Ceritasilat Novel Online

Rajawali Merah 3

Rajawali Merah Karya Batara Bagian 3


sendiri dan aku tak mau mendengar sepak terjang anak buahmu itu, juga dirimu!"
"Hm, kau termakan mulut wanita busuk itu? Kau percaya omongannya? Baiklah, boleh kau pergi, Mei
Hoa. Aku tak akan menghalang-halangi dan mudah-mudahan kau selamat di sana!" dan mundur membiarkan
Mei Hoa melakukan keinginannya tiba-tiba panglima ini tampak sedih dan tidak mengganggu si nyonya lagi,
membuat Mei Hoa tertegun dan ragu dan tentu saja wanita ini bimbang. Namun karena Ituchi tertangkap dan
berita itu mengguncangkan perasaannya tiba-tiba Mei Hoa terisak dan melanjutkan larinya lagi, berkelebat.
"Paman Hok, sementara ini cerita itu biarlah tak kuperdulikan dulu. Tapi kelak kalau cerita itu benar
tentu aku tak sudi lagi bergaul denganmu. Maaf, urusan suamiku jauh lebih penting dari yang lain-lain dan
terserah apakah kau akan menyerang bangsa Uighur itu atau tidak!"
Hok-ciangkun mengerutkan keningnya. Mei Hoa sudah terbang lagi ke depan dan kata-kata itu terasa
pedas baginya. Tapi tersenyum aneh dan mengeluarkan ejekan ditahan tiba-tiba panglima ini membalik
karena para pembantunya tadi sudah menyusul tiba, datang dan semua terbelalak melihat Mei Hoa, yang
lenyap dan akhirnya tak tampak lagi bayangannya karena sudah menghilang di balik bukit. Dan ketika
panglima itu memberikan aba-aba bahwa mereka harus kembali dan melakukan serangan besar-besaran
maka bangsa Uighur siap digempur dari dua jurusan oleh panglima ini dan Mei Hoa.
-0- "Mana suamiku, kalian apakan dia!" Mei Hoa langsung melengking ketika tiba di tempat suku bangsa
Uighur ini. Wanita itu membentak dan langsung menyambar dua orang penjaga, membantingnya dan
menginjak-injak geram. Dan ketika dua orang itu menjerit dan tentu saja terkejut, sudah di bawah injakan
Mei Hoa maka mereka diancam untuk menunjukkan di mana suami wanita itu beradai.
"Cepat, atau aku akan membunuh kalian!"
Dua orang itu ah-uh-ah-uh. Mereka, seperti bangsa Uighur yang lain masih saja merasa kecut dan
gentar oleh serbuan Ituchi. Kegagahan dan keperkasaan pemuda itu membuat mereka kagum, meskipun
marah. Dan ketika pagi itu Mei Hoa langsung datang dan membentak mereka, yang kebetulan pertama kali
dilihat maka dua laki-laki ini tak dapat menjawab karena mereka pucat dan kaget oleh gerakan Mei Hoa yang
luar biasa cepat.
"Ka... kami tak tahu. Kau.... kau siapa....!"54 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Bedebah! Balik bertanya sebelum menjawab? Aku mencari suamiku, tikus-tikus busuk. Lekas
katakan atau injakan ini akan menghancurkan dada kalian!"
Dua orang itu bingung. Mereka tentu saja tak tahu apa yang dimaksud Mei Hoa, siapa suami nyonya
itu karena Mei Hoa tak menyebutkan namanya. Kalau saja langsung disebut Ituchi barangkali mereka tahu,
tapi karena Mei Hoa tak menyebutkan itu dan datang-datang wanita ini membanting dan menginjak mereka,
sungguh seperti wanita gila maka dua orang itu malah gemetaran dan tidak dapat menjawab. Akibatnya Mei
Hoa marah dan saat itu bayangan laki-laki Uighur muncul. Itulah penjaga-penjaga yang melihat atau
mendengar bentakan Mei Hoa, juga rintihan dua teman mereka itu yang tidak dapat menjawab pertanyaan.
Dan ketika dua orang itu masih juga ah-uh-ah-uh dan mereka tak segera menjawab tiba-tiba Mei Hoa
mengerahkan tenaganya dan injakan itu menghancurkan dada lawan yang seketika menjerit tinggi.
"Aduh...!"
Dua laki-laki itu menggelepar binasa. Mereka tak sanggup lagi menahan ketika Mei Hoa mengerahkan
segenap tenaganya. Kemarahan dan kekhawatiran yang sangat membuat Mei Hoa mata gelap, langsung
membunuh dua laki-laki itu dan teriakan dua orang ini tentu saja membuat para penjaga yang berkelebatan
terkejut. Mereka baru saja diserang Ituchi dan kegemparan yang dibuat pemuda itu masih juga belum hilang.
Kini kalau tiba-tiba ada musuh menyerbu mereka tentu mudah terkejut. Maka begitu terkesiap dan kaget oleh
jeritan itu tiba-tiba mereka melihat bayangan Mei Hoa yang saat itu justeru memapak mereka.
"Bangsa Uighur keparat, di mana suamiku dan kalian apakan dia!"
Orang-orang itu terpekik. Mereka melihat sesosok bayangan menyambar bagai burung garuda,
menerkam dan mereka tentu saja berteriak dan satu sama lain memberi aba-aba. Tapi karena yang datang
adalah Mei Hoa dan gerakan wanita itu secepat burung maka belasan laki-laki Uighur yang baru datang ini
tiba-tiba sudah berpelantingan tak keruan ketika tamparan atau pukulan mendarat di tubuh mereka.
"Aduh.... des-des-dess!"
Orang-orang itu mencelat terlempar ke sana ke mari. Mereka tak sanggup mengikuti bayangan Mei
Hoa dan tiba-tiba saja sudah roboh jungkir balik. Senjata yang ada di tangan ikut mencelat dan entah ke
mana. Namun ketika mereka bergulingan meloncat bangun dan melihat siapa lawan mereka itu mendadak
saja belasan orang ini bengong dan membuka mata lebar-lebar.
"Aih, seorang wanita cantik....!"
"Agaknya bidadari!"
"Tapi gila!" dan ketika seruan atau ucapan itu susul-menyusul maka Mei Hoa, yang sudah berdiri dan
bertolak pinggang di situ tiba-tiba membentak dan bertanya lagi di mana suaminya.
"Katakan kepadaku atau kalian semua kubunuh, seperti itu!" wanita ini menuding dua mayat pertama,
tentu saja membuat orang-orang itu terkejut tapi juga marah. Seketika mereka sadar bahwa wanita cantik ini
telah melakukan pembunuhan. Dan melihat bahwa Mei Hoa adalah wanita Han, bangsa yang dibenci suku
Uighur tiba-tiba belasan orang itu berteriak dan menyambarnya senjatanya masing-masing, setelah tahu
mencelat ke mana.
"Gadis Han, musuh kita. Tangkap dan bunuh dia!"
"Tidak, jangan bunuh, kawan-kawan, Tapi permainkan dan belejeti dia!" dan ketika orang-orang itu
menerjang dan menusuk membabi-buta, semuanya mempergunakan tombak tiba-tiba saja Mei Hoa yang
sebelumnya sudah marah menjadi semakin marah mendengar itu. Dia bergerak ke kiri kanan ketika tombaktombak itu menusuk, mengelak dan menangkis dan tiba-tiba saja belasan orang lawannya itu berteriak kaget.
Mereka kehilangan wanita ini karena Mei Hoa mempergunakan ilmu meringankan tubuhnya untuk
berkelebatan di depan lawan. Dan ketika semua orang terkejut dan berseru tertahan maka saat itulah
tangannya kembali bergerak dan laki-laki yang mengatakan ingin menangkap dan membelejeti tubuhnya
tiba-tiba sudah terlempar dan menjerit dengan kepala pecah.
"Kau mampus lebih dulu... prak!"55 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Bentakan atau seruan itu disusul terbantingnya tubuh laki-laki ini. Laki-laki itu hanya sempat berteriak
sekali dan setelah itu diam, bagian belakang kepalanya retak. Dan ketika yang lain-lain terkejut tapi Mei Hoa
terus berkelebatan membagi-bagi pukulan atau tamparannya maka yang lain-lain sudah bergelimpangan
menyusul dan roboh dengan keluhan-keluhan tertahan. Akhirnya Mei Hoa sudah berhasil membereskan
lawan-lawannya ini namun teriakan atau jerit orang-orang itu sempat didengar bangsa Uighur. Mei Hoa
sendiri baru saja mengusap lengannya yang penuh darah ketika tiba-tiba ratusan orang muncul, bergerak dan
membentaknya dari sini-sini dan gegerlah orang-orang Uighur itu melihat mayat-mayat teman mereka yang
bergelimpangan mandi darah. Tandang Mei Hoa tak kenal ampun dan kehadiran wanita itu tentu saja
mengagetkan orang-orang ini, di samping marah dan gusar karena begitu dinginnya wanita itu membunuh
lawan-lawannya. Dan ketika mereka berteriak dan memberi aba-aba, bahwa di pagi itu datang musuh
menyatroni maka bergeraklah satu pasukan besar yang menerjang wanita ini, berderap di atas kudanya.
"Serang! Tangkap wanita ini. Bunuh...!"
Mei Hoa mengerutkan keningnya. Di saat dia baru mengusap peluh tiba-tiba saja pasukan besar itu
sudah bergerak. Kebetulan, dia memang akan menghajar orang-orang ini. Maka begitu lawan berteriak dan
dirinya sudah dihujani panah atau tombak maka Mei Hoa mencabut pedangnya dan dengan pedang itulah dia
menangkis dan memutarnya cepat melindungi tubuh.
"Crang-cring-crang-cringg!"
Lawan dibuat terbelalak. Panah dan tombak yang menghujani wanita itu tiba-tiba terpental semuanya
dan patah-patah. Orang benar-benar dibuat kaget tapi juga kagum. Tapi karena belasan mayat terkapar di situ
dan bangsa Uighur tahu bahwa itulah teman-teman mereka yang telah dibunuh wanita ini maka Mei Hoa
diserang lagi dan bentakan atau makian tiba-tiba menggetarkan perbukitan.
Mei Hoa harus menangkis sana-sini dengan cepat kalau tak mau menjadi korban. Pedangnya bergerak
secepat kitiran namun lawan yang rata-rata di atas kuda merepotkan juga. Kuda yang berseliweran naik turun
mengacau pandangan, apa boleh buat Mei Hoa harus melakukan lompatan tinggi dan berjungkir balik di atas
seorang penyerang yang kudanya hampir menyepak pundak. Dan ketika Mei Hoa melayang turun dan lakilaki itu kalah cepat maka pedangnya menusuk ke bawah dan terjungkallah perajurit itu oleh pedang di tangan
Mei Hoa. Selanjutnya Mei Hoa sudah ganti di atas kuda dan dengan kuda inilah nyonya itu melengkinglengking menghadapi lawan. Lawan yang berderap di sekelilingnya juga diikuti dengan derap dan lari
kudanya, yang meringkik dan menendang-nendang saking kuatnya Mei Hoa menjepit perut kuda. Dan ketika
lawan tercekat karena Mei Hoa ternyata pandai pula di atas kudanya maka pedang itu bergerak ke sana ke
mari mendapatkan korban-korban baru.
"Crep-crep-augh..!"
Empat tubuh bergelimpangan. Pedang Mei Hoa sudah mulai mencium darah lawan dan itu membuat
bangsa Uighur marah. Mereka hanya menghadapi seorang wanita saja tapi justeru dibuat kelabakan. Wanita
itu berputaran di sekeliling mereka dan ke manapun pedang di tangan wanita itu bergerak pasti sebuah
nyawa melayang. Gusarlah orang-orang itu dan akhirnya sebuah aba-aba menyuruh mereka menjauh.
Seorang kakek gagah muncul di sebelah kiri dan Mei Hoa terbelalak tak mengenal kakek itu. Inilah Hulai
pemimpin bangsa Uighur. Dan ketika panah mulai dilepaskan tapi Mei Hoa dapat menangkis dan
meruntuhkan itu maka tiba-tiba kakek ini menyuruh pasukannya ke Lembah Hijau.
"Mundur.... semua mundur. Kita ke Lembah Hijau!"
Mei Hoa tak mengenal. Dia tak tahu bahwa di situlah suaminya tertangkap. Sebuah jebakan telah
dipasang orang-orang Uighur ini dan sebenarnya bukan hanya sebuah melainkan banyak sumur-sumur dalam
yang telah digali orang-orang Uighur itu. Mereka melakukan ini untuk menghadapi pasukan Hok-ciangkun,
kalau mereka dipaksa mundur dan terdesak. Maka begitu kakek Hulai memberi aba-aba dan dari atas
kudanya kakek itu melihat betapa lihainya Mei Hoa maka cepat pasukannya ditarik mundur dan Mei Hoa tak
sadar mengejar lawan-lawannya ini.
"Hei, jangan pengecut. Jangan lari. Hayo hadapi aku dulu dan di mana suamiku Ituchi!"56 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Terkejutlah orang-orang itu. Sekarang tahulah mereka siapa kiranya wanita garang ini. Kiranya isteri
Ituchi, pemuda yang sudah mereka tangkap. Tapi karena pemimpin mereka sudah berseru dan semua mundur
ke Lembah Hijau, siap menjebak dan menangkap wanita ini maka semuanya lari berserabutan tapi tiba-tiba
dari kiri dan kanan muncul pasukan Hok-ciangkun.
"Hulai, kami datang lagi. Menyerahlah, atau pasukanmu kami hancurkan!"
Bangsa Uighur terkejut. Di pagi-pagi yang masih dingin tiba-tiba saja mereka dibuat kacau oleh
semuanya itu. Pertama wanita yang belum dapat mereka tundukkan ini dan sekarang Hok-ciangkun bersama
pasukannya. Celaka. Mereka pucat dan kakek Hulai juga terbelalak dan berobah mukanya melihat itu. Tadi
sewaktu tidur kakek ini tiba-tiba dibangunkan seorang pembantunya bahwa di pagi itu ada seorang wanita
mengamuk. Mereka tak tahu siapa itu dan belasan perajurit mereka roboh. Semuanya dibunuh atau dibantai
wanita itu. Hulai sang kakek gagah terkesiap dan bertanya siapa itu, tak tahu dan dijawab bahwa wanita itu
adalah wanita Han, bangsa yang menjadi musuh mereka dan kini dikeroyok pasukan berkuda. Dan ketika
kakek itu bangun dan menyambar tombaknya, juga anak panah serta gendewa maka tiba-tiba saja sekarang
pasukan Hok-ciangkun muncul.
"Keparat!" kakek itu memekik. "Kabur Lembah Hijau, anak-anak. Cepat.... cepat kalian lari!"
"Ha-ha!" Hok-ciangkun tertawa bergelak di atas kudanya. "Lari atau tidak sekarang kalian mampus,
Hulai. Menyerahlah, atau kau dan pasukanmu kubunuh.... singg!" sebatang panah menjepret menuju dada
kakek ini, dikelit tapi masih juga menancap di pundak. Itulah serangan Hok-ciangkun yang garang di atas
kudanya. Kakek ini terkejut. Tapi ketika dia mengeluh dan hampir roboh, ditahan seorang anak buahnya
maka kakek ini lari dan mencengklak kudanya.
"Kejar.... kejar kakek itu!" Hok-ciangkun tentu saja tak membiarkan, maju dan mengamuk dengan
pedangnya namun pasukan Uighur melindungi sang pemimpin dengan gagah. Mereka membentak dan
menghalang-halangi dan panglima ini harus menghadapi puluhan bahkan ratusan pasukan Uighur. Anak
buahnya juga bergerak namun itu tak menolongnya cepat. Orang-orang Uighur berani mati melindungi
pemimpinnya, sama seperti dulu ketika mereka bentrok dan perang di padang rumput. Dan ketika dua
pasukan itu berlaga dan masing-masing sama mengangkat senjata maka Mei Hoa yang tertutup jalannya
segera memaki pasukan Hok-ciangkun itu.
"Bedebah, minggir kalian.... minggir!"
Pasukan Hok-ciangkun didorong. Sekarang Mei Hoa tahu bahwa itulah Hulai, pemimpin bangsa
Uighur. Namun ketika kakek itu melarikan diri dan pasukannya melindungi dengan gagah maka nyonya ini
menerjang dan membabatkan pedangnya ke sana ke mari. Orang-orang Uighur berteriak dan robohlah
mereka satu per satu. Memang tak akan ada yang dapat menandingi wanita ini. Tapi karena jumlah mereka
banyak sementara pasukan Hok-ciangkun sudah berbaur dengan lawan-lawan mereka maka Mei Hoa dapat
mengejar tetapi lambat, membentak dan melengking-lengking dan robohlah lawan-lawannya dicium
pedangnya. Wanita itu memanggil-manggil Hulai dan kakek gagah itu akhirnya menyuruh pasukan memberi
jalan. Setiap Mei Hoa menerjang tiba-tiba pasukan Uighur menyibak, tentu saja membuat Mei Hoa girang
tapi tidak menyadari bahaya. Hulai, pemimpin bangsa Uighur itu hendak menjebaknya di Lembah Hijau,
tempat yang membuat Ituchi terperangkap dan tak berdaya. Tapi ketika Mei Hoa memasuki jalan yang
diberikan lawannya dan Hok-ciangkun serta pasukannya juga mempergunakan kesempatan itu, mengikuti di
belakang, maka Hulai dan pasukannya terkejut. Bukan maksud kakek itu untuk memberikan jalan kepada
Hok-ciangkun dan pasukannya. Yang dimaksudkan kakek itu hanyalah Mei Hoa. Tapi karena lawan sudah
menyerbu dan pasukan Uighur terdesak, mundur-mundur, maka apa boleh buat kakek ini menggeram dan
nnengeprak kudanya ke Lembah Hijau.
"Biarkan mereka itu.... biarkan. Mari ikuti aku dan kita merobohkan lawan di sana!"
Pasukan Hok-ciangkun bersorak. Sekarang mereka memburu lawan yang kabur melarikan diri, juga
tak menyadari bahaya yang sedang dipasang kakek itu. Dan ketika semua membalikkan tubuh dan berderap
melarikan kudanya tiba-tiba barulah pasukan Hok-ciangkun terpekik ketika seorang dua terjungkal dan
menjerit dilubang jebakan.57 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Aduh...!"
"Aaaaa...!"
Pasukan Hok-ciangkun pucat. Mereka mendengar teriakan dua orang temannyai itu dan tiba-tiba
mereka tertegun. Hok-ciangkun sendiri hampir terperangkap jebakan tapi keburu berjungkir balik
meninggalkan kudanya, yang sudah terperosok dan meringkik di dalam sumur yang dalam. Dan ketika
panglima itu mengumpat caci sementara anak buahnya bengong terlongong-longong mendadak
menyambarlah hujan panah ke arah pasukan itu. Tak ampun pasukan Hok-ciangkun menjerit dan roboh
terlempar, pasukan Uighur sudah bersorak-sorai dan kini membaliklah mereka menyerang lawannya itu.
Pasukan Hok-ciangkun panik dan larilah mereka ke sana ke mari, hal yang disengaja oleh pasukan Uighur
karena tiba-tiba pasukan Hok-ciangkun itu terjeblos dan memasuki lubang-lubang jebakan yang lain. Dan
ketika teriakan dan jeritan terdengar menggetarkan hutan maka Mei Hoa, yang ada di depan dan juga tidak
menyangka akan itu sudah terjeblos dan masuk ke sumur yang dalam, bersama-sama kudanya.
"Aiihhh...!" Mei Hoa kaget bukan main. Sama seperti Ituchi kemarin kuda yang ditunggangi wanita
ini patah lehernya, terbanting dan tertekuk di dalam lubang. Tapi karena Mei Hoa tak menghadapi keroyokan
dan pasukan Uighur sedang berhadapan dengan pasukan Hok-ciangkun maka ketika wanita itu berjungkir
balik dan meloncat ke atas maka ia tiba kembali dengan selamat di bibir sumur, langsung membentak dan
memaki tiga orang Uighur yang ada di dekat situ, menghantam dan melepas pukulan jarak jauh hingga
mereka menjerit terlempar, tewas seketika. Dan ketika Mei Hoa berkelebat dan menyambar kuda yang
kehilangan tuannya maka wanita atau nyonya ini sudah mendapatkan kuda pengganti.
"Keparat, jahanam terkutuk!" Mei Hoa memaki-maki. "Kiranya ini yang kalian harapkan, orang-orang
Uighur. Perbuatan pengecut dan curang. Hiaattt, mampuslah kalian.... des-des-dess! dan Mei Hoa yang
melengking dan naik turun di atas kudanya tiba-tiba sudah melepas kemarahan dengan menghajar lawanlawannya yang ada di sekitar, didatangi dan ditampar dan setiap kali itu pula pasti jeritan ngeri terdengar.
Mei Hoa menjadi ganas dan beringas sepak terjangnya karena segeralah dia mengerti bahwa itulah kira-kira
yang terjadi pada suaminya. Ituchi terjebak dan dicurangi orang-orang ini. Maka ketika nyonya itu memekikmekik sementara Hok-ciangkun dan pasukannya juga mengamuk di sana maka pasukan Uighur terdesak
hebat dan banyak di antara mereka yang menjadi korban pembantaian sia-sia. Kakek Hulai yang melihat itu
berobah mukanya dan melepas panah-panah besar, menggeram dan mengutuk dan lawanpun terjungkal satu
per satu. Tapi ketika panah-panah itu diarahkan kepada Hok-ciangkun maupun Mei Hoa tapi selalu terpental,
bahkan patah-patah maka kakek ini gelisah dan akhirnya menyuruh pasukannya mengeluarkan panah api.
"Bakar mereka itu! Kita keluar dari hutan!"
Orang-orang seketika berteriak. Pasukan Hok-ciangkun terkejut ketika panah-panah api berhamburan.
Mereka menangkis tapi api yang jatuh di rumput kering segera menjilat ke atas, membakar hutan. Dan
karena Lembah Hijau adalah lembah yang penuh pohon-pohon bambu, di mana daun keringnya berserakan
di tanah maka orang-orang Hok-ciangkun itu panik ketika tanah berkeratak dan apipun menjilat mereka.
"Keluar, semua mundur...!"
Hok-ciangkun terpaksa memberi perintah. Lawan sudah melarikan diri dan mereka itu mengenal
medan, tak berani dikejar karena Hok-ciangkun takut pasukannya dijebak lagi. Jangan-jangan di depan ada
lagi sumur-sumur lain yang akan menjebloskan mereka. Dan ketika pasukannya mundur sementara hutan itu
terbakar hebat maka Lembah Hijau tiba-tiba menjadi lembah neraka dengan apinya yang menjilat-jilat ke
atas, api dari daun-daun kering atau ranting-ranting yang terbakar.
Tapi lain pasukan Hok-ciangkun lain pula Mei Hoa. Wanita ini, yang masih belum mendapatkan
suaminya tiba-tiba mengejar lawan yang pucat melarikan diri. Mei Hoa membentak-bentak di belakang dan
orang-orang Uighur yang ada di depannya dibuat panik ketika kedua lengannya bergerak-gerak ke depan.
Mereka yang tak mendapat pukulan jarak jauh tiba-tiba mendapat jarum-jarum halus yang dilepas nyonya
ini, terpekik dan terjungkal dan Mei Hoa terus mengejar mereka yang ada di depan. Tujuan wanita ini adalah
Hulai karena kakek itulah yang dianggap bertanggung jawab atas tertangkapnya suaminya. Tapi ketika kakek
itu dilindungi pasukannya dan berkali-kali mereka masuk keluar hutan, mengenal medan dan melepas panahpanah berhamburan maka Mei Hoa agak tersendat dan terganggu pengejarannya. Kakek itu akhirnya hilang58 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
dan Mei Hoa marah bukan main. Empat kali dia dibawa masuk keluar hutan dan setiap kali itu pula lawan
bermain kucing-kucingan, kadang di kiri dan kadang di kanan dan hujan panah selalu menghalang
pandangan wanita ini. Dan ketika kakek itu lenyap sementara pasukannya berpencar ke sana-sini tiba-tiba
Mei Hoa membentak belasan pasukan Uighur yang mau melintasi sungai.
"Hei, berhenti kalian. Atau semua kubunuh.... ser-ser!" tujuh jarum hitam menyambar, langsung
merobohkan tujuh orang di depan dan pasukan Uighur itu berteriak. Mereka terjungkal dan masuk ke sungai,
yang selamat segera mencengklak kudanya dan kabur secepat setan. Dan ketika tujuh orang itu merintih dan
Mei Hoa berjungkir balik dari atas kudanya maka wanita atau nyonya itu sudah mencengkeram dan
menyambar seorang di antaranya, menghardik,
"Bicaralah, atau kau kubunuh!" dan memijat jalan darah di tengkuk tiba-tiba perajurit itu menjerit dan
berteriak kesakitan. Yang lain roboh tumpang-tindih dan membiarkan diri basah kuyup. Maklumlah, mereka
jatuh ke sungai tapi untung sungai itu tidak dalam. Airnya tidak deras dan itu tak membuat mereka hanyut,
meskipun kini mereka berada dalam bahaya karena Mei Hoa yang marah siap menyiksa dan membunuh
mereka. Dan ketika perajurit itu merintih dan bertanya apa yang diminta Mei Hoa maka Mei Hoa bertanya
tentang suaminya itu.
"Sudah kusebutkan berkali-kali, kau tentu tidak tuli. Di mana suamiku dan kalian apakan dia!"
"Ah, maksud.... maksud hujin adalah Hu-ongya? Pemuda itu... pemuda itu dibawa ke suku bangsa Umin, diserahkan ke raja Cucigawa..!"
"Apa?"
"Beb... benar... aduh, ampun, hujin. Jangan keras-keras kau memijat tengkukku! Suamimu itu dibawa
ke sana. Pemimpin kami hendak meminta tukar bantuan pasukan raja itu. Aduh, lepaskan tanganmu...!"
Mei Hoa mendepak. Tiba-tiba dia kaget sekali mendengar itu. Lawannya seketika terlempar dan
masuk sungai, terjelungup. Dan ketika nyonya itu merah padam dan memandang yang lain tiba-tiba enam
orang lawannya itu menjatuhkan diri berlutut, menangis sekaligus meringis menahan sakit, jarum menancap
di tubuh masing-masing.
"Am.... ampun...." mereka merintih. "Kami tak tahu apa-apa, hujin.... kami hanya perajurit-perajurit
rendahan...!"


Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hm, aku tahu. Tapi kalian tentu dapat menunjukkan di mana kakek Hulai itu bersembunyi. Dia
bertanggung jawab tentang ini!"
"Pemimpin kami langsung ke Cucigawa. Dia ke sana..."
"Ke bangsa U-min itu? Minta perlindungan?"
"Beb.... benar, hujin. Kami.... aduh, des-des-dess!" orang-orang itu mencelat, Mei Hoa tak dapat
menahan kemarahannya lagi dan ditendanglah mereka-mereka itu. Nyonya ini segera membentak dan
menyambar kudanya, perajurit-perajurit itu sudah pingsan dan kecebur di air. Dan ketika dia mengeprak dan
membedal kudanya maka Mei Hoa sudah terbang ke bangsa U-min untuk mengejar sekaligus menangkap
kakek Hulai, juga menyelamatkan suaminya yang akan diserahkan ke Cucigawa.
* * * Jauh di luar tembok perbatasan. Bangsa U-min, yang dipimpin dan dikendalikan oleh Cucigawa
adalah bangsa yang oleh bangsa Tiongkok disebut sebagai bangsa setengah liar. Mereka memang dulunya
begitu tapi sekarang keadaan sudah berubah. Sejak belasan tahun yang lalu di mana Cao Cun menjadi
permaisuri Raja Hu maka bangsa ini perlahan tetapi pasti sudah mengalami banyak kemajuan. Mereka tidak
lagi merupakan bangsa yang "buta huruf" melainkan bangsa yang sudah dapat baca tulis. Mereka sudah
mulai mengenal kesusasteraan dan cara berpikir merekapun tergolong maju dibanding bangsa-bangsa lain.
Orang-orangnya juga sudah banyak yang belajar ilmu silat dan kehidupan sehari-hari termasuk tenteram.59 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Pertanian merekapun sudah lagi tidak berpindah-pindah menebang hutan melainkan sudah mampu membuat
irigasi untuk mengairi sawah-sawah mereka. Hidup mereka akhir-akhir ini memang tergolong baik dan
mapan, meskipun mereka masih harus memberi upeti kepada kaisar di kota raja sebagai tanda bakti mereka.
Tapi ketika pagi itu serombongan pasukan memasuki wilayah ini dan di tengah-tengah pasukan itu tampak
terkurung seorang pemuda maka bangsa U-min menjadi heran di samping terkejut.
Itulah pasukan Uighur yang membawa Ituchi. Pemuda ini, setelah jatuh di lubang dan menghadapi
hujan batu akhirnya pingsan dan tak sadarkan diri. Dia tak tahu apa-apa ketika semalam penuh pasukan itu
membawanya. Tapi ketika pagi itu mereka memasuki wilayah bangsa U-min dan perlahan-lahan Ituchi mulai
sadar maka pemuda itu membuka mata dan tertegun ketika seluruh tubuhnya tak dapat digerakkan dan kaku
serta membujur kaku di sebuah lantai yang dingin.
Ituchi meram-melek dan mendengar langkah-langkah kuda. Dia tak dapat menoleh atau melihat ke kiri
kanan. Tubuhnya diikat erat dan pemuda ini bak seekor babi yang baru ditangkap pemburu, sama sekali tak
dapat bergerak. Tapi ketika telinganya mendengar percakapan-percakapan dan dia akhirnya ingat bahwa
dirinya berhadapan dengan orang-orang Uighur maka Ituchi tersentak ketika orang-orang mulai ramai
membicarakan Cucigawa.
"Kita sebaiknya berhenti jangan di tengah kota. Sebagian di sini dulu dan yang lain menghadap
Cucigawa. Serahkan surat pemimpin dan dengar pendapatnya. Kalau setuju, barulah kita masuk. Kalau tidak,
kita kembali pulang dan menyerahkan tawanan kita kepada pemimpin!"
"Hm, benar. Dan kau sebaiknya ke sana, Ma-twako (kakak Ma). Biarlah kami di sini dan berjagajaga."
"Baik, kalian di sini dulu. Awas, pemuda itu mulai siuman!" Ituchi mendengar langkah dan seruan
seseorang, cepat menutup mata dan pura-pura pingsan kembali sementara tiba-tiba dia mengatur napas. Dia
berdetak ketika mendengar bahwa dirinya akan dibawa ke Cucigawa, saudara sekaligus musuhnya yang
paling dibenci. Dan ketika orang menoleh namun melihat pemuda itu "tidur", masih pucat maka Ma-twako
heran dan dianggap teman-temannya terlalu ketakutan.
Aku melihat pemuda itu membuka matanya, sungguh mati. Tak mungkin aku salah!"
"Sudahlah, betapapun dia dalam keadaan terikat erat, twako. Dan kita juga sudah di wilayah
Cucigawa. Bangsa U-min tentu akan membantu kita kalau pemuda itu bangkit melawan. Cepatlah, kau
menghadap padanya dan katakan perihal ini!"
"Baik, hati-hati!" dan Ma-twako yang rupanya pemimpin dan mengendalikan teman-temannya lalu
menderapkan kuda dan bersama sepuluh orang temannya laki-laki ini ke tengah kota. Ituchi mendengar
langkah-langkah kaki banyak orang dan pasukan Uighur ini rupanya sibuk menjaga dirinya, karena ketika
orang-orang itu akan mendekat tiba-tiba saja diminta mundur oleh orang-orang Uighur ini. Dari percakapan
yang campur aduk akhirnya Ituchi tahu bahwa suku bangsanya, orang-orang U-min telah melihat dan
mendatangi orang-orang Uighur ini. Mereka bertanya jawab dan orang-orang Uighur berkata bahwa mereka
membawa tawanan, akan menyerahkannya kepada raja dan orang-orang itu mendesak siapakah tawanan itu.
Orang Uighur ragu menjawab dan desak-mendesak akhirnya terjadi, orang-orang itu mendorong dan
menyeruak maju. Dan karena orang Uighur berada di wilayah lawan dan orang U-min tentu saja berhak tahu
siapakah pemuda di dalam kerangkeng itu maka beberapa suara akhirnya mengeluarkan seruan tertahan
ketika mengenal Ituchi.
"Pangeran kita, Hu-ongya!"
"Sst, siapa berani bicara keras-keras? Tahan mulut kalian, kawan-kawan. Kita berada di daerah yang
penuh dengan orang-orangnya Cucigawa!"
Ituchi berdetak. Tiba-tiba saja beberapa mulut saling berbisik dan berkata-kata lirih. Yang bicara
pertama dan kedua tadi jelas adalah orang-orang yang tak senang kepada rajanya. Mereka itu menyambut
dirinya dengan seruan kaget dan heran. Tapi ketika beberapa yang lain mendengus dan mengejek tertawa
maka Ituchi tahu bahwa yang bicara pertam a tadi benar, ada orang-orang Cucigawa di situ.60 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Huh, antek kaisar Cina? Kalian menangkap dan membawanya ke mari? He, langsung saja menghadap
raja kami, sobat-sobat. Bawa dia ke tengah kota dan serahkan di sana!"
"Nanti dulu!" beberapa orang Uighur menjawab, berseri. "Pemimpin kami sedang menghadap
pemimpin kalian, sobat-sobat. Kami harus menghormati wilayah tuan rumah dan tidak langsung masuk.
Pemimpin kami sedang minta ijin, biarlah kami tunggu dan setelah itu tentu ke sana!"
"Ha-ha, bagus. Tapi kami ingin menghajarnya di sini sebelum kalian serahkan kepada raja. Buka
kerangkeng itu dan biarkan kami mendaratkan beberapa bogem mentah!"
"Eh, jangan. Nanti dulu, sobat. Tunggu. Kami tak ingin menyerahkan tawanan dalam keadaan babakbelur!" dan ketika orang-orang Uighur ramai mencegah orang-orang itu, kaki tangan Cucigawa maka Ituchi
menahan napas dan siap membuka tali ikatan. Saat itu dia terpecah konsentrasinya antara mengerahkan
sinkang dan mendengarkan percakapan orang-orang ini. Dengan cepat dia dapat menarik kesimpulan bahwa
dirinya dalam bahaya besar. Dia akan diserahkan ke Cucigawa, orang yang pasti senang menerimanya. Tapi
ketika dia menahan napas dan siap memberontak tiba-tiba terdengar derap kaki kuda dan puluhan orang
muncul, mengiring atau mengawal seorang laki-laki tinggi besar yang bertopi bulu.
Jilid V
"SRI BAGINDA datang. Beri hormat!"
Ituchi tergetar. Kiranya baru dia berpikir dan tiba-tiba saat itu juga musuhnya datang. Derap kaki kuda
sudah dekat dan terdengarlah aba-aba atau seruan berhenti. Laki-laki tinggi besar di atas kuda itu, yang
duduk dengan gagah dan agung tiba-tiba tersenyum lebar. Ituchi segera mendengar tawa yang tak dapat
dilupakannya, tawa berderai dan menusuk-nusuk jantung, tawa Cucigawa! Dan ketika laki-laki di atas kuda
itu mengangkat lengan dan semua barisan berhenti, orang-orang di sekitar segera minggir dan berlutut maka
Ituchi mendengar tawa yang menyakitkan hatinya itu.
"Orang she Ma, kau benar. Inilah Ituchi, saudaraku!"
Ma-twako, pemimpin pasukan Uighur tiba-tiba melangkah maju. Dia tadi mengiring di belakang dan
kini maju dengan wajah berseri-seri. Tadi dia sudah menghadap dan melaporkan maksud kedatangannya,
bahwa dia membawa tawanan dan itu bukan lain adalah Ituchi, saudara tapi juga musuh besar raja yang
gagah ini. Maka begitu sri baginda memanggil dan ia cepat berlutut maka dengan wajah berseri dan tawa
yang kegirangan laki-laki ini berseru,
"Begitulah, hamba tak bicara bohong, sri baginda. Sekarang paduka dapat membuktikan apakah
laporan hamba benar atau tidak. Inilah Hu-ongya, tawanan yang tentu amat berharga bagi paduka. Sekarang
silahkan paduka menjawab bagaimana dengan tawaran pemimpin kami!"
"Ha-ha, sungguh berharga, amat berharga. Eh, lepaskan saudaraku itu dari kerangkengnya, Ramba.
Dan hadapkan dia kepadaku!"
Seseorang bergerak. Seorang laki-laki tigapuluhan tahun tiba-tiba meloncat dan menjawab seruan
rajanya ini. Kerangkeng Ituchi siap dibuka sementara pasukan raja tiba-tiba juga maju bergerak, mengepung
dan siap dengan senjata bergetar di tangan. Ituchi rupanya mau dibebaskan! Tapi ketika Ramba, laki-laki
tigapuluhan tahun yang gagah dan tegap itu siap melaksanakan tugasnya mendadak orang she Ma ini
berteriak,
"Tunggu, nanti dulu, sri baginda...!" dan maju menghalang dengan wajah berobah laki-laki ini segera
berlutut lagi, muka tengadah. "Paduka belum memberi tahu apakah tukar-menukar ini disetujui. Paduka
belum menjawab pertanyaan surat pemimpin kami apakah paduka mau membantu bangsa Uighur!"
"Ha-ha, betul," sri baginda tertawa, memberi kedipan kepada pembantunya itu. "Pertanyaanmu tidak
salah, orang she Ma. Tapi tentunya kau mengerti bahwa kalau sudah begini tentunya tawaran pemimpinmu
tidak kutolak. Sampaikan kepada Hulai bahwa bangsa Uighur akan kubantu!"61 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Ah, terima kasih. Kalau begitu paduka berhak atas tawanan ini. Tapi..." laki-laki itu ragu, menoleh ke
sana-sini. "Hamba... hamba tak dapat melapor begini saja, sri baginda. Tentunya paduka tahu apa yang harus
paduka lakukan!"
"Hm, apa maksudmu?" alis sri baginda terangkat, mata mulai berkilat. "Kau seorang perajurit
rendahan berani memeritah aku?"
"Ah, tidak... tidak... ampun! Maksud hamba... hamba... eh, maksud hamba adalah mohon paduka suka
memberi surat balasan kepada pemimpin kami. Hamba tentunya tak berani melapor secara lisan!"
"Keparat!" Ramba, laki-laki tegap di sebelah sri baginda itu tiba-tiba meloncat dan mencekik
lawannya ini. "Kau tak menghargai pemimpin kami, perajurit goblok. Apa yang diucapkan sri baginda
Cucigawa sudah jauh dari cukup untuk disampaikan kepada pemimpinmu. Pergilah, atau kau akan tinggal
nama... bluk!" orang she Ma itu dibanting, langsung menjerit dan pasukan atau orang-orang Uighur terkejut.
Mereka terbelalak dan bergerak namun kalah cepat oleh pengiring atau pasukan Cucigawa, yang bergerak
dan tahu-tahu menodongkan tombaknya ke punggung orang-orang Uighur ini. Dan ketika mereka tertegun
dan tentu saja pucat, kalah banyak, maka Cucigawa tertawa dan menuding.
"Antarkan mereka ini ke perbatasan, dan ucapkan terima kasih atas jasa-jasa mereka!"
Pemimpin pasukan mengangguk. Dia ia telah menerima isyarat atau kedipan raja. Kata-kata
"antarkan" itu berarti luas, rahasia. Maksudnya adalah membunuh atau melenyapkan orang-orang ini. Tapi
Ma-twako yang rupanya tahu dan mengerti akan isyarat itu tiba-tiba melejit berteriak marah.
"Kawan-kawan, awas. Kita ditipu!" dan menyambar serta menubruk lawan yang terdekat dengannya
tiba-tiba laki-laki ini sudah menyerang dan menusuk sana-sini, berteriak-teriak dan beringas dan
perbuatannya itu tentu saja mengejutkan yang lain-lain. Baik pasukan Uighur maupun pengiring Cucigawa
sama-sama tersentak. Mereka melihat orang yang direbut tombaknya itu roboh menjerit, kena tusuk. Dan
ketika Ma-twako memekik dan menyerang raja, yang duduk di atas kudanya tiba-tiba mereka bergerak tapi
Cucigawa mendadak berseru mencegah orang-orangnya.
"Biarkan, jangan bantu aku!" dan raja yang mengelak serta mencabut sebatang golok berbadan lebar
tiba-tiba tertawa menangkis tusukan tombak lawan. Perajurit she Ma itu berteriak ketika tombaknya
terpental, telapak seketika pecah berdarah dan saat itu golok di tangan Cucigawa bergerak ke bawah. Lakilaki ini sedang terhuyung dan pucat serta menggigil. Serangannya gagal, dia akan menerima akibat. Dan
ketika benar saja ia tak sempat mengelak balasan raja yang menggerakkan goloknya dari atas ke bawah maka
terdengarlah jeritan panjang ketika bahu sampai perut orang itu belah.
"Crat!"
Darah berhamburan membasahi tanah. Orang she Ma itu roboh dan seketika terjelungup, mengerang
dan akhirnya tak bergerak-gerak lagi, tewas. Tapi ketika raja tertawa bergelak dan membersihkan goloknya
mendadak kesempatan itu digunakan orang-orang Uighur untuk membalik dan menyerang pasukan raja yang
sedang tertegun.
"Balas kematian Ma-twako. Bunuh, kita ditipu!"
Pengiring raja terkejut. Mereka saat itu memang sedang bengong menyaksikan rajanya membunuh
lawan, dengan sekali bacokan dan gerakan saja. Maka begitu orang-orang Uighur membalik dan menyerang
mereka, yang sedang mendelong maka tiga di antaranya menjerit dan roboh kena tusukan. Yang lain dapat
menangkis dan selanjutnya orang-orang Uighur itu mengamuk. Sebagai utusan tentu saja mereka merasa
diperlakukan kejam, pimpinan mereka dibunuh dan merekapun ditodong. Kalau tidak bergerak sekarang
tentu mereka akan mati, secara konyol. Maka begitu melihat kesempatan dan kesempatan itu ada karena
lawan sedang bengong, menyaksikan terbunuhnya Ma-twako maka orang-orang Uighur ini membalik dan
menyerang dengan marah. Sekarang mereka tahu bahwa keselamatan mereka terancam. Mereka menghadapi
raja yang licik dan mereka tak mau mati konyol. Maka ketika belasan orang ini bergerak dan arena segera
menjadi perkelahian adu jiwa maka pasukan Cucigawa yang tentu saja tak mau tinggal diam dan marah
melihat empat temannya roboh sudah bergerak dan membalas orang-orang Uighur itu. Mereka bertempur
dan maki serta bentakan riuh rendah terdengar di situ. Tapi karena jumlah lawan lebih banyak dan orang-62 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
orang Uighur ini dikeroyok dari sana-sini maka satu per satu orang-orang Uighur itu roboh. Mereka berhasil
membunuh beberapa orang lawan dan melukai yang lainnya lagi, sebelum ajal. Dan ketika sebentar
kemudian belasan orang Uighur itu tewas dan dibantai lawan-lawannya maka Cucigawa yang sejak tadi
mengamati jalannya pertempuran dengan mulut tersenyum-senyum, dingin, tiba-tiba dikejutkan oleh
munculnya banyak bayangan hitam yang berkedok.
"Cucigawa, serahkan Hu-ongya kepada kami!"
Raja tersentak. Puluhan orang muncul dan pasukannya tiba-tiba diserang orang-orang ini. Mereka tak
dapat dilihat mukanya karena bersaputangan hitam, hanya kedua matanya itu saja yang bergerak ke sana-sini
dengan liar, merah. Dan ketika semua terkejut dan pasukan atau pengiring raja tersentak maka kerangkeng
yang membawa Ituchi mendadak diangkat dan dilarikan tujuh dari para penyerang-penyerang baru ini.
"Heii..!" Cucigawa membentak. "Cegat mereka, Ramba. Jangan biarkan mereka membawa Ituchi!"
Ramba, pembantu raja terbelalak. Dia tadi tak ikut campur tangan ketika pasukannya merobohrobohkan orang Uighur. Mereka itu menang jumlah dan tanpa dibantupun pasti menang. Tapi begitu muncul
orang-orang berkedok hitam ini dan jumlah mereka seimbang dengan anak buahnya, hampir seratus orang
maka Ramba atau laki-laki tegap itu bergerak. Dia mencabut tujuh pisau kecil dan sekali ayun tiba-tiba tujuh
buah pisau itu menyambar bagai pisau-pisau terbang. Hebatnya tujuh pisau itu dapat memecah ke tujuh
jurusan dan tujuh orang yang melarikan kerangkeng tiba-tiba diburu pisau-pisau ini, pisau maut. Dan ketika
benar saja teriakan susul-menyusul terdengar di situ dan tujuh orang itu roboh, kerangkeng berdentam keras
maka maksud melarikan tawanan menjadi gagal dan orang-orang berkedok hitam yang lain terkejut.
"Selamatkan Hu-ongya. Balas kematian teman-teman kita!"
Ramba mendengus. Belasan orang tiba-tiba meluruk dan suasanapun menjadi gempar. Penonton atau
rakyat kecil yang tadi menonton tiba-tiba buyar berantakan. Tempat itu sudah menjadi arena adu jiwa dan
orang-orang kecil ini tentu saja lari tunggang-langgang. Mereka harus menyelamatkan diri kalau tak mau
menjadi korban. Dan ketika Ramba menggerakkan pisaunya lagi dan tujuh dari sebelas orang itu roboh,
menjerit, maka pembantu raja yang sigap dan kiranya berkepandaian tinggi ini sudah menyambut yang lain
dan mencabut trisula menghadapi empat lawan yang datang menggeram. Mereka itu adalah lawan-lawan
yang dapat menyelamatkan diri dari sambaran pisau-pisau Ramba, karena pembantu Cucigawa ini ssudah
mencabut pisau-pisaunya yang lain lagi namun mereka dapat menangkis, mementalkan atau meruntuhkan
pisau-pisau itu. Dan ketika mereka menerjang dan Ramba terkejut karena lawan-lawan yang dihadapi ini
ternyata memiliki gerakan ringan dan tangkas seperti kijang maka laki-laki itu sudah dikeroyok sementara
raja menjepretkan panah karena sudah di serang pula.
Terjadilah pertarungan mati hidup. Para pengiring atau pasukan raja ternyata menghadapi lawan yang
imbang. Orang-orang bersaputangan hitam itu ternyata seperti perajurit-perajurit terlatih. Mereka memiliki
kepandaian memainkan tombak atau golok, gapah dan ringan dan itu menandakan bahwa mereka bukan
orang-orang biasa saja. Dan ketika dua pihak mulai bergelimpangan dan Cucigawa mrngusir musuhmusuhnya dengan jepretan gendewa maka raja terkejut ketika melihat bahwa musuh-musuh yang telah
dirobohkannya itu adalah orang-orang dari bangsa U-min juga, sebagian perajurit-perajuritnya sendiri!
"Keparat, pemberontak jahanam. Kiranya pengkhianat!"
Raja gusar sekali. Kiranya orang-orang itu adalah perajurit-perajuritnya juga, entah di bawah pimpinan
siapa. Tapi ketika dia membidik-bidikkan panahnya sambil memaki-maki mendadak berkelebat sesosok
bayangan lain dengan gendewa di tangan.
"Cucigawa, sudah waktunya kau turun tahta. Maaf, turunlah!"
Cucigawa terkejut. Gendewa itu menyambarnya dan tentu saja dia menangkis. Lawan serasa
dikenalnya tapi suara di balik saputangan hitam itu agak sengau terdengarnya, dia marah dan membentak.
Dan ketika gendewa dipentalkan tapi terus menghantam kudanya maka kuda itu meringkik dan roboh dengan
sebelah kaki hancur.
"Dess!"63 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Cucigawa terlempar. Dalam keadaan seperti itu setiap orang harus menghadapi lawannya sendiri. Dia
dan pasukannya tak menduga bahwa akan muncul kian banyak orang-orang berpakaian hitam, yang
jumlahnya sama dengan pasukannya sendiri. Maka begitu kaki kudanya dihantam hancur dan kuda itu tentu
saja meringkik-ringkik, roboh, tak dapat dipakai, maka Cucigawa yang berjungkir balik dan terlempar dari
atas kudanya segera memaki dan menyumpah-nyumpah. Lawan dipentalkan gendewanya tapi cerdik dan
licik lawannya itu malah menghajar kaki kudanya, hancur dan tentu saja Cucigawa tak duduk lagi di atas
kudanya. Dan ketika raja tinggi besar itu melayang turun dan gendewa bergetar dengan hebat maka
lawannya itu dibentak dan secepat kilat Cucigawa melepas sebatang anak panah.
"Wirr!"
Lawan bergerak sama cepat. Panah yang menyambar disambut pula dengan sebatang panah yang lain,
patah dan runtuh ke tanah. Dan ketika sri baginda terkejut karena lawan ternyata juga seorang ahli panah
mengagumkan, dapat mengimbangi kecepatan panahnya maka raja sudah melepas tiga panah berturut-turut
tapi semuanya runtuh disambar anak panah lawannya pula.
"Keparat!" Cucigawa membentak. "Kiranya kau, Sudi. Bedebah jahanam! Buka, topengmu itu dan
jangan bersembunyi lagi!"
Laki-laki itu, ahli panah yang mampu mengimbangi raja tiba-tiba terkejut. Dia tampak tergetar dan
tertegun sejenak, lengah ketika Cucigawa melepas lagi sebatang anak panahnya, yang tak sempat ditangkis
dan menyerempet bahunya, karena untung dia cepat melempar tubuh ke kiri ketika anak panah itu berdesing.
Dan ketika raja membentak lagi namun laki-laki itu sudah sadar, menggerakkan sebatang anak panahnya
sendiri maka untuk ketujuh kalinya panah raja dipatahkan di tengah jalan.
"Trakk!"
Sekarang Cucigawa membanting gendewanya. Berang dan marah bahwa lawan adalah Sudi, tangan
kanannya sendiri nomor tiga setelah Ramba tiba-tiba raja tinggi besar ini membentak dan menubruk ke
depan. Sekarang dia tahu dan tak ragu lagi bahwa si ahli panah itu adalah Sudi, karena memang hanya
pembantunya itulah yang paling jempolan seimbang dengannya, dalam hal bermain panah. Maka ketika dia
menubruk dan busurnya dibanting ke tanah, menerkam dan menyergap lawan bagai seekor biruang terluka
maka laki-laki itu tak sempat mengelak lagi ketika ditubruk.
"Brett!"
Dan wajah laki-laki itupun tampak. Cucigawa mendelik karena seorang laki-laki bertampang gagah
tampak di depannya, laki-laki berumur empatpuluhan tahun berkulit coklat. Itulah Sudi yang sudah
diduganya tadi. Dan ketika dia menubruk lagi namun lawan mengelak ke kiri maka raja memaki-maki
lawannya ini.
"Bedebah, terkutuk kau, Sudi. Kau berkhianat dan menjadi pemberontak!"
"Maaf, sudah masanya aku melepaskan diri darimu, sri baginda. Hu-ongya telah datang dan kau harus
menepati janjimu, Tapi kau mau membunuhnya, aku tak dapat mengikuti lagi sepak terjangmu!" dan lakilaki ini yang terus mengelak dan berkelit sana-sini dari tubrukan Cucigawa tiba-tiba terpeleset ketika tanpa
sengaja kakinya menginjak bebatuan berlumut, diterkam dan terkejut karena Cucigawa melepas bogem
mentahnya. Mereka sama-sama tak bersenjata karena Sudi juga membuang gendewanya. Ternyata laki-laki
ini adalah seorang jantan yang tak mau mempergunakan busurnya lagi begitu lawan membuang panahnya.
Maka ketika dia terpeleset dan bogem mentah itu menyambar kepalanya, tak dapat dielak maka laki-laki ini
terpelanting dan jatuh tersungkur.


Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dess!"
Cucigawa tertawa menyeramkan. Tinju kanannya tadi cukup dahsyat hingga kepala harimaupun pasti
pecah. Sudi pasti merasakan pening tapi hebat pembantunya itu, karena masih sanggup berdiri setelah
bergulingan menjauhkan diri. Dan ketika dia menubruk lagi dan lawannya itu menangkis maka laki-laki
gagah ini terhuyung dan selanjutnya terdesak mundur-mundur. Cucigawa ternyata laki-laki hebat dan raja
tinggi besar itu seorang tukang berkelahi juga, karena bangsa U-min memang bangsa yang keras dan64 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
kehidupan mereka di tanah-tanah tandus mengharuskan menggembleng fisik, tak terkecuali juga rajanya ini.
Tapi ketika lawan terdesak dan terus mundur-mundur, sering menahan sakit ternyata di tempat lain para
pengiring atau pasukan Cucigawa ini tak mampu membendung lawan-lawannya. Dua pihak memang jatuh
korban tapi di pihak Cucigawa lebih besar. Tiga puluh di antara mereka sudah roboh sementara lawan baru
belasan orang saja. Dan ketika pertandingan berjalan tak imbang karena pihak musuh mulai mendesak maka
di saat itulah tiga bayangan hitam membantu pemimpinnya, Sudi.
"Bagus, maju kalian semua, cecunguk-cecunguk busuk. Dan lihat aku akan membunuh kalian tanpa
ampun!" Cucigawa marah, membentak dan tiba-tiba mencabut golok lebarnya yang tadi membunuh Matwako. Dengan goloknya itu raja tinggi besar ini menyerampang pendatang-pendatang itu. Dan ketika
mereka terpental dan harus mengakui kehebatan raja tinggi besar ini maka selanjutnya Cucigawa dikeroyok
sementara desakannya terhadap Sudi menjadi tertahan.
"Terkutuk, bedebah jahanam! Kubunuh kalian... kubunuh kalian!"
Sudi dan tiga temannya tak menjawab. Meskipun mereka dapat menahan namun sesungguhnya
kegarangan dan kebuasan lawannya itu menggetarkan mereka. Sudi sendiri akhirnya mencabut pedang
pendek dan dengan senjatanya ini dia melawan bekas rajanya itu, membela Ituchi dan berkaii-kali berseru
bahwa raja harus meletakkan jabatan, karena Ituchi suda datang dan pemuda itulah yang sebenarnya lebih
berhak, karena kalau tanpa Ituchi tentu bangsa U-min sudah menjadi jajahan bangsa Tiongkok yang dulu
mengalahkan mereka. Dan ketika raja mencak-mencak dan Cucigawa tentu saja marah bukan main maka
anak-anak buahnya kembali roboh bergelimpangan sementara raja tinggi besar ini melirik Ramba untuk
meminta bantuan.
Namun sial. Ramba, tangan kanannya nomor dua itu, ternyata menghadapi kerubutan sengit. Empat
lawannya yang mengeroyok itu tak membiarkan pembantunya ini menekan. Ramba sudah mencabut
trisulanya sementara empat lawannya bersenjatakan golok dan pedang, seorang di antaranya
mempergunakan tombak. Dan karena keahlian Ramba dalam melempar pisau tak pernah diberi kesempatan
lagi maka pembantu nomor dua dari Cucigawa itu harus menggeram-geram ketika lawannya mengurung dan
berkelebatan lincah mengadakan perlawanan hebat. Ramba beringas dan dua kali mau mencabut pisau, gagal
dan dua kali pula dia harus mengelak dari bacokan pedang dan tusukan tombak, yang sengaja dilancarkan
lawan agar dia tak sempat melempar-lempar pisau terbangnya itu. Dan ketika laki-laki ini juga kebingungan
seperti rajanya, tak dapat mendesak dan saling bertahan maka saat itu juga pasukan mereka semakin habis
dan tipis.
"Heii... panggil bala bantuan. Suruh, Horok datang!"
Teriakan raja tak mendapat sambutan. Cucigawa bermaksud memanggil Horok, panglimanya nomor
satu di atas pembantunya nomor dua itu, Ramba. Tapi karena lawan mengepung dan kini orang-orang
bersaputangan hitam itu tak memberi kesempatan kepada pengiring raja untuk melarikan diri maka seruan itu
gagal dan anak buah raja tinggi besar ini bergelimpangan semakin habis. Cucigawa menjadi gusar dan raja
itu tiba-tiba melompat menyambar busurnya. Gendewa yang berat dan termasuk raksasa itu diayunkan tiga
empat kali, memaksa empat lawannya minggir dan tak tahan oleh deru gendewa yang begitu dahsyat. Dan
ketika semua mundur sementara raja tinggi besar ini berlari ke kiri maka dia sudah menghantam tujuh lakilaki berpakaian hitam untuk menolong dua perajuritnya.
"Awas!"
Teriakan itu tak sempat menolong. Gendewa sudah menderu dan tujuh laki-laki ini menjerit dihajar
gendewa, dua di antaranya roboh dengan kepala pecah! Dan ketika Cucigawa mengamuk dan mengayunayun gendewanya lagi maka dua orang perajuritnya itu dapat keluar dan bebas dari kepungan.
"Cepat, naik kuda. Beri tahu Horok dan suruh datang ke mari!"
"Hamba sudah di sini!" sebuah seruan tiba-tiba menjawab. "Tak perlu khawatir, sri baginda. Hamba
akan membunuh orang-orang ini dan silahkan paduka beristirahat....wherr!" lima tombak panjang tiba-tiba
meluncur dari tangan seorang laki-laki berkulit hitam di atas kuda. Entah dari mana mendadak muncul lakilaki itu, disusul oleh orang-orang lain yang berteriak-teriak memacu kudanya. Dan ketika tombak-tombak itu65 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
menyambar dan satu di antaranya menuju ke pemegang golok, yang mengeroyok Ramba, maka terdengarlah
jerit lima kali disusul tumbangnya lima tubuh yang berdebuk di tanah.
"Bles-bles-bles!"
Cucigawa tertawa bergelak. Horok, pembantunya utama, tiba-tiba muncul. Dalam saat yang begitu
tepat tiba-tiba saja bala bantuan datang. Dan ketika limaratus pasukan berkuda datang dengan derapnya yang
gemuruh maka orang-orang bersaputangan hitam kaget dan gelisah.
"Mundur, bawa cepat Hu-ongya...!"
Orang-orang itu sadar. Rupanya mabok dalam kemenangan tadi mereka lupa kepada tujuan utama.
Ituchi, yang ada di kerangkeng, terlupakan. Tapi begitu mereka membalik dan mau mundur sekonyongkonyong puluhan panah menyambar mereka dan Horok panglima yang berkulit hitam itu melempar-lempar
pula tombaknya.
"Aduh..!"
"Ough... ah!"
Gegerlah orang-orang bersaputangan hitam. Sekarang mereka terlambat dan empat yang mendekati
kerangkeng tertembus anak panah. Cucigawa terbahak-bahak dan raja tinggi besar itu tiba-tiba menuding ke
arah Sudi, lawannya. Dan ketika dia menjepret panah namun dibalas maka Horok tertegun melihat lawan
rajanya itu, yang mampu bermain imbang.
"Dia Sudi, orang kita yang berkhianat!"
Horok tertegun. Sudi, laki-laki gagah itu, memang telah menutup kembali mukanya dengan
saputangan hitam. Dia tak mau dikenal setelah Horok datang. Tapi begitu namanya disebut dan Horok
melebarkan mata maka laki-laki ini berkelebat dan bersembunyi di balik sebuah batu besar.
"Mundur, semua bersembunyi. Lepaskan panah!"
Orang-orang bersaputangan hitam bergerak ke sana-sini. Agaknya mereka tiba-tiba sadar akan seruan
itu, berlompatan dan sudah menghilang dengan cepat, bukan melarikan diri melainkan bersembunyi di balik
batu-batu besar. Dan ketika mereka lenyap diganti serangan anak-anak panah maka Sudi pemimpin mereka
telah menjepretkan tujuh panah sekaligus ke panglima Horok dan pasukannya.
"Awas, minggir...!"
Terlambat. Horok, panglima itu menggerakkan tombaknya untuk menangkis anak-anak panah. Dia
memang gagah dan lihai hingga serangan panah dapat dirontokkan. Tapi anak buahnya yang ada di belakang
dan kalah cepat tiba-tiba menjerit, terjungkal dan roboh oleh anak-anak panah yang diluncurkan Sudi. Lakilaki gagah itu memang mahir melepas panah hingga hujan panah kemudian sudah susul menyusul, cepat
mencari korban dan gegerlah pasukan Horok oleh serangan gelap yang tak dapat dihindarkan ini. Dan ketika
orang-orang bersaputangan hitam lainnya juga mengikuti jejak pemimpin mereka dan pasukan itu diserang
hujan panah maka Horok dan pasukannya kalang kabut.
"Minggir, semua mencari tempat perlindungan!"
Limaratus pasukan berkuda akhirnya berserabutan ke sana-sini. Bukan mereka saja yang dihujani
serangan panah melainkan juga kuda tunggangan mereka, yang meringkik dan segera roboh begitu terkena
anak panah menyambar. Dan ketika Horok menggeram marah-marah sementara Cucigawa juga
membanting-banting kaki maka raja tinggi besar ini bergerak dan sudah meloncat di atas punggung seekor
kuda. Lalu begitu dia memekik dan membedal kudanya maka raja itu sudah mengitari orang-orang
bersaputangan hitam sambil menjepretkan anak-anak panahnya pula.
"Mampus kau. Siluman terkutuk!"66 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Rombongan saputangan hitam kaget. Cucigawa sudah melepaskan anak-anak panahnya dan karena
raja itu sama mahir dengan pemimpin mereka maka sekali jepret bukan hanya sebatang dua saja panah-panah
yang menyambar melainkan tujuh sampai sembilan batang panah. Suaranya menderu dan terkejutlah lawanlawannya karena tak menduga. Dan ketika mereka membalas namun raja menggerakkan gendewanya,
meruntuhkan dengan sekali pukul maka anak buah Sudi kacau-balau dan berteriak satu per satu, roboh
terjungkal.
"Berpencar, kalian jangan berkumpul!" Sudi, sang pemimpin, berseru dengan muka berobah. Dia
menyerang anak buah lawan tapi raja sekarang balik menyerang anak buahnya sendiri. Tak pelak laki-laki ini
menjadi pucat dan kaget. Dan karena Cucigawa adalah seorang raja yang mahir, bermain panah sementara
lawannya adalah dia sendiri maka apa boleh buat laki-laki ini terpaksa keluar dan menjepretkan anak-anak
panahnya ke arah raja tinggi besar itu. Semua anak-anak panah yang menyambar anak buahnya diruntuhkan
terlebih dahulu, raja terbelalak dan marah kepadanya. Dan ketika kuda dikeprak dan Cucigawa menghambur
ke arah laki-laki itu maka pasukan di belakang mengikuti dan tiba-tiba saja kelompok bersaputangan hitam
itu diserbu, sebelumnya sudah diobrak-abrik oleh raja tinggi besar yang gagah perkasa ini.
"Bunuh mereka. Bantai!"
Yang berseru itu adalah Ramba. Tadi laki-laki ini tertegun oleh munculnya rekannya Horok, yang
merobohkan satu di antara empat orang lawannya. Dan ketika musuh berhamburan di balik batu-batu besar
untuk menyerang dengan panah, sementara Horok dan pasukannya tak dapat membalas maka Ramba
berteriak geram setelah musuh-musuhnya itu dipaksa keluar oleh rajanya. Cucigawa memang raja yang
terkenal pemberani karena raja itu juga seorang tukang berkelahi. Ilmu memanahnya tinggi dan hanya Sudi
itulah yang mampu menandingi. Selebihnya, raja menang tenaga dan laki-laki bertopeng hitam itu harus
mengakui hingga tadi ia membiarkan saja tiga temannya datang membantu. Tapi ketika keadaan menjadi
kalut dan Cucigawa melepaskan anak-anak panahnya yang luar biasa, yang sebentar kemudian sudah
merobohkan belasan orang anak buahnya maka laki-laki itu berteriak agar anak buahnya tidak bergerombol,
berpencar tapi hal ini memaksa mereka keluar dari balik batu-batu besar, dikurung dan sudah dikepung
limaratus pasukan berkuda yang tadi mengikuti jejek Cucigawa, bersembunyi atau berlindung di balik
serangan-serangan raja tinggi besar itu untuk mencuri kesempatan. Maka begitu kesempatan itu terbuka dan
Ramba menerjang memberi aba-aba maka orang-orang bertopeng hitam mengeluh dan berteriak ketika
panah atau tombak serta lembing menyambar dada mereka. Selanjutnya keadaan sungguh menyedihkan
karena mereka menjadi mangsa yang empuk dari hujan serangan lawan. Masing-masing orang bersaputangan
hitam harus menghadapi enam sampai tujuh orang pasukan Cucigawa, yang dipimpin Horok yang juga sudah
menggeram dan menerjang maju didahului rekannya Ramba. Dan ketika keadaan berbalik tidak
menguntungkan bagi orang-orang ini sementara lawan bertindak buas dan tidak berperasaan maka saat itu
melesatlah sebuah bayangan dari dalam kerangkeng.
"Mundur... semua mundur. Biar aku dan paman Sudi menghadapi tikus-tikus busuk ini... des-desdess!"
Semua orang terbelalak. Ituchi, pemuda yang tadi di kerangkeng mendadak "hidup" dan berkelebatan
menyambar-nyambar. Pasukan berkuda yang mengepung dan mengeroyok anak buah laki-laki bertopeng
hitam itu mendadak diangkat dan dibanting-banting roboh. Ituchi kiranya telah berhasil membebaskan diri
dan tadi dalam usahanya sekian lama dia mendengarkan semua percakapan itu. Mula-mula utusan dari
pemimpin Uighur yang akhirnya dibunuh Cucigawa, lalu Sudi dan orang-orangnya yang menyerang
Cucigawa. Dan ketika semua percakapan-percakapan itu didengar Ituchi dan pemuda ini tertegun mendengar
nama itu, Sudi, sahabat mendiang ayahnya yang dahulu bahu-membahu membangun bangsa U-min maka
pemuda ini mengerahkan tenaganya dan putuslah semua tali ikatan yang membelit tubuhnya. Ituchi hampir
gagal ketika tadi konsentrasinya terganggu, yakni ketika Cucigawa datang dan akan menangkapnya,
mengambil alih dari orang-orang Uighur yang dibunuhnya itu. Tapi begitu dia sadar dan semua pertempuran
didengarnya berkali-kali, nyaris mengguncang perasaannya lagi maka pemuda ini berhasil mengempos
semangat dan sekali menggeram tiba-tiba tali ikatan di tubuhnya putus. Saat itu kelompok bersaputangan
hitam dibantai pasukan berkuda, Sudi laki-laki gagah itu sendiri sudah berhadapan dengan Cucigawa karena
raja membentak dan menerjang dirinya, tak mau menyerahkan kepada orang lain karena raja tinggi besar itu
marah sekali. Pengkhianatan pembantunya nomor tiga ini membuat Cucigawa mata gelap, menerjang dan
menggerakkan gendewanya yang berat ke kepala lawan. Dan ketika lawan menangkis namun terjengkang,67 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
tenaga raja tinggi besar itu memang hebat maka Sudi terdesak hebat dan akhirnya hanya dapat bertahan
sementara pasukannya mulai dibantai dan roboh satu per satu.
Tapi itu tidak lama. Ituchi, yang mendengarkan dan telah mengetahui semuanya ini tiba-tiba bergerak
dan menjebol pintu kerangkeng. Gembok kerangkeng dihancurkannya dan pemuda putera Raja Hu ini
mengamuk, berkelebat dan menyambar-nyambar orang-orang yang membunuh-bunuhi kelompok
bersaputangan hitam itu. Dan karena Ituchi sudah pulih tenaganya dan pertikaian atau percekcokan itu
memberinya banyak waktu untuk memulihkan diri maka begitu bebas ia seakan harimau tumbuh sayap yang
baru saja dilepaskan dari kandangnya!
"Des-des-dess!"
Ituchi menghantam orang-orang berkuda itu. Ginkangnya yang tinggi dan gerakannya yang cepat
bagai garuda menyambar-nyambar membuat orang-orang itu berteriak kaget dan terpelanting bergulingan.
Putera Raja Hu yang bebas dan segera berkelebatan menangkap dan melempar orang-orang ini membuat
pasukan berkuda kalut. Mereka menjerit dan terlempar bagai daun kering yang ditiup angin kencang. Dan
ketika sebentar kemudian pasukan berkuda tunggang-langgang dan binatang tunggangan mereka sendiri
meringkik dan jatuh bangun, kena pukulan pemuda ini maka orang-orang bersaputangan hitam bersorak
karena bebas dari kepungan.
"Hidup Hu-ongya... hidup junjungan kitar!"
Raja Cucigawa terkejut. Dia dan Horok serta Ramba sedang enak-enaknya mendesak lawan dan siap
rnerobohkan. Sudi, pria gagah yang menghadapi Cucigawa itu sudah mandi keringat dan terhuyung-huyung.
Pundaknya yang keserempet gendewa sudah dua kali mengucurkan darah. Lama-lama lelaki ini pasti
terguling karena lututpun gemetar tak keruan. Gebukan atau hantaman gendewa telah membuat pria itu
pucat, hanya berkat tekad dan semangat bajanya saja dia masih mampu bertahan, meskipun tak lama lagi
dapat dipastikan dia akan roboh di tangan lawannya yang gagah perkasa itu. Tapi ketika Ituchi keluar dan
tiga empat kali pemuda itu membuyarkan kepungan pasukan berkuda maka laki-laki ini berseri gembira dan
tertawa bergelak.
"Ha-ha, bagus, Ituchi. Tolong anak buahku itu dan basmi antek-antek jahat tersebut!"
"Keparat!" raja merah padam. "Kau tak dapat membuka mulutmu seenaknya, Sudi. Lihat dan rasakan
ini... crep!" dan sebatang panah yang tiba-tiba dicabut dan dilempar Cucigawa, mempergunakan tangan tibatiba menyambar dan menancap di leher kiri laki-laki itu. Lawan sedang tertawa ketika melihat bantuan
Ituchi, lengah dan anak panah yang melesat dari tangan Cucigawa tak sempat dielak lagi. Maka ketika panah
menancap dan laki-laki itu mengeluh, berteriak tertahan maka Cucigawa sudah menggerakkan gendewanya
dan menghantam kepalanya ini.
"Dess!"
Sudi mencelat. Gendewa itu menyambar cepat tapi bukan kepala laki-laki itu yang kena melainkan
sebatang tangan yang ampuh, tangan dari seorang pemuda yang sudah berkelebat dan secepat kilat
membentak raja tinggi besar itu, menendang Sudi hingga pria ini mencelat dan gendewa ditangkis sebatang
lengan yang kokoh, yang membuat gendewa terpental dan balik mengenai kepala Cucigawa sendiri, yang
menjerit dan malah terpelanting roboh! Dan ketika raja berteriak tertahan dan kaget meloncat bangun maka
dia melihat Ituchi sudah berdiri di situ dan berapi-api memandangnya.
"Cucigawa, kau manusia curang. Licik dan jahat. Kau tak malu-malu mempermainkan utusan dan
membunuhnya! Hm, apa lagi yang hendak kau lakukan sekarang? Kau mau membunuh dan melenyapkan
aku?"
"Tit... tidak!" raja menggigil dan pucat. "Ak... aku tak bermaksud seperti kata-katamu tadi, Ituchi. Kita
adalah saudara! Aku tak berniat seperti itu, kau keliru! Aku.... des!" dan raja yang mencelat oleh sebuah
tendangan Ituchi tiba-tiba tak dapat meneruskan kata-katanya karena dengan marah Ituchi sudah berkelebat
dan menghajar laki-laki yang dibencinya ini. Cucigawa justeru mengaku saudara tapi sikap dan sepak
terjangnya sungguh lain. Juga Cucigawa inilah yang dulu mengejeknya habis-habisan masalah ibunya itu,
yang kawin dengan anak tiri dan menjadi olok-olok Cucigawa, padahal bangsa U-min sudah biasa akan itu68 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
karena anak sulung berhak atas semua warisan ayah, termasuk isteri dan segala sesuatu dari ayahnya itu.
Maka ketika raja bicara tentang ini karena takut dan gentar kepadanya, sikap yang amat pengecut sekali
dibanding dengan semua tingkah dan sepak terjangnya tadi maka Ituchi menendang dan rajapun terbanting
jatuh bangun. Cucigawa berteriak dan tiba-tiba dia melarikan diri, tahu bahwa percuma dia bicara banyak
karena Ituchi tentu akan semakin geram saja. Maka begitu meloncat bangun dan menjauhkan diri tiba-tiba
raja yang tinggi besar ini sudah berteriak minta perlindungan.
Namun Ituchi bergerak lagi. Pemuda itu mendengus ketika lawan mencari perlindungan, berkelebat
dan kembali menggerakkan kaki menendang hingga raja terjungkal. Dan ketika dua tiga kali Cucigawa
bangun namun kembali dihajar maka melototlah dia mementang gendewanya.
"Mampus kau... keparat!"
Ituchi mengeluarkan suara dari hidung. Dengan mudah ia menyampok dan meruntuhkan panah
Cucigawa, dipanah lagi tapi kini ditangkis dan panah terpental mengenai tuannya. Namun ketika raja
menjerit dan mengaduh kesakitan mendadak Horok dan pasukannya menyerbu masuk.
"Ituchi, kau pemuda jahanam!"
Ituchi mengerutkan kening. Tentu saja dia mengenal baik pembantu utama lawannya ini, Horok si
panglima yang gagah tapi licik, suka mengeroyok dan tiba-tiba berkelebat pula bayangan Ramba dari sebelah
kanan, menusuk dengan trisulanya dan membokong secara gelap. Pasukan berkuda berderap maju karena
dihardik panglima Horok itu, takut dan mau tak mau menyerang Ituchi yang menghajar rajanya. Tapi begitu
Ituchi menggerakkan kedua tangannya ke muka belakang tiba-tiba saja Horok dan Ramba serta pasukannya
terpelanting berteriak kaget.
"Aduh.... bres-bress!"
Kiranya Ituchi mempergunakan pukulan sinkang. Tenaga sakti pemuda itu yang bergerak dan
mendorong lawan tiba-tiba tak sanggup pula dihadapi dua lawan utamanya itu. Trisula terpental sementara
tombak di tangan Horok juga membalik, menusuk dan terpaksa dilempar panglima ini agar tak mengenai
dadanya. Dan ketika Ituchi berkelebat dan tertawa mengejek maka selanjutnya pemuda itu sudah membagibagi pukulan dan tamparan ke arah lawan-lawannya itu, yang sudah melindungi dan membiarkan rajanya
menyelamatkan diri.
"Des-des-dess!"
Horok dan anak buahnya terlempar ke kiri kanan. Mereka berteriak kaget tapi panglima ini berseru
marah menyerang lagi, membentak anak buahnya dan panglima itu sendiri sudah meloncat naik ke atas
kudanya untuk menyerang Ituchi di bawah. Ramba juga berbuat serupa dan sebentar kemudian Ituchi sudah
dikeroyok. Dan ketika pemuda itu berkelebatan namun anak-anak panah yang besar dilepas Cucigawa maka
Ituchi tiba-tiba dihujani serangan dari segala penjuru.
"Bantu Hu-ongya. Lepaskan anak panah!"
Sudi, laki-laki gagah itu tak tahan. Akhirnya pria ini sadar dan membentak teman-temannya untuk
melindungi Ituchi. Dia sendiri segera melepaskan anak-anak panahnya untuk menangkis anak-anak panah
Cucigawa. Laki-laki ini memang ahli panah jempolan. Dan ketika raja memaki-maki karena setiap panahnya
selalu dipatahkan Sudi maka orang-orang bersaputangan hitam itu juga bergerak dan menyerang pasukan
Horok ini.
"Biarkan saja, kalian tetap di luar. Aku dapat mengendalikan mereka!" Ituchi, yang berkelebatan dan
menangkis sana-sini tiba-tiba berseru. Pemuda ini sudah menggerakkan tangannya ke segala penjuru dan
terpentallah golok atau tombak yang dipegang lawan. Pasukan berkuda tiba-tiba berteriak gaduh ketika
Ituchi menangkap sebatang tombak, bergerak dan menusuk-nusuk paha tunggangan mereka sehingga kuda
meringkik dan roboh tunggang-langgang, kesakitan. Dan ketika Ituchi mempercepat gerakannya dan ratusan
orang itu dibuat jatuh bangun, tak sanggup melihat bayangannya lagi yang bergerak luar biasa cepat akhirnya
Horok dan pasukannya mawut!69 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Minggir, mundur semua...!"
Namun orang-orang bersaputangan hitam bergerak. Justeru ketika lawan membalik dan mau melarikan


Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diri maka di saat itulah mereka melepas anak-anak panah mereka. Dari dalam Ituchi meroboh-robohkan
musuh sementara dari luar orang orang bersaputangan hitam itu menyerang dengan panah, kontan membuat
pasukan berkuda itu terjungkal dan robohlah mereka satu per satu. Dan ketika semua kalut dan orang-orang
bersaputangan hitam bersorak riuh maka Ituchi sudah membanting panglima Horok yang baru saja
menggerakkan tombaknya untuk menusuk dari samping.
"Bress!"
Panglima itu mengaduh bagai dibanting gajah. Dia melempar tubuh bergulingan dan Ituchi berkelebat
ke arah Ramba, yang membokong dan tiba-tiba menggerakkan trisulanya untuk menyerang dari jauh. Dan
ketika laki-laki itu juga berteriak dan roboh terlempar maka selanjutnya pasukan Cucigawa itu berserabutan
mencari selamat sendiri-sendiri.
"Kejar Cucigawa, tangkap dia!"
Namun Cucigawa menghilang. Raja tinggi besar itu akhirnya melarikan diri setelah melihat keadaan
tidak menguntungkan. Horok dan Ramba juga bergerak meninggalkan pasukan dengan meloncat di atas
kuda, merampas kuda anak buahnya. Dan ketika orang-orang bersaputangan hitam mengejar namun kalah
cepat, musuh melarikan diri di atas kudanya maka Ituchi akhirnya dikerubung orang-orang bersaputangan
hitam itu, yang kini menjatuhkan diri berlutut.
"Kami gembira bahwa pangeran selamat. Selamat datang, pangeran, dan terima kasih atas bantuan
paduka!"
"Hm, mana ibu?" Ituchi membangunkan laki-laki gagah perkasa itu, Sudi. "Aku datang untuk
menengok ibuku, paman, di samping memang hendak membuat perhitungan dengan Cucigawa itu.
Bangkitlah, dan ceritakan bagaimana kalian tiba-tiba bisa berada di sini semua!"
"Kami belum semua," laki-laki itu berseru, gagah dan penuh semangat. "Masih ada seribu orang lain
di dalam kota, pangeran. Tapi tak berani bergerak karena duaribu lebih pasukan Cucigawa masih lebih kuat!"
"Hm-hm, aku tahu itu. Tapi ceritakan bagaimana paman bisa berada di sini, dan lepaslah semua
topeng-topeng di wajah kalian itu!"
Sudi mengangguk. Akhirnya laki-laki ini bercerita bahwa kabar kedatangan pemuda itu sudah
didengar semua orang. Datangnya utusan bangsa Uighur sudah cepat menyebar ke mana-mana, mereka
mendengarkan dan tentu saja terkejut. Maklum, Ituchi dikabarkan datang sebagai tawanan. Maka ketika
Cucigawa datang menyambut sementara pasukannya dibawa sebagian saja, percaya bahwa Ituchi tak dapat
berkutik maka Sudi memimpin pasukan secara diam-diam.
"Kami berjumlah seribu orang lebih sedikit, masih kalah banyak dengan pengikut Cucigawa yang
duaribu orang. Tapi karena kami berbekal tekad dan pengabdian kepadamu maka kami tak takut menentang
bahaya, pangeran. Dan kami siap mati untuk menyelamatkan dirimu. Sungguh tak kami sangka kalau
kamilah yang malah kau selamatkan!"
"Hm, aku mendapat kesempatan ketika kalian bertanding. Kalau tidak, barangkali juga tidak. Ini
semua karena pertolongan Yang Mahakuasa juga. Sudahlah, aku ingin bertemu ibuku, paman, dan juga
kedua adikku. Aku ingin ke kota dan setelah itu kita mencari Cucigawa!"
"Dan kita taklukkan pengikut-pengikut Cucigawa di dalam kota. Kita serang mereka!"
"Baik, tapi kalau mereka mau menyerah jangan diserang, paman. Betapapun mereka adalah saudarasaudara kita juga. Mari, kita berangkat!" namun ketika Ituchi memasuki kota dan disambut rakyat banyak,
yang mengelu-elukannya ternyata pengikut Cucigawa yang disangka masih ada di situ sudah tidak ada lagi.
Sedikit pertumpahan darah terjadi di sini, yakni antara pengikut-pengikut Cucigawa dengan orang-orang
yang diam-diam bersimpati kepada Ituchi. Tapi ketika Cucigawa dikalahkan dan pasukannya melarikan diri70 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
maka orang-orang itu juga melarikan diri dan meninggalkan sedikit bekas-bekas pertempuran yang tidak
berjalan lama.
Ituchi dielu-elukan rakyatnya dan kiranya mereka itu sudah lama menanti-nantikan pemuda ini.
Cucigawa berwatak kejam dan kesewenang-wenangannya dalam mengambil anak isteri orang membuat
rakyat membencinya, meskipun raja itu cukup memperhatikan kesejahteraan rakyatnya dalam sandang
pangan. Tapi ketika Ituchi diarak ke tempat ibunya, yang tak sabar ingin ditemui tiba-tiba jerit dan tangis
menyambutnya di sini.
Cao Cun, wanita yang masih memiliki bekas-bekas kecantikan yang hebat itu tiba-tiba mengguguk
dan menubruk puteranya. Ituchi terkejut dan mendelong, dia tak tahu apa yang terjadi. Tapi ketika ibunya
bercerita bahwa dua adiknya perempuan dibawa pengikut-pengikut Cucigawa, dengan paksa dan biadab
maka pemuda ini menggigil.
"Nangi dan Salini dibawa orang-orang berkuda itu. Adikmu dipaksa. Aduh, tolong, Ituchi. Aku... aku
tak dapat mencegah mereka orang-orang yang biadab itu!"
"Hm!" Ituchi sejenak terguncang. "Kapan dibawanya, ibu? Sudah lamakah?"
"Kira-kira sejam. Aku berteriak-teriak tapi tak dapat menolong adikmu itu!"
Ituchi mengeretuk gigi. Dia girang melihat ibunya selamat tapi tiba-tiba dibuat merah mendengar dua
adik tirinya perempuan diculik orang-orangnya Cucigawa. Mereka pasti akan dijadikan sandera. Itu pasti.
Dan karena Ituchi harus menolog dua adik perempuannya itu dan apa boleh buat harus meninggalkan ibunya
dulu, tak dapat melepas rindu dalam keadaan seperti itu maka dia berpamit untuk pergi sebentar.
"Aku akan mengejar, dan biar ibu tinggal dulu di sini. Baiklah, jangan khawatir ibu, aku akan
membawa kembali adik-adikku itu!"
"Tapi..." Sudi tiba-tiba berseru, bingung. "Paduka baru datang, pangeran. Sebaiknya serahkan saja
kepada hamba dan hamba yang akan mengejar!"
"Hm, kau bilang sendiri bahwa anak buahmu kalah banyak, paman Sudi. Membiarkanmu mengejar
Cucigawa tentu akan mengantarkan nyawa sia-sia. Tidak, kau boleh ikut tapi harus aku sendiri yang
memimpin!"
"Ah, kalau begitu terserah..." dan laki-laki gagah ini yang tak dapat membantah lagi lalu menyiapkan
orang-orangnya lagi untuk mengejar pasukan Cucigawa. Sekarang mereka berada di kota dan merekapun
gampang mencari kuda. Semua sudah siap berangkat ketika Cao Cun tiba-tiba menggigil memanggil
puteranya. Dan ketika Ituchi mendekat dan dipeluk ibunya maka ibunya itu bertanya bagaimana dengan
menantunya.
"Mana Mei Hoa, kenapa kau sendiri. Tidak ada apa-apa dengannya bukan, Ituchi? Kalian tak
bertengkar dan kini berpisah, bukan?"
"Tidak," Ituchi menggeleng. "Aku dan Mei Hoa justeru bersama-sama ke sini, ibu, tapi di tengah jalan
aku menemui halangan. Ah, aku dijebak orang-orang Uighur. Aku ditangkap. Tapi sudahlah, nanti saja aku
bercerita setelah kembali membawa adik-adikku!"
"Dan... dan Pendekar Rambut Emas?" wanita itu berkaca-kaca. "Kau tak pernah ke tempatnya,
anakku? Kau tak bertemu dengan pendekar itu?"
"Hm," Ituchi menarik napas panjang. "Aku sibuk di kota raja, ibu. Membereskan urusan peperangan
yang lalu. Aku belum sempat..."
"Dan setahun sudah kau menikah! Ah, apakah ibumu belum mendapatkan cucu, anakku? Kalian masih
saja berdua sendiri? Ituchi terkejut, merah mukanya. "Kami, hmm.... Mei Hoa sudah hamil. Kau akan
mendapatkan cucu, ibu. Menantumu itu sudah berbadan dua!"71 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Ah, syukur kalau begitu. Terima kasih kepada Yang Maha Agung. Ooh, syukur, anakku.... syukur.
Aku mendambakan sekali cucu laki-laki sebagai penerus dirimu! Aku... aku semalam bermimpi buruk, Kau
dipanggil ayahmu!"
"Ibu...!"
Cao Cun menangis terkejut. Tiba-tiba wanita ini merasa kelepasan bicara dan semua yang mendengar
berobah mukanya. Mimpi seperti itu tak baik, firasat perginya sang putera. Tapi ketika Ituchi tertawa dan
menepuk-nepuk pundak ibunya, menganggap mimpi hanyalah kembang tidur maka pemuda itu berkata,
"Ibu, maafkan aku. Aku tidak bermaksud membentakmu. Ah, sudahlah. Nanti kita bertemu lagi dan
ini bunga mawar untukmu. Simpanlah, sampai aku datang lagi!" Ituchi tiba-tiba mengeluarkan sekuntum
bunga mawar, memberikannya kepada sang ibu dan Cao Cun tersedu menubruk puteranya itu, tersedak
berkata agar sang putera berhati-hati. Dan ketika Ituchi mengangguk dan melepaskan diri maka pemuda itu
mencium ibunya dan berangkat pergi.
* * * "Lepaskan... lepaskan aku, jahanam keparat. Kalian perajurit-perajurit tak tahu malu. Lepaskan aku
atau nanti kalian kubunuh!"
Dua orang gadis meronta-ronta sambil berteriak-teriak dan menangis di atas pundak seorang perajurit
yang memanggul mereka. Mereka menggigit dan menyepak-nyepak tapi kuda terus dipacu kencang, di
belakang berderap pula ratusan berkuda lain yang melarikan kudanya bagai orang-orang kesetanan. Itulah
pasukan Cucigawa yang ada di dalam kota, pergi dan meninggalkan kota setelah mendengar kekalahan
rajanya, datangnya Ituchi dan memberontaknya panglima Sudi, yakni pembantu nomor tiga dari raja
Cucigawa yang diam-diam tak senang kepada rajanya. Dan ketika pengikut Sudi juga bergerak dan mulai
menyerang mereka, bangkit semangatnya oleh kemenangan Ituchi maka pasukan Cucigawa itu buru-buru
angkat kaki sebelum Ituchi dan panglima Sudi datang.
Dua gadis yang mereka panggul itu adalah Salini dan Nangi, adik-adik tiri Ituchi dari mendiang
Cimochu, yakni putera sulung mendiang Raja Hu yang berhak atas warisan ayahnya termasuk Cao Cun, ibu
tirinya sendiri. Dan karena adat bangsa itu memang mengharuskan begitu dan dari perkawinan dengan anak
tirinya ini Cao Cun melahirkan dua orang puteri maka Nangi dan Salini hidup dan berkembang di tengahtengah suku bangsanya yang berwatak aneh itu.
Mereka sedang bersama ibunya ketika tiba-tiba pintu kamar didobrak. Belasan perajurit masuk dan
dua di antaranya langsung menyambar kakak beradik ini, yang lain mau menyambar Cao Cun tapi tiba-tiba
dari belakang muncul bentakan-bentakan dan bayangan perajurit-perajurit lain. Cao Cun bengong dan
terkejut, tak mengerti apa yang terjadi dan kenapa perajurit dengan perajurit tampaknya sedang kejarkejaran. Yang di depan menyambar puteri-puterinya sementara yang di belakang membentak dan menyerang
perajurit-perajurit di depan ini. Cao Cun mengenal mereka sebagai sama-sama pasukan Cucigawa, jadi aneh
kalau mereka bermusuhan sendiri. Tapi ketika para perajurit itu saling serang dan yang menyambar puterinya
sudah melarikan diri ke pintu yang lain maka Cao Cun mendengar teriakan bahwa puteri-puterinya itu
diculik.
"Awas, harap ibu suri menyingkir. Mereka menculik anak-anakmu!"
"Benar, dan selamatkan diri, ibu suri. Kami anak buah panglima Sudi yang melawan anak buah
panglima Horok. Pangeran Ituchi datang, bersembunyilah!"
Cao Cun terbelalak dan menggigil. Wanita berusia empatpuluhan tahun yang masih cantik dan
bertubuh semampai ini tiba-tiba bingung dan gugup mendengar semuanya itu. Mula-mula bahwa anakanaknya diculik. Lalu bahwa puteranya yang gagah, Ituchi, datang. Ah, harus bergembira atau susahkah dia?
Mana yang lebih dulu datang? Tapi ketika mendengar jerit Salini yang menyepak dan meronta-ronta di
pondongan perajurit itu tiba-tiba Cao Cun berteriak dan mengejar menyambar palang pintu.72 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Hei, lepaskan puteriku.... buk!" perajurit itu roboh, tepat dikemplang palang pintu tapi temannya
yang lain tiba-tiba membentak dan menendang Cao Cun. Wanita itu berteriak ketika terbanting, bangun dan
mau mengejar lagi tapi hiruk-pikuk di kamar yang sempit membuatnya kehabisan jalan. Puluhan orang yang
tiba-tiba ribut dan baku hantam di kamarnya itu tiba-tiba membuat kamar yang sebenarnya luas menjadi
sempit, begitu sempit hingga bernapaspun rasanya sukar! Dan ketika wanita ini terdorong ke sana ke mari
oleh ulah perajurit yang baku hantam maka Nangi dan kakaknya sudah dibawa kabur oleh penawannya yang
cepat naik ke atas kuda, yang rupanya sudah disiapkan di luar.
"Herr... hyehh!"
Cao Cun terbelalak dan melotot. Dia hanya dapat memandang semuanya itu sambil mendengar
teriakan puteri-puterinya. Tempat mereka tiba-tiba sudah penuh oleh perajurit dan ringkik kuda. Kekacauan
besar tiba-tiba terjadi. Dan ketika sebatang tombak meluncur dan hampir saja mengenai dadanya maka
wanita ini ditarik seseorang hingga roboh bergulingan.
"Maaf, tempat ini berbahaya. Harap ibu suri bersembunyi. Hamba anak buah panglima Sudi!"
Cao Cun tak dapat berkata-kata. Pucat dan ngeri oleh sambaran tombak yang nyaris menembus
dadanya tadi wanita ini mengeluh panjang pendek dibawa lari perajurit yang menyelamatkannya itu. Cao
Cun hampir tak bertanya apa-apa lagi kecuali menangis. Jerit dan teriakan puterinya itu akhirnya lenyap,
kalah oleh ringkik dan gemuruhnya kuda. Dan ketika wanita itu disembunyikan di semak-semak belukar
sementara perajurit di sampingnya itu menjaga dan mencekalnya erat-erat maka Nangi dan kakaknya sudah
dibawa keluar kota dan menjerit-jerit di sana.
Dua kakak beradik ini berteriak-teriak. Mereka marah dan menggigit sana-sini sampai akhirnya
ditempeleng, mengeluh dan hampir saja terlempar dari atas kuda saking marahnya perajurit itu pula. Tapi
ketika mereka tetap mengadakan perlawanan dan perajurit yang menawan menjadi gusar maka sebuah
pukulan akhirnya membuat kakak beradik itu pingsan.
"Dess!"
Tengkuk yang dijadikan sasaran ini akhirnya membuat Salini dan adiknya roboh. Mereka
mengeluarkan keluhan pendek dan selanjutnya diam, terkulai dan perajurit-perajurit berkuda itu
membawanya lari dengan lega. Secara kurang ajar mereka meremas-remas tubuh yang sintal ini. Nangi dan
kakaknya memang berkembang sebagai gadis-gadis remaja yang padat dan penuh daya tarik. Tapi ketika
pasukan berkuda itu memasuki hutan dan siap mencari Cucigawa, rajanya, mendadak di pinggir hutan
muncul seorang pemuda berkaki buntung yang terkekeh-kekeh.
"Heh-heh, ada keramaian. Ah, ada dua gadis remaja pula. Cantik-cantik, dan menggairahkan! Ah,
berhenti, perajurit-perajurit. Berhenti dan jangan meneruskan perjalanan!"
Pasukan berkuda itu terbelalak. Entah dari mana tiba-tiba saja muncul pemuda yang aneh itu, berdiri
dan sudah memalangkan tongkat yang ada di tangan. Tongkat itu tadi dipergunakan untuk penopang tubuh
pengganti kaki yang buntung, kaki sebelah kiri. Dan ketika dia menggerakkan tongkat itu dan berdiri sebelah
kaki, maka aneh dan luar biasa sekali tiba-tiba angin yang dahsyat menahan puluhan kuda yang sedang
berlari kencang.
"Heii.... bres-bress!"
Pasukan berkuda kalang-kabut. Mereka berteriak dan kaget satu sama lain karena tunggangan mereka
tiba-tiba meringkik dan tak dapat meneruskan larinya. Binatang-binatang tunggangan itu seakan menabrak
dinding tak kelihatan dan yang belakang otomatis menabrak yang depan, gaduh dan riuh dan terpelantinglah
penunggangnya karena kuda-kuda mereka tiba-tiba mengangkat kedua kaki depan tinggi-tinggi hingga nyaris
tegak dalam posisi sembilanpuluh derajat. Dan ketika tumbuk-menumbuk terjadi di antara orang-orang ini
dan puluhan orang roboh tunggang-langgang maka Salini dan Nangi yang juga terlempar dari tangan
penculiknya sudah mencelat dan siap terbanting ke tanah.
Namun ajaib. Pemuda yang bertongkat itu, yang memalangkan tongkatnya di depan dada tiba-tiba
menggerakkan tongkat ke kanan. Nangi dan kakaknya yang terlempar ke sini tiba-tiba tersedot, tak sampai73 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
terbanting dan sudah melayang ke tangan pemuda ini. Dan ketika si buntung tertawa-tawa dan menangkap
dua gadis itu maka Nangi dan Salini selamat tak sampai terbanting.
"Ha-ha, cantik dan segar. Harum..!"
Para perajurit terbelalak. Mereka sudah meloncat bangun dan melotot menyaksikan "ilmu sihir" itu.
Dengan mata telanjang mereka melihat betapa tawanan-tawanan mereka dihisap, terbang dan ditimangtimang pemuda berkaki buntung itu, yang entah siapa. Tapi karena mereka sudah disakiti dan pemuda itu
juga merampas tawanan, satu hal yang kurang ajar maka perajurit-perajurit itu tiba-tiba berteriak dan
membentak maju.
"Lepaskan gadis itu...!"
Si pemuda mengerutkan kening. Tigabelas orang tiba-tiba menerjang, mereka mengayun golok dan
tombak. Yang ada di depan malah menusuk dengan lembing yang ujungnya kehitaman, tanda penuh racun.
Tapi ketika pemuda itu tertawa dan berkelebat ke atas, lenyap, tiba-tiba semua perajurit itu berteriak satu
sama lain karena senjata-senjata mereka bertemu sendiri.
"Aihh.... cring-crangg!"
Tigabelas orang itu bertumbukan. Mereka tentu saja kaget karena tahu-tahu kehilangan lawan. Si
buntung lenyap dan entah berada di mana. Tapi ketika terdengar tawa yang aneh dan teman-tenan di
belakang berseru memperingatkan mendadak pemuda itu muncul lagi dan kakinya bergerak ke sana ke mari
menghadiahi tendangan.
"Ha-ha, pergilah!"
Orang-orang itu mencelat. Dua penusuk lembing malah berteriak ngeri karena lembingnya membalik,
menancap dan menusuk perut mereka sendiri karena ditendang begitu keras. Dan ketika yang lain-lain
menjadi pucat dan bergulingan ke sana-sini maka pemuda itu sudah berdiri lagi di tengah-tengah mereka,
mata dan tangannya mengusap-usap tubuh dua kakak beradik itu, yang masih pingsan.
"Ah, kalian tak usah ribut-ribut. Serahkan bunga-bunga yang harum ini kepadaku!"
Puluhan orang itu terkejut. Sebelas teman mereka yang merintih-rintih dan dua yang tewas karena
senjata makan tuan jelas membuat pasukan berkuda itu kaget. Tapi ketika si pemuda berjalan terpincang dan
memasuki hutan, tertawa-tawa membawa tawanan mendadak mereka yang sudah meloncat di atas kudanya
serentak bergerak dan menerjang.
"Serbu, bunuh pemuda itu!"
Puluhan orang berderap. Sekarang mereka sadar bahwa pemuda ini adalah musuh, musuh yang amat
lihai karena tigabelas kawan mereka roboh begitu mudah, sekali gebrakan saja. Namun karena mereka
berjumlah banyak dan di belakang masih ada lagi, ratusan orang, maka mereka membentak dan isi hutan
tiba-tiba menjadi gaduh dan tergetar oleh bentakan atau teriakan mereka. Pemuda ini diterjang dan puluhan
ekor kuda melesat dengan cepat. Pemuda buntung itu masih tertawa-tawa dan tampaknya tidak tahu akan ini,
atau barangkali tidak menghiraukan. Tapi ketika orang-orang itu sudah dekat dengannya dan tombak atau
lembing berhamburan menyambar mendadak dia menggerakkan tongkatnya itu dan tanpa menoleh semua
senjata sudah ditangkis patah.
"Trak-trak-trakk!"
Orang-orang ini menjerit. Mereka bukan saja patah-patah senjatanya melainkan juga terpelanting dan
jatuh dari atas kudanya, tak kuat oleh gerakan tongkat di tangan si pemuda yang tiba-tiba terasa begitu
dahsyat hingga telapakpun pecah-pecah berdarah. Dan ketika pemuda itu tertawa dan meneruskan
langkahnya, masih menciumi dan menggerayangi tubuh Nangi dan kakaknya maka barisan berkuda lain
menyerbu dan menyerangnya dari belakang. Tapi ajaib, pemuda itu hanya menggerakkan tongkat ke
belakang dan jatuh bangunlah pasukan berkuda itu. Mereka tunggang-langgang dan menjerit dengan senjata
patah-patah. Kuda mereka meringkik dan ada yang roboh pula, jatuh menindih tuannya dan tentu saja74 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
keadaan itu menggemparkan. Tapi ketika pasukan panah bergerak maju dan menyerang muda ini maka
pemuda itu berkelebat dan tiba-tiba menghilang.
"Kalian tak tahu diri, harus dihajar!"
Pasukan terbelalak. Untuk kedua kalinya lagi mereka melihat lawan bergerak begitu cepatnya, seperti
siluman. Dan ketika mereka tertegun dan berseru kaget, tak tahu di mana pemuda itu mendadak serangkum
angin menyambar anak-anak panah yang tadi menyambar pemuda itu dan "terbang" ke arah pasukan
berkuda ini.
"Awas!"
Terlambat. Tujuhpuluh orang yang melepas panah tiba-tiba menjadi korban. Mereka itu tadi memanah
si pemuda tapi menyambar angin kosong, ada yang anak panahnya runtuh ke tanah dan ada pula yang
menancap di pohon. Tapi begitu serangkum angin itu menyambar dan anak-anak panah yang menancap di
pohon tiba-tiba "hidup" dan terbang menyambar mereka maka puluhan orang ini berteriak dan tewas terkena
anak-anak panahnya sendiri.
"Kejam! Keji...!"
Pemuda itu tertawa. Sekarang pasukan menjadi gentar dan dia muncul lagi. Kiranya menggerakkan
tongkatnya dari balik sebatang pohon maka pemuda itu telah meniup semua anak-anak panah hingga
menyambar tuannya masing-masing. Itulah kepandaian yang mendirikan bulu roma. Dan ketika orang-orang
itu tertegun dan terbelalak memandang, tak berani menyerang maka dari dalam hutan tiba-tiba terdengar
derap kaki kuda yang menggetarkan dan muncullah Cucigawa bersama para pembantunya yang melarikan
diri.
"Togur...!"


Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Seruan itu mengejutkan banyak orang. Pasukan berkuda yang roboh dan tak berani menyerang
pemuda ini lagi mendadak tersirap darahnya mendengar seruan raja mereka itu. Cucigawa muncul dengan
kudanya yang tinggi besar dan pemuda buntung yang disebut namanya itu bersinar matanya. Dia sendiri
sudah membalik dan menghadapi hutan, bertemu dengan rombongan baru itu yang dipimpin Cucigawa, yang
sudah mendekat dan berderap dengan langkah-langkah yang cepat. Dan ketika Cucigawa kembali berseru
dan menyebut nama pemuda itu, meloncat turun dan berlari menghampiri si pemuda maka pasukan berkuda
bengong melihat raja mereka tertawa bergelak dan kemudian menjatuhkan diri berlutut!
"Ah, selamat bertemu, Siauw-ong. Selamat berjumpa dan baik-baik saja!" dan menghardik
pasukannya untuk berlutut, memberi hormat, maka raja itu berseru, "Kalian semua buta. Inilah Siauw-ong
(raja muda) yang pernah melindungi dan memimpin kita. Heii, kalian berlutut dan cepat turun dari atas
kuda!"
Jilid VI
PASUKANPUN gempar. Mereka tak menyangka bahwa itulah Togur, pemimpin atau bekas
pemimpin yang pernah menggegerkan Tiongkok, yang menyebut dirinya sebagai Siauw-ong dan kini mereka
meloncat turun dari atas kuda dan buru-buru berlutut. Raja mereka sendiri sudah berlutut dan mereka
memperhatikan pemuda buntung itu, yang tadi tak diamati baik-baik karena pemuda itu sudah dikabarkan
tewas, di Sam-liong-to. Tapi ketika mereka memperhatikan dengan seksama dan memang benarlah pemuda
itu Togur adanya, murid Enam Iblis Dunia yang memimpin dan menundukkan suku-suku bangsa di utara
untuk melakukan serbuan ke Tiongkok maka banyak di antaranya yang merasa bengong dan kaget, juga
terheran-heran. Pemuda ini sudah dikabarkan tewas ketika menghadapi keluarga Pendekar Rambut Emas.
Pemuda itu sudah dinyatakan binasa ketika menerima pukulan Kim-hujin atau nyonya Kim yang menjadi
isteri Pendekar Rambut Emas itu, setelah melalui pertempuran seru dan sengit di kota raja. Maka ketika tibatiba hari ini muncul dan menggegerkan mereka, raja berteriak dan menyuruh mereka berlutut maka semua
bengong dan bagai mimpi di siang bolong.75 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Tapi pemuda itu memang ada di situ. Semua orang melihat bahwa pemuda itu masih tinggi besar dan
gagah. Kulitnya kehitaman dan matanya berkilat-kilat bagai mata seekor harimau. Sayang kakinya buntung,
padahal dahulu lengkap. Dan ketika semua terbelalak dan heran serta kaget, ngeri karena berpikir bahwa
jangan-jangan itu adalah roh si pemuda, yang mati dan penasaran di Pulau Tiga Naga (Sam-liong-to) maka si
buntung yang menghadapi sekian banyak orang tiba-tiba tertawa bergelak.
"Ha-ha!" suaranya menggetarkan isi hutan. "Kau tajam dan awas sekali, Cucigawa. Sungguh aku
kagum dan tak menyangka bahwa inilah pasukanmu. Ah, kau memiliki ingatan yang kuat, dan pandang mata
yang tajam. Tapi terangkan padaku bagaimana kau mengenal bahwa aku adalah Togur, putera ayahku yang
gagah perkasa mendiang Gurba!"
"Hm, maaf!" Cucigawa berseri-seri. "Aku mengenalmu karena bentuk kepalamu, Siauw-ong, yang
mirip mendiang ayahmu yang gagah perkasa itu. Juga kesaktianmu, yang telah kau perlihatkan tadi.
Bukankah itu adalah Khi-bal-sin-kang yang kau punyai selama ini? Bukankah itu adalah warisan Hu-taihiap
yang kau curi dulu?"
"Ha-ha!" pemuda buntung itu tertawa lagi. "Tapi aku dikabarkan tewas, Cucigawa. Dan kau tentu tahu
itu!"
"Benar, tapi berita itu tak menyebutkan mayatmu, Siauw-ong. Kau hanya dikabarkan jatuh ke laut dan
tewas. Padahal orang sehebat dirimu ini sukar dipercaya untuk mati begitu saja. Pemuda sepertimu ini tak
mungkin tewas hanya kalau jatuh ke laut!"
"Ha-ha, kau betul. Kau cerdas. Ah, kau pantas menjadi pembantuku yang berpikiran jauh.... dess!" dan
tongkat yang menghantam hancur sebuah batu besar di sebelah raja itu tiba-tiba disusul tawa bergelak yang
menyeramkan. Cucigawa terkejut dan terkesiap ketika tadi tongkat itu bergerak. Dia tak mungkin dapat
menangkis atau mengelak. Pemuda itu terlalu tinggi kepandaiannya kalau dibandingkan dengannya. Tapi
ketika batu menggelegar dan hancur ditimpa tongkat, bukan kepalanya, maka raja itu berseri kembali dan
membuka matanya, yang tadi dipejamkan.
"Siauw-ong, aku dan pasukanku adalah tetap hambamu yang setia. Nah, kebetulan kau datang. Kami
ditimpa bencana, tolong dan hancurkan musuh kami!"
"Ha-ha, musuh apa lagi? Siapa? Asal bukan Pendekar Rambut Emas atau keluarganya tentu aku
berani. Apa yang terjadi!"
"Kami kedatangan musuh tangguh, Ituchi. Dialah yang datang dan kini mengobrak-abrik pasukanku!"
"Ituchi? Ha-ha, bocah yang masih saudaramu itu? Putera mendiang Raja Hu?"
"Benar, dialah, Siauw-ong. Dan aku tentu rela menyerahkan kedudukanku kepadamu daripada kepada
bocah itu. Aku dan pasukanku siap membantumu lagi untuk menjadi kaisar!"
"Ha-ha, bagus. Cocok sekali. Aku memang masih ingin menjadi kaisar.... blar!" dan tongkat yang
kembali bergerak dan menghajar pohon di sebelah, yang tumbang dan roboh menjadi tiga potong segera
mengejutkan anak buah Cucigawa yang meleletkan lidah melihat kehebatan itu. Si buntung bergerak lagi dua
tiga kali ke kiri kanan dan hancurlah pohon-pohon yang lain. Suaranya hiruk-pikuk dan beberapa di
antaranya hampir tertimpa. Tapi ketika si pemuda berkelebat kembali dan tongkatnya diluncurkan ke sebuah
batu hitam maka batu itu tembus sementara tongkat telah menancap dan bergetar bagai sebuah pisau yang
menancap di punuk seekor kerbau jantan!
"Hah, aku tak takut. Bocah itu terlalu ringan bagiku. Ha-ha, memalukan kalau kau sampai terbirit-birit,
Cucigawa. Padahal kau membawa pasukanmu yang begini besar. Ah, kau tak pantas sebagai pemimpin!"
"Maaf," raja tinggi besar itu meradang. "Ituchi sendiri bukan halangan, Siau-ong. Tapi anak buahku
yang memberontak dan membantu pemuda itu membuat aku dan pasukanku kalut. Kami melarikan diri, dan
kini kebetulan denganmu. Nah, biarlah kuceritakan sejenak persoalan ini dan setelah itu ceritakan kepada
kami bagaimana kau masih bisa hidup. Apakah benar dugaanku bahwa kau tidak tewas di laut!"76 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Hm!" mata itu tiba-tiba berkilat berbahaya. "Sebelumnya katakan dulu siapa dua orang gadis ini,
Cucigawa. Dan kenapa pasukanmu mati-matian menculiknya."
"Dia adik Ituchi!"
"Ooh, begitu? Bagus! Kemudian?"
"Kemudian kami akan menyanderanya, anak buahku tahu melakukan tugas begitu mendengar
kekalahanku di batas kota!"
"Hm-hm, bagus. Kalau begitu ceritakanlah secara lengkap bagaimana pemuda itu datang dan
mengalahkanmu. Baru setelah itu aku akan bercerita bagaimana aku masih hidup!"
Cucigawa berseri-seri. Kalau sudah begini maka harapan ada padanya dan tentu saja dia girang.
Datangnya pemuda itu sungguh di luar dugaan dan hadirnya si buntung yang luar biasa lihai ini tentu saja
membangkitkan semangatnya. Cucigawa segera bercerita apa yang terjadi, bagaimana mula-mula Ituchi
menjadi tawanan bangsa Uighur dan dibawa ke situ. Dan ketika si buntung mendengarkan dan menganggukangguk, tertawa mengejek maka selanjutnya si buntung itu berkata bahwa Cucigawa tak perlu takut.
"Hm, begitu kiranya. Bagus, dan kita telah menawan dua adiknya pula. Ah, sekarang kita ke sana,
Cucigawa. Hadapkan pemuda itu kepadaku dan biar kuhajar dia. Dia adalah sahabat Pendekar Rambut
Emas!"
Cucigawa berseru girang. Dia tentu saja girang karena si buntung ini akan melaksanakan kata-katanya.
Ituchi bukanlah tandingan pemuda itu dan apa yang dikata si buntung pasti terlaksana. Dan ketika dia balik
bertanya bagaimana si buntung itu masih hidup, apakah benar tidak tewas di laut maka si buntung ini
tertawa, matanya bersinar penuh dendam.
"Aku memang tidak mati, aku masih hidup. Kau benar kalau menganggap bahwa dengan
kepandaianku yang seperti ini tak mungkin aku mati di dasar laut. Hm, aku selamat karena ilmu-ilmuku,
Cucigawa. Tapi aku mengalami naas karena kakiku disambar hiu!"
"Tapi paduka memiliki kekebalan. Paduka memiliki sinkang yang amat hebat!"
"Hm, waktu itu pukulan Kim-hujin membuatku luka dalam, Cucigawa. Dan karena aku luka dalam
maka aku tak dapat mengerahkan kekebalanku ketika kakiku disambar hiu!"
"Ah, maaf. Kalau begitu aku merasa prihatin. Tapi betapapun Siauw-ong masih hidup!"
"Ya, aku masih hidup karena aku ingin membalas dendamku. Siapapun di antara kalian kularang
untuk tidak memberitahukan keadaanku ini kepada musuh-musuhku. Sanggup?"
"Sanggup, Siauw-ong. Tapi bagaimana nanti dengan Ituchi itu. Dia pasti akan rmenjadi berita utama
kalau melapor kepada Pendekar Rambut Emas!"
"Ha-ha, kiramu dia akan kuampuni? Bodoh, aku akan membunuhnya, Cucigawa. Tak akan kubiarkan
sahabat-sahabat Pendekar Rambut Emas atau anak isterinya hidup. Aku akan menghajar dan setelah itu
membunuh lawanmu!"
"Hm, kalau boleh berikanlah dia kepadaku. Aku ingin membalas dendamku, Siauw-ong. Aku ingin
memenggal kepalanya kalau kau sudah merobohkannya!"
"Baiklah, mari berangkat. Kita temui pemuda itu!" dan melempar Nangi serta Salini pada raja
Cucigawa untuk dititipkan maka raja itu diminta kembali dan memasuki kotanya lagi. Si buntung sudah
menyeringai dan membalikkan tubuhnya. Dan ketika orang terbelalak melihat dia berkelebat tiba-tiba si
buntung ini lenyap seperti siluman.
"Hebat!" semua meleletkan lidah. "Pemuda itu masih luar biasa, sri baginda. Tapi sayang kakinya
buntung!"77 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Hush, jangan mengejek. Kita harus bersyukur dia datang, Ramba. Kalau tidak tentu kita tak mampu
menghadapi lawan kita itu. Hayo siapkan pasukan dan kembali lagi ke kota!"
Ramba dan lain-lain mengangguk. Memang mereka harus mengakui bahwa tiba-tiba saja semangat
mereka berkobar dan bangkit lagi setelah si buntung itu muncul. Meskipun buntung namun bekas murid
Enam Iblis Dunia yang bergelar Siauw-ong itu bukanlah main-main. Lawannya hanyalah Pendekar Rambut
Emas dan anak isterinya. Tokoh-tokoh dunia tak akan sanggup menandingi karena pemuda itu memiliki Khibal-sin-kang dan Jing-sian-eng yang amat luar biasa. Mampu bergerak dan terbang secepat siluman. Mampu
hilang dan datang seperti iblis saja. Dan ketika semua bersorak dan riuh rendah maka Cucigawa sudah
membawa pasukannya keluar hutan. Tadi mereka bersembunyi dan pasukan yang menculik Nangi itu
menyusul, bertemu dengan si buntung dan untung Cucigawa keluar. Kalau tidak, mungkin pasukannya bisa
dihabisi, karena Togur atau si buntung itu terkenal kejam dan tidak berperasaan. Dia adalah murid mendiang
Enam Iblis Dunia yang tewas di tangan keluarga Pendekar Rambut Emas, juga putera mendiang Gurba yang
gagah perkasa dan sakti, suheng Kim-mou-eng atau Pendekar Rambut Emas yang akhirnya tewas oleh
pendekar itu. Dan ketika pasukan bergerak dan kembali ke kota, berderap dan bersorak riuh mendapat
bantuan yang hebat maka Ituchi terancam bahaya maut yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.
Siapakah pemuda buntung yang disegani Cucigawa ini? Benarkah dia mampu menghadapi Ituchi dan
membunuh pemuda itu? Bagi para pembaca yang telah membaca "Istana Hantu" tentu telah mengenal baik
pemuda ini. Benar, dia adalah Togur yang gagah sakti itu gagah dan berwatak kejam dan tipu-tipu
muslihatnya ditakuti orang. Pemuda inilah yang dulu menggegerkan Tiongkok dengan serbuan besarbesarannya yang tak tanggung-tanggung. Pemuda inilah yang dulu menundukkan bangsa-bangsa liar untuk
diajak berperang dan satu di antaranya adalah bangsa U-min itu, bangsa yang dulu menjadi sahabat kaisar
semasa diperintah Raja Hu tapi kemudian dibawa memberontak dan berperang oleh pemuda ini. Dan karena
Togur bersama guru-gurunya adalah orang-orang luar biasa di mana kepandaian dan kesaktiannya amat
tinggi maka tak ada yang sanggup mengalahkan pemuda itu sampai akhirnya sri baginda kaisar meminta
pertolongan Pendekar Rambut Emas. Dan di situlah pemuda ini akhirnya menemui kekalahan. Khi-bal-sinkang dan Jing-sian-engnya, ilmu pukulan Bola Sakti dan Ginkang Seribu Dewa yang dulu dicuri dari
mendiang Hu-tai-hiap (pendekar besar Hu; mertua Pendekar Rambut Emas) tak dapat menandingi Pendekar
Rambut Emas dan keluarganya yang masih memiliki dua ilmu simpanan lain yang tak dipunyai pemuda itu,
yakni Cui-sian Gin-kang (Ginkang Pengejar Dewa) dan Lui-ciang-hoat (Pukulan Tangan Petir) yang
merupakan kelebihan bagi pendekar itu. Dan karena Pendekar Rambut Emas dapat menggabung ilmuilmunya sementara pemuda itu hanya dua ilmu saja maka Togur terdesak dan akhirnya jatuh di laut Tunghai, ketika bertanding di atas sebuah karang yang terjal. Dan ketika pemuda itu terpelanting dan jatuh ke laut,
disangka tewas, maka Pendekar Rambut Emas dan lain-lain menganggap bahwa pemuda itu binasa.
Memang, seandainya saja sebuah kejadian lain tak datang mengikuti peristiwa itu pasti pemuda ini
bakal tenggelam dan tewas di dasar samudera. Tapi seekor hiu tiba-tiba menyambarnya di dalam air. Togur
waktu itu sudah setengah pingsan oleh luka-luka dalam yang dideritanya. Pukulan bertubi-tubi dari Kimhujin atau isteri Pendekar Rambut Emas amatlah hebatnya, Berkat daya tahan dan sinkangnya saja dia dapat
menerima semua itu, meskipun kian lama tentu saja kian sesak dan amat berbahaya. Dia dapat mati lemas
kehabisan tenaga. Maka ketika dia terlempar atau lebih tepat membuang tubuh ke laut tak mau mati di
tangan lawannya itu maka Togur disambar dan digigit seekor hiu yang kebetulan berenang di bawah air.
Pemuda itu terkejut dan sebisa-bisanya mengerahkan sinkang. Kaki kirinya digigit dan kalau bukan
dia tentu seketika itu juga putus. Tapi karena pemuda ini adalah pemuda luar biasa dan selemah-lemahnya
dia tetaplah dia pemuda yang kuat fisiknya maka dua jam digigit dan dibawa berenang ke sana ke mari oleh
hiu yang ganas itu Togur masih dapat bertahan. Hiu ini akhirnya marah dan membawanya menyelam ke laut
yang dalam. Mayat pemuda itu yang memang tak timbul lagi sudah memperkuat dugaan tewas di bawah laut.
Tapi ketika hiu itu membawa berputaran dan dua jam lebih tak mampu menggigit putus kakinya, yang penuh
tenaga sinkang maka Togur terkejut ketika tiba-tiba dibawa menyelam ke tempat yang dalam. Sehebathebatnya dia tentu akan mati juga, kalau terus-menerus begitu. Maka ketika lawan membawanva ke laut
yang dalam dan hiu itu mulai menarik perhatian teman-temannya yang lain untuk berdatangan, siap
Si Dungu 4 Candi Murca Karya Langit Kresna Hariyadi Seruling Sakti 1

Cari Blog Ini