Ceritasilat Novel Online

Kembalinya Ilmu Ulat Sutra 1

Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying Bagian 1


12 Judul : KEMBALINYA ILMU ULAT SUTRA
Karangan : Huang Ying
Terjemahan : Liang Y L
Di edit/ sadur : Adhi H
Penerbit : Tunas Mandiri Jaya
Edisi Pertama : Juli 2010
I S B N / K D T : 978-979-1489-50-8
JILID KE SATU
Di larang mengutip, tokopi, memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari Penerbit
HAK CIPTA DI LINDUNGI UNDANG-UNDANG3
KEMBALINYA
ILMU ULAT SUTRA
PERSEMBAHAN : SEE YAN TJIN DJI4
SEPATAH KATA
Beberapa tahun yang lalu aku pernah menulis sebuah
buku berjudul 'Tian-can pian' (Pendekar Ulat Sutra)
sebenarnya strukturnya sangat padat.
Tapi ketika ingin menyusun kembali menjadi sebuah film,
setelah mengurangi dan menambahkan masukan dari
beberapa orang maka penyusunannya menjadi kurang
bersemangat. Sebab kadang-kadang aku masih terasa
ketinggalan jaman, kadang-kadang juga karena ada alasan
lain, maka aku mengubah dan mengubah lagi, terkadang
dengan cerita awalnya menjadi lain.
Sebenarnya Tian-can-sin-kang (Ilmu lwee-kang Ulat
Sutra) ini ilmu silat apa? Dan dari perkumpulan mana ilmu ini
datangnya? Aku punya pikiran aneh, maka aku
merangkainya menjadi sebuah cerita dan kuberi nama 'Piansi-liong' (Naga Berubah Warna), tapi karena ada bermacammacam alasan di antaranya ada perasaan kecewa dengan
sifat manusia, maka aku lama tidak meneruskan
penulisannya.
Suatu kali secara tidak sengaja aku menyampaikan
keinginanku kepada pemimpin sebuah perusahaan film,
bahwa aku bermaksud menyusun cerita ini menjadi sebuah
film, ternyata hal ini membuat semangat menulisku jadi
berkobar kembali.
Setelah beberapa kali mengoreksi jadilah serangkaian
cerita padat. Mungkin ini bukan cerita yang sangat bagus,5
tapi aku percaya masih berharga untuk dibaca, sebab ini
adalah karya dari seorang penulis buku silat yang telah
menulis selama 10 tahun lebih. Aku yakin aku tepat memilih
topik kali ini.
Sebuah cerita silat yang belum pernah dibaca oleh
pembaca. Tokoh yang sangat dikenal pembaca hanya satu...
Wan Fei Yang.6
KEMBALINYA
ILMU ULAT SUTRA
JILID KE SATU
BAB I
Pagi hari, di luar gua kabut tampak masih tebal, tapi
matahari sudah masuk melalui sela-sela, seperti tiang cahaya
yang keluar dari kabut tebal. Suasana terasa misterius.
Di dalam gua penuh dengan bebatuan berbentuk aneh,
bebatuan itu adalah batuan stalaktit. Cahaya matahari yang
menyinari batuan stalaktit, menimbulkan pantulan sinar
berwarna-warni.
Semakin masuk ke dalam, sinar matahari semakin sulit
masuk dan suasana pun semakin gelap, batu pun semakin
kehilangan warna cerahnya, memang masih ada sedikit
cahaya yang masuk tapi cahaya itu membuat orang teringat
pada pedang, golok, dan tombak yang tajam juga dingin.
Gua itu besar, banyak jalan lorong-lorongnya, cahaya
matahari membantu orang melihat arah, tapi tetap saja
membuat orang merasa gua ini sangat dalam dan jauh.7
Di tengah-tengah gua terdapat sebuah kolam besar, di
kolam terdapat banyak batu stalaktit yang muncul dari air,
terlihat tajam dan lancip, membuat kolam itu terlihat jadi
sangat berbahaya.
Di tengah-tengah kolam terdapat batu besar sebesar 3-4
meter muncul ke permukaan kolam. Itu hanya satu per tiga
dari tiang batu yang menyambung ke atas gua, entah
mengapa tiang itu patah sekitar 3-4 meter.
Seorang yang berpenampilan aneh sedang duduk bersila
di atas batu itu. Orang itu memang aneh, sekujur tubuhnya
di bungkus benda seperti benang tenun, maka tidak bisa
terlihat jelas bagaimana wajahnya.
Benda seperti benang tenun itu berwarna abu keputihan,
memancarkan sinar aneh, banyak benang yang melewati
kolam secara horisontal dan menyambung ke batu-batu
stalaktit yang berada di sekeliling kolam.
Melihat keadaan itu, akan membuat siapa pun berkesan,
dia seperti sebuah patung yang ada di kuil yang sudah lama
tidak dibersihkan. Sampai-sampai seluruh tubuhnya tertutup
oleh sarang laba-laba dan debu.
Benang-benang itu memang seperti sarang laba-laba,
melihat benang itu terkumpul begitu banyak, entah berapa
lama laba-laba harus menganyam sarangnya? Di tubuh
seseorang melilit begitu banyak jaring sarang laba-laba,
butuh berapa lama waktu untuk menjalinnya?
Tapi di sekeliling tidak terlihat ada laba-laba, selain orang
itu tidak ada makhluk hidup lainnya.8
Mungkin orang itu pun belum tentu masih hidup karena
dia hanya duduk bersila, tidak pernah bergerak sedikit pun.
Tidak ada angin, air kolam terlihat seperti mati, tidak ada
riak air. Batu stalaktit yang ada di dalam gua pun tidak
meneteskan air.
Di dalam gua tidak terdengar suara sedikit pun, begitu
hening seperti mati. Tapi keheningan ini tiba-tiba dikejutkan
oleh suara gemuruh, kerasnya benar-benar seperti suara
guntur, entah datang dari mana suara itu, hanya terdengar
gemanya sekali-sekali, seperti datang dari semua penjuru.
Gua pun tergetar dan bergoyang air kolam mulai terlihat
ada riak, ada air muncrat.
Batu stalaktit yang ada di dalam gua seperti akan hancur,
terputus lalu terjatuh.
Suara gemuruh itu tidak besar juga tidak kecil, tapi
datang secara berturut-turut, setiap kali suara itu keluar
sepertinya sama besar, tapi karena itu adalah gema maka
terdengar semakin keras.
Orang yang duduk bersila di atas batu itu seperti tidak
terpengaruh oleh suara itu.
Kalau bukan karena dia tuli pasti dia sudah terbiasa
dengan suara itu, atau dia memang sudah mati, sehingga
tidak ada perasaan apa pun.
Suara gemuruh berbunyi terus kemudian bertambah
dengan suara lain. Suara itu seperti suara orang mengutuk.
Munculnya suara itu membuat gua ini terasa diliputi
hawa jahat. Kemudian suara ke tiga muncul seperti ada9
sekelompok ulat sutra yang sedang merebut daun arben
sebagai makanan, seperti juga banyak serangga sedang
merayap.
Bersamaan itu dari batu stalaktit yang berada di tengah
kolam bermunculan banyak titik hitam, semakin lama
semakin banyak, titik-titik hitam itu terus bergerak. Setelah
dilihat dengan teliti ternyata titik-titik itu adalah laba-laba
hitam sebesar kepalan tangan.
Laba-laba hitam itu warnanya hitam mengkilap beroman
seperti manusia. Seperti cerita yang ada di dalam mitos.
Laba-laba beroman manusia itu tidak disangsikan lagi.
Wajah laba-laba hitam itu berbeda-beda, ada yang
marah ada yang senang, ada yang mengejek, hanya dengan
melihat romannya cukup membuat siapa pun yang melihat
akan terkejut dan merinding.
Mereka semua seperti diatur oleh suara rutukan dan
merayap ke benda seperti benang dan serat dari sarang
laba-laba, juga merayap ke arah orang yang sedang duduk di
atas batu di tengah kolam itu.
Cara merayap mereka terlihat lebih jelek tapi tidak
seekor pun ada yang terjatuh ke dalam kolam. Dengan
selamat mereka berhasil melewati benda seperti benang dan
sarang laba-laba, lalu merayap ke tubuh orang ilu.
Setiap laba-laba beroman manusia itu membawa benang
laba-laba yang bersinat terang, tapi setelah teijatuh di tubuh
orang itu segera berubah menjadi gelap dan tidak bersinar
lagi, dan menempel seperti benang katun sarang laba-laba.10
Tidak diragukan lagi benang itu adalah benang sutra dari
laba-laba beroman manusia. Di dalam mitos diceritakan
bahwa benang sutra dari laba-laba beroman manusia adalah
benda paling beracun. Jangankan mulut manusia, kulit pun
akan pecah jika terkena benang itu.
Orang itu jelas sudah lama dililit dan dirayapi oleh labalaba beroman manusia, seharusnya kulitnya borok bahkan
dia bisa mati, kalau dia bisa hidup, rasanya sukar dipercaya.
Memang masalah di dunia ini sering terjadi di luar
dugaan semua orang, banyak hal yang tidak mungkin, akan
mungkin terjadi.
Dan orang itu pun masih hidup. Laba-laba beroman
manusia itu dengan cepat merayap memenuhi tubuhnya.
Membuatnya menjadi benda aneh yang terbungkus oleh
kulit hitam berkilau, dan terus bergetar.
Suara gemuruh, suara mengutuk, suara gema terus
berbunyi semakin keras, membuat gua itu seperti akan
longsor.
Diiringi suara itu terlihat benda aneh itu tiba-tiba
meledak.
Banyak benang laba-laba yang menempel di tubuh orang
itu yang hancur dan tertiup angin lalu beterbangan.
Orang itu berdiri dalam kepulan asap dan ditempel
berhelai-helai benang laba-laba, tapi kulit orang itu tidak
borok, malah terlihat sangat mulus, warna kulitnya abu
keputihan dan aneh, membuat wajahnya yang tampan
terlihat jahat dan kejam.11
Rambut dan alisnya berwarna abu keputihan terkesan
licik, matanya pun tidak terkecuali.
Mengikuti gerakannya, air kolam yang ada di sekeliling
batu tiba-tiba naik dan meloncat-loncat, kemudian di
tengah-tengah udara berpencar seperti air hujan.
Kemudian terdengar siulan panjang, suara gemuruh dan
suara mengutuknya semakin lama semakin mengecil, tapi
sampai suara terakhir masih terdengar.
Terdengar suara lonceng dari kejauhan sekejap datang
mendekat, saat dia menoleh ada seorang tua muncul di tepi
kolam.
Orang tua berambut putih itu telinga, leher, pergelangan
tangan dan kakinya diikat oleh lonceng-lonceng besar serta
kecil berwarna abu-abu. Warna kulitnya seperti ikan mati,
bola matanya seperti mutiara, seperti sosok pemuda yang
duduk di atas batu, wajah mereka terlihat pucat karena
kurang mendapat cahaya matahari.
Di pinggir kolam orang tua itu berlutut dan terus
memberi hormat:
"Selamat, selamat..."
"Apakah aku berhasil?" tanya pemuda itu.
"Berhasil, tapi tenaga dalammu masih belum cukup jika
ingin mengeluarkan kekuatan yang dahsyat, untuk naik lagi
ke tingkat yang lebih tinggi dan mencapai puncaknya, butuh
lweekang yang kuat!"
"Kalau aku berlatih mati-matian, butuh berapa lama?"12
"Tidak kurang dari 10 tahun, tidak lebih 20 tahun, aku
rasa kau tidak akan sabar!"
"Apakah ada cara yang lebih cepat?"
"Ada..." orang tua itu mengeluarkan segulung kulit
kambing dari balik dadanya, "ini adalah daftar nama-nama
dari 36 pesilat tangguh di Tiong-goan, setiap orang itu
mempunyai lweekang yang sangat kuat!"
"Dengan jurus Ih-hoa-ciap-bok?" (Geser bunga sambung
kayu)
"Itulah cara yang paling gampang!" sikap orang tua itu
terlihat bertambah jahat juga curang.
"Jika menggunakan Ih-hoa-ciap-bok, butuh berapa
lama?"
"Semua harus melihat seperti apa kerajinanmu, semua
ada di tanganmu?"
Pemuda itu tertawa terbahak-bahak, rambutnya terus
bergetar dan melayang-layang. Gema suaranya membuat
gua itu bergetar, air kolam pun bergejolak, tapi orang tua itu
tidak bereaksi sama sekali, tentu saja karena dia mempunyai
tenaga dalam yang sangat kuat.
Pemuda itu tidak mempedulikannya, dia meneliti
gulungan kulit kambing itu, dia sudah memutuskan akan
membuat dunia persilatan Tiong-goan jadi geger dan banjir
darah.
0-0-013
Ceng Su, ketua Tiam-jong-pai.
Tiam-jong-pai adalah sebuah perguruan besar dan ketua
Tiam-jong-pai dari dulu sampai sekarang selalu bernasib
baik, setiap ketuanya selalu meninggal karena tua, maka
sebelum meninggal mereka selalu mempunyai waktu yang
cukup untuk mengajarkan ilmu silatnya kepada ketua
penerusnya.
Cara mewariskan yang dilakukan adalah cara paling
rahasia juga paling berbahaya. Di dunia ini memang tidak
ada hal yang sempurna.
Demi menjaga rahasia ini, ketua Tiam-jong-pai berlatih
bukan di di dalam kuil, melainkan di balik gunung, di sebuah
rumah batu.
Ingin memasuki rumah batu itu harus melewati sebuah
lorong, kedua sisi lorong itu sangat tajam, maka disebut 'Itsian-thian' (Jalan kecil menuju langit).
Di mulut lorong ada sebuah rumah batu kecil, di dalam
rumah batu itu ada 4 orang murid Tiam-jong-pat tinggal di
sana, semua diatur oleh ketuanya. Biasanya mereka adalah
murid langsung dari ketua Tiam-jong-pai, selain bertanggung
jawab atas kebutuhan sehari-hari ketua, mereka juga
menjaga keselamatan ketuanya, melarang siapa pun
mengganggu gurunya yang sedang berlatih di rumah batu


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu.14
Pekerjaan ini bisa dianggap sebagai pekerjaan paling
ringan, bisa dikatakan yang dimaksud dengan ringan itu
adalah membosankan.
Buktinya sampai sekarang tempat itu selalu tenang, tidak
pernah ada berani menerobos masuk.
Jadi kalau ada berani menerobos, 4 murid Tiam-jong-pai
yang berjaga pasti tidak akan keburu menahan.
Dan pemuda itu masuk tidak dengan cara berteriakteriak terlebih dulu.
Pemuda itu muncul di bawah terpaaan sinar matahari
terbenam, dia seperti hantu gentayangan. Saat masih di luar,
bayangannya yang panjang sudah masuk ke dalam rumah
batu itu.
Empat murid Tiam-jong-pai yang baru selesai membuat
makan malam, tidak ada yang melihat, tiba-tiba saja mereka
baru sadar kalau ada orang yang sudah masuk.
Orang pertama yang melihat pemuda itu hanya berkata:
"Coba lihat siapa yang datang?" karena tempat itu sudah
lama berada dalam keadaan tenang, mereka tidak terpikir
kalau bahaya sudah datang. Mereka hanya mengira yang
datang adalah murid Tiam-jong-pai yang mengantarkan
kebutuhan sehari-hari.
Waktunya memang sangat tidak tepat tapi mereka tidak
terpikir akan hal lain, sewaktu mereka sadar semua sudah
terlambat.
Pemuda itu seperti hantu gentayangan, tahu-tahu sudah
masuk ke dalam. Kulitnya berwarna abu keputihan tapi15
sangat mulus, sewaktu tangannya terjulur keluar tampak
telapaknya licin bercahaya.
Murid paling depan yang ada di rumah itu hanya merasa
ada bau tidak sedap menyergap hidungnya. Belum sadar bau
apa yang tercium, nafasnya sudah putus. Telapak tangan
pemuda itu sudah membekas di wajah murid itu lalu
berpindah ke tenggorokan murid yang lain.
Saat pemuda itu meninggalkan murid pertama yang
telah dibunuhnya, dari mulut dan hidung murid pertama itu
terlihat ada benang berwarna abu-abu keputihan seperti
benang laba-laba.
Wajah murid itu pun berubah menjadi abu keputihan,
dia menabrak murid yang lain setelah itu baru roboh.
Gerakan pemuda itu sangat cepat, begitu telapak
tangannya bergerak lagi, tahu-tahu sudah berada di
tenggorokan murid yang lain, tanpa sempat berteriak murid
itu pun langsung roboh.
Dua orang murid Tiam-jong-pai lainnya segera
mengambil pedang mereka yang tergantung di dinding.
Belum lagi murid yang di sebelah kiri maju, dia sudah
merasakan ada angin keras menyerangnya. Teriakan belum
selesai tubuhnya sudah melayang terbang, tapi reaksinya
lumayan lincah. Di tengah-tengah udara masih dia bisa
bergerak dan berusaha melancarkan serangan.
Tapi ketika dia bersiap akan melancarkan serangan, yang
dilihatnya hanya sinar berkelebat, kemudian dia merasa16
nafasnya menjadi sesak, dan itulah saat terakhir yang
dirasakannya.
Murid yang di sebelah kanan sudah memegang pedang,
saat dia mengawasi pemuda itu, tampak dia sedang menarik
telapaknya dan memutar tubuhnya. Saat itu adik
seperguruannya melihat sinar yang berkelebat.
"Dengan senjata rahasia melukai orang bukan tindakan
ksatria dan laki-laki jantan!" teriak-nya.
Telapak tangan pemuda itu dibalikkan tampak tangannya
tidak memegang apa-apa, dari mana bisa ada senjata
rahasia?
Murid Tiam-jong-pai yang terakhir itu melintangkan
pedangnya di depan dada, dia telah melihat jelas tapi tidak
punya reflek seperti itu. Dari sini dapat diketahui kalau ilmu
silatnya cukup lumayan hanya pengalamannya sangat
kurang.
Sebenarnya pemuda itu bisa mengambil kesempatan ini
melumpuhkannya tapi dia malah tidak melakukannya. Dia
menunggu murid itu tenang baru maju.
Dengan pedang di tangan, murid Tiam-jong-pai segera
menyerang lawannya, ilmu pedang Tiam-jong-pai selalu
mementingkan posisi menyerang, dia tahu dalam sekejab
serangannya bisa mencapai 271 kali.
Pemuda itu hanya bergeser 9 langkah dan tidak pernah
membalas. Sedangkan pedang murid Tiam-jong-pai itu
hanya bisa 9 kali mengancam jiwanya, serangan yang lainnya
hanya berjarak beberapa inchi dari tubuhnya.17
Perhitungan yang sangat tepat. Ketenangan pemuda itu
benar-benar membuat siapa pun merasa terkejut.
Beberapa kali murid Tiam-jong-pai itu merasakan kalau
serangannya mengenai pemuda itu, tapi terakhir dia baru
sadar, pemuda itu sama sekali tidak terkena sabetan
pedangnya, maka hatinya mulai terasa dingin.
Karena itu gerakan pedangnya dari cepat berubah
menjadi lamban dan terakhir jurus pedang nya tampak
menjadi kacau. Saat itu lah pemuda itu mulai melancarkan
serangan.
Dia membentak ingin memutar pedangnya tapi telapak
tangan kiri pemuda itu sudah menekan ke arah kepalanya,
membuat semua jurus pedangnya jadi tertutup. Dia ingin
menarik pedangnya tapi pedangnya seperti dililit sesuatu
dan tidak bisa ditarik lepas. Kemudian dia melihat pemuda
itu tertawa licik, tangan kanan pemuda itu diangkat,
telapaknya mengeluarkan sinar menyilaukan.
Saat itu pemuda itu seperti menyodorkan sesuatu, dia
ingin berteriak, tapi telapak tangan pemuda itu sudah
berada di depan matanya, dia berteriak keras dan
memutuskan untuk melepaskan pedang lalu kabur dari sana,
tapi bersamaan waktu dia melihat tangan kanan yang
memegang pedang, kelima jarinya sudah tertempel oleh
sesuatu, bukan hanya tangannya tidak bisa terlepas dari
pegangan pedang, untuk bergerak pun dia sudah tidak bisa.
Telapak tangan pemuda itu sudah menekan mulut dan
hidungnya lalu bertanya:18
"Apakah sekarang kau sudah tahu bahwa itu bukan
senjata rahasia?"
Murid Tiam-jong-pai tidak bisa menjawab. Sewaktu
tangan kanan pemuda itu dilepaskan, dia langsung roboh,
dari hidung dan mulutnya terlihat ada benang sutra dari
sarang laba-laba, di 5 jari tangan kanannya pun ada benda
seperti itu, punggung pedang yang tadi ditekannya pun
terlihat benang itu.
Pedang berubah jadi tidak bersinar, begitu pula dengan
bola matanya, tidak ada tanda-tanda terjadi perubahan
perasaan.
Bola mata orang mati memang seperti itu.
Pemuda itu hanya mengatakan kalimat itu kemudian
telapak tangannya dikendorkan, kakinya segera melangkah,
dia melewati rumah batu menuju lorong sempit.
Semakin ke dalam, lorong semakin gelap dan
menyeramkan, cahaya It-sian-thian terlihat menyilau kan.
Pemuda itu berjalan dengan tubuh tegak, dia seperti
suka dengan keadaan It-sian-thian.
Sampai di ujung lorong, tampak sorot matanya baru
fokus memandang wajah Ceng Su.
Ceng Su berbaju tosu panjang berwarna hijau dan berdiri
di depan pintu rumah batu, terlihat wajahnya seperti
tertawa, dia melihat pemuda itu berjalan menuju ke
arahnya.19
Dia tampak kurus seperti tosu lainnya, memberikan
kesan bersih dan tidak terduga apa yang terkandung di balik
semua itu.
"Kabar di dunia persilatan ternyata benar!" tiba-tiba
pemuda itu bicara.
"Maksudmu, tentang ilmu lweekang Tiam-jong-pai?"
"Katanya ilmu itu hanya bisa dijelaskan oleh ketuanya,
tidak pernah dicatat di dalam buku mana pun!"
"Itu memang benar!"
"Bagaimana jika ketuanya meninggal secara tiba-tiba,
dan waktu itu tidak ada seorang pun yang akan mewarisi
ilmunya, bukankah ilmu itu akan musnah?"
"Untung hal seperti itu belum pernah terjadi!"
"Karena itu lweekang Tiam-jong-pai bisa diwariskan
sampai generasimu bukan?"
"Akulah Ceng Su..."
Pemuda itu memotong:
"Tampaknya kau bukan tipe orang yang keras kepala dan
tidak tahu diri!"
"Tapi sayang, sekarang Tiam-jong-pai harus memikirkan
cara lain untuk mengajarkan ilmu lwekangnya kepada
generasi penerus. Apakah harus seorang ketua baru yang
bisa berlatih?"
"Ini benar-benar disayangkan!"
"Sebenarnya tadi aku sudah menggunakan alat
menghitung nasib, dan aku tahu akan terjadi bencana,20
sayang ide tersebut belum diputuskan, aku sudah
mendengar ada teriakan yang mengejutkan!"
"Waktu itu jika kau ingin melarikan diri masih ada
kesempatan!"
"Di Tiam-jong-pai belum pemah terjadi ada hal yang
tidak bisa dibereskan, ketua Tiam-jong-pai pun tidak pernah
ada yang takut pada kematian, tidak ada seorang pun yang
ketakutan seperti tikus!"
"Siapa namamu?" tanya Ceng Su lagi.
"Kau akan tahu pada waktunya nanti!"
"Lucu juga! Apakah 4 murid Tiam-jong-pai di rumah batu
itu dalam keadaan baik?"
"Mereka semua sudah mati!" pemuda itu tidak menutupi
keadaan sebenarnya.
"Apakah Tuan datang kemari untuk membalas dendam?"
wajah Ceng Su mulai terlihat tidak senang, karena ke empat
muridnya itu adalah murid kesayangannya.
"Bukan, aku membunuh mereka karena tidak ada cara
yang lebih baik!"
"Baiklah!" Ceng Su menarik nafas panjang.
"Apa yang ingin kau jelaskan?" tanya Ceng Su.
"Tidak ada, sebenarnya tidak perlu banyak bicara!"
Ceng Su tertawa dingin, kedua telapaknya berputar,
bajunya bergerak tapi tidak ada angin yang berhembus di
sana. Setelah dua telapak tangannya didorong ke kanan dan
ke kiri, baru terdengar deru angin topan dan guntur.21
Pemuda itu malah tertawa, semua terlihat oleh Ceng Su.
Dia tertawa dingin:
"Apakah kau berani beradu tenaga dalam denganku?"
Pemuda itu menjawab dengan gerakan, ke dua
telapaknya bersiaga di depan dada, telapak tangan saling
berhadapan, dia berjalan ke arah Ceng Su.
Melihat usianya masih muda, tenaga dalamnya pasti
tidak terlalu tinggi, Ceng Su pun berpikir demikian. Tapi
begitu melihat dari dekat, hatinya bergetar, tapi dia tetap
ingin mencoba dulu setelah merasa puas baru tenaga
dalamnya dikerahkan, ke dua telapaknya menepuk keluar.
Dia tidak terpikir sama sekali kalau pencobaannya akan
membuatnya masuk dalam musibah.
Pemuda itu tidak mundur, ke dua telapaknya
menyambut dua telapak Ceng Su. Di balik telapaknya
tampak cahaya berkedip-kedip.
Ceng Su melihat jelas tapi belum sempat memikirkan
masalah ini, kedua telapaknya sudah beradu dengan telapak
pemuda itu. Ke dua telapaknya terlihat seperti tidak ada
yang datang lebih dulu atau datang belakangan, tapi
sebenarnya memang tidak bersamaan, maka dia bersiapsiap menghadapi segala perubahan, tapi kedua telapak
pemuda itu seperti mempunyai daya hisap, hingga telapak
kirinya pun tersedot.
Telapaknya menunggu terjadi perubahan, tapi telapak
pemuda yang sebelah lagi sudah datang menyambut dan
tersedot dengan erat. Ceng Su membentak ingin menarik22
telapaknya tapi sayang dengan cara apa pun menarik telapak
tangannya tetap tidak bisa ditariknya, tenaga dalam segera
dikerahkan supaya bisa menggetarkan kedua telapak
pemuda ini, tapi tenaga dalamnya seperti air sungai Yang-ce,
terus mengalir dengan deras masuk ke samudra luas, bisa
pergi tidak bisa kembali.
Dia melihat pemuda itu, terlihat dia tertawa jahat dan
licik, seperti memberitahukan bahwa dia telah termakan
tipuannya.
Tenaga dalam dikerahkan lagi untuk menarik kedua
telapaknya yang terhisap tapi keadaan masih tetap seperti
itu. Yang membuatnya bertambah terkejut adalah begitu
mengerahkan tenaga dalam, tenaga dalamnya medali bocor
dan keluar terus, tidak bisa dihentikan lagi.
Tawa pemuda itu semakin licik dan culas. Ceng Su
membentak, tenaga dalam dikerahkan lagi untuk menutupi
jalan darahnya. Tenaga dalam yang keluar seperti seekor
naga berjalan di kedua tangannya, tapi setelah sampai di
kedua pergelangan tangan tiba-tiba kehilangan kontrol,
seperti seekor kuda liar yang terlepas dari tali kekang, terus
berlari keluar.
Ceng Su benar-benar terkejut, dia membentak lagi untuk
menutupi jalan darah-jalan darah di keduatanganya.
Memang tenaga dalam yang dilatihnya sudah mencapai
pada tahap bisa dikuasai sesuai keinginan sendiri, tidak
banyak orang yang bias sampai tingkat seperti dia.23
Dia menotok jalan darah di kedua tangan seperti
memotong ke dua tangannya. Sebenarnya hal itu sangat
berbahaya, tapi kecuali cara ini tidak ada cara lain lagi.
Jika ada yang tiba-tiba menyerang, berarti dia sedang
menunggu kematiannya. Untung saja di sekelilingnya tidak
ada orang lain.
Dia percaya jika pemuda itu melepaskan kedua
telapaknya, jalan darah di kedua tangannya bisa segera
terbuka, dan tenaga dalamnya tetap bisa mengalir masuk ke
dalam kedua tangannya.
Tapi pemuda itu tidak melepaskan kedua telapaknya.
Saat Ceng Su melihat telapak tangannya dia baru melihat


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kalau telapaknya dan telapak pemuda itu sudah penuh
dengan benda seperti sarang sarang laba-laba, berwarna abu
keputihan dan tampak berkilau.
"Kau..." Ceng Su benar-benar terkejut, akhirnya dia sadar
mengapa kedua telapaknya sulit ditarik kembali.
Kata 'kau' baru keluar, tiba-tiba dia merasa 2 tenaga
besar masuk melalui telapaknya menuju ke dua tangannya.
Jalan darah yang telah ditotoknya bisa mencegah agar
tenaga dalamnya tidak keluar, yang pasti bisa menolak
tenaga dalam dari luar masuk ke dalam aliran tenaga
dalamnya, tapi tenaga dalam yang ingin masuk itu terlalu
kuat. Seperti saat kita membelah bambu membuat jalan
darah yang telah lertotok jadi terbuka kembali.
Tenaga dalamnya tidak bisa dihentikan lagi, terus
mengalir keluar, tenaga tolakan setelah beradu, tenaga yang24
masuk secara tiba-tiba mundur dengan cepat, dengan
tenaga dalam yang mengalir seperti sungai mengalir ke
samudra di tubuh pemuda itu. Ceng Su sadar dia telah
tertipu dan masuk ke dalam perangkap pemuda itu tapi dia
sudah tidak bisa menguasai tenaga dalam yang keluar
seperti kuda liar yang terlepas dari pingitan.
Tawa pemuda itu makin terlihat senang, wajah Ceng Su
terlihat semakin terkejut dan ketakutan, keringat terus
keluar dari dahinya, semua tempat di mana bisa keluar
keringat tampak sudah basah kuyup.
Bajunya basah dan dia sudah setengah pingsan. Otot di
wajahnya mulai terasa keram, tidak bersemangat seperti
biasanya, dia persis seperti seorang tua yang tulangnya
sudah keropos.
"Kau ini.... Wan Fei-yang!" tiba-tiba dia berkata dengan
suara lemah.
Pemuda itu seperti terkejut, tapi dia tidak menjawab
karena dia sedang mengatur tenaga dalam nya, baju dan
rambutnya tampak berkibar-kibar.
Akhirnya tenaga dalam Ceng Su telah habis dan
mengering, kulitnya pun ikut mengering.
Waktu itu dia merasa ada 2 tenaga kuat masuk melalui
telapak tangan pemuda itu dengan cepat masuk ke dalam
tubuhnya, dia mulai merasa bersemangat dan merasa
nyaman.
"Apa yang kau lakukan?" suaranya mulai membesar.25
Pemuda itu hanya tertawa, begitu masuk ke
pendengaran Ceng Su dia sadar kalau pemuda itu berniat
tidak baik lagi, tapi dia tidak bisa memilih jalan lain.
Dengan cepat perasaan nyaman tadi sudah menghilang,
digantikan dengan rasa sakit yang sulit ditahan.
Seperti ada jarum yang berpuluh-puluh tiba-tiba
meledak di dalam tubuhnya, Ceng Su berteriak memilukan,
tubuhnya terpelanting ke belakang, tapi kedua telapaknya
jadi terlepas dari telapak pemuda itu.
Dia menubruk dinding gunung yang ada di belakang
hingga batu terbelah. Dia terus masuk melesak ke dalam
dinding batu, dia berteriak lagi.
"Wan Fei-yang, ada dendam apa antara dirimu dengan
Tiam-jong-pai?" dia berteriak, mulutnya terbuka, tapi
langsung tertutup oleh benda seperti benang sarang labalaba, membuat kata-katanya tidak bisa lagi terucap keluar.
"Margaku Beng bernama Beng To!" ucap pemuda itu.
"Kau adalah Wan Fei-yang, hanya Thian" Ceng Su sudah
tidak kuat bicara, dia sudah tidak bernyawa lagi.
"Sekarang kalian menganggap aku adalah seseorang
yang tidak ada apa-apa, suatu hari kalian akan mengenalku
sebagai Beng To, bukan Wan Fei-yang!"
Beng To membalikkan tubuh keluar lorong.
Sarang laba-laba di wajah Ceng Su semakin banyak,
wajahnya pun berubah menjadi abu-abu, seperti sudah lama
tidak diketahui keberadaannya sampai laba-laba pun
membuat sarang di tubuhnya.26
Memang benda itu seperti benang sutra tapi tidak
teranyam menjadi sebuah lukisan yang indah.
Sewaktu Beng To mengeluarkan gulungan kulit kambing,
hari sudah larut, dia sudah berada sejauh 10 Li dari Tiamjong-pai.
Di depannya berkobar api unggun, dia sedang membakar
seekor ayam hutan dan ayam itu belum matang, darah ayam
di atas batu belum membeku.
Dengan tenang dia mengambil darah ayam hutan itu dan
mencoret nama Ceng Su di atas gulungan kulit kambing.
Di depan nama Ceng Su ada 7 warna, semua nama di
sana sudah dicoret. Sorot mata Beng To jatuh ke nama
belakang Ceng Su.
Tong Pek-coan, juga bernama Tong Bu-tek, adalah ketua
Tong-bun yang terletak di daerah Su-coan timur.
Melihat nama Tong Pek-coan, orang dunia persilatan
pasti akan ingat pada banyak hal tentang Tong Pek-coan.
Beng To hanya membutuhkan nama Tong Butek sebagai
ketua Tong-bun, itu sudah cukup.
Tong Pek-coan adalah seorang tua sudah 10 tahun lebih
tidak pernah meninggalkan Tong-bun, tapi namanya masih
sangat terkenal di dunia persilatan, dia bukan hanya
mempunyai nama besar, dia juga orang berbakat selama
ratusan tahun ini, satu-satunya orang yang bisa menggubah
senjata rahasia Tong-bun jadi bertambah sempurna.27
Tong-bun terkenal di dunia persilatan karena senjata
rahasia beracunnya, semua orang dimia persilatan
mengetahuinya.
Sekarang senjata rahasia Tong-bun jarang dibubuhi
racun, pesilat yang berasal dari Tong-bun tidak perlu
memberi racun pada senjata rahasianya.
Sebab jika senjata rahasianya dibubuhi racun, Tong-bun
akan menganggap itu adalah cara kurang jujur. Murid-murid
Tong-bun selalu berusaha terlepas dari nama buruk
walaupun senjata rahasia mereka masih beracun, itu hanya
untuk persiapan saja, mungkin dipakai jika situasi memaksa.
Katanya cara melemparkan senjata rahasia Tong Pekcoan sudah berada pada taraf seratus persen tepat dan tidak
pernah meleset.
Melemparkan senjata rahasia adalah ilmu yang
mengandalkan kecekatan, tapi jika ingin berlatih hingga
mahir dan mencapai tingkat tinggi, harus menggunakan ilmu
lweekang yang sangat tinggi.
Katanya ilmu lweekang Tong-bun berasal dari India dan
hanya Tong Pek-coan yang bisa menguasai hingga tingkat ke9. Kabar di dunia persilatan mengatakan bahwa Tong Pekcoan tiba-tiba keluar dari persembunyiannya karena ingin
berlatih tenaga dalamnya hingga tingkat ke 10, setelah
mencapai tingkat ke 10, dia akan panjang umur, mungkin dia
malah bisa hidup abadi.28
Tapi itu hanyalah gosip, kenyataan sebenarnya adalah
putra tunggalnya meninggal karena sakit, hal ini
membuatnya kecewa berat.
Putranya pun hanya memiliki seorang anak perempuan
bernama Tong Ling, hal ini membuat Tong Pek-coan merasa
menyesal, untung cucu perempuannya tidak hanya cantik
tapi juga pintar. Sudah dididik olehnya selama 10 tahun
lebih, kecuali tenaga dalamnya yang masih kurang, ilmu
senjata rahasia dan ilmu silat lainnya sudah berada pada
sangat tinggi, orang-orang Tong-bun yang lain selalu kalah di
tangannya.
Hal itu semakin membuat Tong Pek-coan khawatir, dia
sangat tahu sifat Tong Ling yang selalu ingin menang dan
fanatik. Setiap hari selalu ribut ingin berkelana di dunia
persilatan. Di depan kakeknya dia tidak berani berbuat
macam-macam, tapi dia sudah tua, bisa hidup beberapa
tahun lagi? Jika dia meninggal, siapa yang bisa membendung
Tong Ling?
Orang yang pernah berkelana di dunia persilatan akan
mengetahui bahwa dunia persilatan sangat berbahaya, juga
penuh dengan kekejaman.
Tinggi gunung masih ada gunung yang lebih tinggi apa
lagi Tong Ling adalah seorang gadis, rasanva lebih baik dia
tinggal di rumah.
Usia Tong Ling juga membuatnya khawatir sebab di
Tong-bun tidak ada yang seorang pun yang disukai Tong
Ling. Kadang-kadang dia berharap Tong Ling adalah seorang29
laki-laki, paling sedikit tidak akan membuatnya pusing 7
keliling.
Tapi walau bagaimanapun Tong Ling adalah anak yang
taat dan berbakti kepada orang tua, jika ada waktu dia selalu
berada di sisinya untuk menemaninya menghabiskan waktu.
Murid Tong-bun yang lain, entah karena Tong Ling atau
karena mempunyai sikap menghormati gurunya, mereka
juga terbiasa berada di sisinya.
Dia bukan orang tua yang sulit bergaul dengan orang
lain, apa lagi selama beberapa tahun ini dia senang dengan
keramaian, mungkin ini adalah sifat seorang tua.
Malam ini pun tidak terkecuali.
Murid-murid Tong-bun masih berada di ruang tamu,
terdengar sedang bercengkrama dengan Tong Pek-coan,
lama baru bubar.
Tong Pek-coan selalu menekankan bahwa anak muda
jangan tidur terlalu larut dan harus bangun pagi, sekalipun
hari besar, tetap tidak terkecuali.
Itu sudah menjadi sebuah kebiasaan, tapi sekarang ini
dia merasa kesepian yang belum pernah dia rasakan. Dia
melihat ruang tamu itu dan menarik nafas.
"Aku sudah tua..." seperti ingin berdiri tapi duduk
kembali, punggungnya bersandar pada kursi dan menarik
nafas lagi.
"Benar-benar sudah tua! Kalau orang sudah tua, telinga
dan mata akan melamban reaksinya, kalau tidak, mengapa30
baru sekarang aku tahu kalau ada seseorang yang diam-diam
menyelinap masuk ke mari?"
Sorot matanya melihat ke arah sebuah tiang yang ada di
sebelah kanan:
"Ada yang diam-diam menyelinap masuk ke tempat
terlarang milik Tong-bun, hal ini belum pernah terjadi,
semua ini di luar dugaanku."
Seseorang berbaju hitam dan dengan wajah ditutup
secarik kain keluar dari balik tiang. Tong Pek-coan melihat
wajahnya dan dia menggelengkan kepala.
"Aku sudah lama tidak berkelana di dunia persilatan,
sudah tidak ingat pada nama Enghiong-Enghiong!"
Jawab orang yang wajahnya ditutup:
"Aku baru berkelana di dunia persilatan, kau tidak
mungkin pernah melihatku!"
Nada bicaranya sangat istimewa. Siapa pun yang pernah
mendengar dia bicara, akan segera terpikir bahwa orang itu
adalah Beng To.
Tong Pek-coan memang tidak pernah mendengarnya
bicara, tapi dia tetap bisa mendengar nada bicaranya sangat
berbeda, maka dia pun menyahut
"Apakah kau dari dunia persilatan Tiong-goan...?"
"Bukan."
"Kalau tidak salah duga, kau tentu seorang pemuda, jadi
tidak mungkin aku mengenalmu!"31
"Murid Tong-bun sangat banyak, sekali aku menyerang,
kena atau tidak, jika wajahku ketahuan, akan sangat
merepotkan bukan?"
"Kalau begitu, untuk sementara kau tidak mau wajah
aslimu dikenali?"
"Hanya untuk sementara!" nada bicara Beng To penuh
dengan rasa percaya diri, "dengan cepat aku akan keluar dari
sini dan mengakui perbuatan ku dan menerima tantangan
dari siapa pun!"
Tong Pek-coan tersenyum:
"Apakah kau sedang berlatih sebuah ilmu silat aneh dan
ingin cepat-cepat sukses untuk menghadapi semua pesilatpesilat?"
"Boleh dikatakan seperti itu!"
"Ilmu silat apa yang bisa mengalahkan semua orang?"
Tong Pek-coan tertawa, "maafkan aku yang sudah tua, aku
pun jarang mendengar berita tentang hal ini!"
"Apa pun yang terjadi, kau tidak akan bisa melihatnya!"
"Berarti kalau malam ini kau tidak mati, akulah yang
harus mati?" Tong Pek-coan sepertinya sangat senang, dia
terus tertawa.
"Mungkin kita berdua tidak akan mati, tapi hal ini sangat
jarang terjadi!" Beng To maju ke depan.
Sorot mata Tong Pek-coan menatap Beng To dengan
aneh lalu dia bertanya:
"Ilmu silat apakah itu?"32
Kulit tangan Beng To terlihat abu keputihan, tapi lebih
licin dibandingkan sewaktu dia membunuh Ceng Su, dia
mengangkat kedua tangannya:
"Ilmu silat yang bisa membunuhmu!"
Tong Pek-coan tertawa lagi:
"Itu sudah pasti, kalau kau tidak mempunyai rasa
percaya diri kau tidak akan datang kemari!"
Kaki Beng To terus melangkah ke depan, memang tidak
cepat tapi Tong Pek-coan mulai merasa tidak nyaman, tibatiba dia membentak:
"Berhenti!"
Beng To berhenti melangkah, Tong Pek-coan menarik
nafas panjang:
"Aku sudah lama tidak membunuh!"
"Jika malam ini kau tidak membunuhku, kelak kau tidak
akan punya kesempatan lagi!" kaki Beng To bergerak lagi.
"Jarang ada yang berani berkata seperti itu padaku, apa
lagi seorang anak muda!" kata Tong Pek-coan
menggelengkan kepala, "kau membuat diriku merasa ragu,
apakah aku masih bisa menggunakan senjata rahasia?"
"Apakah Anda ingin membuktikannya?" kaki Beng To
bergeser secara mendatar, sorot matanya terlihat berkobar
terus.
"Baiklah, aku akan membuatmu roboh baru
menanyakan dengan jelas dan hati-hatilah terhadap senjata
rahasiaku!"33
Kata-katanya baru selesai, tampak ada sinar berkelebat


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terbang ke luar dari tubuhnya dan melesat ke arah Beng To.
Senjata rahasia itu berbentuk seperti torak, entah dari
mana torak ini keluar dan dengan cara apa dilemparkan,
tampak dia tetap seorang pesilat senjata rahasia yang
tangguh.
Beng To pun tidak melihat dari mana datangnya senjata
rahasia itu, tapi dia bisa melihat senjata rahasia itu berubah
arah di udara, maka tangannya di buka dan diayunkan untuk
mencengkeramnya.
Tong Pek-coan tertawa dingin.
Tapi tawanya segera membeku.
Sebab ternyata Beng To sanggup menerima senjata
rahasia itu, benar-benar di luar dugaan Tong Pek-coan, dia
melemparkan senjata rahasia memakai 3 perubahan dengan
cara khusus, setelah senjata rahasianya mengenai sasaran,
masih akan melakukan 2 kali perubahan. Walaupun lawan
sanggup menyambut serangan pertama tapi dua perubahan
lainnya susah untuk di hindari.
Waktu itu dia melihat jelas telapak tangan Beng To
tampak berkilau dan sorot matanya terlihat licik, tapi dia
tidak melihat benda apa di telapak tangannya,
Beng To meloncat tinggi, dia menyerang Tong Pek-coan
seperti seekor macan liar.
Ke dua tangan Tong Pek-coan terus melambai dan sinar
terus berkelebat, semua senjata rahasia datang dari segala
penjuru menuju ke arah Beng To, tapi kecepatan senjata34
rahasia itu tidak ada yang sama, suara yang keluar pun
beraneka ragam, semua bercampur menjadi satu, siapa pun
yang mendengar raungan senjata itu jadi terkejut.
Beng To terus berguling-guling di udara. Ke dua
tangannya terus bergerak mencengkeram senjata rahasia
yang datang menyerang.
Cahaya keluar lagi di tengah-tengah telapak nya, semua
senjata rahasia itu tersedot oleh kedua telapaknya, seperti
semut yang menempel.
Tiap senjata itu seperti diikat oleh seutas benang
bercahaya, sehelai ditumpuk dengan helai lain. Hanya
sekejap kedua tangannya sudah penuh dengan senjata
rahasia. Tangannya jadi seperti sepasang palu yang penuh
dengan bintang atau sepasang bola bercahaya.
Tong Pek-coan benar-benar terkejut, seumur hidupnya
baru pertama kali dia bertemu lawan seperti ini. Pertama
kalinya melihat cara menyambut senjata rahasia seperti ini.
Ini benar-benar seperti sihir, seperti tidak nyata, kalau
bukan sihir lalu apa?
Tapi senjata rahasia yang dilemparkan tidak berhenti. Dia
tidak memberi kesempatan pada Beng To untuk mendekat,
maka kursi pun beterbangan.
Kedua tangan Beng To terus melayang, tubuhnya
berputar di udara, dia tetap mengejar Tong Pek-coan dari
belakang.35
Tong Pek-coan bersiul panjang, tubuhnya meninggalkan
kursi dan kursinya melayang terus menabrak dinding yang
ada di belakangnya hingga hancur lebur.
Tong Pek-coan seperti seekor kelelawar terbang ke
angkasa, tiba-tiba tubuhnya seperti mengeluarkan cahaya,
orang melihatnya seperti berubah jadi sebuah bola
bercahaya.
Sebenarnya banyak senjata rahasia yang di keluar dari
tubuhnya, kecepatannya berbeda, arahnya pun berbeda.
Ada yang lurus ada yang berputar, ada yang berputar ke
belakang Beng To, suara senjata itu pun terus berubahrubah.
Senjata rahasia yang dilatih hingga mencapai taraf
seperti Tong Pek-coan rasanya dalam puluhan tahun yang ini
belum ada yang bisa melakukannya, maka dia jadi terkenal
dan berjaya di dunia persilatan. Sekarang kalau dia muncul
lagi di dunia persilatan, siapa yang bisa melawannya?
Dia sendiri pun berpikir demikian maka di dalam hatinya
dia merasa puas, karena itu dia pernah meninggalkan Tongbun untuk melakukan kegiatan yang lain.
Jurus ini adalah jurus terhebat dari Tong-bun yang
dinamakan 'Boan-thian-hoa-ie' (Hujan bunga memenuhi
langit). Jurus ini terdapat di dalam buku senjata rahasia
Tong-bun. 180 tahun yang lalu ketua Tong-bun generasi ke-3
yang bernama Tong Jian-jiu menulisnya, tapi tidak ada
seorang pun yang berhasil mencapai taraf ini. Ada yang
menganggap jurus ini diciptakan hanya berdasarkan36
khayalannya saja, siapa pun tidak mungkin bisa mencapai
taraf ini, tapi ketika sampai pada generasi Tong Pek-coan,
dia mendapatkan rumus untuk mempelajari perubahan jurus
ini, maka dia pun bisa menguasai jurus ini.
Tidak hanya orang Tong-bun yang merasa bangga. Tong
Pek-coan sendiri pun merasa tidak sia-sia hidup dalam
generasinya, tapi yang pasti jurus ini jarang digunakan.
Sebab orang yang berani datang ke Tong-bun untuk
mencari gara-gara tidak banyak. Apa lagi di Tong-bun banyak
pesilat tangguh. Jika pun ada musuh datang, dia sendiri tidak
usah turun tangan, sudah berhasil mengatasinya.
Semua murid Tong-bun memakai jurus ini untuk
dijadikan sebagai dasar berlatih, tapi tidak ada orang yang
sanggup berlatih hingga mencapai taraf ini.
Untuk mempelajari jurus ini di perlukan bakat ditambah
tenaga dalam, dan pengalaman yang banyak, tidak ada satu
pun yang bisa dikurangi.
Tadinya Tong Pek-coan mengira jurus ini tidak
dibutuhkan lagi olehnya, tapi ternyata malam ini dia
mendapat kesempatan untuk menggunakannya.
Dia tidak bisa melihat perubahan ilmu silat Beng To dan
dia tidak pernah menggunakan begitu banyak senjata
rahasia untuk menghadapi seorang musuh. Dia
mengundurkan diri dari dunia persilatan dan bersembunyi di
Tong-bun, senjata rahasia yang dia gunakan jarang dipakai
hingga mencapai 10 jenis.37
Beng To berani masuk Tong-bun, bisa dikatakan dia
sangat berani, dia pun masih berani mengajak bertarung.
Jika senjata rahasia yang pertama meleset, itu sudah wajar,
tapi senjata rahasia berikutnya yang dilemparkan secara
bertubi-tubi, ternyata tetap tidak bisa membuatnya roboh.
Sebenarnya Tong Pek-coan sudah berpikir bolak-balik
hingga jurus ini dikeluarkannya, dia berharap dengan jurus
ini bisa merobohkan Beng To.
Dia tahu kalau jurus ini dikeluarkan, sulit membuat lawan
tetap hidup. Tapi nama baik Tong-bun lebih penting
daripada mencari tahu identitas orang yang bernama Beng
To. Jika Tong Pek-coan ingin tahu siapa sebenarnya Beng To,
tinggal membuka kain penutup wajahnya maka semua akan
terlihat jelas.
Sepuluh tahun lebih dia tidak pernah membunuh.
Sebelum dia pensiun dari dunia persilatan, dia tidak pernah
terlihat begitu tegang, sebenarnya jurus yang dikeluarkan
sudah jauh lebih sempurna, sampai dia sendiri merasa
heran, kemajuan ilmu silatnya juga tidak diduga.
Tapi cara Beng To mengatasi serangan semakin
membuatnya merasa aneh. Dia melihat 2 kepalan Beng To
diayunkan ke depan, kemudian tubuhnya dengan cepat maju
ke depan.
Itulah satu-satunya kelemahan jurus 'Boan-thian-hoa-ie'!
tapi bisa dikatakan ini juga bukan kelemahan, hanya
luncuran senjata rahasianya jadi tertahan.38
Senjata rahasia yang dilemparkan menggunakan jurus
'Boan-thian-hoa-ie' seperti sebuah jala besar terus menutupi
benda yang diburunya. Hanya terlihat sedikit celah saat Tong
Pek-coan sedang melemparkan senjata rahasianya, tapi
celah ini segera di tutup dengan lemparan senjata
berikutnya.
Maka 18 buah senjata rahasia dilemparkan dari belakang
celah ini, setiap senjata yang melesat cukup mengancam
jiwa.
Tapi ilmu meringankan tubuh Beng To sangat aneh, dia
bisa dengan tenang melesat ke mana saja yang dia inginkan.
Senjata rahasia yang menempel di kedua telapaknya sangat
membantu, membuat tangannya seperti 2 palu berkilau
yang beterbangan keluar.
18 senjata rahasia itu tidak mengganggunya, karena
kedua tangannya seperti 2 magnet besar, 18 senjata rahasia
itu di sambut hingga terbagi menjadi 2 bagian, menempel di
kedua telapaknya.
Ben To sudah keluar dari lingkupan serangan senjata
rahasia, sekarang dia berbalik menyerang. Yaitu dengan
senjata rahasia yang menempel di kedua tangannya.
Begitu keluar dari lingkupan senjata rahasia dia langsung
menyerang Tong Pek-coan, dia tidak tahu apakah senjata
rahasia itu mengalami perubahan atau tidak? Hanya
mengira-ngira dia pun semakin mendekati empunya senjata
rahasia itu, sudah pasti keadaannya akan lebih aman.39
Kecuali empunya senjata rahasia siap mati bersama
dengan musuhnya.
Yang pasti Tong Pek-coan tidak mau melakukan semua
itu, dia melihat Beng To bisa lolos dan lingkupan senjata
rahasianya. Dia terkejut, tetapi reaksinya sangat cepat,
kedua tangannya digoyangkan, dia meloncat ke atas
kemudian bersalto siap melemparkan senjata rahasia lagi.
Sewaktu dia akan melemparkan senjata rahasianya, dia
melihat senjata rahasia yang menempel di kedua tangan
Beng To seperti hujan terus keluar memburu ke arahnya.
Setiap senjata rahasia itu seperti membawa benang
berkilau, maka kecepatannya jadi berkurang.
Dengan pengalaman Tong Pek-coan puluhan tahun, dia
bisa memastikan senjata rahasianya tidak mungkin bisa
melesat kembali ke arahnya, dia tidak mengerti kenapa
begitu jelek cara yang dipakai Beng To melemparkan senjata
rahasianya, dia juga mulai mengawasi benang-benang yang
tembus pandang.
Akhirnya dia mengerti maksud Beng To. Senjata-senjata
rahasia itu beterbangan melewati tubuhnya, tapi dia tidak
merasa senjata rahasia itu mempunyai kekuatan untuk
membunuh, dia hanya merasakan benang-benang di
belakang senjata rahasia nya melewatinya dan
mengurungnya.
Benang sutra tembus pandang itu begitu terjatuh ke atas
tubuhnya segera menghilang. Tapi di kepala, wajah, dan40
bagian tubuh yang tidak tertutup lalu terasa ada semacam
benda tajam masuk ke dalam kulitnya.
Dia tidak bisa melihat bagaimana keadaan wajahnya, tapi
kedua tangannya bisa dilihat dan tidak terluka, hanya ada
garis berwarna abu muda, tapi hanya sekejap sudah
menghilang.
Tiba-tiba dia terpikirkan sesuatu, berteriak:
"Thian-can-sin-kang.." (Ilmu sakti Ulat Sutra). Waktu itu
pun Beng To sudah datang mencengkram-nya.
Senjata rahasia yang ada di tangan Tong Pek-coan sudah
tentu akan dilemparkan lagi, tapi sekarang kedua tangannya
seperti sudah terikat oleh sesuatu itu dan tidak bisa
diangkat.
Dia segera mengatur nafas, tenaga dalamnya disalurkan,
benang-benang tembus pandang itu pun muncul di
permukaan kulit nya, tapi tangan Beng To sudah berada di
atas kepala dan siap menekannya.
Setelah menyalurkan tenaga dalam ke tangannya,
terpaksa dia menyambut tangan lawan yang datang
menekan, karena tenaga dalan Tong Pek-coan terkuras oleh
racun benang tembus pandang, bentur an yang terjadi
membuat jantungnya bergolak keras.
Saat itu Beng To bergerak cepat, tangannya cepat
menotok 7 jalan darah di tubuh Tong Pek-coan, tubuh Tong
Pek-coan menjadi lemas dan terduduk di bawah.
"Maaf, sudah membuatmu susah!"41
"Sudah puluhan tahun aku melempar burung sekarang
mataku malah dipatuk burung, aku tidak bisa bicara apa-apa
lagi!"
"Orang yang jujur tidak akan menipu. Orang yang
menggunakan senjata rahasia belum tentu orang yang tidak
jujur, tetua mempunyai ilmu dan siasat yang sangat hebat
pada senjata rahasia, tapi jika bermain siasat, tetua masih
kalah dariku!"
Tong Pek-coan tertawa dingin:
"Dunia ini seperti gelombang besar Tiang-kang terus
mendesak gelombang yang ada di depan, anak muda
sekarang memang luar biasa!"
"Tetua terlalu memuji..." tangan Beng To diangkat lagi, 3
buah jalan darah di tubuh Tong Pek-coan ditotok lagi.
Tenaga dalam Tong Pek-coan sudah terkuras, dia
memang terkejut dan marah, tapi dia tetap mengagumi
penglihatan Beng To yang tajam dan reaksinya yang cekatan.
"Walaupun aku boleh saja membiarkan kau
mengumpulkan tenaga dalam, tapi belum tentu kau bisa
terlepas dari kekuasaanku!"
"Apakah Tong-bun mempunyai perselisihan dengan Butong-pai?"
"Aku tidak tahu!"
"Apakah mencariku kemari adalah idemu... Wan Feiyang?"
Beng To tidak menjawab, tapi matanya terus berkedip,
entah apa yang sedang dia pikirkan.42
Tong Pek-coan tidak melihat perubahan dari pandangan
matanya, dia berkata:
"Aku pensiun dari dunia persilatan sudah 10 tahun lebih,
kau adalah pesilat yang baru muncul. Musuh Tong-bun di
dunia persilatan sangat banyak, tapi tidak ada yang
bermarga Wan!"
Tiba-tiba Beng To berkata dingin.
"Kalian lebih baik jangan sembarangan bergerak, jika
tanganku terkejut, aku sendiri pun tidak sanggup
menguasainya lagi!"
Di ambang pintu terlihat banyak murid-murid Tong-bun,
tangan mereka masing-masing memegang senjata rahasia
dan siap menyerang.
Tong Ling berdiri di tengah-tengah mereka. Wajahnya
terlihat dingin, dia membentak:


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lepaskan kakekku, maka aku akan melepaskanmu!"
Suara Tong Ling terdengar dingin dan kejam, tapi
suaranya sangat merdu. Hal ini membuat Beng To melihat ke
arahnya, setelah melihat Tong Ling, dia pun terpaku.
Gadis secantik Tong Ling, memang jarang ada, selama ini
dalam pandangan Beng To tidak pernah terpikir kata cantik
atau buruk, sekarang begitu matanya melihat wajah Tong
Ling yang cantik, di otaknya mulai muncul kata 'cantik'.
Tong Ling tidak memperhatikan perubahan sorot
matanya, melihat Beng To masih berdiri terpaku di sana, dia
membentak:
"Apakah kau tuli?"43
"Suruh orangmu mundur, aku jamin tidak akan melukai
kakekmu!"
"Apa katamu!" Tong Ling pura-pura mau melempar
senjata rahasia.
"Senjata rahasia tidak mempunyai mata!" kata Beng To
sambil tertawa.
Ke dua tangan Tong Ling terpaksa diturunkan lagi:
"Aku hanya akan meminjam kakekmu dan segera akan
mengantarkannya kembali."
"Berani sekali, kau anggap apa kakekku?" Tong Ling
melotot.
"Ling-ji, dengar... kakek..." begitu mendengar nada
bicara Tong Pek-coan, dia merasa ada hawa dingin keluar
dari hatinya yang terdalam.
"Jika aku mati, kau jadilah ketua Tong-bun, ingat apa
yang aku ajarkan padamu!" nasihat Tong Pek-coan dengan
wajah pucat.
"Kongkong, kau..."
Tong Pek-coan membentak:
"Thian-lo-te-bong (Jaring langit jala bumi), jangan
hiraukan aku, jangan biarkan orang ini meninggalkan Tongbun!"
Murid-murid Tong-bun saling berpandangan, Tong Ling
pun terpaku di sana, tidak bisa mengambil keputusan.
Tong Pek-coan melihatnya, dia tertawa:
"Baiklah, ternyata di mata kalian, tidak ada ketua
perguruan..."44
"Kami tidak berani..." sahut murid-murid Tong-bun.
"Kalau tidak berani, cepat bertindak!" Tong Pek-coan
membentak.
"Ketua kalian berada di tanganku, jika kalian
melemparkan senjata rahasia, orang yang akan terkena
senjata rahasia itu adalah ketua kalian!" ancam Beng To.
"Ketua dengan nama Tong-bun, mana yang lebih
penting?" bentak Tong Pek-coan.
"Thian-lo-te-bong, siapa yang tidak berani
melakukannya, hukumannya akan seperti hukuman seorang
pengkhianat!" bentak Tong Pek-coan lagi.
Mata Beng To tampak berputar, berkata:
"Lebih baik kau diam!" tangannya menotok jalan darah
bisu Tong Pek-coan.
Sebuah senjata rahasia dilemparkan ke arah Beng To,
tapi dengan gampang disambut oleh Beng To, dia melihat ke
arah Tong Ling.
"Ilmu yang bagus, tidak percuma Tong Pek-coan memilih
penerusnya!"
Senjata rahasia tadi ternyata dilemparkan oleh Tong
Ling, dia sudah mengukur sudutnya dengan tepat kemudian
dengan mengatur tenaga dia melemparkan senjata rahasia
dan hampir mengenai Beng To, tapi hanya sekejab sudah
disambut oleh tangan Beng To.
Beng To mengangkat tangannya, Tong Pek-coan segera
mengatur nafas supaya jalan darah bisunya segera terbuka,
lalu berteriak:45
"Thian-can-sin-kang milik Wan Fei-yang adalah ilmu yang
luar biasa, kecuali Thian-lo-te-bong tidak ada cara lain lagi.
Cepat..." walaupun dia sudah tua tapi sifatnya tetap keras.
Tong Ling dan murid-murid Tong-bun lainnya seingat tahu
hal ini, kalau perintahnya dilaksanakan akibatnya tidak terbayangkan. Mereka bersama-sama menjawab:
"Murid mengaku salah..." belum sempat senjata rahasia
dilepaskan, Beng To sudah mengempit Tong Pek-coan dan
meloncat ke atas, menerobos hancur langit-langit rumah dan
masuk ke atap. Sedetik di sekeliling langit-langit hancur
terkena lemparan senjata rahasia.
Tanpa menunggu senjata rahasia habis, murid-murid
Tong-bun seperti sudah tahu apa hasilnya. Mereka
berpencar, sebagian menerobos langit-langit mengejar Beng
To, sebagian naik ke atas atap, sebagian lagi berlari ke
pekarangan, mereka dengan segala cara berusaha
mencegat.
Tapi kegesitan Beng To di luar dugaan mereka, begitu
masuk langit-langit rumah, dia segera menghancurkan
genting, kemudian terbang meninggalkan genting dan
meloncat naik ke sebuah pohon.
Dia mengempit orang tapi masih bisa bergerak cepat,
sebenarnya itu bukan hal gampang, apa lagi bisa naik ke atas
pohon dengan tanpa ragu-ragu. Rupanya sebelum masuk dia
sudah mempelajari keadaan di sana maka gerakannya begitu
lancar dan tidak dipikir lagi apakah dia sanggup naik ke atas
pohon itu atau tidak.46
Begitu cepat naik ke pohon pasti dia akan terluka, apa
lagi sedang mengempit seseorang, sulit untuk menjaga
keseimbangan tubuh, setiap saat dia bisa terjatuh ke bawah.
Semua murid Tong-bun berpikir seperti itu, hanya Tong
Pek-coan yang berbeda pendapat, sebab dia tahu kedua
tangan Beng To bisa mengeluarkan benda seperti benang
sutra, cukup untuk membuatnya bisa mengatasi semua
kesulitan.
Terlihat dia tidak akan bisa naik pohon itu, mungkin akan
menabrak pohon, tapi tiba-tiba telapaknya dijulurkan, dia
menepuk ke depan.
Tepukan ini seharusnya membuat mental dan membuat
jatuh dari atas, tapi telapaknya malah menempel di pohon,
seperti seekor ulat. Hanya mengandalkan telapaknya
membuka dan menutup, mengembang dan menyusut,
dengan cepat dia naik ke atas pohon.
Murid-murid Tong-bun yang mengejar merasa takjub
dan terpaku, tapi segera mengejar lagi.
Di pekarangan pohon besar yang tumbuh berjumlah 10
batang lebih. Murid-murid Tong-bun sudah bisa menduga
Beng To akan melarikan diri melalui pohon besar, maka
mereka dengan cepat berlari menuju pohon-pohon itu, ilmu
meringankan tubuh mereka sangat tinggi. Sepertinya
mereka pun bukan untuk pertama kalinya memanjat pohon
itu. Mereka menggunakan kaki dan tangan, bergerak seperti
seekor kera dengan senjata rahasia siap dilemparkan, tapi
sayang gerakan Beng To lebih cepat dari mereka. Beng To47
memanfaatkan pohon-pohon itu, sebelum sampai di ujung
pohon, dia sudah meloncat ke pohon lain, begitu seterusnya.
Begitu telapak tangannya mengenai batang pohon,
tubuhnya segera diam, sekarang dia berada di posisi setinggi
itu senjata rahasia tidak mungkin bisa mencapainya.
Orang seperti dia terus terbang dari satu pohon ke
pohon lain, baru pertama kali murid-murid Tong-bun
bertemu dengan musuh seperti itu, bagaimana mereka bisa
mengejarnya?
Sampai di pohon terakhir Beng To berhenti di sana, di
depan sana ada tempat di mana murid-murid Tong-bun
berkumpul.
Murid-murid Tong-bun banyak yang sudah datang,
mereka memegang senjata rahasia dan siap membakar,
mereka memasang telinga saat mendengar suara peluit dan
tahu ada musuh yang datang, mereka juga sadar harus
dengan sekuat tenaga menghadapi musuh tersebut.
Semenjak Tong Pek-coan mundur dari dunia persilatan,
murid-murid Tong-bun jarang keluar, karena tidak ada
seorang pun yang berani mencari gara-gara pada Tong-bun,
maka murid-murid Tong-bun jarang punya kesempatan
bertarung. Sekarang kesempatan itu telah datang, mereka
merasa senang dan bersiap-siap mencoba keahliannya.48
BAB 2
Beng To yang berada di atas lalu melihat ke bawah, dia
hanya berhenti sebentar lalu turun lagi.
Puluhan senjata rahasia langsung melesat kepadanya,
hanya 3 senjata yang bisa mengancam jiwanya, yang lainnya
berhasil disambutnya dengan gampang.
Murid-murid Tong-bun berniat menyerang lagi tapi
setelah melihat Tong Pek-coan berada di tangannya, mereka
jadi ragu-ragu, tadi mereka mendengar suara peluit tanda
bahaya, tapi mereka tidak melihat seorang pun musuh yang
datang, mereka tidak tahu sudah terjadi masalah begitu
besar.
Tentu saja Beng To tidak akan menyia-nyiakan
kesempatan ini, dia mengempit Tong Pek-coan lalu berlari ke
depan. Murid-murid Tong-bun tidak berani menyerang
mereka hanya berteriak:
"Hati-hati, ketua berada di tangan musuh..."
Tong Pek-coan merasa cemas juga marah, tapi jalan
darah bisunya ditotok dan ditekan jari Beng To, dengan
memakai cara apa pun tidak bisa dibuka.
Beng To merasa nafas Tong Pek-coan sangat kuat dan
tahu bahwa dia tidak salah menangkap orang, sebab tenaga
dalam Tong Pek-coan benar-benar sangat kuat.
Dia sudah menotok beberapa jalan darah Tong Pek-coan
dengan cara berat, tapi pernafasan Tong Pek-coan tetap bisa
mengalir, jika ilmu Iweekang Tong-bun berbeda dari49
perguruan lain berarti ilmu lweekang Tong Pek-coan sudah
mencapai taraf sangat tinggi maka sepanjang perjalanan dia
selalu memperhatikan reaksi Tong Pek-coan.
Semua atap dengan cepat dilewati, sekarang dia sudah
berada di ujung jalan. Murid-murid Tong-bun berteriak:
"Tenang saja, jalan yang dipilihnya itu adalah jalan
buntu..."
Di sana memang jalan buntu, setelah melewati beberapa
rumah terlihat sebuah lapangan, kemudian jurang yang
dalam.
Jurang terjal itu seperti ditepis pisau, sangat tajam
murid-murid Tong-bun tahu jurang itu sangat dalam, jurang
yang tadinya sudah gelap sekarang bertambah gelap dan
terlihat sangat menakutkan.
Tapi Beng To malah mendekati jurang dalam itu, dengan
nada sangat menyeramkan dia mengejek, semua muridmurid Tong-bun mendengar suaranya.
Tentu saja murid-murid Tong-bun tidak tahu apa
maksudnya, maka mereka berkumpul ingin melihat
bagaimana Beng To menyeberang jurang itu.
Beng To berhenti di sisi jurang dalam itu, kemudian
pelan-pelan membalikkan tubuh dan meletakkan Tong Pekcoan di depan tubuhnya. Terpaksa murid-murid Tong-bun
berhenti melangkah. Tong Ling seperti seekor burung walet
datang dan berhenti di depan Beng To.
"Wan Fei-yang, lepaskan Kongkongku!'50
Sepasang matanya Beng To menatap Tong Ling, dia tidak
menjawab, bersamaan waktu Tong Ling merasa sorot mata
musuh di depannya sangat aneh. Walaupun tidak mengerti
tapi dia merasa bahwa orang ini tidak ingin bermusuhan
dengannya, dia jadi curiga apakah lawannya benar-benar
tidak berniat jahat kepadanya.
Sampai sekarang dia belum menerima laporan ada murid
Tong-bun yang terluka atau mati, tapi bagaimanapun dia
tidak bisa membiarkan Beng To membawa kakeknya.
Lama... Beng To tidak menjawab. Tong Ling membentak
lagi:
"Tidak ada jalan lagi untukmu kabur..."
Mata Beng To terlihat ada tawa.
"Kau pikir dulu sebelum mengatakan kalimat tadi!"
potong Beng To.
"Apakah kau mempunyai sayap?"
"Maksudku, dalam keadaan sulit pun pasti ada jalan
keluarnya!"
"Oh ya! Jalan apa?"
"Jalan menuju kematian..." setelah berkata begitu, dia
mengempit Tong Pek-coan lagi dan terjun ke dalam jurang.
Semua orang terkejut, mereka melihat jelas Beng To
sudah berada di pinggir jurang, asal mundur selangkah saja
dia akan jatuh ke dalam jurang karena itu mereka tidak
berani melangkah maju. Kalau Beng To benar-benar ingin
terjun ke dalam jurang tidak ada seorang pun yang akan bisa
mencegatnya.51
Tong Ling berteriak terkejut, tapi Beng To sudah
membawa Tong Pek-coan dan menjatuhkan diri ke jurang,
mereka segera tertelan oleh kegelapan.
Seorang murid Tong-bim berlari ke depan Tong Ling dan
bertanya:
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?"
Tong Ling masih dalam keadaan terkejut, dia
menggelengkan kepala:
"Tidak akan terjadi apa-apa!"
Beberapa murid Tong-bun yang berusia separo baya
datang menghampiri, mereka adalah pesilat tangguh Tongbun dan kedudukan mereka lebih tinggi dari yang lain.
Mendengar kata-kata Tong Ling tadi, mereka merasa
aneh juga terkejut:
"Jurang ini sangat terjal dan dalam..."
Tong Ling memotong:
"Musuh bisa luput dari pengawasan orang-orang kita dan
masuk ke Tong-bun, berarti dia sudah mencari tahu situasi di
sini, mana mungkin dia memilih jalan yang bisa membuatnya
mati? Mungkin jalan ini adalah jalan satu-satunya dia untuk
kabur, mungkin juga dia masuk ke Tong-bun melalui jalan
ini."
"Tapi ini adalah jurang yang seingat dalam..."
"Jangan lupa, dia menguasai Thian-can-sin-kang,
bukankah tadi di depan kita pun dia hanya memakai satu
tangan saja bisa memanjat pohon begitu tinggi?"52
"Thian-can-sin-kang adalah ilmu rahasia dari Bu-tong.
Selama ratusan tahun ini hanya Yan Cong-thian dan Wan Fei

Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang yang berhasil menguasainya!"
"Yan Cong-thian sudah meninggal, berarti yang
menguasai Thian-can-sin-kang hanya Wan Fei-yang!" Tong
Ling terus melongok ke jurang yang dalam dan gelap.
Sampai sekarang dari dasar jurang tidak terdengar suara
apa pun, dia berkata lagi:
"Tidak diragukan lagi dia adalah Wan Fei-yang, tadi
Kongkong pun memanggilnya seperti itu, tidak akan salah
lagi!"
"Bu-tong adalah perguruan bersih dan lurus, katanya
Wan Fei-yang bersifat membela keadilan juga berhati
lembut, dia adalah..."
Tiba-tiba Tong Ling tertawa dingin:
"Di dunia persilatan banyak orang yang mencari nama,
karena takut orang lain akan melihat wajah aslinya, maka dia
menutupi wajahnya dan diam-diam masuk ke mari!"
Dia berhenti sebentar lalu melanjutkan lagi:
"Kongkong tidak akan salah melihat orang!"
Murid-murid Tong-bun harus mengakui bahwa Tong Pekcoan memiliki mata yang seingat jeli dan selalu bersikap
waspada. Kalau bukan karena sudah melihat, beliau tidak
akan sembarang-an mengatakan hal yang salah tentang
seorang pesilat terkenal.53
"Apakah benar atau tidak, yang penting dia tidak
membunuh atau melukai seorang pun dari kita bukan?"
tanya Tong Ling.
"Belum ada laporan tentang orang kita yang terbunuh
atau terluka," salah satu murid menjawab.
"Apakah dia mengalami kesulitan hingga ingin minta
bantuan dari ketua? Atau meminta ketua untuk
membereskan?" murid yang lain bertanya.
"Apa pun yang terjadi, tindakannya ini salah, jika dia
datang secara terang-terangan, tidak masuk dengan cara
seperti ini, mengapa Kongkong tidak akan setuju, mengapa
harus bertarung secara sengit dengannya?" kata-kata Tong
Ling memang masuk akal.
"Kalau begitu, sekarang kita harus..."
"Segera berangkat dan cari Wan Fei-yang!" perintah
Tong Ling dengan dingin.
"Kecuali Wan Fei-yang sedang bersembunyi, kalau tidak,
mencari seorang pesilat terkenal bukan hal yang sulit!"
Murid-murid Tong-bun setuju, dari sikap mereka bisa
terlihat apa yang mereka pikirkan.
Perbuatan Beng To merupakan penghinaan terhadap
Tong-bun, mereka akan berkorban untuk mencuci bersih
nama baik Tong-bun.
0-0-054
"Aku bukan Wan Fei-yang!" sewaktu Beng To
mengatakannya, dia sudah jauh dari Tong-bun dan berada di
sebuah tempat yang sangat aman.
Walaupun berada dalam kegelapan dia bisa mengatasi
jurang itu untuk melarikan diri, jalan itu dianggap sebagai
jalan buntu. Tapi baginya adalah jalan keluar.
Sekarang dia sudah berada di suatu lembah di hutan,
jaraknya sekitar 10 Li lebih dari Tong-bun. Baru saja katakatanya terucap keluar, dia segera membuka penutup
wajahnya yang berwarna hitam.
Hari sudah terang, walaupun jalan darah Tong Pek-coan
sudah ditotok tapi sorot matanya tetap bercahaya. Dia
menatap Beng To, dia tidak pernah bertemu dengan Wan
Fei-yang, maka dia tidak tahu wajah Wan Fei-yang seperti
apa. Maka dia curiga apa yang Beng To katakan tadi adalah
bohong. Beng To bisa membaca ekpresi wajah Tong Pekcoan, dia segera berkata lagi:
"Inilah kenyataan sebenarnya, walaupun aku tidak
mempunyai bukti tapi ini memang kenyataan sebenarnya,
suatu hari nanti kau akan menerimanya!"
"Bu-tong-pai benar-benar bernasib baik, selain Wan Feiyang, masih ada murid kurang ajar seperti kau yang berhasil
menguasai Thian-can-sin-kang!' Tong Pek-coan tertawa
dingin.55
"Aku bukan murid Bu-tong-pai dan tidak ada hubungan
apa pun dengan Bu-tong-pai! Ilmu yang kukuasai bukan
Thian-can-sin-kang!" dengan serius Beng To menjelaskan.
"Apakah di dunia ini ada ilmu lweekang begitu mirip?"
tanya Tong Pek-coan dengan dingin.
"Suatu hari kau akan jelas dan mengerti, aku yakin hari
itu tidak akan lama lagi!
"Jangan banyak bicara, apa maksudmu membawaku
kemari?"
"Untuk meminjam tenaga dalammu!"
"Apa maksudmu?"
"Ilmu lweekang yang kulatih adalah ilmu lweekang aneh,
bisa meminjam tenaga dalam dari pesilat berilmu tinggi,
dengan tenaga dalam itu aku bisa meningkatkan tenaga
dalamku sehingga lebih tinggi lagi!"
"Apakah kau bisa melakukannya?"
"Karena itulah aku menculikmu dan membawa kemari!
kata-kata Beng To selalu sungkan.
"Meningkatkan tenaga dalam harus dilatih sendiri..."
"Bagiku berlatih ilmu lweekang terlalu merepotkan dan
membutuhkan waktu yang lama, jika ada jalan pintas
mengapa tidak kita jalankan saja?"
"Aku ingin melihat bagaimana caramu mencuri tenaga
dalamku?"
"Aku hanya meminjam!"
"Jika empunya tenaga dalam itu tidak setuju berarti kau
mencurinya," kata Tong Pek-coan sambil tertawa.56
"Kalau kau memaksaku mengatakan aku mencuri, aku
tidak bisa berbuat apa-apa!" kedua tangan melayang,
telapak tangannya jadi berkilau.
Tong Pek-coan melihat semua itu tiba-tiba dia menarik
nafas:
"Orang persilatan sebenarnya tidak boleh meninggalkan
dunia persilatan terlalu lama!"
Beng To mengangguk:
"Kalau tidak, mana mungkin kau bisa salah menduga
siapa aku."
"Murid-murid Tong-bun pasti tidak curiga terhadap
kesalahan ketuanya dan sekarang mereka akan mengejar
Wan Fei-yang untuk membuat perhitungan, jika tidak segera
diselesaikan akan membuat Tong-bun dan Bu-tong-pai saling
membunuh, akibatnya sulit dibayangkan!"
"Aku memang ingin menguasai dunia persilatan, tapi aku
tidak akan menggunakan cara ini dan belum waktunya!"
"Apakah kau berani mengantarkan aku kembali atau
menjelaskan semuanya kepada dunia persilatan kalau ini
hanya kesalahpahaman!"
"Aku akan melakukannya tapi tidak sekarang, aku
berharap tidak terlalu lama, sebelum murid Bu-tong dan
Tong-bun mati semua!"
"Kata-katamu tidak enak didengar!"
"Aku bukan berusaha menjelaskan semuanya, karena itu
bukan hal penting!" kedua telapak Beng To dibalik,
kilatannya bertambah terang.57
Tong Pek-coan dengan dingin menatap Beng To yang
berjalan mendekat, dia tertawa dingin. Sikap tenang yang
luar biasa ini membuat Beng To merasa aneh. Orang yang
diculiknya sudah tahu apa maksudnya, tapi masih bisa
setenang itu, sebelumnya dia tidak pernah menjumpai orang
seperti ini!
"Maaf..." kedua telapaknya menekan, dari kiri dan kanan
menekan nadi di dekat kepala dan telinga, serat benang
sutra dari sarang laba-laba tampak berkilau di telapaknya
segera menyebar menembus kulit Tong Pek-coan kemudian
menghilang!
Tong Pek-coan seperti merasakan juga seperti tidak
merasakan, dia hanya tertawa dingin.
Akhirnya Beng To mengeluarkan ekspresi aneh, biasanya
setiap kali dia menyalurkan tenaga dalamnya kepada
korbannya, tenaga dalam korban akan segera keluar untuk
melawan, maka dia segera melancarkan ilmu Ih-hoa-ciapbok, agar tenaga dalam korbannya bisa dipancing keluar dari
tubuh Tong Pek-coan dan masuk ke dalam tubuhnya, racun
yang terkandung di dalam tenaga dalam akan tertinggal di
tubuh korbannya untuk menusuk tenaga dalamnya.
Sekarang tenaga dalamnya sudah masuk, awalnya tanpa
halangan terus mengalir, dia merasa nyaman dan enak, tapi
kemudian ada perasaan kosong, seperti orang yang sedang
berjalan tiba-tiba menginjak tempat kosong.58
Dia merasakan kekuatan tenaga dalam Tong Pek-coan,
tapi tidak bisa dipancing keluar, sehingga dia tidak bisa
menggunakan Ih-hoa-ciap-bok
Seperti melihat ikan besar dan gemuk berada di dalam
kolam, sebuah jala ditebarkan, walaupun tidak bisa menjala
semua ikan, tapi pasti ada hasinya. Tepat, tapi itu adalah
kesalahan besar sebab ikan-ikan itu masih kecil walau lubang
jalanya tidak besar, tapi ikannya tetap bisa keluar dari jala
itu. Sewaktu jala besar diangkat, jala itu kosong dan tidak
memperoleh hasil yang diinginkan.
Lama... Beng To baru sanggup menenangkan pikirannya,
dia menghirup udara kemudian menyalurkan tenaga
dalamnya lagi, telapaknya menjadi terang dan serat sutra
benang sarang laba-labanya tertebar lagi.
Tidak diragukan lagi jalanya sekarang lebih lebar dari jala
tadi, lebih luas dari jala tadi dan lubangnya bertambah kecil.
Tenaga dalamnya menyebar ke semua arah, benang dari
sarang laba-laba dipaksa tenaga dalamnya menganyam
bertambah rapat.
Tapi Tong Pek-coan masih seperti tadi, tetap tenang,
seperti tidak tahu ada tenaga dalam yang memaksa masuk.
Beng To tidak menunggu reaksi Tong Pek-coan, dia
segera menghisap dan menelan, berusaha menarik kembali
tenaga dalam yang sudah dia keluarkan, tapi dia segera
merasa itu adalah tenaga dalamnya sendiri, dia tidak
berhasil juga tidak mengalami kerugian!59
Tong Pek-coan tertawa, akhirnya dia membuka mulut:
"Kalau Iweekang Tong-bun tidak istimewa bagaimana
bisa menghadapi ilmu Iweekang yang begini ajaib!"
"Baik..." kata Beng To terpaku.
"Aku sudah berlatih Iweekang hingga tingkat ke-9,
tenaga dalamnya setiap saat stabil seperti ini, kalau kau
tidak percaya, kau boleh mencoba lagi!"
Beng To menggelengkan kepala:
"Tidak perlu mencobanya lagi." Dia melepaskan kedua
tangannya tapi tiba-tiba menekan lagi jalan darah yang lain,
caranya secara tiba-tiba dan secara tiba-tiba menyerang, dia
berharap Tong Pek-coan tidak sadar akan mengerahkan
tenaga dalamnya untuk melawan, tapi Tong Pek-coan
seperti sudah membaca pikirannya, dia tidak terpengaruh
juga tidak bereaksi apa-apa.
Beng To sudah mengeluarkan tenaga dalamnya
beberapa kali lipat hingga mencapai titik yang dia kuasai,
tapi tetap tidak berhasil.
Tong Pek-coan melihatnya, dia tertawa terbahak-bahak:
"Sepertinya kau orang yang sangat pintar, tapi ternyata
sangat bodoh!"
Beng To ikut tertawa:
"Betul, aku tidak terpikir, Tong-bun terkenal karena
senjata rahasianya, dan cara menggunakan senjata
rahasianya sering dilakukan secara tiba-tiba, menyerang
orang yang tidak bersiap siaga.."
"Ini adalah cara yang paling rendah!"60
"Reaksi yang sangat hebat, semua murid Tong-bun pasti
mempunyai tenaga ini, apa lagi ketuanya, maka jika aku
menyerang seorang ketua tiba-tiba, bukankah berarti aku
tidak tahu diri?"
"Kulihat kau memang tidak menyerangku!" Tong Pekcoan tertawa terbahak-bahak lagi.
"Dengan cara apa aku bisa meminjam tenaga dalammu?"
tanya Beng To dengan tenang.
"Ada, tapi beritahu apa tujuanmu! Aku tahu kau adalah
seorang laki-laki sejati...."
"Jangan banyak bicara omong kosong!"
"Aku hanya bertanya bagaimana kau akan menanganiku?
Menurutku cara yang terbaik adalah..."
"Membunuhmu!"
"Ha..ha..ha"
"Aku memang tidak sepintar yang kau sangka, tapi walau
bagaimanapun juga aku tidak bodoh hingga membunuh
ayam yang bisa bertelur emas!"
"Kalau begitu, harus melihat apakah kau yang lebih sabar
atau aku yang lebih sabar!" Tong Pek-coan tertawa penuh
percaya diri.
"Jahe tua tetap lebih pedas, kesabaran orang biasanya
yang lebih tua yang lebih kuat!" Beng To pelan-pelan
melonggarkan cengkeraman ke dua tangan, lalu bertanya:
"Apakah kau mengira aku akan terus berdiam diri di sini
menunggu kesempatan untuk bertarung?"61
"Tidak akan," jawab Tong Pek-coan, "lalu apa
rencanamu?"
"Aku akan mengantarkanmu ke tempat yang lebih
cocok!"
"Dan itu adalah sarangmu, tempat di mana kau berlatih
silat, apakah di sana akan menemukan caranya?" Tong Pekcoan menertawakan.
"Kalau aku tidak menemukan caranya, guruku pasti
bisa!"
"Siapa gurumu? tentu kau tidak akan memberitahu!"
"Kalau aku memberitahu aku takut kau akan bersiap
siaga, lebih baik ini jadi kejutan!"
Dia segera mengambil sehelai kain hitam dan menutup
mata Tong Pek-coan, setelah menghabiskan waktu 1 jam dia
selesai menutup 4 nadi lain Tong Pek-coan, dengan begitu
nama Tong Pek-coan akan menghilang.
Berdasarkan pengalamannya, Tong Pek-coan pasti tahu
apa maksud Beng To, tapi dia sama sekali tidak mampu
melawannya.


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mulai saat itu dia tersesat.
0-0-062
Pagi hari di gunung ada kabut, kicauan burung tertutup
oleh suara deru air terjun.
Air terjun seperti terjun dari langit masuk ke kolam yang
penuh dengan batu, menimbulkan asap air seperti kabut.
Air asap dan kabut menyatu membuat keadaan
sekelilingnya menjadi buram. Pohon masih terlihat walau
tidak begitu jelas, tapi air terjun terlihat sangat jelas.
Air terjun jatuh ke sebuah batu besar, karena sudah lama
tertimpa oleh air terjun maka batu itu terlihat licin. Tapi
sekarang di atas batu besar itu duduk seseorang, dia
menggantikan posisi batu menerima jatuhnya air terjun.
Tenaga air sangat besar dan kuat tapi orang itu sama
sekali tidak terganggu olehnya, dia seperti sebuah batu
berbentuk manusia dan menyatu dengan batu itu, dan tidak
bisa dipisahkan.
Dia duduk di sana sudah begitu lama, seperti seorang
pendeta tua yang sedang bertapa.
Anak muda biasanya jarang bisa melakukan hal seperti
yang dia lakukan, bersemangat dan begitu teguh, tapi dia
benar-benar seorang pemuda.
Pemuda itu pasti bukan pemuda biasa, beberapa tahun
yang lalu dia hanya pemuda sangat biasa, dia hanya seorang
pekerja Bu-tong bagian mengambil air dan kayu bakar dari
hutan, dia juga ditempatkan di bagian dapur. Karena
identitasnya tidak jelas maka dia sering dihina atau diolokolok oleh murid-murid Bu-tong yang muda lainnya.63
Waktu itu tidak ada seorang pun yang tahu bahwa dia
adalah putra ketua Bu-tong-pai.
Ci-siong Tojin adalah ketua Bu-tong, dia juga seorang
tosu, dia mempunyai istri dan anak, yang pasti dia
mengalami kesulitan yang sulit diutarakan, tapi walau
bagaimanapun dia bisa membawa putranya Wan Fei-yang ke
Bu-tong-san, dengan identitas misterius diterima menjadi
muridnya, dan diam-diam diajarkan inti sari ilmu silat Butong, juga diajarkan dasar silat yang kuat.
Tapi semua itu adalah masa lalu, semua sudah lewat.
Orang yang tidak biasa pengalamannya pun pasti tidak
biasa, seperti jodoh dan ada kesempatan dia bisa menguasai
Thian-can-sin-kang, walau Bu-ti-bun yang diwakili Tokko Buti ilmu silatnya sudah dilatih hingga tingkat ke-10 dan dia
bisa menguasai ilmu Thian-mo-kay-te-tay-hoat (Ilmu
merusak tubuh untuk mendapatkan tenaga lebih), tapi dia
tetap kalah oleh Wan Fei-yang.
Pada pertarungan itu dia melakukan tidak sedikit
pengorbanan hingga membuatnya menjadi orang nomor
satu di dunia persilatan dan di hormati oleh semua orang.
Tapi kalau dia meneliti lebih jauh, dia ingin memiliki
hidup yang wajar, maka setelah mengalahkan Tokko Bu-ti,
dia tinggal di daerah Bu-tong-san, tidak ikut campur dalam
urusan dunia persilatan.
Dia hidup tenang, tidak ada hal aneh yang terjadi, muridmurid Bu-tong-pai sangat mengerti keinginannya dan jarang
datang dan mengganggunya. Sebenarnya semenjak64
kemunculan Bu-ti-bun sampai perkumpulan itu musnah,
selalu terjadi pertarungan tanpa berhenti. Orang yang mati
dan terluka sudah banyak, hingga kekuatan Bu-tong-pai
sudah menurun banyak, tapi semua perkumpulan tidak
tertarik untuk membuat masalah lagi.
Orang sesat memang tidak menyukai ketenangan tapi
mereka pun sama sekali tidak tertarik ingin mengganggu,
apa lagi setelah mengetahui di Bu-tong-pai ada pesilat
sangat tangguh, mereka tidak berani datang membuat
masalah ke Bu-tong-san.
Hidup Wan Fei-yang sangat tenang tapi setelah melewati
hari-hari tenang jika malam tiba dia sering terpikir bahwa di
hatinya tetap masih terus bergejolak.
Setiap kali jika hatinya bergejolak, dia akan datang
kemari dan duduk di atas batu besar itu membiarkan
tubuhnya terkena air terjun.
Air deras membuat hatinya menjadi tenang dan lamakelamaan menjadi terbiasa.
Kesedihan pada kejadian dulu membuatnya meneteskan
air mata, air matanya pun diseka oleh air terjun ini.
Dengan kehebatan tenaga dalamnya seharusnya dia
tidak perlu memakai cara seperti ini untuk menenangkan
hatinya, hanya saja dia tetap seorang anak muda.
Air mata dan gairah, mana mungkin bisa begitu cepat
menghilang?
Air terjun terus mengalir. Sesaat Wan Fei-yang merasa
hatinya menjadi tenang, kedua matanya terbuka, dia berdiri65
dengan tenang di atas batu besar itu, dengan cara apa pun
dia menggeser tubuhnya, dia pasti dengan gampang turun
dari batu itu.
Dia menginjak batu besar itu lalu masuk ke dasar kolam.
Menuju air dangkal kemudian naik ke darat
Walaupun kedalamannya mencapai 2 tombak lebih, tapi
dia bisa berjalan dengan tenang, dari sini dapat diketahui
bahwa tenaga dalamnya sudah mencapai tingkat terakhir.
Setelah naik ke darat dia segera berjalan, baju basah
yang masih menempel di tubuhnya tertiup angin, bajunya
dengan cepat sudah mengering.
Angin tidak berhembus begitu besar, tapi dia
menggunakan tenaga dalamnya untuk membuat bajunya
cepat kering, dia tidak sengaja memamerkannya, hanya ada
sedikit pikiran kekanak-kanakan bermain dengan tenaga
dalamnya!
Setelah melewati banyak masalah dan kesulitan, dia
masih bisa mempertahankan sifat kekanak-kanakannya.
Setengah jam kemudian dia masuk ke sebuah kuil.
Di luar maupun di dalam kuil itu terdapat banyak kertas
yang ditempel, semua kertas itu ditulis memuji pada seorang
tabib ajaib.
Dialah tabib ajaib itu, dulu dia adalah tabib biasa.
Kemudian Hai-liong Lo-jin mengajarnya membuat obat,
walaupun Hai-long Lo jin menganggap itu adalah teknik biasa
tapi orang lain tidak sanggup melakukannya, ditambah lagi66
tenaga dalamnya yang kuat, maka penyakit berat apa pun
masih bisa diatasinya.
Awalnya semua tanpa sengaja, kemudian dia merasa dia
bisa menyembuhkan pasien, membuat orang sakit terlepas
dari sakitnya semua itu hal yang menyenangkan baginya.
Kuil seperti itu ada 4 buah, semua terpencar di 4 arah
yang berbeda di wilayah Bu-tong-san, dia datang
mengunjungi kuil itu secara bergiliran, di tempat yang
didatangi selalu ada pasien yang sedang menunggu atau
orang yang sudah sembuh datang kembali untuk
mengucapkan terima kasih kepadanya.
Pasiennya datang dari desa di sekitarnya, ada juga yang
datang dari jauh karena kagum pada kemampuannya.
Kadang-kadang orang kaya memintanya datang ke rumah
mereka, tapi dia selalu tidak tertarik pada undangan
semacam ini.
Awalnya ada yang mengundang dengan cara paksa,
tentu saja tidak berhasil, setelah mendengar tabib ajaib ini
adalah orang yang sangat terkenal... Wan Fei-yang, mereka
pun terkejut.
Terhadap orang seperti itu, Wan Fei-yang tidak berbuat
apa-apa, karena dia adalah orang yang ramah, tapi sekarang
dia bisa mengatasi dengan caranya sendiri.
Orang akan bertumbuh dewasa.
Hari masih pagi, tapi di kuil itu terlihat sudah ada pasien
yang menunggu, seorang perempuan dengan wajah ditutup
secarik kain hitam.67
Melihat perempuan itu hati Wan Fei-yang merasa tidak
enak. Penampilan perempuan itu sudah memberitahunya
kalau perempuan itu adalah orang persilatan, dari
penampilannya sudah terlihat, jika dia menyerang pasti
sangat cepat dan lincah. Itu pun tidak penting, yang
terpenting seluruh tubuhnya memancarkan aura
membunuh.
Tidak perlu melihat sorot matanya, Wan Fei-yang sudah
bisa merasakan ada hawa membunuh. Setelah melihat
dengan jelas sorot matanya, malah membuat Wan Fei-yang
bingung.
Itulah sepasang mata yang sangat asing.
Tapi Wan Fei-yang tetap mendekatinya, semakin dekat
hawa membunuhnya semakin terasa. Walau begitu dia
berpura-pura tidak tahu.
Perempuan itu melihatnya duduk di sebuah meja, baru
membuka suara:
"Apakah kau adalah tabib Wan Fei-yang?"
"Anda sepertinya tidak sakit!" ucap Wan Fei-yang.
"Aku memang tidak sakit, aku datang kemari menyelidiki
kuil milikmu!" nada bicaranya seingat ringan.
"Oh ya, lalu kau melihat apakah aku mempunyai
penyakit?" Wan Fei-yang tertawa.
"Apakah kau tahu siapa aku?" perempuan itu membuka
kain penutup wajahnya, terlihat seraut wajah cantik di
depan Wan Fei-yang.68
Wan Fei-yang mengakui perempuan itu sangat cantik,
tapi setelah mengging-ingat dia tetap merasa tidak ingat
pernah bertemu dengan gadis ini di mana.
"Aku tidak tahu siapa kau!"
Dia menggelengkan kepala.
"Ingat namaku Tong Ling, aku dari Tong-bun!"
"Tong Ling, orang Tong-bun, sepertinya kita tidak pernah
bertemu sebelumnya!" kata Wan Fei-yang.
"Kau benar-benar sakit!"
"Sakit apa? otak Wan Fei-yang sedang berputar tetap
tidak mengerti.
"Hilang ingatan.." Tong Ling tertawa dingin.
Dengan termangu Wan Fei-yang menatap Tong Ling,
matanya terlihat bening, sewaktu sorot mata Tong Ling
beradu pandang dengan sorot mata Wan Fei-yang, dia pun
merasa aneh, mengapa orang yang berbohong sorot
matanya bisa seperti itu?
Tong Ling malah mempunyai perasaan asing, dia seperti
belum pernah melihat mata itu.
Wan Fei-yang melihat Tong Ling, bertanya:
"Maksudmu, kita pernah bertemu sebelumnya?"
"Kau sangat pandai berpura-pura tapi sayang tidak
pintar, selalu menganggap orang lain bodoh!'
"Aku memang bukan orang pintar!"
"Kalau tidak, kau tidak akan muncul di sini!"
Suara Tong Ling terdengar semakin dingin:
"Baiklah, mana orangnya?"69
"Orang?" Wan Fei-yang terpaku lagi.
"Kongkongku, ketua Tong-bun! Kau serahkan dulu
orangnya baru membuat perhitungan atau setelah membuat
perhitungan baru menyerahkan orang, kedua-duanya akan
ku setujui!"
"Tampaknya di antara kita telah terjadi salahpaham!"
kata Wan Fei-yang.
Tong Ling tertawa dingin, tiba-tiba melayang ke belakang
ke tiang rumah. Pada saat yang sama puluhan senjata
rahasia sudah dilemparkan keluar ke arah Wan Fei-yang.
Jarak mereka begitu dekat dan semua itu begitu tibatiba, senjata rahasia yang dilemparkan sudah diseleksi,
dilemparkan oleh seorang ahli senjata rahasia, benar-benar
sulit diatasi.
Tapi walau Wan Fei-yang terdesak dia mempunyai cara
mengatasinya.
Dia tidak meninggalkan bangkunya hanya mengangkat
kedua tangannya, di tengah telapaknya terlihat ada cahaya,
gerakannya sangat sederhana. Tapi semua senjata rahasia
itu berhasil disambut oleh kedua tangannya. Tong Ling yang
berada di atas melihat dengan jelas, tadi dia masih merasa
curiga tapi sekarang kecurigaannya sudah tersapu bersih.
Sikap Beng To saat menyambut senjata rahasia tidak
seindah Wan Fei-yang, tapi gerakan mereka tidak berbeda
jauh. Itu karena mereka menggunakan benda yang keluar
dari bagian tengah telapak untuk menyambut senjata
rahasianya.70
Benda yang keluar dari tangan Wan Fei-yang berupa
serat sutra seperti benang, tapi enak dilihat tidak seperti
milik Beng To, membuat orang merasakan hawa jahat dan
sesat.
Tapi di mata Tong Ling semua sama, tidak ada bedanya,
maka dia segera berteriak:
"Orang she Wan, kau masih ingin membela diri dengan
cara licik?"
Wan Fei-yang melihat senjata yang ada di tangan Tong
Ling, dia menggelengkan kepala:
"Aku tidak mengerti!"
"Apakah ilmu silatmu memakai Thian-can-sin-kang?"
Wan Fei-yang mengangguk:
"Kalau tidak mengunakan Thian-can-sin-kang, aku tidak
akan bisa menyambut senjata rahasiamu!"
"Selain kau, siapa lagi yang menguasai ilmu Thian-cansin-kang?"
"Sepertinya tidak ada!"
"Kalau kau sudah mengakuinya, untuk apa membantah
begini licik?" tubuh Tong Ling bergeser, puluhan senjata
rahasia dilemparkan lagi.
Senjata rahasia yang tadi disambut Wan Fei-yang masih
berada di tangannya, bersamaan waktu itu pun dilemparkan
keluar, gerakannya memang tidak selincah Tong Ling, tapi
semua tidak ada yang meleset, semua dilemparkan tepat ke
arah senjata rahasia yang datang!71
Dua senjata dari dua arah saling beradu di udara, tanpa
menimbulkan suara sedikit pun, semua terjatuh ke bawah.
Yang pasti karena benda yang keluar dari telapak Wan
Fei-yang adalah sisa senjata rahasia, maka senjata rahasia
yang keluar dari tangannya menjadi lembut juga ringan.
Senjata rahasia Tong Ling yang dilemparkan kedua kali
kekuatannya melebihi dari lemparan yang pertama,
jumlahnya lebih 2 butir, dan 2 butir senjata rahasia itu tetap
bisa lewat dan tetap mengarah pada Wan Fei-yang, tapi Wan


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Fei-yang hanya mengangkat tangannya, berhasil menyambut
senjata rahasia itu:
"Mengapa kau tidak duduk dulu dan menjelaskan
semuanya, baru bertindak!"
"Menghadapi orang keji seperti dirimu, tidak perlu
banyak cerita!"
Wan Fei-yang tertawa, ini bukan untuk pertama kedinya
dia dituduh tidak adil oleh orang lain, tapi perkara itu
akhirnya menjadi jelas, dan terbukti dia memang tidak
bersalah. Tapi perasaan menerima perlakuan tidak adil itu
benar-benar tidak enak, dari peristiwa itu yang terluka atau
terbunuh seharusnya tidak perlu terjadi, maka dia berharap
semuanya bisa dijelaskan sebelum bertindak.
Tong Ling tidak memberi kesempatan untuk menjelaskan
semuanya. Walaupun Wan Fei-yang tertawa dan tidak
berniat jahat. Tapi bagi Tong Ling semua itu adalah
penghinaan, maka dia bergeser, dan senjata rahasianya
keluar lagi dengan jumlah puluhan. Tong Ling tahu walau72
pun senjata rahasia yang keluar semakin banyak tapi bagi
Wan Fei-yang semua itu tidak berguna. Tujuan Tong Ling
hanya ingin mencegah Wan Fei-yang mendekatinya.
Wan Fei-yang tidak mendekatinya, maka setelah
melemparkan 2 kali senjata rahasianya Tong Ling segera
keluar melalui jendela.
Ratusan murid Tong-bun bersamaan waktu muncul di
luar jendela, tangan mereka memegang senjata rahasia,
bersiap-siap menyerang. Masih ada murid-murid Tong-bun
yang tampak melayang-layang di udara. Di atas genting
mereka sedang menebarkan jala besar yang terbuat dari tali
urat sapi, dengan tepat dipasang di atas genting kuil itu.
Karena Beng To mendobrak pecah genting di Tong-bun
dan melarikan diri, maka kali ini murid-murid Tong-bun
mengambil pengalaman dari kegagalan mereka dan
menyiapkan jala besar itu.
Setelah keluar melalui jendela, Tong Ling membentak:
"Siapkan senjata rahasia!"
Semua murid Tong-bun sudah mengambil posisi mereka
dengan tepat.
Dengan tenang tangan Wan Fei-yang menyedot senjata
rahasia yang datang pertama, kemudian dengan senjata
rahasia yang menyerangnya dia melemparkan senjata
rahasia itu menghadang serangan lawan yang kedua kalinya.
Sorot matanya melihat Tong Ling yang pergi. Tapi dia tidak
bergerak, jala dari urat sapi sudah terpasang di atas genting,
dia merasa semakin aneh. Terlihat orang-orang Tong-bun73
datang dengan penuh persiapan. Dia tahu pasti telah terjadi
kesalahpahaman, tapi dia tidak tahu harus bagaimana
menjelaskannya.
Buat dia ini bukan untuk pertama kalinya mendapat
kesalahpahaman seperti ini, tapi hingga saat ini dia tidak
mempunyai cara yang lebih baik, biasanya dia selalu
menunggu terjadinya perubahan dan percaya pada akhirnya
semua masalah akan menjadi jelas.
Sekarang dia mempunyai perasaan seperti itu
kesalahpahaman ini tidak bisa dia jelaskan sekarang ini,
maka dia hanya bisa menunggu terjadinya perubahan, yang
pasti dia harus berpikir bagaimana cara mengatasi serangan
senjata rahasia itu.
Dengan cepat Tong Ling muncul di luar kuil:
"Wan Fei-yang, apa keputusanmu?"
"Aku sudah menjelaskan semuanya kalau ini hanya
kesalahpahaman, kakekmu tidak ada di sini!"
"Kau kira kau kebal dengan senjata rahasia kami?"
"Senjata rahasia kalian adalah nomor 1 di dunia
persilatan dan aku sudah berada dalam kurungan kalian,
mana mungkin aku bisa membunuh kalian!"
"Maksudmu, kau menganggap kami dengan jumlah
banyak menghina kau yang sendiri!"
"Aku hanya ingin kalian mencari tahu dulu, baru
berkomentar, jangan terhasut oleh omongan orang lain!"
"Selain kau, siapa lagi yang menguasai Thian-can-sinkang?"74
"Tidak ada..."
"Apakah orang itu menggunakan Thian-can-sin-kang?"
"Apakah kakekmu telah salah lihat?"
"Serahkan Kongkongku!"
Wan Fei-yang tertawa kecut.
"Thian-lo-te-bong!" bentak Tong Ling.
Murid-murid Tong-bun bersiap siaga dan segera
melemparkan senjata rahasia, suara mereka memecahkan
suasana di sana.
Tidak diragukan lagi mereka sudah tahu keadaan di sini
sebelumnya dan posisi mereka sangat menguntungkan.
Mereka sanggup menutup semua celah. Kemana pun Wan
Fei-yang bergeser tetap terserang oleh senjata rahasia
mereka.
Senjata rahasia itu di udara menganyam menjadi sebuah
jala berkilau dan menutupi Wan Fei-yang, sebagian malah
datang dari arah bawah.
"Thian-lo-te-bong (Jala langit jaring bumi) yang hebat..."
Wan Fei-yang tampak terkejut. Dia segera mengangkat meja
yang terbuat dari batu dan memutarnya di udara, kemudian
dia bersembunyi di bawah meja.
Semua senjata rahasia jadi tertuju ke atas meja,
kebanyakan terbang ke tempat lain, setelah menyentuh
meja batu yang kuat, ada pula yang menancap di atas meja.
Wan Fei-yang tahu dari arah mana senjata itu datang, dia
keluar dari kolong meja dan naik ke atas meja.75
Meja kembali ke posisi semula, dia hanya berhenti
sebentar di atasnya, lalu berlari ke pintu kuil. Terlihat Tong
Ling berdiri di sana.
Reaksi murid Tong-bun pun tidak lamban, senjata rahasia
tetap dilemparkan keluar untuk mengejar Wan Fei-yang.
Dengan cepat Wan Fei-yang berlari di atas terjangan
senjata rahasia.
Senjata yang datang dari depan disambut dengan kedua
tangannya, tetapi begitu sampai di pintu kuil serangan
senjata rahasia itu segera berhenti sebab khawatir akan
terkena orang sendiri.
Tong Ling yang ada di depan terpaksa mundur sebab
kurang efektif jika melemparkan senjata rahasia dalam jarak
terlalu dekat.
Dengan tenang Wan Fei-yang menyambut senjata
rahasia itu, setelah mundur dari kuil dia segera naik ke atas
genting. Beberapa murid yang berjaga di atas genting
melihat kedatangan Wan Fei-yang, maka senjata rahasianya
di berondong keluar, bayangan seseorang berkelebat,
mereka sudah berada di atas Wan Fei-yang.
Tidak perlu dipesan oleh Tong Ling, murid-murid Tongbun sudah berpencar. Ada yang berada di atas pohon dan
melihat Wan Fei-yang tidak bergerak, senjata rahasia
mereka pun di pegang tangannya dengan erat.
Setelah Tong Ling naik ke sebuah pohon besar, dia
tertawa dingin:76
"Wan Fei-yang, kau bisa berlari hari ini tapi besok kau
tidak akan bisa lari!"
Wajah Wan Fei-yang tiba-tiba terlihat terkejut sebab
matanya melihat asap dari kembang api berwarna merah
dan sedang meletus.
Murid-murid Tong-bun yang satu arah dengan Wan Feiyang juga dengan sorot mata aneh melihat ke arah sana.
Tong Ling pun ikut menoleh, tapi dia segera berkata:
"Bukan dari pihak kita..."
Salah satu murid Tong-bun berkata:
"Itu dari Sam-goan-kong."
"Betul!" jawab Wan Fei-yang.
"Walaupun murid-murid Bu-tong datang kemari, kami
tidak akan mundur!"
Wan Fei-yang menggelengkan kepala:
"Mereka tidak akan kemari!"
Tong Ling adalah gadis yang sangat pintar, dia segera
bertanya:
"Apakah di Sam-goan-kong terjadi sesuatu dan meminta
tolong?"
"Benar, sudah terjadi sesuatu, tanda tadi menyuruhku
agar cepat ke sana!"
"Masalah yang kau buat benar-benar banyak!"
"Yang membuat masalah belum tentu aku, seperti
sekarang ini..."
"Kau masih ingin membela diri dengan licik?"77
Wan Fei-yang menggelengkan kepala dan tertawa
dengan kecut:
"Masalah Tong-bun..."
"Asal kau melepaskan Kongkongku, perhitungan bisa
dilakukan setelah masalah Bu-tong selesai!"
Wan Fei-yang ingin menyampaikan sesuatu tapi suara
lonceng berdentang panjang sudah terdengar lagi. Wajahnya
dengan cepat berubah.
Itulah suara lonceng yang menandakan ada hal yang
penting, tidak diragukan lagi di Bu-tong-pai telah terjadi
sesuatu. Suara lonceng menyuruh semua murid Bu-tong
yang ada di daerah segera kembali dengan cepat.
Tong Ling terus melihat perubahan di wajah Wan Feiyang din dia melambaikan tangan memberi isyarat kepada
murid-murid Tong-bun agar mencegat Wan Fei-yang.
Wan Fei-yang melihatnva, dia menarik nafas:
"Orang-orang yang hidup di dunia persilatan benarbenar tidak bisa hidup tenang!"
"Ada orang seperti kau yang mencari nama, mana
mungkin dunia persilatan bisa tenang!"
Wan Fei-yang tertawa, dia tahu dalam keadaan seperti
ini banyak berkata-kata tidak akan ada gunanya. Suara
lonceng berdentang untuk ke dua kalinya.
"Maafkan..." begitu kata-kata ini terucap keluar, Wan
Fei-yang sudah berlari di atas udara.78
Senjata rahasia Tong Ling sudah dilemparkan lagi, muridmurid Tong-bun tidak mau kalah, mereka pun melemparkan
senjata mereka sambil mengejar Wan Fei-yang.
Arah lari Wan Fei-yang menuju Tong Ling maka senjata
rahasia yang tadi disambut dan dibuang keluar.
Senjata rahasia yang pertama datang dari Tong Ling.
Lemparan ke dua belum dilepaskan tampak senjata
rahasia Wan Fei-yang sudah tiba. Tapi reaksi Tong Ling
sangat lincah, dia meloncat kesana-kemari, semua senjata
rahasia disambutnya.
Melalui lowongan ini Wan Fei-yang berlari melewati
Tong Ling. Murid-murid Tong-bun terus mengejarnya karena
mereka khawatir Tong Ling terluka maka mereka tidak
berani melemparkan senjata rahasianya. Tong Ling pun
demikian, karena jaraknya dengan Wan Fei-yang terlalu
dekat tidak sampai 1 kaki maka dia tidak bisa melemparkan
senjata rahasianya.
Tapi perubahan gerak Tong Ling sangat cepat, senjata
rahasia yang ada di tangannya segera dipakai sebagai senjata
biasa, dia menusuk ke arah perut dan dada Wan Fei-yang.
Tangan kanan Wan Fei-yang melayang, ujung jarinya pelanpelan menarik ke dua pergelangan tangan Tong Ling.
Waktu itu Tong Ling merasa dia seperti terkena petir.
Tangannya melonggar, semua senjata rahasianya terjatuh,
saat itu kedua kaki Wan Fei-yang sudah memanjat naik ke
atas pohon, kemudian menyentak, dia sudah berlari ke arah
di mana petasan tadi meledak.79
Murid-murid Tong-bun khawatir Tong Ling terluka, maka
mereka tidak berani melemparkan senjata rahasia. Begitu
mereka sadar Tong Ling dalam keadaan baik-baik saja semua
sudah terlambat, Wan Fei-yang sudah menghilang.
Wan Fei-yang turun dan naik dari pohon satu ke pohon
lain, dia berlari dengan cepat.
Tong Ling dan murid-murid Tong-bun terus mengejar,
bayangannya terlihat dengan jelas karena jarak mereka
semakin dekat.
Suara lonceng masih terus berdentang dan semakin
cepat.
Setelah suara lonceng sudah terdengar 9 kali, Wan Feiyang sudah berada di atas batu Kie-kiam-gan (Batu tempat
melepas pedang). 8 murid Bu-tong dengan wajah terkejut
menunggu di sana, melihat Wan Fei-yang datang, mereka
segera menyambut kedatangannya.
"Siapa yang datang?" dia melihat 8 murid Bu-tong tidak
terluka sama sekali dia agak tenang, walaupun tidak tahu
siapa yang datang tapi pedang-pedang yang ditinggalkan di
Kiam-ti-yan memberi tahukan bahwa yang datang bukan
orang persilatan biasa.
Bu-tong-pai sudah beberapa kali dirampok, keadaan
mereka sudah lemah, kalau sekarang terjadi pertempuran
akibatnya tidak bisa di bayangkan akan seperti apa.
Delapan murid Bu-tong dipimpin oleh Tong Coan
menjawab:80
"Dari Hoa-san-pai, Tiam-jong-pai, Tong-teng-kun-san,
Tai-ouw-sui-cai, Bu-tai-san, Ceng-sia-pai, Siauw-lim-pai,
semua datang..."
"Apa tujuan mereka?" tanya Wan Fei-yang.
"Mencari Susiok... Anda, meminta keadilan!" jawab Tong
Coan.
"Mencariku?" walaupun Wan Fei-yang sudah
memperkirakan semua ini ada hubungan dengannya, tapi
dia tetap merasa terkejut.
"Mereka masing-masing menggotong sebuah peti mati,
di dalam peti berisi ketua atau tetua mereka, katanya
mereka semua mati karena Susiok!"
Wan Fei-yang tertawa kecut, Tong Coan berkata lagi:
"Kami curiga semua ini adalah rencana busuk, Susiok
selalu mengobati orang di sekitar ini, mana mungkin pergi
begitu jauh hanya untuk membunuh?"
Dia bicara dengan jujur dan sebenarnya, Wan Fei-yang
merasa sangat berterima kasih, walau pun bagaimana
murid-murid Bu-tong sangat percaya kepadanya, jadi dia
tidak usah bersusah payah menjelaskan semuanya, baginya
itu hal yang baik, dengan begitu dia bisa dengan tenang
menghadapi orang-orang yang datang untuk meminta


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keadilan kepadanya.
"Tapi mereka sangat yakin dan mempunyai bukti kuat!"
jelas Tong Coan.
"Oh ya! Apa buktinya?"81
"Mayat-mayat yang berada di dalam peti mati itu, dari
luar terlihat bahwa mereka mati karena Thian-can-sin-kang!"
jawab Tong Coan.
"Apakah menurutmu memang mirip?" Tanya Wan Feiyang.
"Aku tidak pernah melihat seperti apa orang mati oleh
Thian-can-sin-kang, tapi sepertinya mereka tidak bicara
sembarangan dan di luar mayat pun...."
"Yang pasti di luar mayat ada tanda-tandanya maka hal
itu membuat kalian sangsi!"
"Ciri kematian semua mayat sama, kecuali mereka ada
rencana busuk dan bersekongkol..."
"Tidak, kalau mayatnya adalah tetua atau ketua mereka,
tidak mungkin mereka akan membunuhnya lalu
menuduhkan semua petaka ini padaku?" dia tertawa dan
menyambung lagi, "aku tidak ingin berkelana di dunia
persilatan, aku juga bukan siapa-siapa di dunia persilatan
ini!"
"Dengan kemampuan Susiok sebenarnya Anda bisa
menjadi nomor satu... tapi Susiok bukan orang seperti itu!"
Wan Fei-yang melihat di jalanan sudah banyak muridmurid Tong-bun yang bermunculan.
Tong Coan dan lain-lain juga melihatnya, mereka merasa
terkejut. Wan Fei-yang berkata lagi:
"Murid-murid Tong-bun pun datang kemari untuk
mencariku untuk membuat perhitungan, mereka menuduh
aku menangkap ketua mereka."82
Tong Coan terpaku melihatnya, Wan Fei-yang menarik
nafas panjang:
"Suatu hari nanti semuanya akan menjadi terang dan
jelas, apakah benar?"
Tong Coan terdiam, dia tahu Susioknya mi pernah
merasa kesal karena disalahkan.
"Aku berharap kali ini tidak akan mengalami kesulitan
besar" kata Wan Fei-yang sambil menarik nafas.
Tong Ling sudah datang, masih berada di tengah-tengah
udara, 12 senjata rahasianya sudah dilemparkan ke arah
Wan Fei-yang.
Tong Coan dan lain-lain segera mencabut pedang. Wan
Fei-yang mencengkeram sebuah batu besar, menahan batu
itu di depan tubuhnya.
Senjata rahasia yang melesat membuat batu besar itu
meledak, hancur dan jatuh berserakan ke bawah.
Tong Ling sadar kekuatannya tidak akan sedahsyat itu.
Dia juga sadar apa yang telah terjadi, walaupun
bermusuhan, dia harus mengakui bahwa Iweekang Wan Feiyang memang sangat tinggi.
Tong Ling segera mendarat. Senjata rahasia lainnya tidak
dilemparkan keluar, dia hanya melihat Wan Fei-yang dengan
sorot dingin.
Murid-murid Tong-bun sudah tiba, melihat Tong Ling
berlaku seperti itu mereka pun berdiam, senjata rahasia
berada di tangan masing-masing.83
"Apakah hanya dengan ilmu silat ini, kau ingin membuat
kami meninggalkan tempat ini?" tanya Tong Ling.
"Aku tidak ingin ada yang terbunuh ataupun terluka,
karena kesalahpahaman yang sudah terjadi akan bertambah
menjadi lebih dalam lagi!" jelas Wan Fei-yang.
"Kalau begitu, serahkan Kongkongku dan jelaskan yang
keadaan sebenarnya!"
"Aku akan menjelaskan tapi tidak sekarang!" Wan Feiyang tertawa kecut.
"Di ulur panjang pun tidak akan berguna!" bentak Tong
Ling.
"Apa yang terjadi di Bu-tong-san sekarang ini, katanya
ada hubungannya dengan Thian-can-sin-kang milikku..." kata
Wan Fei-yang.
"Aku tahu, sebenarnya kami datang bersamaan
kemudian aku melihat keadaan yang terjadi pada kami tidak
sama, karena orang-orang mereka sudah menjadi mayat!"
Wan Fei-yang terdiam.
Kata Tong Ling lagi:
"Tapi Kongkongku telah dibawa kabur, apa tujuanmu?"
"Kalian tidak percaya bukan aku pelakunya, tapi aku
tidak memaksa kalian harus percaya, kalau masalahnya
sama, lebih baik kita bersama-sama ke atas gunung untuk
membereskan semuanya."
Tong Ling melihat 2 laki-laki separo baya, kedua orang itu
mengangguk, kemudian salah satu berkata:84
"Ketua, dia tidak akan bisa melarikan diri, kita dengar
seperti apa penjelasannya!"
Tong Ling mengangguk, dia berkata kepada Wan Feiyang:
"Jika mereka menyerangmu, orang-orang Tong-bun tidak
akan ikut campur, kau bisa tenang!"
"Terima kasih!" kata Wan Fei-yang memberi hormat
"Semua karena Kongkong berada di tangan mu, hidup
atau matinya masih belum jelas!" Tong Ling tertawa dingin.
Wan Fei-yang terdiam lagi.
Tong Ling berkata lagi:
"Sekarang kau pasti tidak akan bisa bicara, tapi hari ini
jika Tong-bun tidak datang, kau pun cukup repot
menghadapi mereka!"
Wan Fei-yang membalikkan tubuh dan berjalan, dia
mengerti pikiran Tong Ling, tapi dia juga tidak peduli apa
yang diperkirakan Tong Ling. Kalau dia orang yang licik, hal
yang terjadi pasti seperti ini dan hal seperti ini sudah sering
kali terjadi, walaupun sekarang dia sudah tidak seperti dulu
lagi, tapi perasaannya tetap sama.
Dulu di kehidupannya ada peristiwa sedih juga ada yang
menggembirakan.
Dari Siauw-Iim-pai datang Pek-jin Taysu, Ceng-sia-pai,
Giok-koan Tojin, Bu-tai-san, Bok Touvv-toh, Tai-ouw-sui-cai,
Liu Sian-ciu, Tong-teng-kun-san, Ci-liong-ong, Tiam-jong-pai,
Thi Gan, Hoa-san-pai, Kiam-sianseng. Mereka menunggu
Wan Fei-yang di Sam-goan-kong. Mereka adalah para pesilat85
tangguh dunia persilatan. Murid-murid mereka pun datang,
maka barisan yang datang sangat besar dan komplit.
Walaupun liang-bu-jin Bu-tong-pai, Pek-ciok Tojin sangat
luas pergaulannya di dunia persilatan, tapi menghadapi
begitu banyak pesilat tangguh, dia cukup kalang kabut juga.
Jika dibandingkan dengan Pek-jin Taysu, Giok-koan Tojin,
Bok Touw-toh, Kiam-sianseng, Ci-liong-ong, dia masih
termasuk angkatan muda.
Ilmu silatnya pun tidak begitu tinggi, sejak Bu-tong-pai
diserang, banyak pesilat tangguh mereka yang meninggal,
ditambah dia orang yang sangat jujur, maka posisi ketua Butong-pai jatuh ke pundaknya, maka dia dengan baik hati
mengurus Bu-tong-pai.
Sekarang dalam menghadapi banyak pesilat tangguh, dia
tetap melayani mereka dengan sangat baik, yang paling
penting adalah dia sangat tahu jelas siapa Wan Fei-yang.
Sewaktu pesilat-pesilat mengatakan Wan Fei-yang telah
membunuh semua orang-orang itu tapi dia yang sering
bertemu dengan Wan Fei-yang sangat tahu jelas Wan Feiyang berada di daerah mana di Bu-tong-san.
Dia juga tahu kalau pesilat-pesilat itu pasti tidak akan
percaya, dia adalah orang Bu-tong-pai, maka dia pasti akan
membela Wan Fei-yang.
Bagaimana Wan Fei-yang bisa melepaskan diri dari
tuduhan ini, dia sendiri tidak tahu, tapi satu-satunya yang
membuatnya merasa agak tenang adalah karena Wan Feiyang sudah beberapa kali dituduh tapi dengan kesabaran dia86
bisa mengatasi. Dalam kesulitan bisa bertahan hidup maka
kepahitanpun akan pergi dan yang datang adalah rasa manis,
nasibnya memang tidak jelek.
Hal yang membuatnya merasa aneh adalah mayat-mayat
itu dari luar terlihat seperti mati oleh Thian-can-sin-kang, dia
sendiri tidak tahu apakah ada tenaga dalam yang mirip
dengan Thian-can-sin-kang, dia juga tidak tahu apakah
Thian-can-sin-kang pernah jatuh ke tempat lain?
Banyak orang yang datang mencari Wan Fei-yang maka
dia terburu-buru menyuruh Wan Fei-yang naik gunung dan
berharap Wan Fei-yang bisa membereskan semua masalah
ini. Melihat Wan Fei-yang masuk, baru dia merasa tenang.
Giok-koan Tojin, Pek-jin Taysu, Bok Touw-toh, Kiamsianseng, dan Thi Gan, pernah melihat Wan Fei-yang.
Mereka mendapat kesan Wan Fei-yang adalah pemuda yang
baik!
Setelah berunding mereka ingin memberi kesempatan
pada Wan Fei-yang memberi penjelasan kepada mereka,
karena itu dari awal Tong Ling tidak campur tangan dengan
mereka. Sekarang dia tetap ikut masuk ke dalam Sam-goankong.
Dipimpin oleh Kiam-sianseng, mereka mengatakan
kepada Wan Fei-yang bagaimana orang-orang itu mati oleh
Thian-can-sin-kang.
Setelah melihat dengan jelas orang yang menjadi mayat,
hati Wan Fei-yang menjadi dingin, sebab mereka adalah para87
pesilat tangguh yang mempunyai nama terkenal dan juga
tetua-tetua dunia persilatan, mereka sangat berpengaruh di
dunia persilatan, siapa pun mereka, jika mati akan membuat
dunia persilatan berguncang, dalam waktu yang begitu
singkat mereka telah tewas, apa yang terjadi?
Munurut perkiraan Kiam-sianseng, musibah dunia
persilatan mulai terjadi.
Begitu melihat mayat-mayat itu hati Wan Fei-yang
mencelos dan bertambah sesak, mulut dan hidung para
pesilat itu tersumbat oleh benda seperti benang sutra.
Dia mempunyai perasaan itu bukan benang sutra, tapi
dari telapaknya pun keluar benda seperti bukan benang
sutra. Ulat sutra hanya simbol, yang pasti ulat sutra bisa
membuat kepompong untuk mengurung diri mereka, bisa
mengorbankan diri untuk semua orang, sebenarnya benda
ini tidak ada hubungannya dengan ulat sutra.
Pesilat-pesilat itu jika dikatakan mati karena Thian-cansin-kang pasti akan banyak orang yang percaya, di dunia ini
ada ilmu begitu mirip, benar-benar di luar dugaannya.
Waktu itu tiba-tiba dia teringat akan banyak hal, Thiancan-sin-kang miliknya bukan diwariskan dari Bu-tong, Thiancan-sin-kang milik Bu-tong boleh dikatakan hanya diajarkan
melalui mulut ketuanya dan tidak dicatat di dalam buku, tapi
bukan berarti hanya ketua baru yang boleh menerima
pelajaran ini.88
Sebelumnya apakah ketua Bu-tong-pai lainnya pernah
mengajarkan kepada orang luar dan berhasil melatihnya?
Wan Fei-yang merasa tidak yakin.
Setelah melihat mayat-mayat itu pikirannya menjadi
kacau.
Kiam sianseng bertanya:
"Sekarang kau mengerti mengapa kami mencarimu
kemari?"
"Mereka benar-benar seperti mati karena Thian-can-smkang!" Wan Fei-yang mengangguk.
"Dulu ketika Tokko Bu-ti roboh di depanmu, keadaan
mayatnya seperti mayat mereka ini!"
Thi Gan menyela:
"Thian-can-sin-kang dari Bu-tong-pai katanya diajarkan
langsung dari mulut ketua Bu-tong-pai dan ilmu ini tidak
dicatat di dalam buku, selain Yan Cong-thian Lo-cianpwee
yang menguasainya, hanya kau yang mengerti Thian-can-sinkang."
Kiam-sianseng menarik nafas:
"Yan-heng begitu muda sudah meninggal, bukan hanya
Bu-tong-pai yang merasa kehilangan dirinya, juga kerugian
bagi golongan yang menjaga keadilan!"
Wan Fei-yang sangat mengerti, katanya dengan ringan:
"Benar, di Bu-tong-pai hanya aku yang berhasil
menguasai Thian-can-sin-kang, tapi kematian mereka tidak
ada kaitannya denganku!"89
"Apakah hilangnya Kongkongku juga tidak ada kaitannya
denganmu?" Tong Ling menyela.
Kiam-sianseng dengan dingin melihat Tong Ling, dia
bertanya lagi kepada Wan Fei-yang:
"Ketua Anda yaitu Pek-ciok Tojin mengatakan Anda
selalu berada di Bu-tong-san, tapi sayang dia tidak
mempunyai saksi."
"Apa rencana kalian..." tanya Wan Fei-yang.
Tong Ling memotong lagi:
"Lepaskan Kongkongku dulu!"
Wan Fei-yang ingin mengatakan sesuatu tapi Liu Sian-ciu
dari Tai-ouw berkata:
"Masalah Kongkongmu kita bicarakan saja nanti!"
"Orang yang pertama kali menemukan Wan Fei-yang
adalah kami!" kata Tong Ling.
Liu Sian-ciu tertawa:
"Tapi sayang, kalian tidak bisa menangkapnya, malah
harus ke Sam-goan-kong."
"Di Sam-goan-kong ini kami dipimpin oleh Kiamsianseng, lebih baik kau jangan banyak bicara!" kata Tongteng-kun-san, Ci-liong-ong.
"Tapi Tong-bun tidak membutuhkan keputusan dari
Kiam-sianseng!" kata Tong Ling.
"Aku juga tidak berani mengambil keputusan untuk
Tong-bun!" kata Kiam-sianseng.
"Kalau begitu, cepat suruh orang-orang kalian jangan
banyak bicara!" kata Tong Ling, setelah keluar kata-kata ini.90
Tong Ling sadar dia telah kelewatan, tapi kata-kata itu sudah
terlanjur keluar seperti ludah sudah terciprat tidak bisa
ditelan kembali.
Giok-koan Tojin tidak tahan lagi:
"Gadis ini benar-benar tidak tahu diri walau pun
kakekmu di sini, beliau pun tidak akan berani berkata seperti
itu!"
Sifat keras Tong Ling muncul, dia tertawa dingin, aku


Kembalinya Ilmu Ulat Sutra Karya Huang Ying di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak pernah menceritakan orang-orang ini!
"Apakah beliau pernah menanyakan tentang Giok-koan
Tojin dari Ceng-sia-pai?"
"Siapa Giok-koan Tojin?"
Tong Ling tidak peduli murid-murid Tong-bun memberi
isyarat untuk mundur, dia melihat Giok-koan Tojin.
"Aku terkena semprotan!"
Bok Touw-toh melantunkan bacaan Budha:
"Kembalilah ke tempat yang benar, sekarang belum
terlambat!"
Kiam-sianseng kembali melihat Tong Ling, dengan tenang
berkata:
"Kalau Tong-bun ingin membuat perhitungan dengan Butong-pai, kami tidak akan melarangmu, silakan saja!" dia
mundur selangkah supaya Tong Ling bisa menghadapi Wan
Fei-yang.91
BAB 3
Tong Ling terpaku di sana. Kalau dia tadi bisa
menaklukkan Wan Fei-yang, untuk apa mengikutinya dari
kuil itu ke mari, walaupun di ruangan ini tidak banyak murid
Bu-tong-pai, mereka tidak akan berpangku tangan begitu
saja, maka pertarungan tidak bisa dijadikan pegangan, jika
kalah di depan mereka dan kabar ini tersebar luas ke dunia
persilatan, tentu akan memalukan Tong-bun, wibawa
mereka akan tercoreng.
Walaupun Tong Ling bersifat keras, tapi dia bukan gadis
yang tidak ada perhitungan, dia teringat bahwa dia baru
menjadi ketua, jangan sampai membuat nama Tong-bun
tercoreng.
Karena itu dia memutar otak dan dengan dingin berkata:
"Tong-bun ingin membuat perhitungan, tapi kami bukan
orang-orang yang menjual ilmu silat untuk mencari nafkah,
kalian tidak pantas berada di sini untuk menonton
keramaian."
Kata-kata ini membuat wajah Kiam-sianseng berubah,
Thi Gan dari Tiam-jong-pai membentak:
"Hati-hati kalau bicara, orang she Tong!"
Tong Ling melihat Thi Gan:
"Bukankah tadi kalian mengatakan kalau semua
keputusan diwakili oleh Kiam-sianseng, siapa kau, beraniberaninya kau mewakili Kiam-sianseng berkomentar!"92
Thi Gan terpaku, kemudian Kiam-sianseng menarik nafas
dan berkata:
"Seumur hidupnya Tong Pek-coan sangat berhati-hati,
mengapa generasi penerusnya malah seperti ini..."
Kedele Maut 7 Miss Pesimis Karya Alia Zalea Bidadari Penyebar Cinta 1

Cari Blog Ini