Lapangan Golf Maut 4
Agatha Christie Lapangan Golf Maut Bagian 4
"Tapi apakah kau yakin?"
"Sahabatku, dalam beberapa hal selama ini aku memang goblok. Tapi sekarang ini akhirnya aku sudah melihat dengan jelas persoalannya."
"Kau tahu semuanya?"
"Aku sudah menemukan, apa yang disuruh temukan oleh Tuan Renauld dalam menyuruhku datang."
"Dan kau sudah tahu pembunuhnya?"
"Aku sudah tahu satu di antara pembunuh-pembunuhnya."
"Apa maksudmu?"
"Percakapan kita ini agak simpang siur. Di sini bukan hanya satu pembunuhan, tapi dua. Yang pertama telah kupecahkan, yang kedua -eh bien, harus kuakui bahwa aku belum yakin!"
"Tapi, Poirot, kalau tak salah tadi kaukatakan bahwa orang yang di dalam gudang itu meninggal wajar."
"Nah, nah."
Poirot mengucapkan kata seru kesukaannya yang menunjukkan ketidaksabarannya.
"Kau masih saja tak mengerti. Kita mungkin menghadapi kejahatan tanpa seorang pembunuh, tapi bila ada dua pembunuhan tentu harus ada dua mayatnya."
Kupikir betapa aneh dan tak jelasnya kata-katanya itu, dan aku memandangnya tak mengerti. Tapi dia kelihatan wajar-wajar saja. Tiba-tiba dia bangkit lalu berjalan ke jendela.
"Ini dia,"
Katanya.
"Siapa?"
"Tuan Jack Renauld. Aku telah mengirim surat ke villa tadi memintanya datang."
Keterangannya itu mengalihkan jalan pikiranku, dan kutanyakan padanya apakah dia tahu bahwa Jack Renauld berada di Merlinville pada malam kejadian itu.
Kuharapkan sahabatku yang kecil dan cerdik itu terdiam keheranan, tetapi sebagaimana biasa, dia mahatahu.
Dia pun sudah pula bertanya di stasiun rupanya.
"Dan kita pun pasti bukan orang-orang yang pertama yang bertanya, Hastings. Giraud yang hebat itu, mungkin sudah bertanya juga."
"Kau kan tidak menduga bahwa -"
Kataku, lalu aku berhenti.
"Ah, tidak, alangkah mengerikan jadinya!"
Poirot melihat padaku dengan pandang bertanya, tapi aku tidak berkata apa-apa.
Aku baru menyadari bahwa, meskipun ada tujuh orang wanita yang secara langsung atau tak langsung tersangkut dalam peristiwa itu -yaitu Nyonya Renauld, Nyonya Daubreuil dan putrinya, pengunjung yang misterius malam itu, dan tiga orang pelayan -prianya hanya ada seorang, kecuali Pak tua Auguste, yang tak masuk hitungan.
Orang itu adalah Jack Renauld.
Dan yang menggali kuburan haruslah seorang pria.
Aku tak sempat mengembangkan gagasan yang mengerikan yang telah menganggap pikiranku itu, karena Jack Renauld telah dipersilakan masuk.
Poirot menyapanya seperlunya saja.
"Silakan duduk, Tuan. Saya menyesal sekali harus menyusahkan Anda, tapi Anda mungkin maklum bahwa suasana di villa tidak terlalu menguntungkan. Giraud dan saya berbeda pendapat dalam segala hal. Dia juga tak sopan pada saya, dan Anda tentu maklum bahwa saya tak ingin ada di antara penemuan-penemuan saya menguntungkan dia."
"Benar, Tuan Poirot,"
Kata anak muda itu.
"Orang yang bernama Giraud itu adalah binatang yang tak tahu adat, dan saya akan senang sekali bila ada orang yang mengalahkannya."
"Jadi bolehkah saya minta kebaikan hati Anda?"
"Tentu."
"Saya minta agar Anda pergi ke stasiun kereta api, lalu naik kereta api yang menuju ke Abbalac, sampai ke stasiun berikutnya. Tanyakan di kamar penyimpanan mantel di sana, apakah ada dua orang asing yang menaruh dua kopor kecil di situ pada malam pembunuhan itu. Stasiun itu kecil saja, dan boleh dikatakan bahwa mereka pasti ingat. Maukah Anda melakukannya?"
"Tentu mau,"
Kata anak muda itu, yang kebingungan meskipun dia siap sedia menjalankan tugas itu.
"Anda tentu mengerti bahwa saya dan sahabat saya ada urusan di tempat lain,"
Poirot menjelaskan.
"Seperempat jam lagi akan ada kereta api, dan saya minta agar Anda tak kembali ke villa dulu. Saya tak ingin Giraud sampai menarik kesimpulan tentang tugas yang harus Anda selesaikan."
"Baiklah, saya akan segera ke stasiun."
Dia bangkit. Tapi Poirot menahannya.
"Sebentar, Tuan Renauld. Ada satu hal kecil yang membuat saya heran. Mengapa Anda tadi pagi tidak mengatakan pada Tuan Hautet, bahwa Anda berada di Merlinville pada malam kejahatan itu terjadi?"
Wajah Jack Renauld jadi merah padam. Dia mengendalikan dirinya dengan susah-payah.
"Anda keliru. Saya berada di Cherbourg, sebagaimana saya katakan pada Hakim Pemeriksa tadi pagi."
Poirot menatapnya, matanya disipitkannya seperti mata kucing, hingga yang kelihatan hanya cahaya hijaunya saja.
"Kalau begitu saya benar-benar keliru -tapi staf di stasiun pun kalau begitu keliru juga. Kata mereka Anda tiba dengan kereta api pukul sebelas lewat empat puluh."
Jack Renauld ragu sebentar, lalu dia mengambil keputusan.
"Lalu kalau memang begitu? Apakah Anda akan menuduh saya turut ambil bagian dalam pembunuh ayah saya?"
Tanyanya dengan angkuh sambil mendongakkan kepalanya.
"Saya hanya ingin penjelasan mengapa Anda kemari."
"Itu sederhana sekali. Saya datang untuk menjumpai tunangan saya -Nona Daubreuil. Esok harinya saya akan bepergian jauh. Saya tak tahu kapan baru akan kembali. Saya ingin bertemu dengan dia sebelum saya berangkat, untuk meyakinkannya bahwa cinta saya tak berubah."
"Dan bertemukah Anda dengan dia?"
Poirot tetap memandang lekat pada orang yang ditanyainya itu. Sebelum menjawab Renauld menunggu agak lama.
"Ya,"
Katanya.
"Dan kemudian?"
"Saya menyadari bahwa saya telah ketinggalan kereta api yang terakhir. Saya berjalan ke St. Beauvais. Di sana saya menggedor sebuah tempat penyewaan mobil, dan berhasil menyewa mobil untuk kembali ke Cherbourg."
"St. Beauvais? Itu lima belas kilometer jauhnya. Jauh sekali Anda berjalan, Tuan Renauld."
"Sa -saya sedang ingin berjalan."
Poirot menundukkan kepalanya pertanda dia menerima penjelasan itu. Jack Renauld mengambil topi dan tongkatnya, lalu pergi. Poirot segera melompat.
"Cepat Hastings. Kita susul dia."
Dengan menjaga jarak di belakang orang buruan kami itu, kami terus mengikutinya di sepanjang jalan-jalan di Merlinville. Tetapi waktu Poirot melihat bahwa anak muda itu membelok ke arah stasiun, dia berhenti.
"Bagus. Dia telah menangkap umpan kita. Dia akan pergi ke Abbalac, dan akan menanyakan kopor kecil karanganku yang dimiliki oleh orang asing karanganku pula. Ya mon ami, itu semua hanya akalku saja."
"Apakah kau ingin agar dia tak berada di tempat?"
Tanyaku.
"Pengamatanmu hebat, Hastings! Nah, kalau kau mau kita sekarang pergi ke Villa GeneviEve."
Bab 18 GIRAUD BERTINDAK "NGOMONG-OMONG, Poirot,"
Kataku, sedang kami berjalan di sepanjang jalan putih yang panas.
"aku ingin menyelesaikan sakit hatiku padamu. Aku yakin bahwa kau bermaksud baik, tapi sebenarnya, bukanlah urusanmu untuk pergi mengadakan penyelidikan di Hotel du Phare, tanpa memberi tahu aku."
Poirot mengerling padaku.
"Bagaimana kau tahu aku ke sana?"
Tanyanya. Aku benci sekali, karena merasa pipiku memanas.
"Sambil lalu aku kebetulan masuk untuk melihat-lihat,"
Aku menjelaskan dengan bersikap anggun sebisa-bisanya. Aku agak kuatir akan mendengar olok-olok Poirot, tetapi aku lega, dan agak terkejut karena dia hanya menggeleng dengan bersungguh-sungguh tetapi aneh.
"Bila aku telah menusuk perasaanmu yang mudah tersinggung itu, entah dengan cara bagaimanapun, aku minta maaf. Kau akan segera maklum. Tapi percayalah, aku berusaha untuk memusatkan seluruh tenaga dan perhatianku pada perkara ini."
"Ah, tak apa-apalah,"
Kataku, dengan perasaan lebih tenang setelah mendengar pernyataan maafnya.
"Aku tahu bahwa kau memikirkan kepentinganku. Tapi aku mampu menjaga diriku sendiri."
Poirot kelihatannya akan mengatakan sesuatu lagi, tapi tak jadi.
Setiba di villa, Poirot mendahuluiku berjalan ke gudang di mana mayat yang kedua ditemukan.
Tetapi dia tidak masuk, melainkan berhenti di dekat bangku yang telah kusebut sebelumnya, yang terdapat beberapa meter dari gudang itu.
Setelah memandanginya beberapa lama, dia berjalan dari situ ke pagar hidup yang merupakan batas antara Villa GeneviEve dan Villa Marguerite.
Lalu dia berjalan kembali sambil mengangguk.
Kemudian dia kembali lagi ke pagar hidup itu, dan menguakkan semak-semak dengan tangannya.
"Untung-untung Nona Marthe ada di kebunnya,"
Katanya sambil menoleh padaku.
"Aku ingin berbicara dengannya, tapi aku lebih suka tak usah datang ke Villa Marguerite secara resmi. Wah, mujur sekali, itu dia. Ssst, Nona! Ssst! Kemari sebentar."
Aku mendekatinya bersamaan dengan Marthe Daubreuil, yang datang dengan berlari-lari ke pagar itu atas panggilan Poirot. Gadis itu tampak agak terkejut.
"Apakah Anda mau mengizinkan saya berbicara dengan Anda sebentar, Nona?"
"Tentu, Tuan Poirot."
Meskipun dia tampak tenang, matanya kelihatan kuatir dan takut.
"Nona, ingatkah Anda waktu Anda mengejar saya ke jalan, pada hari saya berkunjung ke rumah Anda bersama Hakim Pemeriksa? Anda bertanya apakah ada seseorang yang dicurigai mengenai kejahatan itu.
"Dan Anda katakan dua orang Chili."
Suaranya terdengar tersekat, dan tangan kirinya terangkat ke dadanya.
"Bisakah Anda menanyakan pertanyaan itu sekali lagi, Nona?"
"Apa maksud Anda?"
"Begini. Bila Anda menanyakan pertanyaan itu sekali lagi kepada saya, saya akan memberikan jawaban yang lain. Memang ada seseorang yang dicurigai -tapi bukan orang Chili."
"Siapa?"
Pertanyaan itu diucapkannya dengan samar sekali melalui bibirnya yang hanya terbuka sedikit.
"Tuan Jack Renauld."
"Apa?"
Teriaknya.
"Jack? Tak mungkin. Siapa yang berani mencurigainya?"
"Giraud."
"Giraud!"
Wajah gadis itu jadi pucat-pasi.
"Saya takut pada orang itu. Dia kejam sekali. Dia akan -dia akan -"
Gadis itu tak dapat meneruskan kata-katanya. Di wajahnya terbayang usahanya untuk mengumpulkan kekuatan dalam mengambil keputusan. Pada saat itu aku menyadari bahwa dia adalah seorang pejuang. Juga Poirot memperhatikannya dengan saksama.
"Anda tentu tahu bahwa Tuan Jack Renauld berada di sini pada malam pembunuhan itu?"
Tanya Poirot.
"Ya,"
Sahutnya tanpa semangat.
"Dia mengatakannya pada saya."
"Tak baik menyembunyikan kenyataan itu,"
Poirot meneruskan.
"Ya, ya,"
Sahutnya dengan tak sabar.
"Tapi kita tak boleh membuang-buang waktu dengan penyesalan. Kita harus menemukan sesuatu untuk menyelamatkannya. Dia jelas tak bersalah, tapi kenyataan itu saja tak dapat menolongnya berhadapan dengan laki-laki seperti Giraud itu, yang hanya memikirkan namanya saja. Dia telah bertekad untuk menahan seseorang, dan orang itu adalah Jack."
"Tapi kenyataannya akan berlawanan dengan dia,"
Kata Poirot.
"Sadarkah Anda?"
Gadis itu memandangnya tepat-tepat, lalu digunakannya lagi kata-kata yang pernah diucapkannya di ruang tamu ibunya.
"Saya bukan anak kecil, Tuan. Saya bisa berani dan menghadapi kenyataan-kenyataan. Dia tidak bersalah, dan kita harus menyelamatkannya."
Dia berbicara dengan tenaganya yang terakhir, lalu diam, berpikir sambil mengerutkan alisnya.
"Nona,"
Katanya sambil mengamatinya dengan teliti.
"tak adakah sesuatu yang Anda sembunyikan, yang sebaiknya Anda ceritakan kepada kami?"
Gadis itu mengangguk tanpa mengerti.
"Ya, memang ada sesuatu, tapi saya tak tahu apakah Anda akan percaya atau tidak -rasanya tak masuk akal."
"Bagaimanapun juga, ceritakan saja, Nona."
"Begini. Tuan Giraud memanggil saya, akan melihat apakah saya bisa mengenali laki-laki yang ada di dalam itu."
Gadis itu menunjuk dengan kepalanya ke arah gudang itu.
"Saya tak bisa mengenalinya. Pada saat itu tak bisa. Tapi setelah itu, saya berpikir -"
"Ya?"
"Rasanya aneh sekali, namun saya yakin sekali. Sebaiknya saya ceritakan. Pada pagi hari menjelang Tuan Renauld dibunuh, saya berjalan-jalan di kebun ini. Saya mendengar suara orang-orang laki-laki bertengkar. Saya kuakkan semak-semak dan saya mengintip. Salah seorang laki-laki itu adalah Tuan Renauld, sedang yang seorang lagi adalah seorang gelandangan, seorang makhluk mengerikan yang berpakaian compang-camping dan kotor. Orang itu sebentar berteriak-teriak dengan suara tinggi, dan sekali-sekali mengancam. Saya dengar dia meminta uang, tapi pada saat itu Maman memanggil saya dari rumah, dan saya harus pergi. Itu saja, hanya -saya hampir yakin bahwa gelandangan itu dan orang yang meninggal di dalam gudang itu, adalah orang yang sama."
Poirot menyerukan kata seru.
"Tapi mengapa tidak Anda katakan hal ini pada waktu itu, Nona?"
"Karena mula-mula hanya terpikir oleh saya, bahwa wajah itu rasanya pernah saya kenal. Laki-laki itu mengenakan pakaian lain, dan kelihatannya seolah-olah berasal dari kalangan tinggi. Tapi, Tuan Poirot, tidakkah mungkin gelandangan itu yang telah menyerang dan membunuh Tuan Renauld, untuk kemudian mengambil uang dan pakaiannya?"
"Itu masuk akal, Nona,"
Kata Poirot lembut.
"Memang masih banyak yang harus diterangkan, tapi keterangan Anda itu jelas masuk akal. Akan saya pikirkan gagasan Anda itu."
Terdengar suara memanggil dari dalam rumah.
"Maman,"
Bisik Marthe.
"Saya harus pergi."
Dan dia pergi menyelinap melalui pohon-pohon.
"Mari,"
Kata Poirot, sambil berbalik ke arah villa, dengan mencengkam tanganku.
"Bagaimana pendapatmu sebenarnya?"
Tanyaku penuh rasa ingin tahu.
"Apakah kisah itu benar, atau apakah gadis itu mengarang-ngarangnya saja untuk mengalihkan tuduhan terhadap kekasihnya?"
"Memang kisah yang aneh,"
Kata Poirot.
"tapi kurasa itu memang benar. Tanpa disadarinya, Nona Marthe telah menceritakan yang sebenarnya mengenai satu hal lagi -dan secara tak sengaja pula dia telah menunjukkan kebohongan Jack Renauld. Adakah kaulihat keragu-raguan anak muda itu, ketika kutanyakan apakah dia menemui Marthe Daubreuil pada malam terjadinya pembunuhan itu? Dia berhenti sebentar sebelum menyahut, 'Ya.' Aku sudah curiga bahwa dia berbohong. Aku merasa perlu menemui Nona Marthe, sebelum dia memberi tahu gadis itu supaya berhati-hati. Empat patah kata-kata singkat, telah memberi aku informasi yang kuingini. Waktu kutanyakan apakah dia tahu bahwa Jack Renauld ada di sini malam itu, dia menjawab, 'Dia menceritakannya pada saya.' Nah, Hastings, apa yang telah dilakukan Jack Renauld di sini pada malam yang bersejarah itu, dan bila dia tidak bertemu dengan Nona Marthe, siapa yang ditemuinya?"
"Bagaimanapun juga, Poirot,"
Seruku terperanjat.
"kau tak mungkin menduga bahwa anak muda seperti itu akan bisa membunuh ayahnya sendiri?"
"Mon ami,"
Kata Poirot.
"lagi-lagi kau bersikap sentimental dan tak mau percaya! Aku pernah melihat ibu-ibu yang membunuh anak-anaknya yang masih kecil untuk mendapatkan uang asuransi! Setelah kejadian-kejadian seperti itu, orang akan bisa percaya pada apa pun juga."
"Lalu alasannya?"
"Uang tentu. Ingatlah bahwa Jack Renauld menyangka bahwa dia akan memperoleh separuh dari harta ayahnya bila ayahnya itu meninggal."
"Tapi gelandangan itu -apa peranannya?"
Poirot mengangkat bahunya.
"Giraud akan mengatakan bahwa dia berkomplot -seorang pembunuh bayaran yang membantu Renauld muda menjalankan kejahatan itu, dan yang setelah itu disingkirkan untuk menghilangkan jejaknya."
"Lalu rambut yang terlilit pada belati itu? Rambut wanita itu?"
"Oh itu,"
Kata Poirot sambil tersenyum lebar.
"Itu merupakan bumbu dalam lelucon Giraud. Menurut dia, itu sama sekali bukan rambut seorang wanita. Ingatlah bahwa ada remaja zaman ini yang menyisir rambutnya lurus ke belakang dengan menggunakan minyak rambut atau lilin rambut supaya terletak melekat. Oleh karenanya rambut itu ada yang agak panjang."
"Dan kau percaya juga akan hal itu?"
"Tidak,"
Kata Poirot dengan senyum yang aneh.
"Karena aku yakin bahwa itu adalah rambut wanita -dan lebih khusus lagi, aku pun tahu wanita yang mana!"
"Nyonya Daubreuil,"
Kataku dengan keyakinan.
"Mungkin,"
Kata Poirot, sambil memandangiku dengan pandangan penuh teka-teki. Tetapi aku tak mau membiarkan diriku menjadi jengkel.
"Apa yang akan kita lakukan sekarang?"
Tanyaku, sedang kami memasuki lorong Villa GeneviEve.
"Aku akan mencari sesuatu di antara barang-barang Tuan Jack Renauld. Sebab itu kuusahakan supaya dia tak berada di tempat selama beberapa jam."
"Tapi apakah tak mungkin Giraud telah mendahului kita mencarinya?"
Tanyaku.
"Tentu. Dia menyiapkan suatu perkara tak ubahnya seekor berang-berang membangun tanggulnya, dengan usaha yang meletihkan. Tapi dia tidak akan mencari apa yang akan kucari -besar kemungkinannya dia tidak akan melihatnya dari segi betapa pentingnya arti barang itu. Mari kita mulai."
Dengan rapi dan dengan cara kerja yang baik, Poirot membuka laci satu demi satu, memeriksa isinya, lalu mengembalikannya ke tempatnya semula.
Pekerjaan itu benar-benar membosankan dan tak menarik.
Poirot mencari di tengah-tengah leher-leher baju, piyama dan kaus-kaus kaki.
Suatu bunyi derum di luar membuatku pergi ke jendela untuk melihat.
Aku langsung terperanjat.
"Poirot!"
Teriakku.
"Ada sebuah mobil yang baru datang. Di dalamnya ada Giraud dan Jack Renauld, dan dua orang polisi."
"Sialan!"
Geram Poirot.
"Binatang si Giraud itu, tak bisakah dia sabar sedikit? Tak akan sempat lagi aku mengembalikan barang-barang dalam laci yang terakhir ini dengan cara yang baik. Mari cepat-cepat."
Dengan terburu-buru ditumpahkannya barang-barang ke lantai, kebanyakan adalah dasi dan sapu tangan.
Tiba-tiba dengan suatu pekik kemenangan, Poirot menerpa sesuatu, sebuah karton bersegi empat kecil, mungkin sehelai foto.
Sesudah memasukkan barang itu ke dalam sakunya, dikembalikannya barang-barang yang lain ke dalam laci tadi, sembarangan saja.
Kemudian dengan mencengkeram lenganku diseretnya aku keluar dari kamar itu dan menuruni tangga.
Di lorong rumah, Giraud sedang berdiri sambil merenungi orang tahanannya.
"Selamat siang, Tuan Giraud,"
Kata Poirot.
"Ada apa ini?"
Giraud menganggukkan kepalanya ke arah Jack.
"Dia sedang mencoba melarikan diri, tapi saya terlalu awas mengamati langkahnya. Dia ditahan atas tuduhan membunuh ayahnya, Tuan Paul Renauld."
Poirot berbalik untuk menghadapi anak muda yang bersandar dengan lunglai di pintu, wajahnya pucat-pasi.
"Apa yang dapat Anda katakan mengenai hal itu, Anak muda?"
Jack Renauld menatapnya seperti batu.
"Tidak ada,"
Katanya.
Bab 19 AKU MENGGUNAKAN SEL-SEL KELABUKU AKU terdiam.
Sampai saat terakhir aku masih tak berhasil memaksa diriku untuk percaya bahwa Jack Renauld bersalah.
Kusangka aku akan mendengar pernyataan tegasnya bahwa dia sama sekali tak bersalah waktu Poirot bertanya tadi.
Tetapi kini, melihatnya berdiri di situ, dalam keadaan pucat dan lunglai bersandar pada dinding, dan mendengar kata-katanya yang tidak membela dirinya itu, aku tak lagi ragu.
Tetapi Poirot berpaling pada Giraud.
"Apa alasan-alasan Anda untuk menahannya?"
"Apakah Anda sangka saya akan mau memberitahukannya pada Anda?"
"Sekadar basa-basi, saya memang mengharapkannya."
Giraud melihat padanya dengan ragu. Dia ragu memilih, antara keinginannya untuk menolaknya dengan kasar, dan kesenangannya menunjukkan kemenangannya pada lawannya.
"Saya rasa Anda menganggap bahwa saya keliru, bukan?"
Cemoohnya.
"Saya tidak merasa heran,"
Sahut Poirot dengan nada benci. Wajah Giraud bertambah merah.
"Eh bien, mari masuk. Anda akan bisa menilainya sendiri."
Pintu kamar tamu utama dibukakannya lebar-lebar dan kami masuk. Jack Renauld kami tinggalkan di bawah pengawasan kedua agen polisi itu.
"Nah, Poirot,"
Kata Giraud sambil meletakkan topinya di atas meja, dan berbicara dengan nada sangat mengejek.
"sekarang saya akan memberi Anda kuliah singkat mengenai pekerjaan detektif. Akan saya perlihatkan pada Anda, bagaimana kami kaum modern bekerja."
"Bien!"
Kata Poirot, sambil mengambil sikap akan mendengarkan.
"Akan saya perlihatkan pula bagaimana pandainya petugas tua ini mendengarkan,"
Dia lalu bersandar, dan menutup matanya. Kemudian matanya dibukanya sebentar untuk mengatakan.
"Jangan kuatir saya akan tertidur. Saya akan mengikuti baik-baik sekali."
"Tentu,"
Giraud mulai.
"saya segera menyadari semua kebodohan mengenai orang-orang Chili itu. Memang ada dua orang yang terlibat -tapi mereka itu bukan dua orang asing yang misterius! Semua yang lain itu hanya semu belaka."
"Sangat masuk akal sebegitu jauh, Giraud yang baik,"
Gumam Poirot.
"Terutama setelah akal mereka yang cerdik mengenai batang korek api dan puntung rokok itu."
Giraud membelalak, tapi melanjutkan.
"Seorang laki-laki harus dihubungi dalam perbuatan kejahatan ini, untuk menggali kuburan itu. Tak ada orang yang benar-benar mendapatkan keuntungan dari kejahatan itu, tapi ada seseorang yang menyangka bahwa dia akan mendapatkan keuntungan. Saya mendengar tentang pertengkaran Jack Renauld dengan ayahnya, dan mengenai ancaman-ancaman yang diucapkannya. Alasannya sudah jelas. Sekarang mengenai caranya. Jack Renauld ada di Merlinville malam itu. Hal itu diceritakannya sendiri -dan kecurigaan kami berubah menjadi keyakinan. Lalu kami temukan korban kedua -yang ditikam dengan pisau belati yang sama. Kita tahu kapan pisau belati itu dicuri. Kapten Hastings bisa mengatakan waktunya dengan tepat. Jack Renauld, yang baru tiba dari Cherbourg, adalah satu-satunya orang yang mungkin mengambilnya. Saya sudah memeriksa semua penghuni rumah tangga yang lain."
Poirot menyela.
"Anda keliru. Ada satu orang lain lagi yang mungkin mengambilnya."
"Maksud Anda Tuan Stonor? Dia tiba di pintu depan, naik mobil yang membawanya dari Calais. Ah, percayalah pada saya, saya telah memeriksa segala kemungkinannya. Tuan Jack Renauld tiba naik kereta api. Ada selisih waktu satu jam antara waktu dia tiba dan saat dia masuk ke rumah. Dia pasti telah melihat Kapten Hastings dan temannya meninggalkan gudang, lalu dia sendiri menyelinap ke dalam dan mengambil pisau belati itu, kemudian menikam komplotannya itu di dalam gudang itu -"
"Komplotan yang sebenarnya sudah meninggal!"
Giraud mengangkat bahunya.
"Mungkin dia tidak melihatnya. Mungkin disangkanya orang itu sedang tidur. Mereka pasti ada janji untuk bertemu. Pokoknya dia tahu bahwa pembunuhan yang kedua ini akan sangat mengacaukan perkara ini. Dan hal itu memang benar."
"Tapi hal itu tak dapat menipu Tuan Giraud,"
Gumam Poirot.
"Anda mengejek saya. Tapi saya akan mengemukakan suatu bukti yang terakhir yang tak dapat ditolak. Kisah Nyonya Renauld adalah bohong -dari awal sampai akhir merupakan karangannya saja. Kita menyangka bahwa Nyonya Renauld mencintai suaminya -padahal dia berbohong untuk melindungi pembunuh suaminya. Untuk kepentingan siapakah seorang wanita berbohong? Kadang-kadang untuk kepentingannya sendiri, biasa juga untuk laki-laki yang dicintainya, tapi selalu untuk kepentingan anak-anaknya. Itulah bukti yang terakhir -yang tak dapat ditolak. Anda tak dapat mengelak lagi."
Giraud berhenti, mukanya menjadi merah, dia bangga akan kemenangannya. Poirot menatapnya lekat.
"Itulah uraian saya,"
Kata Giraud.
"Apa yang akan Anda katakan tentang hal itu?"
"Hanya bahwa masih ada satu hal yang tak berhasil Anda teliti."
"Apa itu?"
"Agaknya Jack Renauld tahu tentang rencana di luar lapangan golf itu. Dia tahu bahwa mayat itu akan segera ditemukan, bila orang mulai menggali lubang itu."
Giraud tertawa terbahak.
"Gila-gilaan benar apa yang Anda katakan itu! Dia ingin mayat itu ditemukan! Sebelum mayat itu ditemukan, dia tidak akan bisa menyatakan bahwa orang itu meninggal, dan dengan demikian tidak akan bisa mendapatkan warisannya."
Aku melihat sekilas cahaya hijau di mata Poirot waktu dia bangkit.
"Kalau begitu untuk apa dikuburkan?"
Tanyanya dengan suara halus.
"Ingat, Giraud. Karena Jack Renauld yang akan mendapatkan keuntungan bila mayat itu segera ditemukan, untuk apa kubur itu digali?"
Giraud tidak menjawab. Pertanyaan itu membuatnya terperangkap, dan tak dapat menjawabnya. Diangkatnya bahunya seolah-olah akan menyatakan bahwa pertanyaan itu tak penting. Poirot pergi menuju ke pintu. Aku menyusulnya.
"Ada satu hal lagi yang tidak Anda pertimbangkan,"
Katanya sambil menoleh ke belakang.
"Apa itu?"
"Potongan pipa timah hitam itu,"
Kata Poirot, lalu meninggalkan kamar itu.
Jack Renauld masih berdiri di lorong rumah, dengan wajah pucat dan murung.
Tapi begitu kami keluar dari ruang tamu, dia cepat-cepat mengangkat mukanya.
Pada saat itu terdengar jejak kaki orang di tangga.
Nyonya Renauld sedang menuruninya.
Waktu melihat putranya diapit oleh dua orang petugas hukum, dia terhenti -terpana.
"Jack,"
Katanya lemah.
"Jack, apa-apaan ini?"
"Mereka telah menahan saya, Ibu."
"Apa?"
Dia berteriak dengan suara melengking, dan sebelum ada seseorang pun sempat mendatanginya, dia terhuyung, lalu jatuh berdebam. Kami berdua berlari mendatanginya dan mengangkatnya. Poirot segera bangkit lagi.
"Kepalanya luka berat, kena tepi tangga. Kurasa dia mengalami gegar otak yang ringan juga. Bila Giraud ingin menanyainya, dia harus menunggu. Mungkin dia akan pingsan selama sekurang-kurangnya seminggu."
Denise dan FranCoise berlari-lari mendapatkan nyonyanya, dan setelah menyerahkan wanita itu di bawah pengawasan kedua pelayan itu, Poirot meninggalkan rumah itu.
Dia berjalan dengan menunduk, memandangi tanah sambil mengurutkan alisnya.
Aku tidak berkata apa-apa beberapa lamanya, tapi akhirnya aku memberanikan diri bertanya padanya.
"Jadi apakah kau yakin bahwa Jack Renauld tak bersalah, meskipun semua petunjuk-petunjuk menyatakan sebaliknya?"
Poirot tak segera menjawab, tetapi setelah menunggu lama, dia berkata dengan serius.
"Entahlah, Hastings. Mungkin memang begitu. Giraud tentu keliru -keliru dari awal sampai akhir. Bila Jack Renauld bersalah, maka itu bukanlah disebabkan oleh uraian Giraud tadi. Dan tuduhan utama terhadapnya, hanya aku yang tahu."
"Apa itu?"
Tanyaku, terkesan.
"Kalau saja kau mau menggunakan sel-sel kelabumu yang kecil itu, dan melihat seluruh perkara ini sejelas aku, maka kau pun akan memahaminya, Sahabatku."
Itu merupakan salah satu jawaban Poirot yang menjengkelkanku. Tanpa menunggu aku berbicara, dia melanjutkan.
"Mari kita berjalan ke laut melalui jalan ini. Kita akan duduk di atas bukit kecil itu, memandang ke laut, sambil kita meninjau kembali persoalan ini. Dengan demikian kau akan tahu pula apa yang kuketahui, tapi aku lebih suka kalau kau bisa melihat keadaan sebenarnya dengan usahamu sendiri -bukan karena kutuntun."
Kami duduk di atas bukit kecil berumput menurut anjuran Poirot, sambil memandang ke laut.
Dari tempat yang agak jauh di sepanjang pasir, terdengar sayup-sayup suara teriakan orang-orang yang berkecimpung.
Air laut berwarna biru pucat sekali, dan ketenangannya yang luar biasa membuatku teringat akan hari pertama kedatangan kami di Merlinville, betapa riangnya aku, dan Poirot mengatakan aku 'peramal'.
Alangkah lamanya rasanya waktu sudah berlalu sejak hari itu.
Padahal kenyataannya baru tiga hari! "Berpikirlah, Sahabatku,"
Kata Poirot memberiku semangat.
"Susun gagasan-gagasanmu. Pakai cara kerja yang baik. Telitilah. Itulah kunci keberhasilan."
Aku berusaha untuk menuruti petunjuk-petunjuknya, mengembalikan ingatanku pada semua hal-hal sampai yang sekecil-kecilnya mengenai perkara itu.
Tetapi dengan enggan aku harus mengakui bahwa satu-satunya penyelesaian yang jelas dan masuk akal adalah penyelesaian Giraud -padahal Poirot amat membencinya.
Aku mengingat-ingat lagi.
Kalaupun ada titik terang, titik itu menunjuk ke arah Nyonya Daubreuil.
Giraud tak tahu tentang keterlibatan wanita itu dalam Perkara Beroldy.
Poirot mengatakan bahwa Perkara Beroldy itu amat penting.
Ke arah sanalah aku harus mencari.
Aku sekarang berada di jalan yang benar.
Dan aku tiba-tiba terperanjat, karena suatu gagasan yang jelas namun membingungkan menyerbu otakku.
Dengan gemetar, aku menyusun hipotesaku.
"Kulihat kau punya gagasan, mon ami! Bagus sekali. Kita sudah maju."
"Poirot,"
Kataku.
"kulihat bahwa kita telah lalai. Kukatakan kita -meskipun aku yakin bahwa akulah yang paling lalai. Tapi kau harus membayar ganjarannya, karena kau merahasiakannya. Jadi kukatakan lagi bahwa kita telah lalai. Ada satu orang yang telah kita lupakan."
"Dan siapakah dia?"
Tanya Poirot dengan mata berkilat.
"Georges Conneau!"
Bab 20 SUATU PERNYATAAN YANG LUAR BIASA POIROT langsung merangkulku dengan hangat.
"Enfin! Kau sudah tahu. Dengan usaha sendiri pula. Sungguh luar biasa! Lanjutkan uraianmu. Kau memang benar. Kita memang lalai karena telah melupakan Georges Conneau."
Aku merasa senang sekali mendapatkan pujian dari laki-laki kecil itu, hingga sulit rasanya melanjutkan bicaraku. Tapi akhirnya kukumpulkan semua ingatanku, lalu kulanjutkan.
"Georges Conneau telah menghilang dua puluh tahun yang lalu, tapi tak ada alasan kita untuk menduga bahwa dia sudah meninggal."
"Sama sekali tidak,"
Poirot membenarkan.
"Teruskan."
"Oleh karenanya akan kita simpulkan saja bahwa dia masih hidup."
"Baik."
"Atau setidak-tidaknya dia masih hidup sampai akhir-akhir ini."
"Makin lama makin baik!"
"Akan kita andaikan,"
Lanjutku dengan semangat yang bertambah.
"bahwa dia telah jatuh miskin. Dia lalu menjadi penjahat, pembunuh, gelandangan -yah apa saja. Kebetulan dia sampai ke Merlinville. Di sana dia bertemu dengan wanita yang tak pernah berhenti dia cintai."
"Nah, nah! Lagi-lagi sentimen,"
Poirot memperingatkan.
"Sebagaimana kita mencintai seseorang, begitu pulalah kita membencinya,"
Aku mengutip suatu kalimat dari salah seorang pengarang.
"Pokoknya laki-laki itu bertemu dengan wanita itu di sana, dengan memakai nama lain. Tapi wanita itu mempunyai pacar baru, pria Inggris itu, Renauld. Georges Conneau yang terkenang akan semua nasib buruk yang telah menimpanya, bertengkar dengan Renauld. Georges mengintainya waktu Renauld pergi mengunjungi kekasih gelapnya itu, lalu menikam punggungnya. Kemudian karena ketakutan atas perbuatannya, dia lalu menggali sebuah kubur. Bayangkan, mungkin Nyonya Daubreuil keluar untuk mencari pacarnya. Dia dan Conneau lalu bertengkar hebat. Laki-laki itu menyeretnya ke dalam gudang, dan di sana laki-laki itu tiba-tiba diserang penyakit ayan. Nah, bayangkan sekarang Jack Renauld muncul. Nyonya Daubreuil menceritakan segala-galanya pada anak muda itu, diceritakannya akibat yang mengerikan yang akan menimpa putrinya bila skandal masa lalu itu sampai terbuka. Pembunuh ayahnya sudah meninggal -dia lalu mengajak anak muda itu menutupi persoalan itu. Jack Renauld setuju. Dia pulang ke rumahnya dan berbicara dengan ibunya, dan ibunya dipengaruhinya supaya menyetujui rencananya itu. Berdasarkan cerita dan anjuran Nyonya Daubreuil padanya, Nyonya Renauld membiarkan dirinya disumbat mulutnya dan diikat kaki tangannya. Nah, sekian, Poirot. Bagaimana pendapatmu?"
Aku bersandar, mukaku terasa panas karena merasa bangga atas rekonstruksiku yang begitu berhasil. Poirot memandangku dengan termangu.
"Kurasa sebaiknya kau mengarang sebuah cerita untuk film, mon ami,"
Katanya akhirnya.
"Maksudmu?"
"Kisahmu yang baru saja kauceritakan itu akan merupakan sebuah film yang bagus -tapi sama sekali tak ada persamaannya dengan kehidupan sehari-hari."
"Aku mengakui bahwa aku belum mendalami hal-hal yang terperinci, tapi -"
"Kau sudah maju lebih banyak -tapi kau benar-benar telah mengabaikan soal-soal yang kecil-kecil itu. Bagaimana cara kedua laki-laki itu berpakaian? Apakah kau akan mengatakan bahwa setelah menikam korbannya, Conneau lalu menanggalkan pakaian korbannya itu dan memakai pakaian itu sendiri, dan mengembalikan pisau belati itu?"
"Kurasa tak perlu begitu,"
Bantahku agak marah.
"Mungkin dia telah mendapatkan pakaian dan uang itu dari Nyonya Daubreuil dengan mengancamnya pagi-pagi sebelum itu."
"Dengan ancaman -ya? Kau benar-benar mengandalkannya begitu?"
"Tentu. Dia pasti mengancam akan menceritakan kepada keluarga Renauld, siapa dia sebenarnya. Hal itu mungkin akan mengakhiri semua harapannya untuk menikahkan putrinya."
"Kau keliru, Hastings. Laki-laki itu tak dapat memeras Nyonya Daubreuil, cemetinya justru berada dalam tangan wanita itu. Ingat, Georges Conneau masih dikejar polisi karena pembunuhan. Sekali saja Nyonya Daubreuil membuka mulutnya, dia akan terancam oleh kapak pemenggal."
Meskipun enggan, aku terpaksa mengakui bahwa itu memang benar.
"Teori ciptaanmu itu,"
Kataku dengan masam.
"apakah sudah pasti benar sampai pada hal-hal yang sekecil-kecilnya?"
"Teoriku pasti benar,"
Kata Poirot dengan tenang.
"Dan yang benar itu pasti betul. Kau telah membuat kesalahan yang mendasar dalam teorimu. Angan-anganmu kaubiarkan menyesatkanmu dengan kejadian-kejadian tengah malam, dan peristiwa-peristiwa cinta yang bernafsu. Padahal dalam menyelidiki kejahatan kita harus berpijak pada keadaan yang biasa-biasa saja. Bagaimana kalau aku mengemukakan teoriku?"
"Oh, tentu, coba demonstrasikan!"
Poirot menegakkan duduknya, dan memulai demonstrasinya dengan mengacung-acungkan telunjuknya kuat-kuat untuk menekankan penjelasannya.
"Aku akan mulai seperti kau, dari keadaan paling permulaan, yaitu Georges Conneau. Kisah yang diceritakan oleh Nyonya Beroldy di pengadilan mengenai 'Orang-orang Rusia' itu jelas merupakan isapan jempol saja. Bila dia tidak terlibat dalam kejahatan itu, maka dia sendirilah yang mengarang cerita itu. Bila sebaliknya, dia terlibat, maka cerita itu direncanakan oleh dia atau oleh Georges Conneau.
"Dalam perkara yang sedang kita selidiki sekarang ini, kita bertemu dengan dongeng yang sama. Sebagaimana telah kunyatakan padamu, bukti-bukti menunjukkan bahwa tidaklah mungkin Nyonya Daubreuil yang merencanakannya. Maka kita berbalik pada hipotesa bahwa kisah itu berasal dari otak Georges Conneau. Baiklah. Oleh karenanya, Georges Conneau merencanakan kejahatan itu bersama Nyonya Renauld yang menjadi komplotannya. Wanita itulah yang sudah jelas bagi kita menjadi komplotannya, dan di belakangnya ada seorang tokoh yang samar-samar yang namanya masih belum kita ketahui.
"Nah, marilah kita sekarang menelusuri Perkara Renauld dengan cermat dari awal, dengan menempatkan setiap hal yang nyata dalam urut-urutannya yang benar. Kau punya buku catatan dan pinsil? Bagus. Nah, soal apa yang pertama-tama akan kita catat?"
"Surat padamu?"
"Itulah pertama kalinya kita mengetahui tentang hal itu, tapi itu bukanlah awal yang sebenarnya dari rangkaian perkara itu. Menurut aku, kenyataan yang pertama-tama adalah perubahan atas diri Tuan Renauld segera setelah tiba di Merlinville, sebagaimana yang dinyatakan oleh beberapa orang saksi. Kita juga harus mengingat persahabatannya dengan Nyonya Daubreuil, dan jumlah uang yang besar yang dibayarkannya pada wanita itu. Dari situ kita bisa langsung terus pada kejadian tanggal dua puluh tiga Mei."
Poirot berhenti, meneguk air ludahnya, dan mengisyaratkan supaya aku menulis.
"Tanggal dua puluh tiga Mei. Tuan Renauld bertengkar dengan putranya mengenai keinginan anak muda itu untuk menikah dengan Marthe Daubreuil. Anak muda itu berangkat ke Paris.
"Tanggal dua puluh empat Mei. Tuan Renauld mengubah surat wasiatnya, menyerahkan pengawasan seluruh hartanya ke dalam tangan istrinya.
"Tanggal tujuh Juni. Bertengkar dengan gelandangan di kebun, disaksikan oleh Marthe Daubreuil.
"Menulis surat pada Hercule Poirot, meminta bantuannya.
"Mengirim telegram pada Jack Renauld, memerintahkan padanya untuk melanjutkan perjalanannya ke Buenos Ayres naik kapal Anzora.
"Menyuruh Masters, supirnya, untuk pergi berlibur.
"Malam harinya, kunjungan seorang wanita. Waktu dia mengantarnya keluar, dia berkata, 'Ya, ya -tapi demi Tuhan, pergilah sekarang.'"
Poirot diam.
"Sekian saja, Hastings, telitilah masing-masing kejadian itu satu demi satu, pertimbangkan kejadian-kejadian itu dengan cermat, baik secara terpisah maupun dalam hubungannya dengan seluruh kejadian itu, lalu lihatlah, apakah kau tak bisa melihat cahaya baru tentang perkara itu."
Aku berusaha sekuat tenaga untuk berbuat sebagaimana yang dikatakannya itu. Sebentar kemudian, aku berkata dengan ragu.
"Mengenai hal yang pertama, soalnya adalah apakah kita bisa menggunakan teori pemerasan, ataukah tentang nafsu cintanya pada wanita itu."
"Jelas pemerasan. Kau sudah mendengar apa kata Stonor mengenai sifat dan kebiasaan-kebiasaannya."
"Nyonya Renauld tidak membenarkan pandangan itu,"
Bantahku.
"Kita sudah melihat bahwa bagaimanapun juga kesaksian Nyonya Renauld tak dapat diandalkan. Mengenai hal itu, kita harus percaya pada Stonor."
"Tapi, kalau Renauld ada hubungan dengan seorang wanita yang bernama Bella, maka agaknya tak ada kemungkinannya dia berhubungan pula dengan Nyonya Daubreuil."
"Memang tidak, kubenarkan kau dalam hal itu, Hastings. Tapi apakah dia memang punya hubungan dengan Bella itu?"
"Surat itu, Poirot. Kau lupa pada surat itu."
"Tidak, aku tak lupa. Tapi apa yang membuatmu begitu yakin bahwa surat itu ditulis kepada Tuan Renauld?"
"Ya, surat itu ditemukan dalam saku mantelnya, dan -dan -"
"Hanya itu saja!"
Potong Poirot.
"Sama sekali tak ada nama yang menunjukkan pada siapa surat itu dialamatkan. Kita menyimpulkan bahwa surat itu dialamatkan pada orang yang sudah meninggal itu, hanya karena surat itu ditemukan dalam saku mantelnya. Nah, mon ami, ada sesuatu mengenai mantel itu yang telah menarik perhatianku karena aneh. Aku mengukurnya, dan mengatakan bahwa mantelnya terlalu panjang. Sebenarnya pernyataanku itu harus menjadi bahan pikiranmu."
"Kusangka kau berkata begitu hanya karena iseng ingin mengatakan sesuatu saja,"
Aku mengakui.
"Ah, pikiran apa itu! Padahal kaulihat pula bahwa kemudian aku mengukur mantel Tuan Jack Renauld. Eh bien, mantel Tuan Jack Renauld terlalu pendek. Hubungkanlah kenyataan itu dengan kenyataan yang ketiga, yaitu bahwa Tuan Jack Renauld berlari-lari meninggalkan rumah dengan tergesa-gesa waktu dia berangkat ke Paris, lalu katakan apa kesimpulanmu!"
"Aku mengerti,"
Kataku lambat-lambat, setelah arti kata-kata Poirot itu dapat kuserap.
"Surat itu ditulis kepada Jack Renauld -bukan kepada ayahnya. Dia telah menyambar mantel yang salah, karena tergesa-gesa dan karena marahnya."
Poirot mengangguk.
"Tepat! Kita bisa kembali pada soal ini kemudian. Untuk sementara biarlah kita merasa puas dengan menerima gagasan bahwa surat itu tak ada hubungannya dengan Tuan Renauld -sang ayah, lalu mari kita lanjutkan pada urutan kejadian yang berikutnya."
"Tanggal dua puluh tiga Mei,"
Aku membaca.
"Tuan Renauld bertengkar dengan putranya karena keinginan anak muda itu untuk menikah dengan Marthe Daubreuil. Putranya berangkat ke Paris. Tak banyak yang kulihat dalam hal itu, hingga aku tak bisa mengatakan apa-apa, sedang perubahan surat wasiat itu esok harinya, kelihatannya memang masuk akal. Itu merupakan akibat langsung dari pertengkaran itu."
"Kita sependapat, mon ami -setidak-tidaknya mengenai sebabnya. Tapi apakah yang merupakan alasan yang sebenarnya yang mendasari tindakan Tuan Renauld itu?"
Aku terbelalak keheranan.
"Karena marahnya pada putranya tentu."
"Tapi dia menulis surat-surat yang bernada cinta pada anaknya itu di Paris."
"Itu yang dikatakan Jack Renauld, tapi dia tak dapat memperlihatkan surat-surat itu."
"Yah, mari kita beralih dari soal ini."
"Sekarang kita tiba pada hari yang menyedihkan itu. Kau telah menyusun kejadian-kejadian pagi itu dalam urut-urutan tertentu. Bisakah kau menjelaskannya? "Aku yakin bahwa surat padaku itu dikirimkan pada waktu yang sama dengan pengiriman telegram pada anaknya. Masters diberi tahu bahwa dia boleh berlibur tak lama setelah itu. Menurutku pertengkaran dengan gelandangan itu terjadi sebelum kejadian-kejadian itu."
"Aku tak mengerti mengapa kau bisa memastikannya dengan begitu yakin -atau apakah kau telah menanyai Nona Daubreuil lagi?"
"Tak perlu. Aku sudah yakin sendiri. Dan kalau kau tidak memahami hal itu, berarti kau tidak mengerti apa-apa, Hastings!"
Aku melihat sebentar padanya.
"Tentu! Aku memang goblok. Bila gelandangan itu adalah Georges Conneau, maka setelah pertengkaran panas dengan dialah Tuan Renauld mulai menyadari adanya bahaya. Disuruhnya Masters pergi, karena orang itu dicurigainya sebagai orang bayaran lawannya. Dia mengirim telegram pada putranya, dan menulis surat memintamu datang."
Poirot tersenyum kecil.
"Tidakkah kau merasa aneh, bahwa dia telah menggunakan ungkapan-ungkapan yang sama benar dalam suratnya dengan ungkapan-ungkapan yang kemudian digunakan Nyonya Renauld dalam kesaksiannya? Bila disebutnya nama Santiago itu adalah untuk mengelabui, mengapa Renauld perlu membicarakannya, dan -lebih-lebih lagi menyuruh putranya pergi ke sana?"
"Kuakui bahwa itu aneh. Tapi mungkin kita akan bisa mendapatkan penjelasannya nanti. Sekarang kita tiba pada peristiwa malam itu, dan kunjungan wanita misterius itu. Kuakui bahwa hal itu agak mengejutkan aku, karena dia ternyata bukan Nyonya Daubreuil, seperti yang berulang kali dinyatakan oleh FranCoise."
Poirot menggeleng.
"Sahabatku, sahabatku, ke mana pikiranmu ngelantur? Ingatlah sobekan dari sehelai cek itu, dan bahwa Stonor merasa pernah mendengar nama Bella Duveen. Kurasa kita bisa memahami bahwa Bella Duveen adalah nama sepenuhnya dari teman korespondensi Jack yang tak dikenal itu, dan bahwa dialah yang datang ke Villa GeneviEve malam itu. Apakah dia berniat untuk menemui Jack atau apakah dia sejak semula ingin meminta sesuatu dari ayah anak muda itu, kita tak tahu pasti. Tapi bisa kita simpulkan begini kejadiannya. Wanita itu menuntut sesuatu dari Jack, mungkin dengan memperlihatkan surat-surat yang dikirim Jack padanya, dan pria tua itu mencoba menyuapnya dengan menuliskan sehelai cek. Dia menyobek cek itu dengan marah. Kata-kata dalam suratnya menunjukkan bahwa wanita itu mencintainya dengan setulusnya, dan mungkin dia benci sekali waktu ditawari uang. Akhirnya pria tua itu berhasil menyuruhnya pergi, dan dalam hal itu, jelaslah kata-kata yang diucapkannya."
"'Ya, ya, tapi demi Tuhan, pergilah sekarang,'"
Aku mengulangi.
"Menurutku, kata-kata itu agak kasar, tapi mungkin tak lebih dari itu."
"Itu sudah cukup. Dia benar-benar ingin wanita itu pergi. Mengapa? Bukan hanya karena percakapan mereka tidak menyenangkan. Bukan, melainkan karena dia didesak waktu, dan entah karena apa waktu penting sekali artinya."
"Mengapa begitu?"
Tanyaku keheranan.
"Itulah yang kita tanyakan sendiri. Mengapa begitu? Lalu kemudian kita menghadapi peristiwa arloji tangan itu -yang menunjukkan kepada kita, bahwa waktu memainkan peran yang penting dalam kejahatan itu. Kita sekarang sudah makin mendekati kejadian utamanya sendiri. Pukul setengah sebelas Bella Duveen pergi, dan dengan arloji itu sebagai saksi, kita tahu bahwa saat itulah kejahatan itu dilakukan, atau sekurang-kurangnya dimulai, sebelum pukul dua belas. Kita telah mengulangi peristiwa sebelum pembunuhan itu; masih ada satu yang belum disinggung. Menurut pembuktian dokter, gelandangan itu, waktu ditemukan, sekurang-kurangnya sudah empat puluh delapan jam meninggal -dengan kemungkinan tambahan dua puluh empat jam lagi. Nah, tanpa ada petunjuk-petunjuk lain yang bisa membantuku, kecuali yang telah kita bahas itu, kupastikan saja bahwa kematian itu terjadi pagi hari tanggal tujuh Juni."
Aku menatapnya, aku tercengang.
"Tapi bagaimana? Mengapa? Bagaimana kau bisa tahu?"
"Karena dengan cara begitulah rangkaian kejadian itu bisa dijelaskan dengan masuk akal. Mon ami, aku telah menuntunmu di sepanjang jalan selangkah demi selangkah. Sekarang, belumkah terlihat olehmu apa yang menonjol begitu jelas?"
"Poirot yang baik, aku tak bisa melihat apa pun yang menonjol tentang hal itu. Semula aku memang merasa bahwa aku mulai melihat sesuatu di depanku, tapi sekarang rasanya kabur sekali."
Poirot memandangku dengan sedih, lalu menggeleng.
"Tuhanku! Menyedihkan sekali! Kau begitu cerdas -tapi begitu kurang pandai mencari cara kerja yang baik. Ada semacam latihan yang baik sekali untuk mengembangkan sel-sel kecil yang kelabu. Akan kuberi tahu kau -"
"Demi Tuhan, jangan sekarang! Kau benar-benar orang yang menjengkelkan, Poirot. Sebaiknya, ceritakan saja langsung siapa yang membunuh Tuan Renauld."
"Justru itu yang aku belum yakin."
"Tapi katamu itu sudah menonjol dengan jelas."
"Bicara kita simpang-siur lagi, Sahabatku. Ingat, ada dua kejahatan yang harus kita selidiki -untuk mana, seperti yang telah kunyatakan padamu, ada dua pula mayatnya. Nah, kau kelihatan mulai tak sabaran! Akan kujelaskan semua. Pertama-tama kita harus menggunakan pengetahuan psikologi kita. Kita melihat tiga petunjuk di mana Tuan Renauld memperlihatkan perubahan pikiran dan perbuatan yang jelas -artinya tiga petunjuk psikologis. Yang pertama terjadi segera setelah mereka tiba di Merlinville, yang kedua setelah bertengkar dengan putranya mengenai suatu hal tertentu, yang ketiga pagi hari tanggal tujuh Juni. Sekarang kita cari alasan dari ketiga peristiwa itu. Kita bisa menunjuk pertemuan dengan Nyonya Daubreuil, sebagai penyebab perubahan yang pertama. Yang nomor dua, menyangkut wanita itu secara tak langsung, karena hal itu berhubungan dengan rencana pernikahan putra Tuan Renauld dengan putri wanita itu. Tapi sebab dari yang nomor tiga, masih tersembunyi bagi kita. Kita harus menguraikannya. Sekarang, mon ami, coba kutanyakan satu pertanyaan padamu, siapa yang kita anggap telah merencanakan kejahatan ini?"
"Georges Conneau,"
Kataku ragu, sambil memandang Poirot dengan lesu.
"Tepat. Tapi Giraud telah mengemukakan suatu pendapat yang tak bisa dibantah, bahwa seorang wanita bersedia mengorbankan dirinya, demi laki-laki yang dicintainya, dan demi anaknya. Karena kita yakin bahwa Georges Conneau yang mendiktekan kebohongan itu pada wanita itu, dan karena Georges Conneau bukanlah Jack Renauld, akibatnya petunjuk yang ketiga bebas dari tuduhan. Dan dengan menudingkan kejahatan itu atas diri Georges Conneau, maka perkara yang pertama pun bebas pula. Maka didesak ke arah yang kedua -bahwa Nyonya Renauld berbohong demi kepentingan laki-laki yang dicintainya -atau dengan kata lain demi kepentingan Georges Conneau. Kau sependapat dengan itu?"
"Ya,"
Aku mengakui.
"Kelihatannya cukup masuk akal."
"Bien! Nyonya Renauld mencintai Georges Conneau. Jadi siapa Georges Conneau itu?"
"Gelandangan itu."
"Apakah kita punya bukti bahwa Nyonya Renauld mencintai gelandangan itu?"
"Tidak, tapi -"
"Baik kalau begitu. Jangan berpegang teguh pada teori yang tidak didukung oleh kenyataan-kenyataan. Tanyai saja diri sendiri siapa yang dicintai Nyonya Renauld?"
Aku menggeleng tak mengerti.
"Tentu, tentu, kau pasti tahu. Siapa yang begitu dicintai wanita itu, hingga waktu dilihatnya mayatnya, dia pingsan?"
Aku terbelalak membisu.
"Suaminya?"
Desahku. Poirot mengangguk.
"Suaminya -atau Georges Conneau, kau boleh menyebutnya dengan sebutan yang mana saja."
Aku mengumpulkan ingatanku.
"Tapi itu tak mungkin."
"Tak mungkin bagaimana? Tidakkah kita tadi sependapat, bahwa Nyonya Daubreuil mungkin memeras Georges Conneau?"
"Ya, tapi -"
"Dan tidakkah dia jelas-jelas memeras Tuan Renauld?"
"Itu memang benar, tapi -"
"Dan bukankah merupakan kenyataan, bahwa kita tak tahu apa-apa mengenai masa remaja dan pendidikan Tuan Renauld? Dan bahwa dia tiba-tiba muncul sebagai seorang Kanada keturunan Prancis tepat dua puluh dua tahun yang lalu?"
"Semuanya benar,"
Kataku lebih yakin.
"tapi agaknya kau tidak melihat satu hal yang menonjol."
"Apa itu, Sahabatku?"
"Yah, kita telah mengakui Georges Conneau yang merencanakan kejahatan itu. Itu membawa kita pada kesimpulan yang tidak masuk akal, bahwa dia telah merencanakan pembunuhan atas dirinya sendiri!"
"Eh bien, mon ami,"
Kata Poirot dengan tenang.
"justru itulah yang telah dilakukannya!"
Bab 21 HERCULE POIROT MENANGANI PERKARA DENGAN suara yang berwibawa, Poirot mulai mengemukakan teorinya.
"Tampak anehkah bagimu, mon ami, bahwa seorang merencanakan kematiannya sendiri? Demikiankah anehnya, hingga kau menolak kenyataan itu, dan mengatakan bahwa itu hanya angan-angan, dan menyatakan bahwa itu semacam kisah yang kenyataannya sepuluh kali lebih tak masuk akal. Tuan Renauld memang benar telah merencanakan kematiannya sendiri, tapi ada satu hal kecil yang mungkin tak tampak olehmu -dia tak berniat untuk mati."
Aku menggeleng, kebingungan.
"Tak usah bingung, semuanya itu sederhana sekali,"
Kata Poirot dengan ramah.
"Untuk kejahatan yang direncanakan Tuan Renauld tidak dibutuhkan seorang pembunuh, seperti yang sudah kukatakan. Yang diperlukan adalah sesosok mayat. Mari kita mengadakan rekonstruksi, tapi kali ini dengan meninjaunya dari segi yang lain.
"Georges Conneau melarikan diri dari hukum -lalu terbang ke Kanada. Di sana dia menikah dengan nama palsu, dan akhirnya memperoleh kekayaan besar di Amerika Selatan. Tapi dia merasa rindu pada negerinya sendiri. Dua puluh tahun sudah berlalu, penampilannya sudah banyak berubah, apalagi sebagai seseorang dengan kekayaan yang begitu besar jumlahnya, tak mungkin ada seorang pun yang menyangkutkannya dengan seorang pelarian dari hukum bertahun-tahun yang lalu. Dia menganggap bahwa kini sudah aman untuk kembali. Dia memusatkan markasnya di Inggris, tapi berniat untuk menghabiskan musim panas di Prancis. Kemudian nasib buruk, bahwa hukum yang tersamar yang menentukan nasib manusia, dan tak mau membiarkan manusia mengelakkan akibat perbuatannya, membawanya ke Merlinville. Dan justru di sana, dan bukan di tempat-tempat lain di seluruh Prancis, ada satu orang yang bisa mengenalinya kembali. Nyonya Daubreuil. Hal itu tentu merupakan tambang emas bagi Nyonya Daubreuil, dan wanita itu tak lengah dalam mengambil keuntungan dari tambang emas itu. Renauld tak berdaya. Dia sepenuhnya berada dalam genggaman wanita itu. Dan wanita itu memerasnya habis-habisan.
"Kemudian terjadilah sesuatu yang tak bisa dihindarkan. Jack Renauld jatuh cinta pada gadis yang hampir setiap hari dilihatnya, dan berniat untuk mengawininya. Hal itu bertentangan dengan ayahnya. Dengan segala daya-upaya dia berusaha untuk menghindarkan anaknya dari perkawinan dengan anak gadis perempuan jahat itu. Jack Renauld tak tahu apa-apa tentang masa lalu ayahnya, tetapi Nyonya Renauld tahu semuanya. Dia adalah seorang wanita yang mempunyai pribadi yang kuat, dan dia benar-benar cinta serta penuh pengabdian pada suaminya. Mereka lalu berunding. Renauld hanya melihat satu jalan keluar -yaitu kematian. Dia harus disangka mati, padahal dia sebenarnya akan melarikan diri ke negeri lain, di mana dia akan memulai hidup baru lagi dengan nama samaran lain lagi. Lalu setelah memainkan perannya sebagai seorang janda beberapa lamanya, Nyonya Renauld akan menyusulnya. Amatlah penting bahwa istrinya menguasai semua uangnya, maka diubahnyalah isi surat wasiatnya. Bagaimana dia mula-mula mengatur urusan mayat itu, aku tak tahu -mungkin kerangka seorang mahasiswa kesenian dan suatu kebakaran -atau semacamnya, tapi sebelum rencana mereka menjadi matang, terjadilah suatu peristiwa yang menguntungkan mereka. Seorang gelandangan yang kasar, yang keras dan penuh perlawanan, berhasil masuk ke pekarangan mereka. Terjadilah suatu perkelahian. Tuan Renauld ingin mengusirnya, tapi tiba-tiba gelandangan yang menderita ayan itu diserang penyakitnya lalu roboh. Dia meninggal. Tuan Renauld memanggil istrinya. Mereka berdua menyeretnya ke dalam gudang -sebagaimana kita ketahui, peristiwa itu terjadi di luar gedung itu -dan mereka menyadari kesempatan yang sangat bagus yang mereka peroleh. Laki-laki itu tak ada keserupaannya dengan Tuan Renauld, tapi dia setengah baya, berpotongan sebagaimana biasanya orang Prancis. Itu sudah cukup.
"Besar dugaanku, suami-istri itu lalu duduk di sebuah bangku yang ada di sana. Mereka merundingkan hal itu di tempat yang tak bisa didengar dari rumah. Rencana mereka cepat diatur. Pengenalan mayat harus dilakukan oleh Nyonya Renauld sendiri. Jack Renauld dan supir (yang sudah dua tahun bekerja dengan majikannya itu) harus disuruh pergi. Perempuan-perempuan Prancis yang menjadi pelayan di rumah mereka, tak mungkin pergi ke dekat mayat itu, dan Renauld bermaksud merencanakan segala sesuatu untuk menipu siapa pun juga yang mungkin tidak melihat sesuatu secara terperinci. Masters disuruh pergi, sepucuk telegram dikirimkan pada Jack, dan dipilihlah Buenos Ayres untuk menyatakan bahwa cerita yang telah diatur Renauld kedengarannya benar. Setelah mendengar tentang diriku sebagai seorang detektif tua yang terkenal, dia menulis surat untuk meminta bantuanku. Dia tahu bahwa begitu aku tiba kemari dan memperlihatkan suratnya itu, maka hal itu akan membawa akibat yang besar pada Hakim Pemeriksa -dan ternyata hal itu memang demikian jadinya.
"Mereka pakaikan setelan Tuan Renauld pada gelandangan itu, sedang jas dan celananya sendiri yang compang-camping dilemparkan saja di dekat pintu gudang itu. Mereka tak berani membawanya masuk ke rumah. Kemudian, supaya kisah yang kelak akan diceritakan oleh Nyonya Renauld terdengar masuk akal, mereka tikamkan pisau belati dari kawat pesawat terbang itu tepat di jantung laki-laki itu. Malam itu Tuan Renauld mula-mula akan mengikat dan menyumbat mulut istrinya, lalu dia akan mengambil sebuah sekop dan menggali sebuah kuburan di tanah yang diketahuinya memang akan digali orang untuk lubang golf. Mayat itu memang perlu sekali ditemukan orang -Nyonya Daubreuil tak boleh menaruh curiga. Sebaliknya, bila waktu cukup lama berselang, maka bahaya akan dikenalinya mayat itu akan amat berkurang. Kemudian, Tuan Renauld akan mengenakan pakaian compang-camping gelandangan itu dan pergi ke stasiun, dari mana dia akan berangkat naik kereta api pukul dua belas lewat sepuluh menit, tanpa dikenali orang. Karena kejahatan itu disangka orang baru akan terjadi dua jam kemudian, dia tak mungkin dicurigai orang.
"Sekarang kita mengerti mengapa dia merasa jengkel dengan kehadiran gadis Bella itu, karena itu tidak menguntungkan. Setiap saat yang tertunda berbahaya sekali untuk rencana mereka. Sebab itu gadis tersebut disuruhnya pergi secepat mungkin. Lalu dia segera melaksanakan pekerjaan itu! Pintu depan dibiarkannya terbuka sedikit untuk memberikan kesan seolah-olah para pembunuh itu pergi lewat pintu itu. Diikat dan disumbatnya mulut istrinya Dalam melakukan hal itu, dia menjaga untuk tidak mengulangi kesalahan yang dibuatnya dua puluh tahun yang lalu. Waktu itu longgarnya ikatan tangan telah menyebabkan komplotannya dicurigai. Tapi Nyonya Renauld diberinya instruksi untuk menceritakan kisah yang sama benar dengan yang telah direncanakannya dulu itu. Hal itu membuktikan bahwa perbuatan kita selalu bersumber pada apa yang tersimpan dalam daerah bawah sadar jiwa kita. Malam itu dingin, dan dikenakannya mantel untuk menutupi pakaian dalamnya, dengan niat untuk melemparkannya ke dalam kuburan bersama orang itu nanti. Dia keluar lewat jendela, lalu melicinkan bedeng bunga dengan cermat untuk menghilangkan jejak yang akan merupakan bukti yang memberatkan dirinya. Dia keluar ke lapangan golf yang sepi, lalu mulai menggali -tapi kemudian -"
"Ya?"
"Lalu kemudian,"
Kata Poirot dengan serius.
"hukum yang selama ini diingkarinya menindaknya. Sebuah tangan yang tak dikenal menikamnya dari belakang..... Nah, Hastings, sekarang kau mengerti apa maksudku waktu aku berbicara tentang dua macam kejahatan. Kejahatan yang pertama adalah kejahatan yang oleh Tuan Renauld, dalam keangkuhannya, telah meminta kita untuk menyelidikinya. (Tapi dalam hal itu dia telah membuat kesalahan besar! Dia menganggap remeh Hercule Poirot!) Kejahatan itu sudah kita pecahkan. Tapi di balik kejahatan itu ada sebuah teka-teki yang lebih dalam. Dan kejahatan itu akan lebih sulit memecahkannya -karena penjahat yang cerdik itu telah berhasil menggunakan alat yang telah disiapkan oleh Tuan Renauld sendiri. Itu merupakan suatu misteri yang benar-benar mengherankan dan membingungkan untuk dipecahkan. Seorang petugas yang masih muda, seperti Giraud, yang tak mau mengaitkannya dengan psikologi, hampir pasti akan gagal."
"Kau hebat, Poirot,"
Kataku kagum.
"Benar-benar hebat. Tak seorang pun di muka bumi ini bisa melakukannya kecuali kau!"
Kurasa pujianku menyenangkan hatinya. Sekali itu saja dalam hidupnya, dia tampak kemalu-maluan.
"Oh, kalau begitu kau tidak lagi membenci Pak Tua Poirot yang malang ini? Kau beralih menjauh dari anjing pemburu dalam bentuk manusia itu?"
Istilah penamaan yang dipakainya untuk Giraud selalu membuatku tersenyum.
"Kau memang jauh melebihi dia."
"Kasihan si Giraud itu,"
Kata Poirot sambil berusaha supaya kelihatan tetap rendah hati, namun tak berhasil.
"Tapi dia pasti tidak selamanya bodoh. Sekali atau dua kali dia telah mengalami kesempatan yang menyesatkan. Rambut berwarna hitam yang terlilit di pisau belati itu, umpamanya. Hal itu sekurang-kurangnya, menyesatkan."
"Terus terang, Poirot,"
Kataku lambat-lambat.
"sampai sekarang pun aku belum mengerti betul -rambut siapa itu?"
"Rambut Nyonya Renauld tentu. Itulah contoh sesuatu yang menyesatkan. Rambutnya, yang semula berwarna hitam, sudah hampir seluruhnya beruban. Mungkin saja rambut itu berwarna kelabu -lalu Giraud memaksa dirinya untuk percaya bahwa rambut itu berasal dari kepala Jack Renauld! Tapi semuanya itu sama saja. Kenyataan selalu harus diputarbalikkan untuk disesuaikan dengan teorinya! Tidakkah Giraud menemukan bekas jejak dua orang, seorang pria dan seorang wanita, di gudang? Lalu bagaimana kaitannya dengan rekonstruksi perkara itu? Dengar kataku ini -tak ada kaitannya, maka kita tidak akan mendengar apa-apa lagi tentang bekas itu! Coba jawab, apakah itu cara kerja yang baik? Giraud yang hebat! Giraud yang hebat itu tak lain dari sebuah balon mainan -yang membesar karena merasa dirinya penting. Tapi aku, Hercule Poirot, yang dibencinya, akan merupakan jarum kecil yang akan menusuk balon yang besar itu -yah begitulah!"
Dan dia menggerakkan tangannya untuk memberi tekanan pada kata-katanya itu. Kemudian setelah agak tenang, dia melanjutkan.
"Nanti, bila Nyonya Renauld sudah sembuh, dia pasti akan mau berbicara. Dia tak pernah menduga kemungkinan putranya akan dituduh melakukan pembunuhan itu. Bagaimana mungkin, karena dia menyangka anak muda itu sudah aman bernada di laut di kapal Anzora? Ah! Lihatlah wanita itu, Hastings. Betapa kuatnya, betapa besarnya kemampuannya mengendalikan dirinya! Hanya satu kali dia tergelincir. Yaitu waktu anak muda itu kembali tanpa disangkanya. 'Sudah tak apa-apa lagi sekarang!' Dan tak seorang pun tahu -tak seorang pun menyadari betapa jelasnya kata-kata itu. Berat sekali peran yang harus dimainkan wanita malang itu. Bayangkan betapa besar shock-nya, waktu dia pergi untuk mengenali mayat itu, dan yang dilihatnya bukanlah apa yang diharapkannya, melainkan tubuh suaminya yang benar-benar telah tak bernyawa lagi. Padahal disangkanya suaminya itu sudah berada bermil-mil jauhnya sekarang. Tak heran kalau dia sampai pingsan! Tapi sejak itu, tanpa mempedulikan kesedihannya dan keputusasaannya sendiri, dia tetap memainkan perannya, dan betapa tersiksanya dia oleh pukulan itu. Dia tak bisa mengatakan apa-apa untuk menuntun kita ke jalan yang benar dalam usaha kita mencari pembunuh yang sebenarnya. Demi kebaikan putranya, tak seorang pun boleh tahu bahwa Paul Renauld adalah Georges Conneau, si penjahat. Satu lagi pukulan yang paling pahit, yang terakhir, ialah pengakuannya di hadapan umum bahwa Nyonya Daubreuil itu adalah bekas kekasih gelap suaminya -karena usaha pemerasan akan sangat besar bahayanya akan bocornya rahasia mereka. Betapa pandainya dia berhadapan dengan Hakim Pemeriksa waktu pejabat itu bertanya padanya apakah ada suatu misteri dalam hidup masa lalu suaminya. 'Saya yakin, tak ada sesuatu yang misterius, Pak hakim.' Sangat sempurna nada bicaranya yang berpura-pura sedih. Tuan Hautet segera merasa dirinya goblok dan ikut sedih. Ya, dia memang wanita yang hebat. Bila dia mencintai seseorang, biar dia seorang penjahat sekalipun, maka dia mencintainya dengan sepenuh hati!"
Poirot tenggelam dalam renungan.
"Satu hal lagi, Poirot, bagaimana dengan potongan pipa dari timah hitam itu?"
"Tidakkah kau mengerti? Tentu untuk merusak wajah si korban supaya tak dapat dikenali. Itulah yang pertama-tama menuntunku ke jalan yang benar. Sedang si Giraud goblok itu, melewati benda itu begitu saja untuk mencari puntung-puntung korek api! Tidakkah kukatakan padamu, bahwa suatu barang petunjuk yang dua kaki panjangnya sama benar manfaatnya dengan yang panjangnya hanya dua inci?"
"Yah, Giraud tidak akan bisa menyombong lagi,"
Kataku cepat-cepat untuk mengalihkan pembicaraan dari kekuranganku sendiri.
"Begitukah? Bila dia telah menemukan orang yang benar dengan cara yang salah, dia tetap tidak akan mau hal itu menyusahkan dirinya."
"Masakan -"
Aku terhenti, karena aku menyadari arah pembicaraan yang baru.
"Kau harus tahu, Hastings, kita sekarang harus mulai dari awal lagi. Siapa yang membunuh Tuan Renauld? Seseorang yang berada di dekat villa, tak lama sebelum pukul dua belas malam itu. Seseorang yang akan mendapatkan keuntungan dengan kematian Tuan Renauld -gambarannya tepat benar dengan Jack Renauld. Kejahatan itu tak perlu direncanakan lagi. Lalu pisau belati itu!"
Aku terkejut; aku tidak mengingat hal itu.
"Tentu,"
Kataku.
"Pisau belati yang kedua yang kita temukan di tubuh gelandangan itu adalah milik Nyonya Renauld. Kalau begitu ada dua buah pisau belati."
"Tentu, dan karena keduanya sama benar bentuknya, jelas bahwa Jack Renauld-lah pemiliknya. Tapi itu tidak terlalu memusingkanku. Aku sebenarnya punya gagasan kecil mengenai hal itu. Tidak, tuduhan yang paling besar terhadap dirinya sekali lagi adalah -sifat keturunannya, mon ami, sifat keturunannya! Bagaimana ayahnya, begitulah anaknya -jadi setelah semua kita bahas dan kita jalankan, nyata bahwa Jack Renauld adalah putra Georges Conneau."
Nada bicaranya serius dan bersungguh-sungguh, dan mau tak mau aku pun terkesan.
"Apa gagasanmu tentang apa yang kaukatakan tadi itu?"
Tanyaku. Sebagai jawaban, Poirot melihat ke arlojinya yang berbentuk lobak, lalu bertanya.
"Pukul berapa kapal petang berangkat dari Calais?"
"Kurasa kira-kira pukul lima."
"Tepat sekali. Kita masih ada waktu."
"Akan pergi ke Inggriskah kau?"
"Ya, Sahabatku."
"Untuk apa?"
"Untuk menemukan seseorang yang mungkin bisa dijadikan saksi."
"Siapa?"
Dengan senyum yang aneh di wajahnya, Poirot menjawab.
"Nona Bella Duveen."
"Tapi bagaimana kau akan bisa menemukannya -apa yang kauketahui tentang dia?"
"Aku tak tahu apa-apa tentang dia -tapi aku bisa menerka dengan baik. Kita anggap saja bahwa namanya memang Bella Duveen, dan karena nama itu rasa-rasanya dikenal oleh Tuan Stonor, meskipun agaknya tidak sehubungan dengan keluarga Renauld, maka mungkin sekali bahwa dia orang panggung. Jack Renauld adalah anak muda yang banyak uangnya, dan umurnya baru dua puluh tahun. Pasti panggung merupakan tempatnya pertama kali menemukan kekasihnya. Aku beranggapan begitu, juga karena Tuan Renauld telah mencoba menyuapnya dengan cek. Kurasa aku akan bisa menemukannya -terutama dengan bantuan ini."
Lalu dikeluarkannya foto yang kulihat diambilnya dari laci Jack Renauld.
Di sudut foto itu tertulis kata-kata, With love from Bella.
Tapi bukan kata-kata itu yang membuat mataku terpana.
Persamaannya memang kurang sempurna, namun rasanya aku tak salah lagi.
Aku merasa diriku tenggelam, aku seolah-olah dilanda badai hebat.
Wajah itu adalah wajah Cinderella.
Bab 22 AKU MENEMUKAN CINTA BEBERAPA saat lamanya aku terduduk bagaikan membeku, dengan foto itu masih dalam tanganku.
Kemudian, dengan mengumpulkan seluruh tenagaku supaya kelihatan tak apa-apa, foto itu kukembalikan.
Aku menyempatkan diri mengerling Poirot, akan melihat apakah dia melihat sesuatu.
Aku lega, karena kelihatannya dia tidak memperhatikan aku.
Dia pasti tidak melihat sesuatu yang luar biasa pada diriku.
Dia bangkit dengan bersemangat.
"Kita tak boleh membuang waktu. Kita harus berangkat secepat mungkin. Keadaan sedang baik sekali -laut akan tenang!"
Dalam kesibukan menjelang keberangkatan kami, aku tak sempat berpikir.
Tetapi begitu tiba di kapal, setelah merasa yakin bahwa Poirot tidak memperhatikan diriku (sebagaimana biasa dia sedang bersungguh-sungguh menjalankan teori 'Laverguier' yang hebat itu untuk mencegah mabuk lautnya), aku menguatkan diriku dan mulai memikirkan hal-hal itu tanpa semangat.
Berapa banyakkah yang diketahui Poirot? Tahukah dia bahwa Bella Duveen itu sama orangnya dengan kenalanku yang di kereta api dulu? Mengapa dia waktu itu pergi ke Hotel du Phare? Apakah karena aku, menurut dugaanku? Atau apakah itu hanya dugaanku yang bodoh saja? Atau apakah kunjungannya punya tujuan yang lebih mendalam dan lebih banyak rahasianya? Bagaimanapun juga, mengapa dia bertekad untuk menemukan gadis itu? Apakah dia curiga gadis itu telah melihat Jack Renauld melakukan pembunuhan itu? Atau apakah dia curiga -tapi ah, itu tak mungkin! Gadis itu tak punya dendam apa-apa terhadap Renauld tua, tak ada alasan yang memungkinkan dia menginginkan kematian pria itu.
Apa yang menyebabkan gadis itu kembali ke tempat kejadian pembunuhan itu? Kenyataan-kenyataan itu kupelajari dengan teliti.
Gadis itu pasti telah meninggalkan kereta api di Calais, di mana aku berpisah dengannya hari itu.
Tak heran aku tak berhasil menemukannya di kapal.
Bila dia makan malam di Calais, dan naik kereta api berangkat ke Merlinville, dia pasti akan tiba di Villa GeneviEve kira-kira tepat pada waktu yang dikatakan FranCoise.
Apa yang dilakukannya setelah dia meninggalkan rumah itu pukul sepuluh lewat sedikit? Mungkin pergi ke sebuah hotel, atau kembali ke Calais.
Kemudian? Pembunuhan itu dilakukan pada malam Rabu.
Pagi hari Kamis dia ada di Merlinville lagi.
Apakah dia sempat meninggalkan Prancis? Aku sangat meragukannya.
Mengapa dia tetap berada di Prancis? Apakah karena dia berharap akan bertemu dengan Jack Renauld? Aku sudah mengatakan padanya, bahwa anak muda itu sudah berada di lautan luas dalam perjalanannya ke Buenos Ayres.
Mungkin dia tahu bahwa kapal Anzora tidak berlayar.
Apakah Poirot mengejarnya karena ingin tahu apakah dia telah menemui Jack? Apakah Jack Renauld, yang kembali lagi untuk menjumpai Marthe Daubreuil, malah bertemu muka dengan Bella Duveen, gadis yang sudah disia-siakannya? Aku mulai melihat titik terang.
Bila demikian halnya, itu akan merupakan alibi yang dibutuhkan Jack.
Namun dalam keadaan itu, karena dia bungkam saja, sulitlah untuk menjelaskannya.
Mengapa anak muda itu tak mau berbicara berterus terang? Apakah dia takut kalau-kalau hubungan lamanya itu sampai ke telinga Marthe Daubreuil? Aku menggeleng dengan perasaan tak puas.
Persoalannya sebenarnya wajar saja, suatu persoalan antara seorang anak laki-laki yang bodoh dengan seorang gadis.
Dan dengan sinis aku berpikir bahwa putra sang jutawan tidak akan mungkin disia-siakan oleh seorang gadis Prancis yang tak punya uang.
Apalagi karena gadis itu benar-benar cinta padanya, tanpa alasan lain.
Kurasa seluruh persoalan itu benar-benar aneh dan tak memuaskan.
Aku benar-benar tak suka terlibat dengan Poirot dalam mengejar gadis itu.
Tapi aku tak bisa menemukan satu pun jalan untuk menghindarkan diri darinya tanpa membukakan semuanya padanya, dan dengan beberapa alasan, aku sama sekali tak mau melakukan hal itu.
Poirot mendarat di Dover dalam keadaan bersemangat dan tersenyum terus, sedang perjalanan kami ke London tak ada istimewanya.
Kami tiba pukul sembilan lewat, dan aku menyangka bahwa kami akan langsung kembali ke tempat tinggal kami dan tidak akan berbuat apa-apa sampai esok paginya.
Tapi Poirot punya rencana lain.
"Kita tak bisa membuang waktu, mon ami,"
Katanya. Aku kurang mengerti jalan pikirannya, tapi aku hanya bertanya bagaimana rencananya untuk menemukan gadis itu.
"Apakah kauingat Joseph Aarons, agen teater itu? Tidak? Aku pernah membantunya dalam suatu persoalan dengan seorang pegulat Jepang. Suatu persoalan yang menarik; suatu hari kelak akan kuceritakan padamu. Aku yakin, dia akan bisa memberi kita jalan untuk menemukan apa yang ingin kita ketahui."
Kami membutuhkan waktu agak lama untuk menemukan Tuan Aarons. Akhirnya, setelah tengah malam kami baru berhasil. Dia menyambut Poirot dengan penuh kehangatan, dan menyatakan dirinya siap untuk membantu kami dengan jalan apa pun juga.
"Tak banyak mengenai profesi ini yang saya tak tahu,"
Katanya dengan ramah dan berseri-seri.
"Eh bien. Tuan Aarons, saya ingin menemukan seorang gadis yang bernama Bella Duveen."
"Bella Duveen. Saya tahu nama itu, tapi pada saat ini saya tak bisa memastikannya. Apa bidangnya?"
"Saya tak tahu -tapi ini fotonya."
Tuan Aarons mempelajarinya sebentar, lalu wajahnya berseri.
"Saya tahu sekarang!"
Dia menepuk pahanya.
"The Dulcibella Kids, tentu saja!"
"The Dulcibella Kids?"
"Itulah dia. Mereka itu kakak-beradik. Mereka pemain akrobat, menari dan menyanyi. Hiburan mereka cukup bagus. Saya rasa, mereka sedang berada di suatu tempat di daerah -bila mereka tidak sedang beristirahat. Dalam dua atau tiga minggu terakhir ini mereka mengadakan pertunjukan di Paris selama tiga minggu."
"Dapatkah Anda menolong saya untuk menemukannya dengan pasti di mana mereka berada?"
"Mudah sekali. Anda pulang saja, dan besok pagi akan saya kirimkan alamat mereka kepada Anda."
Setelah mendapatkan janji itu kami minta diri darinya.
Pria itu tidak hanya pandai berbicara, tapi pandai pula bekerja.
Kira-kira pukul sebelas esok harinya, kami menerima surat pendek yang berbunyi.
The Dulcibella Sisters sedang mengadakan pertunjukan di gedung Palace di Coventry.
Semoga Anda berhasil.
Tanpa banyak macam-macam, kami berangkat ke Coventry.
Poirot tidak bertanya apa-apa di gedung pertunjukan itu, dia hanya membeli karcis tempat duduk untuk menonton bermacam-macam pertunjukan malam itu.
Pertunjukan-pertunjukannya sangat membosankan -atau mungkin hanya karena suasana hatiku saja maka kelihatannya seperti itu.
Keluarga-keluarga Jepang meniti di titian keseimbangan dengan cermat sekali, kaum pria yang akan menjadi penentu model pakaian yang mengenakan pakaian malam berwarna kehijau-hijauan dan rambut yang tersisir licin, yang tak sudah-sudahnya berceloteh tentang golongan terkemuka dan menari dengan lincah, bintang pentas yang gemuk menyanyi dengan suara yang nyaring sekali, dan seorang pelawak berusaha keras untuk menirukan George Robey, tapi gagal total.
Akhirnya tibalah waktunya orang mengumumkan giliran The Dulcibella Kids.
Jantungku berdebar demikian kerasnya, hingga membuatku mual.
Itulah dia -itulah mereka berdua, mereka merupakan suatu pasangan, yang seorang berambut pirang, yang seorang lagi rambutnya hitam, sesuai dengan ukurannya.
Mereka mengenakan rok pendek yang menggembung dan pita yang besar sekali model Buster Brown.
Mereka seperti sepasang anak-anak yang sangat menggairahkan.
Mereka mulai menyanyi.
Suara mereka lantang dan bersih, agak halus dan kecil, namun menarik.
Pertunjukan mereka memang benar-benar merupakan angin segar.
Mereka menari dengan bagus dan diselingi dengan beberapa gerakan akrobatik.
Lirik lagu-lagunya tajam dan menarik.
Waktu tirai ditutup, terdengar tepuk tangan yang gemuruh.
The Dulcibella Kids agaknya telah berhasil.
Aku tiba-tiba merasa bahwa aku tak tahan lagi tinggal lebih lama lagi.
Aku ingin keluar mencari udara segar.
Kuajak Poirot keluar.
"Pergilah, mon ami, aku masih senang, dan akan tinggal sampai selesai. Aku akan menyusulmu nanti."
Jarak antara gedung kesenian itu dengan hotel kami hanya beberapa langkah.
Aku duduk di ruang tamu, memesan wiski-soda, dan meminumnya sambil menatap merenung ke perapian yang kosong.
Kudengar pintu dibuka, kusangka Poirot yang datang.
Kemudian aku terlompat.
Cinderella berdiri di ambang pintu.
Dia berbicara dengan terengah, napasnya agak tersengal.
"Aku melihatmu duduk di depan tadi. Kau dan sahabatmu. Waktu kau berdiri akan pergi, aku menunggu di luar dan aku menyusulmu. Mengapa kau berada di sini -di Coventry? Apa yang kaulakukan di gedung kesenian itu tadi? Apakah laki-laki yang bersamamu itu -detektif yang kauceritakan dulu itu?"
Mantel yang dipakainya untuk menutupi pakaian pentasnya terlepas dari bahunya.
Kulihat kulit pipinya yang pucat di balik warna pemerah, dan kudengar nada ketakutan dalam suaranya.
Dan saat itu mengertilah aku semuanya -aku mengerti mengapa Poirot mencarinya, dan apa yang ditakutkan gadis ini, dan akhirnya aku pun menyadari hatiku sendiri.
"Ya,"
Kataku dengan lembut.
"Apakah dia mencari -aku?"
Tanyanya setengah berbisik. Sebelum aku sempat menjawab, dia menjatuhkan dirinya di dekat kursi yang besar, lalu meledaklah tangisnya yang amat sedih. Aku berlutut di sampingnya, kurangkul dia dan kuperbaiki letak rambut yang menutupi wajahnya.
"Jangan menangis, Sayang, demi Tuhan, jangan menangis. Kau aman di sini. Aku akan menjagamu. Jangan menangis, Kekasih. Jangan menangis, aku tahu -aku sudah tahu semua."
"Tidak, kau tak tahu apa-apa!"
"Kurasa aku tahu."
Dan sebentar kemudian, setelah isak tangisnya agak mereda, aku bertanya.
"Kau yang telah mengambil pisau belati itu, bukan?"
"Ya."
"Itukah sebabnya kauminta aku untuk membawamu berkeliling? Dan kau berpura-pura pingsan?"
Dia mengangguk lagi.
Suatu pikiran yang aneh timbul dalam diriku pada saat itu.
Entah mengapa aku merasa senang bahwa alasannya memang itu -daripada bila itu hanya karena untuk bersenang-senang dan ingin tahu saja, sebagaimana yang kuduga semula.
Betapa pandainya dia memainkan perannya hari itu, padahal di dalam dirinya dia pasti ketakutan dan kacau.
Kasihan benar kekasihku ini, dia harus menanggung perasaan yang demikian beratnya.
"Mengapa kauambil pisau belati itu?"
Tanyaku lagi.
"Karena aku takut ada bekas sidik jari di situ,"
Jawabnya sepolos anak kecil.
"Tapi tidakkah kauingat bahwa kau memakai sarung tangan?"
Dia menggeleng seperti kebingungan, lalu berkata lambat-lambat.
"Apakah kau akan menyerahkan aku -kepada polisi?"
"Ya Tuhan, tentu tidak!"
Dia menatapku lama dan serius, kemudian dengan suara halus dan tenang, seolah-olah dia sendiri takut mendengarnya, dia bertanya.
"Mengapa tidak?"
Tempat itu rasanya tak pantas untuk menjadi tempat menyatakan cinta -dan demi Tuhan, dalam seluruh anganku, tak pernah kubayangkan cinta akan datang padaku dalam bentuk ini. Namun demikian, dengan sederhana dan wajar, aku menjawab.
"Karena aku cinta padamu, Cinderella."
Dia menunduk seolah-olah dia malu, lalu berkata dengan suara terputus-putus.
"Tak mungkin -tak bisa -bila kau tahu -"
Kemudian, seolah-olah dia telah berhasil mengumpulkan tenaganya, ditatapnya aku tepat-tepat, dan bertanya.
"Lalu apa yang kauketahui?"
"Aku tahu bahwa kau datang menemui Tuan Renauld malam itu. Dia menawarkan selembar cek padamu, tapi cek itu kausobek dengan marah. Kemudian kautinggalkan rumah itu -"
Aku berhenti.
"Teruskan -lalu apa lagi?"
"Aku tak yakin, apakah waktu itu kau tahu bahwa Jack Renauld akan datang malam itu, atau kau hanya menunggu kesempatan saja untuk bertemu dengannya, kau hanya menunggu saja. Mungkin kau sedang kesal, dan berjalan tanpa tujuan -bagaimanapun juga, pukul dua belas kurang sedikit kau masih berada di sekitar tempat itu, dan kau melihat seorang laki-laki di lapangan golf -"
Aku berhenti lagi.
Waktu dia masuk ke kamar ini tadi, kebenaran keadaan itu baru merupakan dugaan saja, tetapi kini gambaran itu jadi lebih meyakinkan.
Terbayang lagi dengan jelas potongan yang aneh dari mantel pada mayat Tuan Renauld, dan aku teringat bahwa aku terkejut melihat betapa miripnya putranya dengan Tuan Renauld sendiri, hingga waktu anak muda itu masuk ke ruang tamu utama tempat kami berunding, sesaat aku sempat menyangka bahwa si mati telah hidup kembali.
"Teruskan,"
Ulang gadis itu dengan mantap.
"Kurasa dia sedang membelakangimu -tapi kau mengenalinya, atau kau menyangka bahwa kau mengenalinya. Potongan tubuh dan gaya geraknya kaukenal, juga potongan mantelnya."
Aku berhenti.
"Di kereta api dalam perjalanan kita di Paris, kaukatakan padaku bahwa dalam tubuhmu mengalir darah Itali, dan bahwa pada suatu kali kau hampir mengalami kesulitan gara-gara darah panas itu. Dalam salah satu suratmu kau mengancam Jack Renauld. Waktu kaulihat dia di sana, kemarahan dan rasa cemburumu membuatmu mata gelap -dan kau lalu menyerangnya! Sedetik pun aku tak percaya, bahwa kau berniat untuk membunuhnya. Tapi nyatanya kau telah membunuhnya, Cinderella."
Diangkatnya tangannya lalu ditutupinya mukanya, dan dengan suara tersendat, dia berkata.
"Kau benar -kau memang benar -bisa kulihat semuanya sebagaimana yang kauceritakan itu."
Kemudian dia berbalik padaku dengan kasar.
"Dan kau cinta padaku? Kalau kau sudah tahu semuanya itu, bagaimana kau bisa mencintai diriku?"
"Entahlah,"
Kataku dengan agak lemah.
"Kurasa cinta memang begitu -sesuatu yang terjadi tanpa bisa dicegah. Aku sudah mencoba mencegahnya -sejak hari pertama aku bertemu denganmu dulu. Tapi cinta terlalu kuat bagiku."
Kemudian tiba-tiba, tanpa kusangka sama sekali, dia menangis lagi. Dijatuhkannya dirinya ke lantai lalu terisak-isak dengan hebat.
"Aduh, aku tak sanggup!"
Tangisnya.
"Aku tak tahu apa yang harus kuperbuat. Aku tak tahu ke mana aku harus berpaling. Aduh, kasihani aku, kasihanilah aku ini, seseorang, dan katakan apa yang harus kuperbuat!"
Aku berlutut di sampingnya lagi, dan membujuknya sebisa-bisanya.
"Jangan takut padaku, Bella. Demi Tuhan, jangan takut padaku. Aku cinta padamu, sungguh -dan aku tidak mengharapkan imbalan apa-apa. Hanya beri aku kesempatan untuk membantumu. Tetaplah mencintai dia kalau memang terpaksa, tapi izinkanlah aku membantumu, karena dia tak bisa."
Dia seolah-olah berubah menjadi batu mendengar kata-kataku itu. Diangkatnya wajahnya yang tadi ditutupinya dengan tangannya, lalu ditatapnya aku.
"Itukah dugaanmu?"
Bisiknya.
"Kausangka bahwa aku mencintai Jack Renauld?"
Kemudian, dengan setengah tertawa dan setengah menangis, dirangkulkannya lengannya dengan bernafsu ke leherku, lalu ditekankannya wajahnya yang manis dan basah itu ke mukaku.
"Tidak sebesar cintaku padamu,"
Bisiknya lagi.
"Tidak akan pernah sama dengan cintaku padamu!"
Bibirnya disapukannya ke pipiku, dan kemudian bibir itu mencari mulutku.
Lalu tanpa kusangka, diciuminya aku berulang kali dengan lembut tapi bernafsu.
Aku tidak akan lupa kehangatan dan -Keajaibannya selama hidupku! Suatu bunyi di ambang pintu membuat kami berdua mengangkat muka kami.
Poirot berdiri di situ memandangi kami.
Aku tak ragu.
Dengan suatu lompatan kudatangi Poirot lalu kutekan kedua belah lengannya ke sisinya.
"Cepat,"
Kataku pada Bella.
"Keluar. Cepat. Selagi aku menahannya."
Sambil menoleh sekali lagi padaku, gadis itu lari keluar dari kamar itu melewati kami. Poirot kutahan dalam suatu cengkeraman besi.
"Mon ami,"
Kata orang yang kucengkeram itu dengan halus.
"pandai sekali kau berbuat begini. Orang kuat menahanku dalam cengkeramannya dan aku tak berdaya bagai anak kecil. Tapi ini tidak menyenangkan dan tak lucu. Coba kita duduk dan tenang-tenang saja."
"Kau tidak akan mengejarnya?"
"Ya Tuhan, tentu tidak! Apakah aku ini Giraud? Lepaskanlah aku, Sahabat."
Aku menghargai Poirot karena dia menyadari bahwa aku bukan tandingannya dalam hal kekuatan jasmaniah.
Maka, sambil mengawasinya dengan curiga, kulepaskan cengkeramanku, dan sahabatku itu membenamkan dirinya ke kursi, dan mengelus-elus lengannya dengan lembut.
"Kau jadi punya kekuatan seperti banteng kalau sedang bernafsu, Hastings! Pikir-pikir, baguskah kelakuanmu itu terhadap sahabat lamamu? Aku yang memperlihatkan foto gadis itu padamu dan kau mengenalinya, tapi kau sama sekali tidak berkata sepatah pun."
"Tak ada gunanya kau tahu bahwa aku mengenalinya,"
Kataku dengan nada pahit. Rupanya Poirot selama ini memang sudah tahu! Sedetik pun aku tak bisa membohonginya.
"Nah, kan! Kau tak tahu bahwa aku tahu. Dan malam ini kaubantu gadis itu lari setelah kita menemukannya dengan begitu bersusah payah! Eh bien! Pokoknya begini -apakah kau masih akan bersama denganku atau melawanku, Hastings?"
Aku tak menjawab beberapa lamanya.
Akan sangat menyedihkan kalau aku harus memutuskan hubunganku dengan sahabatku ini.
Namun jelas, aku harus menempatkan diriku menentang dia.
Apakah akan pernah dia memaafkan aku, pikirku? Selama ini dia begitu tenang, tapi aku tahu, bahwa dia memang memiliki kemampuan besar untuk menguasai dirinya.
"Poirot,"
Kataku.
"maafkan aku. Kuakui bahwa aku telah berkelakuan buruk terhadapmu dalam hal ini. Tapi kadang-kadang orang tak punya pilihan lain. Dan selanjutnya, aku akan harus mengambil jalanku sendiri."
Poirot mengangguk-angguk.
"Aku mengerti,"
Katanya. Di matanya sudah tak tampak lagi bayangan mencemooh, dan dia berbicara dengan tulus dan baik-baik, hingga aku merasa heran.
"Yah, kau sudah dilanda cinta, bukan,. Sahabatku? -Cinta yang tidak seperti yang kaubayangkan -yang manis, melainkan yang membawa korban. Yah -aku sudah memberikan peringatan. Waktu aku yakin bahwa pasti gadis itulah yang telah mengambil pisau belati itu, aku memperingatkanmu. Mungkin kau ingat. Tapi sudah terlambat. Tapi coba katakan, berapa banyak yang sudah kauketahui?"
Kupandangi dia tepat-tepat.
"Tak satu pun yang akan kauceritakan padaku akan mengejutkan aku, Poirot. Harap kau mengerti itu. Tapi bila kau berniat untuk terus mengejar Nona Duveen, harap kau tahu satu hal. Bila kau punya pikiran bahwa dia tersangkut dalam kejahatan itu, atau bahwa dialah wanita misterius yang mengunjungi Tuan Renauld malam itu, kau keliru. Aku sedang dalam perjalanan pulang ke Inggris bersama dia hari itu, dan aku berpisah dengannya di stasiun Victoria malam itu, hingga jelas tidaklah mungkin dia berada di Merlinville."
"Oh!"
Poirot memandangku dengan merenung.
"Dan maukah kau bersumpah di pengadilan untuk itu nanti?"
"Tentu aku mau."
Poirot bangkit lalu membungkuk.
"Mon ami! Hiduplah cinta! Cinta bisa menciptakan suatu mukjizat. Memang benar-benar hebat cerita karanganmu itu. Hercule Poirot sendiri pun kalah olehnya!"
Bab 23 MENGHADAPI KESULITAN SETELAH menghadapi tekanan seperti yang kulukiskan tadi, pasti akan terjadi suatu reaksi.
Malam itu aku pergi tidur dengan perasaan menang, tapi aku bangun dengan kesadaran bahwa aku sama sekali belum terlepas dari kesulitan.
Memang benar, aku tidak melihat adanya kelemahan dalam alibi yang tiba-tiba saja bisa kuciptakan.
Asal aku bertahan saja pada ceritaku itu, dan aku tak melihat kemungkinan Bella akan bisa ditahan dengan alibi yang sebaik itu.
Tak dapat diragukan lagi tentang lamanya sudah persahabatan antara aku dan Poirot, sehingga orang tidak akan bisa curiga bahwa aku mengangkat sumpah palsu.
Memang bisa dibuktikan bahwa aku sebenarnya memang baru pada tiga kesempatan bertemu dengan gadis itu.
Tetapi, tidak, aku tetap merasa puas dengan gagasanku -tidakkah Poirot sendiri sudah mengakui bahwa dia merasa kalah? Tapi justru dalam hal itu aku merasa semangatku menjadi lemah.
Memang sahabatku yang kecil itu untuk sementara mengakui dirinya tak bisa berbuat apa-apa.
Tapi aku sudah terlalu mengenalnya dan mengakui kepandaiannya, hingga aku tak percaya bahwa dia akan merasa puas untuk tetap berada dalam keadaan itu.
Aku memang mengakui bahwa kecerdasanku jauh kurangnya dan tidak akan bisa menandingi kecerdasannya.
Poirot tidak akan mau duduk berpangku tangan dan mengaku kalah.
Entah dengan cara bagaimana dia pasti akan berusaha mengadakan pembalasan atas diriku, dan hal itu biasanya dilakukannya dengan cara serta pada saat yang sama sekali tak kusangka.
Esok paginya kami bertemu waktu sarapan seolah-olah tak terjadi apa-apa.
Sikapnya yang baik tak berubah, namun aku rasanya melihat suatu bayangan keterbatasan dalam sikapnya.
Itu suatu hal yang baru.
Setelah sarapan kuberitahukan padanya bahwa aku bermaksud untuk pergi berjalan-jalan.
Suatu pandangan yang jahat terpancar dari mata Poirot.
"Bila kau ingin mencari informasi, kau tak perlu bersusah-payah mengotori dirimu. Aku bisa menceritakan apa saja yang ingin kauketahui. The Dulcibella Sisters telah membatalkan kontrak mereka, dan telah pergi meninggalkan Coventry untuk tujuan yang tak diketahui."
"Benarkah begitu, Poirot?"
"Percayalah padaku, Hastings. Aku mencari informasi pagi-pagi tadi. Habis, apa lagi yang kauharapkan?"
Memang benar, dalam keadaan seperti ini tak ada lain yang dapat kuharapkan.
Cinderella telah memanfaatkan dengan baik jalan keluar yang telah kubukakan sedikit baginya, dan dia tentu tak ingin kehilangan kesempatan barang sedikit pun untuk melepaskan dirinya dari jangkauan orang yang mengejarnya.
Memang itulah niatku dan yang kurencanakan.
Namun demikian, aku menyadari bahwa aku telah terperangkap dalam jaringan kesulitan baru.
Sama sekali tak ada jalan bagiku untuk berhubungan dengan gadis itu, padahal dia perlu sekali tahu cara pembelaan yang telah kurencanakan dan yang sudah siap untuk kulaksanakan.
Tentu saja ada kemungkinannya gadis itu mengirim berita padaku dengan suatu cara, tapi rasanya juga tak mungkin.
Dia tentu tahu bahayanya pesan itu akan diserobot oleh Poirot.
Dengan demikian Poirot akan bisa mengetahui jejaknya lagi.
Jelas sudah bahwa satu-satunya jalan keluar baginya adalah menghilang sama sekali untuk sementara.
Tetapi sementara itu, apakah yang akan dilakukan Poirot? Kuamati dia dengan saksama.
Dia bersikap lugu sekali, dan dia menatap ke suatu tempat yang jauh dengan merenung.
Dia begitu tenang dan tak bergairah, hingga aku tak bisa mendapatkan kesimpulan apa-apa.
Mengenai Poirot ini aku sudah berpengalaman, bahwa makin lugu dia kelihatannya makin berbahaya dia.
Kediamannya membuatku takut.
Melihat pandanganku yang mengandung ketakutan, dia tersenyum dengan ramah.
"Kau merasa heran, Hastings? Kau ingin tahu mengapa aku tidak terbirit-birit mengejarnya?"
Raja Naga Misteri Menara Berkabut Pendekar Rajawali Sakti Kabut Hitam Di Karang Setra Pendekar Pulau Neraka Lambang Kematian