Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo Bagian 1
Sumber Pustaka : Gunawan Aj
Pdf image : Gunawan Aj
https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
0 1 GEMBONG KARTASURA
KARYA:
Pak Sri Hadijojo
Gambar Luar dan & Dalam
H. Wibowo BA
JILID
1 (Empat Jilid Tamat)
Dicetak dan diterbitkan oleh :
Percetakan Penerbit
SINTA ? RISKAN
Jl. Judonegaraan 22 Jogja
HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG
NO/POL/6 Bc 009/Intel/68 Jogja 10-8-1968
2 GEMBONG KARTASURA
JILID 1
BAGIAN I
DI IBUKOTA Kartasura pada hari Sabtu yang cerah, hari
yang dapat menggetarkan para ksatria prajurit dan pemuda dari
kalangan pembesar negara umumnya Tidakkah setiap hari
Sabtu pagi, di alun-alun Kartasura diadakan latihan kecekatan dan
keterampilan memainkan WATANG ? Ikut serta pada latihan
watangan pada hari itu, adalah idam-idaman tiap-tiap pemuda
umumnya, khusus dari Ibukota sendiri Pemuda-pemuda yang
sedang giat berguru sakti berlatih diri, mempertinggi kemampuan
setiap hari dalam tata-gerak, menghadapi lawan dengan segala
macam senjata, juga dengan tombak atau watang. Maka hari Sabtu
itulah hari meneari pengalaman dalam bertanding tiada menghadapi
lawan.
Kecuali mencari pengalaman bertanding . pemuda
manakah yang tidak ingin memamerkan tampang kegantengan dan
kebagusannya di muka umum, dimuka penonton, teritimewa para
penonton putri pingitan. Memang hanya pada hari sabtu itulah
adanya kesempatan untuk sekali-sekali melirik pada puteri-puteri
pingitan kraton yang biasanya ikut baginda raja melihat watangan,
menduduki panggung kerajaan dekat ringin kurung.
Tersiar pula kabar, bahwa hari Sabtu itu turut keluar berlatih,
tamu perkasa sang UNTUNG SURAPATI yang belum lama ini
datang dari Jawa Barat, beserta puteri Gusik dan pengiringpengiringnya, konon orang ini adalah orang yang berani menentang
Kompeni, kini sedang menjadi buruan Belanda, karena cukup
membuat pusing Kompeni di Jawa barat. Karena tidak lagi bertahan
3 terhadap tekanan dari pihak lawan, maka Untung Surapati
melarikan diri ke Kartasura untuk berlingung di bawah kekuasaan
Sunan dan sikap Kartasura tidak menolaknya, entah
bagaimana nanti jadinya.
Benarlah adanya pekabaran itu, atas desakan Pangeran Adipati
Anom, putera mahkota kerajan Untung Surapati pada hari itu
akan turut serta terjun dalam gelanggang watangan di alun-alun
Kartasura.
Pahlawan perkasa itu mengendarai kuda pilihan dari istal
Pangeran Dipati Anom sendiri. Ditangan kanannya itupun
memegang sebuah watang, sebagaimana pengikut-pengikut lainnya.
Watang adalah semacam tombak yang ujungnya diganti dengan
bantalan kulit, supaya tidak melukai lawan berlatih dengan luka
tusukan barang runeing, hingga paling banter hanya menderita luka
lecet-lecet saja kecuali terjatuh dari kuda tunggangannya.
Ditangan kiri seorang pengikut watangan, memegang tameng
(perisai) dibuat dari anyaman penyalin yang cukup kuat, untuk
menangkis serangan tusukan bantalan diujung watang itu.
Hebatlah pemandangan di alun-alun waktu itu. pemuda-pemuda
yang ganteng lagi perkasa, bertubuh kuat sentosa, berpakaian serba
bagus, dengan kutang (baju kutung, batas pangkal lengan), wamawami sebagai bunga setaman .. tengan bersiap-siap untuk
beraksi di tengah lapangan pada waktunya. Sabtu itu nyata benar
keistimewaannya lebih dari empat puluh pemuda,
menampilkan diri untuk bermain watangan di muka Sri Sunan.
Pemuda-pemuda putera Bupati dan kliwon, juga para pemuda
hartawan dan dari lingkungan bangsawan, semua nampak gagahgagah dan tegap-tegap perawakannya . Tanpa kecuali hendak
memamerkan kemampuan masing-masing sekaligus melirik
bunga-bunga keraton yang sedang dipuji-puji dan disanyungsanyung kecantikannya, yang namanya selalu dibisik-bisikkan
4 orang dalam kota Kartasura .. ialah : Ratu Alit, puteri yang
ketujuh dari urutan SEKAR KEDATON. Biarpun puteri ini hanya
dari garwa selir saja, tetapi kecantikannya menang jauh dari puteriputeri lainnya.
Kehadiran Sri Sunan, beserta para puterinya, dan puteri-puteri
para pangeran seluruh Ibukota, membayangkan pula keistimewaan
hari watangan kali ini. siapakah yang tidak ingin melihat wayah
perkasa Surapati yang termasyur itu ? alun-alun Kartasura
yang lebar itu pada tepinya berjejal-jejal penonton yang datang dari
semua jurusan mata-angin.
Terdengar kini gamelan besar itu menggemakan lagu
MONGGANG, yang mulai mengalun diangkasa. Alangkah
sedapnya melihat pera ksatria itu bergerak atau lebih tepatnya
menggerakkan kudanya, mengikuti irama pukulan lagi Monggang
yang masih berayun-ayun tenang, sengan gaya dan kepandaian
sendiri-sendiri mengitari tepi alun-alun. Da yang
meneongklangkan , ada yang menyirikkan kudanya bahkan
ada yang membalapkan tunggangannya, dalam irama masih tenang
itu seolah-oleh mendesak segera terjadinya penggantian lagu
SAMPAK, yang menjadi pedoman permulaan berlatih.
Terdengarlah kini laagu Sampak sudah mengambil alih irama
lagu Monggang. Semua pengikut latihan membalapkan kudanya
melewati muka panggungan tempat Raja duduk melihat beserta para
pengiringnya untuk memberi hormat kepada Baginda. Setelah
itu lalu mereka melarikan kudanya ketengah lapangan meneari
lawan bertanding Watang. Sudah barang tentu sejak tadi bertemu
kawan dialun-alun, sudah menaksir-naksir pilihan sendiri-sendiri
sebagai lawan latihan. Kini tainggal menearinya kembali lalu
mengitarinya sebagai tantangan tanpa ucapan-ucapan. Bertemulah
mereka dalam pertandingan babak pertama Maka mulailah
mereka membuat lingkaran, dengan saling mengitarinya, sambil
5 berwaspada juga meneari kesempatan untuk menyerang
lawan.
Sebenamya semua pemuda yang datang berlatih itu berharap
tanpa kecuali. Mendapat tandingan sang Surapati yang termasyur
namanya. Sekalipun tidak dapat merobohkannya, setidak-tidaknya
sudah pemah bersilang watang dengan prajurit perkasa ini. namun
setelah melihat orangnya banyaklah diantaranya yang sudah
kuneup nyalinya mungkin karena terkena perbawa orang
gagah yang berani menentag Belanda itu.
Gumam seorang prajurit latihan, pada waktu bertemu dengan
Surapati : "Waduh .. hebat benar orang ini. sinar matanya
sangat tajam menakutkan yang menatapnya. Otot-ototnya nampak
kokoh kuat luar biasa, dapat dibayangkan betapa besar gaya
tempumya. Hemm, lebih aman menyauhkan diri saja dari
samberan-samberan watangnya. Silakan saja kepada yang masih
ingin meneoba kekuatannya
Terdengar suara lantang menegur yang sedang menggumam
itu. "Hai ........ Subrata, mau lari kemana kau, sudah berani muneul
disini.
Sebenamya pemuda yang ditegur dengan nama Subrata tadi
sangat kaget dalam hatinya, karena temyata sudah agak lengah,
tetapi pemuda mana suka berterus-terang dalam soal yang
memalukan, banyak sedikitnya menyangkut kehormatan dirinya.
Jawabnya agak dibuat-buat biasa "Aha ...... siapa mau lari dan
apakah dibuat takut, lebih-lebih apabila hanya menghadapi lawan
sepertimu saja, Kartana .. Rangkap dualah sekaligus, untuk
melegakan hatiku."
"Bagus-bagus ...... kau tidak hendak lari, akulah salah terka,
mengira kau ketakutan setengah maii melibat gaya tamu perkasa itu,
Nah ...... , baiklah kita bertanding saja dahulu. Siapa yang menang
6 dalam main sodoran ini, ...... harus meneoba kekuatan sang
Surapati, setuju?"
"Baik aku terima tantanganmu Kartana."
Kedua pemuda yang sudah memilih tandingan itu lalu
berkitaran sambil memainkan watang masing-masing. Lingkaran
yang dibuat makin menyempit, hingga jarak dua-tiga meter saja,
menanti kesempatan untuk membuka serangan, bila lawan
agak menduduki tempat kurang enak sedikit saja.
Saat demikian itulah yang paling bagus untuk dilihat oleh para
penonton. Pemuda tampan, berdandan serba menarik tetapi rapi dan
singsat praktis, memainkan watangnya yang menggetar ke segala
arah membaling pepat disamping kiri kanan atau diatas kepala
dengan gaya luwes, cekatan lagi kuat, hingg ada yang mengaungngaung di udara menimbulkan angin pusaran menyebar lebar.
Lagu Sampak kian berirama menyesak. Saat yang dinantikan
dengan rasa panas dingin oleh para peserta watangan dan penonton
pada umumnya. Tergetarlah alun-alun Kartasura layaknya, karena
pekik-pekik nyaring yang dilanearkan para penyerang minta
perhatian sekaligus untuk menggetarkal lawannya. Dengan watang
terkempit erat yang ujung bantalannya tertuju kepada badan lawan,
penyerang itu menggerakkan kudanya, menerjang dengan gagah
berani. Gemerapyaklah suara gagang watang bertangkisan nyaring,
dengan akibat yang beraneka ragam.
Betapa ramainya, riuh dan gaduhnya pada waktu serangmenyerang itu, sulitlah rasanya untuk dilukiskan dengan perkataan.
Gagang watang beradu disertai pekik-pekikan orangnya suara
gebahan dengan tameng, disusul dengan tusukan watang yang
mengenai dada lawan suara membekos orang terkena watang,
jatuh mental dari tunggangannya, gedebugan ditanah terjadi disana7 sini dibarengi dengan sorak serta tepuk-tangan penonton
bergemuruh diangkasa bagaikan guntur membelah jagat.
Dalam gebrakan pertama itu, kira-kir ada sepuluh orang
pemuda yang dapat dianggap telah gugur karena mereka jatuh
terlempar dari atas kudanya, atau telah kehilangan watang, putus
atau terjatuh ..
Mereka itu harus mundur ke samping, yang biasanya lalu
membedalkan kudanya keluar gelanggang untuk langsung pulang.
Sengan menanggung sedikit malu.
Adapun yang masih lengkap genggamannya, lalu meneruskan
berlatih dengan memilih lawan baru yang sama-sama belum gugur.
Karena jumlahnya sudah berkurang, mau tidak mau mereka itu
harus berani dikeroyok atau mungkin malah mengeroyok. Dan
sesudah sampai pada tahap pengeroyokan inilah, oarang dapat
menilai ketangguhan dan kekuatan seseorang peserta watangan.
Gebrakan yang kedua ad lima belas peserta yang
tersisihkan, karena mereka kebanyakan tidak kuat menghadapi
kerubutan hingga mudah saja dirubuhkan. Maka berkurang
banyaklah yang masih melanjutkan berlatih. Karena susutnya lawan
bertanding, maka yang kebanyakan terlihat adalah satu melawan
dua pengerubut.
Salah seorang yang dikerubut demikian itu adalah Untung
Surapati, jagoan dari Jakarta yang kian nampak gagah saja. memang
tidak salah terkaan pemuda Subrata yang kini sudah menonton
dipinggiran karena sudah ?GUGUR?, bahwasanya gaya tempur sang
Surapati pasti hebat luar biasa. Serangan kedua lawannya yang kuat
lagi terarah rapi, dengan mudah sekali dihalau dengan tangkisan
tamengnya yang cekatan. Pada waktu mendapat kesempatan untuk
membalas, sekali mengibaskan watangnya membentur watang
kedua lawan tadi, putuslah watang lawan, sedang orangnya hampir
8 jatuh dari pelana kuda mereka, nampak duduk termiring-miring
sudah. Syukur mereka tidak sampai jatuh, sehingga tidak usah
menanggung malu lebih lanjut namun mereka itu tetap
dianggap sudah gugur.
Sorak penonton memecah udara lagi, pujian-pujian kagum
menggema diudara: "Surapati-Surapati, jaYa-yaja."
Tidak hanya para penonton dipinggiran alun-alun saja yang
muji-muji kegagahan sang Surapati juga semua orang yang hadir
dipanggung Sri Baginda tak ada yang mengecuali.
Demikianlah corak tokoh, yang berani menghadapi kekuatan
Kompeni iiu.
Adapun yang paling ramai dalam pujiannya .... adalah
kangeljeng pangeran Adipati Anom (putra mahkota), yang telah
memperlihatkan gejala-gejala kurang bijaksana dalam segala
tindakannya dan suka menuruti kehendak sendiri, biar yang kurang
baik sekalipun. Siapakah yang berani mencegah atau menghalangi
kelancangan beliau itu, kecuali Sri Sunan sendiri.
Jahatnya .... , sang pangeran suka sekali menyjindir-nyindir,
melukai hati para pangeran pamannya atau pembesar lain, yang
tidak disukainya.
Kali ini yang menjadi sasaran kelakar yahatnya, adalah
pangeran Puger, salah seorang pamannya yang sangat dibencinya,
karema pangeran ini sering digelari orang ?GEMBONG
KARTASURA'. Itulah karena sang Pangeran pemah berdiri tegak
melawan Kerajaan Trunajaja demgan laskamya sendiri tanpa
bantuan dari Kompeni, pada waktu Sunan Tegal-Arum beserta
pangeran Adipati- Anom (sunan yang sekarang) melarikan diri dari
Kerta, ibukota lama, kearah Barat. Pangeran Puger baru mau
membubarkan barisannya, waktu kakaknya sang pangeran Adipati9 Anom, telah dinobatkan menjadi Sunan Amangkurat II di
Kartasura, ibukota Mataram yang baru .. , tunduk patuh dalam
pengabdian kepada raja.
Peristiwa itulah yang sangat menyusahkan sang pangeran,
karema lalu dibenci secara istimewa oleh putra mahkota yang
sekarang, sekalipun pangeran Adipati-Anom itu sudah menjadi
menantu Kapugeran. "Nah, .... mumpung sekarang ini ada
kesempatan baik," berkatalah paugeran muda-jahat itu, "Hua ha ha
...... hebat sekali paman Untung Surapati itu. Siapakah tandingannya
di Kartasura ini Akh aku lupa, bahwasannya kitapun
mempunyai gembong negara, paman Pangeran PUGER. Itulah dia
......... kita akan melihat pertarungan yang hebat sekali, bila paman
pangeran Puger suka juga terjun dalam gelanggang watangan hari
ini untuk menandingi pamaa Untung Surapati. Silahkan Paman,
Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk membuka mata kita, untuk mengagumi kedigjayaan paman."
Siapakah yang tidak mengerti dan merasa ejekan sinis, dalam
ucapan-ucapan pangeran muda itu. Pada waktu itu pangeran Puger
sudah berusia lebih. dari 45 tahim, sudah boleh digolongkan sebagai
sesepuh praja namun masih belum hindar dari kelakar yahat
menantunya sendiri.
Jikalau pangeran tua itu kurang membat dalam tata berpikir
sedikit saja, pasti akan segera pecahlah sengketa kekeluargaan
keraton Kartasura. Syukurlah, pangeran Puger sudah bersikap
"runduk", tidak lagi suka keburu nafsu. Maka terdengarlah
jawabnya yang tenang diiringi dengan senyuman damai,
"Ah, angger Adipati Anom ...... pamanmu yang sudah pikun
jni, sudah barang tontu bukan tandingan sang Surapati yang gagahperkasa itu. Malahan dimasa mudakupun, agaknya aku tidak
sanggup bertahan serangan-serangan hebat luar biasa dari jago
muda itu."
10 "Masakan demikian paman, mana dapat orang-orang Kartasura
menghargai lagi gembongnya, bila paman sudah takut karena
melihat kegagahan orang, hingga keberanian sudah mengkeret
sebelum bertanding?"
Sengaya sang pangeran mempergunakan istilah-istilah yang
menyakitkan hati orang untuk merendahkannya.
"Soalnya bukanlah takut anak mas ."
"Apa lagi soalnya kalau bukan takut itu?" kata pangeran muda
tadi dengan mendongakkan kepala keatas.
Jawab pangeran Puger tenang, "tulah karena tidak pantas
lagi......... berhubung dengan umurku yang sudah lanjut, telah
melewati masa beraksi."
"Alias takut, bukan? Ya..ya, .pasti ada saja dalih yang
dapat dipakai alasan sebagai "alias" kenyataan.
Benar-benar melebihi batas kesopanan, ejekan Pangeran Anom
itu, tetapi Puger masih dapat mengendalikan amarahnja.
Diwaktu yang sangat tegang itu, terjadilah suatu hal yang
sangat tidak dapat diperkirakan lebih dahulu. Seorang pemuda
tampan, gagah, berbadan tegap dengan dandanan sebagai lazimnya
dandanan seorang bangsawan tinggi, berdiri dari tempat duduknya,
menarap Pangeran Dipati Anom dengan mata menyala-nyala?
karena menahan marah. Anehnya pemandangan disitu, pemuda itu
diganduli oleh dua orang teman duduknya, tanpa digubris serta
dirasakan. Mungkin kedua teman itu hendak memcegah tindakan
temannya yang terlanyur marah sekali itu, tetapi tidak mampu untuk
mencegahnya, hingga terpaksa menggantung sejenak. Semua orang
terpaksa melongo memandang kep ada si pemberani luar biasa itu.
11 Memang perbuatan pemuda itu snngat gegabah. Dijaman
kerajaan, orang berani berdiri tanpa perintah Baginda terlebih
dahulu, mudah sekali kehilangau kepalanya.
Siapakah yang tidak memgerti hal seperti itu namun den mas
PURBAYA, salah seorang putera Pangean Puger ...... sudah
terlanjur berbuat demikian karema tidak dalpat memahan gedjolak
hatinya, mendengar ayahnya dipermainkan orang sejadi-jadlnya itu.
Putera Pangeran Puger yang seorang Ini, agaknya lain dari pada
yang lain, biarpun dia hanya lahir dari seorang garwa selir saja,
Sejak kecil dia memperlihatkan bakat yang baik sekali, sedang
otaknya rerang tiada tercela, sopan tutur katanya lagi berbudi
lembut. Maka tidak memgherankan bahwa dialah kesayangan
seluruh keluarga Ka-Pugeran itu. Sejak kecil ia memdapat
gemblemgan tata bergerak oleh ayahnya dan kakeknya sendiri
didesa Katongan, dekat Candi Prambanan, bila sedang diajak
memgunyungi orang orang tua sakti itu oleh ibunya, Maka pada
wakru ia memginyak umur 20 an iapun ... pemuda bertubuh tegap,
bertampang ganteng lagi jantan itu, sudah berilmu tinggi sekali,
mungkin sudah dapat disejajarkan dengan kemampuan ayahnya
yang masih memgguruinya, untuk memiliki semua kesaktian sang
ayah ,
Terdengarlah suaranya memecah ketegangan, "Kangmas
Pangeran Anom, karema ayah hamba telah berusia lanjut, bolebkah
beliau itu hamba wakili saja. Dengan perkenan uwa Prabu Sri
Susuhunan, hamba akan mencoba kekuatan hamba, mewakili orang
tua."
Dengan pandangan mata sangat merendahkan, pangeran
Adipati menatap wayah saudara sepupunya yang masih sangat
muda itu. Sebenamya ia tidak memandang dengan sebelah mata
kapada denmas PURBAYA tadi ........
12 Pastilah "kunyuk rendah" ini bukan tandingan sang Surapati,
tetapi biarlah pemuda gegabah ini tahu akan rasa sedikit, hitunghitung mengayar adat kepadanya. Demikian pikir Sang Pangeran,
maka berkatalah ia.
"Bagus-bagus dimas Purbaya ... pasti saja kau diperkenankan
mewakili kangjeng paman, ayahmu Rama Prabu,
perkenankanlah adik Purbaya terjun kegelanggang watangan
mewakili paman Pangeran Puger, melawan paman Surapati."
Yangpaling betul adalah, bila Sri Baginda menegur puteranya
yang telah menyakiti hati pamannya tadi .. tetapi dimuka umum,
menegur Pangeran Mahkota, alangkah tidak layanya. terpaksa
Baginda meluluskan permohonan puteranya tadi, sekahpun dengan
hati berat Sabda Bagmda.
"Baiklah, anak Purbaya berhati-hatilah kamu menghadapi
kekuatan Surapati yang temyata luar biasa itu!"
Demmas Purbaya berjongkok lalu berdatang sembah.
"Uwa Prabu .. dengan restu paduka Baginda, pasti hamba
akan keluar dari gelanggang dengan selamat."
Setelah menyembah Baginda sekali lagi, ia lalu mengarahkan
sembahnya kepada ayahnya, kemudian kepda Sang Pangeran
Adipati Anom.
Turunlah pemuda tampan itu dari panggung raja, Lalu
memerintahkan kepada penderek pribadinya untuk menyediakan
perlengkapan watangannya, pada kuda Kala Wereng.. kuda
kesayangannya. Gemparlah para penderek Ka-Pugeran, waktu
mendengar bahwa denmas Purbaya jago kesayangan mrreka akan
keluar bersilang watang-dengan sang prawira Surapati. Mereka tahu
pasti, pemuda macam apakah denmas kesayangan Ka-Pugeran itu
...... hai, inilah hebat sekali.
13 Dipanggung banyak orang menjadi gelisah karena peristiwa
tersebut, tetapi yang paling gelisah adalah Pangeran Puger. Rasarasanya masih belum tega beliau membiarkan puteranya yang masih
semuda itu akan mendapat hinaan dimuka orang banyak, apabila
terpaksa menelan kekalahan nanti. Putera ini, sebenamya putera
pameran, yang kedigdajaan dan kekuatannya tidak lagi berselisih
banyak dengan kemampuan sang Pangeran sendiri, malahan
mungkin sudah melewatinya ...... entahlah. Dalam waktu enam
bulan belakangan ini denmas Purbaya belum berlatih lagi demgan
ayahnya, kiranya anak muda itu sedang sibuk sekali memekuni
pelajarannya, tenaga sakti AJI GINENG, dan pukulan GUNTUR
GENI, yang diturunkan oleh kakeknya. Soalnya sampai dimanakah
Purbaya memiliki sakti yang ditekuni itu. Menurut bakatnya yang
baik sekali dan otuknya yang teranz, hampir dapat ditemtukan,
bahwa dia sudah dapat menyelami dan memiliki ajian dahsjat ke
dua-duanya lebih dari delapan hagian dari sepuIuhnya. Celakalah
seriap lawan tanpa lambaran ilmu sakti yang menghadapi pemuda
gagah itu mungkin sekali binasa dalam tangannya.
Tanpa sengaya bergeraklah bibir Pangeran Puger,
menggunakan ajian PAMEKAS, sebangsa aji bisikan gaib, jang
hanya dapat drterima oleh orang yang ditujunya. Kata-kata
bisikannya yang jelas didengar oleh denmas Purbaya melulu.........
"Anak kau dengarlah ayahmu berbicara denganmu dalam aji
PAMEKAS, maka jangan celingukan, supaya orang tidak menjadi
curiga Anak, aku tahu, kamu sekarang ini sudah memiliki aji
Gineng dan pukulan Guntur Geni jangan sekali-kali kau pergunakan
terhadap Untung Surapati, yang bukan musuh kita, awas !!! Kau
pergunakan tenaga JALA SENGARA dan kecepatan Kilat tatit
bersamberan .. Semoga kau tidak akan mengecewakan
ayahmu!"
14 Suara ayahnya itu terdengar baik sekali oleh denmas Purbaja,
yang masih berdiri.anteng seperti menekuni sesuatu, Setelah selesai
mendapat pesan ayahnya, memanggut brulah ia, dan . . . .. . . ..
sekali lagi mengayun tubuh, sudahlah ia bertengger dipelana Kala
Wereng. Berbengerlah kuda keras itu, ialu melompat maju dengan
gaya yang mdah membawa lari tuannya, mengombak-omhak pesat
sekali mengitari alun-alun.. kemudian mengitari Sang Surapati
yang menaagumi pemuda gagah pendatang baru ini.
Tahulah Untung Surapati, bahwa ia dipilih oleh pendatang ini
sebagai lawan bertanding watang. Mau tidak mau Surapati harus
mengakui, bahwa lawan baru yang masih sangat muda ini
berprabawa luar biasa, lam sekali dari semua pengikut latihaa yang
berada ditempat bertanding. Siapakah gerangan pemuda ganteng
berwayah agung ini .. kecuali salah seorang dari para bangsawan
Mataram yang berarti, mungkin seorang pangeran atau putranya
sekurang-kurangnya. Maka lalu hersikap hati-hati1ah jagoan Betawi
tersebut. Waktu itu Untung Surapati sudah agak lama meanti
datangnya tandingan baru. Ia 'Sungkan untuk memgeroyok lawan
yang belum gugur, tetapi sebaliknya mengharap keroyokan mereka,
sekarang ini datanglah lawan yang dinanti-nantikan itu. Baru
melihat ketangkasan berkuda dan gaya duduknya pada pelana saja.
Untung terpaksa memnya setinggi langit keprigelan dan keluwesan
pendatang baru ini.. Masih sangat muda orangnya namun
sudah demikian mantap ia becokol pada kuda tungganganya, hingga
me ulu orang kuat sekali saja yang akan dapat menggoyahkan
duduknya pemuda ini.
Berkatalah jago Betawi itu dengan senyum simpatiknya ,
"Siapakah denmas yang hendak bertanding dengan paman ini?"
"Aku bemama 'PURBAYA?, salah seorang putera pangeran
Puger. Maaf paman Surapati, aku maju dengan berkenan uwa Prabu
Sunan Mangkurat II, untuk mencoba-coba kemampuan jang masih
15 rendah ini. Hendaklah paman Surapati bermurah hati terhadap aku
memperlakukan aku sebagai orang yang cukup dewasa, biarpun aku
jatuh mencium tanah, tidaklah akan merasa penasaran, karena jatuh
ditangan perkasa sang Surapati."
"Anak jaog baik; bagus benar tutur-katamu, tinggi dan lembut
peribudimu, tegap serasi-rapi bentuk badan denmas Aih, berbabagia
sekalilah kangjeng pangeran Puger mempunyai putera sehebat ini.
Tak usah demmas merendahkan dan mengurangi kemampuan
sendiri .. ketahuilah, bahwa pamanmu ini banyak-sedikimja
sudah dapat menilai kekuatan denmas. Berkata secara terus-terang
paman kini agak kuatir menghadapi denmas, takut kalau kekuatanku
tidak cukup tangguh untuk menghadapi terjangan denmas. Akupun
minta kemurahan hati demmas, supaya tidak menjadi kura-kura
dimuka umum."
"Silahkan paman, jangan sungkan-sungkan lagi. ..... kita ini
hanya berlatih saja."
"Baik . . . . . . mulailah denmas."
Mulailah kedua ksatria bertanding itu memggerakkan kudanya,
mencongklang berputaran untuk kemudian saling terjang dengan
deras sekali dalam sikap menyerang dan menang kis praggg
landejan watang mereka bertemu sesamanya.
Watang denmas Purbaya datang lebih awal, dalam sikap
menyerang, sedang watang Untung terpaksa menangkis, maka
berbenturanlah kedua landejan itu, menimbulkan suara nyaring
menggeletar.
16 Berkatalah jago Betawi itu dengan senyum simpatiknya:
"Siapakah denmas, yang hendak bertanding dengan paman ini?"
17 Surapatilah yang benar-benar menjadi kagum terheran-heran,
setelah adu tenaga-percobaan itu. Hingga sekarang ...... baru kali ini
ada lawan mampu menggetarkan bahunya, mengguncang rongga
dadanya. Hampir saja watang ditangannnya terlepas dari
genggaman, sedang telapak tangannya terasa panas sekali...... benarbenar bukan main tenaga sakti bocah ini . . . . . . mungkin melebihi
tenaganya sendiri. Mulai itu bersikap lebih berhati-hati lagilah
Untung Surapati. Nampak sangat cermat dan tepat seranganserangannya dan pembelaannya, supaya tidak mudah dapat
disisihkan oleh pemuda lawannya.
Serangan balasan Surapati datang sebagai kilat menyambar,
tetapi lawannya juga tangkas dan cekaian sekali hingga watang jago
Betawi itu dengan mudah saja tertangkis pergi.
Sorak penonton membelah angkasa, sedang mereka itu sudah
tidak lagi berada dipinggiran alun-alun. Saking ramainya
pertandingan kali ini, orang tidak lagi dapat berdiri tertip melihat
dari jauh, demi sedikit para penom on itu bergeser tempat berdirinya
..... tahu-tahu mereka itu sudah berdiri tidak terlalu jauh dari yang
sedang bertanding. Pengikut-pengikut watangan yang lain sudah
bubar semua, karena mereka ingin menyaksikan pertandingan
Surapati dengan putera pangeran puger.
Gebragan-gebragan permulaan sangat ramai dan seru, karena
kekuatan jago-jago itu nampaknya ridak beselisih banyak. Denmas
Purbaya menang gesit dan menang lincah, serangannya kuat lagi
tepat selalu, namun pembelan lawannya juga terlampau kuat lagi
pepat. Dari sepuluh bersilang. watan, denmas Purbaya selalu dapat
menyerang musuh tujuh kali, tiga kali menangkis serangan
pembalasan Untung. Oleh karena itu pertandingan yang mula-mula
seimbang ini, terpaksa berubah keadaannya ..... Demi sedikit
Surapati merasa tekanan lawan mudanya itu, kian menjadi besar,
hingga ia mengalami kerepotan dalam pembelaannya. Pada suatu
18 ketika terlengahlah Untung ..... atau, karena serangan lawannya
terlalu cepat baginya ..... maka masuklah tusukan watang denmas
Purba]a kearah dada jagoan perkasa itu.
Apabila tusukan itu diieruskan, tidak ditarik sendiri oleh putera
pangeran Puger itu .... jangan harap Surapati dapat mempertahankan
kedudukannya dipelana kudanya. Syukurlah, hati denmas Purbaya
penuh welas-asih kepada sesama hidup, lagi bijaksana sekali.
Ia tahu akan akibat apa yang bakal dialami oleh tamu negara
ini, bila dia sampai terkalahkan olehnya. Maka secepat akan
masuknya tusukan pada dada sang Surapati, secepat itu pula arah
ujung watangnya diselewengkan dan ditarik kembali, sebelum
watang menyentuh dada lawan, Baru Surapati tahu, apa yang
seharusnya akan terjadi atas dirinya, setelah kasip. Dengan gugup ia
mengibaskan watangnya menangkis watang denmas Purbaya yang
tengah ditarik secepat kilat ..... pranggg ..
Sekali lagi terdengar landaian watang beradu dan terjadilah halhal yang tidak mungkin dimengerti oleh orang kebanyakan, kecuali
bagi orang-orang yang sudah sangat tinggi ilmunya, dapat melihat
segala kejadian dengan selajang pandang saja. Apakah yang
sebenamya terjadi itu? .... Watang Surapati kurang mendapat
Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
saluran tenaga sakti, mungkin karena sedang gugup terpaksa
menangkis tadi, hingga terpaksa putus sepertiga bagian dari
ujungnya, runtuh ditanah, karena berbenturan dengan watang yang
masih penuh gaya sakti denmas Purbaya.
Anehnya, yang menjadi sangat gugup pula adalah Denmas
Purbaya sendiri, mengingat akibat kekalahan . lawan yang patah
senjata. Segera ia mengerahkan tenaga saktinya, untuk
menghancurkan landejan watangnya sandiri ditempat dibentur
watang lawan tadi. Pemuda prawira sakti itu nampak mengedut
watangnya sedikit runtuhlah ujung watangnya batas bekas
19 teradu itu. Dengan demikian . seri-lah pertandmgan ini, tidak ada
kalah dan menang, kedua-duanya kehilangan gegaman.
Bagi umum, pertandingan dua perkasa ini berakhir seri..
tatapi bagi Untung Surapati sendiri tidak demikian, juga bagi para
orang-orang sakti dipanggung.
Dengan perasaan terharu lagi keheran-heranan Untung Surapati
memandang kepada lawannya yang masih sangat muda namun
bijiaksana sekali ini. Ia justru merasa takluk sekali kepadanya, maka
dengan sukarela ia mendahului membuang watang yang tinggal dua
pertiga bagian tetapi kali inipun maksud baiknya tidak kesampaian
juga, karena denmas Purbaja-pun tidak mau ketinggalan membuang
watangnya ......... keadaan tetap seri. ?
Berkatalah Untung Surapati, "Wahai anak baik, anak berbudi
luhur .. denmas Purbaya, paman memgaku kalah kepadamu."
Jawab pemuda itu tegas. "Tidak paman, mana dalam
pertandingan kita ini ada yang kalah dan yang menang. Semjata kita
sama-sama rusak, membuang watangpun kita lakukan bersamasama ......... Siapakah yang tidak tahu bahwa pertandingan ini seri."
"Hatimu sangat mulia den mas......... sudahlah, bila itu memang
kerelaanmu, akupun dapat menerimanya dari tangan perkasamu
dengan ucapan terima kasih yang tak terhingga. Mari bersama-sama
menghadap sri Sunan."
"Maaf paman, aku akan langsung pulang setelah memghormat
keluarga agung dipanggung, seperti pengikut-pengikut lainnya.
yang sebenamya aku takut ejekan-ejekan orang, maka jalan yang
paling baik bagiku ialah pulang selekas mungkin. Nah paman
disini kita berpisah dahulu, hingga bertemu kembali."
20 "Baik angger, pamanpun agaknya tidak lama lagi di Kartasura
ini. Konon, Belanda sudah mengutus wakilnya untuk minta kepada
Baginda, supaya menyerahkan aku kepada Kompeni. Hingga
bertemu lagi, anak baik!"
Kebetulan juga Baginda sudah berdiri dari duduknya, hendak
kundur kekedeton. Maka bubarlah watangan hari Saptu yang
mengesankan itu. Adapun yang paling tidak puas adalah pangeran
dipati Anom, karena siasat merendahkan keluarga yang sangat
dibencinya tidak dapat diwujudkan malahan sebaliknya berkesan
baik sekali bagi keluarga ka-Pugeran itu.
**** BAGlAN II
KUDA Kala Wereng mencongklang membat mengitari alunalun lalu terus keluar dari situ menuju kearah dalem Ka-Pugeran,
Sebagai kuda lain biasanya pulang kerumah sendiri tidaklah perIu
ada yang menunjukkan jalan. Kuda kuat lagi keras itu nampak tidak
segarang dan lincah, seperti waktu beraksi memdukung majikannya
dalam bertanding kekuatan dimedan latihan tadi ..... agaknya iapun
merasa, bahwa tuan mudanya sedang menanggung risau didalam
hati,
Memang demikianlah keadaan denmas Purbaya pada waktu itu
hatinya risau, pikiran ruwed menanggapi kejadian-kejadian yang
baru dialami. Sama sekali ia tidak memikirkan penilaian umum
terhadap dirinya, ia tengah memberatkan pikirannya dengan taffsir
yang mungkin dilakukan oleh sang pangeran dipati.
21 Dapat dipastikan bahwasanya tafsir itu tidak baik bagi
keluarganya dan apakah akibat yang akan memjusulnya. Hm,
semoga Tuhan melindungi keluargaku. Bagi aim sendiri, ... .. ja, tak
apalah kiranya menjadi bulan bulanan sasaran kebencian kangmas
dipati-Anom asal tidak merembet kepada ayah berserta keluarga
saja. Ah, mengapa aku kurang waspada dan kurang dapat
menagndalikan amarahku mudah saja masuk kedalam pasangan dan
pancingan orang aih, sayang mudah saja sekarang mendapat dalih
menyalahkan orang yang dibencinya.
Aku terpaksa segera harus berbicara dari hati kehati dengan
ayah, tentang hal yang sebaik-baiknya bagiku, meninggalkan
ibukota untuk sementara waktu. Dengan demikian mungkin dapat
dihindari terjadinya sengketa keluarga. Hmm ..... benar-benar tidak
kepalang tanggung kangmas dipati Anom membenci keluargaku itu.
Bagaimanakah jadinya nanti, apabila beliau itu sudah menjadi raja
Mataram. Wahai Kartasura apakah jadimu kemudian, sekarang
sudah mulai nampak awan hitam bergumpalan diatas persada-mu.
Hampir dengan tidak setahunya Kala Wereng sudah
menghentikan atau lebih tepat mengubah gaya congklangnya
menjadi jalan biasa, karena sudah tiba dihalaman ka- Pugeran.
Nampak kini seorang abdi gamel berlari-Iari untuk menuntun
kuda hitam itu kemuka pendapa dibawah kuncungan ...... kemudian
untuk dibawa ke-istalnya.
"Beri perawatan istimewa kepada Wereng paman!, baru saja
dia harus bekerja keras sekali!" kata denmas Purbaya kepada gamel
itu dengan senyuman agak sedih, dipengaruhi oleh pikirannya,
"Jangan kuatir denmas ... ha-ha, bagus-bagus Weremg,
berapakah musuh Denmas yang kau suruh bergelimpangan
mencium tanah hari ini? jawab orang tua it u sam bil
22 menepuk-nepuk leher kuda Kala Weremg. Bagi abdi ka-Pugeran,
jakinlah bahwa tak seorangpun mampu menahan terjangan tuan
mudanya yang seorang mi, Siapakah lebih tahu akan kemampuan
pemuda. kesayangan ini, daripada dia yang pemah tanpa sengaya
melihat anak-muda itu berlatih menggunakan jurus sakti isumewa
yang disebut-sebut pukulan ?GUNTUR-GENI? ... Pada waktu itu
yang menjadi sasaran adalah batu hitam sebesar kepala gayah ..
hanya sekali tampar saja, batu itu sudah berantakan berkepingkeping. Mungkin diseluruh kota. mi tidak ada keduanya, kecuali
ayahandanya yang menjadi guru pemuda uu.
Belum lama den mas Purbaya duduk termenung didalam
kamarnya, datanglah Pangeran Puger kepadanya, terus saja sang
ayah ikut duduk dipinggiran tempat tidur anaknya.
"Purbaya," kata orang setengah tua itu lamban,
"Ayah anak berbuat salah, bukan Maafkanlah aku
Ayah, tidak tertahan lagi ejekan kangmas pangeran itu bagiku."
"Iya ...... bagaimanapun kamu telah berbuat salah terhadap
orang yang berkuasa, tetapi apakah hemdak dikatakan lagi karema
sudah terlanyur, tinggal menanti akibatnya saja."
"Itulah anak tahu, dan itu pulalah yang sedang anak
renungkan.".
"Sudahkah kamu mendapatkan titik terang untuk berpegang,
apa yang seyogyanya kau berbuat ?"
"Maaf ayah, bila masih kurang tepat, harap ayah suka memberi
petunjuk Tidakkah yang sebaiknya anak harus meninggalkan
ibukota untuk sementara waktu, supaya kejadian radi-pagi tidak
berekor panyang. Bila anak tidak menampakkan diri agak lama,
mungkin persoalannya menjadi pudar."
23 "Itulah bagus Purbaya Sebenamya ayahpun akan
membicarakan hal itu, tetapi aku agak takut akan sangkalan darimu,
menerka orang tua mengayarkan tindakan yang licik nampaknya,
tidak berani menghadapi akibat perbuatan sendiri."
"Ah, mana boleh demikian Yah, apabila hal ini hanya
menyangkut pribadi anak sendiri, tidaklah terlalu dikhawatirkan
perkembangannya. Tetapi soal akan tersangkutnya keseluruhan
keluarga kiia itulah yang tidak boleh dianggap enteng, harus
dihindari sejauh mungkin. Maka sebentar malam nanti juga,
terpaksa anak mohon diri untuk mengembara sementara waktu,
entah kemana, asal jauh saja dulu dari Kartasura. Tegakan anak ini,
hitung-hitung mencari tambahan bekal hidup yang berguna untuk
hari kemudian."
Pangeran Puger menepuk-nepuk bahu putera kesayangannya
dengan rasa terharu dan terima kasih bercampur sedih .....
"Baiklah Purbaya, kau berangkatlah nanti malam meninggalkan
kota, untuk memcegalil berlarut-larutnya kemurkaan dipati Anom
terhadap keluargamu ini. Kurasa. ia selalu masih terus mencari-cari
onar dengan kita, mencari kesempatan untuk mempersalahkan kita
dengan segala macam dalih yang dapat dipergunakan. Itulah sangat
kusayangkan, bila dia tidak dapat membatasi diri dikemudian hari."
"Dapatkah kiranya ayah menahan sabar dihari-hari kemudian
terhadap usaha-usahanya yang rendah lagi licik-licin itu? Tidakkah
lebih baik kita menyingkir saja sekeluarga, dari pada mati konyol
tanpa pembelaan sama sekali?"
"Huss ... Purbaya, jangan mengucap yang tidak-tidak. Masakan
tega kangmas Sunan menghancurkan aku dengan keluargaku.
24 "Uwa Baginda pasti tidak yah, .... tetapi kalau kangmas dipati
Anom telah mengenakan mahkota kerajaan apakah jadinya nanti
dengan keluarga kita ini ?
"Hmm . . . sudahlah jangan mempersoalkan tentang kemudian
hari dulu. Biarlah nanti, dihadapi dengan NANTI saja .... paling
perlu adalah soal kita yang sekarang. 'Sebaiknya kau pergilah
ke.pada sahabat ayah, seorang tokoh sakti tiada tandingan diseluruh
jagad Mataram 'ini, sudah semasa mudanya. Kini orang itu sudah
mencucikan diri bertapa dilereng gunung Lawu, dengan gelar "Ajar
CEMARA TUNGGAL" jang juga dijuluki Si KUNYUK SAKTI.
Carilah tokoh itu hingga bertemu, yang pasti tidak mudah, karena
tidak mau atau belum mau digurui seseorang. Kalau kau dapat
diterima sebagai murid orang itu ..... aih, Purbaya, pastilah hidupmu
tidak akan mengecewakan. Biarlah kau mendapat gemblengan luar
biasa dari orang sakti itu, supaya padatlah bekalmu untuk
menghadapi yang kau sebut hari NANTI tadi ..... kau mengerti
Purbaya ?"
"Terima kasih Yah, anak mengerti beberapa bagian. Dengan
doa restu ayah, anak akan berbuat sebaik mungkin. Mudahmudahan ayahpun iidak akan kecewa karemanya"
"Anak, masih ada satu pertanyaan lagi, kau sudah kenal putri
raden-ajeng BRANGTI, atau yang biasanya disebut ratu ALIT.? Bagaimanapun hendak disembunyikan perasaannya, tetap saja
wajah pemuda tampan itu menjadi merah-padam karena agak malu.
Pemuda manakah dari kota ini yang tidak pemah berebut tempat
mengintai putri keraton .1ang aju manis bagaikan bidadari surga itu,
bila putri beseria teman-temannya putri-putri keraton lainnya,
sekali-sekali pesiar berkereta yang ditarik kuda empat, berkeliling
kota ... ? Maka dengan agak gagap denmas Purbaya menyawab : Ak ... ak ... aku sud, ... eh, sudah berkenalan dengan kangmbok
25 ALIT itu Yah. Secara kebetulan saja aku pemah menolong
kangmbok beserta ibunya, bibi mas Ayu Widasari, waktu kereianya
dibawa lari oleh keempat kudanya, karena menjadi keranjingan
(seremgah gila)."
"O, begitukah. Kurasa ... kau belum pemah menceriterakan
halmu itu kepada siapapun, bukan?"
"Memang demikianlah yah ... buat apa diceriterakan suatu hal
yang sangat biasa itu."
"Ha ... biasa, bagaimana sih caramu menolong mereka itu,
dimana dan kapan terjadinya."
"Tempatnya dekat pemandian diluar kota Selatan, aku sedang
pulang habis mandi berenang, dengan mengendarai si Wereng.
Tiba-tiba semua menjadi terkejut karena mendengar jeritan-jeritan
orang banyak berlontiatan kesamping jalan ... "Awas .. kuda gila,
kuda keranyingan, kuda nyeleng ... minggir-minggir."
Akupun menyamping sambil menoleh kebelakang. Segera
tahulah aku, yang sedang mengalami bencana itu pasti keluarga
keraton hanya dengan melihat kereta dan ke-empat kudanya saja.
Maka waktu kereta sebagai terbang lewat disampingku, dan
mendengar kusimya berkaok-kaok minta tolong ...... aku tidak bisa
tinggal diam saja tanpa berusaha mencegah terjadinya kecelakaan,
Wereng terpaksa harus berpacu mengejar kereta yang dilarikan
empat kuda tersebut. Tak lama kemudian Wrereng dapat
mendahului lari kuda-kuda dalam pasangan kereta itu. Waktu
Itulah aku berkesempatan melontiat kepada kuda yang paling
ganas nampaknya. Karena tali-kekangnya sudah putus, terpaksa aku
menyambar ujung hidungnya. Dengan demikian aku dapat
memaksanya menghentikan larinya.
26 Kuda yang lainpun terpaksa berhenti karenanya, lebih-lebih lari
mereka tadi hanya ter-bawaz oleh kuda yang keranjingan tadi, maka
sellamatlah kereta dan penumpangnya semua. Itulah peristiwanya
Yah. Dan sejak itu, eh ... sejak itu, aku kemudian kenal kangmbok
Alit."
"O, begitu .... Tahukah kau, tadi pagi itu lirikan-lirikan putri
manis luar biasa. ... hem-hem ... selalu tertuju kepadamu saja!
Memgapa kamu hanya sekali dua saja menanggapinya. Aih-aih,
Purbaya-Purbaya ... umurmu sudah hampir 23 tahun, mengapa
kamu masih terlalu jauh dari konde wanita yang cantik molek,
seperti anak Alit. Kalau memang kamu penujui kakakmu Altt itu
bilanglah terus terang kepada ayah, pasti segera akan kubicarakan
dengan kangmas Sunan."
"Hee.. jj ... jargan dulu Yah ... , uwah celaka benar kalau
demikian. Anak masih belum menjadi punggawa praja, juga belum
mendjadi orang yang dapat mengurus rumah 1ang~a sendiri, mana
holeh aku gegabah main cinta segala, lebih-lebih untuk beristri."
"Mengapa tidak Purbaya, kau adalah anak seorang pangeran ...
Bila saja kau mau, aku dapat memberikan sebagian dari bumi
pepancenku, bukan?"
"Tidak demikian Yah, jangan begitu hendaknya Aku
ingin menjadi orang karena jasaku sendiri, malulah rasanya
terhadap negeriku, bila aku masih rergantung kepada orang tua."
"Bagus sekali pendirianmu itu nak, hany a saja bila temyata
perlu, kau tidak usah kuatir, karena ayahmu juga masih cukup kuat
memikul seluruh keluarganya. Dengarlah pendirianku Purbaya . . . .
aku sangat setuju, bila kau hendak memperisteri anak Alit. Nah,
itulah yang hendak kukatakan juga kepadamu."
27 Setelah berkata demikian pangeran Puger meninggalkan
puteranya, yang kini menyeringai geur sambil menggaruk-garuk
kepalanya tanpa alasan itu, Wayah cantik manis berlebih-lebihan
ratu Alit, membajang kembali, dengan tiba-tiba dimatanya
Terkenanglah masa per emuan itu dan perkenalannya yang pertama,
dipinggiran jalan , ... wakiu mengaku persaudaraannya senemek,
Surran Mangkurat I (Tegal-Arum). Pada waktu itu ratu Alit sangat
kemalu-maluan, tetapi justru itulah manisnya bukan main
dipandangan denmas Purbaya yang merasa gelagapan karenanya.
Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Masih terdengar sampai sekarang suara putri aju itu ditelinganya,
"O ... jadi dimas ini putera paman pangerau Puger? Memgapa
aku tidak pemah melihat dimas sebelum hari ini?"
"Memang kangmbok, saya tidak banyak keluar dari rumah
ayah."
"Terima kasih atas pertolonganmu dimas. Ah, apakah yang
mungkin terjadi dengan bibiku dan aku sendiri tanpa perrolongan
dimas itu."
"Barang hanya me mberhentikan kuda lari saja kangmbok ....
mengapa masih banyak dibicarakan. Kecuali itu aku ini , masih
saudara sepupu kangmbok ser.diri termasuk pula kawula Mataram,
maka sudah selajaknya berbuat bakti terhadap raja dan keluarganya,
yang berarti berbakti pula kepada negara. Oleh karena itu, mana ada
aturan masih mendapat terima kasih dariku,"
"Baiklah, bagaimanapun kami merasa berhutang budi te.
hadapmu di mas, semoga Tuhan membalasmu dengan anugerah
yang setimpal."
Dengan gaya tergentak denmas Purbaya berdiri dari duduknya
sambil mengibaskan kepalanya yang bagus itu maka terjatuhlah ikat
kepalanya wama gadung (hijau daun), yang tadinya rapi menghias
28 kepalanya. Rambumya yang banyak lagi berombak ombak itu kir.i
lepas terurai ba ras pundaknya. Alangkah tampan dan perkasanya
pemuda harapan ini, maka tidaklah salah bila denajeng ratu Alit
sejak melihat dia lalu jatuh hati kepadanya. Sebaliknya denmas
Purbayapun tidak mudah lagi melupakan wayah cantih-molek puteri
raja itu .... selalu membajang di-ufuk matanya pada waktu-waktu
terluang, membangkitkan rasa senang-senang-menakutkan
demikian.
Untuk menghilangkan lamunannya yang biasanya menjadi-jadi,
pergilah pemuda itu ke1uar dari rumah ka-Pugeran! Berdiri dikori
butulan sebelah Timur untuk melihat-hhat lalu lintas atau
pandangan yang lain. Masih nampak satu-dua ksatria berkuda lewat
di jalan besar dimuka dalem.
Itulah para ksatria yang pasti datang dari luar kota
pulangnya dari alun-alnn sering suka mampir di tempat teman atau
mampir diwarung-warung makan. Sedang memikirkan hal
demikian, denmas Purhaja merasa disentuh orang pada lututnya,
... tercemganglah ia pada waktu ia memperhatikan orang yang
menyemtuhnya itu. Wanita setemgah tua itu, adalah dayang putri
Alit ... , hanya dayang itu berpakaian seperti orang kebanyakan,
tanpa tanda tanda yang biasa dipergunakan, untuk menyatakan
berasal dari kedaton. Apakah makna kedatangannya dan
sentuhannya ini?
"Nyai emban Subita, bukan?" bertanya denmas Purbaya.
"Hamba sendiri denmas . Ah, hebat benar ingatan denmas,
sampai kepada nama seorang emban seperti saya mac;ih teringat
oleh denmas."
"Mengapa bibi tidak memakai pakaian biasanya?"
29 "Denmas, hamba ada keperluan diluar ... mana bisa leluasa
bergerak diluar tembok keraton, bila berpakaian seperti dayang
keraton."
"Ah. begitulah kiranya .... Silahkan saja bibi melaksanakannya
jangan terhambat karemaku."
"Aih, denmas ..... masakan demikian, malah tugas hamba kali
ini justru menghubungi denmas seorang."
"Hai, bibi Stibita, siapakah yang memjuruh bibi kemari ini,
kangjeng bibi Wadasarikah, atau . eh atau ... eh."
Seketika itu juga berdebaranlah jantung pemuda itu darahi-ja
menggelegak berdesiran kesegala arah diseluruh badannya, hingga
terasa panas dengan mendadak. Maklumlah, perasaan seorang
pemuda baru pertama kali merasa mendapat perhatian dari seorang
gadi.... , ya, gadis yang selalu terbajang dipelupuk matanya. Panas
dinginlah rasa badanya, karena gugup, suka bercampur malu-malu
girang.
Hingga berumur hampir 23 tahun, denmas Purbaya hanya
mementingkan seal i lmu.gerak, ilmu-sakti, ilmu bertempur dalam
peperangan dan sedikit ilmu ketata negaraan . . . belum pernah ia
menyeleweng kearah konde-licin dan wayah canik para wanita,
Baru kali ini ia rerlibat dalam rasa yang aneh, menakutkan dan
menyenangkan sekaligus, yang disebut ?asmara?.
Tetapi wajarlah kiranya bila ia langsung jatuh cinta kepada
saudara sepupunya, denajeng ratu ALIT itu, karena putri ini
memang manis-molek luar biasa, mungkin putri yang terindah
diseluruh jagad Mataram pada jamannya.
Berkatalah emban Subiia dengan memberi sarat :
30 "Jangan menjadi gugup denmas, nanti mudah dilihat orang lain,
bisa menggagalkan keperluan hamba. Ya-ya-ya..... bibi ini
dititahkan kemari oleh seorang Bidadari manis, yang minta dengan
hormat tetapi sangat kedatangan denmas di Taman sari, disekitar
kolam remang para putri kraton .... sebentar malam lepas Isa. Tetapi
bila denmas merasa ragu karena banyaknya peronda yang selalu
berkeliling . janganlak terlalu nekad. Apabila denmas berani
menempuh bahaya itu, silahkan datang pada waktu tersebut ....
pastilah denmas dapat bertemu dengan tidak disengaya seorang
bidadari manis yang tengah merasa sedih sekali, ingin
membicarakan sesuatu dengan denmas sendiri."
"Bagi saja sih, tidak terlalu sulit untuk memenuhi permintaan
itu bibi, .... yang patut dikuatirkan itu bila tindakan kita ini
dipergoki orang. Celakalah kangmbok untuk selama-lamanya,
ternoda nama baiknya. Itulah yang harus dijaga baik-baik."
"Siapakah yang tidak tahu akan bahayanya itu denmas, tetapi
ingkang mbokaju sendiri mungkin sudah memperhitungkan hal itu.
Seorang putri raja sudah berani berbuat sesuatu, akibat mati
sekalipun tidak lagi menjadi soal, asal ksatrianya tidak
mengecewakan saja."
"Hmmm .... kau terlalu mendesak orang."
"Tidak denmas itu terserah putusan denmas sendiri."
"Baiklah emban, katakan kepada mbokaju bahwa aku akan
datang pada wakiunya di-Taman-sari. Pesanku, supaya kangmbok
bersiap-siap menghadapi maut bersama aku, bila tindakan kita tidak
selamat."
"Semoga hal yang tidak di-inginkan tidak akan terjadi atas diri
putriku dan denmas. Selamat tinggal denmas yang sakti."
31 Setelah ditinggal oleh emban Subita, bingung pulalah rasa hati
denmas Purbaya, karena haru berebut unggul dengan rasa bangga.
Teranglah sudah sekarang, bahwa putriaju?manis, ratu ALIT itu
mencintai dirinya. Siapakah yang tidak akan menjadi bangga
karenanya. yang menjadi soal ialah rasa belum setimpalnya ia
memperisteri seorang putri raja, karena belum berkedudukan dalam
kepunggawaan negara. Patut pula disayangkan peristiwa yang baru
saja terjadi, yang bisa merenggangkan hubungan keluarga.nya dari
pihak keraton hingga ia sendiri memutuskan, untuk meninggalkan
ibukota nanti malam.
Akan tetapi bagaimanapun ..... denmas Purbaya hendak
memenuhi janjinya, sekalipun menerjang lautan api Kartasura, ia
tidak akan mundur. Tidak disangkanya sama sekali ia akan bertemu
dengan lelakon rumit dan berbahaya ini, pada saat ia akan
meninggalkan Kartasura, dalam usahanya menghindari terjadinya
sengketa keluarga keraton. Namun temyata ia kini langsung masuk
ketengah gelanggang persengketaan, bila tindakannya dipergoki
orang. Adakah ini firasat jelek baginya?
Apakah kehendak ratu Alit yang sebenamya? Kalau hanya
karena rasa cintanya saja, tidak mungkin kangmbok menyuruh aku
datang sebagai seorang maling putri .... Pastilah ada sesuatu yang
hendak dibicarakan dengan aku secara rahasia, bila rahasia itu tidak
amat gawat, pastilah sudah disampaikan kepadaku dengan
perantaraan emban saja.
Ah, sudahlah ..... siapa dapat menerka bisikan sukma orang
lain. Aku harus pergi dan berani menanggung segala akibatnya.
Inilah hebat, baru saja dapat mendekati putri pujaan . . . . sudah
sangat hebat bahayanya. Namun dapat berdekatan dengan si-dia ...
dapat melihat dengan saksama wajah ayu-manisnya saja, cukuplah
kiranya untuk membesarkan hati menerjang rimba golok dan
32 pedang Kartasura. Semoga Tuhan melindungi kangmbok, syukur
bersama dengan aku .....
Waktu lepas ISA . . . . malam tanpa bulan . . . . . Seluruh kota
Kartasura sudah diliputi sang gelap, yang kian menjadi pekat, lebihIebih dipekampungannya penerangan lampu di jalan-jalan besar
berjauhan sekali sesamanya, hingga tidak mampu memberi
penerangan yang cukup, hanya batas penunjuk jalan melulu.
Seorang pemuda tampan berdandan serba hitam, ringkas dan
siogsat,' berkelebat nampak melompati pagar tembok kepuri dalem
ka-pangeranan Puger ...... Diluar pagar tembok bayangan hitam tadi
bergerak gesit sekali ke -arah istana. ltulah denmas Purbaya yang
hendak memenuhi janjinya. Sebagai putra pangeran tahulah ia
dimana letak Taman-Sari Baginda.
Karena gawatnya tindakan yang tengah dikerjakan itu bersikap
sangat waspadalah ia. Segala kesaktiannya siap untuk dipergunakan
sewaku-waktu untuk memjaga dan melindungi diri. Dengan jalan
memghindari penerangan jalan, sampailah ia diluar tembok Tamansari, yang tingginya kira-kira tigameter lebih sedikit saja. Maka
dengan sekali mengayun tubuhnya me]ajanglah ia melampaui pagar
tembok tersebut ...... terjun didalam Taman tanpa mengeluarkan
suara sedikitpun.
la merasa lucu sekali, karena teringat ia akan lelakon
NARAYANA-MALING dewi Rukmini .... Pastilah Narayana pada
waktu itu mengalami perasaan yang sama dengan dia sekarang,
mungkin juga terpaksa melompati pagar tembok seperti dia. Nah,
apakah yang harus dikerjakan sebagai kelanjutannya .... Harus hatihati dan teliti lagi cermat, mengenal lingkungan dan keadaan disitu.
Denmas Purbaya melihat dengan mata tajam kesegala arah,
agaknya karena masih sore ini belum ada peronda dan -jaga kemit
yang berkeliling. Seselah merasa aman pemuda itu mengarahkan
33 pandangannya kek kolam renang. Lapar-lapat ia melihat tubuh
seseorang dibawah pohon Widuri, dekat kolam tersebut. Tidak salah
lagi, pastilah itu orang yang tengah menantinya.
Tanpa menimbulkan suara, mendekatlah denmas Purbaya lalu
ber did tidak terlalu jauh dibeiakang orang itu. Setelah [akin ia tidak
keliru mengenal orang, berbisiklah denmas Purbaja, "Kangmbok,
aku memenuhi janji .... Apakah yang hendak kangmbok bicarakan,
Walaupun hanya bisikan lirih saja, namun teranglah bagi ratu
Alit bahwa orang yang dinantikan dan diharap kedatangannya sudah
berada dibelakangnya. Betapapun cinta kasihnya kepada pemuda
harapan itu, namun ralu Alit adalah. Seorang puteri Raja, yang
berkepribaidian tiuggi . biarpun. jantungnya berdenyut keras
bagaikan hendak pecah, hatinya melonjak-lonjak hendak memapaki
sang kekasih, namun tak hendak ia berbuat yang kurang pantas bagi
seorang puteri.
Maka dengan gaya yang luwes-merakati Alit memutar.
badannya, menghadapi demmas Purbaya dengan senyuman yang
keliwat sedap, hingga yang melihatnya terpaksa mengibaskan
kepalanya, untuk tidak lupa daratan atau tenggelam dalam lautan
madu. Terdemgarlah suaranya yang direndahkan,
"Adikku, selamat datang.Apakah penilaian adik tentang
permintaanku ini ?"
"Ah, kangmbok ... aku jakin bahwa kangmbok pasti
mempunyai persoalan yang sangat gawat, hingga terpaksa berbuat
demikian. Maka jangan sungkan-sungkan lagi kangmbok..
katakanlah kepadaku apa yang hendak kangmbok bicarakan itu!"
"Adik Purbaya aku benar-benar mengagumi kecerdasanmu
...Ya-ya .... memang ada sesuatu yang hendak kukatakan kepadamu
seorang secara rahasia. Dengarkanlah setelah watangan tadi pagi
34 bubar .... secara tidak sengaya, aku mendengar kata-kata kotor
kangmas pangeran adipati anom terhadap keluargamu, demgan
mengancam setelah kangmas pangeran kemudian mengganti ayah
naik tahta kerajaan, jangan harap keluarga ka Pugerann mendapat
tempat yang aman lagi. Itulah dimas yang sangat mengganggu
pikiran dan perasaanku hingga sekarang terpaksa aku minta
kedatanganmu ini. Dengan penuturanku, sekurang-kurangnya
keluargamu sudah mendapat kisikan orang akan bahaya yang
mengancam. Itulah yang hendak ku-bicarakan denganmu dimas."
"Benar juga yang sudah kurasakan sendiri kangmbok. Sekarang
ini bahaya besar itu sudah lebih nyata lagi. Perkenankanlah aku
mengucapkan terima-kasih yang tak terhingga kepada kangmbok."
"Dimas ... bukankah kita ini keluarga serumpun .... Mengapa
sikap kangmas pangeran dipati Anom selalu memusuhi keluargamu,
itulah aku kurang mengerri sama sekali."
"Itu hendaknya jangan ditanyakan kepada saja kangmbok,
karena aku tidak berhak untuk mengupasnya. Perhatikanlah sendiri
ucapan ucapan kangmas dipari Anom, yang selalu berkisar pada
waktu ayah mengangkat senjata tanpa bantuan Kompeni,
menghadapi keraman TRUNAJAJA. Itu berarti pula tidak bersamasama dengan barisan uwa Prabu Sunan Amangkurat II (yang juga
disebut Amangkurat Amral) Waktu itu uwa Prabu masih pangeran
adipati Anom."
Karena mereka berbicara dengan suara berbisik, maka mau
tidak mau ...., mereka harus mendekat, hingga hanya berjar~k
setegah. depa saja . . . . itupun selalu- berkurangan tanpa disengaya,
hingga tahu tahu mereka sudah saling memandang dengan mata.
mleleng karena tandas dihati masing-masing.
Maka hatilah yang terpaksa melonjak-lonyak bagaikan hendak
meloncat keluar untuk bertemu mesra sesamanya, Habislah segala
35 macam perkataan seribu bahasa, yang kini sibuk berkisah. apalah
hati mereka, berbentuk desahan menyinta keluar dari mulut,
"Adik .....!"
"Jawabnyapun hanya sepatah ..... "Kangmbok" Waktu genting
itu emban Subitalah yang menjadi pengamannya, tetapi sekaligus
membawa kabar buruk bagi muda-mudi tersebut.
"Denmas, awas ..... lima peronda datang masuk ke taman
celakalah kita ini!"
Bagai kilat taggapan denmas Purbaya menghadapi bahaya maut
ini, "Biyung emban, jangan bingung. Aku akan segera melakukan
siasatku ..... Kangmbok akan kularikan dengan melompati pagar
tembok. Pasti orang akan mengejar aku. Dengan jalan melingkar
aku akan datang lagi disini lebih dahulu, untuk mengembalikan
kangmbok. Tugasmu sekarang ini, adalah menyerit-jerit setengah
mati, mengatakan putrimu diculik orang. Demikian pula kangmbok
harumenyerit panjang sekali, tetapi hanya sekali saja, supaya tidak
diketahui orang kearah mana lariku, Nah . , . , hajo, mulailah!"
Maka terdengarlah aksi emban Subita, menyerit tinggi-rendah .
Sumber Pustaka : Gunawan Aj
Pdf image : Gunawan Aj
Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
.. seperti setan kehilangan anak.
"To-looong, to-looo -- ong, toloong .... adu- uuuh mati akuuhu-uhu-uhu ...... to-looo-ng-toloong ... anakku, o, putriku .... o,
intenku ... to-looong toloong .... o, putriku diculik orang, .....
diculik maling ......toloong .... 0, putriku dibawa lari maling, o ....
intenku, uhu-uhuh ihi-ihi-ihi-i-i-i ... maling-maling putri .
Geger Seketikalah para penjaga dan peronda yang baru masuk
kedalam taman , karena mendengar jerit tangis emban Subita... . . . ..
dan bjerit nyaring putri yang tengah dilarikan orang. Kelima
peronda yang hendak jalan keliling taman, melihat dengan terang
berkelebatnya orang berpakaian serba hitam memondong putri Alit,
36 meloncat meranggeh puncak pagar tembok. yang tinggi itu. Setelah
tangan kanannya mencapai puncak tembok .. , dengan sekali sentak
saja badannya mumbul lagi melewati tembok tersebut dengan masih
memondong putri Alit.
Sudah barang tentu mereka itu kehingungan sekali, karena tak
seorangpun mempunyai kemampuan untuk meloncat melam paui
pagar tembok yang tingginya tidak kurang dari tiga meter itu.
Terpaksa mereka sibuk dulu mencari tangga, untuk segera dapat
keluar mengejar maling. Penjaga keraton yang lain terpaksa
mempergunakan pintu butulan disebelah lain dari arah lain si
penculik. Setelah diluar ... mereka sudah agak lama ketinggalan,
terpaksa harus mencari jejak penculik putri itu dulu, yang pasti saja
juga tidak mudah. Nampak kini obor diajalakan orang hingga
puluhan banyaknya, untuk mencari jejak maling .
Adapun denmas Purbaya.. tersenyum puas, sambil
membentangkan kaki, mempraktikkan ilmu lari cepatnya mengejar
barat. Siapakah akan dapat menyandaknya, kecuali tokoh-tokoh
utama kerjaan Mataram, maka tenteramlah hatinya hingga ia masih
dapat menikmati keadaannya pada waktu itu, memondong kekasih
yang baru saja diketemukan karena terpaksa. Pasti ia tidak akan
dapat melupakan rasa samar-samar takut, tetapi nyaman tiada
tandingan, karena sentuhan pipi halus lumer, menempel kepada
pipinya sendiri yang mulai menjadi kasar ksrena gejala-gejala
pertumbuhan kumis dan jenggotnya. Juga lengan ratu Alir, yang
kial-halus ramping, melingkar pada lehemya . . . . Hmm ... dalam
keadaan demikian, lari setahun-betah juga, tidak akan terasa
lelahnya.
Puas pula hatinya, karena dapat memperdajakan pengejarpengejamya. Mereka itu terus lari meugejar keluar kota,
menurutkan arah pancingan denmas Purbaya .... tanpa sadar bahwa
yang dikejar sudah membelok demi sedikit, melingkar lebar,
37 kembali kearah semula, dengan meninggalkan pemgejar nya jauh
sekali. Tetapi betapa kaget denmas Purbaya pada waktu itu, karena
merasa diserang secara hebat sekah dari belakang, oleh sambaransambaran angin pukulan sakti.
Otomatis ia mengelak kesamping,segera meletakkan denajeng
Alit dirempat terlindung dibelukang pobon. Purbaya bertekad untuk
melajani penyerang gelapnya. Siapakah grrangan tokoh sakti yang
mengayar ini, Purbaya sudah siap dengan segala ilmu
kemampuannya, juga sudah mantap bertekad bulat, lebih baik sima
dari pada kena dirawan orang. Maka waktu serangan pengejamya
datang lagi .. , pemuda sakti itu sengaya memapakinya dengan
pukulan saktiaja pula. Kedua tangan perkasa bertumbukan, hingga
menyeprat nyaring menggetarkan udara. Akibatnya pun hebat, ...
Penyerang yang datang dari tempat gelap itu mental balik
selandejan tombak, jatuh mendeprok dengan memegang dadanya ...
denmas Purbaya sendiri, biarpun tidak gempur kuda-kudanya,
merasa kesemutan diseluruh badannya, hingga iapun mendeprok
ditempat.
Kedua-duanya tidak segera dapat bergerak atau berkata, karena
masih kacau pemafasannya. Pandangan matapun belumjemih
kembali. ?
Yang dapat membuka mulut dahulu adalah denmas Purbaja.
"Aih Ayah ... maaf Ayah, anak tidak menyangka sama sekali,
bertemu dengan Ayah."
"Anak Purbaya ..... engkau-kah kiranya. Akupun tidak
menyangka, pemjulik Alit itu engkau sendiri .... Hmmm .....
mengapa tidak bilang lebih daaulu, hiagga terjadi salah faham ini.kata pangeran Puger agak menyesal.
"Tidak apa yah ... Sukur kita. sama-sama udak terluka datam
adu tenaga ini. Bukankah ayah menggunakan tenaga Gineng38 Jalasengara? Hampir-hampir tak tertahan olehku gebugan Ayah
tadi."
"Heh-beb?heh .... kau tidak terluka Purbaya, tetapi aku
mengalami cedera sedikit, karena tenagamu temyata sudah lebih
besar dari tenagaku. Tetapi tak apalah . . . . . aku hanya terluka
sedikit saja, tak usah dibuat kuatir. Sebaliknya boleh dibuat bangga,
babwa kau sudah mahir juga mempergunakan tenaga sakti Gineng
Jalasengara itu, akupun bukan tandingan mu lagi nak."
Da tang menyela ratu Alit, "Paman pangeran Puger, apakah
yang barus kuperbuat sekarang ini? Aku agak memjadi takut
kemurkaan karema dipati Anom terhadap dimas Purbaya."
"Ha ..... anak manis, kemari kau. Apa yang harus ditakutkan.
Aku akan membawamu pulang. Kita katakan saja nanti, bahwa
penculik itu sudah kukalahkan, lalu lari meninggalkan kita .....
berres bukan?"
Bila orang kemudian menanyakan siapa penculikku itu, apakah
jawabanku?" tanya putri itu.
"Kau bilang tidak sadar akan dirimu lagi sejak dibawa lari .....
mana kau bisa tahu siapa jang membawa lari kau itu? Baru kau
sadar diri, waktu kubawa kembali kekeraton."
"Kalau paman yang ditanya siapa yang paman kalahkan ita . . .
. . paman bilang apa nanti?"
"Putri manis .... kau cerdas dan cermat sekali tetapi itulah
urusan pamanmu ini, tak usah kau-kuatirkan Alit. Nah, sekarang
Purbaya, kau berpamitanlah dari kangmbokmu saja, untuk
menyingkir sementara waktu supaya jangan saling harapmengharapkan."
"Dimas hendak paman suruh kemana?"
39 "Ia barus berguru lagi kira-kira tiga tahun lagi lamanya, supaya
jangan kepalang ajar Alit."
"Betulkah itu dimas Purbaya?"
"Benar kangmbok, maka dengan ini sebaiknya aku minta diri,
untuk jaogka waktu tiga empat tahun."
"Ih,mengapa demikian lama, dan sebenamya untuk apa berguru
lagi itu. Siapakah tandinganmu dalam kota Kartasura ini, apabila
paman Puger sendiri telah mengaku bukan sainganmu lagi? Berguru
sakti yang akhirnya hanya memperbesar selera berkelahi saja,
berperang-bertending dan membunuh sesama hidup . apakah
baiknya?"
"Tidak hanya demikian kangmbok . . . . . lihatlah dunia kita ini,
barang siapa tidak mampu mempertahankan diri sendiri, dialah sikonyol yang akan diganyang orang, dibunuh tanpa dapat membela.
Kemajuan dunia kita ini belum sampai ketaraf: manusia dapat
mencintai sesamanya seperti mencintai diri sendiri, Oleh karena itu
wajiblah kiranya, seseorang memiliki bekal yang cukup kuat, untuk
bertahan bila hendak diganyang orang lain. Berguru adalah baik,
karena mendapat petunjuk guru yang benar, asal guru kita benarbenar pendita yang baik martabatnya dan luhur budinya. Ingatlah
pula: Semakin padat dan tinggi ilmu manusia yang baik, semakin
runduklah ia, semakin tinggi pula martabat dan peri-budinya."
"Anak Alit ..... biarkanlah adikmu itu berguru dulu. Tidak
ingatkah kau akan peristiwa tadi pagi, yang pasti akan berekor
panjang? Maka untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan,
sebaiknyalah adikmu pergi dulu dari kota ini. Mumpung kalian
masih sangat muda, tiga-empat tahun lagi bersabar pastilah justru
sangat baik, Tiga tahun lagi, kau pasti akan menjadi bidadari yang
mengguncangkan jagad Mataram."
40 "Baiklah paman . . . . . tetapi aku emoh menjadi bidadari yang
menghebohkan jagad, biarlah aku tetap menjadi manusia biasa."
"Ya-ya aku tahu anak manis ..... Sudahlah, kau mengucapkan
kata perpisahan saja dulu dengan adikmu!"
"Dimas .... selamat jalan, sampai bertemu lagi."
"Terima kasih kangmbok ....."
Pangeran Puger tersenyum penuh arti, katanya ..... "Wah.
kok terlalu kaku didengar, ya .... Baiklah aku akan membebelakangi
kalian saja, supaya agak leluasalah pamitanmu Purbaya."
Benar saja pangeran setengah tua itu membalik kearah
membelakangi kedua orang muda tersebut, Itulah saat?saat bahagia
tanpa tandingan bagi si muda-mudi, yang sudah bertemu hati dan
merasa mendapat perkenan dari orang tua.
Mau tunggu kapan lagi bila sudah disetujui pihak berwajib.
Maka tanpa dapat dicegah pula, dengan sekali raih saja denajeng
Alit sudah berada dalam rangkulan denmas Purbaya.
Apa yang segera terjadi .... ja, siapakah yang tidak dapat
membajangkannya, hingga pangeran Puger tidak tahan lagi hanya
membelakang' mereka saja
"Selamat jalan dimas ...." Isak ratu Alit, yang kini dipondong
pangeran Puger, kembali kekeraton, Denmas Purbaya tidak dapat
mengeluarkan perkataan separah pun, ia hanya memandang kepada
kekasihnya dengan mata berkilat-kilar penuh gairah membajangkan
gejolak hati mudanya . . . . . pandangan mata penuh arti, yang tak
mungkin akan melupakannya.
41 Benar saja pangeran setengah tua itu membalik arah membelakangi
kedua orang muda tersebur. Itulah saat-saat bahagia tanpa tandingan
hagi si muda-mudi yang sudah berremu bati dan merasa mendapat
perkenan dari orang tua,
42 Baru setelah ayahnya tidak lagi kelihatan, pemuda itu sadar
akan keadaan dirinya. Kini baginya hanya ada satu istilah melulu ....
harus berhasil, atau lenyap dari percaturan dunia Mataram.
**** BAGIAN III
UNTUK MEREDAKAN rasa harunya yang berlebih-lebihan
itu, hampir setengah malam denmas Purbaya lari sekuat tenaganya.
Keruan saja ia sekarang sudah jauh sekali dari Kartasura, yang
berarti pula bahwa ia sudah jauh dari putri kekasihnya. Namun
harinya masih belum menerima keadaan jang sebenamya itu ...
masih penuh rasa rindu-risau,, karena teringat akan wayah nan ajumanis dari ratu Alit saja. Baru sekali ini ia mendapat pukulan batin,
yang tidak mudah diatasinya.
Siapakah yang rela dengan sukarela meninggalkan kota yang
sudah teratur segala-galanya, untuk berkelana tiada menentu, yang
pasti tidak kurang bahayanya Lebih-lebih siaapakah rela
meninggalkan kekasih yang baru saja diketemukan. Inilah hebat,
maka pikirannya-pun melantur-lantur tidak keruan.
"Ah, memang nasibkulah yang buruk itu mengapa
menimbulkan amarah kangmas dipati Anom itu mengapa kurang
sabaran ... Tetapi siapakah dapat juga menelan hinaan sebesar itu,
tertuju kepada ayah yang sangat dihormati. Hmm, ...... bila hanya
soal keselamatanku sendiri saja, mengapa aku tidak berani
berhadapan dengan segala akibat perbuatanku itu. Namun pastilah
orang licik itu akan merembet-rembet kesegala arah .... keluargaku
pasti tidak aman.... Mungkin malahan sampai kepada keluarga
semua penderek ka-Pugeran, akan menanggung siksaannya.
43 Tambahan lagi peristiwa tadi malam di Taman-sari .. masih
untung hanya ayah seorang dapa t bertemu dengan aku. Semoga
saja segala sesuatu dapat dibereskan tanpa ada ekornya. Nah,
baiklah nasib yang buruk ini aku terima saja sebagai penebus dosa
sekaligus memenuhi maksud ayah yang tertentu, sebagai yang
dikatakan secara samar-samar.
Hmm... dimanakah aku sekarang ini, bukankah bengawan
dimuka itu, sungai besar daerah Sokawati?.
Gunung besar yang nampaknya dari sini seperti wanita tidur
terlentang itu, pastilah gunung Lawu, kemana aku harus per1u
mencari orang sakti tanpa tandingan sahabat ayah. Dimanakah
kiranya sekarang ini kjai Ajar CEMARA-TUNGGAL bertapa ...
Kata ayah, pastilah orng suci itu tidak mudah diketemukan orang,
juga karena ia sungkan menerima murid ... sungkan pula bergaul
erat lag1 dengan manusia lainnya. Maka mustahillah dia dapat
dietemukan berumah dipekampungan atau didesa. Ah, mengapa
tidak jalan terus saja dulu, sambil bertekun duulu yang sudah
dibekal, Semoga lekas berhasillah usahaku ini, mendaparkan titik
tolak, untuk melanjutkannya.",
Tidaklah mudah mendaki lereng gunung yang nampaknya dari
jauh bagus, halus dan lurus. Kenyataannya tidak demikian keadaan
sehuah lereng gunung, Mula-mula lereng itu berupa hutan belanrara
yang cukup lebat, kian menanjak tinggi kian berobah corak
hutannya, Pohon-pohon cemara yang besar dan lurus batangnja
tumhuh berserakan mememuhi relung-relung dan lereng serta
jurangnya, menambah. keangkeran keadaan, Bila sang angin
berembus melewatinya ...... terdengrlah suara bergemuruh dahsyat,
bagaikan suara seribu iblis dan berkasaan berebut mangsa,
mengerikan,
44 Adapun yang sangat ditakuti orang dilereng gunung Lawu itu,
adalah yang disebut ?AMPUHAN? Itulah angin keras membawa
kabut maut, konon kabut itu beracun mematikan ...... Maka tidaklah
sembarang orang berani gegabah mendaki gunung tersebut.
Namun pemuda gagah lagi ganteng, berpakaian serba hitam
ringkas itu bukanlah pemuda biasa, maka berani berkeliaran
dilereng gunung ampuh itu, Badannya tinggi-besar, ramis-ramisnya
nampak kukuh kuat, rapi serasi, tindakannya enteng tetapi meantap,
pandangan matanya bening berkilat-kilat mengandung Perbawa
sakti, Itulah putra pameran pangeran Puger yang kesaktiannya
sekarang saja sudah melewati gurunya, atau ayahnya sendiri.
Minggirlah kiranya jin-setan peri-perajangan serta segala macam
binatang buas diterjang oleh pemuda gagah-berani itu.
Hari ini adalah hari jang kelima dari saat denmas Purbaya
meninggalkan kota, untuk mencari Ajar Cemara Tunggal. Dengan
memendam diri sambil merenungi ilmu..
Menjauhkan diri dari sengketa keluarga dengan orang-orang
berkuasa dan berwibawa. Betapa sulit dan besar bahayanya
sekalipun berkeliaran dileremg Lawu itu, pastilah masih lebih aman
dari hidup dikota berdekatan demgan pangeran dipati Anom.
Berapa kali ia harus memgerahkan tenaga-saktinya untuk
melawan angin dingin yang dapal membekukan kulit dan daging.
Berapa kali pula ia harus bergerak dengan jurus saktinya GUNTUR
GENI, untuk membuyarkan kabut dingin beracun, yang disebut
Ampuhan terrsebut Namun pemuda itu tidak menjadi kecewa,
karena ia tahu pasti, bahwa tidaklah mudah orang mencapai
Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
maksudnya yang baik. Hanya dengan tekad badja, lebih baik pulang
namanya saja dari pada tidak becus mewwujudkan cita-citanya,
bergerak madjulah ia ...... menerjang segala macam rintangan
perjalanannya.
45 Seorang pendekar perkasa tingkatan denmas Purbaya pada
waktu itu, pasti tidak gampang terlengah kewaspadaannya, tak
mudah terbokong serangan lawan. Maka dengan gaya yang luwes
tetapi kuat sekali, ia sekonyong-konyong membalikkan badannya
sambil melancarkan pukulan jurus pembelaan, serunya:
"Gila ......... siapa kurangayar membokong orang?"
Dalam jarak kurang le bih tujuh delapan meteran dari denmas.
Purbaya nampaklah orang yang menyerang dari belakang tadi.
la melepaskan pukulan jarak djauh kepada pemuda pemberani, yang
gegabah berkeliaran di lreng gunung angker itu, sengaya untuk
menjajaki kemampuannya. Karena denmas Purbaya pun
melancarkan pukulan serupa, maka kini bertemulah kedua pukulan
yang kira-kira sama kuat itu .. dan gempurlah kuda-kuda
mereka bersama-:sama pula. Penyerang itu nampak hanya surut tiga
langkah sad3a, sedang denmas Purbaya terpaksa melangkah mundur
empat tindak baru dapat memperbaiki posisi kakinya.
Kaget benarlah pemuda kota itu, pikimya : "Hebat sekali orang
ini. Aku mempergunakan gaya sakti Gineng Jalasengara .........
masih gempur kuda-kudaku. Siapakah dia ini? Mengapa dia
menyerang aku secara pengecut demikian. Waspadalah kiranya
yang paling benar. Sekali lagi demmas Purbaya berseru: "Siapa
berbuat seperti cecunguk membokong orang dari belakang?"
Tetapi jawabannya sangat aneh: "Ahah-ah uh-uh mba-beh .......
bahok." sambil menggerak-gerakkan jari-jari tangannya ramai
sekali, Teranglah bahwa orang itu bisu dan tuli, tetapi denmas
Purbaya tidak segera melihatnya malah merasa sangat dihina.
Berkatalah ia dengan mata memcilak mar ah:
"Apa ...... kau menghinaku?!"
46 "Uh. uh:..... uwah . . . .. . bahok-wau . . . . . ." jawabnya pula ....
Masih 1a menggerak-gerkkan jarinya, Namun pemuda lainnya
masih juga. belum insyaf akan keliru tangknpanya.
"Apa, kau kira aku takut kepadamu, ha .. ha ... Mari.. mari. ..
kita mulai saja memgadu kekuatan."
"Uh?uh ...... ah-ah, wau ....." jawab orang itu.
Tidaklah dapat demmas Purbaya memahan sabar lagi, segera ia
membuka serangan demgan jurus pancingannya ......... yang tidak
dihiraukan oleh lawannya, tetapi malah menyerang dagu musuh,
hingga hampir saja pemuda pameran itu dapat terhajar dagunya.,
yang berarti rontoklah kewibawaannya ....... jikalau kurang cekatan
sedikit saja. Hanya dengan menundukkan bada dan membuang
kepala kesamping ia dapat menghindarkan bahaya itu. Tetapi
dengan berbuat demikian ridak pula dia dapat mengerjakan tangan
kirinya, menggaplok musuh, karena terpaksa mengubah sikap
badannya tadi.
Yang kini dapat dikerjakan adalah menyerang bagian bahwa
lawan dengan temdangan k earah lambungnya.
Temyata, orang tinggi-besar yang hanya bercawat kain lurik itu
seorang pendekar yang tinggi ilmunya, yang tidak hanya melulu
dapat menyerang saja demgan kuat saja tetapi dapat pula menjaga
diri dengan baik sekali, Tendangan geledek den mas Purbaya dapat
dielakan hanya demgan melenturkan badannya sedikit saja ..
bebaslah ia dari tendangan ampuh pemuda kota itu.
Kedua orang itu kini tahulah bahwa mereka sedang berhadapan
Jawan yang tidak dapat diremehkan sama sekali. Maka sangat
berhau-hatilah mereka dalam gebragan-gebragan selanyumja,
Mereka itu sama-sama kuat, sama-sama gesit cepat, hanya pemuda
gunung tadi kaku dalam gerakannya, sedang denmas Pnrbaya sangat
47 luwes prigel namun tidak dapat berbuat banyak terbadap si-kaku
welu itu. Lama juga mereka pertempnr seru sekali, ratusan jenis
jurus lewat dalam waktu lidak terlampau lama ...... semua tidak
berguna lajaknya dalam pertempuran mereka kali ini.
Karena rasa penasarannya, mulailah pemuda-pemuda sakti itu
mengeluarkan jurus-jurus ist1mewanya masing-masing untuk
dicobakan kepada lawan setimpal ini. Keruan sadja pertempuran
mereka memjadi lebih seram dan seru. Sudah lebih dari lima jam
mereka bertempur demikian, tetapi masih tetap seimbang keadaan
mereka, sedang sejam lagi sang Matahari sudah akan masuk
kedalam peradnannya. Maka berpikirlah demas Purbaya, sambil
terus melajani lawannya.
Tinggal satu pukulan sakti yang belum dicobakan . ..
GUNTlJR-GENI bagaimana kiranya bila kucoba sekarang ......
Tetapi sayang bila orang ini sampai terluka karenanya, karena dia
bukanlah musuh mati-hidupku.
Tetapi kenekatannya itu menjengkelkan hati sekali ......
mungkin karena merasa agak menang tenaga dariku. Baiklah ....
akan aku coba, biarpun hanya dengan tenaga setengah .... Awas kau
Bahok .... mungkin kau segera kelabakan mencari tempat dingin.
Setelah siap memgerahkan tenaga sakti itu, mulailah denmas
Purbaya memjerang lawannya dengan jurus pukulan Guntur Geni.
Jurus itu aneh sekali, karema selalu dilontarkan deagan lutut kanan
tertekuk menjentuh tanah.
Benar saja musuh menjadi kelabakan membuat gerakan jungkir
balik hingga liga kali kebelakang, karena terserang jurus panas itu.
Kemudian ia berloncatan kekiri dan kekanan sambil
memukulkan tangan keduanya, membuyarkan serangan udara panas
Purbaya. Kini siaplah ia dengan ilmu penolaknya.
48 Maka ia lalu berdiri regak dihadapan lawan demgan kedua
tangan dimuka dadanya.
Datanglah serangan Purbaya demgan tangan kiri., orang itu ikut
surut dua tindak lalu miring kekanan, bebaslah ia dari pukulan
guntur-geni. Pukulan yang datang dari kanan, juga dihadapi demgan
gerakan yang sama tetapi lalu miring kekiri ...... bebaslah ia.
Hai, jurus apakah ini, mengapa dermkian enteng hingga
kelihatannya musuh itu tidak mempunyai bobot sama sekali, selalu
ikut terbang dengan pukulannya .... untuk kemudian tanpa
menderita sesuatu apapun dapt memperbaiki kedudukannya.
Dirasakan oleh denmas Purbaya, pukulan saktinya sebagai
jatuh diudara kosong saja, hingga tanpa guna sedikitpun. Walaupun
musuh tidak membalas, tetapi menggunakan jurus guntur geni
adalah memakan ienaga sakti banyak. Kalau ia rerus menerus
meujerang dengan jurus dahsjat itu, mau tidak mau akan terkuras
habislah tenaganya.
Celaka ... habislah dayaku sekarang, pikir pemuda Kartasura
itu. Dari ingin memperlihatkan keunggulan, berbalik ia menjadi
bulan-bulanan musuh tagguh ini. Tidak tahunya, bahwa sipemuda
yang disebur Bahok olehnya itupun hampir juga kehabisan nafas,
yang masih dapat dilakukan adalah andalannya, disebut jurus
PALWA RANU, ikut serta dalam segala arah pukulan musuhnya
saja ..... ridak mungkin lagi di celakai oranig karena pukulan
sedahsjat apapun juga, tetapi tidak dapat menyerang kembali.
Pemusatan tenaga batinnya di arahkan kepada merasakan
kedatangan angin pukulan serta kekuatan daja pukulannya,
Sebenamya kedua pemuda itu hampir sama-sama jatuh
kehabisan nafas semua, tetapi tak seorang dari mereka mau
mengalah, Pukulan Purbaya tinggal menyerupai siliran angin hangat
saja, itupun harus dilancarkan dengan nafas terputus-putus sedang
49 elakan si Bahok sudah sangat lemah, berupa seleoran kekanau dan
kekiri.
Memdadak terdengar orang tertawa nyaring mengejutkan jang
sodang bertempur tadi. Keduanya senggojoran munaur tiga langkah,
akhimya sama-sama jatuh memdeprok ditanah, teremgah-engah
memandang orang yang meudekati mereka. Siapaka.h dia ini yang
berpakaiau serba hijau, celana gombjong (longgar), kutung batas
siku sedang kainnya digubatkan pada pinggangnya.
Usianya pasti sudah lanjut, tetapi masih kelihatan kuat,
wayahnya nampak agung berwibawa, yang kini ramai tersenyum
menarik. Katanya: "Ah, anak baik anak gagah gagah. Puaslah rasa
hati melihat gaya tempur kalian yang bermutu tinggl itu. Hai, Bisu
... mengapa kamu sampai disini, meninggalkan pertapan
Hargadumilah. Adakah gurumu adi Hadisukma, baik-baik saja ?"
"Uh uh ah-ah, bahok." jawab si Bisu disertai bahasa khususnya
ialah bahasa jari yang digerak-gerakkan. Ia sedang menceritakan
sesuatu kepada orang tua yang kiranya sudah dikenalnya itu.
"Hmm, dia baik katamu ... dan kau disuruh menyusul adikadikmu seperguruan kedesanya. Ya-ya aku tahu, dialah si Sasana,
Sarasa dan Sasanti. Mengapa kau selewengan mengganggu pemuda
ini?!"
"Uh-ah ... ah-ah, uhu, heh." jawabnya, jarinya terus saja
bergerak-gerak lucu.
"Ha-ha .... namamupun pemuda, kalau tidak suka kelakar
bukanlah pemuda biasa sebenamya. Tetapi kelakar ini tadi agak
keterlaman, bukan? Coba kamu tidak menggunakan jurus ?Jalwaranu? konyollah kamu, karena pemuda gagah ini memggunakan aji
Gineng Jalasengara disertai Guntur Geni."
50 "Uh uh, bahok." jawab si Bisu serta mengacungkan kedua
jempolan tangannya, memandang Purbaya sambil manggutmanggut, minta maaf.
Denmas memjeringai setan . . . baru tahu ia berurusan dengan
pemuda bisu yang luar biasa, murid seorang lokohjang pasti luar
biasa. Bau muridnya yang bisu saja demikian hebatnya, bagamana
gurunya. Dan 'siapakah orang ini, mengapa ia tahu segala temaga
yang dipakainya umtuk menghadapi si Bisu itu.
"Anak, bukankah kamu masih darah-keraton?" tanya orang itu
kepada Purbaya.
"Tidak salah paman, hanya aku bukanlah keturunan yang kini
bermahkota."
Kalau demikian, anak adalah salah seorang putera sahabatku
seperguruan, pangeran Puger, betulkah?"
"Ah, paman ... bukankah paman ini yang disebut orang Ajar
CEMARA TUNGGAL ?"
"Angger, akulah Cemara Tunggal, ada titah apakah dari
ayahmu kepadaku?"
"Paman, akulah putera pangeran Puger yang nomer emam
datang kepada paman atas titah ayah, untuk berguru barang tigaempat tahun."
"He-he-he-he aku kira ada hal yang lain, baiklah denmas, aku
turuti kehendak ayahmu dan sejak hari ini, denmas adalah muridku,
satu-satunya. Nampaknya masih ada sesuatu yang masih dapat
kuturunkan kepada calon senapati Kartasura. Mari kita menyauhkan
diri dulu dari segala keramaian dunia, demi keutuhan negara
dikemudian hari. Bisu ...... kau terus ..... saja kedesa Samakaton,
menyemput adik-adikmu seperguruan Sasana, Sarasa, Sasanti, anak
51 bekel desa itu, bukan? Bila kau kemudian bertemu gurumu,
katakanlah bahwa kini akupun mempunyai murid, hanya seorang
...... Tiga tahun lagi aku dengan muridku akan mengunyungi
gurumu, untuk mencoba gemblengan masing-masing itulah
tantangan gurumu sendiri."
"Uh-uh ...... bahok.." jawab Bisu yang nampaknya sangat
bergembira. Maka berpisahanlah mereka kearah masing-masing.
Purbaya berjalan dibelakang gurunya didalam gelap sang
malam yang sudah mengganti siang hari itu.
"Paman, apakah jurus itu palwa-ranu itu, mengapa sangat
hebat, sampai pukulan guntur-geni tidak berarti terhadapnya?!"
"Nama lengkap jurus itu adalah Palwa mungging ranu, berarri
perahu diatas air .. bila ada angin dari kiri, ikut membelok
kekanan, dari kanan belok kekiri, menurutkan keku atan pukulannya
saja. Maka yang memukul serasa memukul udara kosong belaka.
Hebatnya jurus itu, dapat menyesuaikan berat tubuhnya dengan
gaya angin pukulan musuh, hingga dapat serta bersama pukulan.
Setelah terbawa baru diegoskan sedikit, lenypkan hawa pukulan.
Maukah denmas memilikinya?"
"Pasti mau pamaa, asal dipandang perlu saja oleh paman guru."
"Baiklah, nanti kita pelajari jurus itu sebagai pelajaran pertama.
Tetapi terpaksa bertarak-brata, tujuh hari tanpa makan-minum,
bagaimana?"
"Ah, tak apa paman, bagiku biasalah hal semacamnya."
"Bagus-bagus, malah sebaiknya aku ajarkan sekaligus nanti,
mengatur pemafasan istimewa, untuk mengambil sari makanan dari
udara, hingga manusia tidak perlu mati tanpa makan 40 hari sampai
tiga bulan sekalipun."
52 "Tidaklah itu mengurangkan arti tarak-brata, paman?"
"Mengapa mengurangi .. . .. pokok, adalah tidak makannya ini
berarti memjucikan diri dari pengaruh makanan biasa yang
mengotorkan gaya berpikir dan gaya cipta. Kita coba sajalah nanti,
jangan kuatir kalau denmas tidak akan menjadi puas kemudian."
"Terima kasih, paman, aku hanya dapat berbakti kepada paman
guru saja.
**** BAGIAN IV
ENTAH APA yang dikehendaki oleh ajar Cemara-Tunggal dari
dirinya itu ... Waktu paman guru mengatakan sudah sampai
dipertapaannya, denmas Purbaya tidak melihat gubug atau gua,
yang biasanya dipergunakan oleh seorang petapa, untuk bertempat
tinggal, berteduh dikala hnyan atau berlind~ng pada waktu. badai
mengamuk merr~bawa angin maut yang disebut ampuhan nu. yang
nampak hanya sebuah pohon Cemara tua yang sudah hampir brindil
tiada berdaun lebat.
Anehnya pohon itu seperri tumbuh dibatu yang gepeng dan
lebar, hampir berbentuk lingkaran dengan jari-jari kurang lebih tiga
meteran. Sekitar batu bundar itu, berjarak tiga meter pula, umbuh
semacam pandan berdaun keras, tingginya tidak mencapai satu
meter lebih sedikit. Mengerrilah denmas itu sekarang mengapa
gurunya bergelar ajar Cemara Tunggal. ?
Kata orang tua itu : "Denmas, hujan dan angin beserta
ampuhannya, yang sok ditakuti orang itu sebenamya teman hidup
manusia didunia ini juga.
53 Maka janganlah kecewa, kalau kadang-kadang bertemu erat
demgan mereka itu. Sesuaikan perasaanmu dengan kenyataannya,
maka pasti bertambahlah kekuatan.
Cara kita menyesuaikan diri demgan apapun yang menempa
diri kita, adalah mengheningkan cipta, memusatkan tenaga batin
me.nyatukan diri demgan keadaannya, Cara mengatur
pemafasannya memang agak sulit, terapi bila kita tekun
mempelajarinya, pastilah kita memperoleh kemajuannya. Hajo.... ..
Ikutilah caraku ini."
Pemuda gagah itu bertekad bulat untuk bisa menjadi murid
yang. dapat dibanggakan gurunya, maka bagaimana berat dan sulit
Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
segala ajaran gurunya dipatuhinya sampai sekama...... hingga
berhasil baik. Mula-mula memang tidak mudah melakukan perintah
guru itu.
"Menjalankan pernafasan menarik dengan lubang hidnng
sebelah tanpa dibantu dengan tutupan jari. Setelah ditahan sampai
empat-puluh hitungan lamban, baru dilepas melewati lubang hidung
yang satunya, juga tanpa bantuan jari.
Purbaya mencobanya berkali-kali tanpa memdapat kemajuan
sedikitpun. Dua hari berturut-turut ia hanya mengulang dan
memgulang percobaannya masih belum sempuma hasilnya. Teiapi
ia pantang mundur-kalau perlu seumur hidup ia akan memcobanya,
malu terhadap kesanggupannya sendiri. Baru hari yang kelimanya
Purbaya mendaparkan kunci jalan pemafasan ajaib itu.
Sekali mememukan kuncinya, segala kesulitan hilang lenyaplah
baginya, Jurus-jurus ajaran gurunya yang semula sangat sulit
dilakukan, kini menjadi mudeh baginya. Dirasakan badannya
menjadi sangat enteng dan semua gerakannya menjadi gesit lagi
bersih?rapi. Hanya menggunakan latihan ttga bulan, pemuda itu
meudapat kemajuan yang tak terhingga pesatnya.
54 Ah, benar-benar mengagumkan bakatmu denmas kau hampir
melampaui gurumu sudah dalam ilmu Palwaranu. Si Bisu pasti
bukan 1andinganmu lagi, lihat saja nanti. Nah. . . . . sekarang yang
paling sulit dicapai, jakni jurus :
BUMI GENJOT GONJANG-GANJING. Hanya tiga macam
djurus .... l. bumi genjot, 2. bumi gonjing, 3. kombinasi dari satu
dan dua.
Jurusnya tidak sulit, tetapi pengerahan tenaganya kearah
kebalikan, maka jika belum dapat mengatasi jalan darah membalik,
sangat berbahaya dilakukan. Cara membiasakan aliran darah
membalik, adalah bersamadi dengan berjungkir balik. Tetapi paman
melakukan itu dengan menelah cara wanara Bali (Walin) bertapa,
jakni : ujung kaki mengait dahan.
Lihat demikianlah caraku .
Habis berbicara, orangnya sudah berkelebat keatas dahan
cemara, yang tingginya ada empat meter dari tanah, lalu
menggantung dengan kepala kebawah, kedua lengan bersilang,
dimuka dada, ujung kakinya berkait pada dahan cemara itu. Purbaya
terpaksa menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal pula
Inilah hebat, pikirnya baru menaruhkan kepala dibawah sadja
telinga sudah mengaung keras ... apalagi bersama di dengan cara
guruku itu.
Toh, ada orang yang dapat berbuat demikian mengapa aku juga
tidak dapat menirukan. Pendeknya aku harus bisa ... masakan guru
mengayarkan suatu ajaran kepada muridnya tanpa menilai kekuatan
si murid. Huh ... apa dikhawatirkan, paling-paling aku jatuh mati
kalau tidak kuat, maka itu adalah lebih baik lagi dari pada
mengecewakan harapan gnru.
55 Dengan tekad baja denmas Purbaya mengayun tubuh sekuat
tenaga, maka dapatlah ia menirukan gaya gurunya. lapun segera
mencontoh sang guru dalam segala tata semadinya. Sudah barang
tentu denyut darahnya dirasakan hebat dibagian-bagian nadi pelipis,
sedang kedua telinga mengiang bagai memecahkan anak telinga,
Terapi ia pantang menyerah.
Terdengar suara gurunja ... jangan terlalu lama dulu denmas,
harus sabar, sedikit demi sedikit mengatakan kesulitannya ....
Kemudian guru dan murid itu sama-sama melepaskan kaitan
kaki-kakinya, meloncat turun dengan gaya yang bagus sekali,
karena harus menggoyang badan untuk jatuh pada kedua kakinya.
Ajaran baru yang seru sekali dicoba mengerjakannya, pastilah saja
masih terasa sangat asing. Maka waktu sudah berdiri ditanah, segera
denmas Purbaya jatuh terduduk.
"Ha, sudah semestinya agak pening ...... tetapi tak apalah,
Minggu ini denmas tidak boleh lebih dari sepemakan sirih
melakukan latihan ini. Bila sudah merasa biasa boleh waktunya
ditambah dengan sepemakan sirih lagi demikian seterusnya, hingga
menjadi biasa sama sekali.
Bila kemudian denmas dapat berbuat demikian selama tiga hari
tiga malam berturutan, masaklah waktunya untuk berlatih jurusjurusnya.
"Baik paman."
Setelah merawat gurunya dengan hidangan sederhana sekali
barwujud ketela rebus dan minuman kesayangan legen enau, maka
berlatihlah putra pangeran itu, menekuni segala ajaran yang pemah
jadi miliknya, ditambah pelajaran-pelajaran baru dari gurunya.
Sorenya ia berlatih samadi menggantung dengan kepala dibawah,
sampai larut malam,.
56 Tiga bulan sudah lewat lagi. Tanpa mengalami kesulitan
Purbaya dapat melakukan sarat yang dikatakan paman gurunya tiga
hari tiga malam berturutan bersamadi deagan caara wanara Bali.
Maka setelah itu, giatlah ia me mepelarljari gerakan-gerakan jurus
sakti yang diajarkan gu-unya secara isiimewa sekali. Tiap-tiap
gerakan, baik tangan maupun kaki, dilakukan berulang-ulang karena
tak boleh berbuat krsalahan sedikitpun jang dapat membawa akibat
jelek oto tnya semdiri.
Tiap-tiap jurus diajarkan dalam sepuluh hari. Dapat
dibayangkan betapa sulitnya gerakan-gerakan yang dikatakan tidak
susah oleh gurunya dulu, namun berkat ketekunannya dalam waktu
sebulan utuh itu, denmas Purbaya dapat menguasai ketiga jurus
Bumi-genjot gonjang-ganjing. Kata ajar Cemara Tunggal,
"Cukuplah sudah pelajaran paman, denmas .... tinggal mengolah
dan memasakkan saja. Aku kira dengan bakatmu yang tidak tercela
itu, dalam sepuluh bulan berlatih, akupun sulit menandingi
kemampuanmu nanti. Hayo ... muridku yang baik, jangan
menge:jewakan gurumu ...... berlatihlah sungguh-sungguh dalam
bauas waktu yang aku sebut tadi. Sekarang juga aku akan berkelana
untuk sekian lama."
Tinggallah Purbaya seorang diri dipertapaan Cemara Tunggal,
untuk memasakkan ilmunya. Pastilah saja mula- mula denmas
Purbaya sudah memsa kangen kepada keluarganya juga ingin sekali
mel1hat ajeng Alit, si manis mungil.
Tetapi martabat murid yang baik, tidaklah pantas mengingkari
perintah guru, yang sudah berjerih payah memimpin dan
mengajarkan ilmunya itu.
Purbaya menyengir muram menghadapi soal kangennya tadi
.. pikimya : "Hm mana aku tidak dapat mematuhi perintah
guru. Biar lipat tiga-empat sekalipun wakmnya, pasti aku tidak
57 menolak. Aiiiih, paman .... legakan hatimu, muridmu ingin menjadi
orang laki-laki sejati. Hajo, eayahlah rasa yang tidak-tiddk ini,
masakan lari gunung dikejar.
Maka sejak waktu itu Purbaya selalu tekun berlatih jurus
istimewanya, diteruskan dengan jurus-jurus yang telah dimilikinya.
Malamnya dipergunakan untuk bersamadi wanara Bali, karena
setelah biasa, dirasakan manfaatnya yang sangat besar. Tidak banya
kekuatan bertambah besar, kecerdasan otakpun menjadi lebih terang
.... sedang segala indera juga lebih tajam.
Hari berganti hari, yang menjadi minggu bulan bersambung
bulan, Sang kala berjalan terus, apakah artinya sepuluh bulan yang
dipergunakan untuk berlatih mati-matian seperti dikerjakan oleh
pemuda gagah itu. Kira-kira limabelas bulan ia meninggalkan ibukota Kartasura, sebagai pemuda sakti gemblemgan ayahnya .. ...
kini sudah menjelma jadi pemuda yang sulit diukur lagi
kemampuannya. Baru berumur dua puluh tiga tahun, sudah berilmu
padat dan rapat, dan justru karenanya sikapnya makin runduk,
makin sopan makin suka mengalah. Maka agaknya memancarlah
prabawa gaib dari keseluruhan pribadinya lebih-lebih dari mukanya
yang nampak keagung-agungan.
Tepat pada waktunya, sepuluh bulan ......... ? ajar Cemara
Tunggal muncul kembali diasramanya dan lurus saja merangkul
murid satu satunya itu: "Muridku denmas, benar-benar hebat,
luar biasa. Paman memuji tidak sembarangan, karena biasanya aku
kenal barang baik dan yang kurang baik. Aih-aih ..... semuda
umurmu denmas, sudah padat isinya, hemm,...... bila saja denmas
salah menggunakan jayanya, celakalah dunia kita ini. Maka
pupuklah selalu pribadimu yang gagah perkasa itu, jauhilah rasa
ingin berkuasa, ingin menang sendiri. Berdarma baktilah terhadap
sesama hidup, lebih-lebih yang membutuhkan pertolonganmu. Ingat
58 selalu kepada martabat sang Dananjaya, yang selalu siap
menolong!"
"Paman, bolehkah aku bertanya tentang sang Dananjaya,
karena paman menghendaki aku sebagai orang bermartabat sang
Harjuna itu?!"
"Memgapa tidak nak, apanya yang tercela ksatria prajurit itu?"
"Sebagian orang menganggap sang Dananyaja bukanlah tokoh
yang harus dicontoh, karena ia saugat menyukai wanita, Selalu
dicerirerakan dimana saja mempunyai isteri berserta anaknya ......
hingga malah ada yang mengatakan bahwa ialah jagoan kawin."
"Ha-ha ...... mudah saja orang mencela orang lain bukan.
Apakah sudah pasti baik tindakan sendiri, siapakah berani
mengupas diri sendiri seperti kalau mengupas keadaan orang lain
...... Sebenamya saja, adakah orang laki-laki dewasa tidak suka akan
seorang wanita? Bila orang itu orang biasa saja, hanya ada jawaban
satu, ialah; SUKA. Tidakkah wajar kalau sang Harjuna juga suka
akan wanita cantik itu. Kecuali itu, orang yang mencela tindakan
Harjuna, pastilah orang yang tak mengenal dunia pewajangan yang
sebenamya."
"Mengapa demikian paman?" Purbaya menegas.
"Karena dunia pewajangan adalah ilmu-falsafah hidup
manusia, yang diajarkan dengan pasemon (ibarat) dan
dipergunakan dengan wujud Lajang-bayangan (wajang).
Misalnya sang Harjuna dalam hubungan Pandawa lima,
adalah pasemon NAFSU SUPIAH, yang lajimnya dikatakan
bersorot kuning, itulah salah satu nafsu yang timbul dari anasir AIR
pada badan manusia. Kedudukannya ditulang-tulang dan sumsum
59 manusia wataknya menginginkan segala, kesengsem, gandrungan,
kasmaran dan selalu terpikat akan segala kegembiraan dunia.
Bila nafsu supiah dituruti saja, mana manusia dapat hidup
tentram dan senang. Tetapi bila nafsu itu dapat dikendalikan dengan
baik . aih, dialah pendorong kemajuan, perbaikan yang berguna
sekali, dialah senjata ampuh bukan main .... tidakkah nama sang
Harjuna juga sang KUNTADI, artinya senjata hebat?"
"Ah, demikiankah kiranya maksud yang sebenamya. Baru kali
ini anak mendengar tafsimya."
"Baik denmas, diwaktu malam senggang kita lanjutkan
pembicaraan ini, supaya jangan membosankan. Baiknya sekarang
ini kita berlatih saja, supaya lebih leluasa denmas mempratekkan
jurus-jurusmu. Hayo, jangan sungkan-sungkan dan waspadalah!"
Kedua orang itu siaplah sudah, seorang guru yang akan melatih
muridnya. Purbaya segera mendak menyembah sang guru. Dalam
posisi itulah ia diserang gurunya secara tidak ketanggungan. Tetapi
mana dapat pemuda itu dikenai pukulan geledeknya Cemara
Tunggal, karena telah bersiap dengan jurus palwa-ranu. Nampaknya
pemuda itu mental dari tempat semula, tetapi hanya setindak saja,
badannya diegoskan sedikit, maka langsunglah pukulan gurunya
menyemberet kesamping, hingga terpaksa dipuji oleh ki Ajar.
"Bagus-bagus anak baik hajo jangan sungkan menggunakan
jurus apa saja!"
Bagaimanapun juga Purbaya agak merasa segan untuk
menyerang dengan hebat-hebatan, maka mula-mula ia masih
mengutamakan pemjagaan diri saja, kakulah rasasnya. Ki Ajar tak
henti-hentinya menganjurkan supaya sang murid jangan takut-takut
menyerang .......
60 "Eh, mengapa, berlatih setengah-setengah begini
penuhkan tenagamu. Jangan kira guru sudah menjadi orang bobrok
yang tak tahan menerima gebugan geledeg!"
Tapi lama kelamaan, lenyaplah keragu-raguan pemuda itu,
karena asyiknya bertanding dan tahu-tahu ia sudah menggunakan
tenaganya seratus persen, melancarkan jurus-jurus sakti jang dapat
dipergunakan, sesuai dengan kedudukan kaki dan badanya.
Saking asiknya berlatih karena mendapat tandingan setimpal,
lupalah mereka akan waktu dan segala-galanya.
Tiga hari dan tiga malam, bertanding terus dengan seru sekali,
mempergunakan jurus-jurus sakti yang tidak temilai
keampuhannya, hingga pohon-pohon disekitar tempat berlatih tadi
roboh malang-melmtang, terlanggar angin pukulan mereka.
Akhirnya yang rersadar lebih dahulu dari keadaan mabuk
berlatih iiu, adalah ki-Ajar, Dengan pekik nyaring ajar Cemara
Tunggal meloncat mundur tiga depa.
"Selesai!" yang ditimpali oleh muridnya.
Purbaya meloncat tiga depa kebelakang, jatuhnya ditanah sudah
dalam posisi menyembah seperti waktu akan berlatih tiga hari yang
lewat.
"Murid baik ... gurumu merasa puas sekali."
"Terima kasih paman, terimalah pula sembah sujudku!"
"Baik-baik itupun aku terima, tetapi latihan yang bagus inilah
yang paling kuhargai karena dengan hati lapang aku dapat
menyuruhmu, denmas, kembali kepada sahabatku itu!"
"Adakah sesuatu yang terjadi di Kartasura, paman?"
61 Tapi lama kelamaan, lenyaplah keragu-raguan pemuda itu karena
asyiknya bertanding dan tahu-tahu ia sudah menggunakan tenaganya
seratus persen, melancarkan jurus-jurus sakti yang dapat dipergunakan, sesuai dengan kedudukan kaki dan badannya.
62 "Belum ada perubahan apa-apa, kecuali kanjeng Sunan
Amangkurat II sudah sering jatuh gering.
"Adakah paman bertemu dengan ayahku?"
"Ya, aku memang sengaya mampir, untuk menikmati hidangan
yang lezat-lezat dirumah kanjeng pangeran. Beliau sehat-sehat saja,
juga menanyakan putra pamerannya ...... hmm, agaknya beliaupun
puas dengan kemampuan denmas yang sekarang.
Oh, ya ..... masih ada pesan ayahmu yang tidak menyenangkan bagi
denmas ... itulah tentang putri Alit, yang hendak disuruh kawin
dengan Bupati Mancapraja oleh kakaknya pangeran dipati Anom.
Agaknya pangeran itu tidak setuju jika ajeng Alit ada hubungan
yang erat dengan salah seorang dari keluarga ka Pugeran.
Karena Alit tidak berani membangkang perintah kakak puteramahkota itu, maka kini putri itu jatuh sakit yang tak kunyung
sembuh oleh segala macam obat."
"Paman, ... kata Purbaya terharu bercampur marah paman,
tidakkah ayah dapat berbuat suatu apa?"
"Itulah yang disesalkan ayahmu. Sudah beliau menghadap Sri
Baginda sendiri, tetapi Baginda sendiri sedang menderita sakit yang
tidak ringan, hingga tidak tegalah ayahmu membicarakan sesuatu
Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang dapat menimbulkan suasana buruk dalam keraton."
"Paman, perkenankanlah muridmu meminjau keluarga kaKartasura barang beberapa hari."
"Anak aku tahu hal itu . dan sebenamya kuatir akan
kenekatanmu nanti. Bagaimana denmas, dapat kau mengatasi hawa
amarahmu disana? Ingatlah akan nasib keseluruhan keluargamu,
bila terjadi hal-hal yang sangat tidak kuinginkan . bagaimana ?"
63 "Mudah-mudahan anak dapat bertindak menurut gelagat nanti.
Kalau mungkin anak akan bertemu sekali lagi dengan kang mbok
Alit itu."
"Misal ajeng Alit yang lalu nekad, ikut dengan denmas
menentang segala rintangan, bagaimana?"
"Tidak mungkin paman, kang mbok adalah seorang putri sejati
.... agaknya lebih baik daripada berbuat yang mencemarkan
namanya."
"Nah, baiklah denmas, berhati-hatilah dalam segala
tindakanmu. Nasib seseorang adalah hak Tuhan, bukanlah manusia
rendah yang menentukan. Segala sesuatu adalah terjadi karena
kehendak maha Agung, maka menyerahlah bagian manusia, setelah
berusaha sebaik mungkin."
"Restuilah aku, guru ... semoga aku dapat berbuat bijaksana!"
**** BAGIAN V
SEBAGAI PEMUDA ganteng yang sudah berilmu tinggi
sekali, denmas PURBAYA meninggalkan ibu kota negara Mataram
Kartasura umuk sementara waktu, guna menghindari semgketa
demgan keluarga keraton, demi keselamatan dan keutuhan keluarga
kepangeranan PUGER.
Dua puluh bulan kurang-lebilnya, ia mendapat gemblengan
lahir-batin dari ajar CEMARA-TUNGGAL yang berjulukan si
KUNYUK-SAKTI, seorang tokoh terpendam luar biasa, dilereng
gunung Lawu, Berbulan-bulan ia menekuni pelajaran gurumya,
menyesuaikan matram dengan pengerahan tenaganya, diruntutkan
64 dengan gerak jurus-jurus saktinya, dibangun dipelihara didasari
tarak-brata .... ruaka tanpa disadArinya meningkatkan ilmunya dari
taraf sare'at dan tarekat kepada hakekat. Ini berarri, bahwa ilmunya
dengan Tata hidupnya lahir dan batin telah menjadi satu.
Keruan saja yang kini melunrjur pesat sebagai kilat, menuruni
lereng gunung angker itu, adalah denmas Purbaya, macam pemuda
baru yang luar biasa yang sudah tidak terukur lagi kemampuan dan
kedigdajaannya. Kadang-kadang badannya yang tinggi tegap, kokoh
kekar, padat-rapat itu, nampak sebagai terbang diangkasa, bila
pemuda itu meloncati tebing-tebing, jurang?jur:mg atau relung
relung mengerikan, untuk memperpendek perjalananya. Tambahkan
kumis dan bulu dagunya yang mulai melebat .... Pasti saja orang
yang melihatnya dikala itu akan mengira, bahwasannya raden
Gatutkaca, tengah melajang-lajang diaugkasa raya.
Demikianla, kesan yang timbul dihati seorang tua, berpakaian
serba kain lurik wama kelabu, bertongkat trisula (tombak bermata
tiga), yang tengah berjalan memdaki gunung seenaknya, tetapi yang
sebenamya cepat sekali itu. Waktu melihat Gumam orang tua tanpa
terasa "Hei hei mana bisa raden Gatutkaca masih berkeliaran
diangkasa pada jaman manusia waktu sekarang. Hmm .. .. .. .. .
orangnya masih sangat muda. Aih, hebat benar perawakannya,
demikanlah agaknya, wujud
Gatutkaca jaman Purwa itu ...... Siapakah dia ini? Pemuda sakti
dari mana dia dan apa perlunya pula bergentayangan di lereng
gunung. Hmmm ......... aah, ......... mungkinkah dia ini murid tunggal
Merivale Mall 05 Korban Gosip Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung Pendekar Pulau Neraka 02 Pembalasan Ratu Sihir
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama