Ceritasilat Novel Online

Expected One 3


Kathleen Mcgowan The Expected One Bagian 3



Maureen memandang Peter untuk melihat reaksinya.

   Mereka sama sekali tidak menduga akan mendapat 2 Jatuh sekitar tanggal 23 September, salah satu dari dua hari setiap tahun kala matahari melintasi khatulistiwa dan panjang siang dan malam sama.

   undangan ini.

   "Lord Sinclair,"

   Kata Peter.

   "Maureen telah bepergian jauh untuk memenuhi pertemuan ini. Dalam surat, kau berjanji memberi jawaban..."

   Sinclair memotong ucapannya.

   "Bapa Healy, orang menghabiskan waktu dua ribu tahun untuk memahami misteri ini. Kau tidak bisa berharap mengetahui segalanya dalam satu hari. Pengetahuan sejati harus dihargai, bukan? Sekarang aku sudah terlambat untuk suatu pertemuan, dan harus cepatcepat pergi."

   Maureen memegang lengan Sinclair untuk menahannya.

   "Lord Sinclair, dalam surat itu kau menyebut tentang ayahku. Aku harap setidaknya kau mau menceritakan apa yang kau ketahui tentang dia."

   Sinclair menatap Maureen, sikapnya melunak.

   "Manis,"

   Katanya ramah.

   "aku menyimpan surat yang ditulis oleh ayahmu. Aku rasa kau akan sangat tertarik. Surat itu tidak aku bawa, tapi ada di chateau. Itulah salah satu alasanku memintamu datang dan menginap di sana. Dan Bapa Healy juga, tentunya."

   Maureen membisu.

   "Surat? Apakah kau yakin surat itu ditulis ayahku?"

   "Bukankah nama ayahmu Edouard Paul Paschal, dieja dengan bahasa Prancis? Dan bukankah ia menetap di Lousiana?"

   "Ya,"

   Jawab Maureen hampir berbisik.

   "Maka surat itu pasti darinya. Aku menemukannya dalam arsip keluarga kami."

   "Tapi apa isinya?"

   "Nona Paschal, akan sangat tidak adil bagiku jika harus mengatakannya karena ingatanku tidak baik. Aku akan dengan senang hati menunjukkannya padamu saat kau datang ke Languedoc. Sekarang, aku benarbenar harus pergi. Aku sudah terlambat. Jika kau membutuhkan sesuatu, telepon saja nomor di surat undangan itu dan berbicaralah dengan Roland. Ia akan membantu apa pun kebutuhanmu. Apa saja, tinggal katakan."

   Sinclair cepatcepat pergi tanpa mengucapkan selamat tinggal. Ia melontarkan ucapan terakhir lewat bahunya.

   "Oh, dan aku rasa kau sudah mempunyai peta. Ikuti saja Garis Magdalena."

   Bunyi langkah kaki lelaki Skotlandia itu, yang mening galkan gereja dengan tergesagesa, bergaung di gereja yang beratap tinggi.

   Tinggallah Maureen dan Peter saling menatap tak berdaya.

   f Maureen dan Peter membicarakan pertemuan aneh mereka dengan Sinclair saat makan siang di suatu kafe Tepian Kiri.

   Opini mereka tentang Sinclair berbeda-beda.

   Peter curiga hingga ke batas jengkel.

   Maureen terpesona hingga ke batas terpikat.

   Usai makan, mereka memutuskan untuk berjalan-jalan menelusuri Jardin du Luxembourg.

   Sebuah keluarga dengan anakanak yang nakal tengah berpiknik di taman saat mereka lewat.

   Dua anak yang lebih kecil berlari mengejar bola, dan ke arah satu sama lain, sementara kakak-kakak dan orangtua mereka memberi semangat.

   Peter berhenti untuk menonton mereka, ekspresi wajahnya sendu.

   "Ada apa?"

   Tanya Maureen memerhatikan.

   "Tidak apa-apa. Aku cuma memikirkan orangorang di rumah. Saudarasaudara perempuanku, anakanak mereka. Kautahu, sudah dua tahun aku tidak pulang ke Irlandia. Apalagi kau, lebih lama lagi."

   "Dengan pesawat, hanya memakan waktu satu jam saja dari sini."

   "Aku tahu. Percayalah, aku juga memikirkannya. Kita lihat saja nanti. Jika ada waktu, aku akan pergi ke sana selama beberapa hari."

   "Pete, aku sudah dewasa dan mampu mengurus diri sendiri. Mengapa kau tidak mengambil kesempatan selagi di sini?"

   "Dan meninggalkanmu di tangan Sinclair? Kau sudah gila, ya?"

   Bola yang kini berada dalam kekuasaan anak yang lebih tua, melayang ke arah Peter.

   Ia menahannya dengan kaki lalu menendangnya ke arah anakanak itu.

   Setelah melambaikan tangan untuk menyemangati mereka, Peter melanjutkan jalanjalannya bersama Maureen.

   "Apakah kau pernah menyesali keputusanmu?"

   "Keputusan apa? Pergi bersamamu?"

   "Bukan. Menjadi pendeta."

   Peter berhenti mendadak, kaget mendengar pertanyaan itu.

   "Mengapa kau bertanya seperti itu?"

   "Mengawasi kau tadi. Kau suka anakanak. Kau bisa menjadi seorang ayah yang hebat."

   Peter melanjutkan langkahnya saat menjelaskan.

   "Tak ada penyesalan. Aku merasakan panggilan dan aku mengikutinya. Aku masih merasakan panggilan itu dan rasanya aku akan selalu merasakannya. Aku tahu, kau sulit memahami hal ini."

   "Aku masih sulit memahaminya."

   "Hmm. Kautahu apa yang ironis?"

   "Apa?"

   "Kaulah alasanku menjadi pendeta."

   Sekarang giliran Maureen yang berhenti.

   "Aku? Bagaimana? Mengapa?"

   "Aturan gereja yang ketinggalan zaman membuatmu menjauhi iman. Ini sering terjadi, tapi sebenarnya tak perlu. Dan sekarang ada banyak ordo ordo pemuda, progresif, cendekiawan yang berusaha memasukkan spiritualitas ke dalam abad dua puluh satu sehingga mudah diakses kalangan muda. Aku mendapatkan ini dalam Yesuit yang pertama kutemukan di Israel. Mereka berusaha mengubah sebab yang membuatmu menjauh. Aku ingin berpartisipasi dalam usaha itu. Aku ingin membantumu menemukan keimananmu lagi. Kau, dan orangorang lain yang sepertimu."

   Maureen menatap Peter, berusaha keras menahan air mata yang menggenang di balik matanya.

   "Mengapa tidak kau katakan padaku sebelumnya."

   Peter mengangkat bahu.

   "Kau tak pernah bertanya." ... Penderitaan terak/iir Easa adalah siksaan berai bagi kami. terutama bagi Petrus. Tidak jarang ia menangis dalam tidurnya, namun ia tak mau memberitahu apa sebabnya, tak pula ia mengizinkan kami meno/o/ignya. Akhirnya aku mengetahui kebenaran itu dari mulut Bartolomeus. la mngatakan bahwa Filipus tidak berniat melukaiku dengan kenangan buruk seperti itu. Namun setiap malam. Filipus dihantui pikiran tentang penderitaan Easa. tentang bagaimana ia terluka. Lelaki-klaki itu menunjukkan rasa hormatnya padaku, seakan aku/ah satusatunya orang di antara kami yang mengetahui semangat Easa. Selama kami di Mesir, Bartolomeus menjadi muridku yang pahng berbakti, la ingin tahu sebanyak mungkin dan setepat mungkin, la begitu bersemangat, haus ilmu, bak seorang kelaparan merindukan roti. Seakanakan penderitaan Easa menimbulkan hmangdalam dirinya, yang hanya bisa diisi dengan ajaranajaran JaktnNya. Belakangan aku tahu. ada suatu panggilan kltusus yang membuatnya menyebarkan firman-firman Cinta dan Cahaya ke seluruh bumi. dan bahwa orang lain akan berubah olehnya. Maka sedap malam, ketika anakanak dan yang/ainnya terklap. kuberitakan rahasia-rahasia itu kepada Bartolomeus, Ia akan siap ketika waktunya tiki. Tapi aku tak tahu bagaimana jika aku adalali dia. Aku mencintainya seperti darah dagingku sendiri. Dan aku mencemaskannyakarena keindahan dan kemurniannya tak akan dipahami deh orang lain sebagaimana yang dipahami orang-ang v.mg sangat mencintainya. Dia l laki yang jujur. or INJIL ARQUES MARIA MAGDALENA KITAB PARA MURID Tujuh Wilayah Languedoc, Prancis 22 Juni, 2005 Kehijauan wilayah pedesaan Prancis berkelebat di jendela kereta api berkecepatan tinggi. Perhatian Maureen dan Peter tidak tertuju pada pemandangan, melainkan terserap sepenuhnya ke berbagai peta, buku, dan kertas yang terserak di hadapan mereka.

   "Et in arcadia ego,"

   Gumam Peter sembari menulis asalasalan di buku catatan warna kuning.

   "Et ... in ... Arcadia ... e-go ..."

   Ia begitu khusyuk memerhatikan peta Prancis, khususnya bagian tengah yang bergaris merah. Ia menunjuk garis itu.

   "Lihatlah, garis Meridian Paris melewati Languedoc, di sebelah bawah, di kota ini. Arques. Nama yang sungguh menarik."

   Peter melafalkan nama kota itu, bunyinya mirip dengan "Ark".

   "Seperti pada Noah's Ark (Bahtera Nuh) atau Ark of the Covenant (Tabut Perjanjian)?"

   Maureen sangat penasaran, ke mana persoalan ini mengarah.

   "Tepat. Ark adalah kata Latin yang multimakna. Umumnya berarti wadah, tapi bisa juga berarti kuburan. Tunggu sebentar, lihat yang ini."

   Peter mengambil buku catatan itu lagi, juga pena. Ia mulai menggoreskan huruf-huruf Et in Arcadia ego. Di bagian atas kertas, ia menulis ARK dengan huruf kapital hitam. Di bawahnya, ia menulis ARC dengan gaya yang sama. Maureen mendapat ide.

   "Oke, bagaimana jika begini? ARC. ARC -ADIA. Barangkali kata ini mengacu pada suatu tempat legendaris di Arcadia. Barangkali, Arcadia adalah gabungan beberapa kata? Apakah ada artinya dalam bahasa Latin?"

   Peter menulis dengan huruf kapital. ARC A DIA "Bagaimana?"

   Tanya Maureen tidak sabaran.

   "Apakah ada artinya?"

   "Jika ditulis seperti ini, bisa berarti 'Bahtera Tuhan'. Dengan sedikit imajinasi, kalimat ini bisa berarti 'dan dalam Bahtera Tuhan aku berada'."

   Peter menunjuk kota Arques di peta.

   "Barangkali kautahu tentang sejarah Arques? Jika ada legenda suci yang terkait dengan kota ini maka kalimat itu bisa berarti 'dan dalam desa Tuhan aku berada'. Ini hanya perkiraan, tapi inilah jawaban terbaik yang bisa kupikirkan."

   "Permukiman Sinclair berada tepat di luar Arques."

   "Ya, tapi bukankah itu tidak menjelaskan mengapa Nicolas Poussin membuat lukisan itu empat ratus tahun lalu? Atau mengapa kau mendengar suarasuara di Louvre ketika kau memandang lukisan ini. Kupikir, kita mesti memisahkan Sinclair dari persoalan-persoalan ini barang sejenak."

   Peter berkeras menyingkirkan pentingnya Sinclair dari pengalaman Maureen. Gadis ini telah beberapa tahun menerima visivisi Magdalena, jauh sebelum ia mendengar tentang Berenger Sinclair. Maureen mengangguk setuju.

   "Jadi, kita anggap saja Arques dikenal sebagai wilayah suci karena alasan tertentu, atau 'desa Tuhan', berarti Poussin memberitahukan kita bahwa ada sesuatu yang penting di sana, di Arques? Begitukah teorinya? 'Dan dalam desa Tuhan aku berada?'"

   Peter mengangguk, kelihatan merenung.

   "Hanya perkiraan. Tapi kupikir wilayah sekitar Arques layak dikunjungi, bagaimana menurutmu?"

   F Hari itu adalah hari pasar di desa Quillan.

   Kota di kaki gunung Pyrenees, Prancis, itu ramai dengan aktivitas berkaitan dengan acara mingguan ini.

   Penduduk daerah pedalaman Languedoc bergegas dari satu kios ke kios lain.

   Mereka memborong hasil bumi dan ikan yang diangkut dari Mediterania.

   Maureen dan Peter menelusuri pasar.

   Di tangan Maureen ada duplikat lukisan Gembala Arcadia.

   Seorang pedagang buah melihatnya dan tertawa sambil menunjuk ke lukisan itu.

   "Ah, Poussin!"

   Ia mulai memberondong mereka dengan petunjuk petunjuk dalam bahasa Prancis.

   Peter memintanya berbicara lebih lambat.

   Putra pedagang itu, usianya sepuluh tahun, memerhatikan Maureen dengan pandangan bingung sementara sang ayah berbicara dengan Peter dalam bahasa Prancis.

   Sang anak memutuskan untuk mencoba berbicara dalam bahasa Inggris, meski terpatah-patah.

   "Anda ingin ke kuburan Poussin?"

   Maureen mengangguk senang. Ia baru tahu bahwa kuburan dalam lukisan itu benarbenar ada.

   "Ya. Oui"

   "Oke. Pergilah ke jalan utama dan ikuti jalan itu. Jika Anda melihat gereja, belok ke kiri. Kuburan Poussin ada di puncak bukit."

   Maureen berterima kasih pada bocah itu. Lalu ia membuka tasnya, dan mengeluarkan uang lima euro.

   "Merci, merci beaucoup,"

   Katanya pada anak laki-laki itu sambil menyelipkan uang ke tangannya. Anak itu tersenyum lebar.

   "De hen, Madame1. Bon chance,"

   Teriak pedagang buah itu ketika Maureen dan Peter meninggalkan pasar. Putranya melontarkan kalimat terakhir.

   "Et in Arcadia ego1."

   Bocah itu tertawa, lalu berlari untuk membeli permen dengan uang yang baru diterimanya.

   f Maureen dan Peter berusaha menyatukan petunjuk petunjuk dari ayah dan anak tadi, yang akhirnya membawa mereka ke jalan yang benar.

   Peter mengemudikan mobil pelan-pelan agar Maureen bisa mengawasi wilayah itu lewat jendela kursi belakang.

   "Di sana! Benar, 'kan? Di puncak bukit itu?"

   Peter meminggirkan mobil di tepi lereng yang ditutupi pepohonan pendek dan rerumputan. Di belakang kumpulan semak belukar itu, mereka bisa melihat batu persegi empat, puncak kuburan itu.

   "Aku pernah melihat kuburan yang terpisah seperti ini di Tanah Sucii. Ada beberapa yang semacam ini di wilayah Galilee,"

   Jelas Peter. Lalu ia tercenung sesaat, 1 Verusalem. seolah ada sesuatu yang ia pikirkan.

   "Ada apa?"

   Tanya Maureen.

   "Aku baru ingat, ada satu kuburan seperti ini di jalan menuju Magdala. Mirip sekali dengan kuburan ini. Bahkan bisa dibilang sama."

   Mereka menyisir tepi jalan, mencari jalur yang menuju ke kuburan itu. Ada satu, jalur itu sepertinya dipenuhi semak belukar. Maureen berhenti di ujung jalur itu, ia berjongkok.

   "Lihat ini, segala yang berserakan ini bukan tumbuhan hidup."

   Peter jongkok di sampingnya dan memungut ranting dan semaksemak yang disebarkan di sepanjang jalur itu.

   "Kau benar."

   "Sepertinya seseorang sengaja menyamarkan jalur ini,"

   Kata Maureen.

   "Mungkin hanya pekerjaan pemilik tanah. Barangkali ia bosan melihat orang seperti kita menerobos tanahnya. Wisatawan berdatangan ke tempat ini sejak empat ratus tahun lalu. Siapa pun bisa menjadi jengkel karenanya."

   Mereka bergerak hatihati, melangkah di antara semak, menelusuri jalur itu hingga ke puncak bukit.

   Ketika kuburan granit berbentuk persegi empat itu sudah dihadapan mereka, Maureen mengeluarkan duplikat lukisan Poussin dan membandingkannya dengan wilayah di sekelilingnya.

   Daerah bebatuan tepat di belakang kuburan serupa dengan yang terlihat di lukisan.

   "Keduanya sama."

   Peter mendekati struktur itu dan mengusap permukaan kuburan.

   "Kecuali kuburan ini begitu mulus,"

   Katanya sambil mengamati.

   "Tak ada pahatan."

   "Jadi, pahatan itu hanya rekaan Poussin?"

   Maureen membiarkan pertanyaan itu menggantung di udara.

   Ia sendiri berjalan mengitari sarkofagus.

   Melihat bagian belakang kuburan ditutupi semak dan ranting, Maureen berusaha menyingkirkannya.

   Setelah bersih, bagian belakang itu menjadi jelas dan membuatnya berteriak memanggil Peter.

   "Ke marilah! Kau harus melihat!"

   Peter berdiri di sampingnya, membantu Maureen menahan semaksemak itu.

   Ketika ia lihat sumber yang membuat Maureen terpekik, ia menggelenggelengkan kepala tidak percaya.

   Pahatan di bagian belakang kuburan itu ternyata pola sembilan lingkaran yang mengelilingi cakram pusat.

   Tampilannya sama seperti desain pada cincin kuno di jari Maureen.

   f Maureen dan Peter bermalam di sebuah hotel kecil di Couiza, beberapa mil dari Arques.

   Tammy yang memilihkan lokasi itu karena letaknya dekat dengan suatu tempat misterius bernama Rennesle-Chateau.

   Kalangan esoteris mengenalnya sebagai Desa Misteri.

   Senja itu, Tammy sedang terbang menuju Languedoc.

   Mereka bertiga sepakat untuk bertemu di ruang sarapan, esok pagi.

   Tammy muncul tibatiba di ruang sarapan.

   Di sana, Maureen dan Peter tengah menikmati kopi sembari menunggunya.

   "Maaf, aku terlambat. Penerbangan menuju Carcassonne ditunda, dan aku tiba lepas tengah malam. Aku sulit sekali tidur dan kemudian sulit bangun."

   "Aku cemas karena tidak mendengar kabar darimu semalam,"

   Ujar Maureen.

   "Apakah kau mengemudi mobil dari Carcassonne?"

   "Tidak. Ada temanteman yang datang untuk ke pesta Sinclair besok malam. Aku pergi bersama mereka. Salah seorang di antara mereka penduduk di sini. Dialah yang menjemput kita."

   Maureen dan Peter terlihat bingung.

   "Mengapa?"

   Tanya mereka serentak.

   "Sinclair marah karena kita menginap di hotel. Ia meninggalkan pesan untukku semalam. Ia menyediakan kamar di chateau untuk kita semua."

   Peter terlihat khawatir.

   "Aku tak suka ide ini."

   Ia menyerahkan persoalan ini ke Maureen.

   "Aku lebih suka tetap tinggal di sini. Kupikir akan lebih aman untukmu. Hotel ini wilayah yang netral. Kita bisa kembali ke sini jika ada sesuatu yang membuatmu merasa tidak nyaman."

   Tammy merasa kesal.

   "Coba dengar, apakah kalian tahu, berapa banyak orang yang sangat ingin menerima undangan ini? Chateau adalah tempat yang mengagumkan. Rasanya seperti berada di museum. Jika kalian menolak, Sinclair akan tersinggung. Kalian tentu tidak menginginkan hal ini terjadi. Terlalu banyak yang bisa ia tawarkan."

   Maureen tak tahu harus bagaimana.

   Ia menatap kedua temannya bergantian.

   Peter benar hotel ini adalah wilayah yang netral.

   Namun ia mengkhayalkan bagaimana rasanya tinggal di chateau.

   Kesempatan itu membuatnya bisa mengamati lebih dekat Berenger Sinclair yang penuh teka-teki.

   Tammy mencium dilema Maureen.

   "Sudah kukatakan, Sinclair itu tidak berbahaya. Bahkan kupikir, ia lelaki yang luar biasa."

   Ia memandang Peter.

   "Tapi, jika kau memiliki pandangan lain, anggap saja kesempatan itu 'Tetap membuat temantemanmu mendekat, tetapi membuat musuhmu lebih dekat lagi'."

   Ketika acara sarapan itu selesai, Tammy telah berhasil meyakinkan mereka untuk keluar dari hotel.

   Peter mengawasi wanita itu dengan seksama ketika mereka makan.

   Ia mencamkan bahwa Tammy adalah perempuan yang mahir membujuk.

   Rennes-ie-Chateau, Prancis 23 Juni 2005

   "Kau tak akan menemukan tempat itu pada kesempatan pertama. Kecuali ada orang yang menunjukkan jalan."

   Tammy memberi arahan-arahan dari kursi belakang.

   "Belok kanan lihat jalan kecil di sana? Jalan itu menuju Rennesle-Chateau di puncak bukit."

   Jalan sempit yang menanjak dan penuh belokan tajam itu belum diaspal. Di puncak bukit, terpancang papan petunjuk yang sebagiannya tertutup semak. Di papan itu tertera nama desa kecil.

   "Kau bisa parkir di sini."

   Tammy mengarahkan mereka ke suatu tanah kosong yang kecil dan berdebu, tepat di jalan masuk desa. Begitu keluar mobil, Maureen melihat arlojinya. Ia melihat dua kali sebelum berkomentar.

   "Aneh, arlojiku mati. Padahal sebelum meninggalkan AS, aku telah memasang baterai baru."

   Tammy tertawa.

   "Nah, kelucuan telah dimulai. Waktu memiliki makna baru di pegunungan misterius ini. Aku jamin, arlojimu akan kembali normal setelah kita meninggalkan wilayah ini."

   Peter dan Maureen saling berpandangan lalu membuntuti Tammy. Tanpa berusaha menjelaskan, ia terus saja berjalan sembari melemparkan guyonan ke Peter dan Maureen yang berjalan di belakangnya.

   "Hadirin, sekarang kita memasuki Zona Antah-berantah."

   Desa itu sendiri terkesan menyeramkan, seperti wilayah yang diabaikan waktu. Ukurannya luar biasa mungil dan terlihat lain daripada yang lain.

   "Adakah orang yang tinggal di sini?"

   Tanya Peter.

   "Oh, ya. Desa ini benarbenar berfungsi. Penduduknya tidak sampai dua ratus, tapi tetap penduduk seperti di wilayah yang lain."

   "Sepi sekali,"

   Ujar Maureen sambil mengamati.

   "Memang selalu seperti ini,"

   Jelas Tammy.

   "hingga bus tur mengeluarkan penumpangnya."

   Ketika mereka memasuki desa, di sebelah kanan mereka tampak sisa-sisa chateau, sebuah rumah yang nyaris hancur yang darinyalah desa ini memperoleh nama.

   "Itu Chateau Hautpol. Puri itu dulu milik para Ksatria Templar saat Perang Salib. Lihat menaranya?"

   Tammy menunjuk menara kecil yang sudah usang.

   "Jangan terkecoh dengan lokasinya yang terpencil dan kondisinya yang sudah rusak. Menara Alkemi adalah landmark esoteris yang paling penting di Prancis. Bahkan barangkali di dunia."

   "Kurasa kau akan menjelaskan sebabnya?"

   Peter merasa kejengkelannya menjadijadi. Ia sudah letih dengan permainanpermainan yang dibungkus dalam misteri. Ia ingin segera memperoleh jawaban yang masuk akal.

   "Akan kukatakan padamu, tapi nanti. Karena tak a-kan ada artinya kecuali kau sudah mengetahui sejarah desa ini. Kita tunda jawabannya. Akan kujelaskan dalam perjalanan pulang."

   Mereka melewati sebuah toko buku kecil di sebelah kiri. Toko itu tutup, namun bukubuku yang menampilkan simbolisme berhala terpajang di balik jendela.

   "Tidak sama dengan jemaat Katolik di desa pertanianmu, ya?"

   Bisik Maureen kepada Peter sementara Tammy berjalan di depan mereka.

   "Sepertinya begitu,"

   Peter mengiakan sembari menatap jajaran bukubuku aneh dan perhiasan berbentuk bintang bersudut lima di jendela.

   Ada keanehan lain di dinding seberang jalan sempit itu yang menarik perhatian Maureen saat mereka mengikuti Tammy melewati jalanjalan tua berbatu.

   Ukiran di samping sebuah rumah, posisinya sejajar mata, terlihat seperti gambar jam matahari.

   Bagian inti logam telah lama copot, menyisakan lubang lapuk di tengah-tengahnya.

   Jika dilihat dari dekat, gambar itu sangat tidak biasa.

   Mereka memulai dengan nomor sembilan dan terus hingga nomor tujuh belas.

   Kegiatan ini memakan waktu setengah jam.

   Namun goresan di atas angkaangka itu tetap serangkaian simbol yang terkesan misterius.

   Peter memandang lewat bahu Maureen saat ia menunjukkan simbol yang sungguh ganjil.

   "Menurutmu, apa arti simbol ini?"

   Ia bertanya pada Peter. Tammy mendekati mereka. Ia tersenyum bak kucing yang baru menghabiskan krim.

   "Jadi kalian telah menemukan keganjilan penting pertama di RLC,"

   Katanya.

   "RLC?"

   "Rennesle-Chateau. Begitu sebutan orang karena nama lengkapnya terlalu panjang. Kalian mesti belajar menggunakan dialek lokal agar bisa menyesuaikan diri di pesta besok malam."

   Maureen kembali menatap ukiran di dinding. Peter pun mengawasi dengan seksama.

   "Aku mengenali simbolsimbol ini. Planet-planet. Itu bulan, dan Merkurius. Apakah itu matahari?"

   Ia menunjuk lingkaran dengan titik di bagian tengah.

   "Benar,"

   Jawab Tammy.

   "Dan itu Saturnus. Simbol selebihnya berhubungan dengan astrologi. Ini Libra, Virgo, Leo, Cancer, dan ini Gemini."

   Sepuah pikiran melintas di kepala Maureen.

   "Adakah Scorpio di sini? Atau Sagitarius?"

   Tammy menggeleng, namun ia menunjuk ke sebelah kiri jam matahari dengan posisi seperti jam tujuh pada permukaan jam biasa.

   "Tidak ada. Kalian lihat lokasi tempat tanda-tanda ini berakhir? Itu planet Saturnus. Jika tanda-tanda berlanjut dengan arah yang berlawanan dari arah jarum jam, kalian akan menemukan Scorpio diikuti Libra dan kemudian Sagitarius."

   "Kenapa berhenti di lokasi yang sangat aneh?"

   Tanya Maureen.

   "Dan apa artinya?"

   Peter jauh lebih tertarik dengan jawaban. Tammy mengangkat kedua tangannya, syarat bahwa ia tak bisa menjelaskan.

   "Kami rasa ada hubungannya dengan susunan planetarium. Selain itu, kami benarbenar tidak tahu."

   Maureen terus memandangi gambar itu.

   Ia tengah membayangkan lukisan fresco Sandro di Louvre dan berusaha memastikan apakah lukisan itu ada kaitannya dengan kalajengking.

   Maureen ingin tahu, kira-kira apakah manfaat jam matahari yang aneh ini, jika pun ada.

   "Apakah ini seperti ungkapan 'ketika bulan berada di rumah ketujuh dan Yupiter sejajar dengan Mars'?"

   "Jika kalian berdua akan menyanyikan 'The Age of Aquarius', aku pergi saja,"

   Ujar Peter. Mereka semua tertawa. Tammy kemudian menjelaskan.

   "Tapi dia benar. Barangkali ada kaitannya dengan susunan planetarium tertentu. Dan karena gambar itu ditempatkan di sini, di depan rumah utama, bisa diasumsikan gambar itu penting untuk diketahui seluruh penghuni desa."

   Tammy memimpin mereka menjauhi jam matahari itu dan mengakhiri tur. Mereka menuju vila nun di atas.

   "Sentra desa ini adalah museum dan wilayah vila. Letaknya di atas, persis di hadapan kita."

   Di ujung jalan sempit di depan mereka, berdiri sebuah bangunan rumah, sebuah vila yang tersusun dari bebatuan artistik. Menara batu yang bentuknya aneh mencuat di suatu bagian di belakangnya, menyatu dengan lereng gunung.

   "Misteri desa ini terpusat pada kisah yang sangat aneh tentang seorang pendeta terkenal atau bahkan legendaris yang tinggal di sini pada akhir abad 18. Abbe Berenger Sauniere."

   "Berenger? Bukankah itu nama depan Sinclair?"

   Tanya Peter. Tammy mengangguk.

   "Ya, dan itu bukan kebetulan. Kakek Sinclair berharap jika cucunya diberi nama yang sama, barangkali ia akan mewarisi sifat-sifat nama yang disandangnya. Sauniere menjaga sejarah dan misteri lokal tanpa kenal takut. Dan ia sangat berbakti pada warisan Maria Magdalena.

   "Omong-omong, ada berbagai legenda yang menceritakan penemuan Abbe di sini, ketika ia akan merestorasi gereja. Sebagian orang percaya bahwa ia menemukan harta terpendam Rumah Tuhan (Temple) Yerusalem yang hilang. Karena chateau di sebelahnya terkait dengan Ksatria Templar maka tidak mustahil mereka menggunakan permukiman terpencil ini untuk menyembunyikan barang rampasan dari Tanah Suci. Siapa yang akan mencari barang berharga di sini? Dan sebagian orang mengatakan bahwa Sauniere menemukan dokumendokumen yang luar biasa berharga. Apa pun itu membuatnya sangat kaya, secara mendadak secara misterius. Sepanjang hidupnya, ia menghabiskan banyak uang padahal gajinya sebagai pendeta lokal hanya sekitar dua puluh lima dolar setahun. Lalu, dari mana ia mendapatkan uang? "Dulu, di tahun 1980-an, trio peneliti Inggris menulis buku tentang Sauniere dan harta kekayaannya yang misterius. Buku itu laris. Di AS judulnya Holy Blood, Holy Grail, dan dianggap klasik oleh kalangan esoteris. Sayangnya, buku itu menimbulkan semangat berburu harta karun ke daerah ini. Sumber daya alam dieksploitasi, dan sejumlah landmark dirusak oleh fanatikus agama dan pemburu harta. Sinclair bahkan menempatkan penjaga bersenjata di tanahnya untuk melindungi kuburan itu."

   "Kuburan Poussin?"

   Tanya Maureen. Tammy mengangguk.

   "Tentu saja. Itulah bagian inti keseluruhan misteri, berkat Para Gembala dari Arcadia."

   "Kami ke kuburan kemarin. Aku tidak melihat seorang penjaga pun,"

   Ujar Peter. Tammy tertawa terkekeh-kekeh.

   "Itu karena kedatangan kalian diterima. Percayalah, jika kalian datang ke sana, dia tahu. Dan jika kedatangan kalian tidak ia inginkan, kalian yang akan tahu."

   Mereka sampai di sebuah bangunan besar yang mendominasi desa.

   Pada papan penunjuk, tertera tulisan "Villa Bethania Kediaman Berenger Sauniere".

   Begitu mereka melewati pintu museum, Tammy tersenyum dan mengangguk pada wanita di meja depan yang melambaikan tangan, menyuruh mereka masuk.

   "Bukankah kita harus membeli karcis?"

   Tanya Maureen ketika mereka melewati papan yang menunjukkan harga karcis. Tammy menggeleng.

   "Tidak, mereka sudah mengenalku. Aku memanfaatkan museum ini sebagai latar dokumentasi sejarah alkemi."

   Ia memimpin mereka melewati kotak kaca yang memajang jubah kependetaan yang dikenakan Abbe Sauniere pada abad 19.

   Peter berhenti untuk melihat-lihat pakaian ini sementara Tammy terus berjalan ke ujung lorong.

   Ia berhenti di depan pilar batu kuno yang berukir salib.

   "Namanya Pilar Ksatria dan diyakini diukir oleh Visigoth pada abad 18. Dulu, pilar ini ditempatkan di altar gereja lama. Ketika Abbe Sauniere memindahkan pilar ini saat restorasi vila, ia menemukan perkamen yang berisi sandi-sandi misterius, atau begitulah yang mereka katakan."

   Tempat pemajangan perkamen telah diperluas oleh kurator museum agar kodenya terlihat lebih jelas.

   Surat-surat bertinta tebal berserakan, tapi jika dilihat lebih seksama, penempatannya tidaklah acak.

   Maureen menunjuk tulisan ET IN ARCADIA EGO dalam huruf kapital hitam.

   "Tulisan itu lagi,"

   Kata Maureen pada Peter. Ia beralih ke Tammy.

   "Lalu apa artinya? Apakah itu sebuah kode?"

   "Setidaknya ada lima puluh teori yang pernah kudengar yang menyebutkan makna frasa itu. Bahkan hal ini memicu industri pondokan yang muncul nyaris dengan sendirinya."

   "Peter menemukan teori menarik ketika di kereta dalam perjalanan ke sini,"

   Sela Maureen.

   "Ia pikir ada kaitannya dengan desa Arques. 'Di Arques, desa Tuhan, aku berada'."

   Kelihatannya Tammy terkesan.

   "Dugaan yang bagus, Padre. Kepercayaan yang paling umum adalah penjelasan anagram Latin. Jika kita mengubah posisi huruf-hurufnya, maka kalimat itu berbunyi 'I tego arcana Dei'."

   "Aku menyembunyikan rahasia-rahasia Tuhan,"

   Peter menerjemahkan.

   "Ya. Tidak banyak membantu, bukan?"

   Tammy tertawa.

   "Ayolah, aku ingin mengajak kalian melihat bangunan ini dari luar."

   Peter masih memikirkan kuburan Poussin.

   "Tunggu sebentar. Tidakkah itu artinya ada sesuatu yang disembunyikan di dalam kuburan? Jika kalimat-kalimat itu disatukan maka hasilnya 'Di Arques, desa Tuhan, aku menyembunyikan rahasia'."

   Maureen dan Peter menunggu tanggapan Tammy. Yang ditunggu termenung sejenak.

   "Teori itu sama bagusnya dengan teori lain yang pernah kudengar. Sayangnya, kuburan itu telah berkali-kali dibuka dan diteliti. Kakek Sinclair mengeksvakasi tiap inci properti itu hingga seluas satu mil persegi sekitar kuburan. Dan Berenger telah menggunakan segala macam teknologi untuk mencari harta k a ru n -ultrasound, radar, dan lain-lain."

   "Dan mereka tidak menemukan apa-apa?"

   Tanya Maureen.

   "Tidak sama sekali."

   "Barangkali ada orang lain yang lebih dulu mengambilnya,"

   Peter menduga.

   "Bagaimana dengan pendeta Sauniere? Mungkinkah itu yang membuatnya sangat kaya? Harta karun yang ia temukan?"

   "Banyak orang menduga begitu. Tapi anehnya, hingga kini tak seorang pun tahu rahasia Sauniere. Padahal telah dilakukan riset selama beberapa dasawarsa baik oleh pria maupun wanita yang begitu gigih."

   Tammy memimpin mereka melewati pekarangan indah yang didominasi air mancur berdinding batu dan marmer.

   "Terlalu mencolok untuk suatu lingkungan jemaat sederhana di abad 19?"

   Peter berkomentar.

   "Begitu, ya. Dan anehnya lagi, meski telah mengeluarkan banyak uang untuk membangun tempat ini, Abbe Sauniere tak pernah tinggal di sini. Bahkan sebenarnya ia enggan menetap di sini. Akhirnya, ia menyerahkan kediaman ini ke... pelayannya.11

   "Kau berhenti sebelum menyebut 'pelayannya',"

   Kata Peter jeli.

   "Yah, banyak orang percaya wanita itu lebih dari sekadar pelayan. Bahwa ia pasangan Sauniere."

   "Tapi bukankah ia pendeta Katolik?"

   "Jangan menghakimi, Padre. Itulah moto yang selalu kupegang."

   Maureen tidak mendengarkan pembicaraan mereka, perhatiannya tertuju pada sebuah patung yang telah lapuk termakan cuaca.

   "Patung siapa ini?"

   "Joan of Arc,"

   Jawab Tammy. Peter mendekat agar bisa melihat patung itu lebih jelas.

   "Oh ya, benar. Itu pedang dan benderanya. Tapi, patung ini seperti tidak pada tempatnya,"

   Peter berkomentar.

   "Mengapa?"

   Tanya Maureen.

   "Dia terkesan...sangat tradisional. Simbol klasik Katolikisme Prancis. Namun di sini tampaknya tak ada yang lain yang agak konvensional."

   "Joanie? Konvensional?"

   Tawa Tammy meledak kembali.

   "Tidak dalam bagian ini. Tapi ada pelajaran besar yang bisa diambil dari sejarah, nanti saja kita bicarakan. Kau ingin melihat sesuatu yang benarbenar tidak ortodoks? Kau mesti melihat gereja."

   F Bahkan dalam kehangatan dan cahaya matahari pertengahan musim panas, Rennesle-Chateau adalah tempat keanehan dan keremangan.

   Maureen merasa ada sesuatu yang mengikutinya.

   Suatu siluet yang membuntutinya di setiap belokan kebun.

   Ini membuat konsentrasinya buyar.

   Beberapa kali ia membalikkan badan dengan cepat, namun tak ada seorang pun di belakangnya.

   Desa ini membuatnya mudah kaget.

   Di tempat aneh ini, arlojinya tidak mau bekerja dan ia terus merasa diikuti seseorang.

   Meski sangat terpesona, Maureen merasa gembira jika bisa keluar dari sini, lebih cepat lebih baik.

   Tammy membawa mereka meninggalkan kebun, menuju sekeliling rumah.

   Ketika melewati pekarangan lain, mereka melihat jalan masuk ke gereja tua yang tersusun dari batubatuan.

   "Inilah wilayah kependetaan desa RLC. Ada sebuah gereja berusia ribuan tahun yang dipersembahkan bagi Maria Magdalena di sini. Sauniere merenovasinya sekitar tahun 1891, diduga bertepatan dengan saat ia menemukan dokumen misterius. Ia membawa dokumendokumen itu ke Paris, lalu tibatiba saja ia menjadi miliuner. Ia menggunakan uangnya untuk membuat sejumlah tambahan yang sangat tidak lazim ke gereja itu."

   Ketika mereka berjalan menuju gereja, Peter berhenti untuk membaca prasasti berbahasa Latin pada sebuah palang di atas pintu.

   "Terribilis est locus iste".

   "Terribilis?"

   Tanya Maureen.

   "Tempat ini buruk (terrible),"

   Jelas Peter.

   "Mengerti maknanya, Padre?"

   Tanya Tammy. Peter mengangguk.

   "Tentu saja."

   Jika Tammy bermaksud menguji pengetahuannya tentang Alkitab, ia mesti berusaha lebih keras lagi.

   "Kitab Kejadian, bab dua puluh delapan. Yakub mengemukakannya setelah ia memimpikan tangga menuju surga."

   "Mengapa seorang pendeta memilih prasasti semacam itu untuk diletakkan di atas gerejanya?"

   Tanya Maureen. Ia memandang Peter dan Tammy untuk memperoleh jawaban.

   "Barangkali kau mesti melihat bagian dalam gereja sebelum berusaha menjawab pertanyaan itu."

   Ini saran Tammy. Peter menerima saran itu, ia masuk.

   "Agak gelap di sini,"

   Peter memanggil mereka.

   "Oh, tunggu sebentar,"

   Kata Tammy sambil merogoh tasnya, mencari koin. Lampu di sana dinyalakan dengan koin."

   Ia memasukkan koin euro ke dalam kotak dekat pitu, dan lampulampu neon menyala.

   "Pertama kali datang ke sini, aku berusaha memandang gereja dalam kegelapan. Saat kunjungan kedua, aku membawa lampu senter. Ketika itulah seorang pengurus bangunan menunjukkan kotak koin itu. Dengan begitu para turis bisa menyumbangkan sesuatu untuk gereja. Lampulampu akan menyala sekitar dua puluh menit."

   "Apa itu?"

   Pekik Peter. Ketika Tammy tengah menjelaskan pengoperasian lampu, Peter menoleh ke patung setan yang menyeramkan, yang berjongkok di ambang gereja.

   "Oh, itu Rex. Hai, Rex,"

   Canda Tammy ke arah wajah patung itu.

   "Ia seperti maskot resmi Rennesle-Chateau. Sebagaimana segala yang lain di sini, ada segudang teori yang menjelaskan patung ini. Sebagian mengatakan bahwa ia iblis Asmodeus, penjaga rahasia dan harta karun tersembunyi. Lainnya mengatakan ia adalah Rex Mundi dalam tradisi Cathar. Aku memilih penjelasan terakhir."

   "Rex Mundi. Raja Dunia?"

   Peter menerjemahkan. Tammy mengangguk dan menjelaskan ke Maureen.

   "Cathar mendominasi wilayah ini pada Abad Pertengahan. Ingatlah, di sini ada gereja yang berdiri sejak 1059, ketika Catharisme mencapai puncaknya. Mereka percaya makhluk yang lebih rendah adalah penjaga planet bumi, yakni iblis yang mereka namakan Rex Mundi Raja Dunia. Jiwa kita senantiasa berjuang untuk mengalahkan Rex dan merebut kerajaan Tuhan, ranah roh. Rex mencerminkan godaan duniawi dan fisik."

   "Tapi, apa yang ia lakukan di gereja Katolik yang kudus?"

   Tanya Peter.

   "Ia dikalahkan para malaikat, tentu saja. Lihatlah di atasnya."

   Patung empat malaikat yang membuat tanda salib, menjulang di atas punggung iblis.

   Keempatnya berdiri pada wadah air suci yang bentuknya seperti cangkang kerang raksasa.

   Peter membaca prasasti itu keraskeras kemudian menerjemahkannya ke dalam bahasa Inggris.

   "Par ce signe tu le vaincrais. Dengan tanda ini, aku menaklukkannya."

   "Kebaikan mengalahkan kejahatan. Roh menundukkan materi. Malaikat mengungguli setan. Tidak ortodoks memang, tapi itulah Sauniere."

   Tammy mengusap leher patung iblis itu.

   "Lihat ini? Beberapa tahun lalu, seseorang menerobos gereja dan memenggal kepala Rex. Kepala ini dibuat untuk menggantikannya. Tidak ada yang tahu apakah mereka pemburu harta atau penganut Katolik yang marah dan mengarahkannya ke simbol dualis di wilayah suci. Sepengetahuanku, ia satusatunya patung iblis dalam gereja Katolik. Bukankah demikian, Padre?"

   Peter mengangguk.

   "Harus kukatakan, aku tidak melihat patung ini di gereja Katolik Roma. Pada dasarnya, ini adalah penistaan agama."

   "Cathar adalah sekte dualis. Mereka percaya pada dua kekuatan ilahiah yang berlawanan. Yang satu bekerja demi kebaikan dan berusaha menyucikan esensi roh, sementara yang satunya lagi bekerja demi kejahatan dan berjuang mengotori dunia materi,"

   Jelas Tammy.

   "Lihatlah lantai ini."

   Ia mengalihkan perhatian mereka ke ubin yang menyusun lantai gereja. Ubin hitam dan putih cemerlang membentang seperti papan catur.

   "Satu lagi konsesi Sauniere terhadap dualitas hitam dan putih, baik dan buruk. Sentuhan desain yang eksentrik. Tapi kupikir Sauniere gila seperti serigala. Ia dilahirkan hanya beberapa mil saja dari sini dan ia memahami pandangan masyarakat setempat. Ia sadar, jemaatnya keturunan Cathar dan mereka memiliki alasan untuk tidak memercayai Roma, meski berabadabad kemudian. Harap jangan tersinggung, Padre."

   "Tidak apa-apa,"

   Jawab Peter. Ia mulai terbiasa dengan guyonan Tammy. Sepertinya gadis itu berhati baik, dan Peter benarbenar tidak terganggu. Bahkan sebenarnya, karakter Tammy mulai mendapat tempat di hatinya.

   "Persinggungan Gereja dengan ajaran Cathar terjadi lewat peristiwa memilukan. Aku bisa paham, mengapa masyarakat lokal masih merasa tersinggung."

   Tammy beralih ke Maureen.

   "Satusatunya Perang Salib resmi sepanjang sejarah yang merupakan ajang pertarungan sesama umat Kristen. Pasukan Paus melumpuhkan pasukan Cathar. Tak seorang pun di sini yang melupakan peristiwa itu. Jadi, dengan menambahkan unsur Cathar dan Gnostik yang kental ke gereja ini, Sauniere berhasil menciptakan lingkungan yang membuat jemaatnya merasa nyaman. Karena itulah, kepatuhan dan kesetiaan terhadap gereja ini meningkat. Usahanya berhasil. Masyarakat setempat mencintainya, bahkan hampir-hampir menuhankannya."

   Peter menelusuri gereja, tak ada yang ia lewati.

   Tiap unsur dekorasi sungguh mengagumkan.

   Benarbenar cerah, semarak, dan tentunya tidak konvensional.

   Ada sebuah patung gips yang dicat, menampilkan tokohtokoh yang bukan orang suci.

   Contohnya Santo Roche yang tidak banyak dikenal, sedang mengangkat baju panjangnya untuk menunjukkan kakinya yang terluka.

   Atau Santo Germaine yang ditampilkan sebagai gembala muda sedang menggendong anak domba.

   Setiap karya seni dalam gereja itu memiliki sesuatu yang ganjil atau tidak lazim.

   Yang paling menonjol adalah patung pembaptisan Yesus yang berukuran hampir sama seperti aslinya.

   Patung itu menunjukkan Yohanes yang berdiri tegak di hadapan Yesus, berpakaian ala Romawi, lengkap dengan baju panjang dan jubah, yang tidak pantas untuknya.

   "Mengapa Yohanes Pembaptis ditampilkan dengan pakaian orang Romawi?"

   Tanya Peter. Selintas wajah Tammy tampak muram, tapi ia tidak menjawab. Ia justru terus memberi komentar sambil memimpin mereka menuju altar.

   "Menurut legenda lokal, Sauniere sendirilah yang mengecat patung-patung itu. Kami yakin, dia pula yang mengerjakan karya seni di bagian belakang dan atas altar, setidaknya sebagian. Ia terobsesi dengan Mariamu itu."

   Maureen mengikuti Tammy ke relief, tempat Maria Magdalena menjadi bagian inti altar.

   Terlihat ikon-ikon yang biasa ada di sekitarnya tengkorak di kakinya, kitab di sampingnya.

   Maureen memerhatikan salib yang kelihatannya terbuat dari pohon hidup.

   Peter khusyuk memandangi lempengan relief yang melukiskan Posisi-posisi Salib.

   Seperti halnya patung-patung tadi, tiap bagian seni memiliki detail yang aneh atau keganjilan yang bertentangan dengan tradisi Gereja.

   Mereka memerhatikan unsur-unsur yang menakjubkan dalam gereja itu.

   Masing-masingnya merupakan bagian baru dari misteri besar yang mengelilingi mereka.

   Tanpa aba-aba, bunyi klik terdengar dalam gereja dan mereka terperangkap dalam gelap gulita.

   Maureen merasa panik dalam kegelapan pekat.

   Bayangan bayangan yang mengikutinya, bahkan di tengah siang benderang, membuatnya merasa tercekik sekarang.

   Ia menjerit memanggil Peter.

   "Aku di sini,"

   Teriak Peter.

   "Kau di mana?"

   Akustik dalam gereja menyebabkan bunyi bergaung dalam gedung sehingga sulit melacak keberadaan seseorang.

   "Aku di dekat altar,"

   Teriak Maureen.

   "Tidak apa-apa,"

   Teriak Tammy.

   "Jangan panik. Waktu lampu menyala telah habis, itu saja."

   Tammy bergegas ke pintu agar cahaya matahari bisa masuk sehingga Peter dan Maureen bisa saling menemukan. Maureen mencengkeram Peter dan berlari ke pintu depan gereja. Ia sengaja memandang ke sebelah kiri agar tidak melihat patung iblis itu lagi.

   "Aku tahu, itu hanya masalah mekanis saja, tapi benarbenar menyeramkan. Keseluruhan gereja ini sungguh...aneh.11 Maureen gemetar di bawah matahari Languedoc yang bersinar terang di siang hari itu. Desa magis yang telah dilupakan waktu ini sungguh mengganggu, benarbenar di luar ranah pengalaman yang pernah ia rasakan. Ada semacam kesan kekacauan yang tersembunyi di sini. Meski desa itu sendiri nyaris ditinggalkan, namun di balik keheningannya, ada sesuatu yang menulikan telinga. Maureen melirik pergelangan tangannya dan teringat bahwa arlojinya tidak bekerja sejak ia tiba di tempat ini. Fakta ini memaksanya merasa tidak nyaman. Ada pertanyaan yang ingin diajukan Peter kepada Tammy saat wanita ini memimpin mereka melewati kebun dan mengelilingi Vila Bethania.

   "Tak bisa kubayangkan Sauniere mengerjakan semua ini tanpa mendapat kesulitan dari Gereja."

   "Oh, ia memang sering mendapat kesulitan,"

   Jelas Tammy.

   "Mereka bahkan pernah mencoba mencopot jabatannya dan menggantinya dengan pendeta lain, namun gagal. Masyarakat di sini tidak mau menerima siapa pun selain Sauniere, karena ia menyatu dengan mereka. Ia telah berusaha keras mengambil posisi ini, berlawanan dengan yang ditulis di kebanyakan buku. Jadi sungguh lucu, pihak berwenang di RLC menyebut kedatangan Sauniere ke sini sebagai suatu kebetulan saja. Percayalah, tak ada satu kejadian pun di sini yang kebetulan. Banyak sekali kekuatan besar yang berlangsung di sini."

   "Maksudmu kekuatan besar manusia atau kekuatan besar supranatural?"

   "Dua-duanya."

   Tammy memberi isyarat agar mereka mengikutinya. Ia berjalan menuju menara batu di ujung sebelah barat bangunan, menjulang di sudut tebing.

   "Ayolah, kalian mesti melihat piece de resistance. Tur Magdala."

   "Tur Magdala?"

   Maureen tergelitik mendengar nama itu.

   "Menara Magdalena. Dulu, bangunan itu menjadi perpustakaan pribadi Sauniere. Tapi, pemandangan dari sana sungguh menakjubkan."

   Mereka membuntuti Tammy melewati interior menara kecil, melihat sekilas beberapa barang pribadi Sauniere yang tersimpan dalam kotak kaca, sebelum menapaki dua puluh dua anak tangga menuju dek menara itu.

   Pemandangan Languedoc dari atas sungguh menakjubkan.

   Tammy menunjuk ke arah suatu bukit di kejauhan.

   "Kalian lihat di sana itu? Itulah Arques. Dan lembah di seberangnya adalah desa Coustaussa yang legendaris. Di sana, seorang pendeta bernama Antoine Gelis, teman Sauniere, dibunuh secara keji di rumahnya. Kediamannya digeledah, dan masyarakat percaya bahwa orang yang membunuh lelaki tua itu menginginkan sesuatu yang lebih besar dibandingakan uang. Mereka tidak menyentuh koin emas yang tergeletak di atas meja, tapi mereka mencuri semua yang terlihat seperti dokumen. Lelaki yang malang ia terbunuh di usia tujuh puluhan, bersimbah darah akibat hantaman kapak dan penjepit kayu bakar."

   "Mengerikan."

   Maureen menggigil mendengar cerita Tammy, tetapi juga karena suasana dalam bangunan itu. Meski sangat terpesona, ia juga merasa ingin menjauhi tempat itu.

   "Orangorang bersedia membunuh demi misteri ini,"

   Ungkap Peter sederhana.

   "Yah, itu terjadi seratus tahun lalu. Aku lebih suka berpikir bahwa sekarang ini kita menyikapinya dengan lebih beradab."

   "Apa yang terjadi dengan Sauniere?"

   Maureen mengembalikan fokus ke kisah pendeta aneh itu dan hartanya yang misterius.

   "Keadaannya semakin aneh. Setelah memesan peti mati untuk dirinya sendiri, ia terserang stroke. Legenda daerah ini menyebutkan bahwa seorang pendeta yang tidak dikenal oleh penduduk setempat dipanggil untuk memimpin ritus terakhir. Namun, ia menolak tugas ini setelah mendengar pengakuan terakhir Sauniere. Akhirnya lelaki malang itu meninggalkan Rennesle-Chateau dalam keadaan depresi berat. Orangorang mengatakan bahwa semenjak itu, ia tak pernah tersenyum lagi."

   "Wow, apa yang diucapkan Sauniere pada pendeta itu?"

   "Tidak ada yang tahu persis. Kecuali barangkali pelayan rumah, Marie Denarnaud. Sauniere menyerahkan seluruh kekayaannya, juga rahasia-rahasianya, kepada wanita ini. Namun ia sendiri meninggal secara misterius beberapa tahun kemudian. Di hari-hari terakhirnya, ia tak bisa bicara sehingga tak ada seorang pun yang akan tahu apa rahasia itu.

   "Itulah sebabnya desa ini melahirkan industri. Seratus ribu turis berkunjung ke desa mungil yang muram ini setiap tahunnya. Sebagian didorong rasa ingin tahu, sebagian lagi karena ingin menemukan harta karun Sauniere."

   Tammy berjalan ke ujung dek menara kecil itu dan memandang ke arah lembah yang terhampar luas di bawah mereka.

   "Kita tidak tahu pasti mengapa Sauniere membangun menara ini. Tapi ia pasti mencari sesuatu. Bagaimana menurutmu, Padre?"

   Tammy mengedipkan mata pada Peter kemudian berbalik menuju tangga ke bawah f Saat mereka bertiga berjalan menuju mobil, Maureen menagih janji Tammy untuk menjelaskan Menara Alkemi.

   Menara kecil itu dulu berjaya di Chateau Hautpol, tapi kini telah porak poranda.

   Tammy termenung sesaat, tak tahu harus mulai dari mana.

   Banyak buku yang menggambarkan wilayah ini.

   Ia sendiri telah melakukan riset bertahuntahun, jadi menemukan penjelasan yang paling ringkas tidaklah mudah.

   "Ada sesuatu di wilayah ini yang menarik perhatian orang sejak ribuan tahun lalu,"

   Tammy memulai.

   "Sesuatu itu pastilah khas dan terdapat di wilayah itu sendiri. Bagaimana tidak, karena faktanya pesona wilayah ini telah dikenal luas, melintasi dua ribu tahun sejarah dan berbagai keyakinan agama? "Seperti hal-hal lain di sini, ada segudang teori yang menjelaskannya. Dan selalu menyenangkan jika kita memulai dengan teori yang benarbenar gila. Ada sejumlah orang yang berani bersumpah bahwa semua ini berkaitan dengan makhluk luar angkasa dan monster laut."

   "Monster laut?"

   Peter tertawa berbarengan dengan Maureen.

   "Aku hampir bisa menduga bahwa makhluk luar angkasa akan disebut, tapi monster laut?"

   Tanya Maureen.

   "Aku tidak bercanda. Monster laut selalu muncul dalam misteri lokal. Cukup aneh memang, mengingat wilayah ini tidak berbatasan dengan laut. Tapi teori ini hampir sama gilanya dengan yang berkaitan dengan UFO. Ada sesuatu tentang wilayah ini yang menjadikan orang nyaris benarbenar gila.

   "Kemudian ada faktor waktu. Apakah arlojimu masih tidak berfungsi?"

   Maureen sudah tahu jawabannya, tapi ia melihat juga sekadar untuk memastikan. Arloji itu menunjukkan jam 9.33 selama lebih dari satu jam. Maureen mengangguk.

   "Setelah kita turun dari gunung ini, barangkali arlojimu akan berfungsi kembali,"

   Kata Tammy melanjutkan.

   "Ada sesuatu di sini yang memengaruhi jam dan arloji, juga barangbarang elektronik. Bisa jadi, itulah salah satu alasan mengapa begitu banyak penghuni desa ini yang masih menggunakan jam matahari, bahkan di abad 21. Fenomena itu tidak menimpa setiap orang, tapi aku sendiri mengalami banyak sekali kejadian aneh."

   Tammy mulai menceritakan salah satu dari sekian banyak kisahnya tentang faktor waktu yang sulit dipahami di wilayah Rennesle-Chateau ini.

   "Waktu itu aku sedang mengendarai mobil ke sini bersama temanteman. Aku memeriksa jam mobil ketika berada di kaki bukit. Sesampainya di puncak, jam itu menunjukkan bahwa kami telah melewati waktu setengah jam hanya untuk sampai ke puncak bukit. Sekarang, kau baru mengendarai mobil ke sini. Berapa lama waktu yang dibutuhkan, meski kita berjalan pelan seperti tadi? Lima menit?"

   Tammy bertanya pada Peter, yang kemudian mengangguk mengiakan.

   "Sekitar itulah."

   "Jaraknya tidak terlalu jauh, barangkali hanya dua mil. Jadi kami pikir jam mobil itu rusak lalu kami melihat arloji. Ternyata sama saja. Waktu telah berlalu setengah jam. Sekarang kita sudah tahu, waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke sini tidak selama itu, tapi entah bagai mana jam bergeser tiga puluh menit. Apakah aku bisa menjelaskan hal ini? Tidak. Seakanakan waktu tidak berjalan seperti biasanya. Sejak peristiwa itu, aku sudah berbicara dengan sejumlah orang yang memiliki pengalaman serupa. Penduduk setempat bahkan tidak ambil pusing karena sudah terbiasa. Tanya saja kepada mereka, paling-paling mereka hanya mengangkat bahu. Seolah kejadian itu adalah fenomena paling normal di seluruh dunia.

   "Pengalaman sama juga terjadi di sekitar Piramida Besar, selain sejumlah situs sakral di Inggris dan Irlandia. Lalu, apa sebenarnya yang terjadi? Apakah ini semacam kekuatan magnetis? Ataukah sesuatu di luar jangkauan kita sehingga mustahil dipahami otak kita yang terbatas?"

   Tammy menguraikan berbagai teori hasil eksplorasi penduduk lokal dan tim riset internasional. Ia menyebutkan sederet kemungkinan. padang rumput, pusaran air, rongga tanah, gerbang bintang.

   "Salvador Dali mengatakan bahwa stasiun kereta api di Perpignan adalah pusat jagat raya karena di sanalah lokasi pertemuan kekuatan-kekuatan magnetis."

   "Berapa jarak Perpignan dari sini?"

   Pertanyaan ini keluar dari mulut Maureen.

   "Sekitar empat puluh mil. Cukup dekat untuk membuat teori itu menarik. Seandainya saja aku memiliki jawaban yang pasti. Tapi tak seorang pun yang memilikinya. Itulah sebabnya aku kecanduan dengan tempat ini dan terus kembali ke sini. Masih ingat garis meridian yang ditunjukkan Sinclair padamu ketika di gereja Saint-Sulpice, Paris?"

   Maureen mengangguk, berusaha terus mengikuti.

   "Garis Magdalena".

   "Persis. Garis itu melewati Paris dan terus ke wilayah ini. Mengapa? Karena ada sesuatu di sini yang melampaui waktu dan ruang. Kupikir, itulah sebabnya para alkemis dari seluruh Eropa tertarik dengan wilayah ini entah sejak kapan."

   "Aku ingin tahu, kapan kita kembali ke persoalan alkemi,"

   Peter mengingatkan.

   "Maaf, Padre. Aku memang cenderung berbelit-belit. Selain itu, tak ada satu penjelasan pun yang sederhana. Menara di atas sana, disebut Menara Alkemi, sepertinya dibangun di atas titik kekuatan Magdalena yang legendaris. Titik itu dilewati garis. Dan menara ini dijadikan tempat eksperimen alkemi yang tak terhitung jumlahnya."

   "Jadi, ketika kau mengatakan alkemi, yang kau maksud adalah sistem keyakinan di abad pertengahan bahwa belerang bisa diubah menjadi emas?"

   Ini pertanyaan Maureen.

   "Dalam sebagian kasus, ya. Tapi, apakah itu definisi alkemi yang sebenarnya? Jika ingin memicu perang besar, ajukanlah pertanyaan itu di depan seminar para pemikir esoteris. Maka ruangan itu akan runtuh sebelum diperoleh jawaban yang pasti."

   Lalu Tammy berceloteh tentang berbagai jenis alkemi.

   "Ada alkemis ilmiah, yaitu orang yang secara fisik berusaha mengubah materi dasar menjadi emas. Sebagian alkemis ilmiah datang ke sini dengan keyakinan bahwa keajaiban yang terdapat dalam wilayah ini sendiri merupakan faktor x yang sedang mereka cari guna menyempurnakan eksperimen mereka. Kemudian ada filsuf yang percaya bahwa alkemi adalah suatu transformasi spiritual. Maksudnya, alkemi menyangkut perubahan unsur dasar dalam roh manusia menjadi suatu diri yang cemerlang. Ada lagi kelompok esoteris dengan ide bahwa proses alkemis bisa digunakan untuk mencapai keabadian dan entah bagaimana, memengaruhi karakter waktu. Lalu ada alkemis seksual yang percaya bahwa energi seksual menimbulkan suatu transformasi ketika dua tubuh menyatu menggunakan semacam kombinasi metode fisik dan metafisik tertentu."

   Maureen mendengarkan dengan seksama. Ia ingin lebih mengetahui perspektif pribadi Tammy.

   "Dan teori mana yang menjadi favoritmu?"

   "Aku pribadi mendukung alkemi seksual. Tapi setelah kupikir-pikir, semuanya benar. Sungguh. Kupikir, alkemi adalah istilah aktual untuk serangkaian prinsip paling kuno di bumi ini. Menurutku, aturan-aturan itu dipahami oleh masyarakat kuno, misalnya para arsitek Piramida Besar di Giza."

   Pertanyaan berikut datang dari Peter.

   "Lalu, apa hubungan semua ini dengan Maria Magdalena?"

   "Yah, sebagai langkah awal, kita percaya bahwa ia menetap di sini, atau setidaknya pernah tinggal di sini. Maka muncul pertanyaan. mengapa di sini? Wilayah ini sangat terpencil, bahkan dengan transportasi modern sekarang ini. Bisakah kau bayangkan, bagaimana rasanya berusaha melewati pegunungan ini pada abad pertama? Wilayah ini sangat tidak bersahabat. Lalu, mengapa ia memilih tempat ini? Mengapa banyak orang memilih tempat ini? Karena ada sesuatu yang istimewa.

   "Oh, aku lupa menyebutkan satu jenis alkemi lagi yang berlangsung di sini. Aku baru menemukan istilahnya belakangan ini, alkemi Gnostik."

   "Seperti nama agama baru saja,"

   Komentar Maureen.

   "Atau agama lama. Tapi ada kepercayaan di sini yang meluas hingga ke Cathar, barangkali melewatinya. Suatu kepercayaan bahwa wilayah ini adalah pusat dualitas. bahwa Raja Dunia, Rex Mundi sendiri, hidup di sini. Keseimbangan duniawi antara terang dan gelap, baik dan buruk, berlangsung di desa kecil yang aneh dan lingkungan sekitarnya. Dan hingga batas tertentu, terjadi pertarungan sepanjang masa antara kedua unsur itu, tepat di sini, di bawah kaki kita. Kalian merasa seram berada di sini pada siang hari? Jika ada yang mau membayarku untuk berjalan malammalam di sini, aku tak mau. Ada sesuatu yang sangat penting menyangkut tempat ini, dan tidak semuanya baik."

   Maureen mengangguk pada Tammy.

   "Aku pun merasa begitu. Jadi, barangkali pernyataan Dali menjangkau hingga sekitar empat puluh mil. Barangkali Rennesle Chateau benarbenar pusat jagat raya?"

   Peter turut bicara, dengan nada yang lebih serius.

   "Pernyataan bahwa tempat ini dulu adalah pusat semesta barangkali masuk akal bagi masyarakat Prancis abad pertengahan. Tapi apakah orang masih memercayainya sekarang?"

   "Aku hanya bisa mengatakan bahwa ada sejumlah kejadian aneh di sini yang tak bisa dijelaskan siapa pun. Dan kejadian itu terus berlangsung. Di sini, di Arques, dan di wilayah sekitar tempat dibangunnya chateau. Sebagian orang mengatakan bahwa pengikut Cathar membangun puripuri ini sebagai benteng pertahanan dari energi kegelapan. Mereka memilih membangun di puncak pusaran angin atau titik-titik kekuatan. Di sana, mereka bisa menjalankan upacara kudus untuk mengendalikan atau mengalahkan kekuatan kegelapan. Semua chateau di sini dilengkapi menara, bagian ini sangat signifikan."

   Peter mendengarkan dengan seksama.

   "Tapi, tidakkah menara-menara itu strategis, dibangun untuk tujuan pertahanan?"

   "Tentu,"

   Tammy mengangguk serius.

   "Tapi itu tidak menjelaskan mengapa masingmasing chateau memiliki legenda menyangkut alkemi yang berlangsung di dalam menara? Menara-menara itu dikenal karena menjadi tempat berlangsungnya suatu keajaiban atau transformasi. Bangunan ini terkait langsung dengan moto alkemi 'Sebagai mana di atas, demikian pula di bawah'. Menara mencerminkan bumi karena menghunjam ke tanah. Tapi menara juga mencerminkan langit karena menjulang ke angkasa. Itulah sebabnya, menara merupakan tempat yang cocok untuk melakukan eksperimen alkemi. Dan seperti menara Sauniere, menara-menara yang lain memiliki dua puluh dua anak tangga."

   "Mengapa dua puluh dua?"

   Tanya Maureen tertarik.

   "Dua puluh dua adalah angka utama, dan angka ada-ah faktor penting dalam alkemi. Angkaangka utama terdiri dari sebelas, dua puluh dua, dan tiga puluh tiga. Tapi, dua puluh dua menjadi pola yang akan banyak kita saksikan di wilayah ini karena angka ini berhubungan dengan energi sakral wanita. Kalian bisa melihat bahwa menurut kalender gereja, hari puasa Maria Magdalena jatuh pada..."

   "Tanggal dua puluh dua Juli,"

   Sela Peter dan Maureen berbarengan.

   "Tepat. Jadi, untuk akhirnya menjawab pertanyaanmu, barangkali itulah sebabnya mengapa Maria Magdalena datang ke sini. Karena ia mengetahui faktor kekuatan alamiah atau memahami sesuatu tentang pertarungan terang dan gelap seperti yang terjadi di sini. Kalian tahu, masyarakat Palestina mengenal wilayah ini. Bahkan ada tradisi yang mengatakan bahwa ibunda Maria Magdalena berasal dari Languedoc. Jadi kedatangan Maria Magdalena ke sini bisa diartikan kepulangannya."

   Tammy menengadah ke menara Chateau Hautpol yang sudah rusak.

   "Apa yang tak akan kuserahkan agar bisa menjadi lalat abadi yang hinggap di dinding bangunan itu."

   Languedoc 23 Juni 2005 Mereka menurunkan Tammy di Couiza.

   Di sana, ia bertemu temantemannya untuk makan siang yang sudah terlambat.

   Maureen merasa kecewa karena Tammy tidak bersama mereka lebih lama lagi.

   Ia gugup memikirkan akan ke rumah Sinclair tanpa teman yang juga dikenal sang tuan rumah sehingga ia tidak terlalu canggung.

   Selain itu, Maureen bisa merasakan ketegangan Peter.

   Pria ini berusaha keras menutupinya, tapi tangannya yang mencengkeram kuat kemudi menunjukkan perasaannya.

   Barangkali, menetap di kediaman Sinclair adalah kekeliruan.

   Tapi mereka sudah berjanji.

   Tidak sopan dan akan membuat tuan rumah tersinggung jika mereka mengubah pikiran sekarang.

   Maureen tidak mau mengambil risiko itu.

   Sinclair adalah bagian yang terlalu penting dalam rangkaian puzzienya.

   Peter memperlambat laju mobil sewaan itu dan melewati gerbang besi yang luar biasa besar.

   Ketika mobil melewatinya, Maureen memerhatikan bahwa gerbang itu dihiasi fieur-deiis besar berwarna keemasan yang jalin-menjalin dengan tanaman anggur atau mungkin apel biru.

   Jalur masuk kendaraan itu dilengkapi atap yang melengkung hingga ke bangunan megah dan mewah bernama Chateau des Pommes Bleues.

   Mereka berhenti di depan chateau, samasama terdiam sejenak menyaksikan kemegahan dan kemewahan properti itu.

   Suatu kastil yang dibangun pada abad ke-16 dan telah direstorasi dengan sempurna.

   Begitu Peter dan Maureen menjejakkan kaki keluar dari mobil, pelayan utama Sinclair, Roland yang bertubuh besar, muncul dari pintu depan.

   Dua pelayan berseragam bergegas mendekati mobil untuk mengangkut tas atau menjalankan perintah Roland.

   "Bonjour, Madamoiselle Paschal, Abbe Healy. Bienvenue."

   Mendadak Roland tersenyum dan ini membuat ekspresi wajahnya melembut. Peter dan Maureen mengembuskan napas lega.

   "Selamat datang di Chateau des Pommes Bleues. Monsieur Sinclair sangat senang Anda datang!"

   F Roland pergi memanggil tuannya, meninggalkan Maureen dan Peter yang menunggu di lorong masuk yang sangat menawan.

   Mereka sama sekali tidak merasa bosan ruangan itu dipenuhi karya seni dan barang antik yang tak ternilai harganya, seperti yang terdapat di museum Prancis.

   Maureen berhenti di depan kotak kaca yang berfungsi sebagai bagian sentral ruangan itu.

   Peter mengikutinya.

   Sebuah trofi besar bertatahkan perak menempati kotak itu, dan sebuah tengkorak manusia bersandar di tempat terhormat dalam kotak pajang benda pusaka itu.

   Warna tengkorak itu telah pudar termakan waktu, namun ada retakan yang cukup jelas terlihat di tulang kranial itu.

   Sejumput rambut kusam, namun masih menunjukkan pigmen merah ditempatkan di samping tengkorak bersamasama dengan trofi.

   "Masyarakat zaman dulu percaya bahwa rambut merah memiliki kekuatan magis."

   Berenger Sinclair berdiri di belakang mereka. Maureen terlonjak mendengar suara tibatiba itu, kemudian menanggapinya.

   "Masyarakat kuno tak pernah mengikuti sekolah umum di Lousiana."

   Sinclair tertawa dengan suara khas Celtic, dan menyentuhkan jarinya ke rambut Maureen dengan maksud menggodanya.

   "Apakah tak ada anak laki-laki di sekolahmu?"

   Maureen tersenyum, namun ia cepatcepat mengembalikan perhatiannya ke benda pusaka dalam kotak kaca sebelum Sinclair melihat wajahnya bersemu merah. Ia membaca keraskeras tulisan yang tertera di plakat.

   "Tengkorak Raja Dagobert Kedua."

   "Salah seorang leluhurku yang pemberani,"

   Jawab Sinclair. Peter merasa terpesona dan sedikit sangsi.

   "Santo Dagobert Kedua? Raja Merovingian terakhir? Kau keturunannya?"

   "Ya. Dan pengetahuan sejarahmu sama baiknya dengan bahasa Latinmu. Luar biasa, Bapa."

   "Ingatkan aku."

   Maureen terlihat memelas.

   "Maaf, tapi pengetahuanku tentang sejarah Prancis dimulai dari Louis Quartorze. Merovingian itu siapa?"

   Peter menjawab.

   "Dinasti raja-raja awal di wilayah yang sekarang bernama Prancis dan Jerman. Mereka berkuasa sejak abad ke-S hingga abad ke-8. Dinasti ini terputus sejak kematian Dagobert."

   Maureen menunjuk retakan di tengkorak.

   "Barangkali kematiannya tidak wajar."

   Sinclair menjawab.

   "Benar. Putra baptisnya menancapkan lembing ke pelupuk mata hingga menembus otak ketika ia tidur."

   "Anggota keluarga yang tidak setia,"

   Jawab Maureen.

   "Sedihnya, ia lebih memilih tugas keagamaan dibandingkan kesetiaan pada keluarga. Dilema yang sejak dulu membuat banyak orang sengsara. Bukankah begitu, Bapa Healy?"

   Peter mengerutkan kening dengan arah pembicaaan itu.

   "Maksudmu?"

   Dengan berwibawa, Sinclair mengarahkan perhatian mereka ke sebuah perisai yang tergantung di dinding.

   Pada perisai itu terdapat lambang salib yang dikelilingi bunga mawar, di tengah-tengahnya tertera tulisan Latin ELIGE MAGISTRUM "Moto keluarga saya.

   Elige magistrum."

   Maureen menatap Peter untuk memperoleh penjelasan. Ada sesuatu yang terjadi antara kedua lelaki ini yang mulai membuatnya gugup.

   "Apa artinya?"

   "Pilihlah seorang pemimpin,"

   Peter menerjemahkan. Sinclair menjelaskan lebih rinci.

   "Raja Dagobert dibunuh atas perintah Roma karena Paus merasa kurang berkenan dengan versi Kristiani yang ia bawa. Putra baptis Dagobert ditantang untuk memilih pemimpin. Ia memilih Roma, maka ia menjadi seorang pembunuh atas perintah Gereja."

   "Mengapa ajaran Kristen Dagobert begitu mengganggu?"

   Tanya Maureen.

   "Ia percaya bahwa Maria Magdalena adalah seorang ratu dan istri sah Yesus Kristus, dan bahwa ia adalah keturunan mereka berdua. Dengan demikian, ia memegang hak suci sebagai seorang raja dengan kekuatan yang mengalahkan segala kekuatan duniawi. Paus merasa bahwa raja yang memiliki keyakinan seperti itu akan sangat mengancam."

   Maureen meringis dan berusaha membuat pembicaraan menjadi lebih ringan. Ia menyikut Peter.

   "Janji, ya, jangan menancapkan lembing ke mataku saat aku tidur?"

   Peter menatapnya sekilas.

   "Aku khawatir, aku tidak bisa berjanji. Elige magistrum dan segala macam."

   Maureen membelalakkan mata ketakutan lalu ia kembali memerhatikan benda pusaka perak tadi yang dihias dengan pola fleurde-lis yang rumit.

   "Meski bukan orang Prancis, Anda sangat menyukai simbol itu."

   "Fleurde-lis? Tentu saja. Jangan lupa, bangsa Skotlandia bersekutu dengan Prancis selama ratusan tahun. Tapi alasan saya memilihnya berbeda. Bunga itu simbol..."

   "Trinitas,"

   Kata Peter melengkapi ucapan Sinclair. Lelaki itu tersenyum kepada mereka berdua.

   "Ya, ya, benar. Tapi saya tidak tahu, Bapa Healy, apakah itu simbol trinitas Anda...atau trinitas saya?"

   Sebelum Maureen atau Peter sempat meminta penjelasan atas pernyataan itu, Roland masuk dan berbicara cepat dengan Sinclair dalam bahasa yang menyerupai kombinasi antara bahasa Prancis dengan aksen Mediterania yang kental.

   Sinclair beralih ke kedua tamunya.

   "Roland akan menunjukkan kamar agar kalian bisa beristirahat dan menyegarkan diri sebelum makan malam."

   Sinclair menunduk dengan anggunnya, mengedip sekilas ke arah Maureen, lalu meninggalkan ruangan itu.

   f Maureen memasuki kamar tidurnya, mulutnya menganga saking terpesona.

   Ruangan itu sangat mengagumkan.

   Sebuah ranjang besar dengan kanopi yang ditunjang empat tiang dan dibalut tirai bordir berwarna merah keunguan dengan rangkaian fleurdelis keemasan seperti yang banyak ditemukan di rumah ini, mendominasi ruangan.

   Perabot lainnya sangat antik, semuanya bersepuh emas.

   Sebuah potret bertuliskan Maria Magdalena di Gurun, karya pelukis kenamaan Spanyol, Ribera, menutup salah satu dinding kamar.

   Mata Maria Magdalena memandang ke langit.

   Vas kristal Baccarat dengan bunga mawar merah dan lili putih tersebar di seluruh ruangan.

   Serupa dengan rangkaian bunga yang dikirimkan Sinclair ke rumah Maureen di Los Angeles.

   "Seorang gadis harus terbiasa mendapat perlakuan istimewa,"

   Katanya pada dirinya sendiri.

   Beberapa orang pelayan mengetuk pintu untuk mengeluarkan isi tasnya f Kamar Peter lebih kecil dari kamar Maureen, namun tetap indah dan menunjukkan kebangsawanan.

   Koper Peter belum diantarkan, namun ia membawa tas jinjing berisi barangbarang yang ia perlukan sekarang.

   Peter mengeluarkan Alkitab bersampul kulit dan rosari bermanik kristal dari tas hitamnya.

   Digenggamnya rosari itu kemudian ia merebahkan diri ke ranjang, Peter merasa lelah sebagian karena perjalanan, juga keletihan fisik dan spiritual karena tanggung jawabnya atas keselamatan Maureen.

   Kini ia berada di wilayah yang tak dikenal.

   Pengalaman ini membuatnya gugup.

   Peter tidak memercayai Sinclair.

   Yang lebih parah, ia tidak percaya pada reaksi sepupunya terhadap Sinclair.

   Uang dan penampilan fisik lelaki itu jelas menimbulkan suatu mistik yang membuat wanita terpikat.

   Paling tidak ia tahu, Maureen bukanlah orang yang mudah luluh.

   Bahkan sebenarnya Peter tahu, gadis ini tidak banyak menjalin hubungan dengan lelaki.

   Pandangan Maureen akan romantisme terkoyak oleh kebencian ibunya kepada sang ayah.

   Perkawinan pahit itu berakhir dengan tragedi.

   Itulah sebabnya, Maureen menjauhkan diri dari segala ikatan hubungan.

   Walau bagaimanapun, ia wanita dan manusia biasa.

   Maureen sangat rapuh jika menyangkut visinya.

   Peter merasa adalah kepentingannya untuk memastikan bahwa Sinclair tidak memanfaatkan kerapuhan Maureen untuk menipu gadis ini.

   Peter belum pasti, seberapa banyak yang telah diketahui Sinclair.

   Atau bagaimana ia mengetahuinya.

   Tapi ia bertekad memperoleh jawabannya secepat mungkin.

   Peter memejamkan mata dan berdoa agar dilindungi.

   Namun doanya yang tak bersuara terganggu oleh bunyi dengungan yang tidak mau berhenti.

   Pada awalnya ia berusaha mengabaikan saja bunyi getaran itu, namun akhirnya ia menyerah.

   Ia berjalan ke arah sisi lain kamar itu, tempat tas bepergiannya berada.

   Peter merogoh tasnya lalu menjawab telepon genggamnya.

   f Untungnya kamar Peter tepat di bawah kamar Maureen.

   Kalau tidak, mereka mungkin tidak akan pernah bertemu di kediaman Sinclair yang teramat luas itu.

   Maureen merasa terhanyut dengan rumah ini.

   Ia menyerap setiap detail seni dan arsitekturnya ketika mereka berjalan dari satu bagian rumah ke bagian lain.

   Mereka sedang mengamati eksterior chateau itu karena masih ada waktu beberapa jam sebelum makan malam.

   Keduanya terlalu kagum hingga tak ingin melewatkan segala yang ada di sekeliling.

   Mereka memasuki lorong masuk yang sangat luas, berkilau dengan cahaya alamiah dari jendela kristal utama.

   Sebuah lukisan dinding yang sangat besar dan aneh, menggambarkan pemandangan penyaliban yang agak abstrak membuat ruangan itu sangat memukau.

   Maureen berhenti untuk mengagumi karya seni itu.

   Di sebelah Kristus yang disalib, ada seorang perempuan berselubung merah yang mengangkat tiga jari sementara setetes air mata membasahi wajahnya.

   Wanita itu berdiri di samping genangan air ataukah sungai? Tiga ekor ikan kecil, satu merah dan dua biru, melompat ke dalam air.

   Pola ketiga ikan dan jari yang diangkat wanita itu sama sama menyerupai pola fleurde-lis, namun secara abstrak.

   Detail karya seni yang rumit dan terkesan modern pun tak terhitung.

   Maureen yakin, semuanya simbolik.

   Namun butuh waktu berjamjam untuk memerhatikan tiap detail, dan barangkali butuh bertahuntahun untuk memahami semuanya.

   Peter mundur untuk melihat lukisan penyaliban yang indah dalam kesederhanaannya.

   Langit di atas salib menggelap karena sesuatu yang kelihatannya adalah matahari hitam.

   Kilatan petir memecah langit.

   "Lukisan ini mirip dengan gaya Picasso, bukan?"

   Tanya Peter. Sang tuan rumah muncul di ujung lorong.

   "Itu karya Jean Cocteau, seniman Prancis paling kreatif dan salah seorang pahlawanku. Ia membuat lukisan itu ketika menjadi tamu kakekku."

   Maureen terperangah.

   "Cocteau menginap di sini? Wow. Rumah ini pasti pusaka nasional bagi Prancis. Semua karya seni di sini fenomenal. Lukisan di kamar saya..."

   "Ribera? Itulah potret Magdalena kesukaan saya. Lukisan itu merekam keindahan dan keanggunan suci, lebih dibandingkan lukisan lain. Luar biasa."

   Peter merasa sangsi.

   "Tapi Anda tidak mengatakan lukisan itu asli, bukan? Saya pernah melihatnya di Prado."

   "Oh, lukisan itu asli. Ribera membuatnya atas permintaan raja Aragon. Sebenarnya ia membuat dua. Kau benar, salah satu yang berukuran lebih kecil berada di Prado. Raja Spanyol memberikan lukisan itu ke salah satu leluhurku, seorang anggota keluarga Stuart, sebagai tawaran perdamaian. Seperti yang akan kalian lihat, adiseni berkaitan erat dengan Maria. Akan aku tunjukkan contoh-contoh lain setelah makan malam. Tapi, jika boleh bertanya, kalian akan pergi ke mana?"

   "Kami ingin berjalan-jalan sebelum makan malam. Aku melihat reruntuhan di atas bukit saat kami berkendara. Sekarang, aku ingin melihat lebih dekat,"

   Jawab Maureen.

   "Ya, tentu saja. Tapi adalah kehormatan bagiku jika boleh mejadi pengantar perjalanan kalian. Itu pun jika Bapa Healy berkenan?"

   "Tentu saja,"

   Peter tersenyum, tapi Maureen melihat sudut mulutnya menegang ketika Sinclair menggandeng tangannya.

   Roma 23 Juni 2005 Matahari bersinar lebih cerah di Roma dibandingkan tempattempat lain di seluruh dunia.

   Setidaknya, itulah yang dirasakan Uskup O'Connor ketika menyeberangi bebatuan sakral di Basilika Santo Petrus dengan langkah panjang-panjang.

   Dadanya sesak dengan perasaan tersanjung karena diperbolehkan memasuki kapel pribadi itu.

   Begitu menginjakkan kaki di lantai yang suci, dengan memegang kunci gereja, ia berdiri di depan patung Petrus yang terbuat dari marmer, kemudian mencium kaki telanjang sang santo.

   Lalu ia berjalan pelan ke depan gereja dan duduk di salah satu bangku.

   Ia menghaturkan rasa syukur kepada Tuhan karena memberinya kesempatan berkunjung ke tempat suci ini.

   Ia berdoa untuk dirinya sendiri, ia berdoa untuk keuskupannya, dan ia berdoa untuk masa depan Gereja Bunda Suci.

   Setelah selesai melakukan kebaktian, Magnus O'Connor masuk ke kantor Tomas Cardinal DeCaro sambil membawa map-map merah berisi sejumlah file yang menjadi tiket masuknya ke Vatikan.

   "Semuanya ada di sini, Yang Mulia."

   Kardinal mengucapkan terima kasih kepadanya.

   Seandainya O'Connor berharap mendapat undangan untuk bercakap-cakap lebih lama dengan Kardinal, ia akan sangat kecewa.

   Cardinal DeCaro memberi isyarat agar ia keluar dengan satu anggukan kaku, dan tidak mengucapkan apa-apa lagi.

   DeCaro tidak sabar untuk melihat isi map-map itu.

   Tapi ia memilih melihatnya pertama kali sendirian.

   Ia membuka map pertama.

   Semua file di dalamnya diberi label EDOUARD PAUL PASCHAL dengan tinta hitam tebal.

   ..

   .Aku belum menulis tentang Bunda Agung.

   Maria Agung.

   Sudali lama aku menunggu dengan perasaan ragu.

   apakah kata-kataku mampu melukiskan kebaikannya, kearifannya, dan kekuatannya.

   Dalam kehidupan setiap perempuan, selalu ada pengaruh dan ajaran petmpuan bin yang lebih tinggi.

   Bagiku, dia adalah Maria Agung, ibunda Easa, dan hanya dia.

   Ibuku sendiri meninggal ketika aku masih sangat beh'a.

   Aku tidak menginga tnya.

   Dan meski Martha selalu mengurusi aku dan memerhatikan kebutuhan duniawiku sebagai seorang saudari, namun ibunda kasalah y^ang memberikan ajaran spiritual kepadaku, la mengasuhjiwaku dan mengajarkan aku berbagaipelap ran tentang kasih sayang elan pengampunan, la menunjukkan aku bagainana menjadiseorang ratu dan mendidikkuagarmemilikiperilaku yang pantas bagi seorang perempuan dengan takdir seperti kami.

   Jika tiba waktunya bagiku untuk mengenakan selubung merah dan menjadi Maria yang sesungguhnya, aku sudah siap.

   Berkat dia.

   dan segala yang ia berikan padaku.

   Maria Agung-adalah teladan ketaatan.

   Namun ketaatannya hanya kepada Tuhan semata.

   Ia mendengar pesan-pesan Tuhan dengan jelas.

   Putranya pun memiliki kemampuan ini.

   Dan itu/ah sebabnya mereka berbeda dari orang lainyangjuga berdarali mulia.

   Ya.

   Easa adalah putra Singa, penerus tahta Daud.

   dan ibundanya keturunan kasta Harun yang saleh Ia terlahir sebagai ratu dan Easa sebagairaja.

   Tapi bukan dara h semata yang membuat terhadap berbeda dari yang lain.

   Semangat dan kekuatan iman mereka kepada pesan Tuhan kepada kamilah yang membuat mereka berbeda.

   Seandainya akuhanya betjalaii di'bawah bayangannya untuk selamanya, aku sudah merasa satgat diberka ti.

   Maria Agung adalah perempuan pertama dalam ingatanku yang begitu diberkati'denganpengetahuan jernili akan Dahi bidah tantangan bagi para imam besaryang tidak mengerti bagaimana menerima seorang perempuan dengan kekuatan sedemikian tuiggi.

   Namun mereka pun tidak bisa mengutuknya.

   Darah keturunan yang mengaur dalam diri Maria Agung suiigguh tak bernoda.

   Hati dan jiwanya pun tak terjangkau.

   Reputasinya yang tak bercela dikenal di segala penjuru bumi.

   Para penguasa takut kepadanya, karena nrreka tak mampu imiundukkannya.

   Perempuan ini hanya menjawab kepada Tuhan.

   INJIL ARQUES MARIA MAGDALENA KITAB PARA MURID Delapan Chateau des Pommes Bleues 23 Juni 2005 Sinclair membawa Maureen dan Peter keluar dari rumah megah itu, melewati jalan berkerikil.

   Bebatuan merah terhampar di kaki bukit itu, dan timbunan puing-puing kastil yang sudah rapuh menjadi mahkotanya.

   Maureen hanyut dalam pemandangan yang memukau.

   "Tempat ini sungguh menakjubkan. Sarat dengan kesan mistis."

   "Kita berada di jantung negara Cathar. Dulu, seluruh wilayah ini dikuasai bangsa Cathar. Sang Murni."

   "Bagaimana mereka mendapat julukan itu?"

   "Ajaran mereka bersumber dari jalur yang murni dan tak terputus kepada Yesus Kristus. Melalui Maria Magdalena. Dialah pendiri Catharisme."

   Peter terlihat sangat skeptis, tapi Maureenlah yang mengekspresikan keraguan itu.

   "Mengapa aku tidak pernah membaca penjelasan semacam ini?"

   Berenger Sinclair cuma tertawa. Tak sedikit pun ia merasa cemas apakah mereka memercayai penjelasannya atau tidak. Ia lelaki yang sangat nyaman dengan keyakinannya dan begitu percaya diri hingga opini orang lain tidak menggoyahkannya.

   "Tidak, dan kau juga tak akan menemukannya. Sejarah asli bangsa Cathar tidak dimuat dalam bukubuku sejarah. Kau pun tidak bisa menemukan sesuatu yang otentik tentang hal itu selain di sini. Fakta tentang masyarakat Cathar hanya bisa ditemukan di bebatuan merah Languedoc, bukan di tempat lain."

   "Aku ingin sekali membaca riwayat mereka,"

   Kata Maureen.

   "Bisakah kau merekomendasikan buku yang menurutmu otentik?"

   Sinclair mengangkat bahu lalu menggelengkan kepala.

   "Sangat sedikit, dan tampaknya tak ada buku yang kuanggap terpercaya, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Mayoritas buku tentang sejarah Cathar ditulis berdasarkan pengakuan di bawah siksaan. Hampir semua uraian tentang masyarakat Cathar dari abad pertengahan ditulis oleh musuh mereka. Apakah menurutmu tulisan semacam itu akurat? Maureen, aku berekspektasi kau paham bahwa kajian ulang kita sendiri terhadap sejarah itulah yang menjadi prinsip dasar. Tak ada keterangan otentik bahwa bangsa Cathar menulis. Tradisi mereka diturunkan oleh keluarga-keluarga di wilayah ini selama dua ribu tahun. Tapi itu semua dilakukan lewat tradisi lisan."

   "Bukankah Tammy mengatakan bahwa terjadi Perang Salib resmi melawan mereka?"

   Maureen bertanya sementara mereka terus melewati jalan berliku menuju bukit-bukit merah. Sinclair mengangguk.

   "Tindakan pembunuhan yang brutal. Lebih dari sejuta orang terbunuh akibat perang, yang ironisnya dijalankan oleh seseorang yang dijuluki Paus Tak Berdosa III. Pernahkah kau mendengar kalimat 'Bunuh mereka semua dan biarkan Tuhan menyingkirkan mereka'?"

   Maureen meringis.

   "Ya, tentu saja. Itu sentimen bar-bar."

   "Kalimat itu pertama kali diucapkan pada abad ke-13, oleh pasukan Paus yang menjagal masyarakat Cathar di Beziers. Ucapan persisnya, 'Neca eos omnes. Deus suos agnoset', artinya 'Bunuh mereka semua. Tuhan tahu siapa hambaNya.'"

   Tibatiba Sinclair beralih ke Peter.

   "Pernah dengar kalimat itu?"

   Peter menggelengkan kepala, tidak yakin ke mana arah pertanyaan Sinclair, tapi ia tidak bersedia jatuh ke dalam perangkap intelektual.

   "Kalimat itu dipinjam dari Santo Paulusmu. Dari Timotius Kedua, bab dua, ayat sembilan belas. 'Tuhan tahu siapa saja di antara mereka yang adalah hambaNya'."

   Peter mengangkat tangan untuk menghentikan ucapan Sinclair.

   "Kau tidak bisa menyalahkan Paulus lantaran ucapannya diselewengkan."

   "Benarkah? Aku pikir, aku baru saja melakukannya. Paulus seperti ganjalan di tenggorokanku. Dan bukan kebetulan bahwa musuh-musuh kami menggunakan ucapannya untuk melawan kami sejak berabadabad lalu. Itu hanya permulaan."

   Maureen berusaha mencairkan ketegangan di antara kedua lelaki itu. Ia mengembalikan topik pembicaraan Sinclair ke sejarah lokal.

   "Apa yang terjadi di Bezier?"

   "Neca eos omnes. Bunuh mereka semua,"

   Ulang Sinclair.

   "Itulah persisnya yang dilakukan pasukan Perang Salib di kota indah kami, Bezier. Mereka menancapkan pedang ke tiap jiwa mulai dari yang paling tua hingga bayi yang paling belia. Tak ada seorang pun yang dikasihani para penjagal itu. Barangkali tak kurang dari seratus orang terbunuh dalam satu serangan itu saja. Legenda mengatakan bahwa bukit-bukit kami merah hingga sekarang sebagai tanda berkabung atas peristiwa pembantaian terhadap orangorang tak berdosa."

   Mereka berjalan tanpa berkata-kata, sebagai penghormatan bagi jiwa-jiwa yang melayang di tanah kuno ini.

   Meski bencana itu terjadi hampir delapan abad silam, namun roh-roh orang yang terbunuh terasa masih berkeliaran.

   Kehadiran mereka terasa dalam tiap angin yang berembus melewati kaki bukit Pyrenees.

   Wilayah ini telah dan selamanya menjadi negara Cathar.

   Sinclair memungkaskan ceramahnya.

   "Tentu saja, ada sejumlah warga Cathar yang berhasil melarikan diri. Mereka berlindung di Spanyol, Jerman, dan Italia. Rahasia dan ajaran Cathar tetap mereka pertahankan. Namun tak ada yang tahu, apa sesungguhnya harta karun terbesar mereka."

   "Apa harta karun mereka?"

   Tanya Peter.

   Sinclair memandang sekelilingnya.

   Hubungannya yang kuat dengan daratan ini terlihat lewat ekspresinya.

   Tempat ini dan sejarahnya telah terukir dalam jiwanya.

   Betapapun sering ia menyampaikan kisahkisah semacam ini, gairah yang menggebugebu selalu terlihat setiap kali ia bercerita.

   "Banyak legenda besar yang menceritakan apa sesungguhnya harta bangsa Cathar. Sebagian mengatakan Holy Grail (Cawan Suci), sebagian lagi mengatakan kafan sejati Kristus atau mahkota durinya. Namun harta sejati itu adalah satu di antara dua kitab paling sakral yang pernah ditulis. Bangsa Cathar adalah penjaga Kitab Cinta, suatu dan satusatunya injil sejati."

   Ia sengaja memotong kalimat itu, sebelum menambahkan poin utamanya.

   "Kitab Cinta adalah injil sejati karena ditulis sepenuhnya dengan tangan Yesus Kristus sendiri."

   Peter mati kutu mendengar pernyataan ini. Ia menatap Sinclair.

   "Ada apa, Bapa Healy? Apakah kau tidak pernah mendengar tentang Kitab Cinta di seminari?"

   Maureen terlihat sama sangsinya.

   "Apakah menurutmu hal semacam itu benarbenar ada?"

   "Ya. Buku itu dibawa dari Tanah Suci oleh Maria Magdalena dan diturunkan dengan sangat hatihati kepada keturunan-keturunannya. Sangat mungkin, Kitab Cintalah yang menjadi tujuan sejati di balik Perang Salib terhadap Cathar. Para pejabat Gereja tidak sabar ingin memiliki kitab itu. Tapi bukan untuk melindungi dan merawatnya, aku bisa memastikannya."

   "Gereja tidak akan merusak benda yang begitu sakral dan tak ternilai harganya,"

   Kata Peter gusar.

   "Tidak? Lalu bagaimana jika dokumen semacam itu diabsahkan? Dan bagaimana jika dokumen yang telah diabsahkan itu mempersoalkan tidak hanya berbagai dogma, tetapi wewenang Gereja itu sendiri? Dengan firman Kristus? Bagaimana, Bapa?"

   "Itu hanya spekulasi."

   "Kau berhak mengeluarkan opini, aku pun berhak. Namun, opiniku dilandasi pengetahuan tentang fakta-fakta yang dijaga ketat. Tapi, melanjutkan...spekulasi saya, usaha Gereja berhasil hingga batas tertentu. Setelah pembunuhan terang-terangan atas bangsa Cathar, mereka tertindas dan Kitab Cinta menghilang selamanya. Bahkan sekarang, sedikit sekali orang yang sadar bahwa kitab itu ada. Benarbenar tugas yang dahsyat, menghapus suatu bagian sejarah yang teramat kuat."

   Peter menyimak penuh ucapan Sinclair. Setelah merenung beberapa saat, ia berkata.

   "Kau mengatakan harta sejati itu adalah satu di antara dua kitab paling sakral yang pernah ditulis. Seandainya salah satunya adalah injil yang ditulis dengan tangan Yesus sendiri, lalu mana yang satu lagi?"

   Berenger Sinclair diam dan memejamkan mata.

   Angin musim panas, serupa dengan angin kering di ujung timur Provence, berembus, membuat rambutnya jatuh ke wajahnya.

   Sinclair menghela napas panjang, kemudian membuka mata, dan menatap lurus ke wajah Maureen saat ia menjawab.

   "Satunya lagi adalah Injil Maria Magdalena. Uraian yang murni dan sempurna tentang kehidupannya bersama Yesus Kristus."

   Maureen menjadi kelu. Ia membalas tatapan Sinclair, terperangkap dalam ekspresi gairah lelaki itu. Peter mencairkan suasana.

   "Bukankah penduduk Cathar mengklaim bahwa mereka juga memilikinya?"

   Sesaat kemudian, Sinclair mengalihkan tatapannya dari wajah Maureen. Ia menggelengkan kepalanya ketika menjawab pertanyaan Peter.

   "Tidak. Berbeda dengan Kitab Cinta, yang memiliki saksi sejarah, tak seorang pun pernah melihat injil Magdalena. Barangkali karena naskah itu tidak pernah ditemukan. Ada kepercayaan bahwa naskah itu disimpan di dekat desa Rennesle-Chateau yang telah kalian kunjungi. Apakah Tammy sudah menunjukkan Menara Alkemi?"

   Maureen mengangguk. Peter terlalu sibuk berusaha mencari tahu bagaimana Sinclair tahu banyak tentang kegiatan mereka. Namun Maureen tidak memikirkan hal itu. Ia terlalu hanyut dalam sejarah hidup dan dalam gairah Sinclair yang tak ditutup-tutupi.

   "Ya, Tammy sudah menunjukkan. Tapi aku masih belum paham, mengapa bangunan itu begitu penting."

   "Ada banyak alasan. Tapi yang sesuai dengan tujuan kita di sini dan sekarang ini adalah bahwa sebagian orang percaya Maria Magdalena hidup dan menulis injilnya di lokasi tempat berdirinya menara itu. Ia membungkus dan menyembunyikan dokumendokumen itu di suatu gua. Naskah itu akan tetap berada di sana hingga tiba waktu yang tepat untuk mengungkapkannya."

   Sinclair menunjuk ke sejumlah lubang besar menyerupai liang di pegunungan sekitar mereka.

   "Lihat liangliang di gunung itu? Semuanya akibat penggalian para pencari harta sejak seabad lalu."

   "Mereka mencari injil?"

   Sinclair tertawa dengan suara pelan dan sinis.

   "Ironisnya, kebanyakan mereka bahkan tidak tahu apa yang mereka cari. Mereka tidak memiliki bayangan sama sekali. Memang, mereka mengetahui legenda tentang pusaka Cathar, atau pernah membaca buku tentang Sauniere dan kekayaan misteriusnya. Tapi kebanyakan di antara mereka tidak tahu apa kekayaan itu. Sebagian menduga Cawan Suci atau Tabut Perjanjian. Sebagian lagi yakin itu adalah harta rampasan dari Rumah Tuhan di Yerusalem atau timbunan emas Visigoth yang tersembunyi dalam suatu kuburan.

   "Begitu mendengar kata 'harta karun', manusia yang tadinya rasional pun segera menjadi biadab. Orang dari segala penjuru dunia berdatangan ke tempat ini selama berabadabad demi memecahkan misteri Languedoc. Percayalah, aku sudah menyaksikannya berulang kali. Para pemburu harta karun menggunakan dinamit yang mengakibatkan timbulnya lubanglubang. Dan tanpa izin dariku, kalau boleh menambahkan."

   Sinclair menunjuk ke lubanglubang yang lebih parah di lereng gunung, kemudian melanjutkan penjelasannya.

   "Melindungi lingkungan harta karun menjadi sama pentingnya dengan harta itu sendiri bagi bangsa Cathar. Itulah sebabnya, kebanyakan masyarakat modern bahkan tak tahu bahwa kedua injil ini ada. Lihatlah kehancuran akibat tindakan yang hanya dilandasi spekulasi. Bisa kalian bayangkan, bagaimana kondisi wilayah kami jika orangorang tahu bahwa harta karun itu sangat sakral dan tak ternilai harganya."

   F Sinclair terus menyuguhi mereka dengan legenda harta karun, juga kisah para pemburu harta yang dengan lancangnya merusak sumber daya alam di sana.

   Ia menceritakan bahwa selama perang, Nazi mengirim beberapa tim dalam rangka menguak artefak pemujaan yang mereka percaya dikubur di wilayah ini.

   Seperti yang diketahui, pasukan Hitler tidak berhasil menemukan harta yang mereka cari dan pulang dengan tangan hampa ditambah kekalahan perang tak lama kemudian.

   Peter begitu khusyuk dan tenang mendengarkan sehingga informasi yang tak tanggung-tanggung jumlahnya itu masuk ke benaknya.

   Nanti, ia akan menyortir semua penjelasan dan menentukan berapa banyak yang berpotensi benar dan berapa banyak yang sekadar romantisme Sinclair terhadap Languedoc.

   Tempat yang alamiah dan mistis ini membuat orang mudah terhanyut dalam legenda Grail dan hilangnya manuskrip suci.

   Namun, bahkan Peter sekalipun merasa jantungnya berdebar cepat jika memikirkan gagasan bahwa artefak semacam itu benarbenar ada.

   Maureen berjalan di samping Sinclair, sambil menyimak dengan seksama.

   Peter tidak yakin apakah Maureen yang bersamanya ini adalah Maureen sang jurnalis dan penulis, ataukah Maureen si wanita lajang yang mengamini setiap kata Sinclair.

   Tapi wanita ini begitu terhanyut, begitu terfokus pada pria Skotlan yang karismatik ini.

   Ketika mereka mengitari sudut di puncak bukit kecil, terlihat sebuah menara batu yang mirip dengan menara kastil, menjulang di lereng bukit.

   Bangunan setinggi beberapa tingkat itu berdiri sendirian dan terlihat ganjil di tengah bentang alam yang berbatu.

   "Bangunan itu seperti menara Sauniere!"

   Pekik Maureen.

   "Kami menyebutnya menara Folly. Dibangun oleh kakek saya. Dan ya, bentuknya mencontoh menara Sauniere. Pemandangan dari bangunan itu tidak sedramatis pemandangan seperti dari menara yang berada di Rennesle-Chateau karena tempatnya lebih rendah. Tapi tetap indah. Mau ke sana?"

   Maureen menatap Peter yang sedang termenung, untuk mengetahui apakah ia ingin mengamati menara itu. Peter menggelengkan kepala.

   "Aku di sini saja. Kau naiklah."

   Sinclair mengeluarkan kunci dari sakunya kemudian membuka pintu menara.

   Ia masuk lebih dulu dan memimpin Maureen menaiki tangga yang melingkar.

   Setelah membuka pintu menuju geladak di lantai atap, ia mempersilakan Maureen untuk masuk lebih dulu.

   Pemandangan negara Cathar berikut puing-puing dan puripuri kuno di kejauhan sungguh luar biasa.

   Maureen menikmati sajian itu sejenak sebelum bertanya pada Sinclair.

   "Mengapa ia membangun menara ini?"

   "Sama dengan alasan Sauniere membangun menaranya. Pemandangan dari mata burung. Mereka percaya, kita bisa menyibakkan banyak rahasia dari atas."

   Maureen bersandar ke pagar sambil mengeluh dengan rasa frustrasi.

   "Mengapa semuanya penuh teka-teki? Kau berjanji akan memberi jawaban, tapi sejauh ini kau malah menimbulkan semakin banyak tanda tanya."

   "Mengapa kau tidak bertanya pada suarasuara di kepalamu? Atau, yang juga lebih baik, pada perempuan yang hadir dalam visimu? Dialah yang membuatmu ke sini."

   Maureen tercengang.

   "Dari mana kautahu tentang dia?"

   Sinclair tersenyum penuh arti, tapi tidak arogan.

   "Kau wanita dari darah Paschal. Pengalaman itu sudah bisa diduga. Apakah kautahu asal-usul nama keluargamu?"

   "Paschal? Ayahku lahir di Lousiana dari keturunan Prancis, seperti warga lainnya di daerah rawa itu."

   "Cajun?"

   Maureen mengangguk.

   "Itu yang kuketahui. Ia meninggal saat aku masih kecil. Tak banyak yang kuingat tentang dia."

   "Kautahu dari mana asal kata 'Cajun1? 'Arcadian'. O-rang Prancis yang tinggal di Lousiana disebut Arcadian. Akibat dialek lokal, kata itu berubah menjadi 'Acadian', kemudian 'Cajun'. Apakah kau pernah melihat arti kata 'paschal' di kamus bahasa Inggris?"

   Sekarang Maureen mengawasi lelaki ini, penuh rasa ingin tahu tapi semakin waspada.

   "Tidak. Aku tak pernah melakukannya."

   "Sungguh mengherankan. Seorang dengan kemampuan riset seperti dirimu tidak banyak tahu tentang nama keluarganya sendiri."

   Maureen mengalihkan tatapannya ketika mengisahkan masa lalunya.

   "Ketika ayahku meninggal, ibu memboyongku untuk tinggal bersama kerabatnya di Irlandia. Setelah itu aku tidak ada kontak dengan keluarga ayahku."

   "Tetap saja, salah satu dari orangtuamu pasti memiliki firasat bagaimana nasibmu."

   "Mengapa kau berkata begitu?"

   "Namamu. Maureen. Kau tidak tahu apa artinya?"

   Angin yang hangat berembus kembali, menerpa rambut merah Maureen.

   "Tentu saja. Itu kata Irlandia untuk 'Maria kecil'. Peter selalu memanggilku dengan nama itu."

   Sinclair mengangkat bahu seolah pertanyaannya terjawab, tatapannya menerawang ke pemandangan Languedoc.

   Maureen mengikuti arah tatapannya, yakni ke serangkaian bebatuan besar yang tersebar di dataran rumput yang luas.

   Matahari musim panas membakar sesuatu di kejauhan.

   Pantulannya membuat Maureen terkejap-kejap, seolah ia melihat sesuatu di ujung sana.

   Sinclair terlihat sangat berminat dengan arah visi Maureen.

   "Ada apa?"

   "Bukan apa-apa."

   Maureen menggeleng.

   "Hanya... matahari menerpa mataku."

   Sinclair belum mau menyerah.

   "Apakah kauyakin?"

   Untuk sekian lama, Maureen merasa ragu. Pandangannya tertuju ke padang rumput itu lagi. Ia meng angguk, sebelum mengajukan pertanyaan yang memberati kepalanya.

   "Kau hanya membicarakan nama keluargaku saja. Kapan kau akan menunjukkan surat dari ayahku?"

   "Kurasa, kau akan tahu lebih banyak setelah senja ini."

   Maureen kembali ke kamarnya yang mewah di chateau itu untuk mandi dan berganti pakaian sebelum makan malam.

   Begitu ia keluar dari kamar mandi, terlihat sesuatu yang tidak ia temukan ketika pertama kali masuk ke ruang an itu.

   Di atas tempat tidurnya, tergeletak sebuah buku besar bersampul tebal kamus bahasa Inggris yang terbuka pada halaman yang menunjukkan huruf "p".

   Kata "Paschal"

   Dilingkari dengan pulpen merah. Maureen membaca definisinya.

   "Paschal Suatu representasi simbolis Kristus. Domba Paschal adalah simbol Kristus dan simbol Paskah." ... Berkalikah sudah klaki bernama Paulus ini memberitahv aku. Ia telah mengakibatkan kericuhan hebat di antara umat terpilih Sebagianorangjaulhjauhdatangdari Roma sebagaimana juga dari Efestis, untuk berkonsuhasi denganku tentang klaki ini dan kata -Bukannya aku menghakimi, dan aku pun tidak bisa mengatakan apa isi hadnya karena aku belum berjumpa langsung dan belum menatap matanya. Namun bisa kukatakan dengan pasti bahwa lelaki ini belum pernah bersua dengan Easa. Sehingga membuatku sangat risau saat nvndengar bahwa ia berbicara atas nama Easa dan segala ajarannya tentang cahaya dan kebaikan yang adalah JalanNya. Banyak halhal menyangkut lelaki ini yang kupikir berba/aya. Ia pernah bersekutu dengan pengikut terkeras Yohanes. Orangorang yang sangat membenci Easa. Mereka menentang ajaranajaran JalanNya sebagaimana yang disampaikan kepatla kami Aku mendapat kabar bahwa daliulu ia dikenal sebagai Saulus dari Tarsus. Dan bahwa dahulu dialah orang yang memerangi umat terpdih. Dia berdiri tanpa melakukan apa pun sementara seoraty* pengikut muda Easa, seorang pemuda tampan bernama Stepanus yang hatinya dipenuhi kasih, dirajam dengan batu. Sebagian orang mengatakan bahwa Saulus ini/ah yang mengusulkan hukuman itu. Pemuda tadi adalah pengikut yang meninggal pertama kali setelah Easa. demi keimanan pada JalanNya. Namun ia bukanlah yang terakhir. Akibat lelaki seperti Saulus dari Tarsus. Kami mesti sangat waspada. INJIL ARQUES MARIA MAGDALENA KITAB PARA MURID Sembilan Chateau des Pommes Bleues 23 Juni 2005 Ruang makan yang dipilih untuk senja itu adalah ruang makan pribadi Sinclair yang tidak terlalu formal dibandingkan ruang makan utama chateau yang sangat besar. Ruangan itu memukau dengan berbagai replika indah lukisan-lukisan Botticelli yang paling terkenal. Dua versi masterpiece yang berjudul Ratapan nyaris menutupi salah satu dinding. Lukisan itu menunjukkan Yesus yang disalib berada dalam posisi Pieta di atas pangkuan ibundanya. Dalam versi pertama, Maria Magdalena menangis sambil memeluk kepala Yesus. Versi kedua menunjukkan Maria Magdalena sedang memeluk kaki Yesus. Ada pula tiga lukisan madonnai dari era Renaisans, Madonna dengan Buah Delima, Madonna dengan Alkitab, dan Madonna Nyanyian Maria, tergantung dengan bingkai bersepuh emas yang sangat mahal di dua dinding lainnya. Perhatian Maria dan Peter kepada karya seni itu tergangguvketika mereka melihat sajian tradisional 1 Gambar Maria dengan anak Yesus dipangku. Languedoc dihidangkan. Semangkuk besar buncis dan sosis babi panggang yang masih mengepul dan tumis kacang dengan daging bebek yang lezat disajikan oleh beberapa orang pelayan wanita. Ada juga roti renyah yang ditempatkan dalam keranjang dan anggur merah pekat dari Corbieres yang menanti untuk dituangkan.

   "Selamat datang di ruangan Botticelli,"

   Salam Sinclair begitu masuk.

   "Aku tahu, belakangan ini kalian sangat terkesan dengan Sandro."

   Maureen dan Peter menatapnya.

   "Apakah kau membuntuti kami?"

   Tanya Peter.

   "Tentu saja,"

   Jawab Sinclair tanpa tedeng aling-aling.

   "Dan aku sangat senang telah melakukannya karena aku sangat terkesan mengetahui perhatian kalian berakhir pada lukisan fresco pernikahan. Sandro luar biasa berbakti pada Magdalena. Sikap ini terlihat jelas dalam karya-karya terkenalnya. Contohnya yang satu ini."

   Sinclair menunjuk sebuah replika Kelahiran Venus karya Botticelli.

   Lukisan yang kini menjadi ikon itu menggambarkan dewi telanjang muncul dari balik gelombang, berdiri di atas cangkang kerang.

   Gambar itu mencerminkan kedatangan Maria Magdalena di pantai Prancis.

   Ia sering ditampilkan sebagai Dewi Cinta dalam lukisan Renaisans dan berkaitan erat dengan planet Venus."

   "Aku sudah melihat lukisan itu setidaknya seratus kali,"

   Komentar Maureen.


Pendekar Rajawali Sakti Dendam Anak Pengemis Pendekar Rajawali Sakti Dendam Anak Pengemis Pendekar Romantis Geger Di Kayangan

Cari Blog Ini