Ceritasilat Novel Online

Pendekar Aneh Seruling Sakti 4

Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong Bagian 4


benar-benar tidak berdaya, tubuhnya terpelanting dan masuk kecebur ke
dalam kolam.
Yang membuat Cie Pang lebih kaget, seketika Sung Sie Coan menjerit. Jerit
kematian. Air di dalam kolam itu juga mendidih dan tampak tubuh Sung Sie
Coan seperti direbus. Dan seketika seluruh tubuh Sung Sie Coan jadi ciut
dagingnya lenyap, menyiarkan bau hangus, hanya tinggal tengkoraknya.
Tubuh Cie Pang bertiga jadi menggigil. Rupanya kolam itu terdiri bukan
dari air biasa melainkan semacam minyak atau air keras yang bisa
menciutkan tulang.
Yang lebih menakutkan Cie Pang bertiga justeru kepandaian anak buah Moin-kim-kun. Walaupun Sung Sie Coan memiliki kepandaian tidak rendah,
lebih tinggi kepandaian tiga orang adik angkatnya, namun dalam dua kali
gerakan telah dibikin tidak berdaya dan menerima ajalnya dengan konyol!Muka Cie Pang bertiga seketika jadi pucat, mereka berdiri dengan tubuh
menggigil.
"Hemmm, kalian bertiga juga bermaksud untuk meminta Giok-sie?" tegurnya.
Cie Pang bertiga tidak bisa menyahuti, mereka jadi ketakutan bukan main.
Waktu mereka ingin mendatangi lembah Pit-mo-gay ini, hati mereka besar,
semangat mereka menyala-nyala, akan tetapi sekarang, justeru nyali mereka
ciut dan seperti berjanji ingin memutar tubuh untuk melarikan diri.
Namun cepat sekali, orang yang telah membunuh Sung Sie Coan dengan cara
yang luar biasa itu, segera melesat, tangan kanannya menyambar ke pundak
Cie Pang.
"Bukkk!" Tubuh Cie Pang terpukul hangus, dia menjerit, tubuhnya segera
terjerunuk dan kecebur juga ke dalam kolam yang airnya merupakan air luar
biasa, yang bisa menciutkan tulang manusia.
Lo Siang An dan Liang Ie Shen jadi tambah ketakutan, mereka gemetar.
Lenyap keberanian mereka, hilang juga rasa malu mereka karena telah pecah
nyalinya. Seketika mereka menekuk kedua kaki mereka.
"Ampunilah kami....... kami tidak akan berani datang ke Pit-mo-gay lagi,
dan kami akan menutup mulut jika diberikan jalan hidup!" Kata mereka
hampir berbareng.
Mo-in-kim-kun tertawa bergelak-gelak mendengar perkataan kedua orang itu.
"Kalian minta diberi hidup olehku?" tanyanya dengan suara yang dingin.
"Ya....... kami memohon kemurahan hati.. Hong-siang!" Menyahuti kedua
orang itu dan saking ketakutan dan ngeri, mereka telah memanggil Mo-inkim-kun dengan sebutan Hong-siang, kaisar!
"Hemmm, sesungguhnya aku bersedia mengampuni diri kalian berdua, tapi
sayangnya, manusia seperti kalian ini tidak layak menjadi anak buahku!
Manusia seperti kalian tentunya akan menjadi anak buah yang tidak setia
karena kalian bersedia mengabdi dalam ketakutan seperti itu.
"Suatu saat kelak, jika kalian memiliki kesempatan, tentu kalian akan
berkhianat. Hemm, kalian pun harus pergi ke akherat, menyusul dua orang
saudara angkatmu! Bereskan dia!"
Kata-kata Mo-in-kim-kun yang terakhir itu ditujukan kepada orangnya yang
tadi telah membereskan Sung Sie Coan dan Cie Pang, nadanya bengis sekali.
"Hamba menjalankan perintah!" menyahuti orang itu.
Mendengar diri mereka tidak akan diampuni, rupanya Lo Siang An dan Liang
Ie Shen nekad. Tiba-tiba mereka menerjang kepada orang yang tangguh itu.
Mereka bermaksud, jika tokh dia harus mati, orang itu pun harus mati.
Mereka menubruk untuk terjun ke dalam kolam bersama-sama.Tapi bukan main kecewanya Liang Ie Shen dan Lo Siang An, mereka menubruk
tempat kosong, karena orang tua tangguh itu merandek, dia menekuk ke dua
kakinya membarengi dengan itu ke dua tangannya bergerak.
"Dukkk! Bukkk!" Dada dari Lo Siang An dan Liang Ie Shen kena dihajar
telapak tangannya diwaktu tubuh kedua orang itu tengah menubruk padanya.
Terdengar jerit kematian, tubuh kedua jago itu telah menemui kematian
secara konyol, karena tubuh mereka pun tercebur ke dalam kolam itu. Dan
sedetik tersiar bau hangus daging, terlihat tulang mereka pun ciut
menjadi kecil.
Mo-in-kim-kun tertawa bergelak-gelak.
"Setiap orang yang berani lancang masuk ke Pit-mo-gay memang harus
menerima ganjaran seperti itu! Hemmm, mereka adalah yang keseratus
duapuluh satu, seratus duapuluh dua, seratus duapuluh tiga dan seratus
duapuluh empat! Catat!"
Dan perintahnya itu diberikan kepada si gadis yang berdiri di sisi
kirinya. Gadis ini mengiyakan dan Mo-in-kim-kun tertawa bergelak-gelak
lagi.
"Jika kelak kita telah bergerak, jangan harap kerajaan Tay Goan dapat
menghadapi kita, semuanya akan kita sapu! Hahahaha, Giok-sie telah berada
di tanganku, berarti tidak lama lagi resmilah aku yang duduk di atas
takhta kerajaan sebagai Kaisar yang berkuasa dipermukaan Tiong-goan kata
Mo-in-kim-kun lagi
"Hidup Kaisar seribu tahun!" berseru semua orang Pit-mo-gay itu dengan
suara yang nyaring. Tampaknya Mo-in-kim-kun senang sekali.
Memang di dasar lembah Pit-mo-gay diliputi oleh rahasia yang tidak
terpecahkan dengan mudah oleh siapa pun juga.
<>
Kim Lo berlari-lari memasuki lembah dengan tertawa-tawa.Ia senang sekali,
hawa udara yang dingin seakan juga tidak dirasakan. Oey Yok Su mengikuti
di belakangnya.
Walaupun anak itu berlari-lari, tapi Oey Yok Su bisa mengikutinya selalu
dalam jarak tertentu, karena majikan pulau Tho-hoa-to itu memiliki ginkang yang sempurna sekali. Ia tidak mau membiarkan Kim Lo berlari liar
sekehendak hatinya, karena ia kuatir akan berpisah lagi dengan Kim Lo
jika anak itu tersesat, berarti, ini akan merepotkannya. Karena dari itu,
dia telah mengikuti anak tersebut berlari.
Dia terus juga memasuki lembah Pit-mo-gay berdua dengan Kim Lo, dia
memang siang itu telah tiba di Pit-mo-gay. Gunung Song-san sungguh sulit
didaki oleh orang sembarangan.
Buat Oey Yok Su tidak ada kesulitan dengan kepandaianya yang memang
tangguh dan sempurna itu dia bisa melewati gunung Song-san dengan sikap
seakan juga ia berjalan di tempat datar. Sambil mengempit Kim Lo dan
setelah sampai di mulut lembah Pit-mo-gay, barulah dia melepaskan bocah
itu agar berlari sendiri tapi tetap saja diawasi olehnya, yang mengikuti
kemana anak itu berlari.Setelah berlari-lari sekian lama, Kim Lo mengeluarken suara keluhan, dia
merandek tidak meneruskan larinya.
Oey Yok Su heran melihat sikap bocah itu, ia segera menghampiri. "Ada apa
Kim Lo?" tanyanya, ia pun telah mengawasi sekitar lembah itu.
"Penuh lumpur, Kong-kong!" kata Kim Lo sambil menunjuk ke depan.
Oey Yok Su tersenyum.
"Kau harus mempelajari lebih baik gin-kang yang Kong-kong ajarkan
kepadamu! Jika gin-kangmu telah sempurna, tentu lumpur seperti itu tak
menghalangi jalanmu!"
Dan setelah berkata begitu, tiba-tiba Oey Yok Su, mengempit Kim Lo, dia
menjejakan kakinya tubuhnya melesat di tengah udara. Waktu tubuhnya
meluncur akan jatuh di genangan lumpur, tangan kirinya yang bebas itu
menghantam ke bawah.
Dengan meminjam tenaga hantaman itu, tubuh melesat lagi. Begitu
dilakukannya berulang kali, dan tubuhnya terus menerus melayang di tengah
udara, melesat maju, sehingga jika ada yang melihatnya terus menduga
bahwa Oey Yok Su dengan mengempit Kim Lo tengah terbang.
Akhirnya sampai di dekat tanah datar berumput itu barulah tubuh Oey Yok
Su meluncur turun dan melepaskan Kim Lo lagi. Di daerah sekitar dataran
tersebut tak ada lumpur lagi.
"Nah, pergilah kau main-main," Kata Oey Yok Su.
Kim Lo sangat gembira, tadi waktu dia dibawa melayang-layang oleh Kongkongnya di tengah udara, dia girang bukan main, karena dia merasa seperti
juga tengah terbang.
Dia berlari sambil tertawa-tawa tak hentinya, memasuki lembah itu lebih
dalam.
Oey Yok Su yang mengikuti di belakangnya diam-diam jadi berpikir heran:
"Aneh, mengapa lembah itu kosong? Apakah Mo-in-kim-kun memang sengaja
menyesat aku dan menantang di tempat yang sesungguhnya bukan merupakan
tempatnya?"
Terus juga Oey Yok Su sambil mengikuti Kim Lo memperhatikan keadaan di
lembah itu. Tidak terdapat rumah, tidak terdapat goa, juga tidak terlihat
manusia. Dan keras dugaan Oey Yok Su bahwa dia telah ditipu oleh Mo-inkim-kun.
Sedangkan Kim Lo berlari-lari seperti itu, mendadak terdengar suara
tertawa perlahan: "Aha, rupanya ada tamu.......?"
Muncul seorang pendeta dengan cara berpakaiannya yang aneh, setengah
pakaian pendeta, setengah lagi seperti pakaian tukang kayu. Dia juga
telah melesat ke depan Kim Lo.
Melihat itu, Oey Yok Su cepat-cepat melompat ke depan, ia telah
merintangi di depan Kim Lo. Tangan anak itu dicekalnya, ia kuatir orang
itu menyerang Kim Lo.Ternyata orang yang berpakaian setengah pendeta itu, yang kepalanya
lanang gundul, tidak lain dari Kwang It Siansu. Dia mengawasi Oey Yok Su
dengan tertawa lebar, tanyanya:
"Siapakah kau dan mengapa kalian datang ke Pit-mo-gay? Tahukah kalian
tentang peraturan di Pit-mo-gay ini?"
Oey Yok Su mengawasi dingin kepada Kwang It Siansu, dia bilang dengan
suara yang tawar, "Aku ingin menemui Mo-in-kim-kun.........! Di manakah
dia?"
Tertegun Kwang It Siansu mendengar orang tua ini bermaksud menemui Mo-inkim-kun. Tapi ia tidak berani berayal untuk menyahuti karena tadipun dia
telah sempat menyaksikan apa yang dilakukan Oey Yok Su dikala ia
mengintai dari tempat persembunyiannya, di mana Oey Yok Su mempergunakan
gin-kangnya yang sempurna untuk melewati lumpur itu. Karenanya, Kwang It
Siansu yakin, orang tua ini seorang tokoh sakti rimba persilatan.
"Jika memang anda tidak keberatan, beritahukanlah nama dan gelar yang
mulia, agar Lolap bisa pergi menyampaikan kepada Kauw-cu kami!" Kata
Kwang It Siansu, "Karena, Lolap adalah penyambut tamu!"
Oey Yok Su mengawasi sejenak orang itu, akhirnya ia tertawa dingin,
katanya: "Beritahukan, Oey Yok Su ingin memenuhi tantangannya!"
"Oey Yok Su?" tanya Kwang It Siansu dengan suara agak tergagap, karena
dia tertegun mengetahui bahwa orang tua yang ada di hadapannya ini ialah
tocu dari pulau Tho-hoa-to.
Oey Yok Su mengangguk sinis dan tertawa tawar: "Ya, katakanlah padanya,
aku ingin mengambil kembali Giok-sie yang dilarikannya!"
Cepat-cepat Kwang It Siansu menjurah, katanya: "Silahkan Oey Locianpwe
mengikuti lolap lolap akan mengantarkan Oey Locianpwe menemui Kauw-cu!"
Dia memanggil dengan sebutan Locianpwe, karena dia tahu siapa sebenarnya
Oey Yok Su, jago tua yang kepandaiannya dijaman itu boleh dibilang nomor
wahid.
Oey Yok Su cuma mengangguk saja, kemudian ia telah bilang pada Kim Lo,
"Kau duduk tenang-tenang di pundak Kong-kong!" Dia menghentak, tubuh Kim
Lo terangkat naik ke atas dan hinggap di pundak Oey Yok Su. Bocah itu
tertawa-tawa.
Dengan mengikuti di belakang Kwang It Siansu, Oey Yok Su melangkah lebar,
dan akhirnya melihat Kwang It Siansu memeluk batang pohon, terbuka pintu
batu rahasia. Tanpa ragu sedikitpun juga, Oey Yok Su melangkah masuk ke
dalam ruangan pintu rahasia tersebut.
Kwang It Siansu mengantarkannya sampai di ruangan berbatu pualam putih.
kemudian melewati lagi ruangan yang terdiri dari kolam, dan di atas kolam
tersusun batu-batu empat persegi yang menuju ke sebuah bungkahan batu
besar yang di atasnya terdapat kursi ukiran seperti singgasana seorang
Kaisar.
Waktu itu muncul Mo-mo-su, segera juga Kwang It Siansu perintahkan
padanya agar melapor kedatangan Oey Yok Su kepada Kauw-cu meteka.Setelah Mo-mo-su pergi, Kwang It Siansu menoleh kepada Oey Yok Su, sambil
tertawa licik dia bilang: "Apakah....... Oey Locianpwe pun datang kemari
karena ingin meminta Giok-sie?"
"Apakah telingamu tuli?" Bentak Oey Yok Su aseran. "Bukankah tadi telah
kuterangkan, bahwa aku ingin meminta kembali Giok-sie dari Mo-in-kim-kun,
karena dia telah melarikan Giok-sie."
Muka Kwang It Siansu berobah merah, karena ditegur seperti itu. Seumur
hidupnya, belum pernah ditegur orang lain seperti itu. Cuma saja karena
dia mengetahui siapa adanya Oey Yok Su, dengan sendirinya dia tidak
berani untuk menantangnya, dia cuma nyengir pahit.
Di dalam hatinya ia berpikir, "Hemmmm, jika nanti kau sudah berhadapan
dengan Kauw-cu aku ingin lihat, apa yang bisa kaulakukan! Hemmmm,
walaupun namamu menggetarkan rimba persilatan, akan tetapi jangan
beranggapan kau bisa main gila di Pit-mo-gay."
Enam orang gadis telah berseru nyaring: "Tamu telah datang!" Kemudian
salah seorang di antara mereka mempersembahkan dua butir kepala
tengkorak, kepala manusia, yang telah diciutkan.
Di waktu itu, Oey Yok Su memandang sambil tertawa dingin, tiba-tiba dia
mengibaskan tangannya, dia telah menyampok piring pualam tersebut, sampai
piring itu terpental, dan jatuh tercebur ke dalam kolam.
Terdengar suara memberebes, seperti air atau minyak mendidih, Oey Yok Su
sangat terkejut juga. Apa lagi dia melihat asap semacam uap yang
mengepul.
Dia segera menyadari bahwa air kolam itu bukan air biasa, dia jadi
bersikap hati-hati, terutama sekali buat keselamatan Kim Lo. Dia juga
memutuskan untuk selanjutnya ia berada di tempat ini tanpa melepaskan Kim
Lo dari gendongannya.
Gadis yang telah gagal mempersembahkan tengkorak kepala manusia yang
telah diciutkan itu berobah mukanya, tapi dia tidak bilang suatu apa-apa
dan kembali ke rombongan lima orang kawannya. Mereka kemudian masingmasing mengeluarkan seruling dari balik pakaian mereka yang ditiupnya
dengan irama yang sendu.
Tidak lama kemudian, terdengar suara "Gooonnng". Nyaring sekali disusul
dengan terbukanya sebuah pintu rahasia.
Oey Yok Su tidak sabar. Dia menoleh bepada Kwang It Siansu, katanya
dengan tawar, "Mengapa Mo-in-kim-kun yang sudah mau mampus itu memakai
upacara-upacara tengik seperti ini?" Setelah bertanya begitu, segera juga
dia mengulurkan tangannya dia bermaksud mencengkeram pundak Kwang It
Siansu.
Tapi Kwang It Siansu memang sudah bersiap-siap Dia telah bergerak cepat
untuk menghindar.Namun Kwang It Siansu mana bisa menandingi kecepatan tangan Oey Yok Su.
baru saja dia bergerak, tahu-tahu tangan Oey Yok Su menyambar lagi untuk
kedua kalinya dan berhasil mencengkeram dengan kuat sekali, malah dia
telah membentak sambil melontarkan tubuh Kwang It Siansu ke kolam.
Oey Yok Su sengaja melontarkan tubuh Kwang It Siansu, buat melihat apa
yang akan terjadi jika seseorang tercebur ke dalam kolam itu, karena ia
melihat air kolam itu bukan air biasa, melainkan seperti minyak mendidih.
Kwang It Siansu merasakan tubuhnya melayang. Melihat ia akan tercebur ke
dalam kolam itu, segera menjerit-jerit ketakutan karena begitu ia
tercebur ke dalam air kolam tersebut, seketika ia akan berhenti jadi
manusia.
Tapi waktu Kwang It Siansu menjerit-jerit begitu, tampak berkelebat dua
sosok bayangan merah kuning dan hijau yang telah menyambar tubuh Kwang It
Siansu, dan dibawa ke pinggir tepian kolam tersebut di seberang sebelah
kanan.
Kwang It Siansu mengucurkan keringat dingin, nyaris ia terbunuh dengan
cara diceburkan ke dalam kolam itu, yang bisa menghanguskan tubuh manusia
dan menciutkan tulang tengkorak manusia.
Ternyata yang menolongi Kwang It Siansu adalah dua orang gadis dari ke
empat orang gadis yang tadi meniup seruling. Tatkala mereka tengah meniup
seruling, justeru mereka melihat Kwang It Siansu terancam jiwanya. Dua
orang di antara mereka segera melesat untuk memberikan pertolongan.
Mereka berhasil.
Oey Yok Su menyaksikan kegesitan dua orang gadis itu, diam-diam jadi
kagum juga.
"Usia mereka masih muda, tapi mereka memiliki gin-kang yang terlatih baik
sekali!" Berpikir tocu pulau Tho-hoa-to ini. "Hemmmm, tampaknya Mo-inkim-kun memang memiliki anak buah yang lumayan baiknya! Entah, apa yang
diinginkannya dengan menyembunyikan dirinya di lembah Pit-mo-gay.
"Atau memang dengan Giok-sie dia bermaksud akan menggerakkan rakyat untuk
mengadakan pemberontakan kepada kerajaan Tay Goan dan kemudian mengangkat
dirinya menjadi Kaisar?


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tengah Oey Yok Su berpikir seperti itu, terlihat dari dalam ruangan di
balik batu, pintu rahasia tersebut telah muncul puluhan orang yang
memecahkan diri mereka menjadi dua bagian. Yang wanita pergi ke barisan
kursi sebelah kiri, sedangkan yang pria ke sebelah kanan, mereka semua
bersikap angkuh dan juga tidak terlihat perasaan apapun di wajah mereka,
memperlihatkan sikap yang kaku dan melangkah dengan mulut yang tidak
tersungging senyuman mereka seperti juga tidak memandang sebelah mata
kepada Oey Yok Su.
Oey Yok Su dengan mendukung Kim Lo di pundaknya, berdiri dingin mengawasi
mereka seorang demi seorang.
"Hemmm, tampaknya mereka semuanya berasal dari aliran sesat!" Berpikir
Oey Yok Su.
"Kong-kong, mengapa mereka itu semuanya seperti mayat hidup?" Tanya Kim
Lo yang duduk bercokol di pundak Kong-kongnya."Mereka akan menjadi mayat hidup!" Menyahut, Oey Yok Su dengan suara yang
dingin.
"Muka mereka mengerikan sekali!" kata Kim Lo lagi. "Apakah kong-kong akan
menghajar mereka?"
"Ya, memang kita datang ke mari untuk menghajar mereka!" menyahuti Oey
Yok Su.
Mendadak sekali waktu itu berkelebat beberapa titik sinar terang,
kekuning kuningan, ternyata beberapa batang jarum emas telah meluncur
menyambar kepada Kim Lo yang berada di pundak Oey Yok Su.
Oey Yok Su mendongkol, dia telah mengibaskan tangan bajunya. Maka tenaga
kibasan bajunya itu membuat jarum-jarum emas itu terpukul mental, kembali
menyambar pada pelepasnya.
Ternyata yang menyerang dengan jarum emas itu tidak lain dari seorang
laki-laki tua yang duduk di kursi keempat barisan sebelah kanan. Dia
kaget waktu jarum-jarumnya itu menyambar kembali kepadanya, dia segera
mengelakkannya, tapi tidak keburu. Enam batang jarum emas itu menancap
dalam sekali di batu dinding, dan sebatang jarum emas telah menembusi
pundaknya!
Itulah tenaga lwekang yang luar biasa hebatnya, dengan mengibas saja, Oey
Yok Su bisa membuat jarum emas itu menancap di dinding batu!
Malah, yang luar biasa, salah satu batang jarum itu masih sempat melukai
pelepasnya, majikan jarum itu, yang pundaknya telah ditembusi, sehingga
dia meringis kesakitan, namun dia tidak menjerit, karena menggigit
bibirnya.
Di waktu itu Oey Yok Su mengawasi tajam ke sekitar tempat itu, pada semua
orang yang telah berkumpul di situ. Dia bilang kepada Kim Lo dengan nada
suara yang mengejek:
"Kim Lo manusia-manusia yang berada di tempat ini, semuanya manusia hina
dan rendah, manusia dari aliran resat. Nanti kau lihat, bagaimana cara
Kong-kongmu menghajar mereka!"
Kim Lo tampak senang, sama sekali dia tidak menyadari tadi bahaya
mengancam dirinya karena nyaris dia terserang oleh jarum emas, kalau saja
Oey Yok Su kurang lihay. Dan orang itu menyerang dengan jarum emas,
karena dia merasa sebal dengan ocehan Kim Lo.
Di saat itu terdengar seruan: "Hong-siang (Kaisar) akan keluar menyambut
tamu!"
Oey Yok Su mengerutkan alisnya.
"Hong-siang? Hu! Hu!"
Dan dia mengawasi dengan mendelu sekali. Dia melihat betapa Mo-in-kim-kun
dengan pakaian sulam yang indah dan sikap yang angkuh telah melangkah
keluar, dan duduk di singgasana.
"Aha, kukira siapa, tidak tahunya Oey Loshia!" Katanya kemudian. "Rupanya
kau memang ingin memenuhi undanganku? Jangan kuatir, tentu engkau tidak
akan dikecewakan!"Oey Yok Su mendengus dingin.
"Cepat kau kembalikan Giok-sie!" Katanya dengan suara yang dingin.
Tapi Mo-in-kim-kun telah berkata tawar. "Mengembalikan Giok-sie? Hu!
Begitu mudah? Jika memang kau telah berhasil memusnahkan semua orang di
Pit-mo-gay ini barulah kau bisa mengambil kembali Giok-sie!"
Sedangkan Oey Yok Su sudah tidak mau banyak bicara. Dia menjejakkan
kakinya, tubuhnya melesat ke arah Mo-in-kim-kun, dengan pundak masih
memondong Kim Lo, yang duduk tenang di pundaknya itu.
Sambil melesat, tangan kanan Oey Yok Su menyambar, dia mempergunakan
tenaga yang sangat kuat sekali, karena dia pernah melihat betapa
kepandaian Mo-in-kim-kun memang tidak rendah.
Tapi Mo-in-kim-kun bisa bergerak gesit karena sekejap mata saja dia telah
lenyap dari hadapannya Oey Yok Su, dia telah meninggalkan singgasananya
dan dikala Oey Yok Su belum lagi menoleh ke belakangnya, dia merasakannya
sambaran angin yang panas bagaikan api.
Cepat-cepat Oey Yok Su berbalik ke belakang dibarengi tangannya yang
menyentil dengan jari telunjuknya dia mempergunakan sentilan It-yang-cie.
Tidak terdengar suara benturan, namun yang beradu adalah dua kekuatan
tenaga lwekang yang luar biasa mahirnya.
Tubuh Oey Yok Su bergoyang dua kali, sedangkan Mo-in-kim-kun bergoyang
tiga kali malah kemudian dia melompat ke samping sisi kanan, sambil
tertawa bergelak-gelak. Dia bilang, "Hahaha, ternyata Oey Loshia tidak
memiliki nama kosong! Bagus! Bagus! Nah, anak-anak kalian layanilah!"
Baru saja selesai perkataan Mo-in-kim-kun, berkelebat empat sosok
bayangan. Malah belum lagi Oey Yok Su bisa melihat jelas padanya, diwaktu
itu telah menyambar lidah api yang hendak membakar dirinya. Oey Yok Su
melompat, berputaran di tengah udara, baru kemudian meluncur turun lagi
hinggap di sebungkah batu, dia melihat asap mengepul tinggi sekali.
Ternyata dia telah disembur dengan api. Itulah semacam senjata yang aneh
sekali, seperti tabung dan dicekal oleh empat orang itu, yang selalu
menyerangnya dengan semburan api.
Oey Yok Su tidak jeri, walaupun baru pertama kali ini melihat senjata
seaneh itu. Dia segera juga melompat maju memapak sebelum empat orang itu
sempat menyerangnya lagi dengan semburan api. Dia mengibaskan tangannya.
Walaupun Kim Lo duduk dipundaknya sama sekali tidak mengurangi
kegesitannya.
"Bukkk!" Terdengar suara terhantamnya sesuatu ternyata alat senjata dari
orang yang berada paling depan telah kena dihantamnya sehingga senjatanya
itu terpental. Dan kemudian tampak jelas sekali, tubuhnya terpental,
tercebur ke dalam masuk ke dalam air kolam.
Yang mengejutkan Oey Yok Su justeru tubuh orang itu seperti digoreng dan
tulang-tulangnya jadi ciut.
Tiga orang lawannya telah menyemburkan api dari senjata masing-masing.
Dan Oey Yok Su tidak sempat untuk melihat lebih jauh apa yang dialami
orang yang dihantamnya tercebur ke dalam kolam. Cepat sekali Oey Yok Su
melompat ke tengah udara, karena dia melihat api menyambar sangat besarpadanya. Terlambat bergerak berarti dia akan terbakar hidup-hidup berdua
dengan Kim Lo.
Tapi Oey Yok Su juga bukan sekedar untuk menghindarkan diri saja, karena
segera sepasang tangannya, dengan gerakan yang tidak bisa diikuti oleh
pandangan mata, telah menghantam lagi "Bukkk, bukkk, bukkk," terdengar
tiga kali suara benda yang dihantam kuat oleh tangan Oey Yok Su.
Yang kena dihantam bukan alat senjata ke tiga orang itu, tapi justeru
dada ke tiga orang itu, yang tulang-tulang badannya seketika jadi hancur
patah dan remuk. Dua orang di antara korban pukulan itu terjengkang ke
belakang dan kemudian tercebur ke dalam air kolam yang menggorengnya,
tulang-tulangnya seketika jadi ciut.
Yang seorang tidak sampai tercebur, dia telah roboh di atas batu.
Walaupun tampaknya dia menderita kesakitan yang hebat, tokh dia tidak
merintih, dia cuma menggigit bibirnya kuat-kuat, sampai bibirnya itu
berdarah!
Oey Yok Su berdiri tegak dengan muka yang dingin, dia mengawasi Mo-inkim-kun katanya tawar: "Sekarang kau sendiri yang maju, mari kita
mengukur tenaga dan kepandaian! Jika kau memajukan anak buahmu, mereka
akan sia-sia mengorbankan jiwa, dan mereka tidak perlu sampai harus
menjadi tamengmu! Atau memang kau seorang yang pengecut dan hanya pandai
untuk mengumbar kata-katamu belaka?"
Diejek seperti itu, Mo-in-kim-kun yang memang tengah murka menyaksikan
betapa anak buahnya telah dihajar babak belur seperti itu oleh Oey Yok
Su, tak bisa menahan kemurkaannya. Segera juga ia melesat dan menghantam
dengan tangan kirinya kepada Oey Yok Su, tangan kanannya diulurkan,
maksudnya hendak merampas Kim Lo yang duduk di punggung Oey Yok Su.
Oey Yok Su memiliki mata yang celi. Ia segera melihat gerakan orang dapat
menduga maksudnya. Mana mau ia biarkan Kim Lo terjatuh ke dalam tangan
Mo-in-kim-kun.
Segera juga menekuk kaki kirinya dengan demikian pundaknya jadi turun ke
bawah, dan ia menyebabkan tubuh Kim Lo jadi merosot ke bawah. Dengan
cepat ia menghantam dengan tangannya.
Dia menyentil juga dengan It-yang-cie nya, gerakan itu benar-benar
merupakan gerakan yang sebat dan bisa membahayakan lawannya. Walaupun
kepandaian Mo-in-kim-kun sama tingginya, tokh dia tidak berani untuk
coba-coba menghadapi serangan tersebut dengan kekerasan, karena masih
terpisah beberapa tombak saja, Mo-in-kim-kun merasakan betapa dadanya
sangat panas seperti terbakar.
Segera juga tubuhnya berputar di tengah udara, dia bersiul nyaring,
kemudian telah membalikkan tubuhnya, dia melompat lagi ke seberang, di
mana terdapat batu bungkahan yang cukup besar. Dia berdiri di situ sambil
memerintahkan anak buahnya:
"Tangkap tua bangka sesat itu!"Teriakannya itu disambut oleh anak buahnya dengan serentak, mereka memang
sejak tadi telah bersiap-siap dengan senjata masing-masing, segera juga
mereka berluruk menyerang Oey Yok Su.
Anak buah Mo-in-kim-kun memang bukan anak buah sembarangan, mereka
memiliki kepandaian yang bisa diandalkan. Telah dibuktikan ketika salah
seorang dari mereka itu membunuh Sung Sie Coan dan membinasakan tiga
orang adik angkat Sung Sie Coan. Dan sekarang dia telah menyerang dengan
hebat sekali, tiap serangan mengandung kematian dan maut buat Oey Yok Su.
Sedangkan Oey Yok Su berulang kali harus mengelakan serangan lawannya.
Dia berhasil. Cuma saja, dia didesak terus. Maka akhirnya dia berpikir:
"Biarlah aku membuka pantangan membunuh!"
Seperti diketahui Oey Yok Su belakangan ini memang sudah mengasingkan
diri di pulau Tho-hoa-to dan tidak mau melibatkan dirinya dengan
pertempuran. Namun, justeru sekarang, melihat dirinya dikepung seperti
itu, dia ingin membuka jalan darah. Dia seorang yang digelari sebagai
Tong-shia, si sesat. dengan sendirinya membunuh bukanlah dianggap sesuatu
yang hebat.
Dia pun mengeluarkan seruannya setelah mengelakan diri dari beberapa
serangan lawannya, segera juga dia menghantam ke kiri dan ke kanan dengan
kedua tangannya, bulak-balik sebanyak dua kali, seketika terdengar suara
jeritan beberapa anak buah Mo-in-kim-kun karena mereka telah kena
dihantam telak sekali.
Empat sosok tubuh terpental. Dua orang tercebur ke dalam kolam dan tidak
bisa diharapkan lagi jadi manusia. Sedangkan yang dua orang rebah di atas
bungkahan batu dengan tubuh yang di bagian atas mereka belum mati dan
merintih menahan sakit.
Sebetulnya orang Pit-mo-gay memiliki peraturan, bahwa setiap anggotanya
dilarang untuk mengeluarkan rintihan, walaupun menderita luka yang
bagaimana hebat sekalipun.
Tapi justeru sekarang ini, dua orang itu karena tidak bisa menahan rasa
sakit yang begitu hebat, telah membuat dia merintih juga. Walaupun mereka
yakin, bahwa jika mereka pun memiliki nasib berumur panjang dan dapat
hidup, nanti mereka akan menerima hukuman yang tidak ringan dari Mo-inkim-kun Kauw-cu mereka.
Oey Yok Su tidak berhenti sampai di situ, dia telah menghantam berulang
kali.
Seketika rubuh beberapa orang lagi.
Adanya kejadian seperti itu, membuat lawan-lawannya yang lain tidak
berani untuk menerjang terlalu dekat mendesaknya dan mereka bersikap
lebih hati-hati penuh perhitungan.
Cuma saja, Oey Yok Su yang sudah naik darah mana mau membiarkan mereka.
Dia memang memiliki perangai yang luar biasa. Dan dia pun digelari si
sesat, karena itu, segera juga dia membentak bengis, dia yang sekarang
mengejar lawan-lawannya, menghantam dengan mempergunakan lwekang yang
sangat hebat.
Jika memang seseorang kena terhajar dengan telak, tubuhnya terpental
membentur dinding goa itu, maka dinding tersebut akan ikut melesak dan
orang itu jika bukan tubuhnya yang remuk dan segera putus napas, justerudia terluka hebat. Dan jika dia tertolong dapat hidup terus, jelas dia
akan menjadi manusia bercacad.
Di waktu itu Oey Yok Su memperlihatkan bahwa tidak kecewa dia menjagoi
rimba persilatan selama beberapa puluh tahun, di mana dia dijaman itu
dikenal sebagai jago nomor wahid. Dan sekarang, walaupun lawannya
berjumlah sangat banyak, yang umumnya memiliki kepandaian tinggi, tokh
mereka itu semuanya telah bisa dibikin kalang kabut oleh amukan Oey Yok
Su. Kim Lo tetap duduk di pundak Kong-kongnya ini, malah anak itu sama sekali
tidak merasa takut dibawa melompat ke sana ke mari, mendengar suara
jeritan orang-orang Pit-mo-gay yang kena dihantam Kong-kongnya. Kim Lo
malah bersorak-sorak sambil bertepuk tangan berulang kali.
"Bagus! Bagus! Kong-kong, hajar mereka!" Dia malah berseru-seru memukul
dan menganjurkan Kong-kongnya untuk menghajar sisa anak buah Mo-in-kimkun. Oey Yok Su tertawa nyaring dan panjang sekali suara tertawanya, seakan
juga suara raungan macan dan geruman naga, dan menggetarkan ruangan
tersebut yang akan bisa rubuh karena tertawa yang luar biasa itu, yang
disertai dengan tenaga lwekang!
"Jangan kuatir, Kim Lo, Kong-kong akan memperlihatkan kepadamu, bahwa
manusia-manusia rendah ini memang harus dikirim ke akherat!" Dan sambil
menyusuli dengan kata-katanya itu segera juga tubuhnya melesat ke sana ke
mari.
Orang-orang Pit-mo-gay sebetulnya bukan orang-orang lemah, akan tetapi
mereka tidak berdaya menghadapi Oey Yok Su. Entah mengapa mereka jadi
mati kutu.
Setiap kali Oey Yok Su menggerakkan tangannya, maka tampak tubuh salah
seorang dari mereka telah melontarkan. Dan juga telah membuat mereka
terbanting dengan keras tidak keburu untuk memperbaiki posisi tubuh
mereka. Disamping itu juga ada yang tercebur ke dalam kolam.
Mo-in-kim-kun yang melihat keadaan seperti itu diam-diam mengeluh. Memang
tidak kecewa Oey Yok Su dianggap sebagai tokoh nomor wahid di jaman itu,
karena memang kepandaiannya yang luar biasa.
Mo-in-kim-kun juga menyadari bahwa dia tidak bisa membiarkan keadaan
seperti itu berlangsung lebih lama, karena anak buahnya akan dibabat
habis oleh Oey Yok Su. Dia harus segera turun tangan, segera juga.
Mo-in-kim-kun membentak seperti gerungan singa: "Semuanya mundur!" Suara
itu bergema nyaring bagaikan guntur, menggelegar keras sekali.
Semua anak buah Mo-in-kim-kun segera melompat mundur menjauhi diri dari
Oey Yok Su. Mereka sendiri memang telah jeri melihat betapa tangguhnya
Oey Yok Su. Namun mereka tidak berani mundur tanpa perintah Mo-in-kimkun. Tapi sekarang justeru Mo-in-kim-kun telah perintahkan mereka mundur.
Tanpa membuang waktu lagi segera juga mereka melompat mundur untuk
menjauhi diri dari tokoh sakti yang kepandaiannya benar-benar
menakjubkan.
Oey Yok Su tertawa dingin."Sejak tadi telah kukatakan, kau harus maju sendiri, untuk
memperhitungkan semua ini, tapi kau lebih rela mengorbankan anak buahmu!
Sungguh manusia pengecut yang tidak terpuji!" mengejek Oey Yok Su.
Mo-in-kim-kun tidak membuang-buang waktu lagi, dia melesat gesit sekali,
tubuhnya melompat ke dekat Oey Yok Su.
Oey Yok Su mengawasi dengan tenang, tanpa menurunkan Kim Lo dari
pundaknya, karena ia kuatir jika memang dia tengah dilibat oleh Mo-inkim-kun, maka anak buah Mo-in-kim-kun akan mempergunakan kesempatan
tersebut buat membekuk Kim Lo, menawannya, berarti dapat saja Oey Yok Su
ditekan dan diancam demi keselamatan Kim Lo.
Oey Yok Su yakin, walaupun dia mendudukkan Kim Lo di pundaknya, namun
tidak nantinya ia akan berada di bawah angin kalau memang hanya
menghadapi Mo-in-kim-kun seorang lawan seorang. Karena, memang kepandaian
Mo-in-kim-kun tampak berimbang dan setingkat dengannya.


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Cuma saja Oey Yok Su masih bisa melihat banyak kelemahan yang dimiliki
Mo-in-kim-kun. Sedikitnya memang Mo-in-kim-kun kalah seurat, dan jika
bukan orang yang benar-benar ahli tentu tidak mungkin bisa melihat
kekurangan dari Mo-in-kim-kun.
Waktu itu tubuh Mo-in-kim-kun melayang di tengah udara, dia menghantam
dengan pukulan yang gerakannya sangat aneh, sulit sekali untuk diterka
arah mana yang ingin dijadikan sebagai sasaran utamanya. Oey Yok Su tetap
berdiri tegak ditempatnya mengawasi datangnya pukulan itu.
Tangan kanan dari Mo-in-kim-kun meluncur ke kanan, dan melintang ke arah
leher Oey Yok Su, karena dia bermaksud memiliki dua tujuan. Dia hendak
mencengkeram dan menotok.
Mencengkeram Kim Lo yang berada di pundak Oey Yok Su atau memang menotok
leher Oey Yok Su. Karena dari itu, tenaga yang dipergunakannya pun telah
diperhitungkan masak-masak.
Tangannya yang satu malah dipergunakan buat menggempur. Dia mempergunakan
tenaga yang tidak tanggung-tanggung, karena jurus ini merupakan ilmu
pukulan andalannya.
Oey Yok Su tidak jeri, dia mengawasi dengan mata yang tajam berkilat.
Waktu pukulan Mo-in-kim-kun tiba, dia tidak bisa berusaha berkelit, malah
dia menyambuti dengan keras.
Dia menangkis dengan mengerahkan sin-kangnya. Dengan begitu tidak mudah
buat Mo-in-kim-kun menyerangnya pada bagian di anggota tubuh Oey Yok Su
sebab jago tua itu seperti dilindungi oleh lapisan dinding yang sangat
tebal, yaitu dinding yang terbuat dari tenaga sin-kangnya,
"Bukk, dukk!" Dua kali terdengar benturan. Dan dua tubuh itu berdiri
tegak saling berhadapan.
Sedangkan Kim Lo yang duduk di pundak Oey Yok Su jadi berseru: "Kongkong, pundakmu panas sekali!"
Oey Yok Su masih bisa menyahuti : "Kau diam saja, jangan melompat turun,
ini hanya sebentar!"Setelah berkata begitu, dia mengempos semangatnya, dia mulai mendesak Moin-kim-kun dengan gelombang tenaga dalamnya. Tangannya yang menempel
dengan tangan Mo-in-kim-kun telah saling tindih dan masing-masing
memusatkan kekuatan sin-kang di tangan masing-masing.
Sedangkan Mo-in-kim-kun sendiri terkejut setelah merasakan gelombang
tenaga dalam Oey Yok Su semakin lama semakin kuat. Dia segera tersadar,
bahwa tindakan yang dilakukannya itu salah. Karena dengan menempelkan
tangannya pada tangan Oey Yok Su dia yang akan menderita kerugian.
Bukankah tocu dari pulau Tho-hoa-to in memang memiliki ilmu jari sakti,
yaitu Jari Tunggal Sakti, It-yang-cie? Jika disaat tangan mereka saling
melekat seperti itu, dan Oey Yok Su mempergunakan It-yang-cie nya, akan
celakalah Mo-in-kim-kun.
Tapi, belum lagi Mo-in-kim-kun sempat untuk menarik pulang tangannya, Oey
Yok Su justeru telah mempergunakan It-yang-cienya karena jari telunjuknya
itu telah menyentil, ke arah nadi di tangan Mo-in-kim-kun. Sentilan itu
mendatangkan sambaran angin yang sangat tajam sekali. Dan juga, telah
membuat sambaran angin itu, menghancurkan batu-batu yang ada di dekat
mereka, karena batu kerikil kecil telah berhamburan.
Mo-in-kim-kun memang bisa bertahan pada pertamanya, tapi kemudian ia
telah terdesak mundur dua langkah, disaat Oey Yok Su menyentil untuk
ketiga kalinya, tenaga yang menerjang Mo-in-kim-kun jadi semakin kuat.
Karena menyadari bahwa dirinya terancam bahaya yang tidak kecil, Mo-inkim-kun tidak berani berayal, segera ia membentak nyaring dan melompat
mundur. Namun hatinya seketika terkesiap. Tangannya tidak bisa ditarik
pulang.
Cepat-cepat Mo-in-kim-kun mengempos semangatnya, dia berusaha menarik
tangannya tapi kembali gagal, sedangkan kedua kakinya telah terangkat
terapung di tengah udara.
Kemudian, dia mendorong. Tetap saja ia tidak berhasil menguasai diri,
tubuhnya terapung dengan sepasang tangan melekat keras di tangan Oey Yok
Su. Diam-diam semangat Mo-in-kim-kun serasa terbang, dia mengerti apa
semuanya ini yaitu bahaya yang tidak kecil mengancam dirinya. Tapi
sebagai seorang yang memiliki kepandaian tinggi, segera juga ia mencoba
dengan jalan lain.
Dia telah menarik dan mendorong dengan berbareng, tangan kirinya menarik
dengan kuat, tangan kanannya mendorong, dengan demikian membuat dua macam
kekuatan saling tolak menolak, dan Oey Yok Su yang menyangka lawannya itu
telah mempergunakan taktik yang seperti itu, seketika terdorong keras.
Dan dia terhuyung dua langkah dengan menarik serta tubuh Mo-in-kim-kun,
yang tertarik karena tubuhnya masih terapung di tengah udara.
Oey Yok Su sendiri tidak tinggal diam. Waktu kuda-kudanya tergempur, dia
menyentil lagi dengan It-yang-cienya. Di saat itulah tampak Mo-in-kim-kun
berhasil membebaskan sepasang tangannya. Dia melompat dan meluncur turun
jauh sekali, terpisah tujuh atau delapan tombak.Bersama itu tenaga serangan It-yang-cie dari Oey Yok Su menyambarnya. Dia
menghindar, dan baru di ruang itu kena dihantam oleh tenaga It-yang-cie
sampai hancur meluruk, menyebabkan adanya lobang yang dalam sekali!
Itulah kehebatan tenaga It-yang-cie membuat semua orang yang menyaksikan
jadi menggidik ngeri, kalau sampai tadi Mo-in-kim-kun tidak keburu
menghindarkan diri dari serangan It-yang-cie itu niscaya dia akan
terbinasa dengan tubuh yang hancur.
Mo-in-kim-kun sendiri tertawa bergelak-gelak, sama sekali dia tidak
memperlihatkan sikap gentar terhadap Oey Yok Su, walaupun tadi ia nyaris
menerima bencana tidak ringan dari Oey Yok Su.
"Memang nama Oey Yok Su Lo-shia tidak kosong! Baik, baik! Kukira hari ini
cukup kita main-main sampai di sini!" sambil berkata begitu, tangannya
menolak batu dinding di sampingnya, tahu-tahu terbuka sebuah pintu batu.
Ia melompat masuk ke dalam situ.
Oey Yok Su tidak mau melepaskannya ia meloloskan diri seperti itu, segera
melesat mengejar. Dia menerobos masuk ke dalam ruangan batu itu, ia
berhasil, sebelum pintu batu itu tertutup, ia telah bisa menerobos masuk
berada di dalam ruangan. Itulah sebuah ruangan batu yang tidak terlalu
besar, dan waktu Oey Yok Su mengawasi sekitarnya, tidak melihat Mo-inkim-kun entah telah menyelinap hilang ke ruang mana lagi, pintu batu itu
bergerak menutup.
Seketika Oey Yok Su tersadar, pintu batu itu tertutup kembali rapat-rapat
dan Oey Yok Su berdua dengan Kim Lo terkurung di dalam ruangan batu yang
tidak begitu besar, samar-samar Oey Yok Su mendengar suara tertawa Mo-inkim-kun yang bergelak-gelak.
"Kau akan mampus kelaparan disitu, Oey Loshia!" Teriak Mo-in-kim-kun dari
bagian lainnya, entah ia berada di ruang mana.
Tidak kepalang murkanya Oey Yok Su, karena ia telah kena diperdaya oleh
Mo-in-kim-kun seperti itu. Dia menghantam pintu batu itu hancur meluruk
sebagian. Tapi pintu batu itu sangat tebal dan tidak bergeming.
Oey Yok Su menghantam lagi. Batu sebagian telah meluruk lagi, tetap saja
pintu batu itu tidak bergerak. Berulang kali Oey Yok Su menghantam, tetap
saja tidak berhasil untuk menghancurkan pintu batu tersebut.
Akhirnya Oey Yok Su menurunkan Kim Lo, katanya. "Kim Lo kita terkurung
disini kau tenang saja, nanti Kong-kong akan menghajar mampus mereka
semuanya, manusia-manusia hina dan rendah itu!"
Kim Lo mengiakan.
Anak itu melihat mereka terkurung di ruangan batu yang berukuran tidak
besar. Dan juga, keadaan di dalam kamar ?tahanan? yang merupakan jebakan
tidak tersangka oleh Oey Yok Su, sangat panas sekali. Oey Yok Su yakin,
di dalam ruangan ini terdapat dua pintu yang bisa dipergunakan keluar
masuk.
Pintu yang pertama adalah pintu yang tadi terbuka dan telah menutup
kembali dan telah dihajar oleh Oey Yok Su. Sedangkan pintu yang lainnya
lagi entah berada di sebelah mana, karena lewat pintu yang satu itulah
rupanya Mo-in-kim-kun telah menyelinap lenyap, menghilang dari ruangan
ini.Oey Yok Su memeriksa keadaan di sekitar ruangan itu. Dia tidak berhasil
menemukan pintu yang satunya lagi. Dia adalah majikan pulau Tho-hoa-to,
dia yang mengerti ilmu perbintangan selain ilmu silatnya yang luar biasa.
Dia pun menguasai Pak-tauw-tin, Pat-kwa-tin, dan lain-lain ilmu yang akan
membuat orang memikirkannya sampai ubanan dan tidak bisa memecahkannya.
Juga pulaunya telah diatur sedemikian rupa, membuat siapa saja yang
berani lancang masuk ke Tho-hoa-to tanpa ijinnya, jangan harap dapat
keluar lagi.
Keluar dan masuk di pulau Tho-hoa-to bukan pekerjaan yang mudah karena
disana telah diperlengkapi dengan jalan-jalan rahasia! Siapa tahu,
sekarang Oey Yok Su, tocu Tho-hoa-to yang sangat terkenal dan dihormati
seluruh jago-jago rimba persilatan telah terpedaya dan terkurung di kamar
rahasia ini.
Rupanya Mo-in-kim-kun memang sengaja mengambil sikap seakan-akan dia
hendak melarikan diri, dan waktu Oey Yok Su menyusulnya, dia menghilang
lewat pintu rahasia lainnya. Sedangkan Oey Yok Su yang sudah terlanjur
masuk ke kamar rahasia ini tidak keburu keluar berdua dengan Kim Lo,
terkurung di situ!
Oey Yok Su meneliti keadaan dinding di kamar rahasia tersebut, melihat
bahwa di kamar batu itu memang dibangun kokoh sekali di samping itu
memang kamar itu pun merupakan kamar batu yang tidak memiliki ruang
tembus dengan ruangan lainnya, batunya tebal sekali.
Tapi Oey Yok Su yang memang cerdik segera mengetahui, selain pintu yang
tadi telah tertutup lagi, yang menghubungi kamar tahanan dengan ruang di
mana ada kolam yang airnya seperti air mendidih itu, maka terdapat pintu
lainnya yang menghubungi dengan jalan keluar. Karena tadi Mo-in-kim-kun
telah lenyap begitu cepat di ruangan ini.
Oey Yok Su berpikir sejenak, kemudian dia duduk bersemedhi di hadapan
pintu tadi tertutup. Dia mengempos semangatnya, kemudian dia memusatkan
tenaganya pada kedua telapak tangannya, dan menarik napasnya dalam-dalam.
Waktu dia mengeluarkan bentakan, tangannya menghantam serentak ke arah
pintu batu itu.
Pintu batu tergetar, dan sebagian sempal. Oey Yok Su mencoba sampai
berulang kali. Sampai pada pukulan yang keduapuluh kali, daun pintu itu
telah sempal besar sekali, malah ketika dia menghantam lagi, daun pintu
itu jebol! Batunya telah gugur, dan terlihat lobang yang sangat besar.
Tapi rupanya di luar pintu itu telah menanti cukup banyak anak buah Moin-kim-kun, mereka menantikan sampai daun pintu batu itu jebol dan
berlobang serentak mereka menghujani senjata rahasia ke dalam.
Serangan senjata rahasia yang berbagai macam jenis itu membuat Oey Yok Su
harus mengibaskan tangannya berulang kali, dia juga telah perintahkan Kim
Lo berdiam di belakangnya. Senjata rahasia itu yang berhamburan masuk
telah disampoknya runtuh.
"Duduk dipundakku lagi!" Perintah Oey Yok Su kepada Kim Lo.
Setelah anak itu mematuhi perintahnya, tampak Oey Yok Su maju ke depan,
mendekati lobang pada pintu itu, sambil mengibaskan terus kedua tangannya
bergantian. Dia melakukan itu untuk melindungi dirinya dari sambaran
senjata rahasia.Setelah berada di dekat daun pintu, mendadak Oey Yok Su menghantam ke
depan keluar, dan terdengar jeritan beberapa orang, membarengi itu,
disaat beberapa orang di depan pintu batu tersebut terpukul terpental dan
kaget.
Oey Yok Su telah menerobos keluar dengan mengibaskan kedua tangannya,
untuk melindungi dirinya. Maka dia telah berhasil untuk menerobos keluar!
Inilah berkat hebatnya ilmu jago tua yang tangguh ini, yang menjadi tocu
dari pulau Tho-hoa-to.
Kim Lo bersorak-sorak beberapa kali memuji Kong-kongnya tersebut.
Oey Yok Su keluar dari pintu rahasia itu bukan untuk berdiam diri, karena
ia segera menyambar dua orang musuh yang terdekat dengannya, dia telah
melontarkan ke tengah udara. Waktunya musuh-musuh itu hendak berpok-say
di tengah udara, justeru Oey Yok Su telah menghantamkan kedua tangannya
ke arah mereka ke tengah udara.
Terdengar jerit kematian ke dua orang itu rubuh terbanting di lantai
dengan napas yang sudah putus.
Kemudian Oey Yok Su menyambar lagi dua orang lawan, yang berontak sekuat
tenaganya. Tapi Oey Yok Su mengerahkan tenaga dalamnya mencengkeram kuat
sekali, seketika kedua orang tawanannya itu jadi lemas dan napasnya
putus, lehernya tercekek. Oey Yok Su melemparkan dua mayat itu kepada
yang lainnya.
Yang mengepung Oey Yok Su terdiri dari laki dan wanita yang memiliki
kepandaian tinggi, akan tetapi mereka benar-benar tak berdaya untuk
menghadapi amukan Oey Yok Su!
Waktu pada akhirnya mereka menyadari sudah tidak sanggup untuk menghadapi
Oey Yok Su, segera mereka bermaksud melarikan diri. Oey Yok Su gesit
sekali menyambar dua orang di antara mereka, yang lainnya keburu
menyelamatkan diri dan lenyap dari ruangan itu.
Jago tua dari Tho-hoa-to tersebut tidak membunuh kedua orang itu. Dia
menotok jalan darah Cing-lian-hiatnya, seketika kedua orang itu
bergulingan menderita kesakitan yang hebat bukan main, mereka menjeritjerit seperti babi dipotong.
"Beritahukan kepadaku, di mana persembunyian Mo-in-kim-kun?!" bentak Oey
Yok Su, "Jika memang kalian keras kepala dan coba-coba berdusta, kalian
akan menerima siksaan yang lebih hebat lagi!"
Kedua orang itu berteriak-teriak: "Ampun bebaskan dulu totokanmu.
aku....... aku akan memberitahukan Oey Locianpwe ampun.. aduhh!"
Mereka menjerit-jerit seperti itu karena memang mereka sudah tak tahan
tubuh mereka berkelejetan berguling di tanah, karena mereka kesakitan
hebat sekali. Dari hidung, telinga dan mulut mereka telah mengeluarkan
darah yang cukup banyak.
Oey Yok Su tertawa dingin, dia menendang kedua orang itu bergantian
dengan kakinya.
Barulah dua orang itu berhenti menjerit-jerit. Muka mereka pucat pias,
sikap mereka ketakutan sekali."Cepat beritahukan di mana tempat bersembunyinya Mo-in-kim-kun?" bentak
Oey Yok Su bengis.
Dua orang itu mengetahui siapa Oey Yok Su, tocu Tho-hoa-to yang bisa saja
menurunkan tangan bengis dan telengas kepada mereka. Segera juga mereka
menyahuti, karena memang mereka tidak berani main gila terhadap tocu
pulau Tho-hoa-to itu.
"Kauw-cu kami berada....... berada di pintu Awan."
"Di mana letak pintu awan?" tanya Oey Yok Su, tidak kurang bengisnya.
"Di di luar..!" menyahuti mereka dengan tubuh lemas tidak bertenaga.
Walaupun totokan ditubuh mereka telah dibebaskan tapi akibat totokan itu,
mereka telah terluka di dalam yang berat sekali, yang membuat mereka
seperti tidak bertenaga lagi.
"Antarkan kami!" Bentak Oey Yok Su dengan suara bengis, dan menendang ke
dua orang itu.
Tidak berani berayal, mereka merangkak bangun, membawa Oey Yok Su keluar
dari ruangan itu. Di luar, di lembah Pit-mo-gay, terbentang lapangan
rumput yang luas, dengan di samping kiri kanannya terdapat lamping tebing
yang tinggi sekali.
"Pintu Awan berada di atas tebing itu.!" Kata salah seorang anak buah
Mo-in-kim-kun sambil menunjuk ke atas tebing itu yang di sebelah kanan.
Oey Yok Su mengangguk,
"Jika memang ternyata nanti kalian berdusta, hemm, walaupun kalian punya
jiwa cadangan sebanyak tiga, tetap saja kalian akan pergi ke akherat!"
Setelah berkata begitu tanpa menoleh lagi Oey Yok Su menjejakan kedua
kakinya, tubuhnya segera melesat ke tengah udara. Dia hinggap di sebuah
batu yang menonjol, kemudian menjejak lagi, sikap seperti itu
dilakukannya beberapa kali, maka dalam waktu yang singkat, dia telah
sampai di atas puncak tebing.
Keadaan di situ sangat dingin, juga sekitar tebing itu, diselubungi oleh
kabut yang sangat tebal. Tapi Oey Yok Su tidak melihat seorang manusiapun
juga. Oey Yok Su murka bukan main, karena dia menduga kedua orang anak
buah Mo-in-kim-kun telah membohonginya.
Baru saja dia mau melompat turun lagi, tiba-tiba ia melihat sesuatu
terpisah kurang lebih tigapuluh tombak dari tempatnya berada, terdapat
sepotong papan yang dipancangkan di situ, dan juga papan itu bertulisan:
"Pintu Awan"
Jadi kedua orang anak buah Mo-in-kim-kun tidak berdusta. Ini memang
daerah yang disebut Pintu Awan, hanya saja di mana beradanya Mo-in-kimkun? Adakah dia telah menyembunyikan diri.
Oey Yok Su mencari ke sana ke mari beberapa saat lamanya, hanya saja


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tetap dia tidak berhasil mencari Mo-in-kim-kun. Sedangkan orang lainnya
pun tidak dilihatnya.
Setelah mencari-carinya sekian lama, akhirnya Oey Yok Su melompat turun
lagi. Tapi tidak melihat ke dua orang anak buah Mo-in-kim-kun, rupanyamereka telah menyingkirkan diri. Oey Yok Su mengelilingi lembah itu tetap
saja dia tidak berhasil menemukan seorang manusiapun juga.
Keadaan di lembah itu kosong. Karena memang lembah itu memiliki banyak
sekali jalan rahasia. Untuk sejenak Oey Yok Su tidak bisa menemukan jejak
orang-orang itu.
Dan dia menghampiri batang pohon yang dilihatnya Kwang It Siansu dulu
mendorong dan memutar batang pohon tersebut, sehingga pintu batu terbuka!
Dia mencobanya memutar batang pohon itu. Namun batang pohon tersebut tak
bergeming.
Karena murkanya, Oey Yok Su menghantam beberapa kali. Batang pohon itu
seketika sempal dan berguguran menjadi bubuk.
Akan tetapi pintu batu tetap saja tidak terbuka. Dan ini telah membuat
Oey Yok Su penasaran. Dia mencobanya beberapa kali. Tapi batang pohon itu
seperti telah dipantek mati dan tidak bisa digerak-gerakkan lagi. Rupanya
telah diganjal di bagian bawah.
Oey Yok Su berdiri sekian lamanya dengan hati diliputi kemendongkolan,
sampai akhirnya dia mencarinya di sekitar tempat itu, kalau-kalau ada
jalan lain. Dia menelitinya, dan diapun mencari-cari dengan cermat. Tetap
saja hasilnya nihil. Tidak seorang manusiapun yang dijumpainya.
Akhirnya Oey Yok Su menggumam sendiri: "Hemmm. aku ingin melihat, berapa
lama kalian tidak keluar-keluar dari jalan rahasia itu? Atau memang
kalian mau mati kelaparan! Sebanyak-banyaknya persediaan makanan tentu
tidak akan mencukupi untuk bersembunyi terus menerus selama satu bulan!
Biarlah aku yang akan menantinyi di sini!"
Setelah menggumam seperti itu, Oey Yok Su menoleh kepada Kim Lo, katanya:
"Kim Lo, kita menuggu manusia-manusia rendah itu disini.. Selama ini,
untuk mengisi waktumu yang senggang, baiklah kau berlatih ilmu silat yang
akan kuwariskan kepadamu.
"Kau harus belajar dengan tekun, karena seperti kau lihat, betapa di
dunia ini terdapat banyak sekali manusia busuk. Jika kau tidak memiliki
kepandaian, niscaya kelak engkau akan dihina orang."
Kim Lo tertawa,
"Kong-kong, bukankah ada kau? Siapa yang berani menghinaku," katanya.
Oey Yok Su terpaksa tersenyum mendengar kata-kata Kim Lo, dia bilang
kemudian: "Benar, selama Kong-kong masih hidup, tentu tidak ada orang
yang berani menghinamu. Tapi, Kong-kong tokh akhirnya pasti mati,
meninggalkanmu, dan usia tua akan menyebabkan Kong-kong akhirnya menemui
ajal. Di waktu itulah kau akan sendirian, dan kau harus memiliki
kepandaian yang tinggi, dengan demikian tidak mudah orang menghina
dirimu!"
Sambil berkata begitu. Oey Yok Su mengusap-usap kepala ?cucu? nya, diapun
telah mengawasi mukanya karena dia merasa kasihan sekali, di mana mukaKim Lo demikian buruk, seperti muka seekor kera. Entah bagaimana kelak
nasibnya anak ini, jika dia telah dewasa.
Dan tentu yang sulit lagi adalah mencarikan jodoh untuk Kim Lo kelak. Dan
juga mungkin pula jarang atau sama sekali tidak ada gadis yang bersedia
dipersunting untuk menjadi isteri Kim Lo.
Terpikir seperti itu, Oey Yok Su jadi menghela napas beberapa kali.
Walaupun Kim Lo bukan darah dagingnya, tapi ia sangat sayang sekali. Dia
telah merawatnya sejak bayi dengan sendirinya dia merasakan seperti juga
kakek kandung anak ini. Itulah sebabnya, jika memang anak ini kelak
mengalami kesulitan, tentu hatinya tidak akan tenang.
Begitulah, Oey Yok Su berjaga-jaga di lembah tersebut. dia tidak mau
meninggalkan lembah itu sebelum Giok-sie berhasil diambilnya dari tangan
Mo-in-kim-kun.
<>
Angin berhembus dingin di luar kota Bun-an-kwan, sebuah kota kecil, di
sebelah selatan dari kaki gunung Song-san. Cuaca tidak begitu baik, hujan
gerimis memang telah turun menyiram bumi sejak pagi tadi, banyak orang
yang berteduh di rumah makan ataupun warung arak.
Mereka tidak meneruskan perjalanan. Mereka kuatir kalau-kalau cuaca yang
demikian buruk akan membuat mereka terangsang angin jahat dan akhirnya
bisa membuat mereka sakit.
Tapi di antara rintik hujan gerimis, tampak seorang penunggang kuda yang
tengah melarikan kuda tunggangannya dengan cepat sekali, kuda itu
mencongklang seperti juga balap. Hujan yang turun rintik-rintik itu,
tidak diperdulikan oleh penunggang kuda itu.
Dan iapun mahir sekali menunggang kuda, karena dijalan yang licin oleh
air hujan, tak diacuhkannya. Ia tidak berkuatir kalau-kalau kudanya itu
tergelincir dan bisa membuat dia terguling. Tetap saja kuda tunggangannya
dilarikan untuk menghampiri pintu kota, yang sudah tampak di kejauhan.
Banyak orang-orang yang tengah berteduh melihat penunggang kuda itu,
mereka menggeleng-gelengkan kepala masing-masing: Orang itu benar-benar
mencari penyakit, melakukan perjalanan di kala turun hujan seperti ini!
Mungkin dia memiliki urusan yang sangat penting sekali!
Penunggang kuda itu tidak memperdulikan sekelilingnya, juga tidak
mengacuhkan tatapan mata dari orang-orang itu, dia membedal terus
kudanya, karena ia tampaknya ingin cepat-cepat tiba di pintu kota. Dialah
seorang pemuda yang mungkin baru berusia sembilanbelas tahun, wajahnya
tampan sekali.
Sepasang alisnya tebal seperti potongan golok Thian-to dan tubuhnya yang
tinggi itu tegap, kekar. Dia mengenakan baju dan celana putih, sehingga
tampaknya gagah. Cuma saja baju maupun celana putihnya telah kotor
kecipratan air lumpur.
Akhirnya pemuda baju putih itu tiba juga di pintu kota. Dia melihat ada
sebuah rumah makan kecil di pintu kota, kudanya dilarikan menuju ke rumah
makan itu. Begitu tiba dia segera melompat turun dari kudanya, gerakan
tubuhnya sangat ringan, dia hinggap di atas rumah tanpa kurang suatu
apapun juga.Seorang pelayan yang menyambutnya dengan sikap hormat, telah diserahkan
tali kendali kudanya.
"Beri makan secukupnya!" kata pemuda itu pada si pelayan. Dia juga telah
mengeluarkan dua tail perak, diberikan kepada pelayan itu.
Tentu saja pelayan tersebut kegirangan, ia mengucapkan terima kasih
berulang kali. Dia juga berjanji akan merawat kuda si pemuda sebaikbaiknya.
Tapi waktu pelayan itu hendak memutar tubuhnya membawa kuda si pemuda
baju putih itu telah mengulurkan tangannya, memegang pundak si pelayan,
"Tunggu dulu, Lopeh, apakah kau melihat rombongan kerajaan yang lewat di
kota ini?" tanya pemuda itu kemudian kepada pelayan waktu pelayan itu
telah menahan langkah kakinya.
Pelayan itu mengangkat kepalanya, mukanya berobah, kemudian dengan senyum
dipaksakan dia bertanya: "Apakah kongcu teman mereka?"
Pemuda baju putih itu menggeleng. "Bukan! Jadi mereka telah lewat
disini?"
Pelayan itu telah mengangguk.
"Bahkan sekarang mereka semua berkumpul di rumah penginapan ?Say-koan?
dan ?Cie-koan?. Mereka sangat galak sekali! Aku saja telah ditempelengnya
beberapa kali waktu salah bertanya!"
Pemuda baju putih itu tampak girang. Dia segera bertanya: "Di mana letak
dari dua rumah penginapan itu?"
"Di jalan Tie-cung. itulah dua rumah penginapan yang terbaik dikota
ini! Jika memang kongcu hendak pergi ke sana kau harus hati-hati.
Bersalah sedikit saja, baik bicara atau, tingkah laku kita, pasti tentara
kerajaan akan menderamu!
"Dan kau bisa pergi ke sana dengan. mengambil jalan di kiri ini, terus
lurus. Nanti tiba di jalan bercagak tiga, kau mengambil jalan yang kanan,
terus saja, nanti juga kau akan tiba di rumah penginapan itu!"
Pemuda baju putih itu mengangguk. "Terima kasih untuk keteranganmu ini.
Lopeh!" katanya.
Dan ia telah melangkah masuk ke rumah makan, ia duduk dan memesan
beberapa macam makanan. Kemudian makan dengan cepat ketika pelayan telah
menyajikan makanan yang dipesannya.
Selesai makan ia membayarnya dan memberi hadiah dua tail perak kepada
pelayan yang melayaninya. Walaupun hujan gerimis masih turun juga, pemuda
baju putih itu tak memperdulikannya. Ia telah keluar dari rumah makan
itu, menerobos hujan untuk mengikuti petunjuk si pelayan, guna mencapai
rumah penginapan "Cie Koan" dan "Say-koan".
Benar saja, setelah ia melewati jalan yang diberitahukan si pelayan, dari
kejauhan dilihatnya dua rumah penginapan yang api penerangannya menyala
terang menderang. Dan suasana sangat ramai sekali. Karena lebih dari
duaratus tentara kerajaan berkumpul di sana.Malah, beberapa rumah penduduk telah mereka tempati, dengan cara setengah
memaksa. Penduduk yang rumahnya dipakai tentara kerajaan telah
menyingkir, mereka kuatir kalau-kalau mereka akan menjadi korban
keganasan tentara kerajaan itu.
Memang sudah menjadi rahasia umum, tentara kerajaan bukanlah manusia
baik-baik. Jika mereka tengah mabok dan melakukan tindakan kasar, tidak
mungkin dilawan. Jika memang dilawan, berarti orang itu mencari
penyakitnya sendiri.
Dikala itu melihat pemuda baju putih tersebut tanpa tagu-ragu telah
memasuki rumah penginapan "Say koan". Dia melihat keadaan di dalam penuh
sesak.
Semua tentara kerajaan itu tengah berpesta pora. Suara musikpun terdengar
mengiringi acara makan-makan itu. Semacam pesta yang meriah sekali.
Terdengar teriakan suara tertawa yang keras dan juga suara orang
bernyanyi-nyanyi mengikuti musik.
Pelayan yang berada di dekat pintu segera menghampiri si pemuda baju
putih.
"Kongcu!" panggilnya.
Pemuda baju putih itu menoleh, dia segera menanyakan apakah masih ada
kamar.
"Menyesal sekali Kongcu....... seluruh kamar telah disewa oleh
kerajaan....... bahkan inipun tidak cukup! Rumah penduduk dipergunakan
juga.
"Menurut keterangan yang kami terima ini baru sebagian. Sebab tentara
kerajaan yang akan datang ke mari berjumlah enampuluh tujuh kali lipat
lebih banyak dari yang sekarang....... entah apa yang ingin mereka
lakukan.!"
Pemuda baju putih itu tersenyum.
"Apakah kau mengetahui siapa yang memimpin pasukan tentara kerajaan ini?"
tanya pemuda baju putih itu.
"Menurut keterangan yang kuperoleh, Kongcu, mereka dipimpin seorang Lhama
Merah yang bengis sekali. Juga Lhama itu......." Berkata sampai di situ,
si pelayan bimbang dia berdiam diri.
Pemuda baju putih itu merogoh sakunya dia mengeluarkan lima tail perak,
disesapkan ke dalam tangan si pelayan, kemudian tanyanya, "Apa yang kau
dengar tentang Lhama merah itu?"
Si pelayan terbeliak matanya melihat lima tail perak berada di tangannya,
dia melirik ke kiri dan ke kanan, seakan-akan kuatir nanti kata-katanya
itu akan ada yang dengar.
"Sesungguhnya....... sejak kedatangan para tentara kerajaan ini, kota ini
jadi tidak aman!" Menjelaskan si pelayan, sikapnya takut-takut. Dan jika
dia berani bicara karena adanya uang ditangannya itu.
"Mengapa begitu?" tanya si pemuda baju putih tersebut."Dalam waktu enam hari sejak mereka berada disini, sudah ada sembilan
anak gadis penduduk yang lenyap....... kabarnya untuk pemimpin rombongan
tentara kerajaan ini!"
"Lhama merah itu?" Tanya si pemuda baju putih tersebut.
Si pelayan mengangguk.
"Benar.!" Tapi menyahuti begitu dia melirik lagi kesekitarnya, karena
dia kuatir kalau-kalau perkataannya itu didengar orang lain.
Di waktu itu si pemuda baju putih telah berkata dengan suara sabar: "Kau
jangan takut! Ceritakan apa yang kau ketahui!" Sambil berkata begitu, dia
telah menyesapkan lagi lima tail perak.
Pelayan itu membuka matanya lebar-lebar, "Kongcu....... kau?" Tanyanya
dengan suara tergagap.
Pemuda baju putih tersebut segera mengulapkan tangannya. Katanya: "Mari
kita pergi, di sana kita bicara lebih leluasa."
Pelayan itu mengangguk.
Sedangkan saat itu ada seorang tentara kerajaan, yang duluk di meja, yang
tidak jauh dari si pelayan, telah berteriak nyaring: "Hai pelayan, ke
mari kau!"
Muka pelayan itu berobah pucat, tubuhnya menggigil, tampaknya dia
ketakutan sekali.
"Pergilah kau melayani dia, nanti kau keluar, aku menunggu di
pekarangan!" Bisik si pemuda baju putih, sambil memutar tubuhnya dan
keluar lagi dari rumah penginapan tersebut.
Pelayan itu mengangguk mengiyakan dan ia telah pergi menghampiri tentara
kerajaan itu, yang rupanya sudah tidak sabar.
Si pemuda baju putih menunggu sekian lama di pekarangan rumah makan
tersebut, akhirnya ia melihat pelayan yang tadi ke luar juga. Dia telah
melihat, pelayan itu keluar dengan muka yang pucat.
"Kenapa?' tanya si pemuda baju putih, yang menduga ada sesuatu yang tidak
beres.
Dengan muka yang pucat, dan mata sering mengawasi ke sekitarnya, pelayan
itu bilang: "Mungkin pembicaraan kita didengar tentara yang tadi.!"
"Kenapa begitu?" Tanya si pemuda baju putih.
"Karena tadi ia menanyakan apa yang telah kubicarakan dengan Kongcu, dan
ia menanyakan siapa adanya kongcu?" menjelaskan pelayan itu.
"Kau jangan kuatir, Lopeh. Dia tak mendengar apa-apa, ia cuma heran
mengapa kita bicara bisik-bisik!" Kata pemuda baju putih. "Nah sekarangkau ceritakanlah apa yang kau ketahui tentang Lhama baju merah itu, yang
menjadi pimpinan dari pasukan tentara kerajaan ini!"
"Lhama merah itu sesungguhnya seorang Lhama yang cabul sekali!"
Menjelaskan si pelayan, "Dia.. dia selalu merusak kehormatan gadis-gadis
yang diculiknya!"
"Apa kau yakin akan hal itu?" tanya si pemuda baju putih.
Pelayan itu mengangguk.
"Ya....... karena beberapa orang kawanku, yang kebetulan hendak
mengantarkan makanan ke kamarnya, telah memergoki dia sedang melakukan
perbuatan-perbuatan terkutuk! Itulah sebabnya mengapa kami mengetahui
bahwa gadis?gadis yang belakangan ini lenyap terculik, tidak lain
terjatuh di tangan Lhama tersebut."
"Apakah kalian tidak melaporkan hal itu pada tie-kwan?" Tanya si pemuda
baju putih.
"Kami mana berani? Untuk memberitahukan pada keluarganya saja kami tidak
berani, kami tidak pernah bercerita kepada orang luar, dan baru kali ini
aku bercerita kepada Kongcu! Bila dilaporkan kepada tie-kwan juga akan
sia-sia belaka, malah mungkin kami membuang jiwa. Sebab Tie-kwan mana
berani dengan pasukan tentara kerajaan itu? Kemungkinan, malah akan
melindungi perbuatan jahat mereka!"
Waktu berkata begitu, muka si pelayan tampak pucat pias, ia telah berkata
dengan suara yang perlahan: "Apa yang kuceritakan ini harap tidak
diceritakan Kongcu kepada orang lain.!"
"Jangan kuatir lopeh........ tentu rahasia ini akan kupegang teguh! Dan
apa lagi yang lopeh ketahui?" tanya si pemuda baju putih. "Apa saja yang
mereka lakukan selama ini?"
Si pelayan berpikir sejenak, kemudian ia bilang. "Ya, ya, ada sesuatu
yang kukira penting! Beberapa orang kawanku sempat mendengarkan
percakapan mereka. Bahkan aku sendiri pernah satu kali mendengar
percakapan mereka, yaitu mereka menyebut-nyebut tentang Giok-sie, cap
kerajaan!"
Muka si pemuda baju putih berobah. Dia serius sekali bertanya: "Apa saja
yang mereka bicarakan tentang Giok-sie tersebut?"
"Mereka menyebut-nyebut Giok-sie berada di tangan Pit-mo-gay, kami tidak
tahu apa itu Pit-mo-gay, jika memang lembah yang ada di gunung Song-san
memang kami ketahui bernama Pit-mo-gay, tapi mereka menyebut orang-orang
Pit-mo-gay. Setahu kami di Pit-mo-gay selain dari iblis dan setan, tidak
ada manusia........ Apakah memang mereka bermaksud pergi ke Pit-mo-gay
atau bukan, kami kurang mengetahui jelas!"
Pemuda berbaju putih itu mengangguk.


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Baiklah Lopeh, terima kasih atas keteranganmu. Nah, sekarang boleh pergi
masuk kembali ke dalam!" katanya.
Pelayan itu memutar tubuhnya, dia bermaksud untuk kembali ke dalam rumah
penginapan.Tapi tiba-tiba si pemuda baju putih telah memanggiilnya: "Tunggu dulu
lopeh.......!"
Pelayan itu menahan langkah kakinya, ia memutar tubuhnya.
"Ada apa lagi, Kongcu?" Tanyanya
"Di mana letak kamar si Lhama merah itu?" Tanya pemuda baju putih
tersebut.
"Di kamar nomor dua.!" menjelaskan si pelayan, tampaknya ia terkejut.
"Apakah. apakah Kongcu hendak mendatangi kamarnya?"
Pemuda baju putih itu menggeleng.
"Tidak!" sahutnya. "Cuma ingin tahu saja. Terima kasih Lopeh!" dan
setelah berkata begitu, pemuda baju putih itu melesat gesit sekali
menerobos hujan rintik-rintik dan dalam waktu sekejap mata saja telah
lenyap dari pandangan mata si pelayan.
Pelayan itu telah berdiri tertegun di tempatnya, ia kagum atas kegesitan
yang dimiliki pemuda itu.
"Tentu dia seorang Kang-ouw yang lihay kepandaiannya. Entah siapa dia dan
entah apa maksudnya menyelidiki tentang Lhama merah itu?" berpikir si
pelayan.
Diwaktu itu terlihat si pelayan sudah masuk kembali ke dalam rumah
penginapan, sibuk melayani para tentara kerajaan, yang suara tertawa
maupun teriakan mereka sangat berisik sekali.
<>
Pemuda baju putih itu tidak memperdulikan air hujan yang turun semakin
deras, dia terus berlari ke pintu kota yang ditujukan. Dia kembali ke
rumah makan di mana kudanya di titipkan. Dia masuk dan duduk di sebuah
meja, dia memanggil pelayan.
"Siapkan aku dua kati arak!" perintahnya
Pelayan itu melayani dengan segera, karena dia mengetahui pemuda ini
terbuka tangannya dan memberi hadiah yang tidak kecil jumlahnya.
Karenanya pelayan ini pun mengharapkan hadiah dari si pemuda.
Waktu itu, pemuda baju putih ini duduk mengerutkan alisnya, dia rupanya
tengah memikirkan sesuatu, memeras pikirannya. Ketika pelayan
mengantarkan pesanannya, dia tidak mengetahuinya. Barulah dia tersadar
dari lamunannya dan mengucapkan banyak terimakasih waktu si pelayan
mempersilahkan kepadanya untuk meminum araknya.
"Tunggu dulu Lopeh, ada yang ingin kutanyakan!" Kata pemuda baju putih
itu. Si pelayan berdiri dengen sikap hormat. Dia menduga tentu dia akan diberi
hadiah.
Benar saja, pemuda itu mengeluarkan lima tail perak, diletakkan di atas
meja."Uang ini akan menjadi milikmu!" Kata pemuda baju putih. "Jika memang
engkau bisa menolongi aku!"
Mata pelayan itu jadi terbeliak lebar-lebar, mukanya berseri-seri.
"Katakanlah Kongcu, bantuan apakah yang bisa kuberikan?" Ternyata ia
tidak sabar sambil mengawasi uang di atas meja itu.
"Aku tadi telah pergi ke rumah penginapan Say-koan, tapi di sana telah
penuh, karena para tentara kerajaan yang berjumlah sangat besar itu, aku
tidak kebagian kamar. Jika memang Lopeh bisa mencarikan kamar buat aku
bermalam satu malaman ini saja, di sini, maka uang ini boleh Lopeh ambil.
Dan orang yang memberikan kesempatan kamarnya kupakai, akan diberikan
duapuluh tail perak!"
Pelayan itu tampak kebingungan sebentar, kemudian katanya: "Sebenarnya di
sini tidak ada rumah penginapan lainnya selain dua rumah penginapan itu.
Jika memang Kongcu tidak mencela, aku bersedia memberikan kamarku untuk
Kongcu pakai. Kongcu bisa mempergunakannya sekehendak hati kongcu sampai
beberapa hari.
Si pemuda baju putih tersenyum.
"Terima kasih Lopeh. Dan, apakah kamar itu kamarmu sendiri? Jadi
tegasnya, aku membutuhkan sebuah kamar yang untuk seorang diri, tidak
ikut serta tidur orang lainnya!"
"Ya, memang itu kamarku sendiri. Pintunya bisa dikunci jika memang Kongcu
akan ke luar untuk melihat-lihat keramaian kota," Menyahuti si pelayan.
Pemuda baju putih itu merogoh sakunya mengeluarkan dupuluh tail perak
lagi, diletakkan menjadi satu dengan yang lima tail.
"Nah, ambilah buat Lopeh!" Kata pemuda baju putih itu.
Si pelayan jadi kegirangan bukan main. Pemuda itu menegak araknya, lalu
dia bangun, tanyanya: "Di mana letak kamar lopeh!"
"Di belakang!" Dan pelayan itu cepat-cepat membawakan cawan dan poci
arak si pemuda untuk dibawa ke kamarnya!
Kamar pelayan itu tidak besar, juga tidak bersih. Tapi itu cukup bagi si
pemuda. Dia memang membutuhkan sebuah kamar!
Dan setelah pelayan itu mengundurkan diri dengan berulangkali mengucapkan
terima kasih, pemuda baju putih tersebut mengunci pintu kamarnya. Dia
duduk bersemedhi di pembaringan, untuk mengatur pernapasannya sambil
beristirahat dan memelihara tenaganya karena memang malam ini ia akan
melakukan sesuatu yang membutuhkan tenaga yang sangat besar.
Waktu beredar terus dengan cepat, dan sebentar saja sang malam telah
larut. Keadaan di warung arak itu sepi sekali, yang terdengar di kejauhan
suara binatang malam.
Ketika kentongan kedua terdengar, pemuda baju putih itu merasa waktunya
telah tiba, segera ia melompat dari pembaringan. Karena tadi dia
bersemedhi dengan pakaian utuh dan tidak dibuka, segera ia bisa cepat
sekali meninggalkan kamarnya lewat jendela kamarnya.Gerakan tubuhnya sangat ringan, diapun telah melompat ke atas genting.
Gin-kang pemuda itu memang mahir sekali.
Jika orang yang melakukan jalan malam tentu akan memakai baju Ya-heng-ie
tapi justeru pemuda sengaja memakai baju putih, tanpa salin lagi, dan ia
jadi terlihat jelas dalam kegelapan malam. Cuma saja, karena gin-kangnya
yang sangat mahir gerakannya jadi begitu cepat, dan tubuhnya berkelebat
seperti juga bayangan putih saja.
Jika ada orang yang melihatnya, niscaya akan menduga sosok bayangan putih
yang seperti terbang itu adalah sosok bayangan hantu yang mengerikan
sekali. Dan tentu saja, tidak akan ada seorang pun juga yang telah
menduga bahwa itu adalah seorang pemuda, yang memang memiliki gin-kang
telah mahir sekali.
Pemuda baju putih itu langsung menuju ke rumah penginapan di mana para
tentara kerajaan bermalam.
Keadaan di rumah penginapan itu tampak ramai walaupun hari sudah larut
malam. Dan ketika pemuda baju putih itu pergi ke rumah penginapan yang
satunya lagi, keadaan sama saja tetap ramai, banyak tentara kerajaan yang
belum lagi tidur, tengah mabok-mabok dengan minuman arak, berisik suara
mereka, tertawa dan bercerita satu dengan yang lainnya.
Pemuda baju putih telah menyelusup ke dalam rumah penginapan yang
satunya, yang siang tadi telah diselidikinya, di mana Lhama merah yang
memimpin pasukan tentara kerajaan itu berada. Karena menyadari bahwa para
tentara kerajaan yang berada di rumah penginapan itu bukan orang
sembarangan. dan mereka tampaknya memang memiliki kepandaian dan ilmu
silat yang tinggi, dengan sendirinya dia berlaku hati-hati sekali.
Dengan mengandalkan ginkangnya yang memang tinggi, dia bisa menyusup
masuk ke penginapan itu, lewat atas genting, tanpa seorang tentara
kerajaanpun yang mengetahuinya.
Dalam keadaan seperti itu, terlihat pemuda baju putih ini telah
menempatkan diri di langkan belakang rumah penginapan. Dia melihat dua
orang pelayan rumah penginapan tengah mengobrol di dapur, dan mereka
tampaknya senang sekali:
"Lhama merah itu sangat pemurah hati karena dia telah memberi hadiah
padaku sebesar sepuluh tail perak. Kata pelayan yang seorang.
"Ya..." Mengangguk kawannya. "Dia pun telah memberikan hadiah padaku
sepuluh tail perak juga!"
Pemuda baju putih itu tidak membuang-buang waktu lagi, dia melompat turun
dengan ringan.
Dua orang pelayan itu kaget, mereka mengawasi dengan mata terbeliak
lebar-lebar karena tahu-tahu ada sesosok bayangan putih berdiri di
hadapan mereka.Belum lagi mereka tersadar dari tertegunnya, justeru pemuda baju putih
itu telah mengulurkan tangannya, dia mengcengkeram dada ke dua pelayan
itu! "Jika kalian menimbulkan keributan, maka kalian akan kubinasakan!"
Katanya dengan suara yang dingin. "Hemmm rupanya memang kalian masih
ingin hidup bukan? Kalian harus baik-baik menjawab pertanyaanku!"
Kedua pelayan itu ketakutan mereka merasakan cengkeraman tangan pemuda
itu pada baju di dada mereka kuat sekali, sampai untuk bernapas saja
sulit. Karenanya, mereka tahu, jika pemuda baju putih itu menambah
tenaganya, niscaya mereka akan tercekat dan tidak bisa bernapas, berati
kematian buat mereka.
"Apa....... apa yang Kongcu inginkan?" Tanya mereka dengan suara terbatabata.
"Aku.?" Pemuda itu mengawasi sekelilingnya, tidak ada urang lain,
barulah dia meneruskan kata-katanya: "Beritahukan di mana letak kamar
Lhama itu!"
Mata kedua pelayan itu terbeliak lebar-lebar.
"Apakah... apakah Kongcu sahabat Taysu itu?" tanya salah seorang pelayan
itu! "Cepat beritahukan di mana kamar Lhama itu!?" Bentak si pemuda baju
putih, dia pun mengerahkan tenaganya mencengkeram lebih kuat dari tadi
sehingga napas kedua pelayan itu jadi sesak dan mereka jadi gelagapan!
Di waktu itu, salah seorang di antara ke dua pelayan itu telah berkata
dengan ketakutan: "Kamar Lhama itu kamar Lhama itu terletak di lorong
kedua.. di atas lorong dia menempati kamar yang paling depan karena
kamar itu merupakan kamar nomor satu di rumah penginapan ini."
Pemuda baju putih itu mengangguk.
"Baiklah! Aku akan pergi melihatnya! Jika memang kalian berdusta, aku
akan datang lagi untuk mengambil jiwa kalian!"
Setelah berkata begitu, pemuda baju putih ini menotok jalan darah ke dua
pelayan itu, mereka segera lemas dan tidak bertenaga, tubuh merekapun
tidak dapat bergerak lagi. Malah mereka telah diseret ke pinggir, dan
diletakkan di dalam dapur.
Pemuda baju putih itu melesat ke atas loteng, dan setelah berada di
tingkat loteng itu dia bersikap hati-hati sekali. Rupanya pemuda baju
putih ini menyadari bahwa Lhama itu memiliki kepandaian yang tinggi,
belum lagi anak buahnya yang berada di kamar berdekatan dengan Lhama itu.
Suara yang sekecil apapun juga akan membuat mereka bercuriga. Karena itu
pemuda baju putih ini melangkah dengan tidak bersuara sedikitpun juga.
Setelah tiba di depan kamar yang paling besar, terletak di ujung lorong
kedua, pemuda ini melesat ke atas. Dia berdiri di atas genting. Hati-hati
sekali, dia menggeser genting, dia melihat ke bawah.
Sinar api penerangan memantul. Sengaja si pemuda berpakaian baju putih
ini tidak membuka lebar-lebar genting itu, hanya cukup mengintai ke bawah
saja. Dia melihat di dalam kamar itu memang terdapat seorang Lhama yangbertubuh tigggi besar, dan waktu itu di dalam kamar ada seorang gadis
yang tengah menangis di hadapan Lhama itu.
Sedangkan Lhama tersebut tengah berkata:
"Kau harus mematuhi perintah-perintahku, jika memang kau masih ingin
hidup, nona!"
Gadis itu tampaknya ketakutan sekali, di antara isak tangisnya, ia
bilang, "Taysu.. ampunilah aku, jangan memperkosaku, karena bulan
mendatang aku sudah akan menikah dengan tunanganku.. janganlah Taysu
menghancurkan kebahagiaanku.......!"
Lhama itu tertawa. Dan tidak marah mendengar kata-kata gadis itu, dia
bilang: "Aku tidak akan memperkosamu! Percayalah! Aku cuma ingin kau
harus patuh pada setiap perintahku! Satu yang kujamin bahwa aku tidak
akan memperkosa dirimu!
"Percayalah! Jika memang aku ingin memperkosa dirimu sangat mudah sekali,
bukankah Lolap bisa menotok jalan darahmu, kau tidak bisa berdaya dan
tidak bisa bergerak dan aku akan memperkosamu?
"Tapi percayalah, aku tidak akan memperkosamu. Nona mau mempercayai katakata Lolap, bukan? Dan lihatlah, Lolap adalah seorang Lhama suci, yang
tidak akan berdusta!"
Gadis itu dengan air mata berlinang-linang mengangkat kepalanya menatap
pendeta itu. Ia sangat cantik, usianya masih muda, mungkin baru duapuluh
tahun, hidungnya mancung, matanya jeli. Tapi pipinya penuh dengan air
mata, wajahnya juga pucat pasi, ia menatap tidak percaya akan kata-kata
Lhama itu.
"Benarkah Taysu tidak akan memperkosaku?" tanya gadis itu kemudian.
Lhama baju merah itu mengangguk,
"Ya....... Lolap telah berjanji dan Lolap tak akan menarik kata-kata yang
Lolap ucapkan! Percayalah bahwa lolap tidak akan memperkosamu!"
Si gadis mulai bisa menguasai dirinya.
"Jika memang........ jika memang Taysu tak akan memperkosa diriku, aku
bersedia untuk mematuhi semua perintah Taysu walaupun harus mengerjakan
apapun juga yang berat.......!"
"Bagus! Tidak ada pekerjaan yang berat untukmu, nona manis!" kata Lhama
itu. "Sangat ringan sekali. Malah setelah selesai, kau diperbolehkan
untuk pulang! Jangan mengambil sikap seperti gadis-gadis sebelumnya.
"Mereka dungu sekali. Mereka terlalu bodoh. Mereka tidak mau mempercayai
Lolap. Mereka telah berusaha melawan dan hendak membunuh diri. Maka
setelah mereka melakukan tugasnya, mereka dibinasakan!
"Tapi jika gadis seperti kau yang mengerti, dan mau melaksanakan perintah
Lolap secara baik, lalu kau juga berjanji tidak akan membuka rahasia ini
kepada siapapun juga akan menutup mulut, kau akan Lolap bebaskan.
Mengertikah kau nona manis?"
Gadis itu mengangguk. Sekarang diwajahnya terdapat harapan lagi untuk
hari-harinya yang baik. Semula waktu pertama kali ia merasa dari dirinyadiculik, dia tengah ketakutan setengah mati, karena ia segera menduga
dirinya pasti hendak diperkosa. Tapi sekarang setelah mendengar kata-kata
Lhama itu, dia jadi lebih tenang.
"Katakanlah, perintahkanlah Taysu, apa yang harus kulakukan?" Tanya gadis
itu, kemudian. "Akupun berjanji, demi langit dan bumi, bahwa aku setelah
keluar dari ruangan ini akan menutup mulut rapat-rapat dan tidak akan
membicarakan sepatah katapun tentang keadaan di sini!"
"Bagus! Kau seorang gadis yang pintar nona manis!" Kata Lhama itu,
tampaknya dia senang sekali!
"Nah, sekarang perintahkan Taysu, apa yang harus kulakukan?" Tanya gadis
itu. "Sabar...!" Lhama itu tertawa, dan dia telah menatap gadis itu dalamdalam. Gadis itu menggidik melihat sinar mata itu, dia jadi ketakutan
lagi dan menundukkan kepalanya.
"Taysu!" suara gadis itu terdengar lirih sekali, rupanya ia mulai
ketakutan lagi.
Lhama itu, yang tidak lain dari Bun Ong Hoat-ong, tertawa lebar, matanya
bersinar tajam, dia bilang: "Jangan takut jangan kuatir, percayalah
Lolap tidak bermaksud memperkosamu! Sebagai orang beribadat tentu saja
Lolap tidak akan mendustai dirimu!"
Si gadis ragu-ragu, diwaktu itu dari matanya menitik butir-butir air mata
yang deras lagi. Tangannya juga menggigil gemetar.
Bun Ong Hoat-ong mengawasi gadis itu, dia tersenyum dengan penuh arti,
dia juga mengawasi si gadis dengan sinar matanya berkilat menyala.
Kembali gadis itu tertegun.
"Taysu apakah aku akan diperintahkan lagi?" tanya si gadis, gemetar
suaranya di antara isak tangisnya.
Bun Ong Hoat-ong tertawa,
"Ya. Percayalah Lolap cuma ingin melatih ilmu tenaga dalam Lolap dengan
sebaik-baiknya! Jika memang kau patuh terhadap semua perintahku tanpa
rewel, tentu kau tidak memperoleh kesulitan!"
Gadis itu memandang Bun Ong Hoat-ong dengan sikap setengah percaya dan
tidak. Akhirnya dia bilang: "Tapi, Taysu sungguh-sungguh berjanji tidak
akan menggangguku, bukan? Tidak akan memperkosaku?"
Bun Ong Hoat-ong mengangguk.
"Ya........!" Kata Bun Ong Hoat-ong, sekarang dia bicara tanpa senyum.
"Ini ini.." suaranya tergetar sangat dan dia memandang si pendeta
dengan tubuh menggigil menahan rasa takut.


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi, dia teringat kepada janji Bun Ong Hoat-ong, yang berulang kali
berjanji tidak akan memperkosa dirinya, bahkan tidak akan menyentuh
tubuhnya. Karena dari itu, ia yakin, tentu ia akan dapat mempertahankan
kehormatan dirinya, kalau saja ia mematuhi semua perintah si pendeta dandia yakin pendeta itu tentu akan menepati janjinya. Bukankah dia seorang
Lhama?
Dan dia bertekad di dalam hatinya kalau memang Lhama itu melanggar
janjinya dan hendak memperkosanya, disaat itu ia akan menghabisi jiwanya
sendiri, dia akan membunuh diri untuk mempertahankan kehormatannya.
Perlahan-lahan si gadis mematuhi perintah si pendeta. Di samping itu, air
matanya menitik berlinang deras sekali. Gadis ini sangat ketakutan.
Sampai dia berdiri menangis tanpa berani mengangkat kepalanya.
Disaat itu Bun Ong Hoat-ong telah tertawa, ramah tertawanya.
Sedangkan gadis itu mulai tenang. Dia mulai mempercayai kata-kata Bun Ong
Hoat-ong, bukankah si pendeta tidak menubruk dan tidak terlihat tandatanda bahwa dia hendak memperkosa dirinya? Bukankah pendeta itu juga
telah berdiri tetap ditempatnya malah lengkap dengan jubah dan
pakaiannya.
Perlahan-lahan gadis itu mengangkat kepalanya. Dia memandangi si pendeta.
"Apakah.. apakah sekarang ini aku sudah selesai, Taysu?" tanya si gadis,
suaranya perlahan, dan dia tidak sekuat seperti tadi.
Bun Ong Hoat-ong berdiam diri sejenak, kemudian menggeleng perlahan.
"Belum! Kau masih harus memenuhi beberapa perintahku lagi! Kau harus
melakukannya dengan sebaik-baiknya!"
"Apa lagi yang harus kulakukan, Taysu?" tanya gadis itu.
"Kau harus duduk bersemedhi di pembaringan itu. Duduk dengan bersila dan
matamu dipejamkan rapat-rapat. Apapun yang terjadi, kau tidak boleh
membuka matamu. Dan jika kau melanggar, dan kau membuka matamu, hemm,
jiwamu berarti akan dikirim ke akherat. Dan Lolap bicara ini tidak mainmain kau harus sungguh-sungguh mematuhkannya!"
Gadis itu jadi heran, tapi perasaan takutnya jadi berkurang. Ia
dipersilahkan duduk bersemedhi di pembaringan dengan mata tertutup. Tentu
saja dalam keadaan duduk bersila dan bersemedhi seperti itu, tidak
mungkin si pendeta bisa memperkosa dirinya, karenanya ia jadi girang dan
terhibur.
Disamping itu timbul perasaan herannya. Hatinya bertanya-tanya, entah apa
yang hendak dilakukan si pendeta, dengan mengawasi ia dalam keadaan duduk
bersemedhi di pembaringan. Lalu, mengapa ia dilarang untuk membuka
sepasang matanya, walaupun apa yang terjadi di sekitarnya.
Tapi gadis itu tidak berani berayal. Ia telah duduk di pembaringan,
menyilangkan kakinya, duduk bersila, dan tangannya didekapkannya,
bersemedhi, sepasang matanya juga dipejamkan. Jantungnya berdegup keras,
ia berpikir-pikir, entah apa yang dialaminya selanjutnya.Si pemuda berbaju putih yang sejak tadi menyaksikan apa yang terjadi di
dalam kamar itu, sesungguhnya diliputi kemarahan yang bukan main. Dia
bertekad jika Bun-ong Hoat-ong hendak memperkosa gadis itu, disaat itulah
baru ia akan melompat turun dan akan menggempur si pendeta.
Tapi pemuda yang baju putih itu menjadi terheran-heran, karena si pendeta
tidak memperlihatkan maksud dan keinginannya buat memperkosa gadis itu.
Malah dilihat dari sikap si pendeta, sama sekali ia berniat tidak baik
pada si gadis. Memang dari sinar matanya terlihat dia menginginkan apa
yang dilakukan si gadis.
Namun tetap saja pendeta itu tidak melakukan gerakan dan tindakan yang
menunjukkan dia hendak memperkosa gadis itu. Dan hati si pemuda bertanyatanya, entah apa yang ingin dilakukan dengan memerintahkan gadis itu
duduk bersila, bersemedhi di pembaringan dan memejamkan matanya?
Pemuda baju putih itu jadi mengawasi terus dengan penuh perhatian. Dan
siap siaga karena begitu si pendeta bermaksud tidak baik dan memperkosa
gadis itu dia akan segera mencegah dan menempur pendeta itu.
Dia juga telah mempersiapkan beberapa batang jarum di tangannya yang akan
dipergunakannya jika memang si pendeta bermaksud buruk pada gadis itu.
Jarum rahasia itu dapat dilontarkan pada saat yang tepat.
Waktu gadis itu masih duduk bersila di pembaringan dengan se-pasang mata
yang terpejamkan. Dan ia terlihat gemetaran, tubuhnya tergoncang dan
dadanya turun naik, karena memang dia tengah menekan perasaan takutnya.
Bun-ong Hoat-ong melangkah mendekatinya dan perlahan-lahan berdiri di
pinggir pembaringan, matanya berkilat tajam sekali. Perlahan-lahan tangan
kanannya mencabut sebatang pedang pendek, yang dihunus dari balik
jubahnya.
Pemuda baju putih yang ada di atas genting jadi kaget tidak terkira. Apa
yang hendak dilakukan pendeta itu terhadap diri si gadis?
Dan dia benar-benar jadi tergetar hatinya, tegang sendirinya. Ia
mengawasi tajam dan bersiap-siap hendak bertindak jika telah tiba
waktunya.
Pendeta itu terus mendekati pembaringan dia menundukkan kepalanya,
seperti melihat sesuatu di tubuh gadis itu. Pendeta itu memburu napasnya.
Dilihat demikian, dengan tangan mencekal pedang, apakah si pendeta
bermaksud mempergunakan pedang itu mengancam si gadis dan ia akan
memperkosanya?
Tapi tidak mungkin!
Pendeta itu tidak membuka bajunya dan memang tidak terlihat tanda-tanda
bahwa ia ingin memperkosa gadis itu.
Disaat itu pedangnya perlahan-lahan diangkat dan didekatkan kepada paha
si gadis.
Pemuda baju putih itu mengawasi terus dengan menahan napas. Dan dia
berdebar hatinya, tegang sekali.Tapi, tiba-tiba pendeta ini merandek, dia tertegun sebentar, seakan-akan
ada sesuatu yang tengah diperhatikan. Tiba-tiba benar, sangat mendadak,
tahu-tahu tubuh si pendeta telah berdiri tegak, memutar tubuhnya.
Sambil membentak, tangan kanannya bergerak, maka meluncurlah pedang
pendeknya itu ke tengah udara, menyambar ke atas langit-langit kamar. Dan
tujuannya pada jurusannya, tepat dimana si pemuda baju putih tengah
bersembunyi di atas genting!
Pedang pendek itu meluncur pesat membolos ke atas, dan akan menghujam
dada si pemuda baju putih. Untung saja pemuda baju putih itu berwaspada
sejak tadi, dengan demikian, dia bisa menghindarkan dari sambaran pedang
pendek itu cepat sekali, dia telah menggeser tubuhnya.
Walaupun pedang pendek itu ditimpukkan si pendeta dengan cepat, namun
kenyataannya dia berhasil untuk menghindarkan diri dengan segera, dan dia
telah bisa untuk memperbaiki kedudukan dirinya. Dia bersiap-siap untuk
menghadapi si pendeta.
"Brakkk!" Belum lagi si pemuda baju putih mengintai ke bawah lagi,
genting telah hancur di terjang suatu kekuatan dari bawah, menyusul mana
tampak sesosok bayangan menerjang ke atas.
Rupanya Bun-ong Hoat-ong telah melesat ke atas, menghantam dengan telapak
tangannya, pada langit-langit kamar yang hancur berikut gentingnya yang
jebol, dan ia terus melesat ke atas keluar dari kamar itu lewat lobang
yang dibuatnya itu. Dia telah berdiri di hadapan si pemuda baju putih.
"Monyet kecil, rupanya sejak tadi kau mengintai disini, heh?" Bentak Bunong Hoat-ong, bengis sekali suaranya.
Pemuda baju putih itu sangat kagum untuk tajamnya pendengaran Bun-ong
Hoat-ong.
Kiranya, disebabkan si pemuda diliputi perasaan tegang dan ia menahan
napasnya, sambil juga telah berdebar-debar hatinya, membuat ia jadi
tegang dan menginjak lebih keras. Justeru Bun-ong Hoat-ong tadi tak
mengetahui kedatangan pemuda baju putih, disebabkan seluruh perhatiannya
tengah tertumpah ke diri si gadis.
Iapun tengah terangsang. Karena itu walaupun Bun-ong Hoat-ong memang
liehay, tokh ia tak dapat mengetahui kehadiran pemuda baju putih itu.
Namun siapa tahu, justeru dikala ia ingin gadis itu, dijadikan korbannya,
ia mendengar suara yang perlahan sekali. Suara atas injakan kaki si
pemuda baju putih yang lebih keras dari sebelumnya.
Seketika ia tersadar, ada orang yang tengah mengintai di atas genting.
Itulah sebabnya sebat luar biasa dia melontarkan pedang pendeknya,
sehingga pedang pendeknya itu meluncur demikian cepat, disusul dengan
tubuhnya yang menerjang ke atas.
Dan Bun-ong Hoat-ong membentak seperti itu pun bukan sekedar berdiam
diri, tangannya bergerak dengan serentak. Ia telah mencengkeram ke arah
pundak pemuda baju putih.
Semuanya dilakukan secepat kilat. Jika memang orang yang dijadikan
sasaran itu hanya memiliki kepandaian biasa-biasa saja, jangan harap bisa
menghindarkan diri dari cengkeraman tersebut.Tapi justeru si pemuda baju putih itu selain mahir gin-kangnya, juga
sangat cerdik. Melihat Bun-ong Hoat-ong muncul, dia memang kaget, tapi
segera menjadi tenang, sama sekali dia tidak jadi gugup.
Ketika melihat tangan si pendeta bergerak akan mencengkeram pundaknya,
cepat sekali dia membarengi dengan melontarkan jarum-jarum senjata
rahasia di tangannya. Dan membarengi itu juga, tubuhnya mengelak ke
samping.
Jarum-jarum yang menyambar kepada Bun-ong Hoat-ong memang dapat
membendung gerakan si pendeta. Lhama itu harus mengibaskan tangannya buat
meruntuhkan jarum-jarum sebab jika tidak, niscaya jarum-jarum itu akan
bersarang di tubuhnya, disamping itu, juga membuat dia terluka.
Tapi justeru gerakannya itu yang terlambat. Si pemuda baju putih telah
berhasil memperbaiki kedudukan dirinya.
Bun-ong Hoat-ong mengawasi bengis, matanya, seperti memancarkan api.
"Sebutkan namamu! Hud-ong (Raja Budha) tidak ingin membunuh manusia
kurcaci yang tidak bernama!" Bentak Bun-ong Hoat-ong dengan suara bengis.
Pemuda baju putih tidak gentar, ia berdiri tegak sambil tertawa dingin.
"Kau ingin mengetahui namaku? Baiklah! Dengar baik-baik! Aku she
Siangkoan bernama Yap. Sekarang kau telah mengetahui namaku, apa yang
hendak kau lakukan?" Sambil bertanya begitu, pemuda baju putih berdiri
tegap, menantang sekali.
Muka Bun-ong Hoat-ong merah padam. Dia seorang tokoh sakti yang sampai
Kaisar pun sangat menghormatinya, maka dari itu, sekarang pemuda ini,
yang dianggap masih bau kencur, telah berani bertindak demikian, kurang
ajar. Selain menghina juga telah bersikap menantang seperti itu.
Tanpa mengeluarkan sepatah perkataan, dengan muka yang merah padam
seperti kepiting direbus, Bun-ong Hoat-ong melangkah maju geram sekali
tampaknya dia. Dan tangan kanannya diulurkannya, sedangkan tangan kirinya
mencengkeram, seakan juga dia hendak mencapit pemuda itu.
Inilah jurus yang diberi nama. "Kepiting Menari" yang sesungguhnya
merupakan jurus paling sulit dihindarkan oleh lawan. Apa lagi Bun-ong
Hoat-ong itu telah melatih lebih tinggi dari pada kepandaiannya selama
belakangan ini, dan dengan demikian, dia menyerang bukan main-main.
Siangkoan Yap juga mengetahui bahwa serangan lawan kali ini tidak boleh
dianggap remeh, salah sedikit dalam perhitungannya, niscaya akan membuat
dia terbang ke neraka! Karena itu ia segera mengempos semangatnya. Dia
menghindar.
Gerakan Siangkoan Yap memang cepat dan gesit. Tapi rupanya jurus serangan
dan Bun-ong Hoat-ong jauh lebih cepat lagi.
"Brettt!" Terdengar baju Siangkoan Yap kena dicengkeram robek. Untung
saja pemuda itu segera berjumpalitan, jika tidak, lengan tangannya kena
dijepit dan akan menjadi hancur remuk, berarti selanjutnya dia akan
menjadi pemuda bercacad.
Dikala itu Bun-ong Hoat-ong tidak mau membuang-buang waktu, ia menyerang
lagi dengan serangan yang jauh lebih hebat. Dua kali beruntun SiangkoanYap harus terdesak, dan barulah akhirnya ia bisa meloloskan diri berdiri
agak jauh dari si pendeta.
Tanpa ayal, tangan kanannya menghunus senjatanya, sebatang pedang panjang
yang berkilauan. Pedang itu lemas, dan tadinya disimpan di pinggangnya,
sebagai ganti dari ikat pinggangnya.
Memang dilihat dari tempat ditaruhnya pedang itu jelas pedang di tangan
Siang-koan Yap merupakan pedang mustika, yang lemas dan tajam sekali.
Segera juga pemuda itu menebaskan pedangnya ke arah perut Bun-ong Hoatong karena ia memang merupakan seorang ahli pedang yang tidak
mengecewakan, pedang menyambar secepat kilat.
Bun-ong Hoat-ong segera menyadari pemuda ini bukan sembarangan. Pemuda
ini memiliki kepandaian yang terlatih baik, ilmu pedangnya juga bukan
ilmu pedang sembarangan.
Diam-diam Bun-ong Hoat-ong heran, dia jadi berpikir entah siapa pemuda
itu adanya. Biasanya seorang lawan akan dapat di rubuhkan Bun-ong Hoatong dalam beberapa jurus saja, tapi kini pemuda ini telah bisa melewatkan
lima jurus, tanpa kekurangan suatu apapun juga selain bajunya di lengan
kanan yang robek kena dicengkeram.
Di bawah terdengar suara ramai-ramai. Rupanya anak buah Bun-ong Hoat-ong
yang menempati kamar di dekat kamar Bun-ong Hoat-ong telah mendengar
suara menggelegarnya hancur langit-langit kamar dihantam pendeta itu.
Mereka segera keluar dari kamar masing-masing untuk melihat apa yang
terjadi.
Siangkoan Yap menyadari, menghadapi Lhama seorang diri saja sudah sulit.
Jika Lhama itu dibantu oleh para tentara kerajaan, yang umumnya terdiri
dari para pahlawan istana Kaisar, ia akan memperoleh kesulitan yang lebih
besar.
Cepat-cepat Siangkoan Yap mengempos semangatnya. Ia mengibaskan pedangnya
dua kali, kakinya menjejak genting, tubuhnya mundur beberapa tindak.
"Kau mau kabur kemana?" teriak Bun-ong Hoat-ong murka.
Memang karena penasaran dalam bebetapa jurus tidak berhasil merubuhkan
pemuda itu, dia bertekad hendak menangkap hidup-hidup pemuda ini.
Sambil membentak begitu, tubuh Bun-ong Hoat-ong telah menerjang lincah
sekali. Bukan cuma melompat mendekat, juga dia telah menghantam dengan
telapak tangannya.
Pemuda ini tertawa dingin dia menangkis dengan tangan kirinya, "Bukk!"
Tubuh si pemuda tergoncang. Bahkan Siangkoan Yap merasakan pergelangan
tangannya sakit bukan main seakan juga pergelangan tangan kirinya itu
patah.
Tapi dia tidak mau memperlihatkan kelemahannya di hadapan si Lhama,
karena pedangnya segera juga bergerak, telah menikam dua kali. Benturan
dengan itu, tangan kirinya yang dirasakan masih sakit itu telah merogohkantong senjata rahasianya, tahu-tahu dia telah melontarkan belasan jarum
kepada Bun-ong Hoat-ong.
Ditikam dua kali dan dihujani jarum itu, maka Bun-ong Hoat-ong
membatalkan maksudnya hendak menerjang lagi. Dia melompat ke belakang.
Kesempatan ini dipergunakan oleh Siangkoan Yap untuk melompat lebih
menjauhi. Dia berhasil, kemudian dia memutar tubuhnya untuk menjauhi diri
lebih jauh lagi.
Namun dari bawah telah melompat naik ke atas genting tiga sosok tubuh,
yang segera menghadang larinya Siangkoan Yap.
Tiga sosok tubuh itu adalah tiga orang tentara kerajaan yang lengkap
berpakaian seragam. Tapi gin-kang mereka tinggi sekali, tentunya mereka
adalah pahlawan istana kerajaan yang ikut dalam rombongan Bun-ong Hoatong menyamar sebagai tentara kerajaan biasa.
Mereka pun membentak berbareng, sambil menyerang dengan senjata masingmasing. Dua orang memakai golok, sedangkan yang seorang pedang.
Pemuda baju putih itu mengibaskan pedangnya. Segera terdengar suara
"Trang, trang, trang" tiga kali, karena sekaligus dia telah menangkis
tiga senjata lawannya, dua golok satu pedang.
Tiga tentara kerajaan itu melangkah mundur selangkah ke belakang terkejut
sekali, telapak tangan mereka pedih dan sakit. Tenaga tangkisan, pemuda
itu kuat sekali.
Tapi Siangkoan Yap tak berdiam diri. Disaat lawannya membuka kepungannya
ia membarengi dengan tikaman.
"Cepp.!" Pundak salah seorang lawannya kena ditikamnya, sehingga
menancap dalam sekali. Pemuda itu sambil mencabut pedangnya telah
melompat untuk menjauhi diri.
Dari bawah melompat naik beberapa sosok tubuh lagi, tapi Siangkoan Yap
sudah tidak memperdulikan itu. Ia segera membentangkan gin-kangnya untuk
lari menjauhi diri.
"Kejar!" terdengar bentakan Bun-ong Hoat-ong yang mengguntur. "Tangkap
hidup-hidup bocah itu!"
Jika Bun-ong Hoat-ong sendiri yang mengejar Siangkoan Yap, tentu ia bisa
mengejarnya dengan sama cepatnya. Tak mungkin pemuda baju putih itu bisa
melarikan diri.
Tapi justeru ia merasa malu, tahan gengsi, karena dialah pemimpin dari
pasukan kerajaan sebagai orang yang terhormat. Karena dari itu, ia telah
perintahkan anak buahnya untuk melakukan pengejaran pada Siangkoan Yap


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dia sendiri tidak ikut mengejar.
Bun-ong Hoat-ong yakin anak buahnya yang umumnya terdiri dari pahlawan
istana yang memiliki kepandaian tinggi, tentu akan berhasil menangkap
Siangkoan Yap. Walaupun pemuda itu memiliki kepandaian yang tinggi tokh
dikepung demikian banyak jago-jago istana kaisar, tidak mungkin dia bisa
melarikan diri terus.
Karena dari itu, tampak dengan tenang tapi mukanya merah padam karena
penasaran dan murka. Bun-ong Hoat-ong telah kembali ke kamarnya.Dia melihat si gadis masih duduk di pembaringan dalam keadaan sepasang
mata terpejamkan. Karena bukankah tadi memang telah dipesannya, agar si
gadis memejamkan matanya dan tidak boleh dibukanya walau apapun yang
terjadi.
Dengan tubuh yang ringan, si pendeta melompat ke atas penglarian. Dia
telah menyambar pedang pendek dan tubuhnya telah turun lagi meluncur
ringan hinggap di lantai.
Si gadis yang masih duduk di pembaringan memang mendengar suara ributribut. Cuma saja, si pendeta telah berpesan apa pun yang terjadi dia
tidak boleh membuka matanya. Maka dia tidak berani melanggar pesan
tersebut, dia terus saja memejamkan matanya, sambil duduk bersila dengan
hati bertanya-tanya.
Bun-ong Hoat-ong menenangkan hatinya untuk memulihkan kesabaran hatinya.
Dan ia berhasil cepat sekali.
Setelah menghela napas dalam-dalam, dia berusaha melenyapkan
kemendongkolannya. Karena dia tahu, tidak lama lagi anak buahnya akan
datang melaporkan kepadanya dengan menyeret pemuda kurang ajar itu.
Dia lalu mendekati pembaringan lagi dan mengangkat pedang pendeknya. Di
awasi sejenak gadis itu, yang masih duduk dengan mata terpejam, dia
menusukan pedangnya perlahan-lahan.
Gadis itu meringis kesakitan dan kaget hampir saja dia membuka matanya.
Untung saja dia teringat pesan si pendeta, apapun juga yang terjadi, dia
tidak boleh membuka matanya.
Cuma satu yang diyakininya bahwa dirinya bukan tengah diperkosa si
pendeta, karena dia tidak merasakan tubuh si pendeta melekat pada dia,
juga masih duduk bersila. Tidak mungkin dengan kaki bersilang seperti itu
ia diperkosa, dan si pendeta tak mungkin tercapai maksudnya.
Tapi perasaan sakit itu membuat ia menduga bahwa ada sesuatu benda yang
dimasukan si pendeta. Sakitnya sebentar kemudian berkurang. Didengarnya
suara si pendeta:
"Nah, sekarang telah selesai!"
Gadis itu bertanya: "Apakah....... apakah aku boleh membuka mataku,
Taysu?"
"Ya, bukalah!" Kata si pendeta. "Sekarang kau boleh bangun!"
Si gadis membuka matanya. Dia menunduk untuk melirik pada pahanya.
Hatinya seperti hendak copot, dia kaget tidak terkira, karena seketika ia
melihat pahanya berlumuran darah.
"Taysu!" Suaranya tergetar sangat keras menunjukkan dia kaget dan
ketakutan sekali. "Ini ini!"
"Tidak apa-apa tadi telah salah menyentuhnya, sehingga mengeluarkan
darah. Tapi Lolap telah membuktikan janji Lolap bukan, bahwa Lolap tidak
memperkosa dirimu? Nah pergilah kau!"
Gadis itu menghela napas dalam-dalam, agak tenang hatinya. Walaupun ia
tidak mempercayai keterangan si pendeta keseluruhannya akan tetapi memangdia merasakan bahwa dirinya tidak diperkosa oleh si pendeta. Sama sekali
si pendeta tidak menyentuh tubuhnya. Dan memang pendeta itu memenuhi akan
janjinya.
Dia segera turun dari pembaringan. Dirasakannya pahanya sakit bukan main.
Dia meringis. Tapi dengan menahan rasa sakitnya itu, dia telah bangun
kembali. Diam-diam dia masih bersyukur bahwa tidak sampai diperkosa oleh
si pendeta itu.
Setelah selesai, si gadis bertanya kepada Bun-ong Hoat-ong: "Taysu apakah
aku kini boleh pergi meninggalkan kamar ini?"
"Oh, jangan dulu. Duduklah dulu masih ada yang perlu kau lakukan! Tapi,
percayalah, nanti kau tidak perlu takut........ hanya melakukan sesuatu
saja!"
Si gadis agak tenang, walaupun masih takut-takut, dia telah duduk di tepi
pembaringan.
Dilihatnya, si pendeta memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya, sesuatu yang
mengandung darah pada jari tangan si pendeta. Hati si gadis tercekat
lagi.
Apakah benda yang tadi menusuk pahanya itu adalah mata pedang si pendeta
sehingga mendatangkan rasa sakit seperti itu? Tapi dia tidak berani
menduga.
Begitu dia yakin, jika pedang itu yang menyebabkan rasa sakit itu, jelas
pahanya akan rusak, karena pedang sangat tajam. Dan darah yang mengucur
juga akan deras sekali, tidak sedikit seperti itu, dia jadi mengawasi
tegang sendirinya.
Dilihatnya Bun-ong Hoat-ong telah duduk menghadapi dinding, bersemadhi.
Tubuhnya semakin lama gemetar, dan keringat telah membasahi sekujur
tubuhnya. Dari kepalanya, yang botak lanang itu mengeluarkan uap putih
yang tipis, namun semakin lama jadi semakin tebal.
Si gadis heran, apa yang tengah dilakukan Bun-ong Hoat-ong?
Dia mengawasi sekian lama, sampai akhirnya dia memperoleh kenyataan tubuh
si pendeta menggigil semakin keras. Dia semakin tidak mengerti.
"Apakah Lhama ini tengah melatih ilmu sesat dan ilmu hitam?"
Diam-diam si gadis berpikir di dalam hatinya. Timbul rasa takutnya lagi,
tapi tidak sehebat tadi, karena dia telah dengar janji si pendeta, bahwa
selanjutnya dia memang masih perlu melakukan sesuatu. Tapi yang pasti dia
tidak akan diperkosa si pendeta itu.
Bun-ong Hoat-ong tengah melatih tenaga dalamnya. Tampaknya dia
mengerahkan seluruh tenaga dari kekuatan lweekangnya, diapun telah
mengempos seluruh hawa murni ditubuhnya. Dengan demikian dia herusaha
menembus beberapa bagian dari jalan darahnya yang tertentu!
Keadaan diwaktu itu sangat sepi dan hening, cuma napas si gadis yang
terdengar mendesah disamping rasa sakit dicekam juga oleh perasaan takut.
Namun dalam kesunyian seperti itu, tiba-tiba terdengar suara orang
tertawa dingin."Hemmm, sekarang saatnya kau dimampusi kepala gundul!" Dan membarengi
dengan kata-kata itu, tampak berkelebat beberapa titik sinar terang, yang
menyambar ke punggung Bun-ong Hoat-ong.
Hati Bun-ong Hoat-ong tercekat. Dia kaget tidak terkira. Dia tengah
mengerahkan seluruh kekuatan tenaga lweekangnya, dengan demikian
sedikitpun dia tidak boleh terganggu dan pikiran maupun konsentrasinya
tidak boleh terpecahkan.
Justeru sekarang dia datang seperti itu dia sama sekali tidak boleh
mempergunakan tenaganya untuk menyampuk datangnya jarum-jarum itu. Diapun
tidak beleh membagi tenaganya yang tengah disalurkan pada jalan-jalan
darah terpenting di tubuhnya.
Menyusul dengan berkelebatnya beberapa sinar itu, justeru telah menyambar
lagi sinar yang terang menuju ke arah batang leher Bun-ong Hoat-ong.
Itulah sinar sebatang pedang yang akan menabas batang leher Bun-ong Hoatong. Si gadis menjerit, dia melihat sesosok bayangan putih berkelebat
menyerang si pendeta. Tapi dia tidak tahu apa yang akan terjadi.
Dalam beberapa detik itu Bun-ong Hoat-ong harus dapat memutuskan tindakan
apa yang harus dilakukannya. Karenanya dia telah berseru nyaring, tenaga
dalamnya telah dikumpulkan di Tan-tian, dan diapun mengibaskan tangannya.
Dia membuat seluruh jarum-jarum yang tengah menyambar ke arah pungungnya
tersampok runtuh. Kemudian pedang yang tengah berkelebat ke arah batang
lehernya, telah disentilnya.
"Tringgg.!" Pedang itu telah kena disentil. Yang melakukan penyerangan
itu tidak lain dari Siangkoan Yap.
Dia girang ketika melihat si pendeta tengah berlatih tenaga dalamnya
seperti itu. Dia cepat-cepat melakuhan penyerangan, malah waktu pedangnya
tengah meluncur, dia girang sekali dan yakin bahwa tebasan pedangnya akan
berhasil mengenai sasarannya tanpa si pendeta sanggup melakukan suatu apa
pun juga.
Tapi betapa kecewanya dia, karena Bun-ong Hoat-ong memang cerdik sekali.
Tenaga dalamnya jika dipergunakan untuk menangkis akan membuat dia
terluka parah, karena dia tengah berusaha membuka beberapa jalan
darahnya.
Namun dasar dianya lihay, dia telah berseru nyaring dan disaat jalan
darahnya tengah bergerak dan darah berkumpul kembali, hawa murni telah
dikumpulkan di tan-tian, yaitu dipusarnya. Dengan demikian untuk beberapa
detik dia bisa mempergunakan kekuatan tenaga dalam itu untuk menghadapi
serangan Siangkoan Yap.
Pedang Siangkoan Yap yang kena disentilnya telah terpental ke samping,
dan hampir saja terlepas dari cekalannya, karena cekalannya itu jadi
mengendur waktu telapak tangannya terasa sakit sekali, tenaga menyentil
dari pendeta itu memang luar biasa, disertai lweekang yang penuh.
Tapi Siangkoan Yap juga cukup lihay, dia telah melompat ke samping.
Dengan demikian ia berhasil untuk menjauhi diri dari si pendeta, dia pun
telah berhasil mempertahankan pedangnya tidak sampai terlepas.Disaat itu tampak si pendeta masih memiliki waktu yang sedikit, tahu-tahu
tubuhnya berputar, kedua telapak tangannya dipakai mendorong.
Siangkoan Yap seketika merasakan tubuhnya diterjang oleh kekuatan yang
dahsyat sekali, bersamaan dengan itu terlihat tubuh si pemuda terhuyung
mundur, karena Siangkoan Yap yang berusaha menangkis sepenuh tenaga,
dirinya yang terdorong mundur. Untung saja ia mengimbangi dirinya dan
melompat ke belakang satu tombak, lalu memperbaiki kuda-kuda ke dua
kakinya.
Sedangkan si pendeta telah mendorong lagi kedua tangannya, dari kedua
telapak tangan itu meluncur keluar kekuatan tenaga dalam yang lebih
dahsyat.
Baru saja Siangkoan Yap mengeluh dan hendak melompat menyingkir, tibatiba matanya yang tajam melihat muka si pendeta meringis seakan juga dia
menahan sakit mungkin akibat dia mempergunakan tenaga di dalamnya
berlebihan. Dan juga disaat beberapa jalan darahnya tengah terbuka
disebabkan belum lama lalu dia tengah berlatih tenaga dalamnya itu.
Bende Mataram 35 The Chronicles Of Narnia 4 Kuda Dan Anak Manusia The Horse And His Boy Bedded By Boss 2

Cari Blog Ini