Ceritasilat Novel Online

Rahasia Hiolo Kumala 5


Rahasia Hiolo Kumala Karya Gu Long Bagian 5




   Rahasia Hiolo Kumala Karya dari Gu Long

   
Seraya berkata ia lantas menarik pintu kereta dan melangkah marak ke dalam ruangan kereta tersebut. Cia In tak menduga kalau pemuda itu bakal bertindak demikian, dengan gelisah ia lantas mendorongnya keluar sambil berseru.

   "Ruangan kereta amat kotor, kita berjumpa saja malam nanti."

   Ruangan kereta itu luasnya cuma delapan, setelah pintu kereta terbuka maka semua benda yang berada dalam keretapun terlihat jelas, Hoa In-liong berbaring diatas lantai permadani tepat di hadapan cia In, tentu saja dapat terlihat dari luar dengan jelas.

   Pada mulanya Yu Siau-lam tampak agak tertegun, menyusul kemudian ia tertawa terbahakbahak "Haaaaahhhh....haaaaahhhhh, haaaaahhh aku masih merasa heran, kenapa Hou lo-tia tak sudi menghentikan keretanya, ternyata nona Cia pulang dengan membawa seorang laki- laki."

   Ia lantas mencengkeram pakaian Hoa In liong bagian dadanya dan mengangkat keluar dari kereta. Cia Ia semakin gelisah lagi, ia menubruk kedepan untuk mengejar.

   "Cepat lepaskan orang itu!"

   Teriaknya cemas.

   "orang itu adalah...."

   Tapi sebelum ia menyelesaikan kata-katanya, Yu Siau-lam telah melemparkan tubuh Hoa In-liong ke tangan rekannya.

   "Saudara Ek hong, harap membawa bocah itu kerumahku, siau-te akan menemani nona Cia masuk ke dalam kota!"

   Serunya. Sudah tentu Cia In tak memperkenankan orang itu membawa pergi Hoa In-liong, sepasang kakinya menjejak permukaan tanah dan segera menubruk kedepan.

   "Tidak boleh Tidak boleh Kalian tak boleh membawa pergi orang itu.... hayo cepat kembalikan kepadaku!"

   Teriaknya cemas. Agak terkejut Yu Siau-lam menyaksikan kegesitan nona cantik itu, serta merta ia berkelebat ke muka dan menghadang jalan pergi Cia In, bentaknya dengan suara dalam.

   "Berhenti..Tak kusangka kalau nona Cia juga merupakan seorang pendekar perempuan dari kalangan dunia persilatan, kalau begitu mata ku telah kau lamuri selama ini."

   Cia In semakin gugup dan gelagapan, ia tak menyangka kalau saking paniknya tanpa disadari ilmu meringankan tubuhnya telah dipergunakan, setelah ditegur oleh Yu Siau-lam ia baru kaget dan termangu-mangu.

   Setajam sembilu sepasang mata Yu Siau-lam, ditatapnya perempuan itu tanpa berkedip.

   kemudian ujarnya lebih jauh.

   "Nona Cia memiliki ilmu silat yang sangat lihay, akan tetapi selama ini harus menyembunyikan diri dalam sarang pelacur, aku rasa dibalik kesemuanya itu pasti ada sebab-sebabnya bukan? Yu Siau-lam memberanikan diri untuk minta penjelasan dari nona, andai kata engkau mempunyai kesulitan, kamipun bersedia membantu kau untuk menyelesaikannya ...

   "

   Setelah termangu- mangu beberapa waktu, Cia In dapat menenangkan kembali perasaannya yang panik ia berkata.

   "Tuan Yu, buat apa kau musti mencampuri urusan orang lain? Lebih baik serahkan kembali orang itu kepadaku." Yu Siau-lam tertawa dingin.

   "Heehhh heeehhh....heeehhh ....kau anggap julukan ku sebagai Say-beng-siang kudapatkan dengan gampang? Berbicara dari soal hubungan, maka dengan persahabatan antara nona dengan diriku, maka kesulitan yang nona hadapi sama pula dengan persoalanku, bila aku mencampurinya maka tak bisa dikatakan bahwa aku sedang mencampuri urusan orang lain, aku kira lebih baik nona terangkan saja kepadaku secara berterus terang..."

   Cia in benar-benar amat gelisah bercampur panik, saking bingung, dan gugupnya ia sampai tak mampu mengucapkan sepatah katapun. Selang sesaat kemudian setelah ia berhasil menguasai pergolakan hatinya, nona itu baru berkata- lagi dengan lembut.

   "Sudah lama aku dengar orang berkata tentang kebesaran jiwa tuan Yu yang suka menolong orang, akupun merasa berterima kasih dan berhutang budi atas perhatian dan bantuan yang telah Tuan Yu berikan kepadaku selama ini cuma...cuma terus terang kukatakan bahwa aku mempunyai kesulitan yang tak dapat diutarakan kepada orang lain, harap tuan Yu sudi memaklumi keadaanku dan memaafkan diriku ini."

   Yu Siau-lam sama sekali tidak terpengaruh oleh bujuk rayunya, yang lemah lembut itu, ia malahan mendengus.

   "Hmm Kalau kau telah mengetahui bahwa aku suka menolong orang, tentunya engkau tahu bukan bahwa aku sangat membenci terhadap segala macam tindak kejahatan? sekarang terbukti sudah bahwa engkau pandai bersilat, dan lagi menyembunyikan diri dalam rumah pelacuran, bila tiada kesulitan apa-apa, berarti engkau mempunyai rencana busuk. Maka bila tidak kau terangkan sekarang juga, terpaksa aku harus memaksa dirimu dengan memakai kekerasan"

   Tercekat hati Cia In sesudah mendengar ucapan itu, kembali ia berusaha memohon dengan lemah lembut.

   "Tuan Yu, kenapa kau musti menyusahkan diriku? Keuntungan dan manfaat apakah yang bakal, tuan Yu dapatkan dari perbuatanmu itu?"

   "Selamanya aku bertindak sesuatu tanpa memikirkan soal untung ruginya, yang lebih kuutamakan adalah soal pantas atau tidaknya urusan itu kucampuri..."

   Tukas Yu Siau-lam.

   "Memaksa orang untuk membicarakan soal yang merupakan kesulitan bagi dirinya, apakah ini juga terhitung perbuatan yang pantas?"

   "Nona Cia Tak ada gunanya kau membela diri dengan pelbagai alasan, aku lihat bicara sajalah secara terus terang, daripada hubungan kita jadi retak dan tak enak"

   Diam-diam Cia In memeriksa situasi yang dihadapinya, ia lantas sadar bahwa persoalan ini tak dapat diselesaikan secara damai lagi, maka sambil menarik muka ia berkata.

   "Tuan Yu, jika engkau bersikeras untuk mencampuri urusan ini, itu berarti hubungan kita sudah retak"

   "Haaabhh....haaahhh....haaahhh....tadinya aku masih menduga-duga kenapa kau pulang dengan membawa seorang Laki-laki, tampaknya dugaanku memang tidak keliru, agaknya engkau mempunyai rencana busuk dan tujuan tertentu!"

   Seru Yu Siau-lam sambil terbahak- bahak, setajam sembilu sorot matanya. Sementara itu paras muka Cia In telah berubah jadi hijau membesi, dingin dan kaku bagaikan balok es. "Tuan Yu!"

   Hardiknya lantang.

   "cepat serahkan kembali orang itu kepadaku, kalau tidak, heehh.. heeehhh....heeehhh... jangan salahkan kalau aku akan bertindak keji dan tak kenal ampun"

   Yu Siau-lam terbahak-bahak semakin keras, ia tidak menggubris ancaman itu, sebaliknya sambil berpaling tanyanya.

   "Saudara Ek-hong, apakah orang itu juga seorang jago persilatan? Apakah jalan darahnya tertotok?"

   "Paras muka orang ini rasanya sangat kukenal seakan- akan pernah kujumpai disuatu tempat"

   Sahut laki-laki yang bernama Ek-hong itu dengan nyaring.

   "jalan darahnya telah kubebaskan, tapi ia masih juga tak sadarkan diri."

   Yu Siau-lam jadi tertegun.

   "Kalau begitu dia pasti sudah dikerjai dengan cara-cara yang lain, saudara Ek- hong Tolong bawa pulang dulu orang itu kerumahku, mintalah kepada ayahku untuk memeriksa kesehatan badannya."

   Sebelum laki-laki yang bernama "Ek-hong"

   Itu bergerak, cia In telah berteriak lagi dengan gelisah.

   "Hou lo tia In ji Hadang orang itu jangan biarkan mereka pergi, jangan mereka kabur dengan membawa serta orang itu."

   Baik In-ji maupun kakek si kusir kereta serentak bergerak ke depan dan menghadang jalan pergi keempat penunggang kuda lainnya, gerak tubuh mereka enteng, lincah dan cepat bagaikan sambaran kilat, jelas orang-orang itu merupakan jago kelas satu dalam dunia persilatanTak terkirakan rasa kagetnya yang dialami Yu Siau-lam setelah menjumpai keadaan tersebut, sambil putar badan bentaknya.

   "Nona Cia, sebelum duduknya persoalan dibikin jelas, aku tak ingin menyalahi dirimu, katakan saja siapa orang itu? Mengapa kau bekuk dia kemari?"

   Cia In yang sekarang tidak nampak genit lagi ia sudah menarik kembali semua senyum dan kegenitan yang dibuat-buat, wajahnya nampak dingin menyeramkan, bukan saja kaku reperti patung ukiran bahkan penuh diliputi hawa napsu membunuh, siapapun tak akan menyangka kalau perempuan secantik ini sebenarnya adalah seorang pelacur.

   Dengan tatapan mata tajam, dan muka bengis nona itu berkata sepatah demi sepatah kata.

   "Tuan Yu, sekalipun aku masih bukan tandinganmu, akan tetapi setelah engkau bersikeras untuk mencampuri urusanku, terpaksa akupun tak akan berpikir panjang lagi, sebelum kau serahkan kembali orang itu kepadaku, tak nanti akan kusudahi persoalan ini."

   Sambil berkata ia lantas merogoh ke dalam sakunya dan mencabut keluar sebilah pisau belati yang tajam dan memancarkan cahaya berkilat yang menyilaukan mata.

   Yu Siau-lam semakin terkejut menghadapi kejadian tersebut, meski demikian ia berusaha untuk menyimpan rasa kagetnya di hati, ujarnya kembali dengan tenang.

   "Nona Cia sekalipun engkau coba menggunakan kekerasan, jangankan dianggap bahwa gertakanmu itu akan membuat aku jadi takut, aku orang she-Yu tak akan mengenal apa artinya takut dan selamanya aku tak pernah meninggalkan sesuatu pekerjaan ditengah jalan."

   Sebelum ia menyelesaikan kata-katanya, Cia In telah menukas lagi dengan ketus.

   "Engkau tak usah banyak bicara lagi, bila aku tak dapat menandingi kelihayanmu, orang itu segera kau bawa pergi."

   "Saudara Siau-lam!"

   Tiba-tiba Ek-hong berteriak.

   "aku sudah teringat sekarang, orang ini mirip Hoa tayhiap dari In-tiong-san."

   Mendengar perkataan itu, Yu Siau-lam sangat terperanjat.

   "Apa? "jeritnya sambit putar badan, mukanya penuh perasaan kaget yang tak terkirakan.

   "Kau maksudkan Hoa tayhiap?"

   "Bukan..... Bukan..... Hoa tayhiap pribadi, dia adalah putranya Hoa tayhiap"

   Wan Ek-hong membenarkan keterangannya. Yu Siau-lam telah memutar badannya kembali, kini mukanya makin keren, sinar matanya tajam dan sikapnya amat bersungguh-sungguh.

   "Ayoh katakan!"

   Dia menghardik.

   "Benarkah orang ini adalah Hoa kongcu, putra Hoa tayhiap?"

   "Hmm, semenjak tadi toh aku sudah terangkan,"

   Kata Cia In ketus.

   "jika aku bukan tandinganmu, orang itu boleh kau bawa pergi Buat apa banyak bicara lagi?"

   Perbagai ingatan berkecamuk dalam benak Yu Siau-lam, setelah mempertimbangkan untung ruginya, akhirnya pemuda itu memutuskan untuk mengendalikan hawa amarah yang semakin berkobar itu "Budi kebaikan yang telah diperbuat Hoa tayhiap bagi umat persilatan besar sekali, kami orangorang dari keluarga Yu merasa berhutang budi kepadanya, tentu saja tak nanti kubiarkan anak cucu nya diganggu oleh orang walau hanya seujung rambutpun, kau tak lebih hanya seorang perempuan, sejahat-jahatnya juga ada batasnya, akupun tak ingin bergebrak melawanmu, lebih baik berlalulah dari sini,"

   Kata pemuda itu.

   "Pergi?"

   Jengek Cia In sambil tertawa dingin.

   "tinggalkan dulu orang itu disini!"

   Pisau belatinya langsung diayun kemuka dan menyapu pinggang si anak muda itu.

   Serangan itu sepintas lalu kelihatannya lambat sekali, pada hakekatnya begitu cepat hingga sukar dilukiskan dengan kata-kata, terlihatlah cahaya kilat menyambar di udara, tahu-tahu segulung hawa pedang yang tajamnya luar biasa telah menyergap tubuh Yu Siau-lam.

   Waktu itu Yu Siau-lam baru saja memutar badannya, ketika merasakan munculnya hawa pedang yang menyerang badan, tanpa berpaling cambuknya segera diputar ke belakang, sementara kakinya melanjutkan perjalanan menuju ke depan.

   "Saudara Ek-hong ayoh kita cepat pergi!"

   Teriaknya lantang.

   Gerakan tubuh dari si anak muda itu betul-betul cepatnya luar biasa, lagi pula serangan cambuknya itu penuh berisikan bawa serangan yang tajam dan kuat, hal ini bukan saja menyebabkan serangan dari Cia In terbendung, bahkan ketika gadis itu akan mengejar lebih jauh, Yu Siau-lam telah duduk dialas pelana kudanya dan membedal binatang itu ke dalam kota.

   Empat orang rekannya tidak berayal lagi, masing-masing membedal pula kudanya dan menyusul dari belakang.

   Tinggi sekali kepandaian kelima orang itu dalam ilmu penunggang kuda, dan lagi gerakan mereka pun terlampau cepat, menanti In-ji dan kakek she-Hek menyadari keadaan itu dan siap menghadang, yang tertinggal hanya debu yang mengepul di angkasa, mau dihadangpun tidak ada gunanya.

   Siau In-ji tampaknya tidak puas, dia lantas menjejakkan kakinya ketanah dan siap memburu kedepan, namun cia In segera menghalanginya.

   "Aaaai.... In-ji, tak usah kau kejar lagi,"

   Katanya sambil menghela nafas panjang.

   "sungguh tak kusangka seorang laki-laki romantis yang suka main perempuan pun memiliki ilmu silat yang tak terkirakan lihaynya, aaaai.... sekalipun berhasil kita kejar, tapi apa yang dapat kita lakukan terhadap mereka?"

   "Lantas, apakah kita harus berpeluk tangan belaka?"

   Seru In-ji tidak puas.

   "Tidak berpeluk tangan lalu kita musti berbuat apa lagi? Ayolah naik ke atas kereta Persoalan yang harus kita pikirkan sekarang adalah bagaimana caranya menghadapi mereka jika orangorang itu mencari gara-gara lagi."

   Diiringi helaan napas panjang perempuan itu naik ke dalam keretanya, Hek-Lotia pun mencambuk kudanya dan cepat-cepat melarikannya ke dalam kota Kim-leng.

   000000000000 KOTA Kim-leng disebut juga Kang-ning, disinilah letak bekas kerajaan dari enam pahala yang silam.

   Kota Kim-leng yang sekarang adalah sebuah kota besar yang ramai dan paling sibuk dalam perdagangan, bukan saja penduduknya padat, banyak pula terdapat tempat rekreasi dan tempattempat bersejarah yang banyak dikunjungi kaum pelancong.

   Yaaa, kota Kim-leng memang merupakan kota yang paling termashur di wilayah Kanglam.

   Tepi sungai Chin-hway, samping kuil Hu-cu-bio penuh dikunjungi kaum pelancong dipagi hari, penuh irama nyanyian dan aneka warna lampu di malam hari, tempat-tempat yang termashur itu boleh dibilang sibuk siang ataupun malam, merupakan tempat paling ramai yang dikunjungi orang tiap harinya.

   Sebuah gedung besar yang megah dan mentereng berdiri menghadap jalan besar dengan membelakangi sungai Chin-hway, letaknya hanya kira-kira satu panahan dari kuil Hu-cu-bio.

   Gedung mentereng itu berdinding merah dengan atap warna hijau, bangunan lotengnya tinggi dan kokoh, beberapa sampan mungil bertengger ditepi sungai Chin-hway dibelakang bangunan tersebut, lentera teng-liong yang besar dengan lilin merah yang memancarkan sinar berkedip tergantung disisi pintu yang lebar, menyinari tulisan "Gi-sim-wan"

   Merupakan rumah pelacuran paling termashur dalam kota Kim-leng, bukan saja disana tersedia koki-koki kenamaan, tersedia sampan mungil untuk berpesiar, tersedia juga gadis-gadis cantik jelita yang akan siap melayani tetamu-tetamunya untuk makan minum serta mencari kesegaran hidup.

   Banyak sekali langganan rumah pelacuran Gi-sim-wan, mereka bukan saja terdiri diri kaum pedagang besar, pembesar-pembesar kenamaanpun kebanyakan mengenal rumah bordil ini.

   Kereta kuda yang ditumpangi Cia In telah berbelok-belok sekian lama dalam kota Kim-leng akhirnya setelah tiba ditepi sungai Chin-hway, kereta itu meluncur masuk ke dalam rumah pelacuran Gi-sim-wan.

   Gadis itu pernah mengaku sebagai pelacur dari kota Kim-leng, tampaknya pengakuan itu memang benar.

   Tapi begitu kereta kuda itu masuk ke halaman Gi-sim-wan, tiba-tiba seluruh isi rumah pelacuran itu jadi gaduh dan tidak tenang, lama sekali suasana itu baru pulih kembali dalam keheningan.

   Apa yang terjadi? Mengapa demikian? Sayang pagar dinding rumah pelacuran itu terlampau tinggi, apalagi bukan waktunya menerima tamu, tentu orang lain tak ada yang tahu apa gerangan yang telah terjadi disana.

   Kalau pihak Cia in kelihatan panik, maka keadaan Yu Siau-lam yang sedang kabur masuk ke dalam kota pun tak kalah tegangnya.

   Mereka merasa kurang leluasa untuk membedal kudanya ditengah jalan raya yang ramai, maka kelima orang itu sengaja mencari jalan-jalan lorong yang sempit untuk memotong jalan.

   Setelah melewati loteng, tambur, keluar dari pintu Hian-bu-hun, kuda-kuda mereka dilarikan terus menuju ke sebuah gedung besar yang megah dan kokoh diteti telaga.

   Sebelum pindah di tempat tujuan, dari atas kudanya Yu Siau-lam telah berteriak keras-keras.

   "Siapa yang giliran ronda hari ini? Cepat undang Lo-tay-ya, katakan ada urusan penting"

   Seorang Laki-laki kekar muncul dari balik pintu, sambil bungkukkan badan memberi hormat sahutnya.

   "Lapor kongcu, hari ini giliran hamba Yu Bi yang meronda."

   "Cepat! Cepat undang Lo tay-ya!"

   Teriak Yu Siau-lam dari kejauhan sambil ulapkan tangannya.

   "katakan kalau Hoa kongcu dari Im-tiong-san datang berkunjung!"

   Yu Bo tampak agak tertegun, tapi cepat dia mengiakan.

   "Baik,"

   Dengan langkah cepat dia putar badan dan lari masuk ke dalam gedung megah itu.

   Yu Siau-lam sekalian larikan kuda mereka menerobos masuk ke dalam halaman dan berhenti tepat di depan ruang tengah.

   Setelah melakukan perjalanan cepat dalam suasana tegang, peluh telah membasahi sekujur badan orang-orang itu, tapi pikiran Yu Siau-lam waktu itu diliputi kegelisahan dan rasa cemas, tentu saja tak sempat baginya untuk memperdulikan keringat bau yang membasahi badannya itu.

   "Saudara Ek-hong!"

   Teriaknya setelah melompat turun dari kuda.

   "apakah keadaan Hoa kong cu terjadi perubahan?"

   Pemuda yang disebut "saudara Ek-hong"

   
Rahasia Hiolo Kumala Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Juga seorang pemuda tampan yang bertubuh tegap dan kekar, sambil membopong Hoa In-liong dia melangkah naik ke undak-undakan batu di depan ruangan, ketika mendengar pertanyaan itu, dia berpaling.

   "Hoa kongcu masih pingsan seperti sedia kala,"

   Sahutnya.

   "rupanya goncangan dijalan tadi sama sekali tidak menyebabkan dia menjadi sadar kembali."

   "Eeeh...... jangan-jangan isi perutnya terluka parah, makanya dia tak sadarkah diri sampai kini?"

   Tiba-tiba seorang pemuda kekar beralis tebal bermata besar yang ada dibela kang menimbrung.

   "Aaah, tak mungkin,"

   Kata seorang pemuda jangkung dengan mata yang jeli di sisi pemuda tadi.

   "coba kau lihat air muka Hoa kongcu tetap segar dan napasnya teratur bukan begini macam orang yang terluka parah isi perutnya."

   Pemuda bermuka persegi yang berjidat lebar disamping mereka menyela pula dengan cepat.

   "Huuss, kalian jangan ngawur seenaknya, itulah tanda-tandanya orang yang tertotok jalan darahnya, saudara Ek-hong Cepat baringkan Hoa kongcu di kursi, kita periksa lagi keadaannya dengan lebih teliti, siapa tahu kalau kita temukan tanda-tanda lain yang bisa kita jadikan petunjuk? "

   Diiringi pelbagai suara yang mengemukakan pendapatnya, pemuda-pemuda itu mengiringi "saudara Ek-hong"

   Masuk ke ruang tengah, Ek-hong membaringkan tubuh Hoa ln- liong diatas sebuah meja besar, kemudian sambil menyeka peluh yang membasahi jidatnya dia berkata.

   "Menurut pendapat siau-te, kemungkinan besar Hoa kongcu telah dicekoki sejenis obat yang hebat sekali daya kerjanya."

   "Aaaah.... masuk diakal!"

   Teriak pemuda kekar yang ada disampingnya sambil bertepuk tangan.

   "hahaha....haaaahhh......haaaahhh... memang harus diakui, diantara kita berlima, ilmu silat saudara Ek-hong lah yang paling tinggi, andaikata cuma jalan darahnya yang tertotok saudara Ek-hong tentu akan mengetahuinya, betul Aku yakin delapan puluh persen Hoa kongcu sudah dicekoki obat racun yang lihay"

   "Cong-gi te jangan berkaok-kaok macam kunyuk penasaran,"

   Tegur Yu Siau-lam dengan dahi berkerut.

   "bagaimanapun toh sebentar lagi ayahku bakal sampai disini. asal ayahku tiba, semua persoalan akan beres dengan sendirinya."

   Sementara itu seorang pelayan masuk ke dalam ruangan dengan membawa sebuah baki, di atas baki terletak beberapa cawan air teh panas.

   "Letakkan air teh itu dimeja, dan cepat lapor kepada lotay-ya!"

   Seru Yu Siau-lam sambil ulapkan tangannya.

   "katakan kalau Hoa kongcu dari perkampungan Liok-soat-san-ceng berada dalam keadaan pingsan, kini berada diruang depan, harap Lotay-ya cepat-cepat datang kemari, minta agak cepatan sedikit."

   "Baik"

   Pelayan itu mengiakan, setelah meletakan baki air teh ke atas meja, dia lari keluar dari ruangan. Sepeninggal pelayan itu, Yu Siau-lam memandang sekejap- kearah Hoa In-liong tiba-tiba ia menghela napas panjang.

   "Aaai..... saudara-saudaraku dan sobat-sobatku menghargai diriku sebagai Say-beng- siang (Beng siang sakti), tapi kalau kutinjau dari keadaan yang kuhadapi sekarang, yaa... sekalipun tak sampai mengganggu khalayak umum sebetulnya julukanku itu terlalu berlebihan"

   "Hey, saudara Siau-lam Kenapa tiba-tiba kau berkeluh kesah?"

   Tegur cong-gi si pemuda kekar beralis tebal itu sambil berkenyit.

   "Kim-leng ngo kongcu (lima tuan muda dari kota Kim-leng) adalah saudara angkat yang saling hormat menghormati, cinta mencintai, siapa yang tak tahu kalau kita adalah sahabat karib? orang bilang daripada punya satu sahabat, lebih baik punya tiga teman, apa salahnya kalau kita punya banyak sahabat? Kan banyak teman banyak pula faedahnya."

   Perlu diterangkan disini, saudara Cong-gi itu bernama Coa Cong-gi, saudara Ek- hong bernama Wan Ek-hong, pemuda yang bertubuh jangkung tadi bernama Li Pa-se sedang yang berwajah persegi itu bernama Ko siong-peng, ditambah Yu Siau-lam seorang mereka disebut Kim-leng-ngo kongcu lima tuan muda dari kota Kim-leng.

   Kelima orang itu semuanya merupakan keturunan dari keluarga persilatan, usia mereka hampir sebaya, jiwa dan semangat mereka sama-sama gagahnya, berjiwa pendekar dan suka menolong yang lemah menindas yang kuat.

   Dihari-hari biasa mereka paling suka berpesiar ke tempat yang indah dan minum arak menikmati hidup, apalagi ilmu silat yang mereka miliki sangat lihay, bukan saja banyak teman bahkan sering kali suka mencampiri urusan orang lain.

   Sebab itulah hampir setiap penduduk kota itu mengenal siapakah Kim-leng-ngo kongcu, sebagai pemuda-pemuda yang gemar nama besar, tentu saja tindak tanduk mereka semakin dipelihara.

   Tapi sekarang, tiba-tiba saja Yu Siau-lam berkeluh kesah, bukan saja Coa Cong-gi seorang yang dibuat keheranan, rekan-rekan yang lainpun sama-sama memandang rekannya dengan muka tertegun, mereka ingin tahu apa sebabnya saudara tua mereka ini berkeluh-kesah.

   Yu Siau-lam menjawab..

   "Yaa. dalam hal ini tak aneh kalau saudara Cong-gi merasa tercengang,"

   Katanya.

   "malahan aku sendiripun merasa sedikit bingung dan tak habis mengerti. Aai, bagaimanapun juga, dihari-hari biasa aku memang terlalu suka bermain sehingga menghadapi urusan serius seperti hari ini tibatiba saja sikapku jadi gugup dan gelagapan, tidak pantaskan kalau aku selalu menggantungkan kemampuan ayahku?"

   "Oooh.... jadi maksud saudara Siau-lam, dimasa lalu kau hanya tahu bermain dan menghamburhamburkan waktu, sehingga kepandaian dari empek Yu tak dapat kau warisi dengan sempurna?"

   Tanya Po-seng, si anak muda yang jangkung itu dengan dahi berkerut. Yu Siau-lam mengangguk.

   "Konon kepandaian ayahku dalam soal ilmu pertabiban dan kepandaian mengenali racun, memunahkan racun, kecuali masih kalah bila dibandingkan dengan kemampuan dari Kiu-toksian-ci yang bercokol di wilayah Biau, boleh dibilang di dunia saat ini tak ada yang bisa menandingi lagi tapi siau-te....yaa, siau-te paling banter cuma berhasil mempelajari sedikit kulit luar dari kepandaian ayahku, tidak pantaskah kalau hatiku jadi risau karena soal ini? Tidak seharuskah aku berkeluh kesah?"

   Coa Cong-gi yarg kekar dan berotot adalah pemuda kasar yang selamanya tak mau berpikir dengan otaknya, mendengar perkataan itu sontak dia menjawab.

   "Aaaah, kalau cuma soal itu apa susahnya? saudara Siau-lam tak usah berkeluh kesah lagi, aku lihat usiamu juga masih muda, kalau ingin belajar dengan tekun, sekarang toh masih belum terlambat?"

   Yu Siau-lam kembali tertawa getir.

   "Tak salah memang ucapan itu, belum terlambat bila aku ingin belajar mulai sekarang, tapi bagaimana dengan keadaan Hoa kongcu ini? seandainya dia sampai terjadi sesuatu, kendatipun dikemudian hari ilmu pertabibanku lihay, lalu apa gunanya? Akhirnya toh siau-te harus menanggung rasa menyesal sampai akhir hayat?"

   Coa Cong-gi melotot besar-besar.

   "Apa?"

   Teriaknya dingin dan cemas bercampur kaget.

   "maksudmu Hoa kongcu..."

   "Engkau toh bisa melihat sendiri keadaan Hoa kongcu pada saat ini?"

   Tukas Yu Siau-lam sambil tertawa getir.

   "coba lihatlah, keadaannya seperti terluka parah tapi tidak terluka, seperti keracunan tapi bukan keracunan, kalau dibilang jalan darahnya yang tertotok, kita tak tahu jalan darah yang manakah yang telah tertotok, bila kita abaikan kesempatan yang sangat baik ini untuk mengobati lukanya, kalau sampai terjadi apa-apa atas dirinya, bukankah kita semua akan menyesal sampat akhir hayat? sebaliknya bila aku sudah berhasil menguasai ilmu pertabiban dari ayahku, sekalipun mungkin sikapku masih kelabakan, toh perasaan hatiku jauh lebih baikan daripada sekarang. Adik Cong-gi, ketahuilah pada saat ini aku bukan lagi berkeluh-kesah, hakekatnya aku sedang menyesal, menyesal kenapa tidak sedari dulu baik-baik mempelajari ilmu pertabiban tersebut dari ayahku."

   Ketika perkataan itu berakhir, tanpa terasa semua orang mengalihkan sinar matanya ke atas wajah Hoa In-liong, tampaklah air mukanya masih tetap segar seperti sedia kala, napasnya sangat teratur dan gejala macam begini memang bukan gejala dari orang yang keracunan atau menderita luka dalam yang parah, karenanya kelima orang pemuda dari Kim-leng itupun berdiri membungkam dengan dahi berkerut.

   selang sesaat kemudian, tiba-tiba Coa Cong-gi berseru dengan suara lantang.

   "Saudara Siau-lam, kalau dibicarakan lagi, kesemuanya ini adalah salahmu, mengapa pada saat itu tidak kau tanyakan duduknya persoalan kepada Cia In sampai jelas?"

   "Aaai memangnya Cia In bersedia untuk memberi keterangan kepada kita? selain itu yaaa, waktu itu aku sendiripun sedang gelisah bercampur panik, tak sampai pikiranku untuk berpikir sampai kesitu."

   "Huuuh, dengan andalkan apa dia berani tak menjawab?"

   Coa Cong-gi masih juga melotot dengan mata mendelik.

   "Hmm..... sekarang juga aku akan ke sana untuk bertanya kepadanya."

   Dengan langkah lebar dia beranjak dari tempatnya semula dan melangkah ke pintu luar. Ko siong-peng cepat melangkah ke depan menghadang jalan perginya.

   "Kau tak usah cari tahu,"

   Katanya "Hoa kongcu toh berhasil kita rampas dari tangannya? Itu berarti pada saat ini kita berhadapan sebagai musuh dengannya tak nanti perempuan itu bersedia untuk memberi keterangan kepada kita-kita."

   "Hmm...... Masa dia berani membungkam?"

   Dengus Co Cong-gi dengan rasa penasaran. Dia ingin melewati Ko siong-peng dan keluar dari ruangan itu, tapi baru beberapa tindak ia berjalan, tiba-tiba terdengar suara yang serak-serak tua berkumandang dari ruangan belakang.

   "Anak Lan, bagaimana keadaan Hoa kongcu?"

   Berbareng dengan berkumandangnya ucapan tadi, dari balik pintu masuklah seorang kakek yang berjenggot panjang berambut putih, dibelakangnya mengikuti seorang bocah laki- laki yang membawa kotak berisi obat-obatan.

   Kakek itu bernama Kanglam Ji-gi (Tabib sosial dari Kang- lam) Yu siang-tek.

   dia tak lain adalah ayah Siau-lam seorang dermawan yang paling dikagumi dikota Kim-leng.

   Coa Cong-gi segera membatalkan niatnya untuk keluar, bersama Yu Siau-lam sekalian mereka sambut kedatangan kakek itu.

   "Orang ini mirip sekali dengan Hoa tayhiap."

   Kata Yu Siau-lam menerangkan "ananda rasa tentulah dia adalah putranya Hoa tayhiap."

   Sementara itu si Tabib sakti dari Kanglam telah melihat tubuh Hoa In-liong yang berbaring dimeja, dia ulapkan tangannya dan menghampiri meja tersebut.

   "Apakah selama ini dia pingsan terus?"

   Tanyanya kemudian.

   "Benar ayah, sampai sekarang dia tak sadarkan diri terus"

   Kanglam Ji-gi menghampiri anak muda itu, dengan dahi berkerut diamatinya roman mukanya lalu dia bergumam.

   "Dilihat dari roman mukanya, dia mirip sekali dengan Hoa tayhiap. tapi alis matanya, bibirnya dan hidungnya mirip Pek hujin, aku rasa dia tentulah Ji kongcu dari keluarga Hoa."

   Kakek itu membungkukkan badannya memeriksa lidah dan kelopak mata Hoa In-liong kemudian mencekal urat nadinya dia memeriksa denyutan jantung anak muda itu.

   Tiba-tiba paras muka kakek itu kian lama berubah kian serius, kurang lebih setengah perminum teh kemudian cengkeramannya pada nadi anak muda itu baru dilepaskan.

   "Hoa kongcu telah dicekoki obat pemabok,"

   Katanya kemudian, jalan darah Ci-kan- hiat nya belum lama tersumbat"

   Tiba-tiba ia berpaling, ditatapnya Yu Siau-lam tajam-tajam kemudian bertanya.

   "Anak lam, dari mana engkau temukan Hoa kongcu ini?"

   "

   Waktu itu ananda sedang berpesiar diluar kota sebelah barat, ketika tiba diluar pintu sui-seebun, kami telah bertemu dengan telah bertemu dengan..."

   Cia In adalah seorang pelacur kenamaan, tentu saja anak muda itu jengah untuk menerangkan hubungannya selama ini dengan seorang pelacur, tak heran kalau dia jadi gelagapan di hadapan ayahnya dan tak mampu melanjutkan keterangannya "Anak lam, kalau bicara kenapa musti ragu-ragu?"

   Tegur tabib sosial itu dengan alis berkenyit.

   "kau telah berjumpa dengan siapa? Ayoh lanjutkan keteranganmu itu."

   Yu Siau-lam tersipu-sipu, namun dia tahu tak mungkin keterangan tersebut dirahasiakan terus, akhirnya sambil tebalkan muka ia terangkan semua yang dialaminya diluar pintu Sui-see-bun tadi.

   Ketika selesai mendengarkan penuturan itu, Si tabib sosial dari Kanglam sama sekali tiada maksud untuk menegur putranya, dengan tenang diamatinya wajah Hoa In-liong tajam-tajam, seakan-akan ada satu persoalan yang sedang dipikirkannya persoalan apakah itu? Tak seorangpun tahu.

   Bukan saja Kim-leng Ngo kongcu tak berani bergerak.

   bahkan sibocah laki-laki yang membawa kotak obat pun tak berani menghembuskan napasnya terlalu keras, mereka kuatir suara-suara yang mereka timbulkan akan mengganggu jalannya pikiran Kanglam Ji-gi, otomatis suasana dalam ruang tengah itupun jadi sunyi sepi dan tak terdengar sedikit suarapun, semua orang menanti dengan hati yang tegang dan detakan jantung berdebar dengan kerasnya.

   Entah berapa lama sudah lewat, akhirnya si Tabib sosial dari Kanglam itu berseru tertahan sambil manggut-manggut.

   "Oooh kiranya begitu,"

   Gumamnya.

   "aku mengerti ehm, aku sekarang sudah mengerti suatu kepandaian yang sakti, hebat dan di luar dugaan... sungguh mengagumkan."

   Berbicara sampat disitu dia lantas membungkukkan badannya dan pelan-pelan mengangkat batok kepala Hoa In-liong kemudian dengan hati-hati dirabanya jalan darah Giok- tin hiat di bagian belakang batok kepala itu.

   Tiba-tiba wajahnya berseri, serta-merta digendongnya tubuh Hoa In-liong dari atas meja.

   "Aaai... Hoa kongcu memang rejeki besar dan bernasib baik."

   Katanya "sekalipun dia sudah kalian bawa lari naik kuda, kemudian dilempar kesana kemari, toh jarum perak pembingung sukma yang menancap diatas jalan darah Giok-tin-hiatnya sama sekali tak bergeser, anak lam Kalian semua ikutilah diriku."

   Dengan sikap yang amat berhati-hati ia berlalu dari ruangan itu dan menuju ke belakang.

   Kim leng ngo kongcu saling berpandangan dengan hati terperanjat, dengan mulut membungkam mereka mengikuti dibelakangnya dengan langkah lebar..

   Setelah melewati beranda, si tabib sosial dari Kanglam kembali berkata.

   "Aku lihat Hoa kongcu mempunyai kondisi badan yang istimewa sekali, tampaknya obat pemabok sama sekali tidak bereaksi apa-apa atas dirinya, aku pikir asal jarum perak itu sudah dicabut niscaya keadaannya akan pulih kembali seperti sedia kala, anak Lam Kau berangkatlah lebih duluan dan beri kabar kepada ibumu, kemudian datanglah ke kamar baca, aku ada persoalan yang hendak dibicarakan dengan kalian"

   Setelah mendengar perkataan itu, semua orang merasa hatinya jadi lega, Yu Siau- lam pun mengiakan dan masuk ke ruang paling belakang lebih dahulu.

   Selang sesaat kemudian, si Tabib sosial dari Kanglam telah membawa empat orang kongcu lain nya masuk ke ruang baca.

   Ruangan baca itu sangat bersih dan semua perabotnya diatur sangat rapi dan terawat, di sudut ruangan dekat jendela membujur sebuah pembaringan, dia membaringkan Hoa In-liong diatas pembaringan tersebut, setelah mengambil kotak obatnya dari tangan bocah laki- laki itu, ia siapkan barang-barang yang dibutuhkan, lalu mulai mencabut jarum perak itu.

   Kendatipun sumber penyakitnya sudah ketahuan, ternyata untuk mencabut jarum perak itu bukanlah suata pekerjaan yang gampang.

   Ketika obat-obatan yang diperlukan sudah siap, si Tabib sosial dari Kanglam meletakkan telapak tangan kanannya diatas jalan darah Leng-tay-hiat dari Hoa In-liong, sementara tangan kirinya mencekal sebuah besi semberani, besi magnit itu tertuju diatas jalan darah Giok tin-hiat dibelakang batok kepala, kemudian ditekannya besi magnit itu pelan-pelan ditempat yang tertuju.

   Selang sesaat kemudian, besi magnit itu lambat-lambat ditariknya ke atas, semua orang lantas melihat bahwa diatas besi magnit tadi tertempel sebatang jarum perak kecil yang lembut dan panjangnya setengah inci, setelah membuang jarum tadi, diapun mengambil sebuah bungkusan berisi bubuk obat warna kuning dan dibubuhkan disekitar lubang jarum tadi.

   Semula dari bekas lubang jarum itu meleleh darah kental, tapi sesudah dibubuhi bubuk obat warna kuning tadi, darah itupun menggumpal dan berhenti meleleh.

   Operasi itu tampaknya sederhana dan tidak makan banyak waktu, namun repotnya bukan kepalang, ketika tugas itu telah selesai, keadaan si Tabib sosial dari Kanglam ibaratnya orang yang baru saja melangsungkan suatu pertarungan sengit, peluh sebesar kacang kedelai membasahi jidatnya, malahan empat orang kongcu yang mengikuti jalannya operasi pertolongan itupun ikut tegang dan berdiri dengan jantung berdebar keras.

   selesai membubuhi obat di mulut luka, Tabib sosial itu menghembuskan napas panjang.

   "Huuh..... Untung, sungguh beruntung andaikata sedikit saja miring ke samping, niscaya sepanjang hidup aku Yu siang-tek akan menanggung penyesalan yang tak terkirakan,"

   Gumamnya.

   "Pek-hu!"

   Coa Cong-gi yang kasar dan tak pernah pakai otaknya itu tiba-tiba menyela.

   "aku lihat, mencabut jarum perak dengan magnit bukanlah suatu pekerjaan yang merepotkan."

   "Aaaai, dasar bocah, dasar bocah, pendapatnya selalu memang lucu dan menggelikan."

   Tabib sosial dari Kanglam gelengkan kepalanya berulang kali, dibereskannya alat- alat pengobatan nya dan diserahkan kepada bocah laki-laki itu, kemudian dengan wajah bersungguhsungguh dia melanjutkan.

   "Ketahuilah nak, jalan darah giok-tin-hiat merupakan salah satu jalan darah kematian dari tiga puluh enam buah jalan darah yang berada di tubuh manusia, jalan darah itu merupakan pintu gerbang dari Ni-wan, kunci utama dari pusat, tok-meh dan jalan penembus dari tiga belas urat penting lainnya, coba bayangkan betapa pentingnya kedudukan jalan darah tersebut? Mana aku boleh bertindak main-main? Aku merasa tenaga dalamku tak mampu untuk menghisap keluar jarum perak itu dari dalam badan, maka terpaksa harus kubantu dengan besi magnit, sekalipun demikian bahaya dan resikonya tetap sangat besar."

   "Apa resikonya?"

   Kembali Coa Cong-gi bertanya keheranan.

   "Resikonya? Aaai.. Coba bayangkan saja daya tarik yang terpancar dari besi magnit terletak di seluruh permulaan besi itu. padahal untuk menghisap keluar jarum peraknya, maka jarum itu harus keluar dari lubang luka yang sebenarnya, bukan saja cara kerja kita harus tenang, mantap dan lurus, bahkan sedikit saja menggetarkan jarum perak itu akan segera mengakibatkan luka pada urat syarafnya, kau tahu apa akibatnya jika urat syaraf seseorang terluka andaikata tidak tewaspun akan lumpuh selama hidupnya, bayangkan sendiri besar atau tidak resikonya?"

   Sekarang semua orang baru mengerti mengapa si Tabib sosial dari Kanglam harus bekerja dengan begitu tegap, kaku, hati-hati dan bersungguh-sungguh, ternyata resikonya luar biasa besarnya.

   Rahasia Hiolo Kumala Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Lebih-lebih Coa Cong-gi, dia sampai terbelalak lebar-lebar dengan mulut melongo, kadet dan ngerinya bukan kepalang.

   "Aduuuh mak. jadi resikonya sebesar itu?"

   Serunya sambil menjulurkan lidah.

   "tak heran kalau empek sampai bermandikan keringat"

   Kanglam Ji gi tersenyum. "Untunglah urusan sudah lewat, sekarang keadaan Hoa kongcu sudah tidak merisaukan lagi seperti tadi!"

   Serunya. Setelah berhenti sejenak, ia memandang sekejap empat orang pemuda yang berada di depannya, kemudian katanya lebih jauh.

   "Keponakanku semua, duduklah Ada sesuatu persoalan yang selama ini mengganjal dalam hatiku, menggunakan kesempatan yang baik ini hendak kubicarakan persoalan itu dengan kalian semua."

   Semua orang tak tahu apa yang hendak dibicarakan kakek itu, dengan pelbagai pikiran berkecamuk dalam benak mereka, masing-masingpun mengambil tempat duduk.

   Suasana hening untuk sesaat, dari luar ruangan tiba-tiba terdengar suara tongkat membentur lantai, mula-mula suara itu kedengaran masih jauh tapi sesaat kemudian sudah berada di depan ruangan.

   Kanglam Ji-gi lantas berpaling kepada bocah laki-laki itu seraya berkata.

   "Hujin telah datang, pergilah suruh orang siapkan sayur dan arak, menanti Hoa kongcu telah sadar nanti, siapkan meja perjamuan untuk menghormatinya."

   "Baik..."

   Bocah laki-laki itu mengiakan dan mengundurkan diri dari ruangan itu.

   Yu Siau-lam dengan menemani ibunya masuk ke dalam kamar baca, empat kongcu lainnya cepat berdiri dan menyambut kedatangan pe-bo mereka.

   Yu lo-hujin melirik sekejap ke arah Hoa In-liong yang masih belum sadar itu setibanya dalam kamar lalu kepada suaminya ia bertanya.

   "Lo-yacu, keadaan Hoa kongcu tidak menguatirkan bukan?"

   Nyonya tua ini rambutnya telah beruban semua, pada dadanya tergantung sebuah tasbeh, sedang ditangan kanannya memegang sebuah tongkat berukir naga, sekilas pandangan orang akan merasa bahwa tongkat itu berat sekali, ditambah pula sinar matanya sangat tajam, siapapun akan tahu bahwa nenek tua ini memiliki ilmu silat yang tinggi.

   "Keadaan Hoa kongcu sudah tidak menguatirkan lagi,"

   Sahut Kanglam Ji-gi cepat.

   "jarum perak itu telah kucabut keluar, sepertanak kemudian dia pasti akan sadar kembali, Hujin, silahkan duduk Menggunakan kesempatan yang sangat baik ini aku hendak bercakap-cakap dengan anak Lam sekalian.

   "Apa yang hendak dibicarakan?"

   Sambil bertanya Yu lo-hujin mengambil tempat duduk "apakah menyangkut perbuatan anak Lam yang suka bermain perempuan ditempat luaran?"

   "Persoalan main perempuan akan dibicarakan, urusan lainpun akan sekalian dibahas"

   

   Jilid 08 TABIB tua itu berpaling ke arah putranya, kemudian ujarnya lebih lanjut dengan wajah serius.

   "Anak Lam selama ini aku tak pernah memaksa kau berlatih silat, tak pernah paksa kau belajar ilmu pertabiban. Sebaliknya membiarkan engkau mencari teman, bahkan mabok- mabokan dan bermain pelacur dirumah bordil, tahukah engkau aku tidak menghalangi semua perbuatan itu?"

   Merah padam selembar wajah Yu Siau-lam karena, jengah.

   "Sebodoh-bodohnya ananda rasanya ananda masih dapat meraba maksud ayah yang sebenarnya,"

   Dia menjawab.

   "Mungkin hal ini dikarenakan kita keluarga Yu adalah keluarga persilatan, maka kita tak boleh lupa pada asalnya. Mencari beberapa orang sahabat, membantu orang menyelesaikan kesulitan, aku rasa perbuatan-perbuatan semacam ini hanya ada manfaatnya dan tak akan mendatangkan kerugian, bukan begitu ayah?"

   Kanglam Ji-gi mengangguk.

   "Walaupun tidak terhitung mendatangkan manfaat, juga tak sampai mendatangkan kerugian. Justru "tidak melupakan asal"

   Itulah yang paling tepat, hanya keteranganmu saja yang kurang cocok.

   Ketahuilah, dunia persilatan pada hakekatnya adalah sumber dari segala bencana.

   Tempat semacam itu tidak pantas untuk di kenang, sedangkan mengenai menolong kaum lemah merupakan kewajiban dari setiap manusia di dunia ini.

   Sekalipun kita tidak melakukannya, orang lain tentu akan melaksanakannya.

   Jadi perbuatan semacam itu hakekatnya tidak cocok dengan maksudku yang sebenarnya."

   "Oooh.... Ananda sekarang mengerti, seperti telah memahami sesuatu, Yu-Siau-lam berseru.

   "Ayah sengaja memberi kebebasan kepada ananda, tak lain tak bukan adalah berharap agar kita jangan melupakan budi kebaikan dari Hoa tayhiap, betulkan?"

   Kata-katanya itu sebetulnya sangat tak masuk diakal, bahkan boleh dibilang bertolak belakang.

   Bayangkan saja memberi kebebasan kepada putranya dengan tujuan agar jangan melupakan budi kebaikan dari seseorang, bukankah itu merupakan sesuatu lelucon yang menggelikan? Tapi apa yang terjadi? Ternyata dugaan Yu Siau-lam itu tepat sekali.....

   "Anak Lam, kau memang cerdik, memang itulah jalan pikiran ayahmu!"

   Puji Kanglam Ji-gi sambil manggut-manggut, mukanya jelas bercermin rasa kagumnya. Semua orang mengerutkan dahinya setelah mendengar perkataan itu. Memang keterangan tersebut cukup membuat orang jadi bingung dan tak habis mengerti.

   "Loya-cu!"

   Yu Lo-hujin segera menyela.

   "Perkataanmu barusan sungguh membuat aku si nenek tua jadi bingung dan tak habis mengerti. Budi kebaikan yang pernah diberikan Hoa tayhiap kepada kita tentu saja tak boleh kita lupakan. Cuma sayang selama ini belum ada kesempatan untuk membalasnya, maka terpaksa aku si nenek tua memelihara lukisan dari Hoa tayhiap dan ibunya. Dan tiap pagi dan malam berdoa bagi keselamatan serta kesejahteraan hidupnya. Dan kenyataannya, kau memanjakan anak Lam, memberi kebebasan kepada anak Lam, tak pernah menggembleng anak Lam, mencapai kemajuan. Perbuatanmu itu sudah merupakan kesalahan besar. Sekarang kau melimpahkan pula semua kesalahan itu keatas badan Hoa tayhiap, apakah..... apakah itu bukan namanya dosa besar... pikirlah!"

   Terbahak-bahak Kinglam Ji-gi mendengar ucapan istrinya.

   "Hujin.... Oooh..... Hujin..... Haaaaa...... haaaaa....... haaa...... kau anggap anak Lam adalah seorang bocah yang tak ingin mendapat kemajuan bagi kemampuannya?"

   Ia bertanya. Yu Lo-hujin tertegun, ia memandang sekejap ke arah putranya lalu berkata lagi.

   "Eeeh.... Sebenarnya apa yang hendak kau katakan? Kenapa tidak kau katakan saja terus terang? Kalau begini caramu berbicara dan berbelok-belok dulu kesana kemari, aku bisa kebingungan akhirnya kau buat!"

   "Baik! Baik! Aku akan berbicara secara blak-blakan....."

   Kata tabib tua itu sambil mengangguk. Dia melirik sekejap ke arah Hoa In-liong, setelah itu membuka telapak tangannya dan menimang-nimang jarum perak lembut yang berhasil dihisap keluar tadi, katanya lebih lanjut.

   "Silihkan hujin periksa, jarum perak ini berhasil kuhisap keluar dari dalam jalan darah 'hiok-tinhiat' dibelakang batok kepala Hoa kongcu, coba lihatlah dengan seksama!"

   Yu Lo-hujin menerima jarum itu kemudian diperiksanya sejenak, setelah itu baru ujarnya.

   "Aku lihat diujung jarum perak ini masih tersisa sedikit bubuk obat pemabok, kenapa? Apakah duduknya persoalan serius sekali?"

   "Aaai.....? Tampaknya persoalan yang selama ini selalu kukuatirkan, kini agaknya sudah hampir meletuk!"

   "Apa?"

   Teriak Yu Lo-hujin sangat terkejut.

   "Maksudmu dunia persilatan bakal menjadi kekacauan?"

   Dengan sedih Kanglam Ji-gi mengangguk.

   "Kalau sudah lama kacau dunia akan menjadi tenang, kalau sudah lama dunia tenang maka itu berarti akan terjadi kekacauan. Sejak Hoa tayhiap berhasil lenyapkan hawa siluman dari muka bumi, sejak terbasmi dan tersingkir dari dunia kangouw, apakah kau kira siluman- siluman yang lolos dari jaring tempo hari dan pentolan-pentolan liok-lim yang sukar ditundukkan dulu bersedia takluk sepanjang masa? Aaaai.....! Dunia akan selalu berputar, sejarah selalu akan berubah. Hanya tak kusangka kalau bencana kali ini bakal datang dengan begitu cepatnya."

   Yu Lo-hujin tertegun, lama sekali dia membungkam, tapi akhirnya dia coba menghibur diri sendiri.

   "Oooh..... loya-cu mungkin engkau merasa risau yang berlebih-lebihan!"

   "Selama hidup aku selalu gembira dari pasrah tak pernah kualami kerisauan yang berlebihlebihan"

   Kata Kanglam Gi-ji.

   "Sejak diadakannya penggalian harta karun dibukit Kiu-ci-san, berkat di kebaikan dari Hoa tayhiap, perguruan yang sudah lenyap dan berhubung aku gemar ilmu pertabiban dan obat-obatan, secara khusus Hoa tayhiap menghadiahkan pula se

   Jilid kitab Hoatuo Cin-keng kepadaku.

   Kesemuanya itulah membuat aku berhasil mendapat sedikit kemajuan seperti yang kumiliki sekarang.

   Aaaai.....

   Justru karena aku terlalu gembira dan pasrah, akupun sangat menaruh perhatian atas tindak tanduk Hoa tayhiap.

   Maka dalam pengamatanku waktu itu selalu kurasakan bahwa watak Hoa tayhiap terlalu jujur, baik dan berbudi luhur, bencana yang tak dibasmi sampai ke akar-akarnya, bila angin musim semi berhembus lewat, tentu akan tumbuh kembali bibit baru.

   Karena peristiwa inilah beberapa tahun belakangan ini tiap saat selalu kukuatirkan keselamatan jiwanya."

   Rupanya Kanglam Ji-gi dahulunya adalah seorang tianglo dalam perguruan Thian- tay-pay.

   Sejak penggalian harta karun dibukit Kiu-ci-sau dan berhasil mendapat kembali kitab pusaka perguruannya, diserahkan kembali kitab itu kepada ketuanya.

   Lalu karena wataknya suka hidup sepi menyendiri, ia berpamit dengan ciangbunjinnya dan menetap dikota kim-leng dengan hidup sebagai seorang tabib.

   Akhirnya menjadi seorang tabib kenamaan.

   Setiap penduduk kota Kimleng rata-rata mengetahui bahwa dia adalah seorang yang sangat baik.

   Sungguh tak disangka sama sekali karena rasa berterima kasihnya atas budi kebaikan yang pernah dilakukan Hoa Thian-hong kepadanya, diam-diam diapun memperhatikan setiap gerakgerik dalam dunia persilatan, boleh dibilang perbuatannya ini mengandung maksud yang amat mendalam.

   Maka dari situ, setelah si Tabib Sosial dari Kanglam menerangkan sampai disitu, hampir semua orang mengetahui garis besar duduknya persoalan.

   Coa Cong-gi memang orangnya kasar dan tak mau pakai otaknya untuk berpikir, namun itu bukan berarti dia bodoh, ketika Kanglam Ji-gi menyelesaikan kata-katanya, dia lantas berseru tertahan.

   "Oooh....... aku mengerti sudah sekarang"

   Serunya.

   "Jadi empek memberi kebebasan kepada kita untuk makan minum dan berpesiar tanpa dikekang, tujuannya tak lain adalah suruh kami memperhatikan gerak-gerik serta situasi dalam dunia persilatan?"

   "Tujuan kaum siluman, iblis dan pentolan bajingan adalah membuat kekacauan. Kalau hanya memperhatikan saja sama sekali tak ada gunanya,"

   Kata Kanglam Ji-gi.

   "Untuk itu kalian harus belajar sedikit-sedikit hingga akhirnya merupakan kebiasaan dan tidak meninggalkan jejak. Dengan begitu baru ada hasil yang kita peroleh. Misalnya saja dengan peristiwa perempuan yang bernama Cia In itu, jikalau di hari-hari biasa kalian tidak melakukan pergaulan hingga terbiasa, mungkinkah kamu semua berhasil menolong Hoa kong-cu?"

   Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba sambungnya lebih jauh.

   "Tapi aku percaya, kalian semua adalah anak baik-baik, sekalipun tak pernah terkekang di hari-hari biasa, kalian cukup mengetahui diri. Karenanya akupun dengan hati lega membiarkan kalian pergi dengan bebas!"

   Merah padam wajah keempat orang kongcu lainnya karena jengah. Wan Ek-hong cepat menyela.

   "Jika dugaan keponakan tak meleset, rupanya empek masih mempunyai pesan lain bukan?"

   Kanglam Ji-gi manggut-manggut sambil tersenyum.

   "Ek-hong, kau memang sangat cerdik. Benar aku memang mempunyai dua maksud dengan perbuatan demikian. Pertama agar kalian banyak melakukan pergaulan sehingga cakup memahami perubahan yang terjadi dalam dunia persilatan. Kedua agar kalian banyak mempunyai teman, sehingga bila terjadi suatu peristiwa, kamu semua dapat membantu Hoa tayhiap melakukan suatu usaha besar. Tentu saja semua perbuatanku ini tak lain adalah membalas budi kebaikan Hoa tayhiap pada khususnya. Selain itu akupun menguatirkan kepentingan umat persilatan pada umumnya. Tentunya kalian tidak menyalahkan diriku bukan?"

   "Haaaa.....! Inilah tugas baik yang diberikan pek-hu kepada kita semua, siapa yang berani menyalahkan? Hmn..... Siapa berani menyalahkan, akulah yang pertama-tama akan putuskan semua hubungan dengannya!"

   Teriak Coa Cong-gi dengan suara lantang. Wan Ek-hong, Li Po-seng dan Ko Sieng-peng juga ikut berseru hampir berbareng.

   "Perkataan adik Cong-gi memang benar. Inilah tugas baik yang pek-hu berikan kepada kami. Tujuan pek-hu ibaratnya sang surya diangkasa. Tentu saja tak ada yang menyalahkan, apalagi dapat membantu Hoa tayhiap membasmi kaum iblis dan hawa sesat serta melakukan usaha besar adalah cita-cita kami semua. Dengan berbuat demikian kami tak akan sampai menyia-nyiakan kasih sayang pekhu selama ini kepada kami....."

   Belum habis ucapan tersebut, Kanglam Ji-gi sudah tertawa terbahak-bahak dengan nyaringnya.

   "Haaaa..... haaaa....... haaaa...... Bagus, bagus sekali! Kalau keponakan semua dapat membedakan mana yang salah mana yang benar, hatiku pun akan jadi tenteram rasanya."

   Yu Lo-hujin yang selama ini membungkam, tiba-tiba mengayunkan jarum perak ditangannya itu dengan kening berkerut.

   "Loya-cu!"

   Tukasnya.

   "Apakah kemurunganmu itu bersumber dari jarum perak ini?"

   Kanglam Ji-gi berpaling dan mengangguk.

   "Benar, jarum perak itulah penyebab kemurunganku selama ini. Bayangkan saja hujin, perempuan she Cia itu pandai sekali menyembunyikan jejaknya. Bukan saja dia rela menjadi pelacur bahkan memiliki pula ilmu silat yang tinggi. Ditinjau pula obat pemabok yang dipoleskan di ujung jarum perak ini, serta caranya menusuk jalan darah, lalu meninjau pula sasarannya adalah keturunan dari Hoa tayhiap, jika kita gabungkan semua masalah itu menjadi satu, bukankah itu memberi isyarat kepada kita bahwa dunia persilatan telah menjadi perubahan besar?"

   Yu Lo-hujin berpikir sebentar, sementara dia akan mengucapkan sesuatu, tiba-tiba Hoa In-liong yang ada diatas pembaringan telah rnenggerakan tubuhnya. Cepat-cepat Kanglam Ji-gi berseru.

   "Hujin, tunggulah sebentar, lebih baik kita tanyakan duduk persoalan yang sebenarnya kepada Hoa-kongcu."

   Dia bangkit lalu menghampiri sianak muda itu. Hoa In-liong sudah duduk diatas pembaringan. Terdengar ia mengeluh.

   "Aduuh..... Sesak amat napasku......!"

   Kanglam Ji-gi lantas menggulur tangan kirinya dan membimbing pemuda itu.

   "Hoa kongcu, berbiringlah sejenak lagi........"

   Bisiknya. Tiba-tiba Hoa In-liong membuka matanya lebar-lebar, dengan nada tercengang ia berseru.

   "Aku........ aku barada dimana?"

   "Kongcu berada di pasanggrahan tabib di kota Kim-leng, tempat tinggal aku si orang tua."

   Hoa In-liong memandang sekejap sekeliling tempat itu, akhirnya sorot matanya itu terhenti diwajah Kanglam Ji-gi.

   "Lotiang, siapa kau? Siapa namamu? Boleh aku tahu?"

   Sapanya.

   "Aku bernama Yu Siang-tek, orang-orang menyebut diriku sebagai Kanglam Ji-gi, Tabib Sosial dari Kanglam!"

   "Parahkah luka yang kuderita kali ini?"

   Hoa In-liong bertanya lagi dengan wajah bingung.

   "Tidak! Kong-cu hanya terkena suatu sistem pengendalian yang lihay, terkena jarum perak yang dibubuhi obat pemabok."

   "Jarum perak yang dibubuhi obat pemabok?"

   Hoa In-liong mengerutkan dahinya rapat-rapat.

   "Lotiang, katakanlah yang jelas, betulkah tempat ini adalah kota Kim-leng?"

   "Benar!"

   Kanglam Ji-gi mengangguk tenang. Seperti teringat akan sesuatu, tiba-tiba Hoa In-liong berseru tertahan, rupanya suatu hal telah dipahaminya.

   "Aaah, sekarang aku teringat sudah kejadiannya... eeeh, dimanakah perempuan yang bernama Cia In itu?"

   
Rahasia Hiolo Kumala Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Cia In adalah pelacur dari rumah pelacuran Gi-sim-wan"

   Hela Yu Siau-lam dari samping "tentu saja pada saat ini......"

   Belum habis ucapan itu ketika tiba-tiba Hoa In-liong meronta bangun dan meloncat turun dari pembaringannya.

   "Perempuan itu bukan perempuan sembarangan serunya dengan gelisah, Rumah pelacuran Gi-sim-wan terletak dimana? Aku harus pergi mencarinya."

   "Hoa kongcu, harap tenang dulu hatimu!"

   Cegah Kanglam Ji-gi.

   "Aku tahu latar belakang dari peristiwa ini bukanlah kejadian sederhana. Aku kuatir kalau pada saat ini perempuan tersebut sudah tidak berada dirumah bordil Gi-sim-wan lagi."

   Hoa In-liong tertegun, sekali lagi dia menyapu sekejap semua orang yang hadir dalam ruangan itu dan akhirnya sinar matanya itu berhenti diatas wajah Kanglam Ji-gi.

   "Lotiang, kau kenal aku?"

   Bisiknya hampir tak percaya.

   "Apakah lotiang yang menolong aku sewaktu aku terkena jarum perak yang berobat pemabuk itu?"

   Kanglam Ji-gi tersenyum dan mengangguk.

   "Ketika diadakannya operasi penggalian harta karun dibukit Kiu-ci-san dua puluh tahun berselang, aku pernah bertemu dengan ayah ibumu. Tentang urusan yang amat kecil ini tak perlu kongcu pikirkan selalu, apa toh artinya bantuan sekecil itu? Oya, bagaimana keadaan Hoa kongcu sekarang? Apakah badanmu masih terasa kurang enak?"

   Menyinggung sekali soal penggalian harta di bukit Kiu-ci-san, Hoa In-liong segera mengetahui bahwa Kanglam Ji-gi adalah sahabat lama ayah ibunya. Cepat ia menjinjing bajunya dan memberi hormat dengan penuh kesopanan.

   "Boanpwe Hoa In-liong, menghunjuk hormat buat Yu locianpwe"

   Katanya.

   "Tak berani, tak berani......"

   Cepat-cepat Kanglam Ji-gi membalas hormat itu.

   "Bila Hoa kongcu merasa ada sesuatu bagian badan yang kurang enak katakan saja terus terang! Tapi kalau memang tak ada, aku ada beberapa persoalan yang hendak ditanyakan kepadamu."

   "Aneh benar Yu locianpwe ini,"

   Pikir Hoa In-liong diam-diam.

   "kenapa sikap maupun cara berbicaranya begitu merendahkan diri?"

   Dalam hati berpikir demikian, diluaran dia menyahut.

   "Obat pemabok atau sebangsanya sama sekali tidak mempan terhadap diri boanpwe, sampai sekarang boanpwe merasa tubuhku tetap sehat dan segar seperti biasa. Bila locianpwe ingin menanyakan sesuatu, silahkan diutarakan keluar, boanpwe pasti akan mendengarkan dengan seksama."

   "Kalau begitu bagus sekali, silahkan duduk dulu Hoa-kongcu!"

   Kata tabib tua itu sambil tertawa.

   Menyusul kejadian, diapun memperkenalkan semua orang yang hadir disana kepada Hoa Inliong, sedang anak muda itu segera memberi hormat kepada Yu Lo-hujin dan menyapa Kim-leng Nyo-kongcu sebelum akhirnya duduk kembali ke tempat semula.

   Kanglam Ji-gi alihkan sinar matanya memandang putranya sekejap, kemudian katanya.

   "Anak Lam. Coba kau ceritakan dulu kisah perjumpaanmu dengan Hoa kongcu, agar Hoa- kongcu tidak terlampau curiga lagi."

   Waktu itu Hoa In-liong merasa amat curiga dengan keadaan sekelilingnya, ketika rahasia hatinya itu dipecahkan orang, dia agak kikuk jadinya.

   "Aaiia.... agak menyesal rahasia hatiku ketahuan juga,"

   Batinnya didalam hati.

   Yu Siau-lam sama sekali tidak memperhatikan perubahan wajah tamunya, ketika mendengar perintah dari ayahnya, diapun menuturkan kembali kisah perjumpaannya dengan Cia In sampai berhasil menyelamatkan anak muda itu dari tangan perempuan tersebut.

   Menanti ia menutur sampai pertolongan yang diberikan di pesanggrahan tabib ini, Yu lo-hujin segera mengacungkan jarum perak yang berada ditangannya itu sambil menambahkan.

   "Tahukah Hoa kongcu kenapa selama ini jatuh tak sadarkan diri terus menerus? Itulah disebabkan karena jarum perak yang mengandung obat pemabuk ini menancap di jalan darah giok-tin-hiat dari Hoa kongcu."

   "Jalan darah giok-tin-hiat?"

   Ulang Hoa In-liong sambil menjerit kaget, matanya sampai melotor besar.

   "Semua kejadian yang sudah lewat biarkan lewat"

   Cepat Kanglam Ji gi menukas.

   "Tenangkan hatimu Hoa kongcu, coba periksalah dulu apakah ada benda penting yang hilang?"

   Mendengar ucapan itu Hoa In-liong merasa sangat terperanjat.

   Kalau barang lain yang hilang, masih mendingan.

   Andaikata surat pribadi dari Giok teng hujin yang dijahit dalam kutang pelindung badannya yang lenyap, entah apa jadinya? Padahal surat itu sudah di wanti-wanti agar jangan hilang.

   Dengan jantung berdebar keras cepat ia meraba sakunya dan kaos kutang pelindung badan itu.

   Untunglah kaos kutang pelindung badannya masih utuh.

   Tiga botol obat yang diberikan ibunya Chin toa-hujin juga masih ada.

   Yang hilang cuma pedang mustika, baju yang menjadi bekalnya serta kuda jempolan itu.

   Tapi benda-benda itu tak terlampau penting baginya.

   Maka ketika ditemuinya surat wasiat itu masih ada dan kaos kutang pelindung badannya tak diusik, diam-diam ia menghembuskan napas lega.

   "Tampaknya Cia In sama sekali tidak menggeledah isi sakuku tentang pedang dan pakaian sih hilang biarlah hilang, soalnya barangbarang itu tidak penting"

   Katanya kemudian.

   "Waaah, kalau begitu urusan ini jadi rada-rada aneh"

   Seru Kanglam Ji-gi keheranan.

   "Semestinya perempuan she-Cia itu tentu akan menggeledah isi sakumu. Hoa kongcu, masih ingatkah bagaimana kejadiannya sewaktu itu kau tertangkap tempo hari?"

   Air muka Hoa In-liong agak semu merah.

   "'Aaaai.... bila diceritakan kembali, sebetulnya kejadian itu adalah salah boanpwee sendiri. Tidak seharusnya kalau aku bertindak terlampau gegabah."

   Pemuda itupun menceritakan bagaimana kisah perkenalannya dengan Cia In sampai bagaimana kemudian jalan darahnya tertotok. Sebagai akhir kata ia menambahkan.

   "Boanpwee terlalu percaya pada kondisi badanku sendiri. Karena aku yakin obat pemabok tak akan berpengaruh apa-apa bagiku, apalagi cuma bubuk pembingung sukma yang bikin orang mabok selama tujuh hari, maka aku pura-pura mabok. Sungguh tak kusangka kalau diam-diam jalan darahku juga ikut tertotok. Menanti aku sadar akan gelagat yang tidak menguntungkan, kesadaranku berangsur telah hilang. Karena itu boanpwee sama sekali tidak tahu kalau setelah aku pingsan, dia menusuk pula jalan darah giok-tin-hiat ku dengan jarum yang dibubuhi obat pemabok."

   Ketika Kim-leng ngo-kongcu mendengar bahwa Hoa In-liong tidak mempan diracuni, mereka merasa sangsi dan setengah percaya setengah tidak.

   Sebaliknya Kanglam Ji-gi mendengar semua kisah cerita itu dengan tenang sambil putar otaknya berpikir, menanti pemuda itu selesai bercerita, dia masih juga dibikin tak habis mengerti kenapa Cia In tidak menggeledah saku anak muda itu.

   Untuk sesaat suasana dalam ruangan baca itu jadi hening.

   Suasanapun ikut berubah jadi agak tegang dan serius, seakan-akan disekitarnya terdapat sebuah jepitan besi yang mencengkeram perasaan masing-masing.

   Setiap orang merasakan dadanya jadi sesak.

   Akhirnya Coa Cong-gi yang tidak tahan, ketika ditunggunya belum ada juga yang berbicara tibatiba ia berteriak lantang.

   "Eeeh..... sudah, sudahlah, kalian tak usah berpikir lagi! Pek-hu bagaimana kalau kami pergi mengunjungi rumah pelacuran Gi-sim-wan sekarang juga?"

   "Benar!"

   Ko Siong-peng menanggapi dengan cepat "Perduli Cia In telah kembali ke rumah pelacuran Gi-sim-wan atau tidak, mengunjungi rumah bordil itu memang tak ada salahnya.

   Yu pek-hu! Keponakan akan menyaru sebagai laki-laki hidung belang malam nanti dan mengunjungi rumah bordil itu untuk mencari keterangan" 'Hmmmm....

   apa yang dikatakan Siong-peng memang masuk diakal"

   Yu Lo-hujin mendukung usul itu sambil mengangguk "Cia In selama ini hidup dirumah pelacuran Gi-sim-wan, kemungkinan besar Gi-sim-wan itulah merupakan sarang yang sebenarnya dari komplotan mereka.

   Aku akan pergi kesana mencari keterangan bukanlah suatu cara yang melanggar tata kesopanan!"

   "Jangan.... Jangan..... kalian tak boleh kesana!"

   Tukas Kanglam Ji-gi sambil goyangkan kepalanya berulang kali "Kalau kalian kesitu, berarti tindakan ini merupakan memukul rumput mengejutkan ular. Semua usulmu dimasa lampau segera akan sia-sa belaka."

   "Aaaai.... Loya-cu, watakmu dari dulu sampai sekarang belum juga berubah?"

   Omel Yu Lo-hujin.

   "kalau sikapmu selalu ragu-ragu untuk mengambil keputusan, bagaimana mungkin bisa melakukan, tugasmu dengan sebaik baiknya? Biarlah mereka pergi, aku si nenek tua akan menjadi tulang punggung mereka."

   Tertawa gelak tabib sosial itu mendengar ucapan isterinya.

   "Haaaa... Haaaah.... Haaaahhhh.... hujin kau sudah tua, kalau ingin menjual nyawa, lebih baik jual nyawamu dikemudian hari saja. Sebab kemungkinan besar jiwamu lebih bermanfaat untuk dikorbankan dilain waktu. Sedang dalam persoalan hari ini, yang akan dituju adalah rumah pelacuran Gi-sim-wan, bukannya mencegah anak-anak pergi ke tempat itu, kenapa hujin malah mau menjadi tulang punggung mereka? Kan lucu jadinya."

   Mula-mula Yu Lo-hujin agak tertegun, menyusul kemudian paras mukanya berubah hebat, tampaknya dia akan ribut-ribut. Hoa In-liong yang merasa gelagat kurang enak cepat bangkit berdiri, katanya.

   "Hujin harap jangan marah, bagaimana kalau dengarkan dulu sepatah dua patah kata boanpwe?. Semula, maksud boanpwe membiarkan diriku dibekuk adalah ingin menggunakan kesempatan itu untuk menyelidiki asal usul Cia In yang sebenarnya dan sekarang kalau toh sudah diketahui bahwa Cia In menang tinggal di rumah pelacuran Gi sim-wan, boanpwe dapat menyelesaikan sendiri persoalan itu sebaik-baiknya. Untuk budi kebaikan dan budi pertolongan yang telah Yutooianpwe serta saudara-saudara sekalian berikan kepadaku, biarlan boanpwe ucapkan banyakbanyak terima kasih, soal pemberian bantuan, boanpwe terima saja didalam hati."

   Selesai berkata dia lantas merangkap tangannya dan menjura kepada semua orang yang hadir dalam ruangan. Coa Cong-gi tak suka menerima penghormatan semacam ini, cepat-cepat ia berteriak keras.

   "Hei..... Kau ini, kenapa jadi orang begitu seenaknya dan tak tahu diri......"

   Wan Ek-hong kuatir saudaranya ini melakukan kesalahan dalam berbicara cepat- cepat dia menukas.

   "Hoa kongcu, penolakanmu itu ini artinya memandang asing diri kami semua. Kami tahu bahwa persoalan yang dihadapi ayahmu aneka ragam banyaknya dan diliputi pelbagai macam persoalan. Sedang kami beberapa orang tak hanya ingin bekerja membonceng keberhasilan orang. Masing-masing bekerja demi kepentingan pribadi. Jika kau berbuat demikian, bukankah sama artinya bahwa semua persoalan hanya akan kau kangkangi sendiri demi keuntungan pribadi?"

   Ucapan itu tajamnya melebihi sebilah golok.

   Hoa In-liong merasa hatinya terperanjat dan berdiri terbelalak.

   Untuk sesaat lamanya dia tak mampu mengucapkan sepatah katapun.

   Wan Ek-hong segera merangkap tangannya memberi hormat.

   Setelah tertawa terbahak- bahak katanya lagi.

   "Haaaa...... Haaaa..... haaa....... Hoa kongcu, anggap saja kata-kataku ini hanya kata-kata mainan belaka, jangan kau anggap sebagai sungguhan. Maksud siau-te, setiap perbuatan yang dilakukan pihak Liok-soat-sang-ceng adalah demi kebaikan orang banyak. Sudah banyak manfaat yang diterima orang persilatan dari perbuatan kalian. Sedang maksud kami mengikuti jejakmu, pertama adalah ingin belajar cara kerja ayahmu. Kedua ingin menggunakan segenap ke-mampuan yang kami miliki untuk melakukan suatu pekerjaan yang bermanfaat bagi kepentingan umum. Jikalau Hoa kongcu tidak membiarkan kami ikut serta didalam persoalan ini terus terang kami semua merasa tidak puas."

   Kali ini perkataannya jauh lebih lunak dan halus, tapi nadanya masih tajam setajam sembilu, membuat orang yang mendengar tak dapat menampik dengan begitu saja.

   Untuk sesaat lamanya Hoa In-liong berdiri termangu-mangu.

   Akhirnya dia merangkap tangannya memberi hormat.

   "Kalau toh saudara Wan telah berkata demikian, siau-te tak bisa bicara apaapa lagi,"

   Katanya.

   "Cuma bila saudara sekalian memang benar-benar tak pandang asing pada diriku, harap sebutan 'Hoa kongcu' jangan dipakai lagi. Siau-te menduduki urutan nomor dua dalam keluarga, bernama Hoa Yang alias Hoa In-liong. Harap dikemudian hari kalian panggil saja aku Hoa Yang atau Hoa In-liong atau Hoa loji, terserah pada kalian akan panggil apa saja. Bila ada diantara kalian ada yang memanggil aku dengan sebutan kongcu lagi, jangan salahkan jika siau-te akan segera angkat kaki tanpa pamit!"

   Coa Cong-gi paling berangasan diantara saudaranya segera dia bersorak kegirangan sambil bertepuk tangan.

   "Haaaaa... puas..... puas..... aku betul-betul puas! Hoa loji, kita tetapkan begini saja, pokoknya siapa memanggil kongcu lagi kepadamu, dia itu manusia macam begini....."

   Sambil berkata dia lantas tunjukkan gerakan tangan cucu kura-kura, seketika itu juga semua orang tertawa terbahak-bahak.

   Ditengah gelak tertawa yang sangat ramai, Yu Lo-hujin mengetokkan tongkatnya berulang kali keatas tanah, disertai suara serak teriaknya keras-keras.

   "Sudah....... sudah...... jangan tertawa... Jangan tertawa lagi! Lebih baik kita bicarakan persoalan yang sebenarnya"

   Dimulut nyonya tua itu mengatakan 'Jangan tertawa lagi', hakekatnya dialah yang tertawa paling keras diantara orang-orang lain.

   Yu Siau-lam kuatir nafas ibunya jadi sesak, sambil berusaha menahan gelak tertawanya dia uruti panggung ibunya berulang kali.

   Saat itulah seorang pelayan datang melapor .

   "Lapor Lotay-ya, arak dan sayur telah siap, tolong tanya perjamuan akan diadakan dimana?"

   "Ruang tamu sebelah dalam!"

   Jawab si Tabib Sosial dari Kanglam sambil menahan rasa gelinya. Kembali ia bangkit berdiri, dengan sikap hormat lanjutnya.

   "Engkoh cilik Ling, aku akan menurut kehendak hatimu dengan menyebut kau sebagai engkoh cilik. Mari, silakkan! Mari kita sambil bersantap sambit bercakap-cakap, baik atau buruk kita harus merundingkan suatu cara yang paling baik untuk mengatasi persoalan ini."

   "Memang seharusnya begitu...."

   Ucap Hoa In-liong.

   "Aaaai..... Aku lihat engkau baru benar-benar sudah pikun"

   Terdengar Yu Lo-hujin sedang omeli suaminya.

   "Sudah beberapa hari Hoa lo-ji tak sadarkan diri, badannya tentu penuh debu dan kotor. Sebelum dipersilahkan membersihkan badan dan menyisir rambut, masa disuruh bersantap?"

   Gelak tertawa kembali berkumandang memenuhi seluruh ruangan.

   "Aaaah, iya, aku memang betul-betul sudah pikun"

   Gumam si Tabib Sosial itu.

   "Anak Lam, ajak Hoa.... Ajak engkoh cilik Liong untuk membersihkan badan, sedang hiantit sekalian silahkan menunggu sebentar. Hujin! Mari kita menunggu di ruang tamu."

   Dengan begitu, suasanapun jauh lebih santai dan ringan, suami istri yang sudah tua itu berlalu lebih dulu menyusul kemudian masing-masing yang lainpun pergi membersihkan badan.

   Perawakan tubuh Yu Siau-lam kebetulan seimbang dengan Hoa In-liong.

   Dari dalam kamarnya dia siapkan satu stel baju baru dan diserahkan kepada anak muda itu untuk menukar bajunya yang sudah kotor.

   Hoa In-liong memang seorang yang supel dan gemar berkawan, bahkan ia merasa cocok sekali dengan rekan-rekan barunya.

   Selesai membersihkan badan dan berganti pakaian, ia rampak lebih segar dan tampan.

   Secara beruntun pemuda-pemuda itu muncul kembali di ruang tamu sebelah dalam, masingmasing bergaul dengan santai tanpa adanya pembatasan-pembatasan yang membuat suasana jadi kaku.

   Dengan demikian suasanapun jauh lebih akrab dan penuh rasa persaudaraan.

   Rupanya si Tabib Sosial dari Kanglam dan istrinya memang pandai bergaul dengan kaum muda.

   Pesta perjamuan itu berlangsung sampai kentongan pertama sebelum akhirnya bubar dengan masing-masing merasa sangat puas.

   Rahasia Hiolo Kumala Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dalam perjamuan itu, Kanglam Ji-gi sempat pula bertanya kepada Hoa In-liong mengapa ia jauh meninggalkan rumah? Tanpa merahasiakan segala sesuatunya, Hoa In-liong membeberkan semua tugasnya untuk menyelidiki pembunuh Suma siok-ya serta semua pengalaman yang dijumpainya sepanjang jalan.

   Mendengar penuturan tersebut, selain merasa sedih dan murung atas kematian Kiu- mia kiam-kek suami istri, semua orangpun merasa amat gusar dan benci atas kekejaman serta kemisteriusan si pembunuh keji itu.

   Tapi didalam pembicaraan yang kemudian diadakan, semua orang akhirnya berkesimpulan bahwa 'bencana besar sudah menjelang tiba'.

   Sejak itu dunia persilatan yang sudah aman selama dua puluh tahun kembali akan dikacaukan oleh pelbagai peristiwa besar.

   Berbicara soal bencana besar yang menjelang tiba, Kanglam Ji-gi selalu menyinggung secara garis besarnya saja tanpa memberikan keterangan yang lebih terperinci.

   Setiap kali membicarakan persoalan yang dibahas, atau manusia-manusia lihay yang disinggung, ia selalu mengawali pembicaraan itu dengan perkataan 'mungkin persoalan ini ada sangkut pautnya' atau 'mungkin orang ini ada sangkut pautnya'.

   Pokoknya semua keterangannya tidak membahas sampai terperinci.

   Tiap kali Hoa In-liong mendesak lebih jauh, tiba- tiba saja tabib itu mengalihkan pembicaraannya ke soal lain.

   Kendatipun demikian, tabib tua ini sangat setuju kalau Hoa In-liong melakukan perjalanannya menuju wilayah Lam-huang, sekalipun tanpa disertai alasan apapun.

   Hoa In-liong sendiri, oleh karena merasa bahwa masalah Cia In adalah masalah paling serius yang dihadapinya sekarang, maka tentang persoalan lainpun ia tidak banyak bertanya lagi.

   Mengapa Cia In yang berilmu tinggi bersembunyi dalam sarang pelacuran?.

   Semua orang merasa hal ini merupakan suatu teka teki besar.

   Lalu apa tujuan perempuan itu menculik Hoa In-liong? Kembali suatu teka teki yang tak terjawab.

   Mengapa pula ia tidak menggeledah saku Hoa In-liong ketika pemuda itu berhasil diringkus? Kembali suatu teka teki.

   Diberondong oleh serentetan teka teki yang membingungkan hati, pemuda Hoa In- liong merasa pusing tujuh keliling, tentu saja ia segan membahas masalah lain sebelum pertanyaanpertanyaan yang dianggap sangat penting itu belum memperoleh jawaban yang memuaskan hati.

   Oleh karena itulah, setelah dilakukan pembicaraan yang lebih mendalam, akhirnya si Tabib Sosial dari Kanglam setuju dengan pendapat Kim-leng ngo-kongcu yakni menyaru sebagai laki-laki hidung bangor dan mencari berita ke rumah pelacuran Gi-sim-wan.

   Sekalipun setuju mereka meninjau rumah pelacuran itu, tabib tua tadi hanya setuju kalau Hoa In-liong cuma ditemani oleh Yu Siau-lam seorang sedangkan yang lain dilarang ikut serta.

   Tabib tua itu beranggapan bahwa Cia In telah kabur bersama begundal-begundalnya, jadi meninjau rumah pelacuran secara berombongan hanya merupakan tindakan yang berlebihan.

   Sedang mengenai apa sebabnya dia hanya setuju kalau Hoa In-liong ditemani oleh Yu Siau-lam seorang? Menurut kakek itu, karena persoalan ini mengangkut kepentingan mereka berdua.

   Memang kalau dipikir, alasan itu cukup berbobot.

   Katanya.

   "Andaikata rumah pelacuran Git-sim-wan adalah sarang bajingan, maka orang-orang di rumah bordil itu pasti tahu tentang perbuatan Cia In menculik orang dan dapat diduga perempuan yang bernama Cia In itu tentunya sudah menyembunyikan diri, maka untuk melakukan penyelidikan harus dipilih orang-orang yang tepat. Setelah Hoa In-liong tertolong, sewajarnya kalau Yu Siau-lam sebagai orang kota Kim-leng yang mengenal jalan dan seluk beluk rumah pelacuran menghantar pemuda itu untuk mencari tahu jajak Cia In, sekalipun mungkin penyelidikan mereka tidak mendatangkan hasil apa-apa, toh tak akan sampai perbuatan itu diketahui pihak Gi-sim-wan sehingga meningkatkan kewaspadaan mereka. Perhitungan dari Tabib sosial ini memang cukup cermat disertai persiapan langkah-langkah berikutnya. dia tak ingin kalau sampai jejak yang Cuma ada satu-satunya itu putus di tengah. Tentu rekan-rekan dari Kim-leng ngo-kongcu yang lain tak ada yang mengajukan keberatan, kecuali satu orang yakni Coa Cong-gi yang berangasan itu. Agaknya Coa Cong-gi merasa amat cocok sekali dengan watak Hoa In-liong, ia tak mau berpisah dengan pemuda itu malahan bersikeras membantu mengatakan bahwa diapun berkepentingan dengan persoalan itu, sebab sewaktu menolong Hoa In-liong diapun ada disana. Sampai perjamuan bubar, dia masih ribut terus tiada hentinya. Lama kelamaan Tabib Sosial dari Kanglam dibikin kewalahan juga oleh tingkah polah anak muda itu. Terpaksa dengan perasaan apa boleh buat ia menyetujui juga kehendak pemuda itu untuk ikut. Mendengar persetujuan itu, tak terkirakan rasa girang Coa Cong-gi, sontak ia meloncat bangun sambil berteriak.

   "Siapkan, kuda! Siapkan kuda!"

   Melihat itu, Kanglam Ji-gi cuma bisa gelengkan kepalanya sambil mengurut dada.

   "Cong-gi..... Cong-gi....."

   Katanya.

   "Kau musti ingat jika kepergian kalian saat ini bukan berpesiar, tapi untuk mencari berita. Bila kau tak dapat menahan diri dan berkaok-kaok seperti saat ini, bisa jadi urusan engkoh In-liong akan terbengkalai di tanganmu!"

   "Keponakan mengerti, keponakan sudah mengerti jelas,"

   Sahut Coa Cong-gi sambil mangutmangut.

   "Pokoknya setelah tiba di rumah pelacuran Gi-sim-wan aku pasti akan menutup mulutku rapat-rapat!"

   Semua orangpun pelan-pelan tinggalkan ruang tamu menuju ke halaman depan. Disana pelayan telah siapkan tiga ekor kuda.

   "Nah..... Naiklah keatas kuda!"

   Ajak Kanglam Ji-gi kemudian sambil ulapkan tangannya.

   "Cepatlah pergi dan cepatlah kembali. Bila berhasil mendapatkan sesuatu keterangan, lebih baik malam ini jangan sampai turun tangan lebih dahulu."

   Beberapa patah kata terakhir itu mungkin saja tak dipahami orang lain, tapi Hoi Liong yang cerdik segera dapat memahami arti dari perkataan itu. Ia tersenyum, sahutnya sambil menjura.

   "Boanpwe tentu akan baik-baik menjaga diri. Malam sudah makin kelam, udara amat dinguin, silahkan locianpwe masuk ke dalam ruangan!"

   Setelah menerima tali les kuda dan meloncat naik keatas punggung kudanya, ia berseru pula ke pada rekan-rekan lainnya.

   "Sampai jumpa lagi saudara-saudaraku!"

   La lantas membedal kudanya menyusul Yu Siau-lam berdua.

   Malam itu udara bersih, rembulan dan bintang memancarkan sinarnya dengan redup, dengan ketajaman mata dari tiga orang itu mereka membedal kudanya cepat-cepat, dalam suasana yang sepi dan lenggang mereka tidak kuatir terjadinya sesuatu diluar dugaan.

   Akan tetapi setelah melewati loteng tambur dan masuk jalan besar See-ong-hu, mereka terpaksa harus menjalankan kudanya pelan-pelan, sebab manusia yang berlalu lalang disitu terjejal-jejal.

   Tiga orang itu semuanya berdandan sebagai putra hartawan, bukan saja wajahnya tampan, kuda merekapun kuda jempolan.

   Sepanjang jalan mereka banyak menarik perhatian serta pandangan kagum khalayak ramai.

   Yu Siau-lam mempunyai julukan sebagai Say-beng-siang (Beng Siang Sakti).

   Bagi orang yang kenal Kim-leng ngo-kongcu tentu kenal pula pemimpinnya.

   Sepanjang jalan banyak pula orangorang yang seagaja maju menyapa, hal ini menyebabkan perjalanan mereka semakin lambat.

   Coa Cong-gi adalah seorang pemuda yang tak dapat menyembunyikan perasaan sendiri.

   Sewaktu dalam hatinya ada urusan maka ia lantas tunjukkan sikap kurang sabar terhadap mereka yang sengaja menyapa.

   Dengan sikap acuh tak acuh sepasang alis matanya yang tebal berkenyit kencang.

   Hoa In-liong sendiri juga tak sabar lagi, tapi oleh karena baru pertama kali ini ia berkunjung ke kota Kim-leng, apa yang terlihat di sekelilingnya terasa masih segar, maka untuk membuang kekesalan hatinya sebentar-sebentar dia celingukan ke sana ke mari.

   Selang sesaat kemudian, tiba-tiba Hoa In-liong menyaksikan Coa Cong-gi duduk di kudanya dengan alis mata berkenyit.

   Tanpa terasa diperhatikannya pemuda itu dengan seksama, kemudian pikir.

   "Saudara Coa paling blak-blakan dan suka bicara tanpa tedeng aling-aling. Manusia beginilah terhitung manusia paling jujur dan tak kenal arti tipu muslihat. Jangan dilihat alisnya tebal dan matanya besar, berbicara soal ketampanan, belum tentu dia kalah dengan yang lain-lain, malahan bisa jadi dialah paling tampan diantara Kim-leng ngo-kongcu. Cuma ketampanannya selalu tertutup oleh kerutan alisnya yang tebal itu. Aku tak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang sangat baik ini untuk berkenalan dirinya, sebab pemuda ini sangat jujur dan merupakan sahabat yang paling dapat dipercaya!"

   Berpikir sampai disitu, tiba-tiba saja kegembiraan hatinya berkobar kembali, dia lantas menjalankan kudanya kes amping begitu, lalu tegurnya.

   "Saudara Cong-gi apakah keluargamu juga menetap di kota Kim-leng ini?"

   Waktu itu Cong-gi sedang merasa kesal sekali, ketika mendengar pertanyaan itu, alisnya yang berkerut segera mengendor kembali, dan mukanyapun kembali berseri.

   "Haaa...... Haaa...... Haaa...... Benar, aku berasal dari kota Kim-leng. Bagaimana dengan kau?"

   Tiba-tiba ia merasa bahwa pertanyaan macam itu sebenarnya tidak perlu ditanyakan cepat lanjutnya kembali.

   "Eee......kita harus sebutkan tanggal lahir masing-masing, coba lihat siapa yang lebih tua diantara kita! Dengan begitu untuk menyebut "kakak atau adik"

   Pun tak usah ngawur seenaknya bukan begitu saudara Hoa In-liong?"

   Hoa In-liong tersenyum den mengangguk.

   "Siau-te dilahirkan pada tahun Jin-seng, bulan Cingwe tanggal sembilan besar, tahun ini berusia delapan belas tahun, bagaimana dengan saudara Cong-gi?"

   Pemuda ini masih teringat terus akan pesan neneknya maka dia selalu menghapalkan tanggal dan tahun kelahirannya setahun lebih tua.

   Otomatis dalam setiap pembicaraanpun tanpa terasa dia selalu menyebut tanggal kelahirannya secara komplit.

   Cong-gi yang tak pernah mau berpikir dengan otaknya sudah tentu tak akan mengira kalau tahun kelahiran pemuda itu sebetulnya palsu, ia lantas tertawa terbahak-bahak.

   "Haaaa..... haaaa..... Haa.....Kalau begitu akulah yang menang. Aku dilahirkan tahun Sim-wi, jadi persis lebih tua satu tahun daripada kau......!"

   Katanya Hoa In-liong ikut tersenyum.

   "Siau-te tidak merasa dirugikan dengan kemenangan Cong-gi heng, sebab itu di kemudian hari aku akan diperhatikan baik-baik olehmu....."

   "Haaa..... haaaa..... haaa..... sudah sepantasnya kita saling memperhatikan! Sepantasnya kita saling memperhatikan!"

   Gelak tertawa Coa Cong-gi amat nyaring. Ini menunjukkan kalau pikiran maupun perasaannya telah lapang kembali. Melihat sikap saudaranya itu, tiba-tiba Hoa In-Liong berpikir dalam hati.

   "Orang ini mengetahui cara sopan santun dan merendahkan diri, ini berarti bahwa dia sebenarnya tidak bodoh!"

   Selang sesaat kemudian ia bertanya lagi.

   "Cong-gi heng, siapakah gurumu?"

   "Oooh..... ilmu silatku adalah warisan keluarga, jadi aku bisa bebas bergerak tanpa musti dikekang oleh peraturan perguruan"

   Diam-diam Hoa In-liong tertawa geli, katanya pula.

   "Apakah Pek-hu Pek-bo berada dalam keadaan sehat walafiat? Berapa orang saudaramu?"

   "Ayahku sudah meninggal banyak tahun. Di rumah aku cuma mempunyai seorang adik perempuan"

   Tiba-tiba sepasang matanya dibelalakkan lebar-lebar, dengan wajah bersungguh- sungguh ujarnya lebih jauh.

   "Eeh..... aku hendak memberitahukan satu hal kepadamu, tahukah engkau bahwa adik perempuanku adalah harimau betina yang galaknya bukan kepalang? Kalau kau bertemu dikemudian hari, mustilah sedikit berhati-hati."

   Sebelum Hoa In-liong memberikan tanggapannya, tiba-tiba terdengar Yu Siau-lam telah berseru.

   "Hati-hati sedikit! Kita sudah sampai di tempat tujuan."

   Ternyata dalam bercakap-cakap tadi, tanpa terasa mereka sudah tiba di pintu gerbang rumah pelacuran Gi-sim-wan.

   Ramai sekali suasana di sekitar tempat itu.

   Sementara Hoa In-liong dan Coa Cong-gi masih tertegun keheranan, tiba-tiba seorang pegawai rumah pelacuran itu maju menyongsong kedatangan mereka.

   Sambil membungkukkan badannya memberi hormat kepada Yu Siau-lam katanya sambil tertawa tengik.

   "Yu-ya baru sekarang kau datang? In cici telah siapkan meja perjamuan dan kini sedang menunggu di dalam kamar"

   Kejadian ini benar-benar diluar dugaan.

   Ketika mendengar perkataan itu, untuk sesaat mereka bertiga jadi tertegun dan lupa melompat turun dari kudanya.

   Ketika Yu Siau-lam menghadang jalan pergi Cia In diluar pintu Gui-tee-bun kemudian merampas tawanannya, perempuan itu pernah mencabut pisau belatinya untuk melakukan perlawanan.

   Semenjak itu kedua belah pihak telah saling berhadapan sebagai musuh.

   Kini, tawanannya telah ditolong orang, ternyata bukannya kabur jauh-jauh dari situ Cia In malah tetap berdiam disana, bahkan telah siapkan meja perjamuan untuk menantikan kedatangan mereka.

   Meski hal itu memang merupakan janji dari Cia In waktu masih berada diluar kota, tapi yang mengherankan, apakah dia takut Hoa In-liong meluruk kesitu dan membongkar rahasianya? Waktu itu kaum pelancong yang berpesiar di sekitar kuil Hui-cu-bio luar biasa banyaknya, terutama tamu-tamu yang berkunjung ke rumah bordil Gi-sim-wan, boleh dibilang bagaikan aliran air sungai yang mengalir silih berganti.

   Yu Siau-lam tertegun sejenak, kemudian sempat berpikir panjang lagi dia melompat turun dari kudanya seraya ulapkan tangan.

   "Bawa jalan buat kami!"

   Perintahnya.

   "Baik tuan!"

   Pelayan itu bungkukkan badan sambil mengiakan, dia putar badan lalu berteriak ke arah halaman rumah pelacuran itu.

   "Yu kongcu telah tiba!"

   Dengan langkah yang sengaja dibuat tegap, ia membawa tamu-tamunya masuk ke dalam.

   Dalam waktu singkat seruan 'Yu kongcu telah tiba' tadi sudah disampaikan secara berantai ke ruang paling dalam.

   Suara yang keras bagaikan gembrengan itu membuat orang merasa semangatnya berkobar kembali.

   Yu Siau-lam tersenyum, dia berpaling dan memandang sekejap ke arah Hoa In-liong serta Coa Cong-gi, lalu katanya.

   "Nona Cia betul-betul seorang yang dapat dipercaya. Silahkan saudara sekalian!"

   Tali les kuda mereka telah diterima oleh seorang pelayan dan dibawa masuk ke kandang. Hoa Inliong tidak banyak bicara lagi, dia manggut-manggut sambil menirukan lagak rekannya.

   "Ehmmm..... memang dapat dipercaya! Dapat dipercaya! Silahkan saudara Siau-lam"

   Mereka bertiga masuk bersama dengan langkah lebar. Ditengah jalan, Yu Siau lam diam-diam berbisik dengan menggunakan ilmu menyampaikan suara.

   "Sungguh diluar dugaan Cia In tidak berusaha menghindarkan diri, Hoa-heng! Bagaimana rencanamu berikutnya?"

   "Lebih baik kita bertindak menurut keadaan, coba lihat dulu bagaimanakah tanggapan serta tanggung jawabnya terhadap peristiwa itu!"

   Sahut Hoa In-liong dengan ilmu menyampaikan suara pula.

   "Jika dia bersikeras mungkir atau memberikan yang alasan berbelit-belit bagaimana sikapnya pada kita? Atau bila perlu kita gunakan saja kekerasan untuk memaksa perempuan itu mengaku? Kadang kala memang ada orang yang baru mau mengaku jika dipakai kekerasan!"

   "Aku pikir tak usah gunakan kekerasan!"

   OoooooOoooooo "CONG-GI adalah seorang pemuda yang ringan mulut dan seringkali gampang menyemburkan kata-kata yang kasar tanpa tedeng aling-aling, aku kuatir kalau sampai waktunya dia banyak mulut"

   Kata Yu Siau-lam mengutarakan kekuatirannya.

   "Aku pikir pendapat ayahmu sangat tepat. Bila jejak ini kita bikin putus dengan kekerasan, tentu tiada hasil yang bisa kita capai. Alangkah baiknya kalau dalam segala tindak tanduk nanti, nantikan dulu maksud hatiku,"

   Pesan Hoa In-liong.

   "Baiklah!"

   Sahut Yu Siau-lam sejenak kemudian.

   "Aku akan bertindak mengikuti kerlingan mata Hoa-heng"

   Menyusul kemudian dengan ilmu menyampaikan suara diapun berpesan beberapa patah kata kepada Coa Cong-gi.

   Semenjak permulaan tadi, Coa Cong-gi sudah menganggap Hoa In-liong sebagai pemimpinnya, tentu saja ia tidak mengemukakan pendapat apa-apa.

   Pemuda itu hanya mangut sebagai tanda bahwa semua pesan itu telah diingatnya semua.

   Cahaya lampu menerangi seluruh ruangan Gi-sim-wan, suasana disitu ramai dan gaduh.

   Suara tertawa, suara pembicaraan dan suara orang bergurau serasa memekakkan telinga.

   Sementara mereka bertiga berjalan masak ke dalam, seringkali muncul perempuan- perempuan cantik dengan aneka macam potongan badan serta kegenitan berjalan mondar-mandir disana sambil tiap kali mengerling genit ke arah mereka.

   Perlu diketahui, baik Yu Siau-lam maupun Coa Cong-gi kedua-duanya adalah langganan tetap rumah pelacuran Gi-sim-wan.

   
Rahasia Hiolo Kumala Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Hampir tiap hari mereka bermain disitu lagipula jadi orang royal tak heran kalau sebagian besar pelacur-pelacur disana kenal dengan tampang 'cukong cukong muda' mereka ini.

   Berbeda sekali dengan kedatangan mereka kali ini.

   Dengan membeban tugas penting, sejak masuk ke rumah pelacuran itu mereka telah pasang mata baik-baik memperhatikan keadaan disekeliling tempat itu.

   Bukan saja mereka tidak merasakan pengaruh apa-apa oleh kerlingan maut pelacur-pelacur tersebut, malahan memandang tubuh mereka yang berliuk-liuk padat, tibatiba saja timbul rasa jijiknya yang tebal.

   Mereka segera merasa bahwa itulah profil dari seorang pelacur.

   Cia In berdiam di sebuah gedung berloteng yang mungil dan indah.

   Loteng itu berpagar bambu dengan tirai tipis yang berwarna merah muda.

   Di sekeliling gedung penuh pohon bambu yang rindang.

   Jauh di ujung sana terdapat sebuah kolam dengan air yang jernih.

   Bebungaan yang beraneka macam menyiarkan bau harum semerbak, ditambah pula suara keliningan yang dipasang diatas wuwungan rumah, suara 'ting-tang ting-tang' yang merdu membuat semaraknya suasana disana.

   Seorang pelacur ternyata mempunyai tempat tinggal yang begitu tenang, nyaman dan indah, dari sini dapat diketahui bahwa kedudukan Cia In di tempat itu boleh dibilang cukup tinggi.

   Setelah tiba di tempat itu, pelayan rumah pelacuran yang membawa jalan tadi segera berhenti.

   Sambil menuding ke dalam katanya.

   "Yu kongcu, silahkan melihat sendiri, In Ci-ji sudah menanti ditepi pagar, silahkan masuk! Silahkan masuk! Tan-ji mohon diri lebih dahulu."

   Meskipun diluaran dia bilang mau mengundurkan diri, tapi badannya cuma membungkuk belaka sama sekali tak ada tanda-tanda akan mengundurkan diri dari situ.

   Melihat sikap pelayan itu, sebagai langganan lama tentu saja Yu Siau-lam cukup mengetahui akan maksudnya, dia tersenyum.

   "Terima kasih banyak, terima kasih banyak atas bantuanmu. Nah! ini persen untukmu, harap saja tidak terlampau kurang bagimu.....!"

   Seraya berkata dia mengambil satu tahil perak dan dilemparkan ke arah pelayan tadi.

   "Tan-ji mengucapkan banyak terima kasih."

   Cepat-cepat pelayan itu berseru dengan wajah berseri.

   Ketika berbicara sampai disitu, uang perak itu sudah tiba di depan matanya, cepat dia bangkit, berdiri dan menerimanya.

   Yu Siau-lam gemas oleh tingkah laku pelayan itu.

   Selain itu diapun ingin menjajal apakah pelayan itu berilmu atau tidak? Maka ketika uang perak itu disentil ke depan, sengaja dia menyertakan pula tenaga dalamnya yang lihay.

   Maka bisa dibayangkan apa akibatnya ketika uang perak itu disambut oleh pelayan tadi, bukan saja uang itu tak sempat ditangkap, malahan tonjolan yang menongol keluar pada uang perak itu sempat menggesek telapak tangannya.

   Pelayan itu menjerit kesakitan, sambil menggertakkan gigi dia mengaduh tiada hentinya.

   Telapak tangan lecet dan berdarah, sekalipun sakitnya bukan kepalang rupanya pelayan itu lebih mementingkan uangnya daripada badan sendiri.

   Tak sempat memeriksa luka lecet itu lagi, cepat- cepat dipungutnya uang perak itu kemudian sambil memegangi telapak tangannya yang terluka ngeloyor pergi dari situ.

   Melihat setelah pelayan itu berlalu, Hoa In-liong bertiga saling berpandangan sambil tertawa mereka lantas menyeberangi kebun kecil itu dan naik ke atas loteng.

   Cia In yang cantik jelita dengan dandanan yang indah telah menanti kedatangan mereka di mulut anak tangga.

   Ketika tamunya muncul, dia lantas memberi hormat sambil berkata.

   "Rembulan terasa redup, bintang amat jarang, embun malam terasa dingin..... Rumah nyanyian, gedung pelacuran, sudah berapa rumah kau kunjungi.....? Yu-ya, apakah kau sudah tidak kenal jalanan lagi?"

   Mendengar bait syair tersebut, Yu Siau-lam segera tertawa tergelak.

   "Kekasihku Lau dari Thian-tay terpikat oleh gua kuno..... Sekalipun harus mabok, mati pun terima..... Setelah mengetahui nona Cia menyiapkan perjamuan untuk kami, sekalipun aku sudah tak kenal jalan lagi, akan kupinjam burung bangau sakti untuk menghantar aku kemari, haaaaa..... haaaaa.... haaaaaa....."

   Cia In mengerling genit, bibirnya mencibir lalu serunya.

   "Eeeh..... kau pingin mampus rupanya! Masa di hadapan sahabat baruku, begitu bertemu kau lantas hendak cari untung? Sayang gua kuno sudah tertutup, mau terpikat, pergilah terpikat sendiri!"

   Dia membalikkan tubuhnya, lalu dengan langkah yang lemah gemulai berjalan masuk ke dalam ruangan.

   Untuk kesekian kalinya Hoa In-liong bertiga saling berpandangan sambil tertawa.

   Tanpa berbicara lagi mereka ikut masuk ke dalam ruangan itu dibelakang Cia In.

   Setelah berbelok ke arah timur, ditengah-tengah gedung itu merupakan sebuah ruang tamu yang besar.

   Lampu lentera tergantung disana sini.

   Meja benar-benar telah tersedia disana.

   Siau-in-ji segera maju menyongsong kedatangan tamu-tamunya, sambil memberi hormat katanya.

   "Yaya bertiga, jika kalian tidak datang sesaat lagi, tentu arak dan sayur telah menjadi dingin semua!"

   Ketika berjumpa dengan Siau-in-ji, tiba-tiba Coa Cong-gi merasakan hatinya agak bergerak, dia lantas merogoh ke dalam sakunya dan mengambil sekeping uang perak, katanya kemudian.

   "Selama kami minum arak, tolong layanilah kami baik-baik. Nah! Uang perak ini persen bagimu untuk membeli pupur."

   Jari tangannya lantas disentil ke depan. Uang perak itu dengan kecepatan bagaikan kilat meluncur ke depan. Tiba-tiba Cia in maju ke depan, ujung bajunya segera dikebut kedepan, tiba-tiba uang perak itu sudah tergulung masuk ke dalam ujung bajunya.

   "Coa-ya, kau benar-benar berjiwa sempit"

   Katanya sambil tertawa genit.

   "Toh rahasiaku sudah ketahuan, buat apa Coa-ya menjajal kami lagi?"

   Berbicara sampai disitu, dia lantas berpaling ke arah Siau-in ji dan menambahkan.

   "Pergilah kedalam dan ambil keluar pedang mustika serta buntalan milik Hoa kongcu, agar dengan begitu orang yaya ini jadi berlega hati kalau kami memang tidak bermaksud jahat.'"

   Perkataan itu diucapkan dengan blak-blakan namun dia sendiri sama sekali tidak menunjukkan sikap marah.

   Hal ini membuat Coa Cong-gi merasa pipinya jadi merah karena jengah.

   Untuk sesaat dia jadi gelagapan dan tak tahu apa yang musti dikatakan.

   Hoa In-liong maupun Yu Siau-lam sendiri pun tertegun, mereka benar-benar merasa tak habis mengerti, dengan maksud apakah Cia In menyiapkan meja perjamuan untuk menjamu mereka? Selang sesaat kemudian, Siau-in-ji telah muncul kembali sambil membawa pedang mustika dan buntalan milik Hoa In-liong, segera ujarnya sambil tertawa.

   "Hoa-ya, apakah engkau akan periksa dulu barang-barang milikmu ini.......?"

   Hoa In-liong tertawa terbahak-bahak.

   "Haaa..... haaa..... haaa..... aku tidak kuatir kehilangan barang milikku, yang aku kuatirkan justru kalau sampai jalan darah giok-tin-hiat ku ditusuk lagi dengan jarum!"

   Cia In ikut tertawa cekikikan sehabis mendengar sindiran tersebut.

   "'Hiii..... hiii..... hiii..... Mungkin sepanjang hidupku sudah tak akan mempunyai kesempatan lagi untuk membekuk engkau. Jika kau tidak takut bila arak dan sayur ini sudah kucampuri racun, silahkan mengambil tempat duduk."

   Hoa In-liong tertawa, dia tidak banyak berbicara lagi, segera pemuda itu beranjak dan menuju ke meja perjamuan.

   Setelah masing-masing orang mengambil tempat duduk, In-ji maju memenuhi cawan tamutamunya dengan arak.

   Tiba-tiba Hoa In-liong ulapkan tangannya mencegah dayang cilik itu bekerja lebih jauh serunya.

   "Eeeh..... tunggu sebentar, akan kuperiksa dulu dengan seksama, apakah teko arak ini adalah teko yen-yang-hu atau bukan?"

   Senyuman lirik tersungging di ujung bibirnya, tentu saja pemuda itu tidak berniat sungguhsungguh untuk memeriksanya.

   Menggunakan kesempatan itu Cia In menjual lagaknya, dengan sikap manja direbutnya teko arak itu dari tangan In-ji, kemudian serunya dengan muka cemberut.

   "Tidak boleh dilihat!. Terus terang kuberitahu kepadamu, teko ini bukan teko yen-yang-hu, tapi araknya adalah arak Yenyang-ciu, lebih baik Hoaya jangan minum!"

   Yu Siau-lam segera membungkukkan badan dan merebut kembali teko arak itu dari tangan Cia In, kemudian sambil memenuhi cawan araknya perlahan-lahan dia bersenandung.

   "Dewi cantik bidadari ayo berkumpul dalam khayangan..... Suasana semarak menghilangkan derita..... Mengagumi burung yan-yang, jangan mencemooh bidadari....."

   Cia In mengerdipkan matanya dan ditujukan sikap yang aleman, serunya kemudian dengan manja.

   "Siapa toh yang kau maksudkan burung yan-yang dan siapa pula bidadarinya?. Iiiiih.... Yu-ya benar-benar tak tahu!"

   Ia memutar biji matanya, lalu sambil berpaling kepada In-ji katanya lagi.

   "Oooh..... In-ji yang nakal! Uang persenan 'kan sudah kita terima, masakah kau benar-benar akan suruh ya ya sekalian menuang arak sendiri?"

   Setelah ada perintah dari majikannya, In-ji baru menerima teko arak itu dan menuangkan arak bagi cawan-cawan tamunya. Setelah semua isi cawan dipenuhi, Cia In mengangkat cawan araknya kehadapan Hoa In-liong kemudian katanya.

   "Pertama-tama akan kuhormati dulu Hoa-ya dengan secawan arak. Semoga dengan secawan arak ini Hoa-ya dapat memberi maaf kepadaku karena sepanjang jalan telah menyiksa diri Hoa-ya."

   Sekali teguk dia menghabiskan isi cawannya. Hoa In-liong tertawa tergelak.

   "Haa..... Haa..... haa..... kebetulan aku memang sedang berpesiar ke tempat-tempat indah. Sudah lama aku punya rencana untuk berkunjung ke wilayah Kanglam. Haaaaa... ha..... haaa..... Sekalipun sepanjang perjalanan tak sempat kunikmati keindahan alam, paling sedikit 'kan aku sudah mengirit beberapa tahil perak ongkos jalan. Siapa bilang aku menderita? Malahan aku bersedia merasakan keadaan semacam itu sekali lagi."

   Dia ikut meneguk habis isi cawan sendiri.

   Menggunakan kesempatan itu Yu Siau-lam melirik sekejap ke arah Hoa In-liong.

   Ketika dilihatnya pemuda itu picingkan mata kanannya dan janggutnya ditarik sedikit sebagai tanda anggukan, tahulah dia bahwa arak itu memang tak beracun.

   Dengan hati lega pemuda she Yu ini mengangkat cawan araknya sendiri dan berkata sambil tertawa.

   "Ditemani perempuan cantik dalam sekereta sekalipun tak dapat menikmati keindahan alam, hal itu juga bukan kejadian yang patut disesali. Nona Cia aku pesan tempat dulu ya?, kalau lain waktu ada kesempatan semacam itu, tolong nona Cia beri kabar padaku. Hanya suasana romantis macam begitu baiknya jangan dirusak karena jalan darahku kau totok..."

   Tiba-tiba Cia In picingkan sebelah matanya sambil menyela.

   "Aduuh..... Aduuuh...... katanya saja seorang taki-laki sejati yang gagah perkasa, kenapa pandangan serta jiwamu begitu picik?. Aku 'kan sudah mengaku salah? Masa itu tidak cukup? kenapa musti pakai main sindir terus menerus?"

   Cia Cong-gi yang tadi ikut-ikutan berbicara mengikuti jejak rekannya, siapa tahu ketanggor batunya, sampai sekarang hatinya masih merasa tak enak.

   Sebagai seorang pemuda yang berjiwa terus terang, ia selalu teringat akan tujuan kedatangan mereka.

   Maka ketika dilihat datangnya kesempatan yang baik, dia lantas tertawa kering dan menyela.

   "Si penjagal mau bunuh babi, tapi sudah salah bunuh manusia. Apakah kau anggap hanya mengaku salah saja itu sudah cukup? Paling sedikit musti kau terangkan dulu apa sebabnya kau culik saudara kita dari keluarga Hoa......?"

   Mendengar ucapan tersebut, Yu Siau-lam merasa sangat gelisah.

   Dia menganggap waktu itu belum tiba saatnya untuk mengutarakan maksud tujuan kedatangan mereka.

   Ia kuatir jika suasana dibuat beku lebih dulu maka sampai saatnya nanti main kekerasan tak bisa, tentu keadaan mereka malah akan jadi sulit sendiri.

   Untunglah Cia In tidak memikirkan hal itu di dalam hati, dia tertawa cekikikan.

   "Hiiii..... hiii...... hiii.... Coa-ya memang lucu benar orangnya, masa kau bandingkan aku sebagai si penjagal dan membandingkan Hoa Kongcu sebagai babi. Hiiii..... hiiii..... perkataan Coa-ya kurang tepat, kau musti di hukum dengan secawan arak"

   Untuk mencari perumpamaan tersebut, dengan susah payah Coa Cong-gi harus memutar otak, maksudnya dia akan membawa pembicaraan tersebut kepokok pembicaraan yang sebenarnya.

   Siapa tahu perumpamaan itu telah digunakan lawannya untuk memukul diri sendiri.

   Untuk sesaat dia jadi menjublak dan tak mampu berkata-kata lagi.

   Yu Siau-lam sendiripun merasa agak lega setelah dilihat suasana tidak dibikin rusak oleh persoalan itu.

   Cepat dia mengangkat cawan sendiri dan berkata sambil tertawa.

   "Nona Cia, coba lihatlah benda apakah yang berada ditanganku ini?"

   "Itukan secawan arak!"

   Sahut Cia In rada tertegun.

   "Benar, benda ini adalah secawan arak!"

   Yu Siau-lam membenarkan seraya mengangguk "Aku lihat nona pun tidak berjiwa besar!"

   "Eeeeh..... Apa sangkut pautnya antara cawan arak ini dengan kebesaran jiwaku?"

   Kembali Cia Jin disaat tertegun oleh perkataan dari si anak muda ini. Yu Siau-lam tersenyum.

   "Semula kuangkat cawan dengan maksud mengucapkan beberapa kata yang enteng lalu baru menghormati nona dengan secawan arak. Siapa tahu nona tak pandai mengambil kesempatan itu untuk bergurau, malah menegur aku berpandangan dan berjiwa sempit. Adik Cong-gi segera menyambung pula dengan beberapa banyolan ternyata kau menyindir pula. Coba lihatlah, bukankah yang pantas dihukum adalah nona sendiri? Hayo, sekarang kau musti dihukum dengan secawan arak!"

   "Aaaah..... kalian jahat, kalian jahat semua!"

   Seru Cia In manja.

   "Aku tak mau kalau begitu, masa tiga orang laki-laki gede bekerja sama untuk menganiaya seorang perempuan macam aku..... kalian curang!"

   "Haaa..... haaaa..... haa..... perkataan nona terlampau serius!"

   Yu Siau-lam tertawa terbahak-bahak.

   "Baiklah, kalau begitu mulai sekarang kita kemukakan larangan, barang siapa mulai dulu dengan kata-kata yang tak senonoh, maka dia harus didenda tiga guci arak!"

   "Aduuuh.... mak, aku tidak mau ikut!"

   Cia In menjerit keras.

   "Aku sudah terbiasa hidup menjual tertawa menjual banyolan. Menyambut orang she-Thio menghantar tuan she-Li sudah menjadi kebiasaanku sehari-hari. Dan lagi kedatangan yaya sekalian ke Gi-sim-wan toh untuk mencari hiburan dan kesenangan. Sekalipun malam ini harus kulayani kalian sampai mabok, mencari kegembiraan adalah soal paling penting. Jika Yu-ya betul-betul perlakukan larangan itu, akulah yang akhirnya bakal kesal. Tidak..... tidak mau..... Aku tidak mau ikut"

   "Sudah..... Sudahlah! Gurauan kita stop sampai disini saja,"

   Sela Hoa In-liong sambil tertawa.

   "Minum arak barulah urusan kita yang paling penting."

   Menggunakan kesempatan itu Yu Siau-lam ikut memutar haluan mengikuti hembusan angin. Cepat-cepat sambungnya.

   "Betul! Betul! minum arak barulah urusan kita yang paling penting! In ji ayoh penuhi cawan arak. Aku akan menghormati nona kalian dengan secawan arak."

   Hakekatnya In-ji masih kecil.

   Ketika mendengar beberapa orang ini cekcok dan bersilat lidah, dia hanya bisa mendengarkan dengan muka tertegun, tentu saja diapun lupa untuk menuang arak.

   Sekarang setelah ditegur oleh Yu Siau-lam, dengan wajah merah jengah ia baru sadar kembali dari lamunannya.

   Cepat-cepat dia mengangkat teko arak itu dan memenuhi cawan kosong dari Cia In serta Hoa In-liong dengan wajah tersipu-sipu.

   Maka barulah adegan lain yang tak kalah serunya, mereka sambil membujuk sambil saling melotot, cawan tak pernah lepas tangan, ternyata beberapa orang itu mulai minum arak dengan bersungguh-sungguh.

   Keempat orang itu sama-sama mempunyai takaran minum arak yang besar sekali, setiap cawan yang disodorkan kehadapannya segera diteguk hingga habis.

   Rahasia Hiolo Kumala Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Cia In seperti akan mengucapkan sesuatu, tapi akhirnya maksud itu dibatalkan, dia tahu kedatangan Hoa In-liong sekalian mempunyai maksud-maksud tertentu.

   Tapi tindak tanduk mereka yang minum arak terus macam orang yang betul-betul datang untuk iseng, sangat mencengangkan hatinya.

   Entah beberapa puluh cawan sadah mereka minum, paras muka Cia In telah berubah jadi merah seperti bunga tho.

   Makin merah makin merangsang tampaknya, bikin hati orang seperti dikilikkilik.

   

   first share di Kolektor E-Book 14-08-2019 08:24:53
oleh Saiful Bahri Situbondo


Si Rase Terbang Pegunungan Salju Karya Chin Yung Keajaiban Negeri Es -- Khu Lung Bara Maharani -- Khu Lung

Cari Blog Ini