Ceritasilat Novel Online

Alap Alap Gunung Gajah 1

Alap Alap Gunung Gajah Karya Yusi Syamsidar Bagian 1



Yusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

1 Book - Kolektor E

Terdaftar No. Pol. 37/B1N/LEK /S /74.Yusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

2 Book - Kolektor E

sebuah hadiah mungil

untuk ananda tersayang teguh hidayat

sekuntum bunga kecil

wanginya terbawa angin dari barat

o, tentu dikau menagih

apalah tingkahmu ayah

sedih, o ya ya, hati ini tersentuh

sekuntum bunga kecil tanpa warna

sederhana rupa dan tiada harga

aku menulis - bukan menangis ! !

Jakarta, 1974Yusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

3 Book - Kolektor E

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

Oleh : YUSI SYAMSIDAR

Penerbit : U.P. Harapan Pesat Jakarta

Sumber Pustaka : Aditya Indra Jaya

JILID : 1

DALAM musim paceklik seperti ini tidaklah mengherankan apabila terdengar berita disana

sini tentang pencurian, perampokan ataupun perampasan. Ada saja orang yang malas bekerja. segan

mencari nafkah dijalan kebenaran lalu mengambil jalan cepat untuk memperoleh banyak harta dan

kekayaan dengan jalan dursila semacam ini.

Akan tetapi berita pencurian di kademangan Ampelgading lain daripada yang lain. Pak Kerto

dari dusun Kemuning menemukan kambingnya memekik-mekik semalam suntuk, kiranya binatang

itu telah hilang sebelah kakinya. Pak Supari penduduk dukuh Dronjong sejak pagi bersedih hati

karena sapi jantan yang biasa dipergunakan menarik bajak, pagi itu kedapatan monggelotak akibat

daging pinggulnya belah selebar topi. Ada pula yang lebih menggelikan tetapi juga menjengkelkan

adalah berita yang datang dari dusun Kepuh.

Beberapa orang dalam waktu semalam, telah kehilangan alat kelamin binatang piaraannya.

Adapula pemilik ternak ayam yang tiba-tiba harus memotong seluruh piaraannya itu, karena seluruh

ayam miliknya hilang sebelah sayapnya masing-masing.

Nyata sekali bahwa durjana atau maling yang melakukan penganiayaan terhadap binatang-

binatang seperti itu bukankah maling yang sewajarnya. Tetapi mengandung sikap yang kejam, dan

terlalu memandang remeh terhadap para petugas keamanan kampung.

Hal ini semuanya telah didengar oleh Demang Ampelgading yang segera memerintahkan

kepada para bekel (lurah) agar memperketat dan mempergiat adanya ronda malam. Termasuk juga

melepaskan beberapa petugas sandi untuk melakukan penangkapan terhadap maling yang kurang

ajar dan sombong itu.

"Ini adalah suatu kejahatan ganda? Demikianlah kata Demang Ampelgading dengan muka

bersungguh-sungguh didepan suatu rapat selapanan (tiap 35 hari sekali) dikelurahan Kemuning.

"Yaitu mencuri, menyiksa dan menghina! Kita masih bisa mengerti apabila maling itu mencuri

seekor kambing, atau sepuluh ekor kerbau sekalipun.

Akan tetapi kalau hanya sebelah kaki kambing, atau hanya alat kelamin kerbau, ataupun sayap

ayam hidup, itulah keterlaluan! Jagabaya dan para bebahu! Kalian harus tingkatkan keamanan

dusun, pertinggi kewaspadaan. Setiap orang yang mencurigakan atau yang bisa dicurigai, segera

tangkap dan bawa mereka kembali!"

Kumpulan-kumpulan pamong semacam itu telah berulang-ulang kali diadakan. Dan petugas

ronda malam dipergiat dan diperbesar jumlahnya, akan tetapi pencuri sombong itu masih belum

dapat mereka temukan. Bahkan pencurian yang aneh dan menusuk perasaan itu semakin

mengganas.

Beberapa orang yang bila dicurigai diantaranya adalah para bekas maling ataupun orang-

orang yang diduga masih melakukan perbuatan durjana itu telah beberapa orang dijebloskan dalam

tahanan kademangan. Seperti Gering Blanggur dari Sepait. Rasman Teglong dari Pagergunung, dan

Geweng dari dukuh Pucung, semuanya telah hampir sebulan dirantai dikamar tahanan. Sekian

lamanya para benggolan maling itu menderita siksaan akan tetapi maling sombong yang mereka

maksudkan tidak juga ditemukan jejaknya!Yusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

4 Book - Kolektor E

Berita terakhir sejak diringkusnya ketiga benggolan maling itu, lebih-lebih menusuk perasaan

terutama bagi para petugas keamanan isteri Jagabaya Karangsari Nyi Tratih, kedapatan pingsan

dikamarnya dalam keadaan pakaian yang awut-awutan dan payudaranya berlamuran darah akibat

gigitan!

"Aku bersumpah didepan Ki Demang dan didepan saudara-saudara semua." Begitu seru

Jagabaya Karangsari dengan suara setengah meratap. "Bahwa sejak hari ini aku takkan menggauli

isteriku, atau perempuan yang manapun, sebelum aku dapat membekuk batang leher maling keparat

itu?"

Memang Nyi Tratih, isteri Jagabaya Karagsari itu adalah wanita tercantik diseluruh

kademangan Ampelgading. Bahkan isteri Demang sendiri, Nyai Kuncorowati masih kalah menarik

bila dibanding dengan isteri Jagabaya itu.

Tidaklah mengherankan apabila Jagabaya Karangsari itu begitu dendamnya terhadap maling

aguna yang dimaksud, sebab kecuali ia sangat menderita akibat penghinaan yang begitu menusuk

perasaan, masih ditambahi dengan perubahan sikap isterinya yang ganjil sejak peristiwa aib itu.

Sejak peristiwa itu Nyi Tratih selalu merenung seorang diri. Melamun, bahkan kadang-kadang

tersenyum simpul seorang diri. Apabila hal ini ditanyakan oleh Ki Jagabaya maka jawaban wanita

itu lebih-lebih menikam perasaan. Ia tentu akan mengoceh tak keruan : "Ah, betapa tampannya

engkau.. betapa menyenangkan engkau... tapi, mengapa kau gigit payudaraku mengapa?

Aduuuh...."

Sepekan sejak kejadian itu, Ki Jagabaya Karangsari menghilang dari rumahnya. Ada seorang

peronda yang pernah melihat kepergian Jagabaya, melapor bahwa Ki Jagabaya pergi pada hari

Anggara Kasih (Selasa Kliwon) dini hari, dengan menunggang si Demung.

Beberapa hari setelah itu, kademangan Ampelgading dikejutkan lagi oleh suatu kejadian yang

lebih-lebih mengherankan. Ki Jagabaya Karangsari telah kembali ke kademangan sambil menyeret

seorang laki-laki dibelakang kudanya disepanjang jalan!

Laki-laki yang diseret dibelakang kuda itu kira-kira sebaya dengan Ki Jagabaya sendiri, kira-

kira empatpuluh tahun usianya. Wajahnya tampan dan kelimis, tetapi kotor akibat debu-debu

jalanan pakaiannya awut-awutan dan robak-robek disana sini.

Sambil membalapkan kudanya, Ki Jagabaya berseru sepanjang jalan dengan suaranya yang

parau. "Maling keparat. Inilah maling adiguna! Kita sempal kakinya. Kita robek pinggulnya. Kita

beset sayap dan alat kelaminnya! Saudara-saudara. Hai orang kampung! Inilah maling keparat itu!

Tak ampun lagi, penduduk satu kademangan seakan-akan berubah menjadi lautan banjir

berduyun mendatangi kantor kademangan. Sebagian penduduk merasa kegirangan hati karena

dendamnya akan segera terbayar lunas. Sebagian lagi hanya ingin melihat seperti apa tampangnya

maling yang kurang ajar itu! Tetapi sebagian lagi, ada pula yang bertanya-tanya dalam hati :

"Mungkinkah begitu mudah dan cepat Ki Jagabaya dapat meringkus si maling aguna itu?".

Memang Ki Jagabaya Karangsari tergolong orang yang memiliki kepandaian, ilmu, dan

banyak disegani orang. Akan tetapi... apabila orang telah melihat siapa adanya orang yang diseret

dibelakang kuda itu orang akan lebih tidak percaya, dan bertanya-tanya.

Hampir setiap orang yang tinggal di kademangan Ampelgading mengenal siapa adanya

"maling aguna" yang berwajah tampan kelimis itu. Dia adalah Kiai Teger atau lebih dikenal sebagai

Ki Ageng Tampar Angin, guru mengaji dan guru perkumpulan silat Blimbingwuluh.

Ki Ageng Tampar Angin dikenal orang sebagai seorang bekas perwira Mataram yang pernah

membantu Untung Suropati dalam pertempuran melawan tentara kompeni yang dipimpin oleh

Kapiten Tack.

Sejak Untung Suropati menyingkir ketimur, maka Ki Ageng Tampar Angin lantas pulang

kampung, hidup sebagai penyiar agama yang baik yang memiliki murid tidak sedikit.Yusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

5 Book - Kolektor E

Kecuali itu, juga Kiai Teger atau Ki Ageng Tampar Angin ini mendirikan perkumpulan silat

yang di sebut sebagai perkumpulan "Suci hati" yang banyak pengikutnya hingga ke lain

kademangan. Jadi kecuali sebagai penyiar agama, Kiai Teger juga bertindak sebagai seorang

pengajar ilmu kanuragan, kaprawiran maupun kecantikan lainnya. Sehingga apabila orang

mengingat ini semua tidaklah mustahil apabila orang kurang mempercayai kemampuan Ki Jagabaya

Karangsari.

"Mustahillah bila dikatakan bahwa Ki Jagabaya Karangsari dapat merangket Kiai Teger

begitu saja tanpa adanya latar belakang yang tersembunyi..." demikianlah pikir Demang

Ampelgading ketika menyambut kedatangan Ki Jagabaya.

Tetapi Ki Jagabaya yang telah dimabuk dendam kesumat itu tidak dapat membaca pikiran

orang, sambil langsung menjebloskan Kiai Teger kedalam tahanan kademangan, Ki Jagabaya

berseru dengan suara lantang :

"Ki Demang! Bajingan hina ini adalah musuh Ampelgading! Dia harus diadili oleh kita dan

dirampungi oleh kita sendiri!".

Di pendopo kademangan telah berkumpul sekian banyak para sesepuh, para pemuda bahkan

juga tidak sedikit wanita-wanita yang ingin melihat maling aguna yang telah membuat geger seisi

kademangan juga yang telah merusak pager ayu, memperkosa Nyi Tratih, isteri Jagabaya

Karangsari.

Ki Demang Ampelgading gelisah ditempat duduknya. Berkali-kali ia memandang kian kemari

sambil mendesis-desis seperti orang kepedasan. Berkali-kali pamong tua itu memandang kearah

para Bebahu, seakan minta bantuan pikiran, akan tetapi para Bebahu itupun agaknya tidak tahu apa

yang harus diperbuatnya.

Apabila Ki Demang memandang kearah para sesepuh kademangan segera terlihat olehnya.

Kiai Kenis Kenistan suami isteri yang berdiri acuh tak acuh di pojokan seakan-akan kedatangan

mereka ketempat itu hanya untuk menonton sesuatu yang tidak menarik saja.

Terlihat pula oleh Ki Demang Mbah (kakek) Pucung, seorang sesepuh dari perguruan Pucung,

seorang kakek yang sangat dihormati dan disegani hampir oleh seluruh penduduk kademangan.

Akan tetapi orang tua itupun terlalu asyik dengan pekerjaannya mengurut-urut dagunya yang

kempot dan nyaprut. Kakek itu hanya berdiri menyandar pada sebuah tepi pendopo, sambil sesekali

memperlihatkan senyumnya yang lucu. Ketika suatu saat tertatap oleh kakek ini pandangan Ki

Demang yang seakan minta pertimbangan maka kakek itu hanya manggut-manggutkan kepalanya

sambil tersenyum lebar penuh pengertian.

Baru saja Ki Demang bermaksud memperpanjang pertemuan pandang dengan sesepuh dari

Pucung itu tiba-tiba terdengar suara gemerincingnya rantai besi yang terseret, berbareng bentakan-

bentakan Ki Jagabaya Karangsari yang lantang dan nyaring.

Tak lama kemudian, para pengunjung pendopo kademangan menyibak, memberi jalan kepada

Ki Jagabaya yang sedang menyeret tawanan, dan menggusurnya kelantai pendopo.

Dalam hal kedudukan, tentu saja Ki Demang Ampelgading adalah atasan dari Jagabaya. Akan


Alap Alap Gunung Gajah Karya Yusi Syamsidar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


tetapi demang ini dikenal orang sebagai seorang pamong yang penyabar, pendiam dan lemah

lembut berlawanan dengan sikap Jagabaya yang kasar dan ganas, sesuai dengan bentuk orangnya

yang kekar dan menyeramkan.

"Ki Demang!" Seru Jagabaya seraya menatap ke arah tawanan dengan sinar mata penuh

kebencian. "Mumpung disini sedang berkumpul sekalian penduduk kademangan agar dapat

disaksikan oleh mereka segera putuskan hukuman siksa macam apakah yang harus dijatuhkan

terhadap penjahat hina dina ini!".

Untuk sejenak, suasana pendopo itu jadi sunyi. Akan tetapi setelah itu, meletuslah bisik-bisik,

kasak-kusuk kegaduhan, yang agaknya ditimbulkan oleh orang-orang yang masih meragukan

kebenaran kata-kata Ki Jagabaya.Yusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

6 Book - Kolektor E

Apabila dihitung-hitung banyaknya orang yang mengenal Kiai Teger atau Ki Ageng Tampar

Angin itu, jagabaya mereka. Hampir setiap orang, besar kecil, tua muda, lelaki dan perempuan

mengenal benar, siapa adanya guru Blimbingwuluh yang ramah dan santun itu. Dan tidak sedikit

diantara para pengunjung itu yang pernah berhutang budi kebaikan dari guru tersebut terutama

mereka yang pernah menderita sakit campak yang pernah melanda kademangan itu.

Kecuali sebagai guru mengaji dan guru silat, Kiai Teger adalah seorang tabib sakti yang

pemurah. Tidak sedikit korban-korban wabah yang tertolong jiwanya oleh kemanjuran obat guru

ini. Sehingga akhir-akhir ini, orang menganggap Kiai Teger sebagai seorang budiman nomor satu

yang belum ada duanya diseluruh kademangan. Bagaimana mungkin sampai terjadi keanehan hebat

seperti ini? Kiai Teger, atau Ki Ageng Tampar Angin guru dan tabib sakti dari Blimbingwuluh

diringkus sebagai seorang maling aguna maling keji yang menggegerkan kademangan?

"Tunggu dulu, Ki Jagabaya! Apakah kau tidak melakukan kekeliruan! Bukankah dia ini Kiai

Teger dari Blimbingwuluh?" kata Ki Demang dengan suara masih tergetar.

Mendengar teguran yang mengandung sikap meragukan akan kemampuannya, maka Ki

Jagabaya tersinggung hebat. la menghapus bibirnya yang kering sambut mengkerutkan kening.

"Apakah Ki Demang hendak melindungi anjing keji ini? Dia jelas seorang guru murtad,

maling rendah! Tukang ngrusak pager ayu! Kalau Ki Demang hendak membela berarti..."

"Nanti dulu, Ki Jagabaya." Ki Demang memotong dengan nada kurang senang. "Bagaimana

kau dapat berkata begitu? Aku seorang demang dan kau seorang jagabaya mana boleh bertindak

menurutkan hawa nafsu belaka? Terhadap maling keji yang merusak ketentraman kademangan,

mengganggu kehormatan penduduk, tentu kita akan menjatuhkan hukuman berat. Akan tetapi kita

adalah pamong! Pamong berarti pengasuh dan pendidik! Mana boleh kita bertindak tanpa

pertimbangan akal pikiran dan keadilan yang sejalan dengan kebenaran? Menghukum orang tentu

tahu kesalahannya. Dan untuk tahu kesalahan orang tentu diperlukan bukti! Nah! agaknya sejak tadi

kau lupa bahwa kau belum menunjukkan kepada kami bukti kesalahan tawanan itu!"

"Bukti?" Ki Jagabaya mendengus dan tergagap sejenak! Bibirnya yang kering tambah

mengering, dan dendam yang berkobar dalam dadanya membuat wajah laki-laki ini menjadi kaku

dan menghitam. Agaknya kemarahannya yang belum tersalur itu menyebabkan dia berani menatap

Ki Demang dengan terbelalak seakan-akan protes terhadap teguran Ki Demang yang teratur dan

menatap itu.

"Ya, bukti! Bukti itu perlu. Jawaban!" Sambung Ki Demang dengan suara datar seakan-akan

ia dapat menanggapi arti pandangan mata bawahannya itu. "Supaya kita puas! Agar penduduk

kademangan yang merasa telah dirugikan oleh maling itu dapat berlega hati..... Kiai Teger!" Panggil

Ki Demang kepada tawanan.

Kiai Teger yang terikat kaki dan tangannya dengan rantai besi yang besar dan kokoh itu,

sedikit mengangkat muka. Dengan pandang mata yang kosong, tidak melukiskan suatu perasaan

apapun memandang kearah Ki Demang sejenak, kemudian menunduk lagi.

"Coba kata sejujurnya. Kiai, kau adalah seorang penganjur agama! Tentunya mengerti artinya

dusta dan kebenaran! Katakanlah, mengapa sampai terjadi begini?"

Suasana menjadi sangat hening. Setiap telinga penduduk terpasang lebar, seakan menanti

bagaimana Kiai itu akan mengucapkan kata-kata pembelaan untuk dirinya.

Tidak semua orang beranggapan bahwa Kiai Teger tidak bersalah. Diantaranya juga ada pula

orang-orang yang telah dirugikan oleh perbuatan si maling aguna ingin segera melihat dendam

kemarahannya terlampiaskan. Siapapun maling jahanam itu, bila sudah ada orang yang telah

tertawan begini rupa, mengapa tidak harus segera menyiksanya? Begitulah pikir mereka.

Kiai Teger masih belum mamperdengarkan jawaban tubuhnya yang tegap dan gagah itu

duduk menunduk dengan sikap penuh hormat dan tazim. Terlukis benar betapa mengertinya ia akan

peradatan, tetapi juga melukiskan keangkuhan seorang laki-laki yang berjiwa gagah. Walaupun

tampak sebelah kiri tubuhnya seakan lumpuh, akan tetapi nyata benar bahwa guru sakti itu memilikiYusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

7 Book - Kolektor E

keteguhan jelas dari kulit tubuhnya yang sama sekali tidak lecet-lecet, sedangkan ia telah menderita

digusur sepanjang jalan. Sesungguhnya dengan sikapnya yang gagah tetapi penuh hormat itu,

banyak menimbulkan kekaguman orang.

"Mohon dimaaf Ki Demang. Aku sendiri tidak mengerti mengapa Ki Jagabaya

memperlakukan diriku demikian rupa.....", hanya demikianlah jawab Kiai Teger pada akhirnya.

"Ki Demang!" Ki Jagabaya Karangsari menyelak bicara..." Tadi Ki Demang menghendaki

bukti! Nah, bukti itu aku katakan sekarang! Hendaknya ketahuilah hai seluruh penduduk

Ampelgading, bahwa Nyi Tratih isteriku dulu adalah bekas murid mengaji guru cabul ini. Sejak

semula jahanam hina ini telah tergila-gila pada Nyi Tratih isteriku! Ketika isteriku yang pertama

meninggal dunia dan aku mengambil Nyi Tratih menjadi isteri maka guru jahanam ini telah

mendendam! Sehingga terakhir dengan menyombongkan sedikit lepusnya, bajingan hina dina ini

memaksa... kian lama suara Ki Jagabaya semakin serak, hingga akhirnya ia tak dapat

menyelesaikan kalimatnya karena ia harus terbatuk-batuk, dan bertahak.

Ki Demang menatap tajam kearah tawanan. Juga sekalian mata pengunjung tertuju kearah

Kiai itu untuk melihat perubahan muka macam apa yang akan terjadi pada tawanan itu setelah

dirinya ditelanjangi rahasianya didepan umum seperti itu.

Akan tetapi setiap orang segera akan kecelik! Kiai Teger tersenyum damai. Sedikitpun tidak

terlukis suatu kejutan pada air mukanya!

Setelah menghela napas, Ki Demang berkata :

"Yang kau jelaskan itupun belum dapat disebut sebagai bukti, Ki Jagabaya! Baru berbentuk

tuduhan!

Dan tuduhan yang didasari oleh rasa cemburu pribadi bagaimana boleh dianggap sebagai

bukti?"

"Buktinya jelas Ki Demang!" Sela Ki Jagabaya cepat-cepat dengan napas memburu. "Kerbau

yang hilang kakinya! Kambing yang hilang moncongnya! Dan ayam yang hilang sayapnya itu

semua bukti-bukti! Dan bukti yang terakhir dikamar tidurku!"

"Ah..." Ki Demang Ampelgading mengeluh.

"Tampaknya Ki Demang hendak membelanya..." Gerutu Ki Jagabaya dengan muka yang

gelap guram.

Karena suara gerutu itu tampaknya sengaja diucapkan agak keras maka jelas terdengar oleh

Ki Demang. Dan orang tua itu tampak terkejut lalu terbelalak ke arah Jagabaya.

Pada saat itu tiba-tiba terdengar suara batuk-batuk yang sangat nyaring. Bahkan agaknya

sengaja disuarakan oleh seseorang yang berilmu tinggi sehingga suara batuk itu sangat nyaring,

mirip suara benturan senjata tajam.

Ketika Ki Demang menoleh kearah datangnya suara batuk itu maka segera terlihat olehnya

Mbah Pucung sedang asyik mencabuti jenggotnya dengan sepasang uang gobangan tembaga.

"Jangan membikin kabur persoalan Jagabaya! Aku tiada hubungan apa-apa dengan tawanan

ini. Kau harus segera menarik tuduhanmu! Coba. Mbah Pucung aku meminta sedikit bantuan

pikiranmu orang tua! Juga kalian Kiai Kenistan suami isteri! Kemarahan penduduk Ampelgading

ini agar jangan sampai terlampias menyeleweng dari salurannya...".

Mbah Pucung terbatuk-batuk lagi dan masih tetap asyik dengan sepasang duwit gobangannya.

Sedangkan Kiai Kenistan suami isteri tampak menengadahkan muka sejenak tapi tidak melakukan

sesuatu.

Tentang suami isteri dari dukuh Kenistan ini memang orangnya terkenal sangat angkuh dan

sikapnya agung-agungan. Walaupun mereka bukan seorang berpangkat ataupun penggawa praja

akan tetapi terhadap seorang demang saja sikapnya tidaklah terlalu hormat. Namun demikian KiYusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

8 Book - Kolektor E

Demang menyadari begitupun para penduduk kademangan, bahwa orang-orang berilmu seperti

suami isteri Kiai Kenistan itu ada saja sikapnya yang aneh-aneh dan juga kebanyakan tidak suka

mencampuri urusan orang.

Namun demikian karena mereka justru dipanggil oleh seorang demang tidak seyogyanya

sepasang suami isteri itu bersikap begitu dingin dan angkuh. Itulah tidak sopan namanya! Kiai

Kenistan adalah Kiai Kenistan dan hanya orang-orang yang belum mengenal sajalah yang akan

tersinggung oleh sikap kedua guru itu.

Mbah Pucung yang orangnya selalu periang itu telah memperdengarkan suara tawanya yang

terkekeh-kekeh kemudian berkata :

"Aku toh cuma seorang tua bangka tiada guna! Apalah yang dapat disumbangkan olehku,

seorang tua tukang dawet (cendol) ini? Akan tetapi bila Ki Demang yang terhormat menghendaki

sedikit pendapatku yang tidak becus ini, baiklah kukatakan. Sesungguhnya apa yang telah dikatakan

dan dilakukan oleh Ki Demang adalah benar belaka. Ki Jagabaya belum memberikan bukti atas

kesalahan orang..."

"Ki Demang apakah hari ini hari kumpulan? Tanya Ki Jagabaya tiba-tiba".

"O, iya bukan, Ki Jagabaya. Mengapa?".

"Bukan waktunya untuk meminta pendapat pikiran orang luar! Soal kejahatan adalah urusan

penggawa praja! Mengapa kita bertele-tele? Aku dapat bertindak membuka mulut guru cabul ini

agar membuat pengakuan semestinya! Dimana ada maling yang mengaku sebelum digebuki?

Dipaksa dulu barulah bukti-bukti itu datang dengan sendirinya!".

"Tapi Mbah Pucung bukan orang luar..." keluh Ki Demang.

"Orang luar! Tepat! Orang luar tak berhak mencampuri urusan!" Tiba-tiba dari halaman

kademangan terdengar suara sahutan yang sangat lantang dan berpengaruh.

Dan apabila sekalian pengunjung berpaling keluar mereka segera melihat seorang pemuda

yang sedang mendatangi.

Pemuda itu mengenakan pakaian kebesaran seorang penggawa praja yang sangat mewah.

Mengenakan blangkon wulung berbatik gambar naga kembar. Jas tutupnya, hitam berkilau terbuat

dari beludru, dan kainnya parang rusak barong. Dipinggangnya terselip sebilah keris berpendok

emas yang bertahtakan berlian dengan hulu keris dari kayu cendana hitam berbentuk membuka

mulut. Pada ukir-ukiran hulu keris itupun tersalut emas dan beberapa butir berlian. Sekali pandang

saja orang akan tahu bahwa pemuda itu tentulah seorang bangsawan kaya.

Tetapi bukan! Pemuda itu mempunyal bentuk muka dan tubuh yang mirip persis dengan Ki

Jagabaya Karangsari seakan-akan bayangan Ki Jagabaya diwaktu mudanya saja! Dahinya yang

lebar, matanya yang bundar besar dengan alis hitam lebat, serta hidung mulut dan kumisnya

semuanya sama seperti apa melekat dimuka Ki Jagabaya. Apalagi bila melihat pada rahangnya

persegi bertonjolan kaku itu, sungguh mengingatkan orang bagaimana keadaan Ki Jagabaya

Karangsari diwaktu marah.

Semua orang segera mengenalnya. Penggawa muda itu adalah Joko Sulung, yang sekarang

telah merubah namanya dengan sebutan Kebo Sulung. Dia adalah putra tunggal Ki Jagabaya dari

isterinya yang terdahulu. Karena pemuda ini pernah membuat jasa, membunuh seorang benggolan


Alap Alap Gunung Gajah Karya Yusi Syamsidar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


penyamun kawakan. Kaki Gagak Rawe dari Bengkelung, maka ia telah diangkat menjadi seorang

penggawa dikadipaten Pemalang, bahkan kini telah menjadi seorang kepercayaan adipati Pemalang

itu sendiri.

Melihat datangnya penggawa atasan dari mereka, maka segera Ki Demang beserta sekalian

bawahannya menyambut penuh hormat. Kecuali Ki Jagabaya yang mengikuti langkah Ki Demang

menuju pintu dengan dada terangkat menyombong sekali seakan-akan ia hendak mengatakan bahwa

penggawa terhormat itu adalah anaknya!Yusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

9 Book - Kolektor E

Sejak kecil memang Joko Sulung atau Kebo Sulung sangat dimanja. Dan kemanjaannya itu,

telah berkembang menjadi kesombongan dan tinggi hati, sejak ia menjadi orang kepercayaan

adipati.

Kebo Sulung memasuki pendopo kademangan dengan langkah yang diagung-agungkan,

seakan-akan ia telah berubah menjadi pangeran. Dan tanpa mengacuhkan para penyambut yang

menghormat, ia langsung mengambil tempat duduk sambil mulai berkata :

"Orang luar siapapun adanya, jangan mencampuri urusan praja! Kudengar sejak tadi, Ki

Demang menghendaki bukti-bukti perbuatan maling keparat hina itu. Sejak dulu aku tak pernah

gagal membekuk macamnya maling maupun benggolan penjahat. Nah, bukti itu ada padaku lihatlah

kemari, semuanya!"

Seraya berkata demikian. Kebo Sulung merogoh kantong jasnya. Lalu, apabila tangannya

ditarik kembali telah terpegang olehnya sebuah benda, yaitu sebatang rotan pendek berwarna coklat

hitam berkilat yang pada sebelah ujungnya tampak dibanduli lima buak bola baja kecil berkilau-

kilauan berupa sebuah keliningan.

Sekalian yang hadir seketika terbelalak kaget terutama adalah Kiai Teger sendiri sebab orang

ini mengenal benar benda itu, yang tidak lain adalah benda pusaka kesayangannya sendiri.

"Pusaka tongkat pancaloka" ini kutemukan dikamar ibuku... eeh-eh, dikamar ibu ti-ti...

tiriku!" Begitulah Kebo Sulung memperbaiki kata-katanya sendiri. Betulkah tongkat kecil macam

ini yang namanya Tongkat pancaloka, Kiai Teger? sambung Kebo Sulung dengan senyum penuh

ejekan.

Wajah Kiai Teger seketika jadi merah padam. Lalu dengan pandang mata penuh kemarahan ia

berkata :

"Bagaimana pusakaku dapat berada ditangan orang... hemm?"

"Sudah kukatakan tadi bahwa benda ini kudapatkan dikamar ibuku, ee-eh ibu tiriku!" Sekali

lagi ucapan Kebo Sulung tidak lampias setiap mengucapkan kata "ibu tiriku". Beberapa orang

tampak mengerutkan alis tidak terkecuali Ki Jagabaya Karangsari sendiri.

"Tidak mungkin!" Seru Kiai Teger dangaa suara lantang. "Tentu orang telah mencurinya dari

perguruan kami dan sengaja menfitnah diriku! Tidak mungkin! Tidak! Tidak mungkin!" Dahi guru

Blimbingwuluh itu berkeringat dan dia tampak sangat gelisah.

Kebo Sulung tertawa nyaring.

"Kau memutar balikkan kenyataan Kiai! Kau yang mencuri masuk kamar ibuku, eeeh ibu

tiriku! Kau yang ketinggalan pusakanya dikamar itu tetapi aku seorang penggawa kadipaten yang

kau curigai! Apakah seperti itu watak seorang guru, begitu plintat plintut, tak tahu malu dan tak

bertanggung jawab? Katakan sajalah terus terang bahwa karena tergesa-gesa2 maka benda ini

tertinggal dibawah jendela kamar ib...ibu...tiriku!" Kebo Sulung tertawa lagi penuh ejekan.

Krumpyaangg! Kiai Teger berusaha melompat berdiri sehingga rantai yang membelenggu

kaki dan tangannya menimbulkan suara nyaring. Akan tetapi belum juga ia sempat berdiri tegak,

tampak guru ini mengernyitkan kening penuh rasa sakit, untuk kemudian tubuhnya ambruk

kembali. Hanya sepasang matanya yang berkobar-kobar dibakar kebencian dan kemarahan seakan-

akan hendak menambus tubuh penggawa kadipaten yang masih muda itu.

Di saat itu, Kiai Teger melihat pandang Ki Demang yang mengandung teguran, maka ia

merundukkan wajahnya sambil memperdengarkan kata-kata geram :

"Aneh sekali..... Orang yang mempunyai kamar tidak dapat menemukan benda itu

dikamarnya sendiri, tetapi malahan anak tirinya........".

Plak! Plak! Deesss! Ki Jagabaya telah melompat maju dan melancarkan beberapa kali

pukulan keras kearah muka Kiai Teger. Kiai Teger mengernyitkan keningnya dengan wajah yang

makin merah padam. Ki Jagabaya sendiri cepat-cepat menurunkan tangannya yang baruYusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

10

Kolektor E-Book

dipergunakan untuk memukul itu untuk kemudian mengebas-ngebaskannya karena seluruh

tubuhnya seakan kesemutan.

Akibat kejadian yang ganjil dan menggelikan itu, kiranya hanya orang-orang yang berilmu

saja yang dapat mengetahuinya. Mbah Pucung memperdengarkan suara batuknya yang sangat

nyaring lagi, sedangkan Kiai Kenistan bersama isterinya sudah tidak tampak lagi, entah sejak kapan

mereka meninggalkan pendopo itu. Rupanya seluruh kejadian didalam pendopo kademangan itu

dianggap hanya menyebalkan belaka dan tak ada harganya untuk dilihat maka tanpa dehem dan

bersin mereka telah menyelinap pergi.

"Sudah jelas kesalahan dan dosamu! Mau bilang apalagi, kau guru cabul...?" Ejek Ki

Jagabaya.

"Kembalikan tongkatku! Dia milikku..." Kiai Teger menggeram.

"Sudah sengaja ditinggal dikamar orang masakah hendak dijabel kembali?" Kebo Sulung

berkata penuh ejekan.

"Ki Demang! Aku mohon keadilan...! seru Kiai Teger. "Tentang kedosaanku aku tidak tahu

apa, silahkan Ki Demang menjatuhkan hukuman atas diriku bila hal itu dianggap harus dilakukan!

Tetapi tongkat itu adalah milikku! Penggawa muda itu telah mengambil milikku...!".

Ki Demang menggeleng-gelengkan kepala tanpa sepatah kata.

Sementara itu Kebo Sulung telah mengeluarkan sebuah amplop dari dalam kantong jasnya.

Lalu sambil berpaling bengis kearah Kiai Teger, penggawa kademangan itu memberikan amplop

tersebut kearah Ki Demang.

"Tawanan hendak kuseret kekadipaten! Ki Demang harap menyiapkan beberapa orang

pengawal!"

Ki Demang Ampelgading membuka isi amplop itu dengan tangan gemetar. Orang tua ini

cukup maklum apalah artinya bila seseorang telah dijebloskan kedalam tahanan kadipaten. Rumah

tahanan yang terdapat di Kebondalem adalah neraka dunia paling jahanam, jarang ada orang yang

dapat bertahan hidup beberapa hari ditempat itu.

Dalam hati Ki Demang yang cerdik dan arif itu timbul pula suatu dugaan, bahwa telah terjadi

suatu permainan celaka yang telah diperankan oleh orang tertentu dengan tujuan mencelakakan

guru Blimbingwuluh itu. Akan tetapi dia tak berdaya. Seorang penggawa kadipaten telah

menyerahkan surat titah adipati sendiri. Bagaimana seorang bawahan seperti dirinya dapat

melakukan sesuatu?

Selesai membaca surat dalam amplop utusan kadipaten itu, maka dengan muka berkeringat Ki

Demang menyuruh Ki Jagabaya dan beberapa orang bebahu untuk menyiapkan segala pelengkapan

pengawalan tawanan kadipaten.

Kiai Teger masih juga bersikap gagah, walaupun ketika mendengar isi surat titah kadipaten

itu agak tampak tergetar. Lalu dengan kata-kata yang lantang berwibawa, Kiai ini berkata :

"Ki Demang! Hidup manusia adalah ibarat sampan ditengah samudra raya. Sampan itulah

hidup dan samudera raya itulah kodrat! Tidak banyak sampan yang dapat bertahan terhadap

damparan gelombang samudera, akan tetapi bukanlah samudera semata-mata diciptakan Tuhan

untuk memecahkan sampan belaka..."

Demikianlah Kiai Teger telah memperdengarkan ucapannya yang mengandung perbawa besar

serta makna yang dalam membekas. Dengan sikapnya yang gagah dan angkuh itu sungguh

mengingatkan orang pada nama Ki Ageng Tampar Angin, perwira Mataram yang namanya

dikagumi dan sangat mashur, yang dapat mengimbangi kehebatan pasukan Kapiten Tack dari

Batavia.Yusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

11

Kolektor E-Book

Ki Demang tak berkata barang sepatah katapun. Ia mencoba mencari kalimat pada wajah

Mbah Pucung akan tetapi orang tua kempot itu kini telah tak tampak lagi entah sejak kapan ia

meninggalkan tempat itu.

Dan pada ambang pintu senja hari itu tampaklah sebuah iring-iringan meninggalkan

kademangan Ampelgading. Sebuah kereta kerangkeng besi yang dihela oleh dua ekor kuda, dikawal

oleh beberapa orang berkuda yang sikapnya garang dan ganas. Itulah kereta tawanan ?maling

aguna? dikawal Ki Jagabaya Karangsari, ditemani oleh ketiga bekas benggolan kenamaan yaitu

Gering Blanggur, Rasman Teglong dan Geweng yang kini setelah maling aguna itu dapat

ditemukan mereka lantas dibebaskan.

Kecuali pengawal-pengawal pilihan itu masih tampak pula mengiringi beberapa pemuda yang

membawa senjata lengkap ditangan.

Derap kaki kuda dan keriut-meriut suara roda kereta terdengar membahana, memecah

kesunyian baru yang ditimbulkan sejak telah berhasil dibekuknya maling aguna yang telah merusak

ketentraman penduduk.

oooOooo

TIDAK SULIT untuk menemukan tempat perguruan Blimbingwuluh, karena letaknya yang

ada diujung dusun berada pada sebuah dataran kecil meninggi, pada sebuah bukit kecil yang

bentuknya mirip punuk (kelasa) sapi.

Bada malam hari markas perguruan itu tampak sebagai sebuah gumuk (bukit) hitam yang

angker, yang diterangi dengan lentera-lentera kecil yang terdapat pada tiap-tiap pondok tempat para

murid tinggal menuntut ilmu.

Juga pada tiap sudut pekarangan sepanjang batas pintu perguruan ini dipasang orang sebuah

lampu gantung (sejenis tenglong) yang terbungkus kertas warna hijau hingga pada malam-malam

yang sunyi, pekarangan perguruan itu tampak seakan-akan telah berubah menjadi sebuah padang

hitam yang bertaburkan bintang-bintang warna-warni.

Keangkeran dan kesunyian perguruan itu akan lebih terasa bila terlihat adanya deretan pohon-

pohon beringin jenggot yang rindang yang tertanam disepanjang tepi pekarangan. Sesungguhnya

perguruan Blimbingwuluh lehih mirip dengan sebuah kuburan daripada sebuah dedukuh (dusun)

perguruan.

Berita tentang dibawanya guru mereka kerumah tahanan kademangan Ampelgading diterima

oleh para murid sebagai sebuah berita bencana yang sangat menusuk perasaan. Banyak para murid

yang menangis tersedu-sedu karena duka memikirkan nasib buruk yang menimpa gurunya. Akan

tetapi kebanyakan dari mereka menerima berita itu dengan api kemarahan yang berkobar karena

berita duka itu bukanlah sekedar berita duka akan tetapi lebih tepat disebut sebagai penghinaan dan

penganiayaan, dimana guru mereka di tuduh sebagai seorang maling hina dina yang suka nyolong

kaki kambing dan menodai isteri orang!

Pada saat itu juga Tugeni murid kepala perguruan Blimbingwuluh telah mengirimkan dua

orang adik seperguruannya untuk menyelidiki kebenaran berita itu sekaligus melakukan

penyelidikan darimana asal datangnya fitnah yang sangat keji itu.

Hingga malam ini kedua murid yang dikirim Tugeni belum juga kembali. Tugeni bersama-

sama para murid yang lain telah menjadi sangat gelisah menunggu-nunggu kepulangan kedua

utusan itu. Dan mereka melakukan penantian dengan cara duduk-duduk diluar pondok, dibawah

bayangan pohon-pohon beringin yang menghitam.

Sedang mereka diterkam dalam kelelahan dan kuatir, tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara


Alap Alap Gunung Gajah Karya Yusi Syamsidar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


derap kaki kuda yang sangat riuh, diseling dengan suara cambuk yang meledak-ledak diudara.Yusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

12

Kolektor E-Book

Nyata sekali bahwa suara rombongan berkuda itu sedang mendatangi perguruan

Blimbingwuluh. Para murid perguruan jadi heran dan terkejut, menduga-duga siapa kiranya yang

sedang mendatangi itu.

Akan tetapi, mereka lebih dikejutkan lagi oleh munculnya seseorang yang dengan sangat tiba-

tiba telah berada didepan pintu pekarangan perguruan, berjalan mengipas-ngipas sambil tertawa-

tawa.

Terdengar hati Tugeni. Murid kepala itu cepat-cepat meloncat bangun dan berjalan memapaki

tamu yang sangat mengejutkan itu.

Tamu itu adalah seorang pemuda bertubuh kekar, yang berdandan serba mewah dan sikapnya

sangat angkuh sombong. Demi telah mengenal siapa adanya orang yang sedang menerobos masuk

kedalam pekarangan perguruan itu mama Tugeni membungkukkan badan menyambut, sambil

berkata :

"Ah, kiranya denmas Joko Sulung telah sudi mengunjungi perguruan kami."

"Tidak salah Tugeni." Jawab tamu itu, yang tidak lain memang Joko Sulung atau Kebo

Sulung penggawa kadipaten yang masih muda itu. Sambil mengipas-ipas lehernya dengan kipas

gading penggawa muda ini melanjutkan bicara dengan mulut menyungging senyum penuh ejekan.

"Tentu kalian sudah mendengar berita tentang perbuatan guru kalian, bukan?"

Seketika merahlah wajah murid kepala itu. Untunglah keadaan malam yang serba suram itu,

dapat melindungi perubahan wajahnya sehingga tamu itu tidak melihat perubahan air mukanya.

Bahkan dengan sekuat-kuatnya Tugeni berusaha menekan rasa tersinggung dan mendongkol yang

ditimbulkan oleh sikap tamunya itu. Tugeni insyaf bahwa tamunya adalah seorang yang terhormat,

yang kecuali mempunyai kedudukan yang tinggi juga terkenal sebagai seorang tokoh yang di takuti.

"Aku tidak melihat adi Joko Bledug, dimana dia?" Tanya Joko Sulung pula.

Mendengar pertanyaan yang sangat tiba-tiba itu, seketika Tugeni terkejut. Joko Bledug adalah

putera angkat Kiai Teger yang diberi kepercayaan oleh ayah angkatnya itu untuk menjaga kamar

pusaka, yaitu tempat penyimpanan pusaka perguruan!

Sejak hari kemarin Joko Bledug belum pulang dari menggembala. Hal itu tidak menimbulkan

kecurigaan pada diri para murid Blimbingwuluh sebab memang Joko Bledug sering tidak pulang

kerumah, perlu untuk berlatih diri dan memperdalam ilmu. Dan hal ini dianggap oleh para murid

Blimbingwuluh sebagai suatu kebetulan sebab mereka kuatir bila Joko Bledug mendengar berita

tentang musibah yang menimpa ayahnya mungkin akan menyebabkan bocah itu mengamuk kalap

ke kademangan.

Para murid tahu betapa kasih dan sayangnya guru mereka terhadap putra angkatnya itu dan

betapa patuh dan bhaktinya bocah itu terhadap ayah angkatnya. Siapa berani tanggung bahwa bocah

itu tidak akan nekad menyerbu ke kademangan Ampelgading.

Sedang berita tentang ditangkapnya guru mereka saat ini barulah pada soal tuduhan belaka.

Sebentar lagi guru mereka tentu akan dibebaskan sebab orang yang jujur tak bersalah tak mungkin

dihukum, begitulah pendapat para murid itu. Andai kata secara tiba-tiba Joko Bledug membuat onar

di kademangan bukankah itu hanya akan menambah ruwetnya persoalan belaka? Apalagi hingga

saat ini kedua murid utusan yang dikirim ke kademangan belum kembali sehingga belum dapat

diambil tegas sikap yang bagaimana yang harus mereka lakukan.

Dengan pertimbangan yang demikianlah maka Tugeni dan para murid lain sengaja tidak

mencari Joko Bledug dan menyampaikan berita malapetaka yang menghinakan itu.

Dan sungguh tak terlukis betapa kagetnya Tugeni serta teman-temannya bila melihat Kebo

Sulung tertawa terbahak-bahak seraya dari dalam balik bajunya tamu itu mengeluarkan sebuah

benda yang langsung diperlihatkan kepada mereka.

"Lihatlah benda apakah ini?".Yusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

13

Kolektor E-Book

Benda itu adalah sebatang rotan berwarna coklat kehitaman yang berukuran pendek kira-kira

satu setengah jengkal dimana pada sebelah ujungnya terdapat lima buah bandul kecil yang terbuat

dari baja putih berkilat yang serupa dengan kliningan. Tentu saja benda itu sangat dikenal oleh para

murid Blimbingwuluh sebab tidak lain dan tidak bukan adalah pusaka perguruan itu sendiri.

"Bagaimana.. benda pusaka itu... bisa berada ditanganmu?" Bentak Tugeni seraya melangkah

maju dengan wajah berubah-ubah sebentar pucat sebentar merah. "Kiai pancaloka... Kiai

pancaloka...". Tugeni setengah meratap. "Adi Suro! Suro!" Serunya kemudian, memanggil-

manggiI. "Cobalah kau lihat barangkali adi Joko Bledug ada dikamarnya?".

Yang dipanggil sebagai Suro itu buru-buru berlari kearah sebuah pondok yang paling besar

yang berada pada sebelah selatan pekarangan pondok itu adalah sebuah bangunan menyendiri,

tempat Kiai Teger tinggal dan juga tempat kamar pusaka berada.

Tetapi Kebo Sulung telah berseru mencegah : "Tak perlu! Tak perlu! Joko Bledug takkan ada

dikamar jimat! Sebab dia yarg telah menjual benda ini kepadaku. Dia pergi sejak kemarin hahaha..."

"Suro cepat!" Tugeni mengulangi perintahnya, ketika terlihat olehnya Suro ragu-ragu waktu

mendengar ucapan tamu itu. Dan Suro cepat-cepat berlalu melanjutkan larinya.

Kemarahan telah membakar Tugeni hingga merah keleher-lehernya. Lalu sambil melangkah

maju setindak, murid kepala itu berkata tegas.

"Apakah kedatangan denmas Joko Sulung ini cuma sekedar bermaksud hendak menghina

kami, perguruan Blimbingwuluh? Adi Joko Bledug adalah putera guruku, dan sahabat kami, tidak

mungkin berbuat sehina itu!"

Joko Sulung atau Kebo Sulung hanya mengangkat pundak sambil tersenyum mengejek.

"Terserah. Cobalah kau tanyakan kepada Suro, ada tidakkah Joko Bledug dikamar jimat? Heheh...."

Pada saat itu Suro telah keluar dari pondok tempat kamar jimat, dan sedang berjalan cepat

menghampiri. Melihat wajah Suro yang pucat pias, maka dapatlah diterka apa yang telah terjadi.

"Mana dia. Suro?" Tegur Tugeni dengan suara tergetar.

"Tidak ada kang...?" Suro hampir menangis.

"Haaaa... haaaa..." Kebo Sulung tertawa dengan nada sengaja dibikin menjengek, hingga

terdengar sangat menusuk telinga. "Masakah kau tidak mempercayai mulutku penggawa kadipaten.

Tugeni!"

Memang Joko Bledug mempunyai kebiasaan pula yang lain, yaitu menyembunyikan diri

dikamar jimat selama berhari-hari. Tadi Tugeni menyuruh Suro untuk melihat kekamar jimat

sebelumnya juga sudah tahu bahwa sejak kemarin Joko Bledug belum pulang. Perintahnya itu,

sesungguhnya hanyalah sekedar harapan tipis belaka yang ternyata itupun hanya sia-sia saja.

Menghadapi kenyataan yang demikian bukan main sakitnya hati Tugeni terpukul oleh

kejadian mengejutkan dan menyakitkan itu. Sehingga dalam luapan kemarahannya itu, murid

kepala ini lantas memperdengarkan suara gemeluk giginya yang beradu kemudian melompat garang

kehadapan tamunya seraya bentaknya.

"Manusia sombong! Kembalikan pusaka perguruan kami!"

"Aku beli mana boleh dijabel begitu saja?" Jengek Kebo Sulung.

"Bohong! Mustahil!" Tugeni bertambah gusar dan penasaran. "Mustahil adi Joko Bledug

menjual pusaka itu! Tentu kau telah mencurinya dari kamar pusaka!"

"Tutup mulutmu bocah kotor!" Kebo Sulung balas membentak. "Kau ini mahluk macam apa

berani bersikap kasar terhadapku? Kalau kau mau bilang ada maling, gurumu itulah maling kotor

maling hina dina, maling cabul!"Yusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

14

Kolektor E-Book

Ubun-ubun Tugeni sampai tergetar karena menahan hawa amarah yang meluap dari dadanya.

Tangannya gemetar kumitir ingin menghantan. Akan tetapi ia insyaf dengan siapa ia berhadapan.

Melawan seorang penggawa kadipaten tidak hanya mengakibatkan dirinya dijebloskan kedalam

kamar siksa tetapi bahkan mungkin seluruh perguruan Blimbingwuluh akan di hancurkannya.

Dalam keadaan menekan luapan amarah itulah maka Tugeni berkata tergagap-gagap :

"Tidak perduli beli atau mencuri! Yang jelas pusaka perguruan kami adalah hak kami!

So...sosoal... adi Joko Bledug...menmenjual kepadamu itu.. adalah urusan nanti apabila guru

sudah...pulang..."

"Gurumu pulang?" Kebo Sulung tertawa. "Mungkin gurumu sudah pulang ke rachmatullah!"

"Tutup mulutmu!" Tugeni sudah tak dapat mengendalikan hawa amarah. Orang yang paling

dihormati olehnya adalah gurunya. Kini orang yang paling dikagumi itu dihina orang didepan

matanya! Bagaimana ia dapat menahan sabarnya?. "Ayo cepat kembalikan pusaka kami!"

"Kau berani melawan aku Kebo Sulung? Hei... Tugeni! Aku Kebo Sulung yang pernah

membunuh Kaki Gagak Rawe bebenggolannya para bajingan, kau berani melawanku? Berapa

jumlah kalian semua?".

"Tidak perduli!"

"Bagus! Kau lawan dulu anak buahku!" Seru Kebo Sulung seraya melambaikan tangannya

kebelakang. Seketika dari balik bayangan pohon beringin berlompatan keluar beberapa penunggang

kuda yang sikapnya garang dan buas.

Jumlah penunggang kuda itu tidak kurang dari lima belas orang. Dengan senjata terhunus

ditangan mereka menyerbu kearah pintu gerbang dan mendobraknya dengan kasar.

"Kau sanggup menghadapi anak murid Gunung Kelir?" Ejek Kebo Sulung seraya melangkah

kesamping memberi jalan kepada para penunggang kuda itu.

"Tunggu!" Teriak Tugeni dengan gusar penasaran.

"Kami tiada sangkut paut apapun dengan perguruan Gunung Kelir! Apakah kalian hendak

lancang tangan mencampuri urusan kami?".

Gunung Kelir adalah sebuah gunung kecil atau tepatnya disebut sebagai gunung anakan yang

ada didaerah Boja, sebelah barat Semarang. Di daerah itu memang telah sejak lama berdiri satu

perguruan yang didirikan oleh seorang bekas benggolan bandit yang bernama Toh Kecubung.

Tetapi perguruan ini selamanya menutup diri dari pergaulan ramai, sehingga namanya jarang

dikenal orang.

Seruan Tugeni yang lantang berkumandang itu sejenak membuat para murid Gunung Kelir.

Namun sejenak kemudian mereka telah memperdengarkan suara tertawanya yang sombong dan

serentak mereka berlompatan turun dari kudanya untuk mengurung Tugeni.

Demikian pula para anak murid Blimbingwuluh juga telah bersiap sedia. Mereka tinggal

menunggu komando Tugeni belaka. Rupanya aturan perguruan yang keras telah membuat mereka

sangat patuh maka walaupun hati mereka telah muak melihat tingkah laku para pendatang yang

menyebalkan itu mereka tetap diam ditempatnya.

"Kami tiada permusuhan dengan perguruan Blimbingwuluh! Akan tetapi kami menghendaki

ikat kepala ?gluduk pitu? (tujuh geledek) milik gurumu! Kalau kami menghendaki siapa akan

menghalangi?" Seorang diantara para murid perguruan Gunung Kelir itu yang agaknya adalah

kepala rombongan, menjawab dengan nada yang sangat angkuh.

"Bagus! Kalian juga tidak lain para pegundal rampok juga! Kami para murid Blimbingwuluh

juga tahu siapa adanya. Toh Kecubung guru kalian itu" Tugeni bertambah geram. Dalam hati ia

menduga, bahwa maksud perampokan sekalian pendatang ini, kiranya sudah mereka perhitungkan

sebelumnya. Mereka datang mengacau justeru pada waktu guru dan Joko Bledug tidak dirumah.Yusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

15

Kolektor E-Book

"Anak kecil besar mulut. Kalau kalian cepat menyerahkan benda yang kukehendaki itu


Alap Alap Gunung Gajah Karya Yusi Syamsidar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


sekarang, biarlah kami berlalu sekarang.. hahaha..." Kepala rombongan murid Gunung Kelir itu

menyambung bicaranya.

"Manusia-manusia rendah sombong! Selagi guru dan adi Joko Bledug tidak dirumah kalian

datang menyerbu kemari. Tapi jangan harap kami akan membiarkan kalian mengacau disini?"

"Banyak mulut... Serbuuuu!" Berbareng dengan seruannya itu maka Kebo Sulung telah

menerjang kedepan melancarkan tendangan kearah Tugeni, yang segera diikuti oleh serbuan anak

murid Gunung Kelit terhadap para murid Blimbingwuluh.

Tugeni melihat walaupun sekalian murid Gunung Kelir itu tampangnya ganas dan

menyeramkan namun ia tahu bahwa para adik seperguruannya akan mampu melawan. Terpikir

demikian maka agak tenang juga hati murid kepala ini. la cukup tinggal menghadapi seorang Kebo

Sulung saja. Walaupun lawan terkenal sangat tangguh dan berilmu tinggi. Tugeni masih boleh

berharap akan dapat menahan serangan mereka.

Segera terdengar bentrokan senjata. Terjangan para anak murid Gunung Kelir disambut oleh

parlawanan murid-murid Blimbingwuluh dengan gigih, terutama sekali adalah Suro yang

merupakan orang kedua sesudah Tugeni, gerak-geriknya sangat tangkas, langkah dan serangannya

mantap.

Tugeni yang melihat serangan pertama dari Kebo Sulung tidak bertindak ceroboh. la tahu

bahwa tendangan itu hanyalah sekedar pancingan maka ia hanya sedikit menggeser letak kuda-

kudanya, bersamaan dengan itu serangan Kebo Sulung yang sesungguhnya telah meluncur datang

yaitu sebuah hantaman kilat menyambar kearah kempungan.

Ilmu silat "Suci Hati dari perguruan Blimbingwuluh pada dasarnya mengutamakan kecepatan

gerak, dimana kelambatan sedikit pada pihak lawan selalu akan dimanfaatkan dengan sebaik-

baiknya. Hal inilah yang Kebo Sulung tidak mengetahuinya.

Pada detik Kebo Sulung melancarkan pukulan justru Tugeni telah mendahului merapatkan

tubuh kedepan dan secara beruntun melancarkan dua kali pukulan kilat kearah pusar lawan.

Walaupun Kebo Sulung bisa terbang sekalipun ibaratnya tak mungkin ia dapat merghindarkan

serangan balasan Tugeni. Kebo Sulung masih sempat membuang diri sambil menjerit kaget tetapi

tak urung pinggul kirinya terserempet pukulan dan penggawa kadipaten itu terpelanting jatuh.

Dalam segebrakan Kebo Sulung hampir dapat dibikin kecundang. Hal itu sesungguhnya

disebabkan karena ia terlalu memandang rendah pada lawan. Dan kini penggawa muda itu telah

melompat berdiri dengan cepat, matanya beringas, bengis memandang kearah lawan.

"Bagus! Kutubusuk kecil sepertimu berani melawan aku Raden Mas Kebo Sulung! Jangan

harap aku akan mengampunimu... Awas!"

Dan Kebo Sulung menerkam lagi dengan ganasnya. Perang tanding kedua pemuda segera

berlangsung sangat sengit. Kalau Kebo Sulung yang berperawakan tegap kekar itu berlompatan

garang seperti harimau maka Tugeni yang berperawakan tinggi kurus itu berlompatan kian kemari

atau berloncatan lincah seakan burung camar yang menyambar buih laut.

Di lain pihak pertarungan antara lima belas murid Gunung Kelir melawan anak murid

Blimbingwuluh telah menjatuhkan korban. Kepala rombongan murid Gunung Kelir yang orangnya

tinggi besar keliwat ukuran, dikerubuti oleh tiga anak murid Blimbingwuluh tetapi tampaknya

dedengkot Gunung KeIir itu terlalu tangguh untuk murid Blimbingwuluh yang masih kurang

pengalaman itu. Kemana saja orang tinggi besar itu mengayunkan senjata penggadanya yang sangat

besar selalu disusul oleh suara pekik dan jerit kesakitan dari anak murid Blimbingwuluh.

Melihat hal yang demikian, maka Suro jadi gelisah. Sementara ini walaupun dirinya dikerubut

dua orang masih dapat memberikan perlawanan dengan baik.

Dengan mengempos semangatnya maka Suro cepat-cepat melolos senjatanya yang berupa

sebuah ikat pinggang yang disebut "sabuk nogorojo". Ikat pinggang ini terbuat dari kulit badakYusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

16

Kolektor E-Book

yang sangat ulat sekali dengan timang yang terbuat dari baja putih berkilau yang berbentuk gigi

runcing dan tajam. Begitu digerakkan seketika terdengar bunyi gemerincing seperti naga runting

menyebrangi bengawan. Sinar kemilau berkilatan. Seketika kedua lawannya memperdengarkan jeri

ngeri tahu-tahu tubuhnya terjengkang roboh dengan muka masing-masing hancur tak berbentuk

alias dedel duwel!

Murid Ki Ageng Tampar Angin atau Kiai Teger dari Blimbingwuluh ini ada tiga orang yang

boleh digolongkan sebagai murid pilihan. Pertama adalah anak angkat guru itu sendiri Joko Bledug.

Kedua Tugeni si murid kepala dan ketiga adalah Suro pemilik sabuk nogorojo itu.

Dalam menurunkan ilmu-ilmunya Kiai Teger tidak pilih kasih, akan tetapi masing-masing

murid diberi pelajaran yang berbeda-beda yang agaknya disesuaikan dengan bakat masing-masing.

Sebagai Joko Bledug yang berperawakan kurus gagah dan bersifat lemah lembut, Kiai Teger

lebih mengutamakan pelajaran ilmu bathin yang didahulukan untuk anak itu. Walaupun tidak

berarti bahwa Joko Bledug tidak diajari ilmu silat tetapi sesungguhnya bocah belasan tahun usia itu

memiliki bakat alam bathiniah yang sangat kuat, kecerdasan yang luar biasa. Sehingga dalam hal

pengisian kekayaan bathin yang berujud ilmu kesaktian Joko Bledug seakan-akan mampu

mengejar-ngejar kemampuan gurunya atau ayah angkatnya tersebut.

Tugeni, lain pula halnya. Pemuda dua puluh tiga tahun usia ini berperawakan tinggi kurus,

tampaknya seperti orang penyakitan. Tapi berkat pendidikan yang keras dan disiplin para murid

Blimbingwuluh itu semuanya boleh dikata memiliki keberanian yang luar biasa. Tetapi, lebih luar

biasa lagi adalah Tugeni.

Tugeni ini tergolong seorang pemuda yang agak berangasan. Keberaniannya sudah diukur.

Apalagi kalau dilihat dari pancaran matanya yang cemerlang dan tajam seakan sembilu menyayat,

pemuda ini seolah-olah seperti pemuda yang bengis. Tetapi sebenarnya tidak. Para murid

Blimbingwuluh selalu dijejali ajaran belas asih sesamanya. Saling hormat dan menghargai.

Dan agaknya Kiai Teger yang berpandangan luas itu melihat bakat si pemuda yang seakan

ingin bergerak tidak mau diam itu. ltulah sebabnya maka Tugeni lebih menonjol dalam ilmu gerak

kilat. Ilmu meringankan badan murid ini telah cukup tinggi. Dan dibanding dengan Kebo Sulung,

walaupun lawannya itu memiliki kesaktian yang sudah termashur tetapi dalam hal kegesitan dan

kelincahan, Tugeni boleh tidak usah cemas.

Lain kali dengan Suro si murid yang menduduki urutan nomor tiga. Karena pemuda duapuluh

tahun ini berperawakan pendek tegap dan berotot-otot, maka kepadanya telah diturunkan ilmu

kuda-kuda yang sempurna apabila pemuda ini telah siap berdiri, agaknya seekor kuda belum tentu

sanggup menggoyahkan tubuh pemuda ini.

Karena bentuk tubuhnya yang pendek itu, maka Kiai Teger telah melengkapi kelemahan

muridnya ini dengan memberikan sebuah senjata yang panjang yaitu sabuk nogorojo tersebut.

Begitu pula Tugeni telah pula dihadiahi sebuah senjata andalannya yaitu sepasang tongkat

pendek yang disebut ?Sepasang paku redi?.

Hanya kepada Joko Bledug, tidak diberikan sanjata karena bocah itu adalah murid yang

termuda yang usianya masih dibawah lima belas tahun. Lagi pula selama ini Joko Bledug lebih

diutamakan melatih diri dengan ilmu pukulan tangan kosong!

Begitulah, ketika mendengar pekik kematian kedua kawannya maka kepala murid Gunung

Kelir itu menjadi sangat gusar. Serta merta diputarnya penggada bajanya keras-keras, sambil

membentak-bentak. Dan ketika pengeroyoknya mundur terdesa murid tinggi besar itu telah

menerjang kearah Suro.

Bukankah kau Suro anak pengemis dari Kesesi itu? Bentaknya dengan suara menggereng.

"Ya, aku Suro anak pengemis dari Kesesi! Setelih mendengar namaku kenapa tidak kau lari.

Toh Badur? maling pitik Gunung Kelir!"Yusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

17

Kolektor E-Book

Kedaannya sama-sama saling mengejek tetapi belum mulai bertarung agaknya sedang saling

menduga kekuatan lawan.

Memang Suro mempunyai riwayat yang menyedihkan, sejak kecil ia adalah seorang piatu

yang terlantar sebagai gelandangan dipasar Kesesi. Dan karena melihat keadaan yang menyedihkan

serta bakat baik yang ada pada Suro, maka Kiai Teger mengambilnya sebagai murid.

Kiranya tidak seorangpun dari ketiga murid pilihan Blimbingwuluh yang bukan berasal dari

anak terlantar, yatim pintu. Tugeni ditemukan oleh Kiai Teger sebagai seorang bocah kudis-kudisan

yang kerjanya menuntun pengemis buta. Sedangkan Joko Bledug adalah tadinya, ditemukan oleh

Kiai Teger sejak masih bayi, bayi yang tergeletak dipinggir kali, sedangkan orang tuanya kedapatan

membunuh diri, terbenam di kali tersebut.

Mengenai murid Gunung Kelir yang tubuhnya tinggi besar, kasar dan bercambang bauk itu,

bernama Toh Badur. Ia merupakan murid kepercayaan Toh Kebung. Semula Toh Badur ini adalah

seorang begal tunggal yang bergerak disekitar gunung Ungaran. Sejak ia dikalahkan oleh Toh

Kecubung maka ia lantas mengangkat guru, dan menakluk tinggal di Gunung Kelir sebagai murid

dan orang kepercayaan Toh Kecubung.

Dalam hal berkelahi, ternyata Toh Badur lebih banyak pengalaman dibanding dengan Suro

sejak kecil sangat dilarang oleh gurunya untuk main kekerasan. Maka berhadapan dengan bekas

begal yang tubuhnya hampir dua kali lipat lebih besar itu, Suro agak jatuh dibawah angin.

Penggada baja ditangan Toh Badur yang besarnya melebihi paha itu menderu-deru diudara

berkali-kali mengancam maut atas diri lawannya. Beruntung sekali Suro memiliki senjata yang

panjang dan hebat maka walaupun Toh Badur sudah berusaha sekuatnya untuk memberikan tekanan

berat akan tetapi tak mungkin begitu mudah untuk mengalahkannya.

Di lain pihak lagi beberapa anak murid Gunung Kelir yang lain melakukan pengejaran dan

penganiayaan terutama terhadap para murid baru atau gadis-gadis yang belajar mengaji. Kegaduhan

segera menghebat jerit dan pekik anak-anak serta gadis-gadis yang mendapat perlakuan kurang ajar

berbaur dengan suara tawa lawan membahana.

"Adik-adik sekalian! Cepat kalian menyelamatkan diri." Tugeni berseru memperingatkan.

Pintu pekarangan perguruan bagian belakang dibuka maka berhamburanlah anak-anak, gadis-gadis

cilik dan perawan-perawan mencari jalan untuk melarikan diri.

Akan tetapi murid-murid Gunung Kelir yang kebanyakan adalah pemuda bekas begal bekas

penyamun yang jarang melihat gadis-gadis, segera melakukan pengejaran. Terutama gadis-gadis

remajanya yang cantik-cantik manislah menjadi sasaran mereka. Dengan cara yang sangat kasar,

maka gadis-gadis pengajian mengalami penganiayaan dan pemerkosaan.

Suara jerit kesakitan, anak-anak yang terbunuh, dianiaya, dan pekik-pekik ngeri gadis-gadis

yang direjang, seperti kambing dihadapkan kepembantaian, membuat para murid persilatan ?Suci

Hati? jadi kalut dan gelisah.

Terutama sekali bagi Tugeni yang bertanggung jawab atas keselamatan perguruan dan

keselamatan anak-anak pengajian. Karena kegelisahan inilah permainan silatnya jadi tak teratur dan

Kebo Sulung yang pada dasarnya lebih unggul dari Tugeni segera dapat mendesak dengan hebat.

Tugeni telah berusaha mempermainkan senjatanya sepasang tongkat pendek yang disebut

sebagai "sepasang paku redi" dengan cepat untuk mencari kesempatan meloloskan diri dari lawan,

untuk memberikan pertolongan kepada para murid pengajian, ternyata tidak berhasil.

Bahkan kini Kebo Sulung yang agaknya dapat menduga maksud lawan, telah mempercepat

serangannya sambil berseru mengejek :

"Hendak minggat kemana kau?"

"Jahanam! Kau telah melepas serigala-serigala kedalam kandang perguruanku. Kubikin habis

kalian!"Yusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

18

Kolektor E-Book

"Terbalik Tugeni! Aku yang akan membikin habis riwayatmu!"


Alap Alap Gunung Gajah Karya Yusi Syamsidar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Sambil berkata demikian tahu-tahu tangannya telah menarik keluar pusaka "Tongkat

pancaloka" milik Kiai Teger dari dalam bajunya langsung disabetkan kearah kepala lawan.

Tugeni terperanjat. Seketika terdengar suara kelining-kelining sangat nyaring yang berasal

dari keliningan pada ujung tongkat pusaka tersebut. Dan bersamaan dengan itu berdesir-desir hawa

dingin yang sangat menusuk, menyambar kearah murid kepala Blimbingwuluh ini.

Menghadapi tongkat pusaka perguruan sendiri, walaupun bagaimana tabahnya Tugeni,

seketika hatinya seakan dirontoki dan tulang belutang bagai dilolosi. Ketika ia mengangkat

sepasang tongkat pendeknya untuk menangkis, gerakannya kurang cepat.

Trak! Tringtring!!

Sepasang tongkat paku redi milik Tugeni terlambat menjepit tongkat lawan bahkan kena

dibentur oleh sebuah bola keliningan pada ujung tongkat pancaloka itu. Tubuh Tugeni tergetar

hebat hawa sangat dingin tiba-tiba telah menusuk kejantung dan pemuda inipun terhuyung.

Belum sempat Tugeni berdiri tegak, kiranya dua kali tendangan Kebo Sulung telah beruntuk

mengenai dada dan rusuknya sehingga murid kepala Blimbingwuluh itu terpelantirg mengaduh.

Dari mulutnya tertumpah darah segar.

Sekali lagi Kebo Sulung yang ingin segera memperoleh kemenangan menggerakkan tongkat

pancaloka. Ser-ser-ser! Krincing!

Hanya dengan ketabahan luar biasa yang menyebabkan Tugeni masih sadar. Melihat serangan

yang terakhir itu ia berusaha melindungi mukanya dengan sepasang tongkatnya yang masih

tergenggam. Terdengar suara gemelotok, kiranya tongkat ditangan Tugeni hancur bersama tangan

pamuda itu sekalian hancur ketulang dagingnya!

"Toh Badur! Basmi habis! Bakar!" Teriak Kebo Sulung seraya mengangkat dadanya dengan

angkuh menyombong.

Dengan robohnya Tugeni sesungguhnya membuat semangat lawan seakan jadi berlipat ganda

sebaliknya bagi murid Blimbingwuluh, mereka seperti putus asa.

Suro yang melihat kakak seperguruannya telah roboh tak berkutik menjadi kalap. Dan sambil

berteriak-teriak seperti orang gendeng, ia memutar pusaka sabuk nogorojo sekuatnya mengamuk

dengan hebat.

Penggada baja Toh Badur yang sedang datang menyambar disambutnya dengan sabetan sabuk

itu. Seketika itu juga gada kena dilibat, tak bisa digerakkan lagi, sementara itu timang sabuk yang

runcing tajam sebagai kuku naga itu telah bergerak seperti hidup, mematok kearah muka Toh

Badur.

"Kakang Geni. Jangan kuatir kubela kematianmu!" Teriak Suro dengan suara meratap.

Crass! Rupanya entah dengan tenaga setan macam apa, timang sabuk itu begitu cepat

gerakannya tak sempat dihindari oleh lawan. Muka Toh Badur retak ditancap timang sabuk dan

bekas begal itu memekik serak seperti babi disembelih, tubuhnya ngejeblak kebelakang.

Tapi dalam sisa hidupnya itu Toh Badur belum mau melepaskan penggadanya. Dan Suro tak

dapat melepaskan senjatanya dari melibat penggada itu.

Tahu-tahu, ser! Ser! Krincing! Lima buah kelenengan tongkat pancaloka tahu-tahu telah

menyambar diatas kepala, Suro terpekik kaget sambil mengangkat sebelah tangan untuk melindungi

kepala. Tapi apalah artinya gerakan Suro yang demikian terhadap serangan pusaka perguruan yang

gaib dan penuh perbawa itu. Terdengar bunyi nyaring, tahu-tahu kepala murid yang perkasa itu

mengucurkan darah, rengat dibeberapa tempat. Suro telah tewas dengan tubuh masih berdiri,

sebelah tangan memegangi sabuk nogorojo yang ujungnya masih menancap dimuka Toh Badur, dan

sebelah tangan lagi terangkat dibelakarg kepala.Yusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

19

Kolektor E-Book

Kedua murid pilihan itu telah dapat dikalahkan maka selanjutnya terjadilah pembantaian dan

penjagalan manusia yang sangat kejam. Beberapa murid Blimbingwuluh yang masih melakukan

perlawanan berusaha melawan sekuatnya. Akan tetapi apalah artinya mereka yang lebih terbiasa

mengaji dari pada mempelajari ilmu silat? Dalam tempo yang tidak lama seluruh murid

Blimbingwuluh yang gagah perkasa itu menerima kematian satu demi satu. Hingga semuanya tewas

dalam membela kehormatan perguruannya. Tidak satupun diantara mereka yang dibiarkan hidup

oleh lawannya.

"Hai para anak murid Gunung Kelir! Lihat kamar pusaka?" Kebo Sulung berseru

mengingatkan.

Yang sangat mengenaskan adalah nasib para gadis-gadis itu. Mereka berteriak ngeri

ketakutan, takut menghadapi kebiadaban dari para penyerbu yang sikapnya sangat buas seperti

harimau menghadapi kelinci lemah. Makin nyaring gadis-gadis itu memekik, makin gemetaran

gadis-gadis itu ketakutan maka makin menyenangkan agaknya. Dan murid-murid biadab dari

Gunung Kelir itu tertawa sambil menerkam-menerkam sambil tertawa.

Sudah tak ada yang mampu berusaha melindungi nasib gadis-gadis itu. Mereka jadi tontonan

dan bahan tertawaan ditelanjangi dan dikejar-kejar.

Perguruan Blimbingwuluh yang beberapa hari yang lalu masih merupakan tempat yang

tenteram dan damai bagi para remaja menuntut ilmu, kini telah berubah menjadi neraka berdarah,

dimana disana-sini terdapat bangkai malang melintang, darah membanjir menyiarkan bau amis,

berbaur dengan suara erangan-erangan mengerikan dari mereka yang sedang berada diambang

maut.

Kebo Sulung sedang berdiri berkacak pinggang di tengah-tengah halaman perguruan,

memandangi hasil pembasmian terhadap perguruan Blimbingwuluh dengan sikap sombong.

Beberapa orang anak murid Gunung Kelir sedang mengobrak-abrik pondok-pondok, untuk

menemukan tempat penyimpanan pusaka perguruan sebagian lagi menyalakan api dan mulai

menyulut pondok itu satu demi satu.

Api berkobar dan asap hitam mengepul keudara. Ketika tiga orang murid Gunung Kelir

sedang memasuki pondok yang paling besar yaitu dimana kamar pusaka berada tiba-tiba terdengar

suara nyaring seperti orang mengebutkan kain. Bat! Bat! Bat! Menyusul terdengar lolongan orang

yang direnggut maut bersahut-sahutan. Dan tak lama antaranya dari dalam pondok besar itu tampak

melayang tiga sosok tubuh. Ketiga, tubuh itu telah jatuh berdebug ketanah, kiranya adalah ketiga

murid Gunung Kelir yang sedang mencari iket pusaka "geledek pitu" itu, yang kesemuanya telah

terbinasa dengan kepala remuk.

Murid-murid Gunung Kelir yang masih hidup jumlahnya tinggal sebelas orang, termasuk

yang terluka parah. Melihat kejadian itu, seketika mereka melengak kaget dan untuk sesaat mereka

terbelalak diam.

Kebo Sulung sendiri juga bukan tidak terkejut. Ketika murid Gunung Kelir itu, walaupun

mereka belum tergolong murid-murid kelas satu akan tetapi tidak begitu mudah untuk dibunuh,

hanya dengan tiga kali suara kain yang dikebutkan. Kalau tidak dilakukan oleh orang yang

berkepandaian tinggi mustahil mereka dapat dibinasakan sakaligus. Dan memikir hal yang

demikian, Kebo Sulung jadi meragu.

"Sifat orang gagah tidak suka main gelap-gelapan! Ini aku Kebo Sulung banteng kadipaten!"

Seru Kebo Sulung memancing. Sesungguhnya ia sendiri ragu-ragu untuk menerjang masuk kedalam

pondok besar itu.

Suasana hening belaka. Tidak terdengar jawaban.

Kebo Sulung jadi penasaran. Serunya :

"Hai! Apakah kau Joko Bledug! Pengecut... Keluar kau, mengadu kepandaian ilmu dengan

aku Kebo Sulung!" Sengaja penggawa muda kadipaten ini menyebut-nyebut nama dirinya agar

orang yang bersembunyi dipondok besar itu setidak-tidaknya dapat keder. Nama Kebo SulungYusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

20

Kolektor E-Book

cukup tenar, kecuali sebagai seorang kepercayaan adipati Pemalang juga orang tentu belum lupa

akan keperkasaan pemuda ini membinasakan Kaki Gagak Rawe, raja begal dari Bengkelung itu.

Akan tetapi untuk yang kedua kalinya inipun tidak terdengar jawaban.

"Hai bocah Gunung Kelir. Apakah kalian sudah jadi pengecut? Serbu!" Seru Kebo Sulung

pula memerintah.

Empat orang murid Gunung Kelir segera menyerbu kedalam pondok besar. Walaupun

sebenarnya mereka takut akan tetapi dibawah perintah Kebo Sulung mana berani mereka menolak.

Secepat empat orang murid itu menyerbu kepintu pondok, secepat itu pula terdengar suara

kain dikebutkan yang sangat nyaring berbareng dengan pekikan menyayat keempat murid itu secara

serempak dan sesaat kemudian empat batang bangkai manusia melayang keluar dari dalam pintu

pondok seperti kapal terbang. Langsung keempatnya jatuh ketanah susul menyusul dan tersusun

seperti tumpukan pindang.

"Keparat!" Bentak Kebo Sulung. "Siapa pamer ilmu didepan Kebo Sulung!" Dada pemuda ini

seakan hendak meledak karena marah dan penasaran. Tetapi tetap ia tidak bermaksud untuk

menyerbu orang yang bersembunyi itu. Terdengar ia mengomando lagi : "Serbuuu!"

Satu orang pun tak ada yang berani bergerak. Walaupun hakekatnya para murid Gunung Kelir

itu sangat takut akan kekejaman Kebo Sulung, akan tetapi bagaimana ia mau menyerahkan nyawa

kedalam pintu pondok begitu saja? Sedang mereka melihat, kawan-kawan mereka begitu melongok

pintu begitu langsung nggembor kepati! (teriak mati).

"Serbuuu!'' Teriak Kebo Sulung dengan suara mirip gludug menakutkan.

"Cukup!" Sekonyong-konyong terdengar sahutan yang merdu dari arah dalam pondok besar

itu. Dan ketika sekalian yang ada disitu memandang seketika mereka melihat sesosok tubuh yang

tinggi semampai berdiri angkuh diambang pintu.

Kiranya dia adalah seorang wanita baya usianya takkan lebih dari empat puluh tahunan.

Perawakannya tinggi lencir, langsing menarik. Mengenakan kain dan baju serba berkembang hijau.

Juga mengenakan selendang berwarna hijau berkilau.

Rambut dikepalanya digelung rapi lengkap dengan sebuah tusuk konde emas dan beberapa

putik-putik bunga yang terbuat dari emas pula. Pesolek benar tampaknya ia, seperti seorang wanita

yang genit. Akan tetapi bila orang memandang wajah wanita itu akan tergetar hatinya melihat

bentuk muka yang lonjong dan putih itu, melukiskan watak yang keras, nyata pada tarikan bawah

dagunya yang dalam dan pancaran matanya yang sangat tajam, angkuh dan berwibawa.

Walaupun wanita itu selalu mengulum senyum di bibir, akan tetapi sekalikan yang melihatnya

merasa seakan sedang berhadapan dengan hakim wanita. Kebo Sulung sendiri baru beberapa saat

kemudian mampu berbicara : "Kiranya Nyai Kenistan..."

Memang benar wanita baya yang masih cantik dan sikapnya sangat angkuh itu adalah Nyai

Kenistan isteri Kiai Kenistan. Kedua pendekar baya itu disebut orang sebagai suami isteri Kenistan.

Dimana seorang diantara mereka muncul pasti yang seorang lagi berada ditempat yang tidak

jauh dan situ.

Maka Kebo Sulung celingukan mencari dimana adanya suami wanita itu.

"Setelah melihat aku mengapa tidak cepat mengingat?!" Sahut Nyai Kenistan dengan

suaranya yang merdu seperti perawan remaja, tetapi penuh dengan nada ancaman.

"Sejak kapan Kiai dan Nyai Kenistan memberontak terhadap kadipaten?" Kebo Sulung

sengaja mempergunakan nama kadipaten dengan maksud menggertak orang tentunya.

"Huh! Segala munyuk-munyuk tanpa guna begini kau sebut orang kadipaten! Hai Kebo cilik!

Apakah tindakanmu ini atas perintah Adipati?"Yusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

21

Kolektor E-Book

Bagaimanapun mashurnya nama Kiai dan Nyai Kenistan sebagai sepasarg perdekar sakti

berilmu tinggi, tetapi Kebo Sulung adalah tangan kanan adipati Pemalang. Tentu saja penggawa

muda itu segan untuk kehilangan muka didepan para murid Gunung Kelir maka katanya.


Alap Alap Gunung Gajah Karya Yusi Syamsidar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Jelas aku adalah Kebo Sulung, pengawal pribadi adipati! Kukira tidak seorangpun penghuni

daerah kadipaten tidak mengenal siapa aku. Segala tindakanku tentu atas titah adipati! Kalian Nyai

dan Kiai Kenistan telah membunuhi orang-orangku berarti melawan aku Kebo Sulung, berarti

melawan kekuasaan kadipaten? Dan kalian pemberontak!"

Diancam secara begitu Nyai Kenistan malah tertawa.

"Kau ini Kebo cilik sedang ngaco apa? Mana ada adipati Pemalang memberi perintah kepada

bawahannya untuk melakukan pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan dan perampokan! Awas!

Jangan kau mencatut nama adipati untuk kepentingan peribadimu Kebo cilik!".

"Kebo cilik! Kebo cilik! Aku Kebo Sulung!" Kebo Sulung membentak gusar dan penasaran.

Akan tetapi Nyai Kenistan masih juga tertawa penuh ejekan.

"Sombongmu! Mentang-mentang kau bisa mengalahkan maling pitik si Gagak Rawe lantas

kau merasa berhak untuk sewenang-wenang. Kebo cilik? Perbuatan biadabmu ini sudan sepatutnya

cukup alasan bagiku untuk menghukummu! Tapi biarlah asal kau mau bertobat, merawat jenazah

orang-orang yang kau bunuhi itu lalu menyesali diri seumur hidup aku akan mengampunimu!"

"Kuntilanak somhong!" Bentak Kebo Sulung. "Kebo Sulung tak pernah mundur terhadap

pemberotak".

"Hai mana kuntilanak!" Tahu-tahu telah muncul seorang laki-laki baya berwajah tampan yang

sikapnya agung-agungan disisi Nyai Kenistan. Dan laki-laki ini tidak lain adalah Kiai Kenistan.

''Wanita ini adalah wanita yang paling cantik diatas dunia! Dia Nyai Kenistan isteriku, tahu? Awas

kurobek mulutmu. Kebo cilik, baru rasa.....!"

Demikianlah begitu muncul Kiai Kenistan langsung nyap-nyap. Menarik sekali hubungan

suami isteri sepasang pendekar itu. Mereka sangat runtut akur. Bahkan keliwat akurnya mereka

selalu bersikap mesra walaupun ditempat mana juga.

"Kakang Kiai, jangan ikut ngomong dulu?" Nyai Kenistan menegur. "Bocah baru gede itu

mau mencoba kesaktian "selendang layungku"!"

Mendengar disebutkan selendang layung seketika nyali Kebo Sulung jadi ciut. Benar ia belum

pernah merasakan kelihaian ilmu selendang wanita sakti itu akan tetapi dengan melihat tujuh orang

murid Gunung Kelir yang terbinasa dengan tujuh kali kebutan agaknya untuk maju menempur

wanita itu sih harus hitung-hitung seratus kali dulu.

"Jangan campuri urusanku. Perguruan cabul Blimbingwuluh ini sudah seharusnya dibasmi.

Perguruan ini hanya merupakan sarang bajingan, sarang manusia-manusia bejad yang suka merusak

pager ayu! Apakah kalian Kiai dan Nyai Kenistan hendak membela maling hina dina itu?"

"Tidak ada perlunya aku membela Kiai Teger atau perguruan Blimbingwuluh! Aku harus

menyelamatkan pusaka iket wulung gluduk pitu dari tangan manusia-manusia rendah seperti kalian

ini!"

"Kami yang mengalahkan Blimbingwuluh. Kami yang berhak atas segala barang miliknya?"

Kata Kebo Sulung tegas.

"Kau ini bocah macam apa? Sudah membunuh, menganiayai, memperkosa, masih hendak

merampok juga. Perampok yang paling keji sekalipun belum tentu sebiadab kalian? Ayo pergi!"

Dan tangan Nyai Kenistan bergerak seperti orang mengusir ayam.

"Manusia sombong. Orang yang melindungi maling hina itu harus..."

"Tunggu!" Kiai Kenistan menyela bicara. "Tentang sebutan maling hina itu belum waktunya

dikatakan sekarang Kiai Teger belum mendapat putusan hukuman dari adipati. Tapi kau sudahYusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

22

Kolektor E-Book

secara lancang melakukan penumpahan darah secara keji ini. Awas... Tanganku sudah gatal-gatal

ini. Sekali lagi kau melawan bicara isteriku, kulempar kau keluar pekarangan."

JILID : 2

SEMENTARA Kiai Kenistan bicara dengan penuh semangat seperti itu maka Nyai Kenistan

mesem-mesem dengan sangat mesranya sambil melirik kearah suaminya.

Kebo Sulung tergentak mundur setindak saking kaget. Tetapi pemuda ini tak mau begitu saja

diusir dengan gertakan. la balas menggertak :

"Akan kuadukan hal ini kepada dipati dan guruku!"

Nyai Kenistan tertawa. "Suruh Dewi Cundrik ke mari! Nenek iblis dari Telagasona itu

memang aku sudah ingin menjumpai untuk membeset bibirnya yang genit!"

"Kau berani menghina guruku!"

Baru sekian bicara Kebo Sulung, tahu-tahu ia merasa ada kesiur angin dingin yang

menyambar. Cepat-cepat Kebo Sulung berkelit mengelak, akan tetapi serangan aneh itu tahu-tahu

telah mendesak terus.

Kiranya Kiai Kenistan telah meluncurkan ujung cambuknya yang terbuat dari benang sutera

emas itu, mencecar kearah Kebo Sulung.

Kemana saja Kebo Sulung menghindar tentu sambaran cambuk aneh itu telah menyambar

tiba. Dan akibatnya Kebo Sulung tak mempunyai kesempatan untuk bersiap-siap bahkan berdiri

tegakpun tidak sanggup lagi.

Akhirnya Kebo Sulung makin terdesak keluar. Terus menerus penggawa muda itu harus

berjumpalitan mundur hingga akhirnya : tasss! Tahu-tahu tubuh penggawa muda itu telah terlempar

keluar pekarangan.

"Bagaimana isteriku?" Seru Kiai Kenistan sambil tersenyum kearah isterinya. "Aku tadi

bilang, sekali ia berani melawan bicaramu maka aku akan melemparkannya keluar pekarangan. Nah

sekarang Kebo cilik itu sudah tengkurap disana!"

"Ilmu cambukmu semakin hebat suamiku!" Sahut Nyai Kenistan sambil tersenyum mesra.

Dalam hal ilmu cambuk maupun ilmu bersenjata yang apa saja dimana dapat melakukan

serangan tanpa bersuara itu berarti orang yang melakukan penyerangan telah memiliki tenaga dalam

yang sangat tinggi bukan sebaliknya!

Begitupun Kiai Kenistan dapat melancarkan serangan cambuknya tanpa bersuara. Bahkan

kesiur anginnyapun sangat lemah. Namun jangan dikira bahwa cambuk yang terpintal dari benang

sutera itu tidak sangat berbahaya. Sebatang pohon dapat dibikin hancur oleh sabetan cambuk ini.

Kebo Sulung yang menyadari hal itu, maka ia berusaha setengah mati agar jangan sampai

terkena sabetan cambuk lawan, walaupun akibatnya dirinya terlempar keluar pekarangan perguruan.

"Tapi jangan lupa suamiku. Kau bukan melemparkan keluar anjing cilik itu, tetapi

mendesaknya!" Kata Nyai Kenistan selanjutnya.

"Oo. jadi kau ingin melihat aku melemparkan orang dengan cambukku, sayang? Lihatlah!"

Begitu Kiai Kenistan bicara, begitu tampak di udara selembar cahaya berwarna merah. Tahu-

tahu seluruh sisa murid Gunung Kelir yang masih menjogrok disitu telah memekik-mekik ketakutan

tubuhnya terlempar melayang keluar pekarangan. Termasuk juga yang terluka, semuanya

dilemparkan keluar tanpa ampun! Terdengar bunyi tubuh jatuh berdebukan dan berbareng jerit dan

pekik ketakutan serta caci maki kalang kabut.Yusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

23

Kolektor E-Book

"Hai Kebo cilik! Kami, tak punya cukup waktu untuk melayani urusan sepelemu itu!"

Terdengarlah Nyai Kenistan berseru.

"Iket Wulung gluduk pitu ada ditanganku! Kalau gurumu mau cari mati, suruh dia

menyusulku!" Demikianlah begitu lenyap suara seruan wanita itu maka bayangan mereka kedua

suami isteri itu telah berkelbat pergi.

Sementara itu, api menjalar terus dari satu pondok kepondok yang lain. Bau anyir darah dan

sangitnya kulit tubuh manusia yang terbakar menyesak udara. Hancurlah sudah perguruan

Blimbinwuluh sebuah perguruan yang sejak semula dikagumi orang, perguruan yang menganjurkan

belas kasih sesamanya itu. Hancur dengan cara yang biadab dan mengerikan!

X

X X

SEBENARNYA, kemana Joko Bledug, anak angkat Kiai Teger itu? Betulkah ia pergi

menjual pusaka Pancaloka kepada Kebo Sulung?

Jika benar demikian halnya demikian, tentulah dia bukan Joko Bledug anak angkat dan murid

yang patuh dan taat dari guru sakti sebagai Kiai Teger atau Ki Ageng Tampar Angin.

Pada hari yang sial bagi Kiai Teger itu, adalah demikian halnya yang terjadi.

Pada pagi-pagi buta sebelum seperti biasanya Joko Bledug pergi mengembala dombanya,

maka bocah empat belas tahun usia itu telah terjaga dari tidurnya dalam keadaan sangat gelisah, dan

seluruh tubuhnya bermandi keringat dingin seperti orang ketakutan.

Joko Bledug buru-buru keluar, berjalan menuju kekandang domba untuk pergi mengembala

sebagai biasa. Baru saja ia menuntun binatang kesayangannya itu keluar kandang ia melihat

ayahnya sedang keluar rumah juga sambil menyandang jala dipundaknya.

"Ayah!" Cepat-cepat Joko Bledug memburu kearah ayah angkatnya yang disambut oteh

senyum ramah oleh Kiai Teger.

"Ayah. Gejala buruk apakah yang akan menimpa Blimbingwuluh saya mendapat mimpi

buruk, ayah?"

Kiai Teger tertawa lepas, sebagai biasa guru itu selalu tertawa lepas dan bebas. "Kau masih

Joko Bledug anakku bukan? Mengapa begitu gelisah anakku, kalau hanya karena mimpi?"

"Tidak ayah. Aku melihat seakan ada kabut hitam yang bergulung-gulung menuju

keperguruan. Dan tak lama antaranya ternyata perguruan kita terendam banjir ayah. Sekalian

saudara-saudara seperguruanku terhanyut oleh banjir termasuk juga... ayah. Oh."

Ki Ageng Tampar Angin terdiam sejenak, mengerutkan kening. Akan tetapi sebentar

kemudian sudah tertawa kembali.

"Anakku!" Kiai Teger mengusap rambut kepala anak angkatnya. "Kalau tidurmu masih bisa

mimpi berarti kau sehat wal afiat, anakku! Tentang mimpimu itu, anggaplah itu cuma kembangnya

orang tidur bencana apakah yang mungkin menimpa perguruan Blimbinwuluh? Tidak, anakku!

Tidak. Seingatku selama ini perguruan kami selalu melakukan dharma bakti kebajikan. Kalau toh

ada juga datang kesusahan, itu adalah cobaan Allah semata anakku! Kita harus tabah menghadapi

Tuhan gembira pada umatNya yang tawakal dan tabah. Dan kesusahan maupun penderitaan

sesungguhnya itu hanyalah garamnya kehidupan!"

Dalam ucapannya itu terasa bahwa Kiai Teger sendiri menduga bahwa perguruan

Blimbingwuluh bakal tertimpa kesusahan. Hal ini dirasakan juga oleh Joko Bledug yang berotak

cerdas, dan perasaan halus itu. Serta merta bocah ini mengangkat muka memandang kearah

ayahnya! Pada saat itu tepat Kiai Teger sedang menatap kearah Joko Bledug sehingga bocah itu

dapat melihat perubahan muka pada ayah angkatnya itu!

Tetapi Kiai Teger cepat-cepat berkata.Yusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

24

Kolektor E-Book

"Tak ada apa-apa anakku! Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang. Tuhan mengasihi umatNya

yang setia dan berbakti. Kau mengerti anakku?"

Joko Bledug menganggukkan kepalanya.

Selanjutnya Kiai Teger berkata :

"Jangan lupa anakku, rajin-rajinlah berlatih, dan melatih diri. Sekarang musim along (banyak

ikan). Aku hendak pergi menjala"

Joko Bledug hanya manggutkan kepala. la masih berdiri ditempatnya ketika Kiai Teger telah

pergi menghilang diantara rumpun-rumpun pisang yang tumbuh subur ditepian kali Blimbingwuluh.

Hingga sore itu kegelisahan Joko Bledug tak kunjung hilang. Bocah itu duduk-duduk dibawah

pohon mahani sambil mempermainkan cambuk gembalanya sedangkan dombanya masih asyik

melahap rumput-rumput muda yang tumbuh dibentengan kali.


Alap Alap Gunung Gajah Karya Yusi Syamsidar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Pemandangan ditempat itu memang indah. Dari tempat duduknya yaitu sebuah padang kecil

yang berada dibawah bentengan kali Joko Bledug dapat melepaskan pandang ke segala penjuru.

Dihadapannya terbentang ladang jagung dan ketela pohon yang subur menghijau dimana disebelah

kanannya adalah bentengan kali Blimbingwuluh yang memanjang tidak lurus dipandang dari jauh

seperti badan ular yang menggak menggok.

Dan dibelakang ladang subur itu terbentang lukisan lembut sebuah dusun diantara hutan-hutan

dan talun dimana tempat itu merupakan lereng pegunungan.

Disebelah barat daya sana tampak tinggi menjulang Gunung Slamet yang besar dan kokoh,

berselimut awan putih pada puncaknya. Sore itu awan gemawan yang bergumpal-gumpal bersemu

merah akibat pantulan matahari sore yang sudah condong dilereng gunung.

Sekian lama Joko Bledug terpesona oleh keindahan alam itu sekonyong-konyong bocah itu

dikejutkan oleh pekikan dombanya yang melolong.

Joko Bledug terlompat bangur. Dan betapa terkejutnya bocah itu demi dilihatnya ada tiga ekor

binatang piaraannya yang berguling-guling dirumput sambil memekik-mekik kesakitan. Pabila

bocah itu telah melihat dekat maka terlihat olehnya bahwa ketiga ekor domba itu kiranya telah

kehilangan sebelah kakinya masing-masing.

"Keparat! Binatang apakah yang telah mencelakai domba-dombaku!"

Joko Bledug tidak pernah memaki. Kali ini terlompat makiannya agaknya karena ia sangat

terkejut dan marah. Ia menduga bahwa tentu ada binatang buas yang kurang ajar yang telah

menganiaya dombanya!

Mungkin Joko Bledug takkan begitu marah dan penasaran andaikata ia melihat dombanya

diterkam macan atau dimakan serigala sebab hal itu hanyalah soal wajar saja.

Akan tetapi bila membandel sebelah kaki saja hingga membuat domba-domba itu setengah

mati setengah hidup bukankah itu menyiksa namanya? Bukan main sedihnya si bocah ketika

melihat binatang-binatang piaraannya itu memekik-mekik sampai serak sambil bergulingan dan

mengucurkan air mata kesakitan. Ia dapat merasakan betapa rasanya siksa itu, selama perjuangan

nyawa menentang datangnya maut.

Sama sekali si bocah tidak menduga bahwa ?binatang? yang telah melukai domba-dombanya

itu kini telah berada dibelakangnya.

Mendadak, ?wuuus? Pancaindra Joko Bledug memang sudah sangat terlatih. Begitu terasa ada

sesuatu yang bergerak dibelakangnya maka ia telah melancarkan tendangan kilat kebelakang. Tetapi

sayang ?binatang? yang dimaksud itu dengan sangat gesitnya telah menghindar kesamping seraya

memperdengarkan suara tawa mengikik.

Begitu membalikan tubuh, seketila Joko Bledug tergentak kebelakang saking kagetnya.

Dihadapan si bocah tampak berdiri seorang wanita tinggi kurus yang wajahnya sangat aneh, sangatYusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

25

Kolektor E-Book

buruk menyeramkan. Jidatnya lebar, pipinya tembem, hidungnya pengek, sedangkan mulutnya

monyong menjijikan seperti monyong babi. Seluruh rambut dikepalanya beruban, putih seperti

kapas, pantasnya ?wanita setan? berusia tujuhpuluhan. Tetapi, bila melihat kulit tangannya yang

keluar dari baju begitu putih halus dan lembut sekali tidak pantas apabila wanita setan itu seorang

nenek?.

Apa lagi bila melihat dandanannya yang serba merah dengan warna warni bunga merah,

sesungguhnya wanita menyeramkan itu lebih patut menjadi seorang dara remaja daripada seorang

nenek yang berambut kapas.

Ketika terlihat oleh Joko Bledug tiga batang kaki domba yang masih mengucurkan darah

tergenggam di tangan wanita itu, cepat-cepat si bocah menegur :

"Maaf apakah kau yang telah menganiaya binatang piaraanku?" Walaupun gusarnya sudah

tak terlukiskan lagi, tetapi Joko Bledug masih dapat mengeluarkan kata-kata yang bernada sabar.

Dan tak lupa si bocah membungkukkan badan memberi hormat kepada orang yang lebih tua.

"Kalau iya. mau apa kau?" Sahut wanita itu seraya memperdengarkan suara tawanya yang

merdu. Masya Allah! Joko Bledug sendiri tak percaya bahwa seorang nenek siluman yang

bentuknya menakutkan itu masih memiliki suara yang merdu dan renyah seperti perawan belasan

tahun.

"Nenek yang baik. Harap kau suka mengganti tiga ekor dombaku dengan..."

Baru begitu kata-kata Joko Bledug wanita buruk rupa itu telah memperdengarkan suara

dengusan dingin.

"Mana ada nenek? Panggil aku Dewi!"

Si bocah terheran-heran. Masalah dewi atau nenek bagi Joko Bledug tak jadi urusan. la hanya

memikirkan ketiga dombanya yang sekarang sudah tak berkutik, mati akibat kehabisan darah.

"Baiklah Dewi, harap kau suka mengganti dombaku dengan tiga dombamu..."

"Jangan panggil aku Dewi! Panggil kekasih!" Bentak wanita setan itu seraya menggoyangkan

kepalanya sehingga anting-anting ditelinganya yang berujut sebuah rantai gelang bergoyang

berdering-dering.

Meringkik rasanya si bocah mendengar istilah kekasih. Sedang sebutan itu belum pernah

diucapkan oleh Joko Bledug. Bocah dibawah umur itu belum mengenal apa maknanya sebutan

kekasih itu. Maka dengan kesabaran yang dipaksakan si bocah berkata pula lagi :

"Baiklah kekasih. Harap kau mengganti ketiga dombaku itu!"

Si wanita setan memperdengarkan tawa merdunya. Lalu dengan lenggang yang gemulai

menghampiri si bocah sambil mengulurkan ketiga batang kaki yang ada ditangannya.

"Bukan hanya tiga kaki domba ini saja yang akan kuberikan kepadamu. Bahkan lebih

daripada tiga ekor domba, seratus hektar sawah dan sebuah istana akan kuberikan kepadamu asal

kau benar-benar mau jadi kekasihku..."

Bukan main. Kalau ada setan gila agaknya wanita setan itulah setan yang paling gila.

Walaupun samar-samar, sebutan kekasih, Joko Bledug juga mengerti maksudnya. Dan bocah

itu seakan jijik untuk memikirkannya, apalagi terhadap diri seorang wanita mengerikan itu.

Tetapi Joko Bledug insyaf bahwa dikalangan rimba persilatan tidak sedikit orang-orang yang

memiliki sifat aneh dan yang mokal-mokal. Si bocah menduga bahwa tentu wanita setan itu

tergolong tokoh persilatan yang bersifat aneh-aneh itu. Si bocah ingat bahwa wanita itu telah

menyerang domba-domba itu tanpa diketahui oleh si bocah dan ketika si bocah melancarkan

tendangan kilat wanita itu dapat menghindari dengan mudah dan tanpa bersuara pula. Tendangan

yang tadi dilancarkan spontan oleh Joko Bledug adalah jurus serangan ?angin barat memindahkan

bukit? satu tendangan yang sangat cepat dan bertenaga besar yang dapat membikin seekor macanYusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

26

Kolektor E-Book

atau banteng roboh terpental. Siapa duga ternyata "binatang" itu telah menghindarinya dengan

mudah.

"Harap kau tidak main-main..." kata Joko Bledug.

"Siapa main-main? Kalau benar kau mau jadi kekasihku sekarang juga akan kau peroleh lebih

dari tiga ekor domba, seratus hektar sawah dan sebuah istana! Kalau tidak mau! Tentu aku akan

memaksamu kau bocah bisa berbuat apa terhadapku"

"Ganti dombaku!" Bentak si bocah kehabisan sabar. Mendongkol bukan buatan ia

dipermainkan seperti itu.

"Huh? Wanita setan itu memperdengarkan dengusan dingin. " Kau bernama Joko Bledug

bukan? anak angkat sijahanam itu akan kubeset-beset dan kucabuti kakinya! Aku benci! Benci!

Semua akan kuhancurkan hanya kau tidak itupun kalau kau benar-benar mau jadi kekasihku! Dan

wanita setan itu tertawa dingin, bikin bulu rona bergidik.

"Sewenang-wenang. Kau membenci dan memaki ayahku yang tanpa dosa tanpa perkara.

Memusuhi ayah, memusuhi diriku itu masih agak masuk akal sebab benci dan permusuhan itu

adalah sebagian dari sikap jelek manusia. Tetapi menganiaya domba, menyiksa binatang lemah

seperti itu bukankah itu termasuk keterlaluan dan lebih jahat daripada setan sirajanya kejahatan?"

"Eeeeeh! Bocah ingusan mau menggurui diriku? Kalau aku mau membunuh ayahmu,

membedoli semua kaki dombamu kau bisa berbuat apa?"

"Aku harus minta ganti domba!"

"Kalau aku tidak mau mengganti?"

"Terpaksa aku minta ganti kakimu!"

"Boleh kau ambil sendiri bocah bagus!" Sahut si wanita seraya maju selangkah kedepan serta

menyodorkan kakinya kehadapan Joko Bledug.

Terlihatlah oleh Joko Bledug betis yang kuning mulus keluar dari dalam kain. Si bocah

hendak menggerakkan tangannya akan tetapi segera ia mengurungkan maksudnya. Pantaskah tiga

batang kaki domba ditukar dengan sebatang kaki wanita yang kuning mulus itu?

"Hmm kiranya kau tidak seperti ayahmu si jahanam itu. Mengerti sayang juga kau bocah pada

barang yang cantik. Hihik!" Dan wanita itu menurunkan kembali kakinya ketanah. Setelah itu tiba-

tiba ia berseru memanggil : "Murid! Keluarlah! Cukup puas aku main-main dengan bocah ini. Dia

menyenangkan sekali!"

Begitu terdengar suara panggilan si wanita maka dari dalam semak belukar tampak meloncat

sesosok tubuh laki-laki yang berjumpalitan diudara beberapa kali. Ketika meluncur turun laki-laki

itu sekaligus melancarkan serangan kearah Joko Bledug.

Duk! Joko Bledug mendorongkan kedua tangannya kedepan, berbenturan dengan pukulan

laki-laki itu dengan sangat keras Joko Bledug tergentak mundur beberapa tindak, sedangkan laki-

laki itu berjumpalitan balik beberapa kali.

Laki-laki itu kini telah membungkuk hormat kepada wanita setan itu sambil berkata :

"Mungkin ayah sudah terlalu lama menunggu, guru..."

"Hm!" Wanita itu mendegus!

Untuk kali ini kagetnya Joko Bledug seperti disambar geledek. la mengenal siapa adanya laki-

laki yang mengaku sebagai murid wanita setan itu. Dia seorang pemuda berperawakan kekar tegap

sikapnya kasar, wajahnya kaku dan berdandanan sebagai seorang penggawa terhormat!

Terhadap orang ini tentu saja Joko Bledug mengenalnya, sebab pemuda itu adalah Kebo

Sulung atau nama aslinya Joko Sulung anak Jagabaya Karangsari itu!Yusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

27

Kolektor E-Book

"Kiranya kau denmas Kebo Sulung. Kalau begitu dia ini..." kata Joko Bledug terhenti

sedangkan jarinya, menunjuk kearah wanita setan itu dengan tergetar.

Si wanita tertawa renyah.

"Ya aku Dewi Cundrik, guru Kebo Sulung. Setelah kau mengetahui namaku apakah kau

masih minta ganti kaki dombamu?"

Dewi Cundrik, adalah wanita sakti dari perguruan Telagasona yang letaknya dilereng Gunung

Slamet. Tentang wanita ini, tentu saja hampir setiap orang mendengarnya dengan bulu kuduk

meremang, sebab kecuali memang terkenal berwatak keji dan telengas, juga kesaktian dan ilmu

kepandaiannya sulit dicari bandingannya. Mungkin Ki Ageng Tampar Angin atau beberapa tokoh

sakti lainnya saja yang boleh disejajarkan dengan wanita ini.

Tetapi sungguh diluar dugaan bahwa wanita yang namanya sangat tersohor sebagai wanita

kejam dan sakti itu tidak hanya seperti setan belaka, tetapi adalah bentuk dari biangnya para setan

iblis yang buruk menyeramkan, tetapi juga biangnya aneh, karena seperti wewe yang memiliki kulit

tubuh yang kuning putih berkilauan dan lembut seperti gadis remaja.

Joko Bledug mengeraskan hatinya menjawab :

"Ganti kaki dombaku!"

"Murid. Kau layani dia. Aku pergi mengambil tongkat pancaloka, baru kemudian aku kembali


Alap Alap Gunung Gajah Karya Yusi Syamsidar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


kemari?"

Mendengar ucapan orang yang bermaksud mengambil pusaka perguruannya, Joko Bledug

makin gusar. Jelas bahwa orang berniat sangat keji terhadap ayah dan perguruan. Cepat Joko

Bledug menerkam maju, untuk mencegah kepergian wanita setan Dewi Cundrik itu, akan tetapi

Kebo Sulung telah menubruknya pula, membarengi.

Sedang badan melayang kedepan tahu-tahu kedua pukulan beruntun dari Kebo Sulung telah

meluncur datang Joko Bledug mengempos semangatnya, begitu tahan napas seketika tubuhnya

menjadi berat berlipat dan seketika tubuhnya meluncur turun secara cepat. Kedua pukulan Kebo

Sulung melayang lewat, sementara itu secara kecepatan yang hanya dimiliki oleh anak murid

perguruan Blimbingwulu. Joko Bledug telah merubah pukulannya kearah kampungan Dewi

Cundrik, jadi totokan kearah bawah lutut wanita itu.

Dewi Cundrik tak sempat menghindar. Dess! Wanita itu bergoyang-goyang tubuhnya sejenak

akan tetapi Joko Bledug sendiri yang terlempar bergulingan.

Ketika serangan tiba. Dewi Cundrik hanya sedikit menekuk kakinya akibatnya totokan Joko

Bledug tidak mengenai sasaran yang dimaksud akan tetapi menghantam tempurung Iutut wanita itu.

Si bocah merasa seakan tangannya membentur bukit baja yang sangat keras seketika tangannya

tergetar dan sebagian tubuhnya terasa seakan kesemutan.

"Bagus! Tidak percuma kau jadi anak angkat Tampar Angin jahanam itu!" Kata Dewi

Cundrik seraya memandang tajam. "Murid kau boleh pergunakan jurus maut itu. Tetapi ingat

jangan bunuh bocah ini. Aku demen kepadanya!"

Sehabis berkata Dewi Cundrik terus berkelebat pergi seakan menghilang.

Joko Bledug tak mungkin mengejar wanita itu sebab kini Kebo Sulung telah menghadangnya.

"Apakah dosanya ayahku, dosa perguruan Blimbingwuluh sehingga kau memusuhi kami?"

"Dosa? Dosa ada dipundak dan gendonganmu! Kalian seluruh perguruan Blimbingwuluh

harus dilenyapkan dari muka bumi!"

"Mulutmu sombong!"

"Aku penggawa kadipaten, apakah kau berani melawan Bledug?"Yusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

28

Kolektor E-Book

"Bukan aku melawan pangkatmu tetapi melawan kejahatanmu!"

"Sama saja! Rasakan kelihayanku!"

"Majulah!" Dan Joko Bledug telah bersiap siaga.

Betul Joko Bledug hanyalah seorang bocah yang boleh dikata belum hilang bau kencurnya.

Akan tetapi berkat ketekunan Kiai Teger mengajar dan mendidik, serta bakat dan semangat si bocah

yang sangat besar kiranya Joko Bledug tidaklah mudah untuk di tundukkan oleh Kebo Sulung yang

namanya sudah tersohor itu.

Pertarungan seru segera terjadi antara bocah yang mempertahankan hak hidupnya melawan

keangkaramurkaan.

Kecuali gesit kiranya setiap serangan Joko Bledug sangat mantap. Berkali-kali Kebo Sulung

terkurung oleh pukulan Joko Bledug yang kecuali sangat cepat juga memiliki perubahan-perubahan

gerak yang tak terduga.

Selekasnya Kebo Sulung telah menguras seluruh kemampuannya. Setiap pukulannya

menimbulkan angin yang menderu-deru dan menyiarkan hawa panas. Numun, kecepatan gerak

Joko Bledug kiranya dapat selalu mengimbangi.

Akhirnya Joko Sulung segera mengambil senjatanya yaitu sepasang lingkaran baja yang

berbentuk seperti punggung kepiting, yang diberi bebandul beberapa gelang rantai.

Senjata itu, disebut "batok bumi". Tangan Kebo Sulung dapat terlindung oleh bentuk

punggung kepiting yang agak mencembung, dimana bagian dalamnya diberi pegangan. Kemanapun

Kebo Sulung menyerang ia tidak kuatir pergelangan tangannya akan dapat di lukai lawan. Lebih-

lebih dari itu, rantai gelang yang tergantung pada tujuh itu dapat berpancaran ke segala arah dimana

lawan berada.

Joko Bledug memang tidak membekal senjata. Ia hanya membawa sebatang cambuk ranting

yang biasa dipergunakannya untuk menghalau domba bila binatang-binatang itu hendak merusak

ladang orang.

Tentu saja ranting tak mungkin dibandingkan dengan rantai gelang yang tipis dan tajam

berkilat itu.

Kemana saja rantai gelang itu menyambar, memperdengarkan bunyi berdesing berbareng

dengan dering-dering nyaring yang ditimbulkan oleh pergerakan setiap ruas gelang-gelang tersebut.

Namun dengan mengandalkan pada kelincahannya Joko Bledug berharap akan dapat

membuat lawannya terdesak dan mencari kesempatan untuk berlari pulang membela keselamatan

perguruan.

Kencreng! Kencreng! Tujuh rantai gelang Kebo Sulung berpencar meluncur kearah bagian-

bagian tubuh Joko Bledug pada tempat-tempat yang berbahaya, telinga, mata, leher dan ulu hati.

Dengan sangat lincahnya tahu-tahu Joko Bledug telah menekuk tubuhnya kebelakang sejauh-

jauhnya sambil tangan kanannya menyabetkan cambuk rantingnya kearah bawah iga lawan.

Kebo Sulung melompat mundur menghindari. Tetapi tiba-tiba Joko Bledug telah membuat

gerakan meletik dan sekonyong-konyong cambuk rantingnya menyabet kearah leher.

Kebo Sulung menjerit kaget. Mungkin sabetan itu takkan dapat membuat penggawa kadipaten

itu terbinasa. Akan tetapi kecepatan geraknya itulah yang membuat Kebo Sulung gugup dan

terdesak itu.

Dengan menggoyangkan keatas senjata "batok bumi" itu Kebo Sulung dapat membuat rantai-

rantai gelang.Yusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

29

Kolektor E-Book

Senjatanya menyambar keatas menyambar cambuk lawan. Akan tetapi cambuk itu justru telah

berubah gerakannya, bukannya menyabet kearah leher, tetapi terus meluncur kebawah untuk

menghajar kaki.

Bret! Kebo Sulung hanya sempat menahan napas, mengerahkan tenaga melindungi kakinya

dengan pengerahan tenaga dalamnya. Pangkal pahanya terhajar cambuk ranting. Kebo Sulung

terguling roboh sebaliknya ranting itupun patah hancur jadi pecahan.

Betapapun serangan itu tidak melukai, akan tetapi cukup membuat Kebo Sulung kehilangan

muka untuk berlagak didepan bocah Blimbingwuluh itu.

Tak terkatakan betapa gusarnya Kebo Sulung karena kejadian itu. Seketika mukanya jadi

merah membara hingga ketelinga. Dan tangannya bergetar hebat sial untuk melakukan

pembunuhan.

Terdengar lengkingan nyaring ketika penggawa muda itu telah menotok kakinya ketanah dan

seperti balon karet tubuhnya melambung keudara dengan cepat.

Sebaik tubuhnya meluncur kebawah, maka Kebo Sulung telah menentang kedua tangannya

seperti sayap burung elang, sehingga kedua senjata ditangannya menimbulkan bunyi yang sangat

nyaring.

Setelah dekat dengan Joko Bledug maka Kebo Sulung cepat-cepat menutupi kedua lengannya

maka seluruh rantai gelang senjatanya telah memutar bolak balik bersambaran kearah Joko Bledug!

Semua itu terjadi begitu cepat dan dahsyat sehingga Joko Bledug hanya mampu membuang

diri kesamping sambil mengeluh dalam hati : "Tamatlah sudah riwayatku. Duhai betapa nasib

perguruanku..."

Pada saat Joko Bledug membuang diri, maka rantai-rantai gelang yang berputar-putar bolak

balik itu dua diantaranya menyambar tepat kearah rusuk. Si bocah telah meramkan matanya

menunggu datang elmaut mencabut nyawanya.

Akan tetapi kiranya kematian belum waktunya menghampiri bocah itu. Dari tengah padang

tampak meluncur sepotong kayu dengan kecepatan seperti anak panah. Langsung gerakan kayu itu

menyambar ke bawah bacokan gelang rantai itu. Crap! Kedua rantai gelang yang sedianya

membacok rusuk Joko Bledug jadi menancap pada potongan kayu itu sedangkan Kebo Sulung

sendiri tubuhnya ikut terlempar ke samping beberapa depa jauhnya oleh dorongan tenaga lemparan

kayu yang sangat dahsyat itu.

"Kau hendak membunuh bocah itu hai?" Seru seorang yang bersuara merdu. Dan ditempat itu

telah muncul Dewi Cundrik yang bertolak pinggang penuh teguran.

"Anak haram itu terlalu sombong guru" sahut Kebo Sulung seraya menyapu-nyapu

pakaiannya dari debu-debu yang menempel.

Dewi Cundrik mendengus. "Betapapun kau tak boleh melukai dia? Sudah kukatakan bahwa

aku suka kepadanya."

Kebo Sulung terdiam.

Joko Bledug hendak bangkit dari tanah, akan tetapi Dewi Cundrik telah mendorongkan

telapak tangannya sambil mulutnya kemak-kemik. Seketika Joko Bledug merasa seakan ada benda

seberat gunung yang menindih badannya dan ia terguling roboh lagi.

"Ikatkan didalam semak-semak itu. Kita pergi menjumpai ayahmu murid! Kita kuatir ayahmu

yang dungu itu akan membuat kesalahan?"

Tanpa dehem tanpa batuk cepat-cepat. Kebo Sulung mengeluarkan seutas tali kulit menjangan

yang agaknya telah dipersiapkan terlebih dahulu.Yusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

30

Kolektor E-Book

Tidak lupa Kebo Sulung menyumbat mulut Joko Bledug sehingga bocah itu takkan dapat

berteriak-teriak. Kemudian menyeretnya kedalam semak belukar dan Kebo Sulung mengikatkan si

bocah pada sebatang pohon dimana dibawahnya terdapat sarang semut api.

Semua yang dilakukan oleh Kebo Sulung itu dapat dilihat oleh Joko Bledug sebab bocah ini

dalam keadaan sadar tidak kurang suatu apa.

Hanya ia merasa bahwa seluruh tubuhnya kejang dan tidak bisa digerakkan sama sekali

sehingga ia dapat membelalakkan mata kearah Kebo Sulung dengan sinar mata berapi-api.

Selesai mengikatkan si bocah didalam belukar maka kedua guru dan murid berkelebat lari

sangat cepat menyusuri bawah tebing kali.

Demikianlah tak lama kemudian antaranya Dewi Cundrik telah dapat menjumpai orang yang

dicarinya yaitu Kiai Teger atau Ki Ageng Tampar Angin yang sedang si buk menebarkan jala.

"Begitu asyiknya menangkapi ikan sampai tak melihat orang yang datang menyambangi..."

ltulah suara teguran merdu yang didengar oleh Kiai Teger.

Guru sakti itu tidak memutar pandang mencari orang yang bicara. Akan tetapi dengan tangan

tetap mengambili ikan yang bergeleparan dalam jala. Kiai Teger menyahut :

"Sekian lamanya kita tak berjumpa apakah keadaanmu baik-baik saja Cundrik?"

Dewi Cundrik mendengus dan memberenggut.

"Apakah aku sudah tak ada harganya untuk kau pandang barang sebelah matamu Tampar

Angin?" Walaupun nada kalimat itu mengandung rasa kecewa akan tetapi suara yang dikeluarkan

olen wanita itu penuh mengandung getaran rasa mesra.

"Oh... " Ki Ageng Tampar ingin membalikkan tubuh memandang kearah orang yang baru

datang kemudian tertawa. "Apa-apaan kau ini Cundrik? Walaupun kau lapis wajahmu dengan

seribu macam topeng masakah aku tidak dapat mengenal suaramu?"

"Bukankah kau menghendaki aku berwajah demikian Tampar Angin?"

"Tentu saja tidak begitu Cundrik" sahut Kiai Teger seraya tertawa lepas. "Kau akan lebih,

menyenangkan bila dalam keadaan seperti biasa sebagaimana Cundrik yang pernah menjadi adik

angkatku!"

"Ngomong ah!" Dewi Cundrik membentak sambil merentakkan kakinya seperti gadis remaja.


Alap Alap Gunung Gajah Karya Yusi Syamsidar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Kalau kau senang kepadaku mengapa kau tidak mengambil diriku jadi isterimu sehingga aku

seumur hidup menderita seperti ini!"

Kiai Teger naik kedarat. Lalu mengambil tempat duduk disisi Dewi Cundrik yang saat itu

duduk bersimpuh sambil terisak-isak, benar-benar seperti menangisnya seorang gadis yang

ditinggal pergi kekasihnya.

"Urusan yang sudah lama apakah tidak lebih baik kita lupakan saja Cundrik? Tentang jodoh

toh bukan kekuasaan manusia tetapi Tuhan yang menentukan. Sudahlah Cundrik, jangan menangis.

Kita sudah sama-sama tua, kalau kita membicarakan hubungan masa muda kita aku kuatir ada

orang yang mentertawakan kita..."

Dewi Cundrik mengangkat kepalanya memandang. Sepasang matanya yang tampak legok

kedalam terlindung oleh pipinya yang tembem itu menitikkan air mata. Maka dengan tarikan napas

sedih Kiai Teger lantas menyeka air mata wanita itu.

"Cundrik, masih ingatkah kau pada kali Rambut? Nah coba ingat-ingat olehmu, berapa butir

batu mustika yang kuberikan kepadamu?"

Kruluk! Ketika Dewi Cundrik membuka tangannya maka dari dalam genggaman telah runtuh

turun beberapa butir batu mustika berwarna warni yang sangat indah. Agaknya benda-benda itulah

yang baru saja di tanyakan oleh Kiai Teger.Yusi Syamsidar

ALAP-ALAP GUNUNG GAJAH

31

Kolektor E-Book

"Masih utuh semuanya Cundrik! Enam butir! Cempaka keling! Kecubung wulung! Biduri

pandan! Biduri bulan! Dan dua buah akik darah! Ah kau begitu cermat merawat benda-benda ini

Cundrik?"

"Tentu saja. Aku takkan pernah melupakanmu kecuali kau yang selalu mengingat lonte

(pelacur) Tegalsari itu! Ayo jawab Teger! Bukankah seluruh jiwamu selalu terikat pada Dewi

Lestari yang sudah menjadi ratu rayap itu!"

Ki Ageng Tampar Angin menghela napas berat tampak ia berduka sekaIi. Diwajahnya yang

biasanya terang gemilang penuh pancaran sifat bijaksana itu, kini tampak bergurat-gurat deigan

kerut kedukaan.

"Jangan kau memaki orang yang sudah mati, Cundrik. Bukankah tanganmu juga yang

menyebabkan kematiannya"

"Ngaco! Sebabnya kau juga! Salahmu sendiri!"

"Ya, sudahlah Cundrik. Yang sudah lalu biarlah lalu. Kita yang diperkenankan hidup oleh

Allah, saat ini seharusnya kita melanjutkan cita-cita bakti Dewi Lestari yang telah ditakdirkan

mendahului kita...".

"Sudah... sudah... sudah...! khotbah! Jemu aku! Pokoknya memang kau selalu memenangkan

dia! Segala tindak tandukku selalu salah, kalau lonte Lestari itu baru benar. Sudah, sudah, menyesal

aku berbicara denganmu".

Kiai Teger tersenyum sedih.

"Jadi ada kabar gembira apakah yang kau bawa, Cundrik?"

Dewi Cundrik tampak terperanjat. Sejenak ia tampak gelisah, tetapi sesaat kemudian ia

tampak tenang kembali.

"Teger.....", panggil Dewi Cundrik dengan mesra. "Usia kita sudah lebih separuh umur

manusia apakah kita tidak lebih baik bersatu saja. Teger....."

"Untuk melawan Kompeni?"

"Ngomong! Buat apa memikirkan urusan geblek itu! Persetan dengan Kompeni bule ataupun

para partisan! Aku hanya memikirkan dirimu dan diriku, Kita bersatu dalam rumah tangga yang

bahagia..... Teger?"

Sekilas ada gurat kebencian tersirat dalam wajah Kiai Teger alias Ki Ageng Tampar Angin

itu. Laki-laki ini toh seorang pejuang, bekas perwira Mataram yang ikut membantu Untung Suropati

melawan pasukan kapiten Tack. Walaupun saat sekarang ia tak sedang mengangkat senjata akan

tetapi darah patriot selalu mengalir ditubuhnya. Setiap kata-kata yang menyinggung Kompeni atau

Partisan, selalu mengobarkan semangatnya belaka. Dan ucapan Dewi Cundrik yang terakhir itu

tidak masuk dalam perhatiannya.

"Andaikata dia hidup terus... sampai sekarang... ah... Andaikata tidak ada si bangsat

Genikantar yang berjiwa rendah itu, agaknya...ah!"

Mendengar kalimat bisikan Kiai Teger. Dewi Cundrik menangis.

"Sudah... sudahlah Dewi jangan menangis?"

"Tak perlu hiraukan aku! Aku toh tidak cantik seperti Lestari! Tidak gagah berani seperti

Lestari?"

Kiai Teger tertawa rendah. Suara tawanya melukiskan bayangan masa lalu yang penuh

dengan liku-liku duka dan gembira yang pernah dialami dimasa mudanya. Dan guru itu


Dewa Linglung 16 Keris Kutukan Iblis Makam Bunga Mawar Karya Opa Pendekar Pulau Neraka 16 Rahasia Bunga

Cari Blog Ini