Welas Asih Tak Terkalahkan 1
Welas Asih Tak Terkalahkan Karya M mep TWL Bagian 1
Kolektor E-Book
https.//www.facebook.com/groups/Kolektorebook/ Sumber Pustaka . Aditya Indra Jaya Sean/foto image . Awie Dermawan Distribusi & arsip . Yon Setiyono WELAS ? ASIH tak terkalahkan
Jilid - I Oleh. M. mep -T. W. L. Sumber Pustaka Juru potret / Sean Distribusi & Arsip . . . Aditya Indra Jaya Awie Dermawan Yon Setiyono WELAS ASIH tak terkalahkan
Jilid 1 Perdesaan Tun San, yang termasuk wilayah propinsi Su Juan, adalah salah sebuah desa yang terbilang sangat subur.
Dengan sawah-sawah-ladangnya yang menghijaup pepohonan serta tanam- tanaman lainnya tumbuh dengan suburnya.
Tetapi siapa menduga, bahwa didaerah yang subur ini, mestinya penghidupan kaum taninyapun akan mengalami juga keadaan yang aman, tenteram dan makmur.
Namun tidak demikianlah keadaannya, karena temyata didaerah yang sangat subur itu, keadaan penduduknya malah menderita kemelaratan dan kemiskinan.
Lantaran apa, olen sebab disitu masih bercokol tuan-tuan tanah yang sangat kejam dan bengis yang hidup dengan mewahnya, atas hasil dari pemerasannya terhadap si tani miskin yang hidupnya sudah nyenen-kemis itu.
Sehingga didesa ini terjadilah suatu pepatah .
Penghisapan manusia atas manusia !! Di suatu jalan yang berbelok-belok dipedusunan tersebut, terlihatlah dari kejauhan 2 orang pemuda yang berpakaian perlente dan sangat mewahnya berjalan dijalanan itu.
Kedua orang ini masing-masing menyengkelit senjata tajam berupa pedang yang berkilat-kilat terkena sinarnya sang matahari, yang pada saat itu sedang terik-teriknya.
Salah seorang diantaranya nampaknya sangat bengis dan kejam, yang berjalan dengan megal-megol berlagak seperti jagoan silat yang tak ada tandingannya.
Namanya, ialah .
Thio King.
la terkenal didaerah itu karena tabiatnya yang jahat, yaitu suka bikin heboh dengan perkelahian-perkelahian, mencari steru dan perselisihan-perselisihan diantara penduduk sedesanya.
Belum lagi terhitung mengenai kejahatannya sebagai Don Yuan atau si Hidung belang yang suka mengganggu gadis-gadis yang masih suci-murni, untuk dijadikan permainan kotornya.
Dan entah sudah berapa banyaklah gadis-gadis didusunnya yang telah dijadikaa korban kebiadabannya.
Dimana saja ia berada, senantiasa didampingi oleh gojonya yang tidak kalah pula kejam serta bengisnya dari pada majikannya, yakni Kwan Ling namanya.
Si algojo ini berperawakan besar bagaikan sapi saja layaknya.
Oleh karena ia memiliki pula kepandaian beberapa ilmu silat yang terbilang lumajan juga, maka sudah barang tentu ia semakin ditakuti oleh sementara penduduk.
Ia memelihara juga jenggot yang sangat lebat, sehingga tampangnya semakin garang.
Ketika itu, ia memegangi kipas-tangan sembari beit siul-siul tak keruan juntrungnya mengikuti tuannya.
Di dusun yang penduduknya kebanyakan terdiri dari pe tani- tani miskin ini, yang lantaran sawah-ladang mereka di.
kuasai oleh tuan-tuan tanah yang mengangkangi hasil-hasil pertaniannya, terlihatlah sebuah rumah gubuk kecil berdinding bambu yang sudah reyot dan bobrok keadaannya.
Setibanya didepan gubuk ini, pemuda perlente itu segera menyuruh algojonya mengetuk pintu.
Kwan Ling segera melakukannya dan dengan galaknya ia mengetuk pintu keras-keras sambil mengomel kalang-kabut, lantaran saat itu pintunya belum juga dibuka.
Saking marahnya, pintunya lantas ditendang sekuat tenaga hingga roboh berantakan.
Cepat-cepat ia masuk kedalam seraya memaki-maki.
"Heee, mana nih oranignya ? Apakah sudah mampus semith-nya ? Ayo, lekas keluar !!"
Tiba-tiba muncullah dari belakang, seorang gadis remadia puteri yang dengan muka penuh kecemasan lantaran kaget melihat pintu rumahnya hancur berantakan. Dan dengan suara yang bergemetaran, anak gadis ini lalu bertanya gagap-gagap.
"A ada ap apa, tuan ?"
"Heee, ada apa? Barangkali anak perempuan ini sudah sekongkol dengan bapaknya, masakan tidak tahu ! Ayo lekas bilang terus-terang, mana situa-bangka bapakmu itu?", dengus si algojo dengan marah. ?Ayah be..be-lum lagi pu pulang, tuan", jawab gadis ini dengan suara. tersekat dan terputus-putus, yang nampak sekali kegugupannya. Sambil tangannya yang jari-jarinya tentik-tentik itu diusap-usapkan kebajunya yang sudah koyak-koyak, yang agaknya ketika itu Baru mencuci pakaian dibelakang rumahnya, maka sambungnya lagi .
"Sejak pa pagi-pagi buta, i ia sudah pergi, tu tuan !"
"Kurang-ajar !! Ayo, kita pergi cari dia, cepat !!", hardik Kwan Ling sembari tolak-pinggang dan matanya melotot. Gadis ini semakin panik dan takut dibuatnya, sehingga tak tahu apa yang harus dilakukan. Mukanya tampak pucat-pasi, bibirnya bergemetaran, sedang keringat dinginnya meleleh membasahi bajunya yang robek-robek itu. Pada saat-saat yang kritis ini, mendadak saja dari kejauhan nampaklah seorang laki-laki tua yang berjalan menuju ke gubuk reyot tersebut, yang seolah-olah kelihatan letih sekali. dipundaknya memikul sebuah pacul kotor penuh dengan lumpur, sedang sebelah tanziannya menjinjing keranjang rotan tua yang keabu-abuan warnanya. Orang tua yang berpakaian kumal dan lusuh ini, seakan-akan sudah tahu tentang segala apa yang terjadi didalam gubuk itu, sehingga jalannya dipercepat dan mulutnya komatkamit seperti akan berbicara tetapi tak keluar suaranya. Setibanya didepan pintu, orang tua ini lantas memberi hormat serta menyilahkan duduk kepada kedua orang muda itu. Dengan membungkuk-bungkuk tanda hormat dan takutnya, orang tua ini lalu menaruh pacul dan keranjangnya disebelah gentong tua yang berisi air sumur. Sebenarnya orang tua itu bernama Oen Kok Siang, yang hidup sebagai petani miskin didesanya bernama anak perempuan satu- satunya yang kini telah menginjak usia dewasa, Oen Hong Kiauw namanya. Ibu sigadis telah lama meninggal dunya, yaitu sewaktu Oen Hong Kiauw m.asih kecil, lantaran tidak tahan menderita kesengsaraan hidup yang senantiasa menimpa keluargaca, yakni kemelaratan dan kemiskinan! Kini, gadis itu telah remaja-puteri, bak' bunga mawar yang sedang mekar menyebarkan bau harurn-semerbak kesegenap penjuru dusunnya. Maka tak ayal lagi, bahwa banyaklah kumbang jaw.). berkeliaran ingin menghisap madunya. Sehingga di depan gubuk itu, setiap sorenya berhilir-mudik perjaka-perjaka yang kesemuanya jual-lagak pasang-aksi untuk menarik perhatian serta akan mempersunting sibunga mawar yang sedang mekar-mekarnya itu. Dan entah sudah berapa kali ia dipinang oleh pemuda-pemuda sedesanya, termasuk si Hidung-belang-Thio King itu, namun. hingga sekarang belum satupun yang diterimanya. Lantaran, selain, memang belum ada seorang pemuda yang menjadi tambatan hatinya, pun juga dengan pertimbangan, bahwa la merasa kasihan kepada orang tuanya yang tentunya akan hidup sendirian tanpa ada yang mengurusinya, apabila ia kawin dan kemudian dibawa suaminya. Pada tiap-tiap harinya, gadis ini selain tempo-tempo membantu pula pekerjaan ayahnya diladang, pun juga yang pokok bekerja didapur. Dan temyata anak perawan. ini bukan saja hanya memiliki paras yang elok-rupawan, namun pandai juga memasak yang lezat- lezat rasanya. Perangai dan kelakuannya pun sangat ter puji, karena pandai ia membawakan diri, hormat dan sopan santun terhadap siapapun juga serta tidak sombong membang gakan kecantikannya. Ia sangat patuh dan sayang kepada Orang tuanya. Dengan demikian, maski ia terbilang anak gadis yang sangat melarat, namun ia disukai dan disegani oleh tetangga nya tua maupun muda. Oen Kok Siang didesanya hidup bekerja di sawah sebagai buruh-tani miskin yang diperalat dan ditindas oleh seorang tuan- tanat yang kejam dan tak mengenal ampun. Ia menyewa beberapa petak sawah untuk dkerjakannya. Tetapi oleh karena sewa tanahnya sangat berat, ditambah dengan masih adanya sistim-ijon yang kala itu didesanya, maka begitu ia memetik hasilnya, begitu pula hasilnya ini habis untuk membayar hutang. Malahan seringkali ia menunggak hutangnya, lantaran uangnya itu dipergunakan untuk makan tiap-tiap harinya, sehingga sepanjang hidupnya senantiasa dkejar-kejar hutang yang semakin lama semakir bertambah besar pula jumlahnya. Jangankan untuk membei, pakaian, sedang untuk makan 'setiap harinya saja jauh dari-pa.da cukup. yang mana sering pula terjadi, pagi makan ? sore tidak, dan sore makan ? pagi tidak, demikianlah seterusnya. Walaupun demikian, betapapun berat penderitaan janc menimpanya it,u, namun orang tua ini masih tetap sabar dar tawakal kepada Tuhan, sehingga tetaulah ia menjauhkan dirt, dari. Perbuatan-perbuatan yang tidak halal dan dari segala macam kejahatan Telah dua tahun ini uang sewa tanah belum mampu membayarnya, karena uangnya habis untuk berobat tatkala orang tua ini sakit payah, padahal sakitnyapun belum juga sembuh sama sekali. Kini datanglah Thio King, anak si tuan tanah, beserta algojonya. Dan sudah barang tentu, kedatangannya ini akan menagih hutangnya.
"Heee, s itua-hangka! Apakah engkau pura-pura tidak tahu untuk apa aku datang kemari ?", bentak Thio King menegas. Dan sambungnya lagi.
"Mana uang sewanya, apakah mau ngemplang tidak mau bayar ?"
Mendengar bentakan ini, Oen Kok Siang tak berkutik dan hanya berdiam diri saja, lantaran memang sudah merasa bersalah.
Padahal jangankan untuk membayar hutang, sedang untuk makan hari ini saja tidak ada! Tetapi bagi anak gadisnya, bentakan itu bagaikan geledek saja terdengarnya, karena merupakan penghinaan besar terhadap ayah nya.
Dan tak terasa, melelehlah air-matanya membasahi pipinya yang merah-jambu dan montok itu sehingga semakin cantiklah nampaknya.
sedangkan 'bibirnya bergemetaran menahan tangis.
Melihat si dara mencucurkan air-rnatanya, yang hingga nampak semakin cantik dan menawan hati itu, nafsu birahi Thio King semakin berkobar-kobar, bagaikan kambing lapar lihat daun muda.
Tetapitersebab lamarannya pemah ditampik juga, maka amarahnya lamas ditumpahkan kepada ayah sigadis.
"Ayo, lekas jawab!! Sudah berapa kali aku datang kemari, tapi engkau selalu minta tempo dan menunda-nunda saja. Kalau hari ini belum juga diberesi, engkau tahu rasa!", ancam Thio King dengan mata melotot dan menunjuk-nunjuk orang tua yang sudah tak berdaya itu.
"Saja mohon ampun, tuan-muda! Karena saya baru saja sembuh dari sakit, sehingga uangnya telah habis untuk berobat, maka kali ini saja belum bisa membayar. Sedikit hari lagi kalau uangnya telah terkumpul, akan kuantarkan kerumati tuan muda", rintih orang tua ini seraya membungkuk-bungkuk hormat minta belas-kasihan. Mendengar jawaban itu, Thio King bukannya merasa kasihan dan memberi maaf, melainkan sebaiiknya malah menguntpat kalang-kabut .
"Apa, kau mau menunda-nunda lagi sampai engkau masuk ke liang kubur Kalau engkau memang sudah bosan hidup dan lekas-lekas mau masuk keliang kubur, ayolah kuantarkan sekarang juga !!", maki sianak tuan-tanah ini sambil mengacung- acungkan tinjunya. Kemudian sambungnya iagi .
"Sekarang aku sudah tak bisa sabar lagi. Pokoknya engkau mau bayar sekarang juga atau memilih kupukul sampai mampus?"
"Yaa Thian, ampun tuanku! Sabarlah dulu, tunggulah sampai heberapa hari lagi tentu akan kubayar", sahut orang tua itu seraya menggigil ketakutan. Melihat siorang tua beraemetaran ketakutan, Thio King tersenyurn bangga. Tetapi sungguh mengherankan dan tak dapat diduga-duga semula, bahwa dengan mendadak saja ia lantas merubah sikapnya, yakni dari sikap yang bends dan ganas, kini jadi lunak dan halus. Kemudian katanya .
"Tetapi, jaa begini La Pek, aku sekarang punya usul, Sewa tanah itu bisalah kau anggap lunas saja, bahkan sawahnyapun boleh kau miliki ! Tetapi ? "Tetapi, bagaimana tuan-muda?", sahut Oen Kok Siang tak sabar.
"Tetapi, . asal ... asal anak-gadismu diserahkan kepadaku!", jawab Thio King sambil matanya yang sipit itu maelirik kearah Oen Hong Kiauw penuh harap. Ia menduga, bahwa kali ini siasatnya tentu akan berhasil. Tempi, demi sigadis mendengar jawaban ini, hatinya lantas terkesiap dan jadi keder dibuatnya, tak ubah seperti disambar geledek meleset. Lantaran, dirinya merasa dihina dan dibuat permainan dianggap seperti barang saja, yaitu dipakai sebagai penyahur hutang! Maka berkatalah ia kepada ayah nya dengan beriba-iba .
"Oh ayah ku, kasihanilah aku ! Aku tak sudi dianggap seperti barang saja untuk membayar hutang !!".
"Jangan kuatir nak, aktioun tak sehina itu akan mengorbankan dirimu untuk membayar hutang!! Sebab hutang harus dibayar pula dengan uang", bisik sang ayah kepada anaknya yang disayanginya itu. Kemudian katanja kepada Thio King.
"Maafkan tuan-muda, sebenarnya orang bersuami-isteri itu harus ada saling mencinta diantara keduanya, jadi perkawinan itu supaya bisa awet hingga kakek-kakek dan nenek-nenek! Padahal terus-terang saja, bahwa anakku belum suka bersuami biar kepada siapapun, ia sekarang masih senang sendirian mengurusi ayahnya", katanja berhenti sejenak memikir-mikir sambil batuk-batuk. Ke- mudian samburignja lagi.
"Maka, sekali lagi saja minta maaf sebesar-besarnya, bahwasanya saja belum bisa menerima usul tuan- muda tersebut. Tentang sewa tanah yang belum kubayar, akan - selekasnya kuusahakan, dan setelah dapat akan kuantarkan ke- rumah tuan-muda dengan segera". Tatkala mendengar jawaban ini, Thio King marahnya bukan main, karena merasa ditampik lagi dan siasat jahatnja gagal. Mukanya lantas berubah menjadi merah-padam nampak garang dan buas sekali, sedang matanja merah blingsatan seperti maling konangan! Kemudian tangannja lantas memberi isyarat kepada algojonya. Sernentara itu, Kwan Ling sesudah menerima isyarat dari tuannya, tanpa pikir panjang serentak melesat maju kemuka. Dan dengan cepat bagai kilat ia mengayunkan tinjunja ke arah kepala si orang tua yang malang ini. Kemudian "Plok, plok", tinjunja mengenai sasaran.
"Aduh, ampuunn!! Ma mati aku sekarang pekik Oen Kok Siang sambil memegangi kepalanya terhuyung-huyung lalu jatuh tersungkur dan terpental keluar dari gubuknja. Demi melihat ayahnia jatuh terpelanting, Oen Hong Kiano tergetar hatinya, lalu menjerit dan menubruk tubuh ayahnya yang disayanginya ini. Seketika itu juga, tubuh siorang tua sudah tak berkutik sedikitpun, hanya napasnya saja yang masih kembang- kempis. Maklumlah ia baru saja sembuh dari sakit-nya. mendadak saja dipukul 2 kali. dengan sekuat tenaga yang hingga kepalanya berdarah terkena bogem-mentah si algojo. Menyaksikan keadaan yang mengharukan itu, Kwan Ling malah tertawa terbahak-bahak sampai perutnya terguncang- guncang. Dan agaknya ia belum merasa puas juga menyiksa orang tua yang sudah tak berdaya ini, terbukti malahan mengangkat sebelah kakinya lagi untuk menyepak tubuh yang sudah tidak berdaya itu. Keruan saja tubuh ini lantas terguling-guling dan dibarengi pula dengan dieritan ngeri menyayat hati dan mulut sigadis jang malang itu. Lantaran, selain ia sangat iba-kasihan terhadap nasib ayahnya, pun juga ia sendiri terkena tendangan dari si algojo yang bengis dan tak mengenal ampun ini. Selagi tendangannya akan diulangi lagi, mendadak-sontak muncullah dari belakang seorang pemuda yang tampan dan gagah. Dengan sebat luar-biasa, tahu-tahu tangannya telah menyambar lenean si algojo lalu dipuntirnya. Dan dengan gampangnya, badan Kwan Ling diangkat keatas lantas diputar-putar seperti kitiran yang kemudian dilemparkan sampai sejauh sepuluh langkah. Karuan saja tubuh Kwan Ling melajang-layang sejenak diudara terus jatuh terpelanting tak dapat bangun lagi. Setelah mana, pemuda ini lantas menghampiri Thio King dengan kalemnya, seolah-olah tak terjadi apa-apa. Seraya membeti hormat, pemuda tampan ini bertanya dengan sopannya, ?Maafkankan sobat, kenapa kalian memukuli orang tua yang sudah tak berdaya hingga pingsan?"
"Perduli apa, keparat! Engkau tak perlu ikut-campur urusan orang lain. Kalau ingin selamat, lebih balk kau pergi saja dari sini", jawab Thio King dengan kasar dan matanya melotot sambil menuding-nuding.
"Bukan begitu, kawan! Kalau engkau memang seorang sejati, tentu saja tak sampai hati menyakiti seorang yang sudah tak berani melawan. Lebih-lebih senerti kawanmu itu, masakan orang tua yang sudah pingsan masih ditendangi. Apakah itu perbuatan seorang satria?", sahut pemuda ini dan berhenti se jenak mengesankan. Kemudian sambungnya .
"Apalagi kalian berdua adalah pemuda yang gagah-gagah, tetapi mengapa bertega hati melawan seorang yang sudah lanjut usianya dan tak berdaya untuk melawan ?"
Walaupun, sebetulnya hati-kecilnya membenarkan juga omongan si peniuda ini, namun dasar Thio King pemuda licik, maka lantaran merasa diatasi, malahan timbullah amarahnya, dan dengan sangat sombongnya ia mendamprat.
"Bangsat, eng-kau menggurui aka! Semenjak kapan engkau kuangkat jadi guruku? Kau tahu, siapa aku? Inilah Thio King, putera seorang kaya-raya yang berkuasa didusun ini", katanya sambil menepuk-nepuk dada dengan lagaknya.
"Baiklah sobat, namun kehormatan seseorang tidak tergantung atas kaya dan miskin. Hanya budi-pekerti yang luhurlah yang patut dihormati ! Dan mungkin sobat ingin pula mengeuahui namaku. yang sudi memanggilnya, aku adalah Lay Ting Hok".
"Sekarang kau tak perlu banyak mulut dan menasehati saja yang penting engkau harus segera pergi dari sini, keparat.? jawab Thio King dengan kasar dan garangnya, sambil bertolak pinggang seperti teko saja.
"Jangan terburu nafsu, sobat! Baiknya kita bermusya-warah dulu", kata Lay Ting Hok dengan sabar, meski ia selalu dimaki dengan kasar. Sehabis kata ia lantas membungkuki tubuh si orang tua yang sudah tak bergerak itu dengan maksud akan menolong mengangkatnya. Tetapi tak diduga sebelumnya, karena dengan tiba-tiba saja ia mendenear kesiuran angin keras menyambar kepalanya. Ternyata datangnya dari kaki Thio King yang dengan liciknya menendamg dan menyerang dari belakang. Dan dengan secepat-kilat, Lay Ting Hok mundur selangkah mengelak, sehingga sepakan itu kosonst- melompong tak mengenai sasarannya.
"Hai, kau pengecut! Belajarlah sedikit jantan, jangan membabi- buta menyerang dari belakang teriak Lay Ting Hok yang sudah habis kesabarannya. Mestinya ia masih akan berlaku sabar, tetapi karena ia diserang secara pengecut, terpaksalah ia akan meladeninya. Dan dengan sebat luar-biasa, Lay Ting Hok lantas menjejak tanah meloncat tinggi keudara sambil menggunakan ilmu Ngo Ciak Sia (Kuntul lapar mematuk udang) lalu menyambar lawannya. Mendapat serangan balasan yang mendadak ini, Thio King kelabakan juga. Tetapi, secepat kilat iapun menangkis pula pukulan taut itu dengan memakai ilmu Hiap Liong Pa We (Naga hitam mengayunkan ekornya). Sambil menggunakan ilmu U Ngo Ciak Sia, Lay Ting Hok berganti menyerang Thio King .. Setelah beberapa jurus bertarung dan belum ada juga yang kalah atau menang, tiba-tiba Thio King menahantam lagi dengan pukulan tangannya yang menggunakan ilmu ?Pik U Hui Fa? (Kuntul putih bentangkan sayapnya) mengarah kedada Lay Ting Hok. Thio King mengira, bahwa dengan pukulan yang menggunakan ilmu yang sangat lihay ini tentu akan dapat memukul rubuh lawannya. Tetapi siapa tahu, bahwa lawannya ini memang lawan yang tangguh dan tak boleh dipandang enteng. Karena temyata, begitu ia mendapat serangan maut dari lawan- nya, begitu pula ia menangkisnya dengan memakai ilmu gaib yang hebat keliwat-liwat Tuk Pik Cing Thian (Tangan tunggal penangkis bahaya udara). Dengan demikian, gagallah serangan hebat dari Thio King. Pertarungan ini berjalan seimbang, dan telah berlangsung beberapa saat lamanya, namun masing-masing maasih dapat bertahan dan tak matu menyerah kalah pada lawannya. Setelah beberapa gebrakan telah berlangsung dan belum ada juga yang roboh, maka kini mereka masing-masing mempergunakan Iweekangnya, sehingga semakin sengitiah pertandingan itu. Ke- empat kaki dan keempat lengannya telah bergumul dan berbelit- belit menjadi satu, tak ubahnya seperti kipas yang sedang diputar- putar. Sedangkan kedua kepala saling beradu dengan hebatnya, sehingga mendebarkan ha.ti bagi siapa yang menyaksikan-nya. Sementara itu, pertandingan Iweekang masih berlangsung dengan serunya, namun selama ini masih belum juga ada yang kalah atau unggul, masing-masing mempertahankan kelihay-annya. Tetapi dengan mendadak, Thio King lantas membatin, bahwa naga- naganya kalau diteauskan bertanding dengan mengadu tenaga Iweekang, tak urung ia akan kalah juga. Memperoleh pikiran de- mikian, maka cepat-cepat ia melepaskan cengkeramannya terhadap Lay Ting Hok, lalu mundurlah ia beberapa langkah. Tetapi kesempatan ini dipergunakan sebaik-baiknya oleh Lay Ting Hok. Dan begitu ia tahu lawannya mundur, secepat kilat ia melesat dan mengapung keudara. Kemudian .
"Plok, plok", punggung Thio King kena terhajar dua kali oleh tangan-besi Lay Ting Hok. Sedangkan pantatnya kena sepakan karats bagaikan palu-godam yang tepat mengenai sasarannya, yang mengakibatkan pula Thio King lantas jatuh tersungkur tak bergerak lagi. Menyaksikan majikannya jatuh dan tak berkutik lagi Kwan Ling timbul amarahnya lalu bangun dan berdiri, meski. pun sebenarnya badannya masih terasa nyeri luar-biasa. Dengan menggunakan ilmu Hen Jue Jung Jien (Pukulan palu-besi memecah lingkaran), ia menyerang lawannya dengan dahsyat. Tetapi kali ini lawannya bukanlah laWan yang empuk, sebab begitu ia diserang, malah berbalik menyerang dengan tidak kalah pula dahsyatnya. Yaitu dengan memakai ilmu yang sangat tinggi tingkatannya dan yang terkenal dengan nama She Ce Fen Jue (Sepuluh jari memecah pukul-besi), ia bisa terhindar dari sambaran si algojo yang penuh nafsu itu. Memang ilmnu silatnya si algojo ini masih cetek dan belum terbilang dari cabang tinggi. Sehingga dalam menghadapi Lay Ting Hok yang sudah berpengalaman ini, jadi kelabakan dan pontang- panting pada saat menangkis setiap serangan yang dilancarkan dengan gencar oleh lawannya. Keruan saja belum sampai beberapa jurus, la sudah dapat dirobohkan untuk yang kedua-kalinya oleh lawan yang bukan tandingnya ini. Setelah ia bangun dari diatuhnya buru-buru ia berdiri. Tetapi bukannya untuk menyerang lagi, bahkan dengan segera angkat kaki-panjang dan lari terbirit-birit meninggalkan arena pertandingan. Dan sebentar kemudian, segera disusul pula oleh majikannya yang merangkak-rangkak seraya memegangi pantatnya yang kena tendangan itu. Samba berdiri perlahan-lahan menahan nyeri ia lantas tertatih-tatih meninggalkan gelanggang pertarungan, dengan dibarengi oleh suatu perasaan dendam-kesumat yang berkobar-kobar. Tatkala itu, Oen Hong Kiauw masih terus tersedu-sedu sambil merangkul tubuh ayah nya yang malang ini. Air-matanya meleleni membasahi baju ayah nya yang kumal dan koyak-koyak itu. Sekonyong-konyong pemuda tampan ini mendekati sigadis, lalu mengajak bersama-sama mengangkat tubuh s iorang tua yang masih pingsan itu. Setelah Oen Kok Siang dibaringkan di balai-balai, kemudian Lay Ting Hok berkatalah kepada sigadis samba menghibur .
"Hen daknya, janganlah menangis saja! Diamlah dik, dan susutlah air- matamu! Karena keparat-keparat itu kini telah pergi semua!", bujuk sipemuda. Kemudian lalu bertanya .
"Apakah orang tua yang malang ini ayah mu?"
"Oh, terima kasih banya.k, Engko, atas pertolonganmu yang telah mengusir si keparat-keparat itu. Dan memang betul, bahwa ini adalah ayah-kandungku sendiri", jawab sigadis sambil masih terisak-isak. Kemudian sambungn.ja lagi .
"Pemuda-pemuda bengal itu memang sering datang kemari dan selalu membikin kacau dan heboh saja. Kawannya Thio King itu adalah algojonya, namanya . Kwan Ling. Tetapi Engko, biaroun Engko telah dapat mengusir dan menyakiti mereka, justru inilah yang perlu dikuatirkan! Karena besar kemungkinannya, mereka akan membalas-dendam .. A .. aku ta .. takut, Engko ..!? keluh Oen Hong Kiauw penuh kecemasan.
"Engkau jangan takut, dik ! Aku akan senantiasa menjaga keselamatan keluargamu. Lantaran akulah yang menyakiti keparat- keparat itu, jadi aku pulalah yang harus berani bertanggung jawab atas segala iakibatnya! Kini yang lebih penting, marilah Lo Pek kita rawat dulu, jangan memikirkan yang bukan-bukan!'' Sementara itu, Para tetangganyapun berdatangan untuk menengok dan menanyakan tentang segala apa yang telah terjadi. Diantaranya terdapat pula dua orang pemuda kawan-karibnya Lay Ting Hok, yang masing-masing bernama . So Hok Sing dan Lo Cie Sian. Sesampainya didepan pintu, merekapun segera masuk kedalam. Tetapi kedua pemuda ini alangkah terkejutnya demi melihat, bahwa didalam gubuk itu terdapat pula teman-karibnya, yakni . Lay Ting Flak ! Serentak mereka lalu bertanya .
"Lhoo, Engko Lay !! Ada apa, dan mengapa berada disini ?"
"Ooo, kalian datang juga! Aku tidak apa-apa, hanya menolong orang tua ini ". jawabnya dengan tenang. Lanta.s diandarkanlah semua apa yang baru saja terjadi dan yang telah dialaminya. Kedua pemuda ini terlongoh-longoh mendengarkan cerita yang mengharukan itu dengan penuh perhatian, dan akhirnya mereka berdua manggut-manggut tanda solider atas perbuatan jantan kawan-karibnya ini, setelah keduanya tahu duduk perkaranya. Untuk selanjutnya, mereka bertiga lalu berunding untuk menjaga segala kemungkinan yang akan terjadi. Lantaran mereka berpendapat, bahwa tak urung si pemuda pengecut itu tentu akan membalas-dendam pula terhadap Lay Ting Hok, dan begitu pula terhadap seisi rumah ini, yang sudah barang tentu akan membahayakan pula bagi jiwa ayah dan puterinya itu. Dan akhirnya, mereka bersepakat untuk saling membantu guna meng- hadapi segala kemungkinan. Sesaat kemudian, Oen Hong Kiauw datang sambil membawa tiga cangkir teh panas lalu ditaruh diatas meja, untuk disuguhkan kepada mereka bertiga. Kemudian dengan nada suara, yang masih mengandung kesedihan, gadis ini lantas mempersi lahkan minum kepada pemuda-pemuda tersebut. ? oOo ? Kini, ketiga pemuda itu telah lama pergi, dan tinggallab Oen Hong Kiauw bersama ayah nya yang masih sakit itu. Gadis ini dengan tekun dan sabar merawat ayahnya, sehingga ia tak mengenal waktu dan selalu berada disamping tempat tidur ajaihnya. Meski Oen Hong Kiauw memiliki wajah yang cantik-jelita, namun ia tak pemah membanggakan kecantikannya, sehingga pekerjaan apa saja yang kasar maupun yang berat-berat selalu ia kerjakan sendiri tanpa malu-malu. Memang gadis ini terbilang anak yang radiin sedesanya, karena ia bekerja hampir sepanjang hari penuh mengurusi keperluan-keperluan rumah-tangganya, yang boleh dibilang istirahatnya hanya kalau ia sedang tidur. Pagi-pagi buta, ia telah bangun dari tidurnya. Setelah membersihkan badan, lalu menyapu pekarangan rumah, yang seterusnya mengambil air disumur. Sesudah selesai semuanya, barulah kini memasak air, dan dilanjutkan dengan menanak nasi untuk sarapan pagi. Pekerjaan-pekerjaan itu masih ditambah dengan mencuci pakaian, membantu pekerjaan ayah nya diladang, dan lain- lainnya lagi. Demikianlah setiap haririja gadis ini memeras tenaga m tak mengenal capai dan lelah, dan yang selalu sibuk dengan pekerjaan-pekerjaannya. Narnun deinikian, ia tak pemah mengeluh, karena merasa bahwa ia dilahirkan sebagai anaknya orang miskin, yang mau tidak mau harus selalu prihatin dan tahan-uji dari segala penderitaan. Sekarang Oen Hong Kiauw sudah dewasa, dan sudah sepatutnyalah apabila ia segera mendapat jodoh. Namun hingga sekarang belum ada satupun laki-laki yang memikat dan maenjadi tambatan hatinya. Tetapi kini, semenjak hadirnya seorang pemuda yang tampan, gagah dan simpatik itu, ditambah pula berbudi luhur dan "welas- asih"
Terhadap sesamanya, yang hingga dapat menyelamatkan jiwa ayahnya, maka diam-diam hati-kecilnya mulailah timbul suatu perasaan aneh yang selama ini belum pemah dirasainya.
Oleh karenanya.
kini wajah sipemuda itu selalu terbayang-bayang dipelupuk-matanya.
Dan masih terngiang-ngianglah ditelinganya, suara pemuda itu yang mengatakan "
Diamlah dik, dan susutlah air- matamu itu !? Hingga sampai disini lamunannya, Oen Hong Kiauw lalu mengeluh dalam hatinya .
"Oh Tuhan, apakah ini yang dinamakan "penyakit"
Cinta itu?"
Sejak saat itu gadis ini suka termenung-menung dan duduk melamun sendirian.
Dan tak terasa bahwa kini hatinya telah tertusuk oleh panah asmara, yang lukanya merasuk dalam-dalam kehati- sanubarinya.
Namun demikian, ia sebagai gadis yang bijaksam dan tahu harga-diri, maka tetaplah teguh menyimpan rahasia ini, yang hingga ayahnya sendiripun tak mengetahuinya bahwa kini anak gadisnya sedang mabok-kepayang, merindukan kekasihnya ? oOo ? Kini beralihlah kita kepemuda ganteng yang suka menolong itu, yakni Lay Ting Hok.
Ia sekarang sedang memutar-otak untuk mencari siasat bagaimana caranya melindungi keselamatan keluarga Oen Kok Siang supaya terhindar dari pembalasan-dendamnya Thio King yang kejam, bengis dan tak mengenal peri-kemanusiaan itu.
Ia merasa bertanggung-jawab atas keselamatan jiwa orang tua dan anaknya ini, lantaran ia pulalah yang menyakiti dan mengusir sipengecut itu.
Lantas terbayanglah dimukanya, segala peristiwa yang telah terjadi digubuk orang tua itu.
Setelah sampai pada saat membayangkan wajah-aju rupawan yang dimiliki Oen Hong Maths', mendadak saja hatinya jadi keder dan berdebar-debar luar biasa.
Segera terbayanglah dimukanya, betana gadis, jelita ini sedang menangis terisak-isak yang menyayat hati bagi siapa saja yang melihatnya.
Dan air-matanya yang jatuh meleleh di pipinya yang montok dan berwarna merah-jambu itu, yang seolah-olah sebagai mutiara yang jatuh dari embanan, membuat orang jadi belas-kasihan dan sangat terharu.
Begitu pula ketika gadis menghantarkan teh panaskepadanya, dimana pada waktu itu ia ingin mencuri-pandang untuk menikmati wajahnya, tiba-tiba tak tahunya mata si gadis yang celi itu memandang pula kepadanya! Sehingga pandang pun bertemu pandang, dan gadis itu menun-duk tersipu-sipu sarnbil menarik nanas panjang.
Pipinya lantas narnpak kemerah-merahan, yang semakin menambah cantik luar-biasa.
Semakin dirasa, semakin jadi kelabakanlah ia dibuatnya.
Kini ia barn tahu, bahwa betapa ampuhnya panah asmara itu, yang hingga mampu menembus dadanya yang ,sudah kebal terhadap segala macam senjata tajam ini.
Padahal Lay Ting Hok adalah seorang pemuda yang teguh imannya, namun setelah menghadapi gadis-ayu Oen Hong Kiauw, terpaksalah ia bertekuk lutut dan menyerah kalah.
Kalau tadinya ia terbilang anak muda yang giat dan tak pemah diam, tetapi setelah hatinya terkena panah amor, kini ia suka bermenung-menung sendirian dan melamun, bagaikan orang sinting saja layaknya.
Sebetulnya yang membuat ia selalu gelisah dan pikirannya jadi kalut itu, ialah yang mengenai soal .
Apakah kiranya gadis itu mencintai juga kepadanya ? Inilah suatu pertanyaan yang meliputi hati-sanubarinya yang senantiasa menggodanya dan yang belum pemah terjawab, yang mana hatinya lantas tidak tenteram dan bimbang selalu.
Sehingga tidur tak lelap, makanpun ,tak enak dirasanya.
? oOo ? Sementara itu, marilah kita beralih lagi ke-nemuda bengal yang sudah bangkrut dan gulung-tikar itu.
Setelah ia menderita kekalahan besar dan memalukan itu, segera pulanglah ia kerumahnya.
Betapa terkejut sang ayah, demi melihat anaknya Pulang dengan berhunuran darah, mukanya pucat-pasi, sedangkan pakaiannya rontang-ranting tak keruan dan kotor sekali.
Begitu pula setelah melihat si algojo Kwan Ling yang orangnya besar dan mengaku sebagai pendekar silat yang tinggi ilmunya itu, kini nampak pula datang membuntuti tuannya sembari megal-megol jalannya seperti mentok saja layaknya.
Sedang raut-mukanya menunjukkan, bahwa ia sedang menahan rasa sakit luar-biasa.
Kini muka si algojo ini tak keruan bentuknya, dan kepalanya nampak benjol-benjol menggelikan.
Setelah behenti sejenak, Thio King lantas mengisahkan segala apa yang telah terjadi dan yang baru saja ia alami.
Mendengar andaran anaknya ini, sang ayah marahnya bukan kepalang, karena baru kali inilah ia maerasa dihina.
Dan dengan muka merah-padam, la lantas menggebrak meja kuat-kuat yang kebetulan berada didepannya.
Sucia.h barang tentu semua barang-barang yang ada diatas maeja ini, lantas jatuh berantakan kelantai.
Kemudian dengan mata naelotot, ia berteriak-teriak tak keruan jun.
trungnya, memanggil pengawal-pribadinya.
Dengan tergopoh-gopoh, datanglah menghadap seseorang yang berkumis lencir-melengkung serta berbadan kurus-jangkung Ting Liang namanya.
la adalah seorang yang -banyak akal-jahatnya serta licin bagaikan belut.
Semibari membungkuk-bungkuk hormat, ia lalu bertanya .
"Ada apa tuanku?"
"Ih, mestinya kau tak usah tanya lagi! Tentunya kupingniu telah mendengar sendiri tentang segala apa yang telah dituturkaa puteraku ini", dengus si raja-tuan-tanah Thio dingin.
"Oooo, tentang itu? Gampang saja, tuan tak perlu kuatir; serahkan saja seluruh persoalannya kepada saya, tentu beres. Masakan membunuh orang semacam cecurut itu sampai gagal?? jawab Ting Liang dengan sombongnya. Mendengar jawaban yang belakangan ini, ayah Thio King jadi gembira dan lega hatinya. Sambil menepuk-nepuk punggung pengawal-pribadinya ini, ia tertawa riuh sampai perutnya yang gendut dan buncit itu terguncang-guncang. Kemudian katanya .
"Bagus, bagus ! Jadi tak percuma aku piara kau! Dan kalau segala persoalannya telah bens semua, jangan kuatir engkau akan kuberi hadiah yang besar! Buat sementara, ini uang untukmu sebagai bekal menjalankan tugas", kata si raja tuan-tanah Thio dan berhenti sejenak mengesankan. Kemudian sambungnya lagi .
"Tetapi sekali lagi 'jangan luoa, sesu.dah semuanya itu 'bisa berjalan dengan sukses, hadiah besarlah yang menantimu!"
Pada keesokan harinya, pagi-pagi buta Ting Liang telah bangun dari tidurnya.
Setelah mengenakan pakaian, bergegaslah ia menuju kearah jalan besar.
Maksud kepergiannya ialah akan menghadap Suhunya, yakni seorang ahli silat yang kenamaan, Liang Hong namanya.
Sedangkan Ting Liang adalah salah seorang muridnya, yang berguru kepadanya dalam soal cara-cara menggunakan bermacam-macam senjata tajam serta beberapa jumlah ilmu-ilmu silat lainnya.
Setibanya dirumah Suhunya, setelah memberi hormat lain langsunglah ia menuju keserambi tengah untuk memulai berlatih.
Sedangkan diruangan tengah ini telah nampak olehnya 2 orang muda, yaitu masing-masing So Hok Sing dan Lo Cie Sian, yang pada saat itu Lo Cie Sian sedang berlatih dalam suatu cabang ilmu silat yang dinamakan Jien Shen Lang Dien (Serangan tinju didalam gumpalan debu).
Ilmu ini adalah merupakan suatu cabang ilmu silat yang paling sukar dipelajarinya.
Tetapi Lo Cie Sian telah dapat melakukannya dengan baik dan sempurna mengenai segala gerak maupun langkahnya.
Demi melihat atas hasil kemajuan resat yang diperoleh Lo Cie Sian, muridnya yang paling rajin ini, tersenyumlah bangga Suhunya itu, seraya katanya .
"Bagus-bagus, aku merasa bangga dan memuji atas kemajuan yang kau neroleh selama ini. Hendaknya teruslah rajin berlatih hingga mencapai kesempurnaan seperti apa yang kau cita-citakan !"
Welas Asih Tak Terkalahkan Karya M mep TWL di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Terima kasih Suhu, kami senantiasa akan mematuhi segala petuah Guru ! Memang selainnya disini, dirumahpun kami selalu berlatih dengan giat, misalnya mengangkat batu-batu besar yang supaya tubuhku bertambah kuat'', sahut Lo Cie Sian.
"Memang demikianlah hendaknya. Nah, sekarang kalian berdua boleh mengasoh sebentar, nanti latihannya boleh dilan jutkan lagi", kata Suhu Liang Hong lebih lanjut. Setelah kedua orang muda ini diperkenankan beristirahat, keduanya lalu duduk-duduk diserambi belakang sambil beromong- omong.
"Engko So, sebenarnya hingga sekarang ini saya selalu memikirkan tentang keadaan keluarga Oen Kok Siang. Karena, saya sangat kuatir, jangan-jangan lantas dianiaya lagi oleh si pengecut Thio King yang rupa-rupanya sangat cinta kepada Oen Hong Kiauw tapi tak terbalas, serta sebagai pembalasan dendam atas kekalahannya itu", kata Lo Tile Sian memulai bicara.
"Akupun punya pikiran demikian, dan jangan lupa, tentu-nya kawan rkita Lay Ting Hok tidak luput Pula akan menghadapi marabahaya", sahut So Hok Siang dan berhenti sejenak memikir- mikir. Kemudian lanjutnya .
"Kalaupun hanya kedua iblis si Thio King dan Kwan Ling itu saja, saja kira tidak begitu membahayakan bagi jiwa Lay Ting Hok. Lantaran, keduanya telah pemah dihajar habis-habisan dan nyatanya kalah. Yang saya kuatirkan, ialah apabila Thio King lantas meminjam tangan orang lain untuk membalaskan dendam-kesumatnya !"
"Itu memang betul, Engko So! Tetapi kalau saja, Engko dan Lay Ting Hok bersatu, kita 'bertiga secara bersama-sama tentulah dapat melawan dan menandinginya si pengehianat-penghianat itu. Walaupun andaikata mereka dibantu oleh Malaikat dari Kajangan, kita tak akan mundur setapakpun menghadapinya. Percayalah, bahwa . Bersatu kita teguh, hercerai kita runtuh ! Kita berani karena benar, dan pasti menang !!", kata Lo Cie Sian dengan penuh semangat. ?Memang benarlah semua tutur-katamu! Akupun berjanji kepada diriku sendiri, bahwa aku akan membantu seratus prosen untuk turut-serta memberantas si angkara! Dan akupun merasa amat kasihan atas nasib yang diderita oleh orang tua dan anak-gadisnya itu. Apalagi kalau sampai kejadian orang tua ini tewas teraniaja, lain bagaimanakah nasib anakgadisnya yang sudah tak beribu lagi itu? Dan tentunya lantas hidup sebatang-kara .? Hingga disini pembicaraan terhenti sebentar, karena nampaklah Suhunya berjalan menuju kebiliknya. Setelah gurunya masuk kekamarnya dan tak terlihat lagi, maka pembicaraan ini pun segera dilanjutkan lagi.
"Konon kabarnya, ayah Thio King adalah seorang raja tuan- tanah kaya yang sangat kejam dan bengis. Ia memperlakukan buruh-taninya seperti terhadap sapi saja. Si tani miskin bekerja mati-matian siang-malam disawah sewaannya, tetapi hampir seluruh hasilnya, situan-tanah-lah yang mengangkanginya! Lantaran apa, karena sebelumnya situan-tanah ini telah memberi hutang lebih dulu yang bunganya sangat berat kenada si petani tersebut, sehingga begitu sipetani memetik hasilnya, maka begitu pulalah hasilnya ini dirampas oleh situan-tanah. Belum lagi terhitung, betapa besarnya tarif sewa-tanah yang dkenakan kepada penggarapnya, sehingga hal ini semakin mencekik kaum tani yang sudah payah hidupnya itu", kata Lo tie Sian lebih lanjut.
"Kalau demikian, itulah yang sekarang dinamakan Penindasan manusia atas manusia !", teriak So Hok Sing dengan berangnya. Dan kata selanjutnya.
"Oleh karena itu, marilah kita ganyang habis- habisan setan-setan desa yang kejam dan tak mengenal peri- kemanusiaan itu !"
Begitulah percakapan antara kedua sahabat-kental ini telah berlangsung beberapa saat lamanya.
Tetapi tidak diduga-duga sebelumnya, bahwa segala percakapannya itu telah didengar semuanya oleh Ting Liang, yang memang dengan sengaja mendengarkannya secara diam-diam.
Dan temyata, ketika kedua sahabat tadi memulai 'pembicaraannya, diam-diam Ting Liang menyelinap dibelakang pohon Yang Liu yang besar, yang letaknya tidak jauh dari tempat yang diduduki oleh kedua orang muda tersebut.
Ia mengintip dan .mendengarkan dengan cermat segala apa yang dibicarakan bleh So Hok Sing dan Lo tie Sian Si.
Setelah selesai pembicaraannya, Ting Liang lantas melesat pergi.
Dan dengan sekejap-mata saja ia sudah tak tampak batang- hidungnya, ,bagaikan siluman saja layaknya.
Lantaran tatkala ia lari itu sambil memnergunakan ilmu Kaw Ce Dhian, sehingga ia dapat mengentengkan ,badannya untuk lari secepat kilat dan menghilang diantara semak-semak belukar.
Sesampainya dirurnah Thio King, ia pun segera menceritakan pengalarnannya serta segala apa yang ia dengar itu.
Thio King jadi tahu, bahwa musuhnya tambah 2 orang.
Kemudian mereka berdua lalu mengadakan perundingan rahasia untuk mengatur siasat maksud-maksud jahatnya.
? oOo ? Matahari hampir silam digaris barat, menyelinap diantara bukit- bukit dan gunung-gunung yang menjulang tinggi keangkasa.
Suasana udara jadi lembut dan nyaman, sedangkan burung-burung mulai sibuk mencari penginapan.
Disana-sini terdengarlah kicau- riangnya, yang seakan-akan mereka mentieritakan pengalamannya masing-masing sehari-harian tadi.
Dari kejauhan, nampaklah Oen Kok Siang yang berjalan lambat-lambat menuju kerumahnya.
Orang tua ini kelibatan lelah sekali, setelah sehari-suntuk memeras tenaga bekerja disawahnya.
Sesudah membersihkan badan dan makan-sore, orang tua ini lalu berbaring dihalaman muka pondoknya, sambil menghisap Ta Low Cuk (pipa-penghisap rokok yang berbentuk panjang).
Ia melepaskan lelahnya setelah sehari-harian menunaikan tugas bekerja disawah.
Tidak jauh dari tempat orang tua ini berbaring, duduklah Oen Hong Kiauw sambil menyulam lukisan bunga mawar berwarna merah diatas kain sutera yang halus.
Wajahnya nampak cantik berseri-seri terkena sinarnya sang matahari senja yang merah- kekuning-kuningan itu.
sedangkan jalanan didepan gubuk ini, seperti biasa kalau Oen Hong Kiauw sedang duduk-duduk didepan pondoknya, lalu berhilir-mudiklah pemuda-pemuda untuk saling bersaing mencari perhatiannya sidara-ayu ini.
Namun sebegitu jauh, Oen Hong Kiauw tetap menunduk saja menekuni pekerjaannya, dan tidak mau melihat ataupun memperhatikan sikap pemuda-pemuda tersebut.
Karena siapa tahu, bahwa hati sidara kini telah Ada yang mengisinya.
Dengan jari-jemarinya tang lentik-lentik itu, maka dengan lin- cahnya dua jari-jari ini menari-nari diatas sulaman bunga mawar yang sudah hampir selesai itu.
Dan sebentar kemudian, sulaman itupun segera selesai dengan basil yang sangat indahnya, karena sulaman ini dkerjakan dengan penuh perasaan yang tertanam pada lukisan bunga itu.
Memang, bunga mawar yang sedang mekar yang dilukiskan dalam sulaman itu, adalah merupakan cetusan dan pencerminan jiwanya yang bagaikan setangkai bunga mawar yang sedang mekar dan harum baunya, yang menantikan sang kumbang untuk menghisap madunya.
Menyaksikan hasil sulamannya yang indah ini, ia merasa bangga, maka berkali-kali lantas diamat-amatinya.
Semakin lama ia memandang lukisan bunga itu, semakin membumbung tinggilah angan-angannya, yang seolah-olah telah melihat hari depannya yang gilang-gemilang.
Lalu pandangnya dialihkan kearah yang jauh, nun disana, diatas bukit-bukit yang tinggi yang terbentang didepannya, yang dihiasi pula dengan bintang-bintang yang gemerlapan memenuhi angkasa biru.
"Oh, betapa indahnya pemandangan senja ini ! yang seolah- olah menjadi firasat bagi masa depanku yang terang-benderang penuh kebahagiaan bersama si dia sipenolong jiwa ayah ku Oh, Tuhanku, semogalah cita-cita hamba-Mu ini dikabulkanlah hendaknya demikianlah kata-hatinya, seraya mulutnya komat-kamit tapi tak bersuara. Tak tahunya, air-matanya menetes bagaikan mutiara terlepas dari embanan. Cepat-cepat air-mata ini disusutnya, lantaran kuatir dketahui ayah nya, namun telah terlanjur dketahuinya. Ketika itu, ayah nya tak tahu apa yang terkandung didalant hati anaknya, hanya tahu anaknya meneteskan air-mata. Ia mengira, bahwa anaknya mungkin ingat kepada mendiang ibunya sehingga menangis itu. Kemudian hiburnya. ?Mengapa engkau menangis, nak? Janganlah engkau memikirkan yang bukan-bukan! Serahkanlah segala nasib peruntungan kita ditangan Tuhan, karena Tuhan itu Maha Pengasih dan Penyajang!", kata ayah nya dan berhenti sejenak untuk menyedot rokoknya yang apinya hampir padam. Kemudian sambungnya .
"Maka sekarang tidurlah, dan sekali lagi, janganlah engkau memikirkan yang bukan-bukan, karena hal itu akan merusak jiwamu saja !"
Dengan perasaan yang sedih dan pilu, dara ini lalu menatap wajah ayah nya yang sudah kisut-kisut itu, sedangkan badannya kurus-kering sebagai pertanda bahwa hidupnya selalu menanggung kepahitan-hidup yang luar-biasa sengsaranya.
Mengingat akan hal ini, semakin deraslah air-matanya mengalir jatuh dipangkuannya.
Rase Emas Karya Chin Yung Rase Emas Karya Chin Yung Kekaisaran Rajawali Emas Karya Khu Lung