Ceritasilat Novel Online

Bila Tersibak Selimut Duka 2

Bila Tersibak Selimut Duka Karya Fredy S Bagian 2


bangun dari tempat tidur, kemudian ia duduk di
kursi yang berada di dalam kamar itu.
"Bangun dan duduk di sini!" 152
Andi menunjukkan sebuah kursi yang
dipisahkan oleh sebuah meja.
Perlahan-lahan Yeni bangun dari tempat
tidur dan duduk di kursi yang ditunjukkan oleh Andi,
ia menatap Andi dengan perasaan heran. "Ada
apa?"
"Yeni!" Andi tersenyum. "Hampir saja kau
terjerumus oleh hawa nafsumu sendiri!"
Wajah Yeni spontan berobah merah, ia tidak
berani memandang ke arah Andi, kepalanya
ditundukkan.
"Yeni!" Ucap Andi dengan suara halus.
"Walaupun kita saling mencintai, tapi haruskah kita
berbuat begitu?"
Yeni tidak berani menjawab, mulutnya
membungkam, matanya menatap ke bawah.
"Berapa banyak muda-mudi yang terjerumus
lantaran perbuatan tersebut!" Suara Andi
menggetarkan hati Yeni. sehingga matanya mulai
berkaca-kaca. "Meskipun tiada yang mengetahui
atau tiada yang menyaksikan perbuatan ini, namun
Yang Maha Esa tetap menyaksikannya, haruskah
kita berbuat dosa? haruskah kita berbuat najis?" 153
Mata Andi jauh memandang. "Haruskah kita
mencemarkan diri kita sendiri? Hanya semata-mata
menikmati senggama itu?"
Setetes demi setetes air mata Yeni jatuh ke
bawah membasahi lantai yang dipijaknya.
"Berapa banyak muda mudi yang berbuat
begitu, walau akhirnya mereka kawin juga sebagai
mana mestinya, namun, bahagiakah mereka?
Rukunkah mereka?" Suara Andi tetap halus, malah
kini bertambah lembut dan sabar. "tabukah kau
bahwa mereka telah kehilangan kebahagiaan yang
semestinya mereka ingat hingga di hari tua?" Andi
berhenti sebentar, kemudian ia baru melanjutkan.
"Kebahagiaan apa yang harus mereka ingat selalu?
Tidak lain ialah malam pertama bagi penganten
baru. Apakah mereka masih mempunyai malam
pertama? Tidak ada!" Andi menatap ke arah Yeni
sebentar. "Betapa kasihannya diri mereka yang
telah kehilangan malam pertama, maka, seterusnya
bisakah mereka hidup dengan bahagia?" Andi
menghela nafas.
"Andi ..." Tiba-tiba Yeni berseru: "Maafkanlah
saya!" Yeni bangun dari tempat duduknya,
kemudian ia menubruk Andi sambil menangis 154
tersedu-sedu, perlahan-lahan badannya merosot ke
bawah, buru-buru Andi mengangkat badannya
sembari membelai rambutnya dengan penuh kasih
sayang, sejenak kemudian Yeni kembali ke tempat
duduknya. Pipinya telah basah oleh air matanya.
"Andi... maafkanlah saya!" Ucap Yeni sesenggukan.
"Yeni, kau tidak bersalah!" Ucap Andi
sungguh-sungguh. "Batinmu masih kurang kuat
menghadapi segala godaan, hal tersebut sangat
membahayakan dirimu!" Andi menggeleng
gelengkan kepalanya. "Untung kau bertemu dengan
saya dan lebih untung lagi ialah saya mencintaimu
dengan kesucian hati, kalau tidak, coba kau
bayangkan, bukankah sekarang kau akan menangisi
nasibmu?" Andi tersenyum ramah. "Mudahmudahan dengan adanya kejadian ini, batinmu
akan bertambah kuat!"
"Andi, terimakasih atas nasihatmu, sehingga
saya menyadari kesalahan saya!" Ucap Yeni sambil
menahan isak-tangisnya. "Lebih-lebih saya berterimakasih atas kesucian cintamu, sehingga saya
tidak terjerumus ke perbuatan yang melanggar
ajaran agama." 155
"Yeni!" Andi tersenyum lembut. "Kau jangan
menangis lagi."
"Andi, saya menangis karena terharu oleh
keluhuran hatimu, kini... saya baru mengetahui apa
yang dinamakan cinta." Yeni mulai tersenyum.
"Yeni! Kau sudah tersenyum lagi, senyuman
mu lebih manis dan lebih cerah daripada
sebelumnya."
"Andi..." Mendadak Yeni berdiri dan
menghampiri Andi, buru-buru Andi juga berdiri.
"Andi... bolehkah saya memelukmu?"
"Pelukan yang berdasarkan kasih sayang
bukanlah merupakan larangan." Andi tersenyum.
"Andi..." Yeni memeluknya. "Terimakasih,
Andi!"
"Yeni..." Andi juga membalas pelukan Yeni,
terpadulah cinta kasih mereka yang suci murni.
"Yeni, sudah waktunya kita pulang!"
"Ya!" Yeni meletakkan kepalanya di bahu
Andi. 156
Sejenak kemudian, barulah mereka melepaskan pelukan masing-masing disertai senyuman yang
mesra.
Mereka tidak melupakan buah-buahan yang
masih terletak di meja depan, apa lagi Yeni, tasnya
tetap tergantung di bahunya..
Keluar dari villa itu, langsung mereka menuju
ke tempat parkir, dengan tersenyum-senyum pak
sopir menyambut mereka.
Setelah mereka naik ke dalam mobil,
langsung pak sopir meluncurkan mobilnya kembali
ke Jakarta.
Tiba di Jakarta, hari telah mulai malam,
mereka singgah dulu di sebuah restoran untuk
mengisi perut, selesai makan, mereka kembali ke
mobil.
"Andi, saya ingin membayar ongkos mobil di
sini saja!"
"Bukankah lebih baik kau menyuruh pak sopir
mengantarmu pulang?"
"Jangan, saya tidak mau sampai pak sopir
mengetahui alamat saya!" 157
"Ohya! Saya lupa!" Andi tersenyum. "Kalau
demikian, setelah kau membayar ongkos mobil,
berarti kita akan berpisah di sini?"
"Bagaimana kita jalan-jalan sebentar lagi?"
"Jangan, sebab hari sudah mulai malam, saya
kuatir..."
"Kuatir saya diomeli."
"Ya!"
"Baiklah! Saya akan membayar ongkos mobil
dulu." Yeni menghampiri pak sopir, ia mengeluar
kan uangnya dari dalam tas, setelah menghitung,
lantas diberikannya kepada pak sopir.
"Terimakasih, nona!". Ucap pak Sopir. "Lain
kali kalau nona memerlukan mobil, datang saja di
pangkalan!"
"Baik, pak!"
Yeni membalikkan badannya dan kembali ke
tempat Andi.
"Sudah saya bayar!" Ucap Yeni. "Oh ya! Andi,
apakah kau masih mempunyai ongkos?" 158
"Masih, malah uangmu yang tempo hari
belum saya pakai !"
"Gunakanlah untuk keperluanmu!"
"Saya merasa malu!" .
"Andi, kalau kau merasa malu, berarti kau...
tidak setia!"
"Yeni, saya selalu setia, tapi mengenai uang
adalah urusan lain, tidak bisa saya pergunakan !"
"Andi..." Mata Yeni mulai berkaca-kaca.
"Kenapa kau berpikiran begini?"
"Karena saya harus mencari uang dengan
hasil keringat saya sendiri!" Ucap Andi tegas.
"Uangmu tetap saya simpan dengan baik-baik!"
"Andi, seandainya kau merasa malu
menggunakan uang saya, lebih baik pulangkan
saja!" Yeni sesenggukan.
"Yeni... Maafkanlah, uangmu pasti saya
gunakan untuk keperluan saya!"
"Betul?"
"Betul!" 159
Tersenyum kembali Yeni, ia menatap Andi
dengan wajah berseri-seri.
Andi tersenyum cerah. "Oh ya! Yeni, kau
sudah harus pulang, jangan kemalaman!"
"Baiklah! Terpaksa kita berpisah sampai di
sini, jangan lupa besok bertemu di sekolahan saya!"
"Ya!"
Setelah saling menggenggam tangan, Yeni
pulang dengan taxi, sedangkan Andi, tetap dengan
bajaj.
Tiba di rumah Andi melihat Mira sedang
berdiri di pekarangan rumah.
"Kak Andi!" Seru Mira dengan girang. "Kau
sudah pulang?"
"Ya!" Jawab Andi, kemudian ia bertanya.
"Mira, kau sedang menunggu papamu?"
"Bukan!" Jawab Mira. "Saya sedang
menunggu kak Andi!"
"Saya tidak perlu ditunggu!" Andi tersenyum.
"Papamu sudah pulang?"
"Belum!" 160
"Mira, di mana Udin?" Andi mulai berjalan ke
dalam rumah.
"Biasa, ke rumah temannya!" Mira mengikuti
Andi.
"Waduh! Letih benar!" Andi duduk sambil
menyandarkan punggungnya ke belakang.
Bergegas Mira masuk ke dalam setelah
mendengar Andi mengeluh letih, tak lama
kemudian, Mira keluar lagi sambil membawakan
segelas air.
"Kak Andi, minum dulu!"
"Ah! Mira!" Ucap Andi. "Saya bisa ambil
sendiri!" Andi menyambutnya, setelah meneguk
beberapa kali, ia meletakkan gelas itu di atas meja.
"Mira, mana mamamu?"
"Oh! Mama sedang ke rumah familinya!"
Mira duduk di hadapan Andi. "Kak Andi sudah
mandi?"
"Belum!" Andi menggeleng.
"Ohya! Kak Andi baru pulang dari Puncak
kan?" Tanya Mira sambil menatap Andi. 161
"Ya!"
"Senangkah kak Andi di Puncak?"
"Senang!" Jawab Andi. "Di situ hawa udara,
nya sangat sejuk."
"Senangkah kak Andi berjalan-jalan dengan
gadis itu?"
"Eh!" Ucap Andi. "Kenapa kau harus tahu?"
Andi membelalakkan matanya. "Mira, kau belum
dewasa, tidak boleh mengetahui urusan orang
dewasa!"
"Saya hanya bertanya, bukan ingin
mengetahuinya!" Mira tersenyum.
"Bagaimana anggapanmu?" Tanya Andi
mendadak.
"Anggapan saya kak Andi pasti senang,
betulkan?" Mira tertawa kecil.
"Kenapa kau menganggap demikian?"
"Dari wajah kak Andi yang tersenyumsenyum!" 162
"Waduh! Sampai saya tersenyum-senyum
kau juga mengetahuinya." Ucap Andi. "Kalau
demikian, kau sering memperhatikan wajah saya?"
"Tidak!" Wajah Mira berobah merah. "Oh ya!
Kak Andi sudah makan belum?"
"Sudah!"
"Kak Andi makan di restoran bersama dengan
gadis itu kan?"
"Kalau bukan bersama dia, siapa lagi?" Andi
tersenyum. "Eh! Mira, apakah kau masih
memikirkan pemuda idamanmu?"
"Setiap malam juga saya memikirkan selalu!"
Jawab Mira.
"Waduh! Mira, saya kuatir nanti kau akan
sakit rindu!" Ucap Andi. "Kau masih kecil, tidak
boleh sakit rindu." Andi tertawa lebar.
"Tidak mungkin saya akan sakit rindu."
"Karena kau masih kecil, maka kau tidak
mengetahui apa itu sakit rindu?"
"Siapa bilang saya tidak mengetahuinya?"
"Kalau begitu, tolong jelaskan!" Andi terbelalak. 163
"Sakit rindu dikarenakan terlalu banyak
memikirkan seseorang, jarang bertemu serta jarang
berdekatan, sehingga pikiran selalu tertuju pada
orang tersebut menyebabkan dirinya ingin
bertemu, namun tidak kesampaian dan akhirnya
menjadi rindu. Begitu kan?"
"Saya sendiri masih belum mengetahui bagaimana saya bisa tahu?" Andi nyengir sambil menatap
Mira. "Ohya, saya ingin mandi dulu!"
"Saya akan menyediakan air panas!" Mira
berdiri.
"Tidak usah, Mira!"


Bila Tersibak Selimut Duka Karya Fredy S di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Harus!" Ucap Mira tegas. "Kak Andi baru
pulang dari Puncak dan kena hawa dingin,
seandainya tidak mandi dengan air panas, nanti
akan masuk angin!" Bergegas Mira berjalan ke
dalam dapur tanpa menghiraukan Andi masih
duduk terbengong-bengong:
Ia mengambil sebuah ember dan diisi dengan
air termos yang masih panas, kemudian ia
membawa ember ke dalam kamar mandi dan
mengisikan air bak ke dalam ember itu. Setelah
selesai, barulah ia kembali ke ruangan tamu. 164
"Kak Andi, air panas telah saya sediakan!"
"Mira, kau sangat baik!" Andi berdiri dari
tempat duduk sambil membelai rambut Mira.
"Mudah-mudahan setelah kau dewasa, kau akan
mendapatkan seorang pemuda yang baik."
"Kak Andi." Ucapnya. "Saya kan sudah
beritahukan bahwa saya telah mempunyai pilihan
hati..."
"Ohya! Saya lupa!" Andi tersenyum sambil
berjalan menuju ke kamar mandi, la tidak
mengetahui Mira sedang memperhatikan dirinya.
Setelah selesai mandi, Andi kembali ke
ruangan tamu, ia melihat Mira sedang membaca
majalah.
"Mira, malam ini kau tidak belajar?" Andi
duduk di hadapan Mira.
"Sudah!" Mira meletakkan majalah ke atas
meja. "Tadi saya sudah belajar."
"Udin?"
"Udin juga sudah selesai belajar." Mendadak
Mira teringat sesuatu. "Kak Andi, nanti malam kak
Andi tidur di kamar, tidak usah di sini lagi!" 165
"Kalau saya tidur di kamar, kau sendiri tidur
di mana?"
"Di dalam kamar papa dan mama!"
"Mana bisa!" Andi menggeleng. "Saya akan
tidur di sini saja!"
"Kemauan papa!" Ucap Mira. "Tadi pagi papa
telah membeli sebuah ranjang lipat dan ditaruhkan
di dalam kamarnya, pesannya kepada saya bahwa
mulai malam ini saya akan tidur bersama mama dan
papa akan tidur di ranjang lipat, maka, kak Andi
malam ini tidur bersama Udin."
"Mana boleh?" Andi menarik nafas.
"Kenapa tidak boleh?" Tanya Mira.
"Bukankah mama pernah bilang, anggaplah seperti
rumah sendiri."
"Saya di sini terlalu merepotkan orang
tuamu, terutama dirimu." Ucap Andi. "Saya sering
merasa tidak enak dalam hati." Andi menghela
nafas.
"Kak Andi jangan berkata demikian, seperti
halnya saya mencuci pakaian kak Andi, itu adalah 166
kemauan saya sendiri, maka, kak Andi jangan
menyinggung hal tersebut."
"Kau sangat baik, Mira. Nanti kau akan saya
kenalkan dengan adik saya."
"Terimakasih, kak Andi, saya tidak ingin
berkenalan dengan pemuda manapun juga." Jawab
Mira tegas.
"Waduh! Saya lupa lagi!" Andi tersenyum.
"Karena kau telah mempunyai pemuda idaman di
hatimu."
"Kak Andi jahat, ah!" Mira menundukkan
kepalanya dengan wajah memerah. Sejenak
kemudian mendadak Mira mengangkat kepalanya
sambil menatap Andi dengan pandangan aneh.
Hal tersebut diketahui oleh Andi, tercekat
hatinya! "Wah! Celaka!" Teriaknya di dalam hati.
"Jangan-jangan yang dimaksudkan pemuda itu
adalah diri saya, waduh! Hal ini harus dicegah, tidak
boleh hingga berlarut-larut, akan membahayakan
dirinya." Pikir Andi di dalam hatinya, maka segera ia
berkata pada Mira dengan suara yang lembut.
"Mira, saya harap kau jangan berpikir hal-hal
yang tidak wajar, hal tersebut akan membahayakan 167
dirimu." Ucap Andi. "Saya mengerti apa yang kau
pikirkan, ingat! Mira, hal itu akan merusak dirimu."
Andi berhenti sebentar, ia menatap tajam-tajam ke
arah Mira. "Kau tidak boleh mencintai pemuda yang
kau idam-idamkan, sebab pemuda itu hanya
menganggap kau seperti adiknya sendiri, oleh
karena itu, saya harap kau harus menghilangkan
pikiran itu, supaya tidak menjadi beban pikiranmu
dan beban pikiran pemuda itu!"
"Kak Andi..." Mendadak Mira berdiri dan lari
ke dalam kamar ibunya.
Di dalam kamar, ia menangis tersedu-sedu
dan air matanya mengucur dengan deras. Betulkah
ia telah jatuh cinta pada Andi? Namun, umurnya
baru lima belas tahun.
Andi duduk termenung sendirian di ruangan
tamu, pikirannya menjadi kusut, ia merasa kasihan
pada Mira, memang ia menyayangi dan
mencintainya, namun, Mira dianggapnya seperti
adik kandung sendiri, lagi pula umurnya masih
terlalu muda, mustahil Mira sudah mengenal cinta.
Andi tersenyum kecut, tiba-tiba ia teringat pada
Yeni, begitu bayangan Yeni terpajang di depan 168
matanya, spontan hatinya berobah menjadi
bahagia. 169
LIMA Setiap sore Andi pasti bertemu dengan Yeni
di sekolahan, di samping itu, Andi lebih giat
berusaha mencari pekerjaan, tapi, hasilnya tetap
nihil, malah sepatunya sudah hampir rusak.
Seperti biasa sore itu Andi menunggu Yeni di
depan sekolahan, tak lama kemudian, lonceng
berbunyi, berduyun-duyun murid sekolah itu
berjalan keluar dari dalam sekolahan, riang gembira
wajah-wajah murid-murid tersebut, ada yang
pulang dengan mobil, ada yang pulang dengan
motor, ada juga yang sedang menunggu bis atau
menunggu bajaj di pinggir jalan.
Yeni dengan wajah berseri-seri menuju ke
tempat Andi.
"Andi!" Serunya. "Sudah lama kau menunggu?"
"Belum begitu lama!" Andi tersenyum. "Eh!
Yeni, pak sopir tidak datang menjemputmu?"
"Entahlah!" Yeni memandang ke arah tempat
parkir mobik ternyata mobilnya tidak berada di
tempat parkir. "Mungkin pak sopir tidak sempat!" 170
"Bagaimana kita tunggu sebentar?"
"Boleh!"
Sejenak kemudian, mobilnya telah datang,
Rani berada di dalam mobil.
Kaget rasanya hati Yeni, apa lagi di saat itu
Andi sedang menggandeng tangannya, ia berusaha
melepaskan tangan Andi, tapi, tidak keburu lagi,
mobilnya telah berhenti di hadapannya.
Dengan cepat Rani turun dari mobil, hatinya
juga terkejut menyaksikan kakaknya sedang
bergandengan tangan dengan seorang pemuda.
"Kak Yeni! Siapa pemuda ini?" Rani
mengawasi Andi dari kepala sampai ke ujung kaki,
mendadak ia mengerutkan keningnya, sebab
pakaian dan sepatu Andi amat dekil.
"Rani, mari kukenalkan!" Yeni memperkenalkan Andi pada adiknya.
"Saya bernama Andi!" Andi mengulurkan
tangannya dengan maksud ingin bersalaman,
namun, diacuhkan oleh Rani.
"Saya adiknya!" Rani menunjuk ke arah Yeni.
kemudian ia berkata pada kakaknya. "Kak Yeni, mari 171
kita sekalian ke Super Market, saya ingin membeli
gaun baru!" Langsung ia menarik tangan Yeni ke
mobil.
"Andi, besok sore kita bertemu lagi!" Seru
nya dari dalam mobil.
"Ya!" Jawab Andi sambil menyaksikan
luncuran mobil dari hadapannya, kemudian
menghilang dari pandangan matanya.
Andi menundukkan kepalanya, hatinya
terpukul oleh sikap Rani, tiba-tiba ia menarik nafas
sambil berlalu dari situ.
Setelah Rani membeli gaun baru di super
market, langsung mereka pulang ke rumah.
Tiba di rumah, segera Yeni masuk ke dalam
kamarnya untuk menaruh buku-buku pelajarannya,
ia berbaring dulu ke atas tempat tidur, sejenak
kemudian baru ia keluar dan menuju ke belakang.
Papi dan maminya sedang makan.
"Papi, mami!" Ucapnya.
"Yeni, makan dulu!" Suara maminya.
"Entar dulu, saya mau mandi!" Yeni menuju
ke kamar mandi. 172
Setelah selesai makan, pak Sugianto dan Rani
menuju ke ruangan tamu, sebelum ia duduk, Rani
telah menghampirinya.
"Papi, saya tadi melihat kak Yeni sedang
bergandengan tangan dengan seorang pemuda."
"Oh!" Pak Sugianto duduk. "Kalau demikian
kakakmu telah mempunyai pacar, siapa pemuda
itu?"
"Andi namanya."
"Apa profesinya?"
"Saya tidak tahu, kelihatannya..."
"Kelihatannya anak orang kaya?" Pak
Sugianto tersenyum.
"Bukan!" Jawab Rani sambil mengerutkan
keningnya. "Kelihatannya bukan anak orang kaya,
sebab pakaiannya dekil serta sepatunya agak
rusak."
"Apa?" Spontan senyumannya hilang lenyap
dan wajahnya berobah kaku. "Kalau demikian
berarti pemuda itu adalah anak orang miskin."
"Mungkin!" 173
"Celaka!" Seru pak Sugianto dengan muka
merah padam. "Cepat panggil kakakmu kemari!"
"Ada apa?" Suara isterinya.
"Celaka! Yeni berteman dengan pemuda
miskin!" Serunya.
"Tidak apa-apa, kan?" Ucap isterinya sambil
duduk di sebelah suaminya.
"Tidak apa-apa?" Teriak pak Sugianto dengan
gusar. "Pokoknya tidak bisa, aku akan melarang
nya!"
"Jangan terlalu berkukuh pada pendirian
sendiri, Yeni sudah dewasa, dia mempunyai hak
untuk memilih." Suara isterinya sabar.
"Aku tidak perduli!" Pak Sugianto
menggebrak meja. "Aku adalah orang tuanya, dia
harus menurut kemauanku, titik!"
Rani telah masuk ke dalam, ia
memberitahukan kepada Yeni bahwa papi
memanggilnya. Saat itu Yeni telah selesai mandi dan
baru saja ia ingin makan. 174
Tanpa makan lagi Yeni menuju ke ruangan
tamu, ia menyaksikan wajah papinya kaku serta
merah padam.
"Yeni, kemari!" Suara papinya parau
"Duduk!"
Yeni duduk di hadapan papinya dengan hati
kebat kebit, ia sudah mengetahui apa yang akan
terjadi. Diliriknya Rani yang berada di sebelah
maminya, sinis-sinis wajah Rani menatap ke
arahnya.
"Yeni, kau telah mempunyai pacar kan?"
Suara papinya seperti sebuah martil memukul ke
dadanya. Ia mengangguk.
"Apa profesi pacarmu?"
Yeni menggelengkan kepalanya tanpa
menjawab.
"Jawab!" Bentak papinya.
"Ibunya berada di Semarang!"
"Apa usahanya di Jakarta?"
"Tidak usaha apa-apa!" Yeni menundukkan
kepala. 175
"Apa?" Seru papinya dengan suara keras.
"Dia tidak usaha apa-apa?"
"Ya!"
"Apakah kau sudah lupa pesanku?" Bentak
papinya. "Kenapa kau tidak menurut pada
peringatanku tempo hari? Kau berani
membangkang? Kurang ajar!"
"Papi, salahkah saya berteman dengan
pemuda miskin? Haruskah saya kawin dengan
pemuda kaya raya?"
"Kau memang bersalah dan harus kawin
dengan pemuda kaya!" Bentak papinya dengan
gusar.
"Papi hanya mementingkan diri sendiri tanpa
memikirkan diri saya!" Ucap Yeni dengan berani. "Di
mana kebijaksanaan papi dan di mana kasih sayang
papi? Saya sudah dewasa dan saya mempunyai hak
menentukan pilihan hati!"
"Apa?" langsung papinya berdiri. "Kau berani
kurang ajar?" Papinya menuding ke kening
puterinya. 176


Bila Tersibak Selimut Duka Karya Fredy S di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Saya tidak berani kurang ajar, hanya
membela hak saya!"
"Apa hakmu?" Papinya masih berdiri. "Dari
kecii aku merawat serta membiayaimu. hingga
dewasa, setelah dewasa dan merasa kaki sudah
kuat menginjak tanah, hm! Mulai membangkang
dan mulai kurang ajar pada orang tua!"
"Mendewasakan anak adalah kewajiban
orang tua!" Ucap Yeni. "Soal jodoh adalah hak anak
dan tidak bisa dipaksa oleh orang tua!"
"Kalau demikian, kau telah lupa budi orang
tua yang telah mendewasakan dirimu?"
"Budi orang tua tidak bisa dilupakan oleh
anak, namun, jodoh adalah jodoh, tidak dapat
disatukan dengan budi." Yeni berdebat terus
dengan papinya. "Senangkah papi melihat saya
hidup dengan batin tertekan walau saya
mempunyai seorang suami yang kaya? Tegakah hati
papi menyaksikan saya hidup sengsara di samping
seorang suami yang kaya?"
"Mustahil!" Teriak papinya. "Seandainya kau
kawin dengan pemuda kaya, tidak mungkin
batinmu akan tertekan, lebih-lebih tidak mungkin 177
kau akan hidup sengsara, sebab kau bisa memiliki
segala apa yang kau inginkan!"
"Tapi, misalnya saya tidak mencintai pemuda
kaya tersebut atau suami kaya tersebut?"
"Cari pemuda kaya yang bisa kau cintai!" Seru
papinya dengan nafas tersengal-sengal.
"Segala sesuatu telah ditentukan oleh Yang
Maha Kuasa, dapatkah saya menghindarkan diri dan
menurut kemauan papi, yakni mencari pemuda
kaya untuk dijadikan suami?"
"Walaupun sudah ditentukan, kau harus
berusaha!" Desak papinya.
"Mungkinkah?"
"Kenapa tidak mungkin!" Papinya
mengangkat bahunya. "Asal kau mau berusaha,
pasti mungkin!"
"Jodoh bukanlah semacam benda yang bisa
dicari menurut keinginan hati. Papi harus ingat,
cinta kasih menentukan jodoh dan bukanlah jodoh
menentukan cinta kasih, walau jodoh, namun tiada
cinta kasih, dapatkah jodoh tersebut berlangsung
lama?" 178
"Aku tidak mau tahu! Pokoknya aku tidak
setuju kau berteman atau berpacaran dengan
pemuda miskin!" Ucap papinya tegas. "Besok sore
kau ajak temanmu kemari!"
"Untuk apa ajak dia kemari?"
"Aku ingin bicara dengan dia!" Ucap papinya
sambil duduk. "Ingat! Besok sore harus kau ajak dia
kemari!"
"Baik, papi!" Jawab Yeni sembari berdiri,
kemudian ia langsung menuju ke kamarnya.
"Pap, aku rasa hal ini harus direnungkan,
sebab adat Yeni cukup keras."
"Tidak perduli!" Ucap suaminya. "Lebih baik
kau ke dalam kamarnya dan membujuknya supaya
jangan berpacaran terus dengan pemuda itu!"
Terpaksa isterinya bangkit dari tempat duduk
dan mennju ke kamar Yeni.
Setelah berada di dalam kamar, ia melihat
Yeni sedang duduk melamun di pinggir tempat
tidur.
"Yeni!" Ia menghampiri puterinya. "Jangan
melamun." 179
"Mami, saya tidak sangka papi berwatak
demikian!" Yeni menghela nafas.
"Kau besok akan mengajak pemuda itu ke mari?"
"Ya!" Ucap Yeni. "Apapun yang akan terjadi
tidak bisa menggoyahkan percintaan kami!"
"Tapi, jika papimu tetap melarang?"
"Saya sudah mengambil keputusan tetap!"
Ucap Yeni tegas. "Apapun tidak bisa
memisahkan percintaan kami!"
"Kalau papimu mengusirmu?"
"Saya akan pergi dari rumah ini!" Yeni
berkata sungguh-sungguh. "Tidak mungkin saya
akan kelaparan di luar."
"Yeni, tegakah kau meninggalkan mamimu?"
"Saya hanya meninggalkan rumah, bukan
meninggalkan mami!" Yeni tersenyum rawan.
"Kau ingin hidup bersama pemuda itu?"
"Ya!"
"Kau tidak akan menyesal?" 180
"Kalau saya akan menyesal, tidak mungkin
saya berdebat dengan papi, lagi pula saya mengenal
betul watak serta sifatnya!"
"Pemuda itu maksudmu?"
"Ya! Namanya Andi!" Yeni memberitahukan.
"Dia adalah pemuda yang baik!"
"Yeni, memang dia belum kerja?"
"Belum!" Jawab Yeni. "Tapi dia sedang
berusaha mencari pekerjaan!"
"Dia tinggal bersama siapa?"
"Bersama om dan tantenya!"
"Omnya berusaha apa?"
"Membawa taxi gelap!"
"Oh!" Tiba-tiba maminya teringat sesuatu.
"Oh ya! Yeni, bagaimana kita ke dokter sebentar?"
"Untuk apa?" Yeni tercenung.
"Bukankah kau sering sakit perut? Maka lebih
baik aku ajak kau ke dokter!"
"Saya rasa tidak perlu!" 181
"Harus, karena seandainya kau diusir oleh
papimu, mana kau ada uang lagi untuk ke dokter?"
"Baiklah!"
Setelah bertukar pakaian, berangkatlah
mereka ke dokter spesialis tanpa memberitahukan
pada pak Sugianto.
Sehabis diperiksa oleh dokter spesialis,
ternyata penyakit Yeni tidak berbahaya.
"Mami, apakah kita langsung pulang?" Tanya
Yeni setelah berada di luar kamar praktek.
"Belum, mari kita ke rumah Andi!"
"Untuk apa?"
"Setelah tiba di rumahnya, kau akan tahu
sendiri!"
"Tapi saya belum pernah ke rumahnya."
"Alamatnya kau tahu?"
"Tahu!"
"Kalau demikian, mari kita berangkat!" 182
Dengan naik taxi mereka menuju ke rumah
Andi. Saat itu Andi sedang berkumpul dengan om
dan tantenya di ruangan tamu.
Alangkah terkejut hati Andi ketika melihat
kedatangan Yeni, buru-buru Yeni perkenalkan
maminya pada Andi dan Andi mempersilahkan
mereka masuk serta memperkenalkan mereka pada
om dan tantenya.
Mira menyediakan minuman setelah mereka
duduk, diam-diam ia memperhatikan Yeni. Pantas
kak Andi jatuh cinta pada Yeni, tidak tahunya Yeni
begitu cantik dan ramah serta lembut. Pikirnya
dalam hati.
"Sebetulnya kedatanganku mempunyai
maksud tertentu!" Ucap mami Yeni pada semua
orang. "Besok Andi akan diajak oleh puteriku ke
rumah bertemu dengan papinya, namun,
sebelumnya aku ingin memberitahukan bahwa
papinya berwatak keras. Sebab papinya tidak
senang ia bergaul aiau berpacaran dengan pemuda
miskin." 183
Semua orang memasang kuping untuk
mendengar pembicaraan mami Yeni, melongo
semua setelah mami Yeni bicara sampai di situ.
"Maka dalam hal ini aku mengharap
pengertian Andi dan maklum adanya." Mami Yeni
meneruskan. "Aku mengerti bahwa hal kalian agak
genting maka aku kemari untuk bicara sebentar
dengan Andi!"
"Silahkan bicara, bu!" Ucap Andi.
"Perlukah kami masuk ke dalam?" Sambung
pak Hasono.
"Tidak perlu!" Jawab mami Yeni. "Gejalagejalanya Yeni bakal pergi dari rumah..."
"Hah!" Kaget hati Andi. "Mana boleh?"
"Terpaksa!" Ucap Yeni sambil menatap Andi.
Sedangkan pak Hasono dan isterinya saling
memandang memperlihatkan sikap, harus
bagaimana?
"Tidak mungkin puteriku akan tinggal di
rumah famili-familinya, aku cukup mengenal
wataknya, maka dalam hal ini terpaksa aku
berunding denganmu, Andi!" 184
"Harusnya bagaimana bu?" Tanya Andi.
"Aku anjurkan supaya kalian mengontrak
sebuah rumah..."
"Tapi... tapi..." Andi tergagap-gagap.
"Andi, tenang dulu!" Suara pak Hasono.
"Setelah kalian mengontrak rumah, aku akan
mensahkan kalian sebagai suami isteri dan aku juga
mengharap pihak Andi diwakili oleh om dan
tantemu."
"Perlukah dipikirkan kembali urusan ini?"
Tanya pak Hasono.
"Lagi pula belum tentu Yeni akan diusir oleh
papinya!" Sambung isteri pak Hasono.
"Kalau misalnya tidak diusir itu lebih baik,
yang kubicarakan ialah seandainya diusir!" Ucap
mami Yeni.
"Saya mempunyai usul!" Ucap Andi
mendadak. "Bagaimana sekiranya Yeni tetap di
rumah, setelah saya mencapaikan hasil yang
gemilang baru saya ke rumah ibu dan..." 185
"Saya menolak!" Potong Yeni. "Saya tidak
takut hidup melarat dan apakah kau menyuruh saya
hidup merana?"
"Saya bukan menyuruhmu hidup merana,
melainkan menunggu saya!"
"Tidak mau!" Yeni tetap berkeras. "Kalau kita
sudah tinggal sama-sama, saya juga bisa
membantumu mencari uang, supaya lebih cepat
maju!"
"Yeni, saya rasa lebih baik ..."
"Kak Andi!" Suara Mira mendadak. "Saya
menganjurkan supaya kak Andi menerima usul kak
Yeni, sebab jika kak Yeni harus menunggumu sekian
tahun, mungkin kak Yeni akan merana terus dan
juga batin kak Yeni akan tertekan atau tersiksa,
perlu kak Andi ketahui, perasaan wanita lebih halus
daripada perasaan lelaki, kak Andi mungkin tidak
akan merasakan hal tersebut, tapi, setiap wanita
pasti merasakan hal ini, lagi pula kak Yeni sangat
mencintai kak Andi, apa salahnya kak Andi
menerima usul tersebut? Asal kak Andi berkemauan
keras untuk berjuang demi masa yang akan datang, 186
niscaya kak Andi pasti akan mencapaikan masa yang
gemilang!"
"Husssh! Anak kecil ikut campur!" Bentak pak
Hasono.
"Benar ucapan kak Mira!" Entah dari mana
munculnya Udin seraya menyeletuk. "Tegakah kak
Andi membiarkan kak Yeni setiap malam
termenung sambil memandang ke angkasa raya?
Tegakah kak Andi membiarkan kak Yeni setiap saat
hanya mendengar desiran angin yang seharusnya
mendengar suara kak Andi?"
"Waduh!" Pak Hasono mengeluh. "Orang tua
sedang mengobrol, anak kecil ikut-ikutan
menyeletuk. Ayoh! Masuk dalam!"
"Papa, saya bukan menyeletuk, melainkan
memberi saran!" Ucap Udin. "Manusia tercipta
disertai cinta kasih, pantaskah dipisahkan?
Alangkah baiknya dirangkapkan!" Udin nyengir.
"Kaya dan miskin semua adalah umatNya, haruskah
lantaran hai sepele ini menyebabkan mereka
terpisah-pisah dan hati mereka hancur luluh!"
"Siapakah yang kau maksudkan mereka itu?"
Tanya Andi. 187
"Manusia yang sedang berpacaran dengan
cinta yang suci murni, termasuk kak Andi!"
"Kiamat, kiamat!" Seru pak Hasono. "Kecilkecil sudah menyinggung soal cinta yang suci murni,
kau masih bau pupur tahu?"
"Walaupun saya masih berbau pupur,
namun, saya mengenal apa itu cinta yang suci
murni!"
"Hah!" Kaget hati pak Hasono. "Jangan
mengoceh sembarangan, cepat masuk!"
"Cinta yang suci murni tidak ternoda oleh
hawa kotor dari jiwa manusia!" Udin menyengir
sambil masuk ke dalam.
"Cinta kasih orang tua terhadap anak juga
tidak boleh menitik beratkan pada harta kekayaan!"
Sambung Mira.
"Mira, masuk ke dalam!" Suara ibunya.
"Ya, ma!" Mira masuk ke dalam.
"Maaf! Maaf! Anak-anakku memang kurang


Bila Tersibak Selimut Duka Karya Fredy S di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ajar!" Ucap pak Hasono pada mami Yeni. 188
"Ini bukan kurang ajar, melainkan berpikiran
luas!" Mami Yeni tersenyum kagum. Kemudian ia
berkata pada Andi. "Andi, bagaimana keputusanmu? Apakah kau masih kalah dengan anak-anak?"
"Baiklah!" Jawab Andi setelah berpikir
sejenak. "Kalau demikian, besok sore saya akan
bertemu dengan papi Yeni!" Sambungnya
kemudian. "Tapi, kalau Yeni tidak diusir, berarti
batal rencana tersebut, kan?"
"Ya!" Jawab mami Yeni, kemudian dari dalam
tasnya ia mengeluarkan uang setumpuk dan
diserahkan kepada Andi seraya berkata. "Uang
tersebut harus kau terima untuk mengontrak
rumah nanti, sebab aku mengenal watak papi Yeni,
maka segalanya telah kusiapkan!"
Andi menolak.
"Kalau bukan dengan uang ini, dengan apa
kau akan mengontrak rumah?" Tanya mami Yeni.
"Ini... itu... ini "
"Andi, terimalah!" Yeni menganjurkan.
Terpaksa Andi menerima dan kemudian
diserahkannya kepada omnya. 189
"Kalau batal rencana tersebut, saya akan
mengembalikan uang ini!" Ucap Andi sungguhsungguh.
"Tidak usah dikembalikan, mungkin
berfaedah untukmu!" Tegas ucapan mami Yeni.
"Tapi..."
"Kalau masih ada tapi, berarti kau tidak
mencintai puteriku!" Mami Yeni menatap Andi
dengan tajam, sorotan matanya seakan menembus
ke hati Andi, sehingga Andi menundukkan
kepalanya. "Aku berbuat demikian ialah demi
puteriku, di samping itu aku berdoa untuk kalian,
terutama untukmu, setelah kau mencapaikan masa
yang gemilang, datanglah ke rumah bertemu
dengan papi Yeni."
"Ya!" Jawab Andi. Ia tidak menyangka urusan
menjadi begini macam.
Tak lama kemudian, mami Yeni berpamitan
dan pulang ke rumahnya, masih sempat Yeni
berpesan pada Andi.
"Andi, jangan lupa besok sore ke sekolahan saya!"
"Ya!" 190
Setelah mereka pergi, Andi duduk termenung
di ruangan tamu dan ditemani oleh om dan
tantenya.
"Andi, kau jangan mengecewakan harapan
mami Yeni!"
"Saya mengerti, om!" Andi mengangguk.
"Uang ini akan kusimpankan dulu ke dalam
lemari!" Ucap omnya sembari bangkit dari tempat
duduk dan menuju ke kamarnya.
"Andi, biar bagaimanapun juga kau tidak
boleh kurang ajar pada papi Yeni setelah bertemu."
Ucap tantenya.
"Ya, tante!"
"Kalau misalnya Yeni betul-betul diusir, kau
harus baik-baik menjaganya serta mencintainya."
"Hanya..."
"Hanya apa?"
"Hanya saya masih belum mendapat
pekerjaan!" Andi menghela nafas.
"Jangan kuatir, aku yakin tidak lama lagi kau
akan mendapat pekerjaan!" 191
"Mudah-mudahan!"
"Andi, kau duduklah sendiri, aku ingin ke
kamar dulu!" Tantenya berdiri dan menuju ke
kamarnya.
Andi bangkit dari tempat duduk menuju ke
pekarangan, kemudian ia duduk di bangku sambil
menengadahkan kepalanya.
*** Keesokan sore, dari sekolahan Yeni mengajak
Andi ke rumahnya. Tiba di rumah, papi Yeni sedang
duduk di ruangan tamu sembari merokok dengan
asyiknya. Mami Yeni duduk di sebelahnya.
"Selamat sore pak!" Ucap Andi sambil
menghampiri papi Yeni.
"Duduk!" Pak Sugianto menatap ke arah Andi
dengan tajam.
Segera Yeni masuk ke dalam dan keluar lagi
sambil mengambilkan minuman untuk Andi, setelah
diletakkan di atas meja, ia duduk di sebelah Andi.
"Orang tuamu usaha apa?" Tanya pak
Sugianto dengan suara parau. 192
"Ayah saya telah lama meninggal dunia dan
ibu saya tidak usaha apa-apa!" Andi menjelaskan.
"Sedangkan orang tua kandung saya tidak tahu
berada di mana?"
"Kalau demikian, yang telah meninggal
adalah ayah angkatmu? "
"Ya!"
"Ibumu yang masih hidup juga ibu angkat?"
"Ya!"
"Aku dengar ibumu tinggal di Semarang?"
"Ya!" Jawab Andi. "Malah saya masih
mempunyai seorang adik angkat!"
"Kau mencintai puteriku yang sulung?" Pak
Sugianto mematikan rokoknya di asbak.
"Ya!"
"Hm!" Pak Sugianto mendengus. "Apa
pekerjaanmu dan kau berani mencintai puteriku?"
"Saya belum bekerja!" Jawab Andi. "Namun
saya sedang berusaha pekerjaan! Saya berani
mencintai puteri bapak dikarenakan puteri bapak
juga manusia, tiada berbeda dengan saya!" 193
"Siapa bilang tidak berbeda?" Keras suara
pak Sugianto. "Kau adalah pemuda berasal dari
keluarga miskin, sedangkan puteriku berasal dari
keluarga yang kaya, di situlah perbedaan kalian!"
"Kaya dan miskin tidak berbeda, sebab
semua manusia adalah umatNya!" Sahut Andi. "Lagi
pula saya bisa berusaha supaya bisa maju!"
"Kau ingin berusaha dengan apa?" Pak
Sugianto tertawa terbahak.
"Dengan sepasang tangan saya!" Ucap Andi
tegas. "Semua manusia ketika baru lahir juga tidak
membawa apa-apa, seperti halnya dengan bapak
dan saya!"
"Tapi, bukankah sekarang aku cukup kaya?"
"Apakah hasil keringat bapak sendiri atau
warisan orang tua?"
"Hal ini kau tidak perlu tahu!" Membentak
pak Sugianto. "Pokoknya kau tidak sederajat
berpacaran dengan puteriku!"
"Kenapa saya tidak sederajat berpacaran
dengan puteri bapak?" Tanya Andi. "Sedangkan
saya juga manusia." 194
"Kau adalah manusia miskin, maka kau tidak
berderajat!"
"Kalau misalnya orang tua saya kaya?"
"Baru kau sederajat!" Jawab pak Sugianto.
"Namun, kayakah orang tuamu?" Pak Sugianto
tertawa sinis.
"Apakah kaya dan miskin merupakan syarat
utama bagi orang yang ingin berpacaran?"
"Bagi orang lain aku tidak tahu, tapi bagiku,
itulah merupakan syarat utama!"
"Bapak terlalu egois!" Ucap Andi. "Secara
hukum bapak telah bersalah, karena mengekang
hak azazi manusia!"
"Hem! Ini adalah rumahku, Yeni adalah
puteriku!" Ucap pak Sugianto dengan suara gusar.
"Di dalam keluarga, hukum itu tidak berlaku!"
"Bagi saya, di mana saja hukum tetap
berlaku!" Ucap Andi sungguh-sungguh. "Saya harap
bapak harus merenungkan secara seksama!"
"Aku telah merenungkan secara seksama,
malah sangat teliti sekali, sehingga aku tidak
mengizinkan puteriku berpacaran dengan keluarga 195
miskin, apa lagi menjurus ke soal kawin, lebih-lebih
aku tidak menyetujui!"
"Apakah bapak memikirkan soal
kebahagiaan?"
"Justru aku sering memikirkan hal tersebut,
sehingga aku selalu berhati-hati pada puteriku!"
Ucap pak Sugianto. "Misalnya puteriku kawin
dengan kau, apakah kau bisa memuaskan keinginan
hatinya?"
"Saya tidak menginginkan apa-apa!" Ucap
Yeni mendadak.
"Belum waktunya kau bersuara!" Bentak pak
Sugianto.
"Saya bersuara demi diri saya, apakah tidak
boleh?" Tajam ucapan Yeni.
"Perlukah aku menampar mulutmu!" Bentak
pak Sugianto dengan suara gusar.
Mendadak isteri pak Sugbnto mengedipkan
matanya ke arah Yeni, terpaksa Yeni membungkam.
"Hem!" Suara pak Sugianto. "Coba lihat
adikmu, setiap hari ke mana-mana pasti pakai 196
mobil, apakah kau tidak merasa malu terhadap
adikmu?"
"Kenapa saya harus merasa malu?" Tanya
Yeni. "Kalau Andi maju, ia juga bisa membeli mobil."
"Impian di siang hari bolong!" Pak Sugianto
tertawa gelak. "Macam dia bisa membeli mobil
nanti?" Pak Sugianto menunjuk ke arah Andi.
"Apakah mobil pacar Rani dibeli oleh jerih
payahnya sendiri?" Tanya Yeni.
"Bukan! Orang tuanya yang membelikan!"
"Kalau bukan orang tuanya yang membelikan
berarti pacar Rani juga tidak mempunyai mobil
kan?" Tanya Yeni lagi.
"Orang tuanya kaya, pasti dibelikan!" Pak
Sugianto mengangkat bahunya sedikit.
"Kalau orang tua saya kaya, saya juga bisa
mempunyai mobil!" Andi menyeletuk.
"Ha! Ha! Ha!" Pak Sugianto tertawa. "Palingpaling sekarang kau mempunyai mobil-mobilan!"
Andi menundukkan kepalanya, perih hatinya
mendengar ucapan pak Sugianto, hampir saja ia 197
menjerit dan wajahnya merah padam. Kalau bukan
demi Yeni, mungkin ia sudah pergi dari rumah itu.
"Ohoi!" Suara pak Sugianto. "Kau gusar?
Maka lebih baik kau jangan mencintai puteriku!"
"Saya yang mencintainya!" Tegas dan nyaring
suara Yeni.
"Kau mencintainya?" Pak Sugianto menatap
gusar ke arah puterinya. "Kau ingin mati
kelaparan?"
"Tidak mungkin saya akan mati kelaparan!"
Jawab Yeni dengan berani.
"Kau pasti mati kelaparan!" Pak Sugianto
menuding ke arah Yeni. "Pasti!"
"Tidak!" Teriak Yeni.
"Bagus! Bagus! Kau semakin kurang ajar pada
orang tua!" Mendadak pak Sugianto membentak
dengan suara keras. "Pergi kau ikut dia!"
"Pap! Kau mengusir Yeni?" Suara isterinya.
"Ya! Aku mengusirnya!" Bentak pak Sugianto. "Biar
dia tahu rasa!" 198
"Benarkah papi mengusir saya?" Tanya Yeni.
"Benar!" Ucap pak Sugianto. "Kau ingin mempunyai
suami yang miskin, kan? Silahkan kau pergi bersama
dia!" Pak Sugianto menunjuk ke arah Andi.
"Baik, saya akan pergi!"
"Ingat! Kau tidak boleh membawa baju yang
kubelikan!" Ucap pak Sugianto dengan bengis.
"Baiklah!" Yeni mengeraskan hatinya. "Saya
akan membawa seragam sekolah saja!" Yeni masuk
ke dalam kamarnya. Ketika maminya ingin ikut ke
dalam kamar, spontan pak Sugianto mencegahnya.
Terpaksa isterinya membatalkan niatnya.
"Kau boleh bawa Yeni pergi dari sini!" Ucap
pak Sugianto pada Andi. "Mulai saat ini, dia sudah
bukan puteriku lagi!"
"Perlukah bapak berpikir kembali?" Tanya Andi.
"Kecuali dia memutuskan hubungannya
dengan kau!"
"Saya tetap mencintainya!" Suara Yeni, ia
telah membungkus seragam sekolahnya.
"Sini!" Ucap pak Sugianto. "Buka bungkusanmu!" Perintahnya. 199
Yeni membuka bungkusannya, dengan cepat
pak Sugianto memeriksa seragam Yeni, dari
kantong baju seragam Yeni, pak Sugianto
mengeluarkan uang Yeni, langsung ia memasukkan
ke dalam kantong bajunya seraya berkata:
"Boleh pergi sekarang!"
"Tapi... itu adalah uang saya!"
"Uangmu dari siapa?"
"Dari mami!"
"Dari mana uang mamimu?"
"Dari... baiklah! Kami pergi sekarang!"
Kemudian Yeni berkata pada maminya. "Mami,
kami pergi!"
Maminya, mengangguk dengan mata


Bila Tersibak Selimut Duka Karya Fredy S di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkaca-kaca.
Yeni pergi bersama Andi hanya membawa
pakaian seragam. Dengan naik bajaj langsung
mereka menuju ke rumah pak Hasono.
Tiba di rumah pak Hasono, kebetulan pak
Hasono bersama isterinya sedang duduk santai di
ruangan tamu, ketika mereka melihat kedatangan 200
Andi bersama Yeni, hati mereka tidak terkejut lagi,
malah tersenyum-senyum menyambut kedatangan
Andi dan Yeni. Dengan ramah isteri pak Hasono
persilahkan Yeni duduk.
"Benarkah kau telah diusir oleh papimu?"
Tanya isteri pak Hasono.
"Benar tante!" Jawab Yeni, kemudian ia
menutur apa yang telah terjadi.
"Waduh!" Seru pak Hasono. "Kejam juga hati
papimu. untung mamimu telah mempersiapkan
segala-galanya!"
"Sekarang begini saja!" Ucap isteri pak
Hasono. "Tinggal dulu di sini, setelah mendapat
rumah kontrakan baru kalian pindah!"
"Sebetulnya saya masih merasa tidak enak,
sebab kami belum kawin secara sah, bagaimana
boleh tinggal satu rumah!" Andi mengeluh.
"Jangan lupa mami Yeni telah mensahkan
kalian, apa lagi telah disaksikan oleh kami, maka...
kalian telah dianggap sah sebagai suami isteri!"
ucap isteri pak Hasono. 201
"Lebih baik kalian bikin surat kawin di catatan
sipil!" Saran pak Hasono. "Demi menjaga segala
kemungkinan!"
"Betul! Harus demikian!" Seru Yeni.
"Saya ada usul!" Ucap Andi mendadak.
"Sebelum mengadakan pesta perkawinan, kita
jangan melakukan hubungan suami isteri dulu!"
"Itu sih tidak perlu!" Pak Hasono tersenyum.
"Setelah kalian bikin surat kawin, berarti kalian
telah menjadi suami isteri yang sah!"
"Tapi... saya masih merasa belum cukup,
sebelum mengadakan pesta." Ucap Andi sungguhsungguh.
"Boleh juga demikian!" Pak Hasono
mengangguk sambil tersenyum.
"Kak Andi, kak Yeni!" Mira muncul dari
belakang. "Entar malam kak Yeni tidur bersama
saya dan mama tidur di ranjang lipat, sedangkan
papa tidur bersama Udin dan kak Andi terpaksa
tidur di sini!" Mira menunjuk di ruangan tamu
menyaksikan Andi bisa berkumpul dengan Yeni. 202
"Mulai besok saya akan mencari rumah
kontrakan!" Ucap Andi.
"Oh ya!" Ucap pak Hasono mendadak.
"Apakah Yeni masih ingin meneruskan sekolah?"
"Saya rasa tidak usah lagi!" Jawab Yeni.
"Sayang kalau demikian!" Sambung isteri pak
Hasono sambil menarik nafas. "Pada hal tidak lama
lagi kau akan lulus!"
"Bagaimana kau teruskan saja sekolahmu?"
Tanya Andi mendadak. "Setelah Lulus baru berhenti
sekolah!"
"Jangan!" Jawab Yeni. "Sebab mulut Rani
sangat jail, pasti dia menceritakan yang bukanbukan di sekolahan, bagaimana saya ada muka lagi
melanjutkan sekolah?"
"Kalau demikian, terpaksa juga harus
berhenti sekolah?" Ucap Andi.
"Ya! Apa boleh buat!" Yeni menghela nafas.
"Andi!" Ucap pak Hasono. "Yang penting
sekarang kau ajak Yeni membeli beberapa potong
pakaian!" 203
"Pakaian jadi, jangan bahan!" Sambung isteri
pak Hasono.
"Ya! Tante!" Ucap Yeni.
"Saya ikut!" Suara Mira.
"Untuk apa kau ikut?" Tanya isteri pak
Hasono pada puterinya.
"Biarkan saja om!" Ucap Yeni sambil
tersenyum. "Mari kau ikut sekalian!"
"Oh ya!" Ucap pak Hasono mendadak. "Uang
dari mamimu akan kuserahkan kepadamu!"
"Biar om saja yang simpan!" Ucap Yeni.
"Kalau perlu saya baru ambil!"
"Kau tahu berapa uang itu?" Tanya pak
Hasono.
"Saya tidak tahu!" Jawab Yeni.
"Cukup untuk kontrak rumah yang lumayan
selama tiga tahun!" Pak Hasono menjelaskan.
"Mungkin masih ada lebih!" Ia memberitahukan
jumlah uang itu.
"Saya tidak sangka uang simpanan mami saya
sedemikian banyak!" Yeni menggelengkan kepala. 204
"Sekarang kau ingin ambil berapa?" Tanya
pak Hasono.
"Asal cukup saja untuk saya membeli
beberapa potong pakaian jadi!"
Pak Hasono berdiri dan kemudian ia menuju
ke kamarnya, sejenak kemudian, ia keluar lagi dan
menyerahkan uang kepada Yeni seraya berpesan.
"Tidak usah beli yang mahal-mahal, asal bisa
dipakai sudah cukup." Ucap pak Hasono. "Kalian
harus menyimpan uang itu untuk per ongkosan
sehari-hari!"
"Ya, Om!"
Setelah menerima uang, tak lama kemudian
berangkatlah mereka bertiga untuk membeli
pakaian atau gaun wanita. Selesai belanja, langsung
mereka pulang tanpa singgah di mana-mana lagi.
Malam itu, di rumah pak Hasono menjadi
ramai, sebab Mira sedang menyanyikan lagu
kesayangannya dengan diiringi oleh gitar dan
harmonika. 205
Pak Hasono dan isterinya juga ikut-ikutan
menepuk-nepuk tangan, sehingga suasana di dalam
rumah pak Hasono menjadi meriah.
*** 206
ENAM Beberapa hari kemudian, Andi telah
mendapatkan rumah kontrakan yang sederhana,
ruangan tamu, dua buah kamar tidur serta dapur
dan wc, air pompa yang bersih. Tiga tahun Andi
mengontrak rumah itu.
Pagi-pagi mereka telah pindah ke rumah
kontrakan tersebut, di hari itu juga Andi membeli
sebuah ranjang besi dan kursi meja serta perabotan
rumah tangga, tidak ketinggalan sebuah lemari
pakaian juga.
Keesokan harinya, Andi mulai berusaha
mencari pekerjaan lagi, hampir seharian Andi
berusaha, namun, hasilnya tetap nihil, dengan lesu
ia pulang ke rumah, begitu sampai di rumah, Yeni
telah menyambutnya dengan wajah berseri-seri.
"Andi. apakah kau merasa letih?" Tanyanya.
"Letih juga!" Andi tersenyum.
"Duduk sebentar untuk menghilangkan lelah,
saya akan ke dalam mengambilkan air minum!" Yeni
masuk ke dalam. 207
Andi duduk sambil menyandarkan
punggungnya ke belakang, tak lama kemudian. Yeni
keluar lagi sambil membawakan air minum untuk
Andi.
"Andi. minum dulu!"
Andi menyambutnya serta langsung ia
meneguk hingga habis, kemudian ia meletakkan
gelas itu ke atas meja.
"Andi!" Ucap Yeni sambil duduk di sebelah
Andi. "Bagaimana seandainya saya yang mencari
pekerjaan?"
"Jangan dulu!" Jawab Andi. "Kalau kau yang
bekerja, muka saya ditaruhkan di mana?"
"Ini bukan soal muka. tapi soal
penghidupan!"
"Lebih baik jangan dulu. karena saya adalah
lelaki, maka saya harus bertanggung jawab dalam
hal ini!" Ucap Andi tegas.
"Oh ya! Andi, bagaimana besok kita bikin
surat kawin?"
"Besok?" Andi berpikir sebentar. "Baiklah!" 208
"Andi. kau sudah makan belum?" Tanya Yeni
sambil tersenyum. "Kalau belum akan saya
sediakan!"
"Kau sudah makan?"
"Belum!"
"Baiklah! Kita makan dulu!"
Mereka masuk ke dalam, Yeni
menyendokkan nasi serta mengeluarkan dua butir
telur asin serta tempe goreng ke atas meja makan."
"Yeni, tidak disangka kau akan makan telur
asin serta tempe goreng!" Andi tersenyum sambil
duduk.
"Apakah tidak boleh?" Yeni juga tersenyum.
"Hidup harus sederhana dan jangan terlalu berfoyafoya!"
Mulailah mereka makan sambil mengobrol.
"Yeni, apakah kau menyesal?"
"Kalau saya bakal menyesal, tidak mungkin
saya mengikutimu!"
"Sebetulnya kau adalah puteri orang kaya,
namun, demi diri saya, kau rela hidup melarat." 209
"Andi, kita tidak hidup melarat!" Ucap Yeni
sungguh-sungguh. "Malah saya merasa kita sangat
kaya!"
"Kaya?" Terbengong Andi sejenak.
"Ya!" Jawab Yeni. "Kita kaya dengan cinta
kasih yang suci murni, coba kita bayangkan, di mana
ada manusia berlainan jenis tinggal di dalam satu
rumah tanpa melakukan hubungan sex, apa lagi
seperti diri kita telah disahkan sebagai suami isteri."
Yeni tersenyum geli.
"Kita menjadi suami isteri dikarenakan
keadaan yang memaksa, maka walaupun kita besok
telah membikin surat kawin, tetap saya tidak akan
melakukan hubungan suami isteri, hal ini saya harap
kau mengerti adanya."
"Saya mengerti perasaanmu!" Yeni
memandang kagum ke arah Andi. "Saya berani
mengikutimu disebabkan saya mengetahui kau
adalah pemuda yang baik!"
"Baiklah! Yeni, kita telah selesai makan, mari
kita mengobrol saja di ruangan tamu!"
"Saya akan membersihkan meja makan serta
mencuci piring dulu!" 210
"Ohya! Saya hampir lupa." Andi tersenyum.
"Belum mandi!"
"Kalau begitu, kau mandi dulu!"
"Oke!"
Andi menuju ke kamar mandi, sedangkan
Yeni menuju ke tempat cucian piring.
Berselang beberapa saat, Andi telah selesai
mandi dan Yeni pun telah beres mencuci piringpiring yang kotor.
Setelah menyisir, Andi menuju ke ruangan
tamu dan duduk sambil menyandarkan
punggungnya ke belakang.
Yeni keluar dari kamarnya, kemudian ia pun
duduk di sebelah Andi.
"Yeni, entah bagaimana keadaan papi dan
mamimu?"
"Saya rasa papi dan mami saya tetap sehat
walafiat!"
"Mudah-mudahan demikian adanya!" Ucap
Andi. "Entah kapan baru kita akan menampakkan
diri di hadapan papimu?" 211
"Bisakah saya maju?"
"Saya yakin dan percaya bahwa kau akan
maju." Ucap Yeni sungguh-sungguh. "Kita harus
membikin kejutan."
"Untuk mengejutkan siapa?"
"Papi saya!" Yeni tertawa kecil. "Sebab papi
saya pernah menganggap bahwa dirimu tidak
mampu apa-apa, maka kau harus memperlihatkan
kemampuanmu!"
"Ohya! Yeni, benarkah Rani berpacaran
dengan anak orang kaya?"
"Benar!" Jawab Yeni. "Kalau tidak salah anak
dari presiden direktur Bank!"
"Kalau demikian, kaya juga pemuda itu!"
"Bukan pemuda itu yang kaya, melainkan
orang tuanya yang kaya!"
"Yeni, saya adalah putera dari orang
terkaya!" Andi tertawa terbahak-bahak.
"Kaya dengan kejujuran serta kesucian cinta
kasih!" Yeni tersenyum geli. 212
"Yeni!" Tiba-tiba Andi membisik. "Saya harap
kau jangan salah duga atau salah sangka, saya tidak
mau melakukan hubungan suami isteri bukanlah
dikarenakan saya impoten, melainkan saya menjaga
martabat serta moral saya!"
"Andi... kau..." Spontan wajah Yeni berobah
merah saking malu.
"Yeni, saya memberitahukan kepadamu


Bila Tersibak Selimut Duka Karya Fredy S di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

supaya kau jangan salah paham." Andi nyengir.
"Saya... saya mengerti!" Yeni menundukkan
kepalanya.
"Yeni, mulai besok kita harus bertambah irit,
supaya jangan sampai kehabisan ongkos dapur."
"Ya!" Yeni mendongakkan kepalanya. Ia
menatap Andi dengan penuh kasih sayang.
"Besok setelah beres mengurusi surat kawin,
saya akan langsung mencari pekerjaan dan kau
pulang sendiri saja, bagaimana?"
"Boleh!" Yeni mengangguk. "Saya doakan
supaya besok kau akan mendapat pekerjaan."
"Terimakasih atas doamu!" 213
"Andi, kalau kau sudah mendapat pekerjaan,
apakah kau akan meneruskan kuliah?"
"Mungkin saya akan masuk akademi
Akunting!"
"Bagus! Saya setuju!" Yeni berseru dengan
girang. "Kalau kau sudah selesai kuliah akademi
Akunting, berarti kau bisa mempunyai kedudukan
dan gajimu cukup lumayan, di saat itu kita bisa
mengumpulkan uang, setelah cukup kita akan
membeli rumah."
"Mudah-mudahan harapan kita bisa
tercapai!"
Setelah larut malam, mereka kembali ke
kamar masing-masing untuk tidur.
"Selamat tidur Yeni!"
"Selamat tidur Andi sampai beri mu lagi esok
pagi!"
*** Esok pagi, setelah selesai mengurusi surat
kawin, langsung Andi berusaha mencari pekerjaan
lagi, ia keliling-keliling hampir setengah harian, 214
hasilnya tetap nihil, tiba-tiba ia melihat sebuah
gedung bertingkat-tingkat menjulang ke langit.
Penuh sesak mobil diparkirkan di depan
gedung tersebut. Andi berdiri terbengong sejenak.
Mendadak sekelebatan pikiran melewati otaknya.
"Eh! Kenapa saya tidak mau coba-coba
mengadu untung ke dalam gedung ini? Siapa tahu
saya bisa mendapat pekerjaan di dalam gedung
yang mewah ini?"
Lantas ia memberanikan dirinya masuk ke
dalam gedung tersebut, hawa A.C. yang dingin
melenyapkan kepanasannya yang tersorot oleh
terik matahari.
Dengan dada sedikit terangkat ia memasuki
pintu kaca dan langsung menuju ke sebuah ruangan
yang bertulisan: INFORMATION.
Seorang gadis cantik menyambut kedatangan
nya sambil tersenyum-senyum.
"Anda ingin bertemu dengan siapa?"
"Saya tidak ingin bertemu dengan siapasiapa." Jawab Andi sedikit gemetar. "Saya ingin
melamar pekerjaan!" 215
"Anda ingin melamar pekerjaan?" Tanya
gadis itu sambil menatap Andi.
"Ya!"
"Tapi saya rasa kemungkinan tidak ada
lowongan!"
"Nona tolong tanyakan." Andi memohon.
"Baiklah! Saya harap anda tunggu sebentar,
saya akan tanyakan pada bagian personalia!"
"Terimakasih, nona!"
Nona itu masuk ke dalam, Andi menunggu
dengan hati kebat kebit, duduk susah berdiri susah,
perasaan Andi di saat itu.
Berselang beberapa saat, nona itu berjalan
keluar dari dalam dengan wajah berseri-seri.
"Bagaimana? Nona!" Buru-buru Andi
menyapanya.
"Anda disuruh masuk, mudah-mudahan ada
lowongan kerja untuk anda!"
"Terimakasih, nona. Terimakasih!" 216
"Saya harap anda mengikuti saya ke dalam
untuk bertemu dengan kepala bagian personalia."
"Terimakasih, nona yang baik!" Andi
mengikuti nona itu ke dalam, melewati beberapa
meja, sampailah Andi di hadapan kepala bagian
personalia.
"Maaf, saya harus kembali ke tempat semula
dan anda bicara langsung saja dengan bapak kepala
bagian personalia.
"Terimakasih, nona!"
"Duduk, saudara!" Kepala bagian personalia
tersenyum sambil menatap pada Andi.
"Terimakasih, pak!" Andi duduk di hadapan
kepala bagian personalia.
"Pernah bekerja di mana?"
"Belum pernah pak!"
"Pendidikan?"
"Lulusan Es Em A."
"Asal kelahiran?"
"Jakarta, kemudian pindah ke Semarang!" 217
"Keluarga masih di Semarang?"
"Ya! Pak!"
"Sudah kawin?"
"Baru bertunangan!" Merah wajah Andi.
"Baiklah!" Kemudian kepala bagian
personalia mengeluarkan selembar formulir untuk
Andi. "Isilah formulir ini sejujurnya."
"Terima kasih, pak!" Langsung Andi mengisi
formulir itu, setelah selesai, ia menyerahkan
kembali kepada kepala bagian personalia.
"Saudara tunggu sebentar, aku akan bertemu
dengan pak direktur dulu."
Kepala bagian personalia keluar dari
ruangannya, kemudian ia menuju ke tempat tangga
lift.
Hati Andi berkebat kebit lagi, ia duduk
dengan perasaan tidak tenang. Cukup lama Andi
menunggu, seperempat jam lebih, kepala bagian
personalia baru kembali dengan wajah cerah.
"Saudara disuruh menghadap oleh pak
direktur. Mari ikut!" 218
"Terimakasih, pak!" Andi mengikuti kepala
bagian Personalia, dengan tangga lift mereka ke
atas, tangga lift berhenti, mereka memasuki
ruangan yang besar, penuh dengan karyawan dan
karyawati, setelah melewati ruangan tersebut,
barulah mereka memasuki ruangan direktur.
"Selamat siang, pak!" Ucap Andi pada
direktur setengah tua berbadan agak gemuk.
"Pak, inilah orangnya." Ucap kepala bagian
personalia.
"Em! Kau kembali ke tempat!" Ucap direktur
itu pada kepala bagian personalia, suaranya
berwibawa.
"Ya! Pak!" Kepala bagian personalia
mengundurkan diri.
"Duduk!"
"Terimakasih, pak!" Andi duduk dengan kaki
sedikit gemetar, sebab wajah direktur itu sangat
angker.
"Kau ingin bekerja?"
"Ya, pak!" 219
"Aku telah membaca isi formulirmu,"
Direktur itu berhenti sebentar sambil menatap
Andi. "Sebetulnya tidak ada lowongan, tapi,
kebetulan seorang pesuruh kantor kami berhenti,
maka... bagaimana lowongan tersebut diisi
olehmu?"
"Terimakasih, pak!" Andi bersorak
kegirangan di dalam hatinya.
"Kalau demikian, besok kau mulai
melaksanakan tugasmu dan temuilah kembali
dengan kepala bagian personalia."
"Ya, pak!"
"Silahkan!"
Andi siap meninggalkan ruangan tersebut,
mendadak direktur itu berkata lagi.
"Aku harap kau bekerja dengan tekun dan
sifat sementara untukmu, di kemudian hari...
tergantung pada kejujuranmu!"
"Terimakasih, pak!" Andi meninggalkan
ruangan direktur dengan hati girang dan lega,
kemudian ia kembali ke ruangan kepala bagian
personalia. 220
"Maaf, pak, saya mengganggu sebentar."
"Duduk!" Kepala bagian personalia
tersenyum. "Selamat, saudara telah diterima."
"Bapak sudah tahu?" Terbelalak mata Andi.
"Ya!" Kepala bagian personalia menunjuk ke
arah telpon.
"Oh!" Andi tersenyum.
"Mulai besok sebelum jam delapan, saudara
sudah harus berada di sini dan besok aku akan
memberi petunjuk padamu."
"Terimakasih! Pak!"
"Tugas saudara ialah mengantarkan
dokumen-dokumen dari suatu bagian ke bagian
yang lain." Kepala bagian personalia menjelaskan.
"Di sini adalah kantor pusat dan bercabang ke
seluruh Nusantara. Export Import, memborong
bangunan, pabrik textil, pabrik cat serta lainlainnya, semua berada di sini. Dari lantai dasar
sampai lantai atas semua adalah milik presiden
direktur."
"Artinya gedung ini adalah milik presiden
direktur?" 221
"Ya!" Jawab kepala bagian personalia.
"Presiden direktur kita sangat kaya, beliau adalah
tokoh terkemuka di masyarakat, sering
menyumbang ini dan itu, terutama lembaga anak
yatim piatu."
Andi meleletkan lidahnya, ia tidak sangka
presiden direkturnya demikian kaya. Kalau begini,
papi Yeni mana mungkin menandingi presiden
direkturnya, pikir Andi di dalam hati. Demikian juga
dengan orang tua pacar Rani, kekayaan orang tua
pacar Rani mana bisa menandingi kekayaan
presiden direkturnya.
"Beliau juga memiliki beberapa Bank dan
bercabang kemana-mana." Ucap kepala bagian
personalia. "Maka aku harap saudara bekerja
dengan tekun, rajin serta jujur, di kemudian hari
saudara pasti akan maju. Lagi pula presiden direktur
kita selalu memperhatikan nasib karyawan atau
karyawatinya."
"Apakah beliau sering di sini?"
"Jarang!" Jawab kepala bagian personalia.
"Sebab beliau amat sibuk!" 222
Di samping menjelaskan seluk beluk presiden
direktur, Andi juga diberi petunjuk mengenai
tugasnya esok, kemudian ia dipersilahkan pulang
dulu oleh kepala bagian personalia.
Tiba di rumah, ternyata pintu rumah dikunci,
dengan tidak sabaran Andi mengetok pintu, tak
lama kemudian pintu terbuka dan Yeni
menyambutnya dengan bibir menyungging
senyuman.
Secepat kilat Andi memeluk Yeni serta
mencium keningnya, kemudian ia menarik tangan
Yeni sembari menari-nari seperti anak kecil, malah
mulutnya juga mengeluarkan suara nyanyian yang
bernada campur aduk, setelah itu ia melepaskan
tangannya dan berjingkrakan sendirian.
Yeni menatapnya dengan mata terbelalak
dan berdiri mematung saking kesima. Eh! Apakah
Andi kesurupan jin? Tanyanya di dalam hati.
"Andi! Kau kenapa?" Tanya Yeni kuatir.
Andi tidak menggubris pertanyaan Yeni,
malah suara nyanyiannya bertambah keras dan
sepasang tangannya diangkat ke atas serta
digoyang-goyangkan menurut irama suara 223
nyanyiannya, pantat serta pinggulnya juga
tergoyang-goyang tak henti-hentinya.
"Andi...!" Pekik Yeni
Andi tetap tidak mendengar suara pekikan
Yeni, malah irama nyanyiannya telah diganti
dengan irama nyanyian slow, langkah kakinya
diayunkan ke depan dan ditarik ke belakang dengan
gerakan lemas tangannya juga mengambil sikap
sedang berdansa.
"Andi...!" Yeni menahan suara tangisnya,
matanya sudah mulai berkaca-kaca.
Andi saking asyik sehingga tidak mendengar
suara Yeni yang menahan isak tangisnya.
Dari irama slow diganti lagi dengan irama
Bali, sehingga kepala Andi tergoyang-goyang dan
matanya mendelik-delik, tangan dan kakinya dipentang lebar-lebar, kemudian sebelah kakinya
ditekuk dan jari tangannya digerakkan dengan
lemas. Matanya tetap mendelik dan bola matanya
melirik ke kiri sebentar dan ke kanan sebentar.
Hal tersebut lebih-lebih mengagetkan hati
Yeni, sehingga pecahlah suara tangisnya yang keras. 224
Spontan Andi terkejut dan ia berhenti menari
Bali dengan posisi kaki dan tangannya masih


Bila Tersibak Selimut Duka Karya Fredy S di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terpentang lebar-lebar.
"Andi..." Yeni memeluknya. "Kau kenapa?"
Suaranya terisak-isak dan sambil menurunkan
tangan Andi yang masih terpentang.
"Yeni, kenapa kau menangis?" Andi mengelus
rambut Yeni.
"Barusan kenapa kau seperti orang gila?"
"Saya seperti orang gila?" Mendadak Andi
tertawa terbahak-bahak, kemudian ia menepuknepuk bahu Yeni sambil mengajaknya duduk.
"Andi, sebetulnya apa yang terjadi? Sehingga
kau seperti orang kesurupan."
"Memang saya sedang kesurupan." Andi menyengir. "Saya kesurupan pekerjaan!"
"Andi. kalau belum mendapat pekerjaan,
jangan terlalu dipikirkan, nanti kalau syarafmu
terganggu, saya bagaimana?"
"Yeni, saya telah mendapatkan pekerjaan!" 225
"Apa? Kau sudah mendapat pekerjaan?" Yeni
kurang percaya.
"Benar!" Wajah Andi berseri-seri.
Langsung Yeni menyeka air matanya dengan
tangan dan mendadak ia berdiri sambil berjoget
gaya Elvi Sukaesih.
"Yeni, kau kenapa?" Kaget hati Andi, ia
melongo dengan mata terbelalak. "Yeni"
Buru-buru ia bangun dan menghampiri Yeni
yang sedang berjoget. "Yeni... kau kenapa?"
Mendadak Andi memeluknya erat-erat.
"Yeni ..." Hampir menangis Andi menyaksikan
tingkah laku Yeni.
"Andi, saya... saking girang!" Perlahan suara
Yeni di dalam pelukan Andi.
"Girang sih boleh, tapi jangan kayak orang
gila!"
"Tadi kau lebih-lebih!" Yeni tersenyum
manis. 226
"Tadi saya... Ya, ya! Saya juga kayak orang
gila!" Andi tertawa sambil melepaskan pelukannya.
Kemudian mereka duduk kembali.
"Andi, betulkah kau sudah mendapat
pekerjaan?"
"Betul! Besok saya sudah mulai kerja!"
"Di kantor apa dan bagian apa?"
Segera Andi memberitahukan pada Yeni.
cerah wajah Yeni di saat itu, ia menatap Andi
dengan mesra.
"Sementara bekerja sebagai pesuruh kantor
juga tidak apa-apa, di belakang hari kau juga bakal
dipindahkan ke bagian yang sesuai dengan
kepintaranmu."
"Saya tidak mempunyai kepintaran apa-apa!"
Ucap Andi dengan kulit muka memerah.
"Bukankah kau akan kuliah Akunting?"
"Ya!" Jawab Andi. "Tapi kita harus
mengetahui dulu berapa gaji saya, baru bisa diatur."
"Kalau demikian, sebulan kemudian baru kau
masuk kuliah Akunting. Bagaimana?" 227
"Boleh!"
"Oh ya! Tadi tantemu bersama Mira kemari!"
"Mereka kemari?"
"Ya! Tantemu membawakan ayam goreng
untuk kita!"
"Ayam goreng?"
"Ya!"
"Kebenaran!" Ucap Andi. "Memang saya
sedang lapar." Kemudian ia bertanya: "Adakah
tante memesan apa-apa?"
"Tidak!" Ucap Yeni. "Saya akan sediakan nasi
serta ayam goreng yang dibawakan oleh tante."
Yeni bangkit dari tempat duduk dan menuju ke
belakang.
Andi menyandarkan punggungnya ke
belakang, tak lama kemudian, Yeni keluar lagi
seraya berkata:
"Andi, sudah siap, mari kita makan!"
Mereka menuju ke belakang, dengan lahap
Andi menyikat ayam goreng itu, tersenyum Yeni
menyaksikan hal itu. 228
Selesai makan, mereka kembali ke ruangan
tamu dan duduk dengan santai.
Andi mengambil selembar surat kabar dan
dilipatkan, kemudian ia mengipas-ngipas ke badan
nya dengan surat kabar itu.
"Puas hari ini!" Ucapnya. "Pekerjaan dapat
dan makan dengan ayam goreng!" Andi tertawa
girang.
"Hanya terlalu rakus kelihatannya." Yeni
tersenyum geli.
"Maklum, sudah lama tidak makan ayam
goreng!" Andi menyengir. "Oh ya! Yeni, saya ingin
istirahat dulu sebentar, soalnya badan saya pada
pegal."
"Bagaimana saya uruti sebentar?"
"Nnnng! Boleh juga!"
Andi berdiri dan berjalan menuju ke
kamarnya, diikuti oleh Yeni. Andi membuka baju
serta kaos dalamnya, kemudian ia tengkurap di
lantai yang bertikar.
Jari-jari Yeni yang lemas segera memijitnya. 229
"Masih merasa pegal?" Tanya Yeni.
"Begitu kena jari tanganmu, pegal langsung
menghilang!" Andi tertawa kecil.
"Kalau begitu, bukannya pegal hanya ingin
dipijit!" Wajah Yeni berobah merah. "Sudah mulai
genit ya?"
"Siapa bilang saya mulai genit?"
"Saya!"
"Tapi saya tidak merasa genit!" Ucap Andi
memperdengarkan suara tawanya. "Wajar kan?
Kau memijiti badan saya?"
"Kalau saya tidak mau?"
"Tegakah hatimu melihat saya kepegalan?"
Mendadak Yeni mencubit lengan Andi,
sehingga Andi menjerit kesakitan.
"Biar tahu rasa!" Ucap Yeni sambil berlalu
dari kamar Andi sembari tersenyum.
Ia ke tempat cucian piring untuk mencuci
piring, setelah mencuci piring, langsung ia
mengambil pakaian kotor Andi dan masuk ke dalam 230
kamar mandi, perlahan-lahan ia mencuci pakaian
Andi sambil tersenyum-senyum.
Andi telah tertidur nyanyak dan
memperdengarkan suara dengkurnya. Bibirnya
kelihatan sedang tersenyum.
*** Keesokan harinya, Andi sebelum jam delapan
sudah tiba di kantor, dengan sabar kepala bagian
personalia memberi petunjuk serta
memperkenalkan dirinya dengan karyawan dan
karyawati lainnya.
Mulailah ia mengerjakan tugasnya, yaitu
mengantarkan dokumen-dokumen yang penting
dari bagian ini ke bagian itu untuk ditanda tangani.
Ternyata Andi mendapat uang makan dan
uang transport sebanyak dua ribu lima ratus sehari.
Ketika istirahat tengah hari, ia hanya makan nasi
murahan di pinggir jalan.
Pulang kerja langsung ia memberitahukan
pada Yeni bahwa sehari sebanyak dua ribu lima
ratus rupiah didapatnya dari kantor. 231
"Lumayan juga!" Ucap Yeni sembari
tersenyum. "Kalau misalnya gajimu tidak
mencukupi, saya boleh bekerja juga kan?"
"Lihat saja nanti!" Andi menyandarkan
punggungnya ke belakang, saat itu mereka sedang
duduk di ruangan tamu. "Saya rasa cukup, satu hari
berikut ongkos saya hanya memakai lima ratus
rupiah, berarti masih sisa dua ribu, untuk dapur
sehari seribu... cukup tidak?"
"Saya rasa cukup!" Jawab Yeni. "Kalau
demikian, kita masih bisa menyimpan seribu sehari,
sebulan berarti hampir tiga puluh ribu rupiah kita
simpan, belum ditambah gaji, saya rasa sehabis
gajian, kau sudah bisa masuk kuliah!"
"Tapi... kita masih belum mengetahui berapa
gaji saya sebulan, kalau sudah mengetahui, kita bisa
perhitungkan secara seksama."
"Andi, bukankah kita masih mempunyai sisa
uang dari mami saya tempo hari?"
"Ya! Tapi, ingat! Kita tidak boleh sembarangan memakai uang itu."
"Jika untuk ongkos kuliah, saya rasa boleh." 232
"Yeni, bagaimana nanti saja setelah saya
gajian baru dibicarakan!"
"Baiklah!"
Andi dengan rajin serta tekun bekerja di
kantornya, siapa saja yang menyuruhnya, ia pasti
jalan, sehingga dirinya sangat disayang oleh rekanrekannya.
Hari gajian ialah hari yang paling gembira bagi
setiap karyawan atau setiap karyawati, demikian
juga dengan Andi, hatinya sangat girang ketika ia
menerima amplop yang berisi uang gajiannya.
Pulang kerja langsung ia memanggil-manggil
Yeni yang sedang mencuci pakaian.
"Ada apa?" Yeni menghampirinya, Andi
sedang duduk di kursi dapur.
"Yeni, saya telah gajian." Ucap Andi dengan
girang.
"Sudah gajian?" Wajah Yeni cerah.
"Sudah!" 233
Setelah membersihkan tangannya yang
penuh dengan busa sabun, dengan cepat Yeni
menghampiri Andi.
"Berapa?" Tanyanya.
"Saya belum membuka amplop ini!" Andi
memperlihatkan amplop yang berisi uang
gajiannya. "Mari kita ke ruangan tamu." Ajaknya.
"Yeni, mari kita bertaruh." Ucap Andi setelah
duduk.
"Bertaruh apa?" Yeni duduk di sebelahnya.
"Berapa isi amplop ini?"
"Maksudmu uang gajian?" Yeni menatap
Andi sembari berpikir. "Tiga puluh ribu rupiah."
"Sehari dua ribu lima ratus rupiah uang
makan dan uang transport, berarti sebulan sudah
hampir tujuh puluh lima ribu rupiah, jadi gaji pokok
saya paling-paling ... dua puluh lima atau tiga puluh
ribu rupiah."
"Mari kita buka sambil berteriak Sim Sa La
Bim!" Ucap Yeni dengan mata bercahaya-cahaya. 234
"Baiklah!" Perlahan-lahan Andi merobek
pinggiran amplop itu, matanya dipejamkan,
kemudian ia menyerahkan uang gajiannya kepada
Yeni.
"Hitung, Yeni!" Andi masih memejamkan
matanya. "Sudah menghitung belum?" Andi tidak
berani membuka matanya.
"Sudah!" Seru Yeni dengan suara girang,
mendadak wajahnya berobah muram.
"Berapa? Yeni!" Tercengang Andi melihat air
muka Yeni.
"Ada... ada..."
"Ada berapa?" Andi tidak sabaran.
"Lima belas ribu rupiah!"
Spontan punggung Andi terjatuh ke belakang
dan berseru dengan lesu.
"Lumayan!"
"Andi!" Mendadak Yeni tertawa-tawa.
"Eh! Yeni, kau senang dengan gaji saya hanya
lima belas ribu sebulan?" Terbelalak mata Andi. 235
"Sebetulnya... sebetulnya gajimu"
"Kenapa gaji saya?" Andi tercenung melihat
sikap Yeni.
"Gajimu sebanyak... " Sengaja Yeni berhenti
sebentar. "Sebanyak tujuh puluh lima ribu rupiah!"
"Yeni, kau belajar membohong ya?" Andi
tidak percaya. "Tadi kau bilang hanya lima belas ribu
rupiah, sekarang berobah menjadi tujuh puluh lima
ribu rupiah, mana yang benar?"
"Yang benar ini!" Yeni menyerahkan uang
gajian kepada Andi.
Andi menghitung, mendadak ia melompat
dari tempat duduknya sembari berseru:
"Cihui, tujuh puluh lima ribu rupiah, mulai
besok saya akan masuk kuliah Akunting!"
"Ya! Besok kau boleh mendaftarkan diri!"
Yeni ikut bergirang.
"Ohya! Yeni, entar kita ke rumah om dan
tante yoh?"
"Ayoh!" 236
Setelah merapikan ini dan itu, berangkatlah
mereka ke rumah om Hasono atau pak Hasono.
Tiba di rumah om Hasono, mereka disambut
dengan girang dengan isteri om Hasono dan Mira.
Mira menggandeng tangan Yeni sambil
tersenyum manis, setelah duduk, segera Mira
menyediakan minuman.
"Andi, kau sudah bekerja?" Tanya tantenya.


Bila Tersibak Selimut Duka Karya Fredy S di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sudah!" Jawab Andi. "Malah saya telah
menerima gaji, dengan jujur Andi menceritakan ia
bekerja di mana dan berapa gajinya serta berapa
uang makannya sehari tanpa menambahi dan
mengurangi.
"Bagus, Andi!" Ucap tantenya. "Ommu pasti
merasa girang sekali mendengar hal ini!"
"Benarkah kak Andi sudah bekerja?" Tanya
Mira.
"Benar!" Yeni mewakili Andi menjawab.
"Kalau demikian, aku harap kalian harus irit,
supaya bisa mengumpulkan uang demi kepentingan
masa yang akan datang!" 237
"Ya! Tante!" Jawab Andi. "Saya ingin masuk
kuliah."
"Pikiran yang bagus!" Tantenya tertawa kecil.
"Dengan demikian berarti kau akan bertambah
maju."
"Kak Andi ingin kuliah apa?" Tanya Mira yang
duduk di samping Yeni. Wajahnya selalu berseriseri.
"Saya ingin kuliah Akunting!"
"Kalau selesai kuliah, berarti kak Andi akan
bertambah maju kan?"
"Mudah-mudahan!" Jawab Andi, kemudian ia
bertanya pada tantenya. "Om jam berapa baru
pulang?"
"Biasa! Tidak tentu." Tantenya tertawa.
"Kalau om sudah pulang, tolong sampaikan
salam kami!" Ucap Yeni.
"Baik!" Tantenya bertanya. "Apakah
mamimu tidak ke rumah?"
"Tidak!" Jawab Yeni. "Mana mami tahu
alamat saya." 238
"Iya! Aku lupa!"
"Kalau misalnya mami saya kemari, tante
tolong antar mami saya ke rumah, ya?"
"Tentu, jangan kuatir!"
"Kak Andi, kak Yeni!" Ucap Mira. "Saya yakin
kalian sangat rukun dan bahagia."
"Berkat doamu!" Yeni tersenyum manis pada
Mira.
"Memang kak Andi sangat baik sih
orangnya!" Ucap Mira. "Sifatnya juga sabar serta
halus. Benar-benar kak Andi dan kak Yeni adalah
pasangan, yang tepat."
"Mira, kau juga sangat cantik." Yeni
memandang ke arah Mira.
"Kak Yeni lebih cantik!" Mira menundukkan
kepalanya.
"Yeni, entah papimu menyesal tidak setelah
mengusirmu?" Tanya tante.
"Mungkin tidak menyesal!" Yeni menarik
nafas. 239
Tiba-tiba Udin berlari ke dalam rumah sambil
berseru:
"Kak Andi, kak Yeni, kapan datang?"
"Belum lama!" Jawab Andi.
"Kak Andi sudah bekerja?" Udin berdiri di
samping ibunya.
"Sudah!"
"Bagus! Kalau kak Andi sudah mempunyai
uang, tolong belikan gitar yang bagusan ya?"
"Husssh! Minta yang bukan-bukan!" Bentak
ibunya.
"Benarkah Udin ingin gitar yang baru?" Tanya
Andi sungguh-sungguh.
"Benar!" Jawab Udin cepat.
"Andi, jangan ladeni!" Suara tantenya. "Anak
kecil yang tidak tahu urusan."
"Siapa bilang saya tidak tahu urusan?" Udin
mengangkat dadanya, sehingga gagah tampaknya.
"Urusan dunia saya masih tahu, apa lagi urusan
yang disebut sepele." 240
"Urusan dunia yang bagaimana?" Andi
tercengang.
"Dunia dalam berita!" Udin menyengir persis
seperti monyet. Membuat Andi dan Yeni tertawa
geli.
"Husssh! Kebanyakan nonton tivi." Ibunya
mengomel.
"Pengetahuan dunia harus diketahui oleh
orang-orang yang hidup di dunia. Sedangkan
pengetahuan keluarga harus diketahui oleh yang
baru berkeluarga, kalau pengetahuan keluarga
berencana harus ke dokter. Oh ya! Apakah kak Andi
masuk keluarga berencana?"
"Eh! Kau masih kecil, tahu?" Bentak ibunya.
"Justru saya masih kecil dan harus
mengetahui, supaya setelah dewasa nanti tidak
usah pusing-pusing lagi menanyakan apa artinya
keluarga berencana." Sahut Udin. "Kalau tidak salah
keluarga berencana berarti ..." Udin menelan ludah
sebentar, kemudian ia baru melanjutkan. "Keluarga
yang mempunyai rencana, misalnya harus
bagaimana irit, bagaimana mengatur perongkosan
setiap hari, terus... bagaimana mengatur cara 241
makan supaya tidak sakit maag dan... dan... habis!"
Ucap Udin. "Betul tidak kak Andi?"
"Hah!" Andi terkejut ketika ditanya, ia
ternganga sebentar. "Mungkin betul!"
"Kok, pakai mungkin segala?" Udin
menggaruk kepalanya.
"Setelah dewasa, kau akan mengerti sendiri!"
Ucap Andi tersenyum.
"Anak kecil jangan sok tahu." Celetuk ibunya.
"Saya bukan sok tahu, melainkan ingin tahu!"
Ucap Udin. "Sebab sukseskan keluarga berencana
tidak diberitahukan umur berapa baru boleh
mengetahuinya, maka jika saya ingin
mengetahuinya, apakah salah?"
"Salah sih tidak, tapi belum waktunya anak
kecil mengetahuinya." Sabar suara Andi.
"Kalau demikian berarti tujuh belas tahun ke
atas!" Tanya Udin.
"Bukan!" Jawab Andi. "Keluarga berencana
hanya boleh diketahui oleh orang-orang yang sudah
berkeluarga, mengerti?" 242
"Oh...!" Udin mengangguk. "Pantas tidak
ketinggalan ucapan keluarga." Udin mengangguk
lagi seakan sudah mengerti.
Tertawa semua orang menyaksikan tingkah
laku Udin.
"Kalau Udin sudah dewasa nanti, ingin
menjadi apa?" Tanya Andi mendadak.
"Ingin menjadi..." Udin berpikir sebentar.
"Pilot kapal terbang, nnnngunnnng... nngunnng!"
Udin bersikap seperti sedang mengemudi kapal
terbang.
"Mana ada kapal terbang yang berbunyi
ngung-ngungan, itu sih kapal-kapalan!" Mira
mengejek.
"Kalau bukan ngung-ngungan, haruskah ngikngikan?" Udin melotot.
Tertawa semua orang mendengar ucapan
Udin, ibunya juga ikut tersenyum geli.
"Mira, kalau kau sudah dewasa ingin menjadi
apa?" Tanya Yeni.
"Ingin menjadi juru rawat!" 243
"Apa? Kak Mira ingin menjadi jerawat?" Udin
nyengir.
"Tuli ya?" Bentak Mira. "Juru rawat, bloon!"
"Kedengarannya mirip jerawat sih!" Sengaja
Udin melemaskan suaranya.
"Kenapa kau ingin menjadi juru rawat?"
Tanya Yeni.
"Saya ingin membaktikan diri pada orangorang yang sakit!" Tegas jawaban Mira.
"Semoga kau sukses!" Kagum hati Yeni.
"Bagus!" Udin bertepuk tangan. "Kalau saya
sakit, kak Mira bisa merawat saya!"
"Kebagusan!" Mira cemberut.
"Lho! Orang-orang Kak Mira bersedia
membaktikan diri, kenapa adik sendiri kak Mira
tidak bersedia merawatnya?"
"Karena kau terlalu tengil!" Jawab Mira.
"Tengil?" Udin tertawa ha ha hi hi. "Kalau
saya sudah dewasa nanti, betapa ganteng, cakap
dan gagah diri saya serta mempesona kan setiap..." 244
"Setiap nenek-nenek!" Potong Mira.
"Itu baru luar biasa!" Udin memainkan bola
matanya. Tertawa lagi semua orang.
Setelah puas mengobrol, akhirnya mereka
berpamitan dan pulang ke rumah dengan hati yang
riang gembira.
*** 245
TUJUH
Tanpa terasa waktu berjalan dengan cepat,
Andi bekerja di kantor itu sudah tiga bulan lebih,
sore hari ia masuk kuliah. Jika ia pulang dari kantor,
segera Yeni menyediakan air minum.
Yang paling menguntungkan Andi ialah dia
tidak merokok, sehingga tidak usah membuang
uang secara percuma, di siang hari ketika istirahat,
ia hanya makan nasi murahan, di samping itu, gaji
Andi juga sudah naik, boleh dikatakan penghidupan
mereka mulai lumayan, walau demikian, mereka
tetap hidup serba sederhana dan serba irit, gaun
yang dipakai Yeni juga termasuk gaun murahan.
Belum pernah Yeni merecoki ingin membeli ini dan
itu. Selama itu, belum pernah Andi menyentuh
tubuh Yeni, hal tersebut membuat Yeni bertambah
kagum serta cinta kasihnya bertambah dalam
terhadap Andi.
Mereka juga sering ke rumah pak Hasono
atau om Hasono, Udin telah dibelikan sebuah gitar
baru oleh Andi, sedangkan Mira dibelikan bahan
pakaian oleh Yeni. 246
Sore itu Andi pulang seperti biasa, begitu
duduk di ruangan tamu, secara otomatis air minum
telah disediakan oleh Yeni.
"Andi!" Ucap Yeni. "Tadi pagi mami dan tante
kemari."
"Hah!" Terkejut hati Andi. ""Benarkah mami
serta tante kemari?"
"Ya!" Jawab Yeni tersenyum. "Mami sangat
gembira mendengar keadaan kita sambil
mengucurkan air mata."
"Terus mami bilang apa-apa?"
"Mami bertanya apakah saya sudah berisi
belum?" Spontan wajah Yeni berobah merah.
"Berisi apa?" Tercengang Andi.
"Maksud mami apakah saya sudah hamil atau
belum?" Yeni menundukkan kepalanya.
"Hamil dari mana?" Andi tertawa.
"Semula mami masih tidak percaya ketika
saya menceritakan bahwa selama ini kita belum
pernah melakukan hubungan sex, setelah 247
dijelaskan oleh tante, barulah mami percaya sambil
mengacungkan jempolnya."
"Mengacungkan jempol?"
"Ya! Mami memuji-muji dirimu!" Ucap Yeni
lagi. "Rani akan kawin dengan Tomi, sebab Rani
sudah mulai muntah-muntah!"
"Kenapa muntah-muntah? Apakah sering
keluar malam sehingga masuk angin?"
"Rani lagi ngidam! Tolol!"
"Ngidam?" Andi berpikir sebentar. "Kalau
begitu berarti adikmu telah hamil?"
"Ya!"
"Apakah papimu gusar?"
"Entahlah? Mami tidak memberitahukan,
hanya mami memberitahukan bahwa tidak lama Lgi
mereka akan kawin!"
"Perlukah kita menghadiri pesta perkawinan
mereka?"
"Menurut mami tidak usah, untuk sementara
waktu jangan kita bertemu dengan papi dulu, sebab
menurut mami, sebelum kau maju benar, jangan 248
menampakkan diri, terus terang saja mami masih
penasaran."
"Penasaran kenapa?" Tercenung Andi.
"Penasaran pada papi yang telah mengusir
saya, maka mami harap supaya kau akan membuat
suatu kejutan."
"Kejutan apa?" Andi menghela nafas.
"Semaju-majunya saya tetap seorang karyawan,
mana mungkin di dalam pandangan papi terdapat
diri saya yang kecil?"
"Jangan putus harapan, berjuang terus!"
"Biar bagaimanapun juga saya tidak bisa
menyaingi Tomi, anak presiden direktur Bank!"
Andi menarik nafas.
"Tapi, di dalam pandangan saya kau lebih
kaya daripada yang lain, kaya segala-galanya!" Yeni
menatap Andi dengan mesra dan penuh cinta kasih.
"Namun, di dalam pandangan papi hanya
merupakan pemuda yang termiskin." Andi
tersenyum sedih. 249
"Lain lagi dengan pandangan mami, kau


Bila Tersibak Selimut Duka Karya Fredy S di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

adalah pemuda yang terbaik di dalam pandangan
mami!" Yeni tersenyum simpul.
"Saya tidak berani menerima perkataan
pemuda yang terbaik, sebab setiap manusia
terdapat kekurangan-kekurangannya."
"Sekurang-kurangnya kau tidak lebih kurang
daripada yang lain!" Yeni tersenyum di kulum.
"Waduh! Terlalu banyak kau menyebut
kurang sehingga kepala saya menjadi pusing!" Andi
tertawa lebar.
"Andi, mungkinkah Rani dan Tomi akan hidup
bahagia?"
"Hal ini tidak bisa ditentukan, tergantung
pada cinta kasih mereka." Ucap Andi. "Suami istri
harus hidup saling mengerti dan saling menyayangi,
di samping itu hubungan sex suami isteri juga
berperanan penting di dalam hal kebahagiaan
hidup. Namun, segala itu kita tidak bisa tentukan
secara mutlak, karena manusia bersifat dan
berwatak yang tidak sama." Andi berhenti sebentar,
kemudian ia baru melanjutkan. "Ada semacam
wanita yang takut hidup kesepian, misalnya 250
suaminya bepergian, sehingga ia menyeleweng
dengan lelaki lain."
"Jika demikian harus bagaimana supaya
wanita itu sadar kembali dari kesalahankesalahannya?" Tanya Yeni.
"Harus banyak mendengar ceramahceramah agama dan harus taat pada ajaran agama,
dengan cara demikian kemungkinan hesar bisa
menyadari wanita-wanita semacam itu. Sebab
Tuhan Yang Maha Esa tidak ingin menyaksikan
umatnya tenggelam di rawa lumpur yang kotor.
Maka Tuhan Allah pasti menolong dengan caraNya
Sendiri."
"Andi, kenapa lelaki suka main perempuan di
Iuaran?" Tanya Yeni mendadak.
"Hal tersebut kemungkinan adalah bawaan
lahir, menyukai yang baru serta menyukai yang
cantik adalah sifat manusia, maka dalam hal
tersebut sulit diuraikan atau diterangkan,
tergantung sifat dan watak lelaki, yang terpenting,
taatilah ajaran agama!"
"Andi, apakah cinta kasihmu terhadap saya
akan berobah nanti?" 251
"Saya yakin tidak, sebab saya taat pada
ajaran agama serta saya selalu merawat cinta kasih
kita!" Jawab Andi.
"Kalau demikian, tidak salah saya memilih
dirimu sebagai suami saya yang tercinta!" Ucap Yeni
dengan suara yang lembut.
Andi tersenyum sambil menggenggam
tangan Yeni seraya berkata:
"Yeni. saya juga sangat berbahagia
mempunyai seorang isteri yang demikian baik serta
bijaksana!" Andi tersenyum bahagia.
"Eh! Andi. apakah kau sudah lupa harus
kuliah lagi?"
"Ohya! Hampir lupa saking asyik ngobrol."
"Perlu mandi dulu?"
"Tidak usah!" Jawab Andi. "Sudah terlambat,
maka saya harus buru-buru berangkat." "Makan?"
"Pulang kuliah baru saya makan!" Setelah
mencium kening Yeni sambil membawa bukubukunya, berangkatlah Andi dengan tergesa-gesa. 252
Pesta perkawinan Tomi dan Rani diadakan
secara meriah sekali. Yang paling menggirangkan
hati pak Sugianto ialah besannya memberi kredit
padanya, namun tidak terluput dari segala syarat
yang berlaku.
Yeni boleh dikatakan telah dilupakan oleh
pak Sugianto, ia sibuk dengan modal barunya dan
hanya berpikir memajukan perusahaannya yang
sedang merosot dan mengalami kerugian secara
besar-besaran.
Bahagiakah Rani kawin dengan Tomi?
Ternyata Tomi adalah seorang pemuda mata
keranjang. setelah melihat isterinya hamil, dengan
diam-diam ia berpacaran lagi dengan gadis yang
lain, lebih cantik dan lebih sexy daripada Rani.
Hal tersebut tidak diketahui oleh Rani,
namun pada suatu hari ketika Rani sedang belanja
untuk keperluan bayinya, tidak terduga sama sekali
ia memergoki suaminya sedang bergandengan
tangan dengan seorang gadis berbelanja di toko
yang sama. Hampir tidak percaya pandangan Rani,
ketika ditegasi, ternyata benar bahwa suaminya 253
sedang bergandengan tangan dengaif seorang gadis
yang sangat cantik.
"Tomi..." Pekiknya dengan suara keras. Ia
menghampiri suaminya dengan wajah pucat pasi.
"Kau... kau..." Spontan Rani mengucurkan air
matanya.
"Rani, ini adalah sekretarisku!" Jawab Tomi
dengan tenang. "Dikarenakan tadi ada pertemuan,
maka aku mengajaknya ke pertemuan itu, sekalian
singgah di sini untuk berbelanja setelah selesai
pertemuan!"
"Kak Tomi, inikah isterimu?" Tanya gadis itu
dengan suara nyaring.
"Mari saya kenalkan!" Tomi perkenalkan
isterinya pada gadis itu.
"Saya bernama Tris dan terus terang saja saya
bukan sekretaris suamimu, saya adalah
kekasihnya!" Gadis itu berterus terang.
"Tomi!" Teriak Rani. "Betulkah pengakuan
gadis ini?"
"Ini... ini...!" 254
"Kak Tomi, kenapa kau tidak berani berterus
terang, bukankah di belakang isterimu kau sangat
berani, malah kau pernah berkata akan bercerai
dengan isterimu?"
Hancur rasanya hati Rani ketika mendengar
ucapan gadis itu, dengan air mata bercucuran ia
bertanya.
"Tomi, benarkah ucapannya?"
"Ini... mana mungkin. Saya hanya bercanda!"
"Apa?" Gadis itu mendelik. "Kau bercanda?
kak Tomi, kau harus hati-hati dengan ucapanmu,
saya bukanlah seorang gadis yang gampang
dipermainkan."
"Tomi... kau... kau...!" Rani dengan hati
hancur membalikkan badannya dan berlalu dari
toko itu.
Sedangkan Tomi masih berdiri terkesima di
tempat, ia tidak menyangka akan bertemu dengan
isterinya di toko itu.
"Kak Tomi!" Ucap gadis itu yang bernama
Tris. "Kau lebih sayang isterimu atau lebih sayang
saya? Kalau lebih sayang isterimu, saya harap kau 255
jangan bertemu lagi dengan diri saya, susullah
isterimu sekarang juga!" Ketus dan tajam suara
gadis itu
"Memang saya mencintaimu, tapi dia adalah
isteri saya, saya harus bagaimana?" Tomi
mengeluh.
"Pilih salah satu di antara kami!" Ucap gadis
itu dengan tegas.
"Tris, bagaimana saya berpikir dulu?"
"Baik, sebelum ada keputusan, jangan kau
bertemu dengan diri saya dan saya melarang kau
datang ke rumah saya juga!" Gadis itu membalikkan
badan dan langsung pergi.
"Tris..." Teriak Tomi.
Tapi gadis itu tidak menggubris teriakan
Tomi, langsung ia melambaikan tangannya dan
sebuah taxi berhenti di depannya, dengan cepat
gadis itu naik ke dalam taxi dan menghilang dari
pandangan fomi.
Tomi merasa kepalanya tujuh keliling, ia
berjalan bolak balik di depan toko itu, sehingga 256
menyebabkan banyak orang memandangnya
dengan perasaan heran.
Akhirnya ia ke tempat parkir mobil dan
masuk ke dalam mobilnya, segera terdengar suara
mesin mobil, tak lama kemudian ia meluncurkan
mobilnya meninggalkan tempat parkir itu dan
menuju ke rumahnya.
Tiba di rumah ia melihat isterinya atau Rani
sedang menangis di tempat tidur.
"Rani..." Ia menghampiri isterinya. "Kau
sudah pulang?"
"Tomi, saya tidak sangka kau adalah seorang
lelaki yang tak bertanggung jawab!" Ucap Rani
terisak-isak.
"Siapa bilang saya tidak bertanggung jawab?"
Tomi tersinggung. "Yang kau pakai serta kau makan
siapa yang tanggung?"
"Saya sudah hampir melahirkan anak, tapi
kau malah bermain cinta di luaran, pada hal kita
kawin belum begitu lama, begitu tegakah hatimu?"
"Lelaki bermain cinta di luaran adalah
lumrah, kenapa kau kalut?" 257
"Saya kan isterimu, lagi pula bukankah kau
sangat mencintai saya?"
"Memang saya sangat mencintaimu ketika
kita masih berpacaran, tapi, kini..."
"Kini kau tidak mencintai saya lagi?" Pekik
Rani dengan suara yang keras.
"Kau adalah isteri, kau tidak berhak
mencampuri urusan saya!" Tomi mulia membentak.
"Saya adalah isterimu, maka saya berhak
mencampurinya""
"Ingat! Ini adalah rumah saya! Bukan rumah
orang tuamu, kau jangan terlalu banyak
bertingkah!" Tomi membalikkan badannya dan
keluar dari kamar, langsung ia pergi sambil
mengendarai mobilnya.
Tinggal Rani meratapi nasibnya dan dihibur
oleh pembantunya. Perlu diketahui, setelah Tomi
dan Rani kawin, orang tu? Tomi membelikan sebuah
rumah baru untuk mereka, maka Rani hanya tinggal
bersama suaminya beserta pembantunya yang
setengah tua. 258
"Nyonya, jangan menangis lagi!" Pembantu
itu menghibur Rani.
"Bi Ani ..." Rani memeluk bi Ani sambil
menangis tersedu-sedu. "Tidak disangka suami Saya
bersifat demikian!"
"Nyonya, jangan bersedih, jagalah dirimu
baik-baik, karena nyonya sudah hampir cukup
bulan!" Bi Ani menghela nafas. "Apakah nyonya
ingin minum susu?"
"Tidak usah bi Ani! Saya ingin ke rumah orang
tua saya sebentar, jagalah rumah baik-baik!"
"Ya! Nyonya!"
Laporan khusus segera disampaikan oleh
Rani kepada orang tuanya, kaget orang tua Rani
menerima laporan tersebut, maminya ikut
meneteskan air matanya sedangkan papinya berdiri
mematung di tempat.
Demikianlah percekcokan mulut sering
terjadi di antara Tomi dan Rani, di samping itu, Tomi
sering pulang malam dan tidak mengacuhi keadaan
isterinya, hal tersebut membuat hati Rani
bertambah hancur dan berduka. 259
Ketika Rani melahirkan, ia hanya ditemani
oleh bi Ani, sedangkan Tomi entah ke mana. Betapa
remuknya hati Rani di saat itu, suara tangisan
bayinya menambah kepedihan hatinya. Tiada hentihentinya air matanya mengalir.
Seminggu kemudian Rani keluar dari rumah
sakit tanpa dijemput oleh suaminya, hanya bi Ani
yang menjemputnya pulang.
Beberapa bulan kemudian, terpaksa Rani
kembali ke rumah orang tuanya sambil
menggendong bayinya, keretakan keluarganya
menyebabkan ia harus berbuat demikian, yang
paling mengiris hatinya ialah jarang sekali Tomi
mengajaknya berbicara. Kenyataan tersebut
memaksa dirinya harus kembali ke rumah orang
tuanya dengan ratapan yang memilukan.
*** 260
DELAPAN
Kebetulan seorang karyawan bagian
Akunting terhenti dan atas usul kepala bagian
personalia ke atasannya, sehingga Andi mengisi
lowongan tersebut, prihal Andi kuliah Akunting
telah diketahui oleh kepala bagian personalia.
Dengan adanya jabatan tersebut, maka gaji Andi
bertambah tinggi.
Ketika beristirahat makan siang, Andi berdiri
sebentar di depan gedung tempat ia bekerja tibatiba sebuah mobil mercy putih susu berhenti di
depan Andi. buru-buru sang sopir turun
membukakan pintu mobil belakang, seorang lelaki
berumur setengah abad lebih turun dari mobil
mercy itu.
Wajahnya sabar serta bijaksana, namun
berwibawa, berperawakan sedang dan ketampanan


Bila Tersibak Selimut Duka Karya Fredy S di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nya. Andi menatapnya dengan heran. Siapa
gerangan lelaki ini? Pikirnya di dalam hati. 261
Begitu lelaki tersebut turun dari mobil,
semua orang memanggutkan kepala mereka ke
arah lelaki tersebut dengan hormat sekali.
Lelaki tersebut tersenyum ramah serta
memanggutkan kepalanya ke arah orang-orang,
ketika pandangan matanya dialihkan ke arah Andi,
ia tertegun serta hatinya tergetar.
Perlahan-lahan ia mengayunkan kakinya ke
arah Andi dan berhenti di hadapan Andi.
Andi menatapnya dengan perasaan heran
dan melongo sembari memperlihatkan senyuman
nya, kemudian ia memanggutkan kepalanya.
Termangu-mangu lelaki tersebut menatap ke
wajah Andi, seolah-olah sedang mencari sesuatu di
wajah Andi.
"Siapa namamu?" Tanyanya.
"Andi!" Jawab Andi sambil memandang ke
arah lelaki tersebut dengan perasaan bingung.
"Umur?"
"Hampir dua puluh tiga tahun!"
"Masih punya orang tua?" 262
"Ayah saya sudah meninggal dan ibu saya
dalam keadaan sehat walafiat."
"Kerja di mana?"
"Di sini!"
Andi menunjuk ke gedung tempat ia bekerja.
"Bagian apa?"
"Bagian Akunting."
"Bagus! Bagus!" Ucap lelaki tersebut sambil
menatap Andi, kemudian ia berlalu dari hadapan
Andi dan masuk ke dalam gedung itu.
Andi masih berdiri terbengong-bengong di
tempat, ia tidak mengenal lelaki itu, namun, kenapa
lelaki itu mengajaknya berbicara dan menanyakan
riwayat hidupnya? Andi menggaruk-garuk
kepalanya yang tidak gatal.
Selesai makan siang, Andi kembali ke tempat
kerjanya, mendadak seorang gadis menghampiri
nya. "Anda bernama Andi?"
"Ya!" Jawab Andi dengan perasaan heran. 263
"Berumur hampir dua puluh tiga kan?" Gadis
itu tersenyum ramah.
"Ya!" Andi merasa kepalanya tujuh keliling,
sebab ia tidak kenal pada gadis tersebut.
"Mari ikut saya!"
"Ke mana?"
"Ke ruangan presiden direktur!"
"Hah!" Terperanjat hati Andi. "Saya tidak
bersalah, kenapa saya harus menghadap pada
beliau?"
"Memang anda tidak bersalah, namun saya
disuruh kemari untuk memanggilmu!"
Andi menarik nafas dan terpaksa mengikuti
gadis itu ke ruangan presiden direktur. Entah
berapa lama Andi berada di dalam tangga lift,
setelah tangga lift terbuka, maka ia pun mengikuti
terus pada gadis itu, segala ruangan telah dilalui,
akhirnya tibalah di ruangan presiden direktur.
Kaget hatinya, ternyata presiden direkturnya
adalah lelaki tadi yang mengajaknya berbicara di
depan gedung. 264
"Pak! Apakah pemuda ini?" Tanya gadis itu.
"Benar!" Ucap presiden direktur. "Kau
kembali ke tempat kerjamu!"
"Ya! Pak!" Gadis itu menuju ke sebuah meja
yang terdapat di dalam ruangan tersebut.
"Duduk!" Ucapnya pada Andi.
"Ya! Pak!" Andi duduk di hadapannya.
"Betulkah ayahmu telah meninggal dunia?"
"Betul, pak!"
"Bolehkah kau memberitahukan mengenai
riwayat hidupmu?"
"Boleh pak!"
Andi segera memberitahukan riwayat hidupnya.
"Oh! Jadi yang meninggal adalah ayah
angkatmu?"
"Ya! Pak!"
"Kalau demikian berarti kau masih
mempunyai ayah ibu kandung kan? Siapakah ayah
ibu kandungmu?" 265
"Maaf, pak!" Jawab Andi. "Saya sendiri juga
tidak mengetahui, siapakah ayah ibu kandung
saya?"
"Kalau demikian..." Presiden direktur berpikir
sebentar. "Kau dipungut oleh orang tua angkatmu
dari mana?"
"Menurut ibu saya, ketika saya berumur dua
tahun tengah menangis di depan rumahnya,
kemudian saya diajak ke dalam rumahnya dan mulai
saat itu saya telah menjadi anak angkat mereka!"
"Dua tahun, waktu itu kau baru berumur dua
tahun!" Presiden direktur tersebut seperti sedang
berpikir. "Apakah... begini, kau ikut ke rumahku!"
"Untuk apa pak?" Andi bertambah bingung.
"Ikut saja!" Presiden direktur tersebut berdiri
dari tempat duduknya, kemudian ia berkata pada
gadis yang mengajak Andi ke dalam ruangan
tersebut.
"Lis, belkan, supaya sopir menyiapkan mobil,
aku mau pulang sebentar!"
"Ya! Pak!" Segera gadis itu mengangkat
telponnya. 266
"Mari kita berangkat!" Ucapnya pada Andi.
Andi mengikuti terus di belakang presiden
direkturnya. Di dalam hatinya ia sedang bertanyatanya. Mau apa presiden direktur mengajaknya ke
rumah?
Setelah tiba di rumah presiden direktur.
Kaget hati Andi menyaksikan keindahan rumahnya
serta mewah dan serta elite.
Andi disuruh duduk di ruangan tamu yang
berhawa sejuk. Tak lama kemudian, presiden
direkturnya keluar bersama seorang wanita
berumur setengah abad. Ia menatap Andi dengan
mata tidak berkedip.
""Pak!" Ucapnya. "Memang mirip!"
"Kalau tidak mirip, mana mungkin aku
membawanya kemari?"
"Andi!" Ucap wanita itu. "Tolong bukakan
baju serta kaos dalam!"
"Untuk apa bu?" Tanya Andi dengan heran.
"Buka saja!" Ucap presiden direkturnya. 267
"Baiklah! Pak!" Segera Andi membuka baju
serta kaos dalamnya.
"Punggungmu hadap kemari!" Ucap wanita itu.
Begitu punggung Andi menghadap ke arah
mereka, spontan mereka menjerit.
"Anakku!" Jerit wanita itu.
"Puteraku!" Jerit presiden direktur.
Dengan cepat mereka berdua berebut
merangkul Andi, hampir Andi kelengar dirangkul
oleh mereka dengan air mata bercucuran.
"Ada apa pak? Bu!" Tanya Andi gugup.
"Kau... adalah putera kami yang menghilang
pada dua puluh tahun yang lampau!" Seru presiden
direktur.
"Mana mungkin?" Andi menggaruk
kepalanya.
"Tanda di belakang punggungmu adalah
bukti yang nyata." Ucap Wanita itu.
Tercekat hati Andi. sebab tidak ada yang
mengetahui tanda tersebut, kecuali ibu angkatnya. 268
"Saya masih kurang yakin. Sebab bapak
terlalu kaya!"
"Kalau misalnya kami miskin?" Tanya wanita
itu. "Segera saya mengaku!" Jawab Andi.
"Tapi kami memang orang tua
kandungmu!" Ucap presiden direktur. "Mungkin
masih ada bukti lain, oh ya! Apakah ketika kecil kau
pernah dipotret?"
"Pernah!"
"Nah! Itu adalah bukti yang kedua!" Seru
presiden direktur dengan girang. "Apakah masih
ada potretanmu yang masih kecil?"
"Ada!"
"Di mana?"
"Di rumah kontrakan saya!"
"Kalau demikian aku suruh sopir
mengantarmu untuk membawa potretmu kemari!"
"Baiklah! Pak!"
Berangkatlah Andi ke rumah, setelah tiba di
rumahnya, dengan tergesa-gesa ia memasuki 269
kamarnya sambil mengeluarkan potretannya yang
masih kecil dari dalam lemari pakaian.
"Andi, ada apa?" Tanya Yeni. ia merasa
bingung melihat tingkah laku Andi.
"Ada urusan dengan presiden direktur!"
Serunya.
"Urusan apa?"
"Nanti setelah saya pulang bgi akan saya
ceritakan secara jelas."
"Kau mau pergi lagi?"
"Ya!"
"Untuk apa kau membawa potretanmu yang
masih kecil?" Yeni tercengang.
"Yeni, setelah saya pulang, baru saya
jelaskan!" Andi buru-buru pergi lagi.
"Andi,..." Yeni berseru, tapi Andi telah pergi,
tinggal Yeni berdiri terbengong-bengong.
Tiba di rumah presiden direkturnya, segera
Andi memberikah potretannya kepada presiden
direktur. 270
"Benar!" Teriaknya. "Kau adalah anakku!"
Serunya dengan girang.
"Terimakasih Tuhan!" Ucap wanita itu
dengan air mata bercucuran. Kemudian ia memeluk
Andi dengan penuh kasih sayang. "Tidak disangka
dua puluh tahun kemudian aku akan bertemu
kembali dengan anakku!"
"Bu! Tunggu dulu!" Ucap Andi. "Belum tentu
saya adalah anak ibu!"
"Tidak salah lagi!" Ucap presiden direktur, ia
juga mengeluarkan potretan anaknya yang
berumur dua tahun. "Coba dicocokkan!"
Ketika Andi mencocokkan potretannya
dengan potretan anak presiden direktur yang
berumur dua tahun, menjeritlah dia. Sebab
memang anak presiden direktur yang berumur dua
tahun itu adalah dirinya.
"Kalau demikian ..."
"Kami adalah ayah ibu kandungmu!" Ucap
mereka hampir berbareng dan dengan air mata
berlinang-linang.
"Ketika kau berumur dua tahun!" 271
"Kami mengajakmu ke sebuah toko untuk
berbelanja, saat itu kami sedang asyik memilih ini
dan itu, akhirnya tanpa disadari oleh kami, kau telah
menghilang dari sisi kami. Setengah mati kami
mencarimu, namun tetap sia-sia dan ibu sampai
pingsan di tengah jalan, segera aku melaporkan
kepada yang berwajib, tapi jejakmu tetap tidak bisa
diketemukan!" Tutur ayahnya.
"Tidak disangka dua puluh tahun kemudian
baru kami menemukan dirimu!" Terisak-isak suara
wanita itu. "Sebetulnya kau bukan bernama Andi,
melainkan kau bernama Haryanto, tapi, tidak apaapa! Gunakanlah nama itu terus."
"Kalau demikian saya harus panggil ayah dan
ibu?"
"Lho! Kenapa masih ragu-ragu?" Tanya
presiden direktur.
"Sebab ayah terlalu kaya, maka saya merasa
ragu-ragu!"
"Anak bodoh!" Ayahnya tersenyum girang.
"Coba kau ceritakan pengalamanmu!"
Segera Andi menceritakan segala apa yang
terjadi pada dirinya. Setelah itu mendadak seperti 272
kesurupan ia memeluk ayah dan ibunya sambil
menangis tersedu-sedu.
"Ayah! Ibu!" Serunya dengan suara terharu.
"Anakku!" Seru ibunya.
"Adikku! Eh! Salah! Anakku!" Seru ayahnya.
Setelah reda suara panggilan-panggilan
tersebut, barulah ayah Andi berkata dengan
tenang.
"Kalau demikian kau pernah dihina oleh pak
Sugianto?"
"Ya!"
"Bagaimana kalau aku membalas penghinaan
itu?" Tanya ayahnya.
"Jangan, kasihan isterinya dan Yeni!" Jawab
Andi. "Malah kalau bisa kita harus membantu
usahanya."
"Bagus! Tidak percuma kau menjadi anakku!"
Ucap ayah Andi dengan suara girang. "Apa lagi kau


Bila Tersibak Selimut Duka Karya Fredy S di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memiliki hati yang bersih serta cinta kasih yang suci,
aku sungguh-sungguh harus bangga."
"Aku juga!" Sambung ibu Andi. 273
"Ohya! Andi, kau harus membalas budi pada
ibu angkatmu dan harus juga membalas budi pada
om dan tantemu! Jangan lupa!"
"Saya tidak lupa!" Bangga juga hati Andi
mempunyai orang tua yang baik hati. "Apakah ayah
sering menyombongkan diri?"
"Belum pernah dan hal ini tidak mungkin
terjadi!" Ucap ayah Andi sambil tersenyum. "Dan
aku juga harap kau jangan suka menyombongkan
diri!"
"Jangan kuatir, ayah!" Andi tertawa kecil.
"Oh ya! Andi!" Ucap ibunya. "Ajak Yeni
kemari, aku ingin melihat mantuku!"
"Mantuku juga!" Ayah Andi menyeletuk.
"Mantu ayah dan mantu ibu kan sama,
kenapa harus berebut?" Andi menyengir.
"Kalau demikian seharusnya disebut... mantu
kami!" Ucap ayah dan ibu Andi hampir berbareng.
"Andi, cepat ajak Yeni kemari!" Desak ibunya.
"Baik, bu!" 274
"Andi, ingat! Kau adalah anak satu-satunya
dari kami, maka segala milikku adalah milikmu!"
"Milik bersama!" Jawab Andi sambil berlalu
dan bibirnya tersenyum.
Begitu tiba di rumah, Yeni segera dipeluknya
serta menciumnya dengan mesra.
"Eh! Kesurupan apa lagi?" Yeni tercengang.
"Yeni, begini ..." Andi menutur apa yang telah
terjadi.
Mendadak Yeni menangis dengan sedih
sambil melepaskan pelukan Andi dan segera ia lari
masuk ke dalam kamarnya.
"Eh! Yeni, kau kenapa?" Andi juga ikut-ikutan
berlari masuk ke dalam kamar Yeni.
"Kini kau adalah anak orang kaya, mana
mungkin kau akan mencintai saya lagi?" Terisak-isak
suara Yeni dan air matanya mengalir terus.
"Yeni, dengar! Kini saya bertambah cinta
padamu!" Andi memeluk Yeni dengan mesra serta
penuh dengan cinta kasih yang meluap-luap.
"Benar?" 275
"Benar!"
Andi mengajak Yeni ke rumah orang tuanya
betapa girangnya hati orang tua Andi.
"Yeni, kau betul-betul adalah mantu kami
yang baik!" Ibu Andi memeluk Yeni.
"Betul baik! Sungguh baik! Terbaik!" Ucap
ayah Andi. "Ohya! Andi, aku ingin mengadakan
pesta yang meriah, pesta pertemuan kita! Di
samping itu akan kuumumkan hari perkawinan
kalian yang sah! Bagaimana?"
"Bagus!" Andi bertepuk tangan seperti anak
kecil. "Itu yang saya impi-impikan!"
"Andi, sekarang kau harus bertemu dengan
cafon mertuamu!"
"Ya!" Jawab Andi, kemudian ia berkata:
"Mungkin Yeni juga sudah rindu pada papi dan
maminya!"
"Yeni!" Ucap ibu Andi. "Sudah waktunya kau
bertemu dengan papi dan mamimu!"
"Terimakasih bu!" 276
"Tunggu dulu!" Ucap Andi mendadak. "Saya
ingin mengotori baju saya dulu!"
"Lho! Kenapa harus berbuat demikian?"
Terbelalak mata ayahnya.
"Saya ingin menyaksikan reaksi papi Yeni!"
Andi tersenyum.
"Benar!" Ayahnya tersenyum.
"Ayah, ibu, kami berangkat!"
"Pak, bu, permisi dulu!"
Ayah dan ibu Andi tersenyum-senyum
memandang ke arah punggung Andi dan Yeni
semakin lama semakin jauh.
Setelah tiba di rumah orang tua Yeni,
kebetulan orang tua Yeni sedang duduk di ruangan
tamu.
"Mami..." Seru Yeni dan langsung ia
menubruk maminya sambil menangis tersedu-sedu.
"Yeni." Maminya merangkulnya sembari
mengeluarkan air mata.
"Yeni..." Seru papinya dengan suara gemetar.
"Mana Andi?" 277
"Andi tidak berani masuk!" Jawab Yeni sambil
melepaskan rangkulan maminya.
"Cepat suruh masuk!" Ucap papinya.
Tanpa disuruh lagi Andi telah masuk ke dalam
ruangan tamu.
"Pak! Bu!" Ucapnya.
"Duduk, duduk!" Suara pak Sugianto sangat
ramah. Kaget hati Andi dikarenakan suara pak
Sugianto yang ramah.
"Yeni, cepat ke dalam ambilkan minuman
untuk Andi!" Seru pak Sugianto.
"Tidak usah pak!" Ucap Andi.
"Andi, jangan sungkan-sungkan!" Ucap pak
Sugianto. "Apakah kalian telah mempunyai anak?"
"Hah! Anak? Anak dari mana?" Andi
tercengang.
"Bukankah kalian telah kawin?" Kini pak
Sugianto yang tercengang.
"Papi, begini..."
Yeni menceritakan hubungan mereka. 278
"Ha! Ha! Ha!" Pak Sugainto tertawa terbahakbahak. "Tidak salah Yeni memilih dirimu!"
"Apakah bapak tidak mengusir saya lagi?"
Andi termangu.
"Tidak!" Seru pak Sugianto dengan suara
keras. "Kau adalah mantuku, kenapa aku harus
mengusirmu!" Mendadak pak Sugianto menghela
nafas. "Sayang perusahaanku hampir bangkrut,
kalau tidak kau akan kuangkat menjadi direktur."
Hati Yeni terharu dan hati Andi tercengang, ia
heran mengapa pak Sugianto berobah menjadi
sedemikian baik.
"Mam, di laci lemari masih ada uang kan?
Cepat serahkan pada mantu kita!" Seru pak
Sugianto pada isterinya.
"Pap, kau sungguh-sungguh telah berobah,
aku sangat terharu!" Ucap isterinya.
"Mam, maafkanlah kesalahanku yang dulu!".
Kemudian ia berkata pada Andi dan Yeni. "Aku
harap kalian juga memaafkan kesalahanku!"
"Papi..." Buru-buru Yeni merangkul papinya.
"Yeni..." Pak Sugianto mengelus rambut Yeni. 279
"Ohya! Bagaimana keadaan Rani?" Tanya
Yeni setelah melepaskan rangkulannya.
"Rani?" Mendadak wajah pak Sugianto
berobah muram, demikian juga isterinya. "Dia
sudah mempunyai anak dan sudah bercerai!"
"Bercerai?" Terbelalak mata Yeni, demikian
juga Andi. "Kenapa Rani bercerai?"
Dengan wajah sedih pak Sugianto
menceritakan apa yang dialami oleh Rani.
Yeni ikut bersedia setelah mengetahui
keadaan Rani, kemudian ia bertanya:
"Rani di mana sekarang?"
"Sedang membawa anaknya ke dokter!"
Jawab pak Sugianto.
"Apakah anaknya sakit?" Tanya Yeni kuatir.
"Biasa, batuk pilek!" Jawab pak Sugianto,
kemudian ia menarik nafas seraya berkata: "Tidak
lama lagi perusahaanku akan bangkrut, gara-gara
Rani bercerai, orang tua Tomi menarik kembali uang
kredit, terpaksa kukembalikan dan perusahaanku
bakal gulung tikar!" Pak Sugianto menggelengkan 280
kepalanya. "Kalau tidak, aku ingin mengangkat Andi
sebagai direktur!"
"Terimakasih pak!" Ucap Andi. Kemudian ia
bertanya: "Apakah bapak tidak menghina diri saya
lagi?"
"Husssh! Mana mungkin aku menghina
mantu sendiri!" Ucap pak Sugianto. "Jangan kuatir,
walaupun aku hampir bangkrut, namun, aku masih
mampu membantumu berdagang!" Pak Sugianto
tersenyum.
"Terimakasih, pak!" Terharu hati Andi.
"Sebetulnya saya adalah ...!"
"Papi! Andi adalah anak presiden direktur
yang terkaya!" potong Yeni.
"Husssh! Jangan mengoceh yang bukanbukan, meskipun Andi miskin, dia tetap mantuku!"
Tegas ucapan pak Sugianto.
"Ohya! Kenapa selama ini papi tidak mencari
saya?"
"Siapa bilang aku tidak mencari kalian?" Ucap
pak Sugianto. "Sudah hampir tiga bulan aku mencari 281
kalian, tapi, jejak kalian entah menghilang ke
mana?"
"Apakah mami tidak memberitahukan?"
Tanya Yeni.
"Tidak! Ketika aku bertanya pada mamimu,
mamimu menjawab tidak tahu, terpaksa aku
mencari sendiri!"
Isterinya hanya tersenyum saja tanpa
mengeluarkan suara apa-apa.
"Pak!" Suara Andi. "Memang benar saya
adalah anak presiden direktur, hal ini saya tidak
membohong!" Segera Andi menutur riwayatnya
serta bagaimana bertemu dengan orang tuanya.
Masih ragu-ragu hati pak Sugianto. kemudian
ia bertanya:
"Siapa nama orang tuamu?"
Andi memberitahukan nama orang tua
kandungnya.
"Oh! Kiranya kau adalah anak beliau!" Ucap
pak Sugianto. "Kalau demikian tidak salah lagi.
sebab pada dua puluh tahun yang lampau, berita
kehilangan anak beliau tersiar sampai ke mana- 282
mana, hal ini aku juga mengetahuinya pada waktu
itu!" Pak Sugianto tertawa malu-malu.
"Karena saya adalah anak orang terkaya,
maka saya bermaksud membantu bapak supaya
perusahaan bapak tidak sampai bangkrut!"
"Tidak usah!" Pak Sugianto menolak.
"Mantu membantu mertua kan boleh?" Andi
tertawa gembira.
"Boleh sih boleh, tapi...!"
"Tapi biar bagaimanapun juga saya harus
membantu bapak mertua!" Andi mendesak.
"Lebih baik hal ini akan kurundingkan dengan
orang tuamu!"
"Jangan kuatir, pak, tanpa syarat!" Sambung
Andi.
"Baiklah! Kalau demikian, mari kita berangkat
ke rumah orang tuaniu!" Pak Sugianto tertawa
girang, betul-betul ia merasa girang dan gembira.
"Aku harus ikut!" Sambung isterinya.
"Kalau kau ikut, bagaimana dengan Rani?" 283
"Jangan kuatir!" Ucap isterinya. "Rani
membawa kunci."
"Baiklah! Kalau demikian, mari kita
berangkat!"
Setelah bertukar baju, berangkatlah
semuanya ke rumah orang tua Andi. Ternyata
semua persoalan menjadi sukses setelah orang tua
Yeni bertemu dengan orang tua Andi.
Dan Andi pun tidak melupakan ibu angkatnya
serta kebaikan om dan tantenya. Ibu angkatnya
dibelikan sebuah rumah yang bagus serta omnya
dibelikan sebuah mobil.
Kemudian pesta perkawinan yang sangat
meriah telah diadakan oleh ayah Andi.
Andi dan Yeni hidup bahagia dan tidak
pernah ribut atau bertengkar.
Bagaimana dengan Mira? ternyata betulbetul ia menjadi juru rawat dan tidak kawin, sesuai
dengan ucapannya, selain dengan Andi, ia tidak
akan kawin dengan orang lain. 284
Mengenai Rani, terpaksa ia hidup bersama
anaknya dan tidak berani kawin lagi. Di samping itu,
Udin benar-benar menjadi pilot kapal terbang.
*** TAMAT 285
PERNYATAAN
File ini adalah sebuah hasil dari usaha untuk
melestarikan buku novel Indonesia yang sudah sulit
didapatkan di pasaran, dari kemusnahan. Karya
tersebut di scan untuk di-alih-media-kan menjadi
file digital. Ada proses editing dan layout ulang yang
membuat nomor halaman versi digital ini berbeda
dengan aslinya, hal ini dikarenakan hasil dari proses
scan kurang jelas terbaca.
Tidak ada usaha untuk meraih keuntungan finansial
dari karya yang dilestarikan ini.
Saya tidak bertanggung jawab atas tindakan
pihak lain yang menyalahgunakan file ini diluar dari
apa yang kami nyatakan pada paragraf diatas.


Bila Tersibak Selimut Duka Karya Fredy S di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

CREDIT
? Awie Dermawan
? Ozan
D.A.S
Kolektor E-Books
Meraba Matahari 5 Mahesa Kelud - Lutung Gila Perguruan Sejati 6

Cari Blog Ini