Ceritasilat Novel Online

Cindewangi Melanda Istana 4


Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo Bagian 4



Cindewangi Melanda Istana Karya dari Kirjomuljo

   

   "Ja kita harus memasuki benteng itu dengan menjamar. Djalan lain tidak ada."

   "Tjaranja?"

   "Itulah jang belum kudapakan. Pengawalan benteng itu begitu ketat dan siapapun jang diturigai. mati sebelum diperiksa."

   Karangselo terdiam, sinar matanja menembus kedalam hati nurani Wiroseno, seakan-akan tidak terbajang lagi tjahaja djalan jang akan datang bagi mereka.

   Ja, Wiroseno merasakan hal ini, terasa memang harus ada djalan jang mesti didapatkan sebelum terlambat.

   Sebelum terlambat, sebelum terlambat inilah jang mendjad soal terutama.

   Karena terlambat sesaat berarti mereka harus mendjumpai majat Tjindewangi.

   "Seno, akupun tidak mampu menemukan djalan itu. Ternjata achirnja. Keberanian sadja tidak tjukup. Kemampuan tidak tjukup hanja kematian.

   "Oh, Seno."

   Aneh, baru sekali ini Wiroseno melihat Karangselo mengeluh bahkan hampir menitik air matanja dari mata jang telah mulai tjekung .

   "Oh, Seno. Aku telah banjak beladjar dari pengalaman selama ini. Makin mendjadi dewasa terasa, tetapi menghadapi soal sekali ini. Rasanja kembali mendjadi seorang anak-anak jang masih memerlukan bimbingan. Tetapi dari mna bimbingan sekarang kudapatkan? Ki Ageng Tunggal djauh dipedepokan Gunung Anom, mungkin sudah diistana Gunung Tunggal aku tidak tahu. Wulungseto sahabatku isana190 Tjindewangi entah bagaimana keadaannja sekarang. Kau tahu djalan kemana aku rnendapatkan bimbingan sekali ini?"

   "Akupun tidak tahu Seto. Satu saat aku merasa kehilangan tjahaja jang selama ini memantjar dalam hatiku.

   "

   Tiba2 keduanja terdiam waktu itu dihalaman jang penuh pepohonan, dimana burung2 kedengaran berkitjauan, berkedjaran dan bermain-main.

   Seorang gadis ketjil, bermata sangat djernih berlarian sambil tertawa.

   begitu tjerah dikedjar oleh seorang anak lelaki jang lebih ketjil ambil tertawa tawa gadis ketjil itu berteriak-teriak menggoda.

   "Tjoba kedjarlah djika kau bisa. Nanti kuberi kau buah mangga ."

   Dan gadis ketiil itu berlari memutari pohon demi pohon, dikedjar.

   Satu saat ia berhenti seakan-akan tidak mau berlari kembali dan anak lelaki itu merasa bahwa ia akan bisa merebut mangga itu.

   Tetapi begitu dekat ia berlari kembali lebih tjepat.

   Tetapi jang terachir dari segala itu, gadis itu berhenti dan memberi mangga itu kepada adiknja.

   Keduanja berbaring dibawah pohon.

   Mata gadis ketjil itu bersinar melihat adiknj tersenjum makan mangga itu.

   Wiroseno dan Karangselo melihat kedjadian itu.

   Mereka berdua belum mengenal anak2 itu.

   Mereka hanja tahu nama gadis ketjil itu.

   LAJUNGSARl.

   Hanja itu.

   Mereka tidak pernah membajangkan bahwa satu gadis itu mempunjai sedjarah tersendiri dalam djaman jang akan datang.

   Lajungsari, hanja itu mereka ketahui dan ketika itu mereka berdua seakan akan mendaptkan suatu tjahaja jang djernih dari kilatan pandangan Lajungsari.

   Tjahaja jang djernih dan seakan akan mengatakan.

   "Kenapa risau. Kenapa risau.

   "

   Dan Karangselo tiba2 berkata kepada Wiroseno.

   "Kenapa aku tidak risau sekarang Seno?"

   "Akupun tidak. Terasa bahwa kita akan mentjapai sesuatu jang kita kehendaki."

   Tanpa disadari mereka berdua bangkit, kemudian melangkah hendak mendekati gadis jang mempunjai mata jang bisa terasa berkata kepadanja. Tetapi gadis itu waktu melihat dua orang lelaki datang, tiba2 bangkit berdiri dan berlari menudju sambil berkata.

   "Maukah kakak kuambilkan mangga? -191 Karangselo dan Wiroseno mengangguk, keketjewaannja kembali hilang untuk menemui gadis itu jang disangka melarikan diri. Mereka menanti kedatangan Lajungsari, menanti dan menanti tetapi tidak kundjung datang. Hanja tiba2 lima buah mangga dilemparkan dari balik pepohonan, sambil kedengaran ter-tawa2 jang lebih tjerah.

   "Terima kasih. Tetapi siapa namamu? "

   "Tak punja nama aku."

   "Ah aku tahu namamu Lajungsari."

   "Bukan. Aku tidak punja nama. Tetapi siapa nama kakak?"

   "Selo. dan ini Seno."

   "Ah bukan tentu. Kakak tidak berkata benar2. Masih maukah kakak mangga lagi?"

   "Ja, tentu mau anak manis.

   "

   Gadis ketjil itu tertawa dan menirukan, sambil menggoda .

   "Mau tentu, mau, enaknja tentu. Kedjarlah aku, kalau dapat kuberikan lagi mangga nanti."

   Karangselo dan Wiroseno terpaksa tertawa mendengar Lajungsari menggodanja menjuruh mengedjar sampai tertangkapnja untuk sebuah mangga.

   Tetapi achirnja, kedanja berpandangan.

   Dan saling mengangguk untuk mntjoba memenuhi godaan gadis ketjil itu.

   Keduanja langsung hendak menjergap Lajungsari jang bersembunji dibalik pohon.

   Apakah jang terdjadi sangat mengherankan mereka berdua.

   Lajungsari tak ada lagi dibalik pohon itu.

   Sama sekali tak ada, sekalipun keduanja menjusupi setiap rumpun,dan lebih mengedjutkan lagi dari balik pepohonan jang lain telah terdengar tertawa2 jang djernih sambil berteriak menggoda.

   "Mana bisa? Aku disini sekarang. Ah mana bisa kakak mengedjarku. Masih dua buah mangga, kalau bisa menangkapku."

   Karangselo dan Wiroseno mendjadi panas hatinja djuga digoda oleh Seorang anak ketjil, merasa bahwa itu menenangkan.

   Maka dilandjutkan keduanja mentjari djalan lain, untuk mendapatkan tempat dari mana tertawa itu terdengar.192 Tetapi begitu sampai sama sekali.

   Lajungsari telah kembali hilang.

   Keduanja terpaksa tersenjum pahit, berpandangan dan tersenjum lebih pahit lagi.

   "Bisa djuga anak ketjil itu menggodanja. Nanti kita tjari rumahnja. Aku bawakan dia seratus mangga, biar kapok. Tetapi Selo, jakinkah bahwa dia sesungguhnja anak ketjil sesungguhnja? "

   Karangselo terkedjut. Baru terpikir sekarang balwa mungkin djuga pertanjaan Wiroseno itu benar. Mereka tiba-tiba terdiam.

   "Ah mana bisa. Aku sering melihat anak itu berlarian disini sedjak kita datang kemari."

   "Ja, tetapi jakinkah kau? "

   "Ja. Sekarang aku sangsi.

   "

   "Nah."

   "Nah, tetapi apakah kau sampai berpikir dia bukan anak2 sesungguhnja.

   "

   Keduanja terdiam tiba2.

   Karena memang sesungguhnja ada sesuatu jang aneh dari pandangan anak gadis ketjil itu.

   Pandangan jang mempunjai sesuatu jang menakdjubkan.

   Tetapi kegelisahan ini tiba2 terdesak masalah lain Mendadak waktu itu datang beberapa orang pengawal jang baru pulang dari penjelidikan didaerah benteng batu besi, langsung melaporkan dengan nada gugup.

   Pengawal itu hampir2 tidak djelas karena nafasnja masih tersendat waktu mentjoba mendjelaskan .

   "Nampaknja terdjadi malapetaka bagi kita Panglima.

   "

   "Kau tahu benar?"

   "Sedjak semalam, kira2 lewat tengah malam dari benteng batu besi terdengar suara gemuruh. Nampaknja sedang berpesta pora. Suara gemuruh, tertawa2 dan bersorak, tiada habisnja. Sedangkan kalau diperkirakan Panglima waktu itulah Puteri telah sampai kedalam benteng. Apakah tidak mungkin bahwa pesta itu adalah pesta kemenangan mereka, karena tertawannja Puteri Tjindewangi dan Sekarkembar? "

   "Kau jakn itu suara pesta pora? "

   "Ja. sorak itu tiada henti2nja hampir sampai mendjelang subuh hari. -193

   "Oh. Sampai kau meninggaIkan tempatmu? "

   "Ja, Sampal hamba pergi meninggalkan tempat pengintaian itu masih terdengar bahkan makin gemuruh dan makin gegap gempita."

   Karangselo dan Wiroseno seketika terpaku, tak bisa mengutjapkan sepatah katapun.

   Lain tidak bajangannja, bawa memang pesta itu pasti pesta kemenangan mereka atas tertawannja Tjindewangi.

   Mungkin djuga tontonan berdarah sudah mulai berlangsung.

   Karangselo hanja bisa menarik nafas pandjang dan memerintahkan agar pengawalan diperkuat.

   la sendiri kemudian mengadjak Wiroseno berunding lebih pandjang, untuk mengambil kesimpulan dan apa jang harus dikerdjakan djika berita itu benar dan suara2 gemuruh itu benar2 pesta berdarah untuk Tjindewangi.

   Sampai didalam ruangan, Karangselo telah memulai dengan nada jang sangat muram.

   "Seno. Apa kesimpulannja atas berita pengawal tadi?"

   "Mungkin memang benar begitu. Karena menurut berita dari pengawal pengawal jang menjamar sebagai rombongan penabuh. Tjindewangi tertangkap mendjelang tengah malam. Sedangkan benteng itu tidak begitu djauh dari daerah Danau Tojagumelar.

   "

   "Apakah tidak ada kemungkinan jang lain? "

   "Kemungkinan jang mana? Tjoba, tiba2 sadja mereka berpesta pora apa, atau tidak karena tertangkapnja Tjindewangi."

   Karangselo makin gugup.

   "Djadi artinja?"

   "Artinja kau tahu sendiri. Singolawu bukan manusia lagi dalam hal kesenangannja menjiksa orang. Dia bukan manusia lagi. Dia sudah berbaur dengan nafsu binatang jang paling rendah. Aku tahu sedjak dulu. Hanja memang orang sematjam jang dibutuhkan oleh Keradjaan Gunung Tunggal, hingga dia mendapatkan kedudukan jang tinggi. Memang dia sakti dan tangguh dalam segala hal.

   "Bangsat Singolawu itu harus setjepatnja kita musnahkan. Oh Tjindewangi, Tjindewangi dan Sekarkembar pasti tidak ada beda nasibnja."

   "Ja tentu. Mereka tentu sudah mengetahui sekarang siapakah jang membunuh Prameswari. Sekalipun itu buat Singolawu sesuatu hal194 jang baik. Singolawu tetap akan mempermainkan Sekarkembar sebagai boneka jang bisa diludahi dan dibenamkan kedalam kolam pemandiannja, sekalipun mungkin tidak akan sampai mati. Karena Sekarkembar tjukup sangat djelita untuk orang sematjam Singolawu. Tetapi itu lebih parah dari hukuman mati."

   Keduanja achirnjapun hanja bisa terpaku, masing masing diliputi angan2nja sendiri, disamping memuar otak mentjari djalan keluar dari kegelapan jang sangat gawat , sebab djelas bahwa terlambat beberapa waktu, mereka akan menemui majat Tjindewangi.

   Tetapi sampai sekian djauh mereka berpikir, sama sekali tidak ada djalan keluar itu.

   Bahkan kemudian kegelapan makin menggulat hati dan perasaan mereka.

   Karena tiba tiba datangja berita lagi dari pengawal"

   Pengawal jang lain.

   "Panglima. Seorang telah memberikan kabar baru. Pedukuhan Tojagumelar teah dibakar habis oleh pasukan2 benteng besi. Karena mereka tahu desas desus bahwa mereka akan melawan benteng batu"

   Besi.

   Tentu hal ini setelah mereka tahu dari pentjulikan semalam.

   Sama sekali dibakar habis dan tidak seorang jang diketemukan masih hidup.

   Ketjuali jang sempat melarikan diri.

   ***195 BAGIAN III.

   UNTUNGLAH, apa jang dibajangkan oleh Karangselo dan Wiroseno belum terdjadi.

   Memang benar dalam benteng batu-besi malam itu berlangsung pesta pora jang isertai permainan jang mengerikan.

   Dimana mulainja hanja sederhana.

   Singolawu mendadak mendjadi iseng setelah tjukup puas menggoda gadis2 rampokan.

   Kemudian keluar berkelakar dengan para Panglima dan tukang2 banjol dalam benteng.

   Timbul ingatan Singolawu.

   "O ja, kita kan punja permainan jang baik. Hai.. bagaimana kalau kita bawa panglma pkun Tunggulwono kemari, untuk sedikit diadjak bitjara dan diadjar sedikit agar tahu bagaimana rasanja tjambuk? Tentu hal itu akan menjenangkan. Rasanja sudah lama aku tdak melihat permainan sematjam itu, Damarsungsang sekalian, tetapi dia tjukup melihat dulu. Sebab besok baru giliran dia."Sambil berkata begitu, Singolawu tertawa lebar, ketika ingat bagaimana Tunggulwono mendadak mendjadi pikun waktu ditanjakan dan supaja menirukan sumpah setianja. Jang lainpun mendadak mendjadi ingin permainan, langsung seketika menjambut pikiran itu.

   "O ja, pasti itu akan lebih menjenangkan. Dari pada merggoda gadis2 jang mulai banjak menangis."

   "Ja, pengawal. Bawa Tunggul pikun kemari, bawakan pakaian jang baik, agar dia tidak tahu akan didjadikan permainan disini. -196

   "Ja tuanku."

   "Nah djangan lupa Darmatenggelam itu djuga. Dan perintahkan malam ini kita makan besar, untuk menghormat tamu kita Tunggul pikun itu. Seketika dalam benteng itu mendjadi sibuk karena mendadak Singolawu ingin makan besar. Singolawu kemudian bertanja sanbil tertawa.

   "Apa permainan kita nanti sebaiknja,supaja malam ini djadi tidak membosankan."

   "Pertama bagaimana kalau kita suruh panglima pikun itu untuk tarik suara ebih dulu? Kemudian akan kita adjarkan dia bagaimana menari monjet?"

   Kelakar mereka makin mendjadi djadi waktu Panglima Tunggulwono telah diseret dan didorong kehadapan mereka dengan pakaian jang bagus dan dikepalanja diselipkan sehelai bulu2, entah dari mana bulu-bulu itu didapatkan.

   Damarsungsang melihat kedjadian ini, merasakan kegetiran jang penuh pemberontakan jang tiada taranja Tetapi sekal ini diluar dugaan Singolawo, Tungguwono jang nampak telah agak pikun karena sudah agak landjut usia, jang kemarin agak gugup dihadapannja, kini memandangi Singolawu dengan tadjam dan penuh kebentijan.

   
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Singolawu heran dan tersinggung.

   "Hai, Tunggul pikun. kenapa kau melihat begitu djelek kepadaku? Apakah sudah tahu benar bahwa aku akan menghukum mati kau besok pagi?"

   "Sudah."

   "lalu bagaimana kau sekarang? Kalau misalkan aku berbaik hati sedikit untuk mempertimbangkan hukuman mati itu, itu kalau misalnja kau mengadjukan permohonan arnpun. Sebab terus terang akupun merasa sajang hendak memerintahkan memantjung kepalamu. Ada keinginanmu untuk minta ampun "

   Singolawu jakin dan mengira bahwa djelas Tunggulwono akan penuh pengharapan minta ampun, untuk bisa dibebaskan dari hukuman197 mati itu tetap sama sekali diluar dugaan Singolawu, Tunggulwono tiba2 berteriak.

   "Apakah kau mengira aku sudi minta ampun kepadamu? lebih baik kau perntahkan njobek dadaku ini dari pada aku menjembahmu, Seorang jang tidak pantas djadi tjalon Radja.. Aku sudah siap ingolawu. Ini tebih baik dari pada aku menjembah memohon pengampunan."

   Seketika suasana mendjadi senjap, mereka terpaku oleh teriakan jang begitu berani, Singolawu mendadak seperti djantungnja disengat lebah, marahnja merajap begitu tjepat.

   Seketika meraih sebuah tjambuk dan diajunkan sekuat tenaganja, hingga Tunggulwono ambruk seketika.

   Tetapi sama sekali tidak mengaduh.

   Ajunan jambuk diulangi, entah berapa kali hingga untuk beberapa lama Tunggulwono tidak bangkit lagi.

   Kemudian memerintahkan agar Tunggulwono disiram air untuk bisa sadar kembali.

   Tiba2 sekali lagi Singolawu mendelik, melihat Damarsungsang tersenjum melihat dirinja.

   "Kau djuga monjet, kenapa kau tersenjum. Apakah kau menganggap permainan lutju.

   "

   Belum sempat Damarsungsang mendjawab karena marah ia telah menggeliat. Tubuhnja terguling karena ajunan tjambuk jang membelit Punggungnja. Singolawu membentak sekali lagi.

   "Seret dia, ikat ketengah lapangan. Nanti kita pikirkan bagaimana kita harus mengadjar mereka. Monjet jang bodoh itu."

   Begitulah dari permulaan iseng, achirnja Singolawu mendjadi kalap dan nampak mendjadi lebih ganas.

   Hanja memang terdjadi sesuatu dalam lubuk hati Singolawu.

   Bahwa apapun jang terdjadi ada terasa harinja retak.

   Bahwa tidak Semua orang takut kepadanja.

   Masih hidup orang2 jang sebenarnja mau melawannja, sekalipun harus dibajar dengan maut, tetapi perasaan ni dilenjapkan seketika dengan teriakan-teriakan agar para badut2 benteng keluar, pesta dimulai.

   Inilah jang agak menguntungkan Tjindewangi.

   Sebab waktu rombongan pentjulik datang menghadap, dimana pimpinan pasukan sudah siap2 untuk mendapatkan pudjian dan mungkin seketika naik kedudukannja karena bisa198 mempersembahkan dua gadis jang begitu djelita, achirnja mendapat bentakan.

   "Sekarang ini bukarn urusan perempuan. Simpan barang? nampokan itu, Besok baru sampaikan berapa orang jang tjantik."

   "Ja Tuanku."

   "Tetapi sekalipun demikian siapa jang mengganggu barang rampokan itu akan kupenggal lehernja."

   "Ja, Tuanku."

   "Nah sekarang simpan mereka baik2."

   Tindewangi selamat dari malapetuka malam itu Artinja ia sempat memikirkan tindakan apa jang harus dikerdjakan besuk pagi, untuk memulai sedjarahnja dalam benteng itu.

   Sedjarah jang mengambil satu resiko besar.

   Masih ada waktu, itulah jang menolong Tiindewangi dan Sekarkembar.

   Bahkan mereka sempat melihat bagaimana orang2 mendjadi kalap oleh pesta pora jang disertai permainan siksa itu.

   Tjindewangi masih ingat kepada Tunggulwono.

   Hanja kepada Damarsungsang ia belum pernah mengenalnja.

   Makin malam pesta itu makin ramai, karena tiba2 Singolawu mendapatkan pikiran jang aneh.

   lalah hendak mengadu Tunggulwono dengan Damarsungsang.

   "Nah, sekarang. Bagaimana kalau sipikun itu kita adu dengan Damarsungsang?. Mungkin agak djadi ramai permainan ini, dan siapa jang menang kemudian kita adu dengan kerbau. Kalau tidak salah dulu aku telah perintahkan agar membuat seekor kerbau diadi ganas?. Kalau banteng memang tidak lutju. Karena boleh merasa bangga kalau bisa menang melawan banteng. Kerbau akan lebih baik dan lebih lutju. Kalau dia menang, jukup tidak bisa berbangga, karena hanja menang lawan kerbau. Sebenarnja mereka tidak ada bedanja bangga atau tidak. Sebab mereka djuga akan mati besok. Sudah paham semua?. Nah kalau sudah paham, semuanja kerdjakan dengan tjepat. Kau tahu Singolawu tidak ingin melihat orang jang lambat bekerdja."

   Permainan inilah jang paling menjiksa hati Damarsungsang, bahw dia harus melawan Tunggulwono. Hingga achirnja Damarsungsang tanpa sadar berteriak.199

   "Kenapa kalian mau adu dengan panglima jang sopan ini. Apakah kalian tidak punja lagi djago jang sanggup melawan Damarsungsang?. Apakah tidak ada djago jang djantan lagi dari benteng perkasa ini? "

   Seketika beberapa Panglima mendjadi tersinggung dan salah seorang jang terbesar tubuhnja madju kelapangan, dengan dada jang bergolak oleh perasaan marah dan tersinggung.

   "Tutup mulutmu monjet ketjil. Aku jang akan membuatmu djadi bungkam selamanja.

   "

   "Nah. Djadi masih ada. Kenapa kau lemparkan Tunggulwono uatuk melawan Damarsungsang?."

   "Bungkam mulutmu itu monjet.

   "

   Sementara itu salah seorang pengawal diperintah melepaskan ikatan tali Damarsungsang dan keduanja telah berhadapan dengan baik. Karena masih djelas tidak mau mendjadi bangkai. Singolawu berteriak.

   "Kubebaskan kau Damarsungsang, kalau kau menang.

   "

   Sebentar kemudian disekeliling lapangan itu telah penuh tentera dan Singolawu bersama panglima duduk diatas tempat jang meninggi sambil tertawa tawa, sebab mereka jakin bahwa Panglima bertubuh besar itu, tidak mungkin terkalahkan hingga selama ini mendapat djulukan Setan aduan.

   Setan aduan tanpa memberi waktu lagi, dengan amat litjiknja menjerang Damarsungsang, sebelum Damarsungsang siap sama sekali.

   Hingga serangan pertama ini menjebabkan Damarsungsang terlempar djauh.

   Tetapi sama sekali sorak jang meledak itu kemudian mendjadi senjap kembali, karena Damarsungsang djatuh seperti kutjing jang dilemparkan ketempat manapun.

   Djatuh dan dengan enaknja berdiri kembali.

   Damarsungsang sendiri heran bahwa ia tba2 mendapatkan kejakapan jang tiada ia sadari.

   Setan aduan menjerang sekali lagi dengan kekuatan jang lebih dahsjat dan berhasil menjekap Damarsungsang, bahkan ia berhasil mengangkat Damarsunsang tinggi 2 diputarnja diatas kepalanja hingga berkali - kali menyebabkan sorak-sorai kembali meledak.

   Dan setelah puas sisetan aduan in memutarkan tubuh Damarsungsang, setjepatnja dia membanting kuat-kuat dengan maksud meremukkan tulang-tulang Damarsungsang.

   Tetapi begitu200 Damarsungsang terlempar, sekali lagi Damarsungsang djatuh sebagai semula.

   tidak ada pengaruhnja sedikitpun lemparan jang membentur dirinja dengan batu dinding disebelah utara lapangan.

   Maka kemnali sekal lagi lapangan mendjadi senjap.

   Karena orang-orang tertjengang tanpa disadari oleh mereka sendiri lama lama mereka sebagian besar beralih pihak, kini mereka memihak kepada Damarsungsang jang muda dan sedemikan tjekatan gerak dan kemampuannja menghindar dan menjerang.

   Makin lama makin banjak orang2 berpihak Damarsungsang, hingga kemudian terlempar sebuah kata2 edjekan jang menjakitkan hati.

   "Bagaimana ini setan aduan kita? Apa sudah waktunja kejok?."

   "Mundur sadja Panglima kita ini."

   Bermatjam2 lagi teriakan mereka hingga Singolawu sendiri tanpa disadari ikut serta mengedjek .

   "Setan aduannja sudah remuk."

   Mendengar Singolawu mengedjek langsung beberapa orang jang semula agak takut mengedjek, karena mungkin ditjambuk, oleh Singolawu.

   Meledak edjekan2 jang lebih menjakitkan hati panglima setan aduan ini Makin sengit Ia menjerang tetapi sedemikian djauh, semua serangan hampa dan Damarsungsang tetap masih segar bugar dan makin lintjah.

   Bahkan kini Tjindewangi jang mengintip dari djendela ikut menganggumi.

   Dalam sesaat itu Tjindewangi merasa bahwa ada sesuatu jang bisa diharapkan lebih baik dari semula.

   Bahwa dalam benteng itupun terdapat orang2 jang masih bersedia melawan Singolawu.

   Sekarkembar tidak sampai demikian, melihat Damarsungsang, timbulah gairah wanita mudanja, hingga tanpa menjadari mengutjap.

   "Ah, masih muda lagi.

   "

   Tjindewangi tersenjum dan mentjoba mengingatkan bahwa waktunja sangat gawat.

   "Ja, memang masih muda. Tetapi kita semuanja dalam anjaman panglima diatas itu. sajang."

   Sekarkembar tersenjum, dalam hati merasa djuga agak malu, tetapi kemudian malahan dilandjutkan.,201

   "Ja, dalam keadaan begini api hidup sematjam itu makin indah kurasakan, masak perasaan demikian hanja pada aku sendiri."

   Tjindewangi tidak sempat mendjawab karena tiba2 lapangan itu seakan2 gontjang oleh teriakan.

   waktu itu panglima setan aduan itu telah terangkat oleh kedua tangan Damarsungsang, diputarnja entah berapakali diudara dan kemudian djatuh berdentang terbentur sebuah batu Kepalanja petjah.

   Sorak sorai sampai kepada puntjaknja.

   tetapi kemudian Singolawu ingat bahwa Damarsurgsang adalah seorang jang sangat dibentjinja, maka iapun berteriak keras.

   "Monjet. Kau djangan berbangga bisa meremukkan kepala setan aduaa jang tolol itu. Kau kra pauglima benteng batu besi ini hanja seorang. Kalau misalkan semua remuk akan masih ada jang hidup Damarsungsang."

   Sambil mengatakan itu Singolawu menundjuk kepada Panglima dari pantai selatan.

   Panglima jang paling tegap tetapi paling suka adu ajam, hingga mendapatkan sebutan setan djudi.

   Begitu ia gila berdjudi adu ajam, sampai pernah sekali isterinja dipertaruhkan untuk taruhan.

   Dan ia kalah maka sebutan kemudian jang didapatnja ialah Setan djudi isteri.

   Dan memang ada jang luar biasa dari panglima djudi istri ini, ia mempunjai kesaktian jang aneh, ialah sama sekali ia tidak pernah tertangkap oleh tangan lawan, dan selama ini belum pernah sebilah sendjata manapun pernah menjentuh tubuhnja.

   Damarsungsang mengerti hal ini, hingga dia terpaksa hati2 untuk tidak mendjadi majat di-tengah2 lapangan itu.

   Dan pertarungan tanpa sendjata ini memang ternjata lebih dahsjat dari semula, karena masing2 sama sekali mampu menggeliat bagaikan belut dan jang seorang sematjam ular laut jang berkilatan geraknja.

   Hngga sampa sekian lama, sama sekali masing2 belum sempat menangkapnja.

   Pertarungan mendjadi hanja sematjan kilatan2 tjahaja jang sukar ditangkap oleh pandangan mata.

   Hingga masing2 terpaksa menahan napasaja untuk bisa mengikuti pertarungan jang aneh, Damarsungsang sendiri sama sekali heran kepada dirinja, bahwa tiba2 ia mempunjai gerakan jang belum dimilikinja, Ia tidak mengerti dan ia tidak membajangkan hal jang sematjam itu akan terdjadi..202 Sekarang orang2 sama sekali se akan2 dibelah dua, Sepihak berpihak setan djudi, sepihak berpihak kepada Darmarsungsang, Sedangkan Singalawu sendiri achirnja mendjadi gentar djuga, bahwa jang berada dalsm benteng itu dua orang jang luar biasa.

   Dan ini merupakan bahaja besar.

   Maka apapun jang terdjadi, semuanja kelak harus dibunuh setjepatnja sebelum mereka mengadakan perlawanan terhadap dirinja.

   Ja, memang demikian, mereka berdua harus diusahakan terbunuhnja dengan apapun.

   Kalau perlu dengan djalan jang terlampau litjik.

   Inilah jang terpikir Sngolawu, di tengah2 orang jang bergembira dan kagum.

   Di-tengah' sorak sorai jang meledak2 karena perasaan heran, kagum dan terpesona itu.

   Inilah jang terpikir dalam otak Singalawu jang telah mulai gelap oleh keinginan mendjadi orang besar.

   Sekalipun ia sendiri ingat bahwa baru sadja berdjandji akan membebaskan Damarsungsang jika berhasil menang dalam pertarungan ini.

   Tjindewangi makin terpesona, makin tertarik pada pribadi Damarsungsang dan ia mengharapkan bahwa Satu waktu Damarsungsang akan berpihak kepadanja untuk memperkuat kedudukan dan perlawanan tentera Ki Ageng Tunggal, Ja ini pasti dan Damarsungsang mash, sedangkan achirnjapun pasukan2 ini harus selalu mengambil tenaga2 muda bagi kelangsungan kedjajaannja.

   Makin lama pertarungan makin menakdjubkan dan makin mempesona, sehingga mereka jang melihat merasa bukan melihat pertarungn hidup dan mati antara seorang melawan seorang lawan.

   Tetapi merasakan suatu tontonan jang menarik sekal.

   Sorak sorai kini bukanlah sorak untuk kemenangan atau kekalahan dua orang jang berada diudjung maut, tetapi sorak-sorai kegembiraan dan kekaguman melihat dua orang jang tjakap dan berani dan luar biasa.

   Kini sebaliknja Singolawu mendjadi ketjut hatinja, melibat kedjadian ini, Ia mndjadi tjemas bahwa kedjajaannja akan mendjadi suram oleh keluarbiasaan dua orang itu.

   Maka tiba2 singolawu berteriak keras2.

   "Berlenti!"

   Suasan mendjadi senjap, karena mendengar perintah Singolawu jang meledak, se-akan2 menjapu seluruh suara jang sedang riuh.203

   "Berhenti. Kalian berdua ternjata sama2 tolol. Ataukah kalian berdua sengadja main2 dihadapan mataku? Atau memang kalian berdua sama2 takut mati? Oh, dalam benteng ini hanja untuk orang2 jang benar2 lelaki. Bukan sematjam kalian berdua.

   "

   Kemudian terpikir oleh Singolawu bagaimana ia akan bersikap sekarang kepada Damarsungsang.

   Djelas bahwa kalau ia memerintahkan menangkapnja, mungkin tidak ada pasukan jang mampu menjergap .

   Mungkin djuga akan berakibat buruk.

   Karena ternjata sebagian besar dari tentera sudah menaruh hati kepada orang muda jang luarbiasa itu.

   Maka dengan sombongnja Singolawu dalam kedjengkelan berteriak .

   "Tetapi sebagaimana sudah aku katakan. Dengan hatiku jang terbuka dan menepati djandji. Kau kubebaskan. Atas nama kebesaran hatiku kau boleh tinggal dalam benteng ini dan kukembalikan kedudukanmu sebagai pimpinan pasukan. Tetapi ingat djangan kau mendjadi besar kepala disini."

   Achirnja pesta pora dilandjutkan sampai lewat larut malam dan Singolawu tetap lupa bahwa pasukan pentjulik telah berhasil membawa gadis2 rampokan jang diantaranja terdapat dua orang gadis djelita.

   Sama sekali lupa.

   Dan persoalan inilah jang agak menguntungkan Tjindewangi.

   la mempunjai kesempatan untuk berpikir dan mengetahui keadaan dalam benteng serjara selintas.

   Hatinja telah tetap dan kini mendjadi makin kuat.

   *** Koleksi Kolektor Ebook204 BAGIAN IV.

   PAGI HARINJA setelah malam pesta pora jang mendjengkelkan Singolawu, ternjata masih membawa kedjengkelan jang ber-larut2.

   Singolawu bangun terlambat dan langsung kemudian keluar ber-djalan2 mengelilingi benteng itu, untuk menundjukkan bahwa dia jang berkuasa dan bertanggungdjawab dibawah kebesaran dan hidupnja benteng itu.

   Selain itu ia sengadja mentjari kesan, apakah mungkin dua orang jang jakap dan masih muda itu achirnja akan mendapatkan perhatian lebih besar dari padanja.

   Hingga pimpinan pasukan pentjulik jang ingin tergesa2 mentjari nama karena telah membawa gadis rampokan jang begitu djelita, terpaksa mentjari2.

   Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Hingga tanpa disadari ia mengumpat.

   "Oh, begini kalau orang perintahan sematiam aku jang kebetulan jang tukang perintahnja linglung.

   "

   Temannja hanja tersenjum, sebab dia sudah lama djuga menaruh bentji kepada pimpinan pasukan jang gila kedudukan itu.

   "Linglung bagaimana?"

   "Ja, berapa kali aku di maki2. karena membawa gadis jang katanja tidak tjantik. Padahal mana bisa mereka itu tidak tjantik. Akupun diberi tidak menolaknja. Sekarang aku telah membawa jang begitu tjantik, hanja untuk melaporkan sudah harus keliling2. Hanja untuk melaporkan. Tjoba pikir hanja utituk melaporkan. Itu kalau nasib baik, laporan itu tidak mendjad sebab aku di maki2 atau ditjambuk. Heranku, tjambuk itu kenapa tidak pernah berpisah dari tangannja. -205

   "Biarkan sadja. Itu tidak akan umur lama. Aku memang bukan peramal. Tetapi pertjajalah bahwa semua orang jang menggali dan menanam akan menerima hasilnja. Dia mengali kebentjian dan malapetaka, Satu waktu dia akan menerima kebentjian dan malapetaka itu. Itu masih untung djika dia mendapatkan satu banding satu. Biasanja dua tiga kali lipat akan menimpa dirinja."

   "Masak begitu. Ja. Buktinja sekarang memang tidak ada seorang jang berani melawan dia?"

   "Ja. tunggulah. Tunggu."

   Waktu itulah Tjindewangi dan Sekarkembar telah menjiapkan diri untuk menghadapi kedjadian jang akan pasti datang pada hari.

   Bagi Tjindewangi itu sudah djelas, bahwa hari itulah hari jang menentukan apakah ia akan disobek-sobek seluruh tubuhnja ditengah tengah lapangan benteng itu ataukah ia akan bisa menundukkan Singolawu dan artinja akan bisa direbutnja benteng tanpa mengeluarkan korban jang banjak bagi kedua belah pihak.

   Sekalipun ia belum tahu apakah jang akan dikerdjakan.

   Apakah ia akan menggertak.

   Ataukah ia akan mempergunakan kedjelitaannja untuk menundukkan Singolawu.

   Djelas bahwa hal itu akan tergantung nanti bagaimana keadaannja.

   Waktu itulah Tjindewangi memohon kepada Jang Maba Esa untuk mendapatkan tjahaja jang membawa perbaikan bagi rakjat Gunung Tunggal.

   Dan kira2 waktu itulah duga pimpinan pengawal itu telah berhasil mendapatkan Singolawu dan dengan senjum2 ia menjampaikan .

   "Menurut perintah Panglima semalam, hamba harus melaporkan tentang hasil rampokan itu. Maka apakah sekarang hamba telah diidjinkan menjampaikan?"

   "Ja mestinja begitu.

   "

   "Ja djadi didjnkan sekarang? "

   "Tetapi sebaiknja kau berpikir dulu apakah jang kau bawa itu tjantik atau tidak? Kalau masih sama dengan lainnja ebih baik kau pergi dan kembalikan barang rampokan itu kedesanja.

   "

   "Oh, tidak Panglima. Sekali ini lain."

   "Lainnja bagaimana, kakinja mentjeng? -206

   "Tidak. Sungguh sekali ini hamba bawa dua orang gadis jang sangat luar biasa."

   "Menurut kau?"

   "Tidak panglima, semua orang mengatakan begitu.

   "

   "Ja, begitu?"Singolawu maksudnja bertanja kepada pengawal jang lain, tetapi karena tidak begitu djelas, pengawal itu diam sadja.

   "Apa betul begitu? Sudah tuli kau?"

   "O ja ja ja Panglima ja, dua orang ini amat luar biasa, Hamba sendiri remuk mata hamba melihatnja."

   Singolawu sekali menbentak lebih keras karena makin djengkel.

   "Aku tanja bagaimana luar biasanja. Aku tidak ingin tahu apakah matamu remuk atau ambjar." . Ja ja, Panglima sungguh2 luar biasa. Bibirnja bagaikan bunga mawar.

   "

   "Bunga mawar? " -Ja, ja, ja Pangima. Bunga mawar jang sudah merekah dipagi hari, jang sedang ditimpa sinar matahari. Matanja bertjahaja, dan tubuhnja bagaikan pualam."

   "Kakinja?"

   "Kakinja ketjil Panglima, tumitnja kemerahan dan rambutnja. Rambutnja aduh rambutnja, rambutnja, itu rambutnja, Rambutnja bagaikan berdjuta rambut.

   "

   "Dari mana?"

   Dari pedukuhan Tojogumelar ditepi danau., Memang disana sedjak dahulu terkenal Panglima. Sangat terkenal."

   "Namanja?"

   "Hamba tidak tahu..

   "Baiklah, sekalipun kau masih tetap tolol bahwa orang tanpa tahu namanja. Kau boleh bergembira, karena kalau kau benar2 membawa jang menjenangkan hatiku, kau akan segera naik pangkat. Tetapi ingat kalau jang kau bawa seperti angsa. Kau berdua akan kudjadikan angsa lehermu."

   "Ja Pangliaa."

   "Sekarang kau boleh pergi,-207208 Betapa lapangnja dada kedua pengawal itu, haru sekali mereka berdua tidak dimaki-maki. Keduanja tersenjum2.

   "Ja moga2 sadja Panglima kita ini berkenan hati. siapa tahu aku dan kau naik pangkat djadi Panglima muda. Nah akan kusikat nanti semua gadis disekitar benteng ini. Tjoba pikir berapa kali aku berhasil membawa dengan susah pajah, seorangpun aku belum pernah mendapatkan bagiannja?"

   Temannja seketika tertawa bergelak gelak mengedjek2 .

   "Panglima muda. Rusak bentengi ini kalau kau djadi Panglima muda. Terang sama sekali rusak."

   "Eh, kau pikir aku tidak pantas djadi Panglima muda?-"

   Saat itu djuga entah bagaimana mulanja, pimpinan pasukan itu telah menempeleng temannja sampai djatuh tersungkur.

   Singolawu sendiri, achirnja tergerak djuga oleh pembitjaraan kedua pengawalnja jang membajangkan bagaimanakah gadis jang dibawanja.

   Mulai kini terbajang tubuh jang djernih bagaikan pualam, mata jang bertjahaia dan berambut seolah-olah berdjuta rambut.

   Maka maksud untuk mengelilingi seluruh benteng itu diurungkan dan kembali menudju kearah kediamannja.

   Nafasnja telah mulai turun naik terdesak bajangan2 tubuh bagaikan pualam, mulai sesak dan darahnja terasa mengalir lebih kentjang.

   hingga Singolawu sama sekali hilang sudah perasaannja sebagai seorang panglima Jang menguasai benteng besar dan perkasa itu.

   Sama sekali hilang dari pandangan matanja benteng jang terlampau besar, tinggi dan lengkap dengan persendjataannja, dimana benteng-benteng itu dalam keadaan sangat gawat, dalam keadaan terantjam dari seluruh dendam rakjat seluruh Gunung Tunggal.

   Sama sekali hilang, jang tinggal kini hanjalah seorang lelaki jang nafsunja terbakar oleh nafsu birahi jang menjala-njala dan bergegas ia menudju ketempat kediamannja, di tengah2 benteng.

   Ia melangkah terantuk antuk batu udjung djari kakinja jang hanja beralaskan dua buah telumpah, bagaikan serigala jang mentjium bahu kidjang muda disuatu danau.

   Tetapi begitulah nasib Tjindewangi.

   Siang hari itu belum djuga datang saatnja ia harus bertemu dengan Singolawu.

   Karena tiba2 waktu209 Singolawu hampir mentjapai tempat kediamannja, terdengar teriakan2 dan djeritan beberapa wanita jang tersimpan disuatu tempat karena dua orang Panglima jang kalap tiba2 memasuki ruangan itu dalam keadaan mabok.

   Kedua orang itu masuk dan menjergap beberapa orang gadis, mentjiumi mereka dan ter-tawa2 bergelak dan memburu jang lain lagi, hingga bubarlah gadis2 itu berlarian melepaskan diri dari serbuan dua lelaki jang telah mabok dan kalap.

   Singolawu melihat keadaan itu mendjadi marah dan tersinggung, lupa akan bajangan tubuh bagaikan pualam, lupa akan gambaran2 rambut sedjuta dan berlari mentjari tempat dimana gadis2 itu mendjerit.

   Dan betapa makin marahnja Singolawu melihat dua orang Panglima jang tengah mabok itu, ter- tawa2 dalam ruangan gadis2 rampokan.

   Berteriak dan mengatakan kata2, jang tertontar, begitu sadja tanpa disadari.

   "Nah mari putri dari kajangan. Kenapa kalian lari2? Aku kan bukan serigal. Aku Panglima benteng batu-besi jang hendak menaburkan bunga2 tjinta. Kenapa ka!lian lari? Hei, kenapa kalian lari. Tidakkah kau melihat bahwa aku seorang tampan dan perkasa dan satu waktu akan bisa mengganti Radja Gunung Tunggal? O, kalau aku sudah tertjapai mendjadi Radja, dan Keradjaan Gunung Tunggal ini akan kunamakan Keradjaan Gunung Mutiara. Mutiara mustika, mustika djamrut mutu manikam."

   Jang Seorang menambahi dengan tertawa terkekeh kekeh karena sudah melebihi maboknja;

   "Ja, Keradjaan Gunung Mutiara Laut dan aku akan mendjadi wakilnja. Ja begitu kan. kau setudju bahwa keradjaan besok mempunjai Radja dan wakilnja., Sehingga kalau kau mampus segera aku menggantikan tidak usah repot."

   Jang seorang mendadak terbelalak matanja.

   "Apa kau kira bisa mampus! Aku bukan Radja jang akan bisa mampus, bahkan akan selalu mendjadi muda kembali. Muda kembali. muda belia, belia remadja,- remadja putera. Nah hei kenapa kalian lari210 bagaikan kidjang2 jang diburu singa? Apakah kalian melihat diwadjahnja ada terbayang wadjah singa?"

   Ja, itulah permulaan kenapa Tijindewangi siang hari itu belum Sempat ditemui Singolawu, karena Singolawu kemudian terlibat dalam ruangan2 gadis. ambil membentak.

   "Monjet, Apa kerdjamu disini? Kidjang2? Mana itu kidjang? Kau jang seharuspja mendjadi kidjang jang harus dibakar hidup2."

   Waktu itulah sebelum Singolawu mengutjapkan kata2 jang terachir landjutannja, tjambuk telah terajun.

   Tetapi diluar dugaannja kedua Panglima jang mabok itu melawan dan pergumulan berlangsung dalam ruangan perempuan.

   Singolawu dikrojok dua orang bingga terpaksa harus melajani serangan itu dalam waktu jang agak lama.

   Dan sore harinja, pesta pora kembali berlangsung karena dua Panglima harus mendjalani hukuman mati.

   Sederhana hukuman itu.

   Keduanja diadu sampai mampus dan kemudian jang masih hidup dipenggal kepalanja.

   Waktu malam mulai turun, dalam benteng itu mulai senjap.

   sama sekali senjap dan muram bartjampur gelisah.

   Kini mulai terasa bahwa perasaan takut dan tjemas mulai membebani perasaan mereka melihat kedua panglima itu dihukum mati tanpa dipertimbangkan lebih lama lagi.

   Sedangkan soalnja hanja remeh.

   Mabok dan berteriak-teriak.

   Ja apapun jang terdjadi kenapa mereka berteriak dan menjerbu kedalam ruangan simpanan perempuan mesti ada sebabnja, ialah sebab tekanan kesunjian dan keadaan dalam benteng jang mulai katjau dan menggelisahkan.

   Suasana mendjadi senjap dan lengang, nampak terasa bahwa hukuman mati sematjam itu bisa djuga terdjadi bagi siapapun.

   Bagi siapapun jang menjebabkan Singolawu marah, tjukup membawa mereka ketiang gantungan atau ketonggak pemantjungan.

   Damarsungsang dan Tunggulwono mulai membitjarakan bagaimana ia berdua bisa meloloskan diri dari benteng laknat itu dan bahkan beberapa orang jang lain lagi telah mulai dirajapi api pemberontakan jang makin terasa mendesak-desak agar setjepatnja dikerdjakan.

   Tetapi masih belum tahu djalannja.

   Dan masing2 masih takut untuk menjampaikan hati masing2.

   Perasan sematjam baru merajap dan211 merajap dalarm hati mereka jang membisu, merajap disudut-sudut benteng batu besi.

   Djuga Tjindewagi kini merasakan kengerian itu, setelah bagaimana Singolawu menghukum mati dua orang panglima.

   Tjindewangi merasa babwa keadaan sangat buruk dan mungkin Singolawu masih dalam keadaan gusar atau haus darah.

   Dan Tjindewangi jakin bahwa malam itu pasti akan datang waktunja Singolawu mendjumpainja.

   Pasti.

   Karena beberapa malam ini nampak bahwa Singolawu sibuk dengan pesta jang tidak menentu.

   Pasti dan malam itulah saatnja Hingga Sekarkembarpun jang tidak dapat menahan kegelisahannja menanjakan.

   "Bagaimana nanti Puteri? Apakah jang harus kukerdjakan?"

   Tjindewangi terpaksa masih mendjawab dengan nada Jang gelisah.

   "Akupun belum tahu. Keadaan begitu buruk."

   "Djadi bagaimana?"

   "Aku belum tahu akan bagaimana?"

   Keduanja kemudian terdiam.

   terdesak makin terdesak, saat itu terdengar langkah orang mendekati.

   Setapak demi setapak langkah terdengar dan makin dekat makin dekat.

   Setapak demi setapak langkahnja seakan-akan menapak dihati kedua wanita itu, jang belum tahu apa hendak dikerdjakan djika langkah itu benar2 langkah Singolawu dan kemudian pasti akan masuk kedalam ruangannja.

   Setapak demi setapak langkah itu merupakan pukulan2 jang sangat pelahan dan makin lama makin keras, menggetarkan hati Tjndewangi hanja bisa mengutjapkan sesuatu jang hampir tidak kedengaran.

   "Mungkin sekarang waktunja Sekarkembar. Kita berdiri ditepian maut atau sebaliknja ditepian kemenangan. Tetapi jakinlah bahwa apa jang aku kerdjakan mempunjai tudjuan jang tesar. Apa jang kita kerdjakan adalah tjahaja pengharapan bagi orang lain."

   Sekarkembar jang masih lebih muda dalam usia dan pengalaman itu makin sesak napasnja, hampir2 tidak bisa ditarik lagi.

   Dan langkah tu212 sekarang telah berhenti.

   Artinja langkah itu telah sampai didepan pintu dan kemudian pintu itu akan terbuka.

   Tetapi jang aneh, nampaknja Singolawu sendiri seperti tersekad perasaan aneh, dan menggetarkan.

   Karena waktu tiba didepan pintu seakan-akan ada sesuatu desakan jang tidak ia kenal sendiri.

   la mendjadi ragu dan natasnja tiba2 seakan-akan membeku.

   Nafsu berahinja bahkan tiba2 mendjadi padam dan tulang-tulangnja terasa lemah.

   Beberapa waktu ia terpaku dipintu saat tangannja hendak mengetok pintu.

   Baru sesaat kemudian tenaganja pulih kembali dan bajangan wanita bertubuh pualam itu kembali tergambar makin djelas.

   Nafasnja kini mulai kentjang kembali dan menggelora.

   Singolawu batuk.batuk dan mengetok pintu beberapa kali Kemudian terdengar suara dari dalam.

   "Ja."

   Singolawu terasa seperti disambar kilatan petir mendengar suara jang begitu lembut dan menggigit-gigit.

   "Aku Singolawu. Bukakan pintu."

   "Ja Panglima."

   Sekali lagi Singolawu terasa disambar petir dua kali dan nafasnja makin kentjang.

   *** Koleksi Kolektor Ebook213 BAGIAN VI.

   
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
SEKARKEMBAR kemudian membukakan pintu dan langsung menundukkan mukanja, hanja sudut matanja selintas dapat melihat bagaimana Singolawu telah terengah2 nafasnja ter-tahan2.

   Tetapi sambi menenangkan perasaannja Singolawu mengatakan dengan nada jang di"

   Buat2 .

   "Oh, djadi benar laporan pengawal2. Oh sama sekali aku tidak menduga kalian begitu djelita. Duduklah dan djangan takut. Aku Panglima jang besar dan akan selalu menghormati setiap wanita djelita. Siapa nama mu berdua?"

   Singolawu belum memperhatikan benar2 wadjah Tjindewangi dan Sekarkembar sebab ia masih sibuk bagaimana bisa menenangkan urat2 sjarafnja jang makin tegang terasa, langsung berbaring dan mengatakan lebih landjut.

   "Di sini tidak apa2. Sekalipun kalian kubawa kemari dengan tjara rampokan, kau akan hidup disini dengan baik dan mewah. Kemudian nanti akan pindah keistana pualam jang luar biasa indahnja. Kau telah pernah masuk ke istana Gunung Tunggal? Oh. Ja, ja memang benar kata2 pengawai2 tetapi sajang ku-maki2 karena tololnja, lalu, ja tadi aku bertanja siapa namamu?"

   Suasana mendjadi senjap dan se-akan2 mati karena Tjindewangi terpaku dan belum tahu apakah ia akan mengatakan nama sebenarnja atau tidak? Hingga achirnja mendjawab.

   "Apakah Panglima memerlukan-214

   "Ja pasti, pasti. Tetapi baiklah aku jang menamakan kalian berdua. Kau Sekarwengi dan kau jang lebih muda Sekarsore. Nah kau tahu djuga bahwa aku djuga bisa membuat nama. Bagaimana masih kurang baik? "

   Tjndewangi hanja tersenjum dan sejum itu sedemikian membuat Singolawu nafasnja sama sekali beku.

   Tetapi samar2 kemudian ingolawu ingat bahwa ia pernah melihat wadjah sematjam itu, tetapi entah dimana ? karena pikiran unuk kewadja Tjindewangi djelas amat djauh dan tidak sama sekali terpikirkan.

   Tetapi kemudian Singolawu bertanja pula sambil nampak keheranan.

   "Tetapi kenapa rasanja aku pernah melihat kau berdua? Kau pernah melihat aku selama ini?"

   Tjindewangi menjahut, pelahan dan senjumnja makin menggelorakan hati Singolawu, menggelora dan benar2 telah kalap sama sekali perasaan lelakinja dan kini mungkin djika Tjindewangi harus memerintahkan seluruh benteng itu menjerah mungkin hanja tnggal memintanja dengan halus.

   Hingga Tjindewangi agak longgar hatinja, nafasnja mulai kembali tenang dan menjahut .

   "Ja, mungkin begitu Panglima. Tetapi hambapun lupa dimana?"

   "Aneh, mungkin sudah ditakdirkan oleh Jang Maha Esa kau akan mendjadi djodohku. tetapi kau ingat dimana waktu itu kita bertemu?"

   "Hamba tidak ingat Panglima.

   "

   "Baiklah, kukira itu djuga tidak penting.

   "

   "Ja, mungkin begitu Panglima.

   "

   "Tetapi sekarang namamu jang sebenarnja siapa, dari mana dan selama ini kau bekerdja dimana? Atau djelasnja kau sudah bersuami atau sama sekali belum? "

   Tjindewangi hanja tersenjum dan tertunduk, menjebabkan Singolawu makin remuk hatinja, hingga kemudian tanpa disadarinja bangkit mendekati dan berkata.

   -Kukira kau pasti belum bersuami, karena djelas bahwa sebenarnja hanja pantas kalau bersuami seorang Panglima.

   atau memang begitu kehendakku? Gampang djelas amat terlampau gampang.

   Aku jang pertamakal akan melamarmu sebagai suami jang baik.

   Kau perlu tahu215 bahwa akulah satu2nja tjalon Radja di Gunung Tunggal ini, kalau nanti selesi peperangan.

   Kau tahu sampai dimana kekuatanku.

   Tjindewangi, Wulungseto itu Ki Ageng Pikun itu akan segera menjerah kemari.

   Tetapi kau tidak perlu kawatir sebab aku tidak akan mengambil Tjindewangi sebagai isteri atau prameswari.

   Tidak dia akan kulemparkan ketengah lapangan benteng ini sampai mendjadi majat, Entah dimana aku akan membunuhnja, aku belum tahu."

   Djelas bahwa Tjindewangi dan Sekarkembar waktu itu nampak terdesak perasaanja, hanja masih bisa djuga mereka berdua menguasai perasaan itu, bahkan Tjindewangi sebaliknja menggoda.

   "Ah masak. Seluruh orang jang pernah melihat Tjindewangi kabarnja tidak bisa lagi berkutik."

   Singolawu membentak dan membanggakan dirinja "Ja memang djelas begitu sebab mereka adalah lelaki jang mudah remuk hatinja.

   Tetapi aku jang telah menganggap Tjindewangi musuhku terbesar sepandjang djaman, bagaimanapun tidak akan berbalik mendjadi begundalnja sekalipun dia menjerahkan dirinja untuk diperistri, oh tidak tidak.

   Sama sekali tidak.

   Singolawu akan membuktikan bahwa dia lelaki jang sanggup menjobek dada seorang wanita jang bagaimanapun djelitanja kalau ia pernah melawanku.

   Memang dulu aku pernah tergetar djuga melihatnja tetapi setelah tahu dia adalah pengchianat paling besar dalam sedjarah hidup Keradjaan Gunung Tunggal, itulah sebab aku hendak membunuhnja.

   Memang dalam hal ini tentu aku merasa beruntung djuga sebab dengan pemberontakan Tiindewangi ada kesempatan bagiku untuk mendjadi Radja.

   Nah tetapi Tjindewangi tetap Tjindewangi jang harus dimusnakan sampai keluarganja, seluruh, seluruhnja tidak akan seorangpun tinggal.

   Nah sekarang kau sudah tahu apa jang hendak kukerdjakan.

   Bagaimana pikiranmu? Krasan disini?"

   "Ja Panglima,"

   "Kau sidjelita ketjil jang manis?."

   "Ja Panglima."

   "Nah kalau begitu tidak ada soal lagi sekarang. Sekarang tentu kalian berdua tahu apa jang kukehendaki? "

   "Belum. Panglima.-216

   "Belum tahu bagaimana. Kau seorang wanita dan aku seorang Panglima jang telah lama merindukan gelora asmaranja Bagaimana kau belum mengetahui hal jang semudah itu?."

   Tjindewangi merasa kini bahwa keadaan mulai mentjapai kesatu tingkat dimana dia harus menghindarkan diri dari malapetaka nafsu serigala Singolawu.

   Sekarkembar sendiri merasa geli bertjampur tjemas melihat keadaan jang makin memburuk, nampak dari mata Singolawu jang makin liar dan menjala2.

   Tjindewangi mentjoba menghindarkan kelandjutan jang berbahaja itu bagi kewanitaannja.

   "Ja memang hamba belum mengetahui; tetapi apakah waktu tjukup baik Panglima, hari ini.?"

   "Ja tentu tidak ada hari jang jelek bagi Singolawu untuk hal2 sematjam itu ketjuali kalau parempuan itu memang memuakkan."

   "Kalau boleh hamba hendak bitjara sedikit. Ja mungkin ini tidak begitu berarti. Tetap. Panglima. Hamba mendengar berita bahwa pasukan Tjindewangi dan Wulungseto telah bergabung disatu tempat, ber- sama2 pasukan Karangselo untuk merentjanakan penjerangan. Maaf pangtima kalau hamba terlampau lantjang mengatakan sesuatu."

   "Ja ja ja tidak tidak. Kau akan kuberikan hadiah djika bisa membantu soal ini.

   "

   "Hamba hanja mendengar dan beberapa orang waktu itu. mampir kepedukuhan Tojagumelar."

   "Lalu?"

   "Ja mereka dengen bangga mentjeriterakan bahwa penjerbuan itu akan merupakan penjerbuan kemenangan, kemenangan bagi Rakjat Gunung Tunggal. Begitu Panglima kata2 mereka jang sombong dan penuh jakin bahwa benteng ini akan berhasil dihantjurkan."

   "Ah omong kosong.

   "

   "Begitu hamba dengar Panglima.

   "

   "Ja kau boleh meadengar seribu kali kata2 sematjam itu. Tetapi itu omong kosong, omong besar, omong jang gentajangan tanpa kenjataan atau mereka buta sama sekali bahwa benteng ini sama sekali tidak akan bisa dihantjurkan oleh kekuatan manapun.-217 Tjindewangi merasa akan berhasil pembitjaraan ini kearah masalah lain dari pada rentjana Singolawu hendak melampiaskan nafsu gairah asmaranja. Tjindewangi mendesak.

   "Mereka mengatakan hal ini dengan tertawa lebar2, benar2 memuakkan. Tetapi hamba lihat betapa mereka itu membawa perlengkapan jang luar biasa banjaknja."

   "Ja, itu omong kosong kalau kau tahu. Benteng ini ditjiptakan oleh Keradjaan Laut Selatan jang tidak akan bisa dihantjurkan oleh siapapun. Benteng ini ditukar dengan biaja jang sangat mahal ialah ribuan gadis harus dikirimkan kesana. Ketjuali kalau bumi ini meledak barangkali baru benteng ini akan turut hantjur sama sekali, lain hal tidak mungkin terdjadi."

   Tjndewangi tersenjum dalam hati karena melihat bahwa Singolawu benar2 terbakar dalam hatinja oleh kata-katanja dan sekali ini nampak perhatiannja sama sekali beralih, djuga sekarkembar makin reda nafasnja.

   Dadanja terasa agak lapang dan menarik nafas pandjang2.

   Singolawu makin beringas,memandang keluar dengan liar, Sebab dalam, hatinja memang ada ketjemasan itu sekalipun sudah berusaha dilenjapkan.

   "Sampai kapan benteng ini berdiri tegak sepandjang djaman. Sepandjang djaman. Kau tahu sepandjang artinja tidak akan ada saatnja beracbir. Dan tjoba kalau kalian mau tahu siapakah Panglima jang bisa dibanggakan dari tentera Ki Ageng Pikun itu? Siapa tjoba, tjoba kau katakan? "

   "Djelas bahwa hamba tidak tahu Panglima.

   "

   "Nah kalau kau mau, tidak ada. Tidak seorangpun ketjuali Wulungseto jang suka perempuan itu satu waktu kesaktiannja akan lenjap. lenjap!!!"

   Singolawu berhenti mengumpat dan kemudian terbaring karena merasa tjapai oleh ketegangan jang tiba2 mendesak.

   Ia mengerti sekarang bahwa tentara djuga begitu tolol dan sampai tidak mengeiahui persiapan lawan jang seharusnja sudah harus dikerdjakan.

   Begitu lengah dan sama sekali tidak ada tanggung djawabnja.218

   "Tetapi, dapatkah kau buktikan beritamu itu ? Kalau tidak itu artinja aku harus membunuhmu?"

   Tjindewangi mengangguk "Tentu Panglima.

   "

   "Memang monjet2 semuanja, Tentera Wulungseto djuga monjet, tenteraku djuga lebih dari monjet sampai tidak tahu apa jang diketahui. Aku sendiri djuga hampir djadi monjet, begitu pertjaja bahwa keadaan sudah mendjadi baik. Monjet2 semuanja monjet.

   "

   Tjindewangi dapat merasakan lega untuk sesaat karena tiba2 Singolawu kemudian keluar, langkahnja ter-gesa2 nampak bingung dan tjemas, langsung berteriak memanggil panglima2 jang kebetulan ada disekitarnja. Kemudian langsung dibentak.

   "Kalian semuanja telah mendjadi monjet, sebagaimana tentara Radja Gunung Tunggal dahulu. Kenapa kalian tidak tahu bahwa Tjndewangi telah merentjanakan penjerangan besar-besaran kemari. Kenapa kalian telah mendjadi buta dan tuli?"

   Panglima jang daiang mendadak mendjadi ketjut hatinja, takut dan tidak mengerti apa jang dikatakan oleh Singolawu. -- Kau tahu atau belum apa jang kukatakan."

   "Belum Panglima.

   "

   "O ja memang kalian sudah begitu keadaannja. Dengarkan. Tjindewangi dengan pasukannja akan menjerang benteng ini besar2an. Ribuan rakjat telah dikerahkan dan seluruh kekuatan dipadukan untuk menjerang benteng. Dan itu tanda kalian goblok. bahwa berita sematjam itu tidak kalian ketahui.

   "

   "Berita itu dari mana, pengawal2 jang meronda sampai ditempat jang begitu djauh tidak melihat persiapan ini Panglima."

   "Ja karena pengawal2 itu memang sudah mendjadi monjet jang seharusnja telah dikubur dilautan selatan.

   "

   Panglima terpaksa terdiam karena semuanja menjangsikan, dan tidak bisa mengambil kesimpulan manakah jang benar.

   "Nah sekarang kalian sudah tahu, djadi harus sudah seharusnja kalian mengerdjakan apa jang mesti dikerdjakan untuk menghadapi penjerangao itu. -219 Singolawu kembali masuk kedalam meninggalkan para Panglima jang masih terpaku, hingga Singolawu terpaksa berpaling dan berteriak.

   "Musuhmu akan menjerang. Apakah kau masih tidak pertjaja bahwa kenjataan ini benar?"

   Singolawu langsung menudju kekamarnja, tidak kembali keruangan Tjindewangi, karena dia terpaksa harus meneliti pusaka2nja dan berusaha untuk memohon kepada kepertjajaannja unfuk bisa dikabulkan memperoleh kekuatan jang lebih besar.

   la menjadari bahwa benar2 sekali ini dia akan menghadapi sesuatu jang paling gawat dan paling menentukan mati hidupnja sebagai seorang tjalon Radja.

   Dan kemudian entah karena apa, tiba2 dalam ruangan pusaka2.nja, ia seakan akan dingatkan oleh sesuatu jang tidak dikenalnja.

   Ia kemudian berpikir.

   "Aneh, aneh sekali seorang gadis pedukuhan jang tidak pernah bergaul dengan sapapun di- mana2 tentunja, bisa mengatakan hal itu sedemikian lantjar."

   Dan kini terbajanglah wadjah dua gadis itu dengan berbaur dengan wadjah Tjindewangi dan Sekarkembar jang pernah dikenalnja.

   Singolawu mulai berpikir.

   Dan mengapa mereka berdua sampai saat terachir belum djuga mengatakan siapakah namanja?, Singolawu makin ragu dan menaruh tjuriga bahwa ada sesuatu jang tidak wadjar dari kedua gadis itu.

   "Pasti mereka itu setidak- tidaknja dua orang dari pasukan Tjindewangi jang mentjoba menjusup kedalam benteng."

   Maka segera Singolawu kembali masuk kedalam kamar Tindewangi dan dengan pandangan jang sedemikian tadjam menatap Tjindewangi dan Sekarkembar jang tiba2 mendadak merasa terkedjut, Singolawu tersenjum-senjum kini rabaannja mengenai siapakah kedua wanita dan kemudian mentjoba menjelidiki.

   "Terima kasih kau telah berbitjara. Aku sudah menjiapkan segalanja untuk pertahankan benteng ini sampa titik darah jang penghabisan. Djuga kau tidak usah kawatir benteng ini akan djadi hantjur. Tetapi sekarang aku hendak ingin tahu siapa namamu? Namamu jang sebenarnja dan kau djangan mentjoba mempermainkan aku.-220 Tetapi achirnja, entah apa jang terpikir oleh Tjindewangi. Dengan tenangnja Tjindewangi mendjawab, tjahaja matanja sama sekali tidak menundjukkan ketjemasan atau kegelisahan.

   "Aku memang Tjindewangi dan jang didepanmu itu Sekarkembar, seorang jang telah membunuh Prameswari. Aku tidak tahu Panglima mau berbuat apa kepada aku berdua. Tetapi sekarang aku ada didepanmu."

   Seketika Singolawu terbelalak matanja, kemarahannja bangkit seketika itu dan terpaku memandangi Tjindewangi seakan-akan mau menelannja mentah-mentah. Kemudian dengan suara membentak.

   "Lalu maksudmnu? Maksudmu menjusup kedalam benteng ini? Tjoba katakan, tentu tidak lain hanja akan mengetahui rahasia benteng ini dan kalau mungkin kau ingin menundukkan aku dengan senjum atau air matamu?"

   Singolawu kemudian terlawa, mengedjek dan membanggakan dirinja sebagai seorang jang lebih pandai.

   "Itu terang tidak mungkin Tjindewangi. Aku sudah katakan bahwa Singolawu tidak ada lain jang dipikirkan hanja ingin membunuh Tjindewangi. Biar kau mendjual senjum dan air matamu sampai membasahi seluruh benteng ini, Singolawu tetap Singolawu jang hanja ingin memenangkan peperangan ini, setjepat-tjepatnja, setjepatnja. Kau dengan apa jang kau katakan, Singolawu hanja ingin memenangkan peperangan dan membunuh semua begundal Ki Ageng Tungga, jang telah mendjadi pikun itu. Ja ketjuali Sekarkembar ini barangkali masih mendjadi pemikiranku apakah akan ikut serta kulemparkan kedalam lobang maut,"

   Singolawu mengatakan itu sambil mentjari kesempatan untuk menutup pintu itu dan menguntjinja kuat-kuat setelah jakin bahwa Tjndewangi tidak bersendjata.

   Pada hal inilah jang diharapkan oleh Tjindewangi, bahwa pintu itu terkuntji dan ia telah memutuskan untuk lebih baik mati bersama.sama dalam satu ruangan dengan Singolawu, sebelum Singolawu mendjamah tubuhnja.

   Dan Singolawu kemudian merubah djuga sedikit kemarahannja setelah melihat betapa ketjantikan dua wanita dihadapannja, dihadapannja dalam keadaan kamar terkuntji dan hanja dia satu2nja jang berkuasa.

   Kemudian berkata.221

   "Ja tetapi itu keputusanku sebagai Panglima Tjindewangi. Aku sebagai Singolawu jang mengenal sebagai seorang wanita jang berani dan mempunjai tjita tia jang tinggi. Jang kukenal sebaga seorang puteri jang djelita, tentu aku mempunjai, masih mempunjai kemauan jang baik untuk menjelamatkan kau. Tentu djika kau djuga memahami kemauan baikku."

   Tjindewangi agak lega setelah melihat Singolawu sedikit merubah sikapnja. Djelas bahwa bagaimanapun keadaannja Singolawu masih nampak kemudian gelora hatinja sebagai seorang lelaki.

   "Maksud Panglima bagaimana? "

   "Maksudmu sendiri apa?"

   "Aku toh tidak mengerti bahwa akan ikut serta ditjulik bersama sama orang jang lain."

   "Ja tetapi bagaimana aku bisa pertjaja? Kenapa kau dipedukuhan Tojagumelar dan menjamar sebagai gadis2 pedukuhan. Bahkan Sekarkembar ini menjamar sebagai seorang pesinden? Tjoba apakah itu bukan akal bulusmu?"

   "Aku memang sedang berada disana, untuk mentjari/hiburan dari ketegangan selama ini. Dan Sekarkembar memang suka begitu sedjak lama. Bahkan sedjak ketjil kutahu. Dan kaupun mestinja memahami bahwa dalam keadaan seperti sekarang ini orang mendjadi iseng. Dan Panglima djuga mesti mengerti, bahwa bagiku apa jang paling penting hanjalah ingin membunuh Radja Gunung Tunggal jang memeriatahkan menbunuh ajahku. Damarwangi. Hanja itu. Sesudah itu aku tidak mempunjai maksud jang lain terhadap Keradjaan ini. Entah siapa jang hendak memerintah. Buat apa aku pajah2 memikirkan hal2 sematjam itu. Tentu kau tidak pertjaja. Tetapi itu benar, bahwa apa jang kukerdjaan selama ini, sedjak Radja telah terbunuh, ketjuali mentjari kegembiraanku sendiri dimana"

   Mana bersama-sama Sekarkembar,"

   Singolawu telah mulai lemah dan makin hanjut dalam ajunan suara Tjindewangi jang mendesak-desak. Tiba2 ia bertanja kepada Sekarkembar.

   "Masak kau berdua selama ini bersanma - sama sekedar mentjari kesenangan hati apakah djuga hanja dengan djalan kau mendjadi pesiaden begitu?-222

   Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Ja Panglima. Habis mau apa lag. Akupun hanja ingin hidup senang. Aku tjantik kata orang. Kenapa tidak kupergunakan ketjantikan dan suaraku untuk itu. Buat apa memikirkan peperangan. Bodoh kukira djika kukerdjakan hal2 sematjam itu."

   "Ja, ja tentu itu hal bodoh. Sangat bodoh. Djika kau tjantik dan mempunjai suara bagus buat apa berperang? ja, ja tentu satu hal bodoh. Nah sekarang kukira tjukup pembitjaraan ini. Untuk masing2 berpikir baik2."

   Tjindewangi makin jakin bahwa keadaan bisa teratasi achirnja dan mentjoba masuk kedalam hati Singolawu dengan pura2 bersedih.

   "Ja tetapi sekalipun demikian Panglima. Kalau misalnja sebagai Panglima memang seharusnja mesti membunuh aku dan Sekarkembar. Kenapa tidak lebih dulu kau kerdjakan. Mungkin dengan begitu Keradjaanmu akan mendjadi lebih besar. Aku merasa sudah puas hidup, sudah puas bergembira dan sudah puas dendamku, ialah membunuh pembunuh ajahku. Hanja itu jang kuidamkan selama ini, aku sudah member tahu setidaknja, bahwa pasukan Wulungseto telah bersiap untuk menjerang benteng. Setidaknja aku telah berbuat jang kau perluan. Dan sekarang terserah kepala Panglima, karena nasibku sudah ditanganmu."

   Singolawu tersenjum makin lemah hatinja dan kemudian menarik nafasnja pandjang2.

   "Oh, tidak. Aku tidak akan berbuat demikian. Setidaknja kau telah berdjasa kepadaku dan makin lama kau terasa menjenangkan. Kau setidaknja telah menjelamatkan benteng dan kau nampak makin tjantik dalam benteng ini. Oh tidak. Aku tidak berpikir lagi membunuhmu. Ja, ja memang sebaiknia begitu. Sajang. Terlampau sajang dan terlampau tidak adil. Nah sekarang baik2 menanti disini. Aku akan segera kembali dan ingat djuga benar2 bahwa djika aku kembali kau telah berarti bersedia segala2nja menurut kemauanku. Djangan kau mentjoba membuat kemarahanku jang telah hilang sekarang ini. Itu djika kau ingin selamat."

   "Ja, Panglima."

   "Nah. Dan aku sekarang mengidjinkan kau tidak memanggil Panglima. Itu tidak lutju.

   "

   "Djadi harus memanggil siapa?-223

   "Panggilah aku seperti dulu ajahku dulu memanggilku. Kau tahu namaku waktu masih anak anak ? Ajahku selalu memanggil aku Boma. Boma jang berarti Kebo mata lima. Lutju kan? Tetapi itu tidak lutju, karena dulu aku sedjak ketjil selalu berkurap, se-besar2 mata kebo kurap itu. Tetapi itu dulu, sekarang aku djelas tjalon radja.."

   Terdorong oleh sifatnja jang hanja selalu ingin dibanggakan dan dilebihkan dalam se- gala2nja, kini ternjata bahwa Singolawu merasa , bahwa mengambil Tjindewangi sebagai isteri, akan lebih baik artinja akan lebih tersohor dan lebih segala-galanja.

   Maka sekeluarnja Singolawu dari dalam kamar itu mendjadi ter-senjum2.

   Seakan akan tidak ada lagi persoalan dalam bentengi itu.

   Ia hanja berpikir bahwa satu2nja orang jang bisa menguasai Tjindewangi hanja dia.

   tidak Wulungseto jang lebih muda, lebih tampan dan lebih dulu mendekati Tjindewangi, ia tidak berhasit menguasai Tjindewangi.

   Hanja dia, hanja dia, hanja dia.

   Inilah jang dipikirkan dan merasa dirinja paling beruntung.

   Sebaliknja Tjindewangi jang sekarang mendjadi gusar karena sekalipun keadaan memungkinkan ia berpikir mentiari djalan keluar jang tepat.

   Singolawu segera akan kembali dan menagih.

   Bahwa dia harus menerima dan memenuhi keinginan singolawu sebagai laki2 jang tengah dilanda gairah asmara.

   Dilanda nafsu birahi dan dilanda kebanggaan dirinja sebagai seorang jang berhasil menguasai Tjindewangi.

   Sekali ini kalau dia menolak sudah pasti segera tindakannja lebih kedjam akan diterimanja.

   Kemudian Tjindewangi berkata2 pelahan kepada Sekarkembar jang masih senjum2 merasa geli melihat wadjah Singolawu jang ber ubah2 tidak menentu.

   Mula mula segar memaki2 Tjindewangi bahkan bersumpah ingin membunuhnja.

   lalu datang dengan penuh tjuriga, berganti lagi marah bukan kepalang, lalu berubah lagi mendjadi senjum, senjum jang aneh tetapi sinar matanja berubah mendjadi sinar mata seekor serigala jang sedang menghadapi seekor kidjang muda.

   Hingga hampir2 suara Tjindewangi tidak kedengaran.

   "Sekarang saatnja Sekarkembar. Djika dia datang kembali. Kau sebaiknja pergi dan berusahalah lolos dari benteng ini. Sebab aku sudah224 djelas, hanja akan bisa mentjari djalan keluar dengan mati ber-sama2 Singolawu dalam kamar ini. Kurang lain djalan tidak ada "

   "Masak?"

   "Ja, mau djalan keluar bagaimana? Dia sudah begitu kalap, dan nampak dalam tidak ada jang bisa diharap ikut berbuat. Ketjuali dua orang jang kemarin hendak dihukum itu. Akupun belum tahu namanja jang seorang itu. Dan mereka sama sekali tidak mengetahui kita disini.

   "

   Sekarkembar menatap dergan tadjam penuh pertanjaan dan perasaan haru jang tiada taranja, melihat wadjah Tjindewangi jang nampak sama sekali tidak berubah waktu mengatakan demikian.

   Telapi Tjindewangi tidak mentjoba berkata lebih landjut, hanja tersenjum.

   Senjum jang menakdjubkan dan memberikan kejakinan lebih dari perkataan mana pun.

   Dan Sekarkembarpun tersenjum.

   "Ja, kalau demikian kehendakmu. Aku akan berusaha lolos dan melandjutkan segala apa jang sudah kita mulai.

   "

   Ketika itulah Tjindewangi langsung memeluk Sekarkembar keduanja sama sekali tidak bisa menahan titik-titik air matanja, jang mulai membasah kepipi, keleher dan kedada mereka, Pelukan mereka makin kuat, makin kuat dan dalam hati mereka merajap kesedihan, kesedihan jang tidak bisa dihindarkan lagi.

   "Lalu bagaiman kalau sekiranja Wulungseto bertanja kelak?"

   "Bagaimana jang mana? "

   "Adakah pesanmu Tjindewangi."

   "Kuharap dia bersedia mentjintai "

   Sekarkembar makin tidak bisa menahan apa jang membasah dan makin membasahi seluruh dadanja dan achirnja hanja bisa mengangguk kepalanja, sama sekali terbungkam.

   Sesaat kemudian baru Tjindewangi melepaskan pelukan itu dan mentjoba tersenjum mengusap dahi Sekarkembar dan melandjutkan kata-katanja.

   "Kukira sudah wakunja kita menjiapkan diri. Kau masih ingat. Pergilah djika Singolawu masuk dan berusahalah meloloskan diri. Kalau mungkin bersama anak muda jang kita lihat kemarin. Ada kiranja dia bisa kira harapkan segala-galanja.-225 Sekarkembar sekali lagi mengangguk dan tangan jang haus dan djari2 jang masih getar itu mengusap airnata dan mentjoba tersenjum.

   "Semoga tidak terdjadi apa2 Tjindewangi. Kau tidak boleh pergi, tidak boleh.

   "

   "Aku djuga tidak ingin pergi meninggalkan rakjat Gunung Tunggal. Tetapi kau tahu sendiri jang harus kuhadapi itu binatang jang tengah haus. Haus kebesaran. Haus ketjintaan. Haus gairah asmara. Nafsu serigala jang sedang terlempar di tengah2 lautan, dimana hanja ada seekor kidjang muda.

   "

   Sekarkembar mentjoba sekarang beralih kesoal lain dan kemudian menengok kearah pintu.

   Menengok dan mulai terdesak kengerian,karena waktu itu terdengar suara langkah seseorang.

   Tjindewangi dan sekarkembar jelas telah mengira bahwa siapa jang datang.

   tidak lain ketjuali Singolawu.

   Mereka berdua telah terpaku pada tempatnja berdiri.

   Memang benar, pintu itu kemudian diketok.

   Hanja kenapa lain? Artinja tidak sekeras waktu Singolawu mengetok.

   Sekarkembar melangkah dan membuka pintu dengan hati jang mulai tegang.

   Nafasnja terhenti seketika dan betapa terkedjut mereka berdua.

   Jang mengetok pintu.

   Damarsungsang Tiba2 menjelinap masuk kedalam ruangan, langsung menguntji pintu dan memberi isjarat kepada mereka berdua agar diam.

   Setelah pintu terkuntji, Damarsungsang bersembunji dibalik sebuah tirai jang pandjang dan sama sekali tidak mengatakan sesuatu.

   Tjindewangi telah mengerti apa jang harus dikerdjakan, mereka berdua berdiam dan kemudian Tjindewangi mendekati sambil berkata berbisik2.

   "Siapakah kau? Dan kenapa datang kemari? "

   "Aku Damarsungsang. Aku hendak membunuh Singolawu. Kau djangan mendjerit. Djangan membuka tirai ini. Dan djangan berbuat jang lain2 jang mentjurigakan.

   "

   Tjindewangi agak lega rasanja dan bisa sekarang menarik nafas agak pandjang begitu djuga Sekarkembar.

   "Ja, tetapi dalam ruangan ini jakinkah kau bisa mengerdjakan itu?-226

   "Singolawu tidak mungkin terbunuh kata Tunggulwono, ketjuali di saat berdampingan dengan seorang wanita. Hanja itu djalan satu2nja. Maka kuminta kau membantu aku. Kudjandjikan apapun nanti djika maksud ini tertjapai.

   "

   "Kau dari mana?"

   "Dari pantai utara."

   "Siapa ajahmu?"

   "Aku telah katakan tadi.

   "

   "Aku tidak mendengar tadi. Sapa namamu jang sebenarnja."

   "Damarsungsang "

   "Ajahmu? "

   "Damarwangi, dari Gunung Tunggal. Tetapi ajahku terbunuh, telah lama terbunuh.

   "

   Seketika Tjindewangi hampir2 mendjerit kegirangan karena inilah jang ditjari tjarinja sedjak lama, adik kandungnja.

   Teapi Tjindewangi masih mentjoba menguasai perasaannja dan pelahan-pelahan mengatakan.

   -Tetaplah kau sembunji Damar.

   Aku akan membantumu dan ketahuilah bahwa akulah Tjindewangi, kakak kandungmu jang djuga ingin membunuh Singolawu.

   Lalu apa kata panglima Tunggulwono?."

   Tjindewangi tidak mengetahui apakah jang terdjadi dibalik tirai sedangkan Sekarkembar sama sekali terpukau oleh kedjadian itu.

   Dan sesaat keadaan dalam ruangan itu Senjap, hanja nafas Damarsungsang nampak mendjadi terdesak, hanja mengutjapkan sepatah kata.

   -.

   Oh.

   kakakku."

   "Apa kata Tunggulwono." -, Singolawu memang tidak bisa terbunuh ketjuali waktu hendak mengadakan hubungan dengan seorang wanita. Maka itu kumasuki ruangan ini."

   "Baiklah kalau begitu, tetapi hendaknja kau djangan bertindak terlambat. Sebab tidak ingin kehormatanku terdjamah oleh serigala itu.

   " ***227 Singolawu jang masih berdjalan dengan senjum-senjum sendirian, kemudian memerintahkan memanggil beberapa panglima untuk sekedar diadjak berbitjara mengenai sesatu hal dimana akan pasti, ia mendjadi pusat kekaguman mereka. Dan waktu mereka telah datang menghadap dalam keadaan gelisah. Karena biasanja kalau Singolawu memerintahkan kumpul hanja untuk dimaki maki atau dihina dalam beberapa hal. Tetapi keraguan dan ketakutan lenjap seketika waktu melihat Singolawu telah tersenjum-senjum lebih dulu dan dengan ramahnja menjilahkan duduk.

   "Nah kali ini, kita akan bitjara mengenai sesuatu soal jang lain dari jang lain. Kita lupakan untuk sedjenak soal peperangan atau jang menjebabkan dia mendjadi djengkel atau marah."

   "Ja Panglima, sebaiknja memang sesaat kita harus memikirkan jang lain, jang menjenangkan hati."

   Dielas mereka telah berpikir dan mengharapkan bahwa malam itu mereka akan mendapatkan giliran atau mungkin mendapatkan bagian dari hasil rampokan "Apa Panglima sudah ada jang mermbosankan. Hingga perlu dibagi kepada kita."

   "Kami akan sangat bergembira."

   Jang lain-lainpun ter-senjum2 karena telah membajangkan segala jang menjenangkan hati panglima.

   "Ja Panglima. Mungkin memang sudah waktunja Panglima"

   Singolawu hanja Senjum senjum dan kemudian dengan bangga dan puas.

   "Ja, ja ada maksudku begitu. Tetapi ada soal jang lain lagi hendak kutanjakan sebelumnja."

   "Ja, ja ja. Segalanja akan beres Panglima.

   "

   "Tetapi sebelumnja kini tjoba kalian djawab dengan terus terang, tidak usah takut2. Bagaimana pendapatmu mengenai Tjindewangi?."

   Hampir semua jang ada waktu itu terpukau, terkedjut, heran dan tidak mengerti apa jang harus didjawabkan, hingga Singolawu mengulangi.228

   "Ajo tidak usah takut2, tidak akan apa2.

   "

   Salah seorang kemudian mentjoba memberanikan diri.

   "Dengan sedjudjur-djudjurnja Pangima?. Tidak akan menjebabkan Panglima marah dan kemudian akan memberi gandjaran tjambuk?."

   "Bahkan kalau kalian tidak berkata sedjudjur-djudjurnja akan kupenggal lehermu mengerti apa jang kumaksudkan."

   "Ja. kalau hamba harus berkata sejara djudjur. Memang sekalipun Tjindewangi musuh hamba untuk selama-lamanja. Tetapi misalkan terdjadi satu ketika hamba bisa menangkapnja, Mungkin tidak akan hamba bunuh. Bahkan kalau misalkan andajkata seumpama dia mau djadi isteri hamba."

   Sambil mengatakan itu panglina djangkung tertawa sendiri.

   "Ja memang begitu kenjataannja karena memang sukar mendapatkan bandingan diseluruh keradjaan ini , mungkin diseluruh djagad Panglima,"

   Kemudian jang lain baru munjul bitjara dengan lebih bergairah.

   "Ja, memang kenjataaanja begitu Panglima, tjoba misalkanTjindewangi menjerah. Kalau bukan Panglima sendiri jang memberi perintah hukum itu kepadanja, Siapa jang memerintahkan membunuh Tjindewangi hendak hamba bunuh sendiri. Sumpah itu Panglima, demi ketjantikan dia, tidak akan hamba biarkan siapapun jang hendak membunuh Tjindewangi. Ja ketjuali kalau Panglima sendiri jang memberi perintah. Apa boleh buat. Karena memang wah, wah.."

   Terachir panglima jang berbadan gemuk pendek, sebelumnja telah tertawa2, kemudian baru mengatakan dengan pendek tetapi tekanannja sangat mejakinkan "Pokoknja begini Panglima, pokoknja pokok Tjindewangi ini hanja satu dari sedjuta.

   Apa kira2 kurang djelas dengan perempun ini.

   Kalau belum dielas begitu kira2 jang tjotok, Tjindewangi ini sumber dari njawa lelaki."

   "Ja ja? kiranja sudah tjukup. Akupun kira2 kemudian akan berpikir seandainja dapat menangkap Tjindewangi hidup2. Karena rasanja aku akan bisa menangkapnja. Nah sekarang sebagai hadiahku hari ini229 kepada kalian. Kalian boleh bagi semua perempuan jang ada dalam simpanan.. Tjukup djelas?"

   Belum sempat mereka mendengar apa jang terachir dikatakan, beberapa orang telah berdri, tetapi masih ragu2 akan kebenaran perintah itu.

   "Benar begitu Panglima?"

   "Kuperintah sekarang. Ingat kalau kau memperlambat perintah itu ku tjabut kembali.

   "

   Seketika mereka bujar masing2 bergegas sekalipun di-tahan2 menudju ketempat dimana gadis2 simpanan dan entah apa jang diterdjadi disana.

   Singolawu sendiri kemudian dengan senjum2 sendiri kembali keruangan diamana Tjindewangi berada dan sudah siap dengan maksud satu.

   Tentu ma ksud jang satu itu .

   
Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Maksud jang penuh gelora dan me"

   Njala2. hingga nampak langkah itu se-akan2 gemetaran. Tetapi ketika sampai didepan pintu kamar, tiba2 ia terpaku. Ada terasa sesuatu perasaan jang tidak enak. Ada terbersit sesuatu jang menggelisahkan, bahkan se-akan2 terdengar suara2 jang tersamar.

   "Djangan. Djangan masuk kau. Ada Sesuatu."

   Tetapi Singolawu kemudian ingin mendengar suara itu jang dianggap suara tidak ada artinja. Dan itu memang hanja terdengar dalam hatinja. Dilenjapken suara dalam hati itu, karena kemudian lebih terdengar djelas suara2 jang mendorong ia bertekad bulat.

   "Kenapa kau bodoh. Tidak setjepatnja kau renggut Tjndewangi jang begitu djelita. Seluruh djagad ini hanja seorang sematjam Tjndewangi. Hanja seorang hanja seorang, hannja seorang. Kau lelaki dan seorang panglima jang mendapatkan sesuatu jang paling baik dari dunia ini."

   Singolawu tersenjum dan mengetuk pintu. *** Koleksi Kolektor Ebook230 BAGIAN ViI, SEBALIKNJA PARA Panglima jang bergegas2 seakan-akan ingn sampai lebih ahulu, sambil ter-senjum2 mereka saling memandang.

   "Kau ingat? Ada berapa gadis disana ?"

   "Tudjuh belas kalau tidak salah."

   "Nah kalau begitu kita seorang masing2 dapat dua orang paling sedikit. Sebab kita mesti ingat djuga kepada kepala pasukan pentjulik itu."

   "Ah sebaiknja bagi rata sadja. Kepala pasukan itu sebaiknja kta perintahkan tjari sendiri ."

   "Ja, ja, mungkin lebih baik begitu. - Jang seorang menjahut.

   "Tetapi awas, kalau kalian mengambil jang paling gemuk itu. Aku sudah sedjak lama mengintjar dia.

   "

   Jang lain tertawa tawa.

   "Aku tidak akan memilih si gendut itu. Ambillah semua jang gendut. Buat apa?"

   Mereka makin kalap dan ter tawa2 sepandjang langkah mereka menudju ketempat kediaman gadis2 itu jang didjaga rapi oleh para pengawal.

   Hingga menjebabkan para pengawal terkedjut melihat rombongan panglimaa itu mendatangi sambil ter-tawa kegirangan.

   Masing2 ber tanja2 apakah mungkin mereka akan mengusir perempuan2 itu ? Ataukah memang sudah waktunja diadakan pembagian djatah? Sama sekali mereka tidak bisa mengambil kesimpulan, karena baru pertama kali ini para panglima berombongan datang dalam keadaan231 begitu gembira.

   Biasanja mereka sembunj dan dalam keadaan tegang, waktu mentjari kesempatan menjelinap dalam tempat itu.

   Tetapi sebenarnja keinginan mereka itu ada satu kesukaran.

   Sebab ketika ingolawu memerintahkan pembagian djatah itu untuk para Panglima, salah seorang badut2 dalam benteng itu, jang berkaki pengkor.

   Karena merasa djengkel dan ditambah pula salah seorang gadis itu berasal dari kampung jang sama.

   Tiba2 berlari mendahului menudju ketempat kediaman gadis2.

   Untunglah bagi si pengkor ini tidak pernah ia dijurigi masuk ketempat gadis2 oleh para pengawal karena telah biasa dan si pengkor dianggapnja hanja disebabkan ingin membadut di-tengah2 gadis2.

   Si pengkor langsung dapat menemui Roro Ireng jang sedjak lama ia kenal dan dengan tergesa-gesa memberi kabar.

   "Tjelaka. sangat terlalu Panglima2 itu. Kalian akan dibagi rata sekarang. Karena Panglima besar itu telah mendapatkan dua orang jang sangat djelita.

   "

   Beberapa orang gadis jang mendengar kabar itu seketika mendjadi marah dan sebagian tjemas. Hanja beberapa orang merasa senang.

   "Nah itu lebih baik. Kukira para Panglima itu hampir semuanja lebih tampun dan lebih muda dari Singolawu."

   Tetapi Roro Ireng menjahut dengan garang.

   "Ja, memang dari soal itu tampan dan mudanja. Tetapi apakahl kau tidak merasa memang kita disini tidak ubahnja sebagai barang-barang rampokan. Itu melebihi barang rampokan, kita ini sama halnja sisa-sisa dari sampah jang karena mulai membau kemudian dibiarkan berserakan?" -Ja tetapi apa daja kita? Kita disini semua gadis, tanpa seorag jang berani membantu kita? - Salah seorang jang merasakan hal itu sebagaimana Roro Ireng merasakan;

   "Tjoba kalau ada djalan keluar, akupun tidak ingin mendjadi pelajan mereka itu, pelajan masih mempunjai hak, tetapi kita Kita mungkin hanja mempunjai hak menanti hadiah. Dan melajani mereka itu , Sama sekali memuakkan.-232 Tiba2 Roro Ireng ingat, bahwa dia telah diberi tahu mengenai buah jang nenjebabkan sakit perut, sakit perut jang begitu tiepat dan harus kebelatang setiap saat. Kira2 selama dua hari dua malam Dan buah iu terdapat dibelakang tempat penjimpanan gadis2 Langsung Roro Ireng meninggalkan ruangan dan pergi mengambil buah, langsung pula membuat minuman jang nanti akan disuguhkan kepada para panglima jang pati dalam keadaan haus karena ketegangan sjaraf mereka. Roro Ireng sudah bulat tekanja, sekalipun mungkin perbuatannja itu akan membawa malapetaka. Tetapi semua malapetaka sama djuga dengan keadaan sekarang ini, dimana semua gadis itu dirampok dan didjadikan sematjam itu. Minuman itu selesai, para Panglima telah datang dan sambil ter"

   Tawa2 mereka memasuki taman dimana para gadis itu sedang berada. Salah seorang kemudian mendahului.

   "Aa. Kalian boleh bergembira sekarang, bunga2 ditaman ini akan segera mendapatkan djodohnja masing2.

   "

   Gadis gadis sekalipun sebagian besar atjuh tak atjuh, beberapa nampak djengkel dan muak melihat tingkah para Panglima, hingga dia melandjutkan bitjaranja.

   "Tetapi kalian tidak perlu gelisah atau kawatir, sebab kita ini akan teiap bertindak bidjaksana dan adil Artinja segala sesuatu akan diselaraskan dengan keadaan masing2. Misalkan terjadi kesalahan pilih, masih akan bisa diperbaiki lagi. Sebab kitapun menjadari bahwa bagaimanapun kalian telah dalam keadaan sebagai tawanan, telah berada dalam kekuasaan benteng ini Masing2 mempunjai selera jang berlainan. kalianpun masih dapat menjesuaikan selera itu."

   Sementara itu Roro Ireng telah menjiapkan minuman dan dengan sangat ramahnja menjediakan minuman untuk para Panglima, jang seketika menjepabkan hati mereka dingin tetapi tergigit.

   Mereka merasa bahwa mereka pun sebagan besar akan dengan senang dibagikan Hingga Panglima jang berbitjara itu makin kesenangan berbitjara karena merasa berhasil baik.233

   "Nah sekarang mungkin kalian mempunjai persesuaian djika kutjeiterakan sekarang nama2 Panglima dan dari mana asainja. Setidaknja persamaan asal daerahmu akan membawa kesenangan jang lebih.

   "Nah ini jang djangkung ini Panglima Rogosemadi, sekalipun sekarang dia tidak pernah bersemadi. Asalnja Gunung Semeru. Paling suka adu djengkerik, tetapi itu dulu waktu masih anak anak. Sekarang telah berubah mendjadi paling suka main dadu, Ini jang agak pendek, gemuk dan suka tertawa lebar2, ini Panglima Waringin Sempal, karena waktu lahir pohon beringin didepan rumah ambruk oleh angin. Kesukaannja aku tidak tahu. Karena dia selalu menjendiri, mungkin djuga dia suka makan buah beringin. Asalnja dari Gunung Kawi. Nah ini jang berambut keriting ini, Panglima Dandang Sigar. Entah bagaimana sebabnja ajahnja memberi nama Dandang Sigar akupun tidak tahu. Tetapi ajahnja dulu memang seorang penebang hutan, berasal dari hutan sebelah timur Gunung Raung. Nah ini, Panglima Karpo, ini Karangabang, ini Ronggoseba Aku tidak tahu semuanja dari mana. Dan aku sendiri? Apakah kalian ingin djuga tahu namaku?"

   Roro lreng senjum-senjum menjahut.

   "Ah tentu, tentu Panglima. Itulah jang hamba tunggu-tunggu."

   Djelas bahwa panglima itu begitu mendjadi lebih kalap mendengar Roro Ireng dengan ramahnja menjahut, bahkan suaranja agak mendesak desak perasaan.

   "Tetapi djangan kalian terkedjut kalau namaku aneh. Kalau dulu aku tahu mungkin aku sendiri tidak mau. Nama itu begitu mendjengkelkan sebenarnja. Namaku, namaku Kamdi."

   Semuanja terpaksa menahan tertawa, hanja beberapa orang tidak bisa menahannja.

   "Ja, memang begitu. Nah sekarang sudah selesai omong kosong ini sebaiknja kalian tahu bahwa hari ini kalian semuanja telah beralih alamat dan Panglima Besar kita sudah memerintahkan kalian semua boleh kami bawa ketempat kita masing2.

   "

   Tetapi tiba2 panglima Waringinsempal menjela.

   "Ah tetapi saja kira perintah itu tidak sampai mereka boleh dibawa. Hanja dibagi. Apakah panglima Kamdi tidak salah dengar.-234235

   "O ja ja, ja, mungkin memang hanja begitu, Tetapi setidaknja hampir sama bahwa kalian semuanja ja mudahnja sudah berganti alamat."

   Sementara itu mereka telah minum semuanja jang telah dihidangkan tepat ketika mereka itu telah mulai naik darahnja, melihat wanita2 jang berada disekitar mereka.

   Hanja masing2 memang masih agak segan untuk seketika itu menjerbu.

   Tetapi djelas nampak mata mereka seolah2 telah tergambar kuda2 jang dipatju, bahkan sebagian dimatanja nampak bajangan serigala jang menggelepar di-tengah2 tanah kering.

   Roro Ireng jang sangat tjemas karena minuman itu kenapa belum djuga bekerdja, untuk membuat perut mereka mendjadi tergontjang.

   Apakah tidak benar buah itu bisa membuat perut tergontjang.

   Kemudian salah seorang berbisik.

   "Lalu bagaimana kiia akan membagi?"

   Panglima Kamdi berpikir, sambi tersenjum.

   Tetapi tiba2 muka berkeringat.

   Ada sesuatu jang terasa dalam perutnja.

   Perutnja, perutnja, kemudian jang lainpun nampak begitu.

   Perut, perut, perut mereka tiba2 seperti tergontjang dan rasanja ada seekor djengkerik dalam perutnja jang menggigit-gigit.

   Dan satu2 mereka tiba2 pamit kepada temannja.

   "Tetapi sebentar. Aku mau kebelakang.

   "

   Sepergi jang seorang ini kemudian satu2 pamit dan achirnja pergilah semuanja.

   Singolawu jang sebaiknja, kalau mereka itu kemudian tiba2 terpaksa pergi meninggalkan tempat gadis2 itu karena hadjat masing2 jang sama, Singolawu telah berada dalam kamar Tjindewangi dan Sekarkembar telah sengadja pergi keluar untuk menghadapi kemungkinan lain djika terpaksa rentjana Tjindewangi dan Damarsungsang gagal.

   Sebab djelas bahwa Singolawu seorang jang luar biasa sakti dan tangguhnja.

   Kata Tunggulwono jang mengatakan bahwa Singolawu tidak terbunuh, ketjuali, waktu sedang berdampingan dengan seorang wanitapun belum tentu benar.

   Damarsungsang sendiripun masih ragu mengenai kebenaran ini, semuanja baru akan dialami.236 Hinga waktu Tjindewangi menguraikan rambutnja pertanda bahwa segala sesuatu telah bisa dimulai, beramaan dengan makin menjalanja gairah asmara Singolawu, timbul djuga ketjemasan bagi Tjindewangi.

   Kalau perkataan itu tidak benar dan ia telah terlandjur memberkan kehormatannja kepada seorang jang sanga dibentjinja.

   Singolawu melihat rambut Tjindewangi telah terurai, memandjang hampir menjelimuti tubuhnja, seketika tidak bisa menahan apa jang bergolak dan membakar hatinja.

   Kemudian ia berdiri mendekat dan mentjoba membuat suasana djadi sedikit menarik.

   "Segitu bagus rambutmu"

   "Ah masak Panglima.

   "

   Tjindewangi tersenjum dan menatapkan matanja dengan penuh kemesraan jang menjebabkan Singolawu, seketika gelap pandangan dimatanja. Terasa kini berdjuta kunang2 berterbangan dikegelapan itu. Tjindewangi melandjutkan rajuan.

   "Tetapi apakah Panglima memang benar2 ingin menghendaki sekarang? "

   "Ja, ja kapan lagi?"

   "Tetapi Panglima berdjandji bahwa akan membawa hamba keistana Gunnng Tunggal."

   "Sudah barang tentu, tentu, tentu, tentu."

   "Lalu Panglima akan membawa rakjat kepada kehidupan jang lebih baik dari sekarang?"

   "Tentu, tentu, tentu, , apapun keinginanmu akan kulakukan."

   Tidak sadar lagi, Singolawu makin dekat dan tidak ada djalan lain bagi Tjindewangi ketjuali menjediakan kesempatan untuk maksud jang terachir.

   Tetapi tiba2 saat2 terachir Singolawu hendak mulai memeluk Tjindewangi jang telah membuka sebagian dari badjunja, tiba2 seakan"

   Akan tersentak dalam.

   Ada sematjam alamat membersit dalan hatinja hingga kemudian Singolawu undur kembali menatap mata Tjindewangi.

   Membersit alamat237 buruk itu mungkin karena nalurinja dan kesaktiannja.

   Bahkan kemudian tatapan matanja makin tadjam penuh pertanjaan dan ketjurigaan.

   Tjindewangi juga terkedjut, ia merasa bahwa setiap orang memang pasti mempunjai firasat sematjam saat2 menghadapi malapetaka.

   Mulai merajaplah dalam hatinja kegelisahan kalau2 maksud ini gagal.

   Tjindewangi mentjoba tersenjum.

   "Kenapa Panglima? "

   Singolawu tidak bisa rmendjawab sepatah katapun, hatinja makin gontjang oleh alamat jang membersit. Makin undur dan memandang makin tadjam kearah pusat jahaja mata Tjindewangi. Tjindewangi melandjutkan dengan nada jang lembut;

   "Kenapa Panglima, nampaknja ada sesuatu. Hamba telah menjediakan waktu untuk kegembiraan Panglima? "

   "Tidak Tjindewangi. Aku ingin bertanja sekali lagi. Karena kurasakan ada sesuatu jang tidak wadjar. Berkatalah terus terang dan setjara sunggulh2. Sebab djelas aku mulai merasa ada sesuatu dipandangan matamu jang tidak wadjar. Aku tahu dan merasa hal ini. Kau djangan mentjoba main2. Aku Singolawu jang selama ini tidak bisa terkalahkan.tidak mungkin terbunuh, tidak mungkin terpaksa menjerah selama hidupku. Aku memang merasa sesuatu jang wadjar dalam diriku tetapi segala sesuatu telah kumulai dan akan kuachiri kapan aku mau mengachiri."

   "Hamba sudah berkata, bukan sekali. Tjindewangi hanja ingin mentjari kemenangan bagi dirinja, karena dendan dan sakit hatinja telah lunas dengan terbunuh Radja Gunung Tunggal. Apa jang hendak kukerdjakan selain mentjari keputusan diri sendiri?"

   "Tetapi tjahaja dimatamu berkata lain. Aku merasa itu tjahaja jang mana? Apa tidak nampak tjahaja gairah asmara jang sunji dan telah lama merindukan setitik air jang menundjukkan? "

   "Tidak. Jang kulihat kepastian akan kemenangan jang hendak kau tjapai. Dan itu jang tidak kuhendaki. Aku melihat dimatamu perasaan tinggi jang jakin dan pertjaja aku akan tunduk kepadamu.

   "

   "Ah, tidak mungkin Panglima, itu perasaan karena tjuriga.-238

   "Kau tahu Tjindewangi, aku perdjuangkan nasibku sedjak aku sebagai tentara biasa sedjak jaman Keradjaan Gunung Tunggal baru berdiri, aku sikat semua orang jang pantas disikat, kulenjapkan semua orang jang menghalangi maksudku untuk berkuasa. Sekarang kau jang terachir nampak hendak mengerdjakan hal sematjam itu. Tidak mungkin Tjindewangi. Tidak mungkin itu kau kerdjakan dan kau hendaknja tahu bahwa hatiku sekarang telah kembali seperti sediakala. Singolawu jang harus mengachiri kemenangan-kemenangannja atas kembali Keradjaan Gunung Tunggal. Kau sekarang sebagai tawaanku dan aku tidak menjentuh tubuhmu sesaatpun, karena aku merasa bahwa hal itu akan membawa dirimu menguasai hidup matiku. Kau sebagai tawananku dan entah kapan kau akan djalani hukuman mati setjara apa jang telah kukatakan."

   Sambil mengatakan itu, Singolawu telah melangkah hendak meninggalkan kamar itu dan Tjindewangi hampir hampir putus harapannja untuk melandjutkan permainannja.

   Waktu itulah Tindewangi menjingkapkan badjunja, jang menutup sebagian dari dadanja, dan Singolawu jang telah melangkah hendak keluar, selintas dapat melihat tubuh jang djernih dan mempersonakan.

   Langkahnja terhenti.

   Tjindewangi mengatakan lebih landjut.

   "Ja, kalau kehendak panglima begitu. Tetapi hendaklah Panglima tahu bahwa Tjindewangi menginginkan seorang jang bersedia menemani semalam ini , sebelum hukuman mati itu didjatuhkan. Tentu Panglima tidak keberatan mengidjinkan permohonan hamba jang hanja satu-satunja itu.

   "

   Waktu itulah Singolawu berpikir,.

   memang itulah jang dikehendaki Tjindewangi.

   Sekedar mentjari kepuasan hati.

   mentjari kegembiraan sekalipun besok akan mendjalani hukuman mati.

   Ketjurigaannja karena alamat jang membersit dalam hatinja mulai kabur dan kemudian mengatakan dalam hati.

   "Ah, memang tidak ada apa-apa. Apa salahnja memenuhi permohonan Tjindewangi. Apa salahnja memenuhi gairah asmaranja sendiri jang telah begitu amat terbakar? -239 Singolawu melangkahkan kembali dan menatap Tjindewangi dengan senjum-senjum jang lebih memuakkan. Malam berlalu dari saat kesaat. Singolawu telah berada dipuntjak kegontjangan sjaraf2nja. Malam makin senjap. Hanja burung malam jang terbang berkeliaran, se akan2 tahu bahwa akan terdjadi sesuatu hal jang menguntungkan baginja. Ialah adanja bangkai jang hendak dilempar keluar benteng. Entah majat siapa dan dari kamar jang mana. Sekarkembar jang menanti dikamar sebelahpun telah sampai dipuntjak ketegangannja karena ia jakin bahwa Singolawu telah pada titik puntjak hdup matinja, karena lama tidak kedengaran suara apapun, ketjuali nafas jang lirih2 kedengaran begitu sesak. Dan tiba2 kemudian malam itu seakan2 terbelah, dipetjahkan suara teriakan jang memandjang, makin pandjang dan hampir2 menjentuh awan jang tengah berarak dilangit jang muram. Entah suara apa Sekarkembar belum djelas benar. Beberapa waktu kemudian teriakan itu baru lenjap dan terdengar suara tubuh jang terguling dilantai. Sekarkembar belum bisa mejakinkan suara siapakah? Karena suara Damarsungsang atau Singolawu dalam teriakan sematjam itu belum ia kenal. Pengawal2 berlarian menudju kearah datangnja suara teriakan jang menjajat hati itu, ketjuali beberapa panglima masih sibuk dengan urusannja sendiri, ialah urusan minuman jang disediakan oleh Roro Ireng. Tetapi pintu dari mana datangnja suara itu terkuntji dan mereka mentjoba mendobrak pintu itu. Sebentar kemudian pintu terbuka. Tjindewangi telah berdiri dipintu dengan menatap mereka tadjam2. Beberapa orang berbisik dengan keheranan dan ketjemasan.

   "Tjndewangi"

   "Ja aku Tjindewangi. Dan aku hendak mengabarkan bahwa singolawu telah mati. Sampaikan pada panglimamu, bahwa malam ini Tjindewangi telah membunuh Singolawu dan siapa jang melawan Tjindewangi akan ditumpas. Pengawal-pengawal karena belum lenjap240 perasaan heran dan terkedjutnja, tidak mampu berbuat apapun dan mereka kembali berbalik mentjari panglima jang sedang sakit perut. Seketika dalam benteng itu se-olah2 tergontjangkan. Teriakan2 bahwa Tjindewangi telah mernbunuh Singolawu menjebabkan kegembiraan bagi jang masih setia kepada Tjindewangi dan ketakutan bagi jang selama ini me-maki2 Tjindewangi. Para Panglima tidak sempat berpikir. Kemudian dalam benteng. Sekarkembarlah jang kemudian ambruk dari berdirinja karena kelegaan jang tiada tara, air matanja menitik dan kemudian makin berguguran titik titik airmata itu karena mendengar teriakan-teriakan Tjindewangi jang melanda benteng itu, makin lama makin keras dan makin banjak. Belum lagi teriakan-teriakan lenjap disusul lagi oleh teriakan dari luar benteng, dimana pasukan Wulungseto, Karangselo bersama-sama seluruh rakjat jang mengetahui rentjana penjerangan itu, menggema dan berpadu dengan teriakan dalam benteng jang mulai lagi dengan lebih keras. Tjindewangi dengan langkah jang tetap menudju keluar dan melihat bagaimana hampir seluruh penghuni benteng itu telah berada didepannja dengan satu sambutan jang tidak terduga. Bahwa mereka itu masih menaruh penghargaan kepadanja., Beberapa orang panglima jang masih membentji dan tidak ingin kehilangan kedudukan hanja bisa mengumpat-umpat karena mash dalam keadaan sakit perut jang sangat parah. Sakit sekali tidak, tetapi urusan kebelakang membuat mereka pusing2 dan tidak berdaja. Mereka tergambar bahwa mestinja mereka akan bisa membalas dendam terhadap gadis2 jang kurang adjar itu. kini mendjadi sesak nafasnja, karena tidak mungkin itu dikerdjakan. Sebaliknja Roro Ireng jang telah tjemas akan akibatnja, djadi berbalik bersorak dalam hati hingga terlontjat dalam teriakan2 jang melebihi kerasnja dari jang lain. Seluruh penghuni benteng seakan-akan dilanda oleh angin jang tidak pernah terbajangkan sama sekali, kini hanjut oleh kewibawaan Tjindewangi dan hanjut oleh teriakan dari luar makin dekat, dimana241 ribuan bahkan puluhan ribu pasukan Wulungseto dan Karangselo telah mengepung benteng itu sama sekali ketat. Kemudian pasukan dibawah pimpinan Damarsungsang lari menudju kepintu gerbang dan membukanja. Dengan teriakan teriakan.

   "Kami telah menunggu kedatangan kalian. Singolawu telah terbunuh. Dan tidak seorangpun menghendaki perlawanan"

   Teriakan disambut dengan teriakan jang lebih kuat hingga seakan akan diatas benteng batu besi itu hendak runtuh kebumi.

   Tjindewangi hanja bisa mengutjapkan sukur dalam hati dan diangan angan kini terbajang wadjah Wulungselo.

   Dua hari kemudian pintu gerbang benteng batu-besi pagi pagi telah terbuka lebar2 dan muntjul dari pintu gerbang pasukan2 lengkap deagan persendjaaannja, penuh perasaan gembira dan meriah.

   Seluruh pasukan jang ada seluruh jang berada dibenteng batu"

   Besi ditambah lagi dengan ribuan rakjat keluar dari pintu gerbang itu, berbaris merupakan lautan manusia jang mempunjai perasaan damai dan penuh harapan.

   Keluar dan meninggakan benteng itu menudju ke istana Gunung Tunggal.

   Dan barisan merupakan tidak hanja merupakan lautan manusia, tetapi lautan warna dilautan tjahaja ketjerahan jang tiada taranja, karena tidak hanja merasa telah menjelesaikan peperangan jang mereka bentji tetapi lebih dari itu ialah harapan kepada masa depan djelas mereka akan sampai kepada sesuatu jang lebih baik.

   Sama sekali benteng itu akan dikosongkan, maka panglima"

   Cindewangi Melanda Istana Karya Kirjomuljo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Panglima jang sebenarnja membentji Tjindewangi ikut kedalam barisan itu.

   Hanja mereka jang masih menggeletak dalam satu kereta, karena belum selesai dengan urusan pribadinja.

   lalah akibat hidangan Roro Ireng.

   Roro Treng sempat mendjenguk mereka dalam perdjalanan dengan senjum2 bertanja.

   "Kenapa panglima? Bagaimana tentang lamaran panglima terhadap hamba2 jang malang ini?"

   Tetapi para Panglima masih belum mendjawab karena gontjangan dalam perutnja belum djuga lenjap.

   Dalam hati mereka242 memaki2,.

   karena mereka kemudian merasa bahwa segala ini akibat dari para wanita jang mendjengkelkan itu.

   Mendjelang sore hari barisan lautan manusia.

   lautan warna, dan lautan tjahaja jang penuh gembira itu mendekati istana Gunung Tunggal Jang megah dan begitu indah.

   Begitu indah dan kini benar2 merupakan lambang dari harapan manusia, bukan sumber malapetaka seperti djaman jang lalu.

   Tjindewangi sempat tersenjum waktu Wulungseto sesaat nampak menghampiri dan lalu dengan mengendarai kuda putih.

   Senjum dalam arti segalanja.

   Senjum kesediaan menerima djaman jang akan mendjelang.

   Ja tetapi dapatkah achirnja Tjindewangi mentjapai titik puntjak dari kebesarannja ? TAMAT Bersambung.

   GAIRAH TJINTA TJiNDEWANGI.

   Pulau Cemara, 22-07-19 / 09.33 WIB / Koleksi Kolektor Ebook243

   

   

   

   

Munculnya Seorang Pendekar Karya Tjan Id Rahasia Benteng Kuno Karya Chin Yung Tangan Berbisa Karya Khu Lung/Tjan Id

Cari Blog Ini