Ceritasilat Novel Online

Kisah Si Pedang Buntung 1

Kisah Si Pedang Buntung Lanjutan Ratu Wandansari Karya Widi Widayat Bagian 1


KISAH SI PEDANG BUNTUNG (Lanjutan Ratu Wandansari)
Karya: Widi Widayat
Jilid: 1
Pelukis : Janes
Penerbit "GEMA"
Metrokusuman 761 Rt 17
SOLO Ijin Penerbitan
Ijin : No Pol /3/26 aa-54/0-73
Surakarta tanggal 17 januari 1973
Cetakan Pertama 1973
**** Buku koleksi ; Aditya Indra Jaya
Juru Potret : Awie Dermawan
Edit teks & pdf : Saiful Bahri Situbondo
(KOLEKTOR E-BOOK)
******
"HAI! PEREMPUANl Hai...... berhenti.!" Teriakan itu amat lantang dan nyaring, bergema di dalam hutan belantara yang amat luas itu. Belum juga lenyap suara bentakan yang menggema itu, bermunculanlah belasan orang laki laki tegap dan mengenakan pakaian yang serupa. Pakaian yang kembar, baik baju, celana maupun kain panjangnya. Sikap mereka galak. Tombak dan pedang semua terhunus. Siap untuk membunuh setiap orang yang tidak mau tunduk. Perempuan itupun berhenti. Kemudian membalikkan tubuh. Perempuan itu masih muda usia. Kira-kira baru berumur duapuluh satu tahun. Tubuhnya ramping dan padat berisi. Pakaiannya sederhana, mencetak tubuhnya yang menggiurkan setiap laki-laki apabila orang memandang dari belakang. Akan tetapi setelah orang berhadapan. laki-laki akan menjadi kaget! Jelas bahwa sebenarnya wanita itu wajahnya cantik menarik. Apa pula memang tubuhnya padat berisi. Akan tetapi wajah yang cantik itu sudah rusak. Jelek dan menyeramkan. Baik dahi maupun kedua pipi gadis yang berkulit kuning itu, penuh bekas luka luka senjata tajam. Namun sekalipun Wajah itu menjadi jelek dan menyeramkan,,tetapi sisa sisa kecantikannya belum rusak. masih membayang jelas pada wajah itu. Sebab baik hidungnya yang ngrungih maupun bibirnya yang merah merekah itu, masih tetap seperti biasanya. Tidak rusak oleh senjata tajam seperti dahi dan dua pipinya itu.
Belasan orang yang mengenakan pakaian kembar itu kini sudah mengurungnya. Tetapi perempuan muda ini tampak tenang-tenang saja tanpa rasa takut sedikitpun. Matanya yang indah dan bening itu menatap belasan orang yang mengurung itu seorang demi seorang. Kemudian bentaknya,
"Apakah maksudmu menghentikan aku ?"
Untuk beberapa saat lamanya belasan laki-laki yang mengurung itu memandang terbelalak. Tampaknya belasan laki-laki ini kaget. Hampir mereka tidak mau percaya kepada pandang mata masing-masing. Manusia atau setankah perempuan muda yang sekarang mereka hadapi ini? Kalau manusia, mengapa dua pipi dan dahi perempuan ini dihias oleh bekas luka bersilang oleh senjata tajam. Tetapi sebaliknya kalau bukan manusia. mengapa perempuan ini tidak lenyap menghilang? Padahal menurut cerita orang, setan atau iblis jarang mau bertemu dengan manusia, akan cepet-cepat menghilang lenyap.
Untung bahwa laki-laki berkumis yang agaknya menjadi pemimpin itu cepat menguasai peranannya. Sebagai seorang pemimpin yang mempunyai tanggung jawab kepada bawahannya, harus mempunyai keberanian yang lebih. Laki -laki berkumis itu tertawa terkekeh.Ia tidak menjawab pertanyaan itu, sebaliknya malah bertanya.
"Heh-heh-heh, engkau perempuan muda. Apa kerjamu di sini '.
Perempnan cantik yang wajahnya sudah rusak ini mengerutkan alisnya yang lentik. Ia tidak senang orang mengganggu perjalanannya. Jawabnya angkuh,
"Siapa melarang aku di sini? Dan apapun kerjaku di sini, ada hubungan apakah dengan kamu? Huh-huh, jelas bahwa kamu ini perampok-perampok jahat. ]ka tak lekas menyingkir, apakah kamu menunggu aku marab?'
"Perempuan hina!" bentuk pemimpin yang berkumis itu sambil mendelik.
"Kaulah penjahat! Kaulah perampok! Wanita yang wajahnya rusak macam knu, tentu sengaja dirusak orang karena kau jahat. Huh-huh....engkau ieniu iblil perempuan. Engkau tentu perempuan jalang....."
"Wuutttt.....aihh.....plakk.." Laki laki berkumis itu kaget dan mencela! ke samping. Kaia-katanya yang belnrn selesai ierputuu oleh serangan perempuan itu yang cepat luar biasa. Untung laki-laki berkumil ini tidak lengah. Pukulan perempuan itu dapat dihindarkan dengan mencela! ke samping. Akan tetapi seorang kawannya yang tak menduga oleh serangan mendadak itu. kepalanya pening dan pandangannya menjadi gelap. Orang itu roboh terpelaniing sampai setombak jauhnya. Laki-laki itu cepat pula melompat bangun. Namun celakanya terhuyung dan jatuh lagi. Baru lesudah peningnya hilang, laki-laki itu blll berdiri tegak sambil memandang perempuan itu dengan mata terbelalak. .
Apa yang ierjadi Itu menginsyai'kan sekalian orang, bahwa perempuan yang wajahnya rusak ini bukan perempuan sembarangan. Mereka harus berhati-hati agar tidak celaka di tangan perempuan ini.
Perempuan ini mendelik. Wajah yang cantik tetapi ludah rusak itu tampak menyeramkan. Kemudian bentuk perempuan ini.
"Kamu semua inilah yang perampok dan jahat. Gerombolan lakilaki yang kerjanya mengganggu wanita. Huh-huh! Wajahku memang jelek sekarang karena bekas luka senjata tajam. Tapi.....huh-huh, kalau aku masih seperti dahulu. kamu tentu menyembah-nyembah, merayu membujuk dan tergila gila. Lekas katakan sebelum aku marah. Siapa kamu ini yang mengganggu perjalananku ?"
Pemimpin yang berkumis dan sekarang sudah hilang kagetnya itu tertawa,
"Hah heh heh. sekalipun mukamu menjadi Jelek, tetapi kau masih muda dan tubuhmu masih ranum, heh heh-heh. Menyerahlah baik-baik. agar kami tidak menggunakan kekerasan. Tahukah engkau, siapa kami ini sebenarnya? Kami bukan perampok-perampok seperti dugaanmu. Tetapi kami adalah perajurit perajunt Mataram yang Jaya. Kami merupakan petugas guna menjaga keamanan Lasem dan Wilayahnya. Heh-heh-heh, engkau membuat kami curiga. Kau seorang perempuan, tetapi mengapa melakukan perjalanan seorang diri di tengah hutan ini?Huh-huh..... Jika engkau orang baik-baik, engkau akan lewat jalan umum."
"'Kamu prajurit-perajurit Mataram?" perempuan itu tampak heran.
"Heh-heh-heh, aku seorang Lurah perajurit. Maka menyerahlah baik-baik, agar kau tidak lecet kulitmu." Laki laki itu berkata sambil memilin kumisnya yang tebal. 'Ketahuilah bahwa kami perajurit-perajurit yang tak akan menggunakan kekerasan terhadap perempuan. Kami ini perlu mencurigai setiap orang dan melakukan pemeriksaan. Tetapi terhadap engkau..." percayalah, kami akan memperlakukan secara istimewa. Temanilah aku barang tiga malam. Sesudah itu kau boleh pergi tanpa gangguan lagi."
Perempuan ini seperti mau meledak dadanya saking marah mendengar kata-kata orang itu. Ia tahu benar akan maksud dan tujuan orang laki-laki ini. Namun ia berusaha menekan kemarahannya. Ia menekan luapan darah yang bergolak dalam tubuhnya. Sebelum bertindak ia harus bisa memperoleh keterangan-keterangan yang amat diperlukan. Ia yang terpisah dengan dunia ramai lebih setahun lamanya, menjadi buta dan tidak tahu apa yang terjadi selama itu. Dengan keterangan keterangan yang diperoleh, akan membuat langkah dan tindakannya memperoleh hasil seperti yang diharapkan. Kemudian katanya,
"Wilayah ini adalah Wilayah Lasem. Mengapa kau mengacau balau tak keruan."
Meledaklah ketawa semua perajurit Mataram itu mendengar kata kata perempuan yang dihadapi. ini. Mereka menjadi geli, mengapa perempuan ini belum tahu bahwa Lasem sudah jatuh ketangan Mataram? Bukan hanya Lasem, tetapi juga Wirasaba dan Pasuruan. Dalam usahanya mempersatukan Jawa dan mengusir Kumpeni Belanda, Sultan Agung terus --menerus berperang .Wilayah timur sampai angka hitungan tahun menunjuk angka 1616, yang masih belum ditundukkan tinggal Tuban, Surabaya, Giri dan Belambangan.
Bagi Mataram, musuh yang paling kuat hanyalah Surabaya. Malah pada tahun 1614 Adipati Surabaya mengerahkan kekuatan menyerang Mataram. tetapi berhasil dipukul mundur. Namun sekalipun dapat memukul mundur penyerbuan Surabaya itu, memberikan bukti bahwa Surabaya kuat, dan harus diperhitungkan oleh Sultan Agung. Guna menaklukkan Surabaya. Kerajaan Mataram harus menggunakan taktik mengisolir Surabaya. Harus dikepung dari segala penjuru, supaya tidak mempunyai hubungan dengan wilayah lain. Untuk itu Sultan Agung menitik beratkan perhatiannya kepada Wilayah wilayah yang berdekatan dengan Surabaya. Lalu pada daerah-daerah yang sudah ditaklukkan itu. perajurit perajurit Mataram yang ditanam. berkewajiban untuk mengamankan dan menghalau perembesan orang-orang Surabaya. Penjagaannya begitu ketat. Maka perempuan sekalipun tidak lepas dari pengamatan perajurit Mataram yang mengawal wilayah yang sudah ditaklukkan itu. Pada mulanya memang prajurit prajurit Mataram ini curiga, kalau perempuan yang wajahnya rusak ini, seorang mata mata Surabaya. Tetapi setelah mendengar bicaranya dan gerak-geriknya, terang bahwa perempuan ini hanyalah orang biasa saja.
Lurah perajurit itu tertawa. Matanya mengamati penuh perhatian. seperti sedang mengadakan penelitian. Meneliti dari ujung kaki sampai ke ujung rambut. Perempuan ini sekalipun sekarang wajahnya di kembangi bekas bekas luka senjata tajam, namun jelas bahwa sebenarnya perempuan ini cantik. Tuhuhnya padat berisi, dadanya membusung dan masih muda belia pula. Maka bagaimanapun pula Lurah prajurit ini tertarik juga.
Tertarik, bukan karena cinta! Tertarik oleh nafsu birahi seorang laki-laki yang diumbar. Terbawa oleh pengaruh keadaan dan kedudukannya. Di mana terjadi peperangan, dan di mana terjadi kekacauan sehingga keadaan tidak normal. terjadi pula pelanggaran-pelanggaran. Manusia-manusia yang tak kuasa melawan nafsu akan melakukan perbuatan-perbuatan tercela. Menggunakan kesempatan untuk diri sendiri. Demikian pula para perajurit Mataram ini. Karena melakukan tugas peperangan yang terus-menerus, para perajurit itu terpisah dengan keluarga. Di samping itu kedudukannya di wilayah pendudukan ini, merupakan orang yang amat ditakuti orang. Barang siapa berani mengganggu tentu ditangkap dengan tuduhan mau memberontak. Keadaan ini mendorong kepada mereka yang lemah batinnya menjadi liar, tidak bedanya binatang buas. Terjadilah banyak kali pembunuhan-pembunuhan tanpa peradilan sebagaimana layaknya, dan banyak terjadi pula perkosaan perkosaan.
Demikian pula dengan Lurah perajurit yang mempunyai kekebalan hukum berlindung pada kekuasaan. Dengan dalih pengamanan dapat bertindak tanpa seorangpun berani mengganggu gugat. Sekarang berhadapan dengan perempuan ini. ia bisa menggunakan dalih 'curiga" dan untuk "keamanan" Wilayah pendudukan. Maka setelah ia puas tertawa dan meneliti perempuan ini, dengan bangga ia menjawab,
"Ha-ha-ha-ha, katakatamu sungguh menggelikan. Mataram yang jaya dan sentosa, manakah mungkin Bupati Lasem kuasa bertahan dan melawan? Hehhehheh, dari demi keselamatanmu pula, maka hendaknya kau menyerah baik baik. Jangan kau berusaha melawan. Kau bakal kami lepaskan tak kurang suatu apa, jika kau dapat melayani aku selama tiga malam dan memuaskan. Heh-heh-heh...."
"Tutup mulutmu yang kotor!" bentak perempuan itu nyaring.
"Begitukah kerja perajurit Mataram? Menggunakan kekuasaan dan sewenang-wenang kepada sesama manusia? Menghina perempuan tanpa malu-malu lagi! Huh-huh, jika aku tak sudi.....kau mau apa?
"Aduhhh......galaknya....." ejek salah seorang perajurit sambil meringis seperti iblis.
"Jika kau membandel kami terpaksa menggunakan kekerasan."
Perempuan ini mendelik ke arah perajurit yang mengejek itu.
"Begitukah yang kalian kehendaki ?"
'Eh jangan galak-galak.....heh-heh heh," Lurah perajurit itu masih berusaha membujuk.
"Apakah keuntungannya kau nekad melawan kami? Kau hanya seorang perempuan. Dari eh......sayang jika engkau terluka atau terbunuh. Sudahlah, percaya saja kepadaku. Menyerahkan diri baik-baik, bersenang-senang dengan........"
"Mampuslah!" teriak perempuan ini yang sudah tidak kuasa lagi menekan kemarahannya. Ia tidak perlu lagi banyak bersabar diri. Ia tahu bahwa Lasem sudah merupakan wilayah pendudukan Matatam. Terlalu lama bersitegang dengan perajurit-perajurit ini, hanyalah memungkinkan datangnya bala bantuan Mataram. Dirinya bakal celaka apabila harus menghadapi keroyokan perajurit terlalu banyak. Sekalipun belum tentu ia roboh, namun akan sulitlah apabila berhadapan dengan terlalu banyak lawan.
Hampir berbareng dengan teriakannya yang nyaring itu tubuhnya yang ramping sudah berkelebat. Gerakannya gesit sekali dan amat cepat. Tangannya terayun ke arah kepala Lurah perajurit yang berkumis itu.
"Plakk...... aihh......! Blukk...... aduhhh......"
Lurah perajurit itu terhuyung mundur satu langkah ke belakang, setelah tangan kirinya yang menangkis bertemu dengan kepalan tangan perempuan yang halus dan kecil itu. Ada semacam hawa yang panas menerobos masuk tubuh lewat lengannya. Itulah sebabnya Lurah perajuri't Mataram ini, di samping terhuyung mundur juga berteriak tertahan saking kaget.
Hebatnya perempuan ini seperti tidak merasakan apaapa. Tangkisan Lurah prajurit itu hanya membuat pukulannya menyeleweng. Akan tetapi perempuan itu tidak menarik tangannya. Malah kemudian diteruskan guna memukul seorang perajurit paling dekat. Karena tidak menduga bakal diserang, perajurit itu kurang cepat menghindar. Pedangnya lepas dari tangan, diturut dadanya terpukul telak. Perajurit itu hanya bisa berteriak satu kali. Kemudian roboh tak berkutik. Dari mulut, hidung dan telinganya keluar darah merah. Disusul nyawanya pergi entah ke mana perginya,
Perempuan itu setelah memegang pedang rampasan, tampak makin garang. Ia berdiri tegak dengan pedang melintang di depan dada. Matanya yang bening tajam itu mengawasi orang-orang yang mengurungnya dengan sinar bengis. Kemudian terdengar katanya yang dingin,
"Apakah kamu masih membuta-tuli dan nekad tidak lekas pergi? Jika kamu nekad, terpaksa aku harus menggunakan pedang ini guna membunuh kalian semua! "
"Perempuan iblis! Kau berani melawan kami? Huh huh, terbukalah kedokmu sekarang. Engkau tentu mata-mata musuh! Engkau pemberontak. Dengan baik kami memberi kesempatan supaya menyerah, tetapi kau malah membunuh kawan kami. Buanglah pedangmu, dan menyerahlah! Tidak mungkin kau seorang diri sanggup melawan kami. Huh-huh, aku katakan sekali lagi. Menyerahlah sebelum terlambat! "
"Hi-hik. kamu laki-laki sombong yang bermata buta. Sekali lagi. kamu tidak lekas pergi ?"
'Bedebah perempuan busuk. Kami memberi kesempatan tetapi kau malah tak tahu diri. Huh-huh, perajurit Mataram merupakan perajurit-perajurit tangguh. Serbu! Bunuh !"
Belasan perajurit itu dengan senjata masing-masing sudah bergerak memulai serangannya. Perempuan ini tertawa nyaring. Katanya dingin.
"Kamu sendiri yang mencari mampus! Rasakan pedang ini!"
"Trang-trang trang-plak........" Semua perajurit itu kaget dan terbelalak. Dan tidak terkecuali si Lurah perajurit yang berkumis tebal itu. Mereka semua merasakan bahwa tangkisan perempuan itu kuat sekali. senjata mereka terpental dan menyeleweng ketika bertemu dengan pedang. Sesungguhnya apabila perempuan ini mau meneruskan gerak tangkisannya guna membalas menyerang. setidaknya tentu dua atau tiga orang perajurit akan terjungkal roboh. Namun perempuan ini tidak melakukannya. Ia hanya berdiri sambil melintangkan pedangnya di depan dada. Lagaknya angker! Sepasang matanya yang bening dan tajam mengamati mereka satu-persatu. Kemudian katanya dingin.
"Apakah kamu belum juga mau pergi?"
Sebenarnya Lurah Perajurit itu sadar bahwa wanita ini bukanlah wanita sembarangan. Akan tetapi ia adalah seorang perajurit yang setia kepada tugasnya. Ia sedia mengorbankan nyawanya demi junjungannya. Demi Ingkang Sinuhun Sultan Agung. Maka ia tak mau mundur selangkahpun dalam melaksanakan tugasnya. Rata rata perajurit Mataram memang mempunyai kesetiaan yang tak dapat ditawar-tawar lagi. Dan inilah pula sebabnya, maka Sultan Agung berhasil menaklukkan daerah demi daerah yang semula tidak mau tunduk kepada Mataram. Raja Mataram yang ke tiga ini memang seorang raja yang cerdik dan bijaksana dalam memerintah maupun dalam usahanya mempersatukan Jawa. Raja ini bukan hanya pandai memerintah saja. Sebab setiap terjadi sesuatu yang penting, Sultan Agung tentu menanganinya sendiri.Dengan demikian semangat perajurit terbangun dan hatinya menjadi besar. Malah bukan hanya raja ini sendiri yang selalu menangani setiap pasukan bergerak memukul suatu daerah yang membangkang kepada Mataram. Salah seorang adik Sultan Agung,
seorang puteri jelita, bernama Ratu Wandansari amat besar jasanya terhadap kesentausaan Mataram. Puteri cantik jelita ini kecuali sakti mandraguna, berani, tabah menderita. juga amat cerdik. Nama Wandansari, disegani orang (Baca, 'Jaka Pekik" dan ' Ratu Wandansari" diterbitkan oleh P. P. 'Gema" dan oleh pengarang yang sama).
Mengingat akan semua itu maka Lurah perajurit ini tidak menjadi gentar. Ia tertawa. Sahutnya,
"Ha-haha-ha. Perajurit Mataram tidak akan bisa digertak.Hayo maju terus dan bunuh mata-mata musuh ini."
Begitu memperoleh aba dan dipelopori oleh Lurah prajurit itu sendiri, prajurit Mataram itu mulai menyerang lagi. Mereka menyerang dengan berani dan teratur. Dan diam-diam perempuan yang wajahnya rusak bekas senjata tajam ini kagum dibuatnya. Ia dapat menghargai kejantanan perajurit perajurit ini. Apa lagi perempuan ini merasa bahwa dirinya tidak mempunyai kepentingan langsung dengan terjadinya peperangan antara Sultan Agung dengan para Bupati dan Adipati. Di dunia ini bagi dirinya hanyalah seorang saja musuhnya. Ia telah bersumpah harus dapat membunuh orang yang diberincinya itu.
Rara Inten! Seorang murid Perguruan Tuban. Ia harus dapat membunuh perempuan bernama Rara Inten itu.
Harus!
Perempuan itulah yang membuat ia hampir mati. Membuat hidupnya menderita Semua cita citanya hancur berantakan dan hari-depannya gelap.
Teringat akan Rara Inten musuh besarnya, lenyaplah hasratnya bermusuhan dengan perajurit perajurit ini. Secepatnya harus berhadapan dengan murid Tuban itu. Sakit-hatinya terbalas, ataukah mati di tangan perempuan musuh besarnya itu. Mendadak perempuan ini melengking nyaring dan pedang rampasannya bergerak.
"Trang-trang-trang.. ..." para perajurit yang mengeroyok itu terbelalak kaget untuk keduakalinya. Di antara senjata mereka terpental dan patah. Tetapi perempuan yang dikeroyok tadi, sudah tidak tampak bayangannya legi, Lenyap secara mendadak. Ketika mereka masih saling pandang dan bertanya dalam hati itu, tiba-tiba terdengar suara nyaring dari tempat yang agak jauh,
"Aku tiada waktu untuk bermain-main dengan kalian. Terimakasih atas sumbangan sebatang pedang, sebab aku memang tidak mempunyai senjata."
Lurah perajurit yang berkumis itu mengamati ke arah suara. Tetapi wanita itu tidak tampak bayangannya. Ia menghela napas. Diam-diam ia bersyukur perempuan itu mengalah dan pergi. Sebab apabila pertempuran itu diteruskan, ia sendiri sangsi apakah dapat menang? Semua Perajurit berperansaan sama. gentar menghadapi perempuan yang wajahnya penuh bekas luka itu.
Wanita iblis!
Wanita Iblis!
Wanita Iblis!
Julukan ini menggantikan namanya sendiri yang memang tidak seorangpun tahu. Tetapi julukan "Wanita Iblis" itu, bukanlah sepak terjangnya yang seperti iblis. Melainkan wajah yang rusak bekas senjata tajam itu sendiri, yang membuat wajah itu seperti iblis. Namun sebaliknya apabila perempuan ini berhadapan dengan penjahat, ia benar-benar menjadi "wanita Iblis!" Perempuan ini tidak tanggung-tanggung menurunkan tangan mautnya. Semenjak munculnya secara tiba-tiba ditengah masyarakat, perempuan ini telah membuat kegemparan. Keadaan wajahnya seperti iblis, tetapi sepak-terjangnya sendiri menguntungkan orang banyak.
Dengan gerakannya yang ringan dan gesit perempuan Ini menuju ke timur. Tiada maksud lain bagi perempuan ini kecuali ke Tuban, mencari Rara Inten dan menuntut balas. Perempuan murid Tuban yang bernama Rara Inten itulah yang dengan keji dan kejam menyiksa dirinya. Merusak wajahnya secara curang. Pada saat dirinya tidak berdaya oleh pengaruh racun. Kekejaman dan kekejian itu harus dibalasnya dengan perbuatan yang setimpal. Ia bercita cita untuk bisa membalas dengan menyiksa, kemudian merusak pula wajah Rara Inten yang cantik jelita itu. agar lebih Jelek dan lebih menyeramkan dibanding dirinya.
Begitu masuk wilayah Tuban. ia terpaksa menghindari penjagaan yang ketat oleh perajurit Tuban. Ia melintasi hutan belantara yang sulit. Kadang harus melompati jurang dan harus mendaki tebing bukit. Akan tatapi ketika dirinya melintasi ladang yang penuh tanaman singkong dan jagung, kemudian masuk lagi ke dalam hutan, tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara bentakan nyaring.
"Berhenti!"
Wanita Iblis berhenti dan menebarkan pandang matanya. Diam-diam kagum juga atas gerak cepat orangorang itu yang sekarang sudah mengurung dirinya. Dengan sinar matanya yang dingin ia meneliti orang-orang yang mengurung dirinya satu persatu. Mereka berjumlah duapuluh dua orang, terdiri dari laki -laki dan perempuan. Dengan melihat pakaian mereka dan melihat cara mereka bergerak, dengan gampang ia menduga bahwa orang-orang ini bukanlah prajurit. Tiba-tiba saja bentaknya lantang,
"Penjahat-penjahat buruk kurang ajar. Apa maksudmu menghentikan perjalananku? Kamu tidak cepat pergi, mencari mampus ?"
Kalau ia cepat menduga mereka ini gerombolan penjahat tidaklah aneh. Pakaian orang-orang ini bermacam macam dan di dalam hutan pula. Karena Itu ia cepat
meraba hulu pedangnya. Ia amat benci kepada manusia manusia yang melakukan kejahatan dan kesewenangan.
Namun tiba-tiba perempuan ini terbelalak kaget ketika mendengar jawaban salah seorang dari mereka yang membentak keras menjawab,
"Perempuan iblis yang buruk rupa. tutup mulutmu yang busuk! Bukalah telingamu lebar -lebar agar bisa mendengar dan bukalah matamu agar bisa melihat dengan terang. Huh-huh! Kami bukanlah perampok. Kami adalah murid-murid Tuban yang merasa wajib ikut menjaga keamanan Tuban. Dan..."
Kata-kata yang belum selerai itu terputus oleh suara ketawa perempuan ini yang terkekeh,
"Heh-heh-heh-heh sungguh kebetulan. Katakanlah sejujurnya di manakah murid perempuan Tuban yang benama Rara Inten Itu?"
Murid-murid Tuban itu untuk sesaat terbelalak. Tetapi seorang murid perempuan Tuban telah melompat maju sambil menghardik,
'Siapa kau?'
'Hi-hik, tiada perlunya kau tahu siapa aku. Lekas terangkanlah di mana Rara Inten berada? Aku ingin bertemu dengan murid tercantik itu. Hi-htk.. aku akan memberi hadiah amat berharga."
Perempuan murid Tuban Itu memalingkan mukanya kepada kawan kawannya, seakan minta pendapat. Seorang perempuan setengah baya cepat berseru,
'Jangan kau dengarkan omongan iblis yang mengacau itu. Dia tentu mata-mata Mataram. Bunuh saja. Habis perkara!"
Wanita Iblis yang wajahnya penuh bekas luka itu mendelik. Dampratnya lantang,
"Kurang ajar! Lagakmu dan kegalakanmu sama benar dengan gurumu yang sudah mampus. Aku bertanya secara baik-baik tentang saudara seperguruanmu yang bernama Rara Inten Itu. Tetapi mengapa kamu malah menuduh aku mata-mata Mataram, dan akan mengandalkan jumlah untuk mengeroyok? Hayo katakanlah. Dimanakah Rara Inten? Aku ingin bertemu dan ingin memberikan hadiahku yang amat berharga."
Murid-murid Tuban itu agak ragu-ragu juga sekarang dan dalam hati mereka bertanya-tanya, benarkah perempuan yang wajahnya jelek ini akan memberikan hadiah dan merupakan kenalan baik Rara Inten ! Kalau benar demikian, sebagai murid-murid Tuban yang setia, tidaklah boleh bersikap kurangajar. Yang salah-salah akan dituduh sebagai murid murtad dan memperoleh hukuman berat.
Kalau murid-murid Tuban ini menjadi ragu-ragu, memang sepatutnya. Semenjak Anjani, nenek yang galak meninggal dunia di Mataram. sebagai akibat melompat dari menara tawanan yang tinggi, Rara Intenlah yang dipilih dalam pesan tertulis Nenek Anjani, menggantikan kedudukan sebagai ketua perguruan Tuban. Kewajiban setiap murid harus menghargai penguasa tertinggi perguruan. Mengingat akibat yang bisa terjadi apabila benarbenar perempuan ini sahabat Rara Inten. maka salah seorang dari mereka membungkuk memberikan hormatnya. Lalu dengan nada yang halus ia bertanya.
" Maafkanlah semua kekasaran sikap kami. Dalam situasi yang gawat oleh ancaman Mataram, memaksa kepada kami selalu bersikap teliti dan hati-hati. Maka perkenankanlah kami bertanya, siapakah nyonya ..."
"Aku masih gadis" potong perempuan itu.
"Ya..... ya siapakah nama nona yang mulia?"
"Aku sudah tak ingat lagi akan namaku sendiri. Aku tinggal ingat julukan yang diberikan orang. Wanita Iblis. Hem benar, aku memang sebagai wanita iblis bagi orang orang jahat-"
"Baiklah, apabila nona tidak sedia memberi tahukan nama kepada kami. Tetapi tetapi setelah adi Rara Inten diakui syah sebagai Ketua perguruan........"
"Apa?" perempuan ini terbelalak.
"Rara Inten menjabat ketua perguruan Tuban?''
"Mengapa tidak? Adi Rara Inten telah ditunjuk oleh ibu guru sebelum meninggal. Memang hanya dialah yang tepat menduduki ketua dari pada saudara kami yang lain." Murid Perguruan Tuban ini menjadi curiga setelah memperoleh kenyataan bahwa wanita ini belum mengetahui. keadaan Rara Intan yang sebenarnya. Hal ini tidaklah mungkin terjadi apabila wanita yang mukanya rusak ini benar-benar sebagai sahabat ketua Perguruan Tuban. Kenyataan ini membuat setiap murid Perguruan Tuban ini menjadi bersikap lebih hati hati. Lalu desaknya,
"Dan hadiah apakah yang akan nona sampaikan kepada ketua kami itu ?"
Perempuan inipun tahu bahwa murid-murid Tuban ini menjadi curiga. Akan tetapi ia tidak perduli. Ia seorang wanita yang keras. tabah dan berani. Sebelum dirinya menderita rusak wajahnya sekarangpun, ia selalu berhadapan dengan kesulitan dan derita. Maka dengan deritanya sekarang ini. wajahnya yang semula cantik menjadi jelek, ia semakin tidak merasa takut berhadapan dengan maut dan bahaya. Bagi dirinya sekarang sudah tidak perduli hidup atau mati. Segala harapan dan cita -cita hanya tertuju guna membalas dendam dan sakit hatinya kepada Rara Inten. Lain tidak!
Tiba tiba saja ia tertawa tarkekeh. Katanya,
"Hehheh-heh heh, hadiah yang pantas bagi Rara Intan hanya potong daun telinga! dan kurusak wajahnya yang cantik. sesuai dengan apa yang sudah di lakukannya terhadap diriku ini. Hi-hik, wajahnya akan kurusak seperti wajahku yang rusak oleh perbuatannya. Kemudian sebagai bunganya, daun telinganya akan kupotong juga."
"Kurang-ajar; Perempuan iblis. Kau berani menghina ketua kami."
"Bangsat hina! Kau jangan membuka mulut sembarangan memfitnah ketua kami yang mulia!"
"Siluman betina. Ketua kami seorang wanita mulia. Kalau ketua sudah turun tangan merusak wajahmu, tentu mempunyai alasan kuat. Kau tentu jahat!"
"Jangan dengarkan ocehannya. Mari, maju! Bunuh siluman ini"
"Sring-sring-sringggg.. . ..." Murid-murid Tuban itu sudah menghunus pedang masing-masing. Pedang pedang itu terpegang dengan tangan kanan didepan hidung dan pedang itu berdiri tegak. Inilah sikap setiap murid Perguruan Tuban apabila telah siap-sedia menghadapi musuh. Sikap mereka keren dengan kuda kuda kokoh. Apabila Wanita Iblis ini berani bergerak, semua pedang yang sudah mengurung itu secara serentak akan siap melubangi tubuh lawan.
Akan tetapi Wanita Iblis ini sama sekali tidak gentar. Ia mengerling ke kanan kiri sambil tertawa terkekeh. Katanya,
"Heh-heh-heh, menurut anggapanmu Rara Inten seorang wanita berhati mulia? Hi-hik. ternyata semua murid Tuban telah menjadi buta! Rara Inten seorang wanita terkutuk. Wanita curang! 'Belum tentu perempuan itu dapat merusak wajahku, apabila tidak menggunakan racun guna merobohkan aku. Huh-huh,"
" jangan kamu berusaha membela dan melindungi ketuamu yang jahat. Hayo, beri tahukanlah dia. Aku tantang sekarang juga bertanding melawan aku!"
Tetapi murid-murid Perguruan Tuban yang sudah digembleng dengan kesetian yang fanatik itu, manakah mungkin mau mendengar kata-kata perempuan ini? Oleh sebab itu seorang yang menjadi pemimpin telah memberikan aba,
'Serbu! Bunuh!"
"Wuut-wuut tring-trang....." Dengan kecepatan yang luar biasa, wanita iblis itu tahu-tahu sudah menghunus pedangnya. Lalu dengan gerakannya seringan kapas Ia berloncatan ke sana ke mari. Pedangnya menangkis setiap sambaran pedang lawan, sedang tangan kirinya meluncurkan pukulan-pukulan jarak jauh yang panas membara. Namun diam diam wanita iblis itu kaget Juga melihat kenyataan yang dihadapi. Sekali bergerak ia tadi menangkis lima batang pedang lawan. sedang tangan kirrya berhasil menyelewengkan arah beberapa pedang lawan. Tetapi pedang-pedang murid Tuban itu tidak terlepas dari tangan, tidak seperti ketika Ia menghadapi keroyokan prajurit prajurit Mataram. Malah apabila sedikit lambat gerakannya, dirinya tentu telah terluka oleh tikaman pedang lawan yang lain.
Akan tetapi samasekali ia tidak menyesal harus menghadapi keroyokan murid-murid Tuban ini. Sebab kecuali ia sekarang memperoleh keterangan tentang Rara Inten, sekaligus sebagai ujian bagi dirinya. Ia insyaf bahwa apabila sekarang Rara Inten sebagai ketua Perguruan Tuban. ke manapun pergi Rara Inten tidak akan sendirian dan selalu dikawal oleh murid-murid Tuban. Di samping ia sadar bahwa setiap kehadiran Rara Inten sekarang, tentu tidak seperti Rara Inten tahun yang lalu. Ia tahu bahwa berkat kecurangan dan tipu muslihat yang dilakukan Rara Inten, perempuan itu sekarang tentu telah berhasil mempelajari ilmu kesaktian yang hebat itu. Maka
apabila dirinya sekarang hanya berhadapan dengan duapuluh dua murid Tuban saja tidak mampu. .manakah mungkin ia dapat menuntut balas sakit hatinya? Manakah mungkin ia dapat membalas merusak wajah Rara Inten seperti apa yang telah dilakukan terhadap dirinya?
Namun iapun amat percaya kepada kekuatannya sendiri. Semenjak masih kanak-kanak dirinya sudah digembleng ilmu kesaktian oleh ayah bundanya sendiri. Tetapi pada usia tujuh tahun, ia terpaksa harus lari dari rumahnya, oleh ancaman ayahnya sendiri yang akan membunuhnya. Adapun sebabnya ia harus melarikan diri, adalah gara-gara ayahnya yang kawin lagi dan ibu kandungnya disia-siakan oleh ayahnya. Dalam usahanya membela ibu kandungnya inilah ia membunuh ibu tirinya. Kemudian ia harus melarikan diri dan hidup bergelandangan secara terlunta-lunta. Ia hanyalah bocah yang belum cukup umur. Dirantau ia harus mencukupi kebutuhan sendiri. Untung bahwa hanya selama tiga bulan saja ia hidup teorang diri. Kemudian ia bertemu dengan seorang nenek tua renta yang menderita sakit batuk. Ia diangkat sebagai cucu sekalipun menjadi murid. Tetapi disamping belajar ilmu kesaktian, iapun bertugas pula melayani kebutuhan Nenek Ratih. Berkat gemblengan dan bimbingan Nenek Ratih inilah setelah dewasa ia menjadi seorang gadis perkasa berilmu tinggi. Maka walaupun sekarang ini harus menghadapi keroyokan duapuluh dua orang murid Tuban, ia tidak gentar, malah menganggap bahwa peristiwa ini sebagai Ujian.
Mendadak Wanita Iblis ini melengking nyaring. Lengkingan itu mengandung saluran hawa sakti dari dalam tubuhnya. Lengkingan itu kuasa mengguncangkan jantung. Semua murid Tuban ini kaget ketika merasa jantungnya tergetar hebat. Justeru pada saat itulah pedangnya berkelebat cepat seperti tatit dan dibarengi oleh pukulan tangan kiri yang mengandung hawa panas.
"Trang trang.."... wutt-plakk...... aduh......" Enam batang pedang terpental dan terbang oleh tangkisannya. Disusul oleh robohnya empat orang murid Tuban, dua orang murid laki-laki dan dua orang murid perempuan. Tiga orang roboh oleh tusukan pedang, sedang yang seorang roboh tersambar oleh pukulannya yang mengandung hawa panas seperti api.
Tetapi robohnya empat orang itu. membuat murid murid Tuban itu menjadi marah. Mereka menggeram dan serangan pedang murid-murid Tuhan itu makin rapat. Mereka adalah murid Perguruan Tuban, yang ilmu pedangnya amat terkenal. disegani oleh lawan maupun kawan. Robohnya empat orang itu bukannya membuat gentar, sebaliknya malah membangkitkan semangat mereka.
Demikianlah, serangan mereka semakin berbahaya. Tetapi sebaliknya Wanita Iblis yang dikeroyok inipun menjadi makin beringas dan gerakan pedangnya makin menjadi ganas. Ditambah pula tangan kirinya yang menyebarkan hawa panas yang membuat napas lawan sesak. Hebat sekali amukan Wanita Iblis ini. Ia tidak segan-segan menurunkan tangan maut kepada murid murid Tuban ini. Sedikit banyak orang-orang ini mempunyai hubungan dengan Rara Inten. Dan terlebih pula setelah ia tahu bahwa Rara Inten merupakan ketua perguruan Tuban. Dengan pembunuhan yang dilakukan kepada murid-murid Tuban ini. diharapkan akan bisa memancing kemarahan Rara Inten.
Pertempuran keroyokan ini makin cepat dan menjadi sengit setelah lewat duapuluh jurus. Dan sekalipun korban yang jatuh di pihak Tuban sudah bertambah menjadi enam orang, namun murid-murid Tuban itu tidak menjadi gentar, malah mengeroyok lebih hebat. Tekad para murid Tuban agaknya telah bulat. Mereka akan membela saudara-saudara yang telah menjadi korban.
Pertempuran bertambah lama makin bertambah sengit. Ketika empatpuluh Jurus lewat, korban yang jatuh pada pihak Tuhan menjadi sembilan orang. Mereka tinggal separoh lebih sedikit. Tetapi sekalipun demikian. merekapun berhasil melukai Wanita iblis pada pundak dan paha. Luka itu sesungguhnya hanya ringan saja. Namun ia merasakan luka itu perih dan darah mengucur terus-terusan sebagai akibat gerakannya. Diam-diam ia mengeluh, apabila ia tidak cepat cepat dapat mengobati lukanya dan darahnya terus mengucur, dirinya bakal celaka. Dari dalam pada itu iapun kagum akan semangat dan setia kawan murid-murid Tuban ini. Walaupun sudah sembilan orang dapat dirobohkan, mereka tidak juga mundur dan terus melawan dengan penuh semangat.
Tiba-tiba terdengar suara teriakan nyaring. Sesaat kemudian bermunculanlah puluhan orang laki-laki yang bergerak cepat mendekati tempat pertempuran. Melihat munculnya puluhan orang laki-laki itu, Wanita Iblis kaget dan kuatir. Ia telah mengamuk hebat dan telah merobohkan sembilan orang. Akan tetapi murid murid Tuban itu tidak menjadi gentar, kalau bertambah dengan bantuan tenaga baru ini. dirinya akan menghadapi kesulitan. Sebab dirinya sekarang sudah terluka dua tempat. mengucurkan darah cukup banyak dan tubuhnya terasa agak lemah.
Ia melengking nyaring. menggunakan pedang menyerang dibarengi pukulan tangan kiri. Murid-murid Tuban mundur menghindarkan diri. Kesempatan itu dipergunakan sebaik baiknya oleh Wanita Iblis. Tangan kirinya sudah menyambar salah seorang murid Tuban yang telah tewas. Mayat itu secepat kilat dilemparkan ke arah murid Tuban yang menyerang dirinya.
"Capp........ ahhh...." Dua orang murid perempuan itu menjerit nyaring dan ngeri ketika pedangnya menikam mayat kawannya sendiri. Tetapi waktu yang hanya sesaat itu telah membuat mereka kehilangan orang yang dikeroyok. Mereka hanya melihat berkelebatnya bayangan. Tetapi bayangan itu telah lenyap. Beberapa orang yang baru datang dan bermaksud membantu itu mengejar, namun tak juga bisa menemukannya.
Puluhan orang yang baru datang itu sesungguhnya para perajurit Tuban. Tetapi mereka amat menyesal sekali bahwa mereka datang terlambat. Sembilan orang murid Tuban telah menjadi korban. Kemudian mereka menjadi sibuk. Murid-murid perempuan Tuban menangis. menyesal dan menjadikan saudara-sandaranya yang menjadi korban Wanita Iblis. Dan terjadinya peristiwa di dalam hutan ini justeru menambah terkenalnya nama Wanita iblis!
Wanita Iblis yang terpaksa melarikan diri itu membanting-bantingkan kakinya sendiri saking gemas dan kecewa. Perjalanannya sekarang ini tiada lain untuk mencari Rara Inten dan menuntut balas. Namun ternyata menghadapi keroyokan murid-murid Tuban ia telah terluka. Sedang di samping itu, ia belum memperolah kesempatan mencari keterangan, di manakah sekarang Rara Intan berada. Ia kemudian duduk di bawah sebatang pohon rindang. Ia mengeluarkan obat bubuk guna mengobati lukanya. Kemudian ia menggunakan sobekan kain panjangnya untuk membalut lukanya. Setelah ia mengisi perut dengan bekalnya dan minum air tawar dari sumber, ia meneruskan perjalanan, dengan kaki yang agak terpincang. Ia percaya bahwa setiap orang tahu di manakah letak Perguruan Tuban. Maka dengan datang ke rumah perguruan itu, ia tentu dapat bertemu dengan Rara inten. !. tidak takut dikeroyok. Sebab ia percaya bahwa Rara Inten sebagai ketua Perguruan Tuban, akan malu apabila mengeroyok.
Demikianlah, tanpa mengenal takut Wanita Iblis mencari letak rumah Perguruan Tuban. Untung bagi dia, berhasil menangkap salah seorang murid Tuban. Murid itu dipaksa untuk menerangkan, di manakah Rara Inten sekarang ini. Pada mulanya murid itu membandel tak mau menerangkan. Akan tetapi setelah menderita kesakitan akibat siksaan wanita iblis, akhirnya murid itu mengaku terus terang.
"Dia tidak berada di Tuban."
"Pergi ke mana ?" desak Wanita Iblis.
"Sudah lebih sebulan lamanya dia meninggalkan Tuban bersama separo saudara kami. Menurut keterangan menuju Pondok Bligo."
"Menuju Pondok Bligo.Untuk apa?"
Murid itu menggelengkan kepalanya.
"Aku tak tahu pasti. Hanya aku mendengar keterangan saudara-saudara perguruanku, bahwa di sana Rara Inten berusaha mengalahkan sekalian orang sakti yang tengah berkumpul di sana. Maksudnya apabila berhasil, akan berarti Tuban diakui sebagai perguruan yang paling tinggi kedudukannya dibanding perguruan lain."
"Hem. tokoh-tokoh lain manakah yang berkumpul di sana?"
'Aku mendengar bahwa Pondok Bligo sedang dilangsungkan pengadilan terhadap seorang yang sudah amat besar dosanya. Baik terhadap Perguruan Tuban sendiri maupun terhadap perguruan-perguruan serta orang orang lain yang tidak berdosa"
"Siapa orang itu ?"
"Kreti Windu !"
"Apa?" Wanita Iblis berseru tertahan.
"Ulangi yang jelas. Siapa ?'
"Orang itu bernama Kreti Windu."
Karena wanita ini hatinya tegang. ia mencengkeram dada orang itu lebih keras. Orang itu meringis kesakitan namun tdak menjadi takut. Bentaknya.
"Bunuhlah aku"
Wanita Iblis sadar dan mengendurkan cengkeramannya. Kemudian tanyanya lagi.
"Mengapa Kreti Windu diadili di sana ?"
"Bangsat Kreti Windu yang banyak dosanya itu telah berhasil ditawan oleh Pondok Bligo. Maka di sana pulalah dia memperoleh peradilan." Murid Tuban ini berhenti dan mengamati Wanita Iblis dengan sinar mata yang curiga. Sesaat kemudian ia meneruskan.
"Bangsat itu sudah banyak sekali dosanya. Sudah sepantasnya bangsat i.. "
"plakk' Kata-kata murid Tuban itu terhenti sebelum selesai. Terhenti untuk selamanya, berbareng dengan jatuhnya pukulan Wanita iblis dan melayangnya nyawa orang itu. (Siapa Kreti Windu yang diadili oleh Pondok Bligo dan dinyatakan benar sekali dosanya itu? Jawabannya apabila anda membaca cerita "Jaka Pekik" dan "Ratu Wandansari").
Setiap murid Tuban itu mengucapkan kata-kata cacian "bangsat" yang ditujukan kepada Kreti Windu. jantung Wanita Iblis seperti diremas dan hatinya terasa amat sakit. Saking tak kuat menahan kemarahannya maka sebelum orang itu selesai mengucapkan kata-katanya, tangannya sudah melayang dan memukul kepala orang itu. Hanya sekali memukul kepala orang itu sudah pecah dan nyawanya melayang. Kemudian sekali tendang tubuh orang itu terlempar lebih tiga rombak jauhnya masuk dalam selokan. Sesudah itu sekali bergerak. dalam waktu singkat Wanita Iblis sudah lenyap terlindung daun pohon.
Wanita Iblis tahu di mana letak Pondok Bligo. Pusat perguruan Islam yang besar pengaruhnya itu, di kaki Gunung Bligo. sebelah selatan Ponorogo. Ketika itu pimpinan Pondok Bligo terdiri dari tiga orang Ialah Kyai Mahmud, Kyai Abubakar dan Kyai Muhtar. Akan tetapi Kyai Muhtar tewas oleh perbuatan curang dan tipumuslihat yang dilakukan oleh kaki tangan Mataram.
Keterangan murid Tuban itu memang benar .Di Pondok Bligo sedang berkumpul ribuan orang dan di antara ratusan orang terdiri dari tokoh tokoh sakti beberapa perguruan. Kedatangan para tokoh itu atas undangan Pondok Bligo dalam mengadili Kreti Windu, seorang tokoh sakti yang sudah banyak dosanya. membunuh puluhan orang tidak berdosa. Kehadiran tokoh-tokoh sakti itu ke Pondok Bligo memang sebagian besar ingin menyaksikan pengadilan tersebut. Karena kebanyakan dari mereka kehilangan saudara dan keluarga oleh keganasan Kreti Windu. Malah bagi Pondok Bligo sendiri, dosa Kreti Windu besar sekali. Sebab Kreti Windu sudah membunuh Kyai Badrun.
Kalau orang orang sakti datang ke Pondok Bligo untuk membalas dendam kepada Kreti Windu. akan tetapi sebaliknya Wanita Iblis ini bergegas menuju Pondok Bligo bermaksud menolong. Kreti Windu mempunyai hubungan yang amat erat sekali dengan dirinya. Malah juga erat sekali hubungannya dengan satu-satunya laki-laki yang dicintainya di dunia ini. Karena Kreti Windu adalah ayah angkat Jaka Pekik yang dicintai.
*****
Seperti diketahui bahwa Mataram telah berhasil menundukkan hampir seluruh Bupati dan Adipati di Wilayah timur ini. Yang belum tunduk kepada Mataram tinggal Tuban. Surabaya, Giri dan Belambangan. Maka di setiap daerah telah menjadi kekuatan Mataram. Kcadaan Wilayah yang belum lama ditundukkan itu membuat Mataram harus melakukan penjagaan ketat guna menjaga gangguan yang tak diharapkan. Sebab pihak Mataram menyadari bahwa orang-orang yang menentang Mataram itu, banyak pula orang-orang yang sakti mandraguna.
Ketika itu Wanita Iblis telah tiba di sebelah selatan 'Gunung Pandan dan ia sedang bersiapsiap untuk menyeberangi sungai Widas. Akan tetapi maksudnya itu diurungkan, malah kemudian dengan gerakannya yang gesit ia menyembunyikan diri dibelakang rumpun bambu. Tak jauh dari tempatnya sekarang, ia melihat delapan orang prajurit berkuda berloncatan dari punggung kuda. Setelah menambatkan kuda-kuda itu pada batang pohon. dan membiarkan kuda-kuda tersebut makan rumput, para perajurit itu dengan sikapnya yang garang melangkah menghampiri sekelompok orang desa yang tengah berteduh dan duduk menggerombol di bawah pohon rindang.
Wanita Iblis tahu, bahwa perajurit berkuda itu perajurit perajurit Mataram yang sedang mengadakan perondaan. Namun yang membuat ia heran, mengapa para perajurit itu memperhatikan pula sekelompok orang desa yang sedang melepaskan lelah di bawah pohon?
Kemudian didengarnya salah seorang perajurit itu menghardik.
"Hai! Apakah kerjamu di sinii?"
Dengan wajah yang nampak ketakutan, orang-orang desa itu menjawab tidak lancar,
"A...... u...... kami baru pulang dari pasar dan melepaskan lelah di sinii."
"Pasar mana ?"
'Pasar Ngawi."
"Pasar Ngawi? Mengapa baru tengah hari kamu sudah tiba disini?"
"Kami berangkat dari Ngawi sebelum tengah malam. Kami habis menjual ternak.'
"Mana rumah kamu?"
"Kami semua berumah di Nganjuk."
"Hemm..... kamu bohong! Kamu bukan pedagang ternak. Kamu adalah pemberontak pemberontak yang menyamar sebagai pedagang ternak."
"Ohh...... ohh...... bukan tuan. Bukan! kami benarbenar pedagang ternak dari Nganjuk." Jawab orang itu dengan wajah yang makin nampak ketakutan. Demikian pula orang-orang desa yang lain, wajah mereka tampak pucat.
"Bohong! Geledah!" teriak pemimpin perajurit.
Wanita Iblis yang melihat dari tempat persembunyiannya marah atas sikap perajurit perajurit Mataram yang galak itu. Telah beberapa kali ia menyaksikan sikap yang sewenang-wenang terhadap para penduduk desa. Tanpa alasan perajurit-perajuit itu menuduh pemberontak. Kemudian melakukan penggeledahan pada badan dan pakaian orang. Akan tetapi kalau mereka tidak menemukan bukti bukti maupun senjata, uang ataupun barang berharga di dalam saku amblas. Dirampas oleh mereka dengan paksa. Sudah tentu orang-orang desa itu tidak berani mencegah dan melawan. Karena melawan berarti maut!
Sikap yang lebih memuakkan dan menyinggung hati nurani setiap orang, apabila perajurit peraJurit Mataram itu menghadapi wanita. Sikapnya tidak sopan dan cara menggeledahnyapun di luar batas kemanusiaan. Kalau kebetulan wanita itu sudah tua atau sekalipun masih muda tetapi wajahnya tidak menarik. mereka menjadikan perempuan yang dicurigai dan digeledah itu sebagai benda permainan untuk menyenangkan hati mereka. Perempuan itu ditelanjangi dan dijadikan tontonan oleh mereka. Mereka senang dan tertawa-tawa apabila melihat perempuan itu kerepotan dalam usahanya menyembunyikan bagian tubuhnya yang terlarang. Akan tetapi sebaliknya kalau wanita itu cukup menarik akan terjadi perkosaan perkosaan.
Manusia yang merasa kuasa dan kuat. sering sekali menjadi mabuk dan lupa daratan, apabila manusia yang demikian akan mudah sekali menjadi hamba nafsu. Menggunakan kesempatan untuk kepentingan diri. dan sengaja tak mau tahu bahwa apa yang dilakukan itu sesungguhnya telah melakukan pelanggaran pelanggaran. Sikap dan perbuatan yang mumpung kuasa ini, bukan hanya berlaku pada diri perajurit-perajurit yang menduduki Wilayah baru. Akan tetapi Juga berlaku pada perajurit-perajurit Adipati dari Bupati yang mabuk kemenangan. Dari rakyatlah yang akan menjadi korban setiap terjadi peperangan antara mereka yang sedang berkuasa. Rakyatlah yang menderita akibatnya.
Sekarang melihat kegarangan dan sikap yang galak para perajurit Mataram terhadap pedagang pedagang ternak itu, ia dapat menduga apa yang bakal terjadi. Kalau perajurit itu tidak menemukan senjata sesuai dengan tuduhan mereka "pemberontak," kantung orang-orang itu akan dikuras habis. Dan apabila sampai terjadi demikian. para pedagang ternak ini akan kehilangan modal berdagang. Akibatnya keluarga para pedagang itulah yang bakal menderita. Mengingat apa yang bakal diderita oleh para pedagang itu, ia sudah akan bergerak memberikan pertolongan, dan menghajar perajurit-perajurit Mataram itu. Akan tetapi belum juga ia bergerak, tibatiba terdengar teriakan nyaring.
"Lapar!" Disusul suara penyahutan yang serempak,
"Makan!" Kemudian Wanita Iblis yang bersembunyi itu terbelalak. Tahu-tahu para pedagang yang jumlahnya tuJuhbelas orang dan tampak tidak bersenjata itu, sekarang masing-masing telah bersenjata, terdiri dari senjata golok dan pedang. Para pedagang ternak itu. dengan gerakan nya yang cepat sudah melompat dan menyerang perajurit perajurit Mataram tadi. Salah seorang perajurit Mataram yang tidak pernah menduga akan diserang mendadak, tidak sempat menghindarkan diri menyerit nyaring kemudian roboh tertusuk dadanya dan terbacok pinggangnya.
Melihat robohnya salah seorang kawan itu, perajurit Mataram itu menjadi amat marah sekali. Tahulah mereka bahwa para pedagang ternak ini. bukanlah pedagang yang sebenarnya. Akan tetapi merupakan musuh-musuh yang sengaja menyamar sebagai pedagang. Jadi kecurigaannya tadi beralasan.
'Siapa kamu sesungguhnya?" bentak salah seorang perajurit Mataram yang berkumis dan berjenggot tebal. berewok dan bertubuh tinggi besar.
"Ha ha ha-ha..... kami hanyalah pedagang-pedagang ternak!" sahut salah seorang dari mereka.
"Pedagang ternak dari Surabaya. Heh-heh-heh, dan kamu semua inilah ternak yang harus kami sembelih itu."
"Bangsat! Mampuslah!"
Wanita Iblis yang masih tetap bersembunyi di tempat nya kaget. Pikirnya, ah ternyata perajurit perajurit Adipati Surabaya mulai berani menyelundup ke Wilayah yang cukup Jauh untuk melakukan pengacauan di wilayah pendudukan Mataram.
Walaupun sebenarnya di antara mereka tidak saling kenal dan secara pribadi bukanlah bermusuhan, namun mereka masing-masing merupakan musuh bebuyutan. Perasaan permusuhan itu membara di dalam dada masing masing, terpengaruh oleh pengabdian dan kesetiaan terhadap junjungan mereka. Bagi para perajurit Mataram kesetiaan dan pengabdiannya terhadap Sultan Agung mutlak dan tidak bisa ditawar-tawar lagi, dan sebaliknya bagi para perajurit Surabaya orang Mataram merupakan orang yang serakah. Mereka tidak sudi dijadikan manusia yang dijajah oleh Mataram. Mereka merasa memikul tugas kewajiban membela tanah kampung halaman, di samping pula merasa wajib membela Adipati Surabaya yang gigih menentang Mataram. Mereka sedia mengorbankan jiwa raga.
Adipati Surabaya menjadi tidak senang dan merasa kuatir, setelah melihat kemajuan Mataram yang berhasil menundukkan beberapa Bupati dan Adipati di Wilayah timur. Dengan jatuhnya satu persatu para Bupati dan Adipati itu membuat Surabaya makin tergencet dan kehilangan banyak kawan seperjuangan. Mengingat kenyataan yang di hadapi ini, maka terpikirlah oleh Adipati Surabaya untuk mencari bantuan beberapa tokoh sakti, diajak bersekutu menghadapi Mataram. Dalam hubungan dengan maksud ini, timbullah niat Adipati Surabaya menghubungi Wisnu Murti di Perguruan Kemuning. justru murid-murid Wisnu Murti terkenal sebagai tokoh tokoh sakti mandraguna. Disamping ingin minta bantuan, Adipati Surabaya juga perlu minta keterangan tentang puteranya yang dahulu diserahkan untuk memperoleh gemblengan ilmu kesaktian dan ilmu tata kelahi. Adipati Surabaya sudah merasa tua dan terpikir untuk menyerahkan kedudukan sebagai Adipati, kepada Jaka Pekik. Di mana putera itu, menurut kabar yang tersiar luas dan dipuji sanjung orang, telah menjilma sebagai seorang sakti mandraguna. dan seorang diri pula berani mengacau Karta, membebaskan tawanan-tawanan yang di kurung di dalam menara tinggi. (Siapa Jaka Pekik? Bacalah buku "Jaka Pekik").
Oleh dorongan dendam permusuhan antara Surabaya dan Mataram ini. maka pertempuran itu cepat menjadi sengit. Pertempuran keroyokan yang tidak seimbang. Perajurit Mataram yang jumlahnya tinggal tujuh orang itu harus melayani lawan yang jumlahnya tujuh belas orang. Bentakan keras dan benturan senjata terus menerus terdengar sehingga tempat yang semula sepi itu, sekarang menjadi hiruk pikuk. .
Wanita Iblis yang menonton dari tempat terlindung itu amat tertarik perhatiannya kepada perajurit Mataram yang tinggi-besar dan berewok itu. Ternyata dia bukanlah orang sembarangan. Gerakannya amat mantap. sambaran senjatanya yang bentuknya sebagai penggada berduri itu amat kuat. Setiap penggadauya bergerak, senjata senjata lawan akan segera terpental dan menyeleweng. disusul oleh teriakan kaget perajurit Surabaya. Di antara kawan-kawannya orang berewok ini memang paling berat. Kalau yang lain hanya menghadapi dua orang lawan, ia menghadapi lima orang lawan.
Perajurit Mataram yang jumlahnya hanya tujuh orang itu melawan dengan penuh semangat dan mengerahkan segenap tenaga dan kepandaiannya. Akan tetapi walaupun mereka penuh semangat dan pantang mundur. musuh yang dihadapi jauh lebih banyak. Setelah beberapa saat pertempuran berlangsung, tiga orang perajurit Mataram telah terdesak hebat. Mereka tak lagi dapat membalas menyerang, dan tinggal dapat menangkis. Tiga orang perajurit yang lain sekalipun masing-masing menghadapi dua orang lawan, masih bisa bertahan dan melakukan perlawanan dengan baik. Penjagaan dirinya rapat dan bisa membalas serangan yang cukup berbahaya pula. Keadaan tiga orang ini masih berimbang. Adalah di antara perajurit Mataram itu, hanya si berewok saja yang garang dan malah bisa membuat repot lima orang pengeroyoknya. Penggadanya yang berduri itu, merupakan senjata yang berbahaya sekali bagi lawan.
Siapakah orang berewok yang hebat ini? Dia bernama Demang Suroyudo. Perajurit gemblengan pilih tanding. Telah banyak jasa yang didirikan oleh Demang Suroyudo untuk Mataram. Tiba-tiba Demang Suroyudo membentak keras. Tahu-tahu penggadanya berubah gerakannya, menjadi cepat sekali dengan angin yang bercuitan menyambar nyambar.
"Trang-tring-trang plak-buk !" Berturut turut lima batang senjata lawan terpental, kemudian disusul oleh robohnya lima orang pengeroyoknya hampir berbareng.
Lima orang perajurit Surabaya yang tadi mengeroyok itu roboh dalam keadaan yang mengerikan, Ada yang kepalanya pecah dan otaknya berantakan. Ada yang pundaknya somplak hampir terpisah dengan tubuhnya. Dan ada pula yang dadanya amblong. Namun hampir berbareng dengan robohnya lima orang peraiurit Surabaya itu, tiga orang perajurit Mataram yang tadi telah terdesak juga roboh mandi darah dan nyawanya melayang. Dengan demikian masing-masing pihak dalam waktu tidak lama, telah jatuh korban-korban. Mataram kehilangan tiga orang, Surabaya mengorbankan lima orang perajurit.
Melihat robohnya tiga orang kawannya itu, Demang Suroyudo amat marah sekali. Dengan beringas ia sudah melompat sambil mengayunkan penggadanya kepada lawan yang paling dekat. Padahal perajurit Surabaya yang paling dekat sedang menghadapi lawan. Dalam gugupnya perajurit itu masih bisa melompat ke samping menghindarkan diri. Namun nyatanya kalah cepat. Lambungnya masih tersambar oleh penggada, tubuhnya terlempar lebih dua tombak jauhnya dan tewas seketika itu juga,
Enam orang perajurit Surabaya yang telah berhasil merobohkan lawan, dengan gesit melompat dan menolong. Lima orang yang lain langsung mengeroyok Demang Suroyudo, sedang yang seorang menggantikan kedudukan kawannya yang sudah tewas.
Dalam kemarahannya Demang Suroyudo tertawa bekakakan menghadapi lima orang musuh baru ini. Teriaknya mengejek,
'Ha-ha-ha, bagus! Keroyoklah aku. Inilah Demang Suroyudo. Sebentar lagi kamu semua mampus menyusul kawan-kawanmu."
Wanita Iblis yang menonton dari tempat persembunyiannya diam diam kaget menyaksikan kegarangan Demang Suroyudo. Ia menjadi amat kuatir sekali. Sebab ia tahu bahwa lima orang perajurit Surabaya yang mengeroyok inipun tidaklah mungkin tanggap melawan orang tinggi besar dan berewok itu. Ia amat kuatir apabila lima orang perajurit Surabaya inipun akan roboh menjadi korban.
Sesungguhnya bagi perempuan yang rusak wajahnya akibat siksaan Rara Inten ini, tidak mempunyai kepentingan langsung dengan terjadinya peperangan antara Mataram dengan para Bupati dan Adipati. Akan tetapi melihat apa yang terjadi sekarang ini, ia tidak bisa tinggal diam. Kalau saja yang terancam maut itu perajurit-perajurit Mataram, ia tidak akan ambil perduli. Ia malah senang. Sebab bagaimanapun pula, kalau disuruh memihak, ia tentu akan berpihak Surabaya. Sudah sejak ia masih keCil nama Adipati Surabaya amat harum dan dipuji sanjung setiap orang sebagai Pemimpin Besar di wilayah timur. Ia amat kagum kepada Adipati Surabaya. sekalipun ia belum kenal.
Tiba-tiba saja Wanita Iblis ini menggerakkan tangannya menutup wajahnya yang rusak itu, dengan sutera hitam dan berlubang pada bagian matanya. Ia memang tidak ingin wajahnya yang rusak itu diketahui oleh setiap orang. Maka dipergunakannya sutera hitam sebagai penutup muka, dan hanya berlubang di bagian matanya. Tetapi justeru dengan menggunakan muka ini, keadaannya malah lebih menyeramkan. Sepasang matanya yang bening tetapi tajam itu membuat orang yang dipandang jeri dan takut. Tak akan sanggup memandang mata di balik kedok.
Sesudah ia memasang sutera hitam penutup mukanya, mendadak ia melengking amat nyaring. Begitu kakinya bergerak tubuhnya sudah melesat seperti anak panah lepas dari busur.
Ketika itu justeru Demang Suroyudo dengan garang sedang menggerakkan penggadanya, dengan tenaga sepenuhnya. Ia ingin menyapu senjata lawan seperti yang telah dilakukan tadi, kemudian diteruskan untuk merobohkan lawan.
"Trang-trang-trang-cring......aihh..!"
Demang Suroyudo memang berhasil membuat senjata lima orang lawannya terpental terbang. Akan tetapi tiba tiba penggadanya tertangkis, lengannya kesemutan dan dadanya terasa sesak. Ia terhuyung mundur dua langkah ke belakang dengan rasa heran. Di depannya sekarang telah berdiri seorang mengenakan kerudung hitam bersenjata pedang. Diam-diam ia kaget! Akan tetapi sesudah mengamati, memperoleh kenyataan bahwa orang yang berkerudung ini seorang perempuan muda, ia tertawa terkekeh. Memang tidaklah sulit bagi Demang Suroyudo mengenal bahwa perempuan ini masih muda. Tubuh perempuan ini padat berisi. Dadanya membusung, sedang kulit tangannya dan kulit lehernya yang tak tertutup oleh pakaian, masih tampak kuning halus.
'Heh-heh-heh, siapa kau!" hardiknya.
"Hi-hik. aku setan gentayangan," sahut Wanita iblis sambil tertawa. Ia memalingkan .muka kepada lima orang perajurit yang tadi mengeroyok Demang Suroyudo. Katanya halus.
"Bantulah _kawanmu. Biarlah orang ini aku yang menyelesaikan."
Lima orang perajurit Surabaya yang hampir direnggut maut itu sesungguhuya kaget. Munculnya orang ini secara mendadak sekali membuat mereka berdiri terpaku, dan diam-diam pula dalam hati kagum berbareng berterima kasih. Maka begitu mendengar perintah penolongnya ini, lima perajurit Surabaya itu baru sadar. Mereka cepat-cepat menyambar kembali senjata mereka yang tadi terpental terbang. Kemudian dengan semangat yang menyala-nyala, membantu kawan-kawan mereka yang bertempur sengit.
Akan tetapi walaupun tampaknya Wanita Iblis ini garang sanggup melawan Demang Suroyudo seorang diri, dalam hati agak ragu-ragu juga. Dapatkah ia melawan Demang yang sakti mandraguna ini? Ia tadi sudah merasakan sendiri begitu pedangnya bertemu dengan penggada lawan. lengannya seperti lumpuh dan pedangnya hampir lepas dari tangan. serta ia terhuyung mundur tiga langkah ke belakang. Dengan demikian ia sudah bisa mengukur, bahwa dirinya masih kalah setingkat dengan lawan ini. Namun ia sudah terlanjur masuk ke dalam gelanggang. Ia sudah terlanjur melibatkan diri dan memihak Surabaya. Maka ia tidak sudi mundur lagi. Pendeknya lebih baik ia roboh mandi darah dan nyawa melayang.
"Heh heh heh, mengapa engkau menyembunyikan mukamu di belakang kerudung?" Demang Suroyudo bertanya sambil tertawa terkekeh.
"Tiada orang yang melarang aku berkerudung!" sahut Wanita Iblis dingin.
"Hah-heh-heh. melihat bentuk tubuhmu, dan melihat kehalusan kulitmu......... engkau tentu masih muda dan cantik jelita. Heh-heh-heh, perempuan muda menyerahlah. Demang Suroyudo yang sakti tak mungkin dapat kau lawan. Manis...sayang kulitmu akan lecet...... dan aku akan menyesal seumur hidup. Heh-heh-heh. di sini aku belum beristeri. Kau........ pantas menjadi isteriku. Hehheh-heh !"
Wanita Iblis tertawa,
"Hi hik, belum melihat wajahku engkau sudah membujuk dan merayu. Hi hik....... tak tahu malu !"
Demang suroyudo mengamati Wanita Iblis dengan sepasang mata bersinar penuh gairah. Ia meneliti dari ujung kaki sampai ujung rambut. Ia tertawa lagi. katanya,
"Aku memang tak tahu malu. Aku jatuh cinta kepadamu manis dan biarlah......... tanpa melihat mukamu aku percaya. Percaya bahwa engkau wanita cantik jelita. Hch-heh-heh.' '
Geli juga Wanita iblis menghadapi Demang Suroyudo yang tak tahu malu ini. Seorang laki _ laki tua, berusia lebih limapuluh tahun, tetapi masih galak berhadapan dengan perempuan. Tidak ingat lagi bahwa saat ini sedang berhadapan dengan lawan. dan didengar banyak telinga pula. Sesungguhnya apabila menuruti perasaan dan hatinya, tangannya ingin bergerak menyerang Demang mata keranjang ini. Namun ia seorang perempuan cerdik. Ia merasa bahwa seorang diri berhadapan dengan orang ini. sulit untuk bisa menang. Timbullah niatnya untuk mengulur waktu. Ia ingin menunggu perajurit-parajurit Surabaya itu merobohkan lawan. Dengan bantuan orangorang itu, takkan sulit mengalahkan laki-laki mata keranjang ini. , '
'Ketika itu sisa Perajurit Mataram melawan dengan repot dan kewalahan. Tambahan tenaga lima orang yang mengeroyok mereka membuat amal berat. Maka setelah bertempur beberapa lama. dua orang menjerit nyaring kemudian roboh tewas. Namun hampir berbareng dengan robohnya dua orang, perajurit Mataram itu, terdengarlah suara derap kaki kuda yang berlarian cepat. Lalu muncullah lebih duapuluh orang perajurit Mataram yang berkuda dan langsung menyerbu kegelanggang pertempuran.Keadaan menjadi berbalik. Kalau tadi jumlah prajurit Surabaya lebih banyak, sekarang perajurit Mataramlah yang jumlahnya lebih banyak. Tanpa membuka mulut, dua kelompok prajurit itu sudah bertempur sengit. tawur!
Melihat kenyataan yang tidak diharapkan ini, diam diam wanita ini mengeluh. Dan sebaliknya Demang Suroyudo yang menjadi besar hatinya dengan datangnya bala bantuan ini tertawa,
"Manis, hayolah! Biarlah mereka berkelahi mati-matian. Kita tak usah perduli, dan marilah kita mengarungi lautan asmara."
"Hi-hik," Wanita Iblis tertawa.
"Sanggupkah engkau mengabulkan apa yang kuminta?"
"Mengapa tidak? He heh heh! Engkau minta apa manis? Minta rumah Joglo? Minta gelang, kalung, kereta semua telah tersedia untukmu. Ha ha-ha, jangan kuatir!"
"Semua itu tidak aku butuhkan."
"Ha," Demang Suroyudo terbelalak.
"Tidak membutuhkan benda-benda itu? Lalu apakah yang kau minta?"
"Hatimu!"
"Hatiku? Hati...... aku cinta kepadamu. Hatiku sudah kuberikan seluruhnya kepadamu. Mengapa kau masih minta ?"
"Tetapi mana? Hayo, kalau memang cinta, keluarkanlah dan aku ingin melihatnya."
Untuk sesaat Demang Suroyudo terbelalak. Tetapi kemudian meledaklah kemarahannya,
"Setan! Iblis! Kubunuh kau perempuan jahanam!"
Penggada Demang Surayudo menyambar dahsyat. Wanita Iblis dengan gesit sudah menghindarkan diri. Perempuan ini insaf tidak boleh memaksa diri beradu tenaga. Apabila pedangnya sampai terlepas dari tangan, alamat dirinya celaka. Sambil menghindarkan diri, ia mengerling ke arah pertempuran tawuran antara perajurit surabaya dan Mataram. Diam-diam ia mengeluh. Prajurit Surabaya yang kalah banyak jumlahnya itu, melawan dengan kewalahan dan malah sudah tiga orang roboh. Ia percaya bahwa dalam waktu tidak lama perajurit Surabaya itu akan roboh tewas semuanya. Namun walaupun ia sadar akan keadaan yang dihadapi, Wanita Iblis sama sekali tidak gentar. Ia pantang mundur. Ia malah memutuskan biarlah mati bersamasama dengan prajurit Surabaya yang dibelanya.
Mendadak saja ia melengking nyaring,
"'Hiat !" Pedangnya berkelebatan cepat sekali, dibantu oleh kegesitan tubuhnya, sudah melancarkan serangannya bertubi-tubi. Demang Suroyudo kaget ! Namun semua serangan lawan dapat dihindari dengan tangkisan dan loncatan. Ia seorang prajurit yang telah banyak pengalaman di dalam pertempuran. Sekilas pandang ia sudah tahu, bahwa lawan segan untuk beradu senjata. Melihat kelemahan lawan itu, ia cepat merubah cara berkelahi. Ia memutarkan penggadanya guna melindungi tubuh dan setiap kali memperoleh kesempatan sudah meneruskan dengan serangannya. Dalam waktu singkat dua orang ini telah terlibat dalam pertempuran yang amat sengit.
Kesibukannya melawan Demang Suroyudo ini, Wanita Iblis tidak mempunyai kesempatan mengerling kearah mereka yang sedang tawur. Hanya mengingat bahwa jumlah prajurit Surabaya kalah jumlah, ia menduga semua perajurit Surabaya sudah roboh dan tewas. Diam diam perempuan ini mengeluh. di samping pula menyesal. Mengapa dirinya tadi melibatkan diri dalam pertempuran ini? Tentang kalah atau menang, di dalam setiap perkelahian sudah lumrah. Tetapi kalau dirinya mati sekarang. ia benar-benar amat menyesal dan penasaran cita-citanya untuk menuntut balas kepada Rara Inten belum terkabul. Apakah dosa Rara Inten itu harus di biarkan tanpa pembalasan? _
Tetapi justeru oleh pikirannya ini, gerakannya terpengaruh dan agak lambat. Mendadak trang......dan Wanita Iblis kaget! Pedangnya sudah terbang lepas dari genggamannya. Melawan dengan senjata saja tak mampu, manakah bisa mengimbangi hanya dengan tangan kosong? Namun ia tidak mau mati konyol. Ia melengking nyaring sambil melancarkan pukulan-pukulannya. Akan tetapi tiba-tiba dirinya merasa di dorong orang sehingga terhuyung beberapa langkah ke samping. Ketika ia sempat mengamati, ternyata yang mendorong dirinya dan menolong, adaah seorang laki-laki tua yang tubuhnya tegap gagah, berkumis tebal tidak berjenggot, dan sekarang sudah melayani Damang Suroyudo hanya bertangan kosong. Diam-diam ia amat berterima kasih sekali kepada laki-laki penolongnya ini. Yang kehadirannya amat tepat pada saat dirinya dalam keadaan terancam bahaya. '
Namun Wanita Iblis ini segera teringat akan keadaan perajurit perajurit Surabaya yang sedang tawur, dan kalah Jumlah. Ia harus menerjunkan diri ke dalam tawur itu. Mengamuk dan membunuh perajurit-perajurit Mutaram. Tetapi ketika ia berpaling dan mengamati, ternyata di luar tahunya sudah terjadi perubahan. Agaknya kehadiran penolongnya ini tidak hanya sendirian. Tetapi bersama-sama sepasukan yang gagah berani. Dan datangnya bala bantuan bagi pihak Surabaya ini menyebabkan perajurit Mataram terdesak hebat. Sekalipun demikian ia marasa malu apabila hanya berdiam diri. Ia menyambar pedangnya yang tadi terlempar kemudian melompat terjun dalam tawuran yang hebat itu.
Adapun Demang Suroyudo yang tadi garang ketika melawan Wanita Iblis, sekarang menjadi mati kutu. Walaupun laki-laki ini hanya bertangan kosong, namun Demang Suroyudo tak dapat berbuat banyak .Penggadanya yang berduri baja itu, setiap menyambar hanyalah bertemu dengan bayangan gesit seperti setan.
Demang Suroyudo menjadi amat penasaran sekali. Kalau ketika berhadapan dengan Wanita Iblis ia bisa tertawa mengejek, sekarang wajah Damang Suroyudo merah seperti udang direbus sedang bibirnya tidak dapat tersenyum lagi. Meskipun demikian ia masih ingin bisa berlagak. Sambil menyerang dengan penggadanya, ia membentak,
"Siapa kau!" ,
Laki laki itu tersenyum dan menjawab,
"Aku perajurit surabaya. Perajurit yang tidak mempunyai pangkat Demang seperti engkau. Namun tidak akan memalukan berhadapan dengan engkau."


Kisah Si Pedang Buntung Lanjutan Ratu Wandansari Karya Widi Widayat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Jahanam kurang ajar. Makanlah penggadaku ini!" bentak Demang Suroyudo yang penasaran sambil menyabetkan penggadagya. Senjata itu bercuitan menyambar kuat sekali dan sekaligus mengarah tiga bagian tubuh yang berbahaya. ialah kepala, dada dan lambung. Namun perajurit Surabaya itu hanya tertawa mengejek. Sambaran penggada itu seakan hanya permainan kanak kanak yang tidak berarti. Ia tidak meloncat menghindarkan diri. Baru ketika penggada itu menyambar dekat sekali, orang itu menekuk tubuhnya ke belakang. Penggada menyambar di atas tubuhnya dan mendatangkan angin yang menyambar kuat sekali. Kemudian dengan kecepatan seperti kilat, sebelum Demang Suroyudo sempat menarik senjatanya, orang Surabaya itu sudah dapat mencengkeram pergelangan tangan Demang Suroyudo, dan hampir berbareng kakinya menendang.
"Buk!" Tubuh Demang Suroyudo terlempar lebih tiga tombak Jauhnya dan roboh terguling. Namun Demang Suroyudo masih memaksa diri untuk meloncat bangun. Tetapi celakanya tendangan yang mengenai dadanya itu amat kuat. Ia terhuyung-huyung kemudian jatuh terduduk dan muntah darah segar. Matanya berkunang dan dadanya sesak sekali. Demang Suroyudo sadar bahwa dirinya telah menderita luka parah dalam dadanya. Ia berusaha untuk menekan darahnya yang bergolak di dalam dada. Tetapi plakk... tubuh Demang Suroyudo terguling, dadanya pecah dan tewas saat itu Juga terpukul oleh penggadanya sendiri yang dilemparkan oleh orang Surabaya itu.
Setelah Demang Suroyudo roboh mati, orang Surabaya itu berdiri sambil mengamati Wanita Iblis yang ikut mengamuk dengan pedangnya, memancung kepala lawan dan membelah tubuh lawan. Diam-diam ia kagum Juga menyaksikan tepak terjang wanita muda yang berkerudung ini. Namun di samping itu diam-diam Juga heran, mengapa sebabnya wanita ini menyembunyikan Wajahnya, dan memihak kepada Surabaya pula? Mengapa sebabnya?
Ketika itu muncul serombongan orang-orang laki-laki yang mengenakan pakaian sebagai petani dan pedagang. Melihat terjadinya pertempuran secara tawur ini, mereka cepat menghunus senjata masing-masing yang tersembunyi di dalam pakaian akan menyerbu.
"Jangan !" teriak lakilaki yang tadi berhasil membunuh Demang Suroyudo hanya dengan tangan kosong.
"Pihak kita sudah terlalu kuat. Tak lama lagi perajurit Mataram itu akan terbunuh semuanya."
Mendengar laki-laki itu mencegah, tidak seorangpun berani membantah. Mereka mengembalikan senjata masing-masing ke tempatnya semula. Kemudian mereka membungkuk dalam memberikan hormat. Lalu mereka berdiri teratur dan tertib di belakang laki laki itu, dan tidak seorangpun membuka mulut. Sungguh. Wibawa laki-laki ini amat besar sekali.
Memang tidaklah mengherankan apabila perajurit-perajurit Surabaya yang menyamar sebagai petani dan pedagang itu semua tunduk kepada lakilaki ini. Sebab orang yang mengenakan pakaian sebagai pedagang ini, junjungan mereka yang amat dihormati. Dia inilah sebenarnya Adipati Surabaya. Seorang Adipati yang amat terkenal di Wilayah timur. Seorang Adipati yang cinta kepada rakyatnya dan cinta kepada Wilayahnya. Ia bersama duaratus perajurit pilihan, telah meninggalkan Surabaya dan menyamar sebagai pedagang. petani dan pengemis. Perajurit itu dibagi bagi dalam kelompok sekitar sepuluh sampai duapuluh orang yang bergerak terpisah-pisah. Secara kebetulan tempat inilah yang telah di tentukan sebagai tempat berkumpul .Sedang tujuan gerakan ini yang terutama adalah ke Padepokan Kemuning. untuk menemui Wisnu Murti. Adipati Surabaya sudah amat rindu sekali kepada Jaka Pekik, puteranya yang telah terpisah lebih sepuluh tahun lamanya.
Tetapi mengingat bahwa Mataram merupakan musuh Surabaya yang terutama, maka setiap kesempatan gerakan ini berbuat segala sesuatu yang bisa menimbulkan kerugian Mataram. Dalam melakukan gerakan secara menyamar ini patut dipuji pula sikap Adipati Surabaya. Sikap sebagai seorang pemimpin yang berjiwa agung, bijaksana dan melindungi sekalian rakyatnya. Kalau para perajuritnYa harus mengenakan pakaian sebagai petani, pedagang dan pengemis yang harus menempuh perjalanan dengan jalan kaki. Adipati Surabaya pun melakukan sesuatu yang sama. Ia mengenakan pakaian sebagai petani dan jalan kaki pula. Ia tidur pada tempat yang sama dan makanpun tiada perbedaan. Pendeknya ia merasakan yang sama. dengan perajurit yang dipimpin. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.Sikap Adipati Surabaya ini menambah rasa pengabdian dan cinta rakyat kepada dirinya.
Makin lama orang-orang yang pakaiannya aneka ragam itu, makin banyak jumlahnya yang berdiri teratur di belakang Adipati Surabaya.. Mereka hanya melihat saja tawur antara perajurit Mataram melawan perajurit Surabaya dan Wanita Iblis. Jumlah korban prajurit Mataram makin bertambah banyak. Perajurit Mataram itu makin terdesak mundur dan kemudian melarikan diri. Sayang sekali bahwa perajurit-perajurit Surabaya itu tak mau melepaskan begitu saja. Para perajurit Mataram itu dibabat habis menjadi mayat. Hingga di tempat itu bergelimpangan mayat yang tumpang-tindih dan darah membanjiri tanah dan rumput, bercampur pula dengan bangkai kuda yang sengaja dibunuh perajurit Surabaya, agar tidak bisa dipergunakan melarikan diri mencari bala bantuan.
Diam-diam Adipati Surabaya merasa sedih menyaksikan puluhan korban manusia perajurit Mataram dan kuda-kuda itu di samping beberapa orang perajurit Surabaya. Sebab sesungguhnya mereka semua ini adalah sebangsa dan saudara. Mereka terpaksa bermusuhan, bu nuh-membunuh, yang semua ini terjadi akibat tingkah raja Mataram yang serakah memaksa para Bupati dan Adipati agar tunduk kepada Mataram. Maka dalam hati Adipati Surabaya mengutuk sikap raja Mataram yang bertindak sewenang-wenang itu.
Sesudah menghela napas panjang, Adipati Surabaya melambaikan tangannya kepada salah seorang laki laki yang mengenakan pakaian seperti pedagang. Adipati Surabaya memerintahkan agar menggali lubang yang dalam dan luas guna mengubur jenazah perajurit-perajurit yang tewas dan semua kuda. Kemudian ia melangkah menghampiri Wanita Iblis yang masih sibuk membersihkan pedangnya dari noda darah. Katanya ramah,
"Anak, terima kasih atas bantuanmu. Tanpa bantuan anak, mungkin sebelum aku datang. semua perajurit Surabaya sudah mati semuanya."
"Ahh......akulah seharusnya yang berterima kasih kepada paman. Tanpa pertolongan paman, aku tentu sudah mati oleh orang Mataram itu....." sahut Wanita Iblis.
"Tetapi semua terjadi karena pembelaanmu kepada kami. 0, ya, mengapa anak membela kami!"
Wanita Iblis tertawa lirih,
"Tak tahulah aku sebabnya. Namun yang jelas sejak kecil aku sudah mengagumi kepahlawanan Gusti Adipati Surabaya. Perasaan itu membuat aku lebih suka memihak Surabaya. Jadi tiada maksud lain."
Adipati Surabaya tertawa ramah,
"Ah....anak terlalu memuji. Aku memimpin Surabaya melawan Mataram, bukan lain membela hak dan kedaulatan Surabaya yang akan dicengkeram oleh Mataram. Akan tetapi semua itu tiadalah mungkin terlaksana tanpa bantuan sekalian rakyat Surabaya yang setia kepada kampung halaman. Jadi semua pujian yang dialamatkan kepadaku. sesungguhnya kosong..."
Wanita Iblis terbelalak lebar. Tiba tiba menjatuhkan diri duduk bersila dan cepat memberikan sembahnya.
"Gusti. hamba berhadapan dengan Gusti Adipati.....'i"
Adipati Surabaya tertawa,
"Berdirilah anak, pakaianmu bisa kotor oleh darah."
Tangan kanan Adipati Surabaya bergerak menggapai. Dan Wanita Iblis merasa seperti ada sesuatu tenaga yang amat kuat sekali, menarik dirinya untuk berdiri. Ia tak kuasa melawan tenaga tarikan itu, sekarang berdiri dengan kagum. Hanya karena ia mengenakan kerudung penutup muka, maka perubahan wajahnya tidak nampak.
"Gusti" ahh..... maafkanlah hamba, yang tak kenal sopan berhadapan dengan Gusti, tetap mengenakan kerudung ini......"
Sebagai seorang yang banyak pengalaman. Ia bisa menduga sebabnya wanita ini berkerudung. Namun demikian ia mencoba juga memancing,
'Mengapa anak?"
'Hamba! telah bersumpah tak akan membuka kerudung ini, sebelum berhadapan dengan musuh besar hamba..."
"Ohh siapakah musuh anak itu?"
"Ampunilah hamba Gusti.... terpaksa hamba tidak dapat memperkenalkan nama maupun musuh besar itu. Hamba.....' bercita-cita menyelesaikan urusan pribadi ini dengan kekuatan sendiri......"
Adipati Surabaya mengangguk-anggukkan kepalanya dan dalam hatinya memuji kekerasan hati wanita ini. Kemudian katanya,
"Hemm...... baiklah jika anak berpendirian demikian. Namun apabila anak menghadapi kesukaran, Surabaya selalu terbuka pintunya untukmu. Kapan saja."
"Ohh..... hamba..." hamba tak berani......"
"Anak, jangan' bersikap terlalu merendahkan diri. Aku menduga bahwa engkau menyimpan dendam besar sekali. hubungilah aku setiap waktu, apabila anak membutuhkan bantuan. Dan apabila tak berkeberatan. dapatkah engkau menerangkan, kemana mau menuju?"
Dalam hati Wanita Iblis amat berterima kasih sekali atas uluran tangan Adipati Surabaya ini. Namun ia tidak berkeinginan orang mencampuri urusannya. Maka sahutnya ramah,
'Gusti....... ampunilah hamba yang hina ini. Untuk saat ini hamba tak dapat memberi jawaban. Dan...... dan sekarang juga perkenankanlah hamba mohon diri . . . . .. "
"Ah...... mengapa tergesa? Biarlah kita menempuh perjalanan bersama sama . . . . . . "
Akan tetapi ia seorang wanita yang keras hati. Ia tetap kukuh pada pendiriannya. dan memaksa minta diri. Terpaksa Adipati Surabaya melepaskan. sekalipun dengan hati berat. Katanya,
"Baiklah jika begitu. Hati-hatilah dalam perjalanan. 0hh...... nanti dulu...... "
Adipati Surabaya mengambil sesuatu dari dalam saku pada ikat pinggang. Ia kemudian menarimakan sebentuk cincin: bermata biru sambil berkata,
'Anak, jangan kau tolak pemberianku ini. Dengan cincin ini engkau memperoleh kebebasan bertemu dengan aku, kapan raja dan di mana saja.
" '
Dengan hati terpakra Wanita Iblis menerima sebentuk cincrm hadiah Adipati Surabaya itu. Sesudah menyatakan terima kasih dan. lembahnya, Ia melesat pergi dengan gerakannya yang cepat dan gesit. Adipati Surabaya memandang kepergian Wanita Iblla dengan menghela napas panjang. Wanitu itu tak juga mau membuka kerudung dan memperkenalkan wajahnya. Makin kuat dugaannya bahwa wanita muda itu menyimpan dendam yang amat besar.
Pondok Bligo nampak penuh kesibukan. Perguruan Islam yang biasanya diliputi oleh suasana yang tenang dan tenteram, sejak beberapa hari ini memang tampak terjadinya perubahan. Tamu membanjir datang ke Pondok ini, setelah orang mendengar bahwa Kreti Windu akan memperoleh peradilan, sesuai dengan dosa-dosanya sebagai pembunuh puluhan orang yang tidak berdosa. Semua orang berpendapat bahwa pembunuh itu merupakan penjahat besar yang harus dihukum mati. Sebab apabila tidak dibunuh merupakan bahaya besar bagi semua orang.
Sesungguhnya keadaan Kreti Windu sudah lain dengan keadaannya belasan tahun yang lalu. Ia telah menjadi seorang kakek dan di samping itu kedua matanya sudah menjadi buta. Namun demikian semua orang tetap kuatir apabila Kreti Windu itu dibiarkan hidup, bakal menimbulkan bencana lagi bagi setiap orang.
Namun kemudian ternyata semua yang hadir di Pondok Bligo. bukan semua setuju Kreti Windu dihukum mati. Di samping pihak yang menginginkan Kreti Windu dihukum mati. ada pula yang kedatanganny ingin membela dan menyelamatkan Kreti Windu. Pihak ini adalah Jaka Pekik sebagai anak angkat Kreti Windu yang didukung oleh tokoh-tokoh Gagak Rimang. tokoh tokoh Perkumpulan Kendeng, dan sementara lagi pihak yang telah merasa berhutang budi kepada Jaka Pekik. Pihak Pondok Bligo ingin menyelenggarakan peradilan seadil adilnya. Akhirnya diputuskan, agar pihak yang bertentangan menggunakan ilmu kesaktian menundukkan yang lain. Ternyata kemudian di dalam pertandingan ini, Rara Inten ketua perguruan Tuban merupakan pemenang, tidak seorangpun sanggup menandingi kesaktian wanita ini, Karena Rara Inten merupakan pemenang. maka wanita ini yang berhak mengadili Kreti Windu. Akan tetapi tidaklah mudah orang datang ke tempat Kreti Windu ditawan. Sebab tempat itu dijaga oleh tiga orang tokoh tua Pondok Bligo yang sakti mandraguna. Ialah, Kyai Abujali. Kyai Dasuki dan Kyai Samsuri. Sebelum orang dapat mengalahkan tiga orang Kyai ini, tak mungkin dapat mengambil Kreti Windu. Ternyatalah kemudian bahwa Rara Inten tak kuasa mengalahkan tiga orang Kyai ini. Rara Inten dikalahkan.
Dalam usaha untuk mengalahkan tiga orang Kyai penjaga tempat tawanan Kreti Windu ini, ternyata hanya Jaka Pekik yang mampu melakukannya. Namun ternyata kemudian apa yang terjadi diluar harapan Jaka Pekik. Begitu berhasil menolong Kreti Windu, harus berhadapan dengan peristiwa lain yang cukup gawat. Di luar tahu semua orang, di dalam Pondok Bigo terjadi pengkhianatan yang dilakukan seorang murid bernama Kasim. Murid ini dengan akal dan tipu muslihat berhasil membuat Kyai Abubakar tidak berdaya, karena keselamatan Kyai Makhmud sebagai pemimpin Pondok Bligo telah jatuh ke tangan Kasim. Murid murtad bernama Kasim inilah sesungguhnya yang menjadi otak dan menerbitkan keonaran di dalam Pondok Bligo, dengan memberi kesempatan orang orang berkelahi dan saling bunuh.
Ternyata kemudian bahwa murid murtad yang bernama Kasim ini sesungguhnya bernama Cinde Amoh. Orang ini sebenarnya guru Kreti Windu sendiri. Dengan tipu muslihat dan akalnya yang licin ia bermaknud merebut Pondok Bligo, dan dirinya menginginkan kedudukan sebagai pemimpin Pondok Bligo. Tetapi usahanya ini bocor dan tercium oleh pembantu-pembantu Jaka Pekik yang tergabung dalam Gagak Rimang. Kehancuran Pondok Bligo berhasil diselamatkan oleh anak buah Jaka Pekik.
Karena usaha pengkhianatanya terbongkar, Kasim alias Cinde Amoh berusaha membunuh Kreti Windu, bekas muridnya sendiri. Namun ternyata bekas muridnya itu malah bisa mengalahkan Cinde Amoh.
Pondok Bligo merasa berhutang budi kepada Jaka Pekik setelah selamat dari kehancuran, sebagai akibat pengkhianatan Kasim. Namun sekalipun urusan tentang pengadilan Kreti Windu telah beres dengan berakhir Kreti Windu selamat dari kematian, akan tetapi tokoh-tokoh sakti yang merupakan tamu Pondok Bligo itu belum Juga pulang. Kyai Mahmud ingin menjamu semua tamu itu dalam acara syukuran, sehubungan dengan selamatnya Pondok Bligo dari pengkhianatan murid sendiri. (Untuk mengetahui peristiwa ini segamblangnya, silahkan anda membaca buku cerita "Jaka Pekik" dan "Ratu Wandansari' oleh pengarang yang sama ).
Memang bagi Pondok Bligo, di samping akan menyelenggarakan syukuran berkenaan dengan selamatnya Pondok Bligo dari pengkhianatan, juga diselenggarakan tahlil. Dengan harapan agar Tuhan berkenan memberikan tempat selayaknya kepada sekalian korban yang jatuh dalam pertempuran perorangan, sebagai hasil akal dan tipu muslihat Kasim.
Akan tetapi sekalipun Jaka Pekik sudah berhasil menyelamatkan ayah angkatnya. Kreti Windu, dan kemudian sebagai usahanya untuk menebus dosa. Kreti Windu diangkat sebagai murid Kyai Abujali. namun dalam benak Jaka Pekik masih dipenuhi oleh suatu persoalan yang rumit dan sulit diduga. Persoalan itu ialah. mengapa Rara Inten yang menduduki jabatan ketua Perguruan Tuban itu, yang semula ia dikenal sebagai gadis baik budi, keadaannya berubah mendadak? Gadis cantik itu ternyata telah berubah menjadi seorang wanita yang ganas dan kejam. Keganasan dan kekejamannya malah melampaui guru Rara Inten sendiri. ialah Anjani. Di samping perempuan itu tiba-tiba berubah menjadi ganas dan kejam, iapun merasa heran. Mengapa perempuan itu berusaha membunuh Kreti Windu? Apa sajakah rahasianya?
Jaka Pekik memang seorang muda sakti mandraguna, dan luhur budi. welas-asih serta jujur. Itulah sebabnya dirinya dipilih' sebagai pemegang kekuasaan (raja) bagi perkumpulan Gagak Rimang. Perkumpulan orang orang sakti mandraguna sebagai penerus cita-cita Raden Harya Penangsang yang gigih menentang Mataram. Karena ia seorang muda yang luhur budi dan welas-asuh itu, maka setiap menaksir orang. ia selalu menggunakan kacamata pribadinya sendiri. Hingga dalam menghadapi kelakuan Rara Inten sebagai ketua Perguruan Tuban itu, ia merasa heran dan tidak mengerti.
Agaknya Jaka Pekik lupa kepada peristiwa peristiwa sebelumnya. Lupa mengapa sebabnya ayah angkatnya, Kreti Windu, yang ketika itu dipercayakan kepada Rara Inten menjaganya, secara tiba-tiba Rara Inten lenyap tak tahu rimbanya, sedang tahu-tahu Kreti Windu telah menjadi tawanan orang. Sungguh aneh kalau Kreti Windu bisa ditawan orang begitu saja. Sungguh aneh bahwa. sekarang Rara Inten berusaha membunuh Kreti Windu. Peristiwa sebabnya Kreti Windu tertawan. dan usaha Rara Inten untuk membunuh Kreti Windu, bisa diduga secara pasti bahwa Rara Inten menyembunyikan "suatu rahasia yang tidak ingin diketahui orang. Pada hal orang satusatunya yang bisa menyebabkan bocornya rahasia itu hanyalah Kreti Windu seorang. Mengapa tidak sejauh ini Jaka Pekik berpikir. tetapi hanya merata heran atas perubahan sikap dan tabiat Rara Inten?
Pada saat Jaka Pekik pedang termenung dan memikirkan tingkah-laku Rara Inten yang membuat hatinya heran itu, tiba tiba datanglah seorang anggota Gagak Rimang. Setelah memberikan hormatnya, orang itu melaporkan bahwa di luar kemah menunggu seorang murid Perguruan Kemuning, ialah Suwondo Geni dan Adipati Surabaya.
"Ohh.. paman Suwondo Geni dan Gusti Adipati Surabaya" Jaka Pekik kaget. Kemudian dengan bergegas ia bangkit menuju keluar kemah untuk menyambut sendiri tamu agung itu, diiringkan oleh Yoga Swara.
Begitu tiba di luar, baik Jaka Pekik maupun Yoga Swara agak heran, ketika melihat bahwa orang yang datang bersama Suwanda Geni, dan dikatakan sebagai Adipati Surabaya. mengenakan pakaian seperti pedagang? Tetapi ketika ingat akan suasana pada saat sekarang, Yoga Swara yang luas pengalaman segera tahu mengapa sebabnya! Tentunya untuk mencegah hal-hal yang tak diharapkan, pemimpin besar wilayah timur ini menyamar sebagai pedagang. Sebaliknya Adipati Surabaya yang sudah amat rindu kepada puteranya ini, hampir saja tidak kuat menahan hatinya. Untung juga ingat akan janjinya kepada Wisnu Murti. bahwa begitu bertemu janganlah mengungkapkan dahulu tentang hubungan antara ayah dan anak dengan Jaka Pekik. Sebab di dekat Jaka Pekik terdapat seorang puteri Mataram, rayi dalem Ingkang Sinuhun Sultan Agung, ialah Ratu Wandansari. Malah bukan hanya hubungan antara anak dan ayah dengan Jaka Pekik itu sendiri yang harus dirahasiakan. Tetapi juga Adipati Surabaya harus bisa bersikup lapang dada, supaya tidak mengganggu Ratu Wandansari, asal saja puteri Mataram itu tidak merugikan perjuangan.
Sebagai seorang sakti mandraguna, berkedudukan tinggi. sudah tentu Adipati Surabaya tidak akan mengganggu perempuan, sekalipun Ratu Wandansari itu rayi dalem Sultan Agung. Sekalipun puteri itu hadir di Bligo bukan tidak ada artinya. Ia tahu pasti bahwa puteri Mataram itu tentu mengemban tugas kewajiban demi keuntungan Mataram. Tentu Ratu Wandansari dibiarkan oleh Sultan Agung hadir di tengah musuh, merupakan seorang matamata yang ulung. Tentu kehadiran Ratu Wandansari di Bligo ini, dikawal oleh pengawal rahasia berilmu tinggi, tetapi selalu menyembunyikan diri. Adipati Surabaya belum lupa akan sejarah Mataram ketika Panembahan Senopati hidup. Ketika itu Panembahan Senopati sampai hati merelakan "Puteri Pambayun", ialah puteri tertua Panembahan Senopati sendiri, supaya menyamar sebagai 'Pesinden" wayang kulit, dalam usahanya menaklukkan Ki Ageng Mangir Wonoboyo. Menilik sejarah yang sudah lalu itu, maka Adipati Surabaya bisa menduga pasti bahwa Ratu Wandansari dibiarkan hadir di Bligo, mengemban tugas penting. Hanya yang membuat Adipati Surabaya gelisah dan agak kuatir, kalaupun puteranya itu sampai terjerat oleh kecantikan Ratu Wadansari. Hal itu bisa merugikan Surabaya sendiri.
Suwondo Geni yang bertindak memperkenalkan Adipati Surabaya, dengan Jaka Pekik dan Yoga Swara. Akan tetapi ketika Yoga Swara ingin mengajak tamu agung itu masuk ke dalam kemah, Suwondo Geni menolak disebabkan suatu hal yang sangat penting dan amat mendesak. Katanya,
"Kapan saja kita bisa mengobrol dan omong kosong. Tetapi saat ini kita didesak oleh satu hal yang amat penting dan demi keselamatan kita semua. Perlu kami kabarkan bahwa kami tadi melihat bergeraknya pasukan Mataram dalam jumlah besar, menuju kemari. Untuk menghadapi penyerbuan pasukan Mataram itu, atas perkenan Gusti Adipati Surabaya maka pasukan Surabaya yang menyamar sebagai petani, pedagang dan pengemis sudah siap siaga menyambut musuh itu. Tetapi, mungkinkah tugaa berat ini hanya dipikulkan ke pundak perajurit Surabaya ?"
Mendengar kabar ini, Jaka Pekik agak gugup,
"Kita wajib mengabarkan kepada bapa Kyai Makhmud. Kita sebagai tamu, tidaklah pantas mendahului tuan rumah."
Diam diam kagum juga hati Adipati Surabaya, menghadapi puteranya ini, yang sekarang telah menjadi seorang muda sakti mandraguna. Dan bukan hanya itu yang membuatnya kagum. Tetapi adalah berhasilnya Jaka Pekik menduduki jabatan pemimpin (raja) bagi perkumpulan Gagak Rimang. Padahal Gagak Rimang terkenal perkumpulan yang menjadi gudangnya orang-orang sakti mandraguna. Mengapa orang-orang sakti Gagak Rimang itu mau tunduk kepada puteranya yang masih muda ini? Malah Yoga Swara ini, merupakan seorang sakti pilih tanding. Tetapi mengapa sebabnya Juga tunduk dan patuh kepada Jaka Pekik? Adipati Surabaya diam-diam amat bangga. Dengan dukungan Gagak Rimang dan tokoh-tokoh sakti yang lain. kedudukan Surabaya akan semakin menjadi kuat dalam menghadapi Mataram. Mungkin malah bisa mengalahkannya.
Demikianlah dengan agak bergegas. Jaka Pekik membawa Suwondo Geni dan Adipati Surabaya langsung menuju ke Pondok Bligo. Sedang Yoga Swara, tanpa diperintah oleh rajanya sudah memberi perintah agar semua anggota Gagak Rimang dalam keadaan siap-siaga, dan secepatnya pula harus menyusul Jaka Pekik ke Pondok Bligo. Perintah Yoga Swara itu cepat pula dilaksanakan dengan tertib. Tak lama kemudian pasukan Gagak Rimang sudah bergerak rapi dengan senjata masing-masing menempati tanah lapang di depan rumah darurat yang dibangun oleh Pondok Bligo untuk menerima tamu tamunya.
Ketika itu di dalam rumah darurat penuh sesak tamu-tamu. Yang tidak nampak di antara tamu itu hanyalah rombongan Perguruan Tuban. Agaknya setelah Rara Inten merasa gagal usahanya membunuh Kreti Windu menjadi malu, dan tidak kerasan lagi hadir di tempat ini.
Kabar tentang menyerbunya pasukan Mataram ke Pondok Bligo yang disampaikan oleh Suwondo Geni ini, sudah tentu membuat kegemparan. Semua orang yang hadir di tempat ini justeru merupakan orang orang yang tak takut berhadapan dengan maut. Maka mereka semua bertekad untuk menyambut penyerbuan itu.
Kyai Makhmud dengan sabar menunggu redanya semua tamu yang menjadi marah, mendengar kabar itu. untuk sementara mereka dibiarkan berisik dan gaduh. Akan tetapi setelah merasa cukup memberi kesempatan kepada tamu bicara dengan orang yang dekat, ia memberikan tanda dengan tangan kanan supaya semua tamu tenang .Katanya kemudian dengan ramah,
"Kami mengerti, dan kami menyadari bahwa tuan-tuan sekalian merupakan orangorang gagah dan pejuang yang gigih pula. Namun bagaimanapun pula, biasanya tuan tuan sekalian bertempur seorang lawan seorang. Bertempur tawuran atau campuh dengan pasukan yang jumlahnya ribuan, sama sekali tidak mempunyai pengalaman. Mengingat itu, maka kami berpendapat bahwa seyogyanya tuan-tuan sekalian cepat cepat meninggalkan tempat ini sebelum pasukan Mataram tiba."
"Tidak! Aku tidak setuju!" teriak Jaka Pekik lantang.
"Pertama, kalau kita semua ini bubar, Mataram akan menganggap dan mencemoohkan bahwa kita ini semuanya takut kepada Mataram. Yang kedua, bagaimanakah dengan para bapa Kyai dan sekalian murid yang berdiam di pondok ini?"
Kyai Makhmud tersenyum ramah, kemudian jawabnya,
"Tidak perlu kalian mencemaskan kami. Apabila pasukan Mataram tiba dan melihat bahwa yang tampak di sini hanyalah kami dan sekalian murid pondok, mereka tentu tidak akan mengganggu."
Mendengar jawaban Kyai Makhmud itu, semua orangmengerti, bahwa Kyai Makhmud tidak ingin melibatkan fihak lain. Semua tamu yang hadir di Pondok Bigo ini, adalah atas undangan Pondok Bligo. Jelas bahwa Pondok Bligo tidak ingin mengorbankan jiwa sekalian tamu untuk membela Pondok Bligo. Barang tentu sekalian tamu yang hadir di tempat ini tidak setuju dengan kehendak Kyai Mahmud. Maka Adipati Surabaya atas desakan Suwondo Geni berdiri dan berkata,
'Sudilah bapa Kyai memaafkan, bahwa kedatangan kami terlambat."
Kyai Mahmud memandang dengan wajah heran. Rasanya ia pernah kenal dengan orang ini, akan tetapi lupa kapan dan di mana? Karena ragu-ragu, ia memberanikan diri bertanya.
"Terima kasih atas perhatian tuan. Akan tetapi sudilah tuan memberi maaf, aku lupa lagi. siapakah tuan sebenarnya?"
Apabila nada pertanyaan Kyai Mahmud demikian, memang tidak mengherankan. Ia tadi tahu bahwa kehadiran orang ini bersama Suwondo Geni dan Jaka Pekik. Tentu orang ini seorang tokoh yang sudah ia kenal, namun karena menyamar sebagai pedagang, ia menjadi lupa.
"Saya datang dari Surabaya.'
"Ohh........ ahhh....." Yang berseru tertahan bukan hanya Kyai Makhmud dan para pemimpin Pondok Bligo. tetapi juga sekalian tamu yang hadir. Sebab mereka segera menduga bahwa orang ini tentu Adipati Surabaya yang namanya amat termasyur itu.
Dengan agak gugup Kyai Makhmud melangkah maju sambil berkata.
'Ohh.... ampunilah hamba Gusti Adipati........ hamba benar benar tidak mengenal lagi, oleh kerapian penyamaran paduka.........."
Walaupun menyebut dengan sebutan "Gusti", akan tetapi Kyai Makhmud tidak memberikan sembahnya. melainkan dua orang itu kemudian berpelukan. Sebab di antara mereka memang telah lama terjalin persahabatan.
"Gusti ampunilah hamba...... tidak bisa menyambut paduka sebagaimana layaknya......."
"Sudahlah, hal itu tidak perlu bapa Kyai pikirkan. Kita sekarang ini, dihadapkan kepada masaah yang sangat penting untuk cepat cepat mengambil sikap" kata Adipati Surabaya itu mantap dan penuh wibawa, sehingga sekalian orang berdiam diri mendengarkan.
"Apabila aku boleh memberikan pendapatku, janganlah Bapa Kyai menolak uluran tangan saudara-saudara sekalian yang hadir di tempat ini. Terus terang. begitu melihat gerak pasukan Mataram itu, aku sudah memerintahkan pasukan Surabaya yang kubawa untuk memberikan perlawanan dan berusaha menghambat gerak maju musuh itu. Perlunya kita di sini memperoleh kesempatan mengatur segala sesuatunya."
"Hidup Surabaya!"
'Hidup Gusti Adipati!"
Teriakan riuh terdengar di sana sini, mendengar kata-kata Adipati Surabaya yang penuh semangat dan sudah mendahului mengambil langkah itu. Setelah teriakan teriakan yang memuji Adipati Surabaya mereda. barulah Adipati Surabaya meneruskan,
"Mengingat bahwa pasukan Mataram bermaksud menggempur kemari, seyogyanya kita mengatur Siasat untuk memancing pasukan lawan itu ke tempat lain. Perlunya agar Pondok Bligo ini tidak menjadi rusak akibat peperangan."
"Setuju! Cocok!" Sekalian tamu berteriak memberikan persetujuannya.
Mendadak terdengar suara derap kaki kuda yang ber henti di depan tempat mereka berkumpul. Menilik pakaiannya, sekalian orang tahu bahwa penunggang kuda itu angggota Gagak Rimang. Yoga Swara menyambut orang itu, kemudian dibawanya menghadap Jaka Pekik. Setelah memberikan hormatnya, orang itu melapor,
"Perkenankanlah saya melaporkan kepada Paduka Raja, bahwa pasukan Mataram telah mengurung Pondok ini dengan pasukan yang amat besar. Saya melihat bahwa pasukan Mataram terdepan telah campuh perang melawan pasukan Surabaya yang gagah. Saya mendengar dari mulut perwira Mataram, bahwa pasukan Mataram sengaja menggempur Pondok Bligo. Sebab Pondok Bligo telah terang-terangan mengumpulkan orang untuk menyelenggarakan pemberontakan kepada Mataram."
Mendengar laporan penyelidik Gagak Rimang itu. semua orang meluap darahnya. Pada umumnya mereka memang tidak senang kepada Mataram yang terus-menerus melakukan penyerbuan ke timur dan menaklukkan para Bupati. Maka semua orang tangannya sudah gatal untuk menggunakan senjata melawan pasukan Mataram itu. Melihat suasana yang jelas semua orang tidak sabar lagi itu, Jaka Pekik memberanikan diri berbicara lantang,
"Hari ini merupakan kesempatan terbaik untuk menunjukkan diri kita kepada Mataram, bahwa kami semua ini laki-laki sejati, dan bukannya banci. Kami membela _ cita-cita dan pendirian bahwa Mataram tidak ada hak menjajah bumi bagian timur ini. Kita harus melawan sampai titik darah yang penghabisan. Pondok Bligo ini harus kita selamatkan. Hancurkan Mataram!" Sorak-aorai dan teriakan tanda setuju bergemuruh memenuhi udara. Diantara orang yang hadir di sini hanya seorang saja yang menjadi perih dan mendongkol ';Ialah Ratu Wandansari. Dengan susah-payah dan derita, ia membela Jaka Pekik dengan kecerdikannya, bukan lain berhurap agar pemuda ini kemudian hari bisa dibujuk menjadi seorang yang tangguh membela Mataram. Tetapi ternyata sekarang pemuda itu malah sebagai penganjur perlawanan kepada Mataram. Untung sekali bagi Ratu Wandansari bahwa pada saat sekarang ini menyamar sebagai laki-laki dan bercampur dengan orang-orang Gagak Rimang. Yang mengenal Ratu Wandansari terbatas hanya orang-orang Gagak Rimang. Dan sebagai orang-orang yang setia kepada pemimpinnya, maka sekalipun tahu Ratu Wandansari sebenarnya seorang "musuh", apabila orang berani mengganggu. semua orang Gagak Rimang tentu membela dan melindungi.
Sementara itu Jaka Pekik melanjutkan kata-katanya,
"Kita berhadapan dengan tugas yang amat berat. Kita tidak boleh melawan tanpa komando yang ditaati perintah-perintahnya. Untuk pemegang komando tertinggi itu. di sini hadir dua orang tua terpercaya. Kiranya Gusti Adipati Surabaya dan bapa Kyai Machmud tepat dan pantas menduduki jabatan itu. Kami dari Gagak Rimang akan tunduk dan akan taat melaksanakan perintah-perintahnya."
"Tidak.....tidak tepat!" sahut Kyai Machmud cepat cepat.
"Sekalipun aku pernah belajar ilmu tata kelahi tetapi tidak pernah mengerti Ilmu dan siasat perang. Saat sekarang ini, setiap orang akan mengakui bahwa baik Gagak Rimang maupun Surabayalah yang jelas berhasil perlawanannya kepada Mataram. Maka menurut pendapat saya. hanya Gusti Adipati Surabaya atau anak Pekik yang tepat memegang komando perlawanan itu!"
Adipati Surabaya yang sudah mendengar penuturan Wisnu Murti maupun murid-muridnya tentang sepak terjang Jaka Pekik menolong orang-orang yang ditawan di Karta, hatinya merasa bangga sekali di samping kagum. Walaupun usianya masih muda, tetapi sekalian orang sudah pernah merasakan kebaikan budinya, dan sudah mengenal pula akan sepak terjangnya. Dengan demikian apabila mendasarkan perhitungan rasa simpati. rasa itu lebih condong kepada Jaka Pekik. Rasa tunduk ini amat penting artinya bagi setiap pertempuran. Di samping itu terpikir pula oleh Adipati Surobaya, ingin pula melihat sepak terjang puteranya ini dalam memimpin perajurit. Yang kelak kemudian hari penting pula pengalaman ini dijadikan pegangan, apabila sudah masanya ia menyerahkan jabatan kepada puteranya ini. Memperoleh pikiran demikian, cepat-cepat ia berkata,
"Aku percaya bahwa sekalian saudara sependapat. bahwa anak Pekik lebih tepat menduduki komando. Di samping anak Pekik seoang muda yang sudah terbukti jasanya terhadap perjuangan. saudara-saudara Gagak Rimang pun merupakan pejuang yang amat gigih dan tak pernah terkalahkan. Maka marilah kita semua bersatu pendapat, anak Pekik kita angkat aebagai Panglima." Sebelum sempat Jaka Pekik membuka mulut. semua yang hadir telah bersorak dan menyetujui pilihan itu. Sebab semua orang sudah mengenal belaka, bahwa sekalipun masih muda usia, tetapi sepak terjangnya membuat semua orang kagum. Namun di samping itu, sesungguhnya semua yang hadir, kepada Adipati Surabaya pun kagum dan memuji kegagahannya dalam melawan matarum. Jadi apabila Adipati Surabaya tidak menganjurkan supaya memilih Jaka Pekik, kiranya orang yang hadir masih akan mempertimbangkan siapa yang harus dipilih dan diangkat menjadi panglima. Akan tetapi walaupun semua orang sudah setuju, Jaka Pekik tidak cepat mau menerima. Ia terkenal sebagai seorang yang rendah hati, manis budi dan tak suka menonjolkan diri. Oleh sebab itu ia masih juga berusaha 'menolak jabatan itu. Katanya ramah.
"Terima kasih atas kepercayaan kalian. Akan tetapi seorang panglima tanggung jawabnya amat berat, aku tidak mempunyai kemampuan dan pengalaman sama sekali. Adalah lebih tepat apabila Gusti Adipati Surabaya kita angkat sebagai panglima." Adipati Surabaya tertawa. Dalam hatinya terasa bangga dan makin kagum terhadap puteranya ini, yang jelas akan menjadi seorang pemimpin terpuji. Kemudian katanya.
"Anak Pekik. sudahlah. jangan ragu-ragu. Sebab aku dan sekalian saudara, tentu saja akan dengan senang hati memberikan bantuan pikiran dan pendapat, jika anak Pekik menghadapi kesulitan."
Sebelum Jaka Pekik sempat membuka mulut untuk tetap menolak jabatan panglima itu, tiba-tiba terdengar suara orang berteriak lantang dan nyaring,
'Siap ! Siap! Orang-orang Mataram sudah mendesak maju!"
Mendengar laporan tersebut, pemuda ini amat kuatir sekali. Maka ia sudah memerintahkan kepada pasukan Gagak Rimang untuk menyambut musuh,
"Pasukan Kilat dan pasukan Gladag. Sambut musuh dan bantu perajurit Surabaya. Paman Mandaraka dan paman Kebo Jalu, sudilah kalian bergerak pula memimpin pasukan menyambut musuh dari arah lain."
Dalam memberikan perintah ini, Jaka Pekik tampak tegas, suaranya angker dan penuh Wibawa. Semua yang diperintahkan cepat bergerak sesudah lebih dahulu memberikan hormat kepada rajanya. Melihat orang-orang Gagah Rimang amat patuh dan tunduk itu, sulit dilukiskan betapa bangga hati Adipati Surabaya ini. Ah, ternyata puteranya yang sejak kecil diserahkan kepada Wijaya dan Wisnu Murti itu telah memperoleh gemblengan sedemikian rupa, sehingga setelah dewasa menjadi seorang pemuda gagah perkasa dan benar sekali pengaruhnya. Tiada ruginya harus berpisah dengan puteranya puluhan tahun lamanya.
Setelah Jaka Pekik memberikan perintah menyambut musuh kepada orang-orang Gagak Rimang, sekalian tamu yang terdiri dari orang orang saat itu tidak sabar lagi. Mereka sudah menghunus senjata masing masing dan mulai bergerak. Melihat itu Yoga Swara amat kuatir sekali. Sebab walaupun mereka terdiri dari orang orang pilih tanding, apabila bergerak serampangan bakal celaka. Mereka harus memperoleh pimpinan yang tepat. Untuk ini maka kemudian ia berbisik kepada Jaka Pekik.
"Paduka Raja, apabila mereka dibiarkan bergerak tanpa pimpinan, mereka bakal celaka! Karena itu sudilah paduka menunjuk Gusti Adipati Surabaya."
Jaka Pekik lekas bisa menerima kekuatiran Yoga Swara itu dan mengangguk. Kemudian katanya ditujukan Adipati Surabaya,
"Gusti Adipati, ampunkan hamba.... . berani mengganggu paduka. Karena mendesak, perkenankanlah permohonan hamba... ... agar paduka sudi bertindak sebagai panglima sekelian orang gagah ini!"
Sebelum Adipati Surabaya menjawab. semua orang sudah berteriak setuju. Karena itu terpaksa Adipati Surabaya tidak mempunyai alasan untuk menolak. Sahutnya.
"Anak Pekik sudah kita pilih dan kita setujui sebagai Panglima. Tanpa kecuali semua orang harus taat dan tunduk perintahnya. Karena itu akupun taat dan sedia ditunjuk sebagai pemegang komando sekalian saudara."
Jaka Pekik merasa tak enak hati mendengar jawaban Adipati Surabaya itu, maka cepat berkata,
"Ahh.. ,..bukan begitu maksud hamba. Hamba tak herani......memerintah paduka...."
Adipati Surabaya tertawa. Dalam hatinya makin kegum saja akan sikap puteranya ini. Kalau menurutkan rasa rindu yang sudah ditahannya belasan tahun ini. ingin sekali memperkenalkan diri sebagai ayahnya. Namun diam diam iapun agak merasa heran sendiri, mengapa Pekik lupa sama sekali kepada orang tuanya? Bukankah ketika ia menyerahkan kepada Wijaya telah berusia lima tahun? Sungguh ia memuji akan cara Wijaya mendidik. Mungkin sekali karena Wijaya dalam mengasuh dan mendidik Jaka Pekik tidak bedanya dengan seorang ayah kandung, membuat kenangan yang hanya lima tahun itu terhapus sama sekali dari lubuk hati pemuda ini. Lalu katanya ramah.
"Ahhh....anak Pekik jangan bersikap begitu, membuat aku kikuk saja. Sudahlah, waktu amat berharga. Marilah kita sekarang juga bergerak melakukan perlawanan."
Dibawah pimpinan Adipati Surabaya yang luas pengalaman dalam perang besar, semua orang gagah yang menjadi tamu Pondok Bligo ini hatinya amat mantap. Malah para murid Pondok Bligo yang merasa amat berkepentingan sudah menggabungkan diri di bawah pimpinan Adipati Surabaya ini.
Dalam pada itu Jaka Pekik yang memikul tanggungjawab sebagai panglima perlawanan, cepat melesat keluar menuju ke puncak bukit tak jauh dari pondok. Dari tempat yang cukup tinggi ini, ia dapat menebarkan pandang matanya dalam jarak amat jauh. Memungkinkan ia bila mengamati gerakan pasukan musuh. Dari tempat ini ia dapat melihat secara jelas bergeraknya pasukan Mataram yang jumlahnya besar, terus bergerak maju. Namun tiba-tiba ia melihat bahwa pasukan Mataram itu menjadi kacau dan mundur, oleh serangan anak panah, batu, bandul dan senjata jarak jauh yang lain, yang dilakukan oleh perajurit Surabaya dan perajurit Gagak rimang.
Namun walaupun pelopor perajurit Mataram itu dipukul mundur, pasukan di belakangnya terus bergerak maju dalam jumlah yang lebih besar. Malah ia melihat secara jelas bahwa pada pasukan itu terdapat pula mariam-meriam yang amat ditakuti orang. Memang kebesaran pasukan Mataram di jaman Sultan Agung sebagai raja ini, terkenal amat kuat dan gagah berani. Maka tidaklah begitu mengherankan kalau satu daerah demi satu daerah dapat ditundukkan oleh Mataram.
Bagaimanapun pula ia seorang muda yang belum kaya pengalaman sebagai panglima. Ia mengakui kekurangannya namun semua orang tetap memilih dirinya. Maka melihat bergeraknya pasukan musuh yang amat besar itu, diam-diam ia menjadi bingung Juga, bagaimanakah hnrus memberi perintah dan membagi tugas? Diam-diam ia merasa beruntung bahwa terdapat Adipati Surabaya yang sudah kaya pengalaman bertempur dan tahu siasat perang. Maka ia mengharapkan kecerdikan pemimpin besar Wilayah timur itu.
Tiba-tiba ia melihat bahwa pasukan musuh yang bergerak dari arah timur mendesak maju. Ia mengasah otak guna menghadapi desakan musuh ini. Tetapi belum juga ia memperoleh kepastian menggunakan cara apa, tiba-tiba ia mendengar suara teriakan gaduh wanita. Belum juga lenyap suara teriakan gaduh itu. muncullah perempuan-perempuan murid perguruan Tuban dan di ikuti oleh murid-murid pria, berlarian mendaki bukit ini.
Melihat itu, Jaka Pekik cepat bisa menduga, bahwa kiranya rombongan perguruan Tuban ini tanpa pamit sudah meninggalkan Pondok Bligo. Mungkin Rara Inten malu sekali, sehingga tidak ingin bertemu dengan tokoh-. tokoh yang masih di Bligo. Akan tetapi perjalanan rombongan Tuban ini bertemu dengan pasukan Mataram. Mereka dipukul mundur, dan terpaksa berlarian kembali mendaki bukit ini. Sesaat kemudian Jaka Pekik melihat munculnya Rara Inten bersama sama tokoh-tokoh Tuban. Namun ia melihat bahwa baik Rara Inten maupun yang lain pakaiannya sudah berlumuran darah. Agaknya di antara tokoh-tokoh Tuban ini sudah menderita lukaluka.
Dewa Linglung 1 Raja Raja Gila Pendekar Misterius Karya Gan K L Panah Kekasih Karya Gu Long

Cari Blog Ini