Ceritasilat Novel Online

Dendam Iblis Seribu Wajah 12


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Bagian 12



Dendam Iblis Seribu Wajah Karya dari Khu Lung

   

   Begitu pikirannya tergerak, dia langsung menghentakkan sepasang kakinya dan mencelat naik ke atas atap rumah.

   Dalam beberapa hari ini, dia sudah mendapat latihan lanjutan dari Cian Cong dan Yibun Siu San.

   Mereka membimbingnya dalam ilmu pernafasan serta tenaga dalam.

   Meskipun hanya beberapa hari yang singkat, tetapi kemajuan yang dicapainya sudah pesat sekali.

   Dia bukan hanya merasa tubuhnya mengalami perubahan besar namun tenaga dalamnya sudah dapat menembus ratusan urat darah dalam tubuh serta hawa murninya dapat dialirkan secara merata ke bagian bawah dan atas tubuhnya.

   Tidak ada sedikit pun bagian yang tidak tertembus olehnya.

   Dia tidak mengalami kesulitan sedikitpun.

   Oleh karena itu, begitu dia mengempos semangatnya, tubuhnya langsung melayang ke atas ke bagian atap rumah yang tingginya kurang lebih tiga depaan.

   Gerakannya tidak serius malah membawa kesan semaunya saja.

   Begitu matanya mengedar, ternyata dia melihat sesosok bayangan di bagian utara dan sedang berlari dengan kencang.

   Kalau dilihat dari arah yang diambilnya, tampaknya orang itu sudah ingin meninggalkan gedung keluarga Liu.

   Tan Ki tertawa dingin.

   Kakinya menutul di atas genteng rumah dan tubuhnya pun meluncur ke depan bagai sebatang anak panah.

   Dengan kecepatan yang tidak terkirakan dia mendarat turun di atas tanah lalu mengerahkan ginkangnya lagi mengejar ke depan.

   Dia sudah memperhatikan arahnya dengan seksama.

   Bahkan jarak antara dirinya dengan orang itu.

   Meskipun dia mengejar dari atas.

   tanah dan pandangan matanya terhalang tembok-tembok rumah, tetapi dia tetap dapat memperhitungkan arah yang akan diambil oleh orang itu.

   Setelah mengejar beberapa saat, ternyata dia berhasil melihat sesosok bayangan yang sedang bergerak-gerak di depan.

   Jaraknya sekarang tinggal satu depa lebih.

   Dan orang itu hampir meloncat naik ke atas tembok untuk meninggalkan gedung keluarga Liu.

   Tan Ki langsung membentak dengan suara keras.

   "Berhenti!"

   Kakinya melesat ke depan bagai terbang, dengan dua kali loncatan yang dilakukan berturut-turut, dia sudah sampai di belakang punggung orang itu.

   Mendengar suara bentakan Tan Ki yang datangnya tidak terduga-duga itu, orang itu tampaknya terkejut sekali.

   Mendadak dia menghentikan langkah kakinya serta membalikkan tubuh.

   Tan Ki memang sedang mengawasinya lekat-lekat.

   Dia melihat orang itu mempunyai bentuk tubuh tinggi kurus, ketika dia membalikkan tubuhnya, Tan Ki sudah melihat kalau di bagian punggung orang itu menggembol sepasang senjata yang bentuknya seperti roda yang bergerigi.

   Orang ini sama sekali tidak asing lagi bagi Tan Ki, dia adalah sute dari perkumpulan Pek Kut Kau Kaucu dari wilayah barat, yakni Kim Yu.

   Tan Ki agak tertegun melihat siapa adanya orang itu.

   "Entah apa maksud Saudara tengah malam menyatroni gedung keluarga Liu?"

   Baru saja ucapannya selesai, tiba-tiba dia mendengar suara kibaran pakaian dari bagian atas tembok.

   Begitu matanya memandang, tahu-tahu ada tujuh orang laki-laki bertubuh tinggi besar yang sedang melayang turun.

   Masing-masing berpakaian ketat dan membawa senjata.

   Wajahnya garang sekali.

   Tetapi tam-paknya orang-orang ini mempunyai perasaan tertentu terhadap Kim Yu.

   Setelah melayang turun semuanya segera mengepalkan sepasang tinju menjura dalam-dalam kepadanya namun tidak ada sepatah katapun yang terucapkan.

   Sikap mereka seakan menaruh hormat yang tinggi kepada Kim Yu.

   Tan Ki tertawa dingin.

   "Bagus sekali, rupanya kali ini kalian datang beramai-ramai untuk membakar rumah dan merampok harta benda orang?"

   Sepasang alis Kim Yu langsung menj ungkit ke atas. Tampaknya dia merasa gusar sekali mendengar ucapan Tan Ki tadi. Tetapi dia tidak ingin meluapkan kemarahannya saat itu juga. Dengan tertawa dingin dia menyahut.

   "Harap Engko cilik ini jangan menuduh yang bukan-bukan. Akhirnya malah akan membawa kesulitan bagi diri sendiri. Kali ini Hengte datang ke Lok Yang, rasanya masih belum pernah bertemu dengan orang yang sekasar dirimu ini."

   Tan Ki tetap tertawa dingin.

   "Kalau begitu, tindakanmu yang keluar masuk seenaknya di rumah orang lain, boleh dianggap sangat pantas?"

   Kata-kata ini diucapkan dengan nada yang tajam menusuk.

   Sindirannya telak sekali.

   Untuk sesaat Kim Yu sampai kehabisan kata-kata yang dapat dijadikan debatan.

   Akhirnya dia malah jadi termangu-mangu.

   Tiba-tiba terdengar suara bentakan yang nyaring, getarannya bagai guntur yang menggelegar di angkasa.

   Orang yang mendengarnya seolah akan pekak telinganya.

   Disusul dengan munculnya seorang laki-laki tinggi besar yang berasal dari rombongan ke tujuh orang tadi.

   Dia langsung menerjang maju dan berhenti di depan Tan Ki.

   "Apakah kau sudah bosan hidup? Berani-beraninya mengucapkan kata-kata yang tidak sopan di hadapan Ji-ya (Tuan muda kedua) kami!"

   Mata Tan Ki mengerling ke arahnya sekilas. Kemudian berhenti pada orang itu. Dia memperhatikannya dari atas kepala sampai ke ujung kaki.

   "Siapa Saudara ini?"

   Laki-laki tinggi besar itu mendongakkan wajahnya sambil tertawa terbahak-bahak.

   "Kalau kau sanggup mengalahkan aku, tentu akan kuberitahukan kepadamu siapa diriku ini! Tampaknya watak orang ini sangat kasar. Selesai berkata, dia tidak memberi kesempatan kepada Tan Ki untuk mengatakan sepatah katapun. Tiba-tiba lengannya terulur ke depan dan langsung dilancarkannya dua buah pukulan. Baik gerakan maupun kekuatan yang terkandung dalam pukulannya dahsyat bukan main. Bagai gulungan angin topan yang menerpa datang. Hati Tan Ki tercekat melihatnya. Tokoh-tokoh dari barat ternyata mempunyai kepandaian yang mengejutkan juga. pikirnya diam-diam. Kakinya melangkah dua tindak, dengan cepat tiba-tiba dia memutar. Serangkum kekuatan yang tidak terkirakan hebatnya mengakibatkan lengan bajunya melambai-lambai. Pergelangan tangannya memutar kemudian menyerang dari atas ke bawah. Laki-iaki bertubuh tinggi besar itu melihat dia mengelakkan diri dari serangannya, bahkan sempat membalas sebuah serangan pula. Gerakan maupun kelebatan tubuhnya cepat dan aneh. Tanpa dapat ditahan lagi mulutnya mengeluarkan seruan terkejut. Tubuhnya membungkuk sedikit menghindarkan diri dari serangan Tan Ki. Kemudian hampir dalam waktu yang bersamaan, telapak tangannya terulur ke depan dan menyusul dikerahkannya jurus kedua! BAGIAN XXX Baru setengah jurus dimainkan, tiba-tiba gerakannya berubah lagi. Sebuah tendangan dikirimkan ke depan. Jurus yang dikerahkannya ini rupanya sebagian hanya merupakan tipuan saja. Justru di tengah jalan gerakannya berubah sehingga membahayakan kedudukan lawannya. Hal ini membuat orang tidak menduganya sama sekali. Sekaligus juga tidak sempat mengadakan persiapan. Otomatis Tan Ki juga tidak menyangka bahwa laki-laki itu akan melakukan serangan tipuan seperti ini. Untuk sesaat dia terkejut setengah mati. Dia merasa tendangan itu begitu aneh dan cepat bagai kilat. Dengan panik dia membungkukkan ba-dannya dan berusaha mencelat mundur sejauh mungkin. Ilmu silat Tan Ki saat ini sudah termasuk golongan jago kelas satu di dalam dunia Bulim. Perubahan gerakannya ringan dan cepat. Tetapi siapa sangka, dia terkena sapuan ten-dangan laki-laki bertubuh tinggi besar itu juga. Dia merasa paha sebelah kirinya agak sakit, nyaris tubuhnya tidak dapat berdiri dengan tegak, sedikit lagi pasti jatuh berlutut di atas tanah. Rupanya Kim Yu mewakili Pek Kut Kau dari wilayah Barat. Ia berjanji bertemu dengan Kiau Hun di kuil tua dan akhirnya selesai mengadakan perundingan. Kemudian dia membawa Tujuh Serigala yang merupakan jago kelas tinggi dalam Pek Kut Kau dan lalu bergegas menyusul ke kota Lok Yang. Mereka ingin mengadakan penyelidikan tentang kekuatan para pendekar di daerah Tionggoan dan berusaha mencari kelemahan mereka guna penyerangan di kemudian hari. Setelah itu pihak Pek Kut Kau dan Lam Hay akan bergabung lalu memilih hari baik untuk menyerbu ke daerah Tionggoan. Ketujuh laki-laki tinggi besar itu merupakan pelindung hukum dalam perguruan Pek Kut Kau. Mereka disebut Tujuh Serigala. Ternyata ilmu orang-orang ini tidak dapat dipandang enteng. Hanya mengandalkan salah satu dari ke Tujuh Serigala itu saja, dalam dua jurus sudah berhasil menyapu Tan Ki dengan sebuah tendangan. Tetapi perbuatannya ini justru menimbulkan hawa amarah dalam hati Tan Ki. Dia meraung keras dan melancarkan sebuah pukulan ke depan! Lengan laki-laki itu bergerak menyapu, dengan jurus Mendayung Perahu di Tengah Sungai, dia mengelak dari serangan Tan Ki. Ter dengar mulutnya mengeluarkan suara tawa terkekeh-kekeh.

   "Kau bukan tandingan Cayhe, lebih baik cepat kembali saja!"

   Terdengar suara dengusan berat dari hi dung Tan Ki.

   Tiba-tiba dia melancarkan tig pukulan sekaligus.

   Tiga serangan ini dilancarkan berturut-turut.

   Kecepatan, kekejian dan kehebatannya terpadu menjadi satu.

   Pada saat itu pihak lawan terdesak sampai kalang kabut, kakinya terus menyurut mundur.

   Setelah tiga serangan berakhir, tidak kurang tidak lebih dia terdesak mundur sejauh tiga langkah.

   Melihat serangannya membawa sedikit hasil, hati Tan Ki bertambah besar.

   Dia langsung melancarkan serangan yang gencar.

   Pada saat itu, si laki-laki tinggi besar baru menyadari bahwa dirinya telah salah perhitungan.

   Rupanya anak muda yang tampan dan gagah ini bukan tokoh yang mudah dihadapi.

   Pandangannya yang menganggap ringan lawan hilang seketika dan menghadapi musuh dengan segenap kekuatan.

   Kedua orang itu langsung terlibat pertarungan yang sengit.

   Tampak bayangan telapak tangan berkibaran, lengan yang sekokoh besi menimbulkan angin yang kencang.

   Dalam waktu yang singkat mereka sudah bergebrak sebanyak puluhan kali.

   Kim Yu memperhatikan gerakan bawahannya yang kadang-kadang melakukan serangan dan kadang-kadang menangkis.

   Tampaknya untuk sementara masih dapat mengimbangi lawannya dengan baik.

   Oleh karena itu hatinya menjadi lega.

   Dan dia tetap berdiri di sudut menyaksikan jalannya pertarungan.

   Kembali lima enam jurus telah berlalu, tiba-tiba gerakan Tan Ki berubah.

   Sasarannya selalu bagian tubuh yang harus diselamatkan.

   Setelah melancarkan dua tiga pukulan saja, laki-laki itu sudah terdesak sehingga kelabakan setengah mati.

   Sisa enam orang dari anggota Tujuh Serigala itu tadinya menyaksikan dengan tenang.

   Ketika melihat rekannya mulai kewalahan dan kedudukannya mulai membahayakan, tanpa sadar salah satunya langsung terjun ke tengah arena dengan maksud memberikan bantuan.

   Tan Ki tertawa terbahak-bahak.

   "Para jago dari wilayah barat, ternyata hanya sedemikian saja kemampuannya!"

   Tibatiba telapak tangannya mengepal, dia melancarkan serangan dengan gencar, tampak angin yang timbul dari tinjunya mengakibatan lengan bajunya berkibar-kibar.

   Mulut anak muda itu mengeluarkan suara suitan marah.

   Dalam waktu yang sekejap mata, dia suah mengurung kedua orang itu dengan puluhan bayangan pukulannya.

   Kim Yu yang menyaksikan hal itu, menjadi tercekat hatinya.

   Dia dapat melihat bahaya yaag dihadapi kedua bawahannya itu.

   Tanpa dapat dipertahankan lagi, dia berteriak dengan lantang.

   "Hati-hati!"

   Baru saja dia meneriakkan dua patah kata, tiba-tiba terdengar pula jeritan yang menyayat hati.

   Lalu disusul dengan suara bentakan seseorang.

   Suara-suara tadi terdengar dalam waktu yang hampir bersamaan.

   Di antara bayangan telapak tangan yang berkibarkibar, tampak seseorang menerjang keluar dengan tubuh terhuyung-huyung kemudian terkulai jatuh di atas tanah.

   Rupanya Tan Ki telah mengeluarkan ilmu barunya, yaitu Te Sa Jit-sut.

   Jurus yang dimainkannya saat itu adalah Kabut Awan Mengeluarkan Cahaya Keemasan.

   Dalam sekali gerak saja dia sudah berhasil menggetarkan dada seorang lawannya sehingga terluka di dalam.

   Ternyata Te Sa Jit-sut mempunyai kehebatan yang tidak terkirakan.

   Ilmu itu juga sangat aneh serta sulit diduga.

   Ketika dia mengerahkan lagi jurus yang keempat, kembali terdengar suara raungan marah dari pihak lawannya.

   Rupanya kembali orang yang satunya terhantam telak di bagian punggung.

   Saat itu juga tampak orang itu memuntahkan segumpal darah segar dan kakinya menyurut mundur dengan limbung sejauh lima langkah sebelum terhempas ke atas tanah.

   Dalam waktu yang singkat Tan Ki sudah berhasil melukai dua jago dari wilayah barat.

   Yang satu terhantam di bagian dada dan tidak dapat bangkit lagi, sedangkan yang satunya lagi terpukul telak di bagian belakang punggung sehingga memuntahkan darah segar dan pingsan seketika.

   Gerakan serta kepandaian yang dimilikinya ini, di seluruh dunia Bulim mungkin hanya terhitung dengan jari orang yang dapat melakukannya.

   Tanpa dapat ditahan lagi hati Kim Yu jadi tergetar, untuk sesaat dia malah jadi tertegun melihatnya.

   Dengan perasaan heran dia berpikir.

   Ilmu orang ini sangat aneh.

   Kadang-kadang tampaknya biasa-biasa saja, lalu tiba-tiba menjadi demikian hebat sampai sulit dimengerti.

   Benar-benar membuat orang bingung sampai di mana sebetulnya kehebatan ilmu silat yang dikuasainya. Ketika pikirannya masih tergerak, kembali terlihat beberapa anggota muncul ke depan.

   Rupanya mereka segera memapah rekannya yang terluka dan meminumkan obat guna meringankan luka dalam yang diderita.

   Sinar mata Tan Ki dengan datar menyapu Kim Yu sekilas.

   "Malam-malam begini kalian menyatroni rumah orang, pasti bukan tanpa sebab. Kalau dibilang ingin merampok, tangan kalian toh tidak membawa apa-apa"

   Sindirnya tajam. Kim Yu mendengus satu kali.

   "Meskipun Hengte menjadi gembel di pinggir jalan, juga tidak akan memalukan nama besar Pek Kut Kau di wilayah barat."

   "Lalu apa maksud kalian yang sebenarnya?"

   Kim Yu dapat mendengar bahwa di balik Bentakannya yang lantang terselip rasa curiga yang besar.

   Diam-diam dia mengerahkan tenaga dalamnya lalu memancarkan ke sepasang telapak tangan seakan siap melancarkan serangan setiap waktu.

   Terdengar dia batuk-batuk ringan beberapa kali.

   Padahal dia sudah melihat Tan Ki juga sudah bersiap-siap untuk menghadapinya.

   Namun dari luar dia berlagak tenang dan seolah tidak ada apapun yang mengkhawatirkan hatinya.

   "Kedatangan Hengte kali ini, hanya ingin numpang minum secawan dua cawan arak pengantin saja"

   Tan Ki tertawa dingin.

   "Rasanya alasan Saudara tidak begitu sederhana?"

   
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Kim Yu mengangkat sepasang bahunya. Bibirnya menyunggingkan seulas senyuman yang licik.

   "Kalau kau tidak percaya, yah apa boleh buat."

   Ketika keduanya sedang terlibat dalam pembicaraan, tiba-tiba tampak dua laki-laki bertubuh tinggi besar berjalan keluar.

   Orang yang berada di sebelah kiri mendadak melancarkan sebuah pukulan ke arah dada Tan Ki, sedangkan orang yang berada di sebelah kanan menerjang dengan memutar ke belakangnya serta menyerang bagian punggung.

   Keadaan Tan Ki memang sedang gusar sekali.

   Dalam dua kali gerak, dia berhasil melukai dua orang dari delapan musuhnya.

   Sekarang masih tersisa enam orang lagi, apabila dia tidak cepat-cepat menurunkan tangan keji membereskan mereka, tentu dia akan mene-mui banyak kesulitan nanti.

   Begitu pikirannya tergerak, hawa pembunuhan segera merasuki dadanya.

   Tangan kanannya memutar, lima larinya langsung membentuk cekalan dan meluncur ke arah urat nadi pergelangan tangan laki-laki tinggi besar itu.

   Sedangkan telapak tangan kirinya juga diulurkan dalam waktu yang bersamaan dan melancarkan sebuah pukulan ke arah laki-laki yang ada di sebelah kiri.

   Laki-laki yang ada di sebelah kanan segera menggeser satu langkah ke samping dan menghindarkan diri dari serangan Tan Ki seria menarik kembali tangannya sendiri.

   Sedangkan orang yang ada di sebelah kiri justru mengambil posisi tangan menahan di depan pada lalu mendorong keluar dan menyambut serangan Tan Ki dengan kekerasan.

   Begitu kedua pukulan beradu, terdengarlah suara yang menggelegar, tanpa dapat ditahan lagi Tan Ki tergetar mundur satu langkah.

   Orang itu sendiri malah terdorong oleh tenaga Tan Ki yang lebih kuat, kakinya menyurut m undur sampai lima depa jauhnya.

   Diam-diam Tan Ki merasa terkejut juga.

   Tenaga dalam orang ini cukup hebat.

   Benar-benar bukan lawan yang dapat dianggap ringan. pikirnya dalam hati.

   Segera dia menghimpun tenaga dalamnya lalu bergerak ke depan dengan melancarkan sebuah serangan.

   Dia sudah dapat menduga kalau kedua orang itu akan menyerangnya dengan siasat Timbul Suara di Barat, Menyerang dari Timur, lalu secara diam-diam membokongnya.

   Kalau dia tidak turun tangan keji melukai salah satu dian taranya, kedua lawan ini sungguh tidak mudah dihadapi.

   Oleh karena itu, begitu serangannya dilancarkan, dia sudah mengerahkan tenaga dalam sebanyak sepuluh bagian.

   Dahsyatnya bukan main.

   Kekuatan yang terkandung dalam pukulannya bagai badai yang melanda secara tidak terduga.

   Setelah beradu pukulan satu kali dengan Tan Ki, laki-laki tinggi besar yang ada di selelah kiri segera menyadari bahwa tenaga dalam Tan Ki lebih kuat, daripada dirinya.

   Tetapi Ketika anak muda itu melancarkan sebuah serangan lagi dengan gerakan seperti orang limbung, dia tetap tidak berani menghindar.

   Telapak tangannya terulur ke depan dan sekali lagi menyambut pukulan Tan Ki dengan kekerasan.

   Begitu kedua pukulan beradu, menang atau kalah segera dapat ditentukan.

   Tan Ki hanya merasa pergelangan tangannya seperti kesemutan dan tubuhnya bergetar, namun laki-laki tinggi besar itu langsung sempoyongan ke belakang.

   Setelah memuntahkan darah segai sebanyak tiga kali berturut-turut, tubuhnya pun terkulai di atas tanah.

   Laki-laki yang berada di sebelah kanan me nyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa rekannya terluka parah dalam dua gebrakan saja.

   Di wajahnya yang garang dan buas segera tersirat penderitaan yang dalam.

   Dia meraung dengan keras kemudian sepasang kepalan tangannya tampak meluncur ke depan.

   Saat itu hawa pembunuhan dalam dada Tar Ki sudah timbul, cara turun tangannya juga keji sekali.

   Dia berpikir daripada dirinya yang terluka, lebih baik dia yang melukai lawan terlebih dahulu.

   Tampak tubuhnya bergerai ke samping perlahan-lahan, tiba-tiba tangan kanannya membentuk cengkeraman dan m e luncur ke depan secepat kilat.

   Meskipun lakilaki bertubuh tinggi besar itu mempunyai niat mengelakkan diri, namun sudah terlambat.

   Tahu-tahu lengan kanannya sudah tercekal oleh tangan Tan Ki.

   Anak muda itu segera mengerahkan tenaga dalamnya lalu memuntir.

   Terdengarlah suara berderak yang menggetarkan hati.

   Tangan kanan laki-laki tinggi besar itu terputus seketika dari sambungan sendinya.

   Begitu sakitnya sehingga keningnya basah oleh keringat dingin.

   Namun tampaknya sikap orang ini sangat keras kepala, meskipun rasa sakit yang dirasakan sangat hebat, tetapi sedikit rintihan pun tidak terdengar dari mulutnya.

   Tan Ki yang melihat keadaan ini langsung memperdengarkan suara tertawa dingin.

   "Kau sangat gagah!"

   Pujinya datar.

   Tiba-tiba telapak tangannya bergerak.

   Dengan kecepatan yang sulit ditangkap pandangan mata, dia menghantam ke depan dan bahu orang itu pun terkena pukulannya dengan telak.

   Tidak perlu diragukan lagi, lengan orang yang sudah terlepas dari persendiannya menjadi hancur seketika.

   Kim Yu menyaksikan tiga orang diantara ketujuh bawahannya sudah terluka parah di tangan Tan Ki.

   Bahkan yang terakhir lengannya sampai putus dan hancur.

   Dia maklum apabila pertarungan ini diteruskan, semua bawahannya masih bukan tandingan Tan Ki dan malah akan mendapat kekalahan yang konyol.

   Oleh karena itu dia segera mendengus dingin dan melangkah maju ke depan.

   Di bawah cahaya rembulan, wajahnya menyiratkan kegusaran yang hebat.

   Sepasang matanya menyorotkan hawa pembunuhan dan tampangnya sungguh tidak enak dilihat.

   Tiba-tiba terdengar suara suitan yang panjang memecahkan keheningan malam.

   Suara suitan itu bagai gerungan seekor naga.

   Begitu nyaringnya sampai telinga orang yang mendengarnya menjadi pekak.

   Kemudian, tampak bayangan berkelebat disusul dengan berkibarnya lengan pakaian yang menderu-deru tertiup angin.

   Orang-orang yang ada di tempat itu jadi terkesiap, serentak mereka memalingkan wajahnya.

   Dalam waktu sekejap mata saja, di tempat Kim Yu dan Tan Ki berdiri telah melayang turun seorang perempuan yang berpakaian kembang-kembang dan bergaun merah serta seorang pemuda yang tampan.

   Mereka adalah si bekas budak keluarga Liu, Kiau Hun dan anak angkat si Raja iblis Oey Ku Kiong.

   Di bawah cahaya rembulan, tampaknya kedua orang itu sudah meneguk arak secara berlebihan.

   Pipi mereka berona merah dan tubuh mereka agak sempoyongan.

   Namun hal itu justru menambah kecantikan Kiau Hun serta ketampanan Oey Ku Kiong.

   Melihat adanya Tan Ki di tempat itu, tampaknya Kiau Hun benar-benar merasa di luar dugaan, untuk sesaat dia sampai tertegun.

   Matanya yang indah menyorotkan kebimbangan.

   Dia memperhatikan Tan Ki dari atas kepala sampai ke ujung kaki.

   Diamdiam hatinya berpikir.

   Alisnya menyorotkan sinar terang, sudut matanya menandakan gejolak asmara yang telah reda.

   Hal ini membuktikan bahwa dia sudah kehilangan keperjakaannya, tetapi mengapa dia bisa berdiri di tempat ini dalam keadaan sehat walafiat seperti orang lainnya.

   Apakah sebotol racun yang diberikan Oey Ku Kiong kepadaku telah kehilangan khasiatnya? Meskipun hatinya merasa terkejut dan curiga, dari luar dia berlagak tenang.

   Perlahanlahan dia melangkahkan kakinya ke depan untuk menghampiri Tan Ki.

   "Malam ini kau menjadi pengantin laki-laki, seharusnya menemani pengantin wanita serta bergembira semalam suntuk.

   Mengapa bukannya berdiam di kamar, malah datang ke tempat ini?"

   Mendengar sindirannya yattg halus, wajah Tan Ki jadi merah padam.

   Dia tidak ingin menceritakan masalah Mei Ling yang kesalahan minum teh beracun, tetapi untuk sesaat dia juga tidak mendapat jawaban yang tepat, Oleh karena itu dia hanya tersenyum simpul dan tidak memberikan sahutan.

   Kiau Hun memalingkan wajahnya menatap Kim Yu sekilas, kemudian dia menoleh kembali ke arah Tan Ki.

   "Apakah kalian baru berkelahi?"

   Tan Ki menunjuk ke arah rombongan Kim "Orang-orang ini menyelinap ke dalam gedung keluarga Liu, gerak-geriknya sungguh mencurigakan. Kim Yu tersenyum lembut. Dia segera menukas perkataan Tan Ki.

   "Hente sekalian hanya ingin menumpang minum arak barang beberapa cawan. Karena tidak ingin mengejutkan, maka masuk secara diam-diam. Masa begitu saja salah?"

   Tan Ki memperdengarkan suara tawa yang dingin.

   "Sekarang baru mengucapkan kata-kata yang rendah, apakah tidak merasa sudah agak terlambat?"

   Kiau Hun maju beberapa langkah, dia menarik tangan Tan Ki dan menasehati dengan suara lembut.

   "Sudahlah, biar bagaimana orang toh berniat baik. Tentu tidak boleh menyuruh orang pulang begitu saja. Lagipula malam ini adalah malam pernikahanmu, seharusnya tidak boleh berkelahi dan menimbulkan urusan yang mengalirkan darah atau melukai orang. Hal itu bukan saja dapat merusak suasana yang gembira, malah dapat menimbulkan perasaan tidak enak di hati orang lain"

   "Orang-orang ini merupakan anggota dari Pek Kut Kau dari wilayah barat, biar bagaimana mereka tidak dapat dilepaskan begitu saja!"

   Sepasang alis Kiau Hun langsung mengerut-ngerut. Tiba-tiba saja terselip hawa pembunuhan di dalam hatinya.

   "Bagaimana kau bisa tahu?"

   Tanyanya curiga. Tan Ki mengangkat bahunya dengan santai.

   "Pokoknya aku tahu, kau tidak perlu menyelidiki dari mana aku mendapatkan inforlmasi ini."

   Sahutnya acuh tak acuh.

   Kiau Hun dapat mendengar nada suaranya yang dingin dan kaku.

   Wajahnya juga menampilkan ketidakperduliannya.

   Namun dia hanya tersenyum simpul, tampaknya seakan tidak mengambil hati atas sikap Tan Ki.

   Perlahan-lahan dia membalikkan tubuhnya dan berjalan ke arah kamar tamu yang ada di sebelah timur.

   Oey Ku Kiong segera melangkahkan kakinya mengikuti dari belakang.

   Angin malam bertiup semilir, pakaian Kiau Hun sampai berkibar-kibar dibuatnya.

   Rambutnya yang panjang beterbangan.

   Tampak mimik wajahnya sangat aneh, seperti orang yang ingin tertawa tetapi tidak bisa.

   Kadang-kadang bibirnya tersenyum sendiri.

   Padahal saat itu dia merasa darah panas dalam tubuhnya sedang bergejolak, hatinya merasa pedih sekali.

   Dia juga merasakan penderitaan yang tidak terkirakan.

   Seakan seluruh manusia di dunia ini berada dalam jarak yang jauh sekali dengan dirinya.

   Dunia yang luas ini tidak ada seorang pun yang memaklumi isi hatinya.

   Sedangkan perasaannya demikian hampa dan sunyi.

   Dia mempunyai perasaan bahwa seluruh manusia di dunia ini mencampakkannya.

   Sedangkan perasaan ini semakin berat bagi orang yang merasa pesimis dan rendah diri.

   Perlu diketahui bahwa watak gadis ini sangat picik, jiwanya sempit.

   Dia selalu menganggap bahwa semua orang yang mengenalnya selalu menghina riwayat hidupnya.

   Tentu saja dirinya tidak dapat dibandingkan dengan Mei Ling yang merupakan putri satusatunya dari Bu Ti Sin-kiam yang terkenal dan kaya raya.

   Gadis itu selalu mendapat sambutan yang baik dan dipuja orang di mana-mana.

   Oleh karena itu, dia rela mengorbankan kecantikan wajahnya dan keindahan tubuhnya untuk merayu Tocu dari Bu Sin To di Lam Hay, sehingga dalam beberapa hari yang singkat, dari seorang budak dia diangkat menjadi selir kesayangan dan bahkan diajarkan berbagai ilmu yang sakti.

   Dengan kesuciannya, dia menukar sebuah nama kosong.

   Walaupun demikian, Kiau Hun menganggap semua itu dapat mengangkat derajatnya sendiri sehingga tidak dipandang hina lagi oleh orang-orang yang mengenalnya.

   Bahkan kalau bisa dia ingin mereka semua bertekuk lutut di bawah kakinya.

   Walaupun pengaruhnya tidak demikian besar, tetapi setidaknya hati Kiau Hun sendiri sudah agak terhibur-dapat tampil di depan umum dalam keadaan seperti sekarang ini.

   Namun begitu melihat sikap Tan Ki yang acuh tak acuh dan sinar matanya yang dingin, hatinya bagai ditusuk ribuan jarum.

   Perasaannya begitu sedih dan penderitaannya tak terkatakan lagi.

   Rupanya Tan Ki tetap menganggap dirinya sebagai budak seperti sebelumnya.

   Itulah sebabnya dia memperlakukan dirinya dengan dingin dan pembicaraannya pun menusuk.

   Tentu saja semua ini hanya anggapan Kiau Hun sendiri karena pengaruh jiwanya yang sempit dan pikirannya yang picik.

   Hal ini malah membuat khayalannya yang indah menjadi kandas.

   Rasa cintanya berubah menjadi benci.

   Dia merasa dendam sekali kepada Tan Ki! Setelah berjalan beberapa saat, tiba-tiba dia tertawa dingin.

   Langkah kakinya pun dihentikan lalu menolehkan kepalanya dan berkata dengan lembut.

   "Ku Kiong"

   Oey Ku Kiong sendiri entah sedang memikirkan apa, mendengar panggilannya yang tiba-tiba, dia bagai tersentak dari lamunan. Mulutnya mengeluarkan seruan terkejut dan kemudian bertanya.

   Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Apakah Nona memanggil aku?"

   Kiau Hun tersenyum lembut.

   "Setelah kita bertemu di Pek Hun Ceng, kau langsungjatuh cinta kepadaku tanpa memperdulikan keadaanku yang sudah kotor ini.

   Meskipun kau hanya bertepuk sebelah tangan dan mencari kesulitan bagi dirimu sendiri, tetapi dalam beberapa hari ini aku juga telah merenunginya bolak-balik.

   Antara engkau dan aku, seharusnya tidak boleh begini terus"

   Perlahan-lahan dia menarik nafas panjang kemudian melanjutkan kembali.

   "aku maklum sekali pendirianmu sebagai seorang laki-laki. Dari luar tampaknya sekeras baja, namun hatimu lembut seperti kapas. Baik kedudukan maupun ilmu silat tidak kalah dengan lainnya. Tetapi terhadap urusan cinta, kau malah merasa lebih penting dari hal lainnya. Meskipun kesulitan apa yang akan kau hadapi, tetapi kau tetap maju terus dan pantang menyerah"

   Bibir Oey Ku Kiong tampak bergerak-gerak, dia seperti ingin mengatakan sesuatu, tetapi Kiau Hun sudah lebih dulu maju selangkah dan mengulurkan tangannya yang indah serta berjari lembut dan menutup mulutnya perlahan-lahan.

   Kepalanya digeleng-gelengkan sambil tersenyum.

   "Sebetulnya kau adalah seorang pemuda yang bermasa depan cerah, tetapi ternyata malah mencintai sekuntum bunga yang layu seperti diriku. Meskipun di luarnya aku tidak berani mengatakan apa-apa, namun dalam hati kecil ini sebetulnya merasa terharu dan gem-bira, sayangnya"

   Pikirannya seperti mengingat sesuatu yang sedih dan sulit sekali.

   Belum lagi ucapannya selesai, air matanya sudah mengalir turun membasahi pipi.

   Sepasang tangannya terkulai ke bawah, kepalanya menunduk dalam-dalam.

   Tampangnya seperti orang yang menderita sekali.

   Oey Ku Kiong melihat tampangnya yang sayu justru sangat menawan.

   Dia merasa ada segulung hawa panas yang mengalir dalam darahnya dan jiwa gagahnya pun terbangkit.

   Dia menepuk bahu Kiau Hun dengan lembut.

   "Seandainya Nona mempunyai kesulitan apa-apa. Jangan ragu, katakan saja. Harap aku mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalahmu itu."

   Bibir Kiau Hun menyunggingkan senyuman meskipun pipinya masih dibasahi oleh air mata.

   "Siapa diriku dan bagaimana pribadiku, apakah kau sudah menyelidikinya dengan jelas?"

   Hati Oey Ku Kiong tercekat mendengar pertanyaannya.

   Diam-diam dia berpikir.

   Aku mengejarnya selama beberapa hari berturut-turut.

   Terus menerus aku memperhatikan gerak-geriknya.

   Walaupun aku tidak berani mengatakan bahwa cara yang kutempuh sudah termasuk luar biasa, tetapi setidaknya aku sudah berhati-hati sekali.

   Namun jejakku tetap ketahuan olehnya.

   Hal ini membuktikan bahwa perempuan ini sangat peka perasaannya, akalnya banyak dan ambisius sekali, tampaknya bukan orang yang dapat dipandang ringan Pikirannya masih tergerak, tetapi dia merasa tidak sepantasnya mengelabui perempuan yang ia cintai, oleh karena itu dia segera menjawab.

   "Kau adalah selir yang baru diangkat oleh Tocu Bu Sin To di Lam Hay. Saat ini kau ditugaskan menyelidiki keadaan di Tionggoan kasarnya, kau dijadikan mata-mata oleh kelompok pemberontak dari Samudera luar."

   Kiau Hun tersenyum manis.

   "Apakah kau tidak menganggap bahwa diriku ini sangat hina dan rendah karena menjual bangsaku sendiri?"

   Oey Ku Kiong tertawa gagah.

   "Pandangan setiap pendekar maupun orang gagah selalu berlainan. Masing-masing mempunyai pendapat sendiri dalam menilai sesuatu hal. Meskipun kau tidak mengorbankan kecantikan wajah serta keindahan tubuhmu, melainkan melakukan hal lainnya yang lebih mengejutkan, pandanganku terhadap dirimu tetap tinggi dan rasa hormat dalam hati ini tidak berkurang sedikitpun."

   "Kalau begitu kau pasti menurut apapun yang aku katakan."

   Wajah Oey Ku Kiong berubah menjadi serius.

   "Tentu saja!"

   Sahutnya penuh hormat.

   Sejak semula dia sudah terjatuh oleh senyuman Kiau Hun yang manis.

   Begitu mendengar ucapannya, dia juga tidak berpikir panjang lagi, jawabannya yang diberikan juga begitu cepat.

   Sepasang mata Kiau Hun yang indah mengerling ke sana ke mari.

   Kemudian dia mendekati telinga Oey Ku Kiong serta membisikkan beberapa patah kata, kemudian mulutnya tertawa lebar.

   "Kalau urusannya sudah selesai, aku akan menunggumu di taman bunga belakang rumah."

   Kata perempuan itu selanjutnya.

   Tangannya melambai perlahan, seakan mengucapkan selamat tinggal kepada anak muda itu.

   Setelah itu dia membalikkan tubuhnya dan melesat ke depan.

   Gerakannya bagai sambaran kilat.

   Hanya dalam beberapa kali loncatan saja, dia sudah menghilang dalam kegelapan.

   Oey Ku Kiong menunggu sampai bayangan Kiau Hun tidak terlihat lagi, baru mengerahkan ginkangnya yang tertinggi dan melesat bagai terbang ke arah semula.

   Tidak beberapa lama kemudian, telinganya menangkap suara bentakan yang lantang.

   Begitu kerasnya sehingga berkumandang ke mana-mana.

   Dia melihat seorang laki-laki bertubuh tinggi besar sedang merapat ke arah Tan Ki.

   Tangannya menggenggam sebuah tabung yang panjangnya kurang lebih dua mistar dan besarnya seperti pangkal lengan.

   Ketika dia menerjang sampai ke tempat itu, laki-laki tinggi besar tersebut sudah mendekat ke samping Tan Ki dalam jarak kurang lebih tiga depaan.

   Kemudian orang itu menghentikan langkah kakinya.

   Tabung emas di tangannya digerak-gerakkan lalu dengan posisi menahan di depan dada, dia mendorongya ke depan.

   Sejak tadi Tan Ki sudah mengerahkan hawa murninya bersiap-siap.

   Dia sudah melihat bahwa tabung emas yang ada di tangan lawannya sangat aneh.

   Oleh karena itu dia tidak ingin menempuh bahaya begitu saja, tampak sepasang bahunya bergerak.

   Dia bergeser ke samping sejauh lima depa.

   Cara mendorong tabung emas yang dilakukan laki-laki tinggi besar itu tidak terlihat kecepatan yang menakutkan..

   Ketika tubuh Tan Ki menggeser dari tempatnya semula, perlahan-lahan dia juga menarik kembali tabung emasnya.

   Tampaknya gerakan tadi hanya tipuan saja.

   Sepasang alis Tan Ki terjungkit ke atas.

   Tanpa menunda waktu dia segera mengulurkan tangannya melancarkan sebuah pukulan.

   Serangkum angin yang kencang langsung menerpa ke depan.

   Dia sudah pernah melukai beberapa orang sekaligus dalam waktu yang singkat.

   Hal ini malah membuat rasa terkejut di hati lawannya jadi berlipat ganda.

   Tiba-tiba lelaki itu menggeser langkah kakinya ke kanan dua tindak.

   Setelah berhasil menghindari, serangan pukulan Tan Ki, dia langsung bergerak maju merapat lagi ke dekat anak muda itu.

   Gerakannya kali ini cepat sekali.

   Sungguh berbeda dengan gerakan yang sebelumnya.

   Tampak tubuh laki-laki tinggi besar itu memutar kemudian melangkah lagi ke kiri dua tindak.

   Tabung emasnya diangkat ke atas lalu diulurkan ke depan.

   Saat itu juga terlihat gumpalan asap berwarna kehitaman meluncur keluar! Tan Ki memang sudah mengadakan persiapan, begitu melihat ada yang tidak wajar, dia langsung mencelat ke udara.

   Luncuran asap itu tampaknya mempunyai kedahsyatan yang tidak dapat dipandang ringan.

   Baru saja tubuh Tan Ki mencelat ke atas, tempat di mana dia berdiri tadi sudah dihempas oleh gulungan asap berwarna kehitaman itu.

   Laki-laki bertubuh tinggi besar itu melihat bahwa asap dari tabung emasnya hanya melesat lewat di bawah telapak kaki lawannya dan belum berhasil mencapai sasaran.

   Cepat-cepat dia menarik kembali tabung emasnya.

   Tangan kirinya menekan bagian bawah tabung tersebut dan diarahkan pada tubuh Tan Ki yang sedang melayang di udara.

   Sinar rembulan saat itu, merupakan detik-detik paling gelap sebelum fajar menyingsing.

   Tetapi Oey Ku Kiong bukan tokoh sembarangan.

   Dia tidak pernah mendapat kesulitan untuk melihat benda-benda di tempat yang gelap.

   Begitu dia menajamkan pandangan matanya, dia melihat belasan guratan panjang berwarna putih bagai benang-benang yang halus dengan kecepatan kilat meluncur ke arah Tan Ki.

   Gerakannya begitu cepat, bahkan melebihi jenis senjata rahasia lainnya.

   Lagipula daya capainya yang dapat menjangkau sampai sejauh itu, juga bukan hal yang dapat dilakukan, jenis senjata rahasia yang lain.

   Hati Oey Ku Kiong jadi tercekat melihatnya.

   Diam-diam dia berpikir.

   Senjata rahasia itu kecil dan halus.

   Sudah pasti sejenis jarum beracun.

   Tetapi kekuatan maupun jangkauanya malah berlipat ganda dari tenaga yang terpancar dari tangan yang menyambitkannya sendiri.

   Ayah angkatku dijuluki sebagai raja senjata rahasia, tetapi tampaknya kekuatannya masih kalah kalau dibandingkan dengan tabung emas di tangan orang ini. Tan Ki sendiri sudah melihat laki-laki ting-gi besar itu baru menggerakkan sedikit tabung emasnya langsung ada belasan carik sinar putih yang halus meluncur ke arahnya.

   Dalam jarak kurang dari satu depa saja, cahaya itu sudah memencar ke mana-mana sehingga sulit lagi ditangkap pandangan mata.

   Oleh karena itu, dia segera menghimpun hawa murninya, dan melesat lebih tinggi lagi kurang lebih satu depa.

   Dia tidak bisa menafsir-nafsir apakah jaraknya sekarang sudah cukup atau belum untuk menghindari luncuran senjata rahasia tersebut.

   Secepat kilat sepasang lengannya direntangkan dan langsung berjungkir balik lagi dua kali di udara lalu melayang turun pada jarak kurang lebih lima depaan dari tempatnya semula.

   Gerakan ginkang yang dipamerkannya, yakni sudah mencelat ke udara terus melesat sekali lagi, bahkan dapat berjungkir balik dua kali di udara tanpa melayang turun terlebih dahulu di atas tanah, benar-benar pemandangan langka di dunia Kangouw.

   Orang yang dapat.

   melakukannya juga mungkin dapat dihitung oleh jari.

   Oey Ku Kiong dan Kim Yu yang meenyaksikannya sampai termangu-ma-ngu, tanpa dapat ditahan lagi hati mereka merasa terkejut sekaligus kagum.

   Begitu matanya memandang, dia melihat gumpalan asap itu hanya meluncur sejauh satu depaan lebih kemudian berhenti menggantung di udara.

   Meskipun asap itu tampak membuyar namun reaksinya demikian lambat seperti gas udara dalam gelembung karet yang bocornya hanya seujung jarum saja serta memerlukan waktu yang lama sampai habis sama sekali.

   Bahkan asap yang membuyar itu sedemikian tipisnya sampai sulit ditangkap pandangan mata.

   Meskipun Tan Ki berusaha mengawasi dengan seksama.

   Tetapi tetap saja tampak bagai kabut yang menggumpal di atas ilalang.

   Melihat serangannya yang dua kali berturut-turut mengalami kegagalan, laki-laki bertubuh tinggi besar itu agak terpana jadinya.

   Ia malah tidak percaya terhadap kenyataan yang terpampang di hadapannya.

   Namun sesaat kemudian tubuhnya mencelat ke atas dan tangannya menggerakkan tabung emas tersebut dan menerjang ke tempat Tan Ki berdiri.

   Tan Ki tidak ingin memberi kesempatan lagi kepada laki-laki tinggi besar itu untuk meluncurkan senjata rahasianya.

   Tenaga dalamnya dikerahkan dan di saat tubuh laki-laki itu mencelat ke udara, dia juga membentak dengan suara keras kemudian melancarkan sebuah pukulan.

   Serangannya kali ini menggunakan segenap kekuatannya.

   Angin yang terpancar dari pukulannya kencang sekali bagai gelombang badai yang menerpa ke depan.

   Tubuh lakilaki itu masih mencelat di tengah udara, tak ada lagi kesempatan baginya untuk menghindarkan diri dari serangan Tan Ki.

   Tiba-tiba dia merasa dadanya bergetar dan terdorong oleh tenaga dalam Tan Ki yang besar.

   Tahu-tahu tubuhnya sudah terpental ke belakang dan patuh di atas tanah pada jarak kurang lebih tujuh depaan.

   Serangan yang dihantamkan ke udara menimbulkan getaran sampai sejauh satu depa setengah.

   Orang-orang lainnya yang ada di sekitar tempat itu sampai ikut merasakan hempasan tenaga dalam tersebut.

   Tidak satu-pun dari mereka yang hadir ditempat tersebut tidak menjadi terkejut melihat kehebatan tenaga dalam Tan Ki.

   Sepasang alis Kim Yu tampak mengerut.

   Tiba-tiba dia mengangkat tangannya ke bagian atas kepala dan melambai sebanyak dua Kali.

   Gerakan ini merupakan sandi dalam perkumpulan Pek Kut Kau.

   Orang luar tentu saja tidak mengerti.

   Laki-laki tinggi besar yang baru saja terhantam pukulan Tan Ki langsung memuntah-kan segumpal darah segar.

   Tampak dia masih berusaha bangkit tetapi tenaganya sudah hilang.

   Setelah mendengus satu kali, tubuhnya terhempas lagi ke atas tanah.

   Dia memaksa dirinya mengangkat tabung emas yang terdapat di tangan kanan dan di arah kepada Tan Ki.

   Dua titik bayangan seperti bola kecil yang berwarna biru meluncur ke depan, sasarannya sudah pasti anak muda tersebut.

   
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Wajah Tan Ki berubah menjadi agak gusar.

   Dia memperdengarkan suara tawa yang dingin.

   Tenaga dalam sebanyak tujuh bagian sudah dikerahkan pada sepasang telapak tangannya dan sudah siap dihantamkan ke depan.

   Tiba-tiba terdengar suara teriakan Oey Ku Kiong yang nyaring.

   "Tan Heng, hati-hati!"

   Pergelangan tangannya terulur dan mengibas ke depan.

   Dua butir bola baja langsung melayang keluar.

   Tepat ketika suara teriakannya sirap, bola baja yang disambitkannya dengan telak menghantam dua titik warna biru yang dikerahkan oleh laki-laki bertubuh tinggi besar itu.

   Oey Ku Kiong adalah putra angkat dari ahli senjata rahasia Oey Kang.

   Sejak kecil dia sudah mendapat latihan yang keras, dengan demikian baik penglihatan maupun pendengarannya peka sekali.

   Keahliannya dalam bidang ilmu senjata rahasia sudah pasti lebih tinggi dari orang lain.

   Dua buah bola baja yang disambitkannya mengandung tenaga yang kuat serta kecepatan yang sulit ditandingi.

   Terdengar suara beradunya kedua senjata rahasia yang disusul dengan deraian seperti kaca pecah.

   Dalam waktu sekejapan mata saja, tampak api berkobar-kobar, asap memenuhi angkasa, bahkan berpengaruh sampai jarak dua depaan.

   Meskipun sekeliling tembok ini ditumbuhi rumput-rumput yang lebat, tetapi tampaknya daya bakar benda berwarna biru yang diluncurkan oleh laki-laki tadi sangat hebat.

   Begitu meledak dan terjatuh ke atas tanah, baik batu-batuan maupun rumput semuanya terbakar dan api pun menyala besar.

   Melihat keadaan itu hati Tan Ki tercekat bukan main.

   Diam-diam dia mengeluh dalam hati.

   Kalau aku tadi menghantamnya dengan pukulan, benda berwarna biru itu pasti meledak dan memercik ke tubuhku.

   Bukankah aku bisa menjadi daging panggang dibuatnya? Tanpa terasa dia melirik ke arah Oey Ku Kiong dengan pandangan berterima kasih.

   Anak muda itu menganggukkan kepalanya sedikit.

   Bibirnya tersenyum tipis.

   Hatinya justru mempunyai pemikiran yang lain Sejak semula aku sudah menanamkan kesan baik pada dirinya.

   Kalau aku mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Cen Kouwnio dan membantunya satu dua orang, tentu aku akan mendapat kepercayaan lebih besar lagi darinya.

   Beberapa hari lagi akan diadakan pertemuan besar Bulim Tay Hwe.

   Pada saat itu dia pasti akan berpihak kepadaku dan mengatakan hal-hal yang baik tentang diriku.

   Dengan demikian aku boleh memberanikan diri maju ke depan ikut merebut kedudukan Bulim Bengcu.

   Tentu tidak ada orang lagi yang mencurigai siapa diriku ini Begitu pikirannya tergerak, dia segera mengeluarkan suara raungan yang keras.

   Kakinya dengan kecepatan kilat maju dua langkah dan merapat ke salah seorang laki-laki bertubuh tinggi besar yang masih berdiri di sudut sejak tadi.

   Dengan jurus Tiga Sorotan Matahari Menembus Pintu, ketiga jari tangannya yang tengah langsung menyerang tiga bagian urat darah penting di tubuh laki-laki tersebut.

   Serangannya belum lagi sampai, tiga gulung angin yang terbit dari ketiga jari tangannya sudah menerpa datang.

   Laki-laki itu segera menggeser langkah kakinya sambil memiringkan tubuhnya sedikit.

   Tangan kirinya segera terulur keluar dan mendorong siku Oey Ku Kiong yang terus meluncur ke depan.

   Oey Ku Kiong memperdengarkan suara tawa yang dingin.

   "Sambutlah sebuah serangan lagi!"

   Bentaknya nyaring.

   Sepasang lengannya terjulur ke depan dan dua buah pukulan yang terbagi dari atas dan bawah langsung dihantamkan ke arah lawannya.

   Serangannya yang berturut-turut ini mengandung kecepatan yang sulit diuraikan dengan kata-kata.

   Laksana kuda pilihan yang dipecut keras-keras.

   Saking terdesaknya, laki-laki tinggi besar itu terpaksa menyelamatkan dirinya terlebih dahulu.

   Kakinya menggeser ke samping dua langkah lalu menerobos keluar untuk menghindarkan serangan Oey Ku Kiong.

   Melihat serangannya dua kali berturut-turut dapat dihindarkan oleh laki-laki tinggi besar itu, Oey Ku Kiong menjadi kesal dan marah.

   Mulutnya sekali lagi mengeluarkan raungan.

   Tubuhnya kembali menerjang ke depan, tangannya menjulur keluar serta mengirimkan sebuah serangan.

   Ilmu silatnya sangat tinggi, gerakannya cepat bagai kilat.

   Meskipun jurus yang dikerahkan biasa-biasa saja, namun serangannya sangat keji serta menimbulkan suara suitan angin di udara yang menggetarkan hati orang yang mendengarnya.

   Laki-laki tinggi besar itu menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa beberapa orang rekannya berturut-turut terluka di tangan Tan Ki.

   Belum lagi tiba gilirannya bergebrak dengan anak muda itu, hatinya sudah rada ngeri.

   Ketika Oey Ku Kiong ikut terjun ke ajang pertarungan, gerakan yang dilakukannya bahkan tidak kalah gesit.

   Serangannya juga gencar sekali.

   Hatinya semakin kalang kabut.

   Baru saja dia bermaksud menghindarkan diri, tahu-tahu dia melihat pergelangan tangan Oey Ku Kiong memutar dan pergelangan tangannya sudah tercekal.

   Jurus yang dimainkannya ini bukan saja mengandung perubahan yang tidak terduga, kecepatannya juga mengejutkan.

   Pikiran laki-laki itu sedang kacau, sehingga reaksinya jadi lambat.

   Gerakan kaki tangannya jadi kaku dan tidak sepeka biasanya.

   Tiba-tiba pergelangan tangannya terasa seperti kesemutan dan seluruh tenaga dalamnya pun ikut lenyap seketika.

   Begitu serangannya mendapat hasil, dalam waktu yang bersamaan, Oey Ku Kiong segera mengirimkan sebuah tendangan ke paha kapan laki-laki itu.

   Terdengarlah suara dengusan yang berat.

   Tendangan berhasil mencapai sasaran.

   Secara berturut-turut laki-laki bertubuh tinggi besar itu tersurut mundur sejauh lima langkah.

   Dalam hati dia bermaksud mempertahankan diri sebisanya, namun sepasang bahunya terus bergoyang seperti tidak bersedia mengikuti kemauan hatinya.

   Tanpa dapat dipertahankan lagi, tubuhnya terkulai di atas tanah.

   Melihat keadaan itu, sepasang alis Kim Yu terus mengerut-ngerut.

   Diam-diam dia berpikir.

   Gerakan orang ini cepat sekali Perlahan-lahan dia maju ke depan dua langkah.

   Tubuhnya membungkuk dan menjura dalam-dalam kepada Oey Ku Kiong.

   "Ilmu Saudara sungguh mengejutkan. Orang she Kim ini tidak tahu diri ingin menjajal barang dua tiga jurus."

   Dia tidak menunggu jawaban Oey Ku Kiong lagi.

   Dengan menimbulkan angin yang kencang, sebuah pukulan sudah dilancarkan ke depan.

   Biar bagaimana Kim Yu adalah seorang manusia yang sudah banyak pengalamannya.

   Hatinya penuh pertimbangan.

   Dia langsung dapat melihat bahwa ikut campurnya Oey Ku Kiong sangat merugikan kedudukannya sekarang ini.

   Apabila ia membiarkan sisa anggota Tujuh Serigala terjun ke tengah arena, akibatnya hanya mengorbankan bawahannya secara sia-sia.

   Pertarungan yang berlangsung di tempat ini sudah memakan waktu cukup lama, hal ini tidak menjamin kalau angkatan yang lebih tua tidak bisa muncul secara tibatiba untuk melihat apa yang telah terjadi.

   Saat itu, apabila mereka ingin meloloskan diri, tentu kesempatannya lebih kecil lagi.

   Begitu pikirannya tergerak, dia segera mengambil keputusan tentang apa yang harus diperbuatnya.

   Mendadak lengannya terulur ke depan dan langsung melancarkan sebuah serangan ke arah lawannya.

   Oey Ku Kiong dapat merasa bahwa serangan yang dilancarkannya mengandung kekuatan yang dahsyat sekali.

   Untuk sesaat dia tidak berani menyambut dengan kekerasan.

   Sepasang bahunya tampak bergerak.

   Tubuhnya mencelat mundur sejauh tiga langkah, laksana segumpal awan di angkasa yang bergerak cepat dan sulit ditangkap penglihatan.

   Biar baru bergebrak satu jurus saja, namun dalam hati masing-masing sudah mempunyai penilaian sendiri terhadap ilmu kepandaian lawannya.

   Terdengar suara bentakan nyaring dari mulut Kim Yu, disusul dengan jurus Naga Sakti Muncul dari Dalam Air, tubuhnya langsung menerjang ke depan.

   Telapak kaki Oey Ku Kiong meluncur sedikit ke depan kemudian menggeser ke samping.

   Dengan gerakan indah dia menghindarkan diri lalu membalas serangan Kim Yu dengan jurus Menunjuk Langit, Mengibas Bumi.

   Tangan kiri Kim Yu pun mengganti gerakannya dengan jurus Menerobos Awan.

   Dengan cara keras melawan keras dia menyambut serangan Oey Ku Kiong yang ganas.

   Tampaknya dia ingin menyudahi pertarungan ini secepatnya.

   Wajahnya mendongak ke langit dan mulutnya mengeluarkan suara siulan panjang Tubuhnya mendesak ke depan dan siap mengadu pukulan dengan Oey Ku Kiong.

   Tiba-tiba terdengar suara tawa panjang yang memecahkan keheningan berkumandang dari kejauhan.

   Begitu menyusup ke dalam gendang telinga, hati orang yang mendengarnya langsung tergetar.

   Saat itu juga, keduanya terkejut bukan main.

   Dari suara tawanya yang panjang dan melengking tinggi memecahkan keheningan serta menyusup dari kejauhan, mereka sudah dapat menduga bahwa orang yang datang ini mempunyai ilmu silat serta tenaga dalam yang mengejutkan.

   Tanpa bersepakat lagi, keduanya menarik kembali serangan masingmasing! lalu mencelat ke samping.

   Keduanya tidak dapat mengira-ngira apakah orang yang datang ini kawan atau lawan.

   Dengan gugup mereka menolehkan kepalanya.

   Tepat pada saat itu juga, mata keduanya bagai berkunang-kunang.

   Dua sosok bayangan bagai kilat cepatnya melayang dari angkasa.

   Gerakan mereka begitu cepat namun juga begitu ringan.

   Ketika melayang turun di tanah tidak menimbulkan suara sedikitpun.

   Tan Ki langsung tercekat hatinya ketika memandang ke arah yang sama.

   Dalam waktu yang singkat, wajahnya telah berubah beberapa kali.

   Kedua orang ini sama sekali tidak asing baginya.

   Siapa lagi kalau bukan Pangcu dari Ti Ciang Pang, Lok Hong beserta cucunya Lok Ing.

   Seluruh ilmu silat Tan Ki, kecuali yang baru-baru ini berhasil diselami, yakni Tian Si Sam-sut dan Te Sa Jit-sut, adalah hasil curian milik leluhur Ti Ciang Pang.

   Oleh karena itu, begitu dia melihat kedua orang ini, perasaan hatinya jadi berubah-ubah.

   Bagai seorang maling kecil yang takut perbuatannya diketahui oleh si pemilik barang.

   Hatinya menjadi ciut.

   Bahkan sikapnya yang gagah serta angkuh sebelumnya langsung ikut lenyap entah ke mana.

   Tampak tubuh Lok Ing mencelat ke udara kemudian melayang turun dalam jarak kurang lebih dua depa dari hadapan Tan Ki.

   Mulutnya merekah serta menyungging seulas senyuman.

   "Bukankah malam ini kau menjadi pengantin?"

   "Kalau benar, memangnya kenapa?"

   Lok Ing menarik nafas panjang-panjang.

   Dia seakan sedang menahan gejolak perasaan dalam hatinya.

   Di wajahnya malah sering terlintas senyum yang belum pernah terlihat sebelumnya, seperti secara tidak langsung menyiratkan perasaan hatinya kepada Tan Ki.

   Tetapi senyuman ini hanya terlihat sekejap saja, tiba-tiba wajahnya menjadi cemberut kembali.

   Dengan ketus dia bertanya.

   "Mengapa kau tidak memberitahukan kepadaku terlebih dahulu, tahu-tahu sudah mengambil seorang isteri?"

   Terhadap pertanyaan yang lucu dan tidak memakai aturan mi, Tan Ki yang mendengarnya sampai melongo. Dia merasa pertanyaan itu benar-benar di luar dugaan.

   "Pernikahan ini tidak ada sangkut pautnya dengan dirimu, mengapa aku harus melapor dulu kepadamu?"

   Lok Ing langsung terpana. Diam-diam dia berpikir dalam hatinya. Benar juga, memangnya siapa aku ini, mengapa dia harus memberitahukannya lebih dahulu kepadaku?"

   Begitu pikirannya tergerak, otomatis matanya jadi membelalak dan mulutnya terbuka lebar.

   Untuk sesaat dia sampai tidak bisa mengatakan apa-apa.

   Tetapi pada dasarnya dia memang seorang gadis yang angkuh dan tinggi hati.

   Lagipula wataknya mau menang sendiri dan tidak pernah memakai tata krama.

   Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Meskipun dia tahu dirinya sendiri yang bersalah tetapi dia tetap merasa tidak puas.

   Setelah merenung sekian lama, otaknya tetap saja tidak mau bekerja sama mencetuskan bahan debatan, dari malu akhirnya dia menjadi marah.

   Setelah mendengus satu kali, sepasang tangannya langsung terjulur ke depan dan secara berturut-turut menempeleng pipi Tan Ki sebanyak dua kali.

   Dalam keadaan marah besar, turun tangannya juga sangat berat.

   Tubuh Tan Ki sampai limbung serta berputaran satu kali baru akhirnya berdiri tegak kembali.

   Kedua belah pipinya langsung menjadi merah dan membengkak.

   Mata Tan Ki meliriknya dengan sorotan marah.

   "Mengapa kau sembarang memukul orang?"

   Bentaknya kesal.

   "Memangnya kenapa kalau aku ingin memukulmu? Kalau kau masih merasa kurang, aku bisa menambahnya beberapa kali lagi!"

   Tan Ki merasa ada segulung hawa panas meluap ke atas kepala.

   Tiba-tiba kakinya melangkah ke depan dan tahu-tahu dia sudah mencekal pergelangan tangan Lok Ing.

   Jurus ini merupakan salah satu jurus dari ilmu Te Sa Jit-sut yang paling mengejutkan.

   Bukan saja gerakannya misterius, kecepatannya pun tidak terduga-duga.

   Hal ini membuat orang tidak sempat mengadakan persiapan sama sekali.

   Lok Ing hanya merasa pergelangan tangannya tiba-tiba seperti dijepit oleh capitan besi, tubuhnya terasa kesemutan dan tenaganya pun lenyap.

   BAGIAN XXXI Serangan ini dilakukan dengan kecepatan kilat.

   Lok Hong terkejut setengah mati.

   Dia membentak nyaring dan kakinya menerjang ke depan.

   Dengan jurus Rajawali Sakti Mengepakkan Sayap dia langsung mengulurkan tangannya mencengkeram.

   Ilmu silat orangtua ini sudah mencapai tingkat yang tinggi sekali.

   Begitu tangannya terulur untuk mencekal, meskipun dilancarkan dalam keadaan mendadak, namun mengandung kekuatan yang dahsyat.

   Suara angin yang ditimbulkannya menderu-deru, di angkasa.

   Serangannya belum sampai, terpaan anginnya sudah terasa.

   Tan Ki menggeser kakinya dan tubuhnya memutar setengah lingkaran.

   Dia berhasil menghindarkan diri dari serangan Lok Hong yang ganas.

   Namun lima jari tangan kirinya tetap mencekal pergelangan tangan Lok Ing erat-erat.

   Bagi Lok Ing yang pergelangan tangannya dicekal erat-erat, sebagian tubuhnya terasa kesemutan.

   Dia tidak sanggup lagi mengerahkan tenaga untuk memberontak.

   Tanpa dapat ditahan lagi, kakinya terseret, tubuhnya berputar lalu terjatuh ke dalam pelukan Tan Ki.

   Ketika tubuhnya berputar untuk menghindari serangan Lok Hong, tangan kanan Tan Ki sudah diangkat ke atas dan tenaga dalamnya sudah dihimpun.

   Baru saja dia bermaksud menghantamkannya ke bawah, tiba-tiba dia melihat Lok Ing membuka matanya dan menyorotkan sinar seakan menyesalkan.

   Bibirnya menyunggingkan senyuman yang tipis.

   "Apakah kau ingin membunuh aku?"

   Tan Ki jadi tertegun.

   Dia merasa suara gadis itu bagai genta yang berdentang nyaring dan menusuk gendang telinganya.

   Tanpa dapat ditahan lagi jantungnya langsung berdebar-debar.

   Diam-diam dia berpikir.

   Antara aku dan dia tidak ada kaitan dendam apapun, mengapa aku harus membunuhnya? Biar bagaimana, Tan Ki adalah seorang pemuda yang berotak cerdas.

   Begitu pikirannya tergerak, dia merasa sikapnya sangat tidak pantas.

   Hawa pembunuhan yang tersirat di wajahnya lenyap seketika.

   Perlahan-lahan dia menurunkan tangannya kembali dan membuyarkan tenaga dalam yang telah dikerahkan sebelumnya.

   Siapa kira watak Lok Ing justru angin-anginan.

   Dia memang senang mencela apapun yang dilakukan oleh orang lain.

   Melihat kemarahan Tan Ki telah reda, bahkan menurunkan kembali tangannya yang sudah diangkat ke atas, dia justru merasa tidak senang.

   Mulutnya tertawa dingin dan hidungnya mendengus berat.

   "Seorang laki-laki sejati berani berbuat berani bertanggung jawab. Kau menganggap dirimu sendiri sebagai seorang laki-laki yang gagah, mengapa apa yang kau lakukan justru ada awal tanpa akhirnya? Kalau memang ingin membunuhku untuk melampiaskan kebencianmu, seharusnya langsung memberikan sebuah kepuasan kepadaku. Dengan demikian baru patut disebut sebagai seorang laki-laki yang gagah. Tidak seperti sikapmu sekarang ini yang ragu-ragu dalam mengambil keputusan"

   Tan Ki tertawa dingin. Dia langsung menukas perkataan Lok Ing.

   "Laki-laki sejati ti-dak berdebat dengan kaum perempuan. Aku juga malas melayanimu lagi!"

   Pergelangan tangannya dihentakkan, pergelangan tangan Lok Ing pun terlepas dari cekalannya.

   Tanpa memperdulikan gadis itu lagi, dia langsung membalikkan tubuh dan melangkah pergi.

   Lok Ing melihat tampangnya dingin dan angkuh.

   Bilang tidak ingin melayani dirinya, dia benar-benar tidak memperdulikan sama sekali.

   Malah membalikkan tubuh dan pergi begitu saja.

   Tiba-tiba dia merasa dadanya seperti ditinju oleh seseorang dengan keras.

   Tanpa dapat ditahan lagi, kakinya menyurut mundur dua langkah.

   Seluruh tubuhnya bergetar kemudian terkulai ke dalam pelukan Lok Hong.

   "Ya ya bu nuhlah dia"

   Katanya dengan suara lirih.

   Suaranya juga gemetar, seakan beberapa patah kata itu diucapkan dengan seluruh kekuatan yang terkandung dalam dirinya.

   Selesai bicara, orangnya pun jatuh tidak sadarkan diri dalam pelukan Lok Hong.

   Hati orangtua itu menjadi perih melihat keadaan cucu kesayangannya.

   Rambutnya yang sudah memutih sampai berdiri semua.

   Dia membentak dengan suara keras.

   "Berhenti!"

   Pada saat itu, entah apa yang sedang dipikirkan oleh Tan Ki.

   Suara bentakan Lok Hong yang menggelegar seakan tidak terdengar oleh telinganya.

   Dia tetap melangkahkan kakinya ke depan dan tidak menoleh sekalipun.

   Biar bagaimana, Lok Hong merupakan Pangcu Ti Ciang Pang generasi sekarang.

   Kedudukannya sangat tinggi, namanya sudah menggemparkan dunia persilatan.

   Biasanya dia disegani oleh setiap orang.

   Kewibawaannya membuat orang merasa sungkan.

   Mana pernah dia menerima penghinaan seperti ini.

   Melihat sikap Tan Ki yang meneruskan langkahnya dengan membisu serta tidak memperdulikan sama sekali, wajahnya langsung berubah hebat.

   Hawa amarah dalam dadanya seperti hendak meledak.

   Tetapi bagaimanapun perasaan sayangnya kepada cucu melebihi segalanya.

   Dia menarik nafas panjang-panjang kemudian berusaha menekan hawa amarah dalam hatinya.

   "Anak manis, bagaimana keadaanmu?"

   Tangannya segera meraba kening Lok Ing, suaranya sangat lembut dan wajahnya menampilkan perasaannya yang khawatir dan cemas.

   Oey Ku Kiong mengeluarkan sebuah botol berwarna hijau dari dalam saku pakaiannya.

   Dia menuangkan dua butir pil berwarna merah putih dan berjalan menghampiri Lok Hong.

   Wajahnya serius sekali.

   "Cucu Tuan mendapat pukulan bathin yang hebat, hawa murninya memenuhi hati. Itulah sebabnya dia menjadi tidak sadarkan diri. Obat Cayhe ini dapat menyegarkan pikiran dan membuyarkan hawa murni yang mengendap. Setelah diminumkan kepadanya, pasti akan"

   Lok Hong mendengus dingin.

   "Minggir! Siapa yang tahu apa yang terpendam dalam hatimu, entah obat asli atau obat palsu yang kau berikan kepadaku, memangnya baru pingsan atau luka seringan ini saja, aku tidak bisa mengobati sendiri?"

   Bentaknya ketus.

   Oey Ku Kiong kali ini benar-benar kena batunya.

   Wajahnya langsung berubah hebat.

   Tetapi sesaat kemudian, tampangnya sudah normal kembali seperti biasa.

   Tetapi dia justru memaki-maki dalam hati.

   Kalau bukan karena Cen Kouwnio yang memesankan berulang kali agar aku melayani kalian baik-baik, sehingga rencananya dapat berhasil, mana sudi aku menerima penghinaan dan bentakan seperti sekarang ini.

   Setelah urusan ini selesai, aku pasti akan mengunjungi Ti Ciang Pang kalian dan meminta pelajaran barang beberapa jurus ilmu kalian yang hebat itu! Tetapi di luar bibirnya malah menyunggingkan senyuman dan menyurut mundur kembali.

   Setelah mengundurkan diri, Lok Hong langsung menghimpun hawa murninya dan sebelah tangannya terjulur ke depan dan menempel di punggung Lok Ing.

   Dia mendorong hawa murni dalam tubuhnya dan menyalurkannya ke jantung Lok Ing agar hawa panas yang mengendap dapat buyar.

   Kurang lebih sepeminum teh kemudian, baru terdengar Lok Ing menghembuskan nafas panjang.

   Perlahan-lahan dia membuka matanya.

   Beberapa tetes air mata tiba-tiba mengalir turun dari bulu matanya sebelah bawah.

   Pakaian Lok Hong di bagian dadanya sampai basah oleh tetesan air mata tersebut.

   Rambutnya indah beterbangan tertiup angin malam.

   Tampangnya sungguh menyayat hati dan mengenaskan.

   Sepasang matanya mengerling, dia melihat bayangan punggung Tan Ki yang kekar dan angkuh di kejauhan.

   Anak muda itu melangkah dengan cepat.

   Lok Ing menudingkan jari tangannya, tetapi teng-gorokkannya bagai tercekat berbagai macam benda sehingga sepatah katapun tidak terucap oleh bibirnya.

   Tampangnya bagai memendam gejolak perasaan, mimik wajahnya seperti orang yang menderita sekali.

   Lok Hong meletakkan cucu kesayangannya agar berdiri tegak.

   Dia berkata dengan suara yang lembut.

   "Berdirilah di sini diam-diam, Yaya akan membawanya kembali."

   Wajahnya mendongak lalu menarik nafas dalam-dalam.

   Dari dalam perutnya keluar suara seperti suitan panjang, kumandangnya bagai menembus awan biru.

   Sepasang tangannya merentang, bagai seekor rajawali sakti tubuhnya melesat ke udara.

   Ilmu silatnya sudah mencapai tingkat kesempurnaan, hawa murninya tinggi sekali, dia dapat menggerakkannya sesuai keinginan hati.

   Begitu melonjak ke atas, kecepatannya tak perlu ditanyakan lagi.

   Dia mengerahkan segenap kemampuannya, udara bagai tertembus.

   Pakaiannya sampai mengibar-ngibar sehingga menimbulkan suara angin yang menderu-deru.

   Ketika tubuhnya mencelat ke udara lalu melayang turun kembali.

   Dia mendarat tepat menghadang di depan Tan Ki.

   Tangannya terulur dan mendorong ke depan.

   "Kembali!"

   Bentaknya lantang.

   Serangkum tenaga yang dahsyat terpancar keluar dari dalam lengan bajunya.

   Kekuatan itu meluncur ke arah dada Tan Ki yang sedang berlari dengan cepat.

   Tan Ki merasa serangannya itu bagai gulungan ombak yang melanda ke arahnya.

   Tajamnya bagai belahan kapak, kekuatannya dahsyat mengejutkan.

   Hatinya tercekat.

   Dengan panik, dia mengempos hawa murni ke arah dada dan mendadak mencelat mundur sejauh lima depa.

   
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Lok Hong mendengus dingin.

   "Gerakan yang bagus sekali!"

   Kaki kirinya terangkat ke atas lalu melakukan gerakan menyapu.

   Tubuh Tan Ki baru berhenti dengan tegak.

   Melihat serangan itu, dia menarik tubuhnya ke belakang, namun tahu-tahu telapak tangan Lok Hong sudah meluncur ke depan dan jaraknya hanya tinggal setengah depa saja.

   Gerakannya begitu cepat dan mendesak ke depan, hal ini membuat Tan Ki tidak mempunyai pilihan lain, kalau tidak ingin dadanya terhantam telak.

   Dia terpaksa melancarkan telapak tangannya dan menyambut serangan Lok Hong dengan cara keras lawan keras.

   Oleh karena itu, dia segera memutuskan untuk melakukan hal yang terakhir.

   Telapak tangannya memutar dan meluncur ke depan menyambut datangnya serangan Lok Hong.

   Dia merasa meskipun serangan itu sangat cepat tetapi tidak mengandung tenaga yang kuat.

   Baru saja hatinya merasa heran, tiba-tiba dia merasa ada serangkum kekuatan yang tidak berwujud tahu-tahu mendesak ke bagian perutnya! Rupanya Lok Hong tidak mengerahkan tenaga dalamnya benar-benar ke arah telapak tangan.

   Ketika kedua kekuatan beradu, barulah dia mengerahkan tenaga dalam sepenuhnya dan melancarkannya secara diam-diam ke arah lawan.

   Lok Hong bermaksud melukai anak muda itu dalam sekali gerak dan meringkusnya hidup-hidup ke hadapan cucu kesayangannya untuk diberi hukuman yang pantas.

   Termakan serangan yang dilancarkan secara diam-diam itu, tubuh Tan Ki langsung tergetar.

   Tanpa dapat ditahan lagi kakinya menyurut mundur lima langkah.

   Tubuhnya terhuyung-huyung dan kakinya tidak dapat berdiri dengan mantap.

   Lok Hong tertawa dingin.

   "Sinar kunang-kunang saja berani menentang cahaya matahari, cepat menggelinding kembali!"

   Sepasang bahunya tampak bergerak, kakinya mendesak ke depan.

   Tangan kanannya mengambil posisi menahan di depan dada lalu mendorong keluar.

   Tan Ki merasa dirinya bagai dicelupkan ke dalam kolam es.

   Tubuhnya menggigil.

   Hatinya tergetar.

   Melihat Lok Hong melancarkan sebuah serangan lagi, mulutnya langsung mengeluarkan suara teriakan lantang, keberaniannya dibangkitkan.

   Kembali dia mengulurkan telapak tangannya dan menyambut serangan Lok Hong dengan kekerasan.

   Kali ini dia melakukan serangan balasan dengan mengerahkan sepuluh bagian tenaga dalamnya.

   Tetapi kekuatan yang dahsyat itu tidak menimbulkan suara sedikitpun.

   Hal ini merupakan serangan tingkat tinggi dari seorang yang sudah tergolong jago kelas satu.

   Begitu kedua kekuatan beradu, persis seperti selembar daun yang jatuh ke atas tanah.

   Tidak sedikitpun suara yang terdengar, namun Lok Hong mengeluarkan suara dengusan yang berat.

   Tubuhnya langsung mencelat ke udara, sedangkan Tan Ki tergetar mundur sampai lima enam langkah baru dapat berdiri kembali dengan tegak.

   Tampak sepasang mata Tan Ki mendelik lebar-lebar.

   Cahaya yang terpancar sangat dingin.

   "Bagaimana kalau kau menyambut satu lagi serangan dari Lohu?"

   Tanyanya dengan nada membentak.

   Telapak tangan kanannya dengan tergesa-gesa melancarkan sebuah pukul-an, dalam waktu yang bersamaan tubuhnya juga mendesak ke depan.

   Serangannya ini tidak sama dengan dua gerakannya yang pertama, begitu telapak tangannya terulur keluar, langsung terasa angin kencang yang menderu-deru bagai badai dahsyat seketika melanda ke arah Tan Ki.

   Mimik wajah Tan Ki berubah menjadi serius sekali.

   Dia berdiri tegak bagai sebuah patung, tahu-tahu tangannya menjulur ke depan dan melancarkan sebuah pukulan.

   Dari dua gebrakan pertama tadi, Tan Ki sudah tahu bahwa tenaga dalam Lok Hong sudah mencapai taraf yang tinggi sekali.

   Tampaknya orangtua ini juga melatih sejenis Lwekang yang mengandung daya Im sehingga tenaganya mengandung getaran yang menggi-gilkan dan dapat menggetar putus urat nadi lawannya.

   Oleh karena itu, pukulannya kali ini dilancarkan dengan hati-hati sekali.

   Ketika kedua kekuatan kembali beradu, terjadilah angin topan yang kencang.

   Di dalamnya juga terkandung hawa dingin dan menerobos ke arah pukulan Tan Ki yang dilancar-kan untuk melindungi diri.

   Begitu serangan itu melanda datang, tubuhnya langsung terasa disusupi hawa dingin sehingga pori-porinya jadi menyusut namun bulu kuduknya merinding semua.

   Hatinya terkejut sekali.

   Cepat-cepat dia mencelat ke udara setinggi kurang lebih lima depa.

   Beberapa serangan Lok Hong yang gencar membuat Tan Ki terpaksa menggerakkan tangan menyambut.

   Kakinya terdesak mundur dan mundur lagi.

   Tanpa terasa dia sudah mun-dur kembali ke tempat semula, namun dia sendiri masih tidak menyadarinya.

   Tiba-tiba Lok Hong memperdengarkan suara tawa yang keras.

   "Hati-hatilah!"

   Bentaknya keras.

   Tangannya terulur dan dengan perlahan-lahan kembali dia melancarkan sebuah pukulan.

   Tangan kanan Tan Ki mengibas, sebuah serangan dilancarkan dengan jurus Bintang-Bintang Berputaran di Langit, tubuhnya menggeser ke samping sejauh lima depa.

   Dengan cara ini dia menghindarkan diri dari serangan Lok Hong.

   Dalam beberapa bulan terakhir ini, secara berturut turut dia sudah bergebrak dengan berbagai tokoh tingkat tinggi dunia Bulim.

   Pengalamannya semakin bertambah.

   Hatinya maklum, dengan mengandalkan nama besar yang telah dipupuk oleh Lok Hong, serangan yang tampaknya biasa-biasa saja ini pasti mengandung kekuatan yang mengejutkan.

   Bahkan mungkin merupakan suatu jurus yang mematikan.

   Kalau tujuannya bukan hendak memancing lawan, pasti di baliknya terdapat keistimewaan yang tidak dapat dianggap enteng.

   Oleh karena itu, dia segera menggeser kakinya menghindar dan berjaga-jaga terhadap serangan yang tidak terduga-duga.

   Dalam sekejap mata kedua telapak tangan segera beradu, ternyata di balik serangan Lok Hong yang tampak sederhana itu mengandung segulungan tenaga yang tidak berwujud dan membuat Tan Ki tidak dapat mendesak lebih maju.

   Dalam serangan itu juga terkandung rangkuman kekuatan yang dapat mendorong tenaga Tan Ki sehingga memantul kembali kepada dirinya sendiri.

   Hatinya merasa panik, tiba-tiba terlihat kaki Lok Hong bergerak.

   Dengan kecepatan seperti kilat tubuhnya mendesak ke depan, telapak tangannya mengambil posisi menahan di depan dada kemudian didorongkan ke depan sekuat tenaga untuk menghantam tubuh Tan Ki.

   Kejadian itu berlangsung dalam waktu sekedipan mata saja.

   Terdengar suara yang menggelegar.

   Serangkum kekuatan yang dahsyat sekali sudah menghantam telak dada anak muda tersebut.

   Tenaga yang terkandung dalam serangannya ini hebat bukan main.

   Terdengar mulut Tan Ki mengeluarkan suara keluhan lalu membuka dan memuntahkan segumpal darah segar.

   Tubuhnya sempoyongan seperti orang mabuk dan dengan terhuyung-huyung menyurut mundur ke belakang.

   Sepasang bahunya tampak bergerak-gerak.

   Hatinya bermaksud memantapkan langkah kakinya dan tidak ingin tubuhnya terjatuh ke atas tanah.

   Setiap kali melangkah mundur, dia menjejakkan kakinya kuat-kuat di atas tanah, sampai menimbulkan suara debuman.

   Tetapi akhirnya keinginan hati itu tidak terlaksana juga.

   Setelah menyurut mundur dengan limbung sejauh tujuh delapan langkah, tubuhnya terkulai juga di atas tanah.

   Apabila dua orang ahli silat bergebrak, kejadiannya hanya berlangsung dalam waktu yang singkat.

   Jumlah jurus yang dilancarkan kedua orang itu keseluruhannya hanya empat serangan saja.

   Dari awal hingga akhir hanya memakan waktu kurang lebih sepenanakan nasi.

   Oey Ku Kiong dan Kim Yu yang menyaksikannya sampai ikut terkesiap.

   Mereka merasa bahwa setiap serangan maupun tangkisan yang dilancarkan kedua orang itu mengandung keanehan yang jarang terlihat.

   Meskipun akhirnya Tan Ki terluka di tangan Lok Hong, namun mereka merasa kekalahannya itu didapatkan dengan gemilang.

   Lok Hong tertawa terbahak-bahak.

   Dia melangkah ke depan dengan cepat.

   Tampak dia membungkukkan tubuhnya dan mengangkat Tan Ki yang sedang terluka parah.

   Gerakan

   

   Tiraikasih Website
http.//kangzusi.com

   nya sangat cepat dan luwes sekali. Sekejap mata saja dia sudah kembali lagi ke samping Lok Ing. Mulutnya merekahkan tertawa yang lebar.

   "Orang ini aku serahkan kepadamu. Apapun yang ingin kau lakukan, jangan ragu-ragu sedikitpun. Mati hidup tergantung dirimu sendiri. Segala akibatnya Yaya akan bertanggung jawab. Kau tidak perlu khawatirkan hal ini!"

   Meskipun mulutnya berkata demikian, tetapi hatinya khawatir Tan Ki pura-pura terduka parah dan tiba-tiba melancarkan sebuah serangan kepada cucunya.

   Secara diamdiam dia mengulurkan jari tangannya untuk menekan sebuah urat darah di bagian pinggang anak muda itu.

   Sepasang mata Kim Yu mengerling ke sana ke mari.

   Diam-diam dia mempertimbangkan keadaan di sekitarnya.

   Hatinya berpikir bahwa perdebatan di antara kedua pihak lawan masih belum berakhir, tentu mereka tidak mempunyai kesempatan untuk mengurus hal lainnya.

   Kalau pertikaian itu memakan sedikit waktu lagi, maka berarti dia mempunyai kesempatan beberapa menit untuk melarikan diri dari tempat itu.

   Tetapi dia melihat sudut bibir Oey Ku Kiong terus menerus mengulumkan seulas senyum yang membuat hatinya menjadi sebal.

   Matanya yang menyorotkan sinar dingin tidak henti-hentinya melirik ke arah dirinya.

   Lagaknya seperti sengaja juga tidak, seakan secara diam-diam mengawasi dirinya serta gerak- geriknya, sehingga untuk memberi isyarat kepada rekannya yang lain saja tidak ada peluang sama sekali.

   Tanpa dapat ditahan lagi, dia mendengus satu kali dengan penuh kebencian.

   Hatinya semakin kesal juga panik memikirkan keadaannya sendiri.

   Pikirannya terus melayang-layang memikirkan cara menyelamatkan diri, tiba-tiba telinganya menangkap raungan kemarahan.

   Cepat-cepat dia mendongakkan wajahnya untuk melihat.

   Tampak lengan kanan Lok Hong dikibaskan.

   Orangtua itu berteriak dengan suara keras.

   "Minggir!"

   Mata dan telinga Lok Hong peka bukan kepalang, baru saja teriakan itu terucapkan, indera pendengarannya telah menangkap suara desiran senjata yang menerobos diantara angin yang bertiup.

   Sepasang bahunya tampak bergerak dan tubuhnya langsung bergeser sejauh tiga langkah.

   Meskipun saat itu dia sedang membopong Tan Ki, sehingga menambah beban dirinya, tetapi kelebatan tubuhnya tetap begitu cepat sampai sulit diikuti pandangan mata.

   Segurat sinar berwarna putih melesat lewat cahaya rembulan yang suram bagai luncuran anak panah melayang datang.

   Lok Hong memiringkan tubuhnya.

   Senjata rahasia itu lewat di samping telinganya dan mengeluarkan suara dentangan seakan menghantam ke tem-bok pekarangan.

   Terdengar gema suaranya yang lirih kemudian menyatu dengan keheningan suasana.

   Lok Hong masih belum mendongakkan kepalanya, namun mulutnya sudah mengeluarkan suara bentakan.

   "Siapa? Berani-beranian membokong Ld-hu!"

   Terdengar suara sahutan berupa tawa dingin yang lembut.

   "Coba lagi gerakan Man Tian Hua-ho alias Hujan Bunga di seluruh penjuru bumi ini!"

   Baru saja ucapannya selesai, sekumpulan sinar berwarna keperakan meluncur datang dengan berpencaran.

   Serangan orang itu kali ini aneh sekali.

   Sasarannya tidak langsung ke bagian tubuh Lok Hong, tetapi berputaran dan memercik ke mana-mana.

   Begitu sampai ke tempat Lok Hong berdiri, sinar itu baru berkumpul menjadi satu lalu meletus bagai bunga api.

   Segulungan demi segulung garis putih bagai mempunyai sukma masing-masing meluncur pesat bagai kilat.

   Cahayanya memijar bahkan memencar sampai jarak lima depa.

   Bahu Lok Hong agak dimiringkan, tubuhnya mendadak melesat ke atas.

   
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tampak jubahnya yang panjang dan longgar berkibar-kibar bagai sedang menari-nari.

   Gerakannya lak-sana segumpal awan yang perlahan-lahan berarak ke atas.

   Dan meskipun gerakannya itu lambat, tetapi sinar putih yang meluncur pesat itu tidak dapat mendekatinya lebih jauh dan satu depa.

   Rembulan hampir menyembunyikan seluruh dirinya di balik awan.

   Suasana gelap sekali, tetapi sinar putih keperakan itu berkilauan, juga menimbulkan suara angin yang berdesir lalu melesat lewat di bawah kaki Lok Hong.

   Ketika tubuhnya mendarat turun ke atas tanah, tiba-tiba dari balik kegelapan kembali terdengar suara tawa yang dingin tadi.

   Sepasang alis Lok Hong terjungkit ke atas, perasaan tidak senang langsung tercetus keluar.

   "Memangnya apa kehebatan Man Tian Hua-ho milikmu itu?"

   Bentaknya marah. Suara yang lembut namun ketus itu kembali berkumandang sepatah demi sepatah.

   "Masih ada lagi Bintang Jatuh Sebesar Jempol Jari!"

   Begitu ucapannya selesai, tidak terdengar sedikitpun desiran senjata rahasia.

   Meskipun Lok Hong menjaga martabat dirinya dan sampai sekarang belum melakukan serangan balasan, tetapi cara turun tangan yang lain dari biasanya serta tenang mencekam ini justru membuat hatinya bergetar.

   Tanpa dapat menahan rasa penasaran di hatinya, dia segera mendongakkan kepalanya dan mempertajam indera penglihatannya.

   Tampak serenceng sinar berwarna keperakan membawa cahaya yang panjangnya kurang lebih sedepa sedang meluncur ke arahnya.

   Rencengan sinar ini menyatu dan tidak memencar seperti yang sebelumnya.

   Gerakannya lamban tidak tergesa-gesa.

   Jauh berbeda dengan rangkaian titik-titik seperti hujan yang terlihat sebelumnya.

   Namun di balik cahaya yang bergerak lurus itu terselip ketegangan yang tidak terkatakan.

   Lagipula rencengan senjata rahasia ini bergerak lurus dan meskipun Kampaknya lamban namun sebetulnya meluncur dengan pesat.

   Semuanya berkumpul menjadi sebuah titik garis yang panjang.

   Meskipun Lok Hong sudah mempertajam indera penden-garannya, tetap dia tidak dapat menafsir berapa jumlah senjata rahasia itu sebenarnya.

   Hatinya terasa terperanjat, tidak menunggu sampai luncuran senjata rahasia itu mendekat ke arahnya, tubuhnya langsung bergerak dan melesat ke samping kira-kira lima depaan.

   Baru saja tubuhnya bergerak, tiba-tiba terdengar suara Ting! Tang! Bintang berwarna perak yang meluncur pertama-tama mendadak melesat cepat bagai seekor kuda liar yang terlepas dari tali kendalinya.

   Gerakannya semakin cepat, luncurannya seperti roh gentayangan yang terus mengikuti dari belakang.

   Cara mencapai sasarannya yang aneh itu sampai sulit diuraikan dengan kata-kata.

   Kemudian disusul lagi dengan dua kali suara desiran yang lirih.

   Tiga titik bintang perak yang dari lurus luncurannya berubah menjadi beterbangan ke mana-mana.

   Kemudian terdengar lagi serentetan.

   Tang! Ting! Tang! Yang berbunyi terus-terusan.

   Serenceng cahaya perak kembali memijarkan cahaya ke sekitar tempat itu.

   Bagai curahan hujan yang deras dan semuanya menjadi satu menuju ke tubuh Pangcu dari Ti Ciang Pang tersebut.

   Malam yang dingin sebentar lagi akan berlalu.

   Kumpulan bintang mulai memudar, waktu ini merupakan detik-detik paling sunyi menjelang fajar.

   Namun suara dentangan itu terus saling susul menyusul menimbulkan ke-bisingan.

   Suara yang menggetarkan itu bagai lonceng kematian yang menandakan ajal telah tiba.

   Belum lagi senjata rahasianya sampai, suaranya sudah menimbulkan kejutan yang mengerikan.

   Orang yang berdiri menyaksikan hal tersebut hanya merasa matanya berkunang-kunang.

   Sepasang mata Lok Hong membuka lebar-lebar.

   Sinarnya menusuk bagai sebatang anak panah yang tajam.

   Dia memperhatikan titik bintang berwarna perak itu lekat-lekat juga hujan perak yang memencar di sekitarnya.

   Tampangnya demikian tenang seakan tidak ambil perduli sama sekali.

   Tubuh Lok Hong mencelat ke udara, sebentar saja dia sudah keluar dari kurungan hujan senjata rahasia tersebut.

   Ketika dia menolehkan kepalanya, dia melihat setitik sinar perak yang mula-mula meluncur tadi sudah mengancam bagian punggungnya dalam waktu yang singkat.

   Tanpa dapat ditahan lagi hatinya terkesiap setengah mati.

   Justru di saat yang paling menentukan mati hidupnya ini, tiba-tiba Lok Hong mengulurkan tangannya.

   Dengan kecepatan yang tak terkirakan dia menyentil.

   Terdengar suara dentingan yang lirih, cahaya perak yang sedang meluncur itu dengan telak kena disentilnya sehingga buyar seketika dan memercik ke mana-mana.

   Setelah mengulurkan jari tangannya menyentil, dengan posisi tidak berubah tubuh Lok Hong mencelat ke udara.

   Bagai telah diatur olehnya, percikan cahaya perak tadi terbagi dua kelompok berderai jatuh di kiri kanan tubuhnya.

   Oey Ku Kiong dan Kim Yu yang menyaksikan hal itu tanpa sadar meneriakkan suara pujian.

   "Sentilan yang hebat gerakan tubuh yang bagus!"

   Sinar mata Lok Hong mengerling sejenak, lalu berhenti pada gerombolan semak yang jaraknya kurang dua depaan. Dia berkata dengan suara lantang.

   "Lohu sudah menyambut dua serangan senjata rahasia anda secara berturut-turut, entah ada ilmu apa lagi yang mengejutkan?"

   Dari balik gerombolan semak itu terdengar suara seorang wanita yang lebih mirip ratapan.

   "Kau majulah ke depan lima langkah, coba sambut lagi ilmu Tiga Kakak Beradik Bergandengan Tangan serta Pelangi Membias Sehari Penuh!"

   Lok Hong merenung sejenak.

   "Kalau ingin Lohu menjajal dua macam ilmu itu boleh saja, tetapi kau harus berdiri di depan agar Lohu dapat melihat siapa adanya anda ini?"

   Dari balik kegelapan berjalan keluar seorang wanita setengah-baya dengan dandanan dan pakaian sederhana.

   Di bagian punggungnya menggembol sepasang golok bulan sabit.

   Dia melangkah dengan perlahan-lahan.

   Bagi orang-orang yang ada di sekitar tempat itu, wanita setengah baya ini tampak asing sekali.

   Tanpa terasa Lok Hong jadi termangu-mangu sesaat.

   Sepasang matanya dirapatkan perlahan-lahan, dia sedang memeras otaknya.

   Tetapi biar bagaimanapun dia tidak mengingat kalau di dunia Bulim ada seorang tokoh wanita seperti nyonya di hadapannya ini.

   Dalam pikirannya, dia masih mengira kalau cucu kesayangannya yang sehari-harinya sangat ugal-ugalan dan tidak memakai peraturan telah berbuat kesalahan kepada nyonya ini.

   Oleh karena itu sepasang alisnya langsung mengerut dan tanpa dapat ditahan lagi dia melirik sekilas kepada Lok Ing.

   Tetapi mimik wajah gadis itu juga seperti orang yang kebingungan, tampaknya gadis itu sendiri tidak pernah mengenal wanita setengah baya ini.

   Hatinya benar-benar merasa penasaran, perasaannya menjadi bimbang tidak menentu.

   Tiba-tiba dia melihat Tan Ki yang lemas dan terkulai dalam pelukan Lok Ing berubah hebat wajahnya sejak kemunculan wanita setengah baya ini.

   Matanya membelalak lebarlebar.

   Mukanya mengerut-ngerut seakan menahan perasaan hatinya yang bergejolak, namun diantaranya juga tersirat perasaan marah.

   Dua macam perasaan yang berbeda, yakni marah dan terharu berkecamuk dalam hati anak muda itu.

   Hal ini membuat mimik wajahnya menjadi aneh, sehingga menimbulkan kesan seperti orang yang gembira sekaligus marah.

   Tampangnya luar biasa aneh dan tidak sedap dipandang.

   Wanita setengah baya yang berpakaian sederhana itu menatap sekilas ke arah lengan pakaian Lok Hong.

   Dia berkata dengan suara lirih.

   "Kalau dilihat dari sulaman telapak berwarna emas yang ada di ujung lengan bajumu, tampaknya kau ini orang dari Ti Ciang Pang?"

   Lok Hong mendengus satu kali.

   "Pandangan Nyonya hebat sekali. Lohu memang kepala dari perkumpulan Ti Ciang Pang tersebut."

   "Tokoh kelas tinggi di kolong langit ini banyaknya seperti awan di langit, tetapi orang yang dapat menghindar dari serangan Man Tian Hua-ho dan Ci Bu Liu-sing milikku, mungkin hanya ada beberapa orang saja. Hal ini membuktikan bahwa ilmu silatmu pasti cukup tinggi, apalagi di ujung lengan bajumu terdapat sulaman telapak emas. Dengan demikian aku jadi teringat bahwa kau tentunya berasal dari Ti Ciang Pang di wilayah Sai Pak."

   Lok Hong melihat wanita setengah baya ini berwajah cantik.

   Pakaiannya sederhana, penampilannya keibuan dan lemah lembut, namun ilmu senjata rahasianya sangat mengejutkan.

   Dapat dipastikan kalau wanita ini bukan tokoh sembarangan.

   Oleh karena itu dia memasang wajah serius sambil bertanya.

   "En-tah siapa nama Saudari yang mulia?"

   "Aku bernama Ceng Lam Hong"

   Wanita setengah baya itu sambil mengembangkan senyuman yang datar. Hati Lok Hong jadi tertegun.

   "Ternyata memang wanita yang namanya tidak pernah terdengar di dunia Bulim, tidak heran kalau Lohu tidak mengenalnya."

   Kemudian tampak orangtua itu menarik nafas pancang dan diam-diam mengerahkan hawa murni dalam tubuhnya.

   "Sekarang juga Lohu akan menyambut dua macam ilmu yang anda sebutkan tadi!"

   Perasaan hati Tan Ki saat ini bagai aliran sungai yang deras, beribu-ribu kenangan melintas di kalbunya.

   Perlahan-lahan dia memejamkan matanya, maksudnya ingin mengatur pernafasan dengan ilmu yang baru dikuasainya.

   Dengan demikian mungkin gejolak perasaan di dalam hatinya dapat tenang kembali.

   Tetapi malah kegagalan yang didapatkan.

   Dalam keadaan seperti itu, konsentrasinya tidak dapat dipusatkan.

   Berbagai bayangan melintas di depan pelupuk matanya, berbagai ingatan juga tidak mau ketinggalan ikut bersatu dalam benaknya.

   Dia teringat akan dendamnya yang belum terbalaskan, persahabatan yang belum tuntas, juga berbagai kegembiraan, kesedihan, kegetiran yang telah dialaminya sejak menerjunkan diri di dalam dunia Kangouw.

   Matanya terpejam rapat-rapat.

   Rasanya ingin membandingkan suara ibunya sekarang dengan masa kecil ketika dia ditinggalkan.

   Dia berharap dari suara yang lebih mirip ratapan tadi, ingatannya dapat kembali ke masa kecil yang bahagia.

   Tetapi setelah memikirkan sejenak, diam-diam dia menertawakan dirinya sendiri.

   Mengapa perasaan ini selalu demikian melankolis? Kalau kenyataannya wanita ini sudah mengkhianati ayahnya dan kabur bersama laki-laki lain, mengapa dia harus mengingat kembali masa lalunya? Bukankah hal ini cuma menambah penderitaan dan penyesalan dalam hatinya? Tetapi pandangan yang picik dan sudah berakar dalam sanubarinya malah bertentangan dengan semacam kerinduan yang tidak dapat dihilangkan secara keseluruhan di dalam hatinya.

   Dia merasa tindakan ibunya yang meninggalkan dirinya tanpa pesan apa-apa dan kabur dengan seorang laki-laki serta berbuat kesalahan besar sebagai seorang isteri, mem-buat perasaannya yang memang sudah hampa dan menderita melahirkan lagi segulungan ke-bencian yang tidak terkirakan.

   Namun begitu bertemu dengan ibunya, di balik kebencian yang sudah berakar, juga menyelinap perasaan kasih.

   Biar bagaimana Ceng Lam Hong adalah ibu kandung yang melahirkannya.

   Perasaan hatinya bagai kitiran angin yang dalam waktu singkat telah memutarkan berbagai bayangan.

   Dia melihat tampang Lok Hong maupun ibunya demikian kelam.

   Seakan sejenak lagi akan terjadi pertarungan yang dapat menentukan mati hidup mereka.

   Tanpa dapat ditahan lagi dia berteriak sekeras-kerasnya.

   "Kalian jangan berkelahi lagi!"

   Geng Lam Hong tersenyum lembut. Pundaknya bergetar, sambil menghambur datang dia berseru.

   "Anakku,..!"

   Dalam hatinya seakan terdapat ribuan kata-kata yang ingin diutarakan.

   Tetapi setelah memanggil satu kali, dalam tenggorokannya seakan tercekat sesuatu benda.

   Bibirnya gemetar, tetapi tidak ada sepatah katapun yang terucapkan.

   Seakan sepatah panggilan tadi tercetus keluar setelah dia mengerahkan segenap kekuatannya.

   Suaranya bagai ratapan, nyaring serta melengking tinggi.

   Dalam suasana menjelang fajar seperti ini semakin lantang dan gemanya memantul sampai ke seluruh taman bunga itu.

   Tiba-tiba dia menarik nafas panjang-panjang.

   Wajahnya menjadi serius lalu berkata kepada Lok Ing.

   "Turunkan anakku!"

   Lok Ing tertawa dingin "Mengapa aku harus mendengarkan kata-katamu?"

   Ceng Lam Hong mendengus satu kali.

   Dia berjalan menghampiri Lok Ing.

   Tiba-tiba terasa kibaran angin melintas di samping.

   Tubuh Lok Hong bergerak bagai seekor burung besar berwarna hijau melayang turun di samping cucu kesayangannya, sinar matanya tajam menusuk.

   Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dia menatap Ceng Lam Hong lekat-lekat, seakan tahu wanita setengah baya ini mengandung niat yang kurang baik pada cucunya.

   Dengan kecepatan bagai kilat, dia melancarkan sebuah pukulan.

   Saat itu suasana semakin menegangkan.

   Tan Ki memperhatikan ibunya sekejap kemudian menolehkan wajahnya melirik Lok Hong sekilas.

   Dia melihat hawa pembunuhan telah tersirat di alis kedua orang itu.

   Diam-diam hatinya menjadi tercekat.

   Tetapi ketika dia mengerling matanya kembali, tiba-tiba dia melihat di atas tembok pekarangan, entah sejak kapan telah berdiri seseorang yang mengenakan pakaian putih.

   Dengan mengandalkan indera penglihatannya yang tajam, setelah memperhatikan sejenak, dia juga belum dapat melihat orang itu dengan jelas.

   Kecuali tubuhnya dibalut pakaian putih, dalam ingatannya tidak tertanam sedikitpun kesan yang lain.

   Jantungnya berdebar-debar.

   Tanpa dapat menahan rasa penasaran dalam hatinya, dia menatap orang itu sekali lagi.

   Setelah memperhatikan sejenak, tiba-tiba hatinya bagai diselimuti perasaan yang menggidikkan.

   Tampang orang itu sebetulnya tidak terlalu jelek, tetapi dari keseluruhan dirinya tidak terdapat setitik pun hawa manusia hidup.

   Tampak wajahnya bagai diselimuti selaput berwarna kehijauan sehingga perasaan hatinya tidak dapat diterka.

   Persis seperti sesosok mayat di dalam peti mati, mukanya kaku, sehingga melihatnya sekilas saja orang merasa hatinya tergetar dan merasa seram.

   Tan Ki menarik nafas panjang-panjang.

   Matanya dibelalakkan lebar- lebar.

   Diam-diam dia berpikir di dalam hati.

   Kok di dunia ini ada manusia yang tampangnya begini? Ketika pikirannya masih bergerak, tiba-tiba dia melihat tangan kanan orang berpakaian itu menyusup ke dalam saku pakaian dan mengeluarkan sesuatu.

   Matanya mengerling ke sana ke mari, seakan sedang memperhitungkan jarak antara Ceng Lam Hong dan Lok Hong.

   Semakin diperhatikan, hati Tan Ki semakin merasa ada sesuatu yang tidak beres.

   Tanpa terasa dia berkata dengan suara lirih.

   "Lok Kouwnio, cepat suruh kakekmu dan ibuku menghentikan pertikaian!"

   Lok Ing tertawa lebar.

   "Kenapa? Apakah kau khawatir kakekku tidak dapat mengalahkannya?"

   Tan Ki segera menggelengkan kepalanya.

   "Tidak."

   Mata Lok Ing melirik sekilas.

   "Kalau begitu kau takut kakekku akan melukainya?"

   Kembali Tan Ki menggelengkan kepalanya.

   "Kalau mereka sampai bergebrak, kalah dan menang adalah sesuatu yang wajar. Tetapi aku sama sekali tidak ambil pusing masalah ini"

   Lok Ing menjadi bingung mendengar ucapannya.

   "Ini bukan, itu juga bukan. Apa kau kehabisan bahan pembicaraan sehingga mengoceh sembarangan saja?"

   Sepasang alis Tan Ki langsung terjungkit ke atas. Dia mendengus satu kali.

   "Coba kau palingkan kepalamu dan lihat di atas tembok pekarangan. Setelah itu kau baru mencaci maki juga masih belum terlambat!"

   Gerutunya kesal. Lok Ing menuruti perkataannya dan menoleh ke belakang. Saat itu juga dia langsung tertegun.

   "Orang-orang ini manusia atau setan?"

   Melihat tampang orang itu, mulutnya tanpa dapat ditahan lagi kelepasan bicara.

   Tetapi setelah mempertimbangkan sejenak, dia mengingat dirinya juga mempunyai kedudukan yang cukup tinggi di dunia Kangouw.

   Seandainya benar-benar setan, juga tidak perlu ketakutan seperti itu, oleh karena itu cepat-cepat dia menghentikan kata-katanya.

   Mata Tan Ki ikut melirik sekilas.

   Tanpa dapat ditahan lagi dia juga ikut terpana.

   "Aneh sekali! Mengapa dalam sekejap mata saja jumlah mereka bisa bertambah?"

   Rupanya di atas tembok pekarangan itu, saat ini sudah berdiri berjajar dua orang manusia yang bentuk tubuhnya hampir sama dan sama-sama berpakaian putih.

   Bahan pakaian mereka terbuat dari bahan belacu yang kasar.

   Wajah mereka sama-sama dilapisi selaput berwarna hijau.

   Biar bagaimana pun tajamnya indera penglihatan seseorang, dalam waktu yang singkat juga tidak dapat membedakan keduanya.

   Tampaknya kehadiran kedua manusia berpakaian putih itu juga mengejutkan Lok Hong.

   Tapi bagaimanapun usianya lebih tua dari yang lainnya.

   Pikirannya juga lebih dalam.

   Meskipun dalam hatinya merasa terperanjat, tetapi dari luar dia tetap mempertahankan ketenangannya.

   Dia berdiri dengan mulut membungkam.

   Namun pikirannya terus bekerja, dia berusaha mengingat-ingat siapa tokoh di dalam dunia Kangouw yang tampangnya seperti kedua orang ini.

   Tetapi setelah berpikir bolak-balik, dia tetap tidak dapat mengingat kalau di dunia Kangouw ini ada tokoh yang tampangnya seperti mayat hidup ini.

   Tiba-tiba terdengar Ceng Lam Hong berkata dengan suara rendah.

   "Aku sudah mengatakan bahwa kau harus meletakkan anakku, apakah kamu masih tidak mendengarnya?"

   Lok Hong tertawa dingin. Sebelah tangannya mengelus-elus jenggotnya yang panjang.

   "Lepaskan bocah itu sih mudah saja, asal kau menangkan dulu sepasang telapak tanganku ini."

   Sepasang alis Ceng Lam Hong perlahan-lahan terjungkit ke atas.

   "Kalau begitu maafkan kalau aku bertindak kasar."

   Baru saja ucapannya selesai, tiba-tiba dia menyurutkan langkahnya mundur ke belakang dua tindak.

   Telapak tangan kanannya terulur ke depan dan digerak-gerakkan sedikit, seakan sedang mengukur jarak antara dirinya dengan Lok Hong.

   Lok Hong melihat telapak tangan wanita itu perlahan-lahan mengepal.

   Dia seakan menggenggam sekumpulan senjata rahasia.

   Hatinya sadar, kalau sampai disambitkan ke depan, kecepatannya tentu bagai sambaran kilat, serta menggetarkan hati.

   Dengan demikian, dia segera menarik nafas panjang-panjang dan mengerahkan tenaga dalamnya secara diam-diam.

   Otomatis dia tidak berani menganggap ringan musuhnya.

   Melihat keadaan itu, Tan Ki menarik nafas perlahan-lahan.

   Dia berkata dengan suara lirih.

   "Lok Kouwnio, maukah kau membawa aku meninggalkan tempat ini?"

   "Apakah kau tidak memperdulikan ibumu lagi?"

   "Aku merasa benci kepadanya. Lagipula urat darahku dalam keadaan tertotok. Bergerak saja tidak bisa. Meskipun ada niat untuk menghentikan pertikaian ini, namun aku tidak mempunyai kemampuan untuk turut campur."

   Lok Ing memperdengarkan suara tawa yang dingin.

   "Aku justru mempunyai akal agar ibumu tidak jadi berkelahi."

   Tan Ki jadi tertegun mendengar ucapannya.

   "Bagaimana?"

   Lok Ing tidak menjawab pertanyaannya atau memperdulikannya. Tiba- tiba dia ber-kata dengan suara lantang.

   "Kalian jangan berkelahi lagi. Siapa yang menginginkan keselamatan Tan Ki, dengarlah perkataanku!"

   Mendengar ucapannya, wajah Ceng Lam Hong yang cantik segera berubah hebat. Ternyata seperti apa yang diduga Lok Ing, dia segera membuyarkan tenaga dalam yang telah dikerahkannya secara diam-diam.

   "Permainan apa yang kau rencanakan?"

   Tanyanya ketus.

   Perlahan-lahan Lok Ing meletakkan Tan Ki di atas tanah.

   Dia merentangkan telapak tangannya.

   Di bawah cahaya rembulan yang semakin suram, tampak di atas telapak tangannya terdapat dua butir pil berwarna merah.

   Dia memperdengarkan suara tawa yang dingin.

   "Yang kugenggam ini adalah racun. Setelah menelan obat ini, kurang lebih satu kentungan kemudian, pasti akan"

   Ceng Lam Hong merasa dadanya seakan tiba-tiba ditinju dengan keras oleh seseorang.

   Tubuhnya terhuyung-huyung, mendadak dia menyurut mundur setengah langkah.

   Tampaknya seperti tidak kuat berdiri tegak.

   Namun dia mempertahankan diri sebisanya, tetapi mungkin setiap saat ada kemungkinan terkulai jatuh.

   Lok Ing meneruskan ucapannya sepatah demi sepatah.

   "Benda ini merupakan racun yang biasa digunakan dalam Ti Ciang Pang kami untuk menghukum murid yang berkhianat. Kalau kau merasa tidak percaya, boleh coba sendiri!"

   "Ternyata hati mu be gitu ke ji!"

   Sahut Ceng Lam Hong dengan suara terputus-putus.

   Tampaknya saat itu hati wanita setengah baya ini tengah bergolak dengan hebat.

   Penderitaan yang dirasakannya sangat luar biasa.

   Setiap patah kata yang diucapkannya terdengar bergetar dan tidak sanggup diselesaikan.

   Melihat tampangnya yang sangat menderita dan demikian mengenaskan, Lok Ing justru merasa gembira sekali.

   Dia mendongakkan wajahnya dan tertawa terkekeh-kekeh.

   "Bagaimana? Apakah kau bersedia mencoba kemanjuran racunku ini?"

   Kembali tubuh Ceng Lam Hong menggigil seperti orang yang kedinginan.

   "Nona, apapun yang kau inginkan agar aku melakukannya, boleh saja. Tetapi jangan menyiksa anakku di hadapanku. Perbuatanmu terlalu sadis"

   Katanya lebih mirip orang yang sedang meratap.

   "Aku tidak ingin kau melakukan apa-apa. Asal kau segera tinggalkan tepat ini dan jangan mencampuri urusan ini lagi. Kalau bisa pergi sejauh-jauhnya."

   Kata Lok Ing sambil menggelengkan kepalanya. Ceng Lam Hong merenung sejenak. Kemudian tampak dia menghentakkan kakinya ke atas tanah keras-keras.

   "Baik, aku menyetujui permintaanmu. Tetapi kalau ada seujung kuku saja dari tubuh anakku yang terluka, maka aku akan mencarimu untuk membuat perhitungan!"

   Sinar matanya yang lembut dan penuh kasih melirik Tan Ki sekilas.

   Tiba-tiba dia mendongakkan wajahnya dan mengeluarkan suara suitan yang pilu.

   Tubuhnya bergerak lalu melesat cepat ke arah ruangan depan.

   Dalam waktu yang singkat, bayangannya sudah tidak kelihatan lagi.

   Yang tertinggal hanya gema suitannya yang panjang dan memecahkan keheningan.

   Orang yang mendengarnya langsung merasa hatinya tergetar dan mengenaskan.

   Sepasang alis Lok Hong mengerut-ngerut.

   "Ing ji, tidak seharusnya kau mempermainkan orang lain seperti itu, kalau sampai terjadi"

   Katanya dengan suara lirih.

   Tiba-tiba telinganya menangkap suara tawa yang panjang seperti ratapan burung hantu.

   Cepat-cepat dia membungkam mulutnya dan kepalanya pun menoleh.

   Dari balik gunung-gunungan meloncat keluar dua orang yang mengenakan pakaian hitam dan bertopi putih.

   Di bagian pinggangnya terikat seutas tali yang ketat.

   Kedua orang itu persis mayat hidup.

   Ketika bergerak, kedua pahanya tegak lurus dan hanya meloncat-loncat seperti per yang turun naik.

   Sepasang lengannya lurus ke depan, ma-tanya membelalak marah.

   Dilihat dari sudut manapun tidak ada menampilkan sedikitpun kesan seperti manusia hidup umumnya.

   Lok Ing yang melihatnya sampai merasa menggidik.

   Dia menghembuskan nafas dingin.

   
Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Tetapi biar bagaimanapun dia merupakan seorang gadis yang berhati keras dan selalu ingin menang sendiri.

   Setelah menggigil sejenak, dia mendengus satu kali dan menekan pera-saan takut dalam hatinya.

   Mulutnya mengeluarkan suara tertawa yang dingin.

   "Mengapa orang yang ditemui hari ini, semuanya tidak seperti manusia? Benar-benar menyebalkan!"

   Ketika gadis itu masih berbicara, dia melihat kedua orang yang meloncat-loncat itu sudah berhenti dan suara tawa yang menyeramkan itu juga sirap seketika.

   Dari balik gunung-gunungan yang tinggi tiba-tiba berjalan keluar lagi seorang manusia berkepala besar, bermata sipit dan mulutnya monyong ke depan.

   Dia mengenakan jubah panjang berwarna hitam.

   Tingginya kurang dari semeteran lebih.

   Biar bagaimana Lok Hong merupakan seorang tokoh aneh di dunia Bulim saat ini, pengalamannya banyak sekali.

   Dia merasa bahwa orang yang baru muncul ini memang tidak enak dipandang, tetapi langkah kakinya yang perlahan menimbulkan kesan keangkuhan dan tinggi hati.

   Tampaknya dia merupakan pimpinan dari rombongan manusia yang tampangnya seperti mayat dan terdiri dari dua kelompok yang masingmasing dua yang mengenakan pakaian hitam dan dua lagi mengenakan pakaian putih.

   Ketika pikirannya masih tergerak, dia melihat orang berkepala besar itu diiringi oleh dua kelompok manusia berpakaian hitam dan putih menghampiri ke arahnya dengan perlahanlahan.

   Ketika Kim Yu melihat kehadiran orang-orang ini, dia bagai menemukan dewa penolong.

   Mimik wajahnya yang semula tampak khawatir dan cemas lenyap seketika.

   Cepatcepat dia menyambut mereka dan membisikkan beberapa patah kata di samping telinga manusia berjubah hitam itu.

   Sikapnya penuh hormat dan sungkan.

   Manusia berjubah hitam yang matanya sipit itu segera mendengus satu kali.

   Matanya melirik sekilas ke arah Tujuh Serigala dan meneruskan langkahnya ke depan.

   BAGIAN XXXII Saat itu Lok Ing seperti teringat akan sesuatu yang penting.

   Mulutnya mengeluarkan suara seruan dan berkata.

   "Cepat telan dulu obat ini!"

   Sembari berbicara, dia menyodorkan tangannya ke hadapan Tan Ki.

   Tan Ki melirik sekilas kepada dua butir pil berwarna merah yang ada dalam genggamannya, batinya merasa tercekat.

   Diam-diam dia berpikir.

   Ternyata setelah mengusir ibuku, dia tetap tidak bersedia melepaskan diriku Oleh karena itu, dia segera mendengus dingin.

   "Di kolong langit ini, yang paling keji justru hati seorang isteri. Tidak disangka kau yang masih begini muda, tidak kalah kejinya."

   Lok Ing tersenyum simpul.

   "Kalau racun ini sudah tersimpan terlalu lama dan khasiatnya hilang, tentunya kau juga tidak perlu mati lagi selamanya."

   Wajah Tan Ki perlahan-lahan berubah. Dia merenung sekian lama kemudian tertawa keras-keras.

   "Seorang laki-laki sejati memandang kematian dan kehidupan sebagai nasib yang telah ditentukan oleh Thian. Meskipun racun ini dapat membuat tulang belulangku hancur lebur dan rohku hilang untuk selamanya, rasanya juga tidak perlu ditakuti!"

   Kata-kata ini diucapkan dengan penuh kegagahan.

   Tampaknya dia sudah hambar terhadap perihal kematian atau pun kehidupan.

   Begitu ucapannya selesai, dia langsung menyambut kedua butir pil itu dan memasukkannya ke dalam mulut lalu menelannya sekaligus.

   Begitu pil itu masuk ke dalam perutnya, dia merasa ada serangkum hawa panas yang langsung berkobar di dalam tubuhnya, sengatannya hampir tidak tertahankan.

   Ususnya bagai terbakar.

   Tanpa dapat ditahan lagi perasaannya tercekat.

   Habislah! pikirnya dalam hati.

   Semacam perasaan menjelang ajal, tiba-tiba menyelinap di dalam hatinya.

   Semuanya terjadi dalam sekejap mata.

   Tanpa terasa dia menarik nafas panjang dan memejamkan sepasang matanya.

   Dia mulai merasa bahwa kemenangan atau kekalahan, bahkan kegemilangan ataupun kesuraman dunia ini, sejak saat itu tidak ada kaitan lagi dengan dirinya.

   Bagai sekuntum bunga yang layu atau buah-buahan yang terlalu ranum sehingga terjatuh di atas tanah.

   Kelak dia akan meninggalkan dunia ini dengan perasaan pilu dan berbagai kebimbangan.

   Dia akan terlepas dari dunia yang mempunyai aneka variasi ini.

   Tiba-tiba telinganya mendengar suara yang ramah dan lembut.

   "Bagaimana kalau aku membawa kau meninggalkan tempat ini?"

   Tan Ki marah sekali kepadanya.

   "Aku toh telah kau kuasai. Jalan darahku pun telah tertotok. Apapun yang ingin kau lakukan, silahkan. Tidak perlu berpura-pura atau bersandiwara dengan berlagak lembut segala macam!"

   Lok Ing tersenyum lembut.

   Dia mengulurkan tangannya dan menepuk bahu Tan Ki satu kali.

   Totokannya pun terbebas seketika.

   Terhadap gerakannya ini, Tan Ki benar-benar merasa di luar dugaan.

   Untuk sesaat dia jadi tertegun.

   Dengan perasaan heran dia bertanya "Apa yang kau lakukan?"

   Lok Ing mengulurkan jari tangannya menunjuk ke depan. Dia tidak menjawab pertanyaan Tan Ki.

   "Bagaimana kalau kita berjalan ke arah sana?"

   Tan Ki merenung sejenak, dia masih berpikir bagaimana harus memberikan jawaban kepada gadis itu.

   Tahu-tahu kakinya sudah bergerak melangkah.

   Rupanya ketika selesai berbicara, Lok Ing langsung menarik tangan anak muda itu dan tanpa memberikan kesempatan baginya untuk menjawab, dia langsung menyeret Tan Ki mengikutinya.

   Tan Ki membiarkan dirinya ditarik oleh Lok Ing.

   Tanpa tujuan yang pasti mereka berjalan beberapa saat, terdengar suara air terjun yang bergemuruh dan aliran air.

   Suara itu terpancar dari bagian belakang rumah taman bunga di mana terdapat sebuah kolam buatan lengkap dengan air terjunnya.

   Sekitar tempat itu ditanami berbagai, jenis pepohonan dan bunga bungaan.

   Pemandangannya indah sekali, Udarapun terasa sejuk.

   Oleh karena itu, mereka segera duduk di atas sebuah batu besar dan Tan Ki pun langsung memejamkan matanya.

   Lok Ing melihat sikap anak muda itu demikian angkuh dan dingin.

   Dia bahkan tidak melirik sekilaspun ke arah Lok Ing.

   Hatinya menjadi kesal.

   Setelah mendengus satu kali, dia segera memalingkan wajahnya.

   Kedua orang itu membisu beberapa saat, Lok Ing mulai tidak sabar menghadapi situasi demikian.

   Dialah yang lebih dulu membuka pokok pembicaraan.

   "Mengapa kau diam saja sejak tadi?"

   Tubuh Tan Ki agak gemetar, dengan nada dingin dia menyahut.

   "Sudah waktunya kau pergi, buat apa masih duduk terus di tempat ini?"

   "Aku mengajak engkau ke mari, tentu saja karena ada ucapan yang ingin kukatakan kepada dirimu."

   Tan Ki tertawa dingin.

   "Sayangnya aku tidak berminat mendengarkan."

   Dalam seumur hidupnya, Lok Ing belum pernah menerima penghinaan sekecil apapun.

   Tiba-tiba dia melonjak bangun dan menghu nus pedangnya lalu ditusukkan ke dada anak muda itu.

   Siapa sangka Tan Ki seolah tidak melihat apa-apa.

   Ketika ujung pedang telah mengoyak pakaian luarnya, dia masih bersikap tenang.

   Matanya terpejam dan duduk dengan tegak.

   Dia bahkan tidak bergerak sedikitpun.

   Begitu pedangnya mengoyak sedikit pakaian Tan Ki, Lok Ing segera menariknya kembali.

   Perasaan marah dalam hatinya dalam sesaat berubah menjadi kekecewaan yang tidak terkatakan.

   Air matanya langsung tercurah bagai hujan yang deras.

   Padahal dia ingin sekali Tan Ki melonjak bangun dan berkelahi mati-matian dengan dirinya.

   Atau paling tidak, memohon kepadanya secara baik-baik agar dia melepaskan pedang pusakanya dan memaafkan kesalahannya.

   Atau seumpamanya Tan Ki membuka mulut mencaci maki dirinya, mungkin perasaannya malah akan terasa lebih enak.

   Tetapi anak muda itu justru membungkam seribu bahasa dan seolah memandang kematian sebagai sesuatu hal yang tidak menakutkan sama sekali.

   Hal ini benar-benar di luar dugaan Lok Ing.

   Padahal dia dapat menikamkan pedangnya ke jantung anak muda itu agar kekesalannya terlampiaskan.

   Tetapi biar bagaimana dia tidak sampai hati untuk turun tangan.

   


Bunga Pedang Embun Hujan Kanglam -- Khu Lung Manusia Yang Bisa Menghilang -- Khu Lung Pendekar Baja -- Gu Long

Cari Blog Ini