu.
"Ha, kedua saudara ini betul-betul manusia aneh, tapi belum
terhitung tokoh yang gagah kesatria," ujai Tan-hong dengan
tertawa. "Hai, adik cilik "
Begitulah selagi ia hendak tanya In Lui atau tiba-tiba terdengar
suara ringkik kuda di luar, kudanya yang putih mulus "Ciau-ya sai
cu-ma" dan kuda merah In Lui berturut-turut lari masuk, kiranyaPahala dan Murka - 8 16
Mako Hitam-putih telah menepati janji mereka dan telah bebaskan
kedua ekor kuda ini.
Kuda putih itu lari masuk lebih dulu, ia melonjak-lonjak sambil
meringkik-ringkik, ia menempel pada tubuh majikannya dan
menggosok-gosokkan lehernya, seperti merasa girang tak
terhingga, In Lui sendiri pun maju merangkul leher kuda merahnya
sambil mengelus-elusnya.
"Ai, kuda yang baik, tentu kau telah tersiksa oleh makhluk aneh
itu," katanya kepada binatang tunggangannya. "Eh, Toako ..."
Tengah ia hendak tanya asal-usul kiam-hoat Tan-hong,


Pahala Dan Murka Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendadak ia merasa dadanya menjadi sesak, perkataannya yang
hendak diucapkan seketika terputus di tengah jalan.
Melihat kejadian ini, Tan-hong menjadi heran, ketika ia pandang
muka In Lui, tiba-tiba ia berseru kaget.
"He, adik cilik, bukankah tadi kau kena terpukul sekali oleh Mako
Putih? Ah, jangan kaubicara dulu . . . ."
In Lui mengangguk kepala menandakan benar terkena pukulan
musuh tadi.
"Lekas kumpulkan tenaga, awas perutmu, kau terluka, biarlah
kuobatimu," kata Tan-hong lagi.
Habis berkata segera ia ulur tangan hendak memegang badan
orang, tapi cepat In Lui membaliki tubuhnya dan goyang-goyang
kepala terus jatuh di lantai serta menumpahkan sekumur riak
berdarah.
"Kau jangan repot, aku bisa menyembuhkan diriku sendiri,"
sahutnya kemudian.Pahala dan Murka - 8 17
Sudah tentu Tan-hong tercengang oleh jawaban orang yang
bersifat menolak ini, namun segera ia buka suara lagi dengan
tertawa.
"Ah, adili cilik, dalam keadaan demikian kau pantang apa lagi?
sudah sejak tadi kutahu akan dirimu!"
Mendengar orang bilang tahu dirinya menyamar sebagai lelaki,
seketika muka In Lui merah jengah, segera ia tarik ikat kepalanya
hingga rambutnya yang panjang terurai.
"Ya, seharusnya aku tidak mendustai Toako, aku memang
perempuan," sahutnya kemudian dengan malu.
"Kenapa kaupun memiliki pandangan semacam itu, adik cilik?"
ujar Tan-hong lagi. "Asal satu sama lain cocok dan mengikat
persahabatan, kenapa harus peduli tentang lelaki dan perempuan?"
Melihat orang bersikap bebas dan lugas, tanpa terasa In Lui pun
kesampingkan kekuatirannya antara pria dan wanita. Ia pun
tersenyum, sebenarnya ia hendak mengatakan asal-usul masingmasing belum lagi mengetahui, tapi ia urung buka mulut, ia lihat
dengan bersenyum Tan-hong menggoyang tangan dan berkata lagi.
"Adik cilik, kutahu dalam hatimu penuh tanda tanya tapi kini kau
terluka parah, hendaknya jangan banyak bicara, mungkin lima hari
atau sedikitnya tga hari, bila lukamu sembuh, nanti kita boleh
mengobrol sepuas-puasnya?"
In Lui menunduk dari tidak menjawab,
"Adik cilik, bagaimana lukamu, cara bagaimana
menyembuhkannya? Kepadamu sudah kukatakan seluruhnya,"
kata Tan-hong pula dengan tersenyum.Pahala dan Murka - 8 18
Dengan tersenyum In Lui mengangguk, dalam hati ia berkata,"
Toako ini sungguh suka terus terang, cocok sekali dengan watakku
sendiri, hanya kenapa ia terus tersenyum seperti ini?"
Dalam pada itu ia dengar Tan-hong berucap lagi.
"Menurut pandanganku, lukamu ini tergetar oleh tenaga
pukulan Mako Putih duri mengguncangkan Cok-sim-hiat di
punggung hingga jantungmu tergetar, tenaga dalam yang kau latih
menjadi tersumbat dan tak bisa lancar, oleh sebab itu dadamu
terasa sesak, muka merah, mata membara dan mulut kering pula,
luka dalam ini dari luar tampaknya enteng saja, tetapi sebenarnya
sangat berbahaya, kalau tidak lekas diobati, tentu kesehatan akan
terganggu, akhirnya kalau tidak binasa tentu akan cacat selamanya,
untung kau sudah mempunyai dasar lwekang yang kuat, kini
kubantu kau dengan lwekang yang kulatih, kita lancarkan jalan
darah Sam-im dan Sam-yang, setelah itu darah di dalam badanmu
dengan sendirinya akan lancar lagi dan semangatun akan pulih dan
segar kembali."
Mendengar orang menerocos soal ilmu ketabiban, diam diam In
Lui merasa geli, batinnya, "Toako ini sungguh lucu, dua hari yang
lalu dia sebentar tertawa dan lain saat menangis tak ada
juntrungannya, kukira dia seorang petualang belaka, tapi kini ia
bicara dengan sungguh-sungguh, ia bicara tentang ilmu ketabiban
pula mirip seorang tabib sejati."
"Tetapi aku ingin mohon sesuatu padamu!'' tiba-tiba Tan-hong
berkata pula dengan tertawa.
"Silakan bicara," sahut In Lui.
"Begini adik cilik, pada waktu mengobatimu nanti, kau harus
melupakan bahwa aku orang lelaki, aku juga harus melupakan kau
adalah orang perempuan, mau?" kata Tan-hong pula.Pahala dan Murka - 8 19
Meski In Lui kini sudah diketahui jenis aslinya, tetapi Tan-hong
masih memanggilnya "adik cilik", malahan cara menyebutnya
begitu luwes, sedikitpun tidak kikuk. Di lain pihak In Lui juga polos,
sama sekali tak punya pikiran buruk. Pikirnya dalam hati, "Jika dia
harus melancarkan jalan darahku, dengan sendirinya tidak bisa
dihindarkan saling sentuhnya anggota badan, aku telah mengikat
saudara dengan dia, hubungan kami sudah seperti saudara
sekandung saja, apa perlu aku mencurigai dia?"
Begitulah maka ia hanya bersenyum, waktu mendongak, ia lihat
mata Tan-hong yang hening jeli, seperti senyum tak senyum lagi
mengawasinya, tanpa terasa hati In Lui terguncang, mukapun
bersemu merah.
"Dalam kuburan ini seperti dunia lain saja cocok sekali untuk
perawatan luka," ujar Tan-hong dengan tertawa sambil
memandang sekeliling ruangan kuburau itu. "Cuma kedua ekor
kuda ini tidak cocok ditaruh dt sini."
Habis ini segera ia bersuit panjang sambil menepuk tangan, keda
"Ciau-ya-sai-Yang-cu-ma" rupanya sangat paham akan keinginan
majikannya, segera binatang tunggangan ini berlari heluar. Kuda
merah kepunyaan In Lui itu dalam beberapa hari ini sudah menjadi
"sobat kental" dengan "Ciau-ya-sai-cu-ma", ketika kawannya lari
keluar, segera pula ia menyusulnya.
Kemudian Tan-hong menutup kembali pintu kuburan itu, waktu
ia periksa lebih teliti, kiranya kuburan in dibuat membelakangi
bukit. Di dalam kuburan raksasa ini terdapat ruangan dan kamar,
asalnya adalah makam raja jaman kuno, Tan-hong coba meraba
sekitar dinding kuburan dan diketuk-ketuk pula.
"Huh, di dalam masih ada kamar rahasia lagi!" katanya dengan
tertawa.Pahala dan Murka - 8 20
Habis ini ia ambil selonjor batu dari lantai, dimasukkan pada
dekukan suatu pojok dinding, lalu ia putar ke kanan dan ke kiri,
selang tak lama, mendadak dinding batu terbuka lebar dan muncul
sebuah pintu rahasia.
Kiranya "istana di bawah tanah" jaman dahulu ini biasanya
memang dibangun sedemikian ini, lantai dalam pintu batu itu ada
bagian yang menonjol yang berhadapan dengan dekukan di luar
pintu untuk tempat selonjor batu yang khusus dibikin buat
menahan pintu lonjoran batu ini kedua ujungnya lebar dan
tengahnya agak ciut, pada waktu pintu tertutup lonjoran batu
bagaian atas menyanggah bagian yang menonjol tadi dan ujung
bawahnya tergigit masuk ke dalam lubang lantai, jika orang tidak
paham talacara pembikinan pintu ini, tidak nanti bisa membuka
pintu batu dari luar.
Begitulah waktu pintu rahasia tadi terbuka segera Tan-hong
memayang In Lui ke dalam, di dalam sinar gemerdep menyilaukan
mata, di atas meja batu marmer penuh tertumpuk batu permata dan
emas intan yang tak terhitung banyaknya.
Tan-hong berkerut dahi, tapi segera ia sapu bersih tumpukan
benda berharga itu dari atas meja dan pembaringan, ia singkirkan
ke pojok dinding.
"Kita jangan terganggu oleh benda semacam ini," ujarnya. Lalu
ia angkat In Lui duduk di atas bangku dan berkata lagi, "Dengan
hawa dingin batu kemala kuno ini akan banyak membantu
hilangkan racun tubuhmu."
Kemudian dengan pelahan ia tarik tangan kanan In Lui, ia
mengurut tangan gadis ini mulai dari jari telunjuknya terus pindah
ke atas, setelah sejenak diurut dan dipijat, lambat-laun In Lui
merasakan ada hawa hangat menembus ke ulu hatinya, selang takPahala dan Murka - 8 21
lama, aneh sekali, rasa panas dan kering tadi seketika berkurang,
seluruh badan segar kembali.
"Nah, kini sebagian jalan darahmu sudah lancar, boleh kau
kumpulkan tenaga buat jalankan darah sendiri untuk pulihkan
badanmu., besok akan kulancarkan jalan darahmu yang lain," kata
Tan-hong akhirnya sambil melepaskan tangannya.
Di dalam kamar rahasia ini terdapat pula arak yang enak dan
dendeng, rupanya barang tinggalan Mako Hitam-putih, tanpa
sungkan lagi segera Tan-hong minun arak dan makan dendeng,
tiba-tiba ia berdendang dengan suara nyaring.
Ia nyanyi sebuah lagu yang menyesalkan terjangkitnya
peperangan dan kenapa dunia ini tidak mau damai. Suara
nyanyiannya mengharukan, seperti senang, seperti sedih pula,
agaknya pemuda ini teramat jemu terhadap peperangan yang tiada
habisnya sejak dahulu, maka ia berdendang untuk melampiaskan
penyesalannya.
In Lui sendiri tekun mengumpulkan lwekang menurut petunjuk
Tan-hong tadi, ketika dengar nyanyian orang, mendadak hatinya
terguncang, tanpa terasa tercetus ucapannya, "Perang memang
peristiwa yang menyedihkan, tetapi kalau sampai bangsa Mongol
menyerbu masuk, maka tidak peduli tua-muda atau lakiperempuan sudah seharusnya angkat senjata buat membela tanah
air. Orang yang berjasa membela negara adalah kusuma bangsa
yang tak akan layu untuk selamanya."
Mendengar kata-kata ini tubuh Tan-hong kelihatan agak
gemetar, arak yang dipegangnya dituangnya ke lantai.
"Adik cilik, lekas melatih diri, jangan bicara," katanya sambil
menoleh. "Seketika aku lupa diri dan minum serta membual hingga
membikin kacau pikiranmu."Pahala dan Murka - 8 22
Namun In Lui tidak terima, mulutnya menjengkit, ia tanya,
"Katakan Toako, ucapanku tadi betul atau tidak?"
"Betul dan tepat!" sahut Tan-hong sembari minum araknya lagi.
"Padahal orang yang suka peperangan sama sekali bukan rakyat
jelata, jika kaum gagah perkasa dan golongan cerdik pandai tidak
saling berebut kekuasaan dan angkat dirinya sendiri menjadi raja,
bukankah keadaan akan menjadi baik? Ai, adik cilik, jangan kita
bicara tentang ini, lekas kau latih yang giat."
"Tapi setelah pikiran In Lui bergolak, susah lagi ditentramkan, ia
pikir, "Toako ini sangat baik, tapi kenapa begitu bicara tentang
peperangan antara Mongol dan Tiongkok lantas merasa sedih
sekali, sebab apakah ini?"
Demikianlah berbagai pertanyaan membuatnya tidak senang.
"Adik cilik," pelahan Tan-hong lantas jalan ke depan dan berkata
padanya, "sebenarnya aku hendak tunggu setelah lukamu sembuh
baru mengobrol sepuasnya denganmu, tapi tampaknya kau tidak
sabar lagi, kalau tidak bicara sejelasnya engkau tak bisa tenang lagi."
"Ya, memang betul," sahut In Lui pelahan.
"Akan tetapi lukamu tidak mengizinkan kau banyak bicara," ujar
Tan-hong, "sedangkan apa yang hendak kita bicarakan tidak akan
selesai hanya dalam sejam dua jam saja. Begini saja sekarang, kau
melatih diri dengan tenang, bila bersantap malam nanti akan
kuceritakan satu kisah padamu, menurut perhitunganku, dalam
tiga hari kau akan bita sembuh, maka tiap-tiap hari aku akan
berkisah satu cerita. Pada hari keempat kau tentu sudah sembuh,
tatkala mana kita baru membeberkan asal-usul masing-masing.
Adik cilik, jika kau tak mau menurut, maka ceritaku tak akan
kuterangkan. Nah, sekarang jangan tanya lagi, lekaslah berlatih
baik-baik."Pahala dan Murka - 8 23
Di antara sinar mata Tan-hong seperri membawa semacam
kekuatan gaib, In Lui merasa serupa waktu dirinya masih kecil dulu,
ibunya tiap malam pasti menyanyikan laga nina bobok Mongol di
tepi ranjangnya, sinar mata kasih ibu yang lembut penuh perasaan
membuatnya tak lupa untuk selamanya.
Sinar mata Tan-hong inilah tiba-tiba membikin In Lui teringat
pada ibunya Tapi di antara sinar mata kedua orang ini ada
persamaannya juga ada yang tidak sama. Ia teringat pula sinar mata
kakeknya yang keren tatkala memberi petunjuk padanya, karena itu
sinar mata Tan-hong mengingatkan dia pula pada sang kakek. Sinar
mata yang keren dan mempunyai semacam kekuatan yang tak bisa
dibantah, tanpa merasa In Lui seperti terkena sihir saja, perasaan
lambat-laun menjadi tenang dan tidak lama kemudian ia bisa
berlatih dengan rajin.
Kuburan kuno ini dibangun membelakangi bukit, pada sebelah
kamar rahasia ini adalah tembok yang tegak lurus dari bukit itu,
tembok batu ini licin dan mengkilat laksana kaca, pada atas kuburan
ini terdapat dua celah batu yang persis seperti lubang angin, pada
tembok yang menghadap pintu kuburan terjepit sebuah cermin
kecil perunggu, pembuatan kamar rahasia ini sangat hebat, orang
yang berada di dalam dengan melalui cermin bisa melihat keadaan
di luar, sebaliknya orang yang di luar tidak dapat lihat keadaan
dalam kamar.
Waktu itu sinar matahari telah menembus masuk dari celah
tembok batu tadi, melihat sinar matahari itu, agaknya hari sudah
lewat lohor, tiba-tiba dari luar berkumandang suara seperti orang
sedang mencukil pintu.
Pintu kuburan itu semalam telah dirusak sebagian oleh Thio
Tan-hong pada waktu disuruh masuk oleh Mako Hitam-putih, makaPahala dan Murka - 8 24
setelah tanah sebelah luar sedikit dicungkil lalu didorong, orang di
luar pun bisa masuk.
Cermin perunggu dalam kamar rahasia tadi warnanya hampir
sama dengan dinding tembok, pula sudah kotor dengan debu, waktu
In Lui coba mengenali bayangan dalam kaca, lamat-lamat ia lihat
seperti seorang gadis yang sudah dikenalinya, hati In Lui tergerak,
lekas ia gosok kaca itu dengan lengan bajunya, waktu ia tegasi lagi,
hampir ia berseru. Gadis ini ternyata bukan lain daripada putri
Hong-thian-lui Cio Eng Cio Cui hong
Sambil longok-longok Cio Cui-hong memasuki ruangan kuburan
itu, sambil masuk sembari memanggil, "In-siangkong, Insiangkong!"
Diam-diam In Lui merasa geli, batinnya, "Kita baru menjadi
suami-istri setengah malam saja, tapi dia sudah sangat merindukan
aku."
Di dalam kuburan keadaan rada gelap, setelah masuk ke ruangan
dalam kuburan itu, segera Cui-hong menyalakan api, ia lihat dalam
istana terdapat dua belas lilin besar, sudah tentu kebetulan sekali
baginya, saiu persatu ia sulut lilin itu hingga kemudian seluruh
ruangan terang benderang.
Setelah krudaan terang, dari cermin dalam kamar rahasia timbul
pula wajah Cui-hong yang lebih jelas, tetapi In Lui menjadi terkejut
oleh paras gadis ini, ternyata baru beberapa hari berpisah,
tampaknya Cui-hong sudah banyak lebih kurus.
Dari cermin itu kemudian tertampak pula Cui-hong sedang
memeriksa kian kemari, tiba-tiba ia berjongkok dan menangis
sedih, kiranya ia lihat darah yang membasahi lantai, darah itu
sebenarnya darahnya Mako Putih yang terluka oleh pedang In Lui
tadi, tetapi Cui-hong menyangka adalah darah In Lui. Ia cukup kenalPahala dan Murka - 8 25
Mako Hitam-putih yang menjadi langganan lama dari ayahnya, ia
pun cukup tahu betapa lihai kedua iblis ini, maka ia pikir, "Kalau
sampai dilukai Mako Hitam-putih, kalau tidak mati pasti akan cacat
juga untuk selamanya."
Oleh sebab itulah maka ia menangis sedih.


Pahala Dan Murka Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Melihat Cui-hong menangis begitu mengharukan, In Lui merasa
tak tega, tiba-tiba ia melompat bangun terus hendak buka pintu
buat keluar, syukur ia keburu dicegah oleh Tan-hong.
"Jangan. tidak peduli apa yang terjadi di luar, sekali kali jangan
bersuara," demikian Tan-hong memberi pesan, habis ini dengan
tangan beradu tangan ia bantu In Lui mengatur napas dan
menjalankan darah lagi.
Sementara itu seludah Cui-hong menangis sebentar, kemudian
dari bajunya ia keluarkan sebatang bunga karang dan ditaruh ke
atas meja. Bunga karang ini bukan lain adalah barang tanda mata
In Lui yang diberikan padanya ketika mereka menikah, Cui-hong
mengelus-elus bunga karang berulang-ulang dan menangis pula.
"O, adik, adikku sayang, kenapa nasibku begini jelek!" demikian
ia meratap.
Mendengar ratapan Cui-hong itu In Lui semakin terharu, dalam
hati ia berkata, "Tidak Cici, aku masih hidup, aku masih segar
bugar!"
Sudah tentu ini tidak didengar Cui-hong, setelah menangis dan
meratap, mendadak ia cabut goloknya.
"Adikku, tidak perduli betapa lihainya kedua iblis itu aku pasti
minta ayah membalaskan sakit hatimu!" serunya sambil mengayun
goloknya ke atas. Kemudian ia balik tubuh terus bertindak pergi,
tetapi baru saja beberapa langkah, mendadak ia berjongkok lagi,
dari lantai ia jemput dua potong gelang emas yang patah terbelah,Pahala dan Murka - 8 26
itu adalah gelang pengikat rambut Mako Hitam yang kena ditebas
oleh Thio Tan-hong sewaktu mereka bertarung sengit tadi.
"Eh, mungkinkah kedua iblis itu tidak mendustai aku?"
terdengar Cui-hong lagi bergumam sendiri. Ia bolak-baliki kedua
potong gelang emas itu dengan termenung.
Kiranya malam itu sesudah In Lui berangkat, Cui-hong telah
mengejar juga dengan kudanya yang cepat, di tengah jalan ia
bertemu dengan Mako Hitam dan putih, ia tanya pada mereka apa
melihat seorang pemuda tampan semacam In Lui.
"Dia ada hubungan apa dengan kau?" mereka balas tanya dengan
tertawa dingin.
Dengan terus terang Cui-hong memberitahukan.
"Hm, bagus sekali, boleh juga kau dapatkan jodoh sebaik itu,
ilmu slatnya sungguh hebat!" demikian Mako Hitam-putih
menjengek pula.
Keruan Cui hong kaget oleh ucapan kedua iblis ini.
"Dari mana kalian orang tua mengetahui?" tanyanya cepat.
"Hm, dia telah menangkan harta benda yang tidak sedikit
jumlahnya, seluruh kekayaanku yang ada di sini kukalah untuknya,"
sahut Mako Hitam dengan dingin. "Hm, Hong-thian-lui bisa punya
anak menantu seperti itu, dia boleh cuci tangan dan tidak perlu
melakukan pekerjaan lama lagi."
"Apa? Dia berani bergebrak dengan kalian orang tua?" tanya Cuihong kaget.
Tetapi Mako Hitam tidak menyahut, sebaliknya ia pandang orang
dengan mata mendelik, ia kira Cui-hong sengaja berolok-olok, maka
tanpa bicara lagi dengan Mako Putih mereka lantas bertindak pergi
dengan gusar.Pahala dan Murka - 8 27
Cui-hong tahu tempat tinggal rahasia Mako Hitam-putih, yakni
kuburan istana itu, maka lekas ia menuju ke sana, mimpi pun tidak
mereka duga bahwa In Lui bisa mengalahkan Mako Hitam dan
Mako Putih, meski kini ditemukan gelang emas Mako Hitam yang
tertabas patah toh ia masih sangsi
"Dengan kepandaian Mako Hitam dan Putih berdua, sekali-kali
tidak mungkin kalah di tangan In Lui," demikian ia pikir, "Tetapi
dengan harga diri Mako Hitam-putih yang tersohor, agaknya tidak
nanti mereka mau berbohong, lalu apa sebenarnya yang terjadi, apa
mungkin ada orang lain yang melukai adik Lui?"
Kiranya ia masih menyangka darah yang membasahi lantai itu
adalah daralt In Lui.
Selagi ia ragu, tiba-tiba terdengar di luar ada suara ringkik kuda,
menyusul tertampak seorang pemuda dengan menuntun seekor
kuda merah sedang memasuki kuburan, kuda itu bukan lain adalah
kuda berbulu suri merah milik In Lui.
Di lain pihak, demi nampak pemuda ini. hampir saja In Lui
berteriak.
Pemuda ini bukan lain daripada putra Kim-to-cecu Ciu Kian. Ciu
San bin adanya.
Ciu San-bin diperintahkan ayahnya melakukan suatu tugas ke
daerah pedalaman dan sekalian buat cari kabarnya In Lui. Waktu
melalui tempat ini ia telah menemukan kuda merah In Lui, kuda
merah ini memangnya adalah kuda tunggangan Ciu San-bin, maka
ia lantas membavva binatang ini masuk ke dalam kuburan.
Kuda merah itu meringkik-ringkik senang, agaknya seperti
memberi tanda pada sang majikan bahwa In Lui berada di dalam.
Tentu saja diam-diam San-bin merasa beran, mendadak ia ingatPahala dan Murka - 8 28
kesukaan aneh Oh pek Mako yang senang tinggal dalam kuburan
kuno, tanpa terasa ia keder hingga berkeringat dingin.
Sesudah berada di dalam kuburan, ia lihat di ruangan besar
terang benderang dengan api lilin, tetapi sepi nyenyak tiada seorang
manusiapun, keruan San bin tambah kuatir, selagi ia hendak
bersuara memanggil, mendadak tertampak olehnya ada seorang
gadis dengan rambut terurai menyergap keluar dari pojok ruangan
yang gelap, dengan sekali tubruk berbareng goloknya membacok
pula.
Kiranya setelah Cui-hong menangis setengah harian, pikirannya
sudah kalut, maka begitu nampak kuda In Lui segera ia anggap Sanbin sebagai orang yang mencelakai In Lui.
Bacokan Cui-hong itu sangat cepat lagi keras, keruan San-bin
terkejut, lekas ia melompat berkelit, tetapi serangan kedua Cuihong menyamber tiba, kali ini goloknya menabas dari samping.
Terpaksa San-bin cabut goloknya buat menangkis, ia lihat Cuihong seperti sudah kalap, beruntun serangan ketiga dan keempat
tiba pula.
"Hai, selamanya kita belum kenal, kenapa kau serang diriku?"
seru San-bin dengan mendongkol.
Sebaliknya setelah beruntun menyerang empat kali, tiba-tiba
Cui-hong berpikir kepandaian orang ini sepadan saja dengan diriku,
mana mungkin bisa menandingi In Lui? Tapi ia masih penasaran,
menyusul ia membacok dua kali lagi, habis ini baru ia tanya. "Hm,
lekas mengaku terus terang, kuda merah ini kaudapatkan dari
mana?"
Karena pertanyaan ini San-bin bergelak tertawa, segera pula ia
melompat pergi.Pahala dan Murka - 8 29
"Haha, kaumaksudkan kuda ini? Kuda ini memangnya adalah
binatang tungganganku, kenapa kau tanya?" sahutnya sambil
mengelus leher kuda merah itu.
Kuda merah itu pun menempel tubuh San-bin dan menggosokgosok lehernya, tampaknya jinak dan erat sekali hubungan mereka,
binatang ini seperti lagi memberi saksi bahwa apa yang dikatakan
Ciu San-bin memang tidak salah.
Sebenarnya Cui-hong hendak menjengek ia ayun goloknya
hendak menyerang lagi, tapi waktu melihat keadan tadi, sekonyongkonyong ia urung bertindak. Dalam hati ia pun berpikir "Watak
kuda merah ini sangat keras, kenapa bisa begitu penurut padanya?"
Sementara itu ia lihat San-bin sedang memandang sekeliling
ruangan kuburan itu, sinar matanya mendadak berhenti pada
sesuatu barang di atas meja, kiranya ia lagi incar bunga karang yang
Cui-hong taruh di situ tadi, demi nampak barang ini mendadak air
mukanya berubah, cepat ia melompat maju dan hendak ambil
bunga karang itu.
Akan tetapi sebelum mendekat, Sekonyong-konyong Cui-hong
ayun goloknya merintang di tengah.
"Kau mau apa?" dengan gusar Cui-hong mendamperat.
"He, dan kau sendiri hendak apa?" sahut Cui San-bin
"Hm, jangan jangan bunga karang ini kau punya juga?" ejek Cui
Hong.
Diluar dugaannya San-bin tertawa lebar lagi.
"Hah, kok sudah tahu, memang betul bunga karang ini adalah
barangku," kata San-bin dengan bangga, Habis ini mendadak lagu
suaranya berubah bengis, tanyanya, "Kau perempuan ini lekas
mengaku terus terang, bunga karang ini kau curi dari mana?"Pahala dan Murka - 8 30
Sebagaimana dikelatui, bunga karang ini memang adalah milik
Ciu San-bin yang diberikan pada In Lui dan kemudian In Lui
memberikannya kepada Cui-hong, dengan sendirinya demi nampak
bunga karang ini San-bin menjadi curiga.
Sebaliknya Cui-hong menjadi gusar karena teguran orang,
dengan cepat ia membacok pula dengan goloknya Tetapi sekali ini
Ciu San-bin tidak segan-segan lagi, segera ia membalas serangan
orang, ia bertenaga lebih besar, keruan senjata Cui-hong hampir
mencelat tergetar oleh golok San-bin, segera San bin membaliki
tangannya menabas lagi ke belakang, tetapi luput, lalu mereka
berdua bertarung lagi dengan seru.
Menyaksikan pertarungan mereka yang sengit, In Lui yang
berada dalam kamar rahasia menjadi kuatir, ia tak bisa tenang
mengatur napas lagi.
"Jangan kuatir, mereka berdua tiada yang bisa menangkan yang
lain," dengan suara rendah Tan-hong menghiburnya sambil kedua
telapak tangan tetap menempel di telapak tangan In Lui. "Apa kau
kenal baik pemuda itu?"
In Lui menganguk membenarkan, tiba-tiba ia ingat kejadian
Tan-hong merobek-robek Jit-goat-ki, bendera matahari dan
rembulan itu, seketika ia mendelik padanya, tentu saja Tan-hong
menjadi bingung, kenapa gadis ini tiba-tiba marah padanya.
Sementara itu Cui-hong dan San-bin sudah saling gebrak
beberapa puluh jurus, kalau yang satu lebih unggul karena
senjatanya berat dan tenaganya kuat, adalah yang lain menang
dalam hal kegesitan dan kecepatan, karena itu mereka boleh
dibilang setanding dan sukar diramalkan mana yang bakal
kecundang.Pahala dan Murka - 8 31
"Ayo, tadi kau bilang bunga karang itu milikmu, coba jelaskan,
apa kau beri sesuatu tanda di atasnya?" tiba-tiba Cui-hong berseru
sesudah ia membacok lebih dulu.
Pertanyaan ini membikin San-bin bergelak tertawa lagi.
"Haha, pembegal seperti kau ini tentu saja tidak tahu, boleh kau
periksa sana, bukankah pada daun ketiga dari bunga karang itu, di
bawah daun itu terukir satu huruf Ciu?" sahutnya kemudian.
Seketika Cui-hong tertegun karena tebakan orang sangat jitu.
Akhir-akhir ini karena Cui-hong merindukan "kekasih", maka
bunga karang itu entah sudah berpuluh atau beratus kali dia bolakbalik dibuat memain, sudah tentu huruf "Ciu" yang dikatakan Sanbin tadi sudah lama diketahuinya, justru karana huruf itulah
hatinya selalu curiga, ia tidak mengerti kenapa barang tanda mata
yang In Lui berikan ini bisa terukir namun orang lain.
Karena itulah, demi mendengar kata-kata San-bin tadi segera
pula ia menjadi sadar. "He, apa kau ini kakak angkat In Lui?" segera
ia tanya sambil tarik pedangnya dan melompat keluar kalangan.
Mendengar orang tiba-tiba menegur, seketika pula San-bin
tercengang, ia pun lekas tarik kembali senjata dan melompat
mundur.
"Ya, kalau kau sudah tahu bahwa aku adalah Gi-heng (kakak
angkat) In Lui, kenapa kau tidak tahu bahwa bunga karang itu
adalah hadiahku kepadanya?'? sahutnya.
Dalam pada itu Cui Hong jadi teringat pada malaman pengantin
baru tempo hari, malam itu In Lui selalu menyebut-nyebut Gihengnya, tanpa terasa ia melirik Ciu San-bin sekejap, ia lihat meski
roman pemuda ini tidak secakap In Lui, tapi sikapnya yang gagah
sebaliknya lebih bersifat jantan sebagaimana umumnya kaum lelaki
gagah.Pahala dan Murka - 8 32
Tatkala itu San-bin juga lagi memandang padanya, keruan muka
Cui-hong menjadi merah jengah. Tetapi dalam hati ia sangat
mendongkol pada In Lui bila ingat kejadian pada malam pengantin
itu. Sudah tentu perasaan Cui-hong ini tidak diketahui oleh San-bin.
ia sendiri jadi marah-marah.
"Ya, memang aku kakak angkat In Lui, lalu kau mau apa? Lekas
serahkan bunga karang itu!" teriaknya kemudian.
"Tidak bisa !" sahut Cui-hong menjadi gusar juga
"Hm, hanya penjahat perempuan seperti kau ini lantas berani
mengangkangi barangku?" teriak San-bin.
"Apa kau bilang? Ini barangmu?" seru Cui-hong murka.
"Terang-terangan bunga karang ini adalah tanda mata pertunangan
In Lui denganku. Hm, kalau tidak mengingat In Lui, sekali bacok
bisa kumampuskan kau!"
Mendengar keterangan ini, seketika San-bin menjadi bingung
dan terpaku di tempatnya.
"Apa katanya? Tanda mata pertunangan apa? Pernah hubungan
apakah In Lui dengan kau?" sejenak kemudian baru ia tanya.
"Dia adalah suamiku!" teriak Cui-hong sekata demi sekata.
"Suamiku, dengar tidak? Tidak nanti kutakut kau mengetahuinya!"
Karena jawaban ini, mendadak San-bin tertawa terbahak-bahak,
terpingkal-pingkal saking geli.
Akan tetapi segera pemuda ini berpikir, "Ya, In Lui telah
menyamar dalam perjalanan ke kotaraja seorang diri, rahasia
dirinya memang sekali-kali tidak boleh diketahui orang, oleh sebab
itu sampai-sampai gadis inipun kena dikelabui, tidak boleh aku
menyingkap rahasia In Lui."Pahala dan Murka - 8 33
Karena pikiran ini, maka suara tertawanya tadi sebera berhenti.
"Siapakah kau punya she dan nama, nona? Kapankah kau
menikah dengan In Lui?" kemudian ia coba tanya.
Keruan Ci-hong tambah marah, dengan tangan memegang erat
goloknya, dengan mata mendelik ia jawab.
"Pasanglah kupingmu dan dengarkan yang jelas, Hong-thian-lui
Cio Eng adalah ayahku, kami menikah pada tiga hari yang lalu,
lantas mau apa kau? Apa putri Hong-thian-lui Cio Eng tidak
sembabat berjodohkan adik angkatmu?"
Jawaban ini rupanya agak di luar dugaan Ciu San-bin, maka
dengan tangan memegang senjata ia lantas memberi hormat.
"O, kalau begitu harap adik ipar jangan gusar, sekali-kali aku
tidak sengaja hendak menghina," katanya kemudian. "Apakah Ciuloenghiong baik-baik saja?"
"Baik!" sahut Cui-hong ketus.
"Selama tiga hari menikah, apa dia tinggal di Hek-sek-ceng?"
tanya San-bin lagi
Pemuda ini tidak enak buat bertanya terus terang bagaimana
keadaan malaman pengantin mereka, maka ia berputar-putar agar
orang menjawab sendiri,
"Tidak, malam itu juga dia pergi mengejar seorang penjahat
berkuda putih, dan sampai sekarang tidak diketahui di mana
adanya," tutur Cui-h ong.
Seketika San-bin terperanjat oleh keterangan ini, justru
kedatangannya ini juga karena "penjahat berkuda putih" itu.
"Apa kaumaksudkan seorang pemuda berdandan sebagai
pemuda sastrawan dengan menunggang kuda putih?" ia menegas.Pahala dan Murka - 8 34
"Aku sendiri belum pernah melihat rupanya," sahut Cui-hong.
"Kuda putihnya sangat gagah dan bagus bukan?" tanya San-bin


Pahala Dan Murka Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pula.
"Betul, sampai kuda yang paling bagus dari perkampungan kami
tiada satu pun dapat menandinginya", sahut Cui-hong.
"Kalau begitu lekas kaubawa aku menemui Ciu-loenghiong dan
menyebarkan ?lok-lim-ci? (panah tanda perintah kaum pembegal),"
ujar San-bin cepat. "Ai, aku menjadi kuatir kalau-kalau In Lui kena
dicelakai oleh penjahat itu."
Karena kata-kata terakhir ini, yang di dalam dan di luar kamar,
In Lui dan Cui-hong, sama-sama terkejut.
"Apa kau bilang, penjahat apa maksudmu?" terdengar Cui-hong
berkata lagi. "Aku justru menyangka dia adalah penjahat yang suka
main ?hitam makan hitam?, tetapi ayahku bilang dia bukan orang
semacam itu, telah kutanya ayah macam apakah orang itu, namun
ayah tak mau menerangkan, sebaliknya di antara kata-kata ayah
malahan seperti sangat menghormat padanya. Apakah artinya ini
sebenarnya?"
"Hm, dia ."
Demikian selagi San-bin hendak meneruskan dengan
menjengek, sekonyong-konyong ada bayangan orang berkelebat di
pintu kuburan, tiba-tiba masuk pula seorang yang membikin
terputus perkataan San-bin tadi.
Nampak siapa gerangan yang masuk ini, kembali In Lui terkejut.
Ternyata orang ini adalah itu penjahat bangsa asing yang pernah
bergebrak dengan dirinya di kelenteng bobrok malam malam itu
dulu, yakni anak murid Ciamtai Biat-beng.Pahala dan Murka - 8 35
Akan tetapi mendadak San-bin melompat maju, segera ia ayun
golok dan membacok.
"Kurangajar, berani kau menyelundup ke wilayah Tiongkok, apa
kehendakmu!" berbareng ia mendamperat.
Kiranya Ciamtai Biat-beng bersama muridnya pernah
memimpin pasukan dan menggempur pangkalan Ciu Kian, San-bin
sendiri pernah bergebrak dengan mereka, maka segera ia kenal
siapa orangnya.
Murid Ciamtai Biat-beng ini bernama Atalai, begitu melangkah
masuk ke dalam kuburan, segera ia memanggil-manggil, "Thiosiangkong!"
Ketika mendadak ia lihat Ciu San-bin ayun golok menyerang
dirinya, dengan cepat ia lolos kedua gaetannya buat menangkis,
maka terdengarlah suara benturan yang nyaring, golok San-bin
kena tersampuk ke samping.
"Apa kau yang bikin celaka Thio-siang-kong?" bentuk pula
Atalai.
"Biar kau sekalian kucincang saja!" sahut San-bin.
Habis ini goloknya bekerja lagi, kembali ia menabas, namun
dengan angkat tegak gaetannya, Atalai tangkis serangan orang,
segera ia balas tiga kali serangan, mencecar San-bin hingga pemuda
ini kewalahan, hanya mampu bertahan, tapi tak mampu lagi
menyerang.
Melihat sekejap lagi pasti San-bin akau kecundang, diam-diam
Cui-hong berpikir, "Meski Toapek (sebutan paman pada kakak
suami) ini kurang sopan, tapi seharusnya kubantu dia."
Karena itu, dengan cepat ia cabut senjatanya terus maju
mengerubut musuh.Pahala dan Murka - 8 36
Kegesitan Cui-hong masih berada di atas Atalai. walaupun
tenaganya kalah kuat, tetapi ia dibantu San-bin yang mewakili
menahan musuh, kedua orang saling bantu-membantu, kedua golok
mereka menari-nari laksana ular naga yang lincah, seketika
kegarangan Atalai kena dipatahkan, mereka terus balas merangsak
dengan hebat.
Tiba-tiba terdengar Atalai bersuit aneh, sepasang gaetannva
mendadak berputar cepat, ia desak pergi kedua golok lawan,
kelihatanya seperti hendak menyerang, tetapi sebenarnya ia niat
melarikan diri, maka ia menghantam sekuatnya, habis ini segera ia
tarik diri dan lari pergi dengan cepat. Namun tidak nanti San-bin
biarkan orang kabur begini saja, bersama Cui-hong segera mereka
mengudak, maka dalam sekejap saja suara ketiga orang ini semakin
menjauh dan akhirnya menjadi lenyap.
Sementara itu didalam kamar rahasia sana In Lui lagi berpikir
dengan penuh curiga, ketika ia mendongak, ia lihat dengan
tersenyum Tan-hong lagi memandang dirinya, pemuda ini, seperti
sedang berkata, "Coba lihat, apa kau ini mirip seorang penjahat?"
Sebenarnya In Lui menaruh kepercayaan penuh pada ayah dan
anak Ciu Kian berdua, kalau tidak, seperjalanan bersama Tan-hong
selama beberapa hari ini, mungkin waktu mendengar San-bin
bilang pemuda ini adalah "penjahat", segera ia cabut pedang dan
menusuknya.
Tetapi kini terjadi pertentangan batin, ia yakin sekali-sekali Ciu
San-bin tidak nanti meluruh orang, tetapi terang pula Tan-hong
tidak mirip seorang "penjahat", selama beberapa hari dalam
perjalanan bersama, terhadap Tan-hong dari rasa benci akhirnya
telah berubah menjadi suka, malahan boleh dikatakan kagum dalam
hati.Pahala dan Murka - 8 37
In Lui sudah timbul rasa memuja orang, maka dalam hati ia
berpikir, "Dia kembali dari Mongol, mungkin ia pun patriot bangsa
Han yang menyingkirkan diri seperti Engkong dahulu, oleh sebab
itu orang Mongol menghendaki dia pulang, sebaliknya San-bin pun
salah sangka orang sebagai mata-mata musuh."
Ia pikir dan menerka sendiri, sedikit banyak hatinya merasa lega,
tiba-tiba ia tersenyum manis, dengan suara rendah ia berkata,
"Toako, aku percaya penuh padamu!"
Mendengar kata-kata ini, air muka Tan-hong menjadi tenang
kembali, terunjuk rasa girangnya yang tak terkatakan.
"Hiante, kau adalah satu-satunya kenalanku yang baik selama
hidupku ini," dengan suara pelahan kemudian ia berkata, "Baiklah
kau latih lagi, malam nanti akan kumulai dengan ceritaku yang
pertama."
Lalu ia buka pintu kamar rahasia, ia keluar dan menutup kembali
pintu kuburan tadi, ia angkat pula dua lonjor batu penahan pintu,
dengan demikian kalau bukan orang yang bertenaga ribuan kati
jangan harap akan membukanya.
Sementara itu dengan memusatkan pikiran In Lui berlatih
dengan menjalankan napas yang teratur, ia merasa segar sekali.
Selang agak lama, celah batu di atas atap kuburan sudah tiada sinar
matahari lagi yang menyorot masuk, ia tahu tentu hari sudah
petang.
Dalam kamar rahasia itu terdapat pula bahan makanan yang
ditinggalkan Oh-pek Mako, tanpa sungkan Tan-hong menyalakan
api dari memasak bubur, sudah tentu gadis ini sangat berterima
kasih.
"Nah, kau sudah agak baikan, tetapi masih belum boleh banyak
bicara dulu," demikian Tan-hong berkata padanya denganPahala dan Murka - 8 38
senyuman hangat, "sebaiknya kau dengarkan saja dan jangan
bertanya, sekarang juga aku akan mulai dengan ceritaku yang
pertama. Kalau ketiga cerita sudah kututurkan semua, kemudian
baru kuberitahukan padamu tentang asal usul diriku."
Ketika In Lui mendongak memandang orang, ia dengar Tan hong
telah mulai dengan ceritanya.
"Dahulu ada dua orang miskin," demikian pemuda itu menutur,
"semula mereka adalah buruh tani pada tuan tanah, kemudian
karena bencana alam hingga mereka kehilangan tanah garapan,
mereka tidak bisa hidup pantas lagi, yang seorang lantas mengemis
dan yang lain terpaksa menjadi penyelundup garam gelap
(umumnya pembuatan garam adalah monopoli pemerintah), si
pengemis dan penyelundup garam gelap itu berwatak sama cocok,
maka keduanya telah angkat bersaudara.
"Tatkala itu Tiongkok berada di bawah jajahan bangsa lain, para
patriot yang berjiwa pahlawan setiap saat selalu ingin bangkit
kembali, kedua saudara angkat ini kesemuanya mempunyai citacita tinggi, ya, tinggi seperti bintang-bintang di langit. Mereka
bersumpah bersama bilamana pada suatu hari siapa yang menjadi
raja, maka masing-masing pasti tidak akan melupakan pada yang
lain!
"Kecuali mereka itu, masih terdapat pula seorang hwesio, umur
hwesio ini jauh lebih tua dari kedua orang yang duluan tadi, ia pun
pernah mengajarkan ilmu silat pada kedua saudara angkat itu, oleh
sebab itu kedua orang tadi menghormat dan menyebutnya sebagai
Suhu."
"Sudah menjadi peraturan yang turun temurun dari satu jaman
ke jaman lain, perdagangan garam selamanya dimonopoli oleh
pemerintah, siapa yang berdagang garam gelap (garam yang dibuat
rakyat sendiri); asal tertertangkap tentu dihukum mati. SiPahala dan Murka - 8 39
penyelundup garam tadi adalah kakak angkat dan si pengemis adik
angkatnya. Si pengemis sendiri tak berani ambil risiko seperti kakak
angkatnya, maka ia telah masuk sebuah biara dan menjadi hwesio.
kemudian biara itu menjadi telantar juga karena bencana alam dan
tidak mendapat sokongan dari kaum dermawan, akhirnya hwesio
dalam biara itu banyak yang mati, sedikit harta benda yang dapat
dikumpulkan oleh si penyelundup garam tadi telah dikosongkan
untuk penghidupan adik angkatnya. Tetapi biara itu tetap
berantakan juga, penghuninya bubar, adik angkat asal pengemis itu
menjadi hwesio keliling lagi ke mana-mana".
"Belakangan guru kedua saudara angkat itu bergabung
melakukan gerakan militer itu, tetapi pada satu pertempuran besar
si hwesio tua telah hilang dan tak diketahui jejaknya, ada yang
bilang dia sudah mati dalam medan pertempuran, tapi ada yang
bilang sesudah menghilang kembali ia jadi hwesio lagi. Mana yang
benar, tiada seorangpun yang tahu dengan pasti."
"Tatkala itu si penyelundup garam sedang mengangkut
garamnya jauh menuju ke utara sungai (Yangce), ia sendiri telah
herhasil mengumpulkan beberapa ratus kawan penyelundupnya,
iapun mengadakan gerakan militer dan mengangkat dirinya sebagai
pemimpin. Selang beberapa tahun kemudian, kekuasaan
penyelundup garam itu semangkin menjadi besar dan meluas,
akhirnya ia menjadi raja di Sohciu, beberapa propinsi sekitar
Tiangkang (sungai Yangce) semuanya di bawah pengaruh
perintahnya. Ia telah mencari kemana-mana atas diri adik
angkatnya, tetapi tidak menemukannya.
(Bersambung Jilid ke 9)Pahala dan Murka - 9 0Pahala dan Murka - 9 1
PAHALA DAN MURKA
Oleh : gan k.l.
Jilid ke 9
EMENTARA ITU di seluruh negeri sudah banyak sekali
pemberontakan yang digerakan oleh para pahlawan, di
antaranya terdapat pasukan yang memakai tanda ikat
kepala merah yang berkekuatan paling besar, pemimpin pasukan
ikat kepala merah itu telah meninggal dua tahun yang lalu, maka
tempatnya telah diganti oleh seorang pahlawan muda yang gagah
berani, ia menyerang benteng pertahanan musuh dan banyak
merebut daerah-daerah kekuasaan, pengaruhnya menjalar sampai
di selatan Tiangkang.
"Ketika si penyelundup garam mencari tahu, eh, kiranya
pemimpin muda pasukan ikat kepala merah ini adalah seorang
hwesio, waktu ia cari tahu lebih jauh, akhirnya diketahui orang
bukan lain daripada adik angkatnya sendiri yang dahulu jadi
pengemis itu. Malahan ada yang bilang bahwa si pengemis ini telah
ikut pergerakan hwesio tua gurunya dulu, kemudian karena hwesio
tua kalah dalam pertempuran, diam-diam si pengemis mengkhianat
dan menjual hwesio tua itu kepada musuh, yakni pasukan
pemerintah, sedang dia sendiri pura-pura menjadi patriot, ia
pimpin bawahan hwesio tua tadi terus menggabungkan diri dengan
pasukan ikat kepala merah. Oleh sebab itulah begitu masuk di
pasukan ikat kepala merah ia lantas mendapatkan kedudukan
sebagai pemimpin dan mendapat kepercayaan dari panglimanya,
seterusnya ia masih terus naik pangkat, karena itulah kemudian ia
bisa menggantikan kedudukan sebagai panglima.
"Waktu itu pengaruh kekuasaan kakak dan adik angkat ini sudah
saling kontak di daerah Tiangkang, si kakak angkat mengirimPahala dan Murka - 9 2
utusan menyeberangi sungai dan menyampaikan surat pada adik
angkat, pesannya dalam surat itu bahwa kita berdua siapa pun yang
menjadi raja adalah sama saja, silakan kau menyebrang sungai
kemari untuk bertemu, setelah bertemu secara persaudaraan,
kemudian baru berunding tentang persekutuan untuk bersamasama menghadapi musuh dari luar."
"Tak terduga si adik angkat telah merobek-robek suratnya dan
tidak mau menyeberang sungai untuk bertemu, bahkan utusan yang
dikirim itu dipotong pula daun kupingnya dan mengusirnya
kembali buat melaporkan bahwa di kolong langit ini tiada dua
matahari, rakyat pun tidak mungkin punya dua raja, kau dan aku
sama-sama pahlawan di jaman ini, kalau bukan kau yang binasa,
biarlah aku yang mati."
"Keruan si kakak angkat menjadi gusar setelah terima surat
balasan orang, maka terjadilah pertempuran antara kedua saudara
angkat sendiri, mereka saling bunuh dengan kejam, setelah
berlangsung beberapa tahun, masing-masing pihak sama-sama
tiada yang menang dan kalah, pada pertempuran paling akhir di
sungai Tiangkang, si adik angkat telah mendapatkan kemenangan
besar dan berhasil menawan si kakak angkat, ia minta agar kakak
angkat ini suka tunduk dan menghamba padanya, sudah tentu si
kakak tak sudi, ia bergelak tertawa dan berkata, ?Haha, pengemis
kecil, kalau kau tega boleh bunuh saja diriku!'
"Ternyata tanpa berkata pula, betul saja adik angkat itu segera
memerintahkan anak buahnya menggebuk kakak angkat dengan
hujan pentungan hingga menemui ajalnya, mayatnya
ditenggelamkan pula ke dalam sungai."
"Sesudah kakak angkatnya dimusnahkan, segera adik angkatnya
itu angkat diri sendiri sebagai raja, bahkan selang beberapa tahun
kemudian ia berhasil pula mengusir pergi bangsa lain danPahala dan Murka - 9 3
menghancurkan pemberontakan pahlawan lain sehingga seluruh
negeri dipersatukan di bawah perintahnya, betul-betul ia telah
menjadi seorang cakal-bakal yang mendirikan suatu kerajaan.
bagaimana pendapatmu adik kecil, busuk tidak raja ini?"
"Ya, tanpa mengingat hubungan baik antara saudara sendiri,
sudah tentu adik angkat ini sangat busuk," sahut In Lui. "Tetapi ia
bisa mengusir pergi bangsa lain dan membangkitkan tanah air kita,
ia pun terhitung seorang patriot, seorang pahlawan sejati."
Karena kata-kata terakhir ini, air muka Tan-hong kelihatan agak
berubah.
"Kaupun berpendapat demikian, Hiante?" katanya kemudian
dengan dingin. "Tetapi tahukah kau bahwa sesudah pengemis kecil
itu menjadi raja, ia telah banyak membunuh pembesar yang berjasa,
terhadap keturunan si kakak angkat lebih-lebih tidak ada ampun, ia
telah kirim orang kepercayaannya mencari kemana-mana dengan
tujuan harus dibasmi sampai ke akar-akarnya. Oleh sebab itulah
keturunan kakak angkatnya itu dan pembesar setia lainnya sama
jauh menyingkir melarikan diri. Ah, sudah habis kaumakan bubur,
bagus, kebetulan ceritaku pun sudah selesai."
"Toako." tiba-tiha Ia Lui berkata pula sambil angkat kepalanya,
"ceritamu ini dapat kuterka, yang kaututurkan ini adalah kejadian
permulaan dinasti kita sekarang ini, si adik angkat pengemis adalah
Beng-thay-co Cu Goan-ciang, dan si kakek penyelundup garam itu


Pahala Dan Murka Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

adalah yang menyebut dirinya sebagai raja Ciu yang bernama Thio
Su-seng. Hanya saja aku tidak tahu bahwa mereka pernah
mengangkat saudara, kitab sejarah pun tidak pernah menyebutnya.
Malahan dalam sejarah diceritakan Thio Su-seng ini asalnya adalah
seorang rendah dan kotor, dengan membunuh dia Beng-thay-co
malah dianggap membela kepentingan rakyat."Pahala dan Murka - 9 4
"Hm, yang berhasil menjadi raja dan yang gagal menjadi bandit,
hal ini sudah lumrah sejak dulukala," sahut Tan-hong dengan
tertawa dingin. "Jangankan urusan angkat saudara mereka tidak
tertulis dalam sejarah, bahkan Gu Goan-ciang pernah menjadi
pengemis, menjadi hwesio tukang minta-minta, bukankah ini pun
tidak pernah disebut-sebut dalam kitab sejarah yang ditulis oleh
pengarang yang diperintahkan? Padahal menjadi pengemis atau
menjadi hwesio yang rudin kan juga tidak menghilangkan pamor
leluhur? Hmh!"
Memang tentang Beng-thay-co Cu Coan-ciang pernah menjadi
pengemis dan pernah pula menjadi hwesio di biara Hong-kak-si,
siapa yang tidak tahu di jagat ini? Akan tetapi pada waktu dia naik
tahta, hal ini ternyata menjadi pantangannya, siapa saja yang sedikit
menyinggung hal tersebut baik sengaja maupun tidak sengaja,
semua dihukum mati tanpa ampun, karena itu tidak sedikit yang
menjadi korban keganasannya.
Hal ini cukup diketahui oleh kalangan pembesar negeri, In Lui
sendiri pun pernah mendengar cerita dari engkongnya, oleh
karenanya demi mendengar cerita Tan-hong ini, ia teringat pada
kematian engkongnya yang menyedihkan. dalam hati ia berpikir,
"Ya, apa pun juga tiada yang baik meski menjadi raja, baik Cu Goanciang maupun Thio Su-seng, keduanya sama saja. Tetapi apakah
maksud Toako dengan menceritakan kisah ini? Kenapa dia begini
benci pada kaisar pendiri dinasti Beng?"
Tetapi karena Tan-hong tidak perkenankan dia bicara, pemuda
ini juga memijat dia perlahan, selelah setengah hari In Lui berlatih,
tenaganya ternyata belum pulih, maka ia tak berani banyak pikir
lagi, selang tak lama, tanpa terasa ia tertidur.
Besok paginya tatkala ia mendusin, ia lihat Tan hong masih
duduk di sampingnya tanpa mengaso, malahan kedua matanya radaPahala dan Murka - 9 5
merah bendul, agaknya semalam pernah ia menangis, keruan In Lui
Pedang Naga Hitam 1 Harry Potter Dan Relikui Kematian Deathly Hallows Karya Jk Rowling Menuntut Balas 12

Cari Blog Ini