Ceritasilat Novel Online

Sepagi Itu Kita Berpisah 3

Sepagi Itu Kita Berpisah Karya Marga T Bagian 3


yang muncul berlari lari dari arah kolam.
"Deni! Cepat! Nila pingsan! Dia berenang begitu habis makan!" serunya sambil melambai-lambai
dengan kedua tangannya, tampaknya panik sekali,
rambutnya pun ikut terburai burai.
""Tunggu saja di sini, Tris," ujar Deni lalu ban
gun dan berlari mengikuti Odi yang sudah lari ke
tempat Nila.
Sepuluh menit kemudian Deni kembali, sendi
rian. Wajahnya muram, tapi ketika ditanyakan
181 bagaimana keadaan Nila, dijawabnya singkat, ""Nggak apa-apa!" Setelah itu diambilnya Marco dari
pangkuan ibunya dan diajaknya masuk. ""Yuk, kita
lihat orang main bola," ajaknya. Triska juga mengikuti mereka. Daripada nanti dihampiri oleh Odi dan
Nila, pikirnya ngeri.
Anak-anak akhirnya ngantuk semua, sehingga
Nyonya Desi menyarankan agar mereka dibaringkan di loteng. Ibu-ibu mereka ikut menemani istirahat sebab yang main biliar kelihatannya takkan usai
dalam waktu singkat. Mereka tampak getol mau
menang walau mainnya tanpa uang.
Melihat semangat yang menggebu-gebu begitu,
Triska jadi ikut-ikutan tertarik. Setelah merebahkan Marco di kamar Deni, dia turun lagi. Kira-kira
sejam kemudian dia naik lagi dan masuk ke kamar
tamu tempat terdapat WC, kamar mandi, dan tempat
bersolek. Dia masuk ke WC paling ujung, dekat jen
dela. Ketika dia sudah selesai dan mau mengulurkan tangan untuk menekan tombol air, didengarnya
suara pintu dibuka. Tangannya mendadak terhenti
di tengah udara ketika dikenalinya suara Nila.
""Edan kau! Aku kau suruh berlagak pingsan!"
serunya tertawa terbahak.
""Habis aku nggak tahan menyaksikan Deni
dekat Triska, ngobrol-ngobrol. Mereka memang ng
gak bisa melihat kita, tapi kita bisa melihat ke teras
182 dengan leluasa, jadi panas hatiku melihat mereka
bercanda-canda!"
Triska tidak mendengar ada yang masuk ke WC
sebelah. Mungkin mereka cuma ingin berbedak atau
menyisir.
"Odi, apa Deni pernah bilang padamu berapa sebenarnya jumlah warisan yang diterimanya "
""Katanya beberapa miliar, benarkah "
Triska diam-diam tercekat. Pantas ratu itu ngotot
mau mendapatkan kembali Deni! Kiranya mantan
suamiku itu sebuah tambang emas!
Suara Nila kedengaran pahit ketika dia menyahut, ""Ya. Lima ratus juta untuknya, lima ratus juta
untuk kami tiga bersaudara. Tapi itu baru uang kontan, belum terhitung saham-saham dan harta milik
tak bergerak. Kami nggak dapat apa-apa dari bagian
terakhir ini. Oom Agus mengira kami nggak tahu!
Tapi abangku Tono cerdik, dia suruh orang menyeli
diki. Kalau nggak ada Deni, pasti semua itu j atuh ke
tangan kami, nggak peduli Nenek membenci kami
atau nggak!"
""Jangan khawatir," terdengar Odi menghibur.
""Pokoknya, kalau kau berhasil membujuk sepupumu itu untuk menikah denganku, aku berjanji
akan membujuknya setelah kawin, agar sebagian
warisan yang diterimanya dihibahkannya pada ka
lian!"
183 ""Aku, sih, mau saja membantumu, tapi apa bisa
berhasil Selama masih ada Triska, rasanya aku
skeptis"
"Yah! Perempuan itu memang duri di mataku!
Rasanya harus kita singkirkan juga!"
Triska menggigil walau udara tidak dingin. Seandainya mereka tahu aku ada di sini, dan yakin
bahwa j eritanku takkan kedengaran ke mana mana,
apa yang akan mereka lakukan terhadapku Hiii...
""Pacarnya ganteng beeng!" keluh Nila. ""Mana
kudengar kaya banget!"
""Erik Sigma "
""Siapa lagi! Mereka kan datang berdua. Erik
maunya nempel terus sama Triska. Kulihat mata
Deni hampir melompat keluar setiap kali memandang mereka berdua. Rupanya cemburu, tuh! Hihihi..."
""Apa hubungannya dengan Sigma Enterprise "
""Itu kan punya ayahnya!"
"Wow! Itu sih gudang duit! Dan kau naksir dia "
""Tadi dia ngajak aku bercakap cakap waktu
Triska nggak ada. Wah, gantengnya selangit! Jauh
menang ke mana mana dibandingkan sepupuku!"
""Aku tahu, tapi aku sudah telanjur mencintainya,
apa boleh buat. Kalau aku bisa mendapatkan Deni,
dan kau mendapatkan Erik! Wah, bukan main! Biar
Triska diaj ari adat, j angan dikiranya Deni sama Erik
184 nggak bisa melupakan dirinya! Biar dia gigit jari!
Hahaha ..."
""Tapi masih ada Roy!"
""O, ya, dokter berjambul itu! Kartu mati dia, sih!
Aspirasinya kepingin jadi Elvis kedua, tapi main
musik nggak becus. Masih mending Deni-ku, kaku-kaku juga masih bisa Spanish guitar!"
Buset! Jadi Deni suka main gitar untuk Odi
Tentunya semasa masih pacaran!
""Di, kalau nanti ternyata Deni emang udah ng
gak mau sama kau, gimana Rasanya lebih baik dia
dikirim pulang aja ke akhirat...."
""Eh "
""...biar Triska juga nggak mendapatkannya!"
"Hm. Benar juga, cuma..."
""Kalau Deni lenyap dari muka bumi, aman deh
kita!" Suara Nila kedengaran gembira dan antusias.
""Seluruh warisan itu bakal jatuh ke tangan kami.
Oom Agus nggak berhak, sebab semuanya atas
nama Deni. Memang aku dengar sih, kalau sudah di
tangan Deni, Oom Agus yang akan menggunakan
uangnya sebab katanya seharusnya itu j adi miliknya dulu sebelum nanti diserahkan pada anaknya.
Katanya, gara-gara ibuku dilewati, supaya nggak
menyakiti Ibu, Oom Agus juga dilewati, dan harta
kekayaan Kakek Nenek langsung diteruskan ke cu
cu-cucu. Ibuku dan Oom Agus tetap nggak bisa me
185 warisi walau misalnya semua cucu kehilangan hak.
Malah khusus disebutkan dalam testamen Nenek,
seandainya Deni sampai kawin dengan Odi Bobadi
la, hak warisnya akan dinyatakan gugur dan seluruh
warisan bakal jatuh ke tangan kami! Jadi gara gara
kau nggak berhasil meyakinkan Deni supaya kawin
sama kamu dulu, aku dan saudara-saudaraku yang
rugi besar!"
""Tapi kalau Deni nggak bisa mewarisi, aku
emoh, dong, sama dia! Buat apa aku punya suami
miskin! Kalau cuma kepingin dapat yang bertitel
sih banyak di pasaran, tapi apa gunanya titel kalau
cuma buat gagah gagahan di papan atau kartu nama.
Mendingan cari bapak-bapak, biar sedikit tua atau
sudah loyo tapi uangnya di bank pasti meyakinkan."
""Bodoh kau! Kalau warisan itu j atuh pada kami
berkat pertolonganmu, tentu saja kau akan mendapat
pahala besar. Lebih besar daripada kalau kau j adi is
tri Deni! Kau sendiri kan sudah tahu, sepupuku itu
orangnya idealis, nggak suka menggantungkan nasib pada harta warisan. J adi sebagai istrinya, kemu
ngkinan kau akan hidup dari gaj i dokter, sebab uang
warisan itu akan dipegang oleh Oom Agus! Kau
pasti nggak bisa menikmatinya selama oomku masih hidup. Tapi, seandainya kau berhasil membantu
kami menyingkirkan Deni, kau pasti akan segera
bisa menikmatijerih payah usahamu!"
186 ""Hm. Nggak pernah terpikir olehku"
""Karena semua ini gara garamu, kau sekarang
wajib membantu kami! Percayalah, Deni almarhum
jauh lebih berguna bagimu daripada Deni yang sehat walahat! Jelas jelas dia udah nggak mau lagi
sama kau, lebih baik kau tutup aja kapitel ini dan
lupakan dia!"
""Hm. Kau benar, tapi kau ngomong seakan wari
san itu belum dibagi...."
"Tono sedang menggugat testamen itu, menun
tut bagian lebih besar. Selama masih dalam perkara,
warisan itu nggak bisa dicairkan!"
Triska mendengarkan dengan perasaan panas
dingin. Dia kaget bukan main ketika gerendel pintu diputar, tapi setelah mengutak-atik beberapa
kali, gerakan itu berhenti dan terdengar suara Nila,
""Wah, yang satunya dikunci, mungkin rusak. Untung masih ada satu lagi!"
Lalu terdengar orang masuk ke WC sebelah dan
pintu digabruk. Setelah Nila, giliran Odi yang masuk. Tanpa sadar Triska sudah beringsut menjauh
dari dinding pemisah seakan takut sepatunya nanti
kelihatan dari bawah dinding penyekat yang bera
khir kira-kira dua puluh senti dari lantai. Seandainya salah seorang iseng melongok dari bawah dinding... huuuiii! Dia menggigil ngeri.
Setelah kedua siluman betina itu berlalu dan pin
187 tu kamar terdengar digabruk tertutup, Triska masih
menunggu lagi kira kira lima menit sebelum dia
merasa yakin, bahaya betul-betul sudah lewat.
Sekunarnendengarkan ocehan yang nunnberdr
rikan bulu roma itu, Triska bertekad akan melaporkannya pada Deni. Namun begitu dia kembali ke
bawah dan melihat Odi di antara penonton biliar,
serta Nila yang tengah menatap Erik seakan mau
rnenyHurnya agar nnuudeh padanya,'Tnska jadi
ragu sendiri. Di tengah tengah orang banyak begini,
rasanya apa yang didengarnya tadi itu kurang masuk akal.
PJHa, yang sekurus hdi seperu ibunya, bend
sanggupkah durrnenanunkan.rnyayat(uang Bukankah itu cuma sekadar khayalan belaka, pelampiasan unek-uneknya terhadap keluarga Deni" ! Dan
()dL yang anggun tapiterkadang centH (kalau di
sekitarnya banyak siluman jantan), beranikah dia
berbuat nekat Pasti nggak! Bunuh dirinya tempo
hari itu kan cuma pura-pura, coba-coba. Kata Roy,
untuk menakut nakuti... Deni kah !
Karena berpikir begitu, Triska batal mau mel
apor 188 Selanjutnya kehidupan pun berlangsung biasa
dan rutin bagi Triska. Pagi sampai siang dinas, sore
praktek. Sabtu, Minggu, dan Selasa memberi les piano. Waktu selebihnya untuk menunggu kedatangan
Deni, mengasuh anak, dan melukis, membaca novel-novel yang dipinjamkan Sumi, serta memahirkan
gaya Clayderman di samping mendengarkan musik
tentu saj a.
Triska sudah tidak teringat lagi percakapan maut
itu sebab dia tak pernah lagi ketemu Nila maupun
Odi selama itu, dan Deni juga tak pernah menyebut-nyebut nama Odi, sedangkan dia tak pernah
menanyakan. Hidup terasa tenang sehingga Triska
mulai berpikir, kalau keadaan begini terus selamanya, dia takkan keberatan. Yang penting perasaannya
tenteram dan Deni mencintai Marco.
Namun hari ulang tahun Marco yang pertama,
di bulan April, ternyata menyadarkannya bahwa
ketenteramannya itu semu belaka.
Untuk perayaan itu Triska memutuskan akan
mengundang anak anak saja beserta orangtua mere
ka. Jadi yang datang nanti Bobi, Linus, Aurora serta Rana, Terin dan Tesa (Katerin dan Teresa adalah
anak-anak Mirsa, temannya yang punya restoran di
tengah kota).
Dengan persetujuan Deni, Triska menyediakan
hadiah-hadiah kecil untuk tamu-tamu anaknya di
189 samping keranjang biskuit dan cokelat untuk dibawa pulang.
""Ini ulang tahun gaya Tolkienw, sesuai dengan
adat orang "kuno, yang disebutnya Hobbit. Orang
Hobbit ini lebih kecil dari kurcaci, dan bila mereka
ulang tahun, mereka yang memberikan hadiah bagi
para tamu! Biar memupuk perasaan suka memberi
pada Marco!"
Sesuai dengan pesan anaknya, Nyonya Rosa
cuma mengundang orangtua Deni serta orangtua
Martina. Paman dan bibi Triska kebanyakan tinggal
di luar negeri, sedangkan yang tinggal di sini pun
kebetulan sedang ikut trip, yang seorang ke Hima
laya, yang lain ke Antartika, jadi tak ada famili yang
datang.
Kecuali Nila Saleh! Bersama begundalnya lagi!
Triska begitu terkejut melihat mereka, sehingga La
Vie En Rose yang sedang dimainkannya menjadi ka
cau, tapi dia tetap duduk di depan piano, tak tahu
harus menyambut atau mengusir orang-orang tak
diundang itu. Deni yang tengah mengiringi, kontan
menghentikan petikan gitarnya dan menggeleng
dengan rupa serba salah. Triska menggigit bibir dan
menghela napas melihat ibunya seperti mau marah.
Mungkin semata-mata karena ada Deni, dia tidak
*** profesor Oxford kelahiran Afrika Selatan yang terkenal
dengan triloginya yang fenomenal T he Lord of the R ings
190 meluapkan kemarahannya. Untung sekali Dokter
Justin dengan sigap segera mencairkan suasana.
""Ah, Nila, ayo masuk!"
""Tahu dari mana " sapa ibu Triska dengan gaya
petugas Kripom"
""Tante Desi yang memberitahu," sahut Nila
tersenyum manis seraya menghampiri Marco untuk
mengucapkan selamat dan memberikan kado. Ter
paksa Triska menanggapi dengan, ""Bilang apa sama
Tante Nila "
"Acih!" ujar Marco dengan patuh.
Ibu Triska rupanya tersadar mendengar nama
besannya disebut-sebut, sehingga air mukanya yang
sudah mulai keruh tadi berangsur cerah kembali.
""Tris, Den, temani tamu-tamu ini, Mama masih
repot di dapur! Maaf, nih, Tante tinggal dulu, ya."
Dia berlalu tanpa menunggu balasan dari Nila atau
Odi. ""Nggak usah repot menemani, Tris. Kan bukan
tamu," Nila menolak dengan manis. ""Kami ingin
melihat lihat kolam di belakang, boleh, ya "
""Silakan," sahut Triska mengangguk, memaksakan sebuah senyum.
Nila mengajak Marco dan langsung menggendongnya sebelum orangtuanya sempat melarang,


Sepagi Itu Kita Berpisah Karya Marga T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sehingga Triska cepat cepat melirik Deni dan mem
* * * * Kriminal Polizei : Polisi Bagian Krim ina]
191 beri isyarat agar dia mengikuti, untuk menjaga anak
itu. Deni mengangguk, meletakkan gitarnya ber
sandar ke, dinding, dan sama-sama berlalu dengan
mereka.
Triska tidak bergairah lagi main piano. Dia bangkit dan pergi ke beranda belakang, duduk mencakung di lantai, memperhatikan orang-orang mengagumi bunga teratai. Belum ada sepuluh menit dia
di situ, Nila kelihatan mendatangi Triska berperang
batin, akan ditinggalnya Nila masuk atau disambut
nya. Namun akhirnya dia cuma bisa menggigit bibir dan menghela napas pelan. Akan kentara sekali
maksudnya bila dia masuk ke dalam sekarang. Bi
sa-bisa ada yang merasa terhina dan mengadu pada
ibu mertua!
Terpaksa dibiarkannya Nila menjatuhkan diri di
sampingnya. Betul dugaannya, Nila memang sengaja menghampirinya, rupanya mau minta maaf.
""Tris, maaf nih, aku nyelonong datang tanpa diundang."
Triska menggigit bibir seraya bergumam, ""Ng
gak apa-apa."
""Odi kebetulan main ke rumah, tanpa berpikir
lagi, sekalian kuaj ak. Aku harap kau nggak marah."
Triska, punya firasat bahwa Nila tidak bicara
sejujurnya. Siapa tahu dia malah sengaj a mengajak
Odi 192 ""Lain kali sebaiknya nggak usah ajak-ajak Odi,
Nila," tegurnya sehalus mungkin, mengingat dia se
dang bicara dengan tamu.
""Maaf atas kelancanganku, Tris. Tapi sekarang
dia sedang asyik ngobrol sama Deni, nggak enak
kalau aku harus mengajaknya pulang segera!"
Rupanya kau pintar mencari-cari alasan. Tentu
saja sudah sampai di sini, kalian tidak bisa dibiar
kan pulang sebelum makan. Itu namanya penghinaan untuk yang punya rumah! Malah mungkin
juga (mantan) ibu mertuaku akan merasa kena tampar, mengira kami menghina sanak familinya.
""Aku bukan bermaksud mengusirmu, Nil. Tapi
kuharap kau ada pengertian sedikit. Kau kan sudah tahu apa sebabnya sepupumu dan aku bercerai. Masa kau nggak bisa menduga seperti apa
perasaanku melihat perempuan itu "
""Habis, Deni menghindar terus, sih, kata Odi.
Kalau nggak nyuri-nyuri diamprokin begini, mereka nggak bakal ketemu ketemu! Aku kasihan sama
Odi."
Oh! Dan aku
Triska melirik dan kebetulan menangkap senyum
Nila yang sinis. Diikutinya arah pandangannya, dan
didapatinya Deni serta Odi sedang asyik bicara di
pinggir kolam. Odi yang bicara, Deni mendengar
kan. Keduanya berdiri begitu dekat, sehingga tubuh
193 mereka nyaris saling menempel.
Dan kau tidak kasihan padaku Kau kasihan
pada perempuan yang berniat merebut suami orang
Rupanya selain pintar mencari alasan, Nila juga
bisa membaca pikiran orang, pikir Triska gegetun.
""Bukannya aku nggak kasihan padamu, Tris.
Tapi kau kan sudah menceraikan Deni dengan sukarela" O, ya, sukarela matamu! Apa Odi tidak
bilang, dia sudah meracuni hatiku sehingga aku
mencurigai suami sendiri
"jadi kuanggap kau
sudah nggak mencintainya, nggak lagi mengharapkannya, berarti kau nggak bakal keberatan dong
kalau Deni kawin sama orang lain, misalnya... Odi."
Triska menatap Nila sambil berpikir, kurang ajar
betul orang ini!
""Aku bukannya mau kurang ajar padamu, Tris,"
sambung Nila tersenyum membuat Triska merinding, jangan j angan dia memang tengah berhadapan
dengan manusia yang punya kekuatan gaib! Apakah
dia juga bisa menenung dan mencelakakan orang
""Tapi ini kan kenyataan. Kalian sudah berce
rai, ya sudah! Biarlah Deni meneruskan hidupnya
semaunya, sedangkan kau sendiri juga ingin mulai
hidup baru lagi, bukan Dan kurasa penggemarmu
banyak. Salah satu calon kuatmu itu Erik, kalau aku
nggak salah tebak. Benar, nggak "
Rupanya mencampuri urusan orang termasuk
194 salah satu ""kepintaran"-mu.
""Aku bukannya mau mencampuri urusanmu,
Tris" tukas Nila membuat Triska tertegun, kaget.
""Tapi aku cuma menganalisis realita saja. Selain
Erik, ada Roy, kan Nah, mana yang mau kau pilih
Seandainya Erik kau jadikan runner up, boleh dong
aku minta tolong supaya kau merekomendasikan di
riku padanya "
Triska menoleh dan melihat Nila tersenyum
manis padanya. Makin melunjak betina ini!
""Kan hitung-hitung kita berdua masih tersangkut
famili, Tris. Deni selalu kuanggap seperti abangku
sendiri."
Abang yang mau kau bunuh! pikirnya menda
dak teringat pada percakapan di WC tamu keluarga
Melnik. Triska menunduk pura-pura memperhatikan jari-j ari tangannya, khawatir pikirannya nanti
bisa dibaca dan Nila akan mengerti bahwa dia sudah
tahu rencana jahat mereka.
""Dan aku dengar Dokter Triska paling suka me
nolong orang." Nila kedengaran terkekeh seakan
mengejeknya tapi Triska menguatkan hati agar tidak
membalas ej ekan itu. Kurang ajarnya makin menja
di-j adi! Kalau aku diam di sini lima menit lagi, pasti
kepalaku akan kena migraine!"*** Aku sudah beru
saha sopan terhadapmu. Tapi kau bertingkah begini,
Wsebelah
195 sama sekali tidak memandang mata, tidak mau menenggang perasaan orang lain. Dan kau minta aku
menjodohkanmu dengan Erik yang tampan seperti
Robert Redford dan gallant seperti Tom Cruise
Apa kau sudah konsultasi dengan kartukartu ilmu
gaibmu Aku khawatir, Erik takkan betah lebih dari
sepuluh menit di sampingmu!
""Aduh, kepalaku mendadak seperti mau pecah!
Yuk, ah, aku mau cari obat." Dan dientakkannya
kakinya, berdiri, lalu melangkah panjang panjang
meninggalkan sepupu Deni yang menyebalkan itu.
Triska mencari ibunya di dapur. Sambil memperhatikan ibunya menghias kue ulang tahun dengan berbagai binatang yang lucu-lucu, Triska memikirkan bagaimana taktiknya untuk menghadapi
tamu-tamu itu sampai sore.
""Apa-apaan sih Nila datang ke sini Seingat
Mama, semua anak Tante Nila nggak akrab sama
Deni, dan Nila rasanya belum pernah kemari. Sekarang malah datang membawa perempuan jahat itu!"
ibunya mendumal dengan suara meradang.
Menuruti hati, Triska ingin sekali menambahi ucapan ibunya dengan kedongkolannya sendiri. Tapi tiba-tiba dia teringat pada Deni. Dia tidak
ingin membuatnya kehilangan muka. Kalau mere
ka berdua kelihatan terang terangan menunjukkan
muka asam pada N ila, pasti Deni akan merasa ku
196 rang enak. Karena itu Triska menahan diri dan batal
menuangkan bensin ke dalam kobaran api.
"Sudahlah, Mam. Kita tabahkan hati sampai
mereka pulang. Keduanya kan tamu, biarlah kita
perlakukan dengan sopan. Supaya Deni juga nggak
kecil hati."
Ibunya tidak memberi komentar, dan untuk beberapa saat keduanya membisu, yang seorang sibuk
menghias, yang lain asyik memperhatikan. Nyonya
Rosa mengerjakan kuenya di dapur kecil, yang disebutnya ""dapur bersih" sebab tidak dipergunakan
untuk menggoreng atau memasak yang sebenarnya.
Untuk keperluan itu tersedia dapur yang j auh lebih
besar, terletak di belakang, bukan di sebelah ruang
makan seperti ini.
Semua pembantu sedang sibuk di ""dapur kotor", cuma sekali-sekali Inem atau yang lain, muncul minta nasihat pada Nyonya Rosa soal masakan
ini dan itu. Di dapur kecil itu cuma mereka berdua,
suasana hening, seakan tak ada orang lain lagi di
rumah.
Tapi mendadak Triska menegakkan kuping. Ya,
betul! Itu kan Maiden & Prayer nya Badarzewska!
Siapa...
Siapa lagi! "Marti!" serunya lalu menghambur
keluar dapur menuju ke ruang keluarga, mening
galkan ibunya tercengang kemudian tersenyum
197 mengerti. Semasa Triska kuliah, kawan kawannya
sering datang untuk belajar, dan Martina suka sekali main piano di sini. ""Steinway jauh lebih bagus
suaranya daripada pianoku di rumah, apalagi ini
grand!" katanya suatu kali pada Triska. Lagu yang
sering dimainkannya adalah T he Maiden 's Prayer.
Terkadang Triska dan Marti berduet main lagu kesayangan mereka ini, Marti di piano grand, Triska di
piano upright yang digunakan untuk memberi les.
Terkaan Triska tentu saja tidak meleset. Memang
Marti sedang asyik main piano, membiarkan anaknya kelayapan sendiri dan hampir bertabrakan dengan Triska.
""Hai, Bobi! Keren, nih, Tante dengar kamu sudah sekolah TK, ya," seru Triska memeluk dan
mengecup pipinya yang montok.
""Iya." Anak itu mengangguk. ""Tante Tris, mana
Marco "
""Di kolam, sedang main sama Oom Den. Sana,
cari!"
Bobi segera berlari ke belakang memegang bingkisan kadonya. ""Awas, jangan sampai tersungkur!"
seru Kris sambil mengikuti dengan berjalan biasa.
Tidak sampai setengah jam kemudian, Oom dan
Tante Parega muncul disopiri anak laki laki mereka.
"Aduh, Juragan KL!" sambut Triska. ""Aku senang kau bisa datang! Ssst, ada Odi!"
198 Roy mendelik seakan mau menggigitnya. ""Aku
datang khusus mau ketemu engkau! Masa kau sodori orang lain! Sebenarnya aku masih ada urusan di
Kuala Lumpur, tahu nggak!"
""Nggak! N ggak tahu!" ujar Triska geli
""Tapi sengaja aku perlukan pulang karena kan
gen sama"
""Sama siapa, coba bilang!" Mendadak terdengar
suara Deni yang menantang dan mengandung an
caman.
Roy kontan menggosok-gosok hidungnya, tertawa miring alias nyengir kuda%iri khasnya yang
paten dan menepuk bahu Deni dengan keras.
""Kan kita semua termasuk famili, Kris kuanggap
saudaraku, adiknya begitu juga!"
Suara piano sudah berhenti. Marco menunjukkan kado dari Bobi pada ibunya. Tiba-tiba mengalun suara Elvis: One Night with You.
""Sana, taruh di atas meja bersama kado-kado
lainnya. Nanti kita buka setelah makan, ya," ujar
Triska pada Marco. Anak itu mengangguk patuh
dan segera menuruti usul ibunya, melangkah ke
meja digandeng Bobi.
Triska menoleh ke arah hi J dan terpaksa tertawa melihat ulah abangnya. Setelah memutar piringan hitam itu dia langsung bergoyang pinggul dan
Elvis bayangan tentu saja tak bisa tahan untuk tidak
199 ikut terjun ke "arena". Dokter yang dikatakan berjambul dan dianggap kartu mati oleh Odi itu ternyata pintar sekali meniru gaya Elvis yang asli. Semua
orang tertawa dan bertepuk tangan melihat kedua
orang itu menandak seperti celeng mabuk kecubung. Triska ingat, Marti pernah bilang, abangnya
tidak boleh mendengar lagu-lagu Elvis, di mana pun
dia berada (tak peduli di tempat tidur atau di kamar
mandi) pasti akan timbul angotnya, kepingin ngibing dan jingkrak jingkrak seperti perempuan latah.
Kris pasti tahu titik lemah ini dan sengaj a mau menjebak iparnya agar bikin pertunjukan.
""Lumayan untuk hiburan!" bisik Triska pada
Marti.
Dokter Justin muncul dengan sebuah topi pet
yang diberikannya pada Bobi. ""Bob, kau saja yang
ngamen, sana minta derma!" katanya membuat
hadirin terpingkal-pingkal melihat Bobi betul betul berkeliling menadahkan topi. Masing-masing
mendadak jadi lupa di mana mereka meletakkan
dompet. Dan sebelum Bobi sempat mengumpulkan
seseran, orangtua Deni sudah tiba. Bintang-bintang
panggung itu pun terpaksa bubar dan Kris membenahi lagi piringan hitam ayahnya.
Setelah itu berturut-turut datang Mirsa dengan
suami dan kedua gadis kecil mereka, disusul oleh
Dokter Nero Toma sekeluarga. Setelah mereka
200 menyerahkan bingkisan pada Marco yang kelihatan
sibuk sekali digandeng Bobi mondar mandir meletakkan kado, maka jamuan makan siang pun dibuka
di ruang makan. Jamuannya bergaya Prancis alias
prasmanan. Setiap orang bebas duduk di mana pun.
Odi dan Nila duduk di dalam bersama Deni dan
laki-laki lain, sedangkan Triska dan pengikutnya
memilih gazebo yang teduh dilindungi pepohonan.
Baru kira-kira lima menit mereka makan, Sumi
tiba dengan anak suaminya, dan setelah mengambil
hidangan, membawa piringnya ke kebun.
""Kira-kira, ya, aku mau dilupakan, nggak ditunggu!" serunya pada semua tapi matanya menatap
Triska.
""Wah, maaf, aku sangka kau berhalangan. Bawa
sambal tomat, nggak Jangan takut, biarpun nggak
bawa, kau nggak bakal dikasih tulang melulu, tapi
ada kulitnya," ujar Triska menunjukkan ceker dan
tunggir.
""Habis kau nggak pesan!" kilah Sumi, tidak mau
mengerti dan tetap mengaduk aduk dalam mangkuk
di atas mej a, mencari daging. ""Mana paha dan dadanya!" dia bergumam sengit.
Triska memperhatikan sambil menahan tawa,
lalu ditekannya bel di dinding gazebo yang ting
ginya kira kira setengah meter. Tak lama kemudian
kelihatan Sri, kemenakan Inem, keluar dari pintu
201 ""dapur kotor" yang menuju ke kebun, dari sana tidak jauh lagi ke kolam dan gazebo.
""Sri, minta opornya lagi. Sayur-sayur lainnya
juga tolong ditambah. Bawakan jeriken air minum,
ya. Tambahi es dulu."
Sri mengangguk pada Triska dan mengangkat
mangkuk mangkuk sayur dari meja di tengah gazebo.
"Maklum, rasanya belum makan kalau belum
pakai ayam!" kata Sumi pada Sri yang tertawa malu-malu.
Mereka bersantap dengan asyik, penuh kehangatan dan kegembiraan. Triska juga memaksakan diri
agar tampak gembira walau hatinya gundah guiana.
Betapa tidak, pikirnya. Aku di sini, dia di sana! Bersama Odi lagi! Walaupun banyak orang lain, bukan
mustahil siluman betina itu bisa menggunakan kesempatan dalarn kesempitan untuk... yah, misalnya
main mata atau bisik-bisik. Dan Deni terlalu sopan
untuk tidak meladeni. Deni pasti tidak mau Odi ke
hilangan muka di depan umum, sedangkan dirinya sendiri pasti segan dituduh kurang menghargai


Sepagi Itu Kita Berpisah Karya Marga T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wanita.
Tapi itu semua cuma pergulatan di dalam sanubari, tidak muncul ke permukaan yang tampak mu
lus dan ceria. Takkan ada yang menduga aku tengah
mengalami pendarahan di dalam! Dari hatiku yang
202 diracik racik kuman Bobadilacoccus!
""Eh, Tris, hampir aku lupa!" kata Lupita sambil
menggigit paha ayam goreng. ""Ada langgananku,
orang J epang. Suaminya dealer lukisan. Dia men
awarkan repro karya Tori... mmmm lupa nama be
lakangnya, pakai Naga Naga begitu. Baguskah
Aku ingat, hobimu koleksi lukisan, barangkali kau
tahu pelukis itu "
Triska hampir tersedak saking kaget. Cepatcepat
diletakkannya sendok dan disekanya bibirnya. ""Kiyonaga " dia menegaskan dengan mata setengah
membelalak.
""Ya, ya, rasanya memang itu!"
""Namanya Totii, bukan Tori. Aku memang sudah lama mencari-cari reproduksinya! Dia pelukis
abad kedelapan belas. Sudah kau lihat barangnya "
""Komisinya dulu, dong, berapa!" Marti nimbrung sambil mengedip pada Lupita.
""Belum. Jelas orang mau cuci rambut takkan
menenteng nenteng lukisan, dong! Lebih baik ku
minta mereka langsung menghubungi kau saja,
setuju nggak Soal komisi, biasa, deh. Traktir aku
ke pulau Bidadari, kek. Aku dengar, ayah Deni punya Vila dan hotel di sana, betul, nggak "
""Betul sih betul, tapi aku kan sudah mantan,
nggak berhak apa apa lagi, atuh!" sahut Triska meringis.
203 Sumi mendekatkan bibir ke telinga Triska. ""Perempuan itukah orangnya " bisiknya seraya meng
gerakkan kepala ke arah rumah.
Selama itu tak seorang pun berani menyinggung
topik yang peka itu seakan itu sama tabunya dengan pembahasan seluk beluk kamasutra di siang
bolong.
Mirsa melirik Sumi dan menggeleng. ""Usil ban
get, sih!"
""Habis aku nggak tahan! Ingin tahu yang mana
orangnya. Dan aku yakin, Tris nggak bakal marah.
Kau nggak marah, kan, Tris Itu kan orangnya
Yang pakai span ketat hitam itu, kan Bukan yang
kurus "
""Masa kau nggak tahu yang mana Odi Bobadila!" tegur Mirsa.
""Apa aku harus tahu " tanya Sumi heran.
""Apa kau nggak suka lihat TV " tanya Lupita.
""Memangnya dia bintang TV " Sumi memandang Triska seolah mohon penjelasan.
""Dia kan peragawati terkenal, Sum," tukas Mar
ti. ""Malah ratunya! Se-ASEAN!" sambung Triska.
""Ya, span hitam itu."
""Aku baca, dia bakal membintangi sinetron
baru, Ayahku Berbini Dua yang akan ditayangkan
pertengahan tahun," kata Lupita. "Orangnya sih
cantik, sayang kok sifatnya kayak gitu, mau meru
204 sak rumah tangga orang! Padahal bapak-bapak yang
naksir dia pasti lusinan!"
""Aku hampir nggak pernah lihat TV," kata Sumi
seakan minta maaf. ""Ya nggak sempat, repot sama
Linus. Ya nggak tertarik, membosankan, kalau nggak menari ya menyanyi, sedangkan filmnya dagelan konyol melulu. Kalau bahasa asing, ya nggak
kemakan, susah nangkap. Ngomong ngomong,
berani betul cewek itu datang kemari! Kok nggak
malu, ya Kalau aku sih, sudah kuusir!" cetus Sumi
ganas.
""Soalnya dia bawa deking, yang kurus itu, anak
tantenya Deni. Kita nggak berani ngusir, dong, nanti
menyinggung Deni dan orangtuanya."
""Kau terlalu baik, Tris!" protes Mirsa jengkel.
""Eh, soal lukisan tadi gimana, nih " seru Lupita, berusaha menghentikan topik yang menyakitkan
itu. ""Kau tertarik, ya, Tris Kapan akan kusuruh
mereka datang menemuimu Kau boleh lihat-lihat
dulu, kalau nggak cocok, nggak apa-apa."
""Aku sebenarnya mencari karyanya yang berjud
ul Sinozuka Goro, tapi lainnya juga boleh. Gimana
kalau minta mereka datang Sabtu depan Kalau bisa,
sore lewat jam lima. Kalau nggak bisa, ya Minggu
siang. Nanti aku tanya pada ibuku, mungkin nggak
keberatan kalau mereka diundang makan sekalian."
""Oke, deh, besok atau lusa akan kukabari."
205 ""Ngomong-ngomong soal makan, aku punya
resep baru cara memasak babat yang renyah dan
gurih serta gampang. Hidangan baru ini laku sekali
di antara langgananku," ujar Mirsa yang langsung
menurunkan rahasia dapur tanpa pelit pelit, dan di
catat oleh yang lain. Triska yang tidak punya pena
dan kertas terpaksa permisi minta izin untuk meny
alin catatan seseorang. Marti menawarkan tapi dito
lak sebab susah dibaca. Triska memilih Sumi yang
tulisannya paling rapi.
""Eh, ke mana Marco " seru Triska kaget, memandang ke dalam kolam seakan baru sadar anaknya hilang. ""Aurora, mana Marco "
""Tadi diajak Bobi ke dalam, Tante."
""Sori, aku tinggal dulu sebentar, ya. Kalian
teruskan saja makannya. Nanti kusuruh antarkan
buah dan kopi. Kalian pasti takut gemuk, nggak
mau puding, kan "
Semua menggeleng. Triska tertawa dan berlalu cepat-cepat mencari Marco. Setiba di dalam dia
ubek ubekan keluar masuk dapur, kamar mandi, ru
ang tengah, ruang makan, sampai ke ruang tamu.
Nihil. Dia pergi ke halaman depan, lalu masuk ke
garasi, terus ke halaman samping. Di bawah pohon
mangga yang rindang dilihatnya Bobi dan Marco
sedang duduk bersama Odi!
Apa yang sedang dilakukan siluman itu terhadap
206 anakku
"Marco, sedang apa kau di sini "
""Kami sedang mendengarkan dongeng si Kancil, Tante Tris," sahut Bobi dengan antusias.
Triska menatap Odi tanpa menyembunyikan kejengkelannya. Eh, ternyata bukan cuma Nila yang
berani kurang ajar terhadapnya. Odi juga balas menatap dengan benci, lalu tertawa sinis dan berka
ta, ""Aku kan harus belajar kenal sama calon anak
tiriku. Kami mengadakan kontak permulaan yang
baik."
Cukup! pikirnya. Aku tidak mau dihina ter
us-terusan di rumahku sendiri! Masa Nila dan Odi
yang lebih agresif, sedangkan aku defensif terus !
Memangnya apa salahku !
""Nggak perlu repot-repot, Odi! Sebab kau tak
kan menjamah anakku!" desisnya dengan suara
menggigit bagaikan cuka dituang ke atas koreng.
Lalu dicekalnya tangan Marco, diangkat, dan digendongnya. ""Ayo, Bobi. Kau dicari Mama!"
Odi mengawasi sambil tersenyum sinis dan
menantang. Lengkaplah deritaku untuk hari ini!
pikir Triska sengit. Oh, kalau saja di tanganku ada
senapan mesin saat ini...!
207 Bab 7
"AKU akan dikirim ke Calcutta, Den. Bagus, ya "
Triska menunjukkan koleksinya yang terbaru ketika Deni, seperti biasa, berkunjung pada hari Minggu menengok Marco. Saat itu musim hujan sudah
tiba, dan hari itu pun hujan turun sejak pagi. Untung
sekali tempat Dokter Justin Omega tak pernah dis
entuh banjir. ""Bersama Husein," tambahnya.
""Kapan Siapa, tuh, pelukisnya "
""Torii Koyinaga. Repronya sulit sekali dicari, ini
aslinya milik keluarga Tokugawa, keturunan salah
seorang shogun.
""Anu, akhir November, kira kira delapan ming
gu lagi. Kami akan pergi selama sebulan, pas sebelum ganti tahun aku sudah kembali."
""Yang itu Monet, ya." Deni menunjuk reproduksi yang lain. ""Dari mana kau peroleh semua itu"
""Hm. Berarti empat kali aku nggak akan meli
hatmu kalau aku ke sini. Kenapa kok dokter-dokter
junior yang dikirim Kan yang senior banyak, dan
mereka pasti mau "
""Memang aku juga bilang begitu sama Dokter
208 Makalus, wakil Bos yang ngurus-ngurus beginian.
Aku bilang, yang jauh lebih pengalaman dari aku
kan banyak....
""Eh, itu bukan Monet, tapi Renoir! Mirip, ya.
Mereka memang sama sama impresionis. Bedanya, Renoir menggunakan warna yang lebih halus,
sedangkan temannya, Monet, lebih manyala karyakaryanya, penuh merah, kuning, kecuali lukisan
kolam di kebunnya di Giverny. Kebun itu mer
upakan objek favoritnya. Kolam dengan jembatan
lengkung itu dilukisnya beberapa kali, salah satunya
warnanya serba hij au.
""...Tapi kata Bos Rahwana, kemampuan Ing
gris mereka rata-rata di bawah standar, cuma kami
berdua yang lumayan. Malu dong, katanya, ngirim
wakil wakil yang cuma melongo saja, dan nanti
kalau ditawari, "Ada pertanyaan " terus cep-klakep
kayak kerang disodok, sebab kurang ngerti apa yang
sedang dibicarakan atau nggak mampu nanya dalam
bahasa Inggris!
""Koyinaga ini kudapat dari Lupita. Salah seo
rang langganan salonnya, orang Jepang. Sedangkan Renoir ini hadiah dari seorang sahabat ayah
ku. Katanya, aslinya ada di St. Petersburg. La
Grenouillie're, judul pemandangan Pulau Croissy
di Sungai Seine ini, juga dilukis oleh Monet pada
saat yang bersamaan, ceritanya mereka ngadu sia
209 pa yang lebih unggul. Tentu saja hasilnya berlainan.
Versi Monet itu aslinya ada di Museum Kesenian di
New York.
""Bos kan ngritik para akademikus yang dikatakannya cupet, nggak mau meluaskan horizon.
Katanya, "Membina bahasa nasional tentu saja HARUS, tapi jangan lupa dengan realita. Kemajuan
ilmu serta riset kan dikuasai oleh bangsa bangsa
yang berbahasa lnggris. Nah, kalau kita mau diikutsertakan dalam kancah pertemuan internasional,
mau dianggap berbobot, ya kuasailah bahasa mereka! Tapi apa yang terjadi Kalau ada sarjana-sarjana kita yang menulis makalah dalam bahasa asing,
bukannya dipuji, tapi malah diejek sampai ke koran,
dianggap sok! Nah, akibatnya ya begini ini, kalau
ada undangan dari luar negeri, syusyah syekali nyari
calon yang bisa diketengahkan! Coba saya tes sekarang! Dokter Kadir, katakan apa bedanya regret dan
sorry Ternyata Kadir cuma melongo saja, membuat Bos Alim RahWana makin getol mengulangi
kritiknya, dan geleng geleng ratusan kali." Triska
tertawa teringat pada pertemuan itu.
""Dan kau bisa membedakan!"
""Ya! Husein dan aku!"
""Apa coba bedanya "
""Deni! Jangan bilang kau nggak tahu, dong!"
Triska mendelik.
210 Deni tertawa. ""Aku cuma mau mencoba, apa kau
masih respek nggak padaku kalau aku nggak bisa
bahasa asing."
""Terang nggak!" sahut Triska menantang. ""Cewek mana yang bisa respek sama cowok yang lebih
bodoh dari dirinya "
""Jadi kau mau jadi istriku karena aku dokter "
""Salah satu sebab, ya."
""Hm. Aku bakal kesepian, empat minggu nggak
punya teman untuk berdebat seperti sekarang."
""Den, ini kan tugas. Dan aku juga memang sudah lama ingin mengunjungi Mother Teresa di Kaligaht. Husein mau mengajakku ke Pusat Lepra di
Titagarh, di pinggiran kota Calcutta. Wah, pendeknya pasti akan menarik sekali perjalanan ini!"
""Bikin film, dong, biar kita semua bisa ikut menikmati trip kalian."
""Husein memang disuruh bikin Video oleh Bos.
Mudah-mudahan aku akan sempat ke kota Rishikesh! Ada yang bilang, di sana ada semacam air
zamzam yang dapat memberi kesuburan!" tukasnya
tersenyum.
""Kau masih mau subur Anak satu kan sudah
cukup!"
""Kalau aku kawin lagi, kau pikir suamiku nggak
akan nuntut anak "
""Kau cuma ingin menakut-nakuti aku!" seru
211 Deni melotot. ""Aku tahu, kau nggak akan kawin
lagi. Kecuali... denganku!"
""Oh, yaaa !" Triska menaikkan kening dan mengatupkan bibir rapat-rapat. ""Sejak kapan kau bisa
membaca pikiran orang lain " tambahnya, lalu beranjak dari sofa dan pergi ke piano. Dimainkannya
Ave Maria gubahan Bach-Gounod, lagu yang paling
dicintainya, sebab lagu itu telah mengikat hatinya
dengan...
Triska tidak berani mengangkat wajah, khawatir
akan ketahuan matanya berkaca-kaca.
Mendengar lagu itu, Deni langsung menyambar
gitar yang selalu dibawanya kalau datang ke sana,
lalu menghampiri dan duduk di kursi yang memang
selalu tersedia di dekat piano. Serta-merta diiringinya piano itu dengan penuh perasaan. Walaupun Deni
tidak mengucapkan sepatah kata pun, Triska tahu,
perasaannya juga tergugah seperti hatinya sendiri.
Sementara tangannya menari-nari sepanjang keyboard, pikirannya melayang-layarng. Ingatkah kau
saat itu Aku berlutut di sampingmu, kau di samp
ingku... dan organ mengalun membawakan lagu
ini... ibumu menyeka matanya, ibuku juga ayah
mu tepekur, ayahku juga... kau sentuh tanganku,
kau sisipkan saputanganmu ke tanganku, kau tahu
aku menangis, bukan karena sedih, tapi karena ba
hagia.... Masih ingatkah kau semua itu.... Kenapa
212 sekarang kita harus berpisah... sepagi ini...
Tiba tiba Triska terguguk. Jari jarinya terkulai
lesu di atas piano. Deni tergesa-gesa meletakkan
gitarnya di lantai lalu menghampiri Triska dan memeluknya dari belakang. Triska tersedu-sedu menyandarkan diri ke bahunya. Selama beberapa detik
tak kedengaran bunyi apa pun kecuali suara tangis
yang tertahan tahan. Triska ingin menghentikan
tangisnya, namun bendungan yang bobol itu seakan tidak bisa ditahan lagi. Sejak mereka berpisah,
baru kali inilah dia terang-terangan menangis. Untung Papa-Mama sedang ke supermarket mengajak
Marco, pikirnya. Kalau tidak, bisa faskd" aku kalau
sampai ditanya Marco, kenapa nangis!
Deni mengeluarkan saputangan menyusuti pip
inya yang basah kuyup dan menyuruhnya member
sit hidung. Pelukannya yang erat terasa hangat bagi
Triska. Tapi ini sudah bukan hakku, pikirnya.
""Sori, aku terbawa emosi!" bisiknya mencoba
tertawa setelah serangan banjir mereda.


Sepagi Itu Kita Berpisah Karya Marga T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

""Aku seharusnya pantang memainkan lagu itu
sebab selalu menghanyutkan perasaan."
""Nggak, Tris. Kau nggak boleh fobi" terhadap
lagu tersebut. Itu adalah lagu pernikahan kita, Tris.
Jangan kau lupakan," bisik Deni mengelus dan
* gagal total (kena malu)
** ketakutan tanpa alasan
213 mengecup rambutnya.
Air mata sang putri tumpah lagi diingatkan pada
peristiwa yang suci itu.
""Tris, kenapa kita harus menyiksa diri begini
Kenapa kita nggak bersatu kembali "
Triska menatap Deni dari balik tirai air mata
yang deras. ""A apa... O-odi... m mau... m melepasmu "
""Persetan dengannya!"
Triska mengeringkan mata dan hidungnya ser
aya menggeleng. ""Dia nggak bakal melepaskan harta miliaran rupiah!"
""Huh! Gara gara warisan! Seandainya uang itu
ada di tanganku, pasti akan kuserahkan SEMUA
pada Odi! Asal dibiarkannya aku sendirian, dan hidup kita berdua nggak akan terganggu!" Deni mengertakkan geraham dengan j engkel.
Triska mencoba. menyelamatkan pagi yang din
gin dan basah itu dengan senyum manis yang dipaksakan. ""Yuk, kita duet lagi."
""Tapi jangan lagu yang berat berat!" Deni
menimpali dengan senyumnya. ""Bisa-bisa nanti rumah ini benar benar kebanjiran!"
"Maria Elena "
Deni mengangguk. Mereka asyik berduet, mem
bawakan beberapa lagu pop zaman dulu seperti
Till, Yours, Again, More, dan irama Amerika Latin.
214 Kemudian Deni berhenti sebab pegal tangannya dan
Triska beralih ke Tchaikovsky. Setelah tiga lagu,
dia juga istirahat dan mereka makan berdua. Habis
makan keduanya duduk duduk di gazebo, mengawasi ikan ikan di kolam.
""Kau sudah mulai dengan persiapanmu ke India " tanya Deni. ""Kalau ada yang bisa kubantu,
katakan saj a."
""Nggak ada persiapan khusus. Cuma menyediakan celana jeans dan beberapa helai kemej a. Aku
akan lebih sering pakai celana, lebih praktis."
""Sering-sering nulis surat, ya. Marco pasti kangen."
""Cuma Marco "
Deni menyeringai. ""Terang bapaknya juga! Itu
sih nggak usah disebut lagi. Seminggu tiga kali, ya,
kirim kartu pos!"
""Habis dong waktuku buat nulis surat melulu!
Aku kan diundang bukan untuk darmawisata, Den.
Kami harus bikin laporan mengenai situasi kesehatan anak anak di sana, terutama bagaimana cara
mereka menanggulangi penyakit penyakit infeksi
dan apa yang bisa kita contoh untuk kita manfaat
kan, serta apa yang bisa kita berikan untuk membantu mereka."
""Wah, berat juga tugas kalian!"
""Iya! Dan belum tentu lagi kami akan sempat
215 mengunjungi Taj Mahal!"
Mereka bercakap cakap ke sana kemari sampai
Marco pulang bersama nenek dan kakeknya. Dan
percakapan itu pun menjadi kenangan manis yang
disimpan Triska untuk menghangatkan hatinya
yang pilu dibalut rindu.
Triska akan mengingat terus hari itu. Dua minggu setelah ulang tahunnya yang ketiga puluh.
Malam itu turun hujan. Pukul sembilan telepon
berdering. Ternyata dari ibu Deni. Kebetulan yang
menerima adalah ibunya. Triska sendiri sedang di
kamar, membaca jurnal setelah mendendang untuk
Marco sampai terlelap.
Pintu kamar diketuk perlahan, lalu ibunya masuk, langsung duduk di ranj ang, dekat kakinya. Wa
jahnya yang muram membuat Triska mengerutkan
kening. Kenapa ibunya Migraine Hamil Ini kan
Minggu malam, Papa nggak praktek, nggak ke ma
na-mana, masa Mama kesepian
""Ada apa, Mam "
""Ada telepon tadi dari mertuamu..."
""Mantan!" Triska menambahkan sambil tertawa
kecil, tapi ibunya yang biasanya suka humor, kali
216 ini tidak ikut tertawa.
""Deni ada di rumah sakit!"
Pikiran Triska saat itu otomatis membayangkan
Deni sedang jaga malam, karena itu dengan spontan
dia bilang, ""Ya lantas " Begitu selesai mengucapkan kalimat itu, Triska langsung menyadari keanehan sikap ibunya dan telepon itu. Sejak kapan ibu
Deni suka melaporkan kegiatan anaknya padanya
Dinas jaga malam Di rumah sakit Rumah sakit !
RUMAH SAKIT !
""Mam! Kenapa dia " pekiknya melempar jurnal
itu ke lantai.
""Tabrakan, Tris. Di Puncak!"
""Gimana keadaannya !"
""Masih pingsan. Musim hujan begini memang
berbahaya sekali jalanan di sana, banyak tikungan
yang mudun. Tukarlah bajumu, Tris. Papa akan
mengantarmu melihatnya."
Ibunya membantunya mengenakan pakaian. Seingatnya, sejak dia mulai masuk sekolah kelas nol,
baru kali inilah dia perlu bantuan memakai baju dan
menutup serotan. Mengenakan sepatu pun hampir
tak sanggup. Rasanya jari jari tangannya kebal, tak
bisa merasa, tak bisa memasang gesper sepatu. Bukan cuma tangannya, tapi seluruh tubuh dirasakannya kebal tanpa rasa. Dia sudah tak ingat lagi untuk
menyisir rambutnya, dan ibunya juga lupa meng
217 ingatkan. Dia langsung keluar kamar dan berlari
turun.
Ayahnya sudah menunggu dalam garasi. Mereka
segera berangkat. Hujan masih turun cukup lebat.
Di tengah jalan dia merasa hidungnya tersumbat
dan matanya basah. Barulah disadarinya, dia lupa
membawa tas. Untung dalam mobil ada sekotak
tisu.
Mendengar bunyi khas dari hidungnya, ayahnya
mengambilkan beberapa helai tisu yang diserahkan
nya ke tangan Triska.
""Jangan menangis, Tris. Papa yakin, Deni takkan kenapa kenapa," hibur ayahnya sambil me
meluknya,
""Pap!" cetusnya dan meledaklah tangisnya di
dada ayahnya.
""Ssst. Tumpahkan semua air matamu, Tris. Emosi jangan ditahan tahan. Marilah kita berdoa pada
Tuhan agar Deni dilindungi-Nya."
Di tengah-tengah hujan lebat, dalam mobil yang
gelap dan dingin, keduanya mengucapkan doa Bapa
Kami serta Salam Maria. Triska merasa sedikit lega
setelah itu. Dalam hati ditambahkannya sendiri,
""Terjadilah menurut kehendak-Mu."
218 ""Apa yang sebenarnya terjadi " tanya Dokter
Justin pada Nila dan abangnya, Tono, yang sedang
duduk di ruang tunggu. ""Dengan siapa Deni ke Puncak "
""Dengan kami," sahut Tono. ""Waktu itu kami
mau pulang ke Jakarta."
""Dan kalian tidak kenapa-kenapa "
""Nila dan saya di mobil lain, mengikutinya. Deni
bersama... mmm..." Tono melirik Triska sekilas
lalu menggeser geser kaki di lantai sambil menun
duk "Odi."
"Odi " Dokter Justin Omega menaikkan kenin
gnya sehingga alisnya hampir bersatu dengan ram
butnya. ""Jadi mereka pergi berdua "
Nila maupun Tono tidak menjawab pertanyaan
itu. ""Di mana Deni " tanya Triska berdebar debar.
""Orangtuanya belum datang " tanya Dokter Jus
tin. ""Mereka sedang makan di luar. Tante Desi sudah
hampir semaput, dan dia punya sakit mag, jadi oleh
Oom Agus dipaksa harus makan," uj ar Nila.
""Dan Deni " ulang Triska makin cemas.
""Di dalam." Tono menunjuk ke pintu tertutup di
ujung lorong.
Ruang OP! Jantungnya nyaris copot.
""Oom dan Tante belum ketemu Deni, nggak
219 boleh masuk, j adi mereka pergi dulu," Nila menambahkan.
""Pap, saya harus melihatnya!"
""Nggak bisa! Aku barusan ditolak!"
Mendengar suara yang keras itu Triska dan
ayahnya menoleh. Dokter Justin langsung membuang muka kembali, tapi Triska masih menatap
beberapa saat. Rupanya Odi beruntung, cuma kebagian lecet lecet yang ditempeli plester. Tapi perban
kecil di dahi itu Semoga lukamu perlu sepuluh ja
hitan! Nah, kok aku mendadak jadi jahat ! Habis
lagi-lagi dia muncul menimbulkan onar!
Tanpa memberi komentar, kedua ayah dan anak
itu melangkah ke arah ruang OP. Tono mengangguk, dan sambil tertawa mendecak. ""Oom dan Triska pasti boleh masuk." Digosok-gosokkannya tangannya seraya menambahkan pada Odi, ""Ini bukan
daerah teritorialmu! Mana mereka menganggapmu!
Dokter juga mana mungkin diizinkan berlenggang-lenggok di atas catwalk, iya, kan Nah, sana
saja! Betul, nggak, Tris "
Triska memandang laki-laki gendut dengan wajahnya yang berminyak itu, rambutnya yang terjurai
ke dahi, dan gigi-giginya yang kehitaman, terutama tawanya yang palsu. Tiba-tiba dia teringat pada
Uriah Heep nya Charles Dickens, yang hobinya
tertawa serta menyanjung dan mengumpak orang.
220 Serentak rasa tidak sukanya muncul terhadap pengacara ini. Khawatir dia takkan dapat menyembun
yikan perasaan itu dari wajahnya, Triska lekas-lekas
berjalan menyusul ayahnya yang sudah dua langkah
di depan.
Mereka memang berhasil masuk ke dalam, tapi
cuma sampai ruang depan tempat ganti baju para
dokter. Mereka juga memang tidak berharap akan
masuk ke ruang OP sebab mereka tidak steril. Di ruangan itu terdapat dinding kaca sehingga orang bisa
melihat ke dalam teater OP. Salah seorang perawat
melihat dan mengenali mereka dan rupanya mem
beritahu ketiga orang dokter yang sedang tekun
menghadapi meja OP. Salah seorang lalu kelihatan
rneninggalkan mej a dan menghampiri mereka. Seo
rang perawat lain membukakan j endela di dinding
kaca itu sehingga mereka dapat berbicara tanpa ahli
bedah itu perlu meninggalkan ruangan.
""Hai, Tris!"
""Oh, kau, Joko". Rupanya itu bekas teman kuliahnya.
""Dokter Justin, selamat malam." J oko mengangguk hormat pada bekas dosennya dan dibalas den
gan anggukan juga.
""Gimana keadaannya, Ko " tanya Triska cemas. Joko melipat jari jari tangannya yang bersa
rung karet itu di depan dadanya dan matanya yang
221 diperkuat beling itu tampak berkedip kedip seperti
orang senewen. ""Kelihatannya perdarahan epidur
al,"** Tris," ujarnya sambil menghela napas pelan
sekali sehingga hampir tidak kentara. ""Waktu masuk tadi dia sempat siuman selama sejam, malah
sempat guyon, katanya, "Awas kau, J oko, kalau berani menelanjangi aku dan pegang-pegang alat vitalku! Pokoknya aku yakin thorax, abdomen, dan
pelvis-ku Laki" Lalu dia mengeluh sakit kepala,
tiduran, lalu tahu tahu coma! Sekarang kami tinggal
menunggu Dokter Omar yang akan memastikan diagnosisnya dan kemudian melakukan trepanasim"
""Masalahnya, kebetulan saat ini beliau ada di
Medan, sedang menghadiri Simposi Bedah Saraf
Se-Asia-Pasitik. Tapi sudah dijemput, kok, dengan
pesawat pribadi Sigma Enterprise."
""Sigma " Triska menegaskan. ""Kenapa bawabawa Sigma " Itu kan ayah Erik! Ada hubungan apa
Joko mengangguk. ""Pak Agus Melnik yang telepon,
minta tolong. Pak Melnik bilang, Pak Petrus Sigma
itu kawan baiknya, mereka juga bekerj a sama dalam
usaha-usaha di luar negeri."
""Boleh kami tunggu " tanya Triska, tapi Joko
mengangkat bahu.
*** pendarahan antara selaput otak
* * * * tak ada kelainain
**** * tindakan untuk mengeluarkan (gumpalan) darah
222 ""Menurut aku, sebaiknya kau pulang dulu, istirahat. Tak ada yang bisa kau lakukan di sini. Kau
harus menyimpan energimu untuk besok. Jangan
sampai kau juga j atuh sakit!"
""Ya, Joko betul," angguk Dokter Justin setuju.
""Percayalah, dia akan ditangani sebaik-baiknya.
Jangan khawatir, ada aku! Aku akan menungguinya semalam suntuk! Kalau ada perkembangan yang
penting, pasti kau kukabari."
Triska menggigit bibir, dan menunduk sambil
mengejap-ngej ap agar tak ada yang melihat bahwa
matanya membasah.
""Aku kenal Deni dengan baik, Tris. Dia juga
kawanku yang sering membantu aku. Aku tidak ingin terjadi apa-apa dengannya. Aku akan bantu menolongnya sekuatku! Pulanglah kau. Kira-kira tiga
jam lagi boleh kau telepon ke sini kalau mau, minta
nomornya pada salah seorang perawat di luar."
Triska mengangguk. ""Tapi aku masih ingin
menunggui sebentar lagi. Biar di luar saja."
Baru saja dia mau memutar tubuh, tahu tahu
Kris menyerbu masuk. ""Bagaimana Mama ngebel,
tapi nggak tahu apa yang terj adi."
Joko mengulangi penjelasannya tadi dengan
singkat. Kris mengangguk setuju. ""Joko betul.
Papa dan kau sebaiknya pulang saja. Biar aku yang
menunggui di sini. Kalau perlu aku kan bisa me
223 nolong OP atau melakukan pemeriksaan ini itu.
Kau langsung tidur saja, nanti nggak usah telepon
ke sini. Aku juga nggak akan nelepon kecuali ada
perkembarigan drastis! Kau perlu sekali istirahat.
Papa juga, nggak usah nunggu telepon, Pap."
Kris menggiring Triska keluar ruangan. Baru semenit di ruang tunggu, muncul Erik dengan pakaian
malam berdasi kupu kupu. Triska tertegun dan
menahan napas. Bukan main tampannya dia! Kecuali warna rambut dan kulitnya, prolilnya sungguh
mirip bintang Hollywood.
""Aku sedang menghadiri resepsi di Hilton, tahu
tahu ayahku telepon," katanya pada Triska. ""Dia
sedang Hu berat, jadi disuruhnya aku yang nengok.
Aku langsung ke sini walaupun resepsinya masih
belum bubar. Mana Oom Agus "


Sepagi Itu Kita Berpisah Karya Marga T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yang dicari ternyata muncul saat itu juga, meng
gandeng istrinya. ""Oom di sini, kau mencari Oom "
""Papi sudah mengirim orang ke Medan, Oom.
Papi sedang sakit, malam ini tidak bisa datang, tapi
besok kalau terasa baikan, katanya akan kemari.
Papi bilang, kalau ada apa-apa yang bisa kami bantu, Oom jangan segan segan kasih tahu."
Pak Melnik mengangguk dan mengucapkan terima kasih sambil menarik napas berat. ""Semoga tak
usah dibawa ke luar negeri. Tapi bila dianjurkan
oleh dokter, Oom akan pinjam lagi pesawatnya."
224 ""Tentu saja, Oom. Papi bilang, pesawat itu takkan dipakai ke mana mana selama keadaan Deni
masih gawat."
""Ayolah, Tris, pulang sekarang! Lihat, sudah
hampir jam dua belas," Kris mendesak. ""Erik, ajak
lah dia pulang. Papa juga, Pap."
Tono yang tadi begitu leluasa tertawa dan menyanjung, kini tampak kuncup nyalinya di hadapan
Pak Melnik. Nila juga kelihatan salah tingkah, sebentar sebentar menggeser-geser sepatu di atas
lantai. Rupa-rupanya benar seperti yang dikatakan
Deni, anak anak Tante Leila semua ngeri pada
paman mereka.
""Kalian mau tunggu apa di sini !" hardik Pak
Melnik pada kedua keponakannya. ""Kalian takkan
mendengar kabar baik! Sebab Deni takkan mati!"
Semua orang terkesiap mendengar ucapan yang
keras itu, tak terkecuali Triska yang sudah tahu sebabnya.
Pak Melnik menggebah mereka dengan tangan
nya seperti mengusir lalat. ""Ayo, enyah sana! Ini
kan gara-gara ulah kalian, mengajaknya ke Puncak
huj an hujan. Aku takkan heran bila ternyata kalian
memang sengaja mau mencelakakannya. Awas! Kalau sampai terjadi apa-apa dengan anakku, kalian
akan kuseret ke pengadilan!"
Seperti anjing anjing dibawakan lidi, kedua ber
225 saudara itu menunduk, memutar tubuh, dan berlalu
dengan langkah gontai diikuti Odi yang sejak tadi
menonton di pojok, tidak diacuhkan siapa-siapa.
Tak seorang pun melirik atau menoleh ke arahnya,
seakan dia tak hadir.
""Tris, kenapa belum juga pulang " tegur Nyo
nya Desi. ""Kan di sini ada Marni sama Papi. Nanti
besok, giliranmu nunggu, Mami akan pulang, tidur.
Sana, pergilah, nanti Marco terbangun kau nggak
ada, dia akan nangis. Kita berdoa saja, menyerah
kan semua pada Tuhan."
Atas saran Nyonya Desi Melnik, mereka semua
berdoa dulu sebelum Triska berlalu dengan ayahnya
dan Erik.
""Bapak Kami, Salam Maria, dan Kemuliaan,"
ujar Nyonya Desi. ""Rosario biarlah di rumah masing masing, siapa saja yang sempat."
Selesai berdoa, Nyonya Desi memeluk (mantan)
menantunya sambil berbisik, ""Tabahkan hatimu,
Tris. Apa pun yang terjadi, Mami yakin, Deni ada di
dalam lindungan Nya!"
Triska menggigit bibirnya keras keras untuk
mencegah turunnya air mata. Dengan susah payah
ditelannya kesedihannya, kerongkongannya seakan
tersumbat. Dipaksanya mengangguk, lalu mengu
capkan selamat malam pada yang tinggal.
""Tidak mau manggil Romo Yohanes "
226 Semua orang tercengang mendengar usul Kris.
Triska menghentikan langkahnya dan memandang
yang lain bergantian. Pak Melnik kelihatan berkejap kejap, Nyonya Desi seakan mau menangis. Kris
jadi rikub seolah salah ngomong. Romo memang
biasanya dipanggil untuk memberikan Sakramen
Perminyakan pada saat orang hampir... meninggal.
Pak Melnik berdehem dan mengangguk. ""Kris
benar. Maaf, Oom tidak ingat sampai ke situ. Tapi
apa perlu dipanggil sekarang juga Sudah hampir
tengah malam, kan " Air mukanya yang mendung
itu seakan memohon agar ada yang mengatakan,
""belum perlu sekarang" yang berarti keadaan anak
nya masih bisa ditolong.
""Hanya sekadar berjaga-jaga, Gus!" ujar Dokter Justin menenangkan. ""Ibunya Triska juga sudah
pernah menerima Perminyakan waktu keadaannya
gawat dulu." Triska tidak ingat kapan ibunya per
nah gawat, dan ayahnya juga tidak menjelaskan.
Tapi tak ada yang bertanya. Triska tahu, itu taktik
seorang dokter untuk menenangkan pasien yang se
newen mengenai penyakitnya. Dokter Justin pernah
mengajari Triska. Ambillah contoh keluarga kita
sendiri, dan katakan, paman saya atau bibi saya atau
yang lain, menderita penyakit yang sama, tapi lebib
parah, en toch mereka masih hidup sampai seka
rang !
227 ""Persoalannya kini, siapa yang akan menjemput
Romo "
""Saya bisa," ujar Kris.
""Jangan!" cegah Erik. ""Kau mungkin dibutuh
kan di OP, biar saya saja. Tris kan pulang dengan
Oom Justin, jadi nggak perlu saya antar."
Ketiganya pun permisi dan berlalu. Sebelum
berpisah di depan tempat parkir, Erik menggeng
gam tangan Triska erat-erat dan berbisik sambil menatapnya serius, ""Aku akan berdoa Rosario baginya
malam ini."
Triska sangat terharu melihat kebesaran j iwa la
ki laki ini sehingga dia tidak mampu bilang apaapa
kecuali, ""Trims."
Esoknya, untuk pertama kali dalam sej arah
hidupnya, Triska tiba di rumah sakit pukul setengah
tujuh pagi, tanpa menunggu ayahnya, tanpa mandi,
dan tanpa sarapan. Dia yakin, pasti dia yang nomor
satu datang. Tidak tahunya ketika menuju ke tempat
Deni, dia beramprokan dengan Roy yang rupanya
punya tujuan sama.
""Marti nelepon semalam. Aku langsung call ke
sini, ngomong dengan Kris. Karena sudah jam sebe
228 las lewat, dan tak ada yang bisa kubantu, aku tidak
jadi menjenguk."
Triska mengangguk dan mencoba mengelak dari
tatapan Roy yang menyengat. ""Tris, mungkin kau
kira aku senang, mungkin seharusnya aku merasa
senang, tapi tidak!" Roy menggeleng keras. ""Aku
tidak gembira mendengar Deni kena musibah. Memang dia sainganku, tapi aku tidak mau menang
dengan cara begini!"
Roy menatap Triska beberapa saat tanpa ber
kata-kata, dan Triska membalas tanpa berkedip.
Akhirnya nyengir kuda yang paten itu muncul, dan
Roy mendecak. ""Aku tahu, menurutmu, aku harus
melupakanmu."
""Kau sudah mulai pintar membaca pikiranku!"
puji Triska tanpa tertawa. ""Ayolah! Apakah kau
juga mau menengok Deni "
Ternyata di sana sudah hadir Erik dengan ayahnya yang tengah berbicara dengan Pak Melnik,
juga ada Dokter Nero Toma yang kelihatan bercakap cakap serius dengan Kris dan Joko. Percaka
pan mereka serentak terhenti ketika Triska tiba, se
hingga dia menduga pembicaraan itu ada kaitannya
dengan Deni, dan melihat gelagat air muka mereka,
rupanya prognosis pasien kurang menggembirakan.
""Bagaimana " Triska langsung membuka mulut
malah sebelum ada yang sempat menyapanya atau
229 mengucapkan selamat pagi. ""Sudah sadar "
Kris mengalungkan lengan ke bahu adiknya dan
mendekapnya. ""Belum, Tris. Tapi j angan skeptis.
Dokter Omar sudah melakukan trepanasi, jadi kita
tunggu saj a perkembangan selanjutnya. Kata beliau,
.******
Deni mengalami contusio cerebrl berat. LPnya
memang mengandung darah sedikit, tapi tak ada ge
*******
jala pathologis dari saraf saraf otak."
Triska tiba-tiba menangkap lirikan Joko pada
abangnya. Serentak dia melepaskan diri dari pelu
kan dan menatap abangnya serta Joko bergantian.
""Apa yang kalian sembunyikan Ayo, katakan! Aku
tidak mau diperlakukan seperti anak kecil!
Aku tahu, harapan untuknya sudah tipis sekali,
tapi aku ingin mendapat gambaran bagaimana kea
adaannya sejelas jelasnya. Jangan bohongi aku,
Kris! Aku juga dokter!"
Kris saling bertukar pandang dengan Joko, dan
akhirnya dia menghela napas. ""Diagnosisnya terlalu banyak, Tris. Contusio, perdarahan extradural,
dan... kemungkinan CVA!"*****
""CVA Causa nyaHWW apa "
* * * * * * memar otak, lebih berat daripada gegar otak (com
motio)
* * * * * * * kelainan/abnormal
* * * * * * * * cerebra vascular acc idents : gangguan perdarahan
otak ******** penyebab
230 ""Menurut Dokter Omar, kemungkinan aneurys
ma*"***** pecah," sahut Joko.
""Jadi selain extradural, ada juga pendarahan
subarachnoid " Roy menegaskan.
Joko mengangkat bahu. ""Belum jelas."
""Kernig Bmdzinski " tanya Triska dengan hati
berdebar.
""Tidak jelas positif."
Triska merasa sedikit lega. Bila tidak ada gejala yang disebut tanda Kerni g dan tanda Brudzinskz',
masih ada harapan kemungkinan bukan pendarahan
subarachnoid yang ditakuti itu.
""Boleh kutengok " tanya Triska.
Kris kembali saling berpandangan dengan Joko.
Kemudian digandengnya adiknya. ""Mari kuantarkan!"
Deni ditempatkan dalam kamar VIP untuk satu
orang, lengkap dengan kamar mandi di dalam. Tapi
apa gunanya, pikir Triska sedih. Pasiennya tak bisa
mandi.
Triska merasa terenyuh melihat Deni terbaring
di bawah selimut, tak bergerak sama sekali, dan
dari segala sudut menjulur kateter serta slang karet.
Wajahnya pucat, dan kumisnya sudah mulai tumbuh
lagi.
* * * * * * * * kelainan pembuluh darah yang melebar seperti kantong
231 ""Kris, tolong, dong, carikan aku cukuran, aku
ingin mencukur kumisnya."
""Oke, tunggu sebentar." Kris keluar kamar mencari pisau cukur dari ruang OP.
Triska mengulurkan tangan dan mengelus elus
wajah Deni seperti yang dilakukannya terhadap
Marco bila ingin membujuknya. ""Jangan pergi
dulu, Den," bisiknya ke telinga Deni. ""Tugasmu
masih banyak di sini. Marco memerlukanmu. Aku
juga! Pulang ke surga memang sedap, tapi kau jan
gan mau enaknya saja, dong! Meninggalkan aku
sendirian di sini Membiarkan aku bersusah payah
membesarkan anakmu, sementara kau main gitar
sepanjang masa di antara bidadari bidadari Mau
mu! Awas kau, kalau sampai mengecewakan aku."
""Tris, nih pisaunya."
Triska serentak menegakkan kembali tubuhnya
dan mengambil pencukur itu dari tangan abangnya, lalu pelan-pelan mencukur sang pasien. Hm.
Tak ada after shave lotion, pikirnya setelah selesai.
Terpaksa dibasahinya handuk di kamar mandi dan
disekanya bibir atas bekas cukuran. Kemudian diangkatnya selimut dan dilihatnya Deni mengenakan
baju rumah sakit yang kependekan, nyaris tidak
menutupi auratnya. Piama tentu saja akan kelihatan
lebih respektabel, tapi selama masih perlu dipasang
kateter, celana akan merepotkan.
232 ""Kris, apa nggak ada baju yang lebih panjang "
""Tahu, deh. Coba nanti aku tanyakan. Deni uku
rannya jumbo, sih!"
""Kayak sendirinya ukuran liliput saja!" balas
Triska seakan merasa perlu membela orang yang
tak berdaya membela diri sendiri. Kris menaikkan
sebelah ujung bibirnya ke atas, tapi dia tak berani
tertawa sebab waj ah adiknya serius benar.
Melibat Triska kemudian berdiri termangu me
mandangi Deni seraya mengelus elus tanpa sadar
lengannya yang dimasuki infus, Kris cepat-cepat
mengajaknya keluar lagi. Triska menurut, sebab dia
juga merasa air matanya sudah tidak jauh dari ujung
saluran.
Setiba di luar, Triska disambut oleh Nyonya Desi
yang mau pamitan.
""Tris, Mami mau minta tolong kau pergi men
gambilkan handuk, sabun, dan piamanya. Siapa
tahu kateternya nanti bisa cepat dicabut, dan dia
boleh pakai celana lagi. Juga sekalian kau tenangkan Bi Rinai, katakan majikannya tidak kenapa ke
napa, cuma perlu diopname sebentar. Bilang pada
mereka, nanti Mami juga akan menengok mereka.
Tolong kau beri beberapa ribu untuk membeli sayuran sehari-hari."
Triska mengangguk. "Kebetulan saya memang
mau ke sana, mengambil cukuran dan lotion-nya.
233 Saya juga akan membawakannya kaset lagu kegemarannya."
""Kalau begitu Mami tinggal dulu, ya. Nanti sore
kami datang lagi."
Pak Melnik juga pamitan, lalu melangkah di
samping istrinya.
Kira-kira pukul delapan muncul Martina yang
kelihatannya tergesa gesa sampai sampai kaca
matanya ketinggalan. Untung aku masih bisa melihat jalanan," tukasnya menggeleng, lalu ditatapnya
Triska dan suaminya bergantian. ""Gimana " bisiknya.
Triska cuma menggeleng, tak sanggup men


Sepagi Itu Kita Berpisah Karya Marga T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jawab. Krislah yang menolongnya, ""Epidural. Sudah di trepanasi, tapi orangnya masih comatose.
Kemungkinan CVA, aneurysma pecah."
Martina sampai terdiam saking beratnya diagnosis yang didengarnya. Dia cuma mampu memeluk
Triska tanpa kata-kata. Triska menggigit bibir sekeras-kerasnya untuk mencegah jangan sampai
menangis. Untunglah suasana yang kelabu itu dib
ubarkan oleh seruan Sumi yang muncul bersama
Hansa.
""Tris, ibumu tadi pagi ngebel, langsung kutarik
Hansa dari ranjang."
""Aku malah nggak diizinkan sarapan dulu!"
Hansa mengadu tapi disodok perutnya oleh istrin
234 ya yang menyuruhnya bungkam sambil mendelik
seakan mau mengingatkan bahwa ini suasana ber
kabung.
"Gimana Deni, Tris " tanya Sumi dengan khawatir sambil menggenggam tangan Triska seerateratnya.
""Masih pingsan."
""Dokter bilang apa "
"Tunggu perkembangan," sahut Kris menolong
adiknya menjawab.
Sumi mengajak Triska duduk, yang lain mengikuti. Mereka tidak banyak berbicara, semuanya saling menunduk atau memperhatikan orang orang
yang hilir mudik senasib dengan mereka, menung
gui atau menj enguk sanak keluarga.
Tak lama kemudian Dokter Justin muncul. Sementara semua orang mendengarkan Kris memberi
kan laporan pada ayahnya, Sumi menyentuh lengan
Triska dan berkata pelan, ""Tris, maukah kau berdoa
novena pada Santo Antonius "
""Sum, aku mau melakukan apa saja asal Deni
'), bisa tertolong sahut Triska tanpa ragu.
""Antonius dari Padua adalah seorang santo be
sar, Tris. Semasa hidupnya sudah banyak terjadi
mukjizat. Mintalah bantuannya, Tris. Kau bisa berdoa di rumah, sembilan hari berturut turut. Mulailah
malam ini. Kau punya gambar atau patungnya "
235 ""Ada. Dikirimi oleh Tante Marie kakak ibuku
yang tinggal di Prancis ketika dia ziarah ke Padua.
Apa yang harus kulakukan "
""Pasanglah lilin, lalu berdoalah padanya." Sumi
membuka tas dan menyerahkan sebuah buku tipis
pada Triska. ""Inilah doanya. Kita juga berkaul,
bila permohonan kita dikabulkan Tuhan, kita akan
memberikan derma untuk orang miskin. Berdoalah,
Tris. Aku juga akan berdoa di rumah, sebab Novena
Besar di gereja baru akan mulai bulan Agustus."
""Trims," bisik Triska. ""Aku nggak tahu bagaimana harus membalas kebaikanmu!"
"Gampang! Dengan membantu mendidik Linus.
Aku melakukan ini supaya anakku jangan kehilangan ayah perrnandiannya."
Triska tersenyum penuh keharuan, hatinya merasa lebih tenang setelah mendapat j alan untuk mohon
bantuan pada seorang doktor Gereja.
Ketika hampir pukul sembilan, Triska menyatakan harus pergi ke Bagian Anak untuk dinas. Sumi
dan Hansa pun pamitan, sementara yang lain juga
bubar untuk pergi ke tempat tugas masingmasing,
kecuali yang memang sedang tugas di situ seperti
J oko. Erik dan ayahnya juga minta diri.
""Aku akan ke sini lagi begitu sempat," ujar Triska pada Joko. "Tolong kau lihat lihat, ya, Ko. Ter
utama infusnya, jangan sampai dibiarkan kosong."
236 ""Jangan khawatir, Tris," janji Joko sungguhsungguh. ""Aku akan menj aganya sampai kau datang
lagi."
""Trims."
Triska langsung menemui Dokter Makalus,
wakil Dokter Rabwana, yang mengurus penunjukan
wakil wakil yang akan berangkat ke luar negeri.
Triska mengetuk pintu dan disilakan masuk.
Dokter Makalus berbeda bagaikan langit dan bumi
dengan Bos Alim Rahwana yang tinggi besar ma
cam beruang sirkus. Dokter Makalus bertubuh kecil kurus, dan memberi kesan serba kekurangan
dan pas-pasan. Rambutnya sedikit, matanya lamur,
telinganya memakai alat bantu, kumisnya jarangjarang, giginya memakai crown, dan tangan keme
janya selalu berbercak kuning bekas keringat yang
tidak direndam cuka.
""Selamat pagi, Dok," sapanya sambil menutup
pintu.
""Oh, selamat pagi, Dokter Triska. Ada masalah
apa " tanya Dokter Makalus yang sedang sibuk
dengan setumpuk kertas di atas meja.
""Saya ingin menarik diri dari kunjungan ke Cal
237 cutta, Dok."
Dokter Makalus mendadak mencopot kaca
matanya dan duduk lebih tegak. Matanya yang
keriput akibat terlalu lama disekap kaca hingga
kekurangan udara segar, menatap Triska dengan sedikit membelalak. ""Apa maksudmu dengan "menarik diri, "
""Saya tidak bisa berangkat, Dok."
""Sudah tinggal dua minggu lagi kau bilang tidak
bisa berangkat Selama enam minggu itu apa saja
yang kau pikirkan sampai baru sekarang memberi
tahu "
""Saya minta maaf, Dok, baru hari ini pembata
lannya. Ini karena ada emergency dalam keluarga,
bukan mau saya sendiri, tapi terpaksa."
Dokter Makalus tidak berhenti menulis. ""Ya,
teruskan, saya mendengarkan."
""Suami saya CVA, Dok. Sekarang di ICU Ba
gian Bedah Saraf, masih dalam coma."
""Kukira kau sudah bercerai."
Triska merasa wajahnya panas menyadari keke
liruannya. Pikirannya saat itu sedang bingung, kerja
otaknya kurang beres.
""Maaf, saya kelupaan. Kami memang sudah...
ngngng... berpisah, tapi hubungan kami tetap baik."
""Dan kau terpaksa membatalkan trip ini karena
dia Dokter Tris, waktu sudah mepet begini, siapa
238 yang bisa siap berangkat dua minggu lagi Selain
itu, toh Dokter takkan bisa melakukan apa apa wa
laupun tetap tinggal di sini, saya rasa. Betul tidak "
""Dok, Deni adalah ayah anak saya. Kalau saya
tinggalkan dia dalam keadaan gawat begini, lalu seandainya terjadi sesuatu dengannya, bagaimana kelak saya akan mempertanggungjawabkannya pada
anak kami "
Dokter Makalus meletakkan pena dan mencopot
lagi kacamata yang tadi sudah dipasangnya kem
bali. Kali ini digigit-gigitnya tangkainya dan dipandangnya Triska dengan mata terpicing. Sambil
mengangkat bahu, ujarnya, ""Bagi saya sama sekali
tidak menjadi soal siapa yang akan berangkat, Dokter Tris atau dokter lain. Tapi sikap suka membantah
order ini sebaiknya j angan dij adikan kebiasaan, sebab bisa mempengaruhi kelancaran promosi, tahu!"
""Sa... ayah anak saya sedang menghadapi maut,
mana mungkin saya dapat memikirkan urusan promosi segala, Dok."
""Saya cuma ingin mengingatkan," ujar Dokter
Makalus, memakai kembali kacamatanya dan menyambung kegiatannya tadi sebelum diganggu oleh
kedatangan Triska. ""Supaya nanti kalau timbul kesulitan untukmu, saya jangan kau salahkan!"
""Masalah satu satunya yang penting bagi saya
saat ini adalah keadaan s-s-s... ayah anak. saya.
239 Saya terpaksa mengundurkan diri."
""Saya tidak keberatan, asal Dokter Rahwana
juga setuju dan bisa mencarikan gantinya."
"Baiklah, kalau begitu saya akan menemui Dokter Rahwana. Terima kasih, Dok."
Triska merasa kecut juga harus menghadap Bos
Gede. Kalau Bos Kecil saja sudah begitu galak,
tak ada pengertian beliau sama sekali tidak men
gatakan apa-apa yang menguatkan hati, misalnya
""semoga lekas mendingan" atau apa, kek! apalagi
bos gede yang sudah terkenal suka menggeledek.
Namun rupanya sekali ini Bos Gede sedang senang hati barangkali tebakan Lotto nya jitu atau
mungkin ada segi lain dari dirinya yang belum per
nah dilihat oleh Triska, entahlah. Di luar dugaannya, Dokter Rahwana ternyata langsung menyetujui,
bahkan menanyakan dengan mendetail bagaimana
keadaan Deni, siapa yang menangani, dan terakh
ir, memberinya libur kalau merasa perlu. ""Kalau
pikiranmu sedang kacau, kau juga takkan dapat
konsentrasi dan bekerja dengan baik, Tris. Pulan
glah, atau mungkin kau ingin menungguinya "
""Saya memang perlu mengambil beberapa ba
rang keperluannya. Terima kasih, dok. Kalau begitu
saya permisi saja."
Dokter Rahwana mengangguk. ""Beritahu saya
kalau kau perlu bantuan apa-apa. Dan besok lapori
240 saya bagaimana perkembangannya!"
Triska disambut hangat oleh Bi Rinai serta Atun.
""Sudah tahu, Bi " tanyanya sambil melangkah
masuk.
Bi Rinai mengangguk dengan mata berkacakaca.
""Ibu Melnik semalam menelepon dari rumah sakit.
Dan tadi, beberapa jam yang lalu, telepon lagi dari
rumahnya, memberitahu babwa Ibu akan datang
mengambil pakaian Bapak. Apa betul keadaannya
separah yang dikatakan Ibu Melnik "
Triska menghela napas dan mengangguk.
""Sebenarnya Bapak sudah nggak mau pergi,"
ujar Atun tanpa ditanya. ""Saya dengar sendiri Bapak hilang di telepon, "Aku mau ke Depok. Panggil
saja dokter lain." Tapi Pak Tono im rupanya ngotot,
akhirnya Bapak pergi juga."
""Pak Tono Dari mana kau tahu itu Pak Tono "
""Sebab Bapak berkali kali menyebut namanya
"Tono, Tono, begitu."
Hm. J adi memang ulah mereka! Mungkin du
gaan Pak Agus tidak meleset ! Jadi Tono memaksa
Deni pergi!
""Kau dengar nggak, siapa yang sakit "
241 ""Mungkin ibunya Pak Tono, Bu. Sebab saya dengar saya sih bukan nguping, tapi kebetulan sedang
menyapu di kamar makan dan Bapak memakai telepon di situ Bapak bilang, "ibumu, ibumu" begitu."
Triska mengangguk, lalu masuk ke kamar tidur.
Di belakang pintu dia bersandar sambil memejamkan mata sejenak. Sudah berapa lama kutinggalkan tempat ini, pikirnya. Dihampirinya tombol
di dinding dan ditekannya. Musik merdu langsung
menyapu gendang telinganya. Till , lagu kesayangan
mereka berdua. Walaupun hanya instrumental, tapi
dia masih hafal kata-katanya karena mereka biasa
menyanyikannya berdua sambil berendam di bak
mandi. Till the rivers flow upstream, Till lovers
cease to dream, Till then I'm yours, be mine. Ah,
itu semasa mereka masih mesra, masa pra-Odi! You
are my reason to live, All ] own ] wouldgive, Just to
have you adore me...
Triska mengenali kaset itu. Mereka pernah
mengumpulkan semua lagu kesayangan, lalu mer
eka rekam kembali memakai kaset baru, sehingga
lagu-lagu kurang menarik yang biasanya dicampurkan oleh produser, bisa mereka singkirkan.
Triska tahu, setelah lagu ini akan berkumandang
Einsames Herz Hati (yang) Kesepian nya Clay
derman, setelah itu Serenade-nya Schubert, lalu
Yours, lalu If] Give My Heart to You, lalu No Other
242 Love, lalu...
Dibukanya lemari pakaian. Dia tak dapat men
ahan senyumnya. Masih tetap acak-acakan. Tapi
sekali ini dia tidak merasa jengkel seperti biasanya
kalau merasa perlu membenahi. Dielusnya, baju-baju itu. Terasa sejuk. Diambilnya sehelai demi sehelai, dilipatnya dengan rapi lalu dikembalikannya
ke tempatnya, satu per satu, diaturnya celana dalam
dengan celana dalam, singlet dengan singlet, keme
ja dengan kemeja... Musik di belakangnya menga
lun merdu, menyejukkan perasaan yang gundah.
Yours till the stars have no glory, Yours till the birds
fall to sing, Yours till the end oflife 's story, Thisplea
to you dear ] bring... I've never loved anyone the
way ] love you, HOW could ], when I was born to be
just yours
Diambilnya after shave lotion dari kamar mandi, sekalian dengan pencukumya tapi bukan yang
pakai listrik. Ke kamar mandi pun musik merdu itu
mengalun masuk. Ifl give my heart to you, Willyou
handle it with care, Willyou always treat me tender
ly, And in every way befair...
Dipilihnya baju baju yang akan dibawanya, juga
handuk serta sarung bantal dan selimut. No other
love can warm my heart, Now that I 've known the
wonder ofyour love...
Triska menyusut air mata yang mengalir ke pipi.
243 Kedua lagu yang terakhir itu mengingatkannya
pada anniversary mereka yang pertama yang diray
akan di vila keluarga Melnik di Pulau Bidadari.
Orangtua Deni memiliki koleksi hampir semua lagu
pop zaman mereka muda, di antaranya kedua lagu
itu serta yang lainnya seperti Eternally, Ever True
EverMore, Pretend, My Heart Criesfor You... sighs
for you, dies for you, And my arms long for you,
Please come back to me...
Mereka merekam lagu lagu pilihan itu dan
memutarnya kembali bila senggang. And will you
sigh with me when I 'm sad... Deni mengecupnya.
Smile with me when I'm glad, And always be as
you are with me tonight... Deni memeluknya di atas
sofa. T hink it over and be sure, Please don 't answer
till you do, When you promise all these things to
me, T hen I'll give my heart to you... Hari sudah
petang, mereka memperhatikan burung-burung camar terbang pulang, laut terlihat megah dan perkasa. Deni bilang, sungguh cocok untuk tempat mandi
para bidadari. [ "ll be loving you eternally, T here 'll
be no one new my dea): for me... Betulkah, Den
Betulkah takkan ada yang baru untukmu From the
start Within my heart it seems I've always known,
T he sun would shine when you were mine and mine
alone... Bagiku juga, Den. Matahari selalu bersinar
cerah semasa kau masih menjadi milikku
244 Alat musik itu dapat membalikkan kaset sendiri
dan takkan berhenti selama belum diputus aliran lis
triknya, sehingga lagu-lagu itu akan berputar terus


Sepagi Itu Kita Berpisah Karya Marga T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mungkin sampai akhir zaman kalau dibiarkan. Deni
pernah bilang, sungguh mengherankan kenapa mereka merasa lebih menyatu dengan lagulagu angkatan orangtua mereka dibanding dengan musiknya
The Beatles, The Bee Gees, The Meatloaf, Michael
Jackson, atau Madonna.
Triska masuk kembali ke kamar mandi untuk
membenahi wajah serta rambutnya. Di atas meja
toilet dilihatnya sebuah recorder mungil ukuran
saku. Iseng-iseng ditekannya tombol play. Suara piano mengalun syahdu dan dia langsung mengenali
permainanya sendiri. Dia terkenang saat itu. Malam
anniversary mereka yang kedua. Sehabis makan
malam berdua di rumah, Triska terhanyut dalam ke
bahagiaan yang memabukkan. Dia langsung duduk
di depan grand piano, hadiah perkawinan dari
orangtuanya, dan mulai memainkan lagu bersejar
ah tersebut. Ave Maria-nya Bach Gounod. Beberapa
hari kemudian, Deni memutar kaset, lagunya sama.
Bahkan seluruh kaset dari mula sampai akhir, isinya
cuma lagu itu.
""Kenal nggak, siapa pianisnya " tanyanya dengan mata jenaka. ""Siapa "
""Ah, masa nggak kenal!" Matanya makin meng
245 goda, bibirnya sudah mau tertawa.
""Navratilova Atau Horowitz "
""Salah dua-duanya! Coba tebak lagi! Sepuluh
ribu rupiah kalau berhasil."
Dia berpikir keras setengah menit, lalu, ""Nyerah, deh."
""Namanya Triskanova Omegawitz! Masa nggak
kenal "
""Buset! Kapan kau rekam "
Ternyata permainannya malam itu, ketika hatin
ya cerah dibalut bahagia, serta syahdu penuh haru,
telah direkam dengan mencuri curi, dan ini lah ka
setnya sekarang....
Dia duduk di atas kursi rotan depan cermin kamar mandi, memandangi wajahnya tapi tidak mengenali apa yang dilihatnya. Mana itu perempuan
yang selalu tertawa cerah, yang selalu bercanda
dengan suaminya, yang selalu mengikik kegelian,
minta-minta ampun bila digelitiki, yang tidak pernah mencucurkan setetes pun air mata...
Lagu sudah berakhir, tapi mulai lagi... akan sam
bung menyambung terus sampai kasetnya habis...
andante... pianissimo... piano... mezzopiano... de
crescendo... mezzopiano... crescendo... mezzoforte...
decrescendo... mezzopiano... piano... pianissimo...
Ave Maria... Itu adalah hari yang terindah da
lam hidupnya... Bergaun putih di samping Deni,
246 berlutut di hadapan altar di depan Romo Yohanes...
Hati kami bersatu padu, kami saling mencintai...
Bagaimana mungkin aku bisa mencampakkan
semua itu... Bagaimana mungkin aku sebodoh
itu... Kenapa aku harus berpikir dengan kakiku,
bukan dengan kepalaku ...
Ave Maria... Diangkatnya tangan kiriku, dipi
lihnya jari manisku, dimasukkannya cincin putih
berukir sebatang anggur dengan daun daunnya,
begitu indah... dan bisikannya cuma terdengar oleh
telingaku, "My love... "Aku begitu bahagia, mataku
terasa mulai membasah... Ave Maria... Oh, Deni!
Triska menangkupkan kepalanya ke atas meja
toilet dan tersedu sedan. Maafkan aku, Den! Semua
ini salahku! Kalau aku tidak menuntut cerai, pasti kau takkan pergi ke Puncak, dan tidak kena kecelakaan! Aku berdosa, aku berdosa, aku sangat
berdosa... Kenapa aku harus takut dijelek-jelekkan
dalam koran, kenapa kubiarkan orang lain menyetir
hidupku, kenapa tidak kumaafkan saj a orang yang
kucintai, kenapa tidak kuterima saja perkataan
mu... Harga diriku yang sombong tak keruan sudah menjerumuskanmu ke dalam jurang, kini kau
terbaring antara langit dan bumi, padahal dulu kita
pernah tinggal di langit kesembilan... Ave Maria...
Triska membenahi kaset itu dan membawanya
untuk Deni. Lalu dibersitnya hidungnya dan diba
247 suhnya waj ahnya.
Triska kembali ke rumah sakit membawakan ba
rang barang Deni dan menungguinya sampai siang.
Diputarnya kaset dengan volume rendah, dan dile
takkannya di samping bantal, dekat telinga. Sebentar-sebentar dielusnya wajah Deni, diajaknya bicara
apa saja, terutama mengenai Marco, lalu selang sep
uluh menit dibasahinya bibirnya dengan saputangan
yang dicelup dalam air di gelas.
Demikianlah dihabiskannya waktu sampai pukul
tiga sore ketika Nyonya Desi muncul dan tercengang mendapati Triska masih di situ.
""Kau belum pulang, Tris Sudah makan, belum "
""Belum, nggak lapar."
""Jam segini belum lapar, itu artinya perutmu su
dah penuh angin!"
""Pulanglah, Tris. Biar Papi dan Mami yang
menggantikan," Pak Agus Melnik menambahkan.
""Baiklah. Saya memang harus praktek sore ini,
tidak bisa absen sebab tidak sempat mencari ganti. O, ya, barang barang Deni sudah saya ambilkan.
Lusa nanti saya akan ke sana lagi menengok Bi Rinai
248 dan Atun, jadi Mami tak usah repot-repot ke sana.
Ini, saya bawakan kaset kaset kesukaan Deni, kalau
Mami tidak keberatan, tolong diputar bergantian.
Menurut penyelidikan di Amerika, pasien pasien
yang pingsan begini tetap bisa mendengar musik
atau pesan pesan yang diucapkan pada mereka.
Jadi, ya semoga Deni bisa menangkap musik ini...."
Triska tidak berani berterus terang bahwa yang satu
itu adalah khusus lagu kenangan mereka, Ave Ma
ria, lainnya kumpulan lagu kesayangan bersama.
""Nanti dari praktek akan saya usahakan menengok sebentar sebelum pulang."
""Tak usah, Tris. Kau pasti akan capek! Pulang
saja, Marco sudah menunggu. Kan besok kau bisa
datang lagi," bujuk Nyonya Desi terharu.
Triska tidak membantah karena menurutnya
(mantan) ibu mertuanya benar juga. Dia pasti akan
kecapekan. ""Baiklah kalau begitu. O, ya, tadi siang
Mama datang ke sini, tapi tidak bisa lama-lama sebab khawatir Marco sendirian di rumah."
Nyonya Desi mengangguk penuh pengertian.
""Siapa yang akan menunggui nanti malam "
tanya Triska sebelum berlalu.
""Oh, anak-anak Oom Andi, Tante Beti, dan Tante
Cori, yang laki-laki saja tentunya. Mereka akan jaga
bergilir, tiap malam seorang. Habis Mami khawatir
kalau tidak ditunggui, nanti Deni perlu apa-apa atau
249 infusnya sudah kosong, tak ada yang tahu!"
Triska mengangguk setuju. Oom Andi dan Tante
Beti serta Tante Cori adalah kakak-kakak kandung Nyonya Desi. Menurut Kris tadi pagi, mereka
semua sudah menj enguk semalam. Tapi karena tem
pat tinggal mereka jauh-jauh, hari ini belum datang
lagi. Mungkin besok.
Malamnya, setelah Marco terlelap, Triska men
yalakan lilin dan membaca doa novena yang diberikan oleh Sumi tadi pagi. Baru lima menit dia ber
doa, gambaran Deni yang terbujur tak berdaya,
muncul dalam ingatannya, dan air mata pun tak
dapat dibendung lagi. Triska meneruskan doanya
sementara air mata bercucuran membasahi pipinya.
Penglihatannya terasa kabur, sebentar sebentar dia
harus mengejap agar dapat membaca lebih jelas.
Kalau kau sembuh, aku akan kembali padamu,
Den! janjinya. Tapi jauh di lubuk hatinya terdapat
setitik kekhawatiran bahwa semuanya sudah terlambat.
Tiba tiba terdengar ketukan di pintu.
""Tris, kau sudah tidur " terdengar suara ibunya.
""Kalau belum, mari turun sebentar, kita berdoa
Rosario."
Triska cepat cepat membersit hidungnya agar
suaranya jangan ketahuan parau. Biasanya ibunya
berdoa dengan ayahnya dalam kamar mereka seper
250 ti dia dengan... Deni, tapi sekali ini dia diajak, pasti
karena doanya untuk...
""Ya, Mam," sahutnya perlahan.
********
Triska kini hidup bagaikan zombie yang
tak dapat berpikir dan tidak punya kemauan apaapa. Bagaikan robot yang sudah disetel, setiap pagi
di ajaknya Marco berdoa pagi sambil mendoakan
Deni. ""Kita doakan Papi juga, ya." Anak itu mengangguk, dengan patuh membiarkan ibunya men
gatupkan kedua tangannya yang mungil dan men
gatupkan kelopak matanya melihat contoh ibunya.
Malamnya, sebelum dia tidur, Marco diajak ibunya
berdoa novena. ""Marco, Papi sakit, kita harus mendoakannya. Marco mau mendoakan Papi " Anak itu
mengangguk. Triska terharu melihat putranya begi
tu khusyuk mengikuti doa. Walaupun belum bisa
mengucapkannya, dia seakan mengerti maknanya,
dan selalu anteng tak bergerak sampai doa selesai.
Selain berdoa, Triska juga menengok Deni setiap
hari. Dia kini datang lebih pagi ke rumah sakit agar
dapat melihat Deni sebentar. Tiap pagi dicukurnya
kumis yang baru tumbuh, dibersihkannya sendiri
* * * * * * * * Mayat berjalan dalam kepercayaan voodoo
251 wajah dan tubuhnya, lalu diputarkannya kaset Ave
Maria yang ditaruhnya di bawah bantal, mengalun
halus, cuma untuk Deni, sehingga orang lain belum
tentu mendengarnya bila tidak sengaja mengheningkan cipta.
Kemudian dia pergi ke tempat dinasnya, terkadang beramprokan dengan Bos Rahwana yang
pasti menanyakan bagaimana perkembangan Dok
ter Melnik. Bos yang terkenal galak itu ternyata bisa
lembut bahkan bersikap kebapakan terhadapnya.
Yang akan menggantikannya ke Calcutta sudah ditunjuk, yaitu Dokter Makalus sendiri! Triska ham
pir tertawa melihat dokter itu nyaris mencakmencak
kesenangan. ""Nah, kan ternyata ada untungnya juga
saya mengundurkan diri, Dok."
Setelah jam dinas berakhir atau bila tugasnya
sudah selesai, Triska pasti akan kelihatan dalam ka
mar Deni lagi, menungguinya sambil mengajaknya
bercakap-cakap dan memutarkan kaset lagulagu.
Dia tak pernah lupa melapor tentang Marco sampai
ke detail-detailnya. Selalu dibisikkannya ke telinga
Deni bahwa Marco semalam dan pagi itu telah mendoakannya, dan bahwa anak itu menantikan kunj un
gannya.
Bila penyelidikan para dokter di Amerika ternya
ta benar, berarti Deni bisa menangkap apa yang
dibisikkannya. Semoga!
252 Demikianlah waktu merayap pergi, jam demi
jam, hari demi hari. Triska kesal sekali, dia mera
sa begitu tak berdaya. Aku sudah hampir mendapat
brevet spesialis, tapi yang dapat kulakukan sekarang hanya berdoa, berdoa, berdoa! Aku cuma bisa
mengawasi Deni pelan pelan diseret pergi oleh
maut, dan aku terpaksa membiarkan hal itu terjadi,
aku sama sekali tak berdaya mencegah! Deni ma
sih begitu muda! Dia adalah bintang pelajar Ibukota, bahkan lulus dari FK dengan cumlaude namun
kini otaknya yang cemerlang itu akan tersia-sia, dan
semuanya gara-gara istrinya aku terlalu tinggi
harga dirinya, sehingga merasa tersinggung ketika
tahu bahwa dia sebenarnya dikawini cuma sebagai
tumbal. Kesombonganku sekarang mencelakakan
bukan saja Deni, tapi Marco juga! Buah hatiku akan
kehilangan ayah.... Bila kelak dia tahu bahwa aku
penyebab malapetaka ini, apakah dia masih akan
mencintai serta menghormati ibunya
Tapi bukan itu masalah yang utama. Soal diriku
akan kehilangan cinta anakku, tidak terlalu penting.
Aku rela hidup merana asal Deni bisa sembuh. Aku
bahkan lebih rela dia kembali pada Odi daripada
menderita begini, dan kemudian toh harus pergi
juga meninggalkan kami semua....
Triska dengan khusyuk berdoa setiap pagi dan
malam mengajak Marco, serta Rosario bersama
253 orangtuanya. Begitu juga Sumi dan Mirsa. Keduanya menjenguk Deni setiap hari, seperti Erik, Kris,
dan yang lain-lain. Terkadang mereka berdoa Rosario bersama di ruang tunggu bila kebetulan sedang
tak ada orang. Sepupu-sepupu Deni juga tak pernah
absen bergilir menungguinya tiap malam. Cuma
Tono dan adiknya, Nila, yang tidak kelihatan muncul lagi. Tapi ibu mereka, Tante Leila, pernah men
jenguk bersama Pendi, anak bungsunya.
Tante Ema adik Nyonya Desi yang punya ke
bun pisang juga sudah tiga kali datang. Deni adalah anak permandiannya, dia sendiri tidak punya
anak laki laki. Jadi bisa dibayangkan betapa say
angnya pada Deni. Air matanya bercucuran ketika
dia menjenguk untuk pertama kali, sehingga Triska
merasa takut, jangan-jangan dia akan disesali sebagai biang keladi musibah itu. Ternyata Tante Ema
malahan memeluknya dengan erat dan kembali
tersedu-sedu di bahunya.
Triska merasa trenyuh sekali melihat kesusahan
orang orang di sekitarnya. Dan semua itu secara tak
langsung adalah akibat dari perpisahannya dengan
Deni! Oh, Tuhan, apa pun akan kulakukan sean
dainya keadaan ini bisa diubah! Tapi waktu tak bisa
dibalik lagi, keadaan pun tak bisa diperbaiki, bahkan tambah parah.
Triska sudah tak bisa ingat lagi hari keberapa itu.
254 Setiap hari rasanya sama, tidak menjanjikan harapan. Apakah itu Senin, Selasa, atau Rabu, sudah tak
dipedulikannya. Apakah itu hari kedua, ketiga, atau
keberapa, baginya tidak punya arti apa-apa. Yang
penting hanyalah apa yang dikatakan Joko.
Ketika dia datang pagi-pagi menjenguk, Joko
menyongsongnya seakan memang sudah menunggu. Tanpa basa basi lagi dia langsung menggeleng
dengan bibir terkancing. Triska merasa seakan jantungnya akan copot seketika. Matanya membelalak
cemas. ""Dia " bisiknya parau.
Joko kembali menggeleng. ""Bukan itu. Ini
Kerni g dan Brudzinski !"
"Positif " tanyanya sambil menahan napas.
""Yup!" Joko mengangguk dengan bibir kembali
mengatup rapat.
""Jadi betul aneurysma yang pecah "
Joko mengangkat bahu. ""Mungkin. Yang jelas,


Sepagi Itu Kita Berpisah Karya Marga T di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini perdarahan subarachnoid. LP-nya masih mengandung darah ada kaku kuduk, dia meringis kalau
diperiksa, rupanya kesakitan. Dia juga pernah ke
jang kemarin sore setelah kau pulang, dan tadi subuh."
""HemIparese ""
Joko menghela napas, menggeleng, dan bibirnya terkancing lebih rapat seperti orang takut bicara
* * * * * * * * lumpuh sebelah
255 seakan itu menyangkut rahasia negara. Ketika didesak oleh Triska, akhirnya dia menguik juga, pelan
sekali. ""Kanan," ujarnya.
Kanan! Berarti kemungkinan besar Deni tak bisa
bicara lagi! Dan seluruh kariernya akan musnah!
Oh, Tuhan!
""Kenapa kau bilang, belum pasti aneurysma "
""Karena kami nggak bisa melakukan angiogra
phy. ""Kenapa nggak "
,, ""Sebab orangtua Deni keberatan anaknya di-OP.
Nah, kalau memang nggak akan di buka, buat apa
angiography Itu kan cukup berbahaya, banyak
side ejf'ect nya."
""Jadi akan dibiarkan begitu saja "
Joko mengangkat bahu sambil menghela napas.
""Pak Melnik ingin membawanya ke luar negeri, tapi
Dokter Omar tak berani menjamin keselamatannya
dalam perj alanan."
Mungkin ada untungnya j adi zombie, pikir Tris
ka. Tak usah berpikir, dan perasaan pun j adi tumpul.
Tapi toh dia tak dapat melepaskan diri dari harapan.
Setiap pagi dia datang berharap akan diberi hara
256 pan, apa saja. sekecil apa pun. Namun setiap hari
dia pulang dengan putus asa. Harapan tidak keliha
tan, seakan sudah lari ke balik awan. Keadaan Deni
tidak menunjukkan perubahan. Makin hari kakinya
terasa makin berat dilangkahkan ke sana untuk menjenguknya. Hatinya selalu cemas, j angan-jangan
hari inilah dia akan diberitahu bahwa Deni sudah...
Dengan pikiran kacau dan hati yang hitam pekat,
pada suatu pagi Triska bezoek lagi sebelum pergi dinas, membawakan kaset baru yang kemarin diam
bilnya dari koleksi Deni. Joko tidak dilihatnya, berarti tak ada perkembangan drastis. Hatinya sedikit
lega. Kalau perasaan itu boleh dianggap sebagai
kelegaan. Dia sudah kurang peka membedakan nuansa-nuansa emosi. Semuanya berwarna kelabu,
ejaannya m-u-s-i-b-a-h.
Sepupu Deni yang semalam kena giliran, juga
tak kelihatan, rupanya sudah pulang. Pagi ini dia
memang terlambat sepuluh menit. Marco sakit perut
dan tidak dapat ditinggalkannya sampai mulasnya
reda.
Dengan tangan kiri menenteng tas kerja, diputarnya gerendel dengan tangan kanan dan didorong
nya pintu. Wanita di dalam kamar menoleh dan tampak beljengit melihatnya. Triska juga tidak kurang
kagetnya tapi bukan karena orang itu adalah Odi.
Dia tidak sempat memikirkan permusuhan antara
257 mereka, sebab matanya sudah menangkap apa yang
tengah dilakukan oleh Odi dan mengerti maksudn
ya. Odi sedang memegang slang infus, dan pasti
bukan karena cairannya macet! Odi tidak mengerti
apa-apa, jadi bila ada kelainan, dia pasti akan mencari perawat....
""Jangan!" Triska mencegah dengan ulapan tan
gan. Odi tertegun sesaat, diam tak bergerak.
""Jangan kau cabut infus itu! Dan astaga! Masukkan kembali kateter itu dalam hidungnya! Itu untuk memberinya zat asam! Kau akan membunuhnya
kalau..."
""Apa bedanya " Odi memotong ucapannya
sambit tersenyum sinis. ""Toh dia akan mati! Kalau
nggak hari ini, mungkin besok! Kan lebih baik kita
bantu supaya dia nggak usah menderita lebih lama
lagi!"
""Odi, kau gila! Deni belum tentu mati! Aku ma
sih punya harapan, dia akan sembuh! Yang ingin
kau lakukan ini namanya pembunuhan! Deni takkan mati!"
""Tapi harus!"
""Oh, kau jadi nekat karena sekarang kau sudah
tahu, Deni sebenarnya nggak mencintaimu, begitu
Kau sadar sekarang, Deni mencintaiku!"
258 ""Ah, percuma! Dia nggak bakal bangun lagi untuk mencintaimu!" Odi menyeringai puas.
""Sayang sekali, bukan Deni pasti akan mati,
aku berani taruhan! Dia memang harus mati!"
Triska tiba tiba sadar, taktiknya salah. Dia berusaha membujuk dengan cara lain. Kemarahan dalam
suaranya disingkirkannya dengan paksa dan digantinya dengan nada penuh pengertian.
""Aku bisa mengerti kau penasaran, aku juga nggak mau membela Deni. Dalam hal ini dia memang
bersalah. Dia seharusnya kembali padamu. Karena
itu dengan sukarela aku bercerai darinya. Aku bukan merupakan rintangan lagi bagimu, Odi. Lepas
kan slang itu."
""Nggak ada gunanya perceraian itu kalau dia
tetap nggak mau kembali padaku! Dan kalau aku
nggak bisa mendapatkannya lagi, lebih baik dia
mati! Supaya nggak bisa balik padamu! Dengan be
gitu baru sakit hatiku terbalas!"
""Jangan begitu! Kalau dia bisa sembuh, pasti
masih ada harapan bagimu. Aku bersedia memban
tu membujuknya supaya kembali padamu. Nggak
perlu merasa sakit hati!"
""Oh, yang sakit hati bukan cuma aku! Sakit hatiku nggak seberapa dibanding dengan sakit hati Nila
'"
dan saudara-saudaranya dengus Odi.
Tekkk! Triska merasa seakan ada senar dalam
259 hatinya yang putus. Jadi mereka memang berkomplot!
""Kalian mencoba membunuhnya Apa yang kalian harapkan Supaya..."
""Dia sudah berjanji akan kembali padaku! Dia
harus membayar untuk pengkhianatannya terhadapku!" desis Odi memotong bicaranya.
Triska maju selangkah dari pintu, tapi Odi segera
membentaknya agar jangan mendekat.
Triska menjatuhkan tas kulitnya ke lantai tanpa
melepaskan tatapannya seakan akan disihirnya Odi
supaya jangan nekat.
""Aku bisa mengerti sakit hatimu, tapi aku nggak
habis pikir, kenapa kau harus ngotot menuntutnya
supaya kembali padamu Kau begini cantik, yang
tertarik padamu pasti banyak! Kenapa..."
""Tapi yang sekaya Deni nggak ada!" potongnya
dengan suara berang dan gigi gemertak.
Oh, begitu! Akhirnya kau buka juga kedokmu!
Kau sebenarnya sama sekali tidak mencintainya!
Mungkin Deni sudah tahu, sehingga dia emoh kem
bali padamu!
Triska menaikkan alisnya dua senti. ""Hm.
Kudengar juga akhirnya pengakuanmu! Kalau kau
sangka aku kaget, kau keliru besar! Aku sudah tahu
rencanamu dengan Nila, dan mungkin juga dengan
Tono! Kalian mau menyingkirkan Deni, bukan !
260 Setelah rencanamu untuk menggaetnya nggak berhasil. Semula kau ingin agar Nila membujuk Deni
supaya balik padamu, dan bila berhasil kau akan
membujuk Deni agar memberikan sebagian warisannya pada Nila. Tapi ketika ternyata rencana itu
pasti gagal, kalian ganti taktik. Aku nggak akan heran kalau nanti terbukti, kecelakaan itu akibat akal
bulus kalian!"
""Kau nggak bakal bisa membuktikan semua
yang kau katakan!" Odi mencibir puas. ""Dan mer
upakan alasan kuat untuk membungkam Deni selama-lamanya, bukan " sambungnya dengan seringai
mengerikan sampai Triska terenyak, surut selang
kah ke belakang.
""Coba kau pikir, apa yang akan terjadi bila aku
sekarang berteriak Mereka akan mendapatimu
sedang memegang karet infus, sedangkan karet
oksigen sudah terlepas... siapa yang akan mereka
percayai Kau atau aku Ingat apa kata Tono. Kau
nggak dianggap di sini, sebab ini bukan daerah teritorialmu! Akulah yang akan mereka percayai, dan
akan kutuduh kau mencoba menghabiskan nyawa
orang lain!"
Odi tertegun mendengar ucapan Triska. Wajahnya yang cantik tampak berubah menjadi pucat, matanya membelalak bingung bercampur ngeri.
Triska menggunakan kesempatan itu untuk maju se
261 langkah-selangkah. Odi bagaikan sudah tersihir jadi
batu, tak bergerak dan tidak menghalangi.
Triska tidak menghentikan bujukannya yang
mengandung ancaman juga.
""Aku bersedia membantumu, Odi. Lepaskan
karet itu! Aku, berjanji nggak akan hilang apa-apa
mengenai insiden ini. Biarkan aku memasang lagi
slang oksigen itu."
Triska menghampiri kepala ranjang setengah
mengendap endap seakan takut membangunkan
Odi dari tenung yang menyihirnya. Mulutnya terus menerus membujuk sekaligus mengancam tapi
dengan halus, suaranya pun dibuatnya lembut me
nenteramkan. Tangan kanannya kini menjangkau
slang berwarna hijau bening itu yang tergantung di
sebelah atas-belakang tempat tidur.
""Lepaskan karet infus itu, Odi. Tinggalkan kamar ini," bujuknya.
Tiba-tiba Triska mendengar derit pintu. Semuanya berlangsung dalam sekejap mata, sehingga dia
tak tahu persis apa yang sebenarnya terjadi atau
bagaimana urutannya.
Sebelum Triska sempat menoleh, sudah diden
garnya Odi memekik, ""Sus! Suster! Cepat! Dokter
Triska mau membunuh pacar saya!"
Triska berjengit dan serentak menoleh. Slang
ditangannya terlepas tanpa disadarinya. Dilihatnya
262 seorang perawat setengah tua yang belum pernah
ketemu dengannya, tengah berdiri mematung me
megangi daun pintu, air mukanya menunjukkan
rasa heran yang tak terkira sampai mulutnya terbuka
lebar dan matanya melotot ke arah mereka.
Odi rupanya tidak memberikan kesempatan
berpikir pada siapa pun, sebab dia mencerocos
terus. ""Dia telah merampas pacar saya!" serunya
menuding Triska dengan penuh kebencian. ""Seka
rang bekas suaminya itu mau balik sama saya, tapi
dia nggak rela, jadi mau dibunuhnya! Untung saya
datang, jadi ketahuan. Lihat, karet zat asam itu sudah dicabutnya! Dan infus ini tadi distop! Untung
Suster kebetulan masuk ke sini! Kalau nggak ..."
Odi menoleh, membelakangi perawat dan mendelik dengan garangnya sehingga Triska tanpa sadar
bergidik. Perempuan ini kurang ajar sekali! Oh!
Triska begitu marahnya mendengar tuduhan itu
sehingga dia cepat-cepat angkat kaki. Lebih lama
sedetik lagi mungkin akan ditamparnya Odi atau
dijenggutnya rambutnya atau dilakukannya sesuatu
yang tidak bertanggung jawab. Untuk menghindarkannya dari perbuatan yang kelak akan disesalinya,
Triska langsung beranjak dari tempatnya berdiri.
""Mbak, tolong pasien segera diberi oksigen
lagi," katanya seraya melangkah keluar. Diang
katnya tasnya dari lantai, dan dibukanya pintu.
263 Dia menoleh dan menatap Odi dengan tajam. Odi
membalas dengan air muka sinis dan puas. Triska
mengalihkan pandangannya dan menatap perawat,
""Mbak, tolong cek infus, dan tolong JANGAN
TINGGALKAN PASIEN SENDIRIAN! Saya akan
minta Dokter Joko agar melarang pengunjung masuk ke kamar."
Perawat mengangguk. Walaupun mereka tidak
saling kenal, dia tahu dengan melihat tas kerja serta dandanannya, juga ucapan Odi barusan, bahwa
Triska adalah seorang dokter. ""Ya, Dok," sahutnya
hormat.
Triska menatap Odi sekali lagi. ""Kalau terjadi
apa-apa dengannya, KAU yang akan kuadukan ke
polisi!" ancamnya walau dengan suara halus. ""Kalau kau ingin diciduk polisi, teruskan rencanamu!"
Triska menggerakkan kepala sehingga buntut kudanya bergoyang indah, mengentakkan kaki, dan
melangkah keluar sambil menutup pintu.
Setiba di kamarnya, dia langsung memutar nomor abangnya. Untung Kris ada di tempat.
Senjata Rahasia Cassie 3 Jago Kelana Karya Tjan I D Wasiat Di Puri Elang 1

Cari Blog Ini