Ceritasilat Novel Online

Pendekar Aneh Seruling Sakti 13

Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong Bagian 13


kepandaian yang tinggi.
Sedangkan Hui-houw-to heran bukan main. Mengapa si pengemis dibunuh
ketiga orang itu?
Lalu mengapa pengemis itu tadi menganjurkan mati-matian padanya, agar
angkat kaki melarikan diri dari tiga orang itu?
Tengah Hui-houw-to termenung begitu, disaat pikirannya tengah terganggu
oleh dugaan-dugaan yang bermacam ragam dan tidak terjawab olehnya. Orang
tua itu telah berkata lagi dengan suara yang nyaring.
"Bagus! Jika memang demikian kau ternyata seorang yang mengenal selatan!
Sekarang aku ingin bertanya kepadamu! Ini adalah perintahku yang pertama,
dan setiap pertanyaanku harus kau jawab dengan jujur."
"Baik!" Hui-houw-to coba merangkak berdiri. Tapi tubuhnya kaku. Dia tidak
berhasil. Dia rubuh terguling di tanah. Terduduk.
"Apakah kau bergelar Hui-houw-to?"
"Benar!"
"Apakah kau benar Khang lam Cu?""Tidak salah!"
"Apakah kau tengah menjalankan tugas dari Ciangbunjin Khong-tong-pay?"
Ditanya begitu, muka Hui-houw-to berobah. Dia terdiam beberapa saat
lamanya.
"Hemm, kau jangan coba-coba berdusta. Aku sudah mengatakan tadi, kau
harus menjawabnya dengan jujur, sekali saja kau berdusta, berat untuk
kau, karena akan kami siksa kau dengan siksaan yang berat sekali."
Hui-houw-to mengangguk pada akhirnya.
"Benar!" Jawabnya.
"Tugas apa yang tengah kau jalankan dari Ciangbunjin Khong-tong-pay?"
"Membawa sesuatu!"
"Apa itu yang disebut ?sesuatu??"
"Sepucuk surat!"
"Bagus! Benar! Memang kamipun ingin sekali melihat surat itu! Mana surat
itu?"
Muka Hui-houw-to semakin berobah merah dan pucat bergantian. Ia gelisah
karena Hui-houw-to segera depat menduga apa maksud sebenarnya ke tiga
orang ini.
"Ayo jawab!" bentak orang tua itu.
"Surat itu tidak ada padaku.......!" Kata Hui-houw-to pada akhirnya,
suaranya perlahan sekali.
Muka orang tua itu berobah.
"Hahaha. satu kali kau telah berdusta!" kata orang itu dengan suara
menyeramkan. "Tapi aku masih mau mengampuni kebohonganmu itu!" Setelah
berkata begitu, muka orang tua itu berobah bengis sekali, dia bilang
lagi:
"Ayo keluarkan surat itu! Atau perlu aku yang menggeledahnya sendiri dan
akhirnya setelah memperoleh surat itu kau kusiksa hebat?"
Benar-benar Hui-houw-to gelisah. Dia tidak berdaya, karenanya dia
terjepit.
Perlahan-lahan tangannya merogoh sakunya. Di dalam hatinya bergolak
pemikiran yang berbeda-beda. Pertarungan pendapat dihatinya. Dia berpikir
untuk memusnahkan surat itu saja, atau memang memberikan kepada orang tua
itu? Tapi, jika dia menghancurkan surat tersebut pun sudah tidak terlalu besar
manfaatnya. Bukankah Giok-tiauw Sian-lie, Kauw-cu Hek-pek-kauw sudah
pernah membaca surat ini. Mungkin juga telah disalinnya walaupun Gioktiauw Sian-lie mengatakan bahwa dia tidak menyalinnya di kertas lain dan
cuma diingatnya di dalam otaknya.Akhirnya Hui-houw-to memutuskan, dia menyerahkan saja surat itu kepada
orang tua ini. Dia mau lihat apa yang hendak dilakukan ke tiga orang ini.
"Cepat keluarkan surat itu!" teriak orang tua tersebut, suaranya bengis
sekali.
Hui-houw-to perlahan-lahan merogoh sakunya, ia mengeluarkan surat
Ciangbunjin Khong-tong-pay yang ada padanya, surat yang telah
diperebutkannya dan berhasil diambil kembali dari tangan Kauw-cu Hek-pekkauw yaitu Giok-tiauw Sian-lie. Tapi sekarang ia harus menyerahkannya
pada orang ini.
Melihat surat itu tanpa menunggu lagi Hui-houw-to Khang Lam Cu
menyerahkannya, orang tua itu sudah mengulurkan tangan untuk
mengambilnya.
Muka orang tua itu berseri-seri, sedangkan wanita cantik berbaju merah
dan juga orang yang berpakaian lengkap sebagai perwira kerajaan sudah
melompat ke samping orang tua itu. Mereka rupanya tak sabar ingin melihat
isi surat itu.
Orang tua itu membuka surat tersebut, ia membacanya.
"Hem, memang benar!" menggumam orang tua itu selesai mambaca surat itu,
sambil menoleh mengawasi wanita cantik berbaju merah itu dan si perwira
kerajaaan.
Mereka, ke dua orang itu mengangguk.
"Ya, memang harus pergi ke sana!" Kata wanita cantik itu, "Kalau memang
kita terlambat, niscaya kita akan tertinggal, akan ada orang lain yang
mendahului.!"
Waktu itu alis orang tua tersebut berkerut dalam-dalam, dia menoleh
kepada Hui-houw-to, tanyanya lagi, "Apakah sebelumnya surat ini sudah ada
yang lihat?"
Hui-houw-to mengangguk.
"Ya!" Katanya. "Memang sudah ada yang pernah melihat surat itu!"
"Siapa?"
"Kauw-cu Hek-pek-kauw!"
"Giok-tiauw Sian-lie?"
"Benar!" Mengangguk Hui-houw-to lagi. "Dia yang pernah merebut surat itu,
namun akhirnya aku jadi bisa mengambilnya kembali."
Muka orang tua itu bersama kedua temannya jadi berobah, mereka saling
lirik, sampai akhirnya orang tua itu bilang, "Jika demikian kita harus
bekerja cepat.!"
"Ya....... tentu Giok-tiauw Sian-lie sudah menyalin surat ini atau
setidak-tidaknya, kalau memang dia cuma sekedar membacanya, maka berarti
dia sudah mengetahui berada di mana barang itu dan tempat si nelayan!"
Orang yang berpakaian sebagai perwira kerajaan itu menghela napas.
Tampaknya dia jadi agak bingung."Urusan itu telah tersiar, kita harus berusaha untuk mendahului dan
memperoleh barang itu. Kalau gagal berarti kita memperoleh kesulitan
tidak kecil. Inilah urusan yang memang langsung berurusan dengan Hongsiang (Kaisar)."
Dan setelah berkata begitu, dengan tampang yang bengis sekali., orang
berpakaian sebagai perwira kerajaan sudah membentak Hui-houw-to.
"Sebetulnya, apa maksud Ciangbunjin Khong-tong-pay ini menulis surat ini.
Dan juga tentunya kepada orang pandai ia tujukan suratnya ini bukan?
Siapakah yang di dalam surat ini disebut Kam Toako?"
Hui-houw-to menggeleng.
"Aku cuma diperintahkan membawa surat tersebut, sama sekali tidak
mengetahui apa isi surat tersebut? Juga akupun belum pernah membaca
isinya."
Orang tua itu bertiga dengan si wanita cantik berbaju merah dan orang
yang berpakaian sebagai perwira tersebut telah saling pandang. Mereka
yakin bahwa Hui-houw-to kali ini tidak berbohong.
Akhirnya orang itu bilang. "Baiklah, kalau demikian lebih baik kita tahan
saja dulu dan kita menantikan sie-te datang kemari!"
Yang lainnya setuju.
Orang tua itu mengulurkan tangan kanannya, dia menotok jalan darah Wieliu-hiat di dekat ketiak Hui-houw-to sehingga tubuh Hui-houw-to kejang
kaku tidak bisa digerakkan untuk satu harian. Jika memang totokan itu
tidak dibuka, niscaya tubuhnya akan kejang kaku dan tidak mungkin bisa
melarikan diri.
Dengan ringan orang tua itu menenteng Hui-houw-to dibawa masuk ke dalam
kuil.
Sedangkan orang yang berpakaian perwira kerajaan itu mengayunkan kaki
kanannya, menendang tubuh si pengemis, yang menggeletak di luar kuil.
Tubuh itu tertendang kuat sekali!
Seperti bola saja, terpental sampai belasan tombak jatuh di samping kuil.
Mungkin juga maksud perwira kerajaan itu agar mayat pengemis itu
disingkirkan, sehingga tidak menarik perhatian orang yang lewat di dekat
kuil tersebut. Lalu sambil mengibas-ngibaskan baju perwira kerajaan itu
sudah melangkah ke dalam kuil juga.
Karnehlingti 23.113
Waktu dibawa ke dalam kuil, Hui-houw-to, melihat dipekarangan kuil
tersebut menggeletak beberapa sosok mayat. Dia lihat dari pakaiannya yang
penuh tambalan, jelas beberapa sosok mayat itu adalah pengemis-pengemis
yang sudah mati mungkin cukup lama.Mayat mereka malang melintang tidak teratur. Tubuh merekapun berlumuran
darah. Mungkin sebelum menemui kematiannya, pengemis-pengemis itu sudah
terluka parah!
Dan pengemis-pengemis itu rupanya kawan-kawan pengemis yang baru saja
mati, yang membawa Hui-houw-to ke kuil ini. Dia di antaranya tentu
terdapat pengemis yang hendak bicara dengan Hui-houw-to. Entah yang mana.
Hui-houw-to juga dapat menerkanya orang yang telah membinasakan semua
pengemis-pengemis itu pasti adalah orang tua itu dengan ke dua orang
kawannya.
Hui-houw-to dilempar ke dalam kuil tempat sembahyang, di sebelah sudut.
Hui-hauw-to terbanting dan menyebabkan ia kesakitan, namun ia dalam
keadaan tak berdaya, iapun dalam keadaan tertotok.
Di dalam hati Hui-houw-to menduga-duga entah siapa ke tiga orang ini,
yang pasti tentu mereka itu menghendaki Giok-sie juga. Dan ada satu orang
lagi yang mereka tunggu, yaitu sie-te atau adik keempat.
Entah siapa adik keempat itu? Dan apa langkah yang akan mereka lanjutkan
seterusnya, setelah surat itu terjatuh ke dalam tangan mereka?
Hui-houw-to tidak bisa menjawab semua pertanyaan yang mengaduk
pikirannya, sedangkan si tua telah menghampiri Hui-houw-to, bilang:
"Karena tadi kau telah bicara jujur, maka kami mau mengampuni jiwamu.
Kami tengah menunggu kedatangan sie-te kami. Jika ia setuju kau dibiarkan
hidup, kami akan mengampuni kau!
"Tapi jika sie-te tidak bersedia mengampuni kau, maka terpaksa kau akan
kami binasakan. Sekarang kau berdoalah, agar sie-te kami kelak setuju kau
diampuni.!" Setelah berkata begitu orang tua tersebut tertawa bergelakgelak, suara tertawanya nyaring sekali.
Sedangkan wanita cantik berbaju merah dan tangannya terdiri dari besi
yang keras itu, sudah menoleh. Panggilnya: "Toako, kemari kau!"
Cepat-cepat orang tua itu menghampiri wanita cantik baju merah tersebut.
"Ada apa, Jie-moay? Ada perkembangan baru?" Tanya orang tua itu.
Wanita baju merah itu menggeleng.
"Kami ingin merundingkan sesuatu dengan kau, Toako! Tapi jangan di dekat
orang itu, karena jika bisa mendengar pembicaraan kita, siapa tahu ia
memiliki nasib baik dan akhirnya tidak mampus. Bukankah kelak ia bisa
saja banyak bicara?!"
Orang tua itu tertawa. Ia ikut si wanita pergi menjauhi, mereka bertiga
duduk saling berhadapan, tampak mereka sibuk sekali merundingkan sesuatu.
Tidak jarang terlihat orang tua itu bersikeras, entah apa yang di
pertentangkannya, tidak jarang juga orang yang berpakaian sebagai perwira
kerajaan itu sudah mencak-mencak. Tapi Hui-hauw-to tetap saja tidak
berhasil mendengar apa yang mereka katakan dan ucapkan satu dengan yang
lain.
Cuma akhirnya tampak si perwira kerajaan sudah melompat berdiri dengan
muka merah padam:"Aku tidak setuju. Walau bagaimana barang itu harus diserahkan pada Hongsiang!" Suaranya kali ini keras sekali.
Dengan demikian Hui-houw-to dapat menerkanya, tentu barang yang
dimaksudkan si perwira kerajaan itu adalah Giok-sie. Dan mereka rupanya
tengah memperdebatkan barang itu akan menjadi milik siapa dan akan
dipergunakan untuk apa.
Orang tua itu tampak menggerak-gerak tangan mengucapkan sesuatu. Walaupun
muka si perwira kerajaan masih merah padam, tapi dia duduk kembali.
Melihat si perwira kerajaan itu, Hui-houw-to jadi berpikir lagi. Entah
berapa tinggi kepandaian si perwira kerajaan itu?
Tapi dilihat dari gerak geriknya, kepandaian si perwira tersebut sangat
tinggi sekali. Terbukti juga bahwa wanita berbaju merah itu dan si orang
tua tampaknya menyegani dan menaruh rasa hormat pada perwira kerajaan
itu. Lama juga mereka berunding, sampai akhirnya selesai juga, karena
merekapun pergi mengasoh, mereka merebahkan diri di lantai, sedangkan si
wanita baju merah menyenderkan tubuh di tiang kuil itu.
"Mengapa sie-te belum juga datang?"
Tanya orang tua itu pada wanita berbaju merah, tampaknya ia heran sekali
dan agak bingung. Ia bertanya dengan suara yang keras, karenanya Huihouw-to mendengarnya.
"Entahlah!" jawab wanita berbaju merah itu sambil melirik pada orang tua
itu, "Kukira ada suatu halangan yang dialami oleh sie-te!"
"Apakah perlu kita pergi mencarinya?" Tanya orang tua itu lagi.
"Tidak perlu!" jawab wanita berbaju merah itu.
"Hemm, tapi jika terjadi sesuatu di diri sie-te.!" menggumam orang tua
itu. "Kita tunggu sampai fajar menyingsing!" Kata si perwira kerajaan, yang
ikut bicara.
"Baiklah!" orang tua itu bersama dengan si wanita berbaju merah
menyetujui!
Demikianlah, mereka beristirahat.
Malam itu sepi sekali, tidak terdengar suara apapun juga. Malam kian
larut.
Hui-houw-to merasakan tubuhnya sakit-sakit. Dia tidak bisa menggerakkan
tangan maupun kakinya. Dia rebah meringkuk dalam keadaan tertotok.
Angin malam sangat dingin sekali. Dia tidak bisa tidur. Dia mengawasi
orang tua, wanita berbaju merah dan juga si perwira kerajaan itu
bergantian.Mereka bertiga tengah beristirahat. Walaupun mata mereka masing-masing
terpejam, namun mereka tentunya tidak tidur. Karena mereka pasti
berwaspada.
Hui-houw-to menghela napas.
Selama beberapa hari ini sudah mengalami banyak sekali peristiwa yang
berbahaya, yang selalu menyebabkan jiwa terancam kematian.
Sekarang saja, di tangan orang tua itu bertiga. Keselamatan jiwa Huihouw-to belum lagi bisa dijamin, karena sewaktu-waktu mereka bisa saja
membinasakan Hui-houw-to.
Karena dari itu, Hui-houw-to mati-matian berusaha mengerahkan
lweekangnya, buat membuka totokannya tersebut. Dia juga berusaha
membendung racun yang mengendap di dalam tubuhnya.
Dia tahu kuku jari-jari tangan besi wanita berbaju merah itu mengandung
racun, walaupun racun yang tidak terlalu dahsyat daya kerjanya. Namun
jika sampai racun sudah menjalar ke jantung niscaya akan membawa kematian
buat dirinya.
Di waktu itu, tampak juga Hui-houw-to berusaha mengemposkan hawa murninya
ke Tan-tian, namun usahanya itu selalu gagal. Sebab memang dia tidak
memiliki kekuatan sin-kangnya yang cukup, buat mendesak dan membendung
racun itu keluar dari lukanya.
Terlebih lagi memang kini dia tengah dalam keadaan terluka yang tidak
ringan. Juga dalam keadaan tertotok, sehingga dia tidak bisa menggerakan
tangan dan kakinya.
Siapakah ke tiga orang itu?
Ternyata yang memakai baju perwira kerajaan adalah seorang murid Bu-tongpay yang murtad. Dia telah memasuki pasukan Kim-ie-wie, yaitu pasukan
pengawal Kaisar yang berbaju emas. Dia memiliki kepandaian yang tinggi.
Orangnya pun kejam sekali. Namanya Hoan Cie Sun, seorang yang selalu
menurunkan tangan kematian buat lawannya. Gelarnya adalah Bu-eng-cu si
Tanpa Bayangan. Itulah disebabkan gin-kangnya yang mahir sekali, dia bisa
bergerak secepat angin.
Sedangkan yang memakai baju merah bernama Thio Sam Nio, seorang murid
Kheng-shia-pay yang cabul sekali. Ia paling gemar paras cakap, dan selalu
pula berhubungan gelap dengan laki-laki yang disenanginya.
Diapun pernah kawin tapi pernikahannya itu tidak membawa kebahagiaan,
berakhir dengan perceraian. Semuanya itupun atas salahnya sendiri, karena


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dia telah menyeleweng dengan laki-laki lain dan diketahui suaminya.
Beruntung dia bisa menandingi suaminya, mereka bertempur setengah harian,
sebab suaminya hendak membinasakannya. Sampai akhirnya Thio Sam Nio bisa
merubuhkan suaminya dan kejam sekali dia membunuhnya.
Sejak menjanda, kecabulannya semakin menjadi-jadi? Gelarannya di dalam
kalangan Kang-ouw adalab Bwee Hoa Niang-niang (Bidadari Bunga Bwee).
Kepandaiannya semakin hari semakin meningkat dan menjadi mahir karena
setiap ada pendekar silat yang memiliki kepandaian tinggi. Dia akan
mempergunakan kecantikan buat mendekati pendekar silat itu.Kemudian merayunya, meminta agar ia diajari ilmu silat pendekar itu.
Tentu saja Thin Sam Nio selalu memberikan tubuhnya sebagai imbalannya.
Kalau si tua itu, dia bertangan telengas berhati dingin. Di dalam rimba
persilatan dia disegani dan ditakuti, karena kekejamannya itu dia
bergelar Iblis dari Neraka. Namanya Wang Hu.
Justru Wang Hu bertiga dengan Thio Sam Nio dan Hoan Cie Sun tengah
melaksanakan perintah Menteri Giok Tayjin, untuk mencari Giok-sie!
Perintah mencari Giok-sie turun dari Kaisar dan Menteri Giok Tayjin
memang memerintahkan ratusan orang yang memiliki kepandaian tinggi buat
pergi mencarinya. Tentu saja orang orang gagah yang memiliki kepandaian
tinggi, semuanya yang sudah bertekuk lutut bekerja untuk kerajaan demi
pangkat dan harta.
Giok Tayjin memang terkenal sangat lihay sekali lidahnya. Diapun menempel
jago-jago yang disegani di dalam rimba persilatan, dirangkulnya. Dengan
demikian membuatnya memiliki banyak sekali kawan dan kaki tangan di dalam
rimba persilatan.
Dan peristiwa surat yang dibawa oleh Hui-houw-to pun sudah diketahuinya.
Dia pun perintahkan lima orang anak buahnya untuk pergi mencari Hui-houwto guna merampas surat itu, dan buat mengetahui di mana nelayan yang
beruntung memperoleh Giok-sie itu, buat merampasnya.
Disamping ke lima orang anak buahnya, ia pun mengutus Wang Hu, Thio Sam
Nio dan Hoan Cie Sun. Bersama mereka masih ada seorang lainnya yang tadi
disebut-sebut sebagai sie-te adik keempat oleh Wang Hu.
Sie-te itu bernama Thang Bian Yang, seorang yang liehay sekali ilmu
pedangnya. Dia bergelar Ban-kiam-hiap (Pendekar Selaksa Pedang). Tapi,
waktu dalam perantauan mereka terpisah, karena ada sesuatu yang hendak
diurus oleh Thang Bian Yang! Mereka berjanji akan bertemu di kuil ini.
Namun sampai malam itu, mereka masih belum dapat berkumpul disebabkan
Thang Bian Yang belum juga datang. Padahal Thang Bian Yang yang paling
cerdas otaknya, paling cerdik di antara mereka berempat. Dan lebih banyak
Wang Hu bertiga mengandalkan sie-te mereka itu.
Justeru waktu tiba di kuil tersebut, merekapun memergoki beberapa orang
pengemis Kay-pang yang tengah berunding, yang ingin menantikan kedatangan
Hui-houw-to, yang akan mereka sambut untuk membicarakan soal surat yang
dibawanya. Pengemis-pengemis Kay-pang itupun menyebut-nyebut tentang
Giok-sie.
Karenanya Wang Hu bertiga segera menyerbu masuk, mereka bertempur. Namun
pengemis-pengemis itu sampai napas mereka yang terakhir tidak juga mau
bicara.
Demikianlah, Wang Hu bertiga selain menantikan sie-te merekapun
menantikan Hui-houw-to. Siapa sangka Hui-houw-to telah diajak oleh
pengemis yang seorang inilah yang memang terjadi kebetulan sekali.
Wang Hu bertiga tidak menyangka akan demikian mudah mereka mencari Huihouw-to dan memperoleh surat yang ditulis oleh Ciangbunjin Khong-tongpay. Karena itu mereka kegirangan.Mereka merundingkan juga, apakah segera berangkat ke Put-hay, untuk
mencari nelayan yang disebutkan di dalam surat itu atau menantikau sie-te
mereka. Thio Sam Nio justeru bersikeras hendak menantikan sampai sie-te
mereka tiba dan berangkat bersama-sama.
Lalu mereka merundingkan juga, setelah Giok-sie diperoleh. Apakah
diserahkan kepada Giok Tayjin atasan mereka,sehingga tidak akan ada
urusan lainnya yang bisa mempersulit mereka, sebab Giok Tayjin bisa
menyampaikan lebih jauh kepada Kaisar.
Tapi, justeru Hoan Cie Sun, yang berpakaian sebagai perwira kerajaan itu,
bersikeras hendak menyampaikan Giok-sie yang mereka cari langsung kepada
Kaisar. Menurut pendapat dia, mereka yang bertiga akan menerima hadiah
dan penghargaan yang jauh lebih besar, dibandingkan jika mereka
memberikan kepada Giok Tayjin.
Menurut Hoan Cie Sun, jika Giok-sie diberikan kepada Giok Tayjin, niscaya
yang dapat penghargaan dari Kaisar adalah Giok Tayjin sendiri. Jika
mereka menyampaikannya langsung kepada Kaisar bukankah mereka memperoleh
pangkat dan harta?
Akhirnya setelah berdebat. Thio Sam Nio berdua dengan Wang Hu setuju
dengan usul Hoan Cie Sun. Cuma saja, mereka belum menyetujui sepenuhnya,
karena mereka masih menantikan sie-te mereka setuju dengan usul Hoan Cie
Sun, barulah merekapun setuju sepenuhnya. Demikianlah, mereka menantikan
sie-te mereka itu, yaitu Phang Bian Yang.
Malam demikian larut dan dingin sekali sedangkan Hui-houw-to rebah tidak
bisa bergerak. Tubuhnya terasa kejang kaku.
Hui-houw-to melihat Wang Hu bertiga masih di tempat masing-masing. Mereka
tengah beristirahat.
Dalam keheningan malam itulah, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki
yang ringan di atas genting.
Karnehlingti 23.114 . . . . . . .
Karnehlingti 23.114
Wang Hu yang mendengarnya pertama kali, dia memberikan isyarat kepada
Thio Sam Nio dan Hoan Cie Sun. Tapi ke dua orang itu rupanya pun telah
mendengarnya, cuma mereka tidak langsung bergerak hanya berdiam di tempat
masing-masing seakan-akan juga tidak mengetahui adanya suara orang yang
berjalan di atas genting.
Didengar dari suara langkah kaki di atas genting yang datang tidak kurang
dari, belasan orang. Malah beberapa sosok bayangan tampak melompat turun
ke bawah.
Sedangkan Hoan Cie Sun sudah melompat berdiri, diikuti oleh Thio Sam Nio
dan Wang Hu. Hui-houw-to tidak bisa bergerak, dia cuma bisa mengawasi
saja dengan tubuh tetap rebah di atas lantai.
Dia heran, entah siapa belasan orang yang datang di malam selarut ini.
Kawan ke tiga orang itu atau memang lawannya."Wang Hu!!" Tiba-tiba terdengar salah seorang di antara belasan orang itu
sudah berteriak dengan suara yang nyaring, "Kau serahkan surat itu kepada
kami, dan kalian bertiga boleh angkat kaki meninggalkan tempat ini!"
Wang Hu bertiga tercekat hatinya. Begitu cepatkah berita tentang mereka
memperoleh surat yang ditulis Ciangbunjin Khong-tong-pay itu? Belum lagi
satu malaman, mereka sudah disatroni lawan.
Wang Hu melompat ke depan. Dia melihat belasan orang yang berdiri
berjajar di pekarangan kuil, dengan sikap yang gagah. Semuanya mengenakan
baju warna hitam. Disamping itu muka mereka pun tertutup rapat oleh
topeng.
"Siapa kalian?" Tanya Wang Hu kemudian dengan suara yang dingin.
Orang yang berdiri paling depan yang tadi berteriak, sudah menyahut:
"Kami dari Hek-pek-kauw! Kalian tentu mengetahui jika bentrok dengan
pihak kami, tidak akan menguntungkan kalian!"
Wang Hu saling pandang dengan ke dua orang kawannya. Jadi belasan orang
yang datang ini adalah anak buah Hek-pek-kauw. Mereka jadi heran juga.
Tadi menurut Hek-pek-kauw, yaitu Giok-tiauw Sian-lie, sudah membaca surat
itu bahkan diduga sudah menyalinnya isi surat itu. Mengapa sekarang
hendak memperebutkan kembali surat itu?
Setelah tertegun sejenak, Wang Hu tertawa dingin.
"Hemm, kalian jangan mimpi. Kalian menyebut-nyebut tentang surat. Kami
benar-benar tak mengerti surat apa yang kalian inginkan?"
Orang itu juga tertawa tawar.
"Kau jangan coba-coba mendustai kami! Kami sudah mengetahui kau berhasil
memperoleh surat itu dari tangan Hui-houw-to yang kini tengah kalian
tawan!
"Memang, sejak dari markas kami orang she Khang itu diikuti oleh kami.
Semua yang dialaminya telah kami saksikan. Sekarang, ayo cepat, jangan,
rewel-rewel, serahkan surat itu!"
Muka Wang Hu berobah, demikian juga muka Hoan Cie Sun maupun Thio Sam
Nio. "Hemm, enak saja kalian meminta orang menyerahkan barang, padahal kami
memperolehnya dengan sulit dan bersusah payah. Hemmm, kalian datang dan
langsung cuma meminta begitu saja! Aturan mana yang kalian pakai!
"Sampaikan pada Kauw-cu kalian, Giok-tiauw Sian-lie, kami sewaktu-waktu
memang ingin bertemu dengannya. Justeru kami ingin melihat apakah ia
memang pantas memakai gelaran sebagai Giok-tiauw Sian-lie."
Belasan orang itu rupanya gusar karena terdengar suara menggumam, mereka
yang mengandung kemarahan.
"Kau, siluman rase tak perlu banyak bicara, kau mau menyatakan berdiri
sejajar dengan Kauw-cu kami, mana bisa begitu? Kau si manusia rendah,
sedangkan Kauw-cu kami ialah orang yang sangat agung dan terhormat!"Mendengar makian itu, yang merupakan ejekan pedas dan ketus, membuat Thio
Sam Nio meluap darahnya, bukan main murkanya.
Walaupun Giok-tiauw Sian-lie, datang sendiri ke mari berlutut memintakan
pengampunan buat kau yang bermulut lancang, aku Thio Sam Nio tak akan
mengampuni jiwamu!"
Orang itu masih tertawa sini mengejek.
"Hem, kepandaian apa sih yang kau miliki? Sedangkan, seorang kawanmu saja
sudah berada di tangan kami, ditawan Kuw-cu?"
Kata-kata orang itu mengejutkan Thio Sam Nio bertiga.
"Siapa kawan kami yang kau maksudkan itu?" Tanyanya dengan suara yang
bengis.
"Kalian ingin tahu?"
"Ya."
"Serahkan dulu surat itu pada kami!"
"Hemm, tentunya kau hanya membual belaka?" Kata Wang Hu mendesis mereka.
"Kau cuma asal bicara saja, buat menipu kami. Padahal buat nama kawan
kami saja kau tidak mengetahuinya?"
Orang itu mendengus dia bilang: "Siapa yang tidak mengetahui? Bukankah
sudah kukatakan bahwa kawan kalian itu sudah menjadi tawanan kami? Dialah
manusia yang paling tidak berguna gentong nasi.
"Dia orang she Thang bernama Bian Yang merupakan manusia paling tolol dan
kepandaiannya hanyalah merupakan tarian-tarian yang tidak punya guna!
Dalam dua jurus saja dia telah dirubuhkan Kauw-cu kami.
"Kini dia tengah merangkak di dalam kamar tahanan! Jika memang kalian
tidak mau menyerahkan surat itu kepada kami, hemm, hemm!"
"Apa itu, hem, hemm?" teriak Thio Sam Nio murka bukan main.
Memang dia bersama Wang Hu dan Hoan Cie Sun kaget tidak terkira mendengar
Thang Bian Yang sudah ditawan oleh orang-orang Hek-pek-kauw. Akan tetapi
untuk menutupi rasa kagetnya itu, sengaja dia membentak begitu.
"Jika memang kalian tidak mau menyerahkan surat itu kepada kami, berarti
teman kalian itu harus berpisah dengan dunia ini," menyahuti orang
tersebut.
Bukan kepalang marahnya Thio Sam Nio bertiga, namun sekarang mereka tidak
berani bertindak ceroboh. Mereka tidak berani sembarangan karena jika
benar apa yang diucapkan oleh orang itu, berarti keselamatan jiwa Thang
Bian Yang tengah terancam sekali dan mereka harus segera menolonginya.
"Baiklah. Ajaklah kami bertemu dengan Kauw-cu kalian," Kata Wang Hu
akhirnya mengambil keputusan.
"Hemm kalian ingin bertemu dengan Kauw-cu kami?"
"Ya!""Untuk apa?"
"Kami akan membicarakan urusan ini!"
"Tidak mudah!"
"Apanya yang tidak mudah?!"
"Buat kalian bertemu dengan Kauw-cu kami."
"Tanpa bertemu dengan Kauw-cu kalian, bagaimana mungkin urusan ini bisa
selesai!"
"Oh mudah! Kalian cuma menyerahkan surat kepada kami, nanti teman kalian
itu kami bebaskan!"
"Tapi ada kata-kata yang hendak kami rundingkan dengan Kauw-cu kalian!"
"Tidak perlu!"
"Kalau kalian mengambil sikap seperti itu, berarti kalian tidak
menghendaki urusan ini diselesaikan dengan baik."
"Selesai dengan baik atau buruk, itu bukan urusan kami! Kami hanya
menerima perintah mengambil surat itu dari tangan kalian. Cuma itu saja!"
Muka Wang Hu bertiga merah padam. Malah Hoan Cie Sun, sudah tak bisa
menahan sabar. Dia bilang, "Baiklah! Kalau demikian, biarlah ini mampusi
kalian dulu!"
Orang itu tertawa bergelak-gelak nyaring sekali.
"Belum tentu dalam waktu singkat, kalian bisa menumpas kami? Belum tentu,
kalian bisa membinasakan kami!
"Tapi yang sudah pasti dan jelas kawanmu itu segera akan dibinasakan
begitu salah seorang temanku ini pulang ke markas kami memberitahukan
pada Kauw-cu bahwa kalian tidak mau menyerahkan surat itu."
Hoan Cie Sun sebetulnya sudah bergerak bersiap-siap hendak menerjang.
Mendengar kata-kata orang itu, kembali dia bimbang. Dia berdiam diri saja
dengan ragu-ragu.
Wang Hu menghela napas. Dia menoleh kepada Thio Sam Nio.
"Apakah kita perlu mendengarkan ocehan mereka? Kita basmi saja mereka
itu, urusannya sie-te biarlah tergantung pada nasibnya saja! Kita akan
segera pergi menolongnya jika memang masih bisa."
Thio Sam Nio menggeleng perlahan. Berat dia membiarkan sie-tenya yang
menurut berita orang itu sudah terjatuh ke dalam tangan orang-orang Hekpek-kauw tersebut.
"Jangan, biar aku yang bicara dengan mereka!" Kata Thio Sam Nio.
Wang Hu mengangguk.
"Ya.......!" katanya. "Tapi kau harus hati-hati!"Thio Sam Nio mengiakan. Dia melangkah menghampiri orang-orang Hek-pekkauw tersebut.
"Apakah kalian tetap mendesak kami agar menyerahkan surat yang kalian
inginkan di sini saja?" Tanya Thio Sam Nio.
Orang Hek-pek-kauw, yang rupanya jadi pemimpin itu mengangguk,
"Benar!"
"Tapi.......!" Thio Sam Nio mengawasinya tajam sekali.
"Tapi kenapa?"
"Kami kuatir jika saja apa yang kalian bilang tadi tidak benar.!"
"Kau kuatir kami mendustai?"
"Bukan mendustai! Mungkin benar sie-te kami sudah terjatuh dalam tangan
orang-orang Hek-pek-kauw. Justeru kami ragu-ragu bahwa kalian adalah
orang-orang Hek-pek-kauw."
Orang itu menggumam karena mendongkol tersinggung oleh kata-kata Thio Sam
Nio. "Apakah kalian bisa memberikan bukti, bahwa kalian ini benar orang Hekpek-kauw?" Tanya Thio Sam Nio lagi.
"Bisa!"
"Apa bukti itu?"
"Ini!" sambil bilang begitu, orang itu melesat sangat cepat sekali.
Ia sudah menerjang pada Thio Sam Nio. Kepandaian orang itu tampaknya
memang cukup tinggi, karena hantaman kepalan tangannya mendatangkan
sambaran angin yang dahsyat ke arah dada Thio Sam Nio.
Thio Sam Nio tak berusaha berkelit ketika tangan orang itu menyambar
dekat, segera tangan kanannya bergerak, tangan besinya.
"Brettt.!" tangan orang Hek-pek-kauw itu kena dicakar oleh tangan
besinya.
Orang itu menjerit kesakitan bercampur kaget. Ia melompat mundur dengan
muka pucat, malah seketika ia merasakan tangannya jadi kaku, seakan tak
bisa digerakkan lagi.
Seketika ia menyadari bahwa jari tangan besi lawannya itu mengandung
racun. Diapun tidak menyangka bahwa jari tangan wanita ini terdiri dari
besi yang keras dan beracun, maka dari itu dia tidak bersiap-siap membuat
tangannya mudah sekali dicakar oleh Thio Sam Nio.
"Tangan dia....... beracun!" Hanya itu yang bisa diucapkannya,
memperingati teman-temannya.
Kawan-kawannya sudah melompat maju, mengepung Thio Sam Nio. Mereka juga
mencabut senjata tajam mereka masing-masing. Ada yang mempergunakan
golok, ada yang mencekal pedang.Thio Sam Nio tertawa dingin.
"Hemm, kalian benar-benar tidak mengenal selatan! Apakah kalian benar

Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

benar tidak dapat membuktikan bahwa kalian adalah orang-orang Hek-pekkauw? Atau memang kami perlu untuk membasmi kalian dengan cara kami
sendiri, baiklah!
"Karena kalian tidak bisa memperlihatkan bukti-bukti bahwa kalian adalah
orang-orang Hek-pek-kauw, kami akan melayani kalian! Jika memang kalian
orang-orang Hek-pek-kauw, jelas kami akan mempertimbangkan dengan
menghormati Kauw-cu kalian."
Licik Thio Sam Nio ini. Sengaja dia berkata seperti itu, yaitu memojokkan
orang-orang itu.
Dia mengambil sikap seakan juga tidak mempercayai bahwa belasan orang itu
adalah anak buah Hek-pek-kauw. Maka jika memang nanti terhadap Kauw-cu
Hek-pek-kauw dia bisa saja bilang bahwa dia tidak menyangka sama sekali
belasan orang itu adalah anak buah Hek-pek-kauw, sebab mereka tidak bisa
memperlihatkan buktinya.
Dan tentu saja hal ini tak akan memberatkan Thio Sam Nio bertiga. Mereka
bisa saja meminta maaf kepada Kauw-cu Hek-pek-kauw itu, jika memang
perlu.
Belasan orang yang memakai topeng pada muka mereka, telah menerjang
kepada Thio Sam Nio. Mereka menyerang dengan senjata masing-masing.
Wang Hu dan Hoan Cie Sun tidak berdiam diri saja. Merekapun melompat maju
untuk membantu Thio Sam Nio.
Kepandaian belasan orang itu umumnya cukup tinggi. Akan tetapi
kenyataannya, mereka tidak dapat menghadapi Wang Hu, Thio Sam Nio dan
Hoan Cie Sun bertiga, karena kepandaian ke tiga orang itu memang sangat
tinggi.
Karnehlingti 23.115
Di waktu itu, tampak Wang Hu bergerak ke sana ke mari dengan tubuh yang
ringan sekali seakan juga tengah terbang melayang ke sana ke mari
tubuhnya seperti melayang di tengah udara dan sepasang kakinya seperti
tidak menginjak tanah. Dia bergerak begitu cepat dan sepasang tangannya
pun sebat bukan main.
Seketika terdengar suara jeritan di antara belasan orang itu. Malah Thio
Sam Nio berdua dengan Hoan Cie Sun pun tidak tinggal diam. Mereka telah
merubuhkan beberapa orang Hek-pek-kauw.
Malah yang luar biasa, setiap kali Thio Sam Nio, Hoan Cie Sun, maupun
Wang Hu berhasil merubuhkan salah seorang lawannya itu akan rubuh
terbinasa dan terluka parah? Tidak seorangpun di antara mereka diberikan
kesempatan buat melarikan diri.
Memang Thio Sam Nio sudah memutuskan buat menumpas semua musuh mereka.
Karena Thio Sam Nio yakin, jika seorang saja dibiarkan lolos, niscayaakan membuat orang itu sempat meminta bantuan kepada Hek-pek-kauw dan
mengadu yang tidak-tidak.
Kalau memang semua orang Hek-pek-kauw itu terbinasa tentu tidak ada
saksi.
Sedangkan kepada Kauw-cu dari Hek-pek-kauw nanti mereka bisa saja
mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui bahwa belasan orang itu adalah
orang-orang Hek-pek-kauw. Karena memutuskan begitu, Thio Sam Nio sudah
mempergunakan kata-kata sandi, menganjurkan Hoan Cie Sun dan Wang Hu
membasmi semua orang-orang itu.
Demikianlah, dalam waktu yang singkat, mereka telah melukai dan
membinasakan sehagian besar dari lawan-lawan mereka. Tinggal delapan
orang yang mati-matian memberikan perlawanan.
Ke delapan orang ini memang yang memiliki kepandaian tertinggi di antara
kawan-kawan mereka yang sudah rubuh itu. Karenanya juga, mereka sudah
dapat bertahan terus, dan melakukan perlawanan dengan gigih.
Dua orang di antara mereka sudah terluka namun mereka mengempos lweekang
mereka, buat mengadakan perlawanan terus.
Thio Sam Nio dalam suatu kesempatan telah berhasil menancapkan jari-jari
tangan besinya di punggung salah seorang lawannya. Dia menarik tangan
kuat sekali, tubuh orang itu, terpental ke atas dan melambung ke tengah
udara terbanting.
Dia tidak bisa segera bangun berdiri karena racun sudah bekerja. Dia
merasakan tubuhnya jadi kaku. Mukanya pucat pias, meringis menahan sakit
yang luar biasa.
Di waktu itu, Hoan Cie Sun pun sudah berhasil menghantam dada seorang
lawannya dengan telapak tangannya yang kanan. Telapak tangan itu telak
sekali mengenai sasarannya sehingga tulang dadanya remuk melesak sampai
ke dalam.
Tubuh orang itu terhuyung mundur ke belakang, mukanya juga meringis,
mulutnya terbuka. Dia memuntahkan darah segar, dan terguling, lalu
napasnya terhenti. Topengnya sudah terbuka.
Wang Hu pun tidak mau ketinggalan, dia melompat ke dekat seorang
lawannya. Dia mencengkeram jalan darah Phang-su-hiat di lengan orang itu.
Mencekalnya sangat kuat sekali.
Orang itu lemas tidak, bertenaga. Tangan Wang Hu yang satunya sudah
menghantam batok kepala orang itu.
"Prakk!" Batok kepala lawan Wang Hu hancur remuk ketika cekalan tangan
Wang Hu dilepaskan. Ia rubuh dengan napas yang siang-siang sudah putus.
Tiga orang anak buah Hek-pek-kauw sudah melompat ke tembok pekarangan,
mereka hendak melarikan diri.
"Mau kabur ke mana kalian?" sambil membentak begitu Thio Sam Nio
menimpuk. Seketika tiga batang paku menancap di tubuh ke tiga orang itu,
mereka rubuh berkelejetan, kemudian putus napas, karena mereka keracunan
oleh racun yang bekerja keras sekali.Sisanya yang dua orang lagi berdiri mematung, kemudian saking ketakutan
mereka menekuk ke dua kaki mereka meminta pengampunan, mereka menganggukanggukan kepala mereka.
Thio Sam Nio menghampiri mereka.
"Kalian minta hidup?!"
"Be.. benar.......!" ketakutan sekali kedua orang itu, tubuh mereka
menggigil.
"Hemm, baik! Kalian boleh hidup!" Kata Thio Sam Nio nyaring sekali. "Tapi
di neraka!"
Waktu ia selesai dengan kata-katanya, tangan Thio Sam Nio menghantam
kepala kedua orang itu.
Seketika kepala kedua orang itu hancur remuk, jiwa mereka melayang..
Waktu itu Thio Sam Nio menghampiri beberapa orang Hek-pek-kauw yang,
terluka rebah di tanah tanpa bisa bergerak, tapi mereka masih hidup,
napas mereka masih jalan dengan lancar.
Tanpa bilang suatu apa-apa juga, Thio Sam Nio mengayunkan tangannya
beruntun. Setiap kali tangannya meluncur turun terdengar jerit kematian!
Dan seorang lawannya telah dibunuhnya. Begitulah bagi yang terluka telah
dibinasakannya sekalian.
Demikian kejam dan telengasnya tidak seorang pun anak buah Hek-pek-kauw
yang diberikan kesempatan buat hidup.
Wang Hu menghampiri Thio Sam Nio, tanyanya. "Apa maksudmu dan rencanamu
dengan membasmi mereka?"
"Kita bisa mencuci tangan pura-pura tidak mengetahui kematian mereka!
Bukankah hal ini bisa kita lakukan? Jika tadi kita membiarkan salah
seorang di antara mereka tetap hidup berarti kita akan memperoleh
kesulitan yang tidak kecil!"
Wang Hu berdua dengan Hoan Cie Sun mengangguk-angguk membenarkan pendapat
Thio Sam Nio.
Waktu itu Thio Sam Nio memberikan isyarat kepada ke dua kawannya buat
menyingkirkan mayat-mayat itu.
Mereka bekerja cepat, karena mereka cuma menyambar berulang kali mayatmayat itu setiap kali mereka melempar, maka di waktu itu juga tampak
mayat-mayat itu terlempar ke samping pekarangan kuil tersebut.
Dalam waktu singkat, mayat-mayat itu telah dapat disingkirkan.
Hui-houw-to yang diam-diam menyaksikan semua peristiwa itu, diam-diam
jadi menggidik.
Korban yang jatuh sangat besar, belasan orang hanya dalam waktu yang
singkat.
Semua itu disebabkan memperebutkan surat yang ditulis oleh Ciangbunjin
Khong-tong-pay.Bukankah apa yang dikatakan oleh Tang-ting Hweshio beberapa waktu yang
lalu. bahwa surat itu mau meminta korban yang banyak, terlebih lagi Gioksie, memang tidak meleset dan telah terbukti.
Hui-houw-to menghela napas.
Justeru helaan napasnya itu dapat didengar oleh Thio Sam Nio. Cepat
sekali perempuan cantik berbaju serba merah itu melompat ke dekatnya.
"Hemm, kau bersedih hati melihat orang-orang itu kami basmi, bukan?"
Hui-houw-to tidak menyahuti.
"Jawab!" Teriak Thio Sam Nio, suaranya tiba-tiba sekali meninggi, dia
berteriak dengan muka yang bengis.
Hui-houw-to mengangkat kepalanya, dia mengangguk-anggukh perlahan-lahan.
"Ya!" Katanya.
"Hem, sekarang kaupun harus memikirkan keselamatan jiwamu sendiri! Karena
satu kali saja kau membantah dan tak mematuhi perintah kami, berarti
engkau pun akan kami kirim ke neraka!"
"Ya.!"
"Dan sekarang, kau harus baik-baik menceritakan apa sebenarnya yang
menjadi rahasia surat itu. Karena pihak Hek-pek-kauw yang telah pernah
membaca surat itu pun masih berusaha merebut kembali surat tersebut.
Berarti di dalam surat itu terdapat rahasianya."
Hui-houw-to menghela napas.
"Aku sungguh-sungguh tidak mengetahui!" Katanya kemudian sambil
memperlihatkan sikap yang bersungguh-sungguh.
"Sungguh?" Bengis sekali muka Thio Sam Nio.
"Sungguh!?"
Hoan Cie Sun sudah melompat ke dekat Thio Sam Nio.
"Kita mampusi saja!" Dia menyarankan.
"Jangan!" mencegah Thio Sam Nio. "Aku sudah mengetahui bahwa di surat itu
terdapat rahasianya, karena ketua Hek-pek-kauw yang telah pernah membaca
surat itu, masih menghendaki surat itu. Dengan demikian tentu saja akan
menyebabkan kita harus berpikir dengan sebaik-baiknya apakah sebenarnya
yang menjadi rahasia dari tempat itu."
Hoan Cie Sun mengangguk mengiakan, dia baru berpikir akan kata-kata orang
Hek-pek-kauw itu, keinginan mereka yang menghendaki surat itu.
Bukankah menurut cerita Hui-houw-to bahwa Kauw-cu Hek-pek-kauw yang
pernah membaca surat itu?
Dengan biji mata mendelik lebar-lebar, ia mengawasi Hui-houw-to.
"Sekarang tinggal dua pilihan, tak ada pilihan lain lagi. Jika kau
menjawabnya tetap main-main, sekali hantam batok kepalamu akankuhancurkan. Tapi jika kau menjawab dengan jujur, maka aku akan
membebaskan kau!"
Setelah berkata begitu, Hoan Cie Sun mengangkat tangannya, di atas kepala
Hui-houw-to bersiap-siap akan menghantam batok kepala itu.
"Benarkah Kauw-cu Hek-pek-kauw pernah membaca surat itu?" tanyanya,
bengis sekali.
"Benar! Tapi itupun kudengar dari pengakuan Kauw-cu Hek-pek-kauw
sendiri!"
"Bagaimana bisa terjadi begitu?!" Tanya Hoan Cie Sun tambah bengis.
Hui-houw-to segera menceritakan pengalamannya waktu ia bersama Tang-ting
Hweshio meminta kembali surat itu dari tangan Tiauw Sian Lie.
"Hemmm!" Muka Hoan Cie Sun dan ke dua kawannya berobah hebat. "Tang-ting
Hweshio dari Siauw-lim-sie juga bermaksud untuk memperebutkan Giok-sie?"
Hui-houw-to mengangguk.
"Benar."
"Sekarang Tang-ting Hweshio berada dimana?"
"Entah. kami telah berpisah!"
"Bohong!"
"Sungguh!"
"Kau jangan berdusta!" Dan Hoan Ci Sun menurunkan tangannya sedikit,
bergerak seakan-akan hendak menghantam kepala Hui-houw-to dengan
tangannya itu.
"Sungguh, aku tidak mengetahui!" Kata Hui-houw-to.
"Baiklah! Mungkin kau telah bicara dari hal yang sebenarnya? Tapi
sekarang kau harus menjelaskan, sebetulnya surat itu mengandung rahasia
apa?"
"Aku belum pernah melihat isi surat itu."
"Baik kami akan memperlihatkan!"
Setelah berkata begitu, Hoan Cie Sun menoleh pada Thio Sam-nio,
memberikan isyarat dan Thio Sam-nio mengerti apa yang dikehendaki
kawannya. Ia menghampiri, mengeluarkan surat yang tadi diambilnya dari
Hui-houw-to.
Dibukanya saurat itu, ternyata isi surat itu cuma beberapa baris sajak
saja.
Hui-houw-to membacanya bunyi sajak itu sebagai berikut:
"Di puncak Thian-san.
Rembulan bersinar
lembut sekali.Di antara deru angin,
di antara mata hari
yang bersinar terang,
tampak golok
yang bercahaya
terang sekali.
Di kaki dan tangan
semuanya memang merupakan
titik pertemuan."
Tidak terdapat huruf lainnya, sedangkan sebetulnya surat itu untuk
diberikan pada seseorang, yang kata Ciangbunjin Khong-tong-pay, buat
memberitahukan dimana tinggalnya nelayan yang beruntung memperoleh Gioksie. Bukan main herannya Hui-houw-to, ia membaca berulang kali.
"Aneh!" akhirnya Hui-houw-to menggumam sendirinya.
Thio Sam-nio bertiga mengawasi bengis kepadanya.
"Ayo, apa artinya surat ini?!" Bentak Thio Sam-nio.
"Aku.. aku kurang tahu!"
Thio Sam-nio membalik surat itu, dia memperlihatkan kepada Hui-houw-to.
"Lihatlah di sini juga tertulis nama orang yang harus kau temui dan
memberikan surat ini." Katanya.
Hui-houw-to membacanya. Ternyata di situ, hanya tertulis huruf yang
berbunyi:
"Kam Toako."
tidak terdapat lagi huruf lainnya.
Karnehlingti 24.116
"Sebagai kurir yang akan mengantar surat ini kepada seseorang, tentu kau
mengetahui siapa itu Kam Toako, bukan?" Bentak Thio Sam Nio. "Kau jangan
berdusta. Karena sekali saja kau berdusta maka kami tak akan sungkansungkan buat membinasakan dirimu!"
Hui-houw-to menghela napas.
"Sebenarnya aku diperintahkan oleh Ciangbunjin Khong-tong-pay buat
mengantarkan surat itu kepada .kepada!"
"Kepada siapa?"
Hui-houw-to ragu-ragu."Cepat katakan!" bentak Hoan Cie Sun mulai tidak sabar.
"Orang itu bernama Kam Yu!"
"Kam Yu?"
"Benar!'
"Kami belum pernah mendengar nama itu di dalam rimba persilatan!"
"Aku sendiri tidak pernah bertemu dengan orang itu, juga tidak mengetahui
siapa orang itu! Cuma saja, diberitahukan agar aku mencari seorang
bernama Kam Yu di Shoa-tang, dan memberikannya surat itu."
"Di Shoa-tang?`
"Benar..!"
"Gila kau? Shoa-tang sangat besar! Bagaimana mungkin kau bisa mencari
seorang yang bernama Kam Yu!"
"Ya....... alamat yang benarnya adalah di desa Yu-cung."
"Hemm, Kam Yu di Yu-cung," Menggumam Wang-hu dengan suara perlahan.
"Kalau begitu kita pergi mencarinya saja, mungkin dia memecahkan arti
sajak ini. Kita akan memaksanya. dan perlu membinasakannya, kalau
memang dia tidak mau menjelaskan arti dari sajak ini!"
Yang lainnya mengangguk
Sedangkan Hui-houw-to menyadari, dirinya seperti telur di ujung pedang


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sewaktu-waktu dia bisa kehilangan jiwanya, karena orang-orang itu mudah
saja membinasakannya di saat dia dalam keadaan tidak berdaya seperti itu.
Thio Sam Nio sudah berkata lagi dengan suara yang sinis:
"Baiklah! Kau kami tinggalkan di sini? Totokan pada jalan darahmu akan
terbuka jika nanti matahari sudah naik tinggi, tepat lohor. diwaktu itu
kau hanya perlu mencari obat buat memunahkan racun yang menjalar di
darahmu.
"Dalam tiga hari kau sudah harus memperoleh obat yang tepat bagi racun
itu. Karena jika tidak, hemmm, terlambat setengah harian saja, kau tidak
akan tertolong lagi!"
Hui-houw-to mengawasi Thio Sam Nio. Kemudian ragu-ragu dia bilang:
"Bagaimana engkau saja yang memberikan obat pemunah itu kepadaku?"
"Aku memberikan obat pemunah kepadamu?" Tertawa Thio Sam Nio dengan suara
yang mengejek.
Hui-houw-to mengangguk.
"Ya!"
"Hemm, jika memang kau mengharapkan obat pemunah dariku, berarti engkau
mengharap hujan turun dari langit! Aku cuma mengerti racun tapi tidak
mengerti obat penawarnya."Lesu Hui-houw-to, lemas tidak bersemangat. Karena habislah harapannya.
Walaupun dia dibiarkan hidup, dan tidak dibunuh, tapi tanpa diberikan
obat pemunahnya dimana dia memang dalam keracunan seperti sekarang ini,
niscaya akan membuat dia tokh akhirnya menemui kematiannya. Cuma saja
kematiannya itu akan datang secara perlahan-lahan.
Waktu itu Hoan Cie Sun telah bilang lagi dengan suara yang ragu-ragu
kepada Thio Sam Nio, "Tunggu dulu, apakah kita akan pergi
sekarang.......?"
"Ya?!" Thio Sam Nio menoleh kepada Hoan Cie Sun dengan matanya yang
menatap agak disipitkan.
"Lalu bagaimana, sie-te?"
"Itu urusan yang mudah! Nanti kita mengunjungi markas Hek-pekkauw.......?"
"Mereka terlalu kuat, anggotanya terlampau banyak, dan terdiri dari
orang-orang berkepandaian tinggi. Kalau memang pergi menyatroni seseorang
mereka berarti kita semua saja memasuki goa harimau."
"Tapi aku ada cara buat menghadapi Kauw-cu Hek-pek-kauw itu!" Kata Thio
Sam Nio kemudian.
Muka Hoan Cie Sun dan Wang Hu berseri.
"Cara bagaimana?" Tanya mereka serentak.
Thio Sam Nio tidak segera menjelaskan, dia menarik tangan kedua kawannya
buat menjauhi Hui-houw-to. Setelah cukup jauh barulah dia menjelaskan.
"Bukankah ketua Hek-pek-kauw menghendaki surat ini? Kita salin dulu!
Bukankah hanya kita yang mengetahui di mana beradanya Kam Yu, yaitu Yucung?
"Nah, kita berikan surat yang asli ini kepada Kauw-cu Hek-pek-kauw itu,
tentu saja tukar ganti dengan sie-te! Pihak Hek-pek-kauw tidak akan mau
pusing, dia tentu akan menerimanya..!" Sedangkan kita dengan salinan
sajak itu pergi mencari Kam Yu di Yu-cung!"
"Bagus! Bagus!" Berseru Hoan Cie Sun dan Wang Hu memuji kepintaran dan
kecerdikan Thio Sam Nio.
Girang Thio Sam Nio mendengar dipuji.
"Lalu bagaimana dengan bocah itu?" Tanya Wang Hu, sambil melirik kepada
Hui-houw-to. "Jika kita membiarkan dia hidup tentu bisa menimbulkan
kerewelan!"
"Biarkan saja dia hidup., tokh paling lama juga tiga hari dia akan
mampus sendirinya!"
Kembali Wang Hu dan Hoan Cie Sun mengangguk-angguk tanda setuju!
Mereka bertiga telah tertawa-tawa dan meninggalkan kuil. Sedangkan
matahari fajar mulai memancar hangat.<>
Hui-houw-to masih rebah di lantai seorang diri. Di kuil itu tidak
terdapat orang lainnya, cuma mayat-mayat dari orang-orang Hek-pek-kauw
dan juga orang Kay-pang, yang telah menggeletak tidak bernapas itu.
Lama sekali Hui-houw-to menantikan beredarnya waktu, sampai akhirnya tiba
tengah hari, matahari persis berada di tengah-tengah langit.
Seperti apa yang diberitahukan Thio Sam Nio, memang totokan pada jalan
darahnya terbuka dengan sendirinya. Darahnya bisa beredar kembali.
Walaupun totokan itu sudah terbuka, cuma saja Hui-houw-to tidak bisa
segera bergerak. Seharian penuh dia rebah dalam keadaan tertotok,
tubuhnya pegal sekali dan sakit-sakit?
Dia mengerahkan lweekangnya. Setelah semangatnya pulih, dan cuma rasa
sakit-sakit di dalam tubuhnya disebabkan racun yang bekerja, dia melompat
berdiri.
Cepat-cepat Hui-houw-to keluar dari kuil itu sepi. Tidak dijumpainya
seorang manusia pun juga. Dia mengawasi sekitarnya.
Hui-houw-to tidak mengetahui dia hendak pergi ke mana. Surat yang
dititipkan Ciangbunjin Khong-tong-pay, sudah lenyap dari tangannya lagi,
jatuh ke dalam tangan Thio Sam Nio.
Malah Hui-houw-to telah sampai membuka rahasia, kepada siapa surat itu
hendak diberikannya yaitu Kam Yu di Yu-cung.
Waktu itu, tampak Hui-houw-to berdiri diam beberapa saat akhirnya dia pun
menuju ke pintu perkampungan. Dia bermaksud mencari rumah makan, karena
perutnya lapar sekali!
Dilihatnya tidak jauh dari pintu perkampungan itu terdapat sebuah rumah
makan yang tidak terlalu besar. Tapi tamu yang sedang bersantap di situ
cukup banyak.
Segera Hui-houw-to memasuki rumah makan itu, seorang pelayan melayaninya.
Ia memesan beberapa macam makanan.
Tapi, waktu itulah terdengar salah seorang tamu, yang duduk di sebelah
kanan, dekat jendela berkata: "Jangan layani dia, biarkan pengemis itu
kelaparan!"
Si pelayan heran. Dia menoleh dan memandang aneh kepada orang itu,
sedangkan Hui-houw-to juga memandang kepada orang itu.
Ternyata orang itu adalah seorang pemuda berusia duapuluh tahun lebih.
Tubuhnya semampai, dia mengenakan baju yang berwarna putih, seorang
pelajar.
Pemuda itu tersenyum mengejek, katanya: "Apa kau lihat-lihat seperti itu?
Atau memang kau baru keluar dari hutan, sehingga merasa aneh jika melihat
manusia."
Kini Hui-houw-to yakin, pemuda pelajar itu yang berusia masih muda,
memang sengaja menunjukkan kata-kata ejekan itu buat dirinya maka dia
menghampirinya. Mendongkol sekali hatinya."Apa maksudmu? Siapa kau?" Tanya Hui-houw-to dengan suara agak keras,
karena dia menahan kemendongkolan hatinya.
Pelajar itu tertawa terbahak-bahak sambil memukul meja.
"Bagus! Bagus, sudah dirubuhkan orang berulangkali, kau masih berani jual
lagak kepadaku?" Katanya nyaring. Dia telah tertawa dingin, barulah dia
melanjutkan kata-katanya lagi. "Aku tahu ini seorang dewa, kau tahu?
Dewa. Kau tahu apa itu dewa?"
Itulah ejekan buat Hui-houw-to. Dia sudah tidak bisa menahan kesabaran
hatinya. Tahu-tahu tangan kanannya diulurkan buat menyambar baju di dada
pemuda itu.
Tangan Hui-houw-to sebetulnya bergerak cepat sekali, sayangnya pemuda itu
bisa bergerak sangat cepat dengan menggerakkan tubuhnya sedikit dan masih
tetap duduk di tempatnya, dia bisa menyingkirkan tangan Hui-houw-to.
Malah diwaktu itu, secepat kilat tangan kiri pemuda pelajar itu tahu-tahu
mengetuk pergelangan tangan Hui-houw-to.
Kaget Hui-houw-to menarik pulang tangannya, karena dia kesakitan. Ketukan
tangan pemuda itu sangat keras sekali.
Sedangkan pemuda pelajar itu tertawa.
"Mengapa tidak jadi menjambak bajuku?" Tanyanya dengan sikap mengejek.
Hui-houw-to masih merasakan pergelangan tangannya sakit bukan main, namun
dia juga sangat penasaran.
"Baik, aku ingin minta pengajaran dari kau!" sambil berkata begitu
tangannya menyambar lagi. Kali ini buat menghantam.
Beda dengan tadi, sekarang Hui-houw-to berlaku sangat hati-hati dan penuh
perhitungan, karena dia telah menyadari bahwa pemuda pelajar ini liehay
ilmu silatnya.
Pemuda pelajar itu tetap saja tidak berkisar dari tempat duduknya. Hanya
saja waktu telapak tangan Hui-houw-to hampir mengenai pundaknya, cepat
sekali tangannya menyambutinya. Telapak tangan bertemu dengan telapak
tangan, saling bentur keras sekali.
Hui-houw-to merasakan kuatnya tenaga tangkisan pemuda pelajar itu. Dia
pun memang tengah terluka akibat keracunan dengan demikian tidak leluasa
dia mengerahkan seluruh lweekangnya.
Cepat-cepat Hui-houw-to menarik pulang tangannya, tapi bukan buat berdiam
diri. Dia sudah menyusuli dengan beberapa kali serangannya.
Pemula pelajar itu tidak bergerak dari tempat duduknya. Benar-benar dia
tidak memandang sebelah masa kepada Hui-houw-to.
Waktu tangan Hui-houw-to menyambar-nyambar beruntun kepadanya. Cepat
bukan main tangannya mengimbangi, dia mengibas dan menangkis, setiap
serangan yang dilakukan Hui-houw-to memang sangat kuat sekali.
Setelah diserang lima kali beruntun, dan dapat menangkisnya waktu itu si
pemuda pelajar itu tahu-tahu menyambar kipasnya yang berada dipermukaan
meja. Gerakan tangan kanannya itu sangat cepat sekali.Diiringi siulan, kipasnya menyambar kepada dada Hui-houw-to. Malah kipas
itu dalam keadaan terbuka lebar.
Dada Hui-houw-to seperti dihantam oleh lempengan baja, keras sekali.
Malah belum lagi Hui-houw-to bisa melakukan sesuatu tubuhnya sudah
terpental, sebab kuda-kuda sepasang kakinya sudah tergempur dan dia
terbanting di lantai.
Cepat-cepat Hui-houw-to melompat berdiri lagi.
Keadaan di dalam rumah makan itu jadi ribut dan banyak tamu-tamu jadi
panik dan berlomba keluar meninggalkan rumah makan itu. Pelayan sibuk
sekali berseru-seru. "Jangan berkelahi.. jangan berkelahi tuantuan.......!"
Terlebih lagi kasir yang berseru-seru. "Jangan berkelahi, jangan
berkelahi.. kami hanya bermodal kecil, kami bisa bangkrut!"
Tapi si pemuda pelajar tidak memperdulikan teriak-teriakan pelayan maupun
kasir rumah makan itu. Dia tetap duduk di tempatnya mengawasi Hui-houw-to
sambil tersenyum sinis.
"Bagaimana kau hendak minta dihajar lagi?" Tanyanya dengan suara yang
dingin.
Hui-houw-to tidak menerjang lagi, sebab dalam berbagai gebrakan itu saja
dia sudah dapat menakarnya kepandaian pemuda pelajar itu, memang satu
tingkat atau dua tingkat di atas kepandaiannya.
"Jika dia kalah dan menerjang nekad berarti dia mencari kesulitan buat
dirinya sendiri. Karena dari itu Hui-houw-to menahan diri. Dia tidak
menerjang. Cuma matanya mengawasi tajam sekali.
"Siapa kau sebenarnya dan apa yang kau kehendaki dariku?" Tanya Hui-houwto. Dia yakin bahwa pemuda pelajar ini memang sengaja mencari urusan
dengannya. Tentunya pemuda pelajar itu bermaksud untuk melakukan sesuatu
pada dirinya atau juga mengharapkan sesuatu kepadanya. Karena dari itu,
kembali dia mengulangi pertanyaannya itu.
Karnehlingti 24.117 . . . . . . .
Karnehlingti 24.117
Tapi pelajar berbaju putih itu tertawa dingin.
"Orang seperti kau tidak pantas mengetahui namaku..!" Katanya dengan
suara yang dingin, "Hemm, lebih baik kau datang ke mari mendekat kepadaku
dengan sikap menghormat. Nanti aku baru akan beritahukan apa yang ku
inginkan dari kau!"
Hui-houw-to menghampiri, benar-benar dia melangkah mendekati meja pemuda
pelajar itu."Nah sekarang kau katakanlah, apa yang kau inginkan dari aku?" Tanyanya.
Aku menghendaki surat yang ditulis oleh Ciangbunjin Khong-tong-pay. yang
selama ini kau bawa-bawa."
Kaget Hui-houw-to mendengar permintaan pemuda pelajar itu. Dia mengawasi
pemuda pelajar itu beberapa saat, lalu menggelengkan kepalanya.
"Sayang.!" Katanya.
"Apanya yang sayang.?"
"Sayang sekali surat itu tidak ada padaku!" Kata Hui-houw-to dengan sikap
bersungguh-sungguh.
"Bohong!"
"Benar, memang surat itu sudah tidak berada di tanganku lagi!" Waktu
bicara begitu, Hui-houw-to tetap memperlihatkan sikap yaug bersungguhsungguh.
Sedangkan muka pelajar berbaju putih itu berobah. Dia mengawasi tajam
sekali.
"Hemm, kau jangan main-main denganku sebab jika aku habis sabar, aku akan
membinasakan kau dan nanti baru menggeledah tubuhmu!"
"Sungguh, surat itu memang sudah tidak berada di tanganku!"
"Hemm, benar begitu?" Tawar sekali suara pelajar baju putih tersebut.
Hui-houw-to mengangguk lagi.
"Ya. terserah kepadamu, mau mempercayai keteranganku atau tidak! Surat
itu telah jatuh ke dalam tangan Thio Sam Nio bertiga dengan kedua orang
kawannya, yaitu Hoan Cie Sun dan juga Wang Hu.
Mendengar disebutnya nama ketiga orang itu, muka si pelajar baju putih
berobah hebat.
"Jadi mereka yang telah merampas surat itu?!" Tanyanya.
Hui-houw-to mengangguk. Dihatinya dia bersyukur, justeru ketiga orang itu
pernah memberitahukan nama mereka, waktu akan meninggalkan Hui-houw-to di
kuil itu, sehingga dia bisa memberitahukan kepada pelajar baju putih
siapa yang telah mengambil surat itu. Dengan demikian tampaknya si
pelajar baju putih itu baru mau mempercayai keterangannya.
"Ya mereka yang telah mengambil surat itu. Mereka telah menotok diriku,
merekapun telah melukai aku, menyebabkan aku keracunan."
Sepasang alis pemuda pelajar berbaju putih itu mengkerut, dia berdiam
diri tidak mengatakan suatu apapun juga. Lama sekali dia seperti
termenung sampai akhirnya dia bilang.
"Baiklah jika demikian. Duduklah..!" Dia menunjuk kursi di sebelah
depannya, dan Hui-houw-to memang duduk dihadapannya.Setelah mengawasi Hui-houw-to beberapa saat lamanya, barulah pelajar baju
putih itu bilang lagi. Sekarang kau harus menjawab yang jujur
pertanyaanku!"
Hui-houw-to mengangguk.
"Katakanlah pertanyaan apa yang hendak kau ajukan?!" Tanyanya.
"Apakah kau pernah melihat surat itu? lsi surat yang kau bawa itu dan
telah dirampas Thio Sam Nio dengan kawan-kawannya itu? Maksudku bunyinya
surat itu?!"
Hui-houw-to ragu-ragu, akan tetapi kemudian dia mengangguk.
"Pernah.!"
"Nah, sekarang kau coba beritahukan kepadaku, apa saja isi surat itu?"
Tanya si pelajar baju putih. Matanya memandang tajam sekali, bersinar
sangat terang.
Hui-houw-to ragu-ragu lagi. Tapi sekarang dia pikir, Kauw-cu dari Hekpek-kauw saja sudah membaca surat itu.
Demikian juga, sekarang surat itu terjatuh ke dalam tangan Thio Sam Nio
bertiga dengan Hoan Cie Sun dan Wang Hu. Karenanya tidak perlu lagi dia
merahasiakan bunyinya surat itu.
Memang tadi Hui-houw-to telah membaca surat itu, dan dia ingat dengan
baik. Dia membacakan bunyinya sajak di dalam surat itu.
Sepasang alis si pelajar jadi mengkerut dalam-dalam.
"Aneh!" Dia menggumam.
"Apanya yang aneh?!"
"Bunyinya surat itu." setelah berkata begitu, si pelajar baju putih itu
mengawasi Hui-houw-to tajam sekali dengan sikap sungguh-sungguh dia
bilang, "Sekarang kau katakan yang jujur, benarkah isi surat itu dalam
bentuk syair?"
"Ya!"
"Hemmm, apakah surat itu bukan dipalsukan oleh seseorang?" si pelajar
baju putih itu lagi.
Hui-houw-to menggeleng.
"Surat itu memang telah dialamatkan kepada seseorang karenanya aku yakin
memang surat itu asli dan yang sebenarnya!"
"Hemm, kau yakin akan hal itu?"


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya!"
"Baiklah kalau begitu. Bukankah kau juga mengetahui bahwa sebenarnya
surat yang dikirim oleh Ciangbunjin Khong-tong-pay tersebut hendak
memberitahukan seorang kawannya bahwa seorang nelayan di Put-hay
beruntung memperoleh dan menemukan Giok-sie. Bukankah begitu?"Hui-houw-to mengangguk lagi.
"Benar."
"Lalu, siapakah orang itu?"
"Aku. aku!"
"Kau jangan berdusta, kau sebagai kurir membawa surat itu. Dengan
demikian jelas kau mengetahui kepada siapa surat itu harus disampaikan.
"Karenanya juga, jika memang engkau mengatakannya tidak mengetahui
berarti engkau berdusta dan aku tidak akan segan-segan membunuhmu....!!"
Sambil berkata begitu, dia memandang dengan sorot mata yang tajam, dan
mengancam.
Di waktu itu terlihat Hui-houw-to tambah ragu namun akhirnya dia menghela
napas,
"Baiklah, aku akan segera memberitahukan kepadamu siapa orang itu.!
"Sebutkan!"
"Orang itu she Kam.......!"
"'Apa namanya?"
"Yu!"
"Nama tunggal?"
"Ya.!"
"Dia tinggal di mana?"
"Di Yu-cung..!"
"Hemm....... baiklah! Kau tentunya tidak dusta dengan keteranganmu itu,
bukan?"
Kembali Hui-houw-to mengangguk.
"Ya, aku tidak mendustaimu, aku telah memberitahukan kepadamu apa
adanya."
"Hemm, jika memang nanti setelah kubuktikan kau cuma mendustai aku,
walaupun engkau lari ke ujung dunia maka aku akan tetap mencarimu, buat
memperhitungkan semua ini.!"
Hui-houw-to cuma berdiam saja, dia menunduk.
Betapapun, selama beberapa hari belakangan ini memang dia selalu bertemu
dengan orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi melebihi dia. Karena
dari itu dia menyesal mengapa dia menerima tugas yang diberikan
Ciangbunjin Khong-tong-pay buat menyampaikan surat itu kepada Kam Yu.
Jika memang dia mengetahui, betapa rintangan yang harus diterjangnya dan
juga harus dihadapinya itu sangat berat tentu dia akan membatalkan saja
tugasnya itu. Dan menyatakan tidak sanggup kepada Ciangbunjin Khong-tongpay.Waktu itu, Hui-houw-to menghela napas saja, pelayan sudah mengantarkan
makanan yang tadi di pesannya.
"Nah, kau bersantaplah.. masih ada beberapa pertanyaan yang akan
kuajukan, tapi setelah kau selesai bersantap!" Kata pelajar berbaju putih
itu! Hui-houw-to tidak bilang apa-apa dia hanya bersantap perlahan dengan
berdiam diri. Dia tidak tenang, bergelisah sekali karena dia menyadari
bahwa pelajar berbaju putih ini akan menimbulkan kesulitan juga bagi
dirinya.
Selesai bersantap, tampak si pelajar berbaju putih itu mengawasi Huihouw-to sambil memperlihatkan senyumnya yang sinis.
"Kau tidak tambah lagi?"' Tanyanya. "Sudah kenyang?"
Hui-houw-to mengangguk.
"Sudah cukup"
"Sekarang aku akan mulai mengajukan pertanyaan!"
"Ya! Pertanyaan apa lagi."
"Tentang surat itu."
"Tanyakanlah! Aku akan menjawabnya."
"Selain syair itu, apakah tidak terdapat huruf lainnya, tulisan lainnya,
baik di halaman itu atau di halaman lainnya di belakang surat tersebut?"
Hui-houw-to menggeleng!
"Tidak ada."
"Ingat-ingat dulu.!"
"Ya, memang tidak ada lagi. Paling ada hanya nama dari orang yang harus
kutemui itu pun ditulis hanya dengan kata-kata Kam-toako saja."
Pelajar baju putih tersebut mengangguk sambil tersenyum.
"Ya. Aku mengerti, tentunya yang kau maksudkan itu adalah Kam Cu, bukan?"
"Ya."
"Dan juga, kau tidak menyebutkan alamatnya..!"
"Memang tidak terdapat di dalam surat itu. Alamatnya cuma diberikan oleh
Ciangbunjin Khong-tong-pay, memang tidak tertulis di surat itu!"
"Hemmmm. begitu?"
"Ya.!"
"Baiklah, sekarang ada satu lagi pertanyaan yang hendak kuajukan."
"Tanyakanlah!""Sebetulnya kau bersedia menjadi kurir buat mengantarkan surat itu kepada
Kam Yu, apakah engkau memang murid Khong-tong-pay?" Waktu bertanya
seperti itu, dia telah mengawasi tajam kepada Hui-houw-to.
Hui-houw-to menggeleng.
"Aku bukan murid Khong-tong-pay.!"
"Tapi mengapa Ciangbunjin Khong-tong-pay bisa mempercayai tugas berat itu
kepadamu? Bukankah Ciangbunjin Khong-tong-pay sudah menyadari, bahwa
pengiriman surat itu bukanlah tugas yang ringan, di mana di dalam
perjalanan pasti akan timbul berbagai rintangan yang berat sedangkan apa
yang kulihat kepandaianmu tidak terlalu tinggi. karenanya aku jadi
bercuriga..!"
Hui-houw-to menghela napas.
"Memang aku bukan murid Khong-tong-pay, aku cuma menerima sepuluhribu
tail perak."
"Begitu banyak, sebagai upahnya?!"
"Ya!"
"Hebat sekali! Banyak sekali upah yang kau terima! Pantaslah kau jadi
nekad."
Sambil tertawa begitu si pemuda pelajar tersebut mengawasi Hui-houw-to
dangan sorot mata yang bercuriga.
"Terus terang aku jadi curiga mendengar engkau menerima upah demikian
besar."
"Bercuriga tentang apa?"
"Tentang kau! Pasti ada sesuatu yang masih engkau rahasiakan..!"
Muka Hui-houw-to berobah, dia tertawa. Dia pun segera menggelengkan
kepala.
"Aku tidak menyimpan rahasia apapun juga."
Mulut si pelajar itu merekah tersenyum. Tapi tiba-tiba sekali mulutnya
terkatup dan ia memukul meja dengan keras, mukanya jadi bengis,
"Kau jangan berdusta! Ayo katakan apa yang kau rahasiakan?" Suaranya
sangat nyaring sekali.
Hui-houw-to sampai terjengkit dari duduknya karena kaget dibentak seperti
itu, disamping gebrakan pada meja yang memang sangat keras sekali.
"Ayo katakan, rahasia apa yang kau simpan!" bentak pelajar baju putih itu
lagi.
Hui-houw-to menghela napas.
"Memang ada yang harus kulakukan disamping mengantarkan surat itu kepada
Kam Yu. Di mana aku aku.."Karnehlingti 24.118 . . . . . . .
Karnehlingti 24.118
"Ayo katakan!" Desak pelajar baju putih itu.
Hui-houw-to semakin bimbang.
"Ketua Khong-tong-pay telah berpesan kepadaku, sekalipun dalam keadaan
terdesak dan terpaksa, aku tidak boleh membuka rahasia itu jika memang
aku melanggar sumpah aku akan celaka.!"
"Aku yang akan melindungi kau!"
"Tapi.!"
"Ayo katakan, nanti aku yang akan melindungi kau? Walaupun Ciangbunjin
Khong-tong-pay itu sendiri akan kuhadapi! Kau jangan kuatir, aku bisa
melindungi kau dengan baik."
Muka Hui-houw-to masih pucat dia masih gelisah diliputi kebimbangan.
"Untuk ini. sebatulnya aku telah bersumpah bahwa aku tidak akan membuka
ini walaupun kepada siapa pun. Tapi aku sudah melihat bahwa pengiriman
surat itu benar-benar berbahaya, dimana hampir berulangkali aku selalu
terancam maut.
"Karena dari itu aku berpikir buat mengembalikan saja upah yang diberikan
Ciangbunjin Khong-tong-pay karena aku tidak berhasil buat melakukan dan
melaksanakan dengan baik tugas yang diberikan kepadaku!"
"Jangan tolol! Upah yang telah kau terima itu boleh kau kantongi. Nanti
aku membantu kau. Aku akan merampas kembali surat itu dari tangan Thio
Sam Nio, dimana aku akan mengembalikan surat itu kepadamu, dan kau boleh
mengantarkannya kepada Kam Yu dengan dilindungi olehku? Aku cuma
menumpang melihat saja surat itu, hanya perlu membacanya satu kali saja.
Hui-houw-to mengawasi pemuda pelajar berbaju putih itu dengan sorot mata
bimbang.
"Kau tidak percaya?" Tanya pemuda pelajar berbaju putih itu. "Aku
bersumpah, bahwa aku akan melindungi kau. Juga akan menjelaskan sumpahku
itu bahwa aku akan melindungi kau, juga akan mengambilkan surat itu,
untuk diberikan kepadamu, merampasnya dari Thio Sam Nio.
"Juga kau bisa melaksanakan tugasmu mengantarkan surat itu ke tempat
tujuannya. Dengan demikian jika memang aku ingkar pada sumpahku, biarlah
aku terbinasa dengan tubuh yang tidak utuh."
Sikap si pelajar baju putih itu bersungguh-sungguh, dengan demikian Huihouw-to mau mmpercayainya. Tapi tadi dia melihat pemuda baju putih ini
memperlakukannya dengan kasar maka kepercayaannya yang baru tumbuh itu
jadi lenyap lagi.Dia menduga tentunya pemuda pelajar berbaju putih itu cuma sekedar untuk
membujuknya belaka, di mana setelah diperoleh surat yang ditulis
Ciangbunjin Khong-tong-pay, dia malah akan dicelakai oleh pemuda pelajar
berbaju putih tersebut!
Teringat kemungkinan seperti itu, Hui-houw-to menghela napas dalam-dalam.
Ia menyesal sekali telah menerima tugas yang berat ini, berulang kali ia
seperti keluar masuk dilobang jarum kematian. Ia selalu terancam bahaya
yang tak kecil, yang membuat ia nyaris beberapa kali terbinasa.
Di waktu itu, si pelajar berbaju putih itu rupanya sudah tak sabar lagi,
ia bilang: "Ayo cepat kau beritahukan apa yang kau rahasiakan itu?!"
Hui-houw-to masih tetap ragu-ragu, ia benar-benar bimbang, karena ia
telah bersumpah walaupun bagaimana, ia tidak boleh membuka rahasia itu.
Sekali saja Hui-houw-to membuka rahasia itu, niscaya ia akan mengalami
malapetaka yang berat sekali buat keselamatan jiwanya.
"Cepat! Ayo katakan!" si pelajar baju putih itu semakin tak sabar.
Hui-houw-to menghela napas.
"Sebetulnya, selain harus menyampaikan surat itu kepada Kam Yu, akupun
mempunyai tugas lainnya yaitu berusaha untuk mengambil kembali Giok-sie
dari tangan Kam Yu, dengan cara apa pun juga merampasnya!"
Mata pelajar baju putih itu terbuka lebar-lebar.
"Jadi.!"
Hui-houw-to mengangguk.
"Ya benar! Memang Ciangbunjin Khong-tong-pay hanya ingin meminjam tangan
Kam Yu buat mengambil Giok-sie dari tangan si nelayan dan kemudian aku
harus berusaha mencurinya atau dengan cara apa saja, untuk mengambil
Giok-sie dari tangan Kam Yu. Jika perlu dan aku juga memiliki kesempatan,
aku harus membinasakan Kam Yu!"
Pelajar baju putih itu tertawa dingin, dia bilang: "Kalau demikian
Ciangbunjin Khong-tong-pay itu seorang manusia yang paling licik sekali!"
Hui-houw-to menghela napas.
"Aku tidak mau tahu hal itu, sebelumnya, akupun tidak terpikir untuk
memperebutkan Giok-sie. Aku hanya tertarik kepada upah saja yang
diberikan yang sangat begitu besar.
"Aku memang tengah membutuhkan uang, dan diberikan demikian banyak, maka
aku telah menyanggupi buat melakukan dan melaksanakan tugas itu! Siapa
sangka justeru tugas itu berat sekali....!"
Setelah berkata begitu, Hui-houw-to menghela napas berulangkali, karena
dia sendiri terbayang kembali betapa berulangkali ia nyaris terbinasa.
"Jadi kau menyesal.?" Tanya si pelajar baju putih itu.
Hui-houw-to mengangkat kepalanya.
"Ya..!" Akhirnya dia mengangguk."Kalau demikian, kau tidak mau meneruskan tugasmu itu sampai selesai?"
Hui-houw-to menghela napas lagi,
"Aku memiliki kesulitan.!"
"Apa kesulitan itu?"
"Waktu menerima upah yang diberikan Ciangbunjin Khong-tong-pay itu, aku
sudah bersumpah. Jika memang aku tidak berhasil melaksanakan tugas itu.
berarti aku harus membayarnya dengan jiwaku.!"
"Oh begitu? Kalau demikian lebih bijaksana jika memang engkau berusaha
melarikan diri ke sebuah tempat yang jauh. Di sana kau menyembunyikan
diri dan tentunya Ciangbunjin Khong-tong-pay pun tidak akan dapat mencari
jejakmu.!"
Hui-houw-to mengawasi pelajar berbaju putih tersebut. Dia telah ragu-ragu
sejenak.
"Kau mau kubantu?" Tanya si pelajar baju putih itu.
Hui-houw-to memandang ragu-ragu kepada si pelajar, tapi kemudian
mengangguk.
"Baik! Akupun senang kalau bisa membantumu!" Kata pelajar baju putih itu.
"Tapi, engkau harus mendengar dengan patuh semua petunjukku. Aku jamin,
engkau akan selamat dan tak kurang suatu apapun juga.
"Engkau dapat menghindarkan diri dari Ciangbunjin Khong-tong-pay.
Disamping itu kau dapat hidup terus sampai tua dengan tenang dan
tentram?"
Hui-houw-to mengawasi dengan penuh harap.
"Apa saja yang harus kulakukan?" Tanyanya.
Pelajar itu tersenyum.
"Kau bersedia mematuhi semua petunjukku bukan?"
Hui-houw-to mengangguk.
"Ya, tentu saja. Cara apa saja yang harus kulakukan untuk dapat
menghindarkan diri dari Ciangbunjin Khong-tong-pay?"
"Mudah! Itu urusan mudah! Pasti kau bisa menyelamatkan dirimu, tidak akan
terganggu lagi oleh siapa pun!"
Setelah berkata begitu, si pelajar baju putih tersebut mengawasi Huihouw-to sejenak lamanya. Sikap si pelajar baju putih ini membuat Huihouw-to jadi gelisah.
"Maukah kau memberitahukan apa saja yang harus kulakukan?" Desak Huihouw-to.
Pelajar baju putih itu tersenyum, ia bilang, "Yang pertama, kau harus
membantuku dulu agar aku bisa pergi menemui nelayan yang dimaksudkan
Ciangbunjin Khong-tong-pay. Kau bersedia bukan?"Kaget Hui-houw-to. Dia sampai memandang dengan mata terbelalak kepada
pelajar baju putih itu.
Pelajar baju putih tersebut tersenyum. Dia bilang, "Sekarang kau katakan
dulu, apakah engkau bersedia untuk mengajakku mencari nelayan itu?"
Hui-houw-to jadi bimbang.
"Katakanlah, apakah kau keberatan buat mengajak aku menemui dan mencari
si nelayan itu?"
Hui-houw-to menghela napas.
"Justeru aku tak mengetahui jelas dimana ia berada dan Ciangbunjin Khongtong-pay cuma meminta aku menyampaikan suratnya pada Kam Yu. Nanti dia
yang mencari nelayan itu, dan aku hanya mencari Kam Yu buat merampas
Giok-sie. Cuma itu saja!"
"Hem, tapi kita bisa pergi mencarinya!"
"Surat itu.!"
"Jangan banyak berpikir yang tidak-tidak, yang penting memang kita
berusaha dulu nanti kita melihat perkembangannya lagi!"
Hui-houw-to menghela napas, ia bilang pada akhirnya: "Baiklah, jika
memang demikian, akupun tak berdaya apa-apa lagi, asal kau pun nanti
menepati janjimu, tak akan mendustai aku dan menyelamatkan aku.......!"
"Aku akan menunjukkan padamu tempat yang benar-benar tersembunyi dan kau
tak akan dapat dicari Ciangbunjin Khong-tong-pay maupun orang-orangnya!"
"Terima kasih! Di manakah letak tempat itu?"
"Nanti akan kuberitahukan, jika urusan kita dengan nelayan itu sudah


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

selesai dan kita berhasil mencarinya! Perlu kau ketahui, aku sama sekali
tidak tamaha buat memiliki Giok-sie!"
Hui-houw-to mengangguk-angguk ragu. Tapi di dalam hatinya, dia meragukan
perkataan orang ini. Karena biasanya, orang yang berusaha mencari jejak
Giok-sie, niscaya memang bertekad hendak memiliki Giok-sie.
Bagaimana mungkin bahwa pelajar baju putih ini tidak menghendaki Gioksie? Bukankah dia hendak mencari si nelayan yang dikabarkan telah
beruntung memperoleh Giok-sie itu?
Melihat Hui-houw-to, berdiam diri saja, si pelajar baju putih hendak
berkata lagi, sebelumnya dia tertawa. Tapi, mendadak dia melihat
seseorang tengah melangkah masuk ke dalam rumah makan ini.
Muka si pelajar baju putih jadi berubah. Dia berdiam. Lama matanya
mengawasi orang yang tengah melangkah itu.
Hui-houw-to segera menoleh, dia melihat orang itu mengenakan baju putih.
Mukanya tidak bisa dilihat dengan jelas, karena ditutup oleh sehelai
kain, dengan demikian mukanya itu tidak bisa dilihat oleh siapapun juga.
Di samping itu, usia orang tersebut tidak diketahui dengan pasti. Cuma
saja melihat rambutnya yang masih hitam lebat, bentuk tubuhnya juga,pasti orang itu adalah seorang pemuda, yang masih berusia muda, mungkin
duapuluh tahun lebih.
Dan diwaktu itu memang tampak jelas sekali betapa pun juga, pemuda baju
putih itu tidak mengacuhkan keadaan di sekelilingnya, dimana dia telah
melangkah dengan tindakan kaki yang ringan, dia menuju ke sebuah meja! Ia
duduk di situ di layani oleh pelayan yang segera datang dengan cepat.
Pelajar baju putih itu mengawasi terus, sampai akhirnya dia bilang, "Kita
jangan membicarakan apa-apa dulu!" Bisiknya perlahan.
"Kenapa?" Tanya Hui-houw-to heran bukan main.
"Nanti aku akan menjelaskannya."
"Siapakah orang itu?"
"Nanti kau akan mengetahui!"
"Lie-hay kah dia? Mengapa mulutnya ditutupi oleh sehelai kain?"
"Nanti akan kuberitahukan, sekarang kau jangan rewel dulu.."
Hui-houw-to jadi tutup mulut. Dia berdiam diri tapi matanya jadi sering
melirik kepada tamu yang baru datang itu, orang berpakaian putih, dengan
muka yang diselubungi tertutup oleh sehelai kain sehingga mukanya tidak
bisa dilihat.
Dia, orang berbaju putih itu juga tidak membekal senjata. Tidak ada
pedang atau golok yang terlihat bersama dengan dirinya. Sikapnya tenang
sekali. Dia duduk tegak di kursinya.
Waktu pelayan sudah menyajikan makanan buatnya, menghidangkan dengan
sikap menghormat bercampur perasaan aneh. Sebab tamu yang seorang ini
menutup mukanya dengan kain, bagaimana nanti dia bisa makan?
Orang itu ternyata memasukkan makanan dengan tangannya diulurkan masuk ke
dalam sehelai kain topengnya itu, sehingga dia makan tanpa membuka kain
penutup mukanya.
Dia makan tenang sekali, perlahan-lahan. Matanya sama sekali tidak pernah
mengacuhkan sekelilingnya. Tidak pernah dia menoleh ke sana ke mari!
Waktu itu si pelajar baju putih telah bangun berdiri, dia menghampiri
orang yang memakai topeng pada mukanya itu. Dia menghampiri dengan
langkah kaki perlahan-lahan.
Ketika sudah dekat dengan meja orang berbaju putih itu, yang mukanya
tertutup sehelai kain, dia menghentikan tindakan kakinya. Dia berdiam
sejenak.
Sedangkan orang yang mukanya ditutup oleh sehelai kain, telah melirik
sejenak, tapi dia tidak bilang apa-apa. Dia melanjutkan makannya.
Pelajar baju putih itu maju dua langkah sambil merangkapkan sepasang
tangannya, dia memberi hormat kepada orang yang mukanya ditutup topeng
tersebut.
"Apakah anda yang bergelar Pendekar Aneh Seruling Sakti?" tanyanya dengan
suara yang menghormat.Karnehlingti 24.119 . . . . . . .
Karnehlingti 24.119
Orang itu melirik sejenak pada si pelajar baju putih, dan mengawasi tajam
sekali. Biji matanya seperti bersinar. Namun sinar matanya itu kembali
seperti biasa:
"Hemmm!" Cuma terdengar dengusan perlahan dari orang itu.
Sedangkan pelajar baju putih itu sudah berkata. "Jika memang anda adalah
Pendekar Aneh Seruling Sakti maka aku ingin sekali mengundang anda untuk
makan minum bersama. Apakah anda bersedia?"
Kembali orang yang mukanya tertutup kain itu menoleh, dan dia mendengus
perlahan lagi. Dia tidak melayani sikap si pelajar baju putih itu.
"Apakah anda menerima undanganku?" Tanya si pelajar baju putih itu,
karena orang yang mukanya ditutupi kain itu tidak bilang apa juga.
Orang yang mukanya ditutupi oleh kain menggelengkan kepalanya perlahanlahan,
"Tidak!" Katanya kemudian. Datar suaranya.
Muka si pelajar baju putih berobah.
"Mengapa?"
"Aku tidak mau menerima undangan siapa pun juga. Termasuk kau!"
"Ya, mengapa? Tentu ada alasannya."
"Hemm, mengapa begitu rewel?"
"Rewel? Aku bermaksud baik padamu.. kau!"
"Pergilah!"
Muka si pelajar baju putih semakin berobah, dia telah berkata dengan
sikap mendongkol.
"Baiklah! Kau memperlakukan aku demikian kasar, mungkin disebabkan engkau
belum lagi mengetahui siapa adanya aku ini?"
"Aku tidak mau tahu siapa kau!"
"Aku adalah Pek Ie Siu-cay!" menjelaskan si pelajar baju putih tanpa
memperdulikan sikap orang yang mukanya ditutup kain putih tersebut.
"Hemm, kau Ang Ie Siucay ataupun Pek Ie Siu-cay, aku tidak kenal dengan
kau."Muka Pek Ie Siu-cay berobah lagi. Ia semakin tidak senang, ia sebetulnya
di dalam rimba persilatan memiliki nama sangat terkenal. Kepandaiannya
pun sangat tinggi, seperti Hui-houw-to saja dirubuhkannya dengan sangat
mudah karenanya bisa dibayangkan, betapa kepandaian yang dimilikinya
memang sangat tinggi.
Dia mendengus bahwa orang yang mengenakan kain penutup muka itu adalah si
pendekar Aneh Seruling Sakti yang telah menggemparkan rimba persilatan
baru-baru ini, maka dia berlaku manis. Siapa tahu dia ketemu batunya, dia
diperlakukan kasar dan dingin seperti itu. Dia tidak memperoleh muka. Dia
jadi mendongkol dan marah.
"Baik! Aku ingin lihat, sesungguhnya siapakah orang yang memakai gelaran
sebagai Pendekar Aneh Seruling Sakti itu?" Sambil bilang begitu, cepat
sekali tangan kanannya diulurkannya, dia berusaha menjambret penutup muka
orang tersebut.
Orang yang mukanya berpenutup itu, yang memang tidak lain dari Kim Lo,
tetap saja berdiam diri. Dia membiarkan tangan Pek Ie Siu-cay yang tengah
menjulur dekat padanya, hanya terpisah beberapa dim lagi.
Waktu jari tangan itu akan menyentuh kain penutup mukanya. Kim Lo
mendengus dingin, tahu-tahu mukanya melejit ke samping, tangan kanannya
telah menyambar dan menangkis dengan sampokan yang cukup kuat kepada
tangan Pek Ie Siu-cay. Sampokan tersebut membuat tangan Pek Ie Siu-cay
terpental ke arah lain.
Pek Ie Siu-cay juga terkejut, sampokan itu dirasakannya sangat kuat
sekali. Tangannya tergetar dan sakit. Hanya saja sebagai orang yang
memiliki nama terkenal di dalam rimba persilatan mana dapat ia menerima
diperlakukan seperti itu? Iapun jadi penasaran sekali.
Tadi ia sudah bergerak begitu cepat buat menarik lepas topeng muka orang
yang diduganya sebagai si Pendekar Aneh Seruling Sakti, justeru masih
bisa ditangkis dan dipunahkan. Kembali ia mengulangi jambretan tangannya.
Cuma saja, jambretannya kali ini selain jauh lebih cepat. Diapun
mempergunakan taktik, yaitu dia mengulurkan tangan kanannya sebagai
gertakan belaka, disusul dengan tangan kirinya yang menjambret sungguhsungguh pada topeng muka Kim Lo.
Kim Lo tertawa dingin.
"Kau, terlalu mendesak, sahabat!" Katanya datar.
Bersama dengan kata-katanya itu, tangan Kim Lo bergerak sebat bukan main.
Luar biasa, Pek Ie Siu-cay tidak bisa melihat jelas gerakan tangan Kim
Lo. Malah diwaktu itu ia merasakan tangannya sudah kesampok ke samping, malah
dadanya terasa sakit, sebab telah terpukul keras sekali sampai Pek Ie
Siu-cay mundur dua langkah. Dia kaget sendirinya, karena dia takut kalau
saja dirinya terluka di dalam.
Namun waktu dia mengempos semangatnya mengerahkan hawa murninya, tidak
terjadi perobahan dan kelainan di tubuhnya dia bisa bernapas lagi.
Rupanya Kim Lo memang tidak bermaksud jelek padanya. Ia tidak turunkan
tangan kejam pada Pek Ie Siu-cay.Pek Ie Siu-cay sendiri salah paham. Ia menyangka kekuatan tenaga dalam
Kim Lo hanya sampai di situ saja, dan hanya memiliki gerakan yang cepat.
Dia tertawa dingin hatinya bukan main penasaran?
"Baiklah! Aku sudah mengajak kau bicara baik-baik malah kau memperlakukan
aku seperti ini.... Aku Pek Ie Siu-cay ingin sekali melihat kepandaian
apa yang kau miliki."
Membarengi dengan perkataannya itu tampak tangan kanan Pek Ie Siu-cay
sudah menjambret pedang, yang tergemblok di punggungnya dan menghunus
pedangnya itu, menabas ke arah batang leher Kim Lo. Tangan itu malah
sudah membuat angin yang berkeselusupan sangat keras di samping sangat
keras di samping kilatan sinar yang putih gemerlapan.
Tapi Kim Lo tetap tenang-tenang duduk di kursinya, sama sekali tidak
berusaha bangkit dari kursinya itu, dia diam saja. Dan pedang menyambar
dekat sekali pada lehernya.
"Hemm, kau memaksa aku turun tangan sahabat!" Mendesis Kim Lo dengan
suara mengumam.
Tahu-tahu tangan kanannya bergerak. Dan dua batang sumpit melesat sangat
cepat sekali menyambar ke arah mata Pek Ie Siu-cay.
Tercekat hati Pek Ie Siu-cay, karena ini sangat berbahaya sekali dimana
dia terancam. Matanya bisa menjadi buta, kalau saja ia tidak bisa
mengelakkan sambaran sepasang sumpit itu.
Kalau memang dia meneruskan serangan dengan pedangnya, niscaya akan
menyebabkan matanya menjadi sasaran yang empuk dari sepasang sumpit
tersebut. Terlebih lagi ke dua batang sumpit itu menyambar sangat pesat,
masing-masing batangnya mengincar biji mata Pek Ie Siu-cay, kiri kanan.
Terpaksa Pek Ie Siu-cay akhirnya membatalkan tabasannya. Pedangnya
dipergunakan untuk menyampok sepasang sumpitnya tersebut, dia menabas
putus sepasang sumpit tersebut.
Tapi yang membuat dia kaget, walaupun sepasang sumpit itu sudah terpotong
putus menjadi empat potong, yang dua potong di sebelah depan telah
menyambar terus ke arah biji mata Pek Ie Siu-cay.
Karena itu, mau atau tidak Pek Ie Siu-cay harus mengelakkan sambaran
potongan sepasang sumpit itu dengan melompat ke samping.
"Hemm, kalau kau masih rewel, aku mau turunkan tangan yang lebih keras
lagi. Kini aku masih mau mengampuni jiwamu!" Datar dan dingin sekali
suara Kim Lo.
Pek Ie Siu-cay tidak menyerang lagi. Dia berdiri mengawasi Kim Lo, benarbenar sangat tinggi. Kalau memang dia memaksakan diri buat menyerang dan
mendesak terus, kemungkinan dirinya yang bisa menderita kerugian yang
tidak kecil.
Terlebih lagi, bisa terjadi dia akan rubuh dan terluka di tangan Kim Lo.
Karenanya, dia bimbang buat meneruskan penyerangan dengan pedangnya.
Waktu itu Kim Lo sudah meneruskan makannya. Tetapi dia tidak membuka
tutup mukanya, dia hanya memasukkan makanan dari bawah kain penutup
mukanya.Kim Lo rupanya memang sudah memisahkan diri dari teman-temannya, karena
ia ingin cepat-cepat tiba di Put-hay. Memang, Kim Lo pun memiliki alasan
sendiri lagi, mengapa ia memisahkan diri dari kawan-kawannya.
Dan ini semua disebabkan hendak pergi dan cepat tiba di Put-hay, di mana
dia akan tiba lebih dulu dari teman-teman rombongannya, sehingga Kim Lo
bisa memiliki kesempatan buat melakukan penyelidikan di mana tempat
berdiamnya si nelayan yang beruntung sudah memperoleh Giok-sie. Dan juga,
dia akan mencari jejak si nelayan jika bertemu, dia akan melindungi
nelayan itu, menanti sampai rombongannya tiba.
Siapa tahu, justeru di rumah makan ini sudah bentrok dengan Pek Ie Siucay. Cuma saja, iapun mengetahui bahwa Pek Ie Siu-cay, walaupun pada
parasnya tampak ia sebagai orang baik-baik, tokh hatinya tidak bersih.
Dia bisa mengetahuinya disebabkan Kim Lo ini sudah mendengar sekalian
dari percakapan Pek Ie Siu-cay dengan Hui-houw-to! Karenanya, dia tidak
mau memberi muka kepada Pek Ie Siu-cay. Pek Ie Siu-cay dilihatnya sebagai
manusia yang licik sekali.
Hui-houw-to yang menyaksikan apa yang tengah terjadi di ruang rumah makan
tersebut hanya memandang dengan pandangan mata mendelong. Sebab ia
menyadari, bahwa kepandaian yang dimilikinya benar-benar belum ada
artinya.
Tadi, dia pernah dirubuhkan oleh Pek Ie Siu-cay hanya dalam satu-dua
gebrakan saja, dan dia tidak berdaya. Namun sekarang ia melihat orang
yang mukanya ditutup kain, jauh lebih lihay lagi, di mana orang yang
mukanya ditutup kain tersebut sekali gebrak sudah dapat membuat Pek Ie
Siu-cay tidak berdaya.
Diam-diam Hui-houw-to menghela napas.
"Di atas orang pandai ternyata banyak orang pandai lainnya. Aku akan
mengundurkan diri dari rimba persilatan kalau saja urusanku sudah
selesai.
"Percuma saja, sebab aku berlatih sampai duapuluh tahun lagi, belum tentu
aku bisa mengimbangi kepandaian Pek Ie Siu-cay. Terlebih lagi buat
mengimbangi kepandaian orang aneh yang mukanya selalu berpenutup itu."
Sambil berkata begitu, Hui-houw-to menghela napas berulang.
Sedangkan Pek Ie Siu-cay berdiri bimbang beberapa saat lamanya, sampai
akhirnya ia menghela napas. Dia memasukkan pedangnya ke dalam sarangnya.
Ia malah memperdengarkan tertawanya yang sabar, ia bilang, "Sahabat jika
memang engkau keberatan buat bersahabat denganku, tentu saja aku pun
tidak akan memaksa. Tapi bolehkah aku mengetahui siapa namamu dan gelarmu
yang mulia?"
"Bukankah tadi engkau sudah menyebutkan gelaranku?" Tawar sekali suara
Kim Lo.
Muka Pek Ie Siu-cay berobah.
"Jadi memang benar-benar sesungguhnya, kau Pendekar Aneh Seruling Sakti!"
"Tidak salah! Kaget!?"Muka Pek Ie Siu-cay berobah. Ia berdiam diri tergetar karena menahan
marah. Tapi ia bimbang kalau harus menerjang lagi, sebab ia sudah
menyaksikan betapa kepandaian Kim Lo memang sangat tinggi.
"Mengapa diam saja?" tegur Kim Lo tawar.
Pek Ie Siu-cay merasakan, itulah suatu penghinaan buat dirinya. Namun ia
masih bisa menahan diri.
"Baiklah! Nanti jika ada kesempatan aku ingin sekali main-main dengan
kau, untuk melihat sesungguhnya siapakah yang lebih tinggi kepandaiannya
di antara kita!"
"Mengapa harus nanti? Jika memang belum puas, sekarang pun aku tidak
keberatan buat menemani kau main-main! Yang pasti memang aku menemui kau
buat babak belur karena kau seorang manusia yang ceriwis.!"
Ini merupakan penghinaan yang benar-benar tidak bisa diterima begitu saja
oleh Pek Ie Siu-cay. Karenanya, ia berseru nyaring dia mencabut lagi
pedangnya.
"Baiklah! Kau tidak memandang sebelah mata padaku dan tidak mau memberi
muka sedikit pun, karena itu aku akan minta kau menemani aku main-main di
luar sana."
Setelah berkata begitu tubuh Pek Ie Siu-cay gesit sekali melompat keluar.
Dan dia menantang berdiri di pekarangan rumah makan itu dengan pedang
terhunus di tangan, mukanya merah padam.
Kim Lo masih duduk di kursinya, ia cuma dua kali memperdengarkan suara,
"Hemm!"
"Ayo keluar! Mengapa berdiam di situ saja?!" Teriak Pek Ie Siu-cay,
karena benar-benar Kim Lo seakan mengejeknya dan memandang rendah sekali
padanya.
Hui-houw-to mengawasi Kim Lo, hati Hui-houw-to jadi tegang sendirinya.
Di waktu itu perlahan-lahan Kim Lo berpaling. Ia melambaikan tangannya
pada pelayan dan memanggil, pelayan itu segera menghampirinya.


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hitung harga makanan yang telah kuhabisi, karena aku keluar dari ruang
ini tidak untuk masuk kembali!"
Nelayan itu mengiakan dengan sikap takut serta hormat. Kemudian ia
menyebutkan harga makanan yang harus dibayar oleh Kim Lo.
Kim Lo membayarnya. Ia bangkit perlahan dan tenang sekali dari duduknya.
Iapun telah melangkah keluar dari rumah makan itu.
Hui-houw-to cepat-cepat mengikutinya, ia ingin tahu apa yang terjadi dan
juga apa yang akan dilakukan oleh Kim Lo. Juga yang pasti ia akan
menyaksikan pertunjukan yang menarik hati.
Langkah kaki Kim Lo satu-satu, tenang sekali, sama sekali ia seakan juga
tak akan bertempur, dia seperti tengah berjalan seenaknya saja.Karnehlingti 24.120
Dalam saat seperti itu, Pek Ie Siu-cay sudah tak sabar, ia mengibaskan
pedangnya.
"Cabut senjatamu!" bentaknya.
Kim Lo mendengus perlahan.
"Aku tidak mempergunakan senjata, sebab jika aku mengeluarkan serulingku,
berarti kau harus mati!"
"Hemmm, kau jangan bicara besar dulu! Nanti kita lihat saja, siapa yang
mampus! Keluarkanlah serulingmu itu!"
Kim lo telah melangkah terus mendekati Pek Ie Siu-cay.
"Aku akan menghadapi kau dengan ke dua tanganku ini!"
Muka Pek Ie Siu-cay jadi berobah merah padam. Sebagai orang ternama di
dalam rimba persilatan, sikap Kim Lo itu merupakan ejekan dan hinaan
baginya, ia mengibaskan pedangnya.
"Baiklah! Jika kau mampus jangan mempersalahkan aku yang telah
mempergunakan pedangku ini!"
Sambil berkata begitu, tubuh Pek Ie Siu-cay menerjang maju, begitu ia
menyerang dengan pedangnya, serentak dua jurus beruntun yang
dipergunakannya, ia menebas dan menikam.
Kim Lo tetap berdiri tenang di tempatnya. Pelayan rumah makan, juga para
tamu berdiri dengan sikap berkuatir, mereka mengawasi per?tempuran yang
akan berlangsung.
Mereka kuatir sekali melihat Kim Lo tak mencekal senjata, sedangkan
pedang menyambar begitu cepat. Melihat pedang yang berkelebat, sudah
jelas pedang itu bukan pedang sembarangan, pasti pedang yang ampuh
sekali.
Dalam keadaan seperti itu, sikap Kim Lo tidak berobah, tetap tenang. Cuma
saja, waktu pedang lawannya menyambar datang, ia hanya menyentil dengan
jari telunjuknya, sentilan itu sangat kuat sekali.
"Triinngggg.!" Kuat sekali sentilan tersebut menghantam pedang Pek Ie
Siu-cay.
Sentilan yang dilakukan oleh Kim Lo bukan sentilan sembarangan. Tapi
sentilan satu jari yang sakti. Itulah It-yang-cie! Karenanya tidak
terlalu mengherankan kalau pedang di tangan Pek Ie Siu-cay terdengar
keras sekali.
Pek Ie Siu-cay sendiri merasakan telapak tangannya sakit bukan main. Ia
berseru nyaring mengempos semangatnya.
Walaupun hatinya tercekat kaget, tokh dia penasaran. Dia ingin berusaha
untuk memperlihatkan hahwa dirinya sebenarnya tidak lemah. Karenanya
berulang kali ia menyerang lagi.Kali ini Kim Lo tidak menyentil seperti tadi, melainkan ia mengelak ke
sana ke mari dengan lincah. Tubuhnya seperti bayangan saja.
Acapkali, tikaman maupun tabasan pedang Pek Ie Siu-cay jatuh di tempat
kosong.
Bukan main penasarannya hati Pek Ie Siu-cay. Beberapa kali dia sudah
mmgempos semangatnya, menikam dan menabas dengan serangan yang gencar.
Ia menyusuli jurus "Angin Topan Melanda Gunung", kemudian "Matahari
Menyengat Kulit" disusul lagi dengan "Keledai Menendang Tiga Arah",
Pedangnya itu menyambar tiga arah. Tapi tetap saja tidak berhasil
mengenai sasarannya.
Diwaktu itulah. Tampak Kim Lo merasa sudah cukup mempermainkan Pek Ie
Siu-cay, karenanya iapun berseru nyaring: "Sekarang kau yang harus hatihati..!"
Sambil berkata begitu, Kim Lo merobah cara bertempurnya. Tahu-tahu
sepasang tangannya sudah bergerak-gerak ke sana ke mari dengan lincah
sekali. Ke dua tangan itupun berulang kali menyambar ke bagian yang
berbahaya di tubuh lawannya.
Karena terlalu cepatnya sepasang tangan Kim Lo menyambar ke sana ke mari,
mata Pek Ie Siu-cay jadi nanar. Dia merasa pusing. Pandangan matanya jadi
kabur. Iapun melihatnya betapa pun juga, memang kepandaian lawannya luar
biasa.
Untuk melindungi keselamatan dirinya, dia memutar pedangnya cepat sekali,
pedang itu bergulung sangat rapat, dan seandainya setitik airpun tidak
akan berhasil menembusi kurungan sinar pedangnya. Dia yakin dengan
memutar pedangnya rapat seperti itu, Kim Lo tentunya tidak bisa memaksa
buat menerobosnya.
Tapi Kim Lo memperdengarkan suara mendengus, tahu-tahu tubuhnya sudah
melesat sangat lincah. Dia memutari tubuh Pek Ie Siu-cay, tubuh Kim Lo
seperti bayangan putih. Dia mengelilinginya semakin lama semakin cepat,
membuat Kim Lo seakan sudah menjelma menjadi belasan Kim Lo di sekeliling
Pek Ie Siu-cay.
Malah sekarang Pek Ie Siu-cay yang tercekat hatinya sebab dia kaget
sendirinya. Dia tidak mengetahui lagi, yang mana Kim Lo yang sebenarnya
dan yang mana bayangannya belaka.
Untuk melindungi dirinya, Pek Ie Siu-cay memutar pedangnya semakin kuat
dan cepat.
"Sekarang sudah tiba waktunya, berhati-hatilah kau!" terdengar peringatan
Kim Lo.
Pek Ie Siu-cay tergetar hatinya, namun diapun berpikir, "Mustahil dia itu
bisa menerobos kurungan sinar pedangku.!"
Baru saja ia berpikir begitu. Kim Lo justeru menghajar dengan sepasang
telapak tangannya lurus ke depan.
Pek Ie Siu-cay kaget. Dia merasakan angin yang sangat kuat sekali
menerobos kepadanya dia menjerit kaget, sebab pedangnya seakan juga
terdorong dan mental akan menyambar pada mukanya sendiri. Untukmenyelamatkan dan meloloskan diri dari tekanan tangan dorongan Kim Lo,
dia melompat mundur.
Waktu melompat mundur seperti itu dia menghentikan gerakan memutar
pedangnya. Kesempatan itulah yang dipergunakan oleh Kim Lo. Tubuhnya
berkelebat, tahu-tahu sudah berdiri di belakang Pek Ie Siu-cay.
Pek Ie Siu-cay cuma merasakan berkesiuran angin yang dingin lewat di sisi
tubuhnya! Di waktu itu, dia hanya terdiam dengan muka yang pucat.
Hui-houw-to yang sejak tadi menyaksikan jalannya pertempuran tersebut,
pun memandang bengong. Dia tidak mengerti mengapa pertempuran
berkesudahan hanya sampai di situ saja! Dia mengawasi, tampaknya Pek Ie
Siu-cay tidak terluka.
Memang benar muka Pek Ie Siu-cay tampak pucat. Tapi pucatnya dia itu
bukan disebabkan dia terluka. Atau memang dia terluka di dalam yang tidak
terlihat oleh mata!
Sedang Hui-houw-to tertegun seperti itu, Pek Ie Siu-cay sendiri sudah
memutar tubuhnya. Dilihatnya Kim Lo tenang sekali. Matanya yang bersinar
tajam tampak jelas sekali dan kedua lobang kain penutup mukanya.
Pek Ie Siu-cay merangkapkan tangannya, dia memberi hormat kepada Kim Lo,
katanya. "Terima kasih atas pengampunan yang Tay-hiap berikan tadi
maafkan dan ampuni kelancangan boanpwe yang tadi berani berlaku kurang
ajar! Budi Tay-hiap tak akan boanpwe lupakan!"
Setelah berkata begitu, Pek Ie Siu-cay memutar tubuhnya untuk berlalu.
Bukan main kaget dan herannya Hui-houw-to maupun orang lainnya. Tadi
mereka melihat Pek Ie Siu-cay tidak terluka, masih dalam keadaan segar
bugar.
Tapi dia sudah memberi hormat kepada Kim Lo. Malah kini dia membahasakan
dirinya dengan sebutan boanpwe, orang dari tingkatan muda, sedangkan dia
membahasakan Kim Lo dengan sebutan Tayhiap atau pendekar besar.
Tengah orang-orang tertegun waktu itu, Kim Lo juga cuma memperdengarkan
suara!
"Hemmm!" melihat betapa Pek Ie Siu-cay sudah memutar tubuh buat angkat
kaki, mendadak sekali terdengar orang berseru nyaring,
"Siancay, Siancay. Tunggu dulu!"
Tampak berkelebat sesosok bayangan merah. Dan di depan Kim Lo sudah
berdiri seorang Nie-kouw, pendeta wanita berwajah cantik sekali.
Mata pendeta wanita itu berkilat-kilat tajam sekali. Dia tersenyum-senyum
tampaknya genit sekali sikap nie-kouw tersebut. Ia mengenakan jubah
panjang kependetaannya berwarna merah darah. Di tangan kanannya
tergenggam sebatang hud-tim.
Kim Lo mengerutkan alisnya melihat nie-kouw tersebut sedangkan Pek Ie
Siu-cay sudah menahan langkah kakinya. Dia melirik kepada si pendeta. Dia
tidak mengenal, entah siapa si pendeta tersebut.
Dia jadi tertarik, dilihat dari gerakannya waktu melompat keluar dari
dalam ruangan rumah itu tampaknya memang nie-kouw ini memiliki gin-kangyang tinggi. Karena dia ingin melihat apa yang ingin dilakukan si niekouw.
"Siancay, kau jangan pergi dulu!" Kata nie-kouw itu, dan kata-kata itu
ditujukan buat Pek Ie Siu-cay. Sikapnya genit sekali, nie-kouw itupun
melontarkan senyum pada Pek Ie Siu-cay.
Pek Ie Siu-cay semakin heran. Nie-kouw itu menahan dia, agar tidak
berlalu dulu. Apakah yang akan dilakukan si nie-kouw? Ataukah dia sahabat
Kim Lo?
Karena berpikir begitu, tampak wajah Pek Ie Siu-cay berobah, dia berpikir
apakah dia akan memperoleh kesulitan lagi dengan datangnya nie-kouw
tersebut?
Diwaktu itu, tampak jelas nie-kouw ini tertarik sekali pada Kim Lo,
karena ia sudah tidak melayani Pek Ie Siu-cay. Dia sudah bilang dengan
suara yang nyaring:
"Kau sebetulnya manusia yang baru-baru ini sudah menggemparkan rimba
persilatan, bukan? Dan juga dalam keadaan sekarang, kau ingin
mengembangkan sayap, bukan? Nah, kalau memang kau seorang Ho-han, bukalah
kain penutup mukamu itu, aku ingin melihat siapa kau sebenarnya."
Kim Lo tertawa dingin.
"Cara bicaramu sama seperti seorang Tie-kwan!" dan setelah berkata
begitu, iapun membalikkan tubuhnya. Ia ingin meninggalkan tempat itu,
untuk meninggalkan nie-kouw itu, yang tak ingin dilayaninya.
Walaupun bagaimana nie-kouw itu adalah pendeta wanita dan juga akan
membuat ia merasa tak layak buat melayaninya. Jika memang ia melayaninya,
niscaya akan membuatnya nanti menjadi bahan tertawa orang-orang rimba
persilatan, karena dari itu ia ingin angkat kaki saja.
Melihat sikap Kim Lo, bukan main gusarnya nie-kouw itu. Ia tak memperoleh
sambutan baik dari si pemuda itu, ia tertawa dingin. Lalu melompat untuk
menghadang pemuda itu di mana ia sudah melompat sambil tangannya
diulurkan juga. Ia ingin menjambret kain penutup muka pemuda itu.
Gerakan yang dilakukannya itu benar-benar sangat cepat sekali. Dia
bermaksud untuk dapat sekali mengulurkan tangannya berhasil melepaskan
kain penutup muka orang itu, yang dia ingin melihat mukanya.
Tapi Kim Lo mana mau membiarkan kain penutup mukanya ditarik dan dilepas
oleh nie-kouw tersebut.
Segera ia memiringkan kepalanya berkelit. Gerakannya lincah sekali.
"Jangan mencari-cari urusan!" Katanya dengan suara yang dingin.
Tapi nie-kouw itu justeru tambah penasaran. Dia tertawa dingin, dan
menyambar lagi!
"Aku ingin melihat wajahmu. Kepandaianmu tinggi sekali tentu kau sangat
tampan!"
Sambil berkata begitu malah sepasang tangan nie-kouw tersebut bergerak
bergantian. Ia sudah menyambar berulang kali.Namun sejauh itu tampak Kim Lo, mudah sekali untuk mengelakkan setiap
serangan tangan nie-kouw tersebut.
Dia saat seperti itu, sebetulnya kesabaran Kim Lo sudah habis. Tapi
diapun masih berusaha membatasi, sebab dia merasa tidak pantas kalau saja
ia melayani seorang wanita.
Walaupun memang benar, itulah seorang nie-kouw, yang terdiri dari seorang
wanita juga yang memiliki kepandaian tinggi dan tampaknya merupakan orang
rimba persilatan. Cuma saja tetap Kim Lo beranggapan dia tidak pantas
buat bertempur dengan nie-kouw tersebut.
Di waktu itulah tampak Kim Lo dua kali menjejakan kakinya, tubuhnya
melesat jauh sekali dan dia bermaksud meninggalkan nie-kouw itu.
Nie-kouw yang jubah pendetanya itu berwarna merah menyala sudah melompat
mengejarnya, dan selalu dapat menghadangnya, karena memang nie-kouw
tersebut memiliki gin-kang yang sangat tinggi dan juga dia penasaran
sekali. Karenanya, dia tidak mau melepaskan Kim Lo berlalu begitu saja.
Tapi di waktu Kim Lo menghadapi Pek Ie Siu-cay, memang ia sudah
menyaksikan, betapa Kim Lo sangat lihay, kepandaiannya sangat tinggi
sekali. Karena dari itu, iapun segera juga telah bertekad hendak menguji
betapa tinggi kepandaian pemuda ini.
Sebelum dia berhasil membuka kain penutup muka Kim Lo dan juga menguji
kepandaiannya, ia tak mau untuk berdiam dari dan menyudahi urusan sampai
di situ saja. Ia ingin sekali untuk mengetahui sampai berapa tinggi
kepandaian Kim Lo sebenarnya.
Tapi kesabaran Kim Lo pun akhirnya habis. Karena iapun sudah dilibat
terus oleh nie-kouw itu.
"Jika Sinnie tidak mau minggir, biarlah aku akan membuka jalan dengan
kekerasan!" kata Kim Lo dengan suara yang nyaring. Ia menyampok tangan
nie-kouw yang tengah menyambar mukanya, sehingga tangan nie-kouw itu
terpental.
Sedangkan disaat itu si nie-kouw memperdengarkan tertawanya, nadanya
sangat centil dan genit sekali. Ia sudah melompat lagi mencakar.
Cakarannya itu tentu saja ditujukan pada kain penutup muka Kim Lo, karena
ia ingin merebut kain penutup muka tersebut yang hendak dibukanya.
Dalam saat seperti itu, betapapun juga Kim Lo sudah tidak memiliki
pilihan lain, buat menghindarkan diri begitu saja. Jelas memang ia tak
dapat.
Ia sudah menghadapi dengan kekerasan, dengan sepasang tangannya. Dia
mengulurkan ke dua tangannya itu dan diarahkan pada tangan nie-kouw
tersebut. Dua kekuatan tenaga dalam saling bentur di tengah udara.
Nie-kouw itu merasakan tubuhnya tergetar keras, tapi kuda-kuda sepasang
kakinya tidak tergempur. Dan diwaktu itu iapun sudah dapat menguasai
goncangan di dalam tubuhnya, dia mengerahkan tenaga dalamnya, bermaksud
akan menyerang lagi.
Di hatinya dia tambah kagum untuk kehebatan Kim Lo, dia merasakan betapa
tenaga pemuda ini memang sangat tinggi sekali. Tapi dia mendengar orang
yang mukanya berpenutup kain tersebut adalah Pendekar Aneh Seruling Sakti
yang terkenal sekali belakangan ini di dalam rimba persilatan, orang yangbaru muncul tapi sudah banyak sekali melakukan perbuatan yang
menggemparkan.
Karnehlingti 25.121 . . . . . . .
Karena dari itu, dia mau sekali melihat wajah apakah yang terdapat di
balik kain penutup muka itu. Menyaksikan kepandaian Kim Lo yang tinggi,
dia jadi semakin penasaran dan bertekad hendak bertempur dengan si
Pendekar Aneh Seruling Sakti ini. Dia berulangkali menghantam dengan
kedua tangannya.
Sekarang dia bukan hanya sekedar buat melepaskan penutup muka Kim Lo.
Bukan sekedar untuk menjambret kain itu, karena dia telah menyerang
bagian-bagian yang berbahaya di tubuh Kim Lo.
Kim Lo sendiri melihat setiap serangan yang dilakukan oleh nikouw ini
memang sangat berbahaya. Kepandaiannya juga tinggi sekali.
"Aneh, entah siapa nie-kouw ini? Dia memiliki kepandaian yang sangat
tinggi, dan juga iapun berulang kali mendesakku, seakan juga memang ia
memiliki ganjalan denganku!"
Sambil berpikir begitu, tampak Kim Lo sudah melayani nie-kouw itu. Karena
memang kepandaian Kim Lo sangat tinggi, ia bisa menghadapi dengan baik
sekali.
Tapi ia bisa mengakui dengan jujur bahwa jarang ada orang yang memiliki
kepandaian seperti nie-kouw itu. Lawan-lawannya yang selalu
dirubuhkannya, tak seliehay nie-kouw itu, dan Kim Lo jadi hati-hati juga
menghadapinya.
Pek Ie Siu-cay mengawasi jalannya pertempuran tersebut dengan mata
terpentang lebar. Ia merasa kagum sekali menyaksikan pertempuran yang
demikian seru, pertempuran yang sangat hebat sekali.


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia mengakui bahwa kepandaiannya memang tinggi. Tapi dibandingkan dengan
kedua orang itu, kepandaiannya masih kalah satu atau dua tingkat.
Diam-diam Pek Ie Siu-cay jadi menyesal juga bahwa ia sudah melatih keras
dan semula dia menduga bahwa dirinya sudah memperoleh kepandaian yang
sempurna. Siapa tahu justeru dia tidak berhasil untuk memperoleh
kepandaian yang lebih tinggi dari kedua orang yang tengah bertempur.
"Untuk memperoleh kepandaian setinggi seperti mereka, aku sedikitnya
harus berlatih selama sepuluh tahun lagi.!" Pikir Pek Ie Siu-cay di
dalam hatinya.
Karena dari itu, dengan tertarik sekali dia memperhatikan jalannya
pertempuran tersebut. Banyak hal-hal yang diperhatikannya, terutama
sekali ilmu silat kedua orang itu, buat menambah pengalamannya.Hui-houw-to mengawasi pertempuran yang tengah berlangsung dengan seru
dengan bengong. Ketika melihat Pek Ie Siu-cay pun mengawasi ke dua orang
yang tengah bertempur itu dengan mata terpentang lebar-lebar, diam-diam
dia jadi bersyukur juga.
Dia harus memperoleh kenyataan, bukan dirinya saja yang berkepandaian
belum cukup tinggi dihina oleh Pek Ie Siu-cay. Sebab Pek Ie Siu-cay
sendiri sudah terhina oleh Kim Lo, orang yang mengenakan penutup muka
itu. Hui-houw-to sendiri pun jadi heran bertambah bingung, karena hari ini ia
bertemu banyak sekali orang pandai dan berkepandaian tinggi.
"Apakah orang yang mukanya ditutupi kain dan nie-kouw itu bermaksud
mencari Giok-sie?" pikir Hui-houw-to.
Tengah dia berpikir begitu, terdengar bentakan Kim Lo yang berseru
nyaring sekali, "Rubuh kau!" Tampak sepasang tangan Kim Lo bergantian
menghantam.
Angin pukulan itu kuat sekali. Pukulan yang pertama disusul dengan
pukulan yang kedua, yang jauh lebih kuat. Pukulan yang ketiga jauh lebih
kuat lagi.
Itulah pukulan yang dinamakan "Selaksa kati menindih gunung" dimana niekouw itu tampak sibuk sekali menghadapi terjangan angin pukulan tersebut.
Ia berusaha untuk menghadapi dengan kekerasan karena nie-kouw itu sudah
mengempos semangatnya dia pun menangkis dengan kekerasan juga.
Karena dari itu, dia pun tidak dapat untuk membendung lebih lama ketika
tiba pukulan ketujuh, yang jauh lebih kuat dari yang sebelumnya. Tubuh
nie-kouw itu tergetar, kuda-kuda sepasang kakinya jadi tergetar, tubuhnya
terdorong semakin jauh. terdorong mundur? Tanpa kaki melangkah!
Itulah disebabkan tenaga serangan Kim Lo yang benar-benar sangat kuat
sekali.
Di waktu seperti itu tampak Kim Lo tidak segan-segan buat mengeluarkan
seluruh kepandaiannya. Ia sudah mengempos delapan bagian tenaga dalamnya.
Ia berusaha untuk dapat menyerang dengan kekuatan tenaga lweekang yang
tidak tanggung-tanggung.
Memang di sini segera terlihat, walaupun nie-kouw itu berusaha untuk
bertahan, tokh dia gagal. Tubuhnya terdorong seperti patung yang tergetar
saja. Itulah tanda bahwa lweekang nie-kouw ini masih kalah setingkat jika
dibandingkan dengan lweekang Kim Lo.
Burung Hoo Menggetarkan Kun Lun 9 Pukulan Si Kuda Binal Karya Gu Long Hina Kelana 40

Cari Blog Ini