Ceritasilat Novel Online

Istriku Adalah Ibuku 4

Istriku Adalah Ibuku Karya Fredy S Bagian 4


Dewi memang benar-benar adikku."
"Itu lebih siiip," kata Fendy girang.
"Kapan papa mau menemui Yosep?"
"Papa bicarakan sama Dewi dulu, apakah dia
mau bekerja di kantor Yosep. Karena hal ini kan
belum papa bicarakan sama Dewi. Dia mau atau
tidak kita belum tahu."
Inikah lelaki yang namanya egois, manakala
istrinya sudah tak mampu memberikan
kebahagiaan? Inikah lelaki yang maunya enak saja,
manakala sudah menemukan perempuan yang 333
melebihi istrinya? Inikah lelaki yang menganggap
perempuan hanya obyek sex saja, manakala
keadaan istrinya sudah tak berdaya? Inikah, ya
inikah.... inikah dianggap kesempatan untuk
berpoligami?
Serentetan inikah berputaran di benak
Fendy. Betapa tidak? Selama dia menjalin
hubungan dengan Dewi, sudah setumpuk
membohongi istrinya. Mendustai perempuan yang
berhati mulia itu. Perempuan yang selama ini selalu
percaya kepadanya. Tak pernah punya prasangka.
Dan apa yang diucapkan setulus hatinya.
Seperti apa yang dilakukan perempuan itu di
suatu sore. Sore yang cerah. Secerah hati dan
wajahnya. Mana ada seorang istri yang memberi
semangat kepada suaminya untuk menjemput
perempuan lain. Perempuan yang dicintai
suaminya.
Dan sore itu Yeti merapikan dandanan Dino.
Anak kecil itu akan ikut papanya menjemput Dewi.
Ria merasa iri karena yang diajak cuma Dino.
"Kak Dino mau ikut papa ke mana sih?" tanya Ria.
"Menjemput tante Dewi." 334
"Tante Dewi itu siapa sih, Ma?"
"Adiknya papa," kata Fendy menimpali.
"Papa punya adik?"
Yeti mengangguk. Anak ini tidak boleh tahu
apa yang akan terjadi. Ya, kedua anakku tidak boleh
tahu sekarang. Biarkan kelak dia tahu dengan
sendirinya.
Selesai mendandani Dino, Yeti mengantar
Fendy dan anaknya itu sampai ke teras. Karena
saking girangnya, kaki Dino terpeleset ketika
hendak naik ke dalam mobil. Anak itu terjatuh dan
kepalanya membentur tanah. Yeti menjerit. Segera
ditolongnya anak itu. Begitu pula Fendy. Dino
menangis.
"Cup, cup sayang. Anak laki-laki cuma jatuh
begitu aja menangis, malu dong," kata Fendy sambil
mengelus-elus rambut anaknya. Sementara dia
merasakan ada suatu firasat tak enak. Kenapa justru
anaknya jatuh selagi mereka akan menjemput
Dewi? Apa gerangan yang akan terjadi?
Tapi Fendy lebih ingin tahu. Ingin
membuktikannya. Setelah Yeti mengangkat Dino
dan anak itu duduk di jok depan, dia menarik napas 335
berat. Apa yang akan terjadi? Itu saja pertanyaan
yang bergumul di otaknya. Lalu dia menstater
mobilnya.
"Papa pergi, Ma."
Yeti yang berdiri di teras tersenyum penuh
pengharapan. Fendy meluncurkan mobilnya
menuju jalan Utan Kayu.
"Kepalanya masih sakit, Yang?" tanya Fendy
pada Dino yang duduk bersandar di jok. Anak itu
kelihatan memelas sekali. Membuat perasaan
Fendy jadi perih. Apa yang kulakukan ini? Apa yang
kuingini dalam hidup ini sebenarnya? Dino yang tak
tahu apa-apa ini telah ikut menjadi kambing
hitamnya.
"Dino kepingin dibelikan apa? Ayo ngomong
saja sama papa?" bujuk Fendy untuk
menyenangkan perasaan anak itu.
Anak itu cuma menggelengkan kepalanya.
"Sungguh?"
Kepala bocah itu mengangguk. 336
Fendy menarik napas berat. Seberat himpitan
yang ada di dadanya. Dan mobil yang dikemudikan
telah sampai di depan rumah Dewi.
"Dino tunggu di sini sebentar ya?"
Bola mata anak itu nampak gelisah
bercampur rasa takut.
"Sebentar saja ya? Dino kan anak papa yang
pemberani. Masak tunggu di dalam mobil saja
takut?"
Akhirnya kepala bocah itu manggut.
Sekalipun dia takut, terpaksa menuruti kata
ayahnya.
"Nah, begitu dong. Itu baru namanya anak
manis. Papa turun dulu ya?"
"Jangan lama-lama ya, Pa."
"Tentu."
Fendy mencium pipi anak itu. Lalu dia
melangkah turun dari mobil. Dino duduk sendiri di
dalam mobil sambil mendengarkan musik. Fendy
sebentar-sebentar menoleh ke arah anaknya seraya
melangkah menuju ke pintu rumah. 337
Irena segera menyambutnya.
"Dewi sedang pergi, Mas."
"Ke mana?"
"Ke Karawang. Tadi siang di jemput oleh
saudaranya yang ada di Karawang."
Fendy termenung. Inikah kenyataan yang
dapat kubuktikan dari firasatku tadi? Bukankah tiga
hari yang lalu Dewi berjanji untuk dijemput? Dia
yang membikin janji itu, tapi dia pula yang
mengingkarinya.
"Apakah nanti Dewi pulang?"
"Tidak. Dia menginap di sana."
"Baiklah, aku permisi. Tolong beri tahu Dewi,
kalau sore ini aku menjemputnya bersama Dino."
"Ya, ya, ya. Besok siang mungkin dia sudah
kembali."
Fendy mengayunkan langkahnya dengan
perasaan kecewa. Duduk di belakang stir dengan
lesu.
"Mana tante Dewi, Pa?" tanya Dino. 338
"Tante Dewi pergi," jawab Fendy sembari
meluncurkan mobilnya.
Dino juga nampak ikut kecewa. Namun lebih
kecewa apa yang dialami Fendy. Dia jadi teringat
ucapan Resti yang dulu menceritakan tentang
kehidupan Dewi. David. Ya, lelaki itu masih punya
hak atas Dewi. Dia belum menceraikan perempuan
itu secara syah. Maka bisa saja kalau malam ini Dewi
menginap di sana. Tidur seranjang dengan lelaki itu.
Ah! terlalu gampangnya aku dipermainkan
perempuan itu. Betapa bodohnya aku!
Ternyata Yeti sudah berdandan rapi.
Perempuan itu sengaja ingin menyambut Dewi
dengan keramahannya. Ingin menghormati
perempuan yang akan dapat membahagiakan hidup
suaminya. Terlalu aneh agaknya. Tapi ini memang
kenyataan.
Maka begitu melihat suaminya datang, dia
buru-buru menyambut di teras. Tapi dia jadi
termangu. Termangu lantaran di dalam mobil itu
tidak terdapat perempuan yang ditunggunya.
Diharapkannya datang.
"Mana Dewi, Pa?" 339
"Dia sedang pergi ke rumah familinya di
Karawang," sahut Fendy dengan lesu. Terus
melangkah masuk ke ruang tamu.
Fendy duduk lesu di kursi. Yeti
menghenyakkan pantatnya di sebelah suaminya.
Sesaat dia mengamati wajah suaminya yang
murung dan lesu. Dia dapat ikut merasakan kalau
suaminya saat itu sedang kecewa.
"Papa tidak perlu kecewa dan lekas putus
asa. Besok papa kan masih bisa menemui Dewi,"
kata Yeti sambil mengelus-elus rambut suaminya.
Fendy cuma menarik napas berat. Ditatapnya
wajah Yeti. Lalu dipeluknya perempuan itu, dia
kepingin menangis di pangkuan perempuan itu.
Perempuan yang selama ini menjadi tumpuan
kesedihannya.
*** Malas rasanya membaca skenario film. Rasa
malas itu dialami Fendy sejak semalaman.
Pikirannya masih diobrak-abrik oleh perempuan
yang namanya Dewi. Perempuan itu telah membuat
kecewa dua insan. Dirinya dan istrinya. Jadi untuk
apa terus dipikirkan? Barangkali dia mau kembali 340
pada David. Kalau perempuan sudah bermalam di
rumah suaminya, yang belum sah menceraikannya,
pasti akan tidur seranjang. Rasa kebersamaan pasti
akan timbul lagi dalam jiwa mereka. Itu saja yang
membayangi di benak Fendy.
Jadi lebih baik mundur secara perlahan.
Bisakah aku melupakan perempuan itu? Bisakah?
Fendy menutup skenario yang malas untuk
dibacanya. Lalu dia memandang istrinya yang
sedang bermain dengan Ria. Dan tiba-tiba
perempuan itu berteriak kegirangan.
"Dewi dataaaang! Dewi datang, Pa!"
Kegirangan itu seperti anak kecil yang sudah sekian
lama ditinggal pergi oleh ibunya.
Fendy melompat turun dari tempat duduk
nya. Dia buru-buru lari ke ruang tamu. Ternyata
Dewi sudah disambut oleh Yeti dengan ramah.
Dengan sikap seperti sudah bersahabat lama. Diamdiam Fendy merasa terharu melihat sikap istrinya
"Mas Fendy semalam menjemput adik ke
rumah, tapi adik sedang pergi ke Karawang," kata
Yeti sambil menggandeng Dewi masuk ke ruang
tamu. 341
Fendy pura-pura menyalami tangan Oewi.
Jantungnya berdebar-debar.
"Apa kabar, Dewi?" tanya Fendy yang seolaholah baru jumpa saat itu.
"Baik-baik, Mas."
"Silakan duduk."
Dewi menghenyakkan pantatnya ke kursi.
Yeti duduk di sebelah perempuan itu. Dia sengaja
berbuat begitu agar Dewi merasa tidak canggung.
"Padahal tadi aku sudah berkali-kali
menyuruh mas Fendy menjemput adik, tapi
bilangnya entar-entar melulu. Coba tadi kalau mas
Fendy ke sana, adik kan tidak susah-susah datang ke
mari," kata Yeti sembari tersenyum.
"Kalau mas Fendy ke sana, malah tidak
ketemu saya, Mbak. Soalnya saya baru saja pulang
dari rumah famili yang ada di Karawang," balas
Dewi sambil menundukkan muka.
"Susah cari alamat sini?"
"Ah, tidak. Banyak orang yang kenal sama
mas Fendy jadi gampang mencarinya." 342
"Sebentar ya, mbak mau ke belakang. Jangan
sungkan-sungkan ya? Ngobrol aja yang santai sama
mas Fendy."
Dewi mengangguk sembari tertunduk. Dia
pura-pura alim dan kalem. Lalu Yeti berjalan masuk
ke ruang dalam. Di ruang tamu itu tinggal mereka
berdua. Fendy menatap wajah Dewi. Dewi
membalas tatapan lelaki itu. Mereka saling
bertatapan.
"Tak, kusangka kalau kau akan datang ke mari
sendiri," kata Fendy.
"Karena Irena memberi tahu kalau mas Fendy
kemarin datang ke rumah bersama Dino. Maafkan
Dewi, Mas."
"Bagaimana kabarnya David?"
Dewi jadi gelagapan.
"Ba... baik-baik saja."
"Mau rujuk kembali?"
Kelopak mata Dewi terangkat. Bola matanya
berbinar-binar kerisauan.
"Papa kok bertanya begitu sih?" 343
"Sudah sepatutnya kan?"
Perempuan itu jadi nampak kesal.
"Kalau begitu biarlah Dewi pulang saja."
"Eit, jangan. Apa penilaian mbak Yeti nanti?"
"Habisnya papa begitu sih?" Dewi cemberut.
Fendy jadi tersenyum. Cemberutnya
perempuan itu dirasa menggoda hatinya. Dia
merasa tak mampu untuk melupakan perempuan
itu. Benar-benar tak mampu.
"Ya, deh. Papa nggak begitu lagi."
Dewi tersenyum lagi. Dia merasa harus bisa
membawakan penampilan yang alim dan kalem. Dia
harus bisa menunjukkan seolah-olah baru berjumpa
dengan Fendy, setelah sekian bulan tak bertemu.
"Mana mbak Yeti?"
"Barangkali sedang membuatkan minuman.
Atau mungkin dia sengaja memberi kesempatan
pada kita untuk berbicara lebih bebas."
"Tapi nggak enak, Pa. Panggil mbak Yeti deh,
kita ngobrol bersama-sama." 344


Istriku Adalah Ibuku Karya Fredy S di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Fendy mengerti apa yang dirasakan
perempuan itu. Bukankah selama ini aku sudah
lebih dari cukup berduaan dengan Dewi? Kenapa
sekarang aku berduaan di sini tanpa menghiraukan
istriku? Ini memang keterlaluan.
Maka Fendy segera menemui Yeti yang
sedang membuatkan minuman di dapur. Ditemani
Dino dan Ria.
"Ma, ayo dong temani ngobrol Dewi," ajak
Fendy.
"Papa dulu yang temani dia ngobrol.
Berbicara lah perlahan dari hati ke hati." Yeti
berkata sambil mengaduk minuman.
"Nggak ah, sama mama saja ngobrolnya."
"Jangan begitu, Ma. Nanti dikiranya mama
tidak menyukai kedatangannya. Ayolah, Ma."
"Nanti mama malah dikira mengganggu."
"Mama jangan ngomong begitu dong."
"Ayo, ayo mama temani. Dino, suruh mbok
Nah mengantarkan minuman ke meja tamu ya? Dan
kamu sama Ria main di taman saja." 345
"Baik, Ma."
Lalu Yeti menemani suaminya kembali ke
ruang tamu. Dewi menyambut kemunculan Yeti
dengan seulas senyuman ramah. Mereka duduk
bertiga di kursi-kursi tamu itu.
"Papa sudah bicara sama Dewi?"
"Soal apa?"
"Soal papa mencarikan pekerjaan Dewi."
"Belum." Fendy pura-pura belum pernah
memberi tahu. Padahal hatinya kepingin tertawa.
Begitu juga Dewi. Tapi keduanya telah
mampu menunjukkan kepura-puraannya dengan
sempurna.
"Begini Dewi, kalau Dewi memang benar mau
menetap di Jakarta, mas Fendy sudah mendapatkan
pekerjaan untuk dik Dewi," kata Yati.
"Di mana. Mbak?"
"Di kantor penerbitan majalah. Kebetulan
pemiliknya kawan lama kami, jadi tidak banyak
kesulitan menerima adik bekerja di sana. Mau kan.
Dik?" 346
"Terima kasih, Mbak. Saya senang sekali
mendengarnya."
Fendy cuma tersenyum.
"Adik masih tinggal di tempat kost yang dulu?"
"Saya kepingin pindah dari situ. Mbak."
"Pa, kalau Dewi kepingin pindah, tolong dong
carikan tempat kost yang lain," kata Dewi pada
suaminya.
"Di mana?"
"Coba cari di iklan koran." Yeti mengambil
beberapa lembar koran di bawah meja. "Mari kita
cari di iklan koran bersama-sama."
Mereka membaca iklan di surat kabar itu.
"Mencari tempat kost itu tidak gampang dan
cepat, Ma," kata Fendy. "Mesti melihat tempatnya
dulu cocok atau tidak. Dan membutuhkan waktu
dua hari paling cepat."
"Kalau begitu dik Dewi tinggal di sini dulu ya?
Sampai adik mendapatkan tempat kost yang
cocok," balas Yeti.
"Ah, terima kasih, Mbak. Terlalu merepotkan saja." 347
"Nggak apa-apa. Nggak apa-apa."
"Biarlah untuk sementara saya tinggal di
rumah famili saya yang ada di Karawang."
"Pa, bagaimana?" tanya Yeti pada suaminya.
"Papa mau coba mencari tempat kost siang ini."
"Iya, Pa. Tolonglah dik Dewi."
Dewi jadi terharu juga melihat perhatian Yeti
yang begitu besar terhadapnya. Lalu timbul
kerisauan di dalam hatinya. Sampai hatikah aku
menyakiti perasaan perempuan sebaik ini? Sampai
hatikah aku merebut suaminya? Di manakah
naluriku sebagai perempuan yang punya perasaan
halus? Aku jadi tak tahan lebih lama di sini. Sebening-beningnya air sirih akan terasa pahit juga.
Dewi jadi teringat ucapan Irena.
"Kalau begitu, biarlah siang ini saya cari
tempat kost sendiri, Mbak."
"Jangan. Jangan sendiri. Mas Fendy harus
mengantarmu mencari tempat kost sampai dapat,"
ujar Yeti.
"Tapi saya akan merepotkan." 348
"Tidak. Sungguh tidak merepotkan kami "
Yeti berkata dengan tulus.
"Pa, antarkan Dewi cari tempat kost."
"Sekarang?"
"Ya, sekarang." Dewi menyahut.
"Baiklah."
Mereka berdiri dari tempat duduknya.
"Sering-sering main ke mari Dewi." kata Yeti
penuh harap.
"Tentu, Mbak. Dewi permisi dulu."
Sebelum Dewi naik ke dalam mobil, Yeti
memeluk perempuan itu dengan penuh kasih
sayang. Lalu dicium kedua pipi perempuan itu.
"Banyak yang ingin mbak Yeti katakan
kepadamu, Dik. Lain waktu mbak Yeti
mengharapkan kita bisa jumpa lagi."
"Dewi pasti akan menemui mbak Yeti lagi."
Dino dan Ria berlari-lari mendekat karena
mendengar suara mobil ayahnya menderumderum. 349
"Papa mau ke mana? Papa mau ke mana,"
tanya kedua anak itu sambil berlari mendekati
ibunya.
"Papa mau mengantar tante Dewi pergi. Ayo
beri salam dulu sama tante," perintah Yeti.
Kedua anak itu segera mencium tangan Dewi.
Dewi mencium pipi kedua anak itu.
"Tante pinjam papa kalian dulu ya?"
"Beliin permen ya, Tante."
"Hush!" bentak ibunya.
"Biarkan saja, Mbak. Ya, ya, ya. Nanti akan
tante belikan permen."
Dewi naik ke dalam mobil. Tertikam rasanya
jantung perempuan itu menyaksikan Yeti dengan
kedua anaknya. Bagaimana tidak? Dia telah merasa
membawa pergi seorang suami yang memiliki istri
dan dua orang anak. Dan mereka menyaksikan
dengan pancaran mata gembira. Benarkah mereka
gembira? Sebagai seorang istri tentu merasakan
perih. Ya, hati perempuan itu pasti perih. Maka
Dewi terus melambaikan tangan kepada Yeti dan 350
kedua anak itu. Sampai mobil itu jauh, tak dilihatnya
lagi.
Perempuan macam apakah aku ini? pikir
Dewi mengintropeksi diri. Dia jadi termenung di
dalam mobil yang meluncur itu.
"Kenapa termenung, Ma?" tanya Fendy.
"Aku kasihan dan tak sampai hati melihat
mbak Yeti."
"Kalau kasihan terus bagaimana?"
"Aku kian merasa berdosa kepadanya."
"Lebih berdosa kalau kau mengecewakan
pengorbanannya. Dia benar-benar mengharapkan
supaya mama mau menikah dengan papa."
Helaan napas Dewi terdengar keras. Tidak!
Aku tak sampai hati menyakiti perasaan
perempuan itu. Dia terlalu baik. Dia terlalu mulia. Se
dangkan aku ini apa? Apa? Apa?
"Kita mau ke mana, Ma?"
Dewi tersentak. Intropeksi diri lenyap.
"Terserah." 351
Terserah. Ke mana lagi kalau Fendy tidak
membawa perempuan itu ke hotel. Barangkali
puncak dari segala acara mereka bermuara di
ranjang. Lelaki yang kesepian bertemu dengan
perempuan yang pendiriannya sering berubahubah. Perempuan yang suka memburu cinta. Dan
yang akhirnya berjumpa dengan dambaan
kalbunya. Maka akan sepuas-puasnya direguk
madunya cinta. Bukan saja kemesraan, melainkan
dia menginginkan keturunan dari lelaki itu.
Meskipun dia tak dapat memiliki lelaki itu, rasanya
ada pertalian jiwa bila dia dapat mempunyai
keturunan. Barangkali dengan begitu dia akan bisa
melampiaskan kerinduan dan kasih sayangnya
terhadap anaknya itu.
Hawa di Jakarta memang lain dengan hawa di
Puncak. Pendapat begitu orang bodoh pun dapat
membedakannya. Dan orang bodoh pun kalau
seterusnya dibohongi akan mempunyai keberanian
untuk bertanya. Itu apa? Itu bagaimana? Dan
seterusnya. Akhirnya orang bodoh itu jadi ingin
tahu. 352
Begitu pun Fendy. Sejak Dewi pulang dari
Karawang, dia ingin mengetahui kebenaran ucapan
Resti.
"Kau belum dicerai David kan?"
Dewi yang duduk berjuntai di ranjang
mengerjap-ngerjapkan matanya.
"Sudah."
"Mama jangan berbohong."
"Sudah. Sekarang sudah."
"Kapan di cerainya?"
"Kemarin."
"Karena kau mau menikah dengan Agus?"
Bola mata perempuan itu jadi resah.
"Terus teranglah, Ma."
"Aku bingung. Aku tak dapat menentukan
hari depanku," keluh Dewi yang kemudian
berbaring di sisi Fendy.
"Jangan bingung. Selama kau masih bimbang,
semua orang yang mencintaimu akan terombang
ambing. Selama ini aku selalu berdiam diri. Tidak 353
ingin bertanya lagi tentang kehidupanmu. Tentang
apa yang kau cari dalam hidup ini. Tapi kuharap
malam ini, kau mau mengatakannya sendiri. Apa
yang pernah diceritakan dari Resti ataupun Tika,
belum sepenuhnya kupercayai. Aku ingin kau mau
berterus terang kepadaku sekarang."
Dewi memiringkan kepalanya sehingga
menghadap Fendy, menarik napas panjang. Ada
segumpal kesedihan di dada perempuan itu. Kedua
matanya mulai nampak digenangi air yang berkilaukilau. Dan tangannya tiba-tiba mendekap erat
tubuh Fendy. Meledaklah tangis perempuan itu.
Seakan-akan gunung yang selama ini menyimpan
gemuruhnya lava, yang tak dapat lagi dicegah
ledakannya. Tangis itu menyayat hati Fendy.
"Papa jangan membenci mama. Papa jangan
membenci mama," ratap perempuan itu sambil
mendekap erat tubuh Fendy.
"Papa tidak akan membencimu, kalau mama
mau berterus terang."
"Mama dipaksa menikah dengan Agus. Tapi
mama sudah terlanjur mencintai papa. Mama tidak 354
mungkin bisa meninggalkan papa," kata Dewi di
sela-sela tangisnya.
"Semua itu ada di tanganmu, Ma. Mama mau
menuruti paksaan orang tua ataupun tidak." Fendy
membelai rambut perempuan itu penuh kasih
sayang.
"Tapi mama ingin berbakti pada orang tua,
Pa. Selama hidup mama belum pernah sekalipun
menyenangkan mereka. Dewi selalu mengecewakan mereka."
"Kalau begitu turuti saja kehendak orang
tuamu."
"Dewi tidak bisa meninggalkan papa. Dewi
tidak bisa, Pa." Tangis perempuan itu semakin
berkepanjangan. Semakin menyayat.
"Jadi selanjutnya bagaimana? Apakah papa
harus tetap menunggu kepastian dari mama?
Kapan? Kapan kepastiannya itu? Jangan jadikan
diriku tempat persinggahanmu, Ma. Jangan...
jangan oh jangan. Kupinta kepadamu jangan jadikan
diriku sebagai tempat pelarianmu," kata Fendy
dalam desah. 355
"Papa jangan benci mama. Mama terlalu
sayang pada papa," pinta perempuan itu dengan
isak tangisnya.
"Kalau mama benar-benar mencintai papa,
tolak lamaran Agus. Mari kita cepat-cepat
menikah."
Dewi tak bisa menjawab. Hanya tangisnya
yang meratap-ratap.
"Bagaimana, Ma?" Dewi tak bisa menjawab.
Hanya tangisnya yang meratap-ratap.
"Bagaimana, Ma?"
"Dewi tak sampai hati menyakiti perasaan
mbak Yeti. Merebut cinta dan kasih sayang papa
dari perempuan sebaik dia."
"Kau ini membingungkan papa," keluh Fendy
kesal.
"Jangan marah, Pa. Jangan benci mama."
"Iya, tapi bagaimana? Bagaimana? Aku ini
harus bagaimana? Padahal telah kuberikan semua


Istriku Adalah Ibuku Karya Fredy S di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cinta dan kasih sayangku kepadamu. Apa lagi yang
masih kurang? Ayo katakan apalagi? Apalagi yang 356
mesti aku lakukan untukmu?" ucap Fendy disertai
gejolak emosinya.
Dewi tak bisa menjawab. Dia mendekap lebih
erat tubuh lelaki itu. Tangisnya menyayat-nyayat
hati Fendy.
"Kalau masih belum bisa memutuskan
sekarang, cukup dengan mama mau bekerja di
kantor majalah. Itu berarti mama lebih berat
kepada papa dibandingkan dengan Agus. Dengan
bekerja yang terhormat, mama bisa hidup mandiri.
Bisa menunjukkan pada orang tua ataupun Agus,
bahwa mama punya prinsip. Hidup berumah tangga
tidak bisa dipaksa."
Dewi melepaskan pelukannya. Dan
ditatapnya wajah Fendy dalam-dalam. Aku tak ingin
mengecewakannya. Aku harus dapat menyenangkannya pada hari ini. Maka diciumnya pipi lelaki itu.
"Mama akan menuruti kemauanmu, Papa.
Besok bawalah mama ke kantor majalah itu.
Bawalah," kata Dewi cuma untuk menyenangkan
lelaki itu. Dia tak ingin membuat kemesraan itu jadi
berantakan. Tak ingin dibenci lelaki itu. 357
"Sungguhkah itu?" tanya Fendy hampir tidak
percaya.
Dewi mengangguk. Fendy jadi girang.
"Berarti mama bersedia menikah dengan
papa?"
"Sejak pertama mama menemani papa tidur
seranjang, di hati mama sudah menyatakan
menjadi istri papa."
Fendy menyeka air mata yang membasahi
pipi perempuan itu.
"Keinginan papa bukan cuma di ranjang
mama menjadi istri papa. Tapi sesuai dengan
hukum agama dan kewajiban kita sebagai suami
istri yang sah. Kesetiaan mama, kasih sayang mama,
juga cinta mama. Susah senang kita alami
bersama."
Dewi tersenyum. Senyum di wajah
perempuan itu bagai terlapisi derita. Derita yang
dipendam dalam dada.
"Papa masih ingat pertemuan kita yang
pertama?" tanya Dewi berusaha membuang 358
kesedihannya. Dia berubah ceria. Berubah sangat
menyayangi lelaki itu berlebih-lebihan.
"Masih. Kenapa?"
"Papa masih ingat waktu itu pakai kaos warna
apa?"
"Kaos warna merah."
"Celananya?"
"Levis"
"Besok lagi kalau papa mau mengajak mama
pergi pakai pakaian itu ya?"
"Mama suka papa mengenakan pakaian itu?"
Dewi mengangguk sambil tersenyum.
Senyum itu teramat manis dipandang Fendy,
namun di dalam hati perempuan itu teramat pedih.
Lalu Fendy memeluk perempuan itu erat. Dihujani
dengan ciuman yang bertubi-tubi. Dewi membalas
tak kalah hangatnya dengan lelaki itu. Semua
kemesraan. Semua kehangatan seolah-olah
dicurahkan hingga rasanya tidak tersisa lagi.
*** 359
Entah kenapa Fendy jadi nampak berlebihan.
Siangnya dia pergi ke salon untuk mencukur
rambutnya. Dia jadi nampak lebih muda sepuluh
tahun dibandingkan usianya sekarang. Jadi kayak
anak remaja yang baru tumbuh dewasa. Apalagi di
malam harinya dia mengenakan kaos merah dan
celana levis. Benar-benar kelihatan masih bujangan.
Malam itu dia berniat mengajak Dewi nonton
film. Berita tentang suksesnya film G30S/PKI
membuatnya penasaran ingin menyaksikan. Dan
selama ini dia hanya disibukkan dengan Dewi yang
cuma bermuara di ranjang. Maka ingin rasanya
malam ini dia bisa santai menonton film.
Selesai berdandan dia ke luar dari kamar.
Dilihat istrinya sedang menemani kedua anaknya
belajar. Dan Yeti menoleh ketika mendengar detakdetak suara sepatu suaminya.
"Sudah dapat tempat kost, Pa?" tanya Yeti.
"Belum, Ma."
"Jadi Dewi tinggal di mana sekarang?"
"Di Karawang."
"Suruh saja dia tinggal di sini, Pa." 360
"Dia takut merepotkan kita, Ma."
"Ah, nggak apa-apa. Tinggal di Karawang kan
jauh, Pa, kalau papa mau menemui Dewi."
"Biarlah untuk sementara."
"Papa sudah mengutarakan maksud hati papa?"
"Perlahan-lahan dong, Ma. Masak baru
jumpa dua kali sudah membicarakan hal itu.
Mudah-mudahan malam ini papa dapat
mengatakannya."
"Semoga berhasil, Pa. Mama doakan dari sini."
Fendy mencium pipi Yeti. Lalu berpindah
mencium kedua anaknya. "Papa pergi Ma?"
Perempuan itu cuma mengangguk. Fendy
mengayunkan langkahnya ke luar rumah. Di luar
malam begitu cerah. Ada rembulan bergayut di
langit. Bintang-bintang bertaburan di malam yang
indah itu.
Namun lebih indah buat Fendy ketika melihat
Dewi mengenakan pakaian merah dengan
kombinasi hitam. Merah dan hitam memang
kesukaan perempuan itu. Dari tempat kost Utan
Kayu, mereka berdua mencari kegembiraan di luar 361
rumah. Dan malam itu Dewi tak henti-hentinya
memandang Fendi yang sedang mengendarai mobil
di sisinya. Sehingga keduanya sering bertukar
pandang. Bertukar senyuman. Mesra sekali.
"Kita nonton film G 30 S PKI, mama mau
nggak?" tanya Fendy.
"Terserah papa."'
"Jadi kalau begitu mau?*
"Ya."
"Kita nonton yang dekat-dekat sini saja.
Soalnya film itu sudah tidak lagi main di gedung
kelas atas."
"Di mana mainnya sekarang?"
"Cempaka theatre. Malu nggak nonton di
bioskop murahan?"
"Justru mestinya mama yang bertanya begitu
sama papa."
"Ah, nggak. Habis mau nonton di mana lagi?
Kalau tidak sekarang bisa-bisa kita tidak sempat
menonton film itu. Papa penasaran karena film itu
sangat sukses main di gedung-gedung bioskop." 362
Dewi manggut-manggut sambil memperhatikan lelaki yang mengemudikan mobil itu. Ada binarbinar kekaguman di mata Dewi.
"Kenapa mama kalau memandang papa
senyum-senyum terus sih? Ada yang lucu ya?"
"Malam ini papa seperti remaja yang baru
meningkat dewasa. Kayak anak SMA," kata Dewi
sambil mengusap-usap rambut lelaki itu dengan
mesra.
"Oya? Padahal bulan depan ulang tahun papa
yang ke tiga puluh tahun. Pantaskah papa di
katakan kayak anak SMA?"
"Benar kok, mama tidak berbohong. Mungkin
orang lain tidak percaya kalau papa sudah beristri
dan punya anak dua."
Fendy tertawa renyah.
"Ya, kita memang kayak remaja yang mabok
pacaran."
Dewi mencubit paha lelaki itu. Fendy
meringis karena menahan rasa sakit.
"Kapan genapnya usia papa yang ke tiga
puluh tahun?" 363
"Tanggal dua puluh sembilan Nopember nanti."
"Mau diadakan pesta?"
"Ya. Pesta itu sifatnya pribadi. Yang papa
undang cuma mama. Papa ingin ulang tahun papa
itu berkumpul orang yang papa cintai. Mama, Yeti
dan kedua anak papa saja. Mama mau datang kan
malam ulang tahun papa?"
"Tentu."
Mobil mereka memasuki arena parkir di
depan gedung super market Cempaka Putih. Begitu
Fendy dan Dewi turun dari mobil, perhatian semua
orang tercurah pada pasangan ini. Dengan tenang
Fendy memeluk bahu Dewi naik di anak tanggi.
Bioskopnya ada di lantai dua. Semua orang yaig
menyapa Fendy dibalas dengan senyum ramahnya.
Dan rupanya dia tidak perlu bersusah-payah antri
karcis karena ada orang yang bersedia membelikan
di loket. Dia cuma memberikan uangnya saja.
Soalnya orang-orang yang antri di depan loket
minta ampun berjubelnya. Panjang lagi.
Setelah mendapat karcis, Fendy dan Dewi
terpaksa menunggu di teras gedung bioskop itu.
Ternyata di teras itu sudah berjejal orang-orang 364
yang memiliki karcis. Mereka tinggal menunggu
penonton yang belum bubar. Dewi memandang
dari ketinggian teras itu ke jalan raya. Di bawahnya
masih terlihat pengunjung yang hendak menonton
film itu,
"Memang ramai peminatnya untuk
menonton film ini," kata Fendy yang meletakkan
kedua sikutnya di tembok yang tingginya cuma
sebatas dada. Dia memandang ke bawah.
"Barangkali saja filmnya bagus, Pa."
"Mungkin. Tapi selera penonton memang
sulit ditebak, Ma. Yaah, mungkin penonton hanya
ingin tahu kekejaman pemberontakan PKI saja."
Angin malam bertiup semikir. Tapi rasa gerah
tetap dirasakan Fendy karena orang di sekitarnya
berjejal-jejal. Ibarat Fendy gula, mereka adalah
semutnya. Sehingga mereka saling berdesakdesakan ingin mendekati Fendy.
Fendy baru bisa menghela napas lega setelah
duduk di dalam gedung bioskop. Di sisinya duduk
orang tercinta. Dan ketika pertunjukan sudah
dimulai, dipeluknya bahu perempuan itu dengan
mesra. Dan keduanya merasakan seperti anak 365
remaja yang mabok pacaran. Bercanda. Saling
meremas jari tangan dan berkasih-kasihan. Seolaholah tak akan ada orang lain yang bisa mengalahkan
kebahagiaan mereka saat itu.
Dan bagi Dewi, malam itu tak akan bisa
terlupakan dalam hidupnya. Dalam dirinya begitu
merasakan seakan-akan kembali remaja. Biarlah
kuresapi kebahagiaanku malam ini. Tak pernah
kurasakan kebahagiaan seperti sekarang ini.
Cerialah hati ini dari keresahan. Hangatlah hati ini
dari kebekuan. Dari kepedihan yang kelam, yang
hitam. Karena esok tak tahu apa yang akan kujalani
dalam hidup ini.
"Kenapa kita tidak jadi muda lagi ya, Ma?"
"Tidak perlu kita menyesali usia, yang perlu
kita sesali kenapa kita berjumpa, lalu bercinta
setelah keadaan kita begini?" Ada kepedihan yang
menyayat di hati perempuan itu.
"Mama ragu-ragu untuk menghalau
rintangan kita?"
Dewi mencium jari tangan lelaki itu.
"Biarkanlah mama memiliki semua cinta yang
ada di hati papa." Lalu Dewi melepas cincin ring di 366
jari manisnya. Cincin itu kemudian di masukkan ke
jari manis Fendy.
"Pakailah cincin ini sebagai pertanda mama
sangat mencintai papa."
Fendy ganti mencium jemari tangan
perempuan itu.
"Akan papa pakai terus cincin ini sampai akhir
hayatku. Dan pemberian mama ini akan selalu
mengingatkan papa kepadamu setiap saat."
Kepala Dewi menyandar di bahu Fendy.
Terasa lelah juga menonton film dalam masa putar
empat jam. Pantat mereka cukup pedas. Tapi
mereka tidak jemu lantaran sambil menonton
memadu kasih.
"Besok siang papa jemput ya?"
"Ke mana?"
"Ke kantor majalah."
"Berilah jawaban ya atau tidak, Ma?"
Dewi jadi berubah resah. Bagaimana dia bisa
memutuskan ya atau tidak? Sedangkan dia harus
menuruti kemauan orang tuanya. 367
"Bagaimana, Ma?"
"Terserah," kata Dewi dalam desah.
Pikirannya jadi terombang-ambing, sulit rasanya
untuk . memberikan kepastian.
"Tapi sebaiknya lusa saja papa menjemput
mama," lanjut Dewi.
Bulan yang bertengger di langit bundar.
Sinarnya yang keperakan membias ke seluruh


Istriku Adalah Ibuku Karya Fredy S di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

permukaan bumi. Dan Fendy bersama Dewi
tertimpa sinar rembulan itu, ketika mereka baru
meninggalkan gedung super market. Semua tokotoko sudah tutup. Fendy merangkul bahu Dewi
sembari melangkah mendekati mobil yang diparkir.
Fendy mengajak Dewi ke Puncak, tapi gadis
itu menggeleng.
"Kenapa?"
Perempuan itu nampak kecewa. Kecewa
karena malam yang diinginkan bisa direguknya
sejuta kenangan, tapi terjadi halangan. Begitupun
apa yang diharapkan ingin mempunyai keturunan
darah daging lelaki itu telah pudar.
Di toilet bioskop tadi, dia mengalami menstruasi. 368
"Bulan sedang merah." kata Dewi lesu.
Fendy terdiam. Dia mencerna ucapan
perempuan itu. Lalu dia tertawa.
"Tahu kan?"
Fendy mengangguk. Diciumnya pipi
perempuan itu. Baru kemudian dia meluncurkan
mobilnya meninggalkan tempat parkir itu dan
mengantarkan Dewi pulang.
*** Yeti sudah berpakaian rapi. Dia duduk di kursi
tamu seorang diri. Fendy belum lama pergi
menjemput Dewi. Siang itu Fendy ingin mengajak
Yeti ikut serta ke kantor majalah.
Namun setibanya Fendy di tempat kost, yang
dijumpainya malah Tika. Tika yang sudah bersiapsiap untuk pergi.
"Dewi sudah pulang ke Surabaya kemarin,"
kata Tika.
Fendy termangu. Pulang? Dewi pulang ke
Sura baya? Tidak salahkah ini?
"Naik apa?" 369
"Kereta api. Jam tiga sore dia pergi dari sini."
"Tidak meninggalkan pesan apa-apa?"
"Dia meninggalkan sepucuk surat yang
dititipkan pada Irena." Tika melangkah. "Yuk aku
pergi dulu."
"Irenanya ke mana?"
"Sedang pergi ke luar sebentar. Tunggu saja,"
kata Tika keras karena sudah agak jauh melangkah.
Lalu dia menyetop taxi. Taxi berhenti, dia buru-buru
naik. Taxi itu meluncur lagi.
Pulang ke Surabaya? Itu saja pertanyaan yang
bergumul di benaknya. Bukankah kemarin dia minta
dijemput hari ini? Siang ini? Dan itu sebagai bukti
kalau dia mau bekerja di kantor majalah. Sebagai
bukti kalau dia bersedia hidup bersama denganku.
Tapi kenapa tiba-tiba dia pulang ke Surabaya?
Kenapa?
Fendy mengamati cincin pemberian Dewi.
Cincin itu masih melingkar di jari manisnya. Cincin
inikah pertanda, bahwa dia akan meninggalkan
aku? Dan dia pergi meninggalkan aku demi orang
tuanya? Oh, betapa bodohnya aku. Selama ini aku
telah menjadi lelaki yang paling bodoh. Ya, karena 370
cinta membuat aku selalu gampang percaya.
Percaya kepada Dewi yang hidupnya penuh misteri
itu. Dan ibarat burung jinak-jinak balam. Dan aku
menjadi bodoh gara-gara cinta.
Di sini Fendy merasa kesepian sekarang. Di
ruang tamu dia duduk sendiri tanpa teman. Selain
rokok yang menemaninya dalam kesepian itu.
Dan sebungkus rokok 555 hanya tinggal dua
batang di dalam kemasannya. Sedangkan di asbak
puntung rokok sudah menumpuk. Waktu pun sudah
bergeser selama satu jam lebih dia menunggu di
situ. Sampai pantatnya pedas.
Akhirnya yang ditunggu datang. Fendy
melihat Irena baru turun dari taxi. Dan begitu
melihat ada mobil Fendy, maka dia buru-buru lari
masuk ke ruang tamu.
"Sudah lama menunggu?" tegur Irena.
"Satu jam lebih."
Irena menghenyakkan pantatnya di kursi.
"Kemarin siang Dewi pulang ke Surabaya,"
kata Irena dengan wajah sendu. 371
Helaan napas lelaki itu terdengar keras.
Seperti ingin melepaskan semua yang menghimpit
di dadanya.
"Dia tidak meninggalkan pesan apa-apa?".
"Ada. Dia meninggalkan sepucuk surat untuk
mas Fendy. Sebentar ya mas, aku ambilkan." Irena
bangkit dari tempat duduknya. Dia masuk ke
kamarnya dan tak lama kemudian sudah ke luar lagi.
"Ini suratnya." Irena menyerahkan surat itu
kepada Fendy.
Fendy jadi tak sabar. Dirobeknya amplop
surat itu dan dibacanya di situ juga.
Jakarta 24 Oktober 84
Mas Fendy yang baik hati.
Di sini Dewi tidak bisa menulis terlalu
berlebihan. Hanya cintaku terhadap mas Fendy
akan kubawa sampai akhir hayatku nanti. Dan aku
doakan semoga mas Fendy, mbak Yeti dan anakanak berbahagia selalu dalam lindungan Tuhan
yang maha pengasih.
Mulai hari ini, aku tinggalkan Jakarta. Jakarta
yang membuat aku kembali lagi ke Surabaya. 372
Banyak hal yang tak mungkin bisa aku ceritakan di
lembaran surat ini. Itulah sebabnya aku harus
kembali ke kota kelahiranku.
Mas Fendy, aku cinta mas Fendy. Aku sayang
mas Fendy. Aku yang ingin di samping mas Fendy,
tapi kenapa mas Fendy secepatnya menyuruh aku
memberikan keputusan Ya atau Tidak pada hari
Kamis besok. Aku takut .... aku tidak bisa menjawab.
Aku hanya bisa pulang ke Surabaya yang belum
saatnya. Sebetulnya aku ingin di samping mas
Fendy sampai bulan Desember nanti.
Mas Fendy, maafkan Dewi. Jangan mas
Fendy lupakan Dewi. Dewi terlalu mencintai mas
Fendy walau Dewi jauh dari mu, tapi hati Dewi,
batin Dewi tetap jadi satu dengan kau papa.
Jangan sakit-sakit lagi, papa. Jangan
tinggalkan mbak Yeti, sayang. Jadilah seorang
suami yang setia. Jadilah seorang papa yang
bijaksana. Dari yang mencintaimu : Dewi
Werdaningsih.
Fendy melipat surat itu dengan tangan
gemetar. Lalu surat itu dimasukkan kembali ke
dalam amplopnya. Berjuta kepedihan meroyak- 373
royak di dalam dadanya. Kedua kelopak matanya
jadi hangat. Dan sebelum berbicara dia menarik
napas berat dulu. Menghilangkan sesak di dadanya.
"Apa kau tahu sebabnya Dewi pulang ke
Surabaya?" tanya Fendy kepada Irena.
"Dia bilang mau menikah dengan Agus."
Seperti ada sembilu yang menyayat hati lelaki
itu. Permainan macam apa ini? Kenapa kalau Dewi
benar-benar mau menikah tidak berterus terang?
Terlalu kejam jika hubungan ini berakhir, dengan
begini. Lalu Fendy berdiri.
"Aku pulang, Rena. Terima kasih ya." pamit
Fendy. Dia terus melangkah meninggalkan tempat
itu. Irena yang berdiri di kusen pintu termangu
sedih memandang kepergian Fendy. Sampai di
kelopak matanya bergenang air yang berkilau-kilau.
Setumpuk kekalutan mengobrak-abrik
pikiran dan perasaan Fendy. Sampai-sampai dia
merasa ingin pergi jauh. Pergi jauh entah ke mana.
Tapi kemudian dia jadi teringat Yeti. Teringat kedua
anaknya. Jadi buat apa dia menyusahkan diri hanya
untuk menuruti kemauan hati sendiri. Lalu dengan 374
perasaan hancur dilarikan mobilnya pulang ke
rumah.
Ternyata seorang wanita yang hidupnya
penuh kesetiaan, tetap menunggu. Ya, tetap setia
menunggu kedatangan Fendy dengan sabar. Tetap
duduk di kursi tamu dengan mengenakan pakaian
rapi. Dan manakala dia melihat mobil suaminya
datang, buru-buru dia menyambutnya. Dia jadi
bingung ketika tak dilihat suaminya datang
membawa Dewi.
"Mana Dewi, Pa?" tanya Yeti.
Fendy tidak menyahut. Dia terus melangkah
masuk ke dalam rumah. Masuk ke dalam kamar dan
membanting dirinya di atas tempat tidur. Yeti
tambah kebingungan. Perempuan itu duduk di
pinggir tempat tidur. Di sisi suaminya.
"Ada apa, Pa?"
Fendy malah membenamkan mukanya ke
permukaan bantal. Dari tangannya terjatuh amplop
surat. Membuat jantung Yeti berdebar-debar.
Apalagi begitu melihat nama pengirimnya. Dewi.
Ah, jangan-jangan perempuan itu sudah pergi, pikir
Yeti. 375
"Apakah Dewi tidak mau bekerja di kantor
majalah?"
Fendy tetap belum mau menyahut. Yeti
membelai rambut suaminya penuh kasih sayang.
"Boleh mama baca surat dari Dewi?" tanya
Yeti hati-hati sekali.
Yeti melihat kepala suaminya mengangguk.
Lalu dibacanya surat itu. Setetes air mata perlahan
jatuh di pipinya. Isi su-at itu sangat menyayat.
Sebagai seorang perempuan yang berperasaan
halus, ungkapan makna tulisan surat itu sungguh
merupakan suatu ratapan. Terlampau
menyedihkan. Hingga membuat Yeti menangis.
"Papa, biarlah mama susul Dewi ke Surabaya.
Di amplop surat ini ada alamat rumahnya," ujar Yeti
dengan suara parau.
Fendy mengangkat kepalanya, lalu seperti
anak kecil menjatuhkan kepalanya di pangkuan
istrinya. Di kedua matanya basah air mata.
"Jangan .... jangan, Mama." Fendy memeluk
tubuh Yeti. 376
"Kenapa jangan, Pa? Mama tidak ingin
melihat hidup papa menderita. Hidup papa
sengsara karena tak bisa memiliki Dewi. Mama jadi
ikut menderita dan sengsara , Pa." Yeti membelai
rambut suaminya. Perempuan itu seperti seorang
ibu yang menangis demi anaknya.
"Biarkan Dewi pergi, Ma. Biarkan. Jangan
mama susul dia."
"Mama ingin sekali berbicara dengannya.
Apa pun yang dia inginkan, akan mama relakan.
Seperti halnya bila Dewi menginginkan mama
meninggalkan papa, akan mama lakukan juga.
Asalkan papa dapat hidup berbahagia dengan
Dewi," kata Yeti dengan setulus hatinya.
"Mamaaa... mamaaaa... jangan punya
keinginan seperti itu, Ma. Papa tidak menghendaki
kehidupan rumah tangga kita hancur," ratap Fendy
seperti anak kecil yang mau ditinggal mati orang
tuanya.
"Mama tidak merasa punya keinginan
menghancurkan rumah tangga kita, Pa. Justru
dengan jalan itulah akan bisa menyelamatkan dari
kehancuran. Mama akan pasrahkan papa kepada 377
Dewi secara persaudaraan. Bukan sebagai istri yang
dipoligami."
Belasan tahun Yeti sudah mengabdikan kasih
dan cintanya terhadap lelaki ini. Sekarang, dia harus
merelakan apa pun yang terjadi. Sekarang, inilah
dia, lelaki yang harus dikasihani. Inilah dia, lelaki
yang kesepian dalam hidupnya. Yang kesepian
karena istrinya menderita kanker rahim dan
kandungan. Yang mengisi kenyataan karena
ditinggal pergi oleh kekasihnya. Yang merasa
perempuan itu adalah segala-galanya bagi
hidupnya. Dan tangispun menggigit-gigit di relung
hati Yeti. Perempuan yang lebih rela menerima
kepahitan daripada tidak dapat mengasuh anaknya
lebih lama. Dia masih ingin hidup seribu tahun lagi
di samping kedua anaknya itu.
"Izinkan mama berangkat besok ya, Pa?"
"Papa bilang, jangan ma. Percuma" desah
Fendy tak mau menjelaskan kalau Dewi sebenarnya
akan menikah.
"Tapi mama tidak akan putus asa untuk
menikahkan papa dengan Dewi. Dewi dan papa
harus jadi suami istri atas kemauan mama." 378
Fendy memeluk Yeti erat-erat,
membenamkan tangisnya ke dalam pelukan
perempuan itu. Membenamkan kasih sayangnya
dan berlindung padanya. Seolah-olah perempuan
itu adalah tempat untuk mengadu. Untuk
menumpahkan semua kesengsaraannya. 379
LIMA SEMAKIN tak karuan hidup lelaki itu. Semakin
tak tahan disiksa batinnya yang hampa. Yang
kosong tanpa ada gairah lagi. Frustrasikah ini
namanya? Tak tahulah. Cuma di belahan perasaan
lelaki itu seperti mengejeknya. Huh, lelaki cengeng!
Lelaki yang terkaing-kaing cuma untuk


Istriku Adalah Ibuku Karya Fredy S di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dipermainkan. Lelaki yang jadi pengemis cinta cuma
gampang dibohongi. Di mana harkatmu sebagai
artis populer? Di mana? Cuma dengan perempuan
semacam Dewi saja kau terkaing-kaing. Bah! Lebih
baik pulang kampung saja kau! Itu makinya orang
batak. Sayangnya Fendy tidak mempunyai saudara
atau tulang orang batak.
Di lain pihak, tanpa setahu Fendy, dengan
diam-diam Yeti menulis surat kepada Dewi. Dia
merasa berdosa kalau terus membiarkan hidup
suaminya tidak karuan. Barangkali suaminya akan
hidup berbahagia dan tentram bila dapat menikah
dengan Dewi. Maka Yeti menulis surat begini : 380
"Seandainya mbak Yeti tidak ingat anakanak, mbak Yeti besoknya akan menyusul dik Dewi
ke Surabaya. Kenapa kehadiran adik cuma sebentar
di Jakarta? Padahal banyak yang hendak mbak Yeti
katakan pada adik. Kedatangan adik ke Jakarta
telah membuat kami sekeluarga bahagia. Tapi
kenapa kebahagiaan itu cuma sekejap? Sekejap
bersama kepergian adik.
Dik Dewi yang baik, mbak Yeti benar-benar
gembira dan ikut merasa bahagia kalau adik mau
menjalani hidup bersama dengan mas Fendy. Mbak
Yeti sudah benar-benar rela lahir dan batin. Asalkan
adik memang dapat membahagiakan mas Fendy.
Begitu pun, jangan risaukan mbak Yeti. Karena
tujuan mbak Yeti hanya untuk kelestarian rumah
tangga kami. Adik merupakan penolong dari
kehancuran yang selama ini terus mengancam. Dan
sejak kepergian adik, mas Fendy jadi tak karuan.
Setiap hari pulang pagi dalam keadaan mabok.
Mbak Yeti mohon kepadamu, kasihanilah anakanak kami. Demi anak-anak kami, sudilah kiranya
adik datang lagi ke Jakarta. Kita jalin persaudaraan
dan bukan sebagai dua wanita yang hidup
dipoligami. Percayalah, mbak Yeti punya niat tulus
dan suci." 381
Itu bunyinya surat yang dikirim kepada Dewi.
Seminggu kemudian dia menerima telegram.
Telegram dari Dewi yang isinya agar Fendy mau
menginterlokalnya pada tanggal 1 Desember 1984.
Tapi telegram itu tidak sempat diberi tahu
kepada suaminya. Sebab suaminya selama ini
jarang tinggal di rumah. Dia melakukan apa saja
yang paling baik untuk menyenangkan dirinya.
Untuk bisa melupakan perempuan yang bernama
Dewi itu.
Akhirnya Yeti yang interlokal sesuai dengan
permintaan Dewi. Tanggal 1 Desember 1984 jam
sepuluh siang Yeti interlokal Dewi.
"Bisa bicara dengan Dewi?"
"Mbak Yeti ya?"
"Bagaimana dik kabarnya?"
"Baik-baik, Mbak. Mbak Yeti dan anak-anak
baik kan?"
"Semua baik-baik. Bagaimana jawaban surat
dari mbak Yeti?" 382
"Dewi masih belum bisa menjawabnya,
Mbak. Maafkan Dewi ya. Mbak. Dan tolong
sampaikan kepada mas Fendy, jangan terlalu
memikirkan Dewi. Lebih baik mas Fendy
memikirkan keadaan mbak Yeti dan anak-anak."
"Tapi berilah jawaban surat mbak Yeti."
"Tentu, Mbak."
"Dan kalau bisa adik datanglah ke Jakarta
secepatnya. Mbak Yeti ingin sekali berbicara dari
hati ke hati sama adik."
"Aduuuh, bagaimana ya? Rasanya sulit mbak.
Dewi akan datang pada saat ulang tahun mas Fendy
nanti."
"Ulang tahun mas Fendy? Masih lama dong."
desak Yeti.
"Habis Dewi sedang repot. Tapi percayalah,
Dewi pasti datang pada hari ulang tahun mas
Fendy."
"Tidak ada apa-apa lagi yang perlu
disampaikan kepada mas Fendy?"
"Dewi rasa cukup. Salam Dewi saja untuk mas
Fendy." 383
Yeti merasa kecewa. Namun di balik hati
nuraninya, dia memuji keluhuran perempuan itu.
Dan nampaknya dia mempunyai prinsip dan kukuh
pada pendiriannya. Tetap tak ingin hadir di tengahtengah kehidupan Fendy beserta keluarganya.
Benarkah Dewi bisa melupakan Fendy?
Ternyata tidak. Selalu gelisah tidur malamnya. Dia
tak mampu membuang bayang-bayang wajah lelaki
itu. Kenangan yang selama ini dirangkum dalam
perjalanan hidupnya telah mengusiknya. Seolaholah kenangan itu jadi terang bagi bintang-bintang,
di langit, menghiasi hidupnya yang hitam kelam.
Dan pada saat malam pertunangannya
dengan Agus, tiada secuil kebahagiaan yang tersisa
di hatinya. Justru malam itu dirasa teramat pahit
dan menyedihkan hatinya. Ketika Agus memasukkan cincin di jari manisnya, semakin kuat ingatan
nya kepada Fendy. Dan kenapa bukan Fendy saja
yang memasukkan cincin itu ke jari manisnya?
Kenapa? Kenapa?
Malam pertunangan itu berlangsung tanpa
kesan apa-apa di hatinya. Dan hari-hari yang dilalui
tak pernah ceria. Sehingga tak pernah sekalipun dia
memberi senyum dan muka manis kepada Agus. Dia 384
kadang-kadang mencari kesenangan sendiri. Pergi
ke night club seorang diri. Dan kadang pula dia pergi
bersama anaknya.
Tak tahu ke mana angin kini berhembus.
Kehidupannya bagaikan mimpi. Dan hatinya merasa
semakin jauh dari Fendy, lantaran dia rhe-rasa
jurang pemisah telah ditempuh. Dia telah
bertunangan dengan Agus. Sebulan lagi dia akan
resmi melangsungkan pernikahannya dengan lakilaki itu. Sedangkan nyanyian murung selalu
bergema di hatinya.
Ingin kudengar lagi suaramu
Seperti dulu engkau masih bersamaku
Gelak tawa riang penuh pesona,
Kini tiada lagi.
Lama sudah aku tak menatap wajahmu.
Lama sudah aku tak mendengar ceritamu
Inginnya aku selalu hadir bersamamu
Kau membelai daku
Mengapa kini kita harus berpisah 385
Di saat bunga-bunga cinta telah merekah
Hanya dirimu satu tambatan hatiku
Yang selalu hadir di setiap mimpiku
Bukan perpisahan yang kutangisi
Namun pertemuanlah yang kusesali
Dapatkah kita bersama lagi Seperti dulu
Nyanyian murung itu semakin menghimpit
hatinya. Seperti apa yang dirasakan dalam melewati
hari-hari sepi ini. Dia cuma menunggu setiap sore
Agus datang menjenguknya. Lalu lelaki itu mencoba
menghibur kemurungan calon istrinya itu.
Mengajak pergi nonton film, atau ke tempat
hiburan lainnya. Namun wajah perempuan itu tak
pernah ceria.
Karena sudah tak kuasa membendung
kerinduan, karena sudah jenuh setiap hari cuma
tinggal di rumah, maka Dewi nekad kabur ke
Jakarta. Tak tahu apa pun yang akan terjadi. Yang
akan terjadi biarlah terjadi. Sebab empat hari lagi
jatuh hari ulang tahun Fendy. 386
Di rumah Fendy pagi itu masih tertutup rapat
pintunya. Sedang sinar matahari menampakkan
sinarnya ke celah-celah lobang pintu dan jendela.
Pamo yang setiap pagi menyirami tanaman sudah
selesai. Lelaki itu ganti mengerjakan mencabuti
rerumputan yang nampak kering. Menyapu
dedaunan yang berserakan di halaman.
Sedang di dalam kamar tidur, Fendy masih
berbaring. Malas untuk turun dari tempat tidur. Yeti
melipat selimut di samping suaminya.
"Hari Minggu yang cerah ini kita pergi
rekreasi ya, Ma?" ajak Fendy. Lalu dia turun dari
tempat tidur.
"Ke mana, Pa?"
"Mama mau ke mana?"
"Terserah papa."
"Ke Pulau Seribu ya?"
Yeti mengangguk. Ada apa nih? pikir Yeti.
Sudah dua minggu lamanya Fendy yang selalu
murung hari ini berubah gembira. Bahkan mengajak
keluarga untuk berekreasi. 387
Fendy melangkah masuk ke dalam kamar
mandi. Yeti merapikan seperai tempat tidur.
Sementara di luar dia mendengar Dino dan Ria
sedang bercanda. Lalu dia berpikir, alangkah
senangnya kedua anak itu diajak ke Pulau Seribu.
Sambil naik perahu bisa memancing.
Maka selesai merapikan kamar tidur, Yeti
beralih merapikan ruang tamu. Bunga mawar di
dalam vas yang sudah layu diganti dengan bunga
yang baru. Dia mengerjakannya dengan gembira.
Tapi senyum itu berangsur-angsur lenyap.
Matanya terpaku ke luar jendela. Di halaman
nampak Dewi sedang melangkah seorang diri.
Langkahnya ragu-ragu. Dan Yeti buru-buru
membukakan pintu.
Dewi berdiri letih di depannya. Agaknya
perjalanan yang ditempuhnya dengan naik kereta
api cukup meletihkan. Keduanya bersitatap sesaat,
lalu Yeti dan Dewi saling berpelukan.
"Baru sampai dari Surabaya?" tanya Yeti
gembira sekali.
"Ya Mbak." 388
"Ayo masuk. Ayo masuk," ajak Yeti
menggandeng lengan tamunya itu. Lalu keduanya
duduk di kursi tamu.
"Kenapa tidak memberi tahu dulu kalau adik
mau datang? Jadi mas Fendy atau mbak bisa
menjemputmu" kata Yeti dengan muka berseri-seri.
"Ah, terlalu merepotkan mbak."
Yeti tersenyum sembari memperhatikan
perempuan itu. Mukanya pucat dan pipinya sedikit
cekung. Agak kurus dibandingkan waktu bertemu
dulu.
"Mbak Yeti panggilkan mas Fendy ya?
Barangkali dia sudah selesai mandi." Yeti bangkit.
Dewi terdiam. Mengawasi berlalunya
perempuan itu dengan perasaan dirambati nyeri.
Karena selama hidupnya baru kali ini menghadapi
perempuan sebaik itu. Padahal dia tahu kalau Dewi
datang dari jauh untuk menemui suaminya. Tapi
anehnya perempuan itu tidak marah. Malah
menganggap sebagai saudara sendiri. Dewi menarik
napas sembari membasuh wajahnya yang
berkeringat. 389
Fendy yang baru selesai mandi juga
membasuh tubuhnya dengan handuk. Yeti
mendekatinya. Ceria sekali wajah istrinya itu.
Membuat dahi Fendy berkerut karena merasa
heran.
"Ada tamu," bisik Yeti sambil senyumsenyum.
"Siapa?" Fendy mengenakan pakaian.
"Perempuan cantik."
"Ah, mama bercanda ya?"
"Sungguh, Pa. Papa pasti akan senang."
Fendy menyisir rambutnya.
"Siapa sih?"
"Dewi."
Fendy tersentak, lalu menatap Yeti.
Mata Yeti mengerjap-ngerjap.
"Dia baru saja sampai dari Surabaya."
Lelaki itu mematung di depan cermin.
"Ayolah," kata Yeti sambil menarik lengan
suaminya. "Dia menunggu." 390
Berdebar-debar jantung lelaki itu. Yeti terus
menarik lengannya. Dia membisu mengikuti
langkah istrinya. Dan di ruang tamu itu, langkah
Fendy terhenti. Ada rambatan perasaan perih di
lekuk hatinya.
Sedang Dewi yang membisu, yang cuma bisa
memandang lelaki itu, merasa lebih nyeri
perasaannya. Bibirnya bergetar menyebut nama
lelaki itu.
"Mas Fendy suaranya bergumam.
Mereka bertatapan. Bibir Dewi gemetar O,
alangkah dingin tatapan mata lelaki itu. Tidak
seperti ketika masih bersama dulu. Dan Dewi
menundukkan mukanya. Dia memandangi lantai.
Setumpuk kerinduan yang dibawanya dari
Surabaya, tak bisa dilampiaskan. Bagai lenyap
begitu melihat tatapan mata lelaki yang begitu
dingin.
Fendy tetap membisu. Ruangan itu sepi. Yeti
jadi heran. Apa sebenarnya yang telah terjadi
antara mereka? Kenapa suaminya jadi dingin. Tidak


Istriku Adalah Ibuku Karya Fredy S di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ramah. Padahal dia tahu kalau suaminya begitu
mencintai perempuan itu. 391
"Papa kok diam saja sih?" tegur Yeti.
Memecah sepinya ruangan itu.
"Aku lagi tak ada gairah untuk omongomong." Fendy bangkit. Lalu dia melangkah masuk
ke dalam kamar.
"Papa!" Yeti memanggil suaminya.
"Sudahlah, Mbak. Tak apa-apa," kata Dewi
dengan suara serak. Perasaan perih kian menyayatnyayat. "Saya cuma mau bicara. Saya cuma ingin
menjelaskan kalau saya ..." lanjut Dewi, namun
sudah meledak duluan tangisnya.
Yeti segera bangkit dan duduk di sebelah
perempuan itu. Dipeluknya Dewi yang menangis.
Perasaan Yeti jadi ikut sedih.
"Maafkan kalau sikap mas Fendy kurang
berkenan di hatimu, Dik." Yeti merasa menyesal
akan sikap suaminya.
"Mas Fendy tidak bersalah. Mbak. Justru
sayalah yang harus minta maaf. Maafkan saya,
maafkan saya," kata Dewi di sela isaknya. Lalu dia
berdiri sambil menjinjing tasnya. 392
"Adik mau ke mana?" Yeti jadi bingung.
Kedua matanya berkaca-kaca.
"Saya mau ke Utan Kayu, Mbak."
"Jangan. Jangan. Adik tinggal saja di sini,"
kata Yeti sembari memegangi lengan Dewi.
Dewi menggelengkan kepala. Dia menyeka
air mata dengan sapu tangan.
"Biarlah saya tinggal di Utan Kayu saja.
Mbak." Dewi terus melangkah, sedangkan Yeti tak
bisa berbuat apa-apa lagi.
"Maafkan saya," lanjut Dewi dengan suara
parau. Dia terus melangkah meninggalkan Yeti yang
berdiri termangu sedih di ambang pintu.
Kemudian Yeti masuk ke kamar. Ditemui
suaminya yang duduk termenung di pinggir tempat
tidur.
"Kenapa papa begitu?" tanya Yeti dengan
kedua mata berkaca-kaca.
Fendy membisu. Cuma memandang lantai
kamar.
"Kenapa? Kenapa, Pa?" 393
Lelaki itu cuma menarik napas berat.
"Barangkali karena dia pergi meninggalkan
papa tanpa pesan? Karena itukah?"
Kepala lelaki itu menggeleng.
"Jadi kenapa? Hati mama jadi sedih melihat Dewi."
"Antara kami banyak persoalan. Mama tidak
tahu," kata Fendy dalam keluhan.
"Meskipun demikian, papa harus
menyambutnya dengan ramah. Dengan baik.
Sebenarnya dia datang ke mari, mama-lah yang
menyuruhnya. Kalau tanggapan papa begitu, sama
halnya papa menyakiti perasaan mama."
Fendy jadi terperangah. Dewi datang ke mari
karena permintaan istrinya? Dan lelaki itu memijitmijit pelipisnya yang dirasa pening.
"Mama merasa dia orang yang baik. Kasihan
kalau hatinya disakiti."
Fendy menelan air ludahnya yang dirasa
teramat pahit. Kau tidak tahu siapa dia sebenarnya.
Mama. Kau tidak tahu. Karena selama ini aku
menceritakan kebaikannya saja terhadapmu. 394
"Tapi banyak persoalan antara kami, Ma."
"Persoalan apa?"
"Mama tak perlu tahu."
"Mama kepingin tahu."
"Sudahlah, Ma. Sudahlah. Temuilah dia di
ruang tamu. Papa ingin pergi dan tak ingin
menemuinya," desah Fendy dengan kesal.
"Dewi sudah pergi," suara Yeti lirih. Suara itu
menyimpan kesedihan yang teramat mencekam.
Fendy terperangah.
"Dia sudah pergi?"
Yeti melangkah meninggalkan kamar itu.
"Ya."
Dan Fendy menjatuhkan pantatnya di atas
tempat tidur. Termenunglah dia seorang diri di
kamar itu. Ada perasaan sedih, ada perasaan kesal,
ada perasaan kehilangan dan perasaan menyesal.
Semua itu berkecamuk di dalam dadanya. Nyaris
dadanya tak mampu menampung kecamuk itu.
*** 395
Di kamar kost. Dewi membenamkan
tangisnya ke permukaan bantal. Siang yang terik
membuat kamar itu pengap. Dari ruang tamu
terdengar suara Tika sedang bercanda dengan
beberapa teman lelaki yang dikenal di night club.
Begitu pula Irena. Dan tangis Dewi tambah
menyayat, namun tersekap di bantal.
Inikah yang kuterima dari perjalanan jauh
datang ke Jakarta? Inikah ganjaran yang kuterima
karena aku kabur dari Surabaya tanpa pamit?
Bukankah dari jauh aku datang hanya untuk lelaki
yang bernama Fendy? Tapi apa yang kuterima
darinya, oooh, cuma keacuhan semata. Dan betapa
perihnya hati ini, lantaran kesia-siaan yang
kuterima. Betapa berbedanya sikap lelaki itu
menerima kedatanganku.
Barangkali dia sudah mengetahui
keadaanku? Kalau memang demikian, betapapun
menyakitkan sikapnya harus kuterima dengan
lapang dada. Sudah sepatutnya dia bersikap begitu
padaku. Sudah sepatutnya. Jadi tak perlu lagi
disesali. Jurang pemisah memang telah kubuat
sendiri. 396
Celepak-celepak suara sandal Irena
memasuki kamar. Dan perempuan itu termangu
menatap Dewi yang terisak-isak.
"Apa yang sedang kau tangisi, Dewi?" tanya
Irena sembari duduk di sisi perempuan yang
tidurnya tengkurap itu.
"Mas Fendy membenci aku," ratap Dewi.
Irena tersenyum. Diusap-usapnya lembut
punggung perempuan itu.
"Lupakan saja lelaki itu. Buat apa terus
diingat-ingat," kata Irena.
"Apakah kau memberi tahu kalau aku
bertunangan?"
"Ya."
"Ooooh," keluh Dewi sedih.
"Kenapa mengeluh? Bila kau merasa
kehilangan Fendy masih ada Batara sebagai
penggantinya."
"Aku datang ke Jakarta hanya untuk
menghadiri ulang tahun mas Fendy. Bukan untuk
lelaki manapun. Bukan untuk siapa-siapa." 397
"Sudahlah, Dewi. Sudahlah. Jangan bikin
hidupmu tambah kalut. Kau sudah resmi
bertunangan dengan Agus. Dua minggu lagi kau
akan melangsungkan pernikahan. Terima saja
nasibmu yang demikian. Jalanilah. Tempuhlah.
Seharusnya kau merasa beruntung karena Agus
punya kedudukan yang pasti bisa menjamin
hidupmu. Apa lagi yang kau cari Dewi?"
Dewi terdiam. Dia mengusap air matanya.
"Sejak kukenal mas Fendy, hidupku jadi
terombang-ambing. Sebab aku terlalu mencintai
lelaki itu, Rena."
"Akan kubantu supaya kau bisa melupakannya"
"Bagaimana caranya?"
"Ikuti ke mana aku pergi. Kita akan
bersenang-senang selalu. Isilah hidupmu yang
masih bebas ini dengan kegembiraan. Karena
setelah kau jadi istri Agus, jadilah istri yang baik.
Okey?"
Dewi menganggukkan kepala ragu-ragu.
Tika masuk kamar.
"Ada tamu," kata Tika. 398
"Siapa?" tanya Irena.
"Yeti. Istrinya mas Fendy. Dia mau ketemu Dewi."
Dewi melompat turun dari tempat tidur.
Namun ketika dia mau menemui Yeti dicegah oleh
Irena.
"Biarlah aku yang menemuinya. Kau tunggu
di sini saja."
"Tapi...?"
"Sudahlah. Nurut saja." kata Irena sambil
melangkah ke luar dari kamar. Begitu dia sampai di
ruang tamu jadi termangu memandang Yeti. Rasarasanya dia pernah kenal dengan perempuan itu.
Keduanya saling berpandangan. Dan tamu lelaki
yang sedang ngobrol di ruang tamu jadi saling
terheran.
"Yeti? Mbak Yeti ya?" kata Irena sambil
menunjuk Yeti.
"Irena?" Yeti juga berbuat serupa. Lalu
keduanya saling berpelukan.
"Apa kabar, Mbak?"
"Baik-baik. Mana Dewi?" 399
"Dia sedang tidur di kamar. Capai barangkali
baru datang dari Surabaya."
"Banyak ya, tamu lelaki di sini."
"Ayo, kita ngobrol di tempat yang tenang
saja, Mbak."
"Di mana?"
"Di restauran. Tidak jauh dari sini kok."
Yeti menuruti ajakan Irena. Keduanya saling
mengenal sejak mereka masih duduk di bangku
SMA di Jogya. Tapi mereka harus berpisah karena
Irena pindah sekolah di Semarang ikut pamannya.
Orang tuanya bercerai yang mengakibatkan hidup
Irena jadi tak karuan. Irena sejak dulu sudah
mengenal sifat Yeti yang baik dan lugu.
Di bawah teriknya matahari siang, mereka
menyusuri jalan Utan Kayu. Dan akhirnya memasuki
sebuah restauran yang cukup tenang dan nyaman.
"Sudah berapa tahun kita tidak bertemu?"
tanya Yeti.
"Tiga belas tahun lebih. Tapi mbak Yeti masih
tetap awet muda dan cantik." 400
"Ah, jangan ngeledek."
"Sungguh. Rena tidak ngeledek. Oya, Mbak.
Mas Fendy itu suamimu?"
"Ya."
"Wah, berbahagia ya punya suami bintang
film top."
"Biasa-biasa saja. Kau sudah lama tinggal di
tempat kost itu?"
"Sudah dua bulan."
"Berarti kau tahu kalau Dewi menjalin
hubungan dengan suamiku?"
Irena mengangguk. Seorang pelayan
restauran menghampiri.
"Es jeruk dua," kata Irena. Pelayan itu pergi.
"Bagaimana menurut kau mengenai Dewi?"
Irena menarik napas berat. Seberat
perasaannya untuk menceritakan keadaan
perempuan itu.
"Kita dulu pernah bersahabat, Rena. Kita
pernah tinggal satu kampung. Aku minta 401
bantuanmu untuk memecahkan persoalan rumah
tanggaku."
"Aku sudah mendengar semua kehidupan
rumah tangga mbak Yeti."
"Dari Dewi?"
Irena mengangguk. Pelayan datang
mengantarkan dua gelas es jeruk. Kedua
perempuan itu mengaduk minumannya.
"Aku rela suamiku menikah dengan
perempuan lain, asalkan perempuan itu dapat
membahagiakan hidupnya. Seperti misalnya Dewi.
Suamiku sangat mencintainya. Tapi sejauh
hubungan suamiku dengan Dewi, aku belum tahu
siapa sebenarnya perempuan yang dicintai suamiku
itu?"
"Kenapa mbak Yeti tidak mau operasi saja?"
"Aku takut mati, Rena. Aku masih ingin
merawat dan mengasuh anak-anakku. Maka aku
merelakan mas Fendy menikah dengan Dewi."
"Itu cara yang salah. Mbak."
"Kenapa?" 402
"Merelakan suami menikah lagi adalah sama
halnya mencekik hidupnya sendiri. Apalagi kalau
perempuan yang akan dinikahi mas Fendy bukanlah
perempuan baik-baik."
"Apakah Dewi bukan perempuan baik-baik?"
"Aku tidak bisa mengatakan apa-apa. Cuma
saranku, demi keutuhan rumah tangga mbak Yeti
dan mas Fendy, sebaiknya mbak Yeti operasi saja.
Mbak Yeti tidak kalah cantiknya bila dibandingkan
dengan Dewi."
Yeti tertawa. Lalu dia meneguk es jeruknya.
Irena begitu juga.
"Kau di Jakarta bekerja?" tanya Yeti.
"Kalau tidak bekerja bisa tak makan." sahut
Irena sambil tertawa.
"Di mana?"


Istriku Adalah Ibuku Karya Fredy S di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Night club."
"Oh."
"Berarti aku bukan orang baik-baik."
"Kalau Dewi?" 403
"Sama."
"Oh."
"Cukup bisa menyelami bagaimana
kehidupan hostes bukan?"
Yeti menarik napas panjang.
"Dan aku rasa mbak Yeti bisa menilai macam
apa perempuan yang dicintai mas Fendy itu. Aku
tidak perlu bercerita panjang lebar."
Yeti manggut-manggut.
"Mas Fendy memang tidak pernah bercerita
apa-apa kepadaku tentang Dewi." Yeti mengadukaduk es jeruknya.
"Aku maklum. Dan mulai sekarang, mbak Yeti
tidak perlu mengharapkan sekali terhadap Dewi.
Percuma, Mbak."
"Kenapa?"
"Kelak mbak Yeti akan tahu sendiri."
Jadi bimbang perasaan Yeti. Dan
kebimbangan itu dibawanya meninggalkan
restauran. Mereka berjalan di bawah sengatan 404
matahari siang. Jalanan aspal memuaikan sari-sari
panas. Kaki mereka melangkah di situ.
"Mbak Yeti masih mau ketemu dengan
Dewi?" tanya Irena.
Yeti yang semula menggebu-gebu jadi ragu-ragu.
"Menurut kau bagaimana?"
"Sebaiknya jangan. Biar persoalannya
diselesaikan sendiri dengan mas Fendy. Ini juga
demi menjaga harga diri mbak Yeti."
Yeti menimbang-nimbang saran Irena.
Akhirnya dia setuju.
"Kalau begitu aku pulang saja, Rena."
"Itu lebih baik, Mbak."
"Mainlah ke rumah."
"Kapan-kapan, kalau ada waktu."
Yeti menyetop taxi. Lalu dia naik setelah taxi
itu berhenti.
"Terima kasih, Rena. Sampai jumpa lagi."
"Sampai jumpa lagi. Operasi ya. Mbak!" 405
"Ya." Taxi itu meluncur pergi. Membawa Yeti
sendiri.
Dan Irena jadi ikut sedih memikirkan nasib
sahabatnya itu. Timbul dari lubuk hatinya ingin
menyelamatkan rumah tangga perempuan itu dari
kehancuran. Cuma dengan satu cara menginterlokal Agus dan memberi tahu kalau Dewi ada di
Jakarta.
*** Sore itu nampak mendung. Yeti masih sibuk
membantu menyiapkan masakan untuk ulang
tahun suaminya. Meskipun rencananya tidak
mengundang siapa pun, selain Dewi, tapi paling
tidak harus ada hidangan makan malam. Maka sore
itu dia jadi sibuk di dapur. Membantu mbok Minah
memasak. Membuat kue dan makanan ringan
lainnya. Mengenai roti ulang tahun, sudah
dipesannya seminggu yang lalu.
Suara beli rumah berbunyi. Disusul kemudian
Dino dan Ria menghampiri Yeti di dapur.
"Ada tamu, Ma."
"Siapa?" tanya Yeti sembari mencuci tangan
di pancuran kran air. 406
"Nggak tahu. Orangnya gede-gede, Ma. Dino
sama Ria sampai takut."
Yeti tersenyum. Lalu dia melangkah
meninggalkan dapur. Dan ternyata memang benar
apa yang dikatakan Dino. Tiga orang laki-laki yang
bertubuh besar-besar berdiri di depan pintu rumah.
Yeti membuka pintunya.
"Selamat sore," sapa salah satu di antara
mereka yang ternyata adalah Agus.
"Selamat sore," balas Yeti. "Ingin ketemu
dengan siapa bung?"
"Fendy ada?"
"Sejak tadi pagi pergi belum pulang. Ada
pesan yang bisa saya sampaikan?"
"Tolong beri tahu Fendy, jangan coba-coba
berani mengganggu Dewi."
Yeti terperangah. Tapi kemudian dia
berusaha tetap tenang.
"Mau duduk dulu?"
"Terima kasih. Kami permisi." 407
"Ng... tunggu dulu, boleh saya tahu darimana
bung ini?"
"Dari Surabaya. Kami kemari hanya sengaja
mencari Dewi." Ketiga lelaki itu melangkah pergi.
Yeti menutup kembali pintunya. Jantungnya
berdebar-debar. Membuat Yeti sore itu jadi resah.
Ya, kedatangan ketiga lelaki itu membuatnya jadi
tak tenang. Gelisah. Dia jadi malas meneruskan
pekerjaannya memasak di dapur.
Ke mana akan dicari suaminya? Ke mana?
Lelaki itu kalau pergi jarang memberi tahu tempat
tujuannya. Jika dia tahu ke mana suaminya pergi,
dia akan menyusulnya sekarang. Memberi tahu
kalau keadaan diri suaminya sedang meresahkan.
Dan dari pancaran mata ketiga lelaki itu ada
dendam. Barangkali kalau ketemu Fendy tak akan
mengenal ampun lagi. Perasaan Yeti jadi ngeri.
Ketakutan.
Sampai malam Yeti tak dapat membuang rasa
gelisah itu. Kedua anaknya sudah tertidur pulas di
dalam kamar. Kini dia seorang diri duduk di kursi. Di
ruang tengah yang sepi. 408
Yeti beranjak menuju ke pintu ketika ada
sebuah mobil memasuki halaman rumahnya. Lalu
dia mengintip dari belakang gordyn. Di luar ternyata
Irena yang turun dari mobil itu. Dan sepasang mata
Yeti terbelalak, begitu melihat suaminya yang
mukanya bercucuran darah.
"Papaaaa!" pekik Yeti sambil berlari ke luar.
Parno dan Minah berlari ke luar. Kedua pembantu
itu segera menolong tuannya menggotong ke dalam
rumah. Lalu dibaringkan di sofa. Minah mengambil
handuk, kapas dan obat merah.
"Papaaa... kenapa sampai begini? Kenapa?"
tanya Yeti sambil menangis. Membasuh darah yang
mengalir dari hidung lelaki itu. Bibirnya pecahpecah.
Fendy yang berbaring di atas sofa nampak
lemas tak berdaya. Kedua mata bengkak membiru.
Sedang Irena yang nampak keletihan ikut menangis
terisak-isak.
"Apa yang telah terjadi, Rena?" tanya Yeti
dengan berlinangan air mata.
"Mas Fendy dikeroyok oleh tiga orang laki-laki." 409
"Apa salah suamiku, Rena? Apa salah
suamiku, Rena." Yeti meraung-raung dalam
kepiluan.
Irena tak bisa menjawab. Hanya isak
tangisnya yang menyayat. Karena dia merasa ikut
bersalah dalam kejadian ini. Agus yang kemarin diinterlokal, ternyata lelaki itu benar-benar datang.
Yang disesalkan oleh Irena, sewaktu Agus datang ke
tempat kost, dia bertemu dengan Tika. Rupanya
Tika dengan sengaja menceritakan perbuatan Dewi
selama tinggal di Jakarta. Tentunya tidak terlepas
dari hubungan Dewi dengan Fendy.
Dan malam itu, ketika Irena baru saja turun
dari mobil, di halaman rumah nampak ramai. Dia
jadi gelisah karena mobil Fendy ada di situ. Lalu dia
menyisihkan orang-orang yang bergerombol di
depan rumah. Dan dia menjerit manakala melihat
tubuh Fendy terkapar di lantai teras.
Rupanya Fendy baru saja dihajar Agus dan
kedua kawannya. Penyebabnya adalah Tika.
Ternyata perempuan itu benar-benar jahat. Lalu
Irena dengan bersusah payah membawa Fendy
pulang ke rumahnya. Sedang Dewi masih ada di
puncak bersama Batara. 410
"Katakan, Rena. Katakan! Kenapa kau diam
saja?" suara Yeti memohon dalam kesedihannya.
"Sebenarnya Dewi sudah bertunangan
dengan Agus. Dua minggu lagi dia akan
melangsungkan pernikahannya. Tapi Dewi kabur ke
Jakarta tanpa setahu Agus dan keluarganya. Maka
Agus segera menyusulnya ke Jakarta, dan pertama
yang dituju ke tempat kost, bertemu dengan Tika.
Semua perbuatan Dewi dibeber kepada Agus. Di
saat Agus sedang meluap rasa cemburu dan
kemarahannya, mas Fendy datang. Tanpa kenal
ampun lagi dikeroyoknya mas Fendy," tutur Irena
sambil terisak-isak.
"Papa, papa. Bagaimana kau ini? Kenapa kau
buru perempuan yang sudah bertunangan dan mau
menikah? Kenapa papa?" kata Yeti seperti seorang
ibu yang sedih. Yang menangisi anaknya lantaran
penyesalan.
Setetes air mata jatuh dari sudut mata lelaki
itu. Dia tak bisa berkata apa-apa. Cuma dalam
hatinya menyeletuk; Inikah ganjaran buat
kebohongan-ku selama ini? Kedustaanku selama ini
terhadap istriku? Oh Tuhan, ampunilah kesalahan
dan dosaku. 411
Di meja berdiri kue ulang tahun yang megah.
Fendy berdiri menghadapi kue itu. Walau bibirnya
masih terasa sakit untuk tersenyum, dia paksakan
juga. Dia ingin menciptakan suasana malam itu
benar-benar bahagia. Di sampingnya berdiri Yeti.
Dino dan Ria mengelilingi kue ulang tahun itu.
Wajah mereka gembira dan bahagia.
Lalu Yeti memutar tape recorder. Lagunya
'Happy Birthday'. Mereka berempat bertepuk
tangan sambil menirukan nyanyian itu. Namun
kegembiraan mereka jadi terhenti begitu
mendengar beli rumah berbunyi. Yeti menuju ke
pintu.
Pintu dibuka, dan di depannya tegak berdiri
Dewi. Perempuan itu membawa serangkai
bingkisan bunga anggrek ungu.
"Selamat malam, mbak Yeti."
"Selamat malam. Silakan," kata Yeti. Sikapnya
dingin dan tidak seramah dulu lagi, ketika
mempersilakan tamunya masuk.
Dewi melangkah masuk. Ingin rasanya dia
merangkul lelaki yang berdiri di depan roti itu. Tapi 412
keinginannya itu jadi lenyap lantaran lelaki itu diam
seperti patung.
"Mas Fendy, aku datang ...." kata Dewi jadi
bingung sendiri.
"Kenapa kau datang? Untuk apa?"
Dewi terpaku. Padahal banyak kata-kata yang
ingin dikeluarkan, jadi menggumpal di dadanya.
Membuat napasnya sesak.
"Untuk memberikan ucapan selamat ulang tahun."
Senyuman Fendy samar. Yeti berdiri di depan
perempuan itu. Lalu ditatapnya dari ujung kaki
sampai ujung rambutnya. Dewi jadi kikuk dan risih.
"Dewi, aku merelakan suamiku menikah
dengan perempuan manapun yang bisa
membahagiakan hidupnya. Untuk apa aku
berkorban, kalau ternyata hidup suamiku semakin
jadi parah. Aku menginginkan suamiku menikah
dengan perempuan baik-baik. Perempuan yang
belum bertunangan, apalagi pada perempuan yang
dua minggu lagi mau melangsungkan pernikahan
nya dengan laki-laki lain. Hal itu tidak mungkin
kuizinkan," kata Yeti seperti seorang ibu yang tidak
menghendaki anaknya kawin dengan perempuan 413
sembarangan. Jadi sikap Yeti yang tak acuh dan
dingin bukan lantaran cemburu atau sakit hati. Tapi
sikap seorang ibu.
"Mama, jangan berkata begitu." Fendy
mencegahnya.
"Perduli apa? Sebagai seorang perempuan
aku benci terhadap kaumku sendiri yang tidak teguh
pada kesetiaan. Aku lebih suka mati daripada hidup
menahan nista. Seorang calon istri sudah berani
menyeleweng dengan lelaki lain. Apalagi kalau
sudah bertahun-tahun menjalani hidup rumah
tangga. Barangkali perbuatan menyeleweng
merupakan kebiasaan saja. Betapapun calon suami
itu tidak dicintai, itu adalah takdir. Perempuan
harus tetap menjaga harkat dan kehormatannya
sebagai seorang istri yang baik."
Dewi merasa sejuta kunang-kunang
mengerjap-ngerjap di matanya. Sekujur tubuhnya
gemetar. Sedang di sudut matanya memercik
butiran air bening. Bibirnya gemetar.
"Sa... saya memang bukan perempuan yang
baik," kata Dewi yang mulai terisak. Mukanya jadi
kelihatan pucat. Matanya, oh, alangkah sedih. 414
"Tapi masih belum terlambat kalau ingin jadi baik."
"Sudah, Ma. Kenapa malam ulang tahun papa
jadi rusuh begini?"
"Mama tak ingin melihat perempuan itu


Istriku Adalah Ibuku Karya Fredy S di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hadir di sini malam ini !" tegas ucapan Yeti.
Dewi terperangah. Bingkisan bunga yang
dipegangnya jatuh ke lantai. Dia tak pernah
menyangka kalau Yeti yang ramah, Yeti yang baik,
Yeti yang senantiasa menunjukkan sikap persaudaraan tiba-tiba bisa berubah penuh karisma.
Sebagai seorang ibu yang dengan tegas punya
wibawa.
"Mama?!" teriak Fendy resah. Membuat
Dino dan Ria mendekap ibunya. Kedua anak itu
menangis karena ketakutan.
"Usir perempuan itu. Aku tidak sudi
melihatnya lagi!"
Tanpa diusir, Dewi sudah berlari kabur. Dia
menangis terisak-isak di sepanjang jalan yang sepi
itu. Terus saja berlari. Berlari sampai tidak kelihatan
lagi di kegelapan malam. 415
Fendy duduk termenung sambil memijit-mijit
keningnya. Jadi pusing juga lelaki itu. Yeti
mendekati suaminya. Kedua anaknya ikut serta.
"Papa sedih karena Dewi pergi?" tanya Yeti
lembut.
Fendy menggelengkan kepala lesu.
"Papa masih ingin mencari gantinya?"
Lelaki itu tak menjawab. Dia cuma bisa merenung.
"Demi kau papa, mama akan menjalani operasi."
Muka Fendy perlahan-lahan terangkat. Di
tatapnya wajah istrinya. Wajah yang cantik. Wajah
yang anggun. Dan di matanya yang indah itu mulai
berkaca-kaca. Berkilau bagai kristal.
"Jangan paksakan diri kalau mama takut,"
suara Fendy serak. Dibelainya rambut istrinya
penuh kasih sayang.
"Tidak. Mama harus menjalani operasi.
Mama harus tetap hidup. Harus! Harus! Harus!
Penyakitku harus bisa sembuh!" suara Yeti
meninggi. Dia mulai benar-benar yakin dan berani. 416
Fendy langsung memeluk tubuh istrinya eraterat. Setitik air mata jatuh perlahan di pipinya.
"Umurku masih panjang, Pa. Masih panjang.
Kemelut yang terjadi di dalam rumah tangga kita
hanya karena keragu-raguan mama. Dihantui , rasa
takut mati. Tapi sekarang mama akan buktikan
dengan semangat. Semangat ingin tetap hidup di
samping papa. Juga semangat ingin tetap merawat
dan mengasuh anak-anak kita sampai dewasa.
Sampai Tuhan telah menentukan takdir kematian
ku. Kematian mama yang bukan karena menjalani
operasi."
"Syukurlah kalau mama mempunyai
keyakinan dan semangat begitu. Kenapa tidak sejak
dulu, Ma?"
Yeti cuma tersenyum. Lalu dia mencium pipi
suaminya.
"Karena mama takut kalau papa dimiliki
perempuan lain. Sedang hidup papa tidak
mengalami kebahagiaan. Maka demi kebahagiaan
papa, akan mama jalani operasi itu." 417
Fendy mendekap tubuh istrinya erat. Sebuah
kecupan menempel di kening perempuan itu. Cuma
sesaat saja, karena Dino mengusiknya.
"Ayo, kapan dimulai peniupan lilin dan
pemotongan kue ulang tahun, Pa?"
Fendy dan Yeti jadi tersadar. Lalu sepasang
suami itu saling berpandangan dan tertawa. Dino
dan Ria yang sejak tadi cuma termangu jadi ikut
tertawa. Padahal tidak ada yang lucu. Barangkali
apa yang mereka lakukan untuk menghilangkan
ketegangan dan kesedihan.
Kemudian mereka meneruskan bernyanyi
'Selamat Ulang Tahun'. Setelah selesai mereka
berdoa untuk kepentingan Fendy didalam mengejar
karier dan sukses dalam segala hal.
"Semoga kelanjutan hidup papa tidak lagi
menemui rintangan. Sukses dalam segala hal dan dikarunia kebahagiaan yang kekal bersama keluarga.
Amin." Fendy mengucapkan kata-katanya dengan
penuh hikmat.
Kedua lilin yang menyerupai angka tiga dan
nol itu mulai disulut. Kemudian, Huuuup! Lilin itu
ditiup oleh Fendy. Kedua lilin itu sekaligus mati. 418
Mereka bersorak-sorak gembira. Yeti mencium pipi
suaminya. Dino dan Ria tidak mau ketinggalan.
SEKIAN 419
Penyakit yang diderita Yeti sungguh menyedihkan.
Lebih baik dia merelakan suaminya menikah
lagi dengan perempuan lain daripada dia mati
menjalani operasi kanker rahim dari kandungannya.
Dia masih ingin terus hidup dan mengasuh
anak-anaknya. Sehingga hadir dalam hidup rumah
tangganya seorang perempuan. Dan ternyata
suaminya mencintai perempuan itu.
Sejuta kebohongan dilakukan suaminya.
Sejuta kedustaan untuk mencari kepuasan.
Sementara sifat seorang ibu akan senantiasa
mudah memberikan maaf Sekalipun dikecewakan
oleh kenyataan yang dihadapi. Namun Yeti tetap
menunjukkan sifatnya:
Adalah ketulusan kasih sayang seorang ibu.
Adalah pelindung dalam nestapa.
Adalah air sorgawi yang tak pernah kering.
Bening dan sejuk. Kendati apa pun akan dilakukan
demi kebahagiaan suaminya.
Adakah kehidupan perempuan seperti ini? 420
PERNYATAAN
File ini adalah sebuah hasil dari usaha untuk
melestarikan buku novel Indonesia yang sudah sulit
didapatkan di pasaran, dari kemusnahan. Karya
tersebut di scan untuk di-alih-media-kan menjadi
file digital. Ada proses editing dan layout ulang yang
membuat nomor halaman versi digital ini berbeda
dengan aslinya, hal ini dikarenakan hasil dari proses
scan kurang jelas terbaca.
Tidak ada usaha untuk meraih keuntungan finansial
dari karya yang dilestarikan ini.
Saya tidak bertanggung jawab atas tindakan
pihak lain yang menyalahgunakan file ini diluar dari
apa yang kami nyatakan pada paragraf diatas.
CREDIT
? Awie Dermawan
? Ozan
D.A.S
Kolektor E-Books
Negeri Di Ujung Tanduk 3 Babi Ngesot Karya Raditya Dika Kemuning 3

Cari Blog Ini