Ceritasilat Novel Online

Legenda Ular Putih 2

Legenda Ular Putih Karya Marcus As Bagian 2


"Kau laki-laki tidak berbudi! Kau jahat!" kata Peh Tin Nio sambil menangis.
"Kalau aku tidak setia, sudah tentu aku akan mencari laki-laki yang lebih cakap darimu!"
Tak lama Hartawan Gouw yang mendengar suara-suara ribut di tokonya, segera ke luar. Begitu ke luar, dia lihat dua wanita sedang menunjuk-nunjuk ke arah Han Bun sambil mengatakan bahwa Han Bun jahat, tak berbudi dan kasar.
Untuk melerai pertengkaran itu, dengan sikap tenang Gouw Wan-gwe segera maju.
"Maaf Nona-nona, mari masuk' Mengapa kalian ribut-ribut di luar?" kata Gouw Wan-gwe.
"Padahal di luar kalian akan menjadi tontonan orang banyak,"
Sedangkan orang-orang yang menonton pertengkaran itu. ketika mendengar kata-kata Peh Tin Nio dan Siauw Ceng bahwa Han Bun tak berbudi, semua memihak kepada kedua nona itu. Rupanya karena menganggap kata-kata mereka benar.
Sementara itu kedua nona itu yang mendengar Gouw Wan-gwe mempersilakan mereka masuk ke dalam rumahnya menjadi girang bukan main
"Terima kasih Wan-gwe, semoga rejekimu semakin bertambah," kata Nona Peh.
Mendengar ucapan itu, Hartawan Gouw merasa senang.
"Terima kasih, ayo silakan masuk!" kata hartawan Itu.
Tanpa menunggu untuk kedua kalinya, wanita itu segera masuk. Kemudian hartawan itu menyuruh pelayannya untuk memanggil isterinya. Sampai di ruang tengah, Hartawan Gouw mempersilakan mereka dengan sikap ramah.
"Silakan duduk, Nona-nona."
"Terima kasih. Tuan," jawab Peh Tin Nio.
"Siapa kalian dan dan mana asal kalian? Dan mengapa kalian ribut dengan Han Bun?" tanya Hartawan Gouw dengan ramah.
"Aku Peh Tin Nio, dan ini adikku Siauw Ceng. Kami berasal dari Cian Tong Koan dan tinggal di Ki Kong Hong. Sedangkan kedua orang tuaku sudah lama tiada. padahal dulu dia seorang pejabat." kata Peh Tin Nio.
"Lalu apa hubungannya dengan Han Bun?" tanya hartawan
"Pada hari Ceng Beng yang lalu, secara kebetulan kami bertemu dengannya. Saat itu kami menumpang di perahunya dan saling berkenalan. Ketika sudah sampai di tujuan turun hujan dengan lebat. Saat itu memang dia meminjamkan payung kepada kami. Akhirnya ketika dia mengmbil payungnya ke rumah kami, saat itu kami yang sudah saling cocok berjanji akan berumah tangga. Aku yang kebetulan mempunyai uang peninggalan dari ayahku, lalu memberinya 100 tail perak. Kemudian dia pun lalu pulang untuk minta bantuan Ci-hu dan kakak perempuannya. Secara kebetulan di kantor tempat Ci-hunya bekerja di Cian Tong Koan, gudang uang 'Ti-koan kecurian. Sedangkan Ci-hunya yang melihat Han Bun membawa uang mungkin jadi curiga. Akhirnya ketika Han Bun menyerahkan uang itu untuk membeli bahan keperluan pernikahan kami, bukan membelanjakan uang itu malah melaporkannya kepada Ti-koan. Dengan demikian dia di hukum rangket dan dibuang ke sini. Sedangkan Han Bun yang tak tahan disiksa, akhirnya mengaku. Ketika Ti-koan mengirim orangnya untuk menangkap kami, untung ada tetangga yang memberitahu kami. Maka itu kami lalu kabur. Padahal di persembunyian pun kami tetap mencari tahu di mana Han Bun berada. Sesudah semuanya jelas, barulah kami menyusul ke mari karena aku tak mau melanggar janji. Sebenarnya aku bisa saja mencari laki-laki lain. Namun karena aku tak mau ingkar janji, maka walaupun jauh kami berdua tetap berjalan sampai akhirnya kami tiba di tempat ini. Tak tahunya, begitu kami sampai dan bertemu dengan Han Bun, kami malah didamprat dan dituduh bahwa aku wanita siluman. Rupanya dia tak mau mengenal aku lagi. Sedangkan di kampung sudah kukatakan bahwa suamiku Khouw Han Bun. Jadi mana mungkin aku berani kembali ke kampung lagi? Lebih baik aku mati saja di sini!" kata Peh Tin Nio sambil menangis.
Sementara itu Isteri Gouw Wan-gwe yang baru masuk ke ruang itu merasa terharu, apalagi ketika Tin Nio berusaha membenturkan kepalanya ke tiang rumah. Dengan segera mereka berusaha menghalanginya
"Kami harap kau jangan berbuat nekat, Nona! Biarlah nanti kami yang akan mengurusnya." kata Hartawan Gouw Sesudah berkata demikian. ia menoleh kepada isterinya.
"Isteriku. ajak dia masuk!"
Dengan segera isteri hartawan itu memapah Peh Tin Nio masuk.
Sedang Hartawan Gouw segera ke luar ke toko obatnya untuk menemui Khouw Han Bun.
Karena kebetulan saat itu tokonya agak sepi, maka Gouw Wan-gwe memanggil Han Bun agar ia lebih dekat.
"Han Bun, tadi sudah kutanya kepada kedua nona itu. Menurut keterangannya mereka sangat menderita karena harus berjalan dari Cian Tong Koan ke mari. Sedangkan tujuannya hanya satu yakni untuk menemuinya. Aku lihat dia juga wanita baik-baik, tapi mengapa kau tuduh dia sebagai siluman? Sedangkan tadi dia bilang, dia bisa saja kalau mau mencari pria lain yang lebih cakap darimu. Tapi karena kesetiaannya kepadamu, maka dia mau ke mari dan mengalami penderitaan hanya untuk menemuimu. Han Bun, aku minta kau jangan sia-siakan dia!" kata Gouw Wan-gwe.
Mendengar kata-kata majikannya, Han Bun jadi ragu dan bimbang.
"Ah benarkah Peh Tin Nio dan Siauw Oeng jelmaan siluman?" pikirnya.
"Tapi jika dia benar-benar siluman, kenapa dia menyusul aku? Kenapa pula dia tak merayu lelaki lain yang lebih cakap dari aku? Apalagi sekarang pun dia telah menyusulku ke Souw-ciu, padahal dia tentu sangat menderita ketika melakukan perjalanan ke mari. Ah benarkah wanita selembut dan secantik dia bisa menyusul begitu cepat. Benarkah dia bukan siluman?"
Melihat Han Bun seperti sedang berpikir, majikannya meneruskan kata-katanya.
"Padahal dia begitu cantik, tapi mengapa kau sia-siakan dia?"
Namun karena Han Bun tak berani membantah ucapan majikannya, dia diam saja hingga akhirnya hartawan itu menjadi marah bukan main.
"Eh Han Bun, mengapa kau diam saja? Padahal katanya kau sudah bersumpah akan menjadi suami-isteri dengan Nona Peh Tin Nio? Tapi mengapa sekarang kau ingkari janjimu? Kalau
begitu kau benar-benar lelaki 'yang tak tahu budi!" kata majikannya .
"Padahal sekarang kau baru jadi pegawaiku, tapi mengapa kau sudah melupakan calon isterimu? Lalu bagaiamana kalau kau sudah hebat nanti, mungkin sahabat baikmu pun akan kau lupakan begitu saja. Nah sekarang kau camkan kata kataku' Jika sekarang kau tak mau berbaik hati untuk menerima isterimu, lebih baik kita putuskan saja persahabatan ini!"
"Oh, maafkan aku Tuan! Aku harap Tuan jangan marah dulu. Nanti akan aku jelaskan semuanya." kata Han Bun.
Sesudah itu Han Bun segera mengisahkan pengalamannya tentang rumah kosong yang ada di Cian Tong Koan sampai dia dibuang ke Souw-ciu. Namun walau Han Bun sudah menjelaskannya, Gouw Wan-gwe tetap pada pendiriannya
"Kuharap kau jangan ragu-ragu menerima calon isterimu! Mengenai biaya perkawinanmu, aku yang akan menanggungnya!"
Mendengar keputusan Hartawan Gouw, akhirnya dengan terpaksa Han Bun menurut. Apalagi dia tak tahu harus ke mana dia pergi, karena Souw-ciu bukan kota kelahirannya.
"Baiklah kalau Tuan memaksaku!" kata Han Bun akhirnya .
Mendengar kesiapan Han Bun untuk menerima calon isterinya. hartawan itu merasa senang. Dengan cepat ia memerintahkan anak buahnya agar menyiapkan sebuah kamar yang ada di dalam lingkungan gedungnya untuk Han Bun dan calon isterinya
"Aku senang kau mau mendengar kata-kataku. Maafkan tadi aku bicara agak kasar. Hal itu karena aku ingin melihat kalian hidup rukun," kata hartawan itu.
Sesudah itu karena Hartawan Gouw menganggap hari itu hari baik. maka perkawinan mereka dirayakan hari itu juga .Dengan segera Gouw Wan-gwe mengundang semua sahabat dekatnya. Ketika upacara pernikahan itu diselenggarakan, semua
tamu-tamu bergembira. Malamnya, ketika para tamu sudah bubar, Han Bun dan 'Tin Nio masih minum arak ditemani oleh Siauw Ceng unuk melayani mereka. Tampaknya mereka sangat bahagia.
__________
KHOUW HAN BUN MEMBUKA TOKO OBAT SENDIRI
SESUDAH Khouw Han Bun menikah malam itu, ia diberi cuti selama tiga hari.
Sedangkan Hartawan Gouw yang melihat Han Bun hidup rukun merasa senang, begitu pula isterinya. Terlebih lagi karena Han Bun mau mendengar nasihat mereka.
Pada suatu hari Hartawan Gouw berbincang-bincang dengan isterinya.
"Sebenarnya aku sudah bahagia karena kini Han Bun telah beristeri. Selain itu dia dibantu dan dilayani oleh adik isterinya. Walau demikian masih ada yang, kurisaukan." kata hartawan Gouw.
"Soal apa itu. suamiku"
"Jika Han Bun tetap bekerja pada kita. sudah tentu gajinya tak akan mencukupi untuk biaya rumah tangga mereka." kata suaminya.
"Mengapa tidak kau tambah saja gajinya?"
"Aku rasa tak akan ada gunanya." kata suaminya.
"Lalu apa maksudmu?" tanya isterinya
"Begini! Kita menerima Han Bun maksudnya ingin menolong dia. Selain itu kita juga ingin menghormati sahabatku yang mengirim dan menitipkan Han Bun pada kita. Jadi jika benar kita hendak menolongnya. kurasa jangan kepalang tanggung...."
"Maksudmu?" tanya Istrinya.
"Bagaimana kalau mereka kita belikan sebuah rumah agar mereka dapat membuka toko obat sendiri? Dengan demikian hidup mereka baru akan kecukupan." tanya suaminya.
"Jika menurutmu itu adalah yang terbaik, aku setuju-setuju saja," jawab isterinya,
"Syukurlah kalau kau setuju, sekarang aku akan menemui mereka!" kata Hartawan Gouw.
Kemudian Hartawan Gouw bergegas ke tempat tinggal Khouw Han Bun yang ada di bagian belakang rumahnya. Ketika majikannya datang. Han Bun segera menyambut kedatangan majikannya.
"Oh Wan-gue, selamat pagi, silakan masuk." kata Han Bun.
"Pagi. Han Bun," kata Hartawan Gouw.
"Apakah Wan-gwe memerlukan saya?" tanya Han Bun.
"Silakan duduk dulu Wan-gwee."
Hartawan Gouw segera duduk. lalu sambil tersenyum dia menjawab.
"Begini Han Bun Sekarang setelah kau berumah tangga. tentu penghasilanmu tak akan cukup jika kau tetap bekerja di toko obatku. Aku pikir lebih baik' kau tak usah lagi bekerja di toko obatku." kata Hartawan Gouw
Mendengar kata-kata majikannya. Han Bun kaget karena mengira dia akan diberhentikan dan pekerjaannya.
"Jadi maksud Wan-gwe saya akan diberhentikan?"
"Bukan, aku harap kau jangan Salah paham! Aku menginginkan agar kau membuka toko obat sendiri. kukira ditokoku aku masih bisa mengatasinya." kata Hartawan Gouw
"Tapi . ."
"Jangan kuatirkan soal modal sebab aku akan memberimu modal. sedangkan kau tinggal menjalankannya saja. Jika kau tetap menjadi pegawai. biasanya sampai tua pun kau akan tetap
menjadi pegawai. Lain halnya kalau kau jadi pedagang. Misalnya hari ini. kau tidak beruntung, tapi besoknya mungkin lain...." kata Hartawan Gouw dengan penuh perhatian.
Mendengar ketulusan majikannya, Han Bun kelihatan kaget dan ragu. Tapi dia sangat bersyukur karena majikannya sangat baik dan sangat memperhatikan dirinya.
"Mengenai lemari dan alat-alat untuk membuka toko obat, kau boleh ambil dari sini. Sedangkan yang kurang kau boleh beli. Nanti. modalnya dari aku, bagaimana?" kata Hartawan Gouw.
"Oh, terima kasih sekali Wan-gwe. Pertolongan dan kebaikan Wan-gwe tak akan aku lupakan seumur hidupku. Entah bagamana caranya aku bisa membalas budi Wan-gwe?" kata Han Bun dengan sangat terharu.
"Jangan kau berkata begitu, kukira ini urusan kecil. Jika kalian bisa hidup bahagia, kami sudah senang," kata Hartawan Gouw sambil tersenyum.
"Terima kasih. Wan-gwe." kata Han Bun.
"Nah. sekarang aku permisi pulang," kata majikannya.
"Terima kasih Wan-gwe," kata Han Bun.
Sesudah itu Hartawan Gouw bangkit dari kursinya, lalu berjalan pulang. Sedangkan Han Bun mengantarkan majikannya sampai di luar rumah. Ketika hartawan itu sudah pergi. Han Bun menemui isterinya Peh Tin Nio. lalu menceritakan semua maksud majikannya dengan jelas.
Mendengar cerita Han Bun, tentu saja Peh Tin Nio merasa senang dan sangat bersyukur. Begitu pula dengan Siauw Ceng
*** Esok Harinya Hartawan Gouw menyuruh orangnya mengantarkan uang ke rumah Khouw Han Bun. Setelah Han Bun menerima uangnya,ia
segera membeli sebuah rumah di jalan raya. Kemudia rumah itu dirapikan dan dihias untuk toko obat. Sedangkan alat-alatnya dan lemari sebagian pemberian Hartawan Gouw dan sebagian lagi dia beli sendiri. Obat-obatnya juga sebagian pemberian dari majikannya
Akhirnya sesudah semua perlengkapannya siap, dengan segera Han Bun mencari hari dan tanggal baik untuk membuka toko obatnya .
Kemudian Han Bun memasang merk toko obatnya dengan nama "Po Ho Tong". Dan untuk membantu di tokonya, Han Bun memanggil seorang pelayan bernama Ta Jin.
Namun karena untung tak dapat diraih dan malang tak dapat dihindarkan, ternyata sesudah Han Buu membuka toko obat selama sebulan, tokonya tetap sepi. Tak seorang pun yang datang untuk memeriksakan penyakitnya atau membeli obat di tokonya .
Akhirnya karena selama itu keadaan tokonya sepi, Han Bun mulai cemas. Apalagi uang pemberian majikannya sudah dibelanjakan obat, padahal untuk biaya rumah tangganya agak lumayan besarnya. Mengingat hal itu dia jadi murung dan kecewa.
Hari itu karena Han Bun sedang kesal. ia segera meninggalkan tokonya. Sesudah itu dia pergi menemui isterinya.
"Isteriku, padahal kita sudah sebulan membuka toko obat. Tapi nyatanya hingga sekarang toko kita masih sepi dan tak ada yang belanja ke toko kita. Kalau keadaan itu berlarut-larut. sudah tentu kita bisa bangkrut!" kata Han Bun.
"Tenang, kuharap kau tenang saja Suamiku. Bukankah dalam perdagangan itu sepi dan ramai sudah biasa? Lebih baik kau berdoa saja, Siapa tahu beberapa hari ini toko kita akan kebanjiran pembeli," kata Peh Tin Nio.
Rupanya ia ingin menghibur hati suaminya Yang sedang kesal itu.
"Bagaimana aku bisa tenang, Isteriku.Apalagi keadaan kita semakin gawat. .." kata Han Bun.
"Begini Suamiku, dahulu pun sesudah kedua orang tuaku meninggal, aku yang kesal lalu pergi berjalan-Jalan. Namun secara kebetulan hari itu aku bertemu dengan seorang Dewi bernama Li Sian Seng-bo. Kemudian aku diajarinya ilmu pengobatan dan meramal. bahkan untuk meramal sesuatu yang bakal terjadi...." kata isterinya.
"Apa betul begitu?" kata Han Bun.
"Mengapa aku harus berbohong. besok coba saja kau pasang pengumuman! Tulis dalam pengumuman itu bahwa kita bisa mengobati segala macam penyakit! Sebentar lagi rasanya kota ini akan terserang penyakit aneh," kata Isterinya.
"Oh. betulkah begitu? Syukurlah kalau begitu." kata Han
Bun. Tak lama dia pun segera menyiapkan kain untuk menulis pengumuman yang mengatakan bahwa dia sanggup mengobati berbagai penyakit berbahaya.
Sesudah selesai membuat pengumuman itu, ia memasangnya di depan toko.
Sedangkan malamnya Han Bun yang gembira baru dapat tidur dan bersenang-senang dengan isterinya.
__________
PEH TIN NIO DAN SIAUW CENG MENYEBARKAN PENYAKIT
ESOK harinnya...
Setelah Han Bun memasang merk. dia memberi pengumuman bahwa toko obatnya sanggup mengobati berbagai penyakit Apalagi Peh Tui Nio juga telah mengajari dia berbagai obat untuk mengobati berbagai penyakit yang diperkirakan akan segera berjangkit di kota itu.
Han Bun yang merasa senang segera bersiap-Siap akan menerima setiap pasien yang akan datang mengunjungi tokonya. Rupanya ia merasa yakin sebab menurut ramalan isterinya tak lama lagi tokonya akan kebanjiran pembeli.
Tapi karena mungkin belum waktunya Han Bun berhasil.
Walau sepuluh hari ia telah membuka tokonya belum seorang pun pembeli datang ke tokonya. Bahkan penyakit yang dikatakan isterinya bakal berjangkit di kota itu ternyata cuma tetap ramalan isterinya belaka. sedangkan toko obatnya tetap saja sepi.
Karena kesal hatinya. kembali Han Bun menemui isterinya
"Isteriku, padahal apa yang semua kau katakan sudah kuturuti .Tapi sampai hari ini, toko kita tetap saja sepi?" kata Han Bun.
"Jangan cemas Suamiku! Semalam Ketika kau tidur, aku telah ke luar rumah untuk memperhatikan bintang-bintang di langit. Saat itu kulihat ada cahaya yang memancar turun dari langit. Aku kira itulah isyarat tibanya penyakit berbahaya yang
kukatakan tempo hari. Aku yakin tak lama lagi toko kita akan ramai dikunjungi pembeli karena hanya kaulah yang akan sanggup mengobati penyakit mereka...." kata Tin Nio.
Akhirnya walau sampai malam toko obat Han Bun masih sepi, tapi Han Bun tetap berharap besok atau lusa tentu tokonya akan kebanjiran pembeli.
Mengingat hal itu kembali malamnya Han Bun bersenang-senang. Dia pun bisa tidur menikmati malam itu, seperti ketika mereka baru menikah....
*****
Tengah malam setelah Han Bun tertidur lelap dengan mulut tersungging senyuman, Peh Tin Nio ke luar dari kamar tidurnya. Kemudian dia pun memanggil Siauw Ceng untuk diajak berunding.
"Kulihat Suamiku kebingungan," kata Tin Nio.
"Lalu apa akal kita?"
"Malam ini kita harus menyebar penyakit agar orang orang berdatangan ke mari untuk berobat" bisik Tin Nio.
"Betul juga," kata Siauw Ceng sambil mengangguk.
Setelah keduanya berunding, malam itu keduanya lalu terbang ke angkasa untuk menyebar bisa ular ke berbagai penjuru. Semua sumur dan sungai mereka tebari dengan bisa ular. Siauw Ceng yang menerima perintah itu. menjalankan tugasnya dengan baik.
Esok harinya....
Saat orang mulai sibuk dengan berbagai kegiatan ,mereka mengambil air seperti biasa. Ada yang mengambil di sungai dan ada pula yang mengambil di sumur. Air itu mereka pergunakan untuk menanak nasi. memasak sayur dan untuk minum.
Namun malang bagi penduduk itu karena sesudah memakan atau pun minum, secara tiba-tiba mereka terserang sakit perut dan berbagai penyakit lainnya. Sekali pun mereka sudah pergi ke tabib untuk memeriksakan penyakit mereka, tapi nyatanya mereka belum sembuh juga
"Sungguh bandel penyakit ini, padahal sudah beberapa kali kupergi ke tabib. Tetapi hingga sekarang aku belum sembuh juga." kata mereka kebingungan.
"Aku dengar di sana ada toko obat baru merk Po Ho Tong. Dan menurut tulisan yang ada di depan tokonya. obatnya sangat manjur. Bagaimana kalau kita coba ke sana." kata seseorang.
"Baiklah. kita coba saja Siapa tahu kita sembuh." kata yang lainnya.
Tak lama maka pergilah orang orang itu ke toko obat Po Ho Tong milik Khouw Han Bun. Ternyata sesudah diperiksa dan diberi sebungkus obat yang sudah dimasak, ajaib begitu orang itu meminumnya dalam waktu singkat orang itu sembuh.
Begitu sembuh, orang itu segera menyiarkan kabar gembira itu ke teman-teman dan tetangganya. Tak lama tetangganya yang terserang penyakit aneh itu ikut pula membeli obat di toko obat Po Ho Tong.
Akhirnya dalam sekejap berita tentang kesembuhan itu telah menyebar ke seluruh penjuru kota. Sejak itu maka tak heran kalau toko obat Po Ho Tong jadi kebanjiran pembeli. Orang yang datang berobat tak putus-putusnya ke rumah Han Bun.
Rupanya saking manjurnya obat pemberian Khouw Han Bun. dia dipuji-puji sebagai tabib yang hebat. Sedangkan orang yang berdatangan membeli obat makin hari makin banyak. Melihat hal ini Han Bun kegirangan bukan alang kepalang.
__________
PEH TlN NIO BERTARUNG DENGAN PENDETA
SETELAH toko obat Han Bun kebanjiran pembeli maka tak heranlah kalau obat di tokonya menjadi susut, bahkan ada yang sudah kurang, Hari itu dengan membawa uang Han Bun berniat pergi ke toko Hartauan Gouw bekas majikannya. Maksud Han Bun hendak membeli obat yang kurang di tokonya.
Pada saat dia berjalan menuju rumah majikannya, dilihatnya orang sedang berduyun-duyun menuju ke sebuah kelenteng. Kemudian dari orang-orang itu Han Bun mengetahui bahwa hari itu hari ulang tahun (she-Jit) Dewa Li Coh Sian Su. Maka tak heranlah kalau hari itu ada perayaan, bahkan wayang orang pun manggung di sana .
Karena adanya keramaian. lelaki dan perempuan, tua dan muda! serta anak-anak berduyun-duyun untuk datang ke kelenteng itu. Banyak orang yang datang membawa peralatan sembahyang hendak bersembahyang di sana. Melihat keramaian itu. Han Bun menjadi tertarik. Kebetulan dia pun sudah lama tak pernah pasang hio.
"Ah. kalau begitu aku lewat ke sana saja. agar dapat melihat keindahan di kelenteng itu. Sekarang akan kubeli lilin dan hio untuk bersembahyang di sana," pikir Han Bun.
Sesudah niatnya tetap. Han Bun segera membeli hio dan lilin serta kertas siu-kim. Kemudian barulah Han Bun masuk ke kelenteng Itu.
Begitu masuk Han Bun bertemu dengan seorang hwee-shio
bernama Liok It Cin Jin. Sedangkan menurut cerita orang hwee-shio ini ahli dalam mengusir hantu, siluman dan setan-setan. Liok It Cin Jin memang sudah lama bertapa. Saat dia lewat di depan kelenteng ini karena kepandaiannya, orang mengangkat dia menjadi hwee-shio kepala di situ.
Hari itu memang banyak orang berdatangan untuk hersembahyang, demikian pula dengan Han Bun. Namun ketika Han Bun hendak memasang hio, secara kebetulan dia bertemu dengan hwee-shio ini. Ketika dia mengawasi Han Bun, sang hwee-shio merasa heran melihat wajah Han Bun yang pucat.
"Aku yakin anak muda ini diganggu oleh siluman."pikirnya.
"Biar akan kuundang dia. agar aku dapat mengetahuinya."
Sesudah berpikir demikian, Hwee-shio itu memanggil Han Bun.
"Anak muda, mari masuk!" undang Liok lt Cin Jin pada Han Bun.
Han Bun yang melihat Hwee-shio itu memanggil, segera masuk ke sebuah ruang hwee-shio.
"Silakan duduk,
" kata Liok It Cin Jin,
Setelah Han Bun duduk. Hwee-shio itu bertanya.
"Anak muda, siapa namamu dan dari mana asalmu?"
"Namaku Han Bun. aku tinggal di sekitar sini,." jawab Hun Bun.
"Apakah kau sudah beristeri. Nak?"
"Sudah. isteriku bernama Peh Tin Nio. Kami tinggal di sebuah rumah bersama Siauw Ceng pelayanku, Hoat-su (Guru)!"
"Kulihat wajahmu begitu pucat. aku rasa kau diganggu oleh siluman!" kata Liok It Cin Jin.
Mendengar kata-kata itu, bukan main kagetnya Han Bun.
"Apa? Saya diganggu oleh Siluman?"
"Benar, Nak."
"Oh celaka! Kalau benar, tolonglah aku," kata Han Bun sambil berlutut.
Liok It Cin Jin segera membangunkan anak muda itu..
"Bangunlah Nak, kau jangan takut. Aku bersedia menolongmu." kata hwee-shio itu.
Liok It pergi ke sebuah meja, lalu mengambil tiga lembar Hu (surat jimat) dari peti kecil. Kemudian Hu itu diserahkan ke tangan Han Bun.
"Untuk apa hu ini dan bagaimana cara memakainya?" tanya Han Bun.
"Bawa pulang hu ini, tapi jangan kau beritahu siapa-siapa termasuk kepada isteri dan pembantu rumah tanggamu,
" kata si pendeta.
"Nanti tengah malam, setelah isteri dan pelayanmu tidur, satu buah kau tempelkan di pintu kamar tidurmu. sedangkan satu lagi kan bakar. Sisanya kau simpan di dalam bajumu. Dengan demikian siluman itu tak akan menggodamu lagi."
"Oh terima kasih. Suhu." kata Han Bun sambil menyerahkan uang untuk pembeli obat sebanyak 4 tail kepada pendeta itu.
"Jangan. kau tak usah memberi aku uang. Aku cuma mau menolongmu agar kau dijauhi siluman itu. Lebih baik kau simpan saja uangmu itu." kata Liok It Cin Jin.
"Maaf Suhu, aku rela memberikannya. terimalah!"kata Han Bun sedikit memaksa
"Jika Suhu tak mau menerima uangku. aku pun tak berani menerima hu darimu."
Mendengar ucapan Han Bun, maka terpaksa pendeta itu menerimanya. Sesudah mengucapkan terima kasih. Han Bun segera pamit pada sang pendeta. Kemudian dia pulang dengan diantar oleh pendeta itu sampai di luar pagar kelenteng
*****
Sementara itu Peh Tin Nio yang ada di toko obat Po Hoo Tong tiba tiba merasa tak enak hati. Namun ketika dia meramal, ternyata dilihatnya Han Bun sedang dibujuk oleh seorang pendeta. Saat itu Han Bun sedang berjalan pulang dengan membawa tiga helai hu. Melihat keadaan itu Peh Tin Nio menjadi kaget, ia segera memanggil Siauw Ceng.
"Siauw Ceng. celaka!" katanya
"Ada apa. Nio-nio?"
"Rupanya Han Bun telah menemui seorang pendeta. tak lama lagi tentu rahasia kita akan terbongkar. Kini dia pun sedang berjalan pulang sambil membawa tiga helai hu dari pendeta itu." kata Peh Tin Nio.
"Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanya Siauw Ceng.
Peh Tin Nio segera berbisik ke telinga Siauw Ceng, sedangkan Siauw Ceng yang mendengarkan hanya mengangguk angguk tanda mengerti.
Tak lama dari jauh Khouw Han Bun benar-benar sudah terlihat sedang mendatangi ke arah mereka. Siauw Ceng segera menyambut kedatangan Han Bun dan menyilakannya masuk.
Setiba di dalam Peh Tin Nio segera menyambutnya.
"Suamiku. kau pergi sejak pagi. Ke mana saja kau hingga baru kembali? Katamu kau mau ke rumah Gouw Wan-gwe untuk membeli obat, tapi mana obatnya?" kata Peh Tin Nio.
Karena Han Bun tak biasa berbohong, ia kelihatan agak gugup.
"Anu. oh aku lama karena Gouw Wan-gwe menahanku. Saat itu kami berbincang-bincang soal usaha kita, maka itu aku terlambat pulang," kata Han Bun berbohong.
Saat keduanya sedang berbicara, Siauw Ceng datang membawakan sepoci air teh hangat. Sesudah itu Tin Nio menuangkan teh itu ke sebuah cangkir yang disodorkan oleh
Siauw Ceng. Pada saat itu dengan sekilas Siauw Ceng melihat Han Bun menggenggam segulung kertas.
"Siang-kong, rupanya kau mendapat resep obat, coba kulihat!" kata Siauw Ceng. Siauw Ceng berani selancang itu karena saran dari Peh Tin Nio.
"Ah bukan. Kau kan seorang perempuan, jadi mana tahu soal resep obat?" kata Han Bun.
Namun karena Han Bun menghindar. Siauw Ceng segera maju untuk merebutnya. Akhirnya karena Han Bun kurang berhati-hati. hu itu terampas oleh Siauw Ceng. Rupanya karena Han Bun tak mengira Siauw Geng akan seberani itu, dia jadi agak kurang hati-hati.
Ketika Han Bun berusaha untuk merebut kembali kertas jimat itu dari tangan Siauw Ceng, dengan cepat Siauw Ceng merobek tiga helai hu itu hingga hancur.
Melihat Han Bun terkejut dan kebingungan, Tin Nio tersenyum puas. Tak lama Tin NlO maju. lalu berpura-pura marah pada Siauw Ceng.
"Eh Siauw Ceng, berani benar kau kurang ajar. Kenapa kau berani merobek surat obat suamiku?" kata Tin Nio.
"Ah Nio-nio, ternyata kau tak tahu apa-apa. Itu sih bukan resep, tapi syair percintaan anak wayang." kata Siauw Ceng dengan berani.
"Eh Siauw Ceng. kau jangan coba-coba membohongi aku? Aku kan tahu itu kertas yang diperoleh suamiku dari seorang hwee-shio. Rupanya hwee-shio pegunungan itu ingin menipunya. Kata dia hu itu bisa mengusir siluman. Dengan demikian maka lenyaplah uang suamiku sebanyak 4 tail di Kelenteng Li Co Sian Su," kara Tin Nio sambil tersenyum.
"Oh begitu?" kata Siauw Ceng.
"Ya. besokpun akan kudatangi kelenteng itu. Nanti Setiba
di sana akan kuminta uang suamiku agar dia mengembalikannya padaku," kata Tin Nio.
Han Bun yang mendengar isterinya bisa menebak bahwa uang untuk membeli obat telah diberikan kepada si pendeta sebagai penukar tiga helai hu itu, menjadi kaget. Dalam sekejab wajah Han Bun berubah merah.
"Sungguh aneh. bagaimana mungkin isteriku bisa tahu akan perbuatanku di luar? Ah sungguh luar biasa," pikir Han Bun.
Namun demikian Han Bun tetap berdiam diri. Malam pun berlalu tanpa kejadian apa-apa.
Esok harinya....
Pagi-pagi sekali Peh Tin Nio sudah bangun. Saat itu dia sudah berdandan dan berpakaian ringkas. Sesudah itu ia menemui Han Bun yang juga sudah mandi.
"Mau ke mana kau?" tanya Han Bun
"Suamiku, mari kau ikut aku! Kita akan temui si Yauw-to (Hwee-shio Siluman) untuk meminta uangmu kembali!" kata Tin Nio.
Kemudian dengan tak menunggu lagi jawaban dari Han Bun. Tin Nio langsung menariknya. Dengan demikian Han Bun terpaksa mengikuti isterinya dan Siauw Ceng. Namun sebelum berangkat. Han Bun memerintahkan agar Ta Jin menjaga tokonya.
Setiba di kelenteng. Tin Nio langsung menantang.
"Hai pendeta siluman, siapa yang bernama Liok It Cin Jin, lekas ke luar!" kata Peh Tin Nio.
Mendengar ada orang yang menantang, pendeta itu segera ke luar. Begitu pendeta itu ke luar. Peh Tin Nio langsung memaki.
"Hai pendeta Siluman. lekas kau kembalikan uang suamiku'
Jika tidak kau akan kubunuh!" kata Peh Tin Nio.
"Tutup mulutmu! Kaulah siluman jahat., kenapa kau goda Han Bun hingga ia takluk kepadamu? Jika tidak. kau pasti celaka. Sebaiknya sebelum kau terlambat dan binasa di tanganku, kau kembali saja ke goamu!" kata Liok It Cin Jin,
"Hai pendeta siluman, berani-beraninya kau katakan aku siluman! Sekarang lekas kau maju jika kau berani. Mari kita buktikan siapa di antara kita yang paling lihay ?" kata Tin Nio.
Mendengar tantangan itu. maka panaslah hati pendeta itu. Dengan segera dia maju, lalu dengan cepat dia mengangkat baskom yang berisi air. Sesudah ia menjampi, lalu air itu disemburkan ke empat penjuru. Dalam sekejab tempat itu berubah gelap. sedangkan guntur dan kilat menyambar-nyambar dengan dasyatnya.
Tak lama Peh Tin Nio yang sedang memegang pedang,tiba-tiba tertawa melihat ilmu pendeta itu, Kemudian pedang itu ditunjukkan ke segala arah. Akhirnya dalam sekejab ilmu si pendeta itu pun lalu punah.
Melihat ilmunya punah. pendeta itu segera mencabut pedangnya. lalu memburu ke arah Peh Tin Nio. Ketika dia menyerang lawannya, Peh Tin Nio yang melihat pedang itu mengarah ke wajahnya tak tinggal diam. Dengan segera ia mengeluarkan Kian Kun Bonya (Kopiah sakti), lalu melemparkannya ke atas. Tak lama ketika pedang lawannya menyambar bagai kilat. kopiah itu dapat menahannya .Dengan demikian pedang itu pun diam tak bisa bergerak. Kemudian dengan suatu hentakan, tiba-tiba pedang itu berpindah tangan ke Peh Tin Nio.
Begitu pedang itu berada di tangannya, Tin Nio tiba-ttba berseru
"Angkin kuning, lekas ke luar dan tangkap serta gantung Pendeta jahat ini!"
Dalam sekejab angkin kuning dan anak buahnya yang berupa iblis bermunculan. Tak lama maka tertangkaplah si pendeta .Begitu pendeta itu tertangkap, dia dihajar hingga kesakitan. Kemudian saking sakitnya akhirnya si pendeta meratap minta ampun.
"Nio-nio. ampuni jiwa hamba! Hamba tak berani lagi kurang ajar" kata si pendeta.
Mendengar ratapan pendeta itu. Peh Tin Nio tertawa.
"Hm. baru saja kau mempunyai kepandaian sebegini. sudah berani menentangku. Sekarang lekas kau kembalikan uang suamiku! Apa kau tak tahu bahwa sekarang susah mencari uang. enak saja kau menipu suamiku!" kata Tin Nio.
"Baik-baiklah Nio-nio. Nanti uang suamimu akan kukembalikan, tapi sebelumnya bebaskan aku," kata si pendeta
"Baiklah!" kata Tin Nio. Kemudian sesudah itu ia berkata kepada anak buahnya.
"Angkin kuning. kau bebaskan dia!"
Setelah bebas, dengan malu-malu pendeta itu masuk ke kamar akan mengambil uang yang diminta. Padahal dalam hati ia merasa panas kepada Tin Nio. Tak lama dia pun sudah kembali. lalu menyerahkan 4 tail uang perak kepada Peh Tin Nio. Kemudian setelah mengembalikan uang Han Bun. pendeta itu pamit dengan mendongkol.
"Biar akan kubalas kekalahanku nanti." kata si pendeta dalam hati
Sedangkan Han Bun yang melihat isterinya begitu gagah dalam menaklukkan seorang pendeta yang berilmu merasa girang. Tak lama sesudah pendeta itu pergi, mereka pulang dengan perasaan gembira. Sejak saat itu Han Bun semakin sayang pada isterinya.
____________
KHOUW HAN BUN BERTEMU HOAT HAY SIANSU
PADA malam harinya sesudah Khouw Han Bun tidur nyenyak, Siauw Ceng menemui Peh Tin Nio. Mereka lalu berbincang-bincang.
"Jika Nio-nio tidak menghajar pendeta itu. hidup kita tentu dalam bahaya. Sekarang suamimu memang telah berbaik kembali dan sayang kepadamu. Nio-nie." kata Siauw Ceng.
"Benar. Adikku. Syukur kita bisa mengusir pendeta jahat itu," kata Tin Nio.
"Nio-nio. apakah kau lupa kalau lusa harian Peh-cun? Aku dengar pada saat Peh-cun. orang di kota itu biasanya akan berpesta untuk memperingati hilangnya Perdana Menteri Kut Goan di sungai. Kebiasaan mereka pada saat berpesta mereka minum arak yang diberi Hiong Hong Ciu. Baru saja aku mendengar namanya aku sudah ngeri bukan main. baunya saja aku sudah muak, apalagi sampai terminum. bisa-bisa kita pulang asal menjadi siluman ular." kata Siauw Ceng.
"Jadi kau takut?" tanya Tin Nio.
"Tentu saja aku takut! Kukira lebih baik kita pergi saja dari sini untuk sehari semalam Dengan demikian kita bisa menghindar dari arak obat itu. Bagaimana pendapatmu Nio-nio?"
"Hm, kau benar. Apalagi ilmumu belum setinggi ilmuku, sudah tentu kau tak mungkin tahan arak Hiong Hong Ciu tersebut. Bagaimana kalau kita bohongi suamiku?" kata Tin Nio
"Bagaimana caranya?" tanya Siauw Ceng.
"Lusa sebaiknya kau berpura-pura sakit. Dengan demikian kau tak usah bangun dari tempat tidurmu. Bagaimana, apakah kau setuju?" kata Tin Nio.
Siauw Ceng hanya mengangguk setuju!.
Esok harinya....
Han Bun seperti biasa menjaga toko obatnya sedangkan orang yang datang berobat kepadanya ramai sekali. Di antara para pengunjung yang berobat, seseorang yang mengenakan kerudung datang menemui Han Bun. Saat itu Han Bun sedang sibuk mengobati orang sakit.
"Tuan tolonglah saya." kata orang berkerudung itu.
"Kenapa kau? Kalau bisa tentu saja kau kutolong." sapa Han Bun dengan ramah.
"Di rumahku ada yang sedang sakit parah, dia perlu segera ditolong. Kalau tidak jiwanya akan melayang." kata orang itu
"Baiklah. tapi kuharap kau bersabar. Nanti sesudah orang ini kuperiksa. kau akan kubantu." kata Han Bun.
"Terima kasih," kata orang itu.
Han Bun memang bersifat halus, tidak pernah menolak orang yang meminta tolong kepadanya. Setelah menyiapkan tempat obat. ia pun segera ikut dengan orang yang memakai kerudung ke rumahnya. Namun sampai di luar kota di suatu tempat yang sunyi orang itu membuka kerudungnya. Ternyata dia seorang pendeta. Melihat hal itu Han Bun keheranan. Namun
sebelum ia sempat meminta keterangan, pendeta-itu sudah membuka mulut.
"Aku Hoat Hay Sian-su dari Kuil Kim Sam Sie di Tin-kang," kata si pendeta.
"Karena kulihat di Souw-ciu ada cahaya dan hawa siluman, aku segera datang ke mari untuk mencari siluman itu. Sesudah susah payah aku mencarinya, nyatanya hawa siluman itu muncul dari rumahmu. Jadi jelaslah sudah ternyata kau telah dipengaruhi oleh Siluman"
Han Bun yang tadi keheranan sekarang menjadi kaget. Karena kurang yakin dia pun lalu berbicara.


Legenda Ular Putih Karya Marcus As di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kurasa aku orang baik. sedangkan aku bekerja di toko obatku secara halal. Apalagi aku pun tak bergaul dengan sembarangan orang. Lalu bagaimana mungkin Suhu mengatakan bahwa aku terpengaruh siluman? Siapa siluman itu?" kata Han Bun.
Mendengar kata-kata Han Bun, si pendeta tertawa.
"Anak muda. coba kau dengar baik-baik. Sebenarnya siluman itu isterimu sendiri!" kata si pendeta.
Mendengar hal itu, tentu saja Han Bun bertambah kaget. Dia pun menjadi kesal karena isterinya dikatakan siluman.
"Bohong' Tidak mungkin!" kata Han Bun.
"Isteriku orang yang bijaksana. dia keturunan orang baik-baik. Sedangkan orang-orang di Kota Souw-ciu memuji kami karena kami dermawan. Tapi mengapa kau menuduh isteriku sebagai siluman?"
Namun dengan sabar pendeta itu memberi penjelasan
"Ah ternyata kau tak tahu keadaan isterimu yang sebenarnya Nak. Sekarang coba kau dengar baik-baik. isterimu itu sebenarnya Siluman ular putih yang sudah bertapa seribu tahun lebih. Dengan demikian ia bisa bersalin muka menjadi manusia. Jika kau tetap bersamanya kau tentu bisa celaka!" kata Hoat
Hay Sian-su.
"Tidak! Jangan kau bohongi aku, Suhu. Aku tidak percaya!" kata Han Bun.
"Jangan sangsi, Nak. Nah kebetulan besok harian Toan Ngo Ciat, yakni pesta Peh-cun. Jika kau tak percaya akan kata-kataku, besok kau beri dia arak Hiang-hongciu sampai mabuk. Nanti setelah mabuk, maka ujud aslinya akan segera nampak. Kuharap kau jangan sangsi, Nak. Sudah lupakah akan peristiwa yang menimpamu ketika kau diberi uang curian di Cian Tong Koan?" kata Hoat Hay Sian-su.
Namun karena Han Bun kebingungan,jadi pada saat pendeta itu pergi meninggalkannya, dia tak sadar. Kemudian ketika dia akan memberikan bantahan, ternyata pendeta itu sudah pergi.
Setelah pendeta itu pergi, Han Bun yang masih kebingungan terus berpikir.
"Ah bukankah dia seorang pendeta suci? Jadi mustahillah kalau dia datang cuma mau menggoda dan mengganggu rumah tanggaku."
Tak lama Han Bun lalu pulang untuk menentramkan hatinya yang gundah.
Setiba di rumah, Han Bun berkata kepada isterinya.
"Isteriku. kukira besok kita tak usah buka toko .Bukankah besok harian Toan Ngo, hari orang bersembahyang Peh-cun?"
"Terserah kau sajalah," kata _Tin Nio.
*****
Esok harinya...
Sesudah Han Bun mandi dia langsung ke meja makan. Tapi nyatanya di sana tak ada makanan. Han Bun yang keheranan segera memanggil Siauw Ceng, tapi tak ada jawaban. Tak lama kemudian barulah isterinya muncul.
"Mana Siauw Ceng?" tanya Han Bun
"Apakah dia belum
bangun, hingga tak ada makanan di meja."
"Siauw Ceng masih tidur, katanya dia kurang sehat," jawab isterinya.
"Sakit apa dia?"
"Entahlah," kata isterinya.
"Mari kita periksa," kata Han Bun.
Tak lama keduanya lalu pergi ke kamar Siauw Ceng. Setiba di sana Siauw Ceng terlihat masih tidur, sedangkan tubuhnya panas karena demam.
"Dia harus diberi obat" kata Han Bun
"Baiklah," kata Tin Nio.
Sesudah menyiapkan obat untuk Siuaw Ceng, Tin Nio segera masuk ke kamarnya. Han Bun yang mengira isterinya kelelahan segera pergi ke luar rumah. Maksudnya ingin membeli makanan matang untuk mereka makan. Namun di tengah jalan Han Bun teringat pesan si pendeta.
"Kalau begitu akan kubelikan arak Hiong-hong-ciu seperti pesan pendeta itu. Aku ingin tahu benarkah kata-kata pendeta itu?" pikirnya.
Selesai berbelanja, Han Bun segera pulang ke rumahnya, lalu ia menaruh semua makanan berikut araknya di meja makan. Saat itu karena Siauw Ceng sudah agak baikan dari sakitnya. dia bisa melayani mereka makan. Kemudian pada saat mereka makan. Han Bun mengajak isterinya minum arak Hiong-hong-ciu untuk menyambut perayaan Peh-cun.
"Ayo diminum araknya!" kata Han Bun.
"Maaf suamiku. perutku sedang berisi. Lebih baik kau saja yang minum araknya. aku akan menemanimu saja." kata Tin Nio.
Mendengar jawaban isterinya, nampaknya Han Bun kurang puas
Tapi tak lama dia memaksa isterinya agar minum. Melihat Han Bun kurang senang, Tin Nio yang merasa tak enak terpaksa berkata.
"Baiklah jika kau memaksaku. tapi aku akan meminumnya sedikit." kata Tin Nio.
Rupanya Tin Nio kuatir jika dia meminum arak itu sudah pasti dirinya akan bahaya. Tapi karena suaminya memaksa,terpaksa ia harus berpura-pura minum sedikit . Nanti Jika Han Bun tak melihatnya ia akan memuntahkannya kembali. Namun apa yang direncanakan ternyata lain. karena Han Bun justru mendesak dan memaksa Tin Nio agar meminum arak. Apalagi dengan tangannya sendiri Han Bun menyuruh Tin Nio menghabiskan dua cangkir arak. Tak lama kemudian Peh Tin Nio merasakan perutnya sakit, hingga sekujur bulu romanya berdiri.
"Oh. kepalaku pusing. Kenapa tega benar kau memaksaku minum arak? Sebagai akibatnya sekarang kepalaku jadi pening," kata isterinya
"Suamiku, sudahkah kau melihat pesta perahu di sungai?"
"Memangnya kau mau ke sana?" tanya suaminya.
"Tidak. karena kepalaku agak pening setelah minum arak tadi. kau pergi saja sendiri." kata Tin Nio.
"Baiklah. pergilah kau tidur. Aku akan pergi sendiri untuk melihat pesta Peh-cun di sana" kata Han Bun.
Sesudah Peh Tin Nio ke kamar maka pergilah Han Bun ke
sungai akan menonton pesta Peh-cun tersebut.
__________
HAN BUN PINGSAN MELIHAT ULAR PUTIH
DlKlSAHKAN sesudah Peh Tin Nio minum arak Hiong-hong-ciu, karena tak tahan ia tidur sendirian di kamarnya. Namun tak lama tubuhnya berubah menjadi seekor ular putih raksasa.
Sementara itu Han Bun yang merasa puas menonton keramaian pesta Peh-cun di sungai berniat pulang. Apalagi dia Juga tahu kalau Siauw Ceng dan isterinya kelihatan kurang sehat .Jadi agar tidak merepotkan mereka karena harus melayani makan dan sebagainya.Han Bun cepat-cepat pulang.
Begitu Han Bun sampai di rumah. dia langsung ke kamar isterinya untuk melihatnya. Rupanya dia ingin tahu apakah rasa pusing isterinya sudah hilang atau belum.
Begitu Han Bun masuk, dia segera membuka kelambu tempat tidurnya. Namun bukan main terkejutnya Han Bun sebab yang terlihat bukan isterinya yang tidur karena sakit kepala. tapi seekor ular putih raksasa yang sedang melingkar di atas tempat tidurnya. Saking kagetnya jantung Han Bun serasa berhenti. Tak lama dia pun jatuh pingsan dan tak bangun-bangun lagi. Lidahnya terjulur ke luar, tak ubahnya bagai orang mati.
Pada saat itu Siauw Ceng yang tadi berpura-pura sakit, kini sudah bangun
Ketika mendengar suara jeritan Khouw Han Bun, dia jadi kaget . Segera saja dia lari ke kamar Peh Tin Nio. Siauw Ceng yang melihat Suami Peh Tin Nio tergeletak, jadi kaget. Rupanya saat itu Han Bun seolah sudah tidak bernyawa lagi. Dengan cepat Siauw Ceng mencoba menyadarkan Khouw Han Bun, tapi nyatanya usahanya sia-sia.
"Celaka, rupanya dia kaget melihat keadaan Nio-nio," pikir Siauw Ceng.
Akhirnya dalam kebingungan Siauw Ceng menidurkan Han Bun di lantai, lalu dia berusaha membangunkan Peh Tin Nio yang kini sudah berubah kembali menjadi manusia.
"Nio-nio, lekas bangun! Celaka Nio-mo lekas bangun!" kata Siauw Ceng.
Akhirnya dengan'rasa kaget.Peh Tin Nio bangun dari tidurnya.
"Ada apa Siauw Ceng?"
"Celaka coba kau lihat suamimu, dia pingsan!" kata Siauw Ceng.
Melihat Han Bun tergeletak di lantai bagaikan mati, Tin Nio kaget. Dengan segera dia menggoyang-goyangkan tubuh suaminya.
"Suamiku. Suamiku bangun! Oh celaka, rupanya aku telah membuat dia kaget hingga pingsan. Tapi semua ini karena salahmu sendiri, mengapa kau paksa aku minum arak...?" kata Peh Tin Nio sambil menangis.
"Sudah Nio-nio. mengapa harus kau tangisi lelaki bodoh itu. Lebih baik dagingnya kita makan. Sekarang mari kita tinggalkan tempat , lagipula kau kan bisa mencari lelaki lain untuk dijadikan suamimu..." kata Siauw Ceng.
Mendengar ucapan Siauw Ceng, maka marahlah Peh Tin
"Diam kau! Enak saja kau bicara begini. Daripada dia yang mati, lebih baik kau saja yang kubeset tubuhmu!" kata Peh Tin Nio.
"Dengar baik-baik, sebenarnya aku dengan dia sudah ditakdirkan untuk berjodoh. Sekarang karena kita yang telah membuat dia celaka, maka kitalah yang harus memulihkan dia!"
"Tapi dia pingsan bagai orang yang sudah mati, lalu bagaimana kita bisa menolongnya?" kata Siauw Ceng kebingungan.
"Aku tahu di mana obat Dewi Kim Kay Seng Bouw Nio-nio disimpan, karena itu mari kita curi obat itu agar dapat mengobati suamiku .Sekarang mari kita angkat dia' Nanti sementara kau tunggui dia, aku akan pergi untuk mencuri obat dewa itu" kata Peh Tin Nio.
"Benarkah ada obat yang begitu manjur, bisa mengubah Siang-kong?"
"Tentu saja ada." kata Tin Nio.
Sesudah itu mereka pun lalu mengangkat tubuh Khouw Han Bun ke atas pembaringannya
"Kau harus menjaganya baik-baik'" kata Peh Tin Nio
"Baiklah Nio nio." kata Siauw Ceng.
"Awas jika sampai terjadi apa-apa dengan suamiku. akan kubunuh kau!" kata Tin Nio lagi
Mendengar ancaman Peh Tin Nio. Siauw Ceng menunduk
"Nio-nio. betulkah kau ingin pergi ke tempat Seng Bouw Nio-nio untuk mencuri obat itu? Jika benar. kurasa kau akan menghadapi bahaya besar. salah-salah mungkin jiwamu akan celaka?". kata Siauw Ceng kuatir.
"Tenang saja! Lagipula aku sudah bertekad untuk menolongnya. Untuk itu aku tak segan-segan mengorbankan jiwaku. Lihat saja nanti, Siapa tahu Tuhan ada di pihak kita." kata Tin Nio
Akhirnya tanpa bisa dicegah lagi, Peh Tin Nio segera berangkat. Tak lama dia pun sudah sampai di tempat tujuan .
Setiba di sana Peh Tin Nio yang merasa senang, segera berjalan lalu menaiki tangga batu di pegunungan itu. Tapi baru saja dia sampai di tanah datar. dua Tong-cu atau murid dewa sudah menghadangnya.
"Hai siapa kau?" tegur salah seorang dari murid dewa itu.
Ketika Peh Tin Nio melihat siapa yang menegurnya, dia dapat mengenali mereka .Ternyata mereka Hoo Sian-tong dan Hok sian-tong.
"Oh. kiranya kalian. Aku Peh Tin Nio dari Tang Hay. Kedatanganku kesini ingin mencari obat Leng-ci cauw untuk mengobati penyakit seorang budiman..." kata Tin Nio
"Oh ternyata kau mencari obat" kata Hoo Sian tong.
"Benar, karena itu tolong berilah aku setangkai Leng-ci-cauw. Setelah kudapat. barulah aku akan pergi'" kata Tin Nio.
"Enak saja. ini kan obat para dewa jadi mana mungkin kau boleh memintanya secara sembarangan" kata Hok Sian-tong.
"Oh kawan tolonglah. bukankah menolong seseorang perbuatan yang mulia?" kata Tin Nio
"Tidak bisa! Lekas kau pergi dari sini. Kalau tidak kau akan kami usir dengan kekerasan!" kata Hoo Sian-tong.
"Hai. mengapa kalian begini kasar" kata Tin Nio dengan sabar.
Namun kedua murid dewa itu segera menghunus pedang mereka.
"Kami tak akan memberimu obat itu. lekas kau tinggalkan tempat ini!" kata kedua murid dewa itu dengan kasar
"Kalian keterlaluan!" kata Peh Tin Nio. Dia pun segera menghunus pedangnya.
'Jika kuminta baik-baik kalian tak mau
memberi daun obat itu, maka terpaksa kugunakan cara kekerasan! Tapi jangan kalian katakan bahwa aku kasar sebab karena kalianlah yang telah memaksa aku berbuat kasar!"
"Tutup mulutmu!" kata Hoo Sian-tong dan Hok Sian-tong.
Sesudah itu mereka pun segera membuktikan ancamannya. Tak lama keduanya langsung menyerang Peh Tin Nio, hingga Peh Tin Nio terpaksa melawannya .
Namun karena saat itu Nyonya Khouw sedang hamil, gerak-geriknya jadi kurang leluasa .Kemudian setelah bertarung beberapa jurus lamanya, dia yang dikepung oleh dua murid dewa akhirnya terdesak Juga. Kedua musuhnya yang tak menaruh kasihan terus mendesaknya sambil menyerang.
Sedangkan Peh Tin Nio yang bertarung sambil mundur akhirnya tiba dekat air terjun. Namun karena dia telah bertekad untuk mengambil daun obat itu terpaksa dia tak mau meninggalkan tempat itu. Apalagi daun obat itu belum diperolehnya.
Ketika kedua musuhnya terus mendesak Peh Tin Nio, tak lama mereka berada di pinggir jurang. Sebelum kedua musuhnya menyerang. Peh Tm Nio yang memperoleh akal tiba-tiba melompat ke kaki gunung. lalu bersembunyi dibalik batu dekat air terjun itu.
Melihat hal itu kedua Sian-tong itu memburu ke tepi jurang, setelah dilihatnya Peh Tin Nio lenyap. mereka yang bermaksud untuk mengejarnya segera kembali ke tempat tanaman obat dewa.
Sementara itu Peh Tin Nio yang bersembunyi di balik air mancur. ketika melihat kedua murid dewa sudah pergi, lalu mencoba naik.
Dengan tekad yang keras. Peh Tin Nio naik ke atas. Begitu dia sampai di puncak Kun Lun San, di sana dilihatnya daun obat itu. Peh Tin Nio segera berlari ke sana lalu dia memetik
setangkai daun obat itu .Namun pada saat dia mencabut daun obat itu, ternyata kedua murid dewa itu telah muncul....
"Kurang ajar! Hai Jangan lari kau!" teriak kedua sian-tong itu sambil menyerbu Peb Tio Nio.
Tapi karena Peh Tin Nio tak bermaksud bertarung, dia segera membalikkan tubuhnya untuk kabur.
Sakmg marahnya Pek Hoo Tong Cu segera meninggalkan Lok Tong-cu untuk mengejar si pencuri
Namun ketika Peh Tin Nio hampir terkejar, dia tiba-tiba membalikkan tubuhnya. Rupanya dia tahu yang mengejar dirinya cuma Pek Hoo Tong Cu seorang. Begitu Pek Hoo Tong Cu mendekat secara tiba-tiba dia menikamkan pedangnya ke arah lawan. Saat itu Pek Hoo Tong Cu memang kurang waspada.
Akhirnya karena Pek Hoo Tong Cu yang tak menduga akan diserang begitu, tak sempat menangkis serangan Nyonya Khouw. Begitu tikaman itu mendarat ke tubuhnya, dengan segera-Pek Hoo menjerit. Namun begitu lawannya terluka. Peh Tin Nio yang tak mau menyerang terus. segera berusaha untuk kabur meninggalkan tempat itu
Sedangkan Lok Tong Cu Juga tak berusaha mengejar lawannya.
Walau Peh Tin Nio telah terluka. Dia hanya menolong kawannya itu
__________
PEH TIN NIO MENCARI OBAT UNTUK SUAMINYA
TAK lama Lok Sian-tong yang membawa temannya segera masuk ke dalam goa. Begitu sampai, dia melapor kepada Seng Bouw Nio-nio. Ketika dilihatnya salah seorang muridnya terluka oleh Peh Tin Nio, Seng Bouw Nio-nio marah bukan main. Dengan segera ia terbang untuk mengejar Peh Tin Nio yang belum lari jauh.
"Hai siluman. kau jangan lari!" teriak Seng Bouw.
Tak lama kemudian dewi itu melepaskan jala wasiat Thian Lo Tee Bong hingga Peh Tin Nio tertangkap kembali. Tapi tak lama ia berubah menjadi ular putih.
Saat Seng Bouw Nio-nio mencabut pedangnya untuk membunuh ular putih itu, tiba-tiba terpancar cahaya yang menyilaukan matanya.
"Tahan!" kata Koan Im Pou-sat.
Melihat kedatangan Koan Im. Seng Bouw Nio-nio segera menyarungkan pedangnya. Kemudian dia segera memberi hormat pada Koan Im.
"Oh Pou-sat, maafkan karena hamba kurang hormat. Dari mana dan mau ke manakah Pou-sat?" tanya Seng Bouw Nio-nio.
"Kedatanganku justru karena ular putih ini. Ketahuilah. sebenarnya dia dengan Khouw Han Bun berjodoh sangat kuat. Bahkan sekarang pun telah ada bayi titisan Bintang Bun Kiok Cee di dalam perutnya. Jadi kuharap kau jangan mengganggunya, sebab bila sudah waktunya dia akan ditangkap juga." kata Koan Im.
"Baiklah Pou-sat, dia akan hamba ampuni, walaupun dia bersalah besar karena telah mencuri obat dewa dan mencelakakan murid hamba," kata Seng Bouw Nio-nio.
Sesudah ia pamit, maka pulanglah Seng Bouw Nio-nio ke tempatnya.
Sementara itu Peh Tin Nio yang telah kembali menjadi manusia, memberi hormat kepada Dewi Koan Im sambil mengucapkan terima kasihnya.
"Kalau kau hanya menggunakan daun obat itu untuk menolong jiwa suamimu, kurasa belum cukup. Sebaiknya kau pergi ke Can Bi San, menemui Lam Kek Sian Ong. Setiba di sana kau minta sebatang obat kepadanya, dengan demikian barulah kau bisa menyelamatkan jiwa suamimu." kata Koan Im.
"Terima kasih, Pou-sat," kata Nyonya Khouw.
Sesudah itu Koan Im kembali ke Lam-hay (Lautan Selatan).
*** Sesudah Koan Im pergi, Peh Tin Nio lalu berangkat ke Can Bi San.
Setibanya dia di Can Bi San, di sana Nyonya Khouw dapat menyaksikan berbagai tanaman yang tumbuh di tempat ini. Bunga bunga tampak indah, dan berbagai macam pepohonan juga ada di sini.
Sampai di depan goa, Peh Tin Nio bertemu dengan seorang murid Lam Kek Sian Ong.
"Sian-tong, dapatkah kau menolongku untuk memberitahukan kedatanganku kepada gurumu? Aku Peh Tin Nio datang ke tempat ini atas petunjuk dari Koan Im Pou-sat," kata Peh Tin Nio,
"Baiklah, kau tunggu sebentar," kata murid dewa itu.
Kemudian dia pergi ke tempat gurunya untuk melapor.
"Aku sudah tahu. Lagipula dia memang berjodoh kuat dengan Han Bun. Apalagi sekarang pun dalam perutnya telah ada titisan bintang Kiok Cee. Coba tolong kau ambilkan obat yang ia butuhkan, lalu berikan kepadanya," katu Lam Kek Sian Ong.
Tak lama murid dewa itu telah menyerahkan obat yang dibutuhkan Peh Tin Nio. Begitu dia menerima obat itu, bukan main girangnya Peh Tin Nio. Sesudah mengucapkan terima kasih sambil memberi hormat ke arah goa, maka pergilah Peh Tin Nio ingin kembali ke tempatnya. Namun di tengah jalan Peh Tin Nio dicegat oleh Pek Hoo Tong Cu yang sudah sembuh dari lukanya. Karena sudah kelelahan. hampir saja Peh Tin Nio celaka di tangan Pek Hoo Tong Cu. Untungnya salah satu murid dewa datang menolong Peh Tin Nio. Setelah Pek Hoo Tong Cu dinasihati agar dia membebaskan Peh Tin Nio, dengan terpaksa ia membebaskan Peh Tin Nio untuk pulang. Setelah selamat dari bahaya maut, dengan segera Peh Tin Nio terbang menuju ke rumahnya. Karena dia dalam keadaan hamil. ia jadi kelelahan. Akhirnya setelah melakukan perjalanan jauh Peh Tin Nio sampai di rumah dengan wajah pucat pasi. Siauw Ceng yang melihat majikannya pulang, segera menyambut kedatangan Nyonya Khouw.
"Bagaimana, apakah kau berhasil?" tanya Siauw Ceng.
"Segera kau masak obat ini, lalu berikan pada suamiku." kata Nyonya Khouw.
Namun Siauw Ceng tak segera melaksanakan perintah ini. Rupanya karena dia kaget mendengar kisah nyonyanya itu. Dengan demikian dia hanya bengong saja seolah sedang memikirkan sesuatu.
"Eh, mengapa kau diam saja., lekas kerjakan perintahku" kata Nyonya Khouw.
"Maaf Nio-nio, aku bukan tak mau membantah
perintahmu." kata Siauw Ceng tak meneruskan kata-katanya .Tapi tak lama ia berkata lagi,
"Mungkin kau lupa bahwa suamimu itu pingsan karena melihat wujudmu. Memang semua ini gara-gara dia sendiri karena memaksamu minum Hiong-hong-ciu. Jadi jika kita mengubahnya hingga sembuh, apakah dia tak akan marah dan mencaci kita sebagai siluman ular yang jahat?" kata Siauw Ceng
"Lalu bagamana kalau dia tak mempercayaimu lagi? Nah itulah sebabnya aku tak berani segera memasak obat ini."
"Lalu apa yang kau kehendaki?" tegur Nyonya Khouw.
"Seharusnya kau mencari akal untuk membohongi suamimu. sesudah itu barulah kita obati dia!" kata Siauw Ceng.
"Ah, benar juga kau Siauw Ceng!" kata Peh Tin Nio.
Kemudian untuk beberapa saat Nyonya Khouw berdiam diri sambil termangu-mangu kebingungan.
Namun sesudah agak lama, tiba-tiba Nyonya Khouw tertawa.
"Ah aku punya akal! Sekarang lekas kau ambil angkin. nanti akan kuciptakan bangkai seekor ular putih. Kemudian setelah kita bacok, kita Ciptakan darah. Jika dia telah bangun. kita akan tunjukkan ular itu! Kukira pasti dia akan mempercayai kita!!" kata Peh Tin Nio.
"Akal yang bagus." kata Siauw Ceng.
Sementara Peh Tin Nio menciptakan ular mati yang palsu. Siauw Ceng sudah selesai memasak obat. Tak lama Tin Nio sudah mengangkat tubuh Han Bun. sedangkan Siauw Ceng membantunya meminumkan obat itu ke mulut Han Bun.
Selang beberapa saat maka bangunlah Khouw Han Bun dari pingsannya.
Ketika Han Bun melihat Peh Tin Nio dan Siauw Ceng berada di dekatnya, langsung saja ia marah-marah.
"Apa maksud kalian mengakali aku, hai siluman ular! Atau kalian ingin mencelakakan aku? Untung saja jiwaku tidak celaka. Sekarang lekas kalian pergi dari tempat ini!" kata Han Bun dengan gusar.
Mendengar makian Han Bun, bukan main sakit hatinya Peh Tin Nio. Tak lama maka menangislah dia sejadi-jadinya tanpa bisa menimpali cacian suaminya.
Melihat hal itu Siauw Ceng segera maju.
"Kaulah laki-laki yang tidak tahu budi. Padahal ketika kau pergi nonton Peh-cun, nyonyaku sedang tidur di kamarnya. Sedangkan aku yang saat itu sedang sakit, terpaksa datang ke kamarnya. Akhirnya ketika kau melihat ada seekor ular putih besar, kudengar kau menjerit. Saat itu aku datang hendak menolongmu. Namun setelah ular itu kami bunuh, nyatanya kau -sudah pingsan. Dan untuk menyembuhkanmu, dengan menempuh bahaya nyonyaku bersusah payah mencarikan obat buatmu. Tapi setelah kau sembuh. kau bukan berterima kasih malah memaki-maki isterimu!" kata Siauw Ceng dengan kasar.
Namun walau ia sudah mendengar ucapan Siauw Ceng, tetap saja Han Bun tak yakin.
"Mana buktinya?"
"Coba saja kau lihat. mayat bangkai ular itu masih ada di luar!" kata Siauw Ceng.
Tapi ketika Han Bun mencoba akan bangun dari tempat tidurnya, isterinya segera mencegah.
"Jangan, bukankah kau baru sembuh? Nanti penyakitmu kambuh kembali!" kata Nyonya Khouw.
"Hm aku tahu, kalian menggunakan akal busuk untuk membohongi aku kan?" kata Han Bun dengan sengit.
Sesudah berkata begitu, dia dorong tubuh isterinya dengan kasar .Kemudian dia pun lalu bangun dan benar-benar melongok
ke luar rumah. Ternyata di pelataran dia benar-benar melihat bangkai ular putih yang telah binasa bermandikan darah. Ketika Han Bun kembali ke kamarnya untuk menemui Peh Tin Nio dan Siauw Ceng, Peh Tin Nio berpura-pura marah.
Namun sambil tersenyum Han Bun berkata,
"Isteriku, kau Jangan marah!"
Melihat hal itu Siauw Ceng segera ke luar untuk mengubur bangkai ular putih itu. Kemudian sesudah Siauw Ceng masuk. Nyonya Khouw berkata.
"Ah sungguh malang nasibku, Siauw Ceng. Padahal susah payah aku menolong suamiku. nyatanya bukan berterima kasih malah aku dimaki-maki. Bahkan aku pun dikatakannya siluman dan sebagainya"
Mendengar kata-kata isterinya itu, Han Bun merasa tak enak hati.
"Kuharap kau jangan marah, isteriku! Sungguh, aku' benar-benar tak tahu kalau kau begitu menyayangiku. Sekarang aku bersumpah tak akan lagi mengatakan kau sebagai siluman!" kata Han Bun.
"Sudahlah kami memang Siluman karena itu biarlah kami pergi. Lebih baik kau jangan halangi kami!" kata Tin Nio.
Melihat isterinya seolah ingin pergi, Han Bun segera berlutut untuk meminta ampun. Tapi ketika Tin Nio melihat Han Bun minta maaf sambil berlutut, ia jadi tak enak hati.
"Sudahlah Suamiku, bangunlah. Semua ini memang salahku. ayo bangunlah Suamiku!" kata Tin Nio.
Menyaksikan adegan sandiwara yang sedang dimainkan Peh Tin Nio telah berhasil dengan memuaskan, Siauw Ceng segera membalikkan wajahnya. Kemudian ia tersenyum mentertawakan Han Bun di dalam hati.
__________
HAN BUN MENYEMBUHKAN PENYAKIT ISTERI TI-HU
DIKISAHKAN Ti-hu (Residen) dari Souw-ciu bernama Tan Lun, seorang residen yang baik hati dan budiman. Maka tak heranlah kalau residen Tan Lun sangat disayangi penduduk. Isterinya yang sedang hamil, sudah bulannya akan melahirkan. Tapi malangnya saat itu isterinya justru sedang sakit keras. Walau Tan Lun sudah memanggil semua tabib pandai di kotanya, tapi isterinya tetap tak sembuh .Rupanya tak seorang pun dari tabib-tabib itu yang mampu mengobati penyakit isterinya.
Jadi tak heranlah kalau hati Tan Lun menjadi amat kesal. Sebab selain pusing memikirkan penyakit isterinya dia pun jadi kurang tidur dan tak enak makan.
Suatu malam Tan Lun bermimpi telah bertemu dengan Dewi Koan Im. Di dalam mimpinya itu Koan Im menasihatinya aga dia datang ke toko obat Po Ho Tong. Dalam mimpi Dewi Koan ini mengatakan bahwa di sana ada tabib pandai dan bisa memberi obat yang tepat untuk penyakit isterinya. Ketika bangun Tan Lun agak kaget, lalu berpikir sejenak.
"Kalau begitu besok pagi akan kusuruh anak buahku agar pergi ke toko obat Po Ho Tong untuk mengundang tabib itu. Dengan demikian dia dapat memeriksa penyakit isteriku."
Esok harinya ketika utusan residen datang, Han Bun sedang ada di dalam. Dengan demikian dua utusan residen diterima oleh Ta Jin pegawai Han Bun.
'Tuanmu diundang datang ke rumah Residen Tan Lun untuk mengobati nyonya." pesannya.
Saat Han Bun diberitahu, ia menjadi kaget. Sesudah itu ia menemui isterinya.
"Hari ini dua utusan residen telah datang untuk mengundangku. Maksudnya agar aku mengobati isterinya yang sakit. Lalu bagaimana aku dapat menyembuhkannya? Padahal sudah banyak tabib yang diundang, tapi mereka gagal semua!" kata Han Bun.
Melihat suaminya begitu cemas, Tin Nio tersenyum.
"Mengapa gugup. Suamiku? Sebenarnya aku tahu apa penyakit isteri residen itu. Dia sedang hamil anak kembar, itu sebabnya dia agak sukar melahirkan," kata isterinya
"Jadi aku harus bagaimana?" kata Han Bun.
"Sekarang kau bawa kedua obatku ini, lalu berikan kepadanya. Nanti jika anak itu lahir dengan selamat, sudah pasti kau akan mendapat hadiah besar dari residen!" kata Tin Nio sambil tersenyum.
Sesudah menerima dua tablet dari isterinya, dengan perasaan girang Han Bun lalu ke luar untuk menemui kedua utusan residen. Setelah bercakap-cakap sebentar, maka berangkatlah Han Bun bersama kedua utusan itu ke gedung Ti-hu. Tak lama sesampainya mereka di rumah Ti-hu, Tan Lun menyambut kedatangan Han Bun. Tan Lun segera menyilakan Han Bun masuk, lalu dijamu di ruang tengah.
"Maaf Tuan. untuk apakah Tuan mengundang hamba ke mari?" kata Han Bun dengan sopan.
"Adakah yang sakit di sini?"
"Benar Tuan tabib, isteriku sakit-sakitan. Seharusnya dia yang sedang hamil sudah melahirkan," kata Tan Lun
"Memangnya apa yang dirasakannya?"
"Aku juga tidak tahu, tapi sudah tiga hari tiga malam dia
merintih kesakitan," kata Tan Lun.
"Tapi ketika kudengar nama besarmu, kau kuundang agar mengobati penyakit isteriku. Soal biayanya _kau jangan kuatir, berapa saja akan kubayar"
"Ah, Tuan jangan terlalu memujiku, aku kan cuma seorang tabib kecil yang tidak ternama. Mudah-mudahan saja sesudah diperiksa, dia bisa tertelong. Sekarang bolehkah aku bertemu dengan Hujin?" kata Han Bun merendah.
"Tentu, silakan," kata Tan Lun.
Tak lama kemudian Han Bun diajak ke kamar isterinya.
sesudah Han Bun berada di kamar isteri Ti-hu, ia dengan sikap seolah seorang tabib lalu memeriksa nadi isteri residen itu. Selesai memeriksa dia permisi ke luar diikuti oleh Tan Lun. Kemudian mereka duduk kembali di ruang tengah.
"Bagaimana keadaan penyakit isteriku itu?" tanya Tan Lun.
Mendengar pertanyaan Tan Lun, sambil tertawa riang Han Bun berkata.
"Selamat! Selamat Ti-hu! Ternyata Nyonya akan melahirkan putera kembar!" kata Han Bun meyakinkan.
"Oh, terima kasih, terima kasih." kata Tan Lun.
"Tapi kenapa isteriku sering merintih?" tanya Tan Lun.
"Oh itu sudah biasa karena anaknya dua .Kukira isteri Tuan hanya menderita gangguan sedikit. Tapi kuharap Tuan jangan kuatir. nanti sesudah kuberi obat, rasa sakitnya akan segera hilang, percayalah," kata Han Bun.
Mendengar hal itu tentu saja Tan Lun menjadi girang. Han Bun segera mengeluarkan dua butir pil, lalu dia minta disediakan air hangat .Mendengar permintaan Han Bun, Tan Lun segera memanggil pelayannya, lalu ia minta disediakan air hangat. Ketika pelayan itu membawakan air hangat, Han Bun segera menyerahkan dua butir pil pada pelayan itu.
"Antarkan pada Nyonyamu, lalu katakan pada Nyonyamu
bahwa kedua pil ini harus segera diminum. Kukira tak lama lagi Nyonyamu akan melahirkan dua anak laki-laki kembar," kata Han Bun.
Setelah pelayan itu mengangguk, Han Bun dan Ti-hu meneruskan perbincangan mereka di ruang tengah. Selang beberapa saat maka terdengarlah suara tangisan bayi. Benar saja tak lama pelayan itu melapor.
"Selamat Tuan, Nyonya melahirkan dua anak laki-laki sehat."
Tan Lun yang menerima laporan itu menjadi girang sekali. Dengan segera dia memberi hormat pada Han Bun sambil memuji-muji kepandaian tabib muda ini.
"Kiranya apa yang kau katakan benar, terima kasih Sianseng," kata Tan Lun.
"Kuharap Tuan jangan memuji saya, sekarang silakan Tuan lihat kedua putera Tuan itu!" kata Han Bun.
"Ternyata kau bisa menebak dengan tepat bahwa kedua anakku laki laki. Ah, aku senang sekali Tuan," kata Tan Lun.
Sesudah itu maka pergilah Tan Lun untuk melihat keadaan isterinya. Tak lama dia pun sudah kembali menemui Han Bun sambil tertawa-tawa gembira. Kemudian atas jasanya Han Bun, ia memberi hadiah l000 tail perak.
"Terimalah uang ini sebagai hadiah dariku," kata Tan Lun.
"Oh, mengapa begini banyak? Maaf Tuan, aku tak berani menerimanya," kata Han Bun.
"Jangan begitu, Sianseng. Ini sebagai rasa terima kasihku, jadi kumohon kau jangan menolaknya," kata Tan Lun..
Tapi karena Han Bun terus didesak, akhirnya dia menerima juga hadiah itu dengan senang hati. Sesudah itu Han Bun disuruh naik ke joli untuk diantar pulang ke rumahnya .
Sesampai di rumahnya dia disambut oleh isterinya.
Ternyata selain Ti-hu itu memberi hadiah uang, ia pun menghadiahkan kain sutera kepada Han Bun.
Dalam waktu singkat berita keberhasilan Han Bun yang menyembuhkan isteri Ti-hu akhirnya tersiar ke seluruh pelosok Kota Souw-ciu.
__________
PARA TABIB KOTA SOUW-CIU IRI DENGAN KEBERHASILAN HAN BUN
KETIKA mendengar keberhasilan Khouw Han Bun dalam menyembuhkan isteri Ti-hu, para tabib di Kota Souw-ciu terpecah menjadi dua bagian, ada yang pro dan ada yang kontra. Karena anggapan mereka Han Bun hanya pendatang baru dan bukan Shin-she (tabib). Tapi jika dihitung mana yang paling banyak pro atau kontra, maka yang lebih banyak yang kontra. Hal ini karena para tabib itu merasa iri melihat Han Bun berhasil menggaet uang sebesar 1.000 tail perak. Apalagi dia juga diberi berkayu-kayu (gulung-gulung) kain sutera dari sang residen
Para tabib yang merasa iri terhadap Han Bun diam-diam berjanji untuk berkumpul di suatu tempat. Rupanya mereka akan berunding untuk menyusahkan Khouw Han Bun. kalau mungkin mereka akan menyingkirkan tabib muda itu dari Kota Souw -ciu. Sebab menurut pendapat para tabib yang iri itu. keberadaan Han Bun di Souw-ciu telah mencoreng nama besar mereka.
Esok harinya...
Pagi-pagi sekali para Shin-she dan pemilik rumah obat telah berhimpun di suatu tempat yang sangat rahasia. Sebagai Juru bicara pertama tampil seorang tabib muda pemilik sebuah toko obat.
"Hari ini kita berkumpul di sini untuk membicarakan tentang anak muda yang bernama Khouw Han Bun. Kita telah dipermalukan oleh seorang bekas hukuman seperti dia. Secara tiba-tiba dia telah mencoreng muka kita yang selaku tabib
termasyur di kota ini. Dengan berani dan angkuh dia telah berani mendahului kita. Sedangkan besok hari ulang tahun guru pengobatan di kelenteng, bagamana kalau dia kita minta agar datang ke sana untuk mempertunjukkan keahliannya? Jika dia tak mampu, saat itu kita akan mencaci maki dia dan mempermalukannwa di depan umum. Selain itu kita juga meminta agar dia menunjukkan barang-barang yang lazim kita sebut Ko Tong. Bagaimana pendapat Tuan-tuan sekalian?" kata tabib muda itu.
Tak lama maka tampillah Lauw Hong, seorang tabib yang sudah agak berumur. Sekalipun dia iri karena Han Bun telah berhasil menggaet hadiah besar. namun nampaknya dia masih ragu. Karena itu dia berkata dengan cepat.
'Jangan kita lakukan hal itu!" kata Lauw Hong.
"Kalau dulu. sebelum dia mampu mengobati isteri ti-hu, mungkin saja akal itu bisa berhasil. Tapi sekarang residen kota ini sangat sayang kepadanya. hal ini terjadi karena Han Bun telah berhasil menyembuhkan isterinya. Jadi jika kita tetap memasukkan pengaduan itu pada pejabat yang lebih tinggi dari ti-hu. kita akan dituduh telah memfitnah Han Bun. Kecuali kalau kenalan-kenalan kita para pejabat dan orang besar, mungkin akal itu bisa berhasil."
"Lalu apa saranmu. Tuan Lauw?" kata yang lain.
"Bagaimana kalau hari ini kita datang untuk menemuinya? Nanti akan kita katakan bahwa besok hari ulang tahun Toapekong obat. Dan seperti biasa. kita-kita yang datang pada hari ulang tahunnya harus menaruh benda ajaib yang kita namakan Ko Tong. Aku yakin dia tak punya barang itu. Nah waktu itulah kita akan memarahi dia. lalu meminta dia agar pindah dari Kota Souw-ciu. Dengan demikian kita tak perlu cemas atau takut pada ti-hu sebab sekalipun ti-hu mencoba untuk menolongnya hal itu akan sia-sia. Sebab jika suara kita lebih banyak dia tak bisa melawan kita." kata Lauw Hong.
"Ah kau benar Tuan Lauw, kalau begitu mari kita sekarang menemui dia. Nanti kita minta agar dia menaruh benda ajaibnya di meja sembahyang di kuil " kata yang lain
Akhirnya karena sudah ada kata sepakat mereka beramai-ramai pergi ke rumah Khouw Han Bun
Tak berapa lama maka tibalah rombongan tabib itu di depan rumah Khouw Han Bun. Melihat para tabib itu datang. Han Bun segera menyambut dengan ramah. lalu menyilakan mereka masuk.
"Sungguh senang Tuan-tuan mau datang ke tempatku .Ada kabar apakah yang hendak kalian sampaikan pada saya?" kata Han Bun.
"Besok hari ulang tahun Toapekong obat. kami harap kau mau datang ke kuil untuk bersembahyang. Dan sudah menjadi kebiasaan kami di sini, pada setiap tahun kami yang berhasil secara bergiliran menaruh barang ajaib milik kami masing-masing. Barang ajaib itu kami namakan Ko Tong .Sedangkan besok karena kau telah berhasil mengobati istri ti-hu. kaulah yang mendapat giliran untuk menaruh Ko Tong tersebut." kata tabib muda yang paling dengki pada Han Bun.
"Benar. Saudara Han Bun." kata Lauw Hong.
"Hal itu memang sudah menjadi tradisi kami di kalangan para tabib dan pemilik toko obat di sini. Dengan demikian besok giliranmu "
Mendengar hal itu. Han Bun yang belum tahu apa-apa menjadi kaget. Apalagi nama Ko Tong baru didengarnya dan dia belum mengerti. Akhirnya dengan gugupnya dia berkata dengan ramah
"Maaf. kuharap sahabat-sahabatku menjadi maklum. Karena aku pendatang baru di sini maka kebiasaan seperti itu baru kali ini kudengar .Jadi mana mungkin aku lusa memenuhi permintaan kalian .Bagaimana kalau diantara sahabat ini menggantikan aku.. berapa saja ongkosnya akan kubayar. Dan
atas budi ini aku ucapkan banyak terima kasih," kata Han Bun
"Mana bisa begitu! Sebab setiap orang harus mempunyai Ko Tong masing-masing, jadi tak bisa diwakilkan oleh orang lain. Sedangkan setiap orang sudah pasti ingin memperlihatkan benda ajaib miliknya sendiri. jadi mana mungkin diwakilkan pada orang laun. itu kan lucu! Jika kau bukan tabib hingga tidak menerima rejeki dari pekerjaanmu sebagai tabib. mungkin hal itu masih tak apa-apa. Tapi karena kau baru saja menerima rejeki dan kerjamu sebagai seorang tabib. maka terpaksa kami tak setuju'" kata tabib yang lain.
"Baiklah kalau begitu akan kucoba." kata Han Bun akhirnya.
"Mari kita pergi" kata yang lain lagi.


Legenda Ular Putih Karya Marcus As di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sesudah itu dengan sikap angkuh dan tidak bersahabat. mereka segera pergi meninggalkan toko obat Khouw Han Bun yang bernama "Po Hoo Tong".
Setelah mereka pergi Han Bun yang merasa kesal sangat mendongkol.Perasaan bingung bercampur aduk tidak karuan .Karena Jengkelnya dia lalu masuk menemui isterinya.
Ketika isterinya melihat wajah Han Bun begitu murung. Peh Tin Nio Jadi heran.
"Eh. kenapa mukamu murung. Suamiku?"
"Tadi para tabib di kota ini telah datang berkunjung ke toko kita. Kata mereka besok adalah hari ulang tahun Toapekong obat. Sedangkan aku disuruh mempertunjukkan keahlianku di sana dan disuruh meletakkan Ko Tong (jimat) yang kupakai sebagai andalan untuk menjadi tabib. Tapi mana mungkin aku bisa melakukannya?" kata Han Bun mengeluh.
Mehhat tingkah laku Han Bun. Peh Tin Nio tersenyum lalu menepuk pundak suaminya.
"Tenanglah Suamiku. itu soal mudah .Kuharap kau jangan
susah." kata istrinya.
"Mudah bagimana?" tanya Han Bun
"Aku mempunyai peninggalan dari almarhum ayahku berupa sebutir mutiara ajaib. Besok kau boleh meletakkannya di meja sembahyang Toapekong obat itu! Jadi apa susahnya?" kata Peh Tin Nio.
Mendengar keterangan istrinya, Han Bun senang bukan main
*** Namun tengah malam Peh Tin Nio memanggil Siauw Ceng untuk diajak berunding.
"Siauw Ceng. besok suamiku diharuskan menaruh barang mustika di kuil Toapekong obat. Aku dengar di Istana raja di Pak-khia ada pusaka bagus. Lekas kau ke sana. lalu ambil tiga macam barang saja " kata nyonya Khouw
"Baik Nio Nio." kata Siauw Ceng.
Sesudah menerima petunjuk. malam itu juga Siauw Ceng terbang ke arah Ibu kota. Sampai di gudang istana. dia mengambil tiga macam barang berupa satu Giok Ai-tong (Boneka batu Giok), Tim Hio Ki-lin (Kilin batu giok), Kong Ciak (sepasang burung batu giok) sesudah itu Siauw Ceng kembali ke Souw-ciu.
*****
Esok harinya ketika Han Hun akan berangkat. Ia menanyakan barang yang akan ditaruh di meja Toapekong obat . Setelah Tin Nio menyerahkan empat macam benda pusaka itu pada suaminya. maka berangkatlah Han Bun ke kuil bersama pelayannya yang bernama Ta Jin. Begitu sampai Han Bun segera menaruh barang pusaka itu di atas meja. Sedangkan semua tabib yang datang ke sana untuk melihatnya menjadi heran sebab baru tahun itulah sembahyang ulang tahun Toapekong dilakukan dengan memamerkan empat barang pusaka langka. Kemudian setelah sembahyang selesai, Han Bun membawa kembali barang pusaka itu ke rumahnya. Kemudian ketika ia menceritakan pada isterinya bahwa para tabib itu keheranan, Tin Nio dan Siauw Ceng tertawa girang.
__________
HAN BUN DITANGKAP ANAK BUAH TAN LUN
SEMENTARA itu di Liong Ong-hu atau Gedung Raja Muda. hari Itu Raja Muda Liong Ong yang jatuh sakit meminta agar tabib istana mengambil Giok Ai Tong untuk mengobati sakitnya. Ketika Ong Hui atau isteri raja muda mengambil pusaka itu di gudang istana. ia menjadi kaget karena pusaka ttu tidak ada di tempat. Bahkan juga pusaka lainnya pun ikut hilang
Akhirnya dengan bergegas Ong Hui menemui Liong Ong untuk melaporkan tentang hilangnya keempat pusaka yang ada di istana raja muda tersebut.
"Oh kurang ajar. siapa yang begitu berani mencuri barang-barang pusakaku? Segera kau tulis surat. lalu sebarkan ke berbagai pelosok agar petugas menangkap pencurinya!" kata raja muda
Tak lama perintah itu pun dilaksanakan. Mata-mata pun di sebar ke segala penjuru untuk mencari keempat pusaka yang hilang itu .Bahkan pencarian itu dilakukan sampai ke Daerah
Kang-lam.
*** Dikisahkan sesudah han sembahyang itu Khouw Han Bun semakin menyayangi isterinya .Apalagi kini gengsi Han Bun semakin naik.
Malam itu pada saat mereka berbincang-bincang. isterinya berkata kepada Han Bun
"Suamiku, aku sedang hamil. Beberapa bulan lagi aku akan melahirkan anak yang akan menyambung keturunanmu." kata Peh Tin Nio.
Mendengar pengakuan isterinya, Han Bun girang sekali. Dengan mesra maka dipeluknya isterinya.
"Terima kasih isteriku. berarti turunan marga Khouw tak putus." kata Han Bun dengan bangga.
Suatu hari di hari ulang tahun Han Bun. ia mengadakan pesta di rumahnya. Saat itu Hartawan Gouw datang untuk mengucapkan selamat pada Han Bun.
"Terima kasih atas kunjungannya. Wan-gwe." kata Han Bun
Ketika Han Bun memberitahu bahwa isterinya kini sedang hamil. Hartawan Gouw tertawa.
"Ha. ha. ha. selamat, selamat." kata Hartawan Gouw
Tampaknya ia gembira sekali. Dan untuk merayakan kebahagiaannya. Han Bun menahan tamunya agar makan dan minum bersama sepuas puasnya.
Kemudian saking gembiranya. Han Bun lalu menunjukkan barang barang pusaka yang diberikan isterinya
"Ini pusaka milik keluarga isteriku." katanya sambil meletakkan barang itu di atas meja
Akhirnya karena setiap orang yang melewati rumahnya dapat melihat barang pusaka itu. maka dari mulut ke mulut kabar itu makin meluas ke seluruh kota
Secara kebetulan hari itu mata-mata dari Raja Muda Liong Ong sudah sampai di Kota Souw-ciu. Bahkan mereka sedang giat giatnya melakukan pengamatan sambil memasang telinga.
Dan orang-orang yang ditemuinya. mata-mata ini mengetahui bahwa pemilik Toko Obat "Po Hoo Tong" memiliki barang pusaka yang sangat antik
"Barang antik bagaimana?" tanya mata-mata itu pada seorang penduduk.
"Barang antik itu banyak sekali. kabarnya nama barang itu
Giok Ai Tong," kata orang itu.
Mendapat jawaban itu, si mata-mata kaget bercampur girang
"Di mana letak toko obat itu?" tanya si mata-mata.
"Di Jalan Gouw Kee Hang, Tuan," kata mereka.
Sesudah itu secara diam-diam mata-mata itu segera pergi ke Toko "Po Hoo Tong" untuk membuktikan kebenaran cerita itu
Sesudah jelas bahwa barang itu milik Liong Ong ,mata-mata itu segera melapor. Kemudian dengan mengajak petugas setempat. ia mengepung rumah Khouw Han Bun serta menyita keempat barang pusaka itu.
Saat itu Gouw Wan-gwe yang sedang bertamu di sana menjadi kaget ketika ia melihat para petugas itu merampas barang pusaka Han Bun. Apalagi ketika Han Bun juga ditangkap oleh petugas itu. Karena dia takut akan terseret dalam persoalan itu. Gouw Wan-gwe segera pulang.
"Eh apa salahku. mengapa aku ditangkap?" kata Han Bun.
"Tutup mulutmu maling' Karena kau mencuri benda-benda pusaka milik Liong Ong. kau kami tangkap!" kata si petugas.
Kemudian Han Bun segera diikat dengan rantai lalu dibawa ke kantor ti-hu.
Ketika residen Kota Souw-ciu mendengar anak buahnya telah berhasil menangkap penjahat. ia lalu ke luar untuk melihatnya .
"Ada apa ribut-ribut?" tanya Tan Lun.
"Kami berhasil menangkap penjahat!"
"Mengapa dia ditangkap?" tanya Tan Lun.
"Tuanku. beberapa hari yang lalu petugas dari ibu kota telah diutus oleh Liong Ong ke mari, Mereka diberi tugas oleh Liong Ong untuk mencari pencuri benda pusaka milik Liong Ong. Ternyata setelah diadakan penyelidikan. barang-barang itu ada di tangan orang ini. Karena itulah dia kami tangkap. sedangkan
barang bukti ikut disita!" kata anak buah ti-hu.
"Kalau begitu, lekas bawa masuk dia!" kata ti-hu.
Tak lama anak buahnya telah menyeret Han Bun untuk dihadapkan pada sang residen. Namun betapa kagetnya Tan Laa, setelah dilihatnya bahwa yang dikatakan penjahat itu Khonw Han Bun. Padahal tabib ini beberapa hari yang lalu baru menyembuhkan isterinya.
"Heran sekali. benarkah dia yang mencurinya? Kalau kulihat wajahnya. dia itu orang baik-baik. jadi bagaimana mungkin dia yang mencuri?" pikir Tan Lun.
Tapi akhirnya sambil berpura-pura tak kenal pada Han Bun, Tan Lun pun berkata.
"Hai maling, siapa namamu?".
"Hamba Khouw Han Bun yang tinggal di Jalan Gouw Kee Hang. Di sana hamba membuka toko obat. Selama ini hamba belum pernah melakukan kejahatan. Kemarin ketika para tabib meminta agar aku bersembahyang dan menaruh barang pusaka di meja sembahyang. lalu aku menceritakannya kepada isteriku. Setelah isteriku mengatakan bahwb dia mempunyai barang pusaka milik orang tuanya. aku menuruti permintaan para tabib di sini. Tapi tahu-tahu. hari ini hamba ditangkap dan dituduh sebagai pencuri," kata Han Bun.
"Siapa isterimu itu?" tanya Tan Lun.
"Dia Peh Tin Nio." jawab Han Bun.
"Dari mana asalnya?"
"Dia dari Hang-ciu di Cian Tong Koan." kata Han Bun
Sesudah itu Han Bun menceritakan bagaimana dia bertemu dengan isterinya sampai mereka berumah tangga. Selain itu Han Bun juga bercerita, bahwa isterinya telah menyusulnya dari Hang-ciu ke Souw-ciu dengan berjalan kaki.
Mendengar keterangan Han Bun, tentu saja Tan Lun keheranan.
"Berjalan kaki dari Hang-ciu ke Souw-ciu? Apakah mungkin dia bisa melakukannya? Apalagi dia seorang perempuan muda seperti isteri Han Bun?" pikir Tan Lun.
Setelah berpikir begitu, Tan Lun lalu meminta agar orang-orang dari ibu kota bersabar. Kemudian ti-hu itu menyerahkan hadiah 20 tail perak kepada para petugas sebagai uang jalan.
"Tolong katakan pada Liong Ong (Raja Muda) bahwa aku akan mengurus perkara pencurian itu sampai tuntas. Nanti akan kutangkap isteri si penjahat itu!" kata Tan Lun.
"Baik Tuanku," kata anak buah raja muda.
Kemudian mereka pun lalu pulang sambil membawa keempat buah benda pusaka milik raja muda yang hilang itu
Sesudah mereka pergi ti-hu memerintahkan anak buahnya agar Khouw Han Bun dimasukkan ke dalam penjara.
*** Dikisahkan ketika Han Bun ditangkap. Siauw Ceng telah melihat kejadian itu. Namun karena dia tak berdaya lalu hal itu dilaporkan pada Nyonya Khouw.
"Suamimu ditangkap gara-gara benda pusaka yang kita curi dari ibu kota'" katanya
Mendengar laporan dari Siauw Ceng. Nyonya Khouw kaget sekali.
"Celaka. kita telah menyulitkan dia lagi" kata Peh Tin Nio
"Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?" kata Siauw Ceng.
"Karena suamiku tak tahan disiksa, sudah pasti dia akan mengatakan bahwa benda-benda itu berasal dari kita. Kukira tak lama lagi petugas itu pasti akan datang ke mari untuk menangkap kita," kata Peh Tin Nio.
"Sekarang lebih baik kau pergi ke kantor ti-hu untuk mencari tahu. Sesudah itu kau segera
lapor padaku."
Mendengar perintah itu Siauw Ceng datang ke kantor ti-hu, ternyata di sana ia sempat mendengar ti-hu itu mengeluarkan perintah pada anak buahnya untuk menangkap Nyonya Khouw.
Mendengar hal itu Siauw Ceng segera pulang. lalu melapor pada Peh Tin Nio.
"Jadi mereka benar-benar akan menangkap kita?"
"Benar," kata Siauw Ceng.
"Kalau begitu segera kau kumpulkan harta kita. Untuk Sementara kita harus menyembunyikan diri." kata Peh Tin Nio.
Siauw Ceng segera melaksanakan perintah itu. Kemudian setelah selesai. keduanya lalu menghilang.
Ketika para petugas dari kantor ti-hu datang, mereka jadi kaget melihat rumah itu telah kosong .Ternyata isteri Han Bun tidak ada di tempat. tapi hanya Ta Jinlah pesuruh toko obat mereka yang ditemukan .Karena itu Ta Jin ditangkap dan dibawa ke kantor ti-hu.
Begitu sampai di kantor ti-hu para petugas itu melapor.
"Tuan. isteri Han Bun dan pelayan perempuannya tak ada di tempat. Dengan demikian terpaksa kami menangkap pelayan toko saja."
Melihat pelayan itu. Tan Lun bertanya.
"Siapa pelaku pencurian atas empat benda berharga milik Liong Ong"
"Sungguh Tuan. aku tak tahu-menahu soal pencurian benda pusaka itu." jawabnya.
"Lalu ke mana perginya nyonyamu itu?" tanya Tan Lun lagi.
"Tidak tahu Tuan. Sungguh aku tidak tahu ke mana mereka."
Mendengar jawaban Ta Jin. ti-hu tak bisa berbuat apa-apa. Akhirnya dia membebaskan dan menyuruh Ta Jin pulang.
__________
KHOUW HAN BUN DIBUANG KE ClAT-KANG
SELESAI memeriksa perkara Khouw Han Bun, Ti-hu 'Tan Lun segera kembali ke gedungnya.
"Heran sekali, sebenarnya aku tak percaya kalau Han Bun yang mencuri. Wajahnya begitu tulus. Aku yakin Han Bun digoda siluman sebab buktinya ketika anak buahku datang hendak menangkap isterinya. perempuan itu telah lenyap begitu saja " pikirnya.
Akhirnya karena merasa penasaran, hal itu diceritakannya kepada isterinya. Isterinya yang mendengar hal itu hanya meminta agar suaminya meringankan hukuman Han Bun.
"Dia kan telah menolong dan menyembuhkan aku. Jadi mengingat hal itu aku harap kan mau meringankan hukumannya." kata isteri Tan Lun.
"Tentu. Aku tak akan melupakan kebaikannya." jawab Tan Lun
Tak lama Tan Lun memanggil anak buahnya.
"Coba kau bawa Han Bun kemari'" perintahnya.
Tak lama ketika Han Bun ada di hadapannya. Tan Lun berbisik ke telinga Han Bun.
"Saudara Han, aku rasa kau diganggu oleh siluman jahat. Padahal kalau kau dituduh mencuri benda milik raja muda. kau akan dihukum mati. Sebenarnya aku pun sudah mengirim orang-orangku ke rumahmu untuk menangkap isterimu, tapi nyatanya dia tak ada di tempat. Ah entah ke mana mereka itu.Kukira siluman itu telah menggunakan kesaktiannya. dengan
demikian ia bisa menghilang. Aku memang telah berhutang budi kepadamu. Selain itu aku lihat kau pun orang Jujur. Jadi sebelum ada keputusan untuk menjatuhi hukuman mati terhadapmu, bagaimana kalau kau kujatuhi hukuman buang saja ke Giat-kang. Dengan demikian kau akan terlepas dari hukuman mati. Bagaimana, apa menurut pendapatmu?" bisik Tan Lun.
"Apa yang menurut Tuanku baik, hamba tak berani membantahnya. Jadi terserah Tuanku saja," kata Han Bun pasrah.
Mendengar jawaban Han Bun. Tan Lun mengangguk. Kemudian dia pun memanggil kedua anak buahnya. Setelah mereka diberi uang 20 tail perak untuk ongkos di jalan. mereka ditugaskan berangkat untuk mengawal Han Bun ke tempat pembuangan ke Ciat-kang
Ketika Khouw Han Bun ke luar dari gedung ti-hu, Gouw Wan-gwe sedang menunggunya di luar gedung .Hartawan Gouw yang melihat Han Bun ke luar segera memburunya lalu memegangi tangan si anak muda yang malang itu.
"Anakku Han Bun. sungguh tak kusangka kalau kedua wanita itu penjelmaan dari Siluman. Kini kau yang bernasib buruk. celaka karena ulah mereka. Oh sungguh menyedihkan nasibmu!" kata Gouw Wan-gwe amat terharu.
"Sekarang kau akan dibuang ke mana?" tanya si hartawan. Rupanya ia lihat Han Bun sudah siap akan berangkat
"Aku dibuang ke Ciat-kang." jawab Han Bun.
"Oh syukurlah. kalau benar kau cuma dihukum buang ke Ciat-kang. kau jangan cemas anakku. Sekarang kau dengar baik-baik Han Bun, di Ciat-kang aku mempunyai keponakan bernama Ci Kian. Walau dia masih muda. tapi dia baik hati dan senang bergaul, karena itu dia banyak dikenal di kalangan pemerintah. Kalau begitu akan kutulis sepucuk surat untuknya agar kau akan dibantu di sana." kata Gouw Wan-gwe.
"Tenma kasih Tuan Gouw, atas kebaikanmu selama ini," kata Han Bun dengan sangat terharu .
Kemudian setelah Gouw Wan-gwe meminta kepada kepada kedua petugas itu agar bersabar sebentar, dia segera menulis sebuah surat untuk keponakannya di Ciat-kang. Setelah surat itu selesai ditulis maka diserahkannya kepada Khouw Han Bun, Selain itu Hartawan Gouw tak lupa memberi uang suap pada kedua petugas yang akan mengantar Khouw Han Bun ke Ciat-kang.
"Terima kasih Wan-gwee." kata Han Bun.
Tak lama sesudah itu Khouw Han Bun lalu berangkat ke Ciat-kang. Di sepanjang perjalanan Khouw Han Bun mendapat perlakuan baik dari kedua petugas itu. Apalagi Han Bun juga dibekali uang oleh Hartawan Gouw dengan demikian di dalam perjalanan itu mereka bisa singgah di rumah-rumah makan untuk makan dan beristirahat.
Kedua petugas itu merasa girang sebab selalu mendapat uang Jalan dari Ti-hu Tan Lun. mereka Juga menerima persenan dari Hartawan Gouw. Sedangkan untuk makan di perjalanan Han Bunlah yang membayar semuanya .
Perjalanan ke Ciat-kang cukup Jauh. karena itu mereka harus menempuhnya berhari-hari.
Akhirnya Khouw Han Bun yang dikawal dua petugas itu sampai juga di Kota Ciat-kang. Begitu mereka tiba Han Bun diajak ke kantor ti-hu
Kemudian kedua petugas itu melapor dan menyerahkan surat-surat keputusan atas hukuman Han Bun kepada sang ti-hu.Sesudah ti-hu membaca surat itu. dia meminta agar Khouw Han Bun dimasukkan ke dalam penjara.
Kemudian sesudah itu barulah kedua petugas itu kembali ke Kota Souw-ciu,
Ketika Han Bun dibawa oleh sipir penjara, ia bertanya kepada sipir tersebut.
"Tuan, benar di kota ini ada hartawan muda bermarga Ci?" tanya Han Bun.
"Maksudmu Ci Kian?"
"Benar!" kata Han Bun.
"Memang kenapa?" tanya sipir bui ini.
"Aku ingin menyampaikan sepucuk surat dari pamannya di Souw ciu." kata Han Bun.
"Dia tinggal di pintu Timur Jalan Liu Yap-kee. Di sana ada sebuah gedung besar menghadap ke timur." kata sipir itu.
"Terima kaSih Tuan. Sebenarnya aku mau ke sana, maukah Tuan menolong mengantarkan aku ke sana?" tanya Han Bun.
"Baiklah. akan kuantar kau ke sana," kata si sipir yang baik hati itu
Khouw Han Bun yang mendengar kesediaan petugas itu merasa senang. Sesudah itu mereka pun lalu berangkat bersama.
Sampai di tempat tujuan. Han Bun segera mengetuk pintu rumah gedung itu. Tak lama maka muncullah seorang tua membukakan pintu pekarangan.
"Siapa kau? Ada maksud apa kau mengetuk rumah ini?" tanya orang tua itu
"Benarkah ini rumah Ci Wan-gwe?" tanya Han Bun.
"Benar. kau siapa? Apa maksudmu mencari Ci Wan-gue?" tanya si orang tua.
"Aku Han Bun berasal dari Souw-ciu .Kedatanganku ke mari membawa sepucuk surat untuk Ci Wan-gwe." kata Han Bun sambil menyerahkan surat kepada orang tua itu.
"Oh kamu membaua surat untuk Ci Wan-gwe? Baiklah kalau
begitu, kau tunggu sebentar. Aku akan sampaikan surat ini pada beliau," kata si orang tua
Ketika orang tua itu masuk, Ci Wan-gwe yang kebetulan ada di rumah segera menegurnya
"Siapa yang datang dan apa keperluannya?"
"Ia membawa surat untuk Tuan." kata orang tua itu.
Setelah hartawan itu menerima surat tersebut. ia segera membacanya,
"Di mana sekarang pembawa surat itu?" tanya Ci Wan-gwe setelah membacanya.
"Dia masih menunggu di luar." jawab orang tua itu.
Mendengar jawaban itu Ci Wan-gwe langsung ke luar untuk menyambut Han Bun.
"Mari silakan masuk!" kata Ci Wan-gwee.
Setelah Han Bun mengucapkan terima kasih. dia lalu masuk bersama sipir penjara. Karena hartawan itu sudah mengetahui maksud isi surat itu. dia segera menyediakan uang sebesar 20 tail perak dan menyerahkan uang itu kepada sipir itu. Begitu sipir itu mendapat uang dan Ci Wan-gwe. dia amat berterima kasih kepada Ci Wan-gue. Sejak saat itu Khouw Han Bun tak usah kembali ke penjara tapi dia diperbolehkan tinggal dirumah hartawan Ci.
___________
PEH TIN NIO MENGUNJUNGI LI KONG HU
TERNYATA Hartawan Ci sangat senang menerima Khouw Han Bun. Bahkan dia malah menganggap Han Bun sebagai saudaranya sendiri. Setelah petugas itu pergi. Han Bun dijamu makan. Dengan demikian kembali Khouw Han Bun tertolong. sehingga tak usah tinggal di penjara selamanya.
Dikisahkan Peh Tin Nio dan Siauw Ceng yang berhasil menghindari tangkapan para petugas Souw-ciu lalu bersembunyi di suatu tempat yang aman. Ketika keadaan sudah tenang kembali. barulah keduanya kembali ke rumah mereka.
"Oh Siauw Ceng. telah dua kali kita menyusahkan Khouw Han Bun. Kini kudengar dia dibuang ke Ciat-kang. lalu apa akal kita sekarang?" kata Peh Tin Nio sambil menangis.
"Sudahlah Nio-nio, kau jangan menangis lagi. Kukira tak ada gunanya kau menangisi hal itu. Mungkin ini sudah nasib suamimu." kata Siauw Ceng.
"Sekarang apa rencana kita?" kata Tin Nio.
"Bagaimana kalau uang ini kita kumpulkan?" kata Siauw Ceng.
"Mau diapakan uang itu?" tanya Tin Nio.
"Lebih baik' uang ini kita kirimkan ke rumah kakak ipar Khouw Han Bun di Hang-ciu. Bagaimana pendapatmu" kata Siauw Ceng.
Mendengar usul Siauw Ceng. Peh Tin Nio berpikir sejenak. Akhirnya karena dia menganggap usul Siauw Ceng cukup baik, maka itu dia setuju saja.
"Baiklah kalau begitu, nanti sesudah itu barulah kita susul Han Bun ke Ciat-kang," kata Tin Nio.
Sesudah ada kata sepakat, keduanya segera membungkus harta mereka. Kemudian dengan menggunakan ilmu kesaktiannya, mereka lalu terbang ke arah Hangciu hu.
Begitu sampai di Hang-ciu, Peh Tin Nio dan Siauw Ceng langsung bertanya-tanya di mana rumah Li Kong Hu. Ketika mereka telah mendapat petunjuk dari penduduk. mereka segera menuju rumah yang ditunjukkan itu. Setelah mereka sampai di depan rumah Li Kong Hu. mereka segera mengetuk pintu rumah Li Kong Hu. Kebetulan yang membukakan pintu itu Li Kong Hu sendiri. Melihat ada dua wanita di depan rumahnya. Kong Hu kaget
"Maaf Nona. kalian mencari siapa?" tanya Kong hu.
"Betulkah ini rumah Tuan Li Kong Hu?"
"Benar. akulah Li Kong Hu," jawab Kong Hu
"Siapa kalian sebenarnya"
"Kami dari Souw-ciu." kata Peh Tin Nio.
"Silakan masuk,
" kata Li Kong Hu.
"Apa she Nona dan darimana asalnya? Apa pula maksud Nona datang ke mari?" kata Li Kong Hu.
"Aku she Ong. sahabat Khonuw Han Bun. Biasanya aku dipanggil dengan nama Tian Piauw'. Sedangkan kedatangan kami atas permintaannya. agar kami menyampaikan surat untuk Tuan Li. Selain surat. dia juga menitipi bungkusan ini. Pesannya agar uang ini kami sampaikan pada Tuan Li." kata Peh Tin Nio.
"0 ya. memangnya apa kerja adik iparku di Souw-ciu?" kata Li Kong Hu
"Kini dia berdagang, karena itu hidupnya senang," kata Peh Tin Nio.
"Oh sukur-lah kalau begitu." kata Kong Hu girang
Sesudah berbincang-bincang sejenak sambil minum air teh hangat. Peh Tin Nio dan Siauw Ceng lalu pamit .Ketika mereka pulang, Li Kong Hu mengantarnya sampai di depan rumahnya. Sedangkan isteri Li Kong Hu sangat gembira sebab dia telah mendapat kabar tentang adiknya. Sesudah kedua tamunya pergi. Li Kong Hu dan isterinya membuka buntalan itu. Ternyata buntalan itu berisi uang yang cukup banyak
"Oh tidak kusangka kalau Khouw Han Bun bisa begitu sukses di perantauan." kata isteri LI Kong Hu kagum.
"Dengan demikian dia bisa mengirim kita uang."
"Ya. kita patut bersyukur pada Tuhan." kata Kong Hu.
Sementara itu sesudah Peh Tin Nio dan Siauw Ceng menyerahkan bungkusan uang dan surat palsu kepada Li Kong Hu dan isterinya. mereka lalu meninggalkan rumah Li Kong Hu. Sampai di tempat sepi dengan menggunakan kesaktiannya mereka segera terbang ke arah Ciat-kang. Sesampainya kedua wanita ini di Ciat-Kang, keduanya segera menyelidiki tempat tinggal Khouw Han Bun. Akhirnya mereka mendapat kabar bahwa Khouw Han Bun tak ada di penjara. tapi ada di gedung Ci Wangwe.
"Ternyata dia tinggal di rumah Ci Wan-gwe, lalu apa akal kita sekarang?" kata Peh Tin Nio.
"Lebih baik kita cari rumah untuk disewa.kemudian kita buka toko obat." kata Siauw Ceng
"Baiklah kalau begitu." kata Tin Nio
Tak lama keduanya mencari rumah sewaan.Sesudah mereka memperolehnya dengan segera mereka membuka toko obat dengan merek "Po Ho Tong". Sedangkan letak toko mereka tak Jauh dengan gedung Ci Wan-gwe.
Di rumah Ci Wan-gwe, Han Bun hidup senang karena dia diperlakukan bagai saudara kandung. Selama itu Han Bun selalu bersenang-senang dan berjalan-jalan menikmati keindahan Kota Ciat-kang.
Suatu hari karena Han Bun kurang tidur. ia jatuh sakit dan terserang angin jahat. Saat itu kepala Han Bun terasa pening, sehingga Ci Wan-gwe jadi sibuk mencarikan obat untuk menyembuhkan penyakit Khouw Han Bun tersebut.
Dengan segera Hartawan Ci memanggil seorang tabib untuk memeriksa penyakit Khouw Han Bun. Tapi Walau tabib itu sudah memberi obat. penyakit Khouw Han Bun tak langsung sembuh. Melihat keadaan Khouw Han Bun yang semakin parah. Ci Wan-gwe bertambah cemas.
Namun pada saat Ci Wan-gwe sedang kebingungan, pelayan tuanya datang menghampiri majikannya
"Apa yang menyebabkan Tuan susah?" tanya pelayan tua itu.
"Kau kan tahu bahwa Khouw Han Bun telah lama sakit.Nyatanya walau sudah banyak tabib yang kuundang,
penyakitnya masih belum sembuh juga. Lalu apa akal kita sekarang?" kata Ci Wan-gwe.
"Aneh sungguh penyakit yang diderita oleh Khouw Han Bun." kata si orang tua.
"Tapi. bagaimana kalau kita mencobanya membeli obat di toko obat yang baru?"
"Di mana toko obat itu dan siapa pemiliknya?" tanya Ci Wan-gwe.
"Toko obat itu tak jauh dari sini. sedangkan apa yang kudengar pemilik toko obat itu dua orang wanita," kata si orang tua
"Kalau begitu coba kau pergi ke sana. lalu kau beli obat untuk Khouw Han Bun. Siapa tahu setelah meminum obat
buatan toko itu, penyakit Han Bun akan sembuh," kata Ci Wan-gwe.
Setelah Hartawan Ci menyerahkan uang, si orang tua Itu pun lalu pergi ke toko obat baru itu. Tak lama orang tua itu sudah sampai di Toko Obat "Po Hoo Tong". Begitu sampai orang tua itu segera menjelaskan penyakit Khouw Han Bun. Peh Tin Nio yang mendengarnya. tentu saja menjadi girang. Dengan segera ia melayani si orang tua itu. lalu memberinya obat yang diminta.
Kemudian si orang tua kembali ke rumah majikannya sambil membawa obat itu. Setelah obat itu diberikan pada Hartawan Ci. pelayan rumah itu segera memasaknya. Kemudian dalam keadaan masih hangat. obat itu diberikan pada Khouw Han Bun. Saat itu wajah Han Bun memang telah pucat pasi, sehingga sangat mengkhawatirkan Ci Wan-gwe. Setelah meminumkan obat itu kemulut Han Bun dan menyelimuti tubuh Han Bun tak lama maka keluarlah keringat dari tubuhnya. Kemudian Han Bun dapat bergerak kembali .
Tumbal Mahkota Ratu 1 Pendekar Rajawali Sakti 163 Cakar Maut Panglima Gunung 5

Cari Blog Ini