Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong Bagian 11
Tebasan itu pun sangat kuat, menimbulkan angin berkesiuran dasyat.
Hui-houw-to sama sekali tidak gentar. Dia berkelit lagi! Hanya dengan
mundur satu langkah ke belakang. Waktu pedang lawannya meluncur lewat di
depan mukanya dia mengulurkan tangannya, buat menjepit pedang itu, yang
hendak dipatahkannya dengan jepitan tangannya.Dalam keadaan seperti inilah, segera terlihat betapapun juga, memang Huihouw-to kalah gesit dibandingkan dengan orang berbaju hitam itu. Begitu
pedangnya hendak dijepit, orang berbaju hitam itu menarik pulang
pedangnya tahu-tahu mata pedang telah mengincar dada Hui-houw-to.
Tentu saja Hui-houw-to terkejut, dia tetap tidak gugup dalam perasaan
kaget seperti itu. Cuma saja dia kagum buat hebatnya ilmu pedang
lawannya, yang dapat menyerangnya begitu cepat dan aneh sekali gerakan
maupun jurusnya.
Cepat-cepat Hui-houw-to mengelakkan ke sana ke mari dengan lincah.
"Bagus!" Dia malah berseru nyaring.
Tangannya meraih ke dalam bajunya, seketika ia mengeluarkan golok
pendeknya. Panjang goloknya itu cuma beberapa kaki, dan berkilauan terang
sekali.
Berbeda dengan golok biasa, golok ini pendek dan bentuknya lebar,
sehingga mirip dengan golok pemotong babi. Cuma saja, bentuk di ujungnya
yang memiliki kaitan besar, menunjukkan bahwa golok itu bukanlah golok
pemotong babi.
Golok itu telah dihunus dan segera dipergunakan buat menyampok pedang
orang berbaju hitam. Lelatu api segera muncrat ke mana-mana.
Orang berbaju hitam sendiri merasakan tangannya tergetar akibat benturan
itu. Demikian juga dengan Hui-houw-to ia merasakan tangannya kesemutan,
goloknya tergetar.
"Kuat tenaganya.!" pikir Hui-houw-to di dalam hati, namun ia tak
gentar, karena segera saja golok pendeknya telah diputar. Ia telah mulai
balas menyerang dengan gencar.
Orang berbaju hitam itu memutar pedangnya sehingga beradu beberapa kali
pedang dengan golok, dan muncratnya lelatu api yang tidak hentinya.
Saat itu terlihat Hui-houw-to berusaha membalas mendesak lawannya. Cuma
saja ia selalu gagal.
Karena lawannya memiliki kepandaian yang tidak lemah dan bisa memberikan
perlawanan yang sama gigihnya. Diwaktu itu malah orang berpakaian serba
hitam itu berulang kali berusaha mau mendesak dan menyerang lebih gencar
kepada Hui-houw-to.
Demikianlah kedua orang itu telah saling menyerang dengan gencar,
bertempur seru sekali.
Sedangkan Hui-houw-to diam-diam berpikir di dalam hati: "Aku harus dapat
merubuhkan orang ini secepat mungkin. Jika tidak aku hanya membuang-buang
tenaga percuma saja!"
Waktu itu dia bersiul nyaring, tahu-tahu goloknya seperti hujan menyambar
bertubi-tubi kepada lawannya, gerakannya begitu cepat, sulit diterka.
Malah yang luar biasa golok pendek itu berobah menjadi sepuluh batang
menyambar, mengelilingi tubuh lawan Hui-houw-to.Dan juga, diwaktu itu Hui-houw-to telah mempergunakan jurus-jurus ilmu
goloknya yang paling bisa diandalkannya. Dia telah menyerang tidak
hentinya.
Dengan penyerangan yang gencar seperti itu membuat lawannya harus main
mundur. Karena sementara itu dia tak bisa mengetahui, yang mana serangan
yang sesungguhnya dan yang mana golok yang sebenarnya.
Disaat itu tampak Hui-houw-to telah bersiul nyaring. Dan kuda coklatnya
telah berlari ke dekatnya. Sambil menjejakkan kakinya, Hui-houw-to
bilang.
"Sampai berjumpa lagi maaf, aku tidak bisa menemanimu main-main terlalu
lama!"
Usai berkata begitu, kudanya dibedal dengan cepat sekali dan kuda
tunggangan itu berlari pesat seperti terbang.
Orang berpakaian serba hitam itu jadi kaget.
"Kau mau kabur kemana?!" sambil berseru begitu, dia melesat menghampiri
kudanya. Dan melompat naik ke punggung kudanya, membedalnya dan berusaha
mengejarnya.
Namun Hui-houw-to sudah melarikan kudanya cukup jauh, dia membedal terus
sambil menjepit perut kuda itu.
Sudah menjadi keputusan Hui-houw-to, bahwa dia memang harus dapat
melepaskan diri dari lawannya itu, dan harus dapat melarikan kudanya itu
lebih cepat lagi. Dengan demikian orang berbaju hitam itu tidak bisa
menyandaknya dan diwaktu itulah baru dia akan terlepas dari kejaran
lawannya.
Sedangkan orang berpakaian serba hitam itu sama sekali tidak mau
melepaskan buruannya. Dia pun menjepit kuat-kuat perut kudanya, dia
melarikannya dengan pesat, berusaha untuk menyandak kuda Hui-houw-to.
Begitulah kedua ekor kuda itu, yang cokelat di sebelah depan dan kuda
berbulu hitam di belakangnya, saling kejar berlari pesat sekali, seakan
juga kedua ekor kuda itu masing-masing ingin memperlihatkan bahwa mereka
dapat berlari semakin cepat jika memang majikan mereka menghendakinya.
Hui-houw-to mengetahui bahwa lawannya mengejar di belakangnya sama
cepatnya. Dan kuda lawannya itupun bukan kuda sembarangan karenanya dia
tidak berani berayal sejenak pun juga.
Dia terus membedal kudanya, malah dia berseru berulang kali: "Ayo
cepat.. ayo....... Jika kita sudah meninggalkan dia, kita akan pesta
makan. Aku akan memberikan kepadamu nanti rumput muda yang harum!"
Sambil membisiki begitu, dia mengusap-usap leher kuda itu, dia telah
membisikinya berulang kali. Dan memang dia berhasil.
Kuda itu seperti juga mengerti, karena kuda itu telah berlari semakin
cepat. Dan akhirnya jarak antara kuda Hui-houw-to dengan kuda hitam itu
terpisah semakin jauh juga.
Walaupun orang yang berpakaian hitam itu mati-matian berusaha melarikan
kuda tunggangannya itu lebih cepat, tetap saja jarak mereka semakin jauh.Orang berpakaian serba hitam itu berulang kali menepuk-nepuk leher
kudanya, dia juga telah merogoh sakunya, mengeluarkan senjata rahasianya
karena sewaktu-waktu dia akan mempergunakannya buat menimpuk lawannya,
jika saja memang kelak jarak mereka sudah semakin dekat.
Tengah Hui-houw-to asyik membisiki kudanya agar kuda itu berlari lebih
cepat justeru matanya yang tajam melihat, dari arah depannya datang lari
memapaki seekor kuda lainnya. Kuda yang lari dengan cepat sekali.
Kuda itu berbulu hitam juga, tapi penunggang bukan seorang laki-laki,
melainkan seorang wanita, yang usianya mungkin baru tigapuluh tahun
lebih.
Waktu itu, Hui-houw-to telah berusaha untuk memperhatikan baik-baik
wanita itu, dan dia melihatnya bahwa wanita membawa pedang di
punggungnya. Tampak wanita itu memang merupakan orang musuhnya yang
berpakaian hitam di belakangnya, karena terlihat dia pun hendak
menghadang Hui-houw-to.
Diwaktu itu, dengan cepat sekali kuda Hui-houw-to sudah berlari mendekati
kuda yang tengah memapaknya.
Tangan kiri Hui-houw-to segera juga merogoh sakunya, dia mengeluarkan
beberapa biji Tiat-lian-cu. Dia mempersiapkannya untuk melepaskan senjata
rahasianya.
Ketika kuda mereka hampir bertubrukan, Hui-houw-to sengaja tidak menahan
larinya sang kuda. Dia membedal terus, malah tangan kirinya segera
menimpuk melepaskan biji Tiat-lian-cu!
Sedangkan wanita itu melihat menyambar biji-biji Tiat-lian-cu, jadi
memiringkan tubuhnya. Dia tidak mengelakkan sambaran Tiat-lian-cu,
sedangkan tangan kanannya telah mencabut pedangnya yang tergemblok di
punggungnya, dia hendak mempergunakan pedangnya buat menabas batang leher
Hui-houw-to.
Namun sayang sekali, biarpun wanita itu bisa menggelakkan diri dari
samparan Tiat-lian-cu tidak urung dua butir Tiat-lian-cu mengenai leher
kudanya.
Kuda itu kesakitan, dia meringkik dan mengamuk dengan mengangkat-angkat
kedua kaki depannya, dengan begitu lenyap keseimbangan tubuh wanita itu,
dia berusaha mengendalikan kudanya, tapi gagal, malah tubuhnya telah
terlempar keras dari punggung kudanya itu.
Untung saja wanita itu memiliki gin-kang yang mahir, sehingga dia bisa
mengendalikan tubuhnya yang tengah terlambung di tengah udara. Dan dia
telah berusaha jumpalitan agar tubuhnya itu tidak rubuh terbanting di
tanah.
Karnehlingti 19.095 . . . . . . .
Karnehlingti 19.095Dia bisa hinggap di tanah dengan baik sekali dengan kedua kakinya tiba
lebih dahulu.
Begitulah, mereka telah tertinggal oleh kuda Hui-houw-to yang berlari
keras terus.
Kuda hitam itu dikendalikan oleh laki-laki berbaju hitam itu tiba dengan
cepat. Dan wanita tersebut tanpa bilang apa-apa telah melompat ke
punggung kuda orang berbaju hitam itu.
"Cepat kejar.......!" katanya.
Tampaknya wanita ini sengit sekali, sebab hampir saja tadi dia terbanting
dari atas kudanya. Maka dari itu, panas hatinya, dia ingin mengejar Huihouw-to sampai dapat.
Sedangkan laki-laki berbaju hitam itu mengiakannya, ia membedal kudanya
dengan segera. Ia mengetahui bahwa wanita itu menumpang di kudanya,
karena wanita ini tak mau membuang-buang waktu lagi dengan mengejar
kudanya yang telah berlari jauh itu. Dan ia membedal kuda hitamnya itu,
agar berlari lebih cepat lagi.
Sedangkan wanita itu tampaknya tidak sabar ketika melihat jarak antara
Hui-houw-to dengan kuda mereka semakin terpisah jauh.
"Ayo cepat kejar....... ayo larikan kuda lebih cepat!" ia mendesak lelaki
baju hitam itu.
"Ya....... ya..!" kata lelaki baju hitam itu berulang kali, dan ia
membedal terus kudanya.
"Hemm, walaupun bagaimana, kita harus dapat mengejarnya, tak mungkin ia
melarikan kudanya terus menerus, karena akhirnya pasti ia akan berhenti
buat beristirahat, kita kejar terus walaupun dia melarikan diri ke ujung
langit!"
Lelaki baju hitam itu mengiakan lagi, kuda hitam itu berlari terus dengan
pesat.
Cuma saja, disebabkan sekarang penunggangnya bertambah seorang, lari kuda
hitam itu bukannya semakin cepat malah semakin lama jadi semakin perlahan
dan lebih lambat. Karuan saja jarak pisah antara kuda Hui-houw-to dengan
kuda itu semakin jauh.
Keadaan seperti itu membuat orang berpakaian hitam dan wanita itu jadi
panik bukan main. Karena memang mereka mengetahuinya kalau saja Hui-houwto berlari untuk melarikan kudanya terus, akibatnya mereka akan
tertinggal jauh sekali.
Sedangkan Hui-houw-to sendiri telah melarikan kudanya semakin cepat saja.
Karena dia mengetahui, sekali saja dia terkejar, niscaya akan menghadapi
kesulitan yang tidak kecil.
Karena dari itu, dia telah melarikan kudanya tersebut semakin cepat. Dia
tidak memperdulikan segala apa pun juga. Kudanya itu dilarikan seperti
menerjang sesuatu yang sangat hebat, menerjang udara dan juga rumputrumput yang kena diterjang ke empat kakinya menjadi rusak.
Kuda itu seperti mengetahui bahwa majikannya tengah mengalami ancaman
bahaya yang tidak kecil, ia berlari secepat angin. Mereka telah dapatberlari memisahkan diri dalam jarak yang jauh, malah akhirnya kuda hitam
itu sudah tak terlihat oleh mata.
Namun Hui-houw-to tidak berani mengendorkan lari kudanya, terus juga ia
melarikan kudanya.
Sambil membedal kudanya, iapun berpikir entah siapa orang berbaju hitam
dan juga wanita yang datang belakangan itu.
Tiba-tiba Hui-houw-to mengeluarkan suara tertahan karena ia seperti
terkejut, dan ia memang teringat sesuatu.
Rupanya ia jadi kaget, wanita itu tadi dilihatnya mengenakan kalung
kumala yang besar sekali, berbentuk burung rajawali, maka dari itu,
seketika ia teringat pada sesoorang.
Tubuh Hui-houw-to jadi menggigil.
Dia teringat pada Giok-tiauw Sian-lie atau Bidadari Burung Rajawali
Kumala.
"Apakah dia?" Pikir dalam hatinya penuh kebingungan.
Sedangkan kudanya tetap saja dibedalnya dengan cepat, berlari pesat. Cuma
hati Hui-houw-to yang tergoncang keras. Karena jika memang wanita tadi
adalah Giok-tiauw Sian-lie akan celakalah dia.
Giok-tiauw Sian-lie seorang wanita yang ganas sekali di dalam kalangan
Kang-ouw. Bahwa Giok-tiauw Sian-lie merupakan iblis wanita yang paling
ditakuti oleh orang-orang rimba persilatan.
Apalagi memang ditangannya dia telengas, setiap lawannya tidak pernah
dibiarkannya hidup dengan tubuh utuh. Juga diapun seorang wanita iblis
yang paling liehay kepandaiannya.
Jika tadi Hui-houw-to bisa meloloskan diri dari wanita itu kalau memang
benar wanita itu adalah Giok-tiauw Sian-lie. Itulah hanya kebetulan saja,
karena diwaktu itu dia masih menunggangi kudanya, dan dia bisa menghindar
menjauh disaat Giok-tiauw Sian-lie terlempar dari kuda tunggangannya.
Ada lagi yang membuat hati Hui-houw-to tergoncang kalau memang benar
wanita tadi adalah wanita iblis Giok-tiauw Sian-lie, niscaya dia akan
memperoleh kesulitan tidak sedikit di sebelah depan.
Giok-tiauw Sian-lie memiliki banyak sekali anak buah dan anak buahnya
terdiri dari orang-orang yang mempunyai kepandaian tinggi.
Memang di teluk Put-hay, Giok-tiauw Sian-lie menguasai dan terkenal
sekali.
"Mudah-mudahan saja bukan dia!" Membatin Hui-houw-to.
Karena jika memang benar wanita itu adalah Giok-tiauw Sian-lie, niscaya
dia akan memperoleh kesulitan besar. Sedangkan dia harus melakukan
perjalanan mungkin masih memakan waktu tiga hari lamanya.
Tapi, Hui-houw-to biarpun hatinya tergoncang keras, dia tidak berani
untuk mengendorkan lari kudanya. Terus saja dia membedal kudanya itu.Namun sekuat-kuat kudanya itu hanya tetap seekor kuda juga. Setelah
dibedal terus menerus begitu keras tanpa beristirahat, akhirnya kuda itu
kehabisan tenaga!
Selalu mulut binatang tunggangan itu yang berbusa, juga keempat kakinya
jadi lemas. Setelah berlari lagi sekian lama, akhirnya kuda itu
tersungkur, karena sepasang kaki depannya tertekuk.
Hampir saja Hui-houw-to terlempar. Untung dia masih bisa menguasai
tubuhnya di udara.
Dia berjumpalitan di tengah udara, dengan begitu dia berhasil menguasai
turun tubuhnya tidak terbanting. Malah sepasang kakinya lebih dulu
hinggap di tanah.
Cepat-cepat Hui-houw-to memeriksa keadaan kudanya. Dia jadi mengeluh.
Kaki depan sebelah kanan dari kudanya patah! Inilah celakanya! Kuda itu
tidak bisa dipakai lagi.
Akhirnya, dengan sepasang alis berkerut dalam-dalam, Hui-houw-to berpikir
keras, memutuskan bahwa dia harus meninggalkan kudanya ini dan dia harus
melanjutkan perjalanannya dengan segera dan berlari mempergunakan ginkangnya.
Dia mengambil keputusan dengan cepat, bararg-barang yang dibutuhkannya
segera diambilnya dipindahkan dari kuda, ke punggungnya, setelah mengikat
kencang, iapun mengempos semangatnya.
Ia menepuk leher kuda itu, "Selamat tinggal..!" Dia pun berlari seperti
terbang.
Dengan mempergunakan gin-kangnya, ia bisa berlari sama cepatnya seperti
menunggang seekor kuda. Namun tentu saja ia tak bisa bertahan lama
seperti larinya seekor kuda.
Dia paling tidak cuma bisa berlari puluhan lie belaka. Nanti ia harus
mencari kuda lagi untuk dibelinya dipakai buat melanjutkan perjalanannya.
Untuk sementara ini, karena kuatir terkejar oleh lawannya di belakang,
membuat ia harus menjauhi diri.
Setelah berlari tigapuluh lie lebih, napas Hui-houw-to sudah memburu. Dia
melihat di pinggir jalanan dari lapangan rumput itu terdapat sebuah hutan
kecil.
Cepat-cepat Hui-houw-to menghampiri hutan itu menyelinap ke dalam. Ia
duduk dibawah sebatang pohon, untuk beristirahat, karena dia bermaksud
untuk mengasoh. Dan jika memang kedua orang musuhnya lewat di tempat itu,
Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tak akan melihatnya.
Tengah Hui-houw-to beristirahat, tiba-tiba ia mendengar suara derap kaki
kuda. Ia jadi mengeluh, ia menduga bahwa tentunya pengejarnya sudah tiba
di situ juga.
Dia menyelinap ke dalam gerombolan bunga liar, untuk lebih meyakinkan
dirinya tidak akan terlihat oleh musuhnya. Ia mengintai keluar.Benar saja, dengan kuda hitam, yang sudah tidak bisa berlari cepat,
tampak wanita itu bersama laki-laki berbaju hitam, telah tiba di tempat
itu. "Tentu dia tak akan lari terlalu jauh, kudanya telah ditinggalkan begitu
saja!" terdengar yang wanita bicara.
Hati Hui-houw-to tercekat kaget. Ia tak menyangka bahwa musuhnya dapat
berpikir sejauh itu. Sedangkan ia tadi, karena terlalu terburu-buru ia
tidak ingat lagi buat menyingkirkan dulu kudanya.
Karenanya kedua musuhnya itu mengetahui bahwa dia telah kehilangan
kudanya. Sebab kaki kanan sebelah depan dari kuda itu telah patah dan
tidak mungkin bisa dipergunakan buat berlari terus.
Dan dengan begitu juga, membuat wanita itu maupun laki-laki berbaju hitam
dapat menduganya, bahwa Hui-houw-to telah mengambil jalan kaki belaka,
melanjutkan perjalanannya.
Hati Hui-houw-to berdebar keras. Diwaktu itu dia melihatnya, betapa pun
juga, memang wanita bersama temannya laki-laki berbaju hitam, tengah
memperhatikan keadaan di sekeliling tempat itu. Mereka tengah mencari
sesuatu.
"Coba periksa di dalam hutan itu!" Perintah wanita itu dengan suara yang
dingin.
Karenanya Hui-houw-to jadi tercekat gelisah. Jika memang orang berpakaian
hitam itu memeriksa keadaan di dalam hutan, niscaya dia akan dapat
dilihat olehnya. Dan ini akan membuat dia akan bertempur lagi dengan
mereka.
Sedangkan orang berpakaian hitam itu melompat turun dari kudanya, dia
menghampiri permukaan hutan. Hati Hui-houw-to semakin gelisah saja.
Berdebar keras. Dia bersiap-siap untuk bertempur dengan lawannya itu.
Sedangkan orang berpakaian hitam itu sudah mendatangi semakin dekat
sampai akhirnya dia telah bilang sambil memutar tubuhnya, memandang
kepada wanita itu.
"Tidak mungkin dia beristirahat di daerah ini, dia tentu telah melarikan
diri lebih jauh! Kalau kita mencari-carinya di sekitar tempat ini,
berarti, kita telah membuang-buang waktu dan dia akan bisa lari lebih
jauh.......!"
Wanita itu, yang masih duduk di punggung kuda hitam, tampak berpikir
dengan muka yang murung. Rupanya dia bisa menerima juga alasan dari
temannya itu. Ia mengangguk.
"Baiklah! Mari cepat kita mengejarnya lagi!" Katanya sambil melambaikan
tangannya.
Laki-laki baju hitam itu mengangguk dan menghampiri dia melompat ke
punggung kuda itu, kemudian melarikannya dengan cepat meninggalkan
permukaan hutan tersebut.
Hui-houw-to bernapas lega, karena kedua orang musuhya telah pergi.
Sedangkan saat itu keadaan di sekitar tempat itu sunyi sekali, langgeng.Yang sekarang menjadi pemikiran Hui-houw-to, ia tentu saja tidak boleh
mengambil jurusan yang ditempuh oleh wanita itu, karena jika memang arah
yang sama, niscaya ia akan kepergok oleh mereka.
Walaupun cukup jauh dan lebih jauh dua kali dari perjalanan itu, Huihouw-to akan menempuh jalan berputar. Ia akan mengambil arah ke sebelah
kiri dulu, ke arah timur, barulah kemudian ia akan melanjutkan
perjalanannya ke selatan.
Dengan cara demikian memang ia akan berputar dan menempuh perjalanan yang
jauh lebih lama, yaitu kemungkinan dalam seminggu baru bisa tiba di
tempat tujuannya. Namun untuk menghindarkan kericuhan, ia harus menempuh
dengan cara itu.
"Hanya saja, jika aku terlambat dan dalam tiga hari ini tidak berhasil
mencapai tempat tujuanku, bukankah banjir darah sudah segera dimulai?"
Berpikir Hui-houw-to dalam hati. Ia jadi bingung dan gelisan sendirinya.
Demikianlah Hui-houw-to beristirahat dengan hati yang bingung, sampai
akhirnya ia telah menghela napas dalam-dalam, sejauh itu ia masih belum
bisa mengambil keputusan. Setelah merasa lelahnya berkurang, ia keluar
dari hutan kecil itu, ia bermaksud melanjutkan perjalanannya.
Karnehlingti 20.096 . . . . . . .
Karnehlingti 20.096
Masih diliputi oleh keraguan, ia melangkah perlahan-lahan ke arah timur.
Ia bermaksud buat menempuh perjalanan memutar, tapi justeru yang membuat
ia ragu-ragu kalau saja ia terlambat datang ke tempat tujuannya.
Tengah ia berjalan perlahan-lahan seperti itu baru satu atau tiga lie,
tiba-tiba ia mendengar suara derap langkah kaki kuda. Malah disusul
dengan kata-kata: "Nah, itu dia......."
Hui-houw-to menoleh, hatinya tercekat.
Kiranya kuda hitam dengan penunggang?nya lelaki baju hitam dengan wanita
yang diduganya sebagai Giok-tiauw Sian-lie tengah mendatangi dengan
cepat.
Rupanya, laki-laki berbaju hitam itu memang licik sekali. Waktu dia mau
memasuki permukaan hutan itu, dia telah berpikir, bahwa kalau memang Huihouw-to bersembunyi di sekitar hutan itu, sulit buat dia mencarinya.
Kemungkinan dia yang akan diserang secara menggelap.
Karena dari itu, sengaja dia mengajak Giok-tiauw Sian-lie pergi, seakan
juga mereka tidak mencurigai bahwa Hui-houw-to ini bersembunyi disitu.
Dan sengaja mereka melarikan kuda mereka belasan lie, setelah itu barulah
mereka kembali, untuk memergoki lawan mereka.Siasat mereka ternyata berhasil. Memang Hui-houw-to tidak berpikir bahwa
musuhnya tengah mempergunakan siasat, karenanya dia telah terpancing
keluar dari tempat persembunyiannya.
Melihat mereka, segera juga Hui-houw-to tanpa berpikir dua kali
menjejakkan kakinya, tubuhnya melesat cepat sekali ke depan. Dia berlari
sekuat tenaganya, mengempos semangatnya dan mengerahkan gin-kangnya.
Tadi Giok-tiauw Sian-lie, wanita itu tidak mau melepaskannya lagi. Dia
melesat turun dari atas punggung kudanya, dia telah berlari dengan cepat
sekali mengejar Hui-houw-to.
Sedangkan kuda hitam itu, yang kini sudah berkurang bebannya, karena cuma
orang berbaju hitam itu saja seorang dari yang duduk di punggungnya,
dapat berlari lebih cepat mengikuti di belakang Giok-tiauw Sian-lie.
Begitulah mereka tampak saling kejar mengejar, sedangkan Hui-houw-to
berusaha berlari sekuat tenaganya.
Giok-tiauw Sian-lie ternyata memang hebat sekali, gin-kangnya pun sangat
mahir karena dia mengejar seperti juga terbang, sepasang kakinya tidak
menginjak tanah seperti tubuhnya melayang di tengah udara saking cepat.
Dia berlari dan bajunya berkibar-kibar.
Hui-houw-to mengeluh, dia tidak berani mengurangi sedikit pun larinya.
Malah dia berusaha berlari lebih cepat lagi, buat menjauhi diri dari
Giok-tiauw Sian-lie.
Hanya saja, gin-kang Giok-tiauw Sian-lie rupanya berada di atas Hui-houwto. Dalam waktu singkat dia sudah bisa memperpendek jarak antara dirinya
dengan Hui-houw-to.
Hati Hui-houw-to jadi gelisah bukan main. Dia merogoh sakunya
mengeluarkan Tiat-lian-cu.
Di waktu itu, dia pun segera menggerakkan tangannya, menimpuk ke
belakang.
Giok-tiauw Sian-lie sangat gesit. Dia mengelakan sambaran Tiat-lian-cu.
Dia malah melesat lebih cepat lagi. Sedikit pun larinya tidak berhenti
atau berkurang kecepatannya.
Setelah saling kejar beberapa saat lagi, jarak mereka cuma dua tombak
lebih.
"Berhenti!" Bentak Giok-tiauw Sian-lie sambil mengayunkan tangannya.
Dua batang hui-to atau golok terbang menyambar ke punggung Hui-houw-to.
Di waktu itu, Hui-houw-to tidak bisa berlari terus, karena jika dia tidak
mengelakkan diri dari sambaran hui-to itu, punggungnya akan jadi sasaran.
Karenanya dia telah merandek, berhenti berlari dan mengibaskan tangannya
menangkis hui-to itu.
Dia berhasil meruntuhkan hui-to, tapi begitu ia mengibaskan tangannya
meruntuhkan hui-to justeru diwaktu itu Giok-tiauw Sian-lie sudah berada
di depannya.
Muka Giok-tiauw Sian-lie memperlihatkan senyuman mengejek."Hemmm, kau mana bisa meloloskan diri dari Giok-tiauw Sian-lie," katanya
mengejek sinis sekali.
Muka Hui-houw-to yang sudah berobah pucat, berobah lagi memerah dan
kemudian pucat lagi. Ia memang kaget karena memang sebenar-benarnya
wanita ini adalah Giok-tiauw Sian-lie. Ia jadi mengeluh di dalam hatinya.
"Apa yang kau inginkan dariku?" Tanya Hui-houw-to dengan suara yang
dingin. Ia berusaha mengendalikan goncangan hatinya, dan berusaha
bersikap tenang.
"Serahkan surat yang kau bawa padaku!" Menyahuti Giok-tiauw Sian-lie
dengan suara yang tawar. "Kau boleh pergi dengan kepala masih utuh.!"
Hui-houw-to tidak menyahuti, dia menggeleng saja.
Mata Giok-tiauw Sian-lie berkilat tajam.
"Kau membangkang?"
"Aku tidak membawa surat apa-apa!"
"Hemm, kau hendak berdusta?"
"Sungguh..!"
"Kalau demikian, kau harus dimampusi dulu, biar nanti kami yang akan
menggeledah mayatmu," Kata Giok-tiauw Sian-lie singkat saja keputusannya.
Malah dia bukan sekedar bicara belaka, karena tangan kanannya menyambar
kepada pundak Hui-houw-to.
Hui-houw-to mengelak.
Tapi dia kecele, sebab tangan Giok-tiauw Sian-lie cuma serangan gertakan
belaka. Malah tangan yang satunya merupakan serangan sesungguhnya.
Waktu tubuh Hui-houw-to tengah miring mengelakkan, tangan Giok-tiauw
Sian-lie yang satunya itu telah menyambar masuk.
"Buk!" Tubuh Hui-houw-to terpental keras ke tengah udara.
Memang sebelumnya Hui-houw-to telah menyadari bahwa dirinya akan menjadi
bulan-bulanan Giok-tiauw Sian-lie. Karena kepandaiannya terpaut jauh
beberapa tingkat di bawah Giok-tiauw Sian-lie.
Giok-tiauw Sian-lie terkenal sebagai iblis wanita telengas dengan
kepandaian yang bukan main tingginya. Hui-houw-to sudah meramalkan
dirinya akan mengalami celaka jika terjatuh di tangan iblis perempuan
itu. Ternyata sekarang bahwa dia memang dalam segebrakan dibuat tidak berdaya,
telah kena dihantam oleh iblis wanita Giok-tiauw Sian-lie tersebut.
Tubuh Hui-houw-to terlambung tinggi di tengah udara, dan meluncur turun
akan terbanting.
Untung saja Hui-houw-to masih ingin buat menyelamatkan diri agar tidak
terbanting. Dia berjungkir balik. Ke dua kakinya hinggap di tanah.Cuma justeru begitu kedua kakinya menginjak tanah, tubuhnya terhuyung.
Karena dia tidak bisa mempertahankan kuda-kuda kedua kakinya. Dan juga
dia terhuyung ke belakang disebabkan kuda-kuda kedua kakinya telah
tergempur akibat dari kerasnya tadi tangan Giok-tiauw Sian-lie membuat
tubuhnya melambung begitu.
Sedangkan laki-laki berbaju hitam itu, telah tiba di situ dengan kuda
hitamnya.
Giok-tiauw Sian-lie melirik kepada laki-laki baju hitam itu.
"Bekuk dia!" Perintahnya.
Laki-laki itu mengiakan.
Gesit sekali dia melompat turun dari kudanya kemudian tubuhnya melesat
kepada Hui-houw-to. Tangannya bergerak akan menghantam pundak Hui-houwto. Walaupun tadi dadanya kena terserang membuat dia menderita kesakitan, dan
dia pun telah melihatnya bahwa dirinya sedikit sekali memiliki harapan
bisa meloloskan diri. Karena dia juga tadi telah nekad, dia masih bisa
memberikan perlawanan kepada laki-laki baju hitam itu.
Waktu itu tangan si baju hitam itu meluncur datang. Hui-houw-to tidak
mengelakannya, dia menantikan tibanya lawannya tersebut.
Kemudian dia menangkis dengan kekerasan. Tapi justeru dia menangkis,
orang berbaju hitam itu menarik pulang tangannya, ia membuat tubuh Huihouw-to kehilangan keseimbangan tubuh, jari telunjuk tangan kanannya
menyambar ke pinggang Hui-houw-to, akan menotok.
Hui-houw-to mengeluh. Melihat cara bertempur orang berbaju hitam ini.
Memang diapun bukan orang sembarangan dan kepandaiannya tinggi juga.
Cepat-cepat Hui-houw-to mengelakan diri. Dia melompat ke samping, dan
menghantam ke belakang.
Sekali ini orang berbaju hitam itu tidak keburu menahan tangkisan Huihouw-to, dia merasakan tangannya tergetar.
Tapi, tangan mereka tetap saja saling menempel satu dengan yang lainnya.
Dan disaat itu juga mereka tampaknya saling mengadu kekuatan.
Hui-houw-to yang sudah terluka di dalam akibat gempuran tenaga pukulan
Giok-tiauw Sian-lie tadi, tidak bisa mengerahkan seluruh kekuatan tenaga
dalamnya. Dia merasakan perlahan-lahan tenaga dalam dari laki-laki baju
hitam itu mulai mendesaknya.
Dia mengeluh jika memang keadaan ini memang berlangsung terus, niscaya
akhirnya dia yang akan jatuh di bawah angin. Dan akan membuat dia rubuh
dengan sendirinya, karena kehabisan tenaga.
Waktu itu Giok-tiauw Sian-lie justeru tadi tidak sabar menyaksikan mereka
tengah mengadu tenaga dalam. Dia melangkah menghampiri Hui-houw-to dengan
tindakan kaki yang ringan.
Tiba-tiba sekali dia menghantam dengan Pek-kong-ciang. Dan Hui-houw-to
seperti diterjang badai dan topan karena tubuhnya terhantam keras sekali
oleh terjangan angin pukulan itu, waktu sampai seperti dihantam lempenganbesi. Dia memuntahkan darah segar serta tubuhnya terpental enpat tombak
lebih.
Laki-laki baju hitam itu mendengus memperdengarkan suara tertawa dingin
waktu melihat Hui-houw-to rebah di tanah dengan berlumuran darah di
mulutnya. Kemudian dia menoleh kepada Giok-tiauw Sian-lie, katanya:
"Hebat sekali Liehiap!"
"Hemm!" Giok-tiauw Sian-lie cuma mendengus, dan menghampiri Hui-houw-to.
Waktu itu Hui-houw-to benar-benar, dalam keadaan terluka parah. Dia
merasakan tubuhnya sakit-sakit dan juga napasnya sesak sekali.
Melihat Giok-tiauw Sian-lie menghampiri dia berusana menggerakkan
tubuhnya.
Namun dia gagal.
Giok-tiauw Sian-lie sudah datang dekat, dia membentak: "Hemm, engkau yang
meminta dan memaksa aku turunkan tangan kejam seperti ini. Terpaksa!"
Dan setelah berkata begitu, dia memeriksa tubuh Hui-houw-to.
Sebetulnya Hui-houw-to hendak memberikan perlawanan. Cuma saja dia tengah
terluka parah sekali, tenaganya seperti habis.
Diapun menyadari, jika diwaktu itu dia berusaha menggerakkan tangannya
buat menyerang, pasti itu serangan yang gagal. Namun Giok-tiauw Sian-lie
akan menghantam kepalanya, sehingga batok kepalanya remuk dan dia akan
terbinasa di saat itu juga! Dan akhirnya Hui-houw-to cuma berdiam diri
saja.
Setelah mengeluarkan isi kantong baju Hui-houw-to, muka Giok-tiauw Sianlie berseri-seri. Dia melihat sepucuk surat, yang kemudian dibuka dan
dibacanya. Tampaknya dia girang sekali. Kepalanya mengangguk-angguk
beberapa kali.
"Bagus! Akhirnya memang telah dapat juga diperoleh surat ini! Hemm, jika
saja tadi kau memberikannya secara baik-baik tentu engkau tidak perlu
menderita seperti ini."
Setelah berkata begitu, Giok-tiauw Sian-lie menghampiri laki-laki berbaju
hitam itu.
"Ayo kita berangkat!" Katanya. Dia juga melompat ke atas punggung kuda
hitam itu.
Begitu juga laki-laki baju hitam telah melesat naik ke atas punggung kuda
itu. Mereka menunggangi kuda itu bersama-sama. Karena sudah tidak perlu
mengejar sesuatu, kuda hitam tersebut tidak dilarikan terlampau cepat.
Hui-houw-to yang menderita kesakitan hebat, akhirnya tidak kuat bertahan
lebih lama lagi. Dia mengeluh, kepalanya terkulai teklok, karena dia
pingsan tidak sadarkan diri. Dia terluka di dalam parah sekali akibat
hantaman Giok-tiauw Sian-lie yang benar-benar telengas dan hebat!
<>
Karnehlingti 20.097 . . . . . . .Karnehlingti 20.097
Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Waktu matahari tengah memancarkan sinarnya yang sangat terik, tampak
seorang pendeta tengah melangkah dengan tindakan kaki yang satu-satu di
lapangan rumput yang luas itu. Pendeta itu sangat sabar sekali, karena
dilihat dari cara melangkahnya saja begitu tenang dan sabar dia melangkah
satu-satu.
Ketika pendeta tersebut mengangkat kepalanya, tampak jelas di bawah terik
matahari, keringat yang memenuhi mukanya. Dia menghapusnya.
Dan dia seorang pendeta yang kepalanya gundul dengan usia enampuluh tahun
lebih. Dia memelihara kumis dan jenggot yang panjang dan sebagian besar
telah memutih.
Dia mengenakan jubah kependetaannya yang berwarna putih bersih. Diapun
mengenakan sepatu yang tipis.
Setelah menghapus keringatnya, pendeta itu melanjutkan jalannya lagi. Dia
melangkah perlahan-lahan.
Sikap pendeta itu memang lemah lembut dan sabar sekali. Namun melihat
pada matanya yang bersinar tajam ketika dia mengangkat kepalanya
mengawasi matahari yang tengah bersinar terik itu, tentunya seorang
pendeta yang patut membaca liam-keng, juga dia seorang yang memiliki ilmu
silat tinggi, sin-kang yang mahir sekali.
Tengah si hweshio melangkah begitu, tiba-tiba dikejauhan dia melihat
sesosok tubuh yang menggeletak diam tidak bergerak. Cepat-cepat si
pendeta mempercepat langkahnya yang jadi lebar.
Malah akhirnya ia menjejakkan ke dua kakinya di tanah dan tubuhnya itu
melesat ringan sekali. Hanya beberapa kali lompatan saja, dia sudah bisa
tiba di samping sisi sosok tubuh itu.
Gin-kangnya menakjubkan sekali. Karena jarak yang kurang lebih belasan
tombak itu cuma beberapa kali lompatan saja telah berhasil dicapainya
dengan mudah.
Hweshio itu melihat sekarang bahwa sosok tubuh yang menggeletak tidak
bergerak itu adalah seorang laki-laki berusia empatpuluh tahun lebih.
Laki-laki itu rebah diam tidak bergerak.
"Siancay! Siancay!" Bilang pendeta itu sambil merangkapkan sepasang
tangannya memuji kebesaran Buddha. Dia berjongkok dan memeriksa tubuh
orang itu.
"Omitohud!" Memuji lagi pendeta itu.
Dia memperoleh kenyataan orang itu terluka di dalam yang cukup parah.
Dia merogoh saku jubahnya mengeluarkan beberapa butir pil pulungan.
dimasukkan ke dalam mulut lelaki itu.Kemudian dia menguruti sekujur tubuh lelaki tersebut. Dan akhirnya
terdengar suara lelaki itu yang mengeluh serta membuka matanya.
Lelaki yang menggeletak, dalam keadaan terluka parah itu di atas rumput
tersebut tidak lain dari Hui-houw-to. Dia memang terluka dalam yang parah
sekali. Justeru waktu dia membuka matanya, dia merasakan pandangan
matanya masih gelap dan juga berkunang-kunang.
"Omitohud! Omitohud!" Memuji lagi pendeta itu.
Hui-houw-to seketika teringat sesuatu. Dia telah melompat untuk berdiri.
Namun tenaganya seperti lenyap. Dia masih lemah sekali. Dia juga telah
terdiam hampir terpelanting lagi.
Untung saja hweshio itu cepat memegang sepasang lengannya, membantuinya
buat direbahkan kembali.
"Jangan terlalu banyak bergerak dulu, Siecu!" Kata si Hweshio. "Kesehatan
siecu belum lagi pulih keseluruhannya.!"
Hui-houw-to menghela napas, segera dia teringat kejadian yang menimpa
dirinya, di tangan Giok-tiauw Sian-lie dan laki-laki berbaju hitam itu.
Dia menghela napas, tampaknya dia sangat berduka.
"Habis! Habislah semua!" Mengeluh Hui-houw-to dengan suara yang agak
serak.
"Kenapa?" tanya hweshio itu, "Apakah siecu telah mengalami suatu
kesulitan..?"
Hui-houw-to menghela napas lagi.
"Ya!"
"Kesulitan apa?"
"Surat yang dipercayakan kepadaku untuk membawanya pergi ke seseorang
telah jatuh ke tangan penjahat!" Mengeluh pula Hui-houw-to dengan suara
sember.
"Sudahlah, siancay! Yang terpenting keselamatan jiwa siecu masih tidak
terganggu sedikit pun. Sekarang siecu tengah terluka di dalam yang tidak
ringan. Kalau memang siecu tidak mau beristirahat baik-baik kemungkinan
kesehatau siecu akan menjadi buruk!"
Hui-houw-to menghela napas dalam-dalam. Hweshio itu mengawasi Hui-houw-to
beberapa saat, kemudian tanyanya: "Siapakah siecu? Bolehkah Pinceng,
mengetahui nama siecu yang mulia?"
Hui-houw-to menghela napas.
"Aku Hui-houw-to Khang Lam Cu!"
"Ohh, sudah lama Pinceng mendengar nama besar siecu. Memang seorang
pendekar dari kalangan putih!"
Hui-houw-to menoleh melirik kepada si pendeta. Dia kaget setelah tersadar
bahwa orang yang menolonginya adalah seorang hweshio, dia cepat-cepat
bergerak hendak bangun."Jangan banyak bergerak dulu, Siecu!" Si pendeta telah mendorong pundak
Hui-houw-to.
"Terima kasih Taysu.!" Kata Hui-houw-to kemudian dengan suara
tersendat. "Hanya membikin repot Taysu saja!"
"Itu sudah menjadi kewajiban pinceng! Tapi, tadi kalau tidak salah siecu
bilang bahwa siecu telah dihadang penjahat dan surat yang dititipkan
salah seseorang pada siecu telah dirampas penjahat itu!"
"Benar."
"Apakah surat itu surat penting?"
"Sangat penting, Taysu!"
"Siapakah penjahat yang telah merampas, surat itu?"
"Giok-tiauw Sian-lie!"
"Ohh, dia?"
"Ya.. Taysu kenal dengannya?"
"Pernah mendengarnya, kabarnya iblis wanita itu sangat ganas sekali."
"Justeru memang aku dilukai olehnya!"
"Hemmmm!"
"Dia bersama seorang laki-laki berpakaian serba hitam.!"
"Hemmm, sebetulnya apakah siecu mengetahui mereka dari golongan mana?"
"Sayang aku tidak begitu mengetahui!"
"Biarlah pinceng akan coba untuk mengejarnya, guna merampas kembali surat
yang diambil mereka! Mereka mengambil jurusan mana?"
Hui-houw-to memandang ragu-ragu.
"Taysu?"
"Jangan kuatir, Pinceng tidak akan mengalami kesulitan! Siecu beritahukan
saja, ke mana perginya mereka!"
"Siapakah Taysu?"
"Ya, orang menyebut pinceng sebagai pendeta kelana, mereka biasanya
memanggil pinceng dengan gelaran Tang-ting Hweshio!"
Kaget Hui-houw-to tak terkira.
"Tang-ting Hweshio?" tanyanya takjub.
"Ya!" mengangguk si pendeta.Seketika, timbul semangat Hui-houw-to. Dia pernah mendengar bahwa Tangting Hweshio merupakan seorang pendeta sakti yang memiliki kepandaian
sangat tinggi.
Dan memang Tang-ting Hweshio merupakan tokoh persilatan yang selalu
menolongi orang yang tengah dalam kesulitan. Tang-ting Hweshio paling
membenci kejahatan. Dia pun seorang pendeta yang sabar sekali.
"Taysu, jika memang Taysu mau menolong aku, maka aku pasti bisa
selamat.......!" Kata Hui-houw-to.
"Jangan berkata begitu, siecu. Aku hanya ingin membantu di mana bisa aku
lakukan mudah-mudahan saya berhasil!" Kata Tang-ting Hweshio.
"Jika Taysu bersedia menolongku, tentu akan dapat merubuhkan Giok-tiauw
Sian-lie dan orang-orangnya, buat mengambil pulang surat penting itu."
"Kalau pinceng boleh mengetahui, sesungguhnya surat penting itu merupakan
surat penting apakah?"
"Surat yang sangat penting sekali Taysu!" berkata sampai di situ Huihouw-to tampak ragu-ragu.
"Jika memang siecu ada kesulitan janganlah meneruskan kata siecu. Pinceng
juga tidak akan memaksa." Kata si pendeta sambil tersenyum.
"Tidak Taysu, aku harus menjelaskannya. Bukankah Taysu ingin menolongku?
Sebetulnya surat itu adalah surat dari Ciangbunjin Khong-tong-pay yang
ingin memberitahukan kepada ketua cabang Lam-hay, bahwa di Lam-hay
tersiar berita ditemukannya Giok-sie.!"
"Giok-sie?" Tampaknya si pendeta jadi kaget tidak terkira.
Hui-houw-to mengangguk.
"Benar Taysu.., kabarnya Giok-sie itu telah ditemukan oleh seorang
nelayan.!"
Mendengar itu, Tang-ting Hweshio terdiam sejenak seperti juga dia tengah
memikirkan sesuatu.
Hui-houw-to segera mengawasi si pendeta.
"Taysu?"
"Ya?"
"Apakah kedatangan Taysu di daerah inipun memiliki hubungan dengan urusan
Giok-sie?" Tanya Hui-houw-to.
Si pendeta tidak segera menyahuti, dia terdiam sejenak, baru kemudian dia
mengangguk.
"Ya!"
Hui-houw-to jadi memandang ragu.
"Jadi.. Taysu bekerja untuk siapa?""Sebetulnya, kedatangan Pinceng ke mari memang memiliki hubungan dengan
urusan Giok-sie.!" Menjelaskan si pendeta. "Tapi tentu saja urusan ini
bukan menyebabkan Pinceng harus dikendalikan oleh segolongan manusia!"
"Jadi.?"
"Pinceng dari Siauw-lim-sie, dan Pinceng telah menerima perintah dari
Hong-thio agar pergi menyelidiki perihal Giok-sie!
"Menurut Hong-thio justeru persoalan Giok-sie itu bisa menimbulkan
gelombang yang hebat di dalam rimba persilatan.... Karenanya Pinceng
telah diutus datang kemari untuk melihat dan berusaha meredakan
pergolakan yang mungkin bisa saja terjadi.......!"
"Kalau begitu.!" Hui-houw-to tidak meneruskan lagi kata-katanya.
Si pendeta memandang heran padanya.
"Kenapa siecu? Katakanlah!"
"Sesungguhnya....... jika memang urusan Giok-sie tak ingin menimbulkan
gelombang yang hebat dalam rimba persilatan, jelas ini harus disertai
oleh turunnya tokoh-tokoh sakti yang menangani persoalan ini.
"Selama Giok-sie masih berada di tengah-tengah orang kang-ouw, tentu
perebutan itu masih terus terjadi. Akan selalu terjadi orang Kang-ouw
memperebutkannya!"
Tang-ting Hweshio tersenyum.
"Maksud siecu?!"
"Jika Giok-sie jatuh ke dalam tangan seorang tokoh sakti yang disegani
oleh semua orang kang-ouw, berarti tidak akan terjadi perebutan lagi. Dan
korban jiwa akan berhenti atau sedikitnya berkurang!"
Tang-ting Hweshio mengangguk beberapa kali sambil tersenyum sabar.
"Benar, apa yang dikatakan siecu memang ada benarnya juga! Cuma saja
tokoh sakti mana yang siecu maksudkan itu?"
Hui-houw-to berpikir sejenak.
"Aku tak berani menunjuk seseorang, Taysu, karena mungkin Taysu jauh
lebih mengetahui!"
Tang-ting Hweshio menepuk bahunya.
"Sama seperti siecu, justeru Pinceng pun tidak mengetahui sesungguhnya
siapakah orang yang siecu maksudkan itu?"
"Tapi Taysu?"
"Ya!"
"Sebetulnya jika memang Giok-sie di simpan di Siauw-lim-sie, niscaya
takkan ada orang yang berani memperebutkannya kembali!" Kata Hui-houw-to.
Tang-ting Hweshio merangkapkan ke dua tangannya."Omitohud!"
Kemudian si pendeta menoleh pada Hui-houw-to, ia telah bilang dengan
suara yang sabar: "Apakah siecu yakin jika memang Giok-sie disimpan dalam
kuil Siauw-lim-sie tak akan timbul pergolakan lagi?"
"Benar Taysu!"
"Belum tentu!"
"Belum tentu Taysu?"
"Ya!"
"Kenapa begitu, Taysu?"
Karnehlingti 20.098 . . . . . . .
Karnehlingti 20.098
"Karena justeru akan menyebabkan kuil Siauw-lim-sie merupakan tempat
pergolakan itu terjadi! Yang akan datang memperebutkan Giok-sie itupun
terdiri dari orang-orang yang jauh lebih hebat lagi. Orang yang sungguhsungguh tak bisa diremehkan dan ini menimbulkan pergolakan yang jauh
lebih hebat ..!"
Hui-houw-to mengawasi si pendeta.
Sedangkan Tang-ting Hweshio telah meneruskan kata-katanya, "Sesungguhnya
siecu berpikir baik sekali, memang siecu berpendirian, jika sampai Gioksie disimpan oleh seorang yang benar-benar liehay dan memiliki kepandaian
tentu akan meredahkan pergolakan di dalam rimba persilatan!
"Namun Siauw-lim-sie rasanya masih belum begitu yakin akan dapat
melaksanakan tugas yang berat itu. Karena selain masih ada partai-partai
lain yang semuanya terdiri dari orang-orang yang liehay dan tidak boleh
diremehkan.
"Jika sampai Siauw-lim-sie bentrok dengan semua pintu perguruan itu,
bukankah hal itu juga akan menimbulkan pergolakan yang jauh lebih hebat
lagi. Api akan berkobar di dalam rimba persilatan.
Hui-houw-to mengawasi si pendeta, dia tidak begitu mengerti apa yang
dimaksudkan Tang-ting Hweshio.
"Apakah siecu sudah bisa menangkap maksud perkataan Pinceng?" Tanya Tangting Hweshio.
"Maksud Taysu.......!"
"Omitohud! Sesungguhnya, Pinceng memang bermaksud hendak meredahkan
pergolakan di dalam rimba persilatan. Dan jangan sampai menimbulkan
pergolakan yang terus menerus yang hanya akan menelan korban jiwa lagi."Jalan satu-satunya ialah memusnahkan Giok-sie. Dengan begitu tidak akan
ada perebutan pula di kalangan rimba persilatan!!"
Muka Hui-houw-to berubah pucat.
"Taysu.!" Dia berseru dan saking kagetnya dia lupa bahwa dia tengah
terluka berat, dia hendak bangun dan duduk.
Tiba-tiba Hui-houw-to meringis kesakitan sebab sekujur tubuhnya sakit,
demikian juga dadanya yang merasa jadi sakit bukan main.
Cepat-cepat Tang-ting Hweshio membantui Hui-houw-to agar rebah lagi.
"Jangan banyak bergerak dulu siecu, kau masih belum pulih kesehatanmu!
Diamlah saja. jika nanti sudah Pinceng obati sembuh, diwaktu itu siecu
boleb bangun!"
Hui-houw-to mengangguk, tapi dia masih meringis! Waktu itu hatinya jadi
tidak tenang.
"Taysu. Tentunya apa yang dikatakan Taysu itu hanya sekedar main-main
dan bergurau saja?" Tanya Hui-houw-to kemudian sambil mengawasi si
pendeta tajam-tajam.
"Omitohud! Siancay, siancay sesungguhnya Pinceng tidak pernah bergurau!
Orang beragama yang putih seperti pinceng tentu saja tidak boleh
memperolok-olok persoalan.
"Terlebih lagi urusan Giok-sie ini adalah persoalan yang sangat penting
sekali. Perlu kesungguhan buat menyelesaikannya!"
"Kalau begitu........ maksud Taysu........ maksud Taysu!" Kata Hui-houwto tidak lancar.
Tang-ting Hweshio tersenyum.
"Benar! Memang maksud Pinceng ingin mencari Giok-sie, nanti akan
memusnahkannya, seperti yang diperintah yang diberikan Hong-thio. Semua
ini tentu saja demi keselamatan orang-orang rimba persilatan, agar dengan
musnahnya Giok-sie, maka akan berkurang atau berakhirlah perebutan yang
selalu meminta korban jiwa itu.
"Taysu tidak boleh Taysu melenyapkan dan memusnahkan Giok-sie!"
Tergagap Hui-houw-to akhirnya bisa juga kata-kata suaranya sember.
"Mengapa??"
"Karena. karena.......!"
Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Katakanlah siecu.........."
"Sebetulnya urusan Giok-sie adalah urusan besar, di mana orang yang bisa
memiliki Giok-sie akan duduk sebagai Kaisar dan pemimpin negeri."
Mendengar Hui-houw-to berkata sampai di situ, si pendeta tertawa
bergelak-gelak.
"Lucu!" Kata si pendeta.Hui-houw-to menoleh.
"Apanya yang lucu Taysu?"
"Justeru pandangan seperti itu yang lucu yang telah memancing pergolakan
sehingga berjatuhan korban sangat besar di dalam rimba persilatan.
Seperti siecu ketahui, Giok-sie hanya sepotong batu kumala belaka dan
tidak mungkin seseorang yang memiliki Giok-sie bisa menguasai negeri dan
menjadi pemimpin jadi Kaisar..!"
"Taysu!"
"Percayalah Siecu, seorang Kaisar diperlukan oleh rakyat, tapi tentu saja
orang yang menjadi Kaisar harus orang yang sangat cerdas, bijaksana dan
pandai untuk memimpin negeri, bukan mengandalkan batu kumala yang disebut
Giok-sie itu......."
Hui-houw-to terdiam, dia bimbang.
"Coba siecu bayangkan. Jika seorang yang memiliki pendidikan rendah,
sebagai rakyat kecil yang pengetahuannya tidak luas, dia memiliki rejeki
dan nasib sangat baik, sehingga dia bisa memiliki Giok-sie dan jika
memang benar apa yang siecu katakan dia dengan sendirinya jadi Kaisar.
"Apakah siecu mau memiliki seorang Kaisar seperti orang itu? Apakah siecu
rela siecu diperintahkan oleh seorang yang jauh lebih bodoh dari siecu?
Tentu tidak, bukan?
"Nah, karena dari itu, tidak mungkin orang itu akan menjadi Kaisar. Sebab
rakyat pun tidak akan setuju jika memang raja mereka harus diangkat dari
orang yang tidak berpengetahuan luas dan juga tidak berpendidikan
tinggi.......!"
Sambil berkata begitu si pendeta telah mengawasi Hui-houw-to dalam-dalam.
"Coba siecu katakan, apakah siecu memiliki pandangan yang sama dengan
Pinceng?"
"Ya..!" Akhirnya Hui-houw-to menyahut dengan sikap ragu-ragu.
"Nah, jika memang siecu telah mengerti, terus siecu dapat berpikir jauh
lebih jernih dan siecu bisa berpikir lebih luas. Dan lebih jauh betapapun
jika dibandingkan dengan korban yang berjatuhan, maka harga Giok-sie itu
terlalu mahal dan harus dimusnahkan.
"Jika tidak dimusnahkan, niscaya akan menyebabkan korban berjatuhan lebih
banyak, maka kita harus dapat memusnahkan Giok-sie itu.!"
Hui-houw-to menghela napas.
"Lalu, apa rencana Taysu?" Tanyanya kemudian.
Si pendeta menggeleng perlahan.
"Siancay, tidak ada rencana apa-apa hanya mencari Giok-sie itu dan jika
memang berhasil menemukannya tentu pinceng bisa segera memusnahkannya."
Hui-houw-to menghela napas lagi.Si pendeta memperlihatkan sikap terus dia bilang: "Siecu ada yang hendak
Pinceng tanyakan."
"Ya!"
"Persoalan Giok-sie itu?"
"Katakanlah Taysu."
"Apakah berita yang mengatakan bahwa seorang nelayan di teluk Put-hay
telah berhasil menemukan Giok-sie, itu adalah berita yang benar?"
Hui-houw-to ragu- ragu namun akhirnya dia mengangguk.
"Memang berita itu bukan berita bohong. Justeru Ciangbunjin Khong-tongpay menulis surat itu. Menjelaskan siapa nelayannya dan juga apa yang
akan dilakukan, dengan adanya Giok-sie di tangan nelayan itu.
"Merebutnya?"
Hui-houw-to ragu-ragu. Tapi akhirnya dia mengangguk juga.
"Benar Taysu!"
"Nah, bukankah itu pergolakan yang akan mengandung korban jiwa lagi?"
Hui-houw-to menghela napas.
"Urusan Giok-sie adalah urusan yang besar, Taysu, yang perlu
diperjuangkan!"
"Siecu bilang begitu. Urusan Giok-sie bisa dianggap besar karena siecu
beranggapan Giok-sie memang menyangkut urusan besar.
"Tapi jika siecu menganggap urusan Giok-sie itu adalah urusan yang kecil,
maka dengan sendirinya persoalan Giok-sie itu adalah ususan yang kecil.
Besar kecilnya sebuah persoalan tergantung pada kita juga."
Hui-houw-to terdiam saja. Hatinya diliputi kebingungannya. Ia sebelumnya
bersedia untuk mempertaruhkan jiwanya demi Giok-sie.
Tapi sekarang dia berpikir, apa yang diucapkan pendeta itu ada benarnya
juga, yaitu sebuah persoalan bisa dianggap persoalan kecil atau besar,
tergantung dari manusianya. Dia jadi bimbang dengan sendirinya.
Sedangkan Tang-ting Hweshio tertawa sabar, katanya dengan suara yang
lembut: "Sekarang siecu harus rebah dulu, karena Pinceng akan mengurut
jalan darah siecu, untuk dapat mengobati luka di dalam siecu!"
Hui-houw-to mengangguk.
"Terima kasih, Taysu.!"
"Jangan bilang terima kasih seperti itu karena memang ini menjadi urusan
Pinceng!"
"Sebetulnya.!" Hui-houw-to tidak meneruskan kata-katanya lagi.
"Kenapa siecu?""Aku baru ingat. Taysu sesungguhnya luka yang kuderita inipun akibat
sampingan dari persoalan Giok-sie itu." Kata Hui-houw-to.
Tang-ting Hweshio mengangguk.
"Tepat....... kalau demikian siecu tampaknya sudah bisa menyadari
persoalan yang sebenarnya."
"Tapi Taisu, jika hanya kita saja yang berpandangan seperti itu lalu
bagaimana dengan yang lainnya, kalau memang mereka masih terus juga
memperebutkannya?"
"Jangan perdulikan orang lain dulu, yang terpenting adalah kita mengurusi
diri kita. Jika kita sudah memiliki pandangan yang benar dan tepat,
dimana kita sudah yakin, bahwa kita tidak akan terpengaruh oleh pengaruhpengaruh buruk, barulah kita memikirkan bagaimana membantu orang lain
"Di waktu itu kita harus berusaha untuk mencegah sebanyak mungkin korban
jiwa yang akan berjatuhan. Dan jika memang bisa, kita harus melenyapkan
dan memusnahkan sumber jatuhnya korban jiwa itu!"
Hui-houw-to mengangguk.
"Terima kasih, Taysu."
"Nah, sekarang Siecu harus rebah diam. Tarik napas satu-satu dan panjang,
buang napas perlahan-lahan dan teratur.
"Usahakan agar hawa murni bisa berkumpul di mulut jalan darah Yuang-siehiat, di dekat dada sebelah kanan, tiga dim dari ruang rusuk pertama!"
"Baik Taysu."
"Begitulah, si pendeta mulai mengurut. Sedangkan Hui-houw-to selalu
mematuhi petunjuk yang diberikan si pendeta. Dia menarik dan membuang
napas teratur.
Tidak lama kemudian, Hui-houw-to telah merasakan dari ujung-ujung jari
tangan si pendeta mengalir hawa yang hangat, yang menyelusup masuk ke
dalam tubuhnya. Menembus kulitnya dan hangat sekali, sehingga membuat
darahnya beredar dengan lancar.
Berangsur-angsur perasaan sakit berkurang namun tiba-tiba sekali Huihouw-to terjangkit kesakitan.
"Tahan! Memang akan jauh lebih sakit lagi, tapi ini penentuannya. Siecu,
harus dapat bertahan.!"
"Ba.. baik Taysu.!" menyahuti Hui-houw-to dengan suara tergagap tidak
lancar.
Perasaan sakit itu memang semakin lama semakin hebat, dan Hui-houw-to
Khang Lam Cu menggigit bibirnya menahan sakit yang tak terkira itu.
Sedangkan si pendeta mengurut dengan cepat sekali. Jari tangannya jatuh
di setiap jalan darah dan mengurutnya, keringat mulai mengalir membasahi
muka dan tubuh si pendeta.
Sedangkan waktu itu si pendeta sendiri bernapas memburu, karena semakin
lama ia mempergunakan sin-kangnya yang semakin besar.Hui-houw-to mengerang-erang kesakitan waktu perasaan sakit itu semakin
menghebat dan dia berulangkali juga berusaha untuk menahan rasa sakit
itu. Akhirnya Hui-houw-to gagal, karena dia sudah tidak kuat lagi menahan rasa
sakit itu dia jatuh pingsan tidak sadarkan diri.
Entah berapa lama Hui-houw-to pingsan sedangkan si pendeta terus juga
menguruti tubuhnya. Akhirnya Hui-houw-to siuman. Dan membuka matanya
merasakan tubuhnya pegal-pegal. Tapi rasa sakit sudah lenyap.
Ketika dia memandang ke samping kanan dia melihat si pendeta Tang-ting
Hweshio, tengah duduk bersila dengan memejamkan matanya. Rupanya si
pendeta tengah mengatur jalan pernapasannya buat memulihkan hawa murni
dan kesegaran tubuhnya. Tadi dia telah mempergunakan tenaga dalamnya
cukup besar.
Karnehlingti 20.099 . . . . . . .
Karnehlingti 20.099
Hui-houw-to tidak memanggil. Dia berdiam saja mengawasi si pendeta tengah
bersemedhi itu sampai akhirnya Tang-ting Hweshio membuka matanya.
"Siancay! Siecu sudah tersadar? Bagaimana perasaan siecu? Lebih segar?!"
Hui-houw-to mengangguk dengan perasaan berterima kasih.
"Benar Taysu, lebih sehat!"
"Luka di dalam tubuh siecu telah sembuh, siecu sudah boleh duduk, namun
belum boleh mempergunakan tenaga yang berlebihan, disamping itu, siecu
masih lemah sekali..!"
Hui-houw-to mencoba duduk. Benar saja ia bisa duduk dengan baik. Malah
perasaan sakit di dada dan di beberapa bagian anggota tubuhnya telah
hilang. Cuma, seperti yang dibilang si pendeta, ia masih merasa lemas,
seakan juga tenaganya belum lagi berkumpul semuanya.
Tang-ting Hweshio merogoh sakunya, mengeluarkan beberapa macam obat,
diberikan pada Hui-houw-to dan memberitahukan cara memakannya, di mana
obat-obat itu harus dimakan teratur sampai habis selama sepuluh hari.
"Jika telah memakan habis obat ini, kesehatan tubuh siecu tidak akan
kurang suatu apa pun juga!"
Hui-houw-to cepat-cepat bangun, dia membungkukkan tubuhnya memberi hormat
kepada si pendeta.
"Terima kasih atas pertolongan Taysu. aku berhutang budi pada Taysu..
berhutang jiwa, karena jiwaku telah diselamatkan oleh Taysu. Entah dengan
cara bagaimana nanti akau membalas budi, Taysu?"Si pendeta membanguni Hui-houw-to.
"Siecu jangan bilang begitu....... janganlah memperoleh suatu persoalan!"
Menghibur si pendeta. "Memang menjadi kewajiban pinceng untuk menolongi
siecu.
"Juga sudah menjadi kehendak alam dan Thian, bahwa pinceng bisa bertemu
dengan siecu, sehingga pinceng bisa mengobati siecu. Dan berkat kemurahan
hati Thian juga, maka siecu bisa disembuhkan.
"Coba, jika pertemuan itu berlangsung terlambat. Bukankah siecu tidak
akan tertolong, walaupun pinceng mau untuk menolongi!"
Diwaktu itu Hui-houw-to mendengarkan baik-baik apa yang dikatakan si
pendeta, dia cuma mengangguk-angguk beberapa kali sambil mengiakan.
Hatinya terharu sekali.
Sedangkan si pendeta banyak memberikan petunjuk kepada Hui-houw-to.
Waktu itu, tampak Hui-houw-to telah bilang: "Banyak yang telah dapat
kupelajari dari petuah Taysu. Terima kasih untuk semua nasehat ini
Taysu!"
"Kemana rencana siecu sekarang?"
Melihat Hui-houw-to tergagap dengan jawabannya itu, si pendeta tersenyum.
"Siancay! Tentunya siecu bermaksud hendak pergi mencari Giok-tiauw Sianlie?"
Hui-houw-to jadi berobah merah mukanya, tampaknya dia jengah sekali isi
hatinya dapat diterka si pendeta.
"Benar Taysu!" Jawabnya agak malu-malu.
"Siancay! Apakah siecu masih tertarik hendak mengurus Giok-sie.?"
Hui-houw-to jadi salah tingkah akhirnya dia bilang juga: "Sebetulnya,
urusan ini tidak menyangkut langsung dengan urusan pribadiku, Taysu,
justeru menyangkutkan dengan masalah kepercayaan.
"Jika pribadiku, aku sudah tidak mau mencampuri lagi urusan Giok-sie.
Akan tetapi kepercayaan yang telah diberikan pemimpinku, maka aku harus
menjaga kepercayaan itu sebaik-baiknya........"
Tang-ting Hweshio mengangguk-angguk beberapa kali.
"Benar? Memang sebuah kepercayaan itu jauh lebih berat pertaruhannya dari
dicintai. Jika memang seorang telah memperoleh kepercayaan, maka orang
itu harus menjaga kepercayaan tersebut dengan demikian, barulah dia
berarti hidup sebagai manusia! Siancay!
"Baiklah! Ke mana tujuan siecu hendak pergi mencari Giok-tiauw Sian-lie?
Pinceng akan ikut dengan siecu. Siapa tahu ada sesuatu yang bisa pinceng
lakukan buat membantu dan menyelesaikan persoalan siecu?"
Bukan main girangnya Hui-houw-to. Dia cepat-cepat memberi hormat.
"Aku sangat bersyukur jika memang Taysu bersedia menolongiku sungguh
membahagiakan sekali."Tapi menurut dugaanku tentu Giok-tiauw Sian-lie pergi ke kota Lu-shia,
di sana memang kabarnya berkumpul anak buah Giok-tiauw Sian-lie dalam
jumlah banyak. Tentu ia akan langsung pergi ke sana!"
"Dimana letak kota Lu-shia itu?"
"Mungkin memakan waktu perjalanan dua hari dari sini!"
"Kalau begitu mari kita pergi dari sini, untuk menuju ke Lu-shia. Siapa
tahu kita bisa untuk mencari Giok-tiauw Sian-lie itu!"
Dan setelah berkata begitu segera ia memimpin Hui-houw-to untuk bangun.
Sedangkan Hui-houw-to sudah bangun, juga ia sudah melihat bahwa pendeta
ini memang bermaksud sungguh-sungguh buat membantunya.
Hui-houw-to yakin kalau memang si pendeta membantunya, jelas ia akan
berhasil dengan maksudnya itu. Dan juga ia akan dapat menghadapi Gioktiauw Sian-lie karena kepandaian si pendeta telah jarang ada orang yang
bisa menandinginya.
Tadi saja si pendeta telah dapat menyembuhkan luka di dalamnya. Dan
memang dari lweekang yang dipergunakannya, lewat pucuk-pucuk jari
tengahnya, Hui-houw-to mengetahui, betapa sempurnanya lweekang si
pendeta.
Begitulah mereka telah melakukan perjalanan, buat menuju ke Lu-shia.
<>
Hari sudah mendekati magrib, karena waktu itu matahari sudah turun akan
berlindung di sebelah barat.
Hui-houw-to belum saja sembuh dari lukanya di dalam tubuh, semangatnya
belum berkumpul sepenuhnya. Karena dari itu, dia juga tahu, betapapun dia
tidak bisa mempergunakan tenaganya sepenuhnya.
Dia harus dapat membawa diri baik-baik. Sekali saja dia mempergunakan
tenaga berlebihan, niscaya akan membuat dia terluka di dalam lagi yang
lebih parah. Karena itu pula dia meminta kepada si pendeta agar melakukan
perjalanan tidak terlalu cepat.
Tang-ting Hweshio tertawa.
"Tentu saja........ tidak mungkin pinceng mengajak siecu melakukan
perjalanan cepat-cepat. Sebab tidak ada gunanya. Bukankah ada pepatah
kita mengejar-ngejar sesuatu yang belum lagi menjadi hak kita, tentu kita
tetap saja gagal. Dan semua itu telah diatur oleh Thian.
"Sekarang jika kita melakukan perjalanan tergesa-gesa, belum tentu kita
bisa mencari ketemu Giok-tiauw Sian-lie! Tapi jika memang sudah tiba
waktunya, tentu kita bisa menemuinya."
Hui-houw-to mengangguk.
"Benar Taysu terimakasih Taysu.. dan selanjutnya aku ingin sekali
meminta petunjuk Taysu yang sangat berharga. Aku Khang Lam Cu
mengharapkan agar Taysu bisa memberikan petunjuk yang jauh lebih luas,agar dapat menuntun aku bisa menyelusuri jalan yang sangat berliku-liku
ini."
"Ya! Jika memang siecu bersedia untuk mempelajari apa arti dan makna
hidup ini, tentu saja pinceng bersedia untuk memberikan pengertian."
"Terima kasih Taysu!!"
"Terutama sekali perihal Giok-sie itu, tentu saja siecu harus mengerti
dengan sebaik-baiknya! Betapapun jangan sampai siecu dikendalikan oleh
benda itu, sepotong batu kumala, karena kemelut yang ditimbulkan oleh
Giok-sie itu terlalu hebat!
"Bayangkan saja siecu, sepotong batu kumala, bisa menyebabkan kematian
bagi banyak orang. Tidakkah itu luar biasa?
"Dan yang menjadi korban umumnya merupakan orang-orang yang tidak
mengerti akan hidup ini, sehingga mereka bersedia diperbudak oleh
Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sepotong batu kumula. Jika saja mereka mengerti maksud dari hidup ini
niscaya mereka tidak mudah seperti itu dikendalikan oleh batu kumala
tersebut! Mengertikah siecu?"
"Mengerti Taysu, terima kasih!"
"Bagus, pinceng nilai, memang siecu akan memperoleh kebaikan dari
pengertian yang sudah siecu miliki sekarang ini. Mudah-mudahan saja siecu
dapat mengerti lebih lagi jika kelak siecu harus berurusan dengan
persoalan Giok-sie itu!"
Hui-houw-to mengiakan, dan ia pun memang akan mengingat baik-baik apa
yang dinasehati oleh pendeta itu, karena dia yakin, tentu nasehat itu
akan membawa banyak faedahnya buat dirinya. Maka dari itu, ia sangat
berterima kasih sekali pada Tang-ting Hweshio tersebut.
Perjalanan ke Lu-shia tidak memakan waktu terlalu lama, karena pada
keesokan siangnya mereka telah tiba di pintu kota tersebut.
Lu-shia merupakan kota yang tidak terlalu besar, namun cukup padat
penduduknya. Kota ini merupakan kota perdagangan yang banyak sekali
pedagang dari berbagai penjuru berdatangan untuk menjual dan membeli
hasil bumi maupun barang pecah belah.
Tidak terlalu mengherankan juga, kalau di kota terdapat banyak perusahaan
piauw-kiok, yaitu perusahaan ekspedisi yang kerjanya hanya khusus
mengawal orang-orang yang ingin melakukan perjalanan jauh.
Umumnya para pedagang yang hendak melakukan perjalanan jauh meminta
kepada piauwsu atau pengawal untuk mengawal diri mereka. Karena mereka
membawa uang yang banyak atau barang dagangan yang besar nilainya.
Sehingga banyak orang yang mempelajari ilmu silat di kota itu karena
banyak juga piauwsu-piauwsu tua yang membuka pintu perguruan silat.
Dengan demikian telah menyebabkan banyaknya pemuda-pemuda yang giat
sekali berlatih diri dengan berbagai ilmu silat.
Dan karena banyaknya pemuda yang berlatih silat, tidak jarang juga ada di
antara mereka yang telah memiliki kepandaian tinggi dan membawa sikap
angkuh, menyebabkan sering terjadi keributan di antara para pemuda itu!Di dalam kota Lu-shia tersebut, terdapat sebuah perkumpulan yang sangat
berpengaruh yaitu perkumpulan Hek-pek-kauw, atau perkumpulan Hitam dan
Putih. Perkumpulan ini memiliki anggota yang banyak sekali.
Namun perkumpulan itu sendiri memiliki riwayat sendiri. Dulu yang
membangun dan mendirikan perkumpulan tersebut adalah sepasang pendekar
yang memiliki kepandaian yang sangat tinggi.
Mereka disegani oleh semua orang Kang-ouw dan mereka juga mudah dikenali.
Karena mereka memiliki muka yang mirip satu dengan yang lainnya, walaupun
mereka terdiri dari sepasang laki-laki dan wanita.
Yang wanita bermuka putih bersih seperti salju justeru yang prianya
bermuka hitam seperti pantat kuali. Karena dari itu, dengan demikian
telah membuat mereka digelari sebagai Hek Pek Siang-sat dan juga, karena
mereka digelari sebagai Hek Pek Siang-sat, waktu mereka membangun
perkumpulan tersebut, banyak orang yang memberikan perkumpulan itu dengan
nama Hek-pek-kauw. Dan akhirnya menerima juga nama perkumpulan mereka.
Begitulah sejak saat itu telah dipergunakan nama Hek-pek-kauw untuk
perkumpulan yang dibangun Hek Pek Siang-sat.
Sedangkan di saat itu kegiatan dari Hek-pek-kauw sebetulnya hampir mirip
dengan tugas seorang piauwsu yaitu mengawal pengiriman barang, mengawal
para pedagang yang hendak melakukan perjalanan jauh.
Dan umumnya mereka dapat mengawal dengan baik, karena Hek Pek Siang-sat
disegani sekali oleh kalangan Liok-lim. Dengan begitu setiap pengawalan
mereka selalu tiba di tempat tujuan dengan selamat tanpa kurang suatu
apapun juga.
Banyak piauwsu yang tidak senang dengan sukses yang dicapai oleh Hek Pek
Siang-sat.
Pernah terjadi belasan orang piauwsu bekerja sama mencari keributan
dengan Hek Pek Siang-sat. Namun mudah sekali Hek Pek Siang-sat merubuhkan
orang Piauwsu itu membuat mereka tunduk dan akhirnya mengangkat Hek Pek
Siang-sat sebagai pemimpin mereka.
Dengan demikian Hek-pek-kauw akhirnya berkembang sebagai perkumpulan yang
telah mengurus semua piauw-tiam di kota itu. Di mana semua piauwkiok di
kota itu harus memberikan upeti setiap bulannya dalam jumlah tidak
sedikit.
Dan secara tidak langsung, Hek-pek-kauw pun telah menjamin keselamatan
piauwkiok itu. Dengan begitu Hek-pek-kauw sebagai tulang punggung dari
semua piauwkiok di kota itu.
Ketika Hek Pek Siang-sat meninggal dunia maka kedudukan ketua jatuh pada
puterinya yang bernama Mei Ling, Anak ini memakai she ayahnya yaitu Coa.
Sebagai puteri tunggal Hek Pek Siang-sat, Coa Mei Ling mewarisi seluruh
kepandaian ayah dan ibunya, sehingga dia memang disegani semua jago di
kalangan kang-ouw, sebab ilmu silatnya menakjubkan sekali. Pernah terjadi
dia merubuhkan duapuluh orang penjahat dengan hanya seorang diri dan
bertangan kosong.
Coa Mei Ling inilah yang duduk kemudian sebagai Kauw-cu Hek-pek-kauw. Dan
juga, ia bergelar Giok-tiauw Sian-lie atau Bidadari Rajawali Kumala.Dia memiliki adat yang temberang sekali, angkuh sekali, angkuh dan
tangannya telengas. Orang tidak boleh melakukan suatu kesalahan padanya.
Karena jika terjadi seseorang melakukan suatu kesalahan dan menyinggung
perasaan Coa Mei Ling, niscaya orang itu akan terbang jiwanya.
Karnehlingti 20.100 . . . . . . .
16 Juni jam 8:26am
Karnehlingti 20.100
Dalam tangan Coa Mei Ling, Hek-pek-kauw semakin berkembang luas
kekuasaannya, malah Hek-pek-kauw berusaha menelan beberapa pintu
perguruan yang terdapat di Lu-shia. Dengan cara demikian, sebetulnya
banyak juga orang rimba persilatan yang merasa tidak senang dan tidak
menyukai Coa Mei Ling, namun Giok-tiauw Sian-lie Coa Mei Ling memang
tangguh dan memiliki kepandaian tinggi.
Dengan demikian dia bisa memperlihatkan kepada dunia persilatan bahwa ia
merupakan seorang jago wanita yang sulit ditandingi. Dan juga,
kekuatannya itu semakin berkembang luas.
Siapa tahu belum lama yang lalu, Coa Mei Ling sudah mendengar bahwa
seorang nelayan di Put-hay telah berhasil menemukan Giok-sie yaitu cap
kerajaan. Juga Giok-tiauw Sian-lie telah mendengar kabar lebih jauh, jika
seseorang memiliki Giok-sie, maka orang itu bisa menjadi Kaisar, menjadi
pemimpin negeri itu.
Besar keinginan Giok-tiauw Sian-lie untuk memperoleh Giok-sie, karena
itu, dia telah menyebar kaki tangannya untuk menyelidiki tentang Gioksie. Hal ini disebabkan Coa Mei Ling memiliki cita-cita ingin menjadi
seorang raja wanita.
Tidak lama lalu, diapun mendengar bahwa Khong-tong-pay mengetahui,
nelayan mana yang telah berhasil memperoleh Giok-sie. Dan karena itu, dia
segera menghadang utusan dari Khong-tong-pay yang membawa surat dari
ketua Khong-tong-pay karena di dalam surat tersebut dijelaskan bahwa
Giok-sie berada di tangan nelayan mana dan tinggal di mana.
Dusun yang terdapat di Put-hay sangat banyak sekali, meliputi puluhan
dusun. Maka, jika tidak mengetahui dengan pasti nelayan mana yang
beruntung sudah memperoleh Giok-sie tersebut, juga dari dusun mana, sulit
buat menyelidiki dengan baik.
Coa Mei Ling telah mengatur segala-galanya dengan baik mungkin. Kurir
dari Khong-tong-pay itu, Hui-houw-to. telah dihadang oleh orang-orang
Hek-pek-kauw. Tapi mereka selalu gagal karena Hui-houw-to memiliki
kepandaian yang tinggi dan selalu bisa meloloskan diri.
Sampai akhirnya Coa Mei Ling turun tangan sendiri buat menghadapi Huihouw-to. Dan memang dia berhasil. Dia juga telah dapat mengambil surat
yang dibawa oleh Hui-houw-to dimana iapun berhasil melukai Hui-houw-to,
yang terluka dalam parah sekali.Dengan kegembiraannya yang meluap-luap Coa Mei Ling kembali ke Lu-shia.
Ia ingin mengadakan pesta dan kemudian baru mengerahkan orangnya buat
mencari nelayan yang tersebut dalam surat Ciangbunjin Khong-tong-pay.
Besar sekali cita-cita Coa Mei Ling untuk menjadi seorang Ratu. Seorang
Ratu, Kaisar wanita yang penuh dengan kekuasaan, berkuasa penuh di
daratan Tiong-goan, dan iapun yakin ia akan berhasil.
Hek-pek-kauw sudah mengundang juga orang-orang kang-ouw untuk
diberitahukan bahwa Coa Mei Ling telah berhasil memperoleh petunjuk yang
jelas tentang Giok-sie. Giok-tiauw Sian-lie meminta mereka agar bersedia
membantu agar Giok-sie berhasil diperolehnya.
Semua jago-jago Kang-ouw yang diundang itu umumnya merupakan orang yang
mengambil jalan Hek-to, jalan hitam, yaitu dunia kejahatan. Dengan
demikian, merekapun memiliki rencana sendiri-sendiri.
Cuma saja di hadapan Giok-tiauw Sian-lie mereka tidak berani
memperlihatkan sikap membangkang. Mereka malah akan berjanji akan
membantu Giok-tiauw Sian-lie buat mencari Giok-sie.
Tapi disamping itu mereka telah mengatur rencana sendiri. Jika nanti
mereka sudah mengetahui dimana tempat tinggal nelayan yang dimaksudkan
itu, mereka akan bekerja sendiri-sendiri untuk dapat merebut Giok-sie dan
juga untuk memiliki sendiri.
Maka mereka tidak mau kalau sampai rencana mereka itu gagal. Mereka
sengaja pura-pura patuh pada Giok-tiauw Sian-lie, karena memang tengah
berusaha mengetahui nelayan mana yang dimaksudkan oleh ketua Khong-tongpay dalam suratnya itu.
Demikianlah, selama beberapa hari ini kota Lu-shia semakin ramai saja
karena berdatangan jago-jago Kang-ouw yang diundang Coa Mei Ling. Ketika
Hui-houw-to bersama dengan Tang-ting Hweshio tiba di kota itu justeru
hari sudah mendekati sore, dengan melihat kota sangat ramai sekali.
"Lebih baik kita tidak memperlihatkan diri secara berterang, tentu banyak
anak buah Hek-pek-kauw yang mengenalmu, siecu!" Kata Tang-ting Hweshio.
Hui-houw-to mengangguk, dia setuju dengan pikiran si pendeta.
Mereka segera mencari sebuah rumah penginapan, dan sore itu mengurung
diri di dalam kamar rumah penginapan. Karena mereka ingin menanti hari
menjadi malam, barulah mereka akan bekerja.
Hari berjalan terus, dan sore telah diganti oleh sang malam, karena
rembulan sudah naik semakin tinggi dan memancarkan sinarnya yang
cemerlang.
Kota Lu-shia semakin permai, karena penduduk kota itu telah menyalakan
lampu-lampu penerangan, disamping itu juga, lampu-lampu tengtoleng
jalanan telah dinyalakan, sehingga sepanjang jalan tampak terang
benderang. Dengan demikian, sudah membuat kota dalam keadaan mentereng
dengan bermandian cahaya lampu penerangan.
Orang yang berlalu lalang di kota itupun sangat ramai sekali, banyak
pedagang yang menjajakan barang dagangan mereka. Ramai sekali suara
mereka.Hui-houw-to telah selesai bersemedhi, dia turun dari pembaringan,
menghampiri Tang-ting Hweshio yang tengah duduk di lantai beralasan tikar
bulat. Hweshio itu memang tengah mengerahkan sin-kangnya, untuk
memperoleh kesegaran dan memulihkan kekuatan tenaga dalamnya.
Waktu melihat Hui-houw-to menghampirinya, si pendeta tersenyum.
"Taysu, apakah kita sudah boleh bekerja sekarang?!" Tanya Hui-houw-to.
Si pendeta menggeleng.
"Belum, kita harus menanti dulu beberapa saat lagi!" Kata si pendeta.
"Kita harus sabar, karena kalau kita bekerja dengan ceroboh niscaya
rencana kita akan menjadi gagal. Sekali saja Giok-tiauw Sian-lie
mengetahui bahwa kau datang di kota ini, tentu dia akan mengerahkan
orang-orangnya, untuk menganiaya dirimu!"
Hui-houw-to mengangguk.
"Baik Taysu."
"Bagaimana kesehatanmu? Apakah sudah lebih baik lagi?" Tanya si pendeta.
Hui-houw-to mengangguk.
"Ya!" sahutnya. "Terima kasih Taysu dan semua ini berkat pertolongan
Taysu juga.......!"
Si pendeta tersenyum.
"Malam ini tampaknya siecu memang sudah lebih kuat dan kesehatanmu sudah
pulih sebagaimana biasa. Karena dari itu siecu dapat ikut untuk
menyelidiki di mana markas Giok-tiauw Sian-lie. Jika memang memungkinkan,
kita akan merampas kembali Giok-sie dari tangan perempuan itu.!"
Hui-houw-to mengangguk dengan wajah berseri-seri dan mengucapkan terima
kasih.
Sedangkan saat itu si pendeta telah bangun berdiri. Dia membereskan
jubahnya kemudian bilang lagi pada Hui-houw-to, "Apakah kau bisa
mengerahkan tenaga dalammu kepada jalan darah Tan-tian!"
"Sudah berhasil, Taysu!"
"Bagus! sekarang coba siecu pergunakan bahwa hawa murninya buat menerobos
jalan darah Yu-nan-hiat.
"Baik Taysu."
Segera Hui-houw-to duduk bersila. Dia mengerahkan hawa murninya pada
jalan darah Yu-nan-hiat, seperti yang diberitahukan si pendeta.
Dia berhasil memusatkan tenaga dalamnya itu, bahkan dia telah berhasil
untuk mengerahkannya menembus sampai ke Tan-tiannya. Inilah hasil yang
menggirangkan sekali.
Karena dulu jika memang dia mengerahkan hawa murninya lewat jalan darah
Yu-nan-hiat, maka dia tidak akan berhasil buat menerobos sampai ke Tantian. Tapi sekarang, dia telah berhasil menembusnya sampai ke Tan-tian.Dengan demikian jelas adanya suatu kemajuan yang telah dicapainya. Dan
berkat juga pemberitahuan dan pengajaran yang diberikan si pendeta Siauwlim-sie yang tangguh itu.
Segera Hui-houw-to Khang Lam Cu memberitahukan apa yang berhasil
dicapainya. Si pendeta Siauw-lim-sie pun girang. Ia menganjurkan kepada
Hui-houw-to agar dihari-hari mendatang melatih lebih giat lagi.
"Jika memang siecu mau berlatih lebih giat seperti menurut petunjuk yang
pinceng berikan niscaya lweekang siecu akan pesat sekali memperoleh
kemajuan.......!" Kata si pendeta.
Hui-houw-to mengangguk sambil tak lupa mengucapkan terima kasih, dimana
ia pun telah bilang, "Jika memang Taysu tak keberatan, maka aku ingin
sekali untuk meminta petunjuk Taysu, di bidang lainnya, yaitu ilmu
memainkan senjata tajam.!"
Si pendeta tersenyum.
"Jangan tergesa-gesa, karena masih banyak waktu kita. Nanti memang
pinceng akan coba mengajarkan kepada siecu beberapa jurus ilmu pedang,
agar siecu kelak dapat mempergunakannya untuk menegakkan keadilan dan
kebenaran di dunia ini.!"
Mendengar janji yang diberikan Tang-ting Hweshio, bukan main girangnya
Hui-houw-to. Dia segera menekuk ke dua kakinya, berlutut di hadapan si
pendeta. Dia mengucapkan terima kasihnya, sedangkan Tang-ting Hweshio
cepat-cepat membangunkan Hui-houw-to.
"Jangan banyak peradatan!" Kata Tang ting Hweshio, "Bukankah sudah
Pinceng beritahukan, Pinceng kurang menyukai segala macam adat peradatan
yang berlebihan?!"
Setelah berkata begitu Tang-ting Hweshio merapikan jubahnya. Dia menoleh
kepada Hui-houw-to, tanyanya:
"Apakah siecu sudah bersiap-siap, tidak lama lagi kita akan segera keluar
dari kamar ini untuk menyelidiki keadaan di luar. Siapa tahu malam ini
juga kita bisa mencari jejak Giok-tiauw Sian-lie!"
"Sudah! Sudah siap Taysu!" Kata Hui-houw-to segera.
Si pendeta mengangguk. Dia telah berkata lagi: "Baiklah, apakah siecu
sudah tidak perlu melatih tenaga dalammu pula?!"
Hui-houw-to mengangguk.
"Tidak Taysu.!"
Si pendeta mengangguk menghampiri jendela ia mendorongnya dan membuka
jendela itu.
Waktu itu angin dari luar berhembus dingin sekali, terasa sangat menusuk
tulang karena hari sudah larut malam.
Sedangkan saat itu Hui-houw-to mengikat pinggangnya lebih kencang
menyingsetkan pakaiannya.
Dengan ringan Tang-ting Hweshio melompat keluar dari jendela itu, ringan
sekali gerakannya.Hui-houw-to kagum bukan main menyaksikan keringanan tubuh si pendeta, ia
pun segera melompat keluar dari jendela itu, keadaan di luar sangat gelap
sekali.
Sedangkan Tang-ting Hweshio sudah melompat ke atas genting rumah
penginapan dan mulai berlari-lari.
Hui-houw-to tidak berani berayal, ia menjejakkan kakinya, tubuhnya pun
segera melesat ke atas genting. Ia juga berlari-lari mengikuti si
pendeta.
Tang-ting Hweshio berlari tidak terlalu cepat, karena ia memaklumi bahwa
Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hui-houw-to baru saja sembuh. Dan dengan sendirinya, tak bisa memaksa
Hui-houw-to berlari cepat lagi, kalau memang tak menginginkan nanti
tenaga Hui-houw-to habis karena lelah.
Bukankah beberapa saat mendatang, jika memang Giok-tiauw Sian-lie bisa
ditemukan maka Hui-houw-to mau tak mau harus bertempur juga dan
memerlukan juga tenaga yang tidak kecil.
Kedua orang itu berlari di atas genting dengan lincah sekali, gerakan
tubuh mereka memang tampak ringan, berlari di atas genting tanpa
mengeluarkan suara sedikitpun juga.
Karnehlingti 21.101 . . . . . . .
Karnehlingti 21.101
Sedangkan Tang-ting Hweshio melirik beberapa kali melihat cara Hui-houwto berlari.
"Hemm, kalau saja ia mau berlatih dengan tekun, memperoleh petunjuk dari
orang yang benar-benar memiliki kepandaian tinggi, tentu akan memperoleh
kemajuan yang pesat. Dia memiliki bakat yang cukup baik, sayang jiwanya
belum lagi tetap benar.!"
Sambil berpikir begitu, tampak Tang-ting Hweshio beberapa kali
memperhatikan cara melompat Hui-houw-to. Ia memperoleh kenyataan masih
banyak kesalahan yang dilakukan oleh Hui-houw-to. Tapi pendeta itu
berdiam diri saja. Ia tak memberi komentar apa-apa.
Waktu itu kota sudah sepi, karena jarang sekali orang berlalu lalang. Dan
rupanya kota sudah tidur dari segala macam keramaian.
Hanya tampak beberapa kantor Piauw-kiok yang masih buka, dengan beberapa
orang piauwsu yang tengah mengadakan penjagaan, untuk menerima tamu,
kalau saja ada pedagang yang ingin melakukan perjalanan malam.
Dengan gin-kang yang diandalkannya, maka Tang-ting Hweshio dapat berlari
di atas genting tanpa ada orang yang bisa melihatnya.
Hui-houw-to sendiri karena jalan darah Yu-nan-hiatnya sudah berhasil
ditembus oleh hawa murninya, sehingga bisa menerobos sampai pada Tantiannya membuat ia merasa segar dan ia bisa berlari dengan baik.Walaupun ia masih sering tertinggal oleh si pendeta, tokh ia berusaha
untuk sedapat mungkin mengimbanginya. Ia berlari selalu dengan ringan dan
mengejarnya.
Demikianlah, mereka mengelilingi kota itu dengan mengambil jalan di atas
genting, sampai akhirnya mereka tiba di sebelah selatan kota Lu-shia.
Keadaan di tempat itu benar-benar sepi sekali. Hanya terlihat seorang
pedagang teh.
Cepat-cepat Hui-houw-to melompat turun diikuti oleh Tang-ting Hweshio.
Mereka menghampiri penjual teh.
"Aku akan menanyakannya pada dia.......!" Kata Hui-houw-to dengan suara
perlahan.
Tang-ting Hweshio tidak mencegah, cuma mengangguk saja.
Hui-houw-to menghampiri penjual teh itu. Dia melihat orang tua penjual
teh tersebut tengah mengantuk, menunggui barang dagangannya dengan kepala
tertunduk mengantuk.
"Paman.!" Panggil Hui-houw-to dengan suara tak begitu keras.
Penjual teh itu terkejut, dia mengangkat kepalanya.
"Ohh, maaf, toaya ingin minum?" Tanyanya segera.
Hui-houw-to mengangguk.
Penjual teh itu mempersiapkan air teh dan menuangkan dua cangkir ketika
melihat bahwa di belakang Hui-houw-to ada si pendeta. Dia juga
mengeluarkan makanan kecil, kueh kering.
Waktu itu, Hui-houw-to sambil mengangkat cangkirnya. Cawan yang cukup
besar, dia bilang, "Lopeh, (paman) ada yang hendak kutanyakan
kepadamu.!"
"Oh, silahkan....... silahkan.......!" Kata penjual teh itu dengan
segera, "Apakah yang Toaya hendak tanyakan? Silahkan!"
"Dimana letak markas Hek-pek-kauw?!"
"Apa?"
Tampak penjual teh itu jadi kaget.
Hui-houw-to tersenyum.
"Kami baru saja menerima undangan dari Hek-pek-kauw, yang meminta kami
datang buat menjadi tamu kehormatan mereka. Tapi karena tidak mengetahui,
di mana letak markas besar Hek-pek-kauw itu. Karenanya kami mencarinya
seharian begini."
Penjual teh itu mengawasi Hui-houw-to dan Tang-ting Hweshio bergantian,
kemudian baru dia bilang dengan ragu-ragu. "Jadi jiewie adalah sahabatsahabat dari Hek-pek-kauw?"
Hui-houw-to mengangguk."Benar. !" Sahutnya: "Bukankah Hek-pek-Kauw-cu itu adalah Giok-tiauw
Sian-lie?"
Si penjual teh mengangguk. Wajahnya kembali pulih sebagaimana biasa. Dia
rupanya sudah mulai tenang. Dia malah bisa tertawa.
"Sebetulnya mencari markas Hek-pek-kauw tidak sulit, karena semua orang
di kota Lu-shia ini akan mengetahuinya dimana letak markas besar
perkumpulan Hek-pek-kauw. Juga gedung markas besar Hek-pek-kauw adalah
gedung yang paling megah mewah di kota ini, maka paling mudah dikenali!"
Girang Hui-houw-to Khang Lam Cu, dia mengangguk-angguk sambil tanyanya
sabar. "Di mana letak markas besar Hek-pek-kauw itu Lopeh?"
"Di sebelah utara kota ini, yang akan menuju ke pintu kota sebelah utara.
Dan kurang lebih masih terpisah duapuluh lie dari pintu kota terdapat
tikungan jalan yang cukup lebar.
"Kalian masuk saja ke jalur jalan itu. Nanti kalian akan bertemu dengan
gedung yang mewah megah. Itulah markas Hek-pek-kauw!"
Hui-houw-to mengangguk dan dia segera merogoh sakunya mengeluarkan satu
tail perak.
"Ambillah kembali buat Lopeh!" Kata Hui-houw-to, lalu tanpa bilang apaapa lagi. Dia pergi meninggalkan penjual teh itu. Demikian juga halnya
dengan Tang-ting Hweshio.
Penjual teh itu keheranan. Dia takjub bercampur girang, karena harga
tehnya cuma dua cie. Tapi sekarang dia memperoleh satu tail.
Untuk memperoleh satu tail saja dalam satu hari dengan dagangnya seperti
itu, sulitnya bukan main. Dan sekarang dia memperoleh satu tail dengan
percuma dengan memberikan dua cawan besar air teh saja.
Hal ini bukan main menggirangkan hatinya. Dan dia pun telah bersyukur
kepada Thian, bahwa dia malam ini memperoleh rejeki yang demikian besar.
Waktu itu tampak Hui-houw-to berdua dengan Tang-ting Hweshio sudah
menikung ke jalan kecil. Setelah yakin bahwa si penjual teh tidak akan
melihat mareka lagi, ke dua orang ini menjejakkan kaki mereka.
Tubuh Hui-houw-to berdua dengan Tang-ting Hweshio melompat ke atas
genting ringan sekali. Mereka berdua berlari-lari di atas genting, menuju
ke arah utara kota ini.
Benar saja, sebelum mereka sampai di pintu kota sebelah utara, mereka
melihat tikungan yang cukup lebar.
Mereka berbelok dan memasuki jalur jalan itu. Maju terus ke depan
akhirnya tiba di sebuah gedung yang besar dan mewah.
"Hati-hati," bisik Tang-ting Hweshio perlahan, kepada Hui-houw-to "Tentu
di dalam markas Hek-pek-kauw ini, berkumpul banyak orang pandai!"
Hui-houw-to mengangguk, menyatakan bahwa dia memperhatikan pesan si
pendeta.Dengan ringan, Tang-ting Hweshio melompat lebih dulu, waktu kakinya akan
hinggap di atas tembok, dia mengibaskan lengan jubahnya. Gerakan yang
dilakukannya itu buat melindungi dirinya, kalau-kalau dari sebelah dalam
meluncur serangan membokong.
Tapi kenyataannya tidak ada serangan gelap. Si pendeta melambaikan
tangannya pada Hui-houw-to.
Cepat-cepat Khang Lam Cu menyusulnya, dia melompat ke atas tembok dan
berdiri, di samping si pendeta. Merekapun bersama-sama melompat ke dalam
pekarangan gedung itu.
Keadaan di sekitar gedung sangat gelap, karena hanya tampak di ruang
dalam gedung itu saja yang terdapat sinar api penerangan. Bagian lainnya
gelap, tidak memiliki api penerangan.
Dengan berani Tang-ting Hweshio mengajak Hui-houw-to memasuki pekarangan
gedung itu, yang sangat luas dan mewah sekali. Si pendeta berlaku
waspada, matanya jeli mengawasi tempat itu.
Tidak tampak seorang penjagapun juga.
"Hemm, mereka rupanya tidak mengetahui bahwa kita akan menyatroni mereka,
sehingga tidak ada penjagaan di dalam gedung ini!" Kata Hui-houw-to
dengan suara yang tidak keras.
"Huss!" Si pendeta mengingatkan padanya agar dia tidak menimbulkan suara
dulu. "Kita tidak boleh meremehkan keadaan yang lengang ini, sebab siapa
tahu, pihak Hek-pek-kauw menempatkan penjaganya di tempat-tempat
tertentu!"
Hui-houw-to meleletkan lidahnya kemudian tertawa kecil! Dia kagum sekali
untuk ketelitian si pendeta.
Mereka maju terus ke depan, sampai akhirnya ada seseorang yang menegur
mereka dengan suara yang tidak begitu keras,
"Berhenti! Siapa kalian?!"
Tang-ting Hweshio mendehem, dia tidak menyahuti, dia melangkah maju
menghampiri orang itu.
Keadaan gelap sekali, orang itu berusaha melihat dengan jelas, tapi dia
tidak berhasil melihat dengan baik di tempat yang segelap itu. Sampai
aknirnya tahu-tahu dia kaget, karena tubuh si pendeta telah melesat
berada di sampingnya.
Begitu si pendeta menggerakkan tangannya seketika tubuh orang itu
terjengkang. Dia kaget, tapi dia sudah keburu rubuh dan tidak berdaya,
membuat dia menjeritpun juga sudah tidak sempat lagi.
Tang-ting Hweshio memberi isyarat kepada Hui-houw-to untuk meneruskan
jalan mereka membiarkan si penjaga malam di gedung itu menggeletak dalam
keadaan tertotok.
Lewat pekarangan gedung itu mereka memasuki ruangan depan! Keadaan di
tempat itu sunyi, hanya samar-samar terdengar suara tertawa beberapa
orang, tertawa yang tidak keras.Mata Tang-ting Hweshio yang tajam, segera melihat beberapa orang lakilaki tengah duduk berkerumun. Mereka tengah bermain ma-ciok, dan rupanya
mereka pun bertaruh.
Dengan berindap-indap Tang-ting Hweshio mendekati mereka. Tahu-tahu
tangan kanan si pendeta bergerak, dia menimpukan beberapa batu kerikil
kecil.
Batu-batu kerikil itu menyambar dengan pesat sekali, menghantam jalan
darah di tubuh laki-laki yang tengah berkumpul, dan mereka tidak bisa
mengeluarkan jeritan. Hanya tubuhnya yang segera mengejang kaku dan
mereka sudah tertotok tidak bisa bergerak.
Tang-ting Hweshio, maju lagi ke sebelah depan.
Hui-houw-to takjub menyaksikan apa yang dilakukan si pendeta, ia
bertambah kagum saja dan dia menghomati si pendeta Siauw-lim-sie ini,
yang memiliki kepandaian benar-benar tinggi sebab dengan mudah pendeta
Siauw-lim-sie itu sudah merubuhkan orang-orang yang bertemu dengan
mereka.
Tanpa memperoleh kesulitan, Tang-ting Hweshio berdua dengan Hui-houw-to
pergi ke ruang tengah. Di situ api penerangan menyala terang.
Waktu Tang-ting Hweshio berdua Hui-houw-to melangkah hati-hati, tiba-tiba
dari balik tikungan lorong itu muncul seorang anak buah Hek-pek-kauw. Ia
melihat si pendeta dan Hui-houw-to, ia kaget.
Tapi ia tersadar dengan cepat, segera ia memutar tubuhnya sambil
berteriak-teriak: "Tangkap penjahat! Ada penjahat! Tangkap penjahat!"
Tang-ting Hweshio menjejakkan kakinya, tubuhnya melesat mengejar orang
itu, segera juga dia dapat mengejarnya. Dia mencekuknya dengan kuat,
sehingga orang itu tidak dapat bisa bergerak lagi.
Namun sebelum tertangkap, dia justeru telah sempat berteriak-teriak.
"Tangkap penjahat. Ada penjahat!" Yang nyaring bukan main menggema di
sekitar tempat itu.
Tang-ting Hweshio menotok jalan darah Ah-hiat dan jalan darah kaku orang
itu. Dengan demikian selain tubuh orang tersebut menjadi kaku tidak bisa
bergerak, justeru diapun seperti gagu, karena Ah-hiatnya kena tertotok.
Dia tidak bisa berteriak lagi.
Cuma saja, baru Tang-ting Hweshio hendak menyeret orang itu ke pinggir,
justeru dari dalam ruang itu telah berlari mendatangi belasan orang yang
masing-masing bertubuh tinggi tegap dan tangan mereka semuanya mencekal
senjata tajam.
Rupanya teriakan orang itu yang nyaring bergema di markas itu telah
mengejutkan belasan orang kawannya. Merekapun datang dengan menimbulkan
suara yang berisik.
Tang-ting Hweshio segera memberikan isyarat kepada Hui-houw-to. Dia
memutar tubuhnya kembali ke ruang depan.
Hui-houw-to mengikuti dengan cepat. Tang-ting Hweshio menjejakkan
kakinya, tubuhnya melesat ke penglari. Dan Hui-houw-to dapat juga
melompat, berdiam di penglari.Belasan orang anak buah Hek-pek-kauw telah sampai di ruang depan. Mereka
tidak melihat si hweshio dan Hui-houw-to. Mereka jadi tertegun sejenak.
"Kejar! Pencarkan diri bagi jadi tiga rombongan!" teriak salah seorang di
antara mereka.
Seketika belasan orang anak buah Hek-pek-kauw itu membagi diri jadi tiga
kelompok. Mereka mengejar sampai ke depan ruangan dan mereka tidak
menyangka, bahwa dua orang yang mereka kejar mengejar itu masih berdiam
di dalam ruangan itu, hanya bersembunyi di penglari.
Karnehlingti 21.102 . . . . . . .
Karnehlingti 21.102
Waktu itu dari ruang dalam telah muncul lagi belasan orang lainnya.
Rupanya suara ribut-ribut tersebut membuat mereka terbangun dari tidur.
Sedangkan Hui-houw-to mendekam terus dipelajari. Demikian juga si
pendeta.
Sama seperti orang-orang Hek-pek-kauw yang tadi, mereka semuanya telah
berlari keluar untuk mengejar ?penjahat?.
Setelah orang-orang itu mengejar ke depan keadaan di dalam ruang itu jadi
sepi.
Hui-houw-to ingin melompat turun, tapi tangannya dicekal si pendeta.
"Jangan.!"
"Kenapa Taysu?"
"Kita tunggu sejenak lagi.!"
"Tapi kita bisa mempergunakan kesempatan ini buat menyelusup masuk!"
Si pendeta menggeleng.
"Tidak! Berbahaya!"
Baru saja si pendeta berkata begitu, justeru dari dalam telah menorobos
beberapa orang. Mereka terdiri dari laki-laki bertubuh ringan sekali,
gin-kang mereka sangat tinggi sehingga kaki mereka tidak terdengar.
Dan orang-orang ini semuanya berjumlah tujuh orang. Berbeda dengan anak
buah dari Hek-pek-kauw yang tadi, maka mereka tidak mengejar keluar.
"Hemm, tentunya orang itu memiliki kepandaian yang lumayan!" kata salah
seorang yang memelihara kumis dan jenggot hitam lebat berusia lebih
empatpuluh tahun, di punggungnya tombak gaetan rupanya. Itulah
senjatanya."Ya!" Menyahuti yang lainnya, "Mungkin dia telah melarikan diri!"
"Walaupun bagaimana, harus dapat ditangkap, karena jika tidak, tentu di
belakang hari akan terulang peristiwa seperti ini, di mana ada orang yang
berani lancang masuk ke mari."
Yang lainnya menggumam mengiakan.
Mereka tetap berdiam di ruang itu tidak ikut mengejar. Tidak lama
kemudian datang beberapa orang anak buah Hek-pek-kauw yang telah kembali.
Napas mereka memburu.
"Bagaimana? Apakah orang itu berhasil dikejar?" Tanya orang yang kumis
jenggotnya lebat.
Orang itu menggeleng.
"Tidak!" Katanya. "Dia telah lenyap. Tapi, menurut yang dikatakan oleh
sha-cie, orang itu berjumlah dua, mereka terdiri dari seorang pendeta dan
seorang laki-laki yang mungkin berusia empatpuluh tahun !"
"Hemmm!" Orang berjenggot lebat itu mendengus, tampaknya dia mendongkol
dan tidak senang. Dia mengibaskan tangannya memberi isyarat agar orang
itu pergi.
"Siapa mereka?" Menggumam yang lainnya.
"Apakah pendeta itu adalah pendeta Siauw-lim-sie?" Tanya yang lainnya
menduga.
"Entah pendeta dan kuil mana?! Untuk menduga bahwa pendeta itu adalah
pendeta Siauw-lim-sie tidak akan bertindak sepengecut seperti itu, datang
secara diam-diam. Kalau memang dia orang Siauw-lim-sie, tentu akan datang
Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
secara berterang!"
"Ya. lalu siapa pendeta itu?"
"Hem, paling pendeta tidak bernama."
Demikianlah, tampaknya orang-orang ini penasaran sekali.
Tiba-tiba dari ruang dalam mendatangi seseorang. Dialah seorang wanita,
langkah kakinya begitu ringan.
Dia tampaknya seperti tidak bergerak karena pundaknya sama sekali tidak
bergerak. Dan dia telah mendatangi cepat, tahu-tahu telah berada di
tengah-tengah rombongan orang itu.
"Ada penjahat? Mana penjahatnya? Apakah telah tertangkap?!" tanyanya
beruntun.
Semua orang melihat wanita itu, segera membungkukan tubuh mereka memberi
hormat.
"Kauw-cu maafkan kami yang telah mengejutkan Kauw-cu!" Kata yang
jenggotnya lebat!
"Hemmm, gagal kalian menangkap penjahat itu!" Mendengus wanita itu, yang
tidak lain dari Kauw-cu Hek-pek-kauw, yaitu Giok-tiauw Sian-lie Coa Mei
Ling.Muka orang-orang itu termasuk yang berjenggot lebar, jadi berubah merah.
"Ampun kami yang tidak punya guna. penjahat itu sempat melarikan diri!"
Katanya dengan suara perlahan-lahan dan agak takut-takut.
Sepasang alis Giok-tiauw Sian-lie berdiri terbangun. Dia bilang dengan
suara yang amat dingin,
"Hemm, manusia tidak punya guna dan cuma gentong nasi belaka! Menangkap
penjahat saja tidak sanggup!
"Bagaimana jika mereka sempat menerobos ke dalam, dan menimbulkan
keonaran, sehingga tamu-tamu kita mengetahui! Dan kita akan menderita
malu, karena kita tidak sanggup menjaga keamanan di markas sendiri!"
Waktu berkata begitu, Giok-tiauw Sian-lie tampaknya sangat murka sekali.
"Kami mengaku bersalah! Kami mengaku bersalah!" Kata orang-orang itu
seperti ketakutan. "Dilain saat kami akan berusaha buat mengadakan
penjagaan yang ketat dan kami berjanji tidak akan terulang lagi peristiwa
ini."
"Hemm!" Coa Mei Ling mendengus begitu saja.
Hui-houw-to melihat Coa Mei Ling merasakan hatinya jadi berdebar keras
dibakar oleh api kemarahan. Dia melirik kepada si pendeta, tapi Tang-ting
Hweshio cuma mengedipkan mata, memberikan isyarat agar dia tidak
melakukan gerakan apa-apa dulu.
Waktu itu, Coa Mei Ling tiba-tiba memutar tubuhnya, tanpa berkata apaapa. Dia melangkah seperti tengah memikirkan sesuatu.
Dia melangkah tepat dibawah Tang-ting Hweshio dan Hui-houw-to berada di
atas penglari.
Tiba-tiba Giok-tiauw Sian-lie membentak nyaring, lutut kanannya ditekuk.
Tangan kanannya bergerak, dia telah menyebarkan sesuatu ke atas.
Beberapu titik terang telah melesat menyambar ke atas penglari.
Tang-ting Hweshio dan Hui-houw-to terkejut. Untung mereka berwaspada,
sehingga seketika mereka mengetahui diri mereka diserang Coa Mei Ling
dengan timpukan jarum-jarum halus itu.
Cepat-cepat Tang-ting Hweshio menarik tangan Hui-houw-to, melompat turun.
Coa Mei Ling tertawa bergelak-gelak. Walaupun serangan jarum-jarumnya itu
tidak berhasil mengenai sasarannya, cuma saja dia puas bisa memaksa kedua
orang "penjahat" itu keluar dari tempat persembunyiannya.
"Tentu saja kalian tidak akan berhasil mengejarnya, sebab penjahatnya
memang belum lagi pergi." Kata Coa Mei Ling dengan suara nyaring.
Anak buah Coa Mei Ling tertegun, mereka seperti takjub. Tapi mereka
segera tersadar dan cepat-cepat menghunus senjata lalu melompat mengepung
Tang-ting Hweshio dan Hui-houw-to di tengah-tengah.Mereka memperlihatkan sikap mengancam akan membuka serangan dengan cara
mengeroyok. Dan mereka tinggal menantikan perintah dari Kauw-cu mereka
yaitu Coa Mei Ling.
Giok-tiauw Sian-lie puas tertawa, kemudian mengawasi Tang-ting Hweshio
dan Hui-houw-to dengan sorot mata yang sangat tajam. Sikapnya angkuh dan
meremehkan ke dua orang yang ditatapnya bergantian itu.
"Hemm, tidak tahunya malam ini kami telah menerima kunjungan tamu
terhormat yang tidak diundang, karena kami kebetulan lupa untuk
mengirimkan undangan! Jika memang kami boleh mengetahui, siapakah nama
dan gelaran terhormat dari tamu-tamu agung kami ini?"
Dingin sekali suara Giok-tiauw Sian-lie ketika dia bertanya begitu. Dia
membawa sikap yang angkuh sekali. Juga dari sorot matanya, tampak dia
seakan bersiap-siap hendak menyerang.
Tang-ting Hweshio tidak gugup dan sikapnya sangat tenang sekali. Huihouw-to sendiri sudah bersiap-siap dengan golok pendeknya, karena dia
bersiap untuk menghadapi terjangan lawannya.
Malah jika memang dapat, dia akan menerjang kepada Giok-tiauw Sian-lie
perempuan yang telah membuat dia terluka di dalam dan telah merampas
surat pentingnya.
Tapi Hui-houw-to tidak berani bergerak sembarangan. Dia menantikan
isyarat dari Tang-ting Hweshio.
Saat itu Tang-ting Hweshio telah merangkapkan ke dua tangannya,
membungkukkan tubuhnya sedikit, dia bilang: "Pinceng Tang-ting Hweshio
telah lancang datang ke mari dan karena tidak sabar menantikan jemputan.
Pinceng telah lancang masuk ke ruang dalam. Maaf! Maaf! Maaf!"
Sabar sekali sikap dan suara si pendeta, sedikitpun dia tidak
memperlihatkan sikap jeri.
Muka Giok-tiauw Sian-lie berobah. Tapi kemudian cepat keadaannya pulih
sebagaimana biasa, dia malah telah tertawa dingin.
"Hemmm, tidak tahunya kami memperoleh kunjungan dari tamu terhormat
berasal dari Siauw-lim-sie. Tang-ting Hweshio yang terkenal sangat
saleh!"
"Jangan nona berkata begitu karena memang sebetulnya maksud kedatangan
pinceng hanya ingin bertemu dengan nona dan ingin mengadakan sedikit
pembicaraan.!"
"Jika seorang pendeta Siauw-lim-sie, terlebih lagi dari tingkatan Tang,
datang ke mari, niscaya akan membawa persoalan yang sangat penting! Entah
Taysu membawa berita penting apakah buat siauw-moay?"
Waktu bertanya begitu, nada suaranya sangat lembut, tapi sikapnya galak
dengan tubuh yang tegak dengan mata yang mendelik, memancarkan kemarahan
yang sangat.
Belasan orang anak buah Hek-pek-kauw itu kembali, napas mereka memburu
keras. Mereka tidak berhasil mencari penjahat dan berdiri di pekarangan
gedung.Mereka jadi kaget waktu melihat orang yang mereka kejar ternyata masih
berada di dalam ruangan itu. Begitu mereka tersadar, cepat mereka
mempersiapkan senjata tajam masing-masing.
Tang-ting Hweshio tetap membawa sikap yang tenang, malah dia tetap
merangkapkan sepasang tangannya lagi.
"Siancay! Kedatangan Pinceng ke mari justeru untuk membicarakan persoalan
Giok-sie!"
"Apa?!"
"Membicarakan tentang Giok-sie dengan kau nona.!"
Muka Kauw-cu Hek-pek-kauw jadi berobah hebat.
"Kau.. kau ingin berbicara denganku tentang urusan Giok-sie? Pembicaraan
apa itu?!"
"Pinceng kira, nona tentu mengetahui jelas tentang Giok-sie dan juga
Giok-sie yang telah menyebabkan jatuh korban terlalu banyak
menggoncangkan dunia persilatan baru-baru ini.
"Karena itu, Hong-thio Pinceng telah perintahkan agar Pinceng mengurus
persoalan ini, buat mencegah jatuh korban lebih banyak lagi.......!"
Coa Mei Ling tertegun sejenak, tampaknya dia ragu-ragu. Namun akhirnya
dia tertawa dingin.
"Apa maksud Taysu sebenarnya? Siauw-moay tidak mengerti?" Tanyanya.
"Tentu saja untuk melihat dan mencari Giok-sie itu, lalu
memusnahkannya.......!" Menyahuti Tang-ting Hweshio.
"Jadi Taysu hendak memusnahkan Giok-sie?" Tanya Coa Mei Ling sambil
membuka matanya lebar-lebar.
Tang-ting Hweshio mengangguk.
"Tidak salah! Siancay! Siancay!"
"Hemmm!" Mendengus Coa Mei Ling dengan muka yang merah padam. "Kekuasaan
apa yang dimiliki Siauw-lim-sie, sehingga bermaksud hendak memusnahkan
Giok-sie? Dan juga semua orang mengetahui Giok-sie jauh lebih berharga,
dari pada satu Siauw-lim-sie.
Jika Siauw-lim-sie lenyap musnah dari permukaan dunia ini mungkin semua
orang dapat mengerti dan hanya akan menyatakan sayang. Tapi Giok-sie,
hemm, tentu saja jauh lebih berharga bila dibandingkan, dengan sebuah
Siauw-lim-sie! Bagaimana mungkin Siauw-lim-sie memiliki pemikiran yang
sinting seperti hendak memusnahkan Giok-sie?"
"Kata-kata nona memang beralasan!" Kata Tang-ting Hweshio tetap tenang.
Dia tidak marah oleh kata-kata yang kasar dari Coa Mei Ling. Dia masih
tetap bersikap sabar dan halus. Dia tidak memperlihatkan sedikitpun
tanda-tanda tidak senang malah dia telah melanjutkan kata-kata.
"Justeru memang Siauw-lim-sie belum berarti apa-apa jika dibandingkan
dengan Giok-sie maka Siauw-lim-sie ingin berusaha memperlihatkan kepadadunia luar, bahwa Siauw-lim-sie akan berusaha untuk melakukan sesuatu
yang besar. Suatu pekerjaan yang mulia, untuk menyelamatkan jiwa manusiamanusia yang bisa kelak menjadi korban dari Giok-sie itu!
Karnehlingti 21.103 . . . . . . .
Karnehlingti 21.103
"Kalau dibandingkan antara perlu dan tidaknya Giok-sie ada di permukaan
dunia ini, sebetulnya memang kita harus mengakui bahwa tanpa adanya Gioksie manusia di dunia inipun tidak akan rugi apa-apa.. Malah ada
untungnya, yaitu dapat bernapas dengan aman sebab tidak akan terjatuh
korban-korban yang tidak perlu lagi yang hanya disebabkan memperebutkan
Giok-sie! Bukankah begitu nona?"
Muka Coa Mei Ling merah padam, dia mendengus beberapa kali mengejek si
pendeta.
"Jika memang Siauw-lim-sie bermaksud untuk mencari Giok-sie dan
memusnahkannya, pergilah! Aku tidak berhak untuk melarangnya!
"Tapi apa hubungannya antara keinginan Siauw-lim-sie memusnahkan Giok-sie
itu dengan kedatangan Taysu ke mari?!" Waktu bertanya pada kata-kata yang
terakhir. Terdengarnya ketus dan pedas sekali.
Sabar bukan main Tang-ting Hweshio, karena dia telah bilang dengan sabar,
"Sebetulnya, kedatangan pinceng ke mari pun memiliki hubungan yang erat
dengan masalah Giok-sie itu.!"
"Hemmm, aku tidak sangkut apapun dengan Giok-sie dan tidak mau Siauw-limsie melibatkan Hek-pek-kauw dalam pencarian Giok-sie! Kalian pihak Siauwlim-sie boleh berusaha sendiri dengan jalan kalian.!"
Tang-ting Hweshio tetap saja tidak gusar malah tersenyum lembut.
"Dengar dulu nona.! Jika tak salah nona adalah Kauw-cu dari Hek-pekkauw yang bergelar sebagai Giok-tiauw Sian-lie, bukan?"
"Tidak salah! Namaku Coa Mei Ling! Kalian dengar, namaku Coa Mei Ling!"
Setelah berkata begitu, Giok-tiauw Sian lie melirik kepada Hui-houw-to
yang berdiri di sisi si pendeta, sikapnya sangat sinis sekali.
"Hemm dan kau kau masih tidak kapok dan bermaksud untuk mencari
urusan denganku? Apakah hantamanku beberapa saat yang lalu belum cukup
buat kau?"
Muka Hui-houw-to berobah merah padam, dia gusar sekali, malah dia telah
membentak dengan suara yang penuh kemarahan, "Perempuan iblis!"
"Apakah kau bilang?" Meluap darah Giok-tiauw Sian-lie, malah Kauw-cu dari
Hek-pek-kauw ini sudah bersiap-siap akan menerjang Hui-houw-to untuk
menyerang lagi.Namun Tang-ting Hweshio cepat menghadang di depannya. Dia bilang dengan
suara yang nyaring: "Dengar dulu Kouw-nio.... sabar.... ada yang
Pinceng perlu sampaikan!"
Mata Coa Mei Ling mendelik.
"Apa yang ingin kau katakan lagi?!"
"Masih menyangkut urusan Giok-sie!"
"Katakanlah!"
"Menurut keterangan Khang Siecu, bahwa Kouwnio telah meminjam surat dari
ketua Khong-tong-pay, yang di dalamnya menjelaskan di mana beradanya si
nelayan, yang kabarnya sudah berhasil menemukan Giok-sie. Bukankah
begitu?!"
Muka perempuan itu berobah merah padam. Dia mengawasi mendelik pada Huihouw-to, barulah kemudian dia bilang:
"Ya. Memang benar. Jika kau ingin mencampurinya!"
Si pendeta menggeleng.
"Bukan! Bukan begitu!"
"Bukan begitu bagaimana? Dengan kedatanganmu ke mari, engkau ingin
mencampuri urusan itu, bukan?!" Bengis waktu Coa Mei Ling berkata seperti
itu. Tang-ting Hweshio tersenyum sabar.
"Pinceng bukan hendak mencampuri urusan tersebut, hanya saja Pinceng
ingin menanyakan kepada kouwnio. Apakah kouwnio bersedia memberitahukan
di mana sebenarnya letak berdiamnya si nelayan, agar nanti Pinceng dapat
mengurusnya sendiri.!"
"Hahaha.!" Tiba-tiba Coa Mei Ling tertawa dengan suara nyaring, di
dalam nada suaranya itu mengandung sikap yang bengis dan nafsu membunuh.
"Jika kau pun mengejar Giok-sie! Hemm, justeru aku sekarang jadi raguragu, apakah memang benar bahwa kau ingin memusnahkan Giok-sie itu?
"Kalau saja kau berhasil memperolehnya? Jangan-jangan nanti kau malah
akan memanfaatkan Giok-sie itu buat wujudkan cita-cita dan mimpimu untuk
menjadi orang Kaisar! Bukankah begitu?!"
Kali ini habislah sabar Tang-ting Hweshio namun dia masih bisa menahan
diri, karena dia dengan sikap yang tetap sabar telah bilang:
"Sama sekali Pinceng tidak memiliki pikiran seperti itu.. Dan memang
Pinceng telah menerima perintah dari Hong-thio Siauw-lim-sie agar Pinceng
berusaha mencari Giok-sie kemudian berusaha mengambilnya buat
memusnahkannya!
"Sama sekali Pinceng tidak memiliki pikiran yang tidak-tidak.. dan jika
tugas ini telah selesai, Pinceng harus kembali ke Siauw-lim-sie, buat
melanjutkan tapa Pinceng yang belum lagi selesai.........!"Tapi, Coa Mei Ling tertawa bergelak-gelak dengan suara yang nyaring.
"Hemmm, aku tetap tidak bisa mempercayai kata-katamu! Walaupun kau
mencukur kepala sampai sepuluh kali menjadi gundul, tetap saja engkau
manusia! Dan jika memang Giok-sie telah berada di tanganmu, jelas kau
akan memanfaatkannya, untuk dipakai sendiri agar bisa menjadi seorang
yang paling berkuasa."
"Kouwnio, terlalu kejam sekali kata-kata Kouwnio yang menduga begitu
buruk pada diri Pinceng."
"Lalu kau menginginkan aku menyebut engkau sebagai seorang pendeta yang
alim, yang layak untuk dipercaya?" Mengejek Coa Mei Ling.
"Siancay! Siancay! Omitohud!" Memuji si pendeta pada kebenaran sang
Budha. Diapun menghela napas dalam-dalam. Barulah kemudian berkata lagi:
"Baiklah, kouwnio, karena Kouwnio memiliki perkiraan yang begitu buruk
pada Pinceng, Pinceng pun tidak bisa bilang apa-apa buat meyakinkan
kouwnio. Tapi terus terang saja, kedatangan Pinceng kemari memang ingin
mengetahui alamat nelayan yang beruntung telah berhasil memperoleh Gioksie. "Malah, bisa disebut untung, tapi bisa disebut membawa sial, karena
nelayan itu sendiri mengalami ancaman yang tidak kecil. Banyak manusia
yang tamak dan kemaruk akan keduniawian. Jelas akan berusaha mengejarnya
untuk merampas Giok-sie dari tangannya, bukankah demikian keselamatan
jiwa si nelayan terancam bahaya.!"
"Hemm, mendengus Coa Mei Ling sebelum si pendeta selesai dengan katakatanya. "Aku tak perlu khotbahmu.........!"
"Kouwnio, sekarang singkatnya. Apakah Kouwnio bersedia memberitahukan
alamat si nelayan itu pada Pinceng, mengingat hanya Kouwniolah di sini
yang mengetahui alamat si nelayan, lewat surat penting yang Kouwnio ambil
dari Hui-houw-to Khang Lam Cu siecu ini.......!"
"Tidak! Jangan harap aku memberitatukan segalanya kepadamu, kepala
gundul!" Ketus sekali waktu Coa Mei Ling bilang begitu.
Muka si pendeta berobah sedikit, namun segera dia bisa menguasai dirinya
menjadi tenang kembali.
"Apakah terpaksa Pinceng harus meminjamnya dengan cara mencuri?"
Meledak tertawa Coa Mei Ling, tertawa yang mengandung ejekan sinis.
"Hemm, terserah kepadamu! Tentu saja aku tidak berani menganjurkan agar
seorang pendeta menjadi seorang pencuri!"
Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Baiklah! Karena memang Kouwnio tidak mau memberitahukan secara baikbaik, Pinceng juga terpaksa sekali harus meminjamnya dengan mengambil
surat itu secara mencuri!"
Baru saja si pendeta berkata begitu, Coa Mei Ling, yaitu Giok-tiauw Sianlie, sudah mengibaskan tangannya. Dia memberikan isyarat kepada anak
buahnya, agar mereka menyerang dan mengepung si pendeta dan Hui-houw-to
Khang Lam Cu.Seketika, dengan serentak anak buah Coa Mei Ling orang-orang Hek-pek-kauw
sudah bergerak. Mereka menyerbu maju dengan senjata tajam di tangan
Kilas Balik Merah Salju 5 Rimba Dan Gunung Hijau Karya Nein Arimasen Pesan Hari Ini 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama