Ceritasilat Novel Online

Mencari Tombak Kiai Bungsu 14

Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan Bagian 14



digoda oleh mimpi-mimpi buruk tentang diri tuanku. Maka hamba

mempunyai pemikiran betapa baiknya kalau penyerangan ke Pasuruan ini ditunda untuk beberapa waktu lagi.



Raden Trenggana heran.



- Hatinya tak senang mendengar perkataan Sentanu.



Ia tatap anak muda yang menunduk dimukanya

itu. Heran dan tidak mengerti akan perkataan yang baru saja di

dengar.



- Aneh Sentanu.



Kata Raden Trenggana kemudian,



- Kau begitu ganjil sekali ini. Kalau pada hari-hari yang lewat justru

kaulah yang mendorongku untuk selalu melakukan penyerangan,

sekali ini pada saat aku bersemangat kau malah melumpuhkan

semangat itu. Aneh, bukan ? Tapi tidak Sentanu. Kita tetap harus

menghancurkan Pasuruan sekarang ini. Menunggu apalagi? Bukankah tinggal sejengkal kita maju? Pasuruan jatuh, sama artinya kita

telah mencapai kemenangan terakhir. Mengapa kau jadi mempunyai pemikiran sedemikian?



- Dia benar tuanku!-



Terdengar suara menyahut dari luar.

Raden Trenggana kaget. Begitu pula Sentanu. Keduanya menoleh

hampir berbareng. Dan dari luar tenda muncul seorang tua dengan

muka memancarkan kewibawaan dan sorot mata yang tajem rasanya hampir menembus jantung Raden Trenggana ketika mata itu

beradu pandang dengannya.



- Guru



Sentanu melompat kemuka lalu membungkuk

memberi hormat kepada orang tua yang baru datang itu. Sedang

Raden Trenggana tanpa sadar telah berdiri dan menuruti perbuatan

Sentanu membungkuk memberi hormat.



- O, kau masih mengenal aku Sentanu?



Kata orang

tua itu yang bukan lain adalah Mpu Sugati.



- Ya, aku masih ingat padamu Guru, tentu aku ingat.



- Hm, baik. Kau anak baik Sentanu. Aku tahu

kau telah

banyak memperoleh kemajuan setelahnya diambil murid oleh Ki

Ageng Semu..



Lalu Mpu Sugati berpaling kepada Raden Trenggana.



- Mohon diampuni tuanku, aku yang tua telah berlaku kurang sopan dihadapanmu. Tetapi aku percaya tuanku masih mengenal diriku, bukan?-



Dan Raden Trenggana tentu saja harus mengangguk. Sebab ia

telah mengetahui siapa Mpu Sugati.



- Jangan heran. Aku sengaja datang menemuimu. Kami

orang tua kali ini telah berusaha untuk mencegah peperangan yang

akan timbul antara Demak dan Pasuruan, sebab ada yang tidak

menguntungkan Demak. Maka perintahkan barisan ini untuk mundur atau menunda penyerangan.-



Raden Trenggana termangu-mangu mendengar perkataan itu.

Tetapi setelah menimbang beberapa lamanya berkatalah ia:

- Aku

mengerti perkataanmu Paman Sugati, tetapi tentara Demak telah

terlanjur maju dan kini tinggal menggempur kekuatan terakhir yang

ada didepan mata. Bagaimana aku harus mundurkan mereka ? Sudahlah biarkan kali ini Demak menyelesaikan kuwajibannya yang

paling besar. Lawan terakhir bagi Demak tinggal memijat dari

tempat ini. Janganlah aku diganggu. Mohon diampuni kekasaranku,

tetapi Demak tak bisa ditarik kembali. Pasuruan dalam pekan ini

harus jatuh.



Mpu Sugati terdiam. Ia mengangguk-anggukkan kepala. Sentanu tidak pula banyak berkata. Rupanya Raja Demak itu tak mau

merubah rencana.



- Baiklah tuanku. Maafkan kalau aku merepoti pertimbanganmu.-



Kata Mpu Sugati kemudian.



- Namun Tuanku Jangan salah paham. Bukan aku saja yang berusaha mencegah timbulnya

peperangan kali ini. Bahkan saudara-saudaraku Guru Bantu saat

ini tengah menemui Prabu Udhara di Pasuruan bersama-sama dengan Nyi Ageng Maloka dan Ki Ageng Semu untuk mencairkan

niat peperangan dihati orang-orang Majapahit. Tapi sudahlah. Aku

mohon pamit. Hanya aku berharap tuanku akan merubah niat itu

dalam sepekan ini.



Mpu Sugati membalikkan tubuh, diseretnya langkah kaki menuju keluar tenda.



- Paman Sugati! -



Raden Trenggana berseru dan memburu

orang tua itu. Membuat Mpu Sugali menghentikan langkahnya.



- Ampunilah saya Paman



Raden Trenggana berlutut di

hadapan orang itu. Tetapi Mpu Sugati cepat menarik pundak Raden Trenggana.



- Berdirilah tuanku, mengapa Raja Demak berlutut dihadapanku?



- Ampun Paman, kau benar. Tetapi Aku sebagai Sultan

Demak sungguh sukar menumpas niat penyerangan itu. Kau tentu

mengerti!



Mpu Sugati mengangguk-angguk.



- sasadara!-



Kata orang tua itu pula.



- Kau adalah

Raja Demak, sudahlah. Tetapi aku masih merasa tuanku sebagai

Raden Sasadara yang pernah berguru kepadaku. Kau ingatlah Sasadara, ada benih yang pernah kau tanam di Padepokanku sebelum

tuanku meninggalkan pertapaan.



Raden Trenggana mengangguk-angguk.



- Aku mengerti, aku mengerti Paman Sugati. Tentu sudah

besar anak itu. Ah bagaimana pula dia tidak kau perintahkan

untuk mencariku Paman?



Mpu Sugati tertawa.



- Tentu, tentu saja aku tidak menyalahi perkataanku sendiri.

Jauh-jauh anak itu telah mencari sang Ayah yang semula belum

kuketahui secara pasti bahwa tuankulah adanya. Tetapi rasanya

anak itu telah mendekati tuanku. Hanya dimanakah adanya aku

orang tua ini masih belum mengetahuinya.



Mpu Sugati terdiam beberapa saat. Ia tahu Ken Rati yang

tengah mencari ayah. Tetapi tak diduganya sama sekali bahwa saat

itu cucunya telah berada dalam lingkungan Demak bersama-sama

dengan Mirah Sekar.



- Sudahlah tuanku, masih ada waktu bagi tuanku untuk menimbang.Aku mohon pamit!



Lalu orang tua itupun kembali melangkah dan keluar dari tenda Raden Trenggana.

Demikianlah Raden Trenggana telah semakin bulat tekad dan

niatnya untuk melakukan penyerangan besar-besaran. Dan sebelum

Raja Demak itu berkata lebih banyak, di tempat itu muncul Pamasa dengan para pengawal lain mengiringkan seseorang, yakni

Pangeran Mukmin.



- He, ada kejadian apakah adimas datang kemari?-



Tegur

Raden Tronggana.



- Bukankah kau kuperintahkan menunggu

istana bersama adimas Pangeran Timur ?!



Pangeran Mukmin membungkuk memberi hormat, lalu dengan


Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


singkat ia tuturkan perihal datangnya Ken Rati di Demak. Ia mengatakan:



- Kangmas Sultan, diistana telah datang seorang gadis

jahat tetapi ia berilmu tinggi. Gadis liar itu mengganggu istana,

membunuh prajurit-prajurit Demak di istana. Ia mengaku sebagai

anak dari Kangmas Sultan dan saat ini tentu tengah mencari kangmas ditempat ini. Maka sebelum gadis liar yang telah merusak

istana itu tiba, hamba mendahului untuk memberitahu.



Raden Trenggana terdiam mendengar perkataan itu. Tetapi

setelah berdiam beberapa lamanya Raja Demak itu berkata:



- Baiklah adimas, pelapuranmu aku terima. Percayalah

kalau benar ada yang muncul mengaku-aku sebagai anak Sultan

Demak, tentu aku akan dapat membedakan kebenaran perkataan.-



Pada saat perkataan Raden Trenggana habis, muncul pula di

tempat itu Mirah Sekar, dibelakangnya Ken Rati mengiringkan

dengan muka tertunduk. Gadis ini segan dan kikuk manakala berhadapan dengan Raja Demak itu. Karena telah timbul dugaan

orang yang dicari adalah Raden Trenggana. Maka setiapkali ia berhadapan muka Ken Rati tak berani menatap berterang-terangan.

Tetapi seseorang menjadi kaget begitu melihat munculnya Ken

Rati. Dialah Pangeran Mukmin yang tidak menduga sedikitpun

bahwa gadis itu telah berada ditempat itu. Maka tanpa sadar

Pangeran Mukmin telah berdiri seraya menuding gadis itu dan

berseru:



- Itulah orangnya tuanku. gadis pengacau yang akan menipu

tuanku !



Raden Trenggana melengak heran. Ia telah termakan oleh

perkataan Pangeran Mukmin. Dan seluruh perhatian Raja Demak

yang telah dipusatkan pada rencana penyerangan terhadap lawannya bertambah kalut ketika Mpu Sugati mencoba mencegah niat

penyerbuan itu. Dan ketika perasaan dan seluruh perhatian tengah

demikian, muncul Ken Rati, maka Raden Trenggana berdiri dan

menegur dengan suara keras:



- Kau kemarilah!



Ken Rati kaget. Tak menduga perkataan itu akan menjadi

kasar demikian. Tetapi ia maju dan berlutut.



- Ah, benarlah rupanya perkataan adimas Mukmin. He!



Yang ada ditempat itu kaget, sebab Raden Trenggana tiba-tiba

memukul Ken Rati.



- Plak!



Dan gadis itu terpental bergulingan.

Terjadilah suatu keanehan. Ken Rati tidak melakukan perlawanan. Dan Raden Trenggana tiba-tiba saja menyerang gadis itu

dengan lebih gencar, dipukulnya Ken Rati bertubi-tubi hingga

jatuh bergulingan dan terbanting-banting hebat.



Raden Trenggana bagai kemasukan iblis layaknya hingga seluruh yang ada ditempat itu kaget dan heran.



- Tuanku!



Sentanu mencoba mencegah. Namun Raden Trenggana tak mau sudah.



- Jangan mencampuri Sentanu. Ia harus dibunuh. Tentu anak ini suruhan Rangga Penuaan. Aku telah merasa sejak semula melihat ia takut dan gugup bila berhadapan denganku. Tentu ia memendam niat jahat. -



- Rati, menyingkirlah !



Mirah Sekar memperingatkan pula. Ia tahu, Ken Rati sengaja tidak melawan, hingga dengan leluasa Raden Trenggana melakukan serangan-serangan kepadanya.



Namun sesungguhnyalah hati gadis itu teiah hancur dan ia ingin menjerit keras. Nalurinya menyebut bahwa orang yang menyerang adalah ayah sendiri yang dicari sejak lama. Tetapi setelahnya bertemu malah melakukan penghinaan dan menyiksa demikian.



Ketika Raden Trenggana tak mau menyudahi serangan, tiba tiba Ken Rati loncat menghindar dan bertolak pinggang menentang pandang mata Raden Trenggana yang berapi-api. Tetapi semua yang menyaksikan tahu bahwa air mata, gadis itu mengalir deras.



- Baiklah tuanku.



Kata gadis itu kemudian.



- Kalau mau bunuh hamba boleh bunuh. Tetapi dengarlah aku adalah anak Ken Sanggit, Cucu kakekku Mpu Sugati yang sejak lama mencari orang tuaku bernama Sasadara. Tetapi hamba tidak mengetahui bahwa tuankulah yang bernama Sasadara itu. Hamba tahu tuanku, kemarin kakek telah menemui dan memaparkan bahwa tuankulah sebenarnya orang tua yang hamba cari. Tetapi kalau tuanku mau bunuh, kini hamba akan melawan. Bukan hamba mau melawan tuanku sebagai Raja Demak dan sebagai ayah hamba., tetapi hamba hanya ingin memberi hajaran pada Sasadara yang telah menyiksa ibu hamba Ken Sanggit dan tidak memperdulikan nasib dan perasaan hati ibu yang kini merana di Padepokan. Ingat tuanku, hamba akan hajar Sasadara, bukan Raja Demak. Nah, kini seranglah tuanku! -



- Ha. ha... ha... terbuka belangmu sekarang!



Raden Trenggana tertawa keras.

- Benar perkataan dimas Mukmin. Kau ternyata penipu yang berniat menghancurkan Demak dari dalam. Siapa berkata kau adalah anak turunku?! Nah, siaplah unuk mati! -



Dan Raden Trenggana mencabut senjata dari ikat pinggangnya dan menyerang Ken Rati dengan hebat. Ken Ratipun loncat dan bergerak berbareng mencabut senjatanya pula.



Yang menyaksikan kaget dan heran. Senjata kedua orang itu

serupa benar. Namun perhatian mereka segera terpecah ketika dengan gerakan hebat Raden Trenggana menyerang Rati dengan garang. Gerakan-gerakan itu amat mengejutkan, sebab yang melihat

mengerti kali ini Raden Trenggana amat lain tindak tanduk dan

sikapnya. Tidak biasanya Raja Demak itu berhal demikian, seakan

kemasukan iblis ia menyerang.



- Perempuan rendah, mampuslah kau!



Seru Raja Demak

berulang-ulang. Tetapi belum sekalipun senjatanya berhasil menyentuh Ken Rati yang berilmu tinggi.



Sentanu, bahkan Mirah Sekar serta Pamasa dan hampir seluruhnya yang menyaksikan perkelahian amat cemas. Mereka tahu

Raden Trenggana akan terdesak oleh gadis itu sebab jelas kepandaian yang dimiliki Ken Rati berada diatas Raja Demak. Namun

untuk bertindak, mereka tak berani sebab bisa menimbulkan kemarahan Raden Trenggana. Maka tak satupun bergerak,hati mereka

rata-rata diliputi rasa cemas dan gelisah.

Dalam pada itu ketika Raden Trenggana dengan bernapsu menyerang Ken Rati, dari luar tenda muncul orang-orang Demak,

puluhan pengawal bermunculan karena mendengar suara ribut-ribut

di dalam. Tetapi begitu mengetahui kejadian yang sesungguhnya,

merekapun tak berani bertindak.

Ketika itulah, terdengar suara-suara ribut pula ketika di tempat itu muncul seorang kanak-kanak menunggang kuda gagah.



- Hei siapa kau?!-



Para pengawal berseru melihat anak

itu tertawa-tawa menuju tempat perkelahian di dalam tenda.



- Jangan ganggu, aku mencari ibuku!-



Anak itu berkata

keras. Tiga orang prajurit maju mencegah dengan menarik tali kendali kuda yang ditunggangi si anak. Tetapi aneh, anak itu menggerakkan tangan pelahan dan tiga orang itu menjerit keras, tangan-

tangan mereka terpukul kepalan kecil anak itu.



- Tunggu sini lawung!--



Kata anak itu lalu loncat turun

dan menyuruk masuk kedalam tenda luas yang ada dimukanya.

Ketika dua orang prajurit lain mencoba mencegah, keduanya terpental bergulingan oleh gerakan anak itu.



- Mundarang!



Mirah Sekar kaget melihat munculnya

anak itu, lalu dirangkulnya Mundarang, dan anak itu dengan manja

merangkul Mirah Sekar pula.



- Mana kakek ? Bagaimana kau bisa ada ditempat ini ?



Bertanya Mirah Sekar.



- Kakek sedang berjalan kemari bersama Kakek Sugati!



Jawab Mundarang.



Tetapi anak itu segera mengalihkan perhatian pada perkelahian yang ada di tempat itu.



- He, kau Ken Rati-



Mundarang heran.



- Mana harimaumu yang dua itu? !



Ken Rati melirik, tahu Mundarang ,ia senyum tetapi tak menjawab perkataan. Sebab Raden Trenggana terus mendesak dengan garang tanpa memberi kesempatan ia membalas.

Bukan karena

Ken Rati terdesak, ia bisa saja lakukan serangan balasan, bahkan

membunuhpun rasanya ia mampu. Namun hatinya ketika itu kembali dijangkiti kebimbangan. Maka gerakannya kembali menjadi

lemah dan ragu-ragu.

Karena itulah sebelum Mundarang muncul pakaian penutup

gadis itu telah robek-robek akibat serangan Raden Trenggana. Setiap kali Raja Demak itu menyerang, Ken Rati tak kuasa berkelit

dengan baik karena keraguan yang menyerang hatinya itu hingga

tak urung senjata ditangan Raden Trenggana telah mencacah hancur pakaiannya.

Pada suatu ketika Raden Trenggana menyerang pula, dan kali


Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


ini senjata itu kembali tanpa sengaja merobek pakaian si gadis

hingga hampir separuh tubuh terbuka.

Mundarang, sejak tadi cemas. Ia masih belum mengetahui

kejadian yang sesungguhnya. Dan lagi anak itu tidak dapat membedakan siapa yang akan unggul dalam perkelahian. Hanya yang

pasti dirasakan oleh Mundarang, ia merasa marah kepada Raden

Trenggana karena anak itu dalam hati berpihak kepada Ken Rati

yang telah di kenalnya. Hingga ketika berkali-kali Raden Trenggana

berhasil menyerang, bahkan merobek-robek pakaian gadis itu, Mundarang mengepalkan tangan dengan geram.



Pada suatu ketika Ken Rati bergerak sebat, ia keraskan hati

untuk balas menyerang, dan sebuah gerakan hebat dirinya sekonyong-konyong berhasil melemparkan badik yang dipegang Raja

Demak itu dan melayang ke dekat kaki Mundarang. Oleh Mundarang, Badik itu diambilnya. Tetapi begitu melihat senjata ditangan

Raden Tronggana lepas, Ken Rati kembali diganggu keraguan. Terbayang wajah ibunya Ken Sanggit, di Padepokan yang meminta

agar mencari ayahnya, Sasadara.



Hati gadis itu tercekat. Ia tahu

Sasadara adalah orang yang kini tengah berusaha mati-matian

mencelakakan dirinya.

Berpikir demikian, Ken Rati merasa lemah hati, pcrasaannya

terpukul hebat membuat lututnya gemetar hebat pula.

Ketika itulah Raden Trenggana yang masih belum sadar akan

kemarahannya, meloncat maju dan akibat Ken Rati telah pecah

pertahanan hatinya, tak mampu lagi menghindar, pundaknya kena

terpegang dan badik yang dibawa direbut oleh Raden Trenggana.

Yang melihat terkejut, Ken Rati nampak telah tak berdaya, dan

tak lagi melakukan perlawanan, namun tak seorangpun berani bergerak mencegah karena takut kemarahan Raja Demak akan menimpanya.

Dan badik ditangan Raden Trenggana yang telah merah mukanya karena marah bergerak cepat dan dihunjamkan kedada Ken

Rati dengan derasnya.

Namun terjadilah suatu yang hebat. Tiba-tiba Raden Trenggana terpental kesamping, hingga serangan badik itu tidak mengenai

dada Ken Rati. Ternyata seseorang menyerang dengan cepat. Dan

sebelum kekagetan yang melihat habis, terjadilah kejadian lain yang

lebih membuat gempar tempat itu.

Raden Trenggana yang telah merah padam mukanya berseru

tertahan ketika sebuah bayangan melesat ke arahnya dan menikamkan senjata dengan gerakan kilat, ia berusaha menghindar. namun

terlambat. Bayangan itu yang tak lain adalah Mundarang telah

menghunjamkan badik milik Raja Demak itu hingga Raden Trenggana tersungkur menebah dadanya.



- Mundarang!



Mirah Sekar berseru nyaring dan loncat

menerkam anak itu. Demikian pula yang lain kaget dan berloncatan

menolong Raden Trenggana yang tergolek menggerang pelahan.

Badik pusakanya sendiri yang tadi terlempar dipungut Mundarang

dan dipergunakan menikam dirinya.

Bertepatan dengan robohnya Raja Demak itu, muncul Mpu

Sugati diiringkan Guru Bantu, untuk kemudian muncul pula Ki

Ageng Semu dan Nyi Ageng Maloka.



Rata-rata orang-orang tua

itu kaget melihat kejadian yang tidak diduganya.



Raden Trenggana tersenyum. Sambil masih rebah ditolong para

prajurit ia menatap Mundarang yang dipeluk Mirah Sekar.

Kata Raja Demak itu pelahan.

ia berkata



- Kau kemarilah anak baik, aku kagum terhadapmu .



Mirah Sekar cepat menarik Mundarang dan sambil berlutut



- Ampunilah anak hamba tuanku, ia masih kanak-kanak dan

belum mengetahui sebab musabab yang sesungguhnya. Karena anak

hamba hanya mengetahui Tuanku ingin mencelakakan Ken Rati._



- Tidak, tidak demikian maksudku. Aku tahu. Ah, jadi dia

anakmu bukan? Anak Sentanu yang gagah berani itu? Ah

beruntunglah aku. Aku tidak malu terluka olehnya. Ia hebat dan

berbakat baik.



- Tuanku. Mpu Sugati mendekat. Rupanya inilah yang

harus terjadi. Dari tuanku salah paham terhadap Ken Rati. Ia benar

benar adalah anak dagingmu sendiri. Rati adalah benih yang di

kandung Ken Sanggit, tuanku.



Raden Trenggana terbatuk hebat. Baru ia kembali tenang .setelahnya Mpu Sugati memijat dadanya mengurangi rasa sakit akibat

luka hebat yang dideritanya.



- Oh, maafkan aku, kau.. . Rati anakku... kemarilah!



Katanya. Dan Ken Rati yang berdiri bingung mematung, mendengar perkataan itu tanpa sadar maju melangkah, lalu menjatuhkan

diri memeluk kaki Raja Demak itu.



- Maafkan aku Rati. kau anak baik. Sukur-sukur kau telah

memiliki kepandaian tinggi sampai aku tak mampu melawanmu.



Terdengar isak si gadis.



Seorang Pengawal maju dan bertanya.



- Apakah tuanku memberi ijin hamba menangkap anak itu ?



- He!-



Raden Trenggana hampir saja berdiri.



- Tidak! - Aku melarang kalian mengganggu anak itu. Ia benar. Anak itulah

yang telah mengembalikan kesadaranku. Aku berdosa telah kesalahan tangan. Coba kalian bayangkan seorang ayah yang bernapsu

ingin membunuh anak sendiri, apakah hukuman yang layak diterimanya? Aku melarang kalian mengganggu anak itu. Lagi pula, aku

tahu anak itu berilmu tinggi. Kalau tidak bagaimana dengan sekali

serang ia mampu melukaiku? Sudahlah, anggap tak ada persoalan.

Hanya perintahkan kawan-kawanmu untuk tetap bertahan dan

perintahkan yang lain untuk melanjutkan penyerangan kepada

lawan._



Badik pusaka yang pernah dibuat oleh Mpu Sugati bukan

benda sembarangan. Ia memiliki keampuhan hebat. Maka ketika

Raden Trenggana tertikam senjata itu, senjata yang pernah diminta

dari Mpu Sugati oleh Raden Trenggana yang pernah mengaku sebagai Raden Sasadara, Raja Demak tak kuat menahannya. Untuk

beberapa waktu kemudian ia tewas menghembuskan napas penghabisan.

Prajurit Demak jadi gempar. Mereka kaget mendengar berita

yang tak diduganya.

Sentanu cemas, dan ketika itu munculnya orang-orang tua

yang diharap akan membantu, telah menjadi lain. Ki Ageng Semu

dan Mpu Sugati memerintahkan Sentanu untuk menarik kembali

tentara Demak dan kembali mundur.

Akibat dari itu Majapahit menjadi girang. Mereka bermaksud

menggempur lebih dahulu. Tetapi sewaktu Rangga Permana memerintahkan mereka, Pangeran Madi Alit maju dan berkata



- Maafkan kelancanganku. Kalau selama ini aku tidak mau

mencampuri peperangan dengan cara apapun. kali ini aku ada pemikiran. Ingat, dengan kekuatan kita, sesungguhnya tak mungkinlah

kita mampu menggempur lawan. Tetapi untuk terus menyerang

mereka, aku sangsi apakah dapat kita lakukan ? Sebab jika terdesak, akan timbul kesadaran mereka untuk melawan. Dan itu berbahaya !





Rangga Permana terdiam. Ia mengakui kebenaran perkataan

itu. Hatinya menjadi ragu-ragu.



- Anakmas Madi Alit benar! -



Terdengar Aki Kerancang

berseru.



- Seyogyanya, biarkan aku yang tua ini memeriksa terlebih dahulu keadaan lawan, sambil aku berusaha mencari tempat

tempat untuk memasang akar dan racun dari hutan Kalang itu.

Dengan secara sembunyi, aku yakin mereka bisa dilumpuhkan.-



Rangga Permana mengangguk-angguk mendengar perkataan

itu. Segera disepakati, Madi Alit berdua Aki Kerancang berangkat

dengan sembunyi-sembunyi menyusup ke dalam perkubuan tentara

Demak.

Dalam pada itu Tentara Demak sedang bersiap-siap untuk

kembali, dengan membawa kedukaan yang dalam, Jenasah Raden

Trenggana telah dirawat baik-baik dan dengan iringan pasukan

yang dapat diandalkan untuk kembali ke Demak. Ketika itulah

Pangeran Madi Alit berdua Aki Kerancang telah berjalan dengan

sembunyi-sembunyi. Dan ketika perkubuan tentara Demak telah

dekat, keduanya berhenti dan lompat ketempat terlindung. Dari

tempat itu dapatlah dilihat prajurit yang berjaga dengan kuatnya

Namun tiba-tiba saja kedua orang itu dikejutkan oleh sesuatu

yang datang dari arah kejauhan. Seseorang berpakaian serba putih muncul dengan menunggang kuda. Orang itu memakai jubah panjang berwarna putih, kepalanya dililiti sorban putih pula. Tidak

terlalu tua, tetapi roman mukanya gagah dan bercahaya.


Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Pangeran Madi Alit loncat keluar menghadang si penunggang

kuda yang telah tiba di tempat itu



Orang itu menghentikan kudanya dengan heran. Muncul pula

Aki Kerancang dan ia bersiap melihat Pangeran Madi Alit nampak

menegang mukanya.



- Kalian siapa kisanak? -



Bertanya orang berjubah putih

itu. Tetapi Pangeran Madi Alit membungkuk memberi hormat lalu

berkata.



- Tunggu dulu. apakah kau telah melupakan aku ?



Tanyanya.

Orang itu semakin heran. Ia pandangi orang muda didepannya.



- Kau siapa ? Maafkanlah kalau aku khilaf dan mungkin

pernah saling mengenal, tetapi aku yang tua sungguh tak mengenalmu.



Katanya. Dan Madi Alit tertawa.



- Oh, ampunilah kekeliruan saya yang muda.-



Jawab

Madi Alit.



- Tetapi sungguh aku tak akan salah melihat. Kaulah

yang pernah mengaku sebagai Panembahan Seda Paningal yang pernah memberiku petunjuk untuk mencari adanya tombak Pusaka

Kiai Bungsu yang akan dapat dipergunakan menolong kawula Pajajaran, bahkan, seluruh kawula di tanah Jawa ini untuk kembali

pada kemuliaan dan keselamatannya.



Orang itu memandang Madi Alit dengan tatapan tajam. Baru

sesudahnya berbuat demikian, ia turun dari kudanya dan menepuk

pundak Pangeran itu pelahan lalu berkata



- O, rupanya kita memang berjodoh anak muda. Aku tahu

yang kau maksudkan. Tetapi sudahlah, akupun telah memperoleh

ilapat bahwa aku akan bertemu denganmu. Kalau benar dugaanku

yang kudapat dari ilapat Yang Maha Kuasa itu, kau tentu seorang

putra Pajajaran yang dikabarkan hilang dan lolos dari istana itu

bukan ? Kalau benar, kita memang berjodoh dan sekaranglah saatnya kau mengikutiku untuk memperoleh adanya Kiai Bungsu yang

kau maksudkan itu.



Mendengar itu Madi Alit tercekat. Ia kaget orang bisa menduga dengan tepat. Maka ia mengangguk-anggukkan kepala.



- Anak muda, inilah rahasia itu. Aku adalah Penguasa tanah

Banten. Orang menyebutku sebagai Kanjeng Sultan Falatehan. Akulah yang menerima ilapat itu untuk memberi tahukan kepadamu.

Bahwa yang dimaksud sebagai Tombak Pusaka Kiai Bungsu bukanlah berwujud lahir dan kasat mata. Ia adalah Kiai Bungsu, sebagai

panutan paling akhir yang harus dikuti. Ia bungsu dengan arti sebagai panutan akhir yang pernah diturunkan oleh Yang Maha Kuasa

kepada manusia. Kalau benar kau berjodoh. tentu kau akan mau

mengikutiku untuk menerima penerangan batin lebih dalam dariku.

Disanalah kau akan melihat Kiai Bungsu yang sesungguhnya. Ia

adalah Nur yang Hak. Nur yang suci dalam wujud panutan yang

paripurna.



Pangeran Madi Alit ternganga. Ia melihat orang berjubah

serba putih itu bercahaya berkilat. Maka ia tertunduk. Setelahnya

demikian beberapa lama baru ia mengucap pula



- o, aku percaya perkataanmu dan bersedia untuk mengikutimu. Tetapi aku tengah mengemban kuwajiban menyelesaikan

peperangan dengan tentara Demak.



- Hmm. itulah! Itulah yang aku maksudkan. Kau akan melihat kebenaran lebih jauh. Justru Demaklah berada di pihak kebenaran. Bukan Trenggana atau siapapun yang mengikuti jejaknya,

tetapi ajaran yang dibawanya itulah. Demak tak ingin ada kafir

lagi yang menduakan Allah yang tunggal.



- Bohong! Dia mau membujukmu anakmas Madi Alit !



Aki Kerancang berseru keras dan mengepalkan tangan dihadapan

orang berjubah itu.



- Ia adalah orang Demak,



Seru si Aki pula.



- Kau keliru -



Falatehan menjawab dengan tertawa.



- Aku bukan orang Demak. Aku adalah Sultan Banten.-



- Ya, tetapi kau membantu Demak menghancurkan Majapahit.



- Bukan menghancurkan Majapahit, tetapi menghancurkan

kekafiran.



Ketika si Aki akan membuka mulut pula terdengar seruan

keras dan seseorang berlari mendekat tempat itu.



- Ayah! Ini aku anakmu, ayah!



Dan seorang muda berlari menubruk Aki Kerancang.



Aki Kerancang kaget.



- Kau Sentanu?!



Dan dirangkulnya anak itu.

Dan Sentanu segera melepaskan diri dari pelukan ayahnya.



- Dia benar ayah. Aku malah tengah membantu Demak.



Aki Kerancang kaget, namun tiba-tiba saja ia merasa dadanya

diguyur air dingin. Ia termangu-mangu.



- Disana ada pula Guru Ki Ageng Semu, Nyi Ageng Maloka

dan Paman Guru Bantu, mereka adalah saudara-saudaramu, bukan?



Kata Sentanu pula yang telah mengetahui bahwa ayahnya dengan orang-orang tua itu terikat seperguruan dari Ki Dalang Dharmapara. Maka hal itu semakin membuat Aki Kerancang termangu-

mangu.

Namun orang tua itu lebih kaget ketika Pangeran Madi Alit

menjatuhkan diri dihadapan Sultan Banten dan berkata :



- Aku akui kabenaranmu Falatehan, maka bawalah aku

masuk kedalam kaummu. Akan kubawa ke Pajajaran, aku percaya

itu !



Pangeran Madi Alit terpejam matanya. Ia bayangkan bahwa

Sultan Banten itulah yang pernah datang sebagai seorang tua yang

mengaku bernama Panembahan Seda Paningal dan memerintahkan

ia mencari adanya Kiai Bungsu. Tetapi Madi Alit kini sadar bahwa

akibat dari tekunnya ia bertapa sewaktu hidup di Pajajaran dulunya, ia bertemu dengan Orang tua itu bukan dalam alam lahir

tetapi ia melihat dalam alam batin sebagai suatu pemandangan gaib

yang ia terima. (Baca jilid satu).



Tetapi ia baru sadar sekarang ini.



*****





- Lalu, bagaimana ayah? Akan ikutkah ke Demak?



Terdengar suara Sentanu. Dan Madi Alit mengangguk ketika Aki

Kerancang berkata keras,



- Aku ikut kalau paman-pamanmu ada di sana!



Sentanu girang.

Ketika itu muncul tentara berkuda dengan suara gemuruh mendekati mereka. Sentanu dan Madi Alit kaget.



- Jangan takut, mereka adalah tentara Banten yang akan

bergabung dengan Demak.-



Jawab Sentanu.



- Ya, kami akan mengikuti ke Demak. Urusan Majapahit

bisa diselesaikan lain waktu. Hayo kita berangkat.



- Kami akan membawa lebih dahulu jenasah tuanku Trenggana.


Mencari Tombak Kiai Bungsu Karya RS Rudhatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo




Dan Sentanu beranjak mengikuti Falatehan, diikuti Madi Alit

dan Aki Kerancang dengan perasaan masih heran dan kagum atas

kejadian yang baru dialaminya. Keduanya menjadi tahu seharusnya

dipihak mana mereka berada.





SELESAI.





(Tak ada gading yang tak retak begitu pula hasil scan ceritasilat ini.Mohon maaf bila ada kesalahan tulis/eja dalam isi cerita ini.)










Tujuh Pembunuh Qi Sha Shou Karya Gu Long Suro Bodong 02 Pedang Urat Petir Pendekar Bayangan Sukma 13 Sumpit Nyai

Cari Blog Ini