Ceritasilat Novel Online

Pendekar Aneh Seruling Sakti 7

Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong Bagian 7


berdiri sejenak di tempatnya dengan pikiran tidak menentu.
Yang Tiam sendiri kaget melihat rupa Kim Lo. Ia tadi bertiga dengan Tiang
Su dan Yu An diam-diam berpikir.
"Inilah bebat, mukanya seperti muka kera. Ia seorang yang aneh. Tapi ilmu
silatnya luar biasa. Aneh sekali! Ia mengaku sebagai anak cucu Oey Yok
Su! Lalu ia anak siapa? Bukankah Oey Yok Su cuma memiliki seorang anak,
Oey Yong Pangcu?"
Tapi, Yang Tiam bertiga tidak bisa memecahkan persoalan tersebut. Mereka
cuma melihat bahwa Kim Lo sebagai seorang pendekar Aneh dengan
Serulingnya yang sakti, yang sangat dahsyat dan hebat sekali.
Seorang pendekar aneh yang masih berusia muda, dengan senjatanya sebatang
seruling yang hebat lagi. Dan memang ia mempercayai bahwa Kim Lo adalah
orang yang dekat dengan Oey Yok Su, sebab kepandaian yang dipergunakan
semuanya adalah ilmu silat Tho-hoa-to.
Yang Tiam sebagai pengemis yang memiliki tingkat kedudukan yang tinggi di
dalam Kay-pang, dengan demikian ia sering menyaksikan ilmu silat yang
dipergunakan Oey Yong. Karenanya ia bisa mengenali bahwa ilmu silat yang
dipergunakan Kim Lo adalah ilmu silat dari Tho-hoa-to.
Tapi sejauh itu, tetap saja persoalan Kim Lo suatu rahasia yang penuh
misteri.
<>
Kim Lo masuk ke dalam kamarnya untuk tidur. Malam itu tidak terjadi
sesuatu. Ia tidur dengan nyenyak. Besok paginya ia baru saja hendak
mengenakan baju dan selesai cuci muka, pintu kamarnya diketuk cukup
nyaring.
"Siapa?" Tanya Kim Lo sambil membereskan pakaiannya.
"Siauwjin ingin menyampaikan titipan buat Kongcu!" terdengar suara
perlahan."Tunggu sebentar!" kata Kim Lo sambil mengenakan kain putih penutup
mukanya, barulah kemudian ia menghampiri pintu dan membukanya.
Pelayan berdiri di luar kamarnya dengan tangan membawa bungkusan besar.
Sikap pelayan itu sangat hormat sekali.
"Tadi ada yang menitipkan barang ini buat Kongcu," kata pelayan tersebut
sambil mengangsurkan bungkusan besar itu.
"Siapa yang mengirim?" tanya Kim Lo.
"Katanya dari.... Kay-pang!" Menyahuti pelayan itu. Ia berlaku hormat,
karena ia sudah mendengar dari kawan-kawannya yang dinas malam orang yang
berpakaian serba putih ini adalah seorang sakti yang sangat hebat
kepandaiannya.
"Dari Kay-pang?" Tanya Kim Lo.
"Ya!"
Kim Lo mengambil bungkusan itu. Ia memberi hadiah buat pelayan itu, yang
pergi jadi kegirangan bukan main.
Setelah menutup pintu kamarnya, Kim Lo membuka bungkusan tersebut.
Ternyata di dalamnya terdapat beberapa perangkat pakaian yang sangat
bagus dan tentu mahal harganya. Juga beberapa macam barang perhiasan.
Tentu saja Kim Lo jadi heran.
Entah apa maksud orang-orang Kay-pang dengan mengirimkan hadiah ini
padanya?
Kim Lo mengerutkan alisnya.
"Atau memang mereka memiliki maksud-maksud tertentu?" Pikir Kim Lo
kemudian.
Dilihatnya di atas tumpukan barang itu terdapat sebuah sampul surat. Ia
mengambilnya. Membuka sampul tersebut dan mengeluarkan suratnya. Ia pun
membacanya.
Ternyata surat itu memang berasal dari Kay-pang, yang menjelaskan bahwa,
pihak Kay-pang mengirimkan sekedar hadiah buat Kim Lo, dan meminta agar
Kim Lo mau menerimanya dengan senang hati. Dan orang yang menulis surat
ini adalah Tianglo ketiga dari Kay-pang, yang berkuasa di daerah Sucoan
Barat ini.
Waktu itu Kim Lo lama sekali berdiam diri memandangi surat tersebut.
"Hemmm, dengan mengirimkan barang ini, tentu pihak Kay-pang menduga
diriku dapat diikat dengan pemberian hadiah tersebut. Atau mereka
memandang rendah padaku. Mereka menduga aku ini seperti pembesar-pembesar
rakus yang akan gelap mata jika sudah menerima hadiah?"
Dan Kim Lo perlahan-lahan berobah jadi tidak senang, karena merasa
tersinggung hatinya. Ia telah mengawasi sejenak hadiah tersebut, lalu ia
membungkusnya lagi. Dipanggilnya pelayan.
Pelayan datang dengan cepat."Apakah kau tahu di mana letak markas Kay-pang?" Tanya Kim Lo pada
pelayan itu.
Pelayan itu menggeleng.
"Sayang sekali aku tak tahu, Kongcu.!"
"Kalau begitu, pergi kau mencari seorang pengemis, panggil pengemis itu
menemui aku!"
"Tapi Kongcu."
"Cepat lakukan! Ini hadiah untukmu!" sambil berkata begitu Kim Lo
memberikan lima tail perak.
Pelayan itu terbeliak matanya, inilah hadiah yang sangat besar sekali,
cepat-cepat ia mengangguk sambil tersenyum girang.
"Baiklah Kongcu, aku akan melaksanakan perintah itu!" Dan iapun memutar
tubuh buat mencari seorang pengemis.
Tak lama kemudian pelayan itu telah kembali lagi ke kamar Kim Lo, di
belakangnya mengikuti seorang pengemis.
Pengemis tersebut memperlihatkan sikap menghormat sekali pada Kim Lo.
Sebagai seorang anggota Kay-pang, tentu saja ia mengetahui siapa adanya
orang berpakaian serba putih itu.
Diwaktu itu tampak betapa pengemis ini memberi hormat dengan
membungkukkan tubuhnya dalam-dalam.
"Kongcu ada perintah apa, katakan saja!" Kata pengemis tersebut dengan
sikap menghormat.
"Kau tentu mengetahui letak markas besar Kay-pang di daerah ini, bukan?"
Tanya Kim Lo sambil mengawasi pengemis tersebut dengan sorot mata tajam.
Pengemis itu jadi ragu-ragu.
"Apakah Kongcu ingin menemui tetua-tetua kami?" Tanya pengemis itu.
Kim Lo menggeleng.
"Aku ingin menitipkan ini padamu, agar disampaikan kepada tetuamu," Kata
Kim Lo.
Pengemis itu tambah ragu-ragu.
"Ini. Ini..!" katanya dengan sikap dan suara yang tergagap.
"Kenapa? Apakah saudara keberatan buat menyampaikan titipanku ini kepada
tetuamu?" Tanya Kim Lo.
Pengemis itu kaget ditegur seperti itu, cepat-cepat ia membungkukkan
tubuhnya sembari hormat."Bukan begitu! Bukan begitu!" Katanya dengan segera. "Sesungguhnya,
sesungguhnya."
"Kenapa?"
"Sebetulnya tadi siauwjin yang mengantarkan titipan barang buat Kongcu
dari tetua kami!" Menjelaskan pengemis tersebut dengan suara bimbang.
"Nah, kalau demikian lebih baik lagi! Sekarang pergilah kau membawa
kembali barang itu. Sampaikan pada tetuamu, aku akan bekerja tanpa
memperoleh upah!"
"Kongcu.!"
"Beritahukan juga pada tetuamu, bahwa aku bukan sebangsa pembesar rakus
yang harus diberi hadiah!" Kata Kim Lo lagi. Ia bicara agak keras seperti
itu, karena hatinya sangat tersinggung.
Pengemis itu jadi ketakutan, ia mengiakan beberapa kali tanpa berani
membantah lagi.
"Nah, sekarang pergilah kau membawa barang itu!" kata Kim Lo.
Pengemis itu mengiyakan, ia membawa lagi barang bingkisan tersebut,
setelah memberi hormat satu kali lagi pada Kim Lo ia pun berlalu.
Kim Lo telah menutup pintu kamarnya, ia pergi keluar dari kamarnya,
kemudian ia pun telah pergi jalan-jalan mengelilingi kota tersebut.
Kim Lo merasakan hatinya jadi tidak gembira. Ia tidak menyangka bahwa
pihak Kay-pang akan menganggap dan memperlakukannya seperti juga seorang
yang tidak memiliki harga diri.
"Kay-pang sebuah perkumpulan yang sangat hebat menurut cerita Kongkong.
Di Kay-pang berkumpul laki-laki sejati tapi semua yang mereka lakukan
terhadap diriku, umumnya merupakan hal-hal yang tidak terpuji. Dengan
mengirimkan bingkisan seperti tadi, sama saja mereka menggampar pipiku
dan juga sama saja seperti memandang rendah padaku.
Dan semakin dipikirkan, Kim Lo jadi semakin tidak senang, iapun akhirnya
memutuskan, karena ia telah menjanjikan akan membantu Kay-pang untuk
mencari jejak si pembunuh, maka ia akan melakukan tugas itu, yaitu
mencari jejak pembunuh yang telah membinasakan tiga orang Kay-pang. Tapi
jika ia telah berhasil mencari si pembunuh, ia akan meninggalkan tempat
ini dan tidak berhubungan lagi dengan pengemis tersebut.
Setelah berputar-putar sekian lama, akhirnya Kim Lo kembali ke rumah
penginapan. Ia melangkah cepat, dan ia bermaksud untuk tidur.
Tapi baru saja ia melangkah beberapa tindak tiba-tiba ia melihat
seseorang yang tengah mengikuti di belakangnya. Orang itu adalah seorang
pendeta.
Sebelumnya Kim Lo tidak menyadari dirinya tengah dikuntit. Justeru
sekarang begitu ia melihat sikap si pendeta muda, mungkin baru berusiatujuhbelas tahun, mencurigakan sekali, ia pun sengaja berjalan ke arah
barat.
Ia melihat pendeta itu tetap saja mengikuti di belakangnya. Dan semakin
kuat kecurigaan Kim Lo bahwa dirinya tengah dibuntuti oleh pendeta muda
tersebut.
"Hemmm, aku ingin melihat apa yang kau inginkan?" Pikir Kim Lo jadi
mendongkol. Ia dengan sengaja mengayunkan langkahnya ke arah sebelah
selatan kota tersebut. Ia telah pergi ke sebelah kanan jalur jalan yang
sepi. Keadaan di situ memang jauh sekali dari keramaian.
Pendeta muda tersebut masih juga mengikutinya. Dan tampaknya memang
pendeta itu tidak mau melepaskan orang yang dibuntutinya.
Kim Lo memperlambat jalannya, pendeta muda itu pun memperlambat jalannya.
Ketika tiba di tikungan, sengaja Kim Lo menikung perlahan-lahan dan
setelah terlindung oleh dinding rumah tiba-tiba Kim Lo melesat ke atas
genting berdiam di situ.
Pendeta muda tersebut bergegas menyusul muncul di tikungan tersebut. Dia
telah memandang sekelilingnya, karena ia kehilangan orang yang di
ubernya.
Waktu itulah Kim Lo mendadak sekali melompat turun, meluncur dengan
cepat. Belum lagi pendeta muda tersebut mengetahui apa yang terjadi,
tangan Kim Lo telah mencengkeram jubahnya di bagian dada. Bentak Kim Lo,
"Mengapa kau mengikuti aku terus menerus? Apa maksudmu?"
Pendeta itu kaget tidak terkira, tangannya serentak bergerak dengan
sendirinya buat menyerang dada Kim Lo. Pukulan itu tidak dielakkan Kim
Lo. Mengenai telak sekali dada Kim Lo.
"Bukkk!" Tapi tidak membawa pengaruh apa-apa buat Kim Lo, karena pukulan
tersebut tidak memiliki tenaga berarti.
Kim Lo memperkeras cengkeraman tangannya. Pendeta itu tercekik dan sesak
napasnya. Ia gelagapan.
Kim Lo menghentak tangannya. Pendeta tersebut terlontar dan jatuh ambruk
di jalanan. Ia menjerit kesakitan. Bangun berdiri, lalu berlari sekuat
tenaganya, untuk melarikan diri.
Kim Lo tidak mengejar, cuma tertawa dingin.
Pendeta muda itu berlari sampai melewati beberapa tikungan, akhirnya ia
berhenti dengan napas memburu. Ia berpaling ke belakang tidak ada yang
mengejarnya, ia menghela napas lega. Rupanya orang yang dibuntuti tadi
tidak mengejar lebih jauh.
Justeru melihat dirinya tidak dikejar, ia jadi berdiri ragu-ragu di
tempatnya. Rangsangan untuk mengikuti lagi orang tadi timbul pula di
hatinya, perlahan-lahan, ragu-ragu, ia memutar tubuhnya. Ia lalu pergi ke
tempat di mana tadi Kim Lo telah membantingnya.
Ia melangkah hati-hati sekali, karena kuatir Kim Lo mengetahui ia kembali
untuk membuntutinya. Namun baru saja ia melangkah beberapa tombak,
terdengar suara,"Hemmm, kau masih mengikutiku?"
Perlahan sekali suara itu, tapi menyebabkan semangat si pendeta seperti
terbang meninggalkan raganya. Ia kaget tidak terkira, cepat berpaling.
Tapi tidak dilihatnya orang yang bicara itu, ia jadi gentar.
"Akh, mungkin cuma perasaanku saja! Siu Lo, Siu Lo! Mengapa kau jadi
demikian pengecut?? Itu hanya perasaanmu belaka! Mana mungkin ia bisa
mendahului aku dan bicara dari tempat di sebelah depanku?" Hibur si
pendeta pada dirinya sendiri.
Karena berpikir seperti itu, si pendeta jadi besar lagi hatinya. Ia
memberanikan diri buat melangkah lagi.
"Hemm, benar-benar kau tidak mau angkat kaki?" Terdengarnya suara orang
menegurnya lagi dingin sekali.
Si pendeta merandek, hatinya berdegup keras, ia berpaling lagi. Sekarang
dilihatnya Kim Lo berdiri anteng menyender di dinding sebuah rumah.
Semangat si pendeta terbang. Ia terkesiap, mukanya pucat, tidak buang
waktu lagi ia berlari sekuat tenaganya untuk meninggalkan tempat itu.
Si pendeta muda, Siu Lo, berlari dengan sikap seperti orang yang
kerasukan setan, ia berlari dengan menpergunakan seluruh kekuatan dan
tenaga tanpa memperdulikan napasnya yang jadi sesak.
Setelah berlari sampai di pinggiran kota, ia baru berhenti. Ia yakin
tentu Kim Lo tidak akan dapat mencari dan mengejarnya, ia telah melewati
puluhan lorong, dan ia juga tak melihat sejak tadi ada orang mengejarnya.
Tiba-tiba baru saja ia ingin meneruskan napasnya, dirasakannya angin
berkesiuran dingin menerpah belakang kepalanya yang gundul itu. Bersamaan
dengan itu, pundaknya ditepuk seseorang. Iapun mendengar suara orang
menegurnya?
"Apakah kau sudah letih?"
Merinding tubuh si pendeta. Ia memandang sekelilingnya, tapi ia tidak
melihat seorang manusia pun juga di sekitar tempat itu. Karenanya iapun
segera berpikir:
"Tidak mungkin! Tidak mungkin dia! Hu! Mungkin karena aku terlalu letih,
tubuhku berkeringat, terkena aliran angin seakan juga ditepuk seorang!
Hu! Hu! Mana mungkin ia mengejarku?"
Dan tidak hentinya pendeta muda itu menghibur dirinya. Ia berusaha
mengatur jalan pernapasannya, yang memburu keras itu. Barulah ia menghela
napas dalam-dalam. Iapun baru bilang lagi di dalam hatinya:
"Walaupun bagaimana aku harus berhasil mengikutinya. kalau tidak tentu
aku akan didamprat suhu.......!"
Ia segera bermaksud untuk kembali ke jalan tadi yang telah dilaluinya,
untuk mengikuti Kim Lo, mencarinya dan diam-diam menguntitnya. Ia yakin
jika memang mengikutinya dengan hati-hati, tentu tak akan gagal dengan
usahanya tersebut dan Kim Lo pun tak akan mengetahuinya.Tapi, terasa lagi olehnya angin berkesiuran cukup keras dan dingin di
belakangnya, pundaknya ditepuk oleh seseorang. Malah lebih keras dari
tadi, disusul lagi dengan kata-kata, "Kau mau mengikuti lagi?"
Kata-kata itu didengarnya jelas sekali, seperti di pinggir telinganya.
Benar-benar membuatnya jadi kaget tak terhingga. Badannya menggigil dan
merinding, terlebih lagi ia memandang sekelilingnya ia tak melihat
seorang manusiapun di sekitar tempat itu.
"Apakah aku bertemu hantu?" Diam-diam ia jadi berpikir ketakutan.
"Hmmm!" kali ini terdengar suara orang mendengus perlahan. "Kau memang
perlu dihajar rupanya, baru kapok!"
Tidak buang waktu lagi si pendeta berlari sekuat tenaganya pula. Baru
saja ia mementangkan kakinya untuk berlari, tahu-tahu tubuhnya terasa
ringan, melayang ke tengah udara, dan meluncur ambruk terbanting ke
tanah.
Hebat bantingan itu. Ia jadi benar-benar ketakutan, dan menjerit
kesakitan sambil merangkak untuk berlari lagi.
Namun tubuhnya kembali terangkat ke atas dan kemudian meluncur terbanting
pula di tanah. Hebat bantingan itu, membuat ia benar-benar menjadi
kesakitan bukan main, sedangkan orang yang melontarkannya masih tidak
terlihat.
Siu Lo telah berusaha bangun untuk melarikan diri lagi. Namun sekali lagi
ia merasakan tubuhnya terangkat ke atas dan terbanting keras.
Dalam keadaan seperti itu telah membuat Siu Lo jadi ketakutan setengah
mati ia membaca mantera-mantera liam-kheng uutuk mengusir setan, karena
ia beranggapan tentunya ia telah bertemu dengan setan. Bukankah kini ia


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak melihat seorang manusia pun di sekitar tempat itu?
Dan ia telah terbanting berulang kali? Iapun mendengar `setan` itu bicara
dekat sekali padanya. Tidak dapat ditahan lagi, karena sangat ketakutan,
iapun akhirnya menangis.
"Ampun! Ampun!" teriak Siu Lo suaranya tersendat.
"Hemmm, kau kepala gundul yang perlu dihajar," terdengar suara Kim Lo.
Dan tubuh si pendeta terbanting pula.
Bukan main ketakutan Siu Lo. Ia sampai menangis dan berlutut sambil
memanggut-manggutkan kepalanya.
"Ampun....... ampunilah aku..!" Teriaknya.
Waktu Siu Lo berlutut sambil mengangguk-anggukkan kepalanya tidak
hentinya seperti itu, justeru ia mendengar lagi kata-kata Kim Lo,
"Bangunlah!"
Ia mengangkat kepalanya. Melihat sepasang kaki dan ketika ia mengangkat
kepalanya lebih jauh, ia melihat Kim Lo berdiri tegak di hadapannya.
Tidak ayal lagi Siu Lo, mengangguk-anggukkan kepalanya terus menerus.
Iapun memohon ampun tidak hentinya.Kim Lo berdiri tegak. Dengan baju yang serba putih dan penutup muka yang
terdiri dari kain putih juga, sikapnya gagah sekali.
Ternyata yang mempermainkan Siu Lo memang tidak lain dari Kim Lo. Ia
memiliki gin-kang yang mahir sekali, karena itu mudah saja ia
mempermainkan Siu Lo.
"Bangun!" Bentak Kim Lo lagi dengan suara yang dingin.
Dengan tubuh menggigil ketakutan Siu Lo bangun berdiri.
"Mengapa kau mengikuti terus menerus?" Tanya Kim Lo, suaranya tetap
dingin.
"Ini ini.. atas perintah suhuku!" Menyahuti Siu Lo kemudian.
"Aku....... aku cuma menjalani perintah suhuku saja, dan aku tidak tahu
apa-apa....... Ampunilah aku.. ampunilah aku, Taihiap!"
"Hemmmm!" mendengus Kim Lo. "Enak saja kau minta diampuni seperti itu?"
"Ampun Taihiap....... lain kali aku tidak berani melakukan perbuatan
seperti itu....... Aku hanya menjalankan perintah suhuku saja!" meratap
Siu Lo ketakutan bukan main.
"Siapa gurumu?"
"Dia.. dia.. dia bergelar..!"
"Hemmm, kau ingin berdusta, bukan?" tanya Kim Lo sambil mengibaskan
tangannya.
Seketika tubuh Siu Lo terbang melayang di tengah udara lalu terbanting
keras sekali di atas tanah. Ia menjerit kesakitan, tubuhnya menggigil.
"Cepat katakan, siapa gurumu?" Bentak Kim Lo. "Atau memang kau ingin
dibanting sampai menjadi tahu?"
Karnehlingti 12.058 . . . . . . .
Mendengar ancaman seperti itu, tubuh Siu Lo semakin menggigil ketakutan,
tapi ia berusaha untuk mengatasi dirinya, dan katanya:
"Suhu bergelar Un Ma Siansu."
"Un Ma Siansu? Dari kuil mana?"
"Sien-sie-sie."
"Sien-sie-sie letaknya dimana?"
"Itu." dan Siu Lo ragu-ragu lagi buat menyebutkannya tempat di mana
beradanya kuil Sien-sie-sie.
"Atau memang kau ingin dibanting lagi?" mengancam Kim Lo dingin.Tubuh si pendeta menggigil ketakutan.
"Aku akan mengatakannya. aku akan mengatakannya!" bilang Siu Lo
ketakutan.
"Cepat sebutkan!"
"Baik.......baik! Kuil itu berada diluar kota sebelah selatan, tigapuluh
lie......." menjelaskan si pendeta.
"Cukup jauh! Jadi dari tempat sejauh itu kau mengikuti aku terus
menerus?" tanya Kim Lo.
Muka Siu Lo berobah tambah pucat.
"Sebetulnya suhu....... suhu berada di sini."
"Di sini?"
"Ya, di kota ini!"
"Di mana dia?'
"Di rumah penginapan di mana Taihiap mengambil kamar juga!" menjelaskan
Siu Lo saking terpaksa.
"Hemmm, jika begitu baiklah mari kita kembali ke rumah penginapan!" Kata
Kim Lo.
Tubuh Siu Lo jadi lemas tidak ayal lagi ia menekuk sepasang kakinya! Ia
berlutut sambil mengangguk-anggukkan kepalanya, berulang kali sambil
membenturkan keningnya pada tanah sesambatan:
"Janganlah Taihiap mempertemukan aku dengan suhuku.. guruku sangat
galak janganlah Taihiap memaksa aku bertemu dengannya.."
"Hemmm, kau harus ikut denganku!"
"Taihiap, kasihanilah aku, jika suhu mengetahui aku yang membocorkan hal
itu, tentu ia akan menghukumku berat sekali. Kasihanilah aku."
"?Hemmm, kau dengar tidak kata-kataku?"
"Dengar! Dengar Taihiap," Kata Siu Lo tambah ketakutan, karena ia
mendengar suara Kim Lo dingin sekali.
"Apa yang kukatakan tadi?" Tanya Kim Lo dingin, padahal hatinya geli
melihat kelakuan pendeta muda itu.
"Aku, aku harus ikut serta dengan Taihiap..?" Kata Siu Lo dengan tubuh
menggigil.
"Kau mau ikut atau tidak?"
"Ikut! Ikut!" menyahut Siu Lo.
"Bagus! Jika demikian baiklah, kau tidak akan kusiksa lagi, asal kau mau
baik-baik mematuhi setiap perintahku!" Kata Kim Lo menahan perasaan geli
di hatinya.Waktu itu Siu Lo tengah ketakutan dan ia hanya mengiyakan berulang kali.
Kemudian ia mengikuti di belakang Kim Lo, yang sudah melangkah untuk
kembali ke tempat di mana rumah penginapan itu berada.
Sambil mengikuti dengan takut-takut, otak Siu Lo bekerja terus. Ia
berpikir keras untuk mencari kesempatan guna melarikan diri.
"Sesungguhnya! Apa maksud gurumu perintahkan kau mengikuti aku?" tanya
Kim Lo tanpa menoleh.
"Aku.. aku tidak tahu Taihiap!" Menyahuti Siu Lo.
"Jangan main-main denganku!"
"Sungguh taihiap, aku tidak main-main."
"Hemmm, jika demikian baiklah! Kau rupanya masih berkepala batu dan tidak
mau bicara terus terang denganku!" Dingin sekali suara Kim Lo.
Siu Lo jadi ketakutan lagi.
"Taihiap aku akan patuh....... percayalah Taihiap!" Katanya ketakutan.
Ia menduga bahwa Kim Lo tentu akan menyiksa dirinya lagi. Ia ngeri untuk
menderita kesakitan dibanting-banting seperti tadi oleh Kim Lo.
"Jika begitu, nah, kau katakanlah yang sebenar-benarnya," kata Kim Lo,
"Apa maksud gurumu perintahkan kau mengikuti aku?"
"Ini.. ini sebetulnya urusan guruku. Aku tidak mengetahuinya Taihiap,
ini memang sebenar-benarnya aku bicara. Dan akupun tak akan berdusta, Aku
cuma diperintahkan buat mengikuti Taihiap, lainnya aku tidak tahu!"
"Bohong!"
"Sungguh Taihiap!"
"Hemmm, kau tetap mau membohongiku?"
"Tidak taihiap sungguh," Kata Siu Lo ketakutan tubuhnya menggigil.
"Baiklah. Jika memang kau tetap tak mau memberitahukannya, aku juga bisa
mengambil tindakan dengan caraku sendiri juga!" kata Kim Lo, ia berhenti
berjalan, memutar tubuhnya.
Semangat Siu Lo terasa terbang meninggalkan raganya, lemas sekujur
tubuhnya, yang menggigil keras sekali. Mukanya pun pucat pias, keringat
dingin mengalir di sekujur tubuhnya, tanpa buang waktu lagi begitu
melihat Kim Lo memutar tubuhnya, ia menjatuhkan diri berlutut di hadapan
Kim Lo.
"Sungguh Taihiap... aku tidak mengetahui," kata Siu Lo.
"Baik, kau rupanya harus dipaksa membuka mulutmu lebih lebar lagi dengan
ini.." kata Kim Lo membarengi kata-katanya dengan mengibaskan tangan
kanannya.
Dari telapak tangan Kim Lo mengalir serangkum angin yang kuat sekali.
Walaupun mereka terpisah kurang lebih tiga tombak namun angin seranganitu sempat untuk mengangkat tubuh Siu Lo, yang dilontarkan ke tengah
udara.
Yang ketakutan setengah mati adalah Siu Lo karena tahu-tahu ia merasakan
tubuhnya ringan melayang di tengah udara, kemudian ambruk di tanah. Hebat
sekali bantingan yang terjadi itu karena seketika ia menjerit dengan
suara yang menyayatkan.
Siu Lo benar-benar jadi ketakutan serta hatinya sudah ciut benar, ia
seketika biang: "Aku bicara! Aku bicara lagi!"
"Ayo katakan yang sebenarnya!" kata Kim Lo dingin, "Ingat sepatah kata
saja kau berdusta, kau akan merasakan akibatnya yang lebih parah lagi."
Siu Lo menganggukkan kepalanya sambil merangkak untuk bangun berdiri.
Waktu itu, ia melihat Kim Lo berdiri dengan sikap yang angker, ia tahu
jika sekali ini ia bicara main-main tentu akan membuat ia menderita
kesakitan yang jauh lebih hebat. Dan ini memang telah disadarinya benar.
Ia pun kemudian bilang, "Sebetulnya....... suhu menghendaki aku
menyelidiki siapakah Tayhiap. Suhu ingin mengetahui siapa orang
sebenarnya yang berada di balik penutup muka putih yang selalu Tayhiap
pergunakan itu!"
"Hemmm, jika memang sejak tadi kau bicara sejujurnya bukankah kau tidak
akan menderita seperti itu?" tanya Kim Lo sambil tersenyum tawar. Iapun
kemudian bilang, "sekarang kau bangun dan ikut denganku ke Sien-sie-sie!"
Tidak berani lagi Siu Lo berayal, karena segera ia bangun berdiri sambil
mengiyakan. Ia merasakan sekujur tubuhnya sakit-sakit, tapi ia tidak
berani berlaku lamban. Dengan meringis menahan sakit, ia segera mengikuti
di belakang Kim Lo yang saat itu telah mulai melangkah.
Waktu mereka berjalan beberapa puluh tombak, dari arah luar kota tampak
mendatangi seekor kuda yang berlari cepat sekali. Kuda itu berlari
seperti kuda binal.
Dan salju yang masih memenuhi sebagian jalan itu, ketika tertendang jadi
berhamburan. Waktu itu Kim Lo memandang heran, entah siapa si penunggang
kuda itu, yang melarikan kuda tunggangannya tersebut demikian cepat.
Setelah datang dekat, Kim Lo bisa melihat jelas. Orang yang duduk di
punggung kuda itu tidak lain seorang yang mengenakan baju merah. Malah
wajahnya telah dapat dilihat jelas oleh Kim Lo. itulah seorang gadis yang
jelita.
Kim Lo jadi heran. Usia gadis itu paling tidak baru delapanbelas tahun.
Ia melarikan kudanya begitu cepat. Dan juga iapun melarikan kuda
tunggangannya tanpa memperdulikan sekelilingnya.
Walau gadis itu cantik sekali. Namun dibalik kecantikan wajah gadis
tersebut, tampak sikap angkuhnya.
Sepasang alisnya yang lentik, dengan hidungnya, yang mancung dan kulitnya
yang putih, pakaiannya yang serba merah benar-benar merupakan gadis yang
sangat menarik sekali.
Malah yang membuat gadis itu tampaknya gagah sekali adalah sebatang
pedang yang tergemblok di punggungnya, bersamaan dengan pauw-hok ataubuntalan kecil yang terdiri dari kain sutera warna kuning. Ia tampak
gagah sekali di atas punggung kudanya.
Di kala itu, kuda tersebut berlari cepat melewati di tempat dekat Kim Lo.
Gadis itu melirik pada Kim Lo dan Siu Lo. Ia mengernyitkan alisnya. Tapi
sama sekali ia tidak mengendorkan lari kuda tunggangannya itu, ia
melarikan kudanya itu terus dengan cepat sekali, tanpa mengacuhkan
sekelilingnya.
Hati Kim Lo jadi dirangsang perasaan heran. Melihat cara berpakaian gadis
itu, baju merah sepatu hitam besar dan juga terbuat dari kulit, lalu
sebatang pedang yang menghiasi punggungnya menunjukkan bahwa gadis itu
adalah gadis dari rimba persilatan.
Tapi siapa dia? Dan apa tujuannya datang ke kota ini?
Waktu itu Siu Lo melihat ada kesempatan untuk melarikan diri. Karena Kim
Lo tengah tertegun mengawasi gadis yang menunggang kuda berbulu coklat
itu, yang dilarikan begitu cepat.
Kim Lo seperti juga tidak memperhatikan Siu Lo maka kesempatan ini tidak
disia-siakan oleh Siu Lo. Perlahan-lahan ia menggeser kakinya kemudian
memutar tubuhnya, ia mementangkan kakinya.
Ia bermaksud berlari sekuat tenaganya tapi baru beberapa langkah, justeru
dari belakang berkesiuran angin yang menyambar dingin, menyusul dengan
itu tubuh Siu Lo terasa ringan dan terbanting keras.
Siu Lo menjerit kesakitan.
Ternyata yang membanting Siu Lo adalah Kim Lo. Ia mengetahui Siu Lo telah
menggeser kakinya. Telinganya sangat tajam sekali, karena dari itu ia
mendengar suara digesernya kaki Siu Lo.
Seketika ia menoleh dan melihat Siu Lo tengah memutar tubuhnya akan
mementangkan langkah seribu buat melarikan diri. Kim Lo tertawa dingin.
Ia mengibas dengan tangan kanannya, akibatnya tubuh Siu Lo terbang
seperti itu.
Siu Lo jadi tambah ketakutan, gagallah usaha melarikan diri. Malah
sekarang ia jadi menghadapi bahaya, ia tahu Kim Lo akan marah.
Tengah Siu Lo ketakutan seperti itu, Kim Lo telah bilang: "Hemmm, jangan
mimpi kau bisa melarikan diri dariku! Ayo bangun! Mari kita pergi ke
Sien-sie-sie!"
Melihat Kim Lo tidak menghajarnya, dia jadi girang dan terhibur juga.
Walanpun ia sangat kesakitan dan sambil meringis, Siu Lo telah bangkit
dari tempatnya, terseok-seok mengikuti Kim Lo.
Sambil berjalan pergi menuju ke arah pintu kota sebelah selatan, Kim Lo
tidak hentinya jadi memikirkan gadis berbaju merah yang menunggang kuda
secepat itu tadi. Dan ia terus juga teringat betapa cantiknya gadis itu.
Dalam keadaan seperti itu, tampaknya memang iapun terpengaruh atas
kecantikan yang dimiliki gadis tersebut. Ia telah menghela napas berulang
kali. Iapun lalu melanjutkan langkahnya beberapa kali.Diam-diam Kim Lo jadi heran. Mengapa hatinya jadi berdebar demikian aneh,
perasaannya juga tergoncang hebat. Padahal, ia sering melihat gadis-gadis
cantik. Namun, perasaan aneh ini seperti menyelusuri hatinya begitu saja
tanpa dikehendakinya.
Siu Lo terseok-seok mengikuti di belakang. Dia pikir, jika memang tadi
gadis baju merah itu menghentikan lari kudanya dan melompat turun buat
bercakap-cakap dengan Kim Lo, tentu kesempatan melarikan diri lebih
besar. la jadi menyesali mengapa gadis berbaju merah itu tidak turun
saja?
Akhirnya mereka sampai juga di depan rumah makan. Siu Lo menunjuk ke arah
rumah makan itu.
"Guruku berada di situ!" Kata Siu Lo, sambil menunjuk. "Rupanya guruku
telah menunggu tidak sabar meninggalkan rumah penginapan!"
"Yang mana gurumu?" Tanya Kim Lo.
"Itu, yang dekat dengan jendela.......!" Memberitahukan Siu Lo.
"Ayo kita ke sana.......!"
"Taihiap........"
"Kau harus ikut serta!"
"Kasihanilah aku, Taihiap..!" Dan Siu Lo seperti meringis ingin
menangis. "Jika memang guruku mengetahui yang memberitahukan adalah aku,
tentu aku akan menerima hukuman yang sangat berat, harap taihiap sudi
menaruh belas kasihan padaku. janganlah membawa aku pergi
menemuinya.!"
"Hemmm, pendeta yang duduk di dekat jendela itu?" tanya Kim Lo.
"Benar Taihiap..!"
Baru saja Kim Lo ingin bertanya lagi, tiba-siba matanya melihat sesuatu.
Seekor kuda tampak terikat di tempat penitipan kuda di depan rumah makan.
Kuda yang dikenalnya. Kuda yang tadi dipergunakan oleh gadis berbaju
merah. Ia segera memandang ke dalam rumah makan itu. Hatinya jadi
berdebar.
Tamu di rumah makan itu cukup ramai, dan akhirnya ia melihat juga orang
yang dicarinya.
Gadis berbaju merah itu memang berada di dalam rumah makan itu. Duduk di
sebuah meja di tengah ruangan rumah makan itu. Hanya ia sendiri. Tiga
kursi yang lainnya kosong. Seorang pelayan tampak tengah manggut-manggut
mengiyakan pesanan si gadis.
Jantung Kim Lo terasa bergoyang lebih cepat. Iapun merasakan perasaan
aneh yang menyelusup ke dalam hatinya lagi. Maka akhirnya ia tidak
terlalu rewel pula pada Siu Lo."Baiklah tunggulah aku di sini!" Kata Kim Lo kemudian.
Siu Lo girang
"Ya.. ya!" Katanya.


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Di waktu itu tampak Kim Lo dengan langkah yang ringan telah menghampiri
pintu ruman makan. Ia bimbang sejenak, karena ia melihat gadis baju merah
itu tengah memandang ke pintu kepadanya.
Langkah kaki Kim Lo tertunda sejenak. Namun akhirnya ia melangkah juga
masuk ke dalam rumah makan.
Gadis itu memandangi Kim Lo dengan sorot mata yang tajam, seakan juga
tengah heran melihat cara berpakaian Kim Lo, yang sebagian besar wajahnya
tertutup oleh kain penutup berwarna putih. Ia memasuki rumah makan
tentunya akan makan.
Namun dengan menutupi mukanya dengan kain putih, bagaimana cara ia
memakan santapannya. Dan rupanya hal itu yang membuat si gadis jadi heran
memandanginya.
Ditatapi seperti itu, justeru Kim Lo jadi canggung dan gugup. Entah
mengapa ia jadi kikuk sekali.
Ia menunduk dan langsung menghampiri si pendeta yang ada di pinggir
jendela. Ia telah menghampiri dekat, pendeta itupun telah melihatnya,
namun pendeta itu tak memperlihatkan perasaan kaget, cuma tampak ia
memandang agak heran.
Hati Kim Lo jadi tercekat. Ia seorang yang sangat cerdik, seketika ia
teringat sesuatu. Cepat-cepat ia memutar tubuhnya, kemudian melesat ke
pintu rumah makan. Gerakannya lincah sekali.
Ia masih melihat Siu Lo yang telah melarikan diri dikejauhan. Cepat-cepat
ia mengejarnya, tubuhnya seperti terbang. Dalam sekejap mata saja, ia
sudah dapat menyusul Siu Lo. Punggungnya dijambret, tubuh Siu Lo
dibantingnya.
"Kurang ajar! Kau menipuku, heh?" tanya Kim Lo dengan suara bengis.
Bantingan yang dilakukan Kim Lo kali ini mempergunakan tenaga. sehingga
bantingan tersebut keras sekali. Maka tidak mengherankan kalau Siu Lo
kali ini jadi kesakitan luar biasa.
"Ampun. Ampun..!" Sesambatan Siu Lo dan ia tidak bisa segera bangun.
Waktu itu Kim Lo dengan suara yang bengis ia bilang: "Hemm, kau hendak
menipuku ya?"
"Taihiap... ampun....... ampun!" Merintih Siu Lo ketakutan.
Rupanya, tadi saat Kim Lo menghampiri si pendeta yang duduk di dekat
jendela yang ditunjuk oleh Siu Lo sebagai gurunya, ia memikirkan juga
sesuatu yang sebelumnya tidak terpikir. Yaitu saat ia menghampiri telah
dekat, pendeta itu tidak memperlihatkan perasaan kaget. Sebagai orang
yang cerdik, ia segera berpikir, tentu Siu Lo telah berbohong.Kalau memang benar pendeta itu adalah guru Siu Lo, tentu begitu melihat
Kim Lo maka pendeta itu akan kaget dan wajahnya berobah. Bukankah guru
Siu Lo yang katanya perintahkan Siu Lo buat mengikuti Kim Lo.
Maka ia segera menduga tentunya Siu Lo telah menipu dirinya! Tidak
berayal lagi dan tanpa membuang waktu ia segera mengejar Siu Lo! Dan
waktu itu Siu Lo memang belum lagi bisa menyingkirkan diri terlalu jauh.
Memang Siu Lo yang tengah berusaha menyingkirkan diri dari Kim Lo, telah
menemui akal! Kebetulan ia melihat di rumah makan itu ada seorang pendeta
setengah baya tengah makan, maka sengaja ia mengakui bahwa pendeta itu
adalah gurunya.
Dan iapun girang Kim Lo meluluskan, ia menunggu di luar rumah makan itu.
Inilah kesempatan buat dia melarikan diri.
Namun siapa sangka, justeru Kim Lo sangat cerdik, sehingga ia bisa
memecahkan maksud Siu Lo yang ingin melibatkan Kim Lo dengan pendeta itu.
Dan ia telah bisa menangkap lagi Siu Lo, sehingga Siu Lo tidak dapat
melarikan diri.
Dalam keadaan seperti itu, Kim Lo mendongkol bukan main. Bukankah jika
tadi ia menegur pendeta itu, mereka bertengkar, hal itu akan memakan
waktu yang cukup lama, sehingga Siu Lo bisa melenyapkan jejaknya?
Siu Lo merangkak untuk bangun. Namun tidak berhasil, sebab tubuhnya
sakit-sakit. Ia merintih dan masih berusaha untuk bangun, namun selalu
gagal.
"Sekarang kau katakan yang sebenarnya, apakah gurumu benar-benar tinggal
di rumah penginapan?" Bentak Kim Lo bengis. Iapun telah mengayunkan
tangannya untuk menghantam Siu Lo.
Siu Lo ketakutan.
"Benar. benar Taihiap!"
"Tahan!" Tiba-tiba terdengar suara bentakan nyaring.
Kim Lo heran dan agak terkejut, ia menoleh. Berbareng ia menoleh
terdengar suara membeletar.
Ternyata seorang yang mengayunkan cambuknya berusaha untuk menahan tangan
Kim Lo yang akan diluncurkan menghajar Siu Lo. Cuma melihat Kim Lo batal
memukul, cambuk itu telah ditarik pulang, sehingga cuma terdengar suara
membeletarnya saja.
Kim Lo lebih kaget lagi setelah melihat jelas orang yang memegang cambuk
itu, yang memakai baju merah. Karena tidak lain orang itu adalah gadis
berbaju merah tersebut.
Hati Kim Lo juga berdebar, gadis itu berdiri dengan sikap angkuh. Galak
sekali.
"Mengapa kau menyiksa pendeta muda itu? Siauw-suhu, kau bangunlah! Jangan
takut aku akan melindungimu!" Dan waktu berkata belakangan itu ia telah
menoleh kepada Siu Lo yang masih meringis kesakitan.
Sedangkan Kim Lo jadi tidak senang. Ia tidak gembira gadis itu mencampuri
urusannya.Jika sebelumnya ia merasakan suatu yang aneh di dalam hatinya waktu
melihat gadis itu dan juga ia tertarik pada si gadis. Namun sekarang
melihat sikap si gadis yang demikian angkuh, disamping itu meremehkannya,
hati Kim Lo jadi penasaran.
"Ini adalah urusanku, dan anda tidak perlu mencampurinya, nona?" Katanya
kemudian.
Gadis itu tertawa
"Apa?" Tanyanya. "Aku tidak berhak mencampurinya? Kau ingin sewenangwenang, menyiksa seorang pendeta yang tak berdaya itu?"
Siu Lo sendiri jadi girang. Ia tadi melihat betapa gesitnya gadis berbaju
merah itu datang menghampiri dan akan menyerang dengan cambuknya.
Ia menduga tentunya gadis itu memiliki kepandaian yang tinggi. Maka ia
tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia meringis meratap: "Tolonglah
aku....... aku pendeta yang tidak berdaya, tolonglah aku.!"
Gadis berbaju merah itu tertawa dingin.
"Siauw-suhu, kau tidak usah takut dan kuatir. Aku akan menghajar bajingan
tengik ini!" Katanya. "Nah, jika kau mau pergi, pergilah siauw- suhu. Kau
tidak perlu takut padanya! Jika ia berusaha menghalangimu, aku yang akan
menghajarnya!"
Pendeta itu kegirangan, cepat-cepat Siu Lo berusaha untuk merangkak
bangun.
Bukan main mendongkolnya Kim Lo!
"Ini....... ini mana bisa demikian?" katanya dengan suara tidak lancar.
"Apa yang ini, ini, ini?!" Tanya gadis dengan suara yang mengejek.
"Kau tidak bisa mencampuri urusanku!" Kata Kim Lo yang mulai sengit.
"Tidak bisa mencampuri urusanmu? Ciss, manusia jahat seperti kau malah
harus dihajar!" kata si gadis berani sekali. Sikapnya gagah wajahnya
angkuh dan juga memandang ringan kepada Kim Lo.
Bukan main mendongkolnya Kim Lo. Apa lagi disaat itu ia melihat Siu Lo
telah merangkak bangun untuk berdiri dan berlalu. Ia mengayunkan
tangannya untuk mencegah kepergian Siu Lo.
Tapi, begitu ia menggerakkan tangannya, cambuk gadis baju merah itupun
meluncur datang, akan melibat pergelangan tangan Kim Lo dengan libatan
yang kuat.
Angin serangan dari cambuk itu sangat kuat, sehingga Kim Lo tahu bahwa
tenaga serangan cambuk itu memang tidak ringan. Ia segera membatalkan
maksudnya hendak menyerang Siu Lo, ia menarik pulang tangannya, sehingga
cambuk gadis berbaju merah itu jatuh di tempat yang kosong.
Waktu itu, Kim Lo telah mengulang lagi karena melihat Siu Lo telah
melangkah untuk pergi. Kali ini ia melakukannya dengan penuh perhitungan.Begitu tangan Kim Lo bergerak, memang cambuk gadis berbaju merah itu
menyambar lagi, ia mengelakkan tangannya dari cambukan si gadis. Namun
membarengi dengan itu justeru tangannya yang lain telah diayunkan, untuk
menyerang lagi.
Pukulan yang dilakukannya itu merupakan serangan yang sangat kuat,
sehingga tubuh Siu Lo seperti didorong dengan suatu kekuatan yang tidak
tampak. Tubuhnya terjerembab dan mukanya mencium tanah.
Dengan begitu, dari hidungnya mengucur darah. Giginya rontok dua. Darah
juga mengucur dari mulutnya sedangkan mulutnya jadi berobah ukuran,
karena jontor dan bengap.
Siu Lo kaget dan kesakitan. Waktu ia terjerembab begitu, ia merasakan
matanya jadi gelap, karena mukanya menghantam jalanan. Ia juga mengaduhaduh dalam keadaan setengah pingsan.
Gadis berbaju merah itupun kaget dan gusar. Ia tidak, menyangka bisa
melakukan gerakan menipu seperti itu! Cepat-capat ia membentak:
"Binatang, kau memang bangsat tengik yang selalu bertindak sewenangwenang dan perlu dihajar!" Sambil berkata begitu, tampak gadis berbaju
merah telah menggerakkan cambuknya menyambar datang, maka seketika itu
juga berkesiuran yang sangat kuat.
Kim Lo mengawasi dengan sepasang alis mengerut. Gadis ini galak sekali.
Tapi iapun tidak bisa berdiam diri saja, sambaran cambuk itu dapat
menyebabkan kulit di tubuhnya terluka, kalau saja mengenai sasarannya.
Cepat sekali Kim Lo mengelak. Tubuhnya melompat ke kanan. Dan saat itu
tangannyapun segera menyentil ujung cambuk.
Sentilan tersebut disertai tenaga dalam yang sangat kuat sekali, karena
begitu tersentil, seketika ujung cambuk oleng dan menyambar ke arah lain
dari yang dikehendaki oleh gadis berbaju merah itu. Tapi gadis itupun
tidak mau menerima dengan begitu saja serangannya digagalkan. Segera
cambuknya telah digerakkan pula menyambar beruntun dua kali membeletar ke
arah Kim Lo.
Kim Lo menjejakkan kakinya, tubuhnya dengan ringan melompat ke belakang
gadis itu. Barulah ia mau mengulurkan tangannya menepuk pundak gadis itu.
Tahu-tahu gadis itu menekuk kakinya. Ia memutar tubuhnya sambil
berjongkok seperti itu, cambuknya menyambar pula kepada Kim Lo.
Benar-benar hal ini tidak pernah disangka oleh Kim Lo. Malah ujung cambuk
menyambar ke jalan darah Tien-sie-hiat, jalan darah yang cukup berbahaya
jika sampai terserang.
Waktu itu gadis tersebut bukan menyerang satu kali saja, karena ia
beruntun menyabetkan cambuknya itu terdengar suara membeletar berulang
kali beruntun terus menerus.
Kim Lo memperlihatkan kegesitannya karena ia mengelak ke sana ke mari
seakan juga ia tengah menari. Dalam keadaan seperti itu, jika memang KimLo mau menyerang gadis tersebut, ia bisa saja melakukannya, tapi ia
kuatir kalau sampai gadis itu terluka di dalam yang tidak ringan.
Terus terang saja, memang hatinya tertarik pada gadis ini, dan kalau
sekarang ia mendongkol hanya disebabkan sikap galak gadis itu. Namun jika
ia harus melukai gadis ini, tentu ia tidak sampai hati.
Cambuk gadis itu masih membeletar terus menerus beberapa kali, dan selama
itu telah menyebabkan Kim Lo terdesak dua tindak ke belakang.
"Apakah nona tidak mau menghentikan seranganmu dan memaksa terus padaku
agar aku turun tangan?" Tanya Kim Lo karena sengit juga diserang terus
menerus.
Gadis itu tidak memperdulikan ancaman Kim Lo. Ia malah menggerakkan
cambuknya semakin gencar. Dan juga ia telah membentak,
"Jaga serangan, manusia rendah!"
Cambuk itu seperti juga memiliki mata, setiap kali Kim Lo mengelak,
cambuk itu selain dapat membuntutinya, dan juga telah membuat Kim Lo
selalu harus berkelit. Akhirnya habislah kesabaran Kim Lo, tahu-tahu ia
berhenti berkelit. Disaat mana cambuk si gadis tengah menyambar.
Kim Lo menanti sampai ujung cambuk datang dekat sekali. Ia mengulurkan
tangan kanannya, menjepit ujung cambuk itu dengan jari tangannya,
kemudian mengerahkan tenaga dalamnya, ia membentak: "Lepaslah!"
Gadis itu kaget. Ia merasakan gentakkan yang kuat sekali, malah iapun
merasakan telapak tangannya pedih bukan main, mau atau tidak terpaksa ia
harus melepaskan cambuknya. Dan cambuk itu jadi berpindah tangan kepada
Kim Lo.
Sedangkan Kim Lo telah melompat ke depan, untuk menotok dengan jari
tangannya.
Namun gadis itu lebih cepat mengelakkan diri. Waktu ia melepaskan
cambuknya, memang ia sudah menduga dirinya dalam keadaan terancam dan ia
harus bersiap-siap. Karenanya ia telah melompat mundur lebih dulu, dengan
demikian gagallah keinginan Kim Lo untuk menotok jalan darah si gadis.
Sedangkan muka si gadis itu jadi merah padam karena murka. Ia segera
mencabut pedangnya. Pedang itu, sebat sekali terhunus dan di?ayunkannya
buat menebas kaki Kim Lo.
Melihat menyambarnya pedang si gadis, Kim Lo menjejakkan kakinya,
tubuhnya segera melesat ke tengah udara. Pedang lewat di bawah kakinya,
dan mempergunakan kesempatan ini Kim Lo ingin menginjak ujung pedang
dengan kakinya, ia ingin mempergunakan lweekangnya yang disalurkan pada
kakinya, buat menindih pedang si gadis.
Keinginan Kim Lo kali inipun gagal. Sebab gadis itu dapat bergerak cepat,
ia bisa merobah kedudukannya dengan segera. Sebelumnya pada kaki Kim Lo,
malah ia telah menukikan pedangnya naik ke atas, ke arah selangkangan Kim
Lo. Inilah serangan yang cukup telengas. Jika sampai mengenai sasaran,
niscaya akan membuat Kim Lo menerima bahaya yang tidak ringan, dan
mungkin juga ia akan menemui kematiannya.Kim Lo terkesiap juga. Ia tidak menyangka bahwa gadis yang sangat cantik
dan berusia muda ini, memiliki perangai yang demikian telengas. Ia tidak
menyangka bahwa gadis ini bisa mempergunakan jurus ilmu pedang yang
tampaknya sesat dan berbau kejam itu.
Kim Lo tidak percuma telah menerima gemblengan dari Oey Yok Su yang
menghendaki Kim Lo jadi seorang yang berkepandaian sangat tinggi.
Walaupun tubuhnya tengah berada di udara, dan ia diserang seperti itu
oleh gadis tersebut, tokh ia tidak menjadi gugup. Cambuk yang direbutnya
tadi telah dipergunakannya, "Tarrr!"
Cambuk itu menyambar ke pedang si gadis. Ujung cambuk itu melingkar
pedang gadis itu, kemudian waktu Kim Lo membenak: "Lepas!" Serta
menariknya dengan mengerahkan tenaganya, pedang si gadis segera kena
dirampasnya. Dan pedang itu sudah pindah tangan.
Gadis itu kaget bukan main. Diam-diam di samping murka sangat penasaran,
iapun kagum untuk kepandaian orang berpakaian serba putih ini. Dua kali
ia telah gagal total dengan serangannya, baik dengan mempergunakan cambuk
maupun dengan pedangnya itu karenanya, telah membuat ia jadi berdiri
mematung dengan mata mendelik dan muka yang merah padam.
Kim Lo menggoyang-goyangkan pedang dan cambuk yang dirampasnya dari
tangan gadis tersebut, dengan sikap yang seenaknya ia bertanya, "Apakah
ini hendak kau ambil lagi?"
Muka gadis itu sebentar berobah merah sebentar berobah pucat karena ia
sangat murka.
"Aku akan mengadu jiwa dengan kau!" Bentak gadis itu yang jadi kalap.
Dan dia bukan hanya membentak belaka karena cepat sekali tubuhnya melesat
menerjang pada Kim Lo. Ke dua tangannya juga bergerak sangat hebat,
dengan kekuatan lweekang yang terkerah sebagian besar pada telapak
tangannya, ia menyerang Kim Lo dengan tangan kosong.
Kim Lo mengelakkan serangan itu sambil tersenyum.
"Jangan terlalu galak!" Katanya. "Mari kita bicara secara baik-baik!"
Tapi gadis itu tetap menerjang dengan pukulannya yang bertubi-tubi. Ia
tidak bersenjata, tangan kosong, karena ia sangat penasaran sekali, ia
telah menghantam bertubi-tubi.
Kim Lo menghela napas.
"Kau terlalu keras kepala!" Katanya kemudian dengan suara yang dingin.
"Nah, terimalah senjatamu ini," sambil berkata begitu Kim Lo melontarkan
pedang dan cambuk rampasannya kepada si gadis.
Gadis itu mengelak, cambuk jatuh sedangkan pedang menyambar terus
menancap di batang pohon. Sedangkan gadis itu membentak bengis dan
melompat penasaran sekali menghantam lagi.
Kim Lo sudah tidak memperdulikan. Ia mengelakkannya dengan mudah,
tubuhnya melesat ringan tahu-tahu tangannya menjambret baju di punggung
Siu Lo. Ia kemudian dengan gesit sekali meninggalkan tempat itu dan si
gadis."Mau kabur kemana kau?" bentak gadis itu dengan suara penasaran. Ia telah
mengejarnya.
Namun Kim Lo sudah mengerahkan gin-kangnya, tubuhnya melesat pergi dan


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebentar saja sudah meninggalkan gadis itu jauh sekali.
Gadis berbaju merah membating-banting kakinya. Ia penasaran bukan main.
Ia juga benar-benar tidak mengerti, siapakah sebenarnya orang yang
berpakaian serba putih dengan muka yang ditutup kain putih itu?
Kemudian setelah menyesali dirinya yang tidak dapat merubuhkan Kim Lo,
gadis ini pergi mengambil senjatanya. Ia kembali ke rumah makan.
Tadi ia keluar dari rumah makan itu sebab melihat sikap Kim Lo yang
mencurigakan, yaitu baru masuk sudah berlari ke luar lagi. Maka ia
menyusul ke luar, sehingga ia melihat Kim Lo tengah bersiap-siap menyiksa
Siu Lo dan ia turun tangan buat melindungi Siu Lo, sebab gadis ini
menyangka bahwa Kim Lo tentunya sebangsa manusia tidak baik.
Tapi usahanya gagal, karena Siu Lo tetap saja jatuh di tangan Kim Lo yang
telah membawanya pergi. Ia penasaran sekali, di dalam hatinya ia
bersumpah, kelak akan mencari Kim Lo lagi untuk mengadu ilmu lagi
dengannya.
"Hemm, tadi aku terlalu ceroboh dan tidak memandang sebelah mata padanya,
sehingga aku kena dirubuhkannya! Tapi lain kali jika aku bersikap lebih
hati-hati tentu dia tidak bisa berbuat banyak padaku!" Begitulah pikir
gadis berbaju merah itu. Ia mulai bersantap.
<>
Kim Lo yang menenteng Siu Lo berlari pesat sekali. Siu Lo sendiri
ketakutan bukan main.
Ia merasakan tubuhnya seperti dibawa terbang oleh Kim Lo. Ia meratap
tidak hentinya, meminta ampun untuk ketidak jujuran hatinya yang telah
membohongi Kim Lo.
Tapi Kim Lo tidak memperdulikan ratapan Siu Lo. Ia membawa orang itu
berlari terus dengan cepat sekali, berlari seperti terbang. Yang
terpenting baginya adalah meninggalkan tempat itu sejauh mungkin, agar
tidak diganggu lagi oleh gadis berbaju merah yang galak itu.
Setelah merasa berlari cukup jauh, barulah ia berhenti berlari. Ia
menurunkan Siu Lo dengan suara bengis bentaknya:
"Sekarang kau akan kusiksa, percuma saja, karena kau tidak bisa dipercaya
lagi dan aku tidak mau mempercayai keteranganmu lagi, karenanya engkau
harus dihajar keras!"
Siu Lo seketika menjatuhkan diri berlutut ia telah mengangguk-anggukkan
kepalanya.
"Ampunilah aku Taihiap! Aku tidak akan lagi berbuat tidak jujur!" Kata
Siu Lo.
"Baiklah! Ayo pergi ke Sien-sie-sie!" Kata Kim Lo.
"Tapi guruku tidak berada di sana!""Benar atau tidak gurumu telah berada di rumah penginapan?" Memotong Kim
Lo tidak begitu yakin akan keterangan Siu Lo.
"Sekali ini, aku tidak berani berdusta.......!" kata pendeta itu sambil
memperlihatkan sikapnya bersungguh-sungguh.
Kim Lo mengangguk.
"Baiklah! Tapi ingat, jika sekali kau berdusta, hmmm, aku akan sungguhsungguh lagi buat menghantam berat padamu."
"Aku. aku mengerti, Taihiap."
"Ayo cepat jalan!" perintah Kim Lo.
Pendeta muda itu segera bangun berdiri. Ia mengajak Kim Lo untuk pergi ke
rumah penginapan, di mana di rumah penginapan itu Kim Lo pun menginap.
Setelah sampai di depan rumah penginapan, Kim Lo bertanya bengis: "Di
kamar mana gurumu itu berada?"
"Di kamar nomor empat."
"Hemmm, kau tak berdusta?"
"Tidak berani, Taihiap.......!"
"Ayo kau ikut masuk.......!" perintah Kim Lo lagi.
Waktu itu tampak si pendeta muda ragu-ragu tapi ia tak berani membantah,
karena ia segera melangkah masuk ke dalam rumah penginapan tersebut. Kim
Lo berjalan di belakangnya.
Waktu sampai di depan kamar nomor empat, pendeta muda tersebut berdiri
bimbang.
"Ketuk pintunya!" perintah Kim Lo lagi.
Siu Lo tak berani membantah, ia mengetuk pintu tersebut tidak begitu
keras.
"Siu Lo, kau telah pulang?" terdengar suara menegur dari dalam. Berat
pula suara itu.
"Be benar, suhu!" Menyahuti Siu Lo.
"Mengapa tidak segera masuk?" terdengar lagi suara orang di dalam kamar
itu! "Ba..... baik suhu!" Kata Siu Lo sambil mendorong daun pintu kamar dan
melangkah masuk.
Kim Lo ikut melangkah masuk juga.
Terdengar suara seruan heran dari orang di dalam. Kim Lo melihat di balik
meja tampak seorang pendeta berusia setengah baya tengah duduk minum
arak!Bayangkan saja, seorang pendeta tengah meminum arak! Padahal, arak
merupakan cairan yang terlarang buat seorang pendeta, tapi justeru di
hadapan pendeta itu ada poci dan cawan arak.
Rupanya pendeta setengah baya tersebut cepat dapat menguasai dirinya,
karena segera ia telah bilang: "Oho, rupanya ada tamu yang tidak diundang
ikut serta dengan kau, Siu Lo?"
Wajah Siu Lo pucat pias, tampaknya ia ketakutan, segera ia menjatuhkan
dirinya berlutut, ia bilang, "Ampun suhu..... sebenarnya
sebenarnya.!"
"Pergilah kau!" Kata pendeta itu sambil mengibaskan lengan jubahnya.
Siu Lo segera mengangguk-anggukkan kepalanya dan pergi keluar dari kamar
itu. Pendeta itu memandang pada Kim Lo, kemudian katanya: "Siapakah anda?"
Kim Lo tertawa dingin.
"Un Ma Siansu, selamat bertemu!" Kata Kim Lo dengan suara tawar.
Muka pendeta itu berobah, ia bilang, "Kau mengetahui gelaran lolap?"
tanyanya dengan sikap berobah jadi tenang lagi, dan ia berdiri.
Kim Lo mengawasi tajam sekali.
"Katakanlah apa maksudmu perintahkan muridmu itu untuk membuntuti aku?"
tanya Kim Lo lagi, suaranya tawar.
Un Ma Siansu tertawa.
"Hahaha...... kau rupanya tengah bermimpi!" Kata Un Ma Siansu kemudian.
"Siapa yang perintahkan muridku itu membuntutimu, sedangkan kenal saja
dengan kau tak pernah, mungkin sicu sedang mengigau!"
Kim Lo tertawa dingin.
"Un Ma Siansu, tampaknya kau hendak menyangkal, bukan?" tanya Kim Lo.
"Tapi muridmu justeru telah mengakui semuanya, bahwa kau yang perintahkan
ia untuk membuntuti aku. Agar bisa mengetahui siapa sebenarnya aku, dan
mengetahui juga bagaimana bentuk mukaku yang selalu tertutup ini!"
Waktu berkata begitu, suara Kim Lo tinggi dan dingin sekali. Ia
mendongkol juga melihat sikap pengecut dari si pendeta setengah baya yang
bergelar Un Ma Siansu itu.
Muka Un Ma Siansu seketika berobah.
"Jangan bicara ngaco dan sembarangan!" bentak si pendeta dengan suara
yang bengis dan galak. "Kau kira siapa lolap ini sehingga kau bisa bicara
sembarangan seperti itu?""Hemmm, tentu saja kau seorang pendeta pengecut yang tak tahu malu, yang
tak berani mempertanggung jawabkan perbuatanmu!" menyahuti Kim Lo.
"Kurang ajar! Un Ma Siansu disegani oleh semua orang, tapi kau, kau
terlalu temberang dan takabur! Orang-orang Kay-pang saja yang berani
bicara kurang ajar telah kubinasakan. Kukira sekarang Kay-pang tak akan
berani untuk berlaku lancang lagi pada Un Ma Siansu! Hahaha! Hahaha!"
Waktu tertawa begitu, suara Un Ma Siansu terdengar bengis sekali.
"Apa?" Tanya Kim Lo terkejut bercampur girang. "Jadi, orang-orang Kaypang yang belum lama lalu terbunuh itu, telah dilakukan oleh kau?"
Un Ma Siansu mendengus.
"Hemm, sekarang kau baru tahu bukan? Dan tentunya kau jeri dan ingin
meminta ampun padaku?" kata si pendeta.
Tapi waktu itu Kim Lo jadi girang bukan main, karena justru ia pernah
berjanji kepada orang Kay-pang, bahwa ia akan berusaha membantu mereka
mencari pembunuh orang-orang Kay-pang. Siapa tahu tanpa disengaja telah
berhasil menemuinya di sini. Maka ia jadi bertepuk tangan saking
girangnya.
"Bagus! Jika demikian kau harus menyerahkan dirimu padaku!" Kata Kim Lo
dengan suara yang tegas. "Kau harus diserahkan kepada tetua-tetua Kaypang!"
"Apa?" Kini sebaliknya pendeta itu yang jadi kaget. "Apa kau bilang?"
"Aku pernah berjanji kepada orang-orang Kay-pang, bahwa aku akan berusaha
untuk merangkap pembunuh beberapa orang-orang Kay-pang. Ternyata aku
telah bertemu dengan si pembunuh itu."
Muka Un Ma Siansu berobah.
"Siapa kau sebenarnya? Mengapa begitu pengecut, sampai mukamu sekalipun
tidak berani kau perlihatkan!" Kata Un Ma Siansu dengan muka yang merah
padam.
Kim Lo tertawa dingin.
"Hemmm kau tidak perlu banyak bertanya, nanti jika telah kuserahkan
kepada tetua-tetua Kay-pang, di waktu itu, kau bisa bicara dan bertanya
kepada mereka" Sambil berkata begitu, Kim Lo telah melangkah mendekati
dan mengayunkan tangan kanannya untuk menjambret lengan si pendeta.
Tapi Un Ma Siansu bukan pendeta yang berkepandaian lemah, ia cepat
mengelak. Waktu itu iapun tengah gusar, karena setelah berkelit cepat
sekali membalas menyerang.
"Kau akan kubikin tahu rasa dan agar mengetahui Un Ma Siansu bukanlah
orang yang mudah untuk diremehkan!" Bentaknya dangan suara bengis.
Serangan balasan dari Un Ma Siansu ternyata cukup kuat, karena rupanya ia
memiliki lweekang yang tinggi.
"Mengapa kau membunuh orang-orang Kay-pang itu?" Tanya Kim Lo sambil
mengelakkan pukulan tersebut."Hemm mereka berani kurang ajar terhadapku. Mereka berusaha untuk
mencampuri urusanku, dimana mereka berusaha untuk mencegah keinginanku
mengambil beberapa orang gadis menjadi gundikku. Karena mereka tidak
kenal selatan, sudah selayaknya jika mereka dikirim ke kerajaan langit!"
Setelah berkata begitu, gencar sekali Un Ma Siansu menyerang Kim Lo. Yang
dimaksudkannya dengan kata-kata kerajaan langit, ia mau mengartikan
sebagai akherat.
Kim Lo mudah mengelakan. Walaupun kepandaian Un Ma Siansu tidak lemah,
tapi kepandaian pendeta itu tidak berarti banyak buat Kim Lo yang
kepandaiannya sudah mahir sekali.
Tiga kali ia mengelak tahu-tahu tubuhnya melesat ke samping kanan. Ia
menghantam dengan tangan kiri. Un Ma Siansu mengelak, tapi baru saja si
pendeta berkelit belum lagi ia bisa berdiri tetap di saat itu justeru
tampak Kim Lo menyentil dengan jari telunjuknya.
Un Ma Siansu kaget, sentilan jari telunjuk tersebut sangat hebat sekali.
Itulah sentilan jari tunggal It-yang-cie.
Karena tidak mengherankan Un Ma Siansu seketika merasakan tubuhnya
seperti digempur suatu tenaga yang tajam sekali dan tubuhnya menggigil,
karena tenaga dalamnya seperti menjali buyar oleh sentilan tersebut. Ia
sampai mengeluarkan seruan tertahan.
Kim Lo tidak bekerja sampai disitu saja, cepat sekali ia menotok lagi
beberapa jalan darah si pendeta. Kemudian ia melompat dengan gesit,
tenaganya menenteng tubuh si pendeta. Iapun pergi ke jalan raya sambil
menawan Un Ma Siansu.
Siu Lo pendeta muda yang menjadi murid Un Ma Siansu sejak tadi menanti di
luar rumah penginapan. Melihat gurunya ditawan Kim Lo, ia pun kaget tidak
terkira.
Sebelumnya ia telah berharap agar Kim Lo dapat dirubuhkan gurunya yang
dikenalnya sangat lihay. Tapi siapa tahu, kini melihat Kim Lo telah
muncul dengan menenteng gurunya!
Lemaslah Siu Lo, ia segera menyingkir ke pinggir. Tidak mau ia terlihat
oleh Kim Lo karena iapun kuatir kalau menemui kesulitan.
Kim Lo cepat sekali pergi ke jalan raya. Ia melihat seorang pengemis,
segera ia menghampiri.
"Lopeh!" Katanya kemudian pada pengemis tua itu. "Aku ingin bertemu
dengan tetua Lopeh!"
Pengemis itu tengah berdiri di tepi jalan dengan tangan terulurkan. Ia
tengah melakukan pekerjaan mengemisnya.
Dan ketika mendengar sapaan Kim Lo, ia menoleh dengan mata terbuka lebar.
Sebab ia melihat orang yang menegurnya itu menenteng seorang pendeta yang
tidak berdaya, dan iapun telah dapat segera mengenali siapakah orang yang
mengenakan pakaian serba putih tersebut yang mukanya tertutup.
Melihat pengemis itu ragu-ragu, segera juga Kim Lo bilang: "Apakah lopeh
tahu peristiwa dibunuhnya beberapa orang Kay-pang beberapa waktu yang
lalu?"Muka pengemis tersebut berobah lagi, ia memandang tambah cukup curiga
pada Kim Lo.
"Inilah pembunuhnya yang akan kuserahkan kepada tetua lopeh," menjelaskan
Kim Lo lebih jauh.
Pengemis itu memandang pada si pendeta, yang tidak berdaya berada di
tangan Kim Lo.
"Mari ikut aku!" Kata si pengemis kemudian.
Kim Lo mengiyakan dengan menenteng pendeta itu, Kim Lo mengikuti si
pengemis.
Mereka dibawa terus ke sebuah kuil rusak, namun bagian dalam kuil itu
telah dirombak dengan beberapa perabotannya rapi yang bentuknya seperti
di ruang di dalam rumah.
Dan keadaan disitu sangat bersih. Walaupun tempat ini merupakan pusat dan
markas Kay-pang di daerah tersebut, namun sepi saja dan tidak terlihat
terlalu banyak pengemis.
Kim Lo mengikuti pengemis itu sambil menenteng Un Ma Siansu memasuki kuil
tersebut.
"Silahkan tunggu di sini, tuan!" Kata pengemis itu.
Kemudian ia meninggalkan Kim Lo dan masuk ke dalam. Tidak lama kemudian
ia keluar lagi diiringi oleh beberapa orang pengemis dan mereka tidak
lain dari Tiang Su, Yu An dan Yang Tiam. Mereka girang melihat Kim Lo.
"Maaf! Kami tidak diberitahukan lebih dulu sehingga kami tidak mengadakan
persiapan untuk menyambut tuan!" kata Yang Tiam sambil memberi hormat.
Kim Lo mengelak pemberian hormat itu, ia kemudian bilang: "Locianpwe,
inilah pembunuh yang mencelakai murid-murid Kay-pang beberapa waktu yang
lalu."
Yang Tiam memandang Un Ma Siansu tampaknya ia bimbang.
"Apakah.... apakah benar dia yang yang telah bertelengas tangan pada
orang-orang kami!" menggumam pengemis tua itu.
Kim Lo tertawa.
"Tadi ia yang mengakui sendiri bahwa ia yang telah membinasakan muridmurid Kay-pang, karena mereka hendak mencegah perbuatannya menculik
beberapa orang gadis yang akan dijadikan gundiknya! Karena itu ia
membunuh orang-orang Kay-pang. Nah, silahkan Locianpwe mendengar sendiri
pengakuannya!"
Setelah berkata begitu, Kim Lo melepaskan cekalannya pada Un Ma Siansu.
Begitu bebas dari cekalan Kim Lo, Un Ma Siansu berteriak murka: "Manusia
kurang ajar, kau jangan memfitnah tak karuan!"
Sambil membentak begitu, ia juga bergerak menyerang.
Kim Lo tertawa dingin, ia berkelit. Malah kemudian tahu-tahu menyentil
dengan telunjuknya, seketika tubuh Un Ma Siansu terjengkang ke belakang.Menghadapi pendeta yang jahat ini Kim Lo tidak sungkan lagi. Ia turunkan
tangan keras. Karena dari sekali sentil saja ia sudah membuat pendeta itu
terjungkal rubuh.
Dalam keadaan seperti itu Un Ma Siansu masih penasaran dan murka, kalap
sekali ia berusaha melompat bangun. Namun begitu ia melompat berdiri,
seketika ia meringis, tangannya memegang dadanya.
"Jalan darah Hiang-mo-hiatmu telah ditotok, sehingga kalau kau
mempergunakan tenagamu berkelebihan, niscaya disaat itu juga kau akan
menemui ajalmu!" Kata Kim Lo dengan suara yang dingin.
Pendeta itu meringis, ia mengempos hawa murninya. Hatinya terkesiap,
kaget tidak terkata. Karena begitu ia menyalurkan lweekangnya, justeru ia
merasa nyeri sekali pada dadanya yang seperti tertusuk hebat.
Ia pun tahu apa artinya jika jalan darah Hiang-mo-hiat seseorang
tertotok, yang akan membawa kematian buat korban tersebut kalau saja
mempergunakan tenaganya lebih besar.
"Jika kau tidak mau mengakui perbuatanmu, maka aku akan menyiksa hebat


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kepadamu! Totokan itu tidak mungkin dibuka orang lain.
"Itulah ilmu menotok jari tunggal sakti It-yang-cie, dan selain aku,
tidak akan ada orang yang sanggup membuka kembali jalan darah tersebut!
Kalau sampai tiga hari totokan itu tidak dibuka, walaupun kau memperoleh
obat dewa, jangan harap kau bisa sembuh. Jelas kau akan menjadi manusia
bercacad yang tidak punya guna lagi."
Muka Un Ma Siansu berobah pucat pias. Ia mengigil sangat murka, tapi
iapun ketakutan.
"Baiklah! Sekarang kau buka totokanmu. Aku akan mengakui apa yang telah
kulakukan!" kata Un Ma Siansu dengan lesu.
"Akui dulu apa yang telah pernah kau katakan padaku beberapa waktu yang
lalu," kata Kim Lo, "Jika kau telah memberikan pengakuanmu, totokan itu
akan kubebaskan, dan terserah kepada tetua-tetua Kay-pang, apakah mereka
ingin menghukummu atau tidak, itu urusan mereka."
Un Ma Siansu menghela napas lesu sekali wajahnya muram.
"Ya, memang benar aku yang telah membinasakan tiga orang murid Kay-pang,
karena mereka terlalu kurang ajar, berusaha mencegah keinginanku dan
terlalu mencampuri urusanku!" Kata Un Ma Siansu pada akhirnya.
Muka Yang Tiam dan pengemis-pengemis lainnya jadi berobah, mereka murka
bukan main.
Kim Lo menepati janjinya, setelah si pendeta mengakui perbuatannya,
segera ia menyentil membuka totokan pada jalan darah ditubuh Un Ma
Siansu.
"Hemmm, kini urusan Kay-pang yang menyelesaikan persoalan kalian dengan
pembunuh murid-murid Kay-pang! Nah, selamat tinggal!" Kata Kim Lo sambil
menjejakan kakinya, tubuhnya melesat cepat meninggalkan tempat itu.
Yang Tiam hendak mencegah kepergian Kim Lo, tapi ia tidak berhasil. Kim
Lo telah melesat pergi jauh dan lenyap.Bukan main kagumnya pengemis-pengemis itu, yang semuanya sangat tunduk
untuk kelihayan Kim Lo. Itulah gin-kang yang sangat mahir sekali.
Setelah Kim Lo pergi, Yang Tiam menoleh kepada Un Ma Siansu bentaknya:
"Kepala gundul rupanya kau pembunuh kejam yang membinasakan tiga orang
kami! Sekarang kau harus menerima balasan sakit hati mereka!"
Sambil berkata begitu, Yang Tiam menyerang si pendeta. Un Ma Siansu coba
memberikan perlawanan.
Ia memiliki kepandaian yang tinggi. Jika tadi ia dengan mudah ditawan Kim
Lo karena memang kepandaian Kim Lo sangat hebat, berada di atas
kepandaiannya.
Tiang Su dan Yu An maupun pengemis yang lainnya pun telah maju
menyerangnya. Un Ma Siansu jadi kewalahan, terdesak hebat. Akhirnya ia
terluka.
Dan dengan adanya pertempuran yang berlangsung puluhan jurus tersebut,
membuat pengemis-pengemis yang keluar dari ruang dalam semakin banyak.
Dan mereka mengepung Un Ma Siansu, menyerang buat melampiaskan kemarahan
mereka.
Akhirnya si pendeta terbinasa dengan keadaan yang mengenaskan sekali.
Mukanya rusak dan tubuhnya hancur berkeping-keping. Yang Tiam memang
tidak berusaha melindungi dan menyelamatkan jiwa si pendeta yang jadi
pembunuh murid-murid Kay-pang, karena ia menduga tentunya si pendeta
seorang yang telengas dan kejam, yang tidak perlu dibiarkan hidup terus.
Murid-murid Kay-pang yang terbinasa dalam keadaan menyedihkan sekali.
Itulah sebabnya ia membiarkan murid-murid Kay-pang lainnya ikut menyerang
si pendeta dan membinasakannya.
Tubuh Un Ma Siansu menggeletak tidak bernapas lagi dengan keadaan yang
mengenaskan.
Yang Tiam bersama pengemis-pengemis lainnya berdiri diam dengan wajah
memperlihatkan rasa tidak puas. Karena mereka telah membalaskan sakit
hati tiga orang anggota Kay-pang yang dibinasakan pendeta itu.
Yang Tiam menghela napas dalam-dalam, ia teringat kepada orang yang
berpakaian serba putih dan muka selalu tertutup itu. Dan setiap gerakgeriknya sangat aneh sekali, dengan kepandaian yang dahsyat.
Ia seorang pendekar yang sungguh-sungguh aneh. Tapi kepandaiannya sangat
sakti. Terlebih lagi dengan serulingnya, ia merupakan pendekar yang
menakjubkan sekali bagaikan naga yang dahsyat atau harimau yang perkasa.
Dan karena tidak mengetahui jalan asal usul Kim Lo, Yang Tiam maupun
pengemis-pengemis lainnya dalam kesempatan berikutnya bercerita kepada
kawan-kawan mereka, selalu meyebut Kim Lo sebagai Pendekar Aneh
Berseruling Sakti.Memang sesungguhnya kehadiran Kim Lo di dalam rimba persilatan dalam
waktu yang sangat singkat telah menggemparkan. Karena sepak terjangnya
yang aneh dengan selubung muka di mana sebagian besar wajahnya tertutup.
Dan juga kepandaiannya yang begitu hebat, memang di saat itu kenyataan
telah bicara. Telah lahir seorang pendekar, Pendekar Aneh Berseruling
Sakti.
<>
Kim Lo pagi itu sudah melakukan perjalanan lagi, karena ia ingin cepatcepat tiba di Yang-cung dusun kecil tempat dimana ia harus menemui Ko Tie
dan yang lain-lainnya, seperti yang telah dijanjikan Oey Yok Su.
Sedangkan saat untuk bertemu itu sudah kian dekat juga hanya kurang dari
satu bulan lagi.
Dari tempatnya berada untuk mencapai Yang-cung mungkin memakan waktu dua
minggu. Itupun jika memang dalam perjalanan tidak ada rintangan yang
menghambat perjalanannya.
Pagi itu Kim Lo sudah berada di daerah sebelah Utara Su-coan. Ia harus
melewati lagi seratus lie lebih, barulah ia dapat keluar dari daerah Sucoan Utara dan akan tiba di kota Wie-cun.
Daerah Wie-cun merupakan daerah yang masih liar. Liar di sini dimaksudkan
karena di daerah tersebut pihak kerajaan boleh dibilang tidak berhasil
menancapkan kekuasaannya.
Dan orang di Wie-cun umumnya selalu menggunakan hukum rimba. Siapa yang
kuat dialah yang berkuasa. Dan tentu saja daerah seperti itu akan membuat
siapapun harus berusaha memperoleh kekuatan dan kekuasaan dengan
menghimpun anak buah sebanyak mungkin. Tidak jarang pula kekacauan
terjadi di daerah tersebut.
Memang Kim Lo pun selama dalam perjalanan telah mendengar keganasan
penduduk di Wie-cun. Namun mau atau tidak ia harus melewati daerah itu,
untuk mempersingkat perjalanannya, dengan mempercepat jalan dan memotong
tiba di Yang-cung.
Kalau memang Kim Lo mengambil jalan ke arah barat niscaya ia harus
mempergunakan waktu yang lebih banyak, karena tentu ia harus jalan
berputar lagi akhirnya ke utara. Karena itu, Kim Lo akhirnya memutuskan
untuk menempuh perjalanan dengan melalui Wie-cun.
Kepandaian pemuda ini memang telah tinggi dan mahir sekali. Karenanya ia
tidak perlu merasa kuatir, nanti di Wie-cun ia akan memperoleh kesulitan.
Setelah melakukan perjalanan sampai tengah hari, Kim Lo berada di sebuah
lapangan rumput yang sebagian masih terbungkus oleh salju. Ia merasa
letih juga. Karena selama melakukan perjalanan ia mempergunakan ginkangnya, berlari cepat.
Ia bermaksud beristirahat. Kim Lo memandang sekelilingnya mencari tempat
yang sekiranya cocok untuk dijadikan tempat peristirahatannya.
Ketika melihat sebungkah batu yang berada di samping sebatang pohon
sehingga tempat di bawah batu itu terlindung dari salju. Ia memutuskan
tempat itu cocok untuknya. Ia menghampiri dan duduk di situ.Duduk beristirahat seorang diri di tempat sesunyi tersebut, hati Kim Lo
jadi teringat kembali kepada pulau Tho-hoa-to. Juga kepada Oey Yok Su.
Pada ibunya, walaupun ibunya kurang begitu sayang padanya, tokh tetap
saja wanita itu adalah ibunya.
Dan ia menyesali juga mengapa ia dilahirkan dengan bentuk kurang begitu
baik membuat ia harus mempergunakan selalu kain putih yang buat menutupi
sebagian wajahnya.
Sambil menghela napas, Kim Lo merogoh sakunya mengeluarkan semacam benda.
Ia menimang-nimang dan memperhatikannya.
Ternyata itulah Giok-sie yang pernah diperebutkan oleh pihak kerajaan
maupun para pendekar gagah di dalam rimba persilatan. Giok-sie yang
memiliki kekuatan sangat dahsyat sekali sebagai penarik bagi siapa saja
untuk memiliki. Cap Kerajaan, yang dapat menempatkan seseorang di tempat
yang paling mulia di negeri tersebut.
Kim Lo menghela napas.
"Giok-sie ini sesungguhnya tidak berarti apa-apa. Jika semua orang mau
mengerti, bahwa mereka tidak seharusnya dikendalikan oleh benda ini!"
Menggumam Kim Lo dengan suara perlahan. Ia menimang-nimang lagi Giok-sie
tersebut, dan memasukkannya ke dalam sakunya. Ia jadi teringat pesan Oey
Yok Su dikala Kim Lo berpamitan akan meninggalkan Tho-hoa-to:
"Kim Lo kau harus ingat baik-baik Giok-sie ini harus kau lindungi sebaik
mungkin! Dan jangan sembarangan memperlihatkan kepada orang lain!
"Jika telah waktunya, di saat mana kau telah bertemu dengan pamanmu, para
orang gagah dan lainnya di Yang-cung, kau akan menerima petunjuk mereka!
Kau harus baik-baik memperhatikan nasehat dari paman-pamanmu sekalian
itu!"
Kim Lo menghela napas. Ia memang masih muda belia. Dan dalam usia semuda
dia ternyata telah memiliki kepandaian yang demikian tinggi, yang jarang
sekali terjadi di dalam rimba persilatan!
Terlebih lagi memang ia langsung menerima warisan dan Oey Yok Su salah
seorang tokoh sakti Lima Jago Luar Biasa. Bisa dibayangkan betapa
kepandaian yang dimiliki Kim Lo sekarang ini seharusnya sudah sulit
sekali mencari tandingannya.
Tapi, disamping itu Kim Lo harus mengakuinya, ia masih kurang pengalaman.
Terutama sekali di dalam rimba persilatan. Jelas ia harus baik-baik
mendengar nasehat dari paman-pamannya nanti di Yang-cung. Menurut
keterangan yang diberikan oleh Oey Yok Su, justeru jago tua itu berpesan,
jika dapat Kim Lo meminta petunjuk dari Kwee Ceng, atau juga Yo Ko.
Dua orang tokoh itulah yang akan dapat membimbing Kim Lo dengan baik.
Mereka merupakan dua orang tokoh rimba persilatan yang benar-benar jujur
dan bersih hatinya, sehingga semua nasehat mereka tentu untuk kebaikan
Kim Lo.
Teringat, kepda orang-orang yang harus dihubunginya, Kim Lo menghela
napas.
"Bagaimana nanti jika mereka memaksa ingin melihat mukaku?!" berpikir
pemuda itu lagi. "Jika aku menolak, tentu mereka akan tersinggung, namunjika aku memenuhi permintaan mereka aku akan malu sekali....... bagaimana
ini..?" Dan Kim Lo menghela napas berulang kali.
Tengah Kim Lo termenung-menung seperti itu, ia melihat dari kejauhan
beberapa orang anak kecil tengah berlari-lari sambil bersorak gembira.
Mereka rupanya tengah bermain saling kejar.
"Betapa bahagianya mereka!" berpikir Kim Lo. "Aku sejak kecil tak pernah
memperoleh kebahagiaan seperti mereka, selalu hidup terasing tanpa kawan
di Tho-hoa-to!"
Dan pemuda ini jadi melambung lagi pikirannya. Tanpa diinginkannya ia
teringat kepada gadis berbaju merah yang sangat galak itu, entah siapa
gadis itu?
Anak-anak yang berlari main petak itu lewat di dekat Kim Lo, salah
seorang sambil tertawa-tawa telah menunjuk ke arah Kim Lo, ia berseru:
"Lihat, di siang hari ada hantu!"
Kawan-kawannya menoleh, mereka tampaknya kaget dan takut-takut, karena
melihat Kim Lo yang duduk di bawah batu itu berpakaian serba putih dengan
sebagian wajahnya yang ditutupi oleh sehelai kain putih. Merekapun
berseru-seru takut sambil berlari-lari meninggalkan tempat itu.
Kim Lo menghela napas dalam-dalam. Ia tak bisa marah oleh ulah anak-anak
itu, dan duduk beristirahat beberapa saat lagi di tempat itu.
Waktu Kim Lo ingin melanjutkan perjalanannya, justeru ia melihat dua
orang tengah berlari-lari mendatangi. Ia jadi batal berdiri dan mengawasi
dua orang yang tengah mendatangi agak cepat itu, karena berlari
mempergunakan gin-kang yang cukup tinggi.
Tidak lama kemudian Kim Lo sudah bisa melihat jelas, bahwa dua orang itu
adalah dua laki-laki berusia pertengahan. Mereka tegap dan juga gagah,
tangan mereka tampak mencekal senjata masing-masing, sebatang pedang yang
belum lagi dihunus.
Cepat mereka tiba di dekat tempat di mana Kim Lo tengah duduk
beristirahat. Mereka berhenti berlari mengawasi Kim Lo sejenak lalu salah
seorang di antara mereka maju beberapa langkah tanyanya:
"Engkaukah yang menakut-nakuti anak-anak kami sebagai hantu?" Tegurnya,
suaranya menunjukkan dia tidak senang.
Kim Lo tahu, orang ini tentu salah paham, mungkin juga mereka menerima
laporan dari anak-anak mereka yang mengatakan bertemu hantu. Hampir saja
Kim Lo tertawa karena gelinya.
Perlahan-lahan Kim Lo bangun berdiri. Dua orang laki-laki usia
pertengahan itu bersiap-siap untuk menghadapi segala kemungkinannya.
"Maaf siapakah lopeh berdua?" tanya Kim Lo dengan suara yang sabar.
Orang yang tadi menegur Kim Lo, yang mengenakan baju hijau, telah
mendelik.
"Hemm, jadi benar kau yang menakut-nakuti anak kami?" Tegurnya, matanya
memandang tidak senang.Kawannya, yang mengenakan baju kuning juga telah ikut bicara, "Apa
maksudmu menakut-nakuti anak-anak kami, heh?"
Kim Lo tertawa.
"Jangan salah paham lopeh!" kata Kim Lo yang berusaha menjelaskan duduk
persoalan yang sebenarnya pada mereka. "Justeru aku tengah duduk
beristirahat di sini, mereka melihatku dan menyangka hantu lalu lari
ketakutan, apakah itu yang disebut menakut-nakuti?"
Kedua orang itu memandang Kim Lo dengan mata tatap yang tajam, sikap
mereka tetap saja memperlihatkan hati mereka tidak puas dan tidak senang.
"Jika memang kau tidak bermaksud menakut-nakuti anak kami, lalu mengapa
kau mempergunakan kain putih itu menutupi wajahmu? Hemm, jika kau hanya
memakai baju berwarna putih dengan celanamu yang putih juga hal itu kami
memang tidak bisa mengomentari. Tapi dengan sengaja menutupi juga mukamu
dengan kain serba putih, jelas memang ada unsur kesengajaan dari kau
untuk menakut-nakuti anak-anak kami!"
Kim Lo jadi tidak senang melihat sikap ke dua orang laki-laki itu. Ia
kemudian bertanya,
"Lalu apa yang jiewie lopeh kehendaki? Jika memang aku menakuti mereka,
apa yang ingin kalian lakukan? Kalau tidak, apa yang ingin kalian
katakan?"
Ditanya begitu dua orang laki-laki setengah baya itu saling pandang, lalu
yang baju hijau maju beberapa langkah lagi.
"Buka kain penutup mukamu itu!" Katanya dengan suara yang ketus.
Hati Kim Lo tambah tidak senang.
"Hemm, ada urusan apa dengan penutup mukaku ini? Aku menutupi mukaku ini
tokh tidak merugikan kalian?" tanya Kim Lo tambah mendongkol.
"Kau dengar tidak perintahku?!" Bentak orang berpakaian hijau dengan
suara yang kasar. "Buka kain penutup mukamu itu dan perlihatkan mukamu
yang sebenarnya! Hemm, jangan-jangan kau ini maling kecil yang ingin
melakukan keonaran dan pencurian di daerah kami," sambil berkata begitu,
ia mengibaskan golok yang masih bersarung itu!
Kim Lo tambah mendongkol, sikap dan kelakuan dua orang ini kasar sekali.
Justeru telah menuduh dirinya dengan tuduhan yang tidak-tidak, membuat ia
benar-benar jadi tidak senang.
"Baiklah! Mulutmu terlalu kotor!" Kata Kim Lo kemudian.
Tahu-tahu tubuhnya berkelebat. Ia menghantam mulut orang itu dengan satu
kali tempelengan.
"Plokk!" Mulut orang itu seketika jadi jontor dan ia kesakitan bukan
main, tubuhnya terhuyung lima langkah. Matanya juga berkunang-kunang."Kau. kau berani memukul?" Katanya dengan suara tergagap dengan murka.
Walaupun merasa heran Kim Lo bisa bergerak begitu cepat, tanpa ia bisa
melihat jelas tahu-tahu ia telah ditempiling oleh Kim Lo, "Kau rupanya
sengaja ingin menimbulkan keonaran di sini, heh?"
Dan setelah berkata begitu, tangan kanannya mencabut goloknya dari
sarungnya. Kawannya pun melakukan hal yang sama, yaitu mencabut keluar
goloknya.
Kim Lo berdiri dengan sikap mendongkol dan keren. Ia telah berpikir untuk
memberikan pelajaran pahit pada dua orang kasar dan juga ketus itu.
"Ya, mari pergunakan golok kalian menyerangku! Aku ingin lihat, apa yang
kalian bisa lakukan?" sambil berkata begitu, Kim Lo melambaikan
tangannya.
Dua orang itu yang tengah marah, telah melompat maju.
"Ciang Kim Ie dan Ciang Kim San pantang sekali untuk menolak tantangan!"
teriak yang berpakaian baju hijau, yang bernama Ciang Kim Ie. Ia telah


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengayunkan goloknya menerjang maju, ia membacok dengan jurus yang
telengas.
Sedangkan Ciang Kim San pun tak tinggal diam, ia sudah manyerang juga
dengan goloknya.
Dua serangan dari dua jurusan menyambar pada Kim Lo, tapi Kim Lo tetap
berdiri tegap di tempatnya.
Waktu dua senjata tajam itu menyambar dekat dengannya, sebat sekali Kim
Lo tahu-tahu melesat lenyap dari hadapan Ciang Kim San dan Ciang Kim Ie.
Dua orang itu kaget dan heran.
Tahu tahu Ciang Kim San dan Ciang Kim Ie merasakan punggung mereka sakit.
Juga tubuh mereka terpelanting.
Rupanya Kim Lo telah menepuk pundak mereka. Tepukan yang cuma
mempergunakan tiga bagian tenaga dalam itu membuat mereka terjungkal.
Kim Lo tidak memiliki hasrat melukai mereka, karenanya ia cuma ingin
memberikan pelajaran pahit kepada dua orang yang kasar ini. Ia tidak
menurunkan tangan keras.
Justeru diwaktu itu Ciang Kim San dan Ciang Kim Ie sudah merangkak
bangun. Mereka penasaran sekali dan bermaksud ingin menyerang lagi.
Kim Lo bergerak ke sana ke mari sebat sekali. Ia seakan juga lenyap tiada
hentinya dari hadapan Ciang Kim Ie dan Ciang Kim San. Ke dua orang itu
jadi tidak bisa menerka, ke arah mana Kim Lo bergerak dan berada, dan
dengan sendirinya mereka pun tidak bisa menyerang lebih jauh.
Justeru diwaktu itu, Ciang Kim San teringat bahwa orang ini adalah
?hantu? maka ia jadi menggidik.
"Apakah memang sebenarnya ia ini hantu?" pikir Ciang Kim San. Hal ini
disebabkan ia melihat tubuh Kim Lo bergerak begitu lincah seperti juga
dapat terbang ke sana ke mari.Teringat itu tidak buang waktu lagi Ciang Kim San berseru nyaring: "Angin
keras....... mungkin dia benar-benar hantu!"
Ciang Kim Ie mendengar teriakan itu, jadi kaget. Iapun segera berpikir
sama seperti yang terpikir oleh Ciang Kim San. Tanpa membuang waktu lagi
mereka berdua telah berlari meninggalkan tempat itu.
Kim Lo tidak mengejar, ia cuma tertawa geli melihat ke dua orang itu
melarikan diri.
Kemudian Kim Lo melanjutkan perjalanannya. Ia bersiul-siul kecil untuk
mengisi kesenangannya.
Berjalan beberapa lie, tiba-tiba ia melihat seseorang yang tengah
berjongkok di tepi jalan.
Itulah seorang laki-laki berpakaian aneh sekali. Kopiah yang dipakainya
terbuat dari bulu binatang, dari juga bentuknya memperlihatkan bahwa
orang itu bukan orang Tiong-goan.
Corak pakaiannya juga. Ia tengah berjongkok di tepi jalan di bawah
sebatang pohon, seperti tengah memperhatikan sesuatu.
Kim Lo menghampiri, hatinya tertarik dan ingin mengetahui apa yang tengah
dilakukan orang tersebut. Tapi orang itu seperti juga tidak mengetahui
ada orang yang memperhatikan gerak-geriknya. Ia tengah mencurahkan
seluruh perhatiannya pada sebuah lobang yang terdapat di bawah batang
pohon itu.
Waktu Kim Lo menghampiri lebih dekat, ia baru bisa melihat, orang itu
seperti tengah menantikan sesuatu, yang diharapkan keluar dari lobang
tersebut.
"Maaf, apa yang saudara cari?" tanya Kim Lo, didesak oleh perasaan ingin
tahunya.
Orang itu seperti kaget, dan tiba-tiba mukanya jadi berobah merah padam.
Ia seorang laki-laki berusia antara tigapuluh lima atau empatpuluh tahun,
matanya tajam sekali.
"Kurang ajar!" Bentaknya kemudian sambil berdiri dan membanting banting
kakinya. "Siapa kau? Mengapa kau menggagalkan usahaku untuk menangkap
Kim-coa (Ular Emas). Kau mencari mampus dan minta dihajar, heh?"
Dimaki begitu tanpa hujan tidak angin, tentu saja Kim Lo jadi heran
bercampur mendongkol. Ia bertanya baik-baik, tapi orang ini berangasan
dari tampaknya bengis.
Ia segera menjawab: "Jika memang kau tidak memberitahukan itupun tidak
jadi soal, akupun tidak akan memaksa!" Dan Kim Lo mendehem beberapa kali
barulah ia meneruskan kata-katanya: "Mengapa anda harus marah seperti
itu?"
Biji mata orang itu seperti terbalik karena gusarnya. Ia membantingbanting kakinya lagi.
"Manusia tidak tahu diuntung! Tahukah kau, bahwa Kim-coa tadi hampir saja
keluar, dari lobang itu? Sekali saja ia keluar, berarti aku akan berhasil
menangkapnya!"Tapi kau! Hemm, kau telah menggagalkan usahaku itu! Kau telah membuat
Kim-coa kaget dan batal keluar, dan binatang itu telah masuk lebih dalam
lagi di lobang itu! Kau harus ganti kerugian ini!"
Kim Lo tercengang, aneh sekali perangai orang ini. Ia yang gagal
menangkap binatang yang dikehendakinya, yaitu Kim-coa, justeru sekarang
ia minta Kim Lo agar ganti rugi padanya.
"Ganti rugi?" tanya Kim Lo sambil membeliakkan matanya lebar-lebar.
"Ya!" mengangguk orang itu dengan tegas. "Kau harus menggantinya, karena
kau telah mengejutkan Kim-coa, membuat ular itu kembali masuk ke dalam
lobangnya.!"
Kim Lo tertawa.
"Ganti rugi yang kau inginkan itu berapa besar?" tanyanya kemudian,
karena ia ingin tahu, berapa banyak ganti rugi yang diinginkannya.
Orang itu terdiam sejenak, seperti juga ia tengah berpikir keras, sampai
akhirnya ia bilang, "Untuk menangkap Kim-coa dibutuhkan waktu bertahuntahun. Dan Kim-coa tidak bisa diperoleh di sembarang tempat. Ular itu
sangat berkhasiat sekali untuk membuat semacam obat, dan harganya sangat
mahal.
"Aku telah sebulan lebih menunggu di sini buat menangkapnya, baru hari
ini ia mau keluar dari lobangnya. Justeru dikala aku hampir dapat
menangkapnya kau telah mengejutkannya, sehingga Kim-coa kembali masuk ke
dalam lobang itu! Nah, kau harus menggantinya seratus ribu tail emas!"
"Apa?" Mata Kim Lo terbeliak. "Mungkin kau sudah sinting!"
Mata orang itu terbeliak lebar.
"Apa kau bilang? Ohh, kau berani mengucapkan kata-kata kurang ajar itu
padaku?"
Dan membarengi dengan kata-katanya, tampak tubuhnya melesat cepat sekali
pada Kim Lo. Tangan kanannya menyerang.
Kim Lo coba mengelakkan. Tapi hatinya terkesiap, karena orang itu
ternyata memiliki gin-kang yang mahir sekali. Tangannya tahu-tahu hanya
terpisah beberapa dim lagi dari pundak Kim Lo.
Untung saja Kim Lo memang memiliki kepandaian yang tinggi, dengan
demikian ia tidak jadi gugup. Cepat ia berkelit, ia menduduk dan juga
menurunkan pundaknya!
Ia bermaksud membiarkan pukulan tangan orang itu lewat di samping
pundaknya. Ia yakin, pukulan itu tidak akan mengenai sasarannya.
Kembali apa yang dipikirkan Kim Lo tidak tepat, sebab semuanya berada
diluar dugaannya.
Orang itu yang mengetahui pukulannya akan jatuh di tempat kosong karena
Kim Lo dapat menggerakkan badannya dengan gerakan yang sangat manis
sekali, segera menurunkan sedikit tangannya. Dengan begitu, pukulannya
terus menyambar ke arah pundak Kim Lo.Tentu saja apa yang dilakukan orang itu membuat Kim Lo terkesiap. Ia
tidak menyangka orang tersebut memiliki kepandaian yang tinggi dan juga
perhitungan yang cepat serta tepat.
"Orang ini tampaknya bukan orang sembarangan, kepandaiannyapun tidak bisa
diremehkannya!" pikir Kim Lo. Dan ia tidak bisa berpikir lebih lama lagi,
sebab waktu itu justeru telah terlihat tangan orang itu cuma terpisah
beberapa dim saja, dan akan segera menghantam pundaknya, kalau ia tidak
cepat-cepat mengibaskan tangannya buat menangkis.
"Bukkk!" Kuat sekali tangannya mengibas tangan orang itu. Ia menangkis
sambil mempergunakan lima bagian tenaga dalamnya. Dengan harapan bahwa
orang itu akan terjengkang ke belakang.
Namun Kim Lo kecele kembali. Ternyata tenaga orang itu kuat sekali,
tubuhnya sama sekali tidak bergeming. Dan ia tetap berdiri tegak di
tempatnya. Malah iapun telah melanjutkan dengan serangan berikutnya.
Kim Lo segera menyadarinya bahwa lawannya bukanlah orang lemah, dan ia
harus waspada! Segera ia juga mengerahkan tenaga dalamnya menangkis dan
balas menyerang. Setiap kali ada kesempatan ia berusaha untuk mendesak.
Orang itu pun rupanya heran bukan main. Ia menduga dalam satu-dua jurus
akan merubuhkan Kim Lo. Tapi kenyataannya walaupun mereka telah bertempur
sampai puluhan jurus, tetap saja ia tidak bisa merubuhkan Kim Lo. Malah
untuk mendesak saja ia tidak bisa. Ia jadi berpikir, entah siapa di balik
tutup muka kain putih itu?
Kim Lo merobah cara bertempurnya. Sekarang ia lebih banyak menutup diri,
untuk memperhatikan cara hertempur orang tersebut, guna mencari
kelemahannya.
Sedangkan orang itupun menyerang semakin berhati-hati penuh perhitungan!
Di kala itu orang tersebut melompat mundur memisahkan diri. Dan ia bukan
mundur untuk berdiri, melainkan tahu-tahu jungkir balik. Sepasang kakinya
di atas, dengan kepala di tanah. Berputar, dan kemudian menyerang Kim Lo.
Cara bertempur orang ini benar-benar aneh. Namun Kim Lo seketika teringat
akan cerita Oey Yok Su, yang menceritakan salah seorang dari lima jago
luar biasa adalah Auwyang Hong. Seorang yang memiliki kepandaian hebat
yang diberi nama Ha-mo-kang.
Dan Auwyang Hong menguasai ular berbisa. Ia memiliki barisan ular yang
ditakuti orang gagah dalam rimba persilatan. Namun akhirnya Auwyang Hong
mati dengan cara kurang menggembirakan!
Apakah orang inipun mempergunakan ilmu Ha-mo-kang itu? Kim Lo mendengar
cerita dari Oey Yok Su, Kong-kongnya itu bahwa Ha-mo-kang adalah ilmu
silat kodok yang dapat dipergunakan dengan jungkir balik, kepala di bawah
kaki di atas atau mempergunakan dengan cara berjongkok sambil
mengeluarkan suara mengkeroknya kodok.
Orang yang menjadi lawan Kim Lo pun sebentar-sebentar memperdengarkan
suara aneh dari mulutnya, seperti suara kodok yang tengah mengkerok. Dan
suara aneh itu semakin diperhatikan memang mirip sekali dengan suara
mengkerok. Dan dugaan Kim Lo bahwa orang yang menjadi lawannya
mempergunakan ilmu Ha-mo-kang semakin kuat juga."Siapakah dia? Apakah dia memiliki hubungan dengan Auwyang Hong?" diamdiam Kim Lo berpikir di dalam hatinya.
Tapi ia tidak bisa berpikir terlalu lama. Ia harus mencurahkan
perhatiannya, sebab ia gencar sekali diserang terus menerus oleh
lawannya, dengan ilmunya yang aneh itu.
Namun tidak percuma Kim Lo telah memperoleh didikan yang baik sekali dari
Oey Yok Su. Walaupun lawannya lihay dan juga ilmunya sangat aneh namun ia
masih bisa menghadapinya dengan baik.
Akhirnya Kim Lo tidak mau memikirkan tentang lawannya ini, sebab ia harus
mencurahkan seluruh perhatiannya buat menghadapi lawan tersebut.
Karenanya ia cepat-cepat mengempos semangatnya dan balas menyerang setiap
kali memiliki kesempatan.
Mereka bertempur seru sekali. Sama sekali Kim Lo tidak jeri. Kalau saja
ia telah berpengalaman, niscaya ia tidak akan memperoleh kesulitan
merubuhkan lawannya. Hanya saja justeru biarpun kepandaian Kim Lo telah
tinggi tokh kenyataannya ia masih kalah dan kurang pengalaman dari
lawannya, membuat beberapa kali kesempatan yang sangat baik terlewatkan
begitu saja.
Lawannya juga heran bukan main melihat beberapa puluh jurus telah lewat
tanpa ia memiliki kesempatan untuk merubuhkan Kim Lo. Jangan merubuhkan,
sedangkan mendesak saja ia tidak berhasil.
"Siapa orang ini? Atau memang termasuk salah seorang dari musuh-musuhku?
Bukankah mukanya ditutupi oleh kain putih itu, sehingga tampak tidak
tampak wajahnya?
"Hemm, jika memang ia termasuk sebagai salah seorang musuhku, maka ia
harus dibinasakan! Melihat ilmu silat yang dipergunakannya, memang miripmirip dengan ilmu silat seseorang."
Karena berpikir begitu, lawan Kim Lo tiba-tiba melesat cepat sekali ke
belakang. Ia juga menyusuli bentakan.
"Hentikan!"
Tubuhnya gesit sekali telah melompat berjungkir balik lagi, untuk berdiri
dengan sepasang kakinya, matanya memancarkan sinar sangat tajam.
Kim Lo menahan tangannya, ia berhenti bersilat. Cuma saja ia mengambil
sikap bersiap sedia.
"Hemm, apakah sekarang kau mau membatalkan tuntutanmu yang meminta ganti
rugi dariku?" Tanya Kim Lo dengan suara mengejek.
"Siapa kau sebenarnya?" Tanya orang itu tanpa memperdulikan ejekan Kim
Lo. "Mengapa kau tidak berani memperlihatkan wajahmu padaku, sehingga
perlu kau tutupi dengan kain putih itu?"
Kim Lo tertawa dingin."Tentang diriku tidak perlu kau pusing! Sekarang katakan dulu, siapa
kau?" Kim Lo berbalik bertanya.
Lawan Kim Lo jadi mendongkol bukan main. Ia telah memandang bengis.
"Aku seorang yang tidak senang selalu menyembunyikan she dan nama!
Dengarlah baik-baik! Aku Auwyang Phu! Kau sudah dengar? Aku she Auwyang
dan bernama tunggal Phu!"
"Auwyang Phu?" Tanya Kim Lo agak terkejut juga bercampur dengan perasaan
heran.
"Benar! Kau kaget?!" Mengejek orang itu yang ternyata memang tidak lain
dari Auwyang Phu. Ternyata, ia putera Auwyang Hong hasil hubungan gelap
Auwyang Hong dengan Cek Tian.
Di dalam kisah Anak Rajawali telah dijelaskan betapa Cek Tian dan Auwyang
Phu dilukai oleh Swat Tocu, Ko Tie, Giok Hoa, dan guru Giok Hoa, yaitu Yo
Kouwnio. Dan ia bersama ibunya telah pergi ke suatu tempat untuk melatih
diri lebih baik.
Peristiwa itu terjadi duapuluh tahun yang lalu, dan kini Auwyang Phu
sudah berusia empatpuluh tahun lebih. Ibunya, Cek Tian sudah menutup
mata.
Dan sejak saat itu Auwyang Phu berkelana seorang diri. Ia selalu mencari
binatang-binatang berbisa untuk ditangkapnya dan diambil racunnya. Ia
selalu berusaha menciptakan racun yang paling dahsyat dari campuran bisa
binatang beracun itu. Kepandaiannya pun telah pulih dan lebih tinggi dari
beberapa waktu yang lalu.
Bisa dibayangkan, dulu dengan dikeroyok oleh Swat Tocu, Ko Tie, Yo
Kouwnio dan Giok Hoa, dia baru bisa dilukai. Dan bisa dibayangkan juga
betapa tinggi kepandaian Auwyang Phu yang sebenarnya.
Hanya saja disebabkan luka di dalam yang tidak ringan, sepuluh tahun
terbuang percuma saja buat Auwyang Phu memulihkan kesehatan dan tenaga
dalamnya. Lalu sepuluh tahun lainnya ia baru bisa melatih diri untuk
mempertinggi kepandaiannya.
Auwyang Phu sekarang sudah berbeda dengan Auwyang Phu duapuluh tahun yang
lalu. Sekarang selain kepandaiannya sudah mencapai tingkat yang tinggi,
juga ia jadi pendiam. Dan iapun bermaksud suatu saat kelak mencari Swat
Tocu, Ko Tie, Giok Hoa dan Yo Kouwnio, serta beberapa orang musuh
lainnya.
Disamping mempelajari ilmu racun, ia juga selalu berusaha untuk dapat
melatih tenaga dalam dan ilmu silatnya lebih tinggi lagi. Dan segala
macam usaha telah dilakukannya.
Kini siapa tahu dikala ia hendak menangkap Kim-coa, ia bertemu dengan Kim
Lo. Telah sebulan lebih ia menanti di luar lobang Kim-coa, dan memang
ular yang terkenal sangat berbisa itu, juga ular yang langka.
Ular yang berukuran tubuh kecil cuma belasan dim dan juga memiliki racun
yang paling berbisa. Dan ular itu sulit sekali dicari dan ditangkap sabar
sekali.Auwyang Phu menunggui di luar lobang ular tersebut. Dan justeru pada hari
itu ia mengetahui ular tersebut akan menggeleser keluar dari dalam
lobangnya.
Ia mendengar dengan baik-baik mempergunakan telinganya yang tajam. Ia
tahu ular itu tengah menggeleser ragu-ragu di dalam lobangnya.
Auwyang Phu menahan napasnya. Malah ia telah melihat kepala ular itu
mulai muncul di lobang, dan ia bersiap-siap akan menangkapnya. Siapa
sangka, justeru di saat seperti itu Kim Lo tiba dan bertanya padanya,
mengejutkan Kim-coa, yang segera menarik kepalanya menghilang ke dalam
lobangnya.
Maka wajar kalau Auwyang Phu sangat murka pada Kim Lo. Tapi setelah
bertempur sekian lama ia seakan tidak berdaya buat merubuhkan Kim Lo.
Ia jadi berbalik heran, ia menduga tentunya orang yang menutupi wajahnya


Pendekar Aneh Seruling Sakti Karya Sin Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan kain putih itu adalah seorang tokoh rimba persilatan. Dengan
begitu, jelas akan membuat ia memperoleh kesulitan kalau ia main desak
begitu saja. Dan di hatinya timbul rangsangan ingin mengetahui siapakah
sebenarnya orang itu.
"Masih ada hubungan apa kau dengan Auwyang Hong?" tanya Kim Lo setelah
perasaan herannya berkurang.
Auwyang Phu tertawa dingin.
"Aku puteranya! Kau kaget, bukan?"
"Bohong!" kata Kim Lo.
"Bohong??"
"Ya, kau bohong! Kau cuma ingin mendustai aku dengan mengaku-ngaku
sebagai putera Auwyang Hong!"
"Mengapa kau berkata begitu dan tidak mempercayai keteranganku?" Tanya
Auwyang Phu menahan amarahnya.
"Hemmm, Auwyang Hong seorang tokoh sakti. Yak mungkin memiliki keturunan
seperti cecongor kau!" kata Kim Lo.
Muka Auwyang Phu berobah merah padam. Ia telah mengawasi Kim Lo tajam
sekali.
"Baik! Terserah padamu, percaya atau tidak! Yang jelas dan pasti aku
adalah putera Auwyang Hong! Hemm, aku akan menghajar kau mampus dengan
Ha-mo-kang..!"
Sambil berkata begitu, Auwyang Phu bersiap-siap untuk mulai menyerang
lagi.
Sedangkan Kim Lo berpikir keras. Ia bukannya tidak mempercayai Auwyang
Phu. Ia cuma mengejek hendak memanas-manasi Auwyang Phu.
Bukankah ia telah mempergunakan ilmu silat Ha-mo-kang, ilmu andalan dari
Auwyang Hong, ilmu pusaka keluarga Auwyang? Dan juga memang kepandaian
Auwyang Phu tidak rendah malah jika harus diakui dengan jujur, ia yakin
kepandaian Auwyang Phu tidak berada di sebelah bawah kepandaiannya.Karena dari itu Kim Lo berlaku sangat hati-hati sekali buat menghadapi
segala kemungkinan.
"Sebutkan namamu dan buka kain penutup mukamu. Aku tidak mau membunuh
manusia pengecut dan tidak bernama!" Kata Auwyang Phu waktu ia bersiap
hendak menyerang.
Kim Lo tertawa dingin.
"Kau tengah bermimpi? Hemm, jangankan membunuhku, sedangkan untuk
melindungi jiwamu sendiri belum tentu sanggup melakukannya!" mengejek Kim
Lo. Auwyang Phu sudah tidak bisa menahan diri, menggelegar bentakannya sambil
tubuhnya melesat cepat sekali menghantam pada Kim Lo. Ia mendorong
telapak tangannya. Jurus yang dipergunakannya merupakan salah satu dari
ilmu pukulan Ha-mo-kang. Angin yang berkesiuran sangat kuat.
Latihan Auwyang Phu memang jauh lebih baik dari duapuluh tahun yang lalu.
Sedangkan duapuluh tahun yang silam kepandaiannya sudah tinggi, maka
sekarang bisa dibayangkan dalam keadaan murka seperti itu, betapa
hebatnya kekuatan tenaga dalam yang dipergunakannya.
Karenanya Kim Lo yang diterjang oleh angin serangan berkesiuran kuat
seperti itu, tidak berani berayal. Ia sudah mengetahui bahwa lawannya
putera Auwyang Hong, yang memiliki kepandaian tinggi, karenanya ia harus
menghadapinya dengan sebaik-baiknya.
Cepat sekali Kim Lo mengelak ke samping kiri. Ia mempergunakan ilmu ginkang Bayangan Setan, yang diwarisi Oey Yok Su. Gin-kang seperti itu
memang merupakan ilmu gin-kang istimewa dari Oey Yok Su, yang dapat
membuat seseorang bergerak secepat setan.
Dan pukulan Auwyang Phu jatuh di tempat kosong, menghantam batang pohon
dan pohon itu tumbang dengan mengeluarkan suara berisik sekali. Karena
pohon tersebut seperti diterjang satu kekuatan yang sangat dahsyat.
Kim Lo menggidik juga.
"Hebat tenaga dalamnya. Jika tadi aku berayal dan terlambat mengelakkan,
sehingga aku kena diserang, bukankah aku akan celaka?" Pikir Kim Lo.
Dan selanjutnya Kim Lo lebih mencurahkan perhatian pada setiap gerakan
Auwyang Phu.
Auwyang Phu penasaran sekali. Ia tahu lawannya sangat lihay. Ia
mengeluarkan seluruh kepandaiannya. Tadi ia melihat gin-kang lawannya
mahir sekali, sebab bisa menghilang begitu saja dari hadapannya, dan
mengelakkan pukulannya.
Berulang kali Auwyang Phu mengulangi serangannya, bahkan tidak jarang ia
berjongkok, seperti seekor kodok, dan mendorong hebat mempergunakan dua
telapak tangannya.
Kim Lo sekarang sudah tidak main kelit. Ia memusatkan hawa murni Kim-imcin-keng dan ia berusaha membendung tenaga terjangan dari Auwyang Phu. Ia
ingin mencoba untuk keras dilawan keras.
Kalau memang dibandingkan ilmu silat Kim Lo dengan Auwyang Phu,
sesungguhnya kepandaian Kim Lo akan berada di atas Auwyang Phu. KarenaKim Lo menerima warisan langsung dari Oey Yok Su, sedangkan Auwyang Phu
mewarisi kepandaian Auwyang Hong tidak secara langsung, dari ibunya, Cek
Tian.
Demikian juga Cek Tian, yang tidak menerima langsung warisan Auwyang
Hong, melainkan lewat sejilid kitab. Karena itu, banyak bagian-bagian
yang sulit dimengerti dan tidak dapat dipahami oleh Cek Tian maupun
Auwyang Phu.
Padahal bagian-bagian tersebut yang terpenting. Karena itu ilmu yang
dimiliki Kim Lo sebetulnya murni dan hebat dari ilmu Auwyang Phu, jauh
lebih sempurna. Hanya saja Kim Lo kurang latihan dan pengalaman.
Waktu itu pertempuran berlangsung terus, mereka masih tetap berimbang.
Dan diam-diam Auwyang Phu jadi heran.
Ia tidak hentinya memikirkan, entah siapa orang yang menjadi lawannya
ini. Dan sepintas ia masih bisa mengenali ilmu yang dipergunakan Kim Lo
mirip-mirip dengan ilmu tocu dari pulau Tho-hoa-to. Cuma saja ia kurang
begitu jelas untuk mengenali, asal-usul orang tersebut dari ilmu silatnya
itu. Kim Lo sendiri telah mempergunakan berbagai ilmu simpanannya, karena ia
melihat beberapa kali dirinya hampir saja terdesak oleh rangsekan Auwyang
Phu. Namun tetap saja mereka berimbang membuat Kim Lo jadi penasaran. Ia
semakin memusatkan seluruh kekuatannya untuk mengadakan perlawanan.
Suatu kali, ketika Auwyang Phu menghantam dengan dua telapak tangannya,
Kim Lo mengelak ke samping kanan. Dan bersamaan dengan itu, tampak tangan
Auwyang Phu yang kiri telah melayang lagi, mendengar angin pukulan yang
kuat Kim Lo mengelak lagi. Tapi terlam?bat.
"Breett...." Justeru itu kain putih penutup mukanya keserempet angin
serangan Auwyang Phu dan kain itu tersingkap, sehingga terbuka dan tampak
mukanya!
Auwyang Phu kaget. Ia sampai berseru. Dan ia melompat ke belakang.
Kim Lo cepat-cepat menutupi mukanya dengan kain putih itu. Bukan main
gusarnya Kim Lo, karena wajahnya telah sempat dilihat oleh Auwyang Phu.
"Hahaha!" Tertawa Auwyang Phu setelah rasa herannya berkurang: "Tidak
tahunya aku tengah bertempur dengan seekor monyet! Haha haha!" Sambil
tertawa tidak hentinya, ia telah melompat dan menerjang lagi.
Kim Lo yang juga sudah naik darah dan gusar, tidak tinggal diam, karena
iapun segera menerjang dengan hebat, setiap serangannya sekarang ini jauh
lebih hebat. Ia tidak main-main lagi, ia bermaksud untuk berusaha
merubuhkan Auwyang Phu.
Begitulah, mereka terlibat dalam pertempuran yang seru sekali. Tubuh
mereka berkelebat ke sana ke mari seperti juga bayangan.
Ada yang menguntungkan Kim Lo, yaitu gin-kang yang dimiliki Kim Lo memang
sangat tinggi dan mahir, gin-kang yang merupakan ilmu istimewa Oey YokSu. Dan ia mempergunakan gin-kangnya itu untuk mengepung Auwyang Phu,
membuatnya jadi pusing.
Auwyang Phu sendiri tengah diliputi perasaan heran.
"Dilihat usianya, mungkin ia baru duapuluh tahun, tapi mengapa ia
demikian lihay? Dan mengapa mukanya seperti muka kera?" Sambil berpikir
begitu, tidak hentinya ia mendesak Kim Lo bertubi-tubi.
Waktu itu Kim Lo terus juga mendesak Auwyang Phu, sampai akhirnya Auwyang
Phu melompat kebelakang berjumpalitan tidak hentinya, menjatuhkan diri.
"Sekali ini aku mengampuni jiwamu, karena aku harus mengolah obatku yang
tidak dapat tertunda dan aku akan membiarkan jiwamu dititipkan pada batok
kepalamu. Tapi dilain kesempatan kita akan bertemu lagi." Sambil berkata
begitu Auwyang Phu terus juga melesat dengan cepat, dan Kim Lo
mengejarnya.
Mereka jadi saling kejar, karena Kim Lo tidak mau melepaskannya. Auwyang
Phu tetap hendak memisahkan diri. Karena Auwyang Phu berpikir tidak ada
gunanya ia melayani terus Kim Lo yang hanya akan membuang-buang tenaga.
"Berhenti pengecut!" teriak Kim Lo.
Namun Auwyang Phu terus juga lari.
Waktu itu mereka telah melalui puluhan lie tapi mereka masih saling kejar
terus menerus.
Sambil mengejar Kim Lo pun berpikir: "Ia mengaku sebagai putera Auwyang
Hong. Tentunya dia bukan sebangsa munusia baik-baik terlebih lagi tadi
dalam pertempuran setiap jurus yang dipergunakannya adalah ilmu silat
yang sesat. Hemm, jika aku terus juga mengejarnya dan bisa melukainya,
jelas aku tidak akan disesali suhu.!"
Karena berpikir begitu, Kim Lo mengejar terus. Tubuhnya seperti bayangan
setan saja, berkelebat sangat cepat.
Auwyang Phu sendiri mengempos semangatnya dan mengerahkan tenaganya,
berlari terus dengan cepat. Dan ia pun tidak mau melayani Kim Lo.
Tengah Kim Lo asyik mengejar lawannya mendadak terdengar suara derap kaki
kuda. Kim Lo melirik ke belakangnya. Segera terlihat seorang penunggang
kuda tengah melarikan binatang tunggangannya dengan cepat sekali.
Dan yang membuat hati Kim Lo terkesiap, justru orang di atas punggung
kuda itu dikenalinya sebagai orang yang membuat hatinya berdebar. Seorang
gadis yang berpakaian merah. Dan gadis itulah yang pernah bertempur
dengannya, karena gadis itu sangat galak sekali main cambuk dan main
menyerang dengannya.
Kim Lo tersentak bingung dan gugup, karena seketika hatinya berdebar. Ia
memang tertarik pada gadis itu.
Sekarang melihat gadis tersebut muncul di situ, tentu saja membuat ia
jadi tergoncang perasaannya. Ia merandek, dan karena itu Auwyang Phu
telah lari semakin jauh dan akhirnya lenyap.
Gadis itu melarikan kudanya cepat sekali. Belum lagi kuda itu dihentikan
tubuhnya telah melesat melompat turun dari punggung kudanya tersebut."Hemm, kembali kau mengganas!" Mengejek gadis itu dengan suara yang
dingin. "Kau ingin merampok di siang hari bolong?"
Muka Kim Lo jadi merah, untung saja waktu itu mukanya diselubungi oleh
sehelai kain putih sehingga gadis itu tidak bisa melihat perobahan
wajahnya.
"Jangan nona sembarangan menuduh!" katanya dengan sikap kurang senang.
"Siapa yang menuduh?! Aku telah menyaksikan, betapa kau mengejar-ngejar
calon korban untuk dirampok bukan?" Kata gadis baju merah itu.
Kim Lo menghela napas dalam-dalam.
"Nona, mengapa kau selalu usil mencampuri urusanku?" Kata Kim Lo
akhirnya.
"Mencampuri urusanmu? Terlalu usil? Oh, mulutmu selalu jahat sekali!
Siapa yang usil mencampuri urusanmu? Hemm, justeru aku tidak akan
membiarkan penjahat manapun berbuat sewenang-wenang di depan pucuk
hidungku!"
"Bukan sekedar mencampuri saja tapi akan kubuktikan kau tidak berani
menyebutkan namamu!" Mengejek Kim Lo, girang bukan main, karena ia telah
mengetahui bahwa gadis baju merah yang selalu membuat hatinya berdebar
adalah orang she Yo.
"Namaku....... Bie Lan!" Kata si gadis kemudian karena saking
terpojokkan, dan pedangnya meluncur menyerang Kim Lo.
"Yo Bie Lan! Nama yang bagus!" Teriak Kim Lo sambil tertawa dan
mengelakan serangan gadis itu.
Yo Bie Lan, gadis baju merah itu benar-benar kalap dan mati kutu tidak
berdaya, walaupun ia menyerang gencar, tokh Kim Lo selalu dapat
mengelakannya. Ia benar penasaran tapi tidak bisa melampiaskannya,
sehingga membuat dia seperti ingin menangis buat melampiaskan
kemendongkolan dan penasarannya itu.
"Kau she Yo, nona Bie Lan. Tentunya kau masih ada hubungan dengan
keluarga Yo dari Sin-tiauw Tay-hiap? Bukankah begitu nona Bie Lan?" Tanya
Kim Lo yang sengaja tetap mempermainkan Bie Lan.
Ia sembarangan saja berkata begitu. Ia sering mendengar tentang
kependekaran dan kesaktian Sin-tiauw Tay-hiap Yo Ko, di mana Oey Yok Su
selalu menceritakannya dengan penuh perasaan kagum.
Dan Kim Lo yang cuma mendengar sepak terjang Sin-tiauw Tay-hiap Yo Ko
telah tertanam perasaan kagumnya. Karena mendengar gadis itu she Yo,
sembarangan saja ia bilang begitu.
Tapi tidak terduga, gadis itu justeru jadi tahu-tahu ia melompat ke
belakang dengan muka yang berobah dan mata yang terbuka lebar-lebar.
"Ihhh, dari mana kau mengetahuinya?" Tanya gadis itu dengan suara tidak
sekeras tadi.
Kim Lo juga kaget. Ia bicara sembarangan. Siapa tahu tampaknya memang
gadis ini benar-benar dari keluarga Sin-tiauw Tay-hiap Yo Ko. Ia jadimenyesal telah mempermainkan gadis ini, jika memang benar-benar si gadis
dari keluarga Yo yang dikaguminya itu.
"Jadi.. jadi benar nona memiliki hubungan dengan Sin-tiauw Tay-hiap?"
tanya Kim Lo.
Gadis itu mengawasi tajam pada Kim Lo dengan mata tidak berkedip.
"Jadi kau sekarang baru mengetahui bahwa aku bukan sebangsa manusia
rendah?" Kata si gadis.
Kim Lo memperlihatkan sikap menyesal. Malah ia segera juga memasukkan
serulingnya ke dalam sakunya. Seruling itu saja hadiah pemberian dari Yo
Him, putera Sin-tiauw Tay-hiap. Karenanya cepat merangkapkan tangannya
memberi hormat kepada si gadis.
"Maaf maaf, sungguh aku tidak bermaksud menghina nona!" Katanya.
"Maafkan atas kecerobohanku tadi."
Gadis itu menjadi lebih sabar dari tadi, karena ia melihat Kim Lo meminta
maaf dengan sikap sungguh-sungguh.
"Hemm, sesungguhnya siapa kau? Apakah kau sahabat Kong-kong?" Tanya si
gadis.
Kim Lo tambah kaget.
"Jadi....... jadi Sin-tiauw Tay-hiap adalah Kong-kongmu?" Tanya Kim Lo.
Gadis itu mengangguk.
"Benar...!" Katanya. "Tapi......." namun gadis itu tidak meneruskan
kata-katanya.
"Jadi. nona puteri Yo Him Tay-hiap?" Tanya Kim Lo lagi.
"Benar!" Mengangguk gadis itu.
"Akh, bagaimana kesehatan Yo Him Pehpeh (paman Yo Him)?" Tanya Kim Lo
girang dan kaget.
"Hemm, sebenarnya kau, kau sahabat atau musuh dari keluarga Yo?" Tanya
gadis itu dengan pandangan menyelidik.
Dua Menara 5 Malaikat Dan Iblis Angels And Demons Karya Dan Brown Hendrick 2

Cari Blog Ini