Ceritasilat Novel Online

Bila Tersibak Selimut Duka 1

Bila Tersibak Selimut Duka Karya Fredy S Bagian 1


Kolektor E-Book
Awie Dermawan
PDF D.A.S 3
Bila Tersibak
Selimut
Duka Fredy S.
Penerbit
GULTOM AGENCY 4
BILA TERSIBAK SELIMUT DUKA
Karya: FREDY. S.
Seorang pemuda bernama Andi dari kota
Semarang ke kota Jakarta untuk mencari pekerjaan.
Sebelum berangkat ke Jakarta, baru ibunya
memberitahukan bahwa ia bukanlah anak
kandungnya. Siapa orang tua Andi, ibunya juga tidak
mengetahui, hanya Andi diberitahukan oleh ibu
angkatnya bagaimana dan di mana dirinya
ditemukan dan kemudian dijadikan anak angkat.
Setelah tiba di Jakarta, Andi tinggal di rumah
omnya, famili ibu angkatnya, ia disambut dengan
baik oleh om dan tantenya.
Om dan tantenya mempunyai seorang puteri
bernama Mira dan umurnya baru lima belas tahun,
sedangkan putera om dan tantenya baru berumur
sebelas tahun dan bernama Udin. Secara diam-diam
Mira yang baru berumur lima belas tahun itu jatuh
cinta padanya.
Ketika Andi sedang tujuh keliling mencari
pekerjaan, di luar keinginan hatinya, ia bertemu 5
dengan seorang gadis yang masih sekolah.
Kemudian mereka saling mencintai.
Namun, hal tersebut diketahui oleh orang tua
gadis itu, Andi diajak ke rumah orang tua si gadis
yang bernama Yeni. Orang tua Yeni tidak
menyetujui puteri sulungnya berpacaran dengan
pemuda miskin. Akhirnya Yeni diusir dan disuruh
ikut Andi. Sebelumnya ibu Yeni telah mengetahui
hal tersebut akan terjadi, maka ibu Yeni telah
menyiapkan segala sesuatu.
Setelah diusir, Yeni ikut Andi dan mengontrak
sebuah rumah, meskipun tinggal serumah, mereka
tidak berbuat yang tidak senonoh.
Andi akhirnya mendapat pekerjaan sebagai
pesuruh kantor, sore hari ia masuk kuliah.
Kemudian Andi dipindahkan ke bagian Akunting.
Siapakah orang tua kandung Andi dan cara
bagaimana ia bertemu dengan orang tua
kandungnya?
Bahagiakah adik Yeni menikah dengan anak
orang kaya? Bagaimana dengan Mira? 6
Silahkan anda membaca buku ini! Cukup
menarik dan cukup mengesankan buku ini untuk
anda sekalian.
Hati yang bersih menghasilkan cinta yang
suci, walau berdua tinggal di rumah nan sunyi
kebersihan hati serta kesucian cinta menyibak
selimut duka. Kebahagiaan harus ditebus dengan
duka lara. 7
SATU Sebuah kereta api meluncur dengan pesat
dari kota Semarang menuju Jakarta, semua tempat
duduk penuh dengan penumpang, dari sekian
banyak penumpang terlihatlah seorang pemuda
berpakaian sederhana duduk di pinggir jendela
kereta api tersebut.
Matanya memandang keluar jendela,
keningnya berkerut-kerut, panorama di luar jendela
kereta api menyebabkan ia teringat pada ucapanucapan ibunya.
"Andi, kau sudah cukup dewasa, umurmu
sekarang kalau tidak salah sudah dua puluh tahun,
maka kau harus mencari pengalaman di luar!" ucap
ibunya. "Lebih baik kau ke Jakarta ..."
"Saya tidak mau meninggalkan ibu!" potong
Andi. "Saya ingin menemani ibu!"
"Anak bodoh!" Ibunya tersenyum.
"Bukankah masih ada adikmu yang menemani?"
Ibunya membelai rambut Andi. "Kau harus berjuang
demi masa depanmu!" 8
"Saya berjuang di kota Semarang bukankah
sama?" Andi menatap ibunya. "Kenapa harus ke
kota Jakarta?"
"Sebetulnya kau bukan anak kandung kami!"
Ibunya menghela nafas.
"Apa?" Andi terkejut, ia tidak percaya. "Saya
bukan anak kandung ayah dan ibu?" Mata Andi
berkaca-kaca. "Ibu bohong!"
"Tidak! Aku tidak bohong!" Ibunya menarik
nafas. "Dua puluh tahun yang lalu aku dan ayahmu
tinggal di Jakarta." Tutur ibunya. "Pada Suatu sore,
ketika kami pulang dari rumah famili, melihat
seorang anak lelaki sedang menangis di halaman
rumah, buru-buru kami mendekatinya, jika tidak
salah kau waktu itu baru berumur dua tahun, segera
kami menggendongmu ke dalam rumah, pada saat
itu, ayahmu langsung ingin melapor pada yang
berwajib, tapi saya menahannya ...!"
"Kenapa ibu menahan ayah akan melapor
pada yang berwajib?" Andi membelalakkan
matanya.
"Karena pada waktu itu, kami masih belum
mempunyai anak!" Ibunya menjelaskan. "Aku 9
kawin dengan ayahmu selama tujuh tahun belum
mempunyai anak, maka aku berhasrat untuk
merawat dirimu sebagai anak kami!" Ibunya
berhenti sebentar, kemudian ia baru melanjutkan
tutur katanya. "Ternyata kau membawakan
kebahagiaan untuk kami, tiga tahun kemudian,
diluar dugaanku, aku telah hamil, sehingga kami
bertambah sayang padamu. Setelah adikmu lahir
dan berumur lima tahun, tidak diduga, ayahmu
meninggal dunia karena sakit jantung!" Wanita
setengah tua itu mulai sesunggukan.
"Adik Yanto kini sudah berumur tujuh belas
tahun kan?" Tanya Andi.
"Ya! Adikmu sudah berumur tujuh belas
tahun." Jawab ibunya dengan mata berkaca-kaca.
"Setelah ayahmu meninggal, untungnya
pemerintah masih memberikan jatah gaji ayahmu,
sehingga, kita semua tidak mengalami kesukaran
apa-apa!" Ibunya menatap Andi. "Andi, aku
menyuruhmu ke Jakarta dikarenakan dua hal!"
"Dua hal apa bu?" Tanya Andi tidak mengerti. 10
"Hal pertama supaya kau bisa menemukan
ayah dan ibu kandungmu, hal kedua kau mencari
pekerjaan serta kalau bisa masuk ke Universitas!"
"Dapatkah saya menemukan ayah dan ibu
kandung saya, Bu?" Andi tertawa sedih. "Dan juga
mana mampu saya masuk ke Universitas?" Andi
menghela nafas.
"Kalau sudah mendapat pekerjaan,
kemungkinan besar kau bisa masuk ke Universitas!"
Ibunya menghibur. "Sesudah kau tiba di Jakarta,
sementara waktu kau tinggal di rumah familiku
dulu!" Ibunya memberitahukan alamat familinya
dan dicatat oleh Andi.
"Andi, apakah kau membenci kami?" Ucap
ibunya. "Sebab pada waktu yang lampau kami tidak
melaporkan pada yang berwajib?"
"Tidak! Malah saya berterimakasih pada ayah
dan ibu yang telah membesarkan diri saya. sehingga
saya tumbuh menjadi dewasa!" Andi menundukkan
kepalanya.
"Sebelum kau berangkat, bawa serta fotomu
yang masih kecil, siapa tahu ada manfaatnya 11
untukmu!" Ibunya tersenyum. "Di punggungmu
terdapat sebuah tanda ...!"
"Tanda apa bu?"
"Tahi lalat hitam sebesar kelereng!"
"Di sebelah mana tanda tersebut?"
"Di sebelah kanan!"
"Kenapa saya tidak tahu?" Andi berusaha
merabanya.
"Kau tidak bisa melihatnya." Ibunya
tersenyum. "Apa lagi merasanya." Ibunya berkata
sungguh-sungguh. "Tanda tersebut adalah ciri khas
dirimu, mungkin bisa dijadikan tanda pengenalmu."
"Mudah-mudahan demikian adanya!" Andi
memanggut.
"Kalau Tuhan Yang Maha Esa ingin
mempertemukan hambaNya. tidaklah sulit!" Ucap
ibunya "Doaku menyertaimu!"
"Terimakasih, bu!"
"Oh ya! Jangan lupa mengirimkan surat
untukku serta adikmu!" Ibunya berkata: "Bekal
ongkosmu telah kusediakan." 12
"Terimakasih, bu."
"Andi, setelah kau tiba di Jakarta, kau boleh
bergaul dengan orang-orang dari segala lapisan
masyarakat." Ibunya memberi nasihat. "Jika yang
benar dan baik, bisa memberi contoh bagimu!
Seandainya jahat dan jelek, dijadikan suatu
pengalaman." Ibunya menatap anaknya. "Jika kau
mengenal kejahatan, berarti kau tidak akan
terjerumus. Ingat! Jangan kau merugikan orang lain
jikalau dirimu tidak ingin dirugikan, disamping itu,
jangan terlalu memikirkan kepentingan diri sendiri,
berpikirlah terlebih dahulu sebelum berbuat
sesuatu!"
"Ya! Bu!" Andi mengangguk.
"Jangan terpengaruh oleh sesuatu demi
ambisi dirimu, hal tersebut akan membahayakan
dirimu. Ingatlah! Yang Maha Kuasa tidak
mengizinkan hamba Nya berbuat sesuatu yang tak
halal serta sesuatu yang berdosa!" Ibunya
memperingatinya.
"Ya, bu." Andi mengangguk lagi, ia sangat
berterimakasih pada ibunya, walau hanya
merupakan ibu angkat yang baru ia ketahui, budi 13
kebaikan dan kasih sayang yang dicurahkan oleh
ayah ibu angkatnya tak terlupakan oleh Andi, di
dalam hati kecil, ia tetap menganggap ayah dan ibu
angkatnya adalah ayah dan ibu kandung sendiri, apa
lagi terhadap adiknya yang bernama Yanto, ia
sangat menyayanginya.
"Oh ya! Setelah kau tiba di rumah familiku,
kau panggil saja mereka sebagai om dan tante!
Ommu bernama Hasono!" kata ibunya.
"Baik, bu!"
"Andi, kau berkemas sekarang, besok pagi
kau boleh berangkat!"
"Ya! Bu!" Andi siap masuk ke dalam
kamarnya, Mendadak ia berkata: "Bu, haruskah
saya berangkat besok?"
"Ya, besok kau harus berangkat!" Wajah
ibunya agak murung, namun, ia menguatkan
hatinya, dikarenakan ia harus mementingkan masa
depan anak angkatnya. "Semoga kau akan
mendapat pekerjaan yang baik serta semoga kau
akan bertemu dengan ayah dan ibu kandungmu!"
"Mudah-mudahan, bu !" Andi masuk ke
dalam kamarnya. 14
Keesokan paginya, Andi berpamitan dengan
ibunya serta adiknya, suasana di saat itu cukup
mengharukan dan mengesankan hati Andi, ia masih
ingat nasihat ibunya.
"Berjuanglah demi masa depanmu dan
jangan sekali-kali kau berbuat hal-hal yang
bertentangan dengan hukum!"
"Ya, bu!"
"Kak Andi, kalau sudah berhasil nanti jangan
lupa ajak saya jalan-jalan ke kota Jakarta, ya?"
"Aku tidak akan lupa, Yanto!" Ia merangkul
adiknya yang masih kekanak-kanakkan.
Andi mengenang terus mengikuti luncuran
kereta api yang mulai memasuki kota Jakarta.
Setelah turun dari kereta api serta keluar dari
stasiun, Andi menarik nafas lega, ia melirik ke sana
ke mari sambil menikmati keindahan Jakarta kota
Metropolitan. Sebelah tangannya menjinjing
sebuah koper tua. Mendadak ia menggapaikan
tangannya, lantas sebuah taxi berhenti di
hadapannya. Kepala sopir taxi diulurkan keluar
seraya bertanya: 15
"Mau ke mana?"
"Apakah bapak mengetahui alamat ini?"
Tanya Andi sambil mengeluarkan catatan alamat
omnya.
"Oh! Tahu, silahkan naik!"
"Terimakasih, pak!" Andi membuka pintu
mobil, setelah berada di dalam mobil taxi tersebut,
ia menaruhkan kopernya di tempat duduk
belakang.
"Kau dari mana?" Tanya sang sopir.
"Dari Semarang, pak!"
"Sudah berapa kali datang ke Jakarta?"
"Baru pertama kali!"


Bila Tersibak Selimut Duka Karya Fredy S di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalau demikian, kau harus hati-hati!" Pesan
sang sopir. "Sebab di kota ini banyak pencopet serta
penodongan!"
"Terimakasih atas peringatan bapak!" Ucap
Andi sopan.
Mata Andi memandang keluar, ia
menyaksikan taman yang indah serta gedung yang 16
bertingkat-tingkat dan mendengar kebisingan
luncuran mobil-mobil di jalanan.
Tak lama kemudian, tiba di alamat omnya,
setelah membayar ongkos taxi, langsung ia
menjinjing koper tuanya masuk ke dalam sebuah
gang, ia bertanya terus tempat tinggal omnya pada
orang-orang, hingga akhirnya tibalah ia di rumah
omnya.
Rumah yang dicarinya itu sangat sederhana,
tapi bersih, terdapat sedikit pekarangan dan
ditanam beberapa macam bunga.
Seorang wanita setengah tua membukakan
pintu, setelah Andi mengetuk pintu rumah
beberapa kali.
"Mau cari siapa?"
"Maaf, tante!" Ucap Andi. "Apakah di sini
rumah Om Hasono?"
"Benar!" Jawab wanita setengah tua itu.
Kemudian ia bertanya dengan perasaan heran. "Kau
siapa!" Wanita setengah tua tersebut melirik ke
arah koper tua Andi. 17
"Saya bernama Andi sedangkan nama ayah
saya adalah Suwandi ...!"
"Oh! Kiranya anak pak Suwandi, silahkan
masuk!"
Andi masuk ke dalam rumah, ia dipersilahkan
duduk. Kopernya ditaruh dekat tempat duduknya,
ia melirik sebentar ke sekitar ruangan tamu.
Di dalam ruangan tamu tersebut terdapat
sebuah tivi serta sebuah lemari pajangan, tidak
begitu besar dan sederhana ruangan tersebut,
mungkin inilah yang disebut ruangan tamu. Pikir
Andi di dalam hati.
Wanita setengah tua menyediakan minuman
seraya berkata:
"Silaukan minum!"
"Terimakasih tante!"
"Apa kabar dengan ayah ibumu?" Tanya
wanita tersebut. Ia memakai gaun biasa.
"Ayah saya sudah lama meninggal,
sedangkan ibu saya sehat-sehat saja!" Jawab Andi. 18
"Apa? Pak Suwandi telah meninggal dunia?
Kenapa kami tidak tahu sama sekali!" Wanita
tersebut menarik nafas. "Aku adalah isteri ommu!"
Wanita itu memperkenalkan diri.
Dengan cepat Andi bersalam sujud pada
tantenya, setelah itu, ia baru duduk kembali.
"Om kapan baru pulang?" Tanya Andi.
"Tidak tentu!" Jawab tantenya. "Kadangkadang sore dan sering juga pulang malam."
Andi menatap tantenya seolah-olah sedang
bertanya apa sebab omnya sering pulang malam?
"Ommu menarik taxi gelap!" Tantenya
memberi penjelasan. "Maka sering pulang malam!"
"Oh!" Andi baru mengerti.
"Kalau tidak salah kau mempunyai seorang
adik kan?" Tanya tantenya mendadak.
"Ya, tante!" Kemudian Andi bertanya: "Anak
tante ke mana?"
"Sedang pergi!" Tantenya berkata: "Kami
mempunyai dua anak, seorang anak lelaki dan
seorang anak perempuan, yang lelaki baru berumur 19
sebelas tahun dan yang perempuan sudah berumur
lima belas tahun!"
"Sudah besar juga ya anak tante!" Andi
tersenyum. "Apakah masih sekolah?"
"Masih!" Tantenya menjelaskan. "Yang
perempuan sudah kelas dua Es Em Pe, sedangkan
yang lelaki baru kelas empat Es De!" Tantenya
tersenyum. "Dan kau?"
"Hanya lulusan Es Em A!" Andi menundukkan
kepala.
"Maksudmu datang di Jakarta?"
"Mencari pekerjaan!"
"Mencari pekerjaan?" Tantenya
mengerutkan kening. "Tidak gampang mencari
pekerjaan di Jakarta, apalagi tidak ada koneksi atau
orang yang bersedia mengulurkan tangan masuk
bekerja!" Tantenya menggelengkan kepala.
"Saya akan berusaha sedapat mungkin!"ucap
Andi tegas.
"Mudah-mudahan usahamu akan berhasil!"
Tantenya menarik nafas, kemudian ia berkata: "Jika 20
demikian, sementara waktu kau tinggal di sini saja,
hanya ...!"
"Hanya kenapa? Tante!" Andi merasa
bingung.
"Hanya kau jangan kecewa, terpaksa kau
harus tidur di ruangan tamu, karena tidak ada
kamar lagi!"
"Tidak apa-apa!" Andi tidak merasa
berkeberatan. "Saya mengucapkan banyak-banyak
terimakasih pada tante!"
"Jangan sungkan-sungkan!" Tantenya
tersenyum ramah. "Anggap saja rumah sendiri!"
"Terimakasih!"
"Oh ya! Kopermu dibawa ke dalam kamar
anak-anak saja!" Tantenya mengajak Andi ke kamar
anak-anaknya sangat sempit, sebuah lemari di
sebelah pojok serta sebuah ranjang besi.
Setelah Andi menarahkan kopernya, ia keluar
lagi dan duduk di ruangan tamu.
"Andi, kalau kau ingin istirahat, masuk saja ke
dalam kamar anak-anak, jangan malu-malu!" 21
"Ya, tante!"
"Aku harus membereskan dapur dulu, kau
duduk-duduk saja sambil menunggu ommu
pulang!" Ucap tantenya seraya berjalan ke dalam
dapur.
"Ya, tante!" Andi duduk di ruangan tamu, di
bawah meja terdapat beberapa buah majalah,
diambilnya majalah tersebut, kemudian ia
membaca.
Mendadak ia mendengar suara ketukan
pintu, ia bangkit untuk membukakan pintu, seorang
gadis dan seorang pemuda menatapnya dengan
heran.
"Kak Mira, siapa orang ini? Kenapa ia berada
di dalam ramah kita?" Tanya anak lelaki pada
kakaknya.
"Aku mana tahu!" Jawab Mira sambil masuk
ke dalam ramah, ia langsung ke dapur, "Mama,
siapa yang berada di ruangan tamu?"
"Mira, kau harus panggil kakak Andi padanya,
sebab Andi adalah anak pak Suwandi dari
Semarang!" 22
"Siapa pak Suwandi?" Tanya Mira.
"Pak Suwandi adalah kawan baik papamu,
sedangkan isterinya masih ada hubungan famili
denganku, hanya sayang ...!"
"Kenapa bu?" Mira menatap ibunya sedang
mencuci piring.
"Pak Suwandi telah meninggal!"
"Oh!" Mira memanggut, kemudian ia
berkata: "Ma, saya ke ruangan tamu menemani kak
Andi."
"Baiklah!" Ibunya berkata seraya menaruh
piring-piring ke rak.
Mira berjalan ke ruangan tamu, ia
menyaksikan adiknya Udin, sedang bercanda
dengan Andi.
"Udin, jangan kurang ajar!" Teriaknya.
"Siapa bilang saya kurang ajar," Udin
menoleh ke arah kakaknya. "Saya sedang bercanda
dengan kak Andi!"
"Tidak apa-apa!" Andi tersenyum, ia senang
pada Udin yang jenaka serta ramah. 23
"Kak Andi belum mempunyai pacar?" Tanya
Udin. "Kakak saya Mira sudah besar, kak Andi bisa
pacaran dengan dia!"
"Din!" Bentak Mira dengan wajah merah.
"Jangan ngaco!" Mira duduk di hadapan Andi. Ia
menatap Andi dengan malu-malu. "Kak Andi kapan
tiba?"
"Hari ini!"
"Dari Semarang ya?" Mira bertanya lagi.
"Apakah besar kota Semarang?"
"Tidak sebesar kota Jakarta dan tidak ada
gedung yang tinggi-tinggi."
"Kak Andi datang di Jakarta ini, apakah ingin
mencari pacar?" Tanya Udin nyengir. "Sebab gadisgadis Jakarta terkenal cantik-cantik!"
"Eh! Kecil-kecil masih bau susu! Sudah kenal
pacar," celetuk Mira.
"Kau sendiri bau apa?" Udin melotot. "Bau
ketiak, tahu?"
"Siapa bilang aku bau ketiak?" Mata Mira
sudah merah. 24
"Kalau tidak bau ketiak, kenapa ke manamana harus memakai Deodorant?" Udin tak mau
kalah berdebat dengan kakaknya.
"Itu kan wajar, sebab aku adalah seorang
gadis!" Bentak Mira.
"Gadis ingusan yang sok dewasa!" Sela Udin
sambil tertawa.
"Udin, jangan kurang ajar!" Suara ibunya
yang muncul di ruang tamu.
"Saya tidak kurang ajar, melainkan sedang
bergurau!" Udin meleletkan lidahnya.
"Kakakmu lebih besar, kau tidak boleh
sembarangan berbicara!" Ibunya mengelus rambut
Udin, kemudian ia berkata pada Andi ."Maaf, anakanak memang suka membanyol!" kata tantenya,
sembari tersenyum.
"Tidak apa-apa!" Andi tertawa kecil, ia kagum
pada kecantikan Mira, jika ia sudah dewasa, pasti
sangat menarik dan cantik jelita, pikir Andi.
"Kak Andi sudah mandi?" Tanya Mira.
"Belum!" 25
"Pantas dari tadi saya mencium bau
keringat." Udin tertawa-tawa.
"Hussh!" Ibunya membelalakkan matanya ke
arah Udin.
"Jangan marah kak Andi, biasa, bercanda!"
Sambung Udin.
Andi tersenyum, hatinya girang melihat
kelucuan Udin serta keramahannya.
"Andi, kau ingin mandi?" Tanya ibu Udin.
"Baik, tante!" Andi bangkit dari tempat
duduk.
"Kau membawa handuk?" Tanya tantenya.
"Ada!" Andi masuk ke dalam kamar, dari
dalam kopernya ia mengeluarkan handuk.
"Mira, antar kak Andi ke kamar mandi!"
"Ya, Ma!" Mira dengan sopan mempersilahkan Andi ke kamar mandi sambil tersenyum, ia
heran, kenapa ia sangat senang pada Andi,
perasaannya ingin mendekati Andi terus. Padahal
Mira baru berumur lima belas tahun, apakah ia
sudah mengenal cinta? 26
Setelah Andi masuk ke dalam kamar mandi,
ia lantas ke ruangan tamu dan duduk dekat ibunya.
"Mira, mulai besok kau harus mencuci
pakaian Kak Andi, ya?" Ucap ibunya.
"Ya, ma!" Hatinya merasa senang ketika
ibunya menyuruhnya mencuci pakaian Andi, ia
tersenyum-senyum.
"Mira, kenapa kau tersenyum?"
"Tidak apa-apa, ma!" Wajah Mira agak
merah.
"Mungkin sedang naksir pada kak Andi!"
Celetuk Udin.
"Hussh, Udin, jangan suka omong
sembarangan!" Sergah ibunya yang kemudian
berkata pada Mira. "Mira, kau masih kecil, belum
waktunya memikirkan yang bukan-bukan."
"Kak Mira sudah berumur lima belas tahun,
pantaskan ma, jika pikirannya suka memikirkan
yang sungguh-sungguh!" Udin nyengir.
"Eh! Mulai lagi!" Ibunya melototkan mata. 27
Tiba-tiba pintu rumah terbuka, lelaki
setengah baya sudah pulang, di tangannya
membawa sebuah kantong plastik, entah apa
isinya.
"Papa!" Udin menghampiri ayahnya sambil
menyambut kantong tersebut.
"Papa!" Segera Mira masuk ke dalam, tak
lama kemudian ia keluar lagi sambil membawakan
segelas air minum untuk ayahnya, ia meletakkan di
atas meja.
"Pa, minum!"
"Ya!" Jawab ayahnya seraya duduk, ia
mengulurkan tangan mengambil gelas tersebut,


Bila Tersibak Selimut Duka Karya Fredy S di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemudian ia meneguk isinya beberapa kali.
"Pap," Ucap isterinya. "Anak pak Suwandi ke
mari!"
"Apa? Anak pak Suwandi?"
"Ya!"
"Pak Suwandi yang mana?"
"Pak Suwandi Semarang!" 28
"Oh!" Pak Hasono mengangguk sambil
tersenyum. "Apa kabar dengan mereka?"
"Pak Suwandi sudah lama meninggal dunia
dan isterinya tetap sehat walafiat!"
"Masya Allah! Kenapa kita tidak
mengetahuinya!" Pak Hasono menggelengkankepala. "Isterinya juga tidak memberi kabar pada
kita?" Suara pak Hasono sedih.
"Mungkin terlampau jauh dan tidak sempat
memberi kabar pada kita!"
"Tidak diduga berpisah hampir duapuluh
tahun, hanya mendapat kabar meninggalnya pak
Suwandi!" Pak Hasono menghela nafas. "Ketika pak
Suwandi mendapat tugas ke Semarang, ia masih
kelihatannya gagah, sedangkan Andi masih kecil,
entah sekarang bagaimana Andi?"
"Sudah dewasa dan ganteng serta sopan!"
Isterinya tersenyum.
"Ke mana Andi?" Tanya pak Hasono sambil
melirik ke sana ke mari.
"Sedang mandi!" Jawab Mira tersenyum. 29
"Kau senang kak Andi tinggal di sini?" Tanya
pak Hasono pada puterinya.
"Senang!" Jawab Mira dengan wajah berseriseri.
"Saya juga senang!" Ucap Udin sambil
mengangkat kantong plastik.
"Eh! Udin, kantong plastik itu taruh di meja
makan!"
"Isinya apa sih?" Tanya Udin sambil
melongok ke dalam kantong plastik tersebut.
"Ayam kalasan!"
"Cihui! Siiip!" Teriak Udin. "Nanti kita makan
bersama kak Andi!" Udin berlari-lari ke dapur,
setelah meletakkan kantong plastik itu, ia langsung
ke ruangan tamu. Berdiri di samping ayahnya.
Andi keluar dari kamar mandi, ia terbengong
sebentar setelah menyaksikan seorang lelaki
setengah tua duduk di kursi ruangan tamu bersama
tantenya,
"Nak Andi!" Seru pak Hasono. "Duduk sini!"
"Bapak adalah ...!" 30
"Ommu!" Sahut isteri pak Hasono atau tante
Andi.
"Oh!" Cepat-cepat Andi bersalam sujud pada
pak Hasono. "Om!"
"Andi. kau sudah dewasa serta ganteng!"
Ucap pak Hasono. "Gadis-gadis Jakarta pasti
bergembira menyambut kehadiranmu di kota ini!"
Pak Hasono tersenyum. Mendadak ia menghela
nafas. "Sejak kalian pindah ke Semarang
dikarenakan ayahmu mendapat tugas di sana,
terputuslah kabar berita kalian!"
"Kami mohon maaf!" Ucap Andi. "Tidak lama
kami pindah ke Semarang, sesudah adik saya
berumur lima tahun, mendadak ayah kami
meninggal dunia, gara-gara sakit jantung!"
"Sudah kehendakNya!" Pak Hasono menarik
nafas. Kemudian ia berkata: "Kalau demikian, kau
tinggal di sini saja!"
"Terimakasih, om!"
"Oh ya! Maksudmu datang di Jakarta ini?"
"Ingin mencari pekerjaan, sesudah
mempunyai pekerjaan, saya ingin kuliah!" 31
"Mencari pekerjaan di Jakarta tidak
gampang!" Pak Hasono menggeleng-gelengkan
kepala.
"Saya akan berusaha sedapat mungkin!"
"Bagus! Bersemangat!" Pak Hasono
menepuk-nepuk pundak Andi. "Oh ya! Kau sudah
makan belum?"
"Belum Om!"
"Kalau demikian, kita makan dulu!"
Kemudian pak Hasono berkata pada puterinya.
"Mira! Siapkan hidangan makan!"
"Ya! Pa!" Mira bergegas-gegas berjalan ke
dapur, tak lama kemudian ia ke ruang tamu seraya
berkata: "Pa, ma! Sudah siap!"
"Mari, Andi, kita makan sekalian!"
"Om dan tante makan dulu, saya belakangan
saja!"
"Jangan sungkan-sungkan! Mari!" Pak
Hasono mengajak Andi masuk ke dalam, dengan
gesit Mira menyediakan air teh. 32
Udin melihat terus tingkah-laku kakaknya,
kemudian ia ke ruangan tamu, disusul oleh Mira.
"Udin, kau belum mau makan?"
"Mau sih mau, tapi ...!"
"Tapi, kenapa?" Mira merasa heran. "Kalau
saya makan sekarang, takut ada yang marah!"
"Siapa yang marah?" Mira bertambah heran.
"Kakak!" Udin menuding ke arah Mira sambil
menyengir. "Takut saya menghabiskan makanan,
sehingga kak Andi tidak kebagian!"
"Udin, kau mulai jail lagi, nanti akan kuberitahu pada papa dan mama!" Wajah Mira agak
merah.
Mira berdiri kesima di tempat, ia menatapi
Udin terbengong-bengong, pendengarannya
hampir tidak percaya bahwa ucapan tadi adalah
ucapan Udin.
"Jangan suka melamun, cepat peot!" Udin
tertawa kecil. 33
"Udin! Jangan sembarangan mengoceh!"
Suara ayahnya, tahu-tahu pak Hasano telah berada
di belakang anaknya disusul istrinya serta Andi.
"Mira, Udin, makan!" seru ibu mereka.
Setelah anak-anak masuk ke dalam, mulailah
mereka mengobrol di ruangan tamu, pak Hasono
duduk berdampingan di kursi panjang, sedangkan
Andi duduk di hadapan mereka.
"Sebelumnya kau harus mengenal kota
Jakarta dulu, baru bisa kau mencari pekerjaan!"
Ucap pak Hasono. "Kebetulan besok adalah hari
Minggu, aku akan mengajakmu keliling kota Jakarta
dengan mobil."
"Bukankah saya akan mengganggu om?"
Tanya Andi.
"Tidak apa-apa!" Pak Hasono tersenyum.
"Ajak juga anak-anak!" Sambung isterinya.
"Ya! Kalau demikian, kau ikut juga mam!"
"Aku tidak sempat! Harus mengurusi
rumah!"
"Sehari saja kan?" 34
"Baiklah!" Isteri pak Hasono tersenyum.
Mereka mengobrol cukup lama, kemudian
pak Hasono menyetel tivi, sesudah makan, Udin
langsung menonton tivi dengan asyik, Mira masih
mencuci piring.
"Udin, kau tidak belajar?" Tanya pak Hasono
sesudah duduk di tempatnya.
"Malam Minggu, pa, maklum!" Udin
tersenyum.
"Kalau terdapat pelajaran yang tidak
mengerti, tanyakan saja pada Andi!"
"Ya, pa!"
Sesudah mencuci piring, Mira membersihkan
meja makan, kemudian ia masuk ke dalam
kamarnya untuk mengambil buku pelajarannya.
Ia mulai belajar di meja makan tanpa
menghiraukan acara tivi, tiba-tiba ia mendengar
langkah kaki orang mendekatinya. Maka
tersenyumlah dia.
"Mira, kau sedang belajar?" tanya Andi. 35
"Ya, kak Andi!" Jawab Mira. "Saya sedang
belajar bahasa Inggris!"
"Apakah kau bisa?"
"Sedikit!" Mira menundukkan kepalanya,
Andi duduk berhadapan dengan Mira.
"Kalau kurang mengerti, mungkin saya bisa
membantumu !"
"Kak Andi pintar berbahasa Inggris?" Mira
mendongakkan kepalanya.
"Sedikit!" Jawab Andi tersenyum.
"Who will love to me? Apa artinya kak Andi?"
"Ini bukan pelajaran sekolah," Jawab Andi.
"Kenapa kau bertanya demikian?"
"Saya tahu bukan pelajaran sekolah, tapi
justru saya ingin mengetahui artinya."
"Artinya, siapa yang akan mencintaiku!" Andi
tersenyum.
"Jawabannya apa? Kak Andi?"
"Saya tidak tahu!" Andi tersenyum lagi.
"Betulkah kak Andi tidak tahu?" 36
"Betul!" Jawab Andi sambil mengambil buku
pelajaran Mira, ia bolak-balikkan buku pelajaran
tersebut, kemudian ia meletakkan kembali seraya
berkata: "Mira saya ke ruangan tamu dulu ya?"
"Kenapa cepat betul? Kak Andi !" Entah
kenapa mendadak hati Mira merasa kecewa, ia
sendiri juga tidak tahu kenapa?
"Saya harus menemani orangtuamu!" Andi
tersenyum sambil berlalu.
Malam itu Andi tidur di ruangan tamu, ia
merapikan segala kursi meja dan menggelarkan
tikar. Mira mengambilkan bantal guling serta
selimut, kemudian ia membakar obat nyamuk.
"Terimakasih, Mira!"
Mira tersenyum sambil menatap Andi,
sejenak kemudian ia langsung memutarkan badan
menuju ke kamarnya.
*** Sekeluarga bersama Andi naik mobil taxi
gelap keliling-keliling kota Jakarta.
Isteri pak Hasono duduk di depan, sedangkan
Andi duduk di belakang bersama Mira dan Udin. Tak 37
henti-hentinya mulut Mira memberitahu keadaan
kota Jakarta dengan jari tangannya yang mungil
menunjuk hal-hal yang perlu diketahui oleh Andi.
Setelah puas berkeliling-keliling, mobil
dibelokkan ke jurusan Ancol, tiba di tempat tujuan,
mobil diparkirkan oleh pak Hasono, ia mengajak
Andi serta anak-anak bermain di pantai, pak Hasono
dan isterinya duduk di bawah pohon, sedang Andi
dan Mira serta Udin berkejar-kejaran di pantai
dengan wajah berseri-seri.
"Pap, sungguh akrab mereka itu!" Ucap isteri
pak Hasono.
"Ya! Mam!" Tiba-tiba pak Hasono menghela
nafas. "Entah bagaimana kita membalas budi pak
Suwandi?"
"Ya, aku juga berpikir demikian, kalau dulu
tidak ada pak Suwandi yang mengongkosimu ke
rumah sakit, mungkin ...!"
"Mungkin aku sudah menjadi tulangbelulang!" Sambung pak Hasono. "Maka budi
tersebut harus kita balas pada anaknya."
"Hanya keadaan kita tidak memungkinkan."
Sahut isterinya. 38
"Oh ya! Kenapa kau menyuruhnya tidur di
ruangan tamu?"
"Habis mau tidur di mana?"
"Iya. harus tidur di mana?" pak Hasono
menggelengkan kepala.
"Pap, aku masih bingung."
"Bingung kenapa ?" Pak Hasono menoleh ke
arah isterinya, ia tercenung sejenak.
"Tingkah laku Mira!"
"Ada apa dengan tingkah lakunya?" Pak
Hasono heran.
"Mira sangat girang dan bergembira
kelihatannya!"
"Lumrah," Ucap pak Hasono. "Sebab Mira
jarang berteman dengan lelaki, kini Andi sering
menemaninya, pantas kan hatinya merasa girang
serta gembira."
"Tapi, kelihatannya kurang wajar!"
"Maksudmu mam?" 39
"Mungkinkah Mira yang berumur lima belas
tahun sudah mengenal cinta?"
"Apa? Maksudmu Mira jatuh cinta pada
Andi?" Pak Hasono membelalakkan matanya.
"Mustahil! Mira masih kecil, jangan menyangka
yang bukan-bukan!"
"Seandainya Mira sekarang atau nanti jatuh
cinta pada Andi, bagaimana?" Tanya isterinya.
"Tidak apa-apa, aku juga senang pada Andi!"
"Demikian juga aku, tapi"
"Tapi kenapa?" Pak Hasono bertambah
bingung lagi, ia menatap isterinya dengan mimik
wajah tidak mengerti.
"Andi akan menerjunkan diri ke dalam
kancah masyarakat, di saat itu ia pasti berkenalan


Bila Tersibak Selimut Duka Karya Fredy S di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan gadis-gadis, maka aku kuatir ..."
"Kuatir Mira akan merana, bukan?" Pak
Hasono tersenyum, ia mengeluarkan rokoknya
serta menyundut dengan korek api yang sudah
dinyalakan, ia menghisap rokok tersebut dengan
asyik, sehingga asap-asap rokok mengepul
mengelilingi di atas kepalanya, kemudian ia 40
melanjutkan ucapannya: "Jangan terlalu banyak
berkuatir, urusan ini kita serahkan saja pada Yang
Maha Kuasa!"
"Betul!" Isterinya tersenyum.
"Tuh! Lihatlah! Mam!" Pak Hasono menunjuk
ke arah anak mereka serta Andi, "mereka bertiga
sedang bergandengan tangan dengan mesra!"
"Oh ya! Pap, apakah Andi mengetahui bahwa
dirinya adalah anak angkat pak Suwandi yang sudah
meninggal?"
"Kita tidak usah singgung hal tersebut di
hadapannya!" Pak Hasono menyentik abu
rokoknya. "Mungkin ia tahu dan mungkin juga
belum tahu!"
"Ya! Kita jangan singgung hal tersebut
padanya!" Isterinya setuju.
"Kak Andi," Ucap Mira. "Bagaimana kalau kita
duduk sebentar?"
"Duduk di mana?" Tanya Andi sambil melirik
ke sekitar tempat itu.
"Di situ saja!" Mira menunjuk ke arah pohon. 41
"Baiklah!" Mereka menuju ke arah pohon itu.
"Kak Andi dan kak Mira!" Seru Udin. "Kalian
ingin duduk sebentar ya?"
"Ya!" Jawab Mira.
"Kalau demikian, saya ingin mencari keong
dulu!"
"Baik, tapi jangan jauh-jauh!" Seru Mira di
bawah pohon.
"Beres!" Jawab Udin berlari-lari.
"Kak Andi!" Ucap Mira. "Kelihatannya langit
dan laut selalu berkumpul menjadi satu, tapi ...,
kenyataannya tidaklah demikian!"
"Mira! Kau masih kecil, jangan berpikiran
sedemikian jauh!" Andi menatap Mira sambil
tersenyum simpul. "Kalau kau sudah dewasa,
barulah kau boleh berpikir tentang filsafat
kehidupan dan cinta."
"Apakah saya masih belum dewasa?" Tanya
Mira tersenyum manis.
"Belum!" Andi mengambil sebuah batu kecil
dan melemparnya ke arah laut. 42
"Kapan saya baru dewasa?"
"Tiga tahun atau lima tahun lagi!" Jawab Andi
dengan suara lembut.
"Kalau saya sudah dewasa, apakah kita masih
akan bertemu dan bermain seperti sekarang ini?"
Mira menundukkan kepalanya, entah kenapa
hatinya mendadak menjadi sedih dan berduka.
"Kalau kita masih hidup, pasti akan
bertemu!" Jawab Andi. "Dan kita akan bermain
lebih gembira dari sekarang ini!"
"Apakah benar?" Mira mendongakkan
kepalanya sambil menatap Andi dengan girang.
"Apakah Kak Andi tidak berbohong?"
"Benar dan saya tidak membohong!" Ucap
Andi dengan sungguh-sungguh.
"Terimakasih, kak Andi, kau sungguh baik!"
Mata Mira bercahaya. "Kak Andi ..., maaf, ya, saya
ingin bertanya, boleh?"
"Boleh!" Suara Andi halus.
"Betulkah cinta yang sejati harus setia?"
Tanya Mira. 43
Tercenung hati Andi, ia tidak habis pikir,
kenapa Mira bertanya demikian?
"Mungkin demikian!" Jawab Andi. "Saya
sendiri juga belum pernah bercinta, maka saya tidak
tahu mengenai persoalan itu!"
"Benarkah cinta yang agung harus
berkorban?" Tanya Mira lagi.
"Wah! Saya jadi bertambah tak mengerti!"
Andi nyengir, memang ia tidak tahu, sebab ia belum
pernah pacaran. "Mira, kenapa kau tanyakan soal
cinta?"
"Sebab manusia tidak terluput dari hal
tersebut, maka saya ingin mengetahuinya!" Suara
Mira merdu ibarat kicauan burung di pagi hari.
"Tapi ..., kau belum dewasa, Mira!"
"Tiga tahun atau lima tahun kemudian
bukankah saya akan tumbuh dewasa, secara tidak
langsung saya pasti terlibat atau terlilit oleh urusan
cinta!" Mira menjelaskan. "Maka saya bertanya
sekarang." 44
"Saya tidak berpengalaman dalam hal ini!"
Andi tertawa lebar. "Nanti setelah kau bercinta, kau
akan mengerti sendiri!"
"Mungkinkah saya akan bercinta dengan
orang lain?" Mira seolah-olah bertanya pada diri
sendiri.
"Kenapa tidak mungkin?" Andi menatap ke
arah laut. "Kalau kau sudah dewasa, pasti kau akan
dicintai oleh pria dan kau juga akan mencintai
seseorang pria."
"Kalau sekarang saya menyukai seseorangpria, apakah itu namanya cinta?" Tanya Mira sambil
menatap ke arah laut.
"Mungkin juga!" Andi mengangguk. "Tapi ini
yang dinamakan cinta kanak-kanak!"
"Kenapa disebut cinta kanak-kanak?" Mira
melirik ke arah Andi.
"Sebab cinta tersebut akan berubah setelah
menginjak pada waktu dewasa." Andi tidak tahu
lirikan Mira yang mempesonakan.
"Kalau tidak berubah setelah dewasa hingga
tua?" Tanya Mira secara mendalam. 45
"Aduh!" Andi menggaruk-garuk kepalanya
yang tidak gatal. Sejenak kemudian ia baru
menjawab: "Mungkin ini yang dinamakan kesetiaan
cinta!"
"Kak Andi senang pada kesetiaan cinta?"
Mata Mira memancarkan sinar yang aneh.
"Senang!" Jawab Andi tanpa berpikir lagi.
"Tapi ..., di mana ada gadis yang setia pada
cintanya?" Andi menggeleng-gelengkan kepala.
"Kalau misalnya ada?"
"Mungkin saya tidak kebagian!" Andi tertawa geli.
"Sebabnya?" Mira membelalakkan matanya.
"Sebab saya adalah pemuda yang miskin,
pemuda yang tidak memiliki apa-apa!" Jawab Andi
bernada sedih.
"Kak Andi, janganlah berputus-asa, setiap
manusia mempunyai peruntungan masing-masing,
asal mau bertekad bulat memperjuangkan masa
depan mereka, niscaya akan mencapai prestasi
yang gemilang serta cemerlang!" 46
"Eh! Mira, pikiranmu lebih dewasa dari
umurmu!" Andi terbengong sesaat. "Betulkah kau
baru kelas dua Es Em Pe?"
"Benar!" Jawab Mira segera.
"Heran? Kenapa pikiranmu begitu
mendalam?" Andi membelalakkan matanya, ia
menatap pada Mira seakan tidak percaya, maklum,
Mira baru berumur lima belas tahun.
"Jangan heran, kak Andi!" Mira
menerangkan. "Saya sering berpikir sebelum tidur!"
Mira tersenyum manis, senyumannya akan
menjatuhkan perasaan setiap pemuda seandainya
ia telah dewasa nanti.
"Oh, kiranya demikian!" Andi tersenyum
cerah, tanpa disadarinya, Mira mencuri pandang
senyuman Andi yang sangat memikat hati setiap
gadis. Mendadak Andi berkata: "Mira, sebetulnya
saya bukan anak kandung ayah dan ibu, hanya anak
pungut saja!"
"Apakah benar?" Kaget hati Mira. "Dimana
ayah dan ibu kandung kak Andi?"
"Saya tidak tahu," Andi menggeleng. "Ibu
angkat menyuruh saya berusaha mencari ayah dan 47
ibu kandung saya, namun ..., ke mana saya harus
mencarinya?"
"Kak Andi, jadi manusia jangan terlalu cepat
putus-asa atau putus harapan, berusahalah sekuat
tenaga, saya yakin dan percaya, pada suatu hari kak
Andi akan bertemu dengan ayah dan ibu kandung
kak Andi!"
"Mudah-mudahanlah demikian!" Andi tidak
berani terlalu mengharapkan.
Tiba-tiba Udin berlari-larian menghampiri
mereka seraya berseru:
"Kak Mira, kak Andi, sudah waktunya
pulang!" Suaranya sirna, orangnya pun telah berada
di hadapan Andi dan Mira.
"Baiklah!" Jawab Andi sambil bangkit berdiri,
kemudian ia berjalan duluan diikuti oleh Mira dan
Udin.
Mendadak Udin memperlambat langkah
kakinya serta menarik tangan Mira.
"Kak Mira!" Bisiknya. "Apakah kak Andi
menciummu?" 48
"Eh! Kau sudah gila!" Teriak Mira sambil
mencubit lengan Udin, sehingga Udin menjerit
kesakitan.
"Ada apa Udin?" Tanya Andi kaget, spontan
langkah kakinya berhenti.
"Disengat tawon betina yang gila-gilaan!"
Jawab Udin meringis.
"Di mana sengatannya?" Andi mendekati
Udin.
"Tidak apa-apa! Sudah baik!" Udin tertawa
lucu.
"Mari kita pergi!" Seru Mira.
Pak Hasono dan isterinya tersenyum-scnyum
menyambut kedatangan mereka bertiga,
selanjutnya mereka telah berada di dalam mobil,
pak Hasono meluncurkan mobilnya ke sebuah
restoran Padang, setelah mengisi perut, pulanglah
mereka ke rumah.
Tiba di depan gang, pak Hasono tidak turun
dari mobil, ia hanya menjulurkan kepalanya seraya
berkata pada isterinya. 49
"Mam, kalian pulang dulu, aku masih ingin
mencari muatan!"
"Tidak mau istirahat dulu, pap?" Tanya
isterinya.
"Tidak usah!" Pak Hasono tersenyum,
kemudian ia meluncurkan mobilnya ke pangkalan
taxi gelap.
Tiba di rumah, Andi merasa letih juga, ia
menghempaskan dirinya ke kursi, sedangkan
tantenya langsung ke dapur, Udin entah ke mana?
"Andi!" Ucap isteri pak Hasono. "Mana
pakaian kotormu, Mira ingin mencuci!"
"Terimakasih, tante, tidak usah repot-repot
biar saya akan mencucinya sendiri!"
"Tidak usah!" Isteri pak Hasono tersenyum
ramah. "Biar Mira saja yang mencucinya!"
"Mana boleh?"
"Kenapa tidak boleh? Kak Andi!" Suara Mira
baru keluar dari kamarnya.
"Berikan saja pada Mira!" Tantenya
mendesak. 50
"Baiklah!" Andi terpaksa. Segera ia masuk ke
dalam kamar untuk mengambil, pakaian kotornya.
kemudian dengan perasaan tidak enak ia menyerah
pada Mira.
"Terimakasih Mira!" Ucapnya.
"Tidak usah berterimakasih, kak Andi,
seharusnya!" Dengan cepat Mira berlalu dari
hadapan Andi dan langsung menuju ke kamar
mandi.
*** 51
DUA Tidak terasa waktu berjalan dengan cepat,
Andi tinggal di rumah pak Hasono sudah hampir
sebulan. Boleh dikatakan kota Jakarta telah dihafal
oleh Andi, disamping itu ia sangat berterimakasih
pada kebaikan om dan tantenya, terutama pada
Mira yang selalu mencuci pakaiannya.
Mulailah Andi mencari pekerjaan, hampir
seharian ia masuk toko ke luar toko atau masuk
kantor ke luar kantor, namun, tetap sia-sia dan
hasilnya nihil, malah ia merasa perutnya lapar.
Terpaksa ia singgah di sebuah warung nasi di
pinggir jalan, dengan lahap ia menyikat sepiring nasi
serta lauk-pauknya, ditambah lagi dengan segelas
air teh, spontan perutnya menjadi kenyang, tanpa
disadari ia mengusap perutnya sambil membayar
rekening.
Mulai lagi ia berputar-putar hingga tujuh
keliling, tetap saja hasilnya nihil, dengan lesu ia
berjalan sambil menundukkan kepalanya,
kebetulan ia melewati sebuah sekolahan yang
sedang bubar. 52


Bila Tersibak Selimut Duka Karya Fredy S di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Seorang gadis berdiri di pinggir jalan sambil
menunggu kendaraan, tangan kirinya membawa
buku-buku pelajaran.
Andi tidak melihat ke depan, kepalanya tetap
menunduk dan sepatunya menendang batu kerikil.
Dirinya semakin mendekati gadis itu tanpa
disadari oleh Andi, sedangkan gadis itu juga tidak
mengetahui adanya sebuah robot mendekatinya.
Tiba-tiba "Buk!" terjadilah tubrukan maut tubuh
dengan tubuh.
"Aduh!" Gadis itu berteriak dan badannya
sempoyongan serta buku-bukunya berantakan di
pinggir jalan.
"Maaf! Maaf! Saya tidak sengaja!" Buru-buru
Andi membungkukkan badannya untuk memunguti
buku-buku gadis itu, setelah beres, dengan wajah
malu-malu dan perasaan minta maaf, ia
menghampiri gadis itu seraya menyodorkan bukubuku tersebut kepada gadis itu. "Maaf, nona eh!
Saudari, saya tidak sengaja!"
"Bagaimana sih cara anda jalan?" Suaranya
halus serta merdu, ia menatap sejenak ke arah Andi,
perasaan aneh mengusik-ngusik dirinya, mendadak 53
wajahnya memerah. Dengan cepat ia menyambut
buku-bukunya.
"Maaf, nona!" Ucap Andi berdiri terkesima
sambil menatap gadis itu. "Betul-betul bukannya
disengaja!"
"Untung saya yang ditubruk, bagaimana
seandainya mobil yang sedang jalan ditubruk oleh
anda?" Gadis itu mengerling sebentar, kemudian ia
tersenyum.
Senyumannya menggetarkan kalbu Andi,
sehingga sukmanya entah terbang ke mana? Ia
melongo serta ikut tersenyum, wajahnya ganteng
polos, hal tersebut diketahui oleh gadis itu, hatinya
juga agak tertarik pada pemuda yang berada di
hadapannya, walau pakaian pemuda tersebut
berbau keringat.
"Jangan melongo terus, nanti ditubruk mobil
baru tahu rasa!" Ucap gadis itu tersenyum lagi.
"Waduh!" Andi berseru.
"Ada apa?" Gadis itu membelalakkan
matanya.
"Senyuman nona sangat ... sangat menawan hati!" 54
"Eh! Jangan genit!" Hati gadis itu merasa
senang mendengar pujian Andi, apalagi Andi
seorang pemuda ganteng pujaan setiap gadis
remaja.
"Saya berkata sejujurnya!" Kata Andi
meyakinkan
"Eh! Kenapa anda jalan tidak melihat ke
depan, sehingga menubruk saya?" Tanya gadis itu
mendadak.
"Saya sedang kesal!" Jawab Andi.
"Kesal kenapa? Ditinggal pacar?"
"Bukan ditinggal pacar, jangankan pacar,
sedangkan teman wanita masih belum ada yang
berkenan di hati." Jawab Andi sejujurnya. "Saya
kesal hampir seharian keliling-keliling mencari
pekerjaan belum dapat!"
"Oh! Anda sedang mencari pekerjaan dan
belum dapat? Pantas ...!" Gadis itu memanggutmanggut.
"Pantas kenapa?" Andi heran.
"Pantas saya yang ditubruk!" Gadis itu
tertawa kecil. 55
Hati Andi memekar cerah, sehingga wajahnya
memperlihatkan senyumannya yang memikat,
matanya juga ikut bercahaya.
"Sekali lagi saya minta maaf!" Ucap Andi
sungguh-sungguh.
"Tidak usah minta maaf lagi." Tiba-tiba
sekilas pikiran melewati otak gadis itu. "Oh ya!
Bagaimana kalau kita berkenalan?"
"Berkenalan?" Hati Andi berdebar-debar girang.
"Ya!"
"Kenapa anda ingin berkenalan dengan saya?"
"Saya ingin berkenalan disebabkan anda
kelihatannya jujur serta berterus-terang dan sikap
anda wajar, bukan dibikin-bikin!" Kata gadis itu
menerangkan.
Tapi ..., saya merasa malu!"
"Malu dikarenakan kerendahan hati tidaklah
benar!" Ujar gadis itu. "Malu dikarenakan
perbuatan yang salah barulah betul !"
"Kalau demikian berarti kita harus
berkenalan?" Andi masih merasa rendah hati. 56
"Kau keberatan?" Tanya gadis itu bimbang,
berarti keinginan hatinya tidak mau ditolak.
"Baiklah!" Andi mengulurkan tangannya
untuk bersalaman. "Nama saya Andi, umur
duapuluh tahun, tinggal di rumah om, lulusan Es Em
A, belum mendapatkan pekerjaan."
Gadis itu hampir tertawa terpingkal-pingkal
ketika mendengar Andi menyebutkan identitasnya.
"Nama saya Yeni, umur duapuluh tahun pas,
tidak lebih tidak kurang, tinggal bersama orang tua
saya, kelas tiga Es Em A, hampir lulus, tidak ingin
kerja, hanya berkemauan melanjutkan ke
Universitas!" Gadis itu tersenyum manis.
"O ya! Nona ..."
"Jangan sebut nona lagi, kedengarannya,
seperti belum berkenalan!" Potong Yeni yang
berwajah cantik jelita.
"Baiklah! Yeni sedang menunggu
kendaraan?" Tanya Andi sambil melepaskan telapak
tangan, kehangatan tangan Yeni masih terasa oleh
Andi, malah mulai menerobos ke dalam hatinya. 57
"Ya!" Jawab Yeni, hati gadis itu juga
berdebar-debar. "Sebetulnya saya selalu diantarjemput oleh sopir, hanya hari ini. sopir sedang
repot, terpaksa saya menunggu taxi!"
"Kau puteri orang kaya?"
"Kau senang berkenalan dengan puteri
orang, kaya?" Tanya Yeni.
"Tidak!" Seru Andi. "Sebab saya adalah
pemuda miskin, maka saya kuatir tidak memadai
keadaanmu ..., selamat tinggal!" Andi siap
meninggalkan Yeni.
"Jangan pergi dulu!" Buru-buru Yeni
mencegahnya. "Kenapa kau menitik-beratkan
persoalan antara miskin dan kaya?"
"Sebab saya tidak ingin menyaksikan dirimu
ditertawakan oleh teman-temanmu, dari pada
terlanjur, lebih baik anggap saja kita belum pernah
berkenalan!" Hati Andi kecewa disebabkan Yeni
adalah puteri orang kaya.
"Karena sudah terlanjur, maka harus
diteruskan!" Sambung Yeni.
"Saya merasa tak sepadan!" Ucap Andi tegas. 58
"Tidak apa-apa!" Yeni mengangkat bahunya.
"Seandainya kau melangkah pergi, saya akan
berteriak maling atau pencopet, silahkan pergi!"
"Hah! Kenapa harus demikian?" Andi
bersungut-sungut. "Orang tidak jadi berkenalan,
mau dipaksa!"
"Kau yang tidak sportip, sudah berkenalan
ingin membatalkan!" Yeni cemberut dan matanya
melotot.
"Anggap saja kita sedang berbasa-basi, maka..."
"Maka kau terima dan sekarang menolak?"
Tiba-tiba Yeni tersenyum manis. "Yang kaya
kan orangtua saya, sedangkan saya sendiri kan
miskin!"
"Semiskin-miskinnya kau, tetap orangtuamu
kaya!" Andi melangkah.
"Ma ..." Yeni berseru. "Ada ma....!"
Secepat kilat Andi membalikkan badannya
dengan wajah resah, ia menatap Yeni dengan kesal.
"Kalau saya digebuk orang-orang, hatimu
senang ya?" 59
"Mana mungkin hati saya senang!" Yeni
tertawa geli. "Sudahlah! Jangan singgung soal kaya
atau miskin." Mendadak Yeni mendekati Andi
sambil mengulurkan tangannya. "Saya minta
maaf!"
Terpaksa Andi juga mengulurkan tangannya,
terjadilah salaman yang kedua kalinya. Mendadak
Yeni memperlihatkan senyumannya yang menarik,
tanpa disadari, Andi juga ikut tersenyum dan
akhirnya mereka tertawa-tawa seperti orang
blo?on. Lama baru mereka melepaskan tangan
masing-masing.
"Andi!" Ucap Yeni mendadak. "Bagaimana
kita singgah di warung itu," Yeni menunjuk ke arah
seberang jalan. "Sekedar kita minum untuk
menghilangkan dahaga!"
"Jangan!" Ucap Andi dengan cepat.
"Saya yang traktir!" Yeni menarik tangan Andi
untuk menyeberang.
Tiba di warung seberang, mereka duduk di
bangku panjang, Yeni memesan dua botol
minuman, ibu warung menyediakan dua gelas es. 60
Yeni menuangkan minuman itu ke gelas Andi,
setelah itu, ia baru menuangkan ke gelas sendiri
dengan wajah berseri-seri.
"Silahkan minum!" Ucap Yeni ramah.
"Terimakasih!" Andi mengangkat gelasnya
serta meneguk beberapa kali, demikian juga Yeni.
"Andi, bolehkah saya mengetahui
alamatmu?"
"Boleh!" Andi meletakkan gelasnya.
Kemudian ia memberitahukan alamatnya, Yeni juga
tidak mau ketinggalan, dengan cepat ia merobek
selembar kertas tulis, ia menuliskan alamatnya dan
mencatat alamat Andi, alamat Andi disimpannya,
kemudian ia memberikan alamatnya kepada Andi
seraya berkata:
"Inilah alamat saya!"
Andi menyambut dan memasukkan ke dalam
kantong bajunya, kemudian ia berkata: "Terus
terang saja, saya tidak berani ke rumahmu."
"Tidak apa-apa!" Ucap Yeni. "Kalau kau ingin
bertemu dengan saya, datang saja di sekolahan!"
Yeni menunjuk ke arah sekolahannya yang tak jauh 61
dari warung tersebut. "Saya pulang jam setengah
enam dan masuk jam setengah satu," Yeni menatap
Andi tajam-tajam. "Saya harap kau sering-sering
datang di sekolahan saya!"
"Tapi ..., kau kan dijemput oleh sopirmu?"
"Tidak menjadi persoalan!" Yeni
menundukkan kepalanya. Mendadak ia
mendongakkan kepalanya sambil menatap Andi.
"Kalau kau tidak ke sekolahan saya, kemungkinan
saya akan ke rumah ommu!" Ucap Yeni pasti.
"Kenapa kau bersikap demikian?" Andi tidak
habis mengerti.
"Karena kita telah menjadi teman!" Jawab
Yeni tidak malu-malu lagi.
"Bukankah kau banyak sekali teman-teman?"
"Teman biasa banyak, tapi kalau teman akrab
tidak ada!" Yeni tertawa kecil, memang ia berkata
sejujurnya.
"Apakah kau tidak terlalu memaksakan diri?"
"Maksudmu?" Yeni membelalakkan
matanya. 62
"Saya adalah pemuda miskin!" Jawab Andi.
"Mungkin kau akan kecewa!"
"Kecewa dikarenakan kemiskinan seseorang
adalah suatu kesalahan, hidup mengejar
kemewahan akan menjerumuskan diri sendiri."
Ucap Yeni sambil minum. "Bagi saya, yang penting
ialah kebahagiaan dan kerukunan serta penuh
pengertian!"
"Kalau kau sudah menderita kemiskinan,
mungkin kau akan menyesal." Andi tersenyum.
"Penyesalan karena menderita kemiskinan
bukanlah perbuatan yang terpuji, melainkan
mengkhianati kenyataan yang seharusnya dihadapi
dengan ketabahan hati serta kekuatan batin," Ucap
Yeni tanpa mengedipkan matanya. "Penyesalan
disebabkan perbuatan yang salah atau berdosa
barulah terpuji, apalagi bertekad bulat untuk
bertobat!" Mata Yeni bersinar-sinar terang.
"Bagus uraianmu, namun..., benarkah
manusia akan bertobat?" Tanya Andi.
"Sang waktu menunggu!" Jawab Yeni
bersungguh-sungguh.
"Sang waktu menunggu?" Andi tercenung. 63
"Ya! Sang waktu tidak memberi ampun pada
yang tidak mau bertobat, namun, menunggu pada
yang bertekad bulat untuk bertobat!"
"Maksudmu?" Andi tercengang.
"Ingat! Lewatnya sang waktu sangatlah
cepat, bagi yang bertekad bulat untuk bertobat
masih keburu, tapi, bagi yang tidak mau bertobat
berarti mereka akan memikul dosa menghadap
Tuhan Yang Maha Esa!"
"Tepat ucapanmu!" Andi mengacungkan


Bila Tersibak Selimut Duka Karya Fredy S di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jempolnya. Kemudian ia berkata dengan suara
halus. "Yeni, sudah waktunya pulang, saya kuatir
orangtuamu akan gelisah!"
"Baiklah!" Jawab Yeni, kemudian ia berkata
lembut: "Andi, jangan lupa ke sekolahan saya!"
"Ya!"
Demikianlah mereka berpisah, Yeni naik taxi
pulang ke rumahnya, sedangkan Andi naik bajaj.
Tiba di rumah, ia melihat Mira sedang
menyiram bunga, begitu Mira melihat Andi sudah
pulang, hatinya spontan girang. 64
"Kak Andi!" Mira mendekatinya. "Sudah
makan?"
"Belum!"
"Saya sediakan ya?"
"Terimakasih, Mira, tidak usah." Ucap Andi.
"Tidak apa-apa, kak Andi!" Buru-buru Mira
masuk ke dalam rumah dan langsung menuju ke
dapur.
"Mama, kak Andi sudah pulang!"
"Sudah pulang?"
"Ya!"
"Cepat sediakan makan untuk Andi!" Ibunya
sedang membersihkan kamar mandi.
"Ya, ma!" Dengan cepat Mira menyediakan
hidangan makan, setelah beres ia ke ruangan tamu,
tapi Andi tidak berada di ruangan tamu, bergegas
Mira ke pekarangan rumah, Andi sedang berdiri
sembari memandang ke arah tanaman bunga.
"Kak Andi, makan dulu!" Seru Mira sambil
mendekati Andi. 65
"Sungguh indah bunga mawar ini!" Andi
menunjuk ke sekuntum bunga mawar yang
berwarna merah muda.
"Kak Andi senang bunga mawar?" Tanya Mira.
"Senang!" Andi mengelus bunga mawar itu.
"Kalau kak Andi senang, saya akan tanam
bunga mawar lagi!" Mira tersenyum.
"Apakah bunga-bunga di sini Mira yang
merawatnya?"
"Ya!"
"Sungguh telaten Mira merawat bungabunga yang ada di sini!" Andi memuji. Tersipu-sipu
Mira mendengar pujian Andi, wajahnya memerah
dan hatinya merasa girang.
"Kak Andi makan dulu."
"Kau sudah makan?"
"Sudah!"
"Oh ya! Apakah papamu sudah pulang?"
"Belum!" 66
"Kalau demikian, saya akan tunggu papamu
pulang, baru makan."
"Tidak usah ditunggu!" Ucap Mira. "Papa
mungkin malam baru pulang, kak Andi makan saja
dulu."
"Mamamu sudah makan?"
"Sudah! Kak Andi makan saja, semuanya
telah saya sediakan."
"Terimakasih, Mira!" Andi masuk ke dalam
dan langsung menuju ke dapur.
"Tante, makan!" Ucap Andi pada tantenya
yang belum beres membersihkan kamar mandi.
"Aku sudah makan!" Jawab tantenya. "Oh ya!
Bagaimana? Sudah mendapat pekerjaan?"
"Belum tante." Andi mulai makan.
"Memang sulit mendapat pekerjaan,"
Tantenya tetap menyikat kamar mandi. "Tapi,
jangan berputus asa, perlahan-lahan juga bisa
dapat!"
"Ya, tante!" Andi mengunyah sambil
menjawab. 67
Selesai makan, Andi kembali ke ruangan
tamu, ia duduk sambil membaca majalah.
Mira mendekatinya sambil tersenyum.
"Kak Andi sudah makan?" Tanyanya.
"Sudah!"
"Kak Andi sudah mendapat pekerjaan?" Mira
duduk di hadapan Andi, ia menatap Andi dengan
mata bercahaya.
"Belum!" Andi menarik nafas, di saat itu ia
tiba-tiba teringat pada Yeni. "Pekerjaan belum
dapat, malah berkenalan dengan seorang gadis
yang masih sekolah."
"Kak Andi telah berkenalan dengan gadis
yang masih sekolah?" Heran! Hati Mira seperti
diiris-iris setelah mendengar ucapan Andi. "Siapa
nama gadis itu dan cantikkah dia?"
"Namanya Yeni dan dia sangat cantik jelita!".
Jawab Andi tanpa memperhatikan tingkah-laku
Mira.
"Kalau demikian saya memberi selamat pada
kak Andi!" Mira tersenyum sedih, ia menggigit
bibirnya, hal tersebut tidak diperhatikan oleh Andi. 68
"Mudah-mudahan gadis itu akan setia pada kak
Andi!"
"Mira, kami baru berkenalan, bukan sedang
bercinta. Kenapa dia harus setia pada saya?"
"Dia ingin berkenalan dengan kak Andi
berarti dia jatuh cinta, kalau tidak, mana mungkin
dia ingin berkenalan, lagipula wajar kak Andi
dicintai oleh seseorang gadis, sebab kak Andi sangat
baik dan ganteng!"
"Mira, kau masih kecil, tidak seharusnya kau
membicarakan hal tersebut, nanti pelajaranmu
akan terganggu."
"Waktu belajar harus belajar! Kita harus bisa
membedakan waktu, jangan terlalu mendambakan
sesuatu."
"Mira, kenapa kau berpendapat demikian?"
Andi termangu.
"Aku mempunyai pikiran yang sudah dewasa!"
"Demikian juga dengan dirimukan?" Andi
tersenyum sambil menatap ke arah Mira,
mendadak pandangan matanya bentrokan pada
tonjolan di dada Mira. Wah! Mira sudah mulai 69
dewasa, pantas pikirannya agak lain dengan gadisgadis cilik. Pikir Andi sambil tersenyum, buru-buru
ia menatap ke tempat lain. "Mira, kau masih belum
dewasa betul lebih baik jangan terlalu banyak
berpikir hal-hal yang bukan-bukan, saya kuatir kau
akan rusak oleh pikiranmu sendiri!"
"Mungkinkah diri saya telah dewasa? Saya
sendiri juga tidak tahu!" Ucap Mira sambil menatap
ke tempat yang jauh. "Saya tidak berpikiran yang
muluk-muluk, saya selalu berpikir pada urusan yang
benar, maka saya yakin, bahwa diri saya tidak akan
rusak oleh pikiran tersebut."
Andi melongo seperti orang bloon.
"Busyeeet!" Ucapnya di dalam hati. "Gadis apa Mira
ini?" Andi menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Kak Andi, kelas berapa gadis itu?" Tanya
Mira mendadak.
"Kelas tiga Es Em A!"
"Berasal dari keluarga orang kaya?"
"Ya!"
"Sifatnya bagaimana?" 70
"Waduh! Mira!" Andi menggeleng. "Saya
belum mengenal sifat serta wataknya, sebab kami
baru berkenalan."
"Kak Andi, saya harap gadis itu akan setia
selalu pada Kak Andi!" Mendadak Mira
menundukkan kepalanya, ia seolah-olah sedang
memikirkan sesuatu.
"Mira, saya juga harap nanti seandainya kau
sudah dewasa, kau akan menemukan seorang
pemuda yang baik serta ganteng!" Ucap Andi
dengan suara lembut dan sungguh-sungguh.
"Saya tidak mungkin bercinta dengan
pemuda mana pun juga!" Mira mengangkat
kepalanya. Kemudian ia menatap pada Andi dengan
tatapan matanya yang aneh, kebetulan Andi juga
menatap ke arahnya, sehingga tatapan mata
mereka saling bentrok, Andi tersenyum.
"Mira, mana mungkin?"
"Segala sesuatu yang ada di dunia pasti akan
bisa terjadi kemungkinan, termasuk ucapan saya
tadi!" Ucap Mira sungguh-sungguh, la menatap ke
arah Andi tanpa mengedipkan matanya. "Saya 71
harap kak Andi akan mendapatkan kesetiaan cinta
dari gadis itu!"
"Mira, jangan suka menyinggung cinta, kau
masih belum dewasa betul."
"Mudah-mudahan pada suatu hari, kak Andi
akan menyebut saya telah dewasa!"
"Tiga atau lima tahun lagi, saya pasti
menyebutmu telah dewasa!" Andi tersenyum.
"Saya akan menunggu!" Mira bangkit dari
tempat duduk, kemudian ia menuju ke kamarnya, ia
masih sempat melirik ke arah Andi.
*** Malam itu Yeni duduk di halaman rumahnya
yang luas serta dihiasi beraneka macam bunga dan
rerumputan yang menghijau, di sisi sebelah kiri Yeni
terdapat gunung-gunungan.
Mata Yeni menatap terus ke arah tempat
yang jauh, ia tersenyum, seolah-olah di tempat yang
jauh itu terdapat sesuatu yang menggembirakan
hatinya. 72
Memang benar, senyuman Andi yang
simpatik serta menawan hati muncul di tempat
yang jauh itu.
"Yeni, kau sedang melamun apa?" Suara
wanita di belakang Yeni. Yeni terkejut dan ia
menoleh.
"Oh! Mami!" Seru Yeni sambil tersenyum.
"Saya tidak melamun apa-apa!"
"Jangan bohong!" Maminya duduk di
sebelahnya. "Tadi aku melihat kau tersenyumsenyum sendiri, mungkinkah kau sedang
membayangkan wajah pacarmu?" Maminya
tersenyum lembut.
"Darimana datangnya pacar?" Yeni cemberut.
"Jawab saja sendiri." Maminya tetap
tersenyum lembut. "Lebih baik kau berterus-terang,
supaya aku bisa ikut berpikir."
"Tadi sore saya bertemu dengan seorang
pemuda ...!" Yeni menuturkan apa yang terjadi.
"Oh! Kiranya demikian!" maminya
tersenyum, namun, mendadak maminya
mengerutkan kening seraya berkata: "Tidak ada 73
larangan bagimu untuk berkenalan dengan pemuda
itu, tapi, kau kan tahu sifat papimu!" Maminya
menggelengkan kepala.
"Papi tidak senang jika saya bergaul atau
berkenalan dengan pemuda miskin?" Yeni
membelalakkan matanya.
"Ya!"
"Saya mengetahui hal tersebut." Yeni
mengangguk. "Namun salahkah saya, jika
seandainya saya berkenalan dengan pemuda itu?"
"Kau tidak bersalah, tapi, adat papimu kan
kau tahu sendiri." Maminya menghela nafas. "Papi
mu tidak mau mempunyai mantu orang miskin, hal
tersebut kau harus perhatikan."
"Ya!" Yeni menundukkan kepala. "Oh ya!
Mami, Rani sudah pulang belum?"
"Belum!" Maminya menarik nafas. "Adikmu
sering ke rumah temannya," Maminya menggelenggelengkan kepala. "Kadang-kadang juga suka
pulang malam!"
"Papi tidak melarangnya?"
"Tidak!" 74
"Kenapa?"
"Papimu sangat sayang padanya, sehingga ia
jarang diomeli!" Maminya menghela nafas.
"Kalau Rani boleh demikian, kenapa saya
tidak boleh berkenalan dengan pemuda miskin?"
Yeni heran.
"Karena papimu berpikir, bahwa Rani sering
ke rumah orang kaya, maka papimu membiarkan."
"Seandainya Rani ke rumah orang miskin,
mungkinkah juga papi akan melarangnya?"
"Mungkin saja!" Maminya menatap ke
arahnya. "Tapi, tidak mungkin Rani akan berkenalan
dengan, pemuda miskin, sifatnya mirip sifat
papimu."
"Biar bagaimana pun juga saya tetap akan
berteman dengan Andi!" Tegas ucapan Yeni.
"Yeni, kau tidak takut papimu, marah?"
"Saya mempunyai kebebasan untuk memilih
demi kebahagiaan saya!" 75
"Mudah-mudahan papimu tidak akan
mengetahui kau telah berteman dengan pemuda
miskin!"
"Mudah-mudahan demikian!" Sambung Yeni.
"Yeni, jangan duduk di sini terus, nanti kau
akan masuk angin!" Ucap maminya dengan penuh
kasih-sayang. "Masuklah ke dalam rumah!"
"Ya, Mami!" Yeni bangkit dari bangku beton
ia menunggu sebentar, setelah maminya masuk ke


Bila Tersibak Selimut Duka Karya Fredy S di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam rumah.
"Apa yang bakal terjadi saya tetap berteman
dengan Andi!" Gumam Yeni sambil melangkah ke
dalam rumah.
Papinya sedang membaca suratkabar,
sedangkan maminya duduk di samping papinya.
Ruangan tamu amat mewah, ubin teraso
yang mengkilap serta kursi meubel yang empuk.
Pojok kiri terdapat sebuah tivi berwarna dan di
tengah-tengah ruangan tersebut berdiri dengan
gagah sebuah tivi video serta lemari pajang yang
indah berikut segala pajangan yang antik-antik. 76
"Yeni, ke mari!" Suara papinya parau, namun
berwibawa.
"Ada apa? Papi !" Yeni mendekati papinya
dengan hati berdebar.
"Duduk!" Ucap papinya sambil menaruh
surat kabar ke meja.
"Ya!"
"Yeni!" Ucap papinya setelah Yeni duduk di
hadapannya. "Tahun ini kau telah lulus Es Em A,
apakah kau akan melanjutkan ke Universitas?"
"Jika papi mengizinkan!" Sahut Yeni.
"Kau belum mempunyai teman pria yang
intim!" Mendadak tanya papinya.
"Belum!"
"Kalau kau ingin berteman dengan pria, kau
harus memilih dengan tepat, jangan mengecewakan harapanku."
"Maksud papi?"
"Jangan berteman atau bergaul dengan
pemuda miskin, ingat!" 77
"Jadi maksud papi harus bergaul atau
berteman dengan pemuda kaya?"
"Ya, demikianlah maksudku!"
"Misalnya saya berteman dengan pemuda
miskin?"
"Aku akan melarang!" Jawab papinya pasti.
"Kenapa papi melarang saya berteman
dengan pemuda miskin?" Tanya Yeni. "Bukankah
pemuda miskin juga manusia?"
"Kalau kau berteman dengan pemuda miskin
dan akhirnya kau jatuh cinta terus kawin,
bagaimana dengan penghidupanmu?" Papinya
mengerutkan kening. "Memang pemuda miskin
juga manusia, tapi berderajat lain, kau harus tahu,
bahwa kita adalah keluarga yang kaya, malu! Jika
aku mempunyai mantu dari keluarga miskin!"
"Kalau misalnya saya rela hidup miskin?" Yeni
menatap papinya.
"Berarti kau ingin kawin dengan pemuda
miskin kan?" Papinya menarik panjang suaranya.
Mendadak papinya berkata dengan suara yang
keras. "Tidak bisa!" 78
Kecewa hati Yeni, ia melirik ke arah maminya,
namun, maminya pura-pura tidak melihat lirikkan
Yeni.
"Pokoknya aku tidak mengizinkan kau
berteman dengan pemuda miskin, apalagi kawin!"
Suara papinya menggema seisi ruangan tamu.
"Mengerti?"
"Mengerti!" Yeni menundukkan kepalanya.
Mendadak pintu rumah terbuka. Rani dengan
wajah berseri-seri menghampiri papi maminya.
"Papi, mami!" Ia duduk di samping Yeni.
"Dari mana Rani?" Tanya maminya.
"Biasa, naik mobil balap dengan teman!"
Jawab Rani. "Kami mengebut sepanjang jalan,
kemudian kami singgah di sebuah restoran yang
mewah untuk mengisi perut, setelah itu kami ke
Night club berdansa!" Seru Rani waktu menuturkan,
wajahnya berseri-seri terus.
"Siapa teman priamu?" Tanya papinya. "Dan
kenapa dia tidak masuk ke mari?" 79
"Namanya Tomi. putera presiden direktur
bank!" Jawab Rani bangga. "Dia tidak masuk ke mari
dikarenakan masih ada urusan lain!"
"Anak presiden direktur bank?" Suara
papinya girang. "Apakah betul?"
"Ya! Saya tidak bohong!"
"Kenal dari mana?" Tanya papinya.
"Dari teman juga!"
"Pernah kau ke rumahnya?"
"Pernah sekali!" Ucap Rani bangga.
"Rumahnya lebih mewah dari rumah kita. bahkan
dia adalah putera satu-satunya!"
"Apakah dia mencintaimu?" Wajah papinva
berseri-seri.
"Mungkin!"
"Kapan dia akan ke mari?"
"Bagaimana besok malam saya mengajak dia
ke mari?"
"Bagus! Bagus!" Ucap papinya. "Besok kau
harus ajak dia ke mari!" 80
"Baik, papi!" Ucap Rani. "Papi saya ingin
mandi dulu!"
"Suruh bi Wati menyediakan air panas!"
"Ya!" Rani bangkit dari tempat duduk,
kemudian ia masuk ke dalam kamarnya.
"Keberuntungan Rani amat bagus, dia dapat
berkenalan dengan anak presiden direktur, berarti
penghidupannya akan terjamin di kemudian hari!"
Papi mereka tertawa terbahak-bahak.
Papi Rani atau papi Yeni bernama Sugianto,
wajahnya angker serta berwibawa, ia berniaga baik
dan hatinya keras.
"Yeni. kau sudah dengar penuturan Rani?"
Ucap pak Sugianto. "Contohlah adikmu, jangan
hanya berpikir ingin berteman dengan pemuda
miskin, kalau demikian, kapan kau akan naik mobil
balap seperti adikmu?"
"Saya tidak memusingkan kemewahan, yang
saya pentingkan ialah kebahagiaan hidup serta
kerukunan keluarga nanti!"
"Kalau kau sudah makan tempe serta ikan
asin, apakah kau masih akan bahagia?" 81
"Cinta kasih melebihi segala kemewahan
mau pun makanan yang enak!"
"Cinta kasih?" Pak Sugianto membelalakkan
matanya. "Berapa harganya cinta kasih itu? Huh!"
"Lebih berharga dari apapun juga!"
"Kalau demikian kau lebih mementingkan
cinta kasih dari pada lain-lainnya?"
"Cinta kasih menyangkut kebahagiaan hidup,
maka saya lebih mementingkan cinta kasih!"
"Diam!" Bentak pak Sugianto pada puterinya,
wajahnya mulai merah dan suaranya juga sudah
parau. "Aku tidak mau dengar segala ocehanmu!"
Yeni membungkam, tiba-tiba wajahnya
meringis sambil mendekap perutnya.
"Yeni, kau kenapa?" Tanya maminya khawatir.
"Tidak kenapa-napa!" Buru-buru Yeni bangkit
dari tempatnya dan langsung masuk ke dalam
kamarnya.
"Yeni kenapa?" Tanya pak Sugianto pada
isterinya. 82
"Tidak tahu?" Isterinya masih tercengang,
kemudian ia menyusul ke kamar Yeni.
"Yeni, kau kenapa?" Maminya mengelus
rambut Yeni.
"Tidak apa-apa!" Yeni bangun dari tempat
tidurnya.
"Jangan bohong," Ucap maminya. "Wajahmu
pucat!"
"Mami, sebetulnya sudah biasa!" Yeni
menjelaskan. "Saya sering datang bulan tidak
cocok, sehingga perut saya sakit seperti diiris-iris!"
"Pernahkah kau ke dokter?"
"Belum pernah!"
"Lebih baik kau ke dokter!"
"Saya rasa tidak apa-apa!"
"Lebih baik kau ke dokter untuk diperiksa!"
"Lain kali saya akan ke dokter!"
"Oh ya! Apakah kau sudah mendengar
peringatan dari papimu?" Maminya menatap rawan
ke arahnya. 83
"Sudah!"
"Kalau demikian ..."
"Saya akan tetap berteman dengan Andi!"
Ucap Yeni tegas. "Ancaman papi tidak menciutkan
pendirian saya!"
"Kau sedang mencari penyakit!"
"Bukan!" Jawab,Yeni. "Saya sedang mencari
kebahagiaan hidup!"
"Tapi..., seandainya papimu tahu, akibatnya
bagaimana?"
"Ya, paling-paling diusir!" Yeni menarik nafas.
"Kalau misalnya kau diusir, kau mau ke
mana?"
"Ke mana saja!" Jawab Yeni. "Pokoknya saya
tetap berteman dengan Andi, kemungkinan, saya
telah jatuh cinta padanya!"
"Ah! Bagaimana jika papimu tahu?"
Maminya, menghela nafas.
"Mami jangan kuatir," Ucap Yeni. "Saya akan
menanggung segala resiko itu!" Yeni
memperlihatkan sikapnya yang pantang mundur. 84
Tiba-tiba Yeni meringis lagi sambil mendekap
perutnya.
"Yeni, sebetulnya sudah berapa lama kau
menderita sakit ini?"
"Sudah tiga empat tahun!" Jawab Yeni
dengan wajah meringis dan pucat, sejenak
kemudian sudah kembali seperti biasa.
"Lebih baik besok kau ke dokter!"
"Ya, mami!"
Tiba-tiba di luar Rani berseru dengan
suakanya yang nyaring.
"Mami! Mami!"
"Ada apa?" Tanya maminya sembari
membuka pintu kamar Yeni.
"Mami, sini!" Rani menggandeng tangan
maminya ke ruangan tamu, setelah maminya
duduk, Rani berkata dengan wajah berseri-seri.
"Mami, saya dikasih hadiah oleh Tomi!" Rani
memperlihatkan sebuah cincin berbatu merah.
"Bagus betul cincin ini!" Maminya
menyambut serta memperhatikan cincin itu. 85
"Tentu saja bagus, pemberian dari anak
presiden direktur!" Pak Sugianto tertawa girang.
"Papi, besok sore saya pasti ajak Tomi ke
mari!"
"Mam! Besok sore siapkan hidangan yang
lezat-lezat!"
"Untuk apa Pap?" Tanya isterinya.
"Untuk mengundang Tomi makan di sini!"
"Belum tentu dia mau!" Sela Rani. "Sebab dia
sudah biasa makan di restoran yang mewah."
"Kalau demikian bagaimana besok sore kita
undang dia makan di restoran yang terkenal?"
"Jika dia mau!" Rani tersenyum cerah.
Kemudian ia berkata: "Oh ya! Kenapa kak Yeni di
dalam kamar?"
"Perutnya lagi sakit!" Jawab maminya.
"Mungkin sedang melamunkan pacarnya?"
Rani tertawa cekikikan.
"Kakakmu lebih mau kawin dengan orang
miskin!" Ucap pak Sugianto dengan wajah kurang 86
senang. "Katanya dia lebih senang hidup susah, asal
bahagia."
"Tanpa uang mana bisa bahagia?" Sergah
Rani. "Tidak bisa nonton, tidak bisa jalan-jalan serta
makan enak. Huh! Lebih baik saya tidak kawin dari
pada harus kawin dengan pemuda miskin!"
"Bagus, pendirianmu!" Pak Sugianto tertawa
terbahak,sedangkan isterinya hanya membungkam.
"Kalau kawin dengan pemuda miskin, mana
bisa naik mobil mewah?" Rani mengangkat
bahunya sedikit sambil memperlihatkan sikapnya
yang sombong.
"Bagus! Bagus!" Pak Sugianto tertawa puas.
Yeni termenung di dalam kamarnya, ia tidak
setuju dengan pendirian papinya. Kalau semua
gadis remaja hanya memilih pemuda kaya saja,
berapa banyak pemuda miskin atau pemuda
berdikari menjadi bujang lapuk. Pikir Yeni, segala
kemewahan atau perhiasan yang berkilau-kilau
tidak dipikir olehnya, ia lebih condong pada
kebahagiaan hidup, kebahagiaan suami-isteri,
kebahagiaan keluarga. Walau di kemudian hari ia
harus makan dengan tempe, padahal tempe adalah 87
makanan bergizi. Kendati hanya baru bertemu
dengan Andi, namun, keyakinan telah menghayati
dirinya. Dari pandangan mata Andi ia bisa
mengetahui, bahwa Andi adalah pemuda yang
jujur, pemuda yang bisa diandalkan pada masa yang
akan datang, pemuda yang boleh dijadikan teman
hidup, dari segi tingkah-laku ia juga yakin, bahwa
Andi adalah pemuda yang berbudi-pekerti halus
serta sopan santun, terpikir sampai di sini, Yeni


Bila Tersibak Selimut Duka Karya Fredy S di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tersenyum puas dan iapun memejamkan matanya
untuk tidur. 88
TIGA Hawa pagi menyegarkan segala apa yang ada
di permukaan bumi. Tua muda dan anak-anak
berlari pagi untuk menyehatkan tubuh.
Pak Hasono gerak badan di pekarangannya
yang sempit, setelah merasa cukup, ia pun masuk
ke dalam rumah dan duduk di ruangan tamu.
Andi juga sedang duduk di ruangan tamu
sambil membaca surat kabar, iklan lowongan kerja
tidak terlepas dari pengamatannya.
"Andi, bagaimana hasilmu mencari
pekerjaan?" Tanya pak Hasono.
"Belum dapat om!"
"Perlahan-lahan!" Ucap pak Hasono.
"Mencari pekerjaan bukanlah hal yang gampang,
maka kau harus bersabar."
"Ya, om!"
"Minum kopi dulu, Andi!" Pak Hasono
mengangkat gelasnya sambil menghirup kopi yang
telah disediakan oleh isterinya. "Apakah hari ini kau 89
akan berusaha mencari pekerjaan lagi?" Tanya pak
Hasono sembari meletakkan gelasnya ke atas meja.
"Saya akan berusaha terus sebelum
mendapatkan pekerjaan!" Sahut Andi.
"Apakah kau masih mempunyai ongkos?"
"Masih om!" Andi mengangguk.
"Kalau tidak ada, bilang saja, jangan malumalu!" Pak Hasono tersenyum ramah.
"Ya! Om!" Andi berterimakasih pada
kebaikan pak Hasono. "Tidak enak saya sering
mengganggu om!"
"Tidak apa-apa!" Pak Hasono menepuknepuk bahu Andi. "Ayahmu pernah berbudi padaku
... kalau bukan bantuan ayahmu pada masa yang
silam, mungkin aku tidak bisa melihat dunia lagi."
Pak Hasono menghembus nafasnya.
"Om, walau demikian, saya tetap
berterimakasih pada om!"" Andi menaruh surat
kabarnya ke atas meja. "Sebab saya cukup
merepotkan om dan tante!"
"Tidak apa-apa!" Pak Hasono tertawa. 90
"Pap!" Isteri pak Hasono menghampiri
mereka. "Sarapan dulu!"
"Andi, mari kita sarapan dulu!" Ajak pak
Hasono bangkit dari tempat duduk.
"Terimakasih, om!" Andi mengikuti pak
Hasono ke dapur, setelah selesai sarapan,
berangkatlah Andi berkeliling lagi untuk melamar
pekerjaan.
Terik matahari tidak memberi ampun pada
Andi yang sedang berjalan dengan keringat
membasahi bajunya.
Sudah setengah harian Andi masuk kantor
keluar kantor serta masuk toko keluar toko, namun,
hasilnya tetap nihil. Sepatu yang dipakainya telah
penuh dengan debu, demikian juga mukanya.
"Heran?" Setiap kantor pasti ada tulisan:
TIDAK ADA LOWONGAN. Sampai di toko pasti
menerima ucapan yang sama: Tidak terima pegawai
lelaki! Bingung saya jadinya!" Andi menggoyanggoyangkan kepalanya, mungkin supaya pusingnya
hilang.
Andi menghampiri sebuah gerobak es sambil
mengeluarkan dua puluh lima rupiah. 91
"Bang, tolong teh dingin!"
Tanpa menjawab Si Abang tukang es
langsung menyendok teh esnya yang telah tersedia
di dalam tong kecil terbikin dari seng.
Setelah minum, Andi merasa semangatnya
terbangun lagi, mulailah ia mengayunkan kakinya,
segala kantor PT telah dimasukinya, ketika ia
memasuki kantor-kantor tersebut dengan
semangat penuh, tapi, setelah keluar, wajahnya
berobah lesu serta tak bersemangat lagi.
Ketika hari mulai sore. tiba-tiba ia teringat
pada Yeni. Haruskah menemui Yeni? Pikirnya dalam
hati, sebetulnya ia tidak berhasrat menemui Yeni,
namun, kakinya tidak mau menurut, malah langkah
kakinya amat cepat terayun ke jurusan sekolahan
Yeni. "Heran nih kaki, tidak mau menurut kemauan
hati!" gerutunya.
Dengan nafas tersengal-sengal tibalah ia di
depan sekolahan Yeni, untung langkah kakinya
cepat, kalau tidak mungkin ia tidak bisa bertemu
dengan Yeni, sebab murid-murid sekolah sedang
bubaran. 92
Yeni sudah menunggu di tempat biasa,
betapa girang hatinya ketika dilihatnya Andi sedang
menuju ke arahnya dengan nafas tersengal-sengal.
"Andi, kau baru datang?" Tanya Yeni dengan
suara girang.
"Sudah... ta... hu orang baru datang, ma... sih
bertanya!" Dada Andi turun naik sembari
mengeluarkan suara nafas yang memburu.
"Kenapa dengan nafasmu?" Yeni heran.
"Memburu waktu hingga nafas saya
tersengal-sengal!"
"Kenapa tidak naik bajaj saja?" Yeni
membelalakkan matanya.
"Wah! Kalau setiap kali kemari harus naik
bajaj, jangan-jangan nanti saya hanya tinggal celana
kolor saja!" kata Andi.
"Jadi pemuda hippis?" Yeni tersenyum geli.
"Saya berkata sungguh-sungguh, kau malah
bergurau!" Agak bersungut tampang Andi di saat
itu. 93
"Jangan bersungut, nanti cepat keriput." Yeni
berkelakar.
"Keriput bertemu dengan peot!" Andi
tertawa-tawa.
"Siapa bilang saya peot?" Yeni mendelik.
"Siapa bilang saya keriput?" Bahu Andi
terangkat.
Sejenak kemudian mereka tertawa dengan
hati yang girang, setelah itu, Yeni mengajak Andi ke
tempat parkir mobil sambil menunjuk
"Itu adalah mobil ayah saya!"
"Kau membawa mobil sendiri?" Andi
terkejut.
"Tidak! Sopir yang bawa!" Jawab Yeni sambil
menghampiri mobil itu.
"Non, dari mana saja?" Tanya sang sopir
setengah tua ketika mereka telah sampai di mobil
itu. Kemudian Yeni berbisik. "Pak Jono, antar
kami ke Taman Monas. Kalau papi tanya nanti,
bilang saja saya ke rumah teman." 94
"Beres, non!" pak Jono tersenyum mengerti,
ia memang sangat nurut pada Yeni, karena Yeni
sangat baik padanya, ia masih ingat ketika anaknya
sakit dan membutuhkan uang, pak Sugianto
majikannya tidak memberikan pinjaman padanya,
malah membentak-bentak. Mengetahui hal
tersebut, secara diam-diam Yeni memberikan uang
tabungannya pada pak Jono, hal tersebut
menyebabkan pak Jono amat berterimakasih pada
Yeni.
Setelah Yeni dan Andi masuk ke dalam mobil,
segera pak Jono meluncurkan mobilnya ke arah
Taman Monas.
Tiba di tempat tersebut, pak Jono
memarkirkan mobilnya di pinggir jalan seraya
berkata:
"Non, jangan terlalu lama, nanti papimu akan
mengajukan banyak pertanyaan!"
"Ya!" Sahut Yeni sambil membuka pintu
mobil, turun dari mobil, dengan wajah berseri-seri
ia mengajak Andi ke dalam Taman Monas.
Mereka duduk di bawah pohon sambil
ngobrol. 95
"Andi, kau masih belum mendapatkan
pekerjaan?"
"Belum!" Andi menarik nafas.
"Jangan berputus asa!" Yeni menghiburnya.
"Nanti-nanti juga kau akan dapat."
"Mudah-mudahan !"
"Andi, adakah kesan di hatimu?" Tanya Yeni
tiba-tiba.
"Kesan apa yang kau maksudkan?" Tanya
Andi kurang mengerti maksud Yeni, sehingga ia
menatap Yeni dengan bingung.
"Segala kesan!" Jawab Yeni. "Misalnya kalau
tidak saling bertemu."
"Saya sering teringat padamu jika saya
sedang melamun!" Jawab Andi. "Setelah bertemu
semuanya berubah sudah."
"Saya juga demikian!" Dengan cepat Yeni
berkata: "Malah kalau di malam hari, saya sering
membayangkan wajahmu!" 96
"Yang benar?" Andi tidak percaya. "Mana
mungkin kau membayangkan diri saya yang
miskin!"
"Saya berani bersumpah jika membohong!"
Ucap Yeni sungguh-sungguh.
"Eh! Kenapa kau bisa begitu?" Andi
membelalakkan matanya.
"Mungkin... mungkin saya telah jatuh cinta
padamu!" Jawab Yeni malu-malu.
"Hah!" Andi kaget. "Mana mungkin?" Andi
menggeleng. "Ingat! Saya seorang pemuda miskin!"
"Saya tidak memandang kau kaya atau
miskin!" Ucap Yeni tegas. "Pokoknya kau adalah
Andi, sudah cukup bagi saya!"
"Eh! Kau lagi main-main atau sungguh-sungguh?"
"Anggapanmu?"
"Mustahil kalau bersungguh-sungguh!"
"Kalau seandainya saya bersungguhsungguh?" Yeni menatap Andi dengan matanya
yang bercahaya. 97
"Saya bersyukur dan gembira!" Mendadak
Andi mengerutkan keningnya. "Mungkinkah kau
akan jatuh cinta pada saya?"
"Sejak pandangan pertama aku merasakan
gejolak perasaan itu!" Tegas ucapan Yeni.
"Mustahil!" Tiba-tiba Andi berseru: "Kau
begitu cantik serta anggun, apa lagi kau adalah
puteri orang kaya, mana boleh dan mana mungkin
jatuh cinta pada saya?"
"Andi!" Suara Yeni berobah lembut. "Segala
perkataan saya berdasarkan suara hati, maka, kau
tidak perlu ragu-ragu lagi!"
"Maksudmu kita tidak bertepuk sebelah tangan."
"Tapi, penghidupan kita berbeda." Andi
berkata dengan suara perlahan. "Saya kuatir kau
tidak tahan hidup melarat bersama saya di
kemudian hari!"
"Tiada kemelaratan yang dapat
menggoyahkan pendirian saya, asalkan cinta kasih
kita selalu terpadu menjadi satu!"
"Kalau demikian kau betul-betul telah
nekad?" 98
"Nekad demi kebahagiaan hidup serta
kesetiaan cinta kasih adalah hal yang wajar!" Ucap
Yeni. "Asal jangan nekad terpengaruh oleh materi
atau harta benda, itu namanya tidak wajar dan
merusak diri sendiri!"
"Yeni, kalau demikian, saya harus mencintaimu?"
"Andi, saya tidak memaksa!" Yeni
menundukkan kepalanya.
"Yeni ... apakah tidak terlalu pagi cintamu
tumbuh tanpa berpaling dengan keadaanku yang
miskin."
"Tidak!" Jawab Yeni tegas dan yakin. "Walau
kita hanya bertemu dua kali, namun, saya yakin
adalah pemuda yang penuh pengertian serta penuh
rasa tanggung jawab!"
"Yeni..." Mendadak Andi menggenggam
tangan Yeni erat-erat. "Saya berterimakasih
padamu atas keyakinanmu pada saya!"
"Andi..." Suara Yeni lembut. "Terimakasih
atas genggaman tanganmu!"
"Yeni, saya pasti memperjuangkan masa
depan saya untukmu!" Andi masih menggenggam 99
tangan Yeni, malah kini Yem juga telah membalas
genggaman tangan Andi.
"Kesetiaan cinta kasih saya selalu menyertai
dirimu!"
"Terimakasih, Yeni!" Andi memejamkan
matanya sebentar, hatinya sangat terharu.
"Oh ya! Andi, bagaimana kalau hari minggu
kita pergi jalan-jalan?"
"Jalan-jalan ke mana?"
"Ke Cibulan atau ke Puncak yo?"
"Ke Cibulan atau ke Puncak?" Andi
terbengong sesaat.
"Ya! Kau belum pernah pergi?"
"Belum!"
"Hawa di sana sangat sejuk serta


Bila Tersibak Selimut Duka Karya Fredy S di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyegarkan badan, apa lagi pemandangan di
sana, cukup mempesonakan!"
"Tapi, kita pergi pakai apa?"
"Jangan kuatir!" Ucap Yeni. "Saya akan sewa
mobil!" 100
"Sewa mobil?"
"Ya!" Jawab Yeni. "Saya akan sewa taxi gelap,
di samping itu mungkin kita singgah dulu di kebon
Raya Bogor!"
"Bukankah ongkos taxi gelap sangat mahal?"
Tanya Andi. "Bagaimana kalau sewa taxi om saya
saja?"
"Jangan!"
"Sebabnya?"
"Kita kurang bebas jadinya!" Yeni tersenyum.
"Yeni, saya tidak mampu menyewa taxi
gelap!" Andi berterus terang.
"Jangan kuatir, segala ongkos itu saya yang
tanggung!" Ucap Yeni:
"Haruskah saya ke rumahmu?"
"Tidak usah!" Yeni berpikir kemudian ia
berkata: "Jam delapan pagi kau tunggu saja di
depan sekolahan saya, bagaimana?"
"Baiklah!" Mendadak Andi mengerutkan
keningnya: "Kenapa saya tidak boleh ke rumahmu?" 101
"Karena..." Spontan wajah Yeni berobah
murung. "Karena papi melarang saya berteman
dengan pemuda miskin!"
"Tapi kenapa kau melawan larangan
papimu?" Andi tercekat hatinya.
"Melarang adalah hak papi, sedangkan saya
mempunyai hak untuk berteman denganmu!"
Jawab Yeni tegas. "Cinta kasih tidak bisa dilarang,
kecuali perbuatan yang tidak senonoh baru boleh
dilarang!"
"Oh ya! Yeni, kau masih mempunyai
saudara?"
"Masih, seorang adik perempuan!" Tiba-tiba
Yeni menghela nafas. "Adik saya berteman dengan
anak presiden direktur, hal tersebut amat
dibanggakan hati papi..."
"Justru kau sebaliknya!" Sambung Andi. "Kau
berteman dengan seorang pemuda yang miskin!"
Andi menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Namun, hati saya tetap merasa
bergembira!"
"Adikmu sekolah di mana?" 102
"Satu sekolahan, hanya dia pagi dan saya
siang!" Jawab Yeni. "Dia sudah kelas dua Es Em A."
"Yeni, kalau misalnya ketahuan oleh papimu,
bagaimana baiknya?"
"Hadapi dengan ketabahan." Yeni tersenyum
dan tidak merasa kuatir. "Rintangan tersebut harus
diterobos!"
"Benar!" Ucap Andi dengan penuh semangat.
"Rintangan tersebut harus saya terobos dengan
prestasi yang akan tercapai nanti!"
"Bagus dan sudah waktunya kita pulang!"
Sambung Yeni tersenyum cerah.
"Ya, jangan sampai kau diomeli oleh papimu!"
"Bagaimana saya suruh pak Jono
mengantarmu pulang?"
"Tidak usah!" Andi menggeleng. "Nanti kau
akan pulang terlambat!"
"Kalau demikian, terpaksa kita berpisah di
sini?" Yeni berpikir sebentar. "Andi, saya harap kau
jangan marah, sebab saya ingin memberikan
sesuatu untukmu!" 103
"Yeni, memang terpaksa kita berpisah di sini,
tapi saya merasa enggan menerima pemberianmu,
walau merupakan apapun juga!"
"Andi, kau harus menerima!" Yeni
mengeluarkan sebuah amplop dari saku baju
seragamnya. "Terimalah!" Andi ragu-ragu
menerima pemberian itu, tapi Yeni memaksanya,
terpaksa Andi menerima dan akhirnya mereka
berpisah.
"Andi" Ucap Yeni di dalam mobil, kepalanya
diulurkan keluar. "Jangan lupa pada hari Minggu!"
"Ya! Jam delapan pagi!" Andi melambaikan
tangannya dan dibalas oleh Yeni, makin lama
semakin jauh mobil yang diluncurkan oleh pak Jono.
akhirnya menghilang di sebuah tikungan jalani
Dengan hati-hati Andi membuka amplop
surat itu, ternyata di dalam amplop surat tersebut
terdapat uang sepuluh ribu serta secarik kertas
berbunyi: "Andi,... maafkanlah saya, mungkin uang
tersebut dapat membantumu untuk ongkos mencari pekerjaan, semoga kau sukses."
Andi menyimpan uang tersebut dan surat itu
ke dalam kantong celananya, kemudian ia 104
memanggil sebuah bajaj, terlalu mahal, tidak jadi
naik. Bajaj yang lain dipanggilnya lagi, saling ngotot,
kemudian Andi baru naik bis kota pulang ke rumah.
Tiba di rumah ia melihat Mira sedang
menyiram bunga, dengan cepat ia menghampiri
Mira seraya berkata:
"Mira, apakah om sudah pulang?"
"Oh! Kak Andi!" Sahut Mira tersenyum. "Papa
belum pulang!" Mira berhenti menyiram bunga.
"Kak Andi, saya baru tanam bunga mawar lagi."
"Warna apa?"
"Warna kesenangan kak Andi!" Mira
tersenyum manis.
"Warna merah muda?"
Mira mengangguk. "Oh ya! Kak Andi sudah
makan belum?"
"Belum!"
"Saya siapkan ya?"
"Nanti saja!" Ucap Andi. "Saya belum lapar!"
Andi masuk ke dalam rumah, tantenya sedang
menyapu. "Tante!" 105
"Oh!. Andi. sudah makan belum?" Tanya
tantenya dengan ramali.
"Belum lapar tante!"
"Makan saja!" Ucap tantenya. "Nanti masuk
angin, suruh saja Mira menyediakan sayur serta
lauk pauk yang berada di dalam lemari makan!"
"Terimakasih tante, saya ingin mandi dulu!"
"Kak Andi, mana pakaian kotor, saya mau
mencuci!" Suara Mira dari belakang Andi.
"Mira, kalau kak Andi sudah selesai mandi.
segera kau siapkan nasi serta sayur yang ada di
dalam lemari makan!"
"Ya, ma!" Sahut Mira dengan girang.
"Mira, saya merasa sering mengganggumu,
maka lebih baik saya mencuci sendiri!"
"Biar Mira saja yang mencuci!" Ucap
tantenya sedang merapikan kursi.
"Tapi...!"
"Tidak apa-apa kak Andi!" 106
Terpaksa Andi memberikan pakaian kotornya
kepada Mira, setelah itu, baru ia menuju ke kamar
mandi.
Keluar dari kamar mandi, Mira telah
menyiapkan hidangan di atas meja makan.
"Kak Andi, makan!" Ucap Mira.
"Terimakasih, Mira!" Ucap Andi. "Kau sudah
makan?"
"Sudah!" Kemudian Mira menuju ke kamar
mandi.
Andi menuju ke ruangan tamu, tidak
kelihatan tantenya, dilongoknya ke depan, ternyata
tantenya sedang membersihkan pekarangan
rumah.
"Tante, makan!"
"Aku sudah makan!" Tantenya berkata semiri
membersihkan pekarangan. "Makan saja dulu,
Andi, tidak usah tunggu om pulang!"
"Ya, tante!" Andi kembali ke dapur dan duduk
menghadap meja makan, terdengarlah bunyi suara
sendok dan garpu. 107
Selesai makan, Andi keluar dan duduk di
bangku pekarangan sambil menghirup hawa yang
segar. Sedangkan tantenya memetik daun bunga
yang sudah layu.
"Andi, sudah mendapat pekerjaan?" Tanya
tantenya.
"Belum tante!"
"Perlahan-lahan!" Ucap tantenya sambil
membuang daun-daun yang layu ke dalam tempat
sampah. "Nanti juga kau akan mendapatkan
pekerjaan!"
"Lebih cepat lebih baik, tante!" Ucap Andi
sambil memandang ke tempat yang jauh. "Sebab
saya masih ingin kuliah!"
"Bagus pikiranmu, Andi, mudah-mudahan
kau akan tercapai cita-citamu!"
"Justru yang memusingkan saya ialah belum
mendapat pekerjaan, kalau sudah mendapat
pekerjaan berarti saya bisa masuk kuliah!"
"Masuk kuliah memerlukan biaya yang cukup
besar!" Tantenya seolah-olah sedang menarik 108
nafas. "Hal ini kau boleh berunding dengan ommu,
mungkin om bisa membantu!"
"Saya rasa tidak perlu!" Ucap Andi. "Sebab
setelah saya kerja, gaji saya akan cukup, membiayai
masuk kuliah!"
"Tapi, biar bagaimanapun juga kau harus
berunding dengan ommu!" Tantenya mendesak.
"Bagaimana nanti saja!" Andi menundukkan
kepalanya.
Tantenya melangkah ke dalam meninggalkan
Andi yang duduk termenung memikirkan nasibnya.
"Tidak semestinya saya menerima uang Yeni,
karena saya adalah seorang lelaki!" Ucapnya dalam
hati. "Apa lagi hari Minggu Yeni harus menyewa
mobil untuk jalan-jalan, ah! Betapa malu perasaan
saya!" Mendadak tangan Andi memukul-mukul
bangku yang didudukinya.
"Kak Andi, kau kenapa?" Tanya Mira yang
muncul mendadak.
"Tidak apa-apa!" Jawab Andi dengan cepat.
"Kenapa memukul-mukul bangku?" Mira
mendekatinya, kemudian ia duduk di samping Andi. 109
"Saya merasa malu." Jawab Andi. "Sebab hari
Minggu Yeni ingin mengajak saya jalan-jalan!"
"Kak Andi lucu." Ucap Mira. "Jalan-jalan
kenapa harus merasa malu?"
"Karena Yeni yang menyewa mobil." Jawab
Andi. "Dia ingin mengajak saya ke... Cibulan serta
ke... Puncak!"
"Oh! Jadi gadis itu yang mengeluarkan
ongkos!" Mira menganggukkan kepalanya.
"Sungguh baik gadis itu, kenapa kak Andi tidak mau
mengajaknya kemari?"
"Saya merasa tidak enak pada orang tuamu."
"Tidak apa-apa kan?"
"Memang, tapi... saya kuatir dikatai orang,
belum mempunyai pekerjaan sudah mulai
berpacaran!"
"Kak Andi!" Ucap Mira. "Cinta dan pekerjaan
harus dipisahkan, sebab cinta tumbuh dari lubuk
hati, sedangkan pekerjaan harus diusahakan
berdasarkan kemauan yang keras. Percayalah kak
Andi, jika kak Andi memiliki kemauan yang keras,
niscaya pada suatu hari kak Andi pasti mendapatkan 110
pekerjaan, di samping itu, jikalau gadis itu sangat
baik pada kak Andi, tidak seharusnya kak Andi
merasa malu!"
"Mira, sebetulnya saya menjadi bingung
mendengar uraianmu!"
"Menurut kak Andi?"
"Kau terlalu banyak mengerti pergaulan,
padahal kau belum dewasa."
"Kalau demikian, anggap saja saya masih
kanak-kanak!" Mira tersenyum sambil menunduk
kan muka.
"Kak Andi!" Mira tengadah ke langit.
"Alangkah merananya bulan yang sendirian, tiada
yang mendekatinya!"
"Bukankah bulan itu ditemani oleh bintangbintang?" Andi menengadahkan kepalanya.
"Hanya ditemani, namun tidak bisa
berdekatan atau berkumpul untuk selamalamanya." Mira menghela nafas.
"Tapi, bukankah bulan itu akan merasa
bahagia ditemani oleh bintang-bintang yang
senantiasa dipuja insan yang tengah dilanda cinta?" 111
"Justru bulan itu merasa kesepian dan
merana sepanjang masa, karena tiada yang
menemani dirinya."
"Bukankah Astronout-Astronout Rusia dan
Amerika telah mendarat di sana?"
"Benar!" Jawab Mira. "Namun, berapa lama
para Astronout berada di sana?"
"Tidak lama!"
"Dan akhirnya bulan tetap merana!"
"Eh! Mira," Andi merasa heran. "Kenapa
otakmu muncul pikiran-pikiran yang aneh-aneh?"


Bila Tersibak Selimut Duka Karya Fredy S di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tidak aneh!" Jawab Mira. "Sebab bulan itu
saya ibaratkan sebagai seorang manusia!"
"Lelaki atau perempuan?"
"Gadis perawan!"
"Gadis perawan?" Andi tertawa geli.
"Siapakah gadis perawan itu?"
"Entahlah!" Jawab Mira. "Mungkin saya,
mungkin juga gadis perawan yang lain." 112
"Kalau kau tidak mungkin! Sebab kau belum
dewasa, lagi pula setelah kau dewasa, tidak
mungkin kau akan merana, sebab kau adalah gadis
yang cantik manis serta perangaimu halus."
"Mungkinkah saya tidak merana?" Mira
membelalakkan matanya.
"Ya!" Jawab Andi sembari menyandarkan
punggungnya ke belakang. "Sebab setelah kau
dewasa, pasti banyak pemuda yang berusaha
mendekatimu, karena kau sangat cantik serta budi
pekertimu halus dan lembut!"
"Betulkah saya sangat cantik?"
"Sekarang saja kecantikanmu telah
menonjol, apa lagi setelah dewasa!" Ucap Andi
sungguh-sungguh.
"Benarkah banyak pemuda akan berusaha
mendekati saya?"
"Betul!" Andi tersenyum mendengar
pertanyaan Mira. "Saya tidak bohong." Andi
menatap ke arah Mira.
"Termasuk kak Andi?" 113
"Hah!" Andi kaget. "Ini itu eh! Bukankah
sekarang saya telah mendekatimu?" Andi
menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.
"Sekarang kak Andi mendekati saya
dikarenakan saya belum dewasa, setelah saya
dewasa mungkin kak Andi akan mendekati saya
sebagai kakak, karena waktu yang akan datang kak
Andi telah kawin."
"Hussh!, Mana mungkin saya begitu cepat
kawin, kemungkinan kau yang akan kawin duluan."
"Saya tidak mungkin kawin dengan pemuda
yang lain, sebab walaupun sekarang saya dianggap
oleh kak Andi masih belum dewasa, namun di hati,
saya telah dewasa, malah saya telah memilih
seorang pemuda, jikalau tidak kawin dengan
pemuda itu, tidak bakal saya kawin dengan pemuda
yang lain!"
"Yang benar?" Andi merasa hatinya geli.
"Siapakah pemuda yang beruntung itu?"
"Saya tidak membohong dan belum
waktunya saya memberitahukan siapa pemuda
itu?" 114
"Mira, betulkah kau tidak akan kawin, selain
kawin dengan pemuda pilihanmu? Kau masih
kecil.." Andi merasa geli.
"Kak Andi, saya tidak bergurau!" Ucap Mira
sungguh-sungguh. "Memang saya tidak mengenal
cinta yang diliputi hawa nafsu kotor, tapi, saya lebih
mengenal cinta kasih yang bersifat suci bersih."
Mira berhenti sebentar, sedangkan Andi
terbengong-bengong menatap ke arah Mira. Mira
melanjutkan ucapannya. "Saya akan menjadi
biarawati, seandainya saya tidak kawin dengan
pemuda itu!"
"Hah! Apa?" Terkejut hati Andi. "Siapakah
yang menyebabkan kau begitu nekad?" Mata Andi
membelalak sebesar jengkol.
"Saya bukan nekad, hanya semata-mata demi
kesetiaan cinta."
"Waduh! Cinta lagi cinta lagi!" Andi
menggeleng sebentar. "Siapakah pemuda ingusan
itu?" Andi berkelakar.
"Bukan pemuda ingusan, melainkan seorang
pemuda yang telah dewasa." 115
"Boleh kan, seandainya saya ingin berkenalan
dengannya?"
"Belum saatnya!"
"Eeh! Pakai saat segala ya?" Makin melebar
tertawa Andi. "Oh ya! Mira, apakah kau bisa
menyanyi?"
"Bisa!" Jawab Mira dengan cepat dan hatinya
mendadak merasa gembira. "Apakah kak Andi bisa
bermain gitar?"
"Mana?"
"Ada!" Mira bangkit dari bangku, dengan
cepat ia masuk ke dalam rumah, hampir saja Mira
menubruk ibunya, kaget hati ibunya.
"Ada apa?"
"Mau ambil gitar Udin, Kak Andi ingin
bermain gitar!" katanya sembari berlari-lari ke
dalam kamarnya.
Ibunya tersenyum sambil menggelenggelengkan kepalanya. Tak lama kemudian, Mira
sudah keluar dari kamarnya sambil membawakan
sebuah gitar, langsung ia menuju ke tempat Andi. 116
"Kak Andi ..." Mira menyerahkan gitar yang
dibawanya.
"Terimakasih!" Andi menyambut gitar itu,
kemudian ia mencoba suaranya. "Bagus juga bunyi
suaranya." Andi memuji. Kemudian ia bertanya:
"Mira, kau ingin menyanyikan lagu apa?"
"Saya ingin menyanyikan lagu..." Mira
berpikir sebentar. "Lagu Rindunya Hatiku!"
"Nyanyian orang dewasa!" Andi menggeleng lagi.
"Apakah tidak boleh?"
"Boleh saja!" Mendadak Andi membunyikan
suaranya, kemudian ia berseru: "Ayo, nyanyilah!"
Terdengarlah suara nyanyian Mira yang
merdu serta diiringi dentingan suara gitar yang
dimainkan oleh Andi mengalun indah.
Mengapa kau tak datang lagi.
Oh... Mengapa?
Mengapa kau tak pernah lagi menjemputku.
Biasanya engkau di sisiku.
Di saat-saat begini, 117
kau pegang tanganku, kau panggil namaku.
Setelah Mira selesai menyanyi, tiba-tiba
terdengar suara tepukan tangan yang merdu, entah
kapan Udin telah berdiri di samping mereka sambil
nyengir.
"Kak Mira, tidak disangka suaramu begitu
merdu, apa lagi suara gitar kak Andi, betul-betul
menggetarkan kalbu."
"Udin, kau dari mana?" Tanya Mira.
"Eh! Kenapa kau harus tahu?" Udin melotot.
"Sedang asyik menyanyi, tidak ada yang usik-usik,
eh, tahu-tahu ingin mengusik diri saya!"
"Udin, jangan kurang ajar!" Suara ibunya.
"Kau dari mana?"
"Dari rumah teman!" Udin menundukkan
kepalanya.
"Lain kali jangan pulang begini malam!"
"Ya! Ma!" Udin masuk ke dalam rumah.
"Andi, aku tidak sangka kau begitu pintar
bermain gitar!" Ucap tantenya sembari tersenyum. 118
"Suara Mira sangat merdu!" Ucap Andi.
"Suara gitar masih kalah kalau dibandingkan
dengan suara Mira."
"Bagaimana kalau Mira menyanyi lagi dan
kau mainkan gitar?"
"Bagus!" Seru Udin telah berada di hadapan
mereka dan di tangannya telah membawa sebuah
harmonika. "Saya akan iringi dengan suara
harmonika!"
"Bagus! Bagus!" Seru Andi dengan girang.
"Mira, kau ingin menyanyikan lagu apa lagi?"
"Lagu yang tadi saja!" Ucap Udin.
"Baiklah!" Andi mulai memainkan gitarnya,
kemudian ia berseru: "Mira, mulai!"
Terdengarlah suara nyanyian Mira yang
diiringi gitar dan harmonika yang merdu mengalun
di malam nan sunyi. 119
EMPAT
Ketika Yeni memasuki ruangan tamu,
terdengarlah suara tawa papinya serta suara
percakapan.
"Papi, mami!" Yeni mendekati orang tuanya.
"Yeni, dari mana?" Tanya papinya. "Kenapa
begini sore baru pulang?"
"Dari rumah teman!"
"Kak Yeni, mari saya kenalkan!" Ucap Rani
tiba-tiba. "Ini adalah teman saya!" Rani menunjuk
pada seorang pemuda yang berwajah cukup
ganteng, namun sikapnya sombong serta congkak."
Buru-buru pemuda itu berdiri sambil
mengulurkan tangannya.
"Tomi!" Ucapnya dengan sikap sombong.
"Yeni!" la juga mengulurkan tangannya,
bersalamanlah mereka, dengan cepat Yeni menarik
kembali tangannya setelah bersalaman, sebab jari
tangan Tomi yang jail mengutik telapak tangan Yeni,
spontan wajah Yeni berobah merah, langsung ia
membalikkan badannya dan masuk ke dalam. 120
"Tomi, sudah berapa lama kau kenal dengan
puteri bungsu kami?" Tanya pak Sugianto.
"Hampir tiga bulan!" Tomi duduk kembali.
"Masih kuliah?"
"Tidak!" Jawab Tomi, suaranya bernada
sombong. "Saya baru pulang dari Singapore!"
"Sekolah di Singapore?"
"Ya!" Jawab Tomi. "Kini saya telah
menyelesaikan masa kuliah!"
"Berapa saudara kandungmu?"
"Selain orang tua saya masih ada dua orang
adik!" Jawabnya. "Adik lelaki berada di Singapore
dan adik perempuan masih sekolah!"
"Apakah orang tuamu sehat-sehat saja?"
"Terimakasih, pak, orang tua saya dalam
keadaan sehat walafiat!"
"Ohya! Bagaimana nanti kita pergi makan
malam?" Tanya pak Sugianto dengan wajah berseriseri. 121
"Maaf, pak!" Jawab Tomi. "Saya ingin pergi
jalan-jalan dengan Rani"
"Oh! Kalian sudah ada janji?"
"Ya, papi!" Rani mewakili Tomi menjawab.
"Kami ingin pergi jalan-jalan!"
"Jangan pulang terlalu malam!" Pesan
ibunya.
"Tidak terlalu malam mami!" Ucap Rani
manja.
"Kapan kalian mau pergi jalan-jalan?" Tanya
pak Sugianto tetap dengan wajah berseri-seri.
"Sebentar lagi!" Jawab Tomi.
"Kalau begitu, bagaimana makan dulu di
sini?"
"Tidak usah pak!" Jawab Tomi. "Kami akan
makan di restoran saja!"
"Tomi, seandainya aku ingin kredit di Bank
ayahmu, apakah bisa?"
"Hal tersebut saya harus berunding dengan
ayah saya!" Jawab Tomi. "Jika serius, mungkin ayah
saya akan mengabulkan." 122
"Memang serius!" Jawab pak Sugianto
dengan cepat. "Dan alangkah baiknya kau
berunding dulu dengan ayahmu."
"Baiklah! Jika ada kesempatan, pasti akan
berunding dengan ayah saya!"
"Di samping itu, tolong sampaikan salamku
pada ayahmu!"
"Akan saya sampaikan!" Ucap Tomi.
Cukup lama mereka ngobrol, kemudian Tomi
mengajak Rani pergi jalan-jalan, setelah berpamitan
dengan orang tua Rani, berangkatlah Tomi bersama
Rani dengan mobil balapnya.
Mobil balap Tomi diluncurkan ke arah Night
Club, setelah memarkirkan mobil. Sambil
bergandengan tangan mereka masuk ke dalam
Night Club tersebut.
Mereka duduk di sebuah meja bundar sambil
memesan minuman keras, namun, Rani menolak,
terpaksa Tomi memesan sari buah.
Remang-remang sinar lampu Night Club
tersebut mengasyikkan setiap tamu. Ada yang
sedang berpeluk-pelukan, ada juga yang sedang 123
berciuman, malah di antaranya ada yang saling
menggerayang.
Bagi Tomi dan Rani sudah biasa menyaksikan
adegan-adegan tersebut, mereka tidak kaget lagi.
"Rani, saya akan pesan bir, boleh?""
"Bir?"
"Ya!"
"Jangan banyak-banyak, nanti saya kuatir kau
akan mabuk!"
"Tidak! Saya akan pesan dua botol saja!"
Tomi meletakkan tangannya ke bahu Rani.
"Ng!" Rani mengangguk.
Ketika waitress mengantarkan pesanan tadi,
segera Tomi memesan dua botol bir pada waitress
itu. Tak lama kemudian, waitress itu telah kembali
lagi sambil membawakan pesanan Tomi.


Bila Tersibak Selimut Duka Karya Fredy S di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Suara nyanyian yang menggetarkan kalbu
menggema seisi ruangan Night Club tersebut, ada
yang berdansa dengan dance giri, ada juga yang
berdansa dengan patner sendiri. 124
Demikian juga dengan Tomi dan Rani, mereka
juga sudah mulai berdansa dan saling berpelukan
dengan erat, sehingga tubuh mereka menjadi satu.
Kepala Rani diletakkan di bahu Tomi,
sedangkan pipi Tomi nempel ke pipi Rani.
"Tomi, betulkah kau mencintai saya?" Tanya Rani.
"Betul!" Tomi mempererat pelukan. "Saya
pikir, mungkin tidak lama lagi kita akan kawin."
"Tapi, saya masih belum lulus Es Em A."
"Lulus atau tidak, kan tidak menjadi
persoalan." Tomi berbisik. "Bukankah kita telah
saling mencintai?"
"Ya!"
"Kalau demikian, kenapa kau pusingkan soal lulus?"
"Saya kuatir papi saya tidak mengabulkan
saya kawin sebelum lulus, maka..."
"Maka kau akan melanjutkan sampai lulus?"
Tomi merenggangkan pelukannya. "Rani, kau lebih
mementingkan sekolah atau mementingkan
percintaan kita?"
"Percintaan kita!" 125
"Nah! Kalau demikian, sewaktu-waktu orang
tua saya ke rumahmu mengajukan lamaran, saya
harap kau harus menerima lamaran itu!"
"Tentu, Tomi!" Jawab Rani. "Saya yakin papi
dan mami akan bergembira."
Tomi mempererat pelukannya lagi setelah
mendengar jawaban Rani, musik berhenti, mereka
kembali ke tempat duduk semula.
"Rani, puaskah hatimu?" Tomi menuangkan
bir ke dalam gelasnya, ia meneguk beberapa kali.
"Puas!" Rani tersenyum.
"Rani..." Mendadak tangan Tomi diturunkan
ke bawah, mulailah tangannya beraksi di paha Rani,
sehingga Rani menggeliat.
"Tomi, geli!" Perlahan suara Rani namun
gemetar.
Semakin berani tangan Tomi, kini, entah
telah tiba di mana tangannya?
Hanya terlihat sekujur badan Rani gemetaran
serta mulutnya mulai mendesis, sedangkan nafas
Tomi memburu. 126
"Rani, bagaimana kita ke motel?"
"Untuk apa?" Mata Rani masih setengah
terpejam.
"Istirahat!" Jawab Tomi singkat.
Rani mengangguk. Dengan cepat Tomi
memberi tanda, segera seorang waitress
menghampirinya.
"Rekening!" Ucap Tomi.
"Sebentar tuan!" Waitress itu pergi sebentar,
sejenak kemudian ia balik kembali sembari
menyerahkan selembar bon.
Tomi melihat sebentar, kemudian ia
membayar seraya berkata:
"Sisanya untukmu!"
"Terimakasih tuan!" Waitress itu tersenyum
manis.
Keluar dari Night Club tersebut, mereka
langsung menuju ke tempat parkir. Terdengarlah
bunyi mesin mobil menderu.
Tomi meluncurkan mobil menuju ke arah
motel, setelah tiba di motel yang dituju, mereka 127
disambut dengan wajah berseri-seri oleh pelayan
motel tersebut dan diantar ke sebuah kamar,
sekalian Tomi memesan minuman pada pelayan itu.
Belum lama mereka berada di dalam kamar,
datang pelayan itu sambil mengetok pintu. Tomi
membukanya, selembar bon serta minuman
diserahkan oleh pelayan itu kepada Tomi.
"Tunggu sebentar!" Ucap Tomi. Ia menaruhkan minuman itu ke atas meja kemudian ia
membayar rekening kamar. "Ambil saja
kembalinya!"
"Terimakasih, tuan!" Pelayan itu berlalu
dengan tersenyum.
Tomi mengunci pintu, ia membalikkan
badannya dan menuju ke tempat duduk.
Rani sedang menyandarkan punggungnya ke
belakang, ia melirik sebentar ke arah Tomi dengan
mesra.
"Rani!" Ucap Tomi setelah duduk. "Kau
senang dengan kamar ini?"
"Senang!" 128
"Rani, saya ingin istirahat sebentar."
Langsung Tomi bangkit dan ia berbaring ke tempat
tidur. "Rani, kau juga kemari!"
"Tomi..." Rani ragu-ragu sebentar, tapi.
akhirnya terpaksa ia berdiri serta menuju ke tempat
tidur itu.
Dengan cepat Tomi menarik tangannya,
sehingga badan Rani terkapar menindih badan
Tomi.
Secepat kilat Tomi memeluk badan Rani serta
menciumnya dengan mesra dan bernafsu.
Rani juga memberikan reaksi tersebut, ia juga
mencium Tomi dengan mesra. Tanpa disadari
mereka bergumul dan bergulingan di atas tempat
tidur yang empuk cukup lama.
Tangan Tomi mulai menggerayang ke sekujur
tubuh Rani, sehingga mulut Rani mengeluarkan
suara mendesis.
Jari tangan Tomi mulai membuka gaun Rani,
hal tersebut mengagetkan hati Rani.
"Tomi kau mau apa?" 129
"Rani... saya mencintaimu!" Jawab Tomi.
"Saya pasti mengawinimu!"
"Maksudmu mau berbuat begitu?" Tercekat
hati Rani.
"Rani ..." Tomi mempererat pelukannya serta
tangannya tak henti-hentinya menggerayang serta
mengusap sekujur tubuh Rani, tanpa tersadar hawa
nafsu Rani mulai terbakar, ia telah lupa segalagalanya, perasaannya hanya ingin menikmati, ia
merasa haus dan ingin minum supaya hausnya
hilang.
Sekuntum bunga yang indah baru berumur
delapan belas tahun telah mengering, tiada cahaya
dan tiada keistimewaannya lagi karena madunya
telah terhisap oleh sang Kumbang.
"Tomi!" Rani sesenggukan serta merapikan
gaunnya. "Kau harus bertanggung jawab!"
"Jangan kuatir sayang!" Jawab Tomi.
"Beberapa bulan kemudian kita akan mengadakan
pesta pernikahan!"
"Saya harap kau tidak menipu saya!" Rani
telah selesai merapikan gaunnya. 130
"Tidak mungkin saya menipumu!" Tomi
masih telentang. Kemudian ia bangun dari tempat
tidur dan duduk di kursi meubel. "Rani, apakah kau
merasa puas?"
"Sakit yang saya rasakan!" Rani meringis.
"Sakit-sakit nikmat kan?" Tomi tersenyum,
kemudian ia berdiri dan mengambil celananya.
"Rani!" Ucapnya setelah mengenakan celananya.
"Seandainya kau masih belum merasa puas, kita
masih mempunyai kesempatan." Tomi duduk
kembali.
"Jangan!" Jawab Rani terkejut, ia duduk di
samping Tomi.
"Jangan kuatir sayang!" Tomi memegang
tangan Rani. "Kita bisa berbuat sekali berarti kita
akan berbuat terus."
"Tomi, lebih baik setelah kita menjadi suami
istri!" Mata Rani mulai berkaca-kaca.
"Bukankah tadi kita telah menjadi suami
isteri?" Tomi menyeringai.
"Perbuatan suami isteri yang belum sah!"
Rani menundukkan kepalanya. "Tomi, saya harap 131
kau harus mempertanggung jawabkan
perbuatanmu!"
"Jangan kuatir sayang!" Tomi membelai
rambut Rani. "Saya pasti bertanggung jawab!"
Terhibur hati Rani, ia melirik ke arah Tomi
dengan mesra, segera Tomi merangkulnya serta
memberikan ciuman mesra kepadanya.
"Tomi, mari kita pulang!" Ajak Rani.
"Kau tidak merasa terlalu cepat?" Tanya
Tomi. "Sebentar lagi bagaimana?"
"Apa boleh buat?" Rani menggelenggelengkan kepalanya.
"Rani..." Tomi menciumnya dengan mesra.
Berselang beberapa saat, mereka baru keluar
dari kamar motel tersebut menuju ke tempat parkir.
Sebelum Rani diantar pulang ke rumahnya,
mereka singgah dulu di sebuah restoran yang
mewah.
Setelah mengisi perut, sekalian Tomi
memesan beberapa macam masakan untuk orang
tua Rani. 132
Mobil balap Tomi diluncurkan dengan cepat
menuju ke rumah Rani, mereka disambut dengan
girang oleh papi Rani, apa lagi pak Sugianto melihat
Tomi membawakan beberapa macam masakan
untuknya.
"Tomi, tidak usah repot-repot!" ucap pak
Sugianto sambil tertawa.
"Seharusnya sebagai calon menantu begini."
Jawab Tomi dengan cepat.
Cukup lama Tomi mengobrol lagi dengan pak
Sugianto, kemudian ia berpamitan. Rani mengantar
nya sampai di pintu pekarangan.
Isteri pak Sugianto tidak kelihatan, mungkin
ia sudah tidur di dalam kamarnya.
Sedangkan Yeni tetap berada di dalam
kamarnya, hatinya masih gusar dikarenakan jari
tangan Tomi mengutik telapak tangannya ketika
mereka bersalaman.
Wajah Andi terbayang terus oleh Yeni, ia
tersenyum sambil memejamkan matanya, hening di
dalam kamar Yeni, hanya terdengar suara nafas
Yeni yang telah tertidur pulas, bibirnya tersungging 133
senyuman manis. Entah apa yang sedang dimimpikannya?
*** Hari Minggu sebelum jam delapan Andi telah
menunggu Yeni di tempat yang telah ditentukan,
pagi itu hawa udara sangat sejuk dan nyaman,
hembusan angin pagi menyegarkan Andi yang
sedang berdiri sambil melirik kesana kemari.
Dari jauh sebuah mobil corolla hijau
meluncur ke arahnya dan berhenti di hadapannya.
"Andi!" Seru Yeni sembari membukakan
pintu mobil. "Ayoh! Naik!"
"Yeni!" Girang hati Andi, buru-buru ia nak ke
mobil dan duduk di samping Yeni.
"Andi, tutup pintu mobil!"
"Oh ya! Saya lupa!"
"Pak! Antar kami ke Kebon Raya Bogor dulu!"
Ucap Yeni pada sang sopir.
"Ya! Non!"
Segera sang sopir meluncurkan mobilnya
dengan cepat. 134
"Andi lamakah kau menunggu saya?" Tanya Yeni.
"Tidak begitu lama!" Andi menoleh ke arah
Yeni sembari tersenyum.
"Kita singgah sebentar di Kebon Raya Bogor,
setelah itu, baru kita ke Cibulan untuk berenang!"
"Berenang?" Tercengang hati Andi.
"Ya!" Jawab Yeni. "Di Cibulan terdapat
sebuah kolam renang yang indah dan airnya sangat
dingin!"
"Kau bisa berenang?" Tanya Andi.
"Bisa, dan kau?"
"Bisa juga!" Andi mengangguk. "Oh ya! Yeni,
ketika kau pulang, apakah diomeli oleh papimu?"
"Tidak!" Jawab Yeni tersenyum. "Papi saya
sedang sibuk melayani tamu istimewa."
"Tamu istimewa?"
"Ya! Anak presiden direktur Bank!"
"Oh! Pacar adikmu!" Andi mengangguk lagi
sembari memandang keluar, mobil diluncurkan
oleh sang sopir melewati jalan Jago Rawi yang 135
terkenal angker, dengan kecepatan tinggi mobil
tersebut meluncur terus.
"Ohya! Andi!" Ucap Yeni. "Gara-gara tempo
hari pulang kesorean, saya jadi lupa ke dokter."
"Ke dokter?" Andi menatap Yeni dengan
bingung. "Memang kau sakit apa?"
"Sering sakit perut, kalau" Mendadak wajah
Yeni berobah merah. "Kalau sedang datang bulan."
"Sering sakit perut kalau sedang datang
bulan?" Terbelalak mata Andi. "Kalau begitu, kau
harus periksa ke dokter!" Ucap Andi kuatir.
"Ya!"
"Saya kuatir terdapat gejala penyakit lain!"


Bila Tersibak Selimut Duka Karya Fredy S di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ucap Andi gelisah.
"Baiklah! Besok atau kapan saya akan ke
dokter!" Yeni tersenyum.
Tak lama kemudian, tibalah mereka di Kebon
Raya Bogor, sang sopir memarkirkan mobilnya di
tempat parkir.
Turun dari mobil, Yeni mengajak Andi masuk
ke dalam Kebon Raya tersebut. 136
"Waduh! Nyaman benar hawa udara di sini!"
Ucap Andi setelah berada di dalam Kebon Raya.
"Besar benar pohon-pohon di sini!" Andi menunjuk
ke arah pohon seperti anak kecil, wajahnya berseriseri.
Yeni jadi geli menyaksikan kegirangan Andi,
tiba-tiba ia gandengan tangan dengan Andi,
tergetar hati Andi, matanya ditatapkan ke arah Yeni
sebentar, di saat itu, mata Yeni juga menatap ke
arah Andi, sehingga dua pasang mata saling
menatap, secara otomatis langkah kaki mereka
terhenti beberapa saat, segala perasaan
tercurahkan melalui tatapan mata tersebut.
Mendadak Yeni menundukkan kepalanya.
"Yeni" Tiba-tiba Andi menggenggam tangan
Yeni, kemudian mereka melanjutkan langkah kaki
mereka.
Setelah puas jalan-jalan di dalam Kebon Raya
tersebut, duduklah mereka di bawah pohon sambil
melepaskan lelah.
"Alangkah luasnya Kebon Raya ini." Ucap
Andi. "Kalau tidak bersamamu, mungkin saya tidak
bisa keluar nanti." 137
"Kau senang dengan Kebon Raya ini?" Yeni
menyandarkan kepalanya ke bahu Andi.
"Senang sekali!" Jawab Andi dengan cepat.
"Minggu depan kita kemari sekali lagi,
bagaimana?"
"Tidak usah!" Andi menggeleng. "Ongkosnya
terlalu berat."
"Kiia bisa naik bis!" Ucap Yeni. "Kalau naik bis,
ongkosnya tidak seberapa."
"Saya tidak mau mengganggu pelajaranmu."
Kata Andi.
"Tidak apa-apa!"
"Yeni, ingat! Pelajaran sangat penting
bagimu, apa lagi kau harus menghadapi ujian
penghabisan, maka, belajarlah dengan tekun dan
rajin, soal jalan-jalan jangan terlalu dipentingkan."
"Setelah libur, baru kita jalan-jalan sampai
puas." Mata Yeni memancarkan cahaya yang
terang.
"Mungkin saya telah bekerja!" Andi tersenyum.
"Tapi... Minggu kan tidak kerja?" 138
"Ya!"
"Kita bisa menggunakan waktu hari kan?"
Yeni menatapnya.
"Memang, tapi... biar bagaimana nanti saja!"
"Andi, pertemuan kita seperti di dalam
mimpi, saya tidak menduga sebelumnya." Kata Yeni
tersenyum.
"Kita bukan sedang mimpi, melainkan
kenyataan."
"Andi, bagaimana sekarang kita berangkat ke
Cibulan!" Ucap Yeni mendadak. "Sebab kalau kita
terlalu lama di sini, berarti waktu kita akan habis."
"Baiklah!" Andi dan Yeni berdiri, kemudian
mereka bergandengan tangan berjalan menuju ke
pintu keluar.
Keluar dari Kebon Raya tersebut, mereka
langsung menuju ke tempat parkir.
Dengan tersenyum sang sopir menyambut
kedatangan mereka. Setelah mereka naik ke mobil,
dengan cepat pak sopir meluncurkan mobilnya ke
Cibulan. 139
Andi tidak henti-hentinya memuji
pemandangan di sepanjang jalan yang dilintasi.
Tanpa terasa tibalah mereka di Cibulan, turun
dari mobil, segera Yeni menuju ke loket untuk
membeli karcis masuk ke dalam.
"Yeni, masuk ke dalam juga harus pakai
karcis?"
"Ya!" Yeni mengajak Andi masuk ke dalam.
"Wah! Indah benar" Andi menarik nafas
setelah berada di dalam, sebuah kolam renang
dengan airnya biru bening terpentang di hadapan
Andi. "Sungguh indah kolam renang ini!"
"Apa lagi airnya." Sambung Yeni. "Dinginnya
luar biasa!"
"Kau ingin berenang?"
"Kalau kau mau!"
"Saya rasa tidak perlu, cukup bagi kita untuk
melihat-lihat saja." Ucap Andi sembari melihat
kesana kemari.
"Andi, mari kita ke restoran itu." Yeni
menunjuk ke sebuah restoran atau boleh juga 140
disebut kantin. "Kita makan dulu. baru kita jalanjialan."
"Mahal tidak?"
"Jangan kuatir, persediaan uang masih cukup
banyak!" Yeni tertawa kecil sambil menarik tangan
Andi ke kantin.
Setelah duduk, Yeni memesan dua piring sate
ayam berikut lontongnya dan dua botol fanta.
"Ramai juga di. sini!" Ucap Andi sambil
memandang ke arah kolam renang, ia menyaksikan
muda mudi sedang berenang, ada juga yang
berkejar-kejaran di dalam kolam renang tersebut.
"Jangan lupa, hari Minggu!" Yeni tersenyum.
"Tuh! Banyak anak-anak sedang bermain di
lapangan rumput!" Yeni menunjuk ke arah
sekelompok anak-anak yang sedang bermain.
"Sungguh bahagia mereka itu!" Ucap Andi
memandang ke arah anak-anak tersebut.
Di saat itu pelayan kantin telah datang sambil
membawakan dua piring sate serta dua botol fanta.
"Ayoh, makan!" Ucap Yeni sesudah pelayan
itu pergi. 141
Andi menganggukkan kepala.
Mereka mulai makan, Yeni tidak habis,
namun disambung oleh Andi.
"Yeni, sayang kalau tidak dihabiskan, sebab
sate ini harus dibeli dengan uang, sedangkan uang
susah dicari!" kata Andi sambil nyengir.
"Bekas saya kau berani makan?" Yeni
membelalakkan matanya.
"Kau tidak dihinggapi penyakit menularkan?"
Andi tertawa dan Yeni juga ikut tersenyum.
Setelah membayar, mereka langsung
berjalan-jalan ke segala tempat yang terdapat di
situ.
"Yeni, alangkah indahnya bunga-bunga itu!"
Andi menunjuk ke arah tanaman bunga, ia
menghampiri bunga itu, kemudian dipetiknya
bunga itu setangkai dan diserahkan kepada Yeni,
dengan tersenyum Yeni menyambutnya.
"Andi, kau penggemar bunga?"
"Saya hobbi menanam bunga!" Jawab Andi.
"Dari kecil saya selalu merasa suka pada bunga!" 142
"Bunga kan diartikan perempuan."
"Yang saya sukai adalah bunga asli, bukan
bunga yang diartikan perempuan!" Andi
tersenyum.
"Senangkah kau pada bunga yang sudah
layu?"
"Tidak ada manusia yang senang dengan
bunga yang layu, demikian juga dengan diri saya."
"Seandainya saya sudah tua, apakah kau
masih mencintai saya?"
"Tetap mencintaimu!" Jawab Andi pasti.
"Bukankah kau tidak senang dengan bunga
yang telah layu?" Tanya Yeni. "Kenapa kau masih
mencintai saya yang telah tua nanti?"
"Yeni, kau jangan lupa, kalau kau sudah tua
dan menjadi nenek, berarti saya juga sudah tua dan
menjadi kakek, mungkinkah seorang kakek
mencintai seorang gadis?" Andi tertawa lebar.
"Tapi, kenapa kau tidak senang pada bunga
yang layu?" 143
"Kau adalah manusia dan bunga adalah
tumbuh-tumbuhan, dalam hal ini terdapat
perbedaan yang menyolok!" Ucap Andi. "Kau
mengenal cinta, sedangkan bunga tidak, saya
menyenangi bunga, apakah bunga mengetahuinya?
Bunga memberikan keharuman serta keindahan,
namun, bunga tidak bisa memberikan cinta
kasihnya."
"Dan sekarang?"
"Sekarang saya telah mencintaimu, tapi saya
tetap senang pada bunga yang menyibakkan
harumnya kepada kita!" Andi tersenyum.
"Kalau saya memakai minyak wangi,
mungkinkah kau akan bertambah senang pada
saya?"
"Yeni, minyak wangi adalah buatan manusia
jika kau memakai minyak wangi, berarti itu bukan
wangi asli dari tubuhmu." Ucap Andi sambil
berjalan. "Walaupun kau berbau keringat, namun
bau asli tubuhmu, saya malah merasa senang!"
"Andi..." Wajah Yeni berobah merah. "Kau
ngeledek saya berbau keringat, ya?" Yeni mencubit
lengan Andi. 144
"Toh! Saya tetap senang, kan?" Andi
meringis.
"Kau jahat!" Yeni mencubit lagi, Andi
mengelakkan tangannya dan berlari, dikejar oleh
Yeni, akhirnya mereka sampai di bangku yang
terdapat di sana, segera mereka duduk di bangku
itu untuk melepaskan lelah.
"Andi, benarkah kau lebih senang saya tidak
memakai minyak wangi?"
"Saya tidak melarang, sebab manusia
mempunyai hobbi yang berlainan!" Ucap Andi.
"Lagi pula wajar bagi seorang gadis memakai
minyak wangi!"
"Saya sudah mengerti!" Yeni tersenyum. "Oh
ya! Mari kita berangkat ke Puncak, jangan kita
habiskan waktu di sini saja."
"Oke!" Andi mengangguk.
Mereka langsung menuju ke pintu keluar dan
menuju ke tempat parkir mobil, sebelum mereka
masuk ke dalam mobil, mereka membeli buahbuahan di tempat itu, kemudian baru mereka
masuk ke dalam mobil. 145
Mobil diluncurkan oleh pak sopir menuju ke
arah Puncak, berselang beberapa saat. jalanan
menanjak telah dilewati oleh mobil mereka,
kemudian segala tikungan juga telah dilewati, Andi
mulai merasakan hawa yang dingin, ketika ia
melihat keluar, alangkah kaget hatinya, tahu-tahu di
bawah terdapat jurang yang dalam, agak merinding
sekujur badan Andi setelah menyaksikan jurangjurang itu, tak lama kemudian tibalah mereka di
Puncak.
Pak sopir memarkirkan mobilnya di tempat
parkir. Yeni mengajak Andi turun, sedikit gemetar
badan Andi setelah berada di luar mobil.
"Andi, kau merasa dingin?"
"Sedikit!" Jawab Andi. "Tidak apa-apa!" Andi
tersenyum.
Andi melihat ke depan, pegunungan yang
indah terpeta di depan matanya, ia berseru dengan
suara kagum.
"Yeni! Alangkah indahnya pegunungan di sini!"
"Andi, coba lihat ke bawah!" Tangan Yeni
menunjuk ke bawah. 146
"Hah!" Terkejut Andi. "Apa itu yang
berlenggang lenggok?"
"Husssh! Jangan bloon ah! Itu kan jalanan
yang kita lewati tadi!"
"Ooooh!" Wajah Andi berobah merah.
"Seperti ular!"" Andi tertawa. "Yeni, hawa di sini
sangat sejuk serta menyegarkan tubuh, tidak sama
dengan kota Jakarta yang penuh dengan debu."
"Memang, karena Jakarta adalah kota besar.
Ribuan mobil melintasi jalanan, terang saja debu
beterbangan ke mana-mana, sedangkan di sini
adalah daerah pegunungan, maka berbeda dengan
kota Jakarta!""
"Kalau saya mempunyai uang nanti, saya
ingin membeli sebuah villa di daerah ini, setiap
Minggu bisa beristirahat dengan tenang serta
badan akan menjadi sehat dan segar."
"Andi, bagaimana saya sewakan sebuah villa
untukmu beristirahat?"
"Kapan?"
"Sekarang!" Wajah Yeni berseri-seri.
"Tapi... sangat mahal kan?" 147
"Jangan kuatir, uang saya masih mencukupi."
Yeni tersenyum.
"Yeni... kau terlampau baik."
"Asal kau gembira, saya juga merasakan


Bila Tersibak Selimut Duka Karya Fredy S di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kegembiraanmu adalah, harapan saya!" Yeni
menundukkan kepalanya.
"Yeni..." Andi menggenggam tangan Yeni
erat-erat.
Yeni menoleh ke arahnya dengan pandangan
mesra serta penuh kasih sayang.
"Oh ya, Andi mari kita pergi menyewa villa."
"Tunggu dulu!" Andi mencegah. "Buahbuahan masih ketinggalan di dalam mobil!"
"Oh ya, lupa!"
Bergegas mereka menuju ke tempat parkir
mobil, ternyata pak sopir sedang tidur di dalam
mobilnya.
Ketika Andi membuka pintu mobil, pak sopir
terkejut dan terbangun.
"Kok! Cepat!" Pak sopir tertegun. 148
"Mau ambil buah-buahan yang tertinggal."
Ucap Andi.
"Silahkan!"
Setelah mengambil buah-buahan yang
berada di dalam sebuah kantong, Yeni mengajak
Andi menyewa sebuah villa. Langsung Yeni
membayar ongkos sewa villa tersebut kepada
pemiliknya.
Yeni dan Andi duduk di depan, buah-buahan
diletakkan di atas meja, namun tas yang dibawa
oleh Yeni tidak terlepas dari tangannya, mungkin ia
takut ketinggalan.
"Sungguh nyaman duduk di sini, hawa segar,
panorama mempesonakan, apa lagi di sisi terdapat
seorang gadis yang cantik jelita." gumam Andi.
"Benarkah saya cantik jelita?" Tanya Yeni
mendadak.
"Yeni, kau lebih cantik daripada segala apa
yang terdapat di sini, kau lebih halus dan lebih
lembut daripada kapas yang berkwalitas tinggi!"
"Ohoi, Andi!" Ucap Yeni sambil tersenyum
geli. "Rayuan apa ini namanya?" 149
"Bukan rayuan, melainkan kesungguhan
pujian untukmu!" Andi tertawa girang. "Apakah kau
tidak merasa senang atas pujian saya?"
"Senang!" Wajah Yeni cerah. "Oh ya! Jangan
lupa buah-buahan." Yeni membuka kantong itu.
Ia mengeluarkan dua buah jeruk, sebuah
diberikannya kepada Andi, Andi menyambut
dengan wajah berseri-seri.
"Tidak disangka kita akan duduk di sini." Ucap
Andi sambil mengupas jeruknya.
"Saya sendiri juga masih bingung, kenapa kita
bisa bertemu dan duduk di sini?" Sambung Yeni
seraya mengupas jeruknya juga.
"Apakah ini yang dinamakan takdir?"
"Mungkin juga!" Yeni mengangguk.
Kulit jeruk ditaruh di atas meja, perlahanlahan mereka menikmati manisnya jeruk.
"Andi, kenapa jeruk ada yang manis dan ada
yang rasanya asam?" Tanya Yeni mendadak.
"Seperti penghidupan manusia!" Jawab Andi.
"Ada yang hidup senang dan ada yang hidup 150
melarat, ada yang hidup bahagia dan ada yang
hidup sengsara, seperti jeruk inilah! Malah ada
semacam jeruk yang rasanya pahit!"
"Benarkali ada jeruk yang rasanya pahit?"
Yeni membelalakkan matanya.
"Ada! " Jawab Andi. "Jeruk kempos!"
"Jeruk kempos?" Yeni tidak mengerti.
"Artinya jeruk yang tidak ada sarinya!"
"Oh!" Yeni mengangguk. Kemudian ia
berkata dengan suara lembut: "Andi, tadi kau bilang
ingin beristirahat, bagaimana istirahat saja di dalam
kamar, bisa juga tidur-tiduran untuk melepaskan
lelah."
"Benar juga saranmu." Andi berdiri dan
diikuti oleh Yeni, langkah mereka diayunkan ke arah
kamar, setelah berada di dalam kamar, Andi
langsung menghempaskan dirinya ke atas tempat
tidur, sedangkan Yeni mengunci pintu. Kemudian ia
duduk di samping Andi sambil menatap dengan
mata bersinar-sinar.
"Yeni, kau ingin beristirahat juga?"
"Em!" 151
Dengan cepat Andi menggeserkan badannya
ke pinggir dalam, dengan malu-malu Yeni
membaringkan dirinya ke atas tempat tidur, kini
mereka telah tiduran seranjang atau satu tempat
tidur yang sama.
Hati Yeni berdebar-debar aneh. sekujur
badannya terasa panas, ia menggeliat sebentar,
kemudian ia membalikkan badannya dan
menghadap ke arah Andi.
"Andi..." Suaranya gemetar serta mendesis.
"Ada apa? Yeni!" Andi membalikkan
badannya, sehingga ia berhadapan muka dengan
Yeni.
"Saya" Mendadak Yeni merangkul Andi
disertai hawa nafsu yang bergelora. "Saya ingin
menyerahkan kesucian kepadamu!"
"Yeni!" Andi mengerutkan keningnya,
perlahan-lahan ia melepaskan rangkulan Yeni dan
Sang Fajar Bersinar Di Bumi Singasari 17 Sungai Lampion Karya Ching Yun Bezine Kembalinya Manusia Rendah 2

Cari Blog Ini