Tapak Tangan Hantu Karya Batara Bagian 9
Maka ketika ia mengeluarkan bentakan dan pedang menusuk ulu hati, cepat dan luar biasa maka pendekar ini
terbelalak melihat lawan tak mengelak sama sekali.
"Cesss!"
Pedang itu seakan menusuk agar-agar tembus dan mencoblos punggung namun Majikan Hutan Iblis
ini tidak roboh. Ia masih tegak, berdiri dengan tawa yang aneh itu. Tapi ketika Ju-taihiap terbeliak dan
merasakan sesuatu yang tidak wajar maka tangan kiri laki-laki itu menampar dan pendekar ini terpelanting
oleh sebuah tamparan yang amat kuat.
Jilid XV
"PLAKK!"
Pendekar ini mengeluh bergulingan. Ia tak sempat mengelak tamparan itu dan juga tak sempat
menangkis. Ia menerima pukulan dan merasa sekujur tubuhnya terbakar. Tapi ketika ia meloncat bangun dan
mengerahkan sinkang, meniup dan menghembus seluruh tubuhnya maka hawa panas itu hilang dan rasa
terbakar yang membuatnya terkejut lenyap sama sekali.
"Hm, cukup hebat, tapi tak mungkin dapat bertahan sekali dua. Ha-ha, kau majulah dan gunakan
pedangmu lagi, Ju-taihiap. Lihat aku tak takut dan tak akan mengelak!"
Ju-taihiap terbelalak oleh kata-kata itu. Ia baru saja hilang kagetnya oleh kesaktian yang ditunjukkan
lawannya ini. Pek-jit-kiam seakan menembus roh! Tapi ketika ia terbelalak dan kaget serta marah, para
murid juga terhentak dan berseri mundur maka menantunya, Tang Siu, menjerit dan meloncat terbang.
"Lepaskan anakku!"
Laki-laki itu tertawa mengejek. Pedang yang menyambar di tangan Tang Siu tak dikelit, berdiri tegak
dan tetap jumawa dengan sikapnya yang sombong. Dan ketika Tang Siu mendidih dan merasa girang,
pedang di tangan menusuk leher maka..... cess, pedang itu tembus namun tak ada darah atau luka yang
terjadi. Dan ketika nyonya ini terpekik dan menjerit keras maka tangan kanan laki-laki itu bergerak dan
dess..... nyonya ini terpelanting roboh. Pundaknya biru kehitam-hitaman!
"Jangan dekati dia, jangan gegabah!" Ju-taihiap bergerak dan menyambar menantunya itu. Ia kaget
oleh kesembronoan ini dan nyonya muda itupun mengeluh berkunang-kunang. Jangankan dia, Ju-taihiappun
terpelanting dan kaget oleh kehebatannya lawannya ini. Dan ketika nyonya itu hampir pingsan namun Jutaihiap meniup dan menghembuskan hawa sinkangnya, membuang rasa terbakar maka Tang Siu menggigil
dan pucat meloncat bangun, terbelalak.
"Iblis, dia.... dia seperti iblis. Pedangku tembus!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
216 "Hm, minggirlah. Ada pengaruh hitam. Minggir, Tang Siu, biarkan aku saja dan jaga anak-anak
murid. Awas, lebarkan kepungan dan biar aku duluan!"
Nyonya itu mengangguk. Setelah dua kali dibanting dan merasakan kelihaian lelaki ini maka nyonya
muda itu merasa pucat. Ia ngeri. Namun karena anaknya di cengkeraman lawan dan Giok Cheng terkulai
lemas, entah mati atau hidup maka nyonya ini menjadi gusar dan nekat, tak gentar.
"Gak-hu, aku tak takut. Biar dia atau aku mati!"
"Ha-ha, majulah berdua. Ayo, boleh keroyok lagi. Ha-ha, aku sekarang bukan Majikan Hutan Iblis
beberapa tahun yang lalu, Ju-taihiap. Boleh keroyok dan kerah kan semua anak buahmu. Ayo, maju dan
keroyok aku!"
Akan tetapi pendekar itu mendorong dan mencegah menantunya. Tang Siu sudah menjerit dan hendak
menerjang lagi. Giok Cheng itulah penyebabnya. Namun ketika pendekar ini mendorong dan mengerahkan
tenaganya, nyonya itu dibuat mundur maka Ju-taihiap menyilangkan pedang dengan mata bersinar-sinar,
maklum bahwa sesuatu telah merobah Majikan Hutan Iblis ini, sesuatu yang dahsyat, sesuatu berbau ilmu
hitam!
"Manusia pengecut, tak usah sombong. Kau boleh hebat, boleh sakti, akan tetapi aku tak akan mundur
selangkahpun. Kau memiliki ilmu aneh, ilmu iblis. Jangan kira aku gentar meskipun harus mati di pagi ini!"
"Ha-ha, bagus, kau tetap gagah. Kalau begitu majulah, Ju-taihiap, gerakkan pedangmu dan lihat betapa
hari ini aku akan membunuhmu. Majulah!"
Pedang di tangan pendekar itu bergetar. Ia memusatkan perhatian pada kening lawan dan tiba-tiba
tanpa banyak bicara lagi jago pedang ini melakukan bentakan nyaring. Pedang di tangannya menyambar ke
atas lalu turun ke bawah, menyerang atau membacok ke kening dan lawan terkejut sedetik. Pedang itu bukan
sekedar menyambar kening melainkan juga matanya, manik mata yang hitam kecoklatan itu. Dan ketika lakilaki ini tampak terkejut dan mengelak, ternyata ia tak berani menerima maka pedang mendesing tajam dan
menyambar bawah tubuhnya.
"Brettt!"
Kain itu robek. Laki-laki ini sudah mengelak dengan cepat namun pedang di tangan si jago pedang
ternyata lebih cepat lagi. Baju bawah perutnya terkuak. Dan ketika ia terbelalak dan mengeluarkan gerengan
marah, meloncat dan mengelak sana-sini maka Ju-taihiap sudah menyambar bagai garuda mematuk mangsa
dan yang diincar adalah kening atau manik-manik mata lawan.
"Bagus, kau pintar. Akan tetapi jangan kira dapat merobohkan aku, Ju-taihiap. Lihat dan rasakan
pukulanku.... plak-plak! lelaki itu menangkis dan ternyata tidak diam saja menerima serangan gencar.
Betapapun Pek-jit-kiam ternyata berbahaya juga baginya, atau mungkin bagi kening dan manik-manik
matanya itu. Dan karena Ju-taihiap adalah seorang jago pedang dan ketitisan (ketepatan) pendekar ini
mengarahkan serangannya tentu tak perlu diragukan lagi maka laki-laki itu mengelak dan jadilah kedua
tangannya menampar atau menghalau pedang di tangan si jago pedang yang selalu terpental dan membuat
Ju-taihiap terhuyung! Jago pedang itu terkejut sekali namun ia tidak menampakkan kekagetannya secara
berlebihan. Justeru semakin ia terkejut jago pedang ini semakin tenang. Lawan jadi heran dan
membelalakkan mata, kagum apakah pendekar itu tak terkejut oleh pukulannya. Dan karena Ju-taihiap
melengking dan kini berkelebatan semakin cepat, tusukan ataupun bacokannya semakin gencar maka lakilaki itu tak meneruskan keheranannya karena bagian yang dituju selalu mata atau tengah keningnya!
"Hm!" laki-laki ini marah. "Kau harus dibalas, Ju-taihiap. Kau harus menerima pelajaran. Lihat
balasanku dan betapa pedangmu akan leleh...... haiitttt!" lelaki itu mengeluarkan seruan keras dan kedua
telapaknya yang sudah mengepulkan asap hitam itu ditamparkan ke depan. Bau busuk dan wangi menyambar
berbareng, seberkas cahaya hitam juga melesat. Dan ketika Ju-taihiap terpekik karena pedangnya lenyap
terbungkus uap hitam itu, meledak dan hangus tiba-tiba ia merasa tangannya ringan dan Pek-jit-kiam yang
ampuh itu leleh. Dan saat itu tangan kiri lawan menyambar disusul tawa mengerikan.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
217 "Awas, gak-hu!"
Jerit atau teriakan Tang Siu ini menyadarkan Ju-taihiap. Pendekar yang sedang menyerang tapi dibalas
dan menerima pukulan uap hitam itu terkejut sekali. Pek-jit-kiam, pedang yang ampuh itu hangus dan leleh.
Tapi mendengar seruan menantunya tiba-tiba pendekar ini sadar dan secepat kilat mengelak dan membanting
tubuh bergulingan.
"Bresss!"
Tanah menghitam dan hancur. Ju-taihiap bergulingan melempar tubuh namun lawan berkelebat dan
mengejar, kini bentakan dan tawanya disusul oleh gosokan kedua telapak tangannya itu, kian menghebat
hingga menjadi merah tembaga, berkilau dan mengeluarkan api dan Ju-taihiap terkejut karena dari telapak itu
kini menyembur lidah api! Dan ketika ia mengelak dan membanting tubuh ke sana-sini lagi, pucat dan ngeri
maka pedang yang leleh menjadi ular ketika dibentak dan disambar pukulan lawannya itu.
"Ha-ha, pedangmu tak berguna. Pek-jit-kiam telah memusuhi dirimu sendiri. Buang dan lempar
pedang itu, Ju-taihiap. Ia menjadi ular!"
Si jago pedang berteriak. Ia tiba-tiba melihat pedangnya menjadi ular dan ular itu kini mematuk
tangannya. Tapi ketika otomatis ia melempar dan membuang ular itu maka pedang berkerontang dan pulih
ujudnya lagi. Ternyata itu terpengaruh sihir!
"Gak-hu, kau tertipu. Pedangmu tidak apa-apa!"
Ju-taihiap terbelalak dan memandang pedangnya itu. Sambil bergulingan ia melotot lebar, memang
mula-mula terkejut, dan heran setengah mati bagaimana pedang seampuh itu leleh. Dibakar tujuh hari tujuh
malampun Pek-jit-kiam tak akan membara, pedang itu terbuat dari baja dingin namun yang mengeluarkan
cahaya menyilaukan seperti matahari. Maka ketika mula-mula ia tertegun betapa pedangnya leleh, hangus
dan menjadi ular jago pedang ini seakan tak percaya dan saat itu terpengaruh sihir. Hawa hitam dan pukulan
uap merah serta lidah api yang menyambar dan mengejar dirinya membuat panik. Tangkisan dan tamparan
lawan yang selalu membuatnya terhuyung menjadikannya kaget. Ia melihat perobahan luar biasa pada diri
lawannya ini, kesaktian mengejutkan dibanding empat lima tahun lalu. Maka ketika tanpa sadar ia masuk
perangkap sihir, Pek-jit-kiam dihalau dan terpental ditangkis lawannya itu maka pendekar atau jago pedang
ini sudah mengalami guncangan, terdorong dan selalu mengelak sampai akhirnya membuang pedangnya
yang disangka menjadi ular. Ju-taihiap benar-benar terkejut dan tak sadar memasuki sihir. Ia baru tersentak
ketika menantunya tadi berteriak, melihat dan sambil bergulingan ia tertegun karena pedangnya pulih lagi di
sana. Ular itu lenyap! Dan ketika ia sadar bahwa ia tertipu, lawan memiliki kekuatan yang menindih
kekuatannya sendiri maka Tang Siu menyambar dan berkelebat menusuk punggung laki-laki itu. Para murid
juga berteriak dan tiba-tiba menyerbu, melihat Ju-taihiap bengong dan Majikan Hutan Iblis menyerang
pimpinan mereka.
"Awas, bantu pangcu kita!"
"Benar, dan kita bunuh jahanam ini!"
Pedang dan senjata tajam lain berhamburan. Tang Siu menjadi komandonya dan nyonya muda itu
sendiri sudah tak tahan lagi, membentak dan menusuk pungung sementara Pek-Jit-kiam ditendang ke arah
mertuanya. Saat itu Ju-taihiap bengong dan melompat bangun, terbelalak bagaimana itu seperti mimpi. Pekjit-kiam masih utuh, ular atau apa namanya itu tak ada! Maka ketika Tang Siu menusuk sementara ia menjadi
sadar, pedang melayang akan tetapi pada saat itu juga lawan menerkam dan tertawa parau, para murid juga
berhamburan menyerang laki-laki ini maka Ju-taihiap berseru keras menggerakkan tangan ke depan,
mendorong atau menangkis terkaman itu.
"Duk-plakk!"
Pendekar ini terjengkang dan Pek-jit-kiam tak sempat diambil. Ia terburu oleh serangan itu, terlempar
dan bergulingan lagi dan saat itulah hujan senjata mengenai orang ini. Majikan Hutan Iblis terkekeh, pedang
dan semuanya itu menusuk tubuhnya tapi tembus seakan menusuk jasad halus, hilang begitu saja. Dan ketikaKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
218 semua terkejut dan terpekik, laki-laki itu membalik maka serangkum angin pukulannya membuat Tang Siu
dan anak murid terlempar dan menjerit.
"Bres-bres-bresss!"
Nyonya dan para muridnya itu mengeluh. Mereka terbanting dan bergulingan namun usaha utama
berhasil. Pertolongan mereka terhadap Ju-taihiap tak gagal, pendekar itu selamat. Dan ketika di sana Jutaihiap melompat bangun dan menyambar pedangnya, Pek-jit-kiam telah di tangan kembali maka pendekar
itu membentak dan menerjang lagi, kini dibantu menantunya dan murid-murid lain, berkelebat dan
menggerakkan tangan kiri membantu pedang di tangan kanan, mainkan Pek-jit Kiam-sut sementara Pek-luiciang atau Pukulan Kilat menyambar-nyambar. Dan karena lawan memiliki kekuatan sihir, Ju-taihiap
melengking memperkuat tenaga batin maka dia menyuruh agar yang lain menusuk tengah kening atau bagian
mata laki-laki itu.
"Jangan serang sembarangan, tusuk atau tikam manik-manik matanya. Jangan serang bagian lain!"
Para murid bergerak dan menyerang lagi. Akan tetapi karena lawan kini menampar atau mengibaskan
lengan bajunya, bergerak dan naik turun mengimbangi Ju-taihiap maka para murid terdorong sebelum
mampu mendekat, membentak dan menyerang lagi namun ternyata hanya dua orang saja yang dapat
menyerang laki-laki ini, yakni Ju-taihiap dan menantunya sendiri. Para murid yang lain bahkan terpelanting
dan mulai roboh ketika laki-laki itu menambah angin kebutannya, tertawa dan mengelak sana-sini dan Juhujin itu melengking-lengking. Tang Siu mempergunakan pedang panjang namun tusukan atau tikamannya
menembus jasad halus, hanya di bagian mata atau kening itulah laki-laki ini mengelak. Dan ketika semua
terkejut dan Pek-jit-kiam ditangkis terpental, Pek-lui-ciang atau Pukulan Kilat menyambar kosong tubuh
Majikan Hutan Iblis ini maka sama seperti senjata-senjata tajam lain pukulan itu menembus dan lewat begitu
saja mengenai tubuh laki-laki itu.
"Ha-ha, tak ada yang mampu merobohkan aku. Hek-yan-pang sekarang dapat kuhancur-binasakan. Eh,
lihat sekarang apa yang kulakukan, Ju-taihiap. Lihat kupanggil anak buahku dan biar mereka mendapat
bagian!"
Lolong atau pekik srigala tiba-tiba pecah. Suara meraung keluar dari tenggorokan ini dan Ju-taihiap
serta yang lain-lain pucat. Mereka tahu apa artinya itu. Dan ketika benar saja dari seberang terdengar lolong
atau raung yang sama, puluhan atau bahkan ratusan anjing ganas meluncur dan masuk ke air telaga, berenang
dan menuju tempat itu maka pagi itu Hek-yen-pang dibuat guncang dan Ju-taihiap membentak menyuruh
murid-muridnya mundur.
"Biarkan kami berdua menghadapi manusia iblis ini. Cegat dan hajar binatang-binatang itu. Awas,
jangan sampai masuk rumah!"
Para murid panik. Mereka telah terpelanting dan tak mampu mendekati lawan, dikibas atau dipukul
dari jauh saja mereka telah roboh. Maka ketika anjing-anjing ganas datang menyerbu, air beriak dan
moncong-moncong buas menyembul di situ maka para murid membalik dan berserabutan mencegat srigalasrigala ini, menyerang.
"Ha-ha, tak ada yang akan mampu menghadapi. Mereka semua telah kebal oleh ilmuku, Ju-taihiap, tak
mempan dibacok atau ditusuk senjata tajam. Lihatlah, dan buktikan!"
Pendekar itu pucat. Benar saja tiga orang murid maju membabat namun tiga ekor srigala itu tak apaapa, melolong dan menerkam para muridnya dan terdengar jeritan ngeri. Mereka roboh dan digigit, cabik dan
sebentar kemudian pedang di tangan para murid terlepas. Bagai srigala kesetanan atau haus darah binatangbinatang itu memangsa korbannya, mengoyak dan menggigit sementara taring-taring itu telah berdarah.
Segumpal daging copot dari pundak. Dan ketika dua yang lain juga sama beringas dan tak mengenal ampun,
meraung dan membuat pedang terlepas maka tiga murid itu menjadi korban pertama dan tercabik-cabik.
Pakaian dan daging sama-sama berserpihan.
"Ha-ha!'' Ju-taihiap menjadi ngeri. "Lihat itu, Ju-taihiap. Buktikan betapa anak buahku tak mempan
ditusuk senjata tajam. Dan mereka sekarang memangsa murid-muridmu. Ha-ha, Hek-yan-pang akanKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
219 kuhancurleburkan!"
Ju-taihiap pucat. Akhirnya ia melihat murid-murid yang lain berteriak dan roboh diterjang srigalasrigala itu, membacok dan bergulingan namun semua itu sia-sia. Dan ketika sebelas anak murid tercabikcabik, potongan daging dan tulang mereka menjadi rebutan buas, lolong atau raung binatang itu
menggetarkan telaga maka Ju-taihiap membentak dan mencoba membacok satu di antaranya, dengan Pek-jitkiam.
"Tek!"
Namun tak apa-apa. Pek-jit-kiam, pedang pusaka itu mental dan srigala yang dibacok bahkan
membalik dan meraung, taring dan giginya yang tajam berkilauan itu diperlihatkan. Lalu ketika ia meloncat
dan menerkam pendekar ini maka Ju-taihiap berkelit dan kakinya bekerja.
"Buk!" srigala terlempar namun Majikan Hutan Iblis tertawa berkelebat. Ia tak mau pendekar itu
mengganggu anaknya karena mereka tandingan para murid. Jago pedang itu harus menandinginya. Dan
ketika Ju-taihiap membalik dan menangkis serangan itu, terpental dan dikejar serta mengelak sana-sini maka
Tang Siu menolong namun teriakan dan jerit para murid mengguncang dua pimpinan ini, kacau dan sebuah
tamparan akhirnya membuat si nyonya terpelanting. Tang Siu meloncat bangun dan menyerang lagi namun
bentakan aneh membuatnya berhenti. Ia dibentak bahwa pedang di tangannya adalah ular. Dan ketika nyonya
itu terpekik namun lawan tertawa melepas totokan, It-yang-ci mengenai lehernya maka nyonya itu roboh dan
tak sadarkan diri. Ju-taihiap tak berkawan lagi menghadapi lawannya yang luar biasa ini.
"Ha-ha, lihatlah, mengeroyokpun tak ada gunanya. Dulu kau boleh bangga, Ju-taihiap, tapi sekarang
semuanya itu lenyap. Aku tak takut Pek-jit-kiammu dan keroyokanmu bersama menantumu itu!"
Ju-taihiap melengking. Ia pucat melihat robohnya Tang Siu namun tak dapat berbuat apa-apa karena
mengelak dan menangkis kebutan. Bau busuk dan wangi itu menyambar, satu di sebelah kiri namun yang
lain di kanan. Dan ketika ia mengelak namun dicegat dari belakang, angin pukulan jubah berpusing dan
menghantam di situ maka pendekar ini membalik dan pedang di tangan dibacokkan sekuat tenaga.
"Plak!"
Pedang mencelat dan terlepas. Ju-tai-hiap berteriak keras dan saat itu lawan menggerakkan telapak
kirinya. Uap hitam menyambar dan kali ini bau busuk yang datang menyengat, hampir pendekar itu muntahmuntah. Tapi ketika lawan tertawa bergelak dan tak ada jalan bagi pendekar ini mengelak serangan, ia pasti
roboh maka terdengar bentakan dan bayangan merah menyambar, cepat luar biasa.
"Manusia keji, belum waktumu membunuh orang baik-baik. Enyahlah dan serahkan anak itu
kepadaku...... plak-plak!" si iblis berteriak dan muncullah seorang gadis gagah perkasa menangkis
serangannya. Pukulan uap hitam diterima dan lenyap bertemu telapak lunak halus itu, halus namun
menenggelamkan pukulan lawan dan tiba-tiba keluar menghantam dirinya. Semua terjadi tiba-tiba dan tak di
sangka. Dan ketika lelaki itu membanting diri ke kanan namun gadis itu mengejar dan mancengkeram
pundaknya, Giok Cheng yang ada di situ disambar dan ditarik kuat maka laki-laki ini meloncat bangun
dengan tawanannya berpindah tangan.
"Hm, begitu saja kepandaianmu, bagus! Tapi anak kecil tak boleh dibawa-bawa, iblis keji. Kau
sekarang berhadapan dengan aku dan biar Ju-taihiap menolong murid-muridnya!"
Ju-taihiap tertegun. Seorang gadis berusia dua puluh satu atau dua puluh dua tahun berdiri berhadapan
dengan Majikan Hutan Iblis itu, mengejek, membuat lawan melempar tubuh lebih jauh lagi namun Giok
Cheng cucunya selamat. Gadis itu merampasnya. Dan ketika di sana laki-laki itu terbelalak dan meloncat
bangun, Ju-taihiap lamat-lamat mengenal gadis ini maka gadis itu tertawa melempar Giok Cheng padanya,
sekaligus menaburkan bubuk putih ke udara.
"Ju-taihiap, terimalah cucumu. Lihatlah menantumu itu dan halaulah binatang-binatang itu!"
Aneh, srigala-srigala tiba-tiba berbangkis. Mereka mencium sesuatu yang membuat hidung tersedak
dan bubuk putih itu menyebar dengan cepat di seluruh pulau, Tak ada yang lewat disentuh bau harumKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
220 memabokkan. Murid-murid Hek-yan-pang tiba-tiba juga berbangkis dan limbung, Ju-taihiap sendiri juga
hampir berbangkis dan terkejut. Tapi ketika semua srigala tiba-tiba berbalik dan sempoyongan mundur, jatuh
dan berlarian menuju telaga maka laki-laki berambut ekor kuda itu mendelik dan marah bukan main,
gemetar.
"Kau.... kau siapa? Kau memiliki Sian-tan Hong-li (Bubuk Bidadari)?"
"Hm, buka matamu baik-baik," gadis itu mengejek, tertawa dingin. "Dulu kau mengejar-ngejar dan
hampir membunuh aku, Majikan Hutan Iblis, tapi sekarang aku yang datang dan akan membunuhmu. Kau
berhutang banyak jiwa, dan tak cukup dibayar dengan satu kali kematian!"
"Siapa kau!" laki-laki itu membentak. "Tak usah banyak cakap dan sebutkan namamu!"
"Aku Su Giok, puteri mendiang ayahku Su Tong. Nah, mungkin kau ingat ketika membunuh ayah dan
ibuku serta juga kakek sekaligus guruku Pek-lui-kong dari utara. Lihat dan buka matamu baik-baik bahwa
aku adalah gadis yang dulu kau kejar-kejar itu!"
"Ah, kau.... kau benar Su Giok!" Ju-taihiap berseru dan mendahului, terkejut dan seketika ingat. "Ah,
kau benar gadis itu, Su Giok. Kau dulu pernah datang ke mari. Pantas aku serasa mengenalmu!"
"Hm, benar," gadis itu menoleh, tertawa. "Tapi dulu terpaksa aku pulang, Ju-taihiap. Kau jual mahal
tak mau mewariskan sedikit kepandaianmu. Sekarang aku sudah lebih tinggi darimu, tapi kebaikanmu dulu
tetap kuingat. Minggirlah dan usir semua srigala-srigala memuakkan itu karena mereka masih terpengaruh
tuannya. Biar aku hadapi iblis keji ini!"
Ju-taihiap berubah. Setelah dia mengenal dan teringat gadis ini maka dia terkejut sekaligus heran, juga
Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tak senang. Su Giok yang dikenalnya dulu sekarang tinggi hati sekali, sombong dan angkuh. Namun karena
orang telah menyelamatkan cucunya dan dia sendiri juga selamat berkat datangnya gadis ini, betapapun
sombongnya dia harus tahu diri maka pendekar ini menarik napas dalam dan benar saja melihat srigalasrigala yang sudah berlarian ke tepi telaga itu tak jadi pergi karena memandang pada tuannya, takut namun
lebih gentar menghadapi Majikan Hutan Iblis itu, yang berkilat dan tiba-tiba mencorong.
"Hm, kau Su Giok? Kau gadis yang dulu bersama-sama Pek-lui-kong itu? Ha-ha, kuingat sekarang.
Bagus, kau masih hidup dan belum mampus, anak busuk, dan sekarang kau sombong sekali. Jangan kira
bahwa dengan Sian-tan Hong-limu itu kau mampu menggertak anak-anakku. Heh...!" seruan ini ditujukan
kepada ratusan srigala itu. "Serang, anak-anak. Maju dan bunuh semua ini...... aungggg!"
Lolong atau raung itu kembali menggema. Suaranya menggetarkan dan Ju-taihiap terkejut. Ratusan
anjing ganas itu tiba-tiba menyerbu kembali. Namun ketika gadis itu tertawa mengejek dan menyuruh dia
menghalau, anjing-anjing itu tak kebal lagi maka Su Giok meloncat dan berkelebat menghadapi Majikan
Hutan Iblis ini.
"Jangan takut, hajar dan bunuh mereka, taihiap. Kerahkan anak muridmu dan ketahuilah anjing-anjing
itu tak memiliki kekebalan lagi!"
Ju-taihiap mencoba. Ia diserang tiga anjing liar dan Pek-jit-kiam menyambar, tepat membabat tiga
ekor binatang itu dan muncratlah darah menyembur dari leher. Kepala tiga srigala itu putus. Dan ketika para
murid bersorak dan menyambut musuh, mereka telah melihat gerakan Ju-taihiap tadi maka benar saja anjinganjing itu terbabat dan hilanglah kekebalan akibat pengaruh hitam.
"Crat-crat-cratt!"
Tujuh srigala roboh dan menggelepar. Yang lain meraung namun murid-murid Hek-yan-pang
menyerbu, mereka tidak lagi menunggu melainkan memapak dan mengejar binatang-binatang itu. Dan ketika
sebentar kemudian belasan bahkan puluhan srigala tewas, dibacok atau ditusuk murid-murid Hek-yan-pang
ini maka laki-laki bertopeng karet itu memekik dan menerjang gadis baju merah.
"Keparat, kau anak liar. Mampus dan terimalah pukulanku..... wherrr-plakk!" gadis itu menangkis dan
ternyata dapat menahan pukulan lawan, tak tergetar apalagi terdorong dan marahlah laki-laki itu menyerangKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
221 lagi. Ia mengebutkan uap hitam namun si gadis menampar, uap buyar dan meraunglah laki-laki itu
menerjang lagi. Dan ketika empat pukulan berturut-turut ditangkis dan terpental, dua-duanya terdorong maka
Majikan Hutan Iblis ini tak dapat menahan marahnya lagi dan rambut di belakang kepala yang dibentuk
seperti ekor kuda itu menyambar, meledak namun dikelit dan selanjutnya kedua tangannya melakukan
dorongan naik turun, diterima dan masing-masing terhuyung dan gusarlah laki-laki ini oleh kehebatan Cucu
Pek-lui-kong yang dulu lemah dan rendah kepandaiannya itu telah menjadi sedemikian hebat dan luar biasa.
Orang tak akan menyangka dan bakal tercengang. Dan ketika gadis itu melengking dan berkelebatan lenyap,
membalas dan melepas pukulan-pukulan panas maka laki-laki itu terbelalak dan mengeluarkan seruan-seruan
heran.
"Toat-beng-liong-jiauw-kang (Kuku Naga Pencabut Nyawa)! Ah, ini Coan-po-ginkang (Ginkang
Menerjang Ombak)....!"
Gadis itu tertawa mengejek. Ia lebih mempercepat gerakannya lagi dan Toat-beng-liong-jiauw-kang
yang dipunyai menyambar dan menyerang ganas, ganti berganti sepuluh kuku jarinya itu bergerak ke atas ke
bawah. Dari ujung kuku itu mencuat sinar putih yang berkilau-kilauan, kian lama kian tajam hingga Majikan
Hutan Iblis terdesak. Dan ketika laki-laki itu mengeluh dan mengelak serta menangkis, kalah cepat dan
tergurat maka dia menggeram karena rasa panas membakar sekujur pundaknya.
"Kau.... kau murid Hek-i Hong-li. Keparat, nenek itu melanggar janji!"
"Tutup mulutmu, tak usah bicara yang tidak-tidak. Guruku benar Hek-i Hong-li, manusia iblis, tapi
kau tak berhak menyebutnya begitu saja. Mampus dan bayar jiwa orang tuaku atau terima ini dan pergilah.....
des-plak!" laki-laki itu mengelak dan menangkis dan rambut di kepalanya menyambar leher lawan. Ia
membalas dan tak diam saja dan kuku jari menancap di pangkal lengannya, menembus masuk dan laki-laki
ini terkekeh. Ilmu roh, seperti yang tadi diperlihatkannya kepada Ju-taihiap dikeluarkan lagi. Gadis itu
terkejut karena kukunya tembus ke dalam, masuk begitu saja namun lawan sama sekali tak terluka. Dan
ketika ia terbelalak dan menarik tangannya maka laki-laki itu menendang dan ia terpelanting.
"Ha-ha, coba pukul lagi. Kau terlalu sombong, bocah. Ayo keluarkan Toat-beng-liong-jiauw-kangmu
dan lihat seberapa hebat melukai aku!"
Su Giok berkelebat dan menyerang lagi. Ia penasaran dan kaget dan kini mencengkeram leher lawan,
gerakannya begitu cepat hingga lawan tak sempat mengelit. Coan-po-ginkang itulah yang luar biasa. Tapi
ketika gadis ini menjerit karena kukunya amblas begitu saja, lawan seakan benda halus maka kukunya ditarik
lagi namun laki-laki itu menggerakkan rambutnya dan "plak-plak", Su Giok terhuyung dan ganti menerima
serangan.
Majikan Hutan Iblis tertawa dan bertandinglah mereka seru. Su Giok menjadi marah namun ia sama
sekali tak gentar. Toat-beng-liong-jiauw-kang terus menyambar-nyambar dan pukulan atau balasan lawan
diterima dengan sinkangnya. Kini ia hanya tergetar atau paling banter terdorong setindak, maju dan
membalas lagi dan ramailah mereka serang-menyerang. Dan ketika laki-laki bertopeng itu penasaran karena
tak satupun pukulannya merobohkan gadis ini maka berkelebat bayangan hitam di atas Su Giok, cepat luar
biasa.
"Siapa berani menghina Toat-beng-liong-jiauw-kangku. Serang dengan Touw-beng-tok-ciam, Su
Giok. Hajar orang ini agar tahu adat!"
Su Giok berseru girang. Hek-i Hong-li, nenek sakti itu tiba-tiba terbang dan lenyap lagi. Ia hanya
berkelebat di atas kepala muridnya tapi Majikan Hutan Iblis kaget setengah mati. Ia mengenal dan tentu saja
tahu kehebatan nenek itu. Dan ketika Su Giok meraup dan melepas Touw-beng-tok-ciam (Jarum Beracun
Penembus Roh) maka laki-laki itu berteriak dan tepat sekali jarum menancap di lehernya. Ilmu aneh seperti
badan tak berwujud itu hilang.
"Aughh...!"
Laki-laki itu bergulingan dan menjerit. Ia tak sanggup menahan jarum penangkal dan pemusnah ilmu
hitamnya itu. Nenek sakti itulah penyebabnya. Su Giok menerima sebatang jarum ketika gurunya tadi lewat,Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
222 meraih dan menyambitkannya ke lawannya itu dan Majikan Hutan Iblis meraung melempar tubuh. Jarum itu
ternyata ampuh sekali, benar-benar penembus roh dan bergulinganlah laki-laki itu berteriak kesakitan. Dan
ketika ia meloncat bangun dan gentar memandang Su Giok, takut gadis itu melempar jarumnya lagi maka
laki-laki ini mengeluh dan berkelebat memutar tubuh melarikan diri.
"Kau pengecut, licik. Kau dibantu gurumu!"
Su Giok tertegun. Ia sebenarnya hanya memiliki satu jarum itu saja karena tadi ketika lewat gurunya
memberikan jarum itu kepadanya. Majikan Hutan Iblis tak mengetahui ini dan mengira gadis itu memiliki
simpanan jarum, padahal Touw-beng-tok-ciam hanya dimiliki nenek itu dan tak pernah diberikan siapapun,
bahkan Su Giok sendiri. Maka ketika gadis itu tahu betapa ampuhnya jarum itu dan lawan dapat dibuat
kesakitan, sayang hanya sebatang jarum itu saja maka gadis ini jadi ragu mengejar karena ia takut tanpa
jarum itu ia menghadapi lagi ilmu aneh yang dimiliki lawan. Dan saat itu terdengar jeritan dan lolong srigala.
Sorak dan bentakan murid-murid Hek-yan-pang menyadarkan gadis ini, menoleh dan melihat betapa
bangkai-bangkai srigala bergelimpangan di situ. Mereka tewas dan terbunuh murid-murid Ju-taihiap ini. Dan
ketika ia sadar bergerak maju tiba-tiba terdengar jerit dan pekikan siauw-hujin.
"Heiii....!"
Gadis itu terkejut. Siauw-hujin disambar bayangan hitam. namun ketika Su Giok hendak mengejar dan
berkelebat memanggil tiba-tiba gadis ini tersenyum. Gurunya, Hek-i Hong-li tiba-tiba muncul dan
menyambar Giok Cheng. Anak itu telah diberikan ibunya ketika Ju-taihiap menolong nyonya muda ini,
menyambut dan menghalau srigala-srigala buas itu membantu para murid ketika gadis itu tadi menghadapi
Majikan Hutan Iblis. Maka ketika kini Giok Cheng disambar bayangan hitam dan Tang Siu menjerit, kaget
dan mengejar maka Ju-taihiap juga berkelebat namin Su Giok menyambar dan menghadang pendekar ini
"Tunggu, tak ada apa-apa. Harap taihiap biarkan enci Tang Siu bicara dengan guruku!"
Jago pedang itu tertegun. "Gurumu?"
"Benar, kami datang karena cucumu, taihiap. Kebetulan saja melihat lawanmu itu dan datang
menolong. Ada sesuatu yang ingin dibicarakan secara pribadi!"
"Hm," jago pedang ini tertegun. "Kau sekarang hebat, Su Giok. Kalau itu gurumu biarlah aku di sini.
Aku ingin mengucap terima kasih atas pertolonganmu tadi. Kau telah menyelamatkan kami semua!"
Gadis itu tersenyum kecil. "Sudahlah, aku ke sini secara kebetulan saja. Aku hanya mengikuti
kehendak subo. Terima kasih kembali dan biar kutengok seluruh pulau ini!" Su Giok berkelebat dan tiba-tiba
lenyap. Coan-po-ginkang yang dimilikinya membuat jago pedang itu kagum, Ju-taihiap mendesis namun
segera menengok anak-anak murid lainnya. Dan ketika semua selamat namun Su Giok tak pernah kembali,
gadis itu menghilang sejak ingin memeriksa telaga maka menantunya muncul dan menahan isak kecil. Giok
Cheng tak ada bersamanya.
"Eh, mana cucuku Cheng-ji. Ada apa sendirian!"
"Maaf," nyonya muda itu menunduk, mengusap air matanya. "Giok Cheng dibawa nenek itu, gak-hu.
Aku.... aku memberikannya."
"Apa?"
"Benar, pikiranku terbaca. Nenek itu datang karena ingin membawa Giok Cheng. Anak itu mau dan
aku tak dapat mencegahnya pula."
"Eh!" pendekar itu berkelebat mencengkeram pergelangan menantunya ini. "Apa artinya itu, Tang Siu.
Bagaimana kau tiba-tiba menyerahkannya begitu saja. Kenapa tidak menunggu suamimu Han Han dan
melepaskannya sendirian!"
"Giok Cheng sudah lama merindukan nenek itu. Getaran keinginannya ditangkap. Dan karena nenek
itu memang hebat dan Giok Cheng sendiri tak dapat kucegah maka kubiarkan mereka pergi, gak-hu. AkuKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
223 akan mempertanggungjawabkan ini kepada Han Han!"
Jago pedang itu tertegun. Sungguh tak disangkanya bahwa cucunya tiba-tiba dibawa orang, begitu
mudah dan cepat! Namun karena dia maklum bahwa sang ibu tak berbuat apa-apa, dia hanya sedikit
menyesal kenapa Tang Siu tak menunggu Han Han maka pendekar itu menarik napas dalam dan sebagai
orang berpengalaman dia menangkap kegembiraan di hati menantunya ini, biarpun Tang Siu menunjukkan
muka sedih.
"Baiklah." Katanya kemudian, "kau sudah melakukan itu, Tang Siu. Giok Cheng tak mungkin ditarik
kembali kalau sudah dibawa nenek itu. Dan karena kau mempertanggungjawabkannya kepada suamimu
biarlah Han Han mendengarnya sendiri darimu. Hanya harap diingat kalau sampai ada apa-apa dengan
anakmu itu tentu aku sebagai kakeknya akan menegurmu keras!"
"Aku siap," wanita itu tengadah. "Aku tahu semuanya ini, gak-hu, tapi aku percaya bahwa Giok
Cheng akan selamat di bawah bimbingan nenek itu. Dia benar Hek-I Hong-li yang diceritakan Giam Liong!"
Hari itu jago pedang Ini tepekur. Anak-anak murid akhirnya mengurus yang luka-luka dan mengubur
bangkai srigala-srigala yang tewas. Mereka masih terteguncang oleh peristiwa itu namun datangnya Su Giok
membawa harapan baru. Gadis baju merah itu ternyata lihai sekali dan mereka teringat sekarang. Itulah cucu
dari Pek-lui-kong yang dulu datang berkunjung. Lihai sekali! Dan ketika hari itu pembicaraan masih berkisar
datangnya Majikan Hutan Iblis namun sekaligus hadirnya gadis baju merah itu maka tak ada yang
memperhatikan Giok Cheng kecuali seorang dua saja. Mereka heran tapi tak berani bertanya. Yang seorang
dua ini hanya memendamnya di hati saja. Dan ketika empat hari lewat dengan cepat sementara Ju-taihiap
masih tergetar dan terguncang oleh kehebatan Majikan Hutan Iblis itu maka datanglah Han Han yang selesai
mengunjungi gurunya di Lam-hai. Dan kontan saja pemuda itu mendengar beritanya.
"Hm, begitu? Dan dia berani datang mencari aku? Keparat, sudah lama tak ada beritanya, Pao-hwi,
kini datang membuat kejutan. Tapi ayah dan isteriku di sini, tentu dia tak banyak berkutik!"
"Salah, Ju-taihiap tak mampu berbuat apa-apa. Kalau tak ada gadis baju merah cucu Pek-lui-kong itu
tentu kami di sini semua binasa, kongcu. Manusia itu semakin hebat saja dan sakti. Tubuhnya tak dapat
dilukai dan tembus seperti roh!"
"Benar, dan bayangkan, kongcu. Pek-jit-kiam milik ayahmu juga tak mampu berbuat apa-apa!"
"Tapi Cheng-siocia tak bersama ibunya lagi," seseorang berbisik. "Kami tak tahu kemana dia, suheng.
Temuilah ayahmu atau isterimu itu!"
Han Han berkelebat. Mendengar yang terakhir ini seketika wajahnya berubah. Dia kaget sekali oleh
berita susul-menyusul itu. Tapi ketika dia bertemu ayahnya di serambi depan, duduk dan bangkit berdiri
maka Han Han berhenti dan sang ayahpun tertegun.
"Kau, eh.... sudah datang? Bagus, ada kejutan, Han Han. Majikan Hutan Iblis menyatroni kita. Ia
muncul lagi. Kami diserang dan....."
"Ayah tak usah bicara itu." Han Han memotong dan gemetar, menangkap dan mencengkeram lengan
ayahnya ini. "Aku ingin tahu tentang Giok Cheng, ayah, benarkah tak ada bersama ibunya lagi?"
"Hm, itu?" pendekar ini tiba-tiba menghela napas, duduk lagi. "Tanyalah isterimu, Han Han, tapi
jangan emosi dan tenang-tenang sajalah."
"Di mana Siu-moi."
"Di kamar...."
Han Han berkelebat dan lenyap lagi. Tanpa menunggu ayahnya mengulang ia meloncat dan masuk ke
dalam. Ju-taihiap tersenyum namun diam-diam tegang juga. Maka ketika puteranya menendang pintu kamar
dan Tang Siu terkejut berseru tertahan, meloncat dari pembaringan maka pendekar itu mengintai dan
mendengar pembicaraan, hati-hati.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
224 "Kau, di mana anak kita Giok Cheng! Eh, aku mendengar datangnya manusia iblis itu, Siu-moi, tapi di
mana anak kita kenapa tak bersamamu lagi. Siapa yang membawa!"
"Hm, Tang Siu tersenyum dan tiba-tiba tertawa lega, melepas pedangnya lagi. "Datang-datang
membuat kejutan saja, Han-ko. Kau membuat kaget dan hampir menyerang. Kenapa mendobrak pintu kamar
sampai terlepas sulamanku!"
"Aku bertanya Giok Cheng, benarkah tak ada di sini lagi!"
"Hm, duduklah. Ada banyak yang harus diceritakan, suamiku. Minumlah air dingin dan biarkan
kepalamu tak panas dulu."
"Tidak, aku ingin tahu tentang Giok Cheng. Di mana dia dan apa yang terjadi!"
"Anak kita selamat. Dibawa seseorang....."
"Kau membiarkannya pergi?"
"Duduklah, suamiku, jangan terlampau tegang begini. Aku akan bercerita tapi berjanjilah kau tak akan
marah!"
"Hm,!" Han Han melihat isterinya tersenyum, wajah itu berseri-seri. "Kalau tak ada sesuatu tentu aku
tak akan marah, Siu-moi. Ceritakan dan jangan aku berdebar tegang!"
"Aku tahu, tapi duduk dan bersabarlah," lalu ketika Han Han duduk dan disuruh minum, menolak tapi
sang isteri mengangkatnya dekat bibir maka pemuda itu meneguk dan gelisah meletakkan gelas itu.
"Cukup, sekarang katakan dan di mana Cheng-ji!"
"Hm, dibawa nenek sakti Hek-i Hong-li...."
"Apa?"
"Tenanglah, kau agaknya sudah mendengar datangnya manusia iblis itu, Han-ko, tapi tidak nenek ini
yang telah membuat aku lega. Giok Cheng dimintanya sebagai murid, dan aku memberikannya karena Giok
Cheng juga mau..."
"Nanti dulu, bagaimana nenek itu datang ketika manusia iblis itu mengacau. Masa demikian
kebetulan!"
"Hm, agaknya begitu, Han-ko, dia datang bersama muridnya."
"Murid?"
"Ya, gadis lihai cucu mendiang Pek-lui-kong itu..."
"Oh-oh, ya, aku sudah dengar. Lalu kenapa nenek itu datang mengambil Giok Cheng sebagai
muridnya pula, bukankah sudah ada gadis itu!"
"Hm, aku tak tahu kenapa, Han-ko, tapi barangkali karena getaran pikiranku. Nenek itu datang dan
menyatakan bahwa ia merasa dipanggil Giok Cheng."
"Dipanggil Giok Cheng? Bagaimana ini? Aku bingung, Siu-moi, tapi ramalan suhu ternyata tepat.
Majikan Hutan Iblis itu masih hidup dan datang ke mari. Ah, untung kalian tak apa-apa. Ceritakan sekarang
apa maksudmu tadi, kenapa dengan Giok Cheng dan pikiranmu!"
"Giok Cheng merindukan nenek itu, setiap malam mengigau ingin menjadi murid...."
"Mengigau? Menjadi murid? Kalau begitu kau yang menceritakannya!"
"Benar, aku yang menceritakannya, Han-ko, dan terus terang aku juga ingin menyerahkan puterikuKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
225 sebagai murid...."
"Kau gila, apa maksudmu itu. Bukankah ia sudah kugembleng dan ada kakeknya pula di sini!"
"Hm, kau maupun gak-hu agaknya tak dapat mengalahkan manusia iblis itu sekarang. Dia semakin
lihai dan hebat, Han-ko, bukan tandingan kita. Dikeroyok duapun tak roboh. Pek-jit-kiam juga tak banyak
berguna dan kita semua hampir mati dibunuhnya!"
Nyonya itu lalu menceritakan peristiwa di tepi telaga. Han Han sudah mendengar namun tak mau
memotong. Cerita isterinya lebih lengkap. Dan ketika isterinya menutup bahwa berkat Su Giok mereka
selamat maka dia gemetar mengepal tinju mendengar kata-kata terakhir isterinya.
"Su Giok yang baru empat lima tahun menjadi murid sudah sedemikian hebat dan luar biasa. Dan aku
membayangkan betapa Giok Cheng bakal kalah jauh dibanding Sin Gak. Ingat bahwa anak kita harus lebih
hebat daripada ayah atau pendahulunya, Han-ko. Kalau tidak nenek sakti itu siapa lagi yang mendidik. Aku
rela, empat lima tahun lagi anak kita bakal melebihi kita. Aku tak mau kalah dengan Sin Gak kalau anak itu
di bawah gemblengan seorang kakek sakti!"
"Jadi kau mau berlomba? Dan kau rela Giok Cheng harus berpisah dengan ayah dan kakeknya?"
"Demi masa depan anak itu aku rela, Han-ko. Kita yang tua harus mengalah dan memberinya
kesempatan seluas-luasnya."
"Tapi kau harus memberi tahu aku dulu!"
"Kau tentu tak akan melepaskan."
"Ah, tentu saja, Siu-moi. Kita tidak tahu, bagaimana watak nenek itu. Dan suhu sedikit bercerita
tentang Hek-i Hong-li. Nenek itu keras dan sombong pada masa mudanya!"
"Hm, aku tak perduli. Anak itu darah dagingmu, tak mungkin sombong atau bertingkah macammacam kalau ayah ibunya baik. Aku sudah bertemu dan bercakap-cakap dengan nenek itu, Han-ko, dan
nenek itu senang bahwa Giok Cheng menjadi muridnya. Iapun mencari tandingan Sin Gak!"
"Ah, kau selalu bicara tentang Sin Gak. Kau mencari-cari tandingan. betapapun seharusnya kau harus
menunggu aku, Siu-moi, aku ayahnya dan suamimu. Kau tak bisa bertindak sendiri!
"Kalau begitu apa maumu, aku berbuat demi kebaikan anak!"
"Hm, kau sembrono. Aku harus menemui nenek itu atau kuminta anakku!"
Ju-taihiap tiba-tiba masuk. Suami isteri muda yang bersitegang dan rupanya mau tarik urat ini tiba-tiba
dibuat terkejut. Batuk-batuk pendekar itu membuat mereka menoleh, menahan diri. Dan ketika pendekar itu
berdehem dan mengurut jenggot pendeknya, Han Han tertegun maka pendekar ini berkata bahwa yang sudah
terjadi tak perlu dirobah lagi.
Sudahlah, sekarang aku tahu kenapa mantuku berubah girang. Ia dan gagasannya tidak salah, Han
Han. Giok Cheng memang harus menjadi yang lebih hebat dibanding ayah atau kakeknya. Aku juga
merasakan bahwa kepandaianku tak berarti banyak bagi lawanku yang hebat itu. Majikan Hutan Iblis sudah
berobah luar biasa, kepandaiannya meningkat pesat. Daripada ribut-ribut padahal tak mungkin Giok Cheng
kembali di sini lebih baik kau tenangkan pikiranmu dan keinginan dan cita-cita isterimu. Aku tahu
Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
penyebabnya. Mari di luar saja dan ceritakanlah hasil perjalananmu."
Han Han sadar. Sang ayah memberi kedipan dan ia mengangguk, melirik sang isteri dan Tang Siu
tampak lega. Isterinya itu sudah siap menantang dan beradu keras. Ada sesuatu yang menjadi dasar utama.
Dan karena dia mengenal gerak-gerik ayahnya dan isyarat itu cukup, ayahnya hendak bicara sesuatu yang
mendasar maka dia berkelebat dan meninggalkan isterinya. Tang Siu terisak dan melemaskan jari-jarinya. Ia
tadi mengepal tinju!
"Hm," sang ayah sudah duduk dan di serambi depan lagi. "Tak guna marah-marah atau memakiKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
226 isterimu, Han Han. Kita harus melihatnya lebih jauh. Ia benar, meskipun salah tak menunggu dirimu. Dan
karena aku dapat menangkap sebab-sebab utamanya maka dengarlah kata-kataku karena memang terjadi
perobahan besar dengan musuh kita itu."
"Apa yang ayah maksudkan, apakah kesaktian atau ilmu manusia iblis itu!"
"Bukan itu saja, tetapi kembali dan kita bicara tentang isterimu. Akhir-akhir ini sering kudengar ia
menina-bobok puterimu, Han Han, berbisik dan mendongeng tentang Hek-i Hong-li itu. Tak kusangka
bahwa ia menanamkan keinginan kuat agar Giok Cheng tergila-gila pada nenek itu. Isterimu menaruh
dendam amat besar kepada Majikan Hutan Iblis. Ia terpukul oleh kematian Yu Yin, sahabatnya!"
"Tapi aku juga terpukul oleh kematian ibu!"
"Benar, tapi ia masih lebih lagi, Han Han. Ingat bahwa gurunya Kim-sim totiang juga binasa,
dicincang. Dendam isterimu jauh lebih hebat daripada kau dan aku khawatir akan ini!"
"Hm!" Han Han tertegun. "Kau benar ayah. Kalau begitu bagaimana selanjutnya."
"Diam-diam api dendamnya menumpuk, juga diam-diam agak kecewa kepada kita...."
"Apa?"
"Sst, dengar, anakku. Apa reaksinya ketika dulu kau bercerita tentang Hek-i Hong-li dan Sian-eng-jin
itu. Tidakkah kau lihat betapa sepasang matanya bersinar-sinar aneh. Aku sekarang tahu apa artinya itu.
Isterimu mulai membanding-bandingkan kita!"
"Hm, ia tak puas bahwa kepandaian kita begini-begini saja?"
"Bukan begitu, Han Han, melainkan bahwa ia melihat ada orang-orang yang kepandaiannya jauh di
atas kita. Dan ia menaruh harapan!"
Han Han tertegun. Teringatlah ia ketika dulu isterinya begitu bersinar-sinar mendengarkan cerita,
bahwa Giam Liong tak mampu menghadapi kakek sakti Sian-eng-jin dan nenek Hek-i Hong-li itu. Sin Gak
akhirnya dibawa kakek itu sementara si nenek entah berada di mana. Mereka tak tahu bahwa Hek-i Hong-li
akhirnya membawa Su Giok. Dan karena Giam Liong bersungguh-sungguh menceritakan kekalahannya,
isterinya tertarik dan mereka sendiri sebenarnya juga hampir tak percaya maka cerita itu ternyata membekas
dalam di hati isterinya sampai timbul keinginan menyerahkan Giok Cheng menjadi murid.
"Ini tidak aneh, wajar-wajar saja," sang ayah melanjutkan. "Dan aku juga merasa semakin tua, Han
Han, semakin lemah. Kalau Pek-jit-kiam di tanganku tak berarti banyak di hadapan iblis itu maka aku tak
tahu lagi harus berbuat bagaimana!"
"Tapi ayah tak mencegah nenek itu?"
"Mencegah? Hm, aku sendiri tak tahu bagaimana wajah dan bentuk nenek itu, Han Han. Yang tahu
dan melihat adalah isterimu. Aku hanya tahu bayangan hitam lewat dan selanjutnya lenyap!"
Han Han melebarkan mata. Sang ayah lalu menceritakan kejadian itu, betapa nenek itu muncul dan
lenyap seperti siluman. Dan ketika ayahnya menyatakan kagum akan ginkang yang digunakan Su Giok,
betapa itu adalah Coan-po-ginkang yang amat luar biasa maka ayahnya memuji bahwa Hui-thian-sin-tiauw
(Rajawali Terbang Ke Langit) yang dimiliki Han Han masih kalah setingkat.
"Tidak mengecilkan hatimu. Tapi apa yang kulihat dari gadis itu memang mentakjubkan, Han Han. Ia
mampu melesat dua kali lebih cepat daripada ilmu meringankan tubuhmu, padahal gadis itu baru empat atau
lima tahun saja digembleng si nenek. Dapat kau bayangkan betapa hebatnya kalau nenek itu sendiri yang
mempergunakan ilmunya. Aku sungguh bukan tandingannya!"
Han Han menarik napas dalam-dalam. Kalau ayahnya sudah memuji seperti itu maka si nenek benarbenar hebat bukan main. Muridnya saja sudah sedemikian lihai apalagi gurunya. Tapi mengerutkan keningKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
227 teringat musuh utamanya dia bertanya,
"Dan ayah tadi mengatakan bahwa dengan Pek-jit-kiam Majikan Hutan Iblis itu tak mampu
dirobohkan. Kepandaian apakah yang digunakan hingga bisa seperti itu, ayah?"
"Aku tak tahu, yang jelas ilmu iblis seperti roh. Ia tembus ketika kutusuk!"
"Hm, dan ramalan suhu benar. Ia masih hidup, dan akan menyatroni tempat kita lagi. Ah, terlambat
aku pulang, ayah. Tapi untung ada nenek itu dan Su Giok!"
"Ya, dan aku bersyukur. Namun laki-laki itu lenyap lagi dan menghilang!"
Han Han telah mendengar selengkapnya. Akhirnya ia tak mempersoalkan lagi sikap isterinya
mengenai Giok Cheng. Anak itu telah dibawa Hek-i Hong-li, biarlah yang lewat tetaplah lewat. Dan ketika
malam itu ia tepekur bersama ayahnya tiba-tiba keesokannya muncullah Giam Liong terbata-bata, datang
menceritakan bahwa di segala penjuru muncul Majikan Hutan Iblis yang banyak dan kesemuanya lihai!
* * * Pagi itu, merenungi kepergian puterinya di tangan Hek-i Hong-li putera Ju-taihiap ini tak tampak
gembira. Semalam sang ayah menasihati banyak-banyak dan menyuruh pemuda itu tawakal. Tang Siu
akhirnya menyesal juga melihat kemurungan suaminya. Ia bersikap lunak. Namun ketika pagi itu suami isteri
ini memandangi telaga, Tang Siu meletakkan teh panas di meja maka Han Han tiba-tiba berseru menuding ke
depan. Seorang pemuda tertatih dan terhuyung-huyung jatuh bangun, terseok.
"Giam Liong....!"
Han Han berkelebat meninggalkan kursinya. Si buntung, yang muncul dan pagi itu tampak pucat
kelihatan susah benar menuju tengah pulau. Giam Liong telah muncul di tikungan depan rumah dan roboh,
bangkit dan terseok melangkah lagi sementara baju dan pakaiannya robek-robek. Beberapa luka tampak di
pundak dan lengannya. Dan ketika Han Han berkelebat dan menyambar sahabatnya ini, Giam Liong
mengeluh maka si buntung itu terguling dan merintih minta air.
"Haus..... aku haus. Aughh, tenggorokanku serasa kering, Han Han. Mana ayah.....!"
"Kau kenapa," Han Han terkejut, merangkul dan memapah sahabatnya ini. "Lama tidak ke sini, Giam
Liong. Sekarang datang dengan luka-luka. Siapa yang menyerangmu!"
"Jahanam keparat itu, Majikan Hutan Iblis. Aughh... jangan keras-keras menekan pundakku, Han Han.
Aku sedang bingung....!"
Han Han tak banyak bicara lagi. Ia meloncat dan membawa si buntung ini ke beranda rumah dan Giam
Liong terguling di situ. Si Naga Pembunuh ini rupanya kelelahan, juga kesakitan. Dan ketika ia menotok
sementara isterinya memberi tahu sang ayah, ayahnya berkelebat dan muncul di situ maka Giam Liong
mengeluh dan menggigil.
"Ayah....!"
"Giam Liong!" Ju-taihiap memeluk dan menerkam putera angkatnya ini. Giam Liong megap-megap
dan menahan cucuran air mata. Kepedihan dan kemarahan tampak di situ. Lalu ketika Ju-taihiap bertanya
apa yang terjadi maka Han Han yang sudah memberinya minum menyuruhnya duduk.
"Aku.... aku diserang Majikan Hutan Iblis, berhasil kubunuh. Tapi... tapi ia hidup lagi, ayah. Jahanam
itu seperti bernyawa rangkap dan ada di mana-mana!"
"Bagaimana bisa begitu," Ju-taihiap merasa seram. "Beberapa hari yang lalu ia juga datang ke sini,
Giam Liong. Dan hampir saja aku binasa!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
228 "Aku juga begitu, tapi seseorang menolongku. Golok Maut, ah..... senjata itu tembus seperti menusuk
kabut!"
"Sama seperti di sini," Ju-taihiap berseru. "Aku juga begitu, Giam Liong. Pek-jit-kiam yang ampuh
tak mampu melukainya!"
"Tapi ia hidup lagi. Jahanam itu... manusia iblis itu, ah, ia menyeramkan, ayah. Aku jatuh bangun
menghadapi lawanku yang berjumlah banyak. Aku... aku ngeri dan bingung!"
Naga Pembunuh yang terkenal dingin dan tabah ini tiba-tiba menangis. Giam Liong yang terkenal
pemberani itu mendadak kelihatan ngeri, gentar. Tapi ketika ia menggeram dan menghapus air matanya
maka Giam Liong tampak beringas dan penuh marah.
"Ceritakanlah kepada kami. Bagaimana itu bisa terjadi dan apa pengalaman yang menimpamu."
Giam Liong lalu bercerita. Ia sejenak tersendat-sendat dan marah tapi juga gentar. Namun ketika Han
Han menepuk pundaknya dan menenangkannya maka apa yang diceritakan si buntung ini benar-benar
menyeramkan dan terasa lebih hebat lagi.
"Aku bertahun-tahun mencarinya, tak kenal putus asa. Dan ketika suatu hari aku tiba di pegunungan
Kui-san tiba-tiba saja aku bertemu musuhku itu!"
"Hm, dan tentu kau bertanding hebat!
"Benar, ayah, tapi kali ini kejutan. Ia tak mempan Golok Mautku!"
"Ceritakanlah. Tentu seru pengalamanmu itu, Giam Liong. Aku juga merasakan bahwa manusia itu
semakin luar biasa dan memiliki ilmu iblis!"
"Ya, benar. Tubuhnya seakan kabut, Ia tertawa menantangku dan golok di tangan kutusukkan. Tapi
aku seakan menusuk asap, ayah, Golok Maut tembus begitu saja tak mengenai badan kasar!"
"Sama dengan pengalamanku. Pek-jit-kiam di tanganku juga begitu, Giam Liong. Entah ilmu setan
apa yang digunakan hingga tak mampu dibacok!"
"Ya, tapi seseorang tiba-tiba membantuku. Aku tak tahu siapa namun laki-laki itu tiba-tiba berteriak.
Dalam pertandingan yang sengit dan menegangkan mandadak dari belakang menyambar sinar biru seperti
bintang. Sinar itu mengenai punggungnya dan segala ilmu hitam yang dipunyai lenyap. Golok Maut
mencoblos jantungnya dan lawanku itu roboh binasa!"
"Tapi ia telah datang menyatroni aku," Ju-taihiap terbelalak. "Baru empat hari yang lalu ia datang,
Giam Liong, dan aku hampir celaka!"
"Benar, lawanku itu ternyata hidup lagi, ayah. Sebab setelah ia kubunuh dan aku hendak ke Lembah
Iblis tiba-tiba ia menghadang dan muncul lagi!"
"Untuk apa ke Lembah Iblis?" Han Han bertanya.
"Untuk menyimpan golok ini, Han Han. Aku bermaksud menyimpannya lagi setelah musuhku itu
mampus. Tapi.... tapi ia masih hidup. Aku tak tahu bagaimana namun jelas ia masih hidup. Dan Majikan
Hutan Iblis rupanya bukan hanya seorang!"
"Hm, mengejutkan sekali. Coba ceritakan bagaimana itu, Giam Liong. Masa ada demikian banyak
Majikan Hutan Iblis!
"Ya!, aku mula-mula tak percaya. Tapi kenyataan membuktikan itu, ayah, atau mungkin ia hidup lagi
disembuhkan seseorang!"
Ju-taihiap seram. Tang Siu mengeluarkan seruan tertahan sementara Han Han suaminya terbelalak
pucat. Hebat cerita yang didengar ini. Tapi ketika ayahnya batuk-batuk dan meminta Giam LiongKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
229 melanjutkan ceritanya lagi maka si buntung itu gemetar.
"Aku.... aku sangsi. Yang kuhadapi itu manusia atau bukan. Jangan-jangan ia roh jahat yang menyebar
kutuk di bumi ini!"
"Hm, tak ada roh yang seperti itu, Giam Liong. Yang ada ialah roh jahat yang memasuki tubuh
seseorang. Lanjutkanlah dan bagaimana seterusnya."
"Aku berhenti di mulut lembah, orang itu menghadangku di depan...."
"Hm, kau sudah tiba di Lembah Iblis?"
"Benar, dan aku siap naik ke atas, Han Han, ketika tiba-tiba lawanku itu muncul dan tertawa
mengerikan!"
"Bagaimana selanjutnya, tentu kau menyerang dan mempergunakan Golok Mautmu."
"Benar, kutusuk ia, kubacok. Tapi lagi-lagi pengalaman pertama membuat aku terkejut. Golokku
menembus dan lewat begitu saja. Aku seperti menusuk segumpal asap!"
"Ah, kemudian bagaimana, Giam Liong. Apakah kau akhirnya roboh dan dikalahkan lawanmu itu!"
"Tidak, seseorang lagi-lagi membantuku, Han Han, sinar kebiruan seperti bintang itu menyambar,
menghantam punggungnya. Dan setiap ledakan terdengar tentu lawanku menjerit dan ilmu hitamnya hancur.
Golokku akhirnya menyambar dan menancap di dadanya. Kuhisap darahnya kering!"
Han Han ngeri. Ia memandang Golok Maut di punggung pemuda itu dan mengerutkan kening. Golok
ini kalau sudah mencium darah manusia memang bisa menghisap dan mengeringkan tubuh manusia. Golok
itu adalah golok iblis, siapapun sudah kenal. Tapi ketika ayahnya batuk-batuk dan bertanya bagaimana
selanjutnya maka Giam Liong dengan mata berapi menjawab beringas,
"Kepalanya kupenggal, kubuang jauh-jauh. Tapi ketika empat hari lewat dan Golok Maut tak jadi
kusimpan maka orang itu muncul lagi dan untuk ketiga kalinya aku bertanding hebat!"
"Hm-hm, nanti dulu. Apakah kau tidak melihat wajah di balik topeng karet itu, Giam Liong. Apakah
setiap membunuh kau tidak memeriksanya cermat!"
"Aku sudah memeriksanya, tapi setiap kubuka maka yang kudapati adalah wajah yang tidak jelas!"
"Tidak jelas? Maksudmu bagaimana?"
"Wajah itu seperti wajah kanak-kanak, ayah, wajah yang buram dan sulit kukatakan seperti apa. Kulit
itu terkelupas apabila tersentuh!"
"Hm, macam apalagi ini," jago pedang itu merasa heran. "Bagaimana ada wajah seperti itu, Giam
Liong. Jadi setiap kau buka maka kulit wajah itu akan tertarik berikut topengnya."
"Benar, dan aku sulit mengenalinya. Tapi ketiga-tiganya sama seperti itu dan kalau kubuka topeng
karetnya maka wajah itu hancur dan terbeset!"
"Jadi kau mengalahkannya lagi?'
"Sulit kujawab seperti itu, karena sesungguhnya bantuan seseorang itu masih berjalan dan menolong
aku!"
"Hm, siapa ini?" Ju-taihiap mengerutkan kening. "Apakah bukan Hek-i Hong-li, Giam Liong, nenek
yang pernah kau temui itu, atau barangkali Su Giok!"
"Su Giok?"
"Ya, cucu mendiang Pek-lui-kong itu. Ia sekarang lihai bukan main dan menjadi murid nenek bajuKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
230 hitam itu!"
Giam Liong tertegun. Tiba-tiba ia ingat gadis baju merah itu namun menggeleng. Kenangannya
terhadap gadis itu tak enak. Dan karena ia tak melihat bayangan hitam atau merah, ia tak melihat apa-apa
maka pemuda ini menarik napas dalam.
"Aku tak tahu, semuanya berjalan secara misterius. Tapi yang paling mengguncangkan aku adalah
peristiwa keempat kalinya, ayah. Di sini muncul sesuatu yang lain yang membuat aku tergetar dan seakan di
alam lain!"
"Apa yang terjadi."
"Peristiwa di sungai Huang-ho, cerita yang seperti mimpi. Waktu itu aku naik perahu dan empat
Majikan Hutan Iblis muncul di atas air!"
"Empat Majikan Hutan Iblis?"
"Benar, ayah, empat Majikan Hutan Ibils. Mereka sama-sama bertopeng dan sebentuk serta sebangun.
Tinggi dan potongannya sama, pendeknya empat manusia kembar!"
"Hm, baru kudengar ini. Lalu bagaimana?" Ju-taihiap tegang, membelalakkan mata.
"Aku berhenti, ayah, dan tentu saja terkejut. Mereka itu melangkah di atas air tanpa bantuan apapun,
seperti mahluk halus!"
"Ihh, benar-benar siluman. Mengerikan! Apakah bukan karena ilmu meringankan tubuh yung luar
biasa, Giam Liong. Masa ada orang dapat berjalan di atas air!" Tang Siu berseru dan nyonya muda itu
tampak pucat.
"Hm, berjalan di atas air dengan ginkang yang sudah mencapai tingkat tinggi bukan hal aneh, Tang
Siu. Aku atau Han Han dapat melakukannya. Tapi mereka itu mengambang dan benar-benar berjalan di atas
air, tidak menyentuh riak atau gelombangnya!"
"Ilmu hitam. Tentu sejenis Mo-seng-sut atau apa!"
"Benar, ayah, aku juga menduga begitu. Tapi yang ini lebih hebat lagi karena dapat lenyap dan hilang
di dalam air! Aku akhirnya menyerang dan menggerakkan golokku dan keempatnya tiba-tiba hilang ke
dalam air. Lalu ketika aku celingukan dan mencari sana-sini tiba-tiba perahuku terbalik dan aku jatuh di atas
air pula!"
"Hm!" Han Han ngeri. "Kau tentu harus berjungkir balik ke seberang, Giam Liong. Atau kau celaka
bertempur tanpa papan peluncur."
"Sama saja. Aku memang berjungkir balik dan mendarat di seberang. Tapi di sanapun mereka
mengejar dan tidak menyentuh tanah sama sekali, mengambang. Dan ketika aku mengamuk dan menusuk
atau membacok mereka maka ilmu roh yang dipunyai mereka itu membuatku sia-sia dan habislah harapanku
ketika itu!"
"Apakah orang yang selalu membantumu itu tak datang?"
"Akhirnya datang juga, namun bersamaan dengan itu terdengar suara menggelegar dan bunyi keras di
langit. Aku melihat bayang-bayang hitam tinggi besar menerkam dahsyat. Mahluk itu menampar sinar
kebiruan yang dilontarkan penolongku, meledak dan empat Majikan Hutan Iblis itu mencelat dan terlempar
tinggi ke langit. Selanjutnya ketika aku bengong, namun juga terlempar oleh ledakan dahsyat itu, mencelat
masuk sungai maka aku terbawa hanyut dan di dalam perjalanan ini aku serasa mimpi saja, ditarik dan
dibawa terbang seseorang!"
"Hm, seperti dongeng, tak masuk akal. Kau bukan pemuda biasa, Giam Liong. Kau adalah pemuda
yang pernah menggemparkan dunia persilatan. Masa begitu saja kau dibawa orang dan disambar terbang!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
231 "Benar, waktu itu aku terlempar dan mencelat ke sungai, ayah, aku terbanting dan kepalaku
membentur benda keras. Aku pening. Dan ketika pening serta setengah sadar itulah aku tahu-tahu merasa
dibawa terbang seseorang dan diajak meluncur tinggi sekali, menembus langit!"
"Kau rupanya terguncang otakmu," sang ayah menggeleng-geleng kepala. "Ceritamu benar-benar tak
masuk akal, Giam Liong. Agaknya guncangan demi guncangan yang kau terima membuatmu kacau!"
"Aku tidak merasa seperti itu," Giam Liong menggeleng, marah. "Aku sadar dan tidak mengalami
guncangan otak, ayah. Aku waras dan karena itulah kukatakan tadi bahwa ceritaku selanjutnya seperti
mimpi. Aku melihat mahluk tinggi besar menyerang seorang kakek bermuka merah, yakni yang menyambar
dan membawaku terbang itu. Lalu ketika keduanya bertanding hebat maka Huang-ho bergolak dan sungai di
bawahku itu membuih dan bergelombang besar. Pukulan-pukulan mereka tak kuat ditahan sungai itu hingga
seperti mendidih!"
"Hm, apakah kakek itu Sian-eng-jin."
"Bukan, lain lagi, ayah. Mahluk tinggi besar itu menyebutnya sebagai Song-bun-liong (Si Naga
Berkabung). Mereka bertanding hebat dan baru kali itu aku melihat pertempuran besar orang-orang sakti.
Langit seketika gelap dan hujan serta api sambar-menyambar. Gunung-gunung berderak dan Himalaya di
kejauhan sana menggelegar!"
Jilid XVI
"HEBAT sekali, seperti dongeng! Kalau tidak melihat kau bersungguh-sungguh tak mau aku percaya,
Giam Liong. Siapakah mereka yang bertempur itu dan bagaimana gunung dan sungai-sungai sampai berbuih,
apalagi Himalaya sampai menggelegar!"
Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Benar, ayah, aku juga rasanya seperti mimpi. Tapi sumpah bahwa semuanya itu betul-betul terjadi.
Aku sadar dan ingat baik-baik semua kejadian itu. Juga mahluk hitam tinggi besar yang akhirnya kukenal
sebagai Mo-bin-jin (Manusia Muka Iblis) itu!"
"Mo-bin-jin?"
"Ya, kakek dahsyat itu. Konon ia masih saudara dari Mo-bin-lo, pencipta Golok Maut ini!"
Ju-taihiap terbelalak dan ngeri. Han Han dan isterinya yang juga mendengarkan itu tampak berdiri
bulu kuduknya. Tiga orang ini merasa seram. Lalu ketika Giam Liong melanjutkan ceritanya betapa
pertandingan itu menjadi seru dan lebih dahsyat maka Himalaya akhirnya meletus, disusul oleh gununggunung berapi lain.
"Pukulan-pukulan mereka saling sambar seperti petir. Api menyembur dari puncak gunung-gunung
itu. Lalu ketika batu dan pasir-pasir panas memuncrat tinggi ke langit hitam maka angkasa menjadi merah
membara dan konon tempat tinggal para dewa di kahyangan menjadi korban. Bumi di mana gunung-gunung
itu berada justeru tak apa-apa, letusan itu menghantam tempat para dewa hingga di langit yang merah
membara muncul ribuan mahluk berpakaian serba putih, pundak bersayap. Lalu ketika aku sadar bahwa
itulah rupanya para dewa-dewi penghuni kahyangan maka Naga Berkabung yang menolongku itu berseru
keras melempar seuntai tasbeh yang bijinya berhamburan menyambar lawannya itu. Sinar merah di langit
membuat biji-biji tasbeh itu berkilauan, Mo-bin-jin tampak berteriak ketika satu dari biji-biji tasbeh itu
mengenai matanya. Dan ketika ia meraung dan balas melempar sepotong kain hitam maka api seketika
padam dan langit gelap gulita dan kakek penolongku itu terbanting dan jatuh ke bumi. Di sini aku tak tahu
lagi apa yang terjadi karena pingsan. Namun ketika aku sadar dan membuka mataku maka kulihat guratanguratan di tanah yang memberi tahu aku bahwa sebaiknya aku mencari Guci Penghisap Roh untuk
memusnahkan ilmu hitam yang dimiliki Majikan Hutan Iblis!"
"Eh, apa hubungannya dengan kakek iblis Mo-bin-jin itu?"
"Erat hubungannya, ayah. Karena konon kakek itu menurunkan ilmunya kepada Majikan Hutan Iblis
ini, lewat semacam ilmu hitam. Dan katanya masih ada seorang lagi yang berhubungan langsung dengan
Majikan Hutan Iblis itu, seperguruan Mo-bin-jin!"
"Eh, jadi ada yang lain lagi?"
"Benar, tapi untuk yang ini aku belum tahu. Aku merasa semuanya itu seperti mimpi, mimpi burukKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
232 tapi amat dahsyat!"
Jago pedang ini meremang lagi. Ia benar-benar merasa seram oleh cerita Giam Liong itu dan sampai di
sini Giam Liong berhenti. Pendekar ini memandang anak menantunya dan Han Han menarik napas dalamdalam. Kengerian juga melanda pemuda itu. Namun ketika Han Han mendesis dan mengepal tinju,
betapapun segala kejahatan tak boleh didiamkan saja maka pemuda itu berkata bahwa mereka tak perlu
takut.
"Aku tak mengalami sendiri ceritamu itu, tapi aku percaya padamu. Sekarang ada empat tokoh yang
kita kenal, Giam Liong, yakni Sian-eng-jin dan Hek-i Hong li serta Mo-bin-jin dan Naga Berkabung itu. Hm,
mereka orang-orang luar biasa yang agaknya bukan tandingan kita. Tapi meskipun kita tak nempil melawan
mereka bukan berarti kita harus takut. Aku teringat akan Guci Penghisap Roh itu, di mana dan bagaimana
kita mencarinya? Apakah itu benar-benar dapat melumpuhkan ilmu hitam yang dimiliki Majikan Hutan
Iblis? Bagaimana caranya?"
"Aku juga tak tahu, Han Han, tapi kakek Naga Berkabung itu menyuruhku begitu, dan aku percaya
padanya. Hanya aku juga bingung di mana harus mencari!"
"Dan Majikan Hutan Iblis ternyata sudah demikian banyak. Hm, ilmu aneh apa yang kita hadapi ini,
Giam Liong. Aku teringat akan kisah lama bahwa ada semacam ilmu hitam yang konon dapat merubah diri
menjadi banyak. Barangkali semacam ilmu hitam itu yang dipakai lawan kita, dan kalau ini benar maka
pusatnya yang harus dibunuh, bukan cadangan atau kembarannya!"
"Maksud ayah?"
"Ada semacam cerita lama yang dulu kuanggap dongeng, Giam Liong, yakni ilmu Merubah Ujud.
Ilmu ini, Jin-seng-sut (Peniru Badan) namanya konon dapat menciptakan tubuh-tubuh baru sesuai
pemiliknya yang asli. Dia dapat dipakai bukan untuk mencipta seorang dua saja melainkan belasan sampai
puluhan orang. Kalau pemiliknya sudah sedemikian hebat maka ratusan bahkan ribuan orang dapat dicipta,
persis dirinya. Dan kalau kau menghadapi demikian banyak Majikan Hutan Iblis maka aku curiga bahwa
ilmu hitam Jin-seng-sut ini yang dipergunakan, dan alangkah jahatnya itu, karena orang baik-baikpun dapat
dimasuki pengaruh dari ilmu ini hingga berubah seperti pencipta aslinya!"
Tang Siu mengeluarkan seruan ngeri. Nyonya itu pucat dan memeluk suaminya sementara Han Han
dan Giam Liong mengangguk-angguk. Giam Liong dapat mempercayai itu. Dan ketika ia menarik napas
dalam dan percaya, ia telah membuktikan sendiri maka si buntung ini berkata.
"Kalau begitu lawan yang kuhadapi adalah kembarannya, ayah. Pantas di mana-mana Majikan Hutan
Iblis ada dan muncul lagi. Kalau begitu yang asli belum kutemukan, belum kubunuh. Dan alangkah hebatnya
ia sekarang kalau kembarannya saja sudah seperti itu!"
"Ya, dan kita harus berhati-hati. Aku jadi tak tahu juga apakah lawan yang datang empat hari yang lalu
adalah Majikan Hutan Iblis yang asli, atau jangan-jangan iapun hanya kembarannya saja!"
"Kalau begitu bagaimana usaha kita sekarang. Dan eh, aku tak melihat Giok Cheng di sini. Mana
keponakanku itu!"
Giam Liong teringat dan heran memandang ke seluruh kamar. Setelah dia selesai bercerita dan ingat
akan jumlah keluarga ini maka bertanyalah dia tentang Giok Cheng. Anak perempuan Han Han itu tak
dilihatnya bersama ibunya, juga tidak bersama kakeknya. Tapi ketika Tang Siu terisak sementara Han Han
menarik napas dalam maka saudaranya itu berkata bahwa Giok Cheng dibawa orang.
"Anak itu sudah tak ada di sini lagi, diserahkan isteriku. Sewaktu aku datang aku juga tak melihat
anakku, Giam Liong, apalagi kau."
"Dibawa orang? Diserahkan isterimu?"
"Benar," Ju-taihiap menerangkan dan melirik menantunya itu. "Tang Siu menyerahkannya kepada
nenek Hek-i Hong-li itu, Giam Liong, yakni ketika nenek itu dan Su Giok menolong kami dari kekejaman
Majikan Hutan Iblis. Kami hampir binasa dan nenek itu meminta Giok Cheng....."
Giam Liong tertegun. Ju-taihiap tak menceritakan betapa menantunya itu memang sengaja ingin
menyerahkan anaknya kepada nenek sakti itu, menandingi atau tak mau kalah dengan putera Giam Liong
yang dibawa kakek sakti Sian-eng-jin. Tapi ketika Giam Liong mengangguk-angguk dan Tang Siu
menunduk maka Han Han yang mengomel.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
233 "Isteriku memberikannya tanpa sepengetahuanku, kalau tidak mungkin tak kuperbolehkan. Sudahlah
kita tak usah bicara tentang Giok Cheng, Giam Liong. Aku ingin tahu bagaimana dengan kita sendiri, musuh
kita yang semakin sakti itu!"
"Hm, saat itu kau di mana?" Giam Liong masih bicara soal Giok Cheng. "Apakah tak ada di rumah
ketika Majikan Hutan Iblis ke sini?"
"Aku ke Lam-hai, menengok guruku. Dan ketika aku datang semuanya itu sudah terjadi."
"Sudahlah tak perlu bicara itu lagi," Ju-taihiap memotong dan menganggukkan kepalanya. "Apa yang
dikata Han Han benar, Giam Liong, bagaimana sekarang kita menghadapi manusia iblis itu. Dan aku teringat
bahwa kakek sakti Sian-eng-jin maupun nenek Hek-i Hong-li rupanya terikat sesuatu hingga tak boleh
campur tangan secara langsung."
"Benar," Tang Siu tiba-tiba berseru. "Jahanam itu tak takut kepada siapapun, Giam Liong, berkata
bahwa kakek itu terikat sumpah. Entahlah bohong atau tidak adanya!"
"Kupikir benar," Ju-taihiap menganggukkan kepala. "Nenek Hek-i Hong-li itupun hanya menyuruh Su
Giok dan tidak turun tangan sendiri."
"Kalau begitu apa yang terjadi dengan orang-orang sakti itu. Rupanya kita jadi seperti hidup dalam
alam dongeng!"
"Hm, kupikir satu yang dapat menolong kita, Han Han, yakni kakek dewa Bu-beng Sian-su.
Bagaimana kalau kita mencari dia."
"Benar, aku juga teringat Sian-su, ayah. Hanya dia yang dapat menolong kita!"
"Tapi kakek ini luar biasa, datang dan perginya tak ada yang tahu. Ah, bagaimana mencarinya, ayah?
Sedangkan di tempat tinggalnya saja selalu kosong!"
"Hm, kau benar. Lembah Malaikat memang jarang didiami. Tapi kita wajib berusaha, Han Han,
setidak-tidaknya dengan getaran batin. Marilah kita cari dia dengan cara kita dan mudah-mudahan dapat
menolong!"
Han Han dan Giam Liong mengangguk-angguk. Kalau sudah demikian banyak orang-orang sakti
muncul di luar kepandaian mereka maka hanya kakek itulah yang dapat ditoleh, dimintai tolong. Tapi karena
kakek ini bukan manusia biasa dan pergi atau datangnya seperti dewa, belum tentu datang kalau diundang
dan kadang-kadang muncul kalau tidak disangka maka Ju-taihiap yang pernah menjadi murid kakek itu
meminta putera-puteranya mengadakan getaran kontak batin. Biasanya dengan begitu mereka dapat berhasil.
Maka ketika hari itu Giam Liong beristirahat di tempat ayah angkatnya ini, menyembuhkan luka sekaligus
guncangan yang diterima maka Hek-yan-pang memasang kewaspadaan penuh dan diam-diam bertanya apa
yang sesungguhnya terjadi pada orang-orang luar biasa yang sudah tidak terhitung sebagai manusia itu,
orang-orang "super" yang layaknya seperti siluman atau iblis yang menakutkan!
* * * Kita tinggalkan sejenak kegalauan di tempat jago pedang dan putera-puteranya itu. Kita tengok di
sebuah tempat di puncak gunung yang tinggi, Sian-thian-san (Gunung Para Dewa). Di tempat ini, jauh dari
keramaian dunia seorang anak laki-laki sedang duduk bersila menghadap seorang kakek yang duduk di atas
batu hitam. Anak laki-laki itu, yang usianya kurang lebih dua belas tahun tampak duduk dengan tenang tanpa
baju. Dia hanya mengenakan celana pendek putih sederhana, bertelanjang kaki dan tidak memakai apa-apa
lagi dan orang akan terkejut melihat betapa tempat yang diduduki anak ini adalah sebongkah es besar yang
beruap dan dingin membeku. Hawa di sekitar situ juga dingin luar biasa terbukti dengan kabut yang lewat di
puncak gunung. Dari bawah kabut atau awan putih ini bergerak naik, perlahan dan berat sementara daundaun atau pohon yang dilewati tiba-tiba mengeluarkan bunyi seperti es berdetak, langsung memutih dan beku
seketika. Dan ketika awan berat atau kabut dingin itu terus bergerak naik, pohon atau dedaunan masih beku
memutih maka dapat dibayangkan betapa dinginnya uap atau kabut berat itu. Dan seekor kelinci hutan tibatiba berteriak kaget. Kelinci yang meloncat dan hendak bersembunyi memasuki semak-semak namun
terlambat itu tiba-tiba disergap kabut ini. Hawa luar biasa dingin dan membekukan tulang rupanya membuat
kelinci itu berat meloncat. Ia terbungkus dan melonjak-lonjak sejenak, roboh dan tiba-tiba kejang untuk
akhirnya tewas ketika kabut meninggalkan dirinya, bergerak dan terus naik ke atas sementara kelinci itu
telah beku. Tubuh dan bulunya kaku mencuat bagai duri-duri dingin. Begitu hebatnya kabut atau awanKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
234 dingin itu. Dan ketika kabut terus naik ke atas sementara yang di bawah masih juga menyusul, keadaan
menjadi gelap oleh puluhan bahkan ratusan kabut putih ini maka anak di puncak gunung yang sama sekali
tak berbaju dan bertelanjang kaki itu enak saja bersila menghadapi kakek di depannya yang duduk di batu
hitam.
"Ha-ha, ujian pertama mulai. Pek-mo-in akan menyerangmu .dan menutup puncak selama tiga hari
tiga malam, Sin Gak. Inilah hari yang kutunggu-tunggu dan berhati-hatilah. Aku duduk di sini menunggumu
dan kerahkan sinkangmu (hawa sakti) ke pusar. Awas, buka semua jalan darah dan biarkan mujijat Pek-moin menyerap masuk ke tubuhmu!" Sin Gak, anak itu mengangguk tenang. Dia memandang kakek di
depannya dengan mata bersinar-sinar sementara kabut di bawahnya terus bergerak naik. Kabut itu bersatu
dengan kabut-kabut lain dan ketebalannya kini semakin menggila saja. Semakin tinggi semakin berat
bertemu teman-temannya, menyatu dan membentuk gumpalan awan tebal yang dinginnya semakin luar
biasa. Di bawah gunung mereka masih memiliki ketebalan seinci dua inci, semakin tinggi semakin berat dan
memiliki ketebalan dua tiga kaki. Lalu ketika terus naik ke atas dan ketebalannya sudah enam atau tujuh
meter, orang tak mungkin dapat bernapas dibungkus kabut ini maka mautlah ancamannya bagi siapa yang
berani coba-coba!
Tapi anak itu masih tegak di situ, duduk tak bergeming. Awan semakin berat dan mengeluarkan
ledakan-ledakan ketika membentur dinding gunung, sebagian pecah dan jatuh membentuk sebongkah es
besar. Paling kecil sebesar kepala gajah! Dan ketika kabut raksasa itu sudah semakin dekat dan berat
mendekati puncak, berarti juga anak laki-laki itu maka sebatang pohon tiba-tiba tumbang dihantam kabut
tebal raksasa ini. Dan jarak dengan anak itu sudah tinggal beberapa meter saja!
"Ha-ha, awas, Gak-ji (anak Gak). Pek-mo-in datang!"
Anak itu menoleh. Rupanya terkejut oleh bunyi pohon tumbang iapun menggerakkan kepala ke
belakang. Batu es yang didudukinya retak, tergetar oleh derak pohon roboh itu. Tapi ketika wajahnya malah
berseri-seri dan anak ini berseru keras mendadak ia memutar tubuhnya membalik menyambut kabut tebal
dingin itu, si raksasa berhawa maut.
"Pek-mo-in, kemarilah. Bungkuslah aku, satukan tubuhmu!"
Si kakek tertawa bergelak. Entah bagaimana mendadak ia lenyap, Sin Gak merentangkan tangan dan
bergeraklah awan raksasa itu membungkus. Mula-mula . ujungnya menyentuh jari-jari si bocah, Sin Gak
tampak tergetar dan ujung tulang jarinya berkeratak. Jari itu seketika putih, beku. Lalu ketika Pek-mo-in
menjalar dan membungkus lengan serta bagian depan wajah anak ini maka Sin Gak terbatuk dan seketika tak
dapat bernapas. Uap beku memasuki kedua lubang hidungnya.
"Tahan napas, buka semua jalan darah. Biarkan mujijat Pek-mo-in memasuki tubuhmu!"
Anak ini tergetar. Jelas dia merasa kedinginan dan pucat namun tak mau menyerah begitu saja. Awan
raksasa dingin tebal yang membekukan tulang diterima, jalan darahnya dibuka dan masuklah uap dingin itu
ke segenap syarafnya. Dan ketika ia menjadi kaku namun sadar sepenuhnya, sang guru meneriakkan aba-aba
untuk menghembus dan menahan napas maka tampaklah kejadian aneh yang indah namun mendebarkan.
"Kerahkan sinkang, tiup dan dorong Pek-mo-in di lubang hidungmu. Bagus, sedot dan hembuslah
kuat-kuat, Gak-ji. Tujukan perhatian pada kabut di depan mulut. Buka, hembus kuat-kuat!"
Awan berlubang tapi menutup lagi. Sin Gak memperhatikan aba-aba gurunya dan perhatian terpusat
pada serangan kabut ini. Bagian yang paling berbahaya adalah di depan hidung dan mulut. Sekali lengah uap
beku bisa menutup segala-galanya. Ia memperbolehkan Pek-mo-in memasuki tubuhnya tapi bukan hidung
dan mulut. Dua bagian ini harus dicegah dan dilindungi. Paru-parunya tak boleh kemasukan kabut berbahaya
itu. Maka ketika ia menghembus dan Pek-mo-in terdorong, datang dan dihembus lagi maka tubuh anak itu
sudah tertutup rapat kecuali dua lubang di bagian mulut dan hidung ini.
"Ha-ha, bagus. Hembus dan sedot lagi. Bagus, hembus dan sedot lagi, Sin Gak. Dorong Pek-mo-in di
depan hidung dan mulut sekuat tenaga. Serap kekuatan mujijat pengaruh gaib Pek-mo-in ke seluruh
tubuhmu. Biarkan seluruh syarafmu menerimanya!"
Anak itu berjuang. Sin Gak mula-mula merasa mampu namun awan raksasa itu semakin tebal saja.
Kabut yang semula tebalnya enam tujuh meter ini menjadi bertambah. Hal ini disebabkan kabut di bawahnya
menyatu dan menggumpal, naik tapi tertahan di situ dan akibatnya anak ini merasa tekanan yang dahsyat.
Pek-mo-in yang berkumpul dan menyatu di situ sudah setebal sepuluh meter. Lalu ketika perlahan-lahan
semakin tebal dan berat, anak itu merasa ditindih beberapa ekor gajah maka kakek di luar yang tidak
kelihatan itu berseru agar dia tidak kehilangan kesadaran.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
235 "Awas, jaga bagian hidung dan mulut. Jangan biarkan dua tempat ini tertutup rapat, Sin Gak. Hembus
dan dorong mereka kuat-kuat agar tak menutupi hidungmu!"
Anak itu pucat. Ia mulai gemetaran dan dingin luar dalam. Dari dalam ia diserang Pek-mo-in
sementara dari luar oleh kabut yang kian tebal itu. Puncak gunung sekarang tertutup rapat dan ketebalan
awan ini sudah lima belas meter. Dua lubang kecil yang dibuat Sin Gak tertutup dan berlubang berulangulang. Sin Gak harus menyedot udara dari luar sementara menghembus Pek-mo-in agar tidak menutupi jalan
pernapasannya. Dan ketika ia megap-megap namun si kakek membentaknya agar bertahan sekuat tenaga, ia
harus menerima mujijat positip dari Awan Iblis ini maka Pek-mo-in (Awan Iblis Putih) sudah membekukan
puncak gunung dan satu demi satu pohon-pohonpun tumbang dihantam awan raksasa ini.
Sin Gak benar-benar berjuang mati hidup sementara gurunya berteriak-teriak. Awan yang semakin
tebal dan membukit itu kian berat menindih. Simpul-simpul syaraf yang dimasuki Pek-mo-in ini juga mulai
penuh, anak itu tergetar dan bergoyang-goyang. Dan ketika awan ini menggumpal dahsyat, lubang di depan
hidung dan mulut Sin Gak lebih sering tertutup daripada terbuka maka kakek itu berseru dan tiba-tiba
muncul menghantamkan tangannya ke depan.
"Sin Gak, anak tolol kau. Kalau kau mampus ditelan Pek-mo-in ini maka ibu atau ayahmupun tak
dapat mengampunimu lagi. Heh, sadar, anak busuk. Tutup hidungmu rapat-rapat dan kini hembuslah Pekmo-in dengan mulutmu kuat-kuat!"
Anak itu tersentak. Gurunya menghantam awan raksasa itu dan kabut di depan mukanya hancur.
Ledakan membuat ia sadar. Dan ketika sejenak ia melihat gurunya di sana dengan mata melotot, awan
menutup dan bergerak menggumpal lagi maka tiba-tiba ia berseru keras menyemburkan hawa dari mulutnya,
kuat-kuat.
"Suhu, aku masih ingin melihat ayah ibuku. Lihat Pek-mo-in kugempur dan aku ingin hidup!"
Awan di wajah anak ini membuyar. Semburan kuat dari mulut anak itu membuat si kakek tertawa
bergelak. Hal itu menandakan bahwa simpul-simpul syaraf anak ini telah kemasukan Pek-mo-in-kang
(Tenaga Awan Iblis), dahsyat menggetarkan dan robohlah awan di depan wajah itu. Dan ketika si kakek
tampak kembali namun anak itu tetap duduk membeku, kaki dan tangannya tak dapat digerakkan maka
kakek itu berseru agar semua kekuatan di simpul syaraf digerakkan ke daerah pusar.
"Kau telah menerima mujijat Pek-mo-in-kang, satukan ia di tan-tian (pusat). Heh, jangan biarkan
mereka berlarian, Sin Gak. Kejadian begini belurn tentu sepuluh tahun terjadi. Ayo, gerakkan siku dan kedua
lututmu bersamaan"
Anak itu terbelalak. Ia mencoba menggerakkan siku dan lututnya akan tetapi gagal, persendian dua
tempat itu kaku. Seluruh tubuhnya sesungguhnya telah beku oleh sergapan Pek-mo-in itu. Tapi ketika si
kakek tiba-tiba melancarkan totokan dan sinar merah menembus awan putih maka siku dan lutut anak itu
dapat digerakkan.
"Heh, cepat dan jangan buang waktu lagi. Gerakkan lutut dan sikumu, Sin Gak. Atau nanti beku
kembali dan kau tak dapat menyalurkan Pek-mo-in-kang!"
Anak itu girang. Akhirnya ia berseru bahwa lutut dan sikunya dapat digerakkan, simpul syaraf
mengalir kencang di bagian ini, tempat itu telah terbuka. Lalu ketika tempat-tempat lain juga digerakkan dan
tenaga dahsyat mengalir bagai air banjir, itulah Pek-mo-in-kang yang telah rnengendap dan memenuhi
ujung-ujung syarafnya maka kakek itu menghilang dan tertawa bergelak di luar kabut dingin.
"Bagus, sekarang tiuplah mulut kuat-kuat. Lihat betapa kabut di depanmu akan buyar, Sin Gak,
mereka pasti berantakan dan hancur!"
Anak itu meniup. Hawa yang dahsyat tiba-tiba menghembus, tenaga dari Pek-mo-in-kang bekerja.
Dan ketika kabut di depannya buyar dan pecah, bukan lagi lubang kecil sebesar tiupan mulutnya maka awan
meledak dan terlemparlah bagian depan kabut dingin itu menghantam dinding.
"Blarrr!"
Sin Gak tercengang sendiri. Ia ternyata mampu mendorong mundur kabut raksasa itu, tertawa dan
meniup lagi kuat-kuat. Lalu ketika kabut terpental dan meledak menghantam dinding gunung maka gurunya
terbahak-bahak dan menyuruh ia menggerakkan tangan mendorong.
"Bagus, pergunakan tanganmu, Sin Gak. Sekarang pergunakan tanganmu, dorong dan pukul kuat-Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
236 kuat!"
Anak itu mengangguk. Ia telah meniup dengan mulutnya dan kini bergerak melepas tangan ke depan.
Angin tiba-tiba menyambar dan pecahlah kabut raksasa itu, meledak. Dan ketika awan tebal itu hancur
Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berantakan, datang dan menyerang lagi maka berulang-ulang anak ini menggerakkan kaki tangannya
mendorong dan menampar, menerima petunjuk-petunjuk dari gurunya dan tiba-tiba berdirilah anak itu
menahan beban. Ia telah mengangkat tangan tinggi ke atas dan gumpalan kabut raksasa berada di telapaknya.
Lalu ketika dia mendorong dan membentak nyaring maka kabut itu terlempar dan mencelat tinggi bagai
sebongkah batu raksasa putih sebesar bukit, enam atau tujuh meter.
"Bagus, ha-ha, bagus. Terima. dan lempar lagi, Sin Gak. Lempar lebih tinggi!"
Anak itu berseri. Ia mengangguk dan menerima kabut raksasa itu dan mendorongnya lagi, membentak.
Kabut terlempar lagi lebih tinggi. Lalu ketika kabut itu jatuh diterima lagi, dilempar dan diterima maka anak
ini seolah bermain-main dengan sebuah bola raksasa yang amat mentakjubkan. Kabut itu sudah setinggi
bukit dan orang akan merasa kagum bukan main akan kehebatan anak ini. Pek-mo-in adalah gumpalan air
yang siap pecah, awan beku itu bukanlah barang main-main. Dan ketika akhirnya benda raksasa itu meledak
dan pecah, bongkahan es sebesar kerbau melayang jatuh maka Sin Gak tertimpa tapi benda itu malah hancur
sendiri bertemu anak ini. Dan kabut di bawah gunung melayang naik lagi, berkumpul dan menyatu untuk
kemudian menyergap anak itu. Sin Gak telah menyerap Pek-mo-in-kang dan anak itu mendorong dan
melempar lagi kabut ini tinggi-tinggi, meledak dan hancur untuk kemudian menerima yang lain lagi. Dan
ketika kejadian itu terus berulang-ulang sampai tiga hari tiga malam, kakek di luar itu terbahak-bahak maka
awan tebal ini akhirnya habis dan sisanya yang lain tak berani mendekati puncak Sian-thian-san lagi, gentar
terhadap anak itu, menyingkir dan lari menjauh meninggalkan si bocah sakti!
"Ha-ha, selesai. Kau telah berhasil menerima dan melatih Pek-mo-in-kang. Di dunia ini takkan ada
tokoh-tokoh kelas satu yang mampu menandingimu, Sin Gak. Jago pedang Ju-taihiappun tak akan menang.
Ha-ha, cukup. Selesai sudah!"
Sin Gak terduduk. Anak ini jatuh dan kelelahan namun wajah dan pandang matanya tetap berseri-seri.
Ia telah mampu mendorong awan raksasa, awan bukan sembarang awan karena itulah Awan Iblis yang
membekukan tulang. Tersentuh sedikit saja orang dapat tewas. Maka ketika gurunya berseru dan ia
terhuyung roboh, akhirnya kelelahan maka kakek itu menyambarnya dan mendudukkannya di batu hitam.
"Kau pantas bertahta di sini. Mulai sekarang Sian-thian-san adalah milikmu, Sin Gak. Sejak hari ini
kau mulai belajar sendiri!"
Anak itu terbelalak, mengusap keringat. "Maksud suhu?"
"Aku sudah menggemblengmu cukup, tugas terakhir memberimu Tenaga Awan Iblis sudah selesai.
Nah, kita duduk dan setelah itu aku pergi!"
"Suhu...!"
"Dengar. Sudah kuberitahukan kepadamu bahwa gurumu terikat sumpah, Sin Gak. Bahwa aku tak
boleh mencampuri urusan dunia secara langsung. Nah, kaulah wakilku, dan akan kuceritakan padamu sebuah
rahasia yang tak diketahui orang!"
Anak itu terkejut. Ia tiba-tiba mau menangis namun air mata yang siap runtuh mendadak beku. Pekmo-in-kang, tenaga yang dimilikinya tiba-tiba bekerja secara otomatis. Begitu ia menguatkan hati begitu pula
air mata itu membeku. Lalu ketika ia menarik napas dalam-dalam dan mencabut air mata itu, yang menempel
di bulu matanya maka kakek di depannya kagum karena secepat itu anak ini mampu mengeraskan hatinya.
Pandang matapun tiba-tiba dingin dan acuh!
"Baiklah, suhu boleh bercerita dan silakan pergi kalau memang begitu. Aku akan mendengarkan baikbaik tapi ceritakan kepadaku di mana ayah ibuku berada, anak siapa aku ini."
"Hm, kau seperti bapakmu," kakek itu kagum, teringat si Naga Pembunuh Giam Liong. "Kau adalah
putera seorang gagah yang ditakuti banyak orang, Sin Gak. Ayahmu adalah Giam Liong, julukannya Naga
Pembunuh. Kau dapat menemui ayahmu tapi sebaiknya jangan berterus terang dulu. Kau masih harus
melakukan tugas yang hendak kupikulkan di pundakmu."
"Hm, tugas apa?"
"Tugas berat, tugas yang berbahaya. Kau berani menerimanya?"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
237 Mendadak anak itu mengedikkan kepala, matanya mencorong dan berkilat. "Percuma aku menjadi
muridmu kalau tak berani menghadapi bahaya, suhu. Katakanlah tugas apa itu dan biar menerjang lautan
apipun akan kulaksanakan!"
"Ha-ha, kau gagah, pemberani. Juga keras hati dan keras kemauan seperti bapakmu. Bagus, aku
bangga kepadamu, Sin Gak, tapi kau belum cukup dewasa untuk mengetahui tipu daya manusia. Dengarlah,
kau akan berhadapan dengan murid Te-gak Mo-ki (Si Bencong Dari Neraka) yang amat hebat itu. Kau harus
melengkapi dirimu dengan sebuah benda untuk mengalahkannya, atau kau gagal dan tak akan menang
meskipun telah mewarisi Pek-mo-in-kang!"
"Hm, Te-gak Mo-ki? Bukankah itu musuh suhu yang amat sakti?"
"Benar, bocah, tapi musuhku bukan ini saja. Ada satu lagi yang lain yang tak kalah berbahaya, dan
sekarang aku akan bercerita!"
"Hm, ceritalah. Aku akan mendengar tapi suhu katakan dulu di mana aku dapat menemukan ayah
ibuku tadi, Si Naga Pembunuh itu."
Kakek itu tertawa. Ketika dia hendak bercerita yang lain tapi tiba-tiba kembali dan dipotong seperti itu
maka iapun menjadi geli, mau tak mau mengangguk-angguk dan sadar bahwa anak ini tak dapat melupakan
orang tuanya. Memang benar bahwa dia adalah Sin Gak putera. Giam Liong, sementara kakek itu siapa lagi
kalau bukan si kakek sakti Sian-eng jin. Dan ketika kakek itu mengurut-urut janggutnya dan menghentikan
tawanya maka dia berkata bahwa ayah dari anak itu dapat dicari di dunia kang-ouw, terutama di Lembah
Iblis.
"Kita di dunia lain yang tak pernah didatangi orang. Kalau kau ingin mencari ayahmu maka tentu saja
kau harus turun gunung, Sin Gak, dan jauh lebih mudah mencari ayahmu itu daripada mencari tempat ini,
Gunung Para Dewa. Aku akan memberimu petunjuk tapi setelah nanti kau mendengar ceritaku. Ada rahasia
besar yang hendak kuberitahukan. Aku harus pergi dan sudah waktunya berpisah denganmu. Ingat, seminggu
yang lalu aku sudah memberi tahu"
"Baik," anak itu menggigit bibir. "Kau boleh bercerita, suhu, baru setelah itu ayahku."
Kakek ini kagum. Sin Gak ternyata mampu menahan diri menekan urusan pribadi, dingin dan acuh
setelah diharuskan mendengar cerita yang lain dulu. Dan ketika anak itu memandangnya bersinar tapi kakek
ini mandengar suara berkeruyuk tiba-tiba ia tertawa dan melempar sebungkus roti kering, juga sebotol arak.
"Kau lapar, tak enak mendengar suara perutmu. Nih, makan dan isi perutmu, Sin Gak. Kenapa tak bilang
bahwa kau lapar!"
Anak ini semburat. "Suhu mengajarkan bahwa kepentingan sendiri sebaiknya dikalahkan dengan
kepentingan orang lain. Nah, aku ingin mendahulukan kepentingan suhu dan menahan kepentinganku
sendiri. Aku siap mendengarkan suhu dan silakan bercerita, aku dapat menahan lapar!"
"Ha-ha, tidak. Bicara sambil mendengarkan perutmu bernyanyi membuat aku tak suka, Sin Gak.
Makanlah dan biar aku bercerita sambil kau mengisi perutmu. Hayo, ambil roti itu!"
Anak ini menggigit roti kering itu. Setelah tiga hari tiga malam menghadapi Awan Iblis memang ia
lapar dan haus juga, perasaan yang tak begitu ditonjolkan karena gurunya ada di situ. Bukan takut melainkan
tak mau dikata sebagai anak tak tahan lapar. Derita seperti itu baginya kecil saja, karena ia pernah duduk
samadhi tujuh hari tujuh malam di udara terbuka, menghisap sari-sari tenaga bumi yang lepas dari kulitnya.
Tapi ketika gurunya sudah melemparkan roti itu dan juga arak pelepas haus maka iapun meneguk arak ini
dan mendorong sedikit saja roti yang telah memasuki kerongkongan.
"Bagus, kalau begini aku senang. Tak rugi mempunyai murid yang tahan banting, Sin Gak. Kau
membanggakan gurumu!"
"Suhu berceritalah, aku siap mendengar," anak itu menegur. "Aku mulai tertarik kepada ceritamu,
suhu. Katakan siapa musuhmu yang lain itu. Kau sudah menyinggung-nyinggung tentang Te-gak Mo-ki ini
tapi belum yang lain."
"Ha-ha, kau tak sabar. Baiklah, Sin Gak. Kuceritakan padamu bahwa di atas dunia ini terdapat lima
tokoh yang sekarang hanya boleh sebagai bayang-bayang!"
"Nanti dulu, apa maksud suhu dengan di atas dunia itu. Apakah selama ini aku dan suhu tak berada di
dunia!" anak itu memotong.Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
238 "Ha-ha, benar, Sin Gak. Tapi terikat olehmu maka hari ini aku masih berada di bumi. Artinya sebelum
ini aku berada di antara udara dan tanah seperti empat tokoh yang lain!"
"Hm, menarik sekali. Coba suhu lanjutkan."
"Kau sudah mendengar tentang Hek-i Hong-li?"
"Nenek sakti sahabat suhu itu?"
"Uwah, aku tak pernah mengatakannya sebagai sahabat, Sin Gak. Nenek itu sering memusuhiku!"
"Tapi suhu mengatakannya sebagai rekan...."
"Benar, tapi bukan sahabat. Rekan dan sahabat adalah berbeda. Kami memang rekan tapi bukan
sahabat!"
Anak itu mengangguk geli. "Baiklah," katanya tak mau ambil pusing. "Ada apa dengan nenek ini dan
apakah suhu akan bertanding dengannya."
"Aku jarang bertanding, tapi sering cekcok mulut. Ha-ha, aku dan dia tak pernah akor, Sin Gak, tapi
menghadapi satu hal kami sering bersatu hati. Dan itu adalah tentang musuh-musuh kami yang sama! Eh,
kau sudah mendengar nama Mo-bin-jin?"
"Mo-bin-jin (Manusia Muka Iblis)? Hm, seram sekali. Suhu belum pernah bercerita."
"Baik, dan Song-bun-liong?"
"Naga Berkabung? Ah, lagi-lagi juga belum, suhu. Semua ini baru kudengar!"
"Bagus, dan sekarang ketahuilah bahwa Mo-bin-jin dan lain-lain itu adalah lima tokoh di luar dunia
yang kusebutkan itu. Kami berlima adalah orang-orang satu perguruan, begitu asalnya. Tapi ketika masingmasing berkembang dan berpisah satu sama lain maka akhirnya terjadi baku hantam dan kamipun pecah,
saling membenci!"
"Hebat sekali. Kalau begitu suhu dan lain-lain itu tunggal guru? Tapi kenapa pecah dan akhirnya
bermusuhan? Eh, aneh sekali mendengar ini, suhu. Kenapa kawan menjadi lawan!"
"Ceritanya panjang," kakek itu menarik napas dalam, "tapi semua itu berawal dari tingkah laku buruk
Mo-bin-jin dan Te-gak Mo-ki itu. Mereka dulu tak punya julukan seperti itu, Sin Gak, tapi setelah sepak
terjang menentukan segalanya maka dua saudaraku itu berubah!"
"Apa yang terjadi," anak itu tertarik. "Dapatkah suhu ceritakan kepadaku agar aku mengerti."
"Memang akan kuceritakan, tapi mungkin ada yang tak kau mengerti, Sin Gak. Ini peristiwa panjang
dari cinta dan nafsu!"
"Hm, apa itu," anak ini memang kurang mengerti. "Nafsu dan cinta yang bagaimana, suhu. Bukankah
cinta selalu baik dan menjadi sumber dari segala kehidupan. Kau sering mengatakan ini."
"Benar, tapi cinta yang itu lain dengan cinta yang ini, Sin Gak. Ini adalah cinta antara lelaki dan
perempuan. Ah, kau sebenarnya masih terlalu kecil mendengarkan ini!"
Anak itu berkerut kening. Bicara tentang cinta wanita dan pria memang dia belum tahu. Dia baru dua
belas tahun, belum matang, apalagi sejak kecil sampai sekarang selalu berdekatan dengan gurunya ini, yang
juga laki-laki. Maka ketika dia merasa heran dan bingung, cinta yang dikatakan gurunya itu berbeda dengan
cinta sehari-hari yang sering didengar maka dia membelalakkan mata dan memandang gurunya itu.
"Suhu, selama ini kau bicara tentang cinta antara alam dengan manusia, antara alam dengan binatang
dan tumbuh-tumbuhan. Lalu cinta yang bagaimanakah cinta antara pria dan wanita itu? Apakah mereka juga
seperti alam yang selalu rnemberi dan memberi?"
"Ha-ha, yang ini lain, Sin Gak. Cinta mereka itu bersifat menuntut dan meminta, bukan memberi.
Bahkan kalau perlu memaksa. Dan karena cinta yang ini lain dengan cinta yang sering kukatakan, cinta alam
kepada isinya maka cinta terakhir ini mengundang permusuhan, bahkan pembunuhan!"
"Hm, mengerikan sekali. Keji. Kalau begitu aku tak suka akan cinta yang seperti itu, suhu. Aku tak
akan berhubungan dengan wanita!"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
239 "Ha-ha, tak mungkin. Lelaki dan wanita sudah kodrat untuk bertemu!"
"Aku akan menghindar."
"Bodoh, kalau begitu kau tak akan ada. Kalau semua laki-laki berpikiran seperti dirimu maka tak akan
ada anak-anak lahir baru, Sin Gak, dan ayahmu juga tak akan bertemu ibumu!"
"Kenapa suhu tiba-tiba menyangkutpautkan ibuku? Apa hubungannya itu?"
"Eh, bukankah ibumu juga seorang wanita? Bicara tentang wanita berarti juga bicara tentang ibumu,
Sin Gak, karena ibumu juga wanita!"
"Tapi ibuku tentunya juga tak mempunyai sifat cinta yang seperti itu, meminta dan bahkan menuntut!"
"Wah, sukar bicara tentang ini. Kau masih terlalu kanak-kanak, Sin Gak, aku tak dapat
menjelaskannya lebih jauh. Pokoknya gara-gara cinta seperti ini maka kami lima tokoh pecah, bahkan
bermusuhan!"
Anak itu tiba-tiba menjadi dingin. Ia mendadak tak senang mendengar itu karena teringat ayah ibunya.
Masa ayah ibunya juga seperti itu. Dan ketika ia acuh mendengar kakek itu bercerita maka iapun seakan tak
bernafsu mendengarkan lebih jauh.
"Kami berlima adalah empat laki-laki dan satu wanita, semuanya mula-mula berjalan biasa. Tapi
ketika kami turun gunung dan menjalankan darma bakti sendiri-sendiri maka perubahan menyolok tiba-tiba
muncul. Dan yang membuat ulah adalah Te-gak Mo-ki itu!"
"Apa yang dia lakukan?" Sin Gak tertarik juga, mengangkat muka.
"Saudara kami nomor tiga ini membuat kejutan. Ia berhubungan dan akrab dengan laki-laki,
maksudku...."
"Ah, cocok itu. Betul!" Sin Gak tiba-tiba berseru, memotong. "Daripada berhubungan dengan wanita
lebih baik dengan sesama lelaki, suhu. Kau tadi bilang bahwa cinta antara lelaki dan perempuan hanya
menimbulkan permusuhan belaka. Itu betul!"
"Hush, apanya yang betul?" sang kakek melotot. "Justeru ini lebih tidak waras lagi, Sin Gak. Kalau
begini semuanya dunia bakal kacau. Itu tidak betul!"
"Apanya yang tidak betul," anak itu menukas, terbelalak. "Bukankah wanita dan laki-laki hanya
menimbulkan keributan melulu, suhu. Kau tadi bilang begitu!"
"Bodoh, tolol goblok! Cinta sesama lelaki bukan cinta yang wajar, Sin Gak, itu melanggar hukum
alam. Lelaki pasangannya wanita, bukan lelaki dengan lelaki. Kalau lelaki mencintai lelaki maka dunia ini
tak akan berkembang!"
"Tapi suhu juga lelaki, dan suhu mencintai teecu (aku, murid) yang juga lelaki!"
"Wah, ini lain lagi, Sin Gak. Aku dan kau tak pernah mengadakan hubungan intim!"
"Hubungan intim? Hubungan apa itu?"
"Wah, repot kujelaskan. Tapi barangkali kau pernah melihat sepasang kelinci bermain cinta!"
"Maksud suhu sepasang kelinci betina dan jantan yang saling melompati punggung itu? Yang
pejantannya nakal menggigit telinga dari atas?"
"Ya-ya, begitu, kurang lebih begitu. Empat hari yang lalu kau pernah bertanya tentang ini dan
kujelaskan bahwa kelinci itu sedang bercinta. Jantan dan betina itu saling memadu kasih, Sin Gak, bercinta
secara wajar. Tapi kalau jantan bercinta dengan jantan maka itu tidak wajar dan melanggar wet alam, dan ini
tidak betul, karena yang ada hanya nafsu dan pelampiasan berahi!"
Anak laki-laki itu terbelalak. Ia belum mengerti karena memang belum dewasa, belum akil baliq.
Maka ketika dia agak bingung dan gurunya juga sedikit repot, bicara dengan anak sekecil itu masih belum
masanya maka kakek itu mendecakkan mulut dan berpikir keras bagaimana menerangkan yang pas.
"Wah, aku bingung. Bagaimana menjelaskannya kepadamu."Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
240 "Aku juga, suhu. Bingung bagaimana menerima maksudmu."
"Sudahlah, bingung ketemu bingung bisa jadi gila. Eh, kau waras atau tidak?"
"Menurut suhu bagaimana? Aku waras atau tidak?"
"Ha-ha, kau dan aku sama-sama waras, Sin Gak, tapi sekarang tiba-tiba tidak waras. Wah, bicara
tentang cinta bisa membuat perutku pusing!"
"Nah, suhu tidak waras. Mana mungkin perut bisa pusing, yang pusing adalah kepala!"
"Ha-ha, benar. Ini karena kebingunganku tadi. Eh, kau yang membuat aku bingung bagaimana
menjelaskan cinta antara pria dan wanita itu, Sin Gak. Kau masih pupuk bawang!"
"Kalau begitu tak usah diceritakan saja, aku juga tidak minta."
"Weh, tidak bisa, Sin Gak. Kau harus mendengarkan ini. Kau akan dewasa dan kelak mengerti juga!"
"Tapi aku tak ingin bicara tentang wanita...."
"Salah, ibumu juga wanita. Eh, jangan memotong saja, anak bandel. Nanti aku lupa arah. Dengar dan
sampai di mana tadi ceritaku!"
"Suhu bercerita tentang hubungan intim Te-gak Mo-ki itu...."
"Ya-ya, benar. Hubungan itu bayangkan saja sebagai hubungan kotor seorang pria yang memaksa pria
lain. Kau mau dikotori?"
Anak itu tertegun. "Tentu saja tidak."
"Nah, kalau begitu kau mulai mengerti. Hubungan intim yang kumaksud itu adalah hubungan nafsu
badani, nafsu rendah. Dan karena Te-gak Mo-ki adalah pria setengah wanita maka dia mempergunakan
segala tipu daya untuk menjerat korbannya."
"Nanti dulu! Pria setengah wanita itu bagaimana, suhu. Apakah mukanya laki-laki tubuhnya wanita!"
"Hm, repot. Pria seperti ini bisa macam-macam. Tubuhnya tetap laki-laki tapi sikap dan tutur katanya
seperti perempuan, kemayu!"
"Genit?"
"Ya, genit, kemayu. Dan karena lenggang dan gayanya juga kewanita-wanitaan maka pria macam
begini disebut bencong, banci! Kau pernah melihat banci?"
Anak itu menggeleng. "Susah, bertahun-tahun ini aku tak pernah membawamu turun gunung, selalu
menggembleng dengan ilmu silat. Baik, kelak kau akan tahu dan mengerti sendiri, Sin Gak. Sekarang cukup
kuterangkan bahwa Te-gak Mo-ki itu adalah laki-laki tapi yang gerak-gerik dan tingkah lakunya menyerupai
perempuan. Nah, dia memasang dirinya sedemikian rupa hingga laki-lakipun tertarik padanya. Tapi ketika
dia bosan dan mendapat calon korban yang lain maka kekasihnya itu dibunuh!"
"Hm, ini kejam, tidak benar," anak itu berkerut kening. "Kalau cinta tak seharusnya begitu, suhu.
Berarti orang itu gila."
"Ya, gila, tapi kegilaannya ini tak sembarang orang tahu. Nah, bukankah ini berbahaya, Sin Gak? Dan
ketika kami tahu ternyata perbuatannya itu sudah lama terjadi. Artinya sebelum kami berpisah dan masingmasing turun gunung saudaraku itu sudah pernah membunuh pasangannya!"
"Hebat, kalau begitu dia cerdik sekali. Bagaimana suhu dan yang lain-lain tidak tahu."
"Itulah, tapi seperti pepatah mengatakan serapat-rapatnya bangkai dibungkus tetap akan terbau juga,
Sin Gak. Dan perbuatan Te-gak Mo-ki itu juga begitu. Kami akhirnya mulai menerima laporan!"
"Hm-hm, bagaimana itu. Siapa yang melapor."
"Keluarga korban, yang lolos dan selamat dari tangan mautnya."
"Suhu yang menemukan dulu?"Kolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
241 "Bukan, justeru saudara tertua si Naga Berkabung. Tapi celakanya dia ini diam-diam saja hingga kami
semua tak tahu!"
"Suhu mau bercerita?"
"Kalau kau tertarik, benar-benar serius!"
"Ah, aku tiba-tiba ingin tahu sepak terjang paman guruku itu, suhu. Aku merasa aneh dan ganjil ada
orang seperti ini!"
"Baik, kalau begitu aku akan mulai dari depan," dan si kakek yang bersinar dan tiba-tiba mengepalkan
Tapak Tangan Hantu Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tinju lalu mulai bercerita dari awal. Dan begitu ia bercerita mendadak Sin Gak yang tadi acuh dan agak
dingin sekonyong-konyong bangkit nafsunya, nafsu mendengarkan!
* * * Tahun di mana matahari berada tepat di titik Bintang Timur adalah tahun yang disebut Tahun Bi-seng
(Bintang Cantik). Tahun itu adalah tahun yang langka bagi umat manusia di bumi. Konon di tahun ini
bintang dan segala isi langit berubah posisi. Hawa udara menjadi hangat sementara musim bunga atau semi
menjadi lebih panjang. Lautan, dan juga sungai-sungai besar tak akan meluap. Segala tenang dan nyaman,
damai. Dan ketika puncak Himalaya juga kelihatan bersinar dan memantulkan cahaya sampai jauh ke ujung
bumi, bagaimana mercusuar yang menerangi mayapada maka malam haripun langit tak segelap biasanya
karena pantulan sinar atau cahaya dari puncak gunung tertinggi itu. Dan burung berkicau lebih riang. Hewanhewan buas, seperti ular atau harimau yang biasanya bermusuhan pada tahun seperti ini tak memiliki nafsu
saling balas. Mereka bahkan bersendau-gurau layaknya sahabat. Harimau mempermainkan ekor ular
sementara tubuh ular membelit dan bermain-main di tubuh harimau. Pada tahun Bi-seng tak ada permusuhan
di antara mahluk apapun, termasuk manusia. Hal ini karena pada tahun itu udara benar-benar terasa hangat
dan nyaman. Orang bahkan ingin duduk santai-santai menikmati musim bunga, atau memandang laut yang
beriak kecil dengan burung-burung camar di atasnya.
Para nelayan, yang biasanya berburu ikan juga malas menyebar jala. Mereka duduk-duduk menikmati
alam hening yang indah. Tak ada rasa permusuhan kepada siapapun, hati begitu adem ayem. Tapi karena
tahun Bi-seng berjalan sesuai putaran roda Alam Raya, tak mungkin terus-menerus di atas bumi maka tahun
itupun habis dan muncullah tahun Hek-seng (Bintang Buruk) sebagai penggantinya. Dan lautpun tiba-tiba
mulai berbuih.
Ada derak di jantung setiap mahluk hidup. Ada semacam rasa gelisah yang tiba-tiba mencuat. Dan
ketika gunung juga mulai menyemburkan asapnya dan bergemuruh, sinar di puncak Himalaya padam maka
bumi tiba-tiba gelap dan malam yang datang menjadi pekat, panjang! Dan waktu itu turunlah lima orang di
lima titik bumi: barat, timur, selatan da utara serta bagian pusat di tengah bumi yang disebut Bu-goan (Inti
Gelang)!
Bu-goan atau Inti Gelang ini adalah daerah di mana titik pusat bumi berada. Biasanya, kalau di daerah
ini muncul seorang berwatak mulia maka segala di bumi terkena getarnya. Cahaya atau sinar warna-warni
akan menyebar ke seluruh penjuru bumi menciptakan angin lembut cinta kasih. Tak ada perang atau
kejahatan di situ. Tapi kalau daerah Bu-goan ini terinjak oleh orang berwatak keji maka kejahatan dan maut
bakal ada di mana-mana. Dan kebetulan waktu itu daerah Inti Gelang ini diinjak Te-gak Mo-ki!
Seorang pemuda berpakaian sutera halus melenggang santai. Bajunya biru dengan pinggiran sabuk
hitam, pantas dan serasi sekali dipakai tubuhnya. Dan karena usianya juga masih muda, tak lebih dari dua
puluh dua tahun maka orang akan terpana dan kagum memandang pemuda perlente ini.
Tangan kanannya memegang kipas sementara ikat pinggangnya yang panjang dibiarkan menjuntai,
lepas di perut bagian depan. Tapi ketika orang memandang telinganya, melihat sepasang anting-anting dan
betapa telinga itu ditindik, dilubangi sebagaimana layaknya wanita maka orang akan tertegun dan seram
berhadapan dengan pemuda ini, apalagi melihat bedak dan sedikit gincu di mukanya!
Bancikah pemuda ini? Atau tidak waras? Melihat sinar matanya yang hidup sebagaimana layaknya
orang sehat maka anak muda ini jelas bukan orang setengah gila. Pandang matanya sesungguhnya lembut
dan berseri-seri, hanya sesekali tampak berkilat dan mengeluarkan cahaya aneh apabila melihat pemudapemuda tampan. Layaknya wanita yang ingin diperhatikan pria ganteng maka pemuda di depan ini juga
begitu. Lenggangnya yang kewanita-wanitaan menunjukkan itu, sesekali bibirnya tersenyum genit. Dan
ketika ia memasuki sebuah kota dan kontan semua orang menengok padanya, kagum tapi heran pada pemudaKolektor E-Book
TAPAK TANGAN HANTU
BATARA
242 bersikap kewanita-wanitaan ini maka tak perduli pandang semua orang pemuda ini memasuki sebuah rumah
makan. Dan para tamupun juga menoleh.
Ada kagum melihat wajah yang sebenarnya tampan itu, halus dan bersikap seperti seorang siucai
Api Di Bukit Menoreh 7 Pendekar Slebor 61 Samurai Berdarah Rahasia Kampung Garuda 13
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama