Pendekar Satu Jurus 7
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL Bagian 7
Pendekar Satu Jurus Karya dari Gan K L
Makin banyak gerak tangan yang dilakukann, Hui Giok semakin bingung dan heran tiba-tiba lihat rekannya itu menuding ruangan depan, lalu menuding pula karung yang menggeletak di tanah, diam-diam satu ingatan terlintas dalam benaknya.
"jangan-jangan ia sedang bertanya kepadaku apakah perlu memasak sedikit makanan di sini? "- Maka ia lantas menengadah sambil menggelengkan kepalanya. Melihat itu, dengan wajah kegirangan Kim-keh Siang It-ti bersorak, sebaliknya air muka Sin-jiu Cian Hui berubah hebat. Go Beng-si sendiri tak kalah gelisahnya ketika melihat Hui Giok menggeleng, meski begitu rasa gelisahnya itu tak sampai diperlihatkan setelah berpikir sebentar, selagi ia hendak menjelaskan "Aku sedang..."
Tiba2 Hui Giok mengangguk Rupanya karena melamunkan hal yang bukan-bukan tadi, anak muda itu telah lupa segala-galanya, tapi sekarang setelah sobat kental yang tak diketahui namanya itu menuding karung, tiba-tiba ia teringat pada "kuah yang di masak dengan gelang tembaga"
Itu seketika perutnya terasa lapar maka iapun mengangguk kemudian karena terbayang kembali sikap malu-malu si nona berkepang dua yang memberi jahe dengan tersipu-sipu, ia jadi geli, maka tertawalah dia tergelak-gelak.
Lega juga Go Beng-si setelah rekannya mengangguk katanya pula sambil tertawa.
"Ai, saudara Hui memang terlampau keras kepala, aku harus memberi penjelasan setengah harian baru akhirnya menyetujuinya."
Kim-keh Siang lt-ti mendengus, tongkat besinya diketukkan, lalu melangkah keluar ruangan itu.
Baru beberapa langkah ia berjalan, tiba-tiba pandangannya terasa kabur, tahu-tahu Sin-jiu Cian Hui sudah menghadang di depannya sambil menegur dengan ketus "Sebelum memberi hormat kepada Cong-piau-pacu, siapapun dilarang meninggalkan tempat ini!"
Si ayam emas Siang It ti melotot ia menjadi murka, tapi untung pikirannya masih sadar, dia tahu Kungfunya bukan tandingan Sin-jiu Cian Hui, maka setelah saling melotot beberapa saat, Siang It-ti menahan marahnya di dalam hati, perlahan ia putar badan, pikirnya.
"Kalau bocah keparat itu kumampuskan, ingin kulihat siapa yang akan kau angkat menjadi Cong-piaupacu lagi?"
Sambil tertawa dingin dia menghampiri Hui Giok.
ia merangkap tangannya dan menjura.
Kembali Hui Giok tertegun, ia berpaling menengok ke arah Go Beng-si, tak tahunya sesudah Kim-keh Siang It-ti menjura, tiba-tiba kedua tangannya secepat kilat menyodok ke tubuh anak muda, menyusul tongkat besinya menutul tanah, tubuhnya melayang ke belakang, setelah berjumpalitan di udara.
tongkat menyabet tubuh Sin-jui Cian Hui, selagi lawan berkelit ke samping, ia terus kabur keluar.
Kim-keh Siang It-ti bukan jago lemah, sembarangan yang dilancarkan dengan sepenuh tenaga sedikitnya berkekuatan lima ratus kati, untunglah Hui Giok sempat miringkan badan sehingga sodokan maut tadi tak sampai bersarang di dadanya, meski begitu sekujur badannya tergetar juga, ia merasa bumi mi seakan-akan berguncang keras seperti dilanda gempa dahsyat, tanpa ampun lagi ia mencelat ke belakang.
Lilin yang dipegangnya ikut mencelat ke sudut ruangan dan padam, suasana dalam gedung itu jadi gelap gulita.
"Sejak Si ayam emas Siang It-ti melancarkan sergapan, lalu kabur, sampai tubuh Hui Giok mencelat lilin jatuh dan padam, boleh dibilang semua itu hanya berlangsung dalam sekejap saja. Si Tangan Sakti Cian Hui segera membentak, ia melejit ke udara bagaikan anak panah terlepas dari busurnya. kakek tinggi besar mi terus mengejar. Tapi ketika itu, Kim-keh Siang It ti sudah berada puluhan tombak jauhnya, biarpun kaki satu, cepatnya sungguh mengejutkan. Sin-jiu Cian Hui mengejar dengan sekuat tenaga, hanya beberapa lompatan saja ia sudah berada ratusan tombak jauhnya, meski demikian antara dia dengan si ayam emas masih berjarak cukup jauh Cian Hui tahu bukan pekerjaan gampang untuk menyusul orang ingatan lain tiba-tiba terlintas dalam benaknya.
"Saat ini Hui Giok masih berada dalam ruangan,"
Demikian ia berpikir "Entah dia masih hidup atau sudah mati? Padahal Jit giau-tui-hun dan lain-lain masih berada disitu. kalau mereka melakukan sesuatu tindakan. bukankah usahaku ini akin sia-sia belaka?"
Berpikir demikian, cepat ia berbalik lari kembali ke arah gedung besar tadi, ketika melangkah masuk ke dalam ruangan, ia lihat suasana di situ gelap gulita, tak sesosok bayangan manusiapun yang kelihatan, di atas tanah hanya tertinggal sebuah karung besar dan setumpukan bangkai ayam.
Tak terkirakan rasa kagetnya, ia tertawa dingin, lalu menengadah dan bentaknya"
"Si-sin, turun kau?"
Karena bentakan itu, sesosok bayangan melayang turun dari atas belandar ruangan itu, setiba nya di bawah, tanpa membersihkan debu yang mengotori bajunya lagi, ia berdiri tegak di depan Sin jiu Cian Hui, sikapnya munduk-munduk seperti seorang budak bertemu dengan majikannya.
"Ke mana perginya orang-orang tadi?"
Bentak Cian Hui pula Si-sin gelagapan dan tak mampu menjawab.
sebab setelah berjaga selama sehari semalam di atas rumah itu, barusan ia tertidur pulas, dia baru mendusin setelah mendengar bentakan Cian Hui.
Melihat anak buahnya tergegap, si Tangan Sakti Cian Hui berkerut kening, napsu membunuh terlintas pada wajahnya, ditatapnya laki-laki itu tanpa berkedip.
Si sin ketakutan setengah mati, sekujur badannya menggigil peluh dingin membasahi seluruh badannya, tiba-tiba ia berlutut sambil memohon "Hamba ti...
tidak melihat!"
"Hm! Tak ada gunanya memelihara manusia tak becus macam kau,"
Dengus Cian Hui, pelahan tangannya diangkat dan hendak ditabokkan ke atas batok kepala orang itu.
Makin keras Si-sin menggigil karena ketakutan, ia tahu asal telapak tangan itu diayunkan ke bawah niscaya jiwanya akan melayang, namun dia tak berani berkutik, tiada keberanian untuk menghindarkan diri dari tabokan maut itu.
Sampai di tengah jalan, tiba-tiba Cian Hui membatalkan niatnya untuk menyerang dia ulapkan tangannya sambil berkata.
"Sudah seharian kau bercokol di sini, sekarang pergilah beristirahat. Kemudian katanya lagi.
"Kesehatanmu kurang baik bawa pulang ayam2 itu dan buatlah kaldu ayam agar badan lekas segar kembali, kalau badan sehat tentu kau tak akan mengantuk lagi kalau bertugas."
Hampir tak percaya Si-sin akan pendengaran sendiri ia tertegun, tapi dengan cepat ia berlutut pula dan anggukkan kepalanya berulang kali, lalu ia mengumpulkan bangkai2 ayam itu dan berlalu dari sana.
Sin-jiu Cian Hui memang seorang yang cerdik dan bisa berpikir panjang itulah syarat penting yang harus dimiliki seorang pemimpin macam dia, meskipun kemarahan berkobar dalam dadanya dan hampir tak terkendalikan toh ia masih bisa menggunakan otaknya dengan tepat, ia tahu keadaan tadi ibaratnya nasi sudah menjadi bubur, sekalipun orang itu dibunuh juga takkan menghasilkan keuntungan apa-apa, maka dia putuskan untuk mengampuni jiwanya, dalam keadaan demikian orang itu pasti akan terharu dan berterima kasih padanya karena diampuni jiwanya, dengan perasaan semacam ini berarti sejak itu dia akan benar-benar berbakti dan setia kepadanya.
Dari dulu sampai sekarang, orang yang berambisi besar memang harus pandai menggunakan kesempatan, bukan Cian Hui seorang saja yang akan bertindak macam begini, mungkin banyak orang lainpun akan timbul pikiran yang sama dalam keadaan seperti ini.
Sekian lamanya ia berdiri termenung di situ kemudian ia tertawa dingin dan gumamnya.
"Hehehe, masa kau dapat lolos dari cengkeramanku hmm .?"
Perlahan ia berjalan ke depan lukisan itu dan menggulungnya dengan hati-hati, lalu putar badan dan berjalan keluar dan ruangan itu, tiba-tiba ia melihat sesuatu, ketika diamati lebih jelas lagi, ternyata ada sesosok bayangan manusia masih berdiri di situ dan orang itu tak lain adalah Jitgiau- tui-hun Na Hui-hong.
Hal ini benar-a di luar dugaan Cian Hui, ia tertegun, lalu bentaknya dengan suara tertahan "Di mana mereka semua?"
Air muka Jii-giau-tui hun kaku tanpa emosi setelah memandang sekejap ke arah Cian Hut, ia berlalu sambil berkata.
"Ikutlah padaku!"
Rasa gusar Cian Hui tak terbendung rasanya, tapi ia berusaha mengendalikannya, dengan bahu tak bergerak pinggang tak menekuk ia ikut berjalan di belakang orang, cepat sekali gerakan tubuh mereka seakan-akan kaki tidak menempel permukaan tanah.
Kedua orang itu dengan muka masam berjalan tanpa berbicara, selang sesaat kemudian tibatiba Jit giau-tui-hun berkata dengan dingin "Bila kedua bersaudara Mo berhasil menyelamatkan jiwa orang she Hui itu, di kemudian hari bocah itu pasti akan berterima kasih sekali kepada mereka berdua, apa yang diucapkan Mo Lam kelak mungkin juga akan diturutinya dengan setia!"
Beberapa patah kata Jit-giau-tui-hun itu diutarakan dengan nada dingin dan tanpa berpaling seakan-akan ucapan itu bukan ditujukan kepada Cian Hui.
Cian Hui agak tergerak hatinya demi mendengar perkataan itu, namun dengan berlagak tak acuh ia bertanya.
"Memangnya ada apa kalau dia menurut perkataan mereka? Dan kenapa pula kalau dia tidak menurut perkataan mereka?"
Jit-giau-tui-hun mendengus "Hm, dia akan menurut perkataan Mo-si hengte atau tidak tentu saja tak ada hubungannya dengan diriku, cuma, tentunya kau tahu Pak-to-jit-sat adalah bertujuh, kekuatan mereka cukup tangguh dan rasanya tidak berada di bawah kekuatanmu?"
Sekali lagi hati Sin-jiu Cian Hui tergerak, setelah termenung sebentar akhirnya ia berkata;
"Lalu apa yang harus dilakukan menurut pendapat saudara Na?"
Nadanya yang dingin dan kaku kini sudah tersapu lenyap. Tanpa menghentikan langkahnya Jit giau-tui-hun menyahut."
Menurut pendapatku, bila kau mempunyai pembantu, asal dua orang bersatu hati urusan apapun dapat diselesaikan, Sin-jiu Cian Hui kan orang yang cerdik, masa persoalan ini tak per nah kau pikirkan?"
"Ah. benar, benar!"
Seru Cian Hui sambil menepuk kening sendiri, sesungguhnya Siaute memang berhasrat bersekutu dengan Na-heng, cuma tawaran ini sukar kukatakan, kalau Na-heng sudah berkata begini, kuyakin kaupun bersedia bergabung dengan diriku bukan!"
Padahal sejak Jit-giau-tui-hun mengucapkan kata-kata pertama tadi, Cian Hui yang cerdik segera mengetahui maksudnya, cuma dia memang licin ia berlagak bodoh, ia biarkan orang menjelaskan sendiri maksudnya baru ia pura-pura bergirang.
Tiba-tiba Jit giau-tui-hun berhenti, tanpa berkata ia ulurkan tangan kanannya, Cian Hui mengerling sekejap, iapun mengulurkan tangan kanan.
"Plok Plok! Plok?"
Mereka bertepuk tangan tiga kali, ini tandanya mereka sudah bersepakat untuk bersekutu. Habis bertepuk tangan, wajah Na Hui-hong yang dingin tampak berseri, katanya.
"Tidak terlampau parah luka orang she Hui itu, luka itu tak bakal merenggut jiwanya, tapi dengan kemampuan kedua bersaudara Mo, jelas penyakitnya tak bakal sembuh. Menurut pendapatku, Cian-heng tak perlu tergesa-gesa menyembuhkan lukanya, tapi kaupun jangan terangkan berat entengnya penyakit bocah itu kita ulur waktu saja, jika orang she Hui itu menyatakan kesediaannya untuk berpihak kepada kita, Cian-heng baru obati lukanya itu, kalau tidak hm"
Sambil tertawa dingin telapak tangan kirinya bergerak menabas kebawah seperti golok "Kita harus cari akal untuk menjagalnya!"
Terkesiap juga Sin-jiu Cian Hui, dia berpikir "Keji amat orang she Na ini, hatinya busuk dan kejam, tampaknya kekejiannya jauh melebihi aku, bila orang macam begini tak dilenyapkan akhirnya akulah yang akan termakan"
Berpikir demikian, iapun berkata sambil tertawa.
"Hahaha, siasat saudara Na memang bagus mungkin Khong Beng lahir lagi juga cuma begini saja, seorang yang kasar, lain waktu aku harus banyak minta petunjuk pada saudara Na"
"0. tentu,"
Kata Jit-giau-tui-hun sambil tersenyum, sambil melangkah ke depan ia berpikir ""Sepintas lalu orang she Cian ini tampaknya jujur, mulutnya manis, perkataannya enak di dengar, pada hal apa yang sedang dipikirnya sekarang tak ada yang tahu, manusia berhati busuk dan berakal bulus macam dia paling berbahaya, kalau tidak kulayani orang ini secara baik-baik, di kemudian hari mungkin aku akan dilalap olehnya"
Begitulah dengan pikiran yang berbeda kedua orang itu mempercepat langkahnya ke depan, tak lama Cian Hui melihat ada tiga-lima buah rumah gubuk, cahaya lampu memancar keluar dari balik jendela meski cuma kelip2, ia tahu di situlah tempat kediaman kedua bersaudara Mo."
Jilid ke - 6 "Sudah sampai."
Jit-giau-tui-hun berseru seraya berpaling.
Ia percepat gerak tubuhnya hanya sekejap saja sudah tiba di depan gubuk itu, pintu didorong dan ia menyelinap masuk ke dalam.
Sebuah dipan terletak di ruangan yang sempit, di situ berbaringlah Hui Giok yang pingsan, Go Beng-si duduk di samping pembaringan dengan wajah kuatir, sedangkan kedua bersaudara Mo yang satu membawa lentera dan yang lain sedang memeriksa luka Hui Giok dan membubuhi obat luka.
Ketika Sin-jiu Cian Hui dan Jit-giau tui-hun melangkah masuk ke dalam ruangan, tak seorangpun di antara mereka yang berpaling.
Si tangan sakti Cian Hui mendengus, cepat ia menerobos ke depan pembaringan itu, dengan suatu gerakan yang tak terduga dirampasnya bubuk obat di tangan Mo Lam secara kasar tanpa diperiksa lagi terus dibuang ke tanah.
"Hehehe, obat macam begitu juga dipakai? Huh, lukanya mana bisa sembuh"
Jengek Cian Hui. Ia memeriksa keadaan Hui Giok, dilihatnya baju bahu Hui Ciok sudah dirobek hingga kelihatan dagingnya yang bengkak, ia coba menekannya dengan tangan dan bergumam.
"Entah tulang bahunya remuk tidak" - Selama bicara ia tak pernah melirik ke arah Mo Lam barang sekejappun. Maka Mo Lam sebentar merah sebentar pucat akhirnya tanpa bersuara ia mundur tiga langkah, ketika diliriknya ke belakang, ia lihat Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong yang kurus itu sedang tertawa aneh. Mendongkol sekali Mo Lam, ia tertawa dingin diam-diam mengumpat di dalam hati"
"Hm, suatu hari pasti akan ...."
Belum lagi selesai pikirannya itu, tiba-tiba ada yang mendengus di luar pintu, menyusul seorang menegur dengan suara halus tapi dingin sekali nadanya.
"Siapakah Lotoa dan Longo dari Pak-to-jit-sat? Hayo gelinding keluar!"
Dengan kejut Mo Lam berpaling, ia lihat seorang perempuan cantik berpinggang ramping sedang berdiri bersandar pintu, sinar matanya setajam sembilu sedang menatap wajah setiap orang yang hadir dalam ruangan itu.
Orang-orang yang hadir dalam ruangan itu, kecuali Hui Giok, boleh dibilang semuanya adalah jago-kelas satu di dunia persilatan dewasa ini, tapi mereka tak ada yang tahu darimana perempuan itu datang dan sejak kapan berada disitu? Ramping pinggang perempuan itu, parasnya cantik, suaranya manja, siapapun akan terkesima bila bertemu dengan perempuan yang menawan hati ini, kata-katanya dingin dan kaku, tajam menusuk.
Waktu itu Mo Pak sedang berdiri sambil memegang lentera, entah mengapa tiba-tiba ia bergidik mendengar perkataan itu, tangannya gemetar dan lentera yang dipegangnya jatuh ke lantai.
Cian Hui melihat kejadian itu, secepat kilat tangannya menyambar lentera yang hampir hancur itu sempat diraihnya, lampu itu hanya bergoyang dan tak sampai padam.
Diam-diam Go Beng-si menghela napas, mau-tak-mau ia mengakui kehebatan gerak cepat Sin-jiu Cian Hui yang luar biasa itu, ia mengerling ke depan pintu, dilihatnya perempuan cantik itu masih berdiri di sana dengan tersenyum sinis.
Ketika itu dia sedang mengawasi Cian Hui, ia menegur.
"Siapa kau? Apa kau ini dari dan Pakto- jit-sat?"
Sin-jiu Cian Hui tertawa, dipandangnya perempuan cantik itu sekejap, lalu sahutnya dengan lantang "Siapa pula nona? Kalau engkau tak kenal manusia yang bernama Pak-to-jit-sat, ada urusan apa anda mencari kedua orang itu?" - Seraya berkata, seolah-olah tidak sengaja ia mengerling sekejap ke arah kedua bersaudara Mo.
Kembali Go Beng-si menghela napas melihat tindak tanduk orang, pikirnya.
"Ai, kungfu Si tangan sakti Cian Hui ini bukan saja cepat luar biasa, kecerdasan otaknya juga sukar ditandingi orang lain, dengan sikapnya barusan, meski mulutnya tak mengucapkan sepatah katapun, tapi justeru perbuatannya itu sama artinya dengan memberitahu perempuan itu siapakah Lotoa dan Longo dan Pak to-jit-sat "
Kiranya sejak kemunculan perempuan itu.
Cian Hui sudah tahu pasti bukan orang sembarangan dengan sendirinya ia tak ingin memusuhi perempuan itu, maka ketika orang menegurnya, di samping tidak merendahkan kehormatannya, iapun tidak secara langsung menunjuk hidung kedua orang Pak-to-jit-sat, digunakannya akal yang licik untuk memberitahukan kepada perempuan itu bahwa dia bukan orang yang dicari, malahan ia memberitahu mana orang yang sedang dicarinya itu Tentu saja bukan cuma dia saja yang pintar, Go Beng si yang cerdik juga dapat mengetahui maksudnya, begitu pula Jit-giau tui-hun dan kedua bersaudara Mo pun tahu kelicikan Cian Hui.
Diam-diam Mo Lam dan Mi Pak mendengus, pikir mereka.
"Aku tak pernah berjumpa dengan perempuan ini, kenal saja tidak, darimana datangnya permusuhanku dengan dia? Kalau bukan mencari gara-gara, lantas apa maksudnya mencari kami?"
Mereka menengadah dilihatnya sinar mata si nona yang dingin tajam. Mo Lam berkerut dahi sambil membusungkan dada ia melangkah maju lalu berkata dengan lantang.
"Aku inilah Mo Lam. ada urusan apa nona mencari diriku?"
Mo Pak yang agak ketakutan melihat Cian Hui sedang memandangnya dengan senyum ejek, seakan-akan mentertawakan dirinya yang ketakutan hingga lenterapun terlepas dan cekalan, tentu saja ia tak mau unjuk kelemahannya di depan orang banyak, terpaksa iapun berseru dengan lantang.
"Eh, kau perempuan darimana? selamanya kami tak pernah kenal denganmu, untuk apa tengah malam buta kau mencari kami? Ketahuilah..."
Perempuan itu mendengus, tiba-tiba ia berkelebat maju, Mo Pak merasakan matanya kabur dan tahu-tahu perempuan itu sudah bertolak pinggang di depannya.
Sebagai anggota kelima dan Pak-to-jit-sat, kungfu Mo Pak terhitung lihay, tapi sekarang ia tak tahu dengan cara bagaimana perempuan itu bergerak maju, keruan tidak kepalang kagetnya, seketika keberaniannya buyar, kata-kata selanjutnya pun tak mampu diucapkannya.
Si Tangan Sakti Cian Hui termenung sejenak sambil terbahak ia lantas berkata.
"Nona, perselisihan apakah yang terjadi antara kau dengan Mo-si-siang-kiat? Bagaimana kalau dijelaskan agar kita semua ikut mengetahuinya? Aku Cian Hui..."
"Huh, kau manusia apa? Belum berhak mencampuri urusanku tahu?"
Bentak perempuan itu tiba-tiba sebelum lawan selesai bicara. Lalu dia berpaling, ditatapnya wajah Go Beng-si, Na Hui-hong dan Cian Hui secara bergantian lalu sambil menuding keluar pintu dia membentak "Hayo, lekas kalian enyah dan sini!"
Air muka Na Hui-hong dan Go Beng-si berubah hebat, sedang Cian Hui berkata lagi sambil tertawa.
"Hahaha, kami memang tak tahu perselisihan apa yang telah terjadi antara nona dengan Mo-si-siang-kiat, jika persoalannya memang tidak ada sangkut pautnya dengan kamu sepantasnya kami harus keluar dari sini, Cuma..."
Ia berhenti sejenak, lalu menyambung.
"Jika aku pergi begitu saja, bila berita ini tersiar, orang yang tak tahu duduknya perkara tentu akan mengira aku jeri kepada nona, apalagi Hahaha, sekalipun aku cuma seorang Bu-beng-siau-cut (manusia kecil tak bernama) tapi kedua orang ini punya nama besar di dunia persilatan, kukira nona tak dapat memerintah mereka dengan sekehendak hatimu!"
Mendengar perkataan itu, diam-diam Na Hui-hong menyumpah di dalam hati.
"Cian Hui betulbetul seekor rase tua yang licik."
Tapi sebelum mengucapkan sesuatu, Go Beng-si berbangkit sambil terbahak katanya.
"Hahaha, jangan kuatir diriku asal saudara Cian bersedia keluar dari sini, akupun akan mengikuti jejaknya, bukankah begitu saudara Na?"
"Tentu saja!"
Seru Na Hui-hong.
"asal saudara Cian mau pergi dari sini, akupun akan ikut keluar kalau Cian Hui saja dapat berbuat begini, tentu tidak menjadi soal bagiku "
"Hahaha, benar, memang begitu"
Kata Go Beng-si sambil terbahak-bahak lagi.
Waktu ia memandang ke sana, ia lihat sinar mata si nona yang bening diliputi rasa keheranan diam-diam ia tertawa geli, pikirnya "Perempuan ini pasti bingung oleh hubungan kami yang ruwet tentunya ia tak menyangka antara orang-orang yang berada di sini mempunyai hubungan yang aneh"
Ji-giau tongcu si bocah ajaib serba bisa ini memang pintar, apa yang ia terka memang tepat sekali Sin-jiu Cian Hui maupun Jit-giau-tiu-hun Na Hui-hong adalah tokoh-tokoh ternama di daerah Kang lam, tentu saja si nona pernah mendengar nama mereka, pada mulanya dia mengira orangorang itu tentu akan membela kedua bersaudara Mo untuk menghadapinya, sebab dengan nama dan kedudukan mereka dalam dunia persilatan, jangankan belum kenal siapa dia, sekalipun tahu tak nanti me reka akan menyerah dan pergi dengan begitu saja.
Maka tercenganglah nona itu setelah menyaksikan orang-orang itu saling gontok-gontokan sendiri.
Suasana dalam ruangan seketika jadi hening, masing-masing terbuai oleh jalan pikirannya sendiri, Na Hui-hong sedang berpikir.
"Ditinjau dari gerakan tubuh perempuan itu, dia pasti seorang yang punya asal usul besar, Cian Hui si rase tua yang licik itupun segan mencari garagara padanya, kenapa aku mesti mencampuri persoalan ini? Apalagi aku dan Pak-to-jit-sat tak ada hubungan istimewa. Mau mampus atau mau hidup peduli apa dengan diriku. Sedang Go Beng-si berpikir lain "Si tangan sakti Cian Hui selalu berusaha cuci tangan dan persoalan ini, aku justeru akan membuat dia selalu terlibat Hahaha mukanya pada saat ini tentu sangat menarik sekali untuk dipandang, akan kulihat cara bagaimana dia akan cuci tangan dalam persoalan ini "
Kemudian ia berpikir pula "Sekalipun ia betul-betul tinggalkan tempat ini akupun tak dapat ikut berlalu dengan begitu saja, walau perkenalanku dengan Hui Giok belum berlangsung lama, tapi aku cocok sekali dengan jiwanya aku tak boleh tinggalkan dia di sini, andaikata perempuan itu sampai bertempur dengan Mo-si-hengte dan mencelakai Hui Giok lagi aku kan bisa menyesal seumur hidup?"
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kedua Mo bersaudara saling pandang, merekapun berpikir menurut jalan pikiran sendiri.
Gerakan perempuan ini sangat cepat dan aneh, ilmu silatnya pasti lihay.
pantas beberapa keparat itupun tak berani mencari gara-gara padanya, Tapi aneh juga, tampaknya ia punya persoalan dengan kami padahal berjumpa saja kami tak pernah, darimana munculnya permusuhan Ai, bagaimanapun urusan telah berkembang jadi begini, harus mencari akal untuk mengatasi persoalan ini, kalau sampai kalah di tangannya nama baik Pak-to jit-sat tentu akan hancur"
Sin-jiu Cian Hm sementara itu masih tertawa dingin, iapun berpikir "Belum lama berselang Huihong telah berikrar bersamaku.
tapi sekarang ia sudah berkiblat pada keparat she Go ini untuk menyudutkan aku.
Hm? apa mereka mengira aku tak berani keluarkan rumah ini? Hehehe.
aku justeru sengaja akan pergi dan sini, sekalipun berita ini mungkin akan tersiar di dunia persilatan kelak, tapi siapakah yang percaya aku Si tangan sakti Cian Hui jeri terhadap seorang perempuan bernama begini?"
Begitulah akhirnya Cian Hui meletakkan lentera di atas meja, dengan tertawa katanya "Kalau saudara Na dan Go sudah berkata begitu maka..."
Mo Pak mengernyitkan alis, tiba-tiba dia menyela.
"Saudara Cian dan saudara Na, kalian tak usah keluar biar kami berdua saja yang keluar dari sini, bagaimanapun tempat ini terlampau sempit untuk bertempur, lebih leluasa bila kami bergebrak di luar sana"
Habis bicara, dengan langkah lebar ia lantas menuju ke pintu. Perempuan cantik itu berkerut kening, katanya sambil tertawa dingin "Hehehe jika kau lebih suka mampus di luar, apa salahnya kalau cepat gelinding keluar sana?"
Waktu itu Mo Lam sedang berjalan dengan langkah lebar, ketika mendengar perkataan itu tibatiba ia berhenti dan bertanya "Nona, sebetulnya ada permusuhan apa antara dirimu dengan kami? Mengapa tidak kau terangkan lebih dulu? Siapa tahu..."
"Hm, Pak to-jit-sat hanya terdiri dari kawanan manusia bejat yang suka merusak anak perempuan serta perampok-perampok kejam jengek perempuan itu, sudah lama ingin kutumpas kalian dan muka bumi. Apa yang mesti kuterangkan lagi?"
"Huh, kau sendiri manusia macam apa?"
Bentak Mo Pak dengan mendongkol.
Belum habis ucapannya, tiba-tiba tangannya diayun ke muka, kemudian secepat kilat dia menerobos keluar.
Ciau Hui berseru tertahan sambil melompat mundur untuk menghindari serangan yang nyasar ke arahnya sementara puluhan bintik cahaya tajam menyambar ke muka dan mengurung sekujur badan perempuan cantik itu.
Pada saat yang sama Mo Lam juga menjejakkan kakinya dan kabur dari ruangan itu, sebelum keluar pintu, tangannya juga sempat diayun ke belakang, titik cahaya tajam sekali lagi berhamburan.
Pak-to-jit-seng-ciam (jarum sakti tujuh bintang) dari Pak-to-jit sat memang tersohor lihay, meskipun kedua bersaudara itu menyerang tidak bersamaan waktu.
akan tetapi setelah jarumjarum itu tersebar susah untuk membedakan mana duluan dan mana yang belakangan.
Perempuan cantik itu berkerut dahinya, mendadak ia melayang ke samping dengan lincah.
"Cepat amat gerak tubuh orang ini!"
Bisik Go Beng-si dengan perasaan kagum, ketika berpaling dilihatnya puluhan bintik cahaya tajam itu menyambar ke depan dan menyergap tubuh Hui Giok yang telentang di atas pembaringan.
Ia menjerit terkejut, ia mau menolong tapi tak sempat lagi jarum Pak-to-jit-seng-ciam yang dibidikkan dan tabung berpegas itu pasti akan segera bersarang di tubuh Hui Giok.
Cian Hui berseru kaget, diam-diam ia mengeluh.
"Habis sudah rencanaku..." "He, kiranya kau?"
Tiba-tiba perempuan itu berseru dengan wajah berubah hebat.
Bersamaan dengan teriakan itu, tiba-tiba tubuhnya melayang ke belakang tangannya berputar kencang.
mengikuti gerakan tangannya itu puluhan batang jarum perak tadi berubah arah dan menyusup masuk ke balik ujung baju perempuan cantik itu, dalam sekejap jarum-jarum yang berbahaya tadi sudah lenyap tak berbekas.
Go Beng-si juga sedang menerjang ke depan secepatnya dan hampir saja tak dapat mengendalikan badan sendiri.
"bluk", ia menerjang di atas tubuh Hui Giok. Tak ada yang diharapkan olehnya saat itu kecuali menggunakan tubuhnya sebagai tameng sambaran jarum-jarum beracun itu. Pemuda yang cerdik tapi sangat perasa ini hanya memikirkan keselamatan sobat kentalnya itu. Tapi ternyata jarum-jarum itu tak kunjung tiba, bukan saja jarum beracun tadi tidak melukai Hui Giok tidak pula hinggap di atas tubuhnya, ia jadi tertegun dan heran.
"Ban-liu-kui-ci ng!"
Tiba-tiba didengarnya Cian Hui dan Jit-giau-tui-hun berseru kaget.
Sekali lagi ia melengak, cepat anak muda itu bangkit dan berpaling, ia lihat Cian Hui dan Jitgiau- tui-hun sedang berdiri dengan mata terbelalak dan mulut melongo, wajah mereka diliputi rasa kaget sedang menatap perempuan itu tanpa berkedip sebaliknya perempuan cantik itu berdiri termangu di ujung pembaringan wajahnya tampak keheranan, cuma tatapan hanya tertuju pada Hui Giok.
Semua itu terjadi hampir pada waktu yang sama, terlampau cepat dan sukar diikuti oleh orang biasa.
Tapi gerak-gerik mereka waktu itu serentak berhenti semua, baik Go Beng-si maupun Cian Hui dan Na Hui-hong berdiri terpaku sambil memandang perempuan itu dengan melongo, sedang perempuan itupun berdiri tak bergerak sambil memandang Hui Giok di pembaringan dengan termangu semuanya diliputi rasa kaget bercampur heran cuma apa yang mereka kagetkan, apa yang mereka herankan memang berbeda satu sama lainnya.
Setelah termangu beberapa saat lamanya, akhirnya Go Beng-si, Cian Hui dan Na Hui-hong dengan gerakan yang hampir sama melangkah ke depan dan berseru.
"Apakah kau ini yang bernama Leng-gwat Siancu?"
Perempuan cantik itu tidak menjawab, sebaliknya malah bergumam.
"Ah, kau, betul-betul engkau! Mengapa kau berada di sini?"
Untuk kesekian kalinya Go Beng-si, Cian Hui dan Na Hui-hong melengak, pelahan perempuan itu berpaling lalu menegur dengan ketus.
"Luka apa yang ia derita? Kenapa bisa terluka? Siapa kau? Mengapa kau rela mengorbankan dirimu untuk menolong jiwanya?"
Dua patah kata yang pertama ditujukan kepada Cian Hui dan Na Hui Hong dengan nada dingin, sebab tatapan matanya tertuju ke arah mereka, sedang kedua kalimat terakhir diucapkan dengan nada halus, sorot matanya tertuju ke arah Go Beng-si.
Jit-giau tongcu menengadah diam-diam ia heran, dilihatnya sorot mata perempuan cantik yang memiliki ilmu Ban-liu-kui-ciong (selaksa aliran akhirnya bertemu jadi satu) dan ilmu Se-kim-sip-tiat (menyedot emas mengisap besi) itu diliputi perasaan gelisah, kuatir dan tak tenang.
"Aneh!"
Demikian ia membatin.
"Saudara Hui Giok memang terhitung pemuda yang sukar dicari, tapi bagaimanapun juga dia hanya seorang pemuda yang berilmu rendah dan bernasib jelek, bagaimana mungkin ia bisa mempunyai hubungan yang erat dengan Leng-gwat-siancu tokoh sakti dari dunia persilatan. Perlu diterangkan, tatkala Hui Giok mengisahkan pengalamannya tempo hari secara tertulis ia tidak menerangkan pertemuannya dengan Leng-gwat siancu Ay Cing, Sebab itulah Go Beng-si tidak mengetahui hubungan mereka, tentu saja ia keheranan sehingga lupa untuk menjawab. Tergerak hati Cian Hui ia menjura kepada perempuan cantik itu, katanya sambil tertawa.
"Hahaha, tak kusangka engkau inilah Ay siancu, lebih tak menyangka kalau Ay siancu adalah sahabat karib Bengcu-toako, Hui-taysianseng kami Hahaha, sungguh sangat kebetulan !"
"Bengcu-toako... Hui-taysianseng...
"gumam perempuan cantik itu, sinar matanya yang penuh perasaan heran mengerling Cian Hui bertiga, lalu pelan-pelan berpaling dan menatap wajah Hui Giok untuk sekian lama ia diam saja. Perempuan cantik ini memang benar adalah Leng-gwat-siaucu Ay Cing, isteri Cian-jiu-suseng satu-satunya orang yang mewarisi ilmu Ban-liu-kui-ciong serta selama belasan tahun terakhir ini disebut sebagai sepasang pendekar dewa-dewi. Tempo hari setelah ia sambut kembali ke empat belas batang jarum Pak-to-jit seng-ciam kepada Sam sat Mo Se sehingga menyebabkan kematian iblis itu, dia kembali ke kamarnya dan menyangka Hui Giok masih berbaring di pembaringannya, maka tanpa curiga iapun berbaring di sisinya siapa tahu ketika orang yang tidur di sampingnya itu menggeser badannya ia lihat orang itu ternyata bukan Hui Giok melainkan orang yang senantiasa berusaha dihindarinya selama beberapa tahun terakhir ini. Segera ia bermaksud kabur, sayang terlambat, dalam kejut dan paniknya tahu-tahu ia sudah tertutuk jalan darahnya dan dibawa pergi orang itu. Ketika jalan darahnya dibebaskan kembali oleh orang itu hari sudah terang tanah, mau melawan kungfunya bukan tandingannya, akhirnya ia berhasil menemukan kesempatan baik dan kaburlah perempuan ini dari cengkeramannya. Orang yang bisa bikin Leng-gwat siancu mati kutu dan selalu berusaha kabur terbirit-birit ini tentu saja seorang jagoan yang tak terkatakan kehebatannya, dibalik kejadian itu memang terdapat serangkaian cerita tersendiri yang cukup unik, cuma cerita itu tak pernah dikatakan Lenggwat- siaacu kepada siapapun, maka orang Iain tentu saja tak tahu. Leng-gwat siancu Ay Cing sendiri memang berilmu tinggi tapi terhadap orang itu bukan saja bencinya merasuk tulang, tapi takutnya juga seperti tikus ketemu kucing, setelah lolos dari cengkeram airnya siang hari ia selalu bersembunyi, bila malam tiba dia melanjutkan usahanya untuk kabur sejauh nya dari orang itu, agar tidak sampai tertangkap lagi. Selama beberapa bulan terakhir, bukan saja dia makan tak enak dan tidur tak nyenyak, kadang ia bertanya kepada diri sendiri.
"Sampai kapan aku harus buron dan tak perlu takut kepadanya lagi?"
Pertanyaan ini ia sendiripun tak dapat menjawabnya, ia hanya dapat berdoa semoga Thian cepat-cepat mencabut nyawa orang itu. Kecuali buron, iapun ingin menemukan kembali bocah bernama Hui Giok itu, ini bukan lantaran dia akan minta kembali kedua
Jilid kitab pusaka yang diambil bocah itu, hanya entah sebab apa kesannya atas pemuda itu sangat mendalam, timbul rasa rindunya.
Tapi dunia amat luas, ke mana dia harus menemukan Hui Giok? Malam itu ia tiba di depan rumah gubug tersebut, ketika dilihatnya ada cahaya lampu memancar keluar dari sebuah gubug di tengah malam buta.
ia merasa heran dihampirinya gubug itu dengan rasa ingin tahu.
Tapi setibanya di dekat gubug itu ingatan lain timbul dalam benaknya, diam-diam ia memaki diri sendiri.
"Ay Cing, wahai Ay Cing, keadaanmu sendiri saat ini mengenaskan sekali, untuk melindungi diri sendiripun tak becus, buat apa kau campur urusan orang lain!"
Ketika timbul pikiran demikian.
perempuan itu segera hendak pergi dan situ, tapi tiba-tiba sinar matanya menemukan sesuatu, di bawah sinar bintang yang redup lamat-lamat dilihatnya sebuah lambang yang dilukis dengan kapur putih tertera diatas pintu rumah itu, lambang itu berbentuk bintang persegi tujuh dan tampuk amat jelas sekali, hatinya langsung tergerak.
"Hm. rupanya Pakto- jit-sat berada disini"
Kemudian ia berpikir seandainya Mo Se tidak bikin gara-gara, tentu aku tak akan tertangkap oleh manusia bedebah itu."
Diam-diam ia menggigit bibir dan menerjang masuk ke dalam gubug itu, tentu saja mimpipun ia tak menyangka Hu.
Giok yang sedang dicarinya itu juga berada di dalam ruangan itu, lebih2 ia tak menyangka kalau anak muda itu telah menjadi Bengcu toako dan Hui-taysianseng segala.
Ia kaget dan heran, ia berdiri di depan pembaringan dengan tertegun, ia melupakan kedua Mo bersaudara, diperiksanya luka di tubuh Hui Giok itu kemudian sambil menghela napas panjang gumamnya.
"Ai, lukanya teramat parah, mungkin tulang bahunya ikut remuk!"
Si Tangan sakti Cian Hiu ter-bahak2, ia keluarkan kipasnya sambil digoyangkan beberapa kali ia berkata sambil tertawa.
"Hahaha, luka Hui-tay sianseng memang cukup parah, untungnya cuma luka luar saja, aku memang tak becus, tapi kalau cuma luka begini rasanya aku masih sanggup menyembuhkannya, Ay-siancu jangan kuatir serahkan saja soal ini kepadaku."
Leng gwat-siancu tersenyum dia mengeluarkan sapu tangan dan menyeka butiran keringat yang membasahi jidat Hui Giok katanya sambil menggeleng kepala "Ai apa yang terjadi di dunia ini kadang-kadang memang sukar diduga orang, ketika bertemu untuk pertama kalinya dulu dia masih berupa seorang pemuda lemah yang sering dihina dan dicemoohkan orang, sungguh tak kunyana dalam beberapa bulan saja ia telah menjadi Bengcu-toako dari kalian orang2 ternama ini."
La berhenti sebentar, sambil tersenyum berpaling kepada Go Beng-si.
"Dapatkah kau beritahukan kepadaku, kejadian aneh apa lagi yang telah dia alami selama beberapa bulan belakangan ini."
Aneh juga, ucapannya sekarang lembut dan enak di dengar, tidak lagi kaku, dingin dan seperti tadi.
Go Beng-si tenangkan pikirannya setelah termenung sebentar dia akan menjawab tapi saat itulah sesosok bayangan berkelebat lewat di luar pintu, segera Leng gwat-siancu membentak dengan suara lantang "Hm, jadi kalian belum kabur?"
Tubuhnya yang ramping melesat, Go Beng-si merasakan pandangannya jadi kabur, tahu-tahu bayangan orang sudah lenyap.
Sambil menggoyangkan kipasnya pelahan Cian Hui berjalan ke luar, malam hampir lewat, fajar sudah menyingsing cahaya merah telah menghiasi ufuk timur, tiga sosok bayangan secepat kilat menghilang di kejauhan.
Dia tertawa dingin, pikirnya "Kedua Mo bersaudara mungkin sudah bosan hidup, sudah lolos dan cengkeramannya kenapa datang lagi? Hehehe sekali ini mereka pasti akan jatuh di tangan gembong iblis perempuan ini."
Ia mengerling sekejap Hui Giok yang berbaring di pembaringan itu, lalu katanya dengan kening berkerut.
"Saudara Go, bukankah sahabat karib Hui-taysianseng, Tahukah kau asal usulnya dan cara bagaimana ia berkenalan dengan gembong iblis perempuan itu?"
"Hehehe, kukira Go-siauhiap sendiripun tak tahu."
Sela Jit-giau-tui-hun.
Baru selesai ucapannya.
Tiba-tiba bayangan orang kembali berkelebat di luar pintu.
ketika semua orang berpaling, tampaklah Leng-gwat-siancu Ay Cing dengan gerakan secepat kilat telah menerobos masuk ke dalam ruangan, kali ini dia muncul dengan wajah pucat dan gugup.
begitu masuk ke dalam ruangan pintu lantas dikunci, lentera yang ada di mejapun dikebut hingga padam seketika.
Baru saja ruangan jadi gelap, tiba-tiba suara gelak tertawa seram menggema di luar pintu, seorang berucap sekata demi sekata.
"Tidak kau duga bukan? Akhirnya kau kutemukan juga Hehehe, padahal kaupun tak perlu kabur terburu-buru, sebab percuma sekalipun kau kabur ke ujung langit juga akhirnya akan kutemukan kau."
Waktu suara itu bergema terasa masih berada sangat jauh, tapi hanya sekejap saja pintu gubug itu segera di dobrak orang, menyusul sesosok bayangan menerobos masuk ke dalam ruangan.
Semua orang hanya saling pandang dengan melongo, hening suasana di situ sampai napaspun kedengaran jelas, tahu-tahu Leng-gwat-siancu maupun bayangan manusia yang menerobos masuk ke dalam ruangan tadi sudah lenyap tak berbekas.
Fajar sudah mulai menyingsing tapi ruangan itu masih gelap, semua orang berdiri dengan kaget, heran dan curiga, siapapun tak tahu kejadian apa yang telah berlangsung di situ.
Akhirnya Cian Hui berdehem dan berkata "Saudara Na.
apa membawa korek api? Ai, makin tua aku jadi makin lamur, saudara Go, usiamu paling muda, apakah kau lihat jelas potongan badan si pendatang tadi?"
Go Beng-si menghela napas, dia tidak memberi jawaban, waktu itu Jit-giau-tui-hun berada di samping meja, dia menyulut lentera hingga suasana terang kembali.
Angin pagi berembus, Go Beng-si merasa badan agak kedinginan, dia berpaling dan ditemukan daun pintu sudah roboh ke kiri dan ke kanan, di atas pintu tertera sebuah bekas telapak tangan yang menekuk ke dalam kayu, ketika diperiksa dengan seksama baru diketahui bahwa orang tadi telah menghantam daun pintu hingga tembus, pantas di atas pintu tertera telapak tangan yang jelas.
Sejak bersuara sampai berlalu, bayangan tadi tak pernah berhenti, padahal pintu rumah orangorang desa biasanya dibikin dari kayu yang tebal berat, tapi cukup sekali pukul orang itu dapat melubangi papan pintu yang tebal, ngeri juga Go Beng-si membayangkan ilmu orang itu.
Dia coba berpaling, dilihatnya Cian Hui berdiri dengan rasa kaget bercampur ngeri, sedang Jit giau-tui-hun Na Hui-hong kelihatan agak menggigil, meski tak seorangpun yang buka suara, tapi perasaan mereka tak berbeda jauh satu dengan yang lain.
"Siapakah orang itu? Hebat sekali ilmu silatnya,"
Pikir orang-orang itu dengan perasaan tak tenang.
Bunyi gemercit berkumandang dari papan pembaringan tiga orang itu tersadar kembali dari lamunan dan sama-sama berpaling, kemudian mendekati pembaringan.
Hui Giok yang semaput cukup lama itu, tiba-tiba membuka matanya dengan pelahan.
"Ah, dia telah sadar!"
Teriak Go Beng-si kegirangan.
"Dia sadar!"
Cian Hui juga berseru dan tersenyum.
Kedua orang itu saling pandang dengan tertawa sementara Hui Giok yang baru sadar tampak juga bersenyum.
ia bergumam seperti mengucapkan sesuatu, namun tak ada suara yang kedengaran, hanya senyuman yang menghiasi bibirnya tampak semakin cerah.
"Aneh betul bocah ini!"
Pikir Go Beng-si keheranan, baru saja mendusin kenapa terus tertawa - Tentu saja dia tak tahu mengapa Hui Giok lantas tertawa begitu siuman dari pingsannya.
Pelan Hui Giok memejamkan lagi matanya suara tadi seolah-olah masih berkumandang di telinganya.
"Dia telah sadar , dia telah sadar."
Hanya tiga patah kata saja, namun terasa seperti irama yang paling merdu yang pernah di dengar oleh Hui Giok sepanjang hidupnya, kini ia dapat mendengar suara dunia lagi setelah tuli sekian lama, ketiga kata itu benar-benar kata yang paling merdu baginya.
"Akhirnya aku dapat mendengar lagi ia berpekik kegirangan di dalam hati."
Dalam keadaan begini, ia tidak ingin berpikir apa-apa, dia hanya mengulangi kembali ucapan orang2 tadi.
"la telah sadar , ia telah sadar."
Tiba^ ia merasa sukmanya seperti melayang-layang ke awang-awang, bisikan ketiga patah kata itupun berkumandang makin lama makin cepat akhirnya semuanya buyar dan sirna.
"Ai, ia semaput lagi!"
Keluh Go Beng-si sambil menggeleng kepala dan menghela napas.
"Cuma ada sesuatu yang aneh."
"Ya, mengapa ia tersenyum setelah sadar, begitu bukan?"
Tukas Cian Hui sambil menggoyangkan kipasnya.
Kedua orang ini sama-sama cerdik, maka sebelum Go Beng-si menyelesaikan katanya, Cian Hui sudah tahu apa yang hendak diucapkan lawan.
Kendatipun kedua orang itu sama cerdiknya, toh ada satu hal yang tak pernah mereka sangka yakni pukulan yang dilancarkan Kim-keh Siang It-ti tadi meski membuat Hui Giok terluka parah akan tetapi karena pukulan itu, tutukan berat pada jalan darah bisu dan tuli yang dilakukan pelajar misterius atas diri Hui Giok itupun tergetar lepas sebagian.
Tentu saja hal ini di luar dugaan siapapun dan merupakan kejadian yang sangat kebetulan sifatnya, tak heran kalau Cian Hui dan Go Beng-si yang cerdik sama-sama tidak tahu.
Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong yang sedang termenung tiba-tiba berkata dengan lantang.
"Sekarang hari sudah terang tanah, saudara Cian tentunya sudah mempunyai rencana ke mana kita akan pergi?"
Go Beug-si menatap sekejap kedua orang itu ujarnya.
"Ke mana kalian akan pergi, paling tidak luka yang di derita saudara Hui kita ini kan harus disembuhkan dulu?"
Ia berhenti sebentar, sambil terbahak-bahak kemudian ia menambah "Sekarang saudara Hui telah menjadi Congpiaupacu kaum Lok lim wilayah Kang lam, jika lukanya tak dapat disembuhkan kukuatir kejadian ini akan mempengaruhi nama baik Cian-heng dan Na-heng di mata orang lain."
Pendekar Satu Jurus Karya Gan KL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Cian Hui tersenyum, kipasnya yang sudah menganggur sekian lama kembali digoyangkan katanya sambil tertawa "Tentu saja, tentu saja! Kemanapun kita akan pergi, luka Hui-taysianseng memang harus disembuhkan lebih dulu, cuma..."
Ia melipat kembali kipasnya, sambil menuding Hui Giok ia berkata.
"Luka yang diderita Hui-taysianseng bukan luka yang enteng, tempat inipun bukan tempat yang cocok untuk merawat lukanya. Saudara Go, kukira kau tak usah kuatir. serahkan saja soal penyembuhan luka Huitaysianseng kepadaku, biarkan Bengcu-toako kita ini menanggung sekian lama."
"Aku percaya si Tangan Sakti Cian Hui memiliki ilmu pengobatan yang hebat,"
Kata Go Beng-si sambil tertawa.
"sekalipun tak kau katakan juga kutahu tempat ini tak cocok untuk merawat luka, silakan Cian heng segera mengambil keputusan ke mana kita harus pergi."
Air muka Cian Hui agak berubah, tapi senyum ramah kembali tersungging di ujung bibimya, katanya kepada Jit-giau-tui-hun.
"Menurut pendapatku mula-mula kita harus mengantar Hui-toako ke suatu tempat yang tenang dan sepi untuk merawat lukanya, kemudian kita siapkan surat undangan untuk mengundang semua kawan-kawan persilatan yang berada di wilayah Kanglam untuk menghadiri upacara penobatan ketua Lok-lim yang baru, entah bagaimana menurut pendapat saudara Na?"
"Selamanya aku mengikuti garis perjuangan Cian-heng yang maha hebat!"
Kata Jit giu-tui-hun dengan kaku.
"berbicara soal tempat beristirahat bagi Hui-taysianseng, sudah tentu perkampungan Long-mong san-ceng saudara Cian adalah tempat yang paling tenteram ditambah lagi saudara Cian memang pandai ilmu pengobatan, semua ini akan melancarkan pekerjaan dirimu, mengenai surat undangan untuk kawan-kawan persilatan hal ini memang persoalan penting yang tak dapat ditunda-tunda lagi, menurut pendapatku, bagaimana kalau kita tetapkan pada bulan lima hari Pekcun saja, pada waktu itu sekalipun musim semi sudah lewat, musim panas yang gersang belum tiba, tentunya kawan-kawan persilatan tak akan terlampau disiksa oleh teriknya matahari"
"Hahaha, betul. betul, bagus! Kita tetapkan hari Pek-cun saja. hari Pek-cun pada bulan lima paling tepat untuk mengadakan pertemuan besar!"
Cian Hui lantas berpaling ke arah Go Beng-si setelah menjura ia berkata "Selama sehari penuh kami sudah menerima banyak kebaikan dari saudara Go, bukan saja aku orang she Cian merasa berterima kasih, bila sobat-sobat kalangan Lok-lim mengetahui hal inipun mereka pasti juga akan berterima kasih atas bantuan saudara Go"
"Ucapan Cian-heng terlampau serius"
Kata Go Beng-si sambil tersenyum.
Di luar ia berkata demikian, lain pula yang dipikir di dalam hatinya "Tampaknya orang she Cian ini akan menggunakan kesempatan ini untuk mengusir aku, agar di kemudian hari dia lebih gampang mengendalikan Hui-heng , Hehehe, sayangnya, meskipun perhitunganmu sangat bagus, belum tentu akan kuturuti jalan pikiranmu!"
Betul juga, sambil tersenyum Cian Hui lantas berkata pula.
"Saudara Go adalah seorang pendekar pengembara yang bebas berkelana ke sana kemari, kehidupan macam begitu sungguh menyenangkan sekali, sayang aku cuma seorang manusia kasar, jauh benar bedanya bila dibandingkan saudara Go, semoga di kemudian hari aku ada jodoh dan dapat mengikuti jejak saudara Go untuk menjadi seorang pengelana yang bebas, entah betapa bahagiaku bisa berpesiar dan menikmati pemandangan alam dengan tenang dan tidak dibebani pikiran."
Ia kembangkan kipasnya dan digoyangkan beberapa kali, setelah tergelak beberapa kali, lanjutnya.
"Tapi hari ini aku tak berani mengganggu saudara Go lagi dengan tugas-tugas lain, maka selama gunung masih hijau dan air tetap mengalir. semoga kita dapat bertemu kembali lain waktu, Siaute pasti akan menahan Go-heng untuk menginap selama beberapa hari di rumahku."
Go Beng-si tertawa geli di dalam hati, sedang di luarnya ia berkata dengan wajah serius "Pujian saudara Cian sungguh membuatku merasa malu sekali, Siaute adalah manusia biasa, kesenanganku hanya menonton keramaian belaka, terus terang kukatakan, tujuanku lari ke sana kemari bukanlah untuk menikmati keindahan alam, juga bukan mencari ketenangan.
aku justru sibuk lari kian kemari untuk mencari rangsangan."
"Kini saudara Hu sudah diangkat menjadi Cong-piaupacu kaum Lok-lim di wilayah Kanglam, aku rasa kawanan Lok-lim dan segala penjuru pasti akan berdatangan untuk memberi hormat kepada ketuanya, suasana waktu itu entah betapa meriahnya. Hahaha, jangankan diriku ini memang penganggur, sekalipun ada urusan, kesempatan baik ini pasti tidak kusia-sia kan dengan begitu saja, maka bila saudara Cian tidak keberatan, aku ingin menumpang selama beberapa hari di Long-mong-san-ceng yang tersohor itu."
Ia berhenti sebentar, sambil terbahak-bahak katanya lagi.
"Sekalipun saudara Cian merasa keberatan, terpaksa kutebalkan muka untuk mengintil di belakangmu"
Kata-katanya itu tersembur keluar seperti bendungan yang bobol, lancar dan tak terbendung, sementara matanya tak terlepas dari wajah orang she Cian itu.
Ia lihat air muka Cian Hui sebentar berubah hijau sebentar jadi pucat, kipasnya digoyangkan tiada hentinya hingga jenggotnya yang panjang berkibar tiada hentinya.
Selain sesaat kemudian ia baru berkata sambil tertawa.
"Ah, mengapa saudara Go mengucapkan kata-kata semacam itu? Suatu kebanggaan bagi kami bila Jit giau-tongcu yang tersohor di kolong langit ini bersedia mengunjungi perkumpulan kami untuk menyambut rasanya aku tak sempat, masa akan kutolak kunjunganmu itu? Kalau saudara Go sampai mengucapkan kata-kata semacam itu artinya kau pandang asing diriku ini."
Ucapan ini diakhiri dengan gelak tertawa nyaring, meski dalam hati ia menyumpahi Jit-giautong- cu yang licin ini.
"Hahaha kalau memang begitu, tentu saja aku turut perintah,"
Kata Go Beng-si sambil tergelak.
Sambil berpeluk tangan ia berdiri di depan pembaringan dan tidak bicara lagi, di dalam hati diam-diam ia berpikir "Si tangan sakti Cian Hui memang seorang yang berbahaya, sekalipun di dalam hati bencinya kepadaku merasuk tulang namun perasaannya itu sedikitpun tak diperlihatkan sulit rasanya untuk menghadapi manusia macam dia."
Waktu ia memandang ke sana, dilihatnya Jit-giau tui hun berdiri kaku dengan wajah tanpa emosi seakan-akan sama sekali tidak kenal apa artinya gembira, marah, sedih atau murung segala.
Sambil menggoyangkan kipasnya Cian Hui tertawa, ia menengok keluar jendela, katanya.
"Berbicara memang mengasyikkan, tanpa terasa fajar sudah menyingsing Hahaha, sebentar sinar sang surya akan menyinari seluruh jagat, saudara Na apakah kita harus berangkat sekarang juga?"
Dengan kaku Jit-giau tui-hun Na Hui-hong mengangguk pelahan ia menghampiri jendela, dikeluarkannya sebuah benda dan dilemparkan ke atas tanah.
"Blang,"
Benda itu meledak dan meletupkan bunga api yang segera memancar ke udara, di angkasa bunga api itu lantas menyebar menciptakan tujuh gumpal asap hitam dan melayang semakin tinggi, lama sekali gumpalan asap itu baru buyar.
Melihat itu Go Beng-si menghela napas, pikirnya.
"Pantas orang bilang ketujuh keahlian Jit giau tui hun tiada bandingannya di kolong langit sekalipun kepandaian lain tak pernah kusaksikan, hanya melihat benda mesiu tanda pengenalnya ini sudah cukup membikin hatiku kagum."
Baru saja kabut tadi buyar di angkasa, suara derap kaki kuda yang sangat ramai segera berkumandang di luar pintu, derap kuda itu berhenti setibanya di luar pintu, dalam waktu singkat muncul sebaris laki-laki kekar berbaju ringkas bersenjata, di pinggang masing-masing tergantung pula kantung senjata rahasia, meski perawakan mereka tak sama, namun semuanya tegap dan gagah.
Begitu masuk ruangan, mereka memberi hormat kepada Jit-giau-tui-hun, kemudian berdiri di samping, semua dengan tangan lurus ke bawah, sikapnya sangat menghormat.
Go Beng si melirik sekejap ke samping, ia lihat air muka Jit-gian-tui-hun Na Hui-hong meski tetap kaku tanpa emosi, sinar matanya memancarkan rasa kebanggaan akan kedisplinan anak buahnya.
Melihat itu Cian Hui terbahak-bahak, ucapnya "Semula aku heran kenapa Na-pangcu datang sendirian, tak tahunya engkau telah membawa serta saudaraku yang gagah perkasa ini.
Hahaha, tanda panggilan yang baru kau gunakan sungguh sangat hebat."
"Hm, kukira setelah tanda pengenal Jit giau-sin-hiang kulepaskan, kawan-kawan Can-heng tentu juga akan segera berdatangan kemari,"
Jengek Na Hui-hong dengan muka masam.
Betul juga, baru selesai ia berkata, suara derap kaki kuda yang ramai telah berkumandang dan berhenti setibanya di luar pintu.
Geli juga Go Beng-si melihat kesemua itu, pikirnya "Nama dan kejayaan memang suatu daya tarik yang sangat besar, sejak dulu sampai sekarang entah berapa banyak orang gagah yang terperangkap? Cian Hui dan Jit-giau tui-hun adalah bandit ulung di dunia persilatan, soal harta kekayaan tentu saja bukan persoalan bagi mereka tapi soal "nama"
Rasanya tetap merangsang pikiran kedua orang itu.
Ai.
begitulah dunia persilatan, beberapa saat berselang kedua orang itu masih bekerja sama untuk menghadapiku tapi sekarang mereka telah saling mengejek padahal kemampuan mereka sama-sama hebatnya, kalau betul-betul mau bekerja sama, kekuatan yang dihasilkan pasti luar biasa, tapi kalau cara kerja mereka tetap dilandasi saling curiga mencurigai urusan tentu akan hancur."
Baru saja ingatan itu terlintas dalam benaknya dan luar pintu berjalan masuk serombongan laki-laki kekar bergolok, semua laki-laki itu berbaju serba hitam, perawakan tubuh merekapun sama, seakan-akan mereka berasal dari satu cetakan.
Setibanya di dalam ruangan, serentak mereka berseru bersama, lalu berlutut gerakan mereka serempak seperti dilakukan oleh tubuh yang sama, cara berlutut ternyata dapat mereka lakukan bersamaan waktunya.
Sambil mengelus jenggot dan tertawa Cian Hui mengulapkan tangannya, belasan laki2 itu serentak bangkit berdiri, disiplinnya amat tinggi, ini menunjukkan bahwa cara Cian Hui mendidik anak buahnya jauh lebih hebat daripada Jit-giau-tui-hun.
Melihat itu Na Hui-hong tertawa dingin, katanya.
"Hehehe, tak aneh kalau nama besar Cianheng termasyhur sampai kemana-mana, dilihat dari anak buahmu itu rasanya sudah cukup menjagoi dunia persilatan "
Air muka Ciau Hui berubah, dengan penuh kebencian diliriknya Na Hui-hong sekejap, ia terbahak-bahak, sahutnya "Hahaha, benar, benar.
aku bila mencari sesuap nasi sampai saat ini tidak lain memang berkat kerja sama saudaraku ini, tapi untuk soal menjagoi dunia persilatan dengan mengandalkan kepandaian sejati, aku rasa kecuali Na-heng seorang mungkin, hahaha..."
Ia terbahak-bahak, setelah berhenti sejenak, lalu sambungnya pula "Mungkin tak ada orang lain lagi."
Go Beng-si diam-diam mengamati mimik wajah mereka, dilihatnya air muka Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong berubah jadi pucat, lalu dan pucat berubah jadi merah, ia melotot sekejap ke arah Cian Hui tanpa mengucapkan sepatah katapun ia lantas berlalu dari situ.
Geli juga Jit giau-tongcu Go Beng-si menyaksikan semua itu, pikirnya "Ai, Si tangan sakti Cian Hui memang hebat bukan saja ilmu silatnya mengungguli Jit-giau-tui-hun, soal ketajaman lidah juga jauh di atas Na Hui-hong,"
Kiranya ilmu silat sesungguhnya Jit giau tui-hun tidaklah sebanding dengan kesohoran namanya, meski nama besarnya di dunia persilatan disegani orang, hal ini terutama karena kedahsyatan tujuh macam senjata rahasia andalannya.
Pusaka Pedang Embun -- Sin Liong Pendekar Bayangan Setan -- Khu Lung Lentera Maut -- Khu Lung