Ceritasilat Novel Online

Panasnya Bunga Mekar 22


Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja Bagian 22



Panasnya Bunga Mekar Karya dari SH Mintardja

   

   Apalagi ketika kemudian Mahisa Agni mengatakan bahwa mereka telah melihat Ki Dukut Pajcering Tetapi karena mereka tidak menyadarinya, maka orang itu dibiarkannya melarikan diri.

   "Sayang"

   Desis Ki Wastu "kenapa orang itu tidak dapat kita tangkap. Ia akan tetap merupakan ancaman bagi kita samuanya dimasa mendatang"

   "Perburuan itu harus dilanjutkan"

   Mahisa Bungalanlah yang menyahut.

   Mahendra menarik nafas dalam-dalam.

   Meskipun iapun sadar, bahaya yang akan dapat ditimbulkan oleh Ki Dukut Pakering, namun tidak akan dapat diambil keputusan dengan tergesa-gesa.

   Dalam pada itu, Pangeran Kuda Padmadata yang masih muda seperti juga Mahisa Bungalan, apalagi ia merasa mempunyai kepentingan langsung, maka dengan suara yang bergetar oleh kemarahan berkata "Apapun caranya, orang itu harus tertangkap.

   Aku berterima kasih, bahwa Ki Dukut telah memberikan ilmu kepadaku.

   Namun apa yang dilakukan pada saat-saat terakhir benar-benar sudah- melampaui batas-batas kemanusiaan.

   Karena itu, makaapapun caranya, orang itu harus tertangkap.

   Hidup atau mati"

   Mahisa Agni menarik nafas dalam-dalam. Katanya "Baiklah. Kita akan memikirkan caranya. Sementara ini, kita bersiap-siap untuk kembali ke Kediri esok pagi-pagi"

   Pangeran Kuda Padmadatapun tidak menjawab lagi.

   Betapapun jantungnya bergejolak, namun iapun menyadari apa yang sedang dihadapinya.

   Apalagi saat itu ia bersama dangan isteri dan anaknya laki-laki, yang termasuk menjadi sasaran dendam Ki Dukut yang nampaknya tidak akan kunjung padam.

   Dalam pada itu, maka Pangeran Kuda Padmadatapun kembali sibuk dengan keadaan yang dihadapinya waktu itu.

   Ia memerintahkan mengubur orang-orang yang terbunuh di peperangan, yang semuanya adalah orang-orang berilmu hitam.

   Para pengawal Kediri seperti yang sudah terjadi, tidaklah berkurang.

   Ada beberapa orang terluka parah.

   Sementara ada pula yang luka-luka ringan, namun masih dapat melakukan tugasnya.

   Sementara diantara orang-orang berilmu hitam yang terluka, tetapi masih dapat ditolong jiwanyapun telah mendapat perawatan seperlunya.

   "Untunglah, Kediri tidak terlalu jauh lagi"

   Desis Mahendra kepada kedua anak-anaknya, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat.

   "Ya"

   Jawab Mahisa Murti "nampaknya tugas para pengawal manjadi semakin berat. Kecuali kekuatan mereka berkurang karena diantara mereka telah terluka, agaknya mereka mendapat tugas yang terlalu berat"

   "Besok kita akan mencapai Kediri"

   Berkata Mahisa Pukat "aku kira benar kakang Mahisa Bungalan yang menganggap bahwa perburuan harus segera dilakukan selagi Ki Dukut masih berada disekitar tempat ini""Malam ini Ki Dukut sudah berada ditempat yang sama sekali tidak kita kanal, dan tidak kita duga"

   Berkata Mahendra "memang agak berbeda dengan berburu harimau"

   Mahisa Pukat mengerutkan keningnya. Namun kemudi an katanya "Tentu samakin cepat semakin baik"

   "Nampaknya kau sudah terpengaruh sikap kakakmu. Sudah aku katakan, kita harus berhati-hati manghadapi orang seperti Ki Dukut. Ternyata ia licin seperti belut. Meskipun tidak merupakan wataknya sejak semula, namun ia sekarang menjadi sangat licik. Agaknya keadaan telah memaksanya, dan ia tidak dapat mengelak lagi"

   Berkata Mahendra kemudian.

   Kedua anak-anaknya tidak membantah lagi.

   Merekapun mengerti, bahwa orang itu adalah orang yang sangat berbahaya.

   Sebenarnyalah, bahwa Ki Dukut yang berhasil melepaskan diri itu, benar-benar telah meniadi seorang yang kehilangan dirinya sendiri.

   Semakin lama ia telah terperosok semakin dalam ke lubang yang digalinya sendiri, sehingga ia tidak akan mungkin keluar lagi.

   Semakin lama dan pasti, maka Ki Dukut telah berubah menjadi orang lain, yang tidak kurang kasar, buas dan liar dari orang-orang berilmu hitam itu sendiri.

   Nalar dan pertimbangan perasaannya bagaikan telah menjadi kelam, seperti kelamnya malam di musim basah, di saat langit disaput oleh mendung yang tebal.

   Dalam pada itu, Ki Dukut itupun kemudian seorang diri berusaha untuk kembali ke padepokannya.

   Meskipun ia tidak dapat membunuh kedua orang pengikut ilmu hitam itu, namun ia yakin bahwa kedua orang itu tentu akan ditangkap oleh para pengawal dari Kediri."Akulah yang akan menjadi pemimpin mereka"

   Berkata Ki Dukut "aku akan memerintah mereka. Aku tidak akan bertindak dungu seperti Macan Wahan. Jika saja ia mendengarkan nasehafku, maka orang-orangnya tidak akan hancur menjadi debu"

   Ki Dukut menggeretakkan giginya dan menghentakkan tangannya.

   Tetapi semuanya itu telah terjadi.

   Betapapun ia menyesali, namun orang-orang terbaik dari padepokan Macan Wahan dan tiga orang kawannya telah mati dan tertangkap.

   Tetapi Ki Dukut telah mengenal beberapa orang lain di lingkungan orang-orang berilmu hitam.

   Ia akan menghubungi mereka dengan modal padepokan Macan Wahan yang telah menjadi lumpuhitu.

   "Aku harus berbuat dengan cepat, sebelum orang-orang Kediri melacak aku sampai ke padepokan itu"

   Berkata Ki Dukut di dalam hatinya.

   Sementara Ki Dukut berjalan seorang diri di dalam keremangan cahaya ujung malam menjelang pagi, maka para pengawal Kediripun masih sibuk mengemasi pasukannya.

   Orang-orang yang meninggal untuk sementara telah dikuburkan.

   Sedangkan yang terluka parah, telah dibaringkan ke dalam pedati meskipun harus saling berdesakan.

   Sejenak para pengawal memeriksa segala sesuatu tentang bekal dan keadaan mereka, sementara dua orang pengawal sempat menyiapkan air panas dan menanak nasi bagi kawan-kawan mereka.

   Sebelum mereka berangkat menyelesaikan perjalanan mereka, maka mereka akan makan pagi lebih dahulu.

   Setelah semalam suntuk mereka hampir tidak sempat memejamkan mata, maka rasa-rasanya di dini hari, perut mereka memang menjadi lapar.Demikianlah ketika langit menjadi terang, serta segala nya telah siap, maka iring-iringan itupun telah meninggalkan tempat pemberhentian yang tidak akan pernah dilupakan oleh isteri dan anak Pangeran Kuda Padmadata itu.

   Betapa mereka diguncang oleh peristiwa yang sangat mengerikan.

   Di bawah cahaya bulan yang bulat di langit, mereka menyaksikan senjata beradu, dan bahkan darah mengalir.

   Namun setelah malam itu, mereka tidak akan bermalam lagi di perjalanan.

   Mereka berharap untuk dapat mencapai tujuan sebelum matahari tenggelam.

   Sementara itu, ternyata di Kediri telah terdengar berita, bahwa Pangeran Kuda Padmadata akan datang mambawa isteri dan anaknya laki-laki.

   Berita itu telah merambat dari mulut ke mulut.

   Meskipun Pangeran Kuda Padmadata bukan seorang Pangeran yang paling dikenal di Kediri, namun banyak pula orang yang mengetahuinya.

   Apalagi setelah adiknya terbunuh di istananya, yang menurut berita yang tersiar saat itu, karena terjadi perampok an yang paling mengejutkan di Kediri pada sebuah istana seorang Pangeran.

   Apalagi seorang Pangeran yang kaya raya seperti Pangeran Kuda Padmadata, yang memiliki berbagai sumber bagi kekayaannya itu.

   Meskipun tidak terlalu banyak, tetapi ada juga bebe rapa kelompok manusia yang ingin melihat iring-iringan yang akan datang dari Kediri itu.

   Namun dalam pada itu, beberapa orang di istana Pangeran Kuda Padmadata.

   telah menjadi sibuk karenanya.

   Di istana itu pernah tinggal seorang puteri yang disebut isteri Pangeran Kuda Padmadata, namun yang kamudiantelah diantarkan kembali kepada orang tuanya.

   Beberapa orang terdekat memang mempunyai dugaan yang kurang mapan terhadap puteri itu, karena ia lebih banyak berada bersama adik Pangeran Kuda Padmadata yang terbunuh itu daripada bersama Pangeran Kuda Padmadata sendiri yang agaknya acuh tidak acuh saja terhadap puteri itu.

   "Bagaimana hubungan isteri Pangeran yang datang dari Kediri ini dangan puteri itu?"

   Bertanya seseorang kepada kawannya.

   "Seperti kau, akupun tidak tahu"

   Jawab kawannya.

   "Puteri yang pernah tinggal di istana ini"

   Sambung kawannya yang pertama.

   "Ya. Aku mengerti. Tetapi aku tidak mengerti"

   Jawab yang lain itu. Kawannya mengerutkan keningnya. Seolah-olah kepada diri sendiri ia berkata "Aku mengerti. Tetapi aku tidak mengerti"

   Yang lain itu segera menyahut "Maksudku, aku mengerti maksudmu. Tetapi aku tidak mengerti jawabnya"

   Kawannya mengangguk-angguk.

   Sekali lagi ia berdesis seolah-olah kepada diri sendiri "Kita akan menghadapi masalah baru yang cukup rumit.

   Menurut pendengaranku, yang akan datang dari Kediri itu bukan seorang puteri.

   Tetapi ia adalah seorang perempuan pedesaan yang tidak pernah mengenal istana seperti ini.

   Apakah dengan demikian bukan berarti, bahwa sikapnyapun akan terasa aneh dan hambar oleh kita"

   Para abdi di Istana itupun kemudian terdiam.

   Mereka seolah-olah sedang merenungkan, apa yang akan mereka lihat nanti.

   Seorang perempuan pedesaan yang dengan canggung memasuki istana Pangeran yang kaya raya itu.Namun demikian, para abdi itu tentu tidak akan dapat berbuat apa-apa.

   Jika hal itu memang dikehendaki oleh Pangeran Kuda Padmadata, maka hal itu tentu akan terjadi.

   Dan apakah hak mereka untuk menggugat kehadiran perempuan pedesaan itu di dalam istana Pangeran Kuda Padmadata, jika kehadiran itu memang diinginkan oleh Pangeran itu.

   Meskipun demikian, orang-orang di istana itupun mulai membayangkan, apa yang akan dilakukan oleh perempuan pedesaan itu.

   Apakah ia akan memasuki gerbang dengan wajah tengadah dan mata terpejam tanpa menghiraukan para abdi yang tentu akan menyongsongnya, atau ia justru menjadi sangat kecil memandang pendapa yang megah itu.

   "Kenapa kita harus berteka-teki"

   Desis seorang abdi yang sudah agak tua "kita akan menerima apa adanya. Itulah hak yang ada pada kita"

   "Ya"

   Sahut kawannya "kita akan menerima apa adanya"

   Dengan demikian, maka kesibukan di istana itupun menjadi semakin meningkat.

   Para abdi telah menyediakan apa saja yang mungkin diperlukan.

   Dalam pada itu, bilik yang pernah dipergunakan oleh puteri yang pernah disebut isteri Pangeran Kuda Padma data itupun telah dipersiapkan, seperti di saat-saat bilik itu masih dipergunakan oleh puteri yang disebut isteri Pangeran Kuda Padmadata itu.

   Dalam pada itu, iring-iringan Pangeran Kuda Padmadata itupun semakin mendekati Kota Raja.

   Pengeran Kuda Padmadata telah memerintahkan dua orang pengawal untuk mendahului dan melaporkan bahwa mereka telah membawa tawanan.

   Juga mereka yang terluka parah.Karena itulah, maka sepasukan pengawal dengan segala macam perlengkapan yang jauh lebih memadai telah diperintahkan untuk menyongsong iring-iringan Pangeran Kuda Padmadata, yang sedang membawa isterinya dari Singasari ke Kediri itu.

   Pasukan pengawal yang membawa beberapa buah pedati dan tandu itu telah bersiap dan menunggu di gerbang kota sampai saatnya iringan Pangeran Kuda Padmadata itu datang.

   Namun yang demikian itu agaknya telan mengundang perhatian orang-orang Kediri semakin banyak.

   Jika semula hanya beberapa orang saja yang menggerombol di beberapa tempat maka dengan kehadiran pasukan pengawal yang menyongsong iring-iringan yang datang itu, maka perhatian orangpun menjadi semakin besar.

   Dipintu gerbang kota, nampak orang-orang Kediri berkerumun menunggu Pangeran Kuda Padmadata lewat.

   Karena itu, maka ketika dari kejauhan iring-iringan itu mulai nampak, maka orang-orang yang berkerumun itupun mulai bergerak mendekat jalan diluar pintu gerbang.

   Nampaknya mereka ingin melihat iring-iringan itu berhenti dan menyerahkan beberapa orang tawanan kepada para pengawal yang menjemput, sementara isteri Pangeran itu akan diterima dengan sebuah tandu.

   Ketika iring-iringan itu menjadi semakin dekat, maka para pangawal yang menjemput mereka diluar pintu gerbang Kota Raia itupun mulai mengatur diri.

   Mereka menyiapkan segala sesuatunya yang mungkin akan dipergunakan oleh Pangeran Kuda Padmadata itu.

   Sebenarnya, ketika iring-iringan itu sampai kedepan pintu gerbang, merekapun telah berhenti.

   Pangeran Kuda Padmadata yang memimpin langsung iring-iringan itupunsegera melangkah maju menemui perwira yang memimpin para pengawal yang siap menyongsong kedatangan mereka itu.

   "Ampun Pangeran"

   Berkata perwira itu "hamba yang mendapat tugas untuk menyongsong kehadiran Pangeran disini"

   Pangeran Kuda Padmadata mengangguk-angguk. Jawabnya "Terima kasih. Aku senang sekali dapat bertemu dengan kalian setelah kami .mengalami bencana sampai dua Kali disepanjang jalan oleh pihak yang sama"

   Perwira itu mengangguk-angguk. Katanya "Utusan Pangeran sudah menceriterakan, apa yang telah terjadi dangan iring-iringan tuan. Karena itulah, maka kami telah menyiapkan segala sesuatu yang barangkali tuan perlukan"

   "Aku menyerahkan para tawanan. Yang terluka dan yang tidak terluka"

   Berkata'Pangeran Kuda Padmadata.

   "Akan hamba terima dengan senang hati"

   Berkata perwira itu "memang itu adalah kewajiban kami"

   "Selebihnya, para pengawal sendiri yang terluka. Kalian akan menerima mereka, dan mempertanggung-jawabkan mereka, agar mereka tidak mengalami sesuatu yang justru dapat mempersulit keadaan mereka"

   "Hamba tuan. Semuanya akan hamba lakukan sebaik- baiknya"

   Berkata perwira itu, lalu "selebihnya, karena hamba tahu bahwa Pangeran sedang menyongsong seorang puteri, maka akupun telah menyiapkan sebuah tandu"

   "Tandu"

   Pangeran Kuda Padmadata mengulangi.

   "Ya. Tandu, Bukankah sudah semestinya jika seorang puteri menempuh perjalanan, biasanya memang mempergunakan tandu. Bukan pedati"Pangeran Kuda Padmadata menarik nafas dalam-dalam. Iapun segera merasa satu kelainan dari saudara-saudaranya, para Pangeran di Kediri. Mungkin mereka akan dengan garangnya minta agar isteri-iseri mereka yang pada umumnya juga puteri-puteri Kediri itu dapat disediakan sebuah tandu yang cantik. Meskipun demikian Pangeran Kuda Padmadata tidak menolak. Para pengawal itu telah membawa tandu untuk menjemput isterinya. Siapapun perempuan itu. Namun, Pangeran Kuda Padmadata tidak segera menyuruh isterinya naik ke atas tandu itu. Yang pertama- tama diselesaikan adalah masalah tawanan dan para pengawal yang terluka.

   "Bawalah mereka"

   
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Perintah Pangeran Kuda Padmadata.

   "Baiklah Pangeran. Silahkan Pangeran berjalan dahulu"

   Jawab perwira yang menjemputnya.

   "Tidak"

   Jawab Pangeran Kuda Padmadata "bawalah mereka lebih dahulu. Aku akan berjalan kemudian langsung kembali ke istanaku"

   Perwira itu tidak mengerti, kenapa Pangeran Kuda Padmadata memerintahkannya berjalan lebih dahulu.

   Namun ia tidak dapat menolak.

   Iapun kamudian menyiapkan para pengawal untuk membawa para tawanan dan para pengawal yang terluka.

   Para tawanan dan para pengawal yang terluka telah dipindahkan dari pedati yang dibawa dari Kediri ke pedati para pengawal.

   Baru setelah para pengawal yang menjemput mereka meninggalkan pintu gerbang, maka Pangeran Kuda Padma data telah bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan.

   Namun iapun mengerutkan keningnya ketika dilihatnyasebuah tandu yang cukup baik dengan dua belas orang yang siap untuk membawanya berganti-ganti.

   "Tandu itu"

   Ia berdesis. Mahisa Agni yang kemudian mendekatinya berkata "sebaiknya tandu itu dipergunakan agar tidak menimbulkan pertanyaan yang sangat menarik bagi orang-orang yang sedang menyaksikan"

   Diluar sadarnya Pangeran Kuda Padmadata berpaling kepada isterinya. Namun kemudian iapun mendekatinya sambil berkata "Tandu itu diperuntukkan bagimu"

   "Ah"

   Desah isterinya "lebih baik hamba berada di dalam pedati Pangeran"

   "Jangan"

   Pangeran Kuda Padmadata menggeleng "kau harus menyesuaikan dirimu. Apalagi dihadapan orang- orang yang sengaja ingin melihat tingkah laku kita"

   Isteri Pangeran Kuda Padmadata itu tidak dapat membantah.

   Namun ia masih juga memandangi ayahnya untuk mendapatkan pertimbangan.

   Ki Wastu mengangguk kecil.

   Memang tidak ada pilihan lain, kecuali melakukan apa yang seharusnya dilakukan sebagai seorang isteri Pangeran"

   Karena itu, maka dibimbing oleh suaminya, maka isteri Pangeran itupun kemudian naik ke atas tandu.

   Delapan orang sudah siap untuk mengangkatnya, sementara empat orang lainnya akan secara bergantian mengangkat tandu itu pula.

   Rasa-rasanya memang canggung sekali.

   Duduk di atas sebuah tandu yang diangkat oleh delapan orang, sementara empat orang lainnya mengiring di sebelah menyebelah.Sejenak kemudian iring-iringan itupun mulai bergerak.

   Pangeran Kuda Padmadata berada di atas punggung kuda, sementara isterinya berada di dalam tandu.

   Anak laki-laki Pangeran itu berada di dalam pedati bersama Mahisa Murti dan Mahisa Pukat yang sengaja mengawaninya.

   Kuda mereka telah mereka ikatkan pada pedati itu pula yang saisnya adalah Mahendra sendiri.

   Bagaimanapun juga, maka orang-orang yang menyaksikan iring-iringan itu harus berbisik di antara mereka "Perempuan itu memang cantik sekali.

   Sayang, agak kurus dan pucat"

   "Justru ia pucat, maka wajahnya nampak semakin cantik"

   Sahut yang lain.

   Dalam pada itu, isteri Pangeran Kuda Padmadata itu hanya dapat menundukkan kepalanya.

   Rasa-rasanya berpuluh-puluh pasang mata sedang mengamatinya.

   Melihat cacat celanya, justru karena ia adalah seorang perempuan dari padepokan kecil.

   Karena itulah, maka isteri Pangeran Kuda Padmadata itu rasa-rasanya tidak berani bergerak sama sekali.

   Apalagi mengangkat wajahnya.

   Bahkan ketika ujung jarinya terasa gatal, maka ia sama sekali tidak berani menggerakkannya.

   Meskipun tidak terlalu banyak, tetapi ada juga orang- orang yang menunggu iring-iringan itu di sepanjang jalan menuju ke istana Pangeran Kuda Padmadata.

   Pada umumnya, merekapun berbisik "Perempuan itu memang cantik sekali"

   Sebenarnya perempuan itu memang cantik sekali.

   Wajahnya yang nampak pucat dan tubuhnya yang kekurus- kurusan, justru membuatnya lebih manis.

   Sementara Pengeran Kuda Padmadata sendiri, seorang Pangeran yang kaya raya, duduk diatas punggung kudanya, Seperti seorangSenopati yang pulang dari medan, membawa boyongan puteri dari negeri yang ditaklukkannya Perjalanan menyusur jalan kota itu rasa-rasanya terlalu panjang bagi isteri Pangeran Kuda Padmadata.

   Ia memang lebih senang berada di dalam pedati yang agak tertutup daripada diatas tandu yang terbuka.

   Ketika tandu itu memasuki pintu gerbang istana Pangeran Kuda Padmadata, maka isterinya itupun menarik nafas dalam-dalam.

   Rasa-rasanya ia telah terlepas dari satu beban yang sangat berat.

   Wajahnya yang terasa menjadi sangat panas itu, mulai terasa sejuk.

   Di dalam istana itu.

   tentu tidak akan banyak orang yang memperhatikannya.

   Tetapi perempuan itu menjadi berdebar-debar kembali.

   Ternyata di depan pendapa, dilihatnya beberapa orang pelayan telah siap menyambutnya.

   Mereka telah menunggu beberapa saat dengan hati yang berdebar-debar pula.

   Mereka segera ingin melihat, bagaimanakah ujud perempuan yang disebut isteri Pangeran Kuda Padmadata itu.

   Sementara mereka pernah mengenal seorang puteri yang disebut isteri Pangeran Kuda Padmadata itu pula.

   Demikian tandu itu mendekati, maka perempuan- perempuan dan para abdi yang menyambut itupun berbisik "Betapa cantiknya perempuan itu"

   Semua orang diantara para abdi itu mengakui, betapa cantiknya perempuan itu.

   Selagi ia mengenakan pakaian yang tidak berlebih-lebihan.

   Jika ia mengenakan pakaian kebesaran seorang puteri, maka ia benar-benar akan melampaui kecantikan setiap puteri Kediri yang terkenal.

   Namun justru karena itu, maka setiap mata telah melekat kepada perempuan itu.

   Karena itulah, rasa-rasanya, jantung isteri Pangeran Kuda Padmadata itu menjadi semakin cepat berdentang.Perempuan itu menjadi semakin canggung, ketika para pelayan itupun segera berjongkok ketika tandu itu diletakkan di bawah tangga pendapa.

   Karena itu, maka untuk sejenak, ia bagaikan membeku ditempatnya.

   Pangeran Kuda Padmadatalah yang kemudian meloncat turun.

   Setelah menyerahkan kudanya kepada orang lain, maka iapun segera mendekati isterinya.

   "Marilah"

   Berkata Pangeran itu kemudian sambil membimbing isterinya turun dari tandu yang sudah diletakkan.

   Sebenarnyalah bahwa hati isteri Pangeran Kuda Padmadata itu menjadi semakin bergetar.

   Ia menyangka bahwa jika ia sampai di istana maka iapun akan segera diluar pengamatan banyak orang.

   Namun ternyata bahwa dugaan itu keliru.

   Masih berpasang-pasang mata yang mengawasinya.

   Bahkan ada diantara sorot mata itu menunjukkan kecurigaan, penghinaan dan yang lain ingin menjajagi ketabahan hatinya.

   Tiba-tiba saja terasa kakinya menjadi gemetar.

   Namun ketika ia sadar, bahwa ia telah dibimbing oleh suaminya, maka hatinyapun telah menjadi agak kembang.

   Bagaimana pun juga ia merasa bahwa ia benar-benar telah mendapat pegangan.

   Bukan saja pegangan wadag karena suaminya telah membimbingnya, namun ia merasa bahwa suaminya itu benar-benar akan melindungi dan membimbingnya untuk selanjutnya.

   Dengan langkah-langkah ragu iapun kemudian mengikuti kemana suaminya membawanya.

   Ketika mereka naik ke pendapa, maka Pangeran Kuda Padmadata telah memanggil anak laki-lakinya untuk mengikutinya pula.Anak laki-laki itupun ragu-ragu seperti ibunya.

   Namun Ma hisa Murti dan Mahisa Pukat mendorongnya sambil berkata "Pergilah.

   Ayahandamu memanggilmu"

   "Marilah"

   Anak itu mengajak Mahisa Murti dan Mahisa Pukat untuk mengikutinya. Tetapi Mahisa Murti menjawab "Aku menunggu di sini"

   Meskipun ragu-ragu, tetapi akhirnya anak itu naik pula ke pendapa mengikuti ibu dan ayahnya.

   Demikian mereka masuk ke ruang dalam, dua orang pelayan telah menunggu.

   Mereka berjongkok di sebelah menyebelah sambil menunggu perintah.

   Tetapi Pangeran dan isterinya yang diikuti oleh puteranya itu tidak memberikan perintah sesuatu.

   Mereka berjalan terus menuju ke sebuah bilik yang memang sudah dipersiapkan.

   Bilik yang pernah dihuni oleh seorang puteri yang disebut isteri Pangeran Kuda Padmadata.

   Demikian perempuan itu memasuki bilik yang sudah diatur sebaik-baiknya itu, debar jantungnya serasa menjadi bertambah cepat.

   Perabotnya yang serba indah membuat nya menjadi silau.

   Kantil yang terukir halus.

   Geledeg kayu dan selintru yang juga terukir dan disungging dengan warna-warna cerah.

   "Ini adalah bilikmu bersama anak kita"

   Berkata Raden Kuda Padmadata.

   Perempuan itu tidak menjawab.

   Namun dipipinya telah meleleh setitik air.

   Anak laki-lakinyapun Bagaikan kebingungan berada di dalam bilik itu.

   Namun iapun kemudian duduk disisi ibunya di atas bibir pembaringan yang berukir."Aku mengerti perasaanmu"

   Berkata Pangeran Kuda Padmadata "tetapi berusahalah menyesuaikan diri. Aku akan membimbingmu sejak hari ini untuk seterusnya, sehingga akhirnya kau akan menguasi segala-galanya"

   Rasa-rasanya ada seberkas kata-kata yang akan dikatakannya. Tetapi mulut perempuan itu bagaikan membeku, sehingga kata-kata itu hanya berputaran didadanya"

   Aku adalah anak padepokan kecil yang tidak pernah mengenal segalanya ini"

   Sementara itu. Pangeran Kuda Padmadatapun kemudian berkata "Tinggallah disini. Aku akan mempersilahkan tamu-tamuku untuk naik ke serambi samping"

   Perempuan itu hanya dapat mengangguk.

   Sementara itu Pangeran Kuda Padmadatapun telah meninggalkan mereka.

   Ketika diluar pintu ia melihat emban yang duduk bersimpuh, maka iapun berpesan "Biarlah kau menunggu.

   Jika tidak ada perintah, kau tidak usah menghadap.

   Puteri masih sangat lelah"

   "Hamba Pangeran"

   Jawab emban itu.

   Sementara itu Pangeran Kuda Padmadatapun telah keluar lagi ke pendapa.

   Dilihatnya para pengawal dan tamu-tamunya yang mengikutinya dari Singasari masih berada di halaman sambil mengemasi kuda dan pedati yang mereka bawa dari Singasari.

   "Sudahlah"

   Berkata Pangeran Kuda Padmadata "marilah. Silahkan naik ke serambi samping. Biarlah pedati dan kuda-kuda itu diurusi oleh para pengawal"

   Dengan demikian, maka Mahisa Agni, Witantra, Mahendra dan ketiga anak-anaknya serta Ki Wastu bersama perwira pasukan pengawal itupun segera naik keserambi samping, sementara beberapa oreng pengawal telah membenahi kuda dan pedati serta lembu penariknya.

   Sementara itu, di belakang, para pelayan menjadi sibuk menyiapkan jamuan bagi para tamu dan para pengawal.

   Meskipun mereka sudah sedia, tetapi mereka nampaknya menjadi tergesa-gesa pula.

   Demikianlah, maka akhirnya para pengawal dan mereka yang ikut mengantarkan Pangeran Kuda Padmadata serta isteri dan anaknya telah dijamu di serambi samping.

   Mereka ikut dalam bujana, setelah mereka berhasil membawa isteri Pangeran itu ke istananya di Kediri.

   Namun sementara itu, Pangeran Kuda Padmadatalah yang mengatur, bagaimana para pelayan harus melayani isterinya, agar isterinya tidak justru menjadi bingung menghadapi makanan dan minuman yang akan dihidangkan bagi isteri dan putera Pangeran Kuda Padmadata itu.

   Setelah semuanya selesai, maka Pangeran Kuda Padmadata memerintahkan agar para pengawal kembali kepada kesatuan induknya dan melaporkan apa yang terjadi dalam perjalanan.

   "Sampaikan terima kasihku kepada Senopati yang telah memberikan sepasukan pengawal kepadaku"

   Pesan Pangeran Kuda Padmadata "besok aku akan menemui mereka"

   Dengan dipimpin oleh perwira yang berada di dalam pasukan pengawal itu, maka para pengawalpun kemudian minta diri, kembali ke pasukan induknya untuk melaporkan apa yang terjadi dalam tugas mereka.

   Dalam pada itu, Mahisa Agni, Witantra, Mehendra dan anak-anaknya serta Ki Wastu masih tetap berada di istanaitu.

   Mereka masih diminta oleh Pangeran Kuda Pudmadala untuk bermalam.

   "Aku mohon kalian tinggal barang satu dua malam"

   Berkata Pangeran Kuda Padmadata "selama dua malam kalian berada di perjalanan yang cukup berat.

   Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Dan di dua malam itu pula kalian mengalami peristiwa yang mendebarkan.

   Karena itu, aku ingin mempersilahkan kalian tidur dengan tenang, sedikitnya untuk dua malam pula di rumah ini"

   Mahisa Agni dan yang lain tidak menolak.

   Merekapun masih merasa perlu untuk berbicara tentang Ki Dukut Pakering yang masih sempat melepaskan diri dari tangan para pengawal, sehingga dengan demikian, maka orang itu masih tetap merupakan orang yang berbahaya, bukan saja bagi Pangeran Kuda Padmadata serta isteri dan anaknya, tetapi juga bagi lingkungan yang lebih luas.

   Karena itu, ketika mereka berkumpul setelah mereka beristirahat semalam suntuk dengan tenang, maka mulailah mereka berbicara tentang Ki Dukut Pakering.

   "Perburuan itu harus dilanjutkan"

   Berkata Mahisa Bungalan.

   "Tetapi kalian tidak akan dapat membawa Pangeran Kuda Padmadata lagi"

   Berkata Mahendra sambil tersenyum.

   "Kenapa tidak"

   Jawab Pangeran itu "aku masih selalu siap melakukan tugas itu"

   "Tetapi bagaimana jadinya, jika justru pada saat Pangeran pergi, Ki Dukut itulah yang datang ke istana ini"

   Berkata Witantra.

   Pangeran Kuda Padmadata mengerutkan keningnya.

   Kemungkinan itu memang dapat terjadi.

   Namun iapunkemudian menjawab "Aku dapat menyerahkan pengamanan rumah ini kepada para pengawal di Kediri.

   Aku dapat mengundang satu dua orang Senapati yang memiliki kemampuan cukup untuk menghadapi Ki Dukut, meskipun tidak harus seorang melawan seorang.

   Namun agaknya jumlah pengawal di Kediri cukup memadai"

   Tetapi Mahisa Agni menyahut "Mungkin yang akan datang bukan hanya Ki Dukut Pakering seorang diri seperti yang dilakukannya atas iring-iringan kita dari Singasari"

   "Para pengawal di rumah ini akan dapat membunyi kan isyarat untuk memanggil para pengawal yang sedang bertugas dimanapun yang dapat mendengarnya"

   Jawab Pangeran Kuda Padmadata.

   "Namun hal itu akan memerlukan waktu"

   Sahut Mahendra "sehingga karena itu, maka aku kira lebih baik Pangeran berada di istana ini untuk beberapa saat. Mungkin pada satu kesempatan yang tepat. Pangeran akan ikut pula bersama kami"

   Pangeran Kuda Padmadata mengerutkan keningnya.

   Katanya "Sumber masalah ini adalah aku.

   Bagaimanakah perasaanku, jika justru aku tinggal di rumah dengan tenang, sementara orang lain yang semula tidak berkepentingan, harus bertaruh nyawa untuk menemukan orang yang bernama Ki Dukut Pakering itu"

   "Kita semua berkewajiban"

   Sahut Mahisa Bungalan "apapun sumbernya, kita tidak akan dapat membiarkan kejahatan berlangsung dimanapun dan apapun alasannya. Karena itu, maka setiap orang merasa bertanggung jawab, bahwa Ki Dukut Pakering itu harus tertangkap"

   Pangeran Kuda Padmadata menarik nafas dalam-dalam. Katanya kemudian "Tidak ada kata-kata yang dapat akupergunakan untuk menyatakan terima kasihku yang tiada terhingga"

   "Itu tidak perlu"

   Berkata Witantra "sudah seharusnya kita melakukannya seperti yang dikatakan Mahisa Bungalan.

   Akupun berpendirian, bahwa biarlah Pangeran dan Ki Wastu tinggal di istana Ini.

   Aku kira, aku dapat mengusulkan agar rencana perburuan itu dikembangkan.

   Bukan saja kita yang akan menanganinya, tetapi akan menjadi kewajiban para prajurit di Singasari dan para pengawal di Kediri.

   Namun demikian, kita harus menemukan cara yang tepat untuk melakukannya.

   Kita tentu tidak akan mengulangi cara yang sudah kita lakukan, namun tidak berhasil.

   Kita tidak akan dapat menjelajahi daerah yang luas karena justru sarang orang yang bernama Ki Dukut itu menjadi makin kabur.

   Sehingga karena itu, kita harus menemukan cara lain yang lebih baik"

   Pangeran Kuda Padmadata menarik nafas dalam-dalam.

   Ia sudah mendengar seluruh ceritera tentang orang-orang yang pemula tidak dikenalnya, namun yang kemudian tanpa menghiraukan kemungkinan yang paling pahit bagi diri mereka sendiri, telah membebaskan isteri dan anak laki- lakinya.

   Terutama, Mahisa Bungalan.

   Isterinya yang sudah terkurung di hutan peliharaan itu akhirnya dapat dibebaskannya.

   Justru karena itu, untuk beberapa saat, Pangeran Kuda Padmadata tunduk terdiam.

   Diluar sadarnya, ia mulai membayangkan apa saja yang telah terjadi dengan isterinya, dan apa pula yang telah dilakukan oleh Mahisa Bungalan untuk membebaskan isterinya.

   "Ia sudah mempertaruhkan nyawanya"

   Berkata Pangeran Kuda Padmadata di dalam hatinya.Namun dalam pada itu, ia tidak dapat menolak kepu- tusan orang-orang Singasari itu, bahwa untuk menemukan Ki Dukut, diperlukan cara yang masih harus dipelajarinya, sementara Pangeran Kuda Padmadata dan Ki Wastu dipersilahkan untuk tetap berada di istananya untuk menjaga segala kemungkinan yang dapat terjadi.

   "Baiklah"

   Berkata Pangeran Kuda Padmadata kemudian "tetapi aku tidak akan mencuci tangan.

   Segalanya akan dapat dikembalikan kepadaku.

   Karena itu, jika ada sesuatu yang menuntut.

   agar aku ikut serta melaku kannya, jangan segan-segan.

   Panggillah aku, dan aku akan segera datang kemanapun juga"

   "Terima kasih Pangeran"

   Jawab Mahisa Agni "kami mengerti bahwa Pangeran akan tetap bertanggung jawab. Dan itu akan sangat membesarkan hati kami, sehingga kami tidak akan ragu-ragu untuk melakukan apa saja"

   "Mudah-mudahan usaha kita akan berhasil"

   Desis Pangeran Kuda Padmadata "meskipun Ki Dukut adalah guruku, namun ia telah menyimpang dari sifat seorang guru. Bahkan ia telah terjerumus kedalam tindakan yang dapat disebut satu kejahatan"

   Namun demikian, Pangeran Kuda Padmadata masih minta tamu-tamunya dari Singasari untuk tinggal.

   Rasa- rasanya ia masih belum puas mengucapkan terima kasih dengan cara apapun juga yang dapat dilakukan.

   Dalam pada itu, kehadiran isteri Pangeran itupun telah menumbuhkan persoalan bagi para pelayan.

   Emban yang akan melayaninyapun menjadi bingung.

   Kadang-kadang puteri itu tidak dapat dimengerti kehendaknya.

   Bahkan kadang-kadang ia lebih senang berada dibalik pintu tertutup tanpa memberikan perintah apapun juga.

   Bahkan kadang- kadang ia telah mengerjakan sesuatu yang tidak pantasdikerjakannya, sehingga para emban menjadi bingung.

   Dan bahkan ada diantara mereka yang menangis di belakang dengan tubuh gemetar, karena ia mengira bahwa puteri itu telah marah, karena ia salah melakukan salah satu perintahnya.

   Tetapi satu hal yang telah dikagumi oleh setiap orang.

   Apalagi ketika puteri itu mulai mengenakan pakaian yang lebih pantas bagi seseorang isteri Pangeran.

   Maka mereka telah sependapat, bahwa puteri itu memang sangat cantik, jauh lebih cantik dari puteri yang pernah tinggal di istana itu, dan yang pernah disebut isteri Pangeran Kuda Padmadata, tetapi yang dalam kehidupannya sehari-hari lebih dekat dengan adik Pangeran Kuda Padmadata itu.

   Ternyata bukan saja para pelayan, emban dan dayang- dayang yang mengagumi kecantikan puteri itu.

   Diluar sadarnya, ketika sepintas Mahisa Bungalan yang masih berada di istana itu melihat puteri itu dalam pakaian dan riasnya sebagai isteri seorang Pangeran, maka jantungnya telah berdenyut.

   Ia telah berbuat terlalu banyak bagi purempuan itu.

   Ia telah membebaskannya dari sarang para penculiknya dan perbuatan lain yang dapat mengancam keselamatannya.

   Namun anak muda itu cepat menyadari.

   Perempuan itu adalah isteri Pangeran Kuda Padmadata.

   Yang dilakukannya itu adalah semata-mata karena sentuhan peri kemanusiaan yang menjadi kewajiban setiap orang.

   Tetapi ia tidak dapat begitu saja menghapus kesan kecantikan yang dilihatnya.

   Di luar sadarnya, maka tiba- tiba saja Mahisa Bungalan itupun teringat kepada seorang gadis padepokan yang menurut penglihatannya juga sangat cantik, justru dalam keadaan wajarnya.

   Ken Padmi.Bagaimanapun juga, bayangan wajah itu kadang-kadang masih saja kembali di angan-angannya.

   Ia mengerti, bahwa hubungannya dengan gadis itu pada saat terakhir menjadi baur.

   Tetapi ia tidak yakin bahwa sebenarnya hati gadis itu telah benar-benar tertutup terhadapnya.

   Dalam saat-saat tertentu, ketika ia melihat Pangeran Kuda Padmadata berdua dengan isterinya dan kemudian datang anak laki- lakinya, maka hatinyapun telah bergejolak.

   Kenangannya terhadap gadis padepokan kecil itu justru semakin membayang.

   Tetapi Mahisa Bungalan berusaha menekan perasaan itu di dalam dadanya.

   Ia tidak mengatakannya kepada siapapun juga.

   Ia tidak mengatakannya kepada ayahnya, dan kepada adik-adiknya.

   Yang justru diharapkan kemudian, segera meninggalkan istana itu.

   Ia akan kembali ke Singasari.

   Dan iapun masih menunggu keputusan, cara yang manakah yang dapat ditempuhnya untuk mencari orang yang bernama Ki Dukut Pakering.

   "Aku akan mempergunakan kesempatan itu untuk melihat satu kemungkinan tentang gadis padepokan itu"

   Berkata Mahisa Bungalan di dalam hatinya. Meskipun iapun selalu dibayangi oleh satu kecemasan, bahwa gadis itu telah menentukan jalan hidupnya, setelah ia tidak dapat berharap untuk bertemu dengan Mahisa Bungalan kembali. -ooo0dw0ooo-

   Jilid 18 Tetapi keinginan Mahisa Bungalan untuk pergi ke padepokan kecil itu rasa-rasanya menjadi sangat mendesak.

   Karena itu, ketika kemudian Mahisa Agni memutuskan untuk kembali ke Singasari, sepercik kegembiraan telahmenyentuh hatinya.

   Dengan demikian, ia tidak akan melihat lagi puteri yang cantik itu setiap saat, dan iapun akan mendapat kesempatan untuk mencari jalan agar dapat bertemu dengan seorang gadis padepokan yang bernama Ken Padmi itu dengan dalih yang lain, mencari orang yang bernama Ki Dukut Pakering.

   Namun Mahisa Bungalanpun harus menyadari, bahwa Ki Dukut Pakering adalah seorang yang pilih tanding.

   Seorang yang memiliki kelebihan dari kebanyakan orang.

   Sementara iapun harus mengakui, bahwa ilmunya masih belum setingkat dengan orang yang bernama Ki Dukut Pakering itu, meskipun ilmunya sendiri sudah maju dengan pesat.

   Tatapi kemudaannyalah yang kemudian mendorongnya.

   Katanya di dalam hati "Seandainya harus terjadi, maka akupun memiliki bekal untuk melawannya.

   Mungkin ia memiliki kelebihan, tetapi aku harap, bahwa kemudaanku akan dapat bertahan atas waktu jika aku harus bertempurmelawannya"

   Demikianlah, maka ketika mereka merasa telah berada di Kediri untuk waktu yang cukup, maka merkapun segera minta diri untuk kembali ke Singasari.

   Sebenarnya Pangeran Kuda Padmadata merasa berat untuk melepaskan mereka yang telah berbuat terlalu banyak bagi dirinya dan bagi isteri dan anaknya.

   Namun iapun merasa, bahwa ia tidak akan dapat menahan mereka terus- menerus.

   Ketika saat itu tiba, maka dengan berat hati Pangeran Kuda Padmadata telah melepaskan tamu-tamunya kembali ke Singasari.

   Bukan tamu seperti kebanyakan tamu, tetapi mereka adalah justru orang-orang yang telah menyelamatkannya.Di perjalanan kembali ke Singasari, Mahisa Agni, Witantra, Mahendra dan anak-anaknya tidak lagi membawa pedatinya.

   Tetapi mereka telah mendapat kuda yang tegar yang akan dapat mambawa mereka kembali ke Singasari.

   Berkali-kali Pangeran Kuda Padmadata, isteri dan anaknya mengucapkan terima kasih yang tiada taranya kepada Mahisa Bungalan.

   Ialah yang mula-mula telah melibatkan diri ke dalam persoalannya, dan tidak akan dapat diingkari, tanpa langkah-langkah cepat dan berani dari Mahisa Bungalan, maka akhir dari peristiwa itu tentu akan menjadi sangat berlainan.

   "Kami sangat mengharap, kalian datang lagi ke rumah ini"

   Minta Pangeran Kuda Padmadata.

   "Tentu"

   Jawab Mahisa Agni "kami akan selalu teringat kepada istana ini dan akan mengunjunginya sekali-sekali"

   Ketika iring-iringan itu sudah siap meninggalkan regol, ternyata Ki Wastu yang tua itu tidak dapat menahan getar di dalam jantungnya.

   Meskipun tidak banyak orang yang memperhatikannya, namun ia telah mengusap matanya beberapa kali.

   Terasa mata itu menjadi basah dim panas.

   Apalagi jika ia mengenang, apa yang telah dilakukan oleh Mahisa Bungalan.

   "Aku harus membalas budinya"

   Berkata Ki Wastu kepada diri sendiri "karena yang aku miliki hanyalah ilmu yang tidak banyak berarti, namun aku ingin menuangkan seluruhnya kepada angger Mahisa Bungalan.

   Mudah- mudahan akan berarti baginya, setidak-tidaknya untuk melengkapi apa yang sudah dimilikinya"

   Karena itu, ketika Mahisa Bungalan sudah berada di punggung kudanya, ia sempat berbisik "Datanglahsecepatnya. Ada sesuatu yang dapat aku berikan kepadamu"

   "Apa maksud Ki Wastu?"

   Bertanya Mahisa Bungalan.

   "Ilmu. Aku dapat memberikan kepadamu sementara aku tidak akan kehilangan apapun juga. Karena hanya itulah yang aku punya"

   Desisnya. Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Katanya "Terima kasih. Aku akan segera datang"

   Namun Ki Wastu itupun kemudian berdesis "Tetapi aku sadar sepenuhnya, bahwa angger telah memiliki ilmu dasar yang melampaui ilmu dasar yang aku miliki.

   Jika aku mengharap angger datang, mudah-mudahan aku akan dapat memberikan kelangkapan sehingga ilmu dasar yang lebih baik dari yang ada padaku itu akan dapat berkembang sempurna.

   Karena sebenarnyalah, bahwa angger Mahisa Bungalan memiliki sumber ilmu yang tidak ada taranya, dan yang jauh melampaui kemampuanku sandiri"

   
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Ki Wastu selalu merendahkan diri"

   Desis Mahisa Bungalan.

   "Tidak. Aku berkata sebenarnya"

   Jawab Ki Wastu.

   Namun mereka tidak sempat berbicara lebih panjang.

   Iring-iringan itupun kemudian mulai bergerak meninggalkan istana Pangeran Kuda Padmadata, menuju ke Singasari.

   Beberapa orang berpaling juga memperhatikan iring- iringan itu.

   Namun mereka tidak heran atau terkejut karenanya.

   Mereka mengetahui, bahwa beberapa orang Singasari sedang berada di istana Pangeran Kudu Padmadata.

   Karena itu.

   maka merekapun tahu bahwa orang-orang Singasari itu akan segera kambali ke kota Raja.Dengan demikian, maka perjalanan itupun tidak mendapat hambatan apapun juga ketika mereka meninggalkan kota.

   Para pengawal yang sedang merondapun mengetahuinya, sehingga mereka tidak merasa perlu untuk menegurnya.

   Bahkan diam-diam mereka berusaha untuk memperhatikan, orang-orang yang terdapat di dalam iring-iringan itu, karena dari para pengawal yang ikut bersama Pangeran Kuda Padmadata telah menceriterakan serba sedikit tentang orang-orang Singasari yang pilih tanding.

   Damikianlah, iring-iringan itu kaluar dari gerbang, maka kuda-kuda itupun berderap semakin cepat.

   Perjalanan kembali ke Singasari itu ternyata jauh lebih cepat dari perjalanan mereka dari Singasari ke Kediri.

   Tidak seperti saat mereka berangkat, maka saat iring- iringan itu kembali ke Singasari, tidak ada seorangpun yang datang mengganggu.

   Ki Dukut Pakering sama sekali tidak berbuat sesuatu.

   Namun dengan demikian, orang-orang yang berada di dalam iring-iringan itu masih saja bertanya- tanya di dalam hati "Apakah Pangeran Kuda Padmadata juga tidak akan diganggu oleh Ki Dukut Pakering itu?"

   Namun di istana itu sudah ada Ki Wastu.

   Bagaimanapun juga, maka orang tua itu akan dapat menghalang-halangi jika Ki Dukut masih ingin melepaskan dendamnya kepada Pangeran Kuda Padmadata bersama anak istermya.

   Apalagi Pangeran Kuda Padmadata talah menempatkan beberapa orang pangawal terpilih di istananya, sehingga isteri dan anaknya akan dapat merasa aman berada di dalam istana itu.

   Meskipun demikian, Pangeran Kuda Padmadata masih selalu bertindak hati-hati.

   Anak dan isterinya tidak diperbolehkannya langsung borhubungan dengan siapapun juga di luar anggauta keluarga istana itu.

   Jika ada orang lain yang berniat untuk hiirliubungan dengan anak dan isteriPangeran itu, harus dilakukan melalui Pangeran Kuda Padmadata sendiri atau Ki Wastu.

   Karena masih mungkin sekali ada orang-orang yang dipinjam tangannya oleh Ki Dukut untuk mencelakai keluarganya.

   Dalam pada itu, ketika iring-iringan Mahisa Agni telah sampai ke Singasari, maka mereka tidak segera berpisah.

   Mereka masih memerlukan untuk berkumpul dan membicarakan kemungkinan yang masih mereka hadapi.

   Ki Dukut Pakering.

   "Sebenarnya kita tidak perlu tergesa-gesa lagi"

   Berkata Mahisa Agni "nampaknya Ki Dukut tidak lagi berusaha melepaskan dendamnya kepada siapapun juga yang dianggapnya pernah bersalah kepadanya. Mungkin ia lebih memusatkan perhatiannya kepada Pangeran Kuda Padmadata anak dan isteri"

   "Tetapi kegagalan demi kegagalan itu akan dapat mengungkit kembali kemarahan dan kebenciannya kepada orang-orang yang tidak bersalah"

   Desis Mahisa Bungalan.

   "Memang mungkin"

   Desis Mahisa Agni.

   Iapun kemudian menceriterakan apa yang dilihatnya atas dua orang berilmu hitam yang sebenarnya telah berhasil melarikan diri.

   Namun malang bagi mereka, karena mereka telah bertemu dengan Ki Dukut yang sedang mendendam.

   Hampir saja mereka telah menjadi korban api dendam yang menyala di hati Ki Dukut dan tidak mendapat penyaluran seperti yang dikehendakinya.

   "Jika demikian, bukankah kemungkinan-kemungkinan yang buruk itu akan dapat terjadi di padepokan-padepokan kecil yang terpencar itu?"

   Bertanya Mahisa Bungalan. Lalu katanya salanjutnya "

   Mungkin Ki Dukut juga tidak ingin atau tidak sengaja mendatangi padepokan itu.

   Tetapi jika tiba-tiba saja ia dibakar oleh dendamnya yang kambuhselagi ia berada di dekat padepokan-padepokan kecil itu, maka akan dapat dibayangkan, akibat apakah yang akan dapat timbul"

   "Aku mengerti"

   Jawab Witantra "tetapi menurut pengalaman, berburu di padang perburuan yang terlalu luas itu ternyata terlalu mahal"

   "Maksud paman?"

   Bertanya Mahisa Bungalan.

   "Berpikirlah jernih "potong ayahnya, pamanmu tentu sedang memperhitungkan segala kemungkinan yang-dapat ditempuh"

   Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam.

   "Atau, barangkali kau mempunyai satu pikiran yang berguna bagi usaha ini?"

   Bertanya Mahisa Agni.

   "Paman"

   Berkata Mahisa Bungalan "aku mengerti bahwa berburu seperti yang pernah kita lakukan, hampirlah sia-sia. Tetapi kita juga tidak boleh tinggal diam. Menurut pikiranku, biarlah aku mengulangi pengembaraanku"

   "Ada samacam untung-untungan"

   Sahut ayahnya "mungkin bertemu dengan Ki Dukut, mungkin pula tidak"

   Mahisa Bungalan menundukkan kepalanya.

   Yang dikatakan oleh ayahnya itu memang tepat.

   Namun sebenarnyalah ada sepercik keinginannya yang lain.

   Pengembaraannya tentu akan sampai ke sebuah padepokan kecil yang menyimpan seorang gadis yang bernama Ken Padmi.

   Namun dalam pada itu, Mahisa Agni telah memperingatkan Mahisa Bungalan atas kesanggupan yang pernah dikatakannya kepada Maharaja di Singasari, Ranggawuni.

   yang bergelar Sri Jaya Wisnuwardhana dan Ratu Angabhaya yang bergelar Narasingamurti, bahwaMahisa Bungalan akan bersedia untuk memasuki dunia Keprajuritan di Singasari.

   Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam.

   Ia memang pernah berjanji.

   Dan janji itu tidak pernah dilupakannya.

   Namun jika ingatannya menyentuh seorang gadis padepok an yang bernama Ken Padmi, maka hatinya menjadi berdebar-debar.

   Bahwa Pangeran Kuda Padmadata telah menemukan kembali kebahagiaan hidup berkeluarga.

   benar-benar telah menyentuh perasaan anak muda itu.

   Rasa-rasanya iapun ingin memasuki satu dunia yang lain dari dunianya yang sedang dijalaninya.

   Bahkan rasa-rasanya ia akan segera berhenti bertualang, jika ada seorang sisihan di rumah yang akan dapat memberikan ketenteraman hidup.

   Dalam pada itu, Witantra yang mendengar peringatan Mahisa Agni itupun kemudian berkata "Mahisa Bungalan Apakah waktunya masih belum tiba? Jika kau masih selalu dibayangi oleh jiwa pangembaraanmu, maka aku kira kau tidak akan berhenti mengembara dengan alasan apapun juga.

   Karena itu, biarlah kami yang tua-tau sajalah yang akan mencari jejak Ki Dukut Pakering, meskipun juga tidak dongan menyelenggarakan waktu yang khusus, sementara itu, kau dapat mempergunakan waktumu untuk merintis jalan kemasa depanmu yang lebih baik"

   Mahisa Bungalan menundukkan kepalanya.

   Ia mengerti petunjuk-petunjuk itu akan sangat bermanfaat baginya.

   Tetapi ia tidak dapat melupakan padepokan kecil itu, Padepokan Kenanga.

   Ketika Mahisa Bungalan kemudian terdesak, dan tidak dapat mengelak lagi, maka iapun kemudian berterus terang, bahwa ia ingin pergi ke padepokan kecil itu.

   Dan bahkan ketika Ketika orang-orang tua itu masih mendesaknya lagi,maka iapun kemudian telah mengatakan serba sedikit tentang padepokan Kenanga yang dihuni oleh Ki Selabajra dan anak gadisnya Ken Padmi.

   Mahisa Agni menarik nafas dalam-dalam.

   Tetapi ia mengerti, bagaimana perasaan seorang anak muda yang sedang diguncang oleh angan-angan tentang seorang gadis.

   Karena itulah, maka Mahisa Agnipun berkata"

   Baiklah Mahisa Bungalan. Biarlah aku menghadap Sri Mahaprabu Jaya Wisnuwardhana untuk menyempatkan perasaanmu kepadanya. Aku kira, kau akan mendapat persetujuan meskipun untuk waktu yang terbatas. Terutama bagi kepentinganmu sendiri"

   Mahisa Bungalan hanya dapat menundukkan kepalanya.

   "Sementara itu"

   Berkata Mahisa Agni, biarlah aku mengawanimu dalam pengembaraan yang mendatang. Pada saat gawat aku akan dapat menjadi kawan menghadapi kesulitan, tetapi dalam kesulitan yang lain, mungkin aku kau perlukan untuk mewakili ayahmu"

   "Ah "

   Mahisa Bungalan hanya berdesah. Tetapi ia tidak membantah. Mahendrapun ternyata tidak berkeberatan. Bahkan ia berterima kasih kepada Mahisa Agni yang bersedia mengikuti perjalanan Mahisa Bungalan.

   "Aku tidak mempunyai tanggungan apa-apa"

   Berkata Mahisa Agni "aku kira ada baiknya pula untuk mengisi hari tuaku. Sementara kau masih harus berbuat banyak bagi keluargamu"

   Mahendra tertawa.

   Katanya "Anakkupun telah dewasa semuanya.

   Tetapi aku memang masih mempunyai banyak tanggungan.

   Karena itu, aku sangat berterima kasih"Witantrapun tersenyum pula.

   Katanya "Sebenarnya akupun tidak berkeberatan untuk mengikuti pengembaraan itu.

   Aku kira akupun memerlukan kesibukan untuk mengisi kekosonganku di hari tua agar aku tidak terlalu cepat mendekati masa akhir"

   "Ah"

   Desis Mahendra "jangan berkata begitu"

   "Sebenarnyalah"

   Jawab Witantra "orang yang terlalu banyak merenung tanpa kerja yang berarti, ia akan cepat mengakhiri hidupnya sendiri.

   Karena itu, aku juga ingin mengisi waktuku dengan kesibukan-kesibukan.

   Berjalan- jalan adalah kesibukan yang paling baik bagi orang tua-tau"

   "Berjalan di setiap pagi memang baik"

   Jawab Mahendra "tetapi berjalan-jalan melintasi padang-padang yang luas dan liar, menyusup hutan dan menghadapi kemungkin an bertemu dengan Ki Dukut dengan pengikut-pengikutnya yang baru, sebenarnyalah bukan merupakan perjalanan seperti menghirup segarnya udara pagi"

   Witantra tertawa.

   Katanya "Tentu tidak akan seberat itu.

   Kami akan menempuh satu perjalanan yang menyenangkan.

   Jika kita dapat bertemu dengan Ki Dukut, itu berarti bahwa perjalanan ini akan mendapat hasil yang menggembirakan di samping untuk mangisi kekosongan"

   Mahendra dan Mahisa Agnipun tertawa.

   Tetapi Mahisa Bungalan masih tetap menundukkan kepalanya.

   Dalam pada itu, maka merekapun segera mengatur waktu.

   Mereka tidak akan tergesa-gesa meninggalkan Singasari.

   Mahisa Agni, Witantra, Mahendra dan Mahisa Bungalan akan mohon mendapat kesempatan menghadap untuk menyampaikan persoalan Mahisa Bungalan yang masih akan mohon sekedar waktu.Sebenarnyalah, bahwa Ranggawuni yang bergelar Sri Jaya Wisnuwardhana itu merasa kecewa, bahwa Mahisa Bungalan masih mohon waktu untuk pengembaraannya.

   Namun Maharaja yang muda itupun mengerti perasaan Mahisa Bungalan, sehingga iapun tidak merasa berkeberaten untuk melepaskannya.

   Apalagi ketika kepadanya diberitahukan serba sedikit tentang peristiwa yang menimpa Pangeran Kuda Padmadata karena tingkah laku gurunya.

   "Kalian akan mencarinya?"

   Bertanya Sri Jaya Wisnuwardhana.

   "Mudah-mudahan kami berhasil mendapatkan jejaknya"

   Jawab Mahisa Agni.

   "Tetapi kami mengharap, kalian akan segera kembali"

   Pesan Ranggawuni.

   "Hamba tuanku"

   Jawab Mahisa Agni "hamba akan melakukannya"

   Demikianlah, dengan ijin Maharaja di Singasari, maka Mahisa Bungalan sekali lagi melakukan pengembaraan sekaligus menunda lagi kesanggupannya untuk memasuki lingkungan keprajuritan di Singasari.

   Bersama Mahjsa Agni dan Witantra, Mahisa Bungalan telah bersiap-siap meninggalkan Kota Raja untuk menempuh perjalanan yang tidak dibatasi waktu.

   Namun merekapun sadar, bahwa mereka tidak akan melakukan perjalanan terlalu lama, seperti yang dipesankan oleh Ranggawuni sebagai Maharaja di Singasari yang bergelar Sri Jaya Wisnuwardhana.

   Ketika segala persiapan telah cukup, maka pada suatu pagi yang cerah, tiga orang berkuda telah meninggalkan gerbang Singasari.

   Mereka adalah Mahisa Agni, Witantra dan Malijsa Bungalan.

   Seperti biasanya merekamengenakan pakaian orang kebanyakan dalam pengembaraan mereka.

   "Pada suatu saat kuda-kuda ini akan kami tinggalkan - berkata Mahisa Bungalan. Mahisa Agni berpaling kepadanya sambil bertanya -Dan kita akan berjalan menjelajahi daerah yang sangat luas"

   Mahisa Bungalan mengerutkan keningnya.

   Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Sementara Witantra bertanya "Atau yang kau maksudkan, kita akan menuju kesuatu tempat, kemudian menitipkan kuda kita ditempai itu sementara kita akan berjalan kesegenap penjuru, uamun kita akan mempergunakan tempat itu sebagai tempat pemberhentian"

   Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Namun katanya kemudian "Bukankah kita akan singgah ke Kediri seperti yang pernah aku katakan? Ki Wastu minta aku datang kepadanya. Ada sesuatu yang akan diberikan kepadaku"

   Mahisa Agni tersenyum.

   Katanya "Bagiku tidak akan ada bedanya.

   Apakah kita akan singgah ke Kediri atau tidak.

   Tetapi jika kau ingin bertemu Ki Wastu sebelum pengembaraan, aku sama sekali tidak berkeberatan.

   Apapun yang akan kau terima, itu berarti akan memperkaya perbendaharaan ilmumu"

   Mahisa Bungalan hanya mengangguk-angguk.

   Sementara Witantrapun sama sekali tidak berkeberatan pula.

   Demikianlah, maka perjalanan yang mereka lakukan seperti yang pernah mereka lakukan sebelumnya, adalak perjalanan yang merupakan mula dari satu pengembaraan Tiaru.

   Seperti yang dikehendaki oleh Mahisa Bungalan, maka merekapun singgah ke Kediri memenuhi permintaanKi Wastu, yang ingin menyampaikan ucapan terima kasih knpada Mahisa Bungalan Kedatangan mereka di istana Pangeran Kuda Padma duta telah diterima oleh Pangeran itu dengan senang hati.

   Demikian pula ternyata Ki Wastu menyambut mereka dengan sangat gembira.

   Kepada Mahisa Agni dan Witantra, Ki Wastu berkata "Aku ingin menumpang untuk ikut berbangga mempunyai seorang murid seperti angger Mahisa Bungalan.

   Karena itu, meskipun tidak berarti apa-apa, aku ingin disebut sebagai salah seorang gurunya yang barangkali justru harus menyadap ilmu dari muridnya"

   Mahisa Agni tersenyum. Katanya "Ki Wastu selalu merendahkan diri"

   Ki Wastu menjawab dengan bersungguh-sungguh "Tidak.

   Aku berkata sebenarnya.

   Dan lebih dari itu, aku ingin menempatkan Pangeran Kuda Padmadata yang memerlukan bimbinganku selanjutnya untuk menyempurnakun ilmunya sebagai saudara seperguruan dengan angger Mahisa Bungalan"

   Mahisa Agni dan Witantra mengangguk-angguk.

   Mereka mengerti, bahwa yang sebenarnya dihendaki oleh Ki Wastu adalah demikian.

   Dan sebenarnyalah bahwa Ki Wastu merasa, bahwa ilmunya tidak akan dapat melampaui tingkat ilmu Mahisa Agni, Witantra dan Mahendra, yang pernah menjadi guru Mahisa Bungalan sebelumnya.

   Karena itu, maka Witantrapun kemudian berkata "Kami merasa sangat gembira Ki Wastu, bahwa Pangeran Kuda Padmadata bersedia manganggap Mahisa Bungalan sebagai saudara seperguruannya"Demikianlah, maka untuk beberapa lamanya Mahisa Agni dan Witantra berada di Kediri menunggui Mahisa Bungalan yang menerima warisan ilmu dari Ki Wastu.

   Memang dalam beberapa hal tingkat dan tataran ilmu Ki Wastu tidak setinggi ilmu Mahisa Agni, Witantra dan Mahendra.

   Namun beberapa kemungkinan baru telah membuka hati Mahisa Bunglan.

   Dengan dasar ilmu yang diberikan oleh Ki Wastu, seperti yang sebagian pernah diterimanya sebelumnya, ternyata Mahisa Bungalan mempunyai ruang gerak yang lebih luas bagi ilmu yang memang pernah dimilikinya sebelumnya.

   Demikian pula pada Pangeran Kuda Padmadata yang sebelumnya telah menerima dasar-dasar ilmu dari Ki Dukut Pakering.

   Seperti Mahisa Bungalan, maka ilmu yang diterima dari Ki Wastu itupun telah membuka kemungkinan-kemungkinan baru padanya untuk mengembangkan dasar ilmu yang memang sudah dimilikinya.

   Karena itu, maka apa yang diberikan oleh Ki Wastu itu bukannya tidak berarti bagi keduanya, karena dengan demikian dalam keseluruhan, ilmu merekapun telah meningkat.

   Sementara mereka telah melihat jalan yang terbuka untuk memperkembangkan selanjutnya sesuai dengan pengalaman masing-masing.

   Ketika Ki Wastu sudah merasa puas, serta ia sudah merasa membalas kebaikan budi Mahisa Bungalan, maka iapun berkata kepada anak muda itu "Segalanya telah aku lakukan ngger.

   Terserah kepada angger kamudian, apakah angger menganggap hal itu berguna atau tidak"

   "Tentu Ki Wastu. Aku merasa sangat berterima kasih. Seperti yang terdahulu, maka yang Ki Wastu berikan telah mengangkat kemampuanku dalam keseluruhan danmembuka kemungkinan-kemungkinan baru bagi perkembangan selanjutnya"

   Dengan demikian, maka waktu yang diperlukan Mahisa Bungalan telah cukup.

   Karena itu, maka iapun segera minta diri untuk melanjutkan perjalanan yang masih panjang.

   Sementara ia sudah diangkat menjadi saudara seperguruan oleh Pangeran Kuda Padmadata.

   Dengan berat, hati Pangeran Kuda Padmadata dan Ki Wastu melepaskan tamu-tamunya meninggalkan istananya.

   Mereka mengerti, apa yang akan dilakukan oleh ketiga orang itu.

   Mereka akan menempuh satu perjalanan yang berat dan tidak berketentuan untuk mencari seseorang yang telah berusaha berbuat jahat kepadanya.

   Kepada Pangeran Kuda Padmadata beserta keluarganya.

   Sementara orang itu adalah gurunya sendiri.

   Namun apa yang dilakukan oleh ketiga orang itu memang sudah mereka kehendaki.

   Karena itu, maka baik Pangeran Kuda Padmadata, maupun Ki Wastu tidak dapat menahan mereka lagi.

   Demikianlah, maka pada hari yang sudah ditentukan, ketiga orang itupun telah meninggalkan Kediri.

   Dengan wajah tengadah Mahisa Bungalan yang berkuda di depan memandang jalan yang terbujur panjang membelah tanab persawahan.

   Meskipun ia tidak terbiasa melalui jalan itu, tetapi ia masih dapat mengenalinya.

   Sebagai orang pengembara, maka Mahisa Bungalan mempunyai ingatan yang kuat terhadap tempat-tempat yang memiliki ciri-ciri yang tersendiri meskipun tidak begitu jelas bagi orang lain.

   Demikianlah, maka Mahisa Bungalan yang berkuda dipaling depan telah membawa kedua orang yang tidak bedanya dengan orang tua sendiri itu, menuju kedaerah yang pernah dijelajahinya.

   Bukan pada saat-saat ia mencariKi Dukut, tetapi ia membawa Mahisa Agni dan Witantra memintas jalan, menuju ke tempat-tempat yang per nah dijelajahinya sebelumnya.

   Jaraknya memang tidak terlalu dekat Tetapi akhirnya ia membawa kedua orang pamannya itu menuju kejalur jalan yang pernah dilaluinya membawa isteri Pangeran Kuda Padmadata dan Ki Wastu ke rumahnya sendiri.

   "Kita kembali pulang?"

   Bertanya Witantra yang merasa bahwa mereka menuju ke padukuhan tempat tinggal Mahisa Bungalan.

   "Tidak paman"

   Jawab Mahisa Bungalan "kita akan melampauinya dan menuju ke tempat yang pernah aku kenal sebagai jalur penjelajahan Ki Wastu selama ia berusaha menyelamatkan anak dan curunya, selagi mereka masih selalu dikejar-kejar oleh orang-orang yang ternyata adalah para pengikut guru dan adik Pangeran Kudapadmadata itu sendiri"

   "Apakah kau manduga, bahwa Ki Dukutpun akan menelusuri jalan itu?"

   Bertanya Mahisa Agni.

   "Aku tidak berpikir demikian paman. Tetapi memang ada satu kemungkinan, bahwa Ki Dukut yang untuk sementara kehilangan tujuan dan alas bagi langkah- langkahnya berikutnya, ia berjalan diluar kehendaknya melalui tempat tempat yang pernah dikenalnya. Meskipun mungkin hanya berdasarkan atas laporan-laporan pengikutnya saja"

   Jawab Mahisa Bungalan.

   Mahisa Agni dan Witantra tidak menyahut lagi.

   Tetapi ia mengerti, bahwa Mahisa Bungalan sendiri nampaknya telah dikendalikan oleh satu kenangan tersendiri pada saat ia berusaha menolong isteri dan anak Pangeran Kuda Padmadata itu.Karena itu, keduanya mengikuti saja, jalan manakah yang dipilih oleh Mehisa Bungalan.

   Sebenarnyalah bahwa Mahisa Bungalan telah dipengaruhi oleh kenangannya atas masa yang tidak dapat dilupakannya itu.

   Masa-masa yang tegang dan penuh dengan bahaya.

   Namun, yang lewat jalur kenangan itu, pada suatu saat ia akan sampai pada suatu tempat yang dikenalnya dengan baik.

   Padepokan Kenanga.

   Tetapi rasa-rasanya ada keseganan untuk langsung menuju ke padepokan itu.

   Karena itu, maka iapun telah memilih jalan seperti jalan yang pernah ditempuhnya, dengan arah yang berlawanan.

   Melingkar-lingkar, tetapi yang pada akhirnya akan sampai pula ke padepokan kecil itu.

   Jalan yang sudah lama tidak pernah dilalui setelah ia melintasinya pada saat ia menyelamatkan isteri dan anak Pangeran Kuda Padmadata itu rasa-rasanya masih dikenalnya dengan baik seperti baru kemarin ia lewat dijalan itu pula.

   Jalan yang jika diikutinya dengan arah yang seperti ditempuhnya pada saat itu justru akan membawa-nya kembali kepadukuhannya di dekat Kota Raja.

   Sebenar nyalah waktu itu Mahisa Bungalan sudah tidak mempunyai gambaran yang lain untuk menyelamatkan isteri dan anak Pangeran Kuda Padmadata itu kecuali di rumahnya sendiri Ketiga orang itu seolah-olah tidak merasa betapa matahari menyengat kulit.

   Bagaimana mereka kemudian mulai dibayangi oleh cahaya kemerah-merahan, ketika mata hari menjadi semakin rendah.

   Sekali mereka berhenti disebuah kedai di dekat sudut padukuhan.

   Mereka melepaskan haus dan lapar.

   Tanpa menarik perhatian orang-orang yang berada di dalam kedaiitu juga, maka merekapun sempat berbicara tentang perjalanan Mahisa Bungalan pada masa yang lewat itu.

   "Menegangkan sekali"

   Desis Mahisa Bungalan tiba-tiba.

   Mahisa Agni dan Witantra mengangguk-angguk.

   Agaknya Mahisa Bungalan telah menempuh satu perjalanan yang sangat berbahaya dan dengan mempertaruhkan nyawanya pula.

   Namun dalam pada itu, rasa-rasanya Mahisa Agnipun telah terdorong untuk mengenang satu masa yang jauh lewat di belakang jalan hidupnya.

   Iapun telah menempuh pengembaraan hidup lahir dan batin yang penuh dengan bahaya dan dengan mempertaruhkan nyawanya pula.

   Meskipun dalam keadaan yang berbeda, tetapi ada pula beberapa kesamaan pengalamannya dengan pengalaman Mahisa Bungalan.

   "Tetapi anak itu tidak boleh menjadi putus asa seperti aku dalam perjalanan hidupnya sebagai seorang laki-laki"

   Berkata Mahisa Agni kepada diri sendiri "Mahisa Bungalan harus menemukan kesempurnaan hidup sebagai seorang laki-laki yang wajar.

   Ia akan dapat menjadi seorang ayah yang baik bagi anak-anaknya dan seorang suami yang baik pula bagi isterinya.

   Tatapi Mahisa Agni tidak mengatakannya kepada siapapun juga.

   Bahkan kemudian iapun telah berusaha untuk melepaskan kenangan tentang masa lampaunya itu.

   Ketika langit menjadi semakin buram, maka puinilik kedai itupun segera bersiap-siap untuk menutup kuduinya Dengan demikian maka Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalanpun harus segera meninggalkan kedai itu pula."Demikian matahari terbenam, demikian kedai ini ditutup desis Mahisa Agni.

   "Ya Ki Sanak"

   Jawab pemilik kedai itu "tidak akan ada seorangpun yang membelinya jika hari sudah gelap. Agaknya memang agak berbeda dengan keadaan di kota- kota jika Ki Sanak sering pergi ke Kota Raja"

   "Tidak banyak berbeda"

   Jawab Mahisa Agni.

   "Tetapi ada juga kedai yang tetap dibuka meskipun sudah malam"

   Sahut pemilik kedai itu "aku pernah tinggal di Kota Raja hampir tiga pekan pada saudaraku yang tinggal di Kota Raja"

   "O"

   Mahisa Agnilah yang kemudian mengangguk- angguk "agaknya kamilah yang tidak terbiasa pergi ke Kota Raja"

   Demikianlah setelah mereka membayar, maka bertiga mereka meninggalkan kedai itu.

   Namun mereka mendapat kesan bahwa daerah itu termasuk daerah yang tenang dan tidak banyak mendapat gangguan apupun juga.

   Sehingga karena itu, maka ditempat itu, mereka tidak akan dapat mendengar apapun juga tentang orang-orang yang melakukan kejahatan.

   Apalagi orang yang bernama Ki Dukut Pakering.

   Dalam keremangan senja, ketiga orang itu masih berkuda terus disepanjang jalan yang menjadi semakin gelap.

   Tetapi rasa-rasanya mereka sama sekali tidak menjadi cemas.

   Agaknya mereka sama sekali tidak menghiraukan seandainya mereka akan kemalaman diperjalanan.

   "Kita akan berhenti ditempat yang dekat dengan air"

   Berkata Witantra."Ya. Kita akan berhenti di dekat mata air, atau di dekat sebuah sungai"

   Sahut Mahisa Agni.

   Seperti yang mereka kehendaki, maka merekapun kemudian berhenti dipinggir sebuah sungai yang tidak begitu besar.

   Namun agar mereka tidak menarik perhatian orang lain, maka mereka telah menyimpang beberapa puluh langkah dari jalan, sehingga orang-orang yang lewat di jalan itu, tidak akan segera melihat ketiga orang yang bermalam diperjalanan itu.

   Dan malam itupun lewat tanpa terjadi sesuatu.

   Ketiga orang yang tidur bergantian itu, telah terbangun di dini hari, ketika mereka mendengar bunyi roda pedati yang berjalan dijalan beberapa puluh langkah dari tempat mereka beristirahat.

   "Jalan itu ternyata merupakan jalan besar"

   Desis Mahisa Agni.

   "Ya"

   Jawab Witantra "karena itu, kitapun harus segera bersiap-siap"

   "Mereka tidak akan melihat kita disini"

   Desis Mahisa Bungalan yang masih segan untuk bangkit.

   Witantra dan Mahisa Agni tersenyum.

   Sementara itu Witantrapun berkata "Kau benar Mahisa Bungalan.

   Kita memang tidak perlu tergesa-gesa.

   Perjalanan ini bukan perjalanan yang dibatasi oleh waktu, satu atau dua pekan"

   Mahisa Bungalanpun menggeliat. Namun iapun kemu dian bangkit sambil berdesis "Aku akan mandi"

   Setelah bergantian mereka mandi disungai dalam dinginnya dini hari, maka rasa-rasanya tubuh mereka menjadi sangat segar.

   Kuda-kuda merekapun telah cukup lama beristirahat dan cukup pula mendapatkan rumput yang segar ditepian.Tetapi mereka tidak segera melanjutkan perjalanan.

   Jika mereka turun kejalan, sebelum matahari terbit, justru akan menarik perhatian orang-orang yang dengan pedati membawa hasil bumi mereka ke pasar.

   Dengan demikian mereka telah menunggu matahari naik.

   Baru kemudian mereka melanjutkan perjalanan mereka yang panjang.

   Seperti dihari sebelumnya, perjalanan itu berlangsung tanpa terjadi peristiwa apapun juga.

   
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Nampaknya tanah yang mereka jelajahi memang termasuk daerah yang tenang.

   Namun ketika menjelang senja, mereka singgah di sebuah kedai, ternyata nampak kesan yang berbeda pada pemilik kedai itu.

   Sebelum matahari merendah, rasa- rasanya pemilik kedai itupun sudah menjadi gelisah.

   Sementara sudah tidak ada seorang pembelipun yang berada dikedai itu selain Mahisa Bungalan.

   Witantra dan Mahisa Agni.

   Dalam pada itu, maka Mahisa Agni yang merasakan kegelisahan itupun bertanya "Apakah kedai ini sudah akan ditutup?"

   "Ya Ki Sanak"

   Jawab pemilik kedai itu.

   "Masih terlalu siang begini?"

   Bertanya Witantra. Pemilik kedai itu termangu-mangu. Namun akhirnya iapun mengangguk sambil menjawab "Adalah kebiasaan kami untuk menutup kedai ini sebelum senja"

   Mahisa Agni yang juga mengangguk kemudian bertanya "Apakah sudah tidak akan ada pembeli lagi setelah matahari turun seperti ini?""Tidak. Sudah jarang sekali ada orang yang keluar dari halaman rumahnya disaat terakhir ini"

   Jawab pemilik kedai itu. Jawaban itu memang menarik perhatian. Sehingga karena itu maka Mahisa Bungalanpun mendesaknya "Kenapa?"

   Tetapi orang itu justru menjadi semakin gelisah. Tanpa menjawab pertanyaan Mahisa Bungalan ia berkata "Kami sudah bekerja sepanjang hari. Kami sudah menjadi letih sekali"

   Ketiga orang yang berada dikedai itu tidak dapat mendesaknya.

   Namun terasa, bahwa keadaan dipadukuh- an itu agak berbeda dengan padukuhan-padukuhan yang pernah mereka lalui.

   Dalam pada itu, ketiga orang itu tidak ingin membuat pemilik kedai itu menjadi gelisah atau bahkan ketakutan.

   Karena itu, maka merekapun segera meninggalkan kedai itu.

   Tetapi ternyata bahwa Mahisa Bungalan sangat tertarik dengan sikap pemilik kedai itu.

   Maka katanya kemudi an kepada Mahisa Agni dan Witantra pada saat mereka meloncat kepunggung kuda "

   Menarik sekali. Apakah paman sependapat, bahwa kita meluangkan waktu untuk melihat semalam saja daerah yang nampaknya agak lain ini"

   Mahisa Agni dan Witantra yang lebih banyak mengikuti saja kehendak Mahisa Bungalan itupun sama sekali tidak berkeberatan.

   Sambil mengangguk-angguk Witantra berkata "Nampaknya memang menarik.

   Kita akan melihat keseluruhannya"Demikianlah, maka ketiga orang itupun kemudian mencari tempat untuk menyembunyikan kuda mereka.

   Sementara ketika hari sudah gelap, mereka merayap mendakati padukuhan yang agaknya sedang dipengaruhi oleh satu keadaan yang kurang baik itu.

   Ternyata yang dilihat oleh ketiga orang itu cukup mengejutkan.

   Beberapa orang laki-laki nampak berada digerbang padukuhan, sementara yang lain berada di gardu perondan.

   "Ada apa?"

   Desis Mahisa Bungalan. Mahisa Agni menarik nafas dalam. Nampaknya orang orang itu benar-benar dalam kesiagaan sepenuhnya, ternyata mereka membawa beberapa macam senjata yang mereka miliki.

   "Agaknya mereka menjadi curiga"

   Berkata Mahisa Agni "mungkin pemilik kedai itu berceritera kepada tetangga- tetangganya, bahwa tiga orang berkuda berada disekitar padukuhan ini"

   "Apakah yang mereka maksudkan kita?"

   Bertanya Mahisa Bungalan.

   "Aku hanya menduga Tetapi agaknya memang demikian. Pemilik kedai itu telah melaporkan kehadiran kita dan seisi padukuhan itupun segera bersiap-siap"

   Jawab Witantra.

   "Kita akan melihat, apa yang akan terjadi"

   Desis Mahisa Bungalan.

   Dengan demikian, maka ketiga orang itupun justru bersembunyi di balik sebatang perdu sambil menunggu perkembangan keadaan.

   Mereka sempat melihat, beberapa orang di antara mereka yang berada di regol itu meronda mengelilingi padukuhan mereka."Nampaknya setiap pintu gerbang di segala penjuru padukuhan ini telah dijaga"

   Berkata Mahisa Bungalan "dan setiap gardu telah penuh dengan para penjaga"

   Mahisa Agni dan Witantra mengangguk-angguk.

   Agaknya memang demikian.

   Karena itulah, maka merekapun kemudian justru dengan sabar menunggu.

   Meskipun demikian, mereka masih juga sempat berbaring di atas rerumputan kering di balik gerumbul di dalam gelapnya malam, sehingga tidak ada orang yang melihat mereka.

   Untuk beberapa saat ketiga orang itu menunggu.

   Malam yang gelappun menjadi semakin dalam.

   Meskipun bintang bergayutan di langit, namun mereka tidak dapat melihat pedukuhan yang tidak terlalu jauh itu dengan jelas, kecuali obor di regol dan gardu-gardu.

   Tiba-tiba saja Mahisa Bungalan yang tidak puas dengan penglihatan itu berkata "Aku akan mendekati regol itu.

   Mungkin aku dapat mendengar pembicaraan mereka, kenapa mereka bersiap-siap seperti ini.

   Apakah hal ini dilakukannya setiap hari atau benar-benar karena kehadiran kita bertiga"

   "Kita dapat menunggu di sini"

   Berkata Mahisa Agni.

   "Aku tidak sabar"

   Desis Mahisa Bungalan.

   "Tetapi berhati-hatilah"

   Pesan Witantra "janganlah kita yang mulai dengan persoalan yang tidak menentu ini"

   Mahisa Bungalan mengangguk.

   Kemudian iapun mulai merayap mendekati regol padukuhan.

   Sebenarnyalah Mahisa Bungalan memang memiliki kelebihan.

   Tidak seorangpun yang melihat dan mendengar kehadirannya.

   Dengan diam-diam ia berhasil berada tidak terlalu jauh dari regol yang dijaga oleh beberapa orang itu.Beberapa saat lamanya Mahisa Bungalan mendengarkan percakapan orang-orang di regol itu.

   Meskipun tidak begitu jelas, namun Mahisa Bungalan berhasil menangkap beberapa persoalan, sehingga dari satu pembicaraan ke pembicaraan yang lain, iapun akhirnya dapat mengambil kesimpulan.

   Dengan hati-hati iapun kemudian meninggalkan regol itu kembali kepada Mahisa Agni dan Witantra yang menunggunya.

   Kepada mereka iapun berceritera "Paman.

   nampaknya bukan kita saja yang telah mereka curigai.

   Beberapa hari yeng lalu, seseorang telah dirampok di tengah bulak.

   Sesudah itu, empat orang perampok telah memasuki rumah seseorang yang dianggap cukup kaya di padukuhan itu.

   Kemudian siang tadi mereka melihat dua orang berjalan kaki yang mencurigakan, sementara itu, merekapun mengatakan bahwa tiga orang berkuda dan yang telah berhenti di kedai itupun sangat menarik perhatian mereka.

   "Bukankah benar dugaanku"

   Berkata Witantra "mereka memang mencurigai kita"

   "Tetapi ada yang lain. Dua orang pejalan kaki yang mereka sangka adalah kawan-kawan kita juga"

   Sahut Mahisa Bungalan.

   "Jika demikian, kita memang harus menunggu. Mungkin menjelang tengah malam kita akan melihat sesuatu"

   Berkata Mahisa Agni.

   Mereka bertigapun kemudian kembali di tempatnya.

   Mahisa Bungalan telah berbaring di atas rerumputan kering, sementara Mahisa Agni dan Witantra duduk sambil memeluk lutut.

   Nyamuk yang jarang terdengar berdesing di telinga mereka tanpa henti-hentinya, sementara lamat-lamat dikejauhan terdengar suara kentongan dengan nada dara muluk."Tengah malam"

   Desis Mahisa Bungalan "begitu cepatnya"

   "Kita sudah cukup lama berada di tempat ini"

   Sahut Mahisa Agni "namun aku masih juga ingin menunggu sampai cahaya fajar nampak di langit"

   Witantra dan Mahisa Bungalanpun sependapat. Mereka akan menunggu sampai menjelang dini hari. Bahkan Mahisa Bungalanpun berkata "Agaknya jika malam ini tidak terjadi apa-apa, malam besokpun kita akan dapat melihat barang semalam lagi"

   Kedua pamannya tidak menjawab.

   Tetapi agaknya merekapun sependapat.

   Demikianlah mereka bertiga menunggu.

   Rasa-rasanya memang sangat menjemukan.

   Apalagi nyamuk menjadi semakin buas disekitar mereka.

   Dalam pada itu, selagi Mahisa Bungalan mulai merasa kantuk, tiba-tiba saja mereka telah mendengar desis beberapa orang yang lewat tidak terlalu jauh dari tempat mereka bersembunyi.

   Karena itu, maka Mahisa Bungalan yang berbaring itupun segera bangkit dan membenahi dirinya dibalik gerumbul perdu bersama kedua orang pamannya.

   "Sekelompok"

   Desis Mahisa Agni "tidak hanya dua atau tiga orang"

   Witantra mengangguk-angguk.

   Dalam keremangan malam mereka melihat sekelompok orang lewat menelusuri jalan kecil menuju kepadukuhan disebelah.

   Namun tiba-tiba langkah mereka tertegun.

   Salah seorang diantara mereka berkata "He.

   kau lihat obor itu?""Ya.

   Obor yang dipasang di regol.

   Mungkin digardu"

   Jawab yang lain.

   "Dan kau lihat orang yang hilir mudik di regol itu?"

   Bertanya orang yang pertama itu pula.

   "Mereka adalah peronda-peronda"

   Jawab yang lain "Aku kira bukan sekedar peronda-peronda"

   Desis yang lain pula.

   Akhirnya merekapun melihat beberapa orang yang berada di regol.

   Namun seorang diantara mereka berkata "Biar sajalah semua orang di padukuhan itu berjaga-jaga.

   Aku memang sudah menduga.

   Setelah terjadi satu dua kali peristiwa, maka mereka akan menjadi sangat berhati-hati.

   Karena itu, maka aku membawa kalian semuanya beserta aku sekarang"

   Tidak ada lagi yang menjawab. Tetapi sekelompok orang itu masih tetap berdiri diam sambil memandangi padukuhan yang telalj dijaga oleh setiap orang laki-laki disegala penjuru dan disemua jalan-jalan masuk.

   "Lihat"

   Berkata pemimpinnya "tetapi hati-hati. Apa yang telah mereka persiapkan. Kita harus membuat perhitungan secukupnya"

   Dua orang diantara merekapun kemudian berjalan mendekati regol.

   Seperti Mahisa Bungalan, merekapun merayap dengan diam-diam untuk "melihat, apa yang telah dilakukan oleh orang-orang di padukuhan itu.

   Sementara itu Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan masih harus mengatur diri, agar orang-orang itu tidak mengetahui kehadiran mereka dibalik gerumbul perdu itu.Sejenak kemudian, maka kedua orang yang melihat-lihat regol itupun telah kembali kedalam kelompok mereka.

   Seperti yang diceriterakan oleh Mahisa Bungalan, ternyata merekapun melihat kesiagaan penghuni padukuhan itu.

   "Aku tidak peduli"

   Berkata pemimpinnya.

   Dan katanya kemudian "Kita akan memasuki pedukuhan itu dengan meloncati dinding.

   Kita tidak akan memasuki regol yang manapun juga.

   Bahkan kita akan dengan mudah memasuki rumah yang tentu sudah ditinggalkan oleh setiap penghuni laki-lakinya.

   Kita akan dapat mengambil apa saja yang kita inginkan di rumah itu"

   "Bagus"

   Desis yang lain "kita akan meloncati dinding padukuhan disebelah Timur yang banyak terlindung oleh rumpun-rumpun bambu yang lebat"

   "Kau tahu betul?"

   Bertanya pemimpinnya.

   "Siang tadi aku mengelilingi seluruh padukuhan itu"

   Jawab kawannya.

   Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   "Nampaknya mereka telah mencurigaimu. Ternyata malam ini seisi padepokan itu telah bersiap-siap"

   Gumam pemimpinnya.

   "Tetapi bukankah hal itu tidak penting? Seandainya mereka melihat kita, maka kita akan menghancurkan mereka. Dan kita akan dapat merampok bukan saja seisi rumah, tetapi seisi padukuhan itu"

   Gila. Agaknya hal itu memang mungkin kita lakukan. Tetapi tidak ada gunanya melawan seisi padukuhan itu. Dengan demikian diantara kitapun tentu akan jatuh korban Kecuali jika terpaksa. Itupun akan kita. lakukan sambil menarik diri"

   Jawab pemimpinnya, yang katanya pula "Agaknya kita masih harus berpikir untuk memberikan korban terlalu banyak. Jika kita masih cukup mempunyaibekal, tiba-tiba saja Rajawali Penakluk itu datang lagi, maka kita akan kehilangan segala-galanya"

   Mahisa Agni yang mendengar kata-kata itu telah meng gamit Witantra dan Mahisa Bungalan.

   Keduanyapun mengangguk kecil.

   Ternyata mereka sependapat, bahwa orang-orang ilu tentu bekas pengikut Rajawali penakluk yang telah kehilangan ikatan, justru karena Rajawali Penakluk itu telah meninggalkan mereka.

   "Mereka semua telah berjanji untuk tidak melakukan kejahatan lagi"

   Berkata Mahisa Bungalan di dalam hatinya "Namun ternyata mereka telah kembali kepada pekerjaan gila itu"

   Namun ketiga orang itu masih tetap menunggu.

   Merekapun kemudian melihat sekelompok perampok itu bersiap-siap untuk memasuki padukuhan itu dengan meloncati dinding padukuhan"disebelah Timur, yang menurut salah seorang dari mereka, dilindungi oleh rimbunnya rumpun bambu yang lebat.

   "Kita akan mengikuti mereka"

   Bisik Mahisa Agni Witantra dan Mahisa Bungalan mengangguk.

   Mereka pun segera bersiap-siap pula.

   Ketika kelompok itu mulai bergerak, maka ketiga orang itupun bergerak pula.

   Tetapi Mahisa Agni.

   Witantra dan Mahisa Bungalan harus bertindak dengan sangat berhati-hati.

   Mereka tidak boleh terjebak dan diketahui oleh orang-orang itu.

   Dengan demikian, maka persoalannya akan berkisar, dan merekalah yang harus bertempur melawan sekelompok orang yang belum mereka ketahui tingkat kemampuannya Seperti yang mereka rencanakan, maka sekelompok orang itupun telah menu]u ke bagian Timur padukuhan penghuni- penghuninya yang sibuk menjaga regol-regol padukuhan mereka.

   Tetapi mereka sama sekali tidak menyangka,bahwa sekelompok orang telah berusaha me masuki padukuhan itu dengan meloncati dinding.

   Ternyata bahwa orang-orang itu berhasil mendekati dinding disebelah Timur padukuhan itu tanpa diketahui oleh orang-orang yang sedang mengawal padukuhan itu.

   Laki-laki yang hilir mudik dirnuka pintu gerbang disegala penjuru dan mereka yang berada di gardu-gardu tidak mengetahui, sekelompok orang yang dengan hati-hati telah memanjat dinding dan meloncat masuk diantara rumpun- rumpun bambu yang cukup lebat.

   "Kitapun akan meloncat masuk"

   Desis Mahisa Agni "Tetapi tidak tepat pada tempat mereka meloncat"

   Sahut Witantra.

   "Ya"

   Jawab Mahisa Agni "kita meloncat beberapa langkah disebelahnya"

   Ketiga orang itupun dengan hati-hati telah mendekati dinding itu pula.

   Ketika orang terakhir telah meloncat, maka ketiga orang itupun telah berusaha untuk meloncat masuk pula.

   Agaknya ketiga oreng itu berhail memasuki padukuh an itu tanpa diketahui oleh sekelompok perampok yang siap melakukan pekerjaan mereka di padukuhan yang justru sudah bersiap-siap melakukan pekerjaan mereka di padukuhan yang justru sudah bersiap-siap menyambut kedatangan mereka.

   Tetapi penghuni padukuhan itu ternyata tidak cukup berpengalaman untuk melawan orang- orang yang sudah terbiasa melakukan pekerjaan itu.

   Ternyata Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan yang memasuki padukuhan itu, tidak kehilangan jejak.

   Mereka masih tetap dapat mengamati orang-orang yangkemudian berada disebuah halaman luas yang ditumbuhi rumpun-rumpun bambu yang lebat dan tidak terpelihara.

   "Kita akan pergi kemana?"

   Bertanya pemimpin sekelompok perampok itu.

   "Kita akan langsung menuju ke rumah orang itu"

   Berkata yang lain "aku sudah memahami keadaan lingkungannya.

   Orang yang malam ini akan kita jadikan korban, bukannya orang yang paling kaya di padukuhan ini.

   Tetapi memadahilah, sehingga kita akan mendapat barang- barang yang cukup, sebelum pada suatu saat kita akan datang ke rumah yang paling baik di padukuhan ini"

   "Kenapa tidak sekarang?"

   Bertanya yang lain.

   "Kesiagaan orang-orang padukuhan ini tentu berpusar pada rumah dari orang yang paling kaya itu. Kita akan melihat keadaan. Jika keadaan memungkinkan, memang tidak ada salahnya. Tetapi menilik kesiagaan orang-orang di padukuhan ini, agaknya lebih baik kita akan kembali pada kesempatan lain"

   Jawab kawannya yang telah menyelidiki keadaan padukuhan itu.

   "Kau takut?"

   Bertanya kawannya. Yang terdengar adalah jawaban yang kasar "Kau pernah melihat aku ketakutan? Yang aku perhitungkan adalah kemungkinan-kemungkinan. Bukan ketakutan"

   "Aku yang akan menentukan"

   Potong pemimpin sekelompok perampok itu. Lalu "Aku setuju, bahwa kita mula-mula akan pergi kesasaran pertama. Baru kemudian kita akan melihat keadaan"

   Tidak ada lagi yang mempersoalkan rencana itu.

   Mereka hanya tinggal melakukannya, karena pimpinan mereka telah mengambil keputusan.Demikianlah, maka merekapiai mulai bergerak dengan hati-hati.

   Bagaimanapun juga, agaknya mereka masih menghindarkan diri dari kemungkinan yang akan dapat menyulitkan mereka.

   Mereka lebih senang melakukan pekerjaan itu dengan tanpa meninggalkan korban apapun juga.

   Sementara itu, Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalan berusaha untuk tidak melepaskan pengamatan mereka atas para perampok yang kemudian menuju ke sasaran.

   Ternyata para perampok itu berhasil menyusup diantara para peronda.

   Apalagi para peronda yang selalu lewat di jalan-jalan padukuhan dalam jumlah yang terhitung besar.

   Lima atau enam orang sambil berbicara dengan kerasnya.

   Dengan demikian maka para perampok itu selalu dapat mencari kesempatan sebaik-baiknya untuk melintasi jalan- jalan padukuhan, meloncat dari satu halaman ke halaman yang lain.

   Meskipun padukuhan itu benar-benar telah disibukkan oleh setiap laki-laki yang keluar dari rumah dan berada di regol dan di gardu-gardu, namun para perampok itu seakan- akan tidak menemui kesulitan sama sekali.

   Perlahan-lahan tetapi pasti, merekapun mendekati rumah yang akan mereka jadikan korban perampokan pada malam itu.

   Sebenarnyalah seperti yang mereka perhitungkan, karena setiap laki-laki telah keluar dari rumah mereka, maka yang berada di rumah tinggallah perempuan dan anak-anak.

   tetapi agaknya perempuan dan anak-anak itu pun sudah merasa terlalu aman, karena laki-laki di padukuhan mereka tersebar disetiap sudut dan jalan-jalan padukuhan, sehingga menurut dugaan mereka, tidak seorang penjahatpun yang akan dapat mengganggu mereka.Karena itulah, maka justru mereka telah tidur dengan nyenyaknya.

   Hanya satu dua rumah para bebahu padukuhan sajalah yang masih disibukkan oleh beberapa orang perempuan yang merebus air dan menyiapkan makanan bagi para peronda yang akan berjaga-jaga semalam suntuk dan yang agaknya tidak hanya semalam itu saja.

   Tetapi beberapa orang perampok itu tidak akan menuju ke rumah yang masih sibuk itu.

   Mereka sudah menentukan, rumah yang mana yang akan menjadi sasaran mereka malam itu.

   Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalanpun kemudian tertegun ketika mereka melihat para perampok itu mendekati sebuah rumah joglo yang besar.

   Rumah yang berhalaman luas dan mempunyai sebuah regol yang menarik.

   "Itulah sasarannya"

   Desis Mahisa Bungalan. Sambil mengangguk Witantrapun berbisik "Agaknya memang demikian"

   Untuk beberapa saat lamanya mereka menunggu.

   Para perampok itupun agaknya sedang menunggu kesempatan sebaik-baiknya.

   Mereka bersembunyi rapat-rapat dihalaman di depan rumah itu ketika empat orang peronda berjalan lewat lorong dimuka rumah itu pula.

   Seorang diantara mereka itu berkata "Agaknya penghuninya sudah tidur nyenyak"

   "Ya"

   Jawab yang lain "tiga orang penghuni laki-laki di rumah itu berada di gardu-gardu"

   "Merekapun selalu mengelilingi padukuhan ini. Setiap kali mereka tentu lewat jalan ini pula sambil mengamati rumahnya"

   Berkata orang yang pertama."Seperti kita juga"

   Jawab yang lain "setiap kali kita meronda lewat lorong di depan rumah kita masing-masing.

   Empat orang peronda itu berjalan terus.

   Namun agaknya setiap kali ada saja yang lewat melalui lorong-lorong di dalam padukuhan itu, seperti yang dikatakan oleh salah seorang peronda yang lewat, bahwa setiap orang berusaha untuk melihat-lihat halaman rumah masing-masing.

   Demikian keempat orang itu lewat, maka para perampok itupun segera bertindak.

   Pemimpinnya berkata "Kita harus memasuki rumah itu dan menutup pintunya, jika peronda berikutnya lewat, mereka tidak akan tahu, apa yang terjadi di dalamnya"

   "Jika penghuninya berteriak?"

   Bertanya kawannya "Tidak seorangpun yang akan berbuat demikian"

   Berkata pemimpinnya "kecuali jika orang-orang itu sudah jemu hidup"

   Tidak seorangpun lagi yang mengatakan sesuatu. Yang kemudian mereka lakukan adalah mendekati pintu samping rumah itu.

   "Ketuk, perlahan-lahan"

   Desis pemimpinnya.

   Mahisa Agni, Witantra dan Mahisa Bungalanpun telah berusaha mendekat lagi.

   Mereka harus mengetahui, apa yang sedang dilakukan oleh para perampok itu, sehingga mereka akan dapat mengambil satu sikap jika keadaan memaksa.

   Salah seorang perampok itupun kemudian mengetuk pintu samping perlahan-lahan.

   Seolah-olah mereka sama sekali tidak tergesa-gesa dan tidak mempunyai kepentingan yang mendesak.Sejenak kemudian terdengar desah di dalam rumah itu.

   Lalu terdengar pula suara seorang perempuan "Siapa?"

   "Aku. Ada pesan dari suamimu"

   Jawab orang yang berada di luar. Jawaban itu ternyata telah mengejutkan perempuan di dalam rumah itu. Dengan tergesa-gesa terdengar langkah mendekati pintu sambil bertanya "Pesan apa?"

   "Tidak penting"

   Jawab yang diluar "tetapi karena keadaan nampaknya menjadi semakin gawat, ia tetap berada digerbang padukuhan sebelah Barat"

   "Pesan apa?"

   Bertanya perempuan itu.

   "Aku membawa kerisnya. Keris itu tidak penting. Malahan pendoknya akan dapat dirampas oleh orang jahat. Ia sudah membawa tombak panjang"

   Jawab suara diluar.

   Perempuan itu tidak berpikir panjang.

   Suaminya kebetulan memang membawa keris seperti kebanyakan laki- laki di padukuhan itu.

   Meskipun mereka membawa pedang dan tombak, namun pada umumnya mereka telah membawa keris pula.

   Apalagi keris yang mempunyai nilai dan tuah.

   Namun betapa terkejutnya perempuan itu.

   Demikian ia membuka selarak pintu, dengan tidak diduga-duga itu telah terdorong keras sehingga perempuan itu hampir saja jatuh terlentang.

   Belum lagi ia sempat membenahi diri, beberapa orang laki-laki garang telah berloncatan memasuki rumahnya sambil mendorongnya kesudut.

   Seorang ditantara mereka mengacukan goloknya sambil berkata "Jangan berteriak"

   Yang terjadi itu sama sekali tidak terduga-duga.

   Perempuan itu menganggap bahwa padukuhan itu tentutidak akan diganggu selama setiap laki-laki berada di gardu- gardu dan dijalan-jalan.

   Tidak mungkin ada seorang penjahatpun yang akan dapat lolos dari penjagaan mereka, sehingga tanpa curiga, ia telah membuka pintu.

   Namun ternyata ia sudah berhadapan dengan beberapa orang yang nampaknya adalah para penjahat.

   Salah seorang dari mereka yang memasuki rumah itu pun kemudian menutup pintu.

   Dengan demikian, maka jika sekelompok peronda lewat, maka tidak akan timbul kesan apapun juga dari dalam rumah itu.

   "Jangan berbuat sesuatu yang dapat memperpendek nyawamu ancam salah seorang laki-laki yang berjambang lebat. Perempuan itu menjadi gemetar. Seandainya ia ingin berteriakan, suaranya tidak lagi dapat meloncat dari kerongkongannya.

   "Siapa saja yang berada di rumah ini"

   Bertanya pamimpin sekelompok perampok itu. Perempuan itu tergagap. Tetapi pemimpin perampok itu bertanya lebih garang lagi, meskipun tidak terlalu keras "

   Siapa lagi yang berada di rumah"

   "Anakku"

   Desis perempuan itu ketakutan.

   "Dimana?"

   Bertanya pemimpin perampok itu.

   "Tidur"

   Jawab perempuan itu.

   "Berapa orang?"

   
Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Bertanya perampok itu pula. Perempuan itu termangu-mangu sejenak. Anakku laki- laki tidak ada di rumah sekarang"

   Pemimpin perampok itu mengangguk-angguk. Katanya "Aku tahu, bahwa samua laki-laki di rumah ini sudan Keluar.Perempuan itu menjadi semakin pucat. ubuhnya yang gemetar menjadi basah oleh keringat.

   "Dimana mereka tidur?"

   Bentak salah seorang dari perampok-perampok itu.

   "Di dalam bilik sebelah"

   Jawab perempuan itu gemetar.

   Seorang perampok berusaha untuk menjenguknya.

   Ternyata di dalam bilik itu memang terdapat dua orang gadis yang sedang tidur nyenyak.

   Sejenak perampok itu memandanginya dengan mata tanpa berkedip.

   Namun kemudian iapun meninggalkan pintu bilik itu kembali kepada pemimpinnya "Ya.

   Dua orang gadis.

   Aku tidak tahu pasti, apakah keduanya cantik atau tidak.

   Tetapi keduanya nampak tidur dengan nyenyaknya.

   Agaknya keduanya sudah cukup besar untuk kawin"

   Beberapa orang perampok tertawa tertahan. Namun dengan demikian, hati perempuan itu menjadi semakin bergetar.

   "Nah"

   Berkata pemimpin perampok itu "sekarang serahkan semua harta milikmu. Aku tahu, kau cukup kaya. Kau mempunyai perhiasan intan berlian. Kau mempunyai perhiasan emas dan perak"

   "Aku tidak mempunyai apa-apa"

   Desis perempuan itu hampir menangis.

   "Jangan menghambat tugas-tugasku"

   Berkata pemimpin perampok itu "aku tidak mempunyai banyak waktu.

   Setiap saat, jalan di depan rumah ini dilewati para peronda.

   Meskipun aku akan dapat mambunuh siapa saja yang berusaha menangkap aku, tetapi agaknya itu tidak perlu aku lakukan, jika kau tidak membuat onar disini"Perempuan itu masih ragu-ragu.

   "Cepat, jika kami tidak menemukan apa-apa disini, maka yang paling berharga akan kami ambil dari rumah ini"

   Geram pemimpin perampok itu.

   "Apa?"

   Bertanya perempuan itu.

   "Kedua anak gadismu. Harganya akan sama dengan emas, perak dan berlian"

   Jawab pemimpin perampok itu. Beberapa orang kasar itu tertawa meskipun tidak terlalu keras. Bahkan salah seorang dari mereka bergumam "Aku memilih perempuan itu saja. Aku dapat membawanya pulang dan menjadikannya seorang perempuan yang bahagia"

   Karena itulah, maka perempuan itupun menjadi semakin gemetar. Tentu saja ia tidak akan membiarkan anaknya mengalami perlakuan yang dapat membuat anaknya menderita sepanjang umurnya.

   "Cepat"

   Tiba-tiba saja pemimpin perampok itu membentak "jangan menunggu kami kehilangan kesabaran"

   Perempuan itu tidak dapat berbuat lain. Katanya "Tunggulah Aku akan mengambil apa yang aku punya"

   "Jangan tipu kami"

   Berkata pemimpin perampok itu "aku ikut bersamamu. Dimanapun kau simpan barang- barang itu"

   Perempuan itu sama sekali tidak mempunyai kesempatan lagi.

   Iapun kemudian pergi kedalam biliknya, disebelah bilik anak-anaknya untuk mengambil perhiasannya yang disimpan di dalam geledeg kayu.

   Lebih baik baginya kehilangan perhiasan itu daripada anak gadis mengalami perlakuan yang gila dari orang-orang kasar itu.Pemimpin perampok itu menerima perhiasan perempuan itu dengan hati yang berdebar-debar.

   Namun demikian, nampaknya masih ada yang kurang.

   Sekali lagi ia membentak "Dimana kamus dan timang suaminya?"

   "Dipakai"

   Jawab perempuan itu.

   "Bohong"

   Jawab pemimpin perampok itu "tentu tidak. Jika ia pergi kedalam satu perjamuan mungkin ia memakainya. Tetapi tentu tidak jika ia sekedar pergi meronda"

   "Tetapi ia memakainya. Ia memakai kamus dan timangnya yang terbuat dari emas. Kerisnyapun dibawanya, sehingga jika kau kehendaki, aku tidak akan dapat memberikannya"

   "Jangan bohong"

   Pemimpin perampok itu menggeram "aku dapat memerintahkan orang-orangku untuk dalam sekejap membuat kedua anak perempuanmu itu menjadi manusia yang tidak berharga lagi dalam pergaulan hidupnya sehari-hari"

   "Jangan, jangan berbuat demikian. Aku sudah memberikan apa saja"

   Jawab perempuan itu "yang lain tidak ada di rumah. Lihatlah seluruh rumahku. Aku memang masih mempunyai beberapa keping uang simpanan jika kau kehendaki. Tetapi nilainya tentu tidak seberapa dibanding dengan perhiasan-perhiasanku itu"

   "Ambil uang itu"

   Bentak pemimpin perampok itu. Perempuan itupun kemudian mengambil simpanan uangnya dan menyerahkannya kepada pemimpin perampok itu.

   "Yang lain, aku minta yang lain"

   Geram pemimpin perampok itu pula."Aku tidak punya apa-apa lagi "

   Tangis perempuan yang menjadi putus asa itu.

   Pemimpin perampok itupun kemudian memanggil beberapa orang-orangnya dan diperintahkannya untuk mencari apa saja yang dapat dibawanya diseluruh rumah itu.

   Ternyata dua orang laki-laki yang kasar itu telah me masuki bilik kedua anak gadis perempuan yang menjadi kehilangan akal itu.

   Nampaknya keduanya justru berusaha untuk membangunkan kedua gadis yang sedang tidur nyenyak itu.

   Demikian kedua gadis itu terbangun, maka merekapun telah terkejut karena dua ujung golok berada didada masing-masing.

   "Dengan ribut anak-anak manis"

   Desis laki-laki itu "aku tidak akan berbuat apa-apa. Aku akan berbuat baik atas kalian berdua"

   Kedua gadis itu menjadi gemetar. Namun keduanya tidak dapat berbuat apa-apa.

   "Dimana perhiasan kalian simpan"

   Desis salah seorang dari dua orang laki-laki yang menggenggam golok itu. Kedua orang gadis itu menjadi gemetar. Mereka tidak segera mengerti, apakah yang sedang mereka hadapi Tetapi dua ujung golok itu telah membuat mereka menjadi gemetar.

   "Bangunlah"

   Desis laki-laki kasar itu "bangkitlah dan tunjukkan kepadaku- dimanakah perhiasan kalian, kalian simpan"

   Dengan tubuh gemetar keduanya bangkit dan turun dari pembaringan. Samentara kedua orang laki-laki itu tersenyum memandangi mereka."Cepat anak-anak manis"

   Berkata salah seorang dari laki- laki kasar itu "semakin lama aku menatap kalian berdua, maka semakin berdebar jantungku didadaku. Cepat, sebelum aku berubah sikap sehingga yang aku minta bukannya perhiasan.

   "Aku tidak punya perhiasan"

   Desis yang seorang dengan suara patah-patah.

   "Apa?"

   Geram laki-laki kasar itu "jangan mem buat kami kehilangan kesabaran. Jika kalian tidak segera menunjukkan, maka kalian akan menyesal, sebab kalian akan kehilangan milik kaliah yang jauh lebih berharga"

   Kedua gadis itu menjadi semakin ketakutan. Sementa ra merekapun mendengar suara lain yang membentak-bentak diluar bilik.

   "Ibumu telah menyerahkan perhiasannya"

   Berkata salah seorang dari laki-laki kasar itu "sekarang giliran kalian"

   "Semua perhiasan kami, sudah kami serahkan untuk disimpan kepada ibu"

   Berkata salah seorang dari gadis gadis itu. Wajah kedua orang laki-laki kasar itu menegang. Na mun kemudian wajah itu telah berubah lagi. Sambil tersenyum laki-laki itu berkata "Jangan bohong anak-anak manis. Marilah, berikan perhiasan-perhiasan itu"

   Belum lagi gadis-gadis itu menjawab, tiba-tiba ibunya telah berlarian masuk kedalam bilik itu.

   Dengan serta merta kedua anak gadisnya itupun telah dipeluknya.

   Betapa gemetar tangan ibunya, namun ia masih berusaha untuk melindungi anak-anaknya.

   Kedua laki-laki itu tertawa.

   Seorang laki-laki lain telah memasuki bilik itu pula, sementara di depan pintupemimpin perampok itu menggeram "Aku masih menuntut yang lain.

   Apapun juga.

   Waktuku tidak terlalu banyak"

   "Tidak ada lagi yang dapat aku berikan"

   Desis perempuan yang ketakutan itu. Perampok-perampok itu menjadi tegang. Nampaknya mereka sudah kehabisan kesabaran, sementara diantara mereka yang mencari sesuatu yang lain di rumah itu tidak berhasil.

   "Aku benar-benar tidak mempunyai apapun lagi yang dapat aku serahkan kepada kalian"

   Berkata perempuan itu dengan suara tersendat-sendat "semua sudah ada pada kalian. Karena itu, pergilah. Tinggalkan kami bertiga"

   Pemimpin perampok yang berdiri dipintu itu berdiri termangu-mangu.

   Namun kemudian katanya "Jika kalian tidak dapat memberi apapun lagi, maka rumah ini akan aku bakar.

   Aku tidak tahu apakah kalian akan dapat melepaskan diri atau tidak, karena kami akan menyalarak pintu dari luar"

   "Jangan"

   Teriak perempuan yang sedang memeluk kedua anak perempuannya itu.

   "Diam"

   Bentak pemimpin perampok itu, karena ia mendengar suara orang tertawa dilorong di depan rumah itu.

   Agaknya dua atau tiga orang peronda sedang berjalan menyusuri lorong-lorong di dalam padukuhannya.

   Perempuan itu menjadi tegang.

   Namun pemimpin perampok itu berdesis "Jangan ganggu mereka yang sedang bergurau disepanjang jalan itu.

   Biarlah mereka lewat.

   Kita mempunyai urusan dan kepentingan sendiri"

   Perempuan itu kian menegang.

   Namun pemimpin pe rampok itupun berdesis "Kami dapat berbuat apa saja jika kau berusaha untuk menarik perhatian mereka.

   Bukankarena kami takut, tetapi sebenarnyalah kami masih segan untuk membunuh.

   Tetapi jika kau berbuat sesuatu yang dapat mencelakaimu sendiri, maka bukan hanya kau sajalah yang akan menjadi korban.

   Tetapi setiap laki-laki yang ingin menangkap kami, akan mati diujung senjata kami.

   Mungkin laki-laki itu adalah suamimu, atau anakmu laki- laki"

   Perempuan itu terbungkam oleh kecemasan yang menghimpit dadanya.

   Karena itu, maka dengan gemetar ia memeluk anak-anaknya semakin erat.

   Dalam pada itu, Ampat orang peronda telah berjalan lewat lorong di depan rumah itu.

   Untuk mengusir kantuk dan barangkali juga sedikit kecemasan, mereka telah ber gurau dengan riuhnya, sehingga suara mereka terdengar dari jarak yang cukup panjang.

   Pemimpin perampok yang berada di rumah itupun segera memberi isyarat kepada orang-orangnya untuk "tidak menarik perhatian.

   Mungkin dengan suara atau bahkan dengan perbuatan.

   "Biarlah mereka lewat"

   Desis pemimpin perampok itu.

   Orang-orang yang bergurau disepanjang lorong itupun akhirnya sampai di depan rumah yang sedang dicengkam oleh kecemasan itu.

   Tetapi karena tidak ada kesan apapun yang mereka lihat, maka mereka sama sekali tidak mem perhatikan apa yang telah terjadi di rumah itu.

   Namun orang-orang yang lewai di lorong itu terkejui ketika mereka mendengar seolah-olah sebuah batu yang jatuh di dekat mereka.

   Tidak hanya satu, tetapi dua, tiga bahkan empat.

   "He, siapakah yang talah melempar batu"

   Yang seorang bertanya dengan jantung yang berdebaran.Orang-orang itu tiba-tiba saja telah merapat dan berdiri saling berdesakan.

   "Hantu"

   Bisik salah seorang dari mereka.

   Yang terjadi benar-benar tidak seperti yang dikehendaki oleh Mahisa Agni.

   Witantra dan Mahendra.

   Merekalah yang melempari orang-orang itu dengan batu, agar mereka tertarik untuk melihat-lihat halaman rumah itu.

   Tetapi yang dilakukan oleh orang-orang itu justru berlawanan, karena mereka kemudian dengan tergesa-gesa lari sipat kuping.

   Mahisa Agni dan Witantra berdesah.

   Panasnya Bunga Mekar Karya SH Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Mahisa Bungalan bahkan hampir saja kehilangan pengamatan diri karena kejengkelan yang tidak tertahankan.

   Untunglah bahwa Witantra sempat menggamitnya dan memberi isyarat agar ia tidak berbuat sesuatu.

   Namun dalam pada itu, para perampok di dalam rumah itupun terkejut karenanya.

   Jika orang-orang yang meronda di lorong-lorong itu tiba-tiba saja berlari-larian, tentu ada sebabnya.

   "Aku mendengar beberapa butir batu berjatuhan. Agaknya itulah yang membuat mereka ketakutan"

   Desis salah seorang perampok.

   "Apa yang sebenarnya terjadi?"

   Bertanya yang lain. Pemimpin perampok itu termangu-mangu sejenak. Namun iapun kemudian bertanya "Bukankah semua orang ada di dalam?"

   "Ya. Semua orang ada di dalam"

   Jawab seorang anak buahnya. Namun iapun kemudian berkata pula "Ada sesuatu yang kurang wajar. Karena itu, kita jangan terlalu lama""Bagaimana dengan barang-barang yang lain?"

   Bertanya salah seorang pengikutnya. Pemimpin perampok itu memandang perempuan yang sedang memeluk anaknya itu dengan wajah yang menakutkan. Apalagi ketika ia menggeram "Kau membuat kami marah. Kau tidak menyerahkan semua kekayaanmu"

   "Aku sudah menyerahkannya semua yang aku miliki. Perhiasan itu bernilai sangat tinggi. Kami sekeluarga mengumpulkannya selama duapuluh tahun. Dan kini semuanya kau bawa seperti kau mengambil milikmu sendiri"

   "Persetan"

   Geramnya. Lalu katanya kepada orang- orangnya "bersiap-siaplah. Kita akan meninggalkan tempat ini"

   Para perampok itupun kemudian bersiap-siap untuk pergi.

   Meskipun mereka masih belum puas, tetapi yang terjadi di lorong di hadapan rumah itu memang perlu mendapat perhatian.

   Orang yang berlari-lari itu tentu akan pergi ke gardu dan melaporkannya, jika kawan-kawannya tidak percaya, maka mereka tentu akan berdatgenuangan.

   Karena itu, maka pemimpin perampok itupun segera memerintahkan orang-orangnya untuk dengan hati-hati meninggalkan rumah itu.

   "Gadis itu"

   Tiba-tiba seorang laki-laki kasar berdesis.

   "Kenapa dengan gadis itu?"

   Bertanya pemimpin perampok.

   "Aku akan membawanya"

   Jawab laki-laki kasar itu.

   "Gila. Apakah kau akan mempertaruhkan gadis itu dengan seluruh nyawa kawan-kawanmu. Cepat, tinggalkanrumah ini. Atau kau ingin tinggal di sini?"

   Bertanya pemimpin perampok itu.

   Laki-laki kasar itu tidak menjawab.

   Ketika ia berpaling terhadap gadis-gadis itu, maka terasa tubuh gadis-gadis itu meremang.

   Namun laki-laki itu tidak dapat berbuat apa- apa, karena kawan-kawannya segera bersiap-siap untuk meninggalkan rumah itu.

   Namun mereka masih sempat mengancam "Kami akan kembali lagi pada satu kesempatan"

   Ketiga perempuan itu masih gemetar, mereka berharap bahwa orang-orang itu akan segera pergi meninggalkan mereka.

   Meskipun semua perhiasan yang ada pada mereka telah dibawa, tetapi mereka tetap selamat dan tidak mengalami perlakuan yang lebih buruk lagi.

   Dalam pada itu, orang-orang yang berlari-larian karena ketakutan itu telah sampai ke gardu yang terdekat.

   Seperti yang diperhitungkan oleh para perampok, maka mereka pun segera berceritera-tentang beberapa buah batu yang berjatuhan tanpa diketahui asalnya.

   "Hantu"

   Desis salah seorang dari keempat orang itu.

   "Omong kosong"

   Jawab kawannya "kalian memang penakut"

   "Lihatlah sendiri, jika kau tidak percaya"

   Jawab seorang yang lain.

   "Aku akan melihat"

   Geram orang yang merasa dirinya mempunyai keberanian lebih dari kawan-kawannya.

   Namun dalam pada itu, lima orang telah meninggalkan gardu itu.

   Tiga dari empat orang yang merasa dirinya dilempari batu itupun mengikut pula untuk menunjukkantempat di mana mereka mendapat lemparan-lemparan itu, sehingga jumlah mereka menjadi delapan orang.

   Demikian delapan orang itu dengan tergesa-gesa mandekati regol rumah yang sedang mengalami perampokan itu, para perampok telah turun ke halaman.

   "Mereka benar-benar datang"

   Desis salah seorang perampok.

   "Jangan bodoh"

   Geram pemimpinnya "mereka datang dari depan. Kita akan meninggalkan tempat ini dari belakang"

   "Tetapi mereka akan segera mengetahui bahws kita baru saja memasuki halaman rumah ini. Perempuan-Perempuan itu tentu akan berceritera, sehingga sejenak kemudian akan terdengar suara titir"

   Sahut yang lain.

   "Aku bawa seorang dari Perempuan-Perempuan itu"

   Berkata laki-laki kasar yang sejak semula ingin membawa salah seorang gadis itu "jika mereka berteriak, kita akan mengancam nyawa perempuan yang kita bawa"

   Pemimpin perampok itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian iapun mengangguk. Katanya "bawa perempuan itu. Tetapi hati-hati"

   Laki-laki kasar itu kembali memasuki rumah dari pintu butulan.

   Dengan senjata teracu ia memaksa salan seorang gadis itupun mengikutinya.

   Ketika gadis itu akan berteriak, maka ujung pedangnya telah menyentuh dadanya sambil berdesis "Dadamu terlalu muda untuk ujung pedangku ini.

   


Raja Naga 7 Bintang -- Khu Lung Pendekar Gelandangan Karya Khu Lung Pendekar Gelandangan Karya Khu Lung

Cari Blog Ini