Ceritasilat Novel Online

Rahasia Bukit Iblis 1

Rahasia Bukit Iblis Oleh Kauw Tan Seng Bagian 1


Rahasia Bukit Iblis
==Pit Mo Gay==
Diterjemahkan Oleh : Kauw Tan Seng
Buku Sumbangan http://anelinda-store.com
Sumber djvu :
Tiraikasih http://kangzusi.com
Convert by : Dewi KZ
Text Editor : Ayunda Maladewi
Ebook oleh : Dewi KZ
TIRAIKASIH WEBSITE
http://kangzusi.com/ http://dewikz.comRAHASIA BUKIT IBLIS
(PIT MO GAY)
Diterjemahkan oleh: KAUW TAN SENG
Sebuah pedati yang beroda tunggal di tengah2, didorong
seorang pemuda, dengan menerbitkan suara "kikuk, ki-kok"
tengah menjusur jalan yang me-lingkar2 bagaikan ular
merangkak yang berada di daerah pegunungan Ngo Tay San.
Nampaknya dengan susah payah pedati itu sejengkal demi
sejengkal terus menuju ke muka. Cuaca nampak gelap, karena
mendung meliputi seluruh angkasa, sinar matahari tak dapat
menembusinya.
Kala itu bukanlah waktunya orang berziarah kerumah
berhala, lagi pula jang mengherankan orang ialah, meskipun
didaerah pegunungan Ngo Tay San banyak terdapat bangunan
rumah berhala atau klenteng, namun tempat yang dituju oleh
pedati itu bukanlah klenteng ataupun rumah berhala.
Keadaan menunjukan bahwa tempat itu sangat sunyi,
sehingga suara "ki-kok, ki-kok" yang diperdengarkan oleh
pedati itu, menggema, meluas, dan terdengar dari tempat
yang jauh jaraknya, se-akan2 menerbitkan rasa aneh serta
mengandung penuh rahasia.
Waktu itu hari sudah lewat lohor, ditambah pula dengan
suasana mendung, maka nampaknya begitu gelap. Tampak
gelagat digunung akan turun hujan, tidak saja awan atau
halimun ber-gulung2, angin kencangpun men-deru2.
Makin masuk kedalam gunung itu, jalan makin mendaki dan
menanjak, menurut pantasnya akan sukarlah rasanya pedati
yang beroda satu itu menempuh jalan gunung semacam itu.
Akan tetapi pemuda pendorong pedati itu nampaknya sangat
mantap sehingga seorang nenek yang sudah tua yang dudukbersila diatas pedati itu dapat memejamkan matanya dengan
tenang melewati jalan yang mendaki dan menanjak itu.
Melihat nenek yang duduk di dalam pedati itu, maka
nampaklah bahwa pada bagian kepalanya ia mengenakan ikat
kepala yang berwarna hitam, bajunya pun hitam seluruhnya,
selain rambut putih yang tiada tertutup oleh ikat kepalanya
itu, sehingga nampaknya terlebih putih dan mengkilap. Kulit
mukanya sudah keriput bagaikan kulit ayam, dilihat dari
roman mukanya pasti tidak kurang dari tujuh puluh tahun
usianya.
Melihat akan pendorong pedati itu, rupanya tidak lebih tiga
puluh tahun usianya. Matanya ia lebar dan alisnya tebal, di
lihat sepintas lalu saja sudah dapat diketahui bahwa orang itu
mestinya orang yang jujur.
Setindak demi setindak dengan mantap ia berjalan di jalan
pegunungan sambil di dalam hatinya penuh dengan
pertanyaan yang olehnya tidak dapat dimengerti, yakni
semenjak memasuki daerah pegunungan Ngo Tay San, ibunya
sepatah katapun tidak hendak mengatakan, selain dari pada
menunjukan jalan yang harus dilewati, kebanyakan ia selalu
melegut sambil memejamkan matanya.
Mengapa begitu ? Inilah ia tak dapat mengetahui
maksudnya. Meneliti akan kelakuan ibunya, didalam masa
setahun itu yang nampaknya bersemangat adalah dibulan Gogwee (bulan lima), selewatnya akhir bulan Si-gwee (bulan
empat) seperti ia bersiap sedia, ber-kemas2 akan berkunjung
ke Ngo Tay San.
Umpama kata hendak bersembahyang kerumah berhala,
rumah klenteng yang dekat banyak sekali dijumlahnya,
mengapa harus menempuh jalan beribu lie jauhnya tidak lain
tidak bukan harus pergi ke Ngo Tay San ? Di-hari2 Peh Cun ia
sudah harus bertolak, tiap kali selalu pagi2 sebelum matahari
terbit, lagi pula selalu menyuruh orang menolak pedati yangdidudukinya. Inipun membuatnya ia tidak dapat menyelami
apa artinya kesemuanya itu.
Ia masih ingat bahwa pertama kali ibunya bepergian,
disuruh kakaknya yang sulung membawa pedati, tetapi setelah
sebulan kemudian, yang kembali pulang kerumah hanya
ibunya seorang, kakaknya yang sulung tidak ada kabar
beritanya.
Ibunya pun bungkam mulut, sepatahpun tidak
mengatakanya. Sampai pada tahun yang lampau barulah ia
kembali pulih akan semangat hidupnya. Tahun yang lalu
disuruhnya kakaknya yang kedua membawa pedati
menghantarnya pergi, kali inipun setelah lewat satu bulan,
ibunya pun pulang seorang diri saja, apa yang menjadi
sebabnya, iapun tidak dapat mengetahuinya.
Tahun ini, tugas membawa pedati mengantar ibunya itu
menjadi gilirannya. Terus ia terpikir Ibu pergi kegunung Ngo
Tay San sebenarnya apa maksud tujuannya. Ia tidak
bermaksud untuk bersembahyang ke klenteng memuja
Buddha, pula tidak bertujuan bertamasya dan pesiar untuk
me-lihat2 keindahan alam, tapi mengapa tiap tahun harus
mengunjunginya sekali
Pernah ia memperbincangkan hal ini dengan adiknya yang
keempat. Berempat mereka kakak beradik, yang terakhir atau
Si bungsu ini yang paling cerdas, tetapi Si bungsu inipun tak
berhasil menemukan sebab musababnya, hanya dikiranya
pasti disebabkan untuk kepentingan pembalasan sakit hati
ayahnya.
Namun, bagaimana kematian ayahnya, Si nenek itupun tak
pernah menceritakanya. Keempat kakak beradik itu, ilmu
silatnyapun sudah dapat dikatakan lumayan, andaikata
mereka kandung rasa sakit hati yang besar, maka keempat
kakak beradik itu dengan bersatu padu pasti tak akan
mengalami kekalahan, tetapi, Si nenek tetap tidak me-nyebut2
mengenai hal itu, sehingga betapa pun pandainya Si cerdik, iahanya dapat me-nerka2 saja. Tak dapat mengetahui seluk
beluknya.
Sambil mendorong pedati, maka pemuda itu tidak
henti2nya bekerja otaknya. Mendadak Si nenek itu membuka
matanya lebar2, nampaknya angker dan bertenaga, tetapi tak
lama kemudian, ia memejamkan pula matanya, seraya
berkata: "Belok kekiri !" Pemuda itu menjulurkan tenaganya
keseluruh lengannya, hampir2 pedati dengan orang yang
duduk didalamnya terangkat seluruh-nya, dengan begitu ia
membelok kekiri.
Jalan gunung itu makin menyempit. Kedua tepi jalan itu
semua bukit2 tinggi yang menjulang ke langit, sehingga
membuat keadaan disitu makin menggelap. Tak lama
kemudian Si nenek menyuruh anaknya pula membelok kekiri.
Kala itu air hujan sudah mulai turun rintik2, batu gunung yang
terkena air hujan menjadi basah serta licin, dan jalanan makin
sukar ditempuh.
Akan tetapi nampaknya keadaan ini tidak menjadi halangan
bagi pemuda itu, masih terus ia mendorong pedatinya,
berbuat sedapat-dapatnya agar supaja Si nenek enak
duduknya.
Tidak antara lama, disebelah depan nampak ada tiga orang
mendatangi Si nenek, walaupun nampaknjya memejamkan
matanya, lagipun ketiga orang itu masih jauh jaraknya, tetapi
ia sudah dapat mengetahui serta membuka matanya lebar2,
nampak dandanan ketiga orang itu sebagai orang pencari
kayu, maka diketahuinya bahwa mereka itu adalah penduduk
pribumi gunung Ngo Tay San, maka iapun tidak lagi
memperhatikannya. Walaupun ia tidak memperhatikan
sebaliknya dipihak pencari kayu itu timbul rasa herannya.
Mereka lahir dan dibesarkan didaerah pegunungan itu, dengan
sendirinya tentu sangat paham akan keadaan jalan di situ,
nampak di hadapannya ada pedati mendatangi, maka mereka
saling ber-bisik2 dan ber-kata2 untuk kemudian menunggusampai dekat, maka seorang tua yang kumisnya sudah
memutih diantara mereka itu menatap kepada Si nenek
berdua anaknya, seraya berkata: "Kakak kecil, kalian berdua
hendak kemana ?"
Mendengar pertanyaan itu, si pemudapun melengak seraya
menyawabnya: "Akupun tidak mengetahui !"
Ketiga orang pencari kayu itu ber-gelak2 semuanya. Si
orang tua itu berkata pula: "Berjalan terus menuruti jalan ini,
tidak seberapa jauh akan menemui jalan buntu, selain
daripada itu terpisahkan sebuah lembah yang lebarnya tiga
puluh kaki, sehingga dapat memandang kearah bukit Pit Mo
Gay, maka seekor kelinci pun tak nampak, kalian hendak naik
kegunung memuja Buddha, kiranya telah salah jalan."
Si nenek yang duduk didalam pedati itu, dengan suara
lemah katanya: "Tong Jie, lekaslah jalan, jangan berayal lagi
!"
Ketiga pencari kayu itu melengak, satu diantaranya
berkata: "Nyonya, kami bermaksud baik, hari ini nampaknya
akan turun hujan besar, digunung seorangpun tidak ada, jalan
didepan pun buntu, juga tiada rumah penginapan, jika kalian
bertemu srigala atau binatang buas lain, akan bagaimana
nanti jadinya ?"
Si nenek itu tertawa, suaranya bukan lagu orang ketawa
melainkan se-akan2 orang menangis, sehingga ketiga orang
pencari kaju itu terperanjat karenanya. Terdengar Si nenek itu
berkata: "Soal itu kami tak perlu perhatian kalian, srigala liar
kami tak takut. Sebaliknya kalian bertiga, lekaslah berjalan,
cuaca sudah petang, tak boleh dibuat mainan !"
Ketiga orang itu menjadi kasihan, pada jaman dahulu, adat
kebiasaan rakjat jelata senantiasa bersahaja, sederhana, maka
ketiga orang itu walaupun sudah menemui batunya, masih
saja hendak menganjurkan Si nenek berdua anaknyamembalikkan arah tujuannya. Yang tua diantaranya membuka
mulut pula seraya katanya:
"Nyonya ........" tapi belum lagi habis perkataannya,
Si nenek itu sudah marah seraja katanya: "Masing2 ambil
jalannya sendiri2, bukankah sudah beres ? Masih mau berkata
apa lagi ?" sambil berkata ia mengangkat per-lahan2
lengannya serta di goyang2kan sehingga lengan bajunya
turun, tertampak lengan kecilnya yang kurus kering bagaikan
kayu yang sudah kering dan tangannya se-olah2 cakar
burung. Dengan sekenanya saja ia mencengkeram sebuah
pohon Siong (semacam pohon pinuh), maka segera nampak
pada batang pohon Siong yang sebesar mangkuk itu berbekas
lima lobang yang dalamnya kira2 setengah dim, patahan
dahannya itu, jatuh turun kebawah lereng gunung. Sementara
itu Si nenek dengan tiada berubah wajah mukanya berkata:
"Tong Jie, lekas jalan !"
Pemuda itu menurut, segera terdengar suara "ki-kok, kikok", dengan tiada henti-hentinya. Dan tak lama kemudian
telah jauhlah sudah jaraknya.
Ketiga orang pencari kayu yang melihat pohon Siong patah
batangnya itu, untuk beberapa saat lamanya tidak dapat berkata-kata karena kagetnya, barulah kemudian yang tua
menekuk lututnya dan manggut-manggut tiga kali seraya
dalam mulutnya mengucapkan maaf katanya:
"Koan Im Nio-nio, kami rakyat jelata, tak tahu bahwa tubuh
penitisanmu pesiar digunung. Jika kami bersalah, minta beribu
ampun !" Kedua kawannya pun satu persatu bertekuk lutut
juga. Setelah masing-masing mengucap doa, barulah mereka
jalan turun kegunung sebelah bawah.
Pemuda yang disebut "Tong Jie" itu, setelah mengetahui
bahwa didepan jalan buntu, tapi ibunya masih juga
menyuruhnya berjalan terus, maka di dalam hati nya tidak
habis sangsinya. Beberapa kali hendak ia menanyakan, tapimengingat akan tabiat ibunya, terpaksa ia mengurungkan
niatnya bertanya dan terus mendorong pedati nya dengan
sangat berhati-hati.
Yang merasa menaruh curiga terhadap sepak terjang Si
nenek itu, bukan hanya si pemuda pendorong pedati itu
seorang saja. Jauh terpisah ribuan lie dari Ngo Tay San, ada
sebuah dusun yang dinamai dusun Lao Cui Kauw yang
termasuk lingkungan daerah Gie Sia Koan propinsi Ouw Pak
pun ada seorang pemuda yang tengah merenung seorang diri.
Pemuda ini tiga tahun lebih muda daripada pemuda
pendorong pedati itu, diantara mata, alisnya sedikit mirip,
hanya kedua biji matanya besar lagi terang, menandakan
bahwa pemuda ini pasti seorang cerdik dan cerdas, tidak sama
dengan pemuda pendorong pedati yang jujur itu.
Tatkala itu, ia sedang berada didalam sebuah taman yang
sekelilingnya dikitari pagar bambu yang tingginya lebih
daripada sepuluh kaki, ia sedang berjalan kian kemari serta
berkata seorang diri, katanya: "Setengah bulan kemudian, ibu
mestinya sudah pulang. Samko ikut kembali atau tidak?
Sebenarnya ibu pergi kemana ? Twa-ko bersama Jiko, apa
sebab sekali pergi tidak pulang kembali ?"
Dibelakang halaman itu terdapat tiga buah rumah petak
yang terbuat dari rumah gubuk, sama bangunan-nya dengan
rumah dusun pada lazimnya. Tetapi ketiga buah petak rumah
gubuk ini, selain terletak diujung dusun, lagi pula jauh terpisah
dengan rumah-rumah dusun lainnya, yang terdekat jaraknya
tidak kurang dari tiga atau empat puluh kaki jauhnya,
ditambah pada luar pagar bambu itu, masih terdapat hutan
bambu yang lebat yang melingkari rumah itu, sehingga jika
ada orang lewat diluar hutan bambu itu, kalau tidak
mencarinya dengan teliti, akan tidak dapat mengetahui bahwa
didalam hutan bambu itu ada orang tinggal.
Setelah jalan mondar-mandir kian kemari sekian lamanya,
maka pemuda itu mengangkat kepalanya memandang cuacayang sudah menjadi petang, lalu ia lari kedalam rumah. Sesaat
kemudian, tangannya memegang sebuah pedang panjang, ia
kembali kehalaman untuk berlatih ilmu pedang sejurus demi
sejurus. Melihat akan keadaannya, seakan-akan nyawanya
tidak terkandung dibadan, pikirannya terbang melayang,
perhatiannya tidak berada dalam ilmu pedangnya. Semacam
Kiam Hoat di jalankan dengan tidak sungguh-sungguh, tiba
pada jurus terakhir, semestinya lengan menggetar, dengan
menggunakan tenaga dalam membuang pedangnya
keangkasa, agar pedang itu melayang diudara dan meluncur
turun kembali, setelah mana di tanggapinya dengan tangan
kembali.
Menurut istilah Kiam Hoat pemuda itu, jurus ini disebut tipu
pukulan Wan Pek Kui Thio (Kumala semula kembali kenegeri
Thio), dipandang dari peyakinannya, pemuda ini sudah sangat
paham sekali dengan ilmu pedangnya yang disebut Cit Mo


Rahasia Bukit Iblis Oleh Kauw Tan Seng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kiam Hoat itu. Ilmu pedang itu membutuhkan persatuan
semangat. Kali ini oleh karena didalam hatinya penuh dengan
segala soal yang ia tidak dapat memecahkannya, maka
sewaktu pedangnya dilontarkan keatas tiada tenaga yang
diperlukan, sehingga jalannya pedang miring2 tidak
sebagaimana mestinya. Rupanya pemuda itupun merasakan
nya, setelah tertawa maka berkatalah ia seorang diri, katanya:
"Mengapa senantiasa memikirkannya untuk apa ?
Bagaimana hal yang sebenarnya, jika Shako benar-benar tidak
kembali, bukankah lain tahun aku akan dapat mengetahuinya
?"
Demikianlah setelah hatinya tetap, kedua kakinya tidak
mendoyong, tidak membuka lengan tangannya memanjang,
batang pedang itu menurun dari atas, kelima jari pemuda itu
sekali dimengkeratkan membuka sedianya hendak
menanggapi pedang itu, atau mendadak terdengar suara
"set", sejurus sinar emas menyorot datang dari luar pagar,
kemudian terdengar suara "treng", tidak miring sana tidakmiring sini, tepat mengenai ujung pedang itu, sehingga miring
sebelah. Dengan berseru: "Bagus !" pemuda itu melangkah
keluar satu tindak, diulurkannya tangan kanannya, menangkap
gagang pedang itu, lalu kemudian meloncat, tubuhnya
melesat kesamping sehingga tiga kaki, ditangkapnya senjata
rahasia itu, berbareng membentak: "Bangsa tikus, masih tidak
hendak mengunjukkan diri?"
Baru saja habis perkataannya itu, dari luar pagar sudah
terdengar "kikk-kikk" suara tertawanya seorang perempuan
dan katanya,"Kaulah yang menjadi Bangsa tikus !" Dan segera di atas
pagar bambu itu telah tampak seorang perempuan, ujung
bajunya berkibar-kibar karena tiupan angin, kepalanya yang
berambut hitam nampak sepasang konde Cioda, konde
berunding.
Sang pemuda nampak seseorang mengunjukan diri,
pergelangan tangannya mengencang, Sebuah Kim Lian Cie
(Biji Teratai Emas) meluncur pergi, nampak tangan pemudi
yang halus itu melayang maka Kim Lian Cie yang lain pun
melesat, kedua buah Kim Lian Cie beradu dan bersama
menjulang ke atas, pemudi itu menotolkan kakinya, tubuhnya
membubung ke angkasa di julurkan tangannya maka tahu2
kedua buah Kim Lian Cie itu sudah berada di tangannya.
Setelah mana barulah ia berdiri di tanah dengan manisnya.
Ia tertawa dan berkata
"Lim Lam, begitu bertemu muka lantas kau menggunakan
Am Jing Cie, beginikah melayani seorang tetangga ?"
Sang pemuda tersenyum dan berkata: "Bukan seharusnya
mengintai orang berlatih pedang, ditambah menyerang secara
sembunyi dengan Am Gie, begini pulakah seharusnya cara
melayani sebelah tetangga ?"
Tersenyum pula pemudi itu, seraya katanya: "Lagi-lagi aku
tak dapat menang berdebat denganmu !"
"Kau sendiri yang kurang aturan, sudah selayaknya begitu
!" berkata pemuda itu.
"Tak usah berkata lagi, Pek-bo sudah kembali belum ?"
kata pula gadis itu.
Pemuda itu mengkerutkan alisnya sambil berkata: "Masih
juga kau menanya, aku harus terlebih dahulu menanya
kepadamu, Pek-hu bergelar Bu Lim Tong, ayahku Twat Beng
Tui Hun Cit Sie Kiam Lim Pek Sin, seharusnya bagaimana
ajalnya, ia tahu atau tidak ?"Alis gadis yang indah itu dikerutkan sedikit serta berkatalah
gadis itu: "Tak usah dibicarakkan lagi, ia memikiri setengah
harian masih juga tidak dapat mendapatkannya. Kita
bertetangga lima enam tahun lamanya, tidak dapat'
mengetahui, bahwa orang yang. tinggal di sebelah tetangga
adalah keluarga Cit So Kiam Lim Pek Sin. Lim Lam, kalau
begitu, Pek-bo tentunya dulu yang tersohor didunia Kang-ouw
sebagai Lie Eng Hiong Tiat Pie Sian Ko Teng Ie, bukan ?"
Lim Lam tersenyum dan berkata: "Sedikitpun tidak salah.
Hanya se-kali2 tak dapat kau siarkan diluar, tabiat ibuku
sangat aneh, semenjak ia mengajak kami bersembunyi tinggal
disini pernah berpesan me-wanti2 dengan mengatakan bahwa
siapa saja yang membocorkan rahasia sepak terjangnya,
sekalipun anak sendiri, tak akan diberi ampun !"
Mendengar perkataan itu, maka gadis itu mengulurkan
lidahnya. Belum lagi gadis itu ber-kata2 pula, atau sudah
terdengar ada orang berkata diluar pagar, katanya: "Sie-heng,
tetapkanlah hatimu, anak perempuanku ini masih dapat
dikatakan bukan orang yang begitu banyak mulut !" Berbareng
dengan suara perkataan itu, maka segera nampak seorang tua
yang pipinya penuh dengan jenggot yang sudah seperti salju
melompat lewat pagar bambu yang lebih dari sepuluh kaki
tingginya.
Setelah Lim Lam nampak orang itu, dengan segera ia
membungkukkan badan se-dalam2nya seraya berkata: "Lopek jangan menyebut aku dengan cara demikian, aku yang
dari generasi muda takkan dapat menerima nya!"
Orang itu tertawa gelak2 seraya katanya: "jangan banyak
peradatan, sebenarnya malu jika dikatakan, bahwa sudah
sekian tahun lamanya sama sekali tidak mengetahui tetangga
sendiri adalah tokoh yang terkenal dikalangan Bu Lim. Ayah
harimau pasti takkan beranakkan seekor anak anjing, Sie-heng
pasti bukan orang yang sembarangan, aku harap saja Sieheng suka memberikan petunjuk bagi anak perempuanku ini !"Tergeraklah hati sanubari Lim Lam, setelah mendengar
perkataan itu, ia menatap gadis itu, maka keempat mata
saling bentrok, keduanya tersenyum dengan mempunyai arti.
Berkata pula Lim Lam demikian: "Lie Lo-pek, bukannya
How-pwee tidak menurut perkataan, soal ibuku ini terlampau
mengherankan orang, dahulu Lie Lo-pek mempunyai
hubungan dengan kedua golongan Hek-to dan Pek-to,
ternama sebagai Bu Lim Tong, karenanya aku minta tolong
puteri Lopek menanyakan hal-nya kepada Lo-pek, apakah
Lopek mengetahui akan hal ihwalnya kematian ayahku, tak
aku sangka telah membuat kagetnya Lo-pek !"
Belum juga mendengar sampai separuh, gadis itu sudah
tidak tertahan ketawanya dan berkata: "Lim Lam, betapa
engkau seharus sesopan ini ?"
Si orang tua itu mendelik sambil berkata: "Betapa sopan
santunnya orang berlaku, bukan sebagai kau, yang seperti
orang hutan !"
Pemudi itu moncongkan bibirnya, mengambek tak berkata2 pula.
Si orang tua melanjutkan katanya: "Sie-heng, hal ini
sebenarnya menjadi teka-teki dalam kalangan Kang-ouw.
Bukannya aku omong besar, hal yang aku Lie Tay Heng tidak
tahu, maka didunia takkan ada jang mengetahuinya lagi."
Lim Lam merasa putus asa agaknya, maka katanya:
"Mustahil sedikit tanda2 atau endusanpun tidak ada ?'" Lalu di
ceriterakannya bahwa ibunya, yaitu Tiat Pie Sian Pek Cun,
selalu menyuruh salah seorang anaknya membawa pergi
pedati yang ia naiki, telah dua kali selalu pulang seorang diri,
kali ini kakaknya yang ketiga yaitu Lim Tong yang membawa
ibunya pergi, bagaimana kesudahannya belumlah dapat
dikatakan.Ketika itu cuaca sudah gelap, Lie Tay Heng berkata: "Sieheng, kita masuk kedalam, aku akan ceriterakan apa yang aku
tahu, bagaimana pendapatmu ?"
Besarlah rasa hatinya Lim Lam, maka buru2 memimpin Lie
Tay Heng berdua puterinya masuk kedalam rumah,
dipasangnya pelita. Dalam rumah itu hanya Lim Lam seorang,
maka ketiganya mengambil tempat duduk masing2, orang tua
itu melihat kumisnya sambil berkata: "Kie Jie, waktu Twat
Beng Tui Hun Cit So Kiam Lim Pek Sin mendadak menghilang,
hingga kini delapan belas tahun telah berselang, waktu itu kau
belum lahir!"
Mendengar perkataan itu, maka gadis she Lie yang hanya
bernama satu suara Kie itu berkata: "Ayah, katakanlah terus,
membawa-bawa aku untuk apa ?"
Sebaliknya Lim Lam meneruskan perkataan orang tua itu
katanya: "Waktu itu akupun baharu berusia dua tahun !"
Lie Tay Heng berkata: "Kiranya Sie-heng tahun ini sudah
berusia duapuluh tahun !"
Lie Kie tak sabaran mendengarkannya, maka menyelaklah
ia, katanya: "Ayah, lekaslah tuturkan, untuk apa
membicarakan usia orang ?"
Lie Tay Heng menatap puterinya sambil tersenyum
katanya: "Siapa tahu kalau2 ada gunanya !"
Lie Kie dengan Lim Lam tinggal sebelah menyebelah,
keduanya senantiasa berhubungan, sudah sekian lamanya
dalam hatinya tumbuh bibit rasa cinta, tetapi selama itu belum
pernah ia mengatakan kepada ayahnya, maka mendengar
perkataan itu ia merasa jengah dalam hatinya, dan pada
roman mukanya nampak berubah warna ke merah-merahan,
lalu ia menggerutu, katanya: "Entah ada gunanya apa !"
Lie Tay Heng tersenyum, lalu berkata: "Sie-heng, sahabat2
dikalangan Hek-to bila mendengar nama ayahmu, mereka takada yang tidak ciut nyalinya, sekalipun pendekar dikalangan
Pek-to merasa takut terhadapnya. Karena ilmunya Cit So Kiam
Hwat itu selain nomor satu dikolong langit ini, juga bagus
peryakinan dalam dan luarnya. Melihat sikap roman Sie-heng
sekarang ini, rupanya juga mewarisi sifat keturunan ayahmu,
kakakmu pernah beberapa kali aku melihatnya, semua kuduga
tentu keturunan orang pandai, tapi tak kusangka sedikit pun,
bahwa kalian justru keturunan Cit So Kiam Lim Pek Sin !"
Setelah menyatakan rasa kagum dan sayangnya lalu ia
meneruskan: "Dahulu golongan Khong Teng Pay pernah
mengedarkan Bu Lim Thiap (semacam surat untuk
mengundang jago-jago kalangan persilatan) untuk membikin
susah pada ayahmu, apa Sie-heng tahu akan hal itu ?"
Lim Lam berkata: "Pernah aku mendengarnya dari ibu."
Lie Tay Heng berkata: "Ayahmu mungkin karena
memandang persahabatan, setelah menerima surat Bu Lim
Thiap itu terpaksa harus memenuhi undangan. Tetapi aku
yang menamakan diri sendiri Seratus Delapan Buah Kim Lian
Cie sebagai kepandaianku yang istimewa, berada di tengah2
banyak jago2, tak berani mempertunjukkan keburukan.
Belakangan ayahmu dengan telapak tunggal membinasakan
murid Khong Tong Pay Leng In Tiang Loo, sebuah pedang
panjangnya melukai dan membinasakan Khong Tong Cit Kiat
(Tujuh orang gagah dari golongan Khong Tong Pay). Ibumu
dengan ilmu lengan besinya, melukai beberapa orang gagah
dari Ngo Tay Pay. Ilmu silat yang demikian itu, siapa berani
membuat atau menimbulkan amarahnya. Pertemuan Bu Lim
Tay Hwee itupun lalu dibikin sudah begitu saja, sebaliknya aku
dapat membuka mataku untuk satu kali."
Setelah mendengar penuturan itu, Lim Lam lalu berkata :
"Lo-pek tak usah sangsi2 dengan ilmu menimpuk seratus
delapan buah Kim Lian Cie yang dipelajari Lopek betapa
hebatnya, waktu itu Lopek tidak turun tangan tentu ada
sebabnya."Lie Tay Heng melengak dan menatapnya Lim Lam
beberapa kali seraya berkata: "Sie-heng benar2 cerdas, tidak
salah, waktu itu aku tidak turun tangan, sesungguhnya ada
sebab lainnya."
Lie Kie dengan Lim Lam saling pandang, mereka merasa
nada perkataan yang mengandung rasa terharu daripada apa
yang diutarakan oleh Kim Lian Cie Lie Tay Heng itu, seperti
juga mengandung apa2 didalamnya.
Maka dengan menahan napas mereka mendengarkan lebih
jauh dengan penuh perhatian.
Setelah berhenti sebentar, Lie Tay Heng lalu meneruskan
katanya: "Bu Lim Tay Hwee yang diadakan sekali itu,
mengambil tempat dipuncak gunung Thay San. Orang2 yang
berilmu silat tinggi, yang dapat menyamai kemasyuran nama
Cit So Kiam Lim Pek Sin ada juga tiga atau empat orang,
misalnya Pee Lek Chiu In Liong dari Ngo Bie Pay di propinsi Su
Coan, Liauw Tim Thay Su dari Klenteng Goan Hwa Sie di bukit
Siong San di propinsi Holam, dan sebagainya. Akan tetapi apa
yang mengherankan orang ialah: Sewaktu tiba pada saat
benar2 bergebrak pada pagi hari itu, semua orang2 yang
berkepandaian tinggi itu sudah pergi kelain tempat dengan
tidak memberitahukan terlebih dahulu. Aku sendiripun
memang ingin pergi, tetapi akhirnya ikut menghadiri Bu Lim
Tay Hwee melihat setengah harian keramaian dengan tidak
turun tangan."
Lim Lam merasa heran dan berkata: "Sesudah Lopek
menerima surat Bu Lim Thiap, mengapa tidak turun tangan ?"
Lie Tay Heng menghela napas panjang dan akhirnya
berkata: "Sie-heng, sesama pendekar saling sayangmenyayangi, apa kau tidak mengerti akan hal ini? Semenjak
beberapa turunan Khong Tong Pay tidak ada orang yang
berkepandaian tinggi, di dalam kalangan murid2 nya pun
makin lama makin tidak tahu diri, bagaimana dapat
dibandingkan dengan ayah bundamu yang namanyamenggemparkan seluruh dunia persilatan ? Pada malam hari
sebelum bergebrak dengan resmi, ayahanda mu pernah
menemui aku untuk bicara. Maka berkatalah ia, bahwa hari
esoknya waktu bergebrak, ia mengharapkan aku tidak campur
tangan. Katanya jika hendak turun tangan pun tak usah ambil
kesempatan dalam gelanggang itu, dapat membuat perjanjian
lain untuk menetapkan hari dan tempatnya. Waktu itu aku
menyetujui dan menjanjikan pada lain tahun bulan dan hari
yang sama, tempatnya tetap pada puncak gunung Thay San,
ayahandamu mengucap terima kasih dan pergi sendirian. Aku
kira, Liauw Tim Thay Su dan lain2 pergi dengan tiada
memberitahukan orang lebih dahulu, kiranya ia pun sama."
Lie Kie berkata: "ketahuilah saja, Cit So Kiam kuatir bahwa
orang yang berkepandaian tinggi berbareng menantangnya,
sehingga ia tak bisa dapat kemenangan."
Lie Tay Heng meng-geleng2kan kepalanya, seraya berkata
: "Akupun berpendapat demikian, tetapi berbicara tentang
ilmu silatnya Cit So Kiam berdua Tiat Pie Siali Ko, jika
beberapa orang yang berkepandaian tinggi itu maju
berbareng, paling nempil juga kedua belah pihak sama2
mendapat luka. Bagaimana katanya dengan Liauw Tim Thay
Su dan Pee Lek Chiu dari Ngo Bie Pay dan lain2, aku tidak
terang, denganku maka perkataannya saling mencocoki. Hai,
Lim Pek Sin sungguh jago yang berkumandang namanya !"
Lim Lam buru2 bertanya pula,' katanya: "Pertemuan
digunung Thay San tahun kedua bagaimana ?"
Lie Tay Heng berkata: "Dalam tahun itu aku berlatih
seratus delapan buah Kim Lian Cie dengan rajin nya,
bukannya aku menyombongkan diri, pada masa itu dikalangan
Kangouw betul2 sudah jarang terdapat orang yang dapat
menandingi aku. Apa yang mengherankan ialah, bahwa Cit So
Kiam Lim Pek Sin dan Tiat Pie Sian Ko Teng Ie selama tahun
itu sedikitpun tiada kabar beritanya. Menurut biasanya, tak


Rahasia Bukit Iblis Oleh Kauw Tan Seng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lebih satu bulan, tentu sudah tersiar kabar didalam kalanganHekto, siapa2 yang binasa didalam tangan mereka berdua.
Aku menduganya mungkin setelah pertemuan dipuncak
gunung Thay San itu, mereka mencari tempat untuk
menyembunyikan diri dan melatih ilmu silat dengan rajin nya,
maka akupun tidak merasa aneh. Masa itu Sie-heng ada dimana ?"
Lim Lam berkata: "Aku sendiri sudah tidak ingat lagi.
Menurut penuturan kakakku yang sulung, kami tinggal di
rumah Gwa Kong (nenek lelaki ayah ibu) kami. Dua tahun
kemudian, mendadak ibu pulang, ia tidak menceritakan soal
ayah, tidak sekalipun kepada Gwa Kong."
Demikianlah semakin bercakap semakin lancar, perkenalan
makin akrab, dan makin sedikit bahasa tata krama yang
dipergunakan. Maka berkatalah Lie Tay Heng seterusnya:
"Benar, didalam dua tahun itu dimanakah adanya Cit So Kiam
dan Tiat Pie Sian Ko ? Apakah yang mereka perbuat ? Dunia
selebar ini, dapat dikatakan hanya mereka berdua yang tahu.
Tahun kedua Liauw Tim Thay Su dari Siong San, Poe Lek Chiu
dari Ngo Bie Pay, Eng Jiauw Ong dari Siauw Lim Sie dan lain2
orang yang pandai ilmu silatnya telah datang di puncak Thav
San dalam waktu yang sudah ditentukan. Tetapi mereka
menunggu selama setengah bulan tidak juga menemukan Lim
Pek Sin. Semua mengatakan Lim Pek Sin bukanlah orang yang
dapat dipercaya, mereka menunggu lagi setengah bulan
sehingga satu bulan lama nya, Lim Pek Sin masih juga tidak
datang, maka akhirnya mereka lalu pulang kedaerahnya
masing2."
Makin lama Lim Lam mendengar makin merasa heran,
maka berkatalah ia: "Tentulah ayahku mempunyai urusan
yang sangat penting, sehingga terhambat dan tak dapat
datang, kalau tidak demikian, pasti ia tak akan ingkar janji !"
Lie Tav Heng meng-angguk2kan kepala, se-akan2
membenarkan. "Waktu itu siapapun berpikir demikian. Aku
yang paling luas pergaulanku dikalangan Bu Lim (Duniapersilatan), sebegitu turun dari Thay San segera pergi kemana2 untuk menyelidiki dimana tinggalnya Cit So Kiam Lim
Pek Sin, tetapi usahaku itu sia2 belaka, begitulah dengan tidak
terasa telah lampau delapan belas tahun lamanya."
Sesaat ketiga orang itu terdiam, akhirnya Lim Lam dengan
Lie Kie berbareng berkata karena herannya: "Entah mereka
berbuat apa !"
Lie Tay Heng berkata: "Begitulah, Sie-heng, setelah ibumu
pulang, maka bagaimana sepak terjangnya ? Apakah boleh
aku mengetahuinya ?"
Lim Lam berkata: "Sewaktu ibuku pulang seorang diri, aku
baru berusia empat tahun, aku tak tahu sepak terjangnya.
Begitulah ia tinggal selama sepuluh tahun dirumah nenek
luarku dengan tidak mengerjakan apa2, selain daripada
mengajar kami berempat saudara ilmu silat. Dalam masa
sepuluh tahun itu, sungguh lekas ia menjadi tua, setelah
kemudian nenek luarku berpulang ke rahmatullah, ia lalu
membawa kami tinggal disini. Lopek pindah kesini dua tahun
lebih belakang daripada kami. Hari kedua Lo-pek pindah, ibu
pernah sekali pergi diwaktu malam, setelah kembali maka
berkatalah ia, bahwa tetangga yang pindah disebelah adalah
ahli senjata rahasia dikalangan Bu Lim, seratus delapan buah
Kim Lian Cie (Buah teratai emas), teristimewa menghantam
jalan darah orang, siapa yang menentangnya maka rubuhlah
ia ............"
Lie Tay Heng menyeletuk katanya: "Tiat Pie Sian Ko
terlampau memuji !"
Lim Lam meneruskan katanya: "Selanjutnya roman
mukanya berubah menjadi adem nampaknya. Sekalipun kami
berempat saudara yang menjadi anak kandungnya, siapa saja
yang berani membuka rahasia bahwa ia adalah keturunan
Twat Beng Tui Hun Cit So Kiam Lim Pek Sin, tak akan ia
mengampuninya ! Ibu biasanya pendiam, jarang sekali bicara,
kami melihatnya pun merasa takut, dengan sendirinya kamitidak berani membocorkan rahasia. Kali ini oleh karena urusan
luar biasa anehnya, aku kuatir ada sangkut pautnya dengan
hilangnya ayah. Telah semenjak lama aku mendengar bahwa
Lopek banyak mengetahui segala sesuatu seluk-beluk di
kalangan Bu Lim, maka aku baharu memberanikan diri
mengutarakannya kepada Kie Sim-bwee, minta tolong Lopek
memberitahukan, kemana kiranya ibu pergi, kakak sulungku
dan yang kedua kemana pula perginya. Ibuku bepergian pada
hari raja Peh Cun, kini sudah tanggal duapuluh bulan Go-wee,
lagi setengah bulan ia akan kembali, maka jika Shako (kakak
yang ketiga) tidak ikut pulang bagaimana pulalah kiranya ?"
Lie Kie pun pernah melihat Tiat Pie Sian Ko beberapa kali,
ia tampak sikapnya sangat menyeramkan, sekarang
mendengar bahwa perilakunya juga bersifat rahasia, dengan
tidak disengaja ia merasa takut sendiri, ia bersandar rapat2
kepada ayahnya, sepasang matanya yang jernih bagaikan air
dimusim rontok itu membelalak lebar2.
Kim Lian Cie Lie Tay Heng sambil meng-usap2nya
merenung sebentar, akhirnya berkatalah ia: "Sie-heng, hal ini
benar2 mengherankan orang. Apakah diwaktu bercakap sehari2 itu ibumupun tidak pernah menunjukkan sedikit tanda2
atau petunjuk2 yang dapat dibuat pegangan untuk
pengusutan ?"
Sambil tertawa getir Lim Lam berkata: "jangankan
bercakap, sedangkan kamarnya saja ia tidak mengizinkan
kami masuk selangkah sekalipun !."
Mendengar penuturan itu Kim Lian Cie Lie Tay Heng sambil
berseru "Ha !" ia berdiri dan berkata: "Adakah hal yang
semacam ini ?"
"Usia ibu telah agak lanjut, tabiatnya aneh pun suatu hal
yang lumrah."
Lie Tay Heng berkata: "Kalau tiada demikian, Sie-heng
jangan salahkan aku banyak usil urusan orang. cobalahkatakan semenjak kapan ibumu tak memperkenankan kalian
masuk kekamarnya ?"
Lim Lam berkata: "Semasa tinggal dirumah nenek luar
kami, ia sudah berlaku demikian."
Lie Tay Heng per-lahan2 duduk pula, dan berkatalah ia:
"Aku si orang tua sungguh banyak urusan."
Mendengar itu buru2 Lim Lam berkata: "Mengapa Lopek
mengatakan demikian ? Umpama ibu ada urusan yang ia
seorang diri tak dapat membereskannya, justru menghendaki
bantuan yang maha besar dari Lopek !"
Lie Tay Heng berkata: "Bagus ! Jika demikian, sebaiknya
kita pergi kekamar Tiat Pie Sian Ko untuk mengetahui
bagaimana keadaannya, hal yang lain2nya nanti kita bicarakan
pula !"
Lim Lam ragu2 agaknya, maka Lie Kie menghampiri nya
seraya berkata: "Kau ragu2kah ? Ke-ragu2anmu tak
memungkinkan kau mengetahui akan hal2 yang aneh
semacam ini ! Lekaslah pergi !"
Lim Lam pun berpendapat, bahwa menurut biasa, ibunya
akan baru pulang nanti setengah bulan lagi, meskipun ia
masuk kekamarnya untuk me-lihat2 keadaannya, maka
apakah halangannya ? Setelah memikir demikian, ia dapat
memantapkkan hatinya, akhirnya berkatalah ia:
"Baiklah ! Hanya ............ jika Lopek dapat tidak membuat
kalut barang2nya, itu akan lebih bagus lagi. Kalau tidak
demikian, pada waktu ibu pulang, aku tak dapat
membayangkan bagaimana aku nanti akan menanggung
akibatnya."
Lie Tay Heng berpikir seorang diri, ia merasa bahwa,
walaupun menurut sikap puterinya agaknya mempunyai soal
cinta terhadap Lim Lam, tetapi hal ini sebenarnya tak ada
sangkut paut dengannya. Kepandaian ilmu silat Tiat Pie SianKo, serta tabiatnya, dikalangan Kangouw siapakah yang tidak
mengetahuinya ? Meski tidak usil perkara orang lain pun,
dapat mengakibatkan juga suatu bencana baginya. Maka
setelah Lim Lam menyetujui akan memeriksa kamar ibunya,
sebaliknya ia sendiri jadi maju mundur tak dapat mengambil
ketetapan.
Lie Kie nampak ayahnya bersangsi, maka dihampirinya
juga. Sambil menggedrukkan kakinya dilantai ia berkata :
"Ayah, bagaimana kau pula ? Dengan susah pajah orang
memikul beban sebesar langit dan menyetujui maksudmu,
sekarang kau sendiri tidak mau pergi, apa sebabnya ?"
Lie Tay Heng terhadap puterinya sudah biasa
memanyakannya, apa saja diturutinya, apa lagi mengingat
pokok persoalannya itu sendiri, bukan saja mengenai di mana
adanya seorang pendekar ternama dikalangan Bu Lim, tapi
juga hal ini sangat aneh dan penuh dengan rahasia, maka
terbersit akan perasaan ingin tahu akhir nya ia berkata:
"Baiklah !" Lalu diikutinya Lim Lam jalan menyusur jalan
pekarangan dan berhenti didepan sebuah pintu.
Setibanya disitu, meskipun Lim Lam mengetahui bahwa
kamar itu kosong tiada orangnya, namun dalam hatinya tak
dapat tidak menghindarkan rasa takutnya, ia berdiri terpaku
untuk beberapa saat. Pintu yang dicat dengan warna hitam
itu, ditambah dengan keadaan cuaca yang gelap, dilangit tiada
rembulan maupun bintang, suasananya makin bertambah
sunyi dan angker agaknya. Lie Kie nampak Lim Lam berdiri
tanpa bergerak dihadapan pintu, dengan tidak disengaja ia
sendiripun melangkah mundur satu tindak.
Lie Tay Heng adalah seorang tokoh ulung dan sudah
berkecimpung ber-tahun2 dikalangan Kangouw, demi melihat
kedua pemuda-pemudi menunjukkan sikap seperti orang yang
hatinya keder lalu berkata: "Kalian berdua mundurlah
kebelakang, biarlah aku yang maju lebih dahulu !"Ini justru apa yang diharap oleh Lim Lam, maka dengan
lantas ia kesamping, berdiri berendeng dengan Lie Kie.
Lie Tay Heng maju dua langkah, tangan kanannya sudah
hendak menekan gelangan pintu, tapi mendadak ia tarik
kembali. Karena kagetnya Lie Kie buru menanya : "Ayah,
mengapa ?"
Lie Tay Heng berkata: "Baru saja Sie-heng mengatakan
bahwa Tiat Pie Sian Ko menamakan aku seorang ahli senjata
rahasia, kupikir bahwa ayahnya disebut orang Pat Pek Lo Han
(Lohan berlengan delapan), dialah baru dapat dikatakan ahli
Am Gie yang tiada orang dikalangan Bu Lim yang tidak
mengetahuinya ! Sesudah ia tidak memperkenankan orang
memasuki kamarnya, mungkin didalam hal ini ada apa2nya,
kali ini ia meninggalkan rumah, dirumah hanya ada seorang
yang berdiam, perasaan ingin tahu dari tiap2 orang tak dapat
dihindarkan, karena demikianlah apabila didalam kamar
dipasangi perkakas yang dapat melepaskan senjata rahasia,
apakah kita tak akan mengalami rugi oleh karenanya ?"
Mendengar penuturan itu, bulu romanya Lim Lam dan Lie
Kie bangun berdiri. Lie Tay Heng berkata pula: "Kalian
mundurlah sejauh tiga puluh kaki jaraknya!"
Kedua orang melakukan apa jang diminta, lalu nampak Lie
Tay Heng pun mundur sejauh sepuluh kaki lebih, telapak
tangannya dihantamkan kedepan, sehingga
memperdengarkan suara "Wut", terkena sambaran angin dari
telapak tangan itu, dengan menerbitkan suara terbukalah
pintu yang bercatkan warna hitam itu ! Dalam kamar itu gelap
gulita. Sedang ketiga orang merasa bersyukur tiada
mengalami apa2, mereka hendak masuk kedalam memeriksa
keadaan dalam kamar itu, atau terdengarlah suara gemeresak
perlahan didalam kamar, benar saja, dari dalam melesat
paku2 tiga persegi yang tak terhitung banyaknya, sambaran
anginnya sangat kuat. Kim Lian Cie Lie Tay Heng ketika
mendengar suara itu segera mengangkat dan memainkantangannya, tak antara lama berhentilah ia, dan membuka
telapak tangannya, maka nampaklah didalamnya sudah ada
segenggam paku tiga persegi.
Lie Tay Heng mengendus paku itu, dengan kaget ia berseru
katanya: "Benar2 Tiat Pek Sian Ko, apa yang ia katakan, di
wujudkan nya, paku itu mengandung bisa yang sangat hebat.
Mengingat bahwa didalam rumah, lain daripada anaknya
sendiri, tiada orang lagi, mengapa mesti menurunkan tangan
sejahat ini ?"Mendengar pada paku itu ditaruhkan bisa, wayahnya Lim
Lam berubah laksana tanah hitamnya karena kagetnya. Ia
ternganga dan meleletkan lidahnya, untuk beberapa saat ia
tak dapat ber-kata2. Mengingat bahwa setelah ibunya pergi, ia
sendiri pernah beberapa kali hendak membuka pintu kamar
dan melihat keadaan didalamnya, masih untung ia tidak berani
dengan sembrono mewujudkan keinginannya, jika tidak entah
bagaimana jadinya. Mengingat akan hal ini, maka keringat
dingin nya (peluh dinginnya) membasahi seluruh badannya,
matanya menatap kearah Lie Kie.
Lie Kie pun tidak kurang kagetnya, berpikirlah dalam
hatinya, andaikata ayahnya tidak berlaku hati2, mungkin
jiwanya sudah melayang sedari tadi. Tiga orang terjatuh
kedalam pikiran masing2, dan ter-bengong2 jauh duapuluh
kaki lebih diluar pintu kamar. Setelah lewat beberapa saat
tidak nampak apa2 lagi dan tengah mereka hendak masuk
kekamar, atau mendadak terdengar suara mendebur, pintu itu
tertutup sendirinya, waktu itu sedikit angin pun tiada,
mengapa pintu dapat menutup sendiri? Akhirnya Lie Ki lah
yang pertama2 berseru: "Ayah, tak usahlah kita lihat dalam
kamar, ada saitan didalamnya".
Belum lagi keringat dinginnya mengering, maka kembali ia
dibikin kaget pula. Ia pun berkatalah: "Lopek, mari kita
kembali."'
Lie Tay Heng tersenyum, seraya katanya: "Dikolong langit
dimanakah kita melihat setan ? Tiat Pie Sian Ko dapat
meletakkan pesawat rahasia diatas pintu, sehingga
menembakkan paku bersegi tiga, apakah tidak dapat ia
memasang pesawat rahasia pula, agar supaya pintu menutup
sendiri ? Kali ini pasti tak akan mudah dibuka pula. Karena jika
paku bersegi tiga yang mengandung bisa belum juga dapat
mencegah orang pendatang, maka pintu yang menutup
sendiri niscaya tak akan mudah dibuka, dan dapat menutuporang pendatang itu didalam kamar. Sie-heng, ibumu tinggal
didalam kamar pasti tiada jendelanya. Benerkah begitu ?"
Lim Lam merasa heran dan berkatalah ia: "Lopek belum
pernah datang disini, bagaimana mengetahuinya?"
Lie Tay Heng tersenyum dan berkata: "Di kira2 menurut
logikanya !"
Lim Lam merasa kagum, tetapi masih merasa sedikit tidak
mau tunduk, maka berkatalah ia: "Cobalah Lopek
menghantamnya dengan telapak tangan pula !"
"Baiklah !" jawab Lie Tay Heng, yang lantas mengangkat
lengannya, suara mendesir keluar dari telapak tangannya, dan
menyerang pintu kamar dengan santarnya. Ilmu silat Lim Lam
pun sudah ada dasarnya yang kuat, mendengar suara telapak
tangan mendesir, maka tahulah ia, bahwa nama Kim Lian Cie
Lie Tay Heng benar2 bukan nama yang kosong. Ia tahu
bahwa dengan mendesirnya angin telapak tangan yang dapat


Rahasia Bukit Iblis Oleh Kauw Tan Seng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

didengar orang itu, berarti tenaga yang dikerahkan itu, paling
sedikit mestinya ada berapa ratus kati beratnya, dan walaupun
singa batu yang mengalami serangan itu, kiranyapun akan
dirubuhkannya. Tetapi kali ini, pintu itu sedikitpun tidak
bergeming setelah menerima pukulan itu.
Lie Tay Heng mengeluarkan suara ke-heran2annya. Lie Kie
berdua Lim Lam tidak dapat mengerti apa sebabnya, hanya
mereka nampak Lie Tay Heng memasukkan tangannya ke
dalam saku, belum juga melihat jelas gerakan tangannya,
tahu2 sebuah biji teratai dari emas sudah melesat dan
menyentuh pintu itu sehingga menerbitkan suara gemerincing,
se-akan2 suara beradunya dua benda logam. Maka tahulah
mereka apa sebab Lie Tay Heng jadi ter-heran2 kiranya tadi ia
mengetahui serangan telapak tangan yang ia lakukan tadi,
walaupun tak dapat membuka pesawat rahasia yang dipasang
pada pintu itu, tetapi kalau pintu itu terbuat daripada kayu,
mestinya pintu itu akan retak oleh tenaga serangan yang
dahsyat itu. Tapi keadaan adalah sebaliknya, pintu itu tidakterusakkan, maka mengertilah ia tentunya ada apa2 yang
mengherankan orang, dan begitulah ia mencoba dengan biji
teratai emasnya, dan akhirnya dapat diketahui bahwa pintu itu
terbuat daripada logam.
Selama sesaat kemudian, Lie Tay Heng membalikkan
tangannya pula, lagi tiga buah biji teratai emas melesat, dan
memisah ditengah jalan, masing2 menyentuh pada tempat
yang berlainan diatas tembok itu. Maka terdengar pula suara
gemerincing tiga kali, kapur yang melekat pada tembok itu
pada jatuh kebawah, dan nampaklah tembok yang hitam
warnanya, kiranya tembok itu pun terbuat daripada besi. Maka
berserulah Lie Kie karenanya: "Untuk apa Tiat Pie Sian Ko, Si
Bidadari Berlengan Besi itu mengurung dirinya sendiri di dalam
sangkar besi ini ?"
Meskipun Lim Lam adalah puteranya Tiat Pie Sian Ko Si
Bidadari Berlengan Besi, tapi ketika nampak keadaan yang
demikian itu, matanya membelalak, tak dapat ia ber-kata2
karena rasa herannya. Hal-hal yang mereka alami itu memang
makin bertambah mengherankan orang !
Lewat beberapa saat, mendadak Lie Tay Heng berseru
katanya: "Ha ! Ini tak dapat tidak harus dibikin terang !"
Sambil berkata begitu, ia mendekati pintu dan mengamatamatinya dengan teliti dan cermatnya.
Sampai disini Lim Lam jadi merasa gegetun sudah telanjur
bercampur rasa takut. Nampak bahwa Lie Tay Heng jalan
mendekati pintu, maka terlepaslah serunya: "Lopek !"
Lie Tay Heng menoleh kebelakang dan menanya: "Sieheng, ada apa ?"
Jawab Lim Lam katanya: "Lopek, kini kita akan mengetahui
apa yang tersembunyi di dalam kamar, soal-nya malah kecil
sekali, yang menjadi soal pokok ialah, bagaimana tanggung
jawabnya, bilamana ibu pulang ?"Lie Tay Heng berdehem be-runtun2, kemudian berkata :
"Hal ini mudah saja, membohong kepadanya pun dapat
............ Nah, ada ide !"
"Ide apakah ?" tanya Lim Lam
Lie Tay Heng berkata: "Pat Pie Lo Han Teng Khong Jin
yang bergelar Lohan yang berlengan delapan, tiada banyak
muridnya. Lagi pula setelah ia berusia setengah tua, tak
terkecuali yang baik maupun yang buruk, kesemuanya diusir
dari rumah perguruannya. Pat Pie Lo-han bukan saja paham
akan membuat senjata rahasia, pun pula sangat luas
pengetahuannya tentang pesawat2 rahasia. Diantara
murid2nya, yang dapat melebihi paham dari gurunya itu
hanya seorang ............"
Mendengar akan penuturan ayahnya itu, Lie Kie segera
menyeletuk katanya: "Ayah, bukankah orang itu Hwat Louw
Pan Lo Gek namanya ?"
Lim Lam pun mengeluarkan seruan "Oh !", kiranya iapun
pernah mendengar akan nama orang ini.
Lie Tay Heng menyawab:, "Benar !"
Lim Lam meneruskan katanya: "Meskipun demikian, apakah
gunanya akan dia ?"
Lie Tay Heng berkata: "Jika ia berada disini bukan saja
memudahkan kita dapat memasuki kamar ini, dan juga
dengan mudah kita dapat meninggalkan kamar dengan tiada
meninggalkan bekas apa2 !"
Mendengar akan hal itu, Lim Lam jadi riang sekali, katanya:
"Dimanakah Si Louw Pan Hidup itu sekarang berada ?"
Lie Tay Heng berkata: "Menurut cerita orang, ia berdiam di
kota Siang Yang. Kota itu jaraknya dari sini tidak terlampau
jauh, tak usah dua hari perjalanan sudah dapat tiba kembali di
sini. Esok pagi2 aku segera berangkat kesana, malam ini
cukup begini saja."Lim Lam mengantarkan mereka berdua, kemudian iapun
kembali kekamarnya untuk beristirahat. Tapi bagaimana pun
ia tak dapat memejamkan matanya, ia berbolak-balik, balik
sana balik kesini, tapi senantiasa tidak dapat tidur.
Begitulah dengan susah payah ia dapat menantikan sampai
fajar menyingsing, dengan sembarang ia makan sedikit barang
makanan, ia pun lantas meninggalkan rumahnya.
Lewat hutan bambu itu tidak jauh sudah tiba di jalan besar.
Ujung jalan besar itu terletak rumah tinggal Kim Lian Cie Lie
Tay Heng berdua puterinya.
Pagi hari di jalan tiada orang satupun, di tambah pula Lim
Lam yang sangat ter-buru2, maka digunakannya ilmu
mengentengkan tubuh untuk berjalan cepat, Yang Cu Sam
Tiauw Sui atau burung walet tiga kali menyambar air, tiga kali
naik dan turun maka tibalah sudah ia di ambang pintu
keluarga Lie Tay Heng, sambil berseru katanya: "Apa Lopek
ada dirumah ?"
Terdengarlah suara lagu yang empuk menyahutinya: "Hari
sebelum fajar ayah sudah berangkat, masuklah kau ke dalam
!"
"Mengapa kau tak juga membuka pintu ? Apakah kau
menghendaki aku menjadi tamu yang melangkahi pagar ?"
kata Si Lim Lam. Dengan dikeluarkannya kata2: "melangkahi
pagar" ini, mendadak ia jadi merasa jengah sendiri.
Maka terdengarlah suara orang membuka pintu, pada
wayahnya walaupun rupanya orang mengambek, tapi
sebaliknya tak dapat ia ber-kata2.
Segera suara tawa tertahan keluar dari mulut si manis itu,
di sambung dengan katanya: "Angsa tolol, masih juga kau tak
mau masuk ke dalam ?"
Makin merah wajah Lim Lam nampaknya, terpaksa sambil
tersenyum bercampur jengah ia berkata: "Entah mengapasemalam suntuk aku tak dapat tidur", sambil berkata begitu ia
masuk kedalam.
Lie Kie pun berkata: "Siapapun tak dapat tidur, aku
bersama ayah semalam suntuk me-nebak2, dan menerka, tak
dapat juga kami mengetahui apa kiranya yang berada di
dalam kamar itu. Eh, mengapa selama beberapa tahun kau
tinggal dalam rumah itu, kau tidak ketahui juga bahwa kamar
ibumu itu terbuat dari besi ?"
Lim Lam menjawab: "Kamar bagian luar dikapuri dengan
kapur putih, akupun belum pernah memasuki kamar itu,
bagaimana aku dapat mengetahuinya ?"
Lie Kie tersenyum seraya katanya: "Nampaknya sangat
logis kata2mu ini !"
Senyumnya itu sangat menarik sehingga tergeraklah hati
Lim Lam, dan berkatalah ia: "Adik Lie, kelak kau paham
mempelajari ilmu silat Cit So Kiam Hoat (ilmu pedang tujuh
tambang) dan aku paham mempelajari senjata biji teratai
emas, kita berdua bersama menjelajah dunia Kang-ouw."
Wajah muka Lie Kie berubah ke merah2an dan berkatalah
ia: "Masih kau membicarakan urusan hal kemudian hari,
belum tahu lagi, kalau kakakmu yang ketiga tahun ini tidak
kembali, lain tahun kau harus mengantar ibumu pergi,
dikuatirkan kau juga seperti perkedel daging di sambitkan
kemulut anjing, ada pergi tiada kembali."
Lim Lam berkata: "Jangan melantur ! Belajar dengan
sembunyi2 senantiasa tidak enak rasanya, mulai hari ini, pagi
hari ku ajarkan kau ilmu pedang, sore hari kau ajarkan aku
Kim Lian Cie, kau setuju atau tidak ?"
"Baiklah !" jawabnya Lie Kie.
Rupanya mereka semenjak berkenalan sudah saling
mengajarkah ilmu kepandaian leluhurnya satu kepada lainnya.Demikianlah dua hari telah lampau. Keesokan sore hari-nya
tengah mereka berlatih ilmu silat, terdengarlah oleh mereka
suara derap kaki kuda mendatangi.
Dibukanya pintu, maka tertampaklah Lie Tay Heng bersama
seorang yang berusia kira2 lima puluh tahun sudah turun dari
tunggangannya.
Lim Lam merasa bahwa roman orang itu tidak asing
baginya. Dan orang itu tersenyum terhadap-nya seraya
berkata: "Apakah kau Si anak keempat ? Ah sudah begini
besar!"
Lie Tay Heng berkata: "Lo Heng masuklah beristirahat
sebentar, nanti baru kita bercakap2 lagi. Sie-heng, keadaan
justru kebetulan sekali, rumah ibumu itu justru Lo Heng yang
membangunnya !" Demi kata2 ini Lim Lam baru teringat
bahwa setelah rumah itu selesai di bangun barulah ia dengan
ibu dan kakak2nya pindah tinggal disitu.
Ia teringat pernah melihat orang itu berada di rumah nenek
luarnya. Maka ia bersama Lie Kie lalu memberi hormat
terhadapnya selaku orang tingkatan muda.
Si Louw Pan Hidup itu berkata: "Hal hilangnya Lim Heng,
aku pun tidak mengetahui seluk-beluknya. Sewaktu Suci
meminta aku membangun rumah itu, karena aku tahu
tabiatnya, maka bagaimanapun aku tak berani menanyanya.
Menurut penuturannya Lie Heng, setelah paku tiga persegi
sudah meleset maka pintu itu menutup sendiri, inilah memang
sudah semestinya begitu. Jika hendak dibuka kembali pun
tidak sukar, hanya setelah itu aku harap kelak jangan
mengatakan bahwa ini perbuatanku !"
Lie Tay Heng berkata: "Mengenai ini Lo Heng boleh
tetapkan hatimu."
Lo Gek berkata: "Malam panjang banyak bermimpi, maka
sebaiknya sekarang saja kita pergi kesana !"Begitulah mereka berempat ber-sama2 meninggalkan
rumah keluarga Lie menuju kerumah Lim Lam. Lo Gek
berjalan didepan, dibukanya pintu pagar, tiga orang lainnya
mengikutinya dari belakang, dan terus menuju sampai di
sekitar pintu besi itu.
Lo Gek mengambil beberapa pahat dari kantong kulit yang
terikat di pinggangnya, ia mem-buka2 dari celah2 pintu untuk
herannya berkata: "Eh, mengapa tidak juga terbuka ?"
Ketiga orang lainnya jadi bergelisah semuanya.
"Kiranya Suci tidak sepenuhnya mempercayai aku, ia
menambahkan sendiri suatu pesawat rahasia." Menerangkan
Lo Gek sambil berkata begitu, ia mengutik-ngutik keatas dan
kebawah untuk beberapa saat lamanya.
Hari makin menggelap, dipasangnya obor oleh Lim Lam
untuk meneranginya. Kira2 lagi lewat setengah jam, air peluh
memenuhi kepala Lo Gek, tengah hendak meletakkan
pahatnya, tiba2 terdengar suara " Krek " dan pintu besi itu
perlahan2 terbuka sendirinya.
Lo Gek buru2 berkelit kesamping seraa berkata: "Hati-hatil
ah !"
Lie Tay Heng bertiga mengerti apa maksudnya, maka
segera merekapun berkelit masing2 kesamping. Pintu telah
terbuka lebar, tetapi tidak ada senjata rahasia menyambar,
Lim Lam tak sabar menanti, dengan terang-nya obor ia
menengok kedalam.
Akan tetapi segera juga ia menjadi kaget dan seluruh
badannya lemas, mulutnya ternganga, lidahnya membeku,
sepatah katapun tak dapat ia mengatakannya.Lie Tay Heng bertiga lainnya ikut menengok kedalam, juga
semuanya terkesima. Lo Gek paling waspada, dengan tidak
membalikkan tubuhnya ia menotolkan kakinya melompat
mundur hingga sepuluh kaki lebih, setelah mana ia memutar
badannya segera lari tunggang langgang, Lie Kie menyandar
kepada ayahnya, kedua mata-nya membelalak lebar2,
mengawasi Lim Lam yang lengan-nya gemetaran, sinar obor
di tangannya pun ber-goyang2.
Mengingat akan ilmu kepandaian Hwat Louw Pan Lo Gek
yang tidak dapat di bilang biasa saja, telah terlintang-pukang
lari bukanmain kagetnya, apa lagi Lim Lam dan Lie Kie, terlebih2 lagi ketakutannya.Diantara beberapa orang ini, masih terhitung Kim Lian Cie
Lie Tay Heng yang pengalaman serta nyalinya jauh lebih
besar, maka setelah kaget untuk sesaat, karena ia kuatir akan
terjadi sesuatu atas diri Lie Kie dan Lim Lam, maka kedua
lengannya memanjang, di jambaknya belakang baju kedua
pemuda pemudi itu, berbareng dengan itu ia melompat ke
belakang kira2 tiga kaki jauhnya dan berlindung di sudut
tembok. Baru sesudah itu ia dapat berkata:
"Tiat Pie Sian Ko Si Bidadari Berlengan Besi, aku si orang
tua bangka tidak mengetahui bahwa kau berada didalam
rumah, aku telah berlaku sembrono. Kuharap kau suka
memaafkan akan kesalahanku ini !"
Kiranya sewaktu Lim Lam memegang obor menyuluhi
kedalam kamar itu, nampak di dalam sinar obor yang bergoyang2 itu, ibunya yaitu Tiat Pie Sian Ko Teng le, tengah
berdiri di daiam kamar, dengan kepalanya di kerudungi kain
hitam, tubuhnya mengenakan baju hitam, serupa dengan
dandanannya sewaktu ia meninggalkan rumah, memandang
dengan sinar matanya orang marah!
Lim Lam berani melanggar perintah ibunya, masuk kamar
untuk mencuri lihat keadaannya, ini semua di sebabkan ibunya
tiada di rumah. Dan sekarang diluar dugaan-nya, ibunya ada
di dalam kamar, maka siapakah jang tidak ketakutan hingga
menjadi lemas tak berdaya ? Si Louw Pan Hidup memangnya
sudah mempunyai rasa takut terhadap kakak seperguruannya,
maka begitu nampak wajah suci-nya, se-akan2 di telapak
kakinya di polesi minyak begitu licinnya, lari jauh2 paling
selamat.
Lie Tay Heng pun merasa soalnya sukar di bereskan, maka
baru menyeret kedua orang pemuda-pemudi itu kepinggir. Ia
benar2 tahu akan tabiat Tiat Pie Sian Ko, dengan
perkataannya tadi, akan tidak ada gunanya sama sekali.
Mengingat akan nama dan pengaruh yang besar dari Twat
Beng Tui Hun Cit So Kiam (yaitu Si pedang bertambang tujuhyang merampas jiwa mengejar roh) Lim Pek Sin suami-isteri,
maka di dalam hatinya pun dak-dik-duk naik turun tidak dapat
di tenangkannya. Tetapi ia mengetahui bahwa ia tak akan
dapat berbuat seperti apa yang diperbuat oleh Lo Gek, artinya
ia tidak boleh pergi begitu saja.
Ber-turut2 Lie Tay Heng mengulangi apa yang dikatakan
tadi sampai dua kali, tetapi Tiat Pie Sian Ko yang berada
didalam kamar itu, sama sekali tidak menyawabnya.


Rahasia Bukit Iblis Oleh Kauw Tan Seng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sementara itu, Lim Lam semenjak tadi sudah hilang
kecerdasannya karena takutnya, ia bergelisah dan menjejak2kan kakinya seraya berkata: "Ini bagaimana baiknya !
Ini bagaimana baiknya !"
Lie Kie jang nampak keadaan Lim Lam yang demikian itu,
lalu berkata: "Biasanya kau menamakan dirimu sangat cerdik
dan cerdas, mengapa sekarang kau ketakutan sampai begini
rupa ? Kelakuan ibumu begitu sembunyi2 seakan-akan takut
orang mengetahui akan rahasianya. Perasaan ingin tahu, tiap
orang mempunyainya. Andaikan kau membuka pintu secara
paksa untuk menge-tahuinya, paling banyak juga kau hanya
akan digusari, mustahil anak kandung sendiri akan dibunuhnya
?"
Lim Lam hanya menghela napas, tak dapat ia ber-kata2. Ia
memang cerdik dan besar nyalinya, semestinya tak akan
sampai jadi begitu, hanya oleh karena kejadian itu datangnya
demikian mendadak, lagipula dari semula ia sudah bersangsi.
Didalam bergoyangnya sinar obor itu, kedua mata ibunya
mendelik terhadapnya, maka meskipun ia seorang yang cerdik
dan bernyali bagaimana besarpun, menghadapi keadaan jang
serupa ini, karena hatinya sudah mengaku salah, tentulah
pemandangan yang ditampaknya itu membikin hatinya akan
merasa keder. Mendengar perkataan Lie Kie itu, sedikit banyak
ia agak menjadi tenang. Dengan menelan ludahnya ia berkata
dengan suara nyaring: "Ibu, kapan kau telah kembali ?"
Demikian juga sama halnya Lie Tay Heng tadi, beruntun iaberkata beberapa kali, namun tetap dari dalam kamar tiada
penyahutan.
Lie Kie dan Lie Tay Heng ter-heran2, berkatalah mereka
serentak: "Eh, mungkinkah kita silau mata ?"
Lim Lam yang mengenal akan tabiat ibunya berkatalah ia:
"Lie Lopek seorang bisa jadi silau mata, tapi masa kita
berempat semuanya silau mata ? Sewaktu ibu sangat marah,
sedikitpun ia tidak mau mengeluarkan kata2."
Lie Tay Heng tidak bisa berbuat lain daripada menunggu
perubahan gelagatnya.
Obor yang terpegang ditangan Lim Lam, sudah padam
sendirinya waktu ia diseret Lie Tay Heng. Maka kini keadaan
sekitarnya menjadi gelap gulita, dan suasana menjadi sunyisenyap, tak terdengar suara apapun. Benar2 ketiga orang itu
menunggu sampai se-jam lama-nya, masih juga tiada
perubahan apa2, maka berkatalah Lie Tay Heng:
"Kie Jie, sediakanlah Kim Lian Cie, kucoba lihat bagaimana
sebenarnya."
Memang sedari semula Lie Kie terhadap Tiat Pie Sian Ko
Teng Ie sudah tidak berkesan baik, mendengar akan
perkataan ayahnya, maka tahulah ia bahwasa ayahnya
menghendaki, kalau sampai Tiat Pie Sian Ko turun tangan, dan
suatu pertempuran tak dapat dihindarkan lagi, agar supaya ia
membantu ayahnya. Ia semenjak kecil sudah bersama
ayahnya berkelana didunia Kangouw.
Ia mengetahui bahwa pada umumnya, didalam kalangan
Hekto maupun di kalangan Pekto tak ada orang yang tidak
menghormati dan menghargai nama ayahnya. Kini nampak
ayahnya begitu segan terhadap Tiat Pie Sian Ko Teng Ie,
sebagai anak perempuan yang biasanya kurang lapang dada,
dengan sendirinya ia merasa tidak puas, diambilnya
segenggam biji teratai emas untuk berjaga-jaga bilamanaperlu, akan dihamburkannya semua biji teratai emas itu lebih
dahulu, perkara belakangan.
Lim Lam sudah lama bergaul dengan Lie Kie, ia mempunyai
rasa hati2, maka buru2 ia menyodorkan tangan dan
menyentuhnya, seraya berkata dengan berbisik: "Hati2lah adik
Kie terhadap ilmu lengan besi ibuku."
Mulut Lie Kie menjebik seraya berkata: "Bagaimana ?"
Lim Lam berkata: "Ilmu lengan besi bagus sekali akan
memantulkan senjata rahasia, jika kau makin banyak
menghamburkannya, dan ibuku balik menyerang, maka hal itu
akan sukar di jaganya !"
Lie Kie terkejut, akan tetapi ia tidak mau unjuk
kelemahannya, ia hanya mengeluarkan suara hidung, "Hng",
selanjutnya tidak mengatakan apa2 lagi.
Diwaktu mereka berdua ber-cakap2 itu Kim Lian Cie Lie Tay
Heng sudah tampak berdiri, melihat akan ketangkasan
gerakannya itu, yang jarang orang dapat menyamai-nya,
nampak sangat bagus tubuhnya bergerak ke-kanan kekiri,
sikapnya begitu lambat, tapi pada hakekat-nya sangat
cepatnya sukar ada bandingannya, sekejap saja ia sudah
berada diatas rumah, sedikitpun tiada suaranya.
Bergerak ia menotolkan kaki-nya diatas atap rumah, maka
dilain saat, ia sudah turun di lain tempat. Tidak antara lama
kemudian berklebatlah sinar api, maka di ketahuilah bahwa ia
menggunakan tukasan api. Maka menggentinglah rasa hatinya
Lim Lam dan Lie Kie. Tangan Lie Kie memegang kencang2
tangan Lim Lam, dan saling bersandaran menjadi satu. Waktu
yang sesingkat itu, dirasakannya laksana beberapa tahun
lamanya. Lama sekali rasanya baru terdengar suara panggilan
Lie Tay Heng, didalam suara panggilan itu mengandung rasa
yang sangat ter-heran2. Maka terdengar katanya begini:
"Eh ! Kie Jie, Lim Sie-heng, kalian lekaslah datang melihat
!"Mendengar seruan itu, kedua pemuda-pemudi itu menjadi
agak tetap semangatnya. Lie Kie sadar bahwa hampir seluruh
tubuhnya menyandar kepada tubuh Lim Lam, maka tidak
dapat di cegah ia merasa jengah sendiri dan merah wajah
mukanya, seraya mengambek katanya :
"Kalau ayah melihatnya pemandangan kita ini, betapa malu
rasanya ?" Tapi ia lupa bahwa justru ia sendiri yang tadi
mendekatinya.
Dengan terkandung penuh rasa asmara didalam kedua
matanya, Lim Lam menatapnya seraya berkata: "Tuh, Lopek
memanggil kita, entah ada apa ?"
Baru saja habis perkataannya, atau bayangan orang yang
tinggi besar berklebat, Lie Tay Heng sudah jalan kembali
dengan gelak tertawa ia berkata: "Betapa ketakutannya
sehingga kalian ter-bengong2 ? Si Louw Pan Hidup Lo Gek,
didalam kalangan Kang-ouw bukan seorang yang tidak
mempunyai nama harum. Jika Tiat Pie Sian Ko mengetahui
bahwa dengan secara begini ia dapat menyebabkan Lo Gek
lari lintang pukang, maka ia pun dapat membanggakan dirinya
selama hidupnya !"
Lim Lam mengetahui bahwa diantara perkataan itu
menandung suatu sebab, maka segera mengajukan
pertanyaan:
"Apa kata Lo-pek, apakah ibu tiada didalam kamar ?"
Lie Tay Heng menjawab: "Benar begitu, sedikitpun tidak
salah."
Berkatalah Lim Lam tiada kurang sangsinya: "Masakah kita
tadi benar2 silau mata ?"
Lie Tay Heng berkata: "Juga bukan silau mata."
Lie Kie justru menjadi bingung dan tak mengerti akan kata2
ayahnya itu, maka buru2 mengajukan pertanyaan:"Sebenarnya apa yang telah terjadi ?"
"Budak, tabiatmu begini berangasan, hati2 kau jangan
sampai tak dapat mencari rumah mertua !" Jawab sang ayah
dengan gelak ketawanya.
Maka bersemu merahlah wajah mukanya Lie Kie karena
merasa malu, dan berkatalah ia: "Ayah, engkau masih saja
mencari kesenangan dengan menggoda aku!"
Lie Tay Heng masih ber-gelak2, kedua matanya menatap
Lim Lam. Lim Lam terlampau intim (akrap) dengan Lie Kie,
dalam hatinya timbul apa2 yang kurang wajar, maka
pandangan matanya diarahkan kelain jurusan, mulutnya
merapat.
Lie Tay Heng masih tertawa untuk sesaat kemudian baru
berkata: "Kalian ikutlah aku, sedikitpun tak perlu takut."
Setelah mana ia membelok kesudut tembok dengan langkah
lebar.
Lim Lam pandang memandang dengan Lie Kie, ma-sing2
merenungkan kata2 Lie Tay Heng, dan dalam hatinya masing2
ada perasaan manis meresap kedalam, tetapi mengingat akan
halnya Tiat Pie Sian Ko yang berada didalam kamar, tidak
sempat mereka berpikir dengan teliti, maka mereka pun lalu
jalan mengikuti diambang pintu, menyalakan pelita api, dari
sinar pelita api itu, nampak bahwa Tiat Pie Sian Ko Teng Ie,
terang2 masih berdiri disitu dengan matanya yang beringas,
kedua lengannya dibuka se-akan2 hendak menerkam !
Menampak pemandangan itu, Lim Lam berkelit ke-pinggir
diluar kemauannya sendiri, tapi Lie Tay Heng menariknya
berhenti dan berkata: "Jangan takut, itu bukan ibundamu !"
Berkatalah Lim Lam : "Siapakah jika bukan ibuku ?"
"Itulah hanya sebuah patung dari tanah liat", menerangkan
Lie Tay Heng.Lim Lam masih juga merasa sangsi. Tetapi Lie Kie sudah
melangkah masuk kekamar, tangannya meraba dan diluar
kemauannya sendiri ia berseru:
"Benar, patung tanah liat, tapi buatannya demikian bagus
sehingga seperti juga orang hidup."
Lim Lam menghembuskan napas lega, pikirnya ia sendiri
membuka pintu dengan paksa, maksudnya tak lain dan tak
bukan ialah ingin mengetahui rahasia apa yang ada didalam
kamar ibunya, serta hendak mengetahui kemana perginya
ketiga kakaknya. Selain dari itu ia pun hendak mengetahui apa
perkataan Lie Tay Heng dan dimana ayahnya berada.
Setelah mengetahui hanya cuma sebuah patung tanah liat,
maka di nyalakannya obor, dan diperiksanya sekitar keadaan
disitu.
Ia jadi tercengang oleh karenanya, di kiranya semula
bahwa sewaktu Tiat Pie Sian Ko Teng Ie dirumah, kamar ini di
jaga begitu teliti dan cermat, walaupun anak sendiri juga tidak
diperkenankan mendekat, mestinya mengandung banyak
rahasia, tidak tahunya pada hakekatnya kecuali sebuat patung
terbuat dari tanah liat yang begitu bagus se-akan2 orang
hidup, hanya sebuah kamar yang bersih tiada debu sedikitpun
dan kosong melompong tiada barang lainnya.
Ketika orang saling memandang untuk keheranannya. Lie
Kie yang pertama2 membuka mulut: "Apakah arti-nya semua
ini ? Lim Lam, apakah ibumu selamanya tidak tidur ?"
Lie Tay Heng berkata: "Orang yang pandai ilmu silat, di
waktu tidur ada tempat tidur atau tidak, tidak menjadikan
soal. Hanya mengenai ia mengurung diri didalam kamar ini
seorang diri, apakah yang ia kerjakan ? Andaikata ia berlatih
ilmu silat, juga seharusnya membutuhkan istirahat."
Lim Lam sendiri terlebih tidak dapat mengerti akan halnya.
Ia mencoba meng-etok2 dinding dengan jari tangannya,
dinding itu bersuara gemerincing, ia meng-etuk2 seluruhdinding serta lantainya, suaranya serupa saja, maka demikian
dapat dikatakan bahwa kamar itu kosong sama sekali tiada
barang lain2nya.
Lie Tay Heng mengeluarkan suara pelahan, dan berpikir
didalam hatinya: dengan susah payah ia mengerahkan seluruh
tenaga dan pikirannya, dan memerlukan pergi jauh2 minta
pertolongan Si Louw Pan Hidup Lo Gek, siapa nyana
sedikitpun tidak mendapatkan suatu apa yang terahasia.
Menurut pantas dengan kedudukan dan nama-nya didalam
kalangan rimba persilatan, semestinya tak dapat alasan untuk
ia membuka kamar orang lain sewaktu tidak ada penghuninya
didalamnya.
Akan tetapi karena ia telah mengetahui dengan jelas
mengenai perhubungan puterinya dengan Lim Lam, dan Lim
Lam mengatakannya bahwa apabila kakaknya yang ketiga
tahun ini tidak kembali dan menghilang tanpa karena, maka
pada tahun yang akan datang, giliran dialah yang menjadi
tugas mengantar ibunya pergi. Hal ini menyangkut soal
penghidupan puterinya kelak kemudian hari, maka dengan
tidak memperdulikan akan dicela orang, ia terpaksa harus
membuka pintu kamar itu, untuk mengetahui apa yang
tersembunyi didalam-nya.
Sama sekali tidak diduganya bahwa kesudahannya nihil.
Maka dengan menghela napas panjang ia berkata pada Lim
Lam: "Sie-heng, kemana sebenarnya ibumu pergi, dan apa
yang dikerjakannya, hanya ia seorang yang mengetahuinya !"
Lim Lam berkata : "Kiranya tidak akan hanya seorang yang
mengetahui. Aku sudah terlebih dahulu berunding dengan
kakakku yang ketiga."
Lie Kie buru2 menyelak: "Ada siapa lagi ? Mari kita lekas2
menemuinya !""Kakakku yang sulung dan yang kedua. Kini kukira kakakku
yang ketiga pun sudah dapat mengetahuinya. Lain tahun aku
sendiri pun akan mengetahui-nya juga!"
Tak terhingga kegirangan Lie Kie, mendengar akan
keterangan itu. Tengah mereka bertiga berdiri dikamar
dengan termenung dan ingin meninggalkan kamar itu guna
memikirkan lain daya yang harus diambil, mendadak Lie Kie
menunjuk kepada patung itu seraya katanya:
"Eh, apakah itu ?"
Ketika Lie Tay Heng dan Lo Gek memandangnya, kiranya
pada celah2 baju asli yang dikenakan kepada patung itu
nampak terkulai sehelai kertas putih.
Lie Tay Heng segera menghampiri serta dicabut saja kertas
itu, nampak bahwa kertas itu hanya sebesar telapak tangan
dan pinggirnya ada bekas terbakar.
Diketahuilah bahwa semula kertas itu tidak sekecil itu, tapi
karena terbakar dan terbang tertiup angin ber-sama2 abu
kertas dan melekat pada celah2 jahitan baju.
Lim Lam berkata: "Kira2 dua bulan yang lampau, aku
berdua kakakku ketiga sudah merasa curiga atas tingkah laku
ibuku, maka dengan diam2 kami memperhatikan-nya. Pada
suatu pagi, pernah nampak ibu mendukung abu kertas, dan
dihamburkan keudara, setelah mana masih ia memandangnya
untuk beberapa saat, baru ia kembali kedalam kamar !"
Lie Tay Heng berkata: "Kertas ini masih tertampak
tulisannya !"
Bertiga mereka sama melihat, nampak ada tiga deretan
tulisan, tetapi sudah tidak mengandung maksud yang
sempurna, tulisan itu sebagai berikut:
"......... dibawah bukit Mo Gay ......... puluhan
tahun hati ......... tahun sembahyang ......... lima..."masih ada setengah baris tulisan yang telah terbakar
separuh, hanya merupakan huruf Tionghoa "kati", dan
beberapa coretan yang sudah tidak merupakan tulisan pula.
coretan itu bagus sekali bentuknya.
Lie Tay Heng berkata dengan hela-an napasnya:
"Orang mengatakan bahwa Tiat Pie Sian Ko mempunyai
kepandaian ilmu surat berbareng ilmu silat yang sempurna,
sungguh suatu perempuan yang jarang terdapat pada jaman
ini, kebenarannya akan perkataan ini dapat kita percayai-nya
!"


Rahasia Bukit Iblis Oleh Kauw Tan Seng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sebaliknya Lie Kie yang membacanya berulang kali, masih
tidak mengerti apa maksud-nya. Maka diteruskannya sekalian
meneliti keadaan patung itu, setelah diperiksanya seluruh
tubuh patung itu. apapun tidak diketemukan lagi.
Akhirnya Lie Tay Heng berkata: "Nampaknya sudah tiada
apa2 lagi, mari kita pergi !"
Lim Lam berkata : "Apa kita hanya begini saja sudah dapat
pergi ? Jika ibu kembali dan mengetahuinya, apa nanti akan
jadinya ?"
Lie Tay Heng berkata: "Sie-heng legakanlah hatimu. Aku
tentu dapat mencari Si Louw Pan Hidup Lo Gek. Nanti kita
pulihkan keadaannya seperti semula."
Sehabis berkata begitu lalu ia selipkan kembali kertas itu dicelah2 jahitan baju. Ketiga orang itu sudah dapat mengingat
semua huruf2 yang terdapat dikertas itu, mereka diam2
meninggalkan kamar itu, pintunya dirapatkan begitu saja.
Lie Tay Heng berdua anak perempuannya kembali
kerumahnya sendiri, Lim Lam tinggal dikamarnya sendiri,
berbolak-balik tak dapat tidur. Diulangnya tulisan2 diatas
kertas tadi sampai beratus kali, tapi tidak juga dapat menebak
apa arti maksudnya, hingga sampai hari sudah fajar baru ia
dapat tidur. Entah sudah tidur berapa lamanya, tiba2 iarasakan ditelingannya agak gatal, dan agaknya ada orang
disampingnya.
Ia terperanjat, dan hilanglah rasa gatalnya. Ia bangun
sambil melompat, belum juga berdiri tetap, sudah terdengar
suara ketawa yang empuk dan katanya:
"Matahari sudah naik tinggi, masih kau belum bangun dari
tempat tidur, betapa malasnya orang ini !"
Mendengar akan suara itu Lim Lam jadi lega hatinya dan
berkatalah: "Adik Kie, kau benar nakal ! Dan dimana Lo-pek ?"
Dengan menyingkap rambutnya yang bagus Lie Kie
menyawab: "Ayah malam2 juga telah berangkat ke kota Siang
Yang mencari Lo Gek. Karena urusanmu, ia menjadi repot
bukan main, siapa tahu kau enak2 tidur ?"
Lim Lam jadi merah mukanya dan berkata: "Adik Kie,
semalam Lo-pek mengatakan ............."
"Mengatakan apa ?" tanya Lie Kie tak sabaran.
Lim Lam tersenyum tidak menyahut. Lie Kie teringat
perkataan ayahnya semalam yang tidak2, maka disabatkannya tangannya dan lari keluar, Lim Lam mengejar dari
belakang, berdua mereka kejar-mengejar sampai dipinggir
jalan baru Lie Kie tercandak dan dicekal lengannya, berdua
rubuh ditanah kerumput.Ketika itu hari raya Peh Cun baru saja berlalu, justru pada
permulaan musim panas. Lie Kie hanya mengenakan sepotong
baju rangkap kain berwarna hijau. Walaupun sederhana
nampaknya, tetapi tak dapat menutupi keelokannya yang
menggiurkan orang.
Lim Lam tergerak hatinya. Maka berkatalah ia: "Adik Kie
............"
Lie Kie memotong perkataannya sambil balas menyebut:
"Kakak Lam." Diwaktu ada kesempatan mereka beradaberdua, Lie Kie selalu menggunakan sebutan ini memanggil
Lim Lam. Tetapi hari ini sebutan itu pada telinga Lim Lam
didengarnya sangat luar biasa manisnya, ia kesengsam hingga
lupa menyahut. Lie Kie membelalakkan matanya kepada Lim
Lam serta berseru : "Lim Lam!"
Lim Lam tengah termenung, maka terkaget ia karena-nya,
buru2 ia menanya: "Ada apa ?"
Lie Kie berkata: "Beberapa huruf dalam halaman kertas itu
sebenarnya apa maksudnya, apa kau sudah dapat
menerangkannya ?"
Lim Lam berkata: "Belum, dan bagaimana dengan kau ?"
Lie Kie berkata: "Sudah tentu belum. Jika sudah mengerti,
perlu apa aku menanyakannya kepadamu." Setelah berkata
begitu ia lompat bangun, mematahkan sebuah ranting cabang
pohon, ia duduk pada sebuah tonggak dan mencorat-coret
tanah dengan ranting itu.
Lim Lam jalan mendekati, maka nampaklah apa yang
dicoret itu, kiranya Lie Kie ingat bagian2 yang terputus pada
kertas itu, maka di jajarkan-nya tulisan itu menjadi begini:
Dibawah bukit Mogai
Puluhan tahun hati
Tahun sembahyang
Lima Kati.
Lim Lam sendiri tadi malam semalam suntuk, pernah
mengasah otaknya untuk memikirkan bagaimana kiranya yang
dimaksudkan dengan sebelas huruf itu. Maka setelah nampak
tulisan itu ia berkata: "MO GAY nama bukit, artinya dibawah
bukit Mo Gay."
Lie Kie berkata: "Ini sudah selayaknya, dibawah huruf
"puluhan tahun hati" mungkin ada huruf "darah', yang artinya
selama puluhan tahun telah memeras tenaga yangmemerlukan hati pikiran darah dan daging. Ini berarti bahwa
selama puluhan tahun ini ibumu atau ayahmu dibawah bukit
Mo Gay entah berbuat apa yang membutuhkan tenaga pikiran
hati serta membuang darah daging dan keringat."
Lim Lam berkata: "Ini tidak benar, andai kata mereka
berbuat apa2 untuk suatu hal, mengapa ada itu huruf
"sembahyang" ? Apakah ayahku mengalami suatu tangan
jahat dan mendapat bencana sehingga tiap tahun ibuku pergi
menyembahyangi-nya ? Dan kakakku yang sulung dan yang
kedua, kemana pula perginya ? Lagi pula itu huruf "lima" dan
huruf "kati" apa pula artinya ?"
Lie Kie berkata: "Bolehkah kau tak ber-gegas2 semacam ini
?" Setelah mana ia meneruskan coretannya, sehingga dapat
dirangkaikan menjadi maksud yang berikut :
"Dibawah bukit Mo Gay, kami pernah menguras tenaga
yang memerlukan banyak cape hati dan pikiran serta tenaga
yang membutuhkan banyak darah dan daging, menyelesaikan
suatu perkara yang hari sembahyangnya jatuh pada tanggal
lima bulan lima tiap tahun." masih tinggal satu huruf "kati"
belum juga mendapat tempat yang sesuai dalam rangkaian
kata- ?tu, Lim Lam membanyol katanya: "Tulis terus, aku akan
dapat menebaknya !"
Lie Kie dapat mempercayai-nya dan dikiranya sungguh2,
maka ia menengadah seraya menanya : "Apa ? Coba lekas
utarakan !"
Lim Lam menyawab dengan sedikitpun tiada berubah pada
wajah mukanya, seraya katanya: "Masa sembahyang-nya
tanggal lima. Barang sembahyangnya daging babi sepuluh kati
!"
Kakinya Lie Kie menjejak, tangannya mendadak
menggentakkan ranting cabang pohon, dengan cepat ia
menyerang jalan darah Kian Cee Hiat dibagian bahu Lim Lam.Dari siang2 Lim Lam sudah menduga bahwa setelah Lie Kie
mengetahui dirinya diperolok tentu akan turun tangan, maka
ia sudah siap waspada, maka begitu nampak gerakan Lie Kie,
ia segera lompat mundur.
Amarahnya Lie Kie belum juga reda, maka sekali lagi
tangannya mengayun, melesatlah sebuah biji teratai emas,
sehelai sinar kuning emas dibawah sinar matahari meluncur
kearah dimana Lim Lam sedang melompat.
Tubuh Lim Lam sedang berada diangkasa, maka meskipun
ia mengetahui Lie Kie tentu tidak dengan sepenuh tenaga
menyerangnya, tetapi tubuhnya sedang mumbul, tidak leluasa
ia bergerak, jika sampai terkena Kim Lian Cie tentu mendapat
malu, tengah ia mencabut pedang-nya yang panjang guna
menyampok Kim Lian Cie itu, atau mendadak terdengar suara
"S E R !" yang datang dari arah jalan, dan berbareng dengan
itu nampak sehelai sinar hijau beradu dengan Kim Lian Cie
dan ke-dua2nya meluncur jatuh kebawah.
Nampak akan hal itu, Lim Lam jadi terkejut, pikir-nya Kim
Lian Cie itu meskipun ditimpukkan oleh Lie Kie secara main2,
tetapi jalannya sangat pesat, ditambah pula benda ini sangat
kecil bentuknya. Sinar hijau yang datang belakangan itu
kiranya adalah sinar Am Gie sebangsa paku segi-tiga, tapi toh
dapat mengenai dengan tepat dan menyatuhkan Kim Lian Cie,
maka ketepatan akan serangannya, serta iapun berdiri dan
menunjuk-kan roman terkejut dan ke-heran2an. Buru2 ia lari
menghampiri dan berdiri berendeng, akan kemudian
terdengarlah suara tindakan orang keluar dari hutan bambu
dan nampak seorang Hweshio (padri) besar, kakinya
mengenakan kasut dari rumput, jalan menuju kearah mereka.
Lim Lam berdua Lie Kie merasa heran, karena selama mereka
tinggal disitu belum pernah ada orang beribadat berkunjung
ketempatnya. Kiranya ternyata Hweeshio itulah yang tadi
menimpuk jatuh Kim Lian Cie ! Entah siapakah Hweeshio ini,
dan apa maksudnya dia datang kesitu.Tengah kedua orang itu berpikir, Hweeshio itu sudah
mendatangi dengan per-lahan2, sehingga membuatnya orang
terperanjat, kiranya Hweeshio itu tubuhnya besar, tetapi
roman mukanya luar biasa kurus keringnya, se-akan2 hanya
tulang belaka, kedua alisnya sangat jarang dan kuning,
begitupun matanya sangat celong dan kuning kering.
Bentuk badan dengan kepalanya begitu tidak seimbangnya
sehingga tak sedap dipandang. Pikirnya Lim Lam bahwa andai
kata mereka bersua diwaktu malam hari, tentu dikiranya dia
seorang mayat hidup. Berhubung selewatnya hutan bambu
tiada jalan besar, hanya satu jalan kecil yang menuju kerumah
Lim Lam, maka setelah Hweeshio itu melewati hutan bambu,
tidak dapat tidak Lim Lam harus maju menghampiri serta
menegur dengan suara nyaring katanya: "Twa Suhu datang
kesini ada keperluan apa ?"
Hweeshio itu mengambil jalannya sendiri, ia tidak menoleh
juga tidak menyahut, hanya mengawasi beberapa kali kearah
tiga buah rumah petak itu, dengan rupa wayahnya makin
buruk dan aneh nampaknya.
Lim Lam sangat bercuriga dalam hatinya, ia memburu
kesana dengan tangan memegang pegangan pedang seraya
berkata: "Twa Hweeshio hendak mencari siapa?"
Padri itu menoleh kebelakang, biji matanya membalik
keatas. Masih juga ia tidak ber-kata2, tetapi tidak jalan maju
lagi, sebaliknya ia duduk bersila ditanah, tangannya merogoh
kedalam jubahnya, lalu dikeluarkannya sebuah gembreng atau
canang. Setelah mana ia menggunakan palu penabuh canang
itu, lalu memukul-nya tiga kali sehingga menerbitkan suara
tang, tang, tang.
Setelah itu, ia terus memalu canang itu, makin lama makin
cepat, sebentar saja seluruh tempat itu se-akan2 penuh
dengan suara "tang ? tang ? tang" sehingga membisingkan
telinga orang serta membuat risau orang yang mendengarnya.Lie Kie benar2 tidak tahan lagi, dengan marah ia berkata :
"Hei ! Bangsat botak, walaupun minta derma, bukan begini
caranya !"
Sehabis berkata begitu tangannya mengayun, maka tiga
buah Kim Lian Cie melesat ke-arah si padri, nampaknya padri
itu sedikitpun tidak meng-hiraukannya, maka Lim Lam
sebaliknya menjadi risau hatinya, karena menurut pikirannya,
jika padri itu seorang baik2, bukankah itu berarti salah melukai
orang yang tak berdosa ? Tetapi siapa nyana padri itu bukan
main sigapnya, pada waktu Kim Lian Cie sudah hampir
mengenai belakang kepalanya, tahu2 tangan kanannya yang
memegang palu canang itu mengayun kebelakang, maka tiga
buah sinar hijau melesat, dan terdengarlah suara "ting-tingting" tiga kali, dan ketiga buah Kim Lian Cie itu terserang jatuh
semuanya. Kemudian dengan acuh tak acuh padri itu memalu
pula canangnya, sama sekali ia tidak pandang mata kepada
Lie Kie.
Lie Kie makin menganggap bahwa Hweeshio itu bukan
seorang baik2. Ayah Lie Kie yaitu Lie Tay Heng adalah ahli
senjata rahasia yang ternama dikalangan Kangouw (seorang
yang berkelana tidak tentu kediaman-nya).
Lie Kie sendiri walaupun belum mahir sebagaimana
ayahnya, tetapi ia sudah dapat mempelajari tujuh atau
delapan puluh persen cara melepaskan biji teratai emas.
Melihat cara si padri aneh yang dengan mudah saja
membuat jatuh Kim Lian Cie yang di timpukkan oleh Lie Kie,
maka dengan tidak mengingat lagi bahwa ayahnya tidak ada
dirumah, disitu ia hanya berdua Lim Lam, dengan menerbitkan
suara "sret !" tubuhnya memutar, dan berkelebat seutas sinar
kuning jang panjangnya kira2 tiga kaki, nampaknya seperti
pedang tetapi bukan pedang, kiranya adalah rangkaian biji
teratai emas. Inilah salah satu kepandaian istimewa dari Lie
Tay Heng menggunakan senjata dan Am Gie, semua
terkandung dalam rentetan Kim Lian Cie ini, suatu nama tipupukulan yang disebut "Cay Po Kim Lan" (Satu tindak lagi satu
Kim Lian Cie) adalah tipu pukulan yang teristimewa dan luar
biasa hebatnya. Begitu turun tangan, maka pergelangan
tangan Lie Kie menggetar, tenaga dalamnya dikerahkan, maka
tangkaian Kim Lian Cie itu melempang se-akan2 menjadi
ruyung, terus menghantam kearah punggungnya padri itu,
mengarah jalan darah "Cie Yang Hiat".
Lim Lam nampak Lie Kie turun tangan, maka ia pun
mencabut pedangnya hingga menerbitkan suara gemerincing,
sedianya akan melayani musuh. Tetapi melihat bahwa Lie Kie
dengan si padri terang2 tidak kenal, tiada ganjalan atau
mendendam sakit hati, begitu turun tangan sudah menyerang
jalan darah yang mematikan, maka diluar kemauannya sendiri
ia menjerit: "Ah".
Tetapi Lie Kie sebaliknya didalam hatinya sudah
menduganya bahwa serangannya ini pasti tidak akan menemui
sasarannya.
Memang sesungguhnya demikian, padri itu dengan tidak
menoleh atau berpaling, ia mengalihkan canangnya kebagian
punggungnya, ketika Kim Lian Cie Lie Kie menyerang tiba2,
dengan menerbitkan suara "trang" Lie Kie merasakan telapak
tangannya kesemutan.
Ia terkejut lalu lompat melesat tujuh atau delapan kaki
jauhnya.
Lim Lam segera bertanya: "Adik Kie mengapa ?"
Lie Kie mendapat rugi tak dapat mengatakan sebab-nya,
hanya berkata: "Hweeshio ini siluman !"
Waktu itu si padri sudah berdiri, berteriak kearah rumah,
katanya: "Lim Pek Sin, kau memungkiri janji yang sudah
ditetapkan pada enam tahun yang lampau, sebaliknya
menyuruh dua orang anak yang belum hilang bau susunya
untuk merecoki, apa maksudmu ?" Suara kata2nya begitu
tajam dan halus dapat menusuk selaput dalam telinga.Lim Lam berdua Lie Kie menjadi kaget, ini bukan
disebabkan suara tajam dari padri itu, melainkan kata2nya
yang menagih janji pada enam tahun yang lampau.
Menurut penuturan Lie Tay Heng, Cie So Kiam (Perebut
Jiwa Pengejar Roh) Lim Pek Sin semenjak pertemuan Bu Lim
Tay Hwee dipuncak gunung Thay San pada puluhan tahun
yang lampau, ia sudah tidak muncul pula dikalangan
Kangouw, lagi pula tidak diketahui orang kemana perginya ia,
tiada seorang yang pernah bertemu dengannya.


Rahasia Bukit Iblis Oleh Kauw Tan Seng di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Maka jika berdasarkan kata2 Si padri tadi, perjanjian dibuat
pada enam tahun yang lampau, teranglah perkataan ini
menunjukkan, bahwa ia adalah orang satu2nya yang bertemu
dengan Lim Pek Sin setelah ia menghilang.
Lim Lam dan Lie Kie saling pandang-memandang, lalu Lim
Lam per-tama2 yang berkata: "Twa Hweeshio, ayahku
mengapa bermusuhan denganmu pada masa enam tahun
yang telah lampau ?"
Mendengar akan kata2 Lim Lam itu, padri itu mendadak
menoleh. Pada wajah mukanya yang memangnya tidak sedap
dipandang, mendadak berubah rupa penuh kegusaran,
sehingga sangat menakutkan nampaknya.
Dengan memalu canangnya sekali, ia berkata : "Apakah
kau anaknya Lim Pek Sin ? Hutang ayahnya, anak yang bayar,
mencari kaupun sama saja !."
Kedua kakinya melesat sedikit, maka badannya yang
sebesar itu, sudah tergeser seketika itu juga, sedang palu
canangnya menghantam kearah kepala Lim Lam.
Buru2 Lim Lam mengegos kesamping, tetapi tangan padri
itu menekan kebawah, serangan kedua segera sampai, arah
serangan palu canang kini adalah jalan darah "Twa Me Hiat"
bagian pinggang. Umumnya senjata peranti menotok jalan
darah yang lazim digunakan di-kalangan dunia persilatan,
hampir semuanya runcing tajam ujungnya, tetapi pemalucanang itu hanya satu jok (kaki), ujungnya dibalut dengan
kain rombeng, kira2 sebesar kepalan tangan, digunkaan untuk
menotok jalan darah sebenarnya sangat tidak cocok, tetapi
padri itu jitu sekali serangannya kepada sasaran jalan darah.
Kata2nya padri itu, Lim Lam menduga bahwa didalam-nya
pasti mengandung rahasia. Pikirnya jika ditanyakan pasti
dapat diketahui akan tempat tinggal ayahnya, sementara
itupun akan dapat diketahui juga apa sebenarnya rahasia yang
terkandung dalam sepak terjang ibu-nya yang begitu aneh.
Oleh karena memikir demikian, maka Lim Lam tidak ingin
bertempur. Ia beruntun mundur tiga tindak, untuk
menghindari serangan padri itu, dan berseru: "Tahan dulu !"
Padri itu sebaliknya tidak mau ambil peduli lagi, tubuh-nya
mendoyong lalu mengejar.
Canang dan palu diangkat berbareng dengan memalunya
canang itu sekali, setelah mana kedua tangannya memisah,
tangan kirinya yang memegang canang, dari atas turun
kebawah, menyerang bagian bawah Lim Lam dari tiga
jurusan, sedang tangan kanannya yang memegang pemalu
canang menghantam kepala Lim Lam.
Sekarang Lim Lam baru mengetahui bahwa canang si padri
itu, pinggiran-nya sangat tajam. Serangan datangnya begitu
hebat, sehingga memperdengarkan suara deruan angin,
bilamana terkena serangan itu pasti akan kutung paha
kakinya.
Lim Lam sangat terkejut, terpaksa ia lompat menghindarinya lagi. Ia mengetahui bahwa padri itu tentu tidak
hentikan penyerangannya, maka begitu kakinya menginyak
tanah, ia segera mencabut pedangnya yang panjang, dan
membuatnya suatu lingkaran bunga pedang, lalu
dimainkannya ilmu pedang Cit Mo Kiam Hoat. Tubuhnya
melesat kesamping, setelah itu tubuhnya memendek,pedangnya dari bawah menyontek keatas menyerang bagian
perut si padri.
Si padri merangsak sambil menyerang ber-tubi2, dengan
menggerang ia menyabetkan canangnya menangkis pedang,
sehingga menerbitkan suara "trang" satu kali.
Lim Lam tergetar sehingga tangannya kesemutan, hampir
saja pedangnya terlepas dari pegangannya. Terkejut benar2
hatinya, maka ketika nampak Lie Kie sedang memegangi Kim
Lian Cie ditangannya se-akan2 hendak membantuinya, maka
berserulah ia: "Adik Kie, maju bersama !"
Mendengar akan seruan itu maka Lie Kie datang sambil
menerjang dengan Kim Lian Cie-nya. Ia menonjok, memukul,
menusuk, menotol, menghantam ber-ulang2, sehingga hanya
tertampak segumpal sinar emas, membungkus sesosok tubuh
yang cantik, pergi datang bagaikan bayangan saja.
Nampak datangnya bantuan, terbangunlah semangat Lim
Lam, maka digunakannya semua tipu2 pukulan ilmu pedang
Cit So Kiam Hoat.
Lim Lam berdua Lie Kie telah mencobai tenaga-dalam si
padri yang begitu hebat, maka kali ini mereka selalu
menghindari bentrokan senjatanya dengan canang kuning si
padri itu.
Lie Kie memang enteng tubuhnya serta lincah gerakannya,
sebentar2 ia melompat naik dan turun, begitu mendapatkan
lowongan maka Kim Lian Cie-nya segera menyusup.
Lim Lam yang menggunakan pedang panjang, sinar
pedangnya ber-klebat2, ber-kredep2, sebentar2 beralih arah:
Keatas, kebawah, ke-kanan dan kekiri tidak menentu, aneh
tipu pukulannya, inilah ilmu pedang yang bernama Twat Beng
Tui Hun Cit So Kiam, yang membuat nama ayahnya
termasyur. Pedangnya men-yamber2 menerbitkan tujuh buah
sinar pedang, dan padri itu terkurung didalamnya laksanaterbungkus oleh sinar pedang saja. Nama pedang Cit So Kiam
justru terjadi oleh karena ini.
Sebaliknya padri itupun bukannya orang yang lemah.
Canang dan pemalunya ber-ganti2 naik-turun, walau tubuhnya
besar dan gemuk, tetapi gerakannya gesit sekali,
Lim Lam berdua Lie Kie, meskipun tipu pukulannya bagus
dan aneh, namun mereka tidak berani membentur dua buah
senjata padri yang aneh itu, dengan demikian gerakan mereka
tak leluasa, masih untung berdua mereka dapat melawannya
dengan berimbang.
Demikianlah ketiga orang itu ber-putar2 bertempur hingga
lima-enam puluh jurus, masih juga tiada yang kalah atau
menang.
Lim Lam jadi gembira, maka berkatalah ia: "Ayahku hutang
Anak Anak Nakal 1 Will You Marry Me Karya Fatma Sudiastuty Octaviani Elemen Kekosongan 11

Cari Blog Ini