Ceritasilat Novel Online

Gembong Kartasura 5

Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo Bagian 5


naik tahta kerajaan itu masih belum merasa tenang dan tenieram,
ternyata dalam segala tingkah lakunya yang berbahu kegelisahan,
lagi kurang pereaja kepada diri sendiri.
Siapakah yang tidak mengerti dan tahu bahwa kesulitan orang
yang menjadi raja itu berbentuk seribu satu macarn, yang harus
dihadapi dengan hati tabah serta bijaksana, untuk dapat
mengatasinya dengan baik, Hanya kesabaran, ketekunan dan
kejakinan asan kemampuan pribadinya saja yang akan dapat
membawanya kepada kemenangan, Terapi sajang, raja muda yang
baru ini, memilih cara yang salah untuk melupakan dan
menyisihkan segala kerewelan negaranya,
Mungkin sekali beliau menglra, bahwa macam-macam
hiburan serba menyenangkan dapat melenyapkan segala
kegelisahannya, sekaligus kesusahannya, Namun adakah kesusahan
karena kesulitan dapat dihindarkan dengan bermacam macam
hiburan? Itulah barang mustahil. Setelah jeniii hiburan itu selesai,
kesulitan orang tidak menjadi berkurang, bahkan bisa sekali
bertambah besar dan ruwet.
Adapun yang menjadi buah pikirannya pada waktu itu adalah
tentang pembebasan pamannya Pangeran Puger sekeluarga dari
pambedekaa tadi siang, setelah mendengar kabar dari medan
pertempuran bahwasanya Den Mas Suryakusuma sudah
menyerahkan diri kepada utusannya terakhir. Apabila tidak
mengkhawatirkan bakal pendapat umum, pastilah Baginda tidak
rela melepas Sang paman dengan dalih yang bisa dibuae-buat,
Namun penilaian orang banyakpun tidak boleh diremehkan, maka
untuk somentara wa.ktu apa salahnya, bila Baginda memperlihatkan
73 kemurahan hatinya. Pasulah kemudian mudah dicari alasan yang
jitu, untuk menghukum keluarga kebenciannya.
Karena sibuknya memikirkan hal itu, tidaklah beliau lekas
rahu bahwa ada sesosok tubuh manusia yang berbadan tinggi hesar,
berdiri tegak ditengah jalanan itu. Tahu-tahu jarak mereka sudah
terlalu dekat, untuk menghindari pertemllan mereka. Dukan
kepalang terkejut hati Baginda berhadap-hadapan dengan orang ini,
yang semula disangka salah seorang tokoh dari pihak brandal yang
hendak mencuuliknya guna keselamatan pemimpinnya. Otomatis
tangan Baginda sudah berpegang pada hulu kerisnya yang selalu
dibawa-bawanya. Biarpun Baginda bukan tokoh pemberani, tetapi
dialah seorang raja, yang pasti tidak rendah ilmunya.
Dengan hati berdebar-debar, diperdatakannya tamu tanpa
undangan yang datang seperti pencuri itu. Rasa-rasanya .........
belum pernah Baginda melihat orang tersebut Mungkinkah ia orang
asing mencoba-coba menggerayangi Keraton Mataram?
"Srett ...... !" dengan pusaka kerisnya terhunus, bersabdalah
Baginda denqan suara lantang, sekaligus menimbulkan perhatian
para jaga kemit yang selalu meronda kepuri keraton ...
"Siapa berani memasuki Taman-Sari tanpa ijin yang
berwajib?"
Jawab orang itu 1anpa memperlihatkan ketakutan sedikitpun.
"Aku ini utusan Raja pedagang dari Betawi, namaku Tenung
Jalanda, kedatangnnku disini hendak mencari Raja yang baru saja
naik tachta untuk mencoba kekuatannya. Kau adalah orang yang
boleh leluasa bergerak didalam istana, kau kah Raja yang baru itu?"
"Bukan-bukan ...!" jawab Baginda spontan, mungkin karena
jeri melihat orang tinggi?besar ini. "Aku bukan raja yang baru itu ...
biarpun aku masih termasuk keluarga kerajaan."
74 "Kau bukan raja itu, nah ... dapatkah kau menunjukkan
kepadaku, dimana Baginda kini bersemayam."
"Pasti aku dapat mernberi tahu kepadamu. Perhatikanlah
petunjukku ini. Dari sini rumah yaag didiami Baginda itu kira-kira
ada satu kilo meter kearah Barat, Rumah itu besar dan mudah
dikenal karena ada pintu gerbanguya jang besar dan bagus
bentuknya, Pendapa rumah itu berteratak ditengahnya. Kau pasti
segera dapat mengenal kembali rurnah Baginda itu. Pergilah kau,
dengan meloncati pagar-bata sebelah kanan ccpuri rumah itu,
pastilah kau darang dikebun bunga Baginda, mungkin kau masih
dapat bertemu dengan Baginda sendiri. Biasanya Raja itu belum
tidur, dan berada dikebun bunganya hingga larut malam."
"Terima kasih.." kata Tenung Jalanda. Suaranya masih
menggema ditelinga orangnya sudah berkelebat lenyap.
Kini menjadi longgarlah hati Baginda dapat memperdayai
orang berbahaya, utusan yang hendak membunuh Raja baru itu.
Dalam hati ia mengucap sukur telah membebaskan Pangeran Puger
siang tadi, hingga ia dapat menunjuknya sebagai Raja yang baru.
Rasakan saja sekarang enaknya orang menjadi Raja, yang selalu
harus berwaspada terhadap segala macam pembunuh rendah.
Sekalipun sudah lewat tengah malam Pangeran Puger masih
menikmati udara sejuk-segar dalam taman bunganya sambil
memikirkan nasib keluarganya yang selalu diancam bahaja fitnah
jahat dari orang-orang rendah, yang suka menjila-jilat Raja. Nasib
putranya yang sulungpun sangat menyedihkan. Pastilah anak itu
tidak lama lagi akan dibawa ke-Semarang untuk dibawa dengan
perahu ke Betawi .. entah bagaimana kemudian jadinya.
Demikianlah orang setengah tua itu berjalan larnban hilir-mudik
ditengah kebun bunganja, guna melonggarkan rasa sempitnya.
75 Karena heningnya keadaan malam itu, maka suara yang
sangat lemah sekalipun masih dapat ditangkap oleh indera
pendengarannya yang mernang sangat peka, Dua kali telinganya
menangkap suara sebagai orang terjun ditaman itu ... suara orang
terjun itu yang satu agak keras, tetapi satunya lagi sangat lemah
kedengaran. Orang sakti seperti beliau pastilah tahu menilai tinggirendah kedua jenis loncatan tersebut. Kalau loncatan yang.
terdengar pertarna berasal dari seorang sakti ... maka suara yang
kedua tadi pastilah berasal dari orang sakti luar biasa. Demikianlah
penilaian Pangeran itu. Segera ia membalik menghadapi pendatang
baru itu. Apakah yang nampak padanya? Seorang laki-laki berbadan
tinggi besar berjambang bauk menakutkan, berdandan serba lamuk
kelam, nampak berdiri tegar sambil menyeringai iblis, dimukanya.
Pangeran Puger menatapnya dengan mata tajam sekali sambil
menyapukan pandangannya kesegala arah, karena hendak
mengetahi dimanakah pendatang yang satu lagi tadi ... mengapa ia
belum muncul bersama-sama temannya.
Berkatalah tamu malam itu: "Aku mendapat petunjuk orang
Kartasura, bahwa kaulah yang sekarang menjadi Raja Mataram baru
itu, bukan?"
Pangeran yang cerdas sekali, itu sogera pula tahu bahwa
orang sudah memfitnahnya, dan orang itu pastilah Pangeran Anom,
atau raja Mataram yang baru, sendiri. Tersenyumlah ia atas fitnah
licik baginda itu. Selalu baginda tidak melewatkan kesempatan baik
untuk memusnahkan keluarganya dari bumi Mataram. Ya ... apa
hendak dikatakan lagi, apabila harus mati karena kehendak baginda,
tidak sepantasnya dibuat penasaran.
Jawab pangeran setengah tua itu tenang. "Yakinkah sudah
tuan, bahwa aku inilah raja Mataram yang baru? Tidakkah tuan
76 salah mengenal orang? Siapakah yang menunjukkan tuan jalan
kemari ini?"
Kata orang itu pula, "Pastilah aku sudah yakin akan
kebenaran itu, karena yang memberi petunjuk kepadaku adalah
orangmu semdiri, yang kini berada ditaman sari kraton sana.
Masakan orang itu tidak lahu siapa rajanya. Orang itu masih muda,
berpakaian serba bagus dan berbau bedak harum."
"Hmmm ... tahulah sudah aku siapa dia. Kalau begitu, pastilah
ia benar, dan tahu betul wajah bagindanya. Lalu, tuan mau apakah
setelah tahu, bahwa akulah raja Matararn?"
" Aku diperintahkan umuk mencoba kekuatan raja Maiaram
baru, menundukkan atau membuuuh baginda raja, guna
perkembangan kumpulan majikanku di Betawi Maka serahkanlah
jiwamu baginda, supaya lekas selesai urusanku disini!"
"Ha kau kira gampang saja menundukkan atau membunuh
raja itu kau cobalah!"
Baru saja mereka hendak mulai hergerak, tiba-tiba
terdengarlah suara tandas menusuk telings lawan: "Tahan dulu ......
Pantaskah tuan mendapat pelajanan dari raja Mataram sendiri,
selagi masih ada pengawal pribadinya. Inilah aku Putut Punung,
pngawal termuda baginda . Hanya melewati bangkai Punung,
pembunuh-pembunuh pengecut, boleh berurusan dengan gustiku.
"Kau Punung?" kata pangeran Puger. "Awas, dia ini berbau
racun tidak wajar!"
"Baik baginda, Punungpun sudah mengnadus bau racun itu
sejak tadi waktu membuntutinya melompati pagar-tembok. jangan
khawatirkan pengawalan, untuk mengganyang pengkhianat asing
macam jejadian ini, masakan harus dipergunakan palu-godam yang
77 besar. Bukankah namamu Tenung atau Teluh Jalanda? Hayo,
kuraslah segala macam racunmu, akan mau tahu kemampuanmu!"
"Lancang mulut kau pengawal tengik tahanlah seranganku ini,
"plakkk" suara tangan beradu keras sekali terdengar, waktu nampak
orang itu menjotos lawannya yang tak mau menyingkir, tetapi
malahan memapakinya dengan tangan terbuka. Akibatnyapun hebat
juga.
Lempengan batu hitam tebal yang pasang rapi sebagai
permukaan jalanan ditaman tersebut, dimana kaki Putut Punung
berinjak kedua-duanya, pecah berantakan karena tidak kuat
menahan tekanan pukulan orang sakti itu. Biarpun kaki Punung
tidak sampai tergeser kedudukannya, namun narnpak melesag
ditanah hingga mata-mata kakinya, setebal batunya berserakan.
Delapan bagian dari kekuatan saktinya dipergunakan dalam
memapaki jotosan lawannya, masih juga ia merasakan kerasnya
guncangan pukulan itu pada lengan dan bahunya. Maka tak habis ia
memuji kehebatan musuhnya.
Tetapi musuhnya nampak mental dua depa bagaikan
layang-lajang putus benang, jatuh terjongkok-jongkok hingga
beberapa kali, baru dapat memperbaiki kedudukannya, dengan
menyeringai kesakitan. Dengan mata melotot keheranan ia
memandang kepada Putut Punung. Kiranya hanya orang setengah
dewa saja dapat memapaki jotosan saktinya yang dilancarkan
dengan sepenuh tenaganya, tanpa mendapal luka sedikitpun.
Biasanya barang siapa terkena jotosan sakti beracun ini, pastilah
menjadi remuk luluh menjadi hangus karena ampunya . Mengapa
dikolong langit ini masih ada orang yang dapat menahannya dengan
baik sekali, malah dia sendiri hampir rubuh dalam segebrakan itu
juga. Lengan dan bahunya terasa hampir copot dari badan, tangan
kanannya terasa lumpuh seketika, terasa berat menggelantung di
78 bahu, masih untuk tidak mendapat patah tulang pergelangan .
sakitnya bukan buatan.
"Hai, hai, inilah hebat . Kalau demikian tinggi kesaktian
seorang seorang pengawalnya, bagaimanakah kedigjayaan baginda
sendiri. Syukur ia tadi belum menyerang baginda secara nekat.
Andaikata itu terjadi, tidakkah ia menjadi kura-kura sudah. Namun
Tenung Jalanda adalah tokoh sakti yang sudah mendapat
kepereayaan orang banyak, hingga masih merasa kurang puas
menerima kekalahannya dalam satu gebrakan saja. maka setelah
merasa pulih lagi kekuatannya, segera ia melolos golok besarnya,
menantang lawannya mempergunakan senjata. "Kau cabutlah
senjatamu! Mari kita bermain-main dengan kekuatan senjata!"
"Bagus, bagus," kata Punung . Tahu-tahu dia sudah
menggeggam pedang ?Lamuk? dengan pamor berkredepat seperti
kunang-kunang berebut tempat.
Kedua jago itu mulai bergera mengembangkan permainan
masing-masing. Golok Tenung Jalanda mendesing-desing di udara,
melontarkan angin dingin berbau anyir. Sedang pedang Putut
Punung nampak membuat lingkaran-lingkaran besar kecil, merata
dan miring kesegala arah, menyebar bau minyak pudaksari yang
harum merata melintasi bau anyir golok lawannya.
Datanglah serangan Jalanda, goloknya membabat lambung
musuh, tetapi entah bagaimana gerakan lawannya itu, tahu-tahu
goloknya sudah terlobat dalam gerakan pedangnya Punung. Dan
anehnya . golok itu selalu mengikuti gerakan yang dibuat pedang
sakti tadi, tidak mungkin lagi dicegah jalannya, sekalipun Jalanda
berusaha keras menarik kembali goloknya. Hanya selaki-sekali
libatan pedang itu memberi kelonggaran, hingga dapat ditarik
bebas, seolah-olah Jalan da diberi kesempatan untuk memperbaiki
gaya permainannya. Kesempatan itu dipergunakan sebaik-baiknya
79 oleh Jalanda, segera ia merubah aksinya, Serangan-serangan
goloknya selalu dilancarkan sarnbil meloncat keatas, hingga
goloknya datang menyarnbar dari atas kearah kepala musuhnya.
Tetapi musnala h keganasan serangan itu karena batang goloknya
selalu berternu dengan pedang sakti lawannya yang menempel erat
melekat memberi arah jalannya golok ... menyeleweng kesarnping.
Setelah beberapa kali pedang itu memperlihatkan
keunggulannya, kembali golok besar itu seperti kalap dayam
gulungan pedang Nagasura. Sekali lagi Punung memberi
kesemparan lawan berbuat lain ... memang ia hendak menjajagi
kemarnpuan musuh ini, disamping ia tidak hendak menghabisi
jiwanya ...
Bukan main kejengkelan Jalanda, karena merasa di
permainkan sejadi-jadinya oleh Punung itu, bertekadlah ia mengadu
jiwa, mati bersarna dengan lawannya. Sambil bergulingan ditanah,
goloknya menyerang bagian bawah tanpa memilih arah. Jakinlah ia
bahwa goloknya sekarang tidak lagi dapat digulung oleh pedang
musuhnya, karena banyak merapat dengan tanah. Sebenarnya ia
mengharap harap lawan itu akan mempergunakan kesempatan baik
ini untuk menghablsi jiwanya dengan sekali tusuk, dan pada waktu
ia akan terbinasa karenanya, pastilah mendapat kesempatan untuk
menusukkan a tau mernbabat kaki musuh itu, hi ngga dapat mati
bersarna sama.
Benar saja ... Putut Punung sudah menggerakan tangan nya,
menusukkan pedangnya kearah ulu-hati lawan cepat bagaikan kilat
menya mbar, Tenung Jalanda memeramkan matanya, sambil
membabatkan goloknya kearah kaki lawan.
80 tahu-tahu golok besar Jalanda sudah kutung menjadi tiga ..
81 ... Class-class-casss terdengar logam beradu tiga kali,
menimbulkan suara aneh, tahu tahu golok besar Jalanda sudah
kutung menjadi tiga . . . tinggal hulu golok yang masih dalam
genggarnannya melulu, sedang Putut Punung berdiri tegak dengan
pedang bergoyang goyang disamping musuhnya yang masih
meram. Jalanda yang sudah merelakan jiwanya mati bersama,
menunggu datangnya tusukan pedang lawan, tetapi lama juga ia
menanti nanti, ujung pedang itu belum terasa menembus dadanya.
Maka alangkah kagetnya, waktu membuka mata melihat
Punung berdiri tersenyum-senyum dengan menimang-nimang


Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pedang saktinya. Mau tidak mau menjadi heranlah ia memikirkan
sikap lawannya itu.
Mengapa dia bersikap demikian . apakah benar, ia tidak
akan. membunuh musuh yang sudah ditaklukkannya, atau
sengajakah ia memperrnainkannya seperti dalam pertempuran
bersenjata tadi. jangan menyangka Jalanda takut mati.
Berkatalah ia sambil menghina musuhnya supaya segera
menerima kematian selekas mungkin: "Kunyuk buduk, jangan kau
kira aku takut mati atau menyayangkan jiwa kura-kuraku yang tak
punya guna mi. Hayo, tusukkanlah pedangmu itu, tidak bakal kamu
mendengar jeritanku. Atau takutkah kau melihat darah merah
mengalir? Mari sini, pinjamkan pedang itu, aku berjanji akan
menggorok leherku sendiri dimuka rajamu ... mari-mari!"
Kini bersabdalah Pangeran Puger yang dalam adegan mi
berlaku sebagai Raja Mataram ... "Tenung Jalanda ... kau dengar,
bukankah kau ini hanya seorang utusan saja. Tidak perduli siapa
yang mengutusmu, tetapi nyatanya kau hanyalah pelaksana
pemikiran orang lain. Aku berpendapat, kiranya tidaklah perlu
bagimu, untuk berbuat nekad-nekadan sampai batas mengorbankan
jiwa segala. Cukuplah rasanya bila kamu sudah berusaha sekuat
82 tenagamu melaksanakan itu dengan sebaik-baiknya. Sukurlah bila
usaha itu berhasil baik, tapi sebaliknya pengutusmu tidak
seharusnya merasa kecewa kalau kau tidak berhasil. Nah ...
sekarang kau kembalilah kepada majikanmu, untuk melaporkan
hasil yang sudah kau laksanakan, Kurang puasnya majikan itu,
suruhlah dia datang sendiri menemui aku!"
Menunduklah Tenung Jalanda karena merasa kebenaran ujar
Baginda, merasai kebijaksanaan serta welas asih junyungan negara
Mataram. Sambil membungkuk horrnat berkatalah ia dengan nada
gemetar, .
"Aku junjung tinggi titah Baginda, perkenankanlah aku pergi
sekarang juga, perkenankan pula aku mengucap terima kasih
banyak-banyak atas kemurahan hati Baginda."
"Baik kau pergilah dengan damai, aku hanya berpesan jangan
sekali-kali kamu mengganggu anak buah negaraku."
"Baginda, aku menerima perintah." kemudian mencelatlah
orang sakti itu dari muka Pangeran Puger dan Putut Punung.
Sejenak kemudian berkatalah Pangeran setengah tua itu
kepada putia kekasihnya: "Punung, terirna kasih nak atas segala
perbuatanmu dalam hari-hari suram belakangan ini terhadap
keluargamu."
"Bukankah itu kewajiban anak yah, anak merasa berbahagia
dapat berbuat sesuatu terhadap sanak-kadang kita."
"Bagaimanakah dengan kakakmu Suryakusuma?"
"Kangmas ditahan digedung Srl-manganti dan dijaga kuat
sekali. Tiga had lagi tahanan akan dilanyutkan keemarang
menunggu kedatangan perahu yang akan membawanya ke Betawi.
Sudahlah yah, jangan pikirkan dia lagi, serahkan kangmas kepada
83 aku, pasti anakrnu tidak akan tinggal diam, untuk berdaya
meringankan penderitaannya, sukur sampai kepada pembebasannya.
**** BAGIAN VII
PADA MALAM itu, waktu baginda hendak masuk kedalam
kamar peraduannya, meninggalkan perimah wanti-wanti kepada
para jaga kemir, supaya berhati-hati sekali, karena mungkin sekali
kraton akan kedatangan-telik sandi mangendra-jala (pembunuh
utusan musuh), dengan maksud jahat terhadap baginda sendiri atau
keluarga keraton.
Walaupun sudah berada didalam kamar peraduannya sendiri
dan dijaga oleh para kemit lima orang bersenjata lengkap didepan
kamar itu . masih juga baginda merasa kurang aman, hingga
semalam suntuk beliau tidak dapat memejamkan mata, untuk tidur
barang sekejap. Selalu teringat akan orang tinggi-besar yang
menyumpainya ditaman-i;ari tadi.
Terpaksa beliau selalu memikirkan, apakah yang gerangan
terjadi pada waktu itu dirumah pamannya Pangeran Puger. Rasarasanya tidak mungkin orang yang mengaku bernama Tenung
Jalanda itu, tidak dapat menemukan rumah Sang Pangeren.
Jang masih menjadi pikiran baginda, ialah apakah
Pangeran Puger mau saja menerima dikatakan sebagai raja yang
baru naik takhta itu. Bila pamannya itu menerima baik karena
bendak menolong muka raja ... pastilah sudah terjadi pertempuran
84 yang luar biasa hebatnya antara Sang Pangeran melawan utusan itu.
Siapakah pula yang keluar sebagai pemenang?
Menurut perhitungan dengan penilaian kesaktian, mungkin
sekali sang paman tidak mudah dikalahkan sekalipun tidak mudah
pula mendapat kemenangan atas lawannya yang nampak demikian
kuat dan digdaya. Andaikata Sang Pangeran jang dapat menghalau
lawan .... apakah Pangeran Puger tidak akan memandangnya dengan
mata sebelah? ... Ya-ya, hal itu bisa terjadi, tetapi itulah sama
halnya dengan tindakan membunuh diri beserta keluarganya.
Seandainya Pangeran Puger yang terbunuh dalam
pertempuran itu, tidakkah itu lebih berbahaya bagi baginda, karena
Tenung Jalanda, cepat atau lambat pasti datang lagi
mengunjunginya, untuk menghinanya telah berbuat curang yang
rendah.
Pemikiran-pemikiran semacam itulah yang sangat
menggelisahkan baginda, hingga tidak dapat tidur sama sekali.
Tilam yang hangat lunak lagi nyaman, malam itu tidak dapat
membuai baginda dalam alam mimpi, tetapi justr dirasakan sebagai
penghambat rasa kantuknya, karena terlalu panas. Baru menjelang
pagi baginda terjatuh tidur karena kelelahan namun juga tidak
terlalu lama, baru sepemakan sirih sudah meloncar bangun karena
mimpi buruk.
Pagi itu embun masih belum jengkar dari permukaan bumi,
papatih dalem, Adipati Sumabrata sudah dipanggil baginda karena
soal yang penting. Titah baginda sesudah paman pati menghadap.
"Sumabrata, kau pergilah kerumah paman Pangeran Puger.
Tanyakanlah apa peristiwa semalam sudah dapat dibereskan?!"
85 "Gusti, persoalan apakah yang harus ditanyakan itu .
adakah soal itu menyangkut Den Mas Suryakusuma yang telah
ditahan dikamar Sri-manganti?"
"Bukan Sumabrata, kejadian semalam sangat mengejutkan
hatiku ..!" Berceritalah baginda tentang kejadian semalam itu
ditaman sari. Oleh karena itu beliau ingin sekali tahu bagaimana
kesudahannya. Dengan membekal pengertian itu, pergilah Raden
Adipati Sumabrata kedalam kapugeran, diiringi pengawal
bayangkara kepatihan lima orang.
Kedatangan pepatih dalem itu diterima dengan senyuman
angker oleh Pangeran Puger, yang pasti saja segera tahu akan
permasalahannya. Mahapatih dipersilakan duduk ditengah pendopo
besar, pada kursi berhadap-hadapan dengan sang Pangeran sendiri.
Kata kanjeng Pangeran Puger, "Ai, ai. Kakang Patih Sumabrata,
pagi-pagi amat sudah datang berkunjung, pastilah ada hal yang
penting yang hendak dibicarakan. Silakan silakan kakang tak
usah sungkan-sungkan lagi. Adakah soal penting yang harus kita
bahas bersama?"
Jawab kidipati, "Memang ada gusti pangeran, terangnya aku
hendak menanyakan tentang kejadian semalam yang mungkn sekali
menyangkut kanjeng pangeran. Adakah bingkisan raja tadi malam
sudah diterima dengan baik dan dibereskan oleh gusti pangeran?"
"Ya, kira-kira demikianlah kakang, bingkisan baginda telah
sampai kepada saya kini segala-galanya sudah beres!"
"Sukurlah bila demikian, aku sudah mengira babwa gembong
Kartasura, adalah satu-satunya orang yang paling tepat menerima
bingkisaa itu, Akan aku sampaikan berita yang menggembirakan ini
kepada baginda raja yang pasti berkenan sekali mendengarnya.
Masih ada hal yang penting hendak pangeran katakan? Bila tidak
86 ada pesan-pesan berharga dari pangeran lagi, perkenankanlah aku
kembali ke-keraton menghadap raja !"
**** Nun jauh dari pergaulan manusia, dalam rimba pada kaki
gunung Lawu, terdapet sebuah gua yang cukup lebar dan bersih,
hingga mudah diterka, bahwa gua itu pasti ada penghuninya.
Memang gua itulah yang didiami oleh seorang pemuda berbadan
tegap-paseg yang dandanannya sangat sederhana, terdiri dari celama
hitam longgar, berbaju kutung dari bahan jang sama, Kaia batik
yang sudah masam dilipat dua, menggubat pada lambungnya .
Potongan wajah pernuda itu, terhitung cakap, bila jambang bauknya
yang tumbuh lebat agak dipiara atau dipangkas rapi, demikian pula
deugan rambutnya yang gondrong awut-awutan mendapat
pemeliharaan yang cukup baik. Namun pemuda itu agaknya tidak
menghiraukan soal pertumbuhan segala macam rambutnya.
Tidaklah mudah menyelami sikap pernuda yang aneh ini,
Lebih suka hidup menyendiri dan menderita, bersunyi-sunyi
didalam gua yang jauh dari keramaian hidup masyarakat. Setiap
hari deri pagi sarnpai peta ng, bahkan sering sampai larut malam.
berlatih ilmu beladiri, yang diajarkan oleh pemimpinnya.
Itulah dia, pernuda yang pernah mernbuat gara-gara diibukota
dengan melepas gajah, yang telah dianggap berdosa terhadap
masarakat kola Kartasura, Dialah yang sekarang ini bergelar
Pututparnuk, narna pemberian dari Putut Punung, pemimpinnya .
"Saking patuhnya dan mantapnya, sedikitpun ia tidak mau
menyimpang dari pedoman yang diberikan oleh sang guru, maka
hiugga sekar~ng telah enam bulau ia bertekun ilmu silat dan
87 pengerahan tenaga-saktinya disekitar gua itu. Sudah barang tentu
bahwa ia sekarang bukanlah pemuda yang ketakutan melarikan diri
dari Kartasura dulu. Tentang kemampuannya yang sekarang,
tidaklah dapat dibandingkan dengan keadaannya yang duhu, karena
berbeda sebagai bumi dan langit. Tokoh-tokoh kuat dari kota
mungkin tidak sanggup lagi menghadapinya, kecuali para gembong
kawakan negara.
Dinihari waktu ia sedang asik berlatih pukulan saktinya ia
dikejutkan oleh angin santer luar biasa yang mampu membendung
angin pukulannya sendiri .. malahan mampu membuat kuda
kudanya tergoncang hebat. Terpaksa gempurlah kuda kudanya itu,
ia meloncat kesamping untuk menghindari gempuran lanjutannya.
Berserulah ia: "Tamu sakti dari mana sok suka menggoda orang
tidak berbuat salah ini? keluarlah dari persembunyianmu, bila
hendak memberi petunjuk kepada aku yang masih rendah ini
ilmunya!"
"Ha..ha..ha ... kakang Pamuk, kau sudah berhasil baiik sekali
dengan latihanmu, selamat-selamat kuucapkan!"
Berhenti suaranya, orangnya sudah muncjul dari balik semak
yang rindang. Dialah Putut Punung yang datang untuk menjenguk
dan membebaskan muridnya dari sanggeman.
Keruan saja Punuk lari berjingkrakan mendekati sang kyai,
untuk melepas rasa rindu dan harunya. Tanpa dappat dicegah lagi
Pututpamuk menyibak lambung sang pernimpinnya dengan isaktangis kegembiraan .... "O, kyai . aku rindu pada tuan.!" kata
Pamuk terhenti?henti karena harunya.
"Demikianlah kiranya rasaku terhadapmu kakaug. Tetapi kini
kita bisa bertemu dengan selamat maka wajiblah kita bersukur
kepada Tuhan!"
88 "Benarkah ucapan kyai tadi, yang mengenai kemajuanku itu?"
"Pasti benar .... pasti saja kau belum dapat menyamai
tenagaku yang dapat membendung tenaga pukulanmu. Itulah karena
kakang baru saja dapat menguasai tenaga saktimu. Bila kakang
tetap tekun berlatih, pastilah kian maju tenaga saktimu itu?"
"Ah denmas, eh ... kyai, biarpun aku bertekun seribu tahun
lagi, masakan aku dapat menyamai tenaga pengajarku.
Demikianpun aku sudah sangat merasa beruntung dan berterima
kasih atas kemurahanmu kyai, Tak usah kiranya aku mempunyai
derajad yang berlebihan."
"Tentang derajat memang bukanlah persoalan pokok kakang,
kesampingkanlah itu, tetapi jangan mengendurkan soal berlatihmu!"
"Baik kyai, aku akan selalu mematuhi petunjuk kyja. Marimari kita sekarang masuk kedalam gua dulu, untuk berpesta. Aku
mempunyai persediaan dendeng kijang cukup banyak dimakan
orang lirna. Aih bukan main nikmat rasa dendeng kijangku yang
aku siapkan sendiri. Wedang serbat yang masih hangatpun sudah
tersedia!" kata Parnuk dengan bibir sudah berkomat-kamit,
muugkin untuk memancing- mancing selera makan Putut Punung
saja.
"Ha, rasa-rasa nya k'au sudah pula mendjelrna menjadi tukang
masak yang ulung Baiklah, dendeng macam apakah yang dapat kau
sajiaan kepadaku itu. Namun yang pasti baik adalah wedang serbat
iru, karena aku telah lama tidak bertemu. Namun kedatanganku
yang sebenarnya adalah untuk membebaskan kakang dari
sanggemanmu. Kalau kau menghendakinya, sejak hari ini kau boleh
hidup bebas sekehendak hatimu. Kiranya cukupkah bekal yang
kakang yakini untuk menentukan kehendakmu yang meajadi pilihan
dan idamanmu sendiri!"
89 "Tidak kyai, aku tidak ingin hidup sendiri. Aku sudah berjanji
kepsdaku, bahwa aku akan mengabdi kepadarnu sarnpai hari tuaku,
tidak ada suatu kekuatan apapun yang dapat memisahkan aku dari
kyai kecuali maut merenggut jiwaku, atau kyai sendiri menolak
pengabdianku ini!"
"Bila itu sudah mendjadi tekadrnu, aku juga tidak
berkeberatan, kakang selalu didekatku dalam pengabdian kepada
umum ini. Kita bisa mengadakan kerja-sarna yang baik, dalam
segala hal."
"Apakah yang dapat kita kerjakan diwaktu terdekat ini kyai,
nampaknya kyai sudah ada rencana kerja yang harus segera
dikerjakan, bukan?"
"Begitulah kiranya kakang, tetapi kali ini kesibukanku masih
agak bersifat pribadi dalam lingkungan keluarga , Ketahuilah,
bahwa kakakku yang tertua Den Mas Suryakusuma, dalam waktu
dekat ini akan dibawa orang ke Semarang, untuk menjalani
hukuman buang ke Selon. Aku hendak membayangi rombongan
yang mengantar kangmas itu, untuk melihat gelagat."
"Ya-ya, pastilah kyai sudah mempunyai rencana kerja, untuk
menolong kakak kyai itu. Dapatkah kiranya aku menolong kyai
dalam pekerjaan ini, katakanlah!" desak Putut pamuk,
Setelah mereka berada didalam gua menikmati hidangannya.
Sejenak Putut Punung termenung-menung, kemudian berkatalah ia :
"Memang kakang, aku sudah mempunyai rencana untuk menolong
kakakku itu, tetapi nada-nadanya terpaksa aku sendiri yang harus
bertindak, karena sangat berbahaya, sedang yang mirip kangmas
Suryakusuma memang hanya aku seorang.
Ditengah perjalanan, aku akan memasuki tempat penahanan
kakakku, untuk bertukar pakaian. Aku akan menggantinya dalam


Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

90 tahanan, menyalani hukurnan itu ... sampai ditahanan Semarang.
Kemudian apakah sulitnya untuk merat dari tahanan itu ....
memancing-mancing regu penjagaan kumpeni, mengejar aku ketcpi
laut. Pastilah mereka akan melepaskan tembakan-tembakan senjata
mereka setelah aku berenang di laut nanti. ltulah saat kebebasanku
.... Dengan menyelam menyusur pantai, menjauhi lempat semula,
pastilah mereka akan mengira bahwa aku sudah mati tertembak,
tidak perlu lagi dikejar-kejar."
"Apakah tidak berbahaja memancing tembakan mereka itu,
kyai?"
"Memang hahaya itu ada juga, tetapi bila jaraknya sudah lima
puluh meter lebih, tembakan itu sudah 1idak membahayakan lagi
pelurunya. sudah melengkung jalannya dan tidak lurus lagi.
Pendeknya aku sama sekali tidak takut menghadapi berondongan
mereka!"
"Apakah peranan jang dapat kulakukan kyai, masakan aku
tidak boleh berbuat bakti sesuatu!"
"Ada tugas yang dapat kau kerjakan nanti, ialah membawa
pergi kangmasku kegunung Dieng atau gunung Slamet, unluk
dijauhkan dari masarakat buat sementara waktu. Bersabarlah kalian
untuk menanti kedatanganku, berlatihlah yang hebat ditempat yang
sunyi sepi, sebagai petapa biasa. Yakinlah bahwa aku pasti
menemukan kalian!"
"Bagus, bagus.. sekurang-kurangnya aku mendapat tugas
juga. Kapan kita berangkat kyai?"
"Hari ini juga serelah aku cukup beristirahat. Sementara itu
kakang boleh berkemas-kemas pembekalanmu!"
Sjahdan sore itu nampak dua orang pemuda perkasa berlariIari cepat kearah ibukota Mataram, membekal rencana kerja yang
91 seram menakutkan. Akan berhasilkah pekerjaan mereka itu?
Siapakah yang dapat menentukan ... kecuali T'uhan yang
menentukan segala kejadian didun ia ini.
**** Hari berganti hari, minggu berganti minggu ... bulan bulan
berlalu disusu1 bulan yang baru.. jagad berputar, kala berjalan maju,
Itulah keadaan alam yang tetap berjalan, dengan irama abadi.
Berbeda sekali dengan lelakon manusia hidup didunia yang selalu
berubah dan berganti corak setiap saat.
Pada suatu hari di hutan Sala, nampak seorang pemuda yang
membalapkan kudanya kencang sekali. Sikapnya duduk diatas
pelana, menunduk harnpir rapat dengan punggung dan leher
kudanya itu sangat aneh dalam pandangan orang yang melihatnya,
Namun kemudian orang pasti membenarkannya, karena pernuda
tadi tengah dikejar-kejar prajurit kusumatali (berkuda) lima orang
yang selalu melepaskan panuh panahnya kearah buruannya.
Tidaklah mudah memanah diatas kuda membalap. Apalagi
jang menjadi sasarannya, adalah manusia berkuda yang membalap
pula, Tetapi nampaknya kelima prajurii kusumatali itu, pemanahpemanah ulung. Hampir semua anak panah yang dibidikkan,
berjaiuhan tidak ierlalu jauh dari pemuda yang mereka kejar. Tetapi
pemuda itupun agaknya bukan orang sembarangan.
Sekalipun tidak menengok kebelakang, bila ada anak panah
yang akan menyerempet badannya, selalu dapat digebah jatuh
dengan busurnya sendiri yang berada ditangan kanannya. Hanya
92 celakanya ...... karena kuda pemuda itu kini sudah tertancap anak
panah pada pangkal paha kaki sebelah kanan, hingga mengganggu
sekali kelancaran larinya.
Kini tahulah Bagus Suwarna, dialah pemuda pesolek, yang
dikejar-kejar itu bahwa kudanya tidak mungkin dapat berlari terusterusan, Karena sayang akan kuda itu tersiksa sekali dalam
melanyutkan larinya, meloncnt turunlah ia dari Pelananya, dengan
loncatan yang indah dan ringan sekali.
Demikia, kakinya menyentuh ranah. mengkeredaplah
pedangnya ditangan kanannya. Dengan mata berapi-api ia
menantikan musuh-musuhnya. Lima anak-panah berebutan
menghujaninya, tetapi sekali pemuda itu menggerakkan pedangnya,
mental terhamburlah kelima panah tersebut.
"Kurcaci berbau busuk, majulah kalian bersama-sama,
Nampaknya nama radenaju Widasari, ibu almarhum ratu Alit belum
cukup sebagai jaminan keamanan perjalanan keponakannya. Hmm,
terpaksa pedang dan kerislah yang harus ikut menjamin
keselamatan seseorang dalam jaman Amangkurat III ini. Hayo
majulah, jangan bersembunyi dibalik kudamu. Tak usah kamu maju
seorang demi seorang, hayo keroyoklah aku, biar lekas ada
pemberesan!"
"Sombong sekali, kau-kira prajurit tempekah-kelima praurit
kusumatali pilihan ini. Masakan lima orang kusumatali tidak
sanggup membekuk pemuda banel sepertimu ...?"
"Hajo, maju berbareng, cincang saja jangan
tanngung-tanggung. Dalam keadaan negara menghadapi keruwetan
besar ini, tak seorangpun yang dicurigai boleh diloloskan keluarmasuk kota. Ganyang dia ... seru pemimpinnya. Majulah kelimanya
dari beherapa jurusan dengan pedang dan golok terhunus berkilauan
ditangan.
93 Bagus Suwarna berlaku cerdik. Tidak mau ia menunggu
hingga mereka mulai menyerang dari dua-tiga jurusan yang pasti
tidak mudah ditangkis berbarengan. Maka sebelum mereka berbuat,
Bagus Suwarna-lah yang mendahuluinya.
Dengan memekik nyaring ia menyerang kearah satu jurusan
ialah arah pemimpin yang memegang golok besar didepannya.
Pedangnya bergerak cepat sebagai kilat menyambar langsung
mrngancam tenggorokan pemimpin rombongan yang menjadi
kelabakan seketika karena merasa tidak mungkin dapat menangkis
lagi. Syukur ada teman yang menolongnya, mewakili menangkis
pedang pemuda pesolek lersebut ... trangg . .. terdengar suara
beradunya senjata. Tertolonglah pemimpin kusumatati itu, tetapi
pedang yang digunakan untuk menangkis serangan itu terpaksa
menahan goncangan yang tidak lunak, hingga terpaksa mencelat
kesamping, terlepas dari genggarnan yang menangkisnya.
Dari penolong, kini ia harus ditolong teman-temannya yang
lain, maka yang paling aman ia menyatuhkan diri, menggelinding
kesamping arah kaki teman-temannya, supaya mudah
melindunginya. Mulailah pertempuran senjata kerojokan itu
meningkat seru dan cepat. Bagus Suwarna kelihatan berkelebatan
diantara samberan-samberan pedang golok lawan-lawannya, sambil
memutar pedangnya bergulung-gulungan dalam sikap mernbela dan
menyerang lawan terdekatnya. Senjata musuh yang bertemu dengan
pedang pemuda itu, pasti terpental jatuh ... maka tahulah orangorang itu bahwa tenaga lawan jauh lebih besar dari kekuatan sendiri.
Sedapat mungkin mereka menghindari bentrokan senjata, hingga
tidak perlu menjadi bahan perlindungan teman-temannya.
Karena tidak sanggup mengalahkan musuh dengan permainan
mereka, sekalipun mengerojok lawan itu, maka mereka berusaha
bertahan sekuat dan selarna mungkin. Asal tidak sampai dapat
94 dijatuhkan pesolek ahli gerak ini saja pastilah mereka dapat merebut
kemenangan dengan siasat menguras tenaga sipemuda. Kini mereka
tidak sengaja menyerang lagi tetapi, memperkokoh daya tahan
mereka bersarna. Tahu akan siasat lnyik lawan-Iawannya, Bagus
Suwar na jadi semakin marah. Ia lalu mempercepat perrnainannya,
hingga musuh menjadi kalang-kabut untuk sementara waktu, tetapi
kemudian dapat memperbaiki mereka lagi setelah mendapatkan
iramanya.
Pertempuran itu berjalan hingga lebih dari setengah jam ......
Mau tidak mau Bagus Suwarna menjadi gelisah, karena merasa
akan segera berkuranglah kekuatannya, sedang kelancaran
pernafasannya juga mulai terganggu. Haruskah ia mati konyol
dalam periempuran keroyokan ini ... tidak, ia tidak boleh mati
sekarang karena ia belumbertemu dengan pemuda pujaannya justru
karena ia mempunyai berita penting yang harus disampaikan kepada
Putut Punung. Tetapi cara bagaimanakah ia bisa selamat keluar dari
pertempuran ini?
Bersambung ke Jilid 4
0 1 GEMBONG KARTASURA
KARYA:
Pak Sri Hadijojo
Gambar Luar dan & Dalam
H. Wibowo BA
JILID
4 (Tamat)
Dicetak dan diterbitkan oleh :
Pereetakan Penerbit
SINTA ? RISKAN
Jl. Judonegaraan 22 Jogja
HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG
NO/POL/6 Be 009/Intel/68 Jogja 10-8-1968
2 GEMBONG KARTASURA
PRAKATA.
Sedumuk batuk, senyari bumi ...... yang berarti, soal wanita atau
soal tanah, biarpun nampak remeh saja, dapat meruntuhkan negara
menyatuhkan derajat orang.
Sudah banyak contoh termuat dalam sejarah ........... namun
mengapa manusia ini tidak mau menerima ajaran ini. Semoga
datang waktunya manusia dapat menerima baik anjuran yang sangat
sederhana itu untuk diamalkan kebenarannya,
Terimakasih
Penulis berharap
3 GEMBONG KARTASURA
JILID IV
57 BAGIAN I
KIAN LAMA kian berkuranglah gaya tahannya, kian
merosotiah permainannya, makin menjadi tipia pula
pengharapannya uruuk mendapat kesempatan melanjutkan hidup
itu. Mulai baurlah pemandangannya. Seluruh tubuhnya gemetar
kehilangan kekuatan terlepaslah pedang ditangannya
pastilah maut segera datang merenggut jiwanya. Menjadi gelaplah
pandangan matanya .... Suwama jatuh tak sadar kan diri lagi. Lapat
lapat ia masih mendengar sorak lawan-lawannya, terdengar pula
suara menggelegar memecah angkasa, entah suara apakah itu.
Agak lama bagus Suwama jatuh pingsan itu, waktu ia
membuka matanya dan mendapat kesadarannya kembali, tahulah ia
bahwa berada didalam gubug darurat, yang terbuat dari daun-daun
jati dan ilalang, Pastilah ada orang yang telah menolong dia dari
siksaan prajurit kusumatali itu. Siapakah yang ielah berhasil
menolong dirinya itu. la lalu memandang kesegala arah, namun
didalam gubug itu tidak nampak seorang pun, tetapi diluar terdengar
tarikan orang bernafas halus serta landung sekali, itulah ciri
pemafasan orang sakti. Tahulah Suwama sekarang pastilah orang ?
ini yang telah menyelamatkan jiwanya. Alangkah besar rasa terima
kasihnya kepada tuan penolongnya. Berkatalah ia dari dalam gubug
itu. 4 "Siapakah tuan yang sudah menolong hidupku ini?"
"Hai .... adik-cilik, kau sudah siumankah?" Muncullah
sijembel Punung, dengan senyuman lebar ditengah gubug itu
didepan bagus Suwama, lupa akan segala-galanya, lupa pula
peranan laki-laki yang sedang drlakukannya, meloncatiah pemuda
pesolek itu, langsung menggabrug didada putut Punung yang lebar
padat dan diterimanya secara wajar sekali oleh orangnya. Pipi
Suwama yang lumer-ramping itu menempel erat kepada dada
bidang tersebut, dirangkul erat pula oleh Punung sedang tangan
kanannya membelai rambut pemudi itu, yang sudah kehilangan
destarnya. Hilanglah sifat jantannya bagus Suwama ... dia sudah
menjelma menjadi gadis cantik manis mirip sekali dengan tubuh
Ratu Alit dalam keseluruhannya kecuali warna kulirnya.
Tanpa tedeng a1ing-aling lagi kini memancarlah sorot mata
yang menyatakan kasih mesra Niken Sasanti Suwarni kepada Putut
Punung. Sebaliknya, mudah diterka apakah yang terasa oleh oleh
pemuda gagah perkasa itu terhadap Niken Suwarni. Dengan suara
terhenti-henti berkataJah Suwama, "Kak Punung, . Kau. kau
sudah rahu, aku siapa?"
"O, sudah ... sudah lama sekali dik sudah sejak kita bersamasama turun dari gunung makam Imogiri dulu!"
"Ah, giila benar !" gumam gadis itu
"Apanya yang gila benar itu dik?"
"Lelakon manusia hidup ini, lebih-lebih lelakon kita sendiri,
coba pikirlah, .. apakah ada orang yang mewariskan pacarnya
kepada orang lain. Itulah yang terjadi didalam hidupku ini .. gila
benar, bukan kak?"
"Menyesalkah adik mendapat warisan itu?" tanya Putut
Punung dengan memandang mesra kepada Niken Suwarni.
5 "Tidak, tidak sama sekali .. bahkan aku merasa
berbabagia sekali, asal aku dapat mengabdi kepadamu betul-betul."
"Baiklah dik, kita akan bahu membahu mengabdi kepada
masyarakat umum. Kini kita membicarakan soal-soal lain dulu, .
Mengapakah adik sampai dikejar-kerjar prajurit Kusumatali
Kartasura itu?"
"Hm, agak panjang ceriteranya, tetapi garis besarnya aku
hendak keluar dari kota untuk mencarimu karena ada berita penting
yang kau harus mengetahuinya. Tetapi aku tidak diperkenankan
keluar oleh para penjaga pintu gerbang biarpun lalu-lintas keluar
masuk kota masih ramai. Hanya akulah yang mereka tahan dengan
dalih mencurigakan. Karena kehebohan-kehebohan yang terjadi
belakangan ini didalam ibukota, maka penjaga pintu gerbang
mendapat kesempatan untuk berbuat yang tidak-tidak terhadap
orang-orang yang mereka anggap kurang wajar.
Sudah barang tentu aku menerangkan hubungan keluargaku dengan
denaju Widasari, namun mana mereka mau menggubrisnya,
mungkin kalau ku sertai cincin emas sehentuk saja keteranganku itu
dibenarkan dengan sikap membungkuk-bungkuk. Siapakah yang
tidak menjadi jengkel karenanya. Maka aku terjang mereka dengan
kudaku, lalu melanjutkan perjalananku dengan membalapkan kuda
tunggangku.
Sebentar kemudian terdengar derap kuda pengejar-pengejarku itu.
Terjadilah kejaran dengan melepas panah kepada aku. Bila kudaku
tidak terkena anak-panah, belum tentu mereka dapat menyandak
aku. Tetapi nyatanya terpaksa aku bertempur melawan keroyokan
mereka, dan kakak tahu sendiri kesudahannya. Bila kau tidak


Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keburu datang, pastilah aku sudah mereka bunuh. Oleh karena itu
terimalah kini ucapan terima kasihku!"
"Apakah kehebohan yang terjadi di Kartasura itu?"
6 "Kak Punung, dimanakah kau waktu belakangan terdekat ini,
hingga kakak tidak tahu ibukota Mataram terguncang hingga pada
dasa1 nya?"
"Hai, hebat sekali tutur-katamu itu. Aku menjadi ingin tahu
sekali mengetahui kejadian-kejadian di Kartasura pada akhir-akhir
ini. Tetapi, biadah aku bersabar sejenak, umuk memenuhi
permintaan adik, mengabarkan dimana dan apakah yang kuperbuat
dalam hari-hari belakangan ini."
Maka berceriteralah Putut Punung rentang kejadian-kejadian
yang dialaminya, dalam usahanya mepolong denmns Suryakuma,
waktu dibawa ke Semarang oleh pihak Kompeni. Segala apa yang
pemah direncanakan, dapat dijalankan dengan selamat dengan
membawa basil sebagai pemikirannya.
Akhir-akhir ini Punung mencari tempat persembunyian kedua
or'ang buruan itu, yang dapat diketemukan dilereng gunung Dieng
Sumber Pustaka : Gunawan Aj
Pdf image : Gunawan Aj
https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
yang sangat berbahaya itu, supaya jangan mudah dapat diketemukan
orang. Setelah memberi perunjuk-perunjuk yang berguna, mereka
berpisah lagi masing-masing dengan tugas tertentu.
Denmas Suryakusuma berserta Putut Pamuk akan bertapa bertekun
ilmu dipegunungan itu sedang Putut Punung kembali kepada
masarakat Mala.ram.
"Nah itulah dik, apa yang sudah kujalankan dalam waktu aku tidak
berada disekitar pusat negara Mataram. Kini, giliranmulah untuk
menceriterakan, kejadian-kejadian di Kartasura belakangan ini!"
"Kak, kaupun tahu akan makna peptah yang berbunyi, Raja
alim, raja disembah raja lalim taja disanggah, bukan?"
"Adakah hubungan pepatah itu dengan ceriteramu?"
7 "Pasti kak, karena ceritera ini berpokok pangkal pada
kelaliman, kerakusan dan kemesuman orang yang paling berkuasa
di Mataram ini. bila kau menghendaki ceritera yang mendalam ,
pastilah sangat panjang ceriteranya karena berbelit-belit tidak
karuan. Maka, kini dengarkanlah ceriteraku dalam garis besarnya
saja supaya kakak lekas mengerti persoalannya dahulu. Tentang
seluk beluk lelakon Kartasura itu, boleh diceriterakan lebih jelas
dikemudian hari saja.
Dengarlah sekarang yang penting-penting saja. baginda telah berani
berbuat dosa yang tidak ada bandingannya, ialah merusak pagar ayu
dengan menggunakan kekuasaannya. Wanita yang menjadi
korbannya adalah Den Ayu Pakuwati, isteri kedua Pangeran Dipati
Sampang, Harya Cakraningrat. Dipati itu pasti saja tidak dapat
menerima hinaan itu. ia bersama-sama bupati Surabaya, bertemu
dengan Pangeran Puger dan memaksa supaya beliau suka menjadi
Raja Mataram demi keutuhan negara .. kebetulan ada utusan
dipati Semarang yang menangis mohon perlindungan kanjeng
pangeran terhadap fitnah rendah dihadapan sri sunan dan minta
supaya Pangeran Puger suka mendengarkan ceritera rakyatnya.
Demikianlah, terjadi desakan terus menerus kepada sang pangeran,
untuk suka menjadi raja. Ketiga bupati itulah yang sanggup
membantunya. Pihak kumpenipun tidak suka lagi terhadap tindakan
sri sunan yang sudah merajakan diri sendiri tanpa menunggu advis
dari betawi. Malahan lalu berjanji akan menolong pangeran Puger
bila terjadi perang perebutan negara.
Maka masaklah waktunya bagi pangeran Puger, untuk menerima
desakan para punggawa itu. lima hari yang baru saja lalu ini, pada
waktu malam, keluarlah kanjeng pangeran, meninggalkan kota
bersama-sama dengan sanak kadangnya, diikuti punggawa yang
lebih suka mengabdi kepadanya. Kini beliau sudah berada di
Semarang."
8 "Tidakkah beliau mendapat kesulitan, waktu meninggalkan
ibukota?" tanya Punung.
"Pasti saja tidak, karena yang mendapat tugas pengejaran
adalah dipati Surabaya dan para bupati mancapraja lainnya. Dipati
Surabayalah menempati tempat dimuka sendiri hingga dapat
menghambat kelancaran jalan pengejaran itu!"
"Hebat, hebat sekali, kejadian di Kartasura akhir-akhir ini,
.. bagaimana .."
"Sudah kak Punung jangan tanya lagi tentang soal-soal yang
kecil. Bukankah aku sudah berjanji akan menceriterakannya,
sabarlah. Cerritera yang mendalam itu pastilah agak panjang hingga
harus ada waktu tertentu untuk menguraikannya sampai mendalam.
Lebih baik kita bicara dari hal yang ringan menggembirakan saja.
Kak, apakah pantas kita selalu berdekatan sekali sebelum kita
mendapat pengesahan dari orang tua kita."
"Bagiku tidaklah menjadi soal bila kita dapat membatasi
pergaulan kita saja. Tetapi sebaiknyalah, bila kita segera pergi
kepada para berwajib, untuk mendapatkan perkenan mareka.
"Apakah rencanamu sekarang?"
"Aku akan membawamu secepat terbang kepada orang tuamu,
untuk mendapat perkenannya, kita hidup berdampingan sebagai
suami isteri. Kemudian kau akan kubawa mengembara,
membayangi pangeran Puger, untuk memberi bantuan bila
dipedukan."Baiklah kak, mari kita laksanakan rencanamu itu."
Hari itu juga Putut Punung bersama sama niken Suwami
berangkat kedesa Samakaton.
9 **** Dupat digambarkan betapa senang dan rasa gembiranya, bila
asjik dan masjuk saling bertemu setelah lama berpisab.
Seribu kata hendak meloncat dari mulut sekaligus, seribu rasa
mtiluacur mesra dari hati laggsung kehati, untuk berjalin erat dalam
suasana gembira. Itulah pula yang dialami oleh dua sejoli, yang kini
berjalan bergandengan dalam hutan Sukawati .. niken Suwami
dengan Putut Punuog meauju kedesa Samakaton, kerumah kyai
bekel Jagarejana.
Betapa banyak perkataan yang h~ndak mereka pergunakan
untuk menyatakan isl hati masing-masing namun kenyataannya,
mereka bungkam dalam seribu-bahasa. Agaknya cukuplah segala
perkataan mereka diucapkan dengan melalui jalinan tangan-tangan
mereka.
Sekali-sekali terdengar tarikan nafas memanyang, untuk
kemudian disambung dengan berpandang-pandangan dengan mata
penuh kasih-sayang .. maka selalu macetlah kata-katanya.
Akhirnya niken Suwamilah yang mengakhiri berbahasa-hati
itu, Biarpun tangan mereka masih bergandengan, namun mengenai
peristiwa-peristiwa biasa, terpaksa mereka menggunakan perkataanperkataan yang dilisankan ... "Kak Punung ... dengan cara
bagaimanakah kakak menyingkirkan kelima pengeroyokku itu?"
bertanya Suwami tiba-tiba,
"O, itu ... biasa saja. Mereka meninggalkan kita secara
sukarela." jawab Punung lucu,
10 "Mana bisa, sukarela ... kecuali mereka mendapat hajaranhajaran yang mengesan, hingga mereka itu terpaksa lari bercawat
ekor, sebagai anjing kena gebugan."
"Kalau tidak percaja ya sudah, mereka benar-benar dengan
senang hati meninggalkan kita, malahan memberikan hadiah kelima
pedang dan goloknya. Bukankah mereka itu berbaik hati sekali?"
"Hmm, tahulah aku akan kemurahan hatimu terhadap musuh
musubmu. Pasti mereka itu hanya terkena gerajangan jari tengahmu
saja, hingga mereka tidak dapat bergerak lagi tanpa kehilangan
kesadaran. Kemudian kau suruh mereka kembali kekota,
Sebenarnya aku masih ada pertanyaan satu lagi.. ingin benar aku
mendengarkan ceriteranya sampai sejelas-jejasnya tetapi aku takut
kakak tidak mau menceriterakannya soal itu hingga seluk
beluknya."
"Soal apakah itu adik, coba katakanlah, aku berjanji
menceriterakannya sampai jelas semuanya."
"Tentang kakak berhasil mengganti kakakmu yang tertua
dalam tahanan Belanda, sampai kakak dapat memperdayai mereka
menganggap denmas Suryakusuma sudah mati tertembak dalam
laut pantai Semarang dulu..."
"Baik akan kuceriterakan asal adik juga berjanji, segera
menceriterakan apa yang terjadi dalam keraton Kartasura, hingga
terjadinya segala keruwetan ini. Nah ... dengarkanlah!"
"Malam itu adalah malam terakhir dari penahanan denmas
Suryakusuma ditahanan Semarang. Besok beliau akan
diberangkatkan ke Betawi dengan kapal Bugis yang sudah berlabuh
dipelabuhan Semarang ... kira-kira 30 meter dari pantai. Tempat
pertahanan itu berupa rumah biasa, kediaman seorang kapitan
Belanda bujangan, dan dijaga oleh dua regu prajurit. Dapat
11 dibayangkan betapa ketatnya penjagaan itu, tetapi agaknya belum
pemah terjadi para penjaga menemui suatu halangan dalam tugas
mereka, hingga mereka itu tanpa kecuali bersikap saagat lengah.
Dari pada mementingkan soal penjagaan, mereka itu lebih
mengutamakan bermain mabuk-mabukan beserta perempuanperempuan bayaran. Maka bagiku tidaklah terlalu sulit untuk
menidurkan kedua penjaga pintu masuk keruangan kamas
Suryakusuma.
Sambitanku dengan kersik kecil-kecil, tepat mengenai otot
tidur kedua prajurit yang diringgalkan sebagai penjaga tersebut.
Tidurlah kedua orang itu dalam posisi duduknya sambil mendekap
senapan mereka, Dipandang dari jauh, pastilah orang tidak tahu
tentang keadaan mereka yang sebenarnya.
Diam-diam aku menjelinap masuk der.gan mempergunakan
kunci yang berada ditangan penjaga itu bertemu dengan kamas ..
Yang sangat sulit bagiku sekarang, justru untuk memaksa kamas,
segera ? meninggalkan tempat itu karena aku akan menggantinya
sebagai tawanan. Tidak cukup dua kali aku menerangkan rencanaku
hendak mirat ditengah jalan, memancing mereka kepantai dan
sandiwara ?pura-pura kena tembak lalu teggelam dilaut...
Mula?mula kama'l tetap tidak mau tahu tentang
pengorbananku itu, mungkin beliau mengira aku akan benar-benar
menggantinya sebagai orang buangan. Hanya dengan sumpahku
yang bertubi-tubi saja kamas akhirnya mau percaja dan suka
bertukar pakaian denganku. Selelah selesai pesan-pesanku, kamas
kudorong keluar melewati pintu itu juga, menguncinya lalu
meletakkan kunci itu ditangan penjaga yang berada disamping meja
penjagaan.....
Menurut pantas kedua penjaga itu akan tidur mendengkur
hingga dua jam lamanya. Sebelum dua jam itu, orang tidak usah
12 berharap dapat membangunkan mereka, sekalipun dengan
membunyikan meriam dekat telinganya
Dengan beresin tiga kali berturut-turut disambung dengan
menguap beberapa kali, bangunlah kedua oran-3 itu. Syukurlah
peristiwa ketiduran diwaktu bertugas itu tidak ketahuan orang
atasan mereka, karena mereka sendiri juga melewatkan tugasnya
dengan pilihan masing-masing. Kira-kira jam dua malam para
penjaga itu baru lengkap jumlahnya, jakni 23 orang termasuk
kapten penghuni rumah. Anehnya tak seorang juga memerlukan
melihat keadaan tawanan didalam kamar tahanan, Jakinlah kiranya
mereka itu akan keberesan segala-galanya . tidak tahunya,
bahwa tawanan aslinya sudah diganti lain orang .
Esok paginya kira-kira pukul 8, denmas Suryakusnma
pengganti, dibawa dengan kereta yang dikawal oleh dua regu
prajurit berkuda kearah pelabuhan.
Tak seorangpun tahu atau mengira bahwa yang dibawa
kepelabuhau itu adalah denmas Suryakusuma palsu ..... bukankah
orang yang ditahan itu berpakaian demikian ... dan orang
mengenakan pakaian iiu pula jaug mereka kawal sekarang ini?
Maklumlah denmas Suryakusuma memang hampir sebentuk dan
seraut dengan adiknya yang satu ini, hingga mudah sekali yang satu
mewakili yang lain, bila orang tidak sangat teliti melihat ciri-ciri
perbedaan mereka Yang sangat kecil, kecuali kepadatan dan
kekekaran dadanya , Maka yakinlah para prajurit itu bahwa segala
sesuatu akan berjalan lancar dan beres semua. . . . .
Oleh karena itu betapa besar terkejut hati para prajurit
tersebut, waktu datang ditempat tidak jauh lagi dari pelabuhan
mengalami perisnwa Yang belum pemah terjadi selama-lamanya
dalam kalangan mereka.
13 Pada waktu itulah aku mulai beraksi melaksanakan rencana
ku, mirat dari tahanan. Kedua pengawal yang duduk bersamaku
didalam kereta, aku lemparkan keluar, masing-masing membentur
pengawal berkuda, hinga mereka jatuh bersama-sama ditanah.
Kereta aku genjot bejat, sang kusir jatuh jungkir balik, membawa
serta seorang kawan berkuda pula.
Segera aku meloncat dibelakang salah seorang kapaleri
Orangnya aku jungkir balikkan, kudanya aku keprak lari sejadijadinya, meninggalkan barisan pengawal. Sudah barang tentu para
prajurit kawal tersebut mula-mula hanya terkejut dan terheran-heran
melulu. Baru sejenak kemudian mereka menginsjaf'i apa yang
sudah terjadi, dan apa pula yang harus mereka jalankan, Maka
meledaklah jeritan-jeritan mereka tinggi rendah, sambil memacu
kuda2 mereka mengejar saja.
Kudaku kupaksa langsung menuju kelaut, membalap dipantai
yang berpasir tebal sekali. Dapat dibayangkan betapa lambat
larinya, karena kaki-kakinya masuk agak dalam dipantai pasir itu.
Demikian pula kuda-kuda prajurit yang mengejarku, tidak mungkin
dapat lebih cepat larinya dari pada kendaraanku hingga jarak
antara kita tetapkurang lebih seratusan meter. Terdengar beberapa
kali orang melepaskan tembakan. Namun tak satu peluru sampai
kepada jarak sekian jauh masih berbahaya, karena jalannya sudah
melengkung, bererjatuhan ditengah jalan. Memang, ... aku tahu
benar tenlang soal itu, karena aku pemah mendapat pengertian dari
seorang prajurit Belanda yang berada diben teng Kartasura.
Untuk mengelabuhi mata para pengedjarku itu, biarpun aim
tidak terkena tembakan, aku pura-pura menjerit dengan
menggerakkan kedua tanganku serabutan keatas, seperti orang
terluka dipunggungnya. L'emudian aku merebahkaR badan kemuka,
merangkul leher kudaku ... terus masuk kedalam laut.
14 Dengan sengaya aku meluncur jauh-jauh dari atas kudaku,
supaya nampak seperti tiada berdaya lagi untuk menahan jatuhku
itu. Masih aku berlagak dapat berdiri lagi, senggojoran. melanjutkan
perjalanan di dalam air, itulah karena aku hedak menjauhkan diri
dari tepi pantai, juga memancing tembakan mereka sekali lagi ...
Dengan gaya jatuh-bangun, jatuh bangun, menjauhkan diri dari tepi,
aku berhasil sekali lagi memperdayakan mereka.


Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lima kali terdengar tembakan mereka dari tepi laut.
Walaupun tak sebutir peluru mengenai badanku, aku bergerak
serabutan sebagai orang sekarat karena luka berat. Nampaknya
badanku bergulingan dipermukaan laut, kian menengah untuk
lambat lambat tenggelam ditelan air ombak. Yang sebenarnya aku
menyelam dalamZ, Jalu bergerak leluasa didalam air sejajar dengan
pantai, meninggalkan tempal para prajurit pengejarku jtu.
Kau tahu bukan, berapa lama orang persilatan berlatih
menahan nafasnya ... Maka pada waktu aku perlahan-lahan
memunculkan mukaku dipermukaan air, untuk menyedot udara
segar, perajurit-prajurit yang masih berada dipantai .. mungkin
masih sibuk mencari-cari jenazahku, sudah cukup jauh jaraknya
untuk tidak bisa melihat sesuatu yang dapat bergerak dimuka laut
yang berombak.
Demikian selamatiah aku. Dengan berenang gaya punggung
setengah didalam air aku meneruskan gerakanku meninggalkan
tempat berbahaya itu. Entah apa yang terjadi kemudian, akan tetapi
pastilah itu tidak jauh dari perkiraan, bahwa aku sudah lenyap dari
muka bumi ini, ditelan ikan besar atau habis dikeroyok ikan kecilkecil didayam laut Jawa itu. Bagaimana cara mereka melaporkan
kejadian ini kepada pihak atasan mereka, dan bagaimana
melaporkannya kepada pihak Kartasura .. itulah urusan mereka
sendiri.
15 Mungkin mereka menemukan baju kebesaran yang sengaja
aku lepas pada waktu aku bergulingan dipermukaan laut .... hingga
yakinlah mereka bahwa denmas Suryakusuma sudah habis
riwajatnya didasar Samodera.
Aku berenang satu jam lamanya, baru aku bertemu dengan
perahu nelayan yang pulang dari menangkap ikan. Perahu nelayan
itu hanya kecil saja, biasanya dipakai oleh orang dua, tetapi nelayan
tua ini tiada berteman. Mula-mula ia sangat keheranan menemukan
seorang pemuda yang berenang dilaut hingga sejauh itu dari pinggir
pantai. Tidak sampai menanyakan persoalannya, berubahlah rasa
herannya jadi pernyataan kagum-gembira. Dengan senyuman ramah
sekali ia menolongku naik keperahu tembonya.
**** Pakaian masih melekat pada badanku tinggal kutang coretcoretku dan selembar cawat yang kuikat erat dengan bungkus
pedang-lemasku Janur-Nagasura, Syukur pada waktu itu mataharl
sudah agak tinggi, hingga tidak usah aku menjadi sangat
kedinginan, Namun orang tua yang ternyata baik hati itu, segera
memberikan sarung luriknya untuk dikerudungkan pada badanku
supaya hangat dahulu.
Belum lagi aku mulai memberi keterangan tentang
keadaanku, kakek itu sudah mendahului-ku berbicara sambil
menggosok-gosokkan kedua tangannya sebagai orang sedang
kegirangan, "Ha-ha ... aku sudah tahu ... sudah tahu, tentang
persoalanmu nak, tenanglah ...... tenang saja, Jangan kuatirkan
sesuatu aku bukan penjual bangsaku, bukan penjilat orang berkulit
putih, Pastilah anak ini orang huruan kompeni Semarang bukan?
Syukur kamu bisa lolos dari kejaran mereka .. Hmm, . . ... kau
pantas mendapat pujian karena keberanian mu dan semangatmu.
Jaman sekarang ini tidak banyak lagi orang berani menentang
16 bangsa kulit putih itu. Bagus-bagus pantas kau mendapat hadiah
besar dari bangsamu. Eh, eh, anak kau orang dari manakah?"
17 Segera aku meloncat dibelakang salab seoraag kapaleri .....
Orangnya aku jungkir-balikkan, kudanya aku keprak lari sejadijadinya, meninggalkan barisan pengawal. Sudah barang tentu ..
"Aku berasal dari Kartasura, ... memang pak, anak mengakui
menjadi buruan orang-orang Belanda di Semarang, karena
seharusnya aku hendak diantar ke-Betawi untuk dibawa ke Selon.
Tetapi aku berhasil melarikan diri ditengah jalanan!"
"Heiy ... kalau begitu anak ini pastilah suatu tokoh kenamaan
didalam ibukota negara, ...... mungkin keluarga raja jang mendapat
kesalahan. Ah, sebaiknya aku tak usah tahu tentang segala-galanya.
Cukuplah aku merighargai keberanian anak saja dalam hal dapat
selamat lolos dari tawanan kompeni itu. Baiklah nak, mari kita
beristirahat dirumahku barang beberapa hari, hingga baha]a
pmgejaran sudah lewat. Pastilah mereka tidak akan mencarimu
digubuk seorang nelayan yang sangat melarat ini."
Tiga hari penuh aku menjadi tamu kakek nelayan itu dan
diperlakukan sebagai orang yang sangat mereka hormati ...
diperlakukan sebagai seoraug anak pangeran, sekalipun aku
berpakainn sederhana sekali sebagai mereka.
Benar-benar sangat mengharukan para nelayan itu. Dibalik
kesederhanaan mereka, terdapat jiwa2--jiwa yang utuh dan wajar
murni penuh perasaan kemanusiaan ... mudah terharu suka
menolong dan ikhlas berkorban.
Malulah rasanya untuk menjadi tamu melulu, tanpa dapat
berbuat sesuatu pembalasan budi. Syukur terjadi suatu peristiwa
dimana aku dapat membaktikan tenagaku. Dalam malam gelap
tanpa penerangan bulan itu, kira-kira pukul dua belas ... aku terjaga
dari tidur lelapku, karena mendengar pintu dibuka, Kakek Suradipa
keluar dengan jalan perlahan-lahan untuk menemui beberapa orang
18 teman sekampung yang sudah berada dimuka rumahnya. Melihat
gelagatnya, pastilah akan terjadi sesuatu pada malam itu . . . . . dan
hampir dapat ditentukan bahwa mereka, penghuni perkampungan
nelayan itu menghadapi bahaya mendatang hingga mereka itu harus
bersiap siap beramai-ramai.
**** Terdengar suara kakek Sura berbisik kepada teman-temannya
itu, "Sudahkah penjagaan kampung diatur sebaik-baiknya? Iblis itu
keliwat sakti hingga kita terpaksa harus menghadapinya dengan
segala kekuatan yang ada pada kita. Dan sudahkah gadis-gadis
seluruh kampung dikumpulkan dirumah kepala kampung set'ta
penjaga-penjaganya?"
"Semua sudah dikerjakan menurut petunjuk bapak . namun
kami masih merasa sangsi bila bapak sendiri tidak serta dalalm
penjagaan dikelurahan."
"Baik-baik, aku akan pergi juga, hanya saja jangan terlalu
mngandalkan kepada kekuatanku, mungkin aku tidak kuat lagi
menghadapi iblis itu. Konon, keganasannya kini sudah berlebihlebihan, tanpa ada yang berani menghalanginya. Itulah karena
kesaktiannya yang tak mungkin lagi ditandingi orang.
Hutan Rohan menjadi sangat gawat dan dihindari orang
lalu-lalang, karena dipakai sebagai pangkalan bekerja gerombolan
iblis-iblis itu. Malahan sekarang ?ini banyak orang yang menyangka
bahwa, alas Roban benar-benar dihuni oleh setan-iblis dan
gendarwa segala jejadian yang suka mengganggu orang .. karena
tindakan-tindakan perampok rendah macam mereka itu.
Setelah merampok dan membegal-menggarong barang-barang
orang, kini mereka mulai mengumpulkan gadis-gadis untuk dibuat
19 main-main .. Mana dapat mereka dibiarkan berbuat gila-gila-an
terus-menerus itu.
Pendeknya kita akan melawan habis-habisan, bukan? anakanak, gadis-gadis kita boleh dibunuh, tetapi jangan dihina.
"Pasti pak, kita bersedia mengorbankan jiwa kita
bagimereka!"
"Bagus, mari kita berangkat . siapa tahu, kita dapat
membekuk kawanan anjing itu!"
Waktu mereka meninggalkan halaman, diam-diam aku menjelinap keluar untuk melakukan gagasanku yang timbul pada
waktu aku mendengar cerit'era kakek Sura tersobut. Menurut
perkiraanku yang mereka sebut-sebut iblis tadi, pastilah
datang dari sebelah Barat perkampungan ini. Oleb karenanya, buruburu aku mencegat mereka diluar kampung. Mungkin aku berhasil
mencegah pertumpahan darah dan sekaligus mendarmahaktikan
tenagaku kepada orang-orang yang sudah berbuat baik kepadaku.
Baru saja aku meninggalkan perbatasan kampung nelayan ,itu
aku sudah bertemu dengan tiga orang yang sangat mencurigakan.
Cara mereka bergerak dan kecepatannya, menunjukkan bahwa
mereka adalah pendekar-pendekar yang berilmu tidak rendah. Boleh
dipastikan sudah, bahwa inilah orang-orang-nya yang hendak
mengacau perkampungan nelayan tersebut. Dua diantara ketiga
orang. itu, badannya tinggi-besar, yang satu lagi agak pendek tetapi
perawakannya lebih kekar. Pantaslah bila mereka bertiga saja berani
bertindak semena-mena terhadap orang banyak ...... karena
mengandalkan kepandaian mereka yang tinggi.
20 "Itulah perkampungan nelayan yang kumaksud sudah tampak
samar-samar dari sini, Bersikap hati-hati?lah kalian.-kata seorang
dari mereka, ?
"Takut apa ... kita bertiga ini, apa masih ada mahluk yang
dapat melajani tenaga gabungan siluman-siluman hutan-Roban?"
kata sipendek.
"Hai, jangan kelewat jumawa dulu, kalian belum pemah
bertemu dengan seorang tua yang bernama Suradipa dari golongan
nelayan ini, Biarpun kakek itu sudah agak lanjut usianya, namun ia
adalah seorang tokoh angkatan tua yang masih sering disebut-sebut
orang. Aku sendiri pemah mengalami berondongan pukulan
saktinya, yang disebut Sura-Babi ... yang tak dapat kulawan, hingga
terpaksa aku ngacir bercawat ekor."
"Persetan dengan pukulan Sura-Babi itu, akulah nanti
menghada pinya."
Waktu itu aku meloncat keluar dari belakang pohon,
menghadapi mereka ditengah jalan kearah kampung .. tegurku,
"Tuan-tuankah tamu terhormat kampung kami ini?"
Serentak mereka berbenti . berdiri tegak dalam keadaan
siap-siaga ... memandang kepadaku dengan mata melotot, tetapi tak
luput dari keheran-heranan, karena bakal kunjungan mereka sudah
diketahui orang sebelumnya .! padahal mereka tidak pemah
membiijarakan akankedatangan mereka,
"Hai, kamu ini siapa, dan mengapa sudah tahu akan
kedatangan kami. Siapakah yang memberitahukannya?" tanya
seorang yang memegang pimpinan.
"Aku ini Putut Punung, anak angkat kyai Suradipa, Orang tua
itulah yang menjuruh aku supaya menemui kalian diluar kampung!"
21 "Persetan . kiranya sikakek ompong pula yang mengetahui
rencana kami ini. Hai anak busuk .... mengapa kamu tidak lekas
menunjukkan jalan kerumah sikeparat setan tua itu?!"
"Sayang tuan, pesan ayah angkatku, kalian tidak usah masuk
kedalam kampung saja, karena perjalanan tuan-tuan toh percuma
saja!"
"Husti. .. apa katamu, percuma? .. mengapa percuma,
coba terangkan!" geram pemimpin itu yang agaknya sudah mulai
marah.
"Arti percuma, disini berkata kepada tuan, supaya segera
kembali kerumah saja, karena maksud tuan-ruan tidak akan
terrjapai, juga mengandung peringatan, bila tidak hendak mendapat
malu, supaya lekas enyah dari lingkungan kami ini!"
"Ha-ha-ha-haaa ....... hebat benar lelucon ini. Tikus-tikus hina
macam segala nelayan ini, berani memberi nasihat bermutu kepada
kami. Ha ha haaaa .... Eh-eh, kunjuk buduk, kau-kira kami ini
bangsa orang apa, sudi mendengarkan nasihat kalian. Kau-kira kami
takut menghadapi segala macam tikus-tikus disini, termasuk sitikus
tua dan tikus kecil seperti engkau ha!"
"Aku juga tidak mengatakan kalian takut kepada segala tikus
itu. Sebaliknya aku juga belum mengatakan bahwa sikunyuk
buldug, atau sitikus ini sebenarnya mendapat tugas untuk
menghalang-halangi kalian masuk kedalam kampung kami!"
"Kau .. kau .. seorang diri bertugas mencegah kami maju
kekampung? Ha-haaa ,, cara bagaimana, kamu hendak
melakukan tugasmu itu?"
"ltulah urusanku bila waktunya sudah sampai."
22 "Apa sekar ..!" terpotonglah perkataan pemimpin itu ?oleh
suara nyaring mendatangi, ....
"Ai-ai-ai .. nanti dulu, tahan sebentar. Masakan urusan
belum jernih semua sudah mau berhantam .
Orang yang muncul kemudian itu. bukan lain dari si kakek
Sura . Dapat dipastikan orang tua ini sudah mendengar segala
sesuatu yang baru saja jbicarakan dari jar:ak jauh. Karena kurang
jelas siapakah sebenarnya yang mengaku anak angkatnya, dan
mendapat tugas menghadapi ketiga iblis dari hutan alas Roban tadi,
segera ia bergerak gesit menuju ketempat pencegatan tadi dan
sebelum orangnya datang, suaranya sudah mendahuluinya. Kini
tahulah ia bahwa tamunya, yang dikira sudah tidur lelap dirumah
radi, sebenarnya mendengar pembicaraannya dengan anak buah
kampungnya, hendak menghadapi kunjungan para penculik Roban.
Sebagai ksatria sejati, tidak mungkin tamu itu tinggal diam tanpa
mengulurkan tangan perkasanya. Soalnya adalah tamu itu cukup
kuat menghadapi orang-orang macam iblis-iblis ini. Demikianlah
pemikiran kakek itu, mengenal jamannya dan pendirian para ksatria.
"Haa Suradipa sudah datang sendiri." kata pemimpin
rombongan, ya-yaaa .. akulah ini Bairawa, selamat bersua
kembali!"
"Hmm, mulutmu masih cekatan seperti burung jalak berkicau.
Betulkah kau menjuruh pemuda ini untuk mencegatku dan
mencegahku masuk kedalam kampungmu?"
Jawab orang tua itu sambil menjeringai tak keruan, mungkin
karena ia tidak suka membohong .
"Kalau benar bagaimana, kalau tidak betul bagaimana,
Bairawa?"
23 "Kalau memang demikian, bukankah kau menghina aku luar
biasa? Kau kira loyokah aku sekarang?"
"Eh eh . . . tuan Bairawa, akulah petugas khusus yang harus
menghadapi tuan. Apa dikira tuan mempunyai derajat lagi
berhadapan dengan ayah-angkatku? Kata orang, setelah aku
mendapat gemblengan dari ayah, aku harus mengalah tujuh jurus
dulu, boleh membalas menyerang pada jurus kedelapan dan
kesembilan!" kata Putut Punung seperti tidak disengaja, membuat
gemas lawan bicaranya,
"Kunjuk-edan, rasakan pukulanku ini!" kata Bairawa dengan
suara tinggi sekali sambil melancarkan pukulan mautnya dengan
kedua belah tangan, mengarah kedada Punung.
Pukulan itu benar-benar pukulan berat sekali, mungkin karena
Bairawa ingin sekaligus menghabisi jiwa lawannya. Tetapi ia tidak
tahu siapa yang sedang berhadapan deagan dia.
Kakek Suradipa-pun tahu betapa dahsjatnya pukulan
pemimpm perampok itu, maka hampir saja ia menangkisnya ..
untuk menolong tamu yang keliwat berani ini. Betapa heran orang
tua itu melihat sang tamu seenaknya saja, hanya menggeser kaki
sedikit kesamping sambil memiringkan badannya, mendojong


Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keluar .... bebaslah ia dari pukulan geledek itu.
Yang memukul sendiri juga tidak kurang kagetnya karena ada
orang mampu berbuat demikian,. mengingat jaraknya dan kegesitan
Bairawa. Lebih gila lagi perbuatan Punung dengan mengejek lawan
sejadi-jadinya ... katanya sambil bergerak waspada: "Nah-nah, aku
sudah bilang akan mengalah tujuh jurus, tak usah ragu-ragu, serang
terus saja .. ha ha. Syukur itu teman-temanmu ikut serta dalam
keramaian ini, pasti lebih seru dan menyenangkan
24 "Eh . ketahuilah kalau menghadapi keroyokan tiga siluman
seperti kalian ini, aku tidak diperkenankan memakai senjata apapun
kecuali jari tengahku saja. Kalian tak usah takut akan kubunuh mati,
hanya akan kusuruh rebah beberapa jam saja .. ingatiah itu!"
"Orang-gila ..... rangkap berapakah nyawamu itu?"
Tanpa dikomando lagi kedua teman yang masih berada
dipinggiran ikut menjerbu, mengeroyok.
"Bagus-bagus, mengapa tidak sejak tadi ikut bergerak
bersama, hingga aku terpaksa memberi kemurahan lagi beberapa
jurus. Hajo pergunakan senjata kalian. Kau kira. kalian dapat
berbuat banyak terhadapku hanya dengan tangan kosong saja.
Lupakah kalian bergebrak melawan gemblengan kyai Suradipa?"
ejek Punung membuat marah lawan-lawannya, sambil berlincahan
mengelak dan menyelewengkan pukulan-pukulan musuh dengan
jurus Palwaranu yang dipadu dengan jurus kilat tatit bersamberan.
Maka sekalipun merek:a mempergunakan serangan bergabung,
menguras tenaga dan kesebatan, tidak akan mungkin mereka dapat
menyentuh badannya bahkan ujung pakaiannya saja.
Karena ternyata ejekan pemuda sakti itu betul semata, maka
dengan kemarahan yang sudah memuncak sekali, disertai nafau
membunuh yang meluap-luap, ketiga perampok itu tahu-tahu sudah
mempergunakan senjata andalan masing-masing, Bairawa bersilat
dengan golok rangkap, si pendek kekar memainkan penggada baja
sebesar lengan orang, sedang orang. Yang ketiga menggerakkan
pedangnya menyerang lawan bertubi-tubi. Dapat dibayangkan,
bahwa tidak sesaat pun serangan tiga macam senjata itu ada
redanyaa, Anehnya .. pemuda sakti itu malah juga bergerak
leluasa diantara kilatatan-kilatan senjata lawannya.
Hal itulah jang sangat tidak dimengerti oleh Kyai Sura,
biarpun ia memasang mata secermat-cermatnya mengikuti jalan
25 pertempuran yang seru ini. Bila ia sendiri harus menghadapi hujan
serangan demikian, pastilah ia tidak akan dapat bertahan lima
gebragan. Tetapi pemuda hebat itu tidak nampak keripuhan,
malahan masih dapat mentertawakan musuhnya, katanya: "Aku
sudah memberi tambahan mengalah sampai tuju belas jurus, jagalah
nanti pembalasanku pada jurus kedelapan belas sampai ke dua
puluh. Yaaa. aku mulai sekarang ... !"
Benar saja, jurus yang kedelapan-belas itu dipergunakan oleh
Punung. Sambil mengelak serangan dengan menekuk lutut
kanannya, nampak ia mengibaskan tangan keduanya serong keatas
... wwuukk ... Tenaga angin pukulannya mampu mementalkan
semua senjata lawan yang menjurus kearah badannya. Keruan pula
lengan-lengan dan badan orang yang memegang senjata itu ikut
terpuntir karenanya, hinaga lambung-lambung mereka tidak terjaga
sama sekali. Lambung itulah sasaran empuk bagi jurus ke sembilan
belas. Secepat kilat jari tengah pemuda itu nampak menggores
lambung bagian bawah ketiga orang lawannya ... selesailah
pertempuran itu, karena ketiga setan-setan dari Roban yang hendak
mengganggu perkampungan nelayan tersebut sudah terkapar
ditanah, meringkuk sambil mendekap lambung dengan muka
menjeringai kesakitan sebagai demit makan kotoran lembu.
Merintihpun tidak dapat lancar, karena menahan kesakitan yang
hampir tak terderita dalam keadaan sadar,
"Itulah jadinya kalau orang tak mau percaya omongan
penyambut tamu. Bukankah aku sudah meagatakan, supaya pergi
saja supaya tak mendapat malu. Kalian tidak mau mendengar kata,
malah membandel dan mengejek kemampuan kampung kami. Kini
kalian tak boleh menyalahkan orang lain, karena salahmu sendiri
kalau kalian terpaksa tidak mungkin menggunakan tenaga sakti
kalian dalam batas tiga bulan, sebagai peringatan pertama untuk
dapat memperbaiki sikap hidup kalian. Dengar sekarang nasehatku,
26 Tenaga kalian akan pulih kembali, setelah dilatih dua jam setiap
hari dalam tiga bulan. Cukuplah rasanya waktu itu untuk merenungi
kehidupan gelap kalian. Tinggalkan cara hidup busuk itu
kembalilah kejalan yang benar, pastilah kalian bisa hidup
berbabagia. Tetapi bila kalian masih merasa penasaran tunggulah
aku sampai datang meninjau kalian setelah waktu itu sudah lewat.
Bapak Suradipa, perkenankan anak berpamitan melanjutkan
perjalanan petualangan anak sekarang juga. Anggaplah peristiwa ini
persembahanku kepada bapak dan teman, yang sudah sangat
berbaik hati terhadap aku, sebagai pembalasan budi sedarh~a,
Selamat tmggal kakek Yang baik.
"Pergilah dengan dao-restu penduduk kampung nelayan
sederhana ini anak baik, ingatiah selalu bahwa rumah bobrok bapak
Sura selalu terbuka lebar untuk kuperluanmu nak setiap saat," kata
pak Sura yang masih terdengar oleh Putut Punung dari kejauhan,
karena ia sudah. melesat lari jauh dari tempat pertempuran tadi,
dengan tujuan kearah pegugungan Dieng.
******
Baru setelah mencari ubek-ubekan seminggu lamanya,
dapatlah Putut Punung menemukan saudaranya beserta Putut
Pamuk. Kini mereka dapat leluasa bertukar pikiran apakah jaag
sebaiknya dilakukan Den Mas Suryakusuma telah terlanjur
menjatuhkan sumpah berat tidak akan bertemu lagi dengan keluarga
berserta keluarga yang sudah mendapat malu karena tindakannya.
Juga tak hendak ia menampakkan diri lagi di Kartasura . Ia
telah bertekad bulat untuk menjadi pertapa, dan mengabdi kepada
27 masarakat terdekat. Sedang Putut ~am~ ingin melanjutkan masa
bertapanya, untuk menjadi abdi masarakat Yang agak lumajan.
Apa yang masih dapat dikerjakan oleh Punung, tak ada lain
lagi kecuali menjetujuinya, memberi petunjuk-petunjuk berbarga
kepada mereka, mengajarkan jurus-jurus sakti tambahan sebagai
penjagaan diri dalam bahaya besar. Dalam jangka waktu lima tahun
kemudian, mereka akan pertemu kembali dipuncak gunung Slamet.
Demikianlah ceritera Punung kepada calon isterinya.
**** BAGIAN II
NYATA benar bahwa ceritera Putut Pummg itu dinikmati
penuh oleh pendengarnya yang hanya seorang itu, Nampak juga
tidak rela hatinya ceritera tadi dihabiskan sampai disitu saja, tetapi
apa hendak disesalkan, karena bahan ceriteranya memang hanya
sekian. Kelanjutarmja dapat diselesaikan sendiri dalam bentuk
beberapa baris perkataan saja ..... setelah Putut Punung
meninggalkan mereka dipegunungan Dieng, Punung lalu kembali
kearah ibukota dan mempergoki kejadian yang dialami oleh niken
Suwami di pintu gerbang kota ..
Kemudian ia menguntit pengejaran prajurit kusumatali lima
orang tersebut dan dapat menolongi kerepotan sipemuda pesolek,
yang bukan lain ialah sang calon isterinya itu.
"Nah, habislah ceriteraku sekarang, kini tibalah giliranmu
untuk menceriterakan kejadian didalam keraton Kartasura, hingga
28 keluarnya ayahkn dari kota-kata Putut Punung, sa_m_bil menggapai
yanggut kekasihnya yang masih memandanginya.
Baru saja dara itu hendak mengatakan sesuatu tertelan
kembalilah perkataannya karena sudah disambar Putut Punung,
dibawa melesat kesamping, menghinelari pukulan-pukulan hebat
sekali dari semak belukar yang berada dibelakangnya. Terdengarlah
suara pelepas. pukulan sakti tersebut: "Serahkan jiwamu, penculik
wamta hina-dina!"
Muncul dari gerumbulan tiga orang berbadan kuat-kuat
dengan muka marah dan garang sekali mengejar Punung sambil
menghujani pukulan-pukulan ulangan jaug dahsjat. Angin pukulan
mereka keliwat sanrer dan ganas, mampu mengguncang keras
pepohonan disekirarnya, merontokkan dahan dan ranting. ~eserta.
daun daunnya. Apa bila Punung kurang waspada sedikit saja, atau
belum mencapai tingkat penjempumaan ilmunya seperti sekarang
itu, janganlah harap dapat menghadapi keroyokan tiga orang asing
yang baru muncul tadi. Mau tidak mau ia harus mengerahkan tenaga
dan mempertinggi kesebatan bergeraknya dalam jurus pembelaan
Palwa-ranu dipadu dengan gerak Kilat tatit bersambaran .. baru ia
dapat berlincaban diantara pukulanf dahsyat tersebut, dengan
membawa serta kekasihnya. Tetapi sulitiah baginya untuk dapat
membalas menyerang lawannya. maka sambil membisiki calon
isterinya, cara menyelamatkan diri, dilontarkan gadis itu kesamping
"Turun berjumpalitan adik, kemudian pukulkan tangan kedua
kearah tanah ....!" seru Punung.
Ia sendiri sudah berbalik arah memapaki pukulan-pukulan
lawan-lawannya "Blaanggg" terdengar suara benturan-benturan
tenaga sakti yang luar-biasa hebatnya nampak Putut Punung berdiri
tegak, dalam sikap kuda-kudanya yang menjadi andalannya. Syukur
ia tidak berani menggunakan seluruh tenaga saktinya, untuk
m".'nahm serangan lawan. Biarpun ia hanya menyambutnya dengan
29 setengah kekuatan saja sudah cukup untuk membuat lawan tidak
sanggup bertahan. Ketika penjerang gelapnya jatuh terkapar duanah,
memuntahkan darah segar segelagakan.
"Orang pandai dari mana menyerang orang dengan cara
menggelap dari belakang .....!" bentak Punung, tetapi sejenak
kemudian ia mengangkat kedua tangannya sambil berseru "Hyaaa
. celaka, celaka, mungkin aku salah tangan.!"
"Ada apa kak, siapakah mereka itu?" tanya Suwami
mendekat.
Mungkin sekali aku membuat kesalahan. Kedua penyerang itu
memakai pukulan serupa dengan pukulan kakak seperguruanmu, si
Bisiu. Pastilah mereka itu saudara seperguruan denganmu juga.
Yang seorang lagi sudah setengah tua, tetapi gayanya berbeda
sekali, biarpun tenaganya agak lebih kuat. Coba periksalah lekaslekas!" kata Punung menerangkan sikapnya yang agak aneh itu.
Dengan sekilas pandang saja tahulah Niken Suwami, bahwa
ketiga orang itu adalah keluarganya sendiri. Sambil menjerit keras
gadis itu menubruk orang setengah tua tersebut, yang ternyata
ayahnya sendiri "Ayah-ayah .. parahkah lukamu?!"
Sekali berkelebat, Puanng sudah berada disamping kekasihnya untuk memeriksa keadaan siorang tua. Alhamdulilah . orang
tua itu hanya pingsan saja, terkena pukulannya sendiri yang
membalik karena membentur tenaga jang lebih kuat dari tenaga
pukulannya. Demikian pula terjadi kepada kedua penyerang lainnya
yang ternyata kakak-kakak Suwami sendiri. Syukur mereka selamat
tak mengalami cedera patah tulang dan lain sebagainya, kecuali
menerima gempuran pemusatan tenaga pukulan mereka didalam
dada, hingga mereka melontak darah itu.
30 Biarpun ia hanya menyambutnya dengan setengah kekuatan saja
sudah cukup untuk membuat lawan tidak sanggup bertahan.
Ketiga penyerang gelapnya jatuh terkapar ditanah, memuntahkan
darah segar segelegakan,
31 "Kak, mereka itu keluargaku semua, ayah dan kedua kakakku,
parahkah lukanya ...?"
Syukur tidak dik, mereka hanya mendapat tenaga membalik
saja, karena aku tidak mempergunakan tenaga penuh. Mari aku
tolong satu demi satu, untuk melancarkan jalan darah mereka
kembali, pastilah mereka segera bebas dari segala rasa yang kurang
menyenangkan . . . jangan cemas. Setelah di urut beberapa kali pada dada dan punggungnya ki
Bekel Samakaton dan kedua anaknya. segera pulihlah mereka
seperti keadaan biasanya. Dengan pandangan yang masih beringas
berkatalah salah satu dari pemuda yang baru disembuhkan.
"Bunuh sajalah kami ini, mengapa ditolong segala, Adakah
kamu bermasud menghina orang ...... Kami mengaku tidak
ungkulan menghadapi kamu, tetapi kami ini bukan orang untuk
dihina oleh sembarang orang!"
"Kakak Sarasa dan Sasana.... mengapa kalian menjerang
tanpa memberi penjelasan dahulu. Sudah pasti benarkah
tindakaumu itu?" tanya Suwami,
"Perempuan hina perempuan tiada tahu malu, waktu didesa
kamu mengatakan, hanya mau diperisteri oleh denmas Purbaja,
yang sudah melebur diri dalam alam rakyat biasa dan bernama Putut
Punung. Kini kau mengadakan perhubungan gelap dengan pemuda
jembel ini ...... apakah kamu masih mempunyai muka untuk
bertemu dengan keluargamu, ha-a-ah,"Apakah kakak juga sudah bertanya siapakah pemuda jembel
yang berada dimukamu ini? ...... belum bukan? Apakah orang
sembarangan kiranya dapat menahan pukulan-pukulan sakti kalian
32 dengan selamat? Aku benar heran mengapa menjadi demikian iolol,
hingga suka main serudug saja!"
Seketika itu nampak wajah mereka menjadi agak pucat
keheran heranan. Bertanyalah akhirnya bagus Sarasa dengan nada
suara rendah : "Apa katamu Si..siapakah pemuda jembel ini?"
"Orangnya berada dimuka hidungmu, mengapa tidak berranya
sendiri kepadanya? Silahkanlah!"
"Eh kisanak, eh tuan siapakah tuan ini sebenarnya?" kata
Sarasa keragu raguan.
"Akulah Putut Punung kakang, dahulu namaku memang
Purbaya, tetapi nama itu sudah lama aku relakan kepada adikku
yang ke-enam, Sasangka!"
Kini terdengar ketiga orang itu mengeluarkan desah keHeranan. "Aaakhhh .... begitukah?!"
Majulah kyai Bekel Samakaton dengan muka keragu-raguan,
demikian pula nada perkataan yang keluar dari mulutnya,
"Jadinya anak .. eh, tuan eh, den mas ya denmas, adalah
putra pangeran yang tersohor diseluruh bumi Mataram itu?!"
"Benar bapak, dan sekarang perkenankan anak melakukan
sembah lutut kepada bapak sehagai biasanya seorang menantu
menghormat yang tua,-kata Putut Punung sambil maju hendak
menjembah-Iutut orang setengah tua itu.
Tetapi buru-buru ki-Bekel meloncat kebelakang dengan mata
membelalak, katanya mencegah, "Jangan jangan mana boleh aku
menerima sembah dari denmas itu. Menurut pantas akulah yang
seharusnya menjembah seorang dari keluarga agung. Jangan
denmas sekalipun aku sangat setuju anak perempuanku denmas
perisrertri!"
33 "Bapak, jangan menolak sembahku, apabila bapak tidak
menolak aku sebagai menantumu Tidak seorangpun yang akan
menyalahkan seorang mertua mendapat sembah dari menantunya.


Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mau tidak mau aku harus menjembahmu itu!"
Baru setelah dibujuk oleh ketiga anaknya, Bekel Samakaton
itu mau menerima penghormatan menantunya, malahan lain
mengecup ubun-ubun sang menantu tiga kali disertai pujamanteranya.
Berkatalah orang setengah tua itu: "Mulai hari ini aku
merestui perjodohanmu dengan Sasanti-Suwami, semoga kalian
selalu dalam lindungan rahmat Tuhan Yang Maha Esa. Kedua
abang-abangmu itulah saksi utama dalam perkawinan kalian!"
Walaupun belum melalui sarak agama, dalam waktu da.rurat
dan masih serba sulit itu, perjodohan mereka sudah dapat dikarakan
syah, karena telah mendapat perkenan dari orang tua dan dikuatkan
oleh dua orang saksi utama.
Mungkin karena terpengaruh oleh rasa haru yang berlebihan,
kelima orang itu duduk mematung dengan perasaan masng-masing.
Yang kemudian menemukan suaranya kembali paling dahulu adalah
niken Suwami: "Sebenarnya aku tidak menduga tiba-tiba dapat
bertemu dengan kalian ada ditengah hutan ini. Adakah kabar
keributan kota sudah sampai didesa kita ajah?"
"Memang, kami mendengar dari salah seorang dari
Samakaton yang baru saja pulang dari kota menjenguk anaknya.
Betulkah Kanjeng Pangeran Puger sudah meninggalkan kota,
karena tidak lagi dapat menahan hinaan dari raja yang baru. Suasana
didalam kota sekarang ini sedang panas membara, orang sedang
bingung hendak menetapkan kiblat kepada siapa berpihak ancamanancaman maut terdengar dimana-mana, bila orang berani memihak
kepada pangeran Puger. Orang orang besar yang dicurigai ditangkap
34 dan dijebloskan kedalam penyara, Pendeknya kacaulah keadaan
dikota. Maka sudah barang tentu kami memikirkan nasibmu yang
berada didalam lingkungan keraton maka tidak terduga pula
dapat bertemu disini."
"A-ahh, mengertilah aku sekarang. Jadi kalian belum terang
apakah yang sebenarnya terjadi didalam kota belakanan ini. Nah,
sekarang dengarlah ceriteraku yang 1adi hendak kumulai, tetapi
terpaksa ditunda karena serangan kalian yang membuta tuli itu.
Sebenarnya aku segan untuk menceriterakan sejelas-jelasnya,
karena peristiwa ini adalah suatu noda kemesuman dalam kalangan
keraton Maaf bila ada yang samar-samar kuhidangkan, terserah
tanggapan kalian masing-masing.
Ceritera ini dimulai dengan selamatan seratus hari wafatnya
sri Sunan Amangkurat II, yang diadakan secara besar-besaran,
diluar dan didalam keraton. Para pembesar Mancapraja, bupatibupati (sebenarnya mereka itu dicurigai karena besarnya daerah dan
kekuasaan mereka yang sejak geringnya baginda sudah didatangkan
di ibu kota, semua hadiir diselamatan Siti-inggil, dan paseban,
sedang isteri-isteri mereka diharuskan ikut serta berkenduri didalam
keraton. Sudah barang tentu Sri Sunan muda lebih suka berkenduri
bersama-sama dengan para putri didalam keraton. Setelah
memperlihatkan diri di Siti-inggil dan paseban, baginda segera
masuk kekedaton ...... maaf, setengah memamerkan tampang yang
cakap, kepada para putri seluruhnya. Siapakah yang tidak tahu
bahwa sunan muda itu berwajah cakap dan gagah. Pasti pula semua
orang memandang kepada baginda, dan bagindapun tak hentihentinya mengobral senyum ramahnya.
Malam itu, adalah malam terkutuk bagi Raden Ayu PAKUWATI, isteri pangeran Cakraningrat dari Sampang. Harus
diakui, bahwa radenaju tersebut pada malam itu nampak sangat ayu35 manis, melebihi wanita-wanita lainnya yang berada disekitarnya.
Sekali Sri Sunan melihat wajah cantik raden aju Pakuwati tersebut
dan menangkap senyumnya yang man is sebagai penghormaian
kepada rajanya ...... menjadi baurlah penglihatan baginda. Baginda
lupa bahwa wanita itu adalah isteri seorang pegawainya yang
menghormat kepada rajanya.
Maka bersoraklah iblis-setan berkasaan, yang selalu mencari
kesempatan menjerumuskan mangsanya. Kini baginda rajalah yang
menjadi makanan empuk baai mereka ...... terguncang keraslah hati
sunan muda itu melihat kecantikan denaju Pakuwati dari Sampang,
isteri kedua dari pangeran yang gagah perkasa itu.
Raja muda yang rakus itu tidak dapat menahan gelora hatinya,
maka malam itu juga setelah habis kenduri dan para tamu
melangsungkan tirakatannya dengan permainan kartu nyai
menggung Reksanala pengasuh baginda diwaktu kecil, mendekati
denaju Pakuwati untuk menyampaikan panggilan baginda supaya
menghadap baginda sebentar, Siapakah yang tidak senang dan
bangga mendapat panggilan baginda itu .... karena mengira pastilah
ada sesuatu yang penting untuk dipesankan kepada suami mereka
nanti. Maka sekalipun dengan hati berdebaran kurang wajar, denaju
Pakuwati pergi menghadap sri-baginda yang berada didalam kamar
pribadinya.
Bagi orang dalam keraton kamar itu adalah kamar yang sangat
dihargai oleh setiap orang. Entah apa yang terjadi dikamar itu, tetapi
orang tahu bahwa tiap orang yang keluar dari kamar itu, boleh
dipastikan membawa anugerah raja yang tidak sembarangan.
Demikianlah denaju itu masuk kedalam kamar tersebut.
Mendadak hatinya tercekat .. karena kamar itu hanya diterangi
lampu yang sinarnya samar-samar saja, sedang nyai menggung
36 Resanala segera mengundurkan diri melalui pintu samping. Isi
kamar itu sudah barang tentu serba bagus dan serba menyenangkan.
Sri Sunan duduk tersenyum-senyum dibelakang meja persegi
panjang yang rendah pada permadani tebal-hangat, yang mengalasi
seluruh lantai kamar tersebut. Diatas meja pendek itu nampak aneka
ragam hidangan beserta minuman tiga-empat macam. Dari segala
macam perabotan yang bagus itu sebuah dipan berukir, komplit
dengan tilam-bantalnya serba sutera-dewangga-lah yang sangat
menarik perhatian.
"Ah, bibi Pakuwati bukan, silakan duduk bibi. Jangan
sungkan-sungkan, dikamar tidak ada orang lainnya, bebaslah bibi
dari segala adat-istiadat kedaton yang sok kaku itu. Mari mari
silahkan duduk seenaknya. Ei ei, mengapa demikian jauh dari
mejaku, mendekatiah, jangan kuatir, dalam kamar ini bibi
diperkenankan meninggalkan tata-cara yang biasa diperhatikan
diluar!" titah baginda sebagai pembukaan kata,
. Jawab denaju agak ketakutan: "Terima kasih, baginda
biarlah bibi duduk disini saja. Ada titah apakah kangjeng sinuhun
menitahkan hambamu menghadap ini. Apakah yang harus bibi
sampaikan kepada suami bibi nanti dipemondokan kami?!"
Pada saat itu kedua tangan yang halus denaju Pakuwati
sedang melakukan sembah, tahu tahu sudah disambar oleh SriSunan, ditarik kedepan sambil bersabda: "Ai-ai ... bibi jangan
duduk disitu, mengapa terlalu jauh, hingga orang tidak leluasa
berbicara lunak lirih. Nah, duduklah disini, dimuka meja kerjaku
ini!"
Waktu menarik tangan denayJu Pakuwati tadi, baginda
sengaya menarik keras keras, hingga yang ditarik terpaka setengah
terjerumuk kedepan, dan mau tidak mau harus menggabrus kepada
dada sribaginda, yang telah bersedia untuk merangkulnya, Kini
37 dengan muka merah jengah dan hati berontak berdebaran duduklah
denaju itu dimuka meja, yang disebut meja kerja baginda. Pasti juga
denaju tidak berani lagi memandang kepada raja ... malu ... dan
marah merisaukan perasaannya, Apakah yang harus diperbuatnya?
Cara bagaimana dapat segera keluar dari sarang buaja ini? Dan cara
bagaimana pula dapat menghindari malapetaka yang kini
mengancam badannya juga keluarganya kemudian,
Terdengarlah suara baginda membisik rendah : "Bibi ....
mengapa nampak takut-takut dihadapanku sebagai orang yang
berelosa. Sekalipun bibi berbuat dosa besar misalnya, masakan aku
juga menghukum bibi, setelah sekali melihat senyuman bibi, yang
sangat manis itu. Jangan kuatir bibi duduklah tenang-tenang saja.
"Ampunilah bibi ini sinuhun, dan perkenankanlah hamba
segera keluar, untuk ikut serta dalam tirakaran seratus hari wafat
almarhum baginda." kata denaju itu dengan suara gemetar
keiakutan.
"Boleh-boleh bibi, nanti pada saatnya pastilah bibi
diperkenankan keluar, Namun sekarang ini aku ada kepentingan
sedikit dengan bibi!"
"Berikan titah itu sinuhun, untuk segera disampaikan kepada
suami hamba."
"Eheh ... djangan tergesa-gesa dulu. Yang sebenarnya aku
tidak bermaksud untuk menyampaikan sesuatu pesan kepada suami
bibi, paman Cakraningkrat.... Bibilah yang bertugas langsung dalam
soal ini. Jangan kuatir mendapat tugas berat bibi, .. tugasmu pasti
ringan tetapi membutuhkan keluwesan. Tadi sore, di Siti-Inggil dan
Paseban aku terkena serangan angin, yang menjelinap
dipunggungku, membuat aku merasa kaku tak leluasa bergerak.
38 Pastilah sudah, aku kerasukan angin jahat, mungkin yang
berembus dari Sampang, hingga ... ja-a ah begitulah.
Pendeknya, apabila bukan bibi yang turun tangan
menggosok-gosok punggungku ini, angin jahat itu pasti tidak akan
dapat di usir dari tubuhku. Maka kasihanilah aku bibi, ulurkanlah
tangan halus bibi untuk mengobatiku!"
"Sinuhun, masakan bibi ini pantas, mendapat tugas sekurangaj ar itu terhadap gustinya, Bibi ini orang apakah, tidak lain hanya
seorang isteri pegawai rendahan saja." jawab denaju itu berlagak
kurang mengerti maksud Sri Sunan yang sebenarnya.
"Kurasa permintaanku itu cukup terang bagi siapapun.
Apabi1a aku tidak melihat senyuman bibi yang sangat manis tertuju
padaku tadi masakan aku lalu menjadi kerasukan angin Sampang
itu. Maka kini terpaksa aku minta obatnya, supaya tidak terlalu lama
menderita."Hamba hanya berbuat penghormatan terhadap baginda . . . . .
tidak ada maksud dan pikiran yang bukan-bukan ...."
"Mungkin begitu bibi, tetapi aku yang melihat dan menerima
penghormatan itu mempunyai tafsir sendiri, yang tak akan kunjung
puas, bila tidak terlaksana, begitulah kehendakku!"
"Ijinkan hamba segera meninggalkan kamar ini sinuhun!"
kata denaju Pakuwati menjadi gugup.
"Hmmm ... jadi tidak berartikah perintah raja jaman sekarang
ini. Tidak lagi raja berwibawa dalam negaranya ..... betulkah
perkataanku ini bibi ..... ? Baiklah kita buktikan dulu nanti. Bila bibi
berani meninggalkan kamar ini tanpa ijin baginda, tiga tindak
setelah melewati ambang pintu, mungkin sekali ada kepala bupati
atau pangeran Sampang sekalipun, menggelinding ditengah alunalun, untuk dipertontonkan kepada umum bahwasanya masih terlalu
39 awal untuk membangkang perintah raja. Silahkan berbuat demikian.
Apabila ada orang melihat geledeg menyambar pada hari cerah
tanpa mendung tanpa hujan dan angin dikala itu, maka orang itu
adalah denaju Pakuwati, isteri kedua pangeran Sampang. Sudah
barang; tentu seketika itu juga wanita cantik itu hampir roboh
pingsan ditenipat. Alangkah celaka nasib denaju tersebut, samalah
kiranya seperti keadaan seseorang yang harus memilih diantara dua
maha celaka, dimakan ayah mati, ditolak, ibulah yang binasa .....
apakah harus diperbuatnya.
Malam seram tiada berbulan, angin dingin merata mencekam
perasaan setiap insan ..... Alangkah beratnya orang bernafas, karena
tekanan udara dingin tidak ringan dan tidak wajar meliputi suasana.
Malam itu adalah malam paling terkutuk dalam kehidupan denaju
Pakuwati.
Pagi itu kira-kira jam delapan setelah menikmati santapan
pagi bersama didalam keraton, para isteri pembesar yang
bertirakatan dikeraton diperkenankan bersama-sama meninggalkan
kedaton pulang kepondokan masing-masing. Juga denaju dipati
Sampang nampak bersama-sama dengan mereka menuju
kepemondokkan ... suaminya, ja-a-a ... suaminya.
Dengan hati remuk-redam, perasaan berantakan wanita cantik
itu masuk kedalam halaman rumah yang ditumpangi keluarganya
dari Madura. Bukan kepalang deras debar jantung denaju tersebut,
waktu melihat sang suami tengah berjongkok dimuka pendapa
mengelus-elus burung gemak kesajangannya. Beranikah ia menatap
wajah suaminya itu nanti? Dapatkah ia menjembunyikan perasaan
kekecewaan hatinya itu ...?
Asal pangeran Sampang tidak menegurnya ...... dan bertanya
dari hal yang tidak-tidak, rasanya masih ada harapan untuk
menghindarkan malapetaka besar ini, Maka dengan hati tetap
40 berehawatir, denaju dipati itu berjalan torus tanpa berkata apapun
kepada suaminya, yang melirik sejenak kepadanya.
Tiba tiba meloncatiah pangeran Sampang itu dari sikap
jongkoknya, menyambar tangan isterinya yang cantik manis,
mungkin karena rindu dan hendak berkelakar saja.
Namun alangkah terkejut hatinya melihat isterinya
mengembang air mata jang sudah hampir meleleh dipipiuja yang
nampak kucal. Tiba-tiba melototiah mata pangeran Cakraningrat,
sambil memperkeras pegangannya katanya seperti menggeram
rendah :
"Ha ... apa yang terjadi atas dirimu didalam keraton ... hajo
ceriterakan seutuhnya ... aku ingin mendengarnya .. jangan kau
berdusta!"
Denaju Pakuwati tidak dapat berbuat lain kecuali mengatakan
apa yang terjadi atas dirinya semalam, dengan suara serak
bercampur isak-tangisnya yang mengenaskan. Terdengar disela-sela
ceritera denaju, geram dan gertak gigi suaminya karena amarahnya
meluap luap. Setelah selesai ceriteranya, segera wanita celaka itu
masuk kedalam kamar, untuk menangis dan menyesali hidupnya
sepuas hati.
Dengan suara menggeledeg berkatalah pangeran Sampang:
"Suramenggala . kau kemari!"
Orang yang dipanggil itu adalah pepatihnya sendiri. Segera
muncul orang setengah tua yang kekar badannya, berwajah keren
berwibawa. Datang dimuka gustinya ia berbuat sembah lalu duduk
didepan sang junjungan. "Gusti ada perintah apa?"
"Suramenggala, lekas kau siapkan prajurit bawaan semua dari
Madura . . . siap untuk bertempur, Kancing rapat-rapat mulutmu ...
nanti malam aku bermaksud untuk merangsang Balowarti kedaton!"
41 "Gus-ah-gusti .!" Sura menegas.
"Kau dengar perintah tadi atau tidak?"
"Dengar gusti ... akan dikerjakan."
Hari itu nampak kesibukan secara diam-diam dalam
perkemahan pemondokan prajurit dari Madura. Sekalipun mereka
sibuk bekerja namun mulutnya hampir tidak mengatakan sesuatu
bila tidak sangat perlu yang tak mungkin dapat dikerjakan dengan
isjarat mata atau anggota badan. Wajah mereka kelihatan sangat
sungguh-sungguh mendekati seram ... hanya diluar perkemahan


Gembong Kartasura Karya Sri Hadijojo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka masih nampak biasa seperti sediakala,
Setengah harian pangeran Sampang duduk termenung
ditengah pendapa pemondokannya dengan kedua tangan dikepalkepalkan seolah olah ia hendak menghancurkan sesuatu.
Kadang-kadang terdengar ia menggeretakkan gigi yang
disambung dengan dahan nafas panelyang sambil mengurut-urut
dadanya yang lapang, Gumamnya menjesali nasibnya yang sial.
"Ai-hh ...... sedumuk batuk. senyari bumi ... (setotol dahi, se inci
bumi), dapat menghancurkan negara ... Mengapa sejak dahulu
hingga sekarang para agung tidak mengambil teladan dari sejarah
dan ceritera-cerita kuna, bahwasannya kekuasaan yang dan
keagungan banyak yang lebu? karena bermain wanita ... lebih-lebih
dengan isteri orang lain. Merusak pagar hayu, adalab dosa yang
agaknya tiada berampun, mengapa masih ada saja manusia yang
melanggarnya. Sekalipun orang itu raja, ya bahkan raja diraja .
bolehkah ia berbuat sekehendak hatinya sendiri, merusak perasaan
orang, demi kesenangan sendiri. Hem .... raja, apakah sebenarnya
Sumber Pustaka : Gunawan Aj
Pdf image : Gunawan Aj
https://www.facebook.com/groups/Kolektorebook/
raja itu? Apabila tidak ada orang banyak ini beserta para
punggawanya, apanya yang hendak dirajai itu. Benar-benar sialan
nasib pangeran Cakraningrat ini, apabila tidak dapat menghimpas
sakit hati sebesar gunung Semeru itu. Keparat raja lalim serakah
42 yang tak tahu-diri!, masakan hendak menjadi orang sendiri,
Rasakanlah kemudian pembalasanku."
Waktu itu sudah kira-kira pukul dua siang Suramenggala
nampak menghadap gustinya dengan wajah muram, nyata benar
bahwa ada sesuatu yang tengah dipikirnya, suatu soal yang agaknya
sangat sulit untuk dipecahkan.
"Sudah kau kerjakan Sura?!" tanya sang pangeran seraya
menatap pepatihnya dengan pandangan penuh arti.
"Gusti tidak akan kecewa ... tidak nanti ada seorang prajurit
akan lari dari tempatnya masing-masing. Tak seorangpun
mengharap masih hidup keluar dari neraka daratan ini!" jawab Sura.
"Bagus Sura ... aku suka mendengar laporanmu. Memang
orang-orang kita bukanlah sebangsa tempe yang seharusnya mudah
dilalap orang. Hanya saja sekarang aku menanyamu, apakah yang
sebaiknya aku perbuat.. .... ingat, aku tidak seorang diri, tetapi harus
mengingat juga kaselamatan orang-orang pengikutku semua
Dapatkah kiranya aku berbuat menurut sekeheadak hatiku, demi
kemurkaan dalam hatiku ini, bolehkah aku mengorbankan sekian
banyak kawan?"
"Aduh gusti, siapakah yang tidak menjadi kalap karena hinaan
ini ierhadap kita ...... tetapi gusti, pantas pula kita
mempertimbangkan keadaan dan tempat kita berada ...... Kecewa
dan pahit benar mengatakan serba kekurangan pada pihak kita,
serba kelebihan pada pihak lainnya. Andaikan kita, bersayap dan
dapat terbang kelangit, belum tentu kita bisa selamat keluar, karena
orang ada dirumah sendiri, jumlah berIipat, alat dan senjata tinggal
meraih saja ..... apa sulitnya menghancurkan lawan yang sakti
sekalipun. Oleh karera itu bila ada jalan lain yang memenuhi syarat:
tidak terlalu merugikan dan dapat membalas sakit hati ini, pastilah
jalan itu lebih sempuma, biarpun agak memakan waktu yang lama.
43 Terapi gusti, kita ini bangsa prajurit yang tidak gentar menghadapi
apapun bersama gusti, a pa pun kehendak gusti, itulah pula Yang
akan kita kerj.ikan tanpa tawar-menawar ...... terserah kepada
putusan gustilah segala galanya."
"Kau benar Sura, perintahku tadi pagi kiranya sangat tergesagesa, karena hatiku seperti terbakar. Setelah kupikir setengah hari
bolak-balik, terasalah olehku, bahwa tindakan acam itu adalah sama
Pembunuhan Di Sungai Nil Death On The Nile Karya Agatha Christie Lima Sekawan 18 Memperjuangkan Harta Finniston Akar Asap Neraka Karya Arswendo Atmowiloto

Cari Blog Ini