Ceritasilat Novel Online

Rajawali Merah 9

Rajawali Merah Karya Batara Bagian 9


bertanya dan dia masih tertegun kagum memandang gadis itu. Gadis ini bukan gadis Han karena kulitnya
yang putih bersih jelas menunjukkan gadis asing, apalagi hidungnya yang mancung itu, mirip gadis India.
Tapi ketika nyonya itu kagum memandang lawannya, yang terbelalak dan marah tak dijawab tiba-tiba
lawannya itu berkelebat dan menampar.
"Kau tak berhak menanyai aku. Daerah ini daerah berbahaya, pergilah!" dan Swat Lian yang terkejut
karena tahu-tahu jari gadis itu sudah berada di depan mukanya, menampar, tiba-tiba membentak dan tentu
saja menangkis.
"Gadis kurang ajar.... plak!" dua wanita itu terpelanting. Swat Lian yang tidak mempergunakan Khibal-sin-kang dalam menangkis tiba-tiba. dibuat terkejut karena dari tamparan lawan keluar tenaga luar biasa205 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
yang membuat dia tertolak, bertahan tapi gadis itu sudah menggerakkan tangannya yang lain untuk
mendorong. Dan karena gerakan itu cepat sekali dan tentu saja nyonya ini marah, Khi-bal-sin-kang ditarik
dan melindungi dirinya maka begitu dia terpelanting gadis itupun juga terlempar dan tertolak menjerit kaget.
"Haiii...!"
Dua-duanya sudah melompat bangun. Swat Lian melihat wajah si gadis yang merah tanda terkejut
sementara iapun juga terkejut karena dari adu tenaga tadi dia tahu bahwa gadis ini bukanlah gadis
sembarangan. Aneh, ada gadis asing memiliki ilmu demikian tinggi! Namun karena nyonya ini adalah isteri
Pendekar Rambut Emas, tokoh nomor satu di dunia kang-ouw maka keangkuhan atau kesombongan nyonya
ini timbul, apalagi karena iapun juga puteri Hu Beng Kui si jago pedang!
"Kau tak tahu aturan!" Swat Lian membentak, juga marah. "Kenapa menyerang orang yang tak
bermusuhan denganmu, bocah? Siapa namamu dan apa maksudmu menyuruh pergi?"
Gadis itu tertegun. Setelah melihat serangannya tadi ditolak wanita ini, tamparannya bertemu
semacam tenaga karet yang membuatnya terpental maka gadis itu berhati-hati menghadapi lawan.
Sebenarnya, dia telah melihat gerakan wanita ini ketika berkelebatan dari satu tempat ke tempat lain, gerakan
yang luar biasa cepat dan diam -diam membuatnya kagum tapi hal itu bukan berarti takut. Diapun memiliki
ilmu meringankan tubuh hingga wanita itu dapat dikuntitnya, akhirnya di potong dan kini berhadapanlah
mereka sebagai musuh, orang yang sama-sama curiga. Dan ketika dia melihat bahwa bukan hanya ginkang
wanita itu saja yang luar biasa melainkan juga tenaga sinkangnya, karena tamparannya tadi membalik dan
dia terpelanting maka gadis ini tertegun dan kagum. Rasa ingin tahunya jadi besar dan tiba-tiba dia tertawa
mengejek, mengejek tetapi merdu!
"Hi-hik, kaulah yang tak tahu diri!" gadis itu berseru. "Baik-baik aku menyuruhmu pergi, hujin. Tapi
kau yang sombong dan tak mau mengindahkan permintaanku. Baiklah, sebutkan dulu namamu dan baru
setelah itu aku memperkenalkan diriku!"
"Sombong!" Swat Lian marah. "Kau semakin kurang ajar, bocah. Daripada memberi tahu nama lebih
baik aku memberi tahu pukulanku ini. Awas!" dan Swat Lian yang bergerak dan mengerahkan Jing-sianengnya, melejit dan menampar gadis itu tiba-tiba terkejut karena si gadis melejit dan lenyap menghilang.
"Aku di sini!"
Swat Lian membalik. Kaget dan heran lawan mampu bergerak sama cepat, hal yang tak disangka,
membuat nyonya ini terkesiap dan marah serta malu. Selama ini, hanya orang-orang tertentu yang mampu
mengimbanginya, itupun orang-orang yang sudah mempunyai nama dan dikenal di dunia kang-ouw. Maka
begitu gadis itu menghilang dan tahu-tahu ada di belakang. Jing-sian-eng mendapat tandingan ilmu lain yang
mengejutkan si nyonya maka Swat Lian membentak dan tahu-tahu mengeluarkan pula Cui-sian Gin-kangnya
digabung, gerakan yang membuat nyonya ini berkelebat dua kali lebih cepat daripada tadi. Seolah petir!
"Bagus, kau boleh kucing-kucingan. Tapi sekarang lihat siapa yang lebih cepat.... plak-plak-plak!" dan
Swat Lian yang melihat gadis itu bergerak ke kiri tapi dikejar, tak lagi kehilangan lawan karena gabungan
dua ilmu meringankan tubuhnya benar-benar luar biasa maka lawan terpekik dan terpaksa menangkis tapi
seketika itu pula terjengkang!
"Nah, apa bicaramu kini. Masih mampu bersombong atau tidak!" dan Swat Lian yang mengejar dan
melepas pukulan bertubi-tubi, menampar dan memukul akhirnya membuat lawannya itu jatuh bangun
melempar tubuh bergulingan. Gadis ini terpekik karena gerakan si nyonya tiba-tiba menjadi begitu cepatnya.
Swat Lian memang ingin membungkam gadis ini agar tidak bersombong lagi. Pukulan-pukulan Khi-bal-sinkangnya meledak bertubi-tubi dan kagetlah gadis itu oleh serangan yang gencar ini. Dan karena dia
menangkis selalu terpental. Bola Sakti memang akan menolak balik setiap tangkisan maka gadis itu tiba-tiba
melengking dan tubuhnya berpusingan seperti gasing yang berputar-putar dengan amat cepatnya.
"Des-des-dess!"
Swat Lian berseru tertahan. Dari putaran tubuh yang cepat itu, yang bergerak seperti gasing atau
kitiran pesawat terbang tiba-tiba muncul sebuah tenaga sedot yang luar biasa. Nyonya ini terkejut karena206 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
pukulannya tahu-tahu terhisap, tangannya bahkan masuk dan terhisap kuat. Tentu saja dia kaget. Dan ketika
pukulannya ditarik tapi baju terlanjur masuk, robek dan memberebet maka gadis di dalam pusingan itu
tertawa.
"Hi-hik, lanjutkan, hujin. Serang aku lagi dengan pukulanmu yang hebat itu. Ayo, keluarkan
kepandaianmu!"
Swat Lian merah terbakar. Dia ditantang dan gadis itupun masih terus berpusingan hebat dengan
ilmunya yang aneh. Khi-bal-sin-kang akan tersedot dan itu berbahaya, tentu saja nyonya ini tak mau. Dan
ketika dia membentak agar gadis itu menyerangnya, ganti dan membalas pukulannya maka gadis itu terkekeh
dan berkata,
"Baik!" dan begitu selesai ucapan ini sekonyong-konyong pusingan tubuh itu menyerbu ke arahnya,
bak angin topan atau pusaran lesus dan dari balik pusaran menyambar dua sinar putih berturut-turut. Swat
Lian mendengus dan berseri, lawan membuka diri. Dan ketika dia menangkis dan gadis itu terpental, kaget,
maka nyonya ini terkekeh dan ganti mengejek.
"Hayo, mana kepandaianmu, bocah. Keluarkan semua dan lihat siapa yang roboh!"
"Kau curang!" gadis itu membentak, marah. "Tak sudi aku kau tipu, nyonya licik. Kau saja yang
menyerangku dan lihat apakah pukulanmu mampu merobohkan aku!"
Swat Lian mengerutkan kening. Kalau gadis itu tak mau menyerang, padahal ia sendiri juga tak mau
menyerang maka mereka tak akan ada yang kalah atau menang. Dalam segebrakan itu saja ternyata masingmasing telah mengetahui kelebihan atau kekurangan lawan. Gadis itu dengan putaran tubuhnya secepat
gasing sedangkan dia sendiri dengan pukulan Khi-bal-sin-kangnya yang hebat. Sekali gadis itu keluar dan
menyerangnya maka Khi-bal-sin-kang akan menolak balik. Hal itu telah terbukti. Tapi karena kalau dia yang
menyerang dan pusaran tenaga itu akan menyedotnya, hal yang tak dikehendaki, maka Swat Lian bingung
juga di samping heran, siapa gerangan gadis yang memiliki ilmu luar biasa ini, ilmu sedot yang belum
pernah dia dengar.
"Ayo, kau tak berani maju?" tantangan itu kembali terdengar. "Cepat, aku masih ada urusan, wanita
siluman. Atau aku akan meninggalkanmu dan biar besok kucari lagi!"
"Hm, kau sombong dan bermulut besar. Kalau aku mengelilingimu apakah mampu kau bertahan?
Baik, kita lihat, bocah. Siapa lengah dia kalah!" dan Swat Lian yang bergerak mengelilingi pusaran tubuh
itu, mencari kesempatan dan coba membuka pertahanan tiba-tiba menyambar beberapa batu sekepalan untuk
dipakai mengganggu lawannya. Dia mulai melempar batu-batu itu dalam usahanya membuka pusingan tubuh
yang amat rapat ini, tak berani melepas Khi-bal-sin-kang karena khawatir diri sendiri tersedot. Tapi ketika
batu-batu itu tersedot dan lenyap terbawa putaran, gadis itu terkekeh maka Swat Lian gemas tak mampu
menyuruh lawannya itu keluar.
"Kau licik, pengecut. Beraninya hanya berlindung di balik pusaran!"
"Hi-hik, kau lelah?" gadis itu mengejek. "Kalau lelah menyerah kalah, hujin. Dan cepat pergi dari sini
karena wilayah ini penuh pengaruh hitam!"
"Kau tahu?" Swat Lian tertegun. "Eh, siapa kau ini, bocah? Dan ada apa pula malam-malam begini
keluyuran di sini?"
"Aku mencari dua kakek siluman, musuh-musuhku. Kau tak perlu banyak tanya lagi dan lihat ledakan
di atas bukit itu..... blarr!" Swat Lian dan gadis itu sama-sama terkejut, berteriak dan terlempar oleh getaran
suara yang amat dahsyat. Bukit di atas sana itu mengeluarkan dentuman keras dan bersamaan dengan itu
terdengar pekik atau lengking menggetarkan isi dada. Gadis itu terkejut dan buyar pusingan tubuhnya,
apalagi ketika mendengar lengking atau pekik yang bercampur rintihan itu. Dan ketika bukit di depan tibatiba terang-benderang oleh nyala api yang berkobar maka gadis yang terlempar bergulingan meloncat bangun
itu mendadak juga mengeluarkan pekikan atau lengking yang sama, bergerak dan terbang meninggalkan
Swat Lian tapi sekonyong-konyong menabrak pengaruh ilmu hitam yang memagari bukit itu, terpelanting
dan jatuh dan gadis itu menjerit berseru keras. Tapi ketika dia bergerak lagi dan meloncat beringas, kedua207 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
tangannya menghantam ke depan maka terlihatlah letupan-letupan kecil dari jaring guna-guna yang dibabat
atau dihancurkan.
"Kakek, aku akan membantumu!"
Swat Lian terkejut. Di atas bukit segera terdengar bentakan dan geraman. Tiga sinar biru dan merah
tiba-tiba sambar-menyambar, saling terkam dan pagut dan terdengarlah ledakan-ledakan gemuruh. Kiranya,
di tempat itu terjadi adu kesaktian dari orang-orang yang berilmu batin tinggi. Dan ketika Swat Lian melihat
seorang kakek terhuyung-huyung memakai jubah putih, jatuh bangun tapi bertahan di puncak maka sinar
biru dan merah itu menyambar-nyambar kakek ini. Dan nyonya itu segera melihat bayangan suaminya, sinar
kuning yang berkelebat ke atas bukit.
"Heii, tunggu...!" Swat Lianpun mengejar. "Tunggu, suamiku. Aku di sini!" namun sang nyonya yang
menabrak dan terpelanting oleh pagar guna-guna hitam, tak terlihat tapi jelas membuatnya jatuh bangun tibatiba menjadi marah dan melakukan hal yang sama seperti gadis cantik tadi, meloncat dan beringas
menghantamkan lengannya ke depan dan letupan-letupan kecil terdengar di situ. Gadis itu maupun nyonya
ini sama-sama menghadapi pagar ilmu hitam di mana berkali-kali mereka jatuh bangun. Tapi ketika gadis itu
meledakkan kedua tangannya dan kakinya menjejak bumi kuat-kuat, terbang dan meluncur bagai seekor
burung besar maka Swat Lian kagum dan membelalakkan matanya lebar-lebar, melihat bayangan suaminya
tak mau menunggu dan hilang di sisi kiri bukit. Nyonya ini penasaran dan tiba-tiba dia membentak merapal
mantra, berjungkir balik dan terbang dari pohon yang satu ke pohon yang lain. Guna-guna atau pagar ilmu
hitam biasanya memiliki ketinggian dua meter, selebihnya adalah bebas. Maka begitu dia mengerahkan
ilmunya meringankan tubuh dan Jing-sian-eng digabung sekaligus dengan Cui-sian Gin-kang maka nyonya
ini menyusul gadis cantik itu melalui puncak-puncak pohon di lereng bukit. Sebentar saja nyonya ini berhasil
mencapai puncak dan tertegunlah Swat Lian melihat seorang kakek buta dikepung dua sinar api yang
menyambar-nyambar dari segala penjuru. Kakek itu bertongkat dan api yang menyambar-nyambar itu
ditangkisnya, meledak tapi pecah menjadi berpuluh-puluh banyaknya. Dan ketika puncak bukit menjadi
terang-benderang dan kakek itu dikepung tak dapat meloloskan diri maka terdengar suara tawa terbahakbahak yang menggetarkan seluruh daerah itu.
"Ha-ha, Drestawala tolol. Kau datang dan mencari penyakit? Ingin membunuh dan membalas
dendam? Ha-ha, sekarang kaulah yang terbunuh, Drestawala. Kami tak akan mengampunimu lagi setelah
peristiwa empatpuluh tahun itu.... des-dess!" dan si kakek yang mencelat dan terlempar oleh semburan api
biru tiba-tiba mengeluh dan bergulingan menyelamatkan diri, tongkat tak pernah terlepas dan Swat Lian
terbelalak memandang kakek berpakaian putih-putih ini. Kakek itu sudah meloncat bangun namun kemudian
memutar tongkatnya dengan amat cepatnya, tubuhnya terbungkus atau tergulung oleh bayangan tongkat ini.
Dan ketika api biru maupun merah tak dapat menyerang, tersedot dan padam oleh putaran tongkat yang
membawa tenaga sedot maka Swat Lian teringat gadis cantik lawannya tadi yang tiba-tiba muncul dan
berteriak.
Jilid XV
"KONG-KONG, aku akan menolongmu...!" dan melesat seperti seekor kijang betina, terbang dan
menyambar ke arah kakek ini maka gadis cantik yang baru datang itu menghantam bunga-bunga api yang
berhamburan ke arah kong-kongnya. Kakek itu kiranya adalah kong-kong gadis ini, terbeliak tapi bola mata
putih yang sejenak gembira itu mendadak tertutup meram-melek lagi, gelisah dan menunjukkan
kecemasannya. Karena begitu gadis itu datang dan menghancurkan bunga-bunga api yang menyambar dari
segala penjuru maka kakek itu berteriak, tongkat masih diputar cepat memadamkan semburan sinar biru dan
merah.
"Shintala, jangan masuk ke sini. Jangan berhadapan secara langsung dengan mereka. Sembunyi dan
berlindung di belakangku!"
"Tidak!" gadis itu dapat menghalau dan membuyarkan sinar warna-warni itu. "Aku dapat menghadapi
mereka, kong-kong. Lihat ini aku mampu menghancurkan guna-guna mereka sampai lumat.... blarr!" namun
segumpal cahaya api yang meluncur tiba-tiba, menyambar dan menghantam gadis ini dari belakang tiba-tiba208 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
tak dapat dikelit, meledak dan gadis itu terlempar berteriak kaget. Swat Lian sampai terkesiap karena
datangnya gumpalan api itu memang tidak disangka-sangka, cepat sekali. Tapi ketika gadis itu dapat
bergulingan meloncat bangun dan hanya sedikit pakaian di belakang punggungnya hancur, memperlihatkan
sedikit bagian punggung yang halus putih maka gadis itu pucat sementara kong-kongnya berseru tertahan
berkelebat ke depan, menolong cucunya.
"Kau tak apa-apa?"
"Tidak, hanya... hanya punggungku dijilat api!"
"Ah, bersembunyi di belakangku, Shintala. Turut kata-kataku atau nanti kita berdua celaka.... blarr!"
sebuah letupan kilat kembali terdengar, menggelegar dan kakek serta gadis itu terpelanting karena kurang
cepat bergerak. Drestawala lengah memutar tongkat namun kini kakek itu sudah melindungi tubuhnya
dengan putaran yang cepat, meloncat bangun dan duduk bersila dan melindungi pula cucunya dari sergapan
api biru dan merah yang menyambar bertubi-tubi. Kakek itu mandi keringat sementara gadis cantik di
sebelahnya juga tak mau tinggal diam, memutar kedua tangannya menghalau bola-bola api yang melesat dan
menghantam mereka. Dan ketika kakek dan cucunya mempertahankan diri, bukit itu bergetar dihujani bolabola api besar maka Swat Lian yang menonton di luar tertegun dan kagum akan kepandaian kakek buta ini.
Kakek itu mampu melindungi diri dengan putaran tongkatnya. Senjata di tangannya yang keriput bergerak
luar biasa cepat menahan gempuran-gempuran bola api, menghancurkannya atau malah menyedotnya
padam. Dari putaran tongkat itu keluar tenaga hisap dan Swat Lian kagum karena tak ada bola api yang
mampu menerobos masuk. Hal ini mengingatkan dia akan kepandaian gadis cantik itu, yang mampu
berpusing dan menciptakan tenaga sedot dengan putaran tubuhnya. Dan karena kakek itu rupanya lebih lihai
karena dengan tongkat di tangan ia mampu menghancurkan sambaran bola-bola api, bukit menjadi terangbenderang oleh tangkisan ini maka tawa menyeramkan yang tadi terdengar tiba-tiba tak terdengar lagi.
Namun kakek itu masih memutar tongkatnya dengan amat cepat.
Swat Lian mulai berpikir, siapakah kakek buta yang hebat ini? Dan namanya tadi, hmm... Drestawala.
Jadi seorang asing dan melihat mukanya kemungkinan besar adalah bangsa India. Kakek itu mandi keringat
sementara cucunya juga mandi peluh. Dua-duanya berjuang keras melawan gempuran bola-bola api. Dan
ketika sejam kemudian tangan kakek itu mulai menggigil, gadis di sebelahnya juga gemetar menahan
serangan terus-menerus maka terdengarlah geraman itu lagi dan Swat Lian tahu-tahu, melihat seorang kakek
bermisai panjang muncul di sudut. Poan-jin-poan-kwi!
"Drestawala, kau tak akan mampu bertahan lagi. Tapi aku melihat beberapa temanmu ada di sini.
Mana mereka dan kenapa licik menyembunyikan kekuatan? Suruh keluar, agar sekalian dapat kubunuh!"
"Aku tak membawa teman, kecuali cucuku ini. Kau Poan-jin atau Poan-kwi? Aku datang untuk
memenuhi permintaan cucuku membalas sakit hati!"
"Ha-ha, lucu tapi tak tahu diri. Semakin tua ternyata semakin pandai bohong bicara. Heh, kau dusta
kepadaku. Drestawala. Aku melihat dua orang lain yang menghilang di sini!"
"Aku tak tahu-menahu," kakek itu terkejut mengerutkan kening, tongkat terus diputar menghalau atau
memadamkan bola-bola api. "Kau percaya boleh tidak percaya juga tidak apa, Poan-jin. Sekarang aku dapat
mengenal suaramu bahwa kau musuhku nomor dua!"
"Heh-heh, kau memang pintar. Tapi aku tak percaya!" dan Poan-jin yang bergerak melayang ke depan
tiba-tiba menyambarkan misainya ke kakek itu. Shintala berada di belakang kakeknya dan gadis itu berseru
memperingatkan akan adanya serangan ini. Namun ketika kakeknya mengangguk dan mendengar sambaran
misai, tongkat masih tetap diputar kencang maka Drestawala menangkis dan... kakek itu terpental.
"Ha-ha, tenagamu sudah mulai lemah, Drestawala. Coba ini lagi dan tangkis seperti tadi... dess!" si
kakek bergulingan, terkejut dan menangkis dan tiba-tiba berteriaklah Shintala melihat Poan-jin mengejar dan
menyerang lagi. Kakeknya menggigil dan tentu saja ia tak mau lawannya itu merobohkan. Tapi ketika gadis
itu berkelebat dan mengayun tangannya maka Poan-jin menghilang dan Drestawala berteriak menggerakkan
tongkat ke kiri.
"Awas... blarr!"209 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Ledakan tongkat menggetarkan tempat itu. Sebuah bola api menyambar dan Shintala terpelanting
ketika tiba-tiba dari arah kiri muncul lawannya itu, seperti iblis saja tapi tiba-tiba dari arah yang lain muncul
pula bayangan sesosok kakek bermisai yang berkelebatan melempar-lempar bola api. Dan ketika Shintala
terkejut bergulingan meloncat bangun, dua bayangan Poan-jin tiba-tiba sambar-menyambar diiringi kilatan
bola-bola api maka kakeknya berteriak bahwa Poan-kwi, iblis satunya, muncul.
"Awas, musuh-musuh kita muncul kedua-duanya!"
Shintala terbelalak. Untuk selanjutnya ia dikejar satu di antara dua kakek itu, yang terkekeh-kekeh dan
menyerangnya dengan tamparan-tamparan maut. Dan ketika bola api juga terus sambar-menyambar, kakek
yang satu menggerak-gerakkan ujung bajunya maka gadis itu tiba-tiba sudah dikurung dan berteriak
mempertahankan diri.
"Pergunakan Sing-thian-sin-hoat (Silat Sakti Langit Berputar)!" Drestawala pucat, mendengar
cucunya terdesak hebat dan berteriak berkaii-kali. Gadis itu memang terdesak karena sebentar saja ia
bingung menghadapi ribuan bola-bola api di udara, dikebut atau dipukul padam namun kakek bermisai ini
menggerakkan tangannya yang lain untuk menampar atau melepas pukulan maut, belum lagi misainya yang
bergerak maju mundur melecut-lecut itu. Poan-jin sungguh lihai! Tapi ketika gadis itu memperoleh
kesadarannya kembali dan teriakan kakeknya memperingatkan dirinya mendadak ia melengking nyaring
memutar tubuhnya seperti gasing. Itulah ilmu silat yang pernah dipakainya menghadapi Swat Lian di bawah
bukit, kini dipergunakan dan nyonya itu kagum karena sebentar kemudian gadis ini sudah terbungkus rapat.
Tak mungkin Poan-jin menerobos pertahanan itu. Dan ketika kakek itu terbelalak dan kagum, bola-bola
apinya hancur dipadamkan maka di sana Drestawala atau si kakek buta menghadapi lawan yang lebih
tangguh.
"Kau Poan-kwi!" kakek itu berseru. "Mari kita bertanding, Poan-kwi. Baru sekarang kau muncul
setelah menyembunyikan diri!"
"Hm!" Poan-kwi, kakek yang berkelebatan cepat menghilang berkali-kali itu mendengus. "Aku
sekarang akan membunuhrnu, Drestawala. Menunggu temanmu yang tak mau keluar juga dan rupanya akan
keluar kalau kau sudah di ambang maut!"
"Aku tak membawa teman, kecuali cucuku itu!" kakek ini berteriak, terus memutar tongkatnya bak
kitiran pesawat terbang. "Kau memandang rendah aku, Poan-kwi. Tak perlu si buta ini membawa bantuan!"
"Hm, tapi dua orang datang di bukit. Mereka bersembunyi. Kalau bukan temanmu tentu musuhku,
sama saja!"
"Aku.... des-dess!" si kakek tak sempat meneruskan kata-katanya, menangkis sebuah pukulan maut
dan terpentallah tongkat karena kakek itu menggigil berkurang tenaganya. Sejam terus-menerus memutar
tongkat bukanlah pekerjaan ringan. Lawan amat licik karena selalu menyerang di balik ilmu hitam dan
memaksa menangkis yang berarti mengeluarkan tenaga, tentu saja kakek ini gemetar.
Dan ketika Poan-kwi berkelebat dan menusukkan dua jarinya, masuk di antara celah tongkat yang
terpental maka si buta pucat melempar tubuh mendengar angin serangan yang bercuit ganas.
"Cuss!"
Tanah membongkah mengepulkan asap. Drestawala bergulingan dan berteriak tertahan, diam-diam tak
menyadari bahwa lawannya kagum akan pendengaran yang luar biasa tajam dari telinganya. Memang kakek
buta itu hanya mengandalkan telinganya saja untuk menghadapi lawannya itu, lawan yang tidak main-main
karena dia adalah Poan-kwi, tokoh yang amat sakti karena adalah paman guru See-ong, si iblis sesat yang
namanya sudah menggetarkan dunia kang-ouw. Dan ketika kakek itu bergulingan meloncat bangun dan
kembali memutar tongkatnya, mainkan Sing-thian-sin-hoat dan bertahan diri maka cucunya di sana basah
kuyup menerima serangan gencar Poan-jin.
"Heh-heh, kaupun mampus, bocah. Kulalap jantungmu nanti. Heh-heh, tentu segar!"210 Kolektor E-Book


Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Keparat!" gadis itu melengking. "Kau boleh bunuh aku, Poan-jin. Tapi aku juga akan berusaha
membunuhmu. Kau telah membunuh orang tuaku!"
"Ha-ha, kalau begitu mana mungkin? Orang tuamu saja telah kuantar ke neraka, apalagi kau
anaknya!"
"Kau memang iblis terkutuk, biadab!" dan si gadis yang menangkis ledakan misai panjang tiba-tiba
terhuyung karena lawan mempergunakan tenaga lemas, menotok tapi menariknya cepat ketika tersedot ke
putaran Sing-thian-sin-hoat, licik dan curang dengan menendang sebuah batu hitam yang tepat mengenai
lutut gadis itu, yang kontan berteriak dan terpincang! Tapi ketika gadis itu mampu bergerak cepat lagi dan
memulihkan totokan di lututnya, lawan kagum, maka Swat Lian yang menonton di luar arena juga kagum
dan semakin kagum saja.
"Dia hebat, lebih hebat daripada puteri kita Soat Eng!"
Sang nyonya terkejut. Entah kapan munculnya tahu-tahu bayangan kuning emas sudah berada di
belakangnya, berseru lirih memuji gadis cantik itu. Dan ketika dia melonjak namun girang karena suaminya,
Pendekar Rambut Emas, ada di situ maka nyonya ini balas berbisik menyatakan kekagumannya pula.
"Benar, ia hebat, suamiku. Dan kami telah bertanding dengan berimbang!"
"Kau bertempur?"
"Ya, secara tak sengaja. Ia mampu mengikuti gerakanku ketika mencari tempat si iblis Poan-kwi ini!"
"Hm, memang betul. Gadis itu memiliki ilmu meringankan tubuh yang luar biasa. Lihat, kakinya tak
menginjak tanah sama sekali, melayang berkelebatan cepat!"
"Aku sudah melihat. Dan ilmu meringankan tubuhnya itu setingkat Jing-sian-eng!"
"Hm, siapakah dia? Dan siapa si kakek buta itu? Kakek inipun hebat, ia memiliki kekuatan batin
tinggi. Lihat sekarang ia mampu memutar tongkatnya tanpa tangan!"
Swat Lian tertegun. Ternyata si kakek sudah merobah gerakan. Ia bersedakap, duduk bersamadhi dan
tongkatpun berputaran sendiri seperti benda bernyawa, cepat luar biasa hingga membungkus tuannya itu.
Dan ketika pukulan atau serangan Poan-kwi terpental bertemu tongkat ini, si iblis terkejut maka kakek buta
itu menggigil dan perlahan-lahan tubuhnyapun terangkat naik berkemak-kemik kepada tongkatnya itu.
"Terus... terus, Sin-tung. Teruslah berputar dan jangan berhenti menghadapi lawan!"
"Swat Lian terbelalak. Kakek itu naik perlahan-lahan sementara tongkat terus berkelebatan menjaga
dirinya. Poan-kwi menggeram dan marah, lecutan misainya gagal. Tapi ketika kakek itu mendengus dan
tertawa aneh, berseru perlahan, tiba iblis itu menghilang dan tongkat bergerak sendiri tanpa lawan.
Namun Pendekar Rambut Emas berseru tertahan. Tongkat yang melindungi tuannya dari kiri ke kanan
tiba-tiba kecolongan akal cerdik. Segumpal asap hitam muncul dari atas menuju tengah-tengah lingkaran
tongkat ini. ltulah bayangan Poan-kwi yang menghilang dengan ilmu hitamnya, tak dapat menerobos tongkat
sekarang masuk dari atas, karena bagian inilah yang memang tidak terjaga. Tongkat tak berputaran di situ
dan iblis tahu-tahu telah merobah bentuk dirinya, sebagai badan halus. Dan ketika dia masuk sementara si
kakek buta tertegun sejenak, lawan menghilang maka saat itulah Poan-kwi muncul menghantamkan
pukulannva ke ubun-ubun.
"Heh-heh, aku masih juga dapat masuk!"
Drestawala terkejut. Kakek itu membuka mata dan saat itu pukulan lawan sudah menyambar, tongkat
masih terus berputaran tapi itu di luar. Dan karena Poan-kwi sudah masuk dan kini melancarkan serangan,
tentu saja Drestawala terkejut maka kakek itu membentak dan mendorongkan kedua lengannya ke atas,
karena ubun-ubunnya dipukul.
"Dess!"211 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Kakek itu mencelat. Tongkat seketika, berhenti berputar karena pemiliknya mengaduh di sana, aneh
dan ajaib mengikuti tuannya pula karena mendadak terbang menyusul Drestawala. Dan ketika kakek itu
menyambar dan bergulingan meloncat bangun, Poan-kwi tak tinggal diam karena mengejar dan menghilang
lagi dalam ilmu hitam maka Drestawala mengeluh karena selanjutnya ia dipukul bertubi-tubi dari atas ke
bawah, terus didesak dan dicecar memutar tongkat. Kini ia tak dapat mempergunakan ilmu batin karena
lawan selalu mendahului. Setiap ia menggerakkan tongkat secara ilmu batin maka Poan-kwi lenyap
mempergunakan ilmu hitam, muncul lagi dalam badan kasar kalau ia terpental oleh serangan lawan. Dan
karena kakek buta sudah banyak kehilangan tenaga, sejam penuh memutar tongkat bukanlah pekerjaan
ringan akhirnya kakek ini mendapat hajaran lawan menjadi bulan-bulanan pukulan.
"Ha-ha, ajal mendekatimu, Drestawala, Kau akan rnenyusul anak mantumu!"
Kakek itu pucat. Memang ia tak dapat berbuat banyak lagi setelah Poan-kwi muncul dan menghilang
dengan ilmu hitamnya. Tujuh kali tubuhnya menerima tamparan dan tujuh kali itu pula ia terbanting dan
mengeluh. Tapi ketika Poan-kwi terkekeh-kekeh dan Pendekar Rambut Emas mengerutkan kening melihat
itu mendadak kakek ini mengeluarkan pekikan panjang dan dihantamkannyalah tongkatnya ke tanah.
"Blarr!"
Kakek itu tiba-tiba lenyap. Segumpal cahaya api muncul dari dalam bumi dan Drestawala hilang bagai
siluman. Poan-kwi terkejut sejenak tapi tiba-tiba menggeram mengayun tangannya ke kiri. Dan ketika
terdengar ledakan yang tak kalah dahsyat dengan hantaman tongkat maka muncul segumpal api pula di mana
Poan-kwi tiba-tiba ikut menghilang.
"Ah, ke mana kakek itu?" Swat Lian terkejut. "Dan... heii, gadis itupun lenyap!
Pendekar Rambut Emas tertegun. Di sebelah sana tiba-tiba Poan-jin juga kehilangan lawannya. Gadis
itu, yang tadi bertanding mendadak disambar segumpal asap putih dan terbang ke bawah bukit. Iblis ini
membelalakkan mata namun tiba-tiba tubuhnyapun disambar segumpal asap hitam, ditepuk pundaknya dan
menghilang meluncur ke bawah bukit pula. Dan ketika suami isteri itu terkejut dan membelalakkan mata,
Swat Lian tak tahu apa yang terjadi maka suaminya tiba-tiba menepuk kepalanya dan menghilang pula
membawanya ke bawah bukit.
"Kakek itu mempergunakan ilmu rohnya, berujud badan halus. Mari kita lihat apa yang selanjutnya
terjadi!"
"Ah!" sang isteri berseru tertahan. Kau bawa aku ke mana, suamiku? Apa ini? Heii, tubuhku menabrak
pohon!" namun ketika seruan itu disertai rasa berdesir, pohon yang ditabrak ternyata dilewati atau
"ditembus" begitu saja, sang nyonya tertegun maka Pendekar Rambut Emas tertawa bahwa ia telah
mempergunakan Pek-sian-sutnya untuk lebur dalam badan halus.
"Poan-kwi dan Poan-jin lenyap mempergunakan kesaktiannya, begitu juga kakek buta yang hebat itu.
Kalau kita berbadan halus juga dan mengejar mereka tentu tak bakalan ketemu. Jangan khawatir, aku
mempergunakan Pek-sian-sutku, niocu. Kita berada di alam roh. Benda-benda kasar tak akan melukai kita
meskipun tampaknya tertabrak!"
Sang nyonya tertegun. Akhirnya di meraba tubuhnya sendiri dan ternyata kaki maupun tangannya tak
berbentuk badan kasar lagi. Dia tak dapat merasa bagaimanakah bentuk tubuhnya itu, kecuali perasaan
ringan yang demikian entengnya hingga mampu bergerak dari satu tempat ke tempat lain dengan amat
cepatnya. Pohon atau batu-batu besar mereka tembus atau lewati tanpa perasaan apa-apa, kecuali ngeri dan
ringan! Tapi ketika semua itu berjalan beberapa detik dan untuk selanjutnya nyonya ini merasa biasa, bahkan
girang, maka dilihatnya lagi kakek Drestawala itu bersama cucunya, juga Poan-jin-poan-kwi yang bergerak
meluncur seperti iblis.
"Heii, itu mereka!"
"Benar," sang suami mengangguk. "Tapi tanpa mempergunakan Pek-sian-sut tak mungkin kita
melihatnya, niocu. Badan halus juga harus ditandingi atau dilihat secara badan halus. Dengan wadag kasar
kita tak dapat mengikuti peristiwa di alam halus!"212 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Sang nyonya terkagum-kagum. Baru kali ini dia "dimasukkan" suaminya dalam ilmu kesaktian itu.
Biasanya, suaminya mempergunakan sendiri untuk hal-hal tertentu, yang penting tentunya, seperti ketika
menghajar dan menundukkan See-ong beberapa waktu yang lalu. Maka begitu sekarang menikmati rasanya
di alam halus dan tubuh terasa begitu enteng dan ringan, mereka melayang-layang bagai peri atau mahluk
mengambang maka Drestawala yang turun bukit meluncur begitu cepatnya meninggalkan lawan.
"Kakek itu seperti bermata saja. Dia tahu ke mana dia lari!"
"Hm, di alam halus mata kasar tak berguna lagi, isteriku. Ada mata lain yang lebih tajam daripada
mata biasa. Kakek itu sudah tak buta lagi begitu masuk ke alam halus!"
"Dan gadis itu, ah..!" sang nyonya kagum. "Dia mampu menahan Poan-jin, suamiku, Meskipun
akhirnya kewalahan dan terdesak. Cucu kakek buta itu hebat sekali!"
"Ya, tapi ia tak memiliki ilmu roh, Kakeknya itu lebih hebat namun Drestawala rupanya tak sanggup
bertahan lagi terhadap Poan-kwi!"
"Lalu apa yang hendak kau lakukan?"
"Kita tolong mereka. Aku kakek buta itu dan kau cucunya! Mau?"
"Tentu saja. Poan-jin-poan-kwi juga musuhku tapi di mana anak-anak kita itu!
"Nanti saja dicari lagi. Nah, kita potong mereka, niocu. Aku akan mendahului di depan dan mencegat.
Awas!" dan ketika Pendekar Rambut Emas berkelebat dan mengibaskan lengan ke belakang mendadak tubuh
keduanya bagai didorong dan meluncur empat kali lipat daripada biasa. Drestawala sudah di bawah bukit dan
siap membelok ketika tiba-tiba saja Pendekar Rambut Emas dan isterinya ini meluncur di situ, berhenti dan
mengerem tubuhnya kuat-kuat hingga sang kakek berteriak tertahan hampir menabrak, menghantamkan
tangannya dan melesatlah tubuhnya ke kiri. Dan ketika kakek itu tertegun karena Pendekar Rambut Emas
menjura di depannya, cepat mengangkat kedua lengan ke atas agar si kakek tidak menyerang maka
Drestawala berseri melihat bantuan ini.
"Maaf, ji-wi berdua tak usah kaget. Aku Pendekar Rambut Emas dan ini isteriku Hu Swat Lian. Kami
telah menyaksikan pertandingan kalian dan Poan-jin-poan-kwi adalah juga musuh kami. Aku akan
membantumu dan isteriku membantu cucumu!"
"Ah-ah, ini Kim-taihiap yang gagah perkasa itu? Dan ini adalah Kim-hujin? Ah, kedatangan kalian
adalah mengejutkan, taihiap. Tapi aku gembira bertemu kalian. Poan-kwi memang hebat, tapi aku bingung
menyelamatkan cucuku. Tolong kalian bawa saja cucuku ini dan biar Poan-kwi menjadi bagianku!"
"Hm, kau terdesak, Drestawala-locianpwe. Poan-kwi setingkat di atas kepandaianmu, Aku sendiri
ragu apakah mampu menghadapi iblis yang lihai itu. Tapi kalau kita berdua tentu mampu!"
"Ini... ini Kim-hujin?" Shintala, gadis cantik itu tiba-tiba berseru tertahan. Ia terkejut ketika dua orang
itu tiba-tiba muncul, berkelebat dan telah menghadang di depan. Dan ketika ia terbelalak karena Swat Lian
nyonya itu dikenalnya, mereka bahkan pernah bertempur maka gadis ini tak mampu berkata apa-apa ketika
Pendekar Rambut Emas berbicara dengan kakeknya. Tapi begitu sadar dan selesai, kakeknya girang
membalas penghormatan Kim-mou-eng maka iapun mengeluarkan seruannya tadi dan Swat Lian
mengangguk, tersenyum.
"Benar, aku Kim-hujin, Shintala. Dan aku kagum sekali melihat kepandaianmu. Kau mampu
menghadapi Poan-jin!"
"Ah, tapi... tapi kaupun hebat. Kau kiranya isteri Pendekar Rambut Emas!" dan ketika gadis itu
terbelalak dan merah mukanya, teringat kelakuannya terhadap nyonya ini maka buru-buru ia minta maaf dan
tersipu, mengherankan kakeknya.
"Aku tak tahu, maafkan hujin. Pantas saja kau demikian lihai. Kalau begitu yang kau pergunakan tadi
adalah Khi-bal-sin-kang yang amat tersohor!"213 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Eh-eh, apa ini?" kakeknya terbelalak, heran. "Kenapa minta maaf? Apa yang kau lakukan terhadap
Kim-hujin?"
"Ah, kami main-main sejenak, lo-enghiong (orang tua gagah). Karena cucumu semula menghadang
aku ketika berkeliaran di tempat ini."
"Ah, begitukah? jadi kalian bertanding?"
"Sudahlah," Pendekar Rambut Emas tiba-tiba mengulapkan lengannya. "Kita tak dapat bicara lagi,
Drestawala-locianpwe. Musuh datang!" dan ketika kakek itu menoleh dan menarik cucunya, Poan-jin-poankwi berkelebat maka dua kakek iblis itu muncul dan telah mengejar.
"Eihh, ada orang lain...!" Poan-jin, iblis nomor dua berseru. Kim-mou-eng sudah membalik dan
terkejutlah iblis itu melihat empat orang ini, Di pihak Drestawala tiba-tiba bertambah dua orang! Tapi begitu
melihat Swat Lian, Poan-jin pernah bertempur maka kakek itu terbahak menuding nyonya ini. "Dia Kimhujin!"
"Benar, dan ini suamiku Kim-mou-eng," Swat Lian berkelebat, berdiri gagah di depan suaminya dan
dua orang itu terkejut. Mereka, terutama Poan-kwi, memandang tajam pendekar ini. Dan ketika Swat Lian
selesai berseru dan Pendekar Rambut Emas maju mendampingi isterinya maka Poan-kwi tiba-tiba
menjengek dan mendengus.
"Hm, ini kiranya si Pendekar Rambut Emas itu. Dicari ke mana-mana tak ketemu tiba-tiba muncul di
sini. Bagus, kau rupanya memiliki sedikit kepandaian juga, Kim-mou-eng. Dan kehadiranmu di sini sudah
menunjukkan bahwa kau cukup berharga. Aku ingin berkenalan denganmu... wut!" misai tiba-tiba
menyambar, cepat dan luar biasa hingga Kim-mou-eng tiba-tiba tak sempat mengelak. Senjata itu sudah di
depan hidung! Tapi ketika Pendekar Rambut Emas menggerakkan jarinya dan menampar, betapapun sudah
memasang kewaspadaan maka misai itu ditangkis dan Khi-bal-sin-kang bekerja melindungi tuannya.
"Plak!"
Dua-duanya tergetar. Poan-kwi surut selangkah sementara Pendekar Rambut Emas dua tindak! Hal itu
menunjukkan bahwa Poan-kwi unggul setingkat, hal yang membuat Kim-mou-eng terkejut dan berseru
tertahan. Dan ketika Poan-kwi tertawa dan menggerakkan kakinya lagi tiba-tiba kakek ini telah menyerang,
untuk kedua kalinya. "Kim-mou-eng, tak perlu kita banyak bicara lagi. Kau tentu ingin membela si
Drestawala. Nah, terima pukulanku atau minggir.... plak-plak-plak!" dan tiga pukulan yang menghantam
serta ditangkis tiba-tiba membuat Pendekar Rambut Emas terhuyung dan berobah mukanya, tak diberi
kesempatan untuk mengelak dan karena itu dipaksa menangkis. Khi-bal-sin-kangnya menolak tapi lawanpun
memiliki semacam tenaga karet yang membuat dia terhuyung. Dan ketika Pendekar Rambut Emas terkejut
dan membelalakkan mata maka misai telah berpencar ribuan dan menotok atau menusuk tubuhnya dari
segala penjuru, sebentar saja sudah mengurung!
"Aku adalah lawanmu!" Drestawala tiba-tiba membentak, tak membiarkan Pendekar Rambut Ernas
didesak. "Hayo layani aku, Poan-kwi. Urusan kita belum selesai.... des-dess!" dan tongkat yang menyambar
serta menghantam misai tiba-tiba membuat benda-benda panjang itu berhamburan, pecah di sana-sini dan
Pendekar Rambut Emas keluar dari kepungan. Si iblis menggeram namun selanjutnya kakek itu telah
menyerangnya. Dan ketika Poan-kwi membentak dan menangkis tongkat maka Drestawala didesak dan
kakek itu mendapat balasan.
"Jangan merobohkan lawan yang sudah lelah!" Pendekar Rambut Emas berkelebat dan ganti
menolong Drestawala. "Kaupun lawanku, Poan-kwi. Mana anak dan mantuku dan kau apakan mereka!"
Poan-kwi melengking. Setelah Pendekar Rambut Emas masuk dan melepas pukulan pula maka dari
dua penjuru dia dikeroyok. Tongkat Drestawala terlepas dari tekanan dan kini menyambarnya lagi,
sementara pukulan-pukulan Pendekar Rambut Emas mulai bersiutan dan berat menyambar. Dan ketika
sebentar kemudian dia yang terkurung dan malah terdesak maka iblis itu melengking panjang dan lenyap
tubuhnya.214 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Kim-mou-eng, kau manusia keparat!" Pendekar Rambut Emas tak mengendorkan serangan. Begitu
lawan berteriak dan terdesak, misainya tertolak oleh gabungan Khi-bal-sin-kang dan tongkat maka si iblis
diserang dari segala penjuru hingga kewalahan. Drestawala girang karena Pendekar Rambut Emas benarbenar memiliki pukulan-pukulan ampuh. Mula-mula Khi-bal-sin-kang tapi kemudian ditambah dengan
pukulan sinar putih yang bercuitan meledak-ledak. Itulah Lui-ciang-hoat yang menjadi pasangan Khi-balsin-kang. Dan ketika Poan-kwi terhuyung maju mundur sementara tongkat mulai mendapatkan sasarannya,
Poan-kwi kena gebuk maka Poan-jin di sana menjadi marah dan akan membantu saudaranya. Namun
Shintala membentak kakek itu. Gadis ini berkelebat di depan ketika si iblis hendak menyerang, sejak tadi
gerak-geriknya diawasi. Dan ketika Poan-jin melengking dan melecutkan misainya, dielak, maka Shintala
diterjang karena saudaranya di sana sudah terdesak dan kian terdesak saja.
"Minggir!" iblis itu berseru marah. "Atau kau mampus, bocah. Dan lihat pukulanku... dess!" dan si
gadis yang mengelak dari sebuah tamparan dahsyat akhirnya melihat bekas pukulan Poan-jin
menghancurkan tanah, meledak dan selanjutnya kakek itu berkelebatan mengeliling gadis ini. Shintala masih
menghadang di antara dirinya dan kakeknya, karena itu Poan-jin menjadi marah sekali karena tak dapat
membantu. Dan ketika gadis itu terdesak dan sebentar kemudian sudah melempar tubuh ke sana ke mari tak
diberi kesempatan melompat bangun maka Swat Lian membentak dan menerjang kakek ini.
"Kau jangan menghadapi gadis yang sedang bergulingan. Inilah lawanmu, Poan-jin. Dan mari
lanjutkan pertandingan kita dan kau atau aku yang mampus.... blarr! pukulan Khi-bal-sin-kang menyambar,
suaranya menggelegar dan Poan-jin berteriak karena tubuhnya terlempar. Selanjutnya si nyonya
menyerangnya gencar dan meledaklah pukulan-pukulan sakti itu, Swat Lian juga mengeluarkan Lui-cianghoatnya. Dan ketika si nyonya berkelebatan mengerahkan Jing-sian-engnya pula, Bayangan Seribu Dewa,
maka Poan-jin terdesak karena Shintala sudah berdiri meloncat bangun dan menerjangnya pula.
"Bagus, kau beraninya hanya menghadapi wanita, Poan-jin. Nah, sekarang rasakan balasan kami
berdua dan menari-narilah!"
Benar saja, Poan-jin dipaksa "menari-nari". Kakek iblis ini harus melompat-lompat menghindari
serangan dua wanita itu, yang kian lama kian gencar karena Shintala akhirnya juga mencabut tongkat
pendek, tongkat yang tadi belum dikeluarkan karena dia merasa masih sanggup bertahan, biarpun terdesak.
Dan begitu gadis ini mainkan Sing-thian-sin-hoatnya dan tongkat bergulung naik turun mengeluarkan tenaga
sedot, Poan-jin terhuyung maju mundur karena ditolak Khi-bal-sin-kang maka kakek iblis itu berteriak
marah karena didesak dua lawannya.
"Jahanam, tak tahu malu. Wehhh, kalian wanita-wanita curang, bocah. Beraninya mengeroyok!"
"Hm, mengeroyok iblis macam dirimu ini tak perlu malu, Poan-jin. Kaupun tak tahu malu menghadapi
seorang wanita muda. Sekarang tak perlu berkaok-kaok atau cepat minta ampun kalau ingin kami
menghentikan serangan!"
"Apa, minta ampun? Kepada tikus-tikus betina macam kalian? Keparat, kubungkam mulutmu nanti,
Kim-hujin. Kutekuk punggungmu nanti menjadi dua!"
"Jangan banyak omong... dess!" dan Khi-bal-sin-kang yang mendarat dan menghantam di tubuh lawan
tiba-tiba ditahan namun tongkat di tangan Shintala bergerak menyerampang, kuat dan cepat hingga Poan-jin
terpelanting. Tubuhnya naik ke atas dan jatuh terjerembab. Dan ketika gadis itu terkekeh-kekeh sementara
Swat Lian tersenyurn, geli, maka Poan-jin memaki-maki karena misainya ditahan Khi-bal-sin-kang
sementara tubuhnya digebuki tongkat, tidak terluka tapi tetap juga sakit. Apalagi, yang menggebukinya
adalah seorang gadis muda!
"Keparat, kukunyah dagingmu nanti. Kukuliti tubuhmu. Grr, kau siluman cilik yang licik, bocah. Aku
akan mengeremus tulang-tulangmu nanti!"
Shintala tertawa berkelebatan mengejek. Ia tentu saja tak menghiraukan semua ancaman itu dan
tongkat pendeknya justeru diputar gencar, mumpung mendapat bala bantuan dan Kim-hujinpun melakukan
hal yang sama. Swat Lian atau nyonya Pendekar Rambut Emas ini juga mempergencar pukulan-pukulannya
hingga Poan-jin tak mampu membalas. Iblis itu hanya menggerakkan misainya ke sana-sini seraya215 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
menampar atau menyambut pukulan-pukulan Khi-bal-sin-kang, juga Lui-ciang-hoat. Tapi ketika sang
nyonya melengking menggabung ilmu meringankan tubuhnya dengan Cui-sian Gin-kang, gerakan yang
membuat tubuhnya berkelebatan dua kali lebih cepat daripada biasa maka Khi-bal-sin-kang maupun Luiciang-hoat akhirnya membuat si kakek iblis menggeram uring-uringan, terpental dan tidak lagi terhuyung
mundur-mundur seperti tadi. Tongkat dan pukulan si nyonya demikian gencar mengepung dirinya, membuat
Poan-jin terdesak hebat dan akhirnya satu gebukan kembali mengenai punggungnya, roboh terpelanting dan
kakek itu marah sekali karena yang menggebuk adalah seorang gadis muda! Kakek ini sampai melotot tapi
ketika ia bergulingan meloncat bangun ternyata pukulan si nyonya menyambar, tak dapat dikelit dan lagi-lagi
ia terbanting. Dan ketika Poan-jin melengking-lengking namun tidak terluka, hebat sekali kakek ini maka
Swat Lian berteriak mencabut sesuatu dari saku bajunya. Itulah segulung tali di mana kemudian dengan
cepat nyonya ini merakitnya menjadi jala. Poan-jin hendak ditangkap hidup-hidup. Barangkali, seperti
harimau di tangan pemburu! Dan ketika kakek itu mendelik sampai biji matanya mau terloncat keluar maka
jala di tangan nyonya ini melayang diiringi sebuah pukulan lain menyertai sambaran tongkat Shintala.
"Robohkan dia hidup-hidup. Bentur misainya, aku hendak mengikat!"
Shintala mengangguk. Tiba-tiba ia menjadi gembira karena lawan seperti domba yang hendak
disembelih. Poan-jin memang terdesak hebat dan kini hanya berputaran mengikuti mereka tak dapat


Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membalas. Satu-satunya jalan hanya nangkis tapi setiap bertemu Khi-bal-sin-kang tentu dia terpental,
dipapak oleh gulungan tongkat yang mengeluarkan tenaga sedot dan kakek itu mati-matian melepaskan diri.
Jadilah dia bingung karena dua lawan satu ternyata dirinya tak mampu membalas. Satu lawan satu memang
dapat diatasi kakek ini namun begitu dua wanita ini maju berbareng mendadak saja dia mati langkah. Poanjin memang kebingungan! Tapi begitu tali menyambar dan siap menjala, kakek ini menggereng maka tangan
kirinya bergerak dan misai yang tadi kaku sekonyong-konyong lemas tak mau dijerat.
"Plak-dess!"
Si nyonya kali ini tersentak. Poan-jin , memindah kekuatannya pada tangan kiri itu dan pada saat yang
lain kakek itu meliuk mengelak sambaran tongkat. Shintala menyerangnya berseri-seri tapi gadis itu terkejut
ketika tiba-tiba misai menjuntai lemas, tongkat meluncur dan saat itu tangan kanan si kakek bergerak,
melakukan tamparan dahsyat karena sekarang tenaga di tangan kiri sudah dipindah ke tangan kanan, setelah
tadi menghalau si nyonya. Dan ketika gadis itu tertegun tak mungkin menarik tongkatnya, misai menyibak di
bawah ketiak maka saat itu tangan kanan lawan bertemu tongkatnya, sepenuh tenaga.
"Dess!"
Gadis ini terpelanting. Satu lawan satu memang tak sanggup gadis itu melawan, betapapun dia kalah
matang dan kalah kuat. Poan-jin dengan cerdik memecah tenaganya untuk kemudian dipakai menghantam
mereka. Tentu saja gadis itu menjerit! Tapi karena Shintala memiliki kepandaian luar biasa dan cepat gadis
itu melempar tubuh ke kiri membuang sisa tenaga lawan maka sambil mengeluh menahan sakit ia cepat
bergulingan meloncat bangun karena saat itu Kim-hujin juga sudah berhasil menguasai diri dihantam sekuat
tenaga.
"Iblis, kakek ini harus dibunuh!"
Namun Poan-jin tertawa panjang. Kakek itu memutar tubuh begitu dua lawannya terpelanting
bergulingan, berkelebat dan lenyap karena saat itu dari arah lain terdengar rintih panjang dari suara Poankwi, yang juga berkelebat dan meninggalkan pertempuran karena tak mampu menahan gempuran-gempuran
Kim-mou-eng. Drestawala membantu Pendekar Rambut Emas itu atau memang kedua-duanya saling bantu
dan mendesaknya. Lui-ciang-hoat dan Khi-bal-sin-kang yang berdentum setiap ditangkis akhirnya membuat
Poan-kwi terhuyung-huyung, karena pada saat yang sama tongkat di tangan Drestawala juga menderu dan
menghajar tubuhnya. Dan karena dua orang itu orang-orang yang memiliki kesaktian luar biasa dan hanya
berkat kelebihan dan daya tahan tubuhnya yang luar biasa kakek iblis itu mampu mempertahankan diri maka
begitu terdesak dan tak melihat keuntungan segera iblis ini melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan
adiknya tadi. Tangan kiri Poan-kwi menyambut pukulan Pendekar Rambut Emas ketika tiba-tiba misainya
menjuntai lemas, menghindar sambaran tongkat. Dan ketika tenaga di tangan kanan dipindah ke tangan kiri,
iblis itu melakukan pukulan yang disebut Thian-san-po-teng maka Khi-bal-sin-kang yang dilancarkan
Pendekar Rambut Emas bertemu semacam tenaga dingin yang membekukan tulang, berdentum dan216 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
muncratlah bongkahan batu-batu es yang berhamburan ke sana-sini. Poan-kwi sudah berlindung di balik
tangkisannya ini dan ketika Pendekar Rambut Emas terbelalak dan terhuyung maka saat itulah dia merobah
kedudukan kaki dengan meliukkan tubuh ke arah Drestawala. Tongkat saat itu menyambar dan secepat kilat
tenaga tangan kiri ditarik ke tangan kanan, berbalik dengan tadi. Dan ketika tongkat di tangan Drestawala
mencelat bertemu tangkisan amat dahsyat ini, Poan-kwi menggabung dua tenaganya di satu gerakan maka
iblis itu melihat lubang untuk meloloskan diri dan kabur, memberi tanda kepada saudaranya berupa rintihan
aneh.
"Kita pergi, lain kali saja diulang lagi!"
"Heii..!" Drestawala bergulingan meloncat bangun. "Jangan lari, Poan-kwi. Bayar dulu hutangmu!"
"Benar," Shintala di sana juga berteriak. "Tunggu, Poan-jin. Kaupun kakek siluman yang tak boleh
pergi!"
"Hm!" Swat Lian berkelebat dan langsung mengejar. "Kau menculik anak dan mantuku, Poan-jin. J
angan lari dan berhenti dulu!"
Namun Poan-kwi tiba-tiba menggerakkan tangan ke belakang. Segumpal asap hitam meledak di muka
nyonya itu dan Swat Lian terpekik berjungkir balik, cepat menghindar asap hitam yang tiba-tiba memenuhi
udara itu. Tapi ketika nyonya ini melayang turun dan mengisap bau yang aneh mendadak tubuhnya
terhuyung dan roboh.
"Hujin mencium Asap Hantu. Awas, yang lain menjauh!" Drestawala, kakek yang mengejar lawan
tiba-tiba berseru sambil melepas ikat pinggangnya. Benda ini dikebutkan ke depan dan mendadak molor
panjang, tahu-tahu menjirat dan menarik tubuh nyonya itu. Dan ketika sang nyonya mengeluh namun
berhasil diselamatkan, Pendekar Rambut Emas berkelebat dan terkejut menerima isterinya ternyata isterinya
itu pingsan.
"Cepat hirup Arak Dewa ini. Wewangiannya akan menghilangkan pengaruh Asap Hantu!"
Drestawala, kakek itu, lagi-lagi berseru kepada Pendekar Rambut Emas. Kakek itu sudah melempar nyonya
itu kepada suaminya, meloncat bangun dan menyambar cucunya sendiri agar tidak ceroboh memasuki
gumpalan asap hitam. Poan-kwi telah menyebar buah racunnya, kakek itu marah. Dan ketika Pendekar
Rambut Emas kembali terkejut menerima sebotol arak harum, si kakek menyuruh dia menghirupkan isinya
maka hidung sang isteri didekati dan Swat Lianpun menghirup bau arak ini, langsung membuka mata
kembali.
"Mana kakek jahanam itu!" sang nyonya membentak, sadar. "Apa yang dia lakukan kepadaku!"
"Sabar, kau menghisap hawa beracun, hujin. Poan-kwi melempar Asap Hantunya. Sekali terlambat
ditolong tentu kaupun tewas. Lihat saja ketika sedetik kemudian kaupun pingsan!"
Swat Lian tertegun, memandang kakek ini. Tapi teringat anak-anaknya tiba-tiba ia menggigil. "Tapi...
tapi anak-anakku..."
"Kita akan mengambilnya, niocu. Kita akan mengejar kembali. Tapi kau harus berhati-hati dan jangan
ceroboh. Ikuti aku!" Pendekar Rambut Emas tiba-tiba meraih isterinya ini, melindungi. Dan ketika sang isteri
terisak dan kakek itu mengangguk maka Shintala juga berseru bahwa dua kakek iblis itu harus dikejar.
"Akupun tak puas. Mari kejar, kong-kong. Perhitungan kita belum selesai!"
"Sabar," sang kakek juga membujuk cucunya. "Kau juga harus turut kata-kataku, Shintala. Jangan
sembrono atau nanti susah sendiri!"
"Tapi mereka menghilang, kita harus mencarinya. Atau bakal kehilangan jejak dan tak dapat
mengejarnya!"
"Tentu, bagaimana pendapatmu, Kim-taihiap? Kita cari mereka lagi?"217 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Ya, mari mencari. Kita jangan berpencar!" dan ketika pendekar itu berkelebat mengajak yang lainlain maka Drestawala juga bergerak dan mengikuti pendekar itu. Kim-mou-eng memukul sisa-sisa asap dan
melesat ke arah di mana iblis-iblis itu menghilang. Tapi ketika dua jam mereka berputaran tanpa hasil,
Drestawala mengerutkan kening maka sejenak mereka berhenti.
"Barangkali taihiap dapat mencium jejak mereka. Aku sangsi."
"Hm, tapi kaupun memiliki kesaktian tinggi, locianpwe. Semestinya kaupun mampu!"
"Baiklah, kalau begitu mari membagi tugas. Aku berputar seratus delapanpuluh derajat dari kiri ke
kanan sedang kau seratus delapanpuluh derajat dari kanan ke kiri!" kakek itu tersenyum, diam-diam memang
ingin menguji kepandaian Pendekar Rambut Emas dalam mempraktekkan "radar pencari musuh". Pendekar
Rambut Emas tersenyum dan mengangguk memandang kakek itu. Dan ketika keduanya tiba-tiba bergerak ke
kiri kanan dan duduk bersila, aneh sekali, maka keduanya tiba-tiba sudah bersedakep mendeteksi radar
musuh!
Swat Lian dan Shintala bersinar-sinar memandang dua orang itu, diam-diam saling lirik dan tersenyum
mengharap jagonyalah yang lebih dulu tahu. Swat Lian menjagoi suaminya sedang gadis cantik itu
kakeknya. Aneh, merekapun juga ingin memamerkan keunggulan suami atau kakeknya! Tapi ketika mereka
berdiri menonton dan menunggu sekejap, Kim-mou-eng maupun kakek itu sama-sama membuka mata tibatiba keduanya menuding ke selatan.
"Poan-kwi kembali ke Lam-hai. Kembali ke dunia!"
Dua wanita itu terkejut. Tiba-tiba mereka tertawa karena jago masing-masing ternyata sama tepat, tak
ada yang kalah atau menang karena keduanya menunjuk berbareng ke arah yang sama. Kim-mou-eng dengan
Tee-jong-gannya sementara kakek itu entah dengan ilmu batin apa. Dan begitu mereka tertawa memuji jago
lawan maka Shintala berseru menyambar lengan kakeknya.
"Wah, Kim-taihiappun sama seperti dirimu, kong-kong. Menunjuk tempat yang sama dalam waktu
yang sama pula!"
"Ha-ha, Kim-taihiap memang memiliki kesaktian mengagumkan. Ilmu batinnya tinggi sekali!"
"Dan kaupun sama begitu, Drestawala-locianpwe. Aku kagum akan kepandaianmu ini."
"Ah, tapi kau jauh lebih muda dibanding aku. Berarti, aku kalah dulu. Sudahlah, mari kembali ke
dunia dan kita kejar Poan-jin-poan-kwi itu. Mereka kembali ke Lam-hai!"
"Baik, mari, locianpwe. Dan terima kasih untuk pertolonganmu kepada isteriku tadi!"
Drestawala tak menjawab. Kakek ini tersenyum saja ketika tiba-tiba Pendekar Rambut Emas
menyambar isterinya, menampar atau menepuk ubun-ubun isterinya itu di mana tiba-tiba sinar putih meledak
di tempat itu, pecah dan kemudian lenyap. Dan ketika Pendekar Rambut Emas menghilang dan lenyap
meninggalkan alam halus, kembali di alam kasar maka Swat Lian seperti mimpi ketika tahu-tahu berada di
depan laut Lam-hai, di depan debur ombak yang gemuruh!
"Kita tak boleh kehilangan iblis-iblis itu!" suaminya berkata, pendek dan singkat. "Mari ke balik bukit
itu, niocu. Getar perasaanku menangkap sesuatu di sana!"
"Tapi Drestawala-lo-enghiong...."
"Aku sudah di sini, hujin. Dan suamimu benar!" kakek buta itu tiba-tiba muncul, sepasang matanya
kembali berkejap-kejap dan Swat Lian tertegun karena di sini tiba-tiba kakek itu tak dapat melihat lagi. Lain
alam halus lain pula alam kasar. Ah! Nyonya itu terbelaiak. Tapi ketika Drestawala tertawa dan berkata
bahwa suaminya benar, kakek itupun menangkap getaran sesuatu di balik bukit maka bergeraklah kakek itu
mendahului mereka.
"Kita kejar mereka, hujin. Atau nanti terlambat!"218 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Dan aku tak akan membiarkan Poan-jin!" Shintala berseru, berkelebat di samping nyonya itu,
bersama kakeknya. "Mari tangkap mereka, hujin. Aku tak akan membiarkannya lolos lagi!"
"Hm!" sang nyonya mengangguk, menyendal suaminya. "Kau benar, Shintala. Mari kejar dan tangkap
mereka!"
Empat bayangan itu akhirnya bergerak. Mereka kembali ke bukit tapi langsung melewatinya. Di sini
masih terasa hawa panas dari sisa pertempuran. Bunga-bunga api ada juga yang belum padam. Seluruh
tempat itu hancur dan porak-poranda. Namun ketika mereka terus bergerak dan menuruni bukit, di sebelah
sana, maka tiba-tiba tampak dua bayangan terbang meluncur di bawah penerangan bintang-bintang.
"Itu mereka!" Drestawala menuding, memang kakek itu ada di depan. "Jangan kehilangan jejak, Kimtaihiap. Mari kerahkan semua ilmu lari cepat dan tangkap mereka!"
Swat Lian tertegun. Dia terkejut dan heran bagaimana kakek itu tahu, padahal kedua matanya buta.
Tapi ketika suaminya berbisik bahwa telinga kakek itulah yang amat terlatih, tahu gerakan atau bayangan
lawan maka sang nyonya kagum dan mendecak memuji.
"Hebat sekali, luar biasa. Aku ingin mengetahui lebih jauh tentang kakek ini kalau nanti urusan sudah
selesai!"
"Ha-ha!" Drestawala tiba-tiba tertawa di sana, menjawab pertanyaan sang nyonya. "Akupun ingin
berkenalan lebih dalam dengan kalian, Kim-hujin, nanti kalau urusan sudah selesai. Akupun kagum dan telah
mendengar nama kalian sebagai suami isteri yang gagah dan sakti!"
"Eh, kau mendengar?" sang nyonya terkejut. "Maaf, lo-enghiong. Telingamu luar biasa tajam sekali!"
"Ha-ha, hanya bisikan suamimu tadi yang tak kutangkap. Entah apa yang dia bicarakan!"
Pendekar Rambut Emas tersenyum. Akhirnya ia memberi tahu isterinya bahwa orang macam kakek itu
dapat menangkap , suara dari jarak ratusan meter. Orang biasapun, kalau berbicara berbisik, akan dapat
ditangkap dalam jarak tigaratus meter, apalagi kalau berbicara biasa seperti isterinya tadi. Dan ketika sang
nyonya terkejut dan sadar, bertanya bagaimana kakek itu tak mengetahui kedatangan mereka ketika
bertempur di puncak bukit maka suaminya menerangkan.
"Itu lain. Tadi segenap konsentrasi dan daya dengar kakek itu dicurahkan untuk Poan-jin-poan-kwi.
Tapi begitu sudah dalam keadaan biasa lagi maka daya pendengarannya luar biasa tajam. Karena itu
berbisik-bisiklah saja kalau tak ingin kata-katamu didengar kakek itu!"
Swat Lian mendusin. Akhirnya dia kagum dan mengerti itu, bersinar-sinar tapi tiba-tiba merah
mukanya ketika bayangan Poan-jin-poan-kwi meluncur di depan. Suaminya menggandeng lengannya dan
tiba-tiba berseru agar dia mengerahkan dua ilmu meringankan tubuhnya sekaligus, Jing sian-eng dan Cuisian Gin-kang. Dan ketika tubuh mereka terbang dan meluncur ke depan, cepat luar biasa maka Drestawala
juga mengerahkan ilmunya dan tiba-tiba lenyap di sana.
"Poan-kwi, berhenti!"
Dua iblis itu menoleh. Mereka terkejut melihat bayangan kuning emas menyambar bersama si kakek
buta, hampir berbareng mencegat jalan, satu di kanan sedang yang lain di kiri. Dan ketika dua iblis itu
terbelalak dan Swat Lian melihat di pundak lawannya terdapat dua sosok tubuh yang dipanggul maka
kemarahan nyonya ini meledak mengetahui bahwa itulah Beng An dan mantunya, Siang Le!
"Lepaskan anak-anak itu!" sang nyonya sudah membentak dan menerjang maju. Swat Lian lupa
nasihat suaminya dan kebetulan yang diserang adalah Poan-kwi, si iblis paling lihai. Maka begitu si nyonya
bergerak dan Poan-kwi mendengus, berkelit dan menggerakkan tangannya yang lain maka segumpal asal
hitam meledak di muka nyonya itu.
"Awas!" Pendekar Rambut Emas tak dapat membiarkan ini. Isterinya diancam bahaya dan dia tentu
saja harus menolong, cepat membentak dan mendorong kedua tangannya menghantam buyar asap hitam itu.219 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
Tapi ketika asap terpental ke kiri dan jatuh di muka Drestawala dan cucunya maka Shintala batuk-batuk dan
terhuyung roboh.
"Celaka!" kakek itu menjadi kaget. "Cepat hirup ini, Shintala. Awas!"
Pendekar Rambut Emas terkejut. Dia menyesal bahwa pukulan tangannya mengakibatkan asap
beracun itu terpental ke arah Drestawala. Tapi melihat kakek itu sudah bergerak mencabut Arak Dewanya,
Shintala menghirup dan pulih kembali maka pendekar itu berseru minta maaf dan cepat mendahului Poankwi agar tidak mengebutkan asap hitamnya itu.
"Maaf, mari kita hadapi lagi mereka ini, Drestawala-locianpwe. Biar isteriku menghadapi Poan-jin
bersama cucumu!"
"Benar," si kakek memutar tongkat, cucunya sudah tegak kembali. "Jangan biarkan isteri atau cucuku
ini menghadapi Poan-kwi, Kim-taihiap. Dia adalah lawan kita dan Poan-jin itulah musuh cucu dan isterimu!"
Poan-kwi menggeram. Melihat Pendekar Rambut Emas sudah mendorong isterinya dan maju
menyerang dengan pukulan-pukulan berbahaya cepat dia menyingkir sambil membentak. Saudaranya sudah
diserang Kim-hujin karena nyonya itu tahu diri mencari lawan yang lebih lemah. Dan begitu nyonya itu
membentak dan berkelebat menampar, Poan-jin menerima pukulan sakti maka angin menderu dan kakek itu
dipaksa menangkis.
"Plak!"
Poan-jin tergetar. Sang nyonya terpental tapi Swat Lian sudah melayang turun lagi menyerang lebih
ganas, melengking dan menampar lagi dan untuk kedua kalinya dia membuat si iblis terhuyung. Kakek itu
harus menjaga korban di pundaknya agar tidak dirampas. Dan ketika kakek itu menggeram karena Shintala
juga berkelebat dan membentak nyaring, tongkat diputar menuju ulu hatinya maka kakek itu membalik dan
lagi-lagi menangkis.
"Dukk!"
Lengan si iblis seperti toya baja. Shintala terpental tapi seperti Kim-hujin iapun sudah melayang
berjungkir balik, menyerang dan mengeroyok lagi karena Kim-hujin sudah berkelebatan mengerahkan
ginkangnya. Cepat dan bertubi-tubi kakek itu sudah menghadapi kedua lawannya lagi seperti semula. Tapi
karena sekarang kakek itu harus mempertahankan tawanannya, Swat Lian akhirnya mengetahui bahwa yang
dibawa lawannya ini adalah Siang Le maka wanita itu tak memberi ampun dan Poan-jin sebentar saja
terdesak hebat, memekik-mekik.
"Mundur kalian, mundur. Atau bocah ini kubunuh!"
Swat Lian terkejut. Kalau Siang Le dibunuh tentu dia repot, akhirnya mengendorkan serangan tapi hal
itu dipergunakan kakek ini untuk membalas. Dan ketika Shintala melengking nyaring dan menyuruh Kimhujin menekan lagi, hal yang membuat nyonya itu ragu-ragu maka Poan-jin tertawa-tawa mengejek
lawannya.
"Boleh, tekan aku lagi, anak manis. Tapi bocah ini mampus. Hayo, beri jalan keluar atau dia
kubunuh!"
Swat Lian memberi aba-aba. Nyonya itu jadi khawatir karena tiba-tiba melalui Coan-im-jip-bit
suaminya juga berbisik agar tidak sampai mencelakakan mantunya. Poan-jin amat keji dan hal itu bisa saja
dilakukan. Dan ketika kepungan mengendor dan di sana Poan-kwi juga mengancam Pendekar Rambut Emas,
anak yang dibawa adalah Beng An maka Pendekar Rambut Emas juga ragu-ragu dan mengendorkan
serangannya.
"Biarkan kami pergi, anak ini nanti kuserahkan. Minggir, atau bocah ini mampus... dess!" pukulan
tongkat diterima Poan-kwi, yang meliuk dan menyambut Khi-bal-sin-kang yang dilancarkan Pendekar
Rambut. Emas dengan tubuh Beng An. Dan ketika Pendekar Rambut Emas berseru keras menyelewengkan
pukulannya, iblis itu benar-benar licik maka pendekar ini menjadi bingung karena Beng An tampak tak sadar
di pundak kakek itu.220 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Hayo, biarkan kami pergi, Kim-mou-eng. Atau anak-anak ini mampus!"
"Hm, lemparkan dulu kepada kami!" Pendekar Rambut Emas akhirnya berseru. "Baru setelah itu
kalian bebas, Poan-kwi. Berikan dan jangan mengulur-ulur waktu!"
"Tidak!" tapi Shintala tiba-tiba membanting kaki, berteriak. "Mereka ini membunuh ayah ibuku, Kimtaihiap. Jangan dibiarkan lari atau aku akan mengadu jiwa!
"Ha-ha!" si kakek terbahak. "Kau tinggal pilih, Pendekar Rambut Emas. Menerima tawaranku atau
menerima permintaan bocah perempuan itu!"
"Keparat!" Drestawala menghantamkan tongkatnya lagi, keadaan menjadi tak enak karena pihaknya
tiba-tiba bertentangan keinginan dengan Pendekar Rambut Emas. "Kau keji dan terkutuk, Poan-kwi. Tapi
aku siap mengganti putera Kim-taihiap itu dengan nyawaku.... des-dess!" si kakek mencelat ditangkis
tongkatnya, membentak dan menyuruh Pendekar Rambut Emas menyerang lagi namun pendekar itu melihat
gerakan tangan si kakek iblis ke tengkuk puteranya. Poan-kwi terkekeh-kekeh mengancam bahwa anak lakilaki itu akan diremukkan tulangnya, kalau pendekar itu berani mendesak. Dan ketika Kim-mou-eng terpaksa
mundur dan tak jadi menekan lawan maka Poan-kwi membalik dan balas menghajar si kakek buta itu.
"Kau layak mampus!" bentakan itu disusul dengan gerakan misai yang melecut luar biasa cepat,
menyambar leher Drestawala. "Mampuslah, buta tua. Dan aku senang mengganti bocah ini dengan
nyawamu!"
Kakek itu mengelak. Dia mendengar sambaran misai namun ternyata dikejar juga, apa boleh buat
menggerakkan tongkatnya tapi tongkat itu malah meledak, patah! Dan ketika Drestawala terkejut dan
Pendekar Rambut Emas tersentak maka misai mengenai leher tapi untung tidak begitu kuat karena tiba-tiba
Pendekar Rambut Emas menghantam kakek itu dengan dua pukulannya sekaligus, menyelamatkan
temannya.
"Poan-kwi, jangan kejam!"
Si iblis terhuyung. Poan-kwi menyeringai dan bola matanya tiba-tiba berpijar seperti api. Kilatan
cahaya merah menyambar dan Pendekar Rambut Emas terkejut karena mendadak sejulur lidah api
menyambar alisnya. Tapi ketika ia cepat menghilang dengan kesaktiannya, lidah api itu meledak dan
menghancurkan sebatang pohon di belakang maka Drestawala di sana menyeringai sakit menelan ludah.
Kakek ini merah mukanya dan patah atau hancurnya tongkat mendadak membuat wajahnya hitam gelap.
Poan-kwi tertawa-tawa dan melihat lubang. Saat itu lawan dipukul mundur tapi Pendekar Rambut Emas
mendadak muncul kembali, di depannya. Dan ketika kakek itu marah karena Pendekar Rambut Emas tak
membiarkannya lolos, lubang itu sudah ditutup kembali maka terdengar geram atau pekik pendek si kakek
buta.
"Kim-taihiap, aku akan mengadu jiwa. Tongkat saktiku dihancurkan. Jangan biarkan ia kalau berhasil
kutangkap!"
Pendekar Rambut Emas tertegun. Ia tak mengerti apa yang dimaksud temannya ini ketika tiba-tiba


Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Drestawala menubruk ke depan. Dengan kedua tangan kosong kakek itu menerkam lawan, kesepuluh jarijarinya berkerotok. Dan ketika Poan-kwi terkejut karena si buta benar-benar mengadu jiwa, tak
memperdulikan keselamatan sendiri kecuali menyerang dan melepas pukulan dahsyat maka si iblis
melengking karena angin sebesar gunung menimpa dirinya.
"Aughhh...!"
Entah siapa yang mengeluarkan suara itu. Yang jelas terdengar dentuman menggelegar dan Poan-kwi
menyambut tubrukan si kakek buta dengan tangan kirinya. Tangan kanan masih memanggul Beng An namun
itu merupakan malapetaka bagi si iblis. Poan-kwi terpekik ketika tiba-tiba perutnya perih. Drestawala, si
kakek buta, ternyata menerkam perutnya dengan seluruh kekuatan dahsyat. Kuku kakek itu menggores dan
kekebalan Poan-kwi ditembus, si iblis melengking tapi tiba-tiba ia melontarkan Beng An ke atas, tinggi
sekali. Dan ketika tangannya bebas dan bergerak ke bawah, tangan kanan itu kini tak membawa Beng An221 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
lagi maka tangan itu langsung diayun ke bawah menghantam kepala Drestawala yang masih mencengkeram
perutnya, merobek dan melukai setengah lingkaran.
"Dess!"
Drestawala mengeluh. Kakek buta itu masih mencengkeram perut lawannya namun perlahan-lahan ia
roboh, tertekuk. Kepalanya menerima pukulan berat dan retak! Dan ketika kakek itu terguling sementara
Poan-kwi sendiri terhuyung mendekap perutnya, terluka, maka Beng An melayang ke bawah dan disambar
lagi oleh iblis ini, karena Pendekar Rambut Emas waktu itu tertegun dan terbelalak melihat tewasnya
Drestawala.
"Wut!" si iblis tak banyak membuang kesempatan. Detik itu juga ia berkelebat dan memutar tubuhnya,
terbang meninggalkan pertempuran. Tapi ketika Pendekar Rambut Emas sadar dan berseru keras, mengejar,
maka di sana juga terdengar keluhan dan terbantingnya tiga tubuh disusul lepasnya Siang Le dari tangan
Poan-jin.
"Bluk-bluk!"
Pendekar Rambut Emas berhenti. Ia lagi-lagi tertegun karena isteri dan anak mantunya kebetulan
terlempar ke arahnya, tentu saja tak menyia-nyiakan kesempatan itu dan menyambar Siang Le. Dan ketika
isterinya meloncat bangun dan berteriak marah, tidak terluka maka di sana Shintala mengerang karena
tongkatnya hancur tapi Poan-jin merintih karena "ngliyeng" (pusing) dihajar tongkat, juga pukulan si nyonya
lihai yang menghantam berbareng!
"Aduh, tobaatt...!"
Poan-kwi melihat keadaan adiknya itu. Pendekar Rambut Emas menolong isterinya pula dan cepat
berkelebat ke arah Shintala yang terhuyung-huyung. Gadis ini ditangkis berat dan seluruh tubuhnya ngilungilu. Maka begitu kesempatan ada dan menyambar adiknya ini Poan-jin tiba-tiba diajak melarikan diri.
"Pendekar Rambut Emas, lain kali saja kita bertemu. Sekarang cukup!"
"Heii..!" Swat Lian tidak terima. "Jangan lari, Poan-kwi. Kau masih membawa anakku. Lepaskan,
atau kau mampus!"
Poan-kwi mendengus. Sebatang pedang menyambar namun tanpa menoleh ia menyampok. Pedang itu
terpental namun bayangan si nyonya mengejar, melepas pukulan tapi Poan-kwi mengebut lagi Asap
Hantunya itu, asap yang meledak dan menuju muka si nyonya. Dan karena ini amat berbahaya dan Swat Lian
harus melempar tubuh berjungkir balik memaki maka asap itu meledak dan keadaan yang sudah gelap
menjadi semakin bertambah gelap lagi.
"Dar!"
Poan-kwi menghilang. Swat Lian mencak-mencak dan selanjutnya terbang ke arah lain, mengitari asap
hitam itu. Tapi ketika lawan tak berhasil dicari dan ia melengking-lengking maka bayangan suaminya
berkelebat dan tiba-tiba menyambar lengannya.
"Drestawala tewas, Shintala menangis tersedu-sedu. Tolong dia dulu dan urus jenasah kakek itu!"
"Tewas?" Swat Lian tertegun, mukanya terbakar.
"Ya, tewas, niocu. Aku menyesal sekali karena ia berlaku nekat. Kakek itu mengadu jiwa untuk
menyelamatkan Beng An. Tapi ketika Beng An terlepas aku malah tertegun melihat kematiannya. Untung
masih dapat merampas Siang Le!"
Sang nyonya meredup pandangannya. Tertegun mendengar suaminya bercerita bahwa kakek itu tewas
dalam usahanya menyelamatkan Beng An, dengan cara mengadu. jiwa maka mau tak mau ia harus kembali.
Dia menyesal juga kenapa suaminya bengong sewaktu puteranya terlepas dari tangan si iblis. Kalau tidak,
tentu Beng An dapat pula diselamatkan! Tapi menyadari bahwa kematian Drestawala memang mengejutkan222 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
suaminya, suaminya sudah bercerita tentang apa yang dilakukan kakek itu maka nyonya ini kembali dan
melihat Shintala tersedu-sedu meratapi kematian kakeknya.
"Aduh, kau tega meninggalkan aku, kakek. Kau tega meninggalkan aku seorang diri. Ah, kau kejam.
Kau tak kasihan kepada cucumu!"
"Hm, kematian kakekmu karena Poan-kwi," Pendekar Rambut Emas membujuk dan menepuk pundak
gadis ini. "Kakekmu tidak pergi begitu saja, Shintala. Ia tewas karena dibunuh Poan-kwi!"
"Benar," Swat Lian juga menghibur, sudah memeluk dan mengangkat bangun gadis itu. "Poan-jinpoan-kwi sungguh keji, Shintala. Aku akan membalaskan kematian kakekmu karena ia telah berusaha
menolong puteraku!"
"Kau!" gadis ini tiba-tiba meloncat bangun, menuding Swat Lian. "Gara-gara ini maka kakekku tewas,
hujin. Keselamatan puteramu dibayar nyawa kakekku. Kalian juga yang menjadi gara-gara. Keparat!"
"Eh," Swat Lian terkejut. "Apa katamu ini, Shintala? Kematian kakekmu bukan semata itu. Dia
berlaku nekat dan sengaja mengadu jiwa dengan Poan-kwi!
"Tapi itu dikarenakan kalian juga. Kakek ingin menolong anakmu!"
"Benar, dan untuk itu aku berterima kasih, Shintala. Aku.... wut!" sang nyonya mencelat kaget,
diserang dan sudah dihantam bertubi-tubi oleh pukulan Shintala. Gadis ini menjerit dan melengking karena
tiba-tiba menganggap keluarga itulah yang salah. Kakeknya menjadi korban. Maka ketika sang nyonya
belum menyelesaikan kata-katanya dan gadis itu berteriak melepas pukulan, Swat Lian tentu saja terkejut
dan marah tiba-tiba saja mereka bertanding seru!
"Keparat, kubunuh kau, Kim-hujin. Kubunuh kau!"
"Boleh....!" sang nyonya melengiking. "Mari bertanding sampai mampus, bocah. Kakekmu mati
karena mencari penyakit, ia mati karena memang sudah tua bangka. Jahanam!"
Dua orang itu tampar-menampar. Tiba-tiba saja mereka berkelebatan pula dan Shintala memekik
melihat perlawanan lawannya. Tubuhnya segera berpusing dengan ilmunya Sing-thian-sin-hoat dan pukulanpukulan Khi-bal-sin-kang disedot ke dalam pusingan tubuhnya ini. Swat Lian membentak dan menarik
pukulannya, bergerak mengandalkan Jing-sian-eng dan Cui-sian Gin-kangnya dan sebentar saja juga
mengikuti pusingan tubuh gadis itu. Dan ketika serangan demi serangan silih berganti dan masing-masing
coba menerobos pertahanan lawan, Pendekar Rambut Emas terkejut karena keduanya bertempur mati-matian
maka pendekar itu bergerak dan mengembangkan lengannya ke kiri kanan memisah pertandingan.
"Berhenti, jenasah Drestawala masih di sini... des-dess!" dua wanita itu tertahan, masing-masing
terhuyung namun Pendekar Rambut Emas sendiri harus menahan sesak dadanya karena dua pukulan itu
menggencetnya di tengah-tengah. Sang isteri menarik pukulan dan ini melegakan pendekar itu. Dan ketika
Shintala terhuyung berapi-api memandang lawannya maka Pendekar Rambut Emas berkata, menghela napas
penuh penyesalan.
Jilid XVI
"TAK PERLU serang-menyerang ini. Tahan kemarahanmu. Ingat akan jenasah kakekmu, nona.
Karena betapapun kita harus lebih mendahulukan merawat jenasahnya daripada pertengkaran ini. Kakekmu
tewas memang sengaja dikehendakinya. Kalau kau menganggap kami yang salah baiklah aku yang
bertanggung jawab dan nanti kita selesaikan. Kau tenta tak akan menelantarkan jenasah kakekmu, bukan?"
Shintala tersedu-sedu. Setelah dipukul mundur dan Pendekar Rambut Emas tidak membela isterinya
maupun dirinya sendiri, bersikap adil, .maka mau tak mau gadis ini merasa bahwa pendekar itu betul. Dan
ketika ia tak menjawab karena segera menubruk jenasah kakeknya, mengguguk, maka Shintala tiba-tiba
berontak ketika Pendekar Rambut Emas berlutut dan mau mengurus jenasah kakeknya itu.223 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Tak usah ikut campur!" gadis itu berteriak, kasar. "Biarkan kuurus, Pendekar Rambut Emas. Dan
terima kasih atas pertolonganmu hingga kakekku begini!" dan meloncat menyambar jenasah kakeknya,
merebut dari tangan pendekar itu tiba-tiba gadis ini terbang dan meninggalkan tempat itu. Swat Lian marah
dan mau membentak ketika tiba-tiba suaminya berdiri dan menahan lengannya. Gadis itu sedang dalam
keadaan duka. Dan ketika gadis itu meluncur dan jauh di sana, siap menghilang maka Pendekar Rambut
Emas tiba-tiba berseru mengeluarkan ilmunya mengirim suara, lirih namun tajam.
"Shintala, tanpa kehadirankupun kakekmu pasti tewas. Lihat kejadian di atas bukit sebelum kami
suami isteri datang. Ingat dan lihat kejadian itu baik-baik!"
Shintala terkejut. Tiba-tiba iapun kembali sadar karena itu benar. Memang, kakeknya pasti tewas kalau
pertempuran di atas bukit tidak dicampuri Pendekar Rambut Emas. Tapi karena Pendekar Rambut Emas
datang dan suami isteri itu menolong, kakek dan dirinya selamat maka kematian kakeknya itu seharusnya tak
dapat ditimpakan kepada pendekar itu. Pendekar Rambut Emas sudah menolong dan buktinya musuh
akhirnya melarikan diri. Kalau kakeknya akhirnya nekat dan sengaja mengadu jiwa, hal yang di luar
perkiraan maka Pendekar Rambut Emas tak dapat disalahkan untuk itu. Pendekar itu telah menolong mereka
tapi apa boleh buat kakeknya bertindak lain. Dia tak tahu kenapa kakeknya sampai berlaku seperti itu, nekat.
Tapi ketika Shintala tersedu dan meneruskan larinya maka gadis itu tak menjawab dan hilang di kegelapan
malam. Pendekar Rambut Emas telah bicara dan gadis itu telah mendengar. Selanjutnya terserah gadis itu
sendiri dan pendekar ini menarik napas dalam-dalam. Dan ketika Swat Lian berkelebat, dan menghadapi
suaminya maka nyonya itu mendengus menyatakan rasa tidak puasnya.
"Gadis itu tak tahu diri. Kalau mau membalas kepada kita biarlah kita hadapi. Toh kita benar!"
"Hm, tidak begitu. Ia sedang dilanda sakit hati dan duka, niocu. Pikirannya kalut. Kita sebagai orang
tua tak perlu melayani sikapnya ini karena kalau ia sadar tentu pikirannya sudah berubah."
"Tapi nyatanya tidak!"
"Itu sekarang, karena ia sedang kacau.
"Apakah kau yakin?"
"Tentu, seyakin-yakinnya. Gadis itu orang baik-baik, ia dapat menimbang buruk dan tidaknya. Kalau
nanti ia sadar dan jernih kembali tentu tidak akan menyalahkan kita!"
"Tapi aku tidak takut..."
"Bukan takut atau tidak," sang suami memotong. "Kau sekarang mudah naik darah, niocu. Apa
sebabnya dan kenapa begini!"
Sang isteri terisak. Ditegur dan dipandang suaminya seperti itu mendadak nyonya ini mengguguk. Dia
teringat puteranya tadi dan segera menceritakan itu. Tapi ketika suaminya berkata bahwa anak mereka yang
lain, Siang Le, dapat diselamatkan tiba-tiba nyonya ini melepaskan diri, berapi-api.
"Dia bukan anak kita, hanya anak mantu. Masa aku harus sudah bergembira? Aku hanya dapat
gembira kalau anak kita sendiri selamat, suamiku. Siang Le itu bagiku orang lain!"
"Niocu!" Pendekar Rambut Emas kaget sekali. "Kau... kau demikian membenci Siang Le? Kau
sebagai ibu mertuanya masih juga tak dapat mengenggap ia sebagai anak sendiri? Ah, terlalu sekali, niocu.
Kalau Eng-ji tahu tentu ia bakal gusar. Kau tidak bersikap bijak!"
Sang nyonya menangis lagi. Dibentak dan ditegur suaminya untuk kedua kali .tiba-tiba membuat
perasaannya sakit. Memang, ia tak dapat menerima mantunya itu di dalam lubuk hatinya yang paling dalam,
betapapun ia coba memaksa. Tapi begitu diingatkan akan Soat Eng dan puterinya itu tentu marah bukan main
melihat ia memperlakukan Siang Le seperti itu maka nyonya ini hanya tersedu-sedu saja membalikkan
tubuh. Siang Le bukan apa-apa baginya bila dibanding Beng An. Anak mantunya itu tak berharga sesenpun
dibanding anak kandungnya. Tapi ketika suaminya mencengkeram dan meremas pundaknya, mengingatkan
bahwa puteri mereka akan marah besar maka nyonya ini diam saja ketika kembali ditegur.224 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Beng An ataupun Eng-ji sama saja bagimu, sama-sama anak. Mendapatkan Beng An kehilangan
Eng-ji adalah sama buruk. Siang Le adalah bagian dari anak-anak kita itu. Dia bukanlah See-ong meskipun
muridnya, bekas murid!"
Sang nyonya terisak-isak. Sekarang ia diomeli dan Pendekar Rambut Emas berkerut-kerut memarahi
isterinya ini. Sungguh tak disangka bahwa kebencian isterinya masih juga tinggal, padahal dulu sudah
dinasehati Bu-beng Sian-su sendiri, Tapi ketika terdengar keluhan di sana dan Siang Le menggeliat,
pendekar ini teringat dan berkelebat melihat pemuda itu maka Siang Le membuka mata dan merintih
kesakitan.
"Aduh, aku di mana? Ah, kau, gak-hu (ayah mertua)? Mana gak-bo (ibu mertua)?
"Ibumu di sana," Pendekar Rambut Emas menotok, menolong pemuda ini. "Kau di Lam-hai, Siang
Le, kami menyelamatkanmu. Tenanglah dan bagaimana keadaanmu."
"Tubuhku sakit-sakit, aku... aku, eh.... mana Poan-jin-poan-kwi? Dan mana adik Beng An?" pemuda
itu melompat bangun, totokan ayah mertuanya sudah mengurangi rasa sakit dan seketika itu juga pemuda ini
tertegun celingukan ke sana-sini. Dia baru sadar dan Pendekar Rambut Emas lega bahwa menantunya ini
tidak mendengarkan pembicaraan isterinya tadi. Kalau dengar, hm.. barangkali gawat! Dan ketika pemuda
itu melihat isterinya, berseri, tiba-tiba Siang Le berkelebat dan menjatuhkan diri berlutut.
"Gak-bo..!"
Namun Swat Lian mendengus dingin. Tidak menghiraukan pemuda ini tiba-tiba nyonya itu berkelebat
meninggalkan mantunya, sepatah pun tidak menjawab atau mengomentari. Dan ketika Siang Le terpukul dan
merah mukanya, rasa sakit tiba-tiba datang kembali mendadak pemuda mengeluh dan terguling.
"Apa yang terjadi!" Pendekar Rambut Emas terkejut dan berkelebat, menyambar menantunya. "Apa
yang dilakukan gak-bomu, Siang Le. Apakah dia menyerangmu!"
"Tidak," pemuda itu merintih. "Gak-bo tidak melakukan apa-apa, gak-hu. Hanya... hanya dadaku
sesak. Aku teringat Poan-jin menotok dadaku sebelum melumpuhkan!"
"Hm, begitukah? Coba kuperiksa!" dan Pendekar Rambut Emas yang menekan serta mengurut jalan
darah lalu memeriksa dan terkejut karena dada mantunya ini tiba-tiba terasa panas membakar. Dia cepat
melemaskan jari-jarinya dan menyalurkan sinkang. Pendekar Rambut Emas cepat mengeluarkan sebutir obat
untuk ditelan pemuda itu. Dan ketika dada itu kembali hangat dan tidak membakar maka Siang Le batukbatuk dan tidak lagi kesakitan, bukan oleh perbuatan Poan-jin melainkan oleh sikap gak-bonya yang amat
dingin dan menusuk tadi!
"Sudah, terima kasih, gak-hu. Aku.. aku sudah sehat!"
"Hm, berpura-pura saja!" Swat Lian tiba-tiba muncul, berkelebat lagi. "Tak usah terlalu bermanjamanja, Siang Le. Kau bukan anak kecil dan cepat kembali pulang ke utara!"
Kim-mou-eng terkejut. Isterinya ini tiba-tiba jelas menampakkan rasa tidak senang dan Siang Le juga
terkejut melihat sikap gak-bonya itu. Mereka beradu pandang namun pemuda ini cepat menunduk. Dia mau
berbicara tapi ditahannya lagi mulutnya itu. Di situ ada gak-hunya, tak enak menanyakan sikap gak-bonya
yang kaku dan dingin ini. Dan ketika Pendekar Rambut Emas bergerak dan menghadapi isterinya itu maka
pendekar ini mengedip memberi peringatan.
"Niocu, Siang Le baru saja sembuh, jangan memarahi dia. Kalau kau masih kecewa Beng An belum
berhasil kita selamatkan biarlah kita cari lagi dan menantu kita ini kita suruh pulang baik-baik menemui
isterinya, tak perlu bersikap dingin!" dan menghadapi pemuda itu melihat sikap isterinya yang tidak
bersahabat pendekar ini menerangkan, buru-buru mencegah salah paham. "Ibumu marah dan kecewa karena
adikmu Beng An belum dirampas kembali, Siang Le. Harap maklumi kemarahannya dan jangan kecil hati.
Pulanglah, isterimu menunggu di sana. Katakan bahwa kami meneruskan pencarian dan kalian tunggu kami
di sana."
"Tapi aku tak ingin tinggal diam. Aku juga ingin ikut mencari!"225 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Hm, kepandaianmu tak nempil dibanding iblis-iblis itu, Siang Le. Pulang dan turuti perintah gakhumu!" sang gak-bo membentak, bengis dan tidak berperasaan hingga pemuda itu kembali terkejut. Swat
Lian benar-benar bersikap kasar dan Pendekar Rambut Emas pun terbelalak melihat sikap isterinya ini. Tapi
ketika pemuda itu menyadari dan Siang Le mengangguk maka pemuda itu berlutut dan berkata lirih.
"Baiklah, terima kasih, gak-bo. Aku hanya tak mau disebut pemuda tak tahu diri yang hanya
menunggu hasil kerja orang tua saja."
"Tidak," Pendekar Rambut Emas kini menepuk pundak mantunya itu. "Kau cukup tinggal di rumah
menghibur Eng-ji, Siang Le, juga sekalian bertugas menjaga bangsa Tar-tar. Cepatlah pergi dan jangan lihat
sikap gak-bomu!"
"Aku tahu.." pemuda itu berdiri. "Aku pergi, gak-hu. Dan maaf bahwa kepandaianku benar-benar
masih mengecewakan!" dan terhuyung menahan air mata, pemuda ini terpukul oleh kekasaran ibu mertuanya
maka Siang Le terseok melangkah meninggalkan gak-hu dan gak-bonya itu, tahu apa yang dibenci ibu
mertuanya ini dan mengerti bahwa kemarahan nyonya tu bukan semata hilangnya Beng An saja. Ada yang
lebih mendasar dan itu yang justeru lebih menyakitkan! Dan begitu pemuda ini berlari meninggalkan
mertuanya maka Pendekar Rambut Emas mengerutkan kening memandang isterinya itu.
"Kau aneh, kita sama-sama tahu bahwa Eng-ji tak ada di utara. Kenapa menyuruhnya ke sana dan
tidak bersama kita saja? Bukankah Eng-ji ada bersama Thai Liong?"
"Hm, kaupun juga berbohong pula, setuju dengan kebohonganku. Kenapa kau tidak menyuruhnya
kembali saja? Aku pribadi tak suka semua kejadian ini, suamiku. Karena kalau dipikir-pikir maka bocah itu
ikut bertanggung jawab pula!"
"Maksudmu?"
"Siapa menantu kita itu!"
"Dia suami puteri kita..."
"Bukan itu, dia murid atau bekas murid See-ong! Dan See-ong murid keponakan Poan-jin-poan-kwi!
Ah, bukankah kalau tidak ada pemuda ini kita tak perlu mengalami peristiwa ini? Bukankah kalau tak ada
dia maka anak kita Beng An tak harus diculik orang? Aku benci kepadanya, suamiku. Rasa tidak senangku
bangkit lagi setelah See-ong dan kakek-kakek iblis itu muncul!"
Sang pendekar tertegun. Isterinya lagi-lagi menangis setelah berteriak menyebut-nyebut itu.
Kebencian atau rasa tidak senangnya kepada Siang Le tiba-tiba muncul lagi setelah putera mereka diculik.
Isterinya marah-marah dan Siang Le dituding sebagai biang keladi pula, padahal pemuda itu jelas tak tahu
apa-apa, tak berkomplot! Tapi mendebat dalam keadaan seperti ini jelas hanya memancing keributan saja,
isterinya sedang tenggelam dalam kekecewaan berat karena putera mereka masih di tangan musuh maka
pendekar itu diam saja tak menjawab, membiarkan isterinya menangis dan memaki-maki lawan sampai
akhirnya kehabisan suara sendiri. Dan ketika isterinya itu tinggal terisak-isak belaka, tertegun karena tak
diladeni maka Pendekar Rambut Emas dengan lembut merangkul isterinya membelai rambutnya.
"Kau sedang lelah, sedang tertekan. Biarlah aku tak meladeni pertanyaanmu tapi Siang Le memang
sebaiknya tak usah ikut dengan kita. Kalau kau sudah menghendakinya pulang maka aku hanya
mendukungmu saja. Anak itu memang sebaiknya menjaga rumah. Sekarang apakah tetap di sini saja? Tidak
segera mencari musuh?"
"Aku ingin segera menyelamatkan Beng An..."
"Akupun begitu, niocu. Satu sudah kita selamatkan dan mudah-mudahan yang lain juga akan dapat
segera kita rampas, Beng An juga anakku!"
Swat Lian berlinang. Pendekar Rambut Emas membujuknya untuk tidak marah-marah lagi kepada
Siang Le, pemuda itu tak tahu apa-apa dan sudah tak ada hubungan lagi dengan bekas gurunya. Suami isteri
ini masih tak mengetahui akan tewasnya See-ong. Dan ketika pendekar itu merasa dapat meredakan.
kemarahan isterinya, Swat Lian tak berkata apa-apa lagi tentang Siang Le maka pendekar itu menarik dan226 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
membawa isterinya ini pergi. Mereka tahu bahwa satu di antara musuh-musuh mereka terluka. Poan-kwi
menerima luka cukup lebar dari cengkeraman Drestawala tadi. Dan ini harus mereka pergunakan untuk
memperoleh kemenangan, atau mereka akan menghadapi musuh tangguh lagi kalau kakek iblis itu sembuh.
Maka begitu isterinya mau dibujuk dan Pendekar Rambut Emas berkelebat mengerahkan kesaktiannya maka
tiba-tiba keduanya menghilang meninggalkan tempat itu, tempat yang mengerikan dari bekas pertempuran
yang amat dahsyat!
* * * Pemuda tinggi besar itu terhuyung-huyung memasuki hutan. Ia terluka di sana-sini dan kaki atau
tangannya ada yang membiru. Luka itu tidak berat namun cukup mengganggu, karena berkali-kali pemuda


Rajawali Merah Karya Batara di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu mendesis pedih dan mengusap luka-lukanya. Dan ketika ia memasuki mulut hutan dan mengeluh di sini,
roboh, maka pemuda itu memejamkan mata menelentangkan tubuh.
"Thai Liong, kau keparat jahanam. Awas kau, kubunuh dirimu kelak!"
Geram atau umpatan ini terdengar pertama kali meluncur dari mulut pemuda itu. Ia menahan sakit dan
sejenak menatap pucuk-pucuk daun dengan mulut meringis. Pedih-pedih di tubuhnya membuat ia
menghentikan perjalanannya dan rebah di situ. Mata memejam namun kemudian dibuka untuk melihat langit
yang biru di antara celah-celah dedaunan yang hijau segar. Nikmat benar rasanya begitu, berlama-lama
memandangi awan yang berarak atau burung-burung bangau yang berbaris rapi, tinggi sekali di sana. Tapi
ketika pemuda ini lupa rasa sakitnya terbawa oleh pemandangan di atas, ia telentang dengan mata berbinarbinar mendadak belasan orang melompat dan tahu-tahu mengurung dirinya, dipimpin seorang laki-laki
berkumis lebat yang juga tinggi besar dan garang, matanya buas.
"Hei, anak muda. Siapa kau. Bangun!"
Pemuda itu terkejut. Dia sedang mengamati kelepak burung di atas sana dan juga dedaunan hijau
segar. Langit yang biru bersih membuat ia lupa dan terlena sejenak, tak melihat atau mendengar kedatangan
orang-orang ini. Tapi begitu dia dibentak dan delapanbelas orang mengurung dirinya tiba-tiba pemuda ini
menggeliat dan tongkat di tangannya disambar menopang tubuh.
"Heii, dia buntung!"
"Ah, kiranya pemuda cacad!"
Semua tertegun. Pemuda yang kini sudah berdiri dan menghadapi mereka itu kiranya pemuda buntung
yang menyangga tubuhnya dengan sebatang tongkat kecil. Sepintas, patut dikasihani dan mengharukan. Tapi
begitu semua orang mendengar suara berkerincing dan pundi-pundi di ikat pinggang pemuda itu bergoyang
penuh uang tiba-tiba mereka melotot dan sang pemimpin tertawa bergelak.
"Ha-ha, seekor ikan gemuk. Ah, benar kata A-pong. Heii, kau periksa pemuda ini, A-pong. Tanya dari
mana ia dan apakah sudah meminta ijin untuk beristirahat di tempat ini!"
Seorang laki-laki kurus maju. Ia menyeringai dan berkilat-kilat memandang pundi-pundi di ikat
pinggang pemuda itu, bukan sebuah melainkan dua pundi-pundi yang penuh dan kencang. Sepintas, orang
tahu bahwa pundi-pundi itu penuh uang, apalagi telah dibuktikan dengan berkerincingnya ketika pemuda itu
melompat bangun, kaget oleh kedatangan mereka. Dan ketika si kurus itu menyeringai dan mencabut
goloknya, menakut-nakuti maka ia membentak dan berlagak jagoan.
"Hei, anak muda. Siapa kau dan dari mana. Kenapa datang ke tempat ini dan enak saja tidur di bawah
pohon. Kau kira ini wilayah bapakmu dan enak saja tiduran di sini? Hayo serahkan dirimu dan kuperiksa
pundi-pundimu itu. Kalau cukup biarlah kau tiduran lagi dan kami tak akan mengganggu. Kemarikan
milikmu!"
Pemuda ini mengerutkan kening. Begitu orang-orang ini datang tiba-tiba sorot matanya menjadi
mengerikan. Ada kilatan cahaya membunuh namun sementara itu ia tetap tegak berdiri. Bentakan si kumis227 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
lebat tak dijawab dan kini tiba-tiba si kurus ini mencabut golok menakut-nakutinya. Ia sedang kesal dan
marah oleh peristiwa yang dialami. Ia sedang menderita luka-luka dan kekalahan. Maka begitu si kurus
mengancam dan melompat maju, golok di tangan diayun-ayunkan dengan pongah mendadak jarinya
bergerak, dan si kurus yang mau menyambar pundi-pundinya itu sekonyong-konyong menjerit roboh,
dahinya berlubang oleh sebuah tusukan jarak jauh yang tadi dilancarkan.
"Aduh!"
Semua geger. Si kumis lebat tiba-tiba berteriak dan berobah mukanya melihat anak buahnya
terjengkang. Pemuda itu hanya menggerakkan sebuah jari dan tiba-tiba A-pong, si kurus itu, menjerit. Dan
ketika yang lain berteriak dan berlompatan mundur, si buntung tak berkata apa-apa kecuali tertawa dingin
maka si kumis lebat menjadi marah dan berseru keras mencabut goloknya, juga gada berduri yang tadi
digantungkan di belakang punggung.
"Keparat, bocah ini iblis. Awas, cabut senjata kalian dan serbu!"
Belasan orang itu tiba-tiba bergerak. Mereka mencabut senjata dan si kumis lebat sudah menerjang
dan mengayun gada berdurinya. Golok di tangan kanan juga menderu tapi pemuda itu tenang mengelak. Dan
ketika serangan luput dan si kepala rampok berteriak, kaget dan marah maka pemuda itu membalik dan... dua
tendangan beruntun menghajar perut dan dada laki-laki ini.
"Des-dess!"
Si kepala rampok menjerit ngeri. Ia terlempar dan terbanting roboh, mengaduh-aduh namun dapat
bangun lagi, melotot. Dia tak tahu bahwa lawannya itu bersikap murah, ingin menghajarnya dulu sebelum
membunuh. Maka ketika ia menerjang lagi namun si buntung berkelit ke sana-sini, anak buahnya mengikuti
dan melakukan bacokan atau tikaman-tikaman gencar maka belasan orang itu mengira si buntung ini
kewalahan.
"Serang, terus serang. Bunuh dan rampas pundi-pundinya itu!"
Si pemuda mengeluarkan tawa aneh. Tiba-tiba ia bergerak cepat ketika hujan bacokan membabi-buta
menghantam dirinya, menggerakkan tongkat dan segera terdengar pekik-pekik kaget ketika golok atau
tombak patah-patah bertemu tongkat di tangan pemuda ini. Dan ketika lawan terkejut karena terhuyung
mundur terbelalak memandang senjata mereka yang tinggal sepotong maka saat itu jari pemuda ini menusuk
dan tiga orang mendadak roboh terjungkal.
"Sekarang kalian mampus.... augh!"
Tiga orang itu benar-benar terjungkal. Mereka menjerit dan terbanting dengan dahi berlubang, yang
lain tersentak dan mundur menjauh namun pemuda itu meneruskan gerakan jarinya. Dan ketika berturutturut terdengar pekik dan jerit mengerikan maka belasan orang itu roboh dengan dahi berlubang pula, kecuali
si kumis lebat yang mencelat dan ditendang si buntung!
"Ampun.... !" tubuh itu berdebuk. "Ampun, anak muda.... ampun!" namun ketika ia menghentikan
kata-katanya karena tongkat menyentuh batang tenggorok, dingin dan kuat maka si kepala rampok tak dapat
melanjutkan kata-katanya karena pucat dan menggigil dengan nyawa seakan sudah melayang ke dasar
neraka.
"Aku mengampunimu, namun kau harus dihajar!" si buntung mengeluarkan kata-kata dingin yang
mendirikan bulu roma. "Kubur mayat teman-temanmu itu namun korek jantungnya satu per satu!"
"Ap... apa?"
"Kau tidak tuli, bukan?" tongkat menotok belakang telinga, si kepala rampok menjerit. "Kubur temantemanmu, pongah. Namun cabut dulu jantung mereka satu per satu!"
"A... a.. akan kulaksanakan!" si kumis lebat tak lancar bicaranya. "Akan kukubur mereka, taihiap
(pendekar besar), tapi jangan bunuh aku!"228 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Tak usah cerewet!" si kepala rampok ditendang mencelat, terguling-guling lagi. "Kubur tapi korek
jantungnya satu per satu, tikus busuk. Dan aku minta utuh lalu kumpulkan di sini!"
Si kepala rampok terbang semangatnya. Dia merasa ngeri dan pucat menghadapi lawannya itu, si
buntung ini luar biasa lihai dan kiranya ia kena batunya. Tahu begitu barangkali tak usah ia mengganggu,
kini celaka sendiri! Tapi ketika ia tertatih melompat bangun dan memandangi mayat teman-temannya itu,
ngeri karena diperintahkan mengambili jantungnya satu per satu mendadak si kepala rampok ini menangis
dan tak kuat, jatuh berlutut.
"Taihiap, aku... aku harus mengambil jantung mereka itu? Semuanya? Dikumpulkan di sini?"
"Hm, apakah kau minta aku yang mendodet jantungmu terlebih dahulu? Apakah harus kuulang-ulang
lagi kata-kataku tadi? Aku tak mau lama-lama, tikus busuk. Laksanakan perintahku atau dodet jantungmu
terlebih dahulu!"
"Tit... tidak. Aku mengerti!" dan si kepala rampok yang pucat dan berteriak tertahan lalu bangun
berdiri dan apa boleh buat menusuk dada mayat anak buahnya dan mencongkel jantungnya. Si kumis lebat
itu telah menyambar golok dan dengan muka ngeri serta tangan gemetar ia mengambili jantung anak-anak
buahnya. Mula-mula hampir ia muntah dan tak tahan, sempoyongan dan berkali-kali menutupi muka. Tapi
ketika tawa si buntung membuatnya lebih ngeri lagi dan apa boleh buat dia mengeraskan hati maka belasan
mayat itu ditusuk dan dicongkel jantungnya untuk dikumpulkan di depan si buntung. Darah berlepotan di
jari-jarinya dan kepala rampok ini nyaris gila. Sekejam-kejamnya dia ternyata masih lebih kejam pemuda
buntung ini. Sungguh dia bisa mati berdiri! Tapi ketika semuanya selesai dan tujuhbelas mayat itu dilubangi
dadanya, diambil jantungnya dan sudah terkumpul di dekat si buntung maka laki-laki ini mengeluh membuat
lubang besar. Ia kini harus mengubur semua mayat itu dan menangis dengan air mata bercucuran. Sungguh,
kalau ia tahu bahwa si buntung ini ternyata iblis yang amat keji dan lihai tentu dia tak akan datang
merampok. Barangkali, itu memang sudah nasibnya. Dan ketika satu per satu mayat-mayat yang sudah tak
berjantung itu dilempar ke dalam lubang, dikubur maka si buntung tertawa gembira dan menganggukangguk.
"Bagus... bagus... kau anak manis yang menyenangkan. Sekarang kumpulkan kayu-kayu kering dan
buat api unggun!"
"Ampun...!" laki-laki itu sudah jatuh mentalnya. "Apakah aku belum bebas, taihiap? Bukankah
permintaanmu sudah kupenuhi?"
"Hm, siapa bilang? Masa harus aku yang memasak jantung-jantung ini?"
"Apa? Taihiap... taihiap hendak memakannya?"
"Kau kira apa lagi? Jantung manusia paling nikmat, tikus busuk. Hayo buatkan api dan kita habiskan
itu!"
"Oohhhh....!" si kepala rampok mendeprok lagi. "Aku.. aku tak sanggup, taihiap. Aku tak biasa
memasak jantung manusia!"
"Kalau begitu biar jantungmu saja!" tongkat bergerak dan tiba-tiba menempel di dada. "Kau pejamkan
mata dan kucabut perlahan-lahan, tikus busuk. Tentu nikmat dan menyenangkan, heh-heh...!"
Laki-laki ini berteriak ngeri. Dia melompat dan berseru jangan seraya mendorong ujung tongkat.
Namun ketika tiba-tiba lututnya tertotok lemas dan jatuh ke tanah, menggerung-gerung maka si buntung itu
berkata agar dia memilih.
"Kalau begitu laksanakan perintahku atau jantungmu kukorek. Aku tidak akan mengambil jantungmu
secara cepat namun perlahan-lahan. Nah, kau pilih yang mana dan terserah mau hidup atau mati!"
Laki-laki ini jatuh mentalnya. Tentu saja dia pilih hidup dan apa boleh buat ia mengangguk berulangulang menyatakan bersedia, pilih hidup dan jangan dibunuh. Dan ketika pemuda itu tertawa aneh dan
menarik tongkatnya maka dia ditanya masakan apa yang paling cocok dengan hidangan istimewa itu.229 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
"Aku... aku tak tahu. Aku belum pernah merasakan jantung manusia!"
"Kalau begitu dibuat yang paling mudah saja. Sate! Siapkan tujuhbelas tusuk bambu dan kita bakar
santapan istimewa ini. Setuju?"
"Aku... aku terserah kepadamu, taihiap. Aku hanya melaksanakan perintah!"
"Heh-heh, benar. Kau memang tinggal melaksanakan perintahku. Bagus, kita sate saja, tikus busuk.
Siapkan tujuhbelas tusuk bambu dan buat yang besar-besar. Siapkan api dan bakar di sini. Awas, jangan
coba-coba lari!"
Si kepala rampok tak mampu menjawab. Ia hanya mengangguk-angguk sementara mukanya sudah
seperti kertas, putih dan pucat. Dan ketika ia diminta membuat api unggun dan meraut tujuhbelas tusuk
bambu, yang besar-besar, maka tak lama kemudian pekerjaan itu selesai.
"Nah, bakar dan tusuk mereka satu per satu. Beri sedikit garam dan kecap!
"Aku tak membawa garam ataupun kecap...."
"Bodoh! Kenapa begitu goblok? Masa sebagai kepala rampok kau tak pernah makan atau minum?"
"Aku selalu disediakan anak buahku, taihiap. Merekalah yang mencari dan mendapatkannya di dusundusun..."
"Kalau begitu ini, untung aku bawa!" dan ketika si kepala rampok tertegun dan menerima, pemuda itu
mengeluarkan kecap dan garam maka kembali dengan perasaan ngeri dan tak keruan ia melumuri jantungjantung manusia itu dengan bumbu yang diberikan. Laki-laki ini tak berani melirik dan akhirnya dengan
tangan menggigil dan jari-jari kaku ia membakar daging-daging istimewa itu. Tak pernah terbayangkan
bahwa di suatu hari ia harus membuat sate jantung manusia. Bahkan, yang lebih hebat lagi, jantung dari anak
buahnya sendiri, yang dulu memberi makan dan minum! Dan ketika dengan menangis ia melakukan
semuanya itu, jantung-jantung itu mulai coklat dan matang maka tiba-tiba, mengejutkan sekali, pemuda itu
menyambar dan menyuruhnya menikmati sebuah!
"Coba, rasakan ini. Kuberi kehormatan sebagai orang pertama yang menikmati hidanganku!"
"Tidak!" laki-laki itu tentu saja berteriak, pucat pasi. "Aku... aku tak sanggup, taihiap. Aku tak dapat!"
"Hm, mesti dapat, mesti sanggup. Hayo, jangan menghina aku karena sekarang kau tamuku!"
Si kepala rampok mengeluh. Ia coba melompat dan membuang sisa satenya namun tongkat kembali
bergerak dan menempel di dadanya. Dan ketika tongkat itu ditekan sedikit dan laki-laki ini ngeri, jantungnya
siap dikeluarkan maka apa boleh buat ia menyambar dan menerima "sate jamu" itu. Dengan mata terpejam
dan air mata bercucuran ia menggigit sepotong. Namun ketika si buntung tertawa dan menyuruhnya
menggigit lagi, bertanya enak atau tidak maka si kepala rampok hampir dibuat gila dengan menurut si
buntung itu. Lawannya ini benar-benar membuat si kepala rampok mati daya, mau menolak tapi takut
ancaman. Dan ketika setusuk besar akhirnya habis, laki-laki itu mengguguk sambil mengunyah makanannya
maka si buntungpun meraup dan menikmati setusuk sate jantung dan mengunyahnya lambat-lambat sambit
terkekeh.
"Mmmm... nikmat dan gurih.... mmm.... lezat benar. Heh-heh, bagaimana pendapatmu, anak manis?
Lezat dan nikmat, bukan? Ayo tambah, ambil lagi!"
"Tidak... tidak, aku cukup. Aku tak mau tambah!"
"Hm, kau pikir semuanya ini dapat kuhabiskan seorang diri? Ayoh, kita bagi dua. Kau delapan dan
aku sembilan!"
"Tidak... ampun. Aku... aku mau muntah-muntah, taihiap. Aku tak dapat meneruskan makanku!"
"Kalau begitu telan ini. Kau tak akan muntah-muntah lagi!" si buntung mengeluarkan sebutir kapsul,
memberikannya kepada si kepala rampok dan seperti disihir saja laki-laki itupun menerima. Ia mengira racun230 Kolektor E-Book
B a t a r a ? R a j a w a l i M e r a h
dan bertekad biarlah mati begitu, daripada mati didodet jantungnya dan dimakan pemuda ini! Namun ketika
mual di perutnya tiba-tiba hilang dan benar saja ia tak muntah-muntah, laki-laki itu tertegun dan memandang
lawannya maka si buntung tersenyum dan menyambar lagi setusuk jantung panas.
"Ayo, bantu aku atau nanti jantungmu yang kutambus di sini!"
Si kepala rampok mengeluh. Baru kali ini seumur hidupnya dia dipaksa orang sedemikian rupa,
diinjak-injak dan dipermainkan seenaknya. Tapi karena lawan memang terlalu hebat dan ia bukan
tandingannya maka begitu disuruh iapun tidak mau banyak bicara lagi. Setusuk jantung besar sudah
disodorkan kepadanya, diterima dan dikunyah. Dan ketika menahan tangisnya karena teringat itu jantung
temannya sendiri, dimamah dan dimakan maka si buntung terkekeh-kekeh menyuruh ia menghabiskan.
Tujuhbelas jantung itu sudah dibagi, dia delapan sementara lawannya sembilan. Dan ketika satu demi satu
ditelan dan masuk ke dalam mulut maka pada hitungan terakhir laki-laki sudah tak kuat lagi. Ia muntah berat
dan muntahannya mengotori baju si buntung. Celaka! Dan ketika si buntung terkejut dan mengerutkan
keningnya, si kepala rampok terhuyung dan bangkit berdiri tiba-tiba laki-laki itu memutar tubuhnya dan lari
Love Latte 1 Kisah Si Rase Terbang Soat-san Hui-hauw Karya Chin Yung Sepasang Naga Lembah Iblis 7

Cari Blog Ini