Jaksa Pao Dalam Paku Maut Bagian 3
"Apa maksud ,kata-katamu itu?" desak Gouw.
"Sudahlah jangan diambil hati!"
"Hai, apa isteriku telah menyakiti hatimu? Katakan, biar kutegur dia!" kata Gouw.
"Tak usah! Kau sahabatku, dan kita saling mempercayai. Tak perlu kita bicara lebih jauh, hanya ingat pesanku tadi sebab itu untuk kepentinganmu sendiri!" kata Han Boan.
Sesudah puas minum dan berbincang-bincang kedua sahabat itu lalu berpisah.
*****
Pada suatu hari datang surat untuk Han Boan dari pamannya .Paman Han Boan adalah seorang saudagar dari Su-couw. Dalam surat itu, Han diminta supaya datang dan mau bekerja sama .Mendapat kesempatan yang baik itu, Han Boan tak mau menyia-nyiakannya.
Ketika akan berangkat ke Su-couw ia teringat pada GouW dan berniat untuk pamitan pada sahabatnya itu. Tapi setelah
mendapat kabar bahwa Gouw tidak ada dirumah, Han Boan tak datang menemui isteri sahabatnya karena takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Dia langsung berangkat ke Su-couw untuk menemui pamannya.
Ketika Gouw kembali dari perjalanan, dia baru mengetahui kalau Han Boan telah pergi.
Dari perjalanannya kali ini, Gouw membawa pulang seorang keponakan dekatnya. Keponakan Gouw seorang pemuda yang tampan, tapi sayang otaknya sangat bebal. Pemuda itu bernama Ong Ci, seorang berandalan yang senang berfoya-foya, mabuk-mabukan dan gemar main perempuan.
Ketika Ong Ci bertemu dengan Hiap, keduanya langsung jatuh cinta. Entah Ong Ci yang mata keranjang atau karena Hiap yang genit keduanya jadi cepat akrab. Gouw tak merasa curiga pada kedua orang itu, padahal keduanya telah mengadakan hubungan gelap. Mereka diam-diam telah memadu cinta. Hiap yang kesepian sekarang tidak usah kesepian lagi sebab kini ia bisa berkencan dengan Ong Ci.
Di depan suaminya Hiap bersikap biasa-biasa saja tapi bila suaminya sedang tak ada di rumah, kedua orang itu bermain cinta dan melepaskan nafsu sex mereka.
Setahun lamanya hubungan gelap mereka terjalin, Gouw yang polos tak sempat memergokinya. Hubungan gelap itu berjalan dengan lancar tanpa ada gangguan.
*** Pada suatu hari Gouw Si Ji hendak pergi menagih hutang ke sebuah desa. Ia mengajak Ong Ci sebab kampung tempat ia menagih cukup jauh.
Mendapat ajakan dari pamannya, Ong Ci kurang senang. Dengan berbagai alasan ia menolak ajakan pamannya. Sebab bila ia ikut pergi, maka kesempatan untuk berkencan dengan Hiap akan tersia sia .
Mendengar alasan penolakan Ong Ci yang kurang kuat, Gouw marah sekali.
"Tak kusangka baru kuajak begitu kau sudah berani menolak. Kurang bagaimana aku ini? Aku sudah menolongmu, memberimu uang dan makan. Kita harus segera berangkat ke desa itu, kalau tidak kita akan terlambat. Aku harap pada akhir bulan empat kita sudah kembali, sebab kita harus merayakan Hari Ceng Beng (sembahyang leluhur di kuburan), apa kau tak sadar itu?" kata Gouw.
Mula-mula Ong Ci tetap membangkang sehingga Gouw bertambah gusar. Ketika Gouw sedang menyiapkan pakaian yang hendak dibawanya, diam-diam Hiap mendekati Ong Ci.
"Sudah jangan membantah, kalau kau terus membantah hubungan kita akan diketahuinya. Kita berpisah untuk sementara, setelah itu tak akan ada yang bisa memisahkan hubungan kita lagi!" kata Hiap.
"'Apa maksud kata-katamu?" bisik Ong Ci.
Hiap berbisik ke telinga kekasihnya dan menyampaikan rencananya yang telah ia atur. Mendengar keterangan Hiap, Ong Ci senang sekali. Ia tersenyum gembira.
"Ah tak kusangka kau punya rencana begitu hebat. Sudah lama aku berharap kau hanya milikku." kata Ong Ci.
Ketika Gouw ke luar sambil membawa buntalan pakaiannya, Ong Ci menyatakan kesediaannya hendak ikut dengan sang paman.
Tentu hal itu membuat Gouw gembira, mereka pamit kemudian dengan menunggang kuda, mereka berangkat. Setiba di Ciu Kiang Cin, sebuah kota pelabuhan yang letaknya dekat muara .Gouw mencari tukang perahu yang akan mereka sewa menuju ke tempat tujuan.
Akhirnya mereka berjumpa dengan seorang pemilik perahu
yang bernama Li Ji Siauw yang sudah sangat dikenal oleh Gouw sebab setiap kali Gouw pergi perahunya selalu disewa. Tak lama perahu itu mereka tumpangi untuk menyeberangkannya ke Hek Liong-Ouw atau Telaga Naga Hitam. Danau itu cukup luas, sehingga tanpa perahu Gouw tak akan sampai ke tempat tujuannya yang ada di seberang danau itu.
Malam harinya mereka tiba di seberang dekat sebuah Kelenteng Hek Liong-si atau Kelenteng Naga Hitam. Gouw ternyata seorang penganut agama Budha yang sangat taat, karena itu begitu tiba, ia bergegas menuju ke kelenteng untuk bersembahyang di sana.
"Ong Ci mari kita sembahyang!"
"Akh tidak Paman, aku letih sekali!" jawab Ong Ci.
Terpaksa Gouw pergi sendiri, ketika ia pulang ia lihat Ong Ci sedang minum arak dengan Li Ji Siauw. Malam itu sangat cerah, langit bertabur bintang, oleh karena amat tertarik dengan pemandangan yang indah itu, Gouw pun ikut duduk dan minum arak di situ. Tak lama Li Ji Siauw pamit.
"Maaf, aku ngantuk dan agak mabuk, kalian teruskan saja berdua!" kata Li.
Gouw dan Ong Ci tak keberatan, mereka sekarang tinggal berdua menikmati arak. Berulang-ulang Ong Ci menuangkan arak ke cangkir Gouw, akhirnya Gouw mabuk. Kiranya Gouw bukan seorang peminum ulung, oleh karena kepalanya agak pening ia meminta kepada Ong Ci agar menuntunnya ke pinggir perahu, ia akan buang air kecil. Ong Ci tidak membantah, ia tuntun pamannya ke pinggir perahu. Tapi tiba-tiba Ong Ci mendorong tubuh Gouw yang mabuk ke dalam sungai. Karena arus sungai itu cukup deras, tubuh Gouw dihanyutkan oleh arus air. Dalam sekejap tubuh Gouw telah lenyap.
Seperti tak terjadi apa-apa, Ong Ci kembali duduk di kursinya, ia melanjutkan minumnya. Sesudah puas baru ia
membangunkan Li Ji Siauw.
"Tuan Li! Tuan Li bangun pamanku tercebur!" teriak Ong sambil menggedor pintu kamar pemilik perahu itu.
"Apa? Apa yang terjadi?" tanya Li.
"Tadi ketika pamanku hendak buang air kecil, ia terpeleset dan jatuh ke dalam sungai. Sekarang tenggelam entah di mana?" kata Ong.
Ketika Li akan mengambil pemukul kentongan, dengan maksud untuk minta bantuan perahu lain supaya dapat mencari Gouw yang dikatakan tenggelam itu, Ong malah mencegahnya
"Tak perlu, tubuh pamanku telah hanyut entah ke mana! Lagi pula air sungai sangat deras, jadi tak ada gunanya!" kata Ong.
Li jadi heran mendengar kata-kata Ong, bukan segera menolong pamannya yang mendapat kecelakaan, malah ia menghalangi dirinya untuk menolong pamannya. Li akhirnya diam tak bisa berbuat apa-apa. Dia pikir itu bukan urusannya. Ia hanya menyewakan perahunya, sedang ongkos sudah dibayar oleh Gouw. Jadi apa perlunya ia harus bersusah payah. Keponakan nya sendiri acuh tak acuh, untuk apa ia harus repot-repot
Esok harinya....
Pagi-pagi sekali Ong Ci sudah bangun. Ia mendatangi kamar Li dan membangunkannya.
"Aku tak akan melanjutkan perjalananku sendirian, mari kita kembali saja. Aku perlu memberitahu isteri Gouw yang malang itu!" kata Ong Ci.
Li menurut saja, ia merubah haluan ke Kai-hong-hu. Setiba di pelabuhan, Ong memberinya uang tambahan pada Li. Li mengerti itu pasti uang sogokan agar ia tutup mulut.
"Aku minta soal ini tak perlu kau siarkan, kita juga tak perlu lapor pada pihak yang berwajib .Jika kita melapor malah kita akan mendapat kesulitan, harus jadi saksi dan sangat
merepotkan. Bukan itu saja, malah mungkin kita akan ditahan dan dituduh sebagai pelaku pembunuhan itu. Kita juga tahu, kejadian itu hanya sebuah kecelakaan yang tak disengaja!" kata Ong.
Li diam tak menyahut.
Selang beberapa bulan.
Pada suatu hari Han Boan disuruh oleh pamannya pergi ke Kota Ciu Kiang-cin yakni tempat Gouw mendapat musibah sampai mati. Hari itu menjelang senja, Han Boan berjalan-jalan di tepi sungai yang dekat danau hingga akhirnya ia tiba di Kelenteng Hek Liong-si. Cuaca hari itu agak remang. Tiba-tiba Han Boan seperti melihat bayangan sahabatnya.
Menyaksikan sahabatnya Gouw ada di tempat itu, Han agak heran apalagi melihat wajah Gouw yang pucat .Setelah sekian lama tak pernah berjumpa, ternyata banyak perubahan terhadap diri sahabatnya itu. Namun ia tetap mengenalinya bahwa itu adalah sahabatnya.
Ia segera mempercepat langkah kakinya sambil memanggil nama sahabatnya
"Kakak Gouw, sedang apa kau di sini?" kata Han.
Gouw diam saja, wajahnya tampak pucat dan berduka sekali.
"Kakak Gouw aku senang sekali bertemu kau di sini, tempo hari aku akan memberitahu bahwa aku akan pergi ke Su-couw untuk tinggal bersama pamanku. 'Tapi katanya kau sedang bepergian, sehingga aku pergi tanpa pamit darimu. Hai Kak, apa yang terjadi? Aku lihat wajahmu begitu pucat?" kata Han Boan.
Gouw masih belum menjawab pertanyaan itu. Tapi tak lama setelah mereka bertatapan, Gouw mulai bicara. Saat itu Han Boan merasa aneh ketika melihat wajah sahabatnya yang sangat pucat, apalagi bulu kuduknya berdiri semua.
"sejak kita berpisah di warung arak dulu, banyak perubahan yang terjadi atas diriku. Ternyata karena aku tak mau menuruti nasihatmu, aku telah mengalami nasib buruk. Kalau kuceritakan, kisahnya akan panjang sekali. Tapi entah dari mana kisahku harus kumulai!" kata Gouw.
Mendengar ucapan sahabatnya, Han Boan terharu.
"Duduklah Gouw, mari kita bicarakan pengalaman kita masing-masing. Sudah lama aku rindu ingin bertemu denganmu, tapi sayang karena usaha pamanku mulai maju, aku selalu sibuk hingga belum punya waktu untuk menemuimu. Tapi tak kuduga, kita malah bertemu di sini. Sungguh senang sekali aku bisa berjumpa kau lagi. Lalu kenapa kau kelihatan begitu sedih, sehingga aku ikut bersedih!" kata Han Boan.
"Akulah yang salah, dulu aku tak mau menuruti nasehatmu!" 'kata Gouw sambil mencucurkan air mata.
Han Boan tak mengerti apa yang dimaksudkan Gouw. Gouw lalu menceritakan bahwa ia telah dianiaya dan dibunuh di danau. Han Boan kaget mendengar keterangan Gouw sebab dengan demikian saat ini dia sedang berhadapan dengan arwah Gouw.
"Kau belum mati Gouw? Aku tak percaya kau sudah mati' Bukankah ini engkau, bagaimana mungkin orang yang sudah mati bisa menceritakan kematiannya? Apa barangkali kau sedang menceritakan mimpi burukmu padaku?"
Tanpa ragu-ragu Han Boan merangkul tubuh sahabatnya. Ia kaget sebab ia seolah meraba sebalok es yang dingin. Tapi oleh karena cintanya pada Gouw, Han tak menghiraukan apa yang akan terjadi pada dirinya. Dengan sekuat tenaga Han memberanikan diri untuk bicara lagi.
"Jika benar kau telah dibunuh oleh keponakanmu. bagaimana aku bisa membuktikannya? Apakah kau punya saksi?" tanya Han.
"Tentu. Dia si tukang perahu bernama Li Ji Siauw. Dia ada
di perahu ketika aku dibunuh. Aku juga yakin dia tak mempercayai keterangan keponakanku yang mengatakan aku mendapat kecelakaan yang tak disengaja. Nah, sudah saatnya kita berpisah, tapi ada permintaanku tegakkan hukum untuk sahabatmu!" kata Gouw.
Ketika Han akan berkata lagi Gouw menghilang sehingga Han terkejut
"Ob Gouw tunggu!" tapi bayangan Gouw telah hilang.
Ketika Han Boan sadar dari lamunannya, ia memandang ke sekitar tempat itu. Ternyata ia berada di kelenteng di tepi danau. Han penasaran, dicarinya Gouw di sekeliling kelenteng, tapi Gouw benar-benar tidak ada.
Ia bergegas kembali ke penginapannya. Di kamarnya ia memikirkan kejadian yang dialaminya di kelenteng di tepi danau. Ia merasa bahwa apa yang dialaminya bukan mimpi, tapi itu pun harus dibuktikannya. Apakah benar Gouw telah meninggal, atau hanya mimpi.
*** Esok harinya Han bergegas kembali ke Su-couw. Ketika ia berjumpa dengan pamannya, Han menceritakan pengalamannya di Kelenteng Hek Liong-si. '
"Jika benar Gouw meninggal karena perbuatan keponakannya, aku harus menyelidiki kasus itu sampai tuntas dan menghukum pelakunya setimpal dengan perbuatannya!" kata Han.
Pamannya mengangguk kagum pada persahabatan mereka yang abadi itu.
"Paman, bila kau mengizinkan besok aku akan pulang ke Kai hong!" kata Han Boan.
"Baiklah, tapi kau harus hati-hati, Nak!"
"Ya, Paman."
"Jika urusanmu telah selesai kan harus segera kembali ke sini!" kata pamannya.
Han Boan menganggukkan kepalanya.
*** Esok harinya pagi-pagi sekali Han Boan sudah berangkat ke Kai-hong dengan naik kereta kuda. Dalam perjalanan ia mengenang sahabatnya Gouw dan dia masih membayangkan pertemuannya di Kelenteng Hek Liong-si di tepi danau.
Setiba di Kai-hong ia pergi ke rumah makan, ia mencari sahabat-sahabatnya. Dari mereka ia mendapat keterangan bahwa Gouw benar telah meninggal. Mendengar hal itu barulah ia yakin, kalau yang ditemuinya di Kelenteng Hek Liong-si adalah arwah Gouw yang penasaran. Pantas saja Gouw meminta agar ia membalaskan sakit hatinya. Tapi Han Boan diam saja tak banyak bicara.
Setelah mengetahui Gouw sudah meninggal, Han Boan bergegas ke rumah sahabatnya. Maksudnya hendak bersembahyang di meja abu sahabatnya. Ketika ia sampai, ia hanya disambut oleh pelayan Gouw, sedangkan Hiap tak mau menemuinya. Han Boan bersembahyang di meja abu sahabatnya .Setelah berdoa dan memasang hio, kemudian ia kembali ke rumahnya.
*** Esok harinya ketika ia kembali ke Su-couw, ia menemui pamannya untuk minta nasihat.
"Paman. Gouw benar-benar telah meninggal jadi orang yang aku temui di Hek Liong-si tempo hari adalah rohnya yang penasaran. Lalu bagaimana aku harus menolong Gouw?" kata Han Boan.
"Sudahlah Nak, mungkin kau terlalu lelah. Padahal sahabatmu itu mati dengan wajar, mungkin kau hanya bermimpi buruk saja!" kata pamannya.
"Tidak! Tidak mungkin! Ketika aku datang isterinya tak mau menemuiku. Aku yakin kematian sahabatku tak wajar!" kata Han Boan.
Ketika paman Han mengatakan bahwa sang keponakan terlalu percaya pada takhyul, Han Boan tak mau menerima pendapat pamannya sebab sang paman tak mengalaminya. Maka itu Han Boan tetap berkeras ingin membalaskan sakit hati sahabatnya.
"Pesan terakhirnya ia mengatakan agar aku menegakkan hukum seadil-adilnya. Jadi agar arwahnya tenang, aku tak mau mengabaikan pesan terakhir sahabatku itu!" kata Han.
Mendengar kata-kata keponakannya, maka mengertilah pamannya bahwa keponakannya bersungguh-sungguh.
"Kalau niatmu itu sudah bulat, apa dayaku? Tapi sebelum kau mulai kau harus menyelidiki kasusnya baik-baik. ingat kau menghadapi lawan yang licik, jadi kan harus berhati-hati benar. Pesanku, kalau kau sudah mendapat bukti-bukti yang kuat, kuanjurkan agar kau minta bantuan pada Jaksa Pao yang bijaksana. Aku dengar beliau baru saja kembali. Setelah laporanmu sampai ke tangannya, ia akan membantumu. Tapi hati-hati jangan sampai laporanmu itu palsu, kau akan mendapat bahaya. Bahkan bukan tidak mungkin kau dianggap menfitnah tanpa bukti, hukumannya berat!" kata pamannya.
"Lalu apa yang harus aku lakukan, Paman?"
"Tuduhan pembunuhan harus dengan bukti-bukti yang kuat" kata pamannya.
"Aku punya saksi di tempat kejadian pembunuhan!" kata Han Boan.
"Siapa?"
"Tukang perahu langganan sahabatku namanya Li Ji Siauw!"
"Aku tidak yakin ia akan jadi saksi yang baik!"
"Lalu apa sebaiknya yang harus aku lakukan, Paman?"
"Aku dengar ceritamu bahwa isteri sahabatmu itu haus sex bahkan kau pernah mengatakan ia juga pernah mengajakmu berbuat zinah. Motif pembunuhan ini juga aku rasa tak lepas dari soal sex itu. Siapa tahu Ong Ci keponakan sahabatmu yang tampan itu berzinah dengan isteri pamannya?" kata Paman Han.
"Akh Paman benar. Lalu apa yang harus aku lakukan?"
"Begini saja, mula-mula kau adukan soal perzinahannya pada Jaksa Pao. Kukira soal pembunuhannya akan terungkap dengan sendiri!"
Mendengar keterangan pamannya, Han Boan termenung sejenak.
Tak lama ia berseru dengan gembira,
"Akh Paman sangat pandai, baiklah aku akan mulai dari sana!"
Setelah pamit pada pamannya, Han Boan kembali ke kampung halamannya untuk mengadakan penyelidikan. Bahkan ia masih sempat menemui Li Ji Siauw yang menyatakan bersedia jadi saksi bila diperlukan. Ketika ia menanyakan tentang isteri Gouw, semua tetangga Gouw menyatakan bahwa Hiap benar benar telah hidup seperti suami-isteri dengan Ong Ci. Setelah semua keterangan itu cukup lengkap dan dianggap kuat untuk diajukan sebagai dakwaan, Han Boan lalu pergi ke gedung Jaksa Pao.
Setiba di gedung Jaksa Pao, ia disambut oleh Thio Liong dan Tio Houw .Han lalu menyampaikan maksudnya, yakni hendak mengadukan suatu perkara pada Jaksa Pao. Mendengar permintaan Han, kedua pegawai Jaksa Pao melapor.
Mendengar Han akan mengadukan perkaranya. Jaksa Pao memerintahkan agar Han Boan dibawa menghadap. Setelah berlutut dan memberi hormat, Han Boan berkata dengan suara tegas,
"Hamba bernama Han Boan, datang menghadap pada Yang Mulia untuk mengadukan suatu perkara!"
"Katakan, soal apa yang hendak kau adukan?"
"Perkara yang akan hamba adukan adalah perkara perzinahan, Yang Mulia!" kata Han Boan.
"Isteri sahabatku yang bernama Hiap mempunyai keponakan yang bernama Ong Ci. Setelah kematian suaminya, Hiap dan Ong Ci menjalin hubungan cinta tanpa nikah. Tentang hubungan gelap mereka, hamba punya banyak saksi. Pertama, pembantu rumah tangga mereka, kedua anak Gouw dan yang ketiga tetangga-tetangga mereka!"
"Apa dakwaanmu ini benar?"
"Sungguh Yang Mulia!"
"Baiklah, semua dakwaanmu akan kupelajari dan kuselidiki dahulu. Sementara aku menyelidikinya, kau boleh pulang!" kata Jaksa Pao.
Han Boan segera menyerahkan surat dakwaannya. Sepergiannya Han Boan, Pao Kong memerintahkan Tio Houw dan Thio Liong untuk mengadakan penyelidikan. Dengan cepat kedua pegawai Pao Kong ini telah mendapat beberapa keterangan yang berharga. Apa yang dilaporkan oleh Han Boan sebagian telah terjawab. Ternyata Hiap benar-benar tinggal serumah dengan Ong Ci. Para tetangganya pun mengatakan bahwa mereka hidup bagaikan suami-isteri, padahal mereka belum kawin. Sedangkan suami Hiap baru saja meninggal dunia. Dengan demikian wanita itu belum lepas masa berkabungnya. Semua yang diketahui oleh kedua pegawai Pao Kong ini telah dilaporkan pada Pao Kong. Mendengar hal itu Pao Kong gembira, sekarang tahulah dia bahwa laporan Han Boan bukan laporan palsu. Esok harinya Pao Kong memerintahkan 'Tio Houw dan Thio Liong untuk menangkap Hiap dan Ong Ci, lalu keduanya ditahan di tempat terpisah. Selain kedua orang itu Pao Kong juga memanggil tetangga dekat mereka, dan memanggil pembantu rumah tangga keluarga Gouw dan anak Gouw yang
sudah berumur 15 tahun. Mula-mula Pao Kong meminta agar Ong Ci dibawa menghadap.
"Siapa namamu?" kata Pao Kong.
"Ong Ci!" jawab yang ditanya
"Pernah apa kau dengan isteri Gouw?"
"Bibi, Yang Mulia. Sebab Gouw adalah paman saya!"
"Baiklah. Tapi baru-baru ini aku mendapat pengaduan dari seseorang bahwa kau telah hidup serumah dengan isteri pamanmu, padahal pamanmu baru saja meninggal dunia. Sedangkan dalam laporan itu kau dikatakan telah hidup bagai suami-isteri, apakah benar begitu?" kata Pao Kong.
"Maaf Yang Mulia, aku kira laporan itu bohong, fitnah!" kata Ong Ci.
"Apa betul begitu?"
"Mana berani aku kurang ajar pada bibiku, sungguh Yang Mulia!" jawab Ong Ci.
"Bagaimana bila dalam pemeriksaan tuduhan itu benar? Apa kau bersedia dihukum berat?" tanya Jaksa Pao.
"Berani, Yang Mulia. Sebab aku tak berbuat begitu!"
"Sungguh?"
"Ya, Yang Mulia!"
"Pengawal, bawa dia ke dalam'" kata Jaksa Pao.
Setelah Ong Ci dibawa masuk ke dalam tahanan, Pao Kong memerintahkan agar Hiap dipanggil. Hiap berlutut di hadapan Pao Kong.
"Kau yang bernama Hiap?" tanya Pao Kong.
"Benar Yang Mulia!"
"Kau tahu kenapa kau ditangkap?"
"Sungguh hamba tak mengerti, Yang Mulia, apa sebenarnya kesalahan hamba?" kata Hiap.
"Kau dilaporkan telah berzinah dan tidur serumah dengan
ponakanmu Ong Ci, apakah betul begini?" tanya Jaksa Pao.
"Bohong Yang Mulia, ketika suamiku masih hidup suamiku yang membawa Ong Ci ke rumah kami. Suamiku yang merawat dan membiayai hidupnya. Setelah suamiku meninggal ia tetap tinggal bersama kami, sebab kami tak berani mengusir keluarga suamiku. Apakah itu salah?" kata Hiap.
Jaksa Pao manggut-manggut.
******
"Baiklah! Sekarang coba kau dengarkan, aku hendak bertanya satu hal!"
"Silakan Yang Mulia!" jawab Hiap.
"Aku dengar suamimu meninggal di sebuah danau, apa betul
begitu?" tanya Jaksa Pao.
"Benar Yang Mulia!"
"Di mana suamimu di kubur?"
Hiap menangis tersedu-sedu, tampaknya ia bersedih sekali
Karena Jaksa Pao seolah mengungkap kembali kesedihannya. tak lama dengan suara terisak Hiap menjawab,
"Sampai hari ini entah di mana mayat suamiku itu?" jawab Hiap.
"Pada waktu suamimu meninggal, siapa saja orang yang terakhir bersamanya?" kata Jaksa Pao.
"Ketika itu suamiku pergi bersama Ong Ci hendak menagih ngutang. Menurut keterangan Ong Ci, malam yang naas itu terjadi "ketika suamiku akan membuang air kecil. Karena ia mabuk
sehabis minum, maka ia terjatuh ke dalam danau!" jawab Hiap.
Mendengar keterangan Hiap, Jaksa Pao agak curiga. Kini ia yakin bahwa kematian suami Hiap bukan sekedar kecelakaan.
Jaksa Pao bertanya lagi,
"Siapa lagi menurutmu orang yang tahu
kejadian ini?"
"Menurut cerita Ong Ci, tukang perahu yang bernama Li Ji Siaw tahu tentang hal ini Yang Mulia!" jawab Hiap.
"Bagus! Pengawal bawa tahanan ini ke selnya!" kata Jaksa Pao.
"Ampun Yang Mulia, hamba tak bersalah!" teriak Hiap.
Tapi Jaksa Pao tak mau menghiraukannya, Hiap tetap dibawa ke kamar tahanannya. Setelah itu, Jaksa Pao memanggi] pembantu rumah tangga keluarga Gouw.
"Katakan yang sebenarnya, di mana nyonyamu dan Ong Ci tidur?" kata Jaksa Pao.
"Di kamar bekas majikan Gouw bersama nyonya!" jawab bujangnya dengan ketakutan.
"Satu kamar?" tegas Jaksa Pao.
"Betul Yang Mulia!"
Pao Kong manggut-manggut.
"Bagus, terima kasih. Bawa anaknya!"
Tak lama anak Gouw dihadapkan kepada Jaksa Pao.
"Di mana ibumu tidur?"
"Ibu tidur dengan Ong Ci, Yang Mulia!"
"Kau tidak bohong?"
"Mana berani hamba berbohong Yang Mulia!"
"Bagus, kau boleh pulang!" kata Jaksa Pao.
Dari tetangganya yang dipanggil Jaksa Pao mendapat keterangan, mereka sering memergoki Hiap dan Ong Ci sedang bercumbu. Setelah mendapat keterangan yang cukup, Jaksa Pao puas sekali. Hanya ia belum punya bukti yang kuat untuk menyudutkan para terdakwanya.
Ketika Hiap dihadapkan kembali bersama Ong Ci, keduanya tetap menyangkal. Jaksa Pao kewalahan sebab ia belum punya bukti yang kuat untuk menyeret kedua terdakwa itu. Ketika dua tahanan sudah dimasukkan kembali ke kamar tahanan, Jaksa Pao teringat pada Han yang mengadukan perkara itu,
"Thio Liong!"
"Ya, Yang Mulia!"
"Panggil Han menghadapku!"
"Baik, Yang Mulia!"
Thio Liong mengundang Han datang. Han bergegas datang menemui Jaksa Pao.
'Yang Mulia memanggil hamba?"
"Ya, aku yakin kau tahu banyak tentang kematian sahabatmu Gouw. Siapa yang bisa jadi saksi dalam soal ini?" kata Jaksa Pau.
"Yang Mulia, apa perzinahan mereka ada hubungannya dengan pembunuhan?" kata Han pura-pura baru tahu.
"Hm, aku kira begitu."
Mendengar jawaban Pao Kong demikian, betapa gembiranya dia.Ini kesempatan yang baik, pikirnya Kemudian ia memberi hormat
"Sebelum hamba mengadukan soal perzinahan isteri sahabat hamba, hamba memang sudah mendengar dari Li Ji Siauw. ' Dialah yang tahu tentang peristiwa malam itu!" kata Han.
"Bagus kalau begitu, Thio Liong besok kau undang Li menghadapku!"
"Baik, Yang Mulia!"
Setelah sidang hari ini ditutup, Han Boan kembali ke rumahnya dengan sebuah harapan pembunuhan atas diri sahabatnya itu akan terungkap.
Selang seminggu Li datang bersama Thio Liong untuk jadi
saksi dalam pembunuhan Gouw. Setelah Li datang, persidangan
dibuka kembali. Ketika Ong Ci melihat Li ada di ruang sidang ia terkejut Dan Hiap juga kelihatan cemas.
'Kau yang bernama Li Ji Siauw?"
"Benar Yang Mulia!"
"Apa yang kau ketahui atas peristiwa kematian Gouw pada malam yang naas itu?" tanya Jaksa Pao.
"Hari itu Gouw yang menjadi langganan hamba menyewa perahu untuk menyeberangi danau tiba di Kelenteng Hak Liong-si. Gouw lalu pergi bersembahyang di sana. Kemudian pulang bersembahyang, ia menemani kami minum arak. Oleh karena hamba merasa kurang enak badan, hamba pamit lalu masuk ke kamar tidur di perahu. Tapi tak lama hamba mendengar suara benda yang jatuh ke dalam danau, kemudian sunyi kembali. Setelah beberapa waktu, hamba dengar Ong Cl memanggil hamba dan mengatakan bahwa pamannya tercebur karena terpeleset ketika akan buang air kecil. Waktu itu hamba mencoba akan menolongnya, tapi Ong mengatakan hal itu tak perlu sebab Gouw sudah tenggelam entah di mana? Bahkan besok harinya Ong malah meminta agar merubah haluan untuk kembali. Alasannya untuk memberi kabar pada Nyonya Hiap atas kejadian naas yang menimpa suaminya. Karena hamba anggap hal itu tak penting bagi hamba, maka hamba menurut saja, walaupun hati hamba curiga." kata Li,
Jaksa Pao berpikir sejenak, ia pandang Ong dan Hiap bergantian. Ong Ci kelihatan wajahnya berubah pucat.
"Ong Ci, apakah keterangan Li betul?"
"Bohong Yang Mulia, hamba tidak pernah melarang dia untuk menolong paman. Tapi pada kecelakaan itu tubuh paman hamba memang sudah tak kelihatan lagi!" kata Ong Ci.
"Jadi keterangan Tuan Li ini kau sangkal?"
"Ya Yang Mulia!"
"Baiklah kalau begitu!" kata Jaksa Pao.
Mendengar Jaksa Pao aeolah tak menarik panjang soal pembunuhan itu, Ong Ci dan Hiap tampak lega hatinya. Tapi tiba-tiba Jaksa Pao menghadapkan pembantu rumah tangga Gouw dan anak Gouw. Kemudian secara bergiliran kedua orang yang dijadikan saksi menerangkan apa yang diketahuinya. Baru setelah selesai Jaksa Pao berkata dengan penuh wibawa.
"Undang-undang negara memang memberatkan pada perbuatan perzinahan, terutama perzinahan yang dilakukan oleh seorang wanita yang masih bersuami. Dan hukuman dari pada perbuatan zinah itu adalah digantung sampai mati. Sedangkan bukti-bukti bahwa kalian berdua telah melakukan hubungan gelap telah cukup dan kalian dianggap telah bersalah karena melanggar hukum negara. Sebelum kalian berdua menjalani hukuman, aku minta kalian mengakui semua dosa-dosa yang pernah kalian lakukan. Lagi pula sungguh pantang bagi orang yang akan mati masih menyembunyikan dosa yang besar. Sebab nanti di akherat lidah kalian akan dicabut. Tuan Li juga sudah menceritakan dengan jelas apa yang terjadi di perahunya pada malam yang naas itu. Nah, sekarang pikirkanlah baik-baik, apa yang aku katakan. Ini untuk kepentingan kalian di alam baka!" kata Jaksa Pao.
Orang-orang Cina percaya bila ia akan mati tapi masih menyembunyikan dosa nanti di akherat mereka akan mendapat hukuman yang lebih berat dibanding ketika di dunia .Mendengar kata-kata Jaksa Pao, Ong Ci ketakutan bukan main.
Dengan cepat Ong Ci berlutut di hadapan Jaksa Pao, lalu membuat pengakuan dengan jujur.
"Ampun Yang Mulia, aku mengakui semua kesalahanku; Akulah yang mendorong Paman Gouw ke danau! Tapi semua itu kulakukan atas perintah Hiap. Dialah yang menyuruhku membunuh Gouw!" teriak Ong Ci sambil menunjuk ke arah Hiap.
Mendengar dan melihat telunjuk Ong Ci ditujukan kepadanya, Hiap terpaku. Dia tak dapat berkata apa-apa, bahkan
ketika Jaksa Pao bertanya,
"Apa benar itu atas suruhanmu?"
Hiap tak bersedia menjawab pertanyaan Pao Kong.
"Lekas bawa kedua terdakwa ke penjara!" perintah Jaksa Pao.
Sidang lalu ditutup, tapi Jaksa Pao meminta Li dan Han masuk ke kamar kerjanya.
"Aku berterima kasih pada kalian berdua. Tanpa kalian kejahatan ini tak akan dapat terbongkar. Sebenarnya bukti-bukti untuk menghukum kedua terdakwa belum kuat. Tapi karena di akhir tuduhanku, aku menjeratnya dengan satu siasat dengan mengatakan bahwa mereka telah terbukti bersalah melakukan perzinahan yang hukumannya adalah hukuman mati maka aku berhasil menggoyahkan pendirian kedua terdakwa yang begitu teguh dengan sangkalan mereka. Setelah mereka mendengar akan dihukum mati, Ong Ci ketakutan karena ia masih mempunyai dosa yang belum diakui. Pada saat itulah mereka mengaku bahwa dialah yang melakukan pembunuhan atas Gouw. Dengan demikian terjebaklah dia!" kata Jaksa Pao.
Sesudah itu Li diberi hadiah atas keterangan yang diberikannya. Sedangkan kepada Han, Jaksa Pao menyampaikan kata-kata khusus,
"Kau seorang sahabat sejati. Ambillah puteri Gouw yang masih kecil itu dan peliharalah dengan baik. Jika usianya sudah cukup dewasa, kau boleh menikahkan dia!"
"Akan hamba laksanakan pesan Yang Mulia, kebetulan anak hamba laki-laki, kelak jika anak sahabatku itu dewasa, dia akan kujadikan menantuku!" kata Han Boan.
"Bagus, aku senang atas janjimu!" kata Jaksa Pao sambil tersenyum.
Sesudah perkara pembunuhan atas Gouw terungkap, Ong Ci dan Hian akhirnya dihukum mati atas perbuatannya yang keji.
*******
BAB VII GARA-GARA LEONTIN
Dl NEGERI Tiongkok jika seseorang ingin mendapat gelar ahli kesusasteraan, dia harus lulus ujian negara. Untuk mengikuti ujian negara, seseorang harus lulus dahulu ujian ujian sebelumnya. Berawal dari ujian tingkat desa, kecamatan, kabupaten sampai akhirnya ujian negara di ibu kota.
Di masa pemerintahan Dinasti Song pun para siucay harus mengikuti ujian negara yang diselenggarakan di ibu kota.
Dikisahkan ada tiga orang siswa dari Kota Cho-ciu yang akan menempuh ujian negara di ibu kota. Mereka adalah Ciu Si Liong, Lauw Pek Lian dan Ong Tit Cin. Selain sekampung mereka juga bersahabat baik. Mereka sepakat untuk pergi bersama-sama ke ibu kota
Pada hari yang sudah ditentukan di bulan 11 Tay Tiong (1008 Masehi) mereka berangkat ke ibu kota. Dengan membawa bekal, pakaian dan keperluan lainnya, mereka berangkat bersama.
Di sepanjang jalan Lauw Pek Lian dan Ong Tit Cin melihat wajah Ciu selalu murung. Mereka jadi heran mengapa sahabat mereka begitu murung.
Dari wajahnya Ciu tampak enggan meninggalkan rumah, padahal ujian akhir harus mereka tempuh apabila mereka ingin memperoleh gelar sarjana kesusasteraan
"Saudara Ciu, kulihat wajahmu selalu murung padahal aku yakin kau pasti berhasil lulus. Apa kau merasa berat meninggalkan rumahmu? Kurasa kepergian kita ini tak akan lama!" kata Ong mencoba menghibur .
Sambil menghela nafas, akhirnya Ciu bicara.
"Berat rasanya aku meninggalkan isteriku. Dia kini sedang hamil tua. kupcrkirakan pada tahun baru yang akan datang dia sudah akan melahirkan. Aku cemas. pada saatnya dia melahirkan aku belum bisa kembali!" kata Ciu
Mendengar keluhan Ciu. kelihatan Ong pun punya problem yang sama.
"Oh kiranya keadaan kita sama. isteriku pun sedang mengandung. Kuraaa dia pun akan melahirkan pada bulan yang sama. tapi kurasa semua itu tak perlu dirisaukan .Berdoalah dan serahkan semuanya pada Tuhan!" kata Ong.
"Tak kusangka. keadaan kita benar-benar mirip!" kata Ciu
"Memang hidup terkadang menggelikan. Coba kau pikir. kita dibesarkan dan disekolahkan di lingkungan yang sama. Sekarang kita pun akan menempuh ujian negara bersama-sama. Dan anehnya tanpa kita sangka. isteri kita pun sama-sama sedang hamil tua dan akan melahirkan pada satu waktu bersamaan pula "
"Ya. Ya kau benar"" kata Ciu.
Mereka akhirnya tenang. Ciu pun ikut bergembira karena sekarang Ciu sudah melupakan ganjalan di hatinya.
Sesudah mereka berhenti tenang. tiba-tiba Ciu berkata lagi.
"Eh aku ingat sesuatu. Kupikir bila ternyata anak kita kedua-duanya laki-laki atau perempuan. kita didik dan kita besarkan bersama sebagai saudara. Tapi kalau salah seorang anak kita lelaki dan yang lain perempuan. kila jodohkan mereka. Bagaimana. apa kau setuju?"
"Oh aku setuju sekali. itu rencana yang baik. Mari kita rayakan dengan minum-minum." kata Ong
Mereka lalu mencari rumah makan. Di sana mereka makan dan minum sepuas-puasnya. Sejak saat itu persahabatan antara Ciu dan Ong jadi bertambah erat. Sesudah puas makan dan minum, lalu mereka melanjutkan perjalanan ke ibu kota. Sampai di ibu kota mereka langsung mendaftar. Pada hari yang ditentukan mereka mulai mengikuti ujian negara. Dengan tekun mereka menjalani ujian. Selang beberapa hari hasil ujian diumumkan. Mereka segera berlomba untuk melihat hasil ujian mereka. Namun Ong dan Lauw kecewa sebab hanya nama Ciu yang tercantum sebagai orang yang lulus dalam Ujian itu. '
Sedangkan nama mereka berdua tidak tercantum. Kemudian Ciu yang lulus dengan nilai yang sangat memuaskan diangkat menjadi jaksa di Nan-king. Dan untuk sementara waktu dia masih harus tinggal di ibu kota .Alasannya karena angka yang diraih Ctu amat baik. ia diberi kesempatan untuk ambil ujian pada akademi kerajaan.Jika lulus ia akan menjadi Hakim. Ong yang gagal dapat menerimanya dengan tabah .Dia tidak kecewa karena dia menyadari bahwa kegagalannya itu karena kesalahannya sendiri. Akhirnya karena tak ada lagi yang harus ditunggu. dia dan Lauw bersiap-siap akan meninggalkan ibu kota untuk kembali ke kampung halamannya .Sebagai sahabat Ciu sangat berduka melihat sahabat-sahabatnya tak lulus .Pada saat mereka pulang. Ciu mengantarkan mereka sampai di batas kota. Dan ketika mereka harus berpisah. Ciu menitipkan sepucuk surat kepada Ong untuk diserahkan pada isterinya . Ia berkata pada sahabatnya.
"Jika kau sudah sampai. kau harus menemui isteriku dan menyampaikan suratku ini. Tolong sampaikan kabar tentang aku di sini!"
"Baiklah. kau tak usah kuatir. anak dan isterimu akan kujaga ' dengan baik .Apalagi mereka sekarang sudah kuanggap seperti keluargaku sendiri. Sebaiknya kau tenangkan pikiran untuk ujian yang akan datang. Siapa tahu kau lulus nomor satu. dua atau tiga!" jawab Ong. Ciu memberi hormat pada Ong dan Lauw yang
dibalas oleh Ong dan Lauw dengan hormat pula.
Sesudah itu mereka pun berpisah. Kuda Ong dan Lauw dilarikan menuju kampung halamannya, sedang kuda Ciu kembali ke ibu kota.
Ketika sampai di kampung halamannya, mereka berpisah untuk kembali ke rumah masing-masing Sesampainya di rumah. Ong langsung menuju ke kamarnya. Dan betapa gembiranya dia begitu mendengar ada tangisan bayi. Ia bahwa yakin isterinya sudah melahirkan. Ketika ia masuk isterinya memang sudah menggendong seorang bayi
"Kapan dia lahir?" tanya Ong
"Cao Tong lahir pada tanggal 15 bulan satu, pagi." jawab isterinya.
"Apakah isteri Ciu sudah melahirkan?" tanya suaminya.
Jaksa Pao Dalam Paku Maut di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sudah! Dia sudah melahirkan. anaknya perempuan. Tanggal kelahirannya sama dengan anak kita. hanya dia dilahirkan pada malam harinya. Aku dengar anak perempuannya diberi nama Gee Siam." jawab isterinya.
Mendengar hal itu. Ong tampak sangat gembira. Tak lama Ong bercerita tentang niat Ciu dan dia yang akan menjodohkan anak mereka. Mendengar hal itu isteri Ong pun merasa senang,
Pada esok harinya Ong pergi ke rumah Ciu untuk mengantarkan surat sahabatnya sekalian memberikan kabar tentang keadaan Ciu.
Ong disambut dengan gembira oleh Nyonya Ciu. Nyonya Ciu segera menyuguhkan teh pada tamunya, Lalu mereka berbincang,-bincang. Setelah berbincang-bincang cukup lama akhirnya Ong pamit.
"Jika ada waktu, pasti aku akan sering datang untuk menjengukmu di sini!" kata Ong!
"Terima kasih." jawab isteri Ciu.
"Ingat! Jika ada yang kau butuhkan. kami siap untuk membantu!" kata Ong sebelum meninggalkan isteri sahabatnya.
Janji Ong ditepatinya. Ia sering datang ke rumah Ciu untuk memberi bantuan berbagai keperluan yang diperlukan oleh isteri sahabatnya. Apalagi Ciu sering terlambat mengirim uang untuk kebutuhan isterinya. Selang beberapa bulan Ciu pulang. sampai di rumahnya ia senang melihat anak perempuannya sudah besar. Kepada isterinya ia berkata.
"Aku gagal mengikuti ujian Hakim. tapi aku cukup puas menjadi jaksa di Nan-king. sebelum aku menjabat sebagai jaksa di Nan-king aku sengaja pulang dulu untuk menengokmu."
"Syukurlah kalau begitu." kata sang isteri.
Kemudian sang isteri menceritakan tentang kebaikan Ong
"Selama kau pergi. Ong selalu datang menjenguk kami Ia juga selalu mengantarkan berbagai kebutuhan untukku dan anak kita."
Mendengar keterangan isteriny itu. Ciu yang sedang menggendong anaknya sangat terharu.
"Tak kusangka. Ong demikian baik pada kita. Aku harus mengunjungi Ong untuk menyampaikan rasa terima kasih kita!"
"Itu sudah seharusnya." jawab isterinya.
Tak lama Ciu pamit akan menemui Ong di rumahnya. Ketika Ciu sampai, dia segera disambut oleh Ong dengan gembira. Kemudian mereka asyik berbincang-bincang.
"Syukurlah kau pulang. Ternyata anakku seorang anak laki-laki." kata Ong.
"Kau masih ingat janji kita"?" tanya Ciu.
"Tentu saja aku ingat! Jika di antara isteri kita melahirkan
anak dengan jenis kelamin berbeda, mereka akan kita jodohkan. Tapi apabila anak kita lelaki semua atau perempuan semua, mereka akan diasuh seperti saudara kandung!" jawab Ong.
"Benar!" jawab Ciu.
"Tapi sayang. kurasa anakku sudah tak pantas menjadi jodoh puterimu!" jawab Ong.
"Kenapa begitu"" tanya Ciu.
"Ah masakan kau tak menyadarinya, bukankah kau sekarang telah menjadi jaksa dan berpangkat tinggi! Jadi mana mungkin anakku melamar puterimu?" kata Ong.
"Saudara Ong. kau jangan berkata begitu. Janji tetap janji. dengan demikian anak kita tetap akan kita jodohkan. Bahkan pertunangan mereka pun harus segera kita laksanakan," kata Ciu.
Sesudah itu Ciu lalu pamit pulang. Namun sebelumnya ia singgah di rumah Lauw Pek Lian. Kemudian kepada sahabatnya itu Ciu meminta bantuan supaya sahabat ini mau menjadi perantara dan saksi atas pertunangan anaknya dengan anak Ong.
"Oh jadi juga perjanjian yang kalian ikrarkan sebelum berangkat ke ibu kota?" tanya Lauw.
"Tentu!" jawab Ciu gembira sekali.
"Baiklah, kalau begitu aku bersedia membantu kelancaran pertunangan anak kalian." kata Lauw.
Lauw merasa senang dengan pertunangan itu, apalagi mereka semua bersahabat baik.
Setelah mereka memilih hari dan bulan yang baik, maka pertunangan itu segera dilaksanakan. Untuk dijadikan tanda pertunangan Ciu memberi tongkat kecil berhias emas yang bagus untuk anak Ong. Sedangkan untuk puteri Ciu, Ong memberi tusuk konde berukir dari bahan batu Giok dengan hiasan burung Hong. Itu semua melambangkan kebahagiaan dalam pertunangan. Lauw yang hadir dalam pesta pertunangan itu, ia menjadi saksi atas kedua sahabatnya yang berbahagia itu. .Saat itu pesta berlangsung cukup meriah.
******
Sang waktu berlalu dengan cepat. tanpa terasa keberangkatan Ciu ke Nan-king untuk memangku Jabatannya telah tiba,
Kemudian dengan diantar oleh sahabatnya Ong dan Lauw. Ciu berangkat ke tempat tugasnya. Sepeninggal Ciu. Ong yang tak pernah putus asa terus belajar dengan tekun dan kembali mengikuti ujian negara. Dan atas jerih payahnya yang tekun. akhirnya Ong berhasil lulus.Kemudian dia diangkat menjadi pembantu Ti-koan di Song kang. Kedudukan yang diperolehnya memang lebih rendah dari ' kedudukan sahabatnya Ciu, Mungkin hal ini karena faktor usia Ong tak bisa ikut ujian untuk mencapai kedudukan yang lebih tinggi dari yang sekarang diraihnya. Namun Ong tak bisa bertahan lama sebab tepat di usia 50 tahun. Ong Jatuh sakit 'Padahal dia baru saja menjabat sebagai pembantu Ti-koan Dan celakanya penyakit Ong sulit disembuhkan. Walau sudah banyak'tabib didatangkan, namun penyakit Ong tetap saja tak dapat disembuhkan. : Akhirnya ketika Ong merasa tak kuat lagi_ ia menyuruh seseorang untuk menulis surat pada sahabatnya Ciu di Nan-king. Dalam suratnya itu diberitahukan bahwa Ong sudah tak kuat lagi. mungkin ajalnya akan tiba. Dengan demikian Ong berharap agar Ciu mau membantu puteranya yang masih remaja.
Kemudian surat itu segera dikirimkan kepada Ciu. Namun sebelum Ong mendapat jawaban dari Ciu. dia sudah meninggal. Ketika Ciu mendapat kabar tentang kematian Ong. ia sedang berkeliling di kabupaten tempat asalnya. Setelah mengetahui hal itu dia kaget, lalu bergegas ke rumah Ong untuk memberikan bantuan.Pada keluarga Ong yang malang itu. Ciu yang merasa kehilangan sahabat sejatinya merasa terharu sekali.
Bukan hanya Ciu saja yang merasa kehilangan, tapi negara pun telah kehilangan pegawainya yang jujur. Mengetahui keluarga Ong dalam kesulitan, Ciu mengirim uang sebanyak 1000 tail perak untuk disumbangkan pada keluarga Ong.
Ciu juga menulis surat khusus pada atasan Ong, supaya janda keluarga Ong mendapat perhatian. Ciu juga ikut mengantarkan jenazah sahabatnya ke peristirahatannya yang terakhir. Selesai upacara penguburan. Ciu menyatakan kesediaannya untuk membiayai sekolah Cao Tong.
Namun putera sahabatnya itu berkata.
"Maafkan. masa berkabungku belum berakhir. ditambah lagi aku tak bisa meninggalkan ibuku seorang diri. Saat ini dia sangat kehilangan ayahku. Lagi pula saya pun harus menjaga beliau. Oleh karena itu tak' mungkin saya bisa memusatkan perhatian pada pelajaran saya."
Sebenarnya Ciu menyayangkan ucapan putera sahabatnya itu. Namun demikian dia pun merasa senang dan bangga atas bakti anak itu terhadap orang tuanya.
Ketika Ciu memberinya uang. ia berpesan.
"Nanti apabila kau sudah mempunyai kesempatan. kau harus sekolah lagi!"
"Baik. Paman!" jawab Cao Tong dengan hormat.
Sesudah itu Ciu kembali ke Nan-king untuk menjalankan tugasnya.
Selang beberapa tahun Ciu berniat pulang ke kampung halamannya karena itu dia meminta cuti pada atasannya. Ciu pulang ke kampung halamannya dengan puterinya. Maksud kunjungan Ciu untuk mengurus kepentingan keluarganya. Kini karena dia datang sebagai seorang pejabat tinggi pemerintah yang kaya raya. keadaan Ciu sangat berbeda' dengan keadaan Ciu yang dulu. Mungkin karena pengaruh kedudukan, kekayaan serta kekuasaannya hingga membuat Ciu sangat berubah. Sekarang dia mulai bersikap angkuh dan sombong. Ketika mendengar kedatangan Ciu, Lauw Pek Liong dan , tao Tong segera datang mengunjunginya. Rupanya mereka sangat gembira mendengar Ciu berkunjung ke kampung halamannya.
Namun ketika Cui melihat kedatangan Cao Tong. tampaknya ia kurang suka apalagi kedatangan Cao Tong bersama-sama dengan Lauw. Ciu sadar bahwa Lauw adalah saksi dalam pertunangan Cao Tong dan Gee Siam puterinya. .
"Jangan-jangan kedatangan mereka dengan maksud tertentu? Mungkin maksud kedatangan mereka ingin membicarakan soal perjodohan anakku dengan Cao Tong." pikir Ciu yang sekarang memang bukan Ciu yang dulu. Ciu yang sekarang adalah seorang kaya dan berpengaruh. Sedangkan Lauw dan Cao Tong tetap saja orang miskin. Walaupun Lauw dan Cao Tong datang dengan pakaian yang terbaik. tapi pakaian itu masih sangat sederhana bagi ukuran orang kaya seperti Ciu
Jadi tak heran kalau pakaian yang mereka kenakan. justru dianggap amat buruk oleh Ciu yang kaya.
Apalagi pada saat Lauw dan Cao Tong datang. kebetulan Ciu sedang kedatangan wakil jaksa setempat. Rupanya wakil jaksa itu ingin memberi hormat pada Ciu yang pangkatnya lebih tinggi. Ketika Ciu melihat sahabatnya sendiri ternyata orang miskin. dia menjadi sangat malu. Melihat sikap Ciu yang agak kurang puas. Lauw dan Cao Tong jadi tidak enak. Mereka lalu mohon pamit.
"Kenapa terburu-buru?" kata Ciu berpura-pura.
"Lain kali kami datang lagi!" jawab Lauw dan Cao Tong.
Pada saat itu Cao Tong telah berusia 2l tahun dan sebagai pemuda yang normal. dia pun berkeinginan untuk menikah. Cao Tong dan Gee Siam memang sudah tak pernah bertemu
lagi, apalagi sejak mereka menjadi dewasa. Namun karena Cao
Tong berpikir bahwa kedua orang tua mereka sudah sepakat,
maka Cao Tong tak ragu-ragu lagi kalau pernikahan mereka bisa
segera dilaksanakan apalagi mereka pun sudah dipertunangkan.
Sepuluh hari kemudian .
Lauw dan Cao Tong berkunjung kembali ke rumah Ciu .Saat itu kebetulan Ciu ada di tempat sehingga mereka diterima dengan baik. Saat ada kesempatan baik. Cao Tong, segera mengajukan pertanyaan mengenai masalah perkawinannya dengan Gee Siam.
Mendengar pertanyaan Cao Tong. Ciu langsung menjawab
"Mengenai perkawinanmu. aku tidak setuju kalau dilangsungkan terlalu tergesa-gesa. Memang ketika ayahmu masih hidup. kami sudah sepakat untuk menjodohkan kalian bahkan kami Juga sudah saling menukar tanda pertunangan kalian. Tapi walaupun kami sudah sepakat. kami belum membicarakan masalah pernikahan. Kau adalah anak bekas seorang pegawai negeri dan aku Juga seorang pegawai negeri. itu berarti kita bukan orang sembarangan. Itu sebabnya kita harus memperhatikan tata cara yang berlaku dalam adat bangsa kita. Untuk melangsungkan pernikahan kita harus memenuhi enam syarat yaitu harus ada perantara. lamaran pernikahan harus diajukan secara resmi. membuat persetujuan secara tertulis. mas kawin untuk orang tua pihak perempuan, memilih hari baik dan iring-iringan mempelai lelaki harus menjemput pengantin perempuan. Kukira semua itu akan banyak memakan waktu. tenaga dan uang'"
Cao Tong yang merasa calon mertuanya memberikan syarat yang Cukup berat tak punya bahan untuk membicarakan perkawinannya lebih lanjut.
Sedangkan Lauw yang mendengar hal itu Jadi kaget. Dia tak mengira sahabatnya itu akan ingkar janji.
Karena merasa sangat kecewa, Cao Tong dan Lauw cepat-cepat pamit kepada Ciu.
Selang beberapa hari kemudian Lauw diundang ke rumah Ciu. Begitu sampai Ciu menyambut kedatangan Lauw sebagai sahabatnya.
Sesudah berbincang-bincang agak lama. akhirnya Ciu mulai menyinggung-nyinggung soal pernikahan puterinya dengan Cao Tong.
"Aku minta bantuanmu untuk menemui Cao Tong. Katakan agar dia membawa uang sebanyak 3000 tail. Apabila ia tidak bisa memenuhi permintaanku. maka pernikahannya dengan puteriku terpaksa dibatalkan!"
Mendengar kata-kata sahabatnya. Lauw Jadi kaget. Dalam sekejap dia teringat pada sahabatnya Ong. Dan untuk kepentingan Cao Tong, dia berkata.
"Apa kau tak salah? Apalagi kau sendiri tahu bagaimana keadaan Cao Tong saat ini! Jika kau berpegang teguh pada persyaratan yang kolot. itu berarti kau menyulitkan dia. Aku yakin benar kalau Cao Tong tak memiliki uang sebanyak itu!" ,
"Kalau dia tak bisa menyediakan uang itu. maka perkawinannya dengan puteriku batal!" kata Ciu
Karena Ciu tak bisa dibujuk. akhirnya Lauw minta diri.Lauw langsung pergi ke rumah Cao Tong. Kemudian sesudah bertemu dengan Cao Tong. ia langsung memberitahukan permintaan Ciu. Mendengar hal itu Cao Tong ,kaget, kini dia sadar bahwa permintaan itu tak mungkin dia penuhi. Itu sebabnya ia diam saja. Dan sejak hari itu dia tak pernah lagi menyinggung-nyinggung soal pernikahannya dengan Gee Siam
Selang beberapa lama...
Ciu berbincang-bincang dengan isterinya.
"Isteriku, anak kita sudah waktunya dinikahkan .Apakah kau sudah mempunyai calon suami yang cocok untuk anak kita" kata Ciu.
"Apa mencari calon suami untuk anak kita? Bagaimana kau ini'? Kalau anak kita dinikahkan. bagaimana dengan Cao Tong yang menjadi tunangannya.Bukankah mereka sudah bertunangan sejak kecil jadi mengapa tidak kau nikahkan saja"!" kata isterinya
"Tidak! Aku tidak setuju!" jawab suaminya.
"Kenapa begitu? Padahal beberapa hari yang lalu dia datang untuk mengulangi lamarannya itu. Tapi mengapa kau tolak'? Ah sekarang aku tahu sekarang. kenapa kau tidak menyukai dia. Hal itu karena sekarang dia miskin. Tapi bukankah untuk sementara mereka bisa tinggal bersama kita"? Kurasa Cao Tong anak baik,jujur dan rajin. Aku yakin kelak dia akan memperoleh kemajuan." kata isterinya.
"Kau jangan salah mengerti! Lamarannya kutolak demi untuk kebaikan anak kita! Apakah kau tak sadar bahwa Cao Tong sangat miskin? .!adi mana mungkin kita mempunyai seorang menantu miskin. Lagi pula aku sudah mengatakan lewat Lauw apabila dia tak bisa memenuhi permintaanku maka pernikahannya akan dibatalkan! Sebagai gantinya aku akan mengirimkan 100 tail uang perak padanya agar dia menikah dengan perempuan lain. Kukira dia tak pantas Jadi suami anak kita!" kata Ciu.
"Kenapa kau begitu kasar? Bukankah dia masih bersekolah dan belum tamat? Jadi perjalanan hidupnya juga masih panjang. aku heran kenapa kau berani melanggar perjanjian yang telah kau buat bersama ayahnya?" kata isterinya!
"Sudah. kau jangan banyak mulut! Kuharap kau jangan mencampuri urusanku sebab aku lebih tahu mana yang baik dan mana yang buruk! Yang penting aku tak sudi mempunyai menantu Cao Tong, titik!" kata Ciu sengit.
Ternyata pembicaraan suami-isteri itu sempat didengar oleh Gee Siam. Rupanya Ciu sedikit pun tak mengira, kalau pembicaraan mereka akan terdengar oleh puterinya. Gee Siam yang mendengar kata-kata ayahnya. dia sangat berduka dan menganggap ayahnya tak berperikemanusiaan.
*****
Esok harinya.
Ketika Gee Siam dan pelayannya yang bernama Chu Kwi sedang menikmati bunga-bunga mawar yang sedang mekar di taman belakang rumahnya, tiba-tiba lewatlah seorang pemuda. :
"Siapa dia'? Apakah kau kenal dengan pemuda itu"?" tanya Gee Siam.
"Yang mana. Siocia?"
"Itu! Pemuda yang baru lewat itu!"
"Oh dia! Masakan Siocia lupa'? Dia adalah putera almarhum Tuan Ong!" jawab pelayannya .
Ketika mendengar keterangan itu. Gee Siam kaget Ternyata 'pemuda itu tunangannya. Sementara Cao Tong sendiri yang Sempat mendengar pembicaraan mereka menoleh ke arah Gee
Siam. Sebenarnya dari kecil mereka sudah bermain bersama. Tapi karena adat mengharuskan anak lelaki berpisah dengan anak perempuan yang mulai dewasa. Cao Tong tak pernah melihat tunangannya lagi.
Sekarang Kim Gee Siam telah menjadi seorang gadis yang cantik. Kulitnya kuning langsat, alisnya tebal dan rambutnya hitam legam.
Sebelum Cao Tong melanjutkan perjalanannya. mata mereka sempat saling beradu pandang. walau hanya sekilas. Gee Siam
terkejut, dadanya naik turun, denyut jantungnya bertambah keras. Walau dia kaget, tapi ia pun puas karena melihat tunangannya itu ternyata seorang pemuda yang tampan.
Sejak pertemuan itu. Gee Siam makin rajin ke kebun bunga, Namun selama dua hari itu. ia tak melihat tunangannya lewat. Ia pun merasa heran mengapa kekasihnya tidak pernah lewat lagi.
Hari itu Gee Siam kembali ada di taman bunga dengan harapan hari itu ia bisa bertemu dengan tunangannya. Ternyata harapannya terpenuhi dari jauh ia sudah melihat Cao Tong sedang berjalan ke arahnya.
Gee Siam segera berkata kepada pelayannya dengan suara perlahan,
"Chu Kwi, lekas undang dia kemari!"
"Baik Nona!" kata Chu Kwi.
Chu Kwi segera pergi untuk mengundang pemuda itu. Ketika pemuda itu berada dihadapannya. Chu Kwi segera memanggilnya.
"Tuan muda, nona mengundang Anda! Kau dipersilakan menemuinya di taman bunga. katanya ada masalah penting yang akan dibicarakan olehnya!"
Cao Tong yang kaget hanya berdiri saja. Melihat hal itu. pelayan itu lalu menarik lengan bajunya agar Cao Tong mengikutinya masuk ke taman bunga.
Begitu berhadapan, Gee Siam langsung tersenyum sambil berkata,
"Kita tak perlu saling memperkenalkan diri, bukankah kita teman lama"?"
Cao Tong menunduk malu, kemudian mengangguk.
"Ketika kulihat kau lewat aku menyuruh pelayanku untuk mengundangmu. Aku ingin berbincang-bincang denganmu!" kata Gee Siam.
Cao Tong jadi gugup sebab dia tak mengira kalau tunangannya itu seorang gadis yang baik. Kemudian setelah Cao Tong dipersilakan duduk. mereka lalu asyik berbincang-bincang.
Sampai akhirnya Gee Siam menceritakan apa yang dibicarakan kedua orang tuanya.
"Aku mendengarkan pembicaraan mereka dari balik dinding!" kata Gee Siam mengakhiri ceritanya. Sesudah mendengar cerita Gee Siam. Cao Tong hanya menghela nafas. Tapi tak lama Cao Tong berkata.
"Aku maklum.
Akupun sudah diberitahu oleh Paman Lauw bahwa ayahmu tak
menyetujui pernikahan kita."
"Apa? Hubungan kita akan diputuskan" Tapi anehnya ayah maupun ibu tak pernah membicarakannya denganku' Biar nanti kalau ayah dan ibu mengajakku bicara. akan kukatakan bahwa aku sudah dewasa. dengan demikian aku sudah bisa menentukan pilihanku sendiri dan aku tak akan menerima pilihan mereka" kata Gee Siam.
"Sebenarnya aku juga sudah mencoba membicarakan hal itu dengan ayahmu. tapi rupanya ayahmu mengingkari janjinya dengan ayahku." kata Cao Tong.
"Oh. sungguh malu aku. Kenapa ayahku sampai hati berbuat begitu?" kata Gee Siam,
"Mana aku tahu?" kata Cao Tong.
Akhirnya Gee Siam mengalihkan pembicaraannya ke soal lain.
"Eh. kenapa kau memakai pakaian compang-camping begitu?" tanya Gee Siam.
"Ya. sejak ayahku meninggal keluarga kami tak punya apa-apa lagi jadi aku harus hidup seperti ini." kata Cao Tong
memberi penjelasan.
"Walau aku tahu kan miskin tapi aku bangga padamu.
Sebagai seorang pelajar kau masih mau berpakaian begitu sederhana . Lihat, pakaianmu sudah robek di sana sini. Kalau begitu bawalah pakaianmu nanti malam ke mari. agar aku bisa menjahitkan bajumu!"
Namun sebelum Cao Tong sempat memberikan jawaban Chu Kwi sudah menarik lengan baju pemuda itu dan menyeretnya sampai pintu pagar.
"Cepat pergi. ada orang datang!"
Akhirnya dengan terpaksa pemuda itu ke luar dari halaman, Padahal dia masih ingin berbincang-bincang dengan kekasihnya.
*** Menunggu saat malam tiba bagi Cao Tong merupakan siksaan tersendiri .Demikian juga dengan Gee Siam. dia sudah tak sabar menunggu kedatangan Cao Tong
"Ah apakah dia malu hingga tak mau datang membawa baju-bajunya yang robek?" pikir Gee Siam menduga-duga
Tapi ketika ia mendengar siulan isyarat dari Cao Tong. dia jadi girang.
Baru saja Cao Tong selesai bersiul muncul sesosok tubuh di hadapan Cao Tong hingga membuat pemuda itu kaget
Tapi bayangan yang tiba tiba muncul itu memberi isyarat.
"Sst, jangan ribut. Ini aku Chu Kui. Jika kau membuat gaduh. bisa jadi seisi rumah ini akan bangun. Apabila mereka tahu Tuan Muda ada di sini.
wah bisa berabe! Silakan. Siociaku sudah lama menunggu kedatanganmu!"
Cao Tong segera mengikuti Chu Kwi dari belakang. Tak lama keduanya sudah masuk ke dalam kamar Gee Siam memang sudah lama tinggal di pondok yang ada di taman tersebut. Di situ pun sudah tersedia hidangan lezat yang sudah lama disediakan untuk Cao Tong. Keadaan ruang pondok itu cukup bagus dan perabotannya pun bagus-bagus .Ketika pandangan Gee Siam beradu dengan pandangan Cao Tong, ia kaget. Tapi si nona segera menyilakan tamunya duduk.
"Harap kau maklum, walau kau kuundang ke sini tapi kuminta kau berlaku sopan sekalipun kita sudah benunangan! aku kasihan melihat keadaanmu." kata Gee Siam
"Aku tahu. terima kasih atas kebaikanmu!" jawab Cao Tong.
Kemudian mereka duduk saling berhadapan. dan mulai asyik berbincang-bincang, Masing-masing segera mengisahkan pengalamannya. Sekali pun Gee Siam sudah mengeluarkan peringatan keras sebelum pertemuan mereka dimulai. tapi pada saat berbincang-bincang mereka tak kuasa melepas kerinduan mereka.
Sedangkan Chu Kwi sibuk melayani mereka. Jika arak yang mereka minum telah habis. ia segera mengisi kembali cawan itu. Begitu pula apabila makanannya kurang. Pembicaraan mereka akhirnya tiba pada masalah yang mereka sedang hadapi.
"Gee Siam. aku ingin tahu pendirianmu. Bagaimana jika : kelak Ayahmu tetap keras pada pendiriannya. apakah yang akan kau lakukan?" tanya Cao Tong. ini
"Sudah. lupakan saja soal itu. Aku yakin ayahku kelak akan berubah pikirannya. Apakah kau sudah lupa. bahwa dalam sebuah kitab kuno tertulis janji yang sudah diucapkan tak bisa dibatalkan. apapun halangannya dan apapun yang akan terjadi atas kita!" jawab Gee Siam.
Sesudah itu kedua muda-mudi itu berdiri dari kursinya. lalu mengangkat gelas anggur mereka sambil berkata.
'Kami bersumpah akan setia sampai menjadi suami-isteri. walau . ,apapun yang akan terjadi atas kami. Siapa pun yang akan menghalangi kami. akan kami tentang!" Sesudah itu mereka lalu minum kembali. Namun karena Gee Siam bukan seorang peminum yang tangguh. ia merasa pening. Kedua matanya mulai berat. lalu ia tertidur di tempat duduknya.
Melihat Gee Siam tertidur, Cao Tong bangun dan berniat akan pulang. Melihat sikap Cao Tong, pelayan yang bernama Chu Kwi segera mencegahnya. Sejak tadi memang dialah yang melayani mereka.
"Kenapa Tuan muda terburu-buru pulang? Padahal Tuan tahu, Siocia belum lagi kembali ke rumah! Apakah Tuan tak tahu sopan santun?" tegur Chu Kwi.
Mendapat teguran dari Chu Kwi. dengan terpaksa Cao Tong membatalkan niatnya untuk pulang. Kemudian ia duduk di samping Gee Siam. Tapi ketika ia melihat Gee Siam hampir terjatuh karena kantuknya. Cao Tong yang merasa kasihan segera menyanggah kepala Gee Siam agar bisa tersandar di dadanya yang bidang. Melihat Gee Siam tertidur. Chu Kwi segera mengambilkan kasur dan bantal.
Kemudian kepada Cao Tong pelayan itu bertanya.
"Di mana tempat tinggal Tuan?"
"Rumahku jauh. sedang sekarang sudah jam tiga. Oh celaka!" keluh Cao Tong.
"Kalau begitu. apa salahnya Tuan bermalam saja di sini!" kata Chu Kwi.
Mendapat tawaran itu. Cao Tong berulang kali memandang ke arah Gee Siam yang cantik. Apalagi sekarang nona itu ada di pangkuannya hingga Cao Tong tergoda oleh kecantikan si nona.
Namun pelayan yang nakal itu segera memperingatinya.
"Awas! Ingat pesan Siocia pada Tuan muda!"
Cao Tong mengangguk. Akhirnya karena takut Gee Siam bangun bila ia letakkan di kasur. terpaksa Cao Tong merebahkan diri sambil tetap memangku kepala Gee Siam. Dengan demikian maka tertidurlah gadis itu dengan lelap.
Melihat hal itu Chu Kwi segera meninggalkan kedua remaja itu untuk mengambil lilin yang mulai habis.
Saat itu betapa bahagianya Cao Tong, ia merasa seolah tidur dengan seorang bidadari dari khahyangan.
Sedang Gee Siam ketika terjaga dan mengetahui ia berada di pangkuan kekasihnya. tidak berusaha bangun tapi meneruskan tidurnya dengan tenang
Melihat si nona diam saja bahkan merasa senang. hati Cao Tong yang tadi ragu-ragu jadi yakin bahwa si nona telah pasrah padanya. Itu sebabnya diam-diam tangan pemuda itu memeluk pinggang kekasihnya. Mula-mula Gee Siam pura-pura menolak, tapi sesudah Cao Tong memaksa sampai mereka bergumul. akhirnya ia terdiam. Ternyata dia pasrah membiarkan kekasihnya menggerayangi tubuhnya yang montok itu.
Malam itu Gee Siam menyerahkan kehormatannya pada kekasihnya itu, Keduanya pun merasa puas atas nikmat yang mereka rasakan berdua.
Menjelang fajar Cao Tong terbangun. lalu ia minta diri. Sebelum berpisah Gee Siam menyerahkan tiga kain sutera untuk kekasihnya. juga sepasang gelang dan tusuk konde yang sengaja ia tarik dan rambutnya. Sesudah itu Gee Siam berbisik ke telinga kekaSihnya
"Nanti malam akan kutunggu kau!"
Pemuda itu mengangguk. Sebenarnya hal itu tak perlu dianjurkan untuk kedua kalinya sebab bagi Cao Tong. dia akan merasa senang sekali kalau diizinkan datang untuk menemui kekaSihnya. Akhirnya untuk selanjutnya kedua remaja itu jadi terbiasa melakukan pertemuan gelap untuk memadu cinta.
Pada suatu hari Cao Tong tak bisa datang ke tempat Gee Siam sebab malam itu ibunya tiba-tiba jatuh sakit.
Sementara itu seperti biasa Chu Kwi sudah menantikan kedatangan Cao Tong. Sesudah agak lama menunggu, akhirnya pelayan itu merasa kesal, Ketika dia akan segera ke dalam sebab dia pikir pemuda itu tak akan datang. Ketika ia_akan melangkah
masuk, tiba-tiba ia mendengar langkah kaki perlahan. Chu Kwi yang mengira bahwa langkah kaki itu langkah kaki Cao Tong yang sedang ditunggu-tunggu oleh nonanya. Maka tanpa ragu lagi Chu Kwi membuka pintu taman bunga. Tapi betapa kagetnya dia karena orang itu ternyata bukan Cao Tong.
Dengan cepat Chu Kwi hendak menutup pintu taman. Namun, ia kalah cepat sebab orang itu sudah mendahuluinya. Chu Kwi yang kaget segera mengejar penjahat itu, maksudnya hendak menghalangi penjahat itu masuk ke rumah majikannya, Karena merasa dihalangi niatnya, penjahat itu langsung mencabut goloknya lalu dengan ganas ia menusuk dan membacok Chu Kwi. Pada tikaman yang ketiga. Chu Kwi roboh ke tanah
Saat itu Gee Siam yang sedang menanti kedatangan kekasihnya sempat melihat Chu Kwi sedang dianiaya. Hal ini karena kejadian itu terjadi di tempat terang. Gee Siam cepat cepat menyelinap ke belakang gubuk. lalu bersembunyi di semak-semak pohon bunga,
Untung saja orang itu tak melihatnya ketika dia bersembunyi. Setelah orang itu mengambil semua barang yang ada di tempat itu, ia pun lalu kabur.
Walaupun penjahat itu sudah pergi. Gee Siam tak juga ke luar dari persembunyiannya. Rupanya dia masih kaget dan takut melihat Chu Kwi mandi darah dan rebah ke tanah. Sesudah agak lama. barulah Gee Siam mempunyai kekuatan untuk bangkit dan ke luar dari persembunyiannya. Sesudah ia yakin penjahat itu sudah pergi jauh, barulah Gee Siam lari ke dalam rumahnya. Kemudian dia langsung masuk ke kamar tidurnya.
Begitu sampai dia berteriak tak henti-hentinya .
"Tolong! Tolong ada pencuri. Chu Kwi telah dibunuhnya!"
Mendengar teriakan puterinya, Ciu muncul. Gee Siam yang tak bisa bicara, lalu menunjuk ke arah kebun. Saat itu pintu
kebun masih terbuka, di sana Chu Kwi ditemukan telah mati bermandikan darah.
Melihat hal itu. ayah Gee Siam menjadi kaget. Dia juga merasa heran kenapa pelayannya bisa ada di kebun. Ketika hal itu ditanyakan pada Gee Siam. puterinya tak berani berterus terang.
"Aneh sekali?" pikir Ciu sesudah ia bertanya pada puterinya.
"Masa kau tak tahu. kenapa Chu Kwi ada di kebun?"
"Tidak! Saya tidak tahu Ketika saya mendengar suara ribut-ribut. saya langsung mengintai ke kebun. Saat itu saya melihat seorang laki-laki tak dikenal menikam Chu Kwi. lalu mengambil barang-barang kita. Karena saya takut, saya bersembunyi sampai penjahat itu kabur!" Jawab Gee Siam.
Ketika ayah Gee Siam bertanya lagi. puterinya tetap tak mau memberi penjelasan lain. Rupanya Gee Siam menyembunyikan sesuatu karena dia tak berani berterus terang kenapa malam itu dia dan Chu Kwi berada di kebun.
Karena kaget dan ketakutan. akhirnya Gee Siam jatuh sakit. Kemudian ayah Gee Siam mendatangkan beberapa tabib. Karena Gee Siam selalu gelisah. shinse memberinya obat tenang. Sedangkan Ciu lalu melaporkan kejadian di rumahnya pada pejabat setempat, Namun karena Ciu tak bisa mendapatkan keterangan yang jelas. dia hanya melaporkan Chu Kwi yang terbunuh dan ada barang yang sempat dicuri oleh penjahat itu.
Karena dia merasa penasaran. diam-diam Ciu melepas Bwee Ong untuk mengadakan penyelidikan di sekitar desa serta menangkap si penjahat. '
Ternyata kejadian di rumah Ciu tak diketahui oleh Cao Tong sebab sejak siang sampai malam Cao Tong tak berani meninggalkan ibunya yang sakit. Melihat penyakit ibunya tak sembuh-sembuh Cao Tong yang sudah kehabisan uang segera mengambil sepasang gelang pemberian Gee Siam.
Kemudian gelang itu dibawanya ke toko emas milik Yao Kwi untuk dijual. Melihat Cao Tong membawa gelang. Yao Kwi menawar harga gelang itu dengan murah. Karena terpaksa, Can Tong menjualnya. Namun Cao Tong dan Yao Kwi tak mengira sama sekali, kalau mereka sedang diawasi oleh Bwee Ong Ketika Cao Tong baru ke luar dari toko emas milik Yao Kui. Bwee 'Ong segera masuk. Rupanya dia curiga mengapa Cao yang miskin bisa menjual sepasang gelang emas.
"Maaf. saya rasa saya kenal siapa pemilik gelang itu?" kata Bwee Ong pada Yao Kwi.
Mendengar hal itu Yao Kwi kaget. Kemudian Bwee Ong pura-pura bertanya.
"Dari mana gelang itu kau beli?"
"Kubeli dari Cao Tong. Dia butuh uang. karena itu kubeli gelang ini dengan harga murah." jawab Yao Kwi.
"Hm! Kalau demikian gelang ini kupinjam dulu untuk kutunjukkan pada majikanku Jaksa Ciu" kata Bwee Ong.
"Beberapa malam yang lalu, Jaksa Ciu telah kehilangan beberapa macam barang berharga."
Mendengar keterangan Bwee Ong. Yao Kwi jadi semakin kaget.
"Bolehkah kalau sepasang gelang ini kupinjam dulu?" kata Bwee Ong lagi.
"Oh tentu! Silakan!" kata Yao Kwi ketakutan.
Karena Yao Kwi tahu siapa Jaksa Ciu. ia tak berani menolak permintaan Bwee Ong. Walau demikian dia tetap meminta agar Bwee Ong membuatkan tanda terima. Sesudah surat peminjaman selesai. Bwee Ong bergegas pulang, Tak lama ia sudah sampai di rumah majikannya.
"Tuan, bukankah sepasang gelang ini milik Siocia?" kata Bwee Ong sambil menunjukkan sepasang gelang yang dia
pinjam dari Yao Kwi.
"Dari mana kau temukan barang itu?" tanya Ciu.
"Dari toko Yao Kwi!" jawab Bwee Ong.
Karena Ciu tak mengenali barang-barang milik puterinya, ia segera memanggil isterinya. Kemudian dia minta isterinya untuk menelitinya. Begitu isteri Ciu meneliti barang itu, dia kaget beberapa saat.
"Benar. gelang ini milik Gee Siam! Dari mana kau temukan barang ini?"
"Dari toko Yao Kwi. Menurut pemiliknya barang itu ia beli dari Cao Tong!" jawab Bwee Ong.
"Apa? Rupanya, anak miskin itu semakin jahat. Aku memang tahu dia miskin, namun perbuatannya itu tak bisa dibiarkan. Kalau begitu aku terpaksa harus melaporkannya pada pihak yang berwajib!" kata Ciu.
Sesudah itu dengan cepat Ciu membuat pengaduan ke kantor kejaksaan. Kebetulan saat itu Jaksa Pao sedang ada di desa itu.
Menerima laporan dari Ciu, Jaksa Pao langsung membaca pengaduan Ciu yang berbunyi demikian :
Yang Mulia,
Dengan ini kami sampaikan pengaduan kami. Beberapa waktu yang lalu, di rumah kami telah terjadi pencurian dan percobaan pemerkosaan bahkan pelayan kami yang bernama Chu Kwi telah terbunuh. Sebenarnya orang yang kami adukan anak baik-baik dan juga dari keluarga pejabat negara. Kita juga tak heran kalau hal itu sampai terjadi sebab memang banyak anak pejabat yang mencemarkan nama keluarganya. Orang yang kami adukan adalah Cao Tong. putera almarhum Ong Tit Cin, bekas pembantu Ti-koan. Dialah pelaku pencurian dan pembunuhan di rumah kami. Jika puteri kami tak sempat minta tolong, mungkin ia pun akan menjadi korban pemerkosaannya .
Di malam yang naas itu Cao Tong datang ke rumah kami dengan niat memperkosa puteri kami atau barangkali dengan maksud memperkosa Chu Kwi. Tapi karena Cao Tong kepergok, dia segera membunuh pelayan kami. Kemudian ia masuk ke pesanggrahan kami dan mengambil barang-barang berharga milik kami. Di antara barang yang dicurinya ada sepasang gelang milik puteri kami yang kemudian dijual pada Yao Kwi .Oleh karena itu kami menuntut agar dia ditangkap dan mengembalikan semua barang yang dicurinya. Selain itu dia juga harus bertanggungjawab atas pembunuhan Chu Kwi, Kami harap Yang Mulia segera menangkapnya untuk diadili seadil-adilnya demi ketenteraman semua pihak. Terutama ketenteraman rakyat desa ini.
Tertanda. Ciu Si Liong.
Sesudah Jaksa Pao membaca surat pengaduan Jaksa Ciu. dia segera memerintahkan Thio Liong dan Tio Houw untuk menangkap Cao Tong. Apalagi Jaksa Pao tahu kedudukan Ciu sebagai orang terhormat tak akan memberikan pengaduan yang bohong.
Hari itu juga Cao Tong segera ditangkap. Setelah ditangkap dia dimasukkan ke kamar tahanan.
Esok harinya setelah sidang dibuka. Jaksa Pao segera membacakan pengaduan dari Jaksa Ciu. Mendengar pengaduan dan tuntutan dari calon mertuanya, tentu saja Cao Tong kaget. Ia tak mengira di rumah Gee Siam telah terjadi pembunuhan.
Ketika Jaksa Pao memberi kesempatan pada Cao Tong untuk membela diri, dia berkata.
"Yang Mulia. hamba menolak tuduhan itu!"
Mendengar pengakuan dari Cao Tong. sambil tersenyum Jaksa Pao berkata,
"Apa alasanmu menolak tuduhan itu, padahal bukti barang yang kau curi serta tukang emas Yao Kwi menjadi
saksi. Karena itu, kuharap kau jangan menyangkal lagi sebab hukumanmu akan bertambah berat!"
"Maaf Yang Mulia, saya berasal dari keluarga baik-baik. Walaupun miskin, ayah saya bekas wakil Ti-koan. Memang beliau tidak meninggalkan harta warisan untuk ibu dan saya. Tapi pantang bagi saya untuk mencuri. Lalu mengapa tiba-tiba saya dituduh sebagai pencuri dan pembunuh, padahal sepasang gelang dan kain sutera itu pemberian puteri Tuan Ciu tunangan saya. Ketika pembunuhan itu terjadi, saya sedang merawat ibu saya yang sedang sakit. Saya tahu Tuan Ciu Sie Liong mengajukan pengadilan ini karena dia tak suka mengambil saya sebagai menantunya. Dia tak suka pada saya karena saya miskin. Dengan segala hormat saya mohon Yang Mulia memeriksa tuduhan itu seadil-adilnya!" kata Cao Tong.
Mendengar pembelaan pemuda itu. Jaksa Pao yang terkenal adil itu jadi termangu.
Kemudian ia bertanya lagi,
"Apa kau bisa membuktikan, bahwa barang itu benar-benar pemberian puteri Jaksa Ciu?"
"Saya kira bisa jika Yang Mulia memanggil puteri Jaksa Ciu ke mari!" jawab Cao Tong.
Jaksa Pao berpikir sejenak. Sesudah itu kembali ia bertanya pada Cao Tong,
"Hm, bagaimana cara kau mendapatkan barang itu?"
"Barang itu diberikannya secara suka rela di taman bunganya!" jawab Cao Tong.
"Hm, kalau begitu kau telah mengadakan hubungan gelap dengan puteri Tuan Ciu, betul begitu?" tanya Jaksa Pao:
"Maaf Yang Mulia, pertanyaan Yang Mulia bersifat terlalu Pribadi. Saya tak bersedia menjawabnya di depan sidang terbuka ini. Apabila Yang Mulia bersedia, saya bersedia bicara empat mata dengan Yang Mulia!" jawab Cao Tong tegas.
Jaksa Pao manggut-manggut, lalu, menghentikan sidang
karena Jaksa Pao ingin bicara empat mata dengan Cao Tong .Sesudah berada berdua Jaksa Pao meminta Cao Tong untuk bercerita. Cao Tong mengungkapkan semua peristiwa pada Jaksa Pao, mulai dari hubungan kedua orang tua mereka, sampai pada pertunangan dan akhirnya dia sering berkunjung ke taman.
"Karena kasihan pada saya. maka dia memberikan kain sutera dan perhiasannya pada saya." kata Cao Tong mengakhiri kisahnya.
Semua kejadian bersama Gee Siam diungkapnya dengan diselingi beberapa pertanyaan dari Jaksa Pao. Mendengar semua kisah Cao Tong_ Jaksa Pao turut simpati
"Baiklah, demi kebaikan saudara sendiri, maka kuharap apa yang kau ceritakan bukan cerita bohong. Sebab Hal itu akan dibuktikan dalam sidang besok." kata Jaksa Pao.
"Ya, Yang Mulia. Saya jamin saya tidak bohong'"
"Bagus! Besok kekasihmu akan kuundang datang ke sidang untuk menjadi saksi. Jika semua yang kau ceritakan padaku benar, kau akan dibebaskan. Bahkan kau akan mendapat restu dari pengadilan untuk mengawini puteri Jaksa Ciu. Tapi sebaliknya. bila kau berbohong. hukumanmu berat sekali!" kata Jaksa Pao.
Cao Tong segera memberi hormat sambil berlutut.
"Saya bersedia di sumpah Yang Mulia!" kata Cao Tong.
Hari itu Jaksa Pao terpaksa menutup sidang dan mengumumkan bahwa sidang akan dilanjutkan besok. Sesudah itu Cao Tong kembali dimasukkan ke kamar tahanan.
*** Esok harinya....
Jaksa pao dan semua pegawai pengadilan sudah hadir. tertuduh Cao Tong, maupun pendakwa Jaksa Ciu sudah hadir Pula di Pengadilan. Namun baru saja Jaksa Pao membuka sidang
dan akan mengajukan para saksi, Jaksa Ciu langsung maju.
"Yang Mulia, Cao Tong pemuda jahat, Walaupun kemarin saya tidak tahu apa yang ia bicarakan dengan Yang Mulia, namun saya percaya Yang Mulia tak akan terpengaruh oleh ocehannya ataupun oleh kedudukan orang tuanya almarhum. Saya Juga yakin kalau Yang Mulia tak akan membebaskan terdakwa yang bersalah!"
Mendengar ucapan Jaksa Ciu, Jaksa Pao tersenyum.
"Kuminta Anda yakin. bahwa pengadilan yang aku pimpin akan menjalankan hukum yang seadil-adilnya' Jangan lupa. Saya tidak pernah berbuat tidak adil .Jangankan Cao Tong yang orang biasa. sekalipun dia pegawai negeri bahkan famili kerajaan sekalipun saya akan menghukumnya bila dia bersalah'" kata Jaksa Pao.
Sesudah itu Jaksa Pao meminta pada pembantunya agar menghadapkan Cao tong .Tak lama Cao Tong muncul. kemudian ia berlulut di depan meja Jaksa Pao.
"Aku dengar Ayahmu seorang pegawai negeri yang jujur, tapi kenapa kau cemarkan nama baik orang tuamu? Sekarang aku ingin bertanya apakah kau akan menyatakan sesuatu?" kata Jaksa Pao.
"Ya Yang Mulia. Saya memang hanya seorang pelajar yang miskin dan bodoh. tapi kalau boleh izinkanlah saya mengutip salah satu bagian dari kitab klasik bangsa kita." kata Cao Tong.
"Ya Silakan!" kata Jaksa Pao.
"Kalimat itu berbunyi sebagai berikut: Selalulah hidup dalam kebaikan dan bertindaklah atas dasar kebenaran. Kalimat itu selalu saya ingat dan atas dasar itulah saya katakan dengan jujur bahwa saya tak pernah menyimpang dari prinsip dasar itu." kata Cao Tong
"Hm baiklah. kalau begitu jawab dengan sejujurnya dari Mana kau memperoleh barang-barang itu?" tanya Jaksa Pao.
"Saya berani bersumpah bahwa barang itu pemberian puteri Tuan Ciu!" jawab Cao Tong.
"Bohong! Saya yakin dia mencuri barang-barang itu dari rumah kami. Puteriku tak mungkin mau memberikan barang itu padanya!" kata Jaksa Ciu dengan lantang.
"Maaf Tuan Ciu, aku mohon Anda diam dulu! Nami Anda pun akan kuberi kesempatan untuk bicara. Patut Anda camkan, semua orang sudah tahu bahwa Anda seorang terhormat di kampung ini. Anda pun punya reputasi baik, termasuk puteri Anda. Jadi saya kira memang tidak mungkin dia terlibat dalam perkara yang memalukan dan rendah ini!"
Mendengar kata-kata Jaksa Pao, Jaksa Ciu tampak senang.
"Kalau Yang Mulia berpendapat demikian, itu suatu bukti bahwa Yang Mulia punya cukup alasan yang kuat. Tapi kenapa Yang Mulia tidak segera menghukum saya yang Jelas bersalah?" kata Cao Tong,
Mendengar kata-kata Cao Tong. Jaksa Ciu marah.
Jaksa Pao Dalam Paku Maut di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Diam kau! Sungguh berani kau menyeret-nyeret nama puteriku dalam perkara ini. Dasar maling, aku yakin semua keteranganmu bohong belaka! Mana mungkin puteriku yang baik-baik mempunyai tingkah laku sebejat itu!"
"Maaf Tuan Ciu. ini di depan sidang jadi menurut hematku agar dapat mengungkap tabir yang menyelimuti perkara ini. hanya ada satu jalan." kata Jaksa Pao.
"Apa itu?" kata Ciu.
"Puterimu harus dihadapkan ke pengadilan sebagai saksi. Aku kira hanya dialah yang bisa mengungkapkan apa yang terjadi. Saya yakin Anda tidak keberatan. bukan?"
Karena desakan Jaksa Pao, Ciu yang terpojok tak bisa menolak. Maka dengan terpaksa ia mengutus Bwee Ong untuk memanggil puterinya supaya datang ke pengadilan.
Mendapat tugas itu, Bwee Ong bergegas pulang. Setiba di rumah Jaksa Ciu, Bwee Ong memberi penjelasan pada majikannya apa yang terjadi.
"Kau tunggu di sini, aku akan memanggil puteriku!" kata Nyonya Ciu.
Sesudah itu Nyonya Ciu meninggalkan tamunya. Sesampai di depan kamar puterinya. ia mengetuk pintu. Tak lama ketika Gee Siam muncul, ibunya segera memberi penjelasan.
"Gee Siam. kau diminta datang ke pengadilan untuk dijadikan saksi."
Mendengar kabar itu Gee Siam kaget sebab seumur hidupnya baru kali ini dia harus datang ke pengadilan. Ia juga kaget. kenapa ayahnya begitu keji mendakwa tunangannya. Kejadian itu memang tak diketahuinya sebab sejak terjadinya pembunuhan atas Chu Kwi. Gee Siam selalu berada di kamarnya. Ia diperintahkan shinsenya untuk istirahat, sekaligus untuk menenangkan pikirannya, Pada mulanya Gee Siam akan menolak. tapi kemudian ia pun berpikir.
"Oh kukira Cao Tong dalam bahaya apabila aku tak mau hadir!"
Karena berpikir demikian. akhirnya Gee Siam bersedia datang
"Sebaiknya Nona datang ke pengadilan. Keadaan gawat! Apabila Nona tak datang. Jaksa Pao akan menunda sidang." kata Bwee Ong memberi semangat.
Gee Siam terpaksa menurut. Sesudah ia berdandan dia lalu berangkat bersama Bwee Ong dengan menaiki sebuah joli.
Tak lama kemudian Gee Siam sampai di pengadilan. Lewat Pintu samping. ia diajak masuk ke ruang pengadilan.
Saat itu Jaksa Pao yang memandang ke arah puteri Ciu bertanya,
"Nona apa benar Anda yang bernama Gee Siam?"
"Benar, Yang Mulia!"
"Anda kenal padanya?" tanya Jaksa Pao sambil menunjuk ke tempat terdakwa.
Ternyata di sana Cao Tong sedang berlutut menunggu keputusan pengadilan.
Sambil mengangguk Gee Siam menjawab.
"Ya Yang Mulia!"
Jaksa Pao lalu mengambil sepasang gelang yang dijadikan bukti kejahatan Cao Tong. Tak lama Jaksa Pao sudah bertanya lagi,
"Menurut pengakuan Cao Tong. sepasang gelang ini adalah pemberianmu. Apa betul?"
Karena Gee Siam hanya diam, terpaksa jaksa Pao mengulangi pertanyaannya,
"Bagaimana Nona? Apakah betul Nona yang memberikannya?"
Tapi Gee Siam tetap bungkam. hanya wajahnya saja yang tiba-tiba berubah merah. Ia menunduk saja sementara Cao Tong sangat gelisah.
Tak lama Cao Tong memohon.
"Gee Siam. kasihanilah aku. Akuilah dengan sejujurnya. Sebab jika kau bungkam. aku akan celaka!"
Namun mulut Gee Siam seolah terkancing, karena itu dia tetap bungkam. Saat itu Cao Tong cemas sekali sebab keselamatannya ada di ujung lidah si nona.
Sedang Jaksa Pao mulai tak sabar, sambil memukul meja ia berkata,
"Cao Tong. sungguh celaka kau! Kau memang pandai mengutip dari kitab klasik, padahal sebenarnya kau bajingan! Kau hanya membuang-buang waktu saja, pengawal hajar dia!"
Tak lama dua orang petugas pengadilan telah siap dengan pentungan. Mereka pun akan segera melaksanakan perintah Jaksa Pao. Dengan terpaksa Cao Tong berlutut di hadapan Gee Siam sambil memohon.
'Gee Siam kasihanilah aku. Katakan yang sebenarnya pada Yang Mulia, jangan membungkam saja. Jika kau bungkam aku bisa celaka! Lupakah kau pada sumpah kita tempo hari di taman? Di sana kita bersumpah pada langit dan bumi bahwa kita tidak akan saling berkhianat! Oh Gee Siam tegakah kau?"
Namun rupanya berat sekali bagi Gee Siam untuk membuka mulut.
Karena putus asa Cao Tong lalu berkata.
"Yah,jika kau tetap membungkam. biarlah aku mati! Tapi ingat, kematianku ini semua gara-garamu!"
Wajah Gee Siam dalam sekejap merah padam. Sambil menunduk dan menggigit bibir bawahnya, dia mencoba menahan tangis. Tapi tak lama dengan suara perlahan dan bergetar dia berkata.
"Yang Mulia. memang benar barang-barang itu pemberian saya. Selain sepasang gelang ada lagi barang lain, Dan dia bukan pembunuh"
Mendengar pengakuan Gee Siam. semua hadirin menjadi kaget termasuk Jaksa Ciu. yang hampir pingsan ketika mendengar pengakuan puterinya .Ternyata puteri terhormatnya telah mengadakan hubungan gelap dengan Cao Tong. Sedangkan Jaksa Pao tersenyum puas.
"Jika bukan dia pembunuhnya, lalu siapa?"
"Orang yang membunuh Chu Kwi usianya lebih tua dari dia. Lagi pula tubuhnya pun tinggi besar dan kekar. Malam itu Cao Tong memang tidak menemui saya." jawab Gee Siam tanpa malu-malu lagi.
Mendengar keterus-terangan Gee Siam, Jaksa Pao tertawa.
"Hebat sekali. ternyata Anda cukup berani untuk berbicara terus terang. Aku senang sekali sebab dengan demikian, jelas bahwa kekasihmu Cao Tong tidak bersalah! Pengawal, lekas bebaskan terdakwa dari borgolnya!" kata Jaksa Pao.
Setelah dibebaskan dari borgolan, Cao Tong bangkit, lalu mendekati Gee Siam. Keduanya pun saling pandang. Gee Siam yang melihat rambut kekasihnya kusut, dengan penuh kasih sayang mengusap rambut Cao Tong.
Menyaksikan adegan yang memalukan itu. Jaksa Ciu berteriak histeris,
"Ternyata anakku telah dipengaruhinya_ padahal dia tak tahu apa yang harus dilakukannya!"
Mendengar kata-kata itu. Jaksa Pao mendelik.
"Apa katamu Tuan?" tanya jaksa Pao.
"Lalu bagaimana dengan Tuan sendiri? Kenapa Tuan menuduh orang sebagai pembunuh dan pencuri tanpa bukti!"
Mendengar teguran Jaksa Pao. Jaksa Ciu menunduk malu.
Tak lama Jaksa Pao berkata lagi.
"Kudengar kau bersahabat baik dengan ayah Cao Tong. Jadi untuk menunjukkan kesetiaanmu pada sahabat yang pernah berkorban untukmu. sudah seharusnya kau menepati janji yang kau ucapkan sendiri! Kau harus mengawinkan puterimu dengan Cao Tong dan bukan menghalanginya. Mungkin jika kau menepati janjimu. maka peristiwa ini tidak akan terjadi. Mengenai penjahat yang mencuri serta membunuh pelayanmu. tak lama lagi pasti akan tertangkap. Kini sebagai keputusan pengadilan. kuperintahkan agar kau segera memilih hari baik untuk mengawinkan puterimu dengan Cao Tong!"
"Jika Cao Tong bukan pembunuh Chu Kwi. tapi setidaknya dia penyebab kematian Chu Kwi. Bukankah pelayan itu dibunuh pada saat sedang menanti kedatangannya? Maka mengingat hal itu seharusnya dia pun harus dilibatkan untuk membantu mencari pembunuh itu!" kata Ciu masih bertahan pada pendiriannya.
"Baiklah, usulmu akan kuperhatikan. Tapi sebaliknja kau pun harus mentaati perintah pengadilan. Sekarang setelah perkara mengadili Cao Tona selesai. maka sidang sava tutup!"
kata jaksa Pao segera meninggalkan tempat Sidang. Mendengar keputusan itu Cao Tong sangat gembira. Kemudian dia bergegas pulang dan menceritakan apa yang terjadi di pengadilan pada ibunya yang cemas semenjak Cao Tong ditangkap. Setelah menceritakan semuanya, yang pertama-tama dilakukan oleh Cao Tong ialah mengadakan sembahyang syukuran atas terbebasnya dia dari tuduhan sebagai pencuri dan pembunuh Kemudian ia bersembahyang di meja abu ayahnya. Dalam doanya Cao Tong meminta bantuan ayahnya untuk membersihkan dirinya dari segala tuduhan dan untuk menangkap pembunuh yang sebenarnya .Bermalam malam ia berdoa di depan meja abu ayahnya dan juga memohon pada Tuhan untuk menolongnya
*** Malamnya...
Jaksa Pao seperti biasa masih sibuk dengan laporan yang akan disampaikan pada gubenur mengenai perkara yang baru selesai diadili. Sedang berkas pembunuhan Chu Kwi yang belum terungkap. masih ia letakkan di atas mejanya, Karena terlalu banyak pekerjaan. dia Jadi lelah sekali. Tiba-tiba saja Jaksa Pao melihat ada seorang lelaki mendatangi kamar kerjanya. Ketika ia hendak bertanya apa keperluan orang ini. mulutnya seolah terkancing Karena tak bisa berbuat apa-apa. Jaksa Pao hanya memandangi terus orang itu dan mengingat-ingat siapa lelaki yang berdiri di hadapannya itu. Tak lama orang itu memberi hormat pada Jaksa Pao tanpa berkata apa-apa. Di tangan orang itu tergenggam sebuah tabung bambu Dan pada tabung bambu itu terdapat bambu kecil-kecil. Tiba-tiba Jaksa Pao teringat bahwa benda itu alat Cuciam (alat yang biasa dipakai di kelenteng apabila orang Ingin mengetahui nasib). Kemudian orang itu mengguncang-guncang, tabung bambu. Tak lama maka melompatlah sebilah bambu kecil bertulisan angka delapan, yang dalam bahasa Tionghoa delapan disebut Pe.
Dalam sekejap Jaksa Pao menjadi kaget, bersamaan dengan itu pit (alat tulis China) yang sedang dipegangnya terjatuh. Maka sadar Jaksa Pao, bahwa dia sedang bermimpi. Ketika Jaksa Pao mengeluh agak keras, hal itu membuat pembantunya kaget dan bergegas masuk.
"Yang Mulia memanggil hamba?"
"Tidak! Eh bukankah hari telah malam. kenapa kau masih ada di sini. Sudah sekarang kau pulang saja!" kata Jaksa Pao pada pegawainya yang setia itu.
"Ya. Yang Mulia. Terima kasih!" jawab pembantunya
Sesudah pegawainya itu pergi. Jaksa Pao yang sedang sendirian kembali mengingat-ingat mimpinya tadi. Tak lama dia pun meraih berkas perkara Chu Kwi. untuk menelitinya kembali. Walaupun Jaksa Pao yakin benar bahwa mimpinya tadi ada kaitannya dengan perkara yang sedang ditanganinya. tapi karena sudah terlalu letih maka berkas itu ia letakkan di mejanya .Kemudian ia pergi ke kamar tidurnya untuk istirahat
*** Esok harinya.
Pagi-pagi sekali Jaksa Pao sudah bangun. Sesudah selesai mandi dan akan sarapan pagi. ia teringat pada mimpinya semalam. Jaksa Pao seolah yakin bahwa orang yang ada di dalam mimpinya itu ayah Cao Tong. Ketika Thio Liong dan Tio Houw datang. Jaksa Pao langsung memerintahkan untuk memanggil Cao Tong.
Mendapat perintah dari Jaksa Pao. Thio Liong dan Tio Houw segera melaksanakan tugasnya. Tak lama setelah Cao Tong datang. Jaksa Pao segera menceritakan mimpinya. Pao Kong memberikan gambaran tentang orang yang ada dalam mimpinya itu. Semua yang diingatnya diceritakan pada Cao Tong.
Mendengar cerita Jaksa Pao. Cao Tong langsung berkata.
'Oh benar! itu Ayah saya. Saya kira mimpi Yang Mulia mengandung makna mengenai perkara yang sedang Yang Mulia teliti."
Sebenarnya sejak semalam Jaksa Pao sudah menduga-duga, bahwa mimpinya itu suatu alamat pembuka tabir pembunuhan yang sedang ditanganinya Tapi karena ragu. ia tak berani mengambil kesimpulan secara serampangan. Sesudah itu Jaksa Pao berusaha mengingat-ingat. tiba-tiba ia tersentak,
"Ah huruf delapan (Pe) bisa juga berarti nama akhir atau nama tengah seseorang"
Karena berpikir demikian. Jaksa Pao memanggil pegawai bagian arsip.
Sesudah orang itu datang .Jaksa Pao langsung memberi perintah,
"Coba kau periksa arsip kita. lalu cari apakah diantara residivis ada nama orang yang berawal atau berakhiran Pe atau tidak"
"Baik. Yang Mulin'" jawab pegawai arsip.
Sesudah itu pegawai arsip itu segera memeriksa berkas perkara. Sesudah agak lama ia pun menghadap Jaksa Pao.
"Bagaimana. apakah kau menemukan orang yang bernama Pei" tanya Jaksa Pao.
"Ada Yang Mulia. orang itu bernama Chu Seng Pe. Orang ini pernah ditangkap karena perkara pencurian. Sesudah mendapat hukuman ringan. baru-baru ini ia dilepas dari penjara!" Jawab pegawai arSip itu
"Akh pasti dia! Coba bayangkan. tadi malam aku bermimpi ajaib. Ternyata mimpi itu seperti ingin memberi petunJuk. Sekarang lekas kalian cari orang itu, lalu tangkap dia untuk kita Periksa!" perintah Jaksa Pao.
Thio Liong dan Tio Houw segera melaksanakan perintah itu, Untuk menangkap Chu Seng Pe bukanlah hal yang sulit sebab
dia dikenal sebagai orang brengsek. Ketika mereka mencari ke rumahnya, penjahat itu baru ke luar dari rumahnya. Dengan cepat Thio Liong dan Tio Houw menangkapnya, Kedua tangan orang itu segera diborgol, lalu mereka membawanya ke hadapan Jaksa Pao.
Melihat orang itu. Jaksa Pao membentak.
"Bangsat? Rupanya kau tak jera-jera berbuat kejahatan. Sekarang jelaskan padaku peristiwa pembunuhan di rumah Ciu Si Liong! Aku yakin kau pasti mengetahuinya!"
"Berani sumpah. saya tak tahu apa-apa Yang Mulia!" Chu mencoba menyangkal.
"Apakah kau pernah ditahan?" tanya Jaksa Pao mendesak.
"Belum pernah!" jawab Chu.
"Bohong!" bentak Jaksa Pao.
"Eh. sudah Yang Mulia itu dulu. namun saya sudah dibebaskan!" jawab Chu.
"Hm kau berani berbohong ya? Ayo sekarang kau beri keterangan tentang pembunuhan atas diri Chu Kwi!" bentak Jaksa Pao.
"Saya berani bersumpah. saya tak tahu-menahu Yang Mulia!" jawab Chu Seng Pe.
Karena Chu tetap menolak tuduhan Jaksa Pao. akhirnya Jaksa Pao tak berdaya. Apalagi penangkapan atas Chu Seng Pe belum diperkuat dengan bukti-bukti.
"Hm. kiranya kau harus diperlakukan dengan kasar ya'? Pengawal. lekas cambuk dia 40 kali!" perintah Jaksa Pao.
Pengawal segera melaksanakan tugasnya. Dengan segera Chu ditelanjangi. Sesudah itu Chu pun dilecut sebanyak 40 kali. Namun sekalipun darah membasahi tubuhnya, Chu tetap membantah tuduhan Jaksa Pao. Melihat kebandelan Chu. Jaksa Pao merubah penyiksaan itu. Kaki dan tangan Chu Seng Pe
dijepit dengan alat penjepit yang lazim dipakai untuk menyiksa penjahat yang tak mau mengaku pada zaman itu. Tapi walaupun Chu merasakan sakit bukan main, tapi dia tetap saja bungkam dan tak mau mengakui tuduhan itu. Akhirnya Jaksa Pao mulai agak bimbang sebab sekalipun Chu sudah disiksa, dia tetap tak mau mengakui kesalahannya.
Karena itu timbul juga keraguan Jaksa Pao.
"Kalau begitu dia tidak bersalah?"
Namun ketika Jaksa Pao memandangi terdakwa yang sedang menahan sakit. tanpa sengaja Jaksa Pao memperhatikan leher Chu Seng Pe .Dia pun mulai tertarik. Ternyata pada leher Chu terlihat kalung yang leontinnya sebuah kunci. Karena heran. Jaksa Pao memberi isyarat agar penyiksaan untuk sementara dihentikan .Sesudah itu seorang pengawal dipanggil oleh Jaksa Pao. Sesudah pengawal itu mendekati Jaksa Pao membisiki telinganya. Pengawal itu mangangguk. kemudian mendekati Chu Seng Pe Kemudian dengan kasar kalung yang berleontin kunci itu direnggutnya dari leher Chu. Setelah itu pengawal itu menyerahkan pada Jaksa Pao.
Jaksa Pao segera memberi perintah pada Thio Liong dan Tio Houw. Tanpa banyak bicara lagi Thio Liong dan Tio Houw segera berangkat ke rumah Chu Seng Pe. Setiba di rumah Chu. mereka bertemu dengan isteri Chu Seng Pe
"Ada perlu apa Tuan-tuan datang ke mari?" tanya isteri Chu agak kaget
"Kami datang atas perintah Jaksa Pao. Chu suamimu telah mengakui bahwa dia telah melakukan pencurian di rumah Jaksa Ciu .Kedatangan kami untuk mengambil semua barang bukti di rumahmu Sebagai bukti pengakuan suamimu kami membawa kunci ini" kata Thio Liong sambil menunjukan kunci milik Chu.
Melihat kunci milik suaminya ada ditangan Thio Liong
Nyonya Chu yang tak sadar bahwa saat itu ia sedang dijebak, dengan berat hati lalu menunjukkan tempat peti barang curian milik suaminya. Dengan cepat Thio Liong dan Tio Houw membuka peti itu, lalu mencatatnya. Sesudah semua barang didaftar, Nyonya Chu diminta menandatangani berkas daftar barang tersebut. Setelah semua dilaksanakan, Tio Houw dan Thio Liong segera kembali ke kantor Jaksa Pao. Setiba di sana Thio Liong menyerahkan semua barang bukti ke hadapan Jaksa Pao.
Menyaksikan barang-barang bukti telah ada di hadapannya. Chu Seng Pe agak gentar.
Sedangkan Jaksa Pao dengan geram menegurnya.
"Hei lihat barang bukti telah kami sita dari rumahmu! Sekarang lekas kau beri penjelasan! Sebab pada saat pencurian barang itu. pelayan Jaksa Ciu pun terbunuh!"
Melihat barang bukti itu maka Chu Seng Pe sadar bahwa tak ada gunanya lagi menyangkal tuduhan Jaksa Pao. Akhirnya dengan sesal ia mengakui semua kesalahannya. Pada sidang pengadilan yang resmi, Jaksa Pao lalu menjatuhkan hukuman mati pada Chu Seng Pe.
Sesudah semua kasus terbongkar. Jaksa Ciu terpaksa harus mentaati keputusan pengadilan. Dengan terpaksa Jaksa Ciu mengawinkan puterinya Gee Siam dengan Cao Tong. Dan pada pesta pernikahan kedua remaja itu. Jaksa Pao pun ikut hadir. Ia tersenyum gembira ketika menyaksikan kedua mempelai kelihatan sangat bahagia.
******
BAB VIII MIMPI JAKSA PAO
DI KABUPATEN Tao Ceng-sin. Propinsi kui-Ciu ada seorang sarjana bernama Teng Ji Tiong .Dia sangat taat pada agama Budha. itu sebabnya ia banyak menghabiskan waktunya di Kelenteng Perdamaian untuk mempelajari agama Budha. Selama ia menekuni agama Budha. ia selalu ditemani Pendeta Tiong Bin .Persahabatan antara Teng Ji Tiong dengan Tiong Bin sudah diketahui oleh isteri dan keluarganya. itu sebabnya Tiong Bin tak segan-segan datang ke rumah Teng Ji Tiong. apabila Teng tidak datang ke kelentengnya . Pada suatu hari Teng Ji Tiong sedang bepergian jauh .Karena itu ia lama tak datang-datang ke kelenteng. Tiong Bin yang merasa heran menjadi kuatir kalau Teng jatuh sakit. Akhirnya dia menyempatkan diri berkunjung ke rumah Teng. Begitu sampai Tiong Bin mendapat keterangan dari pegawai Teng bahwa majikannxa tak ada di rumah. Pembicaraan antara pembantu rumah tangga Teng dengan Tiong Bin. sempat didengar oleh istri Teng Ji Tiong. Karena ia tahu itu guru dan teman belajar suaminya .isteri Teng keluar untuk menemui tamu suaminya .
Dari suaminya isteri Teng mengetahui. bahwa Biksu Tiong gemar makan enak dan minum arak .Mengingat Tiong Bin sahabat baik suaminya. isteri Teng menjamunya tanpa ragu-ragu. apalagi Tiong Bin seorang Biksu. .
Dengan manis isteri Teng Ji Tiong mengajak tamunya itu masuk. Setelah diperSilakan duduk. tamunya itu disuguhi makan
dan minum. Sungguh di luar dugaan nyonya rumah, ternyata biksu itu bukan saja gemar makanan enak dan minuman enak tapi juga gemar wanita.
Pada saat isteri Teng sedang sibuk mengatur makanan dan minuman di atas meja makan, dengan matanya Tiong Bin memandangi nyonya rumah yang cantik itu. Matanya seolah-olah tak lepas memandang. dari ujung rambut Nyonya Teng terus ke tubuh sampai ke kakinya. Seolah-olah tubuh isteri sahabatnya itu hendak ditelan bulat-bulat.
Nyonya Teng memang termasuk seorang perempuan cantik. rambutnya hitam legam. sepasang alisnya tebal dan kedua matanya sayu. Ia pun memiliki tubuh yang indah montok tapi tidak gemuk. Payudaranya yang menonjol seolah menggoda setiap lelaki yang memandangnya. Sungguh satu anugerah Tuhan karena Nyonya Teng mempunyai pembawaan yang amat menarik. Bila ia bicara suaranya seolah buluh perindu. merdu dan enak untuk didengar.
Menyaksikan perempuan cantik itu Tiong Bin tergiur hatinya. Demikian besar daya tarik wanita itu. sampai Tiong Bin melupakan hidangan lezat yang tersaji di atas meja makan .Pikiran biksu cabul ini menerawang entah ke mana. Ia sedang melamun dan ingin menikmati tubuh indah yang meliuk-liuk di depan matanya itu. Apalagi kulit Nyonya Teng kuning langsat hingga menambah gairah dan nafsunya. Saat itu Tiong Bin mencoba menahan diri. Tapi tiba-tiba dia jadi kaget ketika Nyonya Teng menyilakan makan. Maka dengan agak gugup dan malu-malu ia makan. tapi nafsu makannya sudah Jauh berkurang karena ada daya tarik lain yang lebih menggairahkan.
Selesai makan Teng Ji Tiong tak juga datang. karena itu Biksu Tiong Bin pamit.
Di perjalanan ia masih mengenang kemontokan tubuh ' Nyonya Teng. Sejak hari itu pikiran Tiong Bin seolah tertuju
terus pada kecantikan isteri sahabatnya. Tak terasa sejak pertemuannya dengan isteri Teng Ji Tiong. hidup Biksu Tiong Bin jadi tak tenang lagi. Ia selalu gelisah .Pikirannya selalu terkenang pada Nyonya Teng.
Karena tak tahan lagi akhirnya Biksu Tiong Bin memutar otaknya .Dia berupaya untuk bisa menikmati dan memiliki tubuh perempuan cantik itu. Lama Tiong Bin mencari kesempatan baik dan berharap sahabatnya Teng bepergian jauh lagi. Dengan demikian dia akan mempunyai kesempatan untuk datang menemui isteri sahabatnya yang cantik. Pada suatu hari Teng datang ke Kelenteng Perdamaian maksudnya akan mempelajari agama Budha yang sangat digemarinya. Pada saat Teng sedang asyik mempelajari agama Budha bersama Tiong Bin. datanglah sahabat-sahabat Teng Ji Tiong .Mereka beramai-ramai mengajak pergi ke suatu tempat. Karena tak mau mengecewakan sahabat sahabatnya Teng menyetujui ajakan sahabat-sahabatnya. Tiong Bin yang berada di situ tentu saja dapat mendengar rencana kepergian Teng .Sedangkan Tiong Bin tahu benar. bahwa tempat yang akan dikunjungi oleh Teng dan sahabat-sahabatnya itu suatu tempat yang cukup Jauh ia memperkirakan untuk menempuh tempat itu memerlukan waktu paling sedikit satu bulan. Ketika mendengar rencana itu. Hati Tiong Bin amat senang sebab menganggap kesempatan baik ini seolah jatuh dari atas langit ke pangkuannya. Saat itu Tiong Bin sudah tak sabar lagi menunggu keberangkatan Teng .Sudah lama ia memang memutar otaknya untuk melaksanakan cita citanya yakni untuk menikmati kecantikan dan keindahan tubuh isteri Teng !
Pusaka Pedang Embun 4 Gelang Perasa Serial Tujuh Senjata (4) Karya Gu Long Bocah Tanpa Pusar 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama