Ceritasilat Novel Online

Pao Kong 2


Pao Kong Karya Yang Lu Bagian 2



Pao Kong Karya dari Yang Lu

   

   Si-sipir bui jang dipetjat itu tak mengatakan suatu apa, melainkan tarik muka asam. Tao Gan mengantarkannja sampai didepan pintu, lalu mendorongnja keluar.

   "Pergilah engkau !"

   Ia mem- bentak, .,Djangan berani menondjolkan lagi tjetjongoranmu jang djelek ditempat ini !"

   Sipir bui jang dipetjat itu memandang Tao Gan dengan sorot mata jang penuh kebentjian. Kata dia "Aku akan kembali di-sini lebih tjepat dari kau kira, andjing !"

   Kemudian dia menghilang didjalan jang gelap- gulita.

   BAB V.

   DUA PULUH PENDJAHAT MELAKUKAN PENJERANGAN DITENGAH-MALAM PAO KONG MENGADAKAN EKSEKUSI JANG BERBAHAJA.

   Tak lama setelah lewat tengah malam, suara- suara keras mengganggu kesunjian dikantor pengadilan.

   Suarasuara serak berteriak-teriak memberi perintah, suara sendjata berkerintjingan.

   Sebuah balok besar dipakai untuk menggempur pintu-depan, suara tumbukanja bergema dalam suasana malam jang sunji-senjap.

   Dari sebelah dalam kantor pengadilan tak terdengar apapun djuga.

   Achirnja daun pintu depan dapat ditobloskan djuga, papan pintu jang tebal berantakan ditanah.

   Dua puluh badjingan, sambil mengajun2kan pentung dan melambai2kan tumbak dan pedang terhunus menerobos kedalam.

   Seorang jang tinggi- besar, dengan sebuah obor jang menjala-njala ditangannja.

   membuka djalan.

   .,Mana itu pembesar andjing? Mana itu hakim jang terkutuk ?"

   Demikian mereka berteriak-teriak. Namun mereka tak berani madju terus, oleh karena seluruh halaman pengadilan berada dalam keadaan gelapgelita.

   "tiba-tiba ke-enam pintu dari ruang tetamu terbuka dengan serentak. Halaman kantor pengadilan mendjadi terang benderang seperti siang hari, dibawah tjahaja ber-puluh-puluh obor, lilin dan lentera jang diatur dalam dua baris didalam ruangan. Kam penjerbu jang mendjadi silau, melihat pradjurit-pradjurit jang berbaris dikiri- kanan, dipersendjatai lengkap dengan tumbak dan pedang, sedangkan topi dan badjunja jang berlapis badja berkilau-kilatian dibawah sonar api lentera. Dibawah tangga kantor, pasukan polisi berbaris dengan teratur dan dengan pedang terhunus ditangannja. Ditangga jang paling atas berdiri seorang jang tampaknja angker sekali. Dia memakai badju kebesaran terbikin dari brokat atas jang berkilau-kilau, dan kupiah hakim jang bersajap menghiasi bagian kepalanja. Dikiri-kanan dia didampingi dua orang jang bertubuh besar, berpakaian seragam dari kapten pasukan berkuda. Bagian dada dan lengannja dilindungi oleh pelat badja sedangkan sebuah djambul berwarna jang indah meng-hiasi topi mereka. Salah-seorang memegang sebuah busur jang besar, siap-sedia untuk melepaskan anak- panahnja. Hakim Pao, demikian orang itu, berteriak dengan suara seperti gemuruh "Pembesar tertinggi dari kota Lam Hong ada disini ! Serahkan sendjatamu !"

   Si badjingan jang berbadan besar dan memegang pedang terhunus ditangannja adalah jang pertama jang dapat menguasai diri.

   "Lekas ! Mundur dengan teratur ! Kita terdjebak dalam perangkap musuh !"

   Ia berteriak.

   Selagi ia angkat pedangnja, tiba-tiba ia djatuh terlentang, sambil mengagapngagap setjara jang mengerikan.

   Anak-panah Thio Houw telah menembusi tenggorokan-nja.

   Pada saat itu terdengar suara serak memberi komando dengan njaringnja "S-i-a- p M-a-d-j-u !"

   Badjingan-badjingan jang matanja silau karena tjahaja lentera tak dapat melihat suatu apa dengan tegas, melainkan mereka men-dengar besi berkerintjingan dan suara tindakan kaki jang berat diatas lantai, seakanakan sebuah resimen tentara keluar dari ruang pengadilan, siap untuk menjerang mereka.

   Gerombolan badjingan itu mendjadi panik dan kalang-kabut.

   Salah seorang lompat kedepan dan berteriak "Saudara-saudara, riwajat kita sudah tamat ! Tentara Keradjaan sudah ada disini !"

   Sambil ia berteriak, ia melemparkan tumbaknja didepan tangga, sebagai tanda bahwa ia mau menjerah, dan selagi ia membuka sarung- pedangnja, ia menggerutu seorang diri .

   Haija, aku memerlukan enam tahun untuk mendjadi kopral, kukira sekarang aku harus mulai lagi sebagai pradjurit biasa !"

   Thio Liong membentak "Siapa jang menjebut dirinja kopral ?"

   Orang itu segera berdiri bersiap dan mendjawab .

   "Kopral Lim, detasemen ke-6 dari pasukan kaki, siap-sedia untuk menerima perintah, Kapten !"

   "Semua anggota tentara pelarian madju kedepan !"

   Thio Liong berteriak. Lima orang berbaris dibelakang kopralnja dan berdiri bersikap dengan tjanggung.

   "Kamu akan dihadapkan kepengadilan tentara !"

   Kata Thio Liong dengan pendek.

   Sementara itu badjingan-badjingan lainnja menjerahkan sendjatanja kepada polisi.

   Satu demi satu tangan mereka di-ikat dibelakang punggung.

   Kata Pao Kong "Kapten, tanja berapa banjak pradjurit pelarian masih ada didalam kota !"

   Thio Liong mengulangi pertanjaan ini kepada bekas kopral itu jang mendjawabnja "Kira-kira empat puluh orang, Kapten !"

   Hakim mengusap-usap djanggutnja, lalu berkata kepada Thio Liong "Djikalau kamu pergi untuk melakukan patroli didistrik-distrik didaerah perbatasan, aku ingin ada beberapa orang pradjurit mendjaga disini.

   Hendaknja engkau mengusulkan kepada komandannja, supaja pradjurit-pradjurit jang berlari itu suka men-aftarkan diri pula disini."

   Thio Liong lalu memberi perintah dengan suara keras "Kopral Lim dan lima pradjurit lainnja, pergilah sekarang kamu pulang, dan ganti pakaianmu jang tjompang-tjamping.

   Besok, pada tengah-hari tepat kamu sudah harus berada lagi disini dengan pakaian seragam dan peralatan menurut peraturan tentara !"

   Ke-enam orang itu berseru ' "Kami menurut perintah !"

   Lalu berdjalan pergi.

   Hakim Pao memberi tanda.

   Orang-orang polisi membawa orang-orang tawanan kependjara dimana Tao Gan sudah menantikan mereka.

   Nama- nama mereka ditjatatnja.

   Tawanan jang kelima belas dan jang terachir bukan lain jalah sipir-bui jang di-petjat.

   Tao Gan bersenjum lebar dan berkata "Ramalanmu tepat sekali, geladak ! Benar engkau datang lagi disini lebih tjepat dari pada kukira !"

   Sambil berkata demikian dia membalikkan badan orang itu, mendepak dia masuk kedalam kamar tahanannja jang dahulu dengan suatu tendangan jang djitu sekali.

   Dihalaman utama, pradjurit-pradjurit baru jang dikerahkan Ong Liang, sambil memanggul tumbak, baris menudju ketempat-kediaman pasukan pengawal.

   Pao Kong menjatakan bahwa mereka baris dengan beresnja.

   Sambil tersenjum ia berkata kepada Thio Liong .

   "Tidak buruk, sebagai hasil latihan setengah hari."

   Hakim turun dari tangga.

   Dua orang polisi menguntji kamar-tetamu.

   Sersan Hong Tjiang keluar dengan membawa sekian banjaknja pantji tua, ketel dan rantai besi jang sudah karatan, jang rupanja tadi telah ditabuh dan dikotjokkotjok untuk mempedajai kaum penjerbu.

   Kata Pao Kong "Suaramu baik sekali untuk memberi komando.

   Sersan !"

   Pada ke-esokan harinja, pada waktu matahari baru terbit, tiga orang berkuda meninggalkan kantor-pengadilan.

   Pao Kong tampak ditengah, berpakaian seorang pemburu, kiri-kanannja didam- pingi oleh Thio Liong dan Thio Houw, jang dengan berpakaian kapten dari pasukan berkuda, amat gagah kelihatannja.

   Selagi mereka menudju ke arah barat, Pao Kong membalikkan badannja dan memandang kepada sebuah pandji kuning jang me- lambailambai diatas genteng gedung pengadilan dan dimana ter-sulam huruf-huruf merah jang bunjinja "Markas Besar Tentara".

   "Isteriku telah mengerdjakan pandji itu hingga djauh rnalam !"

   Dia berkata sambil tersenjum kepada kedua pembantunja.

   Mereka menudju langsung kegedung Tjin Mo.

   Empat orang jang tampaknja gagah sekali dan jang bersendjata golok pandjang melakukan pendjagaan didepan pintu.

   Thio Liong menahan kudanja tepat dihadapan mereka, dan sambil menundjuk kepintu dengan tjambuknja, dia berkata dengan pendek "Buka itu !"

   Rupanja pradjuritpradjurit jang dikirim pulang pada malam-kemarinnja telah menjiarkan kabar tentang adanja tentara keradjaan, maka ke- empat pengawal itu untuk sedjenak tampaknja ragu-ragu, akan tetapi sebentar kemudian mereka membuka pintu lebar-lebar, lalu Pao Kong dan kedua pembantunja menjambuk kudanja dan masuk kedalarn halaman.

   Dihalaman depan beberapa belas orang sedang berkumpul dan berhitjara dengan bernafsu.

   Segera mereka diam dan memandang dengan rasa chawatir ketiga orang berkuda itu.

   Sendjata mereka disembunjikan didalam lapisan badju.

   Ketiga orang itu terus melandjutkan perdjalanannja, tanpa menengok kekiri atau kekanan.

   Dihalaman kedua tampak Kopral Lim jang sedang mengawasi kira-kira tiga puluh orang jang sedang sibuk membersihkan pedang-pedang dan tumbak-tumbak dan meminjaki pakaian tentara dari kulit.

   Tanpa berhenti, Thio Liong meneriaki Kopral Lim "Turut aku dengan sepuluh pradjurit !"

   Halaman ketiga kelihatannja sepi, melainkan terdapat disana tiga orang pelajan jang berlari tergopoh-gopoh ketika mereka melihat orang- orang berkuda jang mendatangi.

   Thio Liong terus me-nudju kesebuah gedung dibagian belakang, sedangkan kaki-kuda-nja bergemerantjangan diatas lantai batu.

   Pintu-pintu jang ditjat merah dan diukir amat indahnja menandakan bahwa disini adalah ruang utama.

   Mereka turun dari kuda dan melemparkan kendali- nja kepada tiga orang pradjurit jang ikut-serta.

   Dengan sepatu besinja Thio Liong menendang pintu-tengah se-hingga terbuka, kemudian dia masuk kedalam, di-ikuti oleh jang lain.

   Rupanja kedatangan mereka jang tiba-tiba telah mengganggu djalannja suatu musjawarah jang penting.

   Tiga orang duduk berdekatan sekali ditengah ruangan.

   Seorang jang bertubuh tinggi dan berpundak lebar duduk ditengah mereka, diatas sebuah kursi jang ditutupi kulit harimau.

   Rupanja kasar dan memperlihatkan tabeat jang sombong.

   Dia memelihara kumis jang tipis dan djanggut jang pendek berwarna hitam.

   Rupanja dia baru sadja mening-galkan tempat-tidur, dia masih memakai badju tidur terbikin dari sutera putih, dirangkap oleh badju luar terbikin dari brokat jang berwarna ungu.

   Kepalanja ditutupi sebuah kupiah hitam.

   Kedua orang lainnja, jang usianja sudah agak landjut, duduk dihadapan-nja diatas bangku pendek.

   Merekapun rupanja telah tukar pakaian dengan tergesa-gesa.

   Orang-orang itu adalah Tjin Mo dengan kedua "penasihatnja".

   Perhiasan ruangan itu menundjukkan bahwa pemiliknja adalah seorang jang gemar akan segala sesuatu jang berhubungan dengan peperangan, sehingga ruangan itu lebih mirip dengan gudang sendjata dari pada ruangtamu.

   Dindingnja dihiasi dengan pelbagai sendjata dan alat perang, misalnja tumbak, golok, perisai, busur dan sebagainja.

   Lantainja ditutup dengan kulit binatang liar.

   Ketiga orang memandang ,tetamu-tetamti jang tidak diundang"

   Itu dengan terlongo-longo. Pao Kong tak mengatakan suatu melainkan tanpa diundang, duduk disebuah kursi jang kosong. Thio Liong dan Thio Houw berdiri tepat dihadapan Tjin Mo dan me- mandangnja dengan bengisnja. Kedua "penasehat"

   Tjin Mo buru-buru berbangkit dan berdiri dibelakang madjikannja.

   Pao Kong mengatakan kepada kedua pembantunja dengan suara jang tenang, seakan-akan dia membitjarakan soalsoal jang remeh-remeh sadja .,Kapten, kota ini berada dibawah hukum perang.

   Aku serahkan badjinganbadjingan ini kepadamu untuk diurus se- bagaimana mestinja."

   Thio Liong memandang disekitarnja, lain berteriak .

   "Kopral Lim !"

   Kopral tersebut dengan tjepat masuk keruangan, diikuti oleh empat anak-buahnja.

   "Siapa diantara bangsatbangsat ini adalah penghianat Tjin Mo?"

   Tanja Thio Liong. Kopral Lim menundjuk kepada orang jang duduk dikursi jang ditutupi kulit harimau, lalu Thio Liong berseru dengan keras.

   "Tjin Mo. engkau kutangkap atas tuduhan memberontak terhadap pemerintah jang sah !"

   Tjin Mo melompat bangun dari kursinja, lalu berteriak "Siapa engkau, jang berani memberi perintah dirumahku sendiri ? Mana pengawal ? Hajo, bunuh dia!"

   Selagi ia berbitjara, Thio Liong menampar mukanja dengan tindjunja jang dahsjat.

   Tjin Mo djatuh dan membikin terbalik sebuah medja teh jang indah sehingga mendjadi hantjur bersama seperangkat teko dan tjangkir teh jang mahal sekali.

   Enam, pendjahat jang galak sekali tampaknja tampil kemuka dari belakang sebuah sekosol jang besar.

   Mereka memegang pedang terhunus di- tangannja sedangkan pemimpinnja dipersendjatai dengan sebuah kampak jang bermuka dua.

   Namun, setelah melihat Thio Liong dan Thin Houw jang berpakaian perang berlapis badja dengan lengkap, mereka mcrasa djeri.

   Sambil berpeluk tangan, Thio Liong mcmbentak pengawal-pengawal itu .

   "Serahkan sendjatamu! Pembesar kita kelak akan menentukan apakah kamu, orang-orang sebawahan, berdosa atau tidak !"

   Tjin Mo, jang hidungnja patah, sehingga badjunja mendjadi penuh darah, mengangkat kepalanja dan berteriak .

   "Kamu semua, djangan dengar bangsat itu ! Guna apa aku memelihara kamu delapan tahun lamanja ? Hajo, lekas bunuh pembesar andjing itu jang duduk disana !"

   Pemimpin pasukan pengawal Tjin Mo jang memegang kampak, siap untuk menjerang Pao Kong, jang sedikitpun tak gentar. Sam-bil mengusap-asap tjambangnja, dia memandang si- penjerang itu dengan sorot mata jang tadjam.

   ".Tunggu dulu, Saudara Tan Tat". Kopral Lim berseru kepada orang itu.

   "Apakah aku tak mendjelaskan kepadamu bahwa di-seluruh kota sudah penuh dengan Tentara Keradjaan ? Kita tak mempunjai kans sedikit djuapun ! Tentara keradjaan sudah me-ngambil alih kekuasaan dikota ini !"

   Orang jang memegang kampak itu rupanja mcndjadi ragu-ragu. Dia berdiri diam, tak tahu apa jang dia mesti berbuat. Thio Houw menumbaknumbakkan kakinja diatas lantai dengan tak sabar.

   "Sebaiknja kita meneruskan penjelidikan", dia berkata.

   "masih banjak lain urusan jang lebih penting dari pada menangkap andjing-andjing ketjil ini !"

   Kemudian dia balik belakang dan berdjalan keluar.

   Sementara itu ternjata bahwa Tjin Mo sudah djatuh pingsan, Thio Liong, dengan tak menghiraukan sedikitpun pengawalpenga-wal Tjin Mo itu, berdjongkok dan mengikat si kepala pendjahat itu.

   Pao Kong berbangkit dari tempat duduknja.

   
Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Sambil merapih-kan pakaiannja dia berkata dengan tenang kepada orang jang me- megang kampak itu .

   "Dan engkau, sebaiknja kau letakkan sendjatamu jang berbahaja itu !"

   Kemudian dia membalikkan belakang kepada orang itu dan memandang kedua "penasihat"

   Tjin Mo dengan sorot mata jang tadjam. Selama itu, kedua orang tersebut mengikuti peristiwa itu tanpa mengatakan suatu apa. Rupa-nja mereka belum mau memilih fhak sebelum mereka tahu, fhak mana jang lebih kuat.

   "Siapa kamu sebenarnja ?"

   Hakim bertanja dengan bengis.

   Orang jang tertua diantaranja membungkukkan badannja dan berkata .,Aku jang rendah adalah penasihat Tjin Mo.

   Karena terpaksa aku mengabdi kepadanja.

   Perkenankanlah aku untuk memastikan kepada Tay-djin "Tuturkan sadja riwajatmu dipengadilan", demikian Pao Kong memotong pembitjaraannja, dan sambil berpaling kepada Thio Liong, dia berkata .

   "Marilah setjepatnja kita pulang kembali. Tjin Mo dan kedua penasehatnja akan kita bawa serta. Jang lain-nja akan kita urus kelak."

   Thio Liong menganggukkan kepalanja, lalu memberi tanda ke-pada Kopral Lim.

   Empat pradjurit mengikat kedua penasehat itu baik-baik.

   Thio Houw mendjiret leher mereka dengan se-utas tali dan menjeretnja keluar.

   la ikat tali itu pada kelana kuda-tunggangnja lalu berkata dengan pendek .

   "Djikalau kamu tak ingin lehermu tertjekik, sebaiknja kamu berdjalan tjepat-tjepat !"

   Lalu ia tunggangi kudanja dan berdjalan keluar, oleh Pao Kong. Thio Liong membandulkan Tjin Mo jang masih pingsan keatas pelananja, lalu berteriak kepada Kopral Lim .

   "Bagikan pradjurit-pradjuritmu mendjadi empat rombongan dari dua-belas orang. tiap-tiap rombongan bertanggung-djawab atas sepuluh anak-buah Tjin Mo, dan membawa orang- orang itu masingmasing kepintu kota sebelah barat, timur, utara dan selatan, dan masukkan mereka ke dalam menara. Pada tengah-hari tepat pintu kota itu akan diperiksa oleh seorang perwira!" .,Kami turut perintah", berteriak Kopral Lim dan anak-buahnja. Kemudian Pao Kong dengan kedua pembantunja meninggalkan gedung Tjin Mo. diikuti oleh kedua orang tawanan jang berdjalan kaki dibelakang kuda Thio Houw. Ketika mereka melewati pintu-gerbang, empat pengawal pintu mengatjungkan sendjatanja sebagai tanda hormat. Sumber Buku . Gunawan AJ Kontributor dan Scanner . Awie Dermawan OCR convert pdf Text . Tan Willy DISCLAIMER
Kolektor E-Book
adalah sebuah wadah nirlaba bagi para pecinta Ebook untuk belajar, berdiskusi, berbagi pengetahuan dan pengalaman.

   Ebook ini dibuat sebagai salah satu upaya untuk melestarikan buku-buku yang sudah sulit didapatkan dipasaran dari kpunahan, dengan cara mengalih mediakan dalam bentuk digital.

   Proses pemilihan buku yang dijadikan abjek alih media diklasifikasikan berdasarkan kriteria kelangkaan, usia,maupun kondisi fisik.

   Sumber pustaka dan ketersediaan buku diperoleh dari kontribusi para donatur dalam bentuk image/citra objek buku yang bersangkutan, yang selanjutnya dikonversikan kedalam bentuk teks dan dikompilasi dalam format digital sesua kebutuhan.

   Tidak ada upaya untuk meraih keuntungan finansial dari buku-buku yang dialih mediakan dalam bentuk digital ini.

   Salam pustaka! Team Kolektor Ebook BAB VI PAO KONG MENERIMA EMPAT WAKIL KAUM PERTU-KANGAN - YO-HUDJIN DATANG DIKANTOR PENGADILAN DENGAN MEMBAWA SEBUAH PIGURA TUA.

   Setibanja dikantor pengadilan, Thio Liong dan Thio Houw serahkan Tjin Mo jang masih pingsan kepada Ong Liang.

   Lalu mereka pergi kekantor hakim, dimana Sersan Hong sedang menolong madjikannja untuk tukar pakaian.

   Thio Liong membuka topi-badjanja dan menjeka keringat di- dahinja.

   Ia memandang Pao Kong dengan perasaan amat kagum dan berseru .

   "Inilah ada gertak- sambel jang paling besar jang kupernah alami !"

   Pao Kong bersenjum simpul.

   "Sedjak saat pertama bagiku sudah djelas, bahwa kita tak dapat melawan Tjin Mo dengan kekerasan-. dia mendjelaskan.

   "Bahkan, andaikan sesungguhnja kita mempunjai dua ratus pradjurit, sudah pasti akan terdjadi pertern-puran darah jang dahsjat. Tjin Mo adalah badjingan besar, akan tetapi sekali- kali dia bukan pengetjut. Dia dan anak-buahnja pasti akan berkelahi mati-matian. Maka satu- satunja tjara untuk me-ngalahkan dia, jalah dengan mentjoba mempedajai dia tentang ke-kuatan kita, jakni dengan apa jang disebut Thio Liong "gertak sambal'. Djikalau kita dapat mejakinkan Tjin Mo dan anak-buahnja bahwa riwajatnja dikota ini sudah tamat, demikian djalan pikiranku, semangat mereka untuk melakukan perlawanan sudah pasti akan mendjadi lemah, djikalau tak hilang sama- sekali. Semula aku merentjanakan untuk pura-pura mendjadi Inspektur-djenderal jang sedang melakukan inspeksi didaerah-daerah tapal-batas. Akan tetapi kemudian kudengar dari Tao Gan, bahwa diantara anak buah Tjin Mo terdapat banjak pelarian-pelarian tentara, maka aku memutuskan untuk menggunakan mereka sebagai alat, dan aku merubah siasatku scsuai dengan keadaan." .,Apakah tidak terlalu gegabah untuk membiarkan Kopral itu dengan lima anak-buahnja pulang kembali kegedung Tjin Mo ?"

   Thio Houw bertanja.

   "Bagaimanakah djikalau mereka mengadakan penjelidikan dan menjatakan bahwa kita hanja melakukan gertakan kosong ?"

   "Disinilah djustru letaknja kuntji rahasia dari siasatku itu", djawab Pao Kong.

   "Tak ada seorang jang berpikiran sehat berani membiarkan enam orang musuh jang kuat dan dipersendjatai lengkap pulang kembali kepada madjikannja. djikalau dia tak mempu-njai pasukan jang djauh lebih besar, tak mempunjai kedudukan jang terlampau kuat. Djustru karena Tjin Mo adalah seorang jang - tjerdik dan banjak akal, dia tak menjangsikan sedikitpun bahwa aku telah berani melepaskan anak-buahnja oleh karena tentara keradjaan sudah menguasai seluruh kola. Dia sudah bertekad untuk bertempur sampai mati akan tetapi anak-buahnja berpendirian lain. Mereka =semua mengharap mereka akan diampuni oleh karena pertama mereka melihat bahwa bahkan Kopral Lim dan anak buahnja jang terang-terangan telah menjerang kantor pengadilan,kita lepaskan djuga, dan kedua dengan mata-kepala sendiri mereka menjaksikan sikap dan tindakan kita jang tegas tapi sabar digedung Tjin Mo jang memberi kesan kepada mereka bahwa, asal mereka tak memberi perlawanan, amat mungkin merekapun akan dibebaskan dari hukuman."

   "Dan sekarang setetah kita menjiptakan sebuah pasukan jang chajal, tjara bagaimana kita menghapuskannja pula ?"

   Sersan Hong bertanja.

   ,,Tak perlu kita menghapuskannja.

   Kelak pasukan chajal ini akan mcnghilang sendiri.

   Jang terpenting jalah hahwa kita harus sanggup memulihkan kembali keamanan dan ketertiban didalam kota dalam waktu jang singkat ini.

   Djikalau rakjat merasa aman.

   mereka tak menghiraukan ada tidaknja tentara pendudukan.

   Maka alat-alat- negara segera harus diaktipkan lagi.

   Tjin Mo selekas mungkin harus diadili.

   Tao Gan, pergilah engkau sekarang djuga untuk panggil semua kepala-kampung untuk herkumpul di-ruang pengadilan.

   Kemudian hendaknja engkau mengundang kepala2 dan perserikatan perdagangan dan pertukangan untuk me- ngundjungi aku pada tengah-hari.

   Aku membutuhkan bantuan mereka untuk melantjarkan pula roda perekonomian didaerah ini."

   Pao Kong berdiam sebentar, kemudian memberi instruksi- instruk-si kepada pembantu-pembantunja .

   "Sersan Hong, engkau ber-sama Ong Liang dan sepuluh orang polisi hendaknja segera pergi kegedung Tjin Mo, untuk melaksanakan perintahku. Orang-orang wanita dan pelajan-pelajan tidak boleh mcninggalkan tempat masing-masing sehingga ada perintah selandjutnja. Engkau dan pengurus rumah harus memeriksa semua barang- barang jang berharga, jang harus disimpan disalah- satu kamar jang paling kuat dan kemudian harus disegel. Dan engkau Ong Liang sebaiknja menggunakan kesempatan ini untuk menjelidiki dimana adanja putera dan puterimu jang terhilang itu. Thio Liong dan Thio Houw, kamu berdua harus pergi ke-empat pintu-kota dan menjelidiki apakah Kopral Lim telah menunaikan tugasnja dengan baik, dan apakah empat puluh anak-buah Tjin Mo sudah dimasukkan didalam menara pintu-kota. Djikalau segala sesuatu telah dilakukan dengan Beres, boleh beritahukan kepada-nja bahwa dia boleh masuk tentara kembali tanpa hilang pangkatnja jang dahulu."

   Setelah menerima perintah, pembantu- pembantu hakim berdjalan keluar untuk melakukan masing-masing tugasnja, sedangkan Pao Kong tinggal dikantor untuk mengamat-amati dokumen- dokumen jang terdapat dimedja tulisnja.

   Tao Gan tak memerlukan waktu jang lama untuk mengumpulkan kepala-kepala kampung dikantor pengadilan.

   Mereka tampak tak terlalu gembira ketika mereka dipersilahkan masuk.

   Mereka menginsjafi bahwa dalam tahun-tahun jang lampau mereka sering-kali melalaikan kewadjibannja.

   Lagi pula mereka merasa bersalah oleh karena mereka tidak datang rnenjambut kedatangan pembesar jang baru.

   Maka mereka sudah siap-siap untuk menerima teguran jang pedas dari madjikannja jang baru.

   Tak salah dugaan mereka, karena Pao Kong menerima mereka dengan marah-marah dan memberi mereka dampratan jang hebat dan pedas akan kelalaiannja.

   Ketika sedjam kemudian mereka keluar dari kantor-hakim.

   seluruh badan mereka bergemetaran dan wadjah mereka putjat pasi.

   dan mereka berlari terbirit-birit pulang kemasing- masing kampungnja.

   Kemudian Pao Kong menudju keruang utama.

   dimana wakil-wakil dari perserikatan-perserikatan kaum saudagar dan pertukangan sudah berkumpul.

   Jang hadir adalah wakil-wakil dari perserikatan tukang-mas.

   tukang kaju, saudagar-saudagar beras dan saudagar-saudagar sutera.

   Satu demi satu mereka diperkenalkan Tao Gan kepada Hakim, jang kemudian menitahkan pengurus-rumah untuk menjuguhi kue-kue dan teh.

   Pemimpin-pemimpin perserikatan tersebut mengutjapkan selamat bahwa Pemerintah dalam waktu sesingkatnja telah berhasil untuk memulihkan kembali keadaan normal, melainkan, demikian mereka menerangkan, mereka merasa agak tjemas oleh karena mereka melihat banjak sekali serdadu-serdadu jang meradjalela didalam kota.

   Pao Kong mengerutkan alisnja, akan tetapi segera dia mengerti bahwa desas-desus tentang datangnja tentara keradjaan sudah tersiar diseluruh-kota, dan sesuai dengan perhitungannja, desas-desus itu ditambah dan dibumbuhi oleh rakjat sendiri, sehingga merupa-kan suatu peristiwa jang dahsjat.

   "Kepadaku diberitahukan", demikian keterangan pemimpin perserikatan tukang mas.

   "bahwa pada waktu Tay-djin masuk ke-dalam kota, orang-orang jang berada didjalan raja hampir sadja keindjak- indjak oleh sepasukan tentara berkuda. Pada malam kemaren salah seorang anggota perserikatan kami telah melihat sepasukan tentara, terdiri alas kira-kira dua ratus pradjurit baris sepandjang djalan-raja, dengan rumput-kering di- ikatkan pada sepatunja."

   Pemimpin Perserikatan Saudagar-saudagar Sutera menambahkan "Keponakanku sendiri telah melihat sebuah rombongan terdiri alas sepuluh kereta lewat didepan rumahnja, kereta-kereta mana penuh dengan muatan perbekalan tentara.

   Namun Tay- djin boleh mempertjaja kami sepenuhnja.

   Kami menginsjafi bahwa Tay-djin kini sedang melakukan inspeksi didaerah perbatasan, dan bahwa hal ini harus dirahasiakan, agar supaja suku-suku-bangsa diseberang sungai tidak mengetahuinja.

   Akan tetapi, apakah tidak sebaiknja agar bendera tentara keradjaan djangan dikibarkan setjara terang- terangan diatas gedung Pemerintah ? Dji-kalau mata-mata musuh melihatnja, mereka akan ketahui bahwa tentara keradjaan berada ditempat ini."

   "Bendera itu,"

   Djawab Pao Kong.

   "aku sendiri jang suruh pasang. Artinja tak lain, bahwa sementara ini didaerah Lam Hong berlaku hukum perang."

   Kemudian Pao Kong minta bantuan agar mengusulkan beberapa belas orang jang tjakap dan djudjur untuk dipekerdjakan dikantor pengadilan dan dikantor pemerintah dan untuk memindjamkan kepadanja dua ribu tail perak untuk memperbaiki gedung-gedung pemerintah dan untuk membajar gadji pegawai, hutang mana akan dikembalikan selekas perkara terhadap Tjin Mo diadili dan harta- bendanja disita.

   Permohonan ini diluluskan oleh ke-empat para pemimpin perse-rikatan dengan senang hati.

   Achirnja Hakim mengatakan bahwa perkara-Tjin Mo segera akan diperiksa oleh pengadilan, dan agar mereka memberi bantuan untuk mengumumkannja diseluruh distrik.

   Setelah tetamu-tetamunja meminta diri, Pao Kong kembali ke-kantornja.

   dimana Kepala Pasukan Polisi, Ong Liang sudah menunggu bersama seorang pemuda jang tampan romannja.

   "Tay-djin, izinkan aku memperkenalkan putraku jang terhilang". Ong Liang berkata setelah memberi hormat.

   "Dia telah ditjulik oteh anak-buah Tjin Mo dan dipekerdjakan sebagai pelajan di- rumahnja."

   "Dia kuangkat sebagai anggota pasukan polisi, sehingga dia bisa bekerdja dibawah pimpinanmu"

   Kata Hakim.

   "Dan bagaimana halnja dengan putrimu jang suluing. Apakah diapun engkau sudah ketemukan ?"

   "

   "Belum,"

   Djawah Ong Liang sambil menarik nafas.

   "Putraku belum pernah rnendjumpai kakaknja, dan penjelidikan jang paling seksama tak menghasilkan apapun. Pengurus rumah Tjin Mo telah memberi keterangan bahwa benar Tjin Mo telah menjatakan keinginannja untuk mengambil Pek Lan sebagai gundik, akan tetapi setelah tawarannja olehku ditolak, tak pernah dia menjing- gung-njinggung lagi perihal itu. Aku tak tahu apakah putriku masih hidup atau sudah mati."

   "Djadi, hanja sangkaanmu sadja bahwa putrimu-itu telah ditjulik Tjin Mo. Mungkin sangkaanmu itu ternjata tepat sekali, sebab bukan mustahil djikalau seorang sebagai Tjin Mo mernelihara se-orang gundik diluar kalangan keluarganja. Sebaliknja kitapun harus memperhitungkan kemungkinan, bahwa Tjin Mo tak mempunjai hubungan suatu apa dengan terhilangnja Pek Lan. Aku akan menanjakan dia tentang hal ini, djikalau perkaranja diperiksa di pcngadilan. Hendaknja kau djangan tjepat-tjepat putus harapan."

   Sementara itu, Thio Liong dan Thio Houw masuk kedalam kantor. Mereka melaporkan bahwa Kopral Lim telah menunaikan tugasnja dengan baik. Kata Pao Kong .

   "Aku akan mengusulkan agar Lim Tjeng di-naikkan pangkatnja mendjadi sersan."

   Karena tak ada suatu apa lagi jang dibitjarakan, Pao Yong membebaskan pembantu-pembantunja, lain dia menjusun laporan-nja jang pertama untuk pembesar-atasannja.

   Selagi dia sibuk menjelesaikan laporannja itu, Kopral Lim masuk dan memberitahukan bahwa Yo Hudjin, djanda bekas Gubernur Yo Su Tjian datang untuk mendjumpai Hakim dan kini berada dikamar- tunggu.

   'Pao Kong tampak senang sekali.

   "Silahkan dia masuk", ia berkata. Sedang tetamunja bertindak masuk, Pao Kong memandangnja dengan penuh perhatian. Usia wanita itu ia taksir kira-kira tiga- puluh tahun, romannja tjantik djuga. Dia sama sekali tidak ber-dandan, dan pakaiannja amat sederhana. Sambil herlutut di-hadapan medja hakim, wanita itu berkata "Aku, Njonja Yo terlahir Bwee-Sie, memberi hormat kepada Tay-djin."

   "Disini bukan sidang pengadilan", djawab Pao Kong dengan ramah, .,tak perlu memakai segala tata tjara. Silahkan bangun dan duduklah !"

   Yo-Hudjin berbangkit dan duduk dikursi jang disediakan di depan medja hakim. Dia tampak ragu-ragu untuk berbitjara. Saya mengagumi mendiang suamimu, bekas Gubernur Yo", Hakim berkata.

   "Aku anggap dia sebagai salah-seorang nega-rawan jang terbesar dizaman ini.' Njonja Yo membungkukkan badannja dan berkata dengan suara rendah "Suamiku memang adalah seorang besar dan budiman, Tay-djin. Aku tak berani mengganggu Tay-djin empunja waktu jang berharga, djikalau bukan untuk rnenunaikan kewadjihanku berhubung dengan pesan suamiku jang terachir."

   Silahkan tuturkan persoalanmu", Pao Kong berkata dengan sungguh-sungguh. Yo Hudjin mengeluarkan sebuah bungkusan jang agak pandjang dari tangan-badjunja dan menaruhnja diatas medja. Lalu dia mulai dengan penuturannja .

   "Beberapa saat sebelum suamiku menutup mata, dia serahkan sebuah pigura kepadaku, jang dia telah melukisnja sendiri. Dia mengatakan bahwa pigura itu adalah peninggalan satu-satunja jang diperuntukkan aku dan anakku, harta-benda lainnja semua diwariskan kepada Yo Kie anak- tiriku. Baru sadja suamiku mengata-kan demikian, din mulai batuk-batuk demikian hebatnja. sehingga Yo Kie tergesa-gesa meninggalkan kamar untuk mengambil obat. Begitu Yo Kie keluar, tiba-tiha suamiku berhenti batuk dan me-ngatakan kepadaku "Djikalau kelak engkau mengalami kesukaran, bawalah gambar ini kepengadilan dan memperlihatkannja kepada hakim. Djikalau hakim tak dapat menangkap arti jang terkandung dalam gambar ini, sabarlah, dan memperlihatkan pula kepada penggantinja, dan seterusnja berbuatlah demikian, sehingga pada suatu hari engkau mendjumpai seorang hakim jang tjukup pandai don bidjaksana untuk memetjahkan rahasia jang terkandung dalam pigura itu."

   Pada saat itu, Yo Kie masuk kembali kekamar dan memberikan obat pada ajahnja. Akan tetapi pada malam itu djuga dia menghembuskan nafasnja jang penghabisan. tanpa mengatakan suatu apa."

   Yo Hudjin menangis sedu-sedan.

   Pao Kong menunggu hingga tetamunja mendjadi tenang kembali, lalu dia berkata "Segala sesuatu jang terdjadi pada hari jang terachir itu, penting sekali Hudjin, maka tjeriterakanlah dengan seksama apa jang terdjadi selandjutnja." .,Yo Kie mengambil pigura itu dari tanganku dengan alasan bahwa dia akan menjimpannja baik-baik untuk aku.

   Pada waktu itu sikapnja boleh dikatakan baik dan sopan.

   Akan tetapi sesu-dah djenazah suamiku dimakamkan, segala sesuatu mendjadi berobah.

   Dia mengatakan dengan kasar, bahwa aku dan putraku segera harus meninggalkan rumahnja.

   Dia menuduh bahwa aku telah tidak setia terhadap ajahnja dan melarang aku dan putraku untuk mengindjak lagi rumahnja"

   Kemudian dia melemparkan pigura itu keatas medja dan mengatakan sambil mengedjek bahwa aku boleh bawa dan simpan sendiri warisanku, dia tidak sudi untuk menjimpannja."

   Pao Kong mengusap-usap djenggotnja, lalu berkata "Oleh karena kukenal Gubernur Yo sebagai seorang jang budiman dan bidjaksana, tak bisa tidak, dalam gambar itu mesti terkandung suatu arti jang penting mengenai kehidupanmu.

   Amat mustahil dia meninggal dunia dengan membiarkan istri dan putranja hidup dalam kemelaratan.

   Maka gambar itu akan aku mengamat-amatinja dengan seksama.

   Narnun, adalah kewadjibanku untuk mem-peringati.

   bahwa aku akan mengusahakan untuk memetjahkan rahasia pigura itu dengan pikiran sebebas-bebasnja.

   Aku harap, bahwa basil penjelidikanku akan menguntungkan engkau dan putramu.

   akan tetapi ada Pula kemungkinan bahwa dalam pigura itu terdapat bukti-bukti jang tersembunji bahwa sesungguhnja engkau telah berbuat dosa terhadap suamimu, dalam hal mana aku terpaksa.

   harus mengambil tindakan-tindakan jang merugikan kepentingan-mu, karena segala sesuatu harus berdjalan menurut keadilan.

   Sekarang terserah kepadamu apakah engkau masih menghendaki aku menjelidiki pigura ini, ataupun engkau ingin ambil kembali dan membatalkan tuntutanmu terhadap Yo Kie".

   Yo Hudjin berbangkit dari tempat-duduknja dan berkata dengan tenang dan dengan harga-diri sepenuhnja "Aku mohon agar Tay-djin menjelidiki rahasia jang tersimpan dalam gambar itu.

   Aku bersedia untuk menerima segala akibatnja.

   Mudah- mudahan Tay-djin akan berhasil untuk memetjahkan teka-teki ini."

   Kemudian ia membungkukkan badannja dihadapan Hakim dan ber-djalan keluar.

   Sersan Hong Tjiang dan Tao Gan jang selama itu menunggu diluar, masuk kedalam, dan setelah memberi hormat kepada Hakim, meletakkan sekian banjaknja dokumen-dokumen diatas medja.

   Sersan Hong melaporkan bahwa mereka telah mendaftar- kan harta-benda Tjin Mo.

   Mereka telah menemukan beberapa ratus emas potongan dan sedjumlah besar uang perak, jang disimpannja disebuah kamar jang disegel bersama dengan barang berharga.

   Orang-orang wanita dan pelajan-pelajan dikumpulkan dihalaman belakang.

   Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Enam orang polisi dan sepuluh pra-djurit ditinggalkan disana dibawah pimpinan Thio Houw untuk melakukan pendjagaan.

   Pao Kong bersandar pada kursinja dan memandang tumpukan Jokumen-dokumen itu dengan rasa djemu.

   "Penjelidikan dokumen- dokumen itu", dia berkata.

   "akan memakan waktu lama sekali. Aku mernpertjajakan tugas ini kepada kamu berdua. Pemimpin-pemimpin perserikatan dagang dan pertukangan telah berdjandji untuk mengirim beberapa orang jang tjakap dan berpengalaman sore ini untuk dipekerdjakan sebagai pegawai kantor pengadilan."

   "Mereka sudah berada dikamar depan, menunggu perintah, Tay-djin", kata Hong Tjiang.

   "Baik."

   Djawab Pao Kong.

   "engkau dan Tao Gan hendaknja memberi instruksi tentang tugas masing-masing. Malam ini djuga kepala arsip harus membantu kamu untuk merapihkan dokumen-dokumen. Dan sekarang marl kita bersama melihat gambar ini jang baru aku terima dari Djanda Gubernur Yo."

   Sambil dia ber-bitjara, dia membuka bungkusan jang diberikan kepadanja oleh Yo Hudjin, lalu gambarnja dibeberkan diatas medja.

   Hong Tjiang dan Tao Gan madju kedepan dan bersama Pao Kong mereka mengamat-amati lukisan itu dengan penuh perhatian.

   Gambar itu berukuran sedang, terlukis diatas sutera, dan inerupakan suatu pandangan "Gunung dan Air"

   Dalam tata-warna.

   Awan-awan putih melajang-lajang diatas batu-batu karang.

   Di- sana-sini tampak rumah2 gubuk antara kelompok- kelompok pohon-pohon.

   Disebelah kanan mengalir sebuah sungai.

   Tak tampak lukisan manusia seorangpun pada gambar itu.

   Dibagian atas ter- tulis djudul dari pada gambar itu dengan huruf- huruf kuno jang bunjinja .

   RUMAH-RUMAH ISTIRAHAT "CHAJALAN NAN KOSONG"

   Tak terdapat tanda-Langan pada lukisan ini, melainkan tjap gubernur Yo dalam warna merah.

   Ke-empat pinggiran dari pigura ini ditempelkan kain brokat jang tebal.

   Dibagian bawah dimasuk-kan kaju jang bundar, dan dibagian atas terdapat sebatang kaju tipis dengan se-utas tali-gantungan.

   Ini memang adalah tjara jang lajak untuk menggantungkan sebuah lukisan jang berhentuk pan-djang pada dinding.

   Hong Tjiang rupanja sedang keras berpikir sambil menarik-narik djenggotnja.

   "Nama itu", dia berkata.

   "rupanja memberi kesan, bahwa tempat jang dilukiskan itu adalah satu atau lain sorga dari kaum Taoist atau suatu tempat-kediaman para-dewata."

   Pao Kong menganggukkan kepalanja, lain dia berkata demikianlah tampaknja djikalau dipandang sepintas-lalu.

   Tapi gambar ini mengandung suatu rahasia, maka kita harus mempeladjarinja dengan teliti.

   Tao Gan, gantungkanlah gambar ini didinding di-seberang medja-tulisku, agar aku dapat memandangnja tiap kali aku mempunjai waktu terluang."

   Selagi Tao Gan memilih tempat jang terbaik untuk menggantungkan lukisan itu, Pao Kong berbangkit dari tempat duduknja untuk beladjar kenal dengan pegawai-pegawai baru jang dikirim oleh pemimpin-pemimpin perserikatan dagang dan pertukangan.

   Ia menjatakan bahwa tjalon-tjalon negawai adalah orang-orang jang sopan-santun.

   Ia mengadakan pidato singkat dihadapan mereka dan sebagai penutup ia mengatakan "Sebentar Sersan Hong Tjiang dan Tao Gan akan memberi petundjuk- petundjuk kepada kamu sekalian.

   Dengarkanlah dengan seksama, karena besok pada waktu aku membuka sidang-pagi, kamu harus mulai mendjalankan tugasmu masing-masing."

   BAB VII TIGA PENDETA BADJINGAN MENDAPAT HUKUMAN JANG SETIMPAL TENG SIUTJAI MELAPORKAN TENTANG PEMBUNUHAN ATAS DIRI AJAHNJA Pada ke-esokan harinja, sehelum matahari terbit, penduduk kola Lam Hong sudah berkerumun di depan gedung pengadilan.

   Pada waktu jang tepat, gong perunggu jang besar di ruang utama di- bunjikan tiga kali.

   Suaranja jang njaring bergema diseluruh halaman pengadilan.

   Polisi membuka pintu ruang-pengadilan jang berlapis selebar-lebarnja, rakjat djelata mengalir kedalam ruangan.

   Segera tak ada tempat kosong bahkan untuk orang ber-diri.

   Orang-orang polisi berbaris dikiri kanan mimbar pengadilan.

   Tak lama kemudian sekosol dibelakang mimbar dikesampingkan.

   Pao Kong dengan berpakaian kebesaran sebagai hakim, naik ke-atas mimbar.

   Ia mengambil kedudukannja dibelakang medja hakim, dikiri kanan didampingi oleh ke-empat pembantunja jang utama.

   Atas perintah hakim, penasehat Tjin Mo jang tertua dibawa ke-hadapan pengadilan.

   sebagai saksi pertama.

   "Sebutkan nama dan pekerdjaanmu!"

   Hakim berkata, setelah saksi berlutut dihadapannja.

   "Orang rendah ini bernama Lauw Hong. Sudah lebih dari sepuluh tahun aku bekerdja sebagai pengurus-rumah dari keluarga Tjin. Setelah ajahnja meninggal dunia. Tjin Mo mcng-angkat aku sebagai penasehatnja. Aku memastikan kepada Tay- djin bahwa senantiasa aku memperingati Tjin Mo untuk merobah tingkah-lakunja jang buruk."

   Kata Pao Kong.

   "Aku hanja menjatakan bahwa hasil usaha-mu dibidang pendidikan rupanja ketjil sekali. Kini kami sedang menjelidiki segala kedjahatan jang telah dilakukan madjikanmu. Berapa djauh engkau ikut bertanggung djawab, kita akan melihatnja kelak. Sekarang kuminta engkau mendjawab dengan terus-terang. Berapa banjak pembunuhan telah dilakukan Tjin Mo selama dia berkuasa dikota ini ?"

   Djawab Lauw Hong .

   "Tay-djin jang mulia. tak dapat disangkal bahwa Tjin Mo telah melakukan banjak kedjahatan misalnja merampas tanah dan harta-benda orang, memaksa pedagang-pedagang membagi keuntungan kepadanja, memukuli orang jang dianggap-nja tidak mau didjadjah olehnja. Akan tetapi aku tahu bahwa dia tak pernah tersangkut dalam perkara pembunuhan.

   "Djangan engkau tjoba mendusta". Pao Kong membentakI..

   "Benarkah engkau tak pernah dengar tentang pembunuhan atas dirinja Li Ti- koan, bupati kota Lam Hong pada waktu Tjin Mo mulai merampas kekuasaan dikota ini delapan tahun jang lampau ?" .,pembunuhan itu". djawab Lauw Hong.

   "telah amat menge-djutkan madjikanku dan aku sendiri. Sudah barang tentu kami , memaklumi bahwa Li Tay-djin sedang merentjanakan scsuatu , untuk. menggulingkan madjikanku dari kedudukan jang baru di perolehnja. Akan tetapi oleh karena semua pegawai-pegawai antor-pemerintah boleh dikatakan berada dipihak Tjin Mo, mereka sudah banjak menerima uang-suap, madjikanku sama- sekali tak chawatir, dia melainkan menunggu dan melihat, tindakan apa-kah akan diambil oleh lawannja di hari-hari jang akan datang. Kemudian, pada suatu pagi, dua anak-buah kami berlari-lari men-djumpai Tjin Mo dan melaporkan bahwa majat Li Ti-koan telahs diketemukan ditepi sungai. Madjikanku amat terperandjat dan tjemas oleh karena dia tahu bahwa rakjat akan menerka dia sebagai pembunuhnja. Maka untuk mengelakkan segala tuduhan, dia membuat sebuah laporan palsu, bahwa Li Ti-koan telah tewas dalam pertempuran ketika dia memburu seorang pemberontak bangsa Uigur diseberang sungai "

   Pao Kong mengetuk-ngetuk medja dengan palunja dan memberi perintah dengan bengisnja .

   "Tak pernah aku mendengar orang mengarang omong bohong seperti engkau! Berikan andjing tua ini dua puluh lima rangketan dengan tjambuk !"

   Segera Ong Liang dan seorang polisi lainnja menengkurupkan Lauw Hong diatas lantai, lalu merobek bajdjunja, lalu mentjambuki bagian punggungnja.

   Tali tjambuk tang tipis dan tadjam membuat luka-luka jang dalam pada dagingnja, dan Lauw Hong mendjerit-djerit saking kesakitan, bahwa dia telah bitjara sebenar-nja.

   Setelah Lam Hong clitjambuki lima belas kali.

   Pao Kong memberi tanda untuk berhenti.

   Dia tahu bahwa Lauw Hong mempunjai alasan untuk melindungi madjikannja jang sudah di-gulingkan dari kedudukannja.

   Pula hahwa Lauw Hong menginsjafi bahwa kesaksian dari bekas teman-temannja segera akan menelandjangi dia, djikalau dia mentjoba untuk berdusta.

   Hakim Pao melainkan ingin menakuti dia, dan membuat pikirannja katjau, se-hingga dia bersedia rnentjeriterakan terus-terang apa jang dia ke-tahui.

   Disamping itu dia mempertimbangkan bahwa lima belas rangketan adalah hukuman jang lunak sekali bagi seorang badjingan tua seperti Lauw Hong.

   Setelah Lauw Hong diberikan se-tjangkir teh pahit, Pao Kong meneruskan pemeriksaannja.

   "Djikalau apa jang engkau katakan benar adanja, mengapa Tjin Mo tidak berusaha untuk mentjari si- pembunuh ?"

   Hakim ber-tanja.

   "Hal itu tak perlu sama-sekali". djawab Lauw Hong.

   "oleh karena madjikanku mengetahui siapa jang telah melakukan pembunuhan jang kedji itu."

   Pao Kong mengerutkan alisnja.

   "Tjeriterakan, dia memper- ingati.

   "makin lama makin tak masuk diakal. Djikalau madjikan-mu tahu siapa pembunuhnja, mengapa tidak mcnangkapnja dan menjerahkannja kepada jang berwadjib ? Dengan berbuat demi-kian dia akin mendapat kepertjajaan penuh dari para- pembesar. baik dipropinsi maupun dikota-radja."

   Lauw Hong menggelengkan kepalanja dengan masgul.

   "Perta-njaan ini hanja dapat didjawab oleh Tjin Mo sendiri", dia berkata.

   "Melainkan dalam soal-soal jang ketjil-ketjil dia meminta nasehat kami. Dalam urusan-urusan besar dia membiarkan dirinja dikemudikan oleh seorang jang tak dikenal, dan tak ada seorangpun diantara anak-buah Tjin Mo jang mengenalnja." , Kukira Tjin Mo tjukup pandai untuk mengurus urusannja sen-diri". kata Hakim.

   "Apa perlunja untuk memakai seorang pena-sehat rahasia ?"

   "Madjikanku", djawab Lauw Hong.

   "adalah seorang jang tjukup tjerdik, pula mempunjai tjukup pengertian tentang ilmu perang. Akan tetapi sebagai seorang jang tak terpeladjar dan seumur hidupnja tinggal dikota ketjil di daerah perbatasan, dia sama-sekali tak tahu tjara bagaimana harus berurusan dengan pembesar-pembesar atasan atau dengan pemerintah pusat dikota-radja. Dalam hal-hal demikian, selalu dia turut nasihat-nasihat dari orang jang tak dikenal itu. Dan bahwa nasihat- nasihatnja itu sungguh baik terbukti benar , bahwa selama delapan tahun madjikanku merampas kekuasaan dikota Lam Hong itu, tak pernah sekali pun pemerintah pusat merasa perlu untuk mentjampurii urusan-urusan dikota ini." .,Siapa penasihat jang rahasia itu ?"

   Pao Kong menanja. .,Selama tahun-tahun jang lampau"

   Kata Lauw Hong".pada waktu-waktu jang tertentu.

   madjikanku biasa menerima kundjungan- kundjungan rahasia dari orang itu.

   Sebelum dia datang.

   I! djauh tengah malam madjikanku menjuruh aku memberitahukan kepada pendjaga pintu-pagar, bahwa dia menantikan seorang tetamu dan bahwa dia segera harus diantarkan kekamar-perpustakaan, begitu ia tiba.

   Tetamu itu selalu datang berdjalan kaki, berpakaian sebagai seorang bikkhu dan memakai ikatan kepala jang berwarna hitam.

   Tak ada orang jang pernah melihat wajahnja, Menurut kebiasaan madjikanku dan tetamunja itu menguntjikan diri dikamar buku hingga bilangan djam, kemudian dia pergi setjara diam-diam.

   seperti datangnja tanpa diketahui seorang-pun ketjuali aku dan pendjaga pintu.

   Madjikanku tak pernah memberi pendjelasan apapun kepada kami tentang kundjungan- kundjungan itu.

   Akan tetapi kundjungan- kundjungan itu selalu berarti pendahuluan dari suatu atau lain tindakan jang penting jang diambil madjikanku.

   Aku sendiri mempunjai kejakinan bahwa orang itulah jang telah membunuh Li Tay-djin, tanpa madjikanku mengetahuinja terlebih dahulu.

   Sebab pada malam-hari setelah pembunuhan itu terdjadi, orang itu datang berkundjung pula.

   Rupanja dia ber-tengkar keras sekali dengan madjikanku.

   Dari luar kamar buku aku dengar mereka saling berteriak-teriak satu pada lain.

   akan tetapi sajang sekali aku tak dapat tangkap satu perkataanpun.

   Sedjak pertemuan ini, beberapa hari berturut-turut madjikanku marah-marah sadja."

   Kata Pao Kong dengan tak sabar "Tjukup tentang dongengan ini. Bagaimana halnja dengan pentjulikan putra dan putri dari si-tukang besi Ong Liang ?"

   "Mengenai hal-hal demikian."

   Djawab Lauw Hong.

   "kami dapat memberi keterangan- keterangan selengkapnja. Putra Ong Liang benar telah ditjulik oleh anak-buahnja Tjin Mo. Pada waktu itu rumah-tangga Tjin Mo memerlukan beberapa tenaga baru untuk dipekerdjakan dirumahnja. Seperti biasa dia memilih djalan jang paling mudah . dia perintahkan orang-orangnja untuk mentjulik beberapa orang pemuda jang kuat- kuat jang diketemukan didjaIan raja. Demikian mereka telah mentjulik empat pemuda. Tiga diantaranja dibebaskan kembali, setelah orang tuanja membajar uang tebusan. Akan tetapi si tukang-besi bikin ribut dengan para-pengawal, maka untuk menghadjar adat si orang tua jang membangkang itu, Tjin Mo menahan putranja. Tentang gadis itu. aku tahu benar bahwa madjikanku hanja se-tjara kebetulan telah melihat dia, pada ketika madjikanku lewat didepan kedainja dengan naik tandu. Madjikanku mempunjai minat untuk mengambil dia sebagai gundik, lalu mengutus seorang perantara untuk melamarnja. Lamaran itu ditolak dengan getas oleh fihak orang tua si gadis itu. kemudian madjikanku melupakan hal itu sama-sekali. Akan tetapi belakangan si tukang besi datang digedung Tjin Mo dan menuduh kita telah mentjulik putrinja. Saking marahnja madjikanku telah memerintahkan orang-orangnja untuk membakar kedai si tukang besi itu."

   Pao Kong bersandar pada kursinja sambil mengusap-usap djenggotnja jang pandjang.

   Dia mendapat kesan bahwa Lauw Hong telah bitjara sebenarnja, dan bahwa Tjin Mo tak mempunjai sangkut-paut apapun dengan hilangnja si gadis itu.

   Sebaliknja dia ber-pendapat bahwa selekas mungkin harus diambil tindakan-tindakan jang tepat untuk menangkap Tjin Mo empunja "penasihat rahasia"

   Sebelum segala-sesuatu mendjadi kasip. Kemudian dia memerintahkan "Tjeriterakan kepadaku apa jang telah terdjadi dua hari jang lalu, sesudah ku tiba dikota ini !" .,Seminggu jang djawab Lauw Hong.

   "Pembesar jang dahulu melaporkan kepada madjikanku bahwa Tay-djin, sebagai penggantinja, tiap waktu ditunggu kedatangannja. Sekalian dia meminta diri untuk meninggalkan kota diwaktu subuh, oleh karena dia amat segan untuk mendjumpai Tay-djin. Madjikanku tak berkeberatan, lalu dia mengeluarkan perintah kepada semua warga dalam kota bahwa tak ada seorang pun boleh mengambil perhatian atas kedatangan pembesar jang baru, agar supaja pembesar itu mendjadi tahu diri", dan menginsjafi bahwa bukan dia, akan tetapi Tjin to Mo jang berkuasa dikota ini."

   "Kemudian madjikanku menantikan laporan dari sipir pendjara salah-seorang anak-buahnja, jang sengadja ditempatkan di kantor pemerintah untuk mendjadi mata-mata. Berkat tindakan Tay-djin jang tepat, si sipir pendjara itu gagal untuk segera memberi laporan pada hari pertama. Dia baru datang pada esok-ja dan melaporkan bahwa Tay- djin telah mengambil keputusan untuk menangkap madjikanku. Lalu madjikanku memberi perintah kepada dua-puluh orang anak-buahnja untuk menjerbu d ikantor pengadilan menangkap Tay- djin dan memberi hadjaran sehebat-hebatnja pembantu-pembantu Tay-djin lainnja. Ketika Kopral Lim dengan lima anak-buahnja pulang kembali dengan warta jang menggemparkan, bahwa sepasukan Tentara Keradjaan dengan diam- diam telah menduduki kota, madjikan ku masih tidur, dan tak ada orang jang berani mengganggu dia. Baru pada esok harinja aku sendiri mengantarkan Kopral Lim ke kamar tidurnja. Madjikanku memberi perintah untuk segera mengerek bendera hitam diatas pintu-gerbang tengah, kemudian kami bersama kumpul di ruang utama. Selagi kami berunding tjara bagaimana mengatasi segala kemungkinan, tiba-tiba Tay-djin bersama perwira-perwira masuk kedalam ruangan dan menangkap kita semua."

   "Apa artinja bendera hitam ?"

   Hakim menanja.

   "Kiranja itu adalah panggilan bagi si penasihat rahasia itu. Sebab tiap kali bendera hitam dikerek, dia datang pada malam itu djuga."

   Kemudian, atas perintah hakim, Lauw Hong dibawa pergi, lalu Tjin Mo dibawa masuk keruang pengadilan.

   Suara riuh terdengar dari para penonton ketika mereka melihat orang itu jang selama delapan tahun telah memerintah mereka dengan tangan besi.

   Tjin Mo sesungguhnja adalah seorang jang mengesankan.

   Tingginja lebih dari enam kaki.

   Pundaknja lebar dan lehernja jang tebal menundjukkan tenaga jang luarr biasa.

   Sekali-kali dia tak bersedia untuk berlutut.

   Pertama-tama dia memandang hakim dengan sombongnja, kemudian dia berbalik belakang dan mengawasi chalajak ramai dengan sorot mata jang menantang.

   "Berlutut dihadapan pembesarmu, kau, andjing jang tak tabh adat !"

   Kopral Ong Liang membentak.

   Wadjah Tjin Mo mendjadi ungu saking marahnja.

   Urat-urat tebal seperti tali petjut tampak diatas dahinja.

   Dia membuka mulutnja untuk berbitjara.

   Kemudian, darah mengalir dari hidungnia jang petjah.

   Untuk sedjenak dia terhujung-hujung, lalu rubuh diatas lantai, tanpa bergerak lagi.

   Atas perintah Hakim, Kopral Ong berdjungkuk dan menjeka darah dari muka Tjin Mo jang pingsan.

   Salah seorang polisi membasu se-ember air dingin, Ialu membasahi bagian dada dan dahi persakitan itu.

   Akan tetapi segala usaha sia-sia sadja.

   karena Tjin Mo tetap tak sadar.

   Pao Kong merasa djengkel sekali.

   
Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
Dia memerintahkan untuk mengambil Lauw Hong dari pendjara.

   Begitu lekas Lauw Hong berlutut dihadapannja, Hakim bertanja .

   "Apakah madjikanmu menderita suatu atau lain penjakit ?"

   Lauw Hong memandang dengan gelisah tubuh madjikannja jang masih menggeletak diatas lantai, sedanckan bcberapa orang polisi terus berusaha untuk menjadarkannja. Lauw Hong menggelengkan kepalanja.

   "Walaupun tubuh madjikanku luar biasa kuatnja". dia berkata.

   "sekian lama dia menderita sematjam penjakit otak. Bertahun-tahun dia berobat pada tabib-tabib jang pandai, akan tetapi tak ada diantaranja jang dapat memberi obat jang mandjur. Djikatau dia murka, seringkali dia pingsan seperti sekarang, dan dia tak sadar kembali untuk beberapa djam lamanja. Tabib-tabib mengata-kan bahwa tjara satu-satunja untuk menjembuhkan dia, jalah dengan membuka batok kepalanja dan mengeluarkan hawa-beratjun jang berada didalam otaknja. Akan tetapi diseluruh kota Lam Hong tak ada scorang tabib jang sanggup melakukan operasi itu."

   Setelah memberi keterangan tersebut, Lauw Hong dimasukkan kembali kedalam pendjara. Demikianpun Tjin Mo jang masih pingsan digotong kekamar tahanannja.

   "Sipir harus segera melaporkan kepadaku, begitu orang itu sadar kembali", Hakim memerintahkan. Dia pikir pingsannja Tjin Mo ada sesuatu jang amat tjelaka, karena dialah ada orang satu-satu-nja jang dapat memberitahukan siapakah adanja tetamunja jang tak dikenal itu. Setiap djam ketambatan memberi kesempatan kepada orang itu untuk meloloskan diri. Pao Kong merasa amat menjesal bahwa dia tidak segera mengadakan perneriksaan terhadap Tjin Mo setelah dia ditangkap, akan tetapi siapa bisa menduga bahwa dia mempunjai seorang pembantu jang tak dikenal ? Sambil menarik. napas Pao Kong duduk tegak dikursinja, lalu mengetuk medja dengan palunja. Dengan suara njaring dia berkata "Selama delapan tahun Tjin Mo telah merampas kekuasaan di-kota ini, dan oleh karenanja dia akan mendapat hukumannja jang setimpal. Selainnja dari pada itu dia telah berbuat sekian banjak-nja kedjahatan. Sedjak saat ini hukum dan ketertiban telah pulih kembali dikota ini. Orang baik akan dilindungi dan orang djahat akan dikedjar dan akan mendapat hukuman sesuai dengan hukum negara, dengan tak mengenal kasihan. Setiap orang jang mempunjai pengaduan terhadap Tjin Mo boleh mengadjukan dakwaan-nja kepada pengadilan ini. Tiap-tiap perkara akan diselidiki dengan saksama dan penggantian kerugian akan diberikan kepada mereka jang mendjadi korban. Adalah kewadjibanku untuk memperingati bahwa untuk mengurus semua perkara diperlukan waktu jang agak lama. akan tetapi aku mernberi djaminan bahwa pada waktu jang tepat segala kesalahan terhadap dirimu akan diperbaiki dan keadilan akan didjalankan terhadap semua orang."

   Pernjataan ini mendapat sambutan jang riuh- rendah dari para-hadirin.

   Orang-orang polisi memerlukan beberapa waktu untuk memulihkan kembali ketertiban di dalam pengadilan.

   Disuatu podjok tiga bikkhu berdiri amat rapat satu pada lain dan rupanja sedang asjik merundingkan sesuatu dengan suara bisik-bisik.

   Mereka sama-sekali tak turut ambil bagian dalam kegembiraan umum.

   Pada suatu saat mereka, dengan menggunakan bahunja, mem-buka djalan diantara chalajak ramai jang sesak-padat untuk madju kedepan, lalu berteriak- teriak sekeras-kerasnja bahwa mereka telah mendjadi korban dari ketjurangan jang amat kedji.

   Selagi mereka mendekati medja hakim Pao Kong menjatakan bahwa tak ada seorang diantara mereka boleh dianggap sopan-santun.

   Sikap mereka amat kurang adjar dan tak tahu adat, sedangkan wadjahnja jang kasar mentjerminkan watak jang djahat.

   Setelah mereka berlutut didepan medja hakim, Pao Kong ber-kata .

   "Jang paling tua diantara kamu hendaknja sebutkan namanja dan apa dakwaanmu!"

   "Tay-djin jang mulia", demikian bikkhu jang berdiri ditengah berkata.

   "aku jang hina bernama Bu Tao Ho-slang. Aku tinggal bersama kedua rekanku ini disebuah kuil ketjil diwilajah selatan dari kota ini. Sehari-hari tak lain pekerdjaan kami jalah bersembahjang dengan sudjut dan bersamadhi. Karena kami jang miskin hanja mempunjai satu barang jang berharga, jakni sebuah patung emas dari Kwan Im Hud-tjo, 0-Mi- To-Hod ! Bulan jang lampau si buaja Tjin Mo telah datang dikuil kami dan telah merampas patung kami jang sutji itu. Biar-lah di neraka dia direbus didalam minjak berdidih akan tetapi sementara ini kami memohon dengan chidmat kepada Tay-djin, agar barang jang sutji itu segera dapat dikembalikan kepada kami, atau, andaikan si- badjingan itu sudah meleburnja, agar kami diperkenankan untuk mendapat ganti kerugian berupa emas atau perak."

   Kemudian bikkhu itu mengetuk-ngetuk kepalanja tiga kali diatas lantai. Hakim mendengarkan dakwaan itu dengan penuh perhatian, kemudian dia bertanja .

   "Mengingat patung itu adaluh harta satu-satunja jang dimiliki kalian. kukira kamu orang mendjaganja dan merawatnja semesti dan dengan penuh rasa bhakti ?"

   "Benar, Tay-djin", djawab bikkhu-kepala itu, .,Tiap pagi aku sendiri jang membersihkan patung itu dengan kebutan sutera sambil membatja doa tak berhenti-hentinja."

   "Aku pertjaja". Pao Kong selandjutnja berkata, kedua rekanmu pun tak kurang radjinnja dalam memperlihatkan kebaktian mereka terhadap Sang Dewi ?" -Aku jang amat rendah". djawab bikkhu jang berdiri disebe-lah kanan.

   "sudah sekian tahun lamanja tiap pagi dan sore mem-bakar dupa dihadapan Hud-tjo sambil memandang dengan penuh chidmat air-mukanja jang welas-asih, 0-Mi- To-Hud !"

   "Dan aku jang amat hodoh ini", djawab bikkhu jang ketiga.

   "tiap hari membatja doa dihadapan Dewi kita jang Maha Sutji O-Mi-To-Hud !"

   "Bagus!"

   Kata Hakim, sambil mengangguk- anggukan kepala-nja dengan rasa puas. Kemudian dia memberi perintah kepada seorang panitera pengadilan "Berikan masing-masing pendakwa sebatang arang dan sehelai kertas putih !"

   Selagi alat-alat itu disodorkan kepada ketiga bikkhu itu jang memandang satu pada lain dengan penuh keheranan, Pao Kong memerintahkan .,Engkau, jang berdiri disebelah kiri, berdirilah dipinggir mimbar pengadilan disebelah kiri.

   Dan engkau jang berdiri disebelah kanan, berdirilah dipinggir sebelah kanan.

   Dan engkau, Bu Tao Ho- siang balikkan badanmu dan menghadap pada para-hadirin !"

   Ketiga bikkhu itu mengambil tempatnja masing-masing jang ditundjuk. Kemudian Pao Kong memberi perintah dengan suara jang tegas dan njaring . -Berlututlah dan lukiskan gambar dari patung emas itu !"

   Suara berisik terdengar dari chalajak-ramai jang mengikuti pengadilan dengan penuh perhatian. Merekapun tampaknja tak kurang herannja akan perintah Hakim jang agak aneh itu.

   "Diam !"

   Orang- orang polisi berteriak. Sementara itu ketiga bikkhu itu mulai melukiskan sesuatu diatas kertas masing- masing. Pekerdjaan itu tampaknja agak berat djuga, oleh karena ben-ulang-kali ketiga "pelukis"

   Itu menggaruk-garuk kepalanja jang botak, sedangkan keringat dingin mengutjur dengan derasnja dari tubuhnja. Pada achirnja Pao Kong menitah kepada Sersan Hong "Ambillah gambar-gambar itu dan tundjukkan kepadaku "

   Setelah Hakim memeriksa tiga gambar Kwam Im itu, dengan rasa djemu dia melemparnja keatas lantai, sehingga semua orang dapat menjaksikannja bahwa gambar-gambar itu, jang dianggap adalah lukisan patung Kwan Im jang sama, tampak sama-sekali berlainan.

   Jang satu menundjukkan Kwan Im dengan tiga kepala dan enam tangan, jang lain melukiskannja dengan dua kepala dan deIapan tangan, sedangkan gambar jang ketiga memperlihatkan Kwan lrn dengan seorang anak-botjah didampingnja.

   Demikian terbuktilah bahwa "patung emas"

   Itu hanja isapan- djempol belaka dan bahwa ketiga bikkhu itu telah mengadjukan dakwaan palsu. Hal ini menimbulkan amarahnja Hakim jang sambil mengetuk-ngetuk medja berkata dengan suara jang sangat keras .

   "Badjingan-badjingan itu telah mengadjukan dakwaan palsu! .Hajo, rangket mereka dua puluh kali dengan tongkat rotan !"

   Beberapa orang-orang polisi menundukkan muka ketiga bikkhu itu diatas lantai, kemudian suara rangketan bergema diruang pengadilan.

   Bikkhu-bikkhu jang satu dan jang lain mendjerit- djerit saking kesakitam akan tetapi orang-orang polisi tak menghiraukannja.

   Mereka tak berhenti sebelum merangket dua puluh kali.

   Ketiga bikkhu itu tinggal mcnggeletak diatas lantai sambil merintih.

   Seluruh tubuhnja matang-biru, akibat dari rangketan.

   Beberapa penonton merasa kasihan dan menjeret mereka keluar pengadilan.

   Sementara itu dengan suara njaring Pao Kong berkata .

   "Pada waktu bikkhu-bikkhu jang djahat itu madju kedepan untuk mengadjukan dakwaannja, aku baru mau memberi peringatan agar tak ada seorangpun jang mentjoba-tjoba untuk mendapat keuntungan jang tidak sah dengan mengadjukan tuntutan2 jang bukan-bukan terhadap Tjin Mo. Biarlah nasib dari ketiga pendjahat itu mendjadi peringatan bagi mereka jang mentjoba untuk mempedajai pengadilan ! Aku ingin menambahkan bahwa sedjak hari ini distrik ini tak lagi berada dibawah hukum Perang.. Setelah berbitjara demikian. Hakim berpaling kepada Sersan Hong dan berbisik-bisik sesuatu. Sersan Hong dengan tjepat me-ninggalkan ruangan. Setelah balik kembali, dia tak mengatakan suatu apa, melainkan rnenggeleng- gelengkan kepalanja.

   "Hendaknja beri perintah kepada sipir pendjara", Hakim berkata perlahan- perlahan, ,,untuk memanggil aku dengan segera, begitu Tjin Mo sadar kembali. sekalipun ditengah malarn !"

   Kemudian Pao Kong mengangkat palunja untuk menutup sidang, akan tetapi tiba-tiba perhatiannja ketarik oleh kegaduhan di-depan pintu ruang pengadilan.

   Seorang pemuda dengan susah- pajah mendesak diantara para penonton jang sesak padat untuk masuk kedalam ruang.

   Pao Kong memerintahkan dua orang polisi untuk membawa si-pemuda itu kehadapannja.

   Selagi orang itu berlutut didepan medja hakim dengan napas tersengal-sengal, Pao Kong mengenalinja sebagai Teng Siu-tjhai, dengan siapa dia pernah minum teh dua hari jang lampau.

   "Tay-djin !"

   Si-pemuda itu berseru.

   "si-badjingan Bu Heng itu telah membunuh ajahku setjara kedji . BAB VIII SEORANG DJENDERAL TUA DIBUNUH DIKAMAR PERPUSTAKAANNJA - PAO KONG MENGUNDJUNGI TEMPAT KEDJAHATAN. Pao Kong duduk bersandar dikursinja. Sambil memasukkan tangan ditangan-badjunja jang lebar, dia berkata .

   "Tuturkan bila dan bagaimana pembunuhan itu diketahui !"

   "Semalam kami merajakan hari ulang-tahun ajahku jang ke-60", demikian Teng Siu-tjhai mulai penguraiannja.

   "Semua famili berkumpul disekitar medja- perdjamuan diruang utama, dan semua hadirin tampak amat gembira. Waktu sudah mcndekati tengah malam, ketika ajahku meninggalkan medja- perdjamuan, dia mengatakan bahwa dia ingin mengundurkan diri kekamar perpustakaan dan bahwa pada hari jang bahagia ini dia akan menulis kata-pendahuluan dari "Riwajat Peperangan- peperangan ditapal batas"

   Jang sedang dikarangnja.

   Aku sendiri mengantarkan dia hingga didepan pintu kamar perpustakaan.

   Kemudian aku berlutut dan mengutjapkan selamat malam.

   Ajahku lalu menutup pintu dan kudengar dia pasang palang pintu pada tempatnja.

   Hanja itu adalah untuk penghabisan kali aku mendjumpai ajah-ku jang mulia.

   Hari ini, pagi-pagi pengurus rumah mengetuk pintu, untuk memberitahukan bahwa santapan-pagi sudah sedia.

   Tatkala dia tak mendapat djawahan, walaupun dia mengetuk pintu ber ulang-kali, aku dipanggilnja.

   Karena chawatir ajahku djatuh sakit diwaktu malam, kami mendobrak daun-pintu dengan meng-gunakan sebuah kapak.

   Ajahku tampak sedang duduk menjung-kur dengan kepalanja diatas medja.

   Kukira dia tidur dan hati-hati aku menjentuh pundaknja.

   Kemudian aku tahu bahwa dia sudah mati.

   Kulihat sebuah pisau ketjil menondjol dari tenggorokannja.

   Bagiku sudah pasti bahwa si- badjingan Bu Heng itu-lah jang telah membunuh ajahku setjara kedji.

   Aku memohon dengan sangat agar Tay-djin suka memberi hukuman jang setimpal atas kedjahatannja itu !"

   Kemudian Teng Siu-tjhai menangis bersedu-sedan sambil membenturkan kepalanja heberapa kali diatas lantai. Beberapa ketika lamanja Hakim tinggal diam, melainkan me-ngerutkan alisnja jang tebal. Kemudian dia berkata.

   "Tenangkanlah dirimu, Siu- tjhai ! Pengadilan selekas mungkin akan menjelidiki hal-ichwal pembunuhan atas diri ajahmu. Begitu lekas sidang ini ditutup aku sendiri akan datang kerumahmu untuk mengadakan penjelidikan !"

   Lalu dia mengetuk medja dengan palu kebesarannja sebagai tanda bahwa sidang sudah ditutup, kemudian dia mengundurkan diri kebelakang tirai untuk tukar pakaian.

   Sementara itu pegawai-pegawai pengadilan sibuk membersihkan ruang pengadilan, sedangkan para penonton membitjarakan itu, dengan asjiknja peristiwa-peristiwa jang menggemparkan.

   Setiap orang memudji setinggi-tingginja pembesar dan kaki tangannja jang baru dan memudji kebidjaksanaannja dalam mengadili perkara penipuan dari ketiga bikkhu jang serakah itu.

   Kopral Lim dan dua orang pradjurit muda meninggalkan ruang pengadilan sambil memudji- mudji Pao Kong.

   "Pao Tay-djin sungguh seorang pembesar jang amat menga-gumkan". dia berkata.

   "sajang sekali tubuh dan sikapnja tak tampak begitu gagah-perkasa seperti kedua kaptennja, Thio Liong dan Thio Houw."

   Salah seorang pradjurit, seorang pernuda jang tjerdas, mena-njakan "Pao Tay-djin telah mengumumkan bahwa hukum perang sudah berachir.

   Djikalau demikian halnja, tentara keradjaan jang ber-ada dikota ini, sudah berangkat pergi diwaktu malam.

   Akan tetapi, sungguh aneh, aku tak pernah melihat seorang pradjurit pun, ketjuali pradjurit-pradjurit kita sendiri !"

   "Ah, engkau seorang pradjurit hidjau mana bisa tahu tentang siasat perang jang tinggi", djawab Kopral Lim sambil tersenjum-sindir.

   "Akan tetapi oleh karena kau ada seorang pradjurit jang aku akan pertjajakan kepadamu suatu rahasia tentara ke-radjaan tadi malam dengan diarn-diam telah berangkat ketapal batas untuk mendjalankan suatu tugas jang amat penting. Tapi ingat, ini adalah rahasia militer jang besar, sepatah kata tentang hal ini keluar dari mulutmu, dan aku akan penggal batang-lehermu !"

   "Tapi bagaimana mereka bisa meninggalkan kota tanpa seorang-pun jang melihatnja ?"

   "Bagi tentara keradjaan kita tak ada sesuatu jang tak mungkin", djawab Kopral Lim dengan rasa bangga.

   "Pernahkah kutjeriterakan kepadamu tentang pelintasan Sungai Kuning ? Salah se-orang djenderal ingin melintasinja, akan tetapi tak tampak djembatan ataupun sebuah perahu ditempat itu. Maka dua ribu pradjurit lompat kedalam air berbaris dalam dua djadjar sambil saling ber-pegangan tangan, lalu seribu pradjurit lain berdiri berdjadjar ditengahnja sambil memegangi perisai diatas kepalanja. Demikian Djenderal dapat menjeberangi Sungai Kuning dengan melalui djembatan besi !"

   "Sungguh menakdjubkan !"

   Si pradjurit muda itu berseru sekedar untuk menjenangkan Kopralnja, akan tetapi didalam hati dia berkata bahwa ini adalah tjeritera jang paling mustahil jang dia pernah dengar.

   Kemudian Kopral Lim dengan kedua pradjuritnja meninggalkan ruangan pengadilan bersama dengan para-penonton jang peng- habisan.

   Sementara itu dihalaman utama djoli untuk Hakim sudah di-siapkan, didepan dan dibelakang dikawal oleh enam orang polisi.

   Dua orang pradjurit memegangi les kuda tunggang untuk Sersan Hong dan Tao Gan.

   Tak lama kemudian Pan Kong keluar dari kantor pengadilan.

   dan dibantu oleh Sersan Hong, dia naik kedjoli.

   Kemudian Sersan Hong dan Tao Gan tunggangi kudanja masing-masing, lain - rombongan itu bergerak menudju kedjalan raja.

   Sebuah pandji jang indah jang digantungkan pada galah pandjang, dituliskan dengan huruf-huruf jang besar .,Pengadilan kota Lam Hong Kwan".

   Dua pradjurit rnengepalai rombongan itu sambil memukul tambur dan gong tembaga.

   Mereka berteriak-teriak sepandjang djalan "Buka djalan ! Buka djalan ! Jang Mulia Pembesar Kota Lam Hong sedang mendatangi!"

   Chalajak ramai berdiri dengan chidmat dipinggir djalan. Tat-kala djoli Hakim lewat, mereka bersorak-sorai dan berteriak "Hidup Pembesar Kita!"

   Sersan Hong, jang naik kuda dipinggir djoli menengok kepada Pao Kong dan berkata.

   "Sarnbutan ini berbeda sekali dari pada tiga hari jang lalu, Tay-djin !"

   Pao Kong hanja bersenjum simpul dan tak mengatakan suatu apa.

   Tak lama kemudian tibalah mereka digedung keluarga Teng.

   Gedung itu ternjata adalah bangunan jang mentereng sekali.

   Teng Siu-tjhai tampak berdiri didepan pinto gerbang untuk menjambut kedatangan hakim.

   Ketika Hakim turun dari djoli, se-orang tua jang berdjenggot putih tampil kemuka dan memperkenalkan dirinja sebagai pemeriksa majat.

   Dalam penghidupannja sehari-hari ia adalah pemilik rumah obat jang terkenal.

   Pao Kong menjatakan keinginannja untuk langsung pergi ke-tempat pembunuhan.

   Sementara itu Sersan Ong Liang bersama enam orang polisi pergi keruang utama untuk mendirikan pengadilan darurat serta mempersiapkan seperlunja untuk merneriksa majat.

   Teng Siu-tjhai mengundang Hakim dan pembantu-pembantunja untuk mengikuti dia kehalaman belakang.

   Setelah melalui gang jang berliku-liku, mereka tiba dikebun hunga jang amat indah, dihiasi dengan batu-batu karang dengan rapihnja dan dengan sebuah kolam ikan mas jang besar ditengah-tengah.

   Pinto dari ruang utama terbuka lebar.

   Para pelajan sedang sibuk membereskan perahot rumah.

   Teng Siu-tjhai membuka pintu ketjil disebelah kiri dan mengadjak para tetamunja menudju kesebuah pekarangan ketjil, tang luasnja kira-kira delapan kaki persegi dan jang dilingkungi oleh tembok jang agak tinggi.

   Pada salah-satu tembok terdapat pinto ketjil terbikin dari kaju jang keras.

   Bagian tengah dari daun pintu itu ternjata sudah rusak, rupanja telah didobrak setjara paksa.

   Teng mendorong pintu itu sehingga terbuka, lalu ber-diri dipinggir, mempersilahkan Hakim Pao masuk kesebuah kamar.

   Pao Kong masuk kedalam kamar dan mengamat-amati sekitarnja.

   Seluruh ruangan penuh dengan bau Min jang apek.

   Ruangan itu agak luas djuga dan berbentuk segi- delapan.

   Dibagian atas dari dinding terdapat empat djendela ketjil jang memakai katja berwarna dan jang mementjarkan tjahaja baur diseluruh ruangan.

   Diatas djendela terdapat dua lobang- angin dari kira-kira dua kaki persegi dan jang dipasangkan djerudji hesi.

   Ketjuali pintu jang sudah setengah rusak itu, tak ada lain pintu jang memungkinkan orang keluar-masuk kekamar.

   Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   

   Sebuah tubuh jang agak kurus dan berbadju hidjau tampak sedang duduk tersungkur di belakang medja tulis besar terbikin dari kaju eboniet jang diukir.

   Kepalanja terletak diatas lengan kirinja jang tertekuk, sedangkan lengan kanannja mengulur diatas medja tulis masih memegang sebuah alas-tulis jang ditjat dengan lak morals.

   Sebuah peti dari sutera hitam telah djatuh diatas lantai.

   sehingga terlihatlah rambut sang korban jang pandjang dan sudah putih.

   Diatas medja terdapat seperangkat alat-alat-tulis biasa.

   Sebuah vacs dari porselen biro dengan beberapa tangkai bunga jang sudah lajtu tampak dipodjok medja.

   Sepasang tempat-lilin tampak dikiri-kanan dari orang jang sudah mati itu lilinnja sudah habis terbakar sama-sekali.

   Pao Kong memandang rak-rak buku jang terdapat sepandjang dinding.

   Dia mengatakan kepada Tao Gan .

   "Periksa dinding itu apakah tak ada pintu rahasia ! Selidiki djendela-djendela dan lobang-lobang angin diatasnja!"

   Selagi Tao Gan melakukan tugasnja, Hakim memberi perintah kepada pegawai jang bersangkutan untuk rnemeriksa majat itu.

   Petugas itu meraba-raba bagian pundak dan tangan, kemudian mentjoba untuk mengangkat kepala majat itu.

   Tubuhnja sudah mendjadi kaku sama-sekali.

   Dia harus membalikkan tubuh itu kebelakang dan menjandarkannja dikursi, supaja dapat melihat muka orang jang mati itu.

   Wadjah djenderal tua itu kurus dan sudah kisut, matanja men-delik seakan-akan dia dibikin kaget oleh sesuatu jang tak di-duga-duga pada saat dia putus djiwa.

   Pada tenggorokannja jang kurus- kering tertantjap sebuah pisau jang terlampau ketjil.

   Pao Kong memandang majat itu dengan penuh perhatian"

   Ke-mudian dia memerintahkan untuk mentjabut pisau .itu.

   Ternjata agak sukar untuk memegang gagang pisau jang amat ketjil itu, akan tetapi setelah berhasil untuk dipegangnja diantara djempol dan telundjuk, pisau itu dengan mudah dapat ditjabutnja.

   Pisau itu ternjata tak menembus Iebih dalam dari pada seperem pat intji.

   Selagi pemeriksa majat membungkus sendjata jang ketjil itu dengan sehelai kertas-minjak, dia mengatakan .

   ,Darahnja sudah kental benar, dan tubuhnja sudah kaku sama-sekali.

   Kematian ter- djadi kira-kira djauh tengah-malam!"

   Hakim mengangguk, berpikir sedjenak, seakan-akan dia mentjoba untuk membajangkan apa jang mungkin terdjadi pada malam kemaren. .

   "Setelah sang korban menguntji pinto dia buka badju kebesarannja dan menggantungkannja disamping pintu", dia berkata, lalu dia mengenakan pakaian sehari-hari. Kemudian dia duduk dibelakang medja- tulis, menggosok bak dan membasahi alat tulisnja. Pembunuhan mestinja dilakukan tak lama kemudian. sebab ternjata bahwa djenderal tua itu baru sadja menulis dua garis, pada waktu dia mendapat gangguan. Jang paling menarik perhatian jalah bahwa antara saat djenderal melihat pembunuhnja dan saat pisau ketjil itu menembusi tenggorokannja mestinja hanja lewat beberapa detik sadja, sebab ternjata sang korban sampai tak sempat untuk menaruh kembali alat- tulisnja.

   "Tay-djin", kata Tao Gan dengan memotong pembitjaraan Hakim.

   "ada lagi sesuatu jang lebih aneh. Aku tak dapat memahami bagaimana si- pembunuh bisa masuk kekamar, djangan tanja bagaimana dia meninggalkannja !"

   Pao Kong mengerutkan alisnja. .,Satu-satunja djalan untuk orang masuk kekamar ini", Tao Gan melandjutkan pembitjaraannja.

   "ialah dengan melalui pintu itu, Aku telah menjelidiki dengan seksama seluruh dinding, djendela-- djendela dan lobang-lobang angin. Achirnja aku memeriksa apa-kah tak mungkin ada pintu rahasia. Akan tetapi kutahu pasti, tak ada pintu tersembunji dari matjam apapun djuga!"

   Sambil mengusap-asap kumisnja, Pao Kong menanjakan Teng Siu-Tjai .,Mungkinkah si- pembunuh menjelundup kedalam kamar sebelum atau sesudahnja ajahmu masuk dikamar ini ?"

   Djawab Teng Sitt-tjai "Tak mungkin, Tay-djin ! Ketika ajahku tiba disini, segera dia membuka pintu.

   Untuk sementara dia berdiri didepan pintu, sedangkan aku berlutut dihadapannja.

   Dan dibelakangku herdiri pengurus rumah.

   Kemudian aku berdiri dan ajahku menguntji pinto dari sebelah dalam.

   Tak ada -seorang bisa masuk pada waktu itu atau sebelumnja.

   Ajahku selalu menguntji kamar itu, dan dia sendirilah jang menjimpan kuntji satu-satunja."

   Sersan Hong membungkuk pada Hakim dan membisiki sesuatu ditelinganja .

   "Kita harus memeriksa pengurus rumah itu, Tay-djin. Sekali- pun si-pembunuh dengan satu atau lain tiada berhasil untuk masuk kedalam kamar, aku tak mengarti tjara bagaimana dia bisa keluar kembali. Pintu itu terkuntji dari sebelah dalam !"

   Hakim mengangguk, lain berkata kepada Teng le "Engkau menjangka bahwa pemhunuhan itti dilakukan oleh Bu Heng. Dapatkah engkau menundjukkan sesuatu jang membuktikan bahwa dia telah berada dikamar ini ?"

   Teng-siu-tjai perlahan-lahan melihat disekitarnja.

   Kemudian dengan sedih dia menggelengkan kepalanja dan berkata "Pendjahat Bu itu ada seorarg jang tjerdik dan litjik.

   Tay-djin, dia tak akan begini lalai untuk meninggalkan bekas-bekas dari kedjahatannja.

   Akan tetapi aku jakin, bahwa penjelidikan selandjutnja akan mem- perlihatkan bukti-bukti dari kesalahannja!.' "Sekarang sebaiknja kita pindahkan djenazah ini keruang utama", Hakim Pao berkata.

   "Hendaknja engkau pergi kesana. Siu-tjai dan bantu mengatur agar segala sesuatu sudah slap untuk pemeriksaan majat !"

   BAB ke IX.

   PAO KONG TERMENUNG-MENUNG SEORANG- DIRI DIKAMAR MATI PEMER1KSAN MAJAT MENUN- DJUKKAN SEBAB KEMATIAN DJENDERAL TUA.

   Begitu Teng Siu-tjai meninggalkan kamar-mati, Pao Kong memberi perintah kepada Sersan Hong untuk memeriksa pakaian-pakaian sang korban.

   Sersan Hong meraba-raba hagian dalam dari tangan-badju.

   Dari tangan badju jang kanan dia mengeluarkan sebuah sapu-tangan dan seperangkat tusukan gigi dan korek kuping.

   Didalam tangan badju kiri dia menemukan sebuah anak-kuntji jang agak besar dan sebuah kotak dari kardus.

   Lalu dia meraba-raba didalam sabuk jang meninggal ; jang diketemukan hanja sehelai sapu- tangan lain-inja.

   Pao Kong membuka kotak dari kardus itu, jang ternjata berisikan sembilan bidji manisan buah prum, jang diatur dengan rapih-nja dalam tiga djadjar dari tiga buah.

   Manisan buah prum ini adalah makanan jang termashur dari kota Lam Hong.

   Diatas tutup kotak itu terdapat sehelai kertas merah ketjil dengan tulisan ,"Menghaturkan selamat pandjang umur".

   Kotak itu ditaruhnja kembali diatas medja-tulis.

   Pemeriksa majat melepaskan pensil dari tangan majat jang sudah kaku.

   Lalu dua orang polisi menggotong majat djenderal tua itu keruang utama.

   Pao Kong duduk dikursi sang korban.

   "Hendaknja kamu semua pergi keruang mama", dia memerintahkan.

   "Aku ingin berdiam disini untuk beberapa saat."

   Setelah semua orang, pergi keluar, Hakim bersandar pada kursinja sambil memandang dengan penuh perhatian rak-rak sepandjang dinding jang penuh dengan buku-buku dan naskah- naskah.

   Hanja dikiri-kanan dari pintu terdapat dinding jang kosong.

   Di-tempat ini digantungkan pigura-pigura, dan diatasnja terdapat ,sehelai papan dengan tulisan terukir .

   "Studio untuk menjelidiki diri-sendiri". Rupanja inilah nama jang djenderal Teng berikan ,pada kamar- perpustakaannja. Kemudian dia melihat-Iihat se- setel alat-alat-tutis jang teratur rapih diatas medja. Dia ambil pensil jang telah dipakai oleh djenderal tua sebelum dia mati terbunuh dan mengamat- amatinja dengan seksama. Buatannja halus sekali, dan bulu pensilnja jang pandjang dibuat dari bulu serigala. Tangkainja dibuat dari kaju ukiran ditjat dengan lak merah dan diukir dengan tulisan "Menghaturkan selamat dengan chidmat berhubung dengan ulang tahun ke-enampuluh. Penghuni Papiljun jang Aman dan Sentosa.". Rupanja barang ini adalah hadiah ulang-tahun dari seorang teman, Pao Kong taruh kembali pensil itu ditempatnja dan memeriksa dengan tjerrnat setjarik kertas jang telah digunakan oleh djenderal tua itu untuk menulis sesuatu. Ternjata hanja terdapat beberapa garis sadja jang ditulis dengan huruf-huruf jang djelas..

   "Kata pendahuluan. Tjatatan-tjatatan sedjarah meliputi masa hingga ribuan tahun dizaman lampau. Banjak orang-orang termashur telah menjimpan tjatatan-tjatatan tentang peristiwa-peristi-wa terpenting dari keradjaan-keradjaan jang dahulu untuk anak- tjutjunja."

   Rupanja Djenderal Teng baru sadja mulai menulis riwajat-hidupnja sendiri ketika dia menemui adjalnja setjara tak diduga-duga.

   Pao Kong mengambil pula pensil jang ditjat lak merah itu dan melihat-lihat lukisan mega dan naga jang terukir amat indahnja.

   Adalah menarik perhatiannja betapa sunji kamar perpustakaan jang terpentjil ini.

   Tak ada suara dari luar dapat menembusi kamar ini.

   Tiba-tiba dia dihinggapi oleh rasa takut.

   Dia sedang berduduk dikursi orang jang sudah mati, tepat dalam keadaan jang sama dengan rnendiang djenderal Teng pada waktu dia meninggal-dunia.

   Hakim Pao tjepat-tjepat berdongak.

   Dia melihat bahwa pigura didekat pintu itu tergantung agak miring.

   Dia mendjadi terkedjut dan gelisah.

   Mungkinkah dibelakang pigura itu terdapat pintu rahasia, dari mana si pembunuh masuk kedalam kamar, dan menikam mangsanja dibagian tenggorokannja ? Dia menginsjafi dengan terkedjut.

   bahwa djikalau demikian halnja.

   sekarang dji-wanja berada ditangan si-pembunuh.

   Matanja sedetikpun tak lepas dari pigura dan tiap saat dia mengira si-pembunuh akan keluar dari belakang pigura.

   Achirnja dia dapat menguasai pula perasaannja.

   Dia mejakin-kan diri sendiri bahwa Tao Gan tak nanti melupakan untuk menjelidiki ada tidaknja pintu rahasia dibelakang pigura itu.

   Kiranja Tao Gan telah membiarkan pigura itu tergantung miring pada waktu dia memeriksa dincting dibelakangnja.

   Pao Kong menjeka keringat dingin dari dahinja.

   Rasa-takutnja sudah lenjap, namun dia masih belum dapat menghilangkan sama-sekali perasaan seakan-akan dia berada dekat sekali dengan si- pembunuh.

   Kemudian dia mentjoba untuk membajangkan apa jang telah terdjadi pada detik- detik terachir dari si djenderal tua itu.

   Dia membasahi pensil disebelah kendi, lalu membuat gerak-gerakan se akan-akan dia menulis.

   Dia menjatakan bahwa dia agak tergang-gu oleh tempat-lilin jang berada disebelah kanan, jang letaknja terlalu dekat si-penulis.

   Baru sadja dia mau menjampingkan ternpat-lilin itu, ketika tiba-tiba dia mendapat suatu pikiran.

   Mengapa djustru lilin jang disebelah kanan jang telah ditarik sang-korban lebih dekat ? Pasti bukan agar dapat melihat lebih terang apa jang sedang ditulisnja, karena dalam hal ini tentu lilin disebelah kiri jang didekatkannja.

   Rupanja perhatian sang korban telah tertarik oleh sesuatu jang dia ingin mengamat-amati lebih tjermat dibawah sinar terang, maka lilin jang berada disebelah tangan-kanannja jang ditariknja lebih dekat.

   Kiranja pada saat itulah si-pembunuh menikam korbannja dengan pisau ketjil dibagian tenggorokannja.

   Pao Kong mengerutkan dahinja.

   Dia menaruh pula pensil di-tempatnja, lain mengamat-amati tempat ini dengan tjermat.

   Akan tetapi dia tak dapat melihat sesuatu jang luar biasa.

   Sambil meng-geleng-gelengkan kepala dia menaruh pula ternpat lilin diatas media, berbangkit dari tempat duduknja, lalu meninggalkan kamar perpustakaan.

   Selagi menudju keruang utama, ia memerintahkan kepada dua orang polisi jang sedang mendjaga di gang untuk mendjaga kamar perpustakaan dengan keras, dan melarang siapapun untuk men- dekatinja sebelum pintu jang rusak diperbaiki dan disegel.

   Diruang utama segala-sesuatu sudah siap untuk melakukan pemeriksaan.

   Pao Kong menempati tempat-duduknja dibelakang medja-hakim darurat.

   Didepannja, dilantai terletak majat djenderal tua diatas sebuah tikar bambu.

   Setelah Teng Siu-tjai menjatakan bahwa itu adalah benar majat ajahnja, Hakim memerintahkan pemeriksa majat untuk memulai pemeriksaannja.

   Dengan hati-hati pakaian sang korban dibuka-nja.

   sehingga tubuhnja jang kurus-kering kelihatan seluruhnja.

   Teng Siu-tjai menutupi muka dengan Lengan badjunja, sedangkan para hadirin lainnja mengikuti djalannja pemeriksaan tanpa mengatakan suatu apa.

   Pemeriksa majat memeriksa tubuh itu intji demi intji sambil ber-djongkok disebelahnja.

   Teristimewa dia memperhatikan bagian-bagian jang terpenting dan ,meraba-raba batok kepalanja.

   Dia membuka mulut majat itu dengan sematjam sendok perak clan memeriksa bagian lidah dan tenggorokannja.

   Achirnja dia berdiri pula dan melaporkan.

   Sang korban pada waktu hidupnja rupanja sehat wal'afiat dan tak dihinggapi penjakit apapun.

   Dibagian kaki dan tangannja tampak bintik-bintik jang sudah berubah warna sebesar uang tembaga.

   Lidahnja ditutupi sematjam selaput tebal jang berwarna abu- abu.

   Luka di-bagian tenggorokan tak dapat mengakibatkan kematian.

   Rupanja kematian disebabkan oleh sematjam ratjun keras jang terdapat dimata pisau jang ditusukkan ditehggorokan sang korban."

   Segenap hadirin mengikuti djalannja pemeriksaan dengan penuh perhatian dan rasa-tegang. Teng Siu-tjai memandang majat ajah-nja dengan rasa sedih, takut dan ngeri. Pemeriksa majat mengeluarkan pisau maut itu dari bungkusan dan menaruhnja diatas medja.

   "Silahkan Tay-djin menjaksikan", dia berkata.

   "bahwa disamping darah jang sudah kering diudjung pisau terdapat pula zat jang lain sekali warna dan bentuknja. Itulah ratjunnja."

   Pao Kong mendjumput pisau itu dibagian pangkalnja. Dia melihat bahwa diudjungnja terdapat bintik-bintik jang berwarna merah tua.

   "Apakah engkau tahu,"

   Dia rnenanja.

   "ratjun apakah jang telah dipakai ini ?"

   Pemeriksa majat mcnggelengkan kepala dan berkata "Menje-sal sekali pengertianku tentang ratjun-ratjun tak sedemikian dalamnja, sehingga tak dapat kupastikan ratjun apakah jang telah digunakan untuk membunuh Djenderal Teng.

   Akan tetapi me-lihat warna dan bentuk dari pada bintik- bintik jang terdapat di-seluruh tubuh sang-korban, kukira mungkin jang digunakannja adalah ratjun dari sematjam ular berbisa."

   Hakim tak lagi memberi suatu komentar.

   Dia memerintahkan untuk membuat laporan tertulis tentang kesaksian pemeriksa ma-jat, jang kemudian diperkuat oleh tjap djempol dari prtugas jang bersangkutan.

   Lalu Hakim berkata "Kini majat itu boleh dikenakan pakai-annja pula dan dimasukkan kedalam peti- mati.

   Bawa pengurus-rumah kehadapanku !"

   Selagi majat itu ditutupi- dengan kain kafan dan ditaruh usungan, pengurus rumah masuk kedalam ruangan dan berlutut dihadapan Hakim.

   
Pao Kong Karya Yang Lu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

   
"Engkau jang bertanggung-djawab alas pekerdjaan sehari- hari dirumah-tangga ini", kata Pao Kong.

   "Tuturkan dengan djelas jang terdjadi kemarin malam. Adalah dengan perdjamuan makan."

   "Perdjamuan ulang- tahun dari jang mulia Djenderal Teng telah diadakan diruangan ini djuga", demikian pengurus- rumah mulai penuturannja.

   "Djenderal Teng sendiri jang mengepalai medja dan duduk ditengah- tengah. Disekitarnja berduduk istri beliau jang kedua, ketiga dan ke-empat, Tuan Muda bersama istrinja, dan dua saudara sepupu dari istri Djenderal Teng jang pertama dan jang sudah meninggal- dunia sepuluh tahun jang lampau"

   Se-rombongan tukang-musik sewaan meramaikan perdjamuan ini disetambi depan.

   Mereka meninggalkan rumah ini dua djam sebelum Djenderal Teng mengundurkan diri.

   Kira-kira dekat tengah-malam, Tuan Muda mengangkat tjangkir araknja dan mengundang para hadirin untuk berminum seteguk arak jang terachir untuk kehormatan ajahnja.

   Kemudian Djenderal Teng berbangkit dari tempat duduknja dan - mengatakan bahwa dia akan beristirahat sebentar dikamar perpustakaan.

   Tuan Muda mengantar ajahnja dan aku mengikutinja dari belakang dengan membawa sebatang lilin.

   Setelah Djenderal Tua membuka pintu, aku masuk kekamar Iain menjalakan dua batang lilin diatas medja dengan lilin jang kubawa.

   Aku dapat memastikan bahwa kamar itu sama-sekali kosong.

   Pada waktu aku keluar, kulihat Tuan Muda sedang berlutut dihadapan ajahnja untuk memberi selamat malam.

   Lalu dia bangun, Djenderal tua mengambil sebuah anak kuntji dari dalam tangan-badju sebelah kiri, masuk kekamar dan menguntji dari sebelah dalam.

   Tuan Muda dan aku dengar dia pasang palang pintu pada ternpatnja.

   Demikianlah keteranganku jang sebenar-nja !"

   Atas perintah Hakim, Penulis Utama membuat tjatatan penuturan pengurus rumah di sehelai kertas, dan setelah dibatjakan dan disetudjui, keterangan tertulis itu dibubuhi tjap djempol oleh jang bersangkutan.

   Hakim memperkenankan pengurus-rumah untuk mengundurkan diri, lalu bertanja kepada Teng Siu-tjai "Apa engkau berbuat selandjut nja "

   Teng Siu-tjai tampak agak gelisah dan ragu-ragu untuk men-djawabnja.

   "Djawab pertanjaanku !"

   Hakim membentak.

   "Sebenarnja", djawab Teng Muda dengan segan.

   "aku sedang terlibat dalam pertjektjokan dengan istriku. Aku langsung pergi kekamar tidur dan istriku menjesalkan bahwa aku tak menundjuk-kan perindahan selazimnja kepadanja pada waktu perdjamuan, sehingga, katanja dia mendjadi merasa malu terhadap wanita-wanita lainnja. Karena aku merasa letih sesudah perdjamuan, aku tak mendjawah suatu apa. Sambil duduk diatas pembaringan aku minum seteguk teh, sedangkan dua pelajan wanita membantu istri-ku menjalin pakaian. Kemudian istriku mengeluh sakit kepala dan menjuruh salah-seorang pelajan untuk memidjit pundaknja kire-kira setengah djam lamanja. Lalu kami tidur."

   Pan Kong membuat beberapa tjatatan sambil berkata "Aku tak menemukan sesuatu jang dapat menundjukkan bahwa Bu Heng bersangkut-paut dengan kedjahatan ini."

   "Aku sangat memohon kepada Jang Mulia", Teng Siu-tjai ber-seru.

   "untuk memeriksa Bu Heng dibawah siksaan. Pasti dia akan mengaku tjara bagaimana dia telah melakukan kedjahatan jang kedji ini !"

   Hakim tak menghiraukannja, dan sambil berbangkit dari tempat-duduknja dia memberitahukan bahwa pemeriksaau ini sudah herachir.

   Kemudian dia berdjalan kehalaman luar dan naik ke-djoli.

   Teng Siu-tjai membungkukkan badannja untuk memberi selamat djalan.

   Setelah tiba dikantor pengadilan, Pao Kong langsting mengundjungi pendjara.

   Sipir melaporkan bahwa Tjin Mo masih belum sadar.

   Hakim memberi perintah untuk rnemanggil seorang tabib jang harus menjadarkan Tjin Mo selekas mungkin.

   Kemudian dia mengadjak Tao Gan dan Sersan Hong kekantor-kerdjanja.

   Setelah duduk dibelakang medja-tulisnja, Hakim mengeluarkan pisut ketjil jang telah digunakan si-pembunuh, dari tangan-badjunja.

   Dia menjuruh seorang djuru-tulis untuk mengambil teh panas.

   Sambil minum teh, Pao Kong bersandar pada kursinja, lalu dia berkata "Pembunuhan ini sungguh luar-biasa.

   Lepas dari alasannja dan pribadi jang terbunuh, kita menghadapi dua per-soalan jang praktis.

   Pertama, tjara bagaimana si-pembunuh dapat rnemasuki dan keluar dari kamar jang terkuntji itu ? Kedua, bagaimana dia dapat menikam sang korban dengan pisau jang sedemikian ketjilnja sehingga untuk memegangnja pun sukar sekali ?"

   Sersan Hong tarnpak bingung sekali, dia hanja menggelengkan kepala.

   Sebaliknja Tao Gan memandang pisau ketjil itu dengan teliti, kemudian berkata "Pada suatu saat, Tay-djin kukira ku telah memetjahkan rahasia pembunuhan ini.

   Pada waktu aku masih mengembara didaerah-daerah selatan, seringkali aku dengar rakjat tjeriterakan tentang adanja orang-orang jang masih biadab jang biasa memburu dengan sumpitan jang pandjang.

   Kupikir, pisau jang amat ketjil itu dengan gagangnja jang berbentuk pipa mudah sekali ditembakkan dengan sumpitan dari sebelah luar din-ding dimana terdapat lobang-lobang angin.

   Akan tetapi, kemudian kupikir, teori itu mustahil amat, oleh karena agar dapat rnenembakinja tepat pada tenggorokan, si tukang-tembak itu harus berada dibawah medja, ketjuali djikalau sang-korban kebetulan sedang berdongak, dalam hal mana pisau dapat dilepaskan dari sumpitan dari sebelah luar.

   Akan tetapi hal ini-pun tak mungkin terdjadi oleh karena tembok jang menghadapi medja-tulis dimana sang korhan berduduk, adalah tembok- buta, tak ada lobang angin ataupun djendela".

   Pao Kong perlahan-lahan mengirup teh, kemudian berkata "Akupun berpendapat bahwa teorimu tentang sumpitan itu tak dapat dipertahankan.

   Namun aku sependapat dengan kamu bahwa pisau itu tak mungkin ditusukkan langsung pada tenggorokan sang korban.

   mengingat gagangnja demikian ketjilnja sehingga se-orang anak botjahpun sukar untuk memegangnja.

   Selandjutnja aku minta perhatianmu akan bentuk jang luar hiasa dari pisau itu.

   Bentuknja tjekung dan lebih mirip dengan sematjam pahat dari pada dengan pedang.

   Sementara ini aku belum ingin memberi-kan suatu penafsiran tjara bagairnana pisau itu telah diperguna-kannja.

   Engkau, Tao Gan, heneaknja membuat sebuah model dari pada pisau itu dari kaju, agar aku dapat melakukan pelbagai pertjobaan tanpa membahajakan.

   Akan tetapi, hendaknja hati-hatilah djikalau memegang barang ini, siapa jang tahu bisa ratjun apa telah dioleskan diudjungnja !"

   "Tay-djin. djelas kiranja bahwa kita harus menjelidiki latar-belakang dari pada pembunuhan ini"

   Kata Sersan Hong.

   "Tidak-kah sebaiknja kita memanggil Bu Heng kemari untuk pemeriksa. ?"

   Hakim mengangguk dan berkata .

   "Itulah jang aku hendak usulkan. Akan tetapi sebaiknja kita mengundjungi dia dirumah-nja, kita dapat mengamat-amati dia ditempat-kediaman-nja sendiri. Aku akan pergi dengan menjamar dan engkau, Sersan Hong, hendaknja ikut-serta !"

   Pao Kong berbangkit, akan tetapi pada saat itu sipir pendjara dengan tergesa-gesa masuk kekantor.

   "Tay-djin !"

   Dia berseru.

   "Tjin Mo sudah sadar kembali. tapi aku chawatir dia akan mati !"

   Hakim dengan tergesa-gesa ikut sipir kependjara.

   di-ikuti oleh Sersan Hong dan Tao Gan.

   Tjin Mo tampak menggeletak diatas, bale-bale didalam selnja.

   Sipir membasahi dahinja dengan se-helai kain-kainan jang ditjelup didalam air dingin.

   Matanja meram dan nafasnja terkapah- kapah.

   Hakim berdiri menjondong didekatnja.

   Tjin Mo membuka matanja dan memandang pada Hakim.

   Mo", Pao Kong bertanja dengan suara jang sungguh-sunggah".siapa jang membunuh Pembesar Li ?"

   Tjin Mo mengawasi Hakim dengan mata jang menjala-njala.

   Bibirnja bergerak seakan- akan dia mau mengatakan sesuatu.

   akan tetapi tak ada suara keluar dari mulutnja.

   Achirnja, dengan menggunakan segenap tenaga dia berhasil untuk mengeluarkan suara "0000 0000

   "

   Kemudian suara itu lenjap, tubuhnja berkedjang-kedjang sehingea achirnja tak berkutik sedi-kit djuapun.

   Tjin Mo sudah meninggal-dunia ! Pao Kong menegakkan pula badannja dan mengatakan dengan menjesal .,Tjin Mo sudah mati sebelum dia dapat memberikan keterangan jang kita amat butuhkan !"

   Sambil memandang majat jang masih hangat itu, dia menambahkan dengan suara orang jang sudah putus harapan .

   "Seka-rang kita tak akan ketahui siapa pembunuhnja Pembesar Li !"

   Kemudian, dengan sikap jang lesu dia pulang kembali kekantor-nja.

   BAB X.

   PAO KONG MENGUNDJUNGI SEORANG PELUKIS MUDA ; DIA MENGURAIKAN TENTANG SENI LUKIS DIKANTOR PENGADILAN.

   Dengan menjamar sebagai seorang warga-kota dari kaum per-tengahan Pao Kong, diiring oleh Sersan Hong berdjalan-djalan dipasar kota Lam Hong Kwan.

   Ternjata bahwa tak hegitu mudah untuk mentjari tempat-kediaman Bu Heng.

   Mereka minta keterangan dibeberapa toko di belakang klenteng Kwan Te Kun, akan tetapi tak ada seorang jang pernah dengar tentang pelukis muda jang bernama Bu Heng.

   Untuk melepas letih mereka mampir disebuah toko arak jang memakai merk .

   .,Musim Semi nan Abadi".

   Toko ini ternjata termashur akan minuman-minumannja jang bermutu.

   Ruangan depan sama-sekali terbuka, digunakan untuk menerima tetamu.

   Sebuah medja pandjang, dimana para langganan dapat melakukan pembajaran memisahkannja dari djalan.

   Sepan-djang dinding tampak banjak tempajan-tempajan oral, ditaruh diatas rak-rak kaju.

   Tiap-tiap tempajan ditempelkan kertas merah dimana ditulis nama dan djenis arak jang disimpannja.

   Pemilik toko adalah seorang bermuka bundar jang ramah.

   Dia berdiri dibelakang medja- pandjang, tak berbuat suatu apa, melain-kan memandang kedjalan sambil mengorek gigi.

   


Seruling Perak Sepasang Walet -- Khu Lung Kuda Putih Karya Sd Liong Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung

Cari Blog Ini