Ceritasilat Novel Online

Pedang Pusaka Naga Putih 1

Pedang Pusaka Naga Putih Oleh Kho Ping Hoo Bagian 1


yoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 0
Karya : Asmaraman S. Kho Ping Hoo
Penerbit : CV. GEMA Solo (2004)
Edited & Ebook by : yoza
Pek Liong Pokiam
yoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 1
PADA suatu pagi, ketika fajar tengah menyingsing dan dari sana sini
terdengar ayam hutan berkokok nyaring, di halaman depan sebuah
pondok bambu di puncak bukit Kam-hong-san, tampak sesosok
bayangan putih berkelebat kesana kemari di antara bayang-bayang pohon yang
gelap. Ia adalah seorang pemuda baju putih yang sedang berlatih silat. Gerakan
tubuhnya demikian cepat hingga seolah-olah ia bertangan enam berkepala tiga
ketika ia bersilat ilmu pukulan Ouw-wan-cianghoat (Silat Monyet Hitam). Sambaran
kepalan tangannya sampai menggetarkan daun-daun pohon jauh di depan sehingga
mutiara-mutiara air di ujung daun-daun itu jatuh berhamburan bagaikan hujan
gerimis. Kakinya demikian ringan meloncat kesana kemari seakan-akan ia tak
menginjak tanah!
Tiba-tiba di atas pohon terdengar suara sayap bergerak. Anak muda itu
menengok sedikit ke atas, kemudian sekali mengayun kakinya, tubuhnya melayang
ke atas menuju ke sebuah dahan di mana seekor ayam hutan sedang bertengger.
Ayam itu terkejut sekali dan ketika tangan anak muda itu hendak menangkapnya,
dengan gesit ayam itu terbang ke bawah. Anak muda itu tak kehabisan akal, ia
tadinya telah berdiri di atas sebuah dahan, ketika melihat ayam itu terbang ke
bawah, ia segera menjatuhkan dirinya pula ke bawah, tapi kedua kakinya mengait
dahan hingga kepalanya menukik ke bawah. Secepat kilat tanggannya terulur dan
ia berhasil menangkap ayam hutan. Ayam itu bergerak-gerak hendak melepaskan
diri, tapi tak berhasil, kemudian dengan tertawa riang pemuda itu lompat turun.
Ah, engkau kurus benar, katanya kepada ayam yang menggelepar-gelepar di
tangannya itu. Bibi tentu akan mengatakan aku bodoh, karena ayam ini hanya berisi
tulang belaka, buat apa. Nah, pergilah kau. Kelak kalau sudah gemuk boleh
kutangkap lagi! ia melepaskan ayam itu, yang segera terbang dengan terkeok-keok.
Pemuda itu berusia lebih kurang lima belas tahun, berwajah putih, cakap,
dengan sepasang mata bersinar tajam, tapi lembut dan dihiasi sepasang alis tebal
hitam yang panjang. Tubuhnya yang sedang besar dan tingginya itu mengenakan
pakaian serba putih dengan angkin kuning kepalanya bertopi kuning pula. Di
pinggangnya agak di belakang tergantung sekantong kim-chie-piao (senjata rahasia
mata uang).
Tadi ia telah melatih ilmu silatnya dengan tangan kosong. Kini ia berdiri di
bawah pohon itu tertawa-tawa seorang diri karena geli melihat laku ayam hutan
tadi. Kemudian ia memungut sebatang dahan kering berwarna hijau di tanah danyoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 2
segera memulai melatih dirinya lagi. Dahan kering itu dipermainkannya seperti
sebilah golok. Sungguhpun yang diayunkan dan digerakkannya itu hanya sebatang
dahan, namun sambaran anginnya bersiutan dan dahan itu sendiri tak tampak lagi,
hanya kelihatan bayangan putih kehijau-hijauan berputar-putar kesana kemari.
Setelah ia bersilat beberapa puluh jurus tiba-tiba terdengar suara pujian,
Bagus!! dan tahu-tahu bayangan hitam seorang tinggi besar menerjangnya!
Lihat pedangku! bentak bayangan itu sambil menyerang dengan tipu Hui-engbok-thou (Biang Terbang Menyambar Kelinci). Ia agak terkejut akan serangan orang
yang tiba-tiba tanpa sebab itu, namun pemuda baju putih itu tak kurang waspada.
Ia berkelit ke samping, tapi lawannya melanjutkan serangannya dengan tipu Liongting-ti-cu (Mengambil Mutiara di Atas Kepala Naga) Pedangnya berpusing-pusing
seperti alap-alap menyambar dari atas. Serangan ini sangat cepat hingga pemuda
itu tak sempat mengelak lagi, maka terpaksa ia gunakan dahan kering yang masih
dipegangnya untuk menangkis. Prak! terdengar suara dahan itu beradu dengan
pedang. Pemuda itu merasa telapak tangannya perih. Ia kagum akan tenaga
penyerangnya. Tapi biarpun demikian pedang yang tertahan oleh dahannya itu
terpental juga.
Hai, mengapa kau menyerangku? Aku Si Han Liong belum pernah punya
musuh! Ia menegur keren, tapi yang ditegurnya tak berkata apa-apa hanya kini
berserak kembali menyerangnya dengan hebat! Pedangnya bergerak seperti
baling-baling dan dengan tidak disadarinya ujungnya meluncur ke arah pinggang
kanan Han Liong. Anak muda itu masih saja berkelit ke sana sini dengan gesit
sampai tujuh jurus. Akhirnya ia merasa bahwa penyerangnya yang berkedok hitam
itu bukanlah lawan yang ringan. Segera aa balas menyerang. Saling serang antara
pedang dan dahan kering terjadi dengan serunya sampai tiga puluh jurus lebih.
Makin lama Han Liong makin merasa heran, karena lawannya itu menggunakan
ilmu golok Oei-liong-coan-sin (Naga Kuning Memutar Tubuh) kemudian terdapat
pula jurus-jurus ilmu gabungan golok dan pedang ciptaan Bie Kong Hosiang,
gurunya sendiri! Ia terkejut, karena ilmu ini menurut gurunya itu tak pernah
diturunkan kepada lain orang, tapi mengapa orang ini dapat menggunakan demikian
mahirnya!
Tak terasa ia berseru, tahan! Tapi lawannya tak memberi kesempatan padanya
dan terus menyerang makin sengit, Han Liong terpaksa menghadapinya pula
beberapa puluh jurus dan selama itu ia dapat melayaninya dengan baik. Semua
serangan yang dikenalnya tipu-tipunya itu dapat dipecahkan, malah kalau ia mau,
ia bisa menggunakan kegesitan tubuhnya yang melebihi lawannya itu untuk balas
menyerang dengan ilmu-ilmu berbahaya. Tapi Han Liong tidak mau melakukan
serangan yang mematikan karena ia tak suka mencelakakan lawan yang belumyoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 3
diketahui sebab-sebab memusuhinya ini. Tiba-tiba ia teringat sesuatu setelah
mengamat-amati tubuh dan gerakan orang itu, lagi pula keadaan cuaca kini telah
agak terang.
Ketika lawannya menusuk dengan tipu Raja Naga Menyerbu Goa, sebuah tipu
silat gabungan golok pedang yang sangat berbahaya dan banyak perpecahannya,
Han Liong menyontak tanah dan melayang jauh ke belakang sampai tiga tombak.
Lalu ia melemparkan dahan keringnya dan segera berlutut.
Suhu (guru)! teriaknya.
Lawannya berdiri, melempar pedangnya, dan sambil tertawa ia membuka
kedoknya, Ha, ha, ha! Anak baik, muridku yang baik! Bie Kong Hosiang tertawa lagi
dengan gembira lalu menghampiri dan mengangkat bangun Han Liong yang segera
dipeluknya. Kemudian ia memegang kedua pundak anak muda itu dan
dipandangnya baik-baik.
Lima tahun kita tak berjumpa dan engkau sudah banyak maju! Bagus sekali,
muridku.
Sungguh berbahaya, suhu. Kalau suhu tidak menyerang dengan tipu terakhir
itu, teecu (murid) takkan mengira bahwa suhu sedang mencoba kebisaanku! jawab
Han Liong.
Aku hanya ingin tahu kemajuanmu. berkata Kim-too Bie Cong Hosiang si Golok
Emas.
He, hwesio (pendeta) tua! Enak saja engkau memuji murid kami sesukamu.
Berilah waktu padaku untuk mengujinya juga! tiba-tiba terdengar seruan dari atas
pohon, dan segera pembicaranya tampak melayang ke bawah.
Han Liong segera berlutut dan berseru dengan girang Hee-suhu, selamat
datang, teecu menghaturkan hormat! Bie Kong Hosiang juga merangkapkan kedua
tangannya memberi hormat dan berkata, Omitohud, kebetulan sekali engkau telah
datang. Selamat bertemu, selamat datang! Hee Ban Kiat membalas hormatnya
dengan tertawa, kemudian ia menyuruh muridnya bangun berdiri,
Han Liong, sudah tiba masanya kini aku harus mengujimu. Ayoh, bersiaplah.
Teecu tak berani melawan suhu.
Apa katamu? Siapa bilang melawan? Ini hanya latihan, anak bodoh! Kemudian
secepat kilat ia menyerang. Han Liong sangat kagetnya dan merasa bahwa ia
bersalah dalam jawabannya. Bukanlah lima atau enam tahun yang lalu ia selalu
berlatih dan harus melawan bersilat dengan gurunya ini? Segera ia melompat
mundur menghindarkan serangan itu dan memasang kuda-kuda menjaga seranganyoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 4
seterusnya. Jangan terlalu seeji (segan-segan)! tegur gurunya yang segera
menggeser kakinya maju sambil menyerang dengan tipu Kim-liong tam-jiauw
(Naga Mas Mengulur Kuku). Dengan berturut-turut kedua lengannya meluncur ke
arah dada muridnya. Menghadapi serangan hebat ini, Han Liong jungkir balik
menghindarinya dengan tipu Koai-bong houn-sin. Demikianlah selanjutnya, SiauwIo ong Hee Ban Kiat si Giam lo-ong kecil bermata satu itu menyerang muridnya
dengan tipu-tipu silat Thai Kek Touw, Kiauw-ta-sin-na dan Ouw-wan-ciang-hoat
diselang-seling. Han Liong melayaninya dengan sangat baik hingga tak pernah
tampah terdesak. Hanya ia masih ragu-ragu untuk balas menyerang, sehingga
kebanyakan ia hanya bertahan saja. Kelincahan dan keringanan tubuh dan kaki
tangannya banyak menolong dirinya, karena ternyata gerakannya lebih gesit dari
pada gurunya itu!
Akhirnya ia menarik nafas lega dan tertawa gembira, karena gurunya
menghentikan serangannya, Bagus, bagus. Tak percuma aku si tua bangka
mengajarimu. Eh, bagaimana pendapatmu, Hong Losuhu dan Pouw Losuhu!
tanyanya menoleh ke belakang, matanya yang hanya tinggal sebuah itu bercahaya
girang dan bangga.
Memang bagus, Hee Koanjin (orang aneh). menjawab Liok-tee Sin-mo Hong In
si Iblis Daratan dan Pauw Kim Kong si Malaikat Rambut Putih dengan menganggukangguk girang. Han Liong tercengang melihat bahwa kedua gurunya itupun telah
berada di situ dan juga ie-ienya (bibi) yang tadi turun gunung membeli barangbarang keperluan mereka telah pula berada di situ. Dalam kebingungannya
menghadapi serangan-serangan gurunya tadi, ia tak sempat memperhatikan
keadaan di sekitarnya. Segera ia berlutut dan menunjukkan hormatnya kepada
kedua gurunya yang datang belakangan itu.
Kami juga datang hendak melihat kemajuanmu, Liong, kata Liok-tee Sin-mo
Hong In si Iblis Daratan, Nah, cobalah kejar aku seperti permainan kita dahulu.
Tubuh Han Liong segera bergerak ke depan dan dengan gembira mengejar gurunya
itu. Sekejab kemudian mereka hanya merupakan dua sosok bayangan, yang kuning
di depan dan yang putih di belakang kejar-mengejar sehingga tak lama kemudian
hanya tampak dua titik kecil yang makin jauh. Tak lama antaranya, segera tampak
dua orang guru dan murid itu melayang-layang mendekat. Sebuah bayangan kuning
gurunya, Si Iblis Daratan berputar cepat dan tiba-tiba berdiri dan beberapa puluh
detik kemudian sebuah bayangan putih Han Liong berkelebat dan telah tiba pula
menyusul gurunya. Liok-tee Sin-mo Hong In segera melompat ke arah dahan
sebuah pohon, ketika Han Liong menyusul, ia telah meloncat pula ke atas dahan
yang lebih tinggi dan segera disusul pula oleh Han Liong. Demikianlah gurunya
meloncat-loncat ke atas puncak pohon sebagai seekor kupu-kupu kuning disusulyoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 5
oleh Han Liong dengan cepatnya. Akhirnya sang guru melayang turun dan kakinya
menyentuh tanah dengan ringan seperti sehelai daun kering jatuh. Perbuatannya
ini ditiru oleh Han Liong dengan gerakan serupa pula.
Cukup muridku, engkau sudah hampir dapat melebihiku. Tapi diam-diam Han
Liong maklum bahwa ia masih kalah setingkat.
Kemudian oleh gurunya itu Han Liong disuruh mendemonstrasikan
kepandaiannya menggunakan kim-cie-piaow. Liok-tee Sin-mo melempar dengan
uang logamnya ke arah sebatang pohon yang jauhnya kira-kira lima tombak lebih.
Berturut-turut ia melempar sampai lima kali, kemudian ia menyuruh muridnya
menyusul lemparannya itu. Han Liong mengerti maksudnya. Segera dilakukannya
dengan sebuah piao. Ketika tangannya terayun, terdengar bunyi nyaring lima kali
di batang pohon itu. Ketika diperiksa, ternyata piao sang guru yang tertanam di
dalam pohon kena dihantam oleh piao muridnya, sehingga keluar menembus pohon
itu. Sang guru tersenyum memuji.
Eh, aku jangan ditinggalkan! seru Pauw Kim Kong si Malaikat Rambut Putih.
Kemarilah, Liong, dan pegang bambu ini.
Han Liong menghampiri gurunya yang berdiri lurus sambil memegang tongkat
bambu itu dan diacungkannya ke depan. Han Liong segera memegang ujung
tongkat itu, sehingga mereka masing-masing memegang kedua ujungnya. Nah,
kerahkan tenagamu menahan, karena aku hendak mengangkatmu! Han Liong
segera mengumpulkan tenaga dalam, memasang bhesinya (kuda-kudanya) dengan
kuat sehingga kedua kakinya seakan-akan berakar ke dalam tanah. Tiba-tiba ia
merasa ujung bambu itu seakan-akan tergetar dan aliran tenaga gurunya telah
menyentuhnya. Bambu itu kini makin bergetar ketika dua tenaga dalam itu
bertanding mengadu kekuatan.
Naik! Si Malaikat Rambut Putih berseru dan Han Liong merasa betapa tenaga
gurunya dengan hebat menggempur pertahanannya hingga bhesinya terasa lemah
dan untuk sesaat kedua kakinya terangkat dari tanah kira-kira satu setengah dim!
Namun ia masin tetap dalam keadaan memasang kuda-kuda dan memegang ujung
bambu itu dengan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya dengan jari-jari terbuka
mengembang di atas kepalanya, sehingga ia merupakan sebuah patung kayu! Ia
mengerahkan tenaganya dan perlahan-lahan ia dapat turun kembali. Kini tangan
kiri gurunya turun ke bawah, suatu tanda bahwa ia kini yang harus menyerang.
Dengan penuh semangat ia mengerahkan seluruh tenaga dalamnya untuk
mengangkat gurunya. Ternyata ia berhasil membuat gurunya menggeserkan kaki
depannya yang berarti bahwa ia telah berhasil menggempur bhesi gurunya!
Kendatipun ia belum dapat mengangkat si Malaikat Rambut Putih itu ke atas, tapiyoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 6
ia telah memperoleh banyak kemajuan. Ia mengerahkan pula tenaganya dan
ditahan oleh gurunya. Dua tenaga dalam bertemu dengan kerasnya dan brak!!
bambu itu pecah berkeping-keping! Kedua-duanya mundur dan sama-sama
memeramkan mata mengatur nafas sebentar,
Engkau sudah banyak maju, Liong. Ketika latihan yang terakhir beberapa tahun
yang lalu, kau masih dapat kuangkat setinggi dua kaki! Kini engkau sudah bisa
menggempur kedudukan kakiku. Berlatihlah terus, muridku.
Kemudian ia minta muridnya memperlihatkan pelajaran Sin-kut-hoat yakni ilmu
melepas tulang yang segera diturut pula oleh Han Liong. Merela memilih sebuah
pohon yang banyak dahannya dan di situ Han Liong memperlihatkan kemahirannya.
Ia melayang ke atas dan menerobos diantara dahan-dahan dan cabang-cabang
yang demikian rapatnya sehingga tubuhnya seakan-akan melilit-lilit dahan seperti
seekor ular besar!
Keempat gurunya bukan main girang melihat kemajuan murid mereka itu.
Mereka puas dan gembira sekali, lebih-lebih Pauw Kim Kong yang tiada hentinya
menepuk-nepuk pundak muridnya dengan kasih sayang.
O ya, dan bagaimana pelajaranmu dalam ilmu surat? Kami ingin sekali tahu,
kata Pauw Kim Kong sambil melirik ke arah Yo Leng In.
Ah, teecu sangat bodoh dan hanya dapat menulis beberapa patah kata dan
beberapa buah huruf saja, suhu, jawab Han Liong malu.
Eh, jangan membuat malu aku yang mendidikmu, Liong, sela bibinya, Yo Leng
In. Yo Toanio benar, Liong. Di depan orang lain kau boleh merendah, tapi karena
hari ini adalah hari ujianmu, kau tak boleh malu-malu. Ayoh perlihatkan
kepandaianmu menulis, agar kami puas. Siauw-lo-ong Hee Ban Kiat si mata satu
mendesak.
Dengan terpaksa Han Liong lari mengambil alat tulis dan kertas dari dalam
pondok, lalu menulis di atas sebuah batu yang rata, dilihat oleh keempat guru dan
bibinya. Setelah selesai, ia perlihatkan tulisannya itu.
Semua orang-orang tua itu memuji, kecuali Liok-tee Sin-mo yang berkata
sambil tertawa, Aku orang tua tak berguna yang harus malu! Setua ini tapi satu
huruf pun aku tidak kenal. Coba tolong bacakan tulisan Han Liong itu Yo Toanio!
Yo Leng In mengambil kertas itu lalu membacanya. Ternyata tulisan Han Liong
itu berbentuk sajak berbunyi demikian :
Kecil lemah tak berdayayoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 7
Yatim piatu menderita sengsara
Hidup terancam bahaya gelap gulita
Untung datang lima bintang bercahaya
Aku orang sengsara tiada guna ini
Sampai mati tak mungkin membalas budi
Hanya berjanji mengorbankan nyawa
Menjunjung tinggi nama lima bintang dengan
Setia!
Yo Leng In membaca dengan suara merayu, dan semua pendengarnya maklum
bahwa yang dimaksud dengan lima bintang itu ialah keempat gurunya dan seorang
bibinya yang telah menolong dan mendidiknya. Kemudian, dengan huruf-huruf kecil
yang ditulis dengan tangan gemetar, terdapat dua baris syair demikian,
Sebatang kara, yatim piatu
Siapa ayah, siapa ibu??
Dua baris tulisan ini seakan-akan teriakan jiwa anak muda itu yang ingin sekali
mengetahui di mana dan siapakah orang tuanya, tapi ia tak berani bertanya, karena
dahulu tiap kali ia bertanya, selalu ia dilarang karena belum waktunya. Tulisannya
ini membuat keempat guru dan bibinya sangat terbaru, sehingga dikedua pipi


Pedang Pusaka Naga Putih Oleh Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bibinya yang membaca sajaknya itu mengalir air mata!
Pauw Kim Kong menghela nafas, dan ketika ia memandang Han Liong, ternyata
kedua mata pemuda itupun mengeluarkan dua butir air mata.
Hm, sudahlah jangan bersedih. Mari kita masuk ke dalam pondok, dan di situ
nanti akan kami ceritakan padamu sebenarnya tentang engkau dan orang tuamu.
Karena hari ini engkau telah tamat belajar, maka sudah sepatutnya pula kalau kau
ketahui akan hal Itu.
Semua orang memasuki pondok kecil itu dan di situ Han Liong untuk pertama
kalinya mendengar cerita mengenal orang tuanya dan tentang dirinya seperti
berikut.
Si Han Liong adalah putera tunggal dari Si enghiong (orang gagah she Si) atau
Si Cin Hai yang tak lain adalah seorang siucai (sasterawan) muda patriot sejati yang
diangkat menjadi kepala daripada banyak kaum kang-ouw dan liok-lim (kalangan
persilatan dan jagoan-jagoan). Si Cin Hai ini adalah putera seorang bekas menteri
pemerintah Beng Tiauw bernama Si Kim Pau dan tadinya menjadi kawan baik Gouw
Sam Kwie yang ternama itu.
Pada masa Si Kim Pau masih menjadi menteri, kerajaan Beng Tiauw kacaubalau karena ancaman pemberontak Lie Cu Seng. Gouw Sam Kwie yang melihat
bahaya ini lalu minta pertolongan serdadu-serdadu Boan dari Mancuria untuk
memasuki tembok besar dan membantu usaha menindas kaum pemberontak. Halyoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 8
ini tidak disetujui oleh Menteri Si Kim Pau dan ia berkata bahwa usaha itu seakanakan mengusir serigala dan mendatangkan harimau . Gouw Sam Kwie yang
biasanya menghargai pendapat Si kim Pau, ketika itu karena sedang bingung
melihat ancaman dan desakan Lie Cu Seng, tidak memperdulikan nasihat Si Kim
Pau sehingga mereka berdua berselisih paham. Akhirnya serdadu-serdadu Boan
betul berhasil juga menindas pemberontakan Lie Cu Seng. Namun, setelah melihat
keindahan dan kekayaan bumi Tiongkok, orang Boan itu menjadi keenakan dan tak
mau meninggalkan Tiongkok, bahkan lalu berbalik memukul hancur dan
menjatuhkan pemerintah Beng Tiauw, dan semenjak itu bangsa Boan Ciu berkuasa
di Tiongkok dan mendirikan pemerintah Ceng Tiauw.
Si Kim Pau melihat keadaan menjadi begitu hebat, hatinya bersedih dan
menyesal sekali, ia seorang menteri yang setia dan berjiwa patriot, maka karena
diri sendiri tidak berdaya, ia mengambil keputusan untuk mengorbankan nyawanya
sebagai pernyataan bakti kepada negara dengan membunuh diri. Tapi, ketika ia
menghunus pedangnya dan hendak menusuk lehernya sendiri, tiba-tiba sepucuk
sinar putih berkelebat, serta merta pedangnya terpotong menjadi dua dan di
depannya berdiri seorang tua berjubah putih dan rambut serta jambangnya yang
panjang sampai kepinggang semuanya putih melepak! Ia merasa seakan-akan
bermimpi, tapi sebagai seorang yang waspada ia segera maklum bahwa ia sedang
berhadapan dengan seorang suci. Tanpa perdulikan, pangkat dan kedudukan, ia
segera berlutut.
Orang tua itu mengaku bernama Kam Hong Siansu, seorang suci setengah dewa
yang mengasingkan diri di bukit Kam-hong-san. Kam Hong Siansu menyatakan
bahwa Si Kim Pau berbakat untuk menjadi seorang pertapa, lalu dengan samarsamar ia meramalkan bahwa untuk sementara ini pemerintah Ceng Tiauw tak dapat
dirobohkan, karena sudah takdirnya demikian. Dengan pertolongan Kam Hong
Siansu yang menggunakan ilmunya, sekaligus Si Kim Pau, isterinya, dan Si Cin Hai,
puteranya yang berusia sembilan belas tahun, dibawa ke puncak Gunung Kam
hong-san.
Atas petunjuk Kam Hong Siansu, Si Kim Pau bertapa di situ sambil mendidik
puteranya dalam ilmu-ilmu ketatanegaraan dan kesusasteraan. Namun darah
patriot yang mengalir dalam tubuh Si Cin Hai membuat ia tak betah tinggal di atas
gunung dan tanpa dapat dicegah ia pergi turun gunung. Ibunya sangat sedih karena
hal ini lalu jatuh sakit dan meninggal dunia. Si Kim Pau yang ditinggal seorang diri
di puncak gunung melanjutkan pertapaannya tanpa memperdulikan urusan dunia.
Kadang-kadang, Kam Hong Siansu, entah dari mana datangnya, datang
mengunjunginya dan memberi wejangan-wejangan ilmu batin.yoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 9
Si Cin Hai turun dari Kam hong san dan membuat hubungan dengan enghiong
(orang gagah) berjiwa patriot dari seluruh tempat untuk berusaha merobohkan
pemerintoh Ceng Tiauw dan mengusir orang-orang Boan, penjajah angkara itu dari
permukaan bumi Tiongkok. Iapun berhubungan pula dengan Gouw Sam Kwie yang
bergerak dari Propinsi Hun Lam. Karena ternyata Si Cin Hai seorang terpelajar yang
cerdik pandai dan seorang patriot sejati, walaupun ia masih muda dan tak pandai
ilmu silat, ia diangkat menjadi bengcu oleh semua enghiong dan disebut Sienghiong. Sementara itu, ia kawin dengan Yo Lu Hwa, puteri dari Yo Beng Kiat
seorang piauwsu (tukang pengantar barang ekspedisi) ternama di kota Liok-cu. Yo
Lu Hwa lalu ikut aktip dalam perjuangan suaminya.
Pada permulaan tahun Kong Hie ke empat belas, ketika Raja kedua dari
pemerintah Ceng Tiauw mulai bertahta, Si Cin Hai bersamaan dengan Gouw Sam
Kwie dari daerah lain, mulai bergerak untuk menggulingkan pemerintah musuh.
Tapi sayang, karena Gouw Sam Kwie kurang berhati-hati, maka rahasia pergerakan
itu bocor, dan mereka dipukul oleh Pemerintah Ceng Tiauw sebelum mereka sempat
bergerak, sehingga banyak kawan-kawan seperjuangannya yang tewas. Ternyata
pemerintah penjajah mempunyai banyak panglima jagoan, diantaranya ialah Coan
Eng, Ta Hai dan Lie Ban si Naga Tanduk Besi. Di antara para patriot vang gugur,
termasuk juga Si Cin Hai dan Ong Kee Lin suami Yo Leng In. Yo Leng In ini adalah
adik kandung Yo Lu Hwa. Yo Lu Hwa sendiri tertawan oleh Tiat-kak-liong Lie Ban si
Naga Tanduk Besi! Sebetulnya Yo Lu Hwa ingin mengamuk sampai titik darah
penghabisan setelah melihat suaminya gugur, tapi apa daya, ia terpaksa menyerah
untuk melindungi puteranya dari bahaya maut! Demikianlah, ia dan Han Liong,
puteranya yang baru berusia lima bulan itu ditawan musuh. Masih bergema di
telinganya pesan suaminya yang terakhir. Peliharalah Han Liong baik-baik dan
teruskanlah perjuangan kita! Pesan pertama untuk memelihara Han Liong telah
dilaksanakan dengan pengorbanan menyerah kepada musuh, tetapi pesan kedua
takkan mungkin dapat ia lakukan.
Tiat-kak-liong Lie Ban yang baru setahun kematian isterinya, sangat tertarik
melihat kecantikan dan kegagahan Yo Lu Hwa, maka ia sengaja menawannya
dengan anaknya. Kemudian, ia membujuk-bujuk agar nyonya muda itu suka menjadi
isterinya. Tentu saja Yo Lu Hwa tidak sudi dan memaki-makinya sebagai seorang
tak tahu malu dan rendah budi. Tapi setelah Lie Ban mengancam akan membunuh
Han Liong jika ia tidak mau menjadi isterinya, dengan hati hancur luluh nyonya
muda itu terpaksa menurut. Ia mau berkorban apa saja asal anaknya terluput dari
bahaya maut.
Hal ini sangat menyakitkan hati kawan-kawan di kalangan kang ouw dan lioklim. Mereka anggap bahwa penyerahan Yo Lu Hwa itu sangat memalukan danyoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 10
merendahkan nama para patriot, terutama nama Si-enghiong yang mereka hormati.
Teristimewa Yo Leng In yang telah menjadi janda pula, ia merasa sangat malu dan
telah berkali-kali dicobanya memasuki gedang Lie Ban untuk menculik Han Liong
dan kalau mungkin membunuh Lie Ban serta encinya! Tapi Tiat kak-liong Lie Ban
bukan anak kemarin sore. Ia tahu betul bahwa Yo Lu Hwa mau menjadi isterinya
karena menjaga keselamatan Han Liong. Kalau Han Liong sampai terculik hilang,
tentu isterinya yang baru itu takkan sudi lagi mendekatinya, bahkan mungkin akan
menimbulkan keributan! Maka, ia menjaga Han Liong dengan sangat hati-hati,
bahkan sengaja ia mendatangkan beberapa orang kawan-kawannya yang juga ahliahli silat kelas satu untuk menjaga gedungnya. Karena itu, segala daya upaya Yo
Leng In menjadi gagal sama sekali, bahkan beberapa orang kawannya mendapat
luka berat di dalam percobaan menculik Han Liong itu.
Demikianlah tujuh bulan telah lampau. Peristiwa tewasnya Si-enghiong dan
dirampasnya Yo Lu Hwa oleh Lie Ban telah terdengar oleh semua kawan-kawan di
kalangan kang-ouw dan menggerakkan hati para hohan (kesatria) di seluruh
pelosok. Di antara mereka yang tergerak hatinya adalah Liok-tee Sin-mo Hong In si
Iblis Daratan. Ia meninggalkan guanya di Gunung Kwan lim-san dan memberi kabar
kepada beberapa orang sahabatnya untuk mengadakan penemuan di Kam hongsan pada permulaan musim Chun (musim semi)! la sendiri langsung menggunakan
ilmunya berlari cepat menuju ke gedung Tiat-kak-liong Lie Ban yang dijaga kuat itu.
Malam itu, tidak seperti biasanya, di rumah Lie Ban agak sunyi. Biasanya Tiatkak-liong Lie Ban dengan ditemani oleh tiga orang kawannya, ialah Oei-kak-liong
Lie Kong si Naga Tanduk Kuning adiknya sendiri, dan berdua saudara Beng Liok Hui
dan Beng Liok Houw yang dijuluki orang Sankang Jie-pa-cu (Dua Macan Tutul dari
Sankang), minum arak atau main maciok sampai tengah malam. Tapi malam itu Lie
Kong dan kedua saudara Beng telah masuk ke kamar masing-masing, sedangkan
Tiat-kak-Liong Lie Ban berada di kamar isterinya.
Di antara bayang.bayang daun pohon yang ditimpa sinar bulan, berkelebat
sesosok bayangan tubuh manusia di atas genteng gedung itu. Gerakannya demikian
enteng dan gesit sehingga gerakan seekor kucingpun kalah olehnya! Dengan ilmu
meringankan tubuh Keng-kong-tee-sut-hoat ia berlari-lari ke sana ke mari di atas
genteng mencari-cari. Tiba-tiba ia berhenti di atas kamar Lie Ban dan kakinya
bergerak dalam tipu Ouw liong coan-tah (Naga Hitam Menembus Menara) ia
melompat turun ke bawah tanpa bersuara sedikitpun. Kemudian dengan langkah
ringan sekali ia menghampiri jendela dan memasang telinga.
Isteriku, janganlah engkau terlampau makan hati. Kurang apakah engkau jadi
isteriku? Aku cinta padamu, hormat padamu, dan menjaga Han Liong seperti anakkuyoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 11
sendiri. Bergembiralah isteriku, dan ingat akan kandunganmu, terdengar suara
seorang laki-laki halus membujuk.
Lalu terdengar helaan nafas seorang perempuan, Memang nasibku yang
buruk....... nasibku yang sial........ ahh....... terdengar isak perlahan.
Sudahlah, bukankah engkau cinta kepada Han Liong? Dan bukankah aku berlaku
baik padamu? Jangan bersedih, supaya lekas sembuh.
Memang engkau baik padaku dan Han Liong...... dan sekarang aku mengandung
Bukankah itu baik sekali? tiba-tiba suaranya terdiam dan dengan gerakan Ouwliong-chut-tong (Naga Hitam Keluar Gua) ia meloncat keluar pintu dan masih
sempat melihat sekelebat bayangan hitam melayang ke atas genteng.
Bangsat, jangan lari! la berseru dan mengayun tubuhnya ke atas genteng,
mengejar. Tapi ketika kakinya menginjak wuwungan rumahnya dan matanya
mencari-cari ke sana ke mari, ia tak melihat sesuatu kecuali bayangan daun-daun
pohon yang bermain di atas genteng. Heran, pikirnya, apakah aku tadi melihat
kucing? Ia langsung menuju ke kamar adiknya dan kedua saudara Beng. Ternyata
mereka sudah tidur, maka segera ia kembali ke kamar isterinya. Alangkah kagetnya
ketika ia mendengar Yo Lu Hwa menjerit-jerit. Jangan........jangan ambil anakku..........!!
Cepat ia meloncat masuk melalui pintu dan melihat seorang laki-laki tua yang
mukanya bagian bawah tertutup jambang dan jenggot putih, berpakaian kuning tua.
Orang tua itu telah memondong Han Liong, Sedangkan isterinya berusaha
merebutnya. Tapi gerakan orang tua itu cepat benar dan isterinya yang sedang
sakit tak dapat berbuat apa-apa. Lie Ban amat marah.
Bangsat tua! Kau berani bermain-main di depan tuanmu! Lepaskan anak itu!
Ha, ha! Lie Ban orang rendah! Anak ini bukan anakmu, ada hak apakah kau
melarang aku membawanya pergi?
Kurang ajar! Dengan kemarahan yang meluap-luap, Tiat-kak liong Lie Ban
menyerbu dengan gerakan Go-yang-pok-sit (Kambing Kelaparan Tubruk Makanan)
dan mencengkeram ke arah dada orang tua itu. Ketika cengkeramannya ditangkis
lawan, Lie Ban merubah serangannya dengan Kim-liong-tam-jiauw (Naga Emas
Mengulur Cakar), kedua tangannya maju serentak, yang kanan memukul ke arah
muka lawan dan yang kiri mencengkeram hendak merampas Han Liong. Tapi
ternyata lawannya lebih tinggi kepandaiannya. Ia meloncat ke sana ke mari sambil
ketawa mengejek. Orang tua itu adalah Liok-tee Sin-mo Hong In si Iblis Daratan,
menggunakan ilmu silat Jiauw-pouw-poan-toan (Tindakan Mengitar Berputar-yoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 12
putaran), berkelit kian ke mari dan sekali lompat saja ke arah pintu, ia terus
menghilang ke atas genteng!
Anak yang didukungnya berteriak-teriak menangis hingga membangunkan Lie
Kong dan kedua Macan Tutul dari Sankang. Dengan susul-menyusul mereka bertiga
memburu ke atas genteng.
Si Iblis Daratan yang sedang meloncat dengan tipu Tiang-hong-koan-jit
(Bianglala Melintang Langit), tiba-tiba merasa sambaran angin keras ke arah
kakinya. Ia tak heran lagi, dan terus menahan kakinya yang hendak turun, lalu
berpoksai (jungkir balik) di udara dengan gerak tipu Koai-bong-hoan-sin (Siluman
Ular Berputar Balik) ia meloncat secepat kilat ke belakang. Ternyata serangan itu
adalah sebuah toya yang menyambar kakinya.
Penculik hina jangan lari! teriak penyerangnya yang bukan lain adalah Oei-kakliong Lie Kong. Kemudian dengan tipu Hok houw-kun hoat atau Ilmu Toya Penakluk
Harimau, Lie Kong menyerang dengan buasnya, tak peduli lagi bahwa pukulanpukulannya bisa mencelakakan Han Liong yang berada dalam dukungan orang tua
itu. Namun dengan masih tertawa-tawa kecil orang tua yang bertubuh ringan lincah
itu yang sangat mahir dalam berkelit, berpusing-pusing ke sana ke mari di antara
sambaran toya.
Lie Ban yang tadinya menolong isterinya yang sedang jatuh pingsan, kini tibatiba mengejar dan menyerang dengan goloknya. Serangannya ini sangat hebatnya,
karena dilakukannya dalam keadaan marah yang sangat memuncak. Lie Ban
menyerang dengan ilmunya yang paling diandalkan, ialah Ilmu golok Ngo-houwbun to atau Lima Harimau Mencegat Pintu. Goloknya yang berat berkeredepan di
bawah sinar bulan dan menyerang ke arah tenggorokan lawannya dengan
mengeluarkan angin dingin yang berciutan.
Karena di dalam hatinya terasa takkan baik jadinya jika menghadapi Kedua
bersaudara yang tak boleh diabaikan itu, ia segera meng gunakan ilmunya berlari
cepat sambil berkata,
Lie Ban, aku tak sempat melayanimu lebih lama. Selamat tinggal!
Tetapi dua bersaudara itu lompat mengejar lagi. Ketika Liok-tee Sin-mo Hong
In sudah melalui dua wuwungan, tiba-tiba dari depan terlihat dua bayangan orang
menghadang. Mereka ternyata adalah dua saudara Beng yang berdiri menanti
dengan pedang di tangan!
Berhenti, bangsat tua bangka!
Mereka menyerang serentak dengan menggunakan tipu silat pedang mereka
yang terkenal yakni Jie-pa-cu Siang-Kiam Hoat (Ilmu Silat Pedang Sepasang Macanyoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 13
Tutul) yang mereka ciptakan berdua. Ilmu ini hebat sekali, teristimewa kalau
dilakukan di dalam penyerangan bersama, seakan-akan mereka berdua itu hanya
seorang dengan empat tangan dan empat pedang! Belum pernah selama hidupnya
Liok-tee Sin- mo Hong In menyaksikan ilmu pedang sebaik ini. Ia merasa kagum
serta gembira, kalau saja ia tidak sedang mendukung Han Liong, tentu ia ingin sekali
mencoba ilmu pedang istimewa ini. Ia tak usah takut, karena dengan, mengandalkan
kelincahan dan ilmu meringankan tubuh yang tinggi, belum tentu dua pasang
pedang itu akan dapat melukainya. Tapi kini ia tiada waktu untuk melayani kedua
macan tutul itu, maka ia meloncat pergi melayang ke atas pohon dan berkata.
Bagus benar permainan pedang kalian!
Kedua saudara Lie Ban dan Lie Kong yang mengejar sudah sampai pula di situ,
dan mereka berempat ternyata tak mampu mengejar si Iblis Daratan. Tiba-tiba Beng
Liok Hui mengayunkan kedua tangannya dan dua buah benda hitam melayang
menyambar ke arah punggung dan pinggang Liok-tee Sin-mo Hong In yang baru
saja menurunkan sebelah kakinya di atas cabang pohon yang tertinggi. Baru saja
angin senjata rahasia itu terasa olehnya, dengan cepat ia jungkir balik ke bawah
pohon, dan benda itu menyambar dengan cepat sekali sehingga terasa dingin
sambaran anginnya, Mau tak mau si Iblis Daratan terkejut! Ia maklum kelihaian
penyambit piauw tadi, karena sambaran anginnya menunjukkan tenaga dalam yang
hebat! Maka segera ia menggunakan ilmu Keng-sin-sut hingga tubuhnya bagaikan
melayang-layang di atas rumput, sekejap saja sudah berada jauh dan lenyap dari
pandangan mata musuh-musuhnya!
Gunung Kam-hong-san yang dikelilingi bukit-bukit kecil berjejer-jejer merupakan
seorang jenderal perang yang mengepalai barisan pejuang. Gunung itu berdiri di
tengah-tengah, puncaknya menjulang tinggi menembus awan, bukit-bukit yang
mengelilinginya hijau gelap penuh hutan liar.
Pada waktu pagi, keadaan di sekitar lereng gunung ini sungguh indah. Bumi
yang naik turun tak rata itu dihiasi rumput hijau muda yang membentang luas
bagaikan kain beludru menutupi seluruh gunung. Di sana sini tumbuh bunga-bunga
hutan beraneka warna dan ragam, bagaikan sulaman-sulaman indah di permukaan
beludru hijau itu, menebarkan bau semerbak harum. Hutan-hutan yang penuh
dengan pohon Liu, Siong, dipayungi cabang-cabang beberapa pohon raksasa yang
telah ribuan tahun usianya. Matahari bersinar merah di timur, menerjang halimun
menimbulkan cahaya pelangi beraneka warna yang indah sekali. Suara burungburung beraneka macam berkicau dan berdendang melakukan puja-puji kepada
tamasya alam, suara mereka nyaring merdu diiringi suara anak sungai gemercik
tiada berkeputusan menambah sedap pemandangan dan pendengaran. Jika di
Sorga terdapat taman, agaknya seperti inilah macamnya!yoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 14
Dari dalam hutan, sayup-sampai terdengar suara geraman binatang buas, yang
dibalas oleh auman di lain hutan, sehingga suara gerengan susul menyusul
bersahut-sahutan, menggelegar bagaikan bunyi tambur besar yang dipukul riuh


Pedang Pusaka Naga Putih Oleh Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rendah menggetarkan ujung-ujung daun yang dihias butiran-butiran air embun.
Sungguh benar kata orang bahwa di tempat yang indah merupakan sorga dunia
itu ternyata tersembunyi bayangan-bayangan maut yang mengintai mangsanya!
Maka tak heran bila belum pernah ada yang berani menjelajahi tempat yang indah
itu, karena semua orang kampung yang tinggal puluhan li dari kaki gunung tahu
akan bahayanya memasuki hutan-hutan yang penuh binatang liar itu.
Namun, pada pagi hari di permulaan musim Chun, di kala hawa udara sangat
sejuknya dan segala taman-tamanan sedang semi berkembang, ketika angin
gunung sedang berdesir perlahan menghalau halimun ke arah timur, dari bukit
yang terdekat dengan Gunung Kam-hong-san, tampak sesosok bayangan terbang
melayang-layang di atas rumput-rumput hijau. Dilihat dari jauh, bayangan itu
mungkin akan disangka setan penjaga gunung. Tapi, ketika bayangan itu sampai ke
tempat yang agak terang, maka ternyatalah bahwa ia adalah seorang tua yang
sedang berlari sangat cepatnya sehingga seakan-akan melayang. Memang ia
sedang berlari menggunakan ilmu lari cepat Keng-sin-sut yang telah sempurna
diyakininya. Yang mengherankan, adalah kepandaiannya meringankan tubuh.
Rumput-rumput yang terinjak oleh kakinya hanya bergerak-gerak sedikit seakanakan hanya dihinggapi sepasang kupu-kupu. Ujung-ujung rumput rebah sedikit dan
segera bangkit kembali setelah kakinya berlalu. Ini menandakan bahwa ilmu
meringankan tubuh Co-siang-hui dari orang tua itu sudah hampir mencapai
puncak kesempurnaannya.
Kakak itu berwajah kurus, berusia kira-kira enam puluh tahun. Mukanya hanya
kelihatan dari batas hidung ke atas, karena dari hidung ke bawah tertutup oleh
jambang dan jenggot putih melepak yang berkilauan laksana benang perak.
Rambutnya yang putih lebat digelung ke atas. Pakaiannya berwarna kuning tua,
telah robek dan compang-camping. Leher dan lengan bajunya lebar, berkibar-kibar
ditiup angin ketika ia lari. Sepasang kakinya berkasut jerami. Ia menggendong
seorang anak kecil dalam lengan kirinya, anak yang berusia kira-kira setahun.
Karena kecepatan larinya, sebelum matahari selesai mengusir semua embun
di lereng gunung, orang tua itu telah sampai di dekat puncak Kam hong-san dan
memasuki sebuah hutan yang besar di puncak. Hutan itu penuh dengan pohon yang
aneh-aneh dan jarang terdapat di hutan lain. Ia langsung menuju ke sebuah pondok
bambu di tengah-tengah hutan, dan kedatangannya disambut oleh tiga orang kakek
lain.yoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 15
Ha,.ha, Hong Losuhu, bagus benar! Kulihat engkau telah berhasil, kata seorang
dari mereka yang matanya buta sebelah. Anak kecil itu lalu didukung bergantian
oleh mereka dengan wajah girang dan kagum. Siapakah mereka itu?
Anak itu adalah Han Liong dan pendukungnya bukan lain Ialah Liok-tee Sin-mo
Hong In si Iblis Daratan yang telah berhasil menculik Han Liong.
Tiga orang kakek itu ialah kawan-kawan si Iblis Daratan yang ia beri kabar dan
diminta datang berkumpul di Kam-hong-san pada permulaan musim Chun.
Yang bermata sebelah adalah Siauw- lo-ong Hee Ban Kiat, yang di kalangan
kangouw dikenal sebagai Giam lo-ong kecil bermata satu. Tubuhnya kecil kurus
kering seperti cecak mati, tetapi matanya yang hanya sebelah kanan itu bersinarsinar seperti bintang pagi. Rambut dan jambangnya telah berwarna dua, kasar dan
kaku, kacau balau tak teratur. Orang ketiga adalah seorang hwesio (pendeta) gundul
bertubuh tinggi besar. Sepasang matanya besar bundar dilindungi alis tebal hitam,
tapi mukanya licin seperti kepalanya. Ia adalah Kim-to Bie Kong Hosiang si Golok
Emas, ketua kelenteng Kim kee-tang di bukit, Hun-tian-si, seorang ahli silat golok
yang kenamaan.
Orang keempat adalah seorang tosu (pertapa atau imam). Usianya juga sebaya
dengan yang lain, kurang lebih enam puluh tahun, tapi berbeda dengan kawankawannya yang sudah tampak tua itu, ia sendiri mempunyai muka seperti kanakkanak, walaupun rambutnya sudah putih seperti salju, panjangnya sampai ke
punggung, diikat menjadi satu. Wajahnya kemerah-merahan dan nampak sehat
sekali. Ini adalah Beng-san Tojin Pauw Kim Kong yang dijuluki orang si Malaikat
Rambut Putih.
Keempat orang tua itu berganti-ganti memegang dan memandang anak kecil
itu sambil berkali-kali menyebut, Anak baik. Tampang luar biasa. Tulang suci, dan
lain pujian lagi.
Hong Losuhu, kata Hee Ban Kiat si mata satu, sebagai orang tua kali ini kau
harus mengalah padaku. Anak ini serahkan saja padaku untuk kudidik. Dengan
mempunyai murid seperti ini aku akan dapat mati tenteram!
Eh, Hee-koaijin! bantah Hong In si Iblis Daratan, ia sudah biasa menyebut si
mata satu koaijin (orang aneh). Engkau mau enaknya saja. Aku yang memeras
keringat engkau yang menjadi tukang tadah. Ini tak mungkin!
. Jiwi losuhu. Kelentengku kosong. Pinceng si tua bangka belum pernah punya
murid. Keadaan pinceng ini cocok dengan anak ini. Memang kedatangan pinceng
ke sini hendak menyambut keturunan Si-enghiong ini untuk diwarisi sedikityoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 16
kemampuan yang ada pada pincang, menyambung Bie Kong Hosiang dengan
senyum memohon.
Hm, saudara-saudara, jangan berebut, sela Pauw Kim Kong yang mempunyai
suara halus seperti wanita. Baiknya diatur begini. Karena semua ingin mewariskan
kepandaiannya kepada anak ini yang memang sudah sepatutnya, maka baiklah
sekarang diadakan sayembara. Siapa diantara kita yang berkepandaian paling
tinggi, dialah yang berhak menjadi guru anak ini!
Eh, eh! Pauw Toheng (saudara Pauw) hendak menguji kita semua ? tanya si
mata satu, matanya yang tunggal memancarkan cahaya kilat.
Beng-san Tojin Pauw Kim Kong mengangkat lengan kanannya yang terbungkus
baju putih panjang, Jangan keliru sangka kawan. Maksudku hanya untuk
memperlihatkan kepunsuan (kepandaian) masing-masing. Yang dianggap paling
tinggi kepandaiannya dialah yang menang. Semua setuju mendengar usul ini.
Nah, Pauw Toheng, karena kau yang mengusulkan, sudah sepantasnya kalau
engkau pula yang membuka pertunjukan sayembara ini dengan mengeluarkan
kepandaianmu untuk menambah pengertian kita.
Pauw Kim Kong tidak ragu-ragu lagi. Ia menuju ke lapangan rumput di depan
pondok itu dan semua orang mengikutinya. Kemudian, dengan sekali lompat, ia
melayang dengan menggunakan gerakan Hui-niauw-coan-in (Burung Terbang
Menerjang Mega), dengan gesit dan ringan kakinya turun dan berdiri di tengahtengah lapangan. Kemudian sambil menghadapi kawan-kawannya, ia mengangkat
kedua kepalan tangan di atas dada memberi hormat, dan berkata.
Aku si tua bangka yang tak tahu diri mohon maaf. Karena tulang-tulangku yang
tua sudah lemah, dagingku sudah loyo, maka aku tak mempunyai apa-apa yang
patut disajikan. Sekarang aku sudah tak berani menghadapi musuh dan menjadi
orang penakut. Paling-paling- aku hanya berani melawan pohon yang tak bisa
membalas memukul. Maka, cu-wi (saudara-saudara sekalian) maafkanlah, aku mau
main-main dengan pohon sion g tua ini.
Pauw Kim Kong si Malaikat Rambut Putih lalu menghampiri sebatang pohon
siong sebesar pelukan lengan. Ia berdiri sejauh dua langkah dari pohon itu,
memasang bhesi dengan kaki terpentang merupakan segi tiga, kedua tangan
terjulur ke depan, kepala tunduk. Ternyata ia sedang mengumpulkan tenaga dalam
dan memusatkan nuitungnya ke dalam lengan. Kini kedua lengan bajunya tampak
tergetar-getar dan ia menegakkan kepalanya, lurus memandang sebatang pohon.
Kedua lengannya bergerak-gerak bagaikan mendorong, dan ...... segera datang hujanyoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 17
daun pohon itu yang rontok berhamburan melayang-layang ke bawah, pada hal
pohonnya tak bergerak sedikitpun.
Bagus! memuji tiga orang kawannya dengan kagum melihat tenaga dalam
yang istimewa itu. .
Pauw Kim Kong segera memberi hormat dan merendah, Sepertl tadi telah
kukatakan, aku sekarang takut berkelahi, maka aku mengandalkan ilmuku melarikan
diri! Janganlah cuwi menertawakanku, tapi kalau untuk meloloskan diri dari musuh
saja, aku setua ini masih sanggup. Persilakan cuwi menyaksikan aku yang penakut
kalau lari dari muiuh.
Ia berdongak memandang ke atas, dan di antara cabang pohon siong yang
sekarang telah menjadi setengah gundul itu, terdapat banyak cabang-cabang besar.
Renggang di antara cabang-cabang itu kira-kira hanya setengah kaki lebih, dan
terhalang oleh cabang-cabang yang bersimpang siur itu. Si Malaikat Rambut Putih
lalu membuka baju luarnya yang lebar dan panjang itu, dan kini hanya memakai
baju dalam yang pendek ringkas. Lalu ia menjejakkan kaki ke tanah, dan tubuhnya
segera melayang ke atas, tak dinyana telah berdiri di kedua cabang terendah.
Kemudian, setelah sekali lagi bersoja ke arah kawan-kawannya, ia segera meluncur
menerobos renggangan-renggangan di antara cabang-cabang itu. Gerakannya
demikian bagus, tubuhnya demikian licin den lemas pula, sehingga seakan-akan
merupakan seekor ular yang berbelit-belit, meluncur di antara cabang-cabang
pohon. Dengan menggunakan ilmu Sin-kut-hoat (Melepas Tulang), ia berhasil
membuat tubuhnya seakan-akan tak bertulang dan berhasil lolos dari rengganganrenggangan yang kecil dan sempit itu!
Sekali lagi kawan-kawannya memuji. Setelah menyatakan kebodohannya
sendiri dengan ucapan-ucapan merendah, Pauw Kim Kong lalu mempersilakan
yang lain memperlihatkan kepandaiannya.
Bie Kong Hosiang segera maju ke depan. Ia merangkapkan kedua tangan di
dada dan berkata kepada Pauw Kim Kong, Omitohud! Kepandaian seperti Toheng
ini sungguh jarang tolok bandingannya. Pinceng benar-benar menyerah dan
memang pantas kalau anak ini kau bawa ke Gunung Beng-san untuk kau didik. Tapi
pinceng akan memperlihatkan juga sedikit pertunjukan golok yang tak berarti,
kiranya boleh juga diwariskan kepada anak ini. Maafkan pincang.
Hwesio itu dengan sigap lalu loncat ke lapangan sambil menggerakkan tangan
kanannya ke arah punggung. Ia melompat dengan gerakan Ang-liong-coan-lah
(Naga Merah Menembus Menara). Gerakannya tak kalah lincah dari pada si Malaikat,
dan tahu-tahu tangan kanannya telah memegang sebatang golok bergagang emas
yang berkilauan hijau karena tajamnya. Ternyata golok itu sangat tipis danyoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 18
diselipkan di bawah baju belakang, sehingga tersembunyi. Dengan sekali putar, jarijarinya menyembunyikan golok itu dibelakang lengan dan setelah memberi hormat
kepada kawan-kawannya ia segera mulai bersilat. Ia membuka pertunjukannya
dengan Ilmu golok Ngo-houw-toan-bun-to (Lima Harimau Memegat Pintu).
Gerakannya mula-mula perlahan, kakinya berkisar ke sana ke mari, kuda-kudanya
sangat teguh dan tubuhnya yang tinggi besar itu sangat lemas gerakannya.
Goloknya menari-nari dan berputar makin cepat dan akhirnya ketika ia bersilat
dengan gerak tipu Ui-liong-coan sin (Naga Kuning Memutar Tubuh), maka bayangan
goloknya merupakan bundaran putih yang melindungi tubuhnya! Bayangan
tubuhnya lenyap dari pandangan mata, hanya bundaran putih terdiri dari ribuan
ujung golok berputar-putar dan orang hanya dapat tahu bahwa di dalam lingkaran
mata golok itu terdapat orang yang memainkannya karena kadang-kadang
kelihatan sepatu hitam hwesio itu menginjak tanah!
Setelah Bie Kong Hosiang berhenti bersilat. Dengan tenang tanpa kelihatan lelah
sedikitpun menghampiri kawan-kawannya dan memberi hormat, semua orang
memuji.
Waah, Losuhu terlalu merendahkan diri, memuji Pauw Kim Kong. Silat golok
seperti yang baru saja kulihat, aku orang she Pauw tak dapat menandinginya!
Ketika Siauw-lo-ong Hee Ban Kiat si mata satu diberi giliran. Ia segera ayunkan
tubuhnya dengan gerakan Yan-cu sip pat-sian-hoan (Burung Walet Terbang Jungkir
Balik), dengan indah, tubuhnya berpoksai atau berputar-putar beberapa kali di
udara dan turun di tengah-tengah lapangan.
Cuwi, selama berpuluh tahun berkeliaran di dunia, aku hanya mengharapkan
kekuatan kedua tanganku yang tua ini. Karena kepandaianku yang lain tidak ada,
terpaksa juga aku mempertunjukkan sedikit kebisaan lenganku yang kurus kering
ini untuk diwariskan kepada putera Si enghiong.
Setelah memberi hormat, ia segera bersilat dengan tangan kosong yang
menjadi jaminan hidupnya selama ini di kalangan kang-ouw. Pertama-tama ia
bersilat Ouw-wan-ciang-hoat (Ilmu Silat Tangan Lutung Hitam) yang mempunyai
tiga puluh enam jalan, tiap gerakan mempunyai tiga jurus hingga seluruhnya
berjumlah seratus delapan jurus, tetapi ia hanya mengeluarkan sepertiganya saja,
kemudian mengganti gerakannya dengan tipu-tipu Pat-kwa-mui yang tak kalah
hebatnya! Bagi orang biasa, gerakan-gerakannya biasa saja, bahkan agak lambat
tak bertenaga, tapi bagi ketiga orang yang melihatnya ketika itu, mau tidak mau
mereka harus memuji karena maklum akan luar biasanya kedua lengan tangan itu.
Di dalam tiap-tiap tipu dan gerakan berganti-ganti menggunakan tenaga nui-kang
dan nge-kang hingga dapat mengimbangi musuh yang bagaimanapun. Bahkanyoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 19
belakangan, si mata satu itu mengeluarkan kepandaiannya menotok dengan jari
menurut gerakan Su-sat-chiu yang terkenal kesaktiannya. Jika mempunyai ilmu ini
sampai mahir, maka biarpun bertangan kosong, tidak khawatir rasanya menghadapi
lawan yang bersenjata! Tentu saja setelah ia akhiri pertunjukannya, semua
kawannya memujinya.
Kini tiba giliran Liok-tee Sin-mo Hong In si Iblis Daratan. Seperti ketiga orang
kawannya, iapun merendah dan kemudian mengeluarkan kepandaiannya yang
mengagumkan. Si Iblis Daratan memang terkenal dengan ilmunya meringankan
tubuh dan kepandaian melempar dengan kim-chie-piao (senjata rahasia uang
logam). Pertama-tama ia keluarkan ilmunya meringankan tubuh Too-tiam-leng-popou sehingga tubuhnya bagaikan melayang-layang ketika ia melompat-lompat di
antara puncak-puncak pohon. Dari bawah ia kelihatan seperti seekor burung garuda
yang bermain-main dengan puncak pohon, membuat setiap ujung daun pohon
bagian atas bergerak-gerak, sebentar di pohon ini, sebentar di pohon itu dengan
gerakan secepat kilat. Ia menggunakan gerakan Kim-hong-hi-lui (Tawon Gula
Bermain di Tangkai Bunga). Kemudian ia mendemonstrasikan ketangkasannya
melempar dengan kim-chie-piao. Kedua tangannya masing-masing memegang
sepuluh buah uang logam. Ia melemparkan kim-chie-piao itu ke arah batang pohon
dengan gerakan bermacam-macam. Langsung, miring, dari bawah lengan, dengan
membelakangi, bahkan dengan mendekam di tanah. Gerakan tangannya terus
menerus tiada hentinya sampai semua kim-chie itu menyambar ke arah batang
pohon. Ketika mereka semua menghampiri batang pohon siong itu, maka terlihat
dua puluh buah uang logam itu semua telah memasuki tubuh pohon itu dengan
berjajar-jajar rapi bagaikan diatur! Semua uang itu masuk miring dan dalam sekali.
Dalam hal mengentengkan tubuh dan melempar piao, engkau pasti paling
unggul, Hong Losu! memuji si mata satu.
Nah, sekarang bagaimana? kata Hong In, Ternyata melihat jalannya
sayembara, kita masing-masing mempunyai kemampuan tersendiri hingga sukar
untuk menentukan siapa di antara kita yang tertinggi ilmunya. Bagaimanakah
baiknya ini?
Sedang empat orang tua itu bingung dan saling pandang, tiba-tiba di atas udara
terdengar suara tertawa yang merdu dan halus, suara tertawa itu dari perlahan
lalu makin nyaring dan susul-menyusul hingga bergema di seluruh hutan seakanakan di semua penjuru ada orang yang sedang tertawa! Keempat orang kakek itu
maklum bahwa ada seorang wanita yang sedang menunjukkan iweekangnya. Suara
ketawa itu digerakkan oleh sebuah tenaga yang keluar dari Tan-tian sehingga dapat
dikirim ke tempat jauh dan bergema dengan nyaringnya. Dari suara ini saja seorang
ahli dapat mengukur ketinggian ilmu orang. Diantara keempat kakek itu, Pauw Kimyoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 20
Kong yang tertinggi ilmu tenaga dalamnya, maka segera ia dapat menduga di mana
adanya orang yang tertawa tadi. Ia menghampiri sebuah pohon besar di samping
pondok, dan memberi hormat ke arah daun-daun pohon sambil berkata.
Li enghiong, silakan turun. Kami merasa terhormat sekali mendapat
kunjunganmu yang mulia.
Dari dalam pohon itu segera melayang turun sesosok bayangan hitam dan
seorang wanita muda yang cantik tapi berwajah duka dan berpakaian serba hitam
berdiri di hadapan mereka sambil mengangkat tangan memberi hormat berulangulang.
Maaf sebanyak-banyaknya. Saya yang tidak tahu diri dan rendah telah
mengganggu losuhu sekalian. Sebenarnya telah sejak tadi saya datang, tapi tak
berani turun karena khawatir mengganggu permainan losuhu sekalian. Kemudian
karena mendengar tentang hasil sayembara itu, dengan lancang saya telah
melepaskan tertawa, mohon Losuhu sekalian sudi memaafkan. Sebetulnya
kedatangan saya Ini tak lain juga berhubungan pula dengan puter? almarhum Sienghiong dan ingin sekali mendidiknya sekadar membaktikan sedikit tenagaku
untuk negara.
Mendengar kata-kata yang bersifat patriotik ini, Hong In bertanya dengan
hormat, Maaf, Toanio, bolehkah kiranya kami mengetahui namamu yang
terhormat?
Saya yang rendah adalah Yo Long In, dan Si-enghiong almarhum adalah cihuku
(kakak Ipar), dan anak ini adalah keponakanku sendiri, jawab nyonya muda itu.
Saya datang terlambat dan mendengar bahwa keponakanku telah dibawa kemari,
maka saya segera menyusulnya.
Keempat kakek itu kini tahu bahwa mereka sedang berhadapan dengan janda
almarhum Ong Kee In, kawan seperjuangan Si-enghiong yang gugur pula dalam
usaha mereka meruntuhkan kekuasaan Boan. Maka segera mereka menunjukkan
hormat kepada wanita patriot itu.


Pedang Pusaka Naga Putih Oleh Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Losuhu sekalian, berkata Yo Leng ln pula, saya tadi telah mendengar akan
kecintaan hati Losuhu untuk mendidik Han Liong. Saya merata terharu dan
berterima kasih. Tak perlu kiranya Losuhu sekalian berebut. Karena pondok di Kamhong-san ini memang kosong dan tadinya hanya dipakai sebagai tempat
pertemuan rahasia dari Si-enghiong dan kawan-kawan lain, apakah salahnya kalau
Losuhu dengan bergiliran datang ke sini untuk mendidik Han Liong? Saya sendiri
akan merawatnya di sini, karena anak ini harus dididik ilmu surat pula, agar kelak
setelah dewasa dapat melanjutkan cita-cita kita semua, menjadi orang Bun-bu-yoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 21
enghiong (ksatrya gagah dan pandai), mewakili kita orang-orang tua menggerakkan
sekalian orang gagah membela negara dan bangsa. Bagaimana, Losuhu, dapatkah
usulku ini diterima!
Empat orang kakek itu saling pandang dengan tertawa ditahan, kemudian
mereka serentak menyatakan setuju sambil menyatakan kebodohan mereka
sendiri-sendiri yang sudah berebut dengan kacau balau tak keruan!
Siauw-lo-ong Hee Ban Kiat si mata satu tertawa terbahak-bahak.
Yo toanio, maafkanlah kami berempat orang, orang kasar yang tolol ini! Baiknya
toanio segera datang dengan cepat, kalau tidak, mungkin kami akan tersesat makin
jauh. Usulmu baik sekali. Aku yang bodoh setuju sepenuhnya! He, bagaimana
pendapat kalian? tegurnya kepada kawan-kawannya.
Hee koanjin bicara betul. Kami setuju. Memang usul Toanio itu wajar sekali,
kata Hong In si Iblis Daratan.
Nah, marilah kita rayakan hari gemilang ini. Tadi sambil menantikan
kembalinya Hong Losuhu, kami bertiga sudah menyediakan arak tua dan makanan.
Pinceng sudah merasa lapar sekali! kata Bie Kong Hosiang si Golok Emas dengan
senyum lebar.
Bersama-sama mereka melangkah memasuki pondok, didahului oleh Yo Leng
In yang mendukung Han Liong. Di tengah-tengah pondok terdapat sebuah meja
kayu bundar besar dan dua losin bangku yang mengelilingi meja itu. Memang
tempat ini biasanya digunakan untuk rapat para Hohan (orang gagah) dari kalangan
kang-ouw dan liok-lim yang berjiwa patriot dari segala pelosok, yang dipimpin oleh
Si-enghiong. Tentang halnya bekas menteri Si Kim Pau, ayah mendiang Si-enghiong,
tak seorangpun tahu di mana tempat tinggalnya kini, bahkan sebelum Si enghiong
gugur, iapun tak pernah berjumpa dengan ayahnya. Agaknya Si Kim Pau telah pergi
mengikuti Kam-hong Siansu, Entahlah! Gua bekas tempat ia bertapapun telah lama
sekali kosong.
Karena di dalam pondok itu telah tersedia lilin, maka Yo Leng In segera
mengatur meja sembahyang, dan kemudian dengan disaksikan oleh keempat
Losuhu, ia mengajak Han Liong bersembahyang minta izin roh ayah anak itu, Sienghiong, untuk berguru kepada keempat Losuhu yang pandai-pandai itu! Setelah
itu, Yo Toanio dengan memangku Han Liong, mengajak anak itu bersama-sama
berlutut kepada mereka bergiliran.
Keempat orang kakek itu sangat gembira. Lebih-lebih setelah Han Liong diberi
makan oleh bibinya, tampak kemungilannya. Ia tertawa-tawa dengan girang sekali,yoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 22
pipinya kemerah-merahan, sepasang matanya yang jeli memandang kepada gurugurunya dengan bersinar-sinar. Tak sedikitpun tampak takut.
Anak baik! memuji guru-gurunya dengan rasa kasih sayang.
ooOOoo
Semenjak terculik oleh Liok-tee Sin-mo Hong In dibawa ke puncak Gunung Kamhong-san dan dapat pula kata sepakat antara keempat orang kakek yang kini
menjadi gurunya, Han Liong lalu diserahkan dalam asuhan Yo Leng In. Bibinya ini
selain tangkas dalam ilmu silat, iapun ahli pula dalam kesusasteraan, pandai
menulis sajak-sajak dan pernah membaca habis kitab-kitab kuno.
Yo Toanio yang baik ini tiap hari memelihara Han Liong dengan penuh kasih
sayang, mengajar anak itu bercakap-cakap. Tiap pagi dan sore ia melatih tubuh
anak itu, memukulinya dari perlahan sampai keras dengan kulit bambu dan rotan
sambil memandikannya dalam air tercampur arak hangat dengan ramuan obat
buatan Beng-san Tojin Pauw Kim Kong yang pandai pula dalam ilmu pengobatan.
Dengan rawatan luar biasa ini, kulit dan daging anak itu tumbuh dengan baik dan
mempunyai kekuatan dan keuletan yang sempurna, namun kulitnya tetap lemas
halus karena tiap habis mandi, Yo Toanio menggosok seluruh tubuhnya dengan
bedak batu kuning yang terdapat di atas Gunung Kam-hong-san.
Ketika Han Liong telah berusia empat tahun, ia mulai menerima pelajaranpelajaran pokok dalam ilmu silat dari bibinya, Yo Toanio mengajar dengan cara
halus dan sewajarnya, tidak dengan paksaan. Ajaib sekail, anak kecil itu seakanakan senang sekali mempelajari kuda-kuda atau bhesi dan mencontoh gerakangerakan kaki bibinya dengan gembira. Alangkah heran dan senang hati nyonya
muda itu karena dalam beberapa bulan saja Han Liong telah dapat menirunya
dalam gerakan-gerakan bhesi Thiao Ma, Peng Ma dan lain-lain pasangan kuda-kuda
yang sulit dengan sempurna! Setahun kemudian, dalam usia kurang lebih lima
tahun, Han Liong telah pandai bergerak ke sana ke mari dengan lincah dan sigap
dalam segala macam bentuk pou gerakan perubahan kaki) yang baik. Selain itu, ia
telah hafal dan faham benar akan segala cara menggunakan tangan dan jari dalam
ilmu pukulan seperti Houw Jiauw Ciu (gerakan jari telunjuk dan tengah untuk
menyodok atau tiam) Yang Ciu, Sam Ciat Ciu dan lain-lain. Pandai pula menggunakan
tendangan kaki Heng Tui dan lain-lain, menggunakan siku seperti Teng Tun, In Tun
dan sebagainya, dan ia mengerti pula cara yang bermacam-macam dari kepalan
tangan (koan).
Sampai sebegitu jauh maka selesailah tugas Yo Toanio membimbingnya dalam
pokok dasar ilmu silat dan kini mulai mengajarnya dalam ilmu surat (bun) saja. Juga
dalam mata pelajaran ini, Han Liong ternyata sangat cerdas. Tiap harinya ia dapatyoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 23
menghafal lebih dari dua puluh huruf. Anehnya, sekali menghapal, seperti hurufhuruf itu sudah tercetak dalam ingatannya hingga tak bisa lupa lagi!
Setelah Han Liong paham benar akan dasar-dasar ilmu silat dan selanjutnya
untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi agar menjadi seorang ahli silat
yang sempurna, maka Yo Leng ln menyerahkannya kepada Liok-tee Sin-mo Hong
In, karena ilmu silatnya jauh lebih tinggi dari pada ilmu silat Yo Leng In sendiri,
seperti yang sudah diajarkannya kepada Han Liong. Si Iblis Daratan Hong In mulai
mengajar Han Liong dari latihan napas (khikang) sampai kepada ilmu meringankan
tubuh dan lari cepat. Dasar ia memang berbakat pendekar, dalam setahun saja
berlatih siang malam, ia telah mewarisi seluruh dasar-dasar kepandaian Liok tee
Sin-mo Hong In, dan setengah tahun kemudian, kepandaian dasar menggunakan
dan menyambit Kim-chie-piao telah ia pahami pula. Tentu saja baru dasar-dasarnya
dan tinggal meyakinkannya dengan latihan-latihan praktek.
Karena masih ada tiga orang guru lainnya, si Iblis Daratan setelah merasa
bahwa Han Liong sudah mewarisi seluruh pokok dasar kepandaiannya, lalu
menyerahkan anak itu ke dalam asuhan Pauw Kim Kong si Malaikat Rambut Putih.
Beng-san Tojin Pouw Kim Kong menerima tugas ini dengan gembira dan segera
melatih Han Liong dalam ilmu silat berdasarkan tenaga dalam dan melemaskan
tulang. Ia mendidik anak itu memperkuat tenaga dalamnya dan mengajarnya ilmu
le Kin Keng dan cara bagaimana untuk Siulian (semadhi) memperkuat ketabahan
batin.
Kemudian, selang setahun lebih, Siauw-lo-ong Hee Ban Kiat mengajarnya ilmu
silat tangan kosong yang cekatan. Selama satu tahun, ilmu silat Ouw-wan cianghoat
(Ilmu Silat Tangan Lutung Hitam) yang berjumlah seratus delapan jurus, Thai Kek
Touw dan seratus dua puluh jurus Kiauw-ta-sin-na ialah gabungan Kim-na-hoat
dari Siauw-lim dan Bu-tong pai telah dipelajarinya dengan baik.
Gurunya yang terakhir ialah Bie Kong Hosiang) yang mewariskan ilmu goloknya
yang tiada taranya itu. Selain ilmu golok, hwesio tinggi besar itu mengajarnya pula
ilmu ciptaannya sendiri, ialah gabungan permainan golok dan pedang. Ilmu ini dapat
digunakan baik dengan golok maupun dengan pedang dan gerakan-gerakannya
sulit sekali.
Sementara itu, Han Liong masih tetap melanjutkan pelajarannya dalam ilmu
surat menyurat dengan rajin di bawah bimbingan Yo Leng In seperti sediakala.
Keempat orang gurunya masih terus memberi petunjuk-petunjuk berganti-ganti
sehingga ketika ia berusia lima belas tahun, Han Liong yang digembleng oleh empat
orang ahli itu mewaiisl kepandaian silat campuran yang sangat hebat.yoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 24
Demikianlah penuturan dari guru-gurunya yang didengarkan oleh Han Liong
dengan bercucuran air mata. Lebih-lebih ketika ia mendengar tentang kematian
ayahnya dan nasib ibunya. Ia menjatuhkan diri dan hampir pingsan karena duka.
Baiknya guru-gurunya pandai menghibur, dan di depan guru-gurunya ia bersumpah
untuk melanjutkan cita-cita ayahnya dan membalaskan sakit hati orang tuanya.
Han Liong, berkata Pauw Kim Kong, biarpun kini engkau sudah memiliki
kepandaian yang lumayan, tapi janganlah sekali-kali engkau takabur dan
menganggap dirimu sendiri yang terpandai di dunia Ini. Di dalam dunia masih
banyak terdapat orang-orang pandai. Jika kau menyombongkan kepandaianmu,
maka engkau akan terjeblos!
Lagi, jangan sekali-kali menggunakan kepandaian untuk menindas kaum yang
lemah, Liong. Ingatlah selalu bahwa kami memberi pelajaran padamu ialah untuk
digunakan menolong sesama hidup yang tertindas, untuk membela negara dan
membasmi penjahat. Kalau kau tersesat dan menggunakan kepandaianmu untuk
keuntungan sendiri, maka kau tak akan selamat, sambung Siauw lo-ong Hee Ban
Kiat.
Pesanku padamu ialah, jangan terlampau mudah membunub orang, muridku.
Jauhkanlah golok dan pedangmu sedapat mungkin dari pertumpahan darah. Kalau
tidak sangat terpaksa, janganlah membunuh orang secara serampangan, ujar Bie
Kong Hosiang.
Dan berlakulah sebagai orang gagah yang kenal pribudi. Harus selalu
merendahkan diri dan rajin menambah pengetahuan. Ingat, Liong, sepanjang
pengalamanku, yang tidak boleh dipandang ringan adalah orang-orang yang
kelihatan paling lemah, misalnya kaum wanita, orang-orang tua, pengemispengemis, dan orang-orang lain yang kelihatan sangat lemah. Biasanya lawan yang
sangat berbahaya itu aalah mereka yang kelihatan lemah itu, tapi di dalamnya
tersembunyi kekuatan dan kepandaian tinggi. Karena tampaknya dari luar lemah,
maka orang mudah sekali memandang sepi. Tapi kau jangan sekali-kali
memandang rendah orang-orang lemah itu, Liong. Kepandaian orang tak tampak di
luar tubuhnya, kata Hong In si Iblis Daratan.
Han Liong menghaturkan terima kasih atas nasehat-nasehat keempat gurunya
itu dan berjanji akan memperhatikannya sungguh-sungguh.
Kemudian bibinya bicara. Han Liong anakku, kami berlima sudah bersepakat
untuk menyuruh engkau turun gunung hari ini juga. Kau perlu mencari pengalaman
di luar, nak. Dan kau boleh mencari ibumu. Tentang sakit hati terhadap Tiat-Kakliong Lie Ban terserah padamu. Itu adalah soal pribadimu, kami hanya memesan
agar segala sepak terjangmu dilakukan atas dasar prikebenaran yang layak. Engkauyoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 25
sudah tahu ke mana harus mencari ibumu. Tapi, sekali lagi kuulangi nasehatnasehat guru-gurumu, yaitu engkau jangan mengambil jalan salah karena kalau
engkau kelak dikemudian hari ternyata berobah menjadi anak durhaka dan murid
yang mencemarkan nama baik guru-gurumu, maka kami berlima tentu akan
mencarimu!
Pada saat itu tiba-tiba terdengar bunyi guntur keras menggelegar dan satu
tenaga besar menggetarkan bumi yang mereka injak sehingga mereka berenam
walaupun memiliki kepandaian tinggi, jadi sempoyongan dan terhuyung-huyung.
Semua orang heran karena hari itu langit bersih dan tiada tanda-tanda
kemungkinan ada guntur. Kemudian terdengar ledakan keras dan tahulah mereka
bahwa suara gemuruh itu bukan sekali-kali suara guntur, tapi adalah suara tanah
yang gugur dari pinggir gunung.
Suara krek-krek terdengar dan keenam orang itu segera berlompatan keluar
pondok. Ternyata pondok itu menjadi miring dan belum lama mereka berada di luar,
pondok itu roboh dengan mengeluarkan suara hiruk-pikuk.
Di luar mereka lihat debu mengepul di sebelah kiri bukit dan Pauw Kim Kong
segera maklum apa yang telah terjadi.
Ketika tanah yang mereka injak tadi tergetar membuat mereka terhuyunghuyung berkali-kali, kenyataan sebenarnya ialah gempa bumi besar di gunung
sehingga pondok mereka juga roboh karenanya. Dan suara hebat tadi tentu tanah
dan batu-batu gunung yang gugur karena gempa bumi itu dan jatuh ke dalam
jurang. Debunya masih tampak hebat!
Tanpa mufakat lebih dulu mereka berenam serentak berlari-lari menuju ke kiri
di mana nampak debu mengepul tinggi.
Hati-hati! Hee Ban Kiat memesan dan betul saja, ketika sampai di sebuah
tikungan, dari atas turun menimpa beberapa buah batu besar yang rupanya
terlepas dari sandarannya di atas puncak dan berguling-guling ke bawah.
Untungnya mereka telah waspada dan segera meloncat ke belakang menjauhi
tempat bencana itu. Betapapun tinggi kepandaian mereka, kalau sampai, tertimpa
batu-batu yang berpuluh ribu kati beratnya itu, pasti akan tamatlah riwayat mereka!
Han Liong yang belum banyak pengalaman dan ingin sekali melihat sesuatu
yang masih asing baginya, tak terasa maju mendekati tempat di mana batu-batu
tadi jatuh. Tiba-tiba ia melihat sebuah benda pulih berkilau-kilauan yang bergerak
gerak diantara tumpukan batu. Ia heran dan maju mendekat. Tiba-tiba benda
panjang itu melayang menyambarnya. Han Liong terkejut dan serangan benda itu
demikian cepatnya hingga tak mungkin pula dikelit olehnya. Maka terpaksa iayoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 26
mengibaskan tangan kirinya untuk menangkis. Alangkah terkejutnya ketika benda
itu tidak terlempar, tapi menempel di jari tangan kirinya dan terus menggigit.
Aduh! hanya itulah yang dapat diteriakkannya dan ia roboh pingsan. Gurugurunya dan bibinya dengan terkejut lari memburu. Bukan main khawatir mereka
melihat keadaan anak muda itu. Seekor ular berkulit putih berkilau seumpama perak
digosok menempel di jari telunjuk tangan kirinya, giginya masih tertanam di jari
Han Liong. Yang sangat mencemaskan adalah keadaan tubuh anak muda itu.
Seluruh tubuhnya tampak hitam semu hijau. Mulutnya terkancing, matanya tertutup
dan nafasnya sengal-sengal, tinggal satu-satu!
Yo Toanio tak dapat menahan getaran hatinya. Ia tubruk keponakannya sambil
menjerit-jerit! Guru-guru Han Liong pun menjadi bingung, hanya Pauw Kim Kong
yang agak tenang. Tapi setelah memeriksa keadaan muridnya dan melihat ular
yang masih menggerak-gerakkan ekornya itu, ia menjadi lebih sedih daripada yang
lain-lain.
Bagaimana, Pauw-suhu?' tanya Bie Kong Hosian ketika melihat Pauw Kim Kong
berdiri putus asa dan menggeleng-gelengkan kepala sambil menghela nafas.
Ular berbisa. Bisanya sangat berbahaya. Belum pernah kulihat racun ular
demikian luar biasa!
Sambil menangis keras Yo Toanio mencabut pedangnya dan dengan gemas
membacok ular yang masih menempel di tangan Han Liong.
Sekali bacok uiar itu putus kepalanya dan Yo Leng In agaknya masih belum
puas. Dibacoknya tubuh ular itu berkali-kali hingga hancur menjadi berpotongpotong! Kemudian, setelah menubruk dan menangisi keponakannya sekali lagi, ia
mengangkat pedangnya dan ditusukkan ke lehernya sendiri!
Untunglah Hee Ban Kiat berada di dekatnya dan dengan cepat memegang
pergelangan Yo Toanio yang memegang pedang hingga sesaat kemudian pedang
itu sudah berpindah tangan!
Sabar, Toanio. Jangan putus harapan. Han Liong belum mati, kata Hee Ban Kiat
menghibur.
Belum mati? Lihatlah.. ... lihatlah! Mukanya sudah hitam semua. Siapa bisa
memberi obat? Kan, bertahun-tahun kita didik ia, darl anak-anak sampai dewasa.
Pengharapan kita semua digantungkan kepadanya...... tapi......tapi justeru hari ini,saat
ia harus mulai menunaikan kewajibannya........saat seperti ini..... ia .... ia berangkat mati.. .
Dimanakah keadilan Thian (Tuhan)??yoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 27
Tiba-tiba, bagaikan menjawab keluhan nyonya yang bersedih hati itu, terdengar
desis keras di dekat mereka. Mereka terkejut dan menengok ke arah suara itu.
Alangkah terperanjat dan marahnya mereka ketika melihat seekor ular lain
menggeleser-geleser mendekati tubuh Han Liong! Ular itu sangat hitamnya, dengan
belang-belang kuning emas pada kepala dan ekornya. Kelihatannya ganas benar
dan beracun pula!
Kau... .. binatang!! Siluman!! Engkau mau ganggu anakku juga??? Yo Leng In
dalam kemurkaannya menyambar pedang yang sudah diletakkan di tanah oleh Hee
Ban Kiat, lalu melompat ke arah ular hitam itu. Heran sekali, ular itu berhenti dan
menanti serangan Yo Toanio dengan berdiri di atas ekornya, seperti ular sen duk,
tapi lebih tinggi lagi! Kedua matanya mencorong dan lidahnya yang merah menjilatjilat. Yo Leng ln mengayunkan pedangnya memancung ke arah kepala ular itu, tapi
kenyataannya ular itu bukan main gesitnya dan dapat mengelak, Yo Leng In makin
marah dan dengan nafas sesak ia memancung berulang ulang, tapi sekalipun
serangannya tak mengenai sasaran.
Bie Kong Hosiang berseru keras dan setelah mencabut goloknya ia membantu
Yo Toanio untuk membinasakan ular itu, sungguh aneh, bacokan-bacokan Bie Kong
Hosiang yang tak mudah dielakkan oleh seorang ahli silat ternyata dapat
dihindarkan oleh ular itu, hingga tiada lama kemudian Hong In, Pauw Kim Kong,
dan Hee Ban Kiat terpaksa turun tangan mengeroyok ular kecil itu!


Pedang Pusaka Naga Putih Oleh Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Karena dikeroyok lima orang ahli silat yang hebat itu ular itu sudah dapat
dipastikan nasibnya. Dapat dibayangkan bahwa sebentar lagi ia tentu akan hancur
menjadi berpotong-potong, kalau tidak, hancur sama sekali! Tapi, tiba-tiba terdengar
deruan angin dan disusul suara yang angker, Siancai, siancai Cuwi yang terhormat,
hentikan segera serangan itu!
Suara itu sangat berpengaruh dan kelima orang itu segera melompat mundur,
sedangkan ular itu berlenggak-lenggok, rupanya sangat kelelahan membela diri,
mengelak ke sana ke mari di antara hujan senjata tadi!
Suara yang berpengaruh itu disusul dengan munculnya seorang tua berjubah
putih dan bertubuh kurus tinggi. Wajahnya kelihatan alim sekali, tapi sepasang
matanya yang lembut mengeluarkan cahaya tajam berkilauan. Tampaknya ia
berjalan perlahan saja dengan tenangnya, tapi tiba-tiba ia telah berada di depan
mereka sambil mengangkat kedua tangan memberi hormat.
Cuwi yang terhormat maafkan pinto datang mengganggu. Kemudian tanpa
berkata apa-apa lagi ia menghampiri tubuh Han Liong yang masih rebah tak
bergerak itu, diikuti oleh kelima orang itu dengan was-was dan khawatir. Setelah
dekat dengan tubuh Han Liong, ia berjongkok lalu tiba-tiba memberi tanda supayayoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 28
semua orang mundur. Sepasang matanya dengan tajam memandang ke arah ular
hitam tadi. Yo Toanio dan kawan-kawannya menengok dan dengan hati berdebardebar mereka lihat ular itu bergerak cepat menghampiri tubuh Han Liong. Tiba-tiba
ular hitam itu melihat atau mencium bau darah ular putih yang telah hancur
tubuhnya. Ia berdiri di atas ekornya, mendesis-desis mengeluarkan lidah dan ajaib
sekali, dari kedua matanya yang merah itu menitik keluar dua butir air mata.
Sikapnya jadi makin galak, kepalanya digerakkan ke kanan dan ke kiri seakan-akan
mencari orangnya yang membunuh ular putih itu. Ketika sinar matanya beradu
dengan sinar mata orang tua yang masih jongkok di dekat tubuh Han Liong, tibatiba ia bergerak mundur lalu membalikkan tubuh hendak pergi.
IBA-TIBA orang tua itu cepat mengulurkan kedua tangannya dan
mengangkat tubuh Han Liong dan dengan sekali lompat ia telah berada
di depan ular hitam, mencegat dan jongkok pula sambil memondong
tubuh Han Liong. Ular itu segera membalikkan tubuh lagi, tapi orang tua
itu segera mengejar dan melompatinya lalu menghadang di depannya. Setelah hal
ini terjadi berkali-kali, ular hitam itu rupa-rupanya menjadi marah dan ia berdiri di
atas ekornya sambil menjulurkan lidahnya yang merah. Desisnya keras dan tajam
menyakitkan telinga. Kemudian setelah menurunkan kepalanya ke bawah untuk
mengumpulkan tenaga, ular itu melompat, meluncur bagaikan anak panah terlepas
dari busurnya menuju ke arah leher orang tua itu. Yang diserang tenang saja dan
memegang tangan kanan Han Liong dan menggunakan tangan anak muda itu untuk
menangkis, dengan gerakan yang sama benar dengan gerakan anak muda itu
ketika menangkis serangan ular putih tadi.
Yo Toanlo yang dari tadi terheran-heran dan tidak mengerti, kini sangat terkejut
melihat betapa ular hitam itu menggigit jari tangan kanan Han Liong dan menempel
di situ tidak mau melepaskannya!
Yo Toanio tak dapat menahan gelora kemarahan hatinya, Siluman tua, apa
yang kau lakukan? Dengan penuh kebencian ia memungut pedang yang diletakkan
di atas tanah lalu melemparkan pedang itu dengan sekuat tenaganya. Ketika itu
orang tua yang aneh itu tengah menggunakan tangan kirinya memijit-mijit ubunubun Han Liong dan tangan kanannnya memegang leher ular hitam. Agaknya ia
sama sekali tidak ambil perduli akan datangnya pedang yang melayang ke arah
dadanya! Yo Toanio dengan jelas sekali melihat betapa pedang itu tepat menancap
di dada orang tua itu, tapi ajaib, orang tua itu seolah-olah tidak merasa apa-apa,yoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 29
dan melanjutkan pekerjaannya memijit-mijit ubun-ubun Han Liong dan mencekikleher ular!
Sejenak kemudian ia berdiri dan ular hitam itu malah dipegangnya, karena itu
dengan mudah saja ia mencabut gigitan ular ular itu dari jari Han Liong. Baru
sekarang ia memandang mereka berlima itu dengan sebuah senyum manis
tersungging di bibirnya.
Siancai, siancai! Berkat kemurahan Thian Yang Agung, cucuku Han Liong
tertolong jiwanya. Kemudian ia memandang ular hitam yang di tangannya.
Maafkan pinto, kim ouw-coa (ular emas hitam), terpaksa pinto melakukan dosa
besar. Engkau telah menolong jiwa orang, tapi kau sendiri harus dibalas dengan
kematian. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Alangkah kejamnya, tapi apa boleh
buat, jiwa cucuku lebih penting dari pada jiwamu. Nah, mengalahlah kaliiIni, ouwcoa biarlah di lain penjelmaan pinto balas budimu dan menebus dosa!
Kemudian dengan perlahan ia mencabut pedang yang masih menancap di
dadanya dan sekali pancung saja maka putuslah leher ular hitam itu!
Yo Toanio dengan kawan-kawannya terheran-heran melihat kelakuan orang tua
itu, lebih-lebih ketika mereka melihat bahwa bekas tusukan pedang di dadanya
ternyata tidak mengeluarkan darah, seolah-olah dadanya itu belum tertusuk pedang.
Mereka memandang ke arah tubuh Han Liong, dan alangkah girang hati mereka
melihat Han Liong bergerak-gerak perlahan-lahan, lalu bangun dan menggosokgosok matanya seakan-akan baru bangun tidur!
Segera mereka berebut menghampiri Han Liong dan serentak bagaikan
mendapat komando, mereka berlima menjatuhkan diri berlutut di depan orang tua
itu. Ah, cuwi, jangan lakukan peradatan tak berarti ini. Silahkan bangun, pinto tak
layak menerima kehormatan ini. Kata-kata ini diucapkan dengan suara demikian
halus dan sopan oleh orang tua itu, hingga mereka segera berdiri dan mengangkat
tangan memberi horma!
Maafkan kami yang buta tak mengenal orang pandai, kata Pauw Kim Kong
mewakili kawan-kawannya bicara, dan maafkanlah perbuatan Yo Toanio tadi yang
dilakukan terdorong karena kebingungan hatinya melihat keadaan keponakannya.
Mohon tanya siapakah toheng yang mulia?
Ah, pinto sendiri sudah hampir lupa akan nama pinto. Dan lagi, apakah artinya
nama? Diberi tahu juga, cuwi takkan mengenalnya. Rasanya sudah cukup bila pinto
katakan bahwa pinto adalah orang yang mengasingkan diri dan menerima berkah
dari Kam Hong Siansu. Kedatangan pinto inipun bukannya bermaksud untukyoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 30
mencampuri urusan cuwi. Tapi tak lain karena menerima perintah dari Siansu untuk
membawa cucuku ini. Ketahuilah cuwi, bahwa Han Liong berjodoh untuk berjumpa
dengian Kam Hong Siansu. Adapun kedua ular ini, bukannya kebetulan saja mereka
datang menggigit Han Liong. Agaknya sudah kehendak Thian bahwa anak ini
menerima karunia yang luar biasa. Ketahuilah, racun ular putih yang penuh dengan
hawa Yang dapat mematikan seratus orang dengan bisanya. Tidak ada obat di
dunia ini yang dapat menyembuhkan pengaruh bisanya yang hebat itu. Sebaliknya,
ular hitam inipun penuh dengan racun yang mengandung sari hawa Im, maka
apabila ia menggigit orang yang menjadi korban gigitan ular putih, racunnya
menjadi saling tolak dan saling memunahkan, bahkan kedua racun yang
mengandung hawa Yang dan Im itu kalau bercampur di dalam tubuh menjadi obat
yang mempunyai daya luar biasa, memperkuat tubuh dan memperbesar daya tan
tian. Dapat cuwi bayangkan betapa beruntungnya Han Liong karena tergigit oleh
kedua ular ini.
Tak perlu dikatakan betapa senangnya hati keempat guru itu dan Yo Toanio
mendengar keterangan ini, dan pula saat itu Han Liong sudah sadar benar. Segera
Yo Toanio memerintahkan keponakannya untuk mengucapkan terima kasih. Han
Liong segera berlutut.
Nah, cuwi, kini perkenankanlah pinto membawa Han Liong kepada Siansu.
Bangkai kedua ular ini pinto bawa karena merupakan obat untuk anak ini. Musim
Chun tahun depan cuwi boleh menanti di sini untuk menyambut Han Liong kembali.
Dengan tenang ia pungut dua bangkai ular itu dan memegang lengan Han Liong.
Yo Toanio penasaran. Maaf, suhu. Bukannya saya tidak percaya padamu, tapi
Han Liong adalah keponakanku yang kudidik semenjak kecil. Maka perkenankanlah
saya mengetahui nama suhu dan ke mana suhu akan membawa Han Liong agar
hatiku menjadi tenteram.
Ha, ha! Memang wanita selalu ingin tahu segala hal! Nah. ketahuilah, aku adalah
ayah iparmu Si Cin Hai, jadi Han Liong ini adalah cucuku sendiri. Kemana aku hendak
bawa anak ini, tak seorangpun boleh tahu, pendeknya, ke tempat Kam Hong Siansu.
Nah, selamat tinggal!
Sebelum mereka dapat berkata sesuatu, orang tua itu segera menarik lengan
Han Liong dan membawa pemuda itu lompat ke jurang di mana batu-batu besar
tadi berjatuhan! Yo Toanio hendak mengejar, tapi dicegah oleh Pauw Kim Kong.
Jangan, toanio. Kulihat ia bukan orang sembarangan. Dan lagi, bukankah ayah
Si enghiong itu Menteri Si Kim Pauw yang dulu dikabarkan lenyap setelah bertapa
di gunung ini?yoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 31
Yo Toanio mulai sadar, Si Kim Pauw! Betul, betul dia. Biarpun aku belum pernah
bertemu denganya, tapi wajahnya serupa benar dengan Si enghiong. Ya Tuhan,
syukur kalau begitu. Han Liong berada di tangan kakeknya sendiri dan pasti sekali
Kam Hong Siansu adalah seorang luar biasa dan pandai!
Semua menyatakan kegirangan mereka karena kenyataan itu dan Hee Ban Kiat
berkata. Kalau bukan Yo Toanio sudah yakin bahwa orang itu adalah kakek Han
Liong sendiri, aku masih saja merasa khawatir, karena orang tua itu seperti bukan
manusia. Kusangka tadi ia siluman gunung ini.
Jangan gegabah, Hee koanjin, tegur Hong In. Orang tua itu sudah tinggi sekali
ilmu batinnya. Tidakkah kau lihat betapa tadi ia menerima tusukan pedang yang
dilemparkan Yo Toanio? Ia dapat mematikan rasa, dan ilmunya yang sempurna
telah dapat menahan jalan darahnya hingga tusukan pedang itu sama sekali tidak
dirasanya dan tidak dapat melukainya. Bagi kita yang masih suka berada di tengahtengah kekotoran dunia ini, jangan harap akan mencapai tingkat setinggi itu.
Kemudian mereka bermufakat untuk berkumpul kembali pada musim Chun
tahun depan seperti yang telah dijanjikan oleh Si Kim Pauw itu. Setelah itu, mereka
berpisah dan kembali ke tempat masing-masing.
ooOOoo
Sekarang marilah kita ikuti perjalanan Si Han Liong yang dibawa oleh kakeknya.
Ketika ia dibawa oleh kakeknya melompat ke dalam jurang, diam-diam hatinya
cemas karena kakinya menginjak tempat kosong dan mereka berdua meluncur ke
bawah dengan amat cepatnya! Ketika memandang ke bawah, terpaksa Han Liong
menutup matanya, karena jurang itu seakan-akan tak berdasar karena dalamnya!
Tiba-tiba kakeknya memperkuat pegangannya pada pergelangan lengannya
dan berbisik, Pegang dahan pohon di bawah itu! Han Liong waspada, ia
menggunakan ilmunya meringankan tubuh dengan kegesitannya. Pohon di bawah
itu seperti melayang naik menuju dirinya, pada hal tubuhnya sendirilah yang
sedang melayang turun dengan cepatnya. Bagaikan bersayap, kaketnya dapat
menggerakkan tubuh hingga mereka meluncur ke samping pohon. Orang tua itu
mengulurkan lengan dan tangannya berhasil memegang cabang pohon. Han Liong
memperlihatkan pula kegesitannya, ia sambar ujung ranting pohon itu, tapi malang
baginya ranting itu patah. Tapi sedikitnya kelajuan luncuran tubuhnya telah tertahan
dan dengan gerakan mementangkan kedua kakinya, ia dapat bergerak ke arah
cabang rendah dan berhasil memegangnya!
Keringat dingin keluar dari keningnya ketika ia duduk di dahan pohon dan
memandang ke bawah. Ternyata jurang itu sangat dalam dan tak mungkin orangyoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 32
akan dapat hidup jika jatuh ke bawah. Pohon yang didudukinya itu tumbuh miring.
Akar-akarnya berada di tanah gunung yang curam.
Lompat ke situ! kakeknya berkata sambil menunjuk ke kiri. Ketika Han Liong
memandang, ternyata kira-kira empat tombak dari pohon itu terdapat sebuah gua
besar yang hitam dan gelap, bentuknya bagaikan mulut naga sedang menganga
dengan batu-batu tajam di atasnya bergantungan ke bawah merupakan taring dan
gigi naga. Kakeknya mendahului lompat dan lapun segara mengerahkan tenaganya
terjun menyusul dan tiba di mulut gua dengan selamat.
Han Liong mengikuti kakeknya memasuki gua itu yang ternyata panjang
berliku-liku. Di dalam gua itu tampak sinar terang, dan ketika mereka sampai di situ,
ternyata bahwa di atas gua itu ada sebuah lobang yang memasukkan sinar
matahari dan menerangi gua itu. Di sebelah kanan ada pula lobang besar
merupakan jendela. Ketika Han Liong menghampiri jendela itu dan memandang. Ia
menjjadi sangat kagum. Bukan main indahnya pemandangan yang nampak di
luar jendela! Tamasya alam yang belum pernah dilihatnya seumur hidupnya. Daundaun liu di hutan-hutan berkelompok-kelompok, beberapa anak sungai yang
berkelak kelok bagaikan ular ular kecil, bukit-bukit yang berjajar-jajar rapi seakanakan diatur oleh tangan seorang ahli, dihiasi dengan batu batu bundar besar
berwarna hijau dan biru karena tertutup lumut, dan warna warni merah, kuning,
biru dari bunga-bunga gunung merupakan hiasan terakhir dan terindah. Ia
terpesona sejenak oleh lukisan alam yang luar biasa itu. Pikirannya menjadi tenang,
tubuhnya terasa segar dan sedap.
Han Liong, jangan melamun. Menghormatlah kepada Siansu, kata kakeknya
tiba-tiba.
Han Liong terkejut dan segera menengok. Terlihat olehnya seorang tinggi besar
berjubah putih, berkumis dan berjenggot putih yang panjangnya sampai ke perut.
Wajahnya yang tua nampak amat agung, dan entah kapan ia masuk ke situ, karena
serta merta ia telah duduk bersila di atas sebuah batu hitam berbentuk pat-kwa
(segi delapan) .
Wajah yang agung itu menjadikan Han Liong merasa dirinya sangat kecil tak
beiarti. Dengan penuh khidmat ia maju berlutut. Mulutnya berkata perlahan-lahan
dengan penuh hormat, Teccu menghaturkan hormat.
Kam Hong Siansu membuka kedua matanya yang ternyata sangat bening
seperti mata kanak-kanak. Anak baik, beristirahatlah dulu untuk mengembalikan
tenagamu. Mulai besok sampai setahun penuh, kau akan sibuk belajar menambah
pengetahuanmu. Han Liong memberi hormat sekali lagi, kemudian ikut kakeknya
ke ruangan dalam di mana tersedia sebuah kamar tanah kira-kira dua meteryoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 33
persegi, di mana tersedia sebuah batu yang rata untuk duduk. Kakeknya
memberitahu bahwa ia hanya boleh mengaso atau tidur sambil bersila di atas batu
itu! Demikianlah, tiap hari Han Liong menghadap Kam Hong Siansu di mana ia
diperintahkan bersilat memperlihatkan segala macam kepandaian yang telah
dipelajarinya dari keempat gurunya yang lalu. Untuk tiap ilmu pukulan maupun
permainan senjata, selalu Kam Hong Siansu memberi petunjuk-petunjuk yang
membuat gerakannya menjadi luar biasa, hingga ilmu silat pemuda itu mengalami
perobahan penuh rahasia dan tak terduga. Petunjuk-petunjuk yang diberikan secara
sabar dengan suara lemah lembut itu meresap betul ke dalam hati dan pikiran Han
Liong hingga ia mendapat kemajuan sangat pesat. Kam Hong Siansu sangat sayang
kepadanya hingga orang tua pertapa yang berilmu tinggi itu turun tangan,
menciptakan ilmu silat tangan kosong yang dipetiknya dari semua pelajaran yang
diperoleh anak muda itu. Ilmu pukulan ini dinamakannya Ilmu Silat Empat Bintang
dan di dalam gerakan-gerakannya terkandung sari-sari pelajaran yang dipelajari
Han Liong dari keempat suhunya. Selain dari itu, anak muda ini menerima pelajaranpelajaran dasar ilmu batin yang tinggi, hingga batinnya menjadi kuat dan tenaga
dalamnya mencapai tingkat tinggi.
Pada suatu hari Kam Hong Siansu mengeluarkan sebilah pedang mustika yang
terbuat dari logam putih laksana perak dan pedang itu ternyata lemas sekali hingga
dapat dililitkan di pinggang merupakan ikat pinggang. Ia serahkan pedang itu
kepada Han Liong sambil berkata Anakku, kau berjodoh untuk memiliki pedang ini.
Pokiam ini disebut Pek Liong Pokiam (Pedang Pusaka Naga Putih). Karena pokiam
ini adalah barang pusaka yang suci, maka untuk memilikinya, orang harus terlebih
dahulu dikuatkan tubuhnya oleh racun ouw-pek-coa (ular hitam dan putih) serta ia
harus bersumpah dulu.
Dengan sangat hormat Han Liong menerima pedang itu lalu bersumpah. Teecu
akan menjunjung tinggi prikebenaran, dan pokiam ini hanya akan teecu gunakan
untuk membela yang lemah dan menindas yang jahat. Jika teecu gunakan pokiam
ini untuk maktud-maksud tidak baik atau hanya untuk keuntungan diri teecu sendiri,
biarlah teecu mati mendadak di bawah mata pedang ini sendiri!
Kam Hong Siansu tersenyum puas mendengar sumpah pemuda itu.
Han Liong, ketahuilah olehmu, pokiam ini kudapat dari suhuku, dan suhu juga
menerima dari gurunya. Maka setelah kau menerima pokiam ini, boleh dikata bahwa
kaupun menjadi muridku.
Han Liong segera berlutut dan menyebut. Suhu!yoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 34
Muridku, di dunia ini hanya ada dua bilah pokiam yang paling tua dan
sempurna, ialah Pek-Liong-pokiam yang kau pegang itu dan yang kedua ialah Ouwliong pokiam (Pedang Pusaka Naga Hitam). Pek-liong pokiam ini mengandung sari
hawa Yang, sebaliknya Ouw-liong pokiam mengandung sari hawa Im. Selain
merupakan senjata yang tajam dan ampuh, kedua pokiam itu juga dapat mengobati
korban-korban racun jahat. Jika seorang terkena racun hingga mukanya berobah
hitam, maka air yang dicelupi Pek-liong pokiam akan dapat menyembuhkannya
dengan segera. Sebaliknya, jika racun itu membuat korbannya menjadi pucat seperti
mayat, air yang dicelupi Ouw-liong-pokiam akan menjadi obatnya.
Bolehkah teecu bertanya, suhu. Di manakah adanya Ouw-liong pokiam itu dan
siapa pula yang memilikinya? tanya Han Liong.


Pedang Pusaka Naga Putih Oleh Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ouw liong-pokiam berada dalam tangan sumoiku yang bertapa di Gunung Heng
san. Nag, sekarang bersiaplah, muridku. Aku akan memberi pelajaran Pek-liongkiamsut padamu. Belajarlah dengan rajin, karena ilmu pedang ini walaupun
nampaknya mudah, namun jika tidak dipelajari dengan tekun dan sepenuh hati,
takkan ada manfaatnya. Tapi bila kau sudah mencapai kesempurnaan dalam ilmu
ini, kukira, takkan mudah lain ilmu dapat mengalahkannya. Hanya Ouw liong-kiamsut saja yang barangkali dapat menandingi!
Han Liong yang masih berlutut mengangguk-anggukkan kepala sambil
menghaturkan terima kasih. Demikianlah, untuk beberapa bulan ia mempelajari Ilmu
Pedang Naga Putih dengan giatnya hingga tak terasa musim Chun telah tiba pula.
Pagi hari di musim Chun itu, ketika Han Liong masuk ke kamar Kam Hong
Siansu, ternyata pertapa itu tidak ada dalam kamarnya. Yang ada di situ hanya
kakeknya, Si Kim Pauw. Han Liong segera memberi hormat dan bertanya ke mana
kakek selama setahun ini pergi hingga tak pernah ia melihatnya.
Aku bertapa di lain bukit, cucuku. Sungguh kau beruntung, Liong, karena Pekliong-pokiam menjadi milikmu. Dulu aku pernah mendengar sebuah dongeng
tentang pokiam itu. Ribuan tahun yang lalu, di Gunung Kam-hong-san ini bertapa
dua ekor naga sakti, seekor jantan berkulit putih dan seekor betina berkulit hitam.
Kedua ekor naga sakti itu bertapa dan membersihkan diri untuk menjadi dewa. Hal
ini menimbulkan rasa iri hati seorang pertapa yang juga bertapa di gunung itu. Ia
merasa iri hati karena ia sendiri gagal dalam pertapaannya dan hatinya mengiri
sekali melihat dua ekor naga itu nampak makin hari makin bercahaya karena sudah
mendekati kesempurnaannya. Maka rasa iri hatinya menimbulkan pikiran jahat.
Dilemparnya dua naga itu, tapi ia tak berhasil karena ternyata dua ekor naga itu
amat sakti. Si pertapa menjadi sakit hati dan akhirnya ia berhasil mendapat
semacam obat yang jahat dan manjur sekali. Ia masuk dengan diam-diam ke ruangyoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 35
pertapaan kedua naga itu dan menyemburkan obat beracun itu ke arah hidung
kedua naga itu. Ketika kedua naga itu mencium bau harum dan tersadar dari
samadhi mereka, racun jahat itu telah bekerja. Hebat sekali jalannya racun itu
hingga batin kedua naga yang sudah kuat itu tidak tahan menindas pengaruhnya.
Mereka berdua dipengaruhi rasa nafsu berahi besar dan keduanya lalu bercampur.
Setelah sadar mereka merasa sangat menyesal dan segera mengejar pertapa itu,
lalu membunuhnya. Kemudian mereka bertapa kembali dengan hati sedih, tapi
karena dosa yang telah mereka perbuat, pertapaan mereka gagal. Maka putuslah
harapan mereka, lalu beribu tahun kemudian mereka menjelma menjadi sepasang
pedang pusaka dan berniat menebus dosa dengan menjadi pedang guna
membantu orang-orang gagah membela keadilan dan kebenaran. Nah, pedang Pek
liong-pokiam inilah penjelmaan dari naga putih itu dan naga hitam menjelma
menjadi Ouw liong-Pokiam.
Kongkong (kakek), benar-benar adakah dongeng itu, maksudku, benarkah terjadi
peristiwa aneh itu?
Kakeknya tertawa. Aku tadi kan mengatakan bahwa semua itu hanya dongeng.
Benar atau tidaknya, siapakah yang dapat menentukan? Kalau benar-benar ada,
peristiwa itu telah terjadi ribuan tahun yang lalu. Dan siapakah orangnya di jaman
ini dapat mengetahui apa yang terjadi pada waktu itu? Ini hanya dongeng, Liong,
namun, sungguhpun hanya dongeng, di dalamnya terkandung arti dan nasehat yang
sangat berguna. Maka, kau yang memiliki Pek-liong-pokiam, hati-hatilah dan
waspadalah terhadap godaan dari musuh yang tak nampak di mata, musuh yang
jauh lebih jahat dan pada musuh yang berupa manusia, yang bagaimanapun
buasnya ialah nafsu sendiri! Kuatkanlah batinmu untuk mengalahkan musuh yang
seperti ini. Nah, mari kuantarkan kau keluar, karena Kam Hong Siansu kini sedang
pergi keluar gunung dengan meninggalkan pesan bahwa hari ini adalah hari
terakhir bagimu tinggal di tempat ini. Kau diharuskan keluar gua, turun gunung
mulai dengan kewajibanmu.
Han Liong berlutut memberi hormat ke arah tempat duduk Kam Hong Siansu
dengan dilihat oleh kakeknya yang mengangguk-anggukkan kepala memuji
kesopanan cucunya. Kemudian mereka keluar gua, melompat ke pohon di depan
gua, lalu menggunakan kekuatan mereka melayang ke atas, tiba di tebing jurang
dengan selamat.
Ternyata keempat suhunya dan ie ienya sudah menanti di situ. Yo Toanio
memeluk keponakannya dengan mengeluarkan air mata karena suka cita.yoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 36
Si Kim Pauw tidak lama di situ, setelah minta diri ia lalu terjun ke jurang kembali.
Tapi ia tidak lupa untuk memberi nasehat-nasehat terakhir kepada cucunya yang
tersayang itu.
Han Liong dihujani pertanyaan-pertanyaan oleh kelima orang tua itu. Ia
menceritakan pengalamannya dengan ringkas hingga mereka menjadi girang
sekali.
Pauw Kim Kong menghela napas. Tidak percuma Si Kim Pauw lo enghiong
menjadi menteri setia dan Si-enghiong menjadi seorang patriot yang
mengorbankan nyawanya demi tanah air dan bangsa. Ternyata keturunan mereka
telah menjadi orang pandai dan beruntung. Han Liong, kami hanya mempunyai satu
keinginan, yakni melihat kau melanjutkan usaha ayahmu dan berbakti kepada
bangsa. Negara sekarang sedang kacau, para durna memegang tampuk kekuasaan.
Pembesar-pembesar rakus merajalela di kota, menindas rakyat sesuka hatinya. Di
mana-mana berlaku hukum rimba, yang kuat menindas yang lemah, yang kaya
menghisap yang miskin. Kasihan rakyat kecil yang tertindas, tiada pembela. Maka
sudah menjadi kewajibanmu untuk membantu mereka yang tertindas yang butuh
pertolongan. Kami sudah tua, tenaga kami tak seberapa, usia kami tak lama lagi.
Maka, berilah kami kebahagiaan terakhir, yaitu, melihat kau yang menjadi murid
kami melakukan tugas mulia mewakili kami.
Betul kata Pauw suhu, Liong, menyambung Hong In sambil mengelus
jenggotnya yang panjang. Hanya saja, sebagai tanda peringatan bagi kami, cobalah
kau perlihatkan Ilmu Silat Empat Bintang ciptaan Kam Hong Siansu itu, kami ingin
sekali melihatnya.
Dengan segera Han Liong menyanggupi, lalu mulai bersilat. Mula-mula
gerakannya lambat, indah dan menarik, makin lama makin cepat hingga tubuhnya
tak tampak lagi, hanya kelihatan gundukan putih bergerak-gerak ke sana ke mari
dengan cepatnya. Tidak sedikitpun debu mengepul dari bawah kakinya, namun
kelima orang tua itu merasa betapa angin pukulan yang dingin membuat jubah
mereka bergerak-gerak, bagaikan tertiup angin gunung! Empat orang guru itu
dengan tegas sekali melihat betapa ilmu-ilmu pukulan mereka digerakkan dalam
cio-hwat Han Liong, tapi pecahan-pecahannya demikian ganjil dan cepat hingga
mereka merasa betapa sukarnya menandingi seorang yang bersilat dengan cara
demikian sulit. Sertamerta mereka bertepuk tangan setelah Han Liong
menghentikan gerakannya. Dengan merendah Han Liong berlutut sambil berkata.
Semua ini berkat didikan suhu sekalian dan ie ie. Teccu tak tahu bagaimana harus
membalasnya!yoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 37
Anak baik, kata Yo Toanio, asal engkau menjadi seorang yang kenal pribudi
kebaikan dan pembela kebenaran, maka itu sudah merupakan pembalasan budi
yang besar terhadap kami.
Kemudian Liok-tee Sin-mo Hong In si Iblis Daratan memberitahu kepada Han
Liong bahwa ia mempunyai dua orang murid bernama Bhok Kian Eng dan Lie Kiam
yang kedua-duanya kini berada di kota Tong hai.
Lain orang murid Pauw Kim Kong adalah Bie Cauw Giok yang berada di kota
Lam chiu.
Kedua guru ini berpesan agar Han Liong dalam perjalanannya menemui
mereka itu. Lain-laln guru tidak mempunyai murid lain kecuali Han Liong.
Setelah menerima nasehat-nasehat penting, Han Liong berangkat merantau,
menggendong bungkusan kuning pemberian bibinya yang berisi dua pasang
pakaian dan beberapa potong perak dan emas. Keempat suhunya serta bibinya
melihat ia pergi dengan hati terharu.
ooOOoo
Si Han Liong yang sudah mendapat petunjuk dari bibinya, langsung menuju ke
kota Lam-ciu di mana ibunya dan musuh besarnya tinggal!
Tapi alangkah kecewa hatinya ketika tiba di kota itu ia mendapat keterangan
bahwa Tiat-kak-liong Lie Ban telah beberapa bulan yang lalu pindah ke kota Honglung-cian beserta keluarganya. Kota ini jauhnya ratusan li dari Lam-ciu dan jika
ditempuh jalan darat berkuda kira-kira sepuluh hari baru sampai. Ada jalan yang
lebih dekat, yaitu jalan air sepanjang Sungai Lien-ho dengan naik perahu.
Karena memang maksudnya pergi merantau meluaskan pengalaman, maka
ketika mendengar bahwa jalan melalui sungai lebih indah pemandangannya, Han
Liong mengambil keputusan menyewa perahu. Maka pergilah ia ke perkampungan
nelayan yang tinggal di dekat Sungai Lien.ho,
Perkampungan itu besar juga, dan penduduknya hidup dari hasil ikan sungai
dan ada pula yang khusus berpenghasilan dari menyewakan perahu, baik untuk
berpesiar maupun untuk menyeberang sungai yang lebar itu.
Kalau tuan mau pelesir, sekarang ini musimnya baik sekali, air sungai tenang
dan jernih. Jika sedang banjir, ah, jangan harap berpelesir naik perahu, kata seorang
nelayan tua sambil menawarkan perahunya. Tuan hendak pesiar ke mana?
Han Liong tersenyum. Aku tidak hendak pesiar, tapi hendak menyewa perahu
untuk membawaku ke kota Hong-lung cian. Berapakah sewanya?yoza collection
Pedang Pusaka Naga Putih - Halaman 38
Ke kota Hong-lung cian? Nelayan tua itu geleng-geleng kepala. Ah, lebih baik
jangan tuan.
He, apa maksudmu? Kenapa? tanya Han Liong. .
Dengar tuan muda. Aku adalah nelayan tertua di kampung ini, dan aku memiliki
perahu yang terkuat. Naik perahu Lo Sam sama dengan rasa tidur di ranjang,
demikian orang-orang kota di sini berkata. Bukan aku hendak menyombong, tapi
selama pekerjaanku mengantar orang-orang dengan perahuku dalam tiga puluhan
tahun ini, belum pernah aku mengalami kecelakaan, kecuali ketika bajak sungai Hek
Sam Ong mencegatku. Ke mana saja tuan akan kuantarkan dengan jaminan
keselamatan penuh, tapi ke Hong-lung-cian? Tidak, tuan muda, aku tak berani.
Mengapa? Ada apakah di Hong-lung cian? tanya Han Liong.
Di Hong-lung-cian sendiri tidak ada apa-apa! jawab kakek itu, tapi perjalanan
dari sini ke Hong-lung-cian harus melalui Gunung Hek-houw-san yang penuh
dengan rimba raya. Sungai Lien-ho ini di daerah itu memasuki hutan lebat sejauh
sepuluh li lebih, dan tempat itulah yang ditakuti oleh para nelayan dan pelancong,
karena penuh dengan bajak-bajak sungai. Di mulut hutan depan terjaga oleh bajak
laut gerombolan Hek Sam Ong dan di mulut belakang dijaga oleh Oei-coa-tai-ong
Ranjang Ranjang Bergoyang 1 Sherlock Holmes - Misteri Kutukan Addleton Kepala Iblis Nyi Gandasuri 2

Cari Blog Ini