Benteng Pahlawan Karya Opa Bagian 2
bicara lantas mengundurkan diri.
Semua kejadian itu telah disaksikan oleh tetamu berpakaian biru diseberang meja Pok Cun
Gie. Tetamu itu adalah seorang yang sudah banyak pengalaman, maka apa yang dialami oleh
Pok Cun Gie segera diketahui olehnya. Oleh karena ia kandung hasrat hendak bersahabat
dengannya, maka ia segera menghampiri dan berkata sambil tertawa:
"Pagi ini saudara nampak sangat gembira, sehabis dahar nasi masih sanggup minum arak,
ini menunjukkan bahwa saudara bukanlah orang sembarangan, siaotee justeru merasa
kesepian, sukakah kita minum bersama-sama?''
Pok Cun Gie yang sedang menjalankan siasatnya masih belum tahu bagaimana hendak
mengakhirinya. Ketika melihat sitamu sopan itu mengajak minum bersama, sudah tentu
sangat girang, maka segera menjawab sambil mendongak: "Kita baru saja bertemu muka,
bagaimana siaotee merasa enak mengganggu saudara?"
Tamu itu menjawab dengan sungguh-sungguh : "Kita orang-orang perantauan dimana saja
kawan dianggap saudara sendiri, bertemu muka itu berarti berkenalan, mengapa saudara
demikian merendah?"
Pok Cun Gie seketika telah merasa bahwa kesulitan telah terpecahkan, maka hatinya
merasa lega, ia berkata sambil tertawa girang: "Kalau begitu pandangan saudara, siaotee
tidak berani menolak lagi!"
Tamu itu menambah lagi beberapa rupa hidangan dan arak. Keduanya lalu makan minum
sambil mengobrol.
Bukan kepalang terkejutnya Pok Cun Gie ketika ia mengetahui bahwa sahabat baru yang
bersama-sama makan minum itu, ternyata adalah salah satu pemimpin dan merupakan
saudara muda pemimpin benteng pahlawan Sim Kun. Sahabat baru ini bernama Sim Pek,
julukannya Naga Sakti.
Oleh karena sudah mengetahui siapa adanya sahabat baru itu, Pok Cun Gie tidak berani
memberitahukan nama aslinya, juga tidak berani menggunakan nama palsunya, terpaksa ia
menggunakan nama palsu lain, ia mengaku bernama Song Sing.
Bersamaan dengan itu, perasaan tidak enak mencekam hatinya, maka kegembiraannya
juga mulai lenyap. Masih untung Sim Pek waktu itu karena sedang menghadapi urusan
sendiri, maka tidak memperhatikan sikap itu. Tidak sampai bicara terlalu banyak, ia sudah
membayar uang makanannya dan minta diri lebih dulu.
Begitu Sim Pek pergi, Pok Cun Gie terpaksa duduk lagi sebentar, kemudian juga turunTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
kebawah. Ketika ia hendak melangkah keluar, kasir rumah makan dengan muka berseriseri menghampirinya seraya berkata:
"Kongcu, disini ada sebuah bungkusan, adalah Sim Pocu yang minta aku supaya kembalikan
padamu."
Pok Cun Gie terkejut, dengan perasaan terheran-heran ia bertanya: "Kembalikan padaku?"
Meskipun mulutnya bertanya demikian, tetapi ia terima juga bungkusan kecil dan ringan
itu. Semula ia tidak memperhatikan isinya, tetapi setelah dibuka, sesaat itu ia berdiri terpaku
dan merasa sangat terharu.
Karena bungkusan kecil itu berisi tiga puluh lembar lebih uang kertas dan sepuluh tail uang
perak.
Kasir rumah makan itu tak tahu keadaan dan perasaan Pok Cun Gie. Ia masih nyerocos
sendiri:
"Sim pocu memiliki rumah besar dan usaha besar, adalah tetamu rumah makan kami yang
sering datang. Ia hanya main-main denganmu, tak nanti benar-benar menghendaki uang
kongcu. Kongcu jangan kuatir, uang itu tidak bisa kurang."
Pok Cun Gie merasa terharu dan malu. Ia menanyakan kemana arah perginya, lalu buruburu menyusulnya.
Tidak jauh diluar kota, ia dapat melihat gerakan bayangan Sim Pek, selagi hendak
menyusul, dari depan muncul seorang lagi, ketika Pok Cun Gie melihat orang yang
mendatangi Itu, seketika mengerutkan alisnya dan tidak berani menyusul Sim Pek,
sebaliknya malah sembunyi di belakang sebuah pohon besar.
Orang yang mendatangi itu bukan lain dari pada gadis berbaju ungu, Sim Teng Teng.
Sim Pek ketika menampak Sim Teng Teng muncul dengan muka diliputi oleh perasaan
mendongkol, segera mengetahui bahwa gadis itu entah ribut bersama siapa, maka segera
menegurnya sambil tertawa: "Adik Teng, kau hendak kemana seorang diri saja?"
Gadis itu ketika ditegur demikian, tidak sanggup lagi mengendalikan perasaannya, seketika
itu lantas menangis seperti anak kecil. Tanpa menjawab pertanyaan Sim Pek, sudah mau
kabur lagi.
Sudah tentu Sim Pek tidak membiarkan gadis yang sedang kesal hati itu berlalu begitu saja
untuk menuruti perasaannya. Dengan menghela napas panjang, ia terpaksa memutar
tubuhnya pergi mengejar.
Pok Cun Gie yang berpikir hendak mengembalikan uang pemberian Sim Pek, juga diamdiam mengikutinya untuk mencari kesempatan yang baik.
Dari jauh, tampak Sim Pek sudah berhasil menyandak Sim Teng Teng, sebentar kemudian
terdengar suara tertawa Sim Teng Teng, lalu disusul oleh kata-katanya: "Baik, jieko, aku
undang kau ke rumah makan Gak-Yang Lauw!"
Ia juga tidak tahu dengan menggunakan akal apa Sim Pek sudah berhasil menghilangkan
kemarahan gadis nakal itu, ia hanya menampak dua orang itu mempercepat langkahnya,
hingga dalam waktu sekejap mata sudah tidak tampak bayangannya lagi.
Karena ia sudah mengetahui bahwa mereka hendak pergi ke rumah makan Gak-Yang-Lauw,TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
maka ia lalu mengikuti jejak mereka tanpa diketahui.
Dengan perasaan lega iapun mencari dengan perlahan.
Ketika ia tiba di rumah makan itu, dengan cepat ia sudah dapat menemukan Sim Pek
berdua. Tetapi kini disamping dua orang itu sudah tambah lagi seorang lelaki tua kurus
berpakaian jubah panjang warna hitam.
Mereka bertiga sedang mengobrol dan tertawa-tawa dengan asyiknya.
Tetapi Pok Cun Gie ketika melihat lelaki tua itu, entah apa sebabnya ia merasa kuatir
terhadap Sim Pek, juga lantas tidak berani unjuk muka.
Siapakah sebetulnya lelaki tua itu? Bukan lain daripada Hek-sat Lengcu Tan Cie Tong.
Pok Cun Gie yang berada ditempat sembunyi hanya mendengar suara Tan Cie Tong yang
berkata pada Sim Teng Teng:
"Nona sungguh beruntung, dalam usia yang masih sangat muda sudah mendapat warisan
kepandaian sangat tinggi, dikemudian hari pasti akan membuat jago-jago kaum pria yang
akan bertekuk lutut di hadapanmu."
Gadis itu tampaknya girang sekali dipuji demikian ini, sebentar terdengar suaranya yang
merdu dengan dibarengi oleh suara tertawanya: "Terima-kasih atas pujian-pujianmu,
apabila bapak ada sempat, harap sudi mampir ketempat kediamanku dibenteng pahlawan
untuk menyaksikan bagaimana aku menghadapi orang yang menamakan dirinya Lie-hwee
Lengcu Pek Cun Ngo itu."
Kini terdengar suara Tan Cie Tong: "Pasti, aku pasti pergi ketempat kediamanmu untuk
menyaksikan kepandaianmu." Sejenak ia berdiam kemudian berkata pula dengan suara
lirih: "Nona, kau lihat bagaimana orangnya Pek Cun Ngo itu?"
Gadis itu mukanya merah seketika, nampaknya sangat terkejut dan mundur selangkah
sambil bertanya: "Apa . . . apa yang kau maksudkan?"
Tan Cie Tong tertawa terbahak-bahak dan menjawab: "Aku... pikir hendak menjadi
comblangmu, bagaimana?"
Muka gadis itu mendadak berubah bingung, ia berkata dengan suara keras: "Tutup mulut,
kau siapa sebetulnya? Mengapa berani mempermainkan Nonamu?"
Tan Cie Tong masih terus tertawa terbahak-bahak kemudian berkata sambil menunjuk
hidungnya sendiri: "Aku ini adalah sahabat karib Pek Cun Ngo, Tan Cie Tong. Bagaimana
saudara kecilku itu seharusnya pantas menjadi pasanganmu?"
Gadis itu kembali memperdengarkan jawabannya yang keras: "Bagus, bagus, Nonamu
masih belum sempat mencari kau, dan sekarang kau sudah datang mengantarkan diri
sendiri."
Sehabis berkata demikian, tangannya lantas bergerak menyerang Tan Cie Tong.
Tan Cie Tong masih tetap tertawa, ia bangkit dan tempat duduknja dan berdiri tegak,
tidak mengelak juga tidak menyingkir, hanya jari tangannya bergerak melancarkan
serangannya yang menggunakan ilmunya kekuatan tenaga dalam, hembusan angin dingin
meluncur, setelah melalui serangan tangan Sim Teng Teng kemudian dengan beruntun
mengenakan tiga bagian jalan darah gadis itu.
Tanpa ampun lagi gadis itu segera merasakan hawa dingin menyusup ketubuhnya, sekujurTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
badannya menjadi lemas lalu mundur terhuyung-huyung dan kemudian jatuh duduk
dilantai.
Terjadinya semua perkelahian itu demikian cepatnya, jangankan Pok Cun Gie yang berada
di-tempat sembunyi tidak berdaya mencegahnya, sekalipun Sim Pek yang berada
disampingnya juga sudah tidak keburu menolongnya.
Ia pikir hendak menghadapi Tan Cie Tong, tetapi ia kuatirkan luka-lukanya Sim Teng Teng.
Sejenak Sim Pek nampak ragu-ragu, akhirnya ia memberi pertolongan lebih dulu kepada
Sim Teng Teng.
Sebab, apabila ada terjadi apa-apa dengan adik Teng-nya itu, sekalipun ia mengadu jiwa
dengan Tan Cie Tong juga tidak dapat mempertanggung-jawabkan segala sesuatunya
kepada ayahnya.
Sungguh aneh, Tan Cie Tong setelah melukai Sim Teng Teng, ia tidak mau menggunakan
kesempatan itu untuk menyerang Sim Pek. Sebaliknya hanya berkata kepada pemuda itu
sambil tertawa dingin: "Tindakanku selamanya mempunyai garis tertentu, barang siapa
yang suka menuruti kehendakku, akan kuberi hidup, tetapi yang melawan aku, berarti
mati. Karena aku sudah menaksir gadis ini, cepat atau lambat ia akan menjadi isteri
saudara kecilku, Pek Cun Ngo. Hari ini kuberikan kalian sedikit muka, aku tidak akan
berbuat keterlaluan, aku akan melepaskan kalian, tetapi, Sim Pocu, kau seharusnya tahu
ampuhnya ilmuku Sam-Im Tan Mek-Chiu-Huat, ilmu itu semakin lama dapat membekukan
urat-urat dan otot-otot sekujur badan, hal ini akan menjadi penderitaan seumur hidup.
Jikalau bukan aku sendiri yang turun tangan, jangan harap orang lain dapat menolong.
Sekarang kau boleh pulang dan pikir masak-masak. Jikalau kau dapat memberi jawaban
yang memuaskan dalam pertemuan besar pada tahun baru tahun depan aku jamin kau
girang semua. Jikalau tidak, penderitaan lebih hebat masih akan menyusul." Sehabis
berkata demikian orang tua itu menggerakkan lengan bajunya sehingga Sim Pek terdorong
mundur lima langkah. Setelah itu ia lantas bergerak dan menghilang entah kemana.
Sim Pek setelah orang tua itu pergi, masih berdiri tertegun sambil tertawa getir.
Sebagai seorang Kang ouw yang sangat terkenal namanya, diwaktu biasa selalu dijunjung
dan dihormati oleh kawan-kawannya, belum pernah mengalami hinaan seperti itu. Ia juga
tahu, dari kepandaian orang tua itu ia mengerti masih belum sanggup melawan Tan Cie
Tong. Memikirkan semua itu, ia terus terdiri terpaku bagai patung.
Pok Cun Gie juga merasa tidak enak, selagi hendak unjuk diri, tiba-tiba terdengar suara
orang memuji nama Buddha kemudian muncul dua Imam tua, hingga Pok Cun Gie batalkan
maksudnya dan sembunyi lagi.
Dua imam tua itu menghampiri Sim Pek, kemudian berseru berbareng:
"Hai, kau . . . kau bukankah Sim Tayhiap?"
Sim Pek memandang dua imam tua itu sejenak, kemudian berkata dengan muka murung:
"O, kiranya It Yap dan It Wie totiang berdua, aku Sim Pek kali ini terjungkal benar-benar."
Dua imam tua itu adalah sute dari ketua partai Butong, It Yang Cingjin, mereka telah
mendapat perintah ketuanya, mewakili partai Butong pergi ke benteng pahlawan untuk
memberi bantuan tenaga. Sungguh tak disangka bahwa ditempat itu mereka telah bertemu
dengan Sim Pek.
It Wie Totiang karena melihat didalam rumah makan itu ada banyak orang, bukan
merupakan suatu tempat yang tepat untuk mengadakan pembicaraan, maka laluTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
mengusulkan supaya mencari tempat lain yang lebih tepat.
Keduanya dengan melindungi Sim Pek meninggalkan rumah makan Gak-Yang Lauw.
Keluar dari rumah makan, mereka terus berjalan menuju ke pintu kota bagian timur dan
memasuki sebuah kuil kecil. Pok Cun Gie yang diam-diam mengikuti jejak mereka, ketika
tiga orang itu masuk ke kuil, ia juga ikut mengintai, didalam kuil itu mereka ternyata
membicarakan soalnya yang berhubungan dengan diri Tan Cie Tong dengan ketua kuil itu.
It Yap totiang setelah mendengar penuturan Sim Pek lalu mengeluarkan sebuah ikat
pinggang yang panjangnya setombak lebih, ikat pinggang itu berwarna hijau
bergemerlapan, entah terbuat dari bahan sutera atau bahan apa, kedua ujung ikat
pinggang itu sinarnya semakin nyata.
Sim Pek ketika menyaksikan benda itu lalu berkata dengan girang:
"Totiang, apakah ini bukan ikat pinggang Cwie-Giok-Pek Lo Piauw, milik partai Butong yang
dapat digunakan untuk memunahkan racun hawa panas dan dingin?"
"Benar, barang ini memang benar ikat pinggang yang tayhiap sebutkan. Ketua kami sudah
menduga dan menjaga-jaga kalau Tan Cie Tong mengeluarkan ilmunya yang ganas dan
menakutkan itu, oleh karena itu, maka telah menyuruh bawa benda pusaka ini kepada
kami berdua, supaya dapat digunakan diwaktu perlu." Berkata It Yap Totiang sambil
menganggukkan kepala.
Sim Pek segera bangkit dan menjura kepada imam itu untuk menyatakan terimakasihnya.
"Sim tayhiap, jangan begitu, kami masih ingat betapa besar budi Sim Jan Locianpwee
dahulu kepada partai kami, jadi usaha kami ini sebetulnya masih bukan berarti apa-apa,
sudahlah jangan terlalu banyak merendah, yang penting sekarang kita harus lekas
menolong adikmu." Berkata It Yap Totiang.
Sementara itu ia sudah melibatkan ikat pinggang itu ditubuh Sim Teng Teng, lalu minta
Sim Pek menyalurkan kekuatan tenaga dalamnya ke tubuh gadis itu dengan dibantu
olehnya sendiri.
Berkat bantuan dua orang Kang-ouw berkepandaian tinggi itu, bersama dengan khasiat ikat
pinggang istimewa itu, maka dalam waktu sangat singkat, racun hawa dingin dalam tubuh
Sim Teng Teng sudah lenyap.
Sim Teng Teng juga sudah sadar, hanya kekuatan tenaganya masih belum pulih kembali.
Meskipun It Yap totiang dan Sim Pek masih berusaha memulihkan kekuatannya, tetapi
ternyata masih tidak berhasil, maka akhirnya It Yap totiang berkata sambil menghela
napas panjang:
''Racun dingin didalam tubuh nona Teng meskipun sudah tidak ada, tetapi ilmu totokan
yang digunakan oleh Tan Cie Tong itu sangat aneh, nampaknya kita tidak berdaya untuk
memulihkan kekuatan tenaga nona ini, entah bagaimana Sim tayhiap hendak bertindak?"
"Aku pikir terpaksa kita antarkan ia pulang ke gunung Lo San." jawab Sim Pek setelah
berpikir sejenak.
"Antar pulang ke gunung Lo San? Mengapa harus diantar kesana? Ini toh adikmu . . .?" Tanya
It Yap totiang heran.
Setelah ragu-ragu sejenak, akhirnya Sim Pek menjawab: "Dengan terus terang, Teng Teng
bukanlah adik kandungku, ia sebetulnya adalah cucu turunan kelima dari Sim JanTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Loocianpwee."
It Wie totiang yang selama itu diam saja mendadak berkata:
"Mengapa tidak mengundang Sim Tayhiap saja? Dengan adanya ia, kita tak usah kuatir
dengan Tan Cie Tong!"
"Hai, tentang ini, harap totiang maafkan, aku tidak bisa memberi jawaban dengan terus
terang." Berkata Sim Pek sambil menarik napas.
"Maaf kalau begitu, karena pintoo tidak tahu." Berkata It Wie totiang.
"Dari sini terpisah sangat jauh dengan gunung Lo San, apabila diketahui oleh Tan Cie Tong,
barangkali sulit bagi kita menghadapinya. Tentang ini mau tidak mau Tayhiap harus pikir
dulu masak-masak." Berkata lt Yap totiang.
''Bagaimanapun juga, Teng Teng sedikitpun tidak boleh terganggu, jikalau tidak, itu berarti
suatu kejadian yang menghilangkan muka kita orang dari benteng pahlawan. Sekalipun
harus mengorbankan jiwaku sendiri aku harus juga antar ia pulang."
"Jikalau kita dapat mengantarkan ia pulang dengan selamat, sekalipun harus korbankan
jiwa-jiwa kita sendiri, juga tidak apa. Tetapi, kita hanya kuatir, selain sangat berbahaya
bagi kita juga membahayakan bagi nona Teng." Berkata It Yap totiang.
"Pikiranku kini merasa kalut apakah kiranya totiang ada suatu rencana yang lebih baik?"
Berkata Sim Pek.
"Pinto berdua ada mempunyai seorang sahabat yang tinggal tidak jauh dari sini. Apabila
tayhiap percaya, mengapa kita tidak titipkan nona Teng Teng kepada sahabatku itu untuk
dirawat, kemudian salah satu dari pinto pergi ke gunung Lo San untuk menyampaikan
kabar dan minta Sim Jan tayhiap datang menjemput sendiri. Dengan demikian kita dapat
mengelakkan diri dari kejaran Tan Cie Tong, asal Sim Jan tayhiap tiba, kita tidak perlu
takut Tan Cie Tong lagi." Berkata It Wie totiang.
'"Nampaknya hanya jalan itu saja yang paling baik, kalau begitu terpaksa minta
pertolongan totiang berdua." Berkata Sim Pek.
"Baik, sekarang kita pergi mencari It Sim Suthay." Berkata It Wie totiang.
"Tan Cie Tong seorang licik yang banyak akalnya, jikalau tidak berpikir dahulu masakmasak dalam tindakan kita ini, barangkali masih belum terlepas dari tangannya. Menurut
pikiran pinto, kita rasanya masih perlu menggunakan sedikit siasat untuk mengalihkan
perhatiannya." Berkata lt Yap totiang, kemudian menceritakan siasat yang hendak
dilakukannya.
Setelah mendengar penuturan itu, Sim Pek baru sadar dan mengagumi pendapat imam tua
itu. It Yap totiang berkata sambil tertawa: "Siasat ini sebetulnya bukan apa-apa, hingga tidak
perlu pinto mendapat pujian setinggi itu." Kemudian ia berkata kepada It Wie totiang.
"Sute, kau pergi dulu menemui It Sim Suthay untuk menerangkan maksud kita, tengah hari
nanti, kita segera berangkat."
Hari kedua, dari dalam kuil kecil itu keluar serombongan yang terdiri dari tiga orang yang
mengiring sebuah kereta kuda.
Kereta itu dikaburkan terus tanpa berhenti, ditujukan ke gunung Butongsan.TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Dan Sim Teng Teng sendiri, pada malam hari pertama itu juga oleh seorang imam dari kuil
kecil itu, dengan diam-diam diantar kepada It Sim Suthay.
Sementara itu Pok Cun Gie yang merasa berhutang budi kepada Sim Pek, semula pikir
hendak mengembalikan uang kertas Sim Pek, tetapi sekarang soal itu ia kesampingkan, ia
hanya pikir bagaimana mencari kesempatan untuk menolong memulihkan kekuatan tenaga
Sim Teng Teng lebih dulu.
Oleh karena itu maka diam-diam ia juga mengikut pergi ke kuilnya It Sim Suthay.
Benteng Pahlawan Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
It Sim Suthay adalah seorang wanita berusia hampir satu abad, tubuhnya kurus kecil.
Dimukanya sudah banyak keriputan.
It Sim Suthay menempatkan Teng Teng dikamarnya sendiri, ia pesan wanti-wanti padri
wanita dalam kuil, supaya melakukan penjagaan keras semua pintu kuil, dan ia sendiri
berada didalam kamar. Setelah membuka baju Teng Teng dan memeriksanya sejenak,
matanya memancarkan sinar tajam, dari mulutnya tercetus kata-kata yang menunjukkan
keheranannya: "Apakah ia muncul lagi didunia kang-ouw?"
Suatu bayangan gelap tiba-tiba membayangi perasaannya, banyak kejadian yang sudah
lampau terbayang pula kedalam otaknya. Ia menunjukkan senyum getir, tidak berani
berpikir lagi. Dengan sangat hati-hati ia menyadarkan Teng Teng. Ketika Teng Teng
membuka mata, tampak seorang padri wanita tua merawat dirinya, maka segera bertanya
dengan suara cemas: "Dimana jiekoku berada?"
"Mereka sudah pergi semua, kau telah diserahkan kepadaku, jangan kuatir, aku akan rawat
kau hingga sembuh." jawab It Sim suthay sambil tertawa.
Sim Teng Teng yang sejak kecil sangat dimanja, belum pernah mengalami penderitaan
semacam itu, maka seketika itu matanya merah hampir menangis. It Sim suthay dengan
susah payah menghiburinya, barulah dapat menenteramkan pikirannya.
Selama itu Teng Teng terus diam saja sambil memejamkan matanya, lama sekali, It Sim
suthay seolah-olah sudah mengambil keputusan mantap, lalu berkata:
"Orang yang melukai dirimu, apakah bukan seorang lelaki tua bernama Tan Cie Tong?
Dengan julukannya serangan tangan mencabut nyawa?"
"Tan Cie Tong memang benar, tetapi ia tidak mempunyai nama julukan demikian." jawab
Teng Teng.
"Betul dia, nama julukan itu adalah nama julukannja dimasa muda, sewaktu dia masih
sering melakukan kejahatan."
"Apakah suthay kenal dengannya?"
"Bukan cuma kenal saja!" jawab It Sim suthay sambil menghela napas panjang.
"Apakah suthay juga pernah terluka ditangannya?"
Atas pertanyaan itu, It Sim suthay tidak memberi jawaban untuk membenarkan atau
membantah.
"Lukaku ini, entah berapa lama baru dapat disembuhkan." Berkata pula Teng Teng.
"Lukamu ini meskipun parah, tetapi untuk menyembuhkannya sebetulnya tidak terlalu
susah."TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Suthay, apakah suthay kenal ilmu serangan itu?" Tanya Sim Teng Teng yang hendak
bangkit dari tempat tidurnya.
It Sim suthay buru-buru mencegahnya dan berkata sambil tertawa:
"Anak, jangan terburu-buru merasa girang, aku dapat membantumu atau tidak masih
belum tentu."
"Suthay, apakah suthay takut Tan Cie Tong akan mencari kau dan menyulitkan dirimu?"
"Jikalau aku takut padanya, juga tidak akan membuka rahasianya di depanmu."
"Suthay, jikalau suthay ada mempunyai kesulitan apa-apa, bolehkah suthay beritahukan
padaku?"
"Menurut apa yang aku tahu, pada dewasa ini kecuali Tan Cie Tong sendiri hanya aku yang
mengerti ilmu serangan itu. Tetapi pada seratus tahun berselang San Jan Cu yang
dipandang sebagai malaikat ilmu silat, mengerti serangan itu. Aku bukan tidak sudi
menolongmu, hanya kekuatan tenaga dalamku tidak setarap dengan kekuatan tenaga Tan
Cie Tong. Aku kuatir karena perbedaan tenaga itu, malah akan mencelakakan dirimu."
"Dalam urusan ini adalah aku yang minta padamu, maka aku minta supaya suthay coba
saja."
"Sabar dulu, kita masih perlu pikir dulu masak-masak, apabila ada terjadi kesalahan, pinni
benar-benar tidak sanggup memikul resikonya."
"Suthay jangan kuwatir, aku tidak akan menyalahkanmu."
"Jangan terburu nafsu, sudah tentu aku akan berusaha untukmu, hanya sekarang ini
berikanlah kesempatan padaku untuk memberi keterangan, supaya kau tahu, kau terluka
oleh serangan ilmu apa."
"Kabarnya ia menggunakan ilmu serangan tangan sam im tan mek chiu hiat, ia telah
membekukan tiga bagian jalan darahku."
"Ilmu serangan tangan itu adalah ilmu serangan paling ganas dan paling kejam didalam
rimba persilatan. Orang yang terluka oleh serangan itu, apabila tidak dapat disembuhkan
dalam waktu dua bulan, maka pada hari keenampuluh satu, orang yang terluka itu mulai
merasa bahwa semua tulang-tulangnya dan urat-urat dalam tubuhnya perlahan-lahan
mengkerut sendiri. Disamping itu juga akan merasakan rasa nyeri dan gatal, penderitaan
itu akan terus berlangsung hingga hari kesembilanpuluh sembilan, orang itu baru habis
tenaganya dan melayang jiwanya."
Sim Teng Teng yang mendengarkan keterangan itu sekujur tubuhnya merasa dingin.
It Sim suthay berkata pula sambil menarik napas perlahan:
"Ada dua jalan untuk menyembuhkan luka itu, kesatu jalan: harus dilakukan oleh orang
yang mengerti betul dengan ilmu serangan semacam itu dan menggunakan kekuatan
tenaga dalam yang didapat dari latihan golongan kami. Tetapi orang itu harus memiliki
kesempurnaan-kesempurnaan kekuatan tenaga dalam setaraf dengan orang yang melukai.
Tetapi oleh karena kekuatan tenaga dalamku tidak seimbang dengan kekuatan Tan Cie
Tong, maka tidak dapat menggunakan cara ini."
"Suthay barangkali dapat menggunakan cara yang kedua."
"Terlalu cepat kau berpikir, hanya cara kedua ini jauh lebih susah daripada cara yangTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
pertama."
"Aku tidak takut susah, suthay, tolong kau jelaskan!"
"Sebab kekuatan tenaga dalamku sendiri belum cukup kuat untuk menyembuhkan uratmu
yang terluka, maka harus dibantu oleh tenaga dalammu sendiri baru bisa berhasil."
"Sebetulnya kekuatan tenaga dalamku juga cukup lumayan, hanya pada saat ini aku
merasa tidak dapat mengerahkan kekuatan tenagaku, bagaimana?"
"Sekalipun kau dapat mengerahkan, tetapi jalannya berlainan juga tidak boleh. Maka harus
menggunakan orang yang mengerti ilmu silat dari golongan kami. Inilah kesulitan yang
kuterangkan kepadamu tadi."
Sim Teng Teng adalah seorang gadis cerdik, dengan mudah ia dapat memahami keterangan
It Sim suthay. Itu ialah kecuali ia masuk menjadi murid golongannya, jikalau tidak, sudah
tentu It Sim suthay berat mewariskan kepandaiannya.
Ini memang merupakan suatu persoalan yang sangat pelik, dengan seorang gadis keturunan
dari golongan ternama, dengan sendirinya ia harus menjaga nama baik golongannya serta
nenek moyangnya, dengan sendirinya pula ia tidak suka menerima pelajaran dari lain
golongan, karena itu berarti merendahkan diri sendiri, oleh karena itu maka ia lalu
mengerutkan alisnya dengan diam saja.
Karena menyaksikan gadis itu lama tidak bicara, It Sim suthay lalu berkata pula sambil
menghela napas:
"Pinni dimasa muda berasal dari golongan tersesat, maka sejak muda sudah belajar ilmu
semacam itu. Tetapi Nona adalah keturunan orang baik-baik, sudah tentu pinni tidak
berani memaksa."
Sim Teng Teng meskipun dimanja sejak anak-anak dan usianya masih sangat muda, tetapi
jiwanya masih tetap jiwa satria. Jiwa itu mendorongnya tidak boleh menerima segala
pengaruh kejahatan dan merendahkan nama kakek moyangnya. Maka meskipun dirinya
terancam bahaya maut, saat itu sikapnya malah tampak teguh sedikitpun tidak merasa
goyang.
It Sim suthay sebetulnya dengan jujur hati hendak menolong Teng Teng, asal Teng Teng
menerima baik, ia akan menerangkan dengan terus terang. Tetapi gadis itu pintar sekali,
ia sengaja memejamkan matanya, pura-pura tidur.
It Sim suthay sementara itu diam-diam berpikir sendiri: "Yah, bagaimanapun juga
golongannya jauh berlainan dengan kami, pendirian hidupnya juga berbeda. Yah, apa
boleh buat! Mengapa aku harus kukuh dengan tradisi yang mempertahankan golongan?
Mengapa aku tidak dapat menurunkan pelajaran-pelajaranku secara diam-diam untuk
menolong jiwa seorang gadis yang berbakat sangat baik ini?"
Setelah berpikir demikian, ia berkata pula:
"Pinni sembunyikan diri ditempat ini sudah tigapuluh tahun lebih, belum pernah membuka
rahasia diri pinni sendiri kepada siapapun juga. Sekalipun dengan imam-imam dari
golongan Butong yang mempunyai hubungan persahabatan baik dengan pinni, juga belum
pernah pinni memberi keterangan, hingga merekapun tidak timbul curiga apa-apa. Kali ini
oleh karena kau, aku telah memberitahukan dengan terus terang, maksudku ialah hendak
menebus dosa dari kesalahanku yang sudah masuk dalam golongan sesat dimasa yang
lampau, jikalau kau suka mempelajari ilmu golongan pinni, sekalipun pinni melanggar
peraturan golongan pinni dan mengajarkan secara diam-diam, pinni juga tidak sayang."TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
It Sim suthay benar-benar sudah membuka hatinya dan Teng Teng sendiri kini juga tidak
bisa berdiam lagi, dengan perasaan syukur ia berkata sambil tersenyum:
"Suthay, budi kebaikan suthay terhadapku benar-benar tidak dapat kulupakan seumur
hidupku. Tetapi kalau aku sudah menerima pelajaran dari golonganmu, ini juga berarti
menjadi salah seorang anggota dari golonganmu. Maka meskipun suthay dengan jujur
hendak menolong diriku, tetapi aku juga tidak melupakan asal hidupku sendiri. Daripada
aku hidup dengan penderitaan batin, lebih baik aku menerima siksaan untuk waktu yang
singkat. Penghidupan ini memang bagaikan impian, ada saatnya harus sadar dari
mimpinya. Maka biarlah aku menerima nasib."
It Sim suthay menarik napas panjang, ia tidak tahu bagaimana harus memberi nasehat
pada gadis itu. Pada saat itu dari luar kamar tiba-tiba terdengar suara orang yang tidak
asing baginya: "Apakah ketua kalian berada didalam kuil?"
Sudah beberapa puluh tahun lamanya It Sim suthay tidak pernah dengar suara itu, dan saat
itu ketika dengan secara tiba-tiba mendengarnya, lebih dulu ia sangat terkejut, kemudian
ia merasa takut. Pikirnya: "Apakah kedatangannya itu lantaran Teng Teng?"
Maka sebelum padri perempuan dalam kuil itu datang melapor ia sudah keluar dari
kamarnya.
Di depan pintu kuil, berdiri seorang laki tua berbaju hijau. Orang itu bukan lain adalah Tan
Cie Tong.
It Sim suthay berusaha menindas perasaannya yang bergejolak hebat, wajahnya
menunjukkan sikap kaku, ia berkata dengan nada suara dingin :"Sicu ada keperluan apa?"
Mata Tan Cie Tong memancarkan sinar tajam, kulit dimukanya juga nampak berkerinyit,
dengan bibir tersungging senyuman, ia berkata : "Adik Ki, akhirnya kau kutemukan."
Air mata It Sim suthay sudah hampir keluar. Tetapi karena masih belum mengerti maksud
kedatangannya, maka mau tidak mau ia berkata pula dengan nada tetap bingung.
"Nama pinni sebelum mencukur rambut sudah lama terlupakan. Kata-kata sicu sangat
kurang sopan, maaf pinni tidak dapat melayani."
Setelah itu ia hendak undurkan diri lagi.
Tan Cie Tong yang mendengar keterangan itu, wajahnya terlintas perasaan kurang senang,
tetapi perasaan itu sebentar sudah lenyap dan tampak pula wajahnya yang ramai dengan
senyum. Dengan cepat ia menghalau di depan It Sim suthay seraya berkata:
"Adik Ki, aku ini toch kakak kandungmu Cie Tong! Apakah kau sudah tidak mengenali aku
lagi?"
It Sim suthay sebetulnya seorang yang penuh citarasa, diwaktu biasa meskipun sangat
menyesalkan perbuatan dan sepak terjang saudaranya itu, tetapi saat itu setelah saudara
tua itu menyebutkan namanya dan menghalau di depannya, hingga ia tidak dapat
menyingkir lagi dengan sendirinya ia juga tidak dapat berpura-pura terus, bahkan dengan
girang dia berkata: "Oo! Kiranya toako!"
Tan Cie Tong juga dengan jujur bertanya:"Adik Ki, apakah selama beberapa puluh tahun
ini kau baik-baik saja?"
"Selama beberapa puluh tahun hidup didalam kuil, adikmu juga merasa tenang. Tidak
demikian dengan toako yang berambisi besar, kabarnya benteng pahlawan juga sudahTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
toako incar, apakah itu benar? Ini sungguh-sungguh menggirangkan dan adikmu aturkan
selamat lebih dahulu." Berkata It Sim suthay hambar.
"Kita sudah berapa puluh tahun tidak ketemu, apakah perasaan persaudaraanmu sudah
tidak ada? Mengapa baru bertemu muka, kau sudah mengejek saudaramu? Bolehkah kau
tidak membicarakan soal itu?"
It Sim suthay bukan seorang yang tidak kenal saudara sendiri, hanya saudara tuanya itu
dahulu sudah terlalu banyak menyakiti dirinya, apalagi saat itu dalam kamarnya masih ada
Teng Teng, maka perlu berusaha supaya lekas meninggalkannya.
"Berapa puluh tahun berselang toako sudah tidak mempunyai perasaan terhadap adikmu,
apakah perasaan itu timbul setelah beberapa tahun tidak ketemu?"
"Demikian adik Ki telah membenci toakomu, kalau begitu usahaku mencari dirimu selama
ini sia-sia belaka," Berkata Tan Cie Tong sambil menghela napas panjang.
Mendengar perkataan itu hati It Sim suthay mau tidak mau lantas tergerak.
"Toako, aku tahu jikalau tidak ada keperluan, tidak nanti kau menemui aku, Toako ada
urusan apa, katakanlah terus terang, tidak usah berbuat demikian terhadap adikmu."
Tan Cie Tong tertawa terbahak-bahak dan berkata:
"Bagaimanapun juga saudara tetap saudara, sudah tentu mengetahui sifat-sifatnya. Kalau
begitu biarlah toakomu berkata terus terang."
"Itulah yang adik harapkan!"
"Toakomu masih ingat dalam perguruan kita ada memiliki sebuah botol kuno berwarna
hijau yang waktu itu berada ditanganmu, toako pikir benda itu toch tiada guna bagimu,
mengapa kau tidak berikan saja kepada toakomu, dlkemudian hari toakomu pasti tidak
akan melupakan budi kebaikanmu ini."
It Sim suthay ketika mendengar kata-kata itu, yang tidak hendak mencari Teng Teng,
hatinya merasa lega, tetapi apabila ia ingat botol kuno yang kecil itu benda yang
sebetulnya tidak ada apa-apanya yang aneh itu, tapi toch saudaranya itu memerlukan
buang waktu mencarinya, entah mengandung rahasia apa, maka dalam hatinya timbullah
perasaan curiga.
"Botol kecil yang tidak berarti dan dimana saja dapat didapatkan, ada harga apa untuk
disimpan? Maka sudah lama kubuang."
"Kau buang kemana?" tanya Tan Cie Tong terkejut.
"Sudah lama sekali, mana aku ingat."
"Sayang! Sayang! Kau benar-benar tolol, sebuah benda pusaka perguruan kita yang tak
ternilai harganya telah kau buang begitu saja!"
"Apa? Botol itu benda pusaka?"
'"Barang sudah kau buang, sudah tidak perlu dibicarakan! Nanti kalau kujelaskan kau akan
menyesal sendiri, kejadian sudah terjadi begini, maka aku sudah tidak perlu mengganggu
kau lagi."
Sehabis berkata demikian ia benar-benar minta diri dan berlalu.TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Dengan perasaan bingung It Sim suthay kembali ke kamarnya, ia berjalan mondar-mandir
didalam kamarnya dengan pikiran tidak tenang.
Sementara itu Teng Teng yang sudah mendengar semua pembicaraan itu tadi, lantas
menanya: "Botol kuno apa demikian penting?"
"Hanja sebuah botol peninggalan guru yang selama ini belum pernah kuperhatikan."
"Jikalau barang tidak ada gunanya, mengapa suthay tidak berikan saja padanya, supaya
tidak menimbulkan kerewelan dikemudian hari!"
"Ia sudah datang kemari untuk mencari, sekarang mau tidak mau aku harus perhatikan
botol itu. Teng Teng, kau beristirahatlah baik-baik, aku hendak memeriksanya, dan
sebentar aku akan kembali."
It Sim suthay meninggalkan Teng Teng, berjalan menuju ke sebuah kamar kecil di belakang
kamarnya, untuk mencari botol kuno itu.
Dengan sangat hati-hati ia mencari-cari barang dari tumpukan barang-barang lain, setelah
membongkar disana-sini, barang itu akhirnya ditemukan.
Ia buru-buru simpan kedalam sakunya, kemudian membereskan barang-barang ketempat
asalnya lagi.
Dengan tiba-tiba di belakang dirinya timbul hembusan angin dingin, maka dengan cepat
dia melompat menyingkir dua langkah, dan membalikkan badan, ketika menampak seorang
berada di belakangnya ia terkejut, wajahnya menunjukkan perasaan malu.
Setelah menenangkan pikirannya ia menegurnya dengan nada suara dingin: "Toako ada
keperluan apa kau datang lagi?"
Wajah Tan Cie Tong saat itu berubah seluruhnya, ia menjawab dengan suara mengejek:
"Lekas serahkan botol kuno itu."
It Sim suthay melihat gelagat buruk, namun ia berkeras hendak pertahankan barangnya.
"Barang-barang peninggalan guru, toako toch sudah mendapat bagian, mengapa masih
menghendaki bagian adikmu?"
"Botol ini jikalau berada ditanganmu, itu berarti kau mensia-siakan barang pusaka!"
Berkata Tan Cie Tong kasar.
"Budi suhu kita harus hargakan, sekalipun hanya sebuah jarum dan seutas benang, adikmu
juga akan simpan baik-baik."
"Kalau begitu kau memaksa aku bertindak." Berkata Tan Cie Tong keras.
"Adikmu bersedia jika toako tega turun tangan. Habiskanlah jiwa adikmu!"
Tan Cie Tong sudah marah benar-benar, ia sudah mengangkat tangannya hendak
menyerang adiknya sendiri. Tetapi sebelum turun tangan, mendadak menarik napas dan
membatalkan maksudnya.
"Ah, kau adalah saudara kandungku satu-satunya, begini saja, aku bersedia mengganti
botolmu itu dengan benda pusakaku yang lain, kau setuju atau tidak?"
"Kecuali toako membunuh aku, jikalau tidak, kau jangan harap bisa dapatkan benda ini
dari tanganku."TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Bagaimana dengan Teng Teng?"
Bukan kepalang terkejutnya It Sim suthay mendengar disebutnya nama itu.
"Memangnya ada apa dengan Teng Teng?"
"Teng Teng seorang gadis yang berbakat luar biasa, jikalau dibiarkan ia mati dengan
begitu, apakah tidak terlalu mengenaskan?"
Habis berkata demikian, ia pura-pura hendak berlalu.
Hati It Sim suthay cemas sekali, ia berseru menahannya seraya berkata:
"Tunggu dulu, aku benar-benar hendak memberikan botol ini kepadamu!"
"Tetapi kau nanti akan menyesal untuk selamanya."
It Sim suthay tahu benar kekejaman saudara tuanya itu, ia bisa berbuat seperti apa yang
dia katakan, jika ia tidak memberikan botol itu, akibatnya sangat hebat sekali. Maka
dengan terpaksa ia memberikan botol pusaka itu kepada saudara tuanya.
Benteng Pahlawan Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setelah itu ia mengusirnya pergi seraya berkata dengan suara bengis: "Pergi! Pergi! Pergi!
Aku tak sudi melihat kau lagi!"
Dengan airmata berlinang-linang ia membiarkan saudara tuanya itu pergi.
Setelah mendapat botol pusaka, tanpa memperdulikan adiknya lagi, Tan Cie Tong lebih
dahulu memeriksa botol ditangannya, kemudian mulut botol diendusnya sebentar, setelah
mendapat kepastian kebenarannya botol itu, ia baru berlalu dengan perasaan puas.
Sebelum meninggalkan ruangan itu dia sengaja memperlihatkan sekali lagi botol itu
kepada It Sim suthay dan berkata: "Adik Ki, tahukah kau apa kasiatnya botol ini?"
It Sim suthay yang sudah mendongkol dan sedih hati sudah tentu tidak mau menjawab.
Tetapi Tan Cie Tong masih berkata terus dengan bangganya:
"Tentang obat mabuk, senjata ampuh ciptaan guru kita, kau sudah pernah dengar atau
belum? Siapapun tidak akan menyangka bahwa botol yang nampaknya kosong dan tidak
ada harganya ini penuh berisi obat itu."
Ia berhenti sejenak dan tertawa terbahak-bahak kemudian berkata pula:
"Aku berpikir bertahun-tahun dan berusaha mencari obat itu, baru aku mengetahui.
Sekarang hal itu kuberitahukan kepadamu dan terimakasih atas pemberianmu!"
It Sim suthay merasa benci dan gemas, namun ia tidak bisa berbuat apa-apa, hanya dapat
mengeluarkan kata-kata: "Kau jahanam!"
Tan Cie Tong tidak menghiraukan dirinya dihina oleh adiknya, ia masih berkata dengan
seenaknya sendiri:
"Botol ini sudah berpuluh-puluh tahun dalam keadaan tertutup, aku tidak tahu apakah
kekuatan obatnya masih tetap atau sudah luntur. Heh, adik ki, bukankah kau senang
dengan gadis cilik itu? Sekarang aku ingin coba menggunakan obat ini padanya." Sehabis
berkata, ia benar-benar berjalan menuju ke kamar dimana Teng Teng berada.
Dalam terkejutnya It Sim suthay lompat menghadang di depan saudaranya dan meminta
kepadanya: "Toako, kau maafkanlah kesalahan Teng Teng!"TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Maafkan? Aku bersedia, bahkan aku hendak mengawinkan gadis itu dengan pemuda
pilihanku!" Kemudian ia menolak sambil mengibaskan lengan bajunya: "Minggir!"
Suatu kekuatan hebat telah mendorong It Sim suthay sehingga beberapa langkah.
Dengan melalui samping It Sim suthay, Tan Cie Tong hendak meneruskan usahanya dengan
diburu oleh It Sim suthay.
Tan Cie Tong lebih dahulu masuk kedalam kamar, begitu tiba didalam kamar lantas berdiri
melongo. Dalam kamar ternyata sudah tidak tampak bayangan Teng Teng!
It Sim suthay yang berada di belakangnya masih berseru dengan suara keras: "Toako,
jikalau kau tidak menghentikan usahamu, hari ini akan merupakan hari perpisahan untuk
selama-lamanya bagimu denganku!"
Tetapi begitu ia masuk kedalam kamar, juga tercengang dan berdiri terpaku.
Di atas tempat tidur bekas Teng Teng terdapat sebaris hurup "Al" yang ditulis dengan
kekuatan tangan.
Hanya kata-kata itu saja yang terdapat disitu sebagai gantinya Teng Teng.
Setelah menenangkan pikirannya, It Sim suthay hendak bertanya kepada saudaranya:
"Kau..."
Tetapi ketika ia berpaling, saudaranya yang berhati kejam itu juga sudah tidak tampak
bayangannya.
It Sim suthay mulai merasa curiga, ia kuatir lenyapnya Teng Teng adalah akal muslihat Tan
Cie Tong, maka dengan hati cemas ia menjerit dan kemudian lari keluar, sebentar
kemudian menghilang ditempat gelap...
Perbuatan It Sim suthay sudah seperti orang gila, ia hanya memikirkan untuk mengejar dan
menemukan kembali diri Teng Teng, sedikitpun tak tahu bahwa didalam salah sebuah
kamar tempat tumpukan kayu kering telah rebah diri Teng Teng yang masih dalam
keadaan tidak sadarkan diri.
Disamping Teng Teng, Pok Cun Gie duduk bersila dengan mengulurkan tangannya terpisah
sejarak satu kaki, sedang menyalurkan kekuatan tenaga dalamnya kedalam tubuh gadis
itu. Secara demikian dilakukan kira-kira setengah jam. Jidat Pok Cun Gie juga sudah basah
dengan keringat. Dengan mendadak ia menarik kembali kedua tangannya dan mengatur
pernapasannya sebentar, kemudian kedua tangannya diangkat tinggi, mulutnya
mengeluarkan suara bentakan ringan, dari ujung sepuluh jari tangannya, menghembus
hawa, lalu dipusatkan menjadi satu titik dan ditujukan ke jalan darah tubuh Teng Teng.
Gadis itu setelah menerima totokan dengan jalan demikian, sekujur badannya tampak
menggigil.
Selanjutnya wajah Pok Cun Gie juga sudah seperti seorang yang kehabisan darah. Ini
merupakan suatu bukti betapa ganas ilmu serangan yang digunakan oleh Tan Cie Tong.
Dengan seorang yang memiliki kekuatan tenaga dalam demikian hebat dan sudah paham
benar tentang ilmu golongan Budha yang sakti seperti Pok Cun Gie, juga masih merasa
berat menyembuhkan luka gadis itu.
Setiap kali habis menyalurkan kekuatan tenaga dalamnya kedalam tubuh Teng Teng, Pok
Cun Gie harus beristirahat dahulu mengatur pernapasannya. Dengan cara demikian iaTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
lakukan sampai tiga kali, baru berhasil membuka totokan tiga jalan darah yang ditotok
oleh Tan Cie Tong. Dengan demikian maka bahaya yang mengancam jiwa Teng Teng juga
sudah dapat disingkirkan.
Tetapi dalam usahanya itu Pok Cun Gie sudah mengeluarkan terlalu banyak tenaga. Ketika
ia membawa kembali Teng Teng kedalam kamarnya, ia sendiri sudah merasa terlalu lelah.
Masih untung, pada saat itu It Sim suthay masih belum kembali ke kamarnya, sedangkan
para padri didalam kuil itu juga sudah pada sembunyikan diri didalam kamar karena
ketakutan, sehingga tak satupun yang berani keluar, dengan demikian hingga tiada
seorangpun yang melihat perbuatannya.
Setelah Pok Cun Gie meletakkan tubuh Sim Teng Teng di atas pembaringan, ia
mengeluarkan uang kertas yang ditinggalkan oleh Sim Pek untuknya, ia hanya ambil
selembar untuk keperluan sendiri, sisanya dimasukkan kedalam kepalan tangan Teng Teng,
kemudian baru membuka totokannya dan setelah itu ia lantas berlalu secara menggelap.
Luka didalam tubuh Sim Teng Teng telah sembuh kembali tanpa diketahui dengan cara
bagaimana telah disembuhkannya. Ia hanya merasa bahwa begitu sadar semua
penderitaannya telah lenyap. Dengan cepat ia melompat bangun, ternyata semua
kekuatan tenaganya telah pulih kembali.
Tak dapat dilukiskan betapa girang perasaan Teng Teng pada waktu itu, hingga ia
melompat-lompat dan menari-nari didalam kamar seperti lakunya anak kecil sehabis
menerima hadiah dari ibunya.
Sementara itu, lembaran-lembaran uang kertas yang oleh Pok Cun Gie disesapkan dalam
tangannya juga ikut bertebaran.
Dalam keadaan demikian, It Sim suthay yang sedang lelah telah muncul dengan mendadak
di depan pintu kamar, begitu melihat kelakuan Teng Teng segera ditegornya: "Aa! Teng
Teng! Kau kenapa?"
It Sim suthay diam-diam juga merasa kuatir bahwa kelakuan Teng Teng itu karena
pengaruh obat mabuk dari Tan Cie Tong.
Tetapi reaksi Teng Teng ternyata diluar dugaannya, sambil menari-nari dan tertawa-tawa
Teng Teng menubruk dirinya seraya berkata: "Suthay, suthay...aku benar-benar sangat
berterima kasih padamu bahwa sekarang aku sudah sembuh seluruhnya."
Perasaan It Sim suthay mulai lega, ia membiarkan dirinya dipeluk dan diajak menari-nari
oleh gadis itu, tetapi secepat kilat ia menyadari bahwa ucapan gadis itu tidak benar, maka
iapun bertanya: "Apa? Siapa yang menolong dirimu?"
Teng Teng juga terkejut mendengar pertanyaan itu, hingga ia balas menanya: "Apakah
bukan suthay sendiri?"
"Bukan! Bukan aku! Oleh karena aku mencarimu, aku sampai seperti orang gila." jawab It
Sim suthay sambil menggelengkan kepala.
Mendengar keterangan itu Sim Teng Teng semakin heran.
"Suthay mencari aku, tetapi aku setapakpun tidak pernah meninggalkan tempat ini."
It Sim suthay menjadi bingung, kini ia merasa sangsi kepada dirinya sendiri, mungkin
karena merasa jengkel terhadap saudaranya, hingga sudah tidak tahu apa yang dilakukan
tadi. Ia tujukan matanya kepembaringan, kemudian berkata sambil menahan napas:TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Kau kata tidak meninggalkan tempat ini, kau lihat, di atas tempat tidurmu itu siapa yang
menulis huruf ini?"
"Aku sendiri sebetulnya juga tidak tahu pernah berlalu dari sini atau tidak." Berkata Teng
Teng sambil menggelengkan kepala.
It Sim suthay menundukkan kepala, tampak olehnya lembaran-lembaran uang kertas yang
bertebaran di-tanah, lalu berkata sambil tertawa: "Kau benar-benar seorang kaya. Dalam
badanmu begitu banyak membawa uang."
"Ini bukan uangku, aaa.!" jawab Sim Teng Teng terheran-heran.
Ia kini telah teringat kembali, ketika ia sadar, dalam tangannya seperti menggenggam
bungkusan kertas, diwaktu ia kegirangan tanpa sadar bungkusan kertas dalam tangannya
itu sudah dilempar ke tengah udara. Apakah bungkusan itu uang kertas?
Pada saat itu uang kertas yang bertaburan itu sudah dipunguti dan dikumpulkan oleh It Sim
suthay.
Selain uang kertas, ia juga menemukan sehelai saputangan yang diujungnya ada sulaman
seekor naga kecil. Sim Teng Teng ketika melihat sulaman naga di atas saputangan itu, lalu
berseru:
"A.suthay, aku tahu, saputangan ini milik Pek jieko. Pasti dia yang mencarikan orang
menyembuhkan lukaku dan meninggalkan uang ini untuk ongkos dalam perjalanan pulang."
Begitu ia ingat akan pulang, Teng Teng tidak sabar lagi, ia menerima kembali saputangan
itu dari It Sim suthay, hanya uang kertasnya ia berikan kepada It Sim suthay sambil
berkata:
"Suthay, aku perlu lekas pulang untuk mencari ayah supaya membantu benteng pahlawan,
terimakasih kuucapkan atas perawatan suthay, dan uang ini harap suthay suka terima
sebagai sumbangan untuk keperluan dalam kuil."
Setelah berkata demikian, dengan meninggalkan beberapa tanda tanya dalam otaknya ia
berlalu dari kuil itu.
Dalam keadaan demikian Pok Cun Gie telah mengenal belang Tan Cie Tong juga sudah
berhasil menyembuhkan luka parah Sim Teng Teng, meskipun ia sendiri kehilangan banyak
tenaga dalamnya, tetapi perasaannya sangat gembira dan hatinya merasa lega.
Ia merasa sangat beruntung, oleh karena dapat mengetahui keadaan yang sebenarnya dari
Tan Cie Tong, sehingga tak sampai melakukan kesalahan besar yang sulit diperbaiki.
Sekarang, adalah tiba waktunya untuk ia bagaimana harus memperbaiki kesalahannya yang
sudah diperbuat. Banyak persoalan dalam otaknya, hingga ia melakukan perjalanan yang
luar biasa cepatnya tanpa disadari olehnya.
Dalam keadaan demikian, seorang yang suka iseng, rupanya tertarik oleh gerakan Pok Cun
Gie yang berjalan demikian pesat disiang hari bolong, hingga diikutinya dari jauh.
Tiba-tiba tampak berkelebat bayangan hijau, dengan memutari Pok Cun Gie, kemudian
berada di-hadapannya, lalu mengeluarkan suara tertawa dingin dan menunjukkan sikapnya
yang jumawa.
Untung Pok Cun Cie buru-buru merandek, sehingga tak sampai menubruk tubuhnya,
sekalipun demikian, nampaknya sudah menimbulkan marah kepada orang yang berada di
hadapannya itu, yang bukan lain daripada seorang gadis remaja.TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Orang kasar, kau mencari...!!!" Demikian gadis itu membentak dengan suaranya yang
merdu sekali, perkataan terakhir yang berarti mampus belum keluar dari mulutnya,
ditelannya kembali ketika menyaksikan Pok Cun Gie yang dianggap orang kasar, ternyata
bukanlah seorang kasar, melainkan seorang muda yang sangat tampan.
Yang mengherankan ialah, setelah ia menatap Pok Cun Gie, ia sendiri yang lebih dulu
menundukkan kepala dengan wajah kemerah-merahan.
Pok Cun Gie menatap wajah gadis itu sembari mengeluarkan seruan kaget: "Ou ...!!"
Ia hampir tidak percaya bahwa orang yang berlaku gegabah itu ternyata adalah seorang
gadis remaja yang cantik jelita.
Ketika menyaksikan sikap gadis itu, Pok Cun Gie lalu berkata dengan suara perlahan:
"Aku toh tidak mengganggu Nona?'' Suaranya itu meskipun sangat perlahan tetapi sedikit
banyak ada mengandung sesalan kepada gadis itu.
Gadis itu juga merasa bahwa tindakannya tadi terlalu gegabah, maka dalam keadaan
kemalu-maluan ia tidak berani berkata apa-apa.
Ketika mendengar Pok Cun Gie berkata demikian, lalu timbullah suatu akal dalam otaknya,
sambil setengah tertawa ia berkata: "Apakah aku tidak bisa kesalahan melihat orang?"
Jawaban itu sungguh cerdik, bukan saja sudah menutupi perbuatannya sendiri yang suka
iseng dan terlalu gegabah, tetapi juga sekaligus menolak tuduhan Pok Cun Gie.
"Sekarang kau boleh melihat sendiri dengan tegas, aku adalah orang yang kau cari itu atau
bukan?" berkata Pok Cun Gie sambil tertawa-tawa.
"Susah dikata, kau kemungkinan besar adalah itu orang yang mengaku-ngaku sebagai Lie
hwe lengcu, Pek Cun Ngo."
Pok Cun Gie mengira bahwa dirinya sudah dikenali oleh gadis itu, maka lantas balas
bertanya dengan perasaan kaget: "Apakah kau kenal dengan Pek Cun Ngo????"
"Hanya dengar namanya, tetapi belum pernah melihat mukanya." jawab gadis itu sambil
tertawa.
"Kalau begitu, perlu apa kau mencari padanya??"
"Aku hendak hajar padanya!"
"Tetapi dia toh tidak mencari onar dengan kau?"
"Dan benteng pahlawan juga tidak mencari stori dengannya!"
"Kau kiranya kau hendak membela keadilan?"
"Apakah aku tidak bisa membela keadilan?"
Dari sikap kata-kata gadis itu yang nampak lucu dan masih kekanak-kanakan, sangat
menarik Pok Cun Gie, sehingga timbullah rasa simphatinya, maka dengan sengaja ia
menggoda: "Apa kau kira sanggup melawan dia??"
"Tahukah kau, siapa aku ini??" Demikian gadis itu balas menanya sambil tertawa dingin.
Mendengar pertanyaan itu, dalam hati Pok Cun Gie teringat lagi kepada gadis berbaju
ungu, maka segera berkata sambil tertawa: "Aku justeru ingin menanya."TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Thian-san Gin hong!!" Demikian gadis menyebutkan namanya sepatah demi sepatah.
"Ou....kalau begitu Nona ini adalah Nona Siang kwan Tjing Hwa?"
Gadis itu merasa heran, juga merasa girang bahwa Pok Cun Gie telah mengenal nama
aslinya, maka balas bertanya sambil tertawa: "Kau lihat, bagaimana anggapanmu, aku
sanggup melawan dia atau tidak?"
"Ilmu bertebar bunga yang terdiri tujuhpuluh dua jurus dari Thian-san Gin hong itu,
merupakan ilmu ampuh luar biasa didalam rimba persilatan, aku lihat Pek Cun Ngo
barangkali tidak sanggup melawanmu."
Gadis itu girang sekali, tanpa diminta ia telah menambah keterangan sendiri.
"Selain itu ilmu kepandaianku pernah kalah dengan siapa?"
Menilik pembicaraan itu sangat mengesankan, gadis itu perlahan-lahan merasa tertarik
oleh Pok Cun Gie, tanpa disadari keduanya telah berjalan berendeng bersama-sama.
Mereka seolah-olah bagaikan sepasang kawan lama, disepanjang jalan mereka bicara dan
tertawa-tawa.
Berjalan hampir setengah hari, bicara mereka juga hampir memakan waktu setengah hari.
Bagi Thian san Gin-hong, nona itu masih belum tahu siapa pemuda yang berjalan bersamasama dengannya, maka setelah ia ingat hal itu, segera merandek dan bertanya: "Kau ini
siapa sebetulnya?"
"Pek Cun Ngo!!" jawab Pok Cun Gie singkat.
Thian san Gin hong mengira bahwa pemuda itu sengaja menggoda dirinya, maka berkata
sambil tertawa besar: "Mungkinkah kau Pek Cun Ngo? Kalau begitu aku seharusnya adalah
kau punya ..."
Ia sebetulnya hendak berkata: "Seharusnya kau punya ibu" tetapi kata-kata baru sampai
diujung bibir, baru ingat bahwa dirinya adalah seorang perawan yang masih belum kawin,
bagaimana dapat mengatakan ucapan demikian? Oleh karenanya maka seketika itu lantas
menundukkan kepala, kedua pipinya kemerah-merahan, perkataan itu akhirnya ditelan
kembali.
Untuk sesaat Pok Cun Gie tak dapat memahami, lantas bertanya: "Aku menjadi apamu...??"
Thian san Gin hong menggelengkan kepala, dengan perasaan malu-malu ia berkata: "Kau
.... Kau ... nakal!!"
Dari sikap dan tingkah laku pertama waktu ia menghadang Pok Cun Gie, gadis itu
merupakan seorang gadis galak yang suka menuruti perasaan hatinya sendiri. Tetapi kini
semuanya sudah berubah, sikapnya itu sedikitpun tidak menunjukkan sikap galak atau
marah.
Menyaksikan itu Pok Cun Gie diam-diam berpikir: Gadis ini adatnya sungguh aneh.
Sebetulnya, sedikitpun tidak aneh, karena sikap kelakuan dan wajah Pok Cun Gie, saat itu
sudah menarik perhatian Thian san Gin hong, dengan lain perkataan, gadis itu begitu
melihat, ternyata sudah jatuh cinta padanya.
Sebaliknya dengan Pok Cun Gie, ia sendiri juga merasa bahwa gadis itu baik dan
dianggapnya sangat lucu, itu juga sudah merupakan tanda bahwa ia juga tertarik kepada
gadis tersebut.TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Dengan sangat perlahan, Pok Cun Gie berkata ditelinganya: "Dengan terus terang, aku
sebetulnya adalah Pek Cun Ngo!"
Waktu ia berkata demikian, hatinya sangat kuwatirkan bahwa gadis itu nanti akan
memberi tamparan kepadanya, maka diam-diam sudah siap sedia.
Diluar dugaannya, gadis itu setelah mendengar perkataannya, bukan saja tidak turun
tangan, sebaliknya malah berkata dengan perlahan sambil menghela napas: "Aku lihat kau
bukanlah semacam orang yang kasar semacam itu, sekalipun kau adalah Pek Cun Ngo, aku
juga harus meninjau kembali pendirianku terhadap dirimu..."
"Dengan sebetulnya aku adalah Pek Cun Ngo, sekarang bagaimana kau hendak menghadapi
diriku?"
Thian san Gin hong menatap wajahnya sekian lama, kemudian tersenyum dan berkata:
"Aku bersedia menjadi orang pertengahan bagi kalian, supaya pertikaian antara kau
dengan orang benteng pahlawan bisa menjadi damai, bagaimana kau pikir?"
Hati Pok Cun Gie tergerak, diam-diam ia berpikir: Batu Giok Im Yang dibenteng pahlawan
itu entah darimana mereka dapatkan, dalam hal ini sebetulnya menimbulkan perasaan
curiga, mengapa aku tidak menggunakan kesempatan ini untuk minta pertolongannya
melakukan penyelidikan dengan teliti.
Oleh karena timbul pikiran demikian, maka ia bersedia menerima tawaran gadis itu, selagi
ia hendak menyatakan pikirannya, dari jauh mendadak terdengar suara siulan panjang.
Benteng Pahlawan Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Thian san Gin hong yang mendengar suara itu wajahnya berubah seketika, dengan menarik
lengan baju Pok Cun Gie ia berkata: "Lekas sembunyikan diri, nenekku telah datang
mencari aku."
Tanpa menunggu jawaban lagi, ia paksa Pok Cun Gie sama-sama bersembunyi di belakang
sebuah pohon besar.
Baru saja mereka sembunyikan diri, di atas jalan raya nampak seorang perempuan
berambut putih, dengan sikap marah berlari-lari mencari jejak Thian-san Gin hong.
Setelah nenek itu berlalu jauh, Thian san Gin hong baru merasa lega, ia berkata sambil
menatap mata Pok Cun Gie:"Kali ini nenek benar-benar sangat marah!"
"Mengapa kau membuat nenekmu marah?" Tanya Pok Cun Gie.
"Karena aku tidak suka ikut dia ke gunung Thiansan, disana hampir setiap hari turun salju,
diwaktu biasa tidak tampak bayangan seorangpun juga, hal itu sesungguhnya sangat tidak
menyenangkan."
"Kau tidak takut dengan nenekmu?"
"Kalau tidak takut, mengapa aku harus sembunyi?"
"Kalau begitu kau tidak bersedia pulang ke gunung Thiansan?"
"Mengapa tidak? Disana ada rumahku, lagi pula, kalau nenek pulang seorang diri bukankah
sangat tidak enak?"
Mendengar jawaban yang saling bertentangan itu Pok Cun Gie lantas tertawa.
"Kalau begitu, mengapa kau tadi tidak ikut pulang dengan nenekmu?"TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Aku sudah berkata hendak menjadi pertengahan untukmu, perkataanku tadi belum habis,
kalau kutinggalkan pergi, bukankah akan menjadi seorang yang tidak boleh dipercaya?"
Pok Cun Gie menghela napas perlahan, ia berkata dengan pujiannya:"Kau benar-benar ada
seorang gadis baik yang mengerti urusan, aku bisa bersahabat dengan kau ini, benar-benar
merasa sangat beruntung."
Sungguh senang hati Thian san Gin-hong mendengar pujian itu, sesaat itu seperti
melayang-layang dalam lamunannya, akhirnya ia berkata sambil tertawa:
"Tidak perlu merendahkan diri, siapa suruh kita begitu melihat seperti kenalan lama?
Bantuan sedikit ini kalau aku tidak berikan padamu, tidak ada artinya aku menjadi seorang
yang mendapat julukan Thian san Gin-hong. Hanya, aku perlu mendapat sedikit keterangan
darimu, darimana dimulainya permusuhanmu dengan orang benteng pahlawan itu, coba
kau ceritakan dulu padaku, supaya aku dapat memikirkan cara-caranya untuk mencari
jalan keluar."
Dalam kegembiraannya, ia telah melupakan dirinya dan usianya sendiri yang masih
sedemikian muda, kata-katanya itu seolah-olah keluar dari mulut orang tua.
"Dengan sebetulnya, aku dengan orang-orang benteng pahlawan tidak mempunyai
permusuhan apa-apa. Hal itu telah terjadi disebabkan oleh sedikit kesalah pahaman saja."
jawab Pok Cun Gie.
"Kalau begitu lebih baik, dengan mengandal mukaku, sepatah perkataan saja cukup
membereskan persoalan ini dan akan memuaskan pada kedua belah pihak."
"Hanya . . ."
"Kau masih ada kesulitan apa, katakan saja terus terang, kalau aku dapat menutupi
kesulitanmu, aku juga bersedia membantumu."
"Maksudku ialah, pertikaian antara aku dengan orang-orang benteng pahlawan sebaiknya
dibereskan secara baik-baik, dengan memandang mukaku, bagaimana nanti kau hendak
bertindak aku menurut saja, hanya aku hendak minta pertolongan dulu darimu, supaya
diam-diam melakukan dan menyelidiki sesuatu hal bagiku."
"Apakah hal itu perlu harus diselidiki secara menggelap?"
"Hanya dengan secara diam-diam dan menggelap barulah bisa dapat keterangan yang
sebenarnya."
Thian san Gin hong seolah-olah menyadari maksud pemuda itu, maka ia lalu berkata:
"Ha ... ya! Memang ada sesuatu hal yang kita tanyakan orang secara terang-terangan,
orang itu belum tentu menjawab dengan terus terang."
"Nona, kau benar-benar sangat pintar, dengan kecerdasanmu ini, aku merasa lebih mantap
untuk minta tolong kau menyelidiki urusanku, aku percaya pasti akan berhasil baik."
"Mempunyai sahabat seperti kau ini, sekalipun aku harus mengadu jiwa juga ada harganya,
kau minta aku menyelidiki soal apa, katakanlah terus-terang."
"Urusan yang aku minta tolong padamu, ialah tentang asal usul diri dua pocu benteng
pahlawan, dan asal-usul batu Giok Im Yang dirumahnya."
"Kiranya hanya urusan yang semudah ini, sekarangpun aku dapat menjawab padamu."TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Apa kau sudah tahu?"
Thian san Gin hong menganggukkan kepala, kemudian menjawab:
"Nenekku dengan mereka pada sepuluh tahun berselang sudah merupakan sahabat karib,
bagaimana aku tidak tahu." Ia berhenti sejenak kemudian meneruskan: "'Munculnya
benteng pahlawan dikalangan Kangouw, sebetulnja baru sepuluh tahun saja, oleh karena
hubungan dan banyaknya perkenalan dari Sim tayhiap dua saudara itu, sehingga telah
dapat berkenalan dengan seorang luar biasa pada dewasa ini, ialah Sim Yan, mereka telah
menganggap sebagai sekeluarga, dan dengan adanya Sim locianpwe yang menunjang, maka
pengaruhnya makin hari makin besar, dan tidak kalah dengan partai-partai besar lainnya."
Mendengar kata-kata yang lazim dikalangan Kang ouw itu Pok Cun Gie ketawa mesem,
kemudian berkata:"Apa tidak ada soal lainnya lagi?"
"Apa kau kira ini ada riwayat biasa dalam dunia Kang ouw? Dengan sebetulnya ini memang
hal yang sebenarnya, nenekku juga pernah menanyakan kepada Pocu tua, sedikitpun tak
salah."
"Kalau begitu darimana mereka dapatkan batu Giok Im Yang itu?"
"Itu toh peninggalan ayah-bunda mereka."
"Menurut apa yang aku tahu, pada duapuluh tahun berselang, batu wasiat itu adalah benda
turunan dari pendekar-pendekar Liong dan Hong."
"Kalau begitu pasti adalah pendekar Liong dan Hong tayhiap yang memberikan kepada
mereka."
"Adikku yang baik, tidak perduli bagaimana aku minta kau buktikan dulu, barulah
beritahukan padaku."
Thian san Gin-hong agaknya merasa bahwa ia sendiri terlalu gegabah memberi jawaban,
maka ia merasa tidak enak, dan kemudian berkata:
"Baiklah, kalau aku tidak menerima baik permintaanmu, kau juga kurang tenang, aku nanti
akan melakukan penyelidikan untukmu."
Pok Cun Gie lalu memuji seraya berkata:"Terima kasih kuucapkan adikku yang manis,
lekaslah kau mengejar nenekmu."
Thian san Gin hong merasa ragu-ragu sejenak, kemudian berkata: "Bolehkah aku panggil
kau Toako?"
"Sejak tadi toh aku sudah panggil kau Adik, sudah tentu kau harus panggil aku Toako!"
Thian san Gin hong sangat girang sekali, lalu ia berkata: "Toako...!'' Kemudian dengan tibatiba wajahnya tampak murung, dan kemudian berkata dengan suara perlahan: "Toako, aku
sekarang hendak pergi!"
Setelah berkata demikian, ia lalu bertindak pergi, sebentar saja sudah meninggalkan
toakonya.
Pok Cun Gie memandang Thian-san Gin-hong yang perlahan-lahan menghilang dari
pandangan matanya, setelah itu ia juga pulang kembali ke rumah yang sudah disediakan
oleh Tan Cie Tong, dengan tidak menunjukkan perubahan apa-apa, ia diam-diam mencari
kesempatan untuk bertindak.TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Berita tentang kedatangan Lie-hwe Lengcu dan Hek-sat Lengcu dibenteng pahlawan yang
mencari setori, dengan cepat sudah tersiar luas dikalangan Kang ouw. Selama beberapa
hari itu, sahabat-sahabat benteng pahlawan yang hendak memberi bantuan sudah datang
beberapa rombongan, diantaranya ada:
Jo Thay, yang didalam dunia Kang ouw mempunyai julukan tabib tiga jari mujijat; Li Pa,
yang mempunyai nama julukan tangan maut; Ko Haow yang biasa menggunakan dengan
tangan kiri; Kwek Sing Jan; Liu Hi Jan dan lain-lain. Diantara mereka, terutama Jo Thay
bukan saja paham ilmu ketabiban, tapi juga tinggi sekali ilmu silat dan memiliki
kecerdasan otak yang luar biasa, ia juga merupakan orang kuat sangat sempurna,
ditambah lagi dengan kenalannya yang demikian banyak, oleh karena itu di bawah
permintaan yang sangat dari Toapocu Sim Kun, untuk sementara ia dipilih untuk menjabat
pemimpin rombongan.
Jabatan itu dinamakan sementara, oleh karena atas permintaannya sendiri, kelak
dikemudian hari apabila orang-orang yang datang sudah banyak dan ada orang yang lebih
tinggi kepandaian darinya, jabatan itu akan diserahkan pada orang yang lebih pandai.
Selagi orang-orang itu repot mengadakan pemilihan dan setelah Jo Thay dipilih sebagai
pemimpin rombongan sementara, diluar pintu benteng kedengaran ribut-ribut karena
kedatangan Pek Bie Lolo, neneknya Thian-san Gin-hong.
Sebetulnya kedatangannya ke benteng pahlawan itu, tujuan utama ialah mencari Thian san
Gin-hong, karena ia tahu benar sipatnya gadis itu. Bila sudah pernah muncul disekitar
daerah itu, sudah pasti ia akan datang ke tempat tersebut.
Dugaannya itu tidak keliru, lantas ia disambut dan diajak masuk oleh Sim Kun dan Jo Thay
serta lain-lainnya, waktu itu Thian-san Gin-hong juga sudah tiba diluar pintu.
Ketika penjaga pintu melaporkan hal itu, Pek Bie Lolo lantas menjengitkan alisnya dan
berkata dengan suara gemes: "Peduli apa dengannya, katakan saja bahwa aku tidak ada,
jangan membiarkan ia masuk!"
Tetapi Sim Kun dan Jo Thay yang sudah lama berkelana didunia Kang ouw, dan merupakan
orang Kang ouw kawakan sudah tentu mengerti pikiran nenek itu, mereka lalu saling
berpandangan sejenak, kemudian keduanya lantas bangkit dari tempat duduknya.
"Sejak Thian-san Gin-hong muncul didunia Kang ouw, namanya dengan cepat
menggemparkan rimba persilatan dunia Tiong-goan, ia merupakan salah seorang gadis
kosen luar biasa pada dewasa ini, kedatangannya kemari sudah seharusnya kita sambut
dengan semestinya!" Demikian kata Sim Kun sambil tertawa terbahak-bahak.
Pek Bie Lolo juga mengerti bahwa mereka sangat menghormati dirinya, maka diam-diam ia
merasa girang. Sebaliknya mulutnya juga berkata: "Anak-anak muda tidak tahu diri, Sim
toapocu jangan memalukan kami."
Sim Kun dan Jo Thay hanya ketawa kemudian kedua-duanya berjalan keluar.
Dalam mulut Pek Bie Lolo meskipun berkata demikian, tetapi juga tidak mencegah
perginya mereka, hanya bibirnya tersungging suatu senyuman puas.
Tak lama kemudian, Thian san Gin hong muncul di ruangan tamu bersama-sama Sim Kun.
Pek Bi Lolo yang menyaksikan dari atas tempat duduknya, merasa terharu hingga
airmatanya mengalir keluar.
Sedangkan Thian san Gin hong sendiri, yang menyaksikan neneknya berada disitu, hampirTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
ia menangis.
Kemarahan Pek Bi Lolo tadi kini telah lenyap semuanya, begitu melihat Thian san Gin
hong, ia lantas berseru: "Hoadji, apakah kau sudah tidak mengerti aturan sama sekali?"
Gadis itu benar-benar bersifat berandalan, dalam antara orang banyak tanpa
menghiraukan peraturan rumah tangga, lantas lompat dan menubruk neneknya dengan
sifat sangat aleman ia berkata: "Nenek, apakah kau masih marah terhadapku?"
Pek Bi Lolo yang sudah menemukan cucunya yang nakal ini jangankan marah, perasaan
girangnya saja hampir tak dapat dicegah meluapnya, ia hanya mendekap dan
merangkulnya, dan menanyakan kehidupan selama setahun itu, apakah selama diluar itu ia
pernah dihina orang?
Orang-orang yang berada disekitarnya, semua pada tertawa menyaksikan kejadian yang
penuh cinta kasih itu.
Thian-san Gin-hong tiba-tiba berseru: "Ei . . .!" Kemudian menarik baju neneknya dan
berkata dengan suara perlahan: "Nenek, pembicaraan kita nanti saja kita lanjutkan lagi,
bolehkah?"
"Anak, apa kau merasa malu? Sim Toapocu toh bukan orang luar, tidak ada halangan kita
bicara!" Berkata Pek Bi Lolo sambil ketawa.
"Nenek, kau . . ." Demikian Thian san Gin hong tidak dapat melanjutkan kata-katanya.
Pek Bi Lolo mendadak bangkit dari tempat duduknya, ia minta maaf kepada orang banyak
berkata: "Tuan-tuan dan saudara-saudara sekalian, harap maafkan kelakuan kami!"
Sim Kun membalas hormat seraya berkata:
''Pertemuan antara locianpwe dengan cucu yang sudah lama berpisahan sudah seharusnya
Sim Kun memberi selamat." Kemudian ia berkata kepada salah seorang yang berdiri
disampingnya: "Lekas sediakan perjamuan untuk menyambut kedatangan Tok locianpwe."
Pek Bi Lolo dengan muka berseri-seri menyatakan terima kasihnya.
"Locianpwe jangan berlaku merendah, jikalau locianpwe berlaku merendah, kegemaran
arak Boanpwee nanti akan lenyap." Berkata Ju Thay.
"Orang doyan minum seperti kau ini, belum menunggu kedatangan Tan Cie Tong sudah
merepotkan Sim toapocu saja!" Berkata Pek Bi Lolo sambil tertawa terbahak-bahak.
Ucapan itu telah disambut tertawa ramai oleh semua orang.
Dengan cepat sepuluh hari telah berlalu, janji pada waktu tahun baru yang ditetapkan
oleh Pek Cun Ngo hanya tinggal beberapa hari saja. Sementara itu jie pocu Sim Pek dan It
Yap To-tiang juga sudah pulang.
Selanjutnya dengan tidak terputus-putus benteng pahlawan telah kedatangan beberapa
sahabatnya yang hendak memberi bantuan tenaga, diantaranya ada Ngo Seng taysu dan
Ngo Yan taysu dari Siauw lim-sie. Tiga persaudaraan Lie yang terkenal sebagai jago pedang
dari partai Kun-lun-pay, mereka adalah Lie Thay Kwa, Lie Sao Pa dan Lie Ju Wa.
Dua suheng ketua partai Tjing-shia pay yang digelarkan sebagai dua dewa, Thian Yan
totiang dan Twe Yan totiang. Dan golongan Hwa san pay mengutus dua persaudaraan Kam,
Kam Kay Liong dan Kam Kay Kiok, yang bergelar jago pecut mas dan jago pecut perak. Dari
perkampungan Kiu cok chung juga mengutus jie chungcunya, Oen Teng Ho yang ditakutiTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
oleh orang-orang rimba persilatan dengan ilmunya yang sangat beracun.
Orang-orang yang datang itu semuanya merupakan orang-orang kuat rimba persilatan pada
masa itu, sehingga membuat benteng pahlawan menjadi ramai dan penuh sesak,
selanjutnya pangcu dari golongan pengemis Song Khun juga kembali dengan membawa
empat sesepuhnya.
Dalam peristiwa itu, ia juga terhitung salah seorang yang terlibat didalamnya, maka
setelah kedatangannya itu, malam itu juga didalam ruangan pertemuan benteng pahlawan
diadakan pertemuan.
Dalam pertemuan itu dipimpin oleh Pek Bi Lolo, dengan didampingi oleh kedua pocu
benteng pahlawan dan pangcu dari golongan pengemis, serta Jo Thay, Lie Pa, dan Thiansan Gin hong. Didalam ruangan itu mereka mengadakan pembicaraan lama sekali, dalam
pertemuan itu Sim jiepocu juga menceritakan tentang pertemuannya dengan Tan Cie Tong
yang hendak paksa Teng Teng kawin dengan sahabatnya. Dan pertemuannya yang tidak
disengaja dengan seorang sahabat baru, tak disangka sahabat itu kemudian telah
menolong jiwanya Teng Teng.
Ketika Sim Pek menceritakan dandanan dan wajah sahabat yang baru dikenalnya itu,
semua sudah mengerti bahwa sahabat barunya itu adalah Pek Cun Ngo sendiri.
Dengan demikian tambah lagi persoalannya, persoalan yang menyangkut diri Teng Teng itu
barangkali lebih serius daripada persoalan batu Giok Im Yang itu sendiri.
Ketika mereka sedang membicarakan persoalannya yang menyangkut diri Teng Teng,
ternyata sudah membikin mendongkol Thian-san Gin-hong yang ternyata sudah berada
disitu.
Kemudian ia telah berlalu dan menyekap dirinya dikamarnya sendiri. Sedang Pek Bi lolo
masih tidak tahu sebabnya mengapa gadis itu marah-marah sendiri, meskipun ia ingin
menemuinya juga tidak berhasil.
Malam itu setelah jam tiga, pintu Thian-san Gin hong terdengar ketukan tujuh kali, tak
lama kemudian Thian san Gin hong baru membuka pintu. Dari luar tampak berkelebat
bayangan putih yang masuk kedalam kamar. Ketika berada di-depan Thian-san Gin hong,
orang itu berkata dengan suara perlahan: "Adik, apa ada kabar istimewa?"
Lama Thian-san Gin-hong tidak menjawab, orang itu yang bukan lain adalah Pok Cun Gie
bertanya pula: "Adik, apa aku ada salah, mengapa kau marah?"
"Aku hendak pulang ke gunung Thiansan!" jawab Thian-san Gin-hong dengan suara
mendongkol.
"Jadi kau tidak bersedia membantu aku?" Berkata Pok Cun Gie kaget.
Thian-san Gin-hong mendadak merasa bingung, airmatanya berlinang-linang, kemudian
berkata dengan suara pelahan: "Sudah ada Teng Teng, apa masih memerlukan aku lagi?"
"Adikku, apakah maksudmu ini?"
"Perbuatanmu terhadap dia, apakah kau sendiri masih belum tahu?"
Seolah-olah baru sadar Pok Cun Gie berkata:
"Peribahasa ada kata, menerima budi setetes air, seharusnya dibalas dengan air mancur,
Sim ji-pocu menolong diriku selagi aku dalam kesulitan, sehingga menjaga nama baikku,
aku menolong adiknya itu toh sudah seharusnya, sedikitpun aku tidak mengandung maksudTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
apa-apa. Adik, mengapa kau mengucapkan perkataan demikian?"
"Kalau begitu, bangsat tua she Tan itu yang hendak menjadi comblang untukmu,
bagaimana kau harus menjelaskan?"
"Ia toh belum menanyakan pikiranku, apa yang dilakukan olehnya ada hubungan apa
denganku?"
"Benarkah kau tidak mengadakan perjanjian diam-diam dengan bangsat tua she Tan itu?"
"Benar-benar tidak!"
"Kau tidak membohongi aku?"
"Kenyataan nanti akan menjadi bukti, apakah aku membohongi kau?"
"Kalau begitu bagaimana kau terhadapku?"
Pok Cun Gie sungguh tidak menduga bahwa gadis itu telah mengajukan pertanyaan secara
terus terang, ia sudah mengeluarkan isi hatinya tanpa tedeng aling-aling, maka seketika
itu ia tercengang dan tidak dapat menjawab.
Ketika Thian-san Gin-hong mengucapkan perkataan itu, sebetulnya ia sudah dalam
keadaan hampir lupa kepada dirinya sendiri, setelah perkataan keluar dari mulutnya,
pipinya mendadak merah membara, dan ketika melihat Pok Cun Gie lama tidak menjawab,
ia baru merasa malu dan gemas pada diri sendiri, dan akhirnya menangis sendiri.
Pok Cun Gie ketika melihat ia menangis benar-benar ia merasa gugup, dengan suara agak
gelagapan akhirnya ia berkata:"Aku..aku...bagaimana kau suruh aku berbuat terhadapmu?"
Kata-kata itu meskipun bukan merupakan jawaban tepat, tapi bukan terhitung suatu
jawaban penolakan. Ini bukan berarti Pok Cun Gie tidak mengerti, tapi juga bukan berarti
Pok Cun Gie tak suka kepada gadis itu, melainkan ia belum mempunyai pengalaman dalam
soal asmara, hingga tidak tahu bagaimana harus menjawab. Sedangkan Thian san Gin-hong
yang mendengar jawaban itu, diam-diam hatinya merasa lega, tetapi untuk mendjaga
Benteng Pahlawan Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mukanya sendiri, ia telah memperbaiki kata-kata-nya lagi yang diucapkan secara terus
terang tanpa tedeng aling-aling: "Sim jiepocu hanja mengajak kau makan, kau lantas
anggap itu sebagai budi besar, sehingga kau harus mengeluarkan banyak tenaga untuk
membantu Teng Teng, dengan menyalurkan kekuatan tenaga dalammu untuk memunahkan
racun yang berada dalam tubuhnya. Aku juga hanya minta agar kau menyempurnakan
kekuatan tenaga dalamku, bagi kau rasanya permintaan itu toh tidak keterlaluan?"
Dengan kata-katanya itu, ia telah berhasil menutupi kesalahannya dengan sebaik-baiknya.
Pok Cun Gie juga merasa menyesal atas jawabannya yang dianggapnya kurang sesuai tadi,
pada saat itu ia hanya hendak menyenangkan hatinya, maka ia segera berkata: "Adikku,
sudah lama aku mengandung maksud seperti itu, hanya aku belum punya kesempatan
untuk membicarakan denganmu."
"Kalau sekarang kau pikir bagaimana?"
"Apabila ada orang mengganggu, barangkali akan membawa akibat tidak baik bagi kedua
pihak."
"Tengah malam buta seperti ini siapa yang berani masuk kamarku?"
Pok Cun Gie nampak ragu-ragu, akhirnya ia menerima baik permintaan gadis itu.TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Baiklah! Adik, lekas kau duduk bersila dengan baik, aku hendak menyalurkan kekuatan
tenagaku." Demikian ia berkata.
Thian-san Gin-hong semula memang hanya main-main saja, ia masih tidak mau percaya
bahwa Pok Cun Gie benar-benar memiliki kekuatan tenaga dalam yang luar biasa, ia lebih
tidak menduga bahwa begini berkata lantas hendak melakukan, maka dalam keadaan
demikian ia sendiri juga merasa sedikit rikuh.
Pok Cun Gie yang tidak mengetahui perasaan hatinya, khawatir gadis itu akan memandang
ringan dirinya, maka ia terpaksa mendesak, sejenak ia pusatkan pikirannya, kemudian
berkata:"Adik, waktu sangat berharga lekas kau kendalikan perasaanmu, aku akan mulai."
Satu tangannya diletakkan dibagian jalan darah belakang punggung gadis itu, tak lama
kemudian hawa hangat mulai masuk menyusup kedalam tubuh gadis cantik itu.
Thian san Gin-hong segera menenangkan pikirannya, ia pusatkan seluruh perhatiannya,
saat itu bisa merasakan beberapa bagian tenaga dalam pemuda itu, yang menyusup
kedalam tubuhnya dengan menyusuri semua otot-otot dan semua urat-uratnya, pada
akhirnya hanya tinggal ada dua bagian yang harus ditembus, telah berhasillah sudah. Siapa
tahu pada saat yang sangat genting itu tiba-tiba ada seorang yang mengetuk pintu dan
bertanya:"Hoadji, apakah kau sudah tidur?"
Pok Cun Gie dan Thian san Gin hong telah dikejutkan dengan gangguan yang datangnya
sangat mendadak itu, hawa panas yang mengalir kedalam tubuh gadis itu mendadak
berhenti.
Pek Bi Lolo yang berada diluar kamar mengira gadis itu sudah tidur, hingga diam-diam
telah berlalu.
Pok Cun Gie yang memiliki kekuatan tenaga dalam luar biasa begitu gangguan lenyap,
kekuatan tenaga dalamnya timbul lagi, hingga kembali menyusup kedalam tubuh Thian-san
Gin hong.
Tak disangka, Pek Bi Lolo yang sudah berlalu, tiba-tiba pikirannya tergerak, nenek tua itu
berpikir sendiri: Ah, tidak benar, orang yang belajar ilmu silat bagaimana bisa tidur begitu
pulas, budak itu tentunya marah terhadapku.
Dengan demikian ia lantas balik kembali.
Apa mau pada saat itu justeru Thian-san Gin-hong sedang mengeluarkan suara napas
memburu, sang nenek yang mendengarkan itu bukan kepalang terkejutnya, dengan tanpa
berpikir lagi, tangannya lantas bergerak mendorong pintu kamar.
Dan setelah ia masuk dikamar, apa yang disaksikannya semakin membuatnya takut,
terkejut dan terheran-heran.
Di hadapan matanya tampak Thian-san Gin-hong sedang dipegangi belakang punggungnya
oleh seorang pemuda berbaju putih, sedang saat itu tubuh gadis itu tampak menggigil
tidak berhentinya, seolah-olah sedang menahan siksaan berat.
Pek Bi Lolo yang memperhatikan keselamatan cucunya, tanpa dipikir panjang lagi hawa
amarahnya lantas berkobar, ia segera membentak dengan suara keras:"Jahanam!!
Serahkan jiwamu!!!!"
Dengan satu gerakan tangan yang dinamakan "memetik bunga dari pohon," ia menyambar
pergelangan tangan kiri Pok Cun Gie, kemudian melemparkannya ke dinding tembok.TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Pok Cun Gie yang sedang mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya sudah tentu tidak bisa
melindungi dirinya sendiri, setelah dilemparkan darahnya bergolak kembali, hingga saat
itu dari mulutnya menyemburkan darah segar.
Bagaimanapun juga ia sudah memiliki kekuatan tenaga dalam yang sudah sempurna,
begitu mengeluarkan darah, ia pusatkan sisa kekuatan tenaganya kembali sambil
membentak keras, sepasang kakinya menotol tanah, badannya segera bergerak, dan
berlalu dengan melalui lobang jendela.
Pek Bi Lolo mengawasi berlalunya pemuda itu sambil tertawa dingin, kemudian menolong
Thian-san Gin hong sambil berseru:"Anak! Anak!! Kau kenapa??"
Kekuatan tenaga dalam Thian san Gin-hong yang belum setaraf dengan Pok Cun Gie sudah
tentu tidak sanggup menahan gangguan secara tiba-tiba itu, setelah sekian lama dalam
keadaan tidak ingat diri, begitu sadar kembali hanya dapat memanggil neneknya dan
kemudian pingsan lagi.
Pek Bi Lolo yang berada dalam kecemasan, sudah melupakan dirinya sendiri yang memiliki
kepandaian luar biasa, juga sudah lupa untuk memeriksa lebih dulu keadaan cucunya.
Diluar pintu kembali tampak berkelebatnya sesosok bayangan orang, bayangan orang itu
secepat kilat masuk kedalam, kemudian dengan tiga jari tangannya menotok tubuh Pek Bi
Lolo.
Selanjutnya, tangan orang itu menangkap Thian-san Gin hong yang hendak jatuh ditanah,
ia meletakkan lima jari tangannya di atas pergelangan tangannya untuk memeriksa
keadaan gadis itu.
Kembali sesosok bayangan orang mengejar masuk kembali, kemudian disusul oleh
beberapa bayangan orang lainnya, dalam kamar yang tidak seberapa luas itu, sesaat
menjadi ramai, pelita di-atas meja dinyalakan kembali, begitu keadaan terang benderang,
orang-orang didalam kamar itu juga tampak tegas segala sesuatunya.
Kiranya orang yang menotok rubuh Pek Bi Lolo dan menanggapi Thian-san Gin-hong, adalah
Jo Thay. Selain daripadanya, kedua pocu, Li Pa, dan ketua golongan pengemis Song Khun
juga turut datang.
Setelah suasana menjadi reda, toapocu Sim Kun dengan penuh perhatian bertanya kepada
Jo Thay:"Saudara Jo, bagaimana keadaannya?"
Jo Thay perlahan-lahan membuka sepasang matanya, atas pertanyaan itu ia hanya
menggelengkan kepala, kemudian mengeluarkan sebutir pil buatan sendiri yang biasa
dianggap sebagai obat paling mujarab, dan dianggap sebagai obat penyambung nyawa,
dimasukkan kedalam mulut Thian-san Gin-hong, setelah itu ia baru menjawab sambil
menghela napas:
"Dia hanya terganggu selagi mempelajari ilmunya, sehingga jiwanya tergoncang, lukanya
sangat parah, setelah makan pilku ini, meskipun jiwanja dapat dijamin tidak akan mati,
tetapi seluruh kepandaian ilmu silatnya akan musnah."
Mata Sim Kun lalu dialihkan kepada Pek Bi Lolo dan kemudian bertanya:"Dan bagaimana
dengan Tok locianpwee?"
"Siaote tadi telah menyaksikan bahwa keadaan Tok locianpwe demikian cemas, sehingga
seperti orang gila, adalah aku yang menotok jalan darahnya." jawab Jo Thay.
"Apakah sekarang sudah boleh dibuka totokannya?"TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Jo Thay mengangguk, ia membuka totokan jalan darah Pek Bi Lolo kemudian berkata:
"Apakah sebetulnya yang telah terjadi, siaote sendiri juga tidak tahu, karena tidak tiba
pada saatnya yang tepat."
Pek Bi Lolo setelah terbuka totokan jalan darahnya, ia segera lompat bangun, menubruk
Thian san Gin hong, mulutnya mengeluarkan perkataan sedih:"Anakku sayang...."
Jie pocu Sim Pek segera maju menghalangi seraya berkata:"Lolo, Nona baru saja minum
obat, sebaiknya jangan diganggu."
Pek Bi Lolo menahan diri dan bertanya: "Apakah dia masih hidup?"
Jo Thay lalu berkata: "Obat pil sudah kuberikan padanya, asal goncangan hati cucumu
tidak berhenti, boanpwe berani jamin tidak akan mati, akan tetapi...."
Asal jiwa Thian san Gin-hong tertolong, nenek itu sudah merasa beruntung maka belum
lagi mendengar penjelasan yang baik, ia buru-buru memberi hormat seraya
berkata:"Nenek lebih dulu disini mengucapkan terimakasih kepada kau si tabib kesohor
ini."
Jo Thay buru-buru mundur untuk menerima hormat nenek itu, kemudian menarik sebuah
kursi, lain berkata:
"Locianpwe jangan mengucapkan terimakasih kepada boanpwe, sebaiknya locianpwe
beritahukan dulu kepada kami, apa yang telah terjadi dengan cucumu itu?"
Perasaan Pek Bi Lolo perlahan-lahan mulai tenang, maka ia dapat menceritakan apa yang
telah disaksikan dan apa yang telah diperbuat olehnya.
Setelah mendengar penuturan nenek itu Jo Thay tersenyum dan berkata:
"Locianpwe, apakah kau sudah melihat tegas bahwa pemuda berbaju putih itu hendak
mencelakakan diri cucumu? Rasanya ini tidak benar!"
Pek Bi Lolo tercengang, ia bertanya:"Apa? Ia tidak bermaksud mencelakakan??"
"Menurut pemeriksaan boanpwe tadi kepada urat nadi cucumu, boanpwe merasa sangsi,
untung tak lama lagi cucumu akan sadar kembali, Lolo boleh menanya sendiri padanya."
Dan selanjutnya tabib itu memberi isyarat dengan pandangan mata kepada yang lainlainnya, dengan alasan tidak akan mengganggu Thian san Gin-hong, mereka keluar
meninggalkan kamar.
Setelah mereka berada diluar, ketua golongan pengemis Song Khun berkata:"Si tabib
sebetulnya masih ada rahasia apa?"
"Aku sitabib jikalau tidak salah lihat, Pek Cun Ngo tadi sedang menyalurkan kekuatan
tenaga dalamnya pada Nona Hua untuk menyempurnakan kepandaiannya, selagi dalam
keadaan genting telah terganggu oleh Pek Bi Lolo."
"Kalau begitu Pek Cun Ngo sendiri pasti juga terluka?" Bertanya Song Khun girang.
"Sekalipun dia tidak terganggu oleh kemasukkan ilmunya sendiri, barangkali juga cukup
payah keadaannya."
"Dengan kepandaiannya yang luar biasa seperti dia itu, jikalau terganggu keadaannya oleh
tindakan Lolo tadi sebetulnya sangat sayang." Berkata Sim Kun sambil menarik napas.TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Apa yang dibuat sayang? Manusia seperti Iblis itu paling baik mampus saja." Berkata Song
Khun sambil mendelikkan mata.
Sim Kun wajahnya terlintas perasaan tidak senang terhadap sikap itu.
Ini disebabkan karena dari pendekar Liong dan Hong ia sudah tahu keluhuran hati Pok Cun
Gie, sehingga kesan terhadap dirinya sangat baik. Lie Pa mendadak berkata:
"Saudara-saudara sudah perhatikan atau tidak, jikalau ia berbuat seperti dikatakan
saudara Jo tadi, apa yang terkandung dalam hatinya?"
"Terkandung maksud apa? Bukankah karena pikiran mesumnya?!" berkata Song Khun sambil
tertawa dingin.
Semua orang ketika mendengar perkataan itu merasa cemas, saat itu semua diliputi oleh
perasaan murung, sebab persoalan yang menyangkut diri Teng Teng, mau tidak mau
mendorong mereka menjurus ke anggapan demikian.
Selanjutnya mereka bercakap-cakap memperbincangkan soal itu, dan akhirnya oleh karena
mereka menganggap bahwa Pok Cun Gie pasti terluka parah, maka bahaya yang
mengancam mereka, juga dianggapnya agak kurang, setelah itu masing-masing lantas
pulang ke kamarnya sendiri-sendiri.
Sementara itu didalam kamar, Thian-san Gin-hong setelah minum obat pil Jo Thay, benar
saja telah terbukti kemuzizatannya pil itu, jiwanya yang sudah terancam bahaya maut,
kini telah tertolong kembali, wajahnya yang pucat-pasi, perlahan-lahan mulai merah dan
orangnya juga sadar kembali.
Pek Bi Lolo yang sejak tadi menunggu cucunya, ketika melihat perubahan itu, lantas
menarik napas panjang dan berkata:"Anak, kau kenapa??"
Jawaban Thian-san Gin-hong sesungguhnya mengejutkan nenek itu: "Nenek, kau telah
salah paham terhadap dia!"
Pek Bi Lolo tercengang, ketika ia bertanya lagi, Thian san Gin-hong hanya mengejapkan
matanya, wajahnya nampak sangat tenang, ternyata ia sudah tidur pulas.
Perlahan-lahan sang malam telah berlalu, dan akhirnya mulai pagi lagi.
Dengan beruntun, empat hari telah berlalu, Thian-san Gin hong di bawah perawatan tabib
Jo Thay, keadaannya perlahan-lahan mulai sembuh, hanya kekuatan tenaga dalamnya,
bagaimanapun juga tak dapat dipusatkan lagi, kekuatan tenaga dalamnya dan
kepandaiannya benar-benar musnah semua.
Gadis itu yang pada waktu biasa merupakan seorang gadis nakal dan suka bergurau, tetapi
wataknya yang sebenarnya adalah seorang gadis yang baik hati dan jujur, terutama
terhadap neneknya ia sangat sayang sekali.
Oleh karenanya, ketika Pek Bi Lolo menanyakan lagi keadaannya yang sebenarnya, ia
sangat khawatir nenek itu akan menyesal atas perbuatannya sendiri, maka ia tidak berani
memberitahukannya dengan terus terang, ia hanya menjawab seperlunya saja supaya
nenek itu merasa tenang.
Hari itu, ketika dua saudara Sim dan Jo Thay bersama yang lainnya, sedang merundingkan
soal penting, seorang pegawai tua dari benteng itu telah masuk dengan tergesa-gesa,
orang tua itu hanya berkata berbisik-bisik di telinga toapocu Sim Kun.
Sim Kun nampaknya sangat girang, berkatalah ia:TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Ada seorang locianpwe telah datang, minta saudara Jo dan siaotee sama-sama keluar
menyambut. Bagaimana?"
"Siapa?" tanya Jo Thay. "Orang yang datang itu adalah Liat hwee Kim kang, Lo..." jawab
Sim Kun sambil tertawa.
"Aa.!!!" Demikian semua orang berseru kaget.
Kiranya orang yang disebut oleh Sim Kun itu ialah Liat-hwee Kim-kong, Lo Wie tadi adalah
cucu dari Lo Hong Pak, Li hwe Lengcu tua, djuga merupakan Lie hwe Lengcu yang asli pada
dewasa itu, sudah tentu kedatangan orang tua itu menggirangkan semua orang.
Jie Pocu Sim Pek dan Jo Thay, keluar untuk menyambut, tampak usia Liat hwee Kim kong
Lo Wie kira-kira sudah tujuhpuluh tahunan, namun wajahnya masih merah dan segar, ia
mengenakan baju panjang warna kuning, pinggangnya diikat oleh ikat pinggang hijau,
nampaknya seperti orang dusun.
Jiepocu menyambut lebih dulu, ia memberi hormat seraya berkata: "Locianpwe telah
datang?!"
Jiepocu sebetulnya seorang yang mengenal aturan, bagaimana ia mengucapkan perkataan
yang demikian?
Jo Thay yang mendengarkan itu merasa terheran-heran, sedangkan Liat hwee Kim-kong Lo
Wie juga nampak tercengang, sebentar baru terdengar suara tertawanya terbahak-bahak,
kemudian berkata sambil mengulapkan tangannya: "Tidak usah menggunakan banyak
aturan!!"
Jiepocu tersenyum, lalu ia perkenalkan orang tua itu kepada Jo Thay.
Selanjutnya orang tua itu diajak masuk ke dalam ruangan, disitu telah diadakan perjamuan
untuk menyambut kedatangannya.
Dalam perjamuan orang tua itu didampingi oleh Pek Bi Lolo dan ketua golongan pengemis.
Lo Wie tampaknya sedikitpun tidak merasa sungkan, begitu disodori arak lantas diminum.
Dalam keadaan demikian, yang agak berat adalah Pek Bi Lolo, diwaktu biasa ia dapat
minum arak sampai tigapuluh cawan besar lebih.
Tetapi hari itu, karena pikirannya risau, kalau ia masih dapat mengawani tamu, itulah
sudah baik baginya, karena dianggap tamu itu adalah tamu terhormat.
Oleh karena itu di kalangan tamu itu hanya tampak ia seorang yang kelihatannya sangat
murung saja, jarang sekali ia berbicara.
Diluar dugaan semua orang, Liat hwee Kim kong yang namanya pernah menggemparkan
rimba persilatan itu, telah marah-marah dengan beruntun ia mengeluarkan suara tertawa
tinggi.
Pek Bi Lolo yang beradat keras, wajahnya berubah seketika, dan kemudian bangkit dari
tempat duduknya.
Jo Thay yang menyaksikan keadaan demikian, diam-diam mengeluh dalam hati, ia buruburu mendahului untuk mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diingini.
"Lolo, kalau kau kawatirkan keadaan cucumu, silakan menjaga cucumu dulu!"
Lo Wie yang mendengar perkataan itu tercengang dan menanya: "Sakit apa?"TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Jo Thay lalu menceritakan apa yang terjadi atas diri Thian san Gin-hong pada beberapa
malam berselang.
Lo Wie tertawa terbahak-bahak dan berkata: "O, kiranya begitu, Pek Bi Lolo jangan
kuwatir, nanti aku coba lihat!!!"
Pek Bi Lolo sungguh tidak menduga bahwa orang tua itu ada demikian baik hatinya, hingga
ia merasa tidak enak, tetapi akhirnya ia berkata dengan suara terharu :'"Apabila mendapat
Lo tayhiap..."
Lo Wie lalu bangkit dari tempat duduknya, ia tidak memberi kesempatan bagi Pek Bi Lolo
melanjutkan perkataannya, ia telah berkata: "Ayo pergi! Sekarang juga kita pergi!"
Pek Bi Lolo sangat girang, dengan cepat berjalan di depan seraya berkata: "Aku si Nenek
tidak sungkan lagi, biarlah aku yang menunjuk jalan."
Lo Wie berjalan di belakang Pek Bi Lolo, setelah melalui sebuah lorong, lalu masuk ke
sebuah ruangan yang indah.
Pada saat itu Thian-san Gin-hong sedang duduk dengan hati murung.
Lo Wie setelah memeriksa keadaan Thian-san Gin hong sejenak lalu mengurut-urut tubuh
dan tangannya.
Jo Thay yang menyaksikan gerakan sangat cekatan dari orang tua itu, ternyata mirip benar
dengan ilmunya sendiri untuk mengurut urat nadi orang, hanya gerakan orang tua itu jauh
lebih pandai dari dirinya, hingga diam-diam juga merasa kagum.
Setelah repot sebentar, Lo Wie agaknya sudah dapat meraba-raba bagaimana keadaan
gadis itu, ia lalu berkata:"Jo lotee, obatmu itu masih ada berapa butir lagi?"
Jo Thay nampak bersangsi sejenak, kemudian mengeluarkan botol dari dalam sakunya,
botol itu lalu diberikan kepada Lo Wie seraya berkata:"Tinggal tigabelas butir lagi, entah
cukup dipakai atau tidak?"
"Obatmu ini terbuat dari bahan-bahan muzizat luar biasa, akan tetapi apabila obat itu
tidak tepat dengan penyakitnya, sekalipun digunakan sampai habis juga tidak dapat
menyembuhkan penyakit nona ini. Sekarang aku hanya membutuhkan dua butir saja, apa
kau rela memberikan?" Berkata Lo Wie sambil tertawa.
Benteng Pahlawan Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Asal dapat memulihkan kekuatan tenaga nona ini, jangankan dua butir, sekalipun dipakai
habis semuanya juga tidak keberatan." jawab Jo Thay.
Pek Bi Lolo sangat terharu mendengar jawaban tabib itu, dengan tidak mengindahkan
dirinya sendiri yang jauh lebih tua darinya, ia lantas memberi hormat padanya seraya
berkata:
"Lotee, budimu yang sudah memberi obat kepada cucuku ini, tidak akan dilupakan selamalamanya oleh keluarga dari golongan Thian-san."
Jo Thay yang usianya jauh lebih muda, ketika menerima hormat nenek yang sudah tua itu,
sudah tentu menjadi kelabakan, maka cepat-cepat dia mengelakkan diri dan berkata
sambil tersenyum:"Lolo, tindakan Lolo ini seperti menghendaki jiwa boanpwe."
Liat hwee Kim kong Lo Wie perdengarkan suara batuk-batuk sehingga menarik perhatian
orang, kemudian orang tua itu berkata:
"Sekarang aku si orang tua hendak melanjutkan pekerjaanku. Song Pangcu dan jiwie pocu,TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
harap berada diluar kamar untuk bertindak sebagai pelindung, dan Pek Bi Lolo biarlah
menjaga di-dampingku, jika ada terjadi apa-apa, haraplah supaya semua berlaku tenang,
sabar, sekali-kali jangan bertindak gegabah atau kasar, jikalau tidak cucumu ini akan
terluka lagi, kalau sudah terjadi demikian, sekalipun obat yang bagaimana manjurpun
sudah tidak dapat menolong lagi."
"Aku si nenek tua tahu, siapa berani masuk kamar ini, akan kurintangi dengan sekuat
tenaga, kecuali ia berhasil membunuh aku lebih dulu." Berkata Pek Bi Lolo dengan suara
gemetar.
Lo Wie berkata pula kepada Jo Thay: "Kau setiap saat perhatikan sikap nona Siang-Kwan,
ketika sekujur badannya panas dan menunjukkan gejala gemetaran, kau harus masukkan
sebutir pilmu dalam mulutnya pada waktu yang sangat tepat, dan setelah aku nanti
menarik kembali tanganku, kau berikan lagi satu butir padanya, sedikitpun tidak boleh
salah, jikalau tidak, percuma saja obat mujarabmu itu."
Jo Thay adalah seorang tabib pandai yang sangat kenamaan, sudah tentu mengerti
pengobatan semacam itu.
Semua orang setelah mendengar perintah Lo Wie, masing-masing menjaga diposnya
sendiri-sendiri.
Liat hwee Kim-kong tidak membuang waktunya lagi, ia lantas duduk bersila sambil
memejamkan matanya, seluruh tenaganya dipusatkan dalam batas yang tertinggi.
Kemudian mengulurkan tangannya, dan diletakkan dibagian jalan darah Pek-hwee hiat
ditubuh Thian-san Gin hong.
Kekuatan tenaga dalam orang tua itu dengan cepat mengalir kedalam tubuh Thian-san Ginhong.
Semula paras Thian san Gin hong nampak pucat pasi, perlahan-lahan wajah itu nampak
merah, lewat kira-kira setengah jam, badan gadis itu mulai menggigil, parasnya juga mulai
merah, suhunya perlahan-lahan mulai tinggi, kemudian nafasnya memburu, dan keringat
mengucur deras.
Jo Thay buru-buru memasukkan sebutir pilnya kedalam mulut Thian san Gin hong. Obat pil
itu sesungguhnya sangat muzizat dan diberikannya juga tepat pada waktunya, maka hawa
dingin masuk kedalam tubuh gadis itu, hingga hawa panas yang seperti membakar tubuh
gadis itu perlahan-lahan mulai tertindih oleh hawa dingin dari obat tersebut.
Pada saat itu Lo Wie menambah kekuatan tenaganya, hingga terdengar suara yang keluar
dari mulut gadis itu, tak lama kemudian batas tertentu dalam tubuh gadis itu yang
dinamakan jim dan Tok telah tertembus.
Saat itu paras Thian-san Gin-hong perlahan-lahan sudah mulai merah, badannya juga
nampak mulai segar, napasnya mulai teratur.
Sebaliknya, adalah Liat-hwee Kim-kong Lo Wie yang saat itu di atas kepalanya tampak
mengepul asap putih, dan keadaannya agaknya sangat lelah sekali.
Hal ini tak mengherankan, oleh karena ia telah menggunakan seluruh kekuatan tenaga
dalamnya hampir dalam dua jam untuk disalurkan kedalam tubuh gadis itu.
Tak lama kemudian, Thian san Gin-hong sudah pulih kembali kekuatan tenaganya, dan
selagi ia bersemadi untuk memulihkan tenaganya sendiri, dengan tiba-tiba terdengar suara
keras, pintu kamar telah terbuka, sesosok bayangan orang dengan secepat kilat telah
menerobos masuk dan berhasil melalui penjagaan Pek Bi Lolo dan Jo Thay, cepat bagaikanTIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
kilat pula bajangan orang itu telah nampar muka Lo Wie.
Tamparan itu sangat keras, hingga badan Lo Wie tergoncang.
Pek Bi Lolo membentak dengan suara keras: "Aku si nenek tua akan adu jiwa denganmu!!"
Kemudian ia menubruk dan menyerang kepada orang yang baru menyerbu masuk itu.
Orang itu berkata dengan suara njaring:
"Nenek tua, coba buka matamu dan lihat sendiri, aku ini siapa, nanti barulah kau turun
tangan, rasanya belum terlambat!!"
Sambil berkata demikian ia terpaksa menggunakan kedua tangannya untuk menahan
serbuan Pek Bi Lolo yang sudah kalap itu.
Dua orang yang sama-sama memiliki tenaga dalam luar biasa, ketika kekuatan itu saling
beradu, Pek Bi Lolo terdorong mundur sampai tiga langkah, sebaliknja orang yang baru
masuk tadi ternyata masih tetap berdiri ditempatnya, sedikitpun tidak bergerak.
Pada saat itu dari luar menyerbu masuk tiga orang, mereka telah mengepung Lo Wie dan
mengawasi orang yang menyerbu masuk tadi.
Toapocu Sim Kun setelah menyaksikan orang yang menyerbu masuk tadi, bukan kepalang
terkejutnya, dengan suara gelagapan, ia berkata:"Kau"
Dan orang itu tangannya lalu menunjuk Liat-hwee Kim-kong Lo Wie yang tadi
menyembuhkan Thian san Gin-hong, kemudian berkata:"Siapa orang yang menyaru sebagai
diriku itu?"
Ucapan itu besar sekali pengaruhnya, semua mata lalu ditujukan kepada Lo Wie, saat
itulah semua baru tercengang dan terheran-heran.
Karena orang yang tadi masuk menyaru Liat-hwee Kim kong Lo Wie kini telah berubah
menjadi seorang pemuda tampan.
Selembar kedok kulit manusia yang dibuatnya demikian sempurna hingga mirip benar
dengan muka Lo Wie sudah tertampar oleh Lo Wie yang tulen, hingga saat itu terlepas dan
menggantung di depan dadanya.
Ia, tak lain dan tak bukan adalah Lie hwee lengcu Pek Cun Ngo!!!!
Selaku tuan rumah, Sim Kun lalu maju dan menghampiri memberi hormat pada orang yang
baru tiba tadi seraya berkata: "Siaotit ternyata sudah salah lihat orang, benar-benar minta
dimaafkan sebesar-besarnya."
Ternyata orang yang baru tiba itu justru Liat-hwee Kim-kong Lo Wie yang sebenarnya.
Bagaimana Pok Cun Gie bisa menyaru sebagai Lo Wie?
Kiranya setelah ia berhasil melarikan diri lewat jendela kamar, oleh karena badannya
terluka, ia telah kabur tanpa tujuan, akhirnya masuk ke dalam gunung.
Ia terpaksa harus menahan penderitaan, terus memasuki kedalam pegunungan itu untuk
mencari sesuatu tempat yang sunyi. Ditempat yang sunyi itu, ia telah berhasil memulihkan
kekuatan tenaganya seperti sediakala.
Oleh karena lukanya itu ternyata tidak ringan, apalagi habis melakukan perjalanan sejauh
sepuluh pal lebih, maka ia masih memerlukan waktu untuk beristirahat.TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Hari ketiga, ia baru merasa segar kembali, dan setelah badannya sudah pulih kembali, ia
memikirkan nasib Thiansan Gin hong yang telah ditinggalkan, tetapi ia tidak mendapatkan
akal yang sempurna bagi kedua pihak untuk menyembuhkan penyakit gadis itu. Oleh
karenanya, ia terpaksa balik kembali ke rumah bekas tempat tinggal Tan Cie Tong dengan
pengharapan bisa menemukan iblis itu untuk berunding dengannya.
Meskipun ia sudah tahu bahwa Tan Cie Tong itu bukanlah manusia baik, tetapi oleh karena
sekarang ini membutuhkan kecerdikan otaknya untuk memecahkan kesulitannya, maka
untuk sementara ia tidak mau membuka kedok iblis itu.
Keika ia tiba dirumah, justeru Tan Cie Tong sudah pulang kembali.
Tan Cie Tong ketika menampak kedatangannya, bukan saja sikapnya masih tetap seperti
sedia kala, sedikitpun tidak merasa curiga, bahkan begitu ketemu lantas berkata sambil
menggoda:
"Selama ini kau rupa-rupanya sudah dibikin mabok oleh paras elok Thian san Gin-hong
sehingga jiwamu sendiripun kau sudah tidak hiraukan lagi."
Melihat kesempatan itu Pok Cun Gie pura-pura berkata: "Paman, rupanya kau sudah tahu
semua?"
"Bagaimana dengan lukamu?" Berkata Tan Cie Tong sambil tertawa terbahak-bahak.
"Aku tidak apa-apa, hanya..." Berkata Pok Cun Gie agak ragu-ragu dan sorot matanya
menatap wajah Tan Cie Tong.
"Dalam hatimu memikirkan nasib Thian-san Gin-hong sigadis cantik jelita itu bukan?"
"Lukanya barangkali lebih hebat daripada lukaku sendiri, dan sekarang bagaimana
baiknya?"
"Benar-benar kau suka padanya?"
"Paman, sekarang ini kau masih menanyakan perkataan seperti itu, apakah perlunya? Aku
benar-benar sudah cemas sekali."
Tan Cie Tong yang hanya ingin memperalat Pok Cun Gie, alat itu sudah tentu tidak mau
dilepaskan begitu saja, maka sejenak ia mengerutkan alisnya, kemudian baru
berkata:"Akal aku sih ada, hanya terlalu berbahaya..."
"Akal apa?? Aku tidak takut bahaya..."
Tan Cie Tong mengeluarkan selembar kedok kulit manusia dan kemudian berkata:
"Kedok ini sebetulnya kusediakan untuk lain keperluan, mengingat kau bertekad hendak
menolong gadis itu, baiklah aku akan bantu kau untuk melaksanakan maksudmu!"
Demikianlah di bawah bantuan Tan Cie Tong, Pok Cun Gie telah menyaru sebagai Liat Pusaka Negeri Tayli 7 Pendekar Pulau Neraka 48 Perempuan Bertopeng Emas Hijaunya Lembah Hijaunya 30
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama