Ceritasilat Novel Online

Night In Turkistan 2

Night In Turkistan Karya Najib Al Kailani Bagian 2


Kereta yang ditumpangi olehnya seketika
berhenti. Aku segera satlar apa yang telah terjadi,
maka aku palingkan wajah ke arah lain dan mencoba
pergi menjauh dengan cepat. Dia mengejarku dengan
keretanya sampai aku tidak bisa menghindar lagi.
N agmah memandangku tanpa berkedip.
Setelah masingmasing bungkam, tidak tahu
apa yang harus diucapkan pertama kali, Nagmah
kemudian berucap, "Aku harap kamu mau ikut
denganku ke istana."
Aku masih gemetar.
"Rasanya aku tidak mengenal Anda, maaf aku
hendak me...," belum selesai aku bicara, Nagmah
memerintahkan dengan nada yang tak bisa ditawar
lagi.
"Kamu harus datang ke tempatku! Pak Pao butuh
seorang pembantu. Dia sekarang berada di Urungi.
Kamu harus datang!" tegas Nagmah.
Night in
126 Turki tan
Kereta fana ditum )anci Nagmah telah melesat
) D D D
meninggalkan aku sendirian, sebelum aku sempat
berpikir tentang apa yang harus aku katakan.
Usai perjumpaan itu, aku pun pulang membawa
kepedihan hati. Kadang aku berpikir bahwa maut
lebih baik daripada hidup tanpa bisa merasakan apa
apa lagi. Namun, selalu terlintas dalam hatiku bahwa
Islam harus menang. Kemerdekaan pasti datang.
Tapi, semangat ini kemudian tenggelam lagi. Aku
seperti orang yang sudah compang/camping, bagai
gelandangan yang tak kenal jalan pulang.
Keesokan harinya, aku memenuhi perintah
Nagmah yang sekarang bagaikan Tuan Putri.
Meski berat, aku tekan berbagai perasaan yang
berkecamuk.
Aku tidak kesulitan mencari istana Pao Din.
Istana itu terletak di daerah yang tenang, terpencil,
dan penjaganya sedikit. Aku mengenakan baju yang
dulu selalu aku pakai ketika menjadi penjaga istana
Komul. Dan aku buang baju kuli yang ada. Rupanya
istana itu benarzbenar sepi dari penjagaan karena
yang aku temui hanya ada seorang penjaga.
"Benarkah Anda yang akan bertemu dengan
nyonya?" tegur si penj aga.
Night '" in
Turki, tcm. 127
Aku menjawab dengan anggukan kepala. Dan
aku bersyukur dia tidak menanyakan namaku.
Istana yang aku kunjungi ini sangat sepi. Aku
senang situasi seperti ini. Tapi, ya Allah mengapa
aku sampai ke tempat ini? Bisakah aku bekerja
sebagai pelayan nyonya besar yang kemarin adalah
tunanganku sendiri?
Anganfangan masa lalu aku tekan. Didorong
rasa ingin tahu tentang segala yang mengangkut diri
Nagmah, aku memutuskan untuk menerima tawaran
kerja di sini.
Aku dapati dia sedang duduk di kursi,
mengenakan baju hitam pekat. Dia tampak sangat
cantik. W ajahnya tampak berwibawa walau
terbayang kesedihan dalam hatinya. Tak lagi terlihat
olehku sifat kekanakvkanakan di waktu mudanya.
Kini sosoknya seperti janda yang memesona.
"Sudah dari dulu aku ingin bertemu denganmu,"
demikian ungkapan pertama yang keluar dari
bibirnya ketika kami duduk berdua.
"." Aku hanya bisa memandangnya dengan
bingung.
"Aku kira kamu telah gugur bersama mereka,"
katanya lagi. "Putus asa menjadikan orang berbuat
semaunya, lelusthafa."
Night in
128 Turki tan
Aku mencoba supaya mulutku terbuka, tapi
tidak mampu.
"Betapa hormatku kepada mereka yang gugur
dalam pertempuran. Gugur kiranya tidak lebih sakit
daripada mati di penjara atau di tiang gantungan,"
Nagmah berkata seraya bangkit dari duduk.
Dia pun mendekatiku dengan mengerahkan
segenap kekuatamiya.
"Nagmah, mengapa kamu menyerahkan dirimu
kepada penjajah?" ucapku akhirnya.
Dia tertawa pedih.
"Akhirnya kamu bisa bicara. Dengarlah
Musthafa, aku tidak bermaksud membela diriku.
Ketika istana jatuh, aku ingin menyelamatkan
seluruh penghuninya. Biarlah aku menjadi kuda bagi
setiap pejuang."
"Tapi, bagaimana kamu bisa menikah dengan
kafir itu?" tanyaku heran.
"Dia telah masuk Islam," jelas Nagmah.
Wagmah menarik napas berat.
"Aku sadar bahwa keislamannya hanya
lahiriah saja. Aku pun sadar bahwa aku menipunya
dan menipu diriku sendiri. Tapi, yah... aku sulit
mengatakannya kepadamu. Aku belum siap untuk
Niglil '" in
Turki, tan 129
menghadapi kerajaan serigala. Dia telah menikahi,
melindungi, dan mencintaiku," ujarnya.
"Bagaimana kamu bisa hidup di pelukan lelaki
yang tidak kamu cintai?"
Nagmah mengangkat bahunya.
"Seperti halnya negeri Turkistan ini yang berada
di dalam penguasaan penjajah Cina dan Rusia.
Semuanya hidup tanpa jiwa lagi. Kamu paham, kan,
Musthafa?" ucapnya sinis.
Perbincangan antara aku dan Nagmah berhenti
sampai di sini sebab Nagmah segera memanggil
seorang pelayan dan menyuruhku untuk mengikuti
pelayannya itu. Aku ditunjukkan ke sebuah kamar
sebagai tempat istirahatku. Baru kali ini aku bisa tidur
lelap setelah beberapa tahun menjadi gelandangan.
Kamar ini termasuk mewah dan suasananya pun
menyenangkan.
Pikiranku masih tertuju pada Nagmatullail.
Nagmatullail seperti sebuah kota yang dikuasai
musuh. Pada mulanya dia merupakan lambang cinta
kasih, namun sekarang berubah menjadi lambang
pencemar kesucian bangsa. Aku tertawa getir.
Rupanya pikiranku belum normal. Keesokan harinya
kami diajak "Tuan Putriku" ini pergi ke suatu daerah
yang penuh dengan pohon, bunga-bunga, dan buah:
Nirjlil in
130 Turki tan
buahan. Ketika kereta yang kami tumpangi lewat,
semua memberi hormat kepadanya dan memberi
jalan lapang untuknya. Tentara pendudukan rupanya
sangat menghormati Nagmatullail. Kami mencari
tempat yang enak untuk berbicara dari hati ke hati.
"Mereka mencemoohku karena aku telah
menanggalkan kehormatan dan harga diri," Nagmah
memulai percakapan. Dia memandang matahari yang
sedang terbenam. W ajahnya tampak sendu.
"Isu tentang diriku di masyarakat Komul cepat
tersebar. Mengapa perhatian mereka terhadapku
sangat jauh? Bukankah aku hanya seorang pelayan
biasa dari tuan raja?" gumamnya.
Nagmah menoleh kepadaku.
"Bukankah kamu telah menolak untuk meni
kahiku?"
"Saat itu, kita berada di ambang maut dan masih
dalam suasana pelarian," ujarku.
Nagmah tertawa pedih.
"Saat ini pun kita masih di ambang maut,
Musthafa. Tahukah kamu berapa jumlah pejuang
yang telah dibantai tentara pendudukan?"
Aku merasa heran mendengar pertanyaan
Nagmah.
Niglil " in
Turki, tan
"Nagmah, rupanya kamu memikirkan para
pejuang juga."
Dia memandang sinis.
"Musthala, bagaimana anggapanmu sebenarnya
tentang diriku?" tanyanya.
"Aku kira kamu adalah perempuan yang tidak
memunyai waktu untuk memikirkan masalah ini,"
jawabku terus terang.
"Aku seorang Muslimah, Nlusthafa, tidak ber/
beda denganmu."
Suasana terasa sunyi. Nagmah diam, aku pun
diam. Suasana terasa sunyi. Udara sore mengembus
dingin. Matahari menyemburatkan warna yang
indah... menyentuh keharuan orangforang yang
beriman kepada keagungan Tuhan. Nagmatullail
tidak memerhatikan suasana sore yang bening ini.
Dia menggumam sambil melemparkan mawar merah
yang dia petik di taman tadi.
"Aku sedang berpikir untuk membunuhnya,"
ucap Nagmah tiba'tiba.
"Siapa yang akan kamu bunuh?" tanyaku heran.
"Pao Din, suamiku."
"Mengapa kamu ingin membunuhnya?"
Niglil in
132 Turki tan
"Aku merasa itulah tugasku. lapi, aku ingin
bertanya terlebih dahulu kepadamu, Musthafa.
Mana yang lebih baik, membunuhnya atau mengaf
rahkannya?"
"Apalah arti pengarahan? Pembantaian, penyikf
saan, dan kekerasan di manafmana telah dia perbuat,"
tegasku.
"Kalau begitu apa nilai membunuhnya?"
Lalu aku berdiri di dekatnya. Dengan waj ah yang
angkuh aku katakan, "Nyonya, berbaik hati kepada
lawan adalah perbuatan palsu dan kebohongan."
Nagmah menoleh kepadaku dengan heran. Ia
tampak menekan amarah.
"Begitu perkiraanmu? Apabila pertimbangan:
ku ini semata'mata untuk keselamatan pribadi
dari perlakuan'perlakuan sadis dan agar aku tetap
hidup... itu berarti aku menipu diriku sendiri. Begitu
anggapanmu terhadap diriku, Musthafa?" tanya
N agmah tegas.
Aku menggelengkan kepala. Entah Nagmah
melihat atau tidak. Aku sendiri masih ragu tentang
anggapan mengenai Nagmah.
"Aku tidak tahu Nagmah, tapi seperti itulah
masyarakat Komul menuduhmu."
Night " in
Turki, tan. 133
Air mata Nagmah menetes lewat tangisnya.
Dia mencengkeram tanganku dengan kuat, lalu dia
berbicara keras layaknya orang sedang marah.
"Mereka semua egois. Mereka tidak mau
mengerti persoalan sebenarnya. Sudah sewajarnya
aku menyelamatkan keluarga raja meskipun harus
aku bayar mahal. Semua orang cinta hidup dan
membenci kematian!"
Dia pun mengusap air matanya.
"Musthafa, aku ingin mengerti sikapmu,
bagaimana anggapanmu tentang diriku?"
Namaku Torson, nama lama harus dilupakan,"
ralatku akan penyebutan namaku. Bukankah yang
memberi nama Torson adalah dia sendiri? Dan nama
ini memang selalu harus dipakai untuk mendoanti
nama asli yang bisa mengundang kecurig Uaan pihak
musuh.
"Menurutmu, aku ini siapa?" ulangnya tanpa
menyebut nama lagi.
"Aku ingin mengatakan sejujurnya. Sepotong
roti yang kering di pegunungan bersama pejuang ,
lebih luhur dari seratus kambing yang disembelih di
istanamu yang megah ini," ucapku.
Dari langit, tetes gerimis berderai. Udara kian
dingin. Aku merasa sepatuku mencengkeram kakiku,
Niglil
134 Tuvki_ tan
dan baju yang aku pakai pun terasa mencekik leher.
Kematian rasanya telah hinggap di jiwaku, mungkin
telah lama. Aku mau pergi dari tempat yang jauh dari
perj uangan ini.
"ly'lusthafa, kamu mau ke mana?"
"Aku Torson, pelayanmu. Mau ke tempat
sepotong roti kering yang berada di tengalrtengah
manusia yang agung di lereng bukit," kesalku.
"Aku juga ingin ke sana," sahut Nagmah.
Kami pun sampai kembali di istana yang megah
itu. Aku bersembunyi dari Pao ketika suami Nagmah
yang Cina itu pulang dari perjalanan. Tampak Pao
sangat rindu kepada Nagmah.
"Sayang, apakah kamu tidak bahagia dengan
kedatanganku ini?" rajuknya pada Nagmah.
Dengan wajah dingin dan tanpa mengangkat
wajah, Nagmah pun menjawab.
"Sangat bahagia. Tapi sayang, intelfintelmu telah


Night In Turkistan Karya Najib Al Kailani di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membantai ratusan orang yang tidak berdosa."
"Mengapa baru sekarang kamu pikirkan
masalah ini. Sudah terlambat, Nagmah. Saat ini aku
tidak berwenang lagi."
"Rupanya kamu tidak memunyai sikap dalam
menempuh hidup ini. Sejak dulu kamu selalu
Night " in
Turki, tan 135
mengatakan kalau kamu hanya sekadar menunaikan
tugas tanpa pernah menyebutnya kewajiban," ucap
Nagmah bernada sinis dengan terus mendesakkan
prinsip pribadinya.
"Tugasku adalah kewajibanku juga," jawab Pao.
"Aku menginginkan kamu bisa menjadi manusia
yang berperan," tandas Nagmah.
"Nagmah, kamu selalu mengulang dialog yang
tidak menghasilkan apa/apa."
"Manusia yang wajar adalah yang peka terhadap
penderitaan orangorang yang tersiksa dan teraniaya."
Nagmah semakin memojokkan hati suaminya.
Pao pun membentak dengan kasar.
"Kamu harus mengerti Nagmah, mereka yang
teraniaya itu bila dilepaskan belenggunya akan
berbalik menumpas keselamatan jiwa kita!!!"
Sedikit pun Nagmah tidak terpengaruh oleh
gertakan Pao.
"Keselamatan bagiku tidak penting. Yang
sangat penting adalah kamu harus melaksanakan
kewajibanmu," jawab Nagmah.
"Aku ini siapa? Aku hanya seorang dari sejumlah
pasukan yang besar itu. Hanya satu gigi di antara gigi'
gigi penggiling raksasa itu. Kamu selalu menyambut
Night in
136 Turki tan
kedatanganku dengan tuntutanftuntutan yang
sulit! Sayang, sudahlah, lupakanlah semua itu.
Sambutlah kedatanganku ini dengan penuh cinta,"
Pao membentak kemudian merauk.
Nagmah kemudian masuk ke kamar bersama
suaminya. Perasaanku tergigit. Betapa Nagmah
pandai mempermainkan suaminya. Dan aku mem:
bayangkan seandainya lebih lama lagi aku menetap
di sini, tak urung jiwaku teracuni juga oleh dia
dan oleh semua keadaan di sini. jiwa jihaclku akan
melemah. Kemurnian hati yang hakiki tidak aku
jumpai di kotafkota besar, tapi aku dapati di bukit:
bukit tempat orang/orang yang jiwanya bebas
merdeka, yang di pundaknya selalu terpanggul bedil.
Aku harus menyusul mereka secepatnya sebelum aku
benarbenar teracuni oleh kemewahan gaya hidup
Nagmah. Demikianlah perenunganku hari itu. Saat
aku mengatur makan siang, Pao Din memerhatikan
diriku serius.
"lni pelayan barumu?" tanyanya pada Nagmah.
"Ya, benar. Dia cekatan dan jujur dalam bekerja,"
jawab Nagmah.
"Kamu berasal dari daerah mana?"
"Namaku Torson, berasal dari Tai," aku
menjawab dengan lengkap.
Niglll " in
Turki, tan 137
Semua yang ada di rumah ini aku bandingkan
dengan keadaan yang dialami masyarakat yang
terjajah. Meja makan penuh dengan buahfbuahan,
sedangkan rakyat makan berlauk daun dari
pepohonan. Anakfanak di sepanjang jalan berebut
memungut bahan pangan yang tercecer dari gerobakf
gerobak pengangkut. Melihat pisaufpisau yang
berjajar di dekat buahfbuahan di meja makan itu,
kepalaku terasa pening. Kemudian dengan ramah dia
mempersilakan aku pergi.
"Torson, kamu boleh pergi."
Aku kembali ke dapur seperti orang mabuk.
Kebencian menggerogoti jantungku seperti api
menggerogoti kayu. Pembantaian mereka terhadap
agama dan bangsa mendorongku untuk melakukan
tindakan bodoh. Permasalahan ini memang bukan
khusus permasalahanku, tapi ini penuntutan balasan
dari Allah.
**** Saat ini aku berdomisili di rumah salah seorang
musuhku, bahkan bukan sekadar musuh peperangan,
tapi termasuk musuh pribadi karena dia merebut
kekasihku. Terbayang olehku bila aku menetap di
rumah ini hingga setahun, maka tidak bisa dielakkan...
Night in
138 Tanki tan
aku akan menjadi manusia robot, menjadi orang yang
selalu diarahkan oleh Nagmah. Kehidupan yang
tenang, makanan mewah yang berlebihan, pakaian
yang bagus/bagus... kecenderungan gaya hidup
seperti ini akan membunuh ruh jihadku!
Di samping itu, aku telah menangkap gejala lain.
Aku lihat bayangan mata Nagmatullail yang penuh
dengan kerinduan. Namun, aku sering lari dari
tatapannya. Aku pun sebenarnya sangat rindu dan
diliputi perasaan cemburu yang sangat bila sedang
sendiri.
Ya, rumah ini benarfbenar telah dihuni setan.
Semalam, di rumah ini diselenggarakan pesta dan
dansafclansa. Campur baur antara lakiflaki dan
perempuan. Rupanya Nagmah menjadi bintang pesta
di malam itu. Semua mata melirik ke arahnya. Setiap
perwira, baik yang Rusia maupun yang Cina ingin
melantai dengannya, sedangkan suaminya tidak
berhenti menegak arak hingga mabuk. Namun, pagif
pagi sekali mereka sudah diinstruksikan kembali ke
markasnya masingmasing untuk mengu rus masalah
yang penting. Kegiatan semacam ini rupanya sudah
rutin dilakukan.
Setelah mereka semua pergi dari rumah ini,
aku lihat Nagmah menuju ke kamarku. Wajahnya
Niijlil " in
Turki, tan. 139
agak pucat karena sering begadang, "Aku harus
menyiapkan makan pagi," aku berusaha mencegah
perbuatannya lebih lanjut.
"Aku tidak berselera apa pun dan aku bukan
nyonyamu," Nagmah terus mendesakku.
"Setiap sudut rumah ini adalah mata," aku
mengingatkan.
"Aku sangat rindu padamu, Musthafa."
"Maaf, aku sangat benci pengkhianatan," aku
berusaha mengingatkannya lagi.
"Berkhianat kepada pengkhianat bukan dosa,"
kilahnya.
"Aku seorang Muslim yang mengenal Allah,"
jelasku.
Aku tidak tahu apa yang kini sedang dialami
Nagmah. Apakah dia sedang dendam pada suaminya
ataukah perbuatannya benar/benar didorong rasa
cinta dan rasa rindu kepadaku? Benarkah cinta lama
bersemi kembali dan memberontak?
Saat dia memegang tanganku, aku menghindar
dari pandangan matanya yang penuh dambaan. Aku
takut tidak bisa menahan gejolak diriku. Aku pun
mengalihkan perhatian Nagmah kepada perjuangan.
Aku berkata kepadanya dengan penuh emosi.
Niglil in
140 Tucki_ tan
"Di lereng pegunungan sana orangorang kita
sedang ditimpa derita dan lapar."
Dia benarfbenar dirasuki setan. Dia tidak bisa
mengendalikan diri lagi. Sungguh bagaikan serigala
liar yang lapar, dia pun mengancamku.
"Kamu harus ingat, aku bisa menghukummu!"
Aku kaget dengan ancamannya ini dan aku
berusaha memadamkan nafsu amarahnya.
"Inikah yang dinamakan cinta?" tanyaku.
"Ya," jawabnya tak peduli dengan perasaanku.
"Di saat kamu masuk penjara yang mengerikan
dan mencengkeram, kamu akan ditikam kebisuan
dan kegelapan. Setelah itu cemeti melecuti tubuhmu.
Maka pada saat itulah kamu akan memimpikan untuk
berdekatan denganku seperti sekarang," aneamnya.
"Kamu jangan main api, Nagmah. Bukankah
kamu telah memiliki suami yang sah? Perlu kamu
tahu, aku tidak takut mati," kataku mantap.
"Kalau begitu, mengapa kamu datang kemari?"
Sungguh menjengkelkan pertanyaan itu. Tapi benar
juga, mengapa aku datang ke tempat ini? Aku telah
berniat untuk membalas dendam kepada musuh
musuh, termasuk kepada suami Nagmah, tapi mana
pembalasan dendamku?
Niglil " in
Turki tan 141
Hatiku berdetak karena aku menyembunyikan
perasaan cinta kepada N agmah. Sungguh aku sangat
mencintainya dan kedatanganku memang ada
kaitannya dengan dia.
Xlagmah pun meninggalkan aku dengan
membawa perasaan marah. Aku pun melamun.
"Wahai anakku," kata seorang ulama kepadaku
pada suatu hari, "Islam adalah kemuliaan. Siapa
yang berpegang kepadanya, maka ia akan mulia. Dan
sebaliknya, orang akan hina bila meninggalkannya.
Banyak orang yang berangsurfangsur meninggalkan
agamanya. Si kaya menjadi tiran dan si miskin mudah
menyerah. Para ulama pun tunduk kepada penguasa.
Kebejatan, kemiskinan, dan kebodohan melanda
seluruh negeri. Penyelewengan telah menyebar ke
manafmana. Ini adalah pangkal kehancuran."
"Di timur musuh, di barat juga musuh. Mereka
berpegang kepada kekuatan fisik dan kuantitas,
sedangkan kita berpegang kepada kejayaan masa
lampau. Mengapa kita harus terus terpaut pada
keagungan masa lampau? Mengertilah kaum
Iviukminin. Kej ayaan masa lampau bisa tegar sendiri,
sedangkan kita selalu mengalami kekalahan. Umat
Islam berantakan, Turki diliputi kabut peperangan
dan kezaliman. Bangsa Arab bungkam di bawah
Night in
142 Tanki tan
telapak kaki kuda musuh. Kekafiran bergabung
dalam satu kubu, sedangkan kaum Muslimin pecah
berkeping'keping. Pikirkanlah kenyataan ini,
mengapa kita kalah dan musuh kita menang?"
Aku merasa mendengar kembali pesanfpesan
yang disampaikan Presiden Khajah Niaz, jenderal
Syarif Khan, serta pemimpinfpemimpin lainnya.
Mereka adalah orangorang Mukmin yang tidak
takut mati menemui Allah dalam medan perang.
Aku terkesiap setelah menyadari tubuhku
sekarang berada di suatu tempat yang sangat asing.
Untuk apa aku datang ke sini? Aku mengulang
pernyataan Nagmah lagi. Dan aku jadi malu, bahwa
kedatanganku ke gedung megah ini didorong oleh
kepentingan pribadi. Setan benarfbenar telah
mengelabuiku!
Aku harus pergi. Seeepatnya aku harus
meninggalkan tempat ini untuk bergabung dengan
mereka yang berada di pegunungan. Benar/benar
perbuatanku yang sia/sia!
Aku mendengar kabar bahwa Osman Batur
memimpin pasukan pejuang dan terus menghimpun
orangorang untuk persiapan pemberontakan baru.
Ya, sementara mereka mempersiapkan serangan...
mengapa aku berada di sini? Sungguh aku telah
Niglil " in
Tanki, tan. 143
menjadi orang yang benarfbenar bodoh. Selama
suaminya pergi, Nagmatullail terus merayuku, namun
aku bertahan meskipun terasa berat. Dia memang
memiliki gaya yang menarik dan buktinya Pao Din
bisa bertekuk lutut kepadanya.
Dua hari kemudian, Pao Din pulang dalam
kondisi stres dan ketakutan. Aku mendengar perbinf
eangannya dengan Nagmah.
"Kita dalam kondisi yang gawat."
"lylengapa?" tanya Nagmah.
"Osman Batur melancarkan perang gerilya,"
jawab Pao Din.
"Apa yang merugikanmu atas serangan mereka?
Bukankah mereka tidak mungkin menghancurkan
kalian?" tanya Nagmah lagi.
"Mereka menghancurkan pusatfpusat perin'
dustrian, menculik para perwira, dan berhasil
membunuh pasukanfpasukan kami. Bila mereka
berani perang di medan terbuka, pasti kami pun
tertumpas," keluh Pao.
Tampak wajah Nagmah senang atas berita
ini. Sore hari itu aku lihat Nagmah pergi bersama
suaminya. Agak lama juga mereka pergi hingga pada
tengah malam terjadilah keributan. istana tibaftiba
Night in
144 Tanki tan
didatangi oleh para perwira Cina, para intel Rusia,
dan para pemimpin perang. Apa gerangan yang
terjadi? Tibaftiba Nagmah kembali dengan menangis
menjeritw-jerit.


Night In Turkistan Karya Najib Al Kailani di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku melihat pembunuhnya! Dia melepaskan
pelurunya kemudian melarikan diri dengan kudanya
ke pinggir sungai. Aku tahu benar orangnya!" jerit
Nagmah.
Sambil berbicara, dia terus menjerit. X/Vajah
orangforang Cina dan Rusia tampak marah dan
jengkel. Mereka membiarkan gejolak yang dialami
oleh janda Pao yang sedang mengalami kesedihan
itu. Semuanya telah berusaha menenangkan, tapi dia
meronta/ronta hendak membalas dendam sendiri
kepada pembunuhnya dan menangkap orangorang
yang menyerupainya.
"Ini merupakan peristiwa ketiga kalinya di
Urungi. Pengikut/pengikut Osman Batur menyebar
isu. Penyelesaian perang ini hanya bisa dilakukan
dengan kekerasan. Mereka benarfbenar telah
melipatgandakan kekerasan," ucap seorang intel.
"Aku telah menyuruh anak buahku untuk
membunuh orang Turkistan yang menyerupai ciri
pembunuh perwira Pao, namun mereka menolak
karena ini akan melibatkan seluruh orang Turkistan.
Niglil " in
Tanki tan 145
Aku paham benar bagaimana cara menangkap
pengkhianat, dan tidak akan aku biarkan semua
kejadian ini berlalu tanpa hukuman. Kami telah
mengumumkan keadaan darurat di Urungi," ucap
sang intel lagi.
Nagmatullail tampak masih dalam suasana
berkabung. Kawanfkawan Pao menyampaikan
ucapan duka cita tiada henti-hentinya, namun
tak bisa disembunyikan pada wajah mereka yang
menyimpan rasa gembira dan harapan dalam
hatinya. Mereka dengan semangat berlomba untuk
memperebutkan Nagmatullail meskipun darah Pao
belum kering.
Nagmatullail mengurung d1r1 selama semlnggu,
dan dia tidak mau menemui siapa pun karena dia
menangkap jelas maksudfmaksud busuk mereka.
Urungi dilanda perang saraf. Para perwira
pendudukan dicekam rasa takut dan resah. Mereka
bagaikan singa atau harimau yang berubah menjadi
kelinci.
Sebenarnya sejak peristiwa amarah Nagmah
kepadaku, aku sudah berniat meninggalkan istana
setan ini. Namun, karena terjadi peristiwa keributan
itu, aku menunda kepergianku.
Niglil in
146 Tanki. tan
Suatu sore aku dikejutkan oleh kedatangan
Nagmah ke kamarku. Dia langsung masuk sebelum
sempat aku melarangnya.
Dia memandangku tanpa berkedip.
"lvlusthafa, kamu tahu siapa pembunuh Pao?"
"Siapa?" tanyaku tak tahu.
"Akulah pembunuhnya," ucapnya tenang.
"Betulkah kamu yang membunuh Pao?"
Dia pun tertawa sinis.
"Mengapa kamu ragu? Tahukah kamu mengapa
aku membunuhnya?" tanyanya.
Xlagmah pun bercerita dengan gemetar,
sedangkan aku terkesima dengan penuturannya.
"Dia mengaku telah memimpin suatu pemban/
taian terhadap sepuluh orang pejuang. Operasi itu
dilakukan bersama orang'orang Rusia. Dia tidak bisa
menolak tugas itu karena takut kepada atasannya,
padahal sebelumnya dia sudah berjanji pindah tugas
di bagian logistik."
Setelah mendengar penuturannya itu, aku tidak
bisa tidur. Dia tidak menunjukkan penyesalan sama
sekali atas perbuatannya itu. justru dia tertawa dan
bercerita seolah tidak pernah terjadi apafapa. Saat
itu aku marah, namun aku sembunyikan dalam hati.
Niglil " i11
Turki, tan. 147
Aku membayangkan seandainya kamu adalah
salah satu dari sepuluh orang yang dibantai itu.
Betapa marah, putus asa, dan menyesalnya aku tak
henti/hentinya. Karena dasar itulah, aku berhasil
membangkitkan keberanian untuk membunuh
Pao yang merupakan salah satu perwira penting
pendudukan Cina.
Untuk menutupi luapan marahku, aku ajak Pao
berpesta minuman keras atas kemenangannya. Dia
tampak bahagia, bahkan dia juga mengungkapkan
tentang keberhasilan operasinya. Dia bertindak
kejam terhadap para pejuang itu karena Osman Batur
telah membuat mereka sangat ketakutan.
Kami berdua lalu turun ke kebun, berjalan/jalan
menyusuri jalan di dalamnya. Aku lalu menghentikan
langkahnya dan aku bidik wajahnya dengan pistol.
"Diam di tempat Pao Din. Kini tiba saatnya
seorang pengkhianat dan penganiaya menerima
hukuman!" gertak aku pada Pao.
Namun, dia tertawa terbahakzbahak karena dia
pikir aku bergurau.
"Berhenti di tempatmu, Pao! Bohong adalah
suatu kejahatan besar. Kamu telah berbohong
membenci perang, sedangkan perbuatanmu seperti
binatang. Aku pun menjadi salah satu korbanmu.
Night in
148 Turki tan
Kamu perlakukan diriku seperti minuman keras
yang kamu teguk setiap saat. Sekaranglah saatnya
hukuman bagimu dilaksanakan. jangan bergerak!"
Wajahnya pucat seperti kertas. Dia berjongkok
di hadapanku. Air matanya bercucuran. Alangkah
senangnya hatiku melihat tangisnya.
"Apa kepentinganmu datang ke negeriku?"
Mata perwira Cina itu pun terpejam dan
memohon.
"Aku cinta kepadamu, Nagmah. Aku tidak
pernah mencintai siapa pun kecuali pada dirimu.
Aku berjanji tidak akan melakukan kejahatan itu
lagi, dan aku siap dipecat sebagai tentara. Aku adalah
segalanya bagi kehid upanmu."
Sambil tertawa aku tekan pelatuk pistol yang
aku pegang.
"Aku pun mencintaimu. Aku akan membunuh
mu setelah kamu menyatakan penyesalan atas semua
kejahatanmu selama ini biar jiwamu kembali dengan
bersih. Sesuai dengan kekejianmu, maka rasakanlah
ini rasakan... rasakan!"
Lima peluru aku tembakkan sebagai pengganti
yang telah dia tembakkan kepada orangforang yang
tidak berdosa."
Niglil '
Turki, tan. 149
Sambil bercerita tentang kematian Pao, air mata
Nagmah pun menetes.
"Apa yang hendak dikatakan masyarakat
Komul bila mereka tahu peristiwa ini? Masihkah
mereka tidak percaya kepadaku? Masihkah mereka
terusimenerus menghina dan mencemooh diriku?
Sekarang kamu tahu... apakah kamu tetap mencela
dan merendahkan diriku?"
Nagmah menghentikan ceritanya sejenak. Dia
keluar dan kembali membawa segelas minuman
keras.
"Maaf, terkutuk itu telah membiasakan aku
meminum arak," kata Nagmah sambil meneguk
minuman keras. Aku membaca istighfar dalam hati.
Secara tibawtiba Nagmah melemparkan gelas beserta
isinya seraya tertawa sinis.
Setelah terjadinya pembunuhan Pao Din ini,
kehidupan masyarakat semakin sengsara. Kepala
intel Urungi menangkap tersangka yang tidak
bersalah dan setiap harinya menembak satu atau dua
orang untuk mencari pembunuh Pao.
"Setelah ini kita ke mana?" tanya Nagmah.
Klta pergl ke pegunungan, bergabung dengan
pasukan Osman Batur dan para pejuang yang sedang
menghimpun kekuatannya di sana," tandasku.
Night in
150 Turki tan
Wajah Nagmah tampak gembira. Kini dia telah
benarzbenar mengerti bahwa aku memerhatikan
keselamatannya dan mengharapkan kehadirannya.
Aku lalu menjelaskan lagi kepadanya.
"Si mbok tua tukang masak harus kita
selamatkan sebelum ledakan, begitu juga pak kusir
kereta yang berasal dari Mongolia itu. Sedangkan
dua bujang kecil pelayanmu akan kita singkirkan ke
salah satu kamar yang terletak di sudut kebun sana."
Rencana itu benar'benar kami laksanakan.
Tvlalam itu, berjalanlah semua rencana kami. Aku,
Nagmatullail, dan orangorang yang perlu kami
selamatkan pun menembus malam yang dingin, lari
dengan mengendarai kuda/kuda yang mampu lari
kencang. Kami menoleh ke belakang, terlihat dari
jauh gumpalan api membumbung ke langit sehingga
daerah sekitarnya menjadi terang'benderang oleh
sinar api yang menjilat/jilat. Suara jeritan, sirine, dan
teriakan regu penolong menjadi satu. Sementara itu
kami sudah sampai di pegunungan.
"Ketahuilah Nagmah, pegunungan akan tetap
menjadi milik orang yang menuntut kebebasan dan
milik para pejuang," ucapku.
Dengan suara gemetar karena kedinginan, dia
pun menyahut.
Niijlil " in
Turki, tan 151
"Sungguh betapa bahagianya aku."
Aku tertawa dan mengi ngatkan kepadanya.
"Kamu harus mengganti bajumu yang bagus itu
dengan baju yang kasar."
"Musthafa, mengapa rencanamu itu baru kamu
laksanakan sekarang?"
Sambil mengikat kuda di tempat yang aman, aku
pun bercerita kepadanya.
"Ini bukan yang pertama kali aku lakukan. Aku
selalu berada di Urungi untuk melaksanakan tugas
yang sama. Semua ini atas perintah Osman Batur."
Vlata N agmah memandang tajam kepadaku.
Sambil istirahat aku pun meneruskan pembicaraan.
"Andaikan kamu tidak melakukan sesuatu
kepada Pao Din pada malam itu, maka dirimu akan
terkubur dan terbakar bersama mereka."
"Apa?! Kamu akan membunuhku!" jeritnya.
Aku pun teringat peritiwa Sun Lee dan Khatun.
"Aku adalah Ayah Khatun," bisikku. Dan sudah
kuduga, Xlagmah tidak paham maksudku.
***-*
Perjalanan menuju ke markas pejuang bersama
Nagmah terasa tidak melelahkan walau melewati
Niglil in
152 Turki tan
gunung dan mendaki puncaknya yang tinggi.
Gunung itu terasa mendekatkan manusia dengan
langit. Suhu udara semakin dingin menggigit tulang,
namun rasanya lebih segar karena tidak dibebani
polusi. Dadaku terasa terbuka menerima kesegaran
ini, tubuhku jadi ringan seakanakan terbang
bagai burung walau tanpa sayap. Nagmatullail
berjalan beriring di sampingku, tapi langkahnya
kadang tertinggal di belakang. Kulitnya kemerahan
terkena sinar matahari, wajahnya pucat, namun di
situlah terpantul keayuannya. Kini dia telah pulih,
pembawaannya yang lincah dan periang pun timbul
kembali.
Di awal'awal perjalanan, tentu Nagmah masih
belum bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan
yang keras. Dia telah terbiasa hidup mewah dengan
perwira yang menguras habis kekayaan rakyat
Turkistan, dan Nagmah tidak menyadarinya selama
bersama si penguras itu. Perasaan jengkel masih
terbawa dalam diri Xlagmah karenaia ticlakbisa mandi
air panas seperti di istananya. Dia pun masih merasa
risih karena tidak lagi memakai make up yang biasa
dia hiaskan pada wajah dan tubuhnya. Terlebih lagi
tidak ada orang'orang yang memberi penghormatan
kepadanya seperti saat dia menjadi nyonya perwira.
Niglil " in
Turki, tan 153
Dengan tekad kuat dia berhasil mengubah dirinya
menjadi nyonya perwira. Dengan tekad yang kuat
pula akhirnya dia berhasil mengubah diri menjadi
sosok pribadinya sendiri, pribadi orang Turkistan
yang sedang berjuang melawan penjajah.
Untuk memunculkan rasa bangga sebagai orang
Turkistan asli, Nagmah selalu mengulang/ulang
kisahnya membunuh Pao Din. Ia bertutur bahwa
perwira Cina itu penuh ketakutan ketika menjelang
mautnya. Selalu memohon, merengek, dan meminta
belas kasihan kepadanya.
Nagmah bangga dengan apa yang telah
dilakukannya. Aku menyadari hal itu, maka aku
membiarkan saja sikapnya untuk memulihkan
pribadinya. Dan terkadang aku pun memuji bahwa
tindakannya itu merupakan tindakan ksatria. Tidak


Night In Turkistan Karya Najib Al Kailani di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terasa perjalanan kami sampai di sebuah desa untuk
istirahat. Udara di desa ini agak hangat. Aku dan
Nagmah tinggal beberapa malam di tempat yang
damaiini.
"Sampai kapan kita berjalan seperti ini?" keluh
Nagmah.
"Aku tak tahu kapan bisa berhenti. Pergi atau
pulang, kita akan selalu be1jalan,"jawabku.
""Benar/benar melelahkan," keluhnya lagi.
Night in
154 Turki tan
"Begitulah perang," ujarku.
"Aku tak mengira sedemikian berat beban
para pejuang," Nagmah sadar akan arti berjuang
yang sesungguhnya. "Musthala, kamu tidak pernah
memanfaatkan kesempatan?" tambahnya.
"Apa maksudmu, Nagmah?" tanyaku heran.
"Kita harus mengesahkan hubungan cinta ini
secepatnya," desak Nagmah.
"Sabarlah, kekasih... aku akan mencari seorang
ulama di desa ini untuk mengesahkan hubungan
kita," jawabku pasti.
Tidak sulit untuk mencari seorang ulama di
desa yang aku singgahi sebentar ini. Dan tidak
lama kemudian kami pun segera melaksanakan
upacara pernikahan secara sederhana, namun sangat
membahagiakan. Orangforang desa dan para gadis
memeriahkan acara ini dengan nyanyian dan tarian.
Rebana yang ditabuh begitu indahnya menyentuh
kalbu. Kami makan dan minum dengan rasa syukur
dan gembira dari apa yang telah disuguhkan orang'
orang desa. Selama sepuluh hari, kami benarfbenar
mengalami bulan madu yang nikmatnya tiada tara.
Itulah intermeso dari perjuangan, peperangan, dan
pergolakanfpergolakan yang sedang terjadi.
Niglil " in
Turki, tan 155
Beberapa waktu kemudian, Nagmah menjual
perhiasannya untuk membeli dua ekor kuda sebagai
pengganti kuda/kuda kami yang telah mati karena
tidak kuat menempuh perjalanan yang berat. Dan
perjalanan pun kami lanjutkan kembali.
"Nagmah, saat ini kita di puncak kebahagiaan.
Namun, kamu harus benar'benar kuat untuk menjadi
manusia petualang," bisikku ke telinga Nagmah.
"Mengapa kamu menyebut petualangan?" tanya
istriku.
"Ya, kita akan memunyai anak... mendidik dan
membesarkan mereka dalam situasi yang penuh
kecamuk perang," kataku.
"Kita serahkan saja semuanya kepada Allah,"
istriku yang bagai bintang malam itu membesarkan
hatiku.
"Mari kita meneruskan perjalanan menuju suatu
tempat yang d1 sana berkumpul orang/orang yang
gagah berani. Bersama mereka, anakanak, dan kaum
perempuan turut membantu para pejuang," sahutku
menimpali.
Wagmatullailku tersenyum. Dia lalu menarik tali
pedati. Maka berangkatlah kami.
"Perang itu merupakan kewajiban untuk
menempuh jalan Allah. jika kita menang, kita
Night in
156 Tachi. tan
akan menjadi tuan di negeri sendiri. Kita akan
memulai kehidupan yang lebih bersih, indah, dan
menyenangkan sehingga bisa mendidik anakfanak
dengan tenang."
Nagmah menengadahkan wajahnya ke langit.
Dia memandang bintang yang malam itu bertaburan.
"Benarkah cita'cita seperti itu mampu kita
capai?" tanya Nagmah.
"Mengapa tidak? Bila Islam kembali ke pangkuan
orang islam, maka negeri yang penuh kedamaian
pun akan segera terwujud. pada saat itulah kita bisa
merasakan kehidupan yang hakiki. Kita akan berada
di dalam kehidupan yang lebih baik dari saat ini.
Turkistan akan menjadi nyanyian yang abadi. Dan
rakyat Turkistan, tidak terkecuali aku dan kamu,
akan merasakan rahasia keindahan nyanyian suci
dan rahasia keabadiannya, yaitu kerukunan dan
kesentosaan. Ah, itu pasti suatu surga di atas bumi!"
paparku pada istri tercintaeirp"
**** Niglil " in
Turki, tan 157
' | 'atkala kami berada di
pegunungan, Osman Batur
memberi penjelasan dan memberi
semangat kepada kami lewat pidatonya.
"Wahai kawanku para pejuang!
Saat genting seperti ini penting untuk
menentukan masa depan negeri kita.
Perjuangan kita telah memakan waktu
yang panjang. Kita ingat, negeri ini
tercabik'cabik sejak orang/orang Cina
menginjak/injak agama kita, sejak kaisar
Cina menguras habis kekayaan negeri
kita dengan tam ak, yang semua itu terjadi
Night. ' in
153 Tuvki tan
karena kelalaian para penguasa kita. Maaf, bukan saya
ingin mengungkit masa lalu. Saya ingin mengatakan
bahwa kemerdekaan negeri dan kebebasan
perikehidupan kita tidak mungkin dikerjakan oleh
satu orang, namun harus dipikul bersama, yakni
semua orang Turkistan tanpa kecuali! Kemerdekaan
harus kita peroleh dengan kesatupacluan kekuatan
orang/orang Turkistan. Kemerdekaan hanya bisa
diraih dengan kekompakan tekad bangsa kita
sendiri. Rusia telah membohongi kita dengan janjijanjinya yang hendak memberi bantuan kekuatan.
Cina juga telah mengelabui kita dengan janji/janjinya
yang hendak memberi kemerdekaan. Ya, itulah Stalin
dan kaisar'kaisar Rusia lainnya, juga Chiang Kai
Shek dan Sun Yat Sen yang janjifjanjinya tidak bisa
dipercaya!"
Sudah kita saksikan sendiri kekejaman/
kekejaman mereka terhadap rakyat Turkistan ini.
Ribuan orang telah digiring ke tiang gantungan
dan ratusan ribu dijebloskan ke penjara. Para
tawanan wanita diperkosa dan dianiaya dan para
tokoh pejuang tidak diperlakukan sebagai tawanan
perang, namun dibunuhnya dengan keji! Kehormatan
dan nama mereka dieemarkan. Begitulah mereka
memperlakukan orang orang terbaik kita.
Niglil " in
Turki, tcm 159
Tidak hanya sebatas itu kekejaman mereka.
Para penjajah itu pun berupaya mencetak generasi
sesat dengan penyebaran ilmu dan dogma ajaran
yang penuh kebohongan, dengan dalih mendidik dan
membangun negeri ini.
Sungguh janggal apa yang dikatakan mereka.
Rusia melawan Hitler dengan dalih hendak
membebaskan dunia, padahal bukankah mereka
sendiri yang mencengkeram kemerdekaan bangsabangsa di dunia ini? Tak pelak lagi, yang menjadi
korban keserakahan mereka adalah pasukan yang
berasal dari putrafputra Muslimin Kaukasus dan
Turkistan Barat, pasukan pendukung Rusia dalam
peperangan melawan jerman.
Wahai, para pejuang! Kita berjuang demi
kemerdekaan suatu negeri yang seharusnya memang
merdeka. Kita membenci para agresor dalam
perwujudan apa pun. Kita harus membela agama dan
mempertahankan warisan peradaban yang agung.
Kejayaan Rusia telah jatuh ke dasar lumpur
dalam peperangannya di belahan timur, jerman
sudah berada di pintu gerbang lvloskow, begitu juga
Cina mengalami tekanan hebat darijepang.
Rusia mulai putus asa menumpas perang gerilya
yang kita lakukan sekarang ini. NVahai para pejuang,
Niglil in
160 Turki tan
kita harus terus'menerus menahantam musuh!
O Pe 'uanUan kita saat ini adalah 'ibad sabilillah! Tiada
C? jalan lain untuk meraih semua itu, kecuali dengan
pernyerbuan besar/besarani"
Gema takbir diserukan dengan lantang.
Penyerbuan besar-besaran sungguh dilakukan oleh
para pejuang. Sebagian pasukan telah berada di
posisi yang sangat dekat dengan Urungi. Pada saat
penyerbuan itu, Rusia tengah memindahkan kekuatan militernya untuk mempertahankan Stalingrad
dari serbuan jerman sehingga pasukan Rusia yang
berada di Turkistan Timur dengan mudah dapat
dihalau. Pembebasan wilayah ini menjalar hingga ke
Turkistan Barat. Rusia sempat terkesiap menghadapi
kenyataan ini. Ia baru sadar adanya kekuatan rakyat
yang selama ini tersembunyi. Dengan kemenangan
para pejuang Turkistan, tersingkaplah kejahatan"
kejahatan yang dilakukan oleh ekspansionis Rusia
selama mencengkeramjaj ahannya. Keluarga'keluarga
Turkistan yang dinyatakan hilang... ternyata mereka
meringkuk di markas (camp) Rusia. jumlah mereka
meliputi tiga ratus ribu orang. Ditemukan pula lebih
dari tiga ribu kerangka manusia yang tertimbun
puingfpuing gudang. Mereka adalah rakyat yang
disekap dalam satu gudang yang terkunci rapat,
Niglil " in
Tanki tan 161
yang kemudian roboh karena badai dan hujan lebat.
Tersingkap pula kekejaman para intelijen KGB
terhadap dua tokoh Turkistan, Khajah Niaz, sang
presiden, dan panglimanya, jenderal Sayyid Khan.
*vlayat mereka ditemukan di salah satu tambang gas
beracun.
Rakyat Turkistan menyaksikan bukti'bukti
kekejaman ini secara langsung. Berduyunfduyun
mereka melihat kuburan massal saudaranya.
Nlagmatullail tidak tahan melihat kenyataan ini.
Dia pun menangis tiada henti.
"Bagaimana mereka bisa mengalami kematian
seperti ini? Aku tidak habis pikir, kekejaman mereka
benar/benar kelewatan. Betapa ngerinya! Di kamar
yang gelap mereka menjerit memohon pertolongan,
namun tak ada yang mendengarnya! Mereka haus dan
kelaparan, namun tak ada yang menolongnya! Tubuh
mereka dicambuk dengan eemeti, kulit mereka
mengelupas lebar dan dalam, mereka pasti teringat
akan anak dan istrinya. Ya llahi, bagaimana mungkin
kebiadaban seperti ini ada di bumi "Vlu? Laknatilah
Rusia itu, musuh kami, musuh orangorang Islam.
Lihatlah kerangka yang berpelukan itu dan semua
kerangka yang menampakkan sikap kedinginan.
Mereka adalah orang/orang yang memiliki kekayaan
Niglil in
162 Tanki tan
berlimpah, namun mereka mati dalam suasana yang
mengenaskan. Terkutuklah manusia'manusia yang
kotor dan kejam itu!!!"
Nagmah tak kuasa melihat pemandangan
mengenaskan ini. Aku pun memegang tangannya.
"Orang yang telah mati tidak merasakan apa'apa
lagi. Sudahlah, jangan menyiksa perasaanmu." Aku
berusaha menenangkan perasaannya yang diliputi
rasa haru dan sakit itu.
"Kita harus menyaksikan penderitaan mereka
agar lahir suatu kekuatan dari kebencian ini, dendam
kita pada setiap tirani!" Nagmah masih berang.
"Dengarlah, sayang... kita akan kejar mereka ke
setiap tempat," bujuk aku.
Nagmah mengusap air matanya.
"Musthafa, rasanya tubuhku lemah... tidak kuat
mengikuti perjalananmu," keluhnya.
"Nagmah, apa kamu sakit?" tanyaku khawatir.
"Rasanya perutku sudah ada janinnya," bisik
istriku sambil menghapus air matanya.
Aku pun berhenti sejenak. Menyadari fisik
Nagmah telah berubah: pucat dan kurus. Aku pun
meraba perutnya yang belum tampak menggelem'
bung itu. Segera aku mencari tempat untuk
istirahat.
Nkjlil " 111
Turki, tan 163
"Bila Allah mengaruniakan kita anak lakiflaki,
akan kita beri nama Khajah Niaz, nama presiden kita
yang gugur membela agama dan bangsa," bisikku
lembut.
Niagmah tersenyum manis sambil menah an sakit.
Barangkali dia memang sedang mengalami perubahan
di dalam tubuhnya sehingga merasa nyeri.
Seminggu kemudian aku bertugas ke daerah Ili
dan Altai, daerah yang kaya akan tambang dan hasil
buminya, yang harus kami rebut kembali dari tangan
Rusia.
Pertempuran sengit terus terjadi. Pasukan Rusia
terdesak hingga lari ketakutan. Panglima Osman
Batur lalu mengumpulkan kami di dalam suatu


Night In Turkistan Karya Najib Al Kailani di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pertemuan khusus para pemimpin laskar.
"X/Vahai kawan semua, apakah kalian semua
tahu apa yang dilakukan oleh penguasa Cina Shin
See Tsai?" tanyanya.
Kami sangat tertarik dengan pertanyaan itu
dan kami menunggu apa gerangan yang hendak
dikabarkan pada kami tentang pemimpin Cina itu.
"Penguasa Cina sangat bergantung kepada
kekuatan Rusia."
Night in
164 Tanki. tan
Kami tidak paham apa yang dikatakan oleh
panglima Osman Batur. Kami diam menunggu
keterangannya lebih lanjut.
"Benar, Rusia menyelamatkan Cina dari
seranganfserangan kita, namun semata'mata untuk
ke entinoan vribadin'a. Secara tidak langsunU
C D 07
Rusialah fana memiliki keka aan neceri kita ini
) n :)
meskiaun Cina rana menguasain a. Inilah olitik
D D bangsafbangsa eksploitir."
Kenyataan ini sangat disesali oleh Shin See Tsai,
penguasa Cina untuk Turkistan Timur. Dia benar
benar jengkel kepada Rusia, namun tentu saja dia
tidak bisa mengadakan gerakan militernya sebelum
penasihat militer dari Rusia itu mengalihkan se/
bagian besar kekuatannya untuk menghadapi
pasukanjerman yang kini memasuki wilayah Rusia.
Pada saat seperti itulah, Shin mengambil
kesempatan menawan orang/orang Rusia dan
mengirimkannya pada presiden Cina untuk
menghantam pasukan kita.
"Ini kesempatan yang baik. Di saat Shin tidak
memunyai pendirian yang mantap, secepatnya
kita melipatgandakan pasukan untuk menghadapi
pastikan Cina."
Niglil 111
Tanki tcm, 165
Demikian penjelasan Osman Batur. Selanjutnya
panglima kami menginstruksikan kepada setiap
warga untuk segera memanggul senjata, mobilisasi
umum segera digerakkan!
Osman Batur membuat ultimatum untuk
penguasa Cina, Shin See Tsai, dan memberi batas
waktu agar seluruh kekuatan militernya segera
angkat kaki dari negeri Turkistan atau mereka akan
dibantai habis.
Tentulah Shin kebingungan dan tidak mengerti
apa yang akan dilakukannya. Kekuatan kami telah
mengurungnya, sedangkan bantuan dari pemimpin
pusat belum juga tiba. Rakyat Turkistan kian
bersemangat dalam perjuangan. Mereka memekikkan
takbir, Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! hingga
menggema ke seantero langit.
Untuk ketiga kalinya di dalam situasi perang
ini aku bertemu dengan kawan karibku, Manshur
Darga.
"Sungguh aku rindu padamu, namun kini
banyak perubahan dalam dirimu, Manshur. Rupanya
kamu sudah tua, rambut putihmu mulai tumbuh,"
aku menyapanya bertubi'tubi. Sebenarnya bukan
hanya itu perubahan pada diri sahabatku ini. Aku
perhatikan tangan kirinya tidak seperti dulu,
Night 111
166 Tanki tan
kepalanya sudah mulai botak, tapi dagunya masih
berwarna abufabu sebagai tanda kekerasan hatinya.
Matanya pun memancarkan kesedihan.
Aku sapa demikian, Manshur tertawa. Namun,
aku yakin tawanya bukan berasal dari jiwanya yang
bersih, merdeka, dan terlepas.
"Apa kabar, kawan?" aku berusaha mengerti
keadaanyang sesungguhnya.
"Kita telah menang melawan Rusia!" katanya
purafpura bersemangat.
Mendengar jawabannya, aku tertawa. Aku
mentertawakan kepurafpuraannya itu.
"Binatang buas masih mengenal kasih
sayang, sedangkan Rusia sama sekali tidak ada
rasa kemanusiaan dalam darahnya," Manshur
mengumpat geram dengan suara yang ditekan.
Aku diam mendengar ungkapannya selanjutnya.
"Ya, Gipsy, kekasihku gugur dibantai orangorang
Rusia. Mereka membantai orang yang sangat aku
cintai seperti membantai kambing untuk pesta pora,
Mereka mengeroyok seperti binatang buas, Gipsy
pun menjerit dan membela kehormatannya."
N'lanshur bercerita demikian dengan tangisan
yang benarfbenar geram. Dadaku pun ikut merasa
nyeri, napasku sesak menahan marah.
Niglil 111
Turki, tan. 167
"Aku menyesal mencT Dapa harus melarikan diri
dari markas pembantaian itu. Mengapa aku tidak
memilih mati bersama mereka yang tertindih puing:
puing itu, mengapa? Musthafa, kamu tahu, karena
aku gagal ditemukan oleh mereka, para intel laknat
itu secara membabi buta menangkap keluargaku:
ayah, ibu, dan adikfadikku, semua tak tersisa! Aku
menyesal! Aku menyesal mengapa aku tidak mati
saja bersama tumpukan kerangka yang ditemukan
di reruntuhan markas intel itu Mengapa yang tidak
berdosa itu yang mati?!"
Air mata Manshur mengalir. Dengan sekuat
tenaga, aku berhasil mengeluarkan suara untuk
sedikit menghibur sahabatku yang malang ini.
"Sahabat, ikhlaskanlah mereka. Mereka telah
kembali ke pangkuan yang tidak akan menzalimi
nya lagi," ucapku menghibur.
"Yakinkah kamu bahwa aku lebih berbahagia
daripada mereka yang telah pergi?" tanya Manshur
yang tentu sulit aku jawab. Aku mengalihkan
perhatian Nlanshur dari kenangan pahitnya.
"Mari ikut aku! Nagmatullail ingin berjumpa
denganmu."
:'vlanshur memandangku seolah'olab ingin
mengingat kisah lama yang hampir terlupakan.
Nighl
168 Tanki tan
"Nagmatullail?"
"Ya, Nagm atullail, istriku."
"Istrimu? Tidak mungkin!"
Aku tertawa melihat Manshur selalu terkejut.
"Nagmah ikut serta bersamaku dalam beberapa
operasi gerilya. Manshur, tentu cerita ini sangat
menarik," kataku meyakinkannya.
Tibaftiba orang yang duduk di sebelah kami
bertanya, "Anda yang bernama lvlusthafa Murad
Hadrat?"
"Benar," jawabku jujur.
Orang itu tertawa bah agia.
"Kisah asmara Anda telah disiarkan pers di
Urungi, Altai, Kasygar, dan Komul," ucapnya.
"Apa maksud Anda?" tanyaku.
"Kisah percintaan Anda menjadi bahan
yang menarik bagi pers. Di samping itu terdapat
pengumuman yang isinya menyediakan sejumlah
uang emas bagi yang berhasil menangkap Anda
dan Nagmatullail dalam keadaan hidup atau mati,"
ungkap laki/laki tersebut yang rupanya seorang
xa-artawan.
Nkjlil " 111
Turki, tan 169
Aku meyakinkan wartawan itu bahwa memang
benar akulah Mushtafa Murad Hadrat, sambil aku
perlihatkan bintang kehormatan kepadanya.
"Bintang kehormatan kelas satu?" dia terkesima.
"Benar, bintang kehormatan dari Osman Batur!"
kembali aku meyakinkannya.
Aku dan Manshur segera meninggalkannya.
Rembulan memancarkan sinarnya yang cerah.
"Kamu adalah orang yang penuh percaya diri,
bersemangat, dan tidak pernah diliputi kecemasan.
lvlusthala. Aku salut bahwa kamu berani menegakkan
rumah tangga di tengah tengah situasi zaman yang
tidak menentu ini," ucap Manshur.
Aku tersenyum mendengar komentarnya.
"Raja Komul telah wafat oleh mereka, para
panglima kita dihukum, rakyat teraniaya, dan kaum
perempuan dirusak. Gelombang perjalanan umat
manusia selalu dididik oleh peristiwa'peristiwa
kekejaman, seolahfolah sudah digariskan bahwa
kita harus berjuang dan berperang sepanjang hidup,"
keluhnya lagi.
"Dan tak ada yang lebih tinggi derajatnya dalam
peperangan ini kecuali berjihad di jalan Allah,"
jawabku menyadarkan Ivlanshur.
Night 1.11
170 Turki tan
"Aku tahu dan menyadari semuanya. Iviaafkan
aku, 11.-1111.11 kawan, bila aku selalu diliputi kekesalan.
Aku masih saja menyesali ayahku yang telah tua itu
mati oleh kekej aman orang kafir. Tapi, mengapa darah
ibu dan adikfadikku harus bercucuran oleh pedang
penjajah? Dan mengapa istriku pun ikut mati?" keluh
Manshur.
"Kadang aku sangat merindukan harifhari indah
dan tenang di masa kanakfkanak, sebelum tangan:
tangan rakus itu kembali mencengkeram negeri kita.
Mengapa kehidupan yang riang, bumi yang hijau,
pagi yang indah, dan sungai'sungai yang gemericik
oleh suara air itu harus sirna? Apakah manusia yang
ingin menikmati kebahagiaan harus dikoyak oleh
penderitaan terlebih dulu? Apa yang dinamakan
kebahagiaan itu, Musthafa? Mengapa para penyiksa
itu tertawa ketika menyaksikan Ayahku membaca
ayat suci 111/Qur"an, lalu menebas tubuh Ayahku?
Mengapa mereka bisa tertawa, sedangkan kita
tidak? Aku ingin berjumpa Nagmatullail, aku ingin
menanyakan bagaimana rasanya ketika hidup
di tengahftengah binatang buas itu. Aku ingin
menanyakan apakah mereka masih menyisakan ciriciri manusia dalam tingkah lakunya?"
Night " 111
Turki, tan 171
_Nianshur Darga benarfbenar terbebani pena
deritaan atas musibah yang menimpa keluarganya.
Dia benar??benar berontak terhadap kenyataan!
Aku memegang bahunya seraya mengalirkan
rasa kasih sayang lewat kehangatan tanganku.
"Sahabatku, kamu beriman kepada Allah kan?"
tanyaku.
"Tentu, tentu aku beriman kepadafNya!"
tegasnya dengan air mata terderai.
"Dan bagi mereka yang ditimpa musibah
L hendaknya berkata, "Inna lillahi wa Inna Ilaihi rdnnn."
ucapkuElfo"
**** Night 111
172 Turki tan
Night 1.11,
Turki, tan
ara pemimpin Cina diliputi
kecemasan karena bantuan
dari pemimpin pusat Cina belum juga
datang, "Sepertinya harapanku untuk
mendapatkan bantuan hanya sekadar
angan," ujar Shin See Tsai.
"Aku percaya sepenuhnya kepada
Rusia dan bantuanfbantuan pasukan
dari pemimpin tertinggi Cina untuk
melindungi kekuasaan dari rongrongan
pemberontak Turkistan. Aku tidak
sendirian meraih kemenangan yang
,KJ .- . (: iv?.
,? L,"
173 aku citafcitakan. Tapi, apa artinya kerjasama ini?
Apakah sepanjang hidupku selalu bersandar kepada
Rusia dan para pemimpin puncak Cina? Bagaimana
mungkin keadaan seperti ini bisa mendatangkan
ketentraman dalam kehidupanku?"
Dan untuk berbaik hati kepada Turkistan pun
mustahil. Tidak ada dalam sejarah bahwa agresor
bisa bersahabat dengan rakyat yang diperas.
u a er"Sdhbllllk bblll
ldittgglAktdlbl
yakin tidak ada cara lain kecuali dengan kekerasan.
' a sa'a u inra, a i aeou u an lang nen ' a '
Liht bkt dr Dnn D1 gitri
markas kita, rakyat Turkistan semakin menghujani
kita dengan pelurufpelurunya setelah tahu bantuan
Rusia hancur lebur. Apabila bantuan dari pemimpin
pusat tidak segera datang, maka Urungi akan jatuh


Night In Turkistan Karya Najib Al Kailani di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan kita akan terbantai habis oleh tangan?tangan
rakyat Turkistan."
Demikian Shin See Tsai mengungkapkan rasa
bingungnya kepada salah seorang jenderalnya. Shin
benar'benar emosi dan frustasi. Dia pun duduk
menyendiri berusaha menemukan pemikiran'
pemikiran baru. Entah berapa lama dia termangu
tanpa kawan. Ketika dia mengangkat kepalanya,
betapa herannya ia karena di hadapannya telah
Night 111
174 Tanki tan
berdiri seorang gadis yang sedang membawa sebotol
arak.
"Sudah berapa lama kamu berdiri di hadapanku?"
tanya Shin.
"Sudah setengah jam" jawab gadis itu.
"Ha! Mengapa kamu tidak menegurku? Apakah
kamu tidak tersiksa menunggu orang yang sedang
bungkam?" Shin tak mengerti akan sikap gadis
Turkistan yang dijadikan gulazgulanya itu.
Gadis ini terpaksa hidup sebagai gula/gula Shin
untuk mendapatkan keselamatan atas keluarganya.
Namun, dia bukanlah sattizsatunya gadis yang
menjadi makanan Shin. Yang disukai Shin pada gadis
ini adalah sifat pendiam, penurut, dan keluguannya.
Shin sengaj a memilih gadis yang agak lugu agar tidak
menuntut macameacam.
"jika kami meninggalkan Turkistan, kamu akan
ikut atau tetap tinggal di sini?" tanya Shin.
"Aku akan patuh pada perintah Tuan," jawab
gadis yang tampaknya tidak paham tentang
pertanyaan yang dilemparkan Shin.
"Baiklah. Tapi, perlu kamu tahu bahwa rakyat
Turkistan mungkin akan mengalahkan kami," jelas
Shin. Namun, sebelum Shin tuntas menjelaskan,
gadis itu menyela.
Niglil 111
Turki, tcm 175
"Tuan pasti selamat, tapi tak mau memikirkan
aku lagi," ucapnya sambil menatap tajam.
"Mengapa kamu berkata begitu?" tanya Shin.
"Karena banyak kaum perempuan lain yang
bisa Tuan pilih. Sedangkan aku? Siapa yang akan
menyelamatkan diriku?" gadis itu benar'benar polos
mengungkapkan kecemasannya.
"Kamu dan kaum perempuan Turkistan lainnya
benar'benar manusia yang mampu hidup tanpa
perasaan dan hati nurani," ujar Shin.
Gadis itu kebingungan menangkap maksud
pembicaraan Shin.
"Apakah aku kurang sempurna menjalankan
kewajibanku?" tanya si gadis dengan lugu.
"Kamu benarfbenar dungu! Aku tidak bicara
masalah pelayanann" bentak Shin.
"Lalu apa yang Tuan maksud?" tanya si gadis.
"Masalah cinta," tegas Shin.
Gadis itu tertegun sejenak, berusaha mencerna
kata yang baru saja terlontar dari bibir tuannya.
Namun, dia tidak juga merasakan apafapa.
Shin semakin jengkel dan kesal.
"Transaksi hubungan manusia hanya didasarkan
atas kepentingan pribadi, kepentingan keselamatan
Nighl in
176 Tanki, tan
dan keamanan, dan karena perasaan takut dan
mencari perlindungan. Itulah kalian, dan begitu
pula yang diperbuat oleh tentaraftentara Cina yang
terperangkap dalam jebakan pejuang N'luslimin.
Mereka pindah agama karena mencari perlindungan
dan menghindari penyiksaan."
Shin See Tsai lalu menoleh gadis yang
tidak mengerti sama sekali tentang apa yang
dibicarakannya.
"Pergilah kamu ke neraka sekarang juga!" hardik
Shin.
"Iviaksudnya? Tuan menyuruhku keluar dari
istana ini?" gadis itu kebingungan.
"Masih belum tahukah kamu, wahai dungu,
letak neraka?" bentak Shin.
"Neraka neraka... aku memang belum
tahu persis tempatnya, namun aku bisa bertanya
kepada seseorang," gadis itu kian menunjukkan
kebodohannya.
Shin dengan geram membentak, "Pulanglah ke
rumahmu, hai dungu!"
Gadis itu lalu beranjak meninggalkan Shin
sambil bergumam, "Aku mengerti Tuan, neraka itu
berada di sana, di akhirat yang kelak akan dihuni
oleh orang jahat, kafir, dan musuh Tuhan."
Niglil " 111
Turki, tan 177
Shin memandang gadis itu keheranan. Dalam
hatinya dia menerka bahwa gadis ini hanya puraf
pura bodoh, lalu dia membentak lebih keras lagi,
"Pergi kau ke sana!"
"Tapi, aku belum mati," jawabnya tak peduli.
Si gadis tidak jadi beranjak. Dia menunggui
Shin hingga tertidur mendengkur kelelahan. Tuan
telah dua hari tidak sempat tidur karena terjadinya
kemelut di Urungi. Shin benar'benar tidur nyenyak
setelah lelah membentalcbentak gadis dungu itu.
Tidak lama kemudian, Shin terjaga karena
mendengar keributan di luar. Dilihatnya gadis itu
masih tegap berdiri di dekatnya. Dia pun menyapa
gadis itu dengan suara yang berbeda dengan suara
sebelum tertidur.
"Kamu berasal dari daerah mana?" tanya Shin
dengan suara datar.
"Aku datang dari ujung utara, pinggiran Siberia.
Lupakah Tuan waktu itu aku suguhkan beberapa
gelas minuman dan buah'buahan pada kunjungan
Tuan ke daerah itu? Lalu Tuan tertarik kepadaku
dan sampailah aku berada di sini. Kalau Tuan akan
meninooalkan tempat ini, aku akan kembali ke sana
UDC mencari ayah dan ibuku," jawab gadis datar.
Night in
178 Turki tan
Perawakan gadis itu indah dipandang, namun
sayang dia tidak terpelajar.
Shin pun menarik, membelai, dan memainkan
rambut si gadis yang hitam dan panjang.
"Aku sudah lupa namamu. Aku hanya mengingat
kejadian yang ketika itu kamu menangis minta
dikasihani," kata Shin.
Terdengar ketukan pintu berkalizkali, gadis
itu pun segera berdiri dan keluar. Seorang perwira
masuk, lalu mengabarkan kepada Shin, "Rakyat
Turkistan mengurung Urungi. Pertempuran sengit
terjadi di pinggiran kota, sedangkan bantuan belum
juga datang."
"Kalian tambah pasukannya!" perintah Shin
kepada perwira itu.
"Tidakkah ada pemikiran untuk menarik
pasukan?" tanya sang perwira menawar.
"Menarik mundur pasukan merupakan tindakan
yang bodoh. Kita akan dirajang dan dibantai oleh
kaum Muslimin dari segala penjuru. ltu artinya kita
akan kalah perang secara keseluruhan. Urungi kita
jadikan sebagai benteng pertahanan. Tidak ada jalan
lain, Urungi harus dipertahankan sampai mati atau
Niglll 111
Tanki, tcm 179
sampai datangnya bala bantuan dari Chiang Khai
Shek!" perintah Shin kepada perwiranya.
"Ultimatum yang dikirim Osman Batur
menawarkan keselamatan apabila kita mau angkat
kaki dari Turkistan," kata perwira yang masih ingin
memengaruhi keputusan Shin.
"Saya tidak percaya dengan janji tentara," ucap
Shin sinis.
"Mengapa? Saya yakin mereka tidak berdusta.
jenderal," jawab perwira.
Shin tertawa mendengar penuturan perwira.
"Sebab mereka telah kami tipu ribuan kali."
"Tapi mereka...," belum sempat perwira itu
meneruskan gagasannya, dia telah diperintahkan
Shin untuk segera kembali ke markasnya.
"Kembalilah! Kita lawan habisfhabisan tanpa
penarikan pasukan, tanpa penyerahan!" tegas Shin
sekali lagi.
Sebenarnya Shin sedang diliputi kebimbangan.
jalan terbaik yang ingin ditempuh Shin adalah
bunuh diri dengan bertempur habis/habisan di
medan perang. Seorang jenderal yang sudah putus
asa sebaiknya bunuh diri. Dan pertempuran itulah
cara yang terbaik untuk mengelabui mereka, bahwa
Nighl in
180 Tachi tan
seorang jenderal telah putus asa dan kini akan bunuh
diri.
Di dalam situasi yang diliputi kekalutan, sang
gulavgulanya datang m embawa hidangan dan sebotol
arak. Setelah meletakkan bawaannya, gadis itu
meminta izin kepada Shin.
"Aku ingin pergi, Tuan," pinta gadis itu.
Shin pun terkesima, "Mengapa kamu ingin pergi
dari sini?"
"Pertempuran makin dahsyat, aku takut berada
di tempat ini," katanya.
Shin agak sedih juga bila ditinggal gadis bodoh
itu. Shin menyenangi wajahnya yang mungil, sifatnya
yang pendiam dan ramah. Dia tidak membutuhkan
wanita yang cerdas. Shin telah jemu dengan gadis.
gadis kader komunis yang sebagian besar angota
intel Stalin yang selama ini menjadi teman kumpul
kebonya. Dia juga telah jemu dengan gadis?gadis Cina
pendatang atau para seniwati atau wanita'wanita
karier. Shin lebih suka wanita bodoh seperti yang
berada di hadapannya ini. Namun, gadis ini ternyata
masih diperlakukan sebagai tawanan.
"Mengapa kamu ingin meninggalkan aku?"
Nkjlil "' 111
Turki tan 181
"Aku hanya ingin bertemu dan berkumpul
dengan keluargaku" jawab gadis itu.
"Tidakkah kamu ingin tetap tinggal bersamaku
selamanya? Aku akan memberimu emas permata,
makanan lezat, pakaian mewah, dan perlindungan
yang benarfbenar aman," bujuk Shin.
Gadis yang lugu itu tibaftiba menangis tersedu/
sedu. Shin berteriak mengancam, "Bila kamu tidak
mau memenuhi permintaanku ini, berarti kamu
pembangkang! Akan aku kupas kulitmu dengan
cemeti ini!" ancam Shin tambah keras.
Gadis itu merangkul kaki Shin sambil menangis
ketakutan.
"jangan Tuan lakukan itu, aku mohon maaf.
Ampunilah aku, Tuan!" pinta gadis itu.
1"
"Pergilah! Pergilah! Kau pembangkang usir
Shin. Gadis itu pun pergi meninggalkan Shin
**** Pada akhirnya, datang juga bantuan dari
pemimpin pusat berupa enam batalion pasukan
penyelamat dilengkapi persenjataan yang sangat
canggih. Shin See Tsai terselamatkan dari tindakan
bunuh diri. Perlengkapan yang diperoleh pemimpin
Nighl in
182 Tuvki. tan
pusat dari Inggris yang akan dipergunakan melawan
jepang ini benar/benar membesarkan hati Shin See
Tsai.
Sebelum sampai ke Urungi ztempat Shin
terkurung oleh pasukan Osman Baturg pemimpin
batalion berusaha mengelabui kami.
"Kami datang untuk menghajar Shin yang
memihak kepada Rusia. Kami hendak membersihkan
negeri kalian dari unsur/unsur komunis," katanya.
"Ketahuilah, Tuan! Kami sanggup membersih/
kannya sendiri. Kami berpegang pada tali Islam yang
sangat ampuh untuk melawan intervensi komunis
dan ideologinya daripada meminta bantuan bala
tentara Tuan. Saya tahu persis siapa Shin dan kalian
semua!" tegas panglima kami.
"Perlawanan kalian terhadap kekuatan kami
akan memberi peluang emas bagi musuh," bujuk
Cina.
"X/Vahai Tuan, dengarkan! Tuan/tuan kami
angap sebagai musuh kami!" Panglima Turkistan
menyatakan sikap tidak mau kompromi.
"Baiklah, bila demikian sikap Tuan'tuan,
kami akan kembali pada posisi semula dan silakan
menyelesaikan urusan Anda sendiri!" jawab si Cina.
Nighl " 111
Tachi, tan. 183
Pasukan Cina yang kemarin menjanjikan
bantuan untuk mengusir Shin, kini menampakkan
sosok aslinya sebagai penipu. Pasukan mereka
menerobos pos penjaga perbatasan sehingga terjadi


Night In Turkistan Karya Najib Al Kailani di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pertempuran dari kekuatan yang tidak seimbang.
Mereka berhasil mendekati Urungi, tempat Shin See
Tsai terkurung oleh pasukan Osman Batur. Setelah
yakin bantuan datang, maka dia menyatakan akan
bergabung dengan peimipin pusat dan melepaskan
diri dari Rusia untuk terus bergerak mengusir Osman
Batur.
Osman Batur agak kewalahan juga menghadapi
pasukan mereka. Dia membangkitkan semangat para
Mujahidin melalui pidatonya, "W ahai para pejuancr,
jangan putus asa!"
"Tapi, bagaimana caranya menyusun kekuatan
untuk menahan serbuan Cina yang bagai barisan
semut itu?" teriak kami.
Dengan senyum penuh keyakinan, Osman Batur
pun memerintah, "Kita harus kembali ke pegunungan
secepatnya! Dari sana kita akan memulai langkah
baru !"
"Bagaimana kalau...," aku berusaha menawarkan
alternatif lain, namun belum selesai aku bicara,
Osman Batur menyahut, "Melanjutkan serangan dan
Night in
184 Tanki tan
memaksa diri merebut Urungi adalah tindakan yang
terpuji, namun harap kawanfkawan tahu bahwa kita
harus tetap hidup! Nyawa kita masih diharapkan oleh
rakyat Turkistan. Kita harus kembali ke pegunungan
untuk menyusun strategi baru!" perintah Osman
Batur dengan tegas.
Kami cukup puas terhadap apa yang telah
dilakukan. Banyak korban di pihak musuh,sedangkan
kekuatannya masih kami butuhkan. Kini, daerah
pegunungan itu semarak lagi oleh kedatangan para
laskar Muslimin. Takbir seusai shalatjum'at kembali
bergemuruh ke angkasa raya memberi semangat
baru.
Sementara itu, pemimpin pusat memberhenti?
kan Shin See Tsai sebagai penguasa Cina atas negeri
Turkistan Timur. Bila dipikirkan, hal ini sangat
janggal. Bukankah Shin See Tsai baru saja menyatakan
sikap berpihak kepada pemimpin pusat? Bukankah
kerja sama di antara mereka baru saja dilaksanakan?
Penguasa yang baru bernama Ou You lebih
sadis dan emosional lagi. Dia menggunakan cara'
cara penumpasan yang benar'benar kejam. Para
penulis, penyair, dan ulama ditangkap, dibantai,
lalu dibunuhnya meski mereka tidak menyandang
senjata.
Nighl "" 111
Tachi, tan. 185
Kami "rakyat Turkistan sangat menyesali
tindakan ini.
"Ruh umat seakan ingin dicabutnya," keluh
Manshur.
"Mereka hendak menghabisi orangorang Tur?v
kistan ini hingga ke akarzakarnya," ucapku dengan
sedih.
"Mengapa para cendikiawan kita yang tidak
pernah membunuh pasukan mereka itu dibunuh?"
tanya Nagmah.
Rakyat Turkistan menangisi jasad mereka.
Perasaan tidak rela sangat menancap di dada kaum
Muslimin Turkistan. Betapa tidak, bukankah para
cendikiawanlah yang selama ini selalu mengarahkan
jiwa, kepribadian, dan iman orangorang Turkistan?
Bukankah setiap kata dan kalimat yang mereka
nyatakan mengukir indah napas rakyat Turkistan?
Barangkali justru karena peranannya yang
demikian penting itulah penguasa Cina Ou You
membantainya.
"Aku kenal seorang penyair yang selalu
membangkitkan optimisme hidup dan menunjukkan
keindahan masa depan yang harus diimpikan
setiap orang. Syair-syairnya selalu memperbarui
dan menambah semangat kehidupan. Aku kenang
Night 111
186 Turki tan
pula seorang ulama yang selalu membakar jiwa
para pemuda dengan analisis dan studi islam yang
mengagumkan sehingga mereka tidak merasa
takut lagi menyatakan kebenaran sebagai sesuatu
yang benar dan harus diperjuangkan. Begitupun
dengan menyatakan kezaliman sebagai sesuatu
yang harus dimusuhi, diperangi, dan dilaknati.
Itulah karya mereka, para cendikiawan Turkistan.
Ruh orangorang Turkistan pun serasa dicabut
dengan meninggalnya mereka," demikian Manshur
meratapi.
Dengan dibakar rasa amarah, rakyat Turkistan
pun bangkit. Perang gerilya berkecamuk kembali.
Pasukan Cina yang kekuatannya lebih besar
digerakkan oleh ruh yang lebih sadis dan tanpa belas
kasih sama sekali. Pasukan Muslimin pun terus
didesak. Laskar/laskar kami diculik, tempat?tempat
penting dibakar, dan masyarakat terus/menerus
diteror. Kami merasa tersudut. Malapetaka dan
siksaan CCI'LIS'ITICHCI'US menimpa kami.
Dan dalam waktu yang bersamaan, di daerah lli
terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh seorang
tokoh agama bernama Syekh Ali Khan. Kekuatan baru
yang dipimpin oleh Ali Khan ini berhasil menghajar
pendudukan Cina dan membebaskan daerahnya pada
Night '" 111
Tachi, tan. 187
tahun 1945. Ali Khan kemudian diangkat sebagai
Presiden Republik Turkistan Tim11r.jencleral Osman
Batur menyatakan diri untuk bergabung dengan
beliau, yang selanjutnya beliau diangkat sebagai
Gubernur Provinsi Altai, berkat jasa Osman Batur
merebut Altai dan Tshowshok dari penguasa Cina.
Keberhasilan Syekh Ali mencapai kemenangan
yang gemilang adalah berkat bantuan persenjataan
tanpa bersyarat dari Rusia. Atas diberikannya
bantuan persenjataan tak bersyarat dari Rusia ini,
sebagian rakyat Turkistan Timur masih meragukan
itikad baiknya, apalagi Rusia baru saja meraih
kemenangan dari peperangannya melawanjerman.
"Meski kita meraih kemenangan, aku merasa
belum mencapai kebebasan. Suatu saat kehendak
Rusia akan lebih menentukan daripada kehendak
rakyat," ucap Manshur Darga.
"Tahukah kamu bahwa Rusia telah menekan
Presiden Ali Khan untuk berdamai dan berunding?"
tanya Manshur.
"Dengan berunding dan berdamai itu berarti
kehendak kita yang menginginkan penarikan
pasukan Cina tanpa syarat akan gagal," Manshur
menganalisis.
Night in
188 Turki tan
"Bukankah kita menolaknya?" sanggahku.
"Osman Batur menolak tawaran Rusia karena
kemerdekaan kita adalah kemerdekaan mutlak,"
jawab Manshur.
""Orang/orang Cina itu akan pergi meninggalkan
negeri kita. Ini yang terpenting!" ucapku.
"Siapa yang bisa memastikan??" gumam Tvlan/
shur Darga khawatir. "oto"
*** N1cjl1l "' 111
Turki tan 189
190 S ebentar lagi akan diadakan
referendum untuk menentukan
nasib rakyat Turkistan. Pihalepihak
yang berkepentingan selalu berselisih.
Berbagai prinsip yang ditawarkan
oleh para politikus dan pemikir terus
berlangsung. Rusia mengambil inisiatif
untuk membentuk komisi khusus sebagai
pembahas masalah referendum. Sebagian
tokoh kami yang semula memuji Rusia
karena bantuan/bantuan yang diberikan
kepada pejuang Turkistan, sudah tidak
simpati lagi. Hasil dari perundingan
Night, 1.11
Tachi tan
untuk menentukan anggota komisi itu memutuskan
menunjuk Chiong Gi, seorang komandan teritorial
Barat Laut Cina sebagai penguasa Turkistan Timur,
dengan dibantu oleh Ahmad jan, Buhan Syahidi
sebagai wakil penguasa Cina, (keduanya berasal dari
Turkistan), serta Liu Mun Shun sebagai sekretaris.
Keempat orang ini yang bertugas melaksanakan
terselenggaranya pemilihan umum, seperti tertera
dalam surat perjanjian.
Dengan duduknya dua orang Turkistan
dalam komisi itu, tersebarlah tuduhan bahwa
mereka adalah kaki tangan Rusia. Namun, mereka
berhasil menyangkal tuduhanztuduhan itu dengan
propaganda kemerdekaan mutlak kepada rakyat.
Mereka bahkan berhasil tam pil sebagai tokoh rakyat
yang harus didukung.
"Suara rakyat yang akan menentukan. Tak
seorang pun bisa menipu para pejuang yang telah
bertahunltahun berjuang melawan musuh, yang
menghancurkan setiap penghalang kemerdekaan
negeri Turkistan Timur!" kata mereka.
Saat/saat menjelang terselenggaranya pemilihan
umum, tiba'tiba Rusia mengadakan serangan
untuk menguasai tiga provinsi, yaitu Ili, Altai, dan
Tshowshok.
N1cjl11 " 111
Tuvki tan 191
Nvlenghadapi sikap para pengkhianat ini,
Presiden Ali Khan segera menyatakan sikapnya.
"Tidak sebutir debu pun dari tanah kita
direlakan berpindah kekuasaan kepada mereka. Kita
tidak dapat mentolerir intervensi Rusia terhadap
ketiga wilayah tersebut. Kita harus siap bertempur
,"
bila Rusia tidak menarik pasukannya
Lalu, Presiden Ali Khajah Niaz Han meng?
instruksikan kepada Osman Batur.
"Wahai jenderal, segera kembali ke kesatuan
Anda. Bersiapfsiaplah!"
Aku mulai sadar akan situasi yang sedang
berkecamuk di negeri ini. Pada saat dunia sedang
sibuk membalut lukafluka perangnya, Rusia justru
menunjukkan ketamakannya.
Aku sedang memikirkan penyelamatan untuk
istri dan anakku.
"Nagmah, sudah saatnya kita meninggalkan
tempat ini," ucapku pada Nagmah.
"Ke mana kita harus pergi? Ke Urungi?"
"Tidak, kita tidak memilih tempat itu," kataku
gugup karena aku mengerti Urungi sedang kacau dan
mengerikan.
"Kalau begitu ke Komul?" tebak istriku lagi.
Night 111
192 Tachi, tan
"Komul pun telah membuatku mengenang
masa/masa yang buruk," jawabku masih dalam
kebingungan.
"Kita ke Kasygar! Rawatlah baikfbaik anak
kita dan kamu harus berhatifhati hidup di kota ini
karena aku akan segera pergi ke pegunungan untuk
mempersiapkan penyerbuan," pesanku dengan
tergesafgesa.
Negeri Turkistan Timur dicekam isufisu yang
rawan. Rusia mengadu domba antarkekuatan dalam
masyarakat Turkistan Timur.
Presiden Ali Khan diculik oleh pemuclafpemuda
komunis. Rakyat pun mulai mempertanyakan,
mengapa beliau tidak pernah muncul lagi setiap kali
shalat jum'at, mengapa presiden tidak hadir saat
perjuangan menghalau pasukan Cina?
Terjadi simpang siur pemberitaan tentang hal
itu, sampai akhirnya terbit berita resmi dari Rusia
yang menyatakan bahwa Presiden Ali Khan pergi ke
Moskow untuk berobat. Apa arti semua ini? Belum
sadar dari keterkejutannya atas menghilangnya
presiden, rakyat justru telah dihadapkan kepada
peristiwa yang lebih membuat mereka terperanjat.
Rusia menangkap rakyat yang dianggap kontra
terhadap kebijaksanaan politik Rusia. Siapa yang
Niglil " 111
Tanki tan 193
tidak setuju pemilihan penguasaan tiga Provinsi
Altai, 111, dan Tshowshok oleh Rusia, dianggap
pembangkang dan berhak menerima hukuman.
Osman Batur menahan arus penyerbuan Rusia
ke daerah Altai sehingga terjadilah bentrokan yang
hebat. Pastikan Rusia lebih kuat karena jumlah
pasukannya lebih besar dan persenjataannya pun
lebih lengkap. Osman Batur terpaksa menyelamatkan
pasukamiya dengan bersembunyi dan bertahan di
daerah Gjojan.
"Aneh, kenyataan ini memang aneh," ucap
Manshur Darga kepadaku.


Night In Turkistan Karya Najib Al Kailani di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa yang aneh?" tanyaku ingin tahu.
"Lihatlah kaki kananku tertembak peluru
Rusia, padahal aku sedang memanggul bedil Rusia
yang diperbantukannya kepada kita," ucapnya
terhadap kenyataan yang terjadi.
Manshur Darga memang seorang penyair, jadi
tak heran bila jiwanya selalu diliputi kemurungan
bila menyaksikan peristiwa'peristiwa yang menekan
kem anusiaan.
"Setiap melihat matahari," kata Manshur, "Aku
jadi sadar akan adanya akhirat. Matahari senja
ini mengilhamiku tentang kehidupan akhirat,"
sambungnya lagi.
Night 111
194 Turki tan
"Mengapa kamu jadi sedih?" tanyaku.
'Vlanshur pun menyanyikan sebuah lagu kuno
rakyat Turkistan.
"Malam, kekasihku ditaburi bintang
M alam yang pekat menggeliat bagai tawanan
Seperti wajah pelacur yang datang dari pan tai perbudakan
Duh, perhiasannya bukanlah intan
Namun, tampak cemerlang
Sorot mataku mengalunkan lagu
Bila melihat 1.1!ajahmu yang cerah
Duhai kekasihku
Namun, kita tidak mungkin bertemu
Gcmbiraku berserakan di lcrcnggunung
Aku mencari kebebasan, kecerahan, clan kejayaan."
"Sudahlah Manshur, kekasihmu yang jantla
berumur empat puluh tahun itu pasti bisa tidur
nyenyak di malam ini, jangan risaukan dia."
Manshur menoleh dan menatapku dengan sorot
yang murung.
"Siapakah yang bisa tidur nyenyak dalam situasi
seperti ini? Untuk perebutan tiga wilayah ini, Rusia
menyebarkan matafmata di mana'mana, terutama
di Kasygar, Urungi, dan Komul. Mata'mata itu
Niglil " 111
Tanki, tan 195
menculik, membantai, dan merampas perak dan
emas milik rakyat. Dan akibatnya, perekonomian,
politik, prinsipzprinsip hidup, kehidupan beragama,
dan hak'hak asasi bangsa Turkistan hancur lebur.
Bagaimana bisa tidur nyenyak, Iviusthafa?"
Aku membenarkan anggapan Manshur ini.
Namun, aku diam saja.
Daerah tempat kami bertahan ini merupakan
benteng yang kokoh bagi kesatuan Osman Batur.
Rusia tidak mungkin menjangkaunya. Pasukan
Rusia yang dikirim untuk mematahkan kekuatan
kami telah terbantai habis. Kemampuan kami dalam
mengatur kekuatan dan perang gerilya benar'benar
dapat diandalkan. Akhirnya, pasukan kami berhasil
merambah ke daerah Altai dan menguasainya.
Pasukan Rusia beserta antekzanteknya pun berhasil
kami gugurkan. Osman Batur benarzbenar seorang
jenderal yang sigap dan cerdik. Dan untuk kedua
kalinya daerah Altai berhasil dia selamatkan. Rona
kegembiraan terpancar pada wajah Manshur.
Kemudian kami memasuki kota Altai dengan
sambutan yang hangat dari rakyat. Kaum perempuan
berbondongzbondong menyambut jenderal Osman
Batur dengan nyanyian. Para remaja dan anak/anak
kemudian ikut meramaikan dengan nyanyian
Night 111
196 Turki. tan
nyanyian kepahlawanan pula. Suara takbir dan
tahmid menggema dari setiap penjuru.
Di dalam penglihatanku, tampak AlfFarabi,
AlfBiruni, AlzBukhari, dan Ibnu Sina, seolahfolah
dengan ciri khas sorbannya ikut berbaris di jalanan
menyambut kedatangan kami hingga kami pun
merasa berbesar jiwa. jiwa optimis kami pun kian
menggelora"
**** Seperti biasa, Manshur selalu menyesali dirinya
sendiri.
"Kita ini seperti orang yang tenggelam di sungai
yang gelombangnya berputar/putar dengan dahsyat.
Kita telah berusaha menentang kekuatan maut yang
memukul, membanting, dan memutar kita, namun
kita tidak mampu. Akibatnya, tenggelamlah kita ke
dasar laut yang gulita. Kira'kira adakah orang yang
akan menyebut nama kita setelah maut benarfbenar
datang?" ucap manshur.
"Untuk apa nama kita disebut? Perjuangan ini
'"
tidak mengenal pamrih ujarku membantah.
"Manfaatnya akan besar sekali," katanya.
"Dari segi mana manfaat itu bisa diperoleh?"
Niglil " 111
Tuvki tan 197
"jika umat melupakan kita, berarti peristiwa
mulia yang selama ini diperjuangkan akan terkubur
siazsia dan mereka pun akan kehilangan dendam
terhadap kezaliman," jelas manshur.
"Peristiwa bersejarah tidak akan pernah mati
karena gugurnya para pejuang, sahutku.
"Peristiwa bersejarah tidak akan pernah terjadi
tanpa mereka. Khajah Niaz, Syarif Khan, Raja
Komul, dan para pejuang kita adalah para pelaku
sejarah. Kita pun jangan sampai melupakan mereka
yang tidak dapat kita sebutkan nama'namanya, yang
dibantai dengan keji oleh pcnjagalfpcnjagal Cina
dan Rusia. Kita tancapkan dendam ke dalam dada
para generasi baru negeri ini. Tidak ingatkah kamu
ketika para kafir itu mengangkut para tawanan
yang kemudian diikatnya untuk lomba ketangkasan
menembak serdadu mereka? Tidak ingatkah kamu
ketika mereka menggantung pejuang kita dengan
usus kawannya? Seorang jenderal pun dililit lehernya
dengan usus seorang ulama! Benar?benar bukan
perbuatan manusia! Akankah dendam semacam ini
lenyap begitu saja?" suara Manshur meninggi.
"Apakah kamu tidak beriman lagi kepada hari
kebangkitan?" ucapku.
Nighl 111
198 Tanki. tan
Manshur menangis, dia telah mengeluarkan
amarahnya habis'habisan.
"Orang seperti kita matinya lamban sekali,"
gumam Manshur.
Demi mendengar bicaranya yang semakin
melenceng, aku pun membentaknya.
"Apakah saat ini kamu sudah mulai keluar dari
orang beriman, Manshur? Apakah kita sudah tidak
satu hari lagi?]awab!!"
Air mata Manshur kian menderas. Suara
tangisnya demikian berat. Aku membiarkan dia
mengeluarkan semua emosinya. Setelah berhasil
mengatur napasnya kembali, dia pun berkata,
"Maafkan aku. Aku tetap sebagai orang beriman.
Namun, jangan melarangku menyarangkan dendam
ini dalam dadaku sampai hari kebangkitan."
Tekanan Rusia terhadap kekuatan kami kian
berat. Paduan kekuatan Rusia dengan Cina benar/
benar membuat kami kelelahan. Osman Batur pun
bertahan di daerah pegunungan.
"Kita akan bersembunyi di pegunungan dan
mungkin tidak akan kembali ke kota sampai situasi
memungkinkan. Bagaimana jika saat istirahat dari
penyerangan ini kita mengadakan perjalanan kecil
Niglil " 111
Tanki, tan 199
ke kota untuk menemui anak dan istri kita?" ajak
Manshur Darga.
Aku pun jadi ragu/ragu.
"Apa kamu takut mati, kawan?" ejek Manshur.
Sebenarnya aku sudah memendam rindu yang
mendalam kepada istriku tercinta dan anakku yang
mulai bisa memanggilku. Sekarang anakku pasti
bertambah kepintarannya, sudah bisa berjalan dan
mulai bisa berlari. Dan istriku, masihkah secantik
malam? Tetapi, bagaimana kalau
Tibaftiba aku gelisah memikirkan keselamatan/
nya. Hatiku gundah. Aku setujui ajakan Manshur
untuk turun ke kota menemui keluargaku. Kami
mengenakan pakaian penyamaran. Kadang kami
menyamar sebagai kuli pelabuhan, gelandangan,
pengemis yang mengibakan hati, bahkan sebagai
pengembara atau sebagai orang yang tidak waras.
Sering juga kami menyusup ke kerumunan para
demonstran yang mendukung komunis atau
memasuki barisan kolaborasi. Kami sangat berhatihati menjaga kerahasiaan identitas diri.
Aku saksikan betapa terjungkir balik keadaan
negeri ini. Kitab?kitab suci AlfQuran, hadits Imam
Al?Bukhari, fiqih, tauhid, dan tarikh pun dirobek'
robek hingga berserakan di pinggir jalan. Ada
Night in
200 Tanki tan
pula yang dibakar untuk menghangatkan udara
dingin yang membeku sehingga serdadu komunis
itu tertolong dari rasa menggigil yang mencekat.
Ivlereka benarfbenar sangat berubah. Banyak orang
menempati perumahan mewah, membuka toko/toko,
dan menghuni pabrik/pabrik. Senandung lagu Cina
pun bergema di seluruh pojok kota. Kaum perempuan
kini seenaknya memakai pakaian yang terbuka dan
pendek. Di mana kaum perempuan ?vluslimahnya?
Ivlataku inencarifcari, namun tidak menemukan
seorang pun.
Selanj utnya, aku temukan buku/buku kecil yang
berisi propaganda tersebar di sekolahfsekolah yang
ditulis dalam berbagai bahasa.
Aku dengar bahwa Rusia dan Cina melakukan
imigrasi besar'besaran ke Turkistan, sedangkan
rakyat Turkistan sebagai pemilik tanah air yang
sah diungsikan ke Siberia. Tanah pertanian mereka
dirampas dan dialihkan ke tangan orangorang Cina
dan Rusia.
Setelah menempuh perjalanan yang panjang dan
penuh bahaya, akhirnya kami berhasil menemukan
tempat tinggal Manshur. Kami pun tiba menjelang
Maghrib. Manshur masuk terlebih dahulu, namun
dari luar aku mendengar Manshur tertawa dengan
kerasnya.
Nighl " 111
Turki, tcm. 201
"Musthafa, masuklah! Lih'.1tini,"panggih1ya.
Aku pun masuk dan menyaksikan pemandang/
an yang menggelikan sekaligus mengenaskan Istri
Ix 'Vlanshur Darga tidak lagi memakai kerudung,
pakaiannya compang/camping, lengannya pendek
sampai batas ujung lengan, terlihat bekas digunting.
Rok 13.111 ahnya tampak dipotong pendek sekali
"Baju apa yang kamu pakai ini?" tanya Manshur
kepada istrinya.
Istri Manshur mengadukan semua yang dialami,
nya dengan tangisan.
"Inilah kekejaman Cina dan Rusia. Semua baju
Muslimah yang mengenakan jilbab dirobek'robek
meski masih berada di jalan. jilbabku dirampas dan
dibakar. Rok yang aku pakai pun mereka gunting
sampai pendek."
Sungguh suatu pemandangan yang akan
melekat sepanjang napasku. Aku pedih dan teriris
menyaksikan semua ini.
"Anggap sajalah pakaian yang kamu pakai saat
ini sebagai mode Turkistan yang paling modern,"
kata Manshur entah menghibur, kesal, atau dendam.
"Sebaiknya kamu ikut kami ke pegunungan.
jangan sedih, istriku. Kamu bisa mengenakan
Nirjhl
202 Tachi tan
pakaian seperti sediakala di sana," hibur Manshur
pada istrinya.
Selanjutnya aku pun meminta izin kepada
Manshur untuk mencari istri dan anakku. Aku tidak
tahan untuk segera bertemu dengan mereka.
Aku segera menuju rumah yang menjadi
tempat tinggal istri dan anakku. Aku ketuk pintu
berkali'kali, namun betapa terkejutnya aku saat
melihat orang yang keluar bukanlah orang yang aku
harapkan, melainkan seorang laki/laki yang wajahnya
tidak bercirikan orang Turkistan asli. Rambutnya
agak pirang, kulitnya coklat kemerahan, matanya
melotot lebar, dan di bibirnya ada bekas sumbing
"
yang tertutup kumis tebal. ""jangan/jangan aku
mulai curiga. "Tapi, tidak!" aku menyangkal anganku
sendiri. Aku berharap semua baik'baik saja.
"Siapa kamu?" tanyaku pada laki/laki itu dengan
gemetar.
"Apakah kamu benar'benar tidak mengenalku?"
tanya orang itu. Aku memang tidak mengenalnya
sama sekali.
"Semua orang mengenal siapa aku, seorang
pemimpin buruh yang berhasil menangkap kaum
feodalis dan kapitalis," katanya memperkenalkan


Night In Turkistan Karya Najib Al Kailani di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diri.
Nith 111
Turki, tcm 203
Mendengar ja11?fabannya ini, aku merasa lega.
Orang itu tampak tidak waras. Bagaimana mungkin
pada saat gentingfgentingnya orang memerjuangkan
e eee aai u is an, mee a m-n a' an
k*mrl*k 1 T rk t rk e lihk
perhatian pada masalah buruh, kapitalis, dan feodalis?
Barangkali lakizlaki tua ini berasal dari negara Eropa
yang sedang dilanda kemelut pertentangan buruh
dan borjuis, atau barangkali juga dia orang Rusia.
_Vleksipun aku tahu bahwa orang ini tidak
waras, aku bertanya juga kepadanya tentang anak
dan istriku, "Di mana penghuni rumah ini, anak dan
istriku?" tanyaku.
"Anak? Istri? Ha, ha, ha, di sini tidak ada
perempuan dan anak kecil, hai kawan! Kamu salah
' alamat katanya sambil menutup pintu kerasfkeras.
Tibaftiba kepalaku pusing, perutku terasa
lapar, dan badanku mulai lunglai. Aku tak kuasa
lagi melangkahkan kaki, namun aku bertekad untuk
mencari mereka sampai ketemu.
"Seandainya rumah kecil dan lorongflorong yang
berada di sekitarnya itu dapat bercerita, mereka pasti
akan mengisahkan tentang kehidupan kami yang
indah dan bahagia kepada lakizlaki asing ini. Bahwa
istriku sangat cantik dan lembut, bahwa anakku
begitu lucu dan menyenangkan, dan aku telah
Nirjhl in
204 Tachi tan
melewati kehidupan yang sangat menyenangkan
bersama mereka. Namun, semua ternyata membisu.
Lalu siapa yang dapat mengabarkan kepadaku ke
mana perginya orangorang yang sangat aku sayangi
itu?"
Aku pun terus melangkahkan kaki untuk
mencari tetangga atau sahabat yang bisa aku tanyai
tentang nasib keluargaku. Untunglah aku bertemu
dengan Abdullah, tukang potong rambut yang biasa
mencukur rambut anakku.
Ketika aku hendak menanyakan sesuatu kepa'
danya, dia mengisyaratkan agar aku tidak berbicara
sepatah kata pun.
Setelah dia selesai memangkas rambut lang!
ganannya, ia mempersilakanku duduk.
"Mengapa kamu datang kemari, Musthafa?"
tanyanya dengan suara yang amat pelan.
"Tahukah kamu, di mana anak dan istriku?"
tanyaku segera ingin tahu.
"Mereka lari dari tempat ini. Kota ini sangat
berbahaya," tuturnya.
"Ke mana mereka pergi?" tanyaku mendesak.
"Aku tidak tahu persis, tapi kirafkira ke arah
Komul. Kalau saja selamat sampai tujuan, sangat
Nighl " 111
Turki. tcm 205
beruntunglah dia. Lekaslah kamu pergi dari kota ini,
situasinya sangat buruk!"
Aku termenung.
"Mustahil mereka ke Komul!" kataku dengan
suara keras.
"Ssst, jangan kau keraskan suaramu. Kita tidak
lebih kuat dari Hittler atau Stalin. Ingat, kita sedang
berada dalam cengkeraman maut. Segeralah keluar
dari kota ini!" perintah Abdullah.
Aku melihat di dinding tempat kerja Abdullah,
foto Stalin, Lenin, dan Burhan Syahidi.
"Apa sebenarnya yang terjadi di kota ini, wahai
kamerad?" tanyaku sinis.
"Aku bukan kamerad, aku hanya tukang pangkas
rambut yang sedang mencari makan. Semua keluarga
di kota ini bercerai/berai dan berserakan akibat
kekejaman para komunis," jelas Abdullah.
Aku berdiam diri sebentar di kedai Abdullah
untuk menenangkan perasaan. Tak lama kemudian
aku pun pergi. Sebelum melangkahkan kaki, Abdullah
menyematkan lencana palu arit di dadaku. "Lencana
ini akan meringankan bebanmu dalam perjalanan,"
dalihnya.
Aku melepaskan kembali lencana itu, melem
parnya ke gundukan rambut, meludahinya, dan
Night 111
206 Tanki tan
menginjakfinjaknya dengan sepatuku. Lalu aku pun
keluar dari kedai Abdullah.
Namun kemudian, ke mana kaki ini harus aku
arahkan agar bertemu dengan orangforang yang
sedang aku cari? Istri dan anakku telah tenggelam
bersama gelombang pengungsi.
Sebaiknya aku bermalam di rumah Manshur
Darga dan besok mulai mencari mereka lagi.
Saat itu aku lihat Manshur Darga sedang duduk
berhadapan dengan sang istri tanpa menyentuh
hidangan malamnya. Melihat kedatanganku, mereka
pun terperanjat.
"Tak seorang pun aku temui," kataku tanpa
ditanya.
"Mungkin mereka pergi bersama pengungsi
lainnya," duga Manshur Darga.
"Ya, mereka memang ikut gelombang pengungsi,
namun tidak seorang pun tahu ke mana mereka
mengungsi," kataku dengan suara tertekan.
"ltu lebih baik. Lihatlah Musthafa, bila orang di
kota ini tidak mengungsi, bayarannya terlalu mahal,"
Manshur Darga berucap sedih dan mengejutkanku.
Aku benar/benar tidak mengerti maksud ucapan
Manshur Darga sehingga dengan kata/katanya itu
membuatku sedikit tersinggung.
N1rjl1l " 111
Tuvki, tan. 207
"Istriku memang berada di kota ini dengan aman,
namun dia dijadikan gula'gula oleh orang Rusia.
Sore itu, seorang tentara Rusia yang sedang mabuk
masuk ke rumah ini, sedangkan aku bersembunyi di
kamar belakang bagai tikus yang ketakutan. Tapi,
keselamatanku ini imbalannya terlalu mahal. Istriku
merayu dan menciumi binatang yang sedang mabuk
itu. Betapa teriris hati ini melihat pemandangan yang
tidak senonoh tersebut," ungkap Manshur.
Xff'lata Manshur menyorotkan kemarahan yang
berusaha dia tekan. Bibirnya terkatup kuat/kuat
hingga garis wajahnya mengeras.
"Apa arti semua ini, Musthafa. Apa artinya?
Bukankah yang kita perjuangkan selama ini adalah
memenangkan diri dari kekafiran, kezaliman, nalsu
setan, dan nafsu binatang? Lalu apa artinya aku
selamat saat tubuh dan ruhku masih berpaut berkat
jasa seorang pelacur?" geramnya.
Istri Manshur mendengar penuturan suaminya.
"Ketahuilah, aku melakukan semua ini bukan
dengan hati dan jiwa yang ikhlas! Anak'anak, para
ulama, para N'luslimah, dan kaum perempuan yang
lain juga bertindak seperti itu. Keadaanlah yang
membuat kami berlaku begini. Xflercka memaksa dan
mengancam agar kami menyerahkan kehormatan
Night 111
208 Tanki tan
diri!" ujar istri Manshur sambil menangis, jiwanya
tertekan.
Menyaksikan tragedi di dalam rumah sahabatku,
aku merasa tidak ada lagi di alam nyata, bagaikan
mimpi.
"Kita begadang malam ini di rumah pelacur
yang berbudi. Esok pagi kita berangkat. Sedangkan
kamu, wahai perempuan cantik, akan aku ceraikan.
Terimalah kenyataan ini!" kata Manshur padaku dan
istrinya.
Keesokan paginya, kami pun berangkat untuk
segera sampai di pegunungan, kembali bergabung
dengan para laskar. Langkah kami bergegas
membawa dendam baru, sementara itu Manshur
Darga sering tertawa dengan suara yang keras bagai
orang sinting.
*** Saat kami berada di jalan umum, Manshur
Darga bergumam, "Rasanya aku ingin menghukum
diri di dalam kehidupan ini. Namun, tindakan
bunuh diri sama pengecutnya dengan apa yang telah
diperbuat pelacur berbudi itu. Aku kehilangan daya
dan kehormatan di satu waktu. Aku merasa sebagai
manusia kerdil yang diburu oleh segala tuntutan
N1rjl1l " 111
Tanki, tan 209
dari semua arah, dan bahwa akulah yang harus
bertanggung jawab atas semua yang telah terjadi,"
keluh Manshur.
"Kamu telah membebani diri di luar batas
kemampuanmu. Bagaimana mungkin hanya kamu
seorang yang harus bertanggung jawab atas semua
peristiwa yang mengacaukan ini? Bagaimana kamu
mengenali dan menganggap dirimu hingga merasa
kamulah yang harus bertanggung jawab terhadap
kekejaman Rusia yang datang dari barat dan Cina
yang menohok kita dari timur? Kenali dan berbesar
hatilah bahwa manusia adalah makhluk yang
kemampuannya terbatas. Kamu telah menjalankan
tugas sesuai dengan kewajiban yang diamanatkan
kepadamu," nasihatku kepadanya.
Vlendengar nasihatku, mata Manshur melotot.
Sambil tertawa keras dia berujar, "Kewajiban? Haha
kewajiban berada di leher kita sampai mati. Selama
nyawa masih melekat dalam tubuh, kita harus
melakukan semuanya. Semua yang kita tidak mau,
tidak setuju, dan tidak ingin! Kalau kamu putus asa
terhadap tugasmu, berarti kamu berkhianat! "
Aku sadar bahwa peristiwa yang menimpa
istrinya itu sangat memukul jiwanya.
Night 111
210 Turki tan
"Sudahlah, jangan kamu sesali terus istrimu.
Masih banyak perempuan lain yang menunggu
pinanganmu," kataku berlagak menghibur.
"Kehormatan negeri ini telah tersungkur ke
dalam lumpur. Aku tidak bisa merasakan lagi
bagaimana nikmatnya kehidupan ini. Bagaimana
rasanya makan, tidur, dan memiliki anak," Manshur
Darga putus asa.
Belum selesai keluh/kesah Manshurdikeluarkan,
dari jauh kami melihat kerumunan manusia yang
menyandang pacul. Polisi pun hilir'mudik seperti
sedang terjadi sesuatu.
"Apa yang terjadi?," tanyaku pada seseorang.
"Kaum komunis hendak merampas sebuah
masjid untuk dijadikan gudang makanan. Imam
masjid menghalangi dengan berdiri di depan pintu.
Imam ini ditangkap, lalu diikat di sebatang pohon.
Ia dicaci, diludahi, dan dicambuki," ujar orang itu
dengan perasaan bingung seolah'olah dia menyesali
diri karena tidak mampu berbuat sesuatu untuk
menolong imam masjid.
Aku berusaha menghindari untuk tidak
melewati jalan masjid yang sedang hurufhara itu,
namun Manshur justru ingin ke sana.
"Aku punya senjata dan peluru. Hendak aku
binasakan para kafir yang tiran itu. jangan kamu
Nkjlil " 111
Turki. tcm 211
halangi aku!" ucap Manshur ketika aku mencegah
dirinya mendekati keramaian itu.
Manshur lari menuju masjid dari arah belakang,
lalu bersembunyi. Aku lari menyusulnya, namun tidak
menemukan dirinya. Tibaftiba terdengar letusan
senapan dan tumbanglah tiga orang komunis yang
sedang menyiksa imam masjid itu. Darah berlumuran
ke tanah, Imam masjid bergumam, "Allahu Akbar, ini
pertolongan Allah!!"
Manshur masih berdiri di antara kubah dan
tangga menara. Dari bawah, yang tampak hanya
kepala dan senapannya. Dia berteriak dari sana,
"""/abai, anjing! jangan kau injakkan kakimu di
baitullah ini. Masjid adalah tempat beribadah, bukan
tempat hawa nafsu. Pergi kau, anjingfanjing najis!"
Rasa khawatir terhadap keselamatan Manshur
begitu dalam. Manshur berada di ambang maut
dan rupanya dia telah siap untuk menghadapinya.
Tubuhku lemas. Berondongan senjata Manshur
bertubi/tubi hingga sejumlah besar pemuda komu nis
terkapar bersimbah darah.
"Pengkhianat, pengkhianat! Kontra revolusi,
kontra revolusi!" teriak para pemuda komunis. Lalu
mereka mengarahkan senapannya ke arah menara,
kemudian terdengar rentetan tembakan bertubi?
Nighl 111
Tanki tan
tubi yang ditujukan kepada Manshur. Orangforang
yang berkerumun lari menyelamatkan diri. Beberapa
menit kemudian, kepala Manshur muncul lagi, lalu
berteriak, "Kalian tidak akan bisa menguasai masjid


Night In Turkistan Karya Najib Al Kailani di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sebelum melangkahi jasadku.I Pergi kau bajingan!"
Baku tembak antara Manshur melawan kaum
komunis terus berlangsung. Korban lebih banyak
berjatuhan pada pihak komunis meskipun mereka
selalu melempar granat ke arah Manshur. Atas
genting masjid itu penuh dengan asap amunisi. Aku
sudah memperkirakan, Manshur pastilah gugur. Ah,
mengapa Manshur senekad itu?
Selama ini puluhan masjid telah dirampas oleh
komunis tanpa adanya perlawanan sama sekali.
Kini masyarakat melihat bahwa ada seseorang yang
dengan gagah berani mempertaruhkan nyawanya
untuk mempertahankan baitullah, tempat mereka
beribadah. Aku lihat wajah mereka berseri/seri
menyaksikan peristiwa ini, seakanfakan bangga
dengan orang yang sedang bertahan di menara masjid
dengan senjatanya. Dalam waktu yang sangat singkat,
tempat itu dipenuhi oleh rakyat. Kaum Muslimin ini
kemudian secara serentak menghujani orangorang
komunis dengan lemparan batu, kerikil, dan kutukan.
Terjadilah pemberontakan kecil beberapa saat.
Night " 111
Tanki. tcm 213
Gerombolan komunis terdesak, kemudian
lari menyelamatkan diri dari massa yang sedang
marah. Tibaftiba terdengar kumandang takbir dari
menara masjid, "Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu
Akbar! Mari kita shalat, mari kita bersujud!" teriak
Manshur.
Aku lihat air mata baru bercucuran di wajah
mereka. Aku melihat imam masjid terbebas dari tali
yang membelenggunya itu. Ia pun berwudhu dan
memasuki masjid.
Xl'lanshur telah berdiri di depan mimbar seraya
berkata, "XNahai umat, mungkin dengan shalat dapat
menyelamatkan diri kita. Karena itu hendaknya
kalian jangan meninggalkan masjid ini. Penghayatan
kita terhadap keilahian yang telah bertahunftahun
kita pelajari harus kita wujudkan dalam tindakan
nyata. Masjid ini memiliki nilai yang amat besar bagi
kita. Mari kita shalat dua rakaat untuk kemenangan
kaliinil"
Belum usai shalat mereka, aku lihat dari
jauh berdatangan konvoi pasukan Rusia ke arah
masjid, lalu memuntahkan peluru dengan gencar ke
punggung orangorang yang sedang shalat. Orang
orang Muslim yang sempat memunguti senjata dari
gerombolan komunis yang terdesak tadi segera
Night 111
214 Tanki tan
membalas tembakan. Banyak kaum Muslimin yang
gugur. Dengan kejadian itu, aku mencari Manshur
Darga dan menemukannya telah terbujur di pintu
masjid sambil memegang senjata. Tubuhnya pun
bermandikan tlatah.
Ah, sahabatku kini telah meninggalkan aku
lebih dahulu. Aku ingat selalu pernyataannya bahwa
kewajiban kaum Muslimin membelenggu lehernya
sampai mati. Kini lvianshur telah membuktikan
dengan sikap tegarnya menghadapi komunis demi
mempertahankan baitullah. Dia telah mati syahid!
Lalu aku pun teringat bahwa Osman Batur
membutuhkan kedatangan orang'orang Mukminin
untuk menambah barisan perjuangannya. Segera
aku meninggalkan tempat ini menuju kota Komul.
Perjalanan menuju kota Komul sangat berbahaya.
Aku dengar peristiwa yang baru saja terjadi di
baitullah ramai dibicarakan orang. Di samping itu,
rakyat pun menggunjingkan pemilihan umum yang
dimanipulasi oleh Rusia. Rusia yang melakukan tipu
daya, teror, dan menjebloskan rakyat ke penjara.
Semua peristiwa yang terjadi telah diketahui secara
langsu ng dan pasti oleh rakyat sehingga beritaberita
yang dimuat dalam surat kabar Rusia dianggap
sebagai berita bohong. Dan bukan rahasia lagi bahwa
Nkjlil 111
Tanki. tcm 215
pesta pora diciptakan oleh kaum komunis untuk
para tokoh yang kemudian diekspos di harian mereka
adalah untuk mengelabui rakyat. Para orator bertutur
di sana/sini dan posterfposter slogan pun ditempel
di dindingfdinding. Semua itu bahkan menyingkap
kepalsuan mereka sendiri.
Wilayah Ili, Altai, dan Tshowshok telah dikuasai
sepenuhnya oleh komunis, sedangkan tujuh provinsi
lainnya di dalam kekuasaan Burhan Rasyidi, orang
Turkistan yang berideologi komunis. Pengkhianat
ini telah mengumumkan program Stalin, yaitu
disatukannya Turkistan Timur dengan Republik
Cina.
Terbayang di angan kami masa depan bangsa
Turkistan yang gelap dan penuh derita. Kami semua
resah dan ketakutan.
Dengan kejadian seperti itu, kini semakin
mendekat datangnya pasukan Cina ke Turkistan.
Dengan datangnya pasukan Cina, kami sadar bahwa
Rusia akan merampas belahan lain negeri kami. Satu
raksasa telah membuat kekuatan rakyat Turkistan
tercabik/cabik dan kini bertambah satu raksasa lagi
yang lebih kuat cengkeramannya.
Kaum pemberontak yang dipimpin oleh Osman
Batur melanjutkan perlawanannya. Sementara
1111.1th 1.11
216 Tuvk1_ tan
itu, kekuatan senapan laskar Osman Batur secara
intensif menyampaikan kepada dunia tentang agresi
Cina komunis terhadap Turkistan. Kekuatan baru
ini dipimpin oleh Muhammad Amin Barga, seorang
mantan wakil penguasa Turkistan. Amin Barga
selalu berusaha mengarahkan dunia agar bersimpati
kepada perjuangan rakyat Turkistan dan mencela
agresor Cina dan Rusia.
Sebelas orang delegasi berangkat menuju kota
Ladag di wilayah Kashmir. Selama perjalanan, dua
pertiga dari rombongan itu gugur. Sebagian karena
kontak senjata dengan pasukan Cina saat melewati
perbatasan dan lainnya karena menderita lapar dan
dingin yang mencekam. Sebagian yang lolos dari maut
harus menempuh perjalanan dengan berjalan kaki
selama dua bulan melintasi pegunungan bersalju,
menyeberangi lima sungai besar, dan mendaki
gunung batu yang tinggi lagi curam. Tenaga mereka
benar/benar terkuras. Mereka kehabisan oksigen,
darah bercucuran dari hidung, begitupun kudafkuda
yang mereka tunggangi.
Pada akhirnya, sisa dari rombongan delegasi
itu sampai juga di Srinagar, ibukota Kashmir.
Kisah perjalanan ini sungguh mengagumkan dan
tiada taranya. Betapa rakyat Muslim sanggup
Nkjlil 111
Tanki. tcm 217
menempuh perjalanan yang penuh tantangan maut
demi mempertahankan agama dan kemerdekaan
bangsanya.
Aku gagal mencari Nagmatullail di kota Komul.
Komul benarfbenar telah menjadi negeri yang hancur
dan penuh penderitaan. Para tawanan telah mel arikan
diri ke pegunungan atau ke daerah perbatasan untuk
mencari keselamatan dari berbagai ancaman kaum
komunis.
Aku meniti jalan ke Barkul, tempat markas
besar Osman Batur dengan dua puluh ribu pejuang.
Tempat ini terletak di antara dua gunung. Tibaftiba
aku kembali mengingat Manshur yang kini tidak lagi
menyertai perjalananku. Aku benar/benar berjalan
seorang diri dalam menempuh liku/liku perjalanan
yang panjang ini. Manshur telah membasahi masjid
itu dengan darahnya yang segar dan wangi. Dia
benarfbenar telah membuktikan bahwa agresor
dan penjajah harus diperangi sampai titik darah
penghabisan.
Setelah sampai di Barkul, aku mulai bisa
merasakan sedikit ketenteraman. Berada di dalam
pelukan gununggunung ini dapat mendatangkan
inspirasi, ketenangan, dan kerelaan. Di tempat ini
aku pun bisa menghirup udara bersih dengan helaan
Night 111
218 Tanki tan
napas yang keluar dari kedalaman lubuk hatiku. Aku
bisa berdo'a dengan tenang dan berdzikir dengan
khusyu'.
Segera setelah itu, aku bersama para pejuang
melatih diri menggunakan senjatasenjata canggih
hasil rampasan dari musuh. Ketika memegang
senjata itu, aku berpikir betapa kekuatan dunia
ini tidak berimbang. Yang dimiliki rakyat adalah
senjatazsenjata tangan biasa, sedangkan pihak musuh
memiliki senjatafsenjata maut, seperti kapal terbang
tempur, tank, panser dan jenis senjata mematikan
lainnya.
Ah, betapa aku rindu kepada anak dan istriku.
Aku ingin lekas mengajari anakku menembak, ikut
berjuang demi agama dan bangsa.
Betapa istri dan anakku bagaikan karang yang
kukuh dihantam badai. Lebih/lebih bila aku ingat
tentang kisah cinta kami, aku dan Nagmatullail.
W ahai istriku, wahai anakku, apakah kalian saat ini
tidak merindukanku? Apakah kalian sekarang sedan g
mengharapkan kedatanganku?
Aku telah menembus sejuta wajah di kebun,
hutan belantara, padang rumput, pabrik, dan para
laskar. Aku ratapi mereka satu per satu untuk
menemukan wajah kalian. Tapi, kalian di mana?
Nkjlil " 111
Turki. tcm 219
Mengenang ini semua, air mataku bercucuran
karena aku tak tahan menahan rindu. Hatiku pun
berdebar/debar. Setiap kali aku melihat seorang
anak, aku perhatikan benar'benar, siapa tahu,
kamulah yang berada di hadapanku saat itu. Setiap
orang aku tanya, apakah mereka mengenal seorang
anak yang bernama Niaz Ivlusthafa Murad l-Iadrat?
Apakah mereka mengenal perempuan yang bernama
Nagmatullail? Mereka selalu menggeleng. Pedih
rasanya bila mengenang kalian. Rinduku yang
membara tak terpadamkan oleh dinginnya udara
gunung, pun tak bisa disingkirkan meski peristiwa
peristiwa genting terus berkecamuk.
Ya, situasi genting memang sedang terjadi,
Cina komunis telah menyelusupkan intel ke dalam
kekuatan pemberontak, sedangkan pemerintah Cina
telah mengirim delegasi yang dipimpin oleh anteknya,
Ahmad Taiji dan Nadzar Effendi ke Barkul untuk
mengimbau rakyat agar tidak ikut berjuang bersama
pemberontak. Mereka juga mengimbau agar rakyat
datang ke Urungi untuk menyatakan dukungannya
kepada pemerintah Cina.
Osman Batur rupanya sudah memperkirakan
dua puluh ribu laskar yang mengikuti dirinya ke
pegunungan itu tidak mungkin mampu menghadapi
Night 111
220 Turki tan
jutaan tentara Cina dan menumbangkan pasukan
Rusia. Namun, beliau memiliki semangat keyakinan
diri yang amat kuat. Karena keticlakseimbangan
jumlah personil ini, Osman Batur memilih cara
alternatif, yaitu dengan menjaga api revolusi dan
pemberontakan agar terus berlangsung. Caranya
dengan mengirim berita terus/menerus kepada
rakyat yang hidup di belakang dinding cengkeraman,
penganiayaan, dan kekejaman. Bahwa kegiatan
revolusi suatu saat bisa meletus bersamaan di semua
tempat, dan kaum penjajah pun akan merasa hidup
di dalam api neraka. Berlanjutnya perjuangan akan
menggerakkan opini dunia terhadap nasib bangsabangsa yang terjajah.
Osman Batur bukanlah manusia yang
berwatak mudah menyerah kepada musuh. Pada
setiap kesempatan dia selalu mengatakan, "Telah
diwajibkan kepada kita agar tidak meletakkan
senjata selama hayat masih di kandung badan. Kita
lebih mulia bertemu dengan Allah daripada tunduk
kepada pemerintahan komunis Cina maupun Rusia.
Allah Mahabesar dan Mahakuat, tiada yang lebih
kuat dari Dia. Allahu Akbar, Allahu Akbar, la hawla
wa la quwwata illa billahi"
Nicjhl * 111 ' 13511 1111 gaa?
Tuvki. tcm. 221
Penjajah telah menyebarkan intel ke tubuh
pejuang. Pun telah mengutus para delegasi yang
dipimpin pengkhianat Ahmad Taiji dan Nadzar
Effendi ke Barkul guna mengimbau rakyat agar
menyerbu kaum pemberontak. Tak lupa pula mereka
mengimbau pemimpin pemberontak untuk hadir di
meja perundingan di Urungi.
Untuk pergi ke Urungi, menurut Osman Batur,
sangat riskan. "Sebaiknya kita tidak memercayai
anjuran mereka yang hendak memperdayakan kita."
Osman Batur hanya mengirimkan delegasi untuk
memenuhi imbauan komunis. Delegasi tersebut
adalah Qonanbai bersaudara dan Shah Mardan.


Night In Turkistan Karya Najib Al Kailani di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mereka hendak menyatakan semua tuntutan
rakyat Turkistan, yakni jaminan kebebasan dalam
menyatakan pendapat, beribadah, dan menentukan
nasib sendiri. juga menyampaikan tuntutan agar
melepaskan seluruh hak milik perseorangan. Hal ini
agar nasib umat bisa ditentukan oleh mereka sendiri
tanpa campur tangan pihak luar.
Kami diinstruksikan oleh Osman Batur agar
selalu siaga untuk menghadapi permainan dan taktik
lawan.
Akhirnya, delegasi yang dikirim ke Urungi tidak
membawa hasil apa pun.
Nirjhl 111
222 Turki tan
"Kapan Turkistan kita ini bisa hidup damai
seperti sediakala?" tanya Osman Batur dengan nada
merenung.
"Semua kejadian ini menjadi kehendak Allah,"
sahutku ketika mengiringi beliau dalam perjalanan
meninjau suatu tempat strategis di daerah
pegunungan.
"Aku selalu bertanya dalam hati, mengapa
manusia yang hidup di dunia ini tidak mau hidup
dalam kedamaian?" renungnya lagi.
"Negeri Cina cukup luas. Penduduknya panas
bagai semut. Namun, mengapa mereka masih
menguras kekayaan negeri lain dan merampas
kaum perempuan kita? Mereka lupa bagaimana
tersiksanya ketika dijajah oleh Inggris dan jepang.
Niiereka melupakan sejarah yang pernah menimpa
negerinya."
Osman Batur menghentikan ucapannya sejenak.
Ia pun menghela napas dengan berat. Lalu dengan
suara yang lembut, beliau berpesan, "Kehidupan
di alam ini hanya sementara dan demikian berat
perjuangannya. Alangkah indahnya hidup di dalam
kehidupan yang abadi. Sungguh mengherankan
orang dari bangsa/bangsa yang selalu bergelut dan
N1ql1l 111
Tuvlci. tcm 22-3
berpetualang hanya untuk kepentingan duniawi
yang waktunya sangat terbatas."
Osman Batur memandang sekeliling sambil
mengelus jenggot dan kumisnya yang panjang. Beliau
lalu meneruskan bicaranya, "Aku percaya kepada
Allah, sementara dunia saat ini menyembah pada
kekuatan. Yang lebih kuat menguasai yang lemah.
Benarfbenar kehidupan yang bersifat perbudakan!
Kehidupan demikian terjadi di mana/mana, seperti
mereka yang kalah di Berlin atau yang menang di
London, Paris, dan Amerika."%8
***-*
Niglil 1.11
224 Tanki tan
Nicjlil in.
Turki, tcm
cmua yang berada di sekeliling
kita berubah begitu cepatnya.
Manusia, pelbagai macam persenjataan,
dan peta bumi terusfmenerus berputar
menjungkirbalikkan kehidupan. Banyak
anak/anak bangsa Turkistan larut dalam
pemikiran dan keyakinan yang sesat
akibat kekalahan ini. Lidah mereka
mengucap kata'kata baru, meneriakkan
slogan'slogan yang menggiurkan. Gadis]
gadis telah berubah penampilannya.
Mereka tidak malu:malu lagi beijalan
di keramaian dengan mengenakan
pakaian terbuka. Semua sedang menuju, <
1 225 demoralisasi dengan dalih menuju zaman yang lebih
modern.
Apakah untuk mencapai kemajuan dan
peradaban harus melegalkan kezaliman, mengekang
kebebasan dengan memperbudak manusia? Apakah
untuk menimba ilmu seseorang harus kafir terlebih
dahulu? Mengapa kemajuan tidak bisa bergandengan
dengan keadilan dan kemerdekaan? Mengapa
untuk membina alam harus dengan menelanjangi
wanita dan menyelewengkan moral? Mengapa kita
tidak memilih cara yang menunjukkan solidaritas
antarbangsa tanpa harus mengusir orangorang yang
berhak atas negerinya?
Yang aku saksikan saat ini benar'benar sebuah
karya setan. Revolusi yang bersih suci hanya
dijalankan oleh mereka yang bergelantungan di
lereng/lereng gunung. Osman Batur adalah salah
satu di antara mereka yang bersih dan suci itu.
Dialah seorang jenderal Mukmin sebagai pahlawan
yang sudah punah dalam kancah peradaban yang
demikian panjang. Dialah sosok insan yang sarat
dengan kebajikan, keperwiraan, dan kemurnian. Dan
aku selalu berada di belakang orang yang shalih ini
sampai wafatnya.
Night 111
226 Turki tan
Ketika itu, terjadi kontak senjata secara sengit
antara pasukan yang dipimpin oleh Osman Batur
dengan pasukan Cina. Kami berhasil memenangkan
beberapa pertempuran meskipun untuk mencapai
kemenangan itu harus dengan susah payah karena
bantuan lawan terus mengalir, sementara di pihak
kami kian menyusut.
Kemenangan yang diraih ini menimbulkan
kekhawatiran baru karena akan mengundang musuh
untuk mempersiapkan serangan yang lebih hebat lagi
di masafmasa mendatang.
Selang beberapa hari dari kemenangan ini, tiba:
tiba kami dikejutkan oleh serbuan pasukan Cina
secara besar'besaran. Ramalan Osman Batur benar
benar terjadi!
Pertempuran itu berlangsung selama tiga bulan.
Kami memutuskan untuk mundur ke daerah Shinhai
guna menghimpun kekuatan baru dan menjadikan
tempat itu kubu untuk menghantam pasukan
komunis. Namun, jalan menuju Shinhai ini tidak
mudah kami lalui. Bayangan maut selalu mengintai
dari segala penjuru. Lebih dari sepuluh ribu tentara
komunis menyerbu kami dari arah kota See Sha yang
terletak di provinsi Konsul. Kami merasa terjepit,
pertahanan dan perlawanan pun seolahxolah agar
N1cjl1l " 111
Tanki. tan. 227
kami tidak mati. Kami lalu melepaskan daerah itu
dan berhasil menuju kota Makhai yang terletak di
provinsi Shinhai. Hal ini terjadi pada Agustus 1950.
Setelah sekian lama berjalan, kami beristirahat
sejenak untuk menghirup udara segar. Pada
kesempatan itu aku mencoba mencari Nagmatullail.
Aku sangat ingin melihat mereka sebelum aku mati
tertembak peluru. Sebagian kawan menuduhku
sebagai orang yang egois karena masih sempat
memikirkan istri dan anak dalam kondisi yang
segawat itu. Aku tidak ambil pusing dengan
celotehan mereka. Aku adalah orang yang memiliki
rasa percaya diri yang kuat, yang percaya bahwa air
mata jatuhnya dari mata dan resah jatuhnya ke hati,
Aku bisa membedakan dari lapisan hati ini untuk
memikirkan nasib keluarga dan untuk menyerahkan
segenap tekad membela agama dan bangsa.
Pengejaran musuh kepada pasukan Osman Batur
tidak pernah berhenti. Dari arah kota Don Khai,
wilayah Konshou, ribuan tentara menyerbu kami.
Begitu pun dari arah Syir Khal, daerah perbatasan
Cina/Turkistan, ribuan tentara Cina hendak
menghadang kami.
Menghadapi situasi yang genting seperti ini,
Osman Batur memberikan instruksi, "Malam ini kita
Night 111
228 Tanki tan
akan menyerbu Makhai! Para srigala telah menutup
semua pintu keluar, wah ai syuhada! Kita semua harus
siap menantang maut!"
Aku melihat bendera merah telah mewarnai
setiap sudut negeri ini. Zaman atheis benarfbenar
telah tiba. Setiap hari para pembantai itu menggiring
korbanfkorbannya. Mereka tidak lagi membedakan
antara kambing dengan manusia.
Perjalanan dari Barkul ke pegunungan benar"
benar perjalanan yang jauh hingga meremukkan
tulang para pejuang. Darah pejuang terus menyinari
bumi. Banyak kaum perempuan dan anakfanak yang
lari dari cengkeraman musuh segera bergabung
dengan kami. Sungguh perjalanan yang mencekam!
Sementara kami mengungsi, dari Urungi terus
diulangfulang mars kepahlawanan komunis. Mereka
hendak meracuni umat dengan prinsip?prinsip ajaran
terkutuk.
Putrafputra bangsaku terpenjara di jalan,
rumah, tambang batu bara, pabrik, dan di semua
tempat yang mereka temukan oleh kaum komunis,
Bagi mereka yang menentang, tiang gantungan
adalah hadiah kematiannya. Para pejuang yang masih
hidup tidak kalah menderita dari yang telah mati.
Rupanya kami sedang menyongsong peperangan
N1ql1l 111
Tuvlci. tcm 229
yang hebat. Bagi mereka yang selamat dari maut
diharapkan membawa kisah perjuangan dan siksaan
pejuang Turkistan kepada umat Islam yang berada di
sebelah selatan, timur dan barat, juga ke Indonesia,
India, dan Pakistan. Harap dikisahkan kepada
mereka bahwa negeri Turkistan suatu negeri Islam
yang menyamai Andalusia telah hilang dan jatuh ke
cengkeraman musuh Allah. Siapa tahu dengan cara
seperti itu kaum Muslimin pada suatu hari bangkit
dan ikut membantu menyatukan kepingan'kepingan
ini. Siapa tahu umat Islam di seluruh dunia bangkit
mengorbankan peperangan dan bisa memenangkan
Islam.
"jangan percaya kepada pers lawan, jangan
percaya pula kepada sejarah, filsafat, dan propaganda
mereka!" pesan Osman Batur.
Selanjutnya, beliau mengajak kami untuk
shalat berjama'ah. Ajakan shalat beliau bagai sebuah
firasat bahwa ini adalah kali terakhir kami bertemu
dan bersatu karena tidak lama kemudian terjadi
peperangan sengit. Pasukan musuh menyerbu
pasukan Osman Batur dari semua arah. Selama
berperang kami melawannya secara habisfhabisan
dengan semua daya yang kami miliki. Namun,
tragedi besar terjadilah, Osman Batur fpemimpin
Niglil 111
230 Tucki_ tan
perang kami? tertangkap musuh. Aku saksikan dari
atap rumah, beliau menegakkan kepalanya dengan
kokoh meski orangzorang komunis melucuti pakaian
kebesarannya, topi, dan senjata yang disandangnya.
Beliau pantang menundukkan kepalanya.
Para pejuang merasa resah dan berusaha mencari
jalan keluar melewati apa saja dengan tujuan bisa
sampai ke Kashmir. Pada tanggal 29 April 1951,
jenderal kami :Osman Batur dieksekusi di tiang
gantungan yang disaksikan oleh sembilan puluh
ribu rakyat Turkistan. Tentara Cina menjaga dengan
ketat rakyat Turkistan yang sedang menyaksikan
berakhirnya masa hidup pahlawan yang telah
memberikan segala baktinya kepada agama dan
kemerdekaan bangsanya ini. Aku menyaksikan
itu dengan menyamar sebagai rakyat biasa. Aku
menyaksikan pahlawanku telah menemui kematian
syahidnya. Mataku basah dan secara tidak sadar aku
berteriak, "Mari kita berjuang demi keadilan!"
Aku kemudian melarikan diri dari api neraka
yang mendidih di negeri Turkistan ini bersama
para pengungsi. Aku pun sampai di perbatasan
Kashmir. Dua puluh ribu pejuang hanya tersisa tiga
ratus orang saja karena sepanjang ke pengungsian
kami selalu dikejar, ditembak, dan ditangkap oleh
Nighl " 111
Tuvki. tan 231
komunis. Sebagian besar yang berhasil sampai di
Kashmir adalah kaum perempuan dan anak'anak
para syuhada.
Sesampainya di kota Srinagar, ibukota Kashmir,
kami disambut oleh kaum pengungsi Turkistan yang
lebih dulu sampai di sana. Kami menyatu kembali di
tempat asing. Sudah beberapa hari aku tidak punya
kesempatan untuk tidur. Tidak tahan lagi menahan
kantuk, aku langsung tenggelam dalam lelap. Entah
berapa lama aku menikmati karunia Allah ini, ketika
aku merasakan ada seseorang menggerakgerakan
tubuhku. Aku pun membuka mataku, "Ya Ilahi,
benarkah aku kini telah bangun dari tidur dan yang
aku hadapi bukanlah suatu impian? Nagmah... ya,
dialah istriku, mengenakan baju wanita Kashmir
bersama anakku yang kini sudah besar. Mereka
berada di dekatku, bahkan menyentuh tubuhku.


Night In Turkistan Karya Najib Al Kailani di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Benar'benar seperti mimpi. Mereka segera aku peluk
dengan tangan kekarku, kami menangis dan saling
menumpahkan rasa rindu dan haru. Anakku sudah
besar, wajahnya tampan terkena sinar matahari yang
sedang memancarkan sinar keemasan senja. Kulit
anakku kian bersinar menambah keindahannya. Aku
belai rambut anakku. Aku tidak mampu berbicara
apa'apa lagi karena dicekam keharuan.
Niglil 111
232 Tuck1_ tan
"Aku tidak menyangka kamu bisa selamat dari
maut. Uban telah menyepuh rambutmu dan wajah mu
kian berkerut. Kita seolah berpisah seratus tahun
lamanya," ujar Nagmah.
"Sebenarnya aku tidak tega meninggalkan
negeriku yang kini telah terbelah menjadi bagian
dari orangorang komunis," kataku agak menyesal.
Aku perhatikan wajah istriku tampak kurus karena
menderita kesedihan yang terlalu lama.
Ah, kapankah aku bisa membuat tenteram
kehidupannya, menjamin keselamatannya, dan
menjalani hidup yang layak seperti manusia'manusia
merdeka lainnya?
"Aku bercitafeita untuk merantau ke Baitullah
AlfHaram dan menetap di Makkah atau Madinah,"
ajakku kepada Nagmah. Nagmah pun mengangguk
tanda dia mengikuti kemauanku.
Ulukdibelakangku memancarkan sinaremasnya.
Senja hampir berganti malam. Shin See Tsai bernasib
seperti negeri kami yang kini tenggelam menuju
kegelapan. Aku teringat Manshur Darga yang gugur
membela baitullah. Teringat pula pada kawanfkawan
Mujahidin yang syahid di belakang terali besi. Aku
teringat Osman Batur dan saat'saat beliau menuju ke
tiang gantungan.
Niglil 111
Tuvlci. tan 233
NIata memerah menahan tangis. Begitu sesak
dada ini menyimpan dendam pada kaum kafir.
"Kita segera berangkat ke Baitullah Aliliaram.
Air zamfzam akan menyembuhkan jiwa orang
orang yang lelah dihantam kezaliman. Aku ingin
menjeritkan dukaku ini di hadapan jama'ah haji
dan menyampaikan kabar gembira tentang hari
kebebasan kaum Muslimin dari dinding besi Cina.
Aku ingin mengajak semua kaum Muslimin merobek
robek kain kafan dan berbondong'bondong dengan
membawa bendera tauhid untuk membebaskan
jutaan Muslim Turkistan dari belenggu penjajahnya,"
ungkapku kepada Nagmah.
Demikianlah kisah negeriku. Negeri Turkistan
yang telah hilang.
Tamat
***-*
Created E?Book 173
Syauqy_arr
Dark Memory Karya Jack Lance Perjanjian Dengan Maut Appointment With Death Karya Agatha Christie Animorphs - 11 Petualangan Di Dua Dunia

Cari Blog Ini