Pendekar Majapahit Karya Kusdio Kartodiwirjo Bagian 4
Tunggulpun ingin pula menyaksikannya,? Gusti Senapati Muda mendesak.
--- Saya sangat setuju akan usul Gusti Senapati Muda, karena pertunjukan itu tentu akan menyegarkan
pandangan,? Kyai Tunggul menyahut. Dengan demikian maka kini Kyai Wiku Sepuh terdesak kesudut,
dan sebagai tuan rumah ia harus melayaninya.
--- Baik, baik". jawab Kyai Wiku Sepuh :" Hanya saja janganlah Gusti-gusti dan Kyai Tunggul
mentertawakan. Peniling!", Kyai Wiku Sepuh memalingkan kepalanya dan berkata kepada Waspadha
Paniling;" Supaya semua para murid berkumpul dihalaman belakang tempat latihan, Jaka Wulung dan
Jaka Rimang bantulah kakakmu itu, Paniling dan para pamong laid", katanya tertuju pada Jaka Wulung
dan Jaka Rimang. Para pamong murid dengan diikuti oleh Jaka Wulung dan Jaka Rimang segera
meninggalkan ruang pendapa, menuju kehalaman belakang, untuk mempersiapkan tempat latihan para
murid beserta bermacam-macam senjata tajam dan tongkat-tongkat penjalin dari bermacam - macam
ukuran. Tempat latihan itu luasnya kira-kira 500 langkah persegi dan merupakan padang rumput hijau
yang rapih teratur, menyerupai permadani hijau yang digelar. Di-tiap-tiap sudut terdapat tempat khusus
untuk menaruh senjatasenjata tajam dan tongkat-tongkat penjalin. Para murid segera pula berkumpul
duduk berjajar - jajar dibatas garis tempat latihan sebelah barat dengan tak memakai baju atas. Mereka
bercelana hitam panjang sampai dibawah lututnya dengan ikat pinggang pita berwarna, menurut
tingkatan mmasing-masing. Yang termuda atau terendah ikat pinggangnya berwarna merah, sedangkan
tingkatan diatas terendah atau tengah, memakai ikat pinggang pita kuning. Kemudian tingkat yang
teratas ialah para pamong murid memakai ikat pinggang pita sutra berwarna putih. Para tamtama
pengiring dari Kerajaan turut pula menyaksikan latihan yang akan diselenggarakan itu, dan mereka
berjajar duduk dibatas sebelah timur.PENDEKAR MAJAPAHIT
Dengan berpakaian seragam merah berseret putih, sebagai tamtama pengawal Raja. Bagi para
tamtatna, kesempatan menyaksikan pertunjukan ini adalah merupakan kegemaran mereka, bahkan
banyak diantara mereka yang ingin pula turut serta memamerkan ketangkasannya mmasing-masing
dalam hal krida yudha, hanya saja sebelum ada ijin dari Sang Senapati Muda, mereka tak berani
bergerak.
Kini Kyai Wiku Sepuh mempersilahkan kepada para tamunya menuju ke tempat latihan halaman
dibelakang yang telah disiapkan itu, dan mengambil tempat dnduk disebelah diatas tikar pandan yang
telah digelar. Wiku Sepuh segera memberi isyarat kepada Waspadha Paniling agar latihan segera
dimulai. Semua para murid dengan dipimpin oleh para pamong murid kini mulai bersemadhi
mengheningkan cipta sebentar. Jaka Wulung dati Jaka Rimang duduk meadampingi Wiku Sepuh dan
berjajar dengan Tumenggung Sunata, dengan memakai ikat pinggang pita sutra putih. Empat orang
murid dari tingkat terendah tampil kedepan, duduk bersila menghadap Kyai Wiku Sepuh dan bersujud
serentak, untuk kemudian berdiri ditengah-tengah gelanggang dan memulai dengan mempertunjukkan
ketangkasannya mmasing-masing, dengan gaya gerakan kembang-kembang yang indah, yang lebih
menyerupai tarian dari pada pertempuran. Senjata-senjata yang berada disudut dipakai juga satu demi
satu dalam gerakan tarian kembang-kembang itu. Inilah latihan dasar dari olah kanuragan ciptakan Wiku
Sepuh.
Para tamtama memperhatikan dengan seksama, dan banyak diantara mereka memuji akan
ketangkasan gerakan-gerakan itu, tetapi banyak pula yang merasa tidak puas akan pertunjukan yang
baru saja dipamerkan itu dengan mengerutu. ? Tarian yang demikian indah itu bagi kira tak ada artinya.
? Gusti Senapati Muda segera turut pula bertepuk tangan sebagai pujian, setelah permainan kembangkembang itu berakhir.
Kemudian dua orang pemuda dengan ikat pinggang warna kuning pada mmasing-masing pinggangnya
tampil kedepan dan bersujud paka Wiku Sepuh. Wiku Sepuh memberi isyarat sebagai ijin untuk segera
memulai.
Dengan tangkasnya kedua pemuda tadi meloncat dengan gaya yang indah surut kebelakang dan
berdiri ditengah-tengah gelanggang, dengan saling beradu punggung. Dengan cepatnya mereka
bergerak lagi ketempat senjata yang berada disudut di depan mmasing-masing. Yang satu mengambil
sebuah pedang, sedangkan seorang pemuda yang lain sebagai lawannya mengambil tongkat penjalin
berukuran panjang sedepa dan besarnya kira-kira satu setengah ibu jari kaki.
Kini pertarungan pedang melawan tongkat panjang, mulai mendebarkan hati para penonton. Semua
perhatian para tamtama terpusat kearah pertunjukan pertarungan itu. Mmasing-masing
memperlihatkan ketangkasannya yang mengagumkan.
Tumenggung Sunata kini mulai tertarik pula akan pertunjukan Itu, bahkan Sang Senapati sendiri
seringkali mengeluarkan pujian ? ah , hebat ? hingga berulang-ulang. Tongkat penjalin yang
berada ditangan murid Kyai Wiku Sepuh dapat bergerak cepat berputar menjadi lingkaran, tak ubahnya
seperti payung baja sebagai pemegangnya. Pedang ditangan lawan tak mampu menyerannya. Tiap kali
serangan tusukan dengan ujung pedang dilancarkan, selalu pula dapat digagalkan karena rapatnya
perisai yang diciptakan oleh lawan, sipemegang tongkat penjalin. Bahkan berkali-kali hampir pedang
terlepas dari genggaman, karena terbabit oleh benturan gerakan tongkat penjalin yang dahsyat itu. Kini
berganti pemegang rotan me ancarkan serangan-serangan sabetan dan pukulan yang tak kalah
berbahayanya. Pemegang pedang sibuk menangkis dengan-gerakan yang mentakjubkan pula. Tiap kali
tangkisan di iringi dengan sebuah gerakan serangan babatan ataupun tusukan kearah lawan. NamunPENDEKAR MAJAPAHIT
kiranya ke-dua-duanya memiliki ketangkasan dan kemahiran yang seimbang. Tepuk tangan terdengar
riuh setelah pertunjukan berakhir. Sang Senapati tersenyum girang melihat pertunjukan itu, sedangkan
Kyai Tunggul selalu berseru pada anak angkatnya Sujud:
? Hebat, hebat, kau harus banyak belajar dari pertunjukan ini. ?Sujud tidak menjawab, tetapi
memperhatikan dengan cermatnya akan pertunjukkan yang mengasyikan dan menarik perhatiannya
para penonton. Sedangkan dalam hatinya ia tidak merasa puas akan pertunjukan yang hanya
merupakan permainan saja. Yang ia inginkan, ialah suatu pertempuran yang sungguh-sungguh, dan
berakhir dengan ada pihak yang menang. Pikirnya: ? Bagaimana bisa tahu, mana yang lebih mahir, jika
hanya merupakan permainan demikian saja. ?
? Jika kiranya tak keberatan, saya juga ingin turut meramaikan pertunjukan ini. Lagi pula biarlah salah
seorang tamtamaku dapat menerima pelajaran-pelajaran yang berguna dari murid Kyai Wiku Sepuh,?
tiba-tiba Sang Senapati Muda bicara memecah kesunyian, kepada Kyai Wiku Sepuh.
-- Bagus, bagus,? cljawab Kyai Wiku Sepuh, dan melanjutkan kata-katanya sambil bersenyum. ?
Saya telah menduga, bahwa Gusti Senapati sangat gemar akan pertunjukan olah kanuragan, tetapi
sudilah Gustiku mcmperingatkan kepada tamtama yang akan tampil supaya pertunjukan ini berlangsung
dengan rasa persahabatan. ?
? O, tentu, hal itu tak usah Kyai Wiku Sepuh kuatirkan, ? sahut Sang Senapati dengan tersenyum
pula.
Sang Senapati segera berbisik kepada Tumenggung Sunata, supaya memanggil seorang tamtama
yang telah ditunjuknya. Seorang tamtama yang dimaksudkan segera tampil kedepan menghadap Sang
Senapati untuk menyembah, dan kemudian berdiri tegak ditengah gelanggang, menunggu datangnya
lawan.
? Paniling, ? Wiku Sepuh berseru memanggil. ? Biarlah adikmu Watangan melayani tamu kita, agar
ia mendapat pengalaman dan petunjuk-petunjuknya yang berguna. Watangan segera berujud
menghadap Kyai Wiku Sepuh. Dengan tenang ia mendekati seorang tamtama yang berdiri ditengah
gelanggang, serta menganggukkan kepalanya sambil bersenyum. Tamtam yang berdiri itu membalas
dengan anggukkan kepala pula dan segera menghunus pedangnya dan langsung menyerang Watangan
yang masih berdiri dengan tangan kosong itu, sambil berseru. ? Awas senjata ?
Serangan pedang itu merupakan serangan tebangan kearah pinggang lawan dengan suatu loncatan
yang tangkas. Semua orang menahan nafas, melihat serangan yang tiba - tiba, seJagi lawannya belum
siap dan bertangan kosong. Dan Serangan itu secepat kilat datangnya serta sangat berbahaya.
? Serang curang Sujud berteriak, tetapi Kyai Tunggul segera memberi isyarat agar Sujud menutup
mulutnya. Tetapi pada saat pedang akan jatuh pada sasarannya, penonton dikejutkan lagi oleh gerakan
Watangan yang sangat mentakjubkan. Watangan meloncat tinggi melewati kepala sipenyerang dengan
suatu seruan yang nyaring, dan dilanjutkan dengan suatu susulan lompatan berangkai sewaktu ia berada
diatas kepala tamtama. Dengan demikian ia dapat jatuh berdiri ditanah lagi, tepat disudut belakang
penyerang, dimana senjata-senjata ditempatkan. Gerakan loncatan itu sangat indah, dan merupakan
pameran ketangkasan yang menjadi perhatian para penonton terutama Sang Senapati Muda. Dengan
cepat Watangan meraih sebatang tongkat penjalin, yang panjangnya kira-kira setengah depa, sebesar
ibu jari kaki.
Kini mereka, kedua-duanya cepat membalikkan badannya dan kembali berhadap-hadapan dan saling
serang menyerang dengan serunya. Ternyata tongkat penjalin pendek tak kalah dahsyatnya dan
berbahaya, dibandingkan dengan serangan-seragan pedang yang tajam berkilat. Sebentar-sebentar
adegan pertarungan menegangkan syaraf penonton. Tak selang berapa lama pertarungan yang seru ituPENDEKAR MAJAPAHIT
tiba-tiba berobah menjadi berat sebelah. Gerakan pedang tamtama yang tadinya bergetar menyilaukan
mata penonton, seolah-olah merupakan cahaya yang bergulung-gulung menyelubungi Watangan kini
tak dapat bergerak leluasa. Kemana saja pedang berkelebat, selalu terbentur oleh serangan tongkat
penjalin yang disusul dengan rentetan serangan sodokan dan sabetan tongkat itu.
? Si tamtama menjadi sibuk karenanya, dan pedangnya hanya dapat digunakan untuk menangkis
saja. Dalam keadaan terdesak, si tamtama selalu meloncat kesamping atau surut kebelakang, untuk
menghindari datangnya serangan tongkat yang bertubi-tubi.
? Biarlah dia sekali - kali merasakan pedihnya dipukul tongkat rotan, ? Sang Senapati menggerutu.
Karena melihat lawannya terdesak tak berdaya, Watangan segera mengurangi dan memperlambat
gerakan serangannya, dengan maksud akan segera menghentikan pertempuran itu. Tetapi segera ia
meloncat surut kebelakang, tiba2 b r e- b e t . celana dipahanya robek terkena goresan pedang.
Untunglah bahwa kulit dagingnya tak turut terkupas.
? Berhenti .. berhenti Seru Sang Senapati Muda dengan suara teriakan yang nyaring.
Tamtama yang masih akan melanjutkan serangannia, segera menggagalkan maksudnya dan
berhenti seketika dengan berdiri tegak ditempatnya. Demikian pula watangan segera meloncat
kesamping dan berdiri disudut, untuk kemudian menaruh kembali tongkat penjalin ditempat
penempatan senjata-senjata Si tamtama segera menghadap dan duduk bersila dihadapan Sang Senapati
Muda, dengan maksud akan menyembah. Tetapi sebelum ia mengangkat kedua belah tangannya,
tamparan Sang Senopati tepat mengenai pelipisnya.
Tamtama tadi jatuh terkulai ditanah, dengan tak sadarkan diri. Seorangpun tak berani mendekat
untuk memberi pertolongan. Tetapi tak tahu, dengan cara bagaimana, tamtama itu segera dapat bangkit
kembali dan menyembah lagi.
? Permainan pedang kanak-kanak, kau pertunjukan disini.? Sang Senopati mengguman padanya. ?
Tahukah, jika murid Kjai Wiku Sepuh tadi menghendaki kau telah mampus terkena pukulan rotannya.?
Dengan nada marah Sang Senapati melanjutkan perintahnya ? Lekas menyembah kepada Kyai Wiku
Sepuh dan menghaturkan terirna kasih.?
Tamtama itu segera menggeser duduknya dan menghadap Kyai Wiku Sepuh dengan menyembah. ?
Terima kasih atas kemurahan Bapak Kyai.? Katanya.
? Bagus, saya juga terima kasih padamu. Permainanmu pedang cukup baik.? Kyai Wiku Sepuh
menjawab dengan tersenyum. Tamtama kemudian bangkit dan dengan muka yang merah padam ia
kembali duduk ditempatanya semula, berjajar dengan kawan-kawannya.
Kyai Wiku Sepuh terlalu memanjakan para tamtamaku.? Sang Senapati berkata pada Kyai Wiku
Sepuh.-- Terima kasih atas kemurahan Kyai Wiku Sepuh pada orangku tadi. - kata Sang Senapati.
Ternyata pada waktu si tamtama jatuh pingsan tadi, Kyai Wiku Sepuh mengerahkan pemusatan
tenaga bathinnya, yang disalurkan lewat pernafasannya, untuk kemudian ditiipkan kearah si tamtama
dengan pelan. Jarak antaranya kurang lebih ada lima langkah. Karena bantuan Kyai Wiku Sepuh itulah,
maka tamtama yang tak sadarkan diri, segera siuman kembali dan bangkit. Hanya Sang Senapati dan
Kyai Tunggullah yang dapat mengetahui adanya pertolongan dari Wiku Sepuh kepada tamtama tadi.
Mereka menyadari, bahwa ilmu yang dimiliki oleh Wiku Sepuh adalah mendekati titik sempurna. ?
Sayalah yang harus mengucapkan terima kasih kepada Gustiku. ? jawab Kyai Wiku Sepuh dengan
merendah hati?Murid-muridku telah menerima banyak pelajaran dari Gusti yang sangat berguna. Saya
masih ingin sekali lagi mengagumi permainan tongkat penjalin dari seorang murid Kyai Wiku Sepuh.
Sang Senapati berkata lagi ? Dan kali ini biarlah Tumenggung Sunata yang melayaninya, agar
pertunjukan dapat sedikit menyegarkan pandangan Berkata demikian Sang Senapati memalingkanPENDEKAR MAJAPAHIT
kepalanya kearah Sunata dengan mengerdipkan matanya sebelah sambil bersenyum.
? Kiranya kini Sang Senapati ingin mengetahui lebih banyak dasar-dasar keseluruhan dari permainan
tongkat penjalin hasil ciptaan Kyai Wiku Sepuh. Ingin pula beliau mengetahui sendi-sendi kelemahan dan
sendi-sendi keampuhannya. Sebagai seorang Manggala tamtama, beliau memang selalu menaruh
perhatian besar dalam pelbagai macam ilmu krida yudha. Hal inipun telah dapat dimengerti oleh Kyai
Wiku Sepuh, katanya. ? Atas perhatian Gusti Senapati akan permainan tongkat penjalin dari muridmuridku yang masih dangkal itu, saya merasa mendapat suatu kehotmatan besar, Gusti. ? Setelah
mengucapkan kata-kata itu Kyai Wiku Sepuh segera berpaling kepada Jaka Wulung yang berada
disampingnya, serta berkata. ? Jaka Wulung .Kesempatan untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk
dari Gusti Tumenggung yang sangat berguna untukmu, jangan kau sia-siakan. ? Jaka Wulung segera
dapat menangkap pula apa yang di-maksudkan gurunya itu.
Bersamaan waktunya Sunata dan Jaka Wulung duduk bersila menghadapi Sang Senapati dan Kyai
Wiku Sepuh untuk menyembah. Setelah mana mereka berdua menuju ke-tengah-tengah gelanggang
dengan senjata ditangan masing-masing. Sunata bersenjatakan pedang, sedangkan Jaka Wulung
bersenjatakan tongkat penjalin yang tadi dipergunakan oleh Watangan.
? Saya hanya melayani Gustiku Tumenggung. Silahkan, Gustiku memulai lebih dahulu, ? kata Jaka
Wulung dengan hormatnya. Berkata demikian Jaka Wulung berdiri dengan kaki kuda-kuda. Serta
melintangkan tongkat penjalin didepan dadanya.
? Pemuda yang kuhadapi ini sungguh bersifat kesatrya ? pikir Sunata.
? Baiklah, tapi jangan terlalu menghormat padaku, ? kata Sunata singkat dengan diiringi senyuman.
Belum juga senyuman itu lenyap dari bibirnya, ia menerjang maju kearah Jaka Wulung, dengan
berteriak. ? Awas pedang ? Yang diserang, segera menghindari datangnya sabetan pedang yang
diarahkan kelambung kiri, dengan satu langkah, surut kesamping kanan. Badannya merendah serta
tangan yang memegang tongkat penjalin cepat bergerak menangkis datangnya pedang.
Dua senjata beradu keras, dan mmasing-masing segera surut kebelakang satu langkah. Ternyata
dengan gerakan tadi kedua-duanya ingin saling mengukur tenaga milik lawan. Kembali Sunata
menyerang lagi dengan suatu bacokan pedang yang dahsyat kearah kepala, yang oleh Jaka Wulung
hanya dengan memiringkan tubuhnya serangan tersebut dapat dengan mudah dihindari, dan disusul
dengan sabetan tongkat penjalin kearah kaki Sunata. Sunata meloncat menghindari sambil manusukkan
pedangnya, menahan serangan rangkaian. Setelah ke-dua-duanya dapat saling menyelami permainan
lawannya, kini mulai ganti berganti serang menyerang dengan serunya.
Bukan hanya senjata saja yang digunakan untuk saling menyerang tetapi tinju dan tendangan tak
ketinggalan juga.
? Permainan pedang Gusti Tumenggung Sunata sungguh bermutu tinggi, ? Wiku Sepuh berkata
kepada Sang Senapati Muda Gusti Adityawardhana.
? Tetapi muridmu pun tak kalah tangkasnya, dan permainan tongkatnya banyak berbeda dengan
murid-murid yang tadi. ? jawab Sang Senapati Muda.
? Dasar permainan tongkat Kyai Wiku Sepuh yang diajarkan ada dua macam ? Kyai Tunggul
memotong Kyai Wiku Sepuh bersenyum kepada kedua-duanya dan menjawab pelan sambil
memperhatikan berlangsungnya pertarungan.
? Kiranya Gusti Senapati dan Kyai Tunggul sangat tajam penglihatannya. Sudilah Gustiku dan Kyai
Tunggul sabar sebentar, nanti akan kujelaskan.
? Sang Senapati sebagai Manggala dan Kyai Tungul yang banyak pengalaman, segera mengetahui,
bahwa permainan tongkat penjalin Jaka Wulung adalah terdiri dari dua macam dasar. Hal ini memangPENDEKAR MAJAPAHIT
disengaja oleh Kyai Wiku Sepuh agar Jaka Wulunglah yang tampil kemuka, dengan permainan
tongkatnya ciptaan Kyai Pandan Gede dan digabung dengan ciptaannya sendiri yang baru dua bulan
dipelajari oleh Jaka Wulung. Dengan demikian, sukarlah untuk tepat diketahui dasar-dasar keseluruhan
dari pada permainan tongkat ciptaannya sendiri.
Kiranya ke-dua-duanya yang sedang bertanding, memiliki ketangkasan dan tenaga seimbang,.
Kembali kini pedang Sunata melancarkan serangan tusukan kearah perut Jaka Wulung. tetapi dengan
tangkasnya, tongkat penjalin menghadang didepan, dan menahan mengikuti segala gerakan pedang.
Dua senjata seperti saling melekat ujungnya. Dan kedua-duanya saling mengerahkan tenaga untuk dapat
mendahului menyerang, dengan mmasing-masing saling menahan geraknya senjata lawan, Peluh mulai
keluar ber-bintik-bintik dikeningnya mmasing-masing. Mereka saling mengagumi akan kekuatan
lawannya. Semua pandangan mata terpusat dalam adegan yang tegang ini, dan semua ingin tahu pula
siapakah yang akan memenangkan pertandingan yang seru ini.
Tiba-tiba terdengar suara seruan Jaka Wulung yang nyaring; ? Lepas. ? Tongkat rotan dengan
cepatnya berkelebat terlepas dari ujung pedang dan langsung menyapu kaki Sunata dua kali susul
menyusul kekanan kiri. Sabetan tongkat kearah bawah lawan sangat cepatnya, sehingga sukar diikuti
dengan penglihatan mata biasa. Tetapi Sunata adalah Tumenggung tamtama yang banyak
pengalamannya dalam krida yudha. Secepat geraknya tongkat penjalin itu, Sunata melesat tinggi
melambung melampaui kepala Jaka Wulung menghindari sabetan tongkat, dan sekaligus menyerang
dengan pedangnya kearah dada Jaka Wulung dengan gaya tusukan.
Semua menahan nafas dengan penuh kecemasan, melihat serangan kedua-duanya yang sangat
berbahaya bagi masing-masing. Serangan yang saling dilancarkan oleh mereka itu, harus diperhitungkan
dengan cermat sekali, karena baik bagi penyerangnya maupun bagi yang diserang sama-sama
berbahaya. Jaka Wulung tak kurang tangkasnya menjatuhkan diri dan bergulingan ditanah tiga kali,
untuk menghindari datangnya serangan tusukan pedang. Cepat ia bangkit kembali untuk melintangkan
tongkatnya diatas kepalanya, menangkis datangnya serangan bacokan pedang Sunata yang datang
menyusul.
. Hebat ! ...... hebat ! ...... ? Sang Senapati berseru sambil bertepuk tangan.
Pertarungan itu masih terus berlangsung dengan serunya, dan kini mmasing-masing memamerkan
simpanan ketangkasannya. Baru kali ini para tamtama melihat jelas suatu pertandingan krida yudha
dengan ketangkasan yang mentakjubkan. Tebasan dan bacokan pedang tak dapat mematahkan tongkat
penjalal. Dan sebaliknya pukulan sedokan dan sabetan tongkat penjalin tak pernah dapat mengenai
sasarannya. Disela-sela dua senjata yang bergerak cepat, kaki dan tangan masih pula dapat menyerang
dengan tendangan dan tinjunya. Gaya loncatan mmasing-masing sungguhpun berlainan dasarnya, indah
dipandangnya. Demikian pula Sujud. Ia duduk terpaku dengan mulut ternganga melihat hebatnya jalan
pertarungan.PENDEKAR MAJAPAHIT
Tetapi sedang mereka bertempur dengan serunya, tiba tiba seoang bertubuh gemuk pendek dan
berwajah penuh dengan cambang bauk dan telah lanjut usianya, memperlihatkan diri dari balik rumah
samping dengan berkata keras.
? Tak kusangka, bahwa Sidik Pamungkas, yang katanya telah menjauhi keduniawiaan, ternyata
menjadi pelatih para priyagung Kerajaan. ?
Kata-kata itu demikian kerasnya sehingga semua orang berpaling kearah datangnya suara. Pun yangPENDEKAR MAJAPAHIT
sedang bertanding segera berhenti dan memandang kejurusan orang gemuk pendek tadi.
Para pamong murid segera bangkit dan menyambut datangnya tamu yang belum dikenal, tetapi
segera dibentaknya dengan suara yang kasar dari tamu yang disambut itu. ? Tak usah kalian
Menyambutku dangan sopan santun. Kedatanganku hanya ingin menagih hutang pada Pandan Gede
dan Banteng Majapahit. Dan hanya Gurumu Wiku Sepuh yang pantas menyambutku, apabila kedua
duanya yang kucari tetap disembunyikan oleh Wiku Sepuh.?
? Paniling! ? Wiku Sepuh berseru pada ketua pamong murid yang sedang menyambut tamu tadi. ?
Kembaliah ke tempatmu berserta adi adimu, biarlah aku yang menyambutnya.? Berkata demikian, Kyai
Wiku Sepuh bangkit berdiri dengan pelan, serta berkata. ? Tambakraga, kedatanganmu akan kuterima
dengan kegirangan hati. Lama nian kita tak berjumpa, rasanya aku telah rindu padarnu. Silahkan duduk,
diruang pendapa, nanti akan kuperkenalkan dengan tamuku ini --
Pendekar Majapahit Karya Kusdio Kartodiwirjo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
---- Wiku Sepuh pandai juga berlaku pura-pura. Saya hanya seorang diri dan berada disarang harimau,
tak mungkin aku mudah kau jebak dengan lidahmu yang berbisa. Ketahuilah bahwa yang saya perlukan
adalah adimu Pandan Gede dan priyagung si Pendekar Majapahit. Jika memang mereka tak mau keluar
dari persembunyiannya, dapat juga kau mewakilinya.? Jawab Tambakraga Dan melanjutkan katakatanya.
--- Jauh-jauh dari hutan Wonogiri aku datang, hanya untuk menagih hutang pada dua orang pengecut
itu. --Sabarlah dahulu Tambakraga. ? Wiku Sepuh menyambut dengan tenang. Aku belum dapat
menangkap isi maksudmu. Jika yang kau kehendaki adalah adiku Pandan Gede, dia tak ada disini,
demikian pula Tumenggung Indra. Kiranya urusanmu dengan kedua-duanya aku tak mungkin
mewakilinya, karena aku tak tahu duduk perkaranya. Jika kau mau sabar menunggu, mungkin mereka
hari ini atau besok akan datang kemari. ?
Senapati Muda Gusti Adityawardhana, setelah mendengar Indra Sambada di sebut-sebut segera
bangkit berdiri pula dan memotong percakapan yang tengah berlangsung itu.? Tuan yang baru datang!
Tadi tuan menyebutnya nama Pendekar Majapahit. Jika yang dimaksud adalah Tumenggung Indra
Sambada, saya akan mewakilinya untuk menyelesaikan urusan dengan Tuan, karena semua perbuatan
Tumenggung Indra adalah langsung menjadi tanggung jawab saya, bila ia tidak berada ditempat.Ha, ha, ha...... tak Iuput dugaartku, ? Tambakraga menyahut. ? hampir-hampir aku terjebak. Siapa
lagi yang akan mewakiinya? Asalkan terang orangnya dan jumlahnya saja.
? Karena Guruku tak berada disini, biarlah kami berdua mewakilinya. Jaka Wulung dan Jaka Rimang
serentak berdiri disamping Gusti Adityawardhana.
--- Bagus, bagus, kini sudah ada tiga orang yang berterus terang. Apakah masih ada Iagi? ?
Tambakraga bertanya.
? Nanti dulu semua perkara dapat diselesaikan dengan tenang, Sayaa selaku tuan rumah, tidak
menghendaki adanya keributan yang tak ada ujung pangkalnya. Sebaiknya kau terangkan terlebih
dahulu, apa soalnya yang sebenarnya, agar semua dapat mengerti maksudmu itu. ? kyai Wiku Sepuh
berkata tertuju kepada Tambakraga. ? Sekalipun sudah ada yang mewakili mmasing-masing sebaiknya
aku tahu juga agar dapat menjadi penengah.
--- Baiklah, jika kau Wiku tua masih pura-pura belum tahu, ? Tambakraga berkata menjelaskan. ?
Kira-kira seratus hari yang telah lalu, muridku Suronggolo yang masih dalam asuhanku, dikeroyok oleh
adimu siluman Pandan Gede dan si Pendekar Majapahit hingga menemui ajalnya. Pertarungan itu
sungguh tidak jujur. Seorang yang masih hijau dikeroyok oleh dua orang yang namanya telah termasyur.
Apakah hal ini dapat dibenarkan? Suronggolo adalah sejajar dengan muridmu yang bodoh, tetapi iaPENDEKAR MAJAPAHIT
adalah orang yang selalu taat dan setia pada gurunya. Jika ini dimaksudkan sebagai tantangan kepada
gurunya, tentunya sebagai tokoh yang telah termasyur tak perlu membunuh mundku yang tidak berdosa
itu. Dan yang kedua bagaimana kau Wiku tua dapat bertindak sebagai penengah, mengingat yang
berbuat itu adalah adikmu seperguruan sendiri dan seorang priyagung yang tentunya akan mengangkat
derajatmu.? Kata-kata itu dilontarkan dengan jelas sekali dengan disertai suara tawa ejekan yang
sangat memuakkan.
Bagi orang lain nama Tambakraga memang cukup membuat orang menggigil ketakutan. Ia terkenal
kejam tak berperikemanusiaan. Kesaktiannya hampir mendekati titik sempurna pula. Jari-jari tangannya
berkuku panjang beracun, Kayu-kayu yang bagaimana kerasnya dapat ditembus dengan totokan jari-jari
nya. Cengkeraman kuku-kukunya merupakan cengkeraman maut. Ia terkenal pula dengan gelarnya "Raja
rampok si Iblis tangan berbisa", Gelar ini dikarenakan banyaknya para rampok dan banyak begal-begal
yang tunduk dibawah perintahnya, bahkan tidak sedikit jumlahnya diantara para pejahat yang menjadi
muridnya. Oleh para murid dan bawahannya ia digelari "Macan Kumbang". Para perampok dan begal
yang berhasil mendapatkan rampasan harta benda dan lain-lainnya dengan taatnya menyerahkan
bagian dari pada hasilnya kepada rajanya itu, la bertempat tinggal di sebuah gua ditengah hutan
Wonogiri, te-tapi gua itu tak ubahnya seperti bangunan istana didalam tanah saja. Didalam gua itu ia
tinggal bersama-sama dengan isterinya yang berjumlah tiga orang dan para budaknya, sedangkan diluar
gua para murid-muridnya selalu siap berjaga-jaga demi keamanannya.
Rakyat didesa sekitar hutan itu, tak ada yang berani memasuki hutan Wonogiri yang lebat itu. Mereka
menganggap bahwa hutan itu sangat angker. Cerita-cerita tahayul banyak tersebar luas dikalangan
rakyat desa sekitarnya bahwasanya hutan Wonogiri didiami oleh raja siluman dan sebagainya. Dan
siapapun yang berani memasuki tak akan dapat diharapkan kembali selamat.
Konon ceritanya dalam sejarah, hutan Wonogiri pernah digunakan sebagai tempat sembunyi oleh
Raja Langga putra Udayana Raja Bali. Beliau melarikan diri dengan para pengiring, pada waktu
Dharmawangsa diserang oleh Raja Wurantari pada tahun lebih kurang 1007. Dimana kemudian setelah
turun takhta wafat sebagai petapa dalam gua ditengah hutan itu, Th 1049 Dulunya hutan Wonogiri
dianggap sebagai tempat keramat oleh rakyat sekitarnya, tetapi kini setelah kenyataan banyak orangorang yang hilang dihutan Wonogiri itu, mereka mengira bahwa tempat keramat itu didiami oleh raja
siluman yang jahat. Sedemikian hebatnya anggapan rakyat sekitarnya, hingga menceritakan hutan
Wonogiri saja bagi rakyat sekitar itu merupakan pantangan ataupun tabu.
Sejak Tambakraga si Iblis tangan berbisa itu naendapat laporan dari Demang Jlagran, bahwa muridnya
Suronggolo mati terbunuh oleh seorang yang masih muda dan siluman Pandan gede,dan ternyata
setelah diselidiki, sipemuda itu adalah perwira tamtama Kerajaan yang bergelar Pendekar Majapahit,
maka ia timbul kekhawatirannya, kemungkinan akan diserbu tempat kediamannya oleh pasukan
tamtama Kerajaan.
Menurut anggapan Tambakraga tentunya Pandan Gede, akan minta bantuan dari priyagung Pendekar
Majapahit itu, untuk menyerang dengan pasukan kehutan Wonogiri. Daripada didahului, baginya lebih
baik mendahului mencari dan membunuh Pandan Gede untuk selanjutnya membunuh Pendekar
Majapahit. Dengan demikian ia tak perlu kuatir akan terbongkarnya rahasia tempat tinggalnya. Akan
tetapi kiranya tak mudah mencari Pandan Gede si Siluman sakti itu, maka dicarilah ketempat kediaman
Wiku Sepuh dilereng Gunung Sumbing, karena ia ingat bahwa Wiku Sepuh adalah kakak seperguruan
Pandan Gede. Sungguhpun ia merasa ragu akan menghadapi Wiku Sepuh yang terkenal sakti tiada
bandingannya. Maka tak heranlah apabila ia selalu penuh kecurigaan dalam menghadapi Wiku Sepuh
itu. Sama sekali ia tidak menduga bahwa yang memukul mati Suronggolo itu adalah Kyai Tunggul yangPENDEKAR MAJAPAHIT
kinipun berhadapan pula dan berada didepannya.
Adanya tamu seorang Senapati Muda Kerajaan beserta pasukannya pengiring di Padepokan Wiku
Sepuh, memperkuat dugaannya yang sebenarnya salah terka itu. Ia datang dipadepokan Kaliangkrik itu,
bukan hanya seorang diri, melainkan membawa anak buahnya sebanyak 20 orang, yang bersembunyi
agak jauh sedikit dari Padepokan itu. Ia cukup mengenal sifat-sifat dan kesaktian Wiku Sepuh. Sewaktu
Wiku Sepuh masih bergelar Sidik Pamungkas ataupun Yamadipati. Cemoohan yang dilontarkan pada
Wiku Sepuh sebagai pengejar pangkat, sebenarnya mengandung maksud agar Wiku Sipuh tergugah sifat
kesatryaannya untuk tidak turut campur dalam pertikaian ini, antara dia dan Pandan Gede maupun
dengan tamtama Kerajaan.
? Macan Kumbang ? Wiku Sepuh berkata dengan suara pelan tetapi jelas menahan kemarahan ?
Jika seandainya apa yang kau katakan itu benar seluruhnya, itupun bukan menjadi urusanku. Saya hanya
menyarankan agar semua urusan diselesaikan dengan secara damai.
Dan ingatlah! Bunuh membunuh dihalaman ku ini, tetap menjadi larangan, ? suara Wiku Sepuh itu
walaupun pelan, tetapi cukup jelas dan mengandung daya perbawa: ? Kau datang dari jauh, dan
kusambut sebagai tamuku, tetapi tingkah lakumu meninggalkan kesopanan sebagaimana layaknya
seorang tamu. Jika sekiranya memang tak mau berurusan denganku, haraplah segera meninggalkan
tempatku ini. ? Wiku Sepuh melanjutkan bicaranya dengan suara yang masih menahan rasa marah.
Mendengar ucapan kata dari Wiku Sepuh yang disertai ancaman dan penuh wibawa itu, membuat
Tambakraga serba ragu-ragu dalam tindakannya. Hanya dalam hatinya ia merasa beruntung, bahwa
Wiku sepuh tak akan turut campur tangan dalam urusan ini antara dirinya dan Pandan Gede maupun
dengan Pendekar Majapahit.
? Jika kaum Wiku tua berjanji tak akan turut campur tangan dalam hal ini baiklah, aku juga tak akan
mengganggumu. Tetapi aku tetap akan menunggu kedatangan adimu si Siluman Pandan Gede disekitar
tempatmu ini, ? sahut Tambakraga dengan suara lantang dengan diiringi tawanya yang nyaring Berkata
demikian, ia membalikkan badannya, hendak meninggalkan tempat itu, tiba-tiba suara Kyai Tunggul
menghentikan langkahnya: ? Tambakraga!, ? serunya dengan nada suara menantang. ? Tak perlu kau
menunggu datangnya Pandan Gede, karena akulah orangnya yang membunuhnya. Dan kiranya sudah
sepantasnya muridmu Suronggolo binasa ditanganku itu. karena perbuatannya yang tak pernah
mengenal perikemanusiaan terhadap rakyat kecil. Ketahuilah bahwa muridmu kubunuh pada waktu ia
sedang merampok dan membunuhi orang-orang tani tak berdosa didesa Trinil. Bahkan melarikan
dengan paksa seorang perempuan yang telah bersuami dan mempunyai anak. Sekarang apakah kau juga
masih akan membenarkan dan membela muridmu yang durhaka itu?.
? Kata-kata Kyai Tunggul itu dirasakan sebagai halilintar yang menyambar disiang bolong, oleh
Tambakraga. Ia tak akan mengira sebelumnya bahwa orang setengah tua itu berani terang-terangan
menantangnya. Namun tetap ia menduga bahwa pembunuh Suronggolo adalah Pandan Gede,
sedangkan orang setengah tua itu menurut dugaannya hanyalah membela Pandan Gede saya.
? Hai orang tua kurus yang telah hampir mati I Janganlah kau turut-turut dalam persoalan saya
dengan Pandan Gede. Jika hanya mau mengantar jiwamu silahkan aku tak keberatan memenuhi
permintaanmu. ? Tambakraga cepat membalikan badannya kembali, dan siap untuk melajani
tantangan yang tiba-tiba itu akan tetapi sebelum Kyai Tunggul datang mendekat, Sang Senapati Muda
Adityawardhana telah mencegah niat Kyai Tunggul. Sang Senapati melangkah sambil berkata dengan
nada yang penuh kemarahan. Wajahnya kelihatan merah padam, matanya memandang tajam kearah
Tambakraga dengan menyala nyala, suaranya lantang mendesis agak parau: Keparat Tambakraga. Sejak
tadi, aku telah muak mendengar kata-katamu yang tidak kenal sopan itu. Tak usah kau mencari PandanPENDEKAR MAJAPAHIT
Gede ataupun Tumenggung Indra. Aku yang mewakili mereka semua, dan matinya muridmupun
merupakan tanggung jawabku. Jika kau takut karena pangkatku, baik . . . . .. akan kutanggalkan pakaian
kebesaranku ini. Demi untuk menjaga kebersihan nama Kyai Wiku Sepuh yang memang tidak tahu
menahu. Soal itu, mari kita bertempur diluar halaman sana. ?
Berkata demikian Sang Senapati cepat menanggalkan pakaian kebesarannya, dan kini hanya tinggal
memakai celana saya, tetapi pedang tamtama masih tetap menggantung dipinggangnya. Ia memberi
isyarat agar tak ada yang turut campur dalam pertandingan ini. Dengan tangkasnya Sang Senapati
mendahului meloncat keluar halaman dan berdiri tegak ditegalan luas menunggu datangnya
Tambakraga, yang hanya terpaut lima langkah saja.
? Aku tak bermaksud bermusuhan dengan seorang Senapati priyagung Kerajaan, tetapi kata-kata
penghinaan yang telah tuan ucapkan tak mungkin kubiarkan. ? Tambakraga menjawab sambil
mengikuti meloncat keluar halaman.
-- Saat ini kau menghadapi aku sebagai orang biasa, tak perlu pangkatku disebut sebut. Lepas dari
semua persoalan, anggaplah aku sebagai musuhmu. Tak usah khawatir, bahwa aku akan membawabawa pangkat dan kedudukanku untuk membasmi kau yang tak mengenal sopan itu. ? Kiranya berkata
demikian kemarahan Sang Senapati telah sampai dipuncaknya. Dengan pedang terhunus ia langsung
menyerang menusuk kearah ulu hati Tambakraga.
Sebagai seorang yang berpengalaman luas, serta memiliki kesaktian dan mahir dalam krida yudha.
Tambakraga cepat menundukkan kepala serta merendahkan badannya. Dan dengan tangan kirinya yang
memegang tombak pendek, ia berganti menyerang lawan kearah perutnya. Tambakraga memegang
tombak ditangan kiri bukan karena ia kidal, tetapi senjata itu sebenarnya hanya digunakan sebagai alat
penangkis senjata lawan dan serangan parcingan saja. Tangan kanannya mengembangkan tegang jarijarinya yang berkuku panjang serta berbisa itu dalam gaya cengkeraman, dan merupakan serangan maut
yang lebih berbahayaa dari pada tombaknya. Tetapi sebagai seorang Senapati tamtama yang telah
berpengalaman luas dalam pertempuran dan memiliki kesaktian pula, ia telah mengetahut cara-cara
bertempurnya lawan yang sedang dihadapinya itu. Ia meloncat surut kebelakang untuk menghindari
serangan tombak yang mendatang kearah perutnya, dan menghindari cengkeraman kuku-kuku beracun
itu. Ia tidak mau anggauta badaanya tersentuh oleh kuku-kuku lawan yang beracun itu Dalam saat ia
meloncat surut kebelakang, tenaganya sebagian besar yang telah memusat disalurkan ketangan
kanannya yang memegang pedang dan digunakan untuk menyabet kearah datangnya tombak sebagai
tangkisan serangan lawan yang dahsyat itu. Dua senjata beradu keras, dan mmasing-masing meloncat
surut kebelakang satu langkah dengan suara tertahan . he .. Ternyata kedua-duanya saling
mengagumi tenaga mmasing-masing. Senjata-senjata ditangan mmasing-masing hampir lepas dari
genggaman, dan telapak tangannya sama-sama dirasakan pedih karena bergetarnya senjata mmasingmasing yang digenggamnya erat-erat. Pertempuran berlangsung seru. Semua yang menyaksikan
menahan nafas, dan tak ada seorangpun yang berani turut campur tangan. Para tamtama hanya duduk
mengitari gelanggang, taat akan perintah atasannya. Jaka Wulung dan Jaka Rimang menekan
kermarahan yang dikandungnya dengan berdiri seperti patung mengikuti jalannya pertempuran. Ingin
meraka menggantikan Sang 'Senapati utttuk melawan Tambakraga, tetapi atas perintah larangan
Temenggung Sunata, terpaksa mereka hanya berdii terpaku saja. Demikian pula Kyai Tunggul Wiku
Sepuh tak mau keluar halaman. Ia bahkan masuk dalam ruang pendapa tengah dan duduk bersamadi.
Dan hanya para pamong muridlah yang disuruh turut me-ngamat-amati dari dekat melihat jalannya
pertempuran.
Ke dua-duanya yang sedang bertempur, melancarkan serangan-serangan maut, namun ternyataPENDEKAR MAJAPAHIT
kedua-duanya ketangkasan yang cukup tinggi, dan tenaga kesaktian yang sukar dicari bandingannya.
Jari-jari tangan yang dipentang tegang oleh Tambakraga, tak mampu menyentuh badannya Sang
Senapati. Dimana tangan kanan Tambakraga bergerak menyerang, segera dapat digagalkan karena
berkelebatnya pedang Sang Senapati. Tetapi serangan-serangan pedang dengan kecepatan yang luar
biasa serta sangat berbahaya, selalu jatuh ketempat kosong. Kembali kini Sang Senapati mengumpulkan
daya pemusatan kekuatan bathinnya, untuk disalurkan ditangan kanannya, dengan maksud ingin sekali
lagi menguji kekuatan lawan. Pedang ditangan kanan bergerak berputaran cepat, hingga merupakan
bentuk lingkaran seperti dayung baja yang menyilaukan pandangan. Dengan perisai ciptaan itu ia
bergerak maju mendesak lawan. Akan tetapi Tambakraga telah mengetahui maksud tujuan lawan, pun
ia ingin mengukur sampai dimana tenaga keseluruhan milik lawannya.
Ia mundur selangkah, untuk kembali mengatur pernafasan nya, dan memusatkan seluruh tenaga
simpanan ditangan kiri ia memegang tombak pendek. Dengan meloncat selangkah maju kedepan ia
menerjang perisai pedang, dengan tusukan tombaknya yang dahsyat itu.
Kini kedua-duanya telah, mengerahkan hampir seluruh tenaga kekuatan dalam tangan mmasingmasing yang memegang senjata. Dua senjata berbentur, saling beradu dengan disertai tenaga yang
dahsyat Dan mmasing-masing mengeluarkan seruan nyaring serta ter-huyung-huyung surut kebelakang
dua langkah. Ternyata karena kerasnya benturan, kedua senjata itu terpental lepas dari genggaman dan
melambung jauh untuk kemudian jatuh hampir sepuluh langkah dari pemilik mmasing-masing. Tangantangan mereka berdua dirasakan sangat pedih dan matanya ber-kunang-kunang hampir keduanya jatuh
pingsan tak sadarkan diri. Semua yang menyaksikan berseru terkejut, bahkan Sunata dan Kyai Tunggul
sudah berniat untuk melangkah maju untuk menolong Sang Senapati, tetapi dengan cepatnya mereka
ke-dua-duanya telah menguasai dirinya mmasing-masing dan kembali mengumpulkan tenaganya yang
baru saja terpukul buyar itu. Dengan ketangkasan yang luar biasa mereka kini saling mendahului
menyerang dengan tak bersenjata. Sesungguhnya sekalipun dilihat sepintas lalu, pertandingan ini samasama tak memegang senjata, akan tetapi Tambakraga dengan kukunya yang runcing beracun adalah
merupakan senjata yang lebih dahsyat daripada senjata tajam lainnya. Menghadapi demikian itu Sang
Senapati harus berlaku lebih tangkas menghindari datangnya serangan jari-jari beracun yang ber-tubitubi itu. Jika tadi ia berani memapaki datangnya cengkeraman beracun dengan pedangnya, kini tak
berani ia memapakinya dengan kekuatan tangan. Ia menggagalkan serangan Jawannya hanya dengan
selalu mengelakkan diri ataupun mendahului menyerang dengan tendangan dan tinjunya kearah tempat
tempat kelemahan lawan. Kecepatan gerakannya ternyata membuat Tambakraga mencengkeram angin
selalu. Pertempuran bertangan kosong, kiranya lebih seru dari pada sewaktu keduanya memegang
senjata. Ternyata Tambakragapun memiliki ketangkasan yang mentakjubkan. Badannya yang gemuk
kiranta bukan merupakan penghalang dalam gerakan kelincahannya.
Pertempuran telah berlangsung lama, namun belum ada tanda-tanda siapa yang akan dapat
menundukkan lawannya. Sebentar-sebentar terdengar seruan nyaring dengan gerakan loncatan yang
berkelebat seperti bayangan menyambar - nyambar. Tetapi Adityawardhana adalah seorang Senapati
tamtama sebagai Manggala tamtama Pengawal Raja.
Disamping ketangkasan dan keFaktian dalam krida yudha, iapun memiliki kecerdasan lebih dari pada
Tambakraga. Sewaktu ia sedang bertempur mengadu jiwa, masih sempat pula menggunakan kecerdasan
otaknya untuk memperhatikan dengan saksama seluruh gerakan lawannya hingga dapat memahami dan
mengetahui segi- segi kelemahan gerakan lawan. Dengan perhitungan yang cermat, kini dengan sengaja
Sang Senapati memperlambat gerakkannya.
Melihat gerakkan Sang Senapati yang kini berobah menjadi lambat, Tambakraga mengira bahwaPENDEKAR MAJAPAHIT
lawannya telah letih kehabisan tenaga. Dengan satu loncatan yang diiringi seruan nyaring Tambakraga
membentangkan jari-jarinya menerjang menyerang kearah kepala lawan. Semua yang menyaksikan
menahan nafas dengan rasa penuh cemas, karena mengira pula bahwa Sang Senapati telah letih
kehabisan tenaga, dan tak dapat mengelakkan serangan yang dahsjat dan dapat merenggut jiwanya.
Tiba-tiba sebelum cengkeraman maut menyentuh sasarannya, dan selagi Tambakraga terapung
diatas tanah, tendangan Sang Senapati tepat mengenai dada Tambakraga. Tendangan itu disertai
pemusatan seluruh tenaga kekuatannya dan merupakan suatu tendangan yang dahsyat.
Maka tak ayal lagi Tambakraga terpental kebelakang dan jatuh tersungkur dengan memutahkan
darah segar, Sang Senapati segera melesat akan menerjang lawan yang sedang jatuh tersungkur, tetapi
kini ia jatuh terduduk kembali karena kakinya yang kiri yang baru saja digunakan untuk melancarkan
tendangan kiranya terasa pegal dan pedih serta tak dapat digerakkan.
la berdiri lagi dengan kakinya yang kanan, tetapi kembali kaki kirinya tak dapat bergerak untuk
melangkah. Pada saat itu Tambakraga telah bangkit laga dengan terhuyung-huyung untuk kemudian lari,
dengan meninggalkan kata-kata yang terdengar dengan jelas: -- Saya tak dapat melayani tuan Iebih
lama, tetapi saya tetap akan berada sekitar daerah ini, menunggu kedatangan Pandan Gede dan si
Pendekar Majapahit. ? Berkata demikian Tambakraga sambil melarikan diri dan menyelinap dihutan
yang tak jauh letaknya dari Padepokan itu. Para tamtama yang akan mengejarnya dicegah oleh Sang
Senapati, karena ia ingat pada janjinya sendiri, bahwa pertarungan ini tak akan ia membawa-bawa
pangkat dan kekuasaannya. Kiranya Sifat-sifat ksatryanya itu telah menjadi satu dengan darahnya. Kyai
Tunggul dan Sunata serta para pamong murid segera mendekati Sang Senapati dan membimbingnya
masuk ke Padepokan. Alangkah terkejutnya setelah KyaiTunggul melihat kaki kirinya Sang Senapati, kini
kelihatan membengkak dan menjadi biru hitam hampir sampai dilututnya. Dibetis kaki kiri itu ternyata
kelihatan goresan bekas kuku Tambakraga. Dan hal ini adalah diluar pengetahuan Tambakraga sendiri.
Kiranya sewaktu kaki kirinya Sang Senapati melancarkan tendangan yang dahsyat dengan tak sadar
Tambakraga menangkis dengan tangannya karena kemungkinan untuk menghindari sudah tidak
mungkin. Pemusatan tenaganya disalurkan keseluruh badannya untuk menerima tendangan yang
dahsyat itu, tetapi karena tenaga tendangan Sang Senapati lebih terpusat, maka tak mampulah
Tambakraga mengandalkan kekebalannya.
Cepat Kyai Tunggul membaringkan Sang Senapati, dan mengambil ramuan obat penolak racun. Wiku
Sepuh segera pula mengetahui akan bahayanya racun yang sedang bekerja dalam buluh-buluh darah
dikaki Sang Senapati. Ia cepat mengerahkan tenaga bathinnya yang kemudian disalurkan lewat
pernafasannya untuk ditiupkan pelan dalam mulut Sang Senapati, hingga demikian kedua tokoh itu
beradu mulut. Warna biru hitam yang hampir mendekati lututnya, kini pelan-pelan turun kembali
sampai kebetis Sang Senapati. Dengan tiupan sakti daya alir racun itu tertahan dan tak dapat mengalir
ber-sama-sama darah. Ramuan obat setelah masak segera diminumkan, dan kini rasa membeku telapak
kakinya mulai berkurang, namun tetap warna hitam dan bengkak kaki itu belum hilang. Goresan kecil
bekas tapak kuku beracun oleh Kyai Tunggul dibelahnya dengan pisau yang tajam, dengan demikian
maka luka menjadi agak lebar, dan darah hitam mengucur keluar dari luka itu. Wiku Sepuh mengulangi
lagi dengan tiupan saktinya, untuk menahan mengalirnya racun keatas. Sewaktu Wiku Sepuh meniup,
Sang Senepati diharuskan diam menahan napas, Jaka Wulung dan Jaka Rimang sibuk pula turut melayani
Sang Senapati.
Pendekar Majapahit Karya Kusdio Kartodiwirjo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
? Seandainya Indra Sambada ada ? pikir mereka berdua ? tentu luka beracun itu dapat segera
disembuhkan. ? Mereka ingat kembali pada waktu Jaka Rimang terluka oleh tusukan keris dipahanya ?
Akan tetapi tak berani mereka mempercakapkan mengenai Indra Sambada. Pada waktu itu para pamongPENDEKAR MAJAPAHIT
murid sibuk pula mengatur penjagaan disekitar halaman Padepokan, untuk menjaga kemungkinan
datangnya serangan dari anak buah Tambakraga. Ini adalah atas saran Sang Senapati. Waktu itu
matahari telak terbenam dibawah Cakrawala. Hari telah mulai gelap remang-remang.
Sang Senapati masih juga terbaring dengan ditunggu oleh Kyai Tunggul dan Tumenggung Sunata
berserta Sujud.
Warna hitam biru dikakinya telah banyak berkurang, namun bengkaknya masih tetap belum mau
mengering. Darah hitam masih saja menetes keluar, mungkin karena desakan obat pemunah racun yang
telah dibuatkan oleh Kyai Tunggul tadi. Suhu badannya panas, namun jelas Sang Senapati merasakan
dingin menggigil. Hebat sekali bekerjanya racun yang merangsang. Sebentar-sebentar Kyai Tunggul
mengerahkan tenaga dalamnya untuk meniup pelan kedalam mulut Sang Senapati, sebagaimana tadi
telah dilakukan oleh Kyai Wiku Sepuh, untuk menekan kembali mengalirnya sisa racun keatas. Wiku
Sepuh telah kembali lagi keruang pendapa dan meneruskan semadhinya, seolah-olah tak ada suatu
kejadian. Para pamong murid dan para penjaga yang bertugas, sibuk menyiapkan hidangan makan
malam. Tak seorang murid yang berani mendekat dan mengganggu semadhinya Kyai Wiku Sepuh.
* ** B A G I A N II
DUA SOSOK bayangan berkelebat dalam kegeralapan malam yang samar-samar memasuki Padepokan
dari pagar samping, tanpa diketahui oleh para murid yang sedang berjaga.
Namun mereka setelah sampai dibawah pohon beringin ditengah- tengah halaman depan segera
mengurangi kecepatan dan berjalan lenggang biasa menuju kekolam tempat mencuci kaki, Para pamong
murid dan Jaka Wulung serta Jaka Rimang yang sedang menghadap Kyai Wiku Sepuh diruang pendapa
segera memalingkan kearah kolam, untuk kemudian tergopoh-gopoh menyambut kedatangan dua tamu
itu. Dan tamu itu segera langsung mendekati Kyai Wiku Sepuh yang sedang duduk bersila, dan satu
diantaranya segera bersujud dihadapan Kyai Wiku Sepub. Wiku Sepuh bangkit dari tempat duduknya
seraya memegang bahu yang sedang duduk bersujud dan mengangkatnya sambil berkata pelan.
? Dirgahayulah, Gusti muridku yang baru datang ? Berkata demikan Kyai Wiku Sepuh sambil
memberi isyarat pada para pamong murid untuk tidak turut bicara.
? Berkah restumu Bapak Guru WIku Sepuh, saya telah kembali dengan selamat bersama Bapak Kyai
Pandan Gede, indra Sambada menyahut pelan.
? Gusti muridku indra dan Pandan Gede, marilah kita bertiga masuk kedalam kamar semadhiku. Ada
hal yang penting yang akan kubicarakan bersama kalian.? Wiku Sepuh mempersilahkan kedua orang itu
masuk kedalam kamar semadhinya yang berada di dalam. Para pamong murid dan kedua Jaka
bersaudara saling berbisik pelan mempercakap kan kedatangan Indra Sambada dan Kyai Pandan GEde.
Kiranya pada waktu Indra Sambada selesai mencuci nodanya dengan bersemadhi di Candi Arjuna
selama empat puluh hari. Pandan Gede datang menjemputnya didataran tinggi Dieng atas perintah Kyai
Wiku Sepuh. Selama dalam perjalanan pulang menuju ke Padepokan Kaliangkrik Indra Sambada banyak
menerima petunjuk-petunjuk yang sangat berguna dari Kyai Pandan Gede, baik mengenai ilmu lahiriyah
maupun ilmu kerohanian tentang ketangkasan permainan tongkat dan sebagainya. Dengan tak disadari
olehnya sendiri, lndra Sambada kini telah memiliki kesaktian yang jauh lebih dahsyat daripada sebelumPENDEKAR MAJAPAHIT
bersemadhi di Candi Arjuna. Hawa murni mengalir didalam tubuhnya, dan wajahnya memancarkan
cahaya jernih serta berwibawa.
Ia dapat cepat menangkap petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Pandan Gede, dan cepat pula
mengambil kesimpulan guna memecahkan persoalan-persoalan yang sulit. Pernah Pandan Gede menguji
keskaktian Indra Sambada sewaktu dalam perjalanan pulang, dan ternyata Pandan Gede sendiri kini
merasa setingkat berada dibawahnya. Pandan Gede kagum bercampur girang setelah menyaksikan
sendiri kesaktian Indra Sambada yang hampir mendekati titik sempurna itu.
Kesanggupan Indra Sambada untuk menerima pengabdian kedua muridnya Pandan Gede, menambah
rasa girangnya Kyai Pandan Gede yang tak terhingga.
Setelah mereka bertiga duduk ber-hadap-hadapan dikamar semadhi Wiku Sepuh dengan pintu kamar
tertutup dari dalam Wiku Sepuh segera memulai membuka percakapan:
? Saya tak akan menanyakan hasil yang telah dicapai oleh Gusti muridku selama bersemadhi di Candi
Arjuna, karena dari pancaran sinar wajahmu, aku telah mengetahui bahwa Gusti muridku tentu
mendapat kemajuan yang tak ternilai. --- Kyai Wiku Sepuh berkata tertuju kepada Indra Sambada.
? Itu semua adalah karena jasa Bapak Guruku Kyai Wiku Sepuh dan jasa Bapak Kyai Pandan Gede,
dan saya merasa berhutang budi pada Bapak Guru dan Bapak Pandan Gede, ? indra Sambada
memotong bicaranya Kyai Wiku Sepuh yang belum selesai.
? Akh, semua itu memang telah digariskan oleh Dewata Yang Maha Agung. Jika bukan karena
kehendak Nya, tak mungkin Gusti muridku dapat bertemu dengan kami berdua. ? Kyai Wiku Sepuh
manyahut dan melanjutkan bicaranya --- Ketahuilah adi Pandan Gede dan Gusti muridku, bahwa
sekarang ini Padepokanku telah penuh dengan tamu, bahkan diluar halaman Padepokanku pula masih
ada tamu serombongan.
? Adanya tamu disini telah kami ketahui dari kejauhan, kakang Wiku Sepuh, tetapi siapakah
sebenarnya tamu-tamu yang berada disini ini ? ? Pandan Gede bertanya mendesak dengan tak sabar.
Kiranya kedatangan Pandan Gade dan Indra Sambada, lewat pagar samping tadi memang disengaja agar
tidak diketahui oleh para murid penjaga dan tamu. Keadaan Padepokan dan sekitarnya, dirasa oleh
mereka berdua mencurigakan.
--- Para tamu ini mempunyai kepentingan mmasing-masing yang ada hubungannya erat dengan Gusti
muridku Indra. Kata Wiku Sepuh menjelaskan. Ia berhenti sesaat dan kembali melanjutkan bicaranya ?
Yang datang pertama adalah Gusti Sang Sanapati Adityawardhana dan Gusti Tumenggung Sunata
beserta pasukan pengiring. Sedangkan menyusul kemudian Kyai Tunggul dengan anak angkatnya.
? Dimanakah Gustiku Senapati Adityawardhana dan Kangmas Tumenggung Sunata ,sekarang berada?
? Tanya Indra Sambada dengan tidak sabar.
? Tenangkanlah dahulu Gusti muridku. ---Jawab Kyai Wiku Sepuh, sambil menghela nafas panjang,
Kyai Wiku Sepuh kemudian melanjutkan bicaranya. ? Kini Gusti Senapati berbaring didalam rumah
samping itu, berkata demikian Kyai Wiku Sepuh sambil menunjuk dengan jari telunjuknya kearah rumah
samping sebelah timur.
Beliau terluka dibetisnya dan kini sedang dirawat oleh Kyai Tunggul dan Gusti Tumenggung Sunata.
Beliau terluka kena goresan kuku beracun, tetapi telah dapat ditolong dan tidak membahayakan. Hanya
masih terdapat sisa racun sedikit yang mengumpul dibetisnya, dan belum mau mengucur keluar. Tetapi
aku percaya penuh pada ke-akhlian Kyai Tunggul yang telah termasyhur namanya itu. Jaka Rimang
pernah juga bercerita padaku, bahwa Gusti muridku juga pandai dan mahir dalam ilmu usadha, maka
cobalah nanti supaya turut memeriksa luka Gusti Senapati.? Dalam ilmu usadha pengertian saya hanya sedikit sekali, jika dibandingkan dengan Kyai Tunggul.PENDEKAR MAJAPAHIT
Karena Depp yang telah kumiliki adalah hanya sebagian dari pada ilmu usadha yang dimiliki oleh Kyai
Tunggul, Bapak Guru Wiku. Jelasnya dalam ilmu usadha, saya adalah muridnya Kyai Tunggul.?
O. .. begitu. Saya sebenarnya telah mendapat penjelasan dari adikku Pandan Gede, akan tetapi
pengakuanmu itu kini meyakinkan apa yang masih menjadi keraguanku. ? Jawab Kyai Wiku Sepuh
dengan tenang.
Indra Sambada mendengarkan dengan penuh rasa heran, bahwa demikian jauhnya Kyai Wiku Sepuh
mengetahui tentang dirinya.
? Nanti dulu kakang Wiku Sepuh, Kyai Pandan Gede memotong percakapan.
? Tadi kakang mengatakan bahwa Gusti Senapati terluka goresan kuku beracun. Menurut
pengetahuanku, orang yang memiliki kesaktian dan kuku-kuku beracun itu hanya Tambakraga dari hutan
yang mendapat julukan Si Iblis tangan berbisa. Apakah Gusti Senapati pernah bertempur dengannya? ?
-- Memang benar dugaanmu itu ? jawab Kyai Wiku Sepuh dengan tenang.? Tadi siang Tambakraga
datang kemari, dan maksudnya mencari adi Pandan Gede dan Gusti muridku, untuk membalas dendam.
Menurut katanya, muridnya yang bernama Suronggolo pada kira-kira 100 hari yang telah lalu dikeroyok
oleh kalian berdua hingga menemui ajalnya didesa Trinil pinggir Bengawan. Sayapun setelah mendengar
tak percaya akan omongannya. Gusti Senapati mendengar nama Gusti muridku Indra di-sebut-sebut
oleh Tambakraga, marahnya meluap tak dapat ditahan. Mereka lalu bertempur diluar halaman
padepokan hingga senja tadi. Tambakraga melarikan diri dengan memuntahkan darah karena kena
tendangan Gusti Senapati, sedangkan Gusti Senapati ternyata terluka pula terkena goresan kuku
beracun dikakinya. Menurut cerita yang menyaksikan sewaktu Tambakraga melarikan diri, ia
meninggalkan pesan bahwa masih tetap akan membalas dendam pada adi Pandan Gede dan Gusti
muridku Indra Sambada, serta menunggu disekitar daerah ini, maka para pamong murid mengadakan
penjagaan disekitar halaman ini, sungguhpun hal ini sebenarnya aku tak menghendaki. Maka kini
terserahlah bagaimana sebaiknya, kuserahkan pemecahannya kepada kalian berdua.?
? Cerita mengenai matinya Suronggolo sangat panjang Bapak Guru Wiku Sepuh. ? Indra Sambada
menyahut pelan dengan mengerutkan keningnya untuk meng-ingat-ingat sesuatu, dan kemudian
melanjutkan bicaranya. ? Dalam hal ini Bapak Pandan Gede sama sekali tidak turut campur. Waktu itu
saya bertempur melawan dua orang perampok, ialah si Kerta Gembong dan Suronggolo. Pada waktu
Suronggolo kutendang dan jatuh terlempar, Kyai Tunggul datang membantuku dan memukul dengan
tongkatnya kekepala Suronggolo hingga menemui ajalnya. Jadi jelaslah bahwa yang membunuh
Suronggolo adalah saya dengan Kyai Tunggul dalam pertempuran dua orang melawan dua orang, dan
bukan Bapak Pandan Gede. Akan tetapi latar belakang perampokan itu luas sekali dan langsung ada
hubungannya dengan nama Kerajaan. Yang dapat menjelaskan hal ini adalah Kyai Tunggul. Maka
sebaiknya besok pagi saja kita semua merundingkan mencari pemecahan mengenai soal yang besar ini.
Dan karena saya telah berpisah satu setengah tahun dengan Gusti Senapati Adityawardhana dan kakang
Tumenggung Sunata, perkenankanlah sekarang akan menemuinya dan sambil melihat luka yang diderita
oleh beliau, Bapak Guru, ? selesai kerkata Indra Sambada kembali menundukkan kepalanya, menunggu
jawaban Gurunya Kyai Wiku Sepuh.
Baiklah kalau demikian, dan marilah kita bertiga menjenguk Gusti Senapati yang sedang berbaring, ?
Kyai Wiku Sepuh menjawab serta bangkit mendahului keluar menuju rumah samping dengan diikuti oleh
Pandan Gede dan Indra Sambada. Dalam hati Indra Sambada kagum akan keluhuran budi Gusti
Adityawardliana, yang telah terluka hanya karena membela nama Indra Sambada, sebagai bawahannya,
padahal belum tentu mengetahui dengan jelas tentang duduk perkaranya. Semua terkejut girang setelah
melihat Indra Sambada dengan tiba-tiba berdiri diambang pintu memasuki ruangan di mana SangPENDEKAR MAJAPAHIT
Senapati sedang berbaring itu. Sunata meloncat dari tempat duduknya dan merangkul Indra yang baru
datang dengan seruan yang mengejutkan: ? Dimas lndra. ? teriaknya.
Kyai Tunggul bersama Sujud bangkit serentak dan menyambut pula kedatangannya Indra Sambada.
Sujud memegang tangan kanan Indra dan berkata? Tak kukira, bahwa kakang Indra datang kemari. ?
Sang Senapati yang sedang berbaring setelah melihat bahwa yang datang itu adalah Indra Sambada,
segera bangkit dan duduk dipembaringan dengan tersenyum girang ? Kemarilah Tumenggung Indra, ?
katanya pelan.
Wiku Sepuh dan Pandan Gede berdiri terpaku melihat betapa akrabnya hubungan mereka dengan
Indra Sambada itu. Indra segera datang mendekat dan berjongkok di hadapan Senapati Muda serta
menyembah.? Hamba tak mengira, bahwa Gustiku Senapati berada disini. Ampunilah segala perbuatan
hamba yang telah banyak menyalahi Panca Setya Tamtama Gusti? kata Indra Sambada dengan pelan.
? Aku telah mengetahui semua persoalanmu, dan kau tak bersalah. Si Sampar yang mengkhianatimu
kini telah pergi menghilang tak keruan, setelah ia meninggalkan sepucuk surat pengakuan atas
perbuatannya yang terkutuk itu. Saya mengucap syukur atas pertemuan kita kembali. Jasamu dalam
pengembaraan tak sedikit pula. Saya telah banyak menerima laporan mengenai dirimu. Kau kiranya kini
menjadi sedikit kurus dan pucat, hanya wajahmu tersinar lebih bersih daripada dahulu. Saya bangga
akan hasil yang telah kau capai itu. ? Sang Senapati berkata sambil memegang bahu Indra. ?
Bangkitlah dan silahkan duduk disampingku. ? Sang Senapati melanjutkan bicaranya, lalu mengangkat
kakinya untuk kemudian diletakkan dipembaringan, dan beliau sendiri kembali rebah berbaring. lndra
Sambada dengan tak diperintah segera memeriksa luka dibetis Sang Senapan, yang kini masih
membengkak dan kelihatan hitam. Dengan seijin Wiku Sepuh ia mengambil kantong taji yang berisi pula
gelang akar bahar didalamnya, serta memanggil Jaka Rimang untuk membantu mengobati luka Sang
Senaoati. Kini semua berdiri mengelilingi Indra Sambada yang sedang sibuk itu, dengan penuh perhatian.
Indra Sambada segera bersamadhi memusatkan tenaga dalamnya, untuk kemudian meniup pelan
bersamaan dengan keluarnya nafas kemulut Sang Senapati. Setelah tiga kali ber-turut-turut ia
meniupkan tenaga sakti kemulut Sang Senapati, paha Sang Senapati dibalutnya erat-erat, dan akar
bahar dilekatkan ditempat luka. Darah merah kehitamm-hitaman menetes deras keluar, dan berangsur angsur kaki yang masih bengkak itu menjadi merah. Setelah gelang akar bahar jatuh dengan sendirinya,
Jaka Rimang diperintahkan oleh Indra Sambada agar menghisap dari tempat luka itu dengan mulutnya,
untuk mengeluarkan darah yang masih bercampur dengan sisa racun. Kini darah merah segar mengucur
keluar, dan warna kehitam-hitaman dikaki Sang Senapati telah hilang sama sekali. Pun bengkaknya berangsur-angsur mengering, tak sedemikian besarnya seperti semula.
Suhu badan Sang Senapati menjadi biasa kembali. Pembalut dipaha dilepas, sedangkan luka dibetis
segera diobati oleh Kyai Tunggul dengan ramuan-ramuan yang telah tersedia dan segera dibalut
kembali. Kini Sang Senapati dapat bergerak leluasa kembali, hanya luka yang dibetis itu dirasakan masih
pegal sedikit. Dipilihnya Jaka Rimang untuk menghisap darah bercampur racun itu, karena Jaka Rimang
telah memakan obat pil pemunah racun, pada waktu terluka dipahanya dulu. Ia telah menjadi kebal
terhadap semua racun selama lima tahun.
? Takkan aku percaya, jika tidak menyaksikan sendiri, bahwa ada seorang murid yang kesaktiannya
melebihi gurunya. ? Kyai Tunggul berkata memecah kesunyian dengan kata-kata pujian tertuju kepada
Indra Sambada disertai senyum girang.
? Apa susahnya hanya tinggal melanjutkan sesuatu yang telah hampir selesai? ? sahut Indra
Sambada untuk mengelakkan pujian Kyai Tunggul. Sang Senapati segera bangkit dan duduk kembali
dipembaringannya, dan berkata dengan tersenyum: ? Terima kasih .. terima kasih TumenggungPENDEKAR MAJAPAHIT
Indral. Tak kusangka sama sekali bahwa kau juga memiliki ilmu usadha yang tinggi.
---- Ini semua hamba dapat belajar dari guru hamba Kyai Tunggul, Gusti. Dan hamba hanyalah tinggal
menyelesaikan apa yang telah dikerjakan oleh guru hamba Kyai Tunggul, jawab Indra Sambada
merendah. ? Aku telah lama juga menjadi murid Kyai Tunggul, tetapi sama sekali tidak mengetahui,
bahwa Dimas Indra sebenarnya saudaraku seperguruan, bahkan lebih lama dari aku sendiri.
Mengapakah dahulu Dimas tak pernah berceritera tentang ini ? ? Tumenggung Sunata menyahut dan
bertanya kepada Indra Sambada
? Janganlah kangmas salah faham. Saya menjadi murid Kyai Tunggul baru kira-kira satu setengah
tahun berselang, ? jawab Indra Sambada dengan jujur.
? Ha .. Jika demikian, apakah saya yang memang berotak tumpul? Ataukah Guruku Kyai Tunggul
yang berat sebelah? Sunata memotong dengan nada yang tak puas terhadap Kyai Tunggul Gurunya.
--- Nakmas Tumenggung Sunata, jangan tergesa-gesa menuduh gurumu ini kurang adil, ? Kyai
Tunggul cepat menjawab kembali dengan ketawa ? Saya sendiri sekarang merasa setingkat berada
dibawah nakmas Tumenggung Indra dalam hal ilmu usadha, entah dari mana lagi, nakmas melanjutkan
pelajarannya, saya sendiri kurang mengetahui. Tetapi bagaimanapun, saya turut bangga, akan kesaktian
nakmas lndra Sambada.
? Hal ini sebenarnya mudah dimengerti, mengapa dalam waktu singkat, semua racun dapat diusir
dari peredaran darah Sang Senapati. Pertama: Sang Senapati telah merasakan daya tiupan Indra
Sambada lebih dahsyat dibanding dengan tiupan Kyai Tunggul, bahkan menyamai dengan tiupan yang
pertama kali dilakukan oleh Kyai Wiku Sepuh. Kedua: sisa racun yang berkumpul dikaki dan tertahan
oleh daya tiupan, diisap oleh akar bahar yang memang mempunyai daya penghisap racun, dan
ketiganya. Sisa-sisa racun sedikit yang bercampur darah merah masih diisap lagi oleh Jaka Rimang,
hingga keluar darah merah, juga meyakinkan bahwa racun telah dapat dikeluarkan melalui luka dibetis
itu. Sebenarnya Indra Sambada telah pula siap dengan pil pemunah racun yang tinggal sebutir itu, untuk
diminumkan kepada Sang Senapati, apabila hasil usaha pengobatannya kurang memuaskan, akan tetapi
ia segera menggagalkan maksudnya, karena ternyata Sang Senapati telah sembuh dari serangan racun.
Percakapan segera berlangsung dengan ramainya, dan sebentar-sebentar terdengar pula suara gelak
tertawa. Mmasing-masing menceriterakan pengalamannya sendiri-sendiri, selama mereka tak bertemu.
Kini lima orang sakti telah saling berkenalan dan bertemu wajah. Satu sama lain saling mengagumi, dan
hubungan akrab terjalin dalam hati orang-orang shakti itu.
Dikala para murid Padepokan sedang sibuk dengan tugasnya mmasing-masing pada pagi hari itu,
kelima tokoh shakti meneruskan percakapannya diruang dalam yang semalam terhenti, karena
mmasing-masing memerlukan waktu untuk istirahat sejenak.
? Sebagai Senapati Muda, kedatangatku adalah atas titah Gustiku Senapati Manggala Yudha dengan
dua tugas utama, pertama ialah mencari Tumenggung Indra Sambada, dan yang kedua mencari tahu
latar belakang dari pada kerusuhan-kerusuhan yang kini sedang berkobar di mana-mana.? terdengar
suara Sang Senapati Muda Adityawardhana yang sedang menjelaskan maksud kedatangan di
Padepokan.? Ketahuilah Tumenggung Indra, Sejak kau meninggalkan Senapaten, hingga kini banyak
terjadi kerusuhan-kerusuhan baik berupa perampokan-perampokan, pembakaran-pembakaran desa,
maupun perang kecil-kecilan antar desa, ataupun antar suku. Menurut keterangan dari Gustiku Patih
Mangkubumi Gajah Mada, kerusuhan-kerusuhan itu tak mungkin dapat dipadamkan hanya dengan
kekerasan saja. Sebelum diketahui dengan pasti latar belakangnya. Dan tugas itu diserahkan penuh
kepadaku, karena kuatir akan merembet hingga menyuramkan kebesaran nama Gustiku Sri BagindaPENDEKAR MAJAPAHIT
Maharaja Rajasanegara. Untuk tugas ini, oleh Gustiku Senapati Harya Banendra disarankan agar aku
mencarimu untuk kemudian membawamu serta dalam mengemban titah itu. Maka sengaja aku mencari
orang-orang sakti guna minta bantuannya baik berupa petunjuk-petunjuk yang berguna dalam
mengetahui latar belakang kerusuhan itu maupun berupa tenaga kesktiannya dalam menumpas
kerusuhan-kerusuhan tsb.
Menurut saran dari Tumenggung Cakrawirya aku supaya menemui Kyai Tunggul dipinggir Bengawan,
dan untuk memudahkan perjalanan supaya Tumenggung Sunata menyertai aku. Ternyata setelah
sampai di Ngawi Kyai Tunggul tidak berada dipadepokan hanya kudamu kulihat berada dikandang
belakang pondok.
? Sampai disini Sang Senapati berhenti bicara sebentar untuk minum air teh yang berada
dihadapannya, lalu melanjutkan kata-katanya lagi ? Menurut keterangan Nyai Tunggul kepada
Tumenggung Sunata, Kyai Tunggul sedang berpergian ke lereug Gunung Sumbing, dan berapa lamanya
tak dapat ditentukan. Berdasarkan itu semua, aku langsung menuju kemari, dengan maksud mencari
Tumenggung Indra Sambada, dan sekaligus minta bantuan Kyai Wiku Sepuh yang menurut kabar telah
berpengalaman luas. Pun saja berkeinginan pula bertemu muka dengan Kyai Tunggul, karena ada
beberapa hal yang akan aku tanyakan padanya. ? Berkata demikian Sang Senapati memalingkan
kepalanya kearah Kyai Tunggul yang duduk disamping kirinya, dan sambil melanjutkan bicaranya. ?
Menurut pendapatku tentunya Kyai Tunggul, Kyai Wiku Sepuh serta Kyai Pandan Gede tidak akan
keberatan membantuku dalam menjunjung titah Gustiku Maganggala Yudha itu. ? Sampai disini Sang
Senapati berhenti bicara, menunggu jawaban dari ketiga orang shakti itu.
? Demi kepentingan rakyat banyak, tentulah kami berdua akan membantu sesuai dengan
kemampuan kami, Gustiku Senapati ? jawab Kyai Wiku Sepuh dengan sangat berhati-hati.
? Sayapun demikian ? Kyai Tunggul menyahut, dan melanjutkan kata-katanya. ? Sesungguhnya
mengenai latar belakang kerusuhan-kerusuhan itu, telah saya bentangkan dengan jelas kepada nakmas
Tumenggung Indra Sambada, dan atas saran saya itu maka Tumenggung Indra Sambada meninggalkan
Ngawi dengan maksud yang sama seperti tujuan Gustiku Senapati. Kiranya tak perlu saya memakai
kedok lagi, karena kini sudah waktunya saja berterus terang kehadapan Gustiku Senapati
Adityawardhana, bahwa saya sesungguhnya adalah bekas Bupati Indramayu, narapraja dari Pajajaran
dulu, sedangkan nama saya yang sebenarnya adalah Wirahadinata. Dan hal ini semua telah pula saya
jelaskan pada nakmas Tumenggung Indra Sambada. Kiranya sudah tidak ada lagi rahasia yang
kusembunyikan terhadap nakmas Tumenggung Indra itu. Maka saya persilahkan Gustiku Senapati
Pendekar Majapahit Karya Kusdio Kartodiwirjo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendengar sendiri dari nakmas Tumenggung Indra Sambada.
Dengan sinar pandangan tajam, Sang Senapati menatap mukanya Bupati Wirahadinata, sambil
mendengarkan pembicaraannya dengan saksama, Kini kelima-limanya saling ber-pandang-pandangan,
dengan demikian suasana menjadi hening sesaat. Diantara kelima orang sakti itu Tumenggung Sunata
merasa dirinya yang terendah. Demikian bodohku pikirnya ? hingga aku tak tahu bahwa guruku Kyai
Tunggul adalah narapraja Bupati Pajajaran.?
? Gusti hamba Senapati ataupun kangmas Tumenggung Sunata. ? Indra Sambada memecah
kesunyian dan bicara dengan tenang. ? Hendaknya Gusti hamba Senapati jangan salah terka terhadap
Bapak Bupati Wirahadinata. Maksud Bapak Bupati Wirahadinata menyamar sebagai Kyai Tunggul adalah
suatu tujuan suci yang pantas kita hormati. Demi kepentingan rakyat banyak Bapak Bupati Wirahadinata
telah berani mengorbankan segala-galanya, dan hidup sebagai seorang dukun petani di pinggir
Bengawan. Dilihat dari segi itu saja, kiranya Gusti hamba sudah dapat mengukur jiwa ksatrya yang ada
padanya. Hanya belum ada kesempatan dapat membuktikan pengabdiannya kehadapan Gusti hamba SriPENDEKAR MAJAPAHIT
Baginda Maharaja Rajasanegara --Kiranya belum sampai aku sempat bertanya, kini telah mendapat jawabannya. ? Sang Senapati
memotong pembicaraan Indra Sambada, dan diperintahkannya Indra Sambada untuk melanjutkan
membeberkan ceritanya. ? Coba teruskan keteranganmu itu sejelas-jelasnya.
--- Baiklah Gusti, hamba akan melanjutkan membeberkan latar belakang kerusuhan-kerusuhan yang
hamba dapat dari Bapak Bupati Wirahadinata, ? Indra Sambada menyahut dengan tenang dan
melanjutkan bicaranya. ? Pangkal mula dari pada kerusuhan-kerusuhan itu ialah akibat kurang
bijaksananya dalam hal penempatan-penempatan para narapraja yang menggantikan narapraja dari
Pajajaran. Banyak diantaranya dari narapraja yang diangkat untuk menggantikan para narapraja yang
memerintah daerah Pajajaran, menyalahgunakan kekuasaannya, hingga jauh menyeleweng dari pada
tugas-tugas yang dibebankan. Dengan demikian membangkitkan rasa tidak puas terhadap para bekas
perwira-perwira tamtama Pajajaran dan sebagian besar rakyat yang merasa tertindas. Dari para bekas
perwira tamtama yang merasa tidak puas itu terpecah lagi menjadi dua golongan.
? Satu golongan menghendaki berdirinya kembali Kerajaan Pajajaran yang telah hancur itu, dengan
cara menghimpun kekuatan kembali sedikit demi sedikit. Dan golongan kedua menghendaki menjadi
daerah Kerajaan Agung Majapahit dibawah satu bendera gula klapa, tetapi bukan sebagai daerah
jajahan, melainkan sebagai daerah bagian. Dari golongan kedua itu, mereka mempunyai usul, agar para
narapraja yang menyalah gunakan kekuasaan diganti dengan para narapraja yang berasal dari pribumi
daerah Pajajaran sendiri, demi kewibawaan Kerajaan Agung Majapahit dan demi membina ketentraman
rakyat daerah itu. Usul itu telah lama dikandung, tetapi karena tak ada hubungan dengan para priyagung
Kerajaan, maka Bapak Bupati Wirahadinata sangat berhati -hati menjaga jangan sampai salah alamat.
? Bukankah demikian Bapak Bupati Wirahadinata ? ? Indra Sambada menutup ceritanya dengan
pertanyaan kepada Wirahadinata.
? Benar apa yang telah dijelaskan oleh nakmas Tumenggung Indra Sambada. Gustiku Senapati, dan
sedikitpun kiranya tidak menyimpang dari kenyataan. ? Bupati Wi-rahadinata menjawab langsung
tertuju pada Sang Senapati dan melanjutkan ceritanya. ? Agar Gustiku Senapati mendapat gambaran
yang lebih jelas, maka yang disebut, golongan pertama akan saya uraikan se-jelas-jelasnya dihadapan
Gustiku Senapati. Golongan pertama itu terdiri dari para Perwira-perwira dan orang-orang sakti yang
memiliki keberanian, tidak seperti halnya dengan golongan yang kedua, yang pada umumnya terdiri dari
para Punggawa narapraja dan sebagian perwira perwira taattama serta orang-orang terkemuka yang
cinta akan perdamaian. Dalam golongan pertama tadi terdapat pula dua aliran, satu sama lain saling
mempertahankan pendiriannya, dan tak dapat bekerja sama. Aliran pertama didasari oleh rasa dendam
kesumat terhadap para priyagung Kerajaan Majapahit, dan berkeinginan untuk mengadakan
pembalasan dendam mengingat jalan terjadinya perang Bubat, hingga hancurnya Kerajaan Pajajaran.
Oleh mereka dianggapnya sebagai suatu tindakan penghinaan yang penuh kelicikan. Akan tetapi karena
mereka merasa tak mampu untuk melaksanakan maksudnya, maka mereka berusaha mengadakan
kekacauan dimana mana, dengan maksud untuk menanam benih ketidak puasan dikalangan rakyat
banyak, dan juga menyebarkan benih-benih perpecahan antar suku di Jawa ini.
Sedangkan aliran yang kedua selalu berusaha menghimpun kekuatan untuk menuntut kembalinya
daerah Pajajaran menjadi daerah yang mandirengpribadi sebagai dasarnya jelasnya berusaha
mendirikan kembali Kerajaan Pajajaran, dengan tidak mau mengorbankan rakyat banyak. Tindakantindakan para narapraja yang kini berkuasa didaerah bekas Kerajaan Pajajaran ternyata banyak
menyeleweng menyalahgunakan kekuasaan demi kepentingan pribadinya. Hal ini mempercepat
bernyalanya kembali semangat dari pada yang clisebut golongan pertama tadi. Sedangkan golonganPENDEKAR MAJAPAHIT
kedua yang didasari cinta kepada kesatuan bangsa, pengaruhnya semakin surut karena kalah
pembuktian.
Dengan selalu tidak adanya titik pertemuan antara dua golongan dan ditambah lagi dengan tindakan
sebagian para punggawa narapraja yang menyeleweng menyalah gunakan kekuatannya itu, maka
rakyatlah menjadi korban. Mereka diadu domba, dirampok dan masih tertindas pula. Dapatkah keadaan
demikian dibiarkan berlangsung terus ? Maka sekarang saya serahkan kehadapan kebijaksanaan Gustiku
Senapati, untuk menentukan langkah selanjutnya demi kepentingan rakyat banyak, kesatuan dan
keharuman nama Kerajaan Agung kita Majapahit. ? Sampai disini Bupati Wirahadinata berhenti bicara,
dan menatap wajah Sang Senapati sesaat, uatuk kemudian menundukkan muka kembali.
Sang Senapati mengerutkan keningnya, dan mendengarkan cerita Bupati Wiradinata dengan penuh
perhatian, Suasana menjadi hening kembali, setelah Bupati Wirahadinata mengakhiri ceritanya. Semua
menyimpan pendapatnya mmasing-masing dengan menarik kesimpulan sendiri, namun tak seorangpun
berani mengemukakan pendapatnya.
? Kenalkah Bupati Wirahadinata dengan para pemimpin dari apa yang disebut golongan pertama dan
kedua ? ? Sang Senapati memecah kesunyian, dan bertanya dengan tanda kepada Bupati
NiVirahadinata,
? Tentu saja saya mengenalnya, Gustiku Senapati,? jawab Wirahadinata ?Bahkan nakmas
Tumenggung Indra Sambada pernah bertempur melawan satu diantara pimpinan bekas perwira
Pajajaran yang dimaksud itu, dimana terlihat pula Suronggolo, murid Tambakraga hingga menemui
ajalnya.
Tetapi yang bertempur melawan nakmas Tumenggung Indra Sambada dapat lolos dan melarikan
diri.?
? Siapa orang itu ? Sang Senapati memotong dengan nada tak sabar. Ia terkenal sebagai pemimpin
para rampok dengan gelarnya Kerta Gembong, tetapi nama yang sebenarnya adalah Kertanatakusumah.
Ia, adalah seorang perwira tamtama yang memiliki kesaktian dan keberanian, serta pendiriannya sukar
ditundukkan. Dan itulah yang saya maksudkan dengan golongan pertama tadi.
- Jika demikian adakah hubungannya antara Kertanatakusumah dengan Tambakraga ?? Sang
Senapati bertanya pada Bupati Wirahadinata.
? Hal itu saya kurang mengetahui, Gustiku. - Yang terang murid-murid Tambakraga banyak yang
menjadi alat Kertanatakusumah, untuk membangkitkan kerusuhan di-mana-mana, ? jawab Bupati
Wirahadmata singkat.
-- Adakah Kyai Wiku Sepuh ataupun Kyai Pandan Gede mengetahui banyak hal ini ? ? Sang Senapati
memalingkan kepala kearah Kyai Wiku Sepuh dan Kyai Pandan Gede serta bertanya dengan
mengerutkan keningnya.
? Hal itu dapat diketahui lebih banyak, apabila kita dapat menangkap hidup-hidup si Tambakraga --Pandan Gede mendahului menjawab pertanyaan Sang Senapati.
? Bupati Wirahadinata. ? Sang Senapati menegor dengan pelan dan kelihatan sangat berhati-hati
dalam ucapannya. Keteranganmu menjadi bahan pertimbangan bagiku untuk melangkah lebih lanjut
dalam memadamkan kerusuhan-kerusuhan yang timbul sekarang, akan tetapi aku belum dapat
memenuhi usul-usulmu seluruhnya.
?Aku masih minta bukti akan kesetiaanmu, kesanggupan untuk menyertai Tumenggung Manggala
Muda Indra Sambada menemui para pemimpin yang berkehendak mengabdi pada Kerajaan Majapahit,
demi tercapainya penatuan seluruh rakyat senuswantara dibawah naungan satu bendera gula klapa.
? Saya berjanji akan menjunjung tinggi titah Gustiku Senapati. Bupati Wirahadinata menjawabPENDEKAR MAJAPAHIT
singkat sambil bersujud.
? Tugasmu selanjutnya terserah pada Tumenggung Indra Sambada, sebagai wakilku dalam
menjunjung tinggi titah Gusti Senapati Manggala Yudha.
? Berkata demikian Sang Senapati sambil mengangkat bahu Bupati Wirahadinata yang kemudian
duduk bersila kembali.
Sang Senapati melanjutkan bicaranya: ? Kyai Wiku Sepuh serta Kyai Pandan Gede, ? kata Sang
Senapati: ? Ingin juga aku minta pendapatnya Kyai berdua, sebagai tambahan bahan-bahan
pertimbanganku. Dan aku kira Kyai berdua akan bersedia membantu demi kepentingan nusa dan bangsa
kita ini, bukankah demikian Kyai Wiku Sepuh dan Kyai Pandan Gede? ?
Pandan Gede menyarankan agar Sang Senapati menunggu munculnya kembali Tambakraga dalam
beberapa hari lagi. Karena menurut dugaan Kyai Pandan Gede, Tambakraga terpaksa menyembuhkan
luka didadanya yang akan memakan waktu kurang lebih 7 hari lamanya. Setelah Tambakraga muncul
maka supaya dapat ditangkap hidup-hidup.
Dengan demikian pada persoalan kerusuhan itu akan segera dapat bertambah lebih terang, dan lagi
Tambakraga dapat digunakan untuk mengumpulkan dan menundukkan semua pimpinan para penjahat
yang berada dibawah pengaruhnya.
Hal ini akan banyak artinya dalam memadamkan kerusuhan-kerusuhan dan membendung
merembesnya pengaruh bekas perwira tamtama Pajajaran, yang bermaksud menyurutkan nama
kebesaran Kerajaan Majapahit. Saran dari Kyai Wiku Sepuh disamping menyetujui usul Kyai Pandan
Gede, supaya Sang Senapati berlaku waspada dan bertindak adil serta bijaksana. Segala sesuatu
tindakan hendaknya didasarkan sebagai pengabdian pada Kerajaan dan sebagai pengemban amanat
penderitaan rakyat. Kedua saran itu oleh Sang Senapati diterima dengan penuh pengertian. Kini Sang
Senapati bermaksud akan menanti kedatangan Tambakraga selama tiga hari di Padepokan. Apabila
dalam waktu tiga hari itu Tambakraga tidak menampakkan dirinya, Kyai Pandan Gede dan Indra
Sambada diperintahkan untuk mencarinya disekitar lereng Gunung Sumbing, sedangkan Tumenggung
Sunata supaya menggempur sarang Tambakraga dihutan Wonogiri dengan pasukan.
Pada malam harinya, sewaktu semua sedang tidur dengan nyenyaknya, kecuali para murid yang
bertugas jaga, Indra Sambada membangunkan Jaka Rimang untuk kemudian di ajaknya keluar halaman
Padepokan. Dengan bersenjatakan tongkat penjalin, dan kantong kulit dipinggang, mereka berdua
berjalan cepat laksana berkelebatnya bayangan yang segera menyelinap dalam kegelapan memasuki
hutan, dimana kemaren Tambakraga menghilang.
Disebuah tempat didesa yang terpencil disebelah barat dari hutan itu, terlihat dari kejauhan adanya
sebuah rumah dengan lampu yang bersinar terang didalamnya.Suara orang-orang bercakap-cakap pelan
terdengar jelas diwaktu malam yang sangat sunyi itu.
? Bagaimana pendapat Bapak Guru jika kita semua pulang saja ke Wonogiri hingga Bapak Guru
sembuh kembali, ? seorang diantaranya berkata. Yang disebut dengan panggilan Bapak Guru, adalah
seorang berbadan gemuk yang telah lanjut usianya dengan wajah yang penuh dengan cambang bauk
dan sedang berbaring di-bale-bale yang berada ditengah rumah itu. Dibalik cambang bauknya yang telah
berwarna dua itu, wajahnya kelihatan pucat pasi, serta sebentar-sebentar batuk-batuk kecil dengan
memuntahkan darah.
Delapan orang yang mengelilingi sedang sibuk melayani dengan penuh hormatnya sebagaimana murid
yang menunjukkan kesetiaannya terhadap Gurunya, ada yang sedang memijit mijit kakinya, adapula
yang sadang mengusap dengan bobok parem.
? Tak perlu, ? jawab Tambakraga pelan dengan diselingi nafas yang tersengal-sengal, iaPENDEKAR MAJAPAHIT
melanjutkan bicaranya. ? Lebih baik beristirahat disini tiga atau empat hari lagi. Aku akan segera
sembuh kembali, dan janganlah kuatir akan kesehatanku. Tolonglah ambilkan lagi obat yang dipinggan
itu, dan biarlah saya minumnya sekali lagi.
? Salah seorang yang duduk mengelilingi cepat bangkit dan mengambil mangkok yang berisikan jamu
yang sebagaimana dimaksudkan untuk kemudian diminumkan pada Macan Kumbang gurunya. Dengan
sekali teguk isi mangkok diminun sekali tenggak habis oleh Tambakraga, dan nafasnya yang ter-engahengah berangsur-angsur menjadi tenang kembah. Tetapi demikian ini tak berlangsung lama, segera
dirasakan kembali oleh Tambakraga dadanya sesak kembali, dan nafasnya terengah-engah lagi.
? Bagaimana jika kami menculik Wiku Sepuh dan membawanya kemari malam ini, agar penyakit
dalam Bapak Guru dapat diobati ? ? kata orangnya yang mengambilkan mangkok obat tadi.PENDEKAR MAJAPAHIT
? Tak mungkin bisa tak mungkin. ? jawab Tambakraga terputus-putus karena nafasnya dirasakan
sesak. - ltu namanya mengantarkan jiwa ?Kyai Wiku Sepuh..... bukan . anak keijil . Jangan
berbuat yang bukan-bukan ,,,,,, ? jika tidak seijinku Tambakraga berkata pelan ? Besok pagi ambil
saja rempah-rempah obat-obatanan yang ditegalannya, seperti tadi.
? Baik, bapak guru. ? jawab dua orang serentak.
? Tiba-tiba delapan orang yang sedang mengelilingi gurunya itu bangkit serentak karena terkejut
dengan terbukanya pintu depan yang terpentang lebar, dan menyusul kemudian masuknya dua
orangmuda yang langsung masuk keruang tengah.
? Delapan orang itu mmasing-masing cepat menghunus senjatanya dan bermaksud hendak
menyerang serentak, tetapi dua orang muda dengan tenangnya melangkah maju dan satu diantaranya
berkata dengan nada penuh wibawa .? Saya datang untuk mengobati gurumu, dan janganlah mulai
membuat keributan --. Kedelapan oraug segera menggagalkan niatnya dan berdiri termangu dengan
penuh pertanyaan.
? Siapa berani datang kemari di tengah malam ini .. terdengar suara Tambakraga yang parau itu.
Dua orang itu tidak menjawab, tetapi malah langsung mendekati Tambakraga yang sedang berbaring,
dengan tidak memperdulikan adanya delapan orang yang sedang menjaganya.
? Sayalah yang datang dengan maklud untuk mengobatimu Tambakraga?Indra Sambada berkata
dcngan pelan dan tegas serta langsung duduk dibale - bale dimana Tambakraga sedang berbaring.
? Siapa kau berdua?? Tambakraga bertanya dengan suara lantang yang dipaksakan dengan
mengerahkan tenaganya, dan matanya memandang tajam kearah Indra Sambada dan Jaka Rimang,
serta berusaha untuk bangkit
? Sayalah Indra Sambada dan adikku Jaka Rimang yang akan menolongmu. Kuharap janganlah menaruh
kecurigaan pada kami, dan tenanglah berbaring berkata demikian Indra Sambada sambil memegang
bahunya Tambakraga dan membaringkannya.
Delapan orang kembali berdiri mengelilingi Indra Sambada dan Jaka Rimang yang sedang duduk dengan
senjatanya mmasing-masing yang masih digenggam dengan erat-erat, menunggu perintah gurunya.
? Tak perlu murid-muridmu bersusah payah untuk menculik Kyai Sepuh, kami muridnya datang
mewakilinya---- Ternyata Indra Sambada dengan Jaka Rimang telah lama meugintai dari celah-celah
dinding bambu, dan mendengarkan percakapan mereka dengan jelas.
Semua tertegun heran, bahwa satupun diantara mereka .. tiada yang mengetahui adanya dua orang
muda yang sedang mengintai dari Iuar rumah. Lebih heran lagi, karena tidak ada laporan daripada para
penjaga yang memang ditugaskan berjaga disekitar pinggir desa itu. Sedangkan jumlah penjaga yang
ditugaskan ada duabelas orang. Mendengar kata-kata terakhir dari Indra Sambada, delapan orang
serentak mengacungkan senjata mmasing-masing kearah Indra Sambada, dan Jaka kimang, serta satu
diantaranya berseru. ? Keparat, akan kuperiksa terlebih dahulu apakah kalian tidak bermaksud jahat. ----- Jika kami bermaksud jahat, tentunya sudah sejak tadi dapat kulakukan ---, jawab Indra Sambada
dengan tenang. Berkata demikian Indra Sambada sambil mendorong dengan tangan kirinya kepada
Tambakraga yang akan memaksakan dirinya untuk bangkit dari pembaringan, sedangkan tangan
kanannya meraba punggungnya. Tambakraga jatuh berbaring kembali dengan tak berdaya.
? Siapa kamu ini, dan apa maksudmu? Tambakraga bersuara lemah dan ter-putus putus.
? Tadi aku telah berkata, bahwa kedatanganku untuk menolongmu, maka dan itu suruhlah orangorangmu jangan mengganggu kami.- Indra Sambada menjawab dengan tegas.
Dengan lambaian tangannya Tambakraga memberikan perintah isyarat agar anak buahnya segera
menyimpan senjatanya mmasing-masing.PENDEKAR MAJAPAHIT
? Luka dalammu agak berat, ? kata Indra Sambada dengan melepaskan tangannya yang meraba
punggungnya me-mijit-mijit pelan didadanya Tambakraga, dengan mengerahkan tenaga dalamnya.
Ber angsur-angsur jalan pernafasannya dirasakan tidak sedemikian menekan seperti semula.
Kini Tambakraga terpaksa menurut apa perintahnya Indra Sambada. Jaka Rimangpun telah sibuk
menyiapkan ramuan obat yang kemudian direbusnya sendiri didapur, untuk kemudian diminumkan
pada Tambakraga- Delapan orang murid Tambakraga hanya diam berdiri, dengan mengamat-amati apa
yang dilakukan oleh kedua orang muda itu. Tambakraga setelah minum obat yang diterimanya dari Jaka
Rimang, oleh Indra Sambada segera diperintah untuk duduk bersila menghadap-kan punggungnya.
Kembali Indra Sambada mengerahkan tenaga dalamnya yang disalurkan lewat jari-jari tangan kanannya
untuk mengurut jalan darah dan jalinan syaraf yang sejalan dengan ruas tulang belakang hingga berulang-ulang.PENDEKAR MAJAPAHIT
Setelah Tambakraga dapat bernafas seperti biasa, dan di rasanya tidak sedemikian sakit dadanya,
maka diperintahkan untuk berdiri dengan kepala dibawah dan kaki-kakinya lurus keatas. Ampat orang
muridnya disuruh membantu memegang kedua kakinya Tambakraga, agar dapat berjungkir balik dengan
lurus.
Kini Indra Sambada memusatkan ienaga bathinnya, untuk kemudian dihembuskan keluar dengan
tiupan kearah mulut Tambakraga, dan dalam waktu yang bersamaan itu, ia diperintahkan untuk menarik
nafas dalam-dalam. Sejenak kemudian Tambakraga memuntahkan darah hitam bergumpalan, dan takPENDEKAR MAJAPAHIT
sadarkan diri. Segera badan Tambakraga dibaringkan kembali, serta mukanya dibersihkan dengan air
hangat, dan secepat itu pula ia sadar kembali. Kini wajahnya kelihatan menjadi merah dan tidak sepucat
tadi, sedangkan pernafasannya dirasakan tak terganggu. Jaka Rimang kembali lagi menyiapkan ramuan
obat yang lain, dan segera diminumkan kepada Tambakraga yang sedang berbaring itu. Setelah minum
obat ramuan untuk kedua kalinya, Tambakraga merasa hilang sakitnya yang selalu menekan didadanya.
kini dapat bernafas dengan lapang dan dapat berbicara dengan bebas, hanya kekuatan tenaganya yang
di rasakan sangat lemah, belum kembali seperti semula. Tiba-tiba Tambakraga menatap wajah Indra
Sambada dengan pandangan mata yang bernyala-nyala, dan berseru: Pendekar Majapahit! Janganlah
kau bertindak sebagai pengecut, mempermainkan seorang yang sedang terluka.
? Tenanglah, Tambakraga, janganlah kau cepat me-nganggap aku ingin mempermainkan kamu, tetapi
dengan kesungguhan hati kami mengharap agar kamu lekas sembuh dan bebas dari penderitaan
lukamu, ? Indra Sambada men-jawab dengan tenang, dan dalam hatinya ia memuji akan sifat-sifat
kejantanannya.
?Memang aku tadi semula akan bermaksud menangkapmu dengan bertanding secara jantan, tetapi
setelah aku mengetahui bahwa kau terluka hebat, maksudku telah kubatalkan dan ingin rasanya aku
harus menolongmu terlebih dahulu, sebagaimana kuwajiban seorang manusia biasa terhadap sesama.
Dan ketahuilah, bahwa kau masih perlu istirahat untuk waktu lebih dari dua bulan untuk
mengembalikan tenagamu.?
Tambakraga memandang dengan rasa kagum. Belum pernah ia menjumpai orang shakti semuda lndra
Sambada dengan iifat-sifatnya kesatrya sedemikian. Tetapi sebagai seorang yang namanya telah
terkenal dan ditakuti serta memiIiki kesaktian, tak mau ia memperlihatkan kekagumannya. Dengan
angkuhnya ia bicara ? Priyagung yang berwatak ksatrya, ? serunya. Jika kau memang memiliki jantan,
tunggulah sampai saya pulih kembali tenagaku, untuk mengadu jiwa denganmu. Dan jasa jerih pauahmu
sekarang ini akan kubayar menurut permintaanmu. Harta bendaku cukup banyak dan selirkupun cantikcantik. Kau boleh memilih sebagai upah akan pertolonganmu itu. Bukankah menjadi priyagung tamtama
itu mengejar harta benda dan hidup mewah ?
Berkata demikian disertai suara tawa yang mengejek- Hampir-hampir Jaka Rimang tak tahan
mendengar ejekan Tambakraga yang memuakkan itu, tetapi sedang ia mengangkat tongkatnya, Indra
Sambada cepat menahan dengan tangan kanannya serta memberi isyarat, agar ia tetap tenang dan
jangan mengumbar nafsunya.
? Aku tidak membutuhkan harta ataupun perempuan ? Indra menyahut dengan tandas serta
dengan ketenangannya tetap menguasai dirinya. ? Jika kau tak berkeberatan, aku mempunyai usul
permintaan sebagai pembayaran atas jerih payahku Indra Sambada sengaja menekankan minta ganti
Pendekar Majapahit Karya Kusdio Kartodiwirjo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kerugian akan jasanya, karena mengingat sifat-sifat yang dimiliki Tambakraga, adalah orang yang tak
mau berhutang budi. Semuanya dinilai dengan kebendaan. Hanya karena sifat kejantanannya. Indra
Sambada tetap menghargai lawannya.
--- Cobalah kemukakan usulmu itu, jika sekiranya tidak merupakan penghinaan bagiku, tentu akan
kupenuhi --- Tambakraga menjawab, dan dengan penuh curiga menunggu permintaan apa yang kiranya
akan dikemukakan oleh Indra Sambada.
? Sama sakali aku tidak akan bermaksud merendahkan dirimu, Tambakraga.? Indra Sambada
menjelaskan, ? Aku akan memberi waktu padamu selama satu tahun, agar tenagamu dapat pulih
kembali seperti semula, jika kau masih penasaran ingin membunuhku sebagai balas dendam, aku akan
melayanimu dengan tidak mengecewakan. Tetapi selama kau menunggu kedatanganku satu tahun lagi
aku mengharapkan supaya kerusuhan-kerusuhan yang ditimbulkan oleh anak buahmu dihen-tikan. BaruPENDEKAR MAJAPAHIT
setelah kita bertanding. dan jika kemenangan berada dipihakmu kau boleh berbuat dengan anak
buahmu sekehendak hatimu. Aku percaya, bahwa kau tak akan mengingkari janjimu, jika kau menerima
usulku itu.?
? Bagus, bagus, Gelarmu ternyata tak mengecewakan. Tapi ingat dalam pertandingan yang akan
datang, aku akan menganggapmu sebagai lawan yang harus kumusnakan, dan hutangku padamu akan
kubayar dengan memenuhi permintaanmu tadi. Ketahuilah jika ada terjadi kerusuhan disepanjang kali
Bengawan sampai memasuki Kota Raja, sebelum kita bertanding, adalah menjadi tanggung jawabku,
dan kau boleh berbuat sekehendak hatimu atas diriku. Sampaikan juga janjiku ini pada Pandan Gede si
Siluman tua itu. Aku menunggu kedatangannya bersamamu Tambakraga berkata dengan sinar mata
yang menyala-nyala.
?Baiklah, selamat berpisah dan sampai jumpa kembali. Jaga baik-baik dirimu dan peganglah teguh
janjimu. ? berkata demikian Indra Sambada segera bangkit dan meninggalkan rumah itu yang diikuti
oleh Jaka Rimang. Delapan orang murid Tambakraga menghantar sampai diambang pintu, dan sesaat
kemudian kedua pemuda tersebut, melesat sebagai bayangan tak berbekas, hilang ditelan oleh
kegelapan malam yang mendekati fajar.
Orang-orang murid Tambakraga yang bertugas jaga, ternyata tadi diikat kaki dan tangannya mmasingmasing oleh mereka berdua dan dikumpulkan manjadi satu, bergelimpangan dipinggir desa. Sewaktu
meninggalkan desa, masih sempat Indra Sambada dan Jaka Rimang membebaskan mereka terlebih
dahulu.
Setelah diberitahukan, Sang Senapati sangat menyetujui dan memuji akan tindakan Indra yang cepat
serta bijaksana itu. Untuk langkah selanjutnya Sang Senapati memerintahkan kepada Indra Sambada
agar segera berangkat kedaerah Pajajaran ber sama sama dengan Bupati Wirahadinata untuk menemui
para bekas perwira tamtama kerajaan Parijajaran, untuk mengadakan perundingan dan bertindak
sebagai wakil berkuasa penuh dari Sang Senapati, demi kejayaan dan keagungan nama Kerajaan
Majapahit. Saran Sang Senapati agar Indra Sambada membawa pasukan tamtama, ditolak-nya, dengan
alasan akan lebih meruncingkan serta lebih mengeruhkan suasana. Tetapi untuk menjaga segala
kemungkinan yang tidak dikehendaki, Tumenggung Sunata diperintahkan untuk menyiapkan pasukan
tamtama sebanyak limaratus orang didaerah Banyumas. Dengan demikian jika sewaktu waktu
diperlukan, akan dapat bergerak cepat. Atas usul Indra Sambada, Jaka Wulung dan Jaka Rimang diterima
pengabdiannya sebagai lurah penatus tamtama, dan diperintahkan untuk mengikuti Indra Sambada
dalam perjalanannya ke Pajajaran sebagai pemban-tu pribadinya.
? Berhasilnya dalam menjunjung titah Gustiku Senapati Manggala Yudha, kubebankan seluruhnya
padamu, dan bawalah dua ekor burung merpatiku, agar kau dapat secepatnya mengirim laporan
padaku, Kata Sang Senapati berulang-ulang.
? Doa restu Gusti hamba, semoga menyertai hamba selalu, dan sampaikan sembah sujud hamba
kehadapan Gusti hamba Senapati Manggala Yudha Gusti Harya Banendra, serta para priyagung sepuh
lainnya ? Indra berkata dengan merendah.
Kyai Pandan Gede pun diminta bantuannya agar mengawasi Tambakraga, jangan sampai Tambakraga
mengingkari janjinya. Sedangkan Kyai Wiku Sepult dimohon doanya demi kesejahteraan rakyat semua.
? Gusti muridku Tumenggung Indra.? Kyai Wiku Sepuh berkata pelan ? Aku akan selalu berdoa
pada Dewata Yang Maha Agung, Agar Gusti muridku berhasil dalam menunaikan tugasnya sebagai
pengemban amanat penderitaan rakyat, dan selamat tak kurang suatu apapun hingga kembali kekota
Raja.
Bimbinglah adimu Jaka Wulung dan Jaka Rimang arah jalan yang benar, agar kelak menjadi tamtamaPENDEKAR MAJAPAHIT
tauladan. Ingatlah selalu bahwa tugas hidup manusia adalah sembahyang, bekerja dan amal. Jelasnya
sembahyanglah menyembah mengagunkan pada Dewata Yang Malla Agung sebagai pencipta alam
semesta serta isinya, bekerja untuk mempertahankan hidup dan kehidupan demi menjunjung tinggi
karyaNya, sedangkan amal ialah pengabdian padaNya dan pengabdian pada Nusa Bangsa serta semua
umat pada umumnya, ? sampai disini Kyai Wiku Sepuh berhenti sejenak dan kemudian melanjutkan
bicaranya.
? Berangkatlah dengan langkah yang penuh kepercayaan, bahwa Yang Maha Kuasa selalu menyertaimu
selamat . selamat ..-* ** B A G I A N III
--Nakmas Indra.? Wirahadinata berkata sambll berjalan serta memalingkan kepalanya kearah Indra
Sambada yang berjalan disampingnya. ? Marilah kita mengaso dahulu di-warung yang berada dipinggir
jalan sebuah desa didepan itu.?
? Baiklah, Bapak Wirahadinata.? jawab Indra dengan tersenyum. ? Akan tetapi bukankah lebih
baik kita beristirahat clisini saja, sambil ber-cakap-cakap merundingkan hal-hal yang perlu kita pecahkan
bersama.?
-- Maksudku ialah untuk mengisi perut sambil mengaso, karena laparku telah lama kutahan nakmas.
Wirahadinata menjelaskan dengan jujur.
? O jika itu yang dimaksudkan, kita semua tentu setuju, akan tetapi kiraku adi Wulung dan adi
Rimang dapat mancarikan makanan untuk kita berlima, sedangkan kami bertiga menunggu sambil
mengaso disini. Dengan demikian kita dapat bebas bercakap-cakap sambil mengaso, dan tak perlu kuatir
didengar orang lain. ? Berkata demikian Indra Sambada mendahului duduk diatas rumput dibawah
pohon yang rindang yang berada dipinggir jalan kecil yang sunyi itu. Wirahadinata dan Sujud segera
mengikuti duduk dihadapannya, menyusul kemudian Jaka Wulung dan Jaka Rimang ikut serta duduk di
sampingnya.?
? Benar juga pendapat nakmas Indra. Hampir-hampir aku lupa bahwa kita sekarang hampir sampai
diperbatasan daerah Kabupaten Indramayu, ? Wirahadinata berkata sambil memandang dataran luas
yang terbentang disampingnya. Se-akan-akan ia meng-ingat-ingat untuk mengenal kembali daerahnya.
Ternyata dataran luas yang membentang kebarat utara itu merupakan tanah kosong yang subur tetapi
tak ada yang memelihara. Pohon-pohon besar tumbuh liar tak teratur, sedangkan rumput-rumput
Alang-alang disana sini kelihatan lebat. Matahari telah berada di-ketinggian diatas kepala, menunjukkan
bahwa kini waktu telah tengah hari siang.
---- Maka dari itu, kita sebaiknya mulai selalu berlaku waspada. Bukankah demikian Bapak
Wirahadinata, ? Indra Sambada berkata pelan: ? Adi Wulung dan adi Rimang, tolonglah carikan apa
saja yang dapat untuk meagisi perut kita ini didesa depan kita itu. Tetapi berlakulah baik-baik dan
merendah terhadap rakyat desa itu, dan bayarlah apa yang kau dapat dari mereka dengan uang
secukupnya.
--- Tak usah kakang Indra gelisah akan hal itu, ? jawab Jaka Wulung dengan tersenyum. Berkata
demikian Jaka Rimang segera turut bangkit dan mengikuti kakaknya, pergi menuju sebuah desa yangPENDEKAR MAJAPAHIT
dimaksud dengan air muka yang selalu bersinar girang. Memang selama dalam perjalanan, mereka
berdua kakak beradik selalu menunjukkan rasa gembiranya. Kiranya mercka belum pernah mimpi,
bahwa dengan mudahnya kini telah menjadi tamtama Kerajaan dan berpangkat lurah penatus tamtama,
sungguhpun hingga sekarang belum pernah mereka mengenakan pakaiannya tamtama. Seringkali
mereka berdua menyebut Indra dengan Gusti Tumenggung, tetapi berulang kali pula dilarang oleh Indra
Sambada sendiri. Mereka supaya tetap memanggilnya dengan kakang saja, hanya di tempat-tempat
resmilah, mereka diperkenankan menyebut Gusti pada Indra Sambada. Sujud sejak ketemu dengan
Indra Sambada kembali dilereng Gunung Sumbing dulu, selalu mendekatinya dan ingin dimanjakan tak
ubahnya seperti adik yang masih belum dewasa menghadapi kakaknya. Pun ia selalu turut bangga,
apabila nama Indra Sambada di sebut-sebut orang. Sewaktu mengaso dalam perjalanan dan ada
kesempatan yang baik, Sujud selalu di suruh mengulangi pelajaran-pelajaran pembelaan diri yang telah
pernah diberikan, serta ditambah pula sedikit demi sedikit. Ternyata cepat Sujud dapat menangkap dan
menguasai pelajaran yang diberikan oleh Indra Sambada dengan baiknya. Tak lama kemudian Jaka
Wulung dan Jaka Rimang telah kembali dengan membawa nasi serta lauk pauknya dan kelapa muda
sebagai minumnya Sebentar saja nasi dengan lauk pauknya serta air kelapa muda habis ludes masuk
dalam perut kelima orang itu. Kiranya setelah kenyang, Sujud merasa mengantuk dan merebahkan diri
dan tidur disisih Indra dengan nyenyaknya. Kini mereka berampat mulai ber-cakap-cakap pelan kembali.
? Nanti setelah kita sampai di desa Majalengka, sebaiknya saya dengan Sujud mendahului berjalan
menuju kota Indranmayu, dan nakmas bertiga menyusul kemudian. Dengan cara demikian perjalanan
kita tidak menjadi perhatian orang. ? Wirahadinata memberikan usul siasatnya.
? Siasat yang bagus sekali, ? Indra Sambada menjawab, sambil masih berfikir mencari siasat yang
lebih tepat lagi. Ia diam sejenak, dan meneruskan bicaranya: ? Saya juga ada pendapat yang mungkin
lebih baik. Mengingat bahwa Bapak adalah bekas kepala daerah ini, sebaiknya bapak menyamar
entahlah sebagai apa, agar tidak mudah dikenal orang. Bapak berjalan lebih dahulu dengan di-bayangbayangi dari jauh oleh adi Jaka Wulung dan Jaka Rimang, dan kemudian saya menyusul dengan Sujud.
Kiraku dengan demikian akan mengurangi kemungkinan datangnya kesukaran-kesukaran dalam
perjalanan ini.
--- Jika nakmas menghendaki demikian, sayapun sangat setuju, dan sebaliknya kita melanjutkan
perjalanan setelab nanti matahari tenggelam, ? Wirahadinata menambah.
Pada malam harinya mereka berjalan berpisah-pisah, sebagaimana yang mereka rencanakan. Jika
Wirahadinata sewaktu memasuki kota Indramaju tak menarik perhatian karena ia menyamar sebagai
seorang tua pengemis dengan bajunya yang compang camping, serta bertongkat sebatang dahan kering,
maka lain halnya dengan Jaka Wulung dan Jaka Rimang. Dari tingkah laku dan percakapannya mudah
diketahui, bahwa mereka adalah orang pendatang dari lain daerah.
Hal ini disebabkan terutama karena mereka tak mengenal akan bahasa daerah setempat. Pagi itu
kebetulan hari pasaran di-kota. Orang-orang berduyun-duyun datang memasuki kota dengan membawa
barang dagangannya mmasing-masing yang beraneka macam. Ada yang membawa bahan makanan
Pendekar Mabuk 040 Asmara Berdarah Biru Riwayat Lie Bouw Pek Karya Wang Du Lu Animorphs - 1 Serbuan Makhluk Asing
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama