Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong Bagian 12
masing-masing.
Waktu itu tampak si pendeta tenang-tenang saja, dia menantikan orangorang itu datang dekat. Dia menyambuti dengan mengibaskan lengan jubahnya
berulang kali.
Sedangkan Hui-houw-to Khang Lam Cu sudah menggerakkan golok pendeknya
memberikan perlawanan.
Belasan orang anak buah Hek-pek-kauw yang berada di pekarangan luar, juga
sudah menyerbu masuk, untuk ikut mengeroyok si pendeta dan Hui-houw-to.
Tapi si pendeta benar-benar tangguh. Setiap kali dia mengibaskan lengan
jubahnya, maka ada saja anak buah Hek-pek-kauw yang terpental kena
kibasannya itu.
Dan akhirnya, anak buah Hek-pek-kauw tidak ada yang berani terlalu dekat
dengan si pendeta, mereka cuma mengepung dari jarak yang cukup jauh. Jika
memang memiliki kesempatan baik, barulah mereka berani menyerbu buat
menyerang.
Hui-houw-to sendiri tidak berani bertempur dengan berayal. Karena dia
menyadari kepandaiannya masih berada di bawah kepandaian si pendeta.
Dengan demikian, dia telah bertempur dengan mengeluarkan seluruh ilmu
goloknya dimana golok pendeknya itu telah menyambar ke sana ke mari
dengan gencar sekali dan telah berhasil melukai beberapa orang lawannya.
Dalam keadaan seperti itu, Coa Mei Ling berdiri di pinggir ruangan,
menyaksikan saja. Ia ingin memperhatikan ilmu silat Tang-ting Hweshio
karena di saat itu belum bisa menaksir dan menduga berapa tinggi
kepandaian si pendeta!
Setelah menyaksikan jalannya pengeroyokan yang dilakukan anak buahnya
terhadap Tang-ting Hweshio, barulah dia memperoleh kenyataan si pendeta
memang tangguh. Dan dia bisa menduga-duga berapa tinggi kepandaian si
pendeta ini dan bagaimana harus menghadapinya.
Setelah lewat beberapa saat lagi, di saat dua orang anak buah Hek-pekkauw kena dikibas lengan jubah si pendeta sampai terpelanting ke
belakang. Coa Mie Ling menjejakkan kakinya melesat ke depan si pendeta.
Diapun telah berseru: "Mundur semua!"
Ternyata Coa Mie Ling hendak menghadapi sendiri si pendeta tangguh ini.
Semua anak buah Hek-pek-kauw telah melompat mundur, membuka kepungan
mereka.
Hui-houw-to juga telah melompat ke pinggir, tidak mungkin dia membantui
Tang-ting Hweshio buat mengeroyok Kauw-cu Hek-pek-kauw tersebut.
Sedangkan saat itu Coa Mie Ling, begitu melompat maju, sudah menghantam
dengan telapak tangannya. Tenaga dalamnya kuat sekali, walaupun dia
seorang manusia, namun lweekangnya yang mahir, membuat tenaga pukulannya
mengandung kekuatan angin yang bisa menghancurkan bungkahan batu yang
besar!"Si pendeta pun berhati-hati karena Tang-ting Hweshio, menyadarinya, bahwa
Kauw-cu dari Hek-pek-kauw ini memiliki kepandaian yang bukan sembarangan,
lain dibandingkan dengan anak buahnya, yang umumnya berkepandaian tidak
seberapa.
Di samping itu, serangan Coa Mei Ling sudah tiba, dia berkelit ke samping
kanan lengan jubahnya mengibas ke arah pinggang Coa Mei Ling.
Tapi Coa Mei Ling cuma meliukkan pinggangnya, dia sudah bisa meloloskan
diri dari ujung lengan jubah si pendeta. Malah diapun cepat sekali
menyusuli dengan hantaman berikutnya.
Kali ini tangan kanannya menghantam kuat sedangkan tangan kirinya
terjulur cepat bukan main ke arah muka Tang-ting Hweshio, dalam posisi
dengan ke lima jari tangannya terbuka dan dia hendak mencakar!
Itulah cakaran yang bukan sembarangan, karena cara mencakar dari Coa Mie
Ling disertai dengan ilmu Cakar Setan, yang terkenal sangat tangguh
sekali.
Jika seorang lawan dicakar mukanya oleh jari tangan Coa Mie Ling, niscaya
orang itu akan rusak dan sebagian daging mukanya akan copot karena jari
tangan Coa Mie Ling yang mempergunakan jurus ilmu "Cakar Setan" tersebut
sangat kuat.
Sedangkan, besi atau kayu saja jika dibakar olehnya pasti akan gompal.
Kayu akan terbelah, besi akan terbeset oleh ujung jari ujung jari
tangannya meninggalkan garis yang dalam! Bisa dibayangkan betapa
tangguhnya ilmu cakar perempuan ini!
Walaupun Tang-ting Hweshio pun menyadari bahwa cakaran dari Coa Mie Ling
tidak bisa diremehkan, karena dia merasakan sambaran angin cakaran yang
begitu tajam. Sebagai seorang pendeta yang waspada dan memiliki
kepandaian yang sangat tinggi, diapun menyadari tidak membiarkan saja
serangan itu meluncur ke dekat mukanya.
Sambil mengeluarkan seruan nyaring, tampak kedua tangan Tang-ting Hweshio
mendorong ke arah Coa Mie Ling.
Dia mendorong dengan menekuk kedua lututnya. membuka ke dua telapak
tangannya, dengan disertai delapan bagian tenaga dalamnya.
"Wuttt...!" Angin didorong tersebut menyambar kuat sekali.
Coa Mie Ling mengeluarkan seruan kaget, tubuhnya tergoncang, karena dia
seperti diterjang oleh lempengan besi yang sangat kuat sekali, dari angin
serangan si pendeta yang tidak kelihatan itu.
Tapi dia kaget, dia bisa mengambil keputusan dengan cepat. Ia juga telah
membatalkan serangannya, menarik pulang tangannya. Dia segera melesat ke
samping dan kemudian melompat lagi ke belakang si pendeta, membarengi
dengan itu, tangannya telah menghantam pula.
Karnehlingti 21.104 . . . . . . .Karnehlingti 21.104
Pukulannya kali ini datangnya sangat cepat. Si pendeta hendak
mengelakkannya. Namun dia perlu menarik pulang tangannya dulu, karena
dari itu dia jadi terlambat dengan gerakannya.
"Bukk!" Pundak si pendeta kena dihantam telak oleh Coa Mei Ling.
Tapi si pendeta yang tadi menyadari dia tidak akan keburu mengelakkan
serangan itu. Walaupun dia kaget si pendeta tidak menjadi gugup segera
Tang-ting Hweshio sudah mengempos lwekangnya, untuk melindungi pundaknya.
Begitu pundaknya kena dihantam oleh pukulan Coa Mei Ling, dia hanya
terguncang keras. Kemudian dia sudah bisa berdiri tetap lagi, tanpa
terluka di dalam.
Hui-houw-to Khang Lam Cu melihat kejadian itu, kaget tidak terkira. Dia
sangat mengandalkan sekali si pendeta. Kalau memang si pendeta kena
dirubuhkan Coa Mei Ling niscaya dia akan kehilangan andalan.
Dia akan celaka ditangan orang-orang Hek-pek-kauw ini. Karenanya dia
berdua, jadi mengharapkan sekali akan Tang-ting Hweshio bisa menghadapi
Coa Mei Ling serta merubuhkan lawannya.
Beberapa kali dia telah mengawasi dengan sikap tenang telapak tangannya
yang mencekal gagang goloknya juga berkeringat. Dia mencekal gagang
goloknya itu kuat-kuat karena dia sewaktu-waktu bisa mempergunakannya,
buat menerjang menolongi Tang-ting Hweshio, kalau saja si pendeta tengah
berada dalam ancaman bahaya maut.
Tang-ting Hweshio sudah membalikkan tubuhnya menghadapi Coa Mei Ling
dengan kedua tangan siap di muka dadanya. Waktu itulah tangan Coa Mei
Ling sudah menyambar lagi dengan kuat sekali.
Karena memang Coa Mei Ling tidak memberikan kesempatan bernapas sedikit
pun juga kepada si pendeta. Serangannya itu mengandung suatu kekuatan
yang dahsyat, sebab Kauw-cu dari Hek-pek-kauw itu sudah mempergunakan
enam bagian dari tenaga dalamnya.
Tang-ting Hweshio mengangkat kedua tangannya. Iapun mendorong dengan
kekuatan tenaga yang tidak kecil. Dua kekuatan saling bentur, tangan
mereka bentrok keras.
Tubuh Coa Mei Ling tergoncang tapi kuda-kuda kedua kakinya tidak
tergempur, dia tetap mengempos semangatnya buat menindih kekuatan si
pendeta.
Tang-ting Hweshio juga mengempos semangatnya, semakin tenaga dorongan
dari kedua tangannya jadi semakin kuat, karena lweekang si pendeta adalah
lweekang yang murni dari Siauw-lim-sie. Dengan demikian telah membuat
tenaga itu dapat disalurkan bergelombang.
Celakanya buat Coa Mei Ling. Ia merasakan desakan tenaga dalam dari si
pendeta telah membuat dia tergoncang keras, di mana tubuhnya seakan juga
diterjang semakin kuat oleh gelombang yang kian hebat juga.Perlahan kuda-kuda dari ke dua kaki Coa Mei Ling jadi terdorong, dan
kakinya tergeser. Hati Coa Mei Ling terkesiap. Ia berusaha hendak
mendorong lagi dengan mengerahkan seluruh kekuatannya. Namun gagal.
Waktu itu Coa Mei Ling merasakan betapa tenaga dorongan dari Tang-ting
Hweshio semakin kuat juga, dan telah membuat Coa Mei Ling akhirnya
menyadari, mungkin dalam beberapa detik lagi dia tidak akan sanggup
bertahan terus seperti itu.
Dalam waktu yang cuma beberapa detik itu, Coa Mei Ling harus mengambil
keputusan yang cepat. Kalau tidak, jika dia bertahan terus seperti itu.
niscaya dia akan terluka di dalam yang tidak ringan, kalau saja sampai
dia terserang dan tergempur oleh kekuatan tenaga dalam si pendeta.
Tang-ting Hweshio sendiri merasakan bahwa ia sudah berada di atas angin.
Jika memang dalam keadaan seperti itu berlangsung lebih lama lagi, dia
akan dapat merubuhkan Coa Mei Ling.
Hanya saja, sebagai seorang pendeta, hal itu tidak menggembirakan
hatinya. Kalau sampai wanita im tergempur kuda-kuda kedua kakinya,
niscaya dia akan terluka di dalam yang tidak ringan. Maka dia segera
menarik pulang kedua tangannya dengan tiba-tiba sekali.
"Sudahlah! Hentikan!" Kata si pendeta dengan suara yang sabar. Dia ingin
menyudahi pertempuran itu.
Diapun berpikir jauh, kalau sampai Kauw-cu dari Hek-pek-kauw ini terluka
dan rubuh di tangannya, niscaya dia akan menanam dendam yang mendalam
pada hati perempuan itu. Dia ingin menyelesaikan persoalannya dengan cara
yang baik.
Tapi justeru Coa Mie Ling beranggapan lain. Melihat si pendeta menarik
pulang tenaganya dan Coa Mie Ling merasakan tindihan tenaga dalam Tangting Hweshio jadi ringan cepat-cepat dia mengempos semangatnya. Dia
bukannya menarik pulang tenaganya buat menyudahi pertempuran itu, malah
dia mengempos seluruh kekuatan sisa tenaganya.
Dia malah telah membentak nyaring, dan ke dua tangannya bergerak
menghantam. Gelombang kekuatan tenaga dalam seperti gelombang air laut
yang menerjang dahsyat sekali.
Tercekat hati Tang-ting Hweshio, dia sampai berseru kaget dan berusaha
untuk menangkis.
Namun sudah tidak keburu, tubuh Tang-ting Hweshio tergempur hebat. Dia
sampai terhuyung mundur empat langkah ke belakang dengan wajah yang pucat
tubuhnya gemetar, mulutnya segera memuntahkan darah segar.........
Untung saja Tang-ting Hweshio masih sempat mengempos semangat murninya
buat menangkis, walaupun dia terlambat dan tidak berhasil menangkis
kekuatan tenaga dalam Coa Mie Ling.
Sedikitnya membantu membuat dia tidak sampai terluka lebih parah lagi.
Malah dia pun tidak sampai terguling, cuma terhuyung ke belakang sampai
empat langkah lebih saja.
Disamping itu, perlu diingat bahwa lweekang yang dilatih Tang-ting
Hweshio adalah lweekang dari aliran murni, yang juga memang merupakan
satu-satunya aliran lweekang sejati, dari Siauw-lim-sie.Dengan demikian, walaupun dalam keadaan yang terancam seperti itu,
lweekang itu bisa bekerja sendiri dan masih membendung sebagian tenaga
dalam penyerang membuat dia tidak sampai terjungkal rubuh sampai
terserang binasa.
Hui-houw-to kaget tidak terkira. Dia melompat ke samping si pendeta. Dia
pun bertanya dengan muka yang pucat:
"Taysu....... bagaimana keadaanmu?"
Si pendeta mengawasi Coa Mei Ling sejenak, kemudian merangkapkan ke dua
tangannya, "Omitohud! Siancay! Siancay!"
Dia memejamkan matanya untuk menyalurkan hawa murninya, agar luka di
dalamnya bisa dibendungnya.
Hui-houw-to jadi gusar bukan main. Dia juga berkuatir sekali untuk nasib
si pendeta.
"Perempuan siluman, kau....... kau!" Karena terlalu marah Hui-houw-to
tidak bisa meneruskan kata-katanya dimana dia berdiri dengan tubuh
gemetar dan tangan mencekal kuat-kuat golok pendeknya.
Sedangkan Coa Mei Ling tertawa mengejek.
"Hemm, sekarang kau baru menyaksikannya bukan? Betapapun pendeta sakti
Siauw-lim-sie bukan berarti apa-apa buatku! Dia tidak ada artinya di
mataku!" Katanya angkuh sekali.
Anak buah Hek-pek-kauw bersorak girang riuh sekali melihat Kauw-cu mereka
sudah berhasil merubuhkan dan melukai si pendeta yang memuntahkan darah
segar.
Tang-ting Hweshio membuka matanya, dia dengan sabar bilang: "Kouwnio,
sesungguhnya kouwnio sudah melakukan sesuatu yang tidak pantas. Di saat
Pinceng menarik pulang tenaga dalam pinceng, Kouwnio sudah mempergunakan
kesempatan itu buat menyerang pinceng. itulah perbuatan yang tidak
terpuji!"
Mata Coa Mei Ling mendelik.
"Hemm, di dalam pertempuran, apakah terdapat suatu peraturan bahwa aku
tidak boleh menyerang orang yang tengah menarik tenaga dalamnya untuk
merobah cara bertempurnya? Tentu saja di dalam suatu pertempuran,
seseorang berhak untuk mempergunakan cara apapun juga buat merebut
kemenangan!"
Mendengar kata-kata seperti itu, tampak Tang-ting Hweshio menghela napas.
"Baiklah! Sekarang Kouwnio sudah berhasil memperoleh kemenangan dengan
cara yang licik. Dan ini memang kesalahan Pinceng juga yang telah berlaku
lemah, di mana sebetulnya tadi pinceng hampir saja dapat merubuhkan
Kouwnio.
"Hanya Pinceng rasa kasihan jika seorang wanita seperti Kouwnio harus
terluka di dalam yang parah, karena dari itu Pinceng telah menarik pulang
tenaga dalam Pinceng....... Hanya saja Kouwnio tampaknya tidak dapat
menerima kenyataan itu, malah merebutnya menjadi kemenangan buat
Kouwnio"Muka Coa Mie Ling merah padam. Dia bukannya tidak mengetahui bahwa si
pendeta tadi telah berlaku murah hati padanya.
Tapi justeru diapun menyadari bahwa dia harus dapat menutupi
kelemahannya, karena tidak mungkin dia bisa menguasai anak buahnya, kalau
saja dia memperlihatkan dan menerima begitu saja kata-kata si pendeta.
Dan sekarang, diapun melihat betapa anak buahnya tengah mengawasi
dirinya.
Maka cepat-cepat Coa Mie Ling telah bilang, "Hemm, kau bicara seperti
anak kecil saja! Sekarang dalam keadaan terluka kau buka mulut tidak
karuan, dan merasa bahwa engkau hendak melepaskan budi kebaikan padaku!
"Hemm! Hemm! Siapa yang bisa mempercayai kata-katamu. Di dalam sebuah
pertempuran, apakah ada seorang yang baik hati seperti engkau, di saat
akan merebut kemenangan, lalu menarik puIang tenaga dalammu?!
"Mustahil dan tidak masuk dalam akal sehat. Lain kalau memang orang yang
telah sinting!" Ketus sekali kata-kata Coa Mie Ling.
Tang-ting Hweshio menghela napas,
"Kedatangan Pinceng ke mari bukan untuk mengajak Kouwnio bertempur dan
memperoleh kemenangan. Pinceng memang bukan bermaksud untuk menempuh
jalan kekerasan. Tapi rupanya pinceng sudah salah menentukan sikap.
"Kau menyesal?"
"Bukan menyesal! Menyelamatkan seseorang yang hampir saja rubuh, dan
memang Pinceng memiliki kemampuan buat menyelamatkan orang itu tentu saja
hal ini merupakan suatu kebanggaan dan kebahagiaan buat Pinceng.
"Itulah suatu perbuatan baik yang berhasil Pinceng lalukan! Tapi rupanya
Kouwnio memiliki pendirian dan lain, itu pula, Pinceng bermaksud untuk
menegaskan kepada Kouwnio, apakah Kouwnio mau meminjamkan surat
Ciangbunjin Khong-tong-pay itu pada Pinceng?"
Muka Coa Mei Ling tampak mesem cemberut.
"Hemm, kau kira aku ini apa sehingga mau begitu saja meminjamkan surat
berharga itu padamu? Jika memang kau hendak merampasnya dengan
mempergunakan kekerasan, ambillah sendiri!
"Bukankah tadi kau telah bicara terkebur, bahwa kau ingin mengambil surat
penting itu dengan kekerasan? Mengapa kau tak melakukannya dengan
kekerasan? Ayo, sekarang ini aku masih berusaha melayani kau, untuk mainmain, guna melihat siapa yang lebih tangguh!"
Tang-ting Hweshio menyusut mulutnya, ia telah menyeka darah yang melumuri
ujung bibirnya, ia menghela napas.
"Kouwnio kalau demikian halnya, baiklah!" dan ia melangkah ke depan lagi,
meghampiri Coa Mei Ling.
Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hui-houw-to kuatir bukan main, dia melihat betapa Tang-ting Hweshio
melangkah maju menghampiri Coa Mei Ling, hendak bertempur lagi dengan
ketua dari Hek-pek-kauw.
"Taysu!" Panggilnya dengan suara yang bimbang.Tang-ting Hweshio menoleh.
"Jangan kuatir, Khang Siecu, tidak akan apa-apa.......!" Sabar suara si
pendeta.
"Tapi Taysu tengah terluka."
"Luka yang tidak ada artinya!"
"Taysu......."
"Ya?"
"Biarlah aku yang menghadapi dia!" Kata Khang Lam Cu dengan suara penuh
kemarahan, karena dia murka sekali atas kelicikan Coa Mei Ling. "Memang
perempuan iblis itu harus dimampusi!"
Muka Coa Mei Ling merah mendengar kata-kata Hui-houw-to seperti itu.
"Nah, kau maju sekalian, aku malah akan menghancurkan batok kepalamu dan
merobek mulutmu yang kotor dan kurang ajar itu." Tantang Coa Mei Ling
sengit.
Waktu itu si pendeta telah melangkah ke dekat si wanita yang menjadi
ketua Hek-pek-kauw, dengan sabar dan sepasang tangannya dirangkapkan, dia
bilang: "Nah, Kouwnio silahkan.!"
Coa Mei Ling mengawasi si pendeta.
"Oho... Nampaknya engkau masih penasaran dan hendak main-main lagi?
Tidak takut mampus?" Mengejek Coa Mei Ling dengan suara yang dingin.
Tampak si pendeta tersenyum, juga jelas terlihat sisa darah di mulutnya.
"Biarlah Pinceng akan mencobanya sampai di mana pun, dan memang Pinceng
juga ingin melihat, apakah Kouwnio memiliki hati yang benar-benar keras
buat membunuh Pinceng.?" Sambil berkata begitu, si pendeta telah
mengawasi Kauw-cu Hek-pek-kauw tersebut.
Karnehlingti 21.105 . . . . . . .
Karnehlingti 21.105
Tergetar hati Coa Mei Ling. Tapi, dia menggigit bibirnya, mengeraskan
hatinya. Karena, dia melihat betapa anak buahnya semua tengah mengawasi
dia. "Hemm, baik! Baik! Engkau sendiri yang minta untuk mampus!" Kata Coa Mei
Ling.
"Nah, kau menyeranglah!"Si pendeta tersenyum tawar.
Melihat si pendeta tidak mau membuka serangan, malah dirinya
dipersilahkan untuk menyerang, Coa Mei Ling tidak sungkan-sungkan. Segera
dia mengempos semangatnya.
Dia mengerahkan tenaga dalamnya untuk menghantam dengan tangan kanannya,
mempergunakan lima bagian tenaga dalamnya. Tangan kirinya telah meluncur
sama hebatnya untuk menotok batok kepala si pendeta yang botak dan
lonjong itu.
Tapi memang hebat pendeta Siauw-lim-sie ini. Walaupun Tang-ting Hweshio
sudah terluka di dalam yang tidak ringan, setelah mengerahkan hawa
murninya, dia bisa sementara waktu mengendalikan. Dan dia bisa pulih
kembali kesegarannya, serta bisa menghadapi Coa Mei Ling dengan baik.
Waktu Coa Mei Ling sudah berkata dengan suara dingin: "Kau yang meminta
agar aku memampusi kau dan kau jangan mempersalahkan aku jika engkau
sudah dikirim ke neraka.
"Tidak Kouwnio, jika memang benar sudah tiba waktunya Pinceng terpulang
tentu saja Pinceng tidak akan menyesali Kouwnio! Silahkan!"
Sambil berkata begitu, Tang-ting Hweshio sudah mengelakkan serangan Coa
Mei Ling. Malah beruntun dia bergerak sebat sekali mengelakkan diri dari
dua serangan ketua Hek-pek-kauw tersebut, dan dia mengayunkan kaki
kanannya menendang dengan tendangan yang kuat sekali.
Coa Mie Ling merasakan betapa angin tendangan itu dahsyat sekali. Dia
telah menerpah dengan tangan kanannya.
Kaki si pendeta terpukul ke samping. Tapi kaki itu seperti memiliki mata.
Begitu terpah ke samping seketika telah meluncur lagi menyambar ke dada
Coa Mei Ling membuat ketua Hek-pek-kauw itu kaget, tak terkira.
Cepat luar biasa tampak Tang-ting Hweshio beruntun menyerang sampai lima
jurus.
Untung saja, Coa Mie Ling walaupun merasakan lweekangnya masih kalah
tingkat dengan pendeta itu, dia memiliki gin-kang yang tinggi. Dengan
demikian dia masih bisa bertahan diri dari serangan setiap si pendeta.
Malah diapun selalu membalas menyerang dengan hebat sekali. Serangannya
selalu merupakan jurus-jurus yang bisa mematikan lawan kalau saja
mengenai sasaran yang hebat.
Tang-ting Hweshio sekali ini bertempur dengan sungguh-sungguh. Sebab dia
memang ingin memperlihatkan bahwa ilmu silat Siauw-lim-sie bukanlah ilmu
silat sembarangan.
Bukankah si gadis tadi telah mengejeknya bahwa seorang pendeta Siauw-limsie telah kena dirubuhkannya? Jika si pendeta tidak membuktikan bahwa
kepandaiannya menang seurat dari kepandaian ketua Hek-pek-kauw itu,
niscaya nama Siauw-lim-sie akan ternoda. Karena dari itu, dia juga telah
memutuskan, untuk merubuhkan Coa Mei Ling kalau saja ia menginginkannya.
Hui-houw-to sendiri berdiri dengan hati gelisah sekali. Dia melihat Tangting Hweshio sudah terluka akibat gempuran Coa Mei Ling, sekarang mereka
bertempur lagi. Kemudian dean demikian, Hui-houw-to kuatir kalau saja
kena dirubuhkan oleh ketua Hek-pek-kauw itu dan akhirnya menemui ajalnya.Karenanya, ia mencekal golok pendeknya dengan erat. Ia sebetulnya sudah
tak sabar hendak menerjang, guna membantu si pendeta.
Cuma saja, ia kuatir jika memang ia menerjang membantui si pendeta, nanti
pendeta Siauw-lim-sie itu tersinggung, karena jelas itu hanya akan
menjatuhkan nama baik Siauw-lim-sie.
Pemikiran seperti membuat Hui-houw-to akhirnya berdiam diri saja, ia tak
meneruskan niatnya. Ia juga tidak menerjang buat membantui si pendeta.
Yang membuat Hui-houw-to jadi tercengang, walau Tang-ting Hweshio telah
terluka di dalam yang tampaknya tak ringan sebab si pendeta sempat
memuntahkan darah segar, tokh kenyataannya ia masih mau bergerak lincah
sekali, kegesitannya tak berkurang malah lwekangnya di dalam pukulanpukulannya mendatangkan kesiuran angin yang dahsyat.
"Benar-benar tangguh sekali pendeta Siauw-lim-sie ini!" Berpikir Huihouw-to di dalam hatinya. "Dan memang tidak salah Siauw-lim-sie di gelari
sebagai pintu perguruan nomor satu seantaro Tiong-goan, karena ilmunya
yang sejati dan murni.
"Tampak memang pendeta ini telah dapat mengangkat naik nama Siauw-limsie, karena tidak percuma dia sebagai pendeta sakti dari Siauw-lim-sie.
Tadi telah kecolongan oleh kelicikan lawannya, namun dia masih bisa
menghadapi lawannya dengan baik.!"
Jika Hui-houw-to berpikir seperti itu, justeru lain lagi yang dipikir Coa
Mei Ling. Dia berpikir di dalam hatinya.
"Hemm, pendeta busuk ini ternyata memang tangguh! Tadi dia bermaksud
baik, dia telah menarik pulang tenaganya, dan dia telah kulukai gempuran
tidak ringan.
"Namun sekarang ini, dia masih bisa memberikan perlawanan yang gigih,
tampaknya tenaga dalam pendeta busuk ini tidak berkurang. Memang Siauwlim-sie hebat, pendeta ini sudah mempertunjukkan kebolehannya ilmu Siauwlim-sie.
"Aku memang harus hati-hati untuk menghadapinya, karena aku harus cepatcepat merubuhkannya. Jika sampai aku rubuh, niscaya aku akan menjadi
bahan tertawa orang-orangku!"
Karena berpikir seperti itu, segera juga Coa Mei Ling memperhebat
serangannya. Jika sebelumnya ia main serang dari jarak jauh. Sekarang ia
gencar sekali mendesak si pendeta, sebab ia tak mau memberikan kesempatan
bernapas kepada pendeta itu.
Tang-ting Hweshio walaupun tengah terluka, ia dapat bersilat dengan baik,
sama sekali tidak terdesak oleh setiap terjangan Coa Mei Ling.
Bahkan setiap kali ada kesempatan, terus ia akan membalas serangan ketua
Hek-pek-kauw itu.
Jika selama ini ia main mundur itulah disebabkan ia hendak melihat sampai
di mana tingkat ilmu silat ketua Hek-pek-kauw ini. Dan memang iapun ingin
mencari kelemahan dari lawan yang tangannya telengas serta ganas itu.
Beruntun tampak Tang-ting Hweshio menghindarkan diri dari setiap
terjangan lawannya malah diapun telah dua kali membalas menyerang. Kerapserangannya, membuat lawannya itu jadi terdesak. Coa Mei Ling mau atau
tidak harus melompat mundur.
Sedangkan si pendeta mempergunakan kesempatan itu telah melompat maju.
Tangan kanannya diulurkan buat mencengkeram, dan tangan yang satunya
dipakai buat mendorong.
Hebat cara menyerang pendeta ini. Malah tangan yang dipergunakan buat
mendorong itu berputar, sehingga Coa Mei Ling sulit menerka, ke arah mana
sasaran serangan tersebut.
Beberapa kali memang Coa Mei Ling mengalami ancaman seperti itu, seperti
yang sebelumnya, selalu dia berlaku licik. Jika dia dalam terdesak, maka
jalan satu-satunya, hanyalah melompat mundur sejauh mungkin, kemudian
disusuli dengan lompatan berikutnya. Dia berhasil menjauhi si pendeta.
Kala ini Tang-ting Hweshio tidak mengejarnya, dia berdiri tegak mengawasi
Coa Mei Ling dengan sorot mata yang tajam.
Tampaknya Tang-ting Hweshio sudah habis kesabarannya, dia pun bilang:
"Siancay rupanya memang Kouwnio hendak melihat ilmu sejati Siauw-limsie."
Coa Mei Ling mendengus, dia bilang: "Ya, kau keluarkanlah!"
Walaupun mulutnya bilang begitu, tidak urung hatinya jadi tegang dan
tergoncang. Karena sebentar lagi dia akan menghadapi ilmu silat sejati
Siauw-lim-sie.
Coa Mei Ling pun tidak tahu, apa yang dimaksud si pendeta dengan
perkataan ilmu silat sejati Siauw-lim-sie.
Tang-ting Hweshio tidak bilang apa-apa lagi karena dia sudah melangkah
maju. Dia memutar kedua tangannya, semakin lama semakin cepat.
Waktu memutar sepasang tangannya, si pendeta sudah mengempos semangatnya,
iapun menerjang ke depan. Dan yang luar biasa, putaran sepasang tangannya
itu menyebabkan timbulnya pusaran angin yang sangat kuat sekali
bergulung-gulung menerjang kepada Coa Mei Ling.
Ketua Hek-pek-kauw itu kaget. Dia melompat mundur.
Namun Tang-ting Hweshio telah melompat ke dekatnya, sepasang tangannya
tetap saja berputar.
Dalam keadaan seperti itulah, tampak Coa Mei Ling mulai panik dan
terdesak.
Setiap kali angin serangan dari sepasang tangan Tang-ting Hweshio yang
berputar itu mendekatinya, maka ia merasakan sekujur tubuhnya jadi kaku
dan sulit untuk digerakkannya. Karenanya ia selalu menempuh cara dengan
hanya melompat ke belakang, untuk menghindarkan diri dari setiap
terjangan si pendeta.
Tapi si pendeta berulang kali telah menerjang juga, ia sama sekali tak
mau memberikan kesempatan pada si ketua Hek-pek-kauw itu buat bernapas.
Sedangkan Coa Mei Ling sendiri sambil berputar telah balas menyerang. Ia
juga telah beberapa kali menerjang untuk membuka desakan dari angin yangbergulung itu, namun selalu menemui kegagalan, dengan begitu membuat ia
jadi beberapa kali terdesak.
Sedangkan saat itu Tang-ting Hweshio telah mendesak terus dengan hebat.
Yang luar biasa angin yang berputar semakin kuat dan semakin melibat diri
Coa Mei Ling.
Beberapa kali Coa Mei Ling mengerahkan lweekangnya. Dia mengempos
semangatnya, dan berseru nyaring, mendorong sekuat tenaga lweekangnya.
Dorongannya itu sangat kuat sekali, dan telah membentur tenaga dalam si
pendeta, sehingga untuk sementara waktu dapat membendung sebagian dari
terjangan Tang-ting Hweshio.
Namun Tang-ting Hweshio, tidak berhenti dengan putaran sepasang
tangannya. Karena dia terus bersikap seperti itu dengan sepasang tangan
berputar, keras sekali dia menerjang terus kepada Coa Mei Ling.
Terjangannya itu berhasil membuat Coa Mei Ling harus terdesak terus
menerus.
Rupanya Tang-ting Hweshio merasakan sakitnya sudah tiba. Ketika Coa Mei
Ling tengah membentak dan mendorong dengan ke dua tangannya dengan
mempergunakan tenaga lweekangnya sepenuhnya, Tang-ting Hweshio berseru
mengguntur.
Seruannya itu adalah nada dari bacaan bacaan Liam-kheng, dan ia membentak
begitu dengan sepasang tangan berhenti bergerak, tidak berputar lagi.
Tapi mendorong dengan kuat sekali.
Hebat luar biasa tenaga dorongannya itu karena kekuatan tenaga dalam itu
telah menerjang dengan dahsyat, dimana angin serangan tersebut membuat
tubuh Coa Mei Ling jadi terjengkang rubuh.
Sedangkan Tang-ting Hweshio dengan ringan sudah melompat dan menghantam
lagi.
Coa Mei Ling melompat untuk bangkit.
Tapi terlambat.
Begitu tubuhnya melompat berdiri, kakinya baru saja hinggap di lantai,
justeru angin hantaman si pendeta sudah menyambar datang. Dan dia
berguling lagi. Malah kini dia terguling tidak bisa segera bangun. Dia
pun memuntahkan darah segar.
Waktu dia memuntahkan darah segar seperti itu, hati Coa Mei Ling bukan
main herannya dan takjub, disamping penasaran sekali. Dia tidak mengerti,
entah ilmu silat apa yang dipergunakan oleh si pendeta, yang tenaga
dalamnya berlipat ganda menjadi jauh lebih kuat.
Di waktu itu tampak Tang-ting Hweshio sudah berdiri tegak, ia
merangkapkan sepasang tangannya:
"Omitohud, siancay! Siancay! Janganlah Kouwnio memiliki sikap sinis dan
memandang rendah Siauw-lim-sie! Tadi Pinceng sudah memperlihatkan
sebagian kecil dari ilmu silat Siauw-lim-sie dan memang tampaknya kouwnio
sulit buat menghadapinya, bukan?"
Coa Mei Ling mendengus.Baru saja is hendak merangkak bangun justeru anak buahnya sudah menerjang
pada si pendeta.
Karnehlingti 22.106 . . . . . . .
Rupanya anak buah Hek-pek-kauw kuatir Kauw-cu mereka akan dibinasakan
oleh Tang-ting Hweshio. Mereka kuatir jika memang Tang-ting Hweshio akan
mempergunakan kesempatan itu buat menyerang Kauw-cu mereka lagi.
Karenanya mereka mempergunakan kesempatan dengan senjata tajam masingmasing menyerbu menyerang si pendeta.
Namun Tang-ting Hweshio memang tangguh sekali. Ia bergerak dengan gesit,
dan setiap serangan dari lawannya itu dapat dihindarkannya, malah pendeta
itu selalu bisa membuat lawannya jungkir balik.
Tenaga dalam Tang-ting Hweshio memang jauh terlatih dengan sempurna,
dengan demikian ia selalu bisa membuat lawannya terpental.
Juga, Tang-ting Hweshio tidak berlaku lunak seperti sebelumnya, dia telah
menyerang semakin dahsyat.
Waktu anak buah Hek-pek-kauw menerjang dia semakin rapat. Dia menghadapi
dengan sepasang tangannya yang bergerak-gerak semakin cepat.
Sedangkan Hui-houw-to menyaksikan hal itu dengan hati girang bukan main,
karena si pendeta ternyata memang sangat lihay sekali. Sedangkan Kauw-cu
dari Hek-pek-kauw yaitu Giok-tiauw Sian-lie, yang sangat terkenal itu,
yang memiliki kepandaian tinggi, tidak sanggup menghadapi si pendeta.
Sekarang Hui-houw-to baru yakin bahwa tadi memang Tang-ting Hweshio
berlaku mengalah kepada Kauw-cu dari Hek-pek-kauw. Karena sekarang,
walaupun dia telah terluka, jika dia menghendakinya, dia bisa melukai dan
merubuhkan Kauw-cu dari Hek-pek-kauw tersebut.
Disaat itu tubuh Tang-ting Hweshio melompat ke sana ke mari dengan cepat
sekali. Setiap kali si pendeta mengibas, maka tampak tubuh seorang
lawannya terpental.
Hanya saja, sejauh itu Tang-ting Hweshio tidak pernah menurunkan tangan
kematian. Dia cuma membuat lawannya terpental dan kemudian bisa bangkit
kembali.
Melihat sejenak betapa si pendeta telah dikeroyok seperti itu, maka
segera Hui-houw-to, ketika tersadar akan keadaannya, telah menjejakkan
kedua kakinya. Tubuhnya melesat dengan cepat, dia telah menghampiri dan
menggerakkan golok pendeknya, menyerang dua orang lawan Tang-ting Hweshio
yang paling dekat dengannya.
Serangan golok pendek itu demikian hebat, segera terdengar suara jerit
kematian.
Tang-ting Hweshio terkejut."Khang Sicu, jangan turunkan tangan kematian pada mereka!" Berseru si
pendeta, mencegah Hui-houw-to dengan suara nyaring sekali.
Tapi Hui-houw-to memang tengah gusar dan penasaran atas kelicikan orang
Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
orang Hek-pek-kauw tersebut. Karenanya, dia telah berusaha dengan golok
pendeknya itu merubuhkan beberapa orang lawannya lagi.
Waktu itu, Tang-ting Hweshio ketika melihat Hui-houw-to tidak melayani
cegahannya, malah dia tengah bergerak berkelebat ke sana ke mari dengan
golok pendeknya itu merubuhkan beberapa orang anak buah Hek-pek-kauw
lagi. Cepat-cepat dia melompat mendekati Hui-houw-to, dia juga berseru:
"Khang siecu, jangan melukai mereka. Pinceng mohon dengan sangat,
jangan melukai mereka!"
Karena tengah memperhatikan Hui-houw-to, di waktu itu si pendeta jadi
lengah. Dan tahu-tahu beberapa pedang telah menebas bahunya.
"Brettt!" bajunya di bagian bahu telah terkoyakkan dan kulit bahunya
tertebas, juga darah mengucur deras sekali.
Hui-houw-to terkejut.
"Taysu.!" Teriaknya.
Tubuh Hui-houw-to melompat kepada orang yang bersenjata pedang yang
melukai si pendeta. Golok pendeknya menyambar cepat sekali.
Dan "Ceeppp!" Ujung golok pendek itu menancap dalam sekali di dada orang
itu, yang tubuhnya mengejang dan kaku, napasnya seketika terhenti,
matanya mendelik. Waktu Hui-houw-to mencabut goloknya itu, maka tubuh
orang itu terkulai rubuh tidak berkutik lagi.
Hui-hauw to sudah berada di samping si pendeta, dia memeriksa luka Tangting hweshio.
"Apakah tidak berat luka Taysu!?" Tanyanye kemudian dengan sikap kuatir.
Si pendeta menghela napas! Memang dia merasa sakit pada lukanya, namun
tidak membahayakan. Dia menggeleng perlahan.
"Pinceng minta, janganlah Khang siecu menurunkan tangan kematian kepada
mereka........ Pinceng minta agar Khang siecu mau meluluskan permintaan
pinceng!"
Hui-houw-to menghela napas.
"Tapi mereka terlalu jahat sekali Taysu......... Lihatlah, Taysu pun
telah mereka lukai! Jika memang bisa, mereka tentu akan berusaha membunuh
kita, Taysu dan aku!"
Si pendeta menggeleng perlahan.
"Kita datang ke mari bukan buat membunuh, kita hanya untuk berusaha
mengambil kembali milik Khang siecu, yaitu surat yang telah dirampas oleh
ketua Hek-pek-kauw tersebut, bukan?"Khang Lam Cu Hui-houw-to menghela napas dalam-dalam. Ia mengerti bahwa si
pendeta benar-benar sangat saleh. Dan dia bisa namun tidak mau menurunkan
tangan kematian terhadap lawan-lawannya ini.
Hui-houw-to bisa menyadari betapa pun juga si pendeta memang sangat luhur
budinya. Sebetulnya bila Tang-ting Hweshio menghendaki maka mudah sekali
dia melukai dan merubuhkan Coa Mei Ling.
Cuma saja si pendeta menempuh cara dan jalan lain, yaitu berusaha
membujuk Coa Mei Ling dengan baik-baik. Dan juga ia berusaha agar Kauw-cu
dari Hek-pek-kauw tersebut mau menyerahkan apa yang pernah dirampasnya
dari Hui-houw-to itu, atas kesadarannya sendiri.
Tadi memang Tang-ting Hweshio sudah memperhatikan ilmu silatnya yang luar
biasa ketika merubuhkan Kauw-cu Hek-pek-kauw tersebut. Ia cuma untuk
meruntuhkan semangat melawan Coa Mei Ling.
Dan ia tidak menginginkan kalau nanti Hui-houw-to mengamuk menjatuhkan
korban terlalu banyak di Hek-pek-kauw bisa menimbulkan perobahan pula.
Kalau anak buahnya banyak yang terbinasa, mana mungkin Coa Mei Ling
dibujuk kembali.
Karena dari itu, iapun berusaha mencegah Hui-houw-to menurunkan tangan
kematian kepada anak buah Hek-pek-kauw. Tapi kini dia tengah terluka di
bahunya, luka yang ringan dan tidak membahayakan jiwanya. Cuma saja, ini
akan membuat kegesitan si pendeta berkurang banyak.
Sedangkan Hui-houw-to tengah menghela napas dalam-dalam. Dia bilang:
"Baiklah Taysu!"
Si pendeta menghela napas, kemudian menoleh kepada Giok-tiauw Sian-lie
Coa Mei Ling katanya,
"Bagaimana Kauw-cu, tentunya kau telah memikirkan baik-baik permintaan
pinceng? Kauw-cu seorang yang terhormat dan tentu tidak akan berusaha
memiliki barang orang lain. Sebagai Kauw-cu dari sebuah perkumpulan
besar, niscaya Kauw-cu akan mengembalikan barang yang bukan menjadi hak
dan milik dari Kauw-cu!"
Coa Mei Lang sudah bisa berdiri tegak, mukanya agak pucat. Dia telah
terluka di dalam.
Waktu itu juga ia tengah mengerahkan tenaga dalamnya, berusaha mengempos
hawa murni di tubuhnya. Karena dia ingin meluruskan napasnya, melancarkan
hawa murni di tubuhnya buat mengurangi dan meringankan luka di dalam
tubuhnya tersebut.
Mendengar kata-kata si pendeta, Coa Mei Ling mendengus beberapa kali.
"Apakah Taysu benar-benar hendak menanamkan permusuhan dengan Hek-pekkauw?" tegurnya dengan suara yang dingin.
Tang-ting Hweshio menghela napas.
"Dengar dulu, Kouwnio.!"
"Katakan saja, apakah Taysu bermaksud menanamkan permusuhan dengan Hekpek-kauw kami? Hemm, kami kira Siauw-lim-sie merupakan pintu perguruan
yang sangat besar dan Hek-pek-kauw tidak akan jeri berurusan dengan
Siauw-lim-sie.""Nona....... Kouwnio, dengarkanlah dulu kata-kata pinceng," Kata si
pendeta dengan sikap yang gugup, "Kauw-cu jangan salah paham, jangan
salah mengerti! Nona adalah Kauw-cu dari sebuah perkumpulan yang sangat
besar, karena dari itu, Pinceng ingin mengajak Kouwnio buat bicara baikbaik, dan janganlah menanamkan permusuhan di antara kita.
"Permusuhan tidak akan membawa suatu keuntungan apapun buat kita ke dua
belah pihak. Pinceng akan bertindak semua hanya demi kemanusiaan belaka.
Dan Kouwnio jangan sampai menuduh Siauw-lim-sie yang bertindak, karena
Pinceng memang bertindak atas nama Siauw?lim-sie.......!"
Setelah berkata begitu, Tang-ting Hweshio ragu-ragu sejenak, barulah dia
melanjutkan lagi kata-katanya. "Menurut hemat pinceng, kalau Siauw-limsie yang ikut mencampuri urusan ini tentu.. tentu."
"Hemm, tentu kami akan dapat disapu bersih, bukan?" Menyelak Coa Mei Ling
dengan suara yang dingin, dia memotong perkataan Tang-ting Hweshio yang
tampaknya ragu-ragu pada akhirnya.
"Tentu Taysu ingin mengatakan bahwa Hek-pek-kauw bukan berarti apa-apa
bagi Siauw-lim-sie?!"
Tang-ting Hweshio merangkapkan sepasang tangannya.
"Siancay! Siaucay! Jangan Kouwnio memiliki tanggapan seperti itu........
janganlah kouwnio memiliki perkiraan bahwa kami dari pihak Siauw-lim-sie
akan bertindak sewenang-wenang terhadap pihak Hek-pek-kauw. Pinceng hanya
menghendaki agar milik Khang siecu ini dikembalikan.!"
Coa Mei Ling berdiri bimbang, dia benar-benar sangat ragu!
"Bagaimana, nona?" Tanya si pendeta, sabar sekali suaranya.
Coa Mei Ling tambah ragu-ragu.
"Tentu Kouwnio bersedia buat mengembalikan?" Desak Tang-ting Hweshio.
karena dia melihat Kauw-cu Hek-pek-kauw itu bimbang.
"Baiklah!" Akhirnya Coa Mei Ling mengangguk, karena Giok-tiauw Sian-lie
yakin, jika bertempur terus berarti pihaknya menderita kerugian, dimana
anak buahnya akan banyak berjatuhan menjadi korban!
Karena dari itu, setelah berpikir beberapa saat dia mengangguk dan
bersedia buat memberikan surat ketua Khong-tong-pay kepada Hui-houw-to!
Hal ini hanyalah buat mengulur waktu belaka!
Bukankah, diwaktu mendatang dia bisa mempergunakan akal muslihat buat
merampas kembali surat itu? Dan juga memang dia telah membaca isi surat
tersebut.
Hui-houw-to tampak girang melihat Coa Mei Ling bersedia mmgembalikan
suratnya. Mukanya jadi berseri-seri.
Demikian pula halnya dengan Tang-ting Hweshio, dia cepat-cepat
merangkapkan sepasang tangannya memberi hormat kepada Kauw-cu Hek-pekkauw. Katanya: "Siancay! Siancay! Semoga Kauw-cu dilindungi oleh sang
Buddha!"Tang-ting Hweshio membungkukkan tubuhnya, dia telah empat kali beruntun
memberi hormat kepada Giok-tiauw Sian-lie.
Namun Coa Mei Ling mengelak ke samping menghindar tidak mau menerima
pemberian hormat tersebut. Dia telah bilang,
"Jangan.. tidak bisa aku menerima penghormatan tersebut.. Aku
menyerahkan surat itu kembali kepada orang itu, bukan karena aku berbaik
hati, cuma saja aku memandang kepada Siauw-lim-sie, sebagai pintu
perguruan tertua.........!" Sambil berkata begitu dengan mata mendelik
dia mengawasi Hui-houw-to dan menunjuk kepada Khang Lam Cu itu dengan
sikap yang sangat membenci sekali.
Sedangkan Khang Lam Cu telah mengawasi Kauw-cu Hek-pek-kauw sambil
tersenyum.
Tang-ting Hweshio menghela napas.
"Jika ada kesadaran di hati Kauw-cu, memang ini merupakan hal yang sangat
menggembirakan sekali. Namun janganlah hal ini berekor permusuhan. Dan
juga dengan Kauw-cu mengembalikan hak dari Khang siecu, berarti
permusuhan telah dibikin habis!"
"Kami tidak akan dapat melupakan semua ini!" tiba-tiba Coa Mei Ling
bilang dengan suara yang nyaring sekali. "Walaupun bagaimana kami tak
bisa melupakan kejadian hari ini. Dan suatu hari kelak kami akan datang
ke Siauw-lim-sie untuk meminta pengajaran dari para pendeta Siauw-limsie, yang memang terkenal sangat liehay-liehay itu.!"
Dingin sekali suara Coa Mei Ling ketika dia berkata begitu. Sikapnya pun
ketus dan bengis, seakan juga ia memperlihatkan bahwa dia memang tidak
senang dan sakit hati oleh tindakan Tang-ting Hweshio.
Jelas tampak di mukanya. Jika memang dia menyerahkan kembali surat itu
dan bersedia untuk menghabisi urusan hanya sampai di situ, dia dalam
keadaan terpaksa.
Karena dari itu, dia telah menahan diri, agar anak buahnya tidak
berjatuhan lebih banyak lagi oleh pertempuran dengan pendeta itu. Namun
dia pun akan mempersiapkannya, suatu saat kelak, dia memang akan mencari
Tang-ting Hweshio ataupun juga pendeta Siauw-lim-sie lainnya, buat
mengadakan pertempuran lagi dan mengadakan pembalasan sakit hatinya.
Bukan main mendongkol dan kecewanya Coa Mei Ling dengan ikut campurnya
Tang-ting Hweshio dalam persoalan Hui-houw-to, sehingga dia bersakit hati
kepada pendeta Siauw-lim-sie ini. Menurut hematnya, jika memang Tang-ting
Hweshio tidak mencampuri urusan ini niscaya Hui-houw-to tidak bisa
berbuat banyak, dan dia bisa saja membuat Hui-houw-to tidak dapat
mengadakan suatu gerakan apa pun juga buat merampas kembali surat
Ciangbunjin Kong-tong-pay itu.
Tang-ting Hweshio cuma tersenyum, dia tahu, sulit mengajak wanita itu
bicara baik- baik.Coa Mei Ling menoleh kepada seorang anak buahnya. Dia memberikan isyarat
dengan kibasan perlahan tangannya. Dia rupanya perintahkan anak buahnya
itu buat mengambil barang yang dikehendaki Tang-ting Hweshio.
Sedangkan saat itu, Hui-houw-to mengawasi sekitar tempat itu dengan penuh
kewaspadaan. Karena dia tahu, kalau saja memang Coa Mei Ling
memperlihatkan kelicikannya dan bermaksud tidak baik, maka dia akan
mendahului buat membuka serangan.
Dia kuatir kalau Kauw-cu dari Hek-pek-kauw tersebut nanti melakukan
sesuatu akal muslihat yang bisa membahayakan dia bersama Tang-ting
Hweshio.
Waktu itu tampak Coa Mei Ling mengawasi mendelik kepada Hui-houw-to.
"Setelah kau memperoleh suratmu kembali, apakah kau akan menyerahkan
kepada Taysu itu?" Tanya Kauw-cu Hek-pek-kauw tersebut.
Hui-houw-to mengangguk.
"Dan apakah surat itu akan dimusnahkan?" Tanya Kauw-cu Hek-pek-kauw lagi.
Kembali Hui-houw-to mengangguk.
"Tidak salah!"
"Hem, jika memang surat itu dimusnahkan, berarti di dalam dunia ini cuma
aku yang mengetahui di mana tempat beradanya nelayan yang beruntung
memperoleh Giok-sie itu!" kata Coa Mei Ling dengan suara yang dingin.
Hui-houw-to memandang heran dan curiga, ia kemudian bertanya: "Kenapa
begitu?"
"Karena aku sudah membacanya!"
"Dan kau kini telah menulisnya di kertas lain?" tanya Hui-houw-to.
"Ya!"
"Hemm, kalau begitu salinannya harus kau serahkan kepadaku!" Katanya
dengan suara mengancam.
"Menyerahkan kepadamu?"
"Ya!"
"Enak saja kau bicara!"
"Tak dapat kau menyimpan salinannya!"
"Aku akan memusnahkan salinan itu, tapi sungguh aku tidak akan
memusnahkannya begitu saja. Karena salinan itu telah berada di dalam
benakku, tersimpan baik-baik di dalam otakku!"
Setelah berkata begitu, Kauw-cu Hek-pek-kauw tertawa bergelak-gelak
nyaring sekali. Dia pun memandang sinis kepada si pendeta.
Di waktu itulah tampak, dia seakan juga hendak mengejek pendeta itu.
Karena dengan dikembalikannya surat yang pernah dirampasnya, biarpun si
pendeta memusnahkan surat itu, tetap saja tidak akan membuat Coa Mei Lingmerasa dirugikan karena memang pernah membacanya dan mengetahui dengan
jelas, di mana tempat beradanya nelayan yang beruntung memperoleh Gioksie itu.
Muka si pendeta berobah, tapi Tang-ting Hweshio cepat sekali bisa
menguasai diri.
"Hemm apakah memang kau akan menyiarkannya tempat di mana si nelayan itu
berada?" tanya Tang-ting Hweshio, dengan suara dan sikap menyelidik.
Kauw-cu Hek-pek-kauw itu tertawa tawar.
"Itu urusanku, tidak perlu Taysu mencampurinya!" Kata Coa Mei Ling dengan
suara yang tawar. "Apakah aku akan menyiarkannya di dalam kalangan Kangouw, agar semua orang banjir mengejar si nelayan itu adalah urusanku, aku
yang akan memutuskannya kelak.! Dan Taysu tidak bisa untuk mengekang
diriku dengan syarat apapun juga!"
Muka Tang-ting Hweshio jadi berobah. Ternyata Kauw-cu dari Hek-pek-kauw
ini sangat licik sekali.
Belum lagi dia bilang apa-apa, anak buah Giok-tiauw Sian-lie mengambil
sesuatu yang sudah datang kembali. Di tangannya membawa nampan yang cukup
besar terbuat dari emas. Di nampannya itu terdapat surat yang tergulung
baik sekali.
"Nah, kau ambillah!" Kata Giok-tiauw Sian-lie kepada Hui-houw-to,
suaranya sangat dingin sekali.
Hui-houw-to mengenali surat yang dirampas oleh Coa Mei Ling beberapa saat
yang lalu. Dia mengambil.
"Hemm, kau telah membuka dan membaca surat ini!"
Coa Mei Ling tertawa bergelak,
"Seperti apa yang kukakatakan tadi, bahwa seluruh isi surat itu sudah
berpindah ke dalam otakku....... Karena dari itu, tergantung pada
keputusan sendiri.
"Apakah aku akan membiarkannya saja urusan Giok-sie ini habis sampai di
sini. Atau memang nanti aku menyiarkannya di dalam rimba persilatan,
dimana tempat tinggalnya nelayan yang memiliki Giok-sie itu, agar dapat
untuk ramai-ramai mendatanginya, karena kami akan memperebutkannya
kembali.
"Dan itu tentu saja bukan menjadi kewajibanku....... Karena aku dapat
saja bertindak apa yang kukehendaki, tanpa perlu aku kuatir Taysu akan
melarangnya, bukan?!"
Muka Tang-ting Taysu berobah jadi guram. Dia tahu, apa yang telah
direncanakan oleh Coa Mei Ling. Sebagai Kauw-cu dari Hek-pek-kauw
tentunya Coa Mei Ling memiliki hubungan yang sangat luas sekali di dalam
kalangan Kang-ouw.
Kalau memang surat telah dibacanya dan isinya telah diingatnya itu,
disiarkan kepada jago-jago dalam kalangan Kang-ouw, niscaya akan membuat
seluruh dunia persilatan, tergoncang timbul pergolakan baru lagi. Dan ini
akan menjatuhkan korban yang tidak sedikit.Orang-orang Kang-ouw yang mendengar perihal Giok-sie terus, akan ramairamai memperebutannya. Dan mereka tidak akan memperdulikan sesuatu apa
pun juga.
Mereka tentu akan mempertaruhkan jiwa masing-masing buat dapat memiliki
Giok-sie. Karena dari itu pula, mau atau tidak, memang Tang-ting Hweshio
memikirkannya kemungkinan itu.
Dan dia pun kecewa, karena sekarang dia baru mengetahui dan menyadarinya.
Walaupun dia dapat mengambil kembali surat itu, surat milik Hui-houw-to,
Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
namun surat itu sudah tidak ada gunanya lagi.
Walaupun dimusnahkan, tokh tetap saja isi surat itu telah dibaca oleh
Kauw-cu Hek-pek-kauw tersebut. Dan telah diingatnya, terus bisa saja ia
salin lagi dan menyarkannya di dalam rimba persilatan.
"Bagaimana Taysu? Bukankah aku sudah mengambilkan surat itu? Apakah Taysu
tidak memiliki urusan lainnya? Aku ingin pergi untuk mengurus suatu
persoalan. Maaf tidak dapat aku menemani terlalu lama..!"
Setelah berkata begitu, Kauw-cu, Hek-pek-kauw ini membungkukkan tubuhnya.
Menjurah memberi hormat dan telah memperlihatkan sikap seperti tengah
mempersilahkan tamu buat berlalu. Dan ini merupakan pengusiran secara
halus kepada Tang-ting Hweshio maupun Hui-houw-to.
Waktu itu Hui-houw-to dan Tang-ting Hweshio berdiri bimbang. Mereka
saling pandang beberapa saat, sampai akhirnya Tang-ting Hweshio bilang:
"Baiklah Pinceng akan nanti memutuskannya. Apakah surat ini dimusnakannya
atau tidak. Dan terutama sekali, memang Giok-sie itu harus dapat pinceng
miliki.
"Jika Giok-sie telah berada di tangan pinceng, tentu, persoalan tidak
akan terjadi. Walaupun Kauw-cu menyiarkan berita tentang Giok-sie
itu.!"
Setelah berkata begitu Tang-ting Hweshio merangkapkan sepasang tangannya,
dan memberi hormat. Katanya lagi: "Kami pamitan.......!"
Hui-houw-to tidak memberi hormat, dia cuma melirik dengan sikap yang
sinis kepada Kauw-cu Hek-pek-kauw. Dan memandang dengan sikap yang
membenci. Dia berlalu dengan mendengus memperdengarkan suara mengejek.
Melihat sikap Hui-houw-to seperti itu, Giok-tiauw Sian-lie tertawa
dingin.
"Hemm, kau jangan mendelik-mendelik seperti itu, jika memang tak ada
pendeta Siauw-lim-sie itu jiwamu mudah sekali dikirim ke neraka!"
Sambil berkata begitu, Giok-tiauw Sian-lie tertawa dingin beberapa kali
dengan dengusan mengejek.
Sedangkan Hui-houw-to berdua dengan Tang-ting Hweshio sudah berada di
luar markas perkumpulan Hek-pek-kauw itu. Mereka meneruskan jalan mereka
meninggalkan tempat itu tanpa ada yang berkata sepatah perkataan pun
juga. Ke duanya berdiam diri seakan juga tengah memikirkan sesuatu dan
mereka tenggelam dalam pikiran sendiri-sendiri.
<>Tapi baru saja mereka meninggalkan markas Hek-pek-kauw tak jauh, paling
tidak hanya beberapa lie saja, tiba-tiba dari arah depan mereka berlari
pesat sekali sesosok tubuh yang berkilauan dengan warna putih.
Itulah seorang laki-laki tua yang berjenggot sudah putih kemilau, memakai
baju panjang yang berwarna putih, juga berkilau. Sebab baju putihnya itu
terbuat dari bahan sutera yang halus sekali.
Orang itu yang mengenakan baju putih tersebut, tertawa dingin.
"Serahkan surat itu kepadaku?" Katanya dengan suara yang dingin.
Tang-ting Hweshio memandang ragu-ragu pada orang itu. Dia tidak kenal
padanya sedangkan orang tua ini main minta begitu saja, membuat dia
mendongkol.
"Hem!" Hui-houw-to mendengus dingin, "Kau minta apa yang ingin diserahkan
kepadamu? Golok pendeta ini?!" Sambil bertanya begitu tampak Hui-houw-to
mengeluarkan golok pendeknya yang diacungkannya.
Orang tua itu mendelik kepada Hui-houw-to, dia tertawa dingin.
"Kau berani banyak mulut padaku?" Tanyanya dengan suara yang dingin.
Tahu-tahu tubuhnya berkelebat cepat sekali. Tangan kanannya bergerak
menghantam. Dan "wuttt.!"
Angin serangan itu kuat sekali, di samping memang tangannya bergerak
melebihi kecepatan kilat, membuat Hui-houw-to tidak bisa melihat dengan
jelas. Dan tahu-tahu tangan orang tua baju putih itu telah menghantam
dadanya.
Hui-houw-to kaget bukan main. Disamping merasa kesakitan, malah yang
membuat ia jadi lebih kaget, ketika tahu-tahu jenggot orang tua itu yang
berwarna putih juga telah mengibas menyampoknya. Sampai tubuhnya
terpental keras.
Rupanya jenggot orang tua itupun bukan jenggot sembarangan, dia bisa
mengerahkan lweekang pada jenggotnya, dan waktu jenggot itu menghantam
Hui-houw-to kuat bukan main seperti juga sampokan lempengan baja belaka.
Tubuh Hui-houw-to yang terpelanting di tanah bergulingan beberapa tombak.
Tampak merangkak baagun, pada sudut bibirnya darah mengucur cukup banyak.
Sedangkan si pendeta Tang-ting Hweshio berdiri kaget seperti kesima. Ia
tidak menyangka orang tua berjenggot dan berbaju putih itu demikian cepat
gerakannya. Gesit sekali.
Malah Tang-ting Hweshio yang berada di samping Hui-houw-to sama sekali
tidak keburu menolongi, tahu-tahu Hui-houw-to sudah terguling-guling kena
dihantam seperti itu. Itulah gin-kang yang telah mencapai tinggi.
Orang tua berbaju panjang berwarna putih sudah menoleh kepada Tang-ting
Hweshio.
"Mana surat itu?" Tegurnya dengan suara yang dingin.
Tang-ting Hweshio merangkapkan sepasang tangannya.
"Siancay! Apa yang siecu maksudkan?""Surat dari Giok-tiauw Sian-lie. Cepat berikan kepadaku!" Desak orang tua
berjenggot putih itu. "Jangan cari penyakit sendiri, karena jika aku
sudah naik darah kau akan merasakan sesuatu yang tidak menggembirakan.
Waktu berkata begitu mata orang tua berbaju putih itu berkilat tajam
sekali.
Tang-ting Hweshio sebetulnya merasa tidak senang dengan sikap orang itu.
Akan tetapi ia menyabarkan hatinya. Dia tersenyum kemudian dengan sabar
ia bilang.
"Kenapa siecu harus tergesa-gesa seperti itu tanpa siecu jelaskan hal
yang sebenarnya dan apa maunya siecu? Bagaimana mungkin Pinceng bisa
mengetahui apa yang siecu inginkan?"
Orang tua berbaju putih itu tertawa bergelak-gelak mengejek, kemudian
katanya dengan suara yang tawar tapi mengandung nada ancaman.
"Hemm, kau pura-pura bodoh, pendeta gundul, seharusnya engkau dihajar
juga! Bukankah engkau berasal dari Siauw-lim-sie, aku masih mau memberi
muka kepadamu! Ayo cepat serahkan surat itu kepadaku!"
Waktu berkata begitu, tangan orang tua berbaju putih tersebut telah
diulurkan. Dia meminta agar surat yang diinginkannya itu diberikan.
Tang-ting Hweshio waktu itu tengah berpikir diliputi keheranan yang
sangat.
Orang tua berbaju putih ini entah siapa. Dia baru saja tiba di tempat
ini, bagaimana mungkin dia bisa, mengetahui bahwa surat Hui-houw-to sudah
diambil si pendeta?
Dan mengapa dia tahu-tahu datang memintanya. Seakan dia yakin Tang-ting
Hweshio sudah berhasil mengambil pulang surat yang diperebutkan itu.
"Siapakah siecu?" Tanya Tang-ting Hweshio kemudian sambil menahan diri.
"Hemm, aku Pek Lojie (Orang Tua Putih), ayo cepat kau serahkan surat
itu.!" Kata orang tua itu, yang tampaknya jadi semakin tidak sabar.
"Atau memang kau hendak minta aku mengambilnya secara kekerasan? Terus
terang saja kuberitahukan kepadamu, aku mau menghormati Siauw-lim-sie
karena itu juga aku masih memberi muka kepadamu!"
Tang-ting Hweshio merangkapkan tangannya. Dia memberi hormat.
"Terima kasih untuk penghormatan siecu terhadap Siauw-lim-sie. Pinceng
mewakili Siauw-lim-sie menyatakan terima kasih atas penghargaan siecu.
"Tapi mengenai surat yang siecu maksudkan itu, surat yang baru saja kami
ambil dari Giok-tiauw Sian-lie, Coa Mei Ling. Kauw-cu dari Hek-pek-kauw,
bukanlah surat milik Pinceng bukan pula milik Siauw-lim-sie!"Rupanya Pek Lojie sudah semakin tidak sabar saja. Dia cepat-cepat
memotong dengan bentakan. "Aku tidak mau tahu soal surat itu milik siapa.
Cepat serahkan padaku!
"Tadi aku telah menerima laporan dari salah seorang anak buah Hek-pekkauw bahwa surat itu akan terjatuh di tanganmu. Dan aku merasa yakin
bahwa kalian sudah berhasil memperolehnya, hemm cepat serahkan surat itu
padaku!"
Tang-ting Hweshio tersenyum memaksakan diri buat bersabar terus, karena
hatinya sebetulnya sangat mendongkol sekali oleh sikap Pek Lojie
tersebut.
"Dengar dulu siecu, surat itu milik Khang siecu!" Kata si pendeta.
"Khang siecu? Siapa dia?!" tanya orang tua berbaju putih itu, "Cepat
serahkan!"
Tang-ting Hweshio tersenyum.
"Sabarlah....... dengar dulu!"
"Kau mau menyerahkan atau tidak?"
"Tunggu dulu, dengar dulu keterangan Pinceng!"
"Apa yang ingin kau beritahukan?"
"Sudah Pinceng beritahukan, surat itu bukan milik Pinceng, juga bukan
milik Siauw-lim-sie. Seharusnya siecu memintanya kepada Khang siecu!"
"Siapa Khang siecu itu? Sejak tadi kau hanya menyebut Khang siecu, Khang
siecu saja. Atau memang Khang siecu itu adalah engkau sendiri, pendeta
gundul?"
Tang-ting Hweshio menahan sabar. Dia menunjuk kepada Khang Lam Cu Huihouw-to, katanya: "Dialah Khang siecu!"
Waktu itu Hui-houw-to Khang Lam Cu tengah merangkak bangun. Mulutnya
berdarah dan baru saja dia bisa berdiri tetap, dia gusar bukan main.
Karena dia telah diserang seperti tadi dan cara menyerang Pek Lojie
seakan juga menyerang membokong belaka. Namun di balik dari rasa marahnya
itu, Khang Lam Cu menyadari juga bahwa kepandaian Pek Lojie memang sangat
tinggi.
Bukankah tadi dengan mudah sekali Khang Lam Cu sudah dirubuhkan oleh Pek
Lojie? Bukankah jika memang Pek Lojie menghendaki jiwanya, sama mudahnya
seperti dia membalikan telapak tangannya? Bukankah tangannya tadi
bergerak begitu cepat, sehingga dia tidak bisa melihat gerakannya?
Hui-houw-to bilang dengan suara, yang dingin: "Surat itu sudah
dimusnahkan!"
Dan ia menyusut dengan ujung bibirnya. Melihat darah di tangannya, ia
jadi tambah meluap marahnya, ia berteriak: "Sekarang aku ingin minta
pengajaran dari kau!"
Pek Lojie mendelik."Surat itu sudah dimusnahkan?!" tanyanya dan ia bertanya dengan tubuh
melesat, tahu-tahu ia sudah berada di depan Khang Lam Cu, tangan kanannya
bergerak, cepat bukan main. Ia sudah menjambak baju.
Melihat gerakan tangan Pek Lojie dengan jelas, Khang Lam Cu tidak bisa
mengelak dan tahu-tahu bajunya sulah kena dicengkram. Malah Pek Lojie
sudah mengerahkan tenaganya, tubuh Khang Lam Cu terangkat ia bermaksud
akan melemparkannya.
Melihat keadaan Hui-houw-to yang terancam seperti itu, cepat luar biasa
Tang-ting Hweshio melompat menghampiri, ia berseru:
"Tahan!" tangan kanannya meluncur menotok ke punggung Pek Lojie, ke arah
jalan darah Uh-tiang-hiat. Itulah jalan darah berbahaya, yang bisa
membuat lumpuh separoh bagian badan.
Dan akan merupakan kelumpuhan yang sulit disembuhkan, jika seseorang
tertotok pada jalan darahnya itu.
Tang-ting Hweshio adalah pendeta Siauw-lim-sie. Sedangkan Siauw-lim-sie
terkenal sekali dengan kehebatan ilmu silatnya, yang memang merupakan
ilmu silat yang murni dan bersih lurus.
Karena dari itu, setiap pendeta Siauw-lim-sie, walaupun yang paling
rendah kepandaiannya tetap saja tak boleh dipandang sebelah mata.
Terlebih lagi memang Tang-ting Hweshio memiliki kepandaian yang tinggi,
sambaran angin totokannya saja begitu tajam.
Cepat-cepat Pek Lojie melepaskan cengkeramannya pada dada Hui-houw-to. Ia
memutar tubuhnya menangkis.
"Plakk!" tanganuya saling bentur dengan Tang-ting Hweshio, benturan yang
keras.
Hui-houw-to yang telah dilepas dari cengkraman tangan Pek Lojie, tak
segera melompat menyingkir, malah tangan kanannya bergerak cepat sekali.
Ia menghantam dada Pek Lojie dengan sekuat tenaganya.
Pek Lojie melihat sambaran tangan Hui-houw-to, tapi dia tidak
mengelakkannya karena dia tengah memusatkankan tenaga dalamnya buat
menahan dan membendung kekuatan tenaga dalam Tang-ting Hweshio. Dia cuma
menyaluri lweekangnya ke dada untuk melindungi dadanya.
Kepalan tangan Hui-houw-to menghantam telak sekali.
"Dukkk!" Terdengar suara yang nyaring. Tapi tubuh Pek Lojie tetap tidak
bergeming dari tempatnya.
Malah sebaliknya Hui-houw-to merasakan kepalan tangannya yang nyeri dan
sakit bukan main. Dan yang membuat dia lebih kaget, tubuhnya sendiri yang
terpental sampai tiga tombak.
Kali ini Hui-houw-to keburu buat mengerahkan tenaga dalam pada sepasang
kakinya, dia tidak sampai terguling. Namun tenaga membalik yang
dilancarkan oleh Pek Lojie yang membuat Hui-houw-to terpental seperti
itu, sempat membuat napas Hui-houw-to jadi sesak.
Mukanya juga pucat. Dia kaget bukan main. Tidak disangka bahwa Pek Lojie
benar-benar tangguh.Tang-ting Hweshio sendiri terkejut ketika tangannya saling bentur dengan
tangan Pek Lojie. Dia kagum buat kelihayan orang ini, di mana tampaknya
memang Pek Lojie memiliki lwekang yang kuat sekali. Tang-ting Hweshio
mengempos lwekangnya, dia berusaha menindih kekuatan tenaga dalam.
Namun dia gagal. Pek Lojie tetap saja berhasil membendung kekuatan tenaga
dalamnya, sehingga tangan Tang-ting Hweshio tidak berhasil menekannya
lebih jauh.
Pek Lojie sendiri gusar bukan main. Dia melihat Hui-houw-to tidak berani
maju lagi untuk menyerangnya.
Rupanya Hui-houw-to sekarang menyadari bahwa kepandaiannya masih terpaut
jauh sekali dibandingkan dengan Pek Lojie. Jika memang Hui-houw-to
menyerang juga, memaksakan diri mengerahkan lweekangnya niscaya dia
sendiri yang akan celaka.
Hal itu telah membuat Hui-houw-to akhirnya berdiam diri saja, tidak maju
buat menyerang pula! Sedangkan Pek Lojie mengempos semangatnya, ia
mengeluarkan seruan nyaring, tangannya tahu-tahu terangkat, dia
menghantam lagi kepada Tang-ting Hweshio.
Begitu berulang kali Tang-ting Hweshio menangkis. Mereka sama-sama
mempergunakan kekerasan, karena keduanya telah mempergunakan lweekang
mereka.
Ada yang mengejutkah Tang-ting Hweshio yaitu ia merasakan tenaga lawannya
luar biasa hebatnya seperti gunung ambruk dan juga seperti terjangan
gelombang air lautan yang sangat besar dan dahsyat sekali. Tidak jarang
Tang-ting Hweshio merasakan kuda-kuda sepasang kakinya jadi goyah.
Untung saja Tang-ting Hweshio memiliki lweekang yang murni. Dengan
demikian dia masih bisa bertahan buat menerima hantaman yang gencar dan
begitu kuat dari Pek Lojie!
Pek Lojie penasaran. Dia sudah mempergunakan kekuatan tenaga lweekangnya
pada tingkat yang tinggi sekali, yang selalu dapat diandalkannya.
Diapun yakin bisa merubuhkan pendeta ini. Namun kenyataan yang ada
justeru dia gagal dengan usahanya.
Tang-ting Hweshio masih berdiri tegak, di tempatnya tanpa bergeming
bahkan sama sekali terdesak. Setiap kali rangsekannya selalu dapat
diterima olen Tang-ting Hweshio dengan baik.
Diiringi bentakan nyaring, tiba-tiba tubuh Pek Lojie berputaran
mengelilingi Tang-ting Hweshio, sedangkan sepasang tangannya menyambarnyambar dengan cepat sekali, dan sepasang tangan Pek Lojie seakan telah
berobah menjadi beberapa pasang tangan yang gencar selalu menyerang Tangting Hweshio. Hal itu bisa terjadi disebabkan memang gin-kang Pek Lojie
yang mengagumkan.
Hati Tang-ting Hweshio tercekat, sampai akhirnya dia merobah cara
bersilatnya. Tang-ting Hweshio menyadari, jika memang dia menghadapi
semua hantaman dan serangannya Pek Lojie dengan caranya seperti itu juga,
yakin menerima setiap serangan niscaya dirinya yang bisa celaka.
Dengan suara yang nyaring, Tang-ting Hweshio menyebut kebesaran sang
Budha."Omitohud!" dan tangan Tang-ting Hweshio bergerak sangat cepat, setiap
gerakannya itu mengandung kekuatan lweekang yang dahysat sekali. Angin
sepasang tangan Tang-ting Hweshio juga tidak kalah santernya dengan
kekuatan lawannya.
Diam-diam Pek Lojie berpikir di dalam hati. "Pendeta ini sebetulnya
memiliki kepandaian yang masih kalah seurat dengan kepandaianku, tapi dia
masih bisa menghadapi seranganku dengan sebaik-baiknya. Inilah
disebabkan ilmu silat Siauw-lim-sie yang benar-benar murni!"
Karena berpikir begitu, Pek Lojie berusaha mencari jalan untuk dapat
merubuhkan Tang-ting Hweshio secepat-cepatnya. Dia mengempos semangatnya
Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menambah tenaga penyerangannya dan tangannya bergerak semakin cepat,
dibantu juga oleh sepasang kakinya yang setiap kali memiliki kesempatan
tentu akan memandang bagian-bagian yang mematikan di tubuh Tang-ting
Hweshio.
Demikianlah kedua orang itu bertempur seru sekali.
Hui-houw-to mengawasi jalannya pertempuran itu dengan mata terbuka lebar
tidak berkedip, karena dia kagum bukan main menyaksikan kepandaian kedua
orang tersebut.
"Kepandaianku masih belum berarti apa-apa, jika aku berlatih sepuluh
tahun lagi, belum tentu aku bisa memiliki kepandaian yang sehebat
kepandaian kedua orang itu....!"
Dan sambil berpikir begitu, Hui-houw-to mengawasi jalannya pertempuran ke
dua orang itu. Karena dia ingin melihat bagian-bagian terpenting dari
ilmu silat ke dua orang itu, jika dapat untuk menambah pengalaman dan
pengetahuannya.
Dan dia bertekad, memang dia harus berlatih lagi dengan tekun selama
beberapa tahun untuk memperoleh kemajuan. Dia yakin, jika memang Tangting Hweshio kelak mau memberikan petunjuknya padanya, niscaya dia bisa
memperoleh kemajuan yang pesat sekali.
Bukankah selama ini Tang-ting Hweshio juga sudah banyak memberikan
petunjuk padanya dan dia bisa memiliki dan memperoleh kemajuan yang tidak
sedikit?"
Tengah Hui-houw-to tercenung dengan pikirannya, mendadak sekali dia telah
mendengar Pek Lojie mengeluarkan bentakan nyaring. Suara bentakan itu
seakan juga menggetarkan tempat itu, dan membuat tanah dan pohon-pohon
tergetar.
Pek Lojie rupanya sudah merobah cara bertempurnya. Dia tak lagi merangsek
seperti tadi.
Malah sepasang tangan Pek Lojie tidak bergerak secepat tadi, dia telah
menghantam dengan gerakan tangan yang lambat. Cuma saja semakin lambat
gerakan Pek Lojie maut yang terkandung di dalamnya memang semakin hebat
juga. Karena kekuatan tenaga dalam yang dipergunakannya itu bisa
mematikan.
Dalam saat-saat seperti itu, Tang-ting Hweshio juga tidak berani berayal,
karena dia harus dapat menghadapinya dengan mempergunakan ilmu
andalannya.Jika terlambat dia merobah cara bertempurnya, dia akan terdesak, malah
kemungkinan dia akan terbinasa rubuh di tangan Pek Lojie.
Dengan menghentak-hentak ke sana ke mari segera tangan Tang-ting Hweshio
menyambar ke berbagai arah. Cepat sekali cara bergeraknya itu. Dengan
demikian telah membuat dia jadi dapat menghadapi cara bertempur Pek
Lojie.
Malah di saat-saat seperti itu, Tang-ting Hweshio dua kali dapat mendesak
lawannya.
Tang-ting Hweshio melihat muka Pek Lojie sudah berobah merah padam
seperti juga dari atas kepalanya menguap asap yang tipis. Dan juga
keringat telah membasahi wajah maupun tubuhnya, sedangkan serangan dari
ke dua tangannya yang semakin perlahan itu mengeluarkan angin yang panas
sekali, menyambar ke sana ke mari.
Tang-ting Hweshio tidak berayal lagi mengeluarkan Kiu-yang-cin-kie nya.
Dia telah mempergunakan lweekang yang paling kuat dan murni.
Dia telah menyerangnya hebat sekali. Karena angin dari setiap sampokan
tangannya itu selain dapat memusnahkan kekuatan tenaga dalam lawan juga
telah bisa membuat tenaga pukulan dari Pek Lojie lenyap.
Pek Lojie semakin lama jadi semakin penasaran. Dia berseru berulang kali
seakan juga mulai kalap.
Tidak pernah terpikirkan olehnya bahwa dia tidak berdaya menghadapi Tangting Hweshio, sebelumnya. Pek Lojie memang sangat angkuh sekali, dia
yakin dirinya pasti berhasil buat merubuhkan lawannya hanya dalam
beberapa jurus saja.
Di dalam rimba persilatan memang Pek Lojie terkenal sekali sebagai tokoh
rimba persilatan yang memiliki kepandaian sulit untuk ditandingi oleh
lawan yang sembarangan. Dan sekarang, justeru dia menghadapi lawannya
seperti Tang-ting Hweshio.
Malah dia seakan juga tidak dapat dan mulai kewalahan buat menghadapi
setiap serangan yang dilakukan Tang-ting Hweshio. Karuan saja membuat Pek
Lojie jadi semakin penasaran.
Dalam saat-saat seperti itu, beberapa kali dia sudah merobah cara
bertempurnya. Dia telah mengerahkan tenaga dalamnya delapan bagian namun
tidak memperoleh hasil. Dia menambah lagi, sampai sembilan bagian, tetapi
saja dia tidak berhasil mendesak Tang-ting Hweshio.
Sebetulnya Tang-ting Hweshio sendiri tengah berada dalam keadaan
terancam! Jika dia bertahan terus seperti itu, jelas dia bisa celaka dan
rubuh di tangan Pek Lojie.
Di luarnya memang tampak dia tenang-tenang dan dapat menghadapi setiap
terjangan dari Pek Lojie dengan baik, setiap pukulan lawannya dapat
dimusnahkan. Namun Tang-ting Hweshio sudah mengerahkan hampir seluruh
kekuatannya.Sedikit lebih banyak lagi dia memaksakan diri, niscaya dia akan celaka.
Tenaga dalamnya akan berbalik buat menghantam dirinya sendiri ini pun
jika memang dia memaksakan diri buat mengerahkan, tenaga yang berlebihan
dari takarannya.
Diam-diam Tang-ting Hweshio jadi bingung juga, dia berpikir di dalam
hati.
"'Kepandaian Pek Lojie benar-benar hebat, dia sulit dihadapi. Jika memang
keadaan seperti ini berlangsung terus lebih lama, tentu akan merugikan
diriku. Karenanya, aku harus dapat cepat-cepat menyudahi pertempuran
ini!"
Sambil berpikir begitu, dua kali beruntun Tang-ting Hweshio menghindarkan
serangan lawannya. Dan selama dua kali menghindar itu diam-diam dia sudah
mempersiapkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya pada ke dua telapak
tangannya. Dan dia membarengi dengan bentakan nyaring, sepasang tangannya
mendorong.
Pek Lojie menghindar, dia menyangka bahwa lawannya menghantam dengan
kekerasan.
Tapi kesudahannya, membuat Pek Lojie jadi kaget bukan main, sebab tenaga
pukulan sepasang tangan Tang-ting Hweshio datang secara borgelombang.
Tenaga yang pertama dapat dihindarkan oleh Pek Lojie.
Akan tetapi, serangan yang berikutnya tenaga dalam gelombang ke dua,
membuat Pek Lojie tak dapat menyingkir. Karena tahu-tahu angin serangan
yang datang pada gelombang kedua itu kuat sekali.
Terpaksa ia menangkis, benturan tenaga dalam dahsyat terjadi lewat tangan
mereka masing-masing. Tubuh Pek Lojie tergetar.
Begitu juga tubuh Tang-ting Hweshio tergetar keras. Malah ada yang
membuat Pek Lojie tambah kaget.
Belum lagi ia menarik pulang tangannya, justeru telah menyambar angin
gelombang ketiga. Hantaman ketiga itu jauh lebih kuat dari yang pertama
maupun yang kedua.
Bukan kepalang kagetnya Pek Lojie, dia sampai mengeluarkan seruan
tertahan.
Tapi tenaga pukulan dari Tang-ting Hweshio sudah dekat sekali, Pek Lojie
juga tak keburu buat menjauhi diri.
Walaupun bagaimana Pek Lojie adalah seorang jago yang memiliki kepandaian
tinggi, tenaga dalamnya pun mahir sekali. Dalam keadaan terjepit seperti
itu ia tak jadi gugup.
Mendadak sekali Pek Lojie sudah mengangkat kedua tangannya, dia
melepaskan diri dari libatan tenaga dalam Tang-ting Hweshio, ia sudah
mengangkat tangannya dan ke lima jari tangan yang terbuka. Dan jari-jari
tangannya itu mengincar akan menoblos biji mata Tang-ting Hweshio.
Memang dengan mengangkat tangannya tersebut, Pek Lojie bisa saja
terhantam terluka di dalam yang tidak ringan oleh tenaga gelombang ketiga
yang dilancarkan oleh Tang-ting Hweshio. Akan tetapi Tang-ting Hweshiopun akan buta bila kedua biji matanya yang akan terkorek keluar oleh jari
tangan Pek Lojie.
Tang-ting Hweshio jelas tidak mau cidera dalam pertempuran ini walaupun
dia melihat bahwa lawannya akan dapat dihantamnya dengan hebat. Tokh
tetap saja dia tidak mau membiarkan matanya kena diceblos seperti itu.
Cepat-cepat Tang-ting Hweshio menjejakkan kakinya, tubuhnya melesat ke
belakang. Dengan demikian Tang-ting Hweshio sudah menghindarkan jari-jari
tangan Pek Lojie.
Tapi dengan melompatnya Tang-ting Hweshio, maka hantaman Tang-ting
Hweshio pada Pek Lojie pun jadi gagal!
Mereka berdua berdiri dihadapan, saling menatap dengan mata yang tajam
sekali.
Tang-ting Hweshio merangkapkan sepasang tangannya.
"Siancay! Pertempuran yang tidak ada manfaatnya buat diteruskan!"
Menggumam si pendeta.
Dan dia menoleh lagi kepada Hui-houw-to, dia bilang: "Khang siecu,
pergilah kau membawa surat itu, baik-baiklah kau membawa diri! Nah,
pergilah.!"
Hui-houw-to tengah berdiri tertegun di tempatnya. Tapi dia sempat
menyaksikan pertempuran yang langka dan seru sekali jarang bisa
dijumpainya di lain waktu.
Dan sebelumnya, memang Hui-houw-to tidak pernah menyaksikan pertempuran
sehebat itu. Sekarang mendengar si pendeta memintanya agar pergi, dia
jadi tersadar.
"Taysu.!" Dia tergagap.
"Pergilah! Dan mungkin jika jodoh, kita bisa bertemu lagi dilain waktu!"
Kata Tang-ting Hweshio dengan suara yang sabar, dia juga telah memandang
dengan sorot mata yang tajam sekali. Dan Hui-houw-to tidak berani balas
menatapnya.
Pek Lojie gusar bukan main. Dia tertawa bergelak karena saking murkanya.
"Apakah enak begitu saja hendak angkat kaki dari tempat ini?" Teriaknya
dengan suara yang nyaring. Tampaknya dia juga bersiap-siap hendak
menerjang, menubruk Hui-houw-to.
Tapi Tang-ting Hweshio justeru telah merintanginya. Pendeta ini sudah
merobah kedudukan sepasang kakinya. Dia sudah berada dihadapan Pek Lojie.
Dia menantikan serangan Pek Lojie.
Kalau memang Pek Lojie menyerang Hui-houw-to, si pendeta yang akan
menerimanya, menyambutinya.
"Pergilah Khang siecu! Baik-baiklah membawa diri!" Kata Tang-ting Hweshio
lagi.
Waktu itu, tampak Hui-houw-to ragu-ragu. Dia menyadari, dengan Tang-ting
Hweshio meminta agar dia meninggalkan tempat itu, mungkin si pendeta
sudah merasakan bahwa lawannya ini tangguh sekali, sulit buat dirubuhkandan mencegah jangan sampai nanti terjadi hal yang tidak diinginkan jika
Tang-ting Hweshio gagal merubuhkan lawannya ini.
Dia telah meminta Hui-houw-to pergi meninggalkan tempat itu. Sedangkan
Tang-ting Hweshio yang akan merintangi Pek Lojie, buat menghadapinya
terus, sehingga Pek Lojie, tidak akan memiliki kesempatan buat mengganggu
Hui-houw-to.
Sedangkan saat itu Pek Lojie yang sudah meluap marahnya, mengerang dan
menubruk menghampiri dengan sepasang tangannya.
Tangan mereka saling bentur lagi dengan kuat, membuat keadaan di sekitar
tempat itu tergetar.
"Khang siecu, menunggu sampai kapan kau baru mau pergi?" Menegur Tangting Hweshio lagi.
Khang Lam Cu tersadar, dia menghela napas. Dia merangkapkan sepasang
tangannya memberi hormat ke arah si pendeta. Dia bilang nyaring sekali,
"Terima kasih atas bantuan Taysu, dan aku tidak akan melupakan budi
kebaikan Taysu. Dan jika ada jodoh aku akan mencari Taysu dan kita
bertemu lagi..!"
Setelah berkata begitu, sesudah memberi hormat tiga kali, tampak Khang
Lam Cu memutar tubuhnya, dia pun menjejakkan ke dua kakinya, tubuhnya
melesat gesit meninggalkan tempat itu. Khang Lam Cu menyadari si pendeta
menyuruh dia pergi karena memang si pendeta bermaksud melindungi surat
dari Ciangbunjin, Khong-tong-pay.
Karena itu, Khang Lam Cu pun tidak berani berayal. Jika sebelumnya dia
bimbang harus meninggalkan Tang-ting Hweshio yang tengah menghadapi lawan
berat seperti Pek Lojie, namun mengingat akan pentingnya surat itu maka
diapun mau menuruti anjuran si pendeta.
"Khang siecu, kau boleh datang ke Siauw-lim-sie buat menceritakan
segalanya kepada Hong-thio pinceng.!" Berseru Tang-ting Hweshio ketika
melihat Khang Lam Cu sudah mau menuruti anjurannya, buat meninggalkan
tempat itu.
Khang Lam Cu menginginkannya. Ia cepat sekali meninggalkan tempat itu dan
lenyap di kejauhan.
Yang murka bukan main adalah Pek Lojie. Dengan mengerang murka, dia
menerjang lagi.
Demikianlah, Tang-ting Hweshio menghadapi lawannya jauh lebih tenang,
karena Khang Lam Cu sudah tidak berada di tempat itu. Dia mengempos hawa
murninya, mengerahkan tenaga dalamnya dan dia pun telah berusaha untuk
menghadapi setiap terjangan Pek Lojie dengan sabar dan penuh perhitungan.
Malah terakhir dia menutup diri dengan lwekangnya, dia hanya berkelit dan
memunahkan tenaga serangan lawannya. Setiap kali Pek Lojie menerjangnya,
maka dia selalu memunahkan kekuatan serangan lawannya.
Pek Lojie semakin penasaran. Dia menghantam semakin kuat mengerahkan
seluruh kekuatannya. Dengan demikian Pek Lojie sudah rugi banyak, di mana
dia telah kehabisan tenaga pada akhirnya, karena dia menghambur-hamburkan
kekuatan tenaga dalamnya itu.Dikala itu Hui-houw-to sendiri sudah mengerahkan gin-kangnya. Dia berlari
terus tidak berani berhenti. Dia tidak tahu, entah bagaimana pertempuran
antara Tang-ting Hweshio dengan Pek Lojie.
Sesungguhnya kalau memang Tang-ting Hweshio hendak meninggalkan lawannya
bisa saja melakukannya. Dia memiliki gin-kang istimewa milik Siauw-limsie. Dia bisa meninggalkan lawannya setiap saat dia mau. Niscaya Pek
Lojie tidak akan dapat mengejarnya.
Cuma saja yang dipikirkan Tang-ting Hweshio justeru keselamatan Khang Lam
Cu. Jika memang Tang-ting Hweshio menyudahi pertempuran sampai disitu dan
meninggalkan Pek Lojie, bukankah Pek Lojie akan mengejar Hui-houw-to,
yang waktu itu belum lagi pergi jauh karenanya.
Sengaja Tang-ting Hweshio melibatkan diri terus dalam pertempuran dengan
Pek Lojie.
Setelah bertempur satu harian barulah Tang-ting Hweshio memutuskan buat
menyudahi pertempuran itu.
"Pek siecu tampaknya kau memang berusaha untuk memperoleh surat
Ciangbunjin Khong-tong-pai. Sesungguhnya, apa perlunya! Bukankah itu
hanya demi kepentingan Giok-sie belaka?
"Dan pinceng kira, kita orang seperti siecu, tidak memerlukan Giok-sie
lagi! Buat apa kita bertempur mati-matian seperti ini, sudahlah, bukankah
antara pinceng dengan siecu memang tak ada ganjalan apapun juga?"
Pek Lojie menunda serangannya, ia tertawa bergelak.
"Hahaha, tidak ada ganjalan? Bagus! Bagus! Justeru jika aku hari ini tak
bisa memampusi kau, maka aku bersumpah tak mau jadi manusia lagi!"
Membarengi dengan habisnya bentakan itu, Pek Lojie menerjang lagi.
Benar-benar Pek Lojie sudah kalap karena ia bertempur dengan sikap yang
nekad, seakan juga ia hendak mengadu jiwa.
Tang-ting Hweshio menghela napas, ia melayani lagi. Lewat beberapa saat
barulah ia bilang pula:
"Baiklah siecu, karena Pinceng tak memiliki waktu banyak, Pinceng pamitan
saja. Nanti kalau memang kita memiliki jodoh, kita bertemu lagi!"
Setelah berkata begitu Tang-ting Hweshio mengibaskan tangannya. Ia
memunahkan serangan Pek Lojie, kemudian tubuhnya melesat ke samping
kanan.
"Kau ingin angkat kaki? Jangan mimpi!" Kata Pek Lojie yang segera
menyerangnya dan menyusuli dengan hantaman berikutnya.
Dan terpaksa sekali Tang-ting Hweshio melayani lagi. Waktu memiliki
kesempatan pula, Tang-ting Hweshio segera melompat ke samping, ia
menghindar dan cepat sekali ia sudah bisa memunahkan terjangan lawannya.Di saat seperti itulah Tang-ting Hweshio sudah menjauhi lawannya, ia
mengerahkan gin-kang istimewanya, yaitu "Lari Dipermukaan Air". Tubuhnya
seperti terbang saja dan sepasang kakinya seperti tidak menginjak tanah
telah meninggalkan tempat itu.
Pek Lojie murka bukan main, dia mengejarnya.
Sengaja Tang-ting Hweshio mengambil arah yang berlawanan dengan arah yang
diambil Hui-houw-to, ia berlari cepat sekali. Walaupun Pek Lojie memiliki
Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
gin-kang yang mahir, tokh lama kelamaan ia semakin tertinggal.
Tang-ting Hweshio semakin jauh juga. Hal ini membuat Pek Lojie tambah
murka. Ia mengempos seluruh sisa tenaganya, mengejar lebih cepat, ia
mengerahkan gin-kangnya.
Tetap saja jarak mereka terpisah semakin jauh, karena Tang-ting Hweshio
berlari secepat terbang saja.
Pek Lojie penasaran, dia mengejar terus. walaupun perlahan-lahan jarak
mereka semakin jauh, malah akhimya dia tidak melihat bayangan si pendeta
lagi. Dia tetap berlari ke depan mengejar terus, karena dia yakin, nanti
dia akan berhasil mengejarnya.
<>
Hui-houw-to kuatir bukan main. Kalau Pek Lojie bisa mengejarnya, di mana
setelah dia merubuhkan Tang-ting Hweshio dan mengejarnya, dia akan
menghadapi bahaya yang tidak kecil.
Hui-houw-to juga menyadari. Dengan Tang-ting Hweshio meminta dia
meninggalkan mereka yang tengah bertempur itu, disebabkan Tang-ting
Hweshio telah kehilangan keyakinannya bahwa dia bisa, menghadapi Pek
Lojie.
Malah Hui-houw-to menduga. Kemungkinan Tang-ting Hweshio merasa sudah
jatuh dibawa angin, dan itu memang membahayakan sekali buat Hui-houw-to.
Dan dia berlari tanpa pernah berhenti, dia berlari terus mengerahkan
seluruh gin-kangnya.
Walaupun napasnya sudah memburu keras, tetap saja dia tidak berani
berhenti dan atau memperlambat larinya. Dia terus juga mengerahkan
seluruh, gin-kangnya berlari dengan cepat sekali. Setiap kali dia menoleh
ke belakang, dia bernapas lega, sebab tidak melihat ada yang mengejarnya.
Sambil berlari begitu, hati Hui-houw-to Khang Lam Cu kuatir sekali untuk
keselamatan Tang-ting Hweshio. Entah bagaimana keadaan si pendeta? Dan
apakah mereka sampai sekarang ini masih juga terlibat dalam pertempuran
yang seru, pertempuran yang merupakan adu jiwa satu dengan yang lainnya.
Hui-houw-to merasakan napasnya pendek-pendek karena lelah bukan main,
napasnya juga memburu keras sekali. Dia ingin beristirahat namun hatinya
masih kuatir dikejar Pek Lojie maka dia berlari sekuat sisa tenaganya.
Sampai akhirnya, sepasang kakinya lemas tidak bertenaga lagi. Dia seperti
kehabisan tenaga, tubuhnya terjungkal rubuh di tepi jalan.
Napasnyapun kini memburu. Hui-houw-to merangkak ke dekat bawah batang
pohon di tepi jalan itu dia meneduh.Setelah duduk mengasoh beberapa waktu lamanya, akhirnya napasnya tidak
memburu keras seperti tadi lagi. Dia sudah bisa mengendalikan
pernapasannya. Dia mengawasi ke arah dari mana tadi dia mendatangi. Tidak
ada yang mengejar.
Tentunya Tang-ting Hweshio dengan Pek Lojie masih terlibat dalam
pertempuran yang seru.
Teringat kepada si pendeta Siauw-lim-sie itu Hui-houw-to menghela napas
dalam-dalam.
Tang-ting Hweshio sangat baik. Dia merupakan pendeta Siauw-lim-sie yang
alim dan juga jujur. Dia selalu bertindak welas asih, dan memang pendeta
Siauw-lim-sie itu seorang pendeta yang patut untuk dihormati.
Karena dari itu, Hui-houw-to menghela napas berulang kali. Bukankah
sekarang Tang-ting Hweshio tengah bertempur dengan Pek Lojie?
Dan itu merupakan suatu pertaruhan jiwa? Karenanya, Hui-houw-to akan
mengingat selamanya kebaikan pendeta itu.
Pendeta itu yang ingin mencari Giok-sie, akan memusnahkan Giok-sie itu.
Karena dia tidak mau di dalam rimba persilatan timbul pergolakan dan
jatuh korban yang tidak sedikit hanya disebabkan Giok-sie itu.
Demikianlah, setelah mengasoh beberapa saat dan semangatnya pulih,
akkirnya Hui-houw-to melanjutkan lagi perjalanannya. Dia tidak berlari
seperti tadi.
Dia berjalan perlahan-lahan, sepasang kakinya pegal dan letih bahkan
bermaksud akan mencari seekor kuda. Dengan menggunakan kuda, tentu dia
bisa menjauhi tempat itu, tanpa perlu terlalu menderita. Jika berlari
terus, dengan hanya mempergunakan sepasang kakinya, tentu dia akan sangat
lelah dan akhirnya kehabisan tenaga.
Belum lagi jika memang Pek Lojie berhasil melepaskan diri dari libatan
Tang-ting Hweshio dan mengejarnya, niscaya akan menyebabkan dia harus
menghindar semakin cepat pula berlarinya, dan dia harus mengerahkan
seluruh tenaganya. Ini akan membuat dia akhirnya terancam bisa terkejar
oleh Pek Lojie.
Sambil berjalan begitu, dia melihat-lihat sekitarnya. Memang cukup banyak
rumah penduduk di sekitar itu. Namun tidak terlihat seekor kuda pun juga.
Malah diwaktu itu terlihat petani-petani yang tengah mengembalakan
kerbaunya. Dan kerbau tidak berguna buat Hui-houw-to.
Dikala itu tampak Hui-houw-to sudah menghampiri sebuah rumah. Dia melihat
di muka rumah itu berdiri seorang anak laki-laki kecil. Dan tangan anak
lelaki kecil itu tengah mempermainkan tali kendali seekor kuda.
Kuda itu tidak terlalu gemuk, juga tampaknya tidak terlalu kuat. Akan
tetapi, kuda tersebut akan dapat menolong Hui-houw-to. Karenanya dia
menghampirinya, sambil tersenyum dan menyapa anak tersebut, dia bilang:
"Adik yang manis, maukah kau menjual kuda itu kepadaku?!"
Anak lelaki tersebut mengawasi Hui-houw-to beberapa saat, kemudian
menggeleng."Tidak, A-hauw adalah kuda kesayangan kami.!" Katanya menolak.
Hui-houw-to merogoh sakunya. Dia mengeluarkan sepuluh tail emas,
diberikan kepada anak itu.
"Aku beli kudamu sepuluh tail emas.!" bujuknya.
Namun anak itu tetap menggeleng.
"Ditambah lima tail emas lagi?!"
Anak itu tetap menggeleng.
"Tambah lagi lima tail emas, jadi duapuluh tail emas!" tawar Hui-houw-to
Anak itu menggeleng juga, mukanya memperlihatkan kebimbangan.
Hui-houw-to habis kesabarannya, tahu-tahu ia menjejakkan kedua kakinya,
tubuhnya telah duduk bercokol di atas punggung kuda itu. Tali les telah
ditariknya dari tangan bocah itu, ia kemudian menghentak kuda itu,
menjepit perutnya, sehingga kuda itu berlari dengan cepat sekali.
Sambil melarikan kuda itu, Hui-houw-to telah melemparkan uang yang
duapuluh tail emas pada bocah itu.
Bocah itu, jadi kaget, ia telah berteriak-teriak dengan suara yang
nyaring: "Maling! Maling kuda.......!!"
Namun Hui-houw-to tidak memperdulikannya, karena ia telah melarikan kuda
itu cepat sekali. Dan dia bisa bernapas lega, karena akhirnya dia
memperoleh kuda juga, dengan demikian dia bisa melakukan perjalanan jauh
lebih cepat.
Nanti jika sudah tiba di kota yang ada sebelah depan, barulah dia akan
mencari kuda lainnya yang jauh lebih kuat. Walaupun kuda yang dibelinya
dari bocah dengan cara paksa merupakan kuda yang kurang baik, tokh memang
kenyataannya kuda ini membantu banyak sementara ini.
Setelah melarikan kudanya beberapa saat lamanya, dia tiba di sebuah
perkampungan. Namun Hui-houw-to tidak mau menghentikan perjalanannya, dia
melarikan kuda itu terus lebih jauh.
Setelah melewati enampuluh lie lebih, kuda itu sudah tidak kuat untuk
meneruskan larinya. Napasnya sudah memburu dan mulutnya berbusa. Malah,
kaki depannya yang kanan telah tertekuk dan terkilir, kuda itu jadi jalan
terpincang-pincang.
Hui-houw-to memeriksa keadaan kuda tersebut, setelah mengetahui kaki kuda
itu terluka, dia menghela napas dalam-dalam, lalu meninggalkan kuda itu.
Dia melakukan perjalanan lagi dengan hanya mengandalkan sepasang kakinya.
Dia kali ini bisa berlari lagi dengan cepat karena selama menunggangi
kuda itu, dia sudah pulih kesegarannya dan tenaganya pun sudah kumpul
kembali.
Hui-houw-to yakin, tidak mungkin Pek Lojie bisa mengejarnya. Dia telah
menempuh perjalanan yang cukup jauh, seratus lie lebih. Dan tidak mungkin
Pek Lojie bisa mengejar dan mencari jejaknya.Karena berpikir seperti itu, Hui-houw-to jadi jauh lebih tenang dari
sebelumnya.
Tetap saja dia berlari keras, tidak berani dia berlaku lambat. Akhirnya
dia tiba di sebuah perkampungan.
Ketika Hui-houw-to memasuki pintu kampung itu, dia melihat seorang
pengemis setengah baya yang tengah menghampirinya.
Maksud Hui-houw-to singgah di kampung itu untuk beristirahat, dan dia
bermaksud juga untuk menangsal perutnya. Melihat pengemis-pengemis itu
menghampiri dirinya, dia menduga bahwa pengemis itu hendak meminta derma
padanya.
Pengemis itu sudah menghampiri dekat sekali dengan Hui-houw-to. Tapi dia
tidak mengulurkan tangannya untuk meminta derma, malah dia mengawasi Huihauw-to tanpa berkedip!
"Apakah toaya adalah Hui-houw-to Khang Lam Cu?!" Tanya pengemis itu
dengan suara yang perlahan.
Tercekat Hui-houw-to. Tapi kemudian ia mengangguk juga membenarkan.
"Siapa kau?!" Tanya Hui-houw-to kemu?dian sambil menatap tajam kepada
pengemis itu.
Si pengemis tidak menyahuti, dia memutar tubuhnya, lalu bilang perlahan:
"Mari Toaya ikut denganku..!"
Hui-houw-to jadi bimbang, dia berdiri ragu-ragu, tidak segera ikut dengan
pengemis itu.
Si pengemis menoleh melihat Hui-houw-to berdiri diam di tempatnya, tidak
mengikutinya. "Silahkan toaya ikut denganku!"
"Ke mana?" Tanya Hui-houw-to.
"Menemui seseorang."
"Siapa?"
"Nanti Toaya akan tahu!"
"Katakan dulu siapa yang hendak bertemu denganku?" Tanya Hui-houw-to.
"Seseorang yang toaya kenal?"
"Untuk keperluan apa?"
"Nanti akan kujelaskan tempat ini kurang aman!"
"Tapi tunggu dulu!"
Si pengemis memutar tuhuhnya, berdiri berhadapan lagi dengan Hui-houw-to.
"Toaya tempat ini sungguh tidak aman, dan aku ingin mengajak Toaya
menemui seseorang, seorang sahabat yang akan menyenangkan hati Toaya, di
sana tentu toaya bisa bertanya dengan jelas."
"Apakah kau dari Kay-pang?"Pengemis itu ragu-ragu.
"Benar!" Akhirnya dia mengangguk.
"Hmmm, kalau memang demikian," kata Hui-houw-to kemudian, "Apakah orang
yang akan kutemui nanti adalah orang Kay-pang juga?"
Pengemis itu bimbang lagi.
"Bagaimana! Jika memang tidak dijelaskan lebih dulu, aku tidak mau ikut
dengan kau!" kata Hui-houw-to.
Pengemis itu terpaksa mengangguk. Dia bilang, "Benar.., yang akan
bertemu dengan Toaya nanti adalah urusan yang penting sekali, sebab
menyangkut dengan persoalan yang besar dan sangat penting."
"Persoalan penting dan besar! Apakah itu?" Tanya Hui-houw-to kemudian
heran bukan main. Aka tidak memiliki hubungan dengan pihak Kay-pang.
Kukira kau salah mengenali orang!"
Bola mata pengemis itu memain mencilak kemudian dia tersenyum.
"Tidak mungkin salah mengenali orang! Bukankah Toaya yang bergelar Huihouw-to dan bernama Khang Lam Cu? Apakah di dalam dunia persilatan ada
dua orang yang bergelar Hui-houw-to dan Khang Lam Cu?!"
Hui-houw-to masih bimbang, tapi tidak ada salahnya jika dia menemui orang
Kay-pang yang katanya hendak bertemu dengannya. Sebab jika ia menolak,
akan berarti mendatangkan kesulitan buat dirinya. Juga bentrok dengan
Kay-pang bukanlah persoalan yang ringan, bisa membawa kesulitan buat
dirinya.
Demikianlah, Hui-houw-to akhirnya ikut dengan pengemis itu, ia dibawa
keluar kampung dimana terdapat sebuah kuil. Jarak dari tempat Hui-houw-to
tadi dengan kuil itu terpisah belasan lie, dan selama ikut di belakang si
pengemis, otak Hui-houw-to bekerja terus.
"Entah siapa orang Kay-pang yang hendak bertemu denganku?!" Itu saja yang
jadi tanda tanya di dalam hatinya.
Si pengemis berjalan cepat sekali, tanpa pernah menoleh. Ia juga tidak
banyak bicara.
Karnehlingti 23.111
Jika memang Hui-houw-to bertanya, dia hanya menjawab seperlunya saja.
Satu atau dua patah perkataan saja.
Disaat itu tampak si pengemis sudah tiba di depan kuil tersebut. Dia
menoleh kepada Hui-houw-to, katanya: "Toaya tunggu di sini! Aku akan
memberikan laporan dulu!"Setelah berkata begitu, tanpa menantikan jawaban dari Hui-houw-to,
pengemis itu mendorong pintu kuil yang berwarna merah, kemudian
menyelinap masuk. Dia menghilang di dalam kuil.
Hui-houw-to menantikan si pengemis dengan hati tidak tenang. Dia tengah
diliputi keraguan karena dia tidak mengetahui entah siapa orang yang
hendak bertemu dengannya itu. Dan yang membuat dia jadi bingung, justeru
sekarang ini dia tengah memikirkan urusan yang sangat penting sekali,
yaitu harus menyelamatkan surat Ciangbunjin Khong-tong-pay.
Kalau memang pengemis yang hendak bertemu dengannya itu nanti
menginginkan sesuatu darinya dan bermaksud tidak baik, bukankah Hui-houwto seperti membiarkan dirinya terlibat urusan yang tidak-tidak.
Apa yang mengherankan hati Hui-houw-to yaitu si pengemis tadi mengetahui
begitu jelas gelaran dan nama Hui-houw-to. Darimana dia mengetahui
gelaran nama Hui-houw-to?
Dan bagaimana sekali lihat saja mengetahui orang yang dicarinya adalah
Hui-houw-to yang mendatangi ke arah kampung itu? Atau dia telah pernah
diberitahukan tentang keadaan dan bentuk mukanya.
Tengah Hui-houw-to berdiam diri dengan pikirannya seperti itu, tiba-tiba
dia mendengar suara ribut-ribut di dalam kuil.
Dia mengawasi dengan heran dan terkejut ke arah pintu kuil. Tidak lama
kemudian tampak keluar berlari dengan cepat sekali pengemis yang tadi.
Dia menerobos begitu cepat, penuh dengan darah. Demikian juga tubuhnya
berlumuran darah.
"Toaya, cepat lari!" Berseru-seru si pengemis menganjurkan Hui-houw-to
melarikan diri.
Hui-houw-to jadi tertegun tercengang di tempatnya. Dia diam saja
mematung. Dia kaget karena keadaan demikian mendadak sekali, tak tahu
entah apa yang terjadi.
Yang lebih mengejutkannya adalab keadaan pegemis itu yang terluka
demikian parah. Entah apa yang sudah terjadi di dalam kuil itu? Dan
apakah si pengemis sudah dianiaya seseorang?
Tengah Hui-houw-to tertegun begitu mendadak saja, dia melihat dari dalam
kuil itu menerobos tiga sosok tubuh.
Mereka adalah seorang laki-laki bertubuh tegap, berusia tigapuluh tahun
lebih, berpakaian lengkap sebagai perwira kerajaan. Sikap maupun wajahnya
garang sekali. Dia telah melompat keluar dengan gesit, malah tahu-tahu
sudah berada di dekat si pengemis.
Yang seorang lainnya adalah seorang laki-laki setengah baya, mungkin
berusia empatpuluh tahun lebih. Gerakannya pun sama gesitnya kemudian
diapun sudah berada di dekat si pengemis.
Orang yang ketiga, yang melompat keluar dari dalam kuil paling akhir,
adalah seorang wanita, berusia tigapuluh tahun lebih. Wajahnya cantik.
Dia mengenakan baju yang serba merah, rambutnya di sanggul, dan cantik
bukan main, bentuk tubuhnya juga montok sekali.Gerakannya tidak kalah gesitnya dengan kedua orang kawannya. Karena dia
pun sudah berada di dekat si pengemis, malah yang luar biasa, tangan
kanannya sudah diulurkan, dan "Brett!"
Muka si pengemis telah kena dicakarnya sehingga tertinggal jalur-jalur
yang panjang di muka si pengemis. Darah mengucur deras sekali. Pengemis
itu meraung kesakitan, dia terguling rubuh di tanah bergulingan.
Dalam kesakitan seperti itu si pengemis masih sempat buat menganjurkan
Hui-houw-to buat angkat kaki meninggalkan tempat itu.
"Cepat Toaya. lari, lari!" Teriaknya.
Perempuan cantik itu mendengus dingin, di antara kecantikan wajahnya.
Tangan kanannya sudah bergerak lagi dan "Sreeettt!" Sekarang tubuh si
pengemis yang telah dicakarnya. Darah juga mengucur deras sekali.
Sedangkan Hui-houw-to sendiri sudah tersadar cepat. Dia berseru nyaring.
"Tahan! Tahan! Mengapa kalian menyiksa pengemis itu?"
Orang yang memakai baju seragam sebagai tentara kerajaan menoleh, tertawa
dingin.
Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hemmm! Bagus Kau memang tengah kami tunggu!" Katanya dengan suara yang
parau menyeramkan.
Hui-houw-to heran, tapi melihat sikap tentara kerajaan itu, dia yakin,
ketiga orang ini, tentara kerajaan, orang tua itu dan wanita cantik
tersebut yang mengenakan pakaian merah menyala, bukanlah sebangsa manusia
baik-baik. Dia segera bilang.
"Tunggu dulu! Kalian hentikan penyiksaan terhadap pengemis ini? Atau
memang kalian manusia pengecut, menyiksa orang yang sudah tidak
berdaya?!"
Orang itu tertawa tawar, dia ikut bicara. "Bagus! Kau rupanya satusatunya orang yang paling gagah di kolong langit ini, sedangkan kami ini
adalah manusia-manusia rendah yang menyiksa orang yang sudah tidak
berdaya!"
Orang tua itu bukan sekedar berkata saja, tubuhnya sudah melesat ke depan
Hui-houw-to.
Karena menduga orang tidak bermaksud baik padanya, Hui-houw-to bersiapsiap untuk menghadapi segala kemungkinan.
Malah, cepat sekali tangan kanannya meraba pinggangnya dia bersiap-siap
akan mencabut golok pendeknya.
Namun orang tua itu tidak segera menyerangnya. Dengan bola mata yang
tajam berkilat mengandung hawa pembunuhan, dia telah membentak lagi.
"Engkau yang bergelar Hui-houw-to Khang Lam Cu, heh?"
"Benar, memang aku bernama Khang Lam Cu dan bergelar Hui-houw-to. Apakah
ada urusan denganku?" Tanya Hui-houw-to dengan sikap yang tenang, namun
matanya balas menatap dengan tajam, sebab dia ingin bersiap-siap jika
saja orang tua itu menyerangnya.Orang tua itu tiba-tiba tertawa bergelak-gelak terbahak. Suaranya begitu
keras tampaknya dia girang dan sangat puas sekali!
"Bagus, bagus!" Katanya.
Kemudian menoleh kepada orang yang berpakaian seragam tentara kerajaan,
dan juga kepada wanita cantik yang mengenakan baju merah menyala itu,
katanya lagi!
"Ini dia orangnya dan tidak kecewa kita bercapai lelah menanti di sini!"
Pengemis yang dalam keadaan terluka parah rebah di tanah menggeliat dia
berusaha untuk merangkak bangun.
"Toaya. lari....... jangan layani mereka..!" Teriaknya dengan seluruh
sisa suaranya yang sember.
Orang tua itu menoleh kepada si pengemis, bola matanya mencilak.
Tahu-tahu dia melompat, tangan kanannya merabah punggungnya, dia
mencengkeram tulang pie-pe si pengemis.
Pengemis itu menggeliat, terdengar suara tulang hancur, dan kemudian si
pengemis mendelik, suaranya tersendat-sendat di tenggorokannya, lalu
diam. Kepalanya terkulai, napasnya berhenti. Dia sudah mati.
Hati Hui-houw-to panas bukan main, dia melompat ke dekat orang tua itu.
"Kau. mengapa kau membunuh dia?" Tegurnya tidak senang, matanya
mengawasi marah.
Orang tua itu balik menatap tajam padanya.
"Ohhh, Kau tidak senang? Baik! Baik! Kau juga harus merasakan cengkeraman
mautku!"
Sambil bilang begitu, tangan kananaya cepat sekali bergerak mencengkeram
tulang pie-pe Hui-houw-to.
Namun Hui-houw-to mana mau membiarkan tulang pie-penya kena dicengkeram
oleh orang tua itu. Walaupun orang tua itu bergerak sangat lincah dan
mengulurkan tangannya sangat pesat, tokh dia tidak berhasil dengan
serangannya itu.
Karena Hui-houw-to berhasil mengelakkannya dan memunahkan cengkeraman
tersebut. Juga di tangan Hui-houw-to telah tercekal golok pendeknya.
Golok pendek itu dikibaskannya.
"Kalian, manusia-manusia biadab....... tentu kalian bukan sebangsa
manusia baik-baik!" Kata Hui-houw-to dengan suara mendesis geram, matanya
mengawasi tajam sekali.
Orang tua itu penasaran bukan main sebab cengkeraman tangannya tidak
berhasil pada sasarannya. Malah telah membuat dia diejek seperti itu.
Namun dia tidak memberikan penyahutan, hanya mukanya yang merah padam.
Gesit sekali melompat ke dekat Hui-houw-to, dia mengeluarkan tangannya
lagi buat mencengkeram. Kali ini yang jadi sasaran adalah dada Hui-houwto.Hui-houw-to tidak tinggal diam saja, dia menggerakkan golok pendeknya,
menabas tangan orang itu.
Tangannya terancam seperti itu membuat orang tua itu menarik pulang
tangannya. Tapi dia terus menyusuli lagi dengan cengkeraman berikutnya.
Waktu itu, dia juga berhasil membuat golok pendek Hui-houw-to terpental
oleh sentilan jari tangannya yang satu.
Hui-houw-to kaget
Ketika golok pendeknya kena disentil orang tua itu, dia merasakan telapak
tangannya pedih sekali. Sentilan itu sangat kuat menunjukan lweekang atau
tenaga dalam orang tua itu telah mencapai tingkat yang tinggi.
Waktu Hui-houw-to tengah terkejut dan hampir saja dia terhuyung mundur,
tangan orang tua yang satunya telah menyambar datang. Terpaksa dia
mengelakkannya dengan segera.
Beruntun Hui-houw-to diserang oleh orang tua itu, sampai akhirnya ia
terdesak benar.
Wanita cantik itu tertawa.
"Toako, mengapa kau yang harus turun tangan? Minggirlah! Biarkan siauwmoay yang menghadapinya........ tapi dalam beberapa jurus siauw-moay
sudah dapat membekuknya!" Wanita cantik itupun melompat ke dekat Huihouw-to.
Orang tua itu sebetulnya masih penasaran, beberapa kali dia mendesak Huihouw-to namun dia tidak pernah berhasil dengan serangannya. Sekarang
melihat wanita cantik itu telah melompat maju, dia jadi mundur ke dekat
orang, yang mengenakan seragam kerajaan.
Tapi hatinya tidak puas, dia masih berteriak: "Berikan ganjaran yang
keras padanya!"
"Ya! Jangan kuatir, Toako!" Berseru wanita cantik itu, tertawa juga.
Tangan kanannya menyambar datang, dan akan mencengkeram. Mencakar seperti
apa yang dilakukannya tadi pada si pengemis.
Cepat-cepat Hui-houw-to mengayunkan golok pendeknya, dia menangkis dengan
bacokan.
Tapi wanita cantik itu tidak jeri buat golok pendek yang mengancam
tangannya. Malah dia meneruskan cakarannya itu. Dan golok yang menyambar
ke tangannya tidak diperdulikannya.
Hui-houw-to sendiri yang jadi kaget, karena dia kuatir kalau-kalau tangan
wanita cantik itu buntung oleh tebasan golok pendeknya. Dia mengurangi
bacokannya, dan dia pula berusaha melompat mundur.
Namun di waktu dia terkejut seperti itu, tangan wanita cantik itu dengan
jelas, menyampok golok pendek Hui-houw-to.
"Trrangggg!" Golok pendek itu terpental.
Hui-houw-to kembali kaget. Walau goloknya membacok tangan wanita cantik
itu, goloknya membacok benda keras, seperti logam.Mata Hui-houw-to seketika melihat tangan wanita cantik itu, hatinya jadi
tercekat. Itulah jari-jari tangan besi! Namun demikian halus sekali,
warnanya pun seperti tangan, maka dari itu, dilihat sekilas tampaknya
seperti tangan biasa saja.
Tidak tahunya tangan itu terbuat dari besi. Pantas saja wanita cantik itu
tidak gentar membenturkan tangannya terbacok oleh golok Hui-houw-to.
Sedangkan wanita cantik itu tertawa bergelak.
"Terimalah ini.!" Tangan kanannya itu menyambar lagi, jari-jari
tangannya berkilat. Itulah jari-jari tangan besi.
Hui-houw-to tidak berani membuang-buang waktu, dia mengelakkannya.
Cuma saja, gerakannya terlambat, di mana jari-jari tangan besi itu, tiba
lebih cepat dari gerakan mengelakkan yang dilakukan Hui-houw-to. Dan
"Srettttt.." Pundak Hui-houw-to kena dicakar oleh jari-jari tangan besi
itu. Sakit dan kaget Hui-houw-to ketika tercakar seperti itu. Baju di bagian
pundaknya juga sudah robek.
Cepat-cepat Hui-houw-to melompat ke samping buat menjauhi diri dari
wanita cantik itu. Dia memutar golok pendeknya dengan cepat sekali, buat
melindungi dirinya.
Namun wanita cantik itu merangkak terus dengan cepat dan sebat. Tangannya
itu menyerang bertubi-tubi, dia tidak takut buat membenturkan tangannya
dengan golok pendek Hui-houw-to, tangannya itu yang terbuat dari logam
yang keras sekali, selalu meluncur menyambar ke berbagai bagian tubuh
Hui-houw-to maupun mukanya.
Kelabakan juga Hui-houw-to mengelakkan diri dari setiap sambaran tangan
besi itu. Ia benar-benar terdesak, golok pendeknya seperti juga sudah
tidak membawa manfaat apa-apa buat dirinya. Malah tampaknya tidak lama
lagi, dia akan rubuh di tangan perempuan cantik tapi ganas itu?
Diam-diam Hui-houw-to mengeluh.
Wanita cantik itu sebaliknya girang. Dia telah berseru nyaring, "Hmm, kau
mau menyerah secara baik-baik atau tidak?" tegurnya.
Hui-houw-to tak menyahuti, ia masih berusaha memutar golok pendeknya
dengan cepat.
Karnehlingti 23.112 . . . . . . .
Melihat Hui-houw-to memberikan perlawanan terus, tak berayal wanita
cantik itu mempergencar setiap serangan tangan besinya, berulang kali ia
mendesak.
Suatu kali, karena terlambat lagi mengelak, lengan Hui-houw-to kena
dicakar lagi. Darah seketika mengucur dari lukanya itu.Akibat cakaran itu membuat tangan Hui-houw-to seperti kehilangan
tangannya, kaku dan sulit digerakkan.
Tengah Hui-houw-to kaget dan agak panik, jari tangan besi itu menyambar
ke maka Hui-houw-to.
Bukan kepalang kagetnya Hui-houw-to, mati-matian ia berusaha mengelakkan
sambaran jari-jari tangan itu.
Cepat sekali jari-jari tangan besi itu singgah di pipinya, yang tergores
dalam sekali. Dan juga terlihat, tubuh Hui-houw-to terhuyung-huyung.
Dikala itu, tampak Hui-houw-to berusaha mengerahkan tenaga dalamnya pada
ke dua tangannya, namun ia gagal, karena jari-jari tangan besi itu telah
menyambar pahanya, segera ujung jari tangan itu menancap di pahanya.
Tubuh Hui-houw-to terguling, dan ia rubuh di tanah dengan menderita
kesakitan.
Baru saja ia hendak merangkak bangun, wanita cantik itu sudah berdiri
disampingnya bersiap-siap dengan tangan besinya yang akan dihujamkan pada
punggung Hui-houw-to.
"Tahan!" berseru orang yang memakai baju seragam tentara kerajaan.
Wanita cantik itu mematuhi cegahan itu, ia tertawa-tawa, batal menyerang.
Dan ia menjejakkan kakinya, tubuhnya melompat mundur, berdiri dekat orang
tua dan orang yang memakai seragam sebagai perwira kerajaan.
"Hemm, monyet kecil itu terlalu bermulut besar dan bertingkah. Ia tak
tahu kelihayan kita!" menggumam wanita cantik itu sambil memperlihatkan
wajah yang angkuh.
Orang tua itu menghampiri Hui-houw-to.
"Hui-houw-to Khang Lam Cu, sekarang kau jawab pertanyaanku, apakah kau
mau mampus atau memang ingin tetap hidup. Kau boleh memilih dua tawaran
kami itu! Ayo jawab!"
Hui-houw-to tengah menderita kesakitan yang hebat, tubuhnya yang terluka
terasa kaku. Dia menduga pada ujung jari tangan besi wanita cantik itu
jelas mengandung racun.
Perlahan-lahan dia mengangkat kepalanya. Mukanya pucat dengan pipi
berlumuran darah, sebab pipinya itu tadi kena dicakar juga.
"Siapa kalian! Dan sesungguhnya apa yang kalian kehendaki?" Tanya Huihouw-to sambil menahan sakit.
"Hemmm, kau tidak perlu mengetahui siapa kami dan juga tidak perlu rewelrewel! Sekarang kau jawab saja pertanyaanku tadi! Apakah kau ingin mampus
atau memang masih mau hidup terus?"
Hui-houw-to menggigit bibirnya.
"Tentu saja aku ingin hidup."
"Bagus, Tapi kau harus patuh terhadap perintah!"
"Perintah apa?""Nanti kujelaskan. Sekarang kau bersedia untuk patuh terhadap perintahku!
Semua perintahku!"
Hui-houw-to bimbang.
"Hemmm, kau tidak memiliki pilihan lain lagi, kau patuh dan mau
melaksanakan semua perintah kami tanpa rewel berarti kau bisa hidup
terus. Tapi jika kau berkepala batu dan coba menimbulkan kesulitan bagi
kami berarti engkau akan kami kirim ke neraka! Kau cepat jawab!"
Hui-houw-to yakin orang-orang ini sebangsa manusia yang akan membuktikan
ancamannya. Karena dari itu, jika di waktu seperti ini dia mengeluarkan
kata-kata yang tidak disenangi orang-orang itu, dirinya akan menderita
sekali disiksa oleh ke tiga orang itu sampai mati.
Karenanya dia pikir memang tidak ada salahnya jika ia menyanggupi
permintaan orang-orang tua itu, karena Hui-houw-to pun ingin sekali
mengetahui sebetulnya siapakah mereka dan apa yang diinginkan mereka.
"Baik! Aku akan mematuhi semua perintahmu!" Kata Hui-houw-to pada
akhirnya.
"Hmm kau sungguh-sungguh dengan keputusanmu itu?" Tanya orang tua itu
menegasi. "Perlu kau ketahui, jika mau main-main dengan keputusan itu,
dan nanti kau menolak salah satu perintahku, berarti engkau akan
menderita hebat sekali, hidup tidak bisa buat matipun sulit!"
"Ya, aku akan patuh terhadap perintah kalian!" Kata Hui-houw-to.
Pada waktu itu Hui-houw-to menyadari dia perlu mengulur waktu. Karena
memang diwaktu itu ia telah terluka dan tenaganya seperti lenyap, tangan
dan tubuhnya jadi kaku akibat lukanya itu. Dan disebabkan itulah, Huihouw-to memutuskan dia memang mengulur waktu, menanti kesempatan baik
buat meloloskan diri dari ke tiga orang itu, yang tampak memiliki
Hijaunya Lembah Hijaunya 27 Anna Karenina Jilid 2 Karya Leo Tolstol Api Di Bukit Menoreh 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama