Ceritasilat Novel Online

Bentrok Rimba Persilatan 19


Bentrok Rimba Persilatan Karya Khu Lung Bagian 19



Bentrok Rimba Persilatan Karya dari Khu Lung

   

   Kedua orang itu dengan gusar saling berhadap-hadapan.

   Lieh Yu tertawa dingin ujarnya.

   "Aku telah menolong kau menyembuhkan seorang gila, kini sekalipun dia telah menjadi sadar kembali tapi aku akan membuat dia menjadi gila pula !"

   Sehabis berkata dengan dingin dia memandang kearah Boen Ching dan tertawa dingin tak henti-hentinya.

   Boen Ching yang mendengar perkataan tersebut, hatinya menjadi sangat kacau, dengan gusar bentaknya.

   "Jika kau tidak meninggalkan obat penawarnya, aku segera akan menghancurkan seluruh tubuhnya."

   Ketika Lieh Yu memandang kearah Boen Ching yang sedang mengucapkan perkataan tersebut dengan sepasang matanya yang melotot hampir keluar, dalam hatinya ia menjadi sanpat terkejut sekali.

   Segera dia tertawa dingin, ujarnya.

   "Aku kira kau tak akan berhasil melakukan nya"

   Boen Ching dengan gusar bersuit kalap, sepasang telapak tangannya dengan menggunakan seluruh tenaganya menghantam tubub Lieh Yu, segulung hawa murni yang ***.

   *** mempu-nyai tujuh warna yang berlainan itu dengan cepat berubah menjadi suatu hawa murni yang mempunyai warna putih yang dengan sangat dahsyat menggulung kearah Lieh Yu.

   Lieh Yu tertawa menghina, sambil balas melancarkan serangan, dia mengundurkan dirinya kebelakang, tubuhnya bagaikan sambaran kilat cepatnya mundur kearah belakang.

   Boen Ching yang melihat hal ini mana mau melepaskan dengan demikian saja, segera diapun melayangkan tubthnya mengejar kearah Lieh Yu.

   Lieh Yu sama sekali tidak menggubrisnya sambil tertawa dingin dia lari kedepan.

   Boen Ching yang kaki kanannya sudah terluka, dan baru saja mengejar sampai ditengah jalanan.

   segera tertinggal sangat jauh sekali, dengan kalap dia berteriak nyaring.

   "Lieh Yu! apabila kau tidak meninggalkan obat penawarnya, sekalipun sampai keujung langitpun aku tetap tak akan melapaskan dirim..

   Lieh Yu hanya tertawa terus dan melanjut kan larinya kedepan.

   Boen Ching merasa sangat kecewa sekali, sambil mendekap diatas permukaan salju teringat olehnya akan segala gerak gerik sifat dari diri Sek Giok Siang, tak tertahan lagi, hatinya menjadi sangat sedih sekali, hampir-hampir air matanya menetes keluar dari kelopak matanya !.

   Dia bangkit berdiri siap hendak balik kembali, tetapi mendadak terasa kaki kanannlya sangat sakit sekali, sehingga sukar untuk bergerak, dia menundukkan kepala nya memandang, tampak darah segar masih mengucur keluar dari luka kaki kanan nya, membuat seluruh jubah panjangnya basah oleh darah tersebut.

   ***.

   *** Boen Ching mengigit kencang bibirrya, dan bangkit berdiri, sambil menarik napas panjang-panjang, dengan cepat dia lari kearah jalan semula.

   Tak sampai beberapa waktu sampailah ke tempat semula, tampak Bwee Giok masih terbaring diatas tanah, agaknya dia masih belum sadar kembali dari pingsannya.

   Dia menarik napas lega sambil berjalan mendekati dan kemudian berjongkok di samping tubuh Bwee Giok, setelah memandang beberapa saat lamanya, dengan perlahan dia mengangkat tubuh Bwee Giok dari atas permukaan salju dan diletakan keatas pangkuannya.

   Dengan termangu Boen Ching memandang kearah Bwee Giok, didalam benaknya pada saat ini entah sedang memikirkan apa! Sejenak kemudian, tampak Bwee Giok dengan perlahan mementangkan matanya, dalam hati Boen Ching merasa sangat tegang sekali, dengan tajam dia memandangnya ke arahnya tanpa bergerak.

   Bwee Giok mementangkan sepasanbg mata nya dengdan termangu-managu dia meman-dabng kearahnya Boen Ching, lama sekali tak mengucapkan sepatah katapun juga, Boen Chingyang melihat sinar mata Bwee Giok seperti seorang bodoh, tak terasa lagi air matanya meleleh ke luar membasahi wajahnya.

   Dia membuka mulut hendak berbicara, tetapi untuk sesaat menjadi ragu-ragu, lama kemudian barulah ujarnya.

   "Giok ! kau sedikit baik bukan??".

   Bwee Giok dengan termangu-mangu memandang kearah Boen Ching, sejenak kemudian diapun mengucurkan air matanya.

   ***.

   *** Boen Ching menarik napas panjang dan tersenyum, baru saja dia akan membuka mulut untuk berbicara, tampak Bwee Giok telah bangkit berdiri dan tertawa dengan nyaring.

   Boen Ching tampak hal ini menjadi sangat terkejut sekali, dengan cepat dia bangkit berdiri.

   Bwee Giok begitu tampak kaki Boen Ching sedikit bergerak, segera dia menggerakkan kakinya lari dengan cepat kearah depan.

   Boen Ching dengan cepat mengejar, sedang Bwee Giok berlari tambah cepat lagi, kedua orang itu satu didepan yang lain di belakang berlari terus kearah depan.

   Begitu Boen Ching membuka mulutnya memanggil, Bwee Giokpun ikut membuka mulutnya berteriak, segera Boen Ching menjadi sadar, kiranya Bwee Giok sedang meniru segala gerak gerik dirinya, sepasang kakinya menjadi lemas dan rubuh keatas tanah.

   Bwee Giokpun dengan perlahan lahan meniru gerak dari Boen Ching dan tidur diatas tanah..

   Boen Ching memejamkan matanya dalam hatinya entah sedang memikirkan tentang apa, sejenak kemudian dia mementangkan matanya kembali tampak Bwee Giok pada saat ini telah tertidur dengan sangat nyenyaknya pada permukaan salju tidak jauh dari tempat dirinya.

   Dengar perlahan-lahan dia berjalan mendekati diri Bwee Giok, tampak wajahnya pucat kehijau-hijauan, bibirnya berubah menjadi hijau gelap, napasnyapun sangat cepat sekali, seluruh tubuhnya gemetar dengan hebat"

   Sedang bibirnyapun sering membuka bagaikan sedang berteriak.

   Tak terasa lagi air matanya mengalir keluar membasahi seluruh wajah Boen Ching, dengan perlahan dia membimbing bangunb tubuh Bwee Giodk.

   ***.

   *** Dia mendongaakkan kepalanya bmemandang ke angkasa, terpikir olehnya bahwa dia Bwee Giok telah merasakan bermacam-macam penderitaan, kinipun dikarenakan dia juga sehingga membuat gadis itu menjadi gila oleh Lieh Yu.

   Dalam hatinyapun dia tak dapat berbuat apa-apa, Lieh Yu telah turun tangan keterlaluan, sekalipun dia mengakui bahwa dirinya telah berbuat salah, tetapi dengan nama besar dari Lieh Yu sebagai Kioe Thian Ie Sin bukan saja berlapang dada memberi kan pertolongannya, bahkan sebaliknya membuat seorang gadis yang suci bersih menjadi menderita seperti ini merupakan urusan yang tak dapat diampuni untuk selamanya.

   Tak perduli bagaimana juga dia tak akan melepaskan diri Lieh Yu dengan demikian saja.

   Tetapi deugan keadaan situasi dihadapan nya sekarang ini, Bwee Giok telah menjadi demikian rupa, tak mungkin dia akan melepaskan gadis itu dengan begitu saja?.

   Boen Ching mendongakkan kepalanya memandang keatas angkasa yang telah menggelap itu, dia akan membawa Bwee Giok menuju kesuatu tempat yang tak pernah di kunjungi orang, agar dia tak akan mendapat kan ejekan dari orang lain.

   Dia termenung berpikir keras, dengan perlahan lahan ia membopong tubuh Bwee Giok dan melanjutkan perjalanannya menuju kearah utara.

   ooo0ooo DAERAH SALJU TAK ADA PANGKALNYA BOEN CHING membopong tubuh Bwee Giok, terus berlari kearah Utara.

   Bwee Giok yang berturut turut berada dalam perjalanan pada saat ini telah sangat lelah sekali dan tertidur dengan nyenyaknya, ***.

   *** Pada saat ini cuaca mendekati magrib, kaki kanan Boen Ching pun saking kakunya hingga sukar sekali untuk digerakkan kembali, tetapi dia tak perduli apapun tetap melanjutkan perjalanannya kearah depan.

   Lambat laun dari ujung langit tampak sana memancar keluar sinar matahari yang terang, saking lelahnya hampir- hampir Boen Ching tak sanggup melanjutkan perjalanannya lagi, dia menghembuskan nrapas panjang datn memandang ke qsekeliling temprat itu.

   Disebelah tenggara sana tampak gundukan salju yang sangat tinggi sekali, Boen Chin dengan langkah yang perlahan berjalan menuju kearah tersebut.

   Setelah memutari gundukan salju tersebut, tampak dibawah gundukan itu terdapat sebuah gua salju, agaknya gua yang telah lama ter tutup salju, diluar gua itu masih tampak sebuah batang pohon tua yang telah mengering dan pada saat ini tertimbun oleh salju.

   Boen Ching berdiri tenang beberapa saat diluar gua itu, kemudian sambil membopong tubuh Bwee Giok dengan pelahan dia berjalan masuk kedalam gua.

   Didalam gua, itu tampak terdapat sebuah balai yang terbuat dari batu, sedang diatas balai yang terbuat dari batu itu terdapat tulang manusia yang telah terlepas dan hancur.

   Boen Ching dengan sembarangan meman-dang sekejap, dia berjalan kedepan, dengan menggunakan tangannya menyapu bersih kemudian dirinya naik keatas balai batu itu dan duduk bersila, sedang tubuh Bwee Giokpun disandarkan disamping tubuh nya.

   Beberapa saat kemudian, tampak tubuh nya Bwee Giok bergerak, bagaikan hendak bangkit berdiri, Boen Ching dengan perlahan membuka matanva, tampak Bwee Giok yang berada didalam pelukannya itu sedang mementangkan matanya dan memandang dirinya dengan penuh keheranan, ***.

   *** dia telah merasakan sangat lelah sekali, terpikir olehnya bahwa Bwee Giok tentunya meniru kan segala gerak-geriknya.

   Kiranya jauh lebih baik Bwee Giok berbuat demikian dari pada harus berlari kesana kemari tanpa tujuan.

   Boen Ching segera memejamkan matanya tak terasa lagi dia jatuh pulas dengan nyenyaknya.

   Ketika dia mendusin dari tidurnya tampak Bwee Giok masih berada didalam pangkuannya dan memejamkan matanya pula, sering pula dia mementangkan matanya memandang kearahnya dengan sinar mata penuh keheranan.

   Boen Ching mengalihkan pandangannya ke sekeliling tempat itu, tampak cuacapun hampir mendekati magrib lagi, tak terasa lagi dia menjadi sangat terkejut sekali.

   dalam hati pikirnya.

   "Aku sekalipun seharian penuh melakukan perjalanan dengan susah payah, tetapi selamanya belum pernah tertidur hingga demikian lamanya."

   Baru saja dia bersiap hendak bangkit berdiri, tampak Bwee Giok masih berada didalam pangkuannya, dengan perlahan dia menghela napas dan mendongakkan kepala nya memandang kearah luar gua.

   Bwee Giok memperhatikan gerak Boen Ching yang hendak dilakukan tetapi kemudian dibatalkan itu rasa aneh sekali, dengan menggunakan seluruh pikirannya dia memandang kearah Boen Ching agaknya dia tak mengetahui sebenarnya Boen Ching hendak berbuat apa.

   Dalam hati Boen Ching merasa sangat berduka sekali, Bwee Giok kini telah dibuat bagaikan seorang yang sangat bodoh sekali oleh Kioe Thian Ie Sin, sehingga dia hanya dapat melakukan gerakan-gerakan yang mudah saja.

   Dengan perlahan dia memejamkan sepa-sang matanya, dia berpikir keras beberapa saat lamanya, dia tidak menginginkan ***.

   *** Bwee Giok menderita tetapi kini dia tak mempunyai cara lainnya lagi, dengan terpaksa dia menotok jalan darah ngantuk dari tubuh Bwee Giok.

   Bwee Giok dengan cepat tidur dengan nyenyaknya, Boen Ching memandang terpesona ketubuh Bwee Giok, sejenak kemudian barulah dia meletakkan tubuh Bwee Giok keatas tanah, dan berjalan keluar dari gua.

   Sekeliling gua itu hampir tak tampak apapun juga, sekalipun sebatang rumput pun, Setelah memandang beberapa saat lamanya, dia menghela napas, dalam hati pikirnya.

   "Tempat seperti ini tak dapat ditinggali lebih lama lagi, sebelum cuaca menjadi terang, aku harus berangkat menuju ke arah Barat, dan mencari suatu tempat yang dapat digunakan untuk melanjutkan hidup, dimana aku dapat melanjutkan hidupku dengan tenang sekali dengan diri Bwee Giok."

   Baru saja dia berpikir sampai disitu, di tengah udara terdengar suara burung berpekik dengan nyaringnya, tampak sekelompok burung-burung berterbangan dari arah Utara menuju ke daerah Selatan.

   Dalam hati Boen Chingb merasa tergeradk, terpikir oleahnya seharian pbenuh dia belum berdabar, sekali pun dirinya masih tidak merasakannya, tetapi Bwee Giok tak dapat menyamai dirinya dan tidak makan sama sekali.

   Tangannya segera menvambar beberapa potongan salju dan diayunkan kearah kelompok burung-burung yang sedang beter-bangan di angkasa itu.

   Dimana potongan salju itu meluncur, tiga ekor burung yang terbang bagaikan jatuhnya bintang dilangit paling depan segera meluncur ke bawah dengan cepat, sedang kawanan burung lainnya pun menjadi kacau balau tak karuan dan terbang lebih meninggi lagi.

   ***.

   *** Dalam bati Boen Ching merasa sangat menyesal sekali, dalam hati pikirtiya seharusnya tidak boleh dirinya menimpuk kawanan burung yang terbang dipaling depan, bukankah ,jauh lebih baik menimpuk yang terbang dibelakang ? Dengan perlahan dia menghela napas, menanti setelah kawanan burung itu terbang jauh dari tempat tersebut, dia barulah mengambil ketiga ekor burung yang telah ditimpuk jatuh tersebut.

   Boen Ching pun mematahkan batang-batang kayu dari pohon tua yang berada didepan gua itu, membuat kayu-kayu tersebut menjadi terpotong kecil-kecil siap untuk digunakan membakar daging burung-burung tersebut, disamping itu dapat pula digunakan untuk menghangatkan tubuhnya.

   Membuat api unggun tersebut didepan tubuh Bwee Giok, setelah selesai memang-gang daging burung itu barulah dia membe-baskan jalan darah yang ditotoknya itu.

   Bwee Giok yang darahnya telah dibebaskan dari totokan, begitu tampak api unggun tersebut wajahnya segera timbul perasaannya yang sangat terkejut sekali, bagaikan dia siap hendak melarikan diri, Boen Ching dengan tergesa-gesa memeluk tubuhnya dengan sangat kencang sekali.

   Bwee Giok pun dengan cepat balik mencekal diri Boen Ching dengan kencang, Boen Ching dengan perlahan membelai rambut Bwee Giok yang panjang terurai itu, tak terasa lagi air matanya meleleh keluar membasahi wajahnya, lama kemudian dia barulah melepaskan pelukannya dengan perlahan, Sejenak kemudian Bwee Giok punb melepas kan pedlukannya terhadaap diri Boen Chbing, dengan sinar mata yang penuh keheranan dia memandang keatas tumpukan api unggun, setelah memandang beberapa saat lamanya, dia mengulurkan tangannya siap hendak mengambil api unggun itu.

   ***.

   *** Boen Ching dengan tergesa-gesa menang-kap tangan Bwee Giok, air muka Bwee Giok segera menampilkan suatu perasaan yang sangat gusar sekali, sepasang matanya melotot keluar memandang tajam wajan Boen Ching.

   Boen Ching mengambil daging burung, yang telah matang dan diberikan kepada Bwee Giok, air muka Bwee Giok dengan cepat pula berubah menjadi bimbang dan ragu, setelah menerima daging tersebut dia memandangnya dengan tajam kemudian memandang pula kearah Boen Ching.

   Boen Ching tersenyum, dia merobek daging burung itu dan dimasukkan kedalam mulutnya.

   Bwee Giok begitu tampak pada wajah Boen Ching menampilkan senyum yang manis, segera dia tertawa nyaring, ia pun menirukan diri Boen Ching itu merobek daging burung dan dimasukkan kedalam mulutnya dan mulai makan dengan lahapnya ! Wajah Boen Ching segera berubah menjadi serius kembali, pada wajahnya dia tak berani lagi menampilkan berbagai perasaan.

   Senyuman yang menghiasi dibibir Bwee Giok pun lenyap, dengan termenung dia melahap daging burung itu, Boen Ching merobek dengan perlahan Bwee Giok pun mendaharnya dengan perlahan, sepasang matanya dengan tajam memandang Boen Ching.

   Setelah lewat beberapa saat, Boen Ching tampak Bwee Giok agaknya telah cukup mendahar, dia barulah meletakkan kembali daging burungnya keatas tanah.

   Bwee Giok pun meniru meletakkan sisa daging burungnya keatas tanah dan duduk termenung tak bergerak sedikit pun juga.

   Boen Ching dengan perlahan memejamkan matanya, hari kedua pada saat sebelum fajar dia harus melanjutkan ***.

   *** perjalanannya lagi, terpikir olehnya Bwee Giok harus banyak beristirahat, untuk menghindarkan dirinya terlalu lelah ditengah jalanan.

   Baru saja ia memejamkan matanya, segera terasa suara yang sangat ringan sekali berkumandang datang, dalam hrati diam-diam dtia merasa sangaqt terkejut, padra saat dan tempat seperti ini, entah masih ada siapa lagi yang datang kemari?? Dia sama sekali sukar untuk menduganya.

   Sepasang matanya dengan cepat diben-tangkan, tampak didalam gua itu bertambah dengan sebuah genta besar, sedang di belakang api unggun berdiri seseorang, orang itu tak lain adalah wanita berbaju merah yang membunyikan suara genta tersebut.

   Dalam hati Boen Ching merasa semakin terkejut, segera dia sadar peristiwa apakah yang akan terjadi.

   Dengan cepat dia menotok jalan darah di atas tubuh Bwee Giok, dan mengempit dibawah ketiaknya, dengan perlahan dia bangkit berdiri.

   Wanita berbaju merah itu begitu tampak gerak gerik yang sangat aneh dari diri Boen Ching, dengan ragu-ragu dia memandang ke arahnya.

   Kedua orang itu saling berhadap-hadapan ditengahnya hanya terpaut setumpuk api unggun saja, dengan sangat tenang sekali berdiri disana, wanita berbaju merah itu tak mengucap sepatah katapun, Boen Ching pun tak mau pula mendahului mengucapkan sepatah kata.

   Lama kemudian wanita berbaju merah itu dengan dingin berkata.

   "Kau mengira kau dapat melarikan diri dari tanganku?"

   Sehabis berkata dia tertawa dengan dinginnya, sepasang matanya menyapu sekejap ke sekeliling tempat itu, lanjutnya.

   ***.

   *** "Jangan dikata kau belum melarikan diri sejauh ratusan lie, sekalipun kau melarikan diri keujung langitpun aku juga tak akan me lepaskan dirimu !"

   Boen Ching mengerutkan alisnya, dia selama hidupnya belum pernah mengemis terhadap diri seseorang, dan tak pernah pula mohon pengampunan dari orang lain, dengan sangat dingin sekali dia memandang ke arah wanita berbaju merah itu, sepatah kata pun tak diucapkan keluar.

   Wanita berbaju merah itu tertawa dingin, sambil maju satu tindak ke depan, ujarnya kepada Boen Ching.

   "Kau masih menginginkan aku yang turun tangan ?"

   Sekalipun Boen Ching tidak menginginkan untuk memohon kehidupan dari wanita berbaju merah itu, tetapi ingatan untuk melarikan diri bukannya tak ada didalam benaknya, sitar matanya berkelebat tak henti-hentinya, telapak tangannya diayunkan memukul kearah api unggun tersebut, sedang tubuhnya dengan cepat melayang mundur ke belakang.

   Api unggun yang menyinari seluruh ruangan gua itu segera menjadi padam, tubuh Boen Ching dengan cepat melayang mundur ke belakang, dan berdiri menempel pada dinding gua.

   Tubuh wanita berbaju merah itu bergerak sedikitpun tidak, dia tetap berdiri ditempat, dengan dingin ujarnya.

   '?Janganlah kau kira dengan demikian kau hendak menarik keuntungan, janganlah kau menganggap diriku tak dapat melihat dengan jelas dirimu didalam kegelapan ini".

   Dalam hati Boen Ching makin merasa sangat terkejut, tetapi dia masih tetap berdiri tegak tak bergerak sedikitpun juga.

   Dengan dingin ujar wanita berbaju merah itu.

   "Aku melihat mungkin kau masih tidak mempercayai perkataanku, aku akan memberitahukan kepada mu, sekarang ***.

   *** kau berdiri di sebelah kiri, dan menempel pada dinding gua, sedang kakimu kurang lebih setengah coen di depan dinding gua, benarkah??"

   Boen Ching mengerutkan alisnya, dia tahu wanita berbaju merah itu secara diam-diam telah mengawasi segala gerak- geriknya, dan tidak kalah dari dirinya, dalam hatinya pun tak terasa lagi dia merasa sangat kecewa sekali, dan berdiri tertegun disana.

   Dengan dingin ujar wanita berbaju merah itu .

   "Aku lihat lebih baik ada api unggun yang bisa menghangatkan badan, ditengah udara yang demikian dinginnya, kemungkinan sekali kau akan dapat tahan, tetapi gadis kecil itu takkan dapat tahan lama"

   Sehabis berkata dia menyulut api diatas api unggun tersebut.

   Pada saat ini dalam hati Boen bChing merasa sadngat kecewa sekaali, dalam hatib pikirnya sekalipun demikian, terpaksa hanya lah dengan mengadu jiwa dengannya, sedang menang kalahnya tergantung putusan Thian, dengan per lahan dia maju setindak kedepan, dan berdiri tertegun disana.

   Wanita berbaju merah itu tertawa dingin, ujarnya.

   "Ini hari kau tak akan dapat meloloskan dirimu lagi, sebelum kau menemui ajalnya aku akan memberitahukan kepadamu siapa kah aku sebenarnya sehingga setelah binasa kau tak akan menjadi setan yang tak tahu menahu."

   Boen Ching dengan perlahan menunduk kan kepalanya, pada saat ini dia mendengar atau tidak mendengar juga tak ada sangkut pautnya, tapi dia hanya memikirkan mengapa wanita berbaju merah itu sebentar sebagai kawan dengan dirinya tetapi sehentar pula jadi musuh bagi dirinya.

   ***.

   *** "Jika dibilang aku dengan sucouwmu Tan Coe Coen masih mempunyai hubungan perguruan, aku bernama Thian Jan Lie, Jien Muh Nio."

   
Bentrok Rimba Persilatan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Boen Ching mendongakkan kepalanya memandang sekejap ke arah wanita berbaju merah ini, dalam hati pikirnya.

   "Kiranya dia adalah Jien Muh Nio adanya!' Dia masih teringat ketika untuk pertama kalinya dia mendengar suara genta tersebut, segera dia merasa bahwa orang yang membunyikan suara genta itu mempunyai hubungan yang amat erat sekali dengan perguruannya, kalau tidak mengapa dia dapat mengetahui dengan sangat jelas sekali cara-cara melatih tenaga dalam dari perguruannya.

   Jien Muh Nio adalah putri kesayangan dari suhu Tan Coe Coen, pada usia belasan tahun dia telah menggetarkan seluruh dunia kangouw, usianya jika dibandingkan dengan Tan Cce Coen jauh lebih kecil, pada saat suhu dari Tan Coe Coen sebelum binasa dia telah memberikan pesan-pesannya untuk menjadi putri kesayangannya ini.

   Tetapi ketika Jien Muh Nio pada suatu hari pergi keluar, sejak itu tak kembali lagi ke gunung, dan sejak itu pula tak ada kabar berita lagi mengenai jejaknya.

   Been Ching memandang kearah wajah Jien Muh Nio, untuk sesaat diapun tidak mengetahui harus berbuat bagaimana baiknyba, Jien Muh Niod juga dapat dihaitung sebagai cbianpwee dari perguruannya, tetapi pada saat ini dia telah merupakan satu-satunya ahli waris ilmu "Hiat Mo Kang"

   Dari partai sesat didaerah Timur laut.

   Jien Muh Nio tertawa dingin, dia sedikit merasa heran, Boen Ching agaknya mengeta-hui namanya, tetapi ketika dia memandang sekejap ke arahnya, tampak pada air mukanya tak menampilkan sedikit pun perasaan.

   Tanyanya kemudian kepada diri Boen Ching.

   ***.

   *** "Apa boleh dikata kau belum pernah mendengar namaku? ' Sahut Boen Ching dengan perlahan.

   "Pada saat sucouw ku sebelum meninggal telah memberi pesan terakhir kepada suhu serta supekku agar mereka pergi mendapatkan kembali diri cianpwee !"

   Sinar mata Jien Muh Nio berkelebat tak henti-hentinya, Boen Ching kalau memang nya sudah mengetahui dirinya, mengapa dia tak memberikan hormatnya kepada diri nya??? Apakah boleh dikata Boen Ching tidak takut mati ? Tetapi baru saja dia memadamkam api sambil mengundurkan dirinya, hal ini membuktikan kalau dia masih menginginkan kehidupan bagi dirinya, hanyalah tidak mengetahui mengapa dia dapat berubah dengan cepatnya pada saat ini??? Dengan bingung dia memandang ke arah Boen Ching, keudian dengan perlahan ujarnya.

   "Aku melenyapkan diriku adalah dikarenakan aku telah menikah dengan Ie Lam Thiat Ling Khek !"

   Sambil berkata dia memandang tajam ke arah Boen Ching.

   Boen Ching agaknya sedang mendengarkan dengan cermat, padahal dia pada saat ini sedang memikirkan hal yang lain, air mukanya tetap tak berubah sedikitpun juga, juga tak dapat diterka apakah dia benar-benar sedang mendengarkan dengan cermat.

   Thian Jan Lie, Jien Muh Nio mengerutkan alisnya, dalam hatinya diam-diam pikirnya.

   "Ini adalah kesempatan yang paling bagus, aku mengkhawatirkan dirimu malah kau tidak mau ambil perduli, pada saat kau turun tangan membuat aku menjadi tidak ragu lagi' ***.

   *** Pada bibirnya segera tersungging suatu senyuman yang sangat dingin sekali, dan melanjutkan perkataannya yarng belum selesati itu.

   "Goei Laqm Yu adalah murrid dari Thiat Ling Khek, setelah Thiat Ling Khek meninggal, dia telah menggunakan berbagai macam cara untuk memancing diriku, tujuannya yang utama hanyalah ingin mempelajari ilmu "Hiat Mo Kang".

   Air muka Boen Ching tetap tak berubah sedikitpun juga, Jien Muh Nio menjadi termenung berpikir keras, pada saat itu didaerah Thian Lam masih tidak mengapa, tetapi dia adalah orang dari daerah Tionggoan, Boen Ching pun juga orang Tionggoan, dimata kedua belah pihak pastilah merupakan suatu urusan yang sangat jelek sekali untuk didengar, tetapi ternyata Boen Ching bagaikan tak mempunyai perasaan sedikit pun juga.

   Bahkan apabila dia memandang kearahnya, Boen Ching agaknya memang sedang memusatkan seluruh perhatiannya untuk mendengarkan seluruh perkataannya.

   Jien Muh Nio menghembuskan napasnya, ujarnya lagi.

   "Tetapi pada waktu itu aku masih menganggap dirinya sebaga seorang yang baik hati, karena..."

   Dia berhenti sejenak, kemudian lanjutnya lagi.

   "Goei Lam Yu mempunyai seorang kakak perempuan, dengan gadis yang berada didalam pelukanmu itu sangat mirip sekali, Goei Lam Yu adalah diajarkan oleh kakak perempuannya, pada saat kakak perempuan nya meninggal dia telah menangis selama tiga hari tiga malam, sampai darah pun telah mengalir keluar !"

   Dalam hati Boen Ching pada saat ini barulah paham, Goei Lam Yu dengan menggunakan ilmu hitam pembingung nyawa menguasai kesadaran serta ingatan dari Bwee Giok ini sangat mirip sekali dengan wajah kakak perempuannya.

   ***.

   *** Terdengar Jien Muh Nio berkata lagi.

   "Kakak perempuannya terhadap dirinya sangat baik sekali, tetapi dia hanya berbuat dihadapan kakaknya saja."

   Sehabis berkata dia mendengus dengan dinginnya. Dan lanjutnya pula.

   "Setelah dia berhasil mempelajari sebagian dari ilmu Hiat Mo Kang, segera dia meninggal kan diriku, aku mencari dirinya, dia bersembunyi, akhirnya ..."

   Sehabis berkata dia termenung berpikir keras, alisnya dikerutkan, sepasang matanya memancarkan sinar yang sangat tajam sekali memandang kearah tubuh Boen Ching ujarnya.

   "Kau bilang. aku harus membunuh dirimu tidak !"

   Boen Ching sejak tadi telah mengetahui kalau berebut dengan dia tak ada gunanya, dia tetap tak mengucapkan sepatah katapun dan tetap berdiri tegak ditempat.

   Tubuh Jien Muh Nio dengan cepat berkelebat, sepasang tangannya mencengkeram tubuh Boen Ching.

   Dengan cepat Boen China pun menggerak kan tubuhnya, tangan kanannya dengan menggunakan sebelah telapak tangannya balas melancarkan serangan, tenaga khie- kang "Chiet Kong Kang Khie"

   Nyapun memancar keluar dengan dahsyatnya, tujuh buah gulungan hawa yang mempunyai tujuh warna menggulung menyambut datangnya serangan dari Jien Muh Nio itu.

   Jien Mub Nio dengan mendengus dia segera berubah serangan cakaran menjadi serangan telapak tangan, telapak tangan kedua belah pihak segera bertemu dengan hebatnya, Boen Ching terhuyung-huyung mundur beberapa langkah kebelakang, dan bersandar di dinding gua.

   ***.

   *** Dia menggunakan sebelah telapak tangan dari Jien Muh Nio, sudah tentu masih terpaut sangat jauh sekali.

   Jien Muh Nio dengan dingin mendengus, ujarnya..

   "Kuijinkan melepaskan gadis kecil itu barulah menyambut seranganku lagi."

   Boen Ching menyadari bahwa kaki kanannya telah kehilangan darah sangat banyak sekali, pada saat ini sudah tentu tak mungkin dapat beradu jiwa dengan Jien Muh Nio, kalau memangnya akan binasa, menga-pa tidak mau bergaul lebih lama lagi dengan diri Bwee Giok ? Sinar matanya memancarkan sinabr yang sangat tdajam sekali diaa tidak ingin mebletakkan tubuh Bwee Giok keatas tanah, dia tetap berdiri tegak tak bergerak sedikitpun juga.

   Jien Nuh Nio tertawa dingin, ujarnya.

   "Kematian telah berada dihadapanmu, kau masih belum mau sadar."

   Sambil berkata, tubuhnya melayang, berturut-turut dia melancarkan serangannya telapak kirinya menyerang tubuh Boen Ching sedang telapak tangan kanannya menyerang tubuh Bwee Giok.

   Boen Ching dengan gusar mendengus.

   Jien Muh Nio ternyata juga menyerang seorang padis yang tak mempunyai tenaga untuk melawan, dia tak memperdulikan keselamatan dirinya lagi, berturut-turut melancar kan belasan kali serangan untuk melindungi tubuh Bwee Giok.

   Jien Muh Nio begitu melancarkan seluruh serangannya tubuhnyapun melayang keatas sepasang telapak tangannya menekan ke bawah, ilmu Hiat Mo Kang' nyapun mengikuti gerakan tersebut menerjang keluar, tampak segulung hawa ***.

   *** murni yang berwarna kemerah-merahan menekan dengan hebatnya ke tubuh Boen Ching.

   Boen Ching terdesak, kakinya tak dapat berdiri tegak, tak tertahan lagi dia jatuh berlutut diatas tanah.

   Jien Muh Nio yang tampak hal ini mengeluarkan suara tertahan, pada saat dia menggerakan telapak tangannya itu dengan sangat cepat sekali dia telah berhasil merebut diri Bwee Giok.

   Boen Ching untuk sesaat tak siap sedia, Bwee Giok telah berhasil direbut pihak musuh, dia merasa sangat terkejut sekali, dengan gusar dia mendengus pada saat suitan nyaring berkumandang dari mulutnya, dengan cepat dia menubruk kearah tubuh Jien Muh Nio, sepasang telapak tangannya dengan mengerahkan seluruh tenaga 'Chiet Kong Kang Kie' nya mendesak kearahnya.

   Jien Muh Nio dengan dingin mendengus dengan perlahan dia meletakkan tubuh Bwee Giok keatas tanah, sedang sepasang telapak tangannya balas melancarkan serangan menyambut datangnya serangan dari Boen Ching.

   Hawa murni yang berwarna kemerah-merahan segera memancarkan ke angkasa, begitu hawa murni kedua belah pihak bertembu satu dengan ydang lainnya, dianding gua saljub tersebut segera rontok keatas tanah Boen Chingpun terlempar jauh, punggungnya menerjang dinding gua, tak tahan lagi dari mulutnya dia muntahkan darah segar.

   Jie Muh Nio memandang Boen Ching dengan perlahan bangkit berdiri, ujarnya.

   "Melihat luka diatas kaki kananmu yang demikian beratnya, aku mengampuni jiwamu."

   Boen Ching dengan perlahan memejamkan matanya sambil menggelengkan kepalanya ujarnya.

   "'Tidak ! Aku ingin mati bersama dirinya.' ***.

   *** Jien Mu Nio menjadi tertegun, dia menggira dengan demikian kemungkinan Boen Ching malah akan merasa berterima kasih kepadanya, tetapi sama sekali tak terduga olehnya kalau Boei Ching ternyata dapat berbuat demikian, tak terasa lagi wajahnya berubah dengan hebat.

   Dengan perlahan sahut Boen Ching lagi.

   "Selama hidupku aku tak pernah memohon kepada orang lain, tetapi kali ini aku memohon padamu biarlah dia ikut mati bersama dengan diriku !"

   Wajah dari Jien Muh Nio berubah menjadi pucat kehijau- hijauan, tanyanya.

   "Kau menginginkan dia binasa bersama dengan dirimu ?"

   Boen Ching mementangkan matanya, dengan tak bertenaga sedikitpun, sahutnya.

   "Dia telah menjadi gila, kalau dibiarkan hidup tak ada orang yang akan mengurusi dirinya, dia sangat kasihan sekali, biarlah dia mengikuti diriku, agar aku dapat menjaga dirinya .

   ....' S E L U R U H tubuh Jien Muh Nio tergetar dengan hebatnya, dia memandang kearah Boen Ching, lama kemudian barulah dia membalikkan tubuhnya membebaskan jalan darah dari Bwee Giok.

   Boen Ching segera bangkit berdiri dan berjalan kearah Bwee Giok, Bwee Giok yang baru saja bangkit berdiri dengan termangu-mangu dia memandang kearah Boen Ching, tampak pada mata Boan Ching penuh dengan air mata, mendadak diapun menangis dengan kerasnya.

   Tak terasa lagi Boen Ching pun mengucurkan air matanya dengan deras, dengan perlahan dia memeluk tubuh Bwee Giok.

   ***.

   *** Jien Muh Nio memandang kearah diri Bwe Giok, dia tak percaya kalau Bwee Giok benar-benar telah menjadi gila, hal ini merupakan suatu hal yang tak mungkin bisa terjadi.

   Dia tertawa dinrgin, Bwee Giok tyang sedang menqangis dengan kerrasnya itu begitu mendengar suara tertawa dingin tersebut, mendadak dia tertawa tergelak dengan nyaringnya.

   Begitu Bwee Giok tertawa, seluruh tubuh Jien Muh Nio bagaikan secara mendadak mendapatkan pukulan martil yang sangat besar sekali, hati terasa sangat berat sekali, hal ini sungguh-sungguh telah terjadi, Bwe Giok benar-benar telah menjadi gila, dia tak berani lagi memperlihatkan tertawanya lagi.

   Boen Ching dengan sangat halus membelai tubuh Bwee Giok, sepasang matanya dipejam kan, sepatah katapun tak diucapkan keluar.

   Jien Muh Nio dengan termangu-mangu memandang kedua orang itu, dalam hatinya pada saat ini entah bagaimana rasanya, teringat olehnya segala-gerak geriknya Boen Ching terhadap diri Bwee Giok, semuanya itu membuat dirinya menjadi terpesona.

   Semula dia menikah dengan Ciat Ling Khek yang telah berusia agak tua, ditambah lagi dia bukanlah merupakan orang-orang dari golongan murni, diikuti dengan Goei Lam Yu yang hanya memikirkan hendak mendapat kan ilmu Hiat Mo Kang saja.

   Kini Boen Ching terhadap Bwee Giok berbuat demikian, bahkan Bwee Giok kini telah menjadi gila seperti ini.

   Teringat kembali pada saat dia dipancing oleh diri Goei Lam Yu ketika dia membicara kan diri Boen Ching, ternyata air mukanya masih tenang-tenang saja, sama sekali tak mempunyai maksud untuk mengejek dirinya, bahkan agaknya pada sinar mata Boen Ching memancarkan perasaannya yang sangat simpatik terhadap dirinya.

   ***.

   *** Dengan per lahan dia mengundurkan dirinya keluar gua, dia memejamkan mata nya, pada saat ini sama sekali dia tak mempunyai niat kini untuk turun tangan terhadap mereka, ini kali tak takut dia untuk tak dapat mendapatkan Boen Ching kembali, demikian pikirnya.

   Boen Ching yang memeluk tubuh Bwee Giok lama kemudian ketika dia mendongak kan kepalanya Jien Muh Nio telah meninggal kan tempat tersebut, dalam hatinya merasa sangat heran sekali, ternyata Jien Muh Nio mau melepaskan dirinya, sama sekali tak pernah terpikir olehnya.

   Dia melepaskan tubuh Bwee Giok, untuk sesaat didalam hatinya merasa sedih haruskah ia meninggalkan tempat tersebut, kemungkinan sekali segera Jien Muh Nio akan balik kembali lagi, dia menjadi berdiri mematung disana.

   Tiba-tiba dia merasa bahwa pada saat ini Bwee Giok telah tertidur dengan nyenyaknya di dalam pangkuannya, dia membimbing tubuh Bwee Giok dan tersenyum kearahnya, pikirannya, kalau demikian terus bukankah sangat baik sekali?? Sekalipun Bwee Giok telah menjadi gila, tetapi dapat bersama dengan dirinya, jauh lebih baik dari pada harus berpisah dengannya, bahkan jika dilihat bukankah Bwee Giok masih suci bersih ? pada saat dia tidur pulas dapat demikian tenangnya, mana ada orang yang dapat melihat kalau dirinya sebenarnya seorang yang telah menjadi gila?"

   Berpikir sampai tak terasa lagi dia tertawa, dan meletakkan tubuh Bwee Giok keatas balai batu itu, kemudian menambah lagi kayu pada api unggun yang sedang membakar dengan hebatnya itu.

   Mendadak pada telinganya dia mendengar suara yang sangat ringan sekali, segera dia bangkit berdiri.

   Terpikir olehnya pastilah Jien Muh Nio yang telah pergi balik kembali, kalau memangnya dia telah balik, sudah tentu ***.

   *** tidak akan dapat berbuat sesuatu yang baik, dia pasti telah menyesal karena telah melepas kan dirinya.

   Dari dalam hati Boen Ching segera timbul suatu perasaan yang sangat menyesal sekali, dia menyesal mengapa dirinya tidak dengan cepat pergi dengan Bwee Giok dari tempat itu, bukankah dengan demikian malah membuat Bwee Giok pun ikut menderita? Pikiran ini dengan cepat berkelebat didalam benaknya, tetapi menyesal pada saat ini apa gunanya?? Dia membalikkan tubuhnya memandang ke arah Bwee Giok, dibawah sorotan sinar api unggun itu tampak Bwee Giok tidur dengan nyenyaknya, wajahnya pada saat ini cantik sekali.

   Rasa menyesal yang mendekam hati Boen Ching dengan cepat lenyap pula, pikirnya.

   "Hawa udara yang demikian dinginnya ini mungkin akan membuat Bwee Giok menjadi kedinginan, lebih baik aku menanti dia disini saja, kalau dia memangnya telah mengejar datang, sekalipun aku akan melarikan diri juga tak mungkin dapat meloloskan diri"

   Pada saat ini sebaliknya didalam hatinya menjadi sangat tenang sekali, dengan tajam dia memandang ke arah diri Bwee Giok, dalam hatinya merasa sangat heran sekali, seorang gadis yang sedemikian cantiknya, bagaimana dapat berubah menjadi gila? Kioe Thian Ie Sin, Lieh Yu mengapa bisa demikian teganya untuk membuat seseorang gadis yang demikian cantiknya ini menjadi gila? Terdengar dari belakang tubuhnya mulai berkumandang datang suara tindakan kaki manusia yang sangat ringan sekali.

   Orang itu bukannya melayangkan tubuhnya masuk kedalam gua tersebut, sebalik nya dengan langkah yang sangat ***.

   *** perlahan sekali berjalan masuk kedalam gua, jika didengar dari suara tindakan kaki itu agaknya orang itu sengaja membuatnya sehingga dapat didengar oleh dirinya, Boen Ching sama sekali tak membalikkan tubuh nya, dalam hati pikirnya.

   "Kini hanya dapat mendengar putusan dari Thian saja !"

   Tetapi mendadak hatinya menjadi sadar kembali, pikirannya dengan cepat berkelebat, tindakan kaki manusia yang berada di belakang tubuhnya itu bukanlah merupakan tindakan kaki seorang perempuan, bahkan sebaliknya adalah suara dari tindakan kaki seorang lelaki.

   Jika demikian adanya orang yang berada dibelakang tubuhnya pada saat ini adalah seorang lelaki, dan bukanlah diri Jien Muh Nio.

   "Berpikir sampai disini, tububnya dengan cepat berputar, pada saat matanya memandang kearah orang itu, dalam hatinya mcnjadi sangat terkejut, ujarnya.

   "Kau ....!"

   Orang yang baru saja datang itu ternyata adalah Kioe Thian Bu sin, Jen Cen adanya, Boen Ching sama sekali tidak pernah menyangka kalau Jen Cen dapat munculkan dirinya ditempat ini, Kioe Thian Bu Sin mengangkat nama bersama-sama dengan diri Kioe Thian Ie Sin sehingga mereka berdua disebut orang sebagai Kioe Thian Swang Sin, selamanya diantara kedua orang itu mempunyai hubungan yang sangat erat sekali, segala perbuatan yang diperbuat oleh Kioe Thian Ie Sin, dia pasti mengetahuinya, entah pada saat ini dia datang kemari mempunyai tujuan yang baik atau jahat ???? ooxoo ( !i x !i ) oOxoo LAM HAY SIN NIE BOEN CHING sama sekali tidak pernah menyangka kalau Kioe Thian Bu Sin dapat munculkan dirinya ditempat itu, ***.

   *** saking kagetnya dia sampai berteriak.

   "Kau, segera dia menarik napas panjang-panjang, terpikir olehnya dia hendak menggunakan tenaga "Chiet Kong Kang Khie"

   Nya menguasai diri Jen Cen, bahkan Jen Cen pernah mengata kan wajahnya berkerut, bakal mendapatkan bencana, sedang dirinya karena melakukan sesuatu kurang berhati-hati sehingga menjadi demikian.

   Berpikir sampai disini, dalam hati tak terasa lagi menjadi sangat malu, sekalipun dia tak mengetahui kedatangan dari Jen Cen ini mengandung maksud maik atau jahat, tetapi dia membungkukkan tubuhnya memberi hormat, ujarnya.

   "Jen cianpwee, waktu itu boanpwee telah berbuat salah, aku masih belum meminta maaf kepada dirimu".

   Jen Con tertawa tawar, sinar matanya memandang terus keatas wajah Boen Ching.

   Boen Ching berpikir bahwa Jen Cen mempunyai hubungan erat sekali dengan diri Lieh Yu, kiranya dia tentunya mengetahui tempat tinggal dari diri Lieh Yu.

   Sekalipun dalam hatinya dia mengetahui kalau Jen Cen pasti tak akan memberitahu kan kepadanya, tetapi dia tetap membung-kuk kan tubuhnya sambil berkata.

   "Boanpwee menginginkan cianpwee mau meluluskan suatu permintaan dari boenpwee, entah cianpwee maukah memberi jawaban nya ??"

   Jen Cen tersenyum, sahutnya.

   "Coba kau katakan"

   Ujar Boen Ching lagi.

   "Boanpwee mengira cianpwee tentunya mengetahui, tempat tinggal dari diri Kioe Thian Ie Sin, Lieh Yu entah apakah cianpwee memberitahu kepadaku?" ***.

   *** Jen Cen termenung berpikir keras sejenak kemudian barulah sahutnya.

   'Urusanmu dengan dirinya aku telah mengetahui dengan jelas, tetapi entah setelah kau berhasil menemui dirinya lalu bersiap hendak berbuat apa ??"

   Boen Ching memandang sekejap kearah Jen Cen dengan perlahan dia menundukkan kepalanya, ujarnya.

   "Aku ingin menyuruh dia menyembuhkan penyakit dari nona Bwee ini, kalau tidak."

   Dia berpikir sejenak matanya memancar kan sinar yang sangat tajam sebenarnya dia ingin berkata.

   "Kalau tidak aku akan menghancurkan tubuhnya menjadi berkeping-keping, atau pokok nya tak akan melepaskan dirinya.."

   Tetapi pada saat pikirannya berkelebat itu dia merasakan bahwa kesemuanya itu tak ada gunanya terhadap diri Bwee Giok sekali pun membakar tubuh Kioe Thian Ie Sin Lieh Yu sampai menjadi abu pun, terhadap diri Bwee Giok juga tak ada gunanya sedikitpun.

   Dia mengerutkan alisnya, dari memandang tajam kearah Jen Cen, dia berhenti sejenak, kemudian ujarnya lagi.

   "Urusan ini semuanya adalah aku Boen Ching yang melakukannya, dia tak dapat berbuat secara demikian terhadap diri nona Bwee, dia pun merupakan orang dari golongan murni, aku kira dia pun mengetahui nya juga."

   Sehabis berkata dia memandang sekejap ke arah Bwee Giok, kemudian menghela napas panjang dan menundukkan kepalanya, Jen Cen pun berdiam diri tak mengucap sepatah katapun memandang wajah Boen Ching lama sekali dia tak mengucap sepatah katapun.

   Boen Ching berkata lagi dengan perlahan.

   ***.

   *** "Siapa pun mengetahui kalau Goei Lam Yu bukanlah merupakan seorang dari golongan murni, sekalipun aku telah berbuat salah, tetapi kematian yang dialami oleh diri Goei Lam Yu sedikitpun tak perlu disesalkan."

   Jen Cen termenung beberapa saat, dengan perlahan sahutnya.

   Bentrok Rimba Persilatan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   'Hanya kau telah membuat salah didalam suatu pekerjaan, sekalipun Goei Lam Yu patut dibunuh, tetapi Thian Jan Li pastilah hendak menuntut balas baginya, dia tak patut bila mati terbunuh dibawah tangan Lieh Yu."

   Dalam hati Boen Ching mprasa sangat terkejut sekali, dia mendongakkan kepalanya memandang kearah Jen Cen.

   Jen Cen tartawa tawar, ujarnya.

   "Urusan ini telah lewat sangat lama sekali, wakru itu kami berdua merupakan kawan yang akrab sekali, banyak sekali urusan tak usah kukatakan kau pun tentunya mengeta-hui bukan?"

   Dalam hati Boen Ching agaknya menjadi sadar, dia menghembuskan napas panjang dan tak mengucapkan sepatah kata pun. Dengan perlahan ujar Jen Cen.

   "Aku lihat lebih baik kau tak usah pergi mencari diri Lieh Yu lagi."

   Sinar mata Boen Ching berkelebat, dengan tegas sahutnya.

   "Tidak !' Jen Cen tertawa tawar, ujarnya.

   'Kau pergi mencari dirinya, sekali pun telah menemuinya juga tak ada gunanya, selama nya dia melakukan pekerjaan hanya mengetahui berjalan kedepan saja, sekali pun telah berbuat salah juga tak akan menyesal." ***.

   *** Boen Ching termenung, dia tahu Jen Cen terhadap diri Lieh Yu sudah tentu jauh lebih mengerti dari dirinya, apa yang diucapkan tak mungkin akan salah.

   Tetapi, mana dia dapat berhenti sampai di situ, dengan perlahan ujarnya.

   "Aku pasti akan pergi, sekali pun tidak berhasil aku pun akan pergi mencobanya"

   Jen Cen dengan perlahan-lahan ujarnya.

   "Kau serahkanlah Bwee Giok kepadaku, biarlah aku yang pergi mencari dirinya !"

   Boen Ching menjadi tertegun, dia sama sekali tak pernah menyangka kalau Jen Cen secara mendadak mau memberikan bantuan kepadanya.

   Tetapi untuk sesaat sebaliknya malah membuat dia entah harus berkata bagaimana baiknya.

   Jen Cen tersenyum, ujarnya lagi.

   "Aku percaya aku mempunyai cara untuk memaksa dia merubah niatnya itu.

   hanya tidak kuketahui dia akan menggunakan cara apa lagi untuk menghadapi dirimu, terhadap dirimu dia masih tetap tak mau melepaskan"

   Dalam hati Boen Ching merasa sbangat girang sedkali, dia bertuarut-turut membebri hormat sahutnya.

   "Terima kasih atas bantuan cianpwee."

   Jen Cen maju membelai rambut Boen Ching, dengan perlahan dia tertawa ujarnya.

   Untuk selanjutnya apabila hendak melaku kan pekerjaan haruslah dipikirkan masak terlebih dahulu sehingga janganlah sampai salah menunjuk orang lain, ingatlah selalu perkataan ini !" ***.

   *** Sehabis berkata dia membopong tubuh Bwee Giok, tubuhnya berkelebat keluar dari dalam gua dan berlari arah depan.

   Boen Ching dengan perlahan mendongak kan kepalanya, selain suhunya, belum pernah dia menemui orang lain yang demikian baik terhadap dirinya, pada saat ini dia baru menjadi sadar mengapa nama dari Kioe Thian Bu Sin, Jen Cen dapat di jajarkan dengan nama dari Lieh Yu.

   Kepandaian yang dimiliki oleh Jen Cen bukan saja tak dapat menandingi kepandaian Thian Jan Shu, sekalipan dibandingkan dengan diri Kioe Thian Ie Sin, Lieh Yu pun masih kalah setengah tingkat, sebaliknya dia sangat paham akan ilmu meramal, dimana anggapan orang sama pentingnya dengan ilmu ketabiban.

   Mendadak dia menjadi sadar orang-orang ternama didalam Bulim bukan saja harus memiliki kepandaian yang sangat tinggi, bahwa kepandaian lainnyapun harus jauh lebih lihay dari pada kepandaian silatnya.

   Kepandaian silat sekalipun lebih tinggi juga tak lebih hanya mendapatkan nama besar saja sedang didalam ilmu kepandaian lainnya sedikitpun tak mempunyai kegunaan apa- apa.

   Boen Ching yang berpikir sampai disana, dalam hatinya merasa sangat berterimakasih sekali, tak terasa lagi air mata pun jatuh bercucuran membasahi pipinya, dia sangat berterima kasih sekali terhadap diri Jen Cen bahkan masih ada Bwee Giok, kalau memang nya Jen Cen telah menyetujui kiranya sudah tentu tak ada persoalan kembali.

   Dengan perlahan dia bangkit berdiri, pada wajahnya mulai tampak senyuman, bagaikan dia telah menjadi sadar terhadap suatu persoalan yang sebelumnya dianggap sangat rumit.

   Pada saat ini cuaca mendekati fajar, Boen Ching menghembuskan napas panjang, dalam hati pikirnya, kalau ***.

   *** memangnya Kioe Thian Bu Sin Jen Cen mau memberikan bantuan nya dengan demikian dirinya boleh dihitunbg telah menyeledsaikan suatu urausan yang sangabt mengganjal dalam hatinya.

   Pertemuan terhadap diri Mo Pak Sam Ceng It Sia dirinya harus pergi menghadirinya.

   Berpikir sampai disini dia bersiap hendak berangkat, tetapi pada saat dia membalikkan tubuhnya itu, tak terasa lagi dia berdiri termangu-mangu disana.

   Dia sama sekali tidak pernah menyangka kalau Sek Giok Siang ternyata dapat muncul kan dirinya dihadapan matanya.

   Wajah dari Sek Giok Sung menampilkan suatu senyuman yang sangat manis sekali, tubuhnya memakai baju berwarna putih bersih dan berdiri tegak didepan mulut gua.

   Boen Ching dengan termangu-mangu memandang tajam kearahnya, pada saat ini sepasang mata Sek Giok Siang tampak sangat jeli sekali, pada saat dia tersenyum, wajahnya sangat mirip sekali dengan gambar gadis pada cermim, tak terasa lagi hatinya berdebar dengan kerasnya.

   Sek Giok Siang nampak Boen Ching membalikkan tubuhnya, dia tertawa kecil dengan nyaringnya dan berjalan mendekati ke arahnya, ujarnya.

   "Boen Toako! Kau sedang memikirkan apa ? Demikian asyiknya !"

   Air muka Boen Ching segera berubah menjadi merah dadu, sambil tersenyum sahutnya.

   "Kiranya nona Sek datang, entah nona datang kemari mempunyai urusan apa?"

   Sek Giok Siang tersenyum, ujarnya.

   "Aku datang untuk mencari dirimu. ."

   Boen Ching menjadi tertegun tanyanya.

   ' Mencari aku ...

   .?" ***.

   *** Sek Giok Siang melanjutkan.

   "Benar ! Janganlah kau mengira orang lain tak dapat mendapatkan dirimu, kau lihatlah, Sambil berkata dia mengangkat tangan kanannya, dan mengambil suatu benda yang di perlihatkan kepada diri Boen Ching.

   Boen Ching menjadi tertegun, ujarnya.

   "Pedangku ?"

   Segera teringat olehnya, pada saat pedang Cing Hong Kiamnya dilepaskan untuk membunuh bangau raksasa yang ditumpangi oleh Kioe Than Ie Sin Lieh Yu itu, dia sama sekali belum mengambilnya kembali.

   Sek Giok Siang meletakkan pedang Cing Hong Kiam tersebut ke atas tanah, ketika dia membungkukkan trubuhnya dengan tsangat terkejutq sekali ujarnyar.

   "Aduh ! Kakimu bagaimana dapat terluka demikian parahnya sehingga banyak darah yang mengalir keluar?"

   Boen Ching mundur satu langkah ke belakang, sahutnya. 'Tak mengapa !"

   Sudah tentu Sek Giok Siang maju setindak kedepan, sambil tertawa ujirnya.

   "Bagaimana ? Darah yang mengalir keluar demikian banyaknya kau masih berkata tak mengapa?"

   Dengan paksa Boen Ching tersenyum, ujarnya.

   "Luka itu adalah yang kuderita pada waktu itu, pada saat ini bekas lukanya telah menutup kembali, sejak tadi telah tak mengapa? tak perlulah kau kuatirkan."

   Sek Giok Sang menghembuskan napas lega, sambil bangkit berdiri dia tersenyum, ujarnya.

   'Kalau begitu aku dapat berlega hati" ***.

   *** Boen Ching ragu-ragu sejenak, kemudian tanyanya kepada Sek Giok Siang.

   "Nona Sek datang kemari mencari aku, entah mempunyai urusan penting apa ?"

   Sek Giok Siang memandang tajam kearah diri Boen Ching, sejenak kemudian sambil menundukkan kepalanya dengan perlahan sahutnya.

   "Aku hanya ingin melihat dirimu, apa harus dikata mempunyai urusan pentingkah"

   Dalam hati Boen Ching merasa berdebar, sekalipun Sek Giok Siang telah menunduk kan kepalanya, tetapi sinar matanya bagai kan masih tertinggal dihadapannya, dan ber- kelebat tak henti-hentinya didepan matanya.

   Tak terasa lagi dia mengulurkan tangannya memegang bahu dari Sek Giok Siang, bibirnya sedikit tergerak agaknya siap untuk berbicara.

   Tetapi mendadak terasa suatu bayangan ramping lainnya berkelebat dengan cepatnya didalam hatinya, dengan cepat dia menarik kembali tangannya, sedang wajahnya berubah menjadi kemerah-merahan.

   Dia teringat kembali akan diri Bwee Giok, dalam hatinya segera merasa menyesal, dia sendiri pun tidak paham, mengapa dirinya?, mengapa dapat berbuat demikian setelah bertemu dengan Sek Giok Siang.

   Hal yang sebenarnya, kecantikan wajah Sek Giok Siang ini merupakan suatu kecantikan yang selamanya belum pernah ditemui, bahkan pada waktu sebelum dia bertemu muka dengan diri Sek Giok Siang, dia telah terpengaruh dan diam- diam telah menyenangi gambar diri gadis pada cermin tersebut.

   Dia sendiri pun tidak mengetahui kekuatan gaib apakah ini, tetapi hal ini selamanya membuat hatinya, selalu tidak tenang.

   ***.

   *** Boen Ching yang menarik kembali tangannya, baru saja akan membuka mulut untuk berbicara, tetapi dia merasakan tidak ada persoalan yang dapat memaksa dia untuk membuka mulut.

   Sek Giok Siang dengan bimbang mendongak kan kepalanya keatas, dengan bingung dia memandang kearah Boen Ching.

   Boen Ching tak berani memandang dirinya, dia melengos, ujarnya.

   "Nona Sek, terima kasih sekali kau mau datang kemari melihat diriku."

   Sek Giok Siang dengan perlahan memejam kan matanya, dia tertawa tawar, ujarnya.

   "'Aku tahu kau sangat baik sekali terdapat diri Bwee Giok, tetapi aku?".

   Selesai berkata dia menutup mulutnya tak berbicara lagi, pada wajahnya berubah warna kemerah-merahan.

   dengan perlahan dia menundukkan kepalanya.

   Boen Ching bagaikan telah terpengaruh oleh diri Sek Giok Siang, hampir-hampir saja dia tak berhasil menguasai dirinya lagi, Sek Giok Sang ternyata telah mengungkat nama Bwee Giok pula.

   Sedang nama Bwee Giok ketika disebut ke luar dari mulut Sek Giok Siang, dua buah kata itu diucapkan demikian nyaringnya, tetapi ternyata demikian lemah tak bertenaga sama sekali.

   Dia berusaha keras hendak menimbulkan bayangan dari Bwee Giok didalam benaknya, biasanya Bwee Giok mempunyai bagian yang sangat kuat sekali didalam hatinya tetapi pada saat ini, dia hendak mengangkat bayangan dari Bwee Giok ternyata sangat sukar malah.

   ***.

   *** Segala gerak gerik dari Sek Giok Siang, semuanya berputar tak henti-hentinya didalam benaknya.

   Sekali lagi dia mengangkat tangannya dan diletakkan diatas bahu dari Sek Giok Siang.

   Sek Giok Siang dengan perlahan mendongak keadtas, wajahnya taampak berubah menjadi kemerah-merahan.

   sepasang mata nya dengan tajam memandang kearah Boen Ching.

   Mendadak Boen Ching merasakan bahwa Sek Giok Siang ternyata demikian baiknya terhadap dirinya bagaimana dapat berlagak keterlaluan, bahwa kekuatannya yang mempengaruhi dirinya demikian besarnya, bahkan....

   Pada saat ini mendadak dia teringat kembali akan Bwee Giok, bayangan Bwee Giok, yang sedang memakai pakaian kaum pria berkelebat didalam benaknya, dalam hati terus menjadi tergetar dengan hebatnya, sinar matanya dengan perlahan-lahan ditunduk kan kebawah.

   Dia tidak berani memandang Sek Giok Siang lagi, dia mempunyai niat untuk menarik kembali tangannya, tetapi tak dapat berbuat demikian lagi, apabila dia sekali lagi menarik tangannya, hal ini akan dianggap keterlaluan terhadap diri Sek Giok Siang.

   Boen Ching mengalihkan sinar matanya ke bawah, dia mempunyai niat untuk berkata bahwa dia terhadap diri Bwee Giok telah sangat baik sekali, tetapi Sek Giok Siang telah berkata, dia tak dapat lagi untuk sekali lagi mengulangi perkataan itu.

   Mendadak, dia merasakan demikian bingung nya, apabila pada suatu hari dia terhadap seorang gadis demikian cintanya, sedang orang lain berada jauh ribuan li dari dirinya entah dia akan berbuat bagaimana, apabila dipihak lain adalah seorang gadis, bahkan selama beberapa waktu lamanya dirinya pernah terpengaruhi dan diam-diam mencintai bayangannya.

   ***.

   *** Entah dia harus berbuat bagaimana baiknya.

   Sek Giok Siang menghembuskan napas panjang, tubuhnya menjadi lemas, Boen Ching yang sedang berpikir dengan keras itu mendadak menjadi terkejut dan agar kembali dari lamunannya, sepasang tangannya menarik, tubuh Sek Giok Siang segera terjatuh kedalam rangkulannya.

   Pada saat ini hatinya menjali sangat bingung sekali, dia mendorong tubuh Sek Giok Siang sambil berkata.

   "Nona Sek, kau mengapa??? '.

   Sek Giok Siang melepaskan pedang Cing Hong Kiam tersebut keatas tanah, dengan tak bertenaga sedikitpun juga dia menyandarkan dirinya kaatas bahu Boen Ching, dengan perlahan ujarnya.

   "Sejak aku meninggalkan diri Lieh cianpwee, aku terus menerus mencari dirimu dan sampai kini barulah berhasil mendapatkan dbirimu".

   Dalam hdati Boen Ching amenjadi tergerabk, dia menghela napas panjang, mendadak terpikir olehnya.

   "Apabila tak ada diri Bwee Giok atau tak ada Sek Giok Siang, pada saat itu sungguh sangat baik sekali.

   Dengan perlahan dia mendongak meman-dang keatas wajah Sek Giok Siang.

   Sek Giok Siting dengan wajahnya yang telah berubah menjadi merah dadu itupun mendongakkan kepalanya, memandang dengan tajam wajah Boen Ching..

   Mendadak Boen Ching merasakan bahwa semua adegan yang muncul dihadapannya itu tak lain hanyalah khayalan belaka didalam dunia ini mana mungkin muncul gadis yang demikian sempurnanya dan dapat demikian cantiknya, tak terasa lagi dia memeluk lebih kencang lagi tubuh Sek Giok Siang.

   ***.

   *** Sek Giok Siang dengan malu-malu menyusupkan kepalanya kedada Boen Ching, namun sepatah katapun tak diucapkan keluar.

   Boen Ching merasakan bahwa Sek Giok Siang dipandangnya tak lebih hanyalah khayalan didalam sekejap saja, dengan perlahan ia memejamkan matanya dengan kencang dia memeluk tubuh Sek Giok Siang.

   Entah telah lewat beberapa lamanya mendadak terdengar suara dengusan yang sangat dingin sekali, dalam hati Boen Ching merasa sangat terkejut, dengan cepat ia mendorong tubuh Sek Giok Siang ke belakang, dan mementangkan matanya memandang tajam keluar gua.

   Sek Giok Siangpun agaknya merasa sangat terkejut, dengan cepat dia memutarkan tubuhnya dan berdiri disamping tubuh Boen Ching.

   Boen Ching yang memandang tajam keatas mulut gua itu tampak orang yang berdiri didepan gua itu tak lain adalah wanita berbaju merah itu dan kemarin malam baru saja meninggalkan tempat itu, Thian Jan Lie, Jien Muh Nio adanya.

   Teringat olehnya apa yang diperbuat baru saja ini tak terasa lagi dalam hatinya merasa sangat malu sekali.

   Dengan nada yang halus ujar Sek Giok Siang pada diri Boen Ching.

   "Boen Toako siapakah orang ini?.

   Dalam hati Boenr Ching merasa mtenyesal atas peqrbuatan tolol yrang baru saja dilaku kan itu, dengan demikian, kiranya malah akan menyusahkan Sek Giok Siang pula.

   Dalam hatinya menjadi gemas, mendengar Sek Giok Siang membuka mulut, dengan seenaknya sahutnya.

   "Dia disebut orang sebagai Thian Jan Lie, Jien Muh Nio adanya".

   ***.

   *** Sambil berkata sinar matanya memandang tajam kesekeliling tempat itu.

   Dengan dingin ujar Jien Muh Nio.

   "Tak usah dilihat lagi, disini hanyalah aku seorang saja, tak ada orang lain lagi".

   Dalam hati Boei Ching merasa sangat sedih, urusan ini sama sekali sukar untuk diberi penjelasan, bahkan apabila dirinya sebelum itu mempunyai perasaan kagum terhadap diri Sek Giok Siang diapun tak mungkin dapat berbuat demikian.

   Jien Muh Nio dengan dingin memandang sekejap kearah Sek Giok Siang, kepada Boen Ching ujarnya.

   "Aku tak akan mengurus segala urusanmu itu, tetapi aku ingin bertanya dimanakah Bwee Giok itu dan sekarang berada dimana?"

   Dengan menundukkan kepala sahut Boen Ching.

   "Dia telah dibawa pergi oleh diri Kioe Thian Bu Sin, Jen Cianpwe".

   
Bentrok Rimba Persilatan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Jien Muh Nio tertawa dingin, ujarnya.

   "Itulah sangat bagus sekali, kemarin adalah karena aku kasihan terhadapnya, barulah mau melepaskan dirimu, kini kau pikirlah sendiri harus bagaimana?".

   Boen Ching tak dapat memberikan jawaban nya, terpaksa dia hanya berdiam diri tak mengucapkan kata-kata lagi.

   Sek Giok Siang yang berdiri disamping, tampak hal ini setelah ragu-ragu sejenak ujarnya kepada diri Jien Muh Nio.

   "Kau mengapa demikian galaknya??".

   Jien Muh Nio dengan dingin tertawa panjang, sejenak kemudian ujarnya kepada Boen Ching.

   ***.

   *** "Aku kira aku tak perlu untuk turun tangan sendiri, diatas tanah terdapat pedang, aku lihat lebih baik kau bereskan dirimu sendiri saja"

   Dalam hati sekalipun Boen Ching merasa menyesal, tetapi bagaimanapun juga, terpikir olehnya bahwa dosa semacam ini tak perlu ditebus dengan kematian, mana dia mau dengan kematian, mana dia mau dengan demikian saja bunuh diri ???? Tetapi apa yang dikatakan oleh Jien Muh Nio juga tak lebih hanya urusan tadi saja, urusan semacam ini sekalipun dia ingin untuk memberikan penjelasan juga tak mempunyai cara sama sekali untuk memberikan penjelasannya.

   Dia berdiri mematung tak bergerak, sedang Sek Giok Siang yang berdiri disamping pun berdiri termangu-mangu.

   Setelah lewat beberapa waktu lamanya, Jien Muh Nio mendengus dengan dingin, tanyanya.

   "Apakah boleh dikata harus menyuruh aku yang turun tangan ?"

   Sambil berkata matanya berkelebat tak hentinya memandang ke arah Boen Ching.

   Sek Giok Siang memandang tajam ke arah diri Jien Muh Nio, dan dengan sekonyong-konyong dia bungkukkan badannya mengam-bil pedang Cing Hong Kiam tersebut dan diangsurkan kepada Boen Ching, ujarnya.

   "Boen Toako ! tak perlu takut terhadap dirinya."

   Sinar mata Jien Muh Nio berkelebat memandang sekejap kearah Sek Giok Siang, mendadak dia mendongakkan kepalanya tertawa terbahak-bahak.

   Boen Ching menarik napas panjang, tangan nya dengan cepat menyambut pedang Cing Hong Kiam itu, dia percaya ***.

   *** bahwa begitu dirinya mencekal pedang tak perlu lagi dia takut terhadap Jien Muh Nio.

   Dalam hati sebenarnya Jien Muh Nio telah merasa sangat gusar sekali pada saat ini tampak Boen Ching menyambut pedang Cing Hong Kiamnya, dalam hatinya merasa tambah gusar lagi.

   Dia tertawa dingin, ujarrya.

   "Sekalipun kau mencekal pedang ditangan mu, lalu apa yang dapat kau berbuat ?"

   Sambil berkata dengan perlahanb dia mengangkatd genta besar yaang berada disambping tubuhnya dengan tajam dia memandang ke arah dua orang itu.

   Boen Ching selama belum pernah melihat Jien Muh Nio menggunakan alat senjatanya, pada saat ini tampak dia mempergunakan alat genta raksasa itu sebagai alat senjata nya, tak terasa lagi dalam hatinya merasa sangat terkejut sekali, diam-diam dia menga-dakan persiapan yang lebih cermat lagi.

   Dengan perlahan-lahan dia mendorong tubuh Sek Giok Siang kebelakang tubuhnya, sedang sinar matanya dengan tajam memandang genta raksasa tersebut.

   Jien Muh Nio dengan dingin mendengus, bahu kanannya digetarkan, genta raksasa itu segera didorong kedepan diri tangannya, dengan perlahan-lahan meluncur di tengah udara dan menekan dengan hebatnya keatas tubuh Boen Ching.

   Boen Ching yang tampak datangnya serangan genta raksasa itu, dia segera tahu bahwa genta itu membawa suatu tenaga murni yang sangat dahsyat sekali.

   Dia menarik napas panjang-panjang, tangan kirinya dengan perlahan melepaskan cekalan tangan Sek Giok Siang, tubuhnya melayang kedepan bagaikan meluncurkan anak ***.

   *** panah dari busurnya menubruk ke arah datangnya serangan genta tersebut.

   Pedang Cing Hong Kiamnya segera disabetkan kedepan, sinar pedang memenuhi angkasa, terdengar suara yang sangat berat dari genta itu, terlihat genta tersebut telah berhasil dipukul balik serangan dari Boen Ching itu.

   Jien Muh Nio dengan gusar mendengus, lima jari dari tangan kanannya segera dikerahkan ke depan, sedang ilmu ' Hiat Mo Kang"

   Nyapun disalurkan ketangannya, terlihat pada saat hawa murni yang berwarna merah darah itu menggulung ditengah angkasa, genta raksasa itu sekali lagi berhasil digulung balik kembali lagi.

   Dalam hati Boen Ching merasa sangat terkejut sekali, dia berdiri tak mengucapkan sepatah kata pun.

   Rasa terkejut dalam hati Jien Muh Nio jauh melebihi dari rasa terkejut diri Boen Ching, dia tak mengetahui Boen Ching telah mengguna kan kepandaian apa sehingga dapat memukul menceng dari arah serangan genta raksasa itu, tetapi dia tahu Boen Ching tentunya telah menggunakan ilmu yang sangat tinggi sekali dari tenaga khiekangnyab.

   Boen Ching padda saat menggunaakan pedangnya bmenempel pada genta itu, berturut-turut dengan menggunakan tubuh pedang serta gagang pedang melancarkan sembilan kali serangan ke arah genta itu, mengerahkan pula jurus "Thien Cian Ie San"

   Dari ilmu "Thay Thien Kioe Sih"

   Nya.

   Kedua orang itu merasa terkejut terhadap kesempurnaan serta kehebatan dari kepan-daian lawannya, untuk sesaat kedua orang itu tidak saling menyerang kembali, hanya saling berdiam diri dan berdiri berhadap- hadapan.

   ***.

   *** Lewat beberapa saat kemudian, terdengar Jien Muh Nio tertawa dingin, bahu kanannya digetarkan, genta raksasa itu sekali lagi dilemparkan kedepan.

   Tubuh genta itu terlihat bergetar tak henti-hertinya, sehingga mengeluarkan suara sebentar tinggi sebentar rendah, dan dengan perlahan-lahan mendesak tuhuh Boen Ching, Boen Ching menarik napas panjang, dia yang telah satu kali menahan datangnya serangan genta itu pada saat ini rasa percaya pada diri sendiri jauh bertambah tebal lagi dia mempunyai maksud untuk sekali lagi menggunakan ilmu "Thay Thien Kioe Sih yang di salurkan kedalam ilmu pedangnya serta disertai oleh tenaga khiekang yang hebat untuk mendorong kesamping serangan genta dari Jien Muh Nio ini.

   Tetapi ketika dia melihat dengan jelas datangnya serangan genta kali ini, dalam hatinya tak terasa lagi menjadi sangat terkejut, gerakan dari genta itu pada saat ini jauh berbeda dan jauh lebih aneh lagi dari serangan tadi, genta itu makin lama makin mendekat suaranyapun makin lama makin besar, bahwa getaran dari genta itu membuat dirinya sangat sukar sekali untuk melihat dengan jelas datangnya gerakan genta tersebut.

   tampak hal ini terpaksa dia mengambil keputusan untuk menghindarkan diri kesamping.

   Jika dilihat jaraknya agaknya kedudukan Sek Giok Siang sekarang ini tak mungkin akan terkena serangan dari genta raksasa itu.

   Pikirannya menjadi berkelebat dengan cepatnya dia mempunyai niat untuk segera mengundurkan dirinya tetapi mendadak terasa suatu tangan yang sangat halus sekali dengan perlahan memegang dirinya.

   Boan Cning dengan cepat menoleh kebelakang memandang tak terasa lagi wajahnya berubah dengan hebatnyar entah pada saatt kapan, secarqa diam-diam Sekr Giok Siang telah ***.

   *** bersembunyi dibelakang tubuhnya, sedang sepasang matanya dengan tajam memandang kearah genta besar itu.

   Ketika Boen Ching membalikkan kepala lagi, tampak genta tersebut telah mendesak mendekati tubuhnya tak lebih hanya tiga kaki saja sedang suara genta itu bergetar memekakkan telinga.

   Sinar matanya berkelebat tak hentinya beberapa ingatan dengan cepat berkelebat didalam benaknya, apabila pada saat ini dia hendak menghindarkan hal ini tak mungkin akan dapat terjadi, tetapi Sek Giok Siang yang berada dibelakang tubuhnya pastilah akan tertimpuk oleh serangan dari genta tersebut.

   Didalam keadaan yang sangat kritis itu, dengan cepat dia mengambil keputusan, dia bersuit nyaring pedang Cing Hong Kiamnya dengan sekuat tenaganya mendorong dengan mendatar dada, tujuh sinar pedang yang sangat menyilaukan mata segera memancar ke luar dari pedang Cing Hong Kiamnya.

   Pedang dan genta itu dengan cepat berbentur satu sama lainnya, wajah Boen Ching berubah menjadi sangat serius sekali, sedang sepasang matanya dengan tajam memandang kearah genta raksasa tersebut.

   Genta raksasa itu bagaikan menempel dengan tubuh dari pedang Cing Hong Kiam itu, suara getaran yang sebenarnya memekakkan telinga itu pada saat ini telah berubah menjadi sunyi senyap dan tenang sekali tak terdengar suara sedikitpun yang timbul dari bentrokan tersebut.

   Sepasang mata jien Muh Nio dengan perlahan-lahan dipejamkan.

   Sinar mata Boen Ching berkelebat dengan tajamnya, sejenak kemudian diapun dengan perlahan-lahan memejamkan matanya.

   ***.

   *** Sek Giok Siang dengan sangat terkejut memandang kearah kedua orang itu, dia tampak Boen Ching menggetarkan pergi genta raksasa itu, dia mengira telah tak dapat persoalan lainnya lagi, tetapi sama sekali dia tak pernah menyangka kalau hal ini dapat berubah menjadi situasi seperti ini.

   Dengan termangu-mangu dia memandang ke arah dua orang itu, sedang tubuhnya dengan kencang ditempelkan ketubuh Boen Ching.

   Wajah Boen Ching makin lama berubah menjadi pucat pasi, sedang genta raksasa itupun mengeluarkan suara dengungan yang sangat rendah sekali.

   Makin lama tangan kanan Boen Ching terlihat mulai gemetar dengan kerasnya, pedang Cing Hong Kiam ditubuh genta itupuh mulai melompat dan bergerak, sinar pedang yang dipancarkan keluar dari pedang Cing Hong Kiamnya itupun memancar memenuhi seluruh angkasa.

   Mendadak, suara genta itu mengeluarkan suara yang sangat keras sekali, pedang Cing Hong Kiamnya ditangan Boen Chingpun dengan diikuti suara jeritan kaget dari mulut Sek Giok Siang terlepas dari tangannya dan melayang keangkasa.

   Genta raksasa itu sedikit berhenti, kemudian dengan cepat menekan kembali ketubuh Boen Ching, kehebatan dari gerak ini sangat sulit sekali untuk dihindari.

   Wajah Boen Ching makin menjadi pucat, tangan kanannya menjadi sangat kaku sekali, hampir- hampir tak dapat digerakkan kembali tetapi dia harus berusaha untuk menyingkirkan serangan genta tersebut, kalau tidak Sek Giok Siang yang berada dibelakang tubuhnya ini tak akan dapat menahannya.

   Pikirannya menjadi tergerak, bahu kirinya dengan cepat mendorong pergi tubuh Sek Giok Siang, sedang pada saat itu pula genta raksasa tersebut telah datang, dan menekan dengan hebatnya kedepan tubuhnya, dia bersuit nyaring, bahu kanannya segera menyambut datangnya serangan genta raksasa itu.

   ***.

   *** Dia menggunakan jurus "Cien Cian Ie San,"

   Dari ilmu "Thay Thien Kioe Sih"

   Dengan sekuat tenaga berusaha untuk menghindar kan diri dari datangnya serangan genta yang sangat sulit untuk dihindarkan itu, guna menyalamakan dirinya.

   Pada saat genta tersebut ketemu dengan bahu kanan Boen Ching, dengan cepat tubuh genta itu serta diri Boan Ching berpisah dan jatuh kesamping.

   Seluruh bahu Boen Ching menjadi robek terkena pinggiran genta itu, sedang tubuhnya terkena getaran ilmu Hiat Mo Kang yang sangat hebat itu, segera dia muntahkan darah segar dan jatuh tak sadarkan dirinya diatas permukaan tanah.

   Sek Giok Siang dengan sangat terkejut menjerit nyaring dan lari kearah diri Boen Ching.

   Wajah dari Boen Ching berubah menjadi pucat pasi, sedikitpun tak tampak darah mulutnya tampak bekas darah segar yang bmengucur keluard dengan derasnyaa itu.

   Sek Giokb Siang dengan perlahan menundukkan kepalanya, dan mendekap dada Boen Ching, tak terasa lagi dia mengucur kan air matanya dengan deras apabila dia maju kedepan, Boen Ching tak mungkin dapat menjadi demikian rupa.

   Mendadak teringat olehnya akan Jien Muh Nio yang masih berdiri disampingnya itu, dengan perlahan dia mendongak, tampak Jien-Muh Nio dengan tenang-tenang berdiri disamping, wajahnya sangat dingin sekali, dengan tak berperasaan sedikitpun meman-dang ke arahnya.

   Sek Giok Siang memejamkan sepasang matanya, sejenak kemudian barulah dengan perlahan-lahan dia bangkit berdiri.

   Jien Muh Nio dengan dingin memandang kedua orang itu, dalam hati dia merasa sangat heran sekali, Boen Ching ternyata berani melawan keras dengan keras terhadap serangannya, dia mengira bahwa apabila Boen Ching berani ***.

   *** menyambut dengan keras serangannya itu pastilah akan tergetar dan menemui ajalnya.

   Tetapi ternyata bukan saja Boen Ching tak binasa, bahkan dia berhasil mendorong kesamping serangan gentanya.

   Sekalipun dia telah mengetahui kalau Boen Ching telah menderita luka dalam yang sangat parah, tetapi jika terhadap dirinya dia masih merasa belum luas.

   Sek Giok Siang setelah bangkit berdiri dengan dingin sekali dia memandang tajam kearah Jien Muh Nio.

   Jien Muh Nio pun segera balas memandang tajam kearah Sek Giok Siang, sekalipun dirinya merupakan seorang perempuan tetapi selamanya diapun belum pernah bertemu dengan seorang gadis yang demikian cantiknya itu.

   Tetapi, didalam sekejap saja suatu ingatan, segera berkelebat didalam benaknya, dengan mendengus.

   Teringat dia akan diri Bwee Giok, pada saat dia bertemu dengan diri Bwee Giok itu dia telah menjadi gila, sedang Sek Giok Siang ini sama sekali tidak memperdulikan padanya bahkan dengan meminjam kesempatan itu berbuat demikian mesranya terhadap diri Boen Ching.

   Berpikir sampai disini, hampir-hampir dia menganggap dirinya telah berubah menjadi diri Bwee Giok, teringat pula ketika Sek Giok Siang memungut pedang Cing Hong Kiam itu dan diangsurkan kepaaa Boen Ching, dalam hatinbya segera timbudl hawa nafsu unatuk membunuhnyab.

   Sek Giok Siang dengan dingin memandang kearah Jien Muh Nio, dia tahu Jien Muh Nio pastilah tak akan melepaskan diri Boen Ching, Boen Ching tak dapat tetap hidup diapun ingin binasa ber-sama-sama dengan diri Boen Ching.

   Tampak pada bibir Jien Muh Nio tersungging suatu senyuman yang sangat dingin sekali, dia telah tahu rencana dari Sek Giok Siang ini, dalam hati pikirnya.

   ***.

   *** "Sungguh sangat kebetulan sekali, dengan demikian aku tak perlu mencari alasan lain nya lagi untuk membunuh dirinya.

   Sepasang alisuya dikerutkan, dia tertawa dingin, ujarnya kepada diri Sek Giok Siang.

   '"Kau cepat meninggalkan tempat ini, kalau tidak janganlah menyalahkan diriku kalau akupan tak akan melepaskan dirimu".

   Sambil berkata dari sepasang matanya tampak berkelebat sinar matanya yang mengandung nafsu untuk membunuh yang sangat hebat.

   Sudah tentu Sek Giok Siang sendiri juga mengetahui maksud dari perkataan dari Jien Muh Nio ini, dengan dingin ujarnya.

   "Kau telah berbuat keterlaluan".

   Dalam hati Jien Muh Nio terasa tergetar, tetapi dia tetap tertawa dingin sepatah katapun tak diucapkan.

   Sek Giok Siang dengan tajam memandang Jien Muh Nio, sepasang tangannya dengan perlahan diangkat dan disilangkan didepan dadanya melindungi tubuhnya, sedang sinar matanya dengan sangat tawar sekali memandang kearah diri Jien Muh Nio.

   Sekalipun dia memikirkan untuk menggu-nakan segala cara guna mendapatkan diri Boen Ching, tapi sebagian besar perasaan tersebut adalah dikarenakan perasaan terima kasihnya terhadap diri Boen Ching.

   Dia sangat baik terhadap dirinya, sudah tentu dirinya pun harus berbuat baik terhadap Boen Ching.

   Kini urusan telah menjidi demikian, dia tak dapat melihat hal ini terjadi dengan duduk tenang, bahkan dia menganggap bahwa didalam hidupnya selama ini, selain ibunya, hanyalah Boen Ching seorang yang sangat baik terhadap dirinya, ibunya ***.

   *** kini telah meninggal, dia pun tak dapat membiarkan Boenr Ching binasa stebelum dirinya.q Jien Mah Nio mrenjadi ragu-ragu sejenak, dia mengira bahwa situasi pada saat ini seperti dia telah menunggang diatas punggung harimau, dan tak mempunyai cara lain lagi, Boen Ching ternyata berani menghianati Bwee Giok, kedua orang ini sudah tentu harus dihukum mati.

   Sepasang telapak tangannya dengin perlahan didorong ke depan, terlihat sekumpulan hawa murni berwarna merah yang bagaikan menggulungnya ombak di tengah samudra menerjang dengan hebatnya ke tubuh Sek Giok Siang.

   Terdengar suara dengusan yang sangat berat sekali dari diri Sek Giok Siang, tubuhnya melayang dengan mendatar ke depan, sehingga menubruk dinding dan dengan perlahan jatuh kebawah.

   Jien Muh Nio tampak wajah Sek Giok Siang yang putih itu telah berubah menjadi merah padam, dengan tak bertenaga sama sekali dia menengok sekejap kearah Boen Ching, pada bibirnya terlihat tersunggrng suatu senyuman manis, dengan perlahan dia memejamkan matanya.

   Dalam hatinya pada saat ini dia merasa sangat bingung sekali, untuk sesaat dia berdiri termangu-mangu kalau dia turun tangan memang keterlaluan, dia dengan Sek Giok Siarg sama-sama merupakan seorang wanita, hanya dikarenakan urusan kecil dia telah membunuh dirinya, bukanlah hal ini keterlaluan ? Tetapi masih ada Boen Ching, semua kesalahan ini haruslah Boen Ching seorang yang memikul barulah benar, dengan dingin dia menarik kembali sinar mata yang mengandung rasa simpatik itu dan memandang kearah Bcen Ching.

   Terhadap diri Boen Ching, hal ini tidaklah keterlaluan.

   ***.

   *** Jien Muh Nio dengan perlahan berjalan mendekati Boen Ching, dalam hatinya dia berpikir barulah berbuat bagaimana agar Boen Ching jauh lebih merasakan penderi-taan yang hebat.

   Mendadak --- --dari belakang tubuhnya berkumandang datang suara helaan napas panjang.

   Jien Muh Nio menjadi sangat terkejut, entah siapa yang datang kedalam gua itu tanpa dia ketahui sama sekali, sekali pun dirinya tidak memperhatikan, tetapi juga tak mungkin dapat menjadi demikian.

   Dengan cepat dia menoleh, air mukanya dengan cepat berubah hebat.

   Dibelakang tubuhnya berdirilah seorana Nikouw berusia pertengahan itu memakai pakaian pendeta berwarna keabu- abuan, tangan kanannya mencekal tasbeh.

   Sinar matanya sangat tajam sekali, wajah nya samar, dengan tajam dia memandang ke arah Jien Muh Nio.

   Jien Muh Nio ketika melihat orang itu dia menjadi termangu-mangu, sama sekali tak terduga olehnya waktu tiga puluh tahun lamanya telah berlalu, dirinya pada saat ini menjadi sedikit bingung.

   Dia mulai merasakan pandangannya menjadi sedikit kabur, dihadapannya terasa bagaikan muncul asap putih sedang tubuh dari nikoaw berusia pertengahan itu sedang melayang dengan tenangnya ditengah kabut putih tersebut.

   Segera dia mengusap matanya, tetapi pandangannya masih tetap sangat kabur sekali, dalam hatinya bagaikan sedang teringat kembali akan peristiwa yang telah silam, tak terasa lagi dengan perlahan dia berlutut dihadapan nikouw tersebut.

   Peristiwa silam yang hampir lupa dari dalam benaknya kini sekali lagi bergolak didalam hatinya, pada tiga puluh tahun yang lalu Lam Hay Sin Nio, Sek Liong Suthay yang pernah ***.

   *** menggetarkan seluruh dunia kangouw pernah meminta dirinya masuk ke dalam agama Buddha, tetapi pada saat itu mana dia mau, dengan sembarangan dia mau, dengan sembarangan dia berkata bahwa apabila Sek Liong Suthay dapat bersemedi menghadap dinding selama tiga puluh tahun lamanya, dia akan menyukur rambutnya menjadi pendeta dan mengangkat Sek Liong Suthay sebagai suhunya.

   Ucapan tersebut dikatakan pada waktu itu dengan sembarangan, tetapi sama sekali tak terduga Sek Liong Suthay ternyata menyetujuinya.

   Pada waktu itu Jien Muh Nio hanya tersenyum saja, dia mengira waktu selama tiga puluh tahun sangat lama sekali, sekali pun Sek Liong Suthay mau bermedi menghadap dinding selama itu, entah harus lewat berapa lamanya lagi.

   Tetapi tiga puluh tahun berlalu dalam sekejap saja, kini Sek Liong Suthay telah muncul kembali dihadapannya.

   Sek Liong Suthay di hadapannya ini jika dibandingkan dengan tiga puluh tahun yang lalu ternyata sedikit pun tak berbeda, sedang dirinya apabila mengingat kembali segala peristiwa yang terjadi selama tiga puluh tahun ini terasa bagaikan baru saja terjadi pada kemarin hari' Entah telah lewat beberapa saat lamanya dengan perlahan dia mendongakkan kepalanya.

   Sek Liong Suthay yang berada dihadapan nya pada saat ini sedang memejamkan matanya, dengan tenang dia berdiri.

   Jien Muh Nio yang memandang tajam kearah Sek Liong Suthay, dalam hatinya tak terasa lagi menjadi sangat menyesal, dia menyembah lagi dihadapan Sek Liong Suthay sambil ucapannya.

   "Sebelum Tecu masuk menjadi anak murid Buddha, harap Su thay mengijinkan tecu untuk mengerjakan suatu urusan yang belum selesai dikerjakan." ***.

   *** Sepasang mata Sek Liong Suthay dengan perlahan dipentangkan, dengan berdiam diri dia memandang tajam Jien Muh Nio.

   Jien Muh Nio yang dipandang sedemikian tajamnya oleh Sek Liong Suthay, dalam hatinya terasa tergetar sebenarnya dia ingin membunuh Boen Ching terlebih dahulu, tetapi pada saat ini dia telah dibikin sadar oleh sinar mata dari Sek Liong Suthay yang tajam itu, dengan berbuat yang dilakukan selama hidupnya ini mana dia mempunyai hak untuk membunuh diri Boen Ching.

   Teringat kembali segala perbuatan yang kulakukan pada waktu yang telah silam apabila ada orang yang seperti dirinya mendesak terus menerus seperti yang dialami Boen Ching ini entah dirinya telah harus mati beberapa kali banyaknya, cukup dengan perbuatannya terhadap diri Sek Giok Siang.

   Boen Ching setelah menjadi sadar kembali mana dia mau melepaskan dirinya dengan demikian saja.

   Berpikir sampai disini tak terasa hatinya menjadi berdesir, apabila teringat kembali akan diri Sek Giok Siang tak terasa lagi keringat dingin mengucur keluar membasahi bajunya' Alasan bagi dirinya yang terusan didalam membunuh diri Sek Giok Siong ini juga tak lebih hanyalah rasa iri yang berlebihan.

   Bentrok Rimba Persilatan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Sek Giok Siang terlalu cantik bagi dirinya, saking cantiknya membuat matanya menjadi merah dia tidak menginginkan Sek Giok Siang dapat hidup terus dalam dunia ini.

   Jien Muh Nio yang berpikir sampai disini, dalam hatinya terasa bergetar dengan hebatnya, sekali lagi dia berlutut memberi hormat, sepatah katapun tak di ucapkan lagi.

   Air muka dari Sek Liong Suthay masih tetap sangat ramah sekali, pada wajahnya sedikit pun tak terlihat perasaan gusarnya, dengan perlahan ujarnya.

   ***.

   *** "Muh Nio selama tiga puluh tahun ini, apakah baik-baik saja???"

   Jien Muh Nio yang merasa menyesal, dengan napas yang rendah sahutnya.

   "Tecu mengharap Suthay mau menerima diriku sebagai murid, selama hidupku tecu akan merawat diri Suthay."

   Sek Liong Suthay dengan perlahan memejamkan matanya, sejenak kemudian barulah ujarnya lagi.

   "Perjanjian selama tigapuluh tahun yang lalu, ini hari telah habis waktunya, aku bersemedi menghadap dinding selama tiga puluh tahun ini bukan mempunyai maksud untuk menerima dirimu sebagai murid saja, tetapi aku mengharapkan batin yang lebih kuat lagi selama ini."

   Dengan sedih ujar Jien Muh Nio.

   "Suthay ! tecu bukanlah dikarenakan janjiku yang lalu sehingga berbuat demikian."

   Diatas wajah Sok Liong Suthay dengan perlahan tampillah suatu senyuman yang ramah, dia mendongak sambil ujarnya.

   "Kau lihatlah !! Boen Ching telah sadar kembali."

   Jien Muh Nio dengan perlahan memejam kan matanya, segera dia duduk diatas tanah dan duduk bersila untuk bersemedi.

   Boen Ching dengan perlahan mementangkan matanya, hampir-hampir dia tak mengetahui kini dirinya berada dimana, dia menyapu sekejap keseluruh kalangan, sinar matanya menyapu punggung dari Jien Muh Nio, Sek Liong Suthay dan terakhir berhenti diatas mayat Sek Giok Siang.

   Tubuhnya terasa tergetar dengan hebatnya, Sek Giok Siang telah binasa ????? Dia sedikit tak percaya, tetapi kejadian yang terjadi dihadapannya adalah hal yang sungguh-sungguh terjadi.

   ***.

   *** Boen Ching dengan termangu-mangu memandang kearah Sek Giok Siang, wajah dari Sek Giok Siang didalam pandangannya mendadak berubah menjadi suatu bentuk gambaran yang sangat aneh sekali dan terbayang didepan matanya.

   Mendadak dia merasakan bahwa mulutnya terasa asin, dengan tak mengucapkan sepatah katapun dia mengusap air mata yang meleleh keluar itu, dengan perlahan dia mengambil keluar cermin "Thian Tuen"

   Yang berada didalam sakunya, gambar gadis didalam cermin itu masih tetap tersenyum dengan demikian manisnya.

   Pikiran Boen Ching terasa mulai agak kaku, gadis didalam cermin itu muncul dihadapan matanya, tetapi tubuh dari Sek Giok Siang sebaliknya makin lama makin berpisah makin jauh.

   Dengan susah payah dia berpikir bagaikan hal ini semuanya dapat berubah menjadi sedemikian rupa, Sek Giok Siang bagaimana dapat binasa ? Sinar mata Boen Citing berhenti diatas bayangan punggung Jien Muh Nio, dia mulai teringat kembali akan hal-hal yang dia perlukan untuk mengetahuinya, didalam sekejap saja, dengan cepat dia bangkit berdiri.

   Sekalipun didalam tubuhnya menderita luka dalam yang sangat parah, tetapi pada saat ini dia merasakan bagaikan sedikitpun tidak menderita luka apapun.

   Jien Muh Nio dengan tak merasa sama sekali dia tetap duduk bersila diatas tanah.

   Selangkah demi selangkah Boen Ching berjalan mendesak kearah Jien Muh Nio, didalam hatinya dia merasa sangat gusar sekali, hal ini tidak adil, Sek Giok Siang hanyalah seorang gadis yang tak tahu apa-apa, selama nya dia tak pernah berbuat salah, mengapa Jien Muh Nio dapat turun tangan hingga sedemikian rupa.

   ***.

   *** Rasa gusar didalam hatinya semakin lama semakin berkobar dengan hebatnya.

   Kematian dari Sek Giok Siang ini adalah gara-gara dirinya, tak perduli bagaimana pun juga dia tak dapat menahan lagi rasa gusar nya tersebut.

   Mendadak, matanya tertumbuk pada sebuah jubah pendeta berwarna ke abu- abuan yang muncul dihadapan matanya, dengan cepat dia mendongakkan kepalanya, didalam sekali pandang saja dia telah dapat melihat seorang nikouw berusia pertengahan yang sedang memejamkan matanya dan berdiri dengan tenangnya disana.

   Dalam hati Boen Ching terasa sedikit terkejut, didalam ingatannya dia merasa agak nya tak pernah ada seorang nikouw di tempat itu.

   Dia tetap melanjutkan langkahnya mendesak ke arah tubuh Jien Muh Nio, sinar matanya penuh diliputi oleh hawa membunuh yang sangat hebat sekali.

   Jien Muh Nio masih tetap duduk dengan tegaknya, bagaikan sedikitpun tak merasakan bahaya yang sedang mengancam dirinya, sedang Boen Ching dengan tak hentinya menggerakkan kakinya berjalan makin mendekat ke arahnya.

   Mendadak dia menghentikan langkahnya, dengan dingin teriaknya.

   "Jien Muh Nio, cepat kau bangun, kalau tidak janganlah menyalahkan aku kalau akan membunuh dirimu sekalipun kau tidak memberikan perlawanan"

   Jien Muh Nio masih tetap duduk berdiam diri tak bergerak sedikitpun juga, Boen Ching menjadi ragu-ragu sejenak, suatu perasaan yang sangat gusar sekali menjalar dari dalam lubuk hatinya dan dengan perlahan-lahan merembet naik keatas, matanya memancar kan sinar yang sangat tajam sekali, ***.

   *** segera ia mengangkat telapak tangannya siap untuk dilancarkan kedepan.

   Sekonyong-konyong terdengar suara bentakan keras dari Sek Liong Suthay.

   "Boen Ching !"

   Boen Ching menjadi tertegun, segera dia menahan tangannya. ooxoo ( ii x ii ) ooxoo "CENG IT SHIA"

   BOEN CHING mendadak teringat akan diri seseorang, orang yang berada dihadapannya saat ini bukankah manusia aneh nomor wahid pada saat ini, Lam Hay Sin Nie, Sek Liong Suthay? Bagaimana dia dapat munculkan dirinya ditempat ini ? Dia memandang tajam kearahnya, sepatah katapun tak diucapkan.

   Sekalipun Sek Liong Suthay merupakan seorang pendeta beribadat tinggi dan merupakan manusia aneh pada saat ini, tetapi dia tak dapat menahan pergolakan hatinya dengan demikian saja.

   Sek Liong Suthay dengan tajam memandang kearah Boen Ching, sejenak kemudian barulah ujarnya.

   "Aku bukannya melaranbg kau membalas ddendam terhadapa diri Jien Muh bNio, tetapi ada suatu urusan yang harus kau pikirkan terlebih dahulu, Jien Muh Nio sekarang telah mengakui semua perbuatan salah yang telah dilakukan dan mau menerima seluruh hukumannya, apalagi kematian dari Sek Giok Siang, sebagian besar juga dikarenakan dirimu sendiri."

   Dalam hati Boen Ching merasa tertegun, kemudian tanyanya.

   "Aku ?". ***. *** Dengan perlahan sahut Sek Liong Suthay. 'Sicu juga merupakan seorang yang cerdas, aku kira kaupun telah memahami sendiri bukan ?"

   Sehabis berkata dengan perlahan dia memejamkan matanya, dan tak bergerak lagi.

   Pikiran Boen Ching menjadi bergerak, dengan perlahan dia menundukkan kepalanya, dalam hatinya agaknya dia mulai merasa, tetapi dia tidak mengetahui berada dimana dan dia percaya bahwa sebagian besar dari tanggung jawab ini haruslah dipikul sendiri oleh Jien Muh Nio seorang.

   Mendadak ujar Sek Liong Suthay.

   "Apabila dia tidak binasa, lalu bagaimana kau hendak menghadapi dirinya."

   Dalam hati Boen Ching terasa tergetar dengan keras, segera dia tak mempunjai perkataan lagi untuk diucapkan, Sek Giok Siang memang benar-benar binasa dikarenakan dirinya, sekalipun dia mencintai diri Bwee Giok, tetapi sebaliknya terhadap Sek Giok Siang pun dia tak dapat melupakannya, bahkan baru saja dia bermesraan denugan dirinya.

   Kalau tidak, Sek Giok Siang tak mungkin dapat menjadi demikian.

   Ketika dia berpikir sampai disini, dalam hatinya terasa bagaikan diiris-iris oleh golok dihadapan matanya sekali lagi muncul bayangan tubuh dari Sek Giok Siang, dengan cepat dia memejamkan matanya, air matanya tak terasa lagi mengalir keluar dengan deras nya.

   Terdengar Sek Liong Suthay berkata lagi.

   "Pada saat ini kau sebagai seorang pemuda haruslah mengambil keputusan dengan menggunakan akalmu, untuk menghindarkan diri dari penyesalan di kemudian hari, ***.

   *** sekalipun Jien Muh Nio salah, tetapi diab telah menyesaldi perbuatan nyaa, aku kira lebibh baik kau ampuni dirinya saja "

   Pada saat ini dalam hati Boen Ching merasa sangat berduka sekali, karena dia telah mengetahui dengan tubuhnya yang terluka demikian parahnya, sekalipun seluruh orang, Boen Ching juga tak dapat berbuat apa-apa terhadap diri Jien Muh Nio.

   Sedang dia pada saat ini masih tetap duduk bersila tak bergerak, bagai tak mendengar sesuatu apapun.

   JIEN MUH NIO dapat menyesali perbuatannya, Boen Ching telah memuji sikapnya tersebut, sedang pada saat ini dia pun menggunakan semangat serta kemajuan nya untuk memberikan tubuhnya untuk dijatuhi hukuman, didalam hati Boen Ching makin merasakan menyesalnya.

   Banyak orang mengaku salah disebabkan terdesak keadaan situasi, sedang ada pula sebagian yang menginginkan dimaafkan pihak sana, tetapi hampir-hampir tak pernah menemui seseorang yang mau mengakui kesalahan dari seluruh perbuatannya yang telah dilakukan.

   Dengan perlahan dia berlutut di hadapan Jien Muh Nio, kemudian diapun berlutut memberi hormat kepada diri Sek Liong Suthay.

   Sek Liong Suthay dengan perlahan mementangkan matanya, dia mendongakkan kepalanya memandang dinding gua, lama kemudian barulah ujarnya.

   "Orang yang berbuat salah segera dapat mengetahui, bertobatlah dengan cepat agar dapat diampuni oleh Thian."

   Boen Ching yang didalam sekejap mata saja dapat merobah rasa gemasnya terhadap Jien Muh Nio menjadi rasa hormat, semangat seperti ini, didalam hatinya tak terasa lagi menjadi sangat girang dan berterima kasih.

   ***.

   *** Setelah dia habis mengucap kata-kata itu, dengan perlahan dia memuji nama Buddha, dengan Jien Muh Nio dua orang segera bangkit dan berjalan keluar dari gua itu.

   Boen Ching dengan perlahan bangkit berdiri, dia memejamkan matanya beristirahat sejenak, lama kemudian barulah mementangkan matanya kembali.

   Dia memandang sekejap keatas mayat Sek Giok Siang, dan merghela napas panjang, kesemuanya itu rhanyalah bagaiktan impian yang qberlalu dengan rcepatnya, tubuh Sek Giok Siang pun dengan perlahan lenyap dari pandangannya.

   Dia membuat sebuah lobang besar dan mengubur mayat dari Sek Giok Siang itu, kemudian mengambil keluar pula cermin Thian Tuen itu yang kemudian diletakkan disamping tubuhnya, teringat kembali ketika dia diselamatkan oleh cermin itu dari serangan Kiem Cang Thiat Cie, Chang Soen Loei serta Ouw Yang Bu Kie, beberapa macam bayangan berkelebat dengan cepatnya didalam benaknya, dia menjadi terjerumus kembali kedalam lamunan.

   Mendadak beberapa perkataan dari Sek Liong Suthay berkelebat kembali didalam benaknya.

   "Janganlah terlalu banyak bermain cinta untuk menghindarkan diri dari penyesalan dihari kemudian. Dalam hatinya menjadi tertegun, segera dia membuang jauh-jauh segala lamunan yang menguasai benaknya itu. Kini dia harus berangkat menuju ke kuil Pie Lu Si dan memenuhi janjinya dengan diri Sam Ceng It Shia. Berpikir sampai disini dia menghela napas panjang, dan memungut kembali pedang Cing Hong Kiamnya dengan langkah yang perlahan berjalan keluar dari gua itu. Matahari hampir turun gunung, diujung langit tampilkan suatu sinar berwarna kemerah-merahan yang memenuhi angkasa. ***. *** Didepan kuil 'Pie Lu Sie tampak muncul seorang pemuda berbaju hijau, pada pinggang nya tersoren sebilah pedang panjang dengan perlahan dia berjalan memasuki kuil 'Pie Lu Si itu. Seorang pendeta kecil segera merangkap tangannya maju kedepan, pemuda berbaju hijau itu cepat membungkukkan tubuhnya memberi hormat, sambil tertawa ujarnya.

   "Cayhe Boen Ching, karena perjanjiannya dengan Sin Hoat Thaysu maka kini sengaja datang menyambanginya."

   Pendeta kecil itu dengan wajah yang sangat terkejut memandang sekejap ke arah Boen Ching, ujarnya.

   "Siauwceng segera pergi melaporkan kedatangan sicu."

   Sehabis berkata segera dia membalikkan tubuhnya dengan langkah yang cepat berjalian masuk kedalam ruangan kuil.

   Pada bibir Boen Cning tampak tersungging suatu senyuman, dia memandang sejenak keatas papan nama dari kuil 'Pie Lu Si' yang telah menggetarkan dunia kangouw itu.

   Kuil Pie Lu Si itu dibawah sorotan sinar matahari sore, terlihat tertutup oleh suatu awan yang sangat gelap sekali, didalam ruangan kuil itu sangat sunyi seakan-akan jumlah hweesio yang berada didalam kuil itu sangat sedikit sekali.

   Pada saat dia berpikir itu mendadak dari dalam ruangan kuil yang sangat sunyi- senyap itu berkumandang datang suara genta yang dibunyikan bertalu-talu.

   Boen Ching dengan sangat tenang sekali mendengar suara tersebut, dia tahu kalau memangnya Sin Hoat Thaysu telah mengadakan perjanjian dengan dirinya, sudah tentu 'Mo Pak Sam Ceng' serta 'le Way It Sia' pastilah telah berada didalam ruangan kuil itu.

   Pintu kuil itu dengan perlahan-lahan terbuka, seorang pendeta berjubah warna kuning dengan langkah yang ***.

   *** perlahan berjalan keluar, dibelakang pendeta berjubah kuning itu berjalanlah berpuluh-puluh hweesio kecil yang berjalan mendekati kearah Boen Cning.

   Boen Ching dengan sangat tenang sekali menanti kedatangan rombongan para hweesio itu, sejak semula dia telah dapat melihat kalau hweesio berjubah kuning itu bukanlah diri Sin Hoat Thaysu sendiri.

   Hweesio berjubah kuning itu dengan perlahan berjalan ke depan tubuh Boen Ching sambil merangkap tangannya, ujarnya.

   "Pinceng Sin Tek, tidak mengetahui Boen Siauwhiap datang sehingga tak mengadakan penyambutan dari jauh, harap Boen Siauw hiap mau memaafkan !"

   Boen Ching tampak Sin Tek Thaysu demikian hormatnya, dia tersenyum, sambil membungkukkan tubuhnya memberi hormat lalu ujarnya..

   "Thaysu terlalu sungkan, boanpwee datang kemari masihmengharapkan bantuan dari Thaysu."

   Sin Tek Thaysu seolah-olah tidak memahami ucapan dari Boen Ching ini, dia memandang sekejap ke arahnya, dan tersenyum kemubdian memberi tadnda kepada Boena Ching agar diab berjalan lebih dahulu.

   Boen Ching setelah memberi hormat, segera dia bangkit dan berjalan kedalam ruangan kuil itu.

   Sin Tek Thaysu mengikuti dari belakang nya, jarak diantara mereka tak lebih hanyalah setengah tindak saja, dan berjalan masuk ke dalam ruangan kuil itu, mendadak Sin-Tek Thaysu menghentikan langkahnya, ujarnya.

   "Boen siauhiap datang kemari apakah hendak mencari berita mengenai jejak suhumu? ***.

   *** "Boen Ching tampak Sin Tek Thaysu menghentikan langkahnya, dia pun ikut menghentikan langkahnya, sambil tersenyum sahutnya.

   "Benar, entah Thaysu apakah mau memberitahukan kepadaku ?"

   Sepasang mata Sin Tek Thaysu memancar sinar yang sangat tajam, sambil tersenyum ujarnya pula. 'Sudah tentu jejak dari suhumu aku mengetahuinya dengan jelas, tetapi ... ."

   Boen Ching telah dapat menebak maksud tujuan dari Sin Tek Thaysu itu, dia mengetahui kemungkinan sekali suhunya telah di kurung ditempat ini, Sin Tek Thaysu ini pastilah tidak mempunyai maksud yang baik terhadap dirinya.

   Dia tertawa sahutnya.

   "Thaysu silahkan untuk mengucapkannya."

   Sin Tek Thaysu tertawa pula, ujarnya.

   "Kuil Pie Lu Si ini sekalipun bukanlah merupakan suatu kuil yang besar, tetapi juga bukanlah kuil kecil, oleh sebab itu didalam kuil kami ini mempunyai suatu urusan, barang siapa yang masuk ke dalam kuil ini haruslah menuruti aturan tersebut."

   Sinar mata Boen Ching menjadi sayu, sambil tersenyum sahutnya.

   "Coba Thaysu sebutkan."

   Sin Tek Thaysu mundur dua langkah ke belakang, sepasang tangannya berturut-turut melancarkan serangan, sedang disekitar tempat itu pun segera bermunculan berpuluh puluh pendeta kecil.

   Boen Ching memandang sekejap ke sekelilingnya, tampak pendeta-pendeta kecil itu berjumlah kurang lebih ratusan ***.

   *** banyaknya dan mengepung dengan rapatnya di sekitar tempat itu.

   Tubuh Sin Tek Thaysu dengan cebpat mundur kebdelakang, sambila tertawa mengejbek, ujarnya.

   "Kepandaian silat didalam dunia ini banyak macamnya dan banyak yang telah mencapai pada kesempurnaan, didalam kuil Pie Lu Si kami ini hanya terdapat sedikit permainan kecil, silahkan Boen Siauwhiap untuk mencobanya.' Sinar mata Boen Ching berkedip tak hentinya, dia segera mengetahui maksud dari perkataan Sin Tek Thaysu itu, dia tersenyum dan tidak mengucapkan kata-kata lagi.

   Sin Tek Thaysu melanjutkan perkataannya lagi.

   "Sejak dari jaman dahulu kala, dari kuil Pie Lu Si kami hanyalah diwariskan sebuah barisan semacam ini saja, barang siapa yang berhasil memecahkan barisan ini barulah dapat masuk kedalam kuil ini."

   Pada saat ini Sin Tek Thaysu telah mengundurkan diri keluar dari ruangan kuil tersebut, tampak para hweesio kecil itu berdiri tegak ditempatnya masing-masing, dengan perlahan memejamkan matanya tak mengucapkan kata-kata lagi.

   Boen Ching memandang sekejap kesekeliling tempat itu, dan berdiri tegak diatas tangga dari ruangan kuil itu.

   Pikirannya dengan cepat bergerak, entah dimanakah terletak keistimewaan dari barisan ini, dengan perlahan dia menarik napas panjang, dan berdiri dengan tenangnya.

   Sin Tek Thaysu juga berdiri diatas tangga pintu kuil, kedua orang itu saling berhadapan beberapa saat lamanya, terlihat Sin Tek Thaysu tersenyum, ujarnya.

   "Setelah berhasil memecahkan barisan ini, jejak dari suhumu pun dapat kau ketahui." ***.

   *** Boen Ching memandang sekejap ke sekeliling tempat tersebut, dia tetap tak bergerak sedikit pun juga.

   Kedua belah pihak tak ada yang mulai bergerak terlebih dulu, sedang cuacapun semakin lama makin gelap, didalam gedung itu mulai bertiup angin malam dengan perlahan.

   Sekeliling tempat itu mulai bermunculan obor yang menerangi disekitar tempat itu, sinar api ditengah malam yang mulai menggelap itu bergerak tak henti-hentinya.

   Ujar Sin Tek Thaysu lagi kepada Boen Ching.

   "Jejak dari suhrumu dapatlah katu lihat dengan qjelas setelah krau berhasil memecah kan barisan ini dan melewati ruangan besar ini, suhumu telah terkurung sangat lama sekali.

   Sehabis berkata dia tersenyum.

   Boen Ching pun tertawa, mendadak tubuhnya bagaikan ular gesitnya berkelebat ditengah kalangan tersebut.

   Hweesio-hweesio kecil disekitarnya dengan cepat mengangkat sepasang telapak tangan nya menyambut, Boen Ching segera siap memunahkan serangan tersebut, tetapi baru saja dia mengerahkan tenaganya, dalam hati nya tak terasa lagi menjadi sangat terkejut sekali, kehebatan serta kedahsyatan dari tenaga pukulan hweesio-hweesio kecil itu ternyata sangat sempurna sekali dan selama nya dia belum pernah menemuinya.

   Bersamaan pula dari belakang tubuhnya terasa segulung angin pukulan yang sangat keras dan hebat menekan tubuhnya.

   Dalam hati Boen Ching menjadi sadar kembali, berita yang tersebar didalam dunia kangouw mengatakan bahwa kuil Pie Lu Si sangat sukar sekali untuk diterobos, kiranya Hweesio- hweesio didalam kuil Pie Lu Si ini semuanya telah paham akan ilmu meminjam tenaga untuk menyerang musuh yang merupakan ilmu tingkat paling atas dari ilmu tenaga dalam.

   ***.

   *** Barisan ini seluruhnya mempergunakan orang sebanyak seratus dua puluh delapan orang banyaknya yang dibagi menjadi dua rombongan, satu rombongan berjumlah enam puluh empat orang bersama-sama menahan serangan musuh, dengan demikian sekalipun orangnya berjumlah ratusan, tetapi jika dirasakan seolah-olah sedang bertempur dengan dua jago berkepandaian tinggi saja.

   Pikiran ini dengan sangat cepat sekali berkelebat didalam benaknya, dalam hatinya segera mengambil keputusan cara untuk menghadapi serangan dari pihak musuh ini.

   Satu didepan yang lain dibelakang, pikiran ini segera bergerak didalam benaknya, sepasang telapak tangannya dengan cepat dilancarkan kedepan dengan masing-masing menyerang kesebelah kanan serta ke sebelah kiri.

   
Bentrok Rimba Persilatan Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Begitu telapak tangan masing-masing terbentur satu dengan yang lainnya, dua buah rombongan manusia naga yang berada disebelah depan dan disebelah belakang itu dengan cepat terlempar ketengah udara.

   Pada saat ini Boen Ching telah mengguna kan ilmu yang paling tinggi didalam ilmu tenaga dalam yaitu meminjam tenaga untuk menyerang musuh, pada saat telapak tangan kanan serta kirinya berbareng dilancarkan keluar itu, segera dia berhasil mendesak kembali gerangan yang sedang menerjang tubuhnya itu.

   Tubuhnya segera berkelebat dengan cepatnya keluar dari dalam kepungan barisan tersebut.

   Hweesio-hweesio yang berada didalam barisan ini semuanya melekatkan satu telapak tangannya dipinggang kawannya, pada saat tubuhnya tergetar dengan hebatnya itu, bagai seutas tali saja, yang ujung terlempar pergi, sedang yang ujung lainnya masih berada di atas tanah.

   Ketika tubuh Boen Ching yang sedang melayang itu, tiga orang hweesio yang bereda didalam barisan itu dengan cepat ***.

   *** melancar kan serangannya secara berbareng membabat tubuh Boen Ching.

   Dalam hati Boen Ching merasa sangat terkejut sekali, jika dilihat keadaannya yang seperti ini, kehebatan dari barisan ini sungguh diluar dugaannya, ternyata mereka dapat melancarkan serangan dengan sekehendak hatinya, dengan demikian bukankah ke seratus dua puluh delapan orang itu berubah menjadi seratus dua puluh delapan orang jago-jago berkepandaian tinggi ? Tubuhnya yang masih berada ditengah udara itu, ketika diserang secara demikian, dia tak dapat menggunakan cara meminjam tenaga untuk nenerjang musuh seperti yang biasa nya digunakan, sudah tentu dia tak akan berhasil menggetarkan tubuh musuh.

   Sepasang telapak tangan Boen Ching segera di gerakkan ke depan secara berbareng sedang tenaga khiekang "Chiet Kong Kang Khie"

   Nyapun mengikuti serangan tersebut menerjang kedepan.

   Dimana serangan telapak tangan itu tiba, barisan naga yang berada disebelah tengah segera berhasil dipukul mundur, sedang tubuh Boen Ching segera tertahan dan jatuh kembali keatas permukaan tanah.

   Sin Tek Thaysu yang berdiri dibluar garis dan dmelihat hal itua, sinar matanyab berkelebat, ketinggian serta kesempurnaan kepandaian yang dimiliki Boen Ching ini sama sekali berada diluar dugaan Sin Tek Thaysu, bahkan selama hidupnya dia pun belum pernah melihat kepandaian silat yang demikian sempurnanya.

   Ketika tubuh Boen Ching yang sedang melayang turun itu, didalam hatinya dia tahu bahwa pada saat ini apabila tubuhnya mencapai tanah, kemungkinan sekali, sekali lagi dia akan berhasil dikepung dengan rapatnya, dia tak berani menempuh bahaya tersebut.

   ***.

   *** Saat tubuhnya yang masih berada ditengah udara itu, dengan cepat dia menarik napas panjang-panjang, tubuhnya sekali lagi melayang naik keatas dan berkelebat kedepan.

   Ditengah barisan manusia naga itu tampak seorang melancarkan serangan kearah tubuh nya, sedang dibelakang tubuhnya diantara orang-orang didalam barisan itupun melan- carkan serangan ketubuhnya, dan mengan-cam bahu kanan dari tubuh Boen Ching.

   Sin Tek Thaysu tertawa dingin, asalkan ke dua belah pihak tidak mengerahkan tenaganya didalam satu garis yang bersamaan Boen Chin bagaimana dapat menggunakan siasat meminjam tenaga untuk memukul musuh yang digunakan selama pertempuran ini.

   Dengan demikian, Boen Ching segera dapat terjerumus kembali kedalam kepungan barisan tersebut pikir Sin Tek Thaysu.

   Pada saat ini didalam hati Boen Ching saja sebelumnya telah mengadakan persiapan bagaimana cara menghadapinya, dia terha-dap serangan yang mengancam belakang tubuh itu sama sekali tidak menggubrisnya, sepasang telapak tangannya menerima serangan yang mengancam tubuhnya dibagian depan itu dengan menggunakan seluruh tenaga dan segera dia melancarkan pula jurus 'Lian Coa Thien Siang' dari ilmn Thay Thien Kioe Sih' dengan cepat dia berhasil melemparkan barisan naga itu kearah belakang.

   Tetapi tenaga lemparannya kali ini baru saja dikarenakan segera dia merasakan bahwa dengan menggunakan tenaga yang dimilikinya sekarang ini mungkin sekali tak dapat dengan mudahnya berhasil mencapai sasaran nya, keantepan dari barisan manusia naga itu ternyata jauh diluar dugaannya semula.

   


Bara Maharani -- Khu Lung Legenda Kematian -- Gu Long Lembah Nirmala -- Khu Lung

Cari Blog Ini