Ceritasilat Novel Online

Pedang Naga dan Cendrawasih 1

Pedang Naga Dan Pedang Cendrawasih Karya Tang Fei Bagian 1



Team Kolektor E-book

LIONG HONG KIAM

(PEDANG NAGA DAN PEDANG TJENDRAWASIH)

Djilid ke - 1

Karja :

Tang Fei

Terjemahan :

Lauw Tsu Eng

Penerbit :

KARJA NAJA

DJAKARTA

TEAM KOLEKTOR E - BOOK

SUMBER BUKU : GUNAWAN AJ

KONTRIBUTOR & SCAN : AWIE DERMAWAN

OCR - PDF : ANDY MULLTeam/Kolektor E-book

DISCLAIMER

Kolektor E-Book adalah sebuah wadah nirlaba bagi para pecinta Ebook

untuk belajar, berdiskusi, berbagi pengetahuan dan pengalaman.

Ebook ini dibuat sebagai salah satu upaya untuk meiestarikan buku-buku

yang sudah su it didapatkan dipasaran dari kpunahan, dengan cara mengalih

mediakan dalam bentuk digital.

Proses pemilihan buku yang dijadikan abjek alih media diklasifikasikan

berdasarkan kriteria kelangkaan, usiagnaupun kondisi fisik.

Sumber pustaka dan ketersediaan buku diperoleh dari kontribusi para

donatur da/am bentuk image/citra objek buku yang bersangkutan, yang

selanjutnya dikonversikan keda/am bentuk teks dan dikompiiasi da/am

format digital sesuaf kebutuhan.

Tidak ada upaya untuk meraih keuntungan finansiai dari buku-buku yang

diaiih mediakan da/am bentuk digital ini.

Saiam pustaka!

Team Kolektor EbookTeam/Kolektor E-book

LIONG HONG KIAM

Bunga mekar indah dan harum semerbak tersiram hudjan rintik2 diinusim semi. Inilah

musim semi didaerah Kang Lam (selatan).

Beberapa desa jang terbenam dalam kesunjian terletak di-lereng2 gunung Thian Bok,

kini dalam remang2 diliputi kabut putih dan hudjan gerimis. Djalanan2 ketjil didesa

mendjadi litjin tak terhingga. Sedikit sadja orang kurang hati2 berdjalan akibatnja dapat

djatuh djungkir balik.'

Pada saat jang demikian inilah tampak seorang pemuda, dengan memikul kerandjang

tahu. Keluar dari desa ketjil ini. Ia berdjalan dengan hati2 dan tjermat, namun setelah

semua rumah2 dilaluinja. Segera dibentangkan kemahirannja. Dengan kedua tangan

bertulak pinggang dan pikulan bergelantungan dibahu kiri. Mulailah ia berlari bagaikan

terbang ! Dalam kerandjang pikulannja terdapat banjak piring mangkuk, anehnja sedikit

suara bentrokanpun tak terdeugar ! Se-olah2 ia berdjalan diatas tanah datar jang rata.

Pemuda tersebut agaknja bergirang. Se-waktu2 ia menindak dualangkah2, disela

lontjatan2 sedjauh tiga langkah dengan indahnja. Sebentar merandak perlahan2

kemudian tjepat bagaikan kuda kabur. Kemudian kakinja diangkat sebelah berdjingkai2

me-lontjat2 menotol bumi. Tjara berganti tjara, ketenangan tetap terpelihara. Dengarlah

sedikit gesekan piring dan mangkuk tetap tak terdeugar !

Pemuda itu berdiam dilereng sebuah bukit ketjil jang djauhnja kurang lebih sepuluh

lie dari desa tersebut. Setiap pagi ia datang kedesa itu untuk berdjualan, dan pulang pada

sendja hari. Walaupun dalam keadaan mendung serta hudjan gerimis. Sedikit pun tak

dihiraukan, sebaliknja keadaan alam jang demikian itu sangat digemari dan

menggembirakan.

Pemuda itu tibalah dikaki sebuah bukit, dan langsung ia menudju kesebuah gubuk

rejot, jang terpentjil djauh dari mana2. Dengan perlahan2 didorong pintunja, serta di-

iringi suara memanggil "ibu". Asap lilin dan dupa mengepul dari medja sembajang.

Sesadjian berupa ajam, bebek dan ikan terletak dimedja, pemuda itu mendjadi

tertjengang menjaksikan itu semua.

Ia nampak ibunja dengan pakaian rapi dan wadjah tenang. Membajangkan wadjah

usia limapuluh tahunan. Rambut putih menghias dikepala. Tetapi semangat dan

djasmanianja tetap memantjarkan kesehatan jang terpelihara baik. Hari ini kedua mata

ibunja bertjahaja bening, serta melukiskan perasaan sedih jang tak dapat disembunjikan.

Agaknja ada satu peristiwa jang terdjadi diluar dugaan. Ia hendak; bertanja, untuk

menghilangkan rasa herannja.

"Anakku kesinilah ! Bersudjutlah didepan medja sembahjang dari arwah mendiang

ajahmu. Berilah hormatmu !" ibunja mendahului berkata.Team/Kolektor E-book

Pemuda itu diliputi keheranan dan tidak mengerti. Ia madju kedepan sambil berlutut

dengan sudjutnja.

Sang ibu dengan senjum terhibur, memandang puteranja jang tahu peradatan dan

kesopanan itu dengan puas.

"Anakku, berapa usiamu tahun ini ?"

"Duapuluh tahun bu."

"Anakku dengarlah aku akan menuturkan kisah sedih dan penasaran dari mendiang

ajahmu. Hal ini sudah delapan belas tahun lamanja kusimpan didalam dada. Hari ini

adalah ulang tahun kedelepan belas dari kebinasaan ajahmu. Pada tahun2 jang lalu hal

ini tidak diperingati. Kini waktunja sudah tiba. Dengarlah baik2, selak-seluk dari kisah dan

kehidupan ajahmu. Penuturan ini adalah jang se-benar2nja."

"Nah ! Tutuplah pintu itu terlebih dahulu."

Pemuda itu berhasil menghindarkan serangan itu, dengan ilmu bango putih mentjelat

keudara.

Dengan membalik badan pemuda itu segera merapatkan pintu itu. Pada detik itulah

terdengar seruhan "Awas" menjusul desiran angin halus dari tiga sendjata rahasia jang

menjerang ketiga djurusan ! Gerakan lintjah dan tangkas dibuatnja. Pemuda itu

menotolkan kedua udjung kakinja. Badannja merapung keudara setinggi beberapa

turrtbak, setjepat kilat tubuh itu berputar diudara !

Sepasang mata ibunja tjukup tad jam. Tangannja bergerak lagi, enam butir batu

berhamburan setjepat kilat. Tiga menjerang bagian bawah tubuh. Tiga mengarah bagian

tubuh sebelah atas. Jakni Bun-tong, Hoa-kav, Tiong-teng tiga urat nadi besar. Pemuda

itu tjukup tangguh ! Sebelum kakinja menempel bumi, pinggangnja bergeliat. Tubuhnja

sedjadjar dengan bumi. Tiga butir batu jang menjerang bagian bawah, dan dua butir jang

menjerang bagian atas dengan begitu sadja dapat dikelit. Batu jang menjerang

kepusarnja di-puku2 djatuh dengan batu lagi jang terlepas dari tangannja.

Batu jang dilepas itu masih bertenaga besar sekali, terus melesat menudju pada

ibunja. Ia gugup dan kuatir ! Tapi suatu kelitan sempurna dan wadjah

tersungging senjuman puas terlukis disudut bibir ibunja. Dalam gugupnja pemuda itu

kasima dan mematung bengong. Ibunja dengan welas asih menatap sang anak, lama

dan lama sekali.

"Bu tak terasa aku mengeluarkan tangan terlampau berat. Untung tidak melukai ibu.

Atas ini aku minta ampun bu."

Ibunja tersenjum bangga, ia mengangguk perlahan.Team/Kolektor E-book

"Anakku gerak gajamu barusan, tak ubahnja seperti kepandaian jang dimiliki mendiang

ajahmu. Keluarga Tjiu sungguh beruntung dengan tidak sirnanja kepandaian ampuh dari

sendjata rahasia Tjian Kin Bwee Hoa Tok Tju. Tjoba kesini ada sematjam benda akan

kuperlihatkan kepadamu.

Ia mengambil dan membuka tjupu-tjupu tempat perhiasari. Diambilnja sebuah

bungkusan ketjil. Perlahanlahan dibuka pembungkusnja. Didalam bungkusan terdapat

pula bungkusan kain jang didjahit. Sesudah digunting keluarlah sebuah kantong ketjil

pula jang terbuat dari kulit rusa, didalamnja terdapaf enam butir mutiara kuning

bergemerlapan, sinarnja menusuk mata!

Ibunja mengambil sebutir dan diberikan kepada anaknja sambil berkata:

"Nak perhatikanlah dan amat-amatilah dengan teliti, apa jang terdapat pada mutiara

ini."

Pemuda itu meneliti seperti jang dikatakan ibunja. Tampak dipermukaan mutiara, agak

menondjol beberapa duri halus. Terketjuali dari itu terdapat tiga ukiran huruf ketjil Tjiu

Tjian Kin. Ia tak mengetahui makna tersebut. Hanja dengan hati2 dikembalikan Iagi pada

ibunja.

"Bu, sudah."

"Apa jang kaulihat anakku ?"

"Dipennukaan mutiara terukir tiga huruf Tjiu Tjian Kin."

Mendengar ini tiba2 dipelupuk mata sang ibu tergenang air mata. Hening seketika

dengan menahan sedih sang ibu berkata: "Itu adalaii nama dari mendiang ajahmu !"

Dalam kagetnja pemuda itu bertanja: "Bukankah aku dari keluarga Nio dengan nama

Piau.

"Nio adalah She dari ibumu. Hal ini terdjadi delapan belas tahun lamanja. Semua

dilakukan demi keselamatan kita. Dari itu tidak kuperkenankan memakai She Tjiu. Kini

saatnja tiba kau memakai She Tjiu. Tjiu Piau, jah naniamu Tjiu Piau. Enam butir mutiara.

ini adalah benda peninggalan mendiang ajahmu. Mulai sekarang kuserankan kepadamu.

Simpanlah untuk mendjaga diri.

Tjiu Piau menjambuti pemberian itu dengan bengong.

"Bu, aku samasekali tidak pernah mengetahui hal iehvval ajah semasa hidupnja."

"Oh ! anakku, kedjadian delapan belas tahun jang selam. Tidak dapat segera

kututurkan habis dengan serentak. Duduklah dahulu, dengarilah penuturanku. Dibutiran

mutiara itu, bukankah terdapat duri halus ? Sebenamja duri itu sangat beratjun. Bilamana

mengenai seseorang. Kelima duri itu akan menggores kulit daging siterserang. Ratjun iniTeam/Kolektor E-book

hanja dapat dipunahi dengan obat pemunah keluarga Tjiu sadja. Pemunah ini demikian

mudjarap, dapat mendjaga keselamatan orang, dan menghindarkan diri dari ratjun

kematian. Di-tengah2 terdapat lima duri jang merupakan lima helai daun bunga Bwee

jang indah. Karenanja di Kang-ouw terkenal Bwee Hoa Tok Tju keluarga Tjiu.

Sewaktu menurun sampai pada ajahmu. Hal ini lebih terkenal; Ajahmu bertenaga

besar. Gaja melepas sendjata rahasia ini mengandung tenaga seribu kati, sebab inilah

Bwee Hoa Tok Tju berubah nama mendjadi Tjian Kin Bwee Hoa Tok Tju. Inilah sendjata

ampuh untuk menolong diri dari bahaja maut.

Ajahmu mempunjai duabedas butir. Tapi biasanja hanja enam butir sadja jang selalu

di-bawa2."

Penuturannja sementara terhenti sebentar. Sang ibu dengan suara dan nada jang

halus, per-lahan2 melandjutkan lagi penuturannja.

"Delapan belas tahun jang lalu. Ajahmu beserta tiga saudara angkatnja, ber-sama2

mendaki gunung Oev San untuk mengadakan suatu pertemuan. .Semendjak itu ia tak

kembali lagi. Hanja adik angkat jang termuda kembali seorang diri. Ia mengatakan bahwa

ajahmu dan dua saudara lainnja. Menemui adjalnja masing2 dalam pertemuan itu.


Pedang Naga Dan Pedang Cendrawasih Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Menurut perkataan saudara angkatnja itu, sakit hati itu sudah dibalasnja, dengan

berhasilnja ia membunuh musuh dari saudara2 angkatnja itu.

Dibalik itu ada pula satu hal jang mentjurigai hati ? Jakni dilengan kanan dari saudara

angkat ajahmu itu.

Tertera bagai tertjetak tanda dari setangkai (sekuntum) bunga bwee merah

"Siapa gerangan pembunuh dari ajahku itu bu," tanja Tjiu Piau memotong perkataan

ibunja. "Dimana kini saudara angkat ajah itu ? Apa artinja bunga Bwee merah dipangkal

lengannja itu ?" Tambahnja pula.

"Puteraku sepuluh tahun lamanja aku menjelidiki hal ini. Hasilnja masih tetap samar2.

Tahun itu ajahmu mengangkat saudara. Jang tertua She Ong. Ajahmu jang kedua, jang

ketiga She Tju, jang termuda She Louw bernama Eng jang masih hidup kini. Adapun

lawan dari empat saudara ini tidak lain daripada, seorang pendekar kelas utama didunia

persilatan. Nama besarnja menggontjangkan dunia Kang Ouw, ia sangat dimalui orang.

Namanja Wan Tie No. Semasa hidupnja ajahmu sangat menghormati pendekar ini.

Pertemuan di Oev San berlepatan sekali dengan hari wafatnja Giam Ong (Lie Tju Seng)

dan masuknja tentara Tjeng ketanah air. Dalam pertemuan itu ajahmu akan bahu-

membahu guna berdjuang menghadapi tentara Tjeng. Karenanja kalau ditindjau dari

sudut ini, adalah hal jang tidak termakan otak untuk mempertjajai ajahmu itu terbunuh

Wan Tie No. Ketjurigaan bes.ir memenuhi dadaku. Lebih2 bunga Bwee jang terdapat

pada pangkal lengan Louw Eng itu, siapa lagi kalau bukan ajahmu jang memberikan

tanda tersebut ? Hal inipun dengan setjara kebetulan sadja dapat kuketahui. Tahun ituTeam/Kolektor E-book

Louw Eng kembali dari pertemuan di Oey San. Bergilir ia menjambangi kami, pertama ke

Ong-pee-bo, terus ke Tju-siok-bo dan ketika untuk menjampaikan kabar duka itu. Masa

itu usiamu baharu dua tahun, seorang anak jang masih belum mengenai apa2. Kau me-

rondjak2 meminta makanan darinja. Ia menggendongmu sambil mendjandjikan akan

membelikan kue dan gula2 dipasar. Seketika itu aku sangat terharu melihat ketjintaannja

kepadamu. Siapa kira kau tak kena dibudjuk, tetap berontak-rontak sambil mentjakar2

pangkal Iengannja tidak keruan. Tak dinjana dalam usia seketjil itu, tenagamu sudah

demikian besar. Lengan ketjilmu berhasil merobek lengan badjunja. Seketika paras Louw

Eng berubah, segera kau diturunkan dari gendongannja. Dalam waktu sekedjap ditempat

jang kena sobek kulihat tegas2 tanda bunga bwee nierah d?ngan lima helai mahkotanja.

Tak lain dari tjiri2 peninggalan mutiara emas itu. Hatiku terkesiap seketika aktr sadar dan

memastikan ada tabir rahasia dalam pembunuhan ini. Untuk menghindarkan

ketjemasanku terlihat oleh Louw Eng. Aku pura2 tidak melihat. Kutarik Ienganmu sambil

kumarahi. Louw Eng pun segera pamit berlalu. Malam mendatang setjara hati2 sekali aku

bertandang kerumah Ong Pee-bo untuk memperbintjangkan hal itu. Tak kukira Tju Siok-

bu pun sudah ada disana tengah membitjarakan hal jang serupa dengan pikiranku Karena

merekapun mendapatkan tanda2 jang mentjurigakan. Ketjurigaan kami semakin

bertambah. Kami kuatir Louw Eng mengendus ketjurigaan kami. Sesudah berunding,

kami berpentjar ketiga djurusan dalam tjuatja gelap gelita. Dengan membawa kau aku

melarikan diri kesini. Kini kedjadian itu sudah delapan belas tahun berselang."

Ibu jang tua itu menutur sampai disini. Kerongkongannja kering tak dapat bitjara. Tjiu

Piau bagai siuman dari pingsannja. Tak diketahuinja kisah keluarganja demikian ruwet

penuh penasaran. Ia terbenam diam. Sesaat kemudian terdengar pula penuturan dari

sang ibu.

"Anakku belasan tahun aku menjembunjikanmu dengan menukar nama didesa jang

sunji ini. Sepenuh tenaga kutjurahkan untuk mentjari guru berilmu guna mendidikmu.

Menjesal sekali sesudah negara katjau balau. Pendekar2 menghilang di-tengah2 rimba2

dan pcgunungan sunji. Untuk mentjarinja sukar sekali. Achir nja dengan sekuat tenaga

kudidik kau. Tapi kepandaianku ada terbatas, sehingga aku tak dapat mendidikmu sotjara

lebih sempurna. Terketjuali itu scgala kepandaianku sudah diturunkan habis kepadamu.

Untunglah kau ada seorang anak jang radjin dan giat serta bersemangat. Barusan sudah

ku-udji kebisaanmu. Njatanja dalam keadaan bagaimana djuga kamu bisa menghadapi

segala kemungkinan. Ilmu warisan ini djika sepenuh hati dipeladjari. Kiran]a untuk

mendjeladjah dunia Kang Ouw sudah tjukup mendjamin diri. Anakku tiga hari kemudian,

kau harus menerdjunkan diri kedunia Kang Ouw. Perihal urusan ajahmu dan hal Louw

Eng. Tidak perduli apakah dendam atau budi. Kubebankan kepadamu untuk mengurusnja

mendjadi terang !"

Semendjak ketjil Tjiu Piau dirawat dan dilindungi ibunja. Mengingat harus berpisah

hatinja mendjadi sedih. Tapi tugas berat sudah terletak dibahunja. la termenungTeam/Kolektor E-book

sedjenak. Kemudian dengan suara tegas ia berkata : "Bu, kendati aku harus melalui

tebing tjurarn dan melintasi lautan badai, tugas ini akan kudjalani dengan baik!?'

tambahnja pula, "bu aku mohon pendjelasan pula. Apakah Ong Pee-pec dan Tju Siok-

siok terbinasa pula dalam pertemuan di Oey San itu ?"'

"Hal ini memang niat kututurkan pula. Akan Ong Pee-peemu itu bernama Tie Gwan,

seorang jang memiliki kepandaian tinggi. Sajang ia gemar mengembara, dan enggan

menerima murid atau mendirikan perguruan. Semasa mudanja ia mengangkat saudara

dengan ajahmu. Kemudian djarang sekali kami bertemu muka.

Tahun itu ke-empat saudara angkat ber-sama2 mendaki Oey San. Waktu kembali

tertinggal Louw Eng seorang. Kebinasaan dari ajahmu serta Tju Siok-siokmu, sungguh

menjedihkan sekali, karena sekalian dari djenasahnja tak dapat diketemukan. Menurut

Louw Eng, ajahmu dan Tju Siok-siok terpukul djatuh kedalam dju-rang dan hantjur

dimakan tjadas gunung jang tad jam2. Hanja djenazah dari Ong Pee-pee seorang masih

utuh dan dapat dimakamkan dikaki gunung Oev San dengan baik.

Pemakaman ini dilakukan oleh Louw Eng dan Ong Pee-bo, setengah bulan kemudian

sesudah terdjadi peristiwa di Oey San. Djenazah Ong Pee-pee masih tetap segar, karena

hawa digunung sangat dingin. Sewaktu ditukarkan pakaian. Tampak satu telapak tangan

jang sudah mendjadi hitam ngedjeplok dipunggungnja. Pasti disebabkan dari pukulan

dasjat sang lawan. Pantasnja Ong Pee-pee waktu kepukul mengerahkan tenaga dalamnja

untuk bertahan. Sang lawanpun tentu mengerahkan nuikangnja. Dari itu darah mendjadi

beku disitu dan menggambarkan telapak tangan dengan tegas.

Waktu itu Louw Eng terisak-isak nangis sambil memukul2 dada ia ber-teriak: "Wan Tie

No ! Wan Tie No ! Tangan besimu sangat ganas dan kedjam sekali ! Walaupun aku sudah

dapat membinasakan kamu dengan menubleskan pedang ketubuhmu, sehingga sakit hati

dari saudara2ku sudah terbalas. Tapi bagaimana aku dapat menghilangkan kegusaranku

demikian sadja !" Sudah itu Louw Eng mendjatuhkan diri menangisi lajon djenazah Ong

Pee-pee sambil sesambatan dan menjedihkan sekali.

Ong Pee-bo saat itu tengah berduka sekali. Mendengar kata2 Louw Eng itu, berkobar

kegusaran dan kebentjian pada Wan Tie No, kemendongkolannja itu hampir2 sadja

meledakkan dadanja !

Ong Pee-bo agak tenang sesudah upatjara pemakaman selesai.

Malamnja dirumah, dalam kekeruhan pikiran dan penderitaan batin. Ia mengingat satu

hal jang membangkitkan perasaan tjuriga.

Wan Tie No terkenal didjagat raja berkat lengan besinja. Lebih2 tangan kirinja lebih

ampuh lagi dari tanganTeam/Kolektor E-book

kanannja. Setiap pukulan kematian selalu datang dari tangan kiri itu. Tetapi telapak

tangan jang terdapat dipunggung Ong Pee-pee, adalah telapak tangan kanan ! Lebih2

ketjurigaan ini mendjadi lebih besar. Ketahuilah terlebih dahulu tangan kanan Wan Tie

No mempunjai enam djari, jakni di-ibu djarinja tumbuh pulau sebuah djari ketjil. Misalkan

ia menggunakan tangan kanan. Telapak itu harus melukiskan ke-enam djari itu. Akan

tetapi telapak ditubuh Ong Pee-pee itu hanja menggambarkan lima djari. Dari segi ini

dapat dipastikan, pukulan itu datang dari tangan seorang lain !

Ong Pee-bomu itu sedikit djuga tidak dapat bersilat. Tapi semendjak ketjil hidupnja

mengembara sadja dengan ajahnja. Sesudah nikah dengan Ong Pee-pee, segala

kedjadian dirimba persilatan tjukup diketahui dengan djelas. Ong Pee-peemu mempunjai

nuikang jang sangat t?nggi, waktu itu orang jang dapat sekali pukul membinasakannja,

terketjuali dari Wan Tie No tak ada orang kedua jang dapat melakukannja. Ong Pee-bo

memeras otak semalaman penuh untuk meng-ingat2 orang2 jang berilmu dalam

golongan Liok-lim. Tetapi hasilnja sia2 sadja. Ia berpikir tiga hari tiga malam, lupa makan

lupa tidur. Achirnja ia muntah darah ! Ketika aku datang untuk menjambanginja, guna

memperbintjangkan bunga Bwee jang tertera dipangkal lengan Louw Eng, ketjurigaannja

ber-tambah2.

Dengan badan dirundung sakit ia berpisah dengan kami. Ber-tahun2 berlalu tanpa

kabar tjerita. Entah bagaimana akan penjakitnja.

Bertjeritera tentang diri Tju Siok-siokmu, lebih2 mentjurigai. Hui Thian Wan Tju Hong

(Kera terbang dari langit Tju Hong). Namanja sangat terkenal didunia kang-ouvv djauh

dan dekat. Ilmu mengentengkan tubuhnja jang lihay, boleh dikatakan tak ada keduanja.

Dibadannja tidak pernah tertinggal seutas tambang pandjang berkaitan dikedua

udjungnja. Dengan mengandal kan tambapg ini, ia dapat lari bagai terbang di-lereng2

gunung tjuram ber-tjadas2.

Wan Tie No berkepandaian lebih tinggi daripadanja. Tapi untuk mendjatuhkan dan

membinasakannja kedalam djurang, bukan hal jang mudah !

Saat ini malam mendatang, kegelapan memenuhi kedalam gubuk ketjil itu. Hanja lilin

dari medja abu, berkelap-kelip menerangi ruangan.

Tjiu Piau se-olah2 dirinja sudah pergi ketempat djaub. Seperti sudah berada dipuntjak

gunung Oey San dan menjaksikan kedjadian peristiwa lahun2 jang silam dikedua

matanja. Sajang sekali bajang2 tersebut mendjadi kabur dan hilang dari pandangan

mata. Kedjadian itu serupa dengan impian ! Telinganja jang masih terbentang mendengar

pula penuturan terlebih landjut dari ibunja.

"Tambang dari Tju Hong pandjangnja tiga depa. Bukan tambang sembarang tambang,

sebab terbuat dari ribuan benang eraas halus, dan seutas tali besi jang sudah diolahTeam/Kolektor E-book

demikian rupa. Dipilin. mendjadi satu. Segala benda tadjam berupa golok dan pedang

biasa. Djangan melamun dapat memutuskannja.

Tambang ini mendjadi sendjata pula untuk Tju Sioksiokmu. Ia dapat turun naik di-

tebing2 dan djurang2 tjuram mengandalkan tambangnja itu. Tjaranja ialah menggaet

pohon2 digunung dengan pengaitnja jang terdapat dikedua udjung tambang. Waktu

udjung pengait jang satu menggaet pohon udjung jang lain berada ditangan, dari itu

sekali kedet tubuhnja merapung kedepan. Silih berganti kaitan itu dikerdjakan dengan

tjepat. Puntjak dan bukit jang tinggi dengan waktu sebentar sadja dapat didaki !

Tempo hari, waktu Louw Eng pulang, hanja membawa sebagian tambang dan separo

dari kaitannja jang sudah kutung. Menurut tjeritanja Louw Eng. Sewaktu Wan Tie No

berhasil memukul Tju Siong djatuh kedju

rang. Tju Hong menggaetkan tambangnja kebatang pohon Siong tua. Wan Tie No

tjepat menabaskan pedangnja. Hal itu Tju Hong tengah mengendjot tubuhnja dan

melajang diudara menudju kcatas. Udjung lain dari tambangnja menggaet kebatang

pohon jang berada didekat Wan Tie No. Kesempatan ini tidak di-sia2kan Wan Tie No.

Tambang itu ditabas dan mengenai kaitannja, kaitannjapun putus kena pedangnja itu.

Tju Hong terkatungkatung diudara tanpa pegangan. Dengan satu djeritan jang

menjedihkan tubuhnja djatuh kedalam djurang.

Tju Siok-bo meneliti tambang dan kaitan jang tinggal separo itu dengan perasaan

pedih. Bekas tabasan pedang itu sangat mengkilap. Pedang itu pasti pedang mustika.


Pedang Naga Dan Pedang Cendrawasih Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Malam itu Tju Siok-bo mempertjakapkan hal itu pada Ong Pce-bo. Hal ini hanja mc-

nambah2 sadja ketjurigaan jang sudah demikian besar.

Wan Tie No seumur hidupnja mendjagoi dan terkenal berkat tangan besinja. Tak

pernah tertarik akan segala sendjata. Misalkan ia membutuhkan djuga paling banter ia

membawa sendjata biasa sadja. Wan Tie No seorang jang djudjur, tidak ada satu hal

jang tidak dikatakan kepada temannja. Andai kata ia mempunjai pedang mustika, hal ini

pasti diketahui orang2 Kang-ouw.

Kemungkinan besar jang mentjelakakan Tju Hong adalah orang lain. Tidak tahu

pedang mustika itu bernaina apa.?"

Ibunja berkata lagi: "Benar seperti katamu. Waktu itu kamipun berpendapat demikian.

Louw Eng tidak mendjelaskan sesuatu dengan djelas. Karenanja kamipun tidak mau

memaksa minta bukti2 jang njata. Malam itu diam2 kami berunding untuk mendajakan

dan mengetahui kedjadian jang sesungguhnja. Ber-kali2 mentjari djalan, alhasil nihil

semua. Kau harus tahu, sewaktu ajahmu dan Louw Eng mengangkat saudara. Ia masih

muda sekali. Kemudian ia pergi ke Kwan Tong mengembara. Tatkala kembali, wadjahnja

berubah demiMstiTeam/Kolektor E-book

kian matjam, wataknjapun agak berlainan. Kami kaum wanita enggan untuk

mengatakannja perihal seseorang lelaki.

Malam itu kami terdiam tak berdaja untuk mengetahui sesuatu terlebih landjut. Tiba2

dari wuwungan rumah berkelebat sinar putih, menjusul benda djatuh menimpah medja.

Kami terkedjut, aku melontjat keatas rumah. Tapi sepotong bajanganpun tak terlihat

dimata.

Benda itu ialah bungkusan kain putih berisi Bvvee Hoa Tok Tju. Dikain itu terdapat

beberapa tulisan."

"Apakah mutiara itu sendjata ajah ?" tanja Tjiu Piou. Ibunja diam termenung. Dalam

matanja se-olah2 menggambarkan kedjadian dikala itu.

"Betul. Ketika itu kugenggam dan ku-remas2 mutiara itu. Tak salah memang sendjata

jang biasa menjertai ajahrnu, sebanjak enam butir." Sambungnja pula, "aku lupa se-

gala2nja. Mutiara itu erat2 kugenggam. Air mataku tak tahan tidak keluar

Mendengar sampai disitu, Tjiu Piau berseru kaget: "Bukankah mutiara itu beratjun bu

! ?"

"Jah memang beratjun. Waktu kena durinja aku barn merasa sakit. Segera kusadar

atas ratjun dari mutiara itu ! Tapi hatiku mengambil putusan pendek. Agaknja aku ingin

dengan segera menjusul ajahrnu ketanah baka. Sengadja ku-remas2 semakin keras !

Biasanja barang siapa terkena ratjunnja jang demikian lihay. Pasti pingsan seketika. Tak

terkira sedemikian lama ku-remas2, sedikit reaksipun tidak terasa. Kubuka tanganku,

hanja terdapat tetesan darah mengalir dari telapak tangan. Tak ada tanda2 kena ratjun,

kiranja ratjunnja sudah sima. Mungkin disebabkan terlalu sering dipergunakan

menjerang, entah berapa banjak orang. Ratjun2 itu sedikit demi sedikit hilang meresap

didaging si korban. Kalau dipikir kedatangan tamu malam pasti untuk mentjari balas, tapi

mengherankan, dikain pembungkus terdapat empat baris sadjak jang berlainan dengan

perkiraan kami.

Sadjak itu berbunji:

Peristiwa Oey San membawa dendam

bagai lautan.

Delapan betas tahun hidup menanggung

penasaran.

Putera puteri membawa pedang mendaki

Oey San.

Tamu menanti malam Tiong TjiuTeam/Kolektor E-book

bulan delapan.

Sadjak itu terang2 mengatakan pertemuan di Oey San raengandung perkara

penasaran. Maksudnja, delapan belas tahun kemudian, dikala malam Tiong Tjiu. Anak2

dkri generasi kemudian pergi mendaki Oey San. Disana ada seorang menantikan

kedatangan mereka untuk menerangkan hal penasaran dan dendam itu. Kata2 ini

mejak'inkan dan menghilangkan keraguan, bahwa pendatang malam itu bukan musuh,

tapi kawan."

"Djika demikian, pertemuan Oey San, pasti dihadirin pula orang banjak !"

"Menjesal tak diketahui siapa dia. Hingga kini masih sukar diketahui. Selandjutnja

malam itu, kami tidak dapat seketika mendapat kepastian. Tapi kalau kami tetap berdiam

ditempat lama. Tidak menguntungkan. Dari itu untuk sementara kami berpisah. Masing2

berpisah dan bersembunji guna membesarkan anak2. Delapan belas tahun kemudian

berdjandji saling bertemu dan berkumpul lagi. Serentak kami malam2 berpisah

meninggalkan kota Souw Tjiu dengan berlinang air mata. Perpisahan ini sudah delapan

belas tahun lamanja, tapi rasanja baharu kemarin sadja terdjadinja. Jang njata kini aku

sudah beruban dan kamir sudah dewasa." Menuturkan sampai disini tak tertahan lagi, air

mata ibunja mengalir dengan derafe.

Sang ibu menjeka butiran2 air mata. Dari dalam kotak

dikeluarkan lagi dua matjam barang. Satu rtiutiaia etnas, satu lagi sematjam tjarikan

kain.

"Mutiara ini biar aku simpan, karenanja dengan setiap hari bertemu. Sania dengan

bertemu ajahmu. Adapun tjarikan kain ini, ialah benda kepertjajaan sewaktu

berpisah. Kau tahu sadjak itu terdiri dari empat baris. Ong Pee-pec mempunjai seorang

putera dart seorang puteri. Tju Siok-siok hanja mempunjai seorang putera, terhitung

denganmu semua empat orang. Masing2 mendapat sebaris dari sadjak itu dan berdjandji

pada tahun ini akan berkumpul pada malam Tiong Tjiu dipuntjak gunung Oey San.

Sebagai tanda kenal dan bukti, jakni menggunakan tjarikan kain ini."

Tjiu Piau menerima dan membuka benda itu. Ia menerima baris kedua dari sadjak itu

"Delapan belas tahun hidup menanggung penasaran". Tulxsan itu demikian indah,

agaknja buah tangan seorang wanita.

Kata2 sadjak itu meresap dalam ingatan Tjiu Piau. Dimasukkannja kedalam sakunja

dengan hati2. Kesal hatinja tidak dapat segera terbang dan berada di Oey San untuk

berkumpul dan ber-sama2 melampiaskan dendam dan sakit hati. Tiba2 sesuatu

pertanjaan timbul dalam hatinja.

"Bu, tidak tahu anak2 keluarga Ong dan Tju mempunjai tjiri2 apa untuk dikenal. Kapan

bertemu aku harus bagaimana membahasakan diri pada mereka ?" Ibunja menarik napasTeam/Kolektor E-book

sebentar, lain mendjawab: "Kedjadian sungguh kebenaran adarija. Kalian berempat

sebaja sadja. Kala kedjadian Oey San, putera sulung dari Ong Pee-pee baharu berusia

tiga tahun. Tubuhnja sangat besar dan gemuk, dari itu karni biasa memanggil A Pang (si

gemuk). Ia terbesar diantara kalian. Djika bertemu dengannja panggillah toako (kakak),

karenanja ia mendapat baris pertama dari sadjak itu. Jang kedua ialah kamu sendiri dan

mendapat baris kedua dari sadjak itu. Jang ketiga adalah putera tunggal dari Tju Siok

siokmu, waktu itu ia baharu berusia satu tahun, mendapat baris ketiga dari sadjak itu.

Baris ke-empar terdjatuh pada puteri Ong Pee-pee jang kala itu baharu laliir beberapa

bulan. Dua anak jang belakangan ini sampai nania ketjilnja sadja aku lupa. Sebab waktu

berpisah terlalu ter-gesa2. Sampaipun hal penting ini kulupakan sudah. Lebih2 bitjara

tentang parasnja, se-kali2 tak dapat ku-ingat pula. Tahun itu kalian hampir serupa sadja

wadjahnja."

Pembitjaraan ibu beranak itu melupakan waktu. Tjeritera semakin pandjang, waktu

terasa semakin singkat. Ibu itu teramat teliti dalam penuturannja tentang keempat

saudara angkat itu. Lain hal jang diketahuinja, djuga tidak luput dalam penuturannja itu.

Tjiu Piau baharu sadar, bahwa pertemuan di Oey San itu. Telah menggemparkan dunia

Kang-ouw' dan rimba persilatan. Hal jang lebih2 menggontjangkan kaum Kang-ouw;

matinja Wan Tie No dalam tangan Louw Eng. Sehingga kegagahan Louw Eng dalam

waktu semalam sadja sudah tersiar luas. Tapi tidak lama kemudian Louw Eng tidak

dianggap sebagai pendekar Kangouw lagi. Ia menjerahkan diri dan mendjadi budak

bangsa Boan. Entah apa djabatannja di-istana tidak ada jang mengetahui. Jang diketahui

pengaruhnja sangat besar dan berkuasa dikalangan istana.

Ajam djago berkerujuk memperdengarkan suaranja. Pagi mendatang dari ufuk timur

dengan sinar jang berkilau menerobos di-tjela2 pohon didesa itu.

"Anakku, pertama kali kau keluar pintu, kau belum kenal djalan" Dari itu djanganlah

me-njia2kan waktu. Tiga hari kemudian segeralah kau pergi ke Oey San. Kini baik2Iah

pergunakan waktu tiga hari ini untuk raelatih diri. Bwee Hoa Tok Tju terdiri dari tiga kali

tudjuh, duapuluh satu djurus. Aku hanja apal tudjuh djurus sadja. Kesemuanja sudah

kuturunkan kepadamu. Sisanja masih ada empat belas djurus lagi. Ini dapat

kau peladjari menurut buku, buku ada disini, ambOlah dan selidiki serta peladjari.

Terketjuali itu ratjun daii mutiara emas kini sudah hilang. Tapi tjara pembuatannja aku

masih ingat dengan baik. Dalam waktu tiga hari, kita pergi kegunung untuk mentjari

bahan2 dari ratjun itu. Sekalian kau peladjari djuga tjara membuatnja. Kalau hal ini sudah

selesai hatiku lega sekali untuk melepaskan kau dari pangkuanku."

"Aku setudju dengan usulmu bu. Tapi aku berkeberatan untuk menggunakan Bwee

Hoa Tok Tju. Aku sudah biasa menggunakan batu2 ketjil."Team/Kolektor E-book

"Ratjun mutiara itu bagaimana dapat dipakai dalam batu !" tegur ibunja sambil

tjemberut.

"Aku tak ingin melukakan seseorang dengan ratjun bu !"'

Sang ibu mengerti kedjudjuran anaknja. Atas ini seharusnja ia merasa sukur dan

bangga. Tapi Tjiu Piau baharu besar, dengan sebatang kara mentjeburkan diri kedunia

Kang-ouw. Kalau tidak dipersendjatakan ilmu warisan ini, tak tenang akan hatinja.

Dengan keras ia berkata: "Anakku, kau djawablah pertanjaanku. Misalkan kau

berhadapan dengan pembunuh ajahmu, tidak djuga kau pergunakan mutiara emas ini

untuk melukainja ?"

Mendengar ini Tjiu Piau mengertekkan gigi sambil berkata: "Kalau dapat kutjari

manusia terkutuk itu. Detik itu djuga kuhadjar dengan sendjata beratjun ini !"

"Nah ! demikian baharu benar, ratjun ini harus baik2 dibuatnja. Biar pendjahat2

dikolong langit dapat menikmati benda ini."

Se-iring dengan datangnja fadjar, hudjan rintik2pun turun mendatang. Pertjakapan

antara ibu dan anak semalam sujituk tanpa henti2nja. Kini tanpa menghiraukan pada

keadaan alam, tanpa tidur lagi. Langsung mendaki gunung untuk memetik ramuan

obat2an untuk ratjun dan berlatih silat.

Gunung Thian Bok herdiri tegak dengan mcgahnja. Bukit2nja tinggi berantai,

tebing2nja tjuram dan dalam, tersusun demikian rapi, menambah keindahannja. Kini

diliputi dan diselimuti kabut putih. Djauh dan dekal hanja halimun tebal jang terlihat.

Digunung tampak bermatjam2 pohon dan bunga2 indah.

Ibu dan anak itu tak tergerak hatinja guna menikmati pemandangan alam jang

demikian indah itu. Hanja mcIandjutkan perdjalanannja untuk mentjari tempat sunji.

Bebeberapa lama kemudian mereka tiba disuatu bagian gunung jang djarang

dikundjungi dan dipidjak manusia. Tumbuh2an jang tumbuh disini semua aneh dan

djarang dilihat manusia. Kiranja Thian Bok terkenal sebagai tempat menghasilkan

obat2an. Segala pohon obat jang djarang dan tak ternilai harganja membajak memenuhi

lereng dan djurang. Sambil berdjalan sang ibu tidak henti2nja memetik pohon2 obat. Dua

djam kemudian udara berubah mendjadi tjerah. Mereka sampai ditempat jang sunji dan


Pedang Naga Dan Pedang Cendrawasih Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


permai. Diapit dua tebing jang indah terletak sebidang tanah datar ketjil.

"Bu, istirahatlah disini. Berilah petundjuk2, aku ingin berlatih."

Sang ibu walaupun semasa mudanja mempeladjari ilmu silat. Tapi tidak tinggi,

tambahan sudah landjut usianja. Tak heran sudah letih djuga. Dikeluarkannja buku

pusaka ilmu warisan keluarga Tjiu dan diberikan kepada Tjiu Piau.Team/Kolektor E-book

"Buku ini memuat tjara2 melatih bagaimana harus melepaskan sendjata rahasia Bwee

Hoa Tok Tju jang ampuh itu. Semua terdiri dari tiga gelombang. Gelombang pertama

terdiri dari tudjuh djurus, dipergunakan waktu dalam keadaan terdesak dan genting.

Dengan djurus Pek Ho Tiong Thian (Bangau putih mentjelat keudara) ditambah enam

djurus lainnja. 'Segala serangan musuh dari empat pendjuru dapat dihindarkan.

Disamping itu masih berketika untuk membalas menjerang de

ngan mutiara emas ini. Gelombang pertama ini sudah dipeladjari Tjiu Piau dengan

sempurna. Buktinja sudah dipertundjukkan dirumah. Kini menurut petundjuk buku ia

berlatih sekali Iagi. Tanah digunung berlumut dan lit jin, tambahan baharu habis hudjan.

Tapi Tjiu Piau dapat melakukan setiap gerakan dari setiap djurusnja sekehendak hatinja.

Melihat ini ibunja bukan buatan rasa senangnja.

Gelombang kedua lebih mentadjubkan lagi. Diperuntukan menghadapi diri waktu

dikurung dan diserang rnusuh. Hmu ini dapat menjelamatkan diri dengan berhasil.

Tjaranja ialah dengan satu kaki diangkat. Kaki jang menempel pada tanah tidak henti2nja

me-lontjat2 menotol tanah dengan keras. Tubuh dibuatnja ber-putar2 hebat bagai kitiran.

Karenanja walaupun dikurung musuh dari empat pendjuru. Mata masih dapat melihat

setiap gerakan musuh dengan tegas. Dimana ada lowongan segera mempergunakan Sian

Hong Kian Tjiok (angin pujuh menggulung batu) menjusul Sun Lui Thian Tjiang (petir

dahsjat dari langit). Serta ketudjuh matjam tjara melepas mutiara lainnja. Musuh jang

bagaimana tangguhpun sukar dapat meluputkan diri. Ketudjuh djurus ini tidak mudah

dapat segera diselami dan dipeladjari. Tjiu Piau menurut petundjuk2 buku, dan ibunja

jang pernah melihat Tjiu Tjian Kin dulu melatih diri. Baiknja Tjiu Piau sangat tjerdas,

sesudah berlatih setengah hari, ia sudah paham. Disebuah batu berlumut jang litjin ia

berdiri. Tak djera2nja meng-ulang2 peladjaran ini. Semakin berputar semakin

menjenangkan, badannja diputar menjerupai gulungan asap, mendadak beruntun

serangan batu dengan dahsjat dilepaskan ibunja. Tjiu Piau dengan tenang mengegos

atau berkelit dan menghantam lagi dengan batu. Memunahkan semua serangan.

Tengah asjik mereka berlatih, mendadak dikedjutkan dengan seruan pudjian: "Aduh

hebat !" Suara itu demikian garing dan bening, bagai suara anak perempuan.

Tjiu Piau berhenti. Diavvasinja sekeliting, tapi tak tampak bajangan orang.

Dalam kagetnja Tjiu Piau merasakan suara itu masih

berkumandang dalam telinganja. Past! suara seorang gadis. Lemah-lembut tjukup

menarik, membuat hati sipendengar merasa njaman. Suara itu datang kira2 tidak lebih

sepuluh tindak dari Tjiu Piau. Walaupun hudjan rintik2 membasahi bumi. Mata dapat

melihat sedjauh seratus tumbak. Tapi sedjauh mata memandang, hanja tampak

gojangan2 rumput dalam kesunjian sadja jang kelihatan. Diniana dan mana ada bajangan

orang. ?Team/Kolektor E-book

Ibunja sesudah berdiam diri sedjenak lantas berkatar "Anakku, turunlah. Agaknja

tempat ini tidak sesuai untuk berlatih, marilah kita tjari tempat lain."

Tjiu Piau masih mengawasi sekeliling dengan heran. Ia melontjat turun dari batu

tjadas, menurut kata ibunja.

Belum kedua ibu dan anak melangkah, mendadak datang suara gaib berkeresek.

Membuat pendengar merasa waswas. Agaknja suara itu datang dari tebing, makin lama

makin dekat !

Tjiu Piau dengan mata mudanja jang avvas, segera menampak se-ekor ular berwarna

merah mendarah. Kepalanja besar, tapi badannja ketjil. Pandjang tubuhnja lebih kurang

sepuluh depa. Tengah asjik merosot dari tebing. Dilaluinja pohon2 dengan tjepat dan

menghampiri mereka. Tjiu Piau berteriak: "Bu, awas ular !" Sambil menghadang tubuhnja

dimuka ibunja.

Dikata lambat tapi tjepat. Ular merah itu sudah berada dihadapan Tjiu Piau. Kepalanja

berdiri, lidahnja jang hitam pekak mengelel pandjang. Tubuhnja raempunjai titik garis2

hitam. Sungguh menakutkan. Ular itu mengkerat sedikit, se-konjong2 mentjelat bagai

kilat menjerang lambung Tjiu Piau. Sekilat mungkin Tjiu Piau mengegos kekanan, tangan

kirinja menolak perlahan sang ibu sambil memperingati: "Bu lekas berlalu !"

Sungguh mengherankan ular itu hanja memperhatikan Tjiu Piau sadja. Matanja

raenatap dengan buas. Sekali serangannja tak membawa basil, dengan tjepat lubuhnja

berputar kekanan. Ekornja menempel tanah, ia berdiri tegak ber-gojang2 kekanan dan

kekiri. Matanja jang buas membajangkan ingin segera mentjaplok Tjiu Piau bulat2.

A

Tjiu Piau sebenarnja memegang beberapa butir batu2 ketjil. Tapi kini tak ada barang

sebutir, entah kapan disebarkan. Ia melontjat kebelakang, ular itu menggelesei

membajangi.

Ibunja ter-gesa2 berkata: "Anakku, pergunakan mutiara !" Tjiu Piau tersadar,

tangannja segera mengambil mutiara. Ular itu sesudah mengkeret, sebentar, kembali

menjerang pula. Tjiu Piau mentjelat keatas berbareng melepaskan mutiara2 itu. Semua

menjerang djalan kematian, alhasil semuanja mengenai dan terbenam dalam tubuh ular

dibahagian tengah.

Ular itu tak mengira akan mendapat hadjaran. Sesudah mengeliat sebentar, terus

menerdjang Tjiu Piau kembali dengan ke-gila2an. Tjiu Piau melontjat kaget, sedjauh

tudjuh-delapan depa tatkala ia menoleh, ular itu masih sadja membajangi dengan erat.

Tubuhnja melajang diudara, ekornja disabetkan bagai tjambuk menjapu datang. Tjiu Piau

kembali melontjat, ular itu kembali mengikuti. Tjiu Piau belum pernah berkelahi dengan

ular, dalam gugupnja ia lari lagi. Sesudah ia lari dua lie baharu ular itu tak kelihatan mataTeam/Kolektor E-book

ekornja. Baharu sadja Tjiu Piau tenang sebentar, hatinja kembali tjemas memikiri nasib

ibunja.

Tiba2 berbunji lagi desisan ular itu, njatanja ular itu sudah berada dihadapan mukanja,

kelintjahan ular itu tak ada taranja. Badannja menempel bumi dalam sekedjap mata

sudah sampai dekat kakinja. Tjiu Piau kaget setengah mati. Tjepat2 kakinja menotol

bumi, ia melontjat, ular itu agaknja sudah mengetahui akan adanja gerakan ini.

Bergemingpun tidak. Kepalanja mendjulur

kcatas menantikan Tjiu Piau turun. Dengan tubuh diudara Tjiu Piau merasa kaget.

Mendadak ia ingat perkataan ibunja ular harus dipukul tudjuh centimeter dibelakang

kepalanja. Dalam kegirangannja Tjiu Piau segera mengeluarkan djurus "Siang Liong Tok

Tjiu" (Sepasang naga njemburkan mustika). Dua butir mutiara itu tepat menembus

dibelakang kepala ular itu sedjauh tudjuh centimeter. Sekali djungkir tubuh Tjiu Piau

hinggap sedjauh satu tumbak dari tempat asal. Ular itu sudah tak berkutik. Setjepat kilat

Tjiu Piau mengirimkan dua butir lagi. Ia baharu sadar ular itu, sudah djengkar mendjadi

majat. Baharu sadja ia menarik napas lega. Lagi2 berkumandang suara anak perempuan

itu.

Saat itu kabut mendadak turun dimuka bumi dan memenuhi pegunungan. Dengan

tangan mendjindjing ular. Tegak ia berdiri dibawah tetesan hudjan dan liputan kabut.

Matanja mentjelos memandang ke-empat pendjuru. Hatinja berdebaran keras. Mendadak

dan tiba2 mendatang suara dari dekat sekali. Suara tertawa dan teguran masuk kedalam

telinga Tjiu Piau dengan berbareng.

"Hai ! Kenapa kau bunuh Tan-djieku ?"

Suara itu datang dari samping tubuh Tjiu Piau, ia menoleh dengan kaget. Dalam tjuatja

remang2 didalam kabut dan hudjan gerimis,tampak sesosok tubuh seorang gadis

berpakaian putih. Berusia lebih kurang lima-enam belas tahun. Ia tersenjum djenaka.

Raut mukanja bulat, mulutnja mungil. Matanja hitam djemih dan bergigi putih mengkilap

bagai saldju. Ketawa itu ketawa lintjah dan nakal. Sukar untuk mengetahui makna

senjumnja itu. Entah apa jang tengah direnungkan dan dipikirkan olehnja ?

Diam2 Tjiu Piau berkata didalam hati: "Mungkinkah didunia ini benar2 ada dewa dan

dewi ?"

Dalam lirikan matanja, sedikit djuga tak terlihat noda2 kotor dalam badju putih si gadis

itu. Tak ubahnja seperti

bidadari turun dari kajangan Tjiu Piau merasakan sesuatu jang gandjil. Ia kesima dan

tidak dapat berbuat apa2. Matanja tak tahan mengawasi gadis itu lama2. Bertepatan

gadis itu djuga tengah asjik menatap. Empat mata bentrok, gaja tenaga mata dari sang

gadis membuat Tjiu Piau tunduk. Mata itu demikian berpengaruh, 'bagai benda sutji jang

tak dapat didjamah. Gadis itu kembali berkata: "Hajuh bitjara, kenapa kau membunuhTeam/Kolektor E-book

Tan-djieku jang kutjintai. Bila tidak bitjara bisa gagu, tahu !" Tjiu Piau deredetan gugup

mendjawab: "Siapa jang membunuh Tan-djiemu ?" Gadis itu mendadak tertawa ber-

gelak2:

"Apa jang kau djingdjing ditanganmu ?"

"Se-ekor ular/'

"Nah, itu bukan ?" ia berkata, badannja tergojang sedikit, melewat disamping Tjiu

Piau. Dua djeridji kirinja terdjulur menudju mata sang djedjaka. Tjiu Piau tjepat2 mendek,

ular sudah be.rganti tangan.

"Aduh kagetnja sedemikian matjam, siapa sih jang benar2 akan mengkorek matamu

?" ia bitjara tanpa raemperdulikan Tjiu Piau. Ularnjg. diletakkan sambil di-usap2 ditanah,

dan menangis dengan sedih sekali !

Tjiu Piau merasakan gadis ini mengherankan dan membingungkan. Dalam hutan dan

didaiam gunung dari mana datangnja orang ini ? Saat ini Tjiu Piau mendengar panggilan

ibunja. Hatinja berpikir lebih tjepat berlalu lebih sempurna. Ia segera berlalu. Baru

melangkah dua tindak, gadis itu berteriak memanggilnja: "Hei ! Barangmu jang tertinggal

tak mau diambil !" Tjiu Piau berdiri menanja: "Barang apa ?"

"Mutiaramu, dibuang sadja ?"

Tjiu Piau berpikir sebentar. Ke-enam mutiara peninggalan dari mendiang ajahnja,

semua sudah bersarang ditubuh ular itu. Biar bagaimana harus diambil. Tapi bagaimana

membuka mulut untuk memintanja. Gadis itu berkata: "Ular ini sudah mati, sudah tidak

resep aku

main dengannja. Aku tak mau lagi sudah. Hitung2 tidak menjusahkan kamu !"

Tangan kirinja mentjekal ular, dengan pisau ditangan kanan di-gores2 majat ular itu,

menjusul suara merotok dari butiran2 mutiara berdjatuhan ditanah. Gadis itu berbitjara

sendiri: "Sajang, sajang Tjian Tok Tjoa (ular seribu ratjun) ini sudah diberikan

kepadanja." "Masih tak mau mengambil besi berkarat ini kah ?" katanja lagi. Tjiu Piau

tjepat2 meraup mutiaranja dan scgera berlalu. Gadis itu sambil tjengar-tjengir kembali

menghadang perdjalanannja, seraja berkata : "Bagaimana ? Kau sudah membunuh

ularku dan sudah menghisap bersih seribu matjam ratjunnja. Sedikit djuga kau tidak

menghaturkan terima kasih masa akan berlalu begitu sadja ? Tjiu Piau berkata dengan

gugup: "Siapa jang kesudian ular seribu ratjunmu itu." Gadis itu dengan gusar berkata:

"Kau benar2 gila, apa pura2 berlaga pilon ? Kalau dilihat usiamu pasti lebih besar dari

aku. Aku mengerti masa kau tidak !"

Tengah. mereka asjik berdebatan, diudara terdengar suara elang membunuh burung

geredja. Gadis itu mendongak keatas, mulutnja berbunji tjek-tjek-tjek meniru suara

burung. Sepontan dari atas melajang se-ekor elang hitam menudju bumi. Gadis ituTeam/Kolektor E-book


Pedang Naga Dan Pedang Cendrawasih Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


melemparkan ular aneh jang dipegang itu keudara. Elang hitam itu menjambut dengan

kedua kukunja dengan tepat, sambil berbunji keriangan elang itu terbang pergi.

Tjiau Piau tak mengerti apa jang tengah dipertundjukkan, waktu ia dongak keatas,

terlihat elang hitam itu tengah mematokan parunja pada ular itu. Hanja tersentuh sedikit

akan lidahnja pada ular itu. Kedua sajapnja segera teklok tak bertenaga. Sajapnja hanja

mengelapak2 dua kali, lantas djatuh menukik kebawah. Gadis itu siang2 sudah

menampani Iengannja. Elang itu dikeset sajapnja, dan dilempari kepada Tjiu Piau sambil

berkata : "Periksalah dengan benar !" Elang itu sudah

Gadis itu kembali tertawa dan berkata: "Kau boleh pergi, tapi harus bergebrak dulu

denganku. Kalau bisa menang baru boleh pergi !"

"Tidak gentarkah akan mutiara beratjunku, tanja Tjiu Piau.

"Se-kali2 tidak, marilah kita tjoba2. Hadjarlah aku dengan sebutir mutiaramu,

kemudian kau harus menggigit ularku sekali, setudju ? Djangan dilupakan ular seribu

ratjun ini adalah peliharaanku. Didunia ini hanja akulah jang dapat memunahkan

ratjunnja.''

Dalam kagetnja Tjiu Piau menjesali kelalaian hatinja, dan mengagumi ketelitian si

gadis. Takut kalau2 gadis itu masih mempunjai benda2 aneh lagi, dari itu ia berpikir baik

tak berkelahi. Ia berkata: "Kiranja kau kasih aku berlalu atau tidak ?"

"Kau harus tinggal menemani aku dahar," guraunja, mendadak suaranja berubah

mendjadi lembut: "AsaI kau dapat melulusi permintaanku. Hal matinja ularku dan diambil

ratjunnja tidak kuperhitungkan lagi."

Hal apa jang diminta tanja Tjiu Piau. Gadis itu membuka mulutnja per-lahan2, satu

sjarat aneh dikeluarkan, katanja: "Kau harus tahu, tabiatku gemar pada tempat2 aneh

jang baru. Menjesal tak ada kawan memain, sehingga tak pemah aku merasa gembira.

Kini aku hanja mohon kau melulusi untuk menemani aku pergi bermain2 ditiga tempat,

ini sadja, kalau mau, tentang ularku tak perlu kau ganti lagi, setudju jah ? Kata2nja ini

bagai suara anak ketjil jang tengah merengek meminta sesuatu kepada ibunja. Kata2nja

menimbulkan rasa kesian. Lebih2 waktu mengatakan "setudju jah" kedua matanja

memandang Tjiu Piau dengan penuh harapan. Tjiu Piau gelabakan tak keruan, ia tak

dapat berkata tidak. Kepalanja meng-angguk2 tanpa terasa.

Dalam girangnja gadis itu berkata: "Memang kau baik, dari semula sudah kuduga kau

pasti melulusi permintaanku. Baiklah kau tunggu sebentar aku segera men

tjari tempat memain jang baik. Kemudian baru kita bersama2 ber-main2 !" Waktu ber-

tjakap2, Tjiu Piau mendengar suara panggilan ibunja. Ia mendjawab sekeras mungkin:

"Bu, aku disini !" Gadis itu berkata: "Ibumu datang, aku pergi dah ! Aku tak senang

berdjumpah dengan nenek2 !" Kata2nja belum habis, tubuhnja sudah bergerak. BagaiTeam/Kolektor E-book

me-lajang2 ia pergi mendjauh. Pemandangan ini bagai dalam kajalan, tapi kenjataan,

perlahan2 ia menghilang. Badju putihnja bertjampur dengan halimun putih mendjadi

satu. Mana si gadis mana halimun. Se-kali2 tak dapat dibedakan. ?

Baharu sadja Tjiau Piau berhenti mengawasi, dalam kabut tebal nampak bajangan

ibunja. Ibunja segera bertanja: "Anakku, dengan siapa kau bitjara ?" Sebelum

mendjawab ia mempunjai perasaan aneh, gadis ketjil lebih muda darinja, tapi

berkepandaian lebih tinggi. Paling mengherankan gadis itu mengetahui dengan terang

sendjata tunggal dari keluarga Tjiu. Kata2 ini disimpan dalain hatinja. Ia hanja berkata:

"Ibu lebih baik kita pulang sadja." Waktu itu ibunja sudah memetik sekerandjang penuh

obat2an. Ibu dan anak turun gunung. Setiba dirumah Tjiu Piau menuturkan hal

pertemuannja dengan gadis berbadju putih pada ibunja. Sesaat kemudian ibunja baru

berkata: "Anakku, hai ini sangat mentjurigai sekali. Sebaiknja hari esok djangan melatih

diri disana. Adapun gelombang ketiga jang terdiri dari tudjuh djurus ilmu Bwree Hoa Tok

Tju ini. Dilatih sambil berbaring, ini dipergunakan waktu tubuh dalam keadaan luka. Esok

hari tak perlu keluar rumah. Kesemua ini dapat dipeladjari didalam rumah. Aku sendiri

akan membuat ratjun untuk ke-enam mutiara pusaka itu. "Mutiara itu sudah beratjun

bu."

"Bj3r sudah berbisah dari ular itu, tapi tidak boleh tidak harus dibubuhi lagi ratjun dari

keluarga Tjiu. Ratjun ular itu kita tak dapat memunahinja. Kini ditambahi lagi dengan

ratjun dari keluarga kita. Anak perem

puan itu pun tak dapat memunahkannja. Bila kau berdjumpah lagi dengannja. Djangan

sampai kamu berpeluk tangan lagi tak berdaja." Tjiu Piau mengangguk

membenarkan kata2 ibunja.

Waktu berlalu dengan tjepat, tiga hari sudah lewat. Selama itu Tjiu Piau mengeram

diri sambil melatih diri. Hasil jang diperoleh tjukup memuaskan. Ibunja sudah selesai

mengolah ratjun Bvvee Hoa Tok Tju. Untuk mendjaga djangan sampai meratjuni diri

sendiri. Ibunja membuatkan Tjiu Piau sarung tangan dari kulit ru
menasehatkan lagi banjak kata pada sang anak.

Ke-esokan harinja, dalam tjuatja tjerah Tjiu Piau mohon pamit dari ibunja. Ibunja

meminta djangan dikuatirkan akan dirinja. Beliau dapat melewatkan hari dengan

mendjual obat2an. Ia memberikan do'a restu agar anaknja dapat tjepat2 membereskan

hal sakit hati, dan lekas2 kembali. Tjiu Piau mengingat baik2 pesan ibunja. Dibawah

antaran sorot welas asih dari mata ibunja. Hatinja penuh rasa hangat bertjampur duka.

Kakinja setindak demi setindak melangkah pergi.

Tj iu Piau pertama kali pergi merantau, banjak ha' sangat asing baginja. Hatinja tak

terhindar dari rasa bingung. Kedjadian2 beberapa hari belakangan ini bagai dalam impian

sadja. Sepuluh tahun lamanja sang ibu merawat dan membesarkan dia dengan susah-Team/Kolektor E-book

pajah. Delapan belas tahun berselang peristiwa Oey San sudah berlalu, kedjadian jang

sesungguhnja entah bagaimana? Ajah binasa ditangan siapa ? Sebab apa binasa ? Hingga

kini masih mendjadi teka-teki jang belum terpetjahkan. Saudara2 dari keluarga Ong dan

Tju, kini entah dimana. Dapatkah berdjumpah di Oey San sebelum hari Tiong Tjiu. Mereka

pasti sudah memiliki kepandaian silat jang tinggi, moga2 sadja kepandaian mereka semua

melebihi kepandaiannja sendiri.

W an Tie No sebenamja orang dari kalangan apa ?

laki2 setengah umur. Seorang dengan alis tebal dan mulut besar. Jang seorang lagi

bermuka pandjang dan bermata sipit. Ke-dua2nja duduk di-tengah2 ruangan. Laki2

beralis tebal tengah asjik bertjerita tentang keganasan tentara Boan waktu menduduki

kota Hang Tjiu. Laki2 bermuka pandjang, asjik duduk meneguk arak. Kedua mata sipitnja,

ber-putar2 larak-lirik tak henti2nja melihat kesekeliling. Tatkala tentara Tjeng memasuki

Tiongkok, di Hang Tjiu, Kiang In, Ka Teng dan beberapa tempat lain. Melakukan

pembunuhan besar2an. Menurut tjatatan sedjarah, disatu kota Hang Tjiu sadja rakjat

Tiongkok terbunuh sebanjak delapanratus ribu orang lebih !

Semasa dirumah Tjiu Piau sering mendengar tjerita dari mulut ke mulut tentang

keganasan dan kekedjaman tentara Boan. Tapi belum pernah mendengar tjerita itu

langsung dari seorang jang pernah inengalami dengan mata kepala sendiri. Laki2 itu

bertjerita dengan semangat ber-api2, Tjiu Piau horseman gat dibuatnja. Inilah kebiasaan

dari anak muda tak berpengalaman, girang dan duka dibajangkan dalam wadjahnja.

Demikianlah suatu sifat kebadjikan dan tjinta negara dari Tjiu Piau memenuhi wadjahnja.

Hal ini sedikit djuga tak terlepas dari mata sipit laki2 bermuka pandjang itu.

Mendengar sampai ditempat jang menjedihkan. Tjiu Piau merasakan gemas dan duka,

air mata hangar hampir2 tak terbendung keluar dari kelopak matanja. Sesaat itu nasihat

dari ibunja teringat diotaknja bahwa ia harus ber-hati2 didjalan. Maka segera ia menahan

duka sambil berlalu. Baru sadja ia melangkah dua tindak. Mendadak laki2 beralis tebal

itu berkata sambil meng-gerak2kan tangan. Sehingga sebuah tjawan melajang terlepas

dari tangannja. Tjawan itu tepat menudju Tjiu Piau. Tjawan itu mengandung tenaga

tersembunji jang maha hebat.

Harus diketahui dalam hal sendjata rahasia, Bwee Hoa Tok Tju keluarga Tjiu

menduduki salah satu tern

Kalau nasib malang, pasti ke-rembet2.

Semalam berlalu tanpa terdjadi sesuatu. Pada hari kedua Tjiu Piau merasa lebih

tenang. Merenungkan kedjadian kemarin, merasa sangat gegabah, untungnja urusan

tiada berekor. Kiranja tidak perlu gugup atau tjemas lagi. Dengan tenang ia berdjalan

menudju ke Hang Tjiu. Rentjananja sesampai disana berganti mempergunakan djalan

air.Team/Kolektor E-book

Baru berdjalan setengah hari, perutnja mulai gerujukan sekali. Ia hendak mentjari

rumah makan untuk menghilangkan lapar dan dahaga. Apa mau sampai waning nasipun

tak didjumpai. Tidak seberapa djauh tampak sebuah perkampungan jang besar. Tapi Tjiu

Piau segan mengganggu penghuni2nja. Ia melaluinja sambil menundukan kepala. Setjara

tiba2 dua orang laki2 keluar dan bertubrukan dengannja. Bawaan orang itu jang berupa

sekantong uang retjeh tembaga, berserakan ditanah.

Kedua laki2 itu berdiri sambil hertolak pinggang dengan wadjah gusar. Bentaknja.

vHei, botjah mentjari kesenangan djangan pada tuan besarmu !"

Tjiu Piau merasa salah, dan takut membuat onar, ia minta maaf berulang kali. Kedua

laki2 itu dengan pengah, tak mau mengerti. Dalam hati Tjiu Piau berkata: "Lagihan siapa

jang akan bersetori dengan kalian". Tjepat ia berkata: "Uang ini tanpa sengadja Siauw-

tee berantakkan. Harap djangan gusar tuan2, tunggu saja pungutinja dan

membereskannja. Dipunguti uang itu satu2 dan dimasukinja kedalam kantung. Terdengar

salah satu laki2 itu berkata tjampur tertawa: "Saudara ketjil. Tak baik untuk menjusahkan

kamu. Terketjuali itu dengan sendirian sadja memunguti uang sangat membuang waktu.

Sebaiknja pegangilah kantung uang itu. Kami akan memanggil beberapa orang kampung

untuk membantu membereskannja." Dengan satu kali seruan. Tjukup mengumpulkan

tudjuh-delapan orang kampung.

Tjiu Piau mengawasi orang itu, entah gusar entah

girang tidak kelentuan. Diam2 hatinja mendeluh. Tak. banjak komentar lagi ia berdiri

tegak di-tengah2 sairibil memegangi kantung uang. Kesepuluh laki2 itu memunguti uang

itu, dan dilemparkannja kedalam kantung. Lemparannja semua djitu. Lambat laun

lemparannja mereka semakin ngawur. Terang2 mereka kini membidikkan uang2 itu

kearah Tjiu Piau. Dari delapan pendjuru uang2 itu berterbangan bagai hudjan. Beberapa

antaranja terdapat bidikkan2 chusus ditudjukan pada djalan darah Tjiu Piau, oleh orang2

berkepandaian tinggi.

Sekedjap sadja uang2 berterbangan bagai hudjan. Tjiu Piau mau tak mau harus

berkeiit ketimur dan mengegos kebarat. Untuk menghindarkan diri dari serangan2 jang

berbahaja. Kemudian semakin banjak serangan2 mendatang, sudah tak dapat dikelit atau

di-egos lagi. Sambil menahan amarah hatinja berkata: ,Kalau aku tak mengeluarkan

kepandaianku, sukar kiranja melewati gangguan ini." Sesudah tetap pikirannja. Dibuka

kantung itu dengan kedua tangan. Ia berdiri dengan satu kaki dan berputar. Ilmu warisan

keluarga Tjiu gdombang kedua jang terdiri tudjuh djurus hebat dikeluarkan. Liang2 jang

berterbangan dari segala pendjuru tidak ada jang djatuh kebumi, semua dikandangi

kemulut kantung !

"Indah !" terdengar satu seruan menggeledek. Serentak oiang2 itu menghentikan

tangan! Berputar membentuk lingkaran menjerupai bulan sabit mengurung Tjiu Piau.Team/Kolektor E-book

Diambang pintu dari kampung itu berdiri tegak seorang laki2, orang itu tak lain tak bukan

dari si pentjerita Si Beralis Tebal.

Ia tertawa ter-bahak2 sambil berkata : "Selamat berdjumpa, selamat berdjumpa.

Kiranja tuan. Marilah mampir dulu barang sedjenak dan duduk2 dikampung kami. Tjung


Pedang Naga Dan Pedang Cendrawasih Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Tju (madjikan kampung) mengundang tuan."

Tjiu Piau mengawasi pintu kampung jang bertulisan. tiga huruf besar "Ban Liu Tjung".

Pintu dibuka, ter

lihat dedaunan hidjau didalam. Kala angin bertiup terdengar keresekan daun2 pohon

liu bagai hudjan gerimis.

Tjiu Piau berpikir: "Kampung ini tempat apa gerangan ? Aku mempunjai urusan

dibadan. Lebih baik tak singgah."

Sebelum ia membuka mulut, dibawah pintu tampak keluar lagi seorang laki2 pula.

Muka pandjang mata sipit. Lagi2 orang jang sudah dikenalnja. Orang itu berdiri dipintu,

dengan suara halus berkata: "Tjung Tju sendiri keluar mendjemput tamu". Walaupun tak

keras suaranja, tapi sepatah demi sepatali tegas terdengar di'telinga Tjiu Piau. Nada

kata2 belum hilang, dari dalam daun liu jang rimbun, mendatang seseorang. Orang ini

kira2 berusia limapuluh tahunan, wadjahnja gemuk, berpakaian sangat mentereng. Tak

ubahnja sebagai hartawan besar" Dalam pandangan mata sangat mentjolok sekali

perbedaann ja dengan pohon liu hidjau aju gemulai. Begitu keluar pintu. segera berkatr.

dengan suara keras: "Tamu agung dimana ?"' Begitu melihat Tjiu Piau Iantas

menjongsong sambil mendj.abat tangannja.

"Ban Liu Tjung menjambut kedatangan tamil agung. Bukan main sukar daai beruntung.

Silahkan bermalam 'barang semalam ditempat kami jang buruk ini. Sambil mengikat tali

persahabatan antara tuan dan kami. Ajoh silahkan masuk, silahkan masuk."

Perkataannja tjukup ramah-tamah tanpa menunggu djawaban Tjiu Piau dituntun

masuk. Sebelah tangan jang lain memberi isjarat kepada orang2nja: "Lekas2 sediakan

hidangan dan minuman untuk mendjamu tamu agung ini/'

Tjiu Piau dibesarkan dipegunungan sepi, tak biasa menerima perlakuan demikian.

Diperlakukan demikian hangat. Tak sampai hati untuk menolak. Tak sadar lagi kakinja

sudah melangkah masuk. Tapi hatinja sudah mempunjai perhitungan lain. Baiklah,

sesudah meminum ?seteguk teh segera aku berlalu.

Tjung Tju dan Tjiu Piau berdjalan dimuka, dua laki2

beralis tebal dan bermata sipit mengiring dari belakang.

Mereka berbarang memasuki Ban Liu Tjung.Team/Kolektor E-book

Tak njana kampung ini demikian mentadjubkan sedjauh mata memandang hanja

hidjau daun liu sadja jang tampak. Sama sekali tak ada bunga atau pohon lain. Dipintu

masuk berdiri sebuah tenda ketjil, masuk lagi kedalam tak ada rumah jang kelihatan.

Hanja terlihat djalan ketjil ber-liku2 mendjurus kedalam. Dahan liu jang berdjuntai

menutupi djalan. Orang2 berdjalan ditengahnja, bagai dalam lukisan sadja ! Sesudah

berbelok beberapa tikungan, rumah ketjil itu hilar.g dari pandangan mata. Dimuka terlihat

sebuah rumah ketjil terbuat dari susunan bata merah. Rumah itu penuh dengan gaja seni

dan indah tampaknja. Tamu dan tuan rumah masing2 mengambil tempat duduk, katjung

pelajan segera menjuguhkan teh harum. Tjung Tju itu berkata: "Kekurang adjaran dari

budak2 kami itu harap Tuan maafkan. Kepandaian tuan jang luar biasa, sungguh

mengagumkan sekali. Siapakah nama lengkap tuan jang besar ?"

Laki2 beralis tebal itu menjela dari samping: "Tuan ini dari keluarga Tjiu." Mendengar

ini alis Tjung Tju itu bergojang sedikit, tan janja pula: "Dilihat dari kepandaian tuan

barusan, mengingatkan saja pada ilmu Tjian Kin Bwee Hoa Tok Tju jang termasjur dalam

dunia Kang-ouw. Tidak tahu mempernahkan apa antara tuan dengan pendekar Tjiu Tjian

Kin ?"

Mendengar ini Tjiu Piau terkedjut sekali, sampai gelas jang dipegangnja djatuh hantjur

dari pegangan. Orang2 itu se-olah2 tidak memperhatikan. Hanja matania mendelong

mengawasi menantikan djawaban.

Tjiu Piau mengambil putusan dalam hati: "Biar bagaimana kali ini aku harus berdjusta".

Baru sadja timbul pikiran begitu, mukanja kontan mendjadi merah: "Tjian-pwee Tjiu Tjian

Kin, adalah paman djauh jang

rendah."

Tjung Tju itu berkata sambil ber-gelak: "Tak kira, hari ini dapat berdjumpah dengan

ahliwaris Tjiu Tjian Kin. Tjiu Shi-heng sebaiknja kau bermalam dikampung kami, hitung2

istirahat sadja bukan ?" Dipanggilnja dua pelajan dan dititahkan membersihkan kamar

tamu. Atas paksaan dari tuan rumah, Tjiu Piau tidak dapat menampik.

Tjung Tju itu berhasil menahan Tjiu Piau.

"Mohon tanja siapa nama tuan jang besar ?"

Tjiu Piau sudah sekali membohong, kini terpaksa harus mendjusta lagi.

"Boan-pwee bernama Liu. Tidak tahu siapa nama besar dari Tjian-pwec ?"

Tjung Tju itu kembali terlawa, udjamja: "Jang rendah Ouw Yu Thian, bergelar Ang Bin

Kauw (kauw = sematjam binatang djahat dalam sungai, binatang ini hanja binatang

kajalan seperti naga rnuka merah). Jang ini Tjee Bin Kauw Ku rJ'o (kauw beralis ungu),

ini Tiang Lian Kauw Tam Tjiu Liong (kauw bermuka pandjang). Sedangkan kami terdiriTeam/Kolektor E-book

dari tudjuh saudara. orang2 Kang-ouw menggelari kami Tjit-kauw. Toako kami Louw Eng

adalah saudara angkat dari Tjiu Tjian Kin. Dari itu kita terhitung orang serumah."

Tjiu Piau terpaku mendengar ini. Tidak njana belum berapa djauh dari rumah Louw

Eng sudah berada didepan mata. Sungguh menjulitkan sekali, sebab pertemuan Oey San

belum diketahui jang sebenarnja. Saudara dari keluarga Ong dan Tju belum didjumpai.

Dengan tenaga sendiri sukar menghadapinja. Sebaiknja aku harus menemui orang2 itu

dahulu baharu menemui Louw Eng.:' Memikir sampai disini hatinja mendjadi berdebar2.

"Toako kami siang malani memikiri anak Tjiu Tjian Kin. Kalau ia mengetahui bahwa

Tjiu Shi-heng berada disini, betapa akan girangnja. Sajang Toako kini tak

ada disini. Hendaknja Shi-heng berdiam disini sebulan dua lamanja. Sesudah itu pasti

Shi-heng dapat bertemu muka dengannja entah bagaimana pendapat Shi-heng ?"

Dengan gelisah Tjiu Piau mendjavvab: "Boan-pwee masih mempunjai sedikit urusan

jang belum selesai. Dari itu harus mengedjar waktu agar tak terlambat. Beginilah, malam

ini biar mengganggu tuan2 semalam, esok hari idjinkanlah Boan-pwec pamit. Kapan hari

ada waktu, pasti Boan-pwee berkundjung kembali."

Belum sempat Tjung Tju itu berkata, tiba2 dari luar terdengar suara ribut2.

"Ouw Siok-siok kenapa kau rampas tamuku !" Seiring dengan suara tibalah sebuah

gempelan benda hidjau. Tak Iain dari si gadis nakal jang tempo hari bertemu Tjiu Piau di

Thian Bok San. Kedatangannja membuat Tjiu Piau keheranan.

"Oh. kiranja Tjen Tjen," kata Ouw Yu Thian. "Sopanlah sedikit aku mempunjai tamu

lstimewa ! Mari kuperkenalkan !"

"Tjen Tjen" dua patah kata ini di-irtgat benar oleh Tjiu Piau. "Satu nama jang indah,"

pur' i hatinja.

"Siapa kesudian kau perkenalkan ! Kami sudah saling mengenal." Kata Tjen Tjen. "Hai

! betul tidak ?" tanjanja pada Tjiu Piau. Tjiu Piau manggut membenarkan.

"Aku ter-gesa2 keluar rumah, sampai lupa niewartakan dulu kepadamu. Terketjuali itu

aku tidak menepatkan djandji, atas ini ? harap dimaafkan." Tjiu Piau berhenti sebentar.

"Sungguh diluar perkiraan kita berdjumpah pula disini." Tjiu Piau adalah seorang jang

djudjur, tak biasa ingkar pada djandji. Dari itu begitu melihat orang jang didjandjikan

segera membuka mulut.

Sebaliknja Tjen Tjen merasa geli melihat tingkah laku Tjiu Piau. Sambil tertawa ia

berkata: "Pertemuan ini direntjanakan ! Bukan diluar perkiraan atau hitungan ! Biar

djandji lama dilanggar asal sekarang sadja kau temani aku, mari sekarang djuga kita

pergiA ! Tempat janeTeam/Kolektor E-book

Tjiu Piau berdjumpa pula dengan gadis pemain ular jang diketemukannja di Thian Bok

San.

sambil terpaku mengawasi batu2 gaib itu. Mulutnja kemak-kemik berkata: "Kau lihat

dislni demikian ramai dan menjenangkan bukan ?" Tjiu Piau tidak mendjawab, sebaliknja

duduk disamping Tjen Tjen dengan perasaan kosong tak keruan.

Mereka lebih kurang sudah sedjam lebih duduk disitu untuk menikmati pemandangan

itu. Malampun sudah mendatang. Selama mereka itu duduk Tjen Tjen tidak ber-kata2

pula. Dalam kegetepan malam, batu jang adjaib itu se-olah2 ber-gerak2. Sesaat

kemudian Tjen Tjen lontjat bangun. Ditariknja lengan Tjiu Piau untuk diadjak berlalu.

Disfena masih banjak tempat jang lebih menjenangkan. Mari kita kesana !" Katanja.

Sebelum berlalu Tjen Tjen menoleh lagi pada orang2an batu itu sambil berkata dan

melambaikan tangan: "Kakak2 dan adik2 sekalian, esok hari aku hernia in pula dengan

kalian !"

Tjiu Piau jang mengikuti Tjen Tjen dari belakang merasakan kelintjahan dart

kegesuaruija melebihi dirinja beberapa kali. Tiba2 Tjen Tjen berseru: "Awas djurang !"

Tubuhnja melebihi ketjepatan suara, menghilang dari pandangan mata. Tjiu Piau

terkedjut, tubuhnja menerdjang kedepan. Siapa tahu kakinja memidjak tempat kosong,

tubuhnja berada diudara. Dalam bingungnja ia bersaldo (djungkir) dan turun tanpa

mengeluarkan suara. Kiranja satu goa jang dalam dan berlebar dua depa lebih sudah

dilalui. Atas ini Tjen Tjen memudji sambil bertepuk tangan. "Wah ! bagus betul

djungkiranmu itu !" Sesudah itu tangannja membetot Tjiu Piau. "Sini, sini lihat tuh disini

terdapat dunia luar !" Tjiu Piau melihat didepan goa terdapat pula goa ketjil. Disamping

goa terdapat pula goa ketjil jang penuh ditumbuhi rumput dan tumbuh2an ketjil. Kalau

tak teliti pasti tidak melihatnja.

"Kemarin aku bermain sendirian disini dan menemukannja tempat ini. Aku masuk

kedalamnja dan bermain

sebentar disana. Sekarang kita masuk lagi dan main2 sampai kenjang !"

Tjen Tjen membungkukkan badan dan memasuki Hang goa. Tjiu Piau mengikuti dari

belakang.

Goa ketjil itu terang ada goa buatan. Tapi sudah lama dikerdjakannja. Karena lamanja

disekeliling dinding penuh ditumbuhi rumput2 dan pakis serta rumput2 lain jang tidak

diketahui namanja. Barang siapa masuk kedalam goa itu, pohon2 ketjil itu menjinggung

orang, seperti me-ngitik2 orang dengan sengadja. Tjen Tjen tertawa ter-kekch2 diusap

pohon2 ketjil itu.

Mereka menjusuri djalanan ber-liku2, menikung dan melewati beberapa belokan.

Keadaan didalam sangat gelap gelita. Sampai djeridji sendiri tak kelihatan. Baharu sadja

Tjiu Piau niat mengeluarkan bahan bakar untuk menerangi. Mendadak dimukanja terlihatTeam/Kolektor E-book

sinar kelapkelip. Entah dari mana Tjen Tjen mengeluarkan sebutir mutiara jang

mengeluarkan sinar. Sinar ini lumajan djuga. Djalanan didalam semakin ber-liku2 dan

melingkar-Iingkar, merupakan sebuah terowongan.

Sesudah menempuh seketika lamanja, keadaan didalam belum menundjukkan

perubahan. Perubahan jang njata semakin kedalam semakin sukar bemapas. Tjiu Piau

merasakan dadanja sesak, tapi Tjen Tjen semakin gembira. "Hei, katakanlah menarik

atau tidak tempat ini ? Sebelumnja pernahkah kau djalan2 ditempat jang serupa ini ?"

"Belum pernah ! Bitjara tentang menarik ? Sedikitpun tidak !"

"Tempat jang menarik terletak disebelah dalam. Rupanja kau sudah tidak sabar jah ?

Pertjepatkanlah langkahmu l" Habis berkata ia segera berlari tanpa menunggu djawaban.

Tjen Tjen dapat berlari dengan tjepat berkat sinar mutiaranja jang dipegang. Tjiu Piau

menjusul dengan seluruh kemampuan jang dimilikinja. Alhasil kian mengedjar kian

tertinggal !

Dengan susah-pajah Tjiu Piau sampai djuga ditempat jang lebar. Ruangan goa itu

merupakan pula dari bangunan besar. Di-tengah2nja ruangan itu ber-djedjer2 dan


Pedang Naga Dan Pedang Cendrawasih Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


berbaris dengan teratur kursi dan medja batu. Tjen Tjen siang2 sudah berada disitu, ia

duduk dikursi batu. Mutiaranja menggeletak diatas medja.

Tjen Tjen memanggilnja seperti berbisik: "Mari, mari duduk disini." Kata2nja demikian

pelahan, se-olah2 takut mengganggu sesuatu. Tjiu Piau ber-djingkai2, menghilangkan

derap sepatunja sambil menghampiri, untuk duduk.

Tjen Tjen duduk mematung. Keadaan sangat sunji sekaii. Pada waktu inilah terdengar

kerutjukan air mengalir.

"Kau djangan membuat gaduh, dengarilah ! tak lama lagi kita dapat mendengar para

dcwa bermain tetabuhan, melagukan irama surga ! Benar sadja tak seberapa lama

mereka duduk2 disitu. Suara air sudah berubah bunjinja mendjadi ting tang, tang ting,

ting. Suara ini demikian lembut dan boning. Tak ubahnja seperti suara mutiara

berdjatuhan ditjawan kumala. Menjusul suara suling ber-alun2 meningkah suara tadi.

Kemerduan dan kehalusan dari paduan nada2 ini membuat sipendengar mendjadi mabuk.

Dua muda-mudi ini siang2 sudah terbenam dalam alunan irama merdu gemelai bak

bulu perindu.

Perlahan dan halus Tjiu Piau bertanja: "Sungguh heran, bagaimana kau dapatkan

tempat jang demikian luar biasa ini."

"Setiap waktu aku senggang, waktu jang terluang ini kupergunakan untuk mentjari

tempat jang indah2." djawab Tjen Tien.

"Seorang diri sadjakah kau ngelajap sepandjang hari ? Apa kau tak merasa takut ?"Team/Kolektor E-book

"Ajahku selalu sibuk dengan pekerdjaannja, mana ada

waktu untuk menghiraukan aku. Sebaliknja lebih bebas bermain sendiri."

"Ibumu djuga tak mengurus kamu ?"

"Ibuku sudah lama meninggal."

"Apakah kau tidak mempunjai saudara laki2 alau perempuan ?"

"Sajang tidak punja. Aku anak tunggal, karenanja aku kesepian dan selalu bermain

dengan segala unggas, ternak serta binatang buas ! Eh kau tidak tahu, chewanitu

demikian baik dan begitu pandai ! Tjoba pikir bagaimana aku mentjarimu ? Kau tahu

Kusuruh kakak tuaku mengikuti djedjak kakimu. Biar kemana kau lari, hmm pokoknja

dapat kutjari !"

Atas ini Tjiu Piau merasa kagum.

"Siapa akan nama besar dari ajahmu ?" tanja Tjiu Piau.

Tien Tjen tersenjum. "Narrianja Louw Eng."

Mendengar ini keringat din gin Tjiu Piau membasahi tubuh. Ta diam tak dapat ber-

kata2. Bagusnja didalam remang2, sehingga perubahan parasr. ja tak terlihat oleh Tjen

Tjen.

Kala ini irama tabuhan dewa2 itu beralih mendjadi demikian menjajatkan sukma. Suara

suling itu, se-oiah2' berubah dan terbagi mendjadi beberapa nada, tinggi dan rendah.

Seperti suara tangis menuturkan kisah sedih, dari kchidupan manusia.

Tjen Tjen walaupun masih ketjil, tapi sudah mengerti urusan. Ia duduk ter-mer.ung2,

disela tarikan napasnja.

"Eh, betapa sedihnja irama ini, kalau bukan dewa jang membawakannja siapa lagi jang

bisa ?" Suaranja keluar dengan parau di-iringi elahan napas.

Tjiu Piau merasakan Tjen Tjen ini mempunjai perasaan kemanusiaan jang dalam. Hal

ini menenangkan hatinja jang banjak tjuriga. Hatinja berpikir: "Anak ini mau berkenalan

dan berkawan denganku. Tapi tak pernah menanjakan namaku. Selalu aku dipanggil si

Hai"

nja orang jang demikian kupanggil siok-siok (paman jang Iebih muda dari ajah)."

Tiba2 pikirannja mendjadi hilang, demi didengar suara ribuan kuda berlari. Gendang

peperangan berbunji bertalu2. Iman mendjadi gontjang dibuatnja. Kiranja entah sedari

kapan irama sedih sudah beralih kenada peperangan jang membuat hati sipendengar

ber-debar2 !Team/Kolektor E-book

Kedua muda-mudi itu serentak bangun, telinganja dipasang dengan penuh perhatian.

Tiba2 datang deruhan angin. Seluruh bunji2an melagu sirap mendjadi tenang. Kcadaan

kembali terbenam dalam kesunjian. Tjen Tjen menuntun tangan Tjiu Piau sambil berkata:

"Ju, lekas kita lihat dewa dan dewi !" Lama djuga mereka berdjalan, tapi terowongan

tetap kosong melompong ! Dimana ada dewa dan dewi ! ! ? ? (pengarang: Didalam

terowongan atau djalanan didalam tanah, dapat mengeluarkan bunji. Disebabkan aliran

udara atau angin).

Tjen Tjen masih belum hilang kegembiraannja, ia djalan terus kedepan, djalanan

terowongan itu makin nandjak keatas. Tiba2 Tjen Tjen menempelkan telinganja kebumi.

JEh, tjoba dengar, ada orang tengah bitjara !" Tjiu Piau menempelkan telinganja

kedinding goa. Tak dapat diragukan lagi memang suara orang. Sepatah disini sepatah

disana. Rupanja djumlah pembitjara Iebih dari seorang. Tjiu Piau berpikir, tengah malam

demikian entah siapa jang bitjara diatas. Apa jang tengah mereka rundingkan. Betapa

hati2 didengarinja, tapi tetap tak terdengar tegas. Mungkin disebabkan terhalang lapisan

tanah jang terlalu tebal.

Tjen Tjen gemar ber-main2 di-sorot2kannja sinar mutiaranja. Sebentar ketimur

sebentar kebarat untuk mentjari kalau2 ada liang keluar. Akan tetapi terowongan itu

rupanja sudah terlampau lama tak dipergunakan. Dengan sendirinja tak bisa dengan

segera dapat mentjari djalan keluar. Tjiu Piau hendak menaschati Tjen

Tjen, bahwa pekerdjaannja itu hanja mem-buang2 waktu

sadja. Se-konjong2 dari atas terdengar suara seseorang dengan lantang dan tegas.

Suara itu dapat menembus dinding tanah jang demikian tebal. Kepandaian orang ini pasti

sudah sampai taraf sempurna.

"Pada tahun2 belakangan ini, banjak hal jang menjusahkan saudara2. Misalkan hilir-

mudik ketimur dan kebarat, semua melakukan kerdja keras dan penuh bahaja. Sebab

itulah saudara2 dapat mendirikan djasa2 besar. Pengatjau2 dan gerombolan2 Kang-ouw

bukan sedikit jang sudah kita bekuk dan tumpas. Aku jang rendah dapat djuga

mendjalankan tugas ini dengan tak mengetjewakan berkat bantuan dari saudara2. Atas

ini Baginda pasti akan menghargai djasa2 saudara2 itu, terketjuali demikian aku jang

rendakpun tak akan melupakan budi dan kebaikan saudara2." Inilab suara jang datang

dari atas dan kena didengar dari ba'-vah olch Tjen Tjen dan Tjiu Piau.

"Ih, ajahku sudah datang ! Jang bitjara itu adalah ajahku/' Tapi sesudah Tjen Tjen

mengutjapkan kata2 ini wadjahnja berubah mendjadi tak gembira. "Untuk apa ? Ajah toh

tidak akan mengadjak aku djalan2, atau menemani bermain."

Tjiu Piau menjedot seteguk hawa segar. Tangannja tanpa terasa me-megang2 ke-

enam butir mutiara emasnja.Team/Kolektor E-book

Kembali suara Louvv Eng jang santer terdengar pula.

"Malam ini kita berkumpul untuk merundingkan sesuatu urusan jang maha penting.

Hal ini barn dapat berhasil, djika dapat bantuan dari saudara2/' Waktu inilah terdengar

suara lain jang bernada parau dari atas. "Louw Heng hati2 bitjara, ber-djaga2lah ! Kalau2

dinding bertelinga !"

Tjen Tjen girang mendengar suara ini. Dibisikinja Tjiu Piau: "Heran benar, tempat apa

sih diatas. Kenapa guruku Peng San Hek Pau djuga ada diatas."

Menjusul suara datang lagi.

"Atas ini djangan kuatir ! Ban Liu Tjung terdiri dan pohon liu jang dahannja terkulai.

Tak seorangpun dapat bersembunji dipohon itu. Silahkan Louw Toako meneruskan

tjerita." Suara ini adalah suara Ban Liu Tjung Tju.

"Urusan ini dapat dikatakan Iuar biasa. Pada malam Tjap Go Me tahun ini. Keramaian

dikota tak dapat dilukiskan. Kedjadian ialah dimalani larut. Sri Baginda sudah lelah, lantas

menudju ketempat peraduan. Begitu masuk dilihat beliau sehelai kertas kuning diatas

medja. Surat itu berbunji: "Malaman Tiong Tjiu, dibukit Oey

San, kaum pendekar berkumpul " kata2nja terhenti sebentar, dengan terpaksa

baharu dilandjutkan lagi. "Semua penghianat bangsa akan dipenggal batang lehernja".

Terketjuali dari kata2 itu, terdapat pula dua lukisan naga dan merak."

Mendengar ini Tjiu Piau mengeluarkan seruan kaget. Suara ini walaupun ketjil, tapi

rupanja dapat didengar orang2 jang berada diatas. Pembkjaraan mereka rep sirep !

Menjusul tindakan kaki jang berat mendatang. Hilir-mudik dan berhenti tepat diatas

terowengan. Digebraknja tanah sanibil berseru: "Siapa jang bersenibunji dibawah ? Lekas

keluar !'?

Terdengar pula seorang berkata: "Kasilah aku periksa." Menjusul terowongan itu

mengeluarkan bunji krak!! seperti gunung runtuh. Tanah disitu sudah mendjadi gempur

!

Dengan waspada Tjen Tjen menarik lengan Tjiu Piau. Mereka melontjat sedjauh dua

tumbak kebelakang. Tangan Tjiu Piau jang sudah bersarung menggenggam enam butir

mutiara emas dengan erat2.

Luar dan dalam goa sangat berbeda. Didalam gelap diluar terang. Dari atas, tak njata

melihat kebawah, sebaliknja dari dalam goa njata melihat keluar. Dengan tegas Tjiu Piau

dapat melihat lima-enam orang berada dimulut goa. Tepat dimulut goa berdiri seorang

dengan

paras seperti pohon meranggas tak kena air. Mukanja lebat ditumbuhi berewokan

kasar. Seperti ada firasatTeam/Kolektor E-book

jang memastikan, bahwa orang itu adalah Louw Eng. Disampingnja berdiri seorang

Hweesio (paderi). Perawakannja kate gemuk. Berdiri mematung seperti bukit ketjil

mendadak inendjelma dihadapan mata. Hweesio ini me-longok2 kedalam goa.

"Oh ! kiranja dua botjah tjilik," katanja sambil melangkah turun. Si Hweesio mempunjai

ilmu memberatkan tubuh jang mentadjubkan. Tanah2 jang dilaluinja meninggalkan bekas

lebih kurang dua dim dalamnja. Tak dapat diragukan lagi dialah jang mendjedjak dan

menggempurkan tanah tadi. Gerak-geriknja kelihatan lambat sekali, tapi sebenarnja

tjepat luar biasa ! Sebentar sadja ia sudah tiba dihadapan kedua orang. Tangannja

dikeluarkan untuk mendjambak orang. Tjiu Piau terkedjut sekali. Kiranja sikate ini

mempunjai tangan jang lebih pandjang dari orang kebanjakan. Serangannja denrikian

kukuay (aneh'>. Kedua tangannja diletakkan didada, sebentar dikerutkan sebentar

disodorkan dengan mendadak, dibarengi tubuhnja mentjelat kedepan, menerdjang di-

tengah2 kedua orang. Dinantikan kedua orang berpisah kekiri dan kekanan. Menjusul

kedua tangannja dikerdjakan dengan tjermat kekiri dan kanan. Lengannja jang pandjang

itu hampir2 berhasil mentjengkeram botjah2 itu !

Tjiu Piau siang2 sudah sedia, tangannja sudah mengeluarkan Bwce Hoa Tok Tju.

Dalam waktu pendek pikirannja berbalik, Hweesio ini apa kawan apa lawan masih belum

djelas. Dimasukkan lagi mutiara2 itu kedalam kantungnja dan dikeluarkan batu2 ketjil

sebagai gantinja. Waktu dilihat serangan datang, tubuhnja mendekam berkelit, berputar

mengegos kebelakang penjerang tangannja tak tinggal diam, sebuah batu terlepas

menjerang pinggang belakang si Hweesio.

Si Hweesio menangkap angin. Hatinja mendjadi he

ran, botjah ini demikian lintjah. Sedangkan serangan Sian Wan Pok Su (Malaikat kera

nierabut pohon), walaupun agak sembarangan dipergunakannja, orang biasa pasti tak

dapat melolosi diri ! Tapi botjah ini dapat menghindarkannja, pasti bukan golongan

sembarangan. Sedang ia berpikir bcgini, tiba2 terasa angin dingin datang kearah

pinggangnja. Scgera ia berkelit. Waktu inilah tangan kanannja baharu merasa se-olah2

dililit ular.


Pedang Naga Dan Pedang Cendrawasih Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Kiranja tangan kanannja jang menjerang Tjen Tjen. Dihadapi Tjen Tjen dengan berani.

Begitu tangan si Hweesio jang pandjang tiba, disambut dengan tangan kirinja, tangannja

demikian halus seperti ular. Gelcjat gelejot membelit tangan si Hweesio. Tjen Tjen dari

ketjil biasa bermain ular, gerak-gerik dari ular dipeladjarinja. Karenanja tanpa terasa ia

mengeluarkan tjara ular membelit ! Tjara ini tidak termasuk dalam ilmu silat apapun,

djuga tak bernama apa'-. Begitu tangannja berhasil melilit, tubuhnja dilemaskan,

sehingga seluruh tubuhnja bergantungan dilengan si Hweesio. Si Hweesio mati kutu,

didorong tak bisa, diiempar tak mempan, dilunakkan salah, dikeraskan bukan i

Hweesio itu tertawa ter-bahak2. "Hai botjah konjol ! Ajoh pergi, siapa sudi bergurau

denganmu ! " Tangan kirinja menjusul menangkap Tjen Tien. Tjen Tjen melilit lagiTeam/Kolektor E-book

dengan tangan kanannja. Hweesio itu segera menggentaknja dengan tenaga daiamnja

jang ampuh. Tjen Tjen tak dapat melekat pula, tubuhnja bagai anak panah terlempar

keluar goa. Tjen Tjen gusarnja bukan alang kepalang. Dari udara ia mengaoki Tjiu Piau:

"Hei, keluarkan kebisaanmu, hadjar Hong-hu, Sian-to dan Beng-bunnja !" Jang dikatakan

ini ialah tiga djalan darah jang terdapat dipunggung. Tjiu Piau kala ini berada dibelakang

Hweesio kate itu. Dengan berbareng tiga butir batu melesat dari tangannja menjerang

ketiga ternpat jang disebutkan Tjen Tjen.

Ketiga djalan darah itu tepat terletak di-tengah2 pung

gung, berbaris mendjadi satu garis Iurus. Terbagi diatas, ditengah dan bawah. Tjen

Tjen mengetahui Hweesio

ini gerakannja lamban, kelintjahannja kurang, tidak mudah berkelit kekiri dan kanan.

Maka dititahkannja Tjiu

Piau menjerang ketiga tempat itu. Hweesio kate itu waktu mendengar desiran angin,

sudah tak sempat menjambut lagi, ditambah tempat jang dipidjak adalah tanah gembur,

merebas bagai lumpur ! Ia hanja dapat membungkukkan tubuhnja kedepan. Dua butir

dapat dikelit, sebutir lagi jang dibawah tak terhindarkan lagi. Tepat mengenai tunggirnja.

Walaupun ia sudah menguntji djalan darahnja. Tapi "Plak !" sakit djuga ! !

Dengan gusar ia menteriak: "Hci botjah !" Badannja berbalik, tapi Tjiu Piau entah

sudah kemana perginja. Dalam dongkolnja penuh amarah ia berkata: "Apa kiranja aku

Aku Tong Leng Ho Siang tak dapat

membekuk segala botjah ingusan sematjam kau !" Tubuhnja bergerak mengedjar.

Sementara itu Tjen Tjen jang kena dilempar keluar, sedikit djuga tidak merasa gentar

! Karena ia mengetahui jang berada diatas adala'.i ajalmja dan kavvan2 dari ajahn ja.

Dengan satu gerakan Hong Tjui Liu Tjie (angin menghembus ranting liu). Tubuhnja per-

lahan2 melajang turun. "Ajah" katanja.

Hal ini diluar perkiraan Louw Eng "Kau !" bentaknja. "Mau apa datang kesini ? Siapa

itu dibawah ?" kata2 ini diutjapkan dengan bengis.

Dalam kagetnja Tjen

Tjen bertata-bertutu mendjawab: "Di dibawah eh, botjah eh anak ketjil.

Akupun tidak tahu siapa dia, aku hanja ber-main2 dengannja." Ia berpikir sebentar, lalu

tambahnja pula, "ia adalah tamu dari Ouw Siok-siok, Ouw Siok-siok pasti mengenalnja."

Mendengar ini Louw Eng tidak berkata apa2. Mukanja sedikit djuga tidak

menundjukkan perubahan. Dalam diamnja, tak seorang mengetahui apa jang tengah

dipikirinja. Disampingnja berdiri Tjen Tjen dan Ouw YuTeam/Kolektor E-book

Thian. Louw Eng menolehpun tidak ! Djuga tidak bertanja ! Kemudian kedua matanja

kedip2, sudut bibirnja bergerak, ia tertawa ! ! ! ! ! Melihat ini Ouw Yu Thian sepontan

gemetar setengali mati !!!!????

Kiranja sepuluh tahun belakangan ini Louw Eng mendapat gelaran Siau Bu Siang

(ketawa tak wadjar) didunia Kang-ouw. Wataknja sangat aneh, walaupun menghadapi

segala soal ketjil inaupun besar, wadjahnja tak pemah menundjukkan perubahan. Biar

didalam hatinja tengah gusar setengali mati, parasnja tetap tenang. Tapi kalau ia sekali

tertawa artinja ada jang tjelaka !

Tak heran Ouw Yu Thian merasa kuatir sekali, sebab Tjiu Piau adalah tamunja. Ouw

Yu Thian berpikir didalam hatinja: "Ban Liu Tjung asalnja kepunjaan orang lain. Aku dapat

memilikinja dengan djalan kekerasan. Djalanan didalam tanah mungkin sudah ada sedari

dulu, tapi ditimbuni orang. Ah berkat kelalaianku sendiri, hal ini tidak kuketahui. Sukar

untuk mendjelaskan hal ini kepada Toako. Ah ! lebih baik kututup mulut. Tapi botjah she

Tjiu itu dapat kuserahkan uutuk diurusnja." Sesudah tetap pikirannja ia berkata:

"Toako botjah itu adalah Tjiu Liu, jakni ahli waris dari orang jang selalu dikenang

Toako, jakni keponakan dari Tjiu Tjian Kin. Toako ingin menjelidiki putera dari Tjiu Tjian

Kin, sebaiknja tanjakan sadja kepadanja."

Mendengar ini Louw Eng ikut2an berkata: "Tjiu Tjian Kin ?" wadjahnja tetap tak

berubah, tapi suaranja agak bergetar. "KaIau demikian tidak boleh tidak ia harus kembali

!" Baharu sadja kalimat ini keluar, dua orang menjahut: "Kami pergi memanggilnja"

menjusul berkelebat dua tubuh, dan hilang kedalam terowongan. Kcgesitan dan

kelintjahannja luar biasa lihay !

Tjen Tjen mengenal kedua orang itu. Jakni Mau San Hek Hoo dan Pek Hoo (dua rase

putih dan hitam dari gunung Mao). Dua saudara ini dalam kalangan Kang ouw sangat

terkenal.

Dalam ruangan itu lebih kurang terdapat tiga puluh orang2 luar biasa. Golongan

tjabang atas, hampir kumpul semua disitu. Terketjuali dari Tjit Kauw. Tjen Tjen mengenal

gurunja. Peng San Hek Pau Bok Tiat Djin, Kwan Tong It Koay Bu Beng Nie (manusia aneh

dari Kvvan Tong) Kim Ie Kong Tju Kim Dju Kie (pangeran badjn emas). Salah satu dari

Go Bie Sam Kiam (tiga pendekar pedang dari Go Bie) jang bernama Lauw Tjiok Sim, Thai

Ouw Hu Lui Ong Hie Ong (radja sungai dari Thai Ouw) dan lain2. Semua djago2 kelas

berat. Kesemua orang ini sering berhubungan dengan Louw Eng dari itu Tjen Tjen

mengenalnja. Antaranja ada jang tidak dikenal tapi dapat dipastikan mereka bukan orang

sembarangan pula.

Tjen Tjen Batin ja tjemas, kaiau ajahnja menegur dimuka orang banjak, wah. malunja

bukan alang kepalang ! Tak dikira Louw Eng tidak mengambil perhatian kepadanja.Team/Kolektor E-book

Louw Eng matanja seperti alap2 menjapu para hadirin jang ada disitu. Dengan keren

ia melandjutkan pernbitjaraannja: "Hari ini dapat berkumpul dengan saudara2 adalah hal

jang sangat menggirangkan. Dari itu marilah kita selesaikan urusan kita. Botjah itu sudah

berhasil mentjuri dengar pembitjaraau kita hanja sedikit. Kini sudah diurus oleh Tong

Leng dan Mau San Djie Hoo. Botjah itu pasti dapat dibawa kemari. Dari itu tak perlu

dikuatirkan."

Sesaat kemudian Louw Eng baharu melandjutkan kata2nja lagi. "Begitu baginda

melihat surat itu, segera mengumpulkan pengawal2 istana, diperintahkan untuk

memeriksa dan meronda kesegala pendjuru. Alhasil nihil semua. Sedikit tjiri2 jang

mentjurigakan tak diketemnkan. Beliau bergusar benar. Kata2 dari surat itu sangat

mengganggu pikirannja. Sebab itulah niulai hari itu istana dalam pendjagaan keras.

Duapuluh empat djago2 istana siang malam berganti mendampingi baginda. Urusan jang

mengenai, urusan Tiong Tjiu di Oey San diserahkan kepadaku. Aku diwadjibkan untuk

memeriksa dan mengetahui, bahwa Liong Hong Siang Kiani itu pemberontak dan

golongan apa !"

Louw ?ng dikalangan istana tidak memangku pangkat, se-mata2 untuk

memudahkannja mundar-mandir didunia Kang-ouw. Tjita2nja ingin mendjagoi dikolong

Iangit dan ditakuti orang2 rimba persilatan. Sedangkan pemerintah Boan sudah

mendjuluki dan memberi gelar Bu Lim Tec It (djago rimba persilatan nomor satu).

Pengawal2 keraton sangat menghormatinja. Lebih kurang sepuluh tahun Louw Eng

mendjeladjah dunia Kangouw, melakukan pekerdjaan chusus membasmi orang2 jang

berani menentang pemerintali Boan. Djasa2nja terhadap pemerintah Boan bukan sedikir.

\tas ini beberapa kali ia menerima penghargaan2 besar dari Sri Baginda. Sehingga

hidupnja mendjadi mewah. Untuk melakukan pekerdjaannja ini Louw Eng berhubunean

pula pada orang2 jang sehaluan. Lihnt sadja orang2 berilmu jang sukar ditjari kini sudah

dikumpuikan datang cii Ban Liu Tjung.

Louw Eng meneruskan keterangann|a : "Atas hal jang tadi itu, kini sudah tertjium

sedikit. Dikalangan Sungai Telaga tersiar kabar setjara meluas, bahwa pertemuan di Oey

San adalah untuk merundingkan dan merentjanakan untuk menggulingkan pemerintah.

Hal ini katanja akan dilakukan besar2an. Karena urusan demikian besar, aku memutuskan

untuk turun tangan sendiri. Disamping itu bantuan saudara2 sangat dibutuhkan. Sebab

atas bantuan dari saudara urusan baharu dapat didjamin mendjadi sukses. Kini jang

belum diketahui siapa2 jang akan ke Oey San dan siapa Liong Hong Siang Kiam itu.

Saudara2 adalah orang2 jang kenamaan dirimba persilatan, apakah saudara mengetahui

atau pernah mendengar sesuatu tentang ini ?"

Orang2 itu saling pandang memandang dengan mata mendelong, tiada seorang

mengeluarkan pendapat.Team/Kolektor E-book

Tjen Tjen diam disitu merasa gerah tidak keruan. Hatinja memikiri Tjiu Piau jang

tengah dikedjar Tong Leng Hweesio. Apa sudah tertangkap apa belum ? Makin memikir

makin menjenangkan pikirann ja jang gemar keramaian. Dari itu ia berkata pada ajahnja:

"Jah, aku djuga ingin mengedjar botjah itu !" tubuhnja segera masuk kedalam goa.

Mari kita tengok Tjiu Piau jang sudah berhasil menghad jar tunggir Tong Leng Hweesio

dan melarikan diri sebelum Tong Leng balik badan. Tjiu Piau mengandal pada

kegesitannja, tambahan djalanan sudah dikenal. Ia dapat berlari dengan tjepat. Sebentar

sadja sudah menghilang dari pandangan mata.

Tong Leng seorang jang berani dan berkepandaian tinggi. Tidak menghiraukan

kegelapan, terns sadja madju sambil memperbesar Jangkahnja. Matanja tidak dapat

melihat dengan awas didalam gelap. Dari itu telinganja jang tadjam menggantikannja.

Tak heran ia dapat berdjalan seperti disianghari. Tjiu Piau hampir terkedjar, sebelum itu

telinganja sudah mendengar derap kaki Tong Leng jang seperti palu menempa besi.

Dalam kegelapan suara itu menakutkan dan menjeramkan sekali. Sebaliknja Tong Leng

pun sudah mendengar langkah kaki Tjiu Piau jang ringan.

Dalam gelisahnja Tjiu Piau mendapat akal baik. Setiap sampai ditikungan Tong Leng

dihadjar oleh batu2 ketjil. Sehingga dapat menghambat langkah si Hweesio. Karena ini

Tjiu Piau dapat memisahkan diri agak djauh djuga.

Tjiu Piau hatinja berpikir"Dari serangan tadi, menundjukkan bahwa Hweesio itu

berkepandaian tinggi. Sama sekali bukan tandinganku. Jah kalau dilawnn mati2an,

mungkin dapat djuga kuhadjar dengan mutiara. Tapi komplotan Hweesio ini belum

kuketahui lawan

"Tjoba kau tjoba barang tiga djurus !" djawab Toa

Sie-seng (peladjar jang besaran).

Tong Leng tidak melihat Tjiu Piau, sebaliknja bertemu dengan dua botjah bermulut

lantjang. Dongkolnja men-djadi2. Tanpa ber-kata2, lengan kanannja menggebuk dada

Siauw Sie-seng. Orang itu tidak gugup sedikit djuga. Sebaliknja ia berteriak. "Kim Hong

Heng Sau (angin emas menjapu dengan ganas)!" Kedua tangannja dirapatkan didepan

dada, mendadak didorong kemuka menangkis serangan Tong Leng. Plak ! ! ! terdengar

suara bentrokan keras, menjusul tubuh Tong Leng mendjadi limbung. Sebaliknja Siauw

Sie-seng rnundur setumbak lebih kebelakang. Ia sudah mengetahui bahwa tenaganja

tidak dapat membandingi tenaga lawan. Dari itu ia sengadja ntundur demikian djauh agar

tak kena digempur tenaga dalamnja.

Tong Leng gusar dan tak habis mengerti; jang mendjadikan gusar ialah beruntun


Pedang Naga Dan Pedang Cendrawasih Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


dalam malam ini djuga kebentur botjah2 hidjau tanpa dapat menundukkan. Jang

membuat ia tak habis mengerti, ialah ilmu tjiptaannja jang dibuat kebanggaari jakni SianTeam/Kolektor E-book

Wan Kiam Hoat (ilmu pukulan malaikat kera) begitu bergebrak sudah dikenal botjah itu.

Sedangkan didunia Kang-ouw djarang jang dapat mengenalnja.

"Hai ! Botjah siapa namamu ?"

Siauw Sie-seng mendjawab sambil tertawa: "Thai Shu aku hanja golongan botjah

hidjau tak bernama !" Suaranja berhenti, tangannja bekerdja keatas dan kebawah

meifibawa serangan dahsjat menudju pada Tong Leng. Tong Leng enggan berkeiit,

dengan tjepat tangannja dirapatkan elan dikirimkan kedepan dengan delapan bagian

tenaga dalamnja. Djurus ini ialah Sian Wan Pai Gwat (Malaikat kera menjembah

rembulan) salah satu djurus jang lihay dari ilmunja. Pukulan ini mendatangkan angin

dahsjat jang sukar ditahan. Pukulan ini bukan sadja dapat menangkis serangan lawan,

bahkan berlebih

an ! Sehingga sisa dari tenaganja ini merupakan serangan hebat pada lawan. Siauw

Sie-seng rupanja sudah menduga, tjepat bagai kilat badannja menggelinding kesebelah

kiri menghindarkan bahaja. Sambil me-lelet2kan lidah ia berkata pada Toa Sie-seng: "Kak

sembilan puluh persen orang ini Tong Leng adanja !"

Kembali tubuh Siauw Sie-seng mentjelat bangun, tangan kanannja mendorong.

Serangan ini tidak dipandang oleh Tong Leng. Bukannja ia berkelit sebaliknja lengan

orang itu dibabat dengan tangan kirinja. Siauw Sie-seng menarik serangannja tidak

berani mengadu tulang. Tangan kirinja tidak tinggal diam, diserangnja kepala Tong Leng:

"Lihat ! Hut Siu Djie Kie (lengan badju mengebut pergi), benar sadja tangan badju itu

menjapu kedua mata Tong Leng. Tong Leng gelagapan, tak terpikir olehnja botjah seketjil

ini sudah mempunjai Nuikang (ilmu dalam) jang demikian tinggi. Karena ini ia tak berani

lagi berlaku gegabah. Bagai kilat mulutnja terbuka, giginja berhasil mengigit lengan badju

Siauw Sieseng. Dalam pada ini Siauw Sie-seng salali hitung, kiranja habis mengebut ia

bisa segera melontjat pergi. Tak kira Tong Leng membuatnja tidak berkutik. Sambil

menggigit Tong Leng sempat tertawa besar ! Tangannja diulur untuk menangkap botjah

ketjil itu. Siapa tahu mendadak angin dingin berkesiur dibatok kepalanja. Ia tahu ini

adalah serangan hebat dari tingkat atas. Burn2 ia berkelit sambil membalik badan

menjambut serangan. Serangan ini datang dari tangan Toa Sie-seng.

Siauw Sie-seng napasnja senen-kemis, tapi ia berkata: "Kakak, tak salah lagi, dialah

Tong Leng Ho Siang !" Tong Leng beruntun mengirimkan tiga serangan hebat. Toa Sie-

seng pun beruntun tiga kali menjambuti tiga serangan itu. Kedua belah pihak se-olah2

sudah saling mengetahui kekuatan lawan. Tong Leng sadar Toa Sieseng ini

berkepandaian lebih tinggi dari Siauw Sie-seng. Walaupun demikian masih tetap bukan

mendjadi lawan

nja. Hal ini melegakan pikiran Tong Leng. Seluruh kepandaian Tong Leng dikerahkan

untuk mempertjepat djalan pertandingan. Karena dengan selesainja bertanding dapat

dengan leluasa mengedjar Tjiu Piau. Terdengar Toa Sie-seng berkata: "Tong Leng HoTeam/Kolektor E-book

Siang, kenapa bukan baik2 diam di Wan Liu San memuliakan Bhuda dan membakar dupa.

Untuk apa kau bergaul dengan segala Ouvv Yu Thian melakukan pekerdjaan buruk !

Dengarlah nasihatku dan segera pulang ketempat kediamanmu. Mengenai orang jang

kau kedjar akan kudjadikan tama. Berilah muka kepada kami. Urusan pasti mendjadi

beres. Ingatlah untuk satu lawan satu memang kami bukan lawan darimu, tapi kalau

kami bergabung, djangan harap kau bisa banjak tingkah !" "Botjah itu siapa namanja ?

Kau sendiri botjah berengsek dari kampung man a ? A pa alasanmu untuk mendjadikan

dia sebagai tamu kau ?"

"Sementara ini aku "belum rneugenalnja. Tapi aku dapat memastikan, setiap orang

jang rnelarikan diri dari Ban Liu Tjung bukan orang djahat !"

"Diam ! ! ! Kalau sudah kugusur ke Ban Liu Tjung barn tabu rasa !" bentak Tong Leng

dengan kegusaran jang memuntjak. Tangannja beqmtar, men-deru2 mengeluarkan

angin menjerang kedua orang. Badannja jang besar tambah tangannja jang pandjang

luar biasa. Didalam gelap tampaknja bagai kunjuk liar keluar dari hutan elan tak ubahnja

seperti iblis djahat turun dari neraka ! Melihat ini Tjiu Piau menahan napas. Hatinja

berpikir: "Dua pemuda itu dapatkah menandinginja ? Haruskah aku turun tangan

membantunja ?"

Ilmu silat Sian Wan Kiam Hoat dari Tong Leng tidak bolch dibuat gegabah. Sepasang

lengannja jang mempunjai tenaga ratusan kati, sebentar diulur sebentar ditarik.

Perubahannja sama sekali tidak terduga dua pemuda itu. Sebaliknja untuk menghadapi

Tong Leng dua pemuda itu bahu membahu, mundur madju dengan

penuh perhatian menghadapi lawan. Beberapa kali Tong Leng menghantani dengan

keras, disambut pula dengan

ke-empat tangan bergabung setjara keras pula !"

Tong Leng pikirannja tak keruan rasa. Ilmu pukulannja jang dibuat bangga ini,

berpokok pada kelintjahan kera, ditambah perjakinan selania sepuluh tahun dan ilmu

dalamnja. Sehinega dalam tubuhnja terdapat berat dan lintjah. Tapi kini kelintjahannja

berkurang banjak disebabkan tambah gemuknja dari sang badan. Djika dua pemuda

mengandalkan kelintjahannja untuk mengatasi Tong Leng, sesuai benar dengan pikiran

orang. Tapi dua pemuda ini baku bantam dengan se-enaknja. Keras dilawan akal, kepelan

dihadjar, tenaga dalam diterima pula dengan ilmu dalam !

Hal itu membuat Tong Leng berpikir, bahwa kedua orang ini harus dipisahkan, agar

tak dapat menggabungkan diri. Habis berpikir tangannja menjerang sepenuh tenaga

dengan ganasnja. Tanpa gugup kedua orang itu melihati dan memunahi serangan2 itu.

Akan kedudukan mereka tetap tak berubah, bahkan dapat bekerdja sama semakin erat.

Tong Leng mengubah pukulannja. Sekali lagi pukulan Sian Wan Pai Gwat ditabaskan ke-

tengah2 dua orang. Dengan tjepat kedua orang itu mentjelat kekiri dan kanan.Team/Kolektor E-book

"Bersiagalah Lo Tjiau To Sin (orang tua memikul buah sin)", seru Toa Sie-seng.

"Kong Sim Tjiang !" seru Siauvv Sie-seng.

Kedua orang tiba dipermukaan bumi kekiri dan kanan sedjauh tiga tumbak. Tong Leng

sebenarnja ingin mengulurkan tangannja kekiri dan kanan. Mendadak hal ini dibatalkan

setengah djalan. Bukannja ia menjerang sebaliknja berdiri memasang kuda2 mengawasi

kedua orang menantikan serangan.

Kiranja Tong Leng sesudah menjerang dengan Sian Wan Pai Gwat dan berhasil

memisahkan kedua orang. Menjusul akan mendjambak dua orang dengan djurus

Diluar perkiraan Siauw Sie-seng, bahwa Tong Leng Hosiang berani membuka mulut

untuk menggigit lengan badjunja.

terlihat sebuah batu ber-gojang2. Dalam kagetnja, ia tak pertjaja pada penglihatannja,

kiranja matanja berkunang-kunang. YVaktu ditegasi, orang2an batu itu benar2 berdjalan.

Ah kiranja bukan batu, melainkan seorang tua berambut putih, wadjahnja sangat welas

asih. Rupanja ia sudah lama menonton perkelahian itu. Kini baru menundjukkan diri. Tjiu

Piau merasa kenal akan wadjah orang tua ini, tapi entah dimana.

Orang tua berambut putih ini memegang tongkat, tindakannja ringan dan gesit. Ia

berkelebat disamping Tjiu Piau sambil berbisik: "Turut padaku !" sedangkan kakinja terus

mendjurus pada Mau San Djie Hoo. Tjiu Piau melihat Tong Leng sudah dekat sekali,

lekas2 ia meugikuti orang tua itu dari belakang. Sambil lalu tangannja melepaskan enam

butir batu menghadjar Tong Leng. Dengan maksud menghambat Tong Leng. Tak kira

orang tua itupun melepaskan djuga entah benda apa kepada Tong Leng. Benda itu

melesat demikian tjepat dan keras, melebihi batu-batu jang dilepas Tjiu Piau. Tong Leng

sebenarnja sudah mengangkat kedua tangannja untuk mengebut batu-batu Tjiu Piau

dengan kekerasan, tapi dikagetkan benda jang dilepas orang tua itu. Sehingga

membuatnja gedubukan tidak keruan. Dengan kelihayannja Tong Leng berhasil

melepaskan diri dari serangan orang tua itu. Tapi tangan kanannja tak dapat

menghindarkan batu2 Tjiu Piau ! Lengan itu segera kesemutan, buru2 tenaga dalamnja

dikerahkan untuk r.iemetjahkan totokan batu itu. Hatinja semakin gusar. Seperti gila ia

mengedjar Tjiu Piau.

Dalam kesibukan jang sangat ini Tjiu Piau masih dapat berpikir: "Sendjata rahasia

orang tua ini bukan main lihaynja. Rupanja tak salah lagi dialah orangnja jang

mendjatuhkan batu2ku tadi. Kapan waktu kalau aku mendapat petundjuk darinja, pasti

ilmuku dapat madju dengan pesat."

Dilain pihak, Mau San Dji Hoo menjanggapi tubuh

Siauw Sie-seng jang dilempar Tong Long. Anak itu ditotok Iagi dan diletakkan

disamping. Sedangkan kedua rasenja sendiri harus bertarung dengan Toa Sie-seng.Team/Kolektor E-book

Kiranja ilmu Hek Hoo dan Pek Hoo tidak seberapa lihay. Tapi namanja sangat terkenal

didunia Kang-ouw berkat akal bulusnja jang litjik. Nuikang dari Toa Sieseng sudah tjukup

lihay ditambah berkelahi dengan matimatian. Kalau satu rase sadja jang me'lawan pasti

bukan lawannja, dua rase bergabung mengerubutinja baru bisa mengimbangi Toa Sie?

seng ini.

Orang tua itu menotolkan tongkatnja kemuka bumi, tubuhnja rnelesat seperti terbang,

dengan tjepat sudah berada disamping tubuh Siauw Sie-seng. Tangannja sudah siap

untuk membebaskan djalan darah Siauw Sieseng. Sebelum itu terlebih dahulu melesat

sesosok tubuh dari liang goa itu, gerakannja sangat lintjah sekali. "Hei aku datang,"

serunja, "aduh ramai betul disini !" Inilah suara Tjen Tjen. Tubuhnja jang ketjil ramping

itu tiba didepan Tong Leng, dilihatnja Tong Leng tengah menjerang Tjiu Piau. Tidak

banjak pikir lagi diserangnja Tong Leng dari samping. Hal ini diluar perkiraan Tong Leng.

Ia mendjadi heran dari mana datangnja betjah perempuan ini ! ?

Waktu inilah dipergunakan orang tua itu untuk membuka djalan darah Siauw Sie-seng.

Hal ini mengubah djalannja pertandingan.

Sepihak Tong Leng tambah Mau San Djie Hoo. Sepihak lagi orang tua berambut putih,

Toa Sie-seng, Siauw Sie-seng tambah Tjiu Piau. Kini pihak Tjiu Piau menang diatas angin.

Sebaliknja Tjen Tjen tidak kesana tidak kemari. Apa jang dilakukan demi

kesenangannja sadja. Nanti Tong Leng diserang, se-waktu2 Siauw Sie-seng dan Toa

Sieseng dihantamnja. Nanti Tjiu iPau dibantu, sebaliknja nanti Tong Leng dibantu.

Sehingga medan perkelahian ini aduk2an tidak keruan matjam.

Orang tua dan kedua Sie-seng itu, semula tak mengandung niat lama2 berkelahi. Tapi

disebabkan tertangkapnja Siauw Sie-seng, baharu perkelahian dilangsungkan dengan

mati-matian. Kini Siauw Sie-seng sudah

tertolong Kalau terus berkelahi, orang2 Ban Liu Tjung jang banjak djumlahnja itu, bisa

meluruk datang. Hal ini tidak di-ingini mereka. Dari itu mereka ingin segera menjingkir.

Orang tua itu bergerak mendesak Tong Leng mundur. Toa Sie-seng berbisik pada Tjiu

Piau. "Ka\van turutlah kami berlalu!'5

Maksud orang tua ini sudah diketahui Djie Hoo. Dari itu diserengnja Toa Sie-seng

dengan hebat, sedikii djuga tidak diberi kesempatan untuk mengangkat kaki. \Valaupun

ilmu kedua orang ini tidak memadai Toa Sie-seng Tapi mereka menang pengalaman dan

kelitjikan, sehinga tak mengalami sedikit rugipun. Siauw Sieseng walaupun mengeluarkan

ilmu silat dari penguruan kelas utama, tapi masuh kurang latihan. Dari itu Djie Hoo selalu

menghantam Siauw Sie-seng ini bertubi-tubi Hal ini membuat Toa Sie-seng repot

menolongnja. Dari sebab ini keadaan Djie Hoo untuk sementara berada diatas angin.

Toa Sie-seng sesudah berhasil mematahkan beberapa serangan lawan. Segera

mengetahui apa jang dikehendaki lawan. Dari itu dibiarkannja Pek Hoo menjerang Sie-Team/Kolektor E-book

seng. Sekali-kali ia tak menolongnja, sebaliknja kedua kepelannja dikerahkan dengan


Pedang Naga Dan Pedang Cendrawasih Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


mendadak menjerang Hek Hoo. Hek Hoo mengubah ilmunja untuk menangkis. Kedua

kakinja berputar tak henti2nja nanti madju nanti mundur, kekanan dan kekiri, tubuhnja

menggelejot kekiri bergojang kekanan. Dan tangannja terus mengubah-ubah ilmu

silatnja. Sebentar benar2 menjerang, kemudian hanja menggertak sadja, orang jang

melihat ilmunja ini mendjadi berkunang-kunang dan tak dapat turun tangan ! Inilah ilmu

tjiptaan Djie Hoo jang dinamai Hoo Po Kun (pukulan rase ber

Fadjar sudah menjingsing diufujc timur, sinar ke-emasemasan membawa kehidupan

itu menerangi muka Tjiu Piau. Louw Eng jang berdiam dari tempat agak gelap menatap

wadjah pemuda ini. Seolah-olah matanja itu melihat kembali wadjah Tjiu Tjian Kin jang

sudah meninggal dua puluh tahun lamanja. Hatinja diliputi bermatjam-matjam rasa

bimbang. Dan tidak tahu harus bagainiana menghadapi pemuda jang berada didepan

matanja ?

Walaupun Ouw Yu Thian sudah menerangkan, bahwa pemuda ini adalah keponakan

dari Tjiu Tjian Kin. Tapi dalam bathin Louw Eng sudah memastikan pemuda ini adalah

anak dari Tjiu Tjian Kin.

Inilah orang jang sepuluh tahun lebih lamanja dikenang dan ditjarinja. Dari itu biar

bagaimana tidak boleh dilepas lagi. Hatinja sudah mengambil keputusan dengan tjepat.

Ia menindak melalui orang2 jang berada disitu, menghampiri kedekat Tjiu Piau.

Tjiu Piau walaupun tidak dapat memastikan Louw Eng sebagai pembunuh dari ajahnja.

Tapi entail bagaimana, wadjah Louw Eng ini menimbuikan kesan tak menjenangkan

untuk dilihat. Kedua pasang mata beradu dalam pandangan. Tjiu Piau hatinja berdenjut

terlebih keras dari biasa. Ia merasakan orang jang berada didepannja ini adalah manusia

jang mendjemukan. Tak terasa lagi, ia menggentakkan tangannja jang dipegang Tjen

Tjen dan mundur beberapa tindak kebelakang.

Atas ini Tjen Tjen mendjadi gusar. Mendadak tangannja bergerak melepaskan

tambang. Niatnja melibat kedua kaki Tjiu Piau. Tjiu Piau tidak memandang mata atas hal

ini, kakinja perlahan melompat keatas. Dua butir batu setjepat mungkin menudju kemata

Tjen Tjen. Louw Eng madju melindungi puterinja, dua butir batu itu dengan mudah

diraihnja dari udara. Menjusul tangan kirinja madju menjerang bagian bawah Tjiu Piau.

Satu tenaga gentjetan jang keras dirasakan Tjiu Piau menjesak dada. Untuk

menghindarkan ini, kembali ia mentjelat lagi. Begitu tubuhnja terangkat naik, sebuah

tubuhpun membajangi dan melebihi tinggi tubuhnja. Itulah Louw Eng, jang berhasil

melebihi tubuh Tjiu Piau. Tangannja terbentang, kakinja ditekuk tak bedanja seperti se-

ekor elang raksasa. Seketika itu Tjiu Piau merasakan tubuhnja seperti se-ekor burung

geredja jang tengah didjadikan korban keganasan elang lapar itu.

Tjiu Piau turun dengan tjepat, Louw Eng merapati tubuhnja dengan tjepat pula.

Tangannja hampir dapat mentjengkeram tengkuk Tjiu Piau. Tjiu Piau dengan tjepatTeam/Kolektor E-book

mengeluarkan ilmu Wo Liong Toh Tju (naga rebah menjemburkan mustika) tubuhnja

berbaring, tangannja melepaskan enam bulir batu nienghadjar bajang2 hitam jang akan

menerkam itu.

Ilmu Louw Eng itu bernama Ngo Eng Pu Tjiok (elang lapar memburu pipit/) se-kali2

djarahg mengalami kegagalan. Tak terkira tak terpikir, bisa menerkam angin. Lebih2

kagetnja dalarn keadaan demikian sang korban masih bisa menjerang dengan butiran2


Wiro Sableng 020 Hidung Belang Berkipas 15 Api Di Bukit Menoreh Karya Sh Pendekar Rajawali Sakti 167 Pengemis

Cari Blog Ini