Ceritasilat Novel Online

Malaikat Dan Iblis 22


Dan Brown Malaikat Dan Iblis Angels And Demons Bagian 22



Kenangan samar seperti mimpi menyelinap kembali ke dalam kesadarannya.

   Gumpalan api mistis ... malaikat menjelma di antara kerumunan manusia ... tangan perempuan itu menggandeng tangannya dan membawanya memasuki kegelapan malam ... mengantar tubuhnya yang letih dan terluka melewati jalan-jalan kota Roma ... membawanya ke sini ... ke kamar besar ini ... memandikannya dengan air hangat ... kemudian membawanya ke tempat tidur ini ... dan menjaganya ketika dirinya tertidur sangat pulas.

   Sekarang dari keremangan yang menyelimuti ruangan itu, Langdon dapat melihat tempat tidur kedua di sisi tempat tidurnya. Selimutnya berantakan dan tempat tidur itu kosong. Dari salah satu ruangan tak jauh dari situ, samar-samar dia dapat mendengar suara air pancuran.

   Ketika dia melihat tempat tidur Vittoria, dia melihat sulaman besar di sarung bantalnya. Bantal itu bertuliskan. HOTEL BERNINI. Langdon tertawa. Vittoria memilih dengan baik. Kemewahan dunia masa lalu yang menghadap ke Air Mancur Triton karya Bernini ... tidak ada hotel yang paling cocok di seluruh Roma selain yang ini.

   Ketika Langdon berbaring di sana, dia mendengar suara ketukan pintu dan menyadari apa yang telah membangunkannya tadi. Seseorang mengetuk pintunya. Dan semakin keras sekarang.

   Dengan bingung, Langdon bangkit. Tidak ada yang tahu kami berada di sini, pikirnya sambil merasa khawatir. Dia lalu mengenakan jubah mewah Hotel Bernini, dan berjalan keluar dari ruang tidur untuk menuju ke serambi suite itu. Dia berdiri terpaku di depan pintu yang terbuat dari kayu ek yang berat untuk beberapa sesaat. Langdon kemudian menariknya hingga terbuka.

   Seorang lelaki kuat yang mengenakan seragam Garda Swiss berwarna ungu dan kuning keemasan memandangnya. "Saya Letnan Chartrand," kata lelaki itu. "Garda Swiss Vatican."

   Langdon sangat tahu siapa lelaki ini. "Bagaimana ... bagaimana Anda tahu kalau kami di sini?"

   "Saya melihat Anda meninggalkan lapangan tadi malam. Saya mengikuti Anda. Saya merasa lega, Anda masih berada di sin i."

   Langdon tiba-tiba merasa cemas dan bertanya-tanya apakah para kardinal mengutus Chartrand untuk mengawal Langdon dan Vittoria agar kembali ke Vatican City. Lagipula, mereka berdua adalah pihak luar yang mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi selain Dewan Kardinal.

   "Sri Paus meminta saya untuk memberikan ini kepada Anda," Chartrand berkata sambil memberikan sebuah amplop yang tersegel dengan stempel Vatican. Langdon membuka amplop itu dan membaca surat dengan tulisan tangan yang tertera di sana. Pak Langdon dan Nona Vetra, Walau saya sangat memohon agar Anda berdua merahasiakan apa yang terjadi selama 24 jam terakhir ini, saya tidak bisa meminta lebih daripada yang sudah Anda berikan kepada kami. Oleh karena itulah saya hanya bisa berharap agar Anda membiarkan hati Anda untuk membimbing Anda mengenai masalah ini. Dunia terlihat menjadi tempat yang lebih baik hari ini ... mungkin pertanyaan lebih kuat daripada jawaban. Pintuku selalu terbuka untuk Anda. Yang Mulia Saverio Mortati. Langdon membaca pesan itu dua kali. Dewan Kardinal jelas telah memilih seorang pemimpin yang mulia dan berbudi luhur. Sebelum Langdon dapat mengatakan apa-apa, Chartrand mengeluarkan sebuah bungkusan kecil. "Tanda ucapan terima kasih dari Sri Paus."

   Langdon menerima bungkusan itu. Bungkusan itu berat dan terbungkus dengan kertas cokelat.

   "Menurut keputusan Sri Paus," Chartrand berkata, "artifak ini dipinjamkan dalam waktu yang tidak terbatas kepada Anda dari Ruang Penyimpanan Kepausan. Sri Paus hanya memohon agar dalam surat wasiat Anda, Anda memastikan artifak ini dikembalikan ke tempatnya semula."

   Langdon membuka bungkusan itu dan sangat terkejut sehingga kehilangan kata-kata. Berlian Illuminati.

   Chartrand tersenyum. "Semoga kedamaian selalu bersama Anda." Dia kemudian berniat untuk pergi.

   "Terima ... kasih," akhirnya Langdon dapat berkata. Tangannya gemetar ketika memegang hadiah yang tak ternilai itu. Penjaga itu terlihat ragu-ragu. "Pak Langdon, boleh saya bertanya sesuatu?" "Tentu saja."

   "Teman-teman saya dan saya juga ingin tahu. Beberapa menit terakhir ... apa yang telah terjadi di dalam helikopter itu?"

   Langdon merasakan munculnya serbuan kecemasan. Dia tahu saat itu akan tiba juga-saat untuk mengungkapkan kebenaran. Dia dan Vittoria telah membicarakan hal itu tadi malam ketika mereka menyelinap pergi dari Lapangan Santo Petrus itu. Dan mereka telah membuat keputusan. Bahkan sebelum Langdon membaca surat dari Paus.

   Ayah Vittoria bermimpi penemuan antimaterinya itu akan membawa kebangkitan spiritual. Berbagai kejadian yang berlangsung tadi malam, jelas bukan yang dikehendaki oleh Leonardo Vetra, tetapi ada fakta yang tidak dapat disangkal ... pada saat itu, di seluruh dunia, manusia mengingat Tuhan dengan cara yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya.

   Untuk berapa lama keajaiban itu akan bertahan, Langdon dan Vittoria tidak tahu. Tetapi mereka tahu mereka tidak pernah dapat menghancurkan kekaguman itu dengan mengungkapkan skandal dan keraguan. Tuhan bertindak dengan cara yang aneh, kata Langdon pada dirinya sendiri sambil bertanya-tanya dengan getir, mungkin ... peristiwa kemarin itu benar-benar merupakan kehendak Tuhan.

   "Pak Langdon?" Chartrand mengulangi. "Saya tadi menanyakan tentang helikopter itu?"

   Langdon tersenyum sedih. "Ya, aku tahu ..." Dia merasa kata-katanya mengalir dari hatinya, bukan dari pikirannya. "Mungkin ini disebabkan oleh benturan yang aku derita ketika aku jatuh ... tetapi ingatanku ... sepertinya ... semuanya menjadi begitu kabur .... "

   Chartrand kecewa. "Anda tidak ingat apa-apa?"

   Langdon mendesah. "Sepertinya hal itu akan menjadi misteri selamanya."

   Ketika Robert Langdon kembali ke ruang tidur, pemandangan yang menunggunya membuatnya menghentikan langkahnya. Vittoria berdiri di balkon, punggungnya menempel di pagar, matanya menatap tajam padanya. Vittoria terlihat seperti penampakan yang cantik sekali ... sesosok yang dihiasi dengan sinar bulan di belakangnya. Dia mungkin seorang dewi Romawi yang terbungkus jubah kamar berwarna putih dengan tali pinggang yang terikat erat sehin gga memperjelas bentuk tubuhnya yang ramping. Di belakangnya, kabut pucat mengambang seperti lingkaran sinar di atas Air Mancur Triton karya Bernini.

   Langdon merasa sangat tertarik dengan perempuan ini ... lebih kuat dibandingkan kepada perempuan lain sepanjang hidupnya. Dengan tenang, dia meletakkan Berlian Illuminati dan surat Paus di atas meja yang terdapat di samping tempat tidurnya. Ada waktunya untuk menjelaskan semuanya nanti. Dia mendatangi Vittoria di balkon.

   Vittoria tampak gembira melihatnya. "Kamu sudah bangun," katanya dalam bisikan malu-malu. "Akhirnya."

   Langdon tersenyum. "Hari yang melelahkan."

   Vittoria membelai rambutnya yang panjang, kerah jubahnya sedikit terbuka. "Dan sekarang ... mungkin kamu menginginkan hadiahmu."

   Langdon tidak siap mendengar kalimat itu. "Maaf?"

   "Kita berdua sudah dewasa, Robert. Akui saja. Kamu merasakan kerinduan yang begitu besar. Aku bisa melihatnya di dalam matamu. Kerinduan yang mendalam dan penuh gairah." Dia tersenyum. "Aku juga merasakannya. Dan kerinduan itu akan segera terpenuhi."

   "Betulkah?" Dengan gagah Langdon melangkah maju untuk mendekatinya.

   "Tentu saja." Vittoria memegang menu layanan kamar. "Aku sudah memesan semua yang mereka punya."

   Pesta mereka sangat menyenangkan. Mereka menyantap makanan itu bersama-sama di bawah sinar rembulan ... duduk di balkon ... menyantap frisee, truffles dan risotto. Mereka menikmati anggur Dolcetto dan bercakap-cakap hingga larut malam.

   Langdon tidak perlu menjadi seorang ahli simbologi untuk membaca tanda-tanda yang dikirimkan Vittoria kepadanya. Selama menyantap hidangan penutup yang berupa krim boysenberry dengan savoiardi dan Romcaffe yang hangat, di bawah meja, kaki telanjang Vittoria menekan kaki Langdon dan menatapnya dengan pandangan bergairah. Tampaknya Vittoria ingin Langdon meletakkan garpunya dan membawanya segera ke dalam pelukannya.

   Tetapi Langdon tidak melakukan apa-apa. Dia terus menjadi lelaki yang sopan. Permainan ini hanya bisa dimainkan oleh dua orang, pikir Langdon sambil menyembunyikan senyuman nakalnya.

   Ketika semua makanan sudah habis, Langdon pergi dan duduk sendirian di tepian tempat tidurnya sambil mengamati Berlian Illuminati di tangannya, dan terus berkomentar tentang kesimetrisan mengagumkan yang dimilikinya. Vittoria menatapnya. Kebingungan yang dirasakannya mulai berubah menjadi keputusasaan.

   "Kamu pikir ambigram itu sangat menarik, ya?" tanyanya. Langdon mengangguk. "Sangat memesona."

   "Apakah itu benda paling menarik dalam ruangan ini?"

   Langdon menggaruk kepalanya dan pura-pura berpikir. "Sebetulnya ada satu hal yang lebih menarik bagiku."

   Vittoria tersenyum dan berjalan mendekatinya. "Apa itu?"

   "Bagaimana kamu meruntuhkan teori Einstein dengan menggunakan ikan tuna."

   Vittoria mengangkat tangannya. "Dio mio! Cukup tentang ikan tuna itu! Jangan bermain-main denganku, aku peringatkan kamu!"

   Langdon menyeringai. "Mungkin untuk percobaanmu yang berikutnya, kamu dapat mempelajari ikan flounder yang gepeng itu untuk membuktikan kalau bumi itu datar."

   Vittoria menjadi marah sekali sekarang, tetapi sekilas terlihat senyum kesal di bibirnya. "Sebagai informasi, profesor, percobaanku yang selanjutnya akan mengguncangkan sejarah ilmu pengetahuan. Aku berencana untuk membuktikan kalau neutron memiliki massa."

   "Neutron pergi ke misa?" Langdon sengaja memplesetkan kata-kata Vittoria untuk membuatnya kesal. "Aku tidak tahu kalau mereka Katolik!"

   Dengan gerakan yang luwes, Vittoria sudah berada di atas Langdon dan menindihnya. "Kuharap kamu percaya pada kehidupan setelah mati, Robert Langdon." Vittoria tertawa ketika dia menduduki Langdon. Tangannya menahan tangan lelaki itu agar tidak bergerak, matanya berkilat-kilat nakal.

   "Sesungguhnya," Langdon mulai tertawa sekarang, "aku selalu memiliki masalah dalam membayangkan hal-hal yang supranatural seperti itu."

   "Ah, benarkah? Jadi kamu belum pernah mengalami pengalaman religius seperti momen yang agung?"

   Langdon menggelengkan kepalanya. "Tidak, dan aku ragu kalau aku termasuk jenis orang yang bisa mengalami pengalaman religius seperti i tu."

   Vittoria menanggalkan jubahnya. "Kamu pasti belum pernah tidur dengan guru yoga."

   UCAPAN TERIMA KASIH Aku berhutang terima kasih kepada.

   Editorku, Jason Kaufman-dia salah satu sahabat yang paling kusayang-karena telah mengakui tanda-tanda dari simbolog Robert Langdon sejak awal ... dan membayangkan ke mana penyelidikan ini akan menuju.

   Heide Lange-kepadanya Angels and Demons telah memanduku-yang tiada bandingnya, karena telah memberi novel ini kehidupan baru di rumahnya sendiri dan memperkenalkannya ke seluruh dunia.

   Emily Bestler di Atria dan Ben Kaplan serta setiap orang di Pocket Books atas dukungan dan antuasisme mereka yang tanpa henti terhadap buku ini.

   Sang legenderis George Wieser, atas usahanya meyakinkan saya agar menulis novel, dan kepada agen pertama saya, Jake Elwell, atas pertolongannya di awal-awal dan menjualkan novel ini ke Pocket Books. , Temanku tersayang Irv Sittler, yang telah memfasilitasi audiensiku dengan Paus, menyusupkan aku ke bagian-bagian Vatican City yang hanya pernah dilihat oleh sedikit orang, dan membuat waktuku di Roma menjadi tak terlupakan.

   Salah satu seniman paling berbakat dan pandai, John Langdon, yang telah begitu menyemangatiku menghadapi tantangan yang tidak mungkin dan menciptakan ambigram untuk novel ini.

   Stan Planton, kepala perpustakaan, Ohio University-Chilicothe, yang telah menjadi salah satu sumber informasi nomor satuku atas topik-topik yang tak terhitung jumlahnya.

   Sylivia Cacazzini, atas turnya yang ramah sepanjang Passeto yang penuh rahasia.

   Dan orangtua terbaik yang selalu didambakan seorang anak, Dick dan Connie Brown ... atas segalanya.

   Terima kasih juga untuk CERN, Henry Beckett, Brett Trotter, Akademi of Sains Pontifical, Institut Brookhaven, Perpustakaan FermiLab, Olga Wieser, Don Ulsch dari Institut Keamanan Nasional, Caroline H. Thompson di Universitas Wales, Kathryn Gerhard dan Omar Al Kindi, John Pike dan Federasi Ilmuwan Amerika, Heimlich Viserholder, Corinna dan Davis Hammond, Aizaz Ali, Proyek Galilelo Universitas Rice, Julie Lynn dan Charlie Ryan di Mockingbird Pictures, Gary Goldstein, Dave (Vilas) Arnold dan Andra Crawford, Jaringan Persaudaraan Global, Perpustakaan Phillips Exeter Academy, Jim Barrington, John Maier, mata yang sangat tajam dari Margie Watchel, alt.masonic.members, Alan Wooley, Perpustakaan Kongres Vatican Codices Exhibit, Lisa Callamaro dan Callamaro Agency, Jon A. Stowell, Musei Vaticani, Aldo Baggia, Noah Alireza, Harriet Walker, Charles Terry, Micron Electronics, Mindy Renselaer, Nancy dan Dick Curtin, Thomas D. Nadeau, NuvoMedia dan Rocket E-books, Frank dan Sylvia Kennedy, Dewan Turis Roma, Maestro Gregory Brown, Val Brown, Werner Brandes, Paul Krupin di Direct Contact, Paul Stark, torn King di Computalk Network, Sandy dan Jerry Nolan, Linda George, Akademi Seni Nasional di Roma, fisikawan Steve Howe, Robert Weston, Toko Buku Water Street di Exeter, New Hampshire, dan Observatorium Vatican.

   ***

   

   

   

Pendekar Rajawali Sakti Perawan Dalam Pasungan Fear Street Berjalan Dalam Tidur Fear Street Terror Di Akhir Pekan

Cari Blog Ini