Rase Terbang Pegunungan Salju 7
Si Rase Terbang Pegunungan Salju Karya Chin Yung Bagian 7
Si Rase Terbang Pegunungan Salju Karya dari Chin Yung
Sehabis berkata begitu, ia berjalan ke belakangnya Biauw Jin Hong dan kedua tangannya lalu bergerak! Mendadak, Biauw Jin Hong yang sedang mendengari kata-kata umpakannya orang she Hoan itu, rasakan dua jalanan darahnya kesemutan, yaitu jalanan darah Hong Ti Hiat di belakang kuping dan Sin To Hiat di punggung.
"Celaka!"
Ia mengeluh.
Ia menggerakkan lengan kirinya untuk menghantam si pembokong.
Akan tetapi, oleh karena kedua jalanan darah itu adalah jalanan darah yang sangat penting, ditambah pula serangannya dilakukan dengan menggunakan ilmu "Houw Jiauw Kin Na Chiu", maka di lain saat, 'Kim Bian Hud' rasakan seluruh tubuhnya lemah tidak bertenaga.
Dengan badan yang lemas itu, meskipun mempunyai kepandaian setinggi langit, ia tak mampu mengeluarkan kepandaiannya itu.
Tapi tidak percuma Biauw Jin Hong memperoleh gelaran.
"Tah Pian Thian Hee Bu Tek Chiu"
Yang sudah kenyang mengalami macam-macam badai.
Sambil membentak laksana guntur, ia menundukkan kepalanya, dan dengan sekali mengerahkan tenaga di pinggang, badannya Hoan Pangcu yang besar terbang melewati atas kepalanya! Say Congkoan dan enam rekannya berseru keras dan menerjang keluar dari tempat sembunyinya.
Meskipun sudah dilontarkan Biauw Jin Hong.
"Houw Jiauw Kin Na Chiu"
Adalah bagaikan lintah yang meletak pada tubuh manusia.
Saat itu, Hoan Pangcu sudah berhadapan dengan Biauw Jin Hong, akan tetapi kedua tangannya masih terus menyengkeram kedua jalanan darah di belakang kuping dan di punggungnya Biauw Jin Hong.
Oleh karena begitu, 'Kim Bian Hud' masih tetap tidak berdaya.
Sesaat itu, para si wi sudah menerjang padanya./ 'Ah! Selama hidup, aku Biauw Jin Hong malang-melintang di dunia Kang Ouw, tak nyana hari ini aku harus binasa di dalam tangannya segala manusia rendah,"
Katanya di dalam hati Sesaat itu, satu si wi sudah menubruk sambil mementang kedua tangannya, untuk peluk lehernya.
Dalam kegusarannya yang meluap-luap, sedang badannya tak dapat bergerak sedikit pun, mendadak ia benturkan kepalanya ke kepalanya si wi itu.
Sebagai orang yang mempunyai ilmu weduk "Kim Ciong To", benturan itu hebat luar biasa.
Begitu kena, begitu kepalanya si wi hancur dan binasa seketika.
Semua orang jadi kesima.
Serentak terjangan mereka terhenti, dalam jarak kira-kira beberapa kaki dari Biauw Jin Hong.
Sesudah berhasil satu kali, cepat bagaikan kilat, Biauw Jin Hong benturkan kepalanya kepada tubuhnya Hoan Pangcu.
Si pemimpin pengemis mencelos hatinya.
Dalam bingungnya, ia menundukkan kepala, kedua tangannya memeluk pinggangnya "Kim Bian Hud"
Erat-erat, sedang kepalanya disesapkan di kempungannya Biauw Jin Hong.
Pada saat Hoan Pangcu memindahkan kedua tangannya dari punggung ke pinggang, kaki- tangannya 'Kim Bian Hud' dapat bergerak pula.
Ia angkat satu kakinya dan tendang terpental satu si wi yang berada paling dekat, dan berbareng, ia angkat satu tangannya untuk menghantam punggungnya Hoan Pangcu.
Tapi tangannya mandek di tengah udara, kaki-tangannya mendadak lemas kembali, sebab pada saat itu, jalanan darah di pinggangnya sudah tercengkeram kembali.
Semua kejadian itu, yang harus dituturkan secara panjang-lebar, terjadi dalam sekejap mata saja.
Say Congkoan mengetahui, bahwa cengkeramannya Hoan Pangcu hanya bisa berhasil dalam sementara waktu.
Maka itu, ia segera loncat maju dan menotok dua kali jalanan darah "Siauw Yauw Hiat di pinggangnya 'Kim Bian Hud'.
Totokan Say Congkoan tidak begitu cepat turunnya, tapi kenanya sangat berat.
Begitu kena, 'Kim Bian Hud' mengeluarkan suara "heh!"
Dan sekujur badannya seperti juga mati Hoan Pangcu yang menyesapkan kepalanya di kempungan Biauw Jin Hong, tak mengetahui adanya kejadian itu. Sepuluh jerijinya terus mencengkeram jalanan darah Biauw Jin Hong.
"Hoan Pangcu! Kau sudah memperoleh pahala besar sekali,"
Kata Say Congkoan.
"Lepaskanlah tanganmu!"
Sesudah berseru tiga kali, barulah Hoan Pangcu angkat kepalanya, tapi ia masih tidak berani melepaskan tangannya.
Satu si-wi segera mengeluarkan borgolan baja yang dibawa dari kota-raja dan lalu memborgol kedua tangan dan kakinya 'Kim Bian Hud'.
Sesudah itu, barulah Hoan Pangcu berani melepaskan kedua tangannya.
Meskipun sudah terborgol kaki-tangannya, Say Congkoan masih berkuatir, kalau-kalau dengan satu dan lain jalan, Biauw Jin Hong masih dapat meloloskan dirinya.
Jika sampai kejadian begitu, bahaya bagi dirinya tak dapat diukur bagaimana besarnya.
Memikir begitu, lantas saja ia ambil sebilah golok dari tangannya seorang rekannya, seraya berkata.
"Biauw Tayhiapl Bukannya aku, si orang she Say tidak menyinta sahabat. Tapi, oleh karena ilmu silatmu benar-benar terlalu tinggi, jika urat tangan dan urat kakimu tak diputuskan, kami semua tak dapat makan dan tidur enak."
Sembari berkata begitu, satu tangannya menyekal lengannya 'Kim Bian Hud', sedang lain tangannya mengangkat golok.
Empat kali saja golok itu turun, tamatlah riwayatnya Biauw Jin Hong sebagai "Tah Pian Thian Hee Bu Tek Chiu".
Lebih dari itu, ia malahan akan menjadi seorang bercacad yang tiada gunanya.
Melihat begitu, tak tega hatinya Hoan Pangcu.
Ia melonjorkan tangannya untuk menahan tangannya Say Congkoan, seraya berseru.
"Jangan lukakan padanya!"/ Say Congkoan tertawa dingin dan berkata dalam hatinya.
"Hm! Kau kira benar-benar aku kalah dari kau? Biar aku beri sedikit pelajaran kepadamu!"
Sembari berpikir begitu, ia lantas saja mengerahkan tenaga dalam nya dan dengan menggunakan pundak kanan ia bentur tangannya Hoan Pangcu.
Lantaran benturan itu dikirim dengan tenaga dalam yang dahsyat dan juga lantaran Hoan Pangcu sama sekali tidak mengimpi bakal diperlakukan secara begitu, maka, begitu kebentur, dengan satu suara "duk!"
Tubuhnya Hoan Pangcu terpental dan menghantam dinding papan dari kamar tersebut.
Benturan itu ada sedemikian hebat, sehingga sang dinding toblos dan badannya Hoan Pangcu terlempar keluar dari lubang itu! Say Congkoan tertawa terbahak-bahak.
Tanpa rintangan lagi, ia lalu angkat pula goloknya ...
Semua orang menahan napas! Pada detik yang memutuskan nasibnya Biauw Jin Hong, satu bentakan bagaikan guntur memecah kesunyian yang penuh ketegangan itu.
Satu bayangan hitam, yang gerakannya cepat secepat arus listrik, melesat dari dalam kelambu yang tertutup.
Itulah "Soat San Hui Ho", si Rase Terbang dari Gunung Salju! Barusan, ketika goloknya Say Congkoan terangkat naik, Ouw Hui rasakan otaknya puyeng oleh karena adanya dua pikiran yang bertentangan satu sama lainnya.
Tapi, sebagai satu ksatria, lantas saja ia mengambil keputusan.
"Walaupun Biauw Jin Hong adalah musuh yang sudah membinasakan ayahku, tapi dia adalah pendekar besar dalam jaman ini,"
Katanya di dalam hati.
"Cara bagaimana aku dapat membiarkan ia jadi korbannya segala manusia bangsa cecurut?"
Demikianlah, sambil membentak keras.
"Soat San Hui Ho"
Lalu mengenjot badannyal Bukan main hebatnya si Rase Terbang! Sebelum kedua kakinya hinggap di lantai, kedua tangannya sambar dua si wi dan benturkan kepala yang satu dengan kepala yang lain.
Seketika itu juga, dua batok kepala remuk dan roh mereka bersama-sama pergi menemui Giamkun! Semua orang kaget bagaikan disambar geledek.
Dalam kagetnya, Say Congkoan memutar badan, goloknya yang mau digunakan membacok Biauw Jin Hong, urung turun.
Di lain saat, Ouw Hui sudah merubuhkan dua orang lain.
Kamar itu adalah kamar yang tidak seberapa besar.
Di pihaknya Say Congkoan ada delapan belas orang, dua antaranya sudah binasa.
Ditambah dengan Ouw Hui dan Biauw Jin Hong, jumlah manusia dalam kamar itu tetap delapan belas dan dapatlah dimengerti, bahwa di tempat yang begitu sempit, dengan jumlah manusia yang begitu banyak, tak ada satu pun yang dapat mengeluarkan kepandaiannya.
Ouw Hui terus kasi kerja kedua tangannya dengan cepat sekali.
Dengan tangan kanan, ia hantam satu si wi yang lantas saja terpelanting, sedang tangan kirinya menyodok seorang musuh lain.
Ouw Hui agak terkejut, sebab tangan kirinya "terpleset,"
Seperti juga menghantam benda yang licin.
Ia mengawasi musuh itu yang ternyata adalah seorang tua yang jenggotnya panjang dan mukanya bersinar merah.
Dengan segera ia mengetahui, bahwa orang itu adalah satu ahli lweekee (ilmu dalam) yang tak boleh dibuat gegabah, dan memang juga benar begitu, oleh karena orang tua tersebut bukan lain daripada Chio lookunsu.
Ouw Hui sudah mendapatkan gelaran "Soat San Hui Ho"
Oleh karena bukan saja ilmu silatnya sangat tinggi, tapi juga sangat berakal-budi.
Di antara belasan musuh itu, jika satu melawan satu, semuanya bukan tandingannya.
Akan tetapi, jika mereka mengerubuti, ia bakal jadi berabe sekali.
Memikir begitu, lantas saja ia mendapat suatu daya.
Bagaikan kilat, ia menendang dadanya Leng Ceng Ki Su.
Leng Ceng Ki Su adalah ahli gwakee (ilmu luar).
Melihat sambaran kaki, ia segera membabat dengan tangannya.
Ouw Hui yang memang hanya menggertak, segera menarik pulang kakinya, dan pada saat itu, di luar dugaan orang, satu tangannya menyambar dadanya Touw Sat Kauw, sedang lain tangannya menyengkeram kempungannya Hian Beng Cu.
Ia angkat badannya dua musuh itu, yang segera digunakan sebagai senjata, untuk menghantam rombongan musuh yang berkumpul.
Oleh karena kuatir mencelakakan kedua kawannya, mereka tidak berani turun tangan ramai-ramai, lalu mundur ke pojok kamar./ Melihat keadaan yang jelek bagi pihaknya, Say Congkoan menjejek kedua kakinya dan badannya lantas melesat keluar dari antara kawan-kawannya.
Ia pentang sepuluh jerijinya untuk menyengkeram kepalanya Ouw Hui.
"Soat San Hui Ho"
Yang justru ingin Say Congkoan berbuat begitu, lantas saja loncat mundur beberapa tindak dan tertawa terbahak-bahak"
Ah, loo Say,' ia berkata dengan suara menjengek.
"Sungguh aku tak nyana, mukamu begitu punya tebal!"
Say Congkoan gusar tercampur kaget.
"Kenapa?"
Ia menanya tanpa merasa. Dengan kedua tangan tetap menyengkeram jalanan darahnya Touw Sat Kauw dan Hian Beng Cu, Ouw Hui berkata dengan suara nyaring.
"Dengan belasan orang dan dengan menggunakan akal busuk yang sangat rendah, barulah kau berhasil membekuk 'Kim Bian Hud'. Tapi apa kau tak malu? Kau, seorang yang katanya jagoan nomor satu di istana Kaisar!"
Mendengar cacian itu, yang sangat tajam, paras mukanya Say Congkoan jadi merah-padam. Ia mengebas tangannya dan kawannya lantas saja berpencar ke empat penjuru untuk mengurung Ouw Hui.
"Apa kau 'Soat San Hui Ho'?"
Ia membentak.
"Yah, itulah aku!"
Jawab Ouw Hui.
"Sudah lama aku dengar, bahwa di Pakkhia terdapat satu orang yang dipanggil Say Congkoan. Ketika itu, aku menduga, bahwa dia sedikitnya adalah satu manusia. Tapi tak dinyana, dia hanyalah satu siauwjin (manusia rendah) yang tak mengenal malu. Di sebelahnya bermuka tebal, dia ternyata tak lebih dari segentong nasi dan telur busuk! Ah, loo Say! Loo Say! Lebih baik kau pulang saja dan empo-empo orok."
Selama hidupnya, Say Congkoan adalah seorang sombong.
Maka itu, manalah ia dapat menelan makian yang sehebat itu? Akan tetapi, walaupun dadanya seperti mau meledak, sebagai seorang licik, ia masih menghitung-hitung.
Ia lihat Ouw Hui berusia sangat muda, sehingga, biarpun lihay, menurut perhitungannya, tenaga-dalamnya tentu belum seberapa.
Akan tetapi, melihat caranya ia menengteng Touw Sat Kauw dan Hian Beng Cu seperti juga orang menengteng ayam, hatinya jadi bersangsi.
Demikianlah, sedang ia belum dapat mengambil keputusan cara bagaimana harus bertindak, Ouw Hui sudah menggape dan berkata.
"Mari, mari! Mari kita main-main. Jika dalam tiga kali jurus aku belum dapat merubuhkan kau, 'Soat San Hui Ho' akan berlutut di hadapanmu!"
Say Congkoan yang sedang bersangsi, lantas saja menjadi girang ketika dengar tantangan Ouw Hui.
Dalam perhitungannya, meskipun ia tidak dapat menjatuhkan si Rase Terbang, akan tetapi, adalah mustahil ia bisa dirubuhkan oleh Ouw Hui dalam tiga jurus.
Lantas saja ia tertawa terbahak-bahak.
"Baik, baik!"
Katanya.
"Baiklah! Aku si orang she Say akan menemani kau main-main."
"Tapi, bagaimana jika dalam tiga jurus, kau rubuh dalam tanganku?"
Menanya Ouw Hui. 'Aku menyerah atas segala kemauanmu,"
Jawab Say Congkoan.
"Kau pandang aku sebagai apa sih? Jika sampai kejadian begitu, aku si orang she Say mana ada muka untuk hidup lebih lama dalam dunia ini? Jangan rewel! Jagalah ini!"
Sembari berkata begitu, ia menghantam dadanya Ouw Hui dengan kedua tangannya.
Oleh karena kuatir Ouw Hui menggunakan tubuh Touw Sat Kauw dan Hian Beng Cu untuk menyambut serangannya, maka sembari memukul, ia mengangsek, untuk memaksa si Rase Terbang menggunakan kedua tangannya.
Ouw Hui mengawasi menyambarnya pukulan itu dengan mata tajam, ia tak berkelit, juga tak menyampok.
Si Rase Terbang Pegunungan Salju Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pada saat kedua tangannya Say Congkoan hampir mengenakan dadanya, mendadak saja ia menyedot napas dan mengkeretkan dadanya, dan pukulannya Say Congkoan lantas menjadi punahi Say Congkoan terkejut.
Ia tak nyana, Ouw Hui yang berusia masih begitu muda, mempunyai lweekang yang begitu dalam.
Buru-buru ia loncat mundur lantaran takut si Rase Terbang menghantam balik dengan tenaga dalamnya./ "Jurus pertama!"
Berseru kawan-kawannya si Congkoan.
Sebenarnya, gebrakan itu hanya boleh dihitung separoh jurus, sebab baru Say Congkoan yang mengirim pukulan dan Ouw Hui belum membalas.
Akan tetapi, oleh karena ingin membantu si Congkoan, kawan-kawannya lantas saja menghitung "satu jurus".
Ouw Hui mesem tawar.
Tiba-tiba ia mendehem dan riaknya menyambar mukanya Say Congkoan, sedang kedua kakinya, dalam gerakan berantai, mengirim dua tendangan.
Bukan main kagetnya Say Congkoan melihat serangan riak dan dua kaki itu.
Ia tahu, jika ingin menyingkirkan riak, ia harus meloncat tinggi atau menundukkan kepala Tapi, jika meloncat tinggi.
kempungannya tentu jadi sasaran kaki kiri musuh, sedang jika ia menunduk, janggutnya pasti akan berkenalan dengan kaki kanannya Ouw Hui.
Demikianlah, dalam keadaan serba sukar, ia angkat kedua tangannya ke dada untuk menyambut kedua tendangan itu dan membiarkan sang riak menyambar mukanya.
Dengan satu suara "plok!"
Riaknya Ouw Hui nemplok di antara kedua alisnya! Bukan kepalang malunya Say Congkoan. Tapi lebih malu lagi, ia malahan tidak berani menyusut riak itu, lantaran kuatir serangan musuh.
"Jurus kedua!"
Berseru kawan-kawannya. Tapi seruan itu tidak senyaring yang pertama. Say Congkoan yang memang martabatnya rendah, diam-diam merasa girang. 'Ah! Biarlah aku menelan sedikit hinaan,"
Katanya di dalam hati.
"Dengan menjaga diri baik-baik, apa sukarnya menyambut satu serangannya? Sesudah itu, aku mau lihat, apa lagi ia bisa kata?"
"Tinggal sejurus lagi!"
Ia membentak.
"Hayo!"
Ouw Hui mesem, la maju setindak dan sekonyong-konyong angkat tubuhnya Touw San Kauw dan Hian Beng Cu yang lantas dihantamkan ke arah Say Congkoan.
Serangan semacam itu memang sudah diduga oleh Say Congkoan.
Sedari tadi ia sudah mengambil putusan, bahwa jika terpaksa, ia tak akan sungkan-sungkan untuk mencelakakan juga kawan sendiri.
Maka itu, begitu tubuh kedua kawannya menyambar, iasegera mengerahkan tenaganya dan menyampok dengan kedua tangannya.
Tapi, mengimpi pun si Congkoan tak pernah mengimpi, bahwa sekali ini ia "ketemu batunya".
Sebagaimana diketahui, Ouw Hui telah menyengkeram jalanan darah kedua jagoan itu, sehingga mereka tak dapat bergerak sama sekali.
Pada sebelum tubuhnya kedua tawanan itu kebentrok dengan tangannya Say Congkoan, secara mendadak si Rase Terbang melepaskan cengkeramannya di jalanan darah dan hanya menyekal dengan cekalan biasa.
Di lain pihak, begitu lekas jalanan darahnya terbuka dan kaki-tangannya dapat bergerak pula dengan leluasa, sebagai ahli-ahli silat, secara otomatis Touw Sat Kauw dan Hian Beng Cu menghantam kalang-kabutan dengan kaki-tangannya, dengan tujuan melepaskan dirinya dari cekalan musuh.
Hantaman itu, yang dikirim dengan kegusaran dan kenekatan, bukan main dahsyatnya.
Satu teriakan mengerikan keluar dari mulutnya Say Congkoan! ulu-atinya, dadanya, kempungannya dan beberapa anggauta badan lain kena dihajar telak sekali.
Kakinya lemas dan tanpa ampun, ia jatuh duduk! Ouw Hui melepaskan cekalannya dan menyengkeram pula jalanan darahnya Touw Sat Kauw dan Hian Beng Cu.
"Jurus ketiga!"
Ia berseru.
Mulutnya berteriak, jerijinya menyengkeram terlebih keras dan kedua tawanannya lantas saja menjadi pingsan.
Sekali lagi ia angkat kedua tubuh itu yang lantas saja dilontarkan ke arah dua jagoan lain.
Mereka terkejut dan lalu loncat minggir, oleh karena kuatir mengalami nasib seperti Say Congkoan.
Sembari melemparkan tubuh orang, Ouw Hui barengi melompat dan pada sebelum kakinya kedua jagoan yang loncat minggir itu hinggap di atas lantai, ia sudah sambar tubuh kedua orang itu dan menyengkeram jalanan darahnya.
Sesudah itu, barulah ia memutar badan dan berkata kepada Say Congkoan.
"Sekarang bagaimana?"/ Congkoan yang temberang itu, sekarang mati kutunya. Ia menundukkan kepalanya dan mukanya pucat bagaikan kertas.
"Sukamu,"
Jawabnya dengan suara perlahan.
"Guna apa tanya- tanya lagi?"
"Lepaskan Biauw Tayhiap!"
Ia memerintah. Say Congkoan segera berpaling dan mengebaskan tangannya kepada dua si wi yang berdiri paling dekat. Mereka tidak berani membantah dan segera membuka borgolannya Biauw Jin Hong. Jalanan darah "Kim Bian Hud"
Telah ditotok oleh Say Congkoan dan kedua si wi itu tidak dapat membukanya, akan tetapi, baru saja Ouw Hui mau bergerak menolong, Biauw Jin Hong sudah mengerahkan pernapasannya dan begitu borgolan terbuka, ia menarik napas dalam-dalam dan jalanan darahnya sudah bebas kembali.
Hampir berbareng, kaki kirinya menendang dan tubuhnya Leng Ceng Ki Su terpental.
Belum puas dengan itu, satu tinjunya menjotos dan satu jagoan lain jungkir-balik.
Hoan Pangcu yang tadi dihajar oleh Say Congkoan sehingga badannya menobloskan dinding papan, sesudah lewat beberapa lama barulah bisa bangun berdiri.
Apa celaka, selagi ia berjalan masuk ke kamar dari lubang dinding, tubuhnya jagoan yang dijotos terpental oleh Biauw Jin Hong, menubruk ia.
Tubrukan itu cukup hebat dan dalam keadaan setengah sadar, tanpa perdulikan kawan atau lawan, mereka saling menghantam dengan sekuat tenaga.
Di lain pihak, sebagai pentolan Kun Lun Pay, begitu ditendang Biauw Jin Hong, selagi badannya berada di tengah udara, Leng Ceng Ki Su goyang pinggangnya, sehingga ia jatuh di atas ranjang.
Ouw Hui terkejut bukan main.
Ia menjejek kedua kakinya untuk melompat, guna menyeret keluar badannya Leng Ceng Ki Su.
Tapi sebelum bergerak, satu kesiuran angin tajam menyambar dadanya, dan berbareng, dari sebelah kanan terdengar sambaran golok.
Ternyata, Chio lookunsu dan satu si wi sudah serang padanya dengan berbareng.
Goloknya si wi masih dapat dipunahkan, akan tetapi pukulan Chio lookunsu sukar dapat diegos.
Maka itu, dengan terpaksa ia menyambut serangan itu.
Akan tetapi, ilmu silat Thay Kek adalah bagaikan gelombang, pukulan yang satu menyusul yang lain, dan oleh karena begitu, niatannya untuk menyeret keluar tubuhnya Leng Ceng Ki Su menjadi gagal.
Begitu jatuh di atas pembaringan, Leng Ceng Ki Su segera bangun kembali sembari menyepak dengan kakinya.
Apa celaka, kakinya menyepak selimut dan, pada saat itu juga, sebagian badannya Biauw Yok Lan jadi kelihatan! Biauw Jin Hong yang sedang mengamuk, berhenti sejenak ketika melihat tubuhnya wanita itu.
Ia mengawasi dan ...
kedua matanya lantas saja "keluar api".
Siapa yang tidak kaget, melihat wanita itu yang berbaring dengan hanya mengenakan pakaian dalam, adalah puteri sendiri? "Lan ji (anak Lan), kenapa kau?"
Ia berteriak.
Biauw Yok Lan, yang ditotok jalanan darahnya, tak dapat menyahut.
Ia hanya mengawasi sang ayah dengan paras muka merah.
'Kim Bian Hud' loncat dan tarik puterinya.
Tubuhnya Yok Lan ternyata lemas bagaikan kapas akibat totokan.
Dengan mata sendiri, tadi ia lihat Ouw Hui loncat keluar dari pembaringan itu, maka dapatlah dimengerti, jika darahnya jadi berdidi.
Tak sempat ia membuka jalanan darah puterinya.
Sembari berteriak.
"Binatang!"
Ia merampas sebatang pedang dari tangan satu musuhnya dan mengirim tiga tikaman hebat ke arah si Rase Terbang, sembari menghantam juga dengan satu tangannya.
Serangan itu, yang dikirim dengan kegusaran hebat, bukan main dahsyatnya.
Ouw Hui terkesiap dan segera loncat untuk menyingkirkan diri.
Dengan suara "buk", tinjunya Biauw Jin Hong menghantam punggungnya satu kiamkek (ahli pedang) undangannya Touw Sat Kauw.
Dalam Rimba Persilatan, kiamkek tersebut kesohor kuat kakinya, kuda-kudanya tak terkisar, walaupun ditarik belasan orang.
Jotosan Biauw Jin Hong, yang dikirim dengan tenaga dalam yang sepenuhnya, sebenarnya ditujukan untuk Ouw Hui.
Akan tetapi, si Rase Terbang yang gerakannya cepat luar biasa, sudah dapat kelit pukulan itu, yang secara tepat menyasar ke punggungnya/ kiamkek tersebut.
Begitu kepukul, kedua kakinya cukup teguh, adalah punggungnya tidak sekuat kaki.
Dengan suara "krek", punggungnya patah dua, badannya segera doyong bagaikan pohon rubuh, tapi kedua kakinya masih tetap berdiri tegak! Melihat dahsyatnya Bi.iuw Jin Hong, semua orang lalu berpencaran untuk menyingkirkan diri.
Sesaat itu.
"Kim Bian Hud"
Sudah mengirim pula satu tendangan hebat ke arah Ouw Hui.
Melihat Biauw Yok Lan yang rebah di atas ranjang tanpa berdaya, si Rase Terbang lantas saja mengambil satu putusan untuk menyelamatkan dirinya nona Biauw yang suci-bersih.
Begitu kakinya Biauw Jin Hong bergerak, ia sambar badannya satu si wi yang digunakan sebagai tameng, sedang ia sendiri loncat ke depan pembaringan.
Cepat bagaikan kilat, ia menggulung tubuhnya nona Biauw dengan selimut, dan sebelum orang dapat melihat tegas gerakannya, badannya sudah melesat keluar dari lubang dinding.
"Binatang! Lepaskan anakku!"
Berteriak Biauw Jin Hong sekeras suara. Ia segera mengenjot badan untuk mengubar, akan tetapi, oleh karena sempitnya kamar dan serangannya beberapa jagoan, untuk sementara "Kim Bian Hud"
Tak dapat menoblos keluar.
Melihat kegusaran dan keangkeran Biauw jin Hong, Ouw Hui merasa agak gentar.
Sambil mendukung Yok Lan ia tak berani hentikan tindakannya.
Begitu tiba di tebing, dengan satu tangan mencekal tambang is segera merosot turun dari puncak.
Ia mengetahui, di dekat situ terdapat satu guha yang jarang didatangi manusia.
Lantas saja ia mengerahkan tenaga dalamnya dan berlari-lari ke guha itu dengan menggunakan ilmu entengkan badan.
Kira-kira seminum teh, tibalah mereka di guha itu.
Hati-hati Ouw Hui senderkan badannya Yok Lan di dinding guha.
Dalam pada itu, Ouw Hui berada dalam keadaan serba salah.
Untuk membuka jalanan darahnya Yok Lan, tak dapat tidak ia harus menyentuh badannya si nona.
Jika tidak segera ditolong, nona Biauw bisa mendapat luka di dalam oleh karena ia sama sekali tidak mengerti ilmu silat.
Dalam sangsinya, ia segera mengeluarkan bahan api dan menyulut sebatang cabang kering.
Di bawah sinarnya api yang remeng-remeng, ia merasa parasnya si nona jadi terlebih cantik lagi.
"Biauw Kouwnio,"
Kalanya "Aku sesungguhnya tidak berani berlaku kurang ajar terhadapmu. Akan tetapi, untuk membuka jalanan darahmu, aku harus menyentuh sebagian badanmu. Bilanglah, cara bagaimana aku harus berbuat?"
Biauw Yok Lan tak dapat menggerakkan anggauta badannya, tapi dari sorot matanya dapatlah diketahui, bahwa si nona sedang kemalu-maluan, tercampur dengan rasa berterima kasih.
Ouw Hui jadi merasa sangat girang dan lalu membuka jalanan darah nona Biauw dengan jerijinya.
Perlahan-lahan, kaki-tangannya dapat bergerak pula.
"Terima kasih,"
Katanya dengan suara tertahan. Sesaat itu.
"Soat San Hui Ho"
Yang tidak gentar menghadapi musuh yang bagaimana tangguh, jadi tergugu di hadapannya si gadis yang lemah lembut.
Lama, lama sekali ia berdiri tanpa mengeluarkan sepatah kata.
Akhirnya, sesudah berhasil memulihkan ketenangannya, barulah ia berkata dengan suara perlahan, 'Aku adalah seorang kasar.
Barusan, dengan tidak disengaja, aku terpaksa melanggar adat sopan-santun.
Kebersihan hatiku, Langit dan Matahari menjadi saksinya.
Mohon nona sudi memaafkannya." 'Aku mengerti,"
Jawab si nona sembari menundukkan kepala.
Banyak sekali perkataan ingin diucapkan oleh kedua orang muda itu, akan tetapi semua perkataan tak dapat keluar dari tenggorokan.
Lama sekali, bagaikan sepasang manusia gagu, mereka duduk berhadapan di tempat gelap itu.
Di luar guha luar biasa dingin dengan es dan saljunya, akan tetapi di dalam guha dirasakan hangat oleh karena hati mereka adalah hangat.
Akhirnya, kesunyian dipecahkan oleh Biauw Yok Lan.
"Tak tahu bagaimana nasibnya ayah,"
Kata ia./ 'Ayahmu adalah seorang gagah yang tiada tandingan dan kawanan manusia itu sama sekali bukan tandingannya,"
Jawab Ouw Hui dengan suara menghibur.
"Legakanlah hatimu."
Si Rase Terbang Pegunungan Salju Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Nona Biauw menghela napas panjang.
"Kasihan ayah,"
Katanya.
"Ia anggap kau ... kau berlaku tak baik terhadapku."
"Kita tak dapat menyalahkan ia,"
Kata Ouw Hui.
"Kita tak dapat merobah keadaan itu."
Tiba-tiba paras mukanya Yok Lan berobah merah dan berkata dengan suara jengah.
"Oleh karena hati ayah pernah terluka hebat, maka ia gampang sekali tersinggung. Mohon Ouw ya tidak menjadi gusar." 'Ada urusan apa yang membikin luka hatinya?"
Menanya Ouw Hui. Sesudah mengeluarkan perkataan itu, barulah ia merasa sudah keterlepasan bicara. Ia ingin sekali menyimpangkan pembicaraan, tapi tak tahu harus berkata apa. Demikianlah.
"Soat San Hui Ho"
Yang terkenal cerdas, jadi seperti manusia tolol di hadapannya Biauw Yok Lan.
"Walaupun soal ini adalah soal yang sangat memalukan, akan tetapi aku boleh tak usah menutupi terhadapmu,"
Kata Yok Lan.
"Soalnya adalah soal ibuku."
"Ah!"
Ouw Hui keluarkan seruan tertahan.
"Ibuku telah membuat satu kesalahan besar,'' kata si nona.
"Mana ada manusia yang tidak pernah salah?"
Kata Ouw Hui.
"Soal kesalahan janganlah terlalu dibuat pikiran."
Biauw Yok Lan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kesalahannya terlalu besar,"
Katanya sambil menghela napas.
"Seorang wanita tak dapat membuat kesalahan begitu. Lantaran kesalahannya, ia harus mengorbankan jiwa, dan malahan ayahku, hampir-hampir ia turut membuang jiwa,"
Ouw Hui berdiam tapi hatinya sudah menduga duduknya persoalan.
"Ayahku adalah seorang gagah dari kalangan Kang Ouw, sedang ibuku adalah satu ciankim siocia, puterinya satu pembesar negeri,"
Menerangkan Yok Lan.
"Satu waktu, secara kebetulan ayah menolong keluarga ibu dan oleh karena adanya budi itu, mereka lalu menikah. Mereka sungguh tidak sembabat. Tapi itu masih tidak mengapa. Yang lebih hebat, ayah telah berbuat satu kesalahan besar. Di hadapan ibu, sering-sering ia memuji ibumu!"
"Ibuku?"
Ouw Hui menegasi dengan suara heran.
"Benar,"
Jawabnya.
"Pada waktu ayah pibu (bertanding) dengan ayahmu, ibumu telah mengasi lihat suatu sifat yang melebihi laki-laki jantan. Kalau sedang omong-omong, sering sekali ayah sebut-sebut untung ayahmu yang dikatakan baik sekali. 'Ouw It To hidup sehari dengan didampingi isterinya, lebih beruntung dari lain orang yang hidup seratus tahun,' demikian sering- sering ayah berkata. Ibuku tidak kata apa-apa, tapi hatinya semakin lama jadi semakin mendongkol. Belakangan Tian Kui Long, dari Thian Liong Bun, mengunjungi kami sebagai tetamu. Ia adalah seorang lelaki yang berparas cakap sekali dan di sebelahnya itu, pandai benar ia mengambil-ambil hati wanita. Dalam kekhilafannya, ibuku mengikut dia lari." 'Ada kejadian begitu?"
Kata Ouw Hui dengan kaget sekali.
"Waktu itu aku baru berusia dua tahun,"
Yok Lan sambung penuturannya dengan suara sedih.
"Sambil mendukung aku, malam-malam ayah mengubar. la tak makan dan tak tidur. Sesudah mengubar tiga hari dan tiga malam, ia dapat menyandak. Melihat ayahku, Tian Kui Long berlutut dan minta-minta ampun. Selagi ayah mau turunkan tangan, ibu menyelak dan menubruk. Melihat ibu benar-benar sudah berobah pikiran dan menyintai lelaki itu, ayah menghela napas panjang berulang-ulang dan segera berlalu sambil mendukung aku. Begitu pulang, ia sakit berat, hampir- hampir ia mati. Ayah pernah kata, kalau bukan kasihan aku yang bakal jadi sebatang kara dalam dunia yang lebar ini, benar-benar ia sudah bosan hidup. Tiga tahun, ayah tak pernah melangkah pintu. Kadang-kadang, sambil mendongakkan kepala, ia mengeluh, Ah, Lan! Lan! Kenapa kau begitu gila!' Seperti aku, ibu pun bernama 'Lan.'"/ Menutur sampai di situ, mukanya Yok Lan mendadak merah Pada jaman itu, namanya seorang wanita adalah suatu rahasia, orang luar cuma mengetahui she-nya (nama keluarga). Kecuali kepada orang yang sangat dekat, rahasia nama tak dapat gampang-gampang dibuka. Maka itu tidaklah heran jika si nona menjadi jengah, ketika tanpa merasa, ia sudah memberitahukan namanya kepada Ouw Hui. Mendengar penuturan si nona, bukan main terharunya Ouw Hui. Ia terharu berbareng merasa berterima kasih, oleh karena si nona sudah mempercayai rahasia rumah tangga yang begitu besar, kepadanya. Dan hatinya jadi semakin bergoncang, ketika mendengar si nona memberitahukan namanya sendiri.
"Biauw Kouwnio,"
Kata ia.
"Tian Kui Long adalah manusia yang berhati sangat busuk. Aku rasa, ia bukan benar-benar mencintai ibumu."
"Ayah pun pernah mengatakan begitu,"
Jawabnya.
"Belakangan, sering-sering ayah sesalkan diri sendiri. Ia kata, jika ia tidak bersikap terlalu tawar terhadap ibu, pastilah ibu tidak kena digoda orang. Maksud sebenarnya dari orang she Tian itu memang juga adalah untuk menggaet satu peta bumi dari suatu harta karun. Peta bumi itu adalah warisan leluhur keluarga Biauw. Akan tetapi, meskipun ia berhasil membikin rumah-tangga ayah jadi berantakan, meskipun ia berhasil membikin aku jadi anak tanpa ibu, pada akhirnya usahanya yang busuk itu gagal sama-sekali. Sesudah hidup beberapa lama dengan ia ibuku mengetahui maksud tujuannya yang busuk. Maka itulah, pada waktu mau menutup mata, ibu telah memesan, supaya satu tusuk konde mutiara kepala burung hong dipulangkan kepada ayah. Dalam tusuk konde itulah tersimpan peta bumi yang dicari-cari oleh Tian Kui Long."
Sesudah itu, Yok Lan segera menceritakan segala pengalamannya Lauw Goan Ho waktu ia bersembunyi di kolong ranjangnya Tian Kui Liong.
Akhirnya ia tuturkan, cara bagaimana peta bumi itu sudah dirampas oleh kawanan Po Si, yang dengan membawa golok komandonya Cwan Ong, sedang berusaha mencari harta karun itu.
"Yah, orang she Tian itu bukan main jahatnya"
Berkata Ouw Hui.
"Lantaran jeri terhadap ayahmu dan juga sebab gagal merampas peta, ia sudah coba menggunakan tangannya pembesar negeri untuk membekuk ayahmu, supaya bisa paksa ayahmu mengeluarkan peta bumi itu. Tapi ia tak dapat melawan maunya Tuhan. Hai! Gara-gara harta karun itu, tak tahu berapa banyak orang sudah mesti mengorbankan jiwa ."
Ia berhenti sejenak dan kemudian berkata pula.
"Tapi ... tapi, justru lantaran gara-gara harta karun itu, ayah dan ibuku jadi terangkap jodo."
"Apa?"
Menanya nona Biauw dengan perasaan sangat ketarik.
"Hayo, ceritakan!"
Ouw Hui mesem sembari mengawasi si nona yang paras mukanya bersinar gembira.
"Kau tahu siapa ibuku?"
Menanya ia.
"Ia adalah saudari misanan dari Touw Sat Kauw!"
Yok Lan jadi terlebih heran lagi "Sedari kecil aku sudah kenal Touw pehpeh, tapi ayah belum pernah memberitahukan hal itu,"
Katanya. 'Aku mengetahui hal itu dari surat-surat peninggalan ayah,"
Menerangkan Ouw Hui.
"Mungkin sekali, ayahmu tak tahu rahasia ini. Sudah lama sekali Touw chungcu mendapat endusan, bahwa harta karun itu tersimpan di punyak Giok Pit Hong. Maka itulah, ia sudah berdirikan rumah di puncak tersebut dan tak hentinya berusaha untuk mencarinya. Akan tetapi, lantaran otak tumpul dan juga sebab tak berjodo, usahanya itu tinggal sia-sia. Di lain pihak, ayah yang menyelidiki secara diam-diam, ada lebih beruntung. Waktu masuk ke dalam guha harta, ia dapat lihat ayahnya Tian Kui Long dan ayahnya Hoan Pangcu binasa bersama-sama. Pada ketika ayah mau menyongkel harta itu, ibu mendadak datang. Kepandaian ibuku banyak lebih tinggi daripada Touw chungcu. Melihat beberapa hari beruntun, ayah berkeliaran di sekitar tempat itu, hatinya lantas saja bercuriga dan lalu menguntit. Hari itu, ia turut masuk ke dalam guha harta dan bertempur dengan ayahku. Sebagai buntut dari pertandingan itu, kedua belah pihak saling mengagumi dan di situ juga ayah meminang ibuku. Ibu/ memberitahu, bahwa sedari kecil ia dipelihara oleh kakak misanannya, yaitu Touw chungcu, sehingga jika ayah ambil harta itu, ia merasa tidak enak terhadap kakaknya itu. Oleh karena begitu, ibu suruh ayah memilih satu antara dua, ia atau harta. Ayah hanya bisa mendapat satu, tak mungkin mendapat dua-duanya. Ayah tertawa terbahak-bahak dan mengatakan, bahwa walaupun di hadapannya berjejer sepuluh laksa gudang harta, tanpa bersangsi ia akan memilih ibu. Ayah lalu menulis sebuah tulisan yang menuturkan segala kejadian itu dan menempel tulisan tersebut di dalam guha. Di bawahnya tulisan itu, ayah dan ibu masing-masing menulis satu syair, supaya di kemudian hari, orang yang menemukan gudang harta tersebut dapat mengetahui, bahwa di dalam dunia kini, yang paling berharga bukannya harta, akan tetapi kecintaan yang suci- murni."
Mendengar sampai di situ, Yok Lan mengawasi Ouw Hui dengan sorot mata kagum.
"Biarpun kedua orang-tuamu meninggal dunia dalam usia muda, akan tetapi mereka banyak lebih berbahagia daripada kedua orang-tuaku,"
Katanya dengan suara perlahan. 'Akan tetapi, sebagai anak piatu, aku lebih banyak merasakan sengsara daripada kau,"
Kata Ouw Hui. Nona Biauw mengawasi dengan perasaan kasihan.
"Yah,"
Katanya s.imbil menghela napas "Jika ayahku mengetahui kau masih hidup, biar bagaimana pun juga, ia akan pelihara kau. Jika itu terjadi, bukankah siang-siang kita sudah mengenal satu sama lain?"
"Kalau aku menumpang di rumahmu, mungkin sekali kau merasa sebal akan diriku,"
Kata Ouw Hui sembari tertawa.
"Tidak."
Kata Yok Lan dengan suara keras.
"Mana bisa begitu? Aku pasti akan perlakukan kau seperti saudara kandung sendiri."
Jantungnya Ouw Hui berdenyut keras.
"Tapi ... tapi apakah pertemuan kita tidak terlalu lambat?"
Ia menanya. Nona Biauw tidak lantas menyahut selang beberapa saat, barulah ia menjawab dengan suara berbisik.
"Tidak!"
Si Rase Terbang jadi girang bagaikan kalap. Jawaban si nona sudah merupakan satu pengakuan yang tak dapat ditafsirkan lain, daripada satu pengakuan, bahwa ia menyintai Ouw Hui. 'Aku bersumpah,"
Ia berkata dengan suara terharu.
"bahwa selama hidupku, aku Ouw Hui tak akan mensia-siakan kau!"
Kedua orang muda itu lantas saling menyekal tangan dan tidak berkata-kata lagi.
Bagi dua hati yang sudah bersatu, kata-kata tidak diperlukan lagi.
Bagi mereka guha yang kecil dan sempit itu sudah merupakan merupakan dunia yang serba lengkap, sehingga mereka seakan-akan lupa, bahwa di luar guha masih terdapat langit dan bumi yang tiada batasnya.
Lama, lama sekali mereka saling menyekal tangan.
Akhirnya, lagi-lagi Biauw Yok Lan yang memecahkan kesunyian.
"Mari kita bersama-sama mencari ayah,"
Mengajak ia.
"Baiklah,"
Sahut Ouw Hui, yang sebenar-benarnya sungkan berkisar dari situ. Yok Lan pun mempunyai perasaan yang sama. Maka itu, lantas saja ia berkata.
"Sedang Touw chungcu masih mempunyai ikatan keluarga dengan kau, kenapa kau mau tempur padanya?"
Ouw Hui kertek giginya. 'Ah! Jika diceritakan, sungguh-sungguh mendeluhkan,"
Katanya.
"Pada waktu mau menutup mata, ibuku menulis satu surat wasiat yang ditaroh di atas buntalan pakaianku. Dalam surat itu, ia memohon ayahmu dan Touw chungcu, supaya mereka suka memelihara aku sampai menjadi besar. Akan tetapi belakangan terjadi kejadian yang tidak diduga- duga. Peng sisiok telah bawa aku kabur. Oleh karena menduga ayahmu mempunyai niatan kurang baik terhadapku, ia bawa aku kabur ke tempatnya Touw chungcu. Akan tetapi, sebaliknya dari ayahmu, adalah Touw chungcu yang berhati busuk. Ia sangat ingin merampas kitab ilmu silat/ ayahku dan di sebelahnya itu, ia pun menduga kedua orang-tuaku mengetahui rahasia gudang harta itu. Begitulah, diam-diam ia sudah menggerayangi barang-barang peninggalannya ibu. Peng sisiok yang mengetahui kejadian itu, buru-buru mabur sambil mendukung aku. Ia berhasil membawa Buhak Pitkip (Kitab Ilmu Silat) ayahku, tapi sebuntal barang-barang peninggalan ibu, sudah hilang di rumah Touw chungcu. Itulah sebabnya kenapa aku sudah janjikan untuk mengadakan satu pertemuan dengan ianya, guna mengambil pulang barang peninggalannya ibuku."
"Biasanya terhadap lain orang Touw chungcu selalu berlaku manis budi, tak nyana terhadap kau, ia begitu jahat,"
Kata si nona.
"Hm!"
Ouw Hui keluarkan suara di hidung.
"Bahwa ia sudah bersekutu untuk mencelakakan ayahmu, sudah merupakan bukti cukup dari kejahatannya,"
Belum habis perkataannya, dari arah sebelah kiri mendadak terdengar suara beradunya senjata, dicampur dengan bentakan-bentakan! Ouw Hui yang kupingnya tajam luar biasa, segera berkata.
"Heran! Kenapa suara itu keluar dari bawah tanah? Kau tunggu di sini, aku akan pergi menyelidiki."
"Tidak! Aku ikut,"
Kata si nona. Ouw Hui yang sebenarnya tak ingin tinggalkan ia sendirian, lantas saja berkata.
"Baiklah."
Sambil menuntun tangannya nona Biauw, ia lalu berjalan keluar dari guha itu.
Malam itu adalah malam sha gwee capgo (bulan tiga, tanggal lima belas.) Sang Puteri Malam yang bundar menyiarkan sinarnya yang putih bagaikan perak di atas salju yang putih pula.
Sungguh indah pemandangan itu.
Mereka seakan-akan berada dalam dunia impian.
Oleh karena kuatir si nona kedinginan, Ouw Hui membuka juba luarnya dan berikan itu kepada Yok Lan.
Perlahan mereka menuju ke arah suara itu.
Sesudah berjalan beberapa lama, suara itu kedengaran semakin keras Ouw Hui berhenti sejenak dan memasang kupingnya 'Ah! Suara itu datang dan gudang harta,"
Katanya.
"Mereka tentu sedang bertempur untuk berebut harta karun itu."
Dari kitab peninggalan mendiang ayahnya, si Rase Terbang sudah mendapat tahu di mana letaknya guha harta itu dan sudah pernah masuk-keluar beberapa kali.
Dari guha itu, ia sudah ambil syair yang ditulis oleh kedua orang-tuanya dan ambil juga pit emas ayahnya Tian Kui Long, yang ia sudah timpukkan kepada Tian Ceng Bun pada pagi itu.
Walaupun sudah keluar-masuk di gudang harta, akan tetapi mengingat pesanan kedua orang-tuanya, Ouw Hui belum pernah memikir untuk meraba emas-permata itu.
Begitu mengetahui dari mana datangnya suara itu, si Rase Terbang segera menduga, bahwa Po Si dan kawan-kawannya sedang saling bunuh untuk kangkangi emas-permata itu.
Dugaan Ouw Hui memang benar adanya.
Ketika itu, orang-orang dari Thian Liong Bun, Eng Ma Coan dan Peng Tong Piauw Kiok sedang bertempur mati-matian dengan ditonton oleh Po si sembari mesem tawa.
Dalam hatinya ia ingin menunggu sampai semua orang menjadi rusak dan kemudian barulah membereskan mereka satu per satu Sesaat itu, Ci Hun lang dan Him Goan Hian bergelut dan bergulingan di atas tanah.
Semakin lama mereka semakin mendekati perapian.
Bermula masing-masing ingin mendorong musuhnya ke arah api, akan tetapi, sesudah bergulingan beberapa kali, perapian yang tersentuh itu hampir saja menjadi padam.
"Gila kau!"
Memaki Po Si.
"Kalau perapian padam, kau semua mampus kedinginan di sini!"
Ia angkat kaki kanannya dan menyontek badannya Ciu Hun Jang yang sedang memeluk Him Goan Hian. Tubuhnya kedua orang itu lantas saja "terbang", akan kemudian ambruk kembali di atas tanah dengan satu suara "buk!"
Si Rase Terbang Pegunungan Salju Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sembari mesem-mesem, Po Si membungkuk dan mengambil sepotong kayu untuk menambah bahan bakar di perapian.
Ketika ia sedang melempangkan kembali pinggangnya, matanya/ mendadak lihat dua bayangan manusia yang bergoyang-goyang di dinding seberang, menuruti goyangannya api perapian.
Ia terkesiap dan segera memutar badan.
Di situ, di dinding sana, ternyata sedang berdiri dua orang, yang satu adalah Biauw Yok Lan yang parasnya merah kemalu-maluan, sedang yang lain adalah "Soat San Hui Ho"
Yang brewoknya kasar dan yang sedang mengawasi padanya dengan sorot mata gusar. Po Si mengeluarkan teriakan "ah!"
Dengan sekali mengayun tangan, serenceng tasbih menyambar bagaikan ular terbang.
Ketika baru dilontarkan, tasbih itu masih dalam rencengan, tapi selagi melesat, di tengah udara, talinya putus dan beberapa puluh biji tasbih menyambar jalanan darahnya Ouw Hui dan Yok Lan dari atas, bawah, kiri dan kanan.
Itulah ilmu simpanannya Po Si yang ia sudah latih belasan tahun lamanya dan belum pernah digunakan terhadap siapa juga.
Dan kali ini, begitu lihat Ouw Hui, ia mendahului turun tangan dengan ilmu simpanannya itu, untuk menyelamatkan jiwanya.
Sembari tertawa dingin, Ouw Hui loncat ke depan guna melindungi badannya Yok Lan dengan tubuhnya sendiri.
Melihat si Rase Terbang sama-sekali tidak bergerak untuk menangkis tasbihnya, hatinya Po Si jadi riang sekali.
Ia menduga musuhnya hanya mempunyai nama kosong dan akan segera menjadi korban senjata rahasianya yang istimewa.
Selagi ia tergirang-girang, puluhan biji tasbih itu sudah mengenakan berbagai jalanan darahnya Ouw Hui dengan telak sekali.
Tapi ...
sebaliknya dari rubuh terjungkal, si Rase Terbang mengambil sikap acuh tak acuh, seperti juga ia sama sekali tidak merasakan hantaman itu! Ternyata, begitu lihat sambaran tasbih, Ouw Hui segera mengerahkan tenaga dalamnya dan "menutup"
Semua jalanan darahnya. Jika Po Si menotok dengan jerijinya, mungkin sekali ia akan dapat menobloskan "tutupan"
Itu.
Tapi dengan menggunakan begitu banyak senjata rahasia, sehingga tenaganya jadi terpecah kepada puluhan biji tasbih itu, ia sebenarnya tidak boleh mengimpi akan dapat merubuhkan seorang ahli silat seperti Ouw Hui.
Melihat senjatanya yang paling istimewa sudah dipunahkan secara begitu, nyalinya Po Si menjadi hancur.
Akan tetapi, sebagai seorang licik dan kejam, dalam keadaannya yang kepepet, buru-buru ia loncat ke belakangnya Co Hun Ki.
Dengan kedua tangannya ia menyengkeram punggungnya orang she Co itu yang lantas diangkat dan dilemparkan ke perapian, dengan maksud supaya sang api padam dan Ouw Hui tak dapat cari padanya.
Tapi siapa nyana, begitu jatuh di atas perapian yang sedang berkobar-kobar, pakaiannya Co Hun Ki terbakar, sehingga sebaliknya dari padam, api jadi semakin besar dan guha itu jadi semakin terang-benderang.
Melihat kekejiannya Po Si dan mengingat kedua orang-tuanya sudah celaka lantaran gara- garanya, darahnya Ouw Hui jadi mendidih.
Ia membungkuk dan kedua tangannya meraup batu- batu permata yang berhamburan di atas tanah.
Tangan kanannya lantas saja mementil tak hentinya dan bagaikan hujan gerimis batu-batu berharga itu mutiara, giok, mustika dan sebagainya menyambar tubuhnya Po Si.
Po Si loncat ke atas, ke bawah, ke kanan dan ke kiri untuk kelit senjata rahasia yang berharga mahal itu, akan tetapi, batu-batu tersebut seperti juga ada matanya dan semuanya mampir dengan tepat di badannya.
Apa yang mengherankan adalah, meskipun dalam ruangan itu terdapat banyak orang, batu-batu itu tak pernah menyasar ke badan orang lain.
Melihat yang dimaui hanya Po Si seorang, Lauw Goan lio.
To Pek Swee dan yang lain-lain lantas pada mepet di dinding guha tanpa berani bergerak.
Sesudah berloncat-loncat beberapa lama, kedua kakinya Po Si dengan beruntun kehantam batu giok dan sembari keluarkan teriakan kesakitan, ia rubuh tanpa mampu bangun kembali.
Seperti orang edan, sambil berteriak-teriak ia bergulingan di atas tanah oleh karena hujan batu permata masih menyambar terus.
Semakin lama, sentilannya Ouw Hui jadi semakin berat.
Ia sengajatak mau menimpuk jalanan darah supaya Po Si merasakan kesakitan yang lebih hebat.
Semua orang jadi ketakutan setengah mati.
Mereka takut, kalau-kalau akan datang gilirannya.
Mendengar teriakannya Po Si, Biauw Yok Lan jadi tak tega./ "Manusia itu memang jahat sekali, tapi rasanya sudah cukup ia mendapat hajaran,"
Berbisik si nona.
"Ampunilah padanya!"
Menurut kebiasaannya Ouw Hui, dalam membasmi kejahatan, ia selalu membasmi sampai ke akar-akarnya.
Apalagi terhadap satu musuh besar yang sudah mencelakakan kedua orang-tuanya.
Akan tetapi, entah kenapa, begitu dengar perkataan nona Biauw, hatinya lantas saja membenarkan, bahwa manusia itu sudah cukup mendapat hajaran dan harus diberi ampun.
Ia segera turunkan tangan kanannya dan ayun tangan kirinya yang menyekal belasan batu permata.
Bagaikan kilat batu-batu itu menyambar dan menancap dalam sekali di dinding guha.
Semua orang yang menyaksikan pada leletkan lidah.
Satu saja mengenakan badannya Po Si, rohnya tentu akan lantas menghadap Giamkun.
Ouw Hui mendelik dan menyapu semua orang dengan matanya yang luar biasa tajam.
Mereka semua menundukkan kepala dan keadaan dalam guha jadi sunyi-senyap.
Biarpun sekujur badannya sakit, Po Si juga tidak berani merintih.
Selang beberapa saat, Ouw Hui membentak dengan suara angker.
"Kau orang begitu menyintai emas-permata, biarlah kau orang terus berdiam di sini, menemani harta karun itu!"
Sehabis berkata begitu, sambil menuntun tangannya Yok Lan, ia segera berjalan keluar.
Semua orang jadi girang bukan main.
Mereka tak nyana si Rase Terbang sudah melepaskan mereka secara demikian.
Sesudah tindakan Ouw Hui dan Yok Lan kedengaran jauh di lorong guha.
mereka lalu kasak-kusuk dan mulai mengantongi lagi emas-permata itu.
Tiba-tiba di lorong guha keluar suara luar biasa.
Bermula mereka tak tahu suara apa adanya itu, akan tetapi, beberapa saat kemudian, muka mereka jadi pucat bagaikan mayat.
"Celaka!"
Berseru mereka.
"Dia tutup mulut guha!"
Berteriak satu orang.
"Hayo! Mati atau hidup, kita mesti lawan padanya!"
Berseru seorang lain.
Dalam bingungnya mereka jadi nekat dan lalu memburu ke mulut guha.
Benar saja, batu raksasa penutup guha sudah dipindahkan kembali oleh Ouw Hui ke tempat asalnya.
Sebagaimana diketahui, mulut guha itu sempit luar biasa.
Di sebelah luar, orang dapat bergerak leluasa untuk menggunakan tenaganya, akan tetapi di sebelah dalam, lorong guha yang sempit hanya dapat memuat badannya satu orang.
Begitu lekas batu raksasa itu menutup lubang, air es yang terdapat di sekitarnya lantas saja membeku, sehingga jika tidak ditolong oleh orang luar, mereka yang berada di dalam tak usah harap bisa keluar lagi.
Nona Biauw kembali tak tega hatinya "Apa kah kau ingin binasakan mereka semua?"
Ia menanya. 'Apakah di antara mereka terdapat manusia baik-baik yang dapat diampuni jiwanya?"
Ouw Hui balas menanya.
"Yah,"
Berkata si-nona sambil menghela napas.
"Di sebelahnya ayah dan kau, aku memang tak tahu apa dalam dunia ini masih ada manusia baik. Akan tetapi, kau tidak boleh membunuh begitu banyak orang."
Si Rase Terbang agak terkejut. 'Apa aku terhitung manusia baik?"
Ia menanya. Perlahan-lahan Yok Lan angkat kepalanya. 'Aku tahu, kau adalah seorang baik,"
Katanya dengan sorot mata yang suci-murni. 'Aku sudah tahu, sebelum bertemu muka toako (kakak)! Apakah kau tahu, semenjak kapan aku sudah menyerahkan hatiku kepadamu?"
Mendengar perkataan "toako"
Yang dikeluarkan dengan suara menyinta, Ouw Hui tak dapat menahan perasaannya lagi.
Dengan rasa cinta yang suci, ia memeluk si nona, yang lalu menyendarkan kepalanya di dada Ouw Hui, dengan hati penuh kebahagiaan.
Lorong guha itu sempit dan demak.
Akan tetapi, bagi mereka, tapi bagi mereka tempaiini merupakan tempat yang paling indah dalam dunia ini./ Mendadak di pintu guha terdengar suara tindakan kaki.
Ouw Hui terkejut.
"Celaka!"
Katanya di dalam hati. 'Aku memepat mereka, sebaliknya aku sendiri dipepat lain orang!"
Sambil mendukung Yok Lan, buru-buru ia lari ke pintu guha.
Ia jadi lega oleh karena pintu guha masih tetap terbuka.
Di bawah sinar rembulan, mereka lihat dua orang sedang berlari-lari di atas salju dengan cepat sekali.
Dari gerakannya, dapat dikenali, bahwa mereka adalah orang-orang yang pernah bertempur dengan ianya di rumah Touw chungcu.
"Lan!"
Kata Ouw Hui sembari tertawa.
"Ayahmu sudah mendapat kemenangan. Musuh- musuhnya sudah pada kabur."
Ia membungkuk dan meraup salju yang kemudian lalu dikepal- kepal sehingga menjadi keras dan bundar.
Dengan sekali menimpuk, orang yang lari di sebelah depan lantas terjungkal tanpa bisa bangun lagi, lantaran pinggangnya kehantam bola salju secara telak sekali.
Yang lari belakangan kaget dan menoleh ke belakang.
Hampir pada sesaat itu juga, satu bola salju menyambar dadanya dan ia pun lantas saja rubuh kejengkang.
Ouw Hui tertawa terbahak-bahak.
Mendadak ia berhenti tertawa dan berkata dengan suara lemah-lembut.
"Lagi kapankah kau menyerahkan hatimu kepadaku .... Aku rasa, pasti tak lebih siang daripada aku. Dalam pertemuan yang pertama kali, begitu kedua mataku melihat parasmu, aku ... aku lantas tak dapat melupakan lagi."
"Tapi aku sudah menyerahkan hatiku pada sepuluh tahun berselang, ketika baru berusia tujuh tahun,"
Jawab si nona.
"Waktu itu, untuk pertama kali, aku mendengar cerita ayah tentang kedua orang-tuamu. Mulai dari waktu itu, aku selalu mengingat kau, meskipun belum pernah bertemu muka. Aku sudahberjanji pada diriku sendiri, bahwa kalau kau masih hidup dalam dunia ini dan aku dapat menemukannya, aku akan merawat kau seumur hidup, supaya kau dapat mengicipi sedikit keberuntungan, dan melupakan segala penderitaan waktu kau masih kecil."
Si Rase Terbang terharu bukan main, dan tanpa merasa, kedua matanya mengembang air.
Sepatah pun ia tak dapat berkata-kata, hanya kedua tangannya menyekal sepasang tangannya si nona erat-erat.
Tiba-tiba ia lihat beberapa bayangan hitam bergerak-gerak di atas puncak es dan kemudian merosot ke bawah dengan menggunakan tambang.
"Lan,"
Katanya.
"Mari kita bantu ayahmu dan cegat manusia-manusia jahat itu."
Sehabis berkata begitu, sembari mendukung kecintaannya, ia berlari-lari dengan menggunakan ilmu entengkan badan dan dalam sekejap mata, mereka sudah berada di kaki puncak.
Sesaat itu, dua jagoan sudah hinggap di atas tanah, sedang beberapa orang lain masih merosot turun.
Sesudah melepaskan dukungannya, Ouw Hui lalu menyambit dengan dua bola salju dan dengan berbareng, kedua orang itu rubuh di atas tanah.
Selagi ia mau menimpuk beberapa jagoan yang masih berada di tengah udara, dari antara lereng gunung mendadak terdengar suaranya orang.
"Mereka dilepaskan olehku. Jangan merintangi!"
Itulah suaranya Biauw Jin Hong. 'Ayah!"
Berteriak Yok Lan, kegirangan.
Didengar dari suaranya, 'Kim Bian Hud' berada dalam jarak beberapa li dari tempat itu.
akan tetapi, semua perkataannya kedengaran tegas dan nyaring, sehingga dapatlah dibayangkan, bagaimana tinggi lweekangnya Biauw Jin Hong Mau tak mau, Ouw Hui jadi merasa kagum.
Ia merasa, lweekangnya sendiri masih belum dapat menandingi orang tua itu Sekali lagi si Rase Terbang menimpuk dengan dua bola salju.
Jika tadi ia menimpuk untuk merubuhkan orang, sekali ini ia menyambit untuk membuka jalanan darahnya kedua jagoan itu.
Begitu kena timpukan, mereka segera bangun berdiri dan lalu kabur tanpa menengok lagi.
"Sungguh bagus ilmu itu! Cuma sayang perbuatannya tidak bagusi"
Demikian terdengar seruannya Biauw Jin Hong.
Suara itu yang bermula kedengaran di tempat jauh, sudah mendekati luar biasa cepat, dan ketika ia mengucapkan perkataan "bagus", badannya yang kurus-jangkung sudah berada di hadapan Ouw Hui./ Sementara itu, di sebelah kejauhan terdengar suara tindakannya sejumlah orang yang sedang kabur, sesudah jiwa mereka diampuni oleh Biauw Jin Hong.
Selang beberapa saat, seorang yang jalan terpincang-pincang kelihatan menghampiri mereka orang itu adalah Touw chungcu.
Begitu berhadapan, Touw Sat Kauw segera mengangsurkan satu bungkusan yang panjangnya kurang-lebih satu kaki, kepada Ouw Hui.
"Inilah barang peninggalan ibumu,"
Si Rase Terbang Pegunungan Salju Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kata ia.
"Sepotong juga tiada yang kurang. Ambillah!"
Ouw Hui menyambuti bungkusan itu dengan perasaan yang tak dapat dilukiskan.
Dari bungkusan tersebut seakan-akan keluar semacam hawa hangat yang terus menembus ke dalam hatinya, sehingga si Rase Terbang jadi gemetar sekujur badannya.
Dengan rasa sayang.
"Kim Bian Hud"
Mengawasi bayangannya Touw Sat Kauw yang berlalu dengan terpincang-pincang.
Ia itu sebenarnya adalah satu jagoan yang "Bun Bu Coan Cay" (pandai ilmu surat dan ilmu silat) dan mempunyai banyak sekali sahabat dalam Rimba Persilatan, di mana ia masih terhitung sebagai satu tokoh yang berkedudukan tinggi.
Dan sungguh sayang, oleh karena kekhilafan di satu ketika, sekarang ia mengalami satu kehancuran yang tidak dapat diperbaiki lagi Memikir begitu, tanpa merasa Biauw Jin Hong menghela napas panjang.
Ia sama sekali tidak mengetahui bahwa Touw Sat Kauw dan ibunya Ouw Hui masih misanan dan juga tidak mengetahui, bahwa si brewok yang berdiri di hadapannya adalah itu anak piatu yang ia tak dapat melupakan selama lebih dari duapuluh tahun lamanya.
Perlahan-lahan Biauw Jin Hong memutar kepalanya.
Ia lihat puterinya yang tercinta sedang berdiri di situ dengan memakai jubah luarnya seorang lelaki.
Pemuda yang sekarang berdiri di hadapannya adalah seorang penolong yang sudah menyelamatkan jiwanya dari bahaya maut, akan tetapi, ia juga ada itu manusia yang menurut anggapannya, sudah menodai kesucian puterinya yang tunggal.
Lantas saja ia ingat rumah tangganya yang sudah dirusak orang.
Jika dapat, ia ingin membinasakan semua lelaki kurang-ajar dalam dunia ini, semua lelaki busuk yang suka mengganggu kehormatannya kaum wanita.
Sesaat itu, darahnya lantas saja mendidih! "Ikut aku!"
Ia berkata dengan suara perlahan, tapi sangat menyeramkan. Sehabis berkata begitu, ia memutar badan dan berjalan pergi. 'Ayah!"
Berseru Yok Lan.
"Dia adalah ...."
Biauw Jin Hong tak menyahut. Ia memang seorang yang tidak suka banyak bicara, terutama pada waktu ia sedang bergusar. Sesaat itu, ia lihat Ouw Hui mengangsurkan tangan untuk menyekal puterinya.
"Binatang!"
Ia membentak sembari menyekal tangannya Ouw Hui.
"Lan ji,"
Kata ia.
"Kau tuggu di sini. Aku mau bicara sedikit dengan orang ini."
Sembari berkata begitu, ia menuding satu puncak gunung yang berada di sebelah kanan mereka.
Puncak itu tidak setinggi Giok Pit Hong, akan tetapi kelihatannya banyak lebih berbahaya.
Biauw Jin Hong lantas melepaskan cekalannya dan dengan menggunakan ilmu entengkan badan, berlari-lari ke puncak yang diunjuk olehnya.
"Lan,"
Kata Ouw Hui. 'Aku harus menurut kemauan ayahmu dan pergi menemui ia. Kau tunggulah di sini sebentaran."
"Apakah kau suka meluluskan satu permintaanku?"
Tanya si nona.
"Jangan kata satu, biar seribu atau selaksa permintaan, aku pasti akan meluluskan,"
Jawab si Rase Terbang. Yok Lan menundukan kepalanya, sedang mukanya bersemu dudu. Selang beberapa saat, barulah ia berkata dengan suara sangat perlahan dan terputus putus.
"Jika ayah ingin ... kau ... menikah dengan ... aku/ "Legakanlah hatimu,"
Berkata Ouw Hui dengan suara tetap.
"Peganglah bungkusan ini, peninggalan ibuku. Di kolong langit, tidak ada lain tanda mengikat pertunangan yang lebih berharga daripada bungkusan ini!"
Dengan kedua tangannya, Yok Lan menyambuti bungkusan tersebut, dan sebagai akibat dari hati yang sangat terharu, sekujur badannya nona Biauw jadi gemetaran.
"Tentu saja aku percaya padamu,"
Berbisik si nona.
"Hanya aku kuatirkan adat ayah yang aneh. Jika ia gusar, jika ia maki atau gebuk kau, dengan memandang mukaku, aku minta kau suka mengalah"
Si Rase Terbang tertawa.
"Baiklah,"
Katanya. 'Aku berjanji akan turut segala pesananmu."
Ia mengawasi dan lihat jauh-jauh Biauw Jin Hong sedang mendaki puncak.
Ouw Hui membungkuk dan mencium jidatnya si nona, akan kemudian berlalu untuk menyusul "Kim Bian Hud".
Ouw Hui menyusul dengan mengikuti tapak kakinya Biauw Jin Hong .Sesudah belok di beberapa tikungan jalanan gunung jadi semakin berbahaya, sehingga ia harus berlakuhati-hati supaya jangan terpleset dan jatuh kedalam jurang.
Sesudah manjat lagi beberapa lama, selebar puncak tertutup es dan jalanan licin luar biasa.
"Ah, dengan mengambil jalanan yang begini berbahaya, mungkin sekali Biauw Tayhi.ip ingin menjajal kepandaianku,"
Kata ia dalam hatinya. Memikir begitu, lantas saja ia mengempis semangat dan menggunakan ilmu entengkan badan yang paling tinggi. Badannya lantas saja sepeiti melayang di atas es dan salju, jalanan semakin berbahaya, ia "terbang"
Semakin cepat. Selang beberapa saat, ketika baru membiluk di satu tikungan, di dinding gunung, di atas satu batu besar yang menjulang ke atas, bagaikan satu pohon tua, berdiri seorang yang berbadan jangkung-kurus. Orang itu Biauw Jin Hong adanya.
"Bagus!"
Ia berkata dengan suara perlahan.
"Naiklah, jika kau mempunyai nyali!"
Ouw Hui terkejut dan hentikan tindakannya.
Biauw Jin Hong berdiri dengan membelakangi rembulan.
Kedua matanya bersinar dan lapat-lapat dapat dilihat, bahwa mukanya menyeramkan sekali.
Ouw Hui membuang napasnya yang agak sengal-sengal.
Ia mengawasi "Kim Bian Hud"
Dengan rupa-rupa perasaan. Ia ingat, bahwa Biauw Jin Hong adalah musuh yang sudah membunuh ayahnya, akan tetapi ia juga adalah ayahnya Biauw Yok Lan. Selainnya begitu, dari Peng Ah Si ia mendapat tahu, bahwa "Kim Bian Hud"
Adalah seorang ksatria sejati, yang belum pernah berbuat apa-apa yang tercela terhadap mendiang ayah dan ibunya.
Ia ingat, bahwa gelarannya Biauw Jin Hong adalah "Tah Pian Thian Hee Bu Tek Chiu", akan tetapi, hatinya sungkan menyerah kalah dan ingin sekali menjajal-jajal kepandaiannya "Kim Bian Hud"
Yang disohori tiada tandingannya di kolong langit. Di sebelahnya itu, ia ingat pula, bahwa keluarga Biauw dan keluarga Ouw adalah musuh turunan. Tapi kenapa.
"Kim Bian Hud"
Sudah tidak menurunkan ilmu silatnya kepada puterinya yang sebiji mata? Apakah tujuannya benar-benar untuk menghabiskan permusuhan itu? Sesudah melihat ia dan Yok Lan tidur bersama di satu pembaringan, apakah "Kim Bian Hud"
Akan mau mengerti, jika diberi keterangan? Demikianlah, macam-macam pikiran datang kepada Ouw Hui.
Ia berdiri bengong dan untuk beberapa saat, tak mengeluarkan sepatah kata.
Di lain pihak, Biauw Jin Hong mengawasi Ouw Hui dengan perasaan heran.
Ia lihat si pemuda dengan brewoknya yang seperti kawat, berdiri di situ dengan paras muka angker, seolah-olah Ouw It To hidup kembali.
Hatinya bergoncang keras, akan tetapi, segera juga ia ingat, bahwa puteranya Ouw It To siang-siang sudah kena dicelakakan orang dan dilemparkan ke dalam sungai di Congciu.
Maka itu, lantas saja ia menarik kesimpulan, bahwa pemuda itu hanya secara kebetulan mempunyai paras muka yang mirip dengan Ouw It To.
Di lain saat, ia ingat perbuatannya si brewok terhadap puteri tunggalnya dan darahnya lantas saja bergolak-golak- Tiba-tiba ia angkat tangan kanannya dan menghantam dadanya Ouw Hui.
Melihat menyambarnya tinju yang hebat itu, Ouw Hui segera menyambut dengan tangannya.
Begitu kedua tangan kebentrok, badannya Biauw Jin Hong dan Ouw Hui sama-sama bergetar dan masing-masing segera loncat mundur dengan perasaan kagum/ Semenjak bertempur melawan Ouw It To pada dua puluh tahun lebih yang lalu, belum pernah Biauw Jin Hong bertemu pula dengan lawan yang setanding.
Sekarang, dari gebrakan pertama, ia mengetahui, bahwa si brewok adalah lawanan berat.
Oleh karena begitu, hatinya jadi semakin mendongkol dan dengan beruntun lalu mengirim tiga pukulan berantai.
Dengan gerakan indah, Ouw Hui kelit dua pukulan, akan tetapi, waktu ia kelit pukulan yang ketiga, tenaga dalam yang dikirim oleh "Kim Bian Hud"
Ada sedemikian hebat, sehingga, biarpun ia berhasil kelit pukulan tersebut, badannya jadi bergoyang-goyang, hampir-hampir ia nyungsap ke dalam jurang.
"Ah, kalau mengalah terus-terusan, bisa-bisa aku mampus konyol,"
Kata Ouw Hui dalam hatinya dan lantas saja angkat kedua tangannya untuk menyambut pukulannya Biauw Jin Hong yang sudah menyambar pula.
Akan tetapi, walaupun sudah mengambil putusan untuk melayani orang tua itu, si Rase Terbang tidak mengeluarkan tenaga yang sepenuhnya.
Dalam pertempuran antara jago dan jago masing-masing pihak tak boleh mengalah sedikitpun.
Sekali mengalah, ia bisa celaka.
Begitulah, pada waktu dua pasang tangan kebentrok, Ouw Hui yang menggunakan setengah tenaga lantas saja rasakan dadanya sakit.
Ia terkejut dan buru-buru mengempos untuk memperbaiki keadaannya.
Tapi tak dinyana.
"Kim Bian Hud"
Sudah menurunkan tangan tanpa mengenal kasihan.
Melihat lawannya berada di bawah angin, ia segera menyerang secara lebih hebat lagi.
Jika pertempuian dilakukan di atas tanah yang rata, Ouw Hui dapat loncat keluar dari gelanggang dan memperbaiki pula kedudukannya.
Akan tetapi, pertandingan itu justru dilangsungkan di atas batu yang sangat tebing, di mana tidak terdapat tempat untuk mengundurkan diri.
Sambil kertek gigi, dengan terpaksa ia mengeluarkan "Cun Can Ciang Hoat" (Pukulan Ulat Sutera) untuk melindungi dirinya rapat rapat.
"Cun Can Ciang Hoat"
Adalah semacam ilmu silat yang hanya digunakan untuk melindungi diri dari serangannya musuh yang terlebih unggul.
Dalam mempergunakan ilmu tersebut, kaki dan tangan tidak boleh memukul panjang, paling banyak boleh dikeluarkan setengah kaki jauhnya dari sang badan.
Tapi pembelaan "Cun Can Ciang Hoat"
Rapat bukan main. Biar bagaimana tangguh adanya sang musuh, hampir tak dapat ia menembuskan pembelaan itu. Hanya ilmu itu mempunyai satu kelemahan, yaitu, tidak dapat digunakan untuk menyerang. Sesuai dengan namanya.
"Cun Can Ciang Hoat"
Adalah bagaikan seekor ulat sutera yang membuat selubung benang sutera di sekitar badannya.
Selubung itu tak dapat ditembuskan, akan tetapi juga tak bisa digunakan untuk balas menyerang musuh Semakin lama Biauw Jin Hong menghantam dengan pukulan yang semakin berat, tapi heran sungguh, setiap pukulannya selalu dapat dipunahkan dengan bagus sekali oleh si brewok, dan oleh karena Ouw Hui sama-sekali tidak membalas, ia dapat menghantam kalang-kabutan bagaikan hujan dan angin.
Sesudah berkutet beberapa lama, sembari mengempos semangat.
"Kim Bian Hud"
Mengirim satu jotosan hebat.
Ouw Hui berkelit dan tinjunya Biauw Jin Hong mengenakan lamping gunung.
Batu dan tanah muncrat! Sungguh lacur, sekeping batu kecil menyambar masuk ke dalam mata kirinya Ouw Hui! Itulah suatu kejadian yang tidak diduga-duga dan tak mungkin dapat dikelit oleh siapa pun juga.
Ouw Hui rasakan matanya sakit bukan kepalang, tapi ia tidak berani meraba matanya, oleh karena pukulannya Biauw Jin Hong terus menyambar-nyambar.
Melihat lawannya kelilipan, sambil menyender di lamping gunung, kedua tangannya mendorong sang musuh dengan sepenuh tenaga.
Sesaat itu, Ouw Hui berdiri di pinggir tebing dan sekali terpeleset atau mundur, badannya akan segera hancur-lebur di dalam jurang.
Biauw Jin Hong sungkan memberi napas kepadanya dan terus mengirim serangan-serangan hebat.
Tapi si Rase Terbang yang sangat cerdas, tak gampang- gampang dapat dirubuhkan.
Ia tidak menyambut kekerasan dengan kekerasan, tapi punahkan pukulan "Kim Bian Hud"
Dengan "kelembekan", dan dengan taktik itu, untuk beberapa saat, ia masih dapat bertahan terus.
Akan tetapi, oleh karena ilmu silatnya kedua belah pihak kira-kira berimbang, maka, Ouw Hui yang berada dalam kedudukan jelek, semakin lama semakin jatuh di/ bawah angin.
Tiba-tiba badannya Biauw Jin Hong melesat ke atas dan dengan beruntun mengirim tiga tendangan.
Bagaikan kilat, Ouw Hui kelit tendangan-tendangan itu.
Pada waktu menendang ketiga kalinya.
"Kim Bian Hud"
Membarengi dengan pukulan kedua tangannya yang ditujukan ke arah dadanya Ouw Hui.
Dua pukulan itu tak dapat dipunahkan lagi, sedang untuk berkelit pun sudah tak mungkin.
Dalam keadaan yang sangat berbahaya itu, si Rase Terbang mengempos semangatnya dan menyambut kekerasan dengan kekerasan.
Begitu empat tangan beradu, Biauw Jin Hong membentak keras dan pusatkan tenaga dalamnya pada telapakan tangannya, sehingga tanpa ampun badannya Ouw Hui jadi bergoyang-goyang.
Untuk menolong jiwa, Ouw Hui tak dapat berbuat lain daripada mengempos semangatnya dan menahan tindihan tenaga dalamnya "Kim Bian Hud".
Itulah suatu peraduan tenaga dalam yang luar biasa dahsyat! Kedua pihak saling mengawasi dengan mata mencorong, kedua pihak mengempos semangatnya habis-habisan.
Meika sama-sama bertahan sambil menempel tangan, tubuh mereka sedikit pun tak bergerak.
Kaget sungguh hatinya "Kim Bian Hud".
Si Rase Terbang Pegunungan Salju Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dalam beberapa tahun ini, aku jarang berkelana di kalangan Kang Ouw dan tahu-tahu dalam Rimba Persilatan muncul satu manusia yang seperti dia,"
Katanya di dalam hati. Tiba-tiba "Kim Bian Hud"
Menekuk sedikit kedua dengkulnya dan, sambil menyender di lamping gunung, ia mengeluarkan semacam ilmu pukulan yang istimewa. Bermula, ia "menyedot"
Tenaga dalamnya Ouw Hui, dan kemudian, dengan meminjam tenaga lamping gunung di mana ia menyender, ia mendorong sekeras-kerasnya! "Pergi!"
Ia berteriak.
Sungguh hebat dorongan itu! Sesaat itu juga, badannya Ouw Hui bergoyang-goyang, kaki kirinya sudah berada di tengah udara, hanya satu kaki kanan yang masih menginjak tebing! Akan tetapi, ilmu silatnya si Rase Terbang sungguh sudah sampai di puncaknya kesempurnaan Sungguh aneh, dalam menghadapi dorongan yang sedemikian berat.
kaki kanannya seolah-olah berakar di tebing itu.
Tiga kali Biauw Jin Hong mendorong, tiga kali badannya hanya bergoyang-goyang.
"Kim Bian Hud"
Jadi kagum tak kepalang.
"Hebat sungguh kepandaiannya pemuda ini!"
Ia memuji dalam hatinya.
"Dalam seratus tahun, belum tentu muncul satu manusia yang seperti ia. Sungguh sayang, ia jalan di jalanan tersesat. Jika hari ini aku tidak binasakan padanya, di lain hari, belum tentu akan dapat menandingi ia. Kalau ia melakukan kejahatan dengan andelkan kepandaiannya, siapa lagi yang akan dapat menaluki padanya?"
Memikir begitu, Biauw Jin Hong segera angkat kaki kirinya dan menyapu kaki kanannya Ouw Hui. Si Rase Terbang mencelos hatinya.
"Sudahlah!"
Ia mengeluh.
"Siapa nyana, hari ini aku mesti binasa dalam tangannya?"
Akan tetapi, sebegitu lama masih bernapas, setiap makhluk hidup selalu berusaha mencari keselamatannya.
Demikianlah, dalam keadaan yang agaknya tak akan dapat tertolong lagi, Ouw Hui menjejek kaki kanannya dan badannya segera melesat ke atas, setombak lebih tingginya! Pada detik itu, kakinya Biauw Jin Hong sudah lewat tanpa mengenakan sasarannya.
Pada waktu tubuhnya melayang turun, dengan gerakan "Ho Cu Hoan Sin" (Burung Memutar Badan), ia menghantam pundaknya "Kim Bian Hud"
Dengan kedua tinjunya.
"Bagus!"
Berseru Biauw Jin Hong sembari goyang pundaknya.
Pukulannya Ouw Hui mengenakan tepat pada pundaknya "Kim Bian Hud", akan tetapi, badannya sendiri sudah kena didorong, dan sekali ini, tak ampun lagi...
tubuhnya si Rase Terbang tergelincir ke dalam jurang! Ouw Hui meramkan kedua matanya dan mengeluarkan suara tertawa yang nyaring, tapi nadanya menyayatkan hati! Tapi ...
mendadak saja, ia rasakan badannya yang sedang melayang ke bawah, berhenti di tengah udara! Dengan heran, ia membuka kedua matanya dan ternyata, orang yang menolong ia adalah Biauw Jin Hong sendiri, yang sudah menjambret bajunya dan angkat ia ke atas tebing./ "Kau sudah pernah menolong jiwaku, sekarang aku mengampuni kau untuk membalas budi,"
Membentak "Kim Bian Hud".
"Satu jiwa ditukar dengan satu jiwa Siapa juga tak berhutang budi lagi. Mari Mari kita bertempur pula!"
Sehabis berkata begitu.
"Kim Bian Hud"
Segera berdiri berhadapan dengan Ouw Hui dan tidak lagi menyender di lamping gunung. Ouw Hui angkat kedua tangannya dan berkata dengan sikap hormat.
"Boanpwee bukannya tandingan Biauw Tayhiap, guna apa bertanding pula? Apa juga yang Biauw Tayhiap ingin berbuat boanpwee akan menurut."
Biauw Jin Hong kerutkan alisnya dan berkata dengan suara aseran.
"Tadi kau menurunkan tangan dengan setengah hati. Apa kau kira aku tak mengetahui? Apakah kau anggap, lantaran sudah tua. Biauw Jin Hong bukannya tandinganmu?"
"Mana berani boanpwee berpikir begitu,"
Menyahut Ouw Hui.
"Hayo!"
Membentak "Kim Bian Hud"
Yang sudah tidak sabar lagi. Sesaat itu, Ouw Hui mengambil putusan untuk menerangkan duduknya segala kejadian, yang memaksa ia berada dalam pembaringan bersama-sama Yok Lan. Maka itu, ia lantas saja berkata.
"Mengenai kejadian kejadian di kamar itu.."
"Binatang "
Ia berteriak sembari menghantam Ouw Hui tak dapat berbuat lain daripada menyambut serangan itu.
Sesudah mendapat pengalaman getir si Rase Terbang mengetahui bahwa sekali mengalah, jiwanya akan segera berada dalam bahaya.
Oleh karena begitu, sekali ini ia segeia melawan tanpa sungkan-sungkan lagi.
Sengit sekali kedua jago kelas berat itu bertempur di atas tebing Tiga ratus jurus sudah lewat, akan tetapi belum ada yang kelihatan keteter.
Semakin lama, hatinya Biauw Jin Hong jadi semakin heran Segala gerakannya dan semua cara- cara bertempur si brewok sungguh mirip dengan Ouw It To.
Sesudah beberapa gebrakan lagi, Biauw Jin Hong mendadak loncat mundur dan berseru.
"Tahan? Apakah kau kenal Ouw It To?"
Mendengar nama ayahnya, hatinya Ouw Hui menjadi sedih berbareng gusar, sehingga otaknya tak dapat bekerja lagi secara tenang.
"Ouw Tayhiap adalah ksatria sejati,"
Menyahut Ouw Hui dengan suara terharu.
"Sungguh sayang, ia sudah kena dibinasakan oleh manusia jahat. Kalau aku bisa mendapat beberapa petunjuknya, walaupun lantas mati, aku akan rela."
"Benarlah,"
Berkata Biauw Jin Hong dalam hatinya.
"Ouw It To sudah meninggal dunia duapuluh tujuh tahun lamanya. Orang ini baru saja berusia kira-kira duapuluh tahun. Mana dia dapat mengenal Ouw It To?"
Sembari memikir begitu, ia lantas memotes dua cabang pohon yang besarnya dan panjangnya bersamaan. Ia melemparkan salah satu kepada Ouw Hui, seraya berkata.
"Biarlah kita menentukan siapa hidup siapa mati dengan menggunakan senjata."
Sembari berkata begitu, ia menikam dengan "Biauw Kee Kiam Hoat" (ilmu Pedang Keluarga Biauw) yang tiada keduanya dalam dunia.
Walaupun senjata yang digunakan hanyalah sebatang cabang pohon, akan tetapi, oleh karena cabang pohon itu digerakkan dengan tenaga dalam yang luar biasa, maka kehebatannya tidaklah kalah dari pedang yang terbuat dari baja murni.
Ouw Hui tak berani berlaku ayal lagi.
Ia menyampok senjata Biauw Jin Hong dengan cabang pohonnya, satu sampokan yang dalam kekerasannya mengandung kelemahan.
Lagi-lagi Biauw Jin Hong terkejut.
"Kenapa ilmu pedangnya kembali mirip dengan ilmunya Ouw It To?"
Ia menanya dirinya sendiri.
Akan tetapi, dalam pertempuran antara ahli-ahli silat kelas satu, pantangan paling besar adalah memecah perhatian.
Oleh karena begitu, Biauw Jin Hong tidak/ berani memikir panjang-panjang dan lalu pusatkan Seantero perhatian dan semangatnya kepada pertempuran itu, dan dalam sekejap, pertempuran menjadi seru kembali.
Selama hidupnya, belum pernah Ouw Hui mengalami pertempuran yang sehebat itu.
Seluruh kepandaiannya si Rase Terbang adalah berdasarkan kitab peninggalan mendiang ayahnya, yang ia sudah pelajari seanteronya secara terliti.
Dalam ilmu silat, boleh dikatakan Ouw Hui sudah mencapai puncak yang paling tinggi.
Apa yang kurang adalah pengalaman dan latihannya yang masih terbatas akibat usianya yang masih muda.
Akan tetapi, sjukur juga, kekurangan itu dapat ditambal dengan tenaga mudanya yang sedang kuat.
Puluhan jurus sudah lewat dan keadaan masih tetap berimbang.
Melihat serangannya Biauw Jin Hong yang begitu cepat, lancar dan tepat, kagum sekali hatinya Ouw Hui.
"Sungguh-sungguh namanya 'Kim Bian Hud' Biauw Tayhiap bukan satu nama kosong,"
Ia memuji dalam hatinya.
"Jika ia masih muda, siang-siang aku sudah kalah Dari sini dapat dilihat, bahwa ketika dulu ayah jatuh dalam tangannya, kemenangannya itu bukannya didapat dengan jalan licik."
Sesudah bertempur beberapa lama lagi, Biauw Jin Hong mendadak menikam dadanya Ouw Hui dengan gerakan "Ui Liong Coan Sin Touw Sit Sit" (Naga Kuning Menghantam dengan Kumisnya Sembari Memutar Badan).
Tikaman itu luar biasa cepat dan tidak mungkin dikelit lagi.
Ouw Hui terkejut dan buru-buru menyampok dengan gerakan "Hok Houw Sit" (Pukulan Menakluki Harimau).
"Bagus!"
Berseru Biauw Jin Hong sembari menggetarkan cabang pohonnya yang berhasil menyentuh satu jerijinya Ouw Hui. Sedang Ouw Hui merasakan kesakitan.
"Kim Bian Hud"
Sudah maju setindak dan bergerak menikam padanya.
.........
Sesaat itu suatu kejadian yang tak terduga telah terjadi.
Oleh karena terinjak-injak terus dengan empat kaki manusia yang berhawa hangat, dengan perlahan es yang menutupi tebing telah menjadi lumer.
Pada ketika "Kim Bian Hud"
Menikam, berat badannya tertumplek pada kaki kirinya. Di detik itu, dengan suara "krek!"
Sepotong batu yang esnya lumer sempal dan jatuh ke dalam jurang, sehingga tak ampun lagi, badannya Biauw Jin Hong turut tergelincir! Dengan kaget, Ouw Hui jambret tangan bajunya orang tua itu.
Akan tetapi, walaupun jamhretan itu tepat, badannya Ouw Hui sendiri turut tergelincir oleh karena ketarik berat badannya Biauw Jin Hong! Dengan serentak mereka menggoyang badan di tengah udara dan menempelkan badan mereka di dinding jurang.
sambil mengeluarkan ilmu "Pek Ho Yu Ciang" (Cecak Merayap di Tembok) untuk merayap ke atas.
Apa mau, dinding jurang itu berlapis es yang sangat licin, sehingga jangan kala manusia.
sekalipun cicak sendiri belum tentu bisa merayap di situ Akan tetapi, biarpun tidak berhasil naik ke atas, ilmu tersebut sudah memperlambat kecepatan jatuhnya mereka.
Tanpa tercegah pula, dengan perlahan mereka merosot turun.
Waktu melongok ke bawah, mereka lihat di sebelah bawah, kira-kira sepuluh tombak lagi, terdapat satu batu besar yang menonjol dari dinding jurang.
Jika mereka gagal mendarat di atas batu itu, teranglah sudah, mereka akan tergelincir terus dan jatuh ke dalam jurang yang sangat dalam Kedua orang itu, bukan saja setanding ilmu silatnya, akan tetapi juga hampir bersamaan jalan pikirannya.
Dengan berbareng, mereka mengeluarkan ilmu "Cian Kin Tui" (ilmu membikin berat badan) dan menancap kaki mereka di atas batu itu, yang ternyata berbentuk bundar dan berlapis es, sehingga bukan main licinnya.
Masih untung mereka mempunyai kepandaian yang sangat tinggi, sehingga dapatlah mereka berdiri tetap di atas batu tersebut.
Di lain saat, bahaya lain kembali terbayang di depan mata.
Batu itu mulai bergoyang-goyang, rupanya tak kuat menahan berat badannya Biauw Jin Hong dan Ouw Hui? Waktu mereka tergelincir, dua cabang pohon yang tadi digunakan sebagai senjata, sudah turut jatuh di atas batu.
Melihat keadaan yang sangat berbahaya, Biauw Jin Hong buru-buru membungkuk dan memungut satu cabang dengan tangan kanannya, sedang tangan kirinya mengirim satu pukulan.
Ouw Hui menundukkan kepalanya untuk kasi lewat pukulan itu dan di lain saat, ia pun sudah menyekal cabang pohon yang satunya lagi./ Begitulah kedua harimau itu lantas bertempur pula, sekali ini pertempuran yang akan memutuskan mati atau hidup.
Tujuan masing-masing pihak adalah menjatuhkan lawannya secepat mungkin, agar sang batu tak usah menahan berat badannya dua orang.
Hanyalah dengan begitu, baru ada harapan dapat menyelamatkan jiwa.
Sesudah bertempur kira-kira sepuluh jurus, Biauw Jin Hong kembali diliputi perasaan heran, oleh karena, terang-terangan ia membuktikan, bahwa setiap gerakannya Ouw Hui adalah gerakannya Ouw It To.
Tapi, sesaat itu, tak sempat ia menanya lagi.
Pada detik itu, ia sudah menyerang dengan pukulan "Hoan Wan Ek Tek C wan Tiang"
Yang akan segera disusul dengan pukulan "Te Liauw Kiam Pek Ho Su Sit".
Pukulan ini adalah simpanan Biauw Jin Hong yang sudah menaksir pasti, si brewok tak akan dapat menyelamatkan dirinya lagi.
Akan tetapi, sebagaimana diketahui, pada sebelum menyerang dengan pukulan "Te Liau Kiam Pek Ho Su Sit", punggungnya Biauw Jin Hong sudah biasa terangkat sedikit.
Seperti sudah dituturkan di atas, kebiasaan ini sudah berjalan semenjak ia kecil.
Waktu itu, sang rembulan pencarkan sinarnya yang terang-benderang dan putih bagaikan perak.
Di bawah sinarnya sang Puteri Malam, dinding jurang itu yang dilapis es merupakan satu kaca yang bersinar terang, sehingga punggungnya Biauw Jin Hong berbayang tegas sekali di atas "kaca"
Tersebut. Begitu lihat punggung "Kim Bian Hud"
Terangkat sedikit, Ouw Hui segera ingat penuturannya Peng Ah Si, mengenai pertempuran antara mendiang ayahnya dan Biauw Jin Hong pada duapuluh tujuh tahun berselang. Pada waktu itu, begitu punggungnya "Kim Bian Hud"
Terangkat naik, ibunya Ouw Hui memberi tanda batuk-batuk kepada Ouw It To. Akan tetapi, sekarang ia tidak perlu bantuan orang lain, oleh karena sudah mendapat bantuan dinding jurang. Demikianlah, begitu lekas punggungnya "Kini Bian Hud"
Terangkat, ia segera mendahului dengan serangan "Pat Hong Cong To".
Di lain pihak, baru saja Biauw Jin Hong mengirim separoh serangan "Te Liauw Kiam Pek Ho Su Sit", seluruh badannya sudah dikurung dengan senjatanya Ouw Hui.
Sekarang, pada saat itulah, ia sadari Ia mengetahui, bahwa pemuda yang menjadi lawannya mempunyai hubungan yang sangat rapat dengan Ouw It To.
"Pembalasan!"
Ia mengeluh sembari menghela napas dan meramkan kedua matanya untuk menunggu kebinasaan.
Tapi, selagi mengangkat senjata untuk menamatkan riwayatnya Biauw Jin Hong, di dalam otaknya Ouw Hui mendadak berkelebat mukanya Biauw Yok Lan dan sedetik itu, ia ingat janjinya kepada nona Biauw, bahwa, walaupun bagaimana juga, ia tak akan mencelakakan ayahnya kecintaan itu.
Akan tetapi, apabila saat itu ia tidak menurunkan tangan dan membiarkan "Kini Bian Hud"
Menyelesaikan pukulan "Te Liauw Kiam Pek Ho Su Sit", adalah ia sendiri yang harus menerima kebinasaan.
Apakah yang ia harus berbuat? Apakah ia harus berlaku begitu tolol dan antarkan jiwa secara begitu rupa? Di lain pihak, jika ia menurunkan tangan, cara bagaimana ia masih mempunyai muka untuk bertemu pula dengan Biauw Yok Lan? Dan jika seumur hidup ia tak dapat bertemu muka pula dengan nona Biauw, daripada hidup menderita, lebih baik mati! Bagaimana? Bagaimana? Lama, lama sekali, Biauw Yok Lan berdiri di atas salju, menunggu-nunggu pulangnya kedua orang yang dicintai.
Saking kesal, perlahan-lahan ia membuka bungkusan yang tadi diserahkan kepadanya oleh si Rase Terbang.
Si Rase Terbang Pegunungan Salju Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dalam bungkusan itu terdapat beberapa stel pakaian bayi, sepasang sepatu anak orok dan satu bungkusan dari kain kuning.
Dengan bantuan sinarnya rembulan, ia dapat lihat, bahwa di atas bungkusan kuning itu tertulis.
"Tah Pian Thian Hee Bu Tek Chiu"
Itulah barang pemberian ayahandanya sendiri untuk Ouw Hui pada duapuluh tujuh tahun berselang! Ia terpaku, ia berdiri di situ bagaikan patung.
Jauh dari puncak, jauh pula dari dasar jurang yang sangat dalam, tepat di tengah jurang di atas batu yang goyah dan saban saat dapat jatuh, satu pertanyaan yang akan menentukan ia mati atau hidup, belum terjawab, Bagaimana, bagaimanakah Ouw Hui harus berbuat?/ Sampai di sini, berakhirlah sudah cerita Soat San Hui Ho yang sebenarnya belum berakhir.
Sambungan cerita ini akan segera diterbitkan dengan judul "HUI HO GWA TOAN"
Atau "Kisah si Rase Terbang". TAMAT
Tiraikasih Website
http.//kangzusi.com
Tiraikasih Website
http.//kangzusi.com
first share di Kolektor E-Book 13-08-2019 11:54:29
oleh Saiful Bahri Situbondo
Kuda Binal Kasmaran -- Gu Long Laron Pengisap Darah -- Huang Yin /Tjan Id Merpati Pedang Purba -- Kauw Tan Seng